perbedaan jumlah neutrofil pre dan post …digilib.unila.ac.id/25492/20/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK)
DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Fathan Muhi Amrulloh
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS
PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS (PGK)
DI RSUD Dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Fathan Muhi Amrulloh
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF NEUTROPHIL COUNT PREANDPOST
HEMODIALYSIS TO CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
AT Dr. H. ABDUL MOELOEK HOSPITAL LAMPUNG PROVINCE
By
FathanMuhiAmrulloh
Background: Chronic Kidney Disease (CKD) is a disease characterized by a defect in the
kidney structure with or without accompanying decrease in kidney filtration rate (GFR) for
more than 3 months suffered. CKD at terminal stage (GFR ≤15 mL/min/1.73 m2) needs
hemodialysis treatment or kidney transplantation. Hemodialysis treatment turns to impact
the immune response on CKD patients. Decreasing of the immune response is characterized
by average level of neutrophils at the first15 minutes hemodialysis treatment.
The Goal: Theaim of the research was determine the differences of neutrophil count pre
and post hemodialysis treatment on CKD patients in Dr. H. Abdul Moeloek hospital.
Method: Data collected with cross section and consecutive sampling method. The research
designed as descriptive-analytic involving 36 respondent CKD patients who undergo
hemodialysis therapy.
Result: Based on the data analysis performed that the mean of neutrophil counts decrease
at post hemodialysis by 15 cell/mm3. Although the difference of mean not significant yet,
because the p value = 0,582 higher that (p > 0.05). This condition allegedly caused by the
blood test timing at 10 minutes before hemodialysis end. The average level of neutrophils
decreased at the first15 minutes at hemodialysis therapy start.
Conclusion: There is no differences in mean of neutrophil levels at pre and post
hemodialysis treatment on CKD patients.
Key words: Chronic Kidney Disease (CKD), hemodialysis, neutrophil.
ABSTRAK
PERBEDAAN JUMLAH NEUTROFIL PRE DAN POST HEMODIALISIS
PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) DI RSUD Dr. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Fathan Muhi Amrulloh
Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥3 bulan
dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Ketika penyakit ginjal
kronis sudah pada tahap terminal (LFG ≤15 ml/menit/1,73 m2) dibutuhkan tatalaksana
berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Terapi hemodialisis pada pasien PGK
ternyata berdampak pada penurunan respon imun. Penurunan respon imun tersebut ditandai
dengan adanya penurunan rerata kadar neutrofil pada 15 menit pertama saat hemodialisis
berlangsung.
Tujuan: untuk mengetahui perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis
pada pasien PGK yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Metode: Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional dan
consecutive sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya. Desain penelitian ini adalah
deskriptif-analitik yang melibatkan 36 responden paisen PGK yang menjalani terapi
hemodialisis.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan hasil penurunan rerata jumlah neutrofil post
hemodialisis sebesar 15 sel/mm3. Namun perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan p=0,582 (p>0,05). Peneliti menduga
perbedaan rerata jumlah neutrofil tersebut tidak bermakna karena pengambilan darah post
hemodialisis dilakukan saat 10 menit sebelum hemodialisis selesai. Penurunan rerata kadar
neutrofil yang signifikan hanya terjadi saat 15 menit awal hemodialisis berlangsung dan
akan kembali normal setelah 30-60 menit selanjutnya.
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan rerata kadar neutrofil pre dan post hemodialisis pada
pasien penyakit ginjal kronik.
Kata kunci: hemodialisis, neutrofil, penyakit ginjal kronik.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Adiluwih pada tanggal 15 Februari 1995 sebagai
anak kedua dari Erwan Prajonggo, S.Kep dan Tri Wahyuningsih, Amd.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 6 Adiluwih
Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2007. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Adiluwih Kabupaten Pringsewu yang
diselesaikan pada tahun 2010, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri
1 Gadingrejo Kabupaten Pringsewu dan selesai pada tahun 2013.
Tahun 2013, penulis diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota FSI Ibnu Sina Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Sebuah persembahan
sederhana untuk orang
tua, kakak dan adik
beserta keluarga besarku
tersayang
Terimakasih untuk dukungan dan kasih
sayang yang telah kalian berikan selama
ini
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini berjudul “PERBEDAAN KADAR NEUTROFIL PRE DAN POST
HEMODIALISIS PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS RSUD DR H
ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. Dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. dr. Agustyas Tciptaningrum, Sp.Pk selaku Pembimbing Satu yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran dan
nasihat yang bermanfaat dalam penelitian skripsi ini;
4. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc, Sp.KK selaku Pembimbing Kedua yang
telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan
nasihat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;
5. dr. Putu Ristyaning Ayu, M.kes, Sp.Pk selaku Pembahas skripsi yang
bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan kritik,
saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. dr. Ade Yonata, M.mol.Biol, Sp.Pd selaku Pembimbing Akademik saya
atas waktu dan bimbingannya.
7. Ayahanda tercinta, Bapak Erwan Prajonggo, S.Kep, terima kasih atas doa,
kasih sayang, nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untukku, serta
selalu mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah
SWT selalu melindungi dan menyayangi;
8. Ibunda, Ibu Triwahyuningsih, A.Md, terima kasih atas doa, kasih sayang,
nasihat dan bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu
mengingatkan untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT
selalu melindungi dan menyayangi;
9. Saudara kandung saya, Fakhreza Marwa Ashila dan Fuad Maulvi Ahmad,
yang selalu memberikan dukungan, semangat dan kasih sayangnya;
10. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada
penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;
11. Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan
FK Unila;
12. Tim Penelitian saya (Astriani Rahayu dan Ni Made Shanti) atas
kerjasamanya dalam melakukan penelitian ini;
13. Teman-teman sejawat angkatan 2013 (CERE13ELLUM) yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, Januari 2016
Penulis
Fathan Muhi Amrulloh
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Pemelitian4 ...................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Penyakit ginjal kronis ................................................................................... 6
2.1.1 Definisi.................................................................................................. 6
2.1.2 Etiologi.................................................................................................. 6
2.1.3 Klasifikasi Stadium ............................................................................... 7
2.1.4 Patogenesis............................................................................................ 7
2.1.5 Patofisiologi .......................................................................................... 9
2.1.5 Gambaran Klinis ................................................................................... 9
2.1.6 Penegakan Diagnosis .......................................................................... 10
2.1.7 Penatalaksanaan .................................................................................. 11
2.2 Hemodialisis .............................................................................................. 13
2.2.2 Definisi................................................................................................ 13
2.2.3 Prosedur .............................................................................................. 14
2.3 Peranan Neutrofil Pada Sistem Imun ........................................................ 16
2.4 Pengaruh hemodialisa terhadap kadar neutrofil ........................................ 17
2.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 19
2.5.1 Kerangka Teori ................................................................................... 19
2.5.2 Kerangka Konsep ................................................................................ 20
ii
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 21
3.2Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 21
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................................. 21
3.2.2 Tempat Penelitian ............................................................................... 21
3.3 Populasi dan sampel .................................................................................. 22
3.3.2 Sampel ................................................................................................ 22
3.4 Kriteria Penelitian ...................................................................................... 23
3.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................................... 23
3.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................................................. 23
3.5 Identifikasi variabel ................................................................................... 24
3.5.1 Variabel terikat (dependent variable) ................................................. 24
3.5.2 Variabel Bebas (independent variable) ............................................... 24
3.6 Definisi operasional ................................................................................... 25
3.7 Alat, bahan, dan cara penelitian ................................................................ 26
3.7.1 Alat penelitian ..................................................................................... 26
3.7.2 Bahan penelitian ................................................................................. 26
3.7.3 Cara kerja alat ..................................................................................... 26
3.7.4 Cara pengambilan sampel ................................................................... 27
3.8 Alur penelitian ........................................................................................... 28
3.9 Pengolahan dan analisis data ..................................................................... 29
3.9.1 Pengolahan data .................................................................................. 29
3.9.2 Analisis data ........................................................................................ 29
3.10 Etika penelitian ........................................................................................ 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian
4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
........................................................... 33
4.1.2 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ...................................... 34
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 35
........................................................... 35
4.2.2 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ...................................... 36
4.3 Keterbatasan ............................................................................................. 41
......................................................................................... 32
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
................................................................................................... 42
5.2 Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 44
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Stadium PGK ........................................................................................... 8
Tabel 2 Rencana Tatalaksana PGK Sesuai Stadium ............................................. 12
Tabel 3 Definisi Operasional ................................................................................ 23
Tabel 4 Karakteristik Subjek ................................................................................. 32
Tabel 5 Jumlah Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ........................................... 33
Tabel 6 Hasil Uji Wilcoxon Kadar Neutrofil Pre dan Post Hemodialisis ............ 34
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori .................................................................................... 19
Gambar 2 Kerangka Konsep ................................................................................. 20
Gambar 3 Alur Penelitian...................................................................................... 28
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Hasil data primer....................................................................................................46
Hasil analisis data penelitian..................................................................................48
Lembar penjelasan dan inform consent..................................................................52
Dokumentasi penelitian..........................................................................................56
vi
DAFTAR SINGKATAN
CT Computer Tomography
DNA Deoksiribosa Nukleat Acid
EDTA Ethylene Diamine Tetra Acid
HD Hemodialisis
LFG Laju Filtrasi Glomerolus
MDRD Modification of Diet in Renal Disease
MRI Magnetic Resonance Imaging
PERNEFRI Persatuan Nefrologi Indonesia
PGK Penyakit Ginjal Kronik
PHBS Pola hidup bersih dan sehat
PMN Polimorfonuklear
RNA Ribonukleat Acid
TMP Trans-Membran Pressure
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan
dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi ginjal (LFG). Selain itu PGK
dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika LFG<60 ml/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Levey et al., 2005). Ketika
PGK sudah pada tahap terminal (LFG ≤ 15 ml/menit/1,73 m2) dibutuhkan
tatalaksana berupa dialisis atau transplantasi ginjal ( NKF-DOQI, 2012).
Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
diperkirakan terdapat 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia, angka ini akan
terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya (Tandi et al., 2014). Prevalensi
pasien PGK di Provinsi Lampung sebesar 0,3%. Angka tersebut akan terus
meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu tertinggi pada kelompok usia ≥75
tahun sebesar 0,6%. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari wanita
(0,2%), prevalensi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%),
pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%) ( Dinas Kesehatan Republik
Indonesia, 2013).
2
Pada pasien PGK dengan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi, selain
transplantasi ginjal, tindakan hemodialisis (HD) merupakan cara untuk
mempertahankan kelangsungan hidup pasien dengan tujuan menurunkan kadar
ureum, kreatinin, dan zat-zat toksik lainnya dalam darah (Tandi et al., 2014).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan medis dengan mengalirkan darah
ke mesin dialisa lalu selanjutnya kelebihan cairan dan zat sisa metabolisme pada
darah akan melewati suatu filter. Setelah itu darah bersih akan dialirkan kembali
ke dalam tubuh (Supeno, 2010). Tindakan hemodialisis pada pasien penyakit
ginjal kronik ternyata membawa dampak terjadinya penurunan respon imun.
Penurunan sistem imun ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan daya tahan
tubuh sehingga mempermudah terjadinya infeksi (Pusparini, 2000).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi kronis pada pasien PGK
bertanggungjawab atas tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada pasien
yang menjalani dialisis (Amore dan Coppo, 2002). Pasien PGK mempunyai
risiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Banyak
faktor yang berkontribusi terhadap tingginya risiko kematian ini. Faktor-faktor
tersebut antara lain adalah gangguan kardiovaskuler, diabetes, hipertensi,
inflamasi, dislipidemia, dan gangguan metabolisme mineral (Price dan Wilson,
2006).
Penurunan fungsi ginjal pada uremia meningkatkan risiko terjadinya
infeksi dan beberapa abnormalitas pada sistem imun. Terapi dialisis yang
berulang juga menyebabkan aktivasi neutrofil dan peningkatan jumlah limfosit
natural killer (Pusparini, 2000). Uremia dan kontak ulang dengan dialiser
3
dianggap sebagai faktor penting yang memicu respon sistem imun berupa
inflamasi (Amore dan Coppo, 2002).
Neutrofil adalah salah satu komponen sistem imun alami sebagai lini
pertahanan pertama (Remick, 2013). Sel ini merupakan komponen dari
polimorfonuklear (PMN) dan merupakan granulosit yang bersirkulasi. Jumlah
neutrofil normal adalah sekitar 40%-70% dalam total angka leukosit (Abbas dan
Lichtmant, 2012). Saat prosedur hemodialisis pada penderita PGK dilakukan,
terlihat adanya agregasi neutrofil pada endotel pembuluh darah yang diinduksi
oleh aktivasi jalur alternatif komplemen (Pusparini, 2000). Pada kondisi uremia,
neutrofil pada pasien PGK mengalami penurunan fungsi fagositosisnya
(Pusparini, 2000).
Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin mengetahui perbedaan kadar
neutrofil pre dan post hemodialisis pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis
pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?
1.2.2. Berapakah rerata jumlah neutrofil pre-hemodialisis pasien PGK di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?
1.2.3. Berapakah rerata jumlah neutrofil post-hemodialisis pasien PGK di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung?
1.2.4. Berapakah persentase pasien PGK yang mengalami peningkatan jumlah
neutrofil setelah hemodialisis?
4
1.2.5. Berapakah persentase pasien PGK yang mengalami penurunan jumlah
neutrofil setelah hemodialisis?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan jumlah kadar neutrofil pre dan post hemodialisis
pada pasien PGK.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rerata jumlah neutrofil pre hemodialisis pasien PGK.
2. Mengetahui rerata jumlah neutrofil post hemodialisis pasien PGK.
3. Mengetahui persentase pasien PGK yang mengalami peningkatan
jumlah neutrofil setelah hemodialisis.
4. Mengetahui persentase pasien PGK yang mengalami penurunan
jumlah neutrofil setelah hemodialisis.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah
wawasan terkait perbedaan rerata kadar neutrofil pada pasien PGK yang
menjalani hemodialisis.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti
5
Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi tentang
perbedaan rerata jumlah neutrofil pada pasien PGK yang menjalani
hemodialisis.
2. Bagi peneliti lain
Sebagai sumber referensi bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian selanjutnya terkait perbedaan jumlah neutrofil pada pasien
PGK yang menjalani hemodialisis.
3. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang kejadian infeksi
pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
4. Bagi instansi pendidikan
Sebagai sumber acuan dan wawasan untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
5. Bagi instansi kesehatan
Sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi instansi kesehatan
untuk dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan dan penanganan
pasien PGK.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronik
2.1.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang
berlangsung ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai penurunan laju filtrasi
ginjal (LFG). Selain itu PGK dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
dimana LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal ( NKF-DOQI, 2009).
2.1.2 Etiologi
Etiologi terjadinya PGK disebabkan oleh beberapa penyakit yang
mendasarinya antara lain: glomerulonefritis, nefropati diabetik, penyakit
nefrosklerosis, uropati obstruktif, lupus eritematous sistemik, amiloidosis,
dan penyakit ginjal polikistik (Lorraine McCarty, 2006). Semua penyakit
yang mendasari tersebut pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
fungsi ginjal dan penurunan laju filtrasi ginjal yang berlangsung secara
7
kronis yaitu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya keadaan seperti ini dapat disebut
sebagai PGK (Sabatin, 2013).
2.1.3 Klasifikasi Stadium
Berdasarkan laju filtrasi glomerulus dan persentase fungsi ginjal,
PGK dibagi dalam beberapa tahap yaitu kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau meningkat, kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan,
penurunan LFG sedang, penurunan LFG berat, dan penyakit ginjal
terminal seperti pada tabel 2.1.
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Penyakit tersebut meliputi diabetes melitus, hipertensi,
dan infeksi traktus urinarius dapat menyebabkan rusaknya susunan
anatomik ginjal sehingga terjadi pengurangan massa ginjal (Lorraine
McCarty, 2006). Hal ini mengakibatkan hipertrofi sisa nefron secara
struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi
kompensatori ini berupa hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh
penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa (National Kidney Foundation, 2002).
Proses ini pada akhirnya manyebabkan penurunan fungsi nefron yang
progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal
8
berkonstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas
tersebut (Suwitra, 2009).
Tabel 1 Stadium PGK ( NKF-DOQI, 2006 )
Tahapan
Penyakit
Ginjal
Laju Filtrasi
Glomerolus
Persentasi Fungsi
Ginjal
Manifestasi
Klinis
Kerusakan
ginjal dengan
LFG Normal
atau
Meningkat
>90
>63%
Belum tampak
Kerusakan
Ginjal dengan
Penurunan
LFG Ringan
60-89
>30%
Hipertensi,
hiperparatiroid
isme sekunder
Penurunan
LFG Sedang
30-59
>5%
Hipertensi,
hiperparatiroid
isme
sekunder,anem
ia
Penurunan
LFG Berat
15-29
>0,2%
Hipertensi,
hiperparatiroid
isme
sekunder,anem
ia, retensi air,
mual, nafsu
makan hilang
Penyakit
Ginjal
Terminal
<15
<0,2%
Hipertensi,
hiperparatiroid
isme
sekunder,anem
ia, retensi air,
mual, nafsu
makan hilang
edema paru,
koma, kejang,
asidosis
metabolik,
hiperkalemia
9
2.1.5 Patofisiologi
Pada stadium yang paling dini PGK terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve). Kemudian secara perlahan tapi pasti akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum (Suwitra, 2009). Ketika LFG
sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimtomatik), meskipun
telah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Selanjutnya
pada saat LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat
badan. Ketika LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya (Tandi et al., 2014). Pada LFG dibawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal (National Kidney Foundation, 2002).
2.1.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pasien PGK sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus
uriarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus erimatous sistemik, dan lain
sebagainya (Suwitra, 2009). Penyakit ginjal kronis juga dapat
menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi yang komplek diantaranya
10
penumpukan cairan, edema paru, edema perifer, kelebihan toksik uremik
bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi sepanjang saluran
gastrointestinal dari mulut sampai anus (Suwitra, 2007). Selain itu gejala
klinis yang sering muncul pada pasien PGK adalah sindrom uremia, yang
terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma (National Kidney Foundation, 2002).
2.1.6 Penegakan Diagnosis
Kriteria diagnosis PGK pada dasarnya meliputi kerusakan ginjal
(renaldamage) yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktural
atau fungsional dengan atau tanpa penurunan LFG (Suwitra, 2009).
Penegakkan diagnosis PGK juga dapat ditegakkan apabila LFG <60
ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
(Sudoyo, 2009).
Gambaran kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau
pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal (Lorraine McCarty, 2006).
Pencitraan meliputi ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic
resonance imaging (MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi
beberapa kelainan struktural pada ginjal. Histopatologi biopsi renal
sangat berguna untuk menentukan penyakit glomerular yang mendasari
(National Kidney Foundation, 2002).
Pada gambaran laboratorium pasien PGK meliputi penurunan
fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.
11
Penurunan LFG dapat dihitung menggunakan rumus Cockcroft-Gault
maupun MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) (Afiatin, 2013).
Penggunaan rumus Cockcroft-Gault di bedakan berdasarkan jenis
kelamin (Bauer, 2006).
LFG ♀ =(140 − usia) x berat badan
kreatinin serum x 0,85
LFG ♂ =(140 − usia) x berat badan
kreatinin serum
Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan asidosis metabolik. Pada pemeriksaan
urinalisis terdapat proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, serta
isostenuria (Lorraine McCarty, 2006).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien PGK pada dasarnya
disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney
Foundation, 2010). Tatalaksana berdasarkan stadium penyakit pada
pasien PGK meliputi observasi, kotrol tekanan darah, dan faktor resiko
dapat dilihat pada tabel 2.
12
Tabel 2 Rencana Tatalaksana PGK Sesuai Stadium (NKF-DOQI, 2009)
Stadium LFG
(mL/menit/1,73m3)
Rencana Tatalaksana
1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah
2 60 – 89 Observasi, kontrol tekanan darah
danfaktor risiko
3 30 – 59 Observasi, kontrol tekanan darah
danfaktor risiko
4 15 – 29 Persiapan untuk transplantasi ginjal
5 < 15 Transplantasi ginjal, hemodialisa
Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya terapi spesifik
adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi
ginjal dapat dicegah. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara
ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi terapi spesifik yang tepat (Suwitra, 2009). Apabila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat. Pencatatan rutin
kecepatan penurunan LFG pada pasien PGK harus diakukan untuk
mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien
(National Kidney Foundation, 2002).
Pencegahan menurunnya fungsi ginjal dapat dilakukan dengan
mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan
protein dan fosfat. Hipertensi intraglomerolus dapat dikurangi dengan
cara pemakaian obat antihipertensi, hal ini bertujuan untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron (Sukandar, 2006).
Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan
13
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, penggendalian hiperfosfatemia dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Lorraine
McCarty, 2006).
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK terminal, yaitu pada
LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
2.2 Hemodialisis
2.2.2 Definisi
Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan
menggunakan alat yang berfungsi sebagai ginjal buatan (dialyzer) dari
zat-zat yang konsentrasinya berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut
dapat berupa zat yang terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan
kalium, atau zat pelarutnya, yaitu air atau serum darah (Ratnawati, 2014).
Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis
atau ultrafiltrasi (Melorose et al., 2015). Hemodialisis ini bekerja dengan
prinsip kerja transpor (eliminasi) zat–zat terlarut (toksin uremia) dan air
melalui membran semi-permeable (dialyzer) secara osmosis dan difusi
(Pudji, 2009).
14
2.2.3 Prosedur
Sebelum memulai hemodialisis, melalui tindakan pembedahan, pada
tubuh pasien akan dibuat jalan masuk ke aliran darah (vascular
accesspoint) (Pudji, 2009). Pada tindakan ini pembuluh darah arteri akan
dihubungkan dengan arteial line, yang membawa darah dari tubuh
menuju ke dialyzer. Sedangkan pembuluh darah vena akan dihubungkan
dengan venous line, yang membawa darah dari dialyzer kembali ke tubuh
(Supeno, 2010).
Mesin dialyzer mempunyai dua kompartemen yaitu kompartemen
darah dan kompartemen dialisat. Kedua kompartemen tersebut, selain
dibatasi oleh membran semi-permeabel, juga mempunyai perbedaan
tekanan yang disebut sebagai trans-membran pressure (TMP) (Pudji,
2009). Selanjutnya, darah dari dalam tubuh dialirkan ke dalam
kompartemen darah, sedangkan cairan pembersih (dialisat), dialirkan ke
dalam kompartemen dialisat (Rahardjo dan Suhardjono, 2006).
Pada proses hemodialisis terjadi 2 mekanisme yaitu mekanisme
difusi dan ultrafiltrasi (Pudji, 2009). Mekanisme difusi bertujuan untuk
membuang zat-zat terlarut dalam darah, sedangkan mekanisme
ultrafiltrasi bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh.
Kedua mekanisme dapat digabungkan atau dipisah, sesuai dengan tujuan
awal hemodialisisnya (Melorose et al., 2015).
Mekanisme difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi
antara kompartemen darah dan dialisat. Zat-zat terlarut dengan
konsentrasi tinggi dalam darah berpindah dari kompartemen darah ke
15
kompartemen dialisat. Selanjutnya zat-zat terlarut dalam cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah berpindah dari kompartemen
dialisat ke kompartemen darah (Supeno, 2010). Proses difusi ini akan
terus berlangsung hingga konsentrasi pada kedua kompartemen
seimbang. Selanjutnya untuk menghasilkan mekanisme difusi yang baik,
aliran darah dan aliran dialisat dibuat saling berlawanan (Rahardjo dan
Suhardjono, 2006).
Proses yang terjadi pada mekanisme ultrafiltrasi adalah pembuangan
cairan karena adanya perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan
kompartemen dialisat (Supeno, 2010). Tekanan hidrostatik akan
mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan onkotik akan
menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen sudah
seimbang, maka mekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Pudji, 2009).
Selama proses hemodialisis, darah yang kontak dengan dialyzer dan
selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat
mengganggu kinerja dialyzer dan proses hemodialisis (Rahardjo dan
suhardjono, 2006). Untuk mencegah terjadinya pembekuan darah selama
proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu antikoagulan agar aliran
darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Antikoagulan yang sering
digunakan adalah heparin (Supeno, 2010).
2.3 Peranan Neutrofil Pada Sistem Imun
Sistem imun dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem imun nonspesifik dan
spesifik (Lauralee, 2012). Sistem imun nonspesifik tidak ditujukan terhadap
mikroorganisme tertentu, dan telah ada serta siap berfungsi sejak lahir.
16
Sedangkan sistem imun spesifik ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
Antigen mikroorganisme yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera
dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi,
sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal
lebih cepat dan langsung oleh sistem imun spesifik (Bratawijaya, 2010).
Kedua sistem imun tersebut masing-masing secara garis besar mempunyai
dua agen pertahanan tubuh yaitu berupa selular dan humoral (Abbas dan
Lichtmant, 2012).
Neutrofil adalah bagian dari sistem imun nonspesifik yang termasuk
dalam pertahanan selular bersama dengan eosinofil, basofil, sel mast dan sel
natural killer. Sel ini kadang disebut juga “ soldiers of the body” karena
merupakan sel yang pertama kali dikerahkan ke tempat bakteri masuk dan
berkembang dalam tubuh (Bratawijaya, 2010).
Sebagian besar leukosit yang berada pada sirkulasi terdiri dari neutrofil.
Kadar neutrofil dalam sirkulasi berkisar 40%-70% dari total leukosit yaitu
4500-11000/mm3 (Abbas dan Lichtmant, 2012). Biasanya sel ini bersirkulasi
di dalam darah selama 7-10 jam sebelum bermigrasi ke jaringan, dan hidup
beberapa hari di dalam jaringan. Butir-butir azurofilik primer (lisosom)
mengandung hidrolase asam, mieloperoksidase, dan neutromidase (lisozim),
sedangkan butir-butir sekunder mengandung laktoferin dan lisozim
(Bratawijaya, 2010).
Neutrofil bermigrasi pertama dari sirkulasi kejaringan terinfeksi dengan
cepat dilengkapi dengan berbagai reseptor seperti TLR 2, TLR 4 dan reseptor
dengan pola lain (Bratawijaya, 2010). Sel ini dapat mengenal patogen secara
17
langsung. Ikatan dengan patogen dan fagositosis akan meningkat bila antibodi
atau komplemen yang sebagai opsonin diikatnya (Lauralee, 2012).
Penghancuran mikroba oleh neutrofil melalui jalur oksigen independen (
lisozim, laktoferin, enzim proteolitik, katepsin G dan protein kationik) dan
oksigen dependen (Abbas dan Lichtmant, 2012).
2.4 Pengaruh Hemodialisis Terhadap Jumlah Neutrofil
Tindakan hemodialisis pada pasien PGK stadium terminal yang bertujuan
untuk membuang ureum dan sisa metabolisme lainnya di dalam tubuh
ternyata membawa dampak neutropenia pada pasien tersebut (Pudji, 2009).
Penurunan jumlah neutrofil yang terjadi disebabkan oleh membran
cuprophan pada mesin dialyzer. Membran ini menyebabkan aktifnya sistem
komplemen melalui jalur alternatif yang nantinya akan menghasilkan C5a dan
C3a. Pada penelitian in vitro ternyata C5a meningkatkan jumlah CD 11b / CD
18, sedangkan peningkatan CD 11b / CD 18 menyebabkan adhesi neutrofil
pada sel endotel (Pusparini, 2000).
Pada proses awal hemodialisis dijumpai penurunan jumlah neutrofil,
yang akan kembali normal beberapa menit setelah hemodialisis selesai.
Neutrofil menghilang dari sirkulasi selama proses hemodialisis disebabkan
sekuestrasi melalui kapiler pulmonar (Pusparini, 2000). Menurut para ahli
neutrofil menempel pada dinding endotel kapiler pulmonar, yang merupakan
permukaan pembuluh darah pertama yang mengalami kontak setelah darah
meninggalkan dialyze (Melorose et al., 2015).
18
Membran semipermeabel selain cuprophan yang digunakan pada mesin
dialyzer adalah membran selulosa. Interaksi langsung membran selulosa
dengan neutrofil akan mengakibatkan peningkatan aktivitas oksidasi
neutrofil. Akibat oksidasi ini neutofil akan mudah melakukan adhesi ke
jaringan, akibatnya neutrofil akan melekat pada dinding endotel kapiler
pulmonal. Sehingga kadar neutrofil pada sirkulasi mengalami penurunan
(Richard,1995).
Neutropenia juga dapat disebabkan oleh adanya agregasi neutrofil yang
diinduksi oleh aktivasi jalur alternatif komplemen. Adanya agregasi neutrofil
pada endotel menyebabkan jumlah neutrofil total dalam sirkulasi berkurang
(Jacobi, 2002). Penelitian pada binatang dengan neutropenia menunjukkan
bahwa neutrofil lebih sering dijumpai pada kapiler pulmonar dibandingkan
dengan yang beragregasi di dalam arteriol (Pusparini, 2000).
Kadar ureum darah sebelum dan sesudah hemodialisis juga berdampak
pada fungsi fagositsis neutrofil dalam sirkulasi darah. Pada uremia (
ureum>200mg/dl) ditemukan peptida yang mirip dengan ubiquitin yang dapat
menghambat kemotaksis neutrofil dan penurunan kemampuan PMN untuk
berikatan dengan C5a, suatu faktor kemotaktik (Vanherweghen et al, 1991).
Adanya hambatan kemotaksis ini menyebabkan penurunan fungsi fagositosis,
sehingga menurunkan kemampuan respons imun nonspesifik. Setelah
hemodialisis dilakukan, maka kadar ureum dalam darah akan kembali normal,
sehingga fungsi fagositosis pada neutrofil akan berangsur normal juga
(Vanholder et al, 1991).
19
2.5 Kerangka Pemikiran
2.5.1 Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Berkurangnya jumlah
nefron fungsional
Adhesi Neutrofil Pada Dinding
Kapiler Pulmonal
Perubahan Kadar
Neutrofil di Sirkulasi
Penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus
Peningkatan kadar Ureum
dan kreatinin darah
Terapi Hemodialisa
Pada Pasien Penyakit ginjal
Kronis stadium terminal
Aktivasi komplemen jalur
alternatif
Interaksi langsung
Membran Selulosa
Dengan Neutrofil
Peningkatan
Aktivitas Oksidasi
Neutrofil
Darah melewati membran
cuprophan
Peningkatan Daya
Adhesi Neutrofil
20
2.5.2 Kerangka Konsep
Variabel independent
Variabel dependent
Gambar 2 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis
H1 : Terdapat perbedaan jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis
PGK
Hemodialisis
Pre Post
Kadar Neu / Kadar Neu /
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif - analitik dengan pendekatan
pengambilan data cross-sectional. Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yang didapat dari jumlah hitung sel neutrofil pre dan post
hemodialisis untuk mengetahui kadar neutrofil pasien dan data sekunder dari
rekam medik pasien untuk menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisis, laboratorium
patologi klinik dan ruang rekam medik RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung.
22
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, baik itu individual, objek,
atau kejadian, yang menjadi objek penelitian (Hamdi, 2014). Pada
penelitian ini, populasi targetnya adalah pasien PGK stadium
terminal di Provinsi Lampung dan populasi terjangkaunya adalah
pasien PGK stadium terminal yang melakukan hemodialisis di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah populasi yang diteliti yang
diambil dengan prosedur tertentu sehingga dapat mewakili dari
populasi tersebut (Dahlan, 2012). Pada penelitian ini, penghitungan
sampel menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑛1 = 𝑛2 ((𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆
𝑋1 − 𝑋2)
2
Keterangan :
𝑍𝛼 : derivat baku alfa ditetapkan sebesar 5% maka 𝑍𝛼
: 1,96
𝑍𝛽 : derivat baku beta ditetapkan 20% maka 𝑍𝛽 : 0,84
𝑆 : standar defiasi : 0,4
𝑋1 −X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna :
0,2
Hasil perhitungan :
23
𝑛1 = ((1,96 + 0,84)0,4
0,2)
2
𝑛 = 31,36 ≈ 32
Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah sampel minimal
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 sampel.
Untuk mencegah drop out, maka peneliti menambahkan jumlah
sampel sebesar 10% sehingga total keseluruhan sampel yang
digunakan adalah 36. Cara pengambilan sampel ini menggunakan
teknik consecutive sampling.
3.4 Kriteria Penelitian
3.4.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien PGK stadium terminal yang menjalani hemodialisis di
RSUD Dr. H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung
b. Bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani
informed-consent.
c. Dapat berkomunikasi dengan baik
3.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan tanda-tanda peradangan : kalor (panas), dolor
(nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak), fungsiolesa (gangguan
fungsi)
b. Pasien dengan penyakit leukemia mielositik akut.
24
c. Pasien yang sedang mengonsumsi obat antikanker (metotreksat, 6
merkaptopurin, 5-fluorourasil, sitarabin, doksorubisin,
daunorubisin, daktinomisin, nitrosurea, cisplatin).
d. Pasien yang sedang mengonsumsi obat golongan kortikosteroid
(hydrocortisone, dexamethasone, betamethasone,
methylprednisolon, triamsinolone, prednisone, prednisolone dan
isoprednisone).
3.5 Identifikasi Variabel
3.5.1 Variabel Terikat (dependent variable)
Variabel terikat dari penelitian ini adalah kadar neutrofil (pre dan
post hemodialisis)
3.5.2 Variabel Bebas (independent variable)
Variabel bebas dari penelitian ini adalah hemodialisis
25
3.6 Definisi Operasional
Tabel 3 1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Kadar
Neutrofil
Jumlah hitung
jenis neutrofil
pasien PGK
stadium terminal
Flow cytometry Automated
Hematolog
y
Analyzer
Jumlah sel /
mm3 (pre
dan
post
hemodialisis)
Numerik
2 Pasien
PGK
Stadium
Terminal
Pasien PGK
stadium terminal
yang menjalani
hemodialisis
LFG dengan rumus Cockcroft-Gault
LFG ♀ =(140 − usia) x berat badan
kreatinin serumx 0,85
LFG ♂ =(140 − usia) x berat badan
kreatinin serum
Kimia
analyzer,
Timbangan
< 15
mL/menit/
1,73 m²
Numerik
26
26
3.7 Alat, Bahan, dan Cara Penelitian
3.7.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik,
lembar observasi, alat tulis, spuit 3cc, tabung EDTA, handscoon, mesin
hemodialisa, plester, dan automated hematology analyzer.
3.7.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah vena
pasien sebanyak 3cc.
3.7.3 Cara Kerja Alat
Automated hematology analyzer merupakan alat dengan teknik
analisis flow cytometry. Teknik ini digunakan untuk menganalisis sifat
fisiologis dan kimia sel yang menyediakan informasi tentang ukuran,
struktur, dan interior sel (Sysmex- Europe, 2015).
Sel dan partikel pada teknik analisis flow cytometry diteliti saat
mengalir melewati aliran sel yang sempit (Kaznowska, 2011). Sampel
darah diaspirasi dan kemudian diencerkan untuk rasio pra-set dan diberi
penanda fluoresensi eksklusif yang berikatan dengan asam nukleat.
Setelah itu sampel diangkut ke dalam aliran sel dan diberi sinar
semikonduktor yang dapat memisahkan sel melalui tiga sinyal berbeda
27
(Sysmex-Europe, 2015). Sinyal forward-scattered light menunjukkan
volume sel, sinyal side-scattered light menyediakan informasi tentang
isi sel, meliputi nukleus dan granula, sinyal side-fluorescence light
menunjukkan jumlah asam deoksiribosa nukleat (DNA) dan asam
ribonukleat (RNA) dalam sel. Sel dengan sifat fisik dan kimia yang
mirip membentuk klaster dalam grafik yang dikenal sebagai scattergram
(Seguy, 2012).
Teknik analisis hematologi dengan flow cytometry ini dapat
digunakan untuk pengukuran dan hitung jenis leukosit, penghitungan
nucleated red blood cell (NRBC) dan pengukuran retikulosit
(Kaznowska, 2011).
3.7.4 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel darah dari responden dilakukan sebanyak
dua kali yaitu pre dan post hemodialisis dengan cara berikut:
1. Melakukan informed-consent kepada responden
2. Cuci tangan dan menggunakan handscoon
3. Aspirasi darah sebanyak 3ml melalui selang yang terhubung dari
badan ke Dialiser
4. Menuliskan identitas responden pada tabung
5. Memasukkan sampel darah ke dalam tabung
6. Mengirimkan sampel darah ke laboratorium patologi klinik.
28
3.8 Alur Penelitian
Pelaporan hasil
penelitian
Pengolahan data
Pembacaan hasil pemeriksaan
jumlah neutrofil
Pengolahan spesimen dengan
dimasukkan ke analyzer di
laboratorium patologi klinik
Pengambilan darah IV pasien
sebanyak 3 cc whole blood (
pre dan post hemodialisis )
Perizinan dan etik
Persetujuan pasien
29
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke
dalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program
pengolahan data statistik. Proses pengolahan data menggunakan
program komputer ini terdiri beberapa langkah :
a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner.
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang
dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang sesuai untuk
keperluan analisis.
c. Data entry, memasukkan data ke dalam program komputer.
d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau
responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi.
e. Output computer (Notoatmodjo, 2010).
30
3.9.2 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian. Bentuk analisis
univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan
nilai mean atau rata-rata, nilai minum dan maksimum dan standar
deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo,
2010).
b. Analisis Bivariat
Hasil analisis univariat yang menggambarkan karakteristik atau
distribusi setiap varibel dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat
(Notoatmodjo, 2010). Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Paired T-test(Dahlan, 2011). Uji Paired T-test dipilih karena
peneliti akan mengkomparasi dua kelompok variabel numerik yang
berpasangan, yaitu kadar neutrofil pre-hemodialisis dan post-
hemodialisis. Jika tidak memenuhi syarat uji parametrik maka akan
dilakukan uji Wilcoxon.
31
3.10 Etika Penelitian
Penelitian telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor 366.
42
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai perbedaan kadar
neutrofil pre dan post hemodialisis pada pasien PGK di RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung peneliti dapat menyimpulkan bahwa :
1. Tidak terdapat perbedaan rerata jumlah neutrofil pre dan post hemodialisis
pada pasien PGK.
2. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil pre hemodialisis di dapatkan hasil
4570 sel/mm3.
3. Hasil pemeriksaan rerata jumlah neutrofil post hemodialisis di dapatkan hasil
4803 sel/mm3.
4. Persentase pasien PGK yang mengalami kenaikan rerata jumlah neutrofil
setelah hemodialisis sebesar 50%.
5. Persentase pasien PGK yang mengalami penurunan rerata jumlah neutrofil
setelah hemodialisis sebesar 50%.
43
5.2 Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar :
1. Pengambilan sampel darah lebih baik dilakukan melalui darah kapiler yang
diambil menggunakan lancet.
2. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai hubungan
antara rerata jumlah neutrofil dengan lamanya hemodialisis pada pasien
PGK.
44
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2012. Cellular and molecular immunology. Cells
and tissues of the immune system. Edisi ke-7. Philadelphia: W B Saunders
Company. hlm. 15-35.
Afiatin RMR. 2013. Laju Filtrasi glomerolus dengan metoda eGFR. JKP Universitas
Padjadjaran. 42(1): 1–24.
Amore A, Coppo R. 2002. Immunological basis of inflammation in dialysis.
Nephrology, Dialysis, Transplantation : Official Publication of the European
Dialysis and Transplant Association - European Renal Association. 17(Suppl 8):
16–24.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan hasil riset kesehatan
dasar (riskesdas) indonesia tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Bauer LA. 2006. Clinical pharmacokinetics handbook. Edisi ke-3. Washington:
McGraw Hill. hlm.1134-37.
Baratawidjaja KG, Rengganis I. 2012. Imunologi dasar. Sel-sel sistem imun
nonspesifik. Edisi ke-10. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. hlm. 27-93.
Carpenter CB, Lazarus JM. 1994. Dialysis and transplantation in the treatment of
renal failure. Dalam : Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci
AS, Kasper DL, penyunting. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi
Ke-13. New York: Mc Graw Hill. hlm. 1281-92
Dahlan MS. 2012. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran
dan kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.
Daugirdas JT, Greene T, Depner TA, Leypoldt J, Gotch F, Schulman G, et al. 2007.
Handbook of dyalisis. Edisi Ke-4. Philadelphia : Lippincott Williams dan
Wilkins. hlm. 187-8.
45
Hamdi A. 2014. Metode penelitian kuantitatif aplikasi dalam pendidikan. Edisi ke-1.
Yogyakarta: Deepublish.
Jacobi J. 2002. Pathophysiology of sepsis. AJP. 59 (Suppl 1): 1435–44.
Kaznowska I. 2011. The automated hematology analyzers. Journal Medical
University of Lublin. 5(24): 150-60.
Lauralee S. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem kemih. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC. hlm. 366-406.
Levey AS, Eckardt KU, Tsukamoto Y, Levin A, Coresh J, Rossert J, et al. 2005.
Definition and classification of chronic kidney disease: A position statement
from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)z. Kidney
International. 67(6): 2089–100.
National Kidney Foundation. 2002. Clinical practice guidelines for chronic kidney
disease: evaluation, clasification and stratification. American Journal of Kidney
Diseases. 39(1): 112-40.
National Kidney Foundation. 2010. National kidney foundation spring clinical
meetings abstracts. Journal of Renal Nutrition. 4(20):146-53.
Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nwakoby I, Reddy K, Patel P, Shah N, Sharma S, Bhaskaran M, et al. 2001. Fas
mediated apoptosis of neutrophils in sera of patiens with infection. 69(5): 3343-
49.
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Patofisiologi ginjal. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC. hlm. 47-90.
Pudji R. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-5. Jakarta:
Interna Publishing. hlm. 1050-2.
Pusparini. 2000. Perubahan respons imun pada penderita gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis. J Kedokteran Trisakti. 19(3): 115–124.
Rahardjo, Suhardjono. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Hemodialisis. Edisi ke-
4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. hlm. 590-1.
Ratnawati. 2014. Efektivitas dialiser proses ulang (DPU) pada penderita gagal ginjal
kronik (Hemodialisa). Jurnal Ilmiah Widya. 2(1): 48–52.
46
Richard A, Ward, Kenneth R. 1995. Hemodyalisis with cellulose membranes primes
the neutrophil oxidative burst. Boston: Artificial Organs. 19(8): 801-7
Rodby RA, Trenholme GM. 1991. Vaccination of the dialysis patient. Journal of
Dialysis. 4(2): 102-5.
Sabatine MS. 2013. Chronic kidney disease. Edisi ke-5. Philadepia: Liincot Wiliams
dan Wilkins. hlm.112-56.
Sudoyo AW. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Penyakit ginjal kronik. Jilid II.
Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. hlm 1035-40.
Sukandar E. 2006. Neurologi klinik. Edisi ke-3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD. hlm. 572-83.
Supeno B. 2010. Studi cara kerja hemodialisa elektronik ditinjau dari sudut pandang
asuhan keperawatan. Jurnal Rekayasa. 7(2): 15-23.
Suwitra K. 2007. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Marcellus SK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
hlm 570-3.
Suwitra K. 2009. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadribata MK, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing. hlm. 1035-40.
Sysmex-Europe. 2015. Fluorescence flow cytometry. Diakses dari:
http://www.sysmex-europe.com/academy/knowledge
centre/measurementtechnologies/fluorescence-flow-cytometry.html. Diunduh
pada 28 Mei 2016.
Tabor B, Geissler B, Odell R, Schmidt B, Blumenstein M, Schindhelm K. 1998.
Dialysis neutropenia: The role of cytoskeleton. Kidney Int. 53(16): 783-9.
Tandi M, Mongan A, Manoppo F. 2014. Hubungan antara derajat penyakit ginjal
kronik dengan nilai agregasi trombosit. Jurnal E-Biomedik. 2(2): 509–13.
Vanherweghem JL, Tielmans C, Goldman M, Boelaert J. 1991. Infections in chronic
hemodialysis patients. Journal of Dialysis. 4(4): 240-6.
Vanholder R, Ringoir S, Dhondt A, Hakim R, Waterloos MA, et al. 1991.
Phagocytosis in uremia and hemodialysis patients : a prospective and cross
sectional study. Kidney Int. 39(7): 320-7 .