perbaikan case

31
Pemeriksaan serologi Widal yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta sebagai uji cepat (rapid test) yang hasilnya dapat segera diketahui. Uji ini dilakukan pada awal minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila titer O antigen >1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu. KA-EN 1B Indikasi: · Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam) · Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak · Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam Komposisi : Tiap 1000 ml isi mengandung - sodium klorida 2,25 g - anhidrosa dekstros 37,5 g. - Elektrolit (meq/L) : a. Na+ 38,5 b. Cl- 38,5 c. Glukosa 37,5 g/L. d. kcal/L : 150

Upload: vmajestica

Post on 05-Dec-2014

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbaikan Case

Pemeriksaan serologi Widal yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam

darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test

kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta sebagai uji cepat (rapid test) yang

hasilnya dapat segera diketahui. Uji ini dilakukan pada awal minggu kedua sakit dan

dinyatakan positif bila titer O antigen >1/160 atau meningkat 4 kali dalam interval 1 minggu.

KA-EN 1B

Indikasi:

·                     Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada

kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)

·                     Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan

sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

·                     Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100

ml/jam

Komposisi :

Tiap 1000 ml isi mengandung

-          sodium klorida 2,25 g

-          anhidrosa dekstros 37,5 g.

-          Elektrolit (meq/L) :

a.       Na+ 38,5

b.      Cl- 38,5

c.       Glukosa 37,5 g/L.

d.      kcal/L : 150

Kloramfenikol

Keuntungannya adalah dapat menurunkan panas dengan cepat, harga murah, masa

toksik lebih singkat, gejala / keluhan lebih cepat hilang, menurunkan komplikasi.

Indikasi penggunaan kloramfenikol adalah :

1. Typus yang pertama, bukan yang relaps / karier

2. Tidak ada pansitopeni

3. Lekosit > 3000 / mm

4. Wanita tidak hamil (karena dapat sebabkan Gray Baby Sindrom)

Page 2: Perbaikan Case

Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3 dosis. Jika

tidak bisa peroral maka diberikan secara iv dengan dosis 50 mg, neonatus

sebaiknya dihindarkan, bila terpaksa dosis tidak boleh melebihi 25 mg/KgBB/hari.

Tiamfenikol

Mempunyai efek yang sama dengan kloramfenikol, mengingat susunan kimianya

hampir sama, hanya komplikasi hematogen pada tiamfenikol lebih jarang

dilaporkan.

Dosis oral yang dianjurkan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.

Indikasi untuk pengobatan demam tifoid relaps / karier (sebab disekrasikan lewat

empedu dalam bentuk aktif).

Ampisilin dan Amoksisilin

Ampisilin utamanya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan dengan

klorampenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik.

Kelemahannya dapat terjadi skin rash (3-18%), diare (11%). Amoksisilin

mempunyai daya anti bakteri yang sama dengan ampisilin, tetapi penyerapan per

oral lebih baik, sehingga kadar obat yang mencapai 2 kali lebih tinggi, timbulnya

kekambuhan lebih sedikit (2-5%) dan karier (0-5%).

Dosis yang dilanjutkan pada obat ini adalah :

- Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari

- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari

Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan

keuntungan lebih bila diberikan obat tunggal.

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dengan efek negatif :

membunuh flora usus.

Efek samping kloramfenikol:

Page 3: Perbaikan Case

1. Reaksi Hematologik

Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama ialah reaksi toksik

dengan manfestasi depresi sumsum tulang belakang. Kelainan

ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila

pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat anemia,

retikulositopenia, peningkatan serum iron, dan iron binding

capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda. Reaksi ini

terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25

µg/ml. Bentuk ke dua adalah anemia aplastik dengan

pansitopenia yang irreversibel dan memiliki prognosis yang

sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis

atau lama pengobatan. Insiden berkisar antara 1: 24000 –

50000. efek samping ini diduga efek idiosinkrasi dan mngkin

disebabkan oleh kelainan genetic

Kloamfenikol yang diberikan secara parenteral jarang

menimbulkan anemia aplastik namun hal ini belum dapat

dipastikan kebenarannya. Kloramfenikol dapat menimbulkan

hemolisis pada pasien defisiens enzim G6PD bentuk

mediteranean.

Hitung sel darah yang dilakukan secara berkala dapat

memberi petunjuk untuk mengurangi dosis atau

menghentikan terapi. Dianjurkan untuk hitung leukosit dan

hitung jenis tiap 2 hari. Pengobatan terlalu lama atau berulang

kali perlu dihindari. Timbulnya nyeri tenggorok dan infeksi

baru selama pemberian kloramfenikol menunjukkan adanya

kemungkinan leukopeni.

2. REAKSI SALURAN CERNA

Page 4: Perbaikan Case

Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare,

dan enterokolitis

3. REAKSI ALERGI

Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit,

angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang

menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan

demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.

4. SINDROM GRAY

Pada neonatus, terutama pada bayi prematur yang mendapat

dosis tinggi (200mg/kg BB) dapat timbul sindrom Gray,

biasanya antara hari ke-2 sampai hari ke-9 masa terapi, rata-

rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu,

pernapasan cepat dantidak teratur, perut kembung, sianosis,

dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit

berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan

berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia. Angka

kematian kira-kira 40%, sedangkan sisanya sembuh

sempurna. Efek toksik ini diduga disebabkan oleh; (1) sistem

konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna

dan, (2) kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat

diekskresi dengan baik oleh ginjal. Untuk mengurangi

kemungkinan terjadimya efek samping ini maka dosis

kloramfenikol untuk bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak

boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari. Setelah umur ini dosis 50

mgKg/BB biasanya tidak menimbulkan efek samping tersebut.

5. REAKSI NEUROLOGIK

Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan

sakit kepala.

Page 5: Perbaikan Case

Kerja kloramfenikol:

Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400)

dan rasanya sangat pahit. Rumus molekul kloramfenikol ialah

Kloramfenikol R= -NO2

Farmakodinamik

Efek anti mikroba

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat

ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil

transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis

protein kuman.

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi

kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman

tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes,

S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella,

Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia,

Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.

Resisitensi

Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi

obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi

terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan

permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel

bakteri.

Page 6: Perbaikan Case

Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat

resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak

yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K. Pneumoniae,

dan P. Mirabilis, kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii

resisten, juga kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

Farmakokinetik

Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar

puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Untuk anak

biasanya diberikan dalam bentuk ester kloramfenikol palmitat atau

stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami

hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.

Untuk pemberian secara parenteral diberikan kloramfenikol suksinat yang

akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada

bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50%

kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini

didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan

otak, cairan serebrospinal dan mata.

Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi, sehingga waktu paruh

memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi

menjadisenyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-

90% kloramfenikol yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal. Dari

Page 7: Perbaikan Case

seluruh kloramfenikol yang diekskresi hanya 5-10% yang berbentuk aktif.

Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak

aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat

glomerulus sedangkan metaboltnya dengan sekresi tubulus.

Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak

berubah sehingga tidak perlu pengurangan dosis. Dosis perlu dikurangi

bila terdapat gangguan fungsi hepar.

Interaksi dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat botransformasi

tolbutamid fenitoin, dikumarol dan obat lain yang dimetabolisme oleh

enzim mikrosom hepar. Dengan demikian toksisitas obat-obat ini lebih

tinggi bila diberikan berasama kloramfenikol. Interaksi obat dengan

fenobarbital dan rifampisin akan memperpendek waktu paruh

kloramfenikolsehingga kadar obat menjadi subterapeutik.

Antibakterial Metabolism kloramfenikol

ditingkatkan oleh rifampicin

(sehingga menurunkan kadar dalam

darah kloramfenikol)

Antikoagulan Kloramfenikol meningkatkan efek

antikoagulan koumarin

AntiepilepsiKloramfenikol meningkatkan kadar

fenitoin dalam darah (meningkatkan

risiko toksisitas); pirimidon

meningkatkan metabolism

Page 8: Perbaikan Case

kloramfenikol (menurunkan

kadarnya dalam darah)

Antipsokotik Hindari penggunaan bersamaan

kloramfenikol dengan klozapin

(meningkatkan risiko

agranulositosis)

Barbiturat Barbiturat mempercepat metabolism

kloramfenikol sehingga menurunkan

kadarnya dalam darah

Siklosporin Koramfenikol mungkin meningkatkan

kadar siklosporin dalam darah

Hidroxycobalamin Kloramfenikol menurunkan respon

terhadap hydroxycobalamin

Estrogen Mungkin menurunkan efek

kontrasepsi estrogen

Tacrolimus Kloramfenikol mungkin menurunkan

kadar tacrolimus dalam darah

Vaksin Antibakterial menginaktifkan vaksin

tifoid oral

Penggunaan klinik

Page 9: Perbaikan Case

Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan

kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati

demam tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia;

abses otak; mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma

inguinale; listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease;

septicemia; meningitis.

Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada

antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol

dikontraindikasikan pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal

hati, dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan

pada neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.

Fenobarbital sudah lama dipasarkan pada tahun 1912 oleh perusahaan Bayer dengan menggunakan merek luminal. Dan digunakan oleh dokter di Jerman untuk membunuh anak yang lahir dengan deformitas, yang saat itu merupakan kebijakan Nazi, Jerman. Dulu juga digunakan untuk penyakit kuning dan profilaxis pada kejang demam

Fenobarbital (fee-no-BAR-bih-tal) adalah obat anti-epilepsi yang mempunyai sejarah panjang. Obat ini pertama kali digunakan sebagai obat anti-epilepsi pada tahun 1912. Fenobarbital digunakan untuk pengobatan epilepsi tonik-klonik, epilepsi kompleks atau parsial simpel pada orang dewasa dan anak-anak. Fenobarbital juga digunakan untuk epilepsi miklonik (myclonic). Obat ini pernah menjadi obat first line, namun sekarang menjadi obat second-line karena efek samping yang ditimbulkannya — yaitu efek penenang, depresi dan agitasi.

Fenobarbital merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.

FENOBARBITAL

Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate dibagi menjadi 4, yaitu:1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)Contohnya : barbiturat, metarbital, fenobarbital2.    Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam)Contoh : alobarbital, amobarbital, aprobarbital, dan butabarbital            berguna         untuk mempertahankan tidur dalamjangka waktu yang panjang3.    Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam)Contoh : sekobarbital, dan pentobarbital, yang digunakan untuk          menimbulkan tidur untuk orang yang sulit jatuh tidur.4. Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)Contoh : thiopental yang digunakan untuk anestesi umum.

Page 10: Perbaikan Case

Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedative, tetapi penggunaanya sejak tahun 1980-an telah sangat menurun karena adanya obat-obat dari kelompok benzodiazepine yang lebih aman. Yang merupakan pengecualian adalah fenobarbital yang memiliki sifat antikonvulsif. Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang lebih rendah dari dosisnya sebagai obat tidur, yakni ½ -1/6 kalinya.

Fenobarbital  (Luminal) merupakan senyawa organik kejang pertama yang efektif. Senyawa ini memiliki toksisitas yang relative rendah, tidak mahal, dan masih merupakan salah satu obat yang  efektif dan lebih banyak digunakan untuk kejang.

Hubungan struktur-aktivitas. Rumus struktur fenobarbital (asam 5-fenil-5-etilbabiturat) hubungan struktur aktifitas barbiturate telah banyak diteliti. Aktivitas kejang maksimal diperoleh jika satu substituent pada posisi 5 berupa gugus fenil. Turunan 5,5-difenil mempunyai potensi kejang lebih lemah dibandingkan dengan fenobarbital tetapi hampir tanpa aktivitas hipnotik. Sebaliknya, asam 5,5-dibenzil barbiturat menyebabkan konvulsi.

Sifat-sifat kejang, kebanyakan barbiturat mempunyai sifat kejang. Namun,  kapasitas beberapa senyawa barbiturat untuk memberikan kerja kejang yang maksimal pada dosis yang lebih rendah dari dosis yang diperlukan untuk hypnosis menentukan kegunaan klinisnya sebagai obat kejang, contohnya fenobarbital. Fenobarbital aktif pada kebanyakan uji anti kejang pada hewan tetapi relative tidak selektif. Obat ini menghambat ekstensi tonik tungkai belakang pada hewan berkaki empat pada elektrosyok maksimal, kejang klonik yang dipicu oleh pentilentetrazol, dan kejang kindled.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABAA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerus; ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus.

Sifat Farmakokinetik

Fenobarbital diabsorbsi secara lengkap tetapi agak lambat; kosentrasi puncak dalam plasma terjadi beberapa jam setelah pemberian suatu dosis tunggal. Sebanyak 40% sampai 60% fenobarbital terikat pada protein plasma dan terikat dalam jumlah yang sama diberbagai jaringan, termasuk otak. Sampai 25 % dari suatu dosis dieliminasi melalui eksresi ginjal yang tergantung PH dalam bentuk tidak berubah; sisanya diinaktivasi oleh enzim mikrososm hati. Sitokrom P450 yang paling bertanggung jawab adalah CYP2C9, dengan sedikit metabolism oleh CYP2C19 dan 2El. Fenobarbital menginduksi enzim uridin difosfa glukuronosil transferase(UGT) dan sitokrom P450 subfamili CYP2C dan 3 A. obat-obat yang dimetabolisme oleh enzim-enzim ini dapat terurai lebih cepat jika diberikan bersama fenobarbital; yang penting, kontrasepsi oral dimetabolisme oleh CYP3A4.

Page 11: Perbaikan Case

Toksisitas

Sedasi merupakan efek yang tidak diharapkan dari fenobarbital yang paling sering terjadi yang tampak pada semua pasien pada awal terapi. Tingkat sedasi yang terjadi berbeda-beda  tetapi selama pengobatan kronis berkembang toleransi terhadap efek ini. Nistagmus dan ataksia terjadi pada dosis belebih. Fenobarbital kadang-kadang menyebabkan kondisi mudah marah dan hiperaktivitas pada anak-anak, serta agitasi dan kebingungan pada lanjut usia.

Ruam yang mirip scarlet atau morbili, mungkin disertai dengan manifestasi alergi obat lainnya, terjadi pada 1% sampai 2% pasien. Dermatitis eksfoliatif jarang terjadi. Hipoprotrombinemia yang disertai hemoragia teramati pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan fenobarbital selama kehamilan; vitamin K efektif untuk penanganan atau profilaksis. Anemia megaloblastik yang berespons terhadap folat dan osteomalasia yang berespons terhadap vitamin D dosis tinggi terjadi selama terapi epilepsy dengan fenobarbital jangka panjang, seperti yang terjadi selama pengobatan dengan fenitoin.

Konsentrasi obat dalam plasma, selama terapi jangka panjang pada orang dewasa, konsentrasi fenobarbital dalam plasma rata-rata 10µg/ml dengan dosis sehari 1 mg/kg; pada anak-anak besarnya 5 sampai 7µg/ml dengan dosis 1 mg/kg. meskipun tidak ada hubungan yang pasti antara hasil terapeutik dan konsentrasi obat dalam plasma, biasanya disarankan konsentrasi plasma 10 sampai 35µg/ml untuk mengendalikan kejang; kadar minimal untuk pencegahan konvulsi demam adalah 15µg/ml.

Hubungan antara konsentrasi fenobarbital dalam plasma dan efek merugikan beragam sesuai dengan perkembangan toleransi. Sedasi, nistagmus dan ataksia biasanya tidak terjadi pada konsentrasi dibawah 30 µg/ml selama terapi jangka panjang, tetapi efek-efek merugikan mungkin tampak selama beberapa hari pada konsentrasi yang lebih rendah saat dimulai terapi atau setiap dilakukan peningkatan dosis. Konsentrasi yang lebih besar dari 60µl/mg mungkin menyebabkan intoksikasi nyata pada individu yang tidak toleran.

Karena dapat terjadi toksisitas yang signifikan terhadap perilaku walaupun tidak ada tanda-tanda toksisitas terlihat, maka kecenderungan untuk terus memberikan fenobarbital dosis tinggi yang berlebihan pada pasien harus dihindari, terutama pada anak-anak. Konsentrasi fenobarbital dalam plasma boleh ditingkatkan diatas 30 sampai 40µg/ml hanya jika peningkatan tersebut dapat diterima dengan memadai dan hanya jika hal itu membantu  pengendalian kejang secara bermakna.

Interaksi obat

Interaksi antara fenobarbital dan obat lain biasanya melibatkan induksi sistem enzim mikrosom hati oleh fenobarbital. Konsentrasi fenobarbital dalam plasma dapat ditingkatkan sebanyak 40 % selama penggunaanya yang bersaman dengan asam valproat. Fenobarbital mengurangi kadar carbamazepin, lamotrigin, tiagabin, dan zonisamide dalam darah; phenobarnital mungkin megurangi konsentrasi ethosuximide dalam darah; konsentrasi Fenobarbital dalam darah meningkat oleh oxcarbazepin, juga kadar metabolit aktif oxcarbazepin dalam darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah seringkali meningkat oleh fenitoin, kadar fenitoin dalam darah seringkali berkurang tetapi dapat meningkat; efek sedasi meningkat saat barbiturate diberikan dengan primidone; kadar Fenobarbital dalam darah meningkat oleh valproat, kadar valproat dalam darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah mungkin berkurang oleh vigabatrin.

Page 12: Perbaikan Case

Pengunaan terapeutik

Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang tonik-klonik menyeluruh dan kejang parsial. Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan fenobarbital obat yang penting untuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-anak telah mengurangi pengunaanya sebagai obat utama.

Golongan barbiturat,  sangat efektif sebagai anti konvulsi, paling sering digunakan karena paling murah terutama digunakan pada serangan grand mal. Biasanya untuk pemakaian lama dikombinasi dengan kofein atau efedrin guna melawan efek hipnotiknya. Tetapi tidak dapat digunakan pada jenis petit mal karena dapat memperburuk kondisi penderita. Contoh fenobarbital dan piramidon.

Efek samping

Penggunaan fenobarbital dapat menimbulkan efek hipnotik-sedatif. Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur, pusing, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping ini dapat dikurangi dengan penambahan obat-obat lain dan pada umumnya, diberikan pada malam hari.

KEJANG

Indikasi utama dari Fenobarbital adalah untuk pengobatan Kejang.

Kejang adalah gerakan otot  tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan eplepsi.

Istilah “kejang” bersifat generic, dan dapat dipergunakan penjelasan-penjelasan lain yang lebih spesifik sesaui karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolism yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsy . bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik yang sering disebut kejang.Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang.

Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial sederhana (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder.

Kejang parsial dimulai disuatu daerah diotak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi focus diotak. Sebagai contoh, apabila focus terletak dikorteks sementara apabila focus motorik, maka gejala utama  mungkin adalah kedutan otot;

Page 13: Perbaikan Case

sementara, apabila focus terletak dikorteks sensorik, maka pasien mengalami gejala-gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap dan menusuk-nusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena dikorteks sensorik terdapat beberapa representase motorik. Adapun yang termasuk  kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik dan atonik.

Kejang Generalisata  melibatkan seluruk korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi dikedua hemisfer tanpa tanda-tanda bafwa kejang berawal sebgai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekelililingnya saat mengalami kejang. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau kejang.Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan dengan karakteristik peningkatan mendadak tonus otot(menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar pada satu sisi, dan dapat menyebakan henti nafas.

Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama dengan karakteristik gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau multiple dilengan, tungkai atau torso.

Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (dahulu disebut grand mal) diawali dengan hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menagis, akibat ekspirasi paksa yang disebakan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya , mengalami gerakan tonik kemudian klonik dan inkontinensia urin disertai disfungsi outonom. Fase ini berlangsung beberapa detik.

Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Kejang). Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas.

FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI KEJANG

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. lesi otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi diserebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.

Ditingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa  fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut:

-       Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan

-       Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan secara berlebihan

Page 14: Perbaikan Case

-       Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebakan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamma-aminobutirat (GABA).

-       Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit, yang menggangu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gagngguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energy akibat hiperaktifitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolic secara drastic meningkat lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik meningkat menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan serebrospinal selama dan setelah kejang.

Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuron-neuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang.

PENYAKIT-PENYAKIT NEUROLOGIS YANG MENYEBABKAN KEJANGPenyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

Kelainan metabolik

Kelainan metabolic, sebagai kelainan yang mendasari kejang, mencakup diantaranya  hiponatremia dan hiponatremia. Gejala neurologik perubahan natrium serum terjadi akibat peningkatan atau penurunan volume cairan intrasel neuron dan berkaitan dengan kadar absolute kurang dari 125mEq/L atau lebih dari 150 mEq/L tetapi yang lebi penting berkorelasi dengan kecepatan terjadinya perubahan tersebut.

HiponatremiaHiponatremia terjadi bila :

a)    Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi

b)    Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala berat (mis : penurunan kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ektrasel masuk ke intrasel yang

Page 15: Perbaikan Case

osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan sebagai hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya bila gejalanya hanya ringan saja (mis : lemas dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik (hiponatremia asimptomatik).Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran dengan koreksi Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.

HipernatremiaHipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh karena air keluar maka volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan lokal dan subarakhnoid. Langkah penatalaksanaan berikutnya ialah mencoba menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na berlebihan maka pemberian Na dihentikan.

Intoksikasiberbagai bahan toksik dan obat dapat menyebabkan kejang. Beberapa obat, kejang merupakan manifestasi efek toksik. Beberapa obat yang dapat menimbulkan efek kejang yaitu aminofilin, obat antidiabetes, lidokain, fenotiazin, fisostigmin dan trisiklik. Penyalahgunaan zat seperti alkohol dan kokain dapat juga menyebabkan kejang. Penegakan diagnosa pasti penyebab keracunan cukup sulit karena diperlukan sarana laboratorium toksikologi sehingga dibutuhkan autoanamnesis dan alloanamnesis yang cukup sermat serta bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun. Penemuan klinis seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut jantung mungkin dapat membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan penunjang berupa analisa toksikologi harus dilakukan sedini mungkin dengan sampel berupa 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan, feses. Pemeriksaan lain seperti radiologis, laboratorium klinik, dan EKG juga perlu dilakukan. Adapun standar penatalaksanaan dari intoksikasi yaitu stabilisasi, dekontaminasi, eliminasi, dan pemberian antidotum. Sementara gejala yang sering menjadi penyerta atau penyulit adalah gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa ; gangguan irama jantung ; methemoglobinemia ; hiperemesis ; distonia ; rabdomiolisis ; dan sindrom antikolinergik. 6

Tumor otak

Sel-sel tumor bukan epileptogenik, tetapi sel-sel neuron di sekitarnya yang terganggu fungsi dan metabolismenya dapat menjadi focus epileptik. Apakah suatu neoplasma otak menimbulkan kejang bergantung pada jenis, kecepatan pertumbuhan, dan lokasi neoplasma tersebut.

Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% di antaranya berlokasi di ruang intrakranial dan 2% sisanya di ruang kanalis spinalis. Dengan kata lain 3-7 dari 100.000 orang penduduk mempunyai neoplasma saraf primer. Urutan frekuensi neoplasma intrakranial yaitu : Glioma (41%), Meningioma (17%), Adenoma hipofisis (13%), Neurilemoma / neurofibroma (12%), Neoplasma metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral.

Page 16: Perbaikan Case

Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berpengaruh secara mutlak bagi tumor intrakranial oleh karena tumor benigna secara histologik dapat menduduki tempat yang vital, sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat. Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi dalam :

1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggiSelain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan jaringan otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga terjadi penimbunan juga meningkatkan tekananintrakranial. TIK yang meningkat menimbulkan gangguan kesadaran dan menifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan (a) sindrom unkus / kompresi diensefalon ke lateral ; (b) sindrom kompresi sentral restrokaudal terhadap batang otak ; dan (c) herniasi serebelum di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, TIK yang meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala umum.

2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi salah satunya adalah kejang. Kejang merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15% penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan kejang sebagai gejala dini. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama sebagai menifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang sesuai dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa kranii posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi dahulu sebagai “cerebellar fits”.

TraumaKejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat edem otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

InfeksiKejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari infeksi sususnan saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parist. Perlu dicatat bahwa kejang biasanya merupakan gejala klinis pertama pada abses serebrum. Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus epilepsy. Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema epidural, subdural, atau abses otak.

Serebrovaskuler

Insufisiensi serebrovasekuler arteriosklerosis dan infark serebrum merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vascular, dan hal ini tampaknya meningkat seiring dengan meningkatnya populasi orang berusia lanjut. Infark besar dan infark dalam yang meluas kestruktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinan menimbulkan kejang berulang.Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA (Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke hemoragik maupun strok non-

Page 17: Perbaikan Case

hemoragik. Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia)

Kejang demam

Kejang tonik-klonik demam yang sering disebut Kejang demam hanya mengenai bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan olehhipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Terjadi pada hari pertama demam, serangan pertama jarang sekali terjadi pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Gejala: anak tidak sadar, kejang tampak sebagai gerakan-gerakan seluruh tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu sangat singkat. Umumnya TIDAK BERBAHAYA, tidak menyebabkan KERUSAKAN OTAK. Orang tua sering sulit membedakan antara menggigil dengan kejang. Pada saat anak menggigil, anak tidak kehilangan kesadaran, tidak berhenti napasnya. Anak menggigil karena suhu demamnya akan meningkat. Orang tua juga sering sulit membedakan antara kejang demam/steup dengan kejang akibat infeksi otak. Kejang akibat demam bersifat generalized (melibatkan seluruh tubuh), berlangsung sekejap, setelah kejang,  anak segera sadar. Kejang akibat infeksi otak berlangsung lama, berulang-ulang, lehernya kaku, dan anak tetap tidak sadar sekalipun kejang sudah berhenti. Sebaiknya orang tua menghitung lamanya kejang dengan watch stop. Tidak jarang, akibat penampilannya yang menakutkan, maka orang tua merasa kejangnya lama meski sebenarnya hanya berlangsung dalam detik atau menit. Dosis fenobarbital yang dianjurkan untuk demam kejang yaitu 8-10 mg/Kg BB pada hari pertama dan selanjutnya dapat diberikan 4-5 mg/Kg BB.

IKTERUS

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk ( conjugated ) mia. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh oleh tubuh. Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak efektif.  Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologic seperti placenta dan sawar darah otak.

Fenobarbital meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus, kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberapa hari sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital pada ibu untuk beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.

Dari berbagai penyebab kejang diatas  mekanisme kerja fenobarbital yaitu menstimulir pelepasan GABA (gamma- aminobutiric acid) yang teradapat praktis diseluruh otak dalam

Page 18: Perbaikan Case

yang berhubungan langsung dengan serangan kejang. Obat-obat yang memperkuat system penghambatan yang diatur oleh  GABA berdaya antikonvulsi.

Fenobarbital juga mencegah timbulnya pelepasan muatan listrik abnormal dari pangkalnya (focus) dalam SSP.

EPILEPSI

Epilepsi adalah Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun.  Status epilpetikus adalah suatu kejang berkepanjangan atau serangkaian kejang repetitive tanpa pemulihan kesadaran antartikus. Pada dasarnya, epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

1. 1. Bangkitan umum (epilepsi umum) yang terdiri dari:

Bangkitan tonik-klonik (epilepsy grand mal)

Ditandai dengan kehilangan kesadaran, dilanjutkan kejang – kejang, keluar air liur berbusa dan sering disertai nafas mengorok pada saat serangan epilepsi umum.

a.   Bangkitan lena (epilepsy petit mal atau absences)

Terjadi gangguan kesadaran secara mendadak ( absence ). Pada jens epilepsi ini penyandang akan tampak diam tanpa reaksi untuk beberapa saat, kemudian melanjutkan aktifitasnya semula setelah sadar.

b.  Bangkitan lena tidak khas (atypical absences)

Bangkitan mioklonik (epilepsy mioklonik) Bangkitan klonik

Bangkitan tonik

Bangkitan atonik

Bangkitan infantil (spasme infantil)

Bangkitan parsial atau fokal atau local (epilepsy parsial atau fokal)

Bangkitan parsial sederhana

Bangkitan parsial kompleks

Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum misalnya bangkitan tonik-klonik, bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja.

Epilepsi psikomotor atau epilepsy lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsy umum bila fokusnya terletak di lobus temporalis anterior.

c. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)

Page 19: Perbaikan Case

Mekanisme Kerja Antiepilepsi

Terdapat 2 mekanisme antikonvulsan yang penting:

1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuro epileptik dalam fokus epilepsi.

2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuro normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi

Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organic pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsan. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsan pilihan karena cukup efektif, murah. Dosis efektifnya relative rendah. Efek sedative, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulant sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.

Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah 2×100 mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy disarankan kadar plasma optimal, berkisar antara 10-40 µg/ml. kadar plasma diata 40 µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bengkitan kembali, atau malahan bangkitan status epileptikus.

Epilepsi bukan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi, tetapi merupakan gangguan kronik pada otak akibat gangguan atau infeksi terdahulu yang menyerang otak. Tanda yang paling sederhana dan mudah dikenali bagi penyandang epilpsi adalah tiba – tiba kejang dengan mengeluarkan air liur berbusa dari dalam mulut. Gangguan ini muncul sebagai serangan dan terjadi berulang – ulang yang disebabkan terlepasnya muatan listrik abnormal sel – sel saraf otak yang bersifat reversible dengan berbagai penyebab. Gejala yang timbul secara tiba – tiba akan menghilang secara tiba – tiba pula.

Penyebab yang dapat memicu terjadinya epilepsi, antara lain :

1. Trauma yang dapat menyebabkan cedera otak atau perdarahan otak.2. Infeksi pada otak atau selaput otak yang disebabkan oleh virus atau bakteri.

3. Kejang demam yang sering terjadi pada anak – anak.

4. Tumor otak

5. Kelainan pembuluh darah

6. Keracunan timbal ( Pb) atau kamper

7. Gangguan keseimbangan hormon

Rangsangan – rangsangan tertentu mempermudah serangan epilepsi :

1. Faktor sensorisCahaya yang berkedip – kedip, bunyi – bunyi yang mengejutkan, air  panas.

Page 20: Perbaikan Case

2. Faktor sistemisDemam, pemyakit infeksi, obat – obatan, kelelahan fisik

3. Faktor mentalStress, gangguan emosional

Penanganan pertama bila berada dekat dengan penderita yang mengalami serangan epilepsi :

1.  Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas

2.  Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah sumbatan jalan nafas.

3.  Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena dapat mengakibatkan gigi patah.

4.  Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang.

5.  laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy ( penting untuk pemberian pengobatan dari dokter ).

6.  Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat, segera larikan ke rumah sakit.

Indikasi:-     Kejang umum tonik-klonik; kejang parsial; kejang pada neonatus; kejang demam;

status epileptikus-     Pengelolaan insomnia jangka pendek-     Meredakan kecemasan dan ketegangan-     Meredakan gejala epilepsi

Kontraindikasi:Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil.

Dosis: -     Kejang umum tonik-klonik, kejang parsial, per oral, DEWASA 60-180 mg saat

malam; ANAK sampai 8 mg/kg sehari-     Kejang demam, per oral, ANAK sampai 8 mg/kg sehari-     Kejang neonatal, injeksi intravena (larutkan 1:10 dengan air untuk injeksi), neonatus

5-10 mg/kg tiap 20-30 menit sampai konsentrasi plasma 40 mg/liter-     Status epileptikus, injeksi intravena (larutkan 1: 10 dengan air untuk injeksi),

DEWASA 10 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 100 mg/menit (sampai dosis maksimal 1 g); ANAK 5-10 mg/kg dengan kecepatan tidak lebih dari 30 mg/menit

Sediaan: - Tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg - Injeksi 5 mg/ml - Gel rektal (suposituria) 2 mg, 5 mg, 10 mg, 20 mg Cara Kerja Obat: Diazepam merupakan turunan bezodiazepin.

1.Parasetamol

Page 21: Perbaikan Case

Parasetamol / Asetaminofen merupakan obat penurun panas yang paling umum digunakan karena paling aman dibandingkan golongan lain berkaitan dengan efek sampingnya. Parasetamol banyak dijual bebas sebagai obat OTC (Over The Counter, tidak perlu resep dokter), meskipun banyak juga merek obat berisi parasetamol yang diperoleh melalui resep Dokter. Beberapa merek obat Parasetamol mudah didapatkan di apotek, toko obat, supermarket bahkan mini market dekat rumah.

Parasetamol memiliki efek terapi sebagai antipiretik maupun analgesik, tetapi tidak memiliki efek antiinflamasi (antiradang), sehingga tidak berguna untuk mengurangi peradangan atau pembengkakan pada kulit atau sendi.

Parasetamol bekerja menghambat produksi prostaglandin dengan cara menghambat enzim Cyclooksigenase (COX). Di dalam tubuh, terdapat 3 macam enzim COX, yaitu COX1, COX2 dan COX3. Parasetamol menghambat prostaglandin yang lebih banyak berada di otak dan system saraf pusat, yaitu COX 3. Dengan dihambatnya produksi Prostaglandin, thermostat hipotalamus dapat kembali bekerja normal yang menghasilkan efek penurunan panas ke suhu tubuh normal (efek antipiretik). Selain itu, karena Prostaglandin merupakan zat yang menyebabkan rasa nyeri, dengan dihambatnya produksi Prostaglandin, maka rasa nyeri pun akan berkurang (efek analgesik).

Karena spesifik menghambat enzim COX3, parasetamol memiliki efek samping yang paling ringan dibanding golongan lainnya yang bekerja menghambat COX1 dan COX2, sehingga Paracetamol tidak menyebabkan gangguan di saluran cerna, efek pengenceran darah, Sindrom Raye maupun memicu kekambuhan asma.Karena bekerja sebagai antipiretik maupun analgesik, parasetamol banyak digunakan untuk menurunkan deman, meringankan nyeri ringan sampai sedang, seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot dan nyeri punggung.

Pemberian parasetamol dapat secara oral (lewat mulut) ataupun rektal (dimasukkan lewat anus). Untuk anak-anak, parasetamol tersedia dalam bentuk sediaan padat berupa tablet kunyah dan sediaan cair berupa tetes (drops) maupun sirup. Tubuh dapat menyerap parasetamol dengan cepat, terutama dalam bentuk cairan. Efek parasetamol yang paling tinggi dirasakan antara setengah jam hingga dua jam setelah dikonsumsi. Efek analgesik antipiretiknya berlangsung sekitar 4 jam.

Dosis lazim Paracetamol untuk anak adalah 15 mg per kg Berat Badan per kali pemberian, dapat diberikan maksimal 4 kali sehari. Untuk memudahkan Moms memberikan dosis yang tepat, Moms dapat membaca brosur yang terdapat dalam kemasan, sesuaikan dosis dengan usia anak. Atau jika mendapatkannya dari resep Dokter, Moms dapat gunakan dosis sesuai petunjuk dokter.

Efek samping Parasetamol adalah hepatotoksik atau kerusakan hati, dapat terjadi pada pemakaian > 14 hari, dosis besar hingga 4 gram / hari dan tergantung fungsi hati anak.

Contoh produk obat yang mengandung Parasetamol adalah :Panadol (Sterling), Tempra ( Taisho), Sanmol (Sanbe), Dumin (Actavis), dll

2.Ibuprofen

Ibuprofen termasuk dalam obat golongan anti-inflamasi non steroid. Bekerja sebagai analgesik (pereda nyeri) dan antiinflamasi (anti radang) yang juga punya efek antipiretik. Bekerja menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat enzim Cyclooksigenasi 1 (COX-1) dan COX-2, sehingga menimbulkan efek samping yang lebih banyak dibandingkan Parasetamol. Ibuprofen adalah obat

Page 22: Perbaikan Case

pilihan kedua untuk mengatasi demam dan nyeri pada anak setelah Parasetamol.

Ibuprofen dapat diberikan pada kondisi demam yang tinggi (>40 C), demam membandel yang tidak responsif terhadap pemberian Parasetamol, atau demam yang disertai dengan peradangan. Dosis lazimnya adalah 10 mg/kgBB/pakai, dapat diberikan hingga 4 kali sehari.

Efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan Ibuprofen adalah gangguan saluran cerna hingga pendarahan lambung, dapat memicu kekambuhan asma dan dapat mengganggu proses pembekuan darah. Karenanya, Ibuprofen sebaiknya tidak diberikan pada penderita asma, demam karena DHF (Dengue Hemorage Fever) atau Demam Berdarah, juga pada bayi di bawah 6 bulan. Ibuprofen tidak memiliki efek samping Sindrom Raye seperti Asetosal.

Ibuprofen tersedia dalam bentuk tetes dan sirup, dapat dibeli bebas di apotek maupun didapatkan melalui Resep Dokter. Contoh : Proris (produsen Pharos)