peranan badan narkotika nasional dalam …

52
1 Kode 596 / Ilmu Hukum USULAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi Kasus di Wilayah Kota Denpasar) Tahun ke II dari rencana II tahun TIM PENGUSUL 1. SAGUNG PUTRI M.E PURWANI, SH, MH./ 0013037106 2. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH./ 0021035807 3. I MADE WALESA PUTRA, SH, M.Kn./ 0022028202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA JANUARI 2016

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

1

Kode 596 / Ilmu Hukum

USULAN

PENELITIAN HIBAH BERSAING

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN

PENANGGULANGANNYA

(Studi Kasus di Wilayah Kota Denpasar)

Tahun ke II dari rencana II tahun

TIM PENGUSUL

1. SAGUNG PUTRI M.E PURWANI, SH, MH./ 0013037106

2. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH./ 0021035807

3. I MADE WALESA PUTRA, SH, M.Kn./ 0022028202

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

JANUARI 2016

Page 2: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

2

Page 3: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

3

DAFTAR ISI

Cover …………… i

Halaman Pengesahan …………… ii

Daftar Isi …………… iii

Abstrak …………… iv

Abstract …………… v

BAB I Pendahuluan …………… 6

Latar Belakang Masalah …………… 6

Permasalahan …………… 20

Tujuan Umum Penelitian …………… 21

Tujuan Khusus Penelitian …………… 21

Urgensi Kegiatan …………… 21

Temuan/ Inovasi yang Ditargetkan …………… 21

Luaran Kegiatan …………… 22

BAB II Tinjauan Pustaka …………… 23

BAB III Metode Penelitian …………… 31

BAB IV Biaya Dan Jadwal Penelitian …………… 36

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran

Lampiran 1. Justifikasi Anggaran

Lampiran 2. Sarana dan Prasarana Pendukung

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

Lampiran 5. Biodata Ketua dan Anggota Peneliti

Lampiran 6. Surat Pernyataan Ketua Peneliti

Page 4: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

4

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN

PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah Kota Denpasar)

Abstrak

Saat ini Badan Narkotika Nasional (BNN) kota Denpasar diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya pengguna narkotika di kota Denpasar, Faktor terpenting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang sering diabaikan terutama oleh aparat penegak hukum di Indonesia adalah adanya upaya rehabilitasi. Mengenai hal tersebut masih ada beberapa permasalahan yang mendasar, yakni : pertama; Hambatan-hambatan yang dihadapi, serta upaya BNN di wilayah Kota Denpasar dalam mengatasi kasus penyalahgunaan narkotika? Dan Bagaimana penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar?, dua ; Bagaimana penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika?

Sampai saat ini hambatan yang dihadapi oleh BNN Kota Denpasar bahwa Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari Narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai Narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai Narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal. Selain itu diperlukan tempat rehabilitasi yang jelas, karena selama ini hanya melalui titipan saja.

Untuk mengurangi hambatan tersebut oleh BNN kota Denpasar melakukan Program kuratif ditujukan kepada pemakai Narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian Narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian Narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai Narkoba. UU Narkotika ini memberikan kesempatan bagi para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat terbebas dari kondisi tersebut dan dapat kembali melanjutkan hidupnya secara sehat dan normal.

Penentuan penjatuhan sanksi pidana atau rehabilitasi termuat dalam ketentuan pada Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika disebutkan bahwa penyalah guna yang dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. UU Narkotika juga memberikan kewenangan Hakim untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi, yaitu Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutus atau menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Dari hal tersebut dapatlah disimpulkan bahwa; Hakim mempunyai kewenangan untuk Memerintahkan, Memutuskan dan Menetapkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. BNN kota Denpasar sudah sangat mendesak membutuhkan tempat rehabilitasi tersendiri, sehingga sehingga tugas dan fungsi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Kata Kunci : BNN, Pencegahan, Penanggulangan dan Tindak Pidana Narkotika.

Page 5: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

5

ROLE IN THE NATIONAL NARCOTICS AGENCY CRIME PREVENTION AND NARCOTICS ABATEMENT

(Studies in the city of Denpasar)

Abstract

Currently the National Narcotics Agency (BNN) is expected to Denpasar city as a deterrent factor to the spread of drug users in the city of Denpasar, the most important factor in the fight against drug abuse that is often overlooked, especially by law enforcement officials in Indonesia are the rehabilitation efforts. About that there are still some fundamental problems, namely: first; Obstacles encountered, as well as efforts to BNN in the city of Denpasar in dealing with cases of drug abuse? And How is the crime of drug abuse prevention in Denpasar ?, two; How is the determination of criminal sanctions against the perpetrators or rehabilitation of drug abuse?

Until now, the barriers faced by BNN Denpasar that treatment is to be carried out by a doctor who studied the drug in particular. Treatment of drug users is very complicated and requires incredible patience of doctors, family, and patient. This is why the treatment of drug users require huge cost but the results many have failed. Besides the obvious need rehabilitation, as only through courier.

To reduce these barriers by BNN Denpasar perform curative program aimed at drug users. The goal is to treat and cure diseases dependency as a result of drug use, as well as stop drug use. Not just anyone should treat drug users. Narcotics Act provides an opportunity for addicts who are already mired in drug abuse in order to be free from these conditions and can resume their lives in a healthy and normal.

Determination of criminal sanctions or rehabilitation contained in the provisions of Article 127 paragraph (3) of the Law on Narcotics noted that abusers can be proved or proved to be a victim of drug abuse are required to undergo medical rehabilitation and social rehabilitation. Narcotics Act also authorizes the judge to order the treatment and / or care through rehabilitation, the judge who examine cases drug addicts can break or set to order the treatment and / or care through rehabilitation if the addict is proven guilty criminal narcotics. From this it can be concluded that; The judge has the authority to order the, Deciding and enact the relevant treatment and / or care through rehabilitation if the addict is guilty of the crime of narcotics. BNN Denpasar urgent need of rehabilitation itself, so that the tasks and functions can be run as planned. Keywords: BNN, Prevention, Prevention and Crime Narcotics

Page 6: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika termasuk kualifikasi tindak pidana

khusus karena tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak menggunakan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar pengaturannya, akan tetapi

menggunakan UU Narkotika (selanjutnya disebut UU Narkotika). UU Narkotika,

merupakan kelompok kejahatan di bidang narkotika terdiri atas: kejahatan yang

menyangkut produksi narkotika, kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika,

kejahatan yang menyangkut pengangkutan dan transit narkotika, kejahatan yang

menyangkut penguasaan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan

narkotika, kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika, kejahatan

yang menyangkut label dan publikasi narkotika, kejahatan yang menyangkut jalannya

peradilan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika,

kejahatan yang menyangkut keterangan palsu, dan kejahatan yang menyangkut

penyimpangan fungsi lembaga.1

Sanksi pidana maupun denda terhadap orang yang menyalahgunakan narkotika

terdapat dalam ketentuan pidana pada Bab XV mulai dari Pasal 111 sampai dengan Pasal

148 UU Narkotika. Ketentuan mengenai sanksi dalam UU Narkotika sangat besar. Sanksi

pidana paling sedikit 1 (satu) tahun penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan

pidana mati. Denda yang dicantumkan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut

berkisar antara Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp 20.000.000.000,00

(dua puluh miliar rupiah). Secara filosofis pembentukan Undang-Undang Narkotika

dengan mencantumkan sanksi yang besar dan tinggi dalam ketentuan pidana UU

Narkotikaadalah menunjukkan bahwa terdapat suatu makna untuk melindungi korban

dari kejahatan penyalahgunaan narkotika. Korban yang pernah dipidana akan menjadi

takut untuk mengulangi kejahatannya lagi.

Jimly Asshiddiqie menulis dalam makalahnya, penegakan hukum adalah proses

dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata

1Gatot Supramono, 2002, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 200.

Page 7: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

7

sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara.2

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial, dan keadilan menjadi

kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan

hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan hukum oleh petugas

penegak hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai

kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.3

Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menterjemahkan dan mewujudkan

keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum pidana menurut Van

Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara dalam

kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan

dengan hukum (on recht) dan mengenakan nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar

larangan tersebut.4

Penegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai

usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu

yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termasuk bersumber dari

nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah:

1. Tahap Formulasi

Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-

undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan

situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam

bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti

memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap

kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi

Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh

aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan

2Jimly Asshiddiqie, “Makalah Penegakan Hukum”, available from: URL: http://www.jimly.com diakses

tanggal 10 Oktober 2014. 3Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa, Bandung, h. 15.

4Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 60.

Page 8: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

8

demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan

peraturan- peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh

pembuat undang- undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak

hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna.

Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi

Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-

aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana

bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh

pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan

dalam putusan pengadilan. Dengan demikian, proses pelaksanaan

pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat

pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada

peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat

undang-undang dan undang-undang daya guna.5

Sementara itu, proses penegakan hukum dalam pandangan Soerjono Soekanto

dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu berupa undang-undang. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.6

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan

esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan

hukum.

Secara umum yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang menderita

jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan

5Sudarto. 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 25-26. 6Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali,

Jakarta, h. 4-5.

Page 9: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

9

kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak

asasi yang menderita.7 Menurut Black’s Law Dictionary, victims adalah The person who

is the object of a crime or tort, as the victim of robbery is the person robbed.8

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban (UU LPSK) menyatakan korban adalah seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh

suatu tindak pidana.

Pasal 1 angka 15 UU Narkotika menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang

yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika

dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya

(menyimpang atau bertentangan dengan yang seharusnya) yang mempergunakan

narkotika secara berlebihan (overdosis) sehingga membahayakan diri sendiri, baik secara

fisik maupun psikis.9

Pengertian korban penyalahgunaan narkotika menurut Penjelasan Pasal 54 UU

Narkotika menyatakan bahwa korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang

tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa,

dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan,

Ezzat Abdel Fattah menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu:

1. Nonparticipating victims adalah mereka yang menyangkal atau menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan;

2. Latent or predisposed victims adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu;

3. Propocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan;

4. Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban;

5. False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri.10

7Arif Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, h. 6. 8Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary, West Publishing Company, St. Paul Minn.

9A. W. Widjaya,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco, Bandung, h. 13.

10Lilik Mulyadi, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi, Djambatan, Denpasar, h. 124.

Page 10: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

10

Apabila ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri maka Stephen

Schafer mengemukakan tipologi korban itu menjadi tujuh bentuk, yaitu:

1. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari aspek tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak korban.

2. Proactive victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama-sama.

3. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di bank dalam jumlah besar yan tanpa pengawalan, kemudian dibungkus dengan tas plastik sehingga mendorong orang untuk merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku.

4. Biologically weak victims adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari pertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat karena tidak dapat memberi perlindunga kepada korban yang tidak berdaya.

5. Socially weak adalah korban yang tidak diperhatikan oleh masyarakat bersangkutan seperti gelandangan dengan kedudukan sosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh terletak pada penjahat atau masyarakat.

6. Self victimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan.

7. Political victims adalah korban karena lawan polotiknya. Secara sosiologis, korban ini tidak dapat dipertnggungjawabkan kecuali adanya perubahan konstelasi politik.11

Selain dari prespektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut, sebagai suatu

perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang dikemukakan oleh Sellin

dan Wolfgang sebagai berikut:

1. Primary victimization adalah korban individual. Jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok);

2. Secondary victimization, yang menjadi korban adalah kelompok, misalnya badan hukum;

3. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas; 4. Mutual victimization, yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri,

misalnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika;

11Ibid, h. 123.

Page 11: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

11

5. No victimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada korbanmelainkan korban tidak segera dapat diketahui. Misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.12

Berdasarkan tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, korban

penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tipologi false victims, yaitu pelaku yang

menjadi korban karena dirinya sendiri. Merujuk perspektif tanggung jawab korban,

Stephen Schafer menyatakan adanya self victimizing victims, yakni pelaku yang menjadi

korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Pertanggungjawaban sepenuhnya

terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan. Sedangkan menurut Sellin dan

Wolfgang korban penyalahgunaan narkotika merupakan mutual victimization, yaitu

pelaku yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Seperti halnya pelacuran, dan

perzinahan.

Selain itu, penyalah guna narkotika juga dapat dikategorikan sebagai kejahatan

tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan

ini tidak menimbulkan korban sama sekali akan tetapi si pelaku sebagai korban.

Sementara dalam kategori kejahatan, suatu perbuatan jahat haruslah menimbulkan korban

dan korban itu adalah orang lain (an act must take place that involves harm inflicted on

someone by the actor). Artinya, apabila hanya diri sendiri yang menjadi korban, maka hal

tersebut tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan.13

Hakikatnya pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat

yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang

Narkotika.

12Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatri Gultom, 2006, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma Dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, (selanjutnya disingkat Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom II), h. 49.

13http://www.gepenta.com/artikel-Rehabilitasi+Korban+Pengguna+Narkoba-.phpx diakses tanggal 10 Oktober 2014.

Page 12: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

12

Pengguna narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna narkotika

terhadap orang lain (Pasal 116, Pasal 121, Pasal 126 UU Narkotika) dan pengguna

narkotika untuk diri sendiri (Pasal 127 UU Narkotika).

Pengguna narkotika terhadap orang lain adalah setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum memberikan narkotika untuk digunakan oleh orang lain. Melawan

hukum dalam bahasa Belanda adalah wederrechtelijk (weder: bertentangan dengan,

melawan; recht: hukum). Melawan hukum berarti pula dengan tanpa hak atau ijin dari

pihak yang berwenang. Sedangkan pengguna narkotika untuk diri sendiri adalah

penggunaan narkotika yang dilakukan oleh seseorang tanpa hak atau melawan hukum.

Jika orang yang bersangkutan dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban

penyalahgunaan narkotika, maka ia harus menjalani rehabilitasi medis maupun

rehabilitasi sosial dan masa rehabilitasinya akan diperhitungkan sebaga masa menjalani

hukuman.

Penggunaan istilah “pengguna narkotika” digunakan untuk memudahkan dalam

penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk membedakan dengan

penanam, produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika. Walaupun penanam,

produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika juga menggunakan narkotika, namun

yang dimaksud dengan pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan narkotika

bukan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika.14

Jika dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam UU Narkotika

dapat ditemukan berbagai istilah antara lain:

1. Pasal 1 angka 13 UU Narkotika yang menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika

adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam

keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis”.

2. Pasal 1 angka 15 UU Narkotika yang menyebutkan bahwa: “Penyalah guna

adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum”.

3. Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika yang dimaksud dengan korban

penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan

narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk

menggunakan narkotika.

14http://www.slideshare.net/adeblonde/kedudukan-hukum-pengguna-narkotiska-dalam-uu-ri-no-

35-thn-2009 diakses tanggal 21 Oktober 2014.

Page 13: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

13

4. Penjelasan Pasal 58 UU Narkotika yang dimaksud dengan mantan pecandu

narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika

secara fisik dan psikis.

Keberagaman istilah untuk pengguna narkotika tersebut berpotensi

membingungkan dan dapat menimbulkan ketidakjelasan baik dalam merumuskan

berbagai ketentuan didalam UU Narkotika maupun pada pelaksanaannya. Salah satu

permasalahan akibat banyaknya istilah adalah kerancuan pengaturan, yaitu didalam Pasal

4 huruf d UU Narkotikamenyatakan bahwa “Undang-Undang tentang Narkotika

bertujuan: menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna

dan pecandu narkotika”, namun, dalam Pasal 54 UU Narkotika menyebutkan bahwa

“Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial”. Berdasarkan Pasal 54 UU Narkotika hak penyalah guna

untuk mendapat rehabilitasi menjadi diabaikan.

Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi namun

dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam

pelaksanaannya penyalahguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 127 UU Narkotika yang menyatakan bahwa:

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan

Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan

atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah guna tersebut

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Namun, hakim juga diberikan kemungkinan untuk tidak menjatuhkan pidana

penjara karena dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 127 UU Narkotika

Page 14: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

14

terdapat pula penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh hakim. Pasal yang dimaksud,

yaitu Pasal 54 UU Narkotika yang menyatakan bahwa, "Pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dan

Pasal 55 UU Narkotikayang berbunyi:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib

melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk

mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

(2) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan

oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau

lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah

untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya, Pasal 103 UU Narkotikayang menyatakan bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a) Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;atau

b) Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika

tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa

menjalani hukuman

Pasal 127 ayat (3) UU Narkotika disebutkan bahwa penyalah guna wajib

menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial jika dapat dibuktikan atau terbukti

sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

Pada Pasal 1 angka 15 UU Narkotika disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan

Page 15: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

15

hukum. Sedangkan di dalam Pasal 7 UU Narkotika disyaratkan bahwa narkotika hanya

digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, selanjutnya di dalam Pasal 8 UU Narkotika lebih membatasi

penggunaan Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I hanya dapat digunakan untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia

diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas

rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sehingga bila seseorang yang

menggunakan narkotika melanggar aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan 8

UU Narkotika, maka pelaku tersebut tidak mempunyai hak atau perbuatannya bersifat

melawan hukum.

Selanjutnya yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika, menurut

penjelasan Pasal 54 UU Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan

narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk

menggunakan narkotika. seorang korban penyalahgunaan narkotika harus terbukti tidak

mempunyai unsur kesengajaan dikarenakan adanya keadaan yang memaksa untuk

menggunakan narkotika atau ketidaktahuan yang bersangkutan jika yang digunakannya

adalah narkotika.

Pembuktian penyalah guna narkotika merupakan korban penyalahgunaan

narkotika merupakan hal yang sulit karena harus melihat awal penyalah guna narkotika

menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa penyalah guna narkotika

ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/

atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Implementasinya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan terobosan dengan

mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 tentang

Penetapan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke dalam

Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang menjadi pertimbangan hakim

dalam memutus suatu persoalan hukum terhadap pengguna narkotika, maka ditentukan

klasifikasi tindak pidana sebagai berikut:

1. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik Badan

Narkotika Nasional dalam kondisi tertangkap tangan.

Page 16: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

16

2. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti

pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut:

a) Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu) seberat 1 gram.

b) Kelompok MDMA (ectasy) seberat 2,4 gram/ sebanyak 8 butir.

c) Kelompok Heroin seberat 1,8 gram.

d) Kelompok Kokain seberat 1,8 gram.

e) Kelompok Ganja seberat 5 gram.

f) Daun Koka seberat 5 gram.

g) Meskalin seberat 5 gram.

h) Kelompok Psilosybin seberat 3 gram.

i) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) seberat 2 gram.

j) Kelompok PCP (Phencyclidine) seberat 3 gram.

k) Kelompok Fentanil seberat 1 gram.

l) Kelompok Metadon seberat 0,5 gram.

m) Kelompok Morfin seberat 1,8 gram.

n) Kelompok Petidine seberat 0,96 gram.

o) Kelompok Kodein seberat 72 gram.

p) Kelompok Bufrenorfin seberat 32 gram.

3. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan

penyidik.

4. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh

hakim.

5. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap

narkotika.

Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan

hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim harus menunjuk secara tegas

dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat

rehabilitasi yang dimaksud adalah:

a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan

diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.

b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.

Page 17: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

17

c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia).

d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial Republik Indonesia dan Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).

e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau

Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).

Menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, hakim harus sungguh-sungguh

mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan terdakwa sehingga wajib diperlukan

adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah

sebagai berikut:

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi, lamanya 1 (satu) bulan.

Pada fase ini, pecandu menghadapi gejala putus zat (withdrawal). Untuk

membantu melewati masa putus zat digunakan pendekatan pharmakoterapi

dengan cara simptomatik atau substitusi.

b. Program Primer, lamanya 6 (enam) bulan.

Fase dilakukannya perubahan-perubahan yang bersifat internal. Pada fase

ini dibangun kembali sikap, pola hidup, kemampuan mengelola emosi,

pemahaman dan penerimaan diri, dan intelektual. Fase ini merupakan

landasan bagi proses pertumbuhan seorang pecandu dalam menjalankan

pemulihannya.

c. Program Re-Entry, lamanya 6 (enam) bulan.

Maksud dari re-entry adalah kembali berintegerasi dengan kehidupan sosial

masyarakat (mainstream). Pada fase ini seorang pecandu di dalam program

sudah mulai kembali berintegerasi dengan lingkungan sosial masyarakat.

Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan berupa rehabilitasi terhadap pengguna

narkotika yang telah dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika

merupakan makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut pendekatan

kebijakan sosial, yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk masalah

kemanusiaan) dalam rangka mencapai tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat).

Tindakan rehabilitasi berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial terhadap

korban penyalahgunaan narkotika dapat menjadikan hukum positif menjadi lebih baik.

Page 18: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

18

Ketentuan UU Narkotika, sanksi bagi pengguna narkotika diatur dalam pasal

sebagai berikut:

Pasal 116:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Pasal 121:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Page 19: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

19

Pasal 126:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat

3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika tehadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127:

(1) Setiap Penyalah Guna:

a) Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b) Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c) Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,

dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah

guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

Page 20: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

20

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang

tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak

dituntut pidana.

(3) Pecandu narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa

perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang

ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

(4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh

Menteri.

Pasal 134:

(1) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak

melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga dari pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

1.2 Permasalahan

1. Bagaimanakah tindakan pendampingan bagi pelaku tindak pidana narkotika

dan Pemantauan BNN di masyarakat terhadap pelaku tindak pidana

narkotika setelah melakukan rehabilitasi

2. Peranan BNN dalam mengupayakan Rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana

narkotika

3. Bagaimanakah peran serta masyarakat terutama di wilayah kota Denpasar

terhadap pencegahan Tindak Pidana Narkotika.

Page 21: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

21

1.3 Tujuan Umum Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fungsi dan peran BNN

dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika khususnya di

wilayah kota Denpasar,

untutindakan pendampingan bagi pelaku tindak pidana narkotika dan Pemantauan

BNN di masyarakat terhadap pelaku tindak pidana narkotika setelah melakukan

rehabilitasi

1.4 Tujuan Khusus Penelitian

Secara khusus di tahun ke 2, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Melihat peran BNN Kota Denpasar dalam tindakan pendampingan bagi

pelaku tindak pidana narkotika dan Pemantauan BNN di masyarakat

terhadap pelaku tindak pidana narkotika setelah melakukan rehabilitasi

2. Peranan BNN dalam mengupayakan Rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana

narkotika

3. Bagaimanakah BNN mengajak peran serta masyarakat serta instansi terkait

terutama di wilayah kota Denpasar terhadap pencegahan Tindak Pidana

Narkotika

1.5 Urgensi Kegiatan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan, dan penelitian ini adalah penelitian

di tahun ke 2.

1. Di tahun 1 adalah untuk mengupayakan langkah-langkah yang lebih efektif

bagi penanggulangan bahaya narkotika, serta untuk meminimalisasi

hambatan-hambatan yang terjadi dalam penanggulangan narkotika baik oleh

penegak hukum maupun BNN dan untuk meningkatkan perlindungan

hukum dan kepastian hukum bagi pelaku dan pengguna narkotika dalam

pemberian saksi pidana maupun rehabilitasi.

2. Sedangkan di tahun ke 2 ini lebih menekankan dan mengupayakan langkah-

langkah yang lebih efektif pada peranan instansi baik pemerintah maupun

swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta mengajak

Page 22: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

22

masyarakat ikut ambil bagian dalam upaya pencegahan tindak pidana

narkotika.

1.6 Temuan / Inovasi Yang Di Targetkan

1. Kepastian Rehabilitasi Bagi Pengguna Narkoba atau Pecandu Narkoba

2. Penyusunan model kebijakan bagi BNN dan tim pendampingan terhadap

pelaku dan pecandu narkotika.

3. Meningkatkan peran serta pemerintah, BNN, Tim pendampingan dalam

penanggulangan tindak pidana narkotika

1.7 Luaran Kegiatan

Adapun luaran kegiatan dari penelitian ini, di harapkan pada :

Tahun 1 :

1) Sistem Kebijakan baru yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam

mengatasi hambatan-hambatan bagi aparat keamanan dan BNN dan lebih

menekankan pada rehabilitasi.

2) Hasil penelitian ini telah diseminarkan dalam seminar nasional SENASTEK

2015

3) Hasil dari penelitian ini dijadikan sebagai pengayaan bahan ajar dalam mata

kuliah Tindak Pidana Khusus

Tahun 2 :

1) Hasil dari penelitian ini dterbitkan dalam jurnal-jurnal ilmiah yang berskala

lokal dan nasional

2) Melihat urgensinya panti rehabilitasi bagi pecandu narkotika

3) Melakukan pembentukan kelompok-kelompok pendampingan bagi

pencegahan Tindak Pidana Narkotika

4) Melakukan kerjasama pemantauan antara BNN dan masyarakat terhadap

pelaku tindak pidana narkotika setelah melakukan rehabilitasi

Page 23: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

23

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tugas BNN Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika

Pencegahan dan Pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika dilakukan dengan membangun upaya pencegahan yang berbasis masyarakat,

termasuk didalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dengan

menggugah dan mendorong kesadaran masyarakat, kepedulian san peran serta aktif

masyarakat.

Pemerintah juga mengupayakan kerjasama bilateral, regional, multilateral dengan

negara lain dan/atau badan internasional guna mencegah dan memberantas

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.

Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat nasional yang

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mempunyai tugas melakukan

koordiansi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkotika.

Di dalam penjelasan Keputusan Presiden no 17 Tahun 2002 dinyataka bahwa

Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan,

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika melaksanakan beberapa peran yaitu

sebagai berikut :

1. Bidang Pencegahan,

2. Bidang Rehabilitasi,

3. Bidang Penegakan Hukum,

Pada masa ini merupakan perkembangan ketiga dari Badan Narkotika Nasional,

akan tetapi badan narkotika nasional pada masa itu dianggap kurang begitu efektif

dikarenakan lembaga tersebut hanya bersifat koordinatif dan administratif.

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta

dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika. Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila

mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

Page 24: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

24

B. BNN dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika

Peran Badan Narkotika Nasional jika dikaitkan dengan pencegahan tindak pidana

narkotika adalah suatu realitas yang tidak mungkin dilepaskan, sesuai dengan Pasal 3,

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional. Seiring

dengan perkembangannya, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa setiap

pengguna Narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau

memproduksi narkotika, dalam hal ini mereka hanya sebatas pengguna saja, maka mereka

berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Melihat hal tersebut,

Undang-Undang ini memberikan kesempatan bagi para pecandu yang sudah terjerumus

dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat terbebas dari kondisi tersebut dan dapat

kembali melanjutkan hidupnya secara sehat dan normal.

Kuratif disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada

pemakai Narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan

penyakit sebagai akibat dari pemakaian Narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian

Narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai Narkoba. Pemakaian

Narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan

mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari

Narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai Narkoba sangat rumit dan

membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya

mengapa pengobatan pemakai Narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak

yang gagal.

Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan

penderita. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan

kepada pemakai Narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak

memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian

Narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan

lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asocial dan penyakit-

penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifili dan lain-lain). Itulah sebabnya mengapa

pengobatan Narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah

sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut

Page 25: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

25

sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai Narkoba yang ketika ”sudah sadar”

malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri.

Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar,

pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah yang

berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang

tergolong Narkoba.Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program represif

berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang-undang

tentang Narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi, produksi,

penyimpanan, dan penyalahgunaan Narkoba adalah : Badan Obat dan Makanan (POM),

Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Imigrasi,

Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung/ Kejaksaan Tinggi/ Kejaksaan Negeri,

Mahkamah Agung (Pengadilan Tinggi/ Pengadilan Negeri).

BNN dalam operasionalnya ditingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan Narkotika

Provinsi (BNP) dan pada tingkat kabupaten Kota oleh Badan narkotika Kabupaten/Kota

(BNK). Sampai saat ini telah terbentuk 31 BNP dari 33 provinsi dan baru terbentuk 270

BNK dari 460 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.15

Program kegiatan upaya Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika atau P4GN terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan

oleh Badan Narkotika Nasional didasari oleh kebijakan dan strategi nasional.16

Strategi Nasional P4GN berupa : Peningkatan kampanye anti Narkotika di

lingkungan kerja, sekolah dan keluarga, untuk mengurangi tingkat prevalensi

penyalahguna Narkotika yang saat ini berjumlah 1,99 % dari total populasi penduduk

indonesia. Mengupayakan agar korban yang sembuh meningkat dan korban yang relapse

berkurang. Pengungkapan jaringan sindikat meningkat.

Adapun Kebijakan nasional P4GN yaitu menjadikan masyarakat imun terhadap

penyalahgunaan Narkotika, menyembuhkan korban penyalahguna Narkotika melalui

proram terapi dan rehabilitasi dan terus menerus memberantas jaringan sindikat

Narkotika.

15 Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007) , hlm:70-73 16http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_press_releas

e&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013

Page 26: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

26

Analisis mengenai penanggulangan penyalahgunaan narkotika sesuai Undang–

undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika berdasarkan pada teori kebijakan. Teori

efektivitas hukum, teori kepatuhan dan ketaatan hukum serta teori sistem hukum digunakan

untuk menganalisis hambatan-hambatan dalam menanggulangi dan memberantas tindak

pidana narkotika.

Tindak pidana narkotika begitu membahayakan kelangsungan generasi muda, oleh

sebab itu tindak pidana ini perlu ditanggulangi dan diberantas. Marjono Reksodiputro

merumuskan penanggulangan sebagai untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam

batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa:

Kebijakan penanggulangan dalam hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian

dari kebijakan penegakan hukum (khususnya hukum pidana). Kebijakan penanggulangan

kejahatan lewat pembuatan undang-undang pidana merupakan bagian integral dari kebijakan

perlindungan masyarakat serta merupakan bagian integral dari politik sosial. Politik sosial

tersebut dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan

masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat.17

Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan

penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta

konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang

Narkotika. Pemberantasan tindak pidana narkotika dihubung dengan fakta–fakta sosial.

Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat mementingkan

beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound membedakan

pengertian Law in hook’s di satu pihak dan law in action di pihak lain. Pembedaan ini

dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan masalah apakah

hukum yang diterapkan sesuai dengan pola -pola prikelakuan.

Pada dasarnya, pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasi masalah

pecandu yang masih minim direhabilitasi. Turunnya Peraturan Pemerintah (PP) No.25

Tahun 2011 Tentang Wajib Lapor Bagi Penyalahguna Narkoba, merupakan wujud

komitmen negara untuk mengakomodir hak pecandu dalam mendapatkan layanan terapi

dan rehabililtasi termasuk didalamnya dapat diketahui kepribadiannya dengan

pemeriksaan MMPI yang dapat menetapkan kepribadian yang akan terganggu fungsi

berpikirnya, perilaku dan emosi.

17 Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan Ekonomi

di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta, hal. 22.

Page 27: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

27

Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga

memberikan kewenangan hakim untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi, yaitu hakim yang memeriksa perkara

pecandu narkotika dapat:

a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika

tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap penyalah guna narkotika berupa

pidana penjara ini dianggap sebagai reaksi terhadap teori tujuan pemidanaan, yaitu teori

relatif (teori utilitarian). Tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan

akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, teori tujuan

pemidanaan yang diterapkan adalah teori treatment. Treatment sebagai tujuan

pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif yang berpendapat bahwa pemidanaan sangat

pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan pada perbuatannya. Namun,

pemidanaan yang dimaksudkan oleh aliran ini untuk memberikan tindakan perawatan

(treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti

penghukuman.18 Aliran positif ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan

bahwa seseorang melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia

tidak mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai faktor, baik watak

pribadinya, faktor biologisnya, maupun faktor lingkungannya. Oleh karena itu, pelaku

kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana melainkan harus diberikan perlakuan

(treatment) untuk resosialisasi dan perbaikan si pelaku.19

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal-pasalnya

terdapat konflik norma, yaitu pada Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa “Undang-Undang tentang Narkotika

18Mahmud Mulyadi, 2006, Karya Ilmiah Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan Dalam

Penegakan Hukum Pidana Indonesia, USU Repository, Medan, h. 8. 19Ibid, h.9.

Page 28: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

28

bertujuan: Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna

dan pecandu narkotika”, namun di dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Berdasarkan Pasal 54 hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi diabaikan.

Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi namun dengan

memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam pelaksanaannya

penyalah guna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana diatur

dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kecuali

penyalahguna tersebut dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

narkotika, maka penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Page 29: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

29

Tahun Jumlah Umur Jenis Yang Disalahgunakan Lokasi Rujukan

2013 3 38th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

40th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

41th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

2014 4 32th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

18th Amphetamine Balai Rehab Baddoka (Makasar)

37th Putau Balai Rehab Baddoka (Makasar)

39th Marijuana Balai Rehab Lido (Bogor)

2015 30 37th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

21th Sabu-Sabu Yayasan Gerasa

39th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

38th Sabu-Sabu Yayasan Yakita

42th Sabu-Sabu Yayasan Yakeba

46th Sabu-Sabu Yayasan Yakita

33th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

25th Sabu-Sabu Yayasan Yakeba

28th Inex Yayasan Dua Hati

31th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

27th Inex Yayasan Dua Hati

21th Inex Yayasan Gerasa

23th Inex Yayasan Gerasa

23th Inex Yayasan Yakita

32th Inex Yayasan Yakeba

27th Inex Yayasan Yakeba

23th Inex Yayasan Yakita

33th Inex Yayasan Yakita

21th Inex Yayasan Yakeba

21th Inex Yayasan Yakita

25th Methamphetamine Yayasan Gerasa

21th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

23th Inex Galih Pakuan (Bogor)

16th Inex Yayasan Yakita

23th Inex BNN Kota Denpasar

30th Amphetamine BNN Kota Denpasar

31th Amphetamine BNN Kota Denpasar

35th Amphetamine BNN Kota Denpasar

DATA PENGGUNA NARKOBA DI KOTA DENPASAR

PERIODE 2013-2015

Sumber data : BNN Kota Denpasar

Page 30: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

30

Bulan/

Tahun

Jumlah Klien

Awal

Jumlah Klien

Baru

Jumlah Klien

Keluar

Jumlah Klien

Akhir

Jul-13 35 0 0 35

Agust-13 35 5 3 37

Sep-13 37 4 2 39

Okt-13 39 2 1 40

Nop-13 40 2 3 39

Des-13 39 0 1 38

Jan-14 38 0 2 36

Feb-14 36 2 5 33

Mar-14 33 0 1 32

Apr-14 32 4 0 36

Mei-14 36 0 0 36

Jun-14 36 0 3 33

Jul-14 33 2 4 31

Agust-14 31 4 1 34

Sep-14 34 1 1 34

Okt-14 34 2 1 35

Nop-14 35 1 7 29

Des-14 29 0 0 29

Jan-15 29 3 1 31

Feb-15 31 2 1 32

Mar-15 32 0 3 29

Apr-15 29 0 1 28

Mei-15 28 1 4 25

Jun-15 25 3 3 25

2013

2014

2015

Data Peserta Layanan Terapi Metadon Lapas Kelas IIA Kerobokan

Periode 2013-2015

Sumber data : Dirjen Hukum dan HAM cq Rumah Sakit Sanglah Denpasar

Page 31: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

31

BAB III

METODE PENELITIAN DAN MEKANISME KEGIATAN

3.1 Konsep, Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.

3.1.1 Konsep Penelitian

Konsep hukum yang dikedepankan adalah konsep hukum yang berkeadilan

holistik bagi masyarakat, serta berkeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat pengguna

(end user) dalam dimensi fair used. Konsep keadilan holistik dalam penelitian ini adalah

keadilan yang berbasis masyarakat secara keseluruhan dan keadilan dalam konteks deep

ecology.

3.1.2 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Penelitian

ini mengkaji hukum Undang-Undang sebagaimana oleh berbagai faktor sosial yang

melahirkan aliran-aliran baru yang amat kritis pada pengkajian hukum yang yang

beraliran legisme murni. Milovanovic dan pengikutnya juga menyebutnya sebagai kajian

dalam ranah the sociological jurisprudence, the functional jurisprudence, dan the critical

legal studies.20

Penelitian socio legal research ini menggunakan data sekunder sebagai data awal

yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan dengan data primer yang diperoleh

melalui studi lapangan. Morris L.Chohen dan Kent C. Olson mengemukakan legal

research is an essential component of legal practice. It is the process offending the law

that governs an activity and materials that explain or analyze that law.21

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik. Melalui penggunaan

metode kualitatif ini diharapkan dapat ditemukan makna-makna yang tersembunyi di

balik objek maupun subjek yang akan diteliti. Sebagaimana suatu penelitian naturalistik,

maka penelitian inipun berpedoman pada kreteria sebagai berikut : sumber data adalah

situasi yang wajar (natural setting), peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat

deskriftif, mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan data

20 Soetandyo Wignjosoebroto,2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya disebut

Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang. 21 Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA, p.. 1

Page 32: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

32

langsung, triangulasi, menonjolkan rincian kontekstual, subjek yang diteliti dipandang

berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif emic, verifikasi, sampling

yang purposif, serta mengadakan analisis sejak awal. 22

3.1.3 Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : Conceptual approach, Statute

approach, serta comparative approach. Teori yang digunakan untuk menganalisis

permasalahan adalah : Legal System Theory dari W. Friedman, Natural Rights Theory

dari John Locke, serta Social Planning Theory dari William Fisher.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah Data Primer dan Data Sekunder.

Data Primer adalah data yang sumbernya langsung dari pihak- pihak yang terlibat dalam

objek penelitian atau dengan kata lain data yang diperoleh dari penelitian lapangan.

Sedangkan Data Sekunder adalah terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum; b. Bahan Hukum

Sekunder yang bersumber dari buku-buku dan tulisan- tulisan hukum dan textbooks;23 c.

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

terhadap Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder.

Selain meneliti Bahan Hukum Primer, juga diteliti Bahan Hukum Sekunder yang

terdiri dari Case Law dari Jurnal Hukum baik Digital Journal maupun konvensional

Jurnal Hukum maupun Buku-Buku Literatur. Mengingat kegiatan penelitian ini juga

dilanjutkan dengan kegiatan pengkajian, pendokumentasian, pendaftaran dan

pembublikasian, maka amat penting untuk mengumpulkan data yang bersumber dari data

sekunder dalam bentuk Buku-Buku atau tulisan dalam format lainnya yang telah memuat

berbagai informasi tentang permasalahan yang di kaji.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

22 S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, hal.9-12. 23 Ibid.

Page 33: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

33

Penelitian ini mempergunakan teknik pengumpulan. Data Sekunder dilakukan

dengan cara Studi Kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu

serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah,

mengklasifikasikan, mengidentifikasikan, memotret dan melakukan scanning atas

dokumen-dokumen kemudian dilakukan pemahaman serta pengkajian terhadap data yang

diperoleh. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara sistematis

sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen yang nantinya akan dideskripsikan serta

di-input.

Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan yaitu suatu

cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan

wawancara (interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan

data kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat

perekam dan kamera, serta video. Sumber informasi berasal dari informan kunci dengan

menggunakan teknik snow bowling. Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan teknik

penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data sekunder guna

menunjang data kualitatif. Instrumen penelitian adalah tenaga lapangan, kwesioner,

kamera, serta video

.

3.4 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini akan mengambil lokasi: BNN di wilayah Kotamadya

Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi,

LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sebagai komponen-komponen analisis data digunakan model interaktif yang

dikembangkan oleh Milles Huberman. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan model analisis mengalir (flow model of analysis).24

Secara lebih rinci data yang diperoleh dari penelitian, baik yang bersumber dari

data primer maupun dari data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kritis analitis

24 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta,

hal 19-20.

Page 34: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

34

dan disajikan secara deskriptif analitis. Tahap analisis data merupakan satu tahapan yang

penting dalam suatu proses penelitian.

3.6 Teknik Pengecekan Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan dalam

variabel dapat dimengerti oleh responden maupun informan sehingga dapat memberikan

jawaban yang tepat. Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan untuk diukur, dan dapat mengungkapkan data dari

variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Dalam pengecekan terhadap validitas data

dalam penelitian kualitatif dapat digunakan triangulasi data, yakni tehnik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu.

Dalam penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan

pengamatan dan triangulasi. Melalui tehnik pengecekan ketekunan pengamatan akan

dapat diketahui unsur-unsur yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.

Sementara itu dengan tehnik triangulasi sumber dapat diperbandingkan perbedaan dan

persamaan situasi sumber saat penyampaian data dan kesesuaiannya dengan dokumen –

dokumen dalam format data sekunder yang menjadi data penelitian. Triangulasi metode

digunakan untuk mengecek validitas data yang diperoleh melalui observasi, wawancara

mendalam serta data yang diperoleh melalui penyebaran kwesioner pada pengumpulan

data primer.

Page 35: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

35

3.7 Bagan Alur Penelitian Dan Tahapan Mekanisme Kegiatan

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumya bahwa kegiatan ini adalah kegiatan

penelitian yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan dokumentasi.

BAGAN ALUR PENELITIAN, DOKUMENTASI, PUBLIKASI, DAN TAHAPAN MEKANISME KEGIATAN

Peranan Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika dan Penanggulangannya.

Tahun 1

1. Penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar.

2. BNN mengatasi hambatan-hambatan yang di hadapi dalam mengatasi kasus penyalahgunaan narkotika.

3. Penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika.

4. Peranan BNN dalam menentukan Rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana narkotika

Fokus Kegiatan

Tahun 1

Tahun 2

1. Manfaat Rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana narkotika

2. Urgenitas tempat Rehabilitasi yang tepat bagi pelaku tindak pidana narkotika

3. Tindakan Pendampingan bagi pelaku tindak pidana narkotika

4. Pemantauan BNN di masyarakat terhadap pelaku tindak pidana narkotika setelah melakukan rehabilitasi

Fokus Kegiatan

Tahun 2

Page 36: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

36

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya

Tabel 6.1 Ringkasan Anggaran Biaya yang diajukan setiap Tahun

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)

Tahun I Tahun II

1 Gaji dan upah (Maks. 30%) Rp. 15.000.000,- Rp. 15.000.000,-

2 Bahan habis pakai dan peralatan

(30-40%)

Rp. 20.000.000,- Rp. 20.000.000,-

3 Perjalanan (Maks. 15-25%) Rp. 7.500.000,- Rp. 7.500.000,-

4 Lain-lain (publikasi, seminar,

laporan, lainnya sebutkan) (15%)

Rp. 7.500.000,- Rp. 7.500.000,-

Jumlah Rp. 50.000.000,- Rp. 50.000.000,-

4.2 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan TAHUN I TAHUN II

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Tahap persiapan

2. Pengumpulan data

3. Pengolahan data

4. Penyusunan draft

laporan penelitian

5. Seminar/Konsultasi

6. Penyempurnaan

laporan penelitian

7. Penggandaan dan

penyerahan laporan

hasil penelitian

Page 37: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

37

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya

disebut Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang.

Siswanto Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi

Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung

Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007)

Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press,

Jakarta

Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, 2006, Membantu Pemulihan Pecandu

Narkoba & Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta

Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang

Pasti dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta

Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan

Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta

INTERNET

Roelly Rosuli, 2012, Kantor Baru BNN Bali Dipelaspas,

http://balinasionalnews.blogspot.com, diakses 11 April 2013.

Page 38: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

38

Cokorda Yudhistira, 2013, BNN Bangun Pusat Rehabilitasi di Bali,

http://nasional.kompas.com, diakses 11 April 2013.

BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013.

http://www.bnn.go.id

Nyuciek Asih, 2012, Nyabu, Eks Pilot Lion Air Diganjar Satu Tahun,

http://www.beritajatim.com diakses 12 April 2013.

Lima Pengguna Narkoba Di Sumenep Jalani Rehabilitasi, http://www.ciputranews.com,

diakses 12 April 2013.

Pengguna Narkotika di Bali Mencapai 50.530 Orang, http://www.beritabali.com, diakses

12 April 2013.

http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/Narkoba-menyebar-ke-penjuru-negeri, Jan 6,

2013 at 22:40 pm

http://www. cribd.com/doc/43029701/Untitled , Mart 7, 2013 at 10.48 am

http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_press

_release&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013

Page 39: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

39

Lampiran 1

Justifikasi Anggaran Penelitian 1. Gaji dan Upah

Honor/ Jam Waktu Honor/ Tahun (Rp) (Jam/ Minggu) Tahun II

Ketua 17.361 6 48 5.000.000 Anggota 1 17.361 6 48 5.000.000 Anggota 2 17.361 6 48 5.000.000

15.000.000

2. 1. Peralatan PenunjangBiaya (Rp)Tahun II

Flash Disc 8GB Pembuatan Proposal dan Analisis Data

4 buah 400.000 1.600.000

Modem Internet idem 1 paket 250.000 250.000 CD Blank idem 2 Paket 50.000 50.000 Ballpoint, Blinder Clips, Amplop, stabilo

Bahan utama dan penunjang analisis data

1 set 500.000 500.000

1.900.000

2.2. Bahan Habis PakaiBiaya (Rp)Tahun II

Belanja Konsumsi penelitianSnack 50 Kotak 15.000 750.000 Nasi kotak 50 Kotak 30.000 1.500.000 Belanja Bahan PenelitianKertas A4 80 gram Proposal,

Kuisioner, Laporam

25 rim 50.000 1.250.000

Tinta Printer Idem 8 buah 275.000 2.200.000 Cartridge Printer Idem 3 buah 500.000 1.500.000 Block Note Idem 30 buah 10.000 300.000 Pembelian Literatur Bahan utama

penelitian data sekunder

1 set 4.500.000

Foto copy perbanyak kuisioner dan proposal, Jurnal Hukum

Idem 1 set (10.000 lembar)

160 1.600.000

Cetak/ Download bahan hukum dari Internet

Idem 1.000 eksemplar 1.000 1.500.000

15.100.000

3. PerjalananBiaya (Rp)Tahun II

FH UNUD - BNN Kota Denpasar - POLDA

Survey, Pengurusan ijin,

Penelitian Lapangan

3 1.500.000 4.500.000

FH UNUD - Kejaksaan - Kehakiman

Survey, Pengurusan ijin,

Penelitian Lapangan

2 750.000 1.500.000

FH UNUD - LAPAS - BAPAS

Survey, Pengurusan ijin,

Penelitian Lapangan

2 750.000 1.500.000

Pembentukan Peer Grup Survey, Pengurusan ijin,

Penelitian Lapangan

3 1.000.000 3.000.000

10.500.000

4. Lain-LainBiaya (Rp)Tahun II

Tabulasi data lapangan di Denpasar

1 set 1.250.000 1.250.000

Penyusunan 1 set (20 buah) 200.000 4.000.000 Seminar Hasil 1 paket 1.500.000 1.500.000 Publikasi hasil penelitian melalui Jurnal Hukum Lokal

1 paket 750.000 750.000

7.500.000

50.000.000

Sub Total (Rp)

Grand Total (Rp)

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total (Rp)

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Sub Total (Rp)

Honor Minggu

Sub Total (Rp)

Material Justifikasi Pemakaian

Kuantitas Harga Satuan (Rp)

Page 40: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

40

Lampiran 2

Dukungan Sarana dan Prasarana

Sarana yang digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian ini meliputi sarana-sarana

sebagai berikut :

1. Laboratorium : Lab Elektronik IT Fakultas Hukum UNUD dapat menunjang

sekitar 50% dukungan dalam kegiatan penelitian terutama untuk mencari

data sekunder (data kepustakaan)

2. Perpustakaan Fakultas Hukum UNUD mendukung dalam hal pencarian data

atau literatur-literatur yang diperlukan terkait dalam permasalahan dalam

penelitian ini.

3. Peralatan utama : meliputi laptop, computer, printer, kamera, scanner untuk

mendukung kegiatan operasional dalam hal pecarian dan pengolahan serta

analisa data.

Page 41: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

41

Lampiran 3

Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

No. Nama/NIDN Instansi Asal

Bidang Ilmu

Alokasi Waktu (jam/

minggu)

Uraian Tugas

1. Sagung Putri M.E Purwani, SH, MH. (0013037106)

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Ketua Tim Peneliti bertugas : - Membuat kerangka

dasar usulan penelitian - Membuatkan daftar

pembagian tugas - Memberikan analisa di

bidang hukum - Menyempurnakan

laporan penelitian 2. AA Ngurah Yusa

Darmadi, SH, MH. (0021035807)

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Anggota Tim Peneliti bertugas : - Menganalisis materi

penelitian - Mempersiapkan

materi penelitian - Melakukan

pengolahan data hukum untuk penelitian

3. I Made Walesa Putra, SH, MKn. (0022028202)

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Hukum 6 Anggota Tim Peneliti bertugas untuk : - Memberikan analisa di

bidang terhadap permasalahan

- Penyusunan laporan penelitian

- Persiapan kegiatan seminar hasil penelitian

- Penggandaan laporan hasil penelitian

Page 42: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

42

Lampiran 5

Biodata Ketua dan Anggota Peneliti

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Sagung Putri M.E. Purwani, SH.,MH L/P 2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3. Jabatan Struktural - 4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19710313 200502 2 003 5. NIDN 0013037106 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 13 Maret 1971 7. Alamat Rumah Jln. Pulau Kae No. 12 Denpasar 8. Nomor Telepon/ HP (0361) 8747223 / 08155744872 9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No. 1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= … orang; S-2= …Orang; S-3= Orang … 13. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Pidana

2. Hukum Kesehatan 3. Hukum Pidana Lanjutan 4. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP 5. Victimologi 6. Kriminologi

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2

Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana Universitas Udayana

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Hukum & Sistem Peradilan Pidana

Tahun Masuk 1990 2008 Tahun Lulus 1995 2011 Judul Skripsi/Thesis Pemeriksaan Kesehatan

Pranikah di kaitkan dengan UU No. 1 Tahun 1974

Eksistensi Keterangan Ahli Dalam Proses Pembuktian Peradilan Pidana

Nama Pembimbing Dra. Ida Ayu Astika - Dr. I Gst Kt Ariawan, SH.,MH

- I Wayan Tangun Susila, SH.,MH

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

Page 43: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

43

1. 2008 Aspek Hukum Penerapan Sistem Pelayanan Satu Atap (One Stop Service) Proses Perizinan Penanaman Modal Dalam Menunjang Pariwisata Bali

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

2. 2010 Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika di Bali

NPT Project Nuffic IDN 223

20.000.000,-

3. 2011 Perlindungan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

4. 2012 Pengaturan Pengawasan Terhadap Terpidana Bersyarat

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

5. 2012 Praktik Monopoli Dalam Korporasi Sebagai Tindak Pidana Ekonomi

DIPA FH UNUD

2.812.500,-

6. 2012 Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana dlm Pelaksanaan Jabatan Notaris

Dana DIPA Kenotariatan

6.000.000,-

7. 2013 Eksistensi Pidana Mati Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Korupsi

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *)

Jml (Juta Rp.)

1. 2009 Sosialisasi UU No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak dan UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

DIPA PNBP 4.000.000,-

2. 2010 Konsultasi dan Pembinaan Awig-Awig di Desa Pekraman, Abang Tegalalang Gianyar

DIPA PNBP 4.000.000,-

3. 2012 Sosialisasi Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika Di Sekaa Teruna-Teruni Br Pande, Desa Jegu-Tabanan

Anggaran B.O. PTN Tahun 2012

4.500.000,-

4. 2012 Sosialisasi Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Krambitan,

DIPA Fakultas Hukum Universitas Udayana,Tahun

2.812.500,-

Page 44: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

44

Kec. Kerambitan, Kabupaten Tabanan

Anggaran 2012

5. 2012 Sosialisasi Pembekalan Materi Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dana Prodi Magister Kenotariatan

4.000.000,-

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah

Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Victimisasi Kriminal Terhadap Perempuan

ISSN: 0215-899X, Vol.3/ Januari 2008

Jurnal Hukum Kertha Patrika

2. Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika di Bali

ISSN: 0215-899X, Vol. September 2011

Jurnal Hukum Kertha Patrika

3. Hak Memperoleh Bantuan Hukum Sebagai Penghargaan Atas HAM Sipil Dalam Konstitusi Indonesia

ISSN: 1829-7706, Vol: IV/No.2 November 2011

Jurnal Konstitusi PKK-FH UNUD

4. Eksistensi Hukuman Mati Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia (Hak Untuk Hidup)

ISSN: 1693-5934, Vol.1 Maret 2012

Jurnal Advokasi FH-Mahasaraswati Dps

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Desentralisasi Ibah Bersaing dengan judul “PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA” (Studi di Kotamadya Denpasar)

Denpasar, 14 Pebruari 2014 Pengusul,

(Sagung Putri M.E. Purwani, SH.,MH) NIP. 19710313 200502 2 003

Page 45: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

45

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar)

Anak Agung Ngurah Yusa Darmadi, SH.,MH

L/P

2. Jabatan Fungsional Lektor 3. Jabatan Struktural - 4. NIP/NIK 19571125 198602 1 001 5. NIDN 0021035807 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 25 Nopember 1957 7.

Alamat Rumah Jln. Gunung Penulisan, No. 5 Pemecutan Denpasar

8. Nomor Telepon/ HP (0361) 756086, (+62)81338669205 9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No.1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Mata Kuliah yg diampu 7. Hukum Pidana 8. Hukum Pidana Lanjutan 9. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP 10. Penologi 11. Penitensier

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 Nama Perguruan Tinggi

FH Universitas Udayana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Pidana

Hukum & Sistem Peradilan Pidana

Tahun Masuk 1977

2008

Tahun Lulus 1984

2011

Judul Skripsi/Thesis

Suatu Tinjauan Pengemisan dan Gelandangan dilihat dari Pasal 504 KUHP dan Pasal 505 KUHP

Perubahan Pidana Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara

Nama Pembimbing

- I Nengah Sotia, SH - I Made Tjatrayasa, SH -

- Dr. I Gst Kt Ariawan, SH.,MH

- I Made Tjatrayasa, SH.,MH

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2010 Pidana Pengawasan Sebagai Alternatif Pidana Penjara Dalam Konsep Rancangan KUHP 2010

DIPA FH UNUD

2.500.000,-

Page 46: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

46

2. 2010 Pengaruh UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Terhadap Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Bali (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)

DIPA FH UNUD

2.500.000,-

3. 2011 Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Perusakan Fisik Daya Tarik Wisata

Project Nuffic IDN 223

20.000.000,-

4. 2011 Perlindungan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Provinsi Bali

PDM 7.500.000,-

5. 2012 Pengaturan Pengawasan Terhadap Terpidana Bersyarat

PDM 7.500.000,-

6. 2012 Praktik Monopoli Dalam Korporasi Sebagai Tindak Pidana Ekonomi

DIPA FH UNUD

2.812.500,-

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2009 Diseminasi Rekomendasi Bagi Pembaharuan Hukum di Indonesia

Kerjasama FH Unud, Univ. Tadulako, Univ Batam

-

2. 2010 Penyuluhan Hukum Tentang Narkotika di Desa Selan Bawak, Kec Marga-Tabanan

Dana Kersos -

3. 2012 Sosialisasi Pembekalan Materi Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dana Prodi Magister Kenotariatan

4.000.000

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Perusakan Fisik Daya Tarik Wisata

No.2, Volume 36, Tahun 2011 ISSN : 0215-899X

Kertha Patrika, FH UNUD

Page 47: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

47

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Desentralisasi Ibah Bersaing dengan judul “PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA” (Studi di Kotamadya Denpasar)

Denpasar, 14, Pebruari, 2014 Pengusul,

(Anak Agung Ngurah Yusa Darmadi, SH.,MH.) NIP. 19571125 198602 1 001

Page 48: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

48

A. Identitas Diri

1. Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Walesa Putra,S.H.,M.Kn. L 2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3. Jabatan Struktural - 4. NIP 19820222 200912 1003 5. NIDN 0022028202 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 22 Februari 1982 7.

Alamat Rumah Jl. Gn Batur Perum Nusa Bumi Ayu A7 Denpasar

8. HP 081934354488 9. Alamat Kantor Jln. P. Bali No.1 Denpasar 80114 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= … orang; S-2= …Orang; S-3= Orang … 13. Mata Kuliah yg diampu 1. Viktimologi

2. Tindak Pidana Tertentu KUHP 3. Penitensier 4. Hukum Kesehatan 5. Hukum Pidana 6. Hukum Pidana Lanjutan 7. Tindak Pidana Khusus 8. Hukum Keluarga dan Harta

Perkawinan B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Univ Atmajaya

Yogayakarta (UAJY)

Magister Kenotariatan UGM

-

Bidang Ilmu Hk Perdata –Agraria

Hukum Perdata -

Tahun Masuk 2000 2004 - Tahun Lulus 2004 2006 - Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Pandangan

Masyarakat Terhadap Sistem Pembagian Hasil Tanah Pertanian Setelah Berlakunya UU No 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali

Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Tabungan Negara Cabang Yogyakarta

-

Nama Pembimbing/Promotor SW Endah Prof.DR.Nindyo -

Page 49: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

49

Cahyowati, S.H.,M.S.

Pramono,S.H.,M.S.

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2011 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Berlakunya UU No 8 Tahun 2010

DIPA Bagian Hukum Pidana

6.000.000

2. 2011 Perlindungan Hukum Nasabah Balicon

PDM 7.500.000

3. 2012 Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana dlm Pelaksanaan Jabatan Notaris

Dana DIPA Kenotariatan

6.000.000

4. 2012 Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pembuatan Jalan By Pass Ida Bagus Mantra Denpasar -Karangasem)

PDM 7.500.000

5. 2012 Pertanggungjawaban Pidana Pers dlm Penyebaran Berita Bohong (Kajian Yuridis thp Peraturan Perundang-undangan di bidang Pers)

PDM 7.500.000

6. 2012 Analisis Yuridis Pertanggung-jawaban Pidana Pimpinan Redaksi Pada Pelanggaran Kegiatan Pers (Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Pers)

DIPA Bagian Hukum Pidana

FH UNUD

2.500.000

7. 2013 Implementasi UU No 20 Tahun 2011 terhadap Perizinan Pembagunan Kondotel di Wilayah Kabupaten Badung

Hibah Unggulan DIPA

BLU

45.000.000

8. 2013 Penelitian Buku Ajar Hukum Keluarga dan Perkawinan Prodi Magister Kenotariatan Udayana

DIPA Prodi Magister

Kenotariatan UNUD

5.000.000

9. 2013 Penelitian Identifikasi & Inventarisasi Hasil Karya Budaya Masyarakat Bali

DPA Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

TA 2013

26.000.000

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

Page 50: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

50

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2012 Sosialisasi Pentingnya Pembuatan Surat Keterangan Silsilah Keluarga Untuk Keperluan di Bidang Keperdataan Bagi Warga Banjar Pasti Desa Pandak Gede, Kec.Kediri Kab.Tabanan

DIPA BLU 4.000.000

2. 2012 Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

3. 2012 Pengenalan Kedudukan Akta Notaris Untuk Legalisasi Hubungan Hukum Masyarakat di Banjar Pasti, Desa Pandak Gede, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

4. 2012 Sosialisasi Pembebanan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit BPR di Kabupaten Badung

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

E. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1. Seminar Desiminasi Hasil Penelitian Dosen Prodi Mkn Unud

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pelaksanaan Jabatan Notaris

Ruang Kuliah Prodi MKn Unud

2. Kerjasama Prodi Mkn dengan BPR Siwi Sedana (Tim Pelaksana Penjaminan Mutu (TPPM) Prodi MKn)

Sosialisasi Permasalahan Pembebanan Hak Tanggungan & Fidusia dalam Pemberian Kredit BPR

Gedung BPR Siwi Sedana

3. Pemaparan Hasil Penelitian Buku Ajar Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Hukum Keluarga dan Perkawinan Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Ruang Kuliah Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Page 51: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

51

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian.

Denpasar, 21 April 2014 Pengusul,

Page 52: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM …

52

Lampiran 6

Format Surat Pernyataan Ketua Peneliti/Pelaksana