perbedaan berat badan sebelum dan sesudah …digilib.unila.ac.id/30203/3/skripsi tanpa bab...

75
PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) BAGI BALITA GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN, LAMPUNG TIMUR (SKRIPSI) AMIRA PURI ZAHRA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: phamhuong

Post on 06-May-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN

MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) BAGI BALITA GIZI

KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN,

LAMPUNG TIMUR

(SKRIPSI)

AMIRA PURI ZAHRA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN

MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) BAGI BALITA GIZI

KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN,

LAMPUNG TIMUR

Oleh

AMIRA PURI ZAHRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

pada

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 18 Oktober

1996, sebagai putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Sofyan Sanusi

dan Ibu Yusi Meilia.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) penulis diselesaikan di TK Pertiwi

Teladan Kota Metro pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD

Pertiwi Teladan Kota Metro pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

diselesaikan di SMP Negeri 1 Kota Metro pada tahun 2011 dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Taruna Nusantara Kabupaten

Magelang, Jawa Tengah pada tahun 2014.

Tahun 2014, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi PMPATD (Pasukan

Medis Pecinta Alam Tanggap Darurat) Pakis Rescue Team pada tahun 2014-2015

sebagai anggota muda, dan menjadi anggota tetap divisi organisasi PMPATD

Pakis Rescue Team tahun 2016-2017.

Ku persembahkan untuk

Mama, Papa dan

Adikku tercinta……

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT

yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa terhaturkan kepada junjungan kita,

Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Perbedaan Berat Badan Sebelum Dan Sesudah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Bagi Balita Gizi Kurang di Wilayah

Kerja, Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur” merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas

Kedoketeran Universitas Lampung;

3. dr. Roro Rukmi Windi Perdani, S.Ked., M.Kes., Sp.A., selaku Pembimbing

Utama yang selalu meluangkan waktu, memberikan bimbingan, nasihat,

saran, kritik dan motivasi dalam proses serta penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Sofyan Musyabiq Wijaya S.Gz., M.Gizi., selaku Pembimbing Kedua

yang selalu meluangkan waktu, memberikan bimbingan, nasihat, saran, kritik

dan motivasi dalam proses serta penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Dian Isti Angraini, S.Ked., M.P.H., selaku Penguji Utama. Terima kasih

atas waktu, ilmu serta saran-saran yang telah diberikan dimana sangat

bermanfaat untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini;

6. dr. TA Larasati, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Akademik atas segala

do’a, motivasi, perhatian, kesabaran dan bantuan dalam membimbing penulis

selama ini;

7. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas ilmu, waktu, dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses

perkuliahan;

8. Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Mama dan Papa ku tercinta,

Yusi Meilia dan Sofyan Sanusi, atas kiriman do’anya setiap saat dan setiap

sholat, kesabaran, keikhlasan, kasih sayang, perhatian, motivasi, inspirasi,

pelajaran hidup, semangat berjuang yang tinggi dan segala sesuatu yang telah

dan akan selalu diberikan kepada penulis;

9. Adikku tercinta Ahmad Dzakky Faturrahman, terimakasih atas kiriman

do’anya, kasih sayang, canda-tawa, dan motivasi yang telah dan akan selalu

diberikan kepada penulis;

10. Sahabatku, saudara seperjuangan, Regina Triswara dan Fitri Syifa Nabila

yang selalu membantu, menemani, menyemangati, dan berbagi dalam banyak

hal disaat suka maupun duka;

11. Sahabatku sedari sekolah, Firdha Amalia, Nadya Carolina, Safira Wasiat,

Adantia Noveria, A, Mahdian Riza Arafat yang selalu menyemangati dan

mendoakan penulis dari jauh;

12. Muty Hardani, Nadia Rosmalia Dewi, Febrina Halimatunisa, Kak

Fakhmiyogi, Sutansyah Ahmad Iman, terima kasih atas kebersamaan,

bantuan dan canda tawa selama ini;

13. Tim Skripsi, Anugerah Indah Sari, Nisrina Afifah, dan Sabrina Fazriesa,

terima kasih atas kekompakkan, kerja sama dan bantuan selama pengerjaan

skripsi ini;

14. Seluruh keluarga mahasiswa/i angkatan 2014 yang tidak bisa disebutkan satu

persatu atas canda, tawa, konflik dan lain-lain, selama 3,5 tahun, semoga

semua cerita itu dapat menjadi warna tersendiri dan dapat memberikan makna

atas kebersamaan yang terjalin baik sekarang maupun kedepan nanti;

15. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002–2017), yang sudah

memberikan semangat kebersamaan dalam “sai kedokteran, satu kedokteran”

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

16. Kepala Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur beserta seluruh staf, terima

kasih atas pengalaman, waktu dan bantuan yang telah di berikan kepada

penulis selama proses penelitian skripsi;

17. Seluruh Responden, terima kasih telah meluangkan waktu, memberikan

bantuan dan pengalaman yang berharga kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat

dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala

perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan

dari Allah SWT. Terima kasih.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis,

Amira Puri Zahra

ABSTRACT

WEIGHT DIFFERENCE BEFORE AND AFTER SUPPLEMENTARY FEEDING FOR

TODDLERS MALNOURISHED IN WORKING AREA OF PEKALONGAN PUBLIC

HEALTH CENTERS, EAST LAMPUNG

By

AMIRA PURI ZAHRA

Background : Nutritional status is related to physical growth and mental and social

psychomotor development so it is necessary to obtain nutrition. Nutritional status problems

happen in toddler example nutritrional deficient. One of the efforts to resolve malnutrition in

toddlers age grups is supplementary feeding recovery.

Objective : To knowing the difference of weight pre and post supplementary feeding recovery

for toddlers malnourished in Pekalongan Public Health Centers Region East Lampung.

Methods : The type of this research is quassy experimental with one grup before and after

design approach. The study was conducted from November to December 2017. The population

in this study were all toddlers malnourished in Pekalongan Public Health Centers Region East

Lampung. The number of research samples are 34 respondents with purposive sampling

technique. Weight data taken before and after supplementary feeding recovery for 1 month

Results : The results showed 13 male and 21 women toddlers. Most respondents aged > 12

months by 27 toddlers. The average weight before and after supplementary feeding recovery

amount 8,67 kg and 9,36 kg. T test got p value is 0,000.

Conclusion : There are difference of weight pre and post supplementary feeding recovery.

Keywords : Toddlers, supplementary feeding recovery, malnutrition.

ABSTRAK

PERBEDAAN BERAT BADAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN

MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN (PMT-P) BAGI BALITA GIZI

KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN,

LAMPUNG TIMUR

Oleh

AMIRA PURI ZAHRA

LatarBelakang : Status gizi berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan

perkembangan psikomotorik, mental dan sosial. Masalah status gizi sering terjadi

pada balita contohnya gizi kurang. Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan

gizi pada kelompok usia balita adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan.

Tujuan : Mengetahui perbedaan berat badan sebelum dan sesudah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita gizi kurang di wilayah kerja

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

Metode : Jenis penelitian ini adalah quassy experimental dengan rancangan one

group before and after design. Penelitian dilakukan pada bulan November –

Desember 2017. Populasi pada penelitian adalah semua balita gizi kurang di

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur. Jumlah sampel sebanyak 34 responden

dengan teknik purposive sampling. Data berat badan diambil sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan pemulihan selama 1 bulan.

Hasil : Hasil penelitian menunjukan responden laki – laki sebanyak 13 dan

perempuan 21 balita. Responden terbanyak berusia > 12 bulan sebesar 27 balita.

Rerata berat badan sebelum dan sesudah Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan (PMT-P) sebesar 8,67 kg dan 9,36 kg. Uji T didapatkan nilai p 0,000.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan.

Kata Kunci : balita, pemberian makanan tambahan pemulihan, gizi kurang.

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan ....................................................................... 5

1.4.2 Bagi Peneliti ........................................................................................ 5

1.4.3 Manfaat bagi peneliti selanjutnya ....................................................... 5

1.4.4 Puskesmas ........................................................................................... 6

1.4.5 Masyarakat .......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berat Badan ..................................................................................................... 7

2.2 Status Gizi ....................................................................................................... 9

2.2.1Definisi Status Gizi ................................................................................. 9

2.2.2 Penilaian Status Gizi .............................................................................. 9

2.2.2.1 Defenisi Penilaian Status Gizi .................................................... 9

iii

2.2.2.2 Metode Penilaian Status Gizi ..................................................... 9

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status .......................... 30

2.2.3.1 Faktor Konsumsi Makanan ..................................................... 31

2.2.3.2 Faktor Infeksi Penyakit ........................................................... 31

2.2.3.3 Tingkat Pendidikan ................................................................. 31

2.2.3.4 Sanitasi Lingkungan................................................................ 32

2.2.3.5 Pola Pengasuhan ..................................................................... 33

2.2.3.6 Kemiskinan ............................................................................. 33

2.3 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-Pemulihan) Balita ........... 34

2.3.1 Definisi Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

(PMT-Pemulihan) Balita ...................................................................... 34

2.3.2 Manfaat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan

(PMT-Pemulihan) ................................................................................. 34

2.3.3 Sasaran (PMT-Pemulihan) ................................................................... 35

2.3.4 Proses PMT-Pemulihan Balita.............................................................. 35

2.3.5 Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan ............................................... 36

2.4 Kerangka Teori................................................................................................ 38

2.5 Kerangka Konsep ............................................................................................ 39

2.6 Hipotesis .......................................................................................................... 39

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 41

3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................................ 41

3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................ 41

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 41

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................. 41

3.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................... 41

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.............................................................. 43

3.3.4 Teknik Sampling ................................................................................ 43

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................................... 43

3.5 Definisi Operasional........................................................................................ 44

iv

3.6 Instrument Penelitian ...................................................................................... 45

3.7 Prosedur Penelitian.......................................................................................... 45

3.8 Alur Penelitian ................................................................................................ 47

3.9 Pengolahan Data.............................................................................................. 48

3.9.1 Editing ................................................................................................ 48

3.9.2 Coding ................................................................................................ 48

3.9.3 Scoring ............................................................................................... 49

3.9.4 Entry Data .......................................................................................... 49

3.9.5 Cleaning ............................................................................................. 49

3.10 Analisis Data .................................................................................................. 49

3.10.1 Analisis Univariat .............................................................................. 49

3.10.2 Analisis Bivariat ................................................................................. 49

3.11 Etik Penelitian ................................................................................................ 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................. 52

4.1.1 Gambaran umum pasien ....................................................................... 52

4.1.2 Analisis Univariat ................................................................................. 53

4.1.3 Analisa Bivariat .................................................................................... 55

4.2 Pembahasan .................................................................................................... 56

4.3 Keterbatasan ................................................................................................... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 61

5.2 Saran .............................................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Growth Chart WHO ................................................................................... 25

2. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita ....................................... 37

3. Definisi Operasional................................................................................... 44

4. Karakteristik pasien berdasarkan usia responden ...................................... 52

5. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ................................... 53

6. Analisis univariat berat badan sebelum dan sesudah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan ................................................................. 53

7. Hasil intervensi berat badan bayi setelah PMT-P ...................................... 54

8. Hasil analisis bivariat ................................................................................. 55

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik BB menurut TB/PB Laki-laki ......................................................... 26

2. Grafik BB menurut TB/PB Perempuan ..................................................... 27

3. Kerangka Teori........................................................................................... 38

4. Kerangka Konsep ....................................................................................... 39

5. Alur Penelitian ........................................................................................... 47

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Untuk Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Untuk Dinas Kesehatan dan Puskesmas

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan

Lampiran 6. Lembar Informasi dan Informed Consent

Lampiran 7. Data hasil penelitian

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik Data Univariat Dan Bivariat

Lampiran 9. Foto-Foto Selama Kegiatan Penelitian

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status gizi berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan

psikomotorik, mental dan sosial sehingga perlu memperoleh gizi. Status gizi

pada anak bawah 5 tahun (balita) termasuk kedalam golongan yang rentan

dimana pada masa balita merupakan masa kritis (critical period). Apabila gizi

kurang tidak segera diatasi, tidak hanya gangguan fisik yang terganggu,

namun menggangu juga tingkat kecerdasan dan produktifitas ketika dewasa

(Ratna, 2015).

Pemantauan dan cara menilai status gizi balita dapat dilakukan dengan

berbagai cara. Salah satunya penilaian status gizi balita dikonversikan ke

dalam nilai terstandar (Z-Score) menggunakan baku antropometri balita

WHO 2005. Variabel antropometri disajikan dalam bentuk tiga indeks, yaitu

Berat Badan/Umur (BB/U), Tinggi Badan/Umur (TB/U), dan Berat

Badan/Tinggi Badan (BB/TB) yang dilihat dalam Z-Score (Kemenkes RI,

2011).

Prevalensi malnutrisi secara global masih tinggi dengan didominasi kasus

status gizi pendek (stunting) dan kurus (wasted). Menurut WHO, pada tahun

2

2016 diperkirakan terdapat anak – anak usia di bawah 5 tahun dengan kasus

status gizi pendek sebanyak 155 juta jiwa atau 23% dan 52 juta jiwa dengan

status gizi kurus. Dari jumlah 52 juta jiwa status gizi kurus terdapat sebanyak

17 juta jiwa dengan kasus gizi buruk (WHO, 2016).

Prevalensi status gizi balita di Indonesia tahun 2015 menurut indeks BB/U,

didapatkan hasil: 79,7% gizi baik, 14,9% gizi kurang, 3,8% gizi buruk, dan

1,5% gizi lebih. Status gizi balita menurut indeks TB/U, didapatkan hasil:

71% normal dan 29,9% balita pendek dan sangat pendek. Status gizi balita

menurut indeks BB/TB, didapatkan hasil 82,7% status gizi normal, 8,2%

kurus, 5,3% gemuk dan 3,7% sangat kurus (Kemenkes, 2016).

Masalah gizi pada balita ini dapat dijumpai hampir di setiap provinsi yang

tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Provinsi

Lampung tahun 2014, prevalensi status gizi menurut indeks BB/U,

didapatkan hasil 73,7% gizi baik, 11,9% gizi kurang, 6,9% gizi buruk dan

7,6% gizi lebih. Status gizi balita menurut indeks TB/U didapatkan hasil:

57,4% normal, 15,0% balita pendek dan 27,6 balita sangat pendek. Status gizi

balita menurut indeks BB/TB, didapatkan hasil 66,8% normal, 6,2% kurus,

21,4% gemuk dan 5,6% sangat kurus. Kabupaten Lampung Timur menduduki

urutan ke tujuh dari empat belas kabupaten yang berada di Lampung dengan

prevalensi 8,4% penderita gizi buruk dan 12,1% penderita gizi kurang

(Dinkes Lampung, 2014). Salah satu wilayah di kabupaten Lampung Timur

yang memiliki jumlah balita gizi kurang tertinggi adalah puskesmas

Pekalongan yaitu sebesar 2,35%.

3

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan gizi pada kelompok usia balita

adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P). Pada tahun 2011

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyediakan anggaran untuk

kegiatan PMT Pemulihan dan PMT Penyuluhan melalui dana Bantuan

Operasional Kesehatan (BOK) yang ada di setiap puskesmas bagi anak balita

usia 6-59 bulan (Kemenkes RI, 2011).

PMT-P adalah memberikan makanan bergizi yang diperuntukkan bagi balita

usia 6- 59 bulan sebagai makanan tambahan untuk pemulihan gizi balita

(Kemenkes RI, 2011). Kegiatan PMT-P juga dilakukan kepada balita

berstatus gizi kurang di Lampung Timur. seperti di Puskesmas Pekalongan

yang terdapat kasus gizi kurang pada balita dan kegiatan PMT-P kepada 47

balita penderitanya.

Menurut hasil penelitian Maria Dominggas Nahak, Herawati, Yeny

Sulistyowati (2010) di Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu, Nusa

Tenggara Timur didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian makanan

tambahan terhadap perubahan berat badan anak gizi buruk selama di

Therapeutic Feeding Center (TFC). Berat badan rata-rata awal perawatan

anak gizi buruk 7,34 kg dan berat badan rata-rata akhir perawatan 8,08 kg.

Rata-rata peningkatan berat badan 0,74 kg. Menu makanan yang diberikan

selama perawatan adalah makanan lengkap dan PMT (f-75, f-100, f-135 dan

biskuit).

4

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih

lanjut mengenai “Perbedaan Berat Badan Sebelum dan Sesudah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) bagi balita gizi kurang di Wilayah

Kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan berat badan sebelum dan

sesudah pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang di

wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perbedaan berat badan sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang di

wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran berat badan balita sebelum

mendapatkan pemberian makanan tambahan pemulihan di

wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran berat badan balita sesudah

mendapatkan pemberian makanan tambahan pemulihan di

wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

5

1.3.2.3 Untuk mengetahui perbedaan berat badan sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan pemulihan di wilayah kerja

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai perbedaan berat badan sebelum dan sesudah pemberian

makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang di wilayah kerja

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

1.4.2 Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman secara langsung dalam membuat dan

merancang penelitian, melaksanakan penelitian dan menghitung hasil

berat badan sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan

pemulihan bagi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas

Pekalongan, Lampung Timur.

1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan informasi yang baru bagi peneliti selanjutnya tentang

perbedaan berat badan sebelum dan sesudah pemberian makanan

tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas

Pekalongan, Lampung Timur.

6

1.4.4 Puskesmas

Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat di bidang

gizi sebagai salah satu usaha untuk mengurangi angka kejadian status

gizi kurang.

1.4.5 Bagi Masyarakat

1.4.3.1 Untuk memberikan informasi tentang pentingnya pemberian

makanan tambahan pemulihan sebagai tatalaksana pada gizi

kurang.

1.4.3.2 Untuk memberikan informasi dan edukasi tentang pentingnya

makanan bergizi bagi pertumbuhan dan perkembangan balita

kepada Ibu yang memiliki balita dengan gizi kurang.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpending dan paling

sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan

untuk mendiagnosis bayi normal atau bayi berat lahir rendah (BBLR). Pada

masa bayi sampai balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju

pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti

dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Disamping itu pula berat badan

dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada

tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan protein otot

menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan pada

tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya

terjadi pada orang kekurangan gizi.

Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan antara

lain:

1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu

singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

8

2. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara

periodic memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.

3. Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan

luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan

penjelasan secara meluas.

4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan

pengukur.

5. KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk

pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan berat badan

sebagai dasar pengisiannya.

6. Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status

gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana

sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur.

7. Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang

tinggi.

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang

digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan :

1. Mudah dibawa dan digunakan dari satu tempat ke tempat lain.

2. Skala mudah dibaca

3. Cukup aman untuk menimbang anak balita

4. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya

5. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 Kg.

(Supariasa, 2012)

9

2.2 Status Gizi

2.2.1 Definisi Status Gizi

Status gizi dapat didefinisikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan

antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2009).

Status Gizi adalah keadaan tubuh individu atau masyarakat yang dapat

mencerminkan hasil dari makanan yang dikonsumsi, kemudian

dicerna, diserap, didistribusikan dan selanjutya disimpan dalam tubuh

ataupun dikeluarkan (Sarwono, 2010).

2.2.2 Penilaian Status Gizi

2.2.2.1 Definisi Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang

didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk

mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko atau

dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

2.2.2.2 Metode Penilaian Status Gizi

Metode dalam penilaian status gizi dibagi dalam tiga

kelompok. Kelompok pertama, metode secara langsung yang

terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes

laboratorium, metode biofisi, dan pengukuran antropometri.

Kelompok kedua, penilaian dengan melihat statistik kesehatan

yang biasa disebut penilaian status gizi tidak langsung karena

tidak menilai individu secara langsung. Kelompok ketiga,

10

penilaian dengan melihat variabel ekologi (Departemen Gizi

dan Kesehatan Masyarakat UI, 2010).

a. Secara langsung

1.) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh

manusia. Pengukuran antropometri, ditinjau dari sudut

pandang gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan

fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot

dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa, 2012).

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat

dilakukan dengan mengukur beberapa jenis parameter

antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar

lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar

pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Macam-macam

pengukuran antropometri yang bisa digunakan untuk

melihat pertumbuhan adalah sebagai berikut:

11

a.) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status

gizi. Kesalahan penentuan umur akan

menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan

yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat.

Batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh

(completed year) dan untuk anak umur 0-2 tahun

digunakan bulan usia penuh (completed month).

b.) Berat Badan Berat

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang

terpenting dan paling sering digunakan pada bayi

baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk

mendiagnosa bayi normal atau berat bayi lahir

rendah (BBLR). BBLR apabila berat bayi lahir di

bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa

bayi sampai balita, berat badan dapat dipergunakan

untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun

status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti

dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor.

Disamping itu pula berat badan dapat dipergunakan

sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.

12

Berat badan merupakan pilihan utama karena

berbagai pertimbangan, antara lain:

1) Parameter yang paling baik, perubahan yang

mudah terlihat dalam waktu singkat berupa

perubahan- perubahan konsumsi makanan dan

kesehatan.

2) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan

kalau dilakukan secara periodik memberikan

gambaran yang baik tentang pertumbuhan.

3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah

dipakai secara umum dan luas di Indonesia

sehingga tidak merupakan hal baru yang

memerlukan penjelasan secara meluas.

4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi

oleh keterampilan pengukur.

5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan

sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan

memonitor kesehatan anak menggunakan juga

berat badan sebagai dasar pengisiannya

6) Masalah umur merupakan faktor penting untuk

penilaian status gizi, berat badan terhadap tinggi

badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai

indeks yang tidak tergantung pada umur.

13

7) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah

pedesaan dengan ketelitian yang tinggi dengan

menggunakan dacin yang juga sudah dikenal

oleh masyarakat (Supariasa, 2012).

c.) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting

bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang,

jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping

itu tinggi badan merupakan uraian kedua yang

penting, karena dengan menghubungkan berat

badan terhadap tinggi badan (quac stick), faktor

umur dapat di kesampingkan (Supariasa, 2012).

d.) Lingkar Lengan Atas

Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang

merupakan salah satu pilihan untuk penentuan

status gizi karena mudah dilakukan dan tidak

memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan

harga yang lebih murah (Supariasa, 2012).

e.) Lingkar Kepala

Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu

kedokteran anak secara praktis, yang biasanya

untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya

kepala atau peningkatan ukuran kepala. Dalam

14

antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar

dada cukup berarti dan menentukan Kurang Energi

Protein (KEP) pada anak. Lingkar kepala dapat

juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam

pengukuran umur (Supariasa, 2012).

f.) Lingkar Dada

Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2

sarnpai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan

lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah

umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat

dan pertumbuhan dada lebih cepat.Umur antara 6

bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada

adalah kurang dari satu, hal ini disebabkan karena

kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau

kelemahan otot dan lemak pada dinding dada.

Lingkar dada ini dapat digunakan sebagai indikator

dalam menentukan KEP pada anak (Supariasa,

2012).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan

yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi

Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan

menurut Tinggi Badan (BB/TB). Perbedaan

penggunaan indeks tersebut akan memberikan

15

gambaran prevalensi status gizi yang berbeda

(Supariasa, 2012).

a.) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang

memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh

sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit

infeksi, menurunnya nafsu makan atau

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.

Berat badan adalah parameter antropometri yang

sangat labil. Keadaan normal untuk keadaan

kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan

kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan

berkembang mengikuti pertambahan umur.

Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat

2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu

dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat

badan ini, maka indeks berat badan menurut umur

digunakan sebagai salah satu cara pengukuran

status gizi.

Mengingat karakteristik berat badan yang labil,

maka indeks BB/U lebih menggambarkan status

gizi seseorang saat ini (current nutritional status).

16

Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan

antara lain:

1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh

masyarakat umum.

2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau

kronis.

3) Berat badan dapat berfluktuasi.

4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan

kecil.

5) Dapat mendeteksi kegemukan

(Supariasa,2002).

Indeks BB/U juga mempunyai beberapa

kekurangan, antara lain:

1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi

yang keliru bila terdapat edema maupun asites.

2) Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan

tradisional, umur sering sulit ditaksir secara

tepat karena pencatatan umur yang belum

baik.

3) Memerlukan data umur yang lebih akurat,

terutama untuk anak dibawah usia lima tahun.

4) Kesalahan dalam pengukuran sering terjadi

misalnya, pengaruh pakaian atau gerakan anak

pada saat penimbangan.

17

5) Secara operasional sering mengalami

hambatan karena masalah sosial budaya

setempat. Dalam hal ini orang tua tidak mau

menimbang anaknya, karena dianggap seperti

barang dagangan dan sebagainya (Supariasa,

2012).

b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang

menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.

Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi

badan tidak seperti berat badan, relatif kurang

sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam

waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan

akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.

Indeks TB/U di samping memberikan gambaran

status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya

dengan status sosial-ekonomi.

18

Keuntungan dari indeks TB/U antara lain:

1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau.

2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah

dan mudah dibawa.

Kelemahan Indeks TB/U adalah:

1) Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak

mungkin turun.

2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak

harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua

orang untuk melakukannya.

3) Ketepatan umur sulit didapat (Supariasa,

2012).

c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear

dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,

perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan

tertentu. Indeks ini digunakan untuk

mengidentifikasi status gizi. lndeks BB/TB

merupakan indikator yang baik untuk menilai

status gizi saat kini (sekarang). lndeks BB/TB

adalah merupakan indeks yang independen

terhadap umur.

19

Adapun keuntungan indeks ini adalah:

1) Tidak memerlukan data umur.

2) Dapat membedakan proporsi badan. (gemuk,

normal dan kurus).

Kelemahan indeks ini adalah:

1) Tidak dapat memberikan gambaran, apakah

anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau

kelebihan tinggi badan menurut umurnya,

karena faktor umur tidak dipertimbangkan.

2) Dalam praktek sering mengalami kesulitan

dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi

badan pada kelompok balita.

3) Membutuhkan dua macam alat ukur.

4) Pengukuran relatif lebih lama.

5) Membutuhkan dua orang untuk

melakukannya.

6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan

hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh

kelompok nonprofesional (Supariasa, 2012).

d. IMT/U

Pengukuran yang paling tepat untuk status gizi

anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks

antropometri dan menggunakan Indeks Massa

20

Tubuh (IMT) anak sekolah, dengan rumus : IMT =

BB (kg)/TB²(m).

Indeks penentuan status gizi dengan IMT pada

anak menurut umur dan jenis kelamin digunakan

untuk usia 2-20 tahun sebagai petunjuk dasar

dalam menentukan kekurangan berat badan

ataupun kelebihan berat badan. Kelebihan grafik

pertumbuhan IMT berdasarkan umur yaitu dapat,

mengetahui perubahan lemak tubuh menurut usia

anak dan juga karena terdapat perbedaan lemak

tubuh pada anak perempuan dan laki-laki (Depkes

RI, 2010).

Dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas,

penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan

para ahli gizi (Supariasa, 2012). Ambang batas

dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu persen

terhadap median, persentil,dan standar deviasi unit.

1) Persen Terhadap Median

Median adalah nilai tengah dari suatu

populasi. Dalam antropometri gizi median

sama dengan persentil 50 (Supariasa, 2012).

21

Rumus persen terhadap median:

2) Persentil

Para pakar merasa kurang puas dengan

menggunakan persen terhadap median,

akhirnya memilih cara persentil. Persentil 50

sama dengan median atau nilai tengah dari

jumlah populasi berada diatasnya dan

setengahnya berada dibawahnya. National

Center for Health Statistics (NCHS)

merekomendasikan persentil ke 5 sebagai

batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95

sebagai batas gizi lebih dan gizi baik

(Supariasa, 2012).

3) Standar deviasi Unit (SD)

Standar deviasi unit disebut juga Z-Score.

WHO menyarankan menggunakan cara ini

untuk meneliti dan untuk memantau

pertumbuhan (Supariasa, 2012). Rumus

perhitungan Z-Score adalah:

%Median= nilai individu subjek x 100

nilai median baku rujukan

Z-Score = Nilai individu subjek – nilai median rujukan

Nilai simpangan baku rujukan

22

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U

dan BB/TB disajikan dalam dua versi yakni

persentil dan skor simpang baku (standard

deviation score = z). Gizi anak-anak dinegara-

negara yang populasinya relatif baik (well-

nourished), sebaiknya digunakan “persentil”,

sedangkan di negara untuk anak-anak yang

populasinya relatif kurang (under nourished)

sebaiknya menggunakan skor simpang baku

(SSB) sebagai persen terhadap median baku

rujukan (Supariasa, 2012).

Berat badan secara relatif dengan TB (BB/TB)

memberikan berbagai informasi akan pertumbuhan dan

status gizi pada seorang anak, dibandingkan dengan

hanya salah satu dari BB menurut umur maupun TB

menurut umur. Berat badan menurut TB lebih akurat

dalam menetapkan dan mengklasifikasikan status gizi

pada seorang anak (Ikatan Dokter Anak Indonesia,

2014).

Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan sebuah kurva

pertumbuhan standar yang menggambarkan

pertumbuhan anak umur 0-59 bulan di lingkungan yang

di yakini dapat mendukung pertumbuhan optimal anak.

Untuk membuat kurva pertumbuhan ini, WHO

23

melakukan penelitian multisenter pada tahun 1997

sampai 2003 dengan tujuan untuk menggambarkan

pertumbuhan anak yang hidup di lingkungan yang tidak

memiliki faktor penghambat pertumbuhan.

IDAI telah menetapkan untuk skrining pertumbuhan

anak dengan umur sampai 5 tahun dapat menggunakan

kurva pertumbuhan WHO.

Cara Menggunakan Grafik Pertumbuhan WHO 2006:

1.) Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2

tahun)/tinggi badan (anak di atas 2 tahun), berat

badan.

2.) Tentukan angka yang berada pada garis horisontal /

mendatar pada kurva. Garis horisontal pada

beberapa kurva pertumbuhan WHO

menggambarkan umur dan panjang / tinggi badan.

3.) Tentukan angka yang berada pada garis

vertikal/lurus pada kurva. Garis vertikal pada kurva

pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat

badan, umur, dan IMT.

4.) Hubungkan angka pada garis horizontal dengan

angka pada garis vertikal hingga mendapat titik

temu (plotted point). Titik temu ini merupakan

gambaran perkembangan anak berdasarkan kurva

pertumbuhan WHO.

24

Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan WHO

2006:

1.) Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO

menggambarkan median, atau rata-rata

2.) Garis yang lain dinamakan garis Z-score. Pada

kurva pertumbuhan WHO garis ini diberi angka

positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu

yang berada jauh dari garis median menggambarkan

masalah pertumbuhan.

3.) Titik temu yang berada antara garis Z-score -2 dan -

3 diartikan di bawah -2.

4.) Titik temu yang berada antara garis Z-score 2 dan 3

diartikan di atas 2.

5.) Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada

kurva pertumbuhan WHO dapat menggunakan tabel

berikut ini.

25

Tabel 1. Growth Chart WHO (WHO, 2006)

Z-

Score

Indikator pertumbuhan

Panjang/ting

gi terhadap

umur

Berat

terhada

p umur

Berat terhadap

panjang/tinggi

IMT

terhadap

umur

Di atas

3

Lihat catatan

1

Lihat

catatan

2

Obesitas Obesitas

Di atas

2

Overweight

(Gizi Lebih)

Overwei

ght (Gizi

Lebih)

Di atas

1

Berisiko Gizi

Lebih ( Lihat

catatan 3)

Berisiko

Gizi

Lebih (

Lihat

catatan

3)

0 (

median

)

Di

bawah

-1

Di

bawah

-2

Perawaka

Pendek

(Lihat

catatan 4)

Gizi

Kurang Kurus Kurus

Di

bawah

-3

Perawakan

sangat

pendek/kerdi

l (Lihat

catatan 4)

Gizi

Buruk

(Lihat

catatan

5)

Sangat Kurus Sangat

Kurus

Catatan :

1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi.

Hal ini tidak masih normal. Singkirkan kelainan

hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.

2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah

pertumbuhan tapi lebih baik jika diukur menggunakan

perbandingan berat badan terhadap panjang / tinggi atau

IMT terhadap umur.

26

3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan

berisiko gizi lebih. Jika makin mengarah ke garis Z-

skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.

4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau

sangat pendek memiliki gizi lebih.

5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul

pelatihan IMCI (WHO, 1997).

Gambar 1. Grafik BB menurut TB/PB Laki-laki

(WHO, 2006)

27

Gambar 2. Grafik BB menurut TB/PB Perempuan

(WHO, 2006)

2.) Penilaian Status Gizi Secara Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini

didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, yang

terlihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial

tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral

atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan

tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis

secara cepat (rapid clinical survey). Survei ini

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda

28

klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat

gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui

tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala

(symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2012).

2.) Penilaian Status Gizi Dengan Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris

yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin,

tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan

otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa

kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang

lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih

banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi

yang spesifik (Supariasa, 2012).

3.) Penentuan Status Gizi Secara Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode

penentuan status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan

29

dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja

epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang

digunakan adalah tes adaptasi gelap.

b. Secara Tidak Langsung

1.) Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan

status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah

dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data

konsumsi makanan dapat memberikan gambaran

tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,

keluarga dan individu. Survei ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi

(Supariasa, 2012).

2.) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah

dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan

data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari

indikator tidak langsung pengukuran status gizi

masyarakat (Supariasa, 2012).

30

c. Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil

interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan

budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung

dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-

lain. Indeks antropometri berdasarkan BB/U dengan nilai

ambang batas menggunakan Z-Score dan kemudian di

interpretasi menggunakan Growth Chart WHO 2006,

karena pengukuran tersebut dinilai lebih tepat dan efisien

dalam menentukan balita gizi kurang (Supariasa, 2012).

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Status

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada

tingkat sel dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang

diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal.

Pada prinsipnya status gizi seseorang secara langsung dipengaruhi

oleh konsumsi makanan dan infeksi penyakit (Saputri, 2010).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi anak dibagi

menjadi dua faktor yaitu : faktor langsung dan faktor tidak langsung.

Faktor langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi,

sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat pendidikan, sanitasi

lingkungan.

31

2.2.3.1 Faktor Konsumsi Makanan

Faktor konsumsi makanan dapat diukur dari mutu makanan

sedangkan konsumsi makanan tersebut dipengaruhi oleh

faktor-faktor tidak langsung terhadap seseorang seperti: daya

beli keluarga dan kemampuan keluarga untuk membeli bahan

makanan tergantung dengan besar kecilnya pendapatan

keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan

dan pengetahuan keluarga (Saputri, 2010). Tercukupinya

kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari

pemenuhan kebutuhan energi dan protein (Merryana, 2013).

2.2.3.2 Faktor Infeksi Penyakit

Kaitan penyakit infeksi dengan gizi kurang mempunyai

hubungan sebab dan akibat. Penyakit infeksi dapat

memperburuk keadaan gizi penderita seperti: diare,

tuberkulosis, dan batuk rejan. Adanya penyakit infeksi

tersebut merupakan faktor penyebab tingginya angka

kematian bayi dan balita di Indonesia. Anak-anak yang sering

menderita penyakit infeksi menyebabkan pertumbuhannya

terhambat dan tidak dapat mencapai pertumbuhan yang

optimal (Saputri, 2010).

2.2.3.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang penting

dalam tumbuh kembang anak, karena pendidikan yang baik,

32

maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar

terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana

cara menjaga kesehatan anak dan pendidikannya. Demikian

juga wanita yang berkependidikan lebih rendah atau tidak

berkependidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak

dibandingkan yang berkependidikan lebih tinggi. Mereka

berkependidikan lebih rendah umumnya sulit diajak

memahami dampak negatif dari bahaya mempunyai anak

banyak, sehingga anaknya kekurangan kasih sayang, kurus

dan menderita penyakit infeksi (Supariasa, 2012).

2.2.3.4 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi memiliki peranan penting dalam penyediaan

lingkungan mendukung kesehatan anak dan tumbuh

kembangnya komponen utama kesehatan lingkungan yang

berhubungan dengan kesehatan dasar pada manusia adalah

rumah, air bersih, jamban, pembuangan sampah dan limbah

rumah tangga. Kebersihan, baik kebersihan perorangan

maupun lingkungan memegang peranan penting dalam

timbulnya penyakit. Akibat kebersihan kurang maka anak

menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi

akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat

gizi. Seseorang yang kekurangan gizi akan mudah terserang

penyakit dan tumbuh kembangnya terganggu (Supariasa,

2012).

33

2.2.3.5 Pola Pengasuhan

Pengasuhan didefinisikan sebagai cara memberi makanan,

merawat anak, membimbing, dan mengajari anak yang

dilakukan oleh individu dan keluarga. Faktor yang cukup

dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang

ialah perilaku yang kurang benar di kalangan masyarakat

dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota

keluarganya, terutama kepada anak-anak. Oleh karena itu,

berbagai kegiatan harus dilaksanakan untuk memberikan

makanan (feeding) dan perawatan (caring) yang benar untuk

mencapai status gizi yang baik. Feeding dan caring melalui

pila asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan

memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Peran

ibu selaku pengasuh dan pendidik di dalam keluarga dapat

memengaruhi tumbuh kembang anak secara positif maupun

negative, karena dalam berinteraksi dengan anak sehari-hari,

seorang ibu dapat memainkan peran yang secara langsung

akan berpengaruh pada anak (Istiany dan rusilanti, 2014).

2.2.3.6 Kemiskinan

Kemiskinan sering didefinisikan ketidakmampuan individu

atau rumah tangga dalam mencapai standar hidup yang

maksmimal, sehingga tidak mampu memberikan yang terbaik

bagi anggota keluarganya, baik dari gzi dan kelayakan

makanan. Secara garis besar ada hubungan kemiskinan dan

34

kesehatan, masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan

pada umumnya memiliki kelayakan hidup yang lebih rendah,

lebih rentan terhadap penyakit menular, tingginya angka

kematian pada bayi, ibu hamil dan melahirkan serta proporsi

kesehatan yang sangat rendah. Saat ini kemiskinan

merupakan penyebab pokok terjadinya malnutrisi. Proporsi

anak malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan,

sehingga makin kecil pendapatan penduduk maka semakin

banyak anak yang akan menderita malnutrisi (Indra dan

Wulandari, 2013)

2.3 Pemberian Makanan TambahanPemulihan (PMT-Pemulihan) Balita

2.3.1 Definisi PMT-Pemulihan Balita

Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita adalah makanan bergizi

yang diperuntukkan bagi balita usia 6- 59 bulan sebagai makanan

tambahan untuk pemulihan gizi (Kemekes RI, 2011).

2.3.2 Manfaat PMT Pemulihan

Manfaat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di

tujukan kepada balita yang mengalami gizi kurang agar status gizi

balita tidak jatuh menjadi status gizi buruk. Intervensi gizi melalui

pemberian vitamin dan mineral melalui makanan yang diperkaya dan

suplemen telah berhasil di banyak negara (Khan, 2010).

35

2.3.3 Sasaran (PMT-Pemulihan)

Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan

Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran

prioritas penerima PMT Pemulihan (Kemenkes RI, 2011).Penentuan

sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu

dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut :

Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di

TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS

Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-

turut (2T)

Balita gizi kurang

Balita Bawah Garis Merah (BGM)

2.3.4 Proses PMT-Pemulihan Balita

Seperti yang dikutip dari Handayani, Mulasari, dan Nurdianis (2008),

proses PMT terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan,

dan pengawasan, yang harus disesuaikan dengan petunjuk teknis

Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) bagi

Puskesmas.

1. Perencanaan Pada tahap perencanaan dilakukan penentuan balita

sasaran PMT dan penentuan jadwal pendistribusian program PMT

Balita.

2. Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan meliputi penentuan jenis

makanan, pembelian bahan makan dan pemberian paket PMT

kepada sasaran. Salah satu bentuk PMT Balita adalah MP-ASI.

36

3. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian Pada proses ini

dilakukan pencatatan dan pelaporan dengan mengisi register yang

telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2.3.5 Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan

Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan

makanan atau makanan lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas,

dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di wilayah

setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa

kadaluarsa untuk keamanan pangan.

Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi

kebutuhan gizi balita sasaran.

PMT-P merupakan tambahan makanan untuk memenuhi

kebutuhan gizi balita dari makanan keluarga.

Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein

hewani maupun nabati (misalnya telur/ ikan/daging/ayam,

kacang-kacangan atau penukar) serta sumber vitamin dan

mineral yang terutama berasal dari sayur-sayuran dan buah-

buahan setempat.

Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari

berturut-turut.

Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan atau

makanan lokal ada 2 jenis yaitu berupa:

a. MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan)

37

b. Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59

bulan berupa makanan keluarga.

Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada

balita dapat disesuaikan dengan pola makanan yang ada pada

tabel 2 (Kemenkes RI, 2011).

Tabel 2. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak Balita

Usia

(bulan) ASI

Bentuk Makanan

Makanan

Lumat

Makanan

Lembik

Makanan

Keluarga

0 – 6

6 – 8

9 – 11

12 – 23

24 – 59

(Sumber : KemenKes RI, 2011 )

38

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka teori dalam penelitian

ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka Teori (UNICEF, 1988)

BB

( Berat Badan )

Status Gizi

Intake makanan Penyakit Infeksi PMT-P

Tidak Cukup

Persediaan Pangan

Pola Asuh Anak

Tidak Memadai

Sanitasi

Lingkungan

Kurang pemberdayaan wanita dan

keluarga, kurang pemanfaatan

sumberdaya masyarakat

Krisis Ekonomi, Politik, dan

Sosial

39

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian

ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

H0 :Tidak terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi balita

gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung

Timur.

H1 :Terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah pemberian

makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi balita gizi kurang

di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

Pemberian Makanan

Tambahan (PMT)

Pemulihan

Berat Badan Balita

40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah quassy experimental dengan rancangan

one group before and after design. Dalam desain penelitian ini, sampel akan

diberi pretest terlebih dahulu, setelah itu diberi intervensi, dan posttest dalam 1

kelompok tanpa kelompok kontrol (Notoadmojo, 2015). Dengan rancangan

sebagai berikut:

Keterangan :

X1 : Pengukuran berat badan balita sebelum perlakuan

X0 : Pemberian makanan tambahan pemulihan

X2 : Pengukuran berat badan balita sesudah perlakuan

Pre Treatment Post

X1 X0 X2

41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan,

Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur, Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 30 hari yakni sejak pertengahan November

hingga pertengahan Desember 2017. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan

hasil observasi yang lengkap. Artinya peneliti berusaha untuk

mengunjungi setiap sampel penelitian sampai didapatkan data hasil yang

diinginkan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

3.3.1.1 Populasi Target Penelitian

Populasi target penelitian ini adalah semua balita gizi kurang di

kabupaten Lampung Timur.

3.3.1.2 Populasi Terjangkau Penelitian

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua balita gizi kurang di

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah semua balita gizi kurang yang mendapatkan

program PMT-P. Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih

42

( x1 – x2 )

[ ( x1 – x2 )

[ 0,877

]

dengan cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya. Jumlah

sampel penelitian diukur dengan menggunakan rumus besar sampel

penelitian analitik numerik berpasangan. Besar sampel menggunakan rumus

berikut:

n = ( Zα + Zβ ) SD 2

Keterangan :

n = Besar sampel minimal

Zα = Derivate baku normal α (tingkat kesalahan tipe I) = 5 %,

maka Zα = 1,960 (α = 5%)

Zβ = Derivate baku normal β (tingkat kesalahan tipe II) = 20 %,

maka Zβ = 0,842 (β = 20%)

(x1-x2) = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

x1 = 8,673 dan x2 = 9,550, ( x1 – x2 ) = 0,877

SD = Simpangan baku dari selisih nilai antar kelompok = 1,815

(didapatkan dari penelitian Sarwono, 2009).

Berdasarkan rumus diatas maka dapat diperoleh estimasi besar sampel

sebanyak :

n = ( Zα + Zβ ) SD 2

n = ( 1,960 + 0,842) 1,815 2

[ ]

]

43

n = 33,64 orang dibulatkan menjadi 34 orang

Jadi, berdasarkan rumus sampel di atas, jumlah sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 34 orang.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

a) Didiagnosis status gizi kurang oleh petugas kesehatan

berdasarkan antropometri BB/TB.

b) Balita berusia 6-59 bulan.

c) Orang tua responden bersedia mengikuti penelitian.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

a) Memiliki riwayat penyakit kronis seperti Tuberkolusis (TBC).

b) Memiliki kelainan genetik sepeti Thalasemia.

c) Memiliki kelainan organomegali dan edema.

3.3.4 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

non-probablity sampling, yaitu dengan cara purposive sampling. Sampel

adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Variabel dalam

44

penelitian ini meliputi variabel independen dan dependen yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

Variabel Independen : Disebut sebagai variabel bebas. Dalam penelitian ini

yang merupakan variabel bebas adalah Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan.

Variabel Dependen : Disebut sebagai variabel terikat. Dalam penelitian ini

yang merupakan variabel dependen adalah Berat

Badan.

3.5 Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil

Ukur

Skala

Ukur

Pemberian

Makanan

Tambahan-

Pemulihan

Makanan

Tambahan

Pemulihan bagi

balita adalah

makanan bergizi

yang

diperuntukkan

bagi balita usia 6-

59 bulan sebagai

makanan

tambahan untuk

pemulihan gizi

-

-

-

-

Peningkatan

Berat Badan

Adanya

perbedaan angka

dari berat badan

sebelum

menimbang

terakhir kalinya.

Baby scale

(timbangan

bayi) atau

timbangan

injak

Balita di leta

kkan di atas

timbangan,

lalu dilihat

berat badan

nya

Kilogram

(kg)

Ratio

45

3.6 Instrument Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Baby scale (timbangan bayi) atau timbangan biasa.

Microtoise atau infantometer.

Kurva Z-Score WHO

Makanan Tambahan Pemulihan

3.7 Prosedur Penelitian

Jalannya penelitian merupakan urutan kerja atau langkah-langkah yang dilakukan

selama penelitian dari awal sampai sampai penelitian berakhir. Prosedur pada

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengurus dalam perizinan yang berkaitan dengan penelitian.

2. Setelah mendapatkan perizinan peneliti melakukan pengumpulan data.

3. Diawali dengan mencari subjek pada populasi balita yang mengalami gizi

kurang di Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur.

4. Setelah itu peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud, tujuan dan

segala hal yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

5. Memberikan surat persetujuan kepada orang tua sehingga anak dapat menjadi

sampel penelitian.

6. Setelah mendapatkan persetujuan dari orang tua kemudian dilakukan

anamnesis, nama, usia, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat serta mengukur

berat badan dan tinggi badan.

46

7. Penentuan Status Gizi Kurang pada balita.

8. Kemudian peneliti memberikan informasi penelitian kepada orang tua agar

dapat memberikan PMT-P kepada anak yang mengalami gizi kurang yang

nantinya akan dilihat perkembangannya dalam waktu 30 hari.

9. Setelah 30 hari peneliti melakukan pemeriksaan ulang terhadap anak (sampel)

dengan mengukur berat badan untuk dilihat apakah terdapat perubahan setelah

PMT-P kepada anak yang mengalami gizi kurang.

10. Ketika data telah terkumpul maka akan dilakukan pengolahan data.

47

3.8 Alur Penelitian

Tahap persiapan penelitian Pembuatan proposal dan surat

perizinan

Tahap pengambilan data Penjelasan maksud dan tujuan

penelitian, meminta persetujuan ikut

penelitian (Inform consent).

Pengukuran berat badan balita dan

umur balita

Analisis status gizi balita

berdasarkan BB/TB

Memasukan data ke program

statistik

Penentuan status gizi pada balita

Pemberian Makanan Tambahan-

Pemulihan pada balita dengan status

gizi kurang

Evaluasi setelah 30 hari dengan

mengukur berat badan dan tinggi

badan

48

Keterangan:

: Alur Proses Penelitian

Gambar 5. Alur Penelitian

3.9 Pengolahan Data

3.9.1 Editing

Pada tahap ini, penulis mengkaji dan meneliti kembali data yang diperoleh

kemudian memastikan apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam

pengisian. Proses editing ini meliputi langkah-langkah yaitu mengecek

nama dan identitas responden. Kemudian mengecek kelengkapan data,

apabila ternyata ada kekurangan isinya degan cara memeriksa isi lembar

data, menentukan ada atau tidaknya lembar data yang sobek atau rusak.

3.9.2 Coding

Coding merupakan pemeberian kode yang berupa angka-angka terhadap

data yang masuk berdasarkan variabelnya masing-masing. Coding juga

untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam

simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

Tahap pengolahan data Memasukkan analisis data

49

3.9.3 Scoring

Tahap ini meliputi nilai masing–masing pernyataan dan penjumlahan hasil

penilaian dari semua pernyataan/pertanyaan.

3.9.4 Entry Data

Memasukkan data ke dalam program komputer untuk selanjutnya dapat

dianalisis menggunakan software statistic SPSS.

3.9.5 Cleaning

Mengecek kembali data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau

tidak.

3.10 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan program

komputer. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan bivariat.

3.10.1 Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat adalah untuk menerangkan karakteristik

masing–masing variabel, baik variabel bebas maupun terikat. Dengan

melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel.

3.10.2 Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan

antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan variabel bebas.

Analisis ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah PMT pemulihan bagi

balita gizi kurang di Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur

50

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan

menggunakan uji statististik. Uji normalitas dilakukan untuk

mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji

normalitas data berupa Uji Shapiro Wilk, karena besar sampel dalam

penelitian <50. Distribusi normal baku adalah data yang telah

ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika

nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi

asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka

diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2009).

Uji statistik yang digunakan adalah Uji T–berpasangan, merupakan uji

parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari

hubungan dua variabel atau lebih bila datanya berbentuk skala

numerik, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji

Wilcoxon (Dahlan, 2010). Adapun syarat untuk Uji T–berpasangan

adalah:

a. Data harus berdistribusi normal

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama

Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

kemaknaan 95 % artinya p value < 0,05 maka hasilnya bermakna yang

berarti H0 ditolak atau terdapat perbedaan berat badan sebelum dan

sesudah pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi balita

gizi kurang di Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur. Tetapi bila

51

p value > 0,05 maka hasilnya tidak bermakna yang berarti H0 diterima

atau tidak terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah

pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi balita gizi

kurang di Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur. (Dahlan, 2010).

3.11 Etik Penelitian

Pada penelitian ini telah melewati kaji etik yang dilakukan oleh Komisi Etik

Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor

persetujuan etik penelitian yaitu No: 388/UN26.8/DL/2018.

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang perbedaan berat badan

sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) bagi

balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Rerata berat badan bayi sebelum Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan (PMT-P) sebesar 8,67 kilogram.

2. Rerata berat badan bayi sesudah Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan (PMT-P) sebesar 9,36 kilogram.

3. Terdapat perbedaan berat badan sebelum dan sesudah Pemberian Makanan

Tambahan Pemulihan (PMT-P) pada balita gizi kurang di wilayah kerja

Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur (p value = 0,000).

62

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai

berikut.

1. Bagi Puskesmas

a. Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini Puskesmas dapat

meningkatkan kinerjanya dalam program menurunkan angka gizi

kurang di wilayah kerjanya melalui program PMT-Pemulihan.

b. Diharapkan Puskesmas dapat meningkatkan skrining kepada balita

beresiko sebagai upaya penanggulangan kejadian gizi kurang pada

balita.

2. Bagi masyarakat diharapkan dapat melakukan pemeriksaan posyandu

berkala khususnya bagi ibu – ibu yang memiliki anak balita agar dapat

memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya secara rutin.

3. Bagi peneliti lain diharapkan dapat melalukan penelitian terkait dengan

faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Anggraini S, Poernomo DISH. 2011. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan (PMT-P) Terhadap Pertumbuhan Balita Bawah garis Merah

(BGM) di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kediri. Jurnal STIKES RS

Baptis Kediri. 4(1): 1-7.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kemenkes RI.

Bardosono, S. 2009. Masalah Gizi di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia,

59(1), pp. 491–94. doi; Volume : 59 No : 1, Januari 2009.

Dahlan, SM. 2010. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam

Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (Dinkes). 2014. Profil Kesehatan Provinsi

Lampung Tahun 2014. Dinkes Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Elyana M dan Candra A. 2013. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi

Balita.Journal of Nutrition and Health. 1(1):1-11.

Handayani L, Mulasari SA, Nurdianis N. 2008. Evaluasi Program Pemberian

Makanan Tambahan Anak Balita. Jurnal Manajemen Pelayanan

Kesehatan. 11(1): 21-26.

Hartriyanti, Y dan Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Indra, D dan Wulandari, Y. 2013. Prinsip – Prinsip Dasar Ahli Gizi. Jakarta:

Dunia Cerdas.

Indriati R, Nugraheni SA, Kartini A. 2015. Evaluasi Program Pemberian Makanan

Tambahan Pemulihan pada Balita Kurang Gizi di Kabupaten Wonogiri

Ditinjau dari Aspek Input dan Proses. Jurnal Manajemen Kesehatan

Indonesia. 3(1): 18-26.

Istiany, A dan Rusilanti. 2014. Gizi Terapan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Offset.

Kemenkes RI. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional Kesehatan).

Jakarta: Direktorat Bina Gizi .

Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:

Direktorat Bina Gizi .

Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi Dan Gizi Balita. Mandala Of Health, 4 (1): 60-

67.

Merryana, A, Bambang W. 2013. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana

Panada Media Group; 273-81.

Nahak, MD, Herawati, Sulistyowati, Y. 2012. Pengaruh Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) Terhadap Perubahan Berat Badan Anak Gizi Buruk

Usia 6-60 Bulan Di Therapeutic Feeding Center (TFC), Kecamatan

Malaka Tengah, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. [ Skripsi ].

Yogyakarta: Universitas Respati Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Purwaningrum S, Wardani Y. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status

Kesadaran Gizi Keluarga dengn Status Gizi Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sewon I Bantul. Kes Mas; 6(3): 190-202.

Ratna, I, Nugraheni, SA dan Kartini, A. 2015. Evaluasi Program Pemberian

Makanan Tambahan Pemulihan pada Balita Kurang Gizi di Kabupaten

Wonogiri Ditinjau dari Aspek Input dan Proses. Semarang: Jurnal

Manajemen Kesehatan Indonesia, 3(1).

Saputri, A. 2010. Hubungan Antara Tekanan Darah Dengan Status Gizi

Berdasarkan CDC 2000 Pada Anak Usia 6-13 Tahun SD Negeri 60900

Medan Johor Tahun 2010.[ Skripsi ]. Medan: Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Sumatra Utara.

Sarwono J. 2009. Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Terhadap

Peningkatan Status Gizi pada balita Kurang Energi Protein (KEP) di

Wilayah Kerja Puskesmas Imogiri II Kabupaten Bantul 2009. [Skripsi].

Yogyakarta: STIKes Jend. Ahmad Yani Yogyakarta.

Sarwono W, Slamet S, Kartini S, Triyani K. 2010. Pengkajian Status Gizi Studi

Epidemiologi Dan Penilitian Di Rumah Sakit. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI 258- 63.

Sjarif, DR dan Lestari, ED. 2014. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik Dan Penyakit

Metabolik. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Setyobudi, Pudjirahaju, Bakri. 2005. Pengaruh PMT Pemulihan Dengan Formula

WHO/Modifikasi Terhadap Status Gizi Anak Balita KEP Di kota Malang.

Prosiding Temu Ilmiah, Kongres XIII PERSAGI. 474-81.

Sugiyono. 2011. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Supariasa, IDN, Bakri, B, & Fajar, I. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Gizi

Kedokteran EGC.

Tumiar. 2008. Status Gizi Balita Gizi Buruk Yang Memperoleh Makanan

Tambahan Pemulihan (PMT-P) Di Kota Bengkulu. [Tesis]. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada.

UNICEF. 1998. The State of The World’s Children. Oxford University Press.

New York

WHO. 2016. Global Health Observatory Data : Child Malnutrition. Tersedia di

http://www.who.int/gho/child-malnutrition/en/ diakses tanggal 25

September 2017.

WHO. 1997. Integrated Management of Childhood Illness in-service training

Geneva.