peranan perhubungan dalam penegakan hukum di laut …
TRANSCRIPT
482
•
PERANAN PERHUBUNGAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI LAUT KHUSUSNY A DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIP
_______ Oleh: Fachri Mahmud, S.H. ______ _
Pendahuluan Konperensi hukum laut yang diadakan pada tahun 1958, disusul dengan konperensi hukum laut 1960 dan yang selanjutnya konperensi hukum laut yang menghasilkan suatu konvensi yang ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica , sepanjang mengenai materi yang diatur mengalami penyempurnaan serta per- . kembangan-perkem bangan baru. Oleh karena itu dikatakan, bahwa konvensi hukum laut yang baru itu merupakan sebagai kondifikasi serta unifikasi dari konvensi-konvensi yang terdahulu. Sepanjang mengenai wilayah yang berupa lautan pada konvensi hukum laut yang baru dikenal apa yang disebut dengan laut wilayah (territorial water), wilayah lanjutan (contiguous zone), dan zona ekonomi eksklusip , · (economic exclusive zone). Pada konvensi-konvensi hukum laut sebelumnya yaitu pada tahun 1958 dan pada tahun 1960 tidak dikenal apa yang disebut tentang zona ekonomi eksklusip. . Pada konperensi hukum laut tahun 1958 tidak terdapat kOlJ.sensus menge-
• • nai berapa luas bagian laut yang dapat menjadi wilayah dari suatu negara pantai. Karena tidak adanya kata sepakat tentang hal ini , maka tiap negara pantai dapat menentukan luas laut wilayah
menurut kepentingan masing-masing negara. Dalam kenyataannya luas laut wilayah negara pantai berbeda-beda; ada yang 3 (tiga) mil, 4 (empat) mil, 6 (enam) mil, dan ada yang sampai 12 mil. Bagi Indonesia semula berlaku Ordonnansi tanggal 18 April 1939 Staatsblad 1939 - 442, dan yang dinamakan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939 (Ordonnansi 1939 tentang wilayah Iaut dan lingkungan maritim). Pada Ordonnansi tersebut luas wilayah laut ditetapkan 3 (tiga) mil , namun kemudian dengan undang-undang Nomor 4 tahun 1960 luas wilayah laut dirubah dari 3 (tiga) mil menjadi 12 mil. Pengertian ten tang wilayah laut lanjutan (contiguous zone) dan zona eko-
. nomi eksklusip (economic exclusive zone) tidak dikenal; karena itu di luar wilayah laut semuanya merupakan laut bebas yang menjadi milik bersama negara-negara di dunia ini.
Keadaanjfakta-fakta yang ada Dalam konvensi hukum laut yang baru yang ditandatangani oleh 119 negara' di Montego Bay, Jamaica pada tanggal 10 Desember 1982 memuat tentang Zona Ekonomi Eksklusip (ZEE) yaitu diatur dalam PART V mulai dari pasal 55 sampai dengan pasaJ 75, semuanya ada 21 pasal. Tentang apa yang dimak-
Penegakan Hukum di laut _
•
sud dengan Zona Ekonorni Eksklusip dirnuat dalarn pasal 55 , yangberbunyi sebagai berikut:
The 1:,xc!usive economic zone is an area •
beyond and adjacent to the territorial sea, subject to the specific legal regime established in this Part, under which the righ ts and jurisdiction of the coastal State and the rights and freedoms of other States are governed by the relevent provisions of this convention.
(Zona Ekonorni Eksklusip adalah suatu daerah rnelewati dan berbatasan di luar wilayah laut, tunduk pa,da rejirn hukurn khusus di rnana negata pantai . . , rnempunyai hak-hak dan yurisdiksi dan hak-hak dan kebebasan negara-negara lainnya dikuasai oleh ketentuanketentuan dalarn konvensi ini).
Mengenai hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban negara pantai di zona ekonorni eksklusip diatur dalarn pasal 56 yang pokok-pokoknya antara
•
lain bahwa negara pantai rnernpunyai : Hak-hak berdaulat (sovereign rights) untuk tuj,uan eksplor:asi dan ekspolitasi, pelestarian dan penguasaan sumbersum ber alam baik hayati rnaupun non
hayati , hak berdaulat atas perairan yang ada di atas dasar laut dan tanah di bawahnya dan hak atas kegiatan-kegiatan eksploitasi dan eksplorasi untuk kepentingan ekonomi di zona tersebut seperti rnernproduksi energi dari air , arus dan angin.
Negara pantai rnernpunyai jurisdiksi untuk rnendirikan dan rnenggunakan pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan lain, penelitian ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dan hak-hak dan kewajiban-kewajiban lain sebagairnana
. tcrdapat dalarn konvensi ini (pasal 56). Luas zona ekonorni eksklusip tidak rnelebihi 200 rnil laut dihitung dari garis dasar di mana luas wilayah laut rnulai diukur (pasal 57).
483
Di zona ekonorni eksklusip negara-negara lain rnernpunyai hak-hak dan kewajiban, yaitu sernua negara baik negara pantai rnaupun bukan, berhak atas kebebasan navigasi , kebebasan melakukan penerbangan di atasnya, bebas untuk rneletakkan kabel-kabel dan pipa-pipa dan hak-hak dan kewajibankewajiban lain sesuai ketentuan-ketentuan dalarn konvensi ini (pasal 58). N egara pantai di zona ekonorni eksklusip rnernpunyai hak ekskulusip untuk rnern bangun, rnengua:sai dan rnengatur bangunan, pengoperasian dan penggunaan dari pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan sesuai ketentuan dalarn pasal 56 dalarn konvensi ini (pasal 60). Selanjutnya pasal 60 mernuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Negara pantai rnempunyai jurisdiksi eksklusip atas pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan di Zona Ekonorni Ekslusip terrnasuk yurisdiksi yang bertalian dengan bea cukai, perpajakan, kesehatan, keselamatan dan penituran dan ketentuan-ketentuan irnigrasi.' J ika di zona ekonorni eksklusip dibangun pulau-pulau buatan , instalasi bangunan-bangunan lain harus 'diberitahukan pada waktunya dan diberi tanda-tanda sebagai peringatan tentang adanya bangunan tersebut. Dan setiap. instalasi atau bangunan yang ditinggalkan atau tidak digunakan lagi harus dipindahkan untuk menjamin keselarnatan navigasi dengan rnernperhatikan standard internasibnal yang telah diterima secara urnurn yang diadakan oleh organisasi internasional ' yang berwenang. Pernindahan semacam itu juga dengan rnemperhatikan keperluan perikanan, perlindungan Iingkungan rnaritim, dan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara lain. Harus diumumkan pula ten tang kedalarnan , posisi dan dirnensi dari tiap instalasi atau bangun-
September /984
484
an-bangunan yang tidak seluruhnya dipindahkan. Negara pantai jika dianggap perlu dapat mengadakan daerah keselamatan sekeliling pulau-pulau buatan, instalasi 'dan bangunan-bangunan sebagai langkah untuk menjamin keselamatan baik navigasi maupun untuk keselamatan pulau-pulau buatan, instalasi dan ba-
. ngunan.
, Luas daerah keselamatan itu akan di-tentukan oleh negara pantai dengan memperhatikan standard internasional
•
yang berlaku. Daerah yang demikian itu harus ditujukan dan sesuai dengan alam dan fungsi dari pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan dan tidak boleh melebihi jarak 500 meter keliling bangunan tersebut, dihitung dari tiap titik tepi luar, kecuali diberi wewenang berdasarkan standard internasional yang secara umum telah diterima, atau at as dasar rekomendasi yang diberikan oleh organisasi internasional yang berwenang. Perluasan daerah keselamatan ini harus dimumkan tepat pada waktunya. Semua kapal harus menghormati daerah keselamatan ini dan harus memenuhi standard internasional yang telah diterima secara umum tentang navigasi di sekitar pulau-pulau buatan , instalasi dan daerah-daerah keselamatan. Pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan dan daerah keselamatan di sekitarnya tidak boleh dibangun di mana hal ini merupakan ganggtian bagi penggunaan sea lane yang diakui dan sangat esensial untuk keperluan navigasi internasional. Pulau-pulau , inst~lasi dan bangunanbangunan tidak mempunyai kedudukan sebagai pulau, tidak mempunyai wilayah laut tersendiri dan tidak mempunyai pengaruh atas batas-batas wilayah laut , zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
Hukum dan Pembangunan
Negara pantai di zona ekonomi eksklusip mempunyai wewenang atas pelestarian sum ber-sum ber hayati antara lain negara pantai harus menentukan penangkapan yang boleh dilakukan (allowable catch) dari pada sumber-sumber hayati di zona tersebut.
Negara-negara lain yang akan melaku-. kan penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusip dari suatu negara pantai harus terlebih dahulu mendapat izin dari negara pantai tersebut dan hanya boleh menangkap kelebihan dari jumlah yang tidak dapat ditangkap sendiri dari negara pantai yang bersangkutan. Mengenai pemanfaatan sumber-sumber
•
hayati di zona ekonomi eksklusip oleh negara pantai maupun negara-negara lain diatur lebih lanjut dalam pasal 62, 63, 64, 65, 66, 67 , 68 , 69, dan pasal 70 konvensi irti.
Penegakan Hukurn di Laut khususnya dalarnZEE
Masalah yang timbul di zona ekonomi eksklusip bagi negara pantai adalah bagaimana penegakan hukum dan peraturan-peraturan-yang dapat diadakan di zona terse but. Dalam konvensi hukum laut diadakan ketentuan-ketentuannya se bagaimana
•
terdapat dalam pasal 73 konyensi itu , yang pokok-pokoknya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a . Negara pantai sebagai yang memiliki hak berdaulat atas zona ekonomi eksklusip dapat mengadakan eksplorasi, eksploitasi, usaha pelestarian serta pengawasan atas sumbersumber hayati serta mengambil langkah-Iangkah termasuk pengawasan, penahanan dan tuntutan hukum, jika dianggap perlu untuk memenuhi. peraturan dan ketentuan-ketentuan yang diadakan sesuai dengan konvensi ini.
Penegakan Hukum di laut
Kapal beserta awak kapal yang ditahan karena sesuatu hal harus segera dibebaskan atas dasar jaminan atau cara lain yang ada. Adanya hukuman oleh negara pantai karena pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan-ketentuan perikanan di Zona Ekonomi Eksklusip tidak meliputi hukuman kurungan atau bentuk apapun yang bersifat hukuman dengan tidak adanya persetujuan dari negara-negara yang bersangkutan. Jika dilakukan penahanan terhadap kapal-kapal asing negara pantai harus segera memberitahu tentang tindakan yang diam bil dan hukuman yang dijatuhkan kepada negara bendera melalui saluran yang wajar.
b. Untilk Zona Ekonomi Eksklusip ini Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 ten tang Zona Ekonomi Ekslusip Indonesia.
. Undang-Undang ini memuat ketentuan-ketentuan pokok se bagaimana terdapat dalam konvensi sepanjang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan Zona Ekohomi Eksklusip. Kecuali Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 ten tang Zona Ekonomi Eksklusip Indonesia, peraturan perundangan yang sekarang ada yang secara mutatis mutandis dapat berlaku di Zona Ekonomi Eksklusip an tara lain:
I) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 ten tang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Repu blik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234).
2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
•
485
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tam bahan Lem baran Negara Nomor 3215).
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234).
4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 t'entang Landas Kontinen Indonesia (iembaran Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2294).
5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertam bangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831).
6) Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 ten tang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942).
Dalam Undang-Undang Nomor 5 •
Tahun 1983 ten tang Zona Ekonomi Eksklusip Indonesia terdapat ketentuan ten tang Penanggulangan pencemaran lingkungan laut, yaitu sebagaimana dimuat dalam pasal 8 sebagai berikut:
I) Barangsiapa melakukan kegiatankegiatan di Zona Ekonomi Eksklusip Indonesia, wajib melakukan langkah-Iangkah untuk mencegah, membatasi mengendalikan dan menanggulangi pencemaran lingkungan laut.
2) Pembuangan di Zona Ekonomi Eksklusip Indonesia hanya dapat dilakukan setelah memperoleh keizinan dar( Pemerintah Republik Indonesia.
Septem ber 1984
•
•
486
Dalam konverisi hukum laut 1982 terdapat macam-macam pencemaran diatur mulai dari pasal 207 sampai dengan pasal 212 meliputi:
1) Pencemaran ' yang sumbernya berasal dari daratan.
2) Pencemaran yang disebabkan karena kegiatan-kegiatan di dasar laut.
3) Pencemaran karena kegiatan-kegiatan di "Area" .
4) Pencemaran (dumping).
•
karena
5) Pencemarari dari kapal.
sampah
6) Pencemaran dari atau melalui at-mosfir.
Bila hal ini dihubungkan dengan pasal 8 ayat (I) Zona Ekonomi Eksklusip ' Indonesia maka jelas b.ahwa
. sebelum orang melakukan kegiatankegiatan di Zona terse but diwajibkan mengambillangkah-Iangkah un-.
tuk mencegah, membatasi, mengen-dalikan dan menanggulangi pencemaran lingkungan maritim . Tentang macam-macam pencemaran ini dalam konvensi hukum laut diatur dalam BAB XII, dengan judul : Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Maritim , dimulai dengan pasal-pasal ketentuan umum an tara lain :
I) Ketentuan bahwa negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan maritim.
2) Ketentuan tentang kerjasama secara global dan regional yaitu negara-negara wajib kerjasama secara global dan regional baik secara langsung. maupun melalui organisasi internasional yang kompeten dalam memformulir dan mem bahas ketentuan-keten-
Hukum dan Pembangunan
tuan internasional, stan dar dan menrekomendasikan praktekpraktek dan tata cara sesuai dengan konvensi ini untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan maritim dengan memperhatikan bentuk-bentuk regional yang khusus.
Bila suatu negara mengalami kejadian yang akan merugikan lingkungan maritim atau mengalami kerugian karena pencemaran negara terse but harus segera memberitahu negara-negara lain yang kiranya akan terkena pengaruh adanya kerugian tersebut serta organisasi Internasional yang berwenang.
• • 3) Ketentuan tentang pencegahan
pencemaran (Contingency plan against pollution) .
Untuk keperluan ini negara-negara akan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
. penanggulangan dan pencegahan pencemaran dalam menghadapi tim bulnya pencemaran di lingkungan maritim . Sehubungan dengan macam-macam pencemaran yang dapat timbul sebagaimana diuraikan di atas maka setiap negara term asuk negara pantai wajib mengadakan peraturan-peraturan serta ketentuan-ketentuan untuk mencegah, mengurangi dan melakukan pengawasan terhadap pence-
,
rriaran dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang telah disetujui secara internasional. Untuk meringankan korban yang disebabkan karen a pencemaran akibat tumpahan minyak dari kapal, ' oleh IMO telah dikeluarkan beberapa konvensi yang telah pula diratifikasi olch Indonesia yaitu:
•
Penegakan Hukum di taut
a) "International Convention of Civil Liability For Oil Pollution Damage" disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 28.
b) "International Convention of . the Establishment of an International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage ", disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1978, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1978 Nomor 29.
Konvensi Civil Liability and IOPCF
, International Convention on Civil Liability for OilPollution Damage atau disingkat CLC dibentuk karena kesadaran negara-negara peserta tentang bahaya pencemaran yang dapat tim bul karena pengangkutan minyak melalui lau t.
Negara-negara yakin akan periu adanya kompensasi yang memadai untuk mereka yang menderita kerugian yang di
sebabkan karena pencemaran yang diakibatkan oleh tumpahan minyak dari kapaI.
Oleh karena itu negara-negara peserta menerima dan menyetujui aturan-aturan intcrnasionalyang uniform prosedur untuk menentukan masalah tanggung jawab dan membcri kompensasi yang wajar dalam hal terjad i pencemaran.
CLC terdiri atas XIX pasal dan pasal J memberi batasan atau arti akan istilah
•
atau data-qata yang dipakai dalam konvensi ini seperti istilah kapal , orang (person) pemilik negara yang menqaftar kapal, minyak , kerugian karena
48 7
pencemaran, tindakan pencegahan, ke-•
celakaan dan sebagainya. ,
Selanjutnya pasal-pasal penting yang perlu diketahui isinya an tara lain Pasal II yang memuat ketentuan bahwa konvensi ini berlaku semata-mata untuk kerugi"an yang disebabkan karena pencemaran di wilayah, termasuk laut wilayah dari negara peserta dan untuk tindakan pencegahan yang diambil de-
ngan maksud mencegah atau mengurangi kerugian yang demikian.
Pemilik kapal pada saat terjadinya kecelakaan atau di mana kecelakaan merupakan serangkaian pengulangan pada saat kejadian yang pertama, ia bertanggung jawab untuk setiap kerugian karena pencemaran yang disebabkan oleh minyak yang ke luar atau tumpah dari kapal sebagai akibat terjadinya kecelakaan itu.
Pemilik tidak bertanggung jawab atas kerugian karena pencemaran apabila ia dapat mem buktikan bahwa kerugian i tu:
a. Sebagai akibat adanya perang, huruhara, perang saudara, Pem berontakan atau karena fenomena alam ya'ng karena sifatnya tidak dapat dihindari.
b. Keseluruhannya disebabkan oleh suatu tindakan atau suatu kelalaian yang disengaja dengan maksud untuk menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga.
C . Keseluruhannya disebabkan karena mengabaikan atau tindakan yang salah lainnya dari setiap pemerintah atau penguasa lainnya yang bertanggung jawab atas pemeliharaan rambu-ram bu atau alat bantu navigasi lain dalam melakukan tugasnya.
Jika pemilik dapat membuktikan, b.ahwa kerugian karen a pencemaran untuk selyruhnya atau sebagian disebabkan k arena tindakan at au kelalaJan orang
September 1984
•
.
488
dengan maksud untuk menimbulkan kenigian, pemilik dapat dibebaskan untuk . seluruhnya atau sebagian tanggung jawab terhadap orang itu. . Tidak ada tuntutan kompensasi untuk kerugian karena pencemaran terhadap pemilik, selain sesuai dengan ketehtuan-ketentuan dalam konvensi ini. Tidak ada tuntutan kerugian karena pencetnaran berdasar konvensi ini dapat dilakukan terhadap agen dari pemilik. Pasal YII memuat ketentuan, bahwa pemilik sebuah kapal yang terdaftar pada suatu negara peserta dan mengangkut lebih dari 2.000 ton minyak sebagai muatan diwajibkan meneliti asu-
•
ransi at au surat jaminan keuangan lain-nya seperti jaminan bank ·atau suatu sertifikat yang diberikan oleh dana konpensasi internasional. Sertifikat dimaksud harus dapat berlaku sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini dan harus dikeluarkan untuk tiap kapal. Sertifikat itu harus sesuai dengan bentuk-bentuk sebagaimana yang telah ditetapkan. Dengan adanya pasal ini, maka setiap negara peserta harus menyusun peraturan-peraturan (law and regulations) sebagai implimentasi pasal terse but. Sehubungan dengan ini maka dengan Keputusan Menteri Perhubungan telah dikeluarkan ketentuan tentang sertifikat jaminan bagi kapal-kapal tanker yang menyangkut minyak ke luar negeri, khususnya ke Singapore. Sehubungan dengan penanggulangan pencemaran laut, dewasa ini sedang diSusun suatu Keputusan Presiden tentang Pencegahan dan P~nanggulangan Pencemaran Laut, yang naskahnya sudah disampaikan kepada Sekretaris Kabinet untuk diteruskan kepada (Bapak) Presiden. Dalam Keputusan Presiden tersebut diatur tentang instansi mana yang bertindak sebagai koordinator, dalam hal
Hukum dan Pembangunan
terjadi pencemaran serta instansi mana yang terlibat dalam penanggulangannya; juga diatur tentang perlunya ada dana yang sewaktu-waktu dapat digunakan bila timbul musibah pencemaran. Sebagai koordinator adalah Departemen Perhubungan cq. Direktorat Jen-
•
deral Perhubungan Laut, sedang me-ngenai penyediaan dana pengelolaan-
• •
nya oleh Departemen Keuangan.
lope Fund dan permasalahannya lope Fund adalah suatu lembaga dana internasional untuk ganti rugi akibat pencemaran laut oleh minyak yang . dibentuk berdasarkan Konvensi Fund 1971 dan mu1ai berfungsi pada tanggal 16 Oktober 1978. Bagi Indonesia konvensi terse but mulai berlaku pada tanggal 30 Nopember 1978, sebagai negara anggota ke-16. Hingga sekarang, dalam waktu tiga tahun, jum1ah negara anggota telahmeningkat dari 14 menjadi 28. lOpe Fund berfungsi ganda, di satu pihak ia memb~rikan ganti rugi kepada negara anggota yang menjadi korban pencemaran 1aut oleh minyak di lain ia memberikan indentifikasi dalam batas-batas tertentu kepada pemilik kapal berbendera negara anggota ALe 1969 yang mengakibatkan pencemaran. Dana yang dihimpun dan digunakan oleh lOpe Fund untuk mengganti kerugian dan memberikan indentifikasi itu berasal dari pungutan yang dikenakan kepada perusahaan-perusahaan minyak di negara-negara anggota Konvensi Fund 1971 dalam bent uk Initial (kontribusi tahunan). Patokart dasar bagi penentuan besarnya kontribusi tahunan masing-masing negara anggota adalah prosentase jumlah minyak yang diterima (oil receipts) oleh perusahaan-perusahaan minyak di negara~negara yang bersangkutan ter-
•
,
Penegakan Hukum di laut
hadap jumlah seluruh minyak yang diterima (oil receipts) oleh semua perusahaan minyak yang ada di semua negara anggota dalam tahun sebelumnya, yang dikaitkan dengan jumlah dana yang dibutuhkan oleh IOPC Fund dalam menjalankan fungsinya dalam tahun bersangkutan. Di sam ping apa yang dikemukakan di atas, besarnya kontribusi tahunan yang dipikulkan kepada semua negara anggota dipengaruhi pula oleh besarnya dana yang dibutuhkan oleh IOPC Fund (untuk penyelesaian tuntutan ganti rugi/Klaim dan kebutuhan administrasi) dan jumlah minyak yang diterima oleh perusahaan-perusahaan minyak yang bergabung melalui negaranya masing-masing dalam IOPC Fund yang menerima minyak melalui laut dalam jumlah lebih dari 150 ribu ton dalam tahun yang bersangkutan. Oleh karena itu jumlah beban kontribusi tahunan bagi masing-masing negara anggota bersifat variable', berubahubah dari tahun ke tahun sesuai dengan perubahan faktor-faktor yang menjadi dasar perhitungan di atas. Selama negara anggota yang bersangkutan tidak menerima minyak melalui laut atau minyak yang diterima tidak melebihi 150.000 ton per tahun, negara tersebut tidak diharuskan membayar kontribusi tahunan pada tahun yang bersangkutan seperti Syria, Monako, Kuwait. Di samping bersifat variable seperti terse but di atas, kontribusi-kontribusi
,
yang dibayarkan setiap tahunnya itu mempunyai sifat semacam premi asuransi/pertanggungan yang dilakukan oleh IOPC Fund terhadap bahaya pencemaran laut oleh minyak di perairan nasional kita.
Indonesia sebagai anggota IOPCF Indonesia menjadi anggota IOPC Fund setelah Pemerintah Indonesia meratifi-
489
kasi Konvensi yang mendasari pembentukan organisasi terse but yaitu Konvensi Fund 1971 dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1978 tanggal 1 Juli 1978. /' Mengingat kaitannya yang erat antara Konvensi Fund 1971 dan CLC 1969, maka ratifikasi atas Konvensi Fund
/
1971 dilakukan dalam satu paket de-ngan ratifikasi CLC 1969 (Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1978 tanggall Juli 1978). Keputusan menjadi anggota terse but diambil setelah di1akukan pengkajian dan konsultasi secara lint as sektoral
,
melalui rapat-rapat an tar Instansi/De-,
partemen Teknis yang melibatkan De-,
partemen Pertambangan, Pertamina, Departemen Kehakiman, Departemen Luar Negeri dan Departemen Perhubungan yang dilakukan sejak tahun 1972 dan menyimpulkan bahwa keanggotaan dalam konvensi tersebut sangat bermanfaat bagi Indonesia.
Hal ini mengingat Indonesia sebagai negara calon victim yang potensial dengan wilayah perairan yang 1uas yang selain ramai di1alui oleh kapal-kapal tanker yang mengangkut minyak dari Timur Tengah ke Timur Jauh, di samping sebagai negara pemilik kapal tanker yang cukup potensial di masa mendatang. Menyadari hal-hal tersebut, maka disepakati bersama bahwa pengamanan wilayah perairan dari bahaya pencemaran laut oleh minyak khususnya apabila perlu di1akukan me1alui keanggotaan Indonesia dalam sistem ganti rugi berdasarkan pengaturan internasional yaitu IOPC Fund , sebagai sistem yang dipandang paling bermanfaat dari semua sistem ganti rugi yang ada;
Dalam menangani lebih lanjut sega1a permasalahan yang timbul diui keanggotaan Indonesia IOPC Fund terse but, maka dalam rap at antar Instansi tang-
September 1984
490
gal 29 Maret 1979 dicapai kesepakatan menunjuk:
a. Departemen Perhubungan dalam hal ini Direktorat J enderal Perhubungan Laut untuk menangani segisegi administratif, seperti korespondensi dan lain-lain serta sebagai Designated Authority yang bertanggungjawab dalam hal lOpe Fund di Indonesia sesuai ketentuan Pasal 14 Internal Regulations dari lOpe Fund;
Tahun
1978 1979
Initial contrib
£ 32.560 -
•
Annual •
contrib
£ 14.586
Penegakan Hukum di laut
b. Departemen Pertambangan dan Energi dalam hal ini Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, sebagai instansi yang menyediakan data contributing oil setiap tahunnya ;
c. Departemen Keuangan dalam hal ini Direktorat J enderal Mo neter Luar Negeri, sebagai instansi pelaksana an pembayaran kontribusi Indonesia kepada lope Fund.
Selama menjadi anggota lOpe Fund , Indonesia telah membayar kontribusi sebagai berikut:
• Dana yang dibutuhkan lOpe Fund
£ 2.000.000 £ 750 .000 (cori tr. oil
15.859.181 m/ton) 1980 £ 217.520,17 £ 10.000.000 (contr. oil
1981 - £ . 9.033
Pada tahun 1980 kontribusi mengalami kenaikan yang menyolok. Hal ini disebabkan oleh besarnya kebutuhan dana lope Fund untuk menutup ganti rugi sehubungan dengan kecelakaan kapal tanker Antonio Gramsci yang beIjumlah £ 9,2 juta. Kecelakaan terse but teIjadi pada tanggal 27 Pebruari 1979, tetapi penyelesaiannya baru dapat dilakukan pada tanggal 31 Maret ·l 981. Dalam tahun 1979 teIjadi enam kasus kecelakaan yang menjadi timggung jawab lOpe Fund tetapi yang terbesar adalah An-tonio Gramsci. " < •
Penerbangan di atas ZEE Dalam BAB V Konvensi Hukum Laut ' mengenai Zona Ekonomi Eksklusip tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai penerbangan di at as zona tersebut .
£ 17.065.192 m/ ton)
.
500.000 (contr. oil 15 .875.434 m/ton)
Hal ini dapat dimengerti karena di zona terse but merupakan laut bebas , termasuk udara di atasnya .
Di ZEE .berlaku ketentuan-ketentuan se bagaimana ketentuan-ketentuan yang terdapat di laut bebas, kecuali sepanjang menyangkut kepentingan ekonomi, negara pantai yang bersangkutan , mempunyai hak-hak berdaulat (sovereign rights) sesuai ketentuan-keten- ' tuan dalam Konvensi Hukum Laut.
Pasal 87 Konvensi Hukum Laut me-•
muat ketentuan tentang kebebasan di hut bebas (Freedom of the high seas) , yang isinya pokok-pokoknya adalah bahwa: Laut bebas terbuka untuk semua negara, baik negara pantai, maupun bukan.
Kebebasan di laut bebas dilaksanakan sesuai syarat-syarat yang ada dalam
. •
Penegakan Hukum di laut
konvensi dan peraturan lain dari hukum internasional.
Kebebasan-kebebasan itu antara lain:
a. Kebebasan navigasi; b. Kebebasan melakukan penerbangan
di atasnya;
c. Kebebasan menempatkan kabel dan -pipa dettgan memperhatikan ketentuan-ketentuan ten tang land as kontinen;
d. Kebebasan untuk membuat pulaupulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang telah diizinkan berdasarkan hukum internasional;
e. Kebebasan untuk menangkap ikan dengan memperhatikan pelestarian
. -
•
•
• • ~ , .' .
•
•
•
• •
491
dan penguasaan atas sumber-sumber hayati di laut bebas;
f. Kebebasan untuk melakukan penelitian ilmiah, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam konvensi terse but dalam BAB VI dan XIII.
Dari pasal tersebut jelas, bahwa melakukan penerbangan di atas Zona Ekonomi Eksklusip adalah bebas, tidak ada larangan. Negara pantai baru akan campur tangan di Zona Ekonomi Eksklusip, baik di laut maupun udara di atasnya, bila negara asing akan m.emanfaatkan zona terse but untuk kepentingan-kepentingan ekonomi.
. ~
. . ..... . -. ' .
•
REP. SINAR' HARAPAH
September 1984