peranan badan pekerja dan bantuan perserikatan …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/skripsi ridky...

130
PERANAN BADAN PEKERJA DAN BANTUAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK PENGUNGSI PALESTINA DI TIMUR DEKAT (The Role of United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East – UNRWA) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh : Ridky Johannes Sitorus Pane E1A009025 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

Upload: dangliem

Post on 13-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERANAN BADAN PEKERJA DAN BANTUAN

PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

UNTUK PENGUNGSI PALESTINA DI TIMUR DEKAT

(The Role of United Nations Relief and Works Agency for Palestine

Refugees in The Near East – UNRWA)

MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

Ridky Johannes Sitorus Pane

E1A009025

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

PRAKATA

Salam Sejahtera,

Segala puji dan hormat saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

telah memberikan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul Peranan Badan Pekerja dan Bantuan Perserikatan

Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (The Role of

United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near

East – UNRWA) Menurut Hukum Internasional. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan

berbagai pihak Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih yang tidak terhingga atas motivasi dan dukungan, baik langsung maupun

tidak langsung yaitu kepada yang terhormat :

1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman.

2. Prof. Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc. selaku Ketua Bagian Hukum

Internasional dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga

terselesainya skripsi ini.

3. Aryuni Yuliantiningsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II

yang telah memberikan arahan dalam akademis dan telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga

terselesainya skripsi ini.

4. Kepada H. Isplancius Ismail, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji dalam

seminar dan pendadaran yang telah meluangkan waktunya dan atas

masukan yang berharga.

5. Kepada kedua orang tua saya Janter Johannes Sitorus Pane dan Rutina

Tamar Sinaga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil yang

tak habis-habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studinya.

6. Kepada adik-adik saya tercinta Herry Johannes Sitorus Pane, Aristhoteles

Johannes Sitorus Pane, Viery Hardianto Johannes Sitorus Pane yang

menjadi sumber semangat saya dalam menyelesaikan masa studi saya.

7. Kepada teman-teman ALSA LC UNSOED Ismail Siregar, Sabilla, Ayas,

Tacha, Debby, Depaw, Robby, Ginia, Attaf Dana, Rizky Adam, Gumelar

Taufik, Pratiwi Kusuma, Prili, Ichaos, Rista, Egi, Fachri, Eche, Yosi,

Athira, Zulfi, Raihan, dan semua keluarga ALSA LC UNSOED.

8. Kepada teman-teman seperjuangan dalam penyeesaian skripsi Kak Tika,

Dian Jadul, Upay, Silvi, Rere, Rangga, Kak Frisca, Kak Maria, Dio, dan

semuanya semoga cepat-cepat menyusul.

9. Kepada keluarga besar Fakultas Hukum Unsoed angkatan 2009 kelas A.

10. Kepada teman-teman KKN Posdaya Desa Randegan Dian, Ivan, Cutri,

Lukas, Novi, Ratih, Dewi, Dedo, Heri, dan Ifet.

11. Kepada sahabat-sahabat yang sejak semester 1 Bimo, Wisnu, Mail,

Fakhrina, Satyo, Bashir, Bagus, dan Yogi.

12. Kepada teman-teman dalam susah dan senang, terima kasih sebanyak-

banyaknya untuk inspirasi dan semangat yang kalian berikan Anissa, Yogi

Kusumanegara, dan Irfan.

13. Kepada sahabat-sahabat dari SMP hingga sekarang Novia Kanjaya,

Ivansius Limbong, dan Priscilla Tarigan untuk semangat yang terus kalian

berikan.

14. Kepada “My Second Family” Mikel Kelvin, Nick Surawong, Audy F,

Novita, Ying, Deww, Gett, and Toon. Hopefully we can meet up soon!

Purwokerto, 18 Februari 2013

Ridky Johannes Sitorus Pane

NIM. E1A009025

ABSTRACT

Human right and refugee issue are the global issue in international

relations lately. This is where the awareness of international society will be

awakened because the fate of the refugees concerned with human rights. The

ongoing conflict between Israel and Palestine strungs out a massive number of

Palestine refugees in The Near East. The United Nations Relief and Works

Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) was established as a

subsidiary organ of the General Assembly in 1949 and commenced operations in

1950. United Nations also had established UNHCR in 1949, The UNHCR was

created by the UN General Assembly, and began its work by 1951. The

organization was created as an attempt to provide refugees with protection and

assistance.

This Research was aimed to catch the role of UNRWA for Palestine

refugees in The Near East, furthermore to find out the differences between

UNRWA and UNHCR regarding Palestine Refugees. The method was used

against this research is normative juridical, case approach and statute approach

as its specialization.

According to reseach and analysis of laws, can be known that, firstly, To

acomodate the rights of Palestine refugees UNRWA provides assistance,

protection and advocacy for 5 million registered Palestine refugees in Jordan,

Lebanon, Syria, Gaza, and West Bank. UNRWA’s services are delivered within

four programmes: Education, Health, Social Relief, and Microfinance. Secondly,

The differences between UNRWA and UNHCR can be seen in 3 aspects, they are

by mandate aspect, by scope of work, and linkages both bodies against Palestine

refugees.

ABSTRAK

Hak Asasi Manusia dan masalah pengungsi adalah isu global dalam

hubungan internasional akhir-akhir ini. Di sinilah kesadaran masyarakat

internasional akan terbangkit karena nasib para pengungsi bersangkutan dengan

hak asasi manusia. Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina

menimbulkan banyak pengungsi Palestina di Timur Dekat. Badan Pekerja dan

Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat

(UNRWA) didirikan sebagai badan subsider oleh Majelis Umum pada tahun 1949

dan mulai beroperasi pada tahun 1950. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah

membentuk UNHCR pada tahun 1949, UNHCR didirikan oleh Majelis Umum

PBB, dan mulai bekerja tahun 1951. Organisasi ini dibuat sebagai upaya untuk

memberikan perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran UNRWA dalam

menangani pengungsi Palestina di Timur Dekat, selanjutnya juga untuk

mengetahui perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Pengungsi Palestina.

Metode yang digunakan terhadap penelitian ini adalah yuridis normatif,

pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang sebagai spesialisasinya.

Menurut penelitian dan analisis hukum, dapat diketahui bahwa, pertama,

dalam mengakomodir hak-hak pengungsi Palestina UNRWA memberikan

bantuan, perlindungan dan advokasi untuk lima juta pengungsi Palestina yang

terdaftar di Yordania, Lebanon, Suriah, Gaza, dan Tepi Barat. Layanan UNRWA

melalui empat program: Pendidikan, Kesehatan, Bantuan Sosial, dan Keuangan

Mikro. Kedua, perbedaan antara UNRWA dan UNHCR dapat dilihat pada 3

aspek, yaitu dari aspek mandat, dengan lingkup pekerjaan, dan hubungan kedua

tubuh terhadap pengungsi Palestina.

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................iii

PRAKATA ................................................................................................iv

ABSTRAK..................................................................................................v

ABSTRACT ..............................................................................................vi

DAFTAR ISI ........................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1

B. Perumusan Masalah.................................................................................7

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................8

D. Kegunaan Penelitian................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional

1.Subjek Hukum Internasional.......................................................10

2.Sumber Hukum Internasional.....................................................15

B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional

1. Definisi Organisasi Internasional...............................................18

2. Aspek Hukum Organisasi Internasional.....................................20

3.Sumber Hukum Organisasi Internasional...................................25

4.Personalitas Hukum Organisasi Internasional............................26

5.Prinsip Keanggotaan Organisasi Internasional...........................28

. C.Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa

1.Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa...................30

2.Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.....32

3.Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner

for Refugees (UNHCR)..............................................................37

4. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency

for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA).................39

D.Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional

1.Definisi Hukum Pengungsi Internasional...................................41

2.Terminologi Suaka dan Pengungsi.............................................42

3. Instrumen Hukum Mengenai Pengungsi....................................46

E.Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka................................49

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan...............................................................................55

B. Spesifikasi Penelitian.............................................................................55

C. Lokasi Penelitian...................................................................................55

D. Jenis dan Sumber Bahan Hukum..........................................................56

1. Bahan Hukum Primer.................................................................56

2. Bahan Hukum Sekunder............................................................56

3. Bahan Hukum Tersier................................................................57

E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum....................................................57

F. Metode Penyajian Bahan Hukum..........................................................57

G.Metode Analisis Bahan Hukum.............................................................57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peranan United Nations Relief and Works Agency

for Palestine Refugee in The Near East dalam Penanganan

Pengungsi Palestina menurut Hukum Internasional...........................59

B. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR

terkait Urusan Pengungsi Palestina.................. ...............................101

BAB V PENUTUP

A. Simpulan................................................................................................114

B. Saran.......................................................................................................117

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA.......................................69

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan Hak pendidikan anak...77

2. Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan

melalui Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja..................78

3. Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan

dengan Basis Kesetaraan Gender.........................................................79

4. Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan....................88

5. Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi.......................89

6. Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial

Pengungsi Palestina............................................................................101

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Convention and Protocol Relating to The Status of Refugees ............77

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses

perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja

tidak dapat menampung kehendak banyak negara.1 Tujuan utama hukum

internasional lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban

daripada sekedar menciptakan sistem hubungan-hubungan Internasional yang

adil, akan tetapi dalam perkembangan-perkembangan selanjutnya telah

terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin, secara objektif, terciptanya

keadilan diantara negara-negara. Mengingat juga bahwa negara-negara

memperoleh perlakuan adil, hukum bangsa-bangsa modern bertujuan untuk

menjamin keadilan bagi umat manusia.2

Suatu konflik antar negara sejatinya merupakan suatu hal yang tidak

dapat dihindari. Perbedaan latar belakang sejarah, status ekonomi,

kepentingan nasional, posisi geografi, ukuran negara dan persepsi masa depan

membuat hubungan antar negara sering ditandai dengan konflik yang tidak

dapat dielakkan. Ditinjau dari segi hukum Internasional, karakteristik Negara

sebagai subyek hukum internasional yang paling penting adalah kemampuan

mengadakan hubungan dengan negara lain seperti yang tercantum dalam Pasal

1 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 1. 2 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika, 1992, hlm 6.

1 Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban

Negara sebagai Subjek Hukum Internasional. Hal ini karena kajian utama

hukum internasional adalah mempelajari hubungan-hubungan antara Negara

yang satu dengan negara yang lain. Selain itu karakteristik ini juga merupakan

karakteristik yang membedakan Negara (dalam arti yang sesungguhnya)

dengan entitas-entitas lain yang lebih kecil yang tidak mengurus hubungan-

hubungan luar negerinya sendiri. Hubungan antara Negara yang satu dengan

yang lainnya ini tentunya terkait erat dengan hak dan kewajiban Negara-

negara sebagai salah satu “pelaku” dalam kehidupan internasional, oleh karena

itu munculnya suatu konflik antar negara merupakan konsekuensi dari adanya

kemampuan suatu negara untuk melakukan hubungan dengan negara-negara

lain.

Sengketa internasional secara teoritis pada pokoknya selalu dapat

diselesaikan oleh pengadilan internasional. Suatu konflik atau sengketa

merupakan sebuah keniscayaan dalam hubungan internasional. Situasi konflik

atau sengketa tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beragam faktor.

Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya sengketa adalah

perebutan wilayah (perbatasan), ekonomi, perdagangan, dan hak asasi

manusia.Untuk mengatasi sengketa agar tidak berujung pada peperangan

maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaiannya. Dalam studi hukum

internasional, mekanisme penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua

cara; mekanisme nonhukum (politik/diplomasi) dan mekanisme hukum.

Mekanisme nonhukum biasanya dilakukan melalui cara negosiasi, mediasi,

jasa-jasa baik, konsiliasi. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui

mekanisme hukum biasanya menggunakan jalur pengadilan dan arbitrase.3

Salah satu cara penyelesaian secara paksa adalah melalui perang atau

tindakan bersenjata non perang. Pada suatu studi yang dilakukan oleh pakar

psikososial, Sigmund Freud, menyebutkan, sifat menyerang atau sifat agresif

manusia merupakan suatu insting, yaitu dorongan yang muncul dari dalam diri

manusia. Freud menyebut agresi, dalam konteks thanatos, sebagai dorongan

untuk mati. Thanatos ini digunakan oleh Freud untuk menjelaskan mengapa

ribuan orang pergi ke medan perang untuk mendatangi kematiannya.4

Perang yang menyita perhatian dunia yakni Perang antara Palestina -

Israel yang berlangsung sejak tahun 1948 hingga kini mengenai perebutan

wilayah kedaulatan dimana keduanya bersikeras mengklaim wilayah yang

diperebutkan itu adalah miliknya. Konflik yang berkepanjangan antara Israel

dan Palestina ini sangat kompleks, ide dasar yang diajukan kedua belah pihak

dimana orang-orang Israel percaya bahwa mereka berhak atas tanah yang

sekarang dikenal sebagai Israel, sementara Palestina percaya bahwa mereka

berhak atas tanah yang mereka sebut Palestina. Namun, kedua belah pihak

mengklaim tanah yang sama, mereka hanya memanggil tanah dengan nama

yang berbeda. Kedua belah pihak percaya bahwa Allah (disebut Yehuwa oleh

orang Yahudi dan Allah oleh umat Islam), memberi mereka tanah, dan bahwa

untuk memberikan tenah tersbut atau menyerah tanah tersebut kepada orang

lain merupakan penghinaan terhadap Allah dan dosa. Sejarah konflik jauh

3 Haula Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 3. 4 Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta,

Rajawali Pers, 2010, hlm. 5-6.

lebih kompleks dari penjelasan sederhana tersebut, namun perbedaan agama

dan sejarah yang sangat penting untuk permasalahan ini. Alasan untuk

pertempuran yang terjadi terus-menerus ini sebenarnya mudah untuk

dimengerti, mereka telah berjuang selama lebih dari 60 tahun, dan setiap

perang, setiap kematian, setiap tindakan terorisme, hanya memperdalam

kebencian dan keengganan untuk menyerah.5

PBB sebenarnya telah mengeluarkan lebih dari 500 resolusi untuk

menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel namun konflik tidak juga

mencapai kesepakatan, diantaranya Resolusi PBB Nomor 240 Tahun 1967

mengenai pelanggaran terhadap gencatan senjata, Resolusi PBB Nomor 501

Tahun 1981 mengenai perintah untuk Israel menghentikan serangan terhadap

Lebanon dan menarik pasukannya, Resolusi PBB Nomor 573 Tahun 1981

mengenai pengecaman terhadap Israel pada serangan bom di markas PLO,

Resolusi PBB Nomor 1860 Tahun 2009 mengenai penyeruan penghentian

penuh perang antara Israel dan Hamas, dan resolusi-resolusi lainnya.6 Konflik

antara Palestina dan Israel telah menelan banyak korban dan lebih dari 5 juta

pengungsi yang tersebar di 61 kamp pengungsi yang memperoleh pelayanan

dari UNRWA di lima tempat operasinya yang berada di Yordania, Libanon,

Republik Arab Suriah, dan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.7

5 BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the Present Day)”

http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835 , diakses pada tanggal 15 September

2012. 6 Kompasiana, “Resolusi PBB untuk Palestina dan Israel”

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbb-untuk-palestina-yang-

diveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada tanggal 13 Desember 2012. 7 UNRWA.org, “Where Does UNRWA Work?” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 ,

diakses pada tanggal 13 Desember 2012.

Suatu konflik yang berujung dengan suatu peperangan akan

mengakibatkan timbulnya pengungsi. Masalah pengungsi dan pemindahan

orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi

masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus

berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu

kelompok yang sangat rentan ini. Semenjak pembentukannya, PBB telah

bekerja untuk melindungi para pengungsi di seluruh dunia. Pada 1950, saat

Kantor Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi

(UNHCR) didirikan, diperkirakan satu juta pengungsi berada di dalam mandat

UNHCR. Saat ini jumlah tersebut telah meningkat menjadi sekitar 17.5 juta

pengungsi, di samping 2.5 juta pengungsi yang ditangani oleh Bantuan PBB

dan Perwakilan Pekerja untuk pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA),

dan lebih dari 25 juta orang mengalami pemindahan di dalam negeri. Dalam

resolusi 428 (IV) tahun 1950, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan

Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB. Kantor tersebut dibentuk pada 1

Januari 1951 sebagai organ pendamping bagi Mejelis Umum, yang pada

awalnya bertugas untuk jangka waktu tiga tahun. Sejak itu mandat dari

UNHCR secara berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan

periode sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini

menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi

Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih dari

100 Negara.

Sesuai fungsi dan kewenangannya UNHCR memberikan bantuan bagi

jutaan orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena

melarikan diri dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang

membahayakan hidup dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah

mereka yang disebut sebagai pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam

negeri sendiri atau yang dikenal dengan istilah Internally Displaced Persons

(IDPs). Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga

mencakup orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang –

orang yang pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari

suaka, dan atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang

– orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada

individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak

didampingi suaminya, anak – anak di bawah 18 tahun, orang tua atau manula

dan orang cacat.8

PBB juga telah membentuk badan United Nations Relief and Works

Agency for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) yang khusus

mengurus masalah pengungsi Palestina di bawah UNHCR. UNRWA dan

UNHCR sama-sama mempunyai keterkaitan kepada pengungsi Palestina.

UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi 302 (IV)

tanggal 8 Desember 1949 untuk memberikan bantuan langsung dan

menjalankan program-program bagi pengungsi Palestina. Badan tersebut

beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1950. Dengan tidak adanya solusi untuk

8 UNHCR.or.id, 21 Februari 2010, “Siapa yang Kami Bantu” http://www.unhcr.or.id/id/siapa-

yang-kami-bantu , diakses pada tanggal 19 September 2012.

masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum telah berulang kali

memperbaharui mandat UNRWA.9 Mengingat banyaknya korban dan

pengungsi yang diakibatkan perang antara Israel dengan Palestina, UNRWA

yang merupakan organisasi internasional yang khusus mengurusi pengungsi

Palestina diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap pengungsi

Palestina. UNRWA ini dibentuk karena pengungsi Palestina berbeda dengan

pengungsi-pengungsi biasa, seperti pengungsi bencana alam atau Tsunami.

Mereka mengungsi karena peristiwa alam dan bisa kembali kapan saja ke

tempat tinggal mereka sebelumnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peran UNRWA dalam penanganan pengungsi Palestina

menurut hukum internasional

2. Apakah perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi

Palestina

9 UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 , diakses pada

tanggal 19 September 2012.

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan karya tulis ini

adalah:

1. Untuk mengetahui peran United Nations Relief and Works Agency for

Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) dalam penanganan

pengungsi Palestina menurut hukum internasional.

2. Untuk mengetahui penentuan status pengungsi oleh UNRWA.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya

tulisan ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

a. Memberikan informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran

bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya berkenaan

dengan peran UNRWA yang merupakan organisasi internasional

dalam penanganan pengungsi Palestina menurut hukum internasional.

b. Memperluas cakrawala berpikir penulis dan memberikan sumbangan

pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Kegunaan Yuridis

a. Sebagai acuan dasar bagi pengungsi mengenai hak-hak mereka.

b. Sebagai acuan dalam penanganan pengungsi internasional.

3. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum internasional terutama

mengenai peranan UNRWA dalam penanganan pengungsi palestina

b. Secara praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk

menyumbangkan wawasan hukum mengenai peranan suatu organisasi

internasional yang dibentuk oleh PBB untuk menangani pengungsi

internasional.

c. Sebagai acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji

pertanggungjawaban suatu lembaga internasional yang bergerak di

bidang kemanusiaan.

d. Sebagai bahan referensi dalam pembedaan antara UNHCR dan

UNRWA.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional

1. Subjek Hukum Internasional

Profesor Charles Cheney Hyde dan J.G. Starke menyatakan bahwa

hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum-

hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-

kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat

untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam

hubungan-hubungan mereka secara umum.10 Definisi tersebut tidak dapat

digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud,

tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat

diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara.

Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum

internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan

berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional,

hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan

negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu

yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara.11

Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum internasional adalah

hukum yang berisi keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang

10 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa:

Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3 11 Ibid.

mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara

(hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.12 Selain pengertian

tersebut, Mochtar Kusumaatmadja juga memberikan batasan lain

mengenai hukum internasional, yaitu:

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas

hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara-negara, antara:

a. Negara dengan Negara,

b. Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek

hukum bukan Negara satu sama lain.13

Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum

adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui

dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum

tersebut, subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang

atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum

internasional.14 Berdasarkan perkembagan jaman hingga saat ini yang

diakui sebagai subjek hukum internasional yaitu:

a. Negara

Negara adalah subjek utama hukum internasional, Menurut

Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,

kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum

internasional adalah:

1. Penduduk yang tetap

2. Wilayah tertentu

3. Pemerintahan

4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

Negara dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang

utama dikarenakan hukum internasional mengatur hak-hak dan

12 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,

Bandung, 2003, hlm. 1-2. 13 Ibid, hlm. 8.

14 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 12.

kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum

internasional terutama adalah Negara, disamping itu juga perjanjian

internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama

dimana negara yang paling berperan menciptakannya.

b. Organisasi Internasional

Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan

proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua

negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. Dalam

membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui organisasi

internasional akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi

kepentingan bersama, dan kepentingan yang menyangkut bidang

kehidupan internasional yang sangat luas.15 Dari aspek hukumnya,

organisasi internasional lebih menitikberatkan pada masalah-masalah

konstitusional dan prosedural, antara lain seperti wewenang dan

pembatasan-pembatasan (restrictions) baik terhadap organisasi

internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat

didalam ketentuan-ketentuan instrumen dasarnya.16

c. Komite Palang Merah Internasional (International Committee of The

Red Cross/ICRC)

Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang

lingkup nasional yang didirikan didirikan oleh lima orang

berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan

15 Ibid., hlm. 1.

16 Ibid., hlm. 10.

bergerak di bidang kemanusiaan. Dalam kedudukannya sebagai subyek

Hukum Internasional, palang merah internasional lahir karena sejarah.

Oleh karenanya ICRC mempunyai tempat tersendiri yang unik dalam

sejarah hukum internasional. Kemudian kedudukannya itu, diperkuat

dengan berbagai perjanjian dan Konvensi Palang Merah Internasional

antara lain Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban

Perang. Dewasa ini, ICRC secara umum telah diakui sebagai

organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai salah satu

subyek hukum internasional dalam ruang lingkup yang terbatas.

d. Tahta Suci Vatikan

Tahta Suci Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional

berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara

pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan

sebidang tanah di Roma. Tahta Suci Vatikan merupakan contoh dari

subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping

negara. Kewenangan Tahta Suci hanya terbatas masalah kemanusiaan

dan perdamaian umat sehingga tampak sebagai kekuatan moral belaka.

Namun pengaruh dan wibawa Paus sebagai Kepala Tahta Suci atau

pemimpin Gereja Katholik diakui di seluruh penjuru dunia.17

e. Kaum Belligerensi

Kaum Belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari

masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu,

17 Jawahir Thontowi dan Pranata Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama,

Bandung, 2006, hlm. 123.

penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang

bersangkutan. Kaum Billigerensi mampu memiliki hak-hak dan

memikul kewajiban-kewajiban internasional, setidak-tidaknya ditinjau

dari sudut pandang negara-negara yang mendukung atau

mengakuinya,18 dengan mendapat pengakuan maka Kaum Bellegerensi

menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.

f. Individu

Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia

(Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember

1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi

manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai

subyek hukum internasional yang mandiri. Lahirnya Mahkamah

Pidana Internasional melalui Statuta Roma yang dapat mengadili para

pelaku pelanggaran HAM berat merupakan bukti nyata bahwa pada

kasus-kasus tertentu individu dianggap sebagai subjek hukum

internasional.19

g. Perusahaan Multinasional

Di beberapa negara, negara-negara dan organisasi internasional

mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional

yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang

tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan

ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Dewasa ini memang

18 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990,hlm. 83.

19 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika

Global Edisi ke-2, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 58.

kedudukan perusahaan multinasional merupakan hal yang baru dalam

subyek hukum internasional.

2. Sumber Hukum Internasional

Istilah sumber hukum internasional memiliki makna materiil dan

makna formil. Istilah sumber hukum dalam arti materiil

mempersoalkan mengenai apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat

suatu hukum internasional. Sedangkan istilah sumber hukum dalam

arti formil menyangkut mengenai permasalahan dimana mendapatkan

ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah hukum

internasional. Sehingga sumber hukum mempunyai arti sebagai hukum

material dan sebagai hukum formal.

a. Sumber Hukum dalam Arti Material

Sumber hukum material menjelaskan dasar berlakunya hukum

dalam suatu negara. Dalam sumber hukum material ini dijelaskan

bahwa hukum internasional tidaklah sama dengan tata hokum nasional.

Hal itu karena hukum internasional tidak memiliki lembaga-Iembaga

yang disamakan dengan hukum, masyarakat international bukan

merupakan suatu Negara Dunia yang mempunyai suatu badan

kekuasaan atau pemerintahan seperti suatu negara. Masyarakat

internasional adalah suatu masyarakat negara-negara atau bangsa-

bangsa yang anggotanya didasarkan atas kesukarelaan dan kesadaran.

Namun, kedaulatan yang berperan sebagai kekuasaan tertinggi tetap

berada di negara masing-masing. Pelaksanaan hukum internasional

tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Walaupun begitu,

sebagian besar negara-negara anggota masyarakat bangsa menaati

kaidah-kaidah hukum internasional tersebut.

b. Sumber Hukum dalam Arti Formal

Brierly berpendapat bahwa sumber hukum intemasional dalam

arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan otoritas

tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah

internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah

pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16

Desember 1920. Menurut J.G Starke, tiga sumber hukum yang disebut

pertama merupakan sumber hukum utama (primer) sedangkan

selebihnya merupakan sumber hukum tambahan (subsider). Ia

menguraikan bahwa sumber-sumber hukum internasional

dikategorikan dalam lima bentuk, yaitu:20

1. Perjanjian Internasional

Traktat atau treaty adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara

atau Iebih, mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi

kepentingan dari mereka yang bersangkutan. Traktat dalam

pengertian luas adalah perjanjian antara pihak-pihak peserta atau

negara-negara di tingkat internasional.21 Traktat memberikan

pengaruh terhadap arah pembentukan suatu kaidah hukum

internasional. Pada dasarnya traktat memiliki dua sifat, yaitu traktat

20 Boer Mauna, Op. Cit., hlm, 8.

21 I Wayan Parthiana, Op.cit, hlm. 12.

yang membuat hukum (law making treaty) dan traktat kontrak

(treaty of contract).

2. Kebiasaan-kebiasaan internasional adalah kebiasaan-kebiasaan

yang berlaku di dalam praktik pergaulan internasionaI._Kebiasaan

merupakan adat-istiadat yang sudah memiliki kekuatan hukum, dan

kaidah-kaidah tersebut berasal dari adat-istiadat atau praktik-

praktiktertentu dalam hubungan antarbangsa yang dikembangkan

dalam bidang berikut.

1) Hubungan-hubungan diplomatik antarnegara.

2) Praktik-praktik organisasi internasional.

3) Perundang-undangan negara, keputusan-keputusan pengadilan

nasional, praktik-praktik militer, dan administrasi negara.

3. Prinsip-Prinsip Umum Hukum

Prinsip-prinsip umum hukum yang diaksud adalah prinsip-prinsip

umum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum

nasional negara-negara.22

4. Keputusan Hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional

dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan

hukum (Judicial decisions and the teachings of the most highly

qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for

the determination of rules of law).

22 Ibid., hlm. 11.

Berbeda dengan sumber hukum lainnya, keputusan hakim dan

ajaran ahli hukum hanya merupakan sumber tambahan, yang artinya

keputusan hakim dan ajaran ahli hukum dapat dikemukakan untuk

membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu

persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian

internasional, kebiasaan internasional, dan asas-asas umum hukum.23

B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional

1. Definisi Organisasi Internasional

Organisasi internasional merupakan suatu persekutuan negara

negara yang dibentuk dengan persetujuan antara para anggotanya dan

mempunyai suatu sistem yang tetap atau perangkat badan-badan yang

tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan

mengadakan kerjasama antar para anggotanya. Mengenai definisi dari

organisasi internasional itu sendiri belum ada kesepakatan. Pada umumnya

berbicara tentang organisasi internasional, maka yang dimaksudkan adalah

organissi internasional yang dibentuk antarpemerintah (intergovernmental

organization). Walaupun harus diakui disamping organisasi

antarpemerintah masih dikenal organisasi nonpemerintah

(nongovernmental organization atau disingkat dengan NGO). Maka dapat

dibatasi bahwa yang dimaksudkan dengan organisasi internasional adalah

organisasi antarnegara (organisasi internasional publik/ public

international organization), namun demikian masih sukar untuk

23 Mochtar Kusumaatmadja dan Ety R Agoes, Op.Cit, hlm. 150-151.

memberikan definisi apakah yang dimaksud dengan organisasi

internasional yang dapat diterima secara universal. Sumaryo Suryokusumo

juga tidak menjabarkan definisi organisasi internasional secara terperinci

dalam suatu rangkaian kalimat yang limitatif, ia menguraikan

penjelasannya berikut ini.

“Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi

internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat

proses tersebutyang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi

internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama

menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan

kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta

mengurangi pertikaian yang timbul”24

Demikian pula Bowwet D. W dalam bukunya “Hukum Organisasi

Internasional” mengakui tidak ada batasan yang umum tantang pengertian

organisasi internasional, namum ia mencoba memberikan batasan dengan

mengatakan bahwa:

“...tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik

internasional yang dapat diterima secara umum. pada umumnya

organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan

berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan

perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai

beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”25

Oleh karena sulitnya memberikan definisi dari organisasi

internasional, maka jalan yang dapat diberikan adalah dengan memberikan

ciri-ciri dari organisasi internasional. Leroy Bannet dalam bukunya

“International Organization” memberikan ciri sebagai berikut:

1. A permanent organization to carry on a continuing set of

functions;

2. Voluntary membership of eligible parties;

24 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam

Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta, PT Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 48. 25 Ibid., hlm. 45.

3. Basic instrument stating goals, structure and metods of operation;

4. A broadly representative consultative conference organ;

5. Permanent secertariat to carry on contionius administrative,

research and information functions.

Pembentukan organisasi internasional sebenarnya sudah lama ada

sejak negara mengadakan hubungan internasional secara umum dan

masing-masing negara mempunyai kepentingan.26 Organisasi Internasional

bertujuan untuk memperkembangkan politik dan keamanan nasional di

satu pihak serta perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial di lain

pihak. Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan

suatu keperluan untuk pencegahan konflik bersenjata, penghentiannya

kalau sudah terjadi dan penyelesian pertikaian secara damai.27

2. Aspek Hukum Organisasi Internasional

Hukum organisasi internasional merupakan bagian atau cara dari

hukum internasional yang dipersatukan oleh badan PBB, dan yang semata-

mata menyangkut organisasi internasional publik, serta terdiri dari

perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi

internasional. Organisasi internasional diperlukan dalam menjajagi

kehidupan bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain, dilihat

dari aspek hukumnya organisasi internasional lebih menitik beratkan pada

masalah-masalah konstitusional dan prosedural, wewenang, dan

pembatasan-pembatasan baik terhadap organisasi internasional itu sendiri

26 Pengantar Hukum......, Loc. cit.

27 Chairul Anwar, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta, Djambatan,

1989, hlm. 90.

maupun anggota-anggotanya. Dalam hal aspek hukum, organisasi

internasional lebih membatasi pada hukum PBB.28

Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum

adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui

dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut.

Dalam hukum organisasi internasional hal tersebut meliputi semua

organisasi internasional, termasuk organisasi regional dan organisasi

lainnya yang dapat digolongkan sebagai organisasi internasional.29

Sedangkan objek hukum organisasi internasional meliputi negara

baik sebagai anggota organisasi internasional maupun bukan, organisasi

internasional maupun regional lainnya. Negara sebagai subjek hukum

organisasi internasional mempunyai kapasitas internasional sesuai dengan

kedaulatannya, mempunyai kapasitas untuk bertindak penuh. Bahkan

menurut perkembangan organisasi internasional seperti PBB, suatu

organisasi gerakan kemerdekaan dapat diakui sebagai subjek hukum

organisasi internasional, seperti halnya South West African People’s

Organization (SWAPO) dan Palestine Liberation Organization (PLO).

Menurut hukum organisasi internasional negara juga dapat melakukan

tindakan apapun selama tidak bertentangan dengan prinsip prinsip hukum

internasional. Sebagai anggota suatu organisasi internasional, negara wajib

melaksanakan keputusan yang telah diambil organisasi internasional

termasuk rekomendasi, imbauan, maupun permintaannya. Kewajiban ini

28 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 11.

29 Ibid., hlm. 12.

berlaku sejak negara diterima sebagai anggota organisasi sesuai dengan

instrumen pokok organisasi internasional tersebut. Objek hukum

internasional dapat diperinci sebgaai berikut:

a. Negara

Negara sebagai objek hukum internasional menyangkut hak

kedaulatan, kualifikasi sebagai negara anggota serta hak-hak dan

kewajiban negara itu, tidak saja menurut ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan dalam instrumen pokok dari organisasi internasional

itu tetapi juga sesuai dengan keputusan-keputusan yang telah

ditetapkan oleh organisasi internasional.

b. Organisasi Internasional

Terdapat juga organisasi-organisasi internasional lainnya

sebagai objek hukum internasional. Sebagai contoh adalah badan-

badan khusus PBB ( WHO, FAO, IAEA, IPU, dan lain-lain), badan-

badan subsider atau istimewa ( UNDP, UNICEF, UNESCO, dan lain-

lain) komisi-komisi ekonomi regional ( ESCAP, ECWA, ECLA, ECE,

ECA) Liga Arab, EEC, IOC, dan lain-lain.

c. Organisasi Gerakan Pembebasan Nasional

Pada tanggal 22 Nopember 1974, Majelis Umum PBB telah

menyetujui satu resolusi yang antara lain :

“Nothing the universality with the united aspires, and inviting

the Palestine Lieration Organization (PLO) to participate as

an observer in the General Assembly and in its international

conference.”

Maka pada saat itu disepakati bahwa di samping negara,

organisasi internasional, organisasi pembebasan nasional juga dapat

dijadikan sebagai objek hukum organisasi internasional, juga

pertikaian antarnegara, situasi internasional, dan perselisihan antara

anggota juga bisa merupakan objek tersendiri dalam hukum

internasional.30

d. Sengketa Internasional

John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya

perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti

oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Karena

itu, sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara

eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup

internasional merupakan objek hukum internasional.31 Menurut

Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi

ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai

dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam

perjanjian32. Sengketa antar negara internasional dapat merupakan

sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan

dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan

ketertiban internasional. Sengketa internasional ada dua macam,

diantaranya:

30

Ibid., hlm. 25. 31 Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung,

PT.RefikaAditama, hlm. 224 32 Haula Adolf, Ibid., hlm. 2.

1) Sengketa politik

Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara

mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi

melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa

yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik.

Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya

berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa.

Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang

bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum

yang diambil.

2) Sengketa hukum

Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara

mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh

hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian

sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan

negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang

diambil hanya berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum

internasional.

3. Sumber Hukum Organisasi Internasional

Sumber hukum organisasi internasional telah digunakan dalam

empat pengertian :

Pertama, sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah

lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk

sumber hukum organisasi internasional.33 Masa jabatan Sekretaris Jenderal

PBB merupakan salah satu contoh dari kebiasaan yang kini masih diikuti.

Seperti diketahui, PBB tidak menyebutkan tentang syarat-syarat calon

untuk menjabat sekretaris jenderal, demikian juga tentang masa

jabatannya. Untuk itu, majelis umum telah menetapkan lima tahun masa

jabatan sekretaris jenderal dan sesudah habis masa jabatannya dapat

dipilih kembali. Dalam contoh lain yang berhubungan dengan

“persetujuan” yaitu kita ketahui adanya persetujuan markas besar PBB

yang ditandatangani oleh PBB dan Amerika Serikat pada tahun 1947 yang

melahirkan hak-hak yang tidak dapat dilanggar oleh peraturan-peraturan

pemerintah federal.

Kedua, instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi

internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen

pokok ini dapat berupa piagam, Covenant, Final Act, Piactteraty, Statue,

Constitution, dan lain-lain.

Ketiga, ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara

organisasi internasional beserta badan-badan yang ada di bawah

33 Ibid., hlm. 26

naungannya, termasuk mekanisme yang ada pada organisasi tersebut.

Peraturan-peraturan seperti itu merupakan elaborasi dan pelengkap

instrumen pokok yang ada yang seluruhnya memerlukan persetujuan

bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB, kita kenal beberapa

peraturan, antara lain United Nations Administrative Tribunal Statute and

Rules, Provisions Rules of the Security Council (January

1974), dan Rules of Procedure of The Governing Council of The Special

Fund, 1959.

Keempat, hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh

organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan, baik oleh

para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya.

Hasil-hasil itu dapat berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi atau

rekomendasi.34

4. Personalitas Hukum Organisasi Internasional

Organisasi internasional sebagai salah satu subyek hukum

internasional memiliki kepribadian hukum. Suatu organisasi internasional

yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk instrumen pokok

apapun akan memiliki suatu personalitas hukum didalam hukum

internasional. Maryan Green menjelaskan bahwa:

“The endowment of an international organization with a legal

personality in public international law is therefore a sine qua non

achieving the object for which the organization was set up.”

34 Ibid., hlm. 30.

(Terjemahan bebas: penganugerahan terhadap sebuah organisasi

internasional dengan kepribadian hukum dalam hukum

internasional publik tidak lain adalah mutlak demi pencapaian

pokok dari tujuan organisasi tersebut dibentuk)

Personalitas hukum mutlak penting guna memungkinkan

organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional,

khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti

membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara lainnya.

Secara yuridis, organisasi internasional memiliki personalitas hukum.

Personalitas hukum ini berkaitan dengan personalitas hukum dalam

konteks hukum nasional dan personalitas dalam konteks hukum

internasional.35

Personalitas yuridik intern merupakan personalitas hukum

organisasi internasional dalam konteks hukum nasional pada hakikatnya

menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu

sendiri yang berada di wilayah suatu negara anggota, bagi wakil-wakil dari

negara anggotanya dan bagi pejabat-pejabat sipil internasional yang

bekerja pada organisasi internasional tersebut. Hampir semua instrumen

pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi internasional yang

dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum dalam rangka menjalankan

fungsinya atau memiliki personalitas hukum.36

Personalitas yuridik internasional merupakan personalitas hukum

dari suatu organisasi internasional dalam konteks hukum internasional

35 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika

Global, Bandung, PT Alumni, 2003, hlm. 432. 36 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 116.

pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional

tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum,

baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara-negara

anggotanya, termasuk kesatuan lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam

hukum internasional. Pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa

organisasi internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional,

tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara

efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para

anggotanya.

Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan yang

telah memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu memiliki

wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan-tindakan sesuai dengan

ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun

keputusan organisasi internasional tersebut yang telah disetujui para

anggotanya. Namun, hal ini banyak menimbulkan perselisihan karena

secara eksplisit tidak disebutkan dalam instrumen pokok.37

5. Prinsip Keanggotan Organisasi Internasional

Masalah keanggotaan dalam suatu organisasi internasional

merupakan hal yang sangat penting dan bahkan dianggap sebagai masalah

konstitusional yang pokok.38 Prinsip keanggotaan suatu organisasi

internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang

37 Ibid., hal. 120.

38 Sumaryo Suryokusumo, Organisasi Internasional, Op. Cit., hlm. 55.

akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari

organisasi tersebut.

Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas

dan terbatas (selective). Prinsip keanggotaan universalitas tidak

membedakan sistem pemerintahan, ekonomi, ataupun politik yang dianut

oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas menekankan

syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. diantaranya :

1. Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis.

Contohnya Pakta Atlantik Utara (North Atlantic Treaty

Organization-NATO).

2. Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai.

Misalnya tujuan organisasi adalah kerjasama antara negara-negara

yang menjadi negara pengekspor minyak, maka keanggotaanya

hanya dibuka untuk negara pengekspor minyak, yaitu OPEC

(Organization of Petroleum Exporting Countries).

3. Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu

atau pada sistem ekonom. Contohnya COMECON (Council for

Mutual Economic Assistance), Pakta Warsawa.

4. Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan,

agama, etnis, dan pengalaman sejarah. Contohnya, British

Commonwealth, Organisasi Negara-Negara Islam (OKI).

5. Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi

manusia. Contohnya, Council of Europe.

Penggolongan keanggotaan di dalam sebuah organisasi

internasional dapat dibedakan menjadi:

a. Keanggotaan penuh (full members), artinya anggota akan ikut serta

dalam semua keanggotaan organisasi dengan segala hak-haknya.

b. Keanggotaan luar biasa (associate members), artinya anggota dapat

berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di dalam alat

perlengkapan utama organisasi internasional.

c. Keanggotaan sebagian (partial members), artinya anggota hanya ikut

berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan tertentu.

Selain penggolongan diatas, dapat juga dibedakan menjadi:

a. Anggota asli (original members), yaitu anggota yang diundang pada

saat konfrensi-konfrensi yang membicarakan rancangan anggaran dasar.

b. Anggota lainnya (admitted members), yaitu anggota yang masuk dalam

organisasi internasional setelah organisasi tersebut berdiri sesuai

ketentuan tentang keanggotaan yang ada dalam anggaran dasar

organisasi internasional.

C. Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa

1. Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa

Perserikatan Bangsa-Bangsa terbentuk pada tanggal 24 oktober

1945. ditandai dengan adanya deklarasi London pada tanggal 12 Juni 1941

yang dilanjutkan oleh Piagam Atlantik antara Amerika Serikat dan Inggris.

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disusun menjelang berakhirnya

Perang Dunia II oleh wakil-wakil dari 50 Pemerintah yang mengadakan

pertemuan dan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai

Organisasi Internasional di San Fransisco dari 25 April sampai 26 Juni

1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang ini merupakan satu organisasi

dari 184 negara, hampir semua negara yang berada di atas planet Bumi ini,

yang secara hukum terikat pada kerjasama dalam mendukung prinsip-

prinsip dan tujuan yang tercantum di dalam Piagamnya. Keterikatan ini

termasuk keterikatan untuk elenyapkan peperangan, menggalakan hak-hak

asasi manusia, mempertahankan penghormatan terhadap keadilan dan

hukum internasional, meningkatkan kemajuan sosial dan hubungan

bersahabat di antara bangsa-bangsa, dan memanfaatkan organisasi dunia

tersebut sebagai pusat untuk menyelaraskan langkah-langkah mereka

untuk mencapai tujuan tersebut.39 Sedangkan Tujuan dari PBB sendiri

secara rinci tercantum dalam pasal 1 piagam PBB adalah sebagai berikut :

1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

2. Memajukan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan

penghargaan atas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri.

3. Menciptakan kerjasama internasional dalam menyelesaikan persoalan-

persoalan internasional di lapangan ekonomi, social dan kebudayaan.

4. Menjadikan PBB sebagai pusat bagi penyelarasan segala tindakan

bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan.

39 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tanpa tahun, hlm. 3.

2. Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Berdasarkan Piagam PBB terdapat lima badan utama Perserikatan

Bangsa-Bangsa yaitu :

1. Majelis Umum

Merupakan badan permusyawaratan utama, yang terdiri dari

wakil-wakil Negara-Negara Anggota, yang masing-masing memiliki

satu suara. Keputusan mengenai masalah-masalah penting, seperti

perdamaian dan keamanan, anggota baru, dan masalah anggaran,

membutuhkan mayoritas dua pertiga. Keputusan-keputusan yang

menyangkut masalah lain-lain dicapai melalui mayoritas sederhana.

Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab IV Pasal 9

samapi Pasal 22 Piagam PBB.

2. Dewan Keamanan

Berdasarkan Piagam, tanggung jawab utama Dewan

Keamanan adalah perdamaian dan keamanan internasional. Dewan

memiliki 15 anggota: lima anggota tetap – Amerika Serikat, Inggris,

Rusia, Prancis dan Cina – dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh

Majelis Umum untuk masa dua tahun. Ke-5 negara anggota tetap

Dewan Keamanan PBB mempunyai hak Veto yaitu hak yang dimiliki

oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk membatalkan

keputusan yang telah diambil. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan

Keamanan telah bertambah dari 11 menjadi 15 (Pasal 23) dan jumlah

suara yang mendukung yang diperlukan untuk masalah-masalah

prosedural bertambah dari tujuh menjadi sembilan, sedangkan

mengenai masalah-masalah lain juga bertambah menjadi sembilan,

termasuk suara mendukung dari kelima anggota tetap (Pasal 27).40

Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab V Pasal 23

sampai Pasal 32 Piagam PBB .

3. Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional merupakan badan hukum utama

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Statuta Mahkamah Internasional

merupakan bagian integral dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Mahkamah terbuka untuk yang menjadi pihak dari Statutanya.

Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa secara otomatis menjadi pihak

dari Statuta. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim yang

dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, yang memberikan

suara secara independen.41 Dasar hukum keberadaan lembaga ini

tertuang dalam Bab XIV Pasal 92 sampai Pasal 96 Piagam PBB.

Yuridiksi Mahkamah Internasional dijelaskan dalam Pasal 38 Statuta

yang menerapkan :

b. Ketentuan-ketentuan dari konvensi-konvensi internasional

yang sudah ada yang diakui Negara-Negara yang bertikai;

c. Kebiasaan internasional yang telah diterima dalam praktek

umum sebagai hukum;

40 Ibid., hlm. 9.

41 Ibid., hlm. 22.

d. Prinsip-prinsip umum dari hukum yang diakui oleh bangsa-

bangsa; dan

e. Ketentuan-ketentuan hukum dan pandangan-pandangan para

ahli hukum internasional yang berkualifikasi tinggi dari

berbagai negara, sebagai bahan tambahan dalam menegakan

hukum

4. Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa

Sekretariat, dikepalai Sekertaris Jenderal dan terdiri dari staf

internasional yang bertugas di Markas Besar. bertugas melayani

badan-badan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengelola program

dan kebijaksanaan yang telah mereka tentukan. Sekertariat dikepalai

oleh Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh Majelis Umum

berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan dengan masa jabatan lima

tahun. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XV

Pasal 97 sampai Pasal 101 Piagam PBB

Selain itu Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mempunyai badan-

badan lain yang mendukung berjalannya tujuan PBB seperti yang

tercantum dalam Piagam PBB, yaitu:42

1. Badan Subsider, adalah organ PBB yang bilamana perlu dapat

dibentuk sesuai dengan ketentuan Piagam. Menurut Piagam PBB,

Dewan Keamanan dapat membentuk organ subsider bila dipandang

perlu, diantaranya: United Nations Interim Force in Libanon

42 F.Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogjakarta, Yogyakarta, 1998,

hlm. 138.

(UNIFIL) Pasukan sementara PBB di Libanon, United Nations

Iran Iraq Military Observer Group (UNIIMOG), United Nations

Transitional Authority in Cambodia (UNTAC), United Nations

Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near

East (UNRWA).

2. Badan Khusus, adalah organisasi internasional publik di bidang

ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan yang

berkaitan dengan bidang tersebut yang ditempatkan dalam suatu

hubungan dengan PBB. Badan khusus tersebut antara lain :

International Labour Organizations (ILO), Food and Agricultural

Organizations (FAO), World Health Organization (WHO),

International Monetary Fund (IMF), International Bank For

Reconstruction and Development (IBRD), International

Telecommunication Union (ITU) United Nations Educational

Scientific and Cultura Organization (UNESCO), United Nations

International Children’s Emergency Fund (UNICEF), Universal

Postal Union (UPU), United Nations High Commissioner for

Refugees (UNHCR).

5. Dewan Ekonomi dan Sosial

Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk oleh Piagam sebagai organ

utama untuk mengkoordinasikan kerja di bidang ekonomi dan sosial

dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan serta lembaga-

lembaga khususnya – yang dikenal sebagai organisasi “Keluarga

Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Dewan memiliki 54 anggota yang

bertugas untuk masa tiga tahun. Sebanyak 18 anggota dipilih setiap

tahun untuk masa tugas tiga tahun guna menggantikan 18 anggota

yang masa tugasnya selama tiga tahun telah habis. Pada tahun 1965,

keanggotaan Dewan Ekonomi dan Sosial bertambah dari 18 menjadi

27 dan, pada tahun 1973, meningkat lagi menjadi 54 (Pasal 61).43

Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab X Pasal 61

sampai Pasal 72 Piagam PBB.

Dewan Ekonomi dan Sosial bekerja di bawah wewenang Majelis

Umum, berkepentingan memajukan ekonomi dan sosial bagi

kemakmuran masyarakat internasional. Dalam bidang hak asasi

manusia, Dewan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka

menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap HAM dan

kebebasan asasi, di samping juga bertanggung jawab menerima

laporan dan mengkoordinasikan kegiatan serta menandatangani

persetujuan-persetujuan dengan badan-badan khusus hak asasi manusia

seperti UNESCO, WHO dan LSM-LSM.

Berdasarkan pasal 68 Deklarasi, Badan ini berkewajiban

membentuk komisi-komisi untuk membantu menjalankan tugas-

tugasnya. Otoritas kewenangannya berhubungan dengan hak asasi

manusia ditangani oleh Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), Subkomisi

43 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Op. Cit., hlm. 10.

Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas serta Komisi

mengenai Status Kaum Wanita.

Tugas dan wewenang yang dibebankan pada anggota Dewan

Ekonomi dan Sosial PBB adalah sebagai berikut :

1) membahas dan mencoba mencari penyelesaian dari masalah –

masalah ekonomi, sosial budaya dan kesehatan yang terjadi

pada anggota khususnya dan dunia umumnya

2) memberikan nasehat dalam rangka menjunjung tinggi hak –

hak yang harus dimiliki oleh setiap warga dunia

3) menyelenggarakan konfrensi tingkat internasional serta

menyusun naskah – naskah yang dibutuhkan dalam konfrensi

tersebut untuk diserahkan pada Majelis Umum

4) menyelenggarakan konsultasi dengan organisasi non –

pemerintah yang telah diatur oleh ECOSOC

5) mengkoordinasi fungsi – fungsi badan anak PBB yang sering

kali tumpang tindih

6) membuat perjanjian atau kebijakan yang dibutuhkan guna

menjalankan tugas dan wewenangnya

2. Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner for Refugees

(UNHCR)

UNHCR berada di bawah wewenang Majelis Umum PBB dan The

Economic and Social Council (ECOSOC). Komite Eksekutif UNHCR

terdiri atas 85 negara anggota, dan dipimpin oleh seorang

High Commissioner (saat ini dipimpin oleh António Guterres, Perdana

Menteri Portugal) yang dipilih oleh Majelis Umum PBB. Setiap tahun

High Commissioner harus melaporkan kinerja UNHCR kepada ECOSOC

dan Majelis Umum PBB. UNHCR diatur oleh Sidang Umum PBB dan

The Economic and Social Council (ECOSOC). Komisioner Tinggi

melaporkan kinjerja UNHCR kepada ECOSOC dan Sidang Umum PBB.

Sejak diputuskan untuk didirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi

PBB pada 1 Januari 1951 sejak itu pula mandat dari UNHCR secara

berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan periode

sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini

menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi

Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih

dari 100 Negara. Menurut pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi, tugas

utama mereka adalah memberikan perlindungan internasional pada

pengungsi, dan mencari jalan keluar yang tahan lama bagi pengungsi

dengan membantu Pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi

dengan sukarela, atau integrasi mereka ke dalam masyarakat

berkewarganegaraan baru.44

Dalam memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti

disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk:

a) Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional

untuk perlindungan pengungsi; mengawasi pelaksanaannya,

dan mengusulkan amandemen;

44 unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Struktur UNHCR”, http://unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/struktur-

unhcr, diakses pada tanggal 6 November 2012.

b) Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi

dan mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan;

c) Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela,

atau berasimilasi dengan masyarakat negara baru;

d) Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah

Negara-negara;

e) Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh

informasi dari Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi

pengungsi di dalam wilayahnya, serta hukum dan peraturan-

peraturan yang berlaku;

f) Memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan

non-pemerintah;

g) Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang

menangani persoalan pengungsi;

h) Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.

3. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency for

Palestine Refugees in the Near East (UNRWA)

Badan Bantuan dan Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk

Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) dibentuk berdasarkan

resolusi 302 (IV) Majelis Umum tanggal 8 Desember 1949 dan mulai

beroperasi tanggal 1 Mei 1950.45 UNRWA merupakan badan subsider

PBB yang telah diberi mandat secara luas mengenai fungsinya secara

langsung.46 Badan ini bertanggung jawab langsung atas lebih dari 750.000

pengungsi Palestina di lima wilayah operasi (Tepi Barat, Gaza, Jordania,

Lebanon, dan Syria). Mereka yang berada di luar wilayah operasi

UNRWA itu atau mereka yang memang tidak memenuhi definisi

“pengungsi Palestina” tak terdaftar di bawah badan ini. UNRWA

melakukan perubahan atas ketentuan Resolusi PBB No. 194 dengan

memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial, dan pertolongan

45 Perserikatan Bangsa-Bangsa, op. cit., hlm. 88.

46 Sumaryo Suryokusumo, 2007, op. cit., hlm. 25.

pertama bagi para pengungsi yang terdaftar di badan ini. Staf UNRWA

berdasarkan data terakhir berjumlah 22.000 orang dan mayoritas bekerja di

bidang pendidikan. Pembentukan UNRWA ini karena adanya anggapan

tanggung jawab komunitas internasional atas masalah pengungsi Palestina

dengan diadopsi namun tetapi tak dijalankannya Resolusi Majelis Umum

PBB No. 181 yang dikeluarkan pada tanggal 11 November 1947.47

D. Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional

Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri

merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia

saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha

mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok

yang sangat rentan ini. Masyarakat internasional menyerukan

ditingkatkannya kerjasama dan koordinasi antara lembaga pemberi

bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam peraturan

internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam bidang

ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini

merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap

pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan

menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal

sampai penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang

47 SeputarIndonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi Palestina

(UNRWA)” http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada

tanggal 20 September 2012.

permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan

mereka.48

1. Definisi Hukum Pengungsi Internasional

Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu

pengaturan hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir

demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di

negara tujuan mengungsi. Selain memberikan perlindungan di negara

tujuan, pengungsi intemasional juga dilindungi oleh negara- negara

yang dilewatinya dalam perjalanan ke negara tujuan mengungsi.

Dalam dunia intemasional yang mengalami perkembangan baik dari

segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional.

Sejumlah instrumen internasional menetapkan dan menjelaskan

standar-standar pokok tentang perlakuan terhadap pengungsi.

Instrumen yang paling penting adalah Konvensi PBB tentang

Kedudukan Pengungsi (1951) dan Protokol tentang Kedudukan

Pengungsi (1967).49

Hukum pengungsi didefinisikan sebagai serangkaian aturan

yang objeknya adalah pengungsi. Untuk hak tersebut, hukum

pengungsi memerlukan batasan atau pengertian dari ‘pengungsi’.

Pengertian tersebut merupakan suatu istilah yuridis yang dibedakan

dengan tegas dari pengerian atau istilah lainnya. Batasan hukum

pengungsi internasional yang pernah dibahas dalam Seminar tentang

48 Pusham UII, Loc. cit.

49 Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20, Kampanye Dunia

Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5 November 2012.

Pengungsi dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional disebutkan

bahwa hukum pengungsi internasional merupakan sekumpulan

peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen

internasional dan regional yang mengatur tentang standar baku

perlakuan terhadap pengungsi. Disebutkan pula bahwa Hukum

Pengungsi Internasional merupakan cabang dari Hukum Hak Asasi

Manusia. Namun terdapat pandangan lain sebagaimana disampaikan

Pemimpin Umum Jurnal Hukum ( Indonesian Journal of International

Law).50

2. Terminologi Suaka dan Pengungsi

Terdapat tiga istilah yang perlu dijelaskan untuk menempatkan

istilah ‘pengungsi’ pada tempatnya. ketiga istilah tersebut yaitu suaka,

pencari suaka, dan pengungsi itu sendiri.

1) Suaka

Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu

negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara

bersangkutan kerana menghindari pengejaran atau bahaya besar. Suaka

berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asylon” atau “Asylum” dalam

bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar di mana

seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah

permintaan suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada

beberapa tahun ini saja, di zaman primitif pun suaka ini sudah dikenal

50 Wagiman, S. Fil., Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 91-92.

dimana-mana. Kadang-kadang dikalangan suku primitif ada seseorang

yang meninggalkan sukunya atau kampung halamannya untuk

memohon perlindungan pada suku yang lain.51 Dalam masa

perkembangan sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumah-

rumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat-tempat suaka.

Demikian pula rumah sakit sering dipandang sebagai tempat suaka. Di

masa-masa awal Masehi, suaka berarti suatu tempat pengungsian atau

perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina.52 Beberapa

pendapat mengenai istilai suaka yaitu :53

a) Oppenheim Lauterpact mengatakan bahwa suaka adalah dalam

hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai

kedaulatan diatas teritorialnya untuk memperbolehkan seorang

asing memasuki dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas

perlindungannya.

b) Gracia Mora dalam bukunya “International Law and Asylum

As Human Right” mengatakan suaka adalah suatu perlindungan

yang diberikan oleh sesuatu negara kepada orang asing yang

melawan negara asalnya.

Sumaryo Suryokusumo mengatakan bahwa suaka adalah

tempat di mana seorang pengungsi/pelarian politik mencari

perlindungan baik di wilayah sesuatu negara lain maupun di

dalam lingkungan gedung Perwakilan Diplomatik dari sesuatu

51 Sulaiman Hamid, Op. Cit., hlm. 42.

52 Ibid., hlm. 43.

53 Ibid., hlm. 45-46.

negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan, pencari

suaka itu dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia

berasal.

Tiap-tiap manusia memiliki hak inheren untuk hidup yang

harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dengan

sewenang-wenang dirampas hak untuk hidupnya. Seringkali orang

mensalahartikan Konvensi tahun 1951 sebagai Konsvensi Pencari

Suaka. Padahal di dalam Konvensi tersebut tidak ada satu kata pun

kata suaka. Perihal suaka sebenarnya terdapat dalam deklarasi

Universal HAM pasal 14 ayat (1), kemudian pasal tersebut

dijabarkan dalam deklarasi PBB yang diterima oleh Majelis Umum

menjadi Deklarasi teritorial 1967 tentang Suaka.54

2) Pengungsi

Masalah status pengungsi kaitannya dengan seseorang

mendapatkan perlindungan internasional (sekaligus nasional bagi

negara Pihak) atau tidak. Sebaliknya seorang pemohon untuk menjadi

pengungsi apabila tidak bisa dibuktkan maka negara penerima dapat

melakukan deportasi terhadap yang bersangkutan.

Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi

pengungsi sebagai :

“seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan

penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama,

kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan

keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara

54 Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 91.

kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara

teresebut."

Sebelum diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia

adalah seorang pencari suaka, seorang pesuaka belum tentu merupakan

seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya

demikian oleh instrumen internasional dan/atau nasional, sedangkan

seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka. Seorang

pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui

prosedur penentuan status pengungsi, yang dimulai sejak tahap

pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah

registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten

melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview

tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatarbelakangi

keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak.55

Secara umum terdapat dua jenis pengungsi yaitu

1) Pengungsi internal (Internal Displaced Person/IDP)

Pengungsi internal adalah pengungsi yang keluar dari wilayah

tertentu dan menempati wilayah lain tetapi masih dalam suatu

daerah atau kekuasaan negara.

2) Pengungsi Lintas Batas (Refugee)

Pengungsi lintas batas adalah mereka yang mengungsi ke

negara lain.

55 unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Pencari Suaka”,http://unhcr.or.id/id/tentang-

unhcr/pencarisuaka, Diakses pada tanggal 6 November 2012.

3. Instrumen Hukum mengenai Pengungsi

a. Konvensi PBB tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1951

Konvensi 1951, yang rancangannya dibuat sebagai hasil

rekomendasi dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang baru saja

dibentuk, menjadi petunjuk dalam menyusun standar perlakuan

terhadap pengungsi. Konvensi menyusun standar minimum bagi

perlakuan terhadap pengungsi, termasuk hak dasar mereka.

Konvensi juga menetapkan status hukum pengungsi, dan

mencantumkan ketentuan-ketentuan tentang hak mereka untuk

mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan, mengenai surat

keterangan jati diri dan dokumen perjalanan, mengenai penerapan

biaya fiskal, dan mengenai hak mereka untuk memindahkan aset

miliknya ke Negara lain di mana mereka telah diterima dengan

tujuan permukiman kembali.

b. Protokol tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1967

Konvensi 1951 hanya dapat bermanfaat bagi orang yang

menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari

1951. Namun tahun-tahun setelah 1951 membuktikan bahwa

pergerakan pengungsi tidak hanya merupakan dampak sementara

dari Perang Dunia Kedua dan keadaan pasca perang. Sepanjang

tahun-tahun terakhir 1950an dan 1960an muncul kelompok-

kelompok pengungsi baru, terutama di Afrika. Para pengungsi ini

membutuhkan perlindungan yang tidak dapat diberikan pada

mereka karena batas waktu yang ditetapkan oleh Konvensi 1951.

Protokol 1967 memperluas penerapan Konvensi dengan

menambahkan situasi “pengungsi baru,” yakni orang-orang yang

walaupun memenuhi definisi Konvensi mengenai pengungsi, akan

tetapi mereka menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi

setelah 1 Januari 1951.

c. Instrumen Internasional Lainnya

Konvensi dan deklarasi lain, yang beberapa di antaranya

disebutkan di bawah, berisi ketentuan-ketentuan yang mungkin

relevan dengan pengungsi. Konvensi Jenewa Keempat 1949

mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang: pasal

44 Konvensi ini, yang dimaksudkan untuk melindungi korban-

korban sipil, berkenaan dengan pengungsi dan orang-orang yang

dipindahkan di dalam negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan

1977 menyatakan bahwa pengungsi dan orang-orang tanpa

kewarganegaraan harus menjadi orang-orang yang dilindungi

berdasarkan bagian I dan III dari Konvensi Jenewa Ke-4.

Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa

Kewarganegaraan: merumuskan istilah “orang-orang tanpa

kewarganegaraan” sebagai orang yang tidak dianggap sebagai

warganegara dari suatu Negara menurut hukum yang berlaku di

wilayah tersebut. Lebih jauh hal ini menentukan standar-standar

bagi perlakuan yang akan diberikan pada orang-orang tanpa

kewarganegaraan.

Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa

Kewarganegaraan: Negara Pihak Konvensi ini setuju untuk

menjamin kewarganegaraan seseorang yang lahir di dalam

wilayahnya, karena jika tidak, orang itu tidak akan mempunyai

kewarganegaraan. Negara tersebut juga setuju, dalam situasi

seperti ini, untuk tidak mencabut kewarganegaraan seseorang

apabila pencabutan itu menjadikannya tanpa kewarganegaraan.

Konvensi menegaskan bahwa orang-orang atau kelompok-

kelompok tidak boleh dicabut kewarganegaraannya karena alasan

ras, suku, agama atau politik.

Deklarasi PBB tentang Wilayah Suaka Tahun 1967,

Deklarasi Majelis Umum PBB ini mencantumkan sejumlah

prinsip-prinsip dasar mengenai wilayah suaka. Dinyatakan bahwa

sesungguhnya pemberian wilayah suaka “merupakan kegiatan

damai dan manusiawi, dan karenanya ia tidak boleh dianggap

sebagai suatu sikap yang tidak bersahabat oleh setiap Negara

lainnya.” Deklarasi ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar

kemanusiaan untuk tidak memulangkan kembali dan mengingatkan

pasal 13 dan 14 DUHAM yang secara berturut-turut menyerukan,

hak untuk meninggalkan setiap negara dan kembali ke negara

seseorang dan hak untuk mencari dan menikmati suaka.

Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan

bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Pasal 44 Konvensi ini, yang

dimaksudkan untuk melindungi korban-korban sipil, berkenaan

dengan pengungsi dan orang-orang yang dipindahkan di dalam

negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan 1977 menyatakan bahwa

pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan harus menjadi

orang-orang yang dilindungi berdasarkan bagian I dan III dari

Konvensi Jenewa Ke-4.

Menurut hukum internasional pencari suaka dan pengungsi

sebenarnya mempunyai perbedaaan. Pengungsi adalah status yang

diakui oleh hukum internasional dan/atau nasional. Seseorang yang

telah diakui statusnya sebagai pengungsi akan menerima

kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak dan

perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh hukum

internasional dan/atau nasional.

E. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka

Hak suaka telah diatur secara prinsipil, sebelum menjelaskan prinsip

prinsip hukum tentang suaka, perlu kita tinjau faktor pembeda diantaranya

dan tujuan dari pemberian suaka itu sendiri.

a. Perbedaan antara tujuan dan prinsip yang mengatur pemberian

suaka

Tujuan akhir dari pemberian suaka ialah adanya jaminan

keamanan dan perlindungan bagi pengungsi yang tinggal di wilayah

negara pemberi suaka.

Prinsip-prinsip hukum yang mengatur pemberian suaka

merupakan hal yang wajib diperhatikan dan ditaati agar tujuan adanya

suaka tersebut terwujud. Jadi, ia merupakan media atau alat yang

mengantarkan kita kepada tujuan akhir dari pemberian suaka sehingga

wajib diperhatikan.

b. Prinsip - prinsip utama yang mengatur hak-hak suaka

Patut diketahui bahwa prinsip utama yang mengatur hak-hak

suaka terdiri dari 4 (empat) prinsip :

1. Prinsip larangan pemulangan (non-refoulement)

Prinsip larangan pemulangan kembali (non-refoulement)

mengandung makna bahwa pengungsi tidak boleh diusir atau

dipulangkan kembali dengan cara apapun ke perbatasan wilayah

dimana jiwa atau kebebasannya terancam, baik lantaran ras, agama,

kebangsaan, keanggotaan pada organisasi sosial tertentu ataupun

lantaran pandangan politiknya, terlepas dari apakah ia telah secara

resmi diakui sebagai pengungsi ataupun belum (Pasal 33 ayat (1)

Konvensi 1951). Hal ini berlaku juga bagi siapa saja yang memiliki

alasan yang valid bahwa mereka akan mengalami tindakan

penyiksaan/kekerasan. Dalam hal ini, Pasal 3 Konvensi

tentang Penentangan Penyiksaan dan Kekejaman lain,

Penghukuman atas Perlakuan yang Merendahkan atau Tidak

Manusiawi 1984 menyatakan:

"Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir,

memulangkan kembali atau mengekstradisi seseorang ke

negara lain di mana ada alasan kuat untuk

mempercayai bahwa ia akan mengalami bahaya

penyiksaan."

Demikian juga Pasal 16 Konvensi Internasional tentang

Perlindungan semua Orang dari Tindakan Penghilangan secara

Paksa 2006 menyatakan:

" Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir,

mengembalikan memulangkan kembali,

menyerahkan atau mengekstradisi seseorang ke negara

lain, di mana terdapat alasan kuat untuk mempercayai

bahwa ia akan mengalami bahaya dihilangkan secara

paksa."

Mengenai pengusiran pengungsi, secara khusus Pasal 32

Konvensi 1951 menetapkan:

i. Negara pihak tidak akan mengusir pengungsi legal di

wilayah mereka kecuali dengan alasan keamanan nasional

atau ketertiban umum.

ii. Pengusiran pengungsi demikian hanya dapat dilakukan

berdasarkan keputusan yang dicapai sesuai dengan proses

hukum yang adil, yang ditetapkan undang-undang. Kecuali

terdapat alasan keamanan nasional, pengungsi berhak

mengajukan bukti-bukti untuk mengklarifikasi dirinya dan ia

berhak mengajukan protes/banding, dan berhak pula

menunjuk wakil yang akan melaksanakan hal ini

(protes/banding) di hadapan otoritas kekuasaan yang

berwenang atau pejabat yang secara khusus ditunjuk oleh

otoritas kekuasaan yang kompeten.

iii. Negara pihak memberikan kepada pengungsi, jangka

waktu yang wajar untuk memperoleh penerimaan dirinya

secara legal di Negara lain. Negara pihak berwenang

melakukan pengawasan internal dalam jangka waktu

tersebut apabila dipandang perlu.

Pelanggaran asas larangan pemulangan kembali (non-

refoulement) dapat tercermin dalam beberapa contoh kejadian,

termasuk yang berikut ini:

1. Menolak pencari suaka di wilayah perbatasan, padahal mereka

dapat mencarinya di wilayah lain.

2. Mengusir atau memulangkan kembali pengungsi ke wilayah

dimana ia berpotensi mengalami penganiayaan, apakah itu

adalah negara asalnya atau negara lain.

3. Tidak memberikan kesempatan kepada pengungsi untuk

mencari tempat/wilayah lain yang aman dengan tidak

memberikan durasi waktu yang wajar untuk melakukannya.

Memberikan durasi waktu yang wajar untuk

melakukannya.

Pengecualian dari asas ini terbatas pada yang diatur dalam

Pasal 33 ayat 2 Konvensi 1951, yaitu:

1. Jika pengungsi dianggap mengancam keamanan nasional bagi

negara yang didatanginya atau mengancam upaya

pengendalian penduduk seperti bermigrasinya sejumlah besar

orang, atau jika Negara Pihak memutuskan pengecualian-

pengecualian terkait asas larangan pemulangan kembali (non-

refoulement), maka negara itu wajib memberikan kepada

orang tersebut, kesempatan suaka sementara atau kesempatan

memperoleh suaka di negara lain, menurut apa yang pantas

dilakukan.

2. Jikapun pengungsi telah divonis terlibat kejahatan yang berat,

dimana ia merupakan ancaman bahaya bagi masyarakat

negara itu. Namun, ia tidak boleh diusir ke negara di mana ia

mungkin menghadapi risiko penyiksaan, perlakuan, hukuman

yang kejam, tidak manusiawi, atau yang merendahkan

martabat kemanusiaan, atau hukuman lain yag melanggar hak-

hak asasinya.

2. Asas Larangan Menghukum yang Masuk atau Hadir secara Ilegal

di Wilayah Suatu Negara

Dalam Pasal 31 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi

dijelaskan bahwa:

“Negara pihak tidak akan menjatuhkan hukuman atas alasanya

masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal, kepada

pengungsi yang datang secara langsung dari wilayah di mana ia

hidup atau kebebasan mereka terancam, sesuai dengan pasal 1

yang menyatakan bahwa apabila mereka tanpa memiliki izin,

asalkan mereka melaporkan keberadaan diri mereka tanpa

menundanya kepada pihak berwenang dan menunjukan

alasanya yang tepat bagi kedatangan mereka yang ilegal”

Hal demikian mengandung makna bahwa tidak

dijatuhkannya hukuman lantaran masuknya atau beradanya

pengungsi dalam suatu wilayah negara secara ilegal diatur oleh 4

(empat) syarat :56

a. Masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal itu

dikarenakan jiwa atau kemerdekaan terancam, sesuai dengan

Pasal 1 dimana adanya rasa takut yang benar-benar terjadi

lntaran menghadapi penganiayaan dengan alasan ras, agama,

kebangsaan, keanggotaan pada kelomok sosial tertentu atau

pandangan politik tertentu.

b. Mereka harus melaporkan diri tanpa menunda kepada

pihak berwenang.

c. Mereka harus menunjukkan alasan yang tepat atas

56Ahmad Abdul Al Wa-fa, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan Hukum Internasional,

Jakarta, UNHCR, 2011, hlm. 56.

masuknya atau beradanya mereka secara ilegal.

d. Mereka harus datang langsung dari wilayah negara di mana

hidup atau kebebasan mereka terancam mengalami

penganiayaan. Ini berarti bahwa pencari suaka datang

langsung dari negara asalnya, atau dari negara lain yang tidak

memiliki jaminan perlindungan terhadapnya, atau dari negara

transit, tempat di mana keberadaan dirinya hanya dalam waktu

singkat tanpa permintaan memperoleh suaka

3. Asas Non-Diskriminasi

Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip

fundamental hukum internasional tentang hak asasi manusia pada

umumnya, dan terkait hak suaka pada khususnya Pasal 3 Konvensi

1951 tentang Status Pengungsi menjelaskan bahwa negara-negara

pihak akan menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi 1951

terhadap pengungsi tanpa diskriminasi atas dasar ras, agama, atau

negara asal.

4. Prinsip Karakter Manusiawi dalam Hak Suaka

Hak suaka melahirkan jaminan perlindungan terhadap

orang yang mengalami ancaman penganiayaan. Hak suaka

memiliki karakter manusiawi yang intrinsik dan tidak mungkin

tidak terlihat. Karakter tersebut terletak di dalam sumber dan asal

dari hak-hak tersebut.

BAB III

METODE PENELITIAN

B. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah metode yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang

menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum

identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh

lembaga atau pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu

sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan

masyarakat yang nyata serta menganggap norma-norma lain bukan sebagai

hukum.57

C. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang

akan menggambarkan objek atau masalahnya tanpa bermaksud mengambil

kesimplan yang berlaku umum. Penelitian menggambarkan peristiwa in

concreto yang dikonsultasikan pada seperangkat peraturan hukum positif

yang berlaku dan ada kaitannya dengan masalah yang menjadi objek

penelitian.58

D. Lokasi Penelitian

a) Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

57 Ronny Hanitijo Soemitro,1990. Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia ,hlm.

13. 58 Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metode Penelitian Hukum, Jakarta :Ghalia Indonesia, hlm. 11.

b) UNIC - United Nations Information Center Jl.Ki Mangun Sarkoro

No.21, Menteng, Jakarta Selatan.

c) UNHCR - United Nations High Commissioner for Refugees Gedung

Arya 14th Fl. Jl. Kebon Sirih Kav.75 Jakarta 10340 .

E. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data sekunder

membangun penelitian ini dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari

penelitian ini. Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke

dalam tiga bagian yaitu :

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat

mengikat berupa peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku antara

lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi 1951 mengenai

Status Pengungsi, Konvensi Jenewa keempat 1949 mengenai

Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Konvensi 1933

mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara sebagai Subjek

Hukum Internasional, Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-

Orang Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi 1961 tentang Pengurangan

Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan, Deklarasi PBB 1967

tentang Wilayah Suaka, Protokol Tambahan 1977, dan instrumen

hukum yang lainnya.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang

ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hukum

internasional, The Annual Report, artikel-arikel ilmiah, baik dari koran

maupun internet, yearbook, circular, leaflet, journal, dan lain

sebagainya.

3) Bahan hukum Tersier , yaitu bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain

kamus hukum.

F. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan bahan hukum akan dilakukan dengan cara

studi kepustakaan dengan menginventarisir peraturan Per-Undang-

Undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah, dan buku-

buku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk

selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh.

G. Metode Penyajian Bahan Hukum

Data yang merupakan bahan-bahan hukum yang diperoleh

kemudian akan disajikan dalam bentuk display secara sistematis, logis dan

rasional. Keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan

yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti

sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

H. Metode Analisis Bahan Hukum

Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang

sudah terkumpul, akan dipergunakan metode analisis normatife kualitatif .

Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang

telah ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan

analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan

informasi-informasi maupun fakta-fakta hukum yang bersifat ungkapan

monografis dan responden.59

59 Ibid., hlm. 98.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. Peranan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugee

in The Near East dalam Penanganan Pengungsi Palestina menurut

Hukum Internasional

Pembahasan mengenai masalah pengungsi tidak terlepas dari aspek hak

asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan salah satu masalah global dalam isu-

isu nonkonvensional dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya

adalah permasalahan pengungsi atau refugee. Pengungsi merupakan masalah

bersama masyarakat internasional,60 terutama karena salah satu sifatnya yang

melintasi batas teritorial suatu negara. Oleh karena itu, menempatkan isu

pengungsi pada agenda internasional secara lebih tinggi akan menciptakan

kesempatan baru untuk melakukan tindakan internasional. Kepedulian masyarakat

internasional tergugah karena nasib para pengungsi berkaitan dengan HAM61.

Nasib pengungsi tergantung pada kesediaan negara penerimanya (asylum country)

dan penegakan HAM agar para pengungsi tetap dapat hidup layak secara

kemanusiaan karena pengungsi sangat rentan rentan terhadap pelanggaran

HAM62. Di sisi lain, dampak perpindahan pengungsi secara besar-besaran

berkaitan dengan stabilitas nasional, baik itu di negara penerima maupun negara

asal para pengungsi, serta mekanisme kerja sama regional. Dengan demikian,

persoalan pengungsi pada mulanya merupakan masalah domestik suatu negara,

namun kemudian meluas menjadi permasalahan negara-negara dalam suatu

60 Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di e -

resources.pnri.go.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2012. 61 Atik, Krustiyati, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum Internasional

dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional, hal. 91. 62 Ibid., hlm. 93.

kawasan, dan akhirnya menjadi permasalahan bersama umat manusia (global).

Istilah dan definisi pengungsi pertama kali muncul pada masa Perang Dunia yang

dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa. Di

Indonesia sendiri, istilah pengungsi sering dipahami dalam arti leksikal dan

digunakan untuk merujuk orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat

tinggalnya dan berpindah ke wilayah lain yang mereka anggap lebih aman. Oleh

karena itu, persoalan pengungsi secara umum dipandang sebagai persoalan sosial

saja, di mana kebutuhan para pengungsi hanya terdiri dari pelayanan kesehatan

dan bantuan material. Sedangkan perlindungan kepada pengungsi hanya dipahami

dan dilaksanakan mencakup perlindungan fisik saja, tidak termasuk perlindungan

terhadap hak dan kebebasan dasar mereka. Di dalam Konvensi PBB Tahun 1951

mengenai Status Pengungsi, pengungsi adalah mereka yang:

“Memiliki ketakutan yang beralasan akan persekusi atas alasan ras,

agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau

pendapat politik, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak dapat

atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan

diri dari negara itu, atau siapa saja yang tidak memiliki kewarganegaraan

dan berada di luar negara tempat dia dulu tinggal sebagai akibat dari

peristiwa tersebut, dan tidak mampu atau, karena ketakutan tersebut, tidak

mau kembali ke sana.”

Berdasarkan konvensi di atas, seseorang dikategorikan sebagai pengungsi jika

memenuhi tiga ketentuan dasar, yaitu:

1. Mereka berada di luar negara asal mereka atau di luar negara tempat

mereka dulu tinggal;

2. Mereka tidak mampu atau tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari

negaranya itu karena adanya rasa takut yang beralasan akan persekusi atau

penganiayaan;

3. Ketakutan akan persekusi tersebut didasarkan pada setidaknya satu dari

lima alasan, yaitu ras, agama dan kepercayaan, kebangsaan, keanggotaan

pada kelompok sosial tertentu, dan pandangan politik.

Pengungsi Palestina merupakan salah satu pengungsi yang sangat rentan terhadap

pelanggaran hak asasinya. Instrumen internasional telah memberikan pengaturan

agar hak pengungsi mendapat perhatian, dalam rangka menjamin dan

mewujudkan hak tersebut hak tersebut PBB telah membentuk UNRWA dengan

program-program yang dilaksanakan UNRWA dalam perwujudan perlindungan

hak pengungsi. UNRWA dalam melaksanakan peranannya didasarkan oleh

instrumen-instrumen hukum internasional yang memuat pengaturan mengenai

penguungsi. Dalam membahas peranan UNRWA tersebut haruslah diketahui hak

dan kewajiban pengungsi secara umum yang telah dimuat dalam instrumen

hukum internasional. Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas

semua hak manusia dan kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instrumen hak

asasi manusia internasional yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948

dan Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi63, dengan demikian maka

perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi

manusia yang lebih luas. Tugas dari PBB dalam bidang hak asasi manusia dan

tugas Komisi Tinggi untuk Pengungsi sangatlah berhubungan dengan erat, dalam

63 Ibid., hlm. viii.

arti bahwa keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni menjaga martabat

manusia. Program hak asasi manusia PBB ditujukan untuk menangani masalah

hak perorangan dalam suatu wilayah Negara. Organisasi pengungsi didirikan

dalam rangka mengembalikan hak minimum kepada orang-orang yang telah

meninggalkan Negara asalnya.

Konsep perlindungan internasional yang sekarang telah berkembang

secara bertahap, saat ini telah mengimplikasikan serangkaian tanggapan hukum

dan kelembagaan. Pada pelaksanaannya, tugas dari perlindungan internasional

adalah pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian

suaka, bantuan umum dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan

fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara

sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali.

Dengan demikian, fungsi perlindungan internasional mempunyai landasan

hukum, dan pelaksanaannya dikuasakan kepada Komisi Tinggi. Hak atas

perlindungan, walaupun tidak dijelaskan sebagai hak yang terpisah, secara

implisit terkandung dalam Konvensi 1951 dan ketentuan-ketentuan dasarnya,

khususnya prinsip untuk tidak memulangkan kembali (non-refoulement).

Di samping itu, sejumlah hak asasi manusia yang diakui secara universal

dapat langsung diterapkan pada pengungsi. Hal ini termasuk hak untuk hidup,

perlindungan dari penyiksaan dan perlakuan buruk, hak atas kewarganegaraan,

hak untuk bebas bergerak, hak untuk meninggalkan setiap Negara, dan hak untuk

tidak dipulangkan secara paksa. Hak ini dikuatkan di antara hak sipil, politik,

sosial, ekonomi dan budaya lainnya, bagi semua orang, warga negara atau bukan

warga negara, di dalam DUHAM 1948, Kovenan Internasional 1966 tentang Hak

Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya yang bersama-sama membentuk Ketentuan Internasional tentang Hak

Asasi Manusia, yaitu:

a) “Tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenang-

wenang, penahanan atau pengasingan” (Pasal 9 DUHAM);

b) “Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di

negara lain akibat pengejaran” (Pasal 14 DUHAM);

c) “Setiap orang mempunyai hak atas suatu kewarganegaraan” (Pasal 15

DUHAM);

d) “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan bergerak, dan tinggal di

dalam batas wilayah setiap Negara”. Setiap orang mempunyai hak untuk

meninggalkan setiap Negara, termasuk Negaranya sendiri, dan untuk

kembali ke Negaranya.” (Pasal 13 DUHAM dan pasal 12 Kovenan

Internasional tentang Hak Sipil dan Politik)

PBB telah membentuk badan UNRWA yang merupakan perwakilannya untuk

mengurusi pengungsi Palestina di Timur Dekat, UNRWA menjadi bagian integral

dari maslah pengungsi dan hak bangsa Palestina.64 UNRWA didirikan pada tahun

1949 yang diamanatkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Palestina hingga

jangka waktu yang lama dan hingga solusi ada dalam isu-isu pengungsi Palestina.

Pengungsi Palestina didefinisikan sebagai orang-orang yang normal tempat

64

Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 152

tinggalnya adalah di Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948,

dan mereka kehilangan rumah dan mata pencaharian akibat konflik 1948.

Pengungsi Palestina, dan keturunan laki-laki pengungsi Palestina, termasuk anak-

anak secara hukum yang diadopsi, berhak untuk mendaftar untuk layanan

UNRWA.65 Badan ini menerima aplikasi baru dari orang-orang yang ingin

terdaftar sebagai pengungsi Palestina. Orang yang terdaftar dengan UNRWA

disebut sebagai pengungsi Palestina Terdaftar "Kelompok-kelompok tambahan

berikut terdaftar untuk menerima layanan UNRWA namun tidak dihitung sebagai

bagian dari populasi pengungsi resmi terdaftar dari Agensi

Mandat UNRWA telah berkembang, sebagai penyedia utama layanan dasar

bagi populasi pengungsi Palestina, UNRWA juga telah menjadi jalur kehidupan

untuk dukungan selama konflik besar dan masa krisis. Kontribusi UNRWA

terhadap pembangunan manusia dan kebutuhan kemanusiaan dari lebih dari empat

generasi pengungsi Palestina dan memegang pengaruh yang menstabilkan antara

komunitas pengungsi Palestina dengan negara-negara tuan rumah di mana mereka

tinggal.66 Dengan tidak adanya solusi dapat bertahan tahan lama untuk masalah

pengungsi Palestina, dalam menanggapi perkembangan situasi keseluruhan di

wilayah, UNRWA terus memberikan pendidikan dasar, pelayanan kesehatan

dasar, jaring pengaman sosial, perbaikan infrastruktur dan bantuan keuangan

65

UNRWA (2006) Department of Relief and Social Services. 66 UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New Millenium, New York,

OXFORD UNIVERSITY PRESS, hlm. 59.

mikro dan darurat menjadi sekitar 4.822.000 pengungsi Palestina terdaftar di

Badan di Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza.67

UNRWA dalam peranannya haruslah memenuhi semua hak-hak pengungsi,

hak dan kewajiban pengungsi yang telah dinyatakan dalam Konvensi 1951

mengenai Status Pengungsi yaitu :

1. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi

berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama

atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan

untuk menjalankan agamanya sertya kebebasan bagi pendidikan anak-anak

mereka ditempat mana mereka ditampung (Pasal 3 dan 4). Ini merupakan

hak non diskriminasi.

2. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum

dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status

pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of

residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh

negara peserta Konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status

pribadi.

3. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk

mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak

dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer

assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini

merupakan hak kesempatan atas hak milik.

67UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman, Tanpa halaman.

4. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk

berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang

sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non- politis (Pasal 15 )

Ini merupakan hak berserikat.

5. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana

mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal

ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka

mempunyai kebebasan untuk mengajukan gugatannya di sidang

pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka

harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ) Ini merupakan hak berperkara

di pengadilan.

6. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara

dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk

mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan

pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan

ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah

mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok

(Pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang

menghasilkan.

7. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan

warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar.

Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya

pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa (Pasal

22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran.

8. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih

di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu

masih berada dalam teritorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini

merupakan hak kebebasan bergerak.

9. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial,

seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan

yang mereka lakukan (Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas

kesejahteraan sosial.

10. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen

perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali

karena alasan keamanan dan kepentngan umum. Dokumen perjalanan

yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara

peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda

pengenal dan dokumen perjalanan.

11. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara,

tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana

kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap

pengungsi yang masuk secara tidak syah, kecuali jika keamanan nasional

menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka

tinggal (Pasal 31, 32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir.

Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah

menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2

Konvensi.

”Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch

require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to

measures taken for maintenance of public order.”

Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap pengungsi berkewajiban untuk

mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan- ketentuan untuk

menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan.

Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA

Sumber : UNRWA Article 2010

Dalam mengakomodir hak-hak tersebut diatas UNRWA telah

melaksanakan program-program dalam memberikan bantuan kepada pengungsi

Palestina sebagai bentuk peran UNRWA untuk pengungsi Palestina di Timur

Dekat. Program tersebut yaitu program pendidikan, program kesehatan,

program peningkatan finansial, dan program bantuan umum.

1.1 Program Pendidikan

Secara yuridis Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi menjamin

bahwa setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warga

negara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar.68 Karenanya,

setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu

termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa, hal ini merupakan hak atas

pendidikan dan pengajaran bagi pengungsi internasional. Pada Pasal 22

Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi disebutkan bahwa

1. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan yang

sama seperti yang diberikan kepada warga negara, berkenaan dengan

pendidikan dasar.

2. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan sebaik

mungkin, dan dalam kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang

diberikan kepada orang-orang asing pada umumnya dalam keadaan-

keadaan yang sama, mengenai pendidikan selain pendidikan dasar, dan

terutama, mengenai akses ke studi-studi, pengakuan sertifikat sekolah

asing, ijazah dan kesarjanaan, pembebasan ongkos-ongkos dan biaya-

biaya, dan penerimaan beasiswa.

Peranan UNRWA menunjukkan sebuah komitmen internasional untuk

pembangunan manusia pengungsi Palestina, membantu mereka memperoleh

pengetahuan dan keterampilan, menjalani kehidupan yang panjang dan sehat,

68 UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada tanggal 10 Januari

2013.

mencapai standarts kehidupan yang layak dan menikmati hak asasi manusia

semaksimal mungkin.

Dalam pencapaian agenda strategis pembangunan yang inklusif dan

berkelanjutan dan sejalan dengan deklarasi PBB yang mengatakan "Education

is development. It creates choices and opportunities for people, reduces the

twin burdens of poverty and diseases, and gives a stronger voice in society"69

UNRWA menyoroti Program Pendidikan sebagai pendorong utama perubahan

dalam kehidupan pengungsi Palestina. Program pendidikan UNRWA

memiliki sejarah yang membentang lebih dari enam dekade. Visi program

pendidikan UNRWA adalah

“Develops the full potential of Palestine Refugees to enable them to be

confident, innovative, questioning, thoughtful, tolerant and open minded,

upholding human values and religious tolerance, proud of their Palestine

identity and contributing positively to the development of their society and

the global community”.70

Dalam mencapai visinya, UNRWA menyediakan sembilan sampai

sepuluh tahun pendidikan dasar gratis untuk semua pengungsi Palestina

melalui sekolah-sekolah UNRWA dalam lima wilayah operasi yaitu Jordan,

Suriah, Tepi Barat, Gaza dan Lebanon. Mengingat situasi sulit Pengungsi

Palestina di Lebanon UNRWA juga menyediakan sekolah menengah di

Lebanon. Tahun 2009 hingga 2010 Badan mengoperasikan 691 sekolah di

lima wilayah operasi, menyediakan pendidikan dasar untuk sekitar 46% dari

anak-anak pengungsi Palestina yang memenuhi syarat. UNRWA juga

69 United Nations, 2000, ” The UN Millennium Development Goals

http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari 2013. 70 UNRWA, 2010, Education in a Glance, hlm. 43.

memberikan dukungan melalui pendidikan jangka pendek secara teratur dan

terus dengan program keterampilan pelatihan yang ditawarkan dalam sepuluh

pusat pelatihan kejuruan. UNRWA telah melakukan yang terbaik untuk

memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi para pengungsi

Palestina. Selain memberikan pengetahuan dan keterampilan, UNRWA juga

menyediakan dukungan psikososial, terintegrasi keterampilan hidup dan

dukungan memulihkan bermain aman dan bidang pelajaran.71 Sebagai

penyedia utama pendidikan dasar bagi pengungsi Palestina, berbagai inisiatif

dari departemen pendidikan menggarisbawahi komitmen mendasar UNRWA

untuk memenuhi aspirasi pembangunan manusia pengungsi dengan penekanan

khusus pada yang paling rentan. Dengan hampir setengah juta anak yang

terdaftar di sekolah UNRWA dan sekitar 18.972 staff pengajar terlibat dalam

operasionalisasi program pendidikan di lima wilayah operasi tersebut.

“Sistem pendidikan UNRWA mengembangkan potensi penuh dari

pengungsi Palestina memungkinkan mereka untuk menjadi percaya diri,

inovatif, aktif, bijaksana, toleran dan berpikiran terbuka, menegakan nilai-nilai

kemanusiaan, dan toleransi beragama, bangga dengan identitas Palestina

mereka dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat

dan komunitas global.”72 Dalam mencapai visinya, UNRWA mengoperasikan

691 sekolah di lima wilayah operasi , menyediakan pendidikan dasar untuk

sekitar 48% dari pengungsi anak berhak Palestina (24% lainnya menghadiri

sekolah pemerintah dan swasta). UNRWA juga memberikan dukungan

71UNRWA, 2010, UNRWA Education Reform Strategy, Hlm. 46.

72 Ibid., hlm. IV.

terbatas kepada kaum muda, melalui pendidikan jangka pendek secara teratur

dan berkelanjutan dan program pelatihan keterampilan yang ditawarkan dalam

sepuluh Pusat Pelatihan Kejuruan.

Sebagai Badan yang terus bekerja, ada kendala eksternal dan internal

yang mungkin berdampak pada pelaksanaan yang efektif dari program

Reformasi. Kendala ekternal termasuk ketidakpastian politik di wilayah

tersebut, masalah perjalanan personil dan transportasi, khususnya antara Gaza

dan Bidang lainnya, dan kemungkinan berkurangnya pendanaan donor.

Kendala internal meliputi sumber daya terbatas dan tantangan pengembangan

struktur yang tepat. Dalam lapangan, tantangan dalam konteks ini adalah

perencanaan untuk penyediaan layanan yang efektif untuk basis klien

meningkat, namun dengan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, itu

adalah kunci untuk memastikan bahwa Program Pendidikan yang strategis

ditentukan dan tepat diprioritaskan, yang mencerminkan standar internasional

dan praktik yang baik. Tantangan, bagaimanapun, juga akan memberikan

kesempatan untuk bekerja bersama-sama sebagai sebuah Badan dalam

meningkatkan standar pengiriman pendidikan dan prestasi.

Sebagai awal dari reformasi UNRWA, tinjauan eksternal program

pendidikan dilakukan selama tahun 2009. Kajian ini menyoroti bahwa sistem

pendidikan saat ini harus berkualitas tinggi, efektivitas yang lebih besar,

peningkatan efisiensi dan ekuitas ditingkatkan. Temuannya selaras dengan

persepsi dari beragam pemangku kepentingan dimana Program Pendidikan

UNRWA dipandang tidak melayani penerima manfaat utamanya, para

pengungsi Palestina, padahal UNRWA telah mempersiapkan mereka,

mengembangkan potensi penuh mereka untuk berkontribusi individu mereka,

masyarakat, regional dan global yang pembangunan.73

Pendidikan adalah program UNRWA terbesar, terhitung lebih dari

separuh anggaran tetap UNRWA digunakan untuk mendanai bidang

pendidikan. UNRWA mengoperasikan salah satu sistem sekolah terbesar di

Timur Dekat, dengan hampir 700 sekolah, dan telah menjadi penyedia utama

pendidikan bebas biaya untuk pengungsi Palestina selama lebih dari enam

puluh tahun sejak didirikannya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk

menyediakan pendidikan yang layak dan keterampilan melalui pendidikan

dasar secara universal kepada pengungsi Palestina. UNRWA berkomitmen

untuk menyediakan pendidikan berkualitas tinggi sesuai dengan standar

internasional dan praktik yang baik, diukur dengan hasil belajar yang

sebenarnya bagi anak-anak. Anak-anak memiliki hak atas pendidikan, dan

salah satu prioritas utama UNRWA adalah untuk menjamin akses universal

terhadap pendidikan dasar. Semua anak-anak pengungsi Palestina yang

terdaftar berhak untuk mendapatkan sembilan sampai sepuluh tahun

pendidikan dasar gratis.

Peran penting dari program pendidikan UNRWA muncul dari fakta

bahwa hampir 45,99% dari pengungsi terdaftar diperkirakan berada di usia

sekolah yang tersebar dalam lima wilayah operasi yaitu Yordania, Lebanon,

Jalur Gaza, Republik Arab Suriah, Lebanon dan Tepi Barat. Pada tahun 2009

73 UNRWA, 2010, The Annual Report of Education Departement, Tanpa Halaman.

hingga 2010 UNRWA telah menyediakan 691 sekolah yang tediri atas 285

Sekolah Dasar, 398 Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas

dan 8 universitas yang tersebar dan beroperasi di lima wilayah operasi. Paska

sekolah menengah tingkat atas pendidikan yang ditawarkan UNRWA yaitu

melalui program Technical and Vocational Education and Training atau

TVET74 yang diperuntukan bagi anak-anak pengungsi, UNRWA menyediakan

universitas terutama untuk pendidikan guru. Namun, dalam rangka

memfasilitasi penciptaan kepemimpinan akademik dan intelektual dalam

komunitas pengungsi, UNRWA menyediakan beberapa proyek yang didanai

beasiswa untuk pendidikan bidang ilmu lainnya.75 Beasiswa diberikan

berdasarkan prestasi akademik dan diperbarui tiap tahun bagi mereka yang

menunjukkan keberhasilan akademis dalam studi mereka.

Adapun mandat UNRWA adalah agar semua pengungsi Palestina yang

terdaftar berhak untuk memanfaatkan pendidikan dasar gratis yang disediakan

oleh UNRWA. Dalam program pendidikan UNRWA menyekolahkan lebih

dari setengah juta anak-anak pengungsi Palestina. UNRWA juga memberikan

pengajaran kepada pengungsi anak-anak mengenai penghargaan hak asasi

manusia dan anti kekerasam, keterampilan dalam berkomunikasi, dan

toleransi. UNRWA juga menyediakan dukungan ekstra kepada siswa dengan

ketidakmampuan belajar.

74

Ibid., Tanpa Halaman. 75

Ibid.

Akses pada lima wilayah yaitu Gaza, Suriah, Yordania, Lebanon dan

Tepi Barat yang sering mengalami konflik bersenjata dan perang sering

menimbulkan hambatan serius bagi berlangsungnya pendidikan yang baik

untuk pengungsi anak-anak Di Gaza, konflik yang terus berlangsung merusak

beberapa properti sekolah dan menimbulkan banyak gangguan bagi sekolah.

Banyak siswa kehilangan waktu sekolah selama serangan Israel tahun 2008-

2009, dan banyak juga dari mereka mengalami stres paska trauma. Situasi di

Tepi Barat juga mengalami gangguan, meskipun dengan beberapa perbedaan

dalam skala dan intensitas. Gencatan senjata, dan kondisi peperangan yang

menghambat akses pendidikan dan mempengaruhi kualitas pendidikan anak-

anak. Namun UNRWA menyediakan kelas tambahan untuk mengkompensasi

waktu yang hilang. UNRWA juga telah mempekerjakan tim konselor untuk

pengungsi anak-anak yang telah terluka oleh pengalaman emosional mereka.

UNRWA telah menjadi pemimpin dalam hal pendidikan bagi

pengungsi Palestina di lima wilayah tersebut. UNRWA terus-menerus telah

berusaha untuk memaksimalkan akses ke sekolah bagi anak-anak pengungsi

Palestina. Jumlah sekolah meningkat dari 639 pada tahun 2000/2001 menjadi

691 pada tahun 2009/2010. Terbukti bahwa peran UNRWA dalam bidang

pendidikan membuktikan ada peningkatan tajam pada sekolah yang telah

dibangun khususnya di Gaza di mana jumlah sekolah meningkat 168-228

selama periode 10 tahun.

A. Pendidikan Dasar

UNRWA menyediakan pendidikan dasar selama enam tahun

sekolah. Meskipun pelayanan pendidikan tersebut diutamakan untuk

anak-anak pengungsi Palestina, anak-anak yang rentan dari dampak

konflik Isreal-Palestina juga diperbolehkan untuk menikmati

pelayanan pendidikan dari UNRWA. Lebih dari 70% dari pengungsi

yang terdaftar memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pendidikan

yang tersebar di lima wilayah operasi. Tabel dibawah ini menjelaskan

tingkat populasi pengungsi Palestina usia sekolah dan cukup umur

yang terdaftar dan berhak atas hak pendidikan dari UNRWA.76

Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan hak pendidikan anak

tahun 2009 hingga 2010

Jumlah Pengungsi Anak-anak Cukup Umur yang Terdaftar Mengenyam

Pendidikan Dasar pada Wilayah Operasi Kerja UNRWA ( 2009/2010)

No. Wilayah Operasi Kerja Prosentase Pengungsi Anak-anak

yang Terdafar mendapatkan

Pendidikan Dasar pada masing-

masing Wilayah Operasi Kerja

1 Jalur Gaza 76.02

2 Libanon 45.00

3 Suriah 71.59

4 Yordania 26.02

5 Tepi Barat 30.28

Total 45.70

Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement

76

UNRWA, 2010, Review and Forward looking Assessment of the Organization and Management of UNRWA Education Universalia Report 2010, Tanpa halaman.

Tabel di bawah ini menggambarkan jumlah sekolah dasar yang

tersebar di lima wilayah operasi hingga tahun 2010. Setiap sekolah

dasar menyediakanseperti ruang kelas, pencahayaan, ventilasi dan

fasilitas seperti perpustakaan, taman bermain, Lapangan olahraga dan

lain-lain.

Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan melalui

Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja

Jumlah Sekolah Dasar dalam Wilayah Operasi Kerja ( 2009/2010)

No. Wilayah Operasi Kerja Jumlah Sekolah Dasar UNRWA

1 Jalur Gaza 133

2 Libanon 23

3 Suriah 64

4 Yordania 40

5 Tepi Barat 25

Total 285

. Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement

Pada tahun ajaran 2010, yang 285 sekolah dasar yang tersebar

di lima wilayah operasi telah menampung 17.454 murid. UNRWA

telah menyediakan hak pendidikan pada seluruh anak-anak pengungsi

dan membebaskan mereka dari semua biaya, berikut merupakan

gambaran jumlah murid berdasarkan gender yang mendapatkan hak

pendidikan dan telah terdaftar hingga tahun 2010.

Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan dengan

Basis Kesetaraan Gender

Wilayah Operasi

Kerja

2008/2009 2009/2010

Jalur Gaza Laki-laki 71811 75941

Perempuan 664558 67264

Total 136369 143205

Libanon Laki-laki 10369 9905

Perempuan 10469 10191

Total 20838 20096

Suriah Laki-laki 23237 23383

Perempuan 21717 22015

Total 44954 45398

Yordania Laki-laki 36551 36033

Perempuan 36815 36137

Total 73366 72170

Tepi Barat Laki-laki 15773 15561

Perempuan 21146 21024

Total 36919 36585

Total Laki-laki 157741 160823

Perempuan 154705 156631

Total 312446 317454

Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement

B. Pendidikan Keterampilan Kerja

UNRWA juga menyediakan pendidikan keterampilan kerja untuk

pengungsi Palestina, pendidikan keterampilan kerja ini juga tidak

memungut biaya kepada siswanya.

C. Pendidikan Menengah

UNRWA menyediakan sekolah menengah bagi anak-anak

pengungsi yang tersebar di lima wilayah operasi. Dalam rangka

mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan pengungsi UNRWA terus

berupaya menyediakan pendidikan yang layak dan tetap

mengakomodir anak-anak pengungsi yang hendak melajutkan

sekolahnya.

D. Pendidikan Tambahan

UNRWA menyediakan pendidikan tambahan bagi siswa-siswa

yang terdaftar dengan memfokuskan pada promosi hak asasi manusia,

toleransi, anti kekerasan dan toleransi kepada anak-anak Pengungsi

Palestina. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mengintegrasikan

isu-isu toleransi, hak asasi manusia, dan anti kekerasan ke dalam

kegiatan sekolah.

1.2 Program Kesehatan

Pada hakikatnya pengungsi memiliki hak asasi untuk memperoleh standar

kesehatan setinggi mungkin dan akses pada layanan kesehatan. Layanan

kesehatan yang diberikan kepada pengungsi harus merupakan layanan yang

diberikan dengan sense of cricis yang tinggi.77 Layanan yang seadanya dan

tidak mencukupi ataupun layanan yang mahal dan tidak bisa diakses akan

melanggar hak pengungsi. Hak pengungsi atas pelayanan kesehatan secara jelas

dinyatakan dalam Pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi,

dikatakan bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada para

pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang

sama mengenai pertolongan dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada

warga negara mereka.”

77 UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal 5 Januari

2013.

UNRWA memberikan pelayanan kesehatan secara mendasar dan

bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi

pengungsi Palestina menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).78

Secara umum tujuan UNRWA adalah untuk memungkinkan pengungsi untuk

berumur panjang dan sehat, dengan:

1) menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan yang

komprehensif dan berkualitas;

2) mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi pengungsi

Palestina; dan

3) melindungi dan mempromosikan kesehatan keluarga.

UNRWA memberikan fasilitas kesehatan primer dan klinik mobile

serta memberikan dasar pelayanan kesehatan, mensosialisasikan pencegahan

penyakit menular, pengobatan umum dan jasa perawatan spesialis. Meskipun

UNRWA berfokus pada perawatan kesehatan primer, namun UNRWA juga

membantu pengungsi Palestina mengakses layanan kesehatan sekunder dan

tersier.

Dalam setiap wilayah operasi, pengungsi memiliki beragam kebutuhan

dan prioritas kesehatan, UNRWA berusaha untuk memenuhi pelayanan

kesehatan yang paling tepat. Kerentanan terhadap penyakit berbahaya,

kemiskinan dan pengangguran memperburuk keadaan ekonomi hampir

seluruh pengungsi di Palestina

78

UNRWA, 2010, The Annual Report of Departement of Health 2010, Tanpa halaman.

Tiap tahunnya UNRWA terus meningkatkan status kesehatan para

pengungsi Palestina yang terdaftar, terutama para ibu dan anak. Status

kesehatan pengungsi Palestina telah menunjukkan peningkatan yang cukup

besar. Kematian ibu dan anak-anak telah jauh menurun. Salah satu program

kesehatan UNRWA adalah untuk mengurangi kematian ibu dan anak.

Tantangan paling besar dalam meningkatkan status kesehatan diantaranya

karena banyaknya penyakit tidak menular yang merupakan akibat dari gaya

hidup yang tidak sehat menjadi penyakit dominan diantara pengungsi. Bukti

menunjukkan bahwa 70% hingga 80% dari jumlah kematian tiap tahuunnya

diakibatkan oleh penyakit tidak menular tersebut.

UNRWA berusaha untuk melakukan perubahan dalam gaya hidup

pada pengungsi Palestina. Untuk itu UNRWA melakukan perbaikan layak

yang mendasar dalam dengan memberikan informasi kesehatan melalui e-

health dan melakukan sosialisasi gaya hidup sehat kepada seluruh kalangan

pengungsi secara berkala.79 Jumlah pengungsi yang terdaftar menunjukkan

peningkatan tiap tahunnya, pada tahun 2009 tercatat terdapat 4.966.664

pengungsi yang terdaftar dan pada tahun tercatat 4.766.670 pengungsi yang

terdaftar. Hampir dua juta dari para pengungsi tinggal di wilayah Palestina dan

tersebar di Jalur Gaza dan di Tepi Barat. Sisanya tersebar di tiga negara tuan

rumah yaitu Lebanon, Suriah dan Yordania. Dari seluruh wilayah operasi

79 Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage, tersedia di E-

resources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013.

hampir 33,2% dari pengungsi adalah anak-anak dibawah 18 tahun, dan 45%

dari pengungsi adalah lansia.80

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, UNRWA

melalui lima wilayah operasi telah memberikan beberapa bentuk pelayanan

kesehatan kepada pengungsi palestina diantaranya:81

1. Upaya mengurangi penyakit tidak menular

Penyakit tidak menular yang diakibatkan gaya hidup tidak sehat seperti

penyakit diabetes, hipertensi asma, bronkial dan kanker di wilayah operasi

pengungsi menjadi meningkat, terutama di kalangan kelompok populasi

pengungsi yang lebih tua. Program ini diperkuat oleh koordinasi dan

kerjasama dengan Departemen Kesehatan di negara tuan rumah, dengan

WHO dan komitmen yang tinggi dari para staffnya.

2. Mempromosikan Kesehatan Ibu

Kehamilan adalah keadaan yang sepantasnya secara normal dan sehat.

Sayangnya proses normal disertai dengan risiko serius kematian pada

wanita. Sebagian besar kematian dan penderitaan dapat dihindari jika

langkah-langkah pencegahan yang diambil dan memadai perawatan yang

tersedia melalui kualitas dan komprehensif perinatal, antenatal, intranatal,

perawatan setelah melahirkan dan keluarga berencana. UNRWA dalam

80

UNRWA, Op. cit., tanpa halaman. 81

Ibid., Tanpa halaman.

rangka meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu

kita fokus pada tiga tingkat strategi pencegahan.82

i. Strategi Pencegahan Primer

Untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah kematian ibu

UNRWA melakukannya melalui pendidikan umum, meningkatkan

pendidikan kesehatan reproduksi, menyediakan layanan keluarga

berencana, meningkatkan pra-konsepsi perawatan dan

meningkatkan diagnosis dan pengobatan infeksi menular seksual.

ii. Strategi Pencegahan Sekunder

Yaitu untuk mendeteksi dan mengobati kondisi awal guna

meminimalkan dampak dengan meningkatkan kesadaran

masyarakat dan pengetahuan pasien tentang tanda-tanda dan gejala

kemungkinan penyakit, meningkatkan kepatuhan pasien terhadap

rekomendasi dari staf kesehatan dan meningkatkan antenatal,

perawatan intra-partum dan postpartum.

iii. Strategi Pencegahan Tersier

Untuk mengobati kondisi yang diidentifikasi dalam kemungkinan

yang makin membesar untuk mengurangi tingkat kematian dan

morbiditas dengan meningkatkan perawatan obstetri dan medis

komplikasi dan dengan meningkatkan praktik, fasilitas dan layanan

rujukan.

82

Ibid., Tanpa halaman.

3. Promosi lingkungan yang aman dan sehat

Kesehatan pengungsi secara signifikan dipengaruhi oleh

lingkungan hidup mereka, sehingga UNRWA bekerja untuk menyediakan

pengungsi dengan lingkungan yang sehat, aman, dan jaminan sosial.

Program kesehatan badan telah bekerja sama dengan pendidikan, dan

bantuan dan pelayanan sosial program untuk mengurangi kemiskinan,

meningkatkan kesadaran kesehatan dan melawan kondisi lingkungan yang

mendukung penyebaran penyakit. Program kesehatan lingkungan

mengontrol kualitas air minum, menyediakan sanitasi, dan melaksanakan

kontrol hewan pengerat di kamp-kamp pengungsi.

4. Kesehatan bayi dan anak

Jumlah bayi dan anak-anak di bawah perawatan terus meningkat

pada tahun 2010. Sebanyak 282.259 bayi dan anak-anak di bawah 36

bulan pada tahun 2009 menjadi 286.343 bayi dan anak-anak di bawah 36

bulan menerima perawatan pencegahan pada perawatan kesehatan primer

bayi dan anak. UNRWA memberikan fasilitas termasuk pemeriksaan

kesehatan menyeluruh, pemantauan pertumbuhan, imunisasi terhadap

penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan skrining untuk

pencegahan kemungkinan cacat. Kegiatan ini didukung oleh pendidikan

kesehatan dan konseling untuk ibu.

5. Pengawasan bayi dan anak-anak dengan masalah pertumbuhan

Upaya untuk memperkuat pengawasan gizi UNRWA berlanjut

pada tahun 2010, dengan penekanan khusus pada pengelolaan bayi dan

anak-anak yang menderita masalah pertumbuhan. Mempromosikan

pemberian ASI dan penyuluhan dari ibu kepada bayi dan pemberian gizi

anak, termasuk pemberian makanan tambahan dan suplemen mikronutrien.

Selama tahun 2010, sistem pemantauan pertumbuhan yang baru

menggunakan standar WHO yang dalam pemantauan untuk

mengidentifikasi dan pencegahan dalam masalah pertumbuhan diantaranya

mengenai kekurangan berat badan, pembuangn hajat, pertumbuhan badan

yang tidak normal dan obesitas sampai dengan usia lima tahun. Sistem ini

juga memonitor lingkar kepala bayi dan anak-anak sampai 3 tahun untuk

mengidentifikasi kasus mikrosefali dan hidrosefalus. Angka kejadian

keterbelakangan pertumbuhan terjadi sebanyak 3,6% dari bayi dan anak-

anak yang terdaftar pada tahun 2009, kemudian menurun menjadi 3,4%

pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh pelaksanaan dari standar

WHO yang baru. Tingkat deteksi keterbelakangan pertumbuhan di

beberapa wilayah operasi sangat sesuai dengan yang diharapkan.

6. Pelayanan Imunisasi

Program vaksin UNRWA memberikan imunisasi untuk sepuluh

penyakit yaitu tetanus, difteri, pertusis, tuberkulosis, campak, rubella,

penyakit gondok, penyakit polio, Hib dan hepatitis. Saat ini jangkauan

program hampir mendekati 100% dalam efektifitasnya. Hal ini merupakan

pencapaian yang luar biasa telah mengakibatkan penurunan substansial

dalam angka kesakitan dan kematian penyakit yang menular. Semua

wilayah operasi mencapai tingkat jangkauan global dalam pemberian

vaksin mendekati 100%. Alasan utama di balik prestasi ini adalah

ketersediaan vaksin sepanjang tahun yang mendapatkan donasi yang besar

dari WHO.

7. Anak-anak dengan kebutuhan kesehatan spesial

Selama tahun ajaran 2009-2010 sebanyak 3.992 anak-anak sekolah

yang diidentifikasi sebagai anak dengan kebutuhan kesehatan khusus.

Mereka diberi perhatian medis khusus dan catatan sekolah mereka

disimpan secara terpisah. Dari jumlah tersebut tercatat83 :

1) sebanyak 282 siswa mengalami diabetes mellitus;

2) sebanyak 1.057 siswa menderita asma bronkial;

3) sebanyak 257 siswa menderita keterbelakangan mental;

4) sebanyak 398 siswa menderita penyakit jantung;

5) sebanyak 754 siswa menderita epilepsi; dan

6) sebanyak 478 siswa menderita cacat fisik yang besar.

UNRWA terus memperhatikan pelayanan kesehatan agar tetap

mewujudkan hak-hak pengungsi sesuai yang terkandung dalam konvensi

1951 mengenai Status Pengungsi dan hak-hak pengungsi yang terkandung

dalam Deklarasi HAM. Dengan bantuan donasi UNRWA memberikan

bantuan dalam bentuk pemberian alat bantu pengelihatan, pengobatan, dan

pemberian alat bantu dengar.

83

Ibid., Tanpa halaman.

8. Layanan Fisioterapi

UNRWA menyadari berada dalam kondisi gencatan senjata antara dua

negara sangat berpotensi menimbulkan penyakit psikis bagi para

pengungsi Palestina, UNRWA memberikan pelayanan fisioterapi yang

diberikan kepada 15.260 pasien melalui 17 unit fisioterapi (sepuluh unit di

Jalur Gaza, enam di Tepi Barat dan satu di Yordania). Sebanyak 3.329

pasien yang baru dirawat di unit fisioterapi di Tepi Barat memperoleh

manfaat dari 46.442 sesi layanan fisioterapi yang selama ini disediakan

dan 11.237 pasien baru dirawat di unit fisioterapi dari wilayah operasi

Gaza. Unit-unit ini disampaikan berbagai macam layanan fisioterapi dan

rehabilitasi, termasuk perawatan manual, terapi psikis, terapi elektro, dan

terapi senam untuk menstabilkan dan merehabilitasi segala gangguan

psikis yang dialami oleh pengungsi. Tabel dibawah ini menggambarkan

jumlah pasien yang mengalami gangguan psikis selama berada di wilayah

operasi kerja UNRWA

Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan sejak 2009-2010

Pengungsi yang ditangani

Tahun 2009

Pengungsi yang ditangani

Tahun 2010

Trauma Non-trauma Trauma Non-trauma

Tepi Barat 625 3.266 593 2.736

Jalur Gaza 2.831 7.014 3.415 7.912

Yordania 0 566 0 604

Total 3.483 10.846 4.008 11.252

Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement

Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi Pada Tahun 2009-

2010

Indikator Yordania Libanon Suriah Jalur

Gaza

Tepi

Barat

Pasien

yang

ditangani

pada 2010

19.859 25.763 8.543 4.575 21.080

Pasien

yang

ditangani

pada 2009

24.114 21.912 9.963 4.590 20.241

Jumah

Pasien

perhari

37.619 62.618 11.820 13.848 41.090

Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement

1.3 Program Bantuan Sosial

Pada dasarnya setiap pengungsi memiliki hak asasi untuk mendapatkan

standar kehidupan yang layak, termasuk makanan, pakaian, dan perumahan

yang layak. Penyediaan makanan, pakaian dan perumahan harus menjadi

program standar setiap lembaga yang bertanggung jawab atas pengungsi.

Dalam kasus ini UNRWA harus menjamin agar setiap pengungsi Palestina

menerima secara penuh apa yang menjadi haknya. Korupsi yang terjadi atas

bantuan kepada pengungsi dalam hal ini harus ditindak tegas. Dalam pasal 21

Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dinyatakan secara jelas bahwa

“Mengenai perumahan, para Negara Peserta, sejauh masalahnya diatur oleh

undang-undang atau peraturan-peraturan, atau tunduk pada pengawasan para

penguasa pemerintah, akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah

berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan sebaik mungkin, dan dalam

kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang pada umumnya

diberikan kepada orang-orang asing dalam keadaan-keadaan yang sama.”

Dalam pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi juga secara

jelas mengatur mengenai hak untuk memperoleh bantuan, dikatakan bahwa

“Para Negara Peserta akan memberikan kepada para pengungsi yang secara sah

berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang sama mengenai pertolongan

dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada warga negara mereka.”

Program bantuan yang dan pelayanan sosial oleh UNRWA menyediakan

berbagai perlindungan sosial langsung maupun tidak langsung dalam wilayah

operasi pemukiman pengungsi. Dalam menyediakan bantuan dan pelayanan

sosial tersebut UNRWA berfokus pada tiga tujuan utama84 :

1) Memberikan bantuan sosial kepada para pengungsi Palestina yang miskin

setiap tiga bulan;

2) Mempromosikan pengembangan dan kemandirian kepada komunitas

pengungsi yang kurang beruntung, terutama perempuan, anak-anak, orang

muda, orang-orang cacat dan orang tua; dan

3) Memelihara, memperbarui dan mendokumentasiikan catatan dan dokumen

pengungsi Palestina yang terdaftar, dalam rangka untuk menentukan

kelayakan pemberian bantuan sosial UNRWA untuk pengungsi Palestina.

84

UNRWA, “Bantuan Sosial” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada tanggal 27

Januari 2013.

Sejak didirikannya, UNRWA telah menyediakan berbagai bentuk

bantuan umum kepada pengungsi Palestina yang tersebar di lima wilayah

operasi. Beberapa bentuk bantuan umum yang telah dijalankan diantaranya85 :

1. Pemberian Subsidi

Program bantuan UNRWA bekerja untuk mengentaskan

kemiskinan di kalangan keluarga pengungsi Palestina, dengan prioritas

pada pengungsi termiskin dari yang miskin. Program ini menyediakan

bantuan sosial yang meliputi dukungan sembako, subsidi tunai dan

penghasilan tambahan sebagai subsidi untuk pengungsi. UNRWA juga

memberikan bantuan tunai selektif dan bantuan uang untuk kebutuhan

dasar rumah tangga. Program ini juga menyediakan bantuan langsung

dalam keadaan darurat yang disebabkan oleh kekerasan dan kerusuhan

politik, dengan melakukan rehabilitasi penampungan yang berkoordinasi

dengan departemen infrastruktur dan peningkatan kamp.

2. Penghijauan Lingkungan

UNRWA memang memiliki kewajiban yang jelas dalam

meningkatkan perbaikan kondisi disekitar wilayah kamp pengungsi dan

pengungsi Palestina yang tinggal di dalamnya. Sebuah program baru

diluncurkan pada tahun 2006 yang berfokus pada lingkungan kamp untuk

menciptakan lingkungan yang sehat maka UNRWA rutin melaksanakan

penghijauan lingkungan dimana pengungsi ikut berpartisipasi didalamnya.

85

UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman.

3. Program perbikan Infrastruktur

Dari 4,7 juta pengungsi Palestina UNRWA terdaftar, sekitar

sepertiga (1,3 juta) hidup di 58 kamp pengungsi di Yordania, Lebanon,

Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selama bertahun-tahun, kamp-kamp

telah berubah dari pemukiman sementara menjadi pemukiman masa

panjang. Setiap tahunnya UNRWA melaksanakan program renovasi dan

perbaikan kamp-kamp yang tersebar di lima wilayah operasi dan

mendapatkan bantuan dana dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan para

donatur. Program perbaikan infrastruktur dan kamp membahas kondisi

hidup memburuknya pengungsi Palestina di kamp-kamp86. Badan ini

mengembangkan rencana perbaikan camp yang komprehensif, dengan

melaksanakan:

a) Perbaikan kamp

UNRWA melakukan rencana perbaikan kamp, perbaikan

tempat penampungan, rencana untuk pemindahan sementara ke

kamp lain dan proyek-proyek rekonstruksi setelah pembongkaran

yang disebabkan oleh konflik bersenjata atau keadaan darurat

lainnya. Upaya UNRWA dikoordinasikan dengan pemerintah

setempat.

86

Laleh Khalili, “PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and Despair:

Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal, 2006, hlm. 394.

b) Fasilitas dan instalasi

Melalui program ini UNRWA mengelola pembangunan dan

pemeliharaan semua fasilitas dan instalasi UNRWA, untuk

memastikan tetap memberikan kebutuhan dan pelayanan yang baik

bagi semua pengungsi. Komunitas pengungsi yang terlibat dalam

proses perencanaan memastikan bahwa fasilitas yang baru

memenuhi kebutuhan pengungsi yang sebenarnya. Fasilitas

UNRWA yang baru juga dibangun untuk memberikan akses

universal bagi para penyandang cacat. Program ini juga mengatasi

masalah aksesibilitas di fasilitas yang ada87.

c) Penataan Lingkungan

UNRWA mempromosikan lingkungan perkotaan yang

aman dan sehat bagi pengungsi Palestina melalui penyediaan air

terpelihara dengan baik, air limbah, dan drainase air hujan. Hal ini

juga memelihara lingkungan yang layak untuk ditinggali oleh para

pengungsi88.

Dalam memberikan bantuan umum sebagai salah satu hak para

pengungsi UNRWA juga melibatkan peran aktif masyarakat dan pengungsi.

Anggota masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan

tentang perbaikan lingkungan fisik dan sosial, sehingga perbaikan sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas mereka. Pengungsi dapat terlibat dalam

87

UNRWA, 2010, “ A Decent Standart of Living”, Tanpa halaman. 88

Laleh Khalili, Op. Cit., hlm. 395.

kelompok masyarakat dalam menilai dampak proyek pada kehidupan mereka

agar tetap berjalannya program.89 Misalnya saja dalam pembuatan proyek

percontohan yang telah menampung aspirasi masyarakat dan pengungsi.

Beberapa proyek percontoan telah dilaksanakan sebagai bukti adanya turut

serta aktif masyarakat dan pengungsi dalam pemberian bantuan, diantaranya :

a. Di kamp Neirab di Suriah, UNRWA mengubah standar desain

pemukiman yang dikerjakan oleh UNRWA dan warga kamp.

b. Di kamp Fawwar di Tepi Barat, UNRWA mengubah lapangan publik

bagi warga untuk digunakan sebagai taman bermain yang aman dan

untuk perayaan pernikahan. Pendekatan ini sekarang juga sedang

dilaksanakan di Dheisheh camp (Tepi Barat) dan Talbiyeh camp

(Yordania), dan akan segera memperluas ke Lebanon dan Gaza.

1.4 Program Pemulihan Finansial

Hukum Pengungsi Internasional telah menjamin agar setiap pengungsi

akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk

bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan,

hak tersebut merupakan bentuk hak atas kesejahteraan sosial yang dijamin oleh

instrumen hukum internasional.

Pada Pasal 13 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi Hukum

Internasional juga menjamin bahwa pengungsi dapat memiliki hak kepemilikan

atas harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak yang ia peroleh, dinyatakan

89 UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman.

bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada seorang pengungsi

perlakuan sebaik mungkin dan, pada kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama

dengan yang pada umumnya diberikan kepada orang-orang asing dan lain

keadaan-keadaan yang sama, mengenai perolehan harta kekayaan bergerak dan

tidak bergerak, dan hak-hak lain yang menyinggung ke sana, dan pada sewa

dan perikatan lainnya yang berkaitan dengan harta kekayaan bergerak dan tidak

bergerak.” Dalam hal ini UNRWA berkewajiban memberikan hak tersebut

dimana pengungsi akan diperlakukan sama dengan orang pada umumnya dan

pengungsi berhak atas hak kekayaan.

Pengungsi juga diberikan hak atas perhimpunan menurut hukum

internasional, pengungsi berhak untuk berkumpul dan berserikat, pada pasal 15

Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dikatakan bahwa mengenai

pendirian perhimpunan non-politik dan non-profit dan serikat buruh, maka para

Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah berdiam di

dalam wilayah mereka perlakuan sebaik munngkin yang diberikan kepada

warga negara suatu negara asing, dalam keadaan-keadaan yang sama.

Departemen Mikro Keuangan UNRWA menyediakan peluang

menghasilkan pendapatan bagi pengungsi Palestina, serta kelompok miskin

atau marginal lainnya yang tinggal dan bekerja di dekat mereka. UNRWA

memperluas pinjaman dan jasa keuangan pelengkap untuk pemilik usaha kecil,

pengusaha mikro dan rumah tangga. Dengan pemberian pinjaman kepada

pengungsi diharapkan dapat mempertahankan dan menciptakan lapangan kerja,

mengurangi kemiskinan, dan memberdayakan pengungsi itu sendiri, terutama

perempuan dan pemuda. Banyak pengguna pinjaman UNRWA mengunakannya

dalam bentuk usaha kecil, usaha informal, dan usaha rumahan diantaranya

pengungsi mempergunakanya untuk menjadi pedagang sayur, penjahit

rumahan, pemilik bengkel dan nelayan.90

Dalam pemberian pinjamannya guna meningkatkan kesejahteraan

pengungsi, UNRWA menyediakan pinjaman yang terjangkau bagi para

pengungsi. Hal ini dikarenakan banyaknya pengungsi yang tidak dapat

mendapatkan kredit yang terjangkau dari bank komersial. Pinjaman yang

disediakan UNRWA ini memungkinkan pengusaha untuk menghasilkan

pendapatan yang berkelanjutan bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan

pengungsi lainnya

Departemen Mikro Keuangan UNRWA bekerja sesuai dengan standar

global dan praktik terbaik dalam industri keuangan mikro. Pinjaman UNRWA

didasarkan pada pemahaman bahwa kredit mikro dan jasa keuangan terkait

harus berkelanjutan diberikan kepada pengungsi. UNRWA bertujuan agar para

pengungsi tidak memiliki sifat ketergantungan dan menimbulkan semangat

pada pengungsi untuk melakukan usaha guna meningkatkan kesejahteraan

mereka. UNRWA berusaha untuk memberikan pinjaman yang paling

terjangkau oleh para pengungsi, dengan memfokuskan pekerjaan kami pada

daerah perkotaan yang miskin, yang merupakan pusat kegiatan komersial dan

industri dan tuan rumah konsentrasi tinggi pengungsi Palestina. Departemen

keuangan mikro telah mengembangkan berbagai pinjaman untuk mengatasi

90

UNRWA, 2010, The Annual Report of Microfinance Departement, Tanpa halaman.

beragam kebutuhan pengungsi, misalnya pinjaman rumah tangga menargetkan

produk serta usaha kecil dan usaha mikro untuk dilakukan oleh kalangan ibu

rumah tangga, disamping itu juga UNRWA mendukung investasi keluarga

dalam pendidikan, kesehatan, dan perumahan. UNRWA telah berhasil

menyediakan berbagai jenis pinjaman yang terjangkau kepada pengungsi

hingga tahun 2010, pinjaman-pinjaman tersebut diantaranya91 :

1. Mubadarati – Pinjaman Pemula untuk pemuda

Pada 2009, UNRWA dengan Silatech meluncurkan sebuah produk

pinjaman baru yang inovatif untuk pemuda yang disebut Mubadarati.

Pinjaman ini tersedia untuk pria dan wanita muda berusia 18-30 untuk

memulai bisnis baru yang menciptakan wirausaha dan lapangan kerja bagi

orang lain. Awalnya Mubadarati diluncurkan di wilayah operasi kerja Tepi

Barat dan Gaza, tahun 2010 produk ini juga mulai tersedia di Yordania

dan Suriah. Mubadarati adalah pinjaman pemula untuk pemuda untuk

menjiptakan jiwa kepemimpinan dan jiwa kewirausahaan bagi pengungsi

muda.

2. Pinjaman Usaha Kecil

Pinjaman usaha kecil merupakan produk departemen keuangan

mikro yang telah dijalankan sejak didirikannya UNRWA. Pinjaman ini

ditujukan langsung untuk memajukan pembangunan ekonomi dan

menciptakan lapangan kerja. Pinjaman ini merupakan pinjaman yang

91

Ibid., Tanpa halaman.

relatif besar, mulai dari USD 3.000 hingga USD 75.000. Para pengungsi

biasanya menggunakannya untuk investasi modal, modernisasi bentuk

usaha, dan perluasan pasar. Departemen kini semakin berfokus pada

produk pinjaman ini.

3. Pinjaman Kelompok Usaha

Produk pinjaman ini dirancang untuk kelompok pengusaha

perempuan yang secara kolektif bertanggung jawab untuk pembayaran

kembali. Pinjaman diberikan mulai dari sebesar USD 400 hingga USD

5.000. Pinajam Kelompok Usaha selama ini telah ikut menopang

perekonomian pengungsi, serta meminimalisir pengeluaran rumah tangga,

dan telah terbukti ikut membantu dalam pemenuhan pendidikan,

kesehatan, dan kebutuhan dasar.

4. Pinjaman untuk Ibu Rumah Tangga

Produk pinjaman ini adaptasi dari produk pinjaman usaha

kelompok yang akan mengakomodasi usaha rumahan oleh perempuan,

sehingga memungkinkan ibu rumah tangga yang berstatus pengungsi

untuk membangun usaha rumah tangga untuk ikut melakukan bisnis.

Produk pinjaman ini pertama kali diujicobakan di Suriah. Berbeda dengan

pinjaman usaha kelompok, pinjaman untuk ibu rumah tangga bukanlah

pinjaman yang ditanggung oleh sebuah kelompok. Pada tahun 2009 hingga

2010, rata-rata pinjaman unutk ibu rumah tangga berkisar antara USD 500

hingga USD 800.

5. Kredit Usaha Mikro

Produk kredit usaha mikro menargetkan mayoritas bisnis regional

yang mempekerjakan kurang dari lima pekerja, sebagian besar di

antaranya tidak memiliki akses ke kredit formal dan rentan terhadap resiko

ekonomi. Kredit usaha mikro diberikan berkisar dari USD 300 sampai

USD 8.500. Kredit ini membantu bisnis para pengungsi seperti

membangun dan memelihara cadangan jangka pendek untuk modal kerja.

6. Kredit Usaha Mikro plus

Dengan meningkatnya usaha mikro maka pengungsi yang

menjalankannya sering membutuhkan pinjaman yang lebih besar dengan

jangka waktu pembayaran diperpanjang untuk terus memperluas modal

mereka dan meningkatkan kerja mereka. Untuk memenuhi permintaan ini,

kami UNRWA menyediakan pinjaman Kredit Usaha Mikro Plus kepada

debitur yang telah menunjukkan kemampuan membayar lebih dari tiga

siklus pinjaman, dan perusahaan-perusahaan yang juga telah terbukti

kemampuan membayar pinjaman. Produk ini merupakan salah satu elemen

penting dalam pertumbuhan perekonomian pengungsi di Tepi Barat dan

Yordania, dan juga di Gaza.

7. Kredit Produk Konsumen

Kredit ini adalah pinjaman pribadi untuk keluarga kelas pekerja

yang tidak memiliki akses terhadap kredit di bank. Hal ini dimaksudkan

untuk membantu mereka memulihkan aset rumah tangga yang dijual untuk

mengatasi pengangguran, kesehatan yang buruk, atau pengeluaran sosial,

seperti pernikahan dan pemakaman.

8. Kredit Perumahan

Kredit ini merupakan sebuah pinjaman untuk membantu keluarga

pengungsi yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit

perumahan dari bank komersial untuk memperbaiki atau mendapatkan

perumahan. Pengungsi berhak mendapatkan kredit perumahan berkisar

dari USD 3.000 hingga USD 15.000. Kredit perumahan ini telah berhasil

diujicobakan di Gaza pada tahun 2006, dan diperluas ke Tepi Barat,

Yordania, Suriah, dan Libanon sejak tahun 2009.

9. Pelatihan Usaha Kecil dan Menengah

UNRWA menjalankan program pelatihan bagi pemilik usaha kecil

di Gaza. Pengungsi akan disesuaikan dengan pelatihan usaha kecil dan

menengah misalnya mengenai ilmu pembukuan usaha, perpajakan,

komputerisasi, dan e-commerce. Biaya langsung setiap pelatihan dibayar

oleh peserta. Sejak tahun 1995, 12.600 pengusaha telah berpartisipasi

dalam 581 kursus yang disediakan oleh UNRWA.

Selama 2009 hingga 2010 UNRWA telah menyediakan pinjaman

kepada pengungsi secara adil untuk memuhi hak pengungsi yang telah

diatur dalam Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi. Peranan

UNRWA secara jelas telah dapat dirasakan oleh pengungsi palestina

secara menyeluruh. Tabel berikut menjelaskan pemberian kredit yang telah

diberikan oleh UNRWA kepada pengungsi Palestina dalam periode 2009

hingga 2010.

Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial Pengungsi

Palestina Tahun 2009-2010

Periode 2010 Periode 2009

USD % USD %

Jalur Gaza 4.992.616 22% 3.038.308 16%

Tepi Barat 8.487.578 37% 8.164.677 42%

Yordania 4.910.781 21% 4.990.030 26%

Suriah 4.707.674 20% 3.059.862 16%

Total 23.098.649 100% 19.252.877 100%

Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Microfinancial Departement

II. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Urusan Pengungsi

Palestina

Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan

persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak

diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih

efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini.

Masyarakat Internasional menyerukan ditingkatkannya kerja sama dan koordinasi

antara lembaga pemberi bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam

peraturan internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam

bidang ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini

merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap

pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan

menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal sampai

penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang permasalahan

pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan mereka (repatriasi).

Dalam perdebatan ini beberapa fakta tetap tidak dapat diingkari. Pertama,

ketika sejumlah pemindahan massal masih mungkin untuk dicegah, tidak ada

yang sukarela melakukannya. Tidak ada orang yang menyukai atau memilih

menjadi pengungsi. Menjadi pengungsi berarti lebih buruk daripada menjadi

orang asing. Pengungsi berarti hidup dalam pembuangan dan tergantung kepada

orang lain untuk memperoleh kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian dan

perumahan.92

Gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina telah

menimbulkan banyak kerugian termasuk salah satunya yaitu persoalan mengenai

pengungsi. Penduduk palestina mengalami kesulitan akibat agresi militer yang

terus dilakukan oleh israel, diantaranya kesulitan untuk mengungsi dan menerima

bantuan kemanusiaan karena adanya blokade di perbatasan Palestina dan Mesir.

Serangan Israel juga telah mmenghancurkan rumah-rumah, masjid, dan

infrastruktur lainnya.93

Pada Desember 1949, Majelis Umum PBB membentuk Badan Pekerja dan

Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) untuk

memberikan bantuan kemanusiaan kepada lebih dari 700.000 pengungsi dan

92 Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta, Depkumham, hlm.1

93 Aryuni Yuliantiningsih, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum Humaniter

Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136.

orang terlantar yang telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka di Palestina

sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Pada 14 Desember 1950 Majelis

Umum PBB mendirikan UNHCR berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No.

428 (IV) tahun 195094 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951 dengan

tujuan utama yang berurusan dengan pengungsi di Eropa yang kehilangan tempat

tinggal akibat Perang Dunia II . Namun demikian, sejak awal UNHCR memiliki

mandat untuk menangani pengungsi di seluruh dunia, dan mulai melakukannya

dengan sungguh-sungguh selama tahun 1960an.

Terkait urusan pengungsi Palestina terdapat perbedaan antara UNRWA

dan UNHCR. UNRWA diberi mandat untuk melaksanakan "bantuan dan program

pekerjaan" untuk mendukung pengungsi Palestina, yaitu pengungsi dari wilayah

yang berada di bawah Mandat Inggris untuk Palestina, terlepas dari kebangsaan

mereka. Seiring waktu operasi, UNRWA telah berevolusi untuk memenuhi

kebutuhan dan perubahan keadaan pengungsi Palestina.95 UNRWA saat ini

menyediakan baik bantuan dasar kemanusiaan dan jasa pembangunan untuk

pengungsi di daerah operasinya, yaitu Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah,

Jalur Gaza, dan Tepi Barat.

UNHCR memiliki mandat untuk melindungi, membantu, dan mencari

solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi orang lain yang membutuhkan

perlindungan internasional. Mandat UNHCR mencakup Palestina yang menjadi

pengungsi yang dirumuskan dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun

94 Wagiman, S.Fil, Op. Cit., hlm. 189.

95 Ibid., hlm. 150.

1951, yang bisa mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh

UNRWA. UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika

mereka berada di luar daerah operasi UNRWA.

Selama 55 tahun terakhir, UNRWA dan UNHCR telah bekerja sama,

masing-masing sesuai mandatnya, dengan koordinasi yang erat dengan negara-

negara tuan rumah, untuk mendukung dan melindungi pengungsi Palestina.

Dalam beberapa tahun terakhir, kemitraan antara kedua lembaga telah menjadi

lebih dekat, sehingga meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk

dalam pertukaran informasi dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapi oleh para pengungsi Palestina.

1. Berdasarkan Mandat

UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi 302

(IV) tanggal 8 Desember 1949. Badan ini mulai beroperasi sejak Mei 1950.

Dengan tidak adanya solusi yang komprehensif untuk masalah pengungsi

Palestina, Majelis Umum telah berulang kali memperbaharui mandat

UNRWA, baru-baru ini memperluas mandatnya sampai 30 Juni 2008. Saat ini,

UNRWA memberikan pendidikan, perawatan kesehatan, pelayanan sosial,

penampungan, kredit pinjaman dan bantuan darurat untuk pengungsi Palestina

di lima wilayah operasi kerja yaitu : Yordania, Libanon, Suriah, Jalur Gaza,

dan Tepi Barat.96 UNRWA mempekerjakan lebih dari 28.000 staf, sebagian

besar adalah pengungsi Palestina sendiri, termasuk 20.000 tenaga

96

Ibid., hlm. 151.

kependidikan dan tenaga kesehatan. Markas Badan berada di kota Gaza dan

Amman.

UNHCR merupakan lembaga internasional yang diberi mandat untuk

memimpin dan mengoordinasikan tindakan internasional97 untuk melindungi

hak-hak pengungsi dan mencarikan jalan keluar bagi permasalahan mereka di

seluruh dunia.98 UNHCR berdiri berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB

No. 428 (IV) tahun 1950 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951.

Tujuan pendiriannya adalah untuk menyediakan perlindungan internasional

dan mencarikan solusi jangka panjang bagi para pengungsi. UNHCR awalnya

diberi mandat dalam tiga tahun terbatas dengan tujuan utama membantu 1,2

juta pengungsi Eropa yang kehilangan tempat tinggal akibat Perang Dunia II.

Tetapi dengan peningkatan dan perluasan krisis pengungsi, mandat UNHCR

diperpanjang setiap lima tahun sampai dengan tahun 2004. Dalam resolusi

yang diadopsi oleh Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial, lingkup

mandat UNHCR juga telah berkembang selama dekade terakhir untuk

mengurusi pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan,

pengungsi internal. Dalam lima dekade, UNHCR telah membantu lebih dari

50 juta pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk memulai

kembali kehidupan mereka. Landasan kerja UNHCR adalah perlindungan

internasional sebagaimana diatur dalam Statutanya yang diadopsi oleh Majelis

Umum pada Desember 1950. Dalam prakteknya, perlindungan berarti

97

Brill Walter, “Reconceiving International Refugee Law”, The American Journal of

International Law, Oktober 1998, hlm. 788. 98

UNHCR, “UNHCR Mandate”, http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate ,

diakses tanggal 13 Januari 2013.

menjaga hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan memastikan bahwa tidak

ada orang yang akan kembali ke negara dimana ia merasa takut mendapatkan

penganiayaan, dan larangan untuk pemulangan kembali pengungsi tersebut.

UNHCR juga mencari cara untuk membantu pengungsi untuk memulai

kembali kehidupan mereka dalam lingkungan yang normal. Ada tiga solusi

jangka panjang yang diberikan oleh UNHCR:

1) Pemulangan kembali dan penyatuan kembali ke pada tanah air

mereka demi keselamatan dan martabatnya.

2) Pengintegrasian di negara suaka mereka.

3) Pemukiman kembali di negara-negara ketiga.

Pada dasarnya dua opsi yang terakhir tidak mencegah pengungsi untuk

kembali ke negara asal mereka apabila mereka menginginkannya dan kondisi

juga memungkinkan. Secara global, UNHCR memberikan bantuan bagi jutaan

orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena melarikan diri

dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang membahayakan hidup

dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah mereka yang disebut sebagai

pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam negeri sendiri atau IDPs.

Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga mencakup

orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang – orang yang

pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari suaka, dan

atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang – orang

yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu –

individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi

suaminya, anak – anak dibawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang

cacat.99 Untuk itu UNHCR bekerjasama dengan beberapa intansi pemerintah

maupun non-pemerintah dalam pendanaan untuk melakukan tugasnya. Dalam

memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti disebutkan dalam

Statuta tersebut termasuk:

a. Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional untuk

perlindungan pengungsi, mengawasi pelaksanaannya, dan

mengusulkan amandemen;

b. Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan

mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan;

c. Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau

berasimilasi dengan masyarakat negara baru;

d. Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negara-

negara;

e. Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh informasi dari

Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam

wilayahnya, serta hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku;

f. memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan non-

pemerintah;

g. Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani

persoalan pengungsi;

99

UNHCR. “Orang-orang yang menjadi Perhatian UNHCR” http://unhcr.or.id/id/siapa-yang-

kami-bantu , diakses pada 13 Januari 2013.

h. Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.

Upaya perlindungan kemudian didiversifikasikan lebih lanjut dalam

tahun-tahun setelah perancangan Statuta tersebut.

2. Berdasarkan Lingkup Pekerjaan

UNRWA menyediakan layanan secara total dengan mengoprasikan

663 sekolah, 8 pusat pelatihan kejuruan, 125 fasilitas kesehatan primer, 65

pusta pemberdayaan wanita dan 39 pusat rehabilitasi yang berbasis

masyarakat. UNRWA menyediakan bantuan sosial, seperti bantuan pangan

kepada hampir 250.000 pengungsi, dan sejak tahun 1991 telah mengeluarkan

lebih dari 100.000 pinjaman kredit mikro senilai lebih dari 100 juta USD.100

Dalam menanggapi konflik yang berlangsung di wilayah Palestina, UNRWA

telah memberikan bantuan darurat tambahan untuk pengungsi yang terdaftar

dan orang lain yang membutuhkan. Program UNRWA juga menyediakan

kebutuhan khusus perempuan, anak-anak dan orang tua. UNRWA dibiayai

oleh kontribusi sukarela,dan dari pemerintah. UNRWA juga telah mulai

membuat kemajuan dengan penggalangan dana dari sumber non-pemerintah

meskipun masih relatif terbelakang. Hampir semua kontribusi yang dilakukan

secara tunai, tetapi ada beberapa kontribusi dalam bentuk lain seperti

makanan, sembako dan obat-obatan. Dalam program UNRWA difokuskan

pada pemberian bantuan pangan, penciptaan lapangan kerja sementara dan

pinjaman kredit.

100 The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin”

http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392&type=9#.UPqToCf55sB

, diakses pada tanggal 15 Januari 2013.

Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia,

UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di wilayah

operasinya. Tugas dalam mencari solusi yang komprehensif untuk konflik

Israel-Palestina dan masalah pengungsi Palestina bagaimanapun bukanlah

bagian dari mandat UNRWA tetapi lebih kepada tanggung jawab para pihak

dalam konflik dan aktor-aktor politik lainnya. Peran UNRWA adalah untuk

mengatasi kebutuhan pembangunan manusia dan kemanusiaan bagi pengungsi

Palestina untuk sementara. Dalam beberapa kasus, UNRWA juga

berkewenangan mengintervensi dengan otoritas yang relevan atas nama

individu maupun kelompok pengungsi Palestina dalam memberikan

perlindungan karena banyak dari mereka hidup dalam keadaan sulit dan sering

tidak aman. Di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada khususnya, para pengungsi

sering bergulat dengan dampak dari konflik bersenjata, pembatasan kebebasan

bergerak, penyitaan tanah dan penghancuran rumah.

Sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat UNRWA,

namun masih ada sejumlah besar hidup di daerah negara-negara lain, seperti

negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau Yaman, atau lebih jauh di Australia,

Eropa dan Amerika. UNHCR menghimbauan mengenai bagaimana

memperlakukan pengungsi Palestina, untuk memperhatikan pengungsi dengan

memfasilitasi pembaharuan perjalanan dokumen dan pencegahan terhadap

penahanan, diskriminasi101 sesuai dengan ketentuan dari Konvensi 1951, hak

asasi manusia internasional dan hukum kebiasaan internasional. Di berbagai

101

Soibhan McInerney, 2008, “Complementary Protection in International Refugee Law, Book

Reviews, hlm. 103.

negara UNHCR juga memberikan bantuan material kepada pengungsi orang

yang membutuhkan. Mandat perlindungan internasional UNHCR tidak

terbatas pada pengungsi di Negara-negara Pihak dalam Konvensi 1951 dan

Protokol 1967 tetapi berlaku di seluruh dunia atas dasar Statuta dan Resolusi

Majelis Umum dan resolusi ECOSOC selanjutnya. Baru-baru ini, UNHCR

telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak serta, dalam

koordinasi dengan UNRWA, kepada mereka yang melarikan diri ke Yordania

dan Suriah, dan secara aktif mencari solusi untuk penderitaan mereka. Hal ini

juga memberikan bantuan individu untuk beberapa orang Palestina miskin di

Mesir dan Libya.

3. Berdasarkan Keterkaitan terhadap Pengungsi Palestina

Pengungsi Palestina adalah siapapun mereka yang bertempat tinggal di

Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948 dan mereka yang

kehilangan rumah dan mata pencaharian sebagai akibat dari perang Arab-

Israel 1948, serta memenuhi syarat sebagai pengungsi Palestina, seperti yang

didefinisikan oleh UNRWA, dan memenuhi syarat dalam pendaftaran

UNRWA. Keturunan dari para pengungsi Palestina asli juga memenuhi syarat

untuk pendaftaran, tetapi hanya pengungsi yang tinggal di salah satu dari lima

wilayah operasi UNRWA yang berhak menerima pelayanan dari UNRWA.

Jumlah pengungsi Palestina UNRWA yang terdaftar sekarang lebih dari

4,3 juta. UNRWA juga diberi mandat oleh Majelis Umum untuk memberikan

bantuan kemanusiaan secara darurat kepada orang-orang di daerah yang tidak

memenuhi kategori UNRWA sebagai pengungsi Palestina, tetapi yang telah

mengungsi sebagai akibat dari perang pada Juni 1967 dan peperangan yang

terjadi berikutnya. Hanya satu sepertiga dari pengungsi terdaftar yang masih

tinggal di kamp-kamp pengungsi. Sebagian besar lainnya tinggal di kota-kota

dan desa di seluruh wilayah operasi kerja UNRWA, dan beberapa telah pindah

ke luar daerah dan tinggal di negara lain. Layanan UNRWA tersedia untuk

semua pengungsi terdaftar yang hadir di daerah operasinya.

Instrumen hukum utama yang mengatur status hukum pengungsi dalam

hukum internasional adalah Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi

(Konvensi 1951) dan Protokol 1967. Meskipun Konvensi 1951 dan Protokol

1967 berlaku untuk Amerika, orang-orang yang memenuhi kriteria

persyaratan yang ditetapkan dalam instrumen internasional tersebut adalah

pengungsi yang menjadi perhatian UNHCR. UNHCR mendorong negara-

negara untuk meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dan mengawasi

pelaksanaannya. Pada September 2006, 146 negara telah meratifikasi

Konvensi 1951 dan Protokol. Konvensi 1951 dalam Pasal 1A (2)

mendefinisikan pengungsi sebagai orang yang berada di luar negara mereka

karena dari ketakutan yang beralasan, penganiayaan berdasarkan ras, agama,

kebangsaan, pandangan politik ataupun keanggotaan dalam kelompok sosial

tertentu, dan yang dikarenakan alasan penganiayaan terkait, mereka tidak

mampu atau tidak ingin pulang. Pasal 1D Konvensi 1951 menyatakan bahwa

Konvensi ini tidak dapat berlaku bagi orang-orang yang pada waktu sekarang

sedang menerima perlindungan atau bantuan dari organorgan atau badan-

badan Perserikatan Bangsa-Bangsa selain Komisi Tingkat Tinggi Perserikatan

Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi. Ketika perlindungan atau bantuan tersebut

telah berhenti karena alasan apa pun, tanpa posisi orang-orang tersebut secara

pasti sedang diselesaikan sesuai dengan resolusi-resolusi yang relevan, yang

disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, orang-orang ini

ipsofacto, harus berhak atas kemanfaatan-kemanfaatan dalam Konvensi ini.

UNHCR menganggap bahwa terdapat tiga kelompok pengungsi Palestina

dalam ruang lingkup 1D Pasal Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi:

1) Warga Palestina yang merupakan "pengungsi Palestina "dalam

pengertian di dalam Resolusi Majelis Umum PBB 194 (III) pada 11

Desember 1948 dan Resolusi Majelis Umum PBB lainnya, mereka

yang mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi

bagian wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana.

Dalam pengelompokan ini UNHCR memandang bahwa

pengungsi Palestina merupakan mereka warga palestina yang dahulu

berdomisili di wilayah palestina yang karena konflik Israel-Palestina

wilayah yang mereka duduki tersebut telah menjadi wilayah Israel

dimana mereka tidak dapat kembali ke wilayah tersebut kembali.

2) Warga Palestina yang didefinisikan sebagai "Orang Terlantar" dalam

Resolusi Majelis Umum PBB 2.252 (ES-V) 4 Juni 1967 dan Resolusi

Majelis Umum PBB selanjutnya, dan tidak mampu untuk kembali ke

wilayah Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1967.

3) Kelompok pengungsi Palestina ketiga terdiri dari individu-individu

yang bukan "pengungsi Palestina" atau "orang terlantar" tapi mereka

yang karena ketakutan yang beralasan dianiaya dan tidak mampu atau,

karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke sana. Pengungsi

Palestina tersebut dapat dikualifikasikan sebagai pengungsi seperti

yang ditentukan dalam Pasal 1A (2) Konvensi 1951.

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia,

UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di

wilayah operasinya yaitu Jalur Gaza, Suriah, Libanon, Yordania, dan Tepi

Barat. UNRWA dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi

Palestina telah berdasarkan pada lima prinsip umum yang berkaitan

dengan Hukum Pengungsi Internasional yaitu prinsip pemberian suaka

(asylum), non-ekstradisi, non-refoulment, hak dan kewajiban negara

terhadap para pengungsi, dan kemudahan-kemudahan (facilities) yang

diberikan oleh negara-negara yang bersangkutan terhadap pengungsi.

Peranan UNRWA kepada pengungsi Palestina telah menjamin hak-hak

asasi manusia dan hak pengungsi seperti yang telah ditentukan oleh

instrumen-instrumen hukum internasional, diantaranya : hak kesempatan

atas hak milik, hak berserikat, hak berperkara di pengadilan, hak atas

pekerjaan yang menghasilkan, hak atas pendidikan dan pengajaran, hak

kebebasan bergerak, hak atas kesejahteraan sosial, hak atas tanda pengenal

dan dokumen perjalanan, dan hak untuk tidak diusir. Hampir seluruh hak

pengungsi telah diakomodir oleh UNRWA, hak-hak tersebut diwujudkan

melalui program-program yang telah dilaksanakan diantaranya Program

Pendidikan, Program Kesehatan, Program Bantuan Sosial, dan Program

Pemulihan Finansial, diantaranya dengan memberikan pendidikan gratis,

pembangunan fasilitas pendidikan, pelatihan kerja, pelayanan kesehatan,

penyedian lapangan kerja, pemberian kredit usaha, dan lain sebagainya.

2. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi

Palestina Sebelum membentuk UNHCR, PBB memang telah membentuk

Badan Tambahan PBB yang diberi mandat untuk mengurusi pengungsi

Palestina di Timur Dekat yaitu UNRWA. Dalam keterkaitan terhadap

pengungsi Palestina UNRWA dan UNHCR memiliki perbedaan. Secara

kelembagaan UNHCR merupakan Badan Khusus sedangkan UNRWA

merupakan Badan Tambahan. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA

terkait urusan pengungsi Palestina dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu

mengenai mandat, lingkup kerja, dan keterkaitan kedua Badan tersebut

terhadap pengungsi Palestina. Pada aspek mandat yang telah diberikan

PBB, PBB memberikan mandat kepada UNHCR untuk melindungi,

membantu, dan mencari solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi

orang lain yang membutuhkan perlindungan internasional. Mandat

UNHCR mencakup Palestina yang menjadi pengungsi yang dirumuskan

dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951, juga bisa

mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh UNRWA.

UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika

mereka berada di luar wilayah operasi kerja UNRWA, sedangkan PBB

memberikan mandat kepada UNRWA untuk memberikan perlindungan

dan penanganan kepada pengungsi Palestina di Timur Dekat. Pada aspek

lingkup kerja, sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat

UNRWA yaitu mereka yang terdaftar sebagai pengungsi Palestina

bertempat di wilayah operasi kerja yaitu Jalur Gaza, Libanon, Suriah,

Yordania, dan Tepi Barat, namun masih ada sejumlah besar hidup di

daerah negara-negara lain, seperti negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau

Yaman, atau lebih jauh di Australia, Eropa dan Amerika, pengungsi

Palestina inilah yang menjadi lingkup kerja UNHCR, Baru-baru ini,

UNHCR telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak

serta, dalam koordinasi dengan UNRWA. Pada aspek keterkaitan terhadap

pengungsi Palestina, UNRWA mengurusi pengungsi Palestina yang

terdaftar pada lima wilayah operasi kerja, dan juga mereka yang telah

didefinisikan sebagai pengungsi Palestina oleh, Sedangkan UNHCR

mengurusi semua pengungsi di dunia termasuk pengungsi Palestina yang

mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi bagian

wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana.

B. Saran

1. Ditujukan kepada UNRWA, dalam peranannya UNRWA sebaiknya juga

menyediakan bangunan tahan gempuran bom sebaagai sarana

pengevakuasian apabila terjadi gencatan senjata antara Israel-Palestina

yang mengenai wilayah operasi kerja UNRWA yang merupakan tempat

pengungsian pengungsi Palestina demi menjamin keselamatan pengungsi.

2. Ditujukan kepada UNRWA, penjaminan atas hak pendidikan harus lebih

dioptimalkan karena masih sedikitnya universitas yang disediakan untuk

pengungsi yang ingin melanjutkan pendidikannya, sangat berbanding

terbalik dengan banyaknya pengungsi Palestina yang membutuhkan

Sekolah Tinggi demi peningkatan kesejahteraan kesejahteraan pengungsi

Palestina.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adolf, Haula, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta : Sinar

Grafika.

Al Wa-fa, Ahmad Abdul, 2011, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan

Hukum Internasional, Jakarta : UNHCR.

Ambarwati dkk, 2010, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan

Internasional, Jakarta : Rajawali Pers.

Anonim, tanpa tahun, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar

Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jakarta: Kantor Penerangan

Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Anwar, Chairul, 1989, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,

Jakarta : Djambatan.

Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Iskandar, Pranoto dan Jawahir Tantowi, Hukum Internasional Kontemporer,

Bandung, PT. RefikaAditama, hlm. 224.

Istanto, F.S., 1998, Hukum Internasional, Yogyakarta : Universitas Atmajaya

Yogjakarta.

I Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Mandar Maju.

Krustiyati, Atik, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum

Internasional dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional.

Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta,

Depkumham, hlm.1

Mauna, Boer , 2003, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi

Dalam Era Dinamika Global, Bandung: PT Alumni.

S. Fil, Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta : Sinar Grafika.

Soemitro, Hanitijo, 1982. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.

----------------------, 1990, Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Starke. J.G., 1992, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika.

Suherman,A. M., 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional

Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : PT Ghalia Indonesia.

Suryokusumo, Sumaryo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI-

Press.

----------------------------, 2007, Pengantar Hukum Organisasi Internasional,

Jakarta : PT. Tatanusa.

UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New

Millenium, New York, OXFORD UNIVERSITY PRESS.

UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman,

UNRWA.

Yuliantiningsih, Aryuni, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum

Humaniter Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136.

SUMBER LAINNYA

Deklarasi PBB 1967 tentang Wilayah Suaka

Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi

Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada

Waktu Perang

Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara

sebagai Subjek Hukum Internasional

Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan

Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945

Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang Sengketa Bersenjata yang Bersifat

Internasional

UNRWA 2010 A Decent Standart of Living

UNRWA 2010 The Annual Report of Education Departement

UNRWA 2010 Education in a Glance

UNRWA 2010 UNRWA Education Reform Strategy

UNRWA 2010 The Annual Report of Health Departement

UNRWA 2010 The Annual Report of Microfinance Departement

UNRWA 2010 The Annual Report of Relief and Social Service Departement

UNRWA REPORT 2006 Department of Relief and Social Services

Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di e-

resources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 27 Desember 2012.

Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage,

tersedia di E-resources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013.

Khalili, Laleh, 2006, PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and

Despair: Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal.

Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20,

Kampanye Dunia Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5

November 2012.

Soibhan McInerney, 2008, Complementary Protection in International Refugee

Law, Book Reviews. The American Journal of International Law.

The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin”

http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392&

type=9#.UPqToCf55sB , diakses pada tanggal 15 Januari 2013.

United Nations, 2000, ” The UN Millennium Development Goals

http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari

2013.

UNHCR, “UNHCR Mandate”,

http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate , diakses

tanggal 13 Januari 2013.

UNHCR. “Orang-orang yang menjadi Perhatian UNHCR”

http://unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada 13 Januari

2013.

UNHCR.or.id, 21 Februari 2010, “Siapa yang Kami Bantu”

http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada tanggal

19 September 2012.

UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 ,

diakses pada tanggal 19 September 2012.

UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada

tanggal 10 Januari 2013.

UNRWA, “Social Service” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada

tanggal 27 Januari 2013.

UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal

5 Januari 2013

Walter, Brill, 1998, “Reconceiving International Refugee Law”, The American

Journal of International Law.

Wikipedia, 25 Agustus 2012, “Pengungsi” http://id.wikipedia.org/wiki/Pengungsi

, diakses pada tanggal 20 Sepetember 2012.

BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the

Present Day)” http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835

, diakses pada tanggal 15 September 2012.

Seputar Indonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi

Palestina (UNRWA)” http://www.seputar-

indonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada tanggal 20

September 2012.

Kompasiana, “Resolusi PBB untuk Palestina dan Israel”

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbb-

untuk-palestina-yang-diveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada

tanggal 13 Desember 2012.