peranan biaya dan terapannya - repository
TRANSCRIPT
MODUL
TEORI BIAYA DAN TERAPANNYA
DALAM ANALISIS BREAK-EVEN
DILENGKAPI DENGAN STUDI KASUS
Oleh:
Dr. Wiwiek M. Daryanto, SE-Ak, MM, CMA
Sekolah Tinggi Manajemen IPMI
1
KATA PENGANTAR
Tujuan dari penerbitan “Modul Teori Biaya dan Terapannya dalam Analisis
Break-Even“ adalah dimaksudkan untuk menyajikan pengetahuan dasar bagi
mahasiswa, para pengusaha, dan masyarakat awam yang berminat mempelajari
pengetahuan dibidang Teori Biaya dan Terapannya dalam Analisis Break-Even”.
Dengan modul ini diharapkan para pembaca akan memperoleh pengetahuan dasar dan
gambaran umum yang lengkap mengenai ruang lingkup Teori Biaya dan Analisis
Break-Even.
Sebagaimana diketahui Teori Biaya dan Terapannya dalam Analisis Break-Even
merupakan satu hal penting bagi keberhasilan usaha suatu perusahaan. Penguasaan
mengenai Teori Biaya dan Analisis Break-Even yang baik akan menunjang
tercapainya tujuan perusahaan.
Dengan penerbitan modul ini diharapkan akan dapat memperluas dan
memperkuat pengetahuan dasar para pembaca agar mendapat kemudahan untuk
pelajaran selanjutnya. Penulis menyadari bahwa dalam modul ini masih terdapat
banyak kekurangan-kekurangan dan untuk ini penulis dengan senang hati akan
menerima segala saran yang diberikan oleh siapapun demi kesempurnaan buku ini.
Pada akhirnya penulis ingin menyatakan terimakasih sebesarnya atas bantuan
yang telah diberikan oleh semua pihak hingga memungkinkan terbitnya modul ini.
Jakarta, 12 Agustus 2018
Wiwiek Mardawiyah Daryanto
2
RIWAYAT PENULIS
Dr. Wiwiek M. Daryanto, SE-Ak., MM, CMA adalah staf pengajar Sekolah Tinggi
Manajemen Ipmi. Ia memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi dengan
predikat cum laude dari Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (1981). Gelar
Master of Management diperolehnya dari College of Economics and Management,
University of the Philippines, Los Banos (1988). Gelar Doktor diperolehnya dari
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, jurusan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
(2004). Sedangkan gelar professional Certified Management Accountant diperolehnya
dari Institute of Certified Management Accountant, Australia (2000).
Dr. Wiwiek M. Daryanto, SE-Ak., MM, CMA mempunyai pengalaman lebih dari 25
tahun dalam bidang konsultasi dan mengajar pada perguruan tinggi, seminar umum,
inhouse training pada perusahaan-perusahaan terkemuka. Subyek-subyek yang
diajarkan adalah akuntansi keuangan, manajemen akuntansi, dan manajemen
keuangan.
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1
RIWAYAT PENULIS .................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................ 4 AKUNTANSI BIAYA .............................................................................................. 4
DAN PENGERTIAN BIAYA ................................................................................... 4 1.1 Akuntansi Biaya .................................................................................................. 4
1.2 Pengertian Biaya .................................................................................................. 5 1.3 Tujuan Akuntansi Biaya. ..................................................................................... 8
BAB II ...................................................................................................................... 9 PENGGOLONGAN BIAYA ..................................................................................... 9
1. Penggolongan Biaya Atas Dasar Obyek Pengeluaran ............................................. 9 2. Penggolongan Biaya Atas Dasar Fungsi-Fungsi Pokok Dalam Perusahaan. ..........10
3. Penggolongan Biaya Atas Dasar Hubungan Biaya Dengan Sesuatu yang Dibiayai 12 4. Penggolongan Biaya Atas Dasar Waktu ................................................................15
5. Penggolongan Biaya Menurut Tingkah Laku Dalam Hubungannya dengan
Perubahan Volume Kegiatan ....................................................................................16
BAB III ....................................................................................................................17 PERENCANAAN LABA DENGAN ANALISA BREAK-EVEN ............................17
1. Analisa Break-even...............................................................................................17 2.Tiga metode pemisahan semi variabel menurut pendekatan historis. ......................19
2.1 Metode Titik Tertinggi dan Terendah..................................................................19 2.2 Metode Biaya Berjaga ........................................................................................20
2.3 Metode kuadrat Terkecil .....................................................................................20 3.Cara Perhitungan Break-Even ................................................................................22
4. Anggapan Yang Mendasari Analisa Break-Even ...................................................33 5.Studi Kasus ...........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................50
4
BAB I
AKUNTANSI BIAYA
DAN PENGERTIAN BIAYA
Didalam bab ini akan dibahas pengertian-pengertian dasar yang melandasi
uraian dalam bab-bab berikutnya. Pertama kali akan di bahas pengertian akuntansi
biaya, kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan pengertian biaya itu sendiri.
Uraian dalam bab ini akan diakhiri dengan pembahasan berbagai macam cara
penggolongan dan pengumpulan biaya.
1.1 Akuntansi Biaya
Menurut Horngren et al. (2006) akuntansi biaya merupakan proses mengukur,
menganalisis, dan melaporkan informasi keuangan dan nonkeuangan yang terkait
dengan biaya perolehan atau penggunaan sumber daya dalam suatu perusahaan atau
organisasi. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; (1) Obyek
kegiatan akuntansi adalah transaksi keuangan, yaitu peristiwa-peristiwa atau kejadian-
kejadian yang menyangkut perubahan aktiva, hutang dan modal yang dinyatakan
dalam satuan uang; (2) Kegiatan akuntansi terdiri dari pencatatan, penggolongan,
peringkasan dan penyajian transaksi keuangan. Terjadinya setiap transaksi keuangan
harus dibuktikan dengan adanya dokumen pembukuan (business papers), yang dipakai
sebagai dasar pencatatan dan penggolongan didalam buku jurnal. Transaksi keuangan
dicatat secara kronologis didalam buku jurnal dan sekaligus didalam buku jurnal ini
transaksi keuangan digolongkan, sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Hasil
pencatatan dan penggolongan dalam buku jurnal yang dilakukan setiap hari, secara
periodik diringkas dan dipindahkan ke dalam buku besar. Buku besar berisi rekening-
rekening yang digunakan untuk menampung transaksi-transaksi yang mengubah
aktiva, hutang dan modal. Dari buku besarlah informasi yang akan disajikan didalam
laporan keuangan diambil. Secara skematis proses akuntansi dapat di lihat dalam
gambar berikut ini:
Bagan Proses Akuntansi
Dokumen
pembuku
an
Buku Jurnal Buku Besar Lap.
Keuangan
- Neraca
- Rugi laba
Buku
pembantu
Pencatatan dan
penggolongan Peringkasan Penyajian
5
Proses akuntansi berakhir dengan disajikannya laporan keuangan. Akuntansi
tidak hanya merupakan proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian
transaksi keuangan, tetapi meliputi juga penafsiran terhadap infromasi yang disajikan
dalam laporan keuangan.
Akuntansi yang tujuan pokoknya menghasilkan laporan keuangan, yang
biasanya terdiri dari neraca dan laporan rugi laba, disebut akuntansi keuangan
(financial of general accounting). Laporan keuangan yang dihasilkan akuntansi
keuangan ditujukan untuk mempertanggung jawabkan dana, yang dipercayakan
penggunaannya oleh para investor kepada manajemen. Jadi kegiatan akuntansi
keuangan lebih dititik beratkan pada tujuan penyajian informasi keuangan kepada
pihak luar perusahaan (misalnya pemegang saham, kreditur, kantor pajak). Didalam
laporan keuangan yang disajikan oleh akuntansi keuangan, manajemen hanya dapat
memperoleh informasi biaya total untuk membuat produk atau menyerahkan suatu
jasa.
1.2 Pengertian Biaya
Menurut IAI dalam PSAK 1 (2015) biaya adalah penurunan manfaat ekonomis
suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar/berkurangnya aktiva atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian
kepada penanam modal.
Suatu sumber merupakan sumber ekonomis jika memiliki sifat adanya kelangkaan
(scarcity).
Dari definisi diatas, pengorbanan sumber ekonomis dibedakan menjadi 2 macam :
1. Pengorbanan yang telah terjadi.
2. Pengorbanan yang mempunyai kemungkinan akan terjadi.
Nilai sumber ekonomis yang telah dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu
merupakan biaya historis, yaitu biaya yang telah terjadi dimasa lalu.
Contoh :
Untuk menjalankan kendaraan yang telah dikeluarkan bensin bernilai Rp.
100.000,- maka nilai tersebut merupakan biaya. Dilihat dari definisi diatas, biaya tidak
hanya menyangkut biaya yang telah terjadi dimasa lalu, tapi meliputi juga biaya-biaya
yang kemungkinan akan terjadi dimasa yang akan datang. Biaya yang akan datang
adalah nilai sumber ekonomis yang akan dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu.
Jika direncanakan untuk perjalanan dinas ke luar kota pada bulan depan menggunakan
bensin 40 liter, maka nilai bahan bakar tersebut merupakan biaya, yaitu biaya sebagai
suatu pengorbanan sumber ekonomis yang mempunyai kemungkinan terjadi dimasa
yang akan datang. Contoh lain: biaya bunga modal sendiri.
6
Sedangkan pengorbanan sumber ekonomis yang telah terjadi untuk mencapai tujuan
tertentu dan diukur dalam satuan uang dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Pengorbanan ekonomis untuk memperoleh aktiva (kekayaan) atau secara
tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan.
2. Pengorbanan sumber ekonomis yang secara langsung untuk memperoleh
penghasilan dalam periode yang sama dengan terjadinya pengorbanan
tersebut.
Golongan yang pertama yaitu pengorbanan sumber ekonomis untuk memperoleh
aktiva (kekayaan), atau secara tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan,
disebut istilah harga pokok.
Kalau pada pembelian bahan baku dan bahan penolong perusahaan mengeluarkan
uang sebesar Rp.50.000,- maka harga pokok bahan baku dan penolong tersebut adalah
sebesar Rp.50.000,-.
Harga pokok aktiva dapat terjadi dari pembelian secara kredit. Oleh karena itu hutang
yang timbul dalam pembelian aktiva juga membentuk harga pokok aktiva.
Seandainya dari harga pokok bahan baku dan penolong sebesar Rp.50.000,- tersebut,
telah dikorbankan sebesar Rp.40.000,- untuk proses pembuatan produk, maka harga
pokok bahan baku dan penolong yang dikorbankan tersebut (merupakan nilai sumber
ekonomis yang dikorbankan) menjadi biaya bahan baku dan penolong. Sisa harga
bahan baku dan penolong sebesar Rp.10.000,- yang belum digunakan untuk
pembuatan produksi tetap merupakan harga pokok, dan akan dicantumkan dalam
kelompok aktiva jika disajikan dalam neraca.
Dari penjelasan diatas, maka biaya dalam arti sempit adalah merupakan bagian dari
harga pokok yang dikorbankan dalam usaha untuk memperoleh penghasilan,
sedangkan harga pokok dapat pula disebut sebagai bagian dari harga perolehan atau
harga beli aktiva yang ditunda pembebanannya atau belum dimanfaatkan dalam
hubungannya dengan realisasi penghasilan.
Laba dan rugi dihitung dengan cara mempertemukan penghasilan yang diperoleh
dalam periode akuntansi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan atau terjadi dalam
periode yang sama, tetapi berhubungan dengan realisasi penghasilan.
Didalam perusahaan manufaktur, dimana kegiatannya terdiri dari pengolahan bahan
baku menjadi produk jadi, tidak semua biaya yang terjadi dalam periode akuntansi
tertentu, berhubungan dengan realisasi penghasilan dalam periode tersebut. Oleh
karena itu didalam perusahaan manufaktur, biaya-biaya yang berhubungan dengan
produksi tetap melekat sebagai harga pokok produk, selama produk tersebut belum
laku dijual. Untuk jelasnya lihat Bagan 1.
7
Bagan 1: Pengertian Biaya Dalam Artian Luas
Artian Sempit Serta Pengertian Harga Pokok.
Harga pokok aktiva yang dikorbankan untuk memperoleh pengorbanan membentuk
biaya yang terdiri dari biaya produksi dan non produksi. Biaya produksi akan melekat
pada persediaan dan tetap akan membentuk harga pokok produk sebelum produk
tersebut laku dijual.
Apabila persediaan produk jadi telah laku dijual, maka harga pokok yang melekat
padanya berubah menjadi biaya dan dipertemukan dengan hasil penjualan yang
bersangkutan, dengan cara mengurangkan harga pokok penjualan (cost of goods sold)
dari hasil penjualan.
Biaya
produ Biaya
produksi
Harga pokok
persediaan
produk jadi
Harga pokok
penjualan
Harga
pokok
aktiva
Biaya masa
yang lalu
Biaya dalam artian
sempit
Biaya non
produksi
Biaya dalam
artian luas
Biaya masa
yang akan
datang
8
Istilah harga pokok penjualan sebenarnya tidak tepat; seharusnya harga pokok
penjualan tersebut merupakan biaya. Tetapi karena istilah harga pokok penjualan
sudah umum dipakai, maka istilah yang dipakai untuk menunjukan harga pokok
persedian yang telah dijual tersebut adalah ”Harga Pokok Penjualan“.
Akuntansi yang kegiatannya bertujuan untuk menyediakan informasi biaya
bagi manajemen disebut akuntansi biaya. Akuntansi biaya merupakan proses
pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya-biaya pembuatan dan
penjualan produk atau penyerahan jasa, dengan cara tertentu, serta penafsiran
terhadap hasilnya.
1.3 Tujuan Akuntansi Biaya.
Tujuan akuntansi biaya adalah menyediakan informasi biaya untuk
kepentingan manajemen guna membantu mereka didalam mengelola perusahaan atau
bagiannya. Agar supaya akuntansi biaya dapat mencapai tujuan tersebut, biaya yang
dikeluarkan oleh atau terjadi didalam perusahaan harus dicatat dan digolongkan
sedemikian rupa sehingga dapat membantu manajemen dalam menyelesaikan tugas-
tugas seperti yang dikemukakan oleh Bustami dan Nurlela (2010) sebagai berikut :
1. Penyusunan anggaran dan pelaksanaan anggaran operasi perusahaan.
2. Penetapan metode dan prosedur perhitungan biaya, pengendalian biaya,
pembebanan biaya yang akurat serta perbaikan mutu yang berkesinambungan.
3. Penentuan nilai persediaan yang digunakan untuk kalkulasi biaya dan
penetapan harga, evaluasi terhadap produk, evaluasi kinerja departemen atau
divisi, pemeriksaan persediaan secara fisik.
4. Menghitung biaya dan laba perusahaan untuk satu periode akuntansi, tahunan,
atau periode yang lebih singkat.
5. Memilih sistem dan prosedur dari alternatif yang terbaik, guna dapat
menaikkan pendapatan maupun menurunkan biaya.
Penentuan harga pokok produk secara teliti hanya dapat dilakukan jika diadakan
pemisahan secara tegas antara biaya produksi dan non produksi.
9
BAB II
PENGGOLONGAN BIAYA
Sebetulnya, biaya bukanlah satu-satunya faktor yang harus dipertimbangkan
oleh manajemen didalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian tidaklah
mungkin manajemen mengelola perusahaan atau bagiannya hanya atas dasar
informasinya saja. Tetapi dilain pihak, bukanlah manejer yang baik bilamana
pengelolanya tidak didasarkan informasi biaya yang paling lengkap yang dapat
dikumpulkan.
Oleh karena akuntansi biaya bertujuan menyediakan informasi biaya yang
dibutuhkan oleh manajemen, agar mereka dapat mengelola perusahaan atau bagiannya
secara efektif, maka didalam mencatat dan menggolongkan biaya harus diperhatikan
untuk tujuan apa manajemen memerlukan informasi biaya. Sebaiknya selalu dipakai
konsep ”different cost for different purpose” (Mulyadi, 1993). Tidaklah ada satu
konsepsi biaya yang dapat memenuhi berbagai macam tujuan. Oleh karena itu
didalam akuntansi biaya terdapat berbagai macam cara penggolongan biaya menurut
Mulyadi (2012:05) sebagai berikut:
1. Penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran.
2. Penggolongan biaya atas dasar fungsi-fungsi pokok dalam perusahaan
(function cost classification).
3. Penggolongan biaya atas dasar hubungan biaya dengan sesuatu yang
dibiayai.
4. Penggolongan biaya atas dasar waktu
5. Penggolongan biaya sesuai dengan tingkah lakunya terhadap perubahan
volume kegiatan.
1. Penggolongan Biaya Atas Dasar Obyek Pengeluaran.
(By Obyek of Expenditure).
Penggolongan biaya yang paling sederhana adalah penggolongan atas dasar
obyek pengeluaran yaitu penjelasan singkat obyek suatu pengeluaran. Jika perusahaan
mengeluarkan uang untuk membayar hutang advertensi, maka pengeluaran tersebut
digolongkan sebagai biaya advertensi. Biaya untuk mengolah bahan baku menjadi
produk, jika digolongkan atas dasar obyek pengeluaran dapat dibagi menjadi 3
golongan besar :
1. Biaya bahan baku
2. Biaya tenaga kerja
3. Biaya overhead pabrik (Factory Overhead Expenses).
Penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran cocok digunakan dalam
organisasi yang masih kecil. Di dalam perusahaan yang besar, penggolongan biaya
atas dasar pengeluaran merupakan cara yang dapat meneragamkan biaya dari berbagai
bagian yang dimilikinya.
10
Biasanya penggolongan biaya atas dasar obyek pengeluaran bermanfaat untuk
perencanaan perusahaan secara menyeluruh dan pada umumnya untuk kepentingan
penyajian laporan kepada pihak luar.
Berikut ini diberikan contoh penggolongan biaya produksi atas dasar obyek
pengeluaran (yang sudah disederhanakan) dalam perusahaan gula.
Biaya bahan Baku dan bahan Penolong menurut Carter (2009:275) merupakan semua
bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara
eksplisit dalam perhitungan biaya produk.
-Biaya perolehan tebu
-Biaya perolehan gamping.
Biaya tenaga kerja menurut Sunarto (2003:5) adalah biaya yang timbul karena
pemakaian tenaga kerja yang dipergunakan untuk mengolah bahan mnejadi barang
jadi, biaya tenaga kerja langsung merupakan gaji dan upah yang diberikan tenaga
kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan barang.
a. Biaya gaji
b. Biaya Tunjangan
c. Biaya Upah
d. Biaya Pengobatan
e. Biaya lembur
f. Biaya Pendidikan dan Latihan
g. Biaya makan
h. Rekreasi dan olah raga
Biaya Overhead Pabrik menurut Salman (2013:26) adalah biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Biaya overhead pabrik meliputi:
a. Biaya depresiasi mesin dan peralatan pabrik
b. Biaya reperasi dan pemeliharaan aktiva tetap
c. Biaya perjalanan dinas
d. Biaya asuransi mesin dan peralatan pabrik
2. Penggolongan Biaya Atas Dasar Fungsi-Fungsi Pokok Dalam Perusahaan.
Fungsi-fungsi pokok yang terdapat dalam perusahaan manufaktur adalah:
-Fungsi Produksi
-Fungsi Administrasi dan umum
-Fungsi Pemasaran.
Biaya dapat digolongkan berdasarkan fungsi-fungsi dimana biaya tersebut
terjadi dan
penggolongan biaya berdasarkan fungsi-fungsi pokok didalam perusahaan adalah;
biaya produksi, biaya administrasi dan umum serta biaya pemasaran.
Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan
proses pengolahan bahan baku menjdi produk jadi. Biaya produksi dibagi menjadi 3
macam elemen:
11
-Biaya bahan baku
-Biaya tenaga kerja
-Biaya overhead pabrik.
Biaya bahan baku biaya tenaga kerja disebut juga dengan istilah prime cost,
sedangkan biaya tenaga kerja dan biya overhead pabrik disebut pula dengan istilah
biaya konversi.
Biaya administrasi dan umum dalam hal ini dimaksudkan sebagai biaya yang
terjadi dalam hubungannya dengan kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diindikasikan
dengan aktivitas produksi maupun pemasaran. Biaya administrasi dan umum adalah
biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan penyusunan kebijaksanaan dan
pengarahan perusahaan secara keseluruhan. Contoh biaya administrasi dan umum
adalah gaji direksi, biaya-biaya bagian akuntansi dan personalia, biaya rapat
pemegang saham, sumbangan-sumbangan, gaji eksekutive, biaya telepon dan lain-
lain.
Ada dua macam perlakuan terhadap biaya administrasi dan umum:
1. Biaya administrasi dan umum dialokasikan kepada dua fungsi pokok
dalam perusahaan, yaitu: fungsi produksi dan pemasaran. Hal ini dilakukan
karena pada dasarnya biaya administrasi dan umum dikeluarkan untuk
kepentingan dua fungsi pokok tersebut.
2. Memisahkan biaya adminstrasi dan umum sebagai kelompok kerja sendiri
dan tidak mengalokasikannya kedalam fungsi produksi dan pemasaran.
Alokasi biaya administrasi dan umum kepada fungsi pemasaran dan produksi
memakai dasar yang bersifat sembarang dimana dasar alokasinya tidak mencerminkan
aliran biaya administrasi dan umum kepada dua fungsi tersebut.
Dengan dialokasikannya biaya administrasi dan umum kepada fungsi produksi
maka biaya produksi akan bertambah. Apabila produk yang belum laku dijual pada
akhir periode akuntansi relatif besar, maka ada sebagian biaya administrasi dan umum
yang masih melekat pada persediaan produk tersebut, dan belum dibebankan sebagai
biaya dalam periode akuntansi yang bersangkutan, hal ini akan berakibat menaikkan
laba (karena harga pokok penjualan lebih rendah) dan konsekwensinya pajak yang
dikenakan atas laba juga akan bertambah. Didalam praktek, terdapat kecenderungan
untuk mengelompokkan biaya administrasi dan umum sebagai kelompok biaya
tersendiri, yang terpisah dari biaya produksi dan biaya pemasaran. Pengendalian biaya
administrasi dan umum dapat lebih mudah dilakukan, jika biaya tersebut
dikelompokkan dan disajikan secara terpisahkan.
Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam hubungannya
dengan usaha untuk memperoleh pesanan (order getting) dan memenuhi pesanan
(order filling). Untuk memperoleh pesanan. Perusahaan mengeluarkan biaya-biaya
untuk menarik minat pembeli dengan cara mengadakan promosi penjualan, advertensi
dan lain-lain, sedangkan untuk memenuhi pesanan, perusahaan mengeluarkan biaya-
biaya angkutan, biaya asuransi dan biaya-biaya lain agar produk perusahaan sampai
ke tangan pembeli. Biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum disabut juga
dengan istilah biaya komersil (commercial expenses).
12
Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa biaya dapat diperinci
seperti terlihat dalam bagan berikut ini :
3. Penggolongan Biaya Atas Dasar Hubungan Biaya Dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai atau obyek
pembiayaan. Jika perusahaan mengolah bahan baku menjadi produk jadi, maka
sesuatu yang dibiayai adalah berupa produk, sedangkan jika perusahaan menghasilkan
jasa, maka sesuatu yang dibiayai adalah penyerahan jasa tersebut.
Dalam hubunganya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dibagi menjadi
dua golongan: biaya langsung dan tak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang
terjadi, yang penyebab satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika
sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada maka biaya langsung ini sama sekali tidak
akan terjadi. Biaya tak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan
sesuatu yang dibiayai. Sebagai contoh satu perusahaan furnitur, yang produknya
terdiri dari meja, kursi, lemari, tempat tidur dan lain-lain, dalam hubungannya dengan
produk berupa meja, harga pokok kayu yang dipakai merupakan biaya langsung.
Biaya
Biaya
produksi
Biaya
Bahan Baku
Prime cost
Biaya
Tenaga kerja
Biaya Over head
Pabrik
Biaya konversi
Biaya
Pemasaran
Biaya
Administrasi
dan Umum
Biaya komersial
13
Seandainya tidak memproduksi meja, biaya bahan baku tersebut tidak akan terjadi.
Biaya listrik, biaya penyusutan gedung, biaya penyusutan mesin kayu, biaya
pemeliharaan aktiva tetap adalah merupakan biaya tak langsung dalam hubungannya
dengan produk berupa meja, karena biaya-biaya tersebut terjadi tidak hanya
disebabkan oleh produk meja saja.
Perbedaan antara biaya langsung dan biaya tak langsung dalam hubunganya
dengan produksi sangat diperlukan apabila perusahaan menghasilkan lebih dari satu
macam produk dan manajemen menghendaki penentuan harga pokok produk tersebut.
Jika perusahaan hanya memproduksi satu macam saja produk (seperti perusahaan
semen, perusahaan gula, perusahaan mori), maka semua jenis biaya tersebut tidak
diperlukan pembedaan biaya langsung dan tidak langsung dalam hubungan dengan
produk.
Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi tiga unsur :
1. Biaya bahan langsung (bahan baku)
2. Biaya tenaga kerja tidak langsung
3. Biaya overhead pabrik (biaya produksi tidak langsung)
Biaya bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari
pada produk jadi dan Biaya bahan baku adalah harga pokok bahan baku tersebut
yang diolah didalam proses produksi. Bahan baku didalam perusahaan gula adalah
tebu atau bit, bahan baku perusahaan meubel adalah kayu, bahan baku perusahaan
kertas adalah merang dan wood pulp atau kayu, bahan baku perusahan percetakan
adalah kertas dan bahan baku perusahaan textil adalah kapas atau benang.
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang jasanya dapat
diperhitungkan secara langsung dalam pembuatan produk tertentu. Biaya tenaga kerja
langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasi scara langsung terhadap
produk tertentu.
Biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi, selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya-biaya
bahan penolong, biaya pekerja tidak langsung dan biaya-biaya tak langsung lainnya.
Untuk membedakan apakah suatu bahan merupakan bahan baku atau bahan penolong
dapat ditinjau dari nilai relatifnya. Biaya bahan penolong biasanya merupakan bagian
kecil bila dibandingkan dengan total harga produk. Bahan baku perusahaan gula
adalah tebu, sedangkan bahan penolongnya adalah gamping (kapur). Bahan baku
perusahaan mie, seperti supermi, indomie adalah tepung terigu, minyak sayur, bubuk
saus, sedangkan bahan penolongnya adalah bumbu-bumbu yang lain yang relatif kecil
nilainya.
Sesuatu yang dibiayai atau obyek pembiayaan tidak hanya terbatas pada
produk saja atau jasa, tetapi dapat juga berupa pusat biaya (cost center). Oleh karena
itu langsung dan tidak langsungnya suatu biaya dapat dihubungkan dengan bagian
didalam perusahaan yang dapat berupa suatu pabrik (dalam hal perusahaan memiliki
beberapa pabrik); departemen-departemen dalam pabrik dan dapat berupa individu-
individu dalam perusahaan (misalnya salesmen). Bagian dalam perusahaan ke dalam
mana biaya dibebankan disebut pusat biaya.
14
Pusat biaya dapat berupa:
1. Daerah geographis (daerah pemasaran Medan, Palembang, Jakarta, Ujung
Padang,dsb).
2. Bagian Produksi dan Non produksi.
3. Individu.
Untuk keperluan pengendalian biaya produksi dan penentuan harga pokok
produk secara teliti, departemen-departemen yang berhubungan dengan pengolahan
bahan baku menjadi produk jadi dibagi menjadi 2 kelompok:
1. Departemen produksi, yaitu departemen yang kegiatnnya mengolah bahan baku
menjadi produk jadi atau departemen yang melaksanakan kegiatan pengerjaan
suatu bagian darupada produk yang diolah.
2. Departemen pembantu, yaitu departemen yang secara tidak langsung ikut serta
dalam produksi dan hanya memberikan jasa tertentu untuk dinikmati
departemen-departemen lain( baik oleh departemen produksi maupun oleh
departemen pembantu sendiri).
Contoh :
a. Didalam perusahaan kertas terdapat tiga departemen produksi dan beberapa
departemen pembantu sebagai berikut :
Departemen Produksi:
- Departemen Pulp
- Departemen Kertas
- Departemen Penyempurnaan.
Departemen Pembantu:
- Departemen Pembangkit Tenaga Listrik
- Departemen Air
- Departemen Bengkel
- Departemen Umum Pabrik.
b. Didalam perusahaan mori cambric terdapat tiga departemen produksi dan
beberapa departemen pembantu sebagai berikut:
Departemen Produksi :
- Departemen Pemintalan
- Departemen pertenunan
- Departemen penyempurnaan
Departemen Pembantu :
- Departemen pembantu Tenaga Listrik
- Departemen Bengkel
- Departemen Uap
- Departemen Pendingin(Air Conditioner)
- Departemen Umum Pabrik
Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi dua golongan, yaitu
biaya langsung departemen dan biaya tak langsung departemen.
15
Biaya langsung departemen(direct departmental expenses) adalah biaya
yang terjadi atau yang dapat langsung dibebankan pada departemen tertentu. Sebagai
contoh upah karyawan dan biaya penyusutan mesin pada departemen pemintalan
merupakan biaya langsung departemen bagi departemen pemintalan.
Biaya tak langsung departemen (indirect departmental expenses) adalah
biaya-biaya yang dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Sebagai contoh adalah
biaya-biaya penyusutan, asuransi, dan pemeliharaan gedung pabrik merupakan biaya
tak langsung departemen bagi Departemen Pemintalan, Pertenunan, dan Departemen
Penyempurnaan apabila ketiga departemen tersebut berada dibawah satu atap gedung
tersebut.
4. Penggolongan Biaya Atas Dasar Waktu.
Perhitungan laba atau rugi suatu perusahaan dilakukan dengan cara
mempertemukan penghasilan yang diperoleh dalam suatu periode akuntansi tertentu,
dengan biaya-biaya yang terjadi didalam periode yang sama. Oleh karena itu agar
supaya perhitungan laba atau rugi dan penentuan harga pokok produk dapat dilakukan
secara teliti, maka biaya-biaya digolongkan dalam hubungannya dengan
pembebanannya ke dalam periode akuntansi tertentu.
Atas dasar waktu, biaya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Pengeluaran
Modal (capital expenditure), dan pengeluaran penghasilan (revenue
expenditure).
Pengeluaran modal adalah biaya-biaya yang dinikmati oleh lebih dari satu
periode akuntansi. Menurut Anandarajah (1998) Capital Expenditure berkaitan
dengan dua unsur, yakni pengeluaran dan kepemilikan masa ekonomis yang panjang.
Pengeluaran modal tidak seluruhnya dibebankan kedalam periode akuntansi dimana
pengeluaran tersebut terjadi, tetapi dialokasikan kepada periode-periode yang
menikmati manfaat pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran modal
tersebut dicatat sebagai harga pokok aktiva, dan pembebanannya kepada periode
akuntansi yang menikmatinya, dilakukan dengan cara mengalokasikan sebagian harga
pokok aktiva tersebut ssebagai depresiasi, deplesi, amortisasi atau jenis biaya yang
lain.
Contoh :
1. Biaya promosi pemasaran yang dikeluarkan secara besar-besaran tidak dapat
dibebankan dalam periode akuntansi dimana biaya tersebut terjadi karena
biaya promosi tersebut akan bermanfaat beberapa periode akuntansi. Pada saat
terjadinya, biaya promosi tersebut dicatat sebagai pembebanan yang tertunda
(deferred charges) dan dibebankan dalam periode akuntansi yang
menikmatinya sebagai biaya amortasi.
2. Biaya perbaikan mesin yang jumlahnya relatif besar (dan diperkirakan dapat
perbaikan tersebut, umur ekonomis mesin dapat diperpanjang) merupakan
pengeluaran modal, karena biaya perbaikan tersebut akan dinikmati dalam
beberapa periode akuntansi. Pada biaya perbaikan tersebut akan dikeluarkan,
dicatat sebagai tambahan harga pokok mesin dan disusut selama jangka waktu
manfaat perbaikan tersebut.
16
Pengeluaran penghasilan adalah biaya-biaya yang hanya bermanfaat dalam
periode akuntansi dimana biaya tersebut terjadi. Pada saat terjadinya pengeluaran
penghasilan tersebut dibebankan sebagai biaya yang dipertemukan dengan
penghasilan yang diperoleh didalam periode akuntansi dimana biaya tersebut terjadi.
Contoh dari pengeluaran penghasilan adalah biaya pemeliharaan mesin, biaya telepon,
dan biaya komisi penjualan, dsb.
Untuk membedakan apakah suatu biaya tergolong dalam pengeluaran modal
atau pengeluaran penghasilan ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan :1)
manfaat, 2) jumlahnya, dan 3) pertimbangan (judgment) manajemen. Apabila
suatu biaya diperkirakan mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi, maka
biaya tersebut merupakan pengeluaran modal. Tetapi disamping manfaat, harus
dipertimbangkan pula jumlah biaya tersebut. Meskipun penggantian sekrup mesin,
dan bola lampu untuk penerangan pabrik mempunyai manfaat lebih dari satu periode
akuntansi, tetapi karena jumlahnya relatif kecil, maka biaya tersebut bukan
merupakan pengeluaran modal tetapi sebagai pengeluaran penghasilan. Apabila
ditinjau dari manfaat dan jumlahnya terdapat kesulitan didalam menggolongkan biaya
kedalam salah satu golongan tersebut, maka biasanya pertimbangan manajemen yang
menentukan apakah suatu biaya termasuk dalam pengeluaran modal atau pengeluaran
penghasilan.
5. Penggolongan Biaya Menurut Tingkah Laku Dalam Hubungannya dengan
Perubahan Volume Kegiatan
Biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung.
Biaya semi variabel. Biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel mengandung unsur biaya
tetap dan unsur biaya variabel.
Biaya semifixed. Biaya semi fixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume
kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi
tertentu.
Biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap untuk tingkat
volume kegiatan tertentu. Contoh biaya tetap adalah gaji direktur produksi.
17
BAB III
PERENCANAAN LABA DENGAN ANALISA BREAK-EVEN
Berhasil tidaknya suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan
kemampuan manajemen didalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang
akan datang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu adalah
tugas manajemen untuk merencanakan masa depan perusahaannya, agar sedapat
mungkin semua kemungkinan dan kesempatan yang akan datang telah disadari dan
telah direncanakan bagaimana menghadapinya sejak sekarang. Kegiatan pokok
manajemen dalam perencanaan perusahaan adalah pengambilan keputusan dalam
pemilihan berbagai macam alternatif dan perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan.
Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai sukses tidaknya manajemen
suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh perusahaan. Pengertian laba menurut
Soemarso (2004) adalah selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau suatu
kelebihan pendapatan yang diterima oleh perusahaan sesudah dikurangi pengorbanan
yang dikeluarkan, yang merupakan kenaikan bersih atas modal yang berasal dari
kegiatan usaha. Laba terutama dipengaruhi oleh tiga faktor: harga jual produk,
biaya produksi, dan pemasaran, serta volume penjualan. Total biaya menentukan
harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki; tiga faktor tersebut saling
tergantung satu sama lain. Oleh karena itu, didalam perencanaan, hubungan antara
biaya, volume dan laba memegang peranan yang sangat penting, sehingga didalam
pemilihan alternatif tindakan dan perumusan kebijaksanaan yang akan datang,
manajemen memerlukan data untuk menilai berbagai macam kemungkinan yang
berakibat pada laba yang akan datang.
Analisa brek-even dan analisa hubungan antara biaya-volume dan laba,
merupakan teknik untuk menggabungkan, mengkoordinasikan, dan menafsirkan data
produksi dan distribusi dalam rangka membantu manajemen dalam pengambilan
keputusan.
1. Analisa Break-even.
Definisi Break-even:
Break-even adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh laba
dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan break-even
apabila jumlah penghasilan sama dengan jumlah biaya, atau apabila marginal income
(contribution margin), yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel hanya
dapat digunakan untuk menutup biaya tetap.
Menurut Herjanto (2007) Analisa Break Even Point adalah suatu analisis
yang bertujuan untuk menemukan titik dalam kurva biaya pendapatan yang
menunjukkan biaya sama dengan pendapatan.
18
Rencana manajemen mengenai kegiatan perusahaan dimasa yang akan datang
pada umumnya dituangkan dalam budget, yang sebagian berisi taksiran penghasilan
yang akan diperoleh dan biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan
penghasilan tersebut. Dengan mengadakan analisa secara langsung terhadap data yang
tercantum dalam budget, manajemen akan menemui kesulitan untuk memahami
hubungan antara biaya, volume dan laba. Analisa break even menyajikan informasi
kepada manajemen, sehingga memudahkannya didalam menganalisa faktor-faktor
yang mempengaruhi pencapaian laba perusahaan dimasa yang akan datang. Apabila
perusahaan telah menggunakan flexibel budget maka sebagian besar informasi yang
diperlukan untuk analisa break even telah tersedia karena flexibel budget berisi
taksiran biaya produksi dan distribusi pada berbagai tingkat kegiatan.
Untuk mengadakan analisa break-even sangat diperlukan penggolongan biaya
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, maka perlu diadakan
penyelidikan dan analisa secara teliti mengenai variabelitas biaya. Penggolongan
biaya sesuai dengan tingkah lakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume
kegiatan, yaitu terdapat biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak berubah dalam
range output tertentu. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan naik atau
turun secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semi variabel
adalah biaya yang bersifat tetap dan variabel sekaligus. Biaya ini mengalami
perubahan tetapi tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan apabila
perusahaan akan mengadakan analisa break even, maka yang menjadi masalah adalah
bagaimana memisahkan biaya semi variabel ini menjadi komponen biaya tetap dan
biaya variabel.
Ada dua pendekatan didalam memisahkan biaya semi variabel kedalam unsur
biaya tetap dan biaya variabel, yaitu:
Pendekatan Historis (Historical approach). Dalam hal ini untuk menentukan berapa bagian biaya tetap dan biaya variabel dari
suatu biaya dilakukan dengan menganalisa tingkah laku dimasa lalu, yaitu
menganalisa data hubungan antara tingkah laku biaya dengan volume kegiatan di
masa lalu.
Pendekatan Analistis (Analyticall Approach)
Pendekatan historis terutama menitik beratkan pada analisa tingkah laku biaya atas
data masa lalu yang mungkin tidak cocok dengan situasi yang diharapkan terjadi
dimasa yang akan datang.
Dalam pendekatan analitis ini, diadakan kerja sama dengan orang-orang teknik
dengan staff penyusunan budget untuk mengadakan penyelidikan tiap-tiap fungsi
(kegiatan atau pekerjaan) guna menentukan:
- Pentingya (perlunya) fungsi tersebut.
- Metode pelaksanaan pekerjaan yang paling efisien
- Jumlah biaya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut
pada berbagai tingkat produksi.
19
Oleh karena itu hasil perhitungan menurut pendekatan historis harus
disesuaikan apabila keadaan di masa yang akan datang diperkirakan akan berubah.
2.Tiga metode pemisahan semi variabel menurut pendekatan historis.
2.1 Metode Titik Tertinggi dan Terendah
(High and Low Points Method).
Untuk memisahkan biaya semi variabel, dalam metode ini diadakan
perbandingan suatu biaya pada tingkat kegiatan yang paling tinggi dan terendah
dimasa yang lalu.
Contoh:
Dari data biaya reparasi dan pemeliharaan mesin tahun 2010 dan 2011 dapat diketahui
bahwa operasi dalam bulan Febuari 2010 adalah tingkat kegiatan tertinggi, sedangkan
operasi dalam bulan Agustus 2011 merupakan kegiatan terendah.
Jumlah jam mesin dan biaya reparasi dan pemeliharaan mesin pada dua tingkat
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya reparasi dan
pemeliharaan mesin
pada tingkat:
tertinggi Terendah Selisih
Jumlah jam mesin 8000 jam 6000 jam 2000 jam
Biaya reparasi dan
pemeliharaan mesin
Rp 60.000.000,- Rp 50.000.000,- Rp 10.000.000,-
Biaya variabel = Rp 10.000.000,- : 2000 = Rp 5000,- per jam mesin
Perhitungan unsur biaya tetap dari biaya reparasi dan pemeliharaan mesin
adalah sebagai berikut:
Tingkat kegiatan Tertinggi Terendah
Biaya reparasi dan pemeliharaan mesin yang terjadi :
Rp 60.000.000,- Rp 50.000.000,-
Biaya reparasi dan pemeliharaan
mesin variabel :
8000 x Rp 5000,- =
6000 x Rp 5000,- =
Rp 40.000.000,-
Rp 30.000.000,-
Biaya reparasi dan pemeliharaan
mesin tetap/bulan
Rp 20.000.000,-
Rp 20.000.000,-
Jadi biaya reparasi dan pemeliharaan mesin tersebut terdiri dari
- Biaya variabel Rp 5000,- per jam mesin
- Biaya tetap Rp 20.000.000,- per bulan
20
2.2 Metode Biaya Berjaga
(Standby Cost Method)
Metode ini mencoba menghitung berapa biaya yang harus tetap dikeluarkan
andaikata perusahaan ditutup sementara, jadi produksinya sama dengan nol (0). Biaya
ini disebut biaya berjaga ini merupakan bagian dari yang tetap. Perbedaan antara
biaya yang dikeluarkan selama produksi berjalan dengan biaya berjaga merupakan
biaya variabel.
Untuk menggambarkannya maka perlu diambil contoh sebagai berikut:
misalnya pada tingkat produksi 10.000 jam mesin biaya yang dikeluarkan dalam
bulan Agustus sebesar Rp 8.000.000,-, sedangkan menurut perhitungan apabila
perusahaan tidak berproduksi, biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 3.000.000,-
tiap bulan.
Biaya yang dikeluarkan pada tingkat:
10.000 jam mesin .............................................. Rp 8.000.000,-
Biaya tetap (biaya berjaga)................................. Rp 3.000.000,-
Rp 5000.000,-
Biaya variabel per jam mesin = Rp 5.000.000,- : 10.000 = Rp 500,-
2.3 Metode kuadrat Terkecil
(Least-Square Method)
Metode ini menganggap bahwa hubungan antara biaya dengan volume
kegiatan berbentuk hubungan garis lurus dengan persamaan.
Y = a + bx , dimana y merupakan variabel tidak bebas (dependent), yaitu variabel
yang perubahaanya ditentukan oleh perubahaan variabel x yang merupakan variabel
bebas (independent variabel). Variabel y menunjukan biaya semi variabel, sedangkan
variabel x menunjukan volume kegiatan.
Rumus perhitungan a dan b tersebut adalah sebagai berikut :
22 )( xxn
yxxynb
n
bxya
21
Contoh :
Biaya reparasi dan pemeliharaan mesin per bulan dalam tahun 1990 nampak dalam
tabel berikut :
Bln Biaya reparasi
& pemeliharaan
mesin
(Rp 1.000,-)
y
Jam mesin
x
xy
X2
1 750 6.000 4.500.000 36.000.000
2 700 5.500 3.850.000 30.250.000
3 600 4.000 2.400.000 16.000.000
4 600 4.000 2.400.000 16.000.000
5 600 4.500 2.700.000 20.250.000
6 850 7.000 5.950.000 49.000.000
7 900 7.500 6.750.000 56.250.000
8 1.000 8.000 8.000.000 64.000.000
9 800 6.000 4.800.000 36.000.000
10 400 4.000 1.600.000 16.000.000
11 600 4.500 2.700.000 20.250.000
12 600 5.000 3.000.000 25.000.000
n = 8.400 60.000 48.650.000 385.000.000
12 ∑y ∑x ∑xy ∑= x2
Perhitungan:
26600038500000012
8400 x 66000 - 48650000 x 12
xb
= 4356000000- 4620000000
554400000 - 583000000
0,11
264000000
29400000
12
66000 x 0,11- 8400 a
12
7260840095
12
1140
0,11 264000000
29400000
Jadi biaya reparasi dan pemeliharaan mesin tersebut terdiri dari :
- biaya variabel Rp 110,- per jam mesin (0,11 x Rp 1.000,-)
- biaya tetap Rp 95.000,- per bulan .
22
3.Cara Perhitungan Break-Even
Ada dua cara untuk menentukan break even, yaitu :
1. Teknik Persamaan, dan
2. Pendekatan Grafis
Teknik Persamaan : Laba adalah sama dengan hasil penjualan dikurangi dengan biaya, atau dapat
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = cx – bx – a
dimana : * y = laba
* c = harga jual per satuan
* x = jumlah produk yang dijual
* b = biaya variabel per satuan
* a = biaya tetap
Apabila persamaan tersebut dinyatakan dalam bentuk laporan rugi laba
Metode direct costing adalah sebagai berikut:
Hasil penjualan Rp cx
Biaya variabel bx –
Marginal income Rp cx – bx
Biaya tetap a -
Laba Rp y
Menurut definisi, suatu perusahaan akan break even apabila jumlah
penghasilan sama dengan jumlah biaya (laba = nol, y = 0) atau kalau dinyatakan
dengan pernyataan adalah sebagai berikut:
0 =cx – bx –a
cx = bx + a
Persamaan tersebut diselesaikan sebagai berikut:
Cx =bx + a
Cx –bx =a
X(c-b) =a
Keterangan :
Cx = bx + a -----------hasil penjualan = biaya
Cx – bx = a -----------contribution margin = biaya tetap
X (BREAK – EVEN) =
b - c
a
23
Jadi break even (dalam satuan produk) adalah biaya tetap dibagi dengan selisih antara
harga jual per satuan dengan biaya variabel per satuan.
Break even dalam rupiah penjualan dapat dicari rumusnya dengan cara
mengalikan rumus break even dengan c, yaitu harga jual per satuan produk.
b/c - 1b- c
ac
b -
c ) a ( BE) x (
a
cc
jadi rumus perhitungan break even dalam rupiah penjualan adalah :
Break Even (Rp) = b/c - 1
a
Catatan :
1 – b/c disebut marginal income ratio atau margin ratio, yaitu hasil bagi
marginal income dengan hasil penjualan.
Bukti:
Marginal income = Hasil penjualan – biaya variabel = cx –bx
Marginal income
Ratio (MIR) penjualan Hasil
income arg inalM
c
b - 1
cx
bx-1
cx
bx -cx
cx
bx
cx
cxMIR
Contoh No. 1:
Dalam suatu pasar malam, Pak Amat akan membuka tempat penitipan sepeda.
Dia menyewa tempat yang bisa menampung 500 sepeda. Sewa tempat tersebut per
malam Rp 1.500,-. Unutk menjaga sepeda dia akan mempekerjakan dua orang,
dengan upah Rp 1.000,- semalam per orang, ditambah uah insentip sebesar Rp 2,50
per orang untuk setiap sepeda yang masuk titipan. Tarif titipan yang dibebankan
adalah sebesar Rp 25,- ,per sepeda semalam .
Diminta : Berapa jumlah minimum yang harus masuk tiap malam agar supaya usaha
titipan tersebut tidak rugi?
24
Penjelasan : Perhitungan rugi laba per malam apabila 500 sepeda masuk penitipan pak Amat
adalah sebagai berikut:
Jumlah %
Hasil penjualan jasa titipan sepeda
500 x Rp 25,- Rp 12.500,- 100
Biaya variabel : Upah insentip untuk dua orang karyawan
500 x 2 orang x Rp 2,50,- Rp 2.500,- 20
Contribution margin Rp 10.000 80
Biaya tetap :
Sewa tempat titipan Rp 1.500,-
Upah dua orang karyawan 2.000 ,- Rp 3.500,- 28
Laba bersih Rp 6.500 52
Jumlah sepeda minimum yang harus masuk tiap malam agar supaya usaha pak
amat dapat menutup seluruh biaya yang dikeluarkan semalam adalah:
Break-Even (dalam jumlah sepeda) =
Biaya Tetap 175 5 - 25
500.3
Harga jual per – Biaya variabel
Satuan jasa per satuan jasa
Apabila sepeda yang masuk semalam minimum berjumlah 175 buah, maka
pak amat akan dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan semalam (lab sama
dengan nol).
Break- Even juga dapat dinyatakan dalam rupiah penghasilan dari usaha
titipan sepeda sebagai berikut:
4.500,- Rp % 80
3.500
RatioMargin
tetapBiaya (Rp)even
onContributiBreak
Apabila suatu malam pak Amat telah menerima uang hasil titipan sepeda
sebanyak Rp 4.375,- dia dapat agak tentram hatinya, karena dari hasil tersebut dia
minimum sudah dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan malam tersebut.
Dengan kata lain setiap sepeda yang kemudian masuk sudah membawa laba 80 % dari
uang hasil titipan sepeda yang diterimanya.
25
Bukti bahwa pada waktu pak Amat menerima uang hasil titipan sebanyak Rp
4.375,- usahanya belum meperoleh untung, tetapi juga tidak rugi dapat diikuti dalam
perhitungan berikut ini :
Hasil penjualan jasa titipan sepeda 175 x Rp 25,- =Rp4.375,-
Biaya Variabel 175 x Rp 5,- = 875,-
Contribution Margin Rp 3.500,-
Biaya tetap :
Sewa tempat titipan Rp 1.500,-
Upah dua orang karyawan 2.000,- Rp 3.500,-
Laba bersih Rp 0 ,-
Contoh No. 2 :
PT. Indofood membuat produk” X “. Rencana produksi untuk tahun 1993
adalah sebagai berikut:
Kg
Persediaan awal 100
Rencana produksi 1.100 +
Tersedia untuk di jual 1.200
Rencana penjualan 1.000 –
Persediaan akhir 200
Harga jual produk adalah Rp 120,- per kg. Biaya variabel Rp 30,- per kg,
sedangkan biaya tetap Rp 54.000,- setahun. Laporan rugi laba pada tahun 1993 yang
direncanakan sebagai berikut :
Jumlah %
Hasil penjualan 1.000 x Rp 120,- =................. Rp 120.000,- 100
Biaya variabel 1.000x Rp 30,- = ………… Rp 30.000,- 25 –
Contribution Margin ………………………... Rp 90.000,- 75
Biaya tetap ………………………………….. Rp 54.000,- 45 –
Laba bersih ..................................................... Rp 36.000,- 30
Diminta :
1. Berapa hasil jumlah penjualan minimum dalam tahun 1993 yang harus dicapai,
agar supaya PT. Indofood tidak menderita kerugian.
2. Berapa kilogram produk minimum yang harus dijual agar dapat digunakan
untuk menutup biaya.
Penyelesaian :
1. Break even (dalam rupiah penjualan) = Rp 54.000,- : 75% = Rp 72.000,-
Agar supaya PT. Indofood dalam tahun 1993 tidak menderita rugi, maka hasil
penjualan minimum yang dicapai harus Rp 72.000,-
26
2. Break-even (dalam produk yang dijual) = Rp 54.000,- : ( 120-30 )= 600 kg.
apabila
dalam tahun 1993 produk “X” yang terjual telah berjumlah 600 kg, maka
PT.Indofood sudah tidak akan menderita kerugian lagi. Dalam setiap
penjualan 1 kg produk “X” berikutnya PT.Indofood akan memperoleh laba
sebesar Rp 90,- atau 75% x Rp 120,-, karena biaya tetap seluruhnya telah
tertutup dari penjualan 600 kg tersebut.
Bukti:
Hasil penjualan = 600 x Rp 120 = ………… Rp 72.000,-
Biaya variabel = 600 x Rp 30,- =………… Rp 18.000,-
Contribution margin ................................... Rp 54.000,-
Biaya tetap .............. .. ... .. . .. .. .. .... ... . .. . Rp 54,000,-
Laba ............................................................. Rp 0,-
Pendekatan Grafis.
Perhitungan Break even dapat dilakukan juga dengan menentukan titik
pertemuan antara garis penghasilan dengan garis biaya di dalam suatu grafik. Titik
pertemuan antara garis penghasilan dengan garis biaya merupakan titik break even.
Untuk dapat menentukan titik break even, harus dibuat grafik dengan sumbu
horizontal menunjukan volume penjualan, sedangkan sumbu vertikal menunjukan
biaya dan penghasilan.
Apabila harga jual persatuan sebesar Rp c,-, kuantitas produk yang di jual
sebesar X unit, biaya tetap sebesar Rp a,- dan biaya variabel sebesar Rp b,- per satuan
X, maka untuk volume penjualan sebesar X unit, dapat di tentukan :
Hasil penjualan = Rp cx,-
Biaya variabel = Rp bx,-
Biaya tetap = Rp a,-
Contoh No. 3 :
Dalam contoh No 2 diketahui bahwa :
- harga jual persatuan (a) = Rp 120,-
- biaya variabel persatuan (b) = Rp 30,-
- biaya tetap per tahun (a) =Rp 54.000,-
Untuk berbagai macam volume penjualan (x) maka hasil penjualan, biaya
variabel, biaya tetap, dan biaya total nampak dalam tabel berikut ini:
27
volume
penjualan
Hasil
penjualan
Biaya
variabel
Biaya
tetap
Biaya
total
Laba
(rugi)
x cx bx a a + bx cx- (a+ bx)
1.000 kg Rp 120.000 Rp 30.000 Rp 54.000 Rp 84.000 Rp 36.000
800 96.000 24.000 54.000 78.000 18.000
700 84.000 21.000 54.000 75.000 9.000
600 72.000 18.000 54.000 72.000 0 – BE
500 60.000 15.000 54.000 69.000 ( 9.000)
400 48.000 12.000 54.000 66.000 (18.000)
300 36.000 9.000 54.000 63.000 (27.000)
Apabila data dalam tabel tersebut di atas di sajikan dalam bentuk grafik, maka
akan tampak dalam bagan berikut ini :
Hasil Penjualan dan Biaya.
0
Satuan produk
120.0
00
108.00
0
96.000
84.00
0
72.000
60.000
48.000
36.000
24.000
12.000
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000
B. Variabel
B. tetap
Titik Break-even
Daerah Rugi
Daerah Laba
Garis penjualan
Garis biaya total
Garis biaya tetap
Daerah biaya Variabel
28
Cara pembuatan grafik break-even adalah sebagai berikut:
1. Sumbu horizotal (sumbu X ) menunjukan volume penjualan yang dapat
dinyatakan dalam satuan kuantitas atau rupiah hasil penjualan.
2. Sumbu vertikal (sumbu Y) menunjukan hasil penjualan dan biaya dalam
rupiah.
3. Pembuatan garis penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Pada volume penjualan sama dengan nol, maka hasil penjualan sama
dengan nol pula.
- Pada volume penjualan 1.000 kg hasil penjualan sebesar Rp. 120.000.-.
Kemudian ditarik garis lurus yang menghubungkan titik x = 0, x =
1.000, Y = 120.000
4. Pembuatan garis biaya total dilakukan sebagai berikut:
Pada volume penjualan sama dengan nol, perusahaan tersebut mengeluarkan
biaya tetap Rp 54.000,-, sedangkan pada volume penjualan 1000kg, biaya total
berjumlah Rp 84.000,-. Kemudian ditarik garis lurus yang menghubungkan
titik x = 0, Y = 54.000 dengan titik x = 1000, y = 84.000.
5 Pembuatan garis biaya tetap dilakukan sebagai berikut:
Karena biaya tetap pada volume penjualan berapapun dalam contoh ini tidak
mengalami perubahan, maka garis biaya tetap ditarik dengan cara
menghubungkan titik x = 0, y = 54.000 dengan titik x = 1000, y = 54.000.
6. Break even terletak pada titik perpotongan garis hasil penjualan dengan garis
biaya. Apabila dari titik perpotongan tersebut (titik break even ) ditarik garis
tegak lurus ke sumbu x maka akan dapat diketahui bahwa break even dicapai
pada volume penjualan 600kg. Jika dari titik break even ditarik garis lurus ke
sumbu y, maka akan dapat diketahui bahwa break even dapat tercapai pada
hasil penjualan Rp 72.000,-.
7. Daerah disebelah kiri titik break even, yaitu bidang diantara garis biaya total
dengan garis hasil penjualan merupakan daerah rugi karena hasil penjualan
lebih rendah dari biaya total. Sedangkan disebelah kanan titik break even,
diantara garis penjualan dengan garis biaya total merupakan daerah laba,
karena garis penjualan lebih tinggi dari biaya total.
Dalam grafik break-even tersebut diatas, garis yang digambarkan di dalamnya
terdiri dari garis hasil penjualan, garis biaya total, dan biaya tetap. Ada cara lain utnuk
menyajikan grafik break even, yaitu dengan menggambar garis-garis hasil penjualan,
garis biaya total dan garis biaya variabel dalam grafik. Apabila data dalam tabel diatas
dipakai sebagai besar pembuatan grafik denagn cara terakhir ini maka akan nampak
dalam bagan berikut ini:
Grafik break even dapat dibuat lebih terperinci dengan cara memperinci biaya-
biaya variabel dan biaya tetap ke dalam jenis-jenis biayanya.
29
Contoh No. 4.
Laporan rugi laba PT.Indofood yang dibudgetkan untuk tahun 1993 adalah
sebagai berikut :
Hasil Penjualan = 1.000 x Rp 120,- =........................................................ Rp
120.000,-
Biaya-biaya variabel :
Biaya bahan baku ………........ 1.000 x Rp 5,- = Rp 5.000,-
Biaya tenaga kerja ................... 1.000 x Rp 10,- =Rp 10.000,-
Biaya factory overhead ........... 1.000 x Rp 8,- = Rp 8.000,-
Biaya pemasaran …………... 1.000 x Rp 5,- = Rp 5.000,-
Biaya adm & umum ………….1.000 x Rp 2,- = Rp 2.000,- +
Jumlah biaya variabel ………………………………………………… Rp 30.000,-
Contribution Margin …………………………………………………. Rp 90.000,-
Biaya-biaya tetap :
Biaya factory overhead ……………………. Rp 15.000,-
Biaya pemasaran …………………………... Rp 20.000,-
Biaya adm& umum ………………………… Rp 19.000,- +
Jumlah biaya tetap ……………………………………………. Rp 54.000,-
Laba bersih …………………………………………………… Rp 36.000,-
Laba bersih Rp 36.000,- ini digunakan untuk :
- Membayar pajak perseroan ................ Rp 5.000,-
- Membayar deviden ............................ 10.000,-
- Tetap ditahan di perusahaan dalam
bentuk laba yang di tahan................... 21.000,-
menurut perhitungan dalam contoh No 2, break evennya sebesar 72.000,-. Atas dasar
data tersebut dapat dibuat grafik break-even dengan meperinci biaya variabel dan
biaya tetap ke dalam komponen-komponen seperti tercantum dalam bagan no 7
berikut ini.
30
Deviden 89.000 84.000 p.pa
B. pemasran
45.000
24.000
Grs. Penjualan
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000
120.000
108.000
96.000
84.00 84.000
0
72.000
60.000
54.000
48.00
36.000
35.000
15.000
12.000
Laba yang
Ditahan
99.000
a.administrasi
b. uang
65.000
B O P
32.000
b. adm&umum
28.000
15.000 BOP
B.Bhn. Baku
Bia
ya V
aria
bel
B
iay
a T
eta
p
Lab
a B
ersih
RUGI
LABA
23.000 B. pmsr
B.teng Kerja
5.000
Bagan 8. Bagan 7.
Grafik BEP untuk Perusahaan Grafik BEP dengan perincian
yang biaya relatif tinggi. biaya tetap, biaya variabel dan
penggunaan laba.
Perusahaan yang biaya tetapnya relatif besar, break-evennya biasanya akan
tercapai pada titik volume penjualan yang relatif tinggi. Bentuk grafik break-evennya
biasanya seperti bagan 8.
Usaha pokok manajemen perusahan yang biaya tetapnya tinggi (misalnya
hotel, bioskop, perusahaan air minum) adalah memaksimumkan penghasilan. Untuk
memaksimumkan penghasilan perusahaan hotel misalnya, dapat dilakukan dengan
cara memberikan potongan tarif pada masa liburan. Selama tarif tersebut masih
menghasilkan contribution margin, maka tindakan tersebut masih menguntungkan
karena akan menambah kontribusi untuk menutup biaya tetap. Perusahaan bioskop
dalam usaha menutup biaya tetap, biasanya dilakukan dengan cara menjual karcis
yang lebih rendah pada pertunjukan siang hari (matinee).
Perusahaan yang biaya tetapnya relatif rendah, break-evennya biasanya akan tercapai
pada tingkat volume penjualan yang relatif rendah. Bentuk grafik break evennya
biasanya nampak dalam bagan 9 berikut:
31
Biaya
Penjualan
Bagan 9. Grafik break-even untuk perusahaan yang biaya tetapnya relatif
rendah.
Perusahaan-perusahaan konveksi dan makanan merupakan contoh dari
perusahaan yang biaya tetapnya rendah, karena biayanya sebagian besar terdiri dari
biaya bahan baku dan tenaga kerja.
Usaha pokok manajemen perusahaan yang biaya tetapnya relatif rendah adalah
memperbaiki hubungan antara biaya dan harga jual agar supaya titik breakeven dapat
diturunkan, sehingga daerah laba menjadi luas. Biasnya usaha penurunan biaya
merupakan hal yang penting dalam perusahaan ini.
Analisa Break-Even Dan Keputusan Untuk Menutup Pabrik .
Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengambilan keputusan untuk menutup
pabrik dilakukan dengan mempertimbangkan hasil penjualan dengan biaya tunai atau
cast cost
(out of pocket cost).
Biaya tunai adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera
dengan uang kas. Biaya variabel biasanya merupakan biaya tunai, tetapi biaya tetap
mungkin juga termasuk sebagai biaya tunai seperti gaji pengawas pabrik dan biaya
pemeliharaan mesin-mesin. Dalam pengambilan keputusan untuk menutup pabrik
harus diadakan pembedaan antara out of pocket cost dengan sunk cost, yaitu
pengeluaran yang telah dilakukan pada masa yang lalu, yang manfaatnya masih dapat
dinikmati sampai sekarang, misalnya biaya Depresiasi aktiva tetap.
Suatu usaha harus dihentikan apabila, hasil yang diperoleh tidak dapat
menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada titik penjualan berapa suatu usaha
harus dihentikan dapat dilakukan dengan cara mencari titik potong garis penjualan
dengan garis biaya tunai dalam grafik break even .
LABA
RUGI
Grs . Penjualan
32
Contoh No. 5
Apabila dalam contoh No 2, biaya tetap sebesar Rp 54.000,- tersebut terdiri
dari out of pocket cost Rp45.000,- dan Sunk cost sebesar Rp 9.000,- maka dapat
dibuat taksiran laba tunai dan laba akuntansi (accounting profit), yaitu hasil penjualan
dikurangi dengan biaya- biaya, baik sunk cost maupun out of pocket cost, seperti
nampak dalam tabel berikut ini :
Unit Hasil
penjualan
(Rp)
Biaya
variabel
tunai (Rp)
Biaya
tetap
tunai
(Rp)
Biaya
Tetap
Tidak
tunai
(Rp)
Laba(rugi)
Akuntansi
(Rp)
Laba
(rugi)
Tunai
(Rp)
(1) (2) (3) (4) (1)-(2 +3+
4)
(1)-(2+3)
1000 120.000 30.000 45.000 9.000 36.000 45.000
800 96.000 24.000 45.000 9.000 18.000 27.000
700 84.000 21.000 45.000 9.000 3.000 18.000
600 72.000 18.000 45.000 9.000 0 9.000
500 60.000 15.000 45.000 9.000 ( 9.000) 0
400 48.000 12.000 45.000 9.000 (18.000) ( 9.000)
300 36.000 9.000 45.000 9.000 ( 27.000) ( 18.000)
200 24.000 6.000 45.000 9.000 ( 36.000) ( 27.000)
100
12.000
3.000
45.000 9.000
( 45.000) (36.000)
Tabel No.1 perhitungan laba akuntansi dan laba tunai.
Atas dasar data tersebut diatas dapat dibuat grafik break even seperti nampak
dalam bagan 10.
Rumus Titik Penutupan Pabrik (Shut Down Point) adalah :
RatioMargin bution Contri
tunaiTetap Biaya
Point Down Shut
33
4. Anggapan Yang Mendasari Analisa Break-Even.
Ramalan break even hanya akan tepat apabila variabel-variabel yang dipakai
untuk menghitung break even tidak berubah, karena rumus perhitungan break even
adalah:
: bahwa disadari harus maka, RATIO INCOME MARGINAL
TETAPBIAYA BEP
1. Suatu perubahan didalam variabel akan mengakibatkan perubahan pada
marginal income ratio dan titik break even.
2. Suatu perubahan dalam harga jual akan mengakibatkan perubahan pada
Marginal Income Ratio dan titik break even.
3. Angka marginal income hanya dipengaruhi oleh perubahan pada biaya
variabel dan harga jual.
4. Suatu perubahan di dalam biaya tetap mengakibatkan perubahan pada break
even tetapi tidak mempengaruhi marginal income.
5. Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan variabel pada arah yang
sama akan menyebabkan perubahan extreem terhadap break even.
Secara terperinci anggapan (asumsi) yang mendasari analisa break even
adalah:
1. Bahwa variabilitas biaya mendekati pola tingkah laku yang diramalkan. Biaya
tetap akan selalu konstan dalam range volume yang dipakai dalam perhitungan
break-even, sedangkan biaya variabel berubah secara proposional dengan
perubahan volume penjualan.
2. Bahwa harga jual produk tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan,
jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan penurunan harga jual
atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini akan mempengaruhi
hubungan volume penjualan.
3. Bahwa kapasitas produksi pabrik secara relatif adalah konstan. Penambahan
fasilitas produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan
mempengaruhi hubungan biaya, volume dan laba.
34
5.Studi Kasus
Studi Kasus No. 1.
Perusahaan Mie “Enak”
Perusahaan Mie “Enak” menghasilkan produk ‘mie instant’ dengan hanya satu
macam rasa yang spesifik. Berdasarkan pengamatan terhadap pola tingkah laku biaya
terhadap unit produksi, ditetapkan bahwa biaya variabel per bungkus adalah Rp. 14,-.
Selain itu, ditetapkan pula biaya tetap per bulannya adalah Rp. 4000,-. Harga jual
produk ditetapkan sebesar Rp. 22,- per bungkus.
Pada 31 Desember, 1991 perusahaan ini telah beroperasi selama tiga bulan
dengan peralatan yang disewa dan dipimpin langsung oleh pemilik tunggalnya, yaitu
Bapak Darmadji. Neraca pada tanggal tersebut adalah sebagai berikut:
Perusahaan Mie “Enak”
Neraca per 31 Desember, 1991
Asset
Kas………………………………………………………Rp 58.500,-
Piutang Dagang…………………………………………. 27.500,-
Persediaan Barang Dagangan…………………………… 14.000,-
Rp. 100.000,-
Modal Sendiri
Modal Saham…………………………………………..Rp. 100.000,-
Laba Yang Ditahan…………………………………… 0,-
Rp. 100.000,-
Bapak Darmadji merasa puas dengan hasil yang dicapai hanya dalam waktu
yang relatif singkat. Volume penjualan selama bulan Desember mencapai 750 unit,
yang mana bulan sebelumnya hanya 500 unit. Laba yang dicapai bulan Desember
tersebut masih tersisa untuk menutup defisit yang terjadi pada bulan Oktober dan
November sebelumnya. Volume penjualan diharapkan mencapai 1.000 unit pada
bulan Januari, 1992. selanjutnya bulan-bulan berikutnya diproyeksikan naik sebesar
500 unit per bulannya, sehingga bulan Mei, 1992 akan mencapai 3.000 unit. Dan
bulan September, 1992 akan mencapai 5.000 unit.
Bapak Darmaji juga menyadari sepenuhnya untuk memelihara dan
mengembangkan hubungan penjualan yang baik dengan para agen agar volume
penjualan dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan dan penyampaian produk
dapat sampai tepat pada waktunya. hal ini menuntut adanya jadwal produksi 30 hari
sebelumnya untuk memenuhi permintaan volume penjualan bulan berikutnya.
Misalnya pada bulan Desember , 1991 perusahaan sudah harus menyiapkan 1,000 unit
untuk penjualan bulan Januari, 1992; dan bulan Jauari, 1992 sudah harus
memproduksikan 1,500 unit untuk memenuhi permintaan bulan Februsri, 1992.
35
Perusahaan juga menetapkan kebijakan penagihan piutang dagang dari para
pelanggannya selama 30 hari setelah transaksi penjualan, namun kebijakan ini tidak
terlalu ketat karena pengembalian satu bulan berikutnya masih ditolerir. Sedangkan
seluruh biaya harus dibayarkan oleh perusahaan pada bulan dimana biaya tersebut
terjadi.
Pada bulan Maret, 1992 proyeksi penjualan yang ditetapkan menjadi
kenyataan. Pada bulan Maret, 1992 volume penjualan mencapai 2.000 unit, dan bulan
itu diproduksikan 2.500 unit untuk penjualan bulan April, 1992. Total laba sampai
dengan bulan Maret, 1992 mencapai Rp. 24.000,-.
Untuk sekedar santai sejenak bersama keluarganya, Bapak Darmaji
memutuskan untuk mengambil cuti pada pertengahan bulan April, 1992. Baru
seminggu menikmati masa cutinya, ia menerima telepon dari pemegang buku di
perusahaannya. Dikabarkan bahwa saldo uang di Bank hampir mendekati nol,
sehingga bahan baku yang diperlukan tak dapat dibeli. Ia berpikir untuk segera
kembali mengatasi masalah tersebut dengan cara menyuntikkan tambahan dana segar,
agar perusahaan selamat dari ancaman “tutup pabrik” dalam waktu dekat.
Pertanyaan :
1. Siapkanlah laporan keuangan bulanan dan anggaran kas bulanan sejak Januari
hingga September, 1992 berdasarkan kenaikan volume penjualan sebesear 500
unit tiap bulannya dan jadual 30 hari sebelumnya untuk memproduksi volume
penjualan bulan berikutnya. Tentukanlah kapan perusahaan membutuhkan ekstra
dana ? dan berapa jumlahnya ? Dan kapankah perusahaan dapat kembali
membayar pinjaman jangka pendeknya yang digunakan untuk tambahan dana
diatas?
2. Mangapa sampai terjadi perusahaan menghadapi bencana kahabisan dana,
sedangkan pada awal usahanya tersedia modal Rp. 100.000,- dan selama enam
bulan terakhir menunjukkan penjualan yang menguntungkan ? Mengapa
perusahaan membutuhkan dana pada bulan April ? Bagaimanakah cara preventif
untuk menghindari terjadinya bencana tersebut ?.
3. Dari hasil pad ano. 1, susunlah Laporan Perusahaan Kas Bulanan. Kemudian
bandingkanlah hasilnya dengan Budget Kas yang telah disusun pada no. 1.
36
Studi Kasus No. 2.
Jaka Thole (JT)
JT adalah supervisor di bagian perakitan Perusahaan Elektronik PT. Rogers. Dia yakin
bahwa komponen no. J-42 dapat diproduksi dengan lebih efisien kalau dirakit dengan
alat yang diciptakannya. JT sudah memebicarakan alat ciptaannya ini dengan teknisi
di perusahaan tersebut, namun langsung ditolak.
JT kemudian berpikir untuk mendirikan sendiri usaha yang memanfaatkan
kemampuannya dalam memproduksi komponen tersebut dengan biaya yang lebih
murah. Bagian pembelian PT. Rogers meyakinkan JT bahwa mereka akan membeli
komponen tersebut dari JT jika harga yang ditawarkan berkisar 10 sampai 15 persen
di bawah harga saat ini, US$ 5.20 per unit.
Kemudian mulailah JT bereksperimen di rumahnya dengan menggunakan peralatan
baru untuk merakit J-42. Eksperimen ini tampaknya berhasil, dan mulailah ia
merencanakan produksi J-42 dengan skala besar. Hal-hal yang dipertimbangkannya
1. Sebuah pabrik dikota itu mampu membuat peralatan ciptaannya itu dengan harga
per unit US$ 1,575. Satu unit peralatan dioperasikan oleh satu orang pekerja.
2. Tersedia cukup banyak pekerja, baik sebagai tenaga penuh waktu maupun paruh
waktu, dengan upah US$ 11.75 per jam. JT memperkirakan adanya tambahan 20
persen dari upah tersebut sebagai tunjangan khusus. JT memperkirakan rata-rata
seorang pekerja dapat melakukan tugas-tugas merakit, menguj dan mengepak 15
unit J-42 per jam, termasuk waktu istirahatnya.
3. Komponen yang merupakan bagian dari produk J-42 harus dibeli dari luar negeri
seharga US$ 2.68 per unit. Pengepakan dan pengiriman memerlukan biaya sebesar
US$ 0.16 per unit.
4. Tempat bekerja dapat disewa dengan harga US$ 1,900 per bulan dan harus disewa
untuk jangka waktu setahun. Kontrak sewa harus untuk jangka waktu satu tahun.
5. Meja dan bangku perakitan serta peralatan lainnya diperkirakan dapat dibeli
dengan harga US$ 945 untuk tiap pekerja.
6. JT digaji US$ 6,300 per bulan selaku General Manager.
7. Petugas kantor merangkap pemegang buku digaji US$ 2,200 per bulan.
8. Biaya lain-lain meliputi pemeliharaan, bahan pembantu, dan utilities (air dan
listrik) diperkirakan sebesar US$ 1,500 per bulan.
9. PT. Rogers merencanakan akan membeli antara 400,000 hingga 525,000 unit J-42
per tahun, dengan perkiraan konservatif sebesar 450,000 unit. JT menetapkan
harga US$ 4.45 per unit berlaku untuk setahun yang akan datang.
JT menunjukkan proposal tersebut pada temannya yang kebetulan seorang analis
biaya pada perusahaan elektronik yang lain. Temannya tersebut berpendapat bahwa
proposalnya masuk akal, namun perlu ditambahkan adanya tambahan modal kerja
untuk piutang dagang dan persediaan barang sejumlah US$220,000, diluar
pengeluaran investasi untuk peralatan dan perlengkapan yang diperlukan. Temannya
ini juga menasehatkan agar dibeli sejumlah peralatan dan perlengkapan dalam jumlah
yang cukup untuk memproduksi volume maksimum dalam satu shift, yaitu 525.000
unit per tahun, dengan asumsi 2.000 jam kerja per pekerja per tahun. JT
berterimakasih atas saran-saran tersebut.
37
Pertanyaan:
1. Hitunglah biaya variable per unit dan biaya tetap per bulan. Berapakah
jumlah biaya total jika volume per tahun adalah: 400.000 unit ?
450.000 unit ? 525.000 unit ? (Batasi perhitungannya hanya dengan
biaya yang bersifat tunai, sehingga abaikan dulu biaya depresiasi
peralatan dan perlengkapan. Juga abaikan biaya bunga jika ada).
2. Berapakah biaya rata-rata per unit?
3. Jawablah kembali pertanyaan no.1 dan no.2 dengan asumsi:
a. JT menjamin 2000 jam kerja setahun;
b. tersedia cukup tenaga kerja untuk menghasilkan 450.000 unit per
tahun;
c. para pekerja tersebut dapat bekerja lembur dengan upah per jam
$21.15 (sudah termasuk tunjangan khusus);
d.tidak ada tambahan biaya tetap jika lembur diperlukan.
Jangan gunakan asumsi-asumsi tersebut untuk menjawab pertanyaan no.4.
4. Jawablah kembali pertanyaan no.1 dan no.2, dengan
mempertimbangkan biaya depresiasi. Umur ekonomis perlengkapan
dan peralatan diperkirakan 6 tahun dan depresiasi dihitung dengan
metode garis lurus.
5. Apakah lebih menguntungkan bagi JT mengundurkan diri dari
perusahaannya saat ini, dan menekuni usaha baru tersebut di atas?
6. Hitunglah Break-even Point dalam unit dan US$.
38
Studi Kasus No. 3.
Perusahaan Supply Pangan
Perusahaan Supply Pangan memproduksi bahan makanan yang praktis
digunakan untuk sarapan pagi. Biaya produksi dan pemasaran tersebut pada kapasitas
normal 3.000 unit per bulan telah ditetapkan pada Exhibit 1 sebagai berikut.
Exhibit 1
Standar Biaya per Unit
Biaya Produksi per unit:
Biaya Bahan Baku –Variabel Rp 200,-
Biaya Tenaga Kerja – Variabel 300,-
Biaya Overhead – Variabel 150,-
Biaya Overhead – Tetap 240,-
Total Biaya Produksi per unit Rp. 890,-
Biaya Pemasaran Per unit:
Variabel Rp 100,-
Tetap 280,-
Total Biaya Pemasaran Per unit Rp. 380,-
Total Biaya per unit Rp. 1.270,-
Pertanyaan:
1. Berapakah tingkat Break Even dalam unit dan Rp., jika harga jual per unit
adalah Rp. 1.580,-?
2. Riset pasar menunjukkan bahwa volume penjualan dapat ditingkatkan
menjadi 3.500 unit yang masih dapat diproduksikan dengan kapasitas
terpasang, jika harga jual diturunkan dari Rp. 1.580,- menjadi Rp. 1.400,- per
unit. Jika hal ini dilakukan, bagaimana efeknya pada penjualan biaya dan
pendapatan (income)?
3. Pada bulan November, perusahaan menerima tawaran kontrak dari
Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memasok 500 unit pada bulan Desember.
Seperti biasanya pada bulan Desember, perusahaan merencanakan untuk
memproduksi 4.000 unit dan menggunakan seluruh kapasitas produksinya
untuk memenuhi permintaan langganan regulernya. Jiak tawaran dari pemda
diterima, berarti 500 unit yang biasanya dijual kepada langganan reguler
harus dijual pada Pemda. Dan ini berakibat langganan reguler akan lari
membeli dari perusahaan pesaing. Kontrak dari Pemda menyebutkan bahwa
Pemda akan mengganti biaya produksi, dan Rp. 100.000,- sebagai
keuntungan. Perlu diperhatikan bahwa biaya pemasaran variabel tidak
dibebankan pada pesaing Pemda. Bagaimanakah dampaknya jika kontrak
Pemda diterima?
39
4. Perusahaan Supply Pangan mempunyai kesempatan untuk memasuki pasaran
Luar Negeri dimana persaingan harga berlaku sangat ketat. Daya tarik pasaran
Luar Negri ini adalah demand/permintaan di Luar Negri akan sangat tinggi
apabila pasar domestik sangat rendah, jadi “idle capacity” akan dapat
tergunakan tanpa menggangu pasar domestik. 1000 unit order sedang dicari
dengan harga dibawah normal untuk mulai memasuki pasar Luar Negri ini.
“Shipping costs” untuk order ini berjumlah Rp. 150,-/per unit, sedangkan
total biaya untuk mendapatkan contract tersebut (marketing costs) berjumlah
Rp. 8.000,- Business domestik tak akan terpengaruh oleh order ini.
Berapakah harga minimum/unit yang harus dipertimbangkan untuk 1000 unit
order ini?
Studi Kasus No. 4.
BF
BF menelepon atasannya WD, kontroller perusahaan DPC dan berkata : “Bos,
saya telah siapkan segalanya untuk rapat siang ini , termasuk presentasi Break Even
yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi peserta rapat, dan saya harap mereka
dapat memahaminya”. Setelah pembicaraan tentang masalah-masalah lainnya, BF
menutup teleponnya dan kembali mengadakan pengecekan terakhir untuk bahan rapat
nanti.
BF telah enam bulan bekerja pada perusahaan tersebut sebagai staf akuntan. Ia
langsung bertanggungjawab pada WD dan sampai saat ini ia melakukan pekerjaan
rutin menganalisa laporan keuangan perusahaan. Ia lulusan sekolah bisnis dan
termasuk orang yang pandai, rajin, teliti, dan sungguh-sungguh dalam
menyelesaikan tugas-tugas. BF menyadari betul akan kemampuannya dan selalu
berhasil dalam melihat segala kesempatan, iapun tak segan-segan menularkan
pengetahuannya pada rekan-rekannya. Undangan WD kepada BF untuk
menghadiri rapat manajer menimbulkan surprise dan tanda tanya bagi staf lain di
Bagian Akuntansi. Apalagi ketika BF mengajukan diri untuk mengadakan
presentasi break-even, WD langsung menyetujuinya tanpa komentar. Sampai saat
ini perusahaan belum pernah menerapkan teknik break-even untuk
perencanaannya.
Pada dasarnya apa yang dilakukan BF adalah menentukan tingkat atau level bagi
perusahaan untuk beroperasi agar mencapai break-even. Seperti yang
diungkapkannya di bawah ini.
Perusahaan harus dapat menjual volume minimum dari produknya sehingga dapat
menutup seluruh biaya variabel produksi dan penjualannya. Lebih jauh, laba tidak
akan tercapai kalau biaya tetapnya (non-variabel) tidak tertutup. Tingkat operasi
yang dapat menutup seluruh biaya, baik biaya variabel maupun biaya tetap adalah
tingkat volume break-even. Ini adalah tingkat minimum yang harus kita
cantumkan dalam perencanaan.
40
Data-data akuntansi telah tersedia bagi BF untuk menyiapkan analisanya :
Kapasitas pabrik : 2.000.000 unit
Tingkat/Level operasi tahun lalu : 1.500.000 unit
Harga jual rata-rata per unit : Rp 7,20
Total Biaya Tetap : Rp 2.970.000,-
Biaya Variabel rata-rata per unit : Rp. 4,50
Dari informasi ini, BF menyimpulkan bahwa Rp 2,70 adalah jumlah yang tersedia
untuk dikontribusikan dalam menutup biaya tetap setelah biaya variabel per unit
tertutup oleh harga jual per unit. Dengan total biaya tetap sebesar Rp. 2.970.000,-
ia menghitung dan menyimpulkan bahwa 1.100.000 unit produk harus terjual agar
tingkat break-even tercapai. Ia membuktikan perhitungan ini dengan menghitung
jumlah rupiah penjualan minimum yang harus tercapai untuk break-even. Karena
biaya variabel per unit adalah 62,5% dari harga jual, BF beranggapan bahwa
37,5% dari setiap rupiah penjualan tersisa untuk menutup biaya tetap. Dengan
demikian biaya tetap Rp. 2.970.000,- membutuhkan penjualan sebesar Rp.
7.920.000,- agar break-even tercapai.
Grafik break-even untuk presentasi telah selesai disiapkan, BF yakin bahwa hasil
perhitungannya sangat handal dan dapat dipertanggungjawabkan. Grafik tersebut
membuat segala sesuatunya lebih jelas dan laba meningkat 37,5% dari setiap
rupiah penjualan diatas tingkat break-even. (Lihat Exhibit 1).
Segera setelah makan siang, BF dan WD bergegas menuju ruang rapat. Beberapa
wakil dari departemen produksi telah hadir, demikian juga manajer penjualan
umum, dua orang asisten mamanjer penjualan, staf pembelian dan dua orang dari
bagian pengembangan produk. WD memperkenalkan BF kepada beberapa orang
yang belum dikenalnya, kemudian segeralah rapat dimulai. Presentasi BF adalah
merupakan acara terakhir dalam rapat tersebut, dan ketika gilirannya tiba, WD
memperkenalkan sekali lagi siapa BF dan menjelaskan maksud presentasi hari itu
dengan topik analisa kontrol biaya (cost control analysis).
BF telah menyiapkan fotokopi bahan yang akan diajukan beserta data-data
perhitungan yang mendukungnya untuk seluruh hadirin. Ia menjelaskan secara
hati-hati dan cermat terhadap sajiannya termasuk bagaimana laba dapat dicapai,
dimana sangat tergantung sekali pada naiknya tingkat volume penjualan.
Kemudian secara perlahan disadarinyalah bahwa ternyata para hadirin telah
memahami dengan baik tentang konsep yang disajikannya, terbukti dengan
banyaknya pertanyaan dan tanggapan yang merupakan tantangan baginya sebagai
berikut : (lihat Exhibit 2 untuk nama dan jabatan hadirin).
JC:
Saya mengetahui bahwa presentasi saudara tidak mengadakan cadangan atau tidak
memperkenankan perubahan rencana volume penjualan untuk tahun depan.
Seharusnya saudara mengantisipasi adanya rencana departemen penjualan untuk
menaikkan volume penjualan sebesar 20% tahun depan. Dengan demikian kami di
bagian produksi akan menyesuaikannya dengan bekerja pada 90% kapasitas pabrik.
41
Perubahan ini tentu saja akan membuat perbedaan yang besar terhadap analisa yang
saudara sajikan.
BF:
Mungkin hal tersebut benar, tetapi jika Bapak perhatikan yang terpenting adalah
menganalisa hubungan antara biaya dan laba pada grafik tersebut. Lihatlah misalkan
pada penjualan 1.800.000 unit, perusahaan akan…….
FW:
Maaf saya interupsi. Jika saudara akan bekerja pada 90% kapasitas pabrik, itu berarti
kita harus mengeluarkan tambahan biaya untuk pabrik. Kami telah mendapat
persetujuan kenaikan pengeluaran investasi yang mengakibatkan naiknya biaya tetap
sebesar Rp. 60.000,- per bulan. Kita bisa saja bekerja pada tingkat tersebut, tapi ada
beberapa hal yang tidak dapat memenuhi kondisi tingkat tersebut, kalaupun bisa harus
dipaksakan. Dapat dibayangkan bagaimana akibatnya.
JC:
Betul kan saudara. (sambil memandang BF). Pendapat FW benar, tetapi saya belum
selesai membahas masalah perubahan volume. Saya tidak yakin bahwa analisa break-
even saudara dapat diterapkan, meskipun tidak ada perubahan volume penjualan
untuk tahun depan. Tampaknya saudara menganalisa dengan angka rata-rata yang
membatasi fakta bahwa pembebanan biaya tiap produk rata-rata tahun lalu (lihat
Exhibit 3) jelas-jelas merupakan penyebabnya. Bagaimanakah hasil brek-even yang
akan terjadi jika hal ini kita terapkan dalam perhiungan brek-even untuk tiap jenis
produk secara individu ?
BF:
Saya kurang setuju , pak. Bukankah hanya ada satu tingkat break-even untuk satu
perusahaan? apakah itu dihitung untuk tiap jenis produk, ataukah secara keseluruhan
atau agregat, saya rasa hasilnya akan sama. Saya akan sangat senang membantu
perhitungannya, jika dikehendaki, tapi ……..
RB:
Kalau kita menganalisa produk secara individual, kita harus mempertimbangkan
kemungkinan adanya perubahan komposisi produk (product mix). Produk A adalah
produk yang memberikan kontribusi terkecil, dan untuk tahun depan mungkin hanya
akan dipertahankan sebanyak 2/3 saja dari volume penjualan normalnya. Apakah kita
siap menjualnya ? (sambil memandang AW untuk persetujuannya). Saya kira hal
tersebut tidak terlalu jelek sebab kita mengharapkan adanya tambahan 200.000 unit
produk C sebagai penggantinya, dan perlu tambahan sekitar seperempat juta unit lagi.
Kita tidak perlu mengadakan perubahan pada produk B, sebab produk tersebut sudah
mantap atau stabil penjualannya dari tahun ke tahun.
JW:
Saya ingin menambahkan apa yang diajukan RB. Kami di departemen penjualan telah
panjang lebar mendiskusikan tentang penetapan harga jual C, dan saya akan bertekad
untuk mendukung pelaksanaannya. Estimasi RB untuk menjual produk C sebanyak
kurang lebih setengah juta unit, atau 450.000 unit untuk tahun depan adalah
berdasarkan rencana kenaikan harga jual C sebesar 100%, tanpa diikuti kenaikan
42
biaya. Tahun-tahun lalu kita telah membuat kesalahan fatal dengan menetapkan harga
jual C yang terlalu rendah, yang ini merupakan malapetaka bagi kita semua. Apa
alasannya ? Pertama, dampaknya terutama sangat menurunkan reputasi kita, harga C
tersebut menyimpang jauh dari produk-produk kita yang lain dalam kelasnya, tentu
saja hal ini sangat tidak konsisten dengan reputasi kita dalam hal kualitas yang selalu
kita banggakan. Kedua, jika kita tidak menaikkan harganya, kita akan kebanjiran
permintaan , yang tak dapat kita penuhi, akibatnya mengecewakan pelanggan. Hadirin
semua tentu sudah memahami komentar dan pendapat FW tentang kapasitas pabrik
yang terbatas. Mengapa saya katakan kebanjiran, karena diperkirakan kita akan
menghadapi tambahan permintaan 500.000 unit lagi kalau harga tidak kita naikkan.
Jelaslah kita tak akan dapat memenuhi permintaan ini, karena kita belum mampu
mengadakan ekspansi sebesar itu tahun depan.
Sampai pada diskusi ini, AF berjalan menuju depan ruangan. Diskusi terhenti
sejenak, dan ia lalu memanfaatkan untuk memberikan komentar.
AF:
Diskusi hari ini sungguh snagat bermanfaat. Saya mengharapkan saudara semua
bertekad bulat untuk melaksanakan rencana kita tahun depan, dan tolonglah
diperhatikan alternatif-alternatif yang akan saya tambahkan berikut ini:
Nomer satu:
Kalau kita perhatikan grafik break-even ini, area laba yang tersedia tepat terbagi dua
untuk perusahaan dan pemerintah. Tahun lalu kita memperoleh laba sebesar kurang
lebih Rp. 900.000,-. Dari jumlah tersebut, perusahaan mendapat setengahnya, yang
kemudian dipakai untuk membayar dividends Rp. 300.000,- kepada pemegang saham.
Sehubungan dengan ulang tahun perusahaan yang ke-10 tahun depan, kami
merencanakan untuk membayarkan tambahan extra dividends sebesar 50% dari tahun
lalu. Kami juga ingin menahan sejumlah Rp. 150.000,- untuk cadangan perusahaan.
Ini berarti kita harus mencapai laba sesudah pajak sebesar Rp. 600.000,-.
Nomer Dua:
Rasanya kita juga akan menghadapi negosiasi dengan serikat buruh lagi, walaupun hal
ini belum resmi diumumkan, dan kali ini tampaknya akan menambah biaya yang
menurut analisa BF adalah biaya variabel, meningkat sebesar 10%. Hal ini tentu akan
menghalangi rencana extra dividends, namun kita tetap mempertahankan jumlah
dividend seperti tahun lalu. Ini berarti bahwa kita dapat memenuhi permintaan serikat
buruh kalau kita berhasil menambah hasil penjualan. Saya rasa hal ini akan
mendorong tingkat break-even lebih ke kanan. Sebaiknya tingkat laba yang harus
dicapai perusahaan dianggap sebagai komponen biaya tetap.
Nomer Tiga:
Mungkin tahun depan adalah merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk
memfokuskan dan mendorong produk yang lebih menguntungkan. Saya rasa AW
lebih tahu masalah ini. Tolonglah saya diberi laporan tentang ini, dan mungkin akan
lebih baik kalau saudara bekerjasama dengan BF memikirkan dan menganalisa hal ini.
Data-data yang saya miliki disini (Exhibit 3) menunjukkan bahwa produk A
memberikan jumlah kontribusi terkecil dibandingkan dengan lainnya. Kalau kita
menurunkan volume penjualan A sebesar yang disebutkan RB, dan jika kita harus
bekerja keras untuk mengatur kapasitas pabrik yang tersedia, seperti yang
43
diungkapkan oleh FW, mungkin akan lebih baik bagi kita untuk menangkap dan
memenuhi permintaan yang tinggi akan produk C dengan menggunakan kapasitas
tambahan akibat berkurangnya produksi A.
WD:
Terima kasih para hadirin. Rupanya kita berhasil merumuskan angka-angka setelah
diskusi ini. Saya akan menyarankan pada BF untuk membetulkan dan menata kembali
hasil analisanya berdasarkan temuan-temuan penting dari diskusi ini. Saya akan
berusaha menyimpulkan dan menggarisbawahi input dan gagasan dari para hadirin
sebagai berikut:
Saya menyimpulkan bahwa analisa BF seharusnya berdasarkan pada asumsi-
asumsi tertentu. Dan ternyata asumsi-asumsi tersebut telah digali dan dilontarkan
dengan baik oleh para hadirin. Hal ini akan sangat membantu kami jika asumsi
tersebut dapat dituangkan dalam tulisan, sehingga kami tinggal menganalisa
pengaruhnya terhadap break-even.
Kalau saya perhatikan lebih jauh, saya berpendapat bahwa JC ingin
mengetahui apa akibatnya kalau unit penjualan meningkat, serta apakah ada
pengaruhnya jika perhitungan break-even dilakukan pada produk secara individual.
Juga, seperti yang RB usulkan, karena terjadi perubahan komposisi produk yang
drastis, bagaimana pengaruhnya terhadap break-even? AW ingin mengetahui akibat
perubahan harga produk C; FW ingin tahu lebih jauh akibat naiknya biaya tetap
produksi sebesar Rp. 60.000,- per bulan; dan AF mempertimbangkan adanya pajak,
dividends, permintaan serikat buruh, dan pertanyaan pada produk yang kuat untuk
didorong penjualannya.
Saya rasa hal-hal yang telah disebutkan tadi harus dianalisa secara terpadu.
Marilah kita hentikan pertemuan ini dan kita jumpa lagi pada rapat mendatang setelah
BF siap dengan hasil kerjanya. Terima kasih.
Kemudian peserta bubar dan kembali pada pekerjaannya masing-masing.
Dalam perjalanan kembali ke kantornya, BF menggerutu pada WD: “Mengapa Bapak
tidak memberitahu saya tentang kemampuan hadirin yang jago-jago itu, rasanya saya
seperti membangunkan ular yang sedang tidur tadi”.
“Saudara kan tidak tanya pada saya. Sudahlah”.
Pertanyaan:
1. Asumsi-asumsi apakah yang terbersit pada analisa break-even yang disiapkan
oleh BF?
2. Seperti analisa BF ditambah dengan informasi-informasi/usul-usul dalam
rapat, hitunglah untuk tahun depan:
a. Tingkat break-even dalam unit
b. Tingkat operasi yang harus dicapai agar perusahaan dapat membayar
ekstra dividends, tetapi mengabaikan permintaan serikat buruh.
c. Sebaliknya dengan pertanyaan b.
d. Tingkat operasi yang harus dicapai agar perusahaan dapat memenuhi
keduanya.
44
3. Dapatkah rencana break-even membantu perusahaan dalam memilih produk
yang harus lebih didorong penjualannya? Apakah yang dapat diusahakan oleh
perusahaan untuk investasi tambahan kapasitas produk C?
4. Hitunglah tingkat break-even dalam unit untuk setiap produk dengan data dari
Exhibit 3. mengapa penjumlahan dari ketiga hasilnya tidak sama dengan
1.100.000 unit yang dihitung secara keseluruhan (aggregate)?
5. Apakah analisa semacam ini ada manfaatnya ? Untuk apa sajakah ?
Exhibit 2
Daftar Hadir Rapat Manajemen
BF …………………..Staf Akuntan WD………………….Kontroller
JC …………………...Kontrol Produksi FW …………Pabrik/Manufaktur
RB ………………Asisten Manajer Penjual JW ………Manajer Penjualan
AF ………………….Wakil Direktur Utama
Exhibit 3
Product Class-Cost Analysis Normal Year.
Exhibit 1
Break-Even Chart – Total Business
45
46
Studi Kasus No. 5.
Perusahaan Mie Instant “Lezat”
Bapak Hasdianto, marketing vice president Peruahaan Mie Instant “Lezat”,
sangat berbahagia melihat hasil yang dicapai perusahaan pada tahun 1992. Ia sadar
bahwa tahun tersebut merupakan tahun yang sukses, ia sangat kagum atas prestasi
yang dicapai melebihi dari apa yang diharapkan, dimana selisih (variance) hasil
operasi yang terjadi menguntungkan. Sebetulnya baru setahun yang lalu perusahaan
menerapkan sistem perencanaan dan pengendalian keuangan (financial planning and
control system) yang baru.
Fungsi Perencanaan
Langkah awal untuk menentukan target laba adalah memisahkan biaya (cost)
ke dalam dua kategori, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Beberapa biaya bersifat
variabel murni, artinya satu unit tambahan volume yeng diproduksikan akan
mengakibatkan tambahan biaya variabel secara proporsional. Biaya ini relatif mudah
dikendalikan, manajemen hanya perlu mengontrol efisiensi , artinya pemborosan
harus dapat ditekan seminimum mungkin. Akuntan perusahaan dapat menentukan
harga pokok produksi variabel per unit produk dengan menggunakan data-data harga
yang berlaku saat ini (current prices) dan data-data volume yang diproduksikan.
Misalnya biaya advertensi (marketing) ditentukan berdasarkan tarif yang rasional,
yaitu Rp. 6,- per bungkus. Sedangkan biaya yang tidak murni variabel, secara
otomatis diklasifikasikan sebagai biaya tetap, walaupun biaya tersebut akan berubah
secara drastis jika terjadi perubahan volume produksi. Biaya semacam ini disebut
biaya semifixed, yaitu biaya yang jumlahnya tetap untuk tingkat volume kegiatan
tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu.
Namun perlu diketahui bahwa ada biaya–biaya yang bersifat variabel maupun tetap
sekaligus, yang disebut biaya semi variabel. Sifat biaya ini adalah jika volume
bertambah, maka tambahan biayanya tidak proporsional.
Alasannya mengapa biaya harus diklasifikasikan ke dalam biaya variabel dan
biaya tetap terutama adalah untuk pengendalian biaya, karena biaya variabel berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan, jadi besar kecilnya biaya variabel ini
ditentukan oleh besarnya volume produksi. Sedangkan biaya tetap dilain pihak
memerlukan pertimbangan manajemen untuk menambah atau menguranginya.
Tepung gandum adalah contoh yang jelas sebagai biaya variabel murni; manajemen
dapat dengan mudah mengontrolnya hanya dengan melihat output yang
dihasilkannya. Biaya depresiasi mesin merupakan contoh yang jelas dari biaya tetap
(fixed costs), artinya biaya ini tetap jumlahnya sampai kisar volume produksi tertentu,
kalaupun ada perubahan besar pada unit yang diproduksikan, maka perubahan yang
diakibatkannya dapat ditentukan besarnya.
47
Marilah kita amati dan ilustrasikan 4 (empat) langkah dalam perencanaan laba.
Langkah pertama adalah menetapkan biaya standard per unit produk dan per jenis
produk. Disini diberikan contoh untuk 4 (empat) macam rasa (Lihat Langkah 1).
Akuntan perusahaan melakukan hal ini dengan menggunakan dasar harga-harga yang
berlaku saat ini (current prices) dan untuk biaya pemasaran menggunakan tarif yang
telah ditetapkan di atas. Di sini biaya advertensi adalah benar-benar keputusan
manajemen, tidak seperti halnya biaya tepung gandum yang jelas-jelas mengikuti
perubahan volume produksi.
Namun demikian dalam kasus ini, manajemen telah memutuskan bahwa biaya
advertensi ditetapkan sebesar Rp. 6,- untuk setiap bungkus mie yang terjual. Dengan
keputusan ini maka biaya advertensi dikelompokkan sebagai biaya variabel.
Sesudah biaya variabel per unit ditetapkan, maka biaya ini dikurangkan dari
harga jual per unitnya sehingga didapatkan marginal contribution per unit. Pada
tingkat/level volume produksi berapapun akan mudah ditentukan berapa besarnya
biaya tetap, dan selebihnya merupakan laba yang dicapai. Hal ini akan dijelaskan
dalam langkah 4.
Langkah 2 mungkin merupakan langkah yang paling sulit dan komplek, yaitu
mengadakan ramalan penjualan (sales forecast). Konsentrasi penuh harus dicurahkan
untuk dapat menentukan tingkat volume penjualan yang realistis beserta
komposisinya (produk mix). Juga harus dipikirkan area penjualannya, rasa apakah
yang paling disukai daerah tertentu. Disamping itu faktor-faktor lain yang perlu
dipertimbangkan adalah: (1) kondisi perekonomian didaerah pemasaran, (2)
iklim/cuaca, (3) promosi, dan (4) persaingan.
Langkah 3 adalah menentukan besarnya anggaran biaya tetap yang lebih
merupakanpertimbangan manajemen dan tentunya disesuaikan dengan
ramalan penjualan yang telah ditetapkan pada langkah 2 diatas. Sesudah
langkah 4 (terakhir) ditentukan pun mungkin perlu kembali lagi ke langkah 3
ini untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian.
Langkah 4 adalah perencanaan laba itu sendiri . Dengan merangkaikan
marginal contribution yang ditetapkan pada langkah 1 dan ramalan penjualan
pada langkah 2, dapatlah ditentukan total marginal contribution bulanan.
Kemudian biaya tetap bulanan yang telah ditetapkan pada langkah 3
dikurangkan dari marginal contribution bulanan akan diperoleh laba operasi
bulanan. Jika menurut manajemen jumlah laba operasi tersebut terlalu besar
atau kecil, maka langkah 3 harus dievaluasi lagi.
48
Fungsi Pengendalian (Kontrol).
Untuk menggambarkan sistem pengendalian (kontrol), kita gunakan bulan
Januari sebagai contoh dan katakanlah misalnya volume penjualan yang dicapai pada
bulan tersebut adalah 520.000 bungkus (Lihat Lampiran A). Dari langkah 2 kita tahu
bahwa ramalan penjualan bulan tersebut adalah 495.000 bungkus. Jika kita terapkan
unit contribution margin untuk setiap jenis produk akan menghasilkan selisih rugi
sebesar Rp 6.125,- dibandingkan dengan ramaln penjualan sebesar 495.000 unit dan
komposisinya sesuai dengan langkah 2. Jumlah Rp 6.125,- adalah menunjukkan
perbedaan antara standar contribution pada volume yang diramalkan dengan
standar contribution pada volume yang sesungguhnya. Maka jelaslah bahwa
perbedaan tersebut disebabkan oleh volume dan komposisi penjualan. Akibat dari
kedua faktor tersebut dapat dilihat pada lampiran A.
Lampiran B menunjukkan contoh suatu anggaran per departemen yang
menunjukkan biaya sesungguhnya dibandingkan dengan budgetnya. Dokumen
semacam ini diperlukan oleh setiap departemen agar pimpinan departemen tersebut
menyadari hal-hal mana yang perlu mendapat perhatian, mana yang sesuai atau yang
menyimpang dari budgetnya. Dalam contoh ternyata terdapat selisih rugi biaya
operasional Rp 22.700,-. Perlu diketahui bahwa dalam perhitungan tersebut, anggaran
biaya variabel telah disesuaikan dengan volume sesungguhnya, sehingga selisih biaya
yang terjadi jelas tidak disebabkan oleh selisih volume.
Karena tingkat biaya tetap tidak tergantung pada volume, maka tidaklah perlu
untuk menyesuaikan besarnya biaya tetap dengan perubahan volume. Jadi anggaran
biaya tetap diatas masih relevan untuk digunakan. Jumlah biaya per departemen
kemudian digabungkan pada Laporan Rugi-Laba seperti tercantum pada Lampiran C.
Dalam hal ini kita asumsikan bahwa budget dan realisasi biaya untuk departemen
diluar departemen produksi tidak mempunyai masalah yang berarti, sehingga
selisih/penyimpangan yang terjadi hanya pada departemen produksi (manufacturing).
Selisih ini dipertemukan dengan selisih volume dan selisih komposisi sebesar Rp
6.125,- akan menghasilkan selisih rugi secara keseluruhan (over-all unfavourable
variance) dari budgetnya sebesar Rp 28.825,- seperti tercantum pada lampiran C.
Ilustrasi diatas berdasarkan perhitungan bulanan. Untuk evaluasi sebetulnya
kita tidak perlu menunggu sampai satu bulan untuk melakukannya. Seminggu atau
harianpun kita bisa melakukannya. Misalnya evaluasi diadakan seminggu sekali,
maka volume penjualan mingguan dikalikan dengan unit contribution margins akan
menghasilkan standar contribution yang telah dicapai. Hasil ini kemudian dapat
dibandingkan dengan ¼ kali contribusi bulanan yang telah ditetapkan untuk melihat
apakah volume dan komposisi yang dicapai sesuai dengan yang diramalkan. Laporan
mingguan untuk unsur-unsur biaya produksi dapat dengan mudah dihasilkan setiap
minggu dan ini kemudian dibandingkan dengan budgetnya, misalnya berapa budget
dan realisasi biaya gandum mingguan. Dengan mengkombinasikan selisih-selisih
yang terjadi secara mingguan dan menyesuaikan angka-angka target laba, gambaran
besarnya laba yang akan dicapai semakin jelas dan cepat, bahkan sebelum laporan
bulanan diterbitkan. Yang lebih penting lagi adalah bahwa tindakan preventif dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya situasi yang tidak menguntungkan bagi
perusahaan.
49
Pertanyaan :
1. Jelaskan sedetail mungkin dari manakah sumber angka-angka yang terdapat
pada Langkah 1 – 4.
2. Jelaskan perbedaan antara target laba bulanan yang terdapat pada Langkah 4
dan target laba pada Lampiran C. Mengapa perusahaan memiliki dua target
laba pada suatu bulan? (Pelajari baik-baik perhitungan selisih/variance pada
Lampiran C).
3. Evaluasilah proses perencanaan dan pengendalian yang diterapkan perusahaan
tersebut!
50
DAFTAR PUSTAKA
Anandarajah D. Aseervatham, a., Reid, H. (1998). Managing Finance: Setting and
Achieving Budgets Performance Cost and Efficiency Operating and Capital
Expenditure, Prentice Hall:Australia.
Bustami, Bastian dan Nurlela. 2010. Akuntansi Biaya. Edisi kedua. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Carter, W.K. (2009). Akuntansi Biaya “Cost Accounting”. Jakarta : Salemba Empat.
Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi. Jakarta: Grasindo.
Horngren, Charles T., Srikant M. Datar, dan George Foster. (2006). Cost Accounting: A
Managerial Emphasis. 12th edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Ikatan Akuntansi Indonesia. PSAK No. 1 Tentang Laporan Keuangan– edisi revisi
2015. Penerbit Dewan Standar Akuntansi Keuangan: PT. Raja Grafindo.
Kautsar Riza Salman, S. A. (2013). Akuntansi Biaya Pendekatan Product Costing.
Jakarta Barat: Akademia Permata.
Mulyadi (1993). Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN.
Mulyadi.(2012).Akuntansi Biaya.Edisi 5.Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Soemarso S.R, 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Lima. Salemba Empat: Jakarta.