peranan badan narkotika nasional dalam pencegahan tindak pidana ... · peranan badan narkotika...

80
1 Kode 596 / Ilmu Hukum LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah Kota Denpasar) Tahun ke I dari rencana II tahun Ketua / Anggota Tim: 1. SAGUNG PUTRI M.E PURWANI, SH, MH./ 0013037106 2. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH./ 0021035807 3. I MADE WALESA PUTRA, SH, M.Kn./ 0022028202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2015

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

1

Kode 596 / Ilmu Hukum

LAPORAN TAHUNAN

PENELITIAN HIBAH BERSAING

PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN

PENANGGULANGANNYA

(Studi di wilayah Kota Denpasar)

Tahun ke I dari rencana II tahun

Ketua / Anggota Tim:

1. SAGUNG PUTRI M.E PURWANI, SH, MH./ 0013037106

2. A.A NGURAH YUSA DARMADI, SH, MH./ 0021035807

3. I MADE WALESA PUTRA, SH, M.Kn./ 0022028202

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER 2015

Page 2: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

2

HALAMAN PENGESAHAN

Page 3: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

3

RINGKASAN

Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan bahaya bagi seluruh umat manusia yang tidak dapat ditanggulangi secara sepenggal-sepenggal. Efek negatif yang demikian kompleks akibat dari penyalahgunaan narkotika akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia akan berlangsung lama. Wilayah Kota Denpasar merupakan ibu kota dari Propinsi Bali yang didalamnya terdapat heterogenitas penduduk, mobilitas penduduk, serta kuantitas, sebagai daerah tujuan wisata internasional tidak dapat di pungkiri juga sebagai pusat tujuan peredaran gelap Narkotika oleh mafia-mafia internasional. Target sasaran adalah masyarakat terutama remaja dewasa yang sangat rentan terhadap perubahan.

Berdasarkan hal tersebut ada permasalahan hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu : Bagaimana penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Kotamadya Denpasar? Dan Hambatan-hambatan yang di hadapi BNN di wilayah Kotamadya Denpasar dalam mengatasi kasus penyalahgunaan narkotika? Serta Bagaimana penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika, khususnya di wilayah kotamadya Denpasar?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh para penegak hukum yang terkait serta menganalisa hambatan-hambatan yang di hadapi dalam penentuan sanksi atau rehabilitasi dan upaya BNN mengahatasi kasus-kasus narkotika yang terjadi di Kotamadya Denpasar.

Untuk melihat cara pengambilan keputusan dalam pemberian saksi pidana maupun rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika

Jenis penelitian ini adalah Socio Legal Research, yang mencoba menemukan kebenaran dengan tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk norma-norma, yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Jenis pendekatan yang utamanya akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah statute approach, conceptual approach dan comparative approach. Sumber Data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan untuk mempermudah menganalisa sumber-sumber tersebut

Rencana dari kegiatan penelitian ini adalah untuk tahun 1 melakukan pemetaan terhadap permasalahan, penentuan sanksi atau rehabilitasi yang di hadapi oleh BNN di Kotamadya Denpasar dalam menangani kasus, Tahun 2 melihat peranan, manfaat Rehabilitasi, urgensi tempat rehabilitasi bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika dan melihat kerjasama BNN terhadap Tim Pendamping di Masyarakat Bagi Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Keywords : BNN, Tindak Pidana Narkotika dan Rehabilitasi

Page 4: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

4

PRAKATA

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah

laporan kemajuan penelitian desentralisasi dengan skim Penelitian Hibah Bersaing yang

berjudul ” PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN

PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah Kota Denpasar” dapat kami selesaikan.

Kami menyadari sepanjang pelaksanaan penelitian ini banyak pihak yang membantu

pelaksanaannya. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih

kepada:

1. Ketua DIKTI

2. Rektor Universitas Udayana

3. Ketua LPPM Universitas Udayana,

4. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta staff

5. BNN Kota Denpasar, POLDA BALI, BAPAS Denpasar, LAPAS Kelas I

Denpasar, PN Denpasar dan Kejaksaan Negeri Denpasar

6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

Kami menyadari dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

karena itu saran dan kritik bagi penyempurnaan penelitian ini sangat kami harapkan.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum

terutama terkait dengan bidang hukum.

Denpasar, 30 Oktober 2015

Tim Peneliti

Page 5: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

5

DAFTAR ISI

HAL

HALAMAN SAMPUL ..................................... 1

HALAMAN PENGESAHAN ..................................... 2

RINGKASAN ..................................... 3

PRAKATA ..................................... 4

DAFTAR ISI ..................................... 5

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................... 6

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ..................................... 15

BAB 3.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..................................... 25

BAB 4.METODE PENELITIAN ..................................... 26

BAB 5.HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 30

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ..................................... 52

BAB 7.KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Tabel-Tabel

2. Ijin Penelitian

3. Artikel ilmiah

4. Personalia Tenaga Peneliti Beserta Kualifikasinya.

5. Dokumentasi Kegiatan

6. Bahan Ajar

Page 6: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bali merupakan daerah tujuan wisata domestik maupun internasional. Sebagai

daerah pariwisata, Pulau Bali yang dijuluki sebagai Pulau Dewata atau Pulau Seribu

Pura merupakan etalase Indonesia dimata dunia. Pulau Bali sebagai surga bagi produsen

narkotika memperburuk image Bali. Hal ini sangat berdampak pada citra Bali yang

sudah tentu akan sangat berpengaruh pada sektor pariwisata dan bahkan sektor

ekonomi. Oleh karena itu, keamanan Bali dari peredaran gelap dan penyalahgunaan

narkotika perlu dijaga.

Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya

untuk pengobatan, pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkoba digunakan untuk

hal-hal negatif.1 Penyalahgunaan narkoba umumnya digunakan untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa nyeri, kelelahan, ketegangan jiwa, sebagai hiburan, maupun untuk

pergaulan.2 Penggunaan narkotika secara berkali-kali membuat seseorang dalam

keadaan tergantung pada narkotika. Ketergantungan terhadap narkoba dapat

menimbulkan gangguan kesehatan jasmani dan rohani serta dapat menyebabkan

penderitaan dan kesengsaraan hingga kematian.3 Oleh karena itu, agar penggunaan

narkotika dapat memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia, maka peredarannya

harus diawasi secara ketat.

Tindak pidana narkotika sekarang ini tidak lagi dilakukan secara perseorangan

melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu

sindikat yang terorganisasi dengan jaringan luas yang bekerja secara rapi dan sangat

rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.4

1Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom I), h. 100.

2Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia 2004, Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan

Narkoba Bagi Pemuda, Jakarta, h.2. 3Ibid. 4AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta Timur, h. 60.

Page 7: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

7

Penyalahgunaan narkotika merupakan kejahatan yang secara kriminologis

dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban (crime without victim), kejahatan ini tidak

diartikan sebagai kejahatan yang tidak menimbulkan korban tetapi mempunyai makna

bahwa korban dari kejahatan ini adalah dirinya sendiri. Hal itu berarti si pelaku

sekaligus sebagai korban kejahatan.5 Apabila dikatakan sebagai korban, maka sudah

jelas bahwa seorang penyalah guna narkotika dan pecandu narkotika harus dijauhkan

dari stigma pidana dan diberikan perawatan.

Penerapan hukuman pidana berupa pidana penjara bagi penyalah guna narkotika

terbukti tidak berhasil, melainkan setiap tahun penyalah guna narkotika yang masuk

penjara angkanya semakin meningkat. Faktor terpenting dalam upaya penanggulangan

penyalahgunaan narkotika yang sering diabaikan terutama oleh aparat penegak hukum

di Indonesia adalah adanya upaya rehabilitasi. Model pemidanaan terhadap penyalah

guna narkotika sampai sekarang ini masih menempatkannya sebagai pelaku tindak

pidana (kriminal) sehingga upaya-upaya rehabilitasi sering terabaikan.6

Untuk menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkotika diperlukan suatu aturan

sebagai landasan hukumnya. Sebelumnya tentang narkotika diatur dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Namun kini Undang-Undang tentang

Narkotika dalam perkembangannya telah diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur mengenai penjatuhan

pidana dalam bentuk pidana minimum khusus paling singkat 1 (satu) tahun untuk Pasal

135, Pasal 139, Pasal 140, Pasal 141, Pasal 143, dan Pasal 147 dan pidana maksimal

khusus 20 (dua puluh) tahun. Disamping itu, juga diatur mengenai pemanfaatan

narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu narkotika. Rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau mengembangkan

kemampuan fisik, mental, dan sosial pecandu dengan tujuan akhir sembuhnya pecandu

dari ketergantungan narkotika.

Jaminan rehabilitasi medis dan sosial bagi korban penyalahgunaan narkotika

sangat tergantung terhadap keputusan hakim yang memeriksa perkara korban

penyalahgunaan narkotika, namun dalam prakteknya korbaan penyalahgunaan narkotika

5Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta, h. 80. 6http://www.gepenta.com/artikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna+Nark

oba-.phpx diakses tanggal 22 September 2014.

Page 8: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

8

bisa didakwa hanya sebagai penyalah guna. Sebagai contoh, pengguna narkotika karena

kecanduan harus membeli Narkotika Golongan I bukan tanaman secara melawan hukum

dan tanpa hak, kemudian narkotika tersebut dimiliki atau dikuasai dan setelah itu

digunakan untuk dirinya sendiri. Berbagai rangkaian tindakan untuk menyalahgunakan

narkotika tersebut dapat diancam tiga pasal sekaligus, yakni Pasal 114 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam hal perbuatan menawarkan

untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,

menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I dengan ancaman hukuman

minimum 5 dan maksimum 20 tahun, Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,

atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman dengan ancaman hukuman

minimum 4 tahun dan maksimum 12 tahun, dan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam hal penyalah guna Narkotika

Golongan I bagi diri sendiri dengan ancaman hukuman maksimum 4 tahun.

Penyalah guna narkotika dan pecandu narkotika adalah sama-sama

menggunakan atau menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Hanya

saja bagi pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri, yakni adanya

ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sehingga bagi pecandu

narkotika hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial. Pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, penyalah guna narkotika bisa menjadi subyek yang dapat dipidana kecuali

dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka

penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada Pasal 127

mengancam pidana penjara bagi penyalah guna narkotika. Disatu sisi dalam Pasal 127 tersebut

menyatakan bahwa penyalah guna narkotika itu adalah korban yang wajib menjalani rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial. Disinilah nampak adanya konflik norma pada Pasal 127 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Permasalahan Narkoba di negeri ini telah sangat meresahkan masyarakat dan

bangsa Indonesia, tidak hanya dari kalangan berada, warga miskin - menengah, pegawai

negeri atau swasta, tua - muda, bahkan anak sekolah, tidak sedikit terjebak menjadi

korban penyalahgunaan Narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata kasus

penyalahgunaan narkotika di Indonesia naik tajam. Korbannya mencapai lebih 5 juta

Page 9: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

9

jiwa. Di kalangan pelajar, jumlah penggunanya mencapai sekitar 921.695 orang.

Pengguna yang meninggal di tahun 2012 mencapai rata-rata 50 orang per hari.7

Sebenarnya Narkoba dibutuhkan dalam dunia kesehatan dan pengembangan

ilmu pengetahuan, sehingga pengadaannya perlu dijamin dan tidak bertentangan

ketentuan undang-undang yang berlaku. Di sisi lain Narkoba dapat menimbulkan

bahaya apabila disalahgunakan, Narkoba dapat menyebabkan timbulnya penyakit,

gangguan kesehatan sampai dengan kematian, bahkan efek negatif lain kejahatan

Narkoba dapat menimbulkan kejahatan atau prilaku kriminal lainnya seperti tindak

kekerasan fisik, kesusilaan atau kejahatan terhadap harta benda. Penyalahgunaan

Narkoba dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak

di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu.

Dunia internasional menggangap kejahatan Narkoba telah masuk dalam

kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Penyelenggaraan konferensi tentang

narkotika/psikotropika yang pertama kali dilaksanakan oleh The United Nations

Conference for the Adaption of Protocol on Psychotropic Substances mulai tanggal 11

Januari - 21 Februari 1971 di Wina, Austria telah menghasilkan Convention Psycotropic

Substances 1971.8 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Convention of Psychotropic

Substance 1971 berdasarkan UU No. 8 Tahun 1996. Ratifikasi terhadap konvensi

tentang substansi psikotropika tersebut memberikan konsekuensi hukum. Oleh karena

itu, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menanggulangi pemberantasan kejahatan

penyalahgunaan Narkoba tersebut. Penyalahgunaan Narkoba serta peredaran dan

perdagangan gelap dapat digolongkan ke dalam kejahatan internasional. Kejahatan

internasional ini membuktikan adanya peningkatan kuantitas dan kualitas kejahatan ke

arah organisasi kejahatan transnasional, melewati batas-batas negara dan menunjukkan

kerjasama yang bersifat regional maupun internasional.9

Indonesia kembali telah berusaha mengantisipasi dan penanggulangi masalah

penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, dengan meratifikasi Konvensi

7BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013. 8 Siswanto Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 1.

9 Ibid, hal 3.

Page 10: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

10

Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika Tahun 1988 (Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Subtances 1988) dan Konvensi Psikotropika Tahun 1971 (Covention on

Psychotropic Subtances 1971) dengan mengeluarkan Undang-undang No. 7 Tahun

1997 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika dan Undang-undang No. 8

Tahun 1996 Tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika.

Permasalahan Narkoba di negeri ini telah sangat meresahkan masyarakat dan

bangsa Indonesia, tidak hanya dari kalangan berada, warga miskin - menengah, pegawai

negeri atau swasta, tua - muda, bahkan anak sekolah, tidak sedikit terjebak menjadi

korban penyalahgunaan Narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata kasus

penyalahgunaan narkotika di Indonesia naik tajam. Korbannya mencapai lebih 5 juta

jiwa. Di kalangan pelajar, jumlah penggunanya mencapai sekitar 921.695 orang.

Pengguna yang meninggal di tahun 2012 mencapai rata-rata 50 orang per hari.10

Penyalahgunaan Narkoba berkaitan erat dengan peredaran gelap sebagai bagian

dari dunia tindak pidana internasional. Mafia perdagangan gelap memasok Narkoba

agar orang memiliki ketergantungan sehingga jumlah supply meningkat. Terjalinnya

hubungan antara pengedar/bandar dengan korban membuat korban sulit melepaskan diri

dari pengedar/bandar, bahkan tidak jarang korban juga terlibat peredaran gelap karena

meningkatnya kebutuhan dan ketergantungan mereka akan Narkoba.11

Selanjutnya dikeluarkan Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

dan Undang-undang No.22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagai pengganti Undang-

undang yang lama yaitu Undang-undang No. 9 Tahun 1976 Tentang narkotika. Dan

disempurnakan dengan membuat aturan hukum baru yang cukup memadai dan

terakomodasi yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

diharapkan lebih efektif mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika, termasuk untuk menghindarkan wilayah Negara Republik Indonesia

dijadikan ajang transaksi maupun sasaran peredaran gelap narkotika.

10BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013. 11

Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, 2006, Membantu Pemulihan Pecandu Narkoba &

Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta, hal.1.

Page 11: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

11

Ketentuan Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 menyebutkan

bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan

Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN, selanjutnya pada Ayat (2)

menyebutkan BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga

pemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung

jawab kepada Presiden. Sehingga BNN memegang peranan penting yang ditetapkan

oleh undang-undang dalam hal pemberantasan peredaran gelap serta pencegahan

penyalahgunaan Narkoba. Pula sesuai visinya BBN menjadi lembaga yang profesional

dan mampu berperan sebagai focal point Indonesia di bidang pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor

dan bahan adiktif lainnya di Indonesia.12

Kasus Pilot Lion Air Syaiful Salam, yang tertangkap basah nyabu di Hotel

Golden Palace tanggal 4 Februari 2012, dalam putusannya Hakim Pengadilan Negeri

Surabaya menjatuhi sanksi penjara selama satu tahun, sebelumnya majelis hakim telah

menolak permintaan rehab dari terdakwa13. Terdakwa dianggap melanggar ketentuan

Pasal 127 UU No 35 Tahun 2009, pemberian sanksi pidana penjara ini merupakan

contoh pengenaan sanksi pidana terhadap penyalahgunaan Narkoba.

Selain sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap penyalahgunaan Narkoba, ada

kasus, pengguna hanya dikenakan sanksi rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial,

seperti pengguna Narkoba di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, hanya dikenakan

rehabilitasi14. Hal kedua ini sejalan dengan SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang

Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis

dan Rehabilitasi Sosial, yang menempatkan agar hakim memberikan perintah

penempatan pada lembaga rehabilitasi sosial dan medik baik dalam bentuk penetapan

ataupun putusan bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu Narkoba.

Hingga terkait penyalahgunaan Narkoba, dalam memutus suatu perkara otoritas

hakim yang begitu besar dalam memutuskan perkara yang mengakibatkan banyak

terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sejenis. Hal ini ditandai dengan adanya

perbedaan secara substansial yang tajam antara putusan hakim Pengadilan Negeri yang

12 http://www.bnn.go.id 13 Nyuciek Asih, 2012, Nyabu, Eks Pilot Lion Air Diganjar Satu Tahun,

http://www.beritajatim.com diakses 12 April 2013. 14 Lima Pengguna Narkoba Di Sumenep Jalani Rehabilitasi, http://www.ciputranews.com,

diakses 12 April 2013.

Page 12: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

12

satu dengan yang lain atau hakim Pengadilan Tinggi dan hakim Mahkamah Agung

mengenai perkara yang sama, padahal semuanya mengacu pada peraturan yang sama.15

Dengan demikian ada kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus

Narkoba dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara

pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau hukuman untuk pemakai yang satu

bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi.

Diharapkan akan ada Putusan – putusan Hakim yang progresif dalam menyikapi

situasi para pemakai narkotika. Hal ini tentunya akan dapat dilakukan manakala

kebijakan atas pemakai narkotika terutama mereka yang mengalami kecanduan sesuai

dengan hak atas kesehatan dan hak asasi mereka. Putusan yang progresif membutuhkan

landasan kebijakan negara yang juga progresif. Kebijakan tersebut tentu akan muncul

manakala peraturan dan penegak hukum peka atas hak asasi manusia. Sayangnya,

hingga kini, UU Narkotika masih jauh dari semangat penyembuhan bagi mereka yang

mengalami adiksi. Hal ini dapat dilihat dari semangat pemidanaan yang muncul dalam

Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat ditingkatan kepolisian dan kemudian

dilanjutkan dengan tuntutan para Jaksa yang sesuai dengan UU mengkriminalkan para

pengguna.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor

798/Pid.B/2009/PN Jkt.Pst, dengan ketua H. Makmun Masduki, SH, MH menjatuhkan

vonis rehabilitasi kepada seorang pecandu narkotika yang mengalami ketergantungan.

Dalam pertimbangan putusannya, hakim menyatakan bahwa banyak narapidana

narkotika yang dari sisi kesehatan adalah orang sakit yang butuh terapi kesehatan.

Selanjutnya penjara bukanlah tempat yang tepat untuk para pecandu narkotika yang

mengalami ketergantungan. Oleh karena itu hakim memerintahkan terdakwa untuk

menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur terlebih dahulu.

Sedangkan khususnya di Propinsi Bali yang merupakan daerah tujuan wisata

tidak sedikit terjadi kasus penyalahgunaan Narkoba. Seperti dikatakan Kepala Badan

Narkotika Provinsi Bali dalam keteranganya di Denpasar (7/2/2013) mengatakan

tingginya angka prevalensi penyalahgunaan narkotika di Bali karena daya imunitas dan

kesadaran akan ancaman narkotika di Bali masih rendah, hasil penelitian Badan

15

Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti

dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta, hal.10.

Page 13: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

13

Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menunjukkan

bahwa tingkat prevalensi penyalahgunaan narkotika di Bali mencapai 1,8 persen dari

jumlah penduduk atau mencapai 50.530 orang.16

Bahkan BNN telah berencana membangun pusat rehabilitasi di Bali untuk

merehabilitasi pencandu narkotika. Rencana BNN itu mendapat dukungan dari

Gubernur Bali. Kepala BNN Provinsi Bali mengatakan, pihaknya sudah menemui

Gubernur Bali untuk menyampaikan rencana pembangunan pusat rehabilitasi BNN di

Bali. "Gubernur mendukung sebab pada prinsipnya pusat rehabilitasi itu untuk

kepentingan masyarakat Bali," Direncanakan dibangun di Bangli. Pusat rehabilitasi

BNN itu akan memakai lahan milik pemerintah seluas dua hektar, dan diperkirakan

dapat menampung 300 orang.17

Hingga terkait penyalahgunaan Narkoba, dalam memutus suatu perkara otoritas

hakim yang begitu besar dalam memutuskan perkara yang mengakibatkan banyak

terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sejenis. Hal ini ditandai dengan adanya

perbedaan secara substansial yang tajam antara putusan hakim Pengadilan Negeri yang

satu dengan yang lain atau hakim Pengadilan Tinggi dan hakim Mahkamah Agung

mengenai perkara yang sama, padahal semuanya mengacu pada peraturan yang sama.18

Dengan demikian ada kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus

Narkoba dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara

pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau hukuman untuk pemakai yang satu

bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi.

Diharapkan akan ada Putusan – putusan Hakim yang progresif dalam menyikapi

situasi para pemakai narkotika. Hal ini tentunya akan dapat dilakukan manakala

kebijakan atas pemakai narkotika terutama mereka yang mengalami kecanduan sesuai

dengan hak atas kesehatan dan hak asasi mereka. Putusan yang progresif membutuhkan

landasan kebijakan negara yang juga progresif. Kebijakan tersebut tentu akan muncul

manakala peraturan dan penegak hukum peka atas hak asasi manusia. Sayangnya,

hingga kini, UU Narkotika masih jauh dari semangat penyembuhan bagi mereka yang

16 Pengguna Narkotika di Bali Mencapai 50.530 Orang, http://www.beritabali.com, diakses 12

April 2013. 17 Cokorda Yudhistira, 2013, BNN Bangun Pusat Rehabilitasi di Bali,

http://nasional.kompas.com, diakses 11 April 2013. 18 Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti

dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta, hal.10.

Page 14: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

14

mengalami adiksi. Hal ini dapat dilihat dari semangat pemidanaan yang muncul dalam

Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat ditingkatan kepolisian dan kemudian

dilanjutkan dengan tuntutan para Jaksa yang sesuai dengan UU mengkriminalkan para

pengguna.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat dua rumusan masalah yang

akan di bahas, yaitu sebagai berikut:

1. Hambatan-hambatan yang dihadapi, serta upaya BNN di wilayah Kotamadya

Denpasar dalam mengatasi kasus penyalahgunaan narkotika? Dan Bagaimana

penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Kotamadya

Denpasar?

2. Bagaimana penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku

penyalahgunaan narkotika?

Page 15: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

15

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan yang ada di dunia saat ini menunjukkan terjadinya

kecenderungan perubahan kuat dalam memandang para penyalah guna narkotika yang

tidak lagi dilihat sebagai pelaku kriminal, namun sebagai korban atau pasien yang harus

diberi empati.19 Pada pasal 127 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa penyalah guna yang dapat dibuktikan atau terbukti sebagai

korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial. Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga

memberikan kewenangan hakim untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi, yaitu hakim yang memeriksa

perkara pecandu narkotika dapat:

a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak

terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

1.6.2 Teori Pemidanaan

Andi Hamzah menyatakan bahwa pemidanaan itu disebut juga sebagai

penjatuhan pidana atau penghukuman. Dalam bahasa Belanda disebut straftoemeting

dan dalam bahasa Inggris disebut sentencing. Kemudian Andi Hamzah menegaskan

bahwa pemberian pidana ini mempunyai dua arti, yaitu:

1. Dalam arti umum, menyangkut pembentuk undang-undang ialah yang

menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto).

2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang

kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana itu.20

19Dani Krisnawaty dan Eddy O.S. Hiariej, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Pena Pundi

Aksara, Jakarta, h. 99. 20Tolib Setiady, 2009, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, h. 21-22.

Page 16: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

16

Dalam teori dalam pemidanaan biasanya digunakan berbagai macam teori, yaitu:

1. Teori Absolut ( Teori Pembalasan)

Pandangan yang bersifat absolut (yang dikenal juga dengan teori

retributif), dianggap sebagai pandangan paling klasik mengenai konsepsi

pemidanaan karena kejahatan itu menimbulkan penderitaan pada korban, maka

harus diberikan pula penderitaan sebagai pembalasan terhadap orang yang

melakukan perbuatan jahat. Jadi, penderitaan harus dibalas dengan

penderitaan.21 Menurut teori retributif, setiap kejahatan harus diikuti pidana,

tidak boleh tidak, tanpa tawar-menawar. Seseorang mendapat pidana karena

telah melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apapun yang timbul dari

dijatuhkannya pidana. Hanya dilihat kemasa lampau dan tidak dilihat kemasa

depan.22 Ada beberapa ciri dari teori retributif sebagaimana yang diungkapkan

oleh Karl O. Cristiansen, yaitu:

a. Tujuan pidana semata-mata untuk pembalasan;

b. Pembalasan merupakan tujuan utama, tanpa mengandung sarana-sarana

untuk tujuan lain, misalnya kesejahteraan rakyat;

c. Kesalahan merupakan satu-satunya syarat bagi adanya pidana;

d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan pembuat;

e. Pidana melihat ke belakang yang merupakan pencelaan yang murni dan

tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik, atau memasyarakatkan

kembali pelanggar.23

Nigel Walker menyatakan bahwa para penganut teori retributif ini dapat pula

dibagi dalam beberapa golongan, yakni:

1. Penganut teori retributif yang murni (the pure retributivist) yang

berpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan kesalahan si

pembuat;

2. Penganut retributif tidak murni (dengan modifikasi) yang dapat pula dibagi

dalam:

21Marlina, 2011, Hukum Penitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 41.

22Wirjono Prodjokoro, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco, Bandung, h.23. 23Muladi dan Barda Nawawi, 1992, Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya

disingkat Muladi dan Barda Nawawi I), h. 17.

Page 17: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

17

a. Penganut retributif yang terbatas (the limiting retributivist) yang

berpendapat bahwa pidana tidak harus cocok/sepadan dengan kesalahan;

hanya saja tidak boleh melebihi batas yang cocok/sepadan dengan

kesalahan terdakwa.

b. Penganut retributif yang distributif (retribution in distribution), disingkat

dengan teori distributive yang berpendapat bahwa pidana janganlah

dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus

cocok/sepadan dan dibatasi oleh kesalahan. Prinsip “tiada pidana tanpa

kesalahan” dihormati, tetapi dimungkinkan adanya pengecualian,

misalnya dalam hal strict liability.24

Nigel Walker selanjutnya menjelaskan bahwa hanya golongan the pure

retributivist saja yang mengemukakan alasan-alasan atau dasar pembenaran untuk

pengenaan pidana. Oleh karena itu, golongan ini disebut golongan punisher (penganut

teori pemidanaan). Sedangkan golongan the limiting retributivist dan golongan

retribution in distribution tidak mengajukan alasan-alasan untuk pengenaan pidana,

tetapi mengajukan prinsip-prinsip untuk pembatasan pidana. Selanjutnya menurut Nigel

Walker, kebanyakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disusun sesuai dengan

penganut golongan the limiting retributivist, yaitu dengan menetapkan pidana

maksimum sebagai batas atas tanpa mewajibkan pengadilan untuk mengenakan batas

maksimum yang telah ditentukan.25

2. Teori Relatif (Teori Tujuan)

Teori relatif atau teori tujuan juga disebut teori utilitarian yang lahir sebagai

reaksi terhadap teori absolut. Menurut Nigel Walker teori ini lebih tepat disebut

sebagai teori aliran reduktif (the reductive point of view) karena dasar

pembenaran pidana menurut teori ini adalah untuk mengurangi frekuensi

kejahatan.26 Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah

sekedar pembalasan akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam

24Muladi dan Barda Nawawi, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT. Alumni, Bandung,

(selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi II), h. 12-13. 25Ibid, h. 13. 26Ibid, h. 16.

Page 18: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

18

masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari

pemidanaan, yaitu :

1. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat (dehandhaving van

demaatschappelijke orde);

2. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat

dari terjadinya kejahatan. (het herstel van het doer de misdaad onstane

maatschappelijke nadeel);

3. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering vande dader);

4. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijk maken van de misdadiger);

5. Untuk mencegah kejahatan (tervoorkonning van de misdaad).27

Tentang teori relatif ini Muladi dan Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa:

Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang

yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu

yang bermanfaat. Oleh karena itu teori ini pun sering juga disebut teori tujuan

(utilitarian theory). Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah

terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang

membuat kejahatan) melainkan “nepeccetur” (supaya orang jangan melakukan

kejahatan).28

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban

di dalam masyarakat tidak terganggu. Dengan kata lain, pidana yang dijatuhkan kepada

si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk

mempertahankan ketertiban umum. Beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori

utilitarian, yaitu:

a. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevensi);

b. Pencegahan bukanlah pidana akhir, tetapi merupakan sarana untuk

mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat;

27Koeswadji, 1995, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum

Pidana, Cetakan I, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 12. 28Muladi dan Barda Nawawi II, loc.cit.

Page 19: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

19

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si

pelaku saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk

adanya pidana;

d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk

pencegahan kejahatan;

e. Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan,

tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima

apabila tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan

kesejahteraan masyarakat.29

3. Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan

penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan

ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas (teori absolut dan

teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori

tersebut memiliki kelemahan-kelemahan yaitu:

1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidakadilan karena dalam

penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan

pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan.

2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku

tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat, kepuasan masyarakat

diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat, dan mencegah

kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.30

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada pasal-

pasalnya terdapat konflik norma, yaitu pada Pasal 4 huruf d Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa “Undang-Undang tentang

Narkotika bertujuan: Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi

penyalah guna dan pecandu narkotika”, namun di dalam Pasal 54 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika dan

korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi

29Muladi dan Barda Nawawi II, op.cit, h. 17. 30 Koeswadji, op.cit, h. 11-12.

Page 20: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

20

sosial”. Berdasarkan Pasal 54 hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi

diabaikan. Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi namun

dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam

pelaksanaannya penyalah guna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, kecuali penyalahguna tersebut dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban

penyalahgunaan narkotika, maka penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial.

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap penyalah guna narkotika berupa

pidana penjara ini dianggap sebagai reaksi terhadap teori tujuan pemidanaan, yaitu teori

relatif (teori utilitarian). Tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar

pembalasan akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika, teori tujuan

pemidanaan yang diterapkan adalah teori treatment. Treatment sebagai tujuan

pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif yang berpendapat bahwa pemidanaan

sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan pada perbuatannya. Namun,

pemidanaan yang dimaksudkan oleh aliran ini untuk memberikan tindakan perawatan

(treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti

penghukuman.31 Aliran positif ini beralaskan paham determinisme yang menyatakan

bahwa seseorang melakukan kejahatan bukan berdasarkan kehendaknya karena manusia

tidak mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai faktor, baik watak

pribadinya, faktor biologisnya, maupun faktor lingkungannya. Oleh karena itu, pelaku

kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana melainkan harus diberikan perlakuan

(treatment) untuk resosialisasi dan perbaikan si pelaku.32

A. Tugas BNN Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika

Pencegahan dan Pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika dilakukan dengan membangun upaya pencegahan yang berbasis masyarakat,

termasuk didalamnya melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dengan

31Mahmud Mulyadi, 2006, Karya Ilmiah Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan Dalam

Penegakan Hukum Pidana Indonesia, USU Repository, Medan, h. 8.

32Ibid, h.9.

Page 21: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

21

menggugah dan mendorong kesadaran masyarakat, kepedulian san peran serta aktif

masyarakat.

Pemerintah juga mengupayakan kerjasama bilateral, regional, multilateral

dengan negara lain dan/atau badan internasional guna mencegah dan memberantas

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.

Pemerintah membentuk sebuah badan koordinasi narkotika tingkat nasional yang

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini mempunyai tugas melakukan

koordiansi dalam rangka ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkotika.

Di dalam penjelasan Keputusan Presiden no 17 Tahun 2002 dinyataka bahwa

Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan,

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika melaksanakan beberapa peran yaitu

sebagai berikut :

1. Bidang Pencegahan,

2. Bidang Rehabilitasi,

3. Bidang Penegakan Hukum,

Pada masa ini merupakan perkembangan ketiga dari Badan Narkotika Nasional,

akan tetapi badan narkotika nasional pada masa itu dianggap kurang begitu efektif

dikarenakan lembaga tersebut hanya bersifat koordinatif dan administratif.

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta

dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkotika. Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila

mengetahui adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.

B. BNN dalam Pencegahan Tindak Pidana Narkotika

Peran Badan Narkotika Nasional jika dikaitkan dengan pencegahan tindak

pidana narkotika adalah suatu realitas yang tidak mungkin dilepaskan, sesuai dengan

Pasal 3, Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional.

Seiring dengan perkembangannya, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang ini disebutkan

bahwa setiap pengguna Narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak

mengedarkan atau memproduksi narkotika, dalam hal ini mereka hanya sebatas

pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan

Page 22: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

22

rehabilitasi. Melihat hal tersebut, Undang-Undang ini memberikan kesempatan bagi

para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat

terbebas dari kondisi tersebut dan dapat kembali melanjutkan hidupnya secara sehat dan

normal.

Kuratif disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada

pemakai Narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan

penyakit sebagai akibat dari pemakaian Narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian

Narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai Narkoba. Pemakaian

Narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan

mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari

Narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai Narkoba sangat rumit dan

membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya

mengapa pengobatan pemakai Narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak

yang gagal.

Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga

dan penderita. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang

ditujukan kepada pemakai Narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya

agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas

pemakaian Narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru,

ginjal, dati dan lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asocial

dan penyakit-penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifili dan lain-lain). Itulah sebabnya

mengapa pengobatan Narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat.

Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif

tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai Narkoba yang ketika ”sudah

sadar” malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri.

Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar,

pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah

yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua

zat yang tergolong Narkoba.Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program

represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang-

undang tentang Narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi,

produksi, penyimpanan, dan penyalahgunaan Narkoba adalah : Badan Obat dan

Makanan (POM), Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,

Page 23: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

23

Direktorat Jenderal Imigrasi, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung/

Kejaksaan Tinggi/ Kejaksaan Negeri, Mahkamah Agung (Pengadilan Tinggi/

Pengadilan Negeri).

BNN dalam operasionalnya ditingkat provinsi dilaksanakan oleh Badan

Narkotika Provinsi (BNP) dan pada tingkat kabupaten Kota oleh Badan narkotika

Kabupaten/Kota (BNK). Sampai saat ini telah terbentuk 31 BNP dari 33 provinsi dan

baru terbentuk 270 BNK dari 460 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia.33

Program kegiatan upaya Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika atau P4GN terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan

oleh Badan Narkotika Nasional didasari oleh kebijakan dan strategi nasional.34

Strategi Nasional P4GN berupa : Peningkatan kampanye anti Narkotika di

lingkungan kerja, sekolah dan keluarga, untuk mengurangi tingkat prevalensi

penyalahguna Narkotika yang saat ini berjumlah 1,99 % dari total populasi penduduk

indonesia. Mengupayakan agar korban yang sembuh meningkat dan korban yang

relapse berkurang. Pengungkapan jaringan sindikat meningkat.

Adapun Kebijakan nasional P4GN yaitu menjadikan masyarakat imun terhadap

penyalahgunaan Narkotika, menyembuhkan korban penyalahguna Narkotika melalui

proram terapi dan rehabilitasi dan terus menerus memberantas jaringan sindikat

Narkotika.

Analisis mengenai penanggulangan penyalahgunaan narkotika sesuai Undang–

undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika berdasarkan pada teori kebijakan. Teori

efektivitas hukum, teori kepatuhan dan ketaatan hukum serta teori sistem hukum digunakan

untuk menganalisis hambatan-hambatan dalam menanggulangi dan memberantas tindak

pidana narkotika.

Tindak pidana narkotika begitu membahayakan kelangsungan generasi muda, oleh

sebab itu tindak pidana ini perlu ditanggulangi dan diberantas. Marjono Reksodiputro

merumuskan penanggulangan sebagai untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam

batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa:

Kebijakan penanggulangan dalam hukum pidana pada hakikatnya merupakan

bagian dari kebijakan penegakan hukum (khususnya hukum pidana). Kebijakan

penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang pidana merupakan bagian

33 Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007) , hlm:70-73 34http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_press_relea

se&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013

Page 24: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

24

integral dari kebijakan perlindungan masyarakat serta merupakan bagian integral dari

politik sosial. Politik sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan

masyarakat.35

Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan

penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta

konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Pemberantasan tindak pidana narkotika dihubung dengan fakta–fakta

sosial. Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat

mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound

membedakan pengertian Law in hook’s di satu pihak dan law in action di pihak lain.

Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan

masalah apakah hukum yang diterapkan sesuai dengan pola -pola prikelakuan.

Pada dasarnya, pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasi masalah

pecandu yang masih minim direhabilitasi. Turunnya Peraturan Pemerintah (PP) No.25

Tahun 2011 Tentang Wajib Lapor Bagi Penyalahguna Narkoba, merupakan wujud

komitmen negara untuk mengakomodir hak pecandu dalam mendapatkan layanan terapi

dan rehabililtasi termasuk didalamnya dapat diketahui kepribadiannya dengan

pemeriksaan MMPI yang dapat menetapkan kepribadian yang akan terganggu fungsi

berpikirnya, perilaku dan emosi.

35 Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan

Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta, hal. 22.

Page 25: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

25

BAB 3.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3 Tujuan Khusus Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji fungsi dan peran BNN

dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika khususnya di wilayah

kota Denpasar. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bagaimanakah langkah-langkah yang dilakukan oleh para penegak

hukum yang terkait dan untuk melihat hambatan-hambatan apa yang di hadapi

para penegak hukum dan BNN dalam mengahatasi kasus-kasus narkotika yang

terjadi di Kota Denpasar.

2. Melihat cara pengambilan keputusan dalam pemberian saksi pidana maupun

rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini sungguh penting, bermanfaat dan sangat urgen untuk dilakukan

mengingat adanya tren peningkatan kasus Narkoba di kalangan masyarakat terutama

masyarakat muda. Selain itu Untuk mengupayakan langkah-langkah yang lebih efektif

bagi penanggulangan bahaya narkotika, serta untuk meminimalisasi hambatan-

hambatan yang terjadi dalam penanggulangan narkotika baik oleh penegak hukum

maupun BNN dan untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi

pelaku dan pengguna narkotika dalam pemberian saksi pidana maupun rehabilitasi

Page 26: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

26

BAB 4.

METODE PENELITIAN

3.1 Konsep, Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.

3.1.1 Konsep Penelitian

Konsep hukum yang dikedepankan adalah konsep hukum yang berkeadilan

holistik bagi masyarakat, serta berkeadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat pengguna

(end user) dalam dimensi fair used. Konsep keadilan holistik dalam penelitian ini

adalah keadilan yang berbasis masyarakat secara keseluruhan dan keadilan dalam

konteks deep ecology.

3.1.2 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal. Penelitian

ini mengkaji hukum Undang-Undang sebagaimana oleh berbagai faktor sosial yang

melahirkan aliran-aliran baru yang amat kritis pada pengkajian hukum yang yang

beraliran legisme murni. Milovanovic dan pengikutnya juga menyebutnya sebagai

kajian dalam ranah the sociological jurisprudence, the functional jurisprudence, dan the

critical legal studies.36

Penelitian socio legal research ini menggunakan data sekunder sebagai data

awal yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan dengan data primer yang diperoleh

melalui studi lapangan. Morris L.Chohen dan Kent C. Olson mengemukakan legal

research is an essential component of legal practice. It is the process offending the law

that governs an activity and materials that explain or analyze that law.37

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif naturalistik. Melalui penggunaan

metode kualitatif ini diharapkan dapat ditemukan makna-makna yang tersembunyi di

balik objek maupun subjek yang akan diteliti. Sebagaimana suatu penelitian naturalistik,

maka penelitian inipun berpedoman pada kreteria sebagai berikut : sumber data adalah

situasi yang wajar (natural setting), peneliti sebagai instrumen penelitian, sangat

deskriftif, mementingkan proses maupun produk, mencari makna, mengutamakan data

langsung, triangulasi, menonjolkan rincian kontekstual, subjek yang diteliti dipandang

36 Soetandyo Wignjosoebroto,2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya disebut

Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang. 37 Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA, p.. 1

Page 27: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

27

berkedudukan sama dengan peneliti, mengutamakan perspektif emic, verifikasi,

sampling yang purposif, serta mengadakan analisis sejak awal. 38

3.1.3 Metode Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : Conceptual approach, Statute

approach, serta comparative approach. Teori yang digunakan untuk menganalisis

permasalahan adalah : Legal System Theory dari W. Friedman, Natural Rights Theory

dari John Locke, serta Social Planning Theory dari William Fisher.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah Data Primer dan Data Sekunder.

Data Primer adalah data yang sumbernya langsung dari pihak- pihak yang terlibat dalam

objek penelitian atau dengan kata lain data yang diperoleh dari penelitian lapangan.

Sedangkan Data Sekunder adalah terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum; b. Bahan Hukum

Sekunder yang bersumber dari buku-buku dan tulisan- tulisan hukum dan textbooks;39 c.

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan

terhadap Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder.

Selain meneliti Bahan Hukum Primer, juga diteliti Bahan Hukum Sekunder yang

terdiri dari Case Law dari Jurnal Hukum baik Digital Journal maupun konvensional

Jurnal Hukum maupun Buku-Buku Literatur. Mengingat kegiatan penelitian ini juga

dilanjutkan dengan kegiatan pengkajian, pendokumentasian, pendaftaran dan

pembublikasian, maka amat penting untuk mengumpulkan data yang bersumber dari

data sekunder dalam bentuk Buku-Buku atau tulisan dalam format lainnya yang telah

memuat berbagai informasi tentang permasalahan yang di kaji.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan teknik pengumpulan. Data Sekunder dilakukan

dengan cara Studi Kepustakaan (studi dokumen) serta studi perbandingan yaitu

serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah,

mengklasifikasikan, mengidentifikasikan, memotret dan melakukan scanning atas

38 S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung, hal.9-12. 39 Ibid.

Page 28: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

28

dokumen-dokumen kemudian dilakukan pemahaman serta pengkajian terhadap data

yang diperoleh. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dianalisis secara

sistematis sebagai intisari hasil pengkajian studi dokumen yang nantinya akan

dideskripsikan serta di-input.

Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan yaitu suatu

cara untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan

wawancara (interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan

data kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat

perekam dan kamera, serta video. Sumber informasi berasal dari informan kunci

dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu dalam penelitian ini juga

digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data

sekunder guna menunjang data kualitatif. Instrumen penelitian adalah tenaga lapangan,

kwesioner, kamera, serta video

.

3.4 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini akan mengambil lokasi: POLDA, BNN di wilayah Kota

Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi,

LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sebagai komponen-komponen analisis data digunakan model interaktif yang

dikembangkan oleh Milles Huberman. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan model analisis mengalir (flow model of analysis).40

Secara lebih rinci data yang diperoleh dari penelitian, baik yang bersumber dari

data primer maupun dari data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kritis analitis

dan disajikan secara deskriptif analitis. Tahap analisis data merupakan satu tahapan

yang penting dalam suatu proses penelitian.

3.6 Teknik Pengecekan Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan dalam

variabel dapat dimengerti oleh responden maupun informan sehingga dapat memberikan

40 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press,

Jakarta, hal 19-20.

Page 29: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

29

jawaban yang tepat. Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan untuk diukur, dan dapat mengungkapkan data dari

variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Dalam pengecekan terhadap validitas data

dalam penelitian kualitatif dapat digunakan triangulasi data, yakni tehnik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu.

Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan

pengamatan dan triangulasi. Melalui tehnik pengecekan ketekunan pengamatan akan

dapat diketahui unsur-unsur yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.

Sementara itu dengan tehnik triangulasi sumber dapat diperbandingkan perbedaan dan

persamaan situasi sumber saat penyampaian data dan kesesuaiannya dengan dokumen –

dokumen dalam format data sekunder yang menjadi data penelitian. Triangulasi metode

digunakan untuk mengecek validitas data yang diperoleh melalui observasi, wawancara

mendalam serta data yang diperoleh melalui penyebaran kwesioner pada pengumpulan

data primer.

Page 30: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

30

BAB 5.

HASIL YANG DICAPAI

2.1 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda, yaitu strafbaarfeit.41 Kata strafbaarfeit terdiri dari feit yang dalam

bahasa belanda berarti sebagian dari suatu kenyataan atau een gedeelte van de

werkelijkheid, sedangkan strafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara

harafiah perkataan strafbaarfeit diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu

kenyataan yang dapat dihukum.”42

Seorang ahli hukum pidana, yaitu Moeljatno yang berpendapat bahwa

pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana

adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar

larangan tersebut.”43

Wiryono Prodjodikoro memberi pandangan mengenai tindak pidana atau

dalam Bahasa Belanda strafbaarfeit yang menyatakan bahwa:

Tindak pidana atau strafbaarfeit yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam straafwetbook atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sekarang berlaku di Indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict atau tindak pidana yang berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.44

41Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I; Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, P.T Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 67.

42P. A. F Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, h. 172. 43Moeljatno, 1987, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, h. 54.

44Wiryono Prodjodikoro, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, P.T. ERESCO, Jakarta, h. 50.

Page 31: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

31

Seorang ahli hukum, yaitu Simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana

sebagai berikut:

1. Diancam dengan pidana oleh hukum.

2. Bertentangan dengan hukum.

3. Dilakukan oleh orang yang bersalah.

4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.45

Unsur-unsur tindak pidana dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

1. Unsur obyektif terdapat di luar pelaku yang berupa perbuatan yang dilarang

dan diancam undang-undang, akibat, serta keadaan yang dilarang.

2. Unsur subyektif, yaitu unsur-unsur yang terdapat di dalam diri pelaku yang

berupa hal yang dapat dipertanggungjawabkan dan kesalahan.46

Adapun pengertian dari narkotika itu sendiri, Sudarto mengatakan bahwa:

“Kata narkotika berasal dari perkataan Yunani“Narke” , yang berarti terbius

sehingga tidak merasa apa-apa.”47 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau

obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

45Andi Hamzah, 2004, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 88.

46P. A. F Lamintang dan Djisman Samosir, 1981, Tindak Pidana-Tindak Pidana Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak Yang Timbul dari Hak Milik, Tarsito, Bandung, h. 25.

47Taufik Makarao, 2005, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 17.

Page 32: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

32

Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, jenis-jenis narkotika dibagi menjadi 3 (tiga) golongan. Setiap

golongan narkotika memiliki fungsi yang berbeda-beda, yaitu:

1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Contoh : heroin, kokain, ganja.

2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan,

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin.

3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: codein.

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika termasuk kualifikasi tindak

pidana khusus karena tindak pidana penyalahgunaan narkotika tidak menggunakan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar pengaturannya, akan tetapi

menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di

dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kelompok

kejahatan di bidang narkotika terdiri atas: kejahatan yang menyangkut produksi

narkotika, kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika, kejahatan yang

menyangkut pengangkutan dan transito narkotika, kejahatan yang menyangkut

penguasaan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika,

kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika, kejahatan yang

Page 33: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

33

menyangkut label dan publikasi narkotika, kejahatan yang menyangkut jalannya

peradilan narkotika, kejahatan yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan

narkotika, kejahatan yang menyangkut keterangan palsu, dan kejahatan yang

menyangkut penyimpangan fungsi lembaga.48

Sanksi pidana maupun denda terhadap orang yang menyalahgunakan

narkotika terdapat dalam ketentuan pidana pada Bab XV mulai dari Pasal 111

sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika sangat besar. Sanksi pidana paling sedikit 1 (satu) tahun

penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan pidana mati. Denda yang

dicantumkan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut berkisar antara

Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp 20.000.000.000,00 (dua

puluh miliar rupiah). Secara filosofis pembentukan Undang-Undang Narkotika

dengan mencantumkan sanksi yang besar dan tinggi dalam ketentuan pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah menunjukkan

bahwa terdapat suatu makna untuk melindungi korban dari kejahatan

penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian, korban yang pernah dipidana akan

menjadi takut untuk mengulangi kejahatannya lagi.

2.2 Penegakan Hukum Pidana

Jimly Asshiddiqie menulis dalam makalahnya, penegakan hukum adalah

proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma

48Gatot Supramono, 2002, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, h. 200.

Page 34: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

34

hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.49

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk

mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial, dan keadilan menjadi

kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari

penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan

hukum oleh petugas penegak hukum dan setiap orang yang mempunyai

kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum

yang berlaku.50

Penegakan hukum pidana adalah upaya untuk menerjemahkan dan

mewujudkan keinginan-keinginan hukum pidana menjadi kenyataan, yaitu hukum

pidana menurut Van Hammel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut

oleh negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan

melarang apa yang bertentangan dengan hukum (on recht) dan mengenakan

nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.51

Dalam menegakkan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang

dilihat sebagai usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk

mencapai tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang

tidak termasuk bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan

pemidanaan. Tahap-tahap tersebut adalah:

1. Tahap Formulasi Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian

49Jimly Asshiddiqie, “Makalah Penegakan Hukum”, available from: URL: http://www.jimly.com diakses tanggal 10 Oktober 2014.

50Satjipto Raharjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa, Bandung, h. 15.

51Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 60.

Page 35: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

35

merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

2. Tahap Aplikasi Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan- peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang- undang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian, proses pelaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya guna.52

Sementara itu, proses penegakan hukum dalam pandangan Soerjono

Soekanto dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yaitu berupa undang-undang. 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.53

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan

esensi dari penegakan hukum juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum.

2.3 Korban Penyalahgunaan Narkotika

52Sudarto. 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 25-26.

53Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 4-5.

Page 36: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

36

Secara umum yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang

menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang

mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan

dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.54 Menurut Black’s Law

Dictionary, victims adalah The person who is the object of a crime or tort, as the

victim of robbery is the person robbed.55

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan korban adalah seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang

diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan

narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dapat

diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya

(menyimpang atau bertentangan dengan yang seharusnya) yang mempergunakan

narkotika secara berlebihan (overdosis) sehingga membahayakan diri sendiri,

baik secara fisik maupun psikis.56

Pengertian korban penyalahgunaan narkotika menurut Penjelasan Pasal 54

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa

korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja

54Arif Gosita, 1993, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, h. 6. 55Henry Campbell Black, 1979, Black’s Law Dictionary, West Publishing Company, St. Paul Minn.

56A. W. Widjaya,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco, Bandung, h. 13.

Page 37: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

37

menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau

diancam untuk menggunakan narkotika.

Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya

kejahatan, Ezzat Abdel Fattah menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu:

1. Nonparticipating victims adalah mereka yang menyangkal atau menolak kejahatan dan penjahat tetapi tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan kejahatan;

2. Latent or predisposed victims adalah mereka yang mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi korban pelanggaran tertentu;

3. Propocative victims adalah mereka yang menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan;

4. Participating victims adalah mereka yang tidak menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga memudahkan dirinya menjadi korban;

5. False victims adalah mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri.57

Apabila ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri maka

Stephen Schafer mengemukakan tipologi korban itu menjadi tujuh bentuk, yaitu:

1. Unrelated victims adalah mereka yang tidak ada hubungan dengan si pelaku dan menjadi korban karena memang potensial. Untuk itu, dari aspek tanggung jawab sepenuhnya ada di pihak korban.

2. Proactive victims merupakan korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama-sama.

3. Participating victims hakikatnya perbuatan korban tidak disadari dapat mendorong pelaku melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang di bank dalam jumlah besar yan tanpa pengawalan, kemudian dibungkus dengan tas plastik sehingga mendorong orang untuk merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pelaku.

4. Biologically weak victims adalah kejahatan disebabkan adanya keadaan fisik korban seperti wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia (manula) merupakan potensial korban kejahatan. Ditinjau dari pertanggungjawabannya terletak pada masyarakat atau pemerintah setempat karena tidak dapat memberi perlindunga kepada korban yang tidak berdaya.

5. Socially weak adalah korban yang tidak diperhatikan oleh masyarakat bersangkutan seperti gelandangan dengan kedudukan sosial yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya secara penuh terletak pada penjahat atau masyarakat.

57Lilik Mulyadi, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi, Djambatan,

Denpasar, h. 124.

Page 38: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

38

6. Self victimizing victims adalah korban kejahatan yang dilakukan sendiri (korban semu) atau kejahatan tanpa korban. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan.

7. Political victims adalah korban karena lawan polotiknya. Secara sosiologis, korban ini tidak dapat dipertnggungjawabkan kecuali adanya perubahan konstelasi politik.58

Selain dari prespektif yang dikemukakan kedua tokoh tersebut, sebagai

suatu perbandingan perlu pula dikemukakan beberapa tipologi yang

dikemukakan oleh Sellin dan Wolfgang sebagai berikut:

1. Primary victimization adalah korban individual. Jadi korbannya adalah orang perorangan (bukan kelompok);

2. Secondary victimization, yang menjadi korban adalah kelompok, misalnya badan hukum;

3. Tertiary victimization, yang menjadi korban adalah masyarakat luas; 4. Mutual victimization, yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri,

misalnya pelacuran, perzinahan, dan narkotika; 5. No victimization, yang dimaksud bukan berarti tidak ada

korbanmelainkan korban tidak segera dapat diketahui. Misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.59

Berdasarkan tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan,

korban penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tipologi false victims, yaitu

pelaku yang menjadi korban karena dirinya sendiri. Merujuk perspektif

tanggung jawab korban, Stephen Schafer menyatakan adanya self victimizing

victims, yakni pelaku yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya

sendiri. Untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban

sekaligus sebagai pelaku kejahatan. Sedangkan menurut Sellin dan Wolfgang

korban penyalahgunaan narkotika merupakan mutual victimization, yaitu pelaku

58Ibid, h. 123. 59Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatri Gultom, 2006, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan

Antara Norma Dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, (selanjutnya disingkat Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom II), h. 49.

Page 39: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

39

yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Seperti halnya pelacuran, dan

perzinahan.

Selain itu, penyalah guna narkotika juga dapat dikategorikan sebagai

kejahatan tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban

berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali akan tetapi si pelaku

sebagai korban. Sementara dalam kategori kejahatan, suatu perbuatan jahat haruslah

menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain (an act must take place that

involves harm inflicted on someone by the actor). Artinya, apabila hanya diri sendiri

yang menjadi korban, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai kejahatan.60

3.1 Pengguna Narkotika Berdasarkan Perundang-Undangan

Jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, hakikatnya pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan zat

atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun

semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,

hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika.

Pengguna narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna

narkotika terhadap orang lain (Pasal 116, Pasal 121, Pasal 126 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) dan pengguna narkotika untuk diri

sendiri (Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).

Pengguna narkotika terhadap orang lain adalah setiap orang yang tanpa

hak atau melawan hukum memberikan narkotika untuk digunakan oleh orang lain.

Melawan hukum dalam bahasa Belanda adalah wederrechtelijk (weder:

bertentangan dengan, melawan; recht: hukum). Melawan hukum berarti pula

60http://www.gepenta.com/artikel-Rehabilitasi+Korban+Pengguna+Narkoba-.phpx diakses tanggal

10 Oktober 2014.

Page 40: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

40

dengan tanpa hak atau ijin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pengguna

narkotika untuk diri sendiri adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh

seseorang tanpa hak atau melawan hukum. Jika orang yang bersangkutan dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka ia harus

menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dan masa rehabilitasinya

akan diperhitungkan sebaga masa menjalani hukuman.

Penggunaan istilah “pengguna narkotika” digunakan untuk memudahkan

dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dan untuk

membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika.

Walaupun penanam, produsen, penyalur, kurir, dan pengedar narkotika juga

menggunakan narkotika, namun yang dimaksud dengan pengguna narkotika

adalah orang yang menggunakan narkotika bukan penanam, produsen, penyalur,

kurir dan pengedar narkotika.61

Jika dikaitkan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat ditemukan berbagai

istilah antara lain:

1. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika adalah orang yang

menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan

ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis”.

2. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyebutkan bahwa: “Penyalah guna adalah orang yang menggunakan

narkotika tanpa hak atau melawan hukum”.

61http://www.slideshare.net/adeblonde/kedudukan-hukum-pengguna-narkotiska-dalam-uu-ri-no-35-

thn-2009 diakses tanggal 21 Oktober 2014.

Page 41: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

41

3. Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang

yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu,

dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

4. Penjelasan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang dimaksud dengan mantan pecandu narkotika adalah orang yang telah

sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis.

Keberagaman istilah untuk pengguna narkotika tersebut berpotensi

membingungkan dan dapat menimbulkan ketidakjelasan baik dalam merumuskan

berbagai ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika maupun pada pelaksanaannya. Salah satu permasalahan akibat

banyaknya istilah adalah kerancuan pengaturan, yaitu didalam Pasal 4 huruf d

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa

“Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: menjamin pengaturan upaya

rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika”, namun,

dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Berdasarkan Pasal 54

hak penyalah guna untuk mendapat rehabilitasi menjadi diabaikan.

Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi

namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka

dalam pelaksanaannya penyalahguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa:

(1) Setiap Penyalah Guna:

Page 42: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

42

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,

dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah

guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Namun, hakim juga diberikan kemungkinan untuk tidak menjatuhkan

pidana penjara karena dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 127

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat pula

penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh hakim. Pasal yang dimaksud, yaitu

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

menyatakan bahwa, "Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dan Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib

melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau

lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh

Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Page 43: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

43

(2) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau

dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,

dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh

Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya, Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang menyatakan bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a. Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika;atau

b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika

tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa

menjalani hukuman.

3.2 Kriteria Pengguna Narkotika Dapat Dikatakan Sebagai Korban

Penyalahgunaan Narkotika

Di dalam Pasal 127 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika disebutkan bahwa penyalah guna wajib menjalani rehabilitasi

Page 44: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

44

medis dan rehabilitasi sosial jika dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban

penyalahgunaan narkotika.

Pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyalah guna adalah orang

yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Sedangkan di

dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

disyaratkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selanjutnya di

dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika lebih

membatasi penggunaan Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk

kepentingan pelayanan kesehatan dan dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan

I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat

dan Makanan. Sehingga bila seseorang yang menggunakan narkotika melanggar

aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, maka pelaku tersebut tidak mempunyai hak atau

perbuatannya bersifat melawan hukum.

Selanjutnya yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika,

menurut penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan

narkotika. Dengan demikian, seorang korban penyalahgunaan narkotika harus

terbukti tidak mempunyai unsur kesengajaan dikarenakan adanya keadaan yang

Page 45: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

45

memaksa untuk menggunakan narkotika atau ketidaktahuan yang bersangkutan

jika yang digunakannya adalah narkotika.

Pembuktian penyalah guna narkotika merupakan korban penyalahgunaan

narkotika merupakan hal yang sulit karena harus melihat awal penyalah guna

narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa penyalah

guna narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya,

ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Dalam implementasinya, Mahkamah Agung mengeluarkan terobosan

dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun

2010 tentang Penetapan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu

Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang

menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu persoalan hukum terhadap

pengguna narkotika, maka ditentukan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut:

1. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik Badan

Narkotika Nasional dalam kondisi tertangkap tangan.

2. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti

pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut:

a. Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu) seberat 1 gram.

b. Kelompok MDMA (ectasy) seberat 2,4 gram/ sebanyak 8 butir.

c. Kelompok Heroin seberat 1,8 gram.

d. Kelompok Kokain seberat 1,8 gram.

e. Kelompok Ganja seberat 5 gram.

f. Daun Koka seberat 5 gram.

g. Meskalin seberat 5 gram.

h. Kelompok Psilosybin seberat 3 gram.

Page 46: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

46

i. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) seberat 2 gram.

j. Kelompok PCP (Phencyclidine) seberat 3 gram.

k. Kelompok Fentanil seberat 1 gram.

l. Kelompok Metadon seberat 0,5 gram.

m. Kelompok Morfin seberat 1,8 gram.

n. Kelompok Petidine seberat 0,96 gram.

o. Kelompok Kodein seberat 72 gram.

p. Kelompok Bufrenorfin seberat 32 gram.

3. Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan

penyidik.

4. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk

oleh hakim.

5. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap

narkotika.

Dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk

dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim

harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam

amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah:

a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan

diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.

b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.

c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia).

d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial Republik Indonesia dan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD).

Page 47: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

47

e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau

Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).

Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, hakim harus sungguh-

sungguh mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan terdakwa sehingga

wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi

dan rehabilitasi adalah sebagai berikut:

a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi, lamanya 1 (satu) bulan.

Pada fase ini, pecandu menghadapi gejala putus zat (withdrawal). Untuk

membantu melewati masa putus zat digunakan pendekatan pharmakoterapi

dengan cara simptomatik atau substitusi.

b. Program Primer, lamanya 6 (enam) bulan.

Fase dilakukannya perubahan-perubahan yang bersifat internal. Pada fase ini

dibangun kembali sikap, pola hidup, kemampuan mengelola emosi,

pemahaman dan penerimaan diri, dan intelektual. Fase ini merupakan landasan

bagi proses pertumbuhan seorang pecandu dalam menjalankan pemulihannya.

c. Program Re-Entry, lamanya 6 (enam) bulan.

Maksud dari re-entry adalah kembali berintegerasi dengan kehidupan sosial

masyarakat (mainstream). Pada fase ini seorang pecandu di dalam program

sudah mulai kembali berintegerasi dengan lingkungan sosial masyarakat.

Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan berupa rehabilitasi terhadap

pengguna narkotika yang telah dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

narkotika merupakan makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut

pendekatan kebijakan sosial, yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial

(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai tujuan nasional (kesejahteraan

masyarakat). Tindakan rehabilitasi berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial

Page 48: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

48

terhadap korban penyalahgunaan narkotika dapat menjadikan hukum positif menjadi

lebih baik.

Sanksi Yang Dijatuhkan Oleh Hakim Pada Pengguna Narkotika

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, sanksi bagi pengguna narkotika diatur dalam pasal sebagai berikut:

Pasal 116:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Pasal 121:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling

Page 49: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

49

sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah

1/3 (sepertiga).

Pasal 126:

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3

(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika tehadap orang lain atau pemberian

Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 127:

(1) Setiap Penyalah Guna:

Page 50: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

50

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55,

dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalah guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, penyalah

guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128:

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

(2) Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang

tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak

dituntut pidana.

(3) Pecandu narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa

perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang

ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.

Page 51: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

51

(4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh

Menteri.

Pasal 134:

(1) Pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak

melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2) Keluarga dari pecandu narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika tersebut dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling

banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Page 52: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

52

BAB 6.

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

1. Menganalisa data dengan mencari jawaban akan manfaat rehabilitasi bagi pelaku

tindak pidana narkotika

2. Menganalisa Urgenitas tempat Rehabilitasi yang tepat bagi pelaku tindak pidana

narkotika

3. Melakukan tindakan pendampingan bagi pelaku tindak pidana narkotika dan

Pemantauan BNN di masyarakat terhadap pelaku tindak pidana narkotika setelah

melakukan rehabilitasi

4. Penentuan sanksi pidana atau rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan

narkotika.

5. Peranan BNN dalam menentukan Rehabilitasi bagi pelaku tindak pidana

narkotika

6. Hasil dari penelitian ini dimasukkan dalam jurnal ilmiah nasional.

7. Melakukan sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat umum dan remaja

serta LSM peduli terhadap perkembangan narkotika di kalangan masyarakat

terutama di wilayah kota Denpasar.

Page 53: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

53

BAB 7.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Pengguna narkotika yang dimaksud sebagai korban penyalahgunaan narkotika

sebagaimana menurut Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika yang menyatakan bahwa korban penyalahgunaan

narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan

narkotika.

2. Pertimbangan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar dalam menjatuhkan

sanksi pada pengguna narkotika antara lain:

a. Dibuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang artinya tanpa hak atau

tanpa ijin dari pihak yang berwenang.

b. Adanya rekam medis bahwa orang tersebut positif mengkonsumsi

narkotika.

c. Barang bukti berdasarkan uji laboratorium forensik positif mengandung

sediaan narkotika.

d. Adanya barang bukti berupa alat hisap narkotika (bong).

Page 54: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

54

Saran

Berdasarkan uraian dan simpulan di atas, maka diajukan saran sebagai

berikut:

1. Kualifikasi pengguna narkotika sebagai korban penyalahgunaan narkotika

sebaiknya memenuhi hasil pemeriksaan penyidik Polri yang dituangkan dalam

berkas perkara bahwa yang bersangkutan telah menyalahgunakan narkotika

minimal 6 (enam) bulan yang lalu dan dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial bagi pecandu narkotika dan korban

penyalahgunaan narkotika, di Bali belum ada tempat khusus untuk

melaksanakan rehabilitasi sosial. Oleh karena itu, diharapkan agar pihak yang

berkompeten dibidang ini menyediakan tempat khusus untuk melaksanakan

rehabilitasi sosial.

2. Hakim dalam memberikan putusannya terhadap korban penyalahgunaan

narkotika selain berdasarkan pertimbangan hakim juga harus ada bukti secara

tertulis yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang (dokter) tentang hasil test

darah dan urine terdakwa yang positif telah menggunakan narkotika secara

melawan hukum (tanpa seijin dokter). Hal ini diajukan saran mengingat dalam

putusan hakim walaupun hasil test darah dan urine terdakwa negatif (tidak ada

indikasi telah menggunakan narkotika), tetapi oleh hakim diputus berdasarkan

Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika.

Page 55: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

55

DAFTAR PUSTAKA

BUKU Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Bahan Bacaan Penulisan Disertasi (Selanjutnya

disebut Soetandyo Wignjosoebroto III), UNDIP Semarang. Siswanto Sunarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi

Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta S. Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung Pedoman P4GN ( Handbook Badan Narkotika Nasional , 2007) Morris L. Cohen, Kent C. Olson, 2000, Legai Research, West Group,USA Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press,

Jakarta Lydia Harlina Martono & Satya Joewana, 2006, Membantu Pemulihan Pecandu

Narkoba & Keluarganya, Balai Pustaka, Jakarta Bambang Sutiyoso, 2007, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang

Pasti dan Berkeadilan, UII Press, Yogyakarta Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan

Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta INTERNET Roelly Rosuli, 2012, Kantor Baru BNN Bali Dipelaspas,

http://balinasionalnews.blogspot.com, diakses 11 April 2013. Cokorda Yudhistira, 2013, BNN Bangun Pusat Rehabilitasi di Bali,

http://nasional.kompas.com, diakses 11 April 2013. BNN: Kasus Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia Naik Tajam

http://www.majalahpotretindonesia.- com, diakses 14 April 2013. http://www.bnn.go.id Nyuciek Asih, 2012, Nyabu, Eks Pilot Lion Air Diganjar Satu Tahun,

http://www.beritajatim.com diakses 12 April 2013. Lima Pengguna Narkoba Di Sumenep Jalani Rehabilitasi, http://www.ciputranews.com,

diakses 12 April 2013.

Page 56: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

56

Pengguna Narkotika di Bali Mencapai 50.530 Orang, http://www.beritabali.com, diakses 12 April 2013.

http://www.beritaindonesia.co.id/nasional/Narkoba-menyebar-ke-penjuru-negeri, Jan 6,

2013 at 22:40 pm http://www. cribd.com/doc/43029701/Untitled , Mart 7, 2013 at 10.48 am http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=PressRelease&op=detail_pre

ss_release&id=68&mn=2&smn=e, Jakarta, 31 Peb 2013

Page 57: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

57

LAMPIRAN - LAMPIRAN

Page 58: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

58

1. Tabel-Tabel

Tahun Jumlah Umur Jenis Yang Disalahgunakan Lokasi Rujukan

2013 3 38th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

40th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

41th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

2014 4 32th Methamphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

18th Amphetamine Balai Rehab Baddoka (Makasar)

37th Putau Balai Rehab Baddoka (Makasar)

39th Marijuana Balai Rehab Lido (Bogor)

2015 30 37th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

21th Sabu-Sabu Yayasan Gerasa

39th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

38th Sabu-Sabu Yayasan Yakita

42th Sabu-Sabu Yayasan Yakeba

46th Sabu-Sabu Yayasan Yakita

33th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

25th Sabu-Sabu Yayasan Yakeba

28th Inex Yayasan Dua Hati

31th Sabu-Sabu Yayasan Dua Hati

27th Inex Yayasan Dua Hati

21th Inex Yayasan Gerasa

23th Inex Yayasan Gerasa

23th Inex Yayasan Yakita

32th Inex Yayasan Yakeba

27th Inex Yayasan Yakeba

23th Inex Yayasan Yakita

33th Inex Yayasan Yakita

21th Inex Yayasan Yakeba

21th Inex Yayasan Yakita

25th Methamphetamine Yayasan Gerasa

21th Amphetamine Balai Rehab Lido (Bogor)

23th Inex Galih Pakuan (Bogor)

16th Inex Yayasan Yakita

23th Inex BNN Kota Denpasar

30th Amphetamine BNN Kota Denpasar

31th Amphetamine BNN Kota Denpasar

35th Amphetamine BNN Kota Denpasar

DATA PENGGUNA NARKOBA DI KOTA DENPASAR

PERIODE 2013-2015

Sumber data : BNN Kota Denpasar

Page 59: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

59

Bulan/

Tahun

Jumlah Klien

Awal

Jumlah Klien

Baru

Jumlah Klien

Keluar

Jumlah Klien

Akhir

Jul-13 35 0 0 35

Agust-13 35 5 3 37

Sep-13 37 4 2 39

Okt-13 39 2 1 40

Nop-13 40 2 3 39

Des-13 39 0 1 38

Jan-14 38 0 2 36

Feb-14 36 2 5 33

Mar-14 33 0 1 32

Apr-14 32 4 0 36

Mei-14 36 0 0 36

Jun-14 36 0 3 33

Jul-14 33 2 4 31

Agust-14 31 4 1 34

Sep-14 34 1 1 34

Okt-14 34 2 1 35

Nop-14 35 1 7 29

Des-14 29 0 0 29

Jan-15 29 3 1 31

Feb-15 31 2 1 32

Mar-15 32 0 3 29

Apr-15 29 0 1 28

Mei-15 28 1 4 25

Jun-15 25 3 3 25

2013

2014

2015

Data Peserta Layanan Terapi Metadon Lapas Kelas IIA Kerobokan

Periode 2013-2015

Page 60: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

60

2. IJIN PENELITIAN

Page 61: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

61

3. LUARAN ���� ARTIKEL PADA SAAT SEMINAR SENASTEK

BNN DAN REHABILITASI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA

SAGUNG PUTRI M.E PURWANI11), A.A NGURAH YUSA DARMADI22),

I MADE WALESA PUTRA33) 1)Bagian Hukum Pidana,Fakultas Hukum,Universitas Udayana, Jalan P. Bali, Denpasar, 80114,

Telp (0361)222666,E-mail : [email protected] 2) Bagian Hukum Pidana,Fakultas HukumUniversitas Udayana, Jalan P. Bali, Denpasar, 80114, 3) Bagian Hukum Pidana,Fakultas Hukum,Universitas Udayana,Jalan P. Bali, Denpasar, 80114,

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal yang berbertujuan untuk mengkaji fungsi dan peran BNN khususnya di kota Denpasar, dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika bagi pengguna. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : Conceptual approach, Statute approach, serta comparative approach. Penelitian mempergunakan data primer, dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan data kualitatif yang berlokasi: di POLDA, BNN di wilayah Kota Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS. Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan pengamatan dan metode triangulasi. Dari permasalahan dapatlah dikatakan bahwa sampai saat ini hambatan yang dihadapi oleh BNN Kota Denpasar adalah diperlukan dokter yang secara khusus untuk mengobati pemakai Narkoba. Pengobatan tersebut memerlukan biaya besar serta diperlukan juga tempat rehabilitasi yang jelas, karena sampai saat ini hanya melalui titipan saja. BNN kota Denpasar dalam menaggulangi kekurangan tersebut dilakukanlah program kuratif yang ditujukan kepada pemakai Narkoba. UU Narkotika juga memberikan kewenangan Hakim untuk memerintahkan pecandu menjalani pengobatan perawatan melalui rehabilitasi, Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa; Hakim mempunyai kewenangan untuk Memerintahkan,

Memutuskan dan Menetapkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi. dan BNN kota Denpasar sudah sangat mendesak membutuhkan tempat rehabilitasi tersendiri, sehingga tugas dan fungsi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.

Kata Kunci : BNN, Rehabilitasi, Penanggulangan dan Tindak Pidana Narkotika

1. PENDAHULUAN

Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penanggulangannya saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan dikalangan para ahli hukum. Fenomena ini sudah mendekati suatu tindakan yang mengkhawatirkan dan sangat membahayakan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengkoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional untuk mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Baru kemudian tahun 2003 BNN mendapatkan alokasi anggaran dari APBN, namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memiliki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif, maka BNN dinilai tidak bekerja secara optimal dan dianggap tidak mampu meneyelesaikan permasalahan nrkotika yang terus meningkat.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, BNN diberikan kewenangan penyelidikan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertical ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Badan Narkotika Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Indonesia belum terpadu dan instansi atau kelompok masyarakat bekerja

Page 62: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

62

sendiri-sendiri. Sehingga hasil yang diperoleh belum optimal. Banyak instansi selain Kepolisian yang memiliki tugas memberantas penyalahgunaan narkotika, namun belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena sampai saat ini masyarakat masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mengkonsumsi narkotika.

Crime without victim dapatlah dikatakan seperti itu bagi penyalahgunaan narkotika, dalam hal ini kejahatan tanpa adanya korban, dengan kata lain bahwa korban dari kejahatan ini adalah dirinya sendiri, pelaku yang sekaligus menjadi korban.62 Seorang penyalah guna narkotika dan pecandu harus dijauhkan dari stigma pidana dan diberikan perawatan. Faktor terpenting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika sering diabaikan terutama oleh aparat penegak hukum di Indonesia, yaitu adanya upaya rehabilitasi. Model pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika sampai sekarang ini masih menempatkannya sebagai pelaku tindak pidana (kriminal) sehingga upaya rehabilitasi sering terabaikan.63

Penyalah guna narkotika dan pecandu narkotika adalah sama-sama menggunakan atau menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Hanya saja bagi pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri, yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sehingga bagi pecandu hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 127 Undang-Undang Narkotika, penyalah guna narkotika bisa menjadi subyek yang dapat dipidana kecuali dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap penyalahgunaan Narkoba, pengguna hanya dikenakan sanksi rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial, Hal ini sejalan dengan SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, yang menempatkan agar hakim memberikan perintah penempatan pada lembaga rehabilitasi sosial dan medik baik dalam bentuk penetapan ataupun putusan bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu Narkoba, namun ada kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus Narkoba dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau hukuman untuk pemakai yang satu bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi.

Banyak penelitian yang membicarakan mengenai narkotika, namun dalam hal ini lebih banyak menyoroti dan mencari kelemahan dan kesalahan yang dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak hukum, yang terkesan hanya kegiatan represif saja. Disamping itu terkesan bahwa penyuluhan atau komunikasi dan informasi serta edukasi kepada masyarakat lebih banyak menunggu permintaan dari pihak lain atau kelompok masyarakat. Hal tersebutlah diperlukan adanya hasil yang berkesinambungan.

Berdasarkan hal tersebutlah dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengkaji fungsi dan peran BNN dalam penjatuhan rehabilitasi bagi penyalahgunaan Narkotika khususnya di wilayah kota Denpasar dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh BNN kota Denpasar, serta menganalisa hambatan-hambatan yang di hadapi dalam penentuan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar.

2. BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah Socio Legal Research, yang mencoba menemukan kebenaran dengan tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang tertuang dalam bentuk norma-norma, yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Jenis pendekatan yang utamanya akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah statute approach, conceptual approach dan comparative

62 Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta, h. 80 63.http://www.gepenta.com/artikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna+Na

rkoba-.phpx diakses tanggal 22 September 2015.

Page 63: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

63

approach. Sumber Data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan untuk mempermudah menganalisa sumber-sumber tersebut.

Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan, untuk memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan wawancara (interview), dengan menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan data kualitatif. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat perekam dan kamera. Sumber informasi berasal dari informan kunci dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh data sekunder guna menunjang data kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi: POLDA, BNN di wilayah Kota Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data dilakukan Secara lebih rinci data yang diperoleh dari penelitian, baik yang bersumber dari data primer maupun dari data sekunder akan diolah dan dianalisis secara kritis analitis dan disajikan secara deskriptif analitis. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan dalam variabel dapat dimengerti oleh responden maupun informan sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat. Suatu instrumen dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan untuk diukur, dan dapat mengungkapkan data dari variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Pengecekan terhadap validitas data dalam penelitian kualitatif dapat digunakan triangulasi data, yakni tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu.

Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan pengamatan dan triangulasi. Melalui tehnik pengecekan ketekunan pengamatan akan dapat diketahui unsur-unsur yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Sementara itu dengan tehnik triangulasi sumber dapat diperbandingkan perbedaan dan persamaan situasi sumber saat penyampaian data dan kesesuaiannya dengan dokumen –dokumen dalam format data skunder yang menjadi data penelitian. Triangulasi metode digunakan untuk mengecek validitas data yang diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam serta data yang diperoleh melalui penyebaran kwesioner pada pengumpulan data primer.

3. HASIL

Penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi yaitu POLDA, BNN di wilayah Kota Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS melalui hasil wawancara dapatlah dikatakan, secara garis besarnya bahwa dengan terbentuknya BNN khususnya di kota Denpasar terlihat penanganannya lebih jelas dan terkoordinasi. Ini dibuktikan dengan lebih banyaknya terungkap dan lebih banyak barang bukti yang disita, dan yang lebih penting lagi lebih banyak generasi muda terselamatkan dari bahaya narkotika.

Hasil wawancara didapatkan pula adanya kemungkinan disparitas putusan hakim terhadap pemakai. Hukuman untuk pemakai yang satu bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi, perbedaan putusan inilah terkadang menyulitkan BNN untuk menentukan sikap. Hal ini pun tidak bias menyalahkan hakim begitu saja mengingat UU Narkotika pada Pasal 127 mengancam pidana penjara bagi penyalah guna narkotika. Disatu sisi dalam Pasal 127 tersebut menyatakan bahwa penyalah guna narkotika itu adalah korban yang wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Disinilah nampak adanya konflik norma pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Bali, khususnya Denpasar belum memiliki panti rehabilitasi bagi pecandu, untuk itulah diperlukan sebuah tempat bagi mereka yang menjalani pemulihan, karena saat ini fungsi dokter khusus yang menangani hal tersebut belum berperan secara maksimal, sehingga BNN kota Denpasar menganggap perlu segera dibangun tempat pemulihan bagi pecandu, sehingga upaya kuratif dan rehabilitative tersebut dapat terlaksana sesuai apa yang

Page 64: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

64

digariskan oleh UU. Sehingga dapat membantu korban atau pengguna untuk keluar dari ketergantungan dan dapat hidup produktif di tengah-tengah masyarakat.

4. PEMBAHASAN

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya (menyimpang atau bertentangan dengan yang seharusnya) yang mempergunakan narkotika secara berlebihan (overdosis) sehingga membahayakan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis.64

Pengertian korban penyalahgunaan narkotika menurut Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Berdasarkan tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, korban penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tipologi false victims, yaitu pelaku yang menjadi korban karena dirinya sendiri, untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan.

Undang-Undang Narkotika, hakikatnya pengguna narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Narkotika.

Pengguna narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna narkotika terhadap orang lain (Pasal 116, Pasal 121, Pasal 126 UU Narkotika) dan pengguna narkotika untuk diri sendiri (Pasal 127 UU tersebut).

Pengguna narkotika terhadap orang lain adalah setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memberikan narkotika untuk digunakan oleh orang lain. Melawan hukum berarti pula dengan tanpa hak atau ijin dari pihak yang berwenang. Sedangkan pengguna narkotika untuk diri sendiri adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh seseorang tanpa hak atau melawan hukum. Jika orang yang bersangkutan dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka harus menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dan masa rehabilitasinya akan diperhitungkan sebaga masa menjalani hukuman.65

Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam pelaksanaannya penyalahguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, namun, hakim juga diberikan kemungkinan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara karena dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika terdapat pula penjatuhan sanksi tindakan rehabilitasi oleh hakim.

Pembuktian penyalah guna narkotika merupakan korban penyalahgunaan narkotika merupakan hal yang sulit karena harus melihat awal penyalah guna narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa penyalah guna narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk menggunakan narkotika.

64A. W. Widjaya,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco,

Bandung, h. 13.

65 Syamsudin, Aziz, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta

Page 65: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

65

Implementasinya, Mahkamah Agung mengeluarkan terobosan dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penetapan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu persoalan hukum terhadap pengguna narkotika, dalam hal hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri terdakwa, majelis hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, hakim harus sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan terdakwa sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi.

5. KESIMPULAN

Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan berupa rehabilitasi terhadap pengguna narkotika yang telah dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika merupakan makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut pendekatan kebijakan sosial, yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat). Tindakan rehabilitasi berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial terhadap korban penyalahgunaan narkotika dapat menjadikan hukum positif menjadi lebih baik. Panti rehabilitasi keberadaannya sudah sangat mendesak, sehingga rencana pembangunan tempat tersebut oleh pemerintah provinsi Bali melalui BNN di daerah Bangli segera diwujudkan, sehingga pemulihan dapat berjalan sesuai dengan UU

UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapkan - Puji Tuhan kami panjatkan, karena atas perkenan Beliau makalah ini dapat selesai - Terima kasih kepada, panitia senastek 2015, yang telah memberikan kesempatan untuk

membuat makalah ini. - Terima kasih kepada BNN Provinsi Bali, BNN Kota Denpasar, PN, PT, BAPAS, LAPAS,

POLDA Bali, atas data dan wawancara serta FGD nya - Terima kasih adik-adik mahasiswa yang membantu wawancara dan pengolahan data

sehingga makalah ini dapat terselesaikan. - Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Buku : Syamsudin, Aziz, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta Widjaya A. W.,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco, Bandung Internet: http://www.gepenta.com/artikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna+Narkoba-

.phpx diakses tanggal 22 September 2015 Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang No. 35 Tentang Narkotika Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional (BNN) SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga

Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial

Page 66: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

66

4. PERSONALIA TENAGA PENELITI

Biodata Ketua dan Anggota Peneliti

A. Identitas Diri Ketua Peneliti

1. Nama Lengkap (dengan gelar) Sagung Putri M.E. Purwani, SH.,MH L/P 2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3. Jabatan Struktural - 4. NIP/NIK/No.Identitas lainnya 19710313 200502 2 003 5. NIDN 0013037106 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 13 Maret 1971 7. Alamat Rumah Jln. Pulau Kae No. 12 Denpasar 8. Nomor Telepon/ HP (0361) 8747223 / 08155744872 9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No. 1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= … orang; S-2= …Orang; S-3= Orang … 13. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Pidana

2. Hukum Kesehatan 3. Hukum Pidana Lanjutan 4. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP 5. Victimologi 6. Kriminologi 7. Hukum HAM Lanjutan 8. Penologi

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2

Nama Perguruan Tinggi Universitas Udayana Universitas Udayana

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Hukum & Sistem Peradilan Pidana

Tahun Masuk 1990 2008 Tahun Lulus 1995 2011 Judul Skripsi/Thesis Pemeriksaan Kesehatan

Pranikah di kaitkan dengan UU No. 1 Tahun 1974

Eksistensi Keterangan Ahli Dalam Proses Pembuktian Peradilan Pidana

Nama Pembimbing Dra. Ida Ayu Astika - Dr. I Gst Kt Ariawan, SH.,MH

- I Wayan Tangun Susila, SH.,MH

Page 67: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

67

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.) 1. 2008 Aspek Hukum Penerapan Sistem

Pelayanan Satu Atap (One Stop Service) Proses Perizinan Penanaman Modal Dalam Menunjang Pariwisata Bali

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

2. 2010 Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika di Bali

NPT Project Nuffic IDN 223

20.000.000,-

3. 2011 Perlindungan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

4. 2012 Pengaturan Pengawasan Terhadap Terpidana Bersyarat

Dosen Muda, DIPA PNBP

7.500.000,-

5. 2012 Praktik Monopoli Dalam Korporasi Sebagai Tindak Pidana Ekonomi

DIPA FH UNUD

2.812.500,-

6. 2012 Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana dlm Pelaksanaan Jabatan Notaris

Dana DIPA Kenotariatan

6.000.000,-

7. 2013 Eksistensi Pidana Mati Dalam Penerapan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Korupsi

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *)

Jml (Juta Rp.)

1. 2009 Sosialisasi UU No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak dan UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

DIPA PNBP 4.000.000,-

2. 2010 Konsultasi dan Pembinaan Awig-Awig di Desa Pekraman, Abang Tegalalang Gianyar

DIPA PNBP 4.000.000,-

3. 2012 Sosialisasi Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika Di Sekaa Teruna-Teruni Br Pande, Desa Jegu-Tabanan

Anggaran B.O. PTN Tahun 2012

4.500.000,-

Page 68: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

68

4. 2012 Sosialisasi Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Krambitan, Kec. Kerambitan, Kabupaten Tabanan

DIPA Fakultas Hukum Universitas Udayana,Tahun Anggaran 2012

2.812.500,-

5. 2012 Sosialisasi Pembekalan Materi Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dana Prodi Magister Kenotariatan

4.000.000,-

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah

Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Victimisasi Kriminal Terhadap Perempuan

ISSN: 0215-899X, Vol.3/ Januari 2008

Jurnal Hukum Kertha Patrika

2. Hubungan Kunjungan Wisatawan Asing Dengan Tingkat Kejahatan Narkotika di Bali

ISSN: 0215-899X, Vol. September 2011

Jurnal Hukum Kertha Patrika

3. Hak Memperoleh Bantuan Hukum Sebagai Penghargaan Atas HAM Sipil Dalam Konstitusi Indonesia

ISSN: 1829-7706, Vol: IV/No.2 November 2011

Jurnal Konstitusi PKK-FH UNUD

4. Eksistensi Hukuman Mati Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia (Hak Untuk Hidup)

ISSN: 1693-5934, Vol.1 Maret 2012

Jurnal Advokasi FH-Mahasaraswati Dps

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Desentralisasi Ibah Bersaing dengan judul “PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA” (Stu di di Kotamadya Denpasar)

Denpasar, 14 Pebruari 2014 Pengusul,

(Sagung Putri M.E. Purwani, SH.,MH) NIP. 19710313 200502 2 003

Page 69: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

69

A. Identitas Diri Anggota Peneliti (1)

1. Nama Lengkap (dengan gelar)

Anak Agung Ngurah Yusa Darmadi, SH.,MH

L/P

2. Jabatan Fungsional Lektor 3. Jabatan Struktural - 4. NIP/NIK 19571125 198602 1 001 5. NIDN 0021035807 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 25 Nopember 1957 7.

Alamat Rumah Jln. Gunung Penulisan, No. 5 Pemecutan Denpasar

8. Nomor Telepon/ HP (0361) 756086, (+62)81338669205 9. Alamat Kantor Jln. Pulau Bali No.1 Denpasar 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. (0361) 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Mata Kuliah yg diampu 1. Hukum Pidana 2. Hukum Pidana Lanjutan 3. Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP 4. Penologi 5. Penitensier

B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 Nama Perguruan Tinggi

FH Universitas Udayana

Program Pascasarjana Universitas Udayana

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Pidana

Hukum & Sistem Peradilan Pidana

Tahun Masuk 1977

2008

Tahun Lulus 1984

2011

Judul Skripsi/Thesis

Suatu Tinjauan Pengemisan dan Gelandangan dilihat dari Pasal 504 KUHP dan Pasal 505 KUHP

Perubahan Pidana Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara

Nama Pembimbing

- I Nengah Sotia, SH - I Made Tjatrayasa, SH -

- Dr. I Gst Kt Ariawan, SH.,MH

- I Made Tjatrayasa, SH.,MH

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2010 Pidana Pengawasan Sebagai Alternatif Pidana Penjara Dalam Konsep Rancangan KUHP 2010

DIPA FH UNUD

2.500.000,-

Page 70: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

70

2. 2010 Pengaruh UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Terhadap Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Bali (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Denpasar)

DIPA FH UNUD

2.500.000,-

3. 2011 Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Perusakan Fisik Daya Tarik Wisata

Project Nuffic IDN 223

20.000.000,-

4. 2011 Perlindungan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Provinsi Bali

PDM 7.500.000,-

5. 2012 Pengaturan Pengawasan Terhadap Terpidana Bersyarat

PDM 7.500.000,-

6. 2012 Praktik Monopoli Dalam Korporasi Sebagai Tindak Pidana Ekonomi

DIPA FH UNUD

2.812.500,-

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2009 Diseminasi Rekomendasi Bagi Pembaharuan Hukum di Indonesia

Kerjasama FH Unud, Univ. Tadulako, Univ Batam

-

2. 2010 Penyuluhan Hukum Tentang Narkotika di Desa Selan Bawak, Kec Marga-Tabanan

Dana Kersos -

3. 2012 Sosialisasi Pembekalan Materi Tindak Pidana Penipuan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dana Prodi Magister Kenotariatan

4.000.000

E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor Nama Jurnal

1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Perusakan Fisik Daya Tarik Wisata

No.2, Volume 36, Tahun 2011 ISSN : 0215-899X

Kertha Patrika, FH UNUD

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.

Page 71: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

71

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian Desentralisasi Ibah Bersaing dengan judul “PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PI DANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA” (Studi di Kotamadya Denpasar)

Denpasar, 14, Pebruari, 2014 Pengusul,

(Anak Agung Ngurah Yusa Darmadi, SH.,MH.) NIP. 19571125 198602 1 001

Page 72: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

72

A. Identitas Diri Anggota Peneliti (2)

1. Nama Lengkap (dengan gelar) I Made Walesa Putra,S.H.,M.Kn. L 2. Jabatan Fungsional Asisten Ahli 3. Jabatan Struktural - 4. NIP 19820222 200912 1003 5. NIDN 0022028202 6. Tempat dan Tanggal Lahir Denpasar, 22 Februari 1982 7.

Alamat Rumah Jl. Gn Batur Perum Nusa Bumi Ayu A7 Denpasar

8. HP 081934354488 9. Alamat Kantor Jln. P. Bali No.1 Denpasar 80114 10. Nomor Telepon/Faks (0361) 222666/ Fax. 234888 11. Alamat e-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah dihasilkan S-1= … orang; S-2= …Orang; S-3= Orang … 13. Mata Kuliah yg diampu 1. Viktimologi

2. Tindak Pidana Tertentu KUHP 3. Penitensier 4. Hukum Kesehatan 5. Hukum Pidana 6. Hukum Pidana Lanjutan 7. Tindak Pidana Khusus 8. Hukum Keluarga dan Harta

Perkawinan B. Riwayat Pendidikan

Program S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Univ Atmajaya

Yogayakarta (UAJY)

Magister Kenotariatan UGM

-

Bidang Ilmu Hk Perdata –Agraria

Hukum Perdata -

Tahun Masuk 2000 2004 - Tahun Lulus 2004 2006 - Judul Skripsi/Thesis/Disertasi Pandangan

Masyarakat Terhadap Sistem Pembagian Hasil Tanah Pertanian Setelah Berlakunya UU No 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Di Kabupaten Tabanan Propinsi Bali

Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian Terhadap Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pada Bank Tabungan Negara Cabang Yogyakarta

-

Nama Pembimbing/Promotor SW Endah Cahyowati, S.H.,M.S.

Prof.DR.Nindyo Pramono,S.H.,M.S.

-

Page 73: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

73

C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2011 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Berlakunya UU No 8 Tahun 2010

DIPA Bagian Hukum Pidana

6.000.000

2. 2011 Perlindungan Hukum Nasabah Balicon

PDM 7.500.000

3. 2012 Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana dlm Pelaksanaan Jabatan Notaris

Dana DIPA Kenotariatan

6.000.000

4. 2012 Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pembuatan Jalan By Pass Ida Bagus Mantra Denpasar -Karangasem)

PDM 7.500.000

5. 2012 Pertanggungjawaban Pidana Pers dlm Penyebaran Berita Bohong (Kajian Yuridis thp Peraturan Perundang-undangan di bidang Pers)

PDM 7.500.000

6. 2012 Analisis Yuridis Pertanggung-jawaban Pidana Pimpinan Redaksi Pada Pelanggaran Kegiatan Pers (Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Pers)

DIPA Bagian Hukum Pidana

FH UNUD

2.500.000

7. 2013 Implementasi UU No 20 Tahun 2011 terhadap Perizinan Pembagunan Kondotel di Wilayah Kabupaten Badung

Hibah Unggulan

DIPA BLU

45.000.000

8. 2013 Penelitian Buku Ajar Hukum Keluarga dan Perkawinan Prodi Magister Kenotariatan Udayana

DIPA Prodi Magister

Kenotariatan UNUD

5.000.000

9. 2013 Penelitian Identifikasi & Inventarisasi Hasil Karya Budaya Masyarakat Bali

DPA Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

TA 2013

26.000.000

Page 74: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

74

D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendanaan

Sumber *) Jml (Juta Rp.)

1. 2012 Sosialisasi Pentingnya Pembuatan Surat Keterangan Silsilah Keluarga Untuk Keperluan di Bidang Keperdataan Bagi Warga Banjar Pasti Desa Pandak Gede, Kec.Kediri Kab.Tabanan

DIPA BLU 4.000.000

2. 2012 Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

3. 2012 Pengenalan Kedudukan Akta Notaris Untuk Legalisasi Hubungan Hukum Masyarakat di Banjar Pasti, Desa Pandak Gede, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

4. 2012 Sosialisasi Pembebanan Hak Tanggungan dalam Pemberian Kredit BPR di Kabupaten Badung

Kenotariatan FH UNUD

4.000.000

E. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/ Seminar Ilmiah

dalam 5 Tahun Terakhir

No. Nama Pertemuan ilmiah/ Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat

1. Seminar Desiminasi Hasil Penelitian Dosen Prodi Mkn Unud

Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pelaksanaan Jabatan Notaris

Ruang Kuliah Prodi MKn Unud

2. Kerjasama Prodi Mkn dengan BPR Siwi Sedana (Tim Pelaksana Penjaminan Mutu (TPPM) Prodi MKn)

Sosialisasi Permasalahan Pembebanan Hak Tanggungan & Fidusia dalam Pemberian Kredit BPR

Gedung BPR Siwi Sedana

3. Pemaparan Hasil Penelitian Buku Ajar Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Hukum Keluarga dan Perkawinan Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Ruang Kuliah Prodi Magister Kenotariatan Udayana

Page 75: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

75

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian.

Denpasar, 21 April 2014 Pengusul,

Page 76: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

76

DOKUMENTASI KEGIATAN (1)

FGD DENGAN LAPAS KELAS IA

Page 77: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

77

DOKUMENTASI KEGIATAN (2)

FGD DENGAN POLDA BALI

Page 78: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

78

DOKUMENTASI KEGIATAN (3)

FGD DENGAN BNN KOTA DENPASAR

Page 79: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

79

Page 80: PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA ... · PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Studi di wilayah

80