case1_1diabetes mellitus dengan pgk dan katarak

38
CASE REPORT DM Tipe II dengan Penyakit Ginjal Kronik dan Katarak Diabetik Oleh: Erwin Imawan, S.Ked Pembimbing: dr. Asna Rosida, Sp. PD 1

Upload: erwin-imawan

Post on 06-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Diabetes Mellitus dengan PGK dan katarak

TRANSCRIPT

RESPONSI

CASE REPORTDM Tipe II dengan Penyakit Ginjal Kronik dan Katarak Diabetik

Oleh:Erwin Imawan, S.KedPembimbing:dr. Asna Rosida, Sp. PDKEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD DR HARDJONO PONOROGO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

BAB ISTATUS PASIENI. ANAMNESA

A. IdentitasNama: Ny. GUmur: 46 tahunJenis Kelamin: Laki-lakiAlamat: Ngrandu, Kauman, PonorogoAgama: IslamSuku: JawaStatus Pernikahan: MenikahMasuk RS: 21 mei 2015Pemeriksaan: 8 Juni 2015B. Keluhan Utama : Pandangan mata kabur.C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada tanggal 21 mei 2015 pasien dibawa ke IGD RSUD DR Hardjono dalam keadaan lemas, pusing gliyeng-gliyeng karena tidak mau makan sejak 2 hari SMRS. Melalui alloanamnesis pada keluarga didapatkan keterangan bahwa pasien sudah menderita DM tipe II sudah 4 tahun yang disertai keluhan mata kabur dan riwayat rutin hemodialisa. Keluhan pandangan mata kabur dirasakan kurang lebih 7 bulan yang lalu. Menurut pengakuan pasien hanya dapat melihat berkas cahaya seperti dari senter dan hanya bayangan hitam saat melihat jari pemeriksa. Pasien rutin menjalani hemodialisa setiap 5 hari sekali dan tidak pernah melewatkan jadwal rutin, namun pasien dan keluarga sudah lupa kapan pertama kali menjalani hemodialisa. Pada pemeriksaan tertanggal 8 Juni 2015 pasien terlihat apatis, sulit berkomunikasi, dan pandangan hanya dapat melihat bayangan hitam dan cahaya terang dan senter. Pasien direncakan akan menjalani operasi dengan diagnosis katarak akan tetapi hemoglobin harus >10gr/dl. Pasien termasuk kelompok beresiko karena hemoglobin rendah sehingga memerlukan perawatan di ruang mawar. Sebelum berada diruang mawar, pasien terlebih dahulu dirawat di Ruang Perawatan Intensif selama 1 minggu, kemudian berpindah ke ruang IMC selama 4 hari, setelah itu dirawat di ruang mawar. D. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat Komorbid lain

: Riwayat tekanan darah tinggi (+) Riwayat sakit jantung (-), DM (+) sejak 4 tahun yang lalu, Liver (-)b. Riwayat opname

: pernah opname beberapa kali dengan keluhan DMc. Riwayat alergi

: disangkald. Riwayat operasi

: disangkale. Riwayat trauma

: disangkalE. Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat Keluarga sakit Serupa: disangkal2. Riwayat Keluarga

: HT (-), DM (-), jantung (-), Liver (-)3. Riwayat atopi

: disangkalF. Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat Merokok

: disangkalb. Riwayat Minum alkohol

: disangkalc. Makan pedas

: disangkal

d. Minum kopi

: diakui (frekuensi: sering)e. Minum Teh

: diakui (frekuensi: sering)f. Minum Jamu

: disangkalII. PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan Umum

KU

: Sedang, tampak apatisKesadaran: Compos Mentis ( GCS E4 V5 M6)

Gizi

: Kesan cukup

B. Vital SignTD: 140/90 mmHg

Nadi: 64x/menit.RR: 18x/menit.S: 36,0o C peraxiller.C. Status Generalis

1. Kepala: simetris (+), deformitas (-), konjungtiva anemis (-/-),

sclera ikterik (-/-), reflek cahaya (x/x), pupil isokor (+), lensa mata keruh (+/+), keterbatasan penglihatan (+/+).2. Leher: simetris (+), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-), pembesaran limfe (-)3. ThoraksInspeksiStatis : Normo chest, simetris

Dinamis : Pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri

PalpasiStatis : Dada kanan dan kiri simetris.Dinamis : Pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri, fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.

PerkusiKanan : Redup mulai dari SIC 2 sampai SIC 5Kiri : Redup mulai dari SIC 2 sampai SIC 7

AuskultasiKanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi (-), wheezing (-).Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan ronchi (-), wheezing (-).

4. JantungInspeksi : Ictus cordis tidak tampakPalpasi : Ictus cordis kuat angkat Perkusi

Batas jantung : Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah: SIC VI 2 cm lateral linea medioklavicularis sinistraAuskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler6. AbdomenInspeksi:Dinding perut lebih tinggi dibanding dinding thorak, distended (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusa (-).

Auskultasi:Peristaltik (+) normal

Perkusi:Timpani, pekak beralih (-)

Palpasi:Supel, nyeri tekan (-) Hepar, lien dan ren tidak teraba, balotement ginjal (-)

7. Ekstremitas

Ekstremitas

Akral dinginUdem

_

_

_

_

----Pitting udem

SianotikClubbing fingger

_

_

_

_

_

_

_

_

8. IntegumenKulit berwarna gelap dan tampak keringIII. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 21 mei 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Leukosit 10,0L4.0-10.0

Lymph#0,6L0.8-4

Mid#1,9L0.1-0.9

Gran#7,5L2-7

Lymph%5,7%20-40

Mid%18,9%3-9

Gran%75,4%50-70

Hb8,7g/dl11-16

Rbc3,01L3.5-5.5

Hct25,0%37.0-50.0

MCV83,1fL82.0-95.0

MCH28,9Pg27.0-31.0

MCHC34,8g/dl32.0 36.0

PLT77L150-450

Tanggal 8 Juni 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

Leukosit 8,3L4.0-10.0

Lymph#0,8L0.8-4

Mid#1,3L0.1-0.9

Gran#6,2L2-7

Lymph%10%20-40

Mid%15,9%3-9

Gran%74,1%50-70

Hb11,1g/dl11-16

Rbc3,85L3.5-5.5

Hct31,9%37.0-50.0

MCV82,9fL82.0-95.0

MCH28,8Pg27.0-31.0

MCHC34,8g/dl32.0 36.0

PLT55L150-450

Tanggal 31 Mei 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

UREA97,59Mg/dl10-50

CREAT6,05Mg/dl0,7-1,2

UA5,2Mg/dl2,4-5,7

HbsAG test(-)

Tanggal 21 Mei 2015PemeriksaanHasilSatuanNilai Normal

DBIL0,72Mg/dl0-0,35

TBIL1,31Mg/dl0,2-1,2

SGOT59,3UI0 38

SGPT127,7U/I0 40

ALP664U/I98-279

GammaGT330,9U/I10-54

TP8,8g/dl6,6-8,3

ALB4,2g/dl3,5-5,5

Glob4,6g/dl2-3,9

UREA63,03Mg/dl10-50

CREAT11,12Mg/dl0,7-1,4

UA11,6Mg/dl3,4-7

CHOL154Mg/dl140-200

TG119Mg/dl36-165

HDL44Mg/dl35-150

LDL86Mg/dl0-190

Na137Mmol/L135-148

K7,77Mmol/L3,5-5,3

Cl112,3Mmol/L98-107

CA10,51Mg/dl8,1-10,4

Mg2,9Mg/dl1,9-2,5

Perkembangan GDA pasien:Tanggal PemeriksaanGDA

31 Mei 201593

1 Juni 201578

2 Juni 2015106

3 Juni 2015106

4 Juni 2015130

5 Juni 2015106

6 Juni 2015207

7 Juni 2015124

8 Juni 2015

B. Pemeriksaan EKG

Hasil EKG:

Irama

: Sinus BradikardiaHeart rate: 58x/menit

Axis

: NormoaxisC. Status Lokalis Mata

IV. RESUME:

Tn. G yang berusia 46 tahun pada tanggal 21 mei 2015 pasien dibawa ke IGD RSUD DR Hardjono dalam keadaan lemas, pusing gliyeng-gliyeng karena tidak mau makan sejak 2 hari SMRS. Menurut alloanamnesis bahwa pasien sudah menderita DM tipe II sudah 4 tahun yang disertai keluhan mata kabur dan riwayat rutin hemodialisa. Keluhan pandangan mata kabur dirasakan kurang lebih 7 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan tertanggal 8 Juni 2015 pasien terlihat apatis, sulit berkomunikasi, dan pandangan hanya dapat melihat bayangan hitam dan cahaya terang dan senter. Pasien dirawat diruang mawar untuk meningkatkan hemoglobin menjadi >10gr/dl, Sebelum berada diruang mawar, pasien terlebih dahulu dirawat di Ruang Perawatan Intensif selama 1 minggu, kemudian berpindah ke ruang IMC selama 4 hari, setelah itu dirawat di ruang mawar. KU : Sedang, Compos Mentis. HR: 64x/m, RR: 18x/m, T: 36,0oC. TD: 140/90 Pmx fisik: Terdapat kelainan pada mata pasien berupa pandangan mata kabur atau buram dan tampak lensa mata keruh. Reflek cahaya tidak bisa dinilai dengan baik karena terdapat gangguan penglihatan.V. DIAGNOSIS

DM tipe II dengan penyakit ginjal kronik dan katarakVI. PROBLEM ORIENTED MEDICAL RECORD (POMR)AbnormalitasProblemAssessmentIP DxIP TxIP Mx

Lemas GDA Riwayat DM 4 tahun

Gangguan metabolisme glukosaDM tipe 2TTGOInfus RL 16 tpm

Pengaturan dietAi 3x8 Ui per 8 jamGlikuidon 3x30mg a.cAcarbose 3x50mg d.c

KlinisGDA per pagiA1c per tiga bulan

Peningkatan Ureum dan kreatinin

GFR 13

Riwayat rutin hemodialisa Tekanan darah 140/90

Kerusakan struktur dan fungsi ginjal

Tekanan darah meningkatChronic Kidney Disease stadium 5 (end-stage)Urin Lengkap

USG UrologiHemodialisisCaptopril 3x12,5mg Urin harian (24 jam)TTV

Serial Creatinin dan urea per hari

Pandangan mata kabur Lensa mata tampak keruh

Riwayat DM 4 tahunGangguan penglihatan yang berhubungan dengan DMKatarak DiabetikPemeriksaan visusSlit lamp test

Shadow test

funduskopiExtra Capsular Cataract ExtractionKlinis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA1. Diabetes Mellitus

Di Negara berkembang, Diabetes mellitus sampai sat ini masih merupakan factor yang terkait sebagai penyebab kematian sebanyak 4- 5 kali lebih besar.Menurut estimasi data WHO maupun IDF, prevalensi Diabetes di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 5,6 juta penduduk, tetapi pada kenyataannya ternyata didapatkan sebesar 8,2 juta. Tentu saja hal ini sangat mencengangkan para praktisi, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan secara komprehensif di setiap sektor terkait. Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur hidup sehingga progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi. Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis. Dengan demikian Diabetes bukan lah suatu penyakit yang ringan. Menurut beberapa review, Retinopati diabetika, sebagai penyebab kebutaan pada usia dewasa muda, kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke sebesar 2-4 kali lebih besar , Nefropati diabetic, sebagai penyebab utama gagal ginjal terminal, delapan dari 10 penderita diabetes meninggal akibat kejadian kardiovaskuler dan neuropati diabetik, penyebab utama amputasi non traumatic pada usia dewasa muda.

Insidensi komplikasi kronis paling utama adalah Penyakit kardiovaskuler dan stroke, Diabeteic foot, Retinopati, serta nefropati diabetika, dengan demikian sebetulnya kematian pada Diabetes terjadi tidak secara Iangsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Apabila dibandingkan dengan orang normal, maka penderita DM 5 x Iebih besar untuk timbul gangren, 17 x Iebih besar untuk menderita kelainan ginjal dan 25 x Iebih besar untuk terjadinya kebutaan. Selain komplikasi-komplikasi yang disebutkan di atas, penderita DM juga memiliki risiko penyakit kardio-sebrovaskular seperti stroke, hipertensi dan serangan jantung yang jauh Iebih tinggi daripada populasi normal. OIeh sebab itu penderita diabetes perlu diobati agar dapat terhindar dan berbagai komplikasi yang menyebabkan angka harapan hidup menurun. Kadar gula darah yang tinggi dan terus menerus dapat menyebabkan suatu keadaan gangguan pada berbagai organ tubuh. Akibat keracunan yang menetap ini, timbul perubahan-perubahan pada organ-organ tubuh sehingga timbul berbagai komplikasi. Jadi komplikasi umumnya timbul pada semua penderita baik dalam derajat ringan atau berat setelah penyakit berjalan 10-15 tahun.

Faktor risiko tradisional Seperti telah diketahui, bahwa faktor risiko tradisional, yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler dibagi dalam 2 kategori, yatitu : dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi adalah: Merokok, Dislipidemia, Hipertensi, Diabetes mellitus, Obesitas, factor diet, factor thrambogenic, rendahnya aktifitas fisik, dan konsumsi alcohol berlebihan, Sedang yang tidak dapat dikoreksi adalah Adanya riwayat penyakit jantung, usia dan gender. Diabetes sendiri dimasukkan kedalam factor yang dapat dikoreksi, tetapi akhir akhir ini diabetes disepakati sebagai kondisi yang sama dengan Penyakit kardiovaskuler ( Risk equivalent). Dengan demikian semua target terapi disamakan dengan penderita penyakit kardiovaskuler, walaupun belum terjadi pada penderita itu sendiri.

Komplikasi Kronis dan Penyakit penyerta Pada DM Angka kesakitan dan kematian pada DM meningkat diberbagai negara, hal ini selain dikaitkan dengan insidensi yang sangat cepat meningkat dan progresivitas penyakitnya juga disebabkan faktor ketidaktahuan baik penderita maupun dokter sendiri, atau penderita pada umumnya datang sudah disertai dengan komlikasi yang lanjut dan berat. Kalau ditinjau lebih dalam lagi, ternyata hiperglikemia ini merupakan awal bencana bagi penderita Diabetes, hal ini terbukti dan terjadi juga pada penderita dengan gangguan toleransi glukosa yang sudah terjadi kelainan komplikasi vaskuler, walaupun belum diabetes. Hiperglikemia ini dihubungkan dengan kelainan pada disfungsi endotel, sebagai cikal bakalnya terjadi mikro maupun makroangiopati. Dengan demikian, apabila hiperglikemia terkendali dan terkontrol dengan baik, yang ditandai dengan HbA1c yang normal ( 0.5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah.

Neuropati Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.

2. Komplikasi Makrovaskular Penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia Penyakit pembuluh darah perifer Hipertensi

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula kadar insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

Penyakit Jantung Koroner Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pektoris (nyeri dada paroksismal serti tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala mi dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.

Stroke aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa: - Pusing, sinkop - Hemiplegia: parsial atau total - Afasia sensorik dan motorik - Keadaan pseudo-dementia .Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV. Faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun kematian.

2. Penyakit Ginjal KronikA. DefinisiPenyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen pada ginjal. Ginjal tidak mampu melakukan fungsinya untuk membuang sampah sisa metabolisme dalam tubuh, mempertahankankeseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa dalam tubuh. PGK dapat berkembang cepat yaitu dalam kurun waktu 2-3 bulan dan dapat pula berkembangdalam waktu yang sangat lama yaitu dalam kurun waktu 30-40 tahun.B. PatogenesisDasar patogenesis PGK adalah penurunan fungsi ginjal. Hal ini akan mengakibatkan produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan menyebabkan efek sistemik dalam tubuh. Sebagai akibatnya, banyak masalah akan muncul sebagaiakibat dari penurunan fungsi glomerulus. Hal ini akan menyebabkan penurunanklirens dan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus diakibatkan tidak berfungsinya glomerulus. Hal ini akan mengakibatkan penurunan klirens kreatinindan peningkatan kadar kreatinin serum. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secarakonstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapidipengaruhi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme jaringan, danmedikasi seperti steroid. Retensi cairan dan natrium terjadi akibat ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal terhadap perubahan masukan cairan danelektrolit tidak terjadi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitasaksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya serta peningkatan eksresialdosteron. Pasien dengan PGK memiliki kecenderungan untuk kehilangan garam,mencetuskan risiko hipertensi dan hipovolemi, episode muntah dan diare. Hal ini akan menyebabkan penipisan jumlah air dan natrium yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik merupakan akibat dari penurunan fungsi ginjal. Hal inikarena ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang belebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulusginjal untuk mensekresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Amonia terjadisebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usiasel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan untuk mengalami perdarahanakibat status anemia pasien, terutama dari saluran gastrointestinal, eritropoetinmenurun dan anemia berat terjadi distensi, keletihan, angina, dan sesak nafas. Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitasutama yang lain pada PGK adalah gangguan metabolisme kalsium dan posfat.Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salahsatunya meningkat maka yang lainnya akan menurun. Dengan menurunnya filtrasiglomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium akan mengakibatkan sekresi parat hormon darikelenjar paratiroid. C. EtiologiPenyakit ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.1.Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.2.Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.3.Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.4.Gangguan jaringan penyambung, sepertilupus eritematosus sistemik(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.5.Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.6.Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.7.Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.8.Nefropati obstruktif Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.D. KlasifikasiStadiumDeskripsiLFG

1Gangguan fungsi ginjal dengan LFG normal atau meningkat> 90 ml/menit

2Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan LFG60-89 ml/menit

3Penurunan sedang LFG30-59 ml/menit

4Penurunan berat LFG15-29 ml/menit

5Gagal ginjal 10mg%.6).Terapi hIperfosfatemia.7).Terapi keadaan asidosis metabolik.8).Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c.Terapi alleviative gejala asotemia1).Pembatasan konsumsi protein hewani.2).Terapi keluhan gatal-gatal.3).Terapi keluhan gastrointestinal.4).Terapi keluhan neuromuskuler.5).Terapi keluhan tulang dan sendi.6).Terapi anemia.7).Terapi setiap infeksi.3. Katarak Diabetika. Definisi Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya seperti diabetes melitus. b. Patofisiologi Melalui jalur poliol glukosa diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase. Didalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan pemeran utama dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat maka kadar sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan menyebabkan berkurangnya mio-inositol yang dapat mengganggu osmoregulasi sel renal sehingga sel tersebut rusak. Aldose reduktase dalam keadaan normal adalah untuk mengurangi efek toksis aldehida dalam sel. Sedang dalam keadaan hiperglikemia aldose reduktase mengalami perubahan dari glukosa menjadi sorbitol dan juga merubah glukosa menjadi fruktosa. Pada katarak akibat penyakit penyerta diabetes mellitus dengan pengaruh seperti demikian akan mengakibatkan peningkatan osmolaritas sel yang mengakibatkan gangguan elektrolit Na, K dan ATPase. Jika gangguan tersebut terus menerus terjadi maka epitel sentral akan membengkak dan akhirnya perubahan pada korteks dan intisel menjadi opaq.

c. Manifestasi Klinis Gejala katarak biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-benar tampak putih.1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. 2. Peka terhadap sinar atau cahaya. 3. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata. 4. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca. 5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

d. Diagnosis Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penyakit seperti diabetes militus dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi. Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subkapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra, konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak senilis. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi, stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang pandang dan pengukuran TIO.BAB III

PEMBAHASANDiabetes mellitus pada Tn. G ditegakkan berdasakan alloanamnesa yang menyatakan bahwa Tn. Sudah terdiagnosis DM sejak 4 tahun yang lalu. Pada saat sebelum terdiagnosis DM, pasien mengalami gejala klinis yang khas berupa polyuria, polidipsi, polifagi, sering lemas dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan penunjang GDA perhari didapatkan kadar glukosa darah sebesar 207 pada tanggal 6 juni 2015.

Pada tanggal 8 juni 2015 dilakukan pemeriksaan kepada Tn. G, didapatkan keluhan utama berupa mata tidak bisa melihat dengan jelas karena pandangan menjadi kabur, hanya dapat melihat bayangan-bayangan hitam dan berkas cahaya senter. Pada pengamatan oleh pemeriksa, terdapat kekeruhan dan warna putih pada lensa mata pasien. Pasien mengeluhkan pandangan kabur sejak 7 bulan yang lalu dan terjadi perlahan-lahan namun progresif. Pasien telah memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 4 tahun yang lalu. Anamnesa dan pemeriksaan fisik secara klinis tersebut mengarahkan pada diagnosa katarak akibat penyakit penyerta diabetes mellitus yang disebut katarak diabetik. Katarak diabetic merupakan penyulit atau komplikasi DM tersering kedua pada organ mata selain retinopati diabetika. Diagnosis katarak sebenarnya dapat diperkuat dengan beberapa pemeriksaan penunjang seperti test visus, shadow test, dan slit lamp test. Katarak diabetika dapat terjadi karena aktivasi enzim aldose reduktase yang dapat mengubah glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol. Pada keadaan hiperglikemi dan kronis seperti pada DM, sorbitol banyak terakumulasi dan akhirnya menyebabkan epitel sentral lensa membengkak dan lensa menjadi keruh. Diagnosa banding retinopati diabetik hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan funduskopi yang salah satu cirinya terdapat mikroaneurisma pada kapiler-kapiler retina, sementara pada pasien ini tidak dilakukan. Penyakit ginjal kronis (derajat 5 atau akhir) pada pasien ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien rutin menjalani hemodialisa setiap 5 hari sekali di RSUD dr. Harjono. Keluarga pasien juga mengaku bila tidak segera menjalani hemodialisa sesuai jadwal maka pasien akan mengeluh pusing, lemas, dan tungkai hingga kaki menjadi bengkak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan darah sebesar 140/90 mmHg, sering tidak nyaman pada perut, dan kulit pasien tampak kering dan gelap. Pemeriksaan penunjang memegang peranan penting dalam penegakkan diagnosa penyakit ginjal kronis. Pemeriksaan penunjang menunjukkan peningkatan yang bermakna dari Creatinin serum sebesar 11,12 mg/dl dan ureum serum sebesar 63,03 mg/dl. Peningkatan tersebut dapat digunakan untuk menilai Laju Filtrasi Ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR) yang dapat dihitung menggunakan rumus Cockroft-Gault. Penurunan fungsi ginjal terjadi apabila nilai GFR