perbandingan unjuk kerja · perbandingan unjuk kerja kontrol posisi pid pada model helikopter...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN UNJUK KERJA
KONTROL POSISI PID PADA MODEL HELIKOPTER
BERBASIS LABVIEW DAN RANGKAIAN ANALOG
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada
Program Studi Teknik Elektro
Disusun Oleh :
PAULUS TOFAN RAPIYANTA
NIM : 035114031
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
PERFORMANCE COMPARATION OF
PID POSITION CONTROL IN HELICOPTER MODEL
BASED ON LABVIEW AND ANALOG CIRCUIT
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirements
to Obtain the SARJANA TEKNIK Degree
in Electrical Engineering
By :
PAULUS TOFAN RAPIYANTA
Student Number : 035114031
ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain,
kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya ilmiah.”
Yogyakarta, 23 Oktober 2007
Penulis,
Paulus Tofan Rapiyanta
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Kita (manusia) memiliki satu kesamaan yang mendasar,
yaitu sama-sama memiliki perbedaan..
maka, hargailah perbedaan itu
Mungkin kita bukan siapa-siapa bagi dunia
Tapi mungkin kita adalah dunia bagi seseorang
Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk:
Sang pencipta yang empunya segalanya,
Orang tua dan adik-adik tercinta,
Teman-teman terbaik ku
dan Malaikat kecil di hatiku....
vi
INTISARI
Kontrol PID (Proportional-Integral-Derivative) merupakan salah satu metode pengendalian yang sering digunakan dalam sistem kendali. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan unjuk kerja kontrol PID yang dibuat dalam program LabVIEW dan rangkaian analog. Pada penelitian ini kontrol PID digunakan untuk mengendalikan posisi pada sebuah model helikopter.
Perancangan kontrol PID menggunakan metode kurva reaksi dan kontroler disusun secara paralel. Kontrol PID dibuat dengan basis rangkaian analog dan dalam algoritma pemrograman LabVIEW. Kemudian, unjuk kerja kedua kontroler ini dibandingkan berdasarkan pada lima parameter yaitu: waktu tunda, waktu naik, lewatan maksimum, waktu penetapan dan steady state error. Parameter-parameter ini didapatkan dari hasil pengujian respon sistem pada kontrol PID berbasis LabVIEW dan rangkaian analog.
Hasil dari penelitian ini adalah output posisi kontrol PID yang stabil dan perbandingan unjuk kerja antara kontrol PID berbasis LabVIEW dengan rangkaian analog. Kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki waktu tunda dan waktu naik yang lebih cepat serta nilai Maksimum overshoot (Mp) yang lebih besar daripada kontrol PID berbasis rangkaian analog. Pada bidang vertical, kontrol posisi PID berbasis LabVIEW memiliki waktu penetapan (ts) yang lebih cepat jika input yang diberikan makin besar. Sedangkan, untuk bidang horizontal terjadi hal yang sebaliknya. Pada bidang vertical, kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki Steady State error (SSE) yang lebih besar daripada kontrol PID berbasis rangkaian analog . Sedangkan untuk bidang horizontal, nilai SSE berbanding terbalik dengan nilai input yang diberikan
Kata kunci : PID, LabVIEW, unjuk kerja
vii
ABSTRACT
PID (Proportional-Integral-Derivative) control is one of controlling
methods that is usually used in control system. This research has a purpose to compare the performance of PID control based on LabVIEW and analog circuit. In this research, PID control is used to control the position of model helicopter.
PID control design which uses curve reaction method and controller are arranged in parallel form. PID control is made based on analog circuit and LabVIEW programming algorithm. Then, the performance of these two controllers are compared based on five parameters : delay time, rise time, maximum overshoot, settling time and steady state error. These parameters are derived from the response examination result of PID control which is based on LabVIEW and analog circuit.
The result of this research is the stable output position of PID control and the performance evaluation between PID control based on LabVIEW and analog circuit. PID control based on LabVIEW has the shorter delay and rise time than PID control which is based on analog circuit and also maximum overshoot (Mp) bigger than PID control which is based on analog circuit. On vertical position, PID control position based on LabVIEW has shorter settling time (ts) if the input is bigger, while horizontal position is on the contrary. On vertical position, PID control based on LabVIEW has bigger steady state error (SSE) than PID control which is based on analog circuit. While for horizontal position, the increasing of input will make the steady state error decrease and viceversa.
Keyword : PID, LabVIEW, Performance evaluation.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir berjudul “Perbandingan Unjuk Kerja Kontrol Posisi
PID Pada Model Helikopter Berbasis LabVIEW dan Rangkaian Analog”.
Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Elektro Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Penulisan tugas akhir ini didasarkan pada hasil - hasil yang penulis
dapatkan selama proses perancangan, pembuatan, pengujian dan pengamatan alat.
Penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ibu Wuri Harini, S.T., M.T., selaku Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
2. Bapak Elang Parikesit, S.T., selaku Pembimbing II yang telah memberikan ide
judul dan bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
3. Bapak Martanto, S.T., M.T. dan Bapak Petrus Setyo Prabowo, S.T. sebagai
dosen penguji saat ujian kolokium yang telah memberikan perbaikan pada
proposal tugas akhir penulis.
4. Bapak dan ibu dosen teknik elektro yang telah memberikan bekal ilmu yang
sangat berguna bagi penulis.
5. Bapak dan ibu laboran dan karyawan teknik elektro dan mekatronika : mas
Mardi, mas Broto, mbak Vie, mas Hardi, mas suryo, mas Oni dan kang Ucup
yang telah banyak membantu proses pengerjaan tugas akhir ini.
6. Bapak Aris Sukardjito dan seluruh karyawan/wati Sekretariat Fakultas Teknik
Universitas Sanata Dharma yang telah membantu urusan administrasi penulis.
7. Kedua orang tua, adik Gema dan Nana, atas dukungan dan doa yang tiada
henti untuk penulis.
ix
8. Eyang kakung, putri dan seluruh keluarga, atas bimbingan dan dorongan
selama studi dan pengerjaan tugas akhir ini.
9. Malaikat kecil di hatiku, atas semua keindahan yang telah menjadi semangat
bagi penulis selama studi dan pengerjaan tugas akhir ini.
10. Tasura 52 crew : Widay, Win, Bakteri, Aweng dan masih banyak lagi yang
tidak dapat disebutkan satu per satu, atas canda-tawa, pelajaran hidup dan
kebersamaan yang indah selama penulis belajar di TE USD jogja.
11. Teman-teman kost Flame (b’217an crew) : Pay, NanoNano, Anggey, Metha
dan Agung atas support dan hari-hari bahagia yang telah dilalui bersama.
12. Teman-teman kontrakan ponti : Bakri, Boboto, Topan, Sungkit, Manto dan
Aan, atas ide, semangat dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis.
13. Bintang terang di langit malamku, 74 , atas motto, kebersamaan dan warna
yang berbeda dalam hidup penulis selama di jogja.
14. Teman-teman Elektro 2003 : Win, widy, Bakri, Pak Bo, Inndit, Jepri, Yosep,
Suryo_mery, Dennis_Joe, Giegieh, Bos kera, Ika, Angga, Guntur, Wisnu,
Putu, DC, om Ron dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu per
satu, atas bantuan dan kebersamaannya selama di TE USD jogja.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan dari
penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Harapan penulis agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun semua pihak yang membacanya.
Yogyakarta, 22 Oktober 2007
Penulis
Paulus Tofan R
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………. . i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING………..…………… iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………….. . iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………….……… . vi
INTISARI…………………………………………………………… vii
ABSTRACT…………………………………………………………. viii
KATA PENGANTAR……………………………………………… ix
DAFTAR ISI……………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………….. xiv
DAFTAR TABEL………………………………………………….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. xviii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………… 1
I. Latar belakang…………………………………………. 1
II. Perumusan masalah…………………………………….. 2
III. Batasan masalah……………………………………….. 2
IV. Manfaat dan tujuan penelitian…………………………. 3
V. Metodologi penelitian………………………………….. 3
BAB II. DASAR TEORI…………………………………………… 4
A. Kontrol PID (Proportional-Integral-Derivative)……… 4
1. Kontroler proportional…………………………………. 5
2. Kontroler integral………………………………….. 6
3. Kontroler derivative……………………………………. 7
B. LabVIEW……………………………………………... 10
C. NI ELVIS……………………………………………... 17
D. SENSOR………………………………………………. 19
xi
E. MOTOR DC…………………………………………... 20
F. OP-AMP UNTUK KENDAL PID……………………. 21
1. Op-amp sebagai penguat…………………………… 21
2. Op-amp sebagai buffer……………………………... 22
3. Op-amp sebagai penguat penjumlah……………….. 23
4. Op-amp sebagai integrator…………………………. 23
6. Op-amp sebagai diferensiator……………………… 24
G. KARAKTERISTIK RESPON SISTEM KONTROL ... 25
BAB III. PERANCANGAN……………………………………….. 27
A. Perancangan plant……………………………………… 28
B. Perancangan sensor…………………………………….. 29
C. Perancangan kontroler PID…………………………….. 30
1. Penentuan parameter-parameter PID dengan metode
kurva reaksi…………………………………………. 30
a. Posisi vertical……………………………………... 32
b. Posisi horizontal…………………………………... 35
2. Perancangan blok konversi…………………………. 37
a. Posisi vertical........................................................... 37
b. Posisi horizontal....................................................... 40
3. Pemrograman dengan software LabVIEW................. 41
D. Perancangan kontroler PID dengan op-amp…………… 43
1. Posisi vertical………………………………………. 43
a. Kontroler P……………………………………….. 43
b. Kontroler I.............................................................. 44
c. Kontroler D............................................................ 45
2. Posisi horizontal........................................................ 46
a. Kontroler P.............................................................. 46
b. Kontroler I............................................................... 46
c. Kontroler D............................................................. 47
xii
3. Rangkaian-rangkaian tambahan................................. 48
a. Rangkaian set point untuk posisi vertical………... 48
b. Rangkaian set point untuk posisi horizontal…….. . 49
c. Rangkaian error........…………………………….. 50
d. Rangkaian penjumlah……………………………. . 51
E. Driver motor…………………………………………… 51
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....……………………….. 53
A. Plant dan Rangkaian analog hasil perancangan..……… 53
B. Hasil pengujian......…………………………………….. 56
1. Pembahasan unjuk kerja Kontrol PID ........................ 57
a. Pengujian pertama................................................... 57
b. Pengujian kedua...................................................... 61
c. Pengujian ketiga...................................................... 63
2. Pengujian Batas Kemampuan Kontroler.................... 65
3. Pengujian respon terhadap gangguan......................... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.....……………………….. 75
A. KESIMPULAN................................................................ 75
B. SARAN..................…………………………………….. 76
DAFTAR PUSTAKA........................................................... 77
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Block diagram sistem dengan feedback………………. 4
Gambar 2.2 Diagram blok kontroler proportional………………… 5
Gambar 2.3 Diagram blok kontroler integral……………………… 6
Gambar 2.4 Diagram blok kontroler derivative….………………… 7
Gambar 2.5 Respon tangga satuan (step) sistem…………………… 8
Gambar 2.6 Kurva respon berbentuk S…………………………….. 8
Gambar 2.7 Tampilan front panel………………………………….. 11
Gambar 2.8 Tampilan block diagram………………………………. 12
Gambar 2.9 Contoh icon untuk subroutine RPM…………………… 12
Gambar 2.10 Tools palette…………………………………………... 14
Gambar 2.11 Controls palettes……………………………………… 15
Gambar 2.12 Function palettes……………………………………… 16
Gambar 2.13 Modul NI ELVIS……………………………………… 17
Gambar 2.14 Sisi atas modul NI ELVIS…………………………….. 18
Gambar 2.15 Rangkaian pembagi tegangan…………………………. 19
Gambar 2.16 Potensiometer…………………………………………. 19
Gambar 2.17 Hubungan seri resistansi pada potensiometer…………. 20
Gambar 2.18 Simbol motor DC……………………………………… 20
Gambar 2.19 Prinsip kerja motor DC………………………………… 21
Gambar 2.20 Rangkaian penguat inverting…………………………… 22
Gambar 2.21 Rangkaian buffer dengan op-amp……………………… 22
Gambar 2.22 Rangkaian penguat penjumlah…………………………. 23
Gambar 2.23 Rangkaian op-amp sebagai integrator………………….. 23
Gambar 2.24 Rangkaian op-amp sebagai diferensiator………………. 24
Gambar 2.25.Kurva respons tangga satuan yang menunjukkan
td, tr, Mp, ts dan SSE ....................................................... 26
xiv
Gambar 3.1 Diagram blok sistem pengendali posisi..………………. 27
Gambar 3.2 Rancangan plant……………………..………………… 28
Gambar 3.3 Rancangan rangkaian sensor…………………………… 29
Gambar 3.4 Diagram alir proses pengambilan data………………… 32
Gambar 3.5 Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi vertical 34
Gambar 3.6 Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi horizontal 36
Gambar 3.7 Grafik hubungan tegangan sensor vertical
terhadap ketinggian....................................................... 38
Gambar 3.8 Grafik hubungan tegangan sensor horizontal
terhadap sudut putar.........................…………………. 40
Gambar 3.9 Diagram alir kontroler PID..…….…………………… 42
Gambar 3.10 Rangkaian kontroler P bidang vertical ………………… 44
Gambar 3.11 Rangkaian kontroler I bidang vertical...….…………… 45
Gambar 3.12 Rangkaian kontroler D bidang vertical ……………….. 45
Gambar 3.13 Rangkaian kontroler P bidang horizontal..……………. 46
Gambar 3.14 Rangkaian kontroler I bidang horizontal………………. 47
Gambar 3.15 Rangkaian kontroler D bidang horizontal …..………… 48
Gambar 3.16 Rangkaian setpoint untuk posisi vertical………………. 48
Gambar 3.17 Rangkaian setpoint untuk posisi horizontal.…………... 50
Gambar 3.18 Rangkaian pengurang……………….………………….. 50
Gambar 3.19 Rangkaian penjumlah…………………..………………. 51
Gambar 3.20 Grafik hubungan tegangan output terhadap
tegangan input pada driver.............................................. 52
Gambar 4.1. Plant dan Driver motor................................................... 53
Gambar 4.2. Rangkaian kontrol PID.................................................... 54
Gambar 4.3. Perbandingan blok PID pada kontrol PID berbasis
Rangkaian analog dan LabVIEW ................................... 55
Gambar 4.4. Respon sistem posisi vertical pada pengujian pertama
untuk kontrol PID berbasis LabVIEW ............................. 57
Gambar 4.5. Sinyal kesalahan pada posisi vertical pada pengujian
pertama untuk kontrol PID berbasis LabVIEW .............. 59
xv
Gambar 4.6. Respon sistem posisi horizontal pada pengujian pertama
untuk kontrol PID berbasis LabVIEW............................. 59
Gambar 4.7. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis LabVIEW untuk posisi vertical....................... 70
Gambar 4.8. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis LabVIEW untuk posisi horizontal................... 71
Gambar 4.9. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis Rangkaian Analog untuk posisi vertical.......... 72
Gambar 4.10. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis Rangkaian Analog untuk posisi horizontal..... 73
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi…… 9
Tabel 2.2. Jenis-jenis wire berdasarkan tipe data…………………… 13
Tabel 3.1. Tabel karakteristik posisi vertical……………………….. 33
Tabel 3.2. Tabel karakteristik posisi horizontal…………………….. 35
Tabel 3.3. Hubungan tegangan sensor vertical terhadap ketinggian... 37
Tabel 3.4. Persamaan konversi untuk posisi vertical ......................... 38
Tabel 3.5. Hubungan tegangan sensor horizontal terhadap
Sudut putar ....................................................................... 39
Tabel 3.6. Persamaan konversi untuk posisi horizontal ..................... 40
Tabel 3.7. Tabel hubungan tegangan input terhadap output driver..... 51
Tabel 4.1. Parameter Karakteristik respon sistem kontrol ................. 56
Tabel 4.2. Perbandingan karakteristik respon sistem
pada pengujian pertama ..................................................... 60
Tabel 4.3. Perbandingan karakteristik respon sistem
pada pengujian kedua......................................................... 62
Tabel 4.4. Perbandingan karakteristik respon sistem
pada pengujian ketiga......................................................... 63
Tabel 4.5. Batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW
untuk posisi vertical ........................................................... 66
Tabel 4.6. Batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW
untuk posisi horizontal ....................................................... 67
Tabel 4.7. Batas kemampuan kontrol PID berbasis Rangkaian analog
untuk posisi vertical ........................................................... 68
Tabel 4.8. Batas kemampuan kontrol PID berbasis Rangkaian analog
untuk posisi horizontal ....................................................... 69
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Rangkaian Kontrol PID ............................................................... L-1
Rangkaian ERROR ..................................................................... L-2
Data Karakteristik respon sistem ................................................. L-3
Data Pengujian Ketahanan .......................................................... L-4
Tampilan front panel dan block diagram kontrol PID................ L-5
Datasheet LF 353 ........................................................................ L-6
Specifications of NI ELVIS......................................................... L-7
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Kontrol PID memiliki peranan penting dalam berbagai sistem kontrol.
Dengan bentuk yang berbeda-beda, kontrol PID telah menjadi unsur terbesar
dalam proses kendali di berbagai industri. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan
kontrol PID yang dapat mengurangi kesalahan pada kondisi stabil (offset steady
state) [1]. Fungsi ini dilakukan pada blok integral. Selain itu, kontol PID juga
memiliki blok derivasi yang berfungsi untuk mempercepat proses.
Dalam teknologi terdahulu, kontrol PID direalisasikan dengan transistor.
Namun, pada perkembangan selanjutnya dapat digantikan dengan sebuah
mikroprosesor [1]. Keunggulan mikroprosesor meliputi sisi penggunaannya yang
praktis, adanya pengaturan otomatis hingga tingkat adaptasi yang baik terhadap
adanya perubahan dalam sistem kontrol itu sendiri.
Salah satu sistem yang telah menggunakan mikroprosesor adalah komputer.
Piranti ini memungkinkan user untuk menciptakan sebuah sistem kontrol dalam
bentuk virtual. Salah satu sarana yang dapat digunakan adalah software
LabVIEW. Dalam penelitian ini ingin dimunculkan alternatif penggunaan kontrol
PID yang lebih mudah dengan sarana-sarana pendukung yang selama ini kurang
dikenal, misalnya: software LabVIEW dan modul NI ELVIS.
Hasil dari penelitian ini adalah perbandingan unjuk kerja antara kontrol PID
berbasis LabVIEW dengan kontrol PID berbasis rangkaian analog sehingga
penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai referensi penelitian-penelitian
selanjutnya, khususnya yang membutuhkan informasi tentang perbandingan unjuk
kerja dari kontrol PID berbasis LabVIEW maupun rangkaian analog.
1
2
II. PERUMUSAN MASALAH
Pengendalian posisi dalam penelitian ini dilakukan pada bidang vertical dan
horizontal yang diwujudkan dalam model helikopter. Kontroler PID akan dibuat
dengan dua basis yang berbeda, yaitu LabVIEW dan rangkaian analog (op-amp).
Kontrol PID berbasis LabVIEW menggunakan algoritma PID yang dituliskan
dalam software LabVIEW dan menggunakan perangkat interfacing berupa modul
NI ELVIS. Sedangkan, kontrol PID yang berbasis rangkaian analog menggunakan
op-amp sebagai implementasi fungsi-fungsi dalam kontroler. Kedua kontroler
tersebut kemudian akan dibandingkan berdasarkan data karakteristiknya.
Dari uraian tersebut muncul beberapa permasalahan, yaitu :
1. Perancangan PID agar plant dapat dikendalikan secara cepat dan
akurat sesuai dengan nilai yang diinginkan
2. Realisasi algoritma PID dalam program LabVIEW
3. Keterbatasan nilai input dan output pada perangkat interfacing,
dalam hal ini modul NI ELVIS
4. Parameter karakteristik yang akan digunakan untuk membandingkan
unjuk kerja masing-masing kontroler
III. BATASAN MASALAH
Pada perancangan dan penelitian ini, batasan masalahnya adalah :
1. Menggunakan software LabVIEW
2. Mengguankan modul NI ELVIS sebagai perangkat interfacing
3. Aktuator menggunakan motor DC 12 Volt
4. Menggunakan metode kurva reaksi dalam perancangan PID
5. Perbandingan unjuk kerja menggunakan 5 parameter karakteristik
yaitu : td (waktu tunda), tr (waktu naik), Mp (Maximum overshoot), ts
(waktu penetapan) dan SSE (Steady State Error).
6. Tidak membahas aliran data dan komunikasi dengan komputer lain
3
IV. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan membandingkan unjuk kerja dari dua buah kontroler
yang dibuat dengan dua basis berbeda, yaitu basis LabVIEW dan rangkaian
analog. Kontroler ini digunakan sebagai kontrol posisi pada sebuah model
helikopter. Posisi yang akan diatur adalah posisi vertical (ketinggian) dan posisi
horizontal (sudut putar).
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data perbandingan dua buah
konrol PID dengan basis yang berbeda sehingga dapat digunakan sebagai
referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, kontroler PID yang
dihasilkan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan pula sebagai media belajar
untuk penelitian-penelitian yang berhubungan dengan kontrol PID maupun
software LabVIEW.
V. METODOLOGI PENELITIAN
Penulis menggunakan beberapa metodologi penelitian dalam penyusunan
proposal Tugas Akhir ini. Metodologi yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Studi pustaka; yaitu mempelajari berbagai informasi yang relevan
dengan penelitian yang berasal dari buku pustaka, makalah, dan internet.
2. Perancangan dan pembuatan plant; yaitu membentuk sebuah model
peralatan yang akan dikendalikan.
3. Pengambilan data plant; yaitu mengumpulkan data tentang plant yang
akan digunakan untuk menentukan karakteristik plant
4. Perancangan kendali; yaitu merencanakan proses kendali yang akan
dikerjakan di dalam sistem agar diperoleh hasil seperti yang diinginkan
5. Implementasi kendali; yaitu realisasi rancangan kendali dalam bentuk
algoritma PID pada software LabVIEW dan rangkaian analog.
6. Pengujian dan pengambilan data; yaitu menguji dan mengambil data
yang dibutuhkan dalam analisis
7. Analisa dan kesimpulan; yaitu membandingkan data kontrol PID
berbasis LabVIEW dengan data pada kontrol PID berbasis rangkaian
analog untuk kemudian disimpulkan.
4
BAB II
DASAR TEORI
A. Kontrol PID (Proportional-Integral-Derivative)
Sebuah sistem memiliki dua komponen penyusun utama, yaitu proses dan
kontrol [1]. Masukan blok proses dalam sebuah sistem adalah keluaran dari blok
kontrol sedangkan untuk faktor koreksi dilakukan umpan balik (feedback) nilai
output. Secara sederhana, block diagram untuk sebuah sistem dengan umpan balik
digambarkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Block diagram sistem dengan feedback
Input blok kontrol adalah selisih nilai yang diinginkan (set point) dengan
nilai aktual. Nilai ini sering juga disebut control error dengan simbol e(t).
Keluaran blok kontrol adalah control variable u(t) yang telah mengolah nilai error
menjadi nilai yang diinginkan. Jika dalam hal ini dipakai kontroler PID maka
algoritmanya adalah sebagai berikut [2]:
u(t) = Kp ( e(t) + ) (2.1)
Output dari sistem akan dihubungkan pada peralatan yang disebut plant.
Kontruksi dari plant bersifat tetap dan tidak dapat diubah-ubah lagi. Sehingga
diperlukan sebuah blok kontrol yang dapat digunakan untuk mengendalikan
karakteristik plant tersebut. Salah satu jenis kontrol yang dapat digunakan adalah
Σ kontrol proses
feedback
Set point Output e (t) u (t)
∫ +dt
TdeTi
.t tdedtt0
)(.)(1
4
5
PID (Proportional-Integral-Derivative). Kontroler ini terdiri dari tiga jenis
kontrol yang berbeda yaitu :
1. Kontroler Proportional
Kontroler Proportional memiliki keluaran yang sebanding dengan
besarnya masukan. Dalam hal ini, masukan kontroler adalah sinyal
kesalahan (selisih antara nilai yang diinginkan dengan harga aktual). Nilai
error E(s) akan mempengaruhi kontroler. Jika nilainya positif, maka akan
mempercepat pencapaian nilai yang diinginkan. Namun sebaliknya, jika
nilainya negatif, maka pencapaian nilai yang diinginkan akan menjadi
lambat [2]. Diagram blok kontroler proportional digambarkan pada
gambar 2.2.
Gambar 2.2 Diagram blok kontroler proportional
Kontroler proportional memiliki beberapa sifat yang harus diperhatikan
jika akan diterapkan pada sebuah sistem, antara lain :
E (s) M (s) Kp +
-
a. Jika nilai Kp kecil, kontroler proportional hanya mampu
melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga menghasilkan
respon sistem yang lambat.
b. Semakin besar nilai Kp, respon sistem akan semakin cepat
mencapai keadaan mantapnya.
c. Nilai Kp yang berlebihan akan mengakibatkan sistem tidak stabil,
atau respon sistem akan berosilasi.
Kontroler P tidak selalu mengacu pada perumusan yang dituliskan pada
persamaan 2.1 karena terdapat beberapa sistem yang membutuhkan nilai
output minimum saat sinyal error e(t) bernilai nol. Nilai ini sering
dituliskan dengan simbol Ub yang dirumuskan sebagai berikut :
6
u (t) = Kp . e (t) + Ub (2.2)
dengan :
Ub = 2
minmax UU +
2. Kontroler Integral
Kontroler integral digunakan untuk memperbaiki respon sistem, yaitu
dengan membuat kesalahan keadaan mantapnya menjadi nol. Keluaran
kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai
sinyal kesalahan. Nilai keluaran ini merupakan jumlahan dari perubahan
masukannya. Sehingga, jika sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan,
maka nilai keluaran akan dipertahankan pada nilai sebelum terjadinya
perubahan masukan [2]. Diagram blok kontroler integral digambarkan
pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram blok kontroler integral
Ketika sinyal kesalahan E(s) berlipat ganda, maka nilai laju perubahan
erlambat respon karena
b. ol, keluaran kontroler akan
c. arga nol, keluaran akan
menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh
besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki.
keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Kontroler
integral memiliki beberapa sifat yang harus diperhatikan jika akan
diterapkan pada sebuah sistem, antara lain [2]:
a. Keluaran integral cenderung memp
E (s) M (s)
sTi.1 +
-
membutuhkan selang waktu tertentu.
Ketika sinyal kesalahan berharga n
dipertahankan pada nilai sebelumnya.
Jika sinyal kesalahan tidak berh
7
d. Semakin besar konstanta integral (Ki), semakin cepat pula offset
hilang. Namun, akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari
sinyal keluaran kontroler.
ler Derivative
ler derivative digunakan u
3. Kontro
Kontro ntuk mempercepat respon awal sistem.
Keluaran kontroler derivative sangat dipengaruhi oleh perubahan masukan
ika tidak terjadi perubahan pada masukan maka
ontroler derivative memiliki beberapa sifat yang harus diperhatikan jika
akan diterapk
a. Kontroler derivative tidak dapat menghasilkan keluaran jika tidak
aktu, maka keluaran
an stabilitas sistem.
Ko
karena
peralih
(sinyal kesalahan). J
keluaran kontroler juga tidak akan mengalami perubahan. Namun
sebaliknya, jika terjadi perubahan pada sinyal masukan maka keluaran
kontroler ini juga akan berubah [2]. Diagram blok kontroler derivative
digambarkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Diagram blok kontroler derivative
E (s) M (s) +
-Td.s
K
an pada sebuah sistem, antara lain [2]:
terjadi perubahan pada sinyal kesalahan.
b. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap w
kontroler akan tergantung pada niai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan.
c. Kontroler ini dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan,
memberikan aksi yang bersifat korektif dan cenderung
meningkatk
ntroler derivative tidak pernah digunakan tanpa adanya kontroler lain
hanya bekerja pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode
an.
8
P
satunya
oleh pa 942. Metode Ziegler-Nichols memiliki dua cara, yaitu metode
kurva
Kurva output dari sistem encari
ter PID. Konstanta
yang dibutuhkan ada aktu mati
disim
mencapai 66% dari kead atu garis yang
erancangan kontroler PID dapat dibagi menjadi beberapa metode, salah
adalah metode Ziegler-Nichols. Metode ini diperkenalkan pertama kali
da tahun 1
reaksi dan metode osilasi [1]. Metode kurva reaksi didasarkan pada reaksi
sistem untai terbuka (open-loop). Pada metode ini, sistem diberi masukan sinyal
u(t) berupa fungsi tangga satuan (step). Reaksi sistem ini akan berbentuk S seperti
yang digambarkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Respon tangga satuan (step) sistem
ini kemudian akan digunakan untuk m
konstanta-konstanta yang akan dipakai untuk penalaan parame
Sistem
lah dead time (waktu mati) dan waktu tunda. W
bolkan dengan L dan waktu tunda disimbolkan dengan T. Penentuan kedua
konstanta tersebut digambarkan pada gambar 2.6.
66%
t
K
Garis singgung pada titik perubahan (infleksi)
L TGambar 2.6 Kurva respon berbentuk S
Dari gambar 2.6 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik setelah selang
waktu L. Sedangkan, waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah
aan mantapnya. Pada kurva dibuat su
9
bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong sumbu
absis
ut yang
dirumuskan sebagai berikut :
k =
dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis ini
merupakan ukuran waktu mati dan perpotongan dengan garis maksimum
merupakan ukuran waktu tunda [2].
Ziegler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan penalaan
parameter PID berdasarkan pada perolehan kostanta T dan L. Tabel 2.1
merupakan rumusan penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi [2].
Tabel 2.1 Penalaan parameter PID dengan metode kurva reaksi
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P k1 . T/L ~ 0
PI k1 . 0,9 T/L L/0,3 0
PID k1 . 1,2 . T/L 2L 0,5L
Dengan k adalah perbandingan rentang nilai output terhadap inp
minmaxminmax OUTOUT −
IN IN− (2.3)
Cara lain dalam metode Ziegler-Nichols adalah metode osilasi. Metode ini
didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan
kontroler PID. Semula parameter integrator diatur tak berhingga dan parameter
diferensial diatur nol (Ti = ~ ; Td = 0). Parameter proporsional kemudian
dinaikkan bertahap hingga m
berosilasi [1]. Metode osilasi seri
mem
encapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem
ng digunakan untuk merancang sistem yang
iliki respon cepat.
10
B. LabVIEW (Laboratory Virtual Instrument Engineering Workbench)
LabVIEW adalah sebuah bahasa pemrogaman yang menggunakan sistem
tampilan dan penulisan program berupa gambar ataupun grafik. Software ini
dirilis pertama kali pada tahun 1986 dengan nama LabVIEW version 1. Pada
awalnya LabVIEW ditujukan untuk mengatasi masalah kecepatan pada
pemr raman sistem instrumentasi. Perkembangan terkini dari LabVIEW adalah
version 8. Seri ini telah dilengkapi dengan teknologi terbaru yang telah
disem udah digunakan, seri terbaru ini juga dapat
nt panel terdiri dari
beberapa jenis
n grafik. Pada bagian output ini, pengguna dapat
og
purnakan. Selain lebih m
dioperasikan pada sistem yang kecil misalnya pocketPC [3].
Software LabVIEW sangat berguna di bidang industri, pendidikan maupun
laboratorium penelitian, khususnya dalam hal pengolahan data dan pengendalian.
Sebuah program dalam LabVIEW terdiri dari satu atau lebih Virtual Instruments
(VIs), yang dapat menggantikan fungsi alat-alat yang sebenarnya [3].
VI (Virtual Instruments) terdiri atas 3 bagian utama, yaitu :
1. Front panel
merupakan tampilan input dan output yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan pengguna (user). Fro
bagian input dan output. Bagian input ini diwujudkan dengan
beberapa jenis control, seperti : knobs, push button dan graphs.
Pengguna (user) dapat memberikan nilai input pada control-
control tersebut melalui keyboard ataupun mouse. Sedangkan
bagian output pada front panel diwujudkan dalam
indicator da
mengamati hasil dari proses yang dilakukan pada program. Nilai
input dan output dapat berupa angka-angka (numeric), huruf (text)
maupun bentuk gelombang (wave) [3]. Tampilan Front panel
digambarkan pada gambar 2.7.
11
Gambar 2.7 Tampilan Front panel
2. lock diagram
dalah program yang sebenarnya, tempat yang memuat program
an seluruh alur proses yang dilakukan. Sehingga block diagram
ering juga disebut sebagai kode pelaksanaan yang sebenarnya.
ada bagian ini, semua komponen masukan (control) diolah
erdasarkan persamaan sistem yang diinginkan. Hasil proses
tersebut kemudian dihubungkan dengan komponen-komponen
output sebagai p
m memuat fungsi-fungsi, nilai konstanta dan
digambarkan pada
g
B
a
d
s
P
b
enampil melalui proses wiring.
Block diagra
hubungan antar object yang terdapat pada front panel. Fungsi yang
dapat digunakan dalam pemrograman ini mencakup fungsi-fungsi
aritmatika, komparasi, boolean dan fungsi-fungsi yang berada pada
domain waktu. Selain itu, juga dapat disertakan jenis-jenis
structures yang akan sangat berguna dalam pemrograman.
Structures yang dimaksud mencakup sequence structures, event
structures dan looping. Tampilan block diagram
ambar 2.8.
12
Gambar 2.8 Tampilan Block diagram
3. Icon
merupakan salah satu object yang terdapat dalam block diagram.
icon berfungsi sebagai sebuah subroutine yang memuat VI lain
diluar VI yang sedang dikerjakan. Dengan menggunakan icon
tersebut, maka VI tertentu telah panggil oleh user dan akan ikut
diproses dalam program tersebut. Penggunaan icon juga dapat
memudahkan proses perawatan (maintenance) dan pencarian
kesalahan (deb anan atas dari
an front panel maupun block diagram. Tampilan icon dapat
Dalam p
panel ataupun
di
uging). Icon sendiri terletak pada sisi k
halam
dibuat sesuai keinginan pengguna [3]. Salah satu contoh tampilan
icon digambarkan pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Contoh icon untuk subroutine RPM
embuatan program, user dapat mulai menulis program dari front
block diagram. Namun, akan lebih baik jika langsung menulis pada
13
block diagra
Komponen da ah terminal, nodes dan wire.
Terminal adalah bagian dari komponen pada front panel yang digunakan sebagai
channel input atau output pada block diagram. Jika sebuah indicator diletakkan
pada front panel maka secara otomatis akan muncul sebuah terminal output pada
block diagram. Terminal proses,
ataup
data yang dilewatkan,
wire
LabVIEW memiliki tiga pola ( ) yang paling sering digunakan, yaitu:
Tools pa palettes dan Function palettes. Pola-p la i
m karena tiap komponennya dapat langsung dihubungkan.
lam block diagram antara lain adal
,
ini dapat dihubungkan dengan output dari sebuah
un secara langsung ke sebuah terminal input (control).
Nodes dapat diartikan sebagai pernyataan, penghubung, fungsi, structures
ataupun subroutines dalam sebuah bahasa pemrograman [3]. Contoh fungsi yang
termasuk dalam jenis nodes adalah fungsi penjumlahan dan pengurangan
sedangkan contoh structures antara lain loop, case statements dan sequence
structures. LabVIEW juga memiliki sebuah nodes yang spesial yaitu Formula
nodes. Nodes ini digunakan dalam perhitungan matematika yang panjang.
Wire digunakan untuk menghubungkan nodes dengan terminal sehingga
wire sering pula disebut sebagai jalur data. Berdasarkan tipe
dibedakan dalam warna dan bentuk seperti tabel 2.2 [3].
Tabel 2.2 Jenis-jenis wire berdasarkan tipe data
Scalar 1D Array 2D Array Color
Floating-Point Number
Orange
Integer Number Blue
Boolean Green
String
Pink
Cluster Brown Pink /
palettes
lettes, Controls o ni uat dim
14
dalam daftar-daftar yang disebut title bar. Jika ingin digunakan, pola-pola ini
harus
ls palettes ini dapat diakses dari menu
palette [3]. Tampilan Tools palette digambarkan pada
lette
Tools palette terdiri atas 11 subpalette yaitu:
Autom an untuk menentukan
Tool terbaik secara otomatis berdasarkan letak cursor.
ntuk mengoperasikan atau
m
ih,
m
h
la
kan object-
o
erikan warna pada
fr
kita ambil terlebih dahulu dengan cara ditarik (Dragging) dari daftarnya.
Ketiga pola tersebut masih dibagi lagi dalam beberapa sub pola (subpalette) yang
akan dijelaskan sebagai berikut [3] :
1. Tools palettes
Pola ini merupakan mode operasi untuk mouse dan sering digunakan
dalam proses editing. Too
View>>Tools
gambar 2.10.
Gambar 2.10 Tools pa
atic Tool Selection digunak
Operating tool digunakan u
engubah nilai control dan indicator pada front panel.
Positioning tool digunakan untuk memil
emindahkan dan mengubah ukuran object.
Labeling tool digunakan untuk membuat dan menguba
bel yang berupa tulisan (text labels)
Wiring tool digunakan untuk menghubung
bject dalam sebuah front panel.
Color tool digunakan untuk memb
ont panel, baik foreground maupun background.
15
Pop-up tool digunakan untuk membuka menu pop-up
dari object yang dipilih.
Scroll tool digunakan untuk mengaktifkan fungsi scroll
pada layar.
Breakpoint tool digunakan dalam pencarian kesalahan
(debuging) dengan cara membuat sebuah titik pengecekan
lain
2. Controls palet
Pola ini mem at controls dan indicators yang akan diletakkan pada
te ini hanya dapat dibuka pada halaman front panel,
kar
dalam object-o i keinginan pengguna.
Un
Probe tool digunakan untuk membuat titik pengukuran
yang dapat memantau aliran data pada sebuah wire.
Color copy tool digunakan untuk membawa warna dari
sebuah object dan meletakkannya (copy) pada object
tes
u
front panel. Palet
ena memuat pola-pola yang ditujukan untuk berkomunikasi dengan
pengguna (user). Pada gambar 2.11 digambarkan tampilan Controls
palettes [3].
Gambar 2.11 Controls palettes
Masing-masing subpalette dalam gambar di atas masih dibagi lagi
bject yang dapat dipilih sesua
tuk mengambil object yang ingin digunakan, maka user harus
memilih object tersebut dengan mouse. Kemudian, click pada tempat di
mana object akan diletakkan pada front panel.
16
3. Function palettes
ola ini memuat functions dan structures yang digunakan untuk
I. Palette ini hanya dapat dibuka pada halaman block
dia
Gambar 2.12 Functions palettes Subpalette Input dan Output digunakan untuk berkomunikasi dengan
piranti luar, dalam angkan subpalette
Ana
bar dan terdiri dari lima tombol, yaitu:
maka
to
d
P
membuat sebuah V
gram karena lebih ditujukan untuk proses pemrograman. Pada
gambar 2.12 digambarkan tampilan Function palettes [3].
hal ini modul NI ELVIS sed
lysis, Arith/Compare dan Sig Manip lebih ditujukan untuk
pemrosesan data. Subpalette khusus pada pola ini adalah Exec Ctrl, yang
memiliki dua Loop Structures yaitu For Loop dan While Loop. Selain
itu, Exec Ctrl juga dilengkapi dengan Time Delay, Case Structures dan
Flat Sequence Structures.
Program dalam LabVIEW dapat dijalankan melalui Operate menu.
Menu ini terdapat pada tool
Run button digunakan untuk menjalankan sebuah VI. untuk
mengaktifkan, click pada tombol. Jika eksekusi berjalan,
mbol run akan menjadi aktif . Namun, jika terjadi
kesalahan, maka tombol run akan menjadi rusak (broken) .
Continuous Run Button digunakan untuk menjalankan VI
secara kontinyu (terus-menerus). Proses eksekusi akan terus
ilakukan sampai tombol Abort diaktifkan.
Abort button digunakan untuk menghentikan proses eksekusi
program yang sedang berjalan.
17
Pause button digunakan untuk menghentikan sementara
proses eksekusi. Kondisi ini akan terus bertahan sampai tombol
in
t program dijalankan. Tombol ini hanya
te
C. NI ELVIS (N atory Virtual Instrument
suite)
digunakan untuk menghubungkan Virtual Instrument dengan dunia nyata. Modul
ini m
i di-click kembali.
Execution Highlight Button digunakan untuk melihat aliran
data yang terjadi saa
rdapat pada layar block diagram karena aliran data yang
dilihat adalah aliran data pada wire.
ational Instrument Electronic Labor
Modul NI ELVIS adalah sebuah perangkat antar muka (interfacing) yang
emiliki 5 channel untuk masukan dan 2 channel untuk keluaran data analog.
Selain itu, modul ini dilengkapi pula dengan 8 channel masukan dan keluaran
untuk data digital. Untuk sumber tegangan, modul ini juga memiliki blok power
supplies, baik itu yang nilainya sudah tetap maupun yang nilainya masih dapat
diubah-ubah (variable). Gambar 2.13 memperlihatkan modul NI ELVIS secara
keseluruhan.
Gambar 2.13 Modul NI ELVIS
18
Pengguna dapat membuat dan mencoba rangkaian elektronik sederhana di
atas modul ini. Sisi atas mo uah project board,
denga
melal
dul NI ELVIS terdiri dari 3 b
n berbagai channel pendukung di sekelilingnya. Channel masukan untuk
data analog berada pada bagian kiri atas dari project board. Sedangkan, output
analog dan blok power supplies berada pada bagian kiri bawah. Untuk data-data
digital, baik input maupun output, berada pada bagian kanan atas dari project
board. Bagian kanan bawah digunakan untuk counter dan user configurable I/O.
Modul NI ELVIS dapat berhubungan dengan software LabVIEW melalui
DAQ card. Channel-channel masukan pada modul NI ELVIS dapat dipanggil
ui function>>input>>DAQ assistant. Begitu pula jika ingin memanggil dan
memakai channel keluaran pada modul ini, user dapat memanggil melalui
function>>output>>DAQ assistant. Namun channel yang tertampil pada
software LabVIEW tidak sesuai jumlah channel sebenarnya yang tersedia pada
modul NI ELVIS sehingga penggunaan channel harus didasarkan pada kondisi
sebenarnya (menurut modul NI ELVIS). Pada gambar 2.14 digambarkan sisi atas
dari modul NI ELVIS :
Gambar 2.14 Sisi atas modul NI ELVIS
19
D. SENSOR
Sensor merup bah besaran fisik
ran listrik. Dalam kontrol posisi, letak suatu obyek diterjemahkan
men
Pada gambar 2 upakan hasil
pembagian tegangan input (Vin) yang didasarkan pada perbandingan nilai
resi
Gamb meter
akan komponen elektronik yang mengu
menjadi besa
jadi besaran listrik yang dapat dimengerti oleh sistem. Rangkaian yang
sering dipakai adalah rangkaian pembagi tegangan (voltage divider). Rangkaian
ini memiliki keluaran berupa tegangan. Rangkaian pembagi tegangan yang
sederhana dapat digambarkan pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Rangkaian pembagi tegangan
.15, nilai tegangan keluaran (Vout) mer
stansi. R1 dan R2 merupakan resistansi pengaman yang membatasi arus
pada saat Rsensor mencapai nilai ekstrim. Dalam hal ini, sensor yang digunakan
adalah potensiometer. Secara sederhana, potensiometer dapat dianalogikan
sebagai dua buah resistansi yang disusun secara seri. Hasil jumlahan resistansi
tersebut merupakan nilai maksimum. Pada gambar 2.16 digambarkan bentuk
potensiometer sedangkan gambar 2.17 menunjukkan hubungan seri resistansi
pada potensiometer .
ar 2.16 Potensio
20
Gambar 2.17 Hubungan seri resistansi pada potensiometer
Berdasarkan gambar 2.17, dapat diketahui persamaan nilai tegangan
keluaran (
Vout) dari perbandingan nilai resistansi RL dan RH, yaitu :
Vout = RHRL
RL+
x Vin (2.4)
E. MOTOR DC
Motor adalah suatu mesin listrik yang menghasilkan gerak mekanis dengan
p etis. Motor dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : motor
aru
Motor DC menggunakan prinsip elektromagnetis dengan memperhatikan
beberapa faktor yaitu : a ah gaya dan sudut arah
meda
rinsip elektromagn
s searah (DC) dan motor arus bolak-balik (AC). Motor arus searah
membutuhkan tegangan searah (DC) untuk bekerja. Pada gambar 2.18
digambarkan simbol dari motor DC [5].
M
Gambar 2.18 Simbol motor DC
rah medan magnet, arah arus, ar
n magnet terhadap arah arus. Prinsip kerja motor DC dapat dijelaskan
melalui gambar 2.19.
21
Gambar 2.19 Prinsip kerja motor DC
Pada gambar 2.19, B adalah arus medan magnet yang bergerak dari kutub
utara ke kutub selat gaya lorentz yang
ditun
an. F menunjukkan besar dan arah
jukkan dengan anak panah berwarna hijau. Gaya lorentz ini bergerak dari
atas ke bawah. θ menunjukkan besar sudut antara arah medan magnet terhadap
arah arus. Sedangkan arah arus sendiri ditunjukkan dengan anak panah berwarna
merah dengan si bol i.
F. OP-AMP UNTUK
m
KENDALI PID
Operational Amplifier (Op-Amp) dapat diaplikasikan dalam rangkaian PID
b urang, penjumlah, integrator maupun
dife
alam 2 jenis yaitu penguat
non-inverting (tak membalik). Namun dalam
erupa rangkaian penguat, buffer, peng
rensiator. Fungsi-fungsi ini dapat dihasilkan dan diatur melalui pemasangan
komponen-komponen pasif seperti resistor dan kapasitor. Op-amp dapat
dirangkai untuk mendapatkan beberapa fungsi yaitu:
1. Op-amp sebagai penguat
Rangkaian op-amp sebagai penguat dibedakan d
inverting (membalik) dan
penggunaannya, lebih sering digunakan jenis inverting. Rangkaian ini
memiliki gain untai tertutup yang ditentukan oleh nilai resistansi feedback
dan resistansi masukan [6]. Rangkaian penguat inverting digambarkan
pada gambar 2.20.
Uθ
SB
F
i
ara putar motor
arah medan magnet
ih
22
Perum san gain untai tertutup dari penguat inverting adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.20 Rangkaian penguat inverting
u
ACL = ViVo = -
RiRf (2.5)
dengan:
ACL untai tertutup
gangan keluaran
2. Op-
Buffer sering digunakan dalam rangkaian input sebagai penyangga nilai
t digunakan sebagai buffer karena hanya menarik
op-amp
= Gain
Vo = Te
Vi = Tegangan masukan
Rf = Resistansi feedback
Ri = Resistansi masukan
amp sebagai buffer
tegangan. Op-amp dapa
arus yang sangat kecil (secara ideal arusnya 0). Rangkaian buffer dengan
Op-amp digambarkan pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Rangkaian buffer dengan
23
3. Op-amp sebagai penguat penjumlah
Rangkaian p ngembangan
rangkaian penguat inverting dengan lebih dari satu masukan. Seperti
enjumlah dapat memiliki penguatan
lah
erdasarkan perumusan penguat inverting untuk tiap-tiap input maka
idapatkan rumusan tegangan output sebagai berikut :
Vo
enguat penjumlah (summing) merupakan pe
penguat inverting dasar, penguat p
berbeda-beda untuk tiap masukan. Gambar rangkaian penguat penjumlah
ditunjukkan pada gambar 2.22 [7].
Gambar 2.22 Rangkaian penguat penjum
B
d
= (- 1.1
VRRf ) + (- 2.
2V
RRf ) + (- 3.
3V
RRf )
= - ( 1.1
VRRf + 2.
2V
RRf + 3.
3V
RRf ) (2.7)
4. tor
Integrator memiliki komponen feedback berupa kapasitor yang
b bar 2.23 [7].
Gamb sebagai integrator
Op-amp sebagai integra
digam arkan pada gam
ar 2.23 Rangkaian op-amp
24
Bila diketahui nilai impedansi dari kapasitor adalah :
Xc = 1 / j.ω .C = 1 / sC
aka dapat diperoleh nilai perbandingan Vo/Vi yaitu [7] :
M
I = RVi = -
XcVo
= sCVo
/1− = -s.C.Vo
VoVi
= sC
1−R
Dalam domain persa dapat dituliskan sebagai berikut :
Vo (t)
waktu, maan di atas
= - ∫ dttViRC
)(.1 (2.8)
5.
n input
digambarkan pada gambar 2.24 [7].
Gamb sebagai diferensiator
Dari rangk an keluaran sebesar :
Vo(t) =
Op-amp sebagai diferensiator
Diferensiator memiliki kompo en berupa kapasitor yang
ar 2.24 Rangkaian op-amp
aian di atas akan diperoleh nilai tegang
dttdViRC )(.− (2.9)
25
G. ARAKTERI S SISTEM
Unjuk kerja dari sebuah sistem kontrol dapat diketahui dari karakteristik
respons sistem tersebut. Karakteristik performansi sistem kontrol sering
dinyatakan dalam bentuk respons transien terhadap masukan tangga satuan
k
an diam sehingga keluaran dan
sem
0% dari harga akhirnya.
nilai akhir. Biasanya
K STIK RESPON KONTROL
arena mudah dibangkitkan dan cukup radikal.
Respons transien suatu sistem terhadap masukan tangga satuan bergantung
pada syarat awal. Untuk memudahkan pembandingan respons transien berbagai
macam sistem, hal yang biasa dilakukan adalah menggunakan syarat awal
standar bahwa sistem mula-mula dalam keada
ua turunan waktunya pada awal respon sama dengan nol. Selanjutnya
karakteristik respons dapat dibandingkan [8].
Respons transien sistem kontrol praktis sering menunjukkan osilasi teredam
sebelum mencapai keaadaan tunak. Dalam menentukan karakteristik respons
transien sistem kontrol terhadap masukan tangga satuan, biasanya dicari
parameter berikut [8]:
1. Waktu tunda (delay time), td : waktu yang diperlukan respons untuk
mencapai setengah harga akhir yang pertama kali
2. Waktu naik (rise time), ts : waktu yang diperlukan respons untuk naik
dari 10 sampai 9
3. Lewatan Maksimum (Maximum overshoot), Mp : harga puncak
maksimum dari kurva respons yang diukur dari
ditampilkan dalam persen Mp dengan perumusan sebagai berikut :
% Mp = NilaiAkhir
NilaiAkhLewa −tan ir
untuk
parameter in %.
4. Waktu penetapan (settling time), ts : waktu yang diperlukan kurva
x 100%
Nilai % Mp untuk kontrol PID yang menggunakan metode Ziegler-
Nichols berkisar pada rentang 10 – 60 %. Namun, nilai optimal
i adalah 25
respons untuk mencapi dan menetap dalam daerah disekitar harga akhir
yang ukurannya ditentukan dengan persentase mutlak dari harga akhir
(biasanya 5% atau 2%).
26
5. Steady State Error (SSE) : selisih nilai akhir dengan nilai yang
diinginkan. Biasanya ditampilkan dalam persen SSE dengan perumusan
sebagai berikut :
% SSE = NilaiInput
x 100%
Parameter ini memiliki nilai ideal yaitu 0% karena pada kondisi ini nilai
output sama den
1
0,1
0,9
0,5
Mp
td
tr
ts
setpoint
feedback
SSE
NilaiInputilaiAkhir −
gan nilai input. Namun, hal ini sangat sulit dicapai
sehingga seringkali perbandingan yang dilakukan hanya berdasarkan
nilai % SSE yang mendekati keadaan ideal (0%).
Kur
ditamp
Gambar 2.25. Kurva respons tangga satuan yang menunjukkan
td, tr, Mp, ts dan SSE
Masukan Setpoint ditunjukkan dengan garis hijau sedangkan kurva respon
ditunjukkan al
pemberian input tangga satuan. Waktu penetapan (ts) dihitung dari titik nol
sampai waktu pertama kali mencapai daerah disekitar harga akhir.
N
va respons tangga satuan yang menunjukkan td, tr, Mp, ts dan SSE
ilkan pada gambar 2.25 [8]
t
dengan garis merah. Titik nol sumbu waktu (t) adalah aw
27
BAB III
PERANCANGAN
NI ELVIS( interfacing )
SetPointvertical +
-Kontroler Driver
NI ELVIS( interfacing )
SetPointhorizontal +
-Kontroler Driver
Plant
FeedBack vertical
ih dahulu. Setelah diketahui sifat dari plant, data-data tersebut kemudian
digunakan untuk merancang kontroler PID. Parameter-parameter inilah yang
nantinya akan dimasukkan dalam algoritma PID untuk selanjutnya dituliskan
dalam bentuk program LabVIEW. Keluaran kontroler PID kemudian dilewatkan
pada perangkat interfacing berupa modul NI ELVIS. Karena nilai keluaran modul
NI ELVIS tidak mampu untuk mengaktifkan aktuator (motor) pada plant maka
diperlukan sebuah driver motor. Namun pada bab ini tidak terdapat perancangan
driver motor karena memakai rangkaian driver yang telah tersedia. Diagram blok
sistem pengendali posisi pada model helikopter digambarkan pada gambar 3.1.
FeedBack horizontal
Sistem kendali posisi pada m er terdiri atas empat bagian, yaitu
plant, driver, perangkat interfacin m
pemrograman dengan softw unakan untuk mengetahui
sifat sistem yang akan dikendalikan sehingga konstruksi plant harus dibuat
terleb
Gambar 3.1 Diagram blok sistem pengendali posisi
ata posisi didapatkan dari rangkaian sensor yang terdapat di dalam plant.
Data ini merupakan sinyal feedback. Posisi yang ingin dikendalikan oleh sistem
ini ad lah posisi vertical dan horizontal. Pada gambar 3.1, kedua posisi tersebut
digambarkan dala ical dan
blok bawah digunakan untuk posisi horizontal.
odel helikopt
g dan kontroler PID yang ditulis dala
are LabVIEW. Plant dig
D
a
m dua buah jalur. Blok atas digunakan untuk posisi vert
27
28
7 cm
5 cm
6 cm5
cm
2,5
1,5
2,7 cm
0,9 cm
0,75cm
motor tampak atas
1,1cm
14,5 cm
4,1 cm
kipas tampak atas
Rpot
10,5 cm
7 cm
13 c
m
horizontalpenggerak
s r & porosrtical
ensove
sensor & porosvertical
3,8
cm
2,7
boxrangkaian
penggerakvertical
79 cm8
8
A. P
Gambar 3.2 Rancangan plant
Motor yang digunakan untuk penggerak vertical sama dengan penggerak
ntuk bidang horizontal. Penggerak untuk kedua bidang ini harus menghasilkan
erancangan Plant
Plant yang akan dibuat adalah sebuah bentuk sederhana dari helikopter
dengan 2 bidang posisi yang dikendalikan yaitu vertical dan horizontal. Gambar
rancangan plant yang akan dibuat ditunjukkan pada gambar 3.2.
u
29
tenaga dorong angin yang cukup besar maka digunakan motor DC dengan
ecepatan dan arus yang besar pula. Spesifikasi motor yang digunakan adalah
sebagai berikut :
B. P canga
bah nilai posisi yang diinginkan ke dalam
nilai ah potensiometer yang diterapkan
dalam rangkaian pem agi tegangan. Rangkaian sensor yang digunakan untuk
posisi vertical dan horizontal memiliki perbedaan pada nilai resistansi pembagi
i R1 dan R2. Gambar rangkaian sensor yang digunakan
untuk
Gamb
egangan output pada rangkaian sensor memiliki rumusan seperti pada
persamaan 2.2. Namun karena terdapat dua rangkaian sensor yang berbeda maka
dilakukan perhitungan untuk tiap-tiap posisi.
k
Tegangan : 12 V
Arus : 1 A
Daya : 12 – 35 W
Kecepatan : 8000 – 15.000 rpm
eran n Sensor
Sensor digunakan untuk mengu
tegangan. Sensor yang digunakan adal
b
nilai tegangan, yaitu nila
posisi vertical ditunjukkan pada gambar 3.3 (a) sedangkan yang digunakan
untuk posisi horizontal ditunjukkan pada gambar 3.3 (b).
(a) (b)
ar 3.3 Rancangan rangkaian sensor
T
30
Rentang nilai Vout untuk bidang horizontal yang diinginkan untuk bidang
horizontal adalah 1 volt yaitu dari 2 volt sampai 3 volt sehingga nilai total
potensiometer dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
Vout max = VinRHRpotRL
RpotRL .max
max++
+ (3.1)
3 = 5.max200max100 RpotK
RpotK +Ω+Ω
600KΩ + 3.Rpot max = 500KΩ + 5.Rpot max
2.Rpot max
nsor horizontal, yaitu :
100KΩ =
Rpot max = 50 KΩ
Maka dapat diketahui pula resolusi dari se
resolusi = minmax
maxsudutSudutVinV
−−
= °−°
−0270
23 VV = 0,0037 V/ ° (3.2)
Bidang vertical memiliki nilai pembagi tegangan R1 dan R2 yang lebih kecil
daripada yang digun unutk kukan
mendapatkan jangkauan nilai tegangan yang lebih besar. Perhitungan untuk sensor
vertic
akan bidang horizontal. Hal ini dila untuk
al adalah sebagai berikut :
Vout min = VinR
R .1
2+
RRpot 2+
= VKKK
K 5.105010
10++
= 0,714 V
Vout max = VinRRpotR
RpotR .21
2++
+
= VKKK
KK 5.105010
5010++
+ = 4,285 V
31
Ma pa tahui p r vertical, yaka da t dike ula resolusi dari senso itu :
resolusi = minmax
maxsudutSudutVinV
−−
= °−°
−0270714,0285,4 VV = 0,0132 V/ 1 ° (3.3)
C. Perancangan kontroler PID
Kontroler PID digunakan untuk mengendalikan plant yang sudah dibuat
sebelumnya sehingga diperlukan data tentang karakteristik plant untuk
eter kontrol. Perancangan kontroler dilakukan
dalam
i dilakukan pengambilan data tentang karakteristik sistem
yang untuk selanjutnya dipakai untuk menentukan nilai parameter-
ncangan
ik. Gambar 3.4 adalah
menentukan nilai parameter-param
3 tahap yaitu:
1. Penentuan parameter-parameter PID dengan metode kurva reaksi
Pada tahap in
parameter kontroler berdasarkan metode kurva reaksi. Pera
kontroler dilakukan dengan metode kurva reaksi karena respon sistem ini
tidak terlalu cepat sehingga perubahan yang terjadi masih dapat diamati.
Selain itu, penggunaan metode osilasi akan menjadi kurang baik jika
perubahan (osilasi) sistem tidak terjadi secara ideal. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor konstruksi plant itu sendiri ataupun faktor
lingkungan misalnya kondisi angin disekitar plant.
Pengambilan data karakteristik plant dilakukan dengan bantuan software
LabVIEW dan modul NI ELVIS. Hal ini dilakukan agar diperoleh data
pengamatan dengan tingkat ketelitian yang lebih ba
diagram alir untuk program pengambilan data.
32
START
STOP
apakah tombolOFF ditekan ?
Yes
No
masukkan nilai input
ambil nilai input,pindahkan ke ao0
ambil data ai0,pindahkan ke indicator
inisialisasi delay
Gambar 3.4 Diagram alir proses pengambilan data
Dari program pengambilan data tersebut akan diperoleh data tentang
karakteristik plant yang dibuat, baik untuk posisi vertical dan horizontal.
Maka penalaan parameter PID ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Posisi vertical
Data plant untuk posisi vertical ditampilkan dalam tabel 3.1, dengan Time
sebagai fungsi waktu dan Vout sebagai fungsi dari tegangan output yaitu
nilai tegangan dari sensor vertical. Input step yang diberikan pada
pengambilan data ini sebesar 2,85 Volt.
33
Tabel 3.1 Tabel karakteristik posisi vertical
sensor (V) time (s)
1,979 0 2,048 2
2,077 4 2,086 6
2,127 8 2,165 10
2,214 12 2,252 14 2,323 16 2,472 18 3,067 20
3,1 22 3,1 24 3,1 26
Data pada tabel 3.1 diperoleh dengan memberi input sebesar 2,85 volt
pada motor. Fungsi tangga satuan ini menghasilkan rentang tegangan
output sebesar 1,121 volts. Sehingga nilai k dapat dicari sebagai berikut :
k = minmax
minmaxININOUTOUT
−−
= 085,2
979,11,3−
−
= 85,2
121,1 = 0,393333
Berdasarkan Tabel 3.1, dapat dibuat sebuah grafik output terhadap waktu
yang akan digunakan untuk menentukan waktu mati (L) dan waktu tunda
(T). Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi vertical digambarkan
pada gambar 3.5.
34
Vsensor vertic VS Time
1,9
2,1
2,3
2,5
2,7
2,9
3,1
3,3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55Time (s)
Vsen
sor (
Volt)
Gambar 3.5 Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi vertical Gambar 3.5 Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi vertical
Dari Grafik diatas diperoleh nilai L dan T sebagai berikut : Dari Grafik diatas diperoleh nilai L dan T sebagai berikut :
Waktu mati (L) = 9 s = 0,15 menit Waktu mati (L) = 9 s = 0,15 menit
Waktu Tunda (T) = 22 s = 0,366667 menit Waktu Tunda (T) = 22 s = 0,366667 menit
Nilai L dan T di atas kemudian digunakan untuk menentukan parameter
PID berdasarkan tabel 2.1. Berdasarkan tabel penalaan tersebut, akan
diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
Nilai L dan T di atas kemudian digunakan untuk menentukan parameter
PID berdasarkan tabel 2.1. Berdasarkan tabel penalaan tersebut, akan
diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
Konstanta proportional (Kp) = 1,2 . Konstanta proportional (Kp) = 1,2 . k1 . T / L
= 1,2 . 3933,01 . 2,4444
= 7,4577
Konstanta integral (Ti) = 2.L
= 2. 0,36667
= 0,733333
Konstanta derivative (Td) = 0,5.L
= 0,5. 0,36667
= 0,183333
35
b. Posisi horizontal
Data plant untuk posisi horizontal ditampilkan pada tabel 3.2 di bawah ini.
Tabel 3.2 Tabel karakteristik posisi horizontal
Time (S) Vsensor Time (S) Vsensor0 2,2 13 2,77 1 2,31 14 2,84 2 2,29 15 2,86 3 2,28 16 2,88 4 2,27 17 2,93 5 2,32 18 2,98
6 2,37 19 2,99 7 2,4 20 3,01 8 2,47 21 3,04 9 2,53 22 3,04
10 2,62 23 3,04
11 2,7 24 3,04 12 2,7 25 3,04
Data pada tabel 3.2 diperoleh dengan memberi input sebesar 2,6 volt pada
motor. Fungsi tangga satuan ini menghasilkan rentang tegangan output
dari 2,2 sampai 3,04 volts. Sehingga nilai k dapat dicari sebagai berikut :
k = minmax
minmaxININOUTOUT
−−
= 06,2
2,204,3−−
= 6,2
84,0 = 0,323
Berdasarkan tabel karakteristik 3.2, dapat dibuat sebuah grafik output
terhadap waktu yang akan digunakan untuk menentukan waktu mati (L)
dan waktu tunda (T). Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi
horizontal digambarkan pada gambar 3.6.
36
VSENSOR vs TIME
22,12,22,32,42,52,62,72,82,9
33,13,2
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24TIME (S)
Vsen
sor (
V)
VSENSOR vs TIME
Gambar 3.6 Grafik output plant terhadap waktu untuk posisi horizontal
Dari Grafik diatas diperoleh nilai L dan T sebagai berikut :
Waktu mati (L) = 3 s = 0,05 menit
Waktu Tunda (T) = 17 - 3 s = 0,2333 menit
Nilai L dan T ini kemudian digunakan untuk menentukan parameter PID
berdasarkan tabel 2.1. Berdasarkan tabel penalaan tersebut, akan diperoleh
nilai-nilai sebagai berikut :
Konstanta proportional (Kp) = 1,2 . k1 . T / L
= 1,2 . 3,095 . 4,6667
= 17,332
Konstanta integral (Ti) = 2 . L
= 2 . 0,2333
= 0,4666
Konstanta derivative (Td) = 0,5 . L
= 0,5 . 0,2333
= 0,11665
37
2. Perancangan blok konversi
Nilai yang akan diproses dalam program LabVIEW berupa nilai tegangan.
Namun pengaturan posisi yang diinginkan berupa nilai ketinggian
(vertical) dan nilai sudut (horizontal). Maka diperlukan sebuah blok
konversi yang dapat mengubah nilai ketinggian ataupun sudut menjadi
nilai tegangan. Blok konversi sebaliknya juga diperlukan untuk mengubah
nilai tegangan output dari sensor agar dapat dibaca dalam nilai yang
diinginkan. Perancangan blok konversi ini dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Posisi vertical
Persamaan konversi untuk posisi vertical dapat diketahui dengan
mencari hubungan antara tegangan sensor vertical terhadap nilai
ketinggian. Berdasarkan pengamatan pada plant, didapatkan data
hubungan tegangan sensor vertical terhadap ketinggian seperti yang
dituliskan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Hubungan tegangan sensor vertical terhadap ketinggian
Tinggi (cm) Vsensor (V)0 2,07 5 2,2 10 2,3 15 2,43
20 2,52 25 2,62 30 2,71
35 2,81 40 2,9
Berdasarkan Tabel 3.3, dapat dibuat grafik hubungan tegangan sensor
vertical terhadap nilai ketinggian. Grafik yang dihasilkan kemudian
akan digunakan untuk mencari persamaan konversi posisi vertical.
Grafik hubungan tegangan sensor vertical terhadap nilai ketinggian
digambarkan pada gambar 3.7.
38
Grafik tegangan sensorterhadap ketinggian
y =
0,02
6x +
2,0
7
y =
0,02
x +
2,1
y =
0,02
6x +
2,0
4
y =
0,01
8x +
2,1
6
y =
0,02
x +
2,12
y =
0,01
8x +
2,1
7
y =
0,02
x +
2,11
y =
0,01
8x +
2,1
8
2
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
2,9
3
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45Tinggi (cm)
Vse
nsor
(Vol
t)
Gambar 3.7. Grafik hubungan tegangan sensor vertical terhadap ketinggian
Dengan bantuan program Excel, persamaan konversi ini dapat dicari.
Perintah dalam program Excel untuk menampilkan persamaan garis
adalah : Add Trendline...>>Option>>Display Equation on Chart.
Namun, karena grafik yang didapatkan tidak linear maka digunakan
delapan persamaan garis untuk mendekati persamaan konversi untuk
posisi vertical yang ditampilkan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Persamaan konversi untuk posisi vertical
NO Ketinggian (cm) Persamaan konversi ke nilai Tegangan
1 0 – 5 Vsensor = 0,026.Tinggi + 2,07
2 5,1 - 10 Vsensor = 0,02.Tinggi + 2,1
3 10,1 – 15 Vsensor = 0,026.Tinggi + 2,04
4 15,1 – 20 Vsensor = 0,018.Tinggi + 2,16
5 20,1 – 25 Vsensor = 0,02.Tinggi + 2,12
6 25,1 – 30 Vsensor = 0,018.Tinggi + 2,17
7 30,1 – 35 Vsensor = 0,02.Tinggi + 2,11
8 35,1 - 40 Vsensor = 0,018.Tinggi + 2,18
Berdasarkan tabel 3.4, nilai masukan setpoint ketinggian pada program
LabVIEW dapat diubah menjadi nilai tegangan yang selanjutnya akan
39
dikurangkan dengan nilai tegangan feedback dari sensor. Tabel
konversi ini dapat pula digunakan untuk proses sebaliknya yaitu
konversi dari nilai tegangan ke nilai ketinggian. Cara yang digunakan
adalah dengan membalikkan persamaan - persamaan konversi pada
tabel 3.4.
b. Posisi horizontal
Input blok konversi diambil dari nilai sudut yang diinginkan dan nilai
tegangan dari sensor. Maka konversi untuk bidang horizontal dibagi
menjadi 2, yaitu konversi sudut ke tegangan dan konversi tegangan ke
sudut. Hubungan sudut dan tegangan dapat dicari dengan melakukan
pengambilan data hubungan tegangan terhadap sudut putar.
Berdasarkan pengamatan pada plant, didapatkan data hubungan
tegangan sensor horizontal terhadap sudut putar seperti yang dituliskan
pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hubungan tegangan sensor horizontal terhadap sudut putar
Sudut ( ') Vsensor (V)
0 2 30 2,12
60 2,26 90 2,4 120 2,53
150 2,64 180 2,77 210 2,92
240 3,03 270 3,05
Berdasarkan Tabel 3.5, dapat dibuat grafik hubungan tegangan sensor
horizontal terhadap nilai sudut. Grafik yang dihasilkan kemudian akan
digunakan untuk mencari persamaan konversi posisi horizontal. Grafik
hubungan tegangan sensor horizontal terhadap nilai sudut
digambarkan pada gambar 3.8.
40
Grafik tegangan sensorterhadap sudut
y =
0,00
4x +
2
y =
0,00
47x
+ 1,
98
y =
0,00
47x
+ 1,
98
y =
0,00
43x
+ 2,
01
y =
0,00
37x
+ 2,
09
y =
0,00
43x
+ 1,
99
y =
0,00
5x +
1,8
7
y =
0,00
37x
+ 2,
15
y =
0,00
07x
+ 2,
87
2
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
2,9
3
3,1
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300sudut ( ')
Vsen
sor (
Volt)
Gambar 3.8. Grafik hubungan tegangan sensor horizontal terhadap sudut putar
Dengan bantuan program Excel, persamaan konversi ini dapat dicari.
Perintah dalam program Excel untuk menampilkan persamaan garis
adalah : Add Trendline...>>Option>>Display Equation on Chart.
Namun, karena grafik yang didapatkan tidak linear maka digunakan
delapan persamaan garis untuk mendekati persamaan konversi untuk
posisi horizontal yang ditampilkan pada tabel 3.6
Tabel 3.6. Persamaan konversi untuk posisi horizontal
NO Sudut putar ( °) Persamaan konversi ke nilai Tegangan
1 0 – 30 Vsensor = 0,004.Sudut + 2
2 31 - 90 Vsensor = 0,0047.Sudut + 1,98
3 91 – 120 Vsensor = 0,0043.Sudut + 2,01
4 121 – 150 Vsensor = 0,0037.Sudut + 2,09
5 151 – 180 Vsensor = 0,0043.Sudut + 1,99
6 181 – 210 Vsensor = 0,005.Sudut + 1,87
7 211 – 240 Vsensor = 0,0037.Sudut + 2,15
8 241 - 270 Vsensor = 0,0007.Sudut + 2,87
41
Berdasarkan tabel 3.6, nilai masukan setpoint sudut putar pada
program LabVIEW dapat diubah menjadi nilai tegangan yang
selanjutnya akan dikurangkan dengan nilai tegangan feedback dari
sensor. Proses ini sama dengan yang terjadi pada posisi vertical,
namun pada posisi horizontal ini nilai yang ingin ditampilkan adalah
nilai tegangan dan besarnya sudut putar.
3. Pemrograman dengan software LabVIEW
Kontroler PID yang akan dirancang menggunakan model paralel. Model
ini menunjukkan hubungan paralel dari kontroler P,I dan D sehingga
output dari tiap-tiap komponen kontrol tidak saling mempengaruhi.
Diagram alir kontroler PID digambarkan pada gambar 3.9.
START
inisialisasi channel in-out (ai & ao)inisialisasi Kp,Ti,Td vertical & horizontal
input setpoint pada controlvertical = ketinggian (cm)
horizontal = sudut ( °)
ambil dataFeedBack vertical
dari channel input ai0
cari sinyal error verticale(t)ver = SP - FB
cari sinyal error horizontale(t)hor = SP - FB
C
konversi Setpoint vertical konversi Setpoint horizontal
ambil dataFeedBack horizontaldari channel input ai1
konversi Feedback vertical konversi Feedback horizontal
A B
42
sinyal output blok Pu(t)P = Kp ver.e (t)
sinyal output blok Pu(t)P = Kp hor.e (t)
pindahkanu(t) ke ao0
pindahkanu(t) ke ao1
Tombol STOPditekan ??
STOP
Yes
CNo
sinyal output blok I
∫=t
dtteTi
KpItu0
)(.1.)(
sinyal output blok I
∫=t
dtteTi
KpItu0
)(.1.)(
sinyal output verticalu(t) = u(t)P + u(t)I + u(t)D
sinyal output horizontalu(t) = u(t)P + u(t)I + u(t)D
A B
sinyal output blok D
dttedTdKpDtu )(..)( =
sinyal output blok D
dttedTdKpDtu )(..)( =
Gambar 3.9. Diagram alir kontroler PID
Penggunaan kontroler PID yang disusun paralel dimaksudkan untuk
mengurangi respon berlebih dari blok integral dan derivative. Kedua blok
ini memiliki tanggapan yang tergantuk dari besar-kecilnya sinyal error
yang masuk. Semakin besar sinyal input, maka sinyal kontrol yang
dihasilkan keduan blok ini juga semakin cepat berubah. Jika disusun
secara seri atau mix maka sinyal input yang masuk pada blok integral dan
43
derivative akan menjadi besar. Hal ini disebabkan oleh faktor proportional
yang menjadi nilai pengali dari sinyal error.
Alasan penggunaan kontroler PID paralel pada perancangan ini adalah
pengaturan tiap blok kontrol (P,I dan D) yang independent dan tidak saling
mempengaruhi. Selain itu, kontroler PID paralel mampu mengurangi
respon berlebih pada blok I dan D yang dapat menyebabkan output kontrol
yang terlalu besar. Jika hal ini terjadi, maka perangkat interface tidak akan
mampu bekerja karena memiliki keterbatasan nilai input dan output
sebesar 10 volt.
Kontroler PID memiliki persamaan yang dapat dituliskan dalam algoritma
pemrograman dengan LabVIEW. Kontroler yang akan dirancang memiliki
2 input setpoint yaitu ketinggian (cm) dan sudut ( °). Sebelum masuk ke
kontroler, setpoint harus diubah terlebih dahulu dalam nilai yang bisa
diproses (tinggi ke tegangan dan sudut ke tegangan). Demikian pula pada
keluaran kontroler, nilai tegangan sensor harus diubah menjadi nilai tinggi
dan sudut.
D. Perancangan Kontroler PID dengan OP-AMP
Kontroler PID dengan Op-amp memiliki nilai-nilai pengendali yang telah
diperhitungkan sebelumnya (Kp,Ki dan Kd). Pada bagian ini ingin dirancang
rangkaian Operational Amplifier (Op-amp) yang dapat digunakan untuk
mewujudkan algoritma kontroler PID. Hasil rangkaian ini nantinya akan
dibandingkan dengan hasil dari pengendalian dengan software LabVIEW.
Perancangan kontroler PID dengan Op-amp dibagi menjadi dua bagian,
yaitu untuk posisi horizontal dan posisi vertical. Parameter PID yang dipakai
meliputi Kp,Ti dan Td yang telah dihitung sebelumnya. Perancangan kontroler
PID dengan Op-amp adalah sebagai berikut :
1. Posisi vertical
Pada posisi vertical, parameter PID yang telah didapatkan dari perhitungan
adalah sebagai berikut :
Kp = 7,4577 Ti =0,73333 Td = 0,18333
44
berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dirancang kontroler P,I dan D
sebagai berikut:
a. Kontroler P
kontroler P dapat diwujudkan dalam sebuah rangkaian penguat
dasar. Rangkaian op-amp yang digunakan adalah penguat inverting
dengan rumusan penguatan seperti pada persamaan 2.5. Nilai
penguatan ini dapat disamakan dengan parameter Kp, sehingga :
Kp = 7,4577 = - Rf / Ri
Jika Ri bernilai 1 kΩ, maka :
Rf = Kp . Ri
= 7,4577 . 1. Ω 310
= 7,4577 kΩ
Maka didapatkan rangkaian kontroler P seperti pada gambar 3.10.
Gambar 3.10. Rangkaian kontroler P bidang vertical
b. Kontroler I
Kontroler I dapat diwujudkan dengan rangkaian integrator dengan
op-amp. Nilai penguatan Gi didapatkan dengan perhitungan nilai R
dan C sebagai berikut :
Gi = Ti = 0,7333 = CiRi.
1
karena nilai kapasitor lebih tidak beragam maka nilai ini ditentukan
terlebih dahulu. Nilai yang digunakan adalah 33μ F. Maka nilai
resistansi dapat dicari sebagai berikut :
Ri = 610.33.7333,01
− = 41,324 KΩ
45
Maka akan didapatkan rangkaian kontroler I yang ditunjukan pada
gambar 3.11.
Gambar 3.11 Rangkaian kontroler I bidang vertical
c. Kontroler D
Kontroler D dapat diwujudkan dengan rangkaian diferensiator
dengan op-amp. Nilai penguatan Gd didapatkan dengan
perhitungan nilai R dan C sebagai berikut :
Gd = Td = 0,1833 = Rd.Cd
karena nilai kapasitor lebih tidak beragam maka nilai ini ditentukan
terlebih dahulu. Nilai yang digunakan adalah 33 μ F. Maka nilai
resistansi dapat dicari sebagai berikut :
Rd = 610.331833,0
− = 5,55 KΩ
Maka akan didapatkan rangkaian kontroler D yang digambarkan
pada gambar 3.12.
Gambar 3.12 Rangkaian kontroler D bidang vertical
46
2. Posisi horizontal
Pada posisi horizontal, parameter PID yang telah didapatkan dari
perhitungan adalah sebagai berikut :
Kp = 17,332 Ti = 0,4666 Td = 0,11665
berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat dirancang kontroler P , I dan D
sebagai berikut:
a. Kontroler P
kontroler P dapat diwujudkan dalam sebuah rangkaian penguat
dasar. Rangkaian op-amp yang digunakan adalah penguat inverting
dengan rumusan penguatan seperti pada persamaan 2.5. Nilai
penguatan ini dapat disamakan dengan parameter Kp, sehingga :
Kp = 17,332 = Rf / Ri
Jika Ri bernilai 1,5 kΩ, maka :
Rf = 17,332 . Ri
= 17,332 . 1 . 310
= 17,332 KΩ
Maka akan didapatkan rangkaian kontroler P yang digambarkan
pada gambar 3.13.
Gambar 3.13. Rangkaian kontroler P bidang horizontal
b. Kontroler I
Kontroler I dapat diwujudkan dengan rangkaian integrator dengan
op-amp. Nilai penguatan Gi didapatkan dengan perhitungan nilai R
dan C sebagai berikut :
Gi = Ti = 0,4666 = CiRi.
1
47
karena nilai kapasitor lebih tidak beragam maka nilai ini ditentukan
terlebih dahulu. Nilai yang digunakan adalah 33μ F. Maka nilai
resistansi dapat dicari sebagai berikut :
Ri = 610.33.4666,01
−
= 64,935 KΩ
Maka akan didapatkan rangkaian kontroler I yang digambarkan
pada gambar 3.14.
Gambar 3.14. Rangkaian kontroler I bidang horizontal
c. Kontroler D
Kontroler D dapat diwujudkan dengan rangkaian diferensiator
menggunakan op-amp. Nilai penguatan Gd didapatkan dengan
perhitungan nilai R dan C sebagai berikut :
Gd = Td = 0,11665 = Rd.Cd
karena nilai kapasitor lebih tidak beragam maka nilai ini ditentukan
terlebih dahulu. Nilai yang digunakan adalah 33μ F. Maka nilai
resistansi dapat dicari sebagai berikut :
Rd = 610.331165,0
− = 3,5348 KΩ
Maka akan didapatkan rangkaian kontroler D yang digambarkan
pada gambar 3.15.
48
Gambar 3.15. Rangkaian kontroler D bidang horizontal
3. Rangkaian-rangkaian tambahan
Selain komponen utama P,I dan D, harus pula dirancang rangkaian set point,
pengurang dan penjumlah. Rangkaian-rangkaian tambahan tersebut akan
dirancang sebagai berikut :
a. Rangkaian set point untuk posisi vertical
Rangkaian set point digunakan untuk memberikan rentang nilai input
yang diinginkan, dalam hal ini rentang nilainya adalah 2,42 Volt
sampai 2,73 Volt. Untuk menghasilkan nilai minimum dan maksimum
tersebut diperlukan 2 buah rangkaian pembagi tegangan. Rangkaian set
point ini diharapkan tidak terbebani oleh rangkaian utama maka
dibutuhkan pula rangkaian buffer. Rangkaian set point untuk posisi
vertical digambarkan pada gambar 3.16 di bawah ini.
Gambar 3.16 Rangkaian set point untuk posisi vertical
Perhitungan nilai resistansi A,B,X dan Y mengikuti persamaan 3.1
seperti di bawah ini :
49
Vmax = 2,73V = RARB
RB+
.5V
2,73.RA = (5 – 2,73 ).RB
2,73.RA = 2,27.RB
Vmin = 2,42V = RYRX
RX+
.5V
2,42.RY = (5 – 2,42).RB
2,42.RY = 2,58.RB
Untuk memudahkan perancangan awal, nilai RA dan RY ditentukan
terlebih dahulu yaitu sebesar 1 KΩ dan 4,7 KΩ. Dari perhitungan
didapatkan nilai RB sebesar 1,2026 KΩ dan RX sebesar 4408,6 Ω.
Nilai ini didekati dengan nilai resistansi 1,2 KΩ dan 4,4 kΩ karena
terbatasnya nilai yang tersedia di pasaran.
b. Rangkaian set point untuk posisi horizontal
Rangkaian set point digunakan untuk memberikan nilai masukan yang
diinginkan. Nilai ini diharapkan tidak terbebani oleh rangkaian utama
(PID) maka dibutuhkan sebuah rangkaian pembagi tegangan dan
buffer. Rentang nilai input pada posisi horizontal adalah 2V sampai 3V
maka perancangan rangkaian set point ini hampir sama dengan
perancangan rangkaian sensor. Berdasarkan persamaan 3.1, jika
diasumsikan nilai RH dan RL adalah sama dengan nilai Rpot yang
dipakai adalah 50 KΩ maka :
Vout max = VinRHRpotRL
RpotRL .max
max++
+
3 = 5.max2
maxRpotR
RpotR++
6R + 3.Rpot max = 5R + 5.Rpot max
R = 2.Rpot max
R = 2 . 50KΩ = 100 KΩ
50
Maka diperoleh nilai RH dan RL sebesar 100 KΩ serta nilai Rpot
sebesar 50 KΩ. Agar tidak terbebani, rangkaian set point harus
diumpankan ke dalam rangkaian buffer. Maka akan diperoleh
rangkaian input yang ditunjukan pada gambar 3.17.
Gambar 3.17 Rangkaian input untuk posisi horizontal
c. Rangkaian error
Rangkaian input di atas kemudian akan dikurangkan dengan sinyal
feedback untuk memperoleh sinyal error e(t) maka dibutuhkan sebuah
rangkaian pembalik (inverting) dan sebuah rangkaian penjumlah.
Persamaan yang diinginkan adalah :
e(t) = Setpoint – Feedback
= - (- ( Setpoint + Feedback))
Dalam hal ini dipilih nilai resistansi yang sama yaitu 1 KΩ karena tidak
membutuhkan penguatan. Rangkaian error yang digunakan digambarkan
pada gambar 3.18.
Gambar 3.18 Rangkaian pengurang
51
d. Rangkaian penjumlah
Hasil akhir dari kontroler PID merupakan nilai total yang dihasilkan oleh
kontroler P,I dan D maka dibutuhkan sebuah rangkaian penjumlah. Jika
diinginkan penguatan 1 kali maka semua nilai resistansi yang digunakan
akan bernilai sama. Dalam hal ini dipilih nilai resistansi sebesar 1 KΩ.
Rangkaian penjumlah yang digunakan digambarkan pada gambar 3.19.
Gambar 3.19 Rangkaian penjumlah E. Driver motor
Driver motor pada sistem kontrol ini memakai rangkaian yang telah ada
yaitu Power Amplifier Mono OCL 150 Watt Type GM 022. Namun perlu
diketahui pula data tentang karakteristik driver yang menyangkut hubungan
tegangan input terhadap output. Maka dilakukan pengukuran untuk
mendapatkan data-data tersebut dengan menggunakan beban motor penggerak
vertical maupun horizontal. Hubungan tegangan input terhadap tegangan
output driver dituliskan pada tabel 3.7.
Tabel 3.7. Tabel hubungan tegangan input terhadap tegangan output driver
Vin (V) Vout (V)
0 0 1 0,9 2 1,94 3 2,92 5 4,94
52
Berdasarkan tabel 3.7, dapat dikatakan bahwa driver yang digunakan
memiliki perbandingan tegangan input dan output yang linear. Grafik
hubungan antara tegangan output terhadap tegangan input driver ditampilkan
pada gambar 3.20.
Vout vs Vin DRIVER
0
1
2
3
4
5
6
0 2 4 6
Vin (volt)
Vout
(vol
t)
Gambar 3.20. Grafik hubungan tegangan output terhadap tegangan input driver
53
Motor Penggerak Horizontal
Panel Setpoint Horizontal
Rangkaian Driver
Poros Horizontal
Poros Vertical
Panel Setpoint Horizontal
Motor Penggerak Vertical
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Plant dan Rangkaian Analog hasil Perancangan
Rangkaian Analog kontroler PID terdiri dari beberapa blok yang
digabungkan dalam sebuah kotak. Kotak Rangkaian ini diletakkan pada
bagian bawah dari plant dan digabungkan dengan rangkaian driver motor.
Plant dan driver motor diperlihatkan pada Gambar 4.1, sedangkan Rangkaian
kontroler diperlihatkan pada gambar 4.2.
Gambar 4.1. Plant dan Driver motor
Panel setpoint untuk rangkaian analog ditunjukkan pada gambar 4.1
dengan dua buah potensiometer. Panel ini diletakkan pada sebuah kotak
terpisah agar pengguna lebih aman dalam mengoperasikan alat ini.
53
54
Rangkaian kontrol PID terdiri dari blok Setpoint, blok Feedback, blok
error dan blok PID. Empat blok ini diletakkan pada sebuah kotak rangkaian
yang ditunjukkan pada gambar 4.2.
Blok Setpoint
Blok Feedback
Blok error
Blok PID
Gambar 4.2. Rangkaian kontrol PID
Blok setpoint dihubungkan dengan panel setpoint yang berada di kotak
berbeda. Pemberian nilai masukan posisi yang diinginkan dilakukan dengan
mengatur panel setpoint, dalam hal ini panel berupa potensiometer. Masukan
nilai setpoint ini kemudian dikurangkan dengan nilai feedback yang
merupakan keluaran dari blok feedback. Proses pengurangan dilakukan pada
blok error. Keluaran blok error merupakan sinyal kesalahan yang selanjutnya
akan diproses pada blok PID untuk menghasilkan nilai tegangan input ke
driver motor. Motor penggerak kemudian akan aktif untuk mencari posisi
yang diinginkan dan setelah sesuai, motor akan tetap berputar untuk
menstabilkan posisi yang telah didapatkan.
Kontrol posisi pada program LabVIEW memiliki prinsip kerja yang
sama dengan kontrol posisi pada rangkaian analog. Hanya saja, blok-blok
kontrol yang terdapat pada rangkaian analog digantikan dengan pemrograman
pada virtual instruments (VI) dalam software LabVIEW. Pengaturan nilai
setpoint dilakukan pada controls palettes yang kemudian akan dikurangkan
55
dengan nilai feedback dari sensor. Tampilan front panel dan block diagram
pada software LabVIEW dapat dilihat pada lembar lampiran.
Kelebihan dari LabVIEW terletak pada kemudahan perancangan,
pembuatan, pengujian hingga pencarian kesalahan pada kontrol yang dibuat.
Kemudahan ini didapatkan dari kemampuan LabVIEW sebagai alat ukur yang
dapat digunakan untuk menampilkan hasil pengukuran pada beberapa titik
pengujian secara bersamaan. Selain itu, pembuatan kontrol juga dipermudah
dengan adanya fungsi-fungsi yang dapat mewakili beberapa rangkaian analog
seperti rangkaian pengurang, penjumlah (summing), penguat dan sebagainya.
Sebagai contoh, perbandingan blok PID pada kontrol PID berbasis Rangkaian
analog dan LabVIEW yang ditampilkan pada gambar 4.3
Indicator
R. Integrator R. Differensiator R. Penguat R. Penjumlah
Gambar 4.3. Perbandingan blok PID pada kontrol PID berbasis Rangkaian
analog dan LabVIEW
Berdasarkan gambar 4.3, dapat dikatakan bahwa pembuatan kontrol PID
dengan LabVIEW lebih mudah karena tidak membutuhkan komponen dan
proses perakitan yang lama. Selain itu, pengujian kontrol juga dapat langsung
56
dilakukan melalui tampilan indicator yang juga akan berguna untuk mencari
kesalahan (debugging) jika terjadi proses yang tidak sesuai.
B. Hasil pengujian
Kontrol PID memiliki keluaran berupa feedback dari sensor jika
diberikan nilai masukan. Tanggapan output terhadap input ini
merupakan respon sistem. Karakteristik respon sistem kontrol dapat
diketahui dengan mencari parameter-parameter yang dituliskan pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1. Parameter Karakteristik respon sistem kontrol
Parameter simbol Keterangan
Waktu Tunda (delay time) td
Waktu untuk mencapai
setengah harga akhir yang
pertama kali
Waktu naik (rise time) tr Waktu untuk naik dari 10
sampai 90 %
Lewatan maksimum (max. overshoot) Mp
Harga puncak maksimum
yang diukur dari harga
akhir yang sudah stabil
Waktu penetapan (settling time) ts Waktu untuk mencapai nilai
disekitar harga akhir
Steady State Error SSE
Nilai kesalahan yang masih
ada saat sudah stabil
Berdasarkan keterangan pada tabel 4.1, dapat dicari karakteristik
respon sistem kontrol PID berbasis LabVIEW yang untuk selanjutnya
akan dibandingkan dengan kontrol PID yang menggunakan rangkaian
analog. Pembahasan tentang unjuk kerja kontrol PID ini dijelaskan
sebagai berikut :
57
1. Pembahasan Unjuk Kerja kontrol PID
a. Pengujian pertama
Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan nilai awal
yaitu 15 cm untuk posisi vertical dan 30° untuk posisi horizontal.
Kemudian setpoint vertical dinaikkan menjadi 20 cm dan setpoint
horizontal menjadi 60° sehingga didapatkan respon sistem untuk
posisi vertical yang ditampilkan pada gambar 4.4.
SSE
stabil
Gambar 4.4. Respon sistem posisi vertical pada pengujian pertama
untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
58
Grafik setpoint ditunjukkan dengan grafik berwarna biru dan
grafik feedback ditunjukkan dengan grafik berwarna merah. Pada
gambar 4.4, nilai feedback berubah dari 9 sampai 13 cm saat diberi
masukan setpoint sebesar 20 cm.
Berdasarkan gambar 4.4, dapat dikatakan bahwa respon sistem
untuk posisi vertical tersebut stabil, dengan toleransi perubahan nilai
yang ditunjukkan dengan garis putus-putus berwarna merah.
Toleransi nilai tersebut menunjukkan nilai 13,5 cm maka dapat dicari
besarnya % toleransi nilai saat stabil sebagai berikut :
% toleransi = 13
135,13 − x 100%
= 13
5,0 x 100% = 3,846%
Namun demikian, nilai feedback yang stabil tersebut belum
sesuai dengan nilai setpoint yang diinginkan. Selisih nilai ini
merupakan nilai steady state error (SSE). Berdasarkan gambar 4.4,
dapat dicari besar nilai SSE sebagai berikut :
SSE = %10020
71,1320 x−
= %1002029,6 x = 31,45%
Steady state error ini disebabkan karena sinyal kesalahan yang
belum mencapai nilai 0. Nilai ini sangat sulit dicapai karena keluaran
blok PID tidak boleh bernilai 0 yang berarti juga motor penggerak
akan off sehingga stabilitas posisi akan terganggu. Grafik sinyal
kesalahan pada posisi vertical dengan setpoint 20 cm ditampilkan
pada gambar 4.5 dan menunjukkan nilai sebesar 0,18 volt. Nilai ini
jika dikonversikan dalam nilai ketinggian maka akan bernilai sama
dengan selisih nilai ketinggian yang terjadi. Konversi nilai tegangan
menjadi ketinggian berdasarkan persamaan konversi yang dapat
dilihat pada gambar 3.7.
59
Gambar 4.5. Sinyal kesalahan pada posisi vertical pada pengujian pertama
untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
Respon sistem posisi horizontal ditunjukkan pada gambar 4.6.
Grafik setpoint ditunjukkan dengan grafik berwarna biru dan grafik
feedback ditunjukkan dengan grafik berwarna merah.
SSE
stabil
Gambar 4.6. Respon sistem posisi horizontal pada pengujian pertama
untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
60
Pada gambar 4.6, nilai feedback berubah dari 25° sampai 55° saat
diberi masukan setpoint sebesar 60°.
Berdasarkan gambar 4.6, dapat dikatakan bahwa respons sistem
untuk posisi horizontal tersebut stabil, dengan toleransi perubahan
nilai yang ditunjukkan dengan garis putus-putus berwarna merah.
Toleransi nilai tersebut menunjukkan nilai 57,5° maka dapat dicari
besarnya % toleransi nilai saat stabil sebagai berikut :
% toleransi = 55
555,57 − x 100%
= 55
5,2 x 100% = 4,5454 %
Namun demikian, nilai feedback yang stabil tersebut belum
sesuai dengan nilai setpoint yang diinginkan. Selisih nilai ini
merupakan nilai steady state error (SSE). Berdasarkan gambar 4.6,
dapat dicari besar nilai SSE sebagai berikut :
SSE = %10060
05,5560 x−
= %1006095,4 x = 8,25%
Pengujian yang sama dilakukan pada kontrol PID berbasis
Rangkaian analog sehingga didapatkan nilai parameter-parameter
karakteristik respon sistem untuk pengujian pertama yang
ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Perbandingan karakteristik respon sistem pada pengujian pertama
Parameter
Posisi - Basis td tr Mp ts SSE %toleransi
Vertical – LabVIEW 0,8 s 0,6 s 23,077% 15,6s 31,45 % 3,846 %
Vertical – Analog 2 s 1,3 s 0 3 s -0,878 % 2,439 %
Horizontal-LabVIEW 2,25 s 1,3 s 54,54 % 14 s 8,25 % 4,5454 %
Horizontal - Analog 2,5 s 2,3 s 0 4 s 34,278 % 2,564 %
61
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa pada pengujian
pertama kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki waktu tunda dan
waktu naik yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kontrol PID
berbasis rangkaian analog. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol PID
berbasis LabVIEW memiliki tanggapan yang cepat terhadap
perubahan nilai masukan. Namun, respon ini memiliki kelemahan
yaitu waktu penetapan yang lebih lama. Hal ini didukung dengan
data overshoot pada kontrol PID berbasis LabVIEW yang lebih besar
dan mengalami beberapa kali osilasi sebelum stabil. Data %Mp
memperlihatkan bahwa pada kontrol PID berbasis LabVIEW
khususnya untuk posisi horizontal mengalami lewatan berlebih.
Pada pengujian ini diketahui pula bahwa nilai steady state error
(SSE) untuk posisi vertical pada kontrol PID berbasis LabVIEW
lebih besar daripada SSE pada kontrol PID berbasis rangkaian
analog. Sedangkan pada posisi horizontal terjadi hal yang sebaliknya
yaitu nilai SSE pada kontrol PID berbasis LabVIEW jauh lebih kecil
daripada nilai SSE pada kontrol PID berbasis rangkaian analog.
Pada pengujian pertama ini, baik kontrol PID berbasis LabVIEW
maupun rangkaian analog memiliki % toleransi yang kecil yaitu
kurang dari 5%. Sehingga dapat dikatakan sistem ini stabil.
Kestabilan disini juga ditentukan dari pengamatan pada lengan plant.
b. Pengujian kedua
Pengujian kedua dilakukan dengan memberikan nilai awal yaitu
15 cm untuk posisi vertical dan 30° untuk posisi horizontal.
Kemudian setpoint vertical dinaikkan menjadi 25 cm dan setpoint
horizontal menjadi 50°. Pengujian ini dilakukan pada kontrol PID
berbasisi LabVIEW dan Rangkaian analog.
Pengamatan respon sistem dilakukan seperti pada pengujian
pertama untuk mendapatkan data karakteristik sistem. Data
pengamatan ini dapat dilihat pada lembar lampiran. Parameter-
62
parameter karakteristik respon sistem untuk pengujian kedua
ditampilkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Perbandingan karakteristik respon sistem pada pengujian kedua
Parameter
Posisi - Basis td tr Mp ts SSE %toleransi
Vertical – LabVIEW 1 s 0,5 s 51,42 % 4,2 s 29,96 % 2,857 %
Vertical – Analog 2 s 7 s 0 17,5 s -3,482 % 1,923 %
Horizontal-LabVIEW 1 s 2 s 11,76 % 5 s 14,44 % 5,8823 %
Horizontal - Analog 1,75 s 3 s 0 5 s 44,226 % 3,703 %
Berdasarkan tabel 4.3, dapat diketahui bahwa pada pengujian
kedua ini kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki waktu tunda dan
waktu naik yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kontrol PID
berbasis rangkaian analog. Nilai overshoot pada kontrol PID berbasis
LabVIEW juga masih jauh lebih tinggi daripada kontrol PID berbasis
rangkaian analog. Namun %Mp pada pengujian kedua ini mengalami
kenaikan untuk posisi vertical dan penurunan untuk posisi
horizontal. Hal ini menunjukkan hubungan %Mp dengan nilai input
yang berbanding lurus.
Namun, waktu penetapan (ts) pada pengujian ini berbeda dengan
data pada pengujian pertama. Untuk posisi vertical, kontrol PID
berbasis LabVIEW memiliki waktu penetapan (ts) yang lebih cepat
dibandingkan ts pada kontrol PID berbasis rangkaian analog. Hal ini
berkebalikan dengan yang terjadi pada posisi horizontal. Sehingga
dapat diketahui hubungan waktu penetapan (ts) dengan pemberian
masukan setpoint. Untuk posisi vertical, semakin besar input yang
diberikan maka waktu penetapan pada kontrol PID berbasis
LabVIEW akan makin cepat jika dibandingkan dengan ts pada
kontrol PID berbasis rangkaian analog. Sedangkan untuk posisi
horizontal, hal tersebut terjadi jika nilai input diturunkan selisihnya.
63
Nilai steady state error (SSE) untuk posisi vertical pada kontrol
PID berbasis rangkaian analog mengalami perubahan yang berarti.
Nilai SSE ini mengalami kenaikan jika nilai input dinaikkan.
Sedangkan untuk posisi horizontal, perubahan nilai SSE berbanding
terbalik dengan perubahan nilai input.
Pada pengujian kedua ini, baik kontrol PID berbasis LabVIEW
maupun rangkaian analog memiliki % toleransi yang kecil yaitu
kurang dari 5%. Sehingga dapat dikatakan sistem ini stabil.
c. Pengujian ketiga
Pengujian ketiga dilakukan dengan memberikan nilai awal yaitu
35 cm untuk posisi vertical dan 180° untuk posisi horizontal.
Kemudian setpoint vertical dinaikkan menjadi 25 cm dan setpoint
horizontal menjadi 160°. Pengujian ini dilakukan pada kontrol PID
berbasisi LabVIEW dan Rangkaian analog.
Pengamatan respon sistem dilakukan seperti pada pengujian
pertama dan kedua untuk mendapatkan data karakteristik sistem.
Data pengamatan ini dapat dilihat pada lembar lampiran. Parameter-
parameter karakteristik respon sistem untuk pengujian ketiga
ditampilkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan karakteristik respon sistem pada pengujian ketiga
Parameter
Posisi - Basis td tr Mp ts SSE %toleransi
Vertical – LabVIEW 1,25s 0,75s 35,3 % 5,6 s 29,88 % 2,857 %
Vertical – Analog 4 s 1 s 26,92% 14,5s -11,712% 3,846 %
Horizontal-LabVIEW 2,7 s 1 s 6 % 4,7 s 8,05 % 2 %
Horizontal - Analog 5 s 6 s 0 7,5 s -6,6085% 2 %
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa pada pengujian
ketiga, kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki waktu tunda dan
64
waktu naik yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kontrol PID
berbasis rangkaian analog. Perubahan nilai overshoot yang cukup
besar terjadi pada posisi vertical untuk konrol PID berbasis
rangkaian analog. Hal ini disebabkan oleh perubahan input dari
posisi yang lebih tinggi ke posisi yang lebih rendah. Sehingga terjadi
overshoot ke bawah terlebih dahulu untuk mendapatkan tegangan
output lebih agar motor penggerak vertical dapat kembali ke posisi
yang diinginkan.
Namun, waktu penetapan (ts) pada pengujian ini hampir sama
dengan data pada pengujian kedua. Hanya saja, nilai input yang
diberikan merupakan kebalikan dari input yang diberikan pada
pengujian kedua. Jika dibandingkan dengan hasil pengujian pertama,
maka waktu penetapan (ts) pada kontrol PID berbasis LabVIEW
lebih cepat daripada kontrol PID berbasis rangkaian analog.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa makin besar perubahan input
yang diberikan pada posisi vertical maka ts pada kontrol PID
berbasis LabVIEW akan menjadi lebih kecil (cepat). Sedangkan pada
kontrol PID berbasis rangkaian analog, nilai ts justru akan menjadi
lebih besar (lambat). Hal ini akan terjadi pula pada posisi horizontal,
hanya saja untuk perubahan input yang lebih kecil.
Nilai steady state error (SSE) pada kontrol PID berbasis
rangkaian analog mengalami perubahan yang berarti. Untuk posisi
vertical, nilai SSE ini merupakan nilai terbesar sedangkan untuk
posisi horizontal, nilai SSE ini merupakan nilai terkecil. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk posisi vertical, perubahan nilai setpoint
berbanding terbalik dengan nilai SSE. Sedangkan untuk posisi
horizontal, nilai SSE lebih bergantung arah perubahan sudut yang
diberikan. Nilai SSE dapat diperkecil dengan membalikkan arah
putar posisi horizontal, yaitu dari sudut yang lebih besar ke sudut
yang lebih kecil.
65
Pada pengujian ketiga ini, baik kontrol PID berbasis LabVIEW
maupun rangkaian analog memiliki % toleransi yang kecil yaitu
kurang dari 5%. Sehingga dapat dikatakan sistem ini stabil.
Berdasarkan ketiga pengujian yang telah dilakukan, maka
didapatkan data-data yang dapat menunjukkan unjuk kerja masing-
masing kontrol PID pada posisi vertical maupun horizontal, yaitu :
1. Waktu tunda (td) dan waktu naik (tr) kontrol PID berbasis
LabVIEW lebih cepat daripada kontrol PID berbasis yang
berbasis rangkaian analog.
2. Maksimum overshoot (Mp) kontrol PID berbasis
LabVIEW lebih besar daripada kontrol PID berbasis yang
berbasis rangkaian analog. Selain itu, %Mp memiliki
hubungan yang berbanding lurus dengan nilai input.
3. Pada perubahan input yang lebih besar, waktu penetapan
(ts) pada kontrol PID berbasis LabVIEW untuk posisi
vertical lebih cepat daripada kontrol PID berbasis
rangkaian analog. Sedangkan untuk posisi horizontal
terjadi hal yang sebaliknya.
4. Untuk posisi vertical, kontrol PID berbasis LabVIEW
memiliki nilai SSE yang lebih besar daripada kontrol PID
berbasis yang berbasis rangkaian analog. Sedangkan
untuk posisi horizontal, nilai SSE berbanding terbalik
dengan perubahan nilai input yang diberikan.
5. Kontrol posisi dapat menghasilkan output yang stabil
dengan toleransi sebesar 5%.
2. Pengujian Batas Kemampuan Kontroler
Pengujian batas kemampuan bertujuan untuk melihat sejauh mana
kontrol posisi PID dapat bekerja. Pengujian dilakukan untuk posisi
66
vertical maupun horizontal. Data pengujian untuk pembahasan ini
dapat dilihat pada lembar lampiran.
Pada pengujian batas kemampuan kontol PID berbasis LabVIEW
untuk posisi vertical, diberikan posisi awal sebesar 5 cm dan 40°.
Kemudian nilai setpoint vertical dinaikkan hingga nilai yang
menyebabkan kontrol menjadi tidak stabil lagi. Pada tabel 4.5
ditampilkan batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW untuk
posisi vertical.
Tabel 4.5. Batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW
untuk posisi vertical
Setpoint
Vertical HorizontalKondisi output
Vertical NO
1 10 cm 40° Stabil, osilasi kecil
2 15 cm 40° Stabil, setelah1 kali osilasi
3 20 cm 40° Stabil, setelah 2 kali osilasi
25 cm 40° Stabil, setelah 1 kali osilasi 4 5 30 cm 40° Stabil, setelah 2 kali osilasi 6 35 cm 40° Stabil, setelah 4 kali osilasi 7 36 cm 40° Osilasi 8 37 cm 40° Osilasi 9 40° 40 cm Osilasi
Berdasarkan tabel 4.5, dapat diketahui bahwa batas maksimum
setpoint untuk posisi vertical untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
adalah 35 cm. Hal ini dibuktikan dengan adanya kondisi output yang
berosilasi terus-menerus pada ketinggian 36 cm atau yang lebih besar.
Pada pemberian input ketinggian ini, sistem dikatakan tidak stabil
karena tidak dapat mempertahankan posisi dengan toleransi kestabilan
sebesar ± 5%.
67
Pengujian batas kemampuan kontol PID berbasis LabVIEW untuk
posisi horizontal dilakukan dengan memberikan posisi awal sebesar 20
cm dan 0°. Kemudian nilai setpoint horizontal dinaikkan hingga nilai
yang menyebabkan kontrol menjadi tidak stabil lagi. Pada tabel 4.6
ditampilkan batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW untuk
posisi horizontal.
Tabel 4.6. Batas kemampuan kontrol PID berbasis LabVIEW
untuk posisi horizontal
Setpoint
Vertical HorizontalKondisi output
Horizontal NO
1 20 cm 30° Stabil, setelah1 kali osilasi 2 20 cm 50° Stabil, setelah 2 kali osilasi 3 20 cm 52° Stabil, setelah 3 kali osilasi 20 cm 53° Osilasi 4 5 20 cm 55° Osilasi 6 20 cm 60° Osilasi
7 20 cm 70° Osilasi
8 20 cm 80° Osilasi
9 90° 20 cm Osilasi
Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa batas maksimum
setpoint untuk posisi horizontal untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
adalah 52°. Hal ini dibuktikan dengan adanya kondisi output yang
berosilasi terus-menerus pada ketinggian 53° atau yang lebih besar.
Pada pemberian input sudut ini, sistem dikatakan tidak stabil karena
tidak dapat mempertahankan posisi dengan toleransi kestabilan sebesar
± 5%. Nilai maksimum ini dapat pula diartikan sebagai batas
perubahan nilai setpoint sudut yang dapat diberikan pada kontrol PID
berbasis LabVIEW.
68
Pada pengujian batas kemampuan kontol PID berbasis rangkaian
analog untuk posisi vertical, diberikan posisi awal sebesar 5 cm dan
90°. Kemudian nilai setpoint vertical dinaikkan hingga nilai yang
menyebabkan kontrol menjadi tidak stabil lagi. Pada tabel 4.7
ditampilkan batas kemampuan kontrol PID berbasis rangkaian analog
untuk posisi vertical.
Tabel 4.7. Batas kemampuan kontrol PID berbasis Rangkaian analog
untuk posisi vertical
Setpoint
Vertical HorizontalKondisi output
Vertical NO 1 12,9 cm 90° Stabil, setelah 1 kali osilasi 2 15 cm 90° Stabil, setelah 1 kali osilasi 3 20 cm 90° Stabil, setelah 2 kali osilasi
25 cm 90° Stabil, setelah 1 kali osilasi 4
5 30 cm 90° Stabil, setelah 3 kali osilasi
6 31 cm 90° Osilasi
7 33 cm 90° Osilasi
8 90° 35 cm Osilasi
Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui bahwa batas maksimum
setpoint untuk posisi vertical untuk kontrol PID berbasis rangkaian
analog adalah 30 cm. Hal ini dibuktikan dengan adanya kondisi output
yang berosilasi terus-menerus pada ketinggian 31 cm atau yang lebih
besar. Pada pemberian input ketinggian ini, sistem dikatakan tidak
stabil karena tidak dapat mempertahankan posisi dengan toleransi
kestabilan sebesar ± 5%.
Pengujian batas kemampuan kontol PID berbasis Rangkaian
analog untuk posisi horizontal, dilakukan dengan memberikan posisi
69
awal sebesar 20 cm dan 0°. Kemudian nilai setpoint horizontal
dinaikkan hingga nilai yang menyebabkan kontrol menjadi tidak stabil
lagi. Pada tabel 4.8 ditampilkan batas kemampuan kontrol PID
berbasis Rangkaian analog untuk posisi horizontal.
Tabel 4.8. Batas kemampuan kontrol PID berbasis Rangkaian analog
untuk posisi horizontal
Setpoint
Vertical HorizontalKondisi output
Horizontal NO
1 20 cm 30° Stabil, osilasi kecil 2 20 cm 60° Stabil, setelah 1 kali osilasi 3 20 cm 70° Stabil, setelah 2 kali osilasi
20 cm 80° Stabil, setelah 3 kali osilasi 4
5 20 cm 82° Osilasi
Berdasarkan tabel 4.8, dapat diketahui bahwa batas maksimum
setpoint untuk posisi horizontal untuk kontrol PID berbasis LabVIEW
adalah 80°. Hal ini dibuktikan dengan adanya kondisi output yang
berosilasi terus-menerus pada ketinggian 82° atau yang lebih besar.
Pada pemberian input sudut ini, sistem dikatakan tidak stabil karena
tidak dapat mempertahankan posisi dengan toleransi kestabilan sebesar
± 5%. Nilai maksimum ini dapat pula diartikan sebagai batas
perubahan nilai setpoint sudut yang dapat diberikan pada kontrol PID
berbasis LabVIEW.
3. Pengujian respons terhadap gangguan
Pengujian ini bertujuan untuk melihat respon sistem terhadap
adanya gangguan dari luar. Gangguan pada pengujian ini diberikan
secara acak namun dengan batasan nilai maksimum yang telah dibahas
dalam pembahasan tentang batas kemampuan. Grafik respon sistem
6 84° 20 cm Osilasi
70
terhadap gangguan pada kontrol PID berbasis LabVIEW untuk posisi
vertical ditunjukkan pada gambar 4.7.
stabil
Gambar 4.7. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis LabVIEW untuk posisi vertical
Pada gambar 4.7 terlihat bahwa ganguan yang diberikan
menyebabkan overshoot hingga 32,5 cm. Sistem ini kemudian
mengalami 3 kali osilasi dan akhirnya stabil pada ketinggian 9,48 cm
setelah 8,5 s. Nilai ini merupakan waktu penetapan (ts).
Kestabilan sistem dapat diketahui dengan menghitung nilai %
toleransi feedback sebagai berikut :
% toleransi = 48,9
48,910 − x 100%
= 48,952,0 x 100% = 5,485 %
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dikatakan bahwa sistem kontrol
PID berbasis LabVIEW untuk posisi vertical stabil dengan nilai
toleransi sebesar 5,485 %.
Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID berbasis
LabVIEW untuk posisi horizontal ditunjukkan pada gambar 4.8.
71
Gambar 4.8. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID berbasis
LabVIEW untuk posisi horizontal
Pada gambar 4.8 terlihat bahwa ganguan yang diberikan
menyebabkan overshoot hingga 8°. Sistem ini kemudian mengalami 1
kali osilasi dan akhirnya stabil pada sudut 24,1° setelah 12,5 s. Nilai
ini merupakan waktu penetapan (ts).
Kestabilan sistem dapat diketahui dengan menghitung nilai %
toleransi feedback sebagai berikut :
% toleransi = 1,24
1,2425 − x 100%
= 1,24
9,0 x 100% = 3,734 %
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dikatakan bahwa sistem kontrol
PID berbasis LabVIEW untuk posisi horizontal stabil dengan nilai
toleransi sebesar 3,734 %.
72
Sedangkan grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol
PID berbasis Rangkaian analog untuk posisi vertical dan horizontal
ditunjukkan pada gambar 4.9 .
Gambar 4.9. Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID
berbasis Rangkaian Analog untuk posisi vertical
Pada gambar 4.9 terlihat bahwa ganguan yang diberikan
menyebabkan overshoot hingga 34 cm. Sistem ini kemudian
mengalami 4 kali osilasi dan akhirnya stabil pada sudut 15,65 setelah
18 s. Nilai ini merupakan waktu penetapan (ts).
Kestabilan sistem dapat diketahui dengan menghitung nilai %
toleransi feedback sebagai berikut :
% toleransi = 65,15
65,1516 − x 100%
= 65,1535,0 x 100% = 2,236 %
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dikatakan bahwa sistem
kontrol PID berbasis Rangkaian analog untuk posisi vertical stabil
dengan nilai toleransi sebesar 2,236 %.
73
Grafik respon sistem terhadap gangguan pada kontrol PID berbasis
Rangkaian analog untuk posisi horizontal ditunjukkan pada gambar
4.10. di bawah ini.
Gambar 4.10. Grafik respon sistem terhadap gangguan kontrol PID berbasis
Rangkaian Analog untuk posisi horizontal
Pada gambar 4.10 terlihat bahwa ganguan yang diberikan
menyebabkan overshoot hingga 90°. Sistem ini kemudian mengalami 3
kali osilasi dan akhirnya stabil pada sudut 26,66° setelah 36 s. Nilai ini
merupakan waktu penetapan (ts).
Kestabilan sistem dapat diketahui dengan menghitung nilai %
toleransi feedback sebagai berikut :
% toleransi = 66,26
66,265,27 − x 100%
= 66,26
86,0 x 100% = 3,15 %
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dikatakan bahwa sistem kontrol
PID berbasis LabVIEW untuk posisi horizontal stabil dengan nilai
toleransi sebesar 3,15 %.
74
Pada pengujian ini, didapatkan data tentang waktu penetapan
masing-masing kontrol yang dapat digunakan untuk menentukan
kecepatan respon kontrol terhadap gangguan. Waktu penetapan pada
kontrol PID berbasis LabVIEW untuk posisi vertical adalah 8,5 s dan
12,5 s untuk posisi horizontal. Sedangkan waktu penetapan pada
kontrol PID berbasis rangkaian analog untuk posisi vertical adalah 18 s
dan 36 s untuk posisi horizontal. Sehingga, dapat dikatakan bahwa
kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki tanggapan yang lebih cepat
terhadap adanya perubahan ataupun gangguan.
75
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan dan pembahasan pada kontrol PID berbasis
LabVIEW dan Rangkaian analog, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kontrol posisi PID berbasis LabVIEW memiliki waktu tunda (td)
dan waktu naik (tr) yang lebih cepat daripada kontrol PID yang
berbasis rangkaian analog.
2. Kontrol posisi PID berbasis LabVIEW memiliki Maksimum
overshoot (Mp) yang lebih besar daripada kontrol PID yang
berbasis rangkaian analog. Selain itu, %Mp berbanding lurus
dengan nilai input.
3. Pada bidang vertical, Kontrol posisi PID berbasis LabVIEW
memiliki waktu penetapan (ts) yang lebih cepat daripada ts pada
kontrol PID yang berbasis rangkaian analog jika input yang
diberikan makin besar. Sedangkan, untuk bidang horizontal terjadi
hal yang sebaliknya.
4. Pada bidang vertical, Kontrol posisi PID berbasis LabVIEW
memiliki Steady State error (SSE) yang lebih besar daripada SSE
pada kontrol PID yang berbasis rangkaian analog. Sedangkan
untuk bidang horizontal, nilai SSE berbanding terbalik dengan nilai
input yang diberikan
5. Kontrol posisi PID berbasis LabVIEW dapat bekerja pada
perubahan input sebesar 35 cm untuk posisi vertical dan 52° untuk
posisi horizontal. Sedangkan, Kontrol posisi PID berbasis
Rangkaian analog dapat bekerja pada perubahan input sebesar 30
cm untuk posisi vertical dan 80° untuk posisi horizontal.
75
76
6. Kontrol posisi PID pada model helikopter dapat menghasilkan
output posisi yang stabil dengan toleransi 5%.
7. Kontrol PID berbasis LabVIEW memiliki tanggapan yang lebih
cepat terhadap adanya gangguan, karena memiliki waktu penetapan
(ts) yang lebih cepat.
B. SARAN
1. Plant pada penelitian ini belum dapat merealisasikan model
helikopter secara detail. Pada perkembangan berikutnya
diharapkan dapat dibuat model helikopter yang lebih baik dengan
adanya pengetahuan tambahan tentang aero-modeling.
2. Kontrol PID berbasis LabVIEW ini dapat dikembangkan untuk
sistem kendali jarak jauh, baik melalui kabel (LAN) maupun tanpa
kabel (internet).
3. Perangkat interfacing pada penelitian ini masih memiliki banyak
feature yang belum digunakan. Pada perkembangan berikutnya
diharapkan perangkat ini dapat digunakan secara maksimal.
77
DAFTAR PUSTAKA
[1] Astrom,K.J. and Hagglund,T. , 2003 , PID Control—Theory,Design,and
Tuning. Department of Automatic Control, Lund Institute of
Technology, Sweden
[2] www.elektroindonesia.com, 27 maret 2007
[3] Travis, J. and Kring, J. , 2006 , LabVIEW For Everyone. Prentice Hall,
Crawfordsville, Indiana, Third edition.
[4] www.DatasheetCatalog.com, 27 maret 2007
[5] Ngewi,M.A. , 2004 , DC Motor Speed Regulator With Digital Pulse Width
Modulation, skripsi, Teknik Elektro Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
[6] Soemitro, H.W. , 1985 , Penguat Operasional dan Rangkaian Terpadu Linear,
terjemahan. Erlangga, Jakarta.
[7] Boylestad, Robert and Nashelsky, louis , 1996 , Electronic Devices and
Circuit Theory. Prentice hall, Englewood Cliffs, New Jersey, Sixth
edition
[8] Ogata, K., 1985 , Teknik Kontrol Automatik, terjemahan. Erlangga, Jakarta,
Edisi Kedua.
http://faculty.petra.ac.id, 07 november 2007
77
L-1 L-1
L-2
Lampiran. Data Karakteristik respon sistem
1. Pengujian Pertama
Kondisi awal: Posisi vertical = 15 cm Setpoint vertical = 20 cm
Posisi horizontal = 30° Setpoint horizontal = 60°
a. Kontrol PID berbasis LabVIEW
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 9cm Nilai akhir (hmax) = 13cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 0,8 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 0,6 s
Mp = %10013
13- 16 x
= 23,077%
ts = 15,6 s
SSE = %10020
71,1320 x− = %1002029,6 x = 31,45%
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 25 cm Nilai akhir (hmax) = 55cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 2,25 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 1,3 s
Mp = %10055
55-85 x
= 54,54%
ts = 14 s
SSE = %10060
05,5560 x− = %1006095,4 x = 8,25%
L-3
b. Kontrol PID berbasis rangkaian analog
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 16 cm
Nilai akhir (hmax) = 21 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 2 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 1,3 s
Mp ≈ 0
ts = 3 s
SSE = %10049,20
67,2049,20 x− = %10049,2018,0 x− = -0,8784%
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 20 cm
Nilai akhir (hmax) = 39 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 2,5 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 2,3 s
Mp ≈ 0
ts = 4 s
SSE = %10098,59
42,3998,59 x− = %10098,5956,20 x = 34,278%
2. Pengujian Kedua
Kondisi awal: Posisi vertical = 15 cm Setpoint vertical = 25 cm
Posisi horizontal = 30° Setpoint horizontal = 50°
a. Kontrol PID berbasis LabVIEW
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 10cm Nilai akhir (hmax) = 17,5cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 1 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 0,5 s
Mp = %1005,17
17,5-26,5 x
= 51,42%
ts = 4,2 s
SSE = %10025
51,1725 x− = %1002549,7 x = 29,96 %
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 32,5 cm Nilai akhir (hmax) = 42,5 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 1 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 2 s
Mp = %1005,4242,5-47,5 x
= 11,76%
ts = 5 s
SSE = %10050
78,4250 x− = %1005022,7 x = 14,44 %
b. Kontrol PID berbasis rangkaian analog
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 14,5 cm
Nilai akhir (hmax) = 26 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 2 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 7 s
Mp ≈ 0
ts = 17,5 s
SSE = %10027,25
15,2627,25 x− = %10027,2588,0 x− = -3,482 %
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 20 cm
Nilai akhir (hmax) = 27 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 17,5 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 3 s
Mp ≈ 0
ts = 5 s
SSE = %10097,49
87,2797,49 x− = %10097,491,22 x = 44,226 %
3. Pengujian Ketiga
Kondisi awal: Posisi vertical = 35 cm Setpoint vertical = 25 cm
Posisi horizontal = 180° Setpoint horizontal = 160°
a. Kontrol PID berbasis LabVIEW
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 27,5 cm Nilai akhir (hmax) = 17,5 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 1,25 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 0,75 s
Mp = %10017
11- 17 x
= 35,294%
ts = 5,6 s
SSE = %10053,17
17,53-25 x = %10053,1747,7 x = 29,88%
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 170° Nilai akhir (hmax) = 150°
td --- = t (0,5.∆h)
= 2,7 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 1 s
Mp = %100150
141-150 x
= 6 %
ts = 4,7 s
SSE = %100160
12,147160 x− = %100160
88,12 x = 8,05%
b. Kontrol PID berbasis rangkaian analog
Posisi vertical
Nilai awal (hmin) = 39,5 cm
Nilai akhir (hmax) = 26 cm
td --- = t (0,5.∆h)
= 4 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 1 s
Mp = %10026
2619 x−
= 26,923%
ts = 14,5 s
SSE = %10048,23
23,2648,23 x− = %10048,2375,2 x− = -11,712 %
Posisi horizontal
Nilai awal (hmin) = 157,5°
Nilai akhir (hmax) = 125°
td --- = t (0,5.∆h)
= 5 s
tr --- = t (10 sampai 90%)
= 6 s
Mp ≈ 0
ts = 7,5 s
SSE = %10024,142
64,15124,142 x− = %10024,1424,9 x− = -6,6085 %
Lampiran Data ketahanan
1. Kontrol PID berbasis LabVIEW
a. Posisi Vertical
Kondisi awal : Posisi Vertical : 5 cm Posisi Horizontal : 40°
1. Pengujian pertama : Setpoint Vertical : 10 cm
2. Pengujian kedua : Setpoint Vertical : 15 cm
3. Pengujian ketiga : Setpoint Vertical : 20 cm
L-4
4. Pengujian keempat : Setpoint Vertical : 25 cm
5. Pengujian kelima : Setpoint Vertical : 30 cm
6. Pengujian keenam : Setpoint Vertical : 35 cm
7. Pengujian ketujuh : Setpoint Vertical : 36 cm
8. Pengujian kedelapan : Setpoint Vertical : 37 cm
9. Pengujian kesembilan : Setpoint Vertical : 40 cm
b. Posisi Horizontal
Kondisi awal : Posisi Vertical : 20 cm Posisi Horizontal : 0°
1. Pengujian pertama : Setpoint Horizontal : 30°
2. Pengujian kedua : Setpoint Horizontal : 50°
3. Pengujian ketiga : Setpoint Horizontal : 52°
4. Pengujian keempat : Setpoint Horizontal : 53°
5. Pengujian kelima : Setpoint Horizontal : 55°
6. Pengujian keenam : Setpoint Horizontal : 60°
7. Pengujian ketujuh : Setpoint Horizontal : 70°
8. Pengujian kedelapan : Setpoint Horizontal : 80°
9. Pengujian kesembilan : Setpoint Horizontal : 90°
2. Kontrol PID berbasis Rangkaian Analog
a. Posisi Vertical
Kondisi awal : Posisi Vertical : 5 cm Posisi Horizontal : 90°
1. Pengujian pertama : Setpoint Vertical : 12,9 cm
2. Pengujian kedua : Setpoint Vertical : 15 cm
3. Pengujian ketiga : Setpoint Vertical : 20 cm
4. Pengujian keempat : Setpoint Vertical : 25 cm
5. Pengujian kelima : Setpoint Vertical : 30 cm
6. Pengujian keenam : Setpoint Vertical : 31 cm
7. Pengujian ketujuh : Setpoint Vertical : 33 cm
8. Pengujian kedelapan : Setpoint Vertical : 35 cm
b. Posisi Horizontal
Kondisi awal : Posisi Vertical : 20 cm Posisi Horizontal : 0°
1. Pengujian pertama : Setpoint Horizontal : 30°
2. Pengujian kedua : Setpoint Horizontal : 60°
3. Pengujian ketiga : Setpoint Horizontal : 70°
4. Pengujian keempat : Setpoint Horizontal : 80°
5. Pengujian kelima : Setpoint Horizontal : 82°
6. Pengujian keenam : Setpoint Horizontal : 84°
L-5
1/9
LOW POWER CONSUMPTION
WIDE COMMON-MODE (UP TO VCC+) AND
DIFFERENTIAL VOLTAGE RANGE
LOW INPUT BIAS AND OFFSET CURRENT
OUTPUT SHORT-CIRCUIT PROTECTION
HIGH INPUT IMPEDANCE J–FET INPUT STAGE
INTERNAL FREQUENCY COMPENSATION
LATCH UP FREE OPERATION
HIGH SLEW RATE : 16V/µs (typ)
DESCRIPTION
The LF353 are high speed J–FET input dual oper-ational amplifiers incorporating well matched, highvoltage J–FET and bipolar transistors in a mono-lithic integrated circuit.
The devices feature high slew rates, low input biasand offset currents, and low offset voltage temper-ature coefficient.
ORDER CODE
N = Dual in Line Package (DIP)D = Small Outline Package (SO) - also available in Tape & Reel (DT)
PIN CONNECTIONS (top view)
Part Number Temperature RangePackage
N D
LF353 0°C, +70°C • •LF253 -40°C, +105°C • •LF153 -55°C, +125°C • •
NDIP8
(Plastic Package)
DSO8
(Plastic Micropackage)
1
2
3
4 5
6
7
8
-
+ -
+
1 - Output12 - Inverting input 13 - Non-inverting input 14 - VCC
-
5 - Non-invertig input 26 - Inverting input 27 - Output 2
8 - VCC+
LF153LF253 - LF353
WIDE BANDWIDTHDUAL J-FET OPERATIONAL AMPLIFIERS
March 2001
LF153 - LF253 - LF353
2/9
SCHEMATIC DIAGRAM (each amplifier)
ABSOLUTE MAXIMUM RATINGS
Symbol Parameter LF153 LF253 LF353 Unit
VCC Supply voltage - note 1)
1. All voltage values, except differential voltage, are with respect to the zero reference level (ground) of the supply voltages where the zero reference level is the midpoint between VCC
+ and VCC-.
±18 V
Vi Input Voltage - note 2)
2. The magnitude of the input voltage must never exceed the magnitude of the supply voltage or 15 volts, whichever is less.
±15 V
Vid Differential Input Voltage - note 3)
3. Differential voltages are the non-inverting input terminal with respect to the inverting input terminal.
±30 V
Ptot Power Dissipation 680 mW
Output Short-circuit Duration - note 4)
4. The output may be shorted to ground or to either supply. Temperature and/or supply voltages must be limited to ensure that the dissipation rating is not exceeded
Infinite
Toper Operating Free-air Temperature Range -55 to +125 -40 to +105 0 to +70 °C
Tstg Storage Temperature Range -65 to +150 °C
LF153 - LF253 - LF353
3/9
ELECTRICAL CHARACTERISTICSVCC = ±15V, Tamb = +25°C (unless otherwise specified)
Symbol Parameter Min. Typ. Max. Unit
Vio
Input Offset Voltage (Rs = 10kΩ) Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
3 1013
mV
DVio Input Offset Voltage Drift 10 µV/°C
IioInput Offset Current- note 1)
Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
1. The input bias currents are junction leakage currents which approximately double for every 10°C increase in the junction temperature.
5 1004
pAnA
Iib
Input Bias Current -note 1Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
20 20020
nA
Avd
Large Signal Voltage Gain (RL = 2kΩ, Vo = ±10V) Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
5025
200V/mV
SVR
Supply Voltage Rejection Ratio (RS = 10kΩ)Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
8080
86dB
ICC
Supply Current, no load Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
1.4 3.23.2
mA
Vicm Input Common Mode Voltage Range±11 +15
-12V
CMR
Common Mode Rejection Ratio (RS = 10kΩ)Tamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
7070
86dB
IOS
Output Short-circuit CurrentTamb = +25°CTmin ≤ Tamb ≤ Tmax
1010
40 6060
mA
±Vopp
Output Voltage Swing Tamb = +25°C RL = 2kΩ
RL = 10kΩTmin ≤ Tamb ≤ Tmax RL = 2kΩ
RL = 10kΩ
10121012
1213.5
V
SRSlew Rate
Vi = 10V, RL = 2kΩ, CL = 100pF, Tamb = +25°C, unity gain 12 16V/µs
trRise Time
Vi = 20mV, RL = 2kΩ, CL = 100pF, Tamb = +25°C, unity gain 0.1µs
KovOvershoot
Vi = 20mV, RL = 2kΩ, CL = 100pF, Tamb = +25°C, unity gain 10%
GBPGain Bandwidth Product
f = 100kHz, Tamb = +25°C,Vin = 10mV, RL = 2kΩ, CL = 100pF 2.5 4MHz
Ri Input Resistance 1012 Ω
THDTotal Harmonic Distortion ( f = 1kHz, Av = 20dB
RL = 2kΩ, CL = 100pF, Tamb = +25°C,Vo = 2Vpp) 0.01
enEquivalent Input Noise Voltage
RS = 100Ω, f = 1KHz 15
∅m Phase Margin 45 DegreesVo1/Vo2 Channel Separation (Av = 100, Tamb = +25°C) 120 dB
nV
Hz------------
LF153 - LF253 - LF353
4/9
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus FREQUENCY
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus FREQUENCY
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus LOAD RESISTANCE
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus FREQUENCY
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus FREE AIR TEMP.
MAXIMUM PEAK-TO-PEAK OUTPUT VOLTAGE versus SUPLY VOLTAGE
LF153 - LF253 - LF353
5/9
INPUT BIAS CURRENT versus FREE AIR TEMPERATURE
LARGE SIGNAL DIFFERENTIAL VOLTAGE AMPLIFICATION AND PHASE SHIFT versus FREQUENCY
SUPPLY CURRENT PER AMPLIFIER versus FREE AIR TEMPERATURE
LARGE SIGNAL DIFFERENTIAL VOLTAGE AMPLIFICATION versus FREE AIR TEMP.
TOTAL POWER DISSIPATION versus FREE AIR TEMPERATURE
SUPPLY CURRENT PER AMPLIFIER versus SUPPLY VOLTAGE
LF153 - LF253 - LF353
6/9
COMMON MODE REJECTION RATIO versus FREE AIR TEMPERATURE
OUTPUT VOLTAGE versus ELAPSED TIME
VOLTAGE FOLLOWER LARGE SIGNAL PULSE RESPONSE
EQUIVALENT INPUT NOISE VOLTAGE versus FREQUENCY
TOTAL HARMONIC DISTORTION versus FREQUENCY
LF153 - LF253 - LF353
7/9
PARAMETER MEASUREMENT INFORMATIONFigure 1 : Voltage Follower Figure 2 : Gain-of-10 inverting amplifier
TYPICAL APPLICATION
QUADRUPLE OSCILLATOR
LF153 - LF253 - LF353
8/9
PACKAGE MECHANICAL DATA8 PINS - PLASTIC DIP
Dim.Millimeters Inches
Min. Typ. Max. Min. Typ. Max.
A 3.32 0.131
a1 0.51 0.020
B 1.15 1.65 0.045 0.065
b 0.356 0.55 0.014 0.022
b1 0.204 0.304 0.008 0.012
D 10.92 0.430
E 7.95 9.75 0.313 0.384
e 2.54 0.100
e3 7.62 0.300
e4 7.62 0.300
F 6.6 0260
i 5.08 0.200
L 3.18 3.81 0.125 0.150
Z 1.52 0.060
LF153 - LF253 - LF353
9/9
Information furnished is believed to be accurate and reliable. However, STMicroelectronics assumes no responsibility for theconsequences of use of such information nor for any infringement of patents or other rights of third parties which may result fromits use. No license is granted by implication or otherwise under any patent or patent rights of STMicroelectronics. Specificationsmentioned in this publication are subject to change without notice. This publication supersedes and replaces all informationpreviously supplied. STMicroelectronics products are not authorized for use as critical components in life support devices orsystems without express written approval of STMicroelectronics.
© The ST logo is a registered trademark of STMicroelectronics
© 2001 STMicroelectronics - Printed in Italy - All Rights ReservedSTMicroelectronics GROUP OF COMPANIES
Australia - Brazil - China - Finland - France - Germany - Hong Kong - India - Italy - Japan - Malaysia - Malta - Morocco Singapore - Spain - Sweden - Switzerland - United Kingdom
© http://www.st.com
PACKAGE MECHANICAL DATA8 PINS - PLASTIC MICROPACKAGE (SO)
Dim.Millimeters Inches
Min. Typ. Max. Min. Typ. Max.
A 1.75 0.069
a1 0.1 0.25 0.004 0.010
a2 1.65 0.065
a3 0.65 0.85 0.026 0.033
b 0.35 0.48 0.014 0.019
b1 0.19 0.25 0.007 0.010
C 0.25 0.5 0.010 0.020
c1 45° (typ.)
D 4.8 5.0 0.189 0.197
E 5.8 6.2 0.228 0.244
e 1.27 0.050
e3 3.81 0.150
F 3.8 4.0 0.150 0.157
L 0.4 1.27 0.016 0.050
M 0.6 0.024
S 8° (max.)