perbandingan kualitas gelatin dari tulang ikan tuna, kulit pari dan tulang hiu

Upload: benget-r-simanjuntak

Post on 29-Oct-2015

309 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Perbandingan Kualitas Gelatin dari Tulang Ikan Tuna, Kulit Pari dan Tulang Hiu

TRANSCRIPT

  • PERBANDINGAN KUALITAS GELATIN DARIKULIT

    TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    PERBANDINGAN KUALITAS GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA,KULIT IKAN PARI DAN TULANG IKAN HIU

    SEMINAR 1 SKS

    (PIT 4085)

    Oleh :Benget R. Simanjuntak

    09/283439/PN/11670

    PROGRAM STUDITEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

    JURUSAN PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA2013

    1

    IKAN TUNA,

  • 2BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen

    hewan yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Gelatin dapat diperoleh

    dengan cara denaturasi panas dari kolagen. Pemanasan kolagen secara bertahap akan

    menyebabkan struktur rusak dan rantairantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk

    dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat

    menghancurkan makro molekulnya (Wiratmaja, 2006).

    Secara umum fungsi gelatin untuk produk pangan adalah sebagai zat

    pengental, penggumpal, pengemulsi, penstabil, pembentuk busa, menghindari

    sineresis, pengikat air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis, pemerkaya gizi,

    pengawet.

    Bahan baku yang banyak digunakan untuk industri gelatin konvensional

    adalah tulang dan kulit sapi dan babi. Banyak gelatin yang berasal dari kulit dan

    tulang babi, bahkan sebesar 41,4% produk gelatin dunia diekstraksi dari kulit

    babi. Permintaan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan terkini

    mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahun,

    dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, dari kulit sapi sebesar 29,4%, dari tulang

    sapi sebesar 23,1%, dan dari sumber lain sebesar 1,5% (Wiratmaja, 2006).

    Sedangkan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengimpor lebih dari 6.200 ton

    gelatin (tahun 2003) atau senilai US$ 6.962.237 dari berbagai negara (Perancis,

    Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) dengan harga jual di

    pasar dalam negeri mencapai Rp 60.000 hingga Rp 70.000 setiap kilogramnya

    (Wiratmaja, 2006).

    Penggunaan gelatin cukup luas dalam berbagai aplikasi, tapi terdapat

    beberapa kendala bagi para konsumen untuk mengonsumsi produk-produk tersebut.

    Kendalanya tersebut diantaranya ialah kepercayaan yang dianut oleh konsumen,

    dimana umat Hindu dilarang untuk mengonsumsi sapi, serta umat Islam dan Yahudi

    dilarang untuk mengonsumsi segala produk yang berasal dari babi. Selain itu,

    terdapat pula kekhawatiran akan adanya penyakit sapi gila (mad cow), penyakit

  • 3mulut dan kuku (foot and mouth), dan kontaminasi Bovine Spongiform

    Encephalopathy (BSE). Oleh karena itu, perlu dipikirkan solusi/alternatif lain dalam

    pemilihan bahan baku gelatin yang aman dikonsumsi. Kulit dan tulang ikan

    berpotensi menggantikan peranan gelatin mamalia.

    Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan Teknologi pengolahan

    gelatin dari tulang dan kulit sebagai bahan baku alternatif yang melimpah, murah,

    dan jelas kehalalannya. Tulang ikan dapat dimanfaatkan menjadi gelatin, dalam

    tulang terdapat kolagen sebesar 18,6% dari 19,86% unsur organik protein kompleks.

    Tulang ikan yang diambil dapat bersumber sebagai kolagen serta aman dan halal

    untuk dikonsumsi. Pembuatan gelatin dari tulang dan kulit ikan juga sudah banyak

    dilakukan. Penelitian yang memanfaatkan bagian tubuh ikan lain yang kaya kolagen

    sebagai sumber gelatin (Wijaya, 2001).

    Gelatin disebut miracle food, karena gelatin memiliki fungsi yang masih sulit

    digantikan dalam industri makanan maupun farmasi. Penggunaan gelatin untuk

    kebutuhan sahari-hari tidak dapat dihindari, karena lebih dari 60% total produksi

    gelatin digunakan oleh industri pangan, sekitar 20% industri fotografi dan 10% oleh

    industri farmasi dan kosmetik (Peranginangin, 2005).

    B. Tujuan

    Mengetahui metode ekstraksi gelatin serta karakteristik gelatin dari tulang

    ikan tuna, tulang hiu dan kulit pari dengan perendaman dalam larutan HCl.

    C. Manfaat

    Tambahan informasi pemanfaatan gelatin dengan kualitas tinggi bagi

    masyarakat dan pelaku industri khususnya industri pangan, mendapatkan alternatif

    pengolahan limbah perikanan (kulit ikan tuna, tulang ikan hiu dan kulit ikan pari)

    menjadi produk yang bernilai tinggi dan dapat menjadi acuan dan pedoman

    bagi industri pengolahan tuna, hiu dan pari dalam memberikan nilai tambah

    pada limbah industrinya.

  • 4BAB II. PEMBAHASAN

    A. Pembuatan Gelatin

    Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua cara,

    yaitu proses asam (tipe A) dan proses basa (tipe B). Perbedaan kedua proses ini

    terletak pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang

    protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa

    organik dan metode ektraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan

    berbeda-beda (Pelu et al., 1998).

    Hinterwaldner (1977) menyatakan bahwa proses produksi utama gelatin

    dibagi dalam tiga tahap: (1) Tahap persiapan bahan baku berupa penghilangan

    komponen non kolagen dengan atau tanpa pengurangan ikatan antara komponen

    kolagen; (2) Tahap preparasi gelatin, konversi kolagen menjadi gelatin; (3) Tahap

    pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan.

    Pembuatan gelatin menggunakan tipe A menurut Marsaid (2011) yaitu

    perendaman dengan variasi 3 jenis larutan asam yaitu larutan HCl (Asam Klorida).

    Adapun prsedur penelitian sebagai berikut:

    1. Persiapan Bahan Baku

    Ikan tuna dan ikan hiu segar diambil tulangnya sedangkan dikan pari diambil

    kulitnya, kemudian dibersihkan dari daging dan lapisan yang mengandung lemak.

    Kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Berat tulang yang akan

    dianalisis 15 gram.

    2. Preparasi Gelatin

    a. Degresing

    Tulang Ikan dicuci dengan air panas pada suhu 60o 70o C sampai 23 menit

    dan selanjutnya ditiriskan selama 3 menit. Tahap selanjutnya tulang tersebut

    dipotong potong kecil dengan ukuran 2 3 cm.

    b. Demineralisasi

    Tulang dan kulit direndam dalam larutan asam, yaitu HCL 4%, HCl 5 %, dan

    HCl 6%. Perendaman dilakukan selama 24 dan 36 jam. Tulang dan kulit yang

    telah direndam kemudian ditimbang dan dicuci air mengalir hingga pH menjadi

    netral (6-7).

  • 5c. Ekstraksi

    Tulang dan kulit dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest

    dengan perbandingan kulit dan aquadest adalah 1 : 3. Kemudian tulang

    tersebut diekstraksi dalam waterbath pada suhu 80o-90oC selama 3 jam.

    Ekstrak disaring dengan kain katun berlapis empat untuk menghilangkan

    kotoran, kemudian filtrat yang diperoleh diukur.

    d. Pembuatan Gel

    Filtrat dimasukkan dalam lemari pendingin dengan suhu 40C-10oC selama 10

    12 jam hingga membentuk gel.

    3. Pemurnian Gelatin

    Gel dimasukkan kedalam tempat loyang oven yang dilapisi plastik mika untuk

    memudahkan pengambilan lapisan tipis gelatin. Gel dioven pada suhu 60oC selama

    24 jam hingga terbentuk lapisan gelatin. Lapisan tipis gelatin yang diperoleh

    ditimbang dengan neraca analitis.

    B. Analisis Karakteristik Gelatin

    Pengamatan yang dilakukan yaitu analisis produk gelatin yang terpilih dari

    hasil akhir gelatin. Hasil analisis ini dibandingkan parameter mutunya dengan gelatin

    tulang ikan SNI. Parameter yang dibandingkan meliputi analisis proksimat gelatin

    (kadar air, abu, lemak dan protein) dan sifat fisikakimianya meliputi kekuatan gel,

    viskositas, pH, titik gel, titik leleh, titik isoelektrik dan derajat putih.

    1. Analisis Proksimat

    Gelatin tulang dan kulit ikan yang terpilih dilakukan analisis proksimat yang

    meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Gelatin tulang ikan

    tuna yang terpilih yaitu perlakuan perendaman HCl 6%, gelatin kulit ikan pari

    dengan perlakuan perendaman HCl 5%, dan gelatin tulang ikan hiu dengan perlakuan

    perendaman HCl 4%. Hasil analisis proksimat gelatin tulang ikan hiu, kulit ikan pari

    dan tulang ikan tuna (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 1.

  • 6Tabel 1. Analisa proksimat gelatin tulang

    No. Parameter(%)Komposisi Proksimat Gelatin

    Tulang Tuna Tulang Hiu Kulit Pari SNI (1995)1 Kadar air 6,54 10,77 13,98 Maks 16%2 Kadar abu 1,93 5,14 5,635 Maks 3,25%3 Kadar lemak 0,42 0,55 0,625 -4 Kadar protein 91,01 86,13 83,76 -

    a. Kadar airNilai kadar air dari ketiga gelatin masih memenuhi standar mutu gelatin yaitu

    maksimal 16 % (SNI, 1995). Dengan kadar air sebesar 6,54%, gelatin tulang ikan

    tuna cenderung menyerap air jika disimpan pada suhu ruang untuk mencapai titik

    keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan. Pada kadar air 13% dan suhu

    25oC gelatin mencapai titik keseimbangan dengan kelembaban udara lingkungan.

    b. Kadar abu

    Kadar abu dari ketiga jenis gelatin tulang ikan ini berbeda-beda, gelatin ikan

    tuna mempunyai nilai kadar abu 1,93%, kadar abu gelatin hiu 5,14% dan kadar abu

    ge1atin pari 5,635%. Tampak bahwa gelatin tulang ikan tuna yang memenuhi standar

    SNI (1995) yaitu maksimum 3,35 %, sedangkan gelatin ikan hiu dan ikan pari belum

    memenuhi standar SNI (1995). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa gelatin ikan hiu

    dan ikan pari memiliki kandungan abu yang melebihi 3,25% yakni 5,14% dan

    5,635%. Hal ini terjadi disebabkan oleh masih adanya komponen mineral yang

    terikat pada kolagen, yang belum terlepas saat proses pencucian sehingga ikut

    terekstraksi dan terbawa saat proses pengabuan (Astawan dan Aviana, 2002).

    Ditambahkan Peranginangin et al, (2004), tingginya kadar abu pada gelatin dapat

    dikarenakan masih adanya serbuk ossein yang terbawa dalam tulang hiu

    (elasmobranchii) saat proses penyaringan.

    c. Kadar lemak

    Berdasarkan data diketahui bahwa kadar lemak gelatin dari bahan dasar

    tulang rawan ikan pari mempunyai nilai yang cukup tinggi sebesar 0,625%

    dibandingkan dengan gelatin dari bahan tulang ikan tuna yaitu sebesar 0,42% dan

    hiu 0,55%. Hal ini dikarenakan kandungan bahan dasar yang berbeda kadar

  • 7lemaknya, kadar lemak tulang rawan ikan pari lebih besar dibandingkan dengan

    kadar lemak ikan tuna dan hiu.

    d. Kadar protein

    Hasil pengukuran kadar protein dari ketiga jenis bahan tulang yang berbeda

    didapatkan nilai tertinggi pada gelatin dengan bahan dasar tulang ikan tuna, yaitu

    sebesar 91,01 %. Tingginya kadar protein pada gelatin dari bahan dasar tulang tuna

    diduga berasal dari bahan dasarnya sendiri yang mempunyai kadar protein yang

    tinggi. Ikan tuna banyak mengandung protein yang merupakan ikan pelagis.

    e. Rendemen

    Rendemen merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam proses

    pembuatan gelatin. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase

    gelatin yang dihasilkan. Semakin banyak rendemen yang diperoleh menunjukkan

    semakin efisien perlakuan perendaman asam yang diberikan. Hasil rendemen gelatin

    tulang ikan hiu, kulit ikan pari dan tulang ikan tuna (Nurilmala, 2004) dapat dilihat

    pada Tabel 2.

    Tabel 2. Rendemen gelatin ikanNo. Gelatin Rendemen1 Tulang tuna (HCl 6%) 19,90%2 Kulit pari (HCl 5%) 19,00%3 Tulang hiu (HCl 4%) 18,88%

    Perendaman tulang ikan hiu dengan konsentrasi HCl 4% menghasilkan

    rendemen gelatin yang paling rendah (18,88%). Hal ini diduga karena rendahnya

    konsentrasi HCl sehingga konversi kolagen menjadi gelatin tidak maksimal. Dari

    hasil hasil tersebut bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida, maka rendemen

    yang dihasilkan makin tinggi.

    Tingginya rendemen yang dihasilkan diduga karena pengaruh jumlah ion H+

    yang menghidrolisis kolagen dari rantai triple heliks menjadi rantai tunggal yaitu

    gelatin lebih banyak, semakin tinggi suhu ekstraksi akan menyebabkan kolagen

    terurai menjadi gelatin lebih banyak. Kecenderungan ini mencapai batasnya apabila

    ion H+ yang berlebih disertai suhu yang tinggi mendenaturasi kolagen yang

    terhidrolisis. Konsentrasi asam yang berlebih dan suhu yang tinggi menimbulkan

    adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan

  • 8menyebabkan turunnya jumlah gelatin. Menurut Courts (1977), konversi kolagen

    menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH.

    2. Sifat Fisika-Kimia

    Hasil penelitian sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan hiu, kulit ikan pari dan

    tulang ikan tuna (Nurilmala, 2004) dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Perbandingan sifat fisika-kimia gelatin tulang ikan tuna, ikan kakaphiu dan kulit ikan pari

    No. Parameter GelatinTulang Tuna Kulit Pari Tulang Hiu

    1 Kekuatan gel (mm/kg.s) 79 83 79,752 Viskositas (cP) 6,9 4,95 5,33 pH 4,8 2,65 3,354 Titik gel (oC) 7,61 12,7 12,455 Titik leleh (oC) 19,48 25,6 256 Titik isoelektrik 7 8 77 Derajat Putih (%) 10,7 11 9,9

    a. Titik gel gelatin

    Titik gel adalah suhu pada waktu dimana larutan gelatin mulai membentuk

    gel (Stainsby, 1977). Berdasarkan hasil pengukuran terlihat nilai titik gel yang

    berbeda-beda, yaitu berkisar 7,61-12,7oC. Titik gel gelatin dipengaruhi oleh

    konsentrasi gelatin, pH dan besarnya molekul gelatin (Stansby,1977).

    b. Titik leleh gelatin

    Titik leleh adalah suhu ketika gelatin yang telah membentuk gel mencair

    ketika dipanaskan (Stansby, 1977). Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh titik

    leleh gelatin dari tulang ikan tuna mempunyai nilai yang lebih rendah (19,84oC)

    dibandingkan gelatin kulit ikan pari 25,6oC dan tulang hiu sebesar 25oC. Semakin

    besar titik leleh, maka titik gel juga semakin besar. Rendahnya titik leleh disebabkan

    rendahnya kandungan asam amino prolin dan hydroksiprolin didalam gelatin

    mengakibatkan sedikitnya ikatan hydrogen dari gelatin terhadap air dalam larutan.

    Selain itu titik leleh dipengaruhi oleh konsentrasi gelatin dalam larutan, pH dan

    besarnya molekul gelatin (Stainsby, 1977).

  • 9c. Titik isoelektrik protein

    Titik isoelektrik protetin (pI) adalah pH dimana protein memiliki jumlah

    muatan ion positif dan negatif yang sama. Pada titik isoelektriknya, kelarutan protein

    rendah sehingga terjadi penggumpalan atau pengendapan protein. Dengan demikian

    titik isoelektrik gelatin penting untuk diketahui karena akan berpengaruh pada

    penggunaanya dalam berbagai produk terutama kaitannya dengan tingkat kelarutan

    gelatin, sebagai contoh kelarutan protein selalu minimum pada titik isoelektriknya.

    Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian titik isoelektrik menunjukkan

    bahwa gelatin tulang ikan tuna sama dengan gelatin tulang hiu dan lebih rendah

    dibandingkan dengan titik isoelektrik gelatin kulit ikan pari. Gelatin yang dihasilkan

    dengan proses asam mempunyai titik isoelektrik yang lebih tinggi dibandingkan

    gelatin yang dihasilkan dengan proses basa.

    Titik isoelektrik gelatin juga erat kaitannya dengan viskositasnya, dimana

    viskositas gelatin terendah diperoleh pada pH titik isoelektriknya. Oleh karena itu

    untuk mendapatkan viskositas gelatin yang tinggi maka larutan yang digunakan

    untuk melarutkan gelatin tersebut hendaknya lebih besar atau lebih rendah dari pH

    titik isoelektriknya.

    d. Derajat putih

    Derajat putih merupakan gambaran umum dari warna gelatin, dimana derajat

    putih gelatin diharapkan mendekati 100%, karena gelatin yang bermutu tinggi tidak

    berwarna, sehingga aplikasi bisa lebih luas. Derajat putih gelatin ditentukan oleh

    bahan baku dan proses pembuata gelatin. Derajat putih gelatin akan berpengaruh

    pada aplikasi suatu produk (Glicksman, 1969). Hasil pengukuran derajat putih dari

    gelatin tulang ikan tuna lebih rendah dibandingkan dengan gelatin kulit pari namun

    lebih tinggi dari gelatin tulang hiu.

    Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan, kesegaran bahan baku akan

    mempengaruhi mutu dari gelatin tersebut dan juga dipengaruhi oleh proses

    pengeringan pada gelatin yang menggunakan suhu yang lebih.

    C. Pemanfaatan Gelatin di Bidang Industri

    Gelatin adalah protein yang mempunyai nilai gizi rendah karena pada gelatin

    tidak terkandung seluruh asam amino esensial pembentuk protein secara lengkap.

    Gelatin merupakan suatu protein yang tidak mengandung asam amino triptofan oleh

  • 10

    karena itu penggunaan gelatin lebih disukai karena sifat fisik kimianya bukan karena

    nilai gizinya.

    Kegunaan gelatin terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan yang

    elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pada pembentukan gel ini

    bersifat reversible kerena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan bila didinginkan

    akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakan gelatin dengan gel dari

    pektin, alginat, albumin telur, dan protein susu yang gelnya irreversible (Marsaid,

    2011).

    Penggunaan gelatin sudah meluas meliputi produk pangan dan non pangan.

    Sebagian besar dari total produksi gelatin diaplikasikan pada industri makanan dalam

    bentuk edible gelatin. Dalam pembuatan bakery, gelatin digunakan sebagai bahan

    penstabil dan pengisi. Pemanfaatan gelatin dalam produk non pangan ialah industri

    farmasi, teknik dan kosmetik. Pada bidang farmasi, gelatin digunakan dalam

    pembuatan kapsul, berperan sebagai agen pengikat untuk tablet dan pastilles,

    penyamar rasa pada pil, pengganti serum, mikroenkapsulasi vitamin, dan penstabil

    emulsi. Dalam industri teknik gelatin digunakan dalam bahan pembuatan lem, kertas,

    cat yang berperan sebagai pengikat, dan penstabil emulsi. Dalam industri kosmetika

    digunakan dalam lipstik, shampo dan sabun.

    Saat ini penggunaan gelatin sudah semakin meluas, baik untuk produk

    pangan maupun non pangan. Untuk produk pangan gelatin dapat dimanfaatkan

    sebagai bahan penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent), pengikat

    (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), perekat (adhesive),

    whipping agent, dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan (edible

    coating). Industri pangan yang membutuhkan gelatin antara lain industri

    konfeksioneri, produk jelly, industri daging, industri susu, produk law fat, dan

    industri food supplement (Raharja, 2004). Gelatin juga digunakan dalam industri non

    pangan antara lain untuk pembuatan film, industri farmasi (kapsul lunak, cangkang

    kapsul dan tablet), industri teknik (bahan pembuat lem, kertas, cat, dan bahan

    perekat), dan juga digunakan dalam industri kosmetika (pemerah bibir, shampo dan

    sabun). Aplikasi gelatin terhadap produk pangan dan non pangan berdasarkan sifat

    fisik-kimianya dapat dilihat pada Tabel 4.

  • 11

    Tabel 4. Aplikasi gelatin terhadap produk pangan dan non panganberdasarkan sifat fisik-kimia

    Produk FungsiKekuatan gel

    Viskositas Dosis(Bloom)

    Gelatin gums - Gelling agent 180-260 Low-High 6-10%- Tekstur- Elastisitas

    Wine gum - Gelling agent 100-180 Low-Medium 2-6%- Tekstur- Elastisitas

    Chewablesweet - Chewability 100-150 Medium-High 0.5-3%

    Marsmallows - Stabilisasi 200-260 Medium-High 2-5%- Gelling agent

    Nugget - Chewability 100-150 Medium-High 2-5%Coating - Film Forming 120-150 High 0,2-1%

    Youghurt - pengental 200-250 Medium-High 0,2-1%- Gelling agent- Tekstur

    Eskrim - Tekstur 100-200 Low-Medium 0,2-1%- Stabilisasi

    Kapsul - Kapsul keras 150-280 Low-Medium- kapsul lunak 125-200

    Tablet 20-300Pata gigiKosmetik

    Sumber : http://www.gelatin.co.za/gltn1.html#Gel-str dan www. Koshercom.org

    D. Volume Bahan Baku Gelatin dari Limbah (Kulit dan Tulang) Ikan

    Kebutuhan gelatin dunia dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun

    1999 kebutuhan gelatin mencapai 254.000 ton. Hal ini menunjukkan bahwa untuk

    industri makanan, yaitu sebanyak 60%. Pada tahun 2002 produksi gelatin dunia

    tercatat 220.000 - 272.300 MT. Di Indonesia, kebutuhan gelatin dalam bidang

    industri tidak diketahui jumlahnya secara pasti. Namun gelatin yang digunakan

    industri-industri di Indonesia masih merupakan bahan impor dari beberapa negara

    Eropa dan Amerika dengan harga relatif tinggi (Marsaid, 2011).

    Ikan tuna mengandung daging sebesar 45%, tulang 15%, kepala 30%, sisa

    kulit dan sisik 10%. Jika didasarkan pada tingkat kenaikan produksi ikan tuna

  • 12

    sebesar 6,55 ton, maka limbah ikan tuna yang dihasilkan mengalami peningkatan

    rata-rata sekitar 4 ton atau sekitar 1 ton akan dihasilkan limbah berupa tulang ikan

    (PT Bonecom, 2005 cit. Wiratmaja, 2006). Tulang ikan dapat dimanfaatkan menjadi

    gelatin, di dalam tulang terdapat kolagen sebesar 18,6% dari 19,86% unsur organik

    protein kompleks. Gmez- Guilln (2002) menambahkan , 30% dari limbah industri

    pengolahan ikan berasal dari kulit dan tulang ikan. Proporsi tulang ikan terhadap

    tubuh ikan mencapai 12,4 %, sehinga diperkirakan gelatin yang dapat diperoleh dari

    6703 ton tulang ikan adalah 804,6 ton.

  • 13

    BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Diantara ketiga kondisi tersebut, gelatin dari tulang ikan tuna dengan

    perendaman HCl 6% merupakan gelatin yang terbaik. Gelatin yang dihasilkan

    mempunyai karakteristik sebagai berikut : Viscositas 6,9 cps, kekuatan gel 79

    mm/kg.s, Titik gel 7,6oC,titik leleh 19,48oC, titik isoelektrik 7, Rendemen 19,9 %,

    Nilai pH 4,8, Kadar Protein 91,01%, Kadar Lemak 0,42%, Kadar Abu 1,93% dan

    Kadar Air 6,54%.

    B. Saran

    Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap aplikasi gelatin ikan pada produkseperti jelly atau permen.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    Astawan, M. dan T. Aviana. 2002. Pengaruh Jenis Larutan Perendam SertaMetode Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Gelatindari Kulit Cucut. Seminar Nasional PATPI. Malang 30-31 Juni 2002.

    Courts A dan P. Johns. 1977. Relationship between collagen and gelatin. Di dalamThe Science and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. NewYork: Academic Press.

    Damanik, A. 2005. Gelatin Halal, Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI. No.36 Maret 2001. Jakarta

    Gomez-Guillen, M.C., P. Montero. 2001. Extarction of gelatin from megrim(Lepidorhombus boscii) skins with several organic acids. J. Food Sci. 66 (2):213-216.

    Glicksman, M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academic Press, NewYork.

    Hinterwaldner, R. 1977. Technology of Gelatin Manufacture. Di dalam Ward, A.Gdan A. Courts (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press,New York.

    Marsaid, Atmaja L. 2011. Karakterisasi Sifat Kimia, Fisik, dan Thermal EkstrakGelatin dari Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp) pada Variasi Larutan Asam UntukPerendaman. Tesis. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanInstitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Surabaya.

    Nurilmala M. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan keras (Teleostei) sebagaisumber gelatin dan karakterisasinya. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.

    Peranginangin, R., N. Haq, W.F. Maruf & A. Rusli. 2004. Ekstraksi Gelatin dariKulit ikan Patin (pangasisus hypopthalmus) Secara Proses Asam. JurnalPenelitian Perikanan Indonesia Vol. 10 No.3 tahun 2004.

    Peranginangin, R., Mulyasari, A. Sari dan Tazwir. 2005. Karakterisasi Mutu Gelatinyang Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (pangasisus hypopthalmus) SecaraEkstraksi Asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 No.4 tahun2005.

    Pelu, H., S. Herawati dan E. Chasanah. 1998. Ekstraksi Gelatin dari Kulit IkanTuna (Thunnus sp.) melalui Proses Asam. Jurnal Penelitian PerikananIndonesiaVol. IV No. 2 Tahun 1998. Jakarta.

    Raharja, K. 2004. Manfaat Gelatin Ikan Pari (1). Di dalam Kedaulatan RakyatOnline.Com. 23 Desember 2004

    SNI. 06-3735-1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Mutu Pangan.Jakarta.

    Stansbsy, G. 1977. The gelatin gel and the sol-gel transformation. Di dalam TheScience and Technology of Gelatin. Ward AG dan Courts A, editors. NewYork: Academic Press.

    Wijaya, H. 2001. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat dan Lama Perendaman KulitIkan Pari (Trygon spp) Pada Pembuatan Gelatin. Skirpsi. Teknologi Hasil

  • 15

    Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor.

    Wiratmaja, H. 2006.Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnussp) Menjadi Gelatin Serta Analisis Fisika-Kimia. Skripsi. Teknologi HasilPerikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor.