a. kerangka teori 1. pengertian tindak pidana€¦ · 2. tindak pidana narkotika . berdasarkan...

65
BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A. KERANGKA TEORI 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan terjaminya kepentingan umum.1 Disamping itu, tindak pidana juga merupakan suatu dasar dalam ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah perbuatan yang melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut : Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.2 Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan 1 P.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm.16. 2 Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

    A. KERANGKA TEORI

    1. Pengertian Tindak Pidana

    Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

    memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana,

    dimana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan terjaminya

    kepentingan umum.1 Disamping itu, tindak pidana juga merupakan suatu dasar dalam

    ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah

    perbuatan yang melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu

    negara.

    Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli

    sebagai berikut :

    Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam

    dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan

    yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.2

    Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan

    perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan

    1 P.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996. hlm.16.

    2 Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81

  • ancaman pidana.3 Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang

    pelakunya dikenakan hukuman pidana.4

    Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur

    dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

    a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya

    yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.

    b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada

    hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan dimana

    tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.5

    Berdasarkan pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli di atas, dapat diketahui

    tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki

    unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana

    penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan

    terjaminnya kepentingan umum.

    Unsur-unsur tindak pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan

    segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah

    perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan

    diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif peristiwa pidana adalah perbuatan yang

    3 Ibid. Hlm 81

    4 Ibid. Hlm 81

    5 Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta Hlm. 69

  • dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang

    mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana.6

    Oleh karena itu dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat

    seperti:

    a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

    atau sekelompok orang.

    b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang.

    Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus

    mempertanggungjawabkan perbuatannya.

    c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu

    memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan

    hukum.

    d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang

    dilanggar itu mencantumkan sanksinya. 7

    2. Tindak Pidana Narkotika

    Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

    Tentang Narkotika dapat dilihat pengertian dari Narkotika itu sendiri yakni: Pasal 1 ayat

    1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

    sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

    kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

    6 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika. Jakarta. 2004. hlm 63

    7 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. 2012. hlm 186

  • menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan

    sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

    Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut:

    a. Narkotika Golongan I

    Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak

    ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggimenimbulkan

    ketergantungan, (contoh: heroin/putaw, kokain, ganja).

    b. Narkotika Golongan II

    Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat

    digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai

    potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh, morfin, petidin).

    c. Narkotika Golongan III

    Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan

    pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

    ketergantungan (Contoh: Kodein).8

    Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika dinyatakan bahwa :

    8 Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh Polri dalam Aspek

    Hukum dan Pelaksanaannya. Buana Ilmu. Surabaya. 2002.hlm 3.

  • (1) Setiap Penyalahguna :

    a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling

    lama 4 (empat) tahun;

    b. Narkotika Golongan II bagi sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama

    2 (dua) tahun; dan

    c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling

    lama 1 (satu) tahun.

    Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal

    148 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 yang merupakan ketentuan khusus,

    walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak

    pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan

    , akan tetapi tidak perlu

    disangksikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut

    merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan

    kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar

    kepentingankepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya

    akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat

    membahayakan bagi jiwa manusia. 9 Pelaku Tindak Pidana Narkotika dapat dikenakan

    Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    9 Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia.Djambatan, Jakarta

  • a) Sebagai pengguna

    Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun

    2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan paling lama

    15 tahun.

    b) Sebagai pengedar

    Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun

    2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.

    c) Sebagai produsen

    Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009,

    dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.

    Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika yang diatur dalam Undang Undang Nomor

    35 Tahun 2009 tentang Narkotika :10

    a. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,

    memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I

    dalam bentuk tanaman , Pasal 111; Setiap orang yang tanpa hak atau melawan

    hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau

    menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, Pasal 112.

    b. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

    mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, Pasal 113;

    10

    Gatot Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan, Jakarta. 2009,. hlm. 90

  • c. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

    menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

    menyerahkan Narkotika Golongan I, Pasal 114.

    d. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

    mengakut, atau mentransito Narkotika Golongan I, Pasal 115.

    e. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

    Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk

    digunakan orang lain, Pasal 116.

    f. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

    menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, Pasal 117.

    g. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

    mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, Pasal 118.

    h. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

    menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

    menyerahkan Narkotika Golongan II, Pasal 119.

    i. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

    mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, Pasal 20 .

    j. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

    Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk

    digunakan orang lain, Pasal 121.

  • k. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,

    memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III,

    Pasal 122.

    l. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

    mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, Pasal 123.

    m. Setiap orang yang tanpa hak atau melawah hukum menawarkan untuk dijual,

    menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

    menyerahkan Narkotika Golongan III, Pasal 124.

    n. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

    mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, Pasal 125

    o. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika

    Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk

    digunakan orang lain, Pasal 126.

    p. Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I, II, dan III bagi diri sendiri Pasal

    127; Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,Pasal 128.

    q. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk

    perbuatan Narkotika; Memproduksi, menimpor, mengekspor, atau menyalurkan

    Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Menawarkan untuk dijual,

    menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

    menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Membawa,

  • mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan

    Narkotika Pasal 129

    r. Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana

    Narkotika Pasal 130

    s. Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika

    dan Prekursor Narkotika Pasal 131.

    t. Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan

    kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan

    ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk

    anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana Narkotika; Untuk

    menggunakan Narkotika Pasal 133.

    u. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak

    melaporkan diri; Keluarga dari Pecandu Narkotika yang dengan sengaja tidak

    melaporkan Pecandu Narkotika tersebut Pasal 134.

    3. Penyalahgunaan Narkotika

    Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salahguna” yang artinya

    tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru.Jadi, penyalahgunaan narkotika dapat

    diartikan sebagai proses, cara,perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.

    Penyalahgunaan Narkotika menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

    2009 Tentang Narkotika tidak memberikan penjelasan yang jelas mengenai istilah

    penyalahgunaan tersebut. Hanya istilah penyalahguna yaitu orang yang menggunakan

  • narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalahgunaan narkotika dan

    penyalahgunaan obat (drug abuse) dapat pula artikan mempergunakan obat atau

    narkotika bukan untuk tujuan pengobatan, padahal fungsi obat narkotika adalah untuk

    membantu penyembuhan dan sebagai obat terapi. Apabila orang yang tidak sakit

    mempergunakan narkotika, maka ia akan merasakan segala hal yang berbau abnormal.11

    Djoko Prakoso, Bambang R. L., dan Amir M. menjelaskan yang dimaksud dengan

    penyalahgunaan narkotika adalah :

    a. Secara terus-menerus/ berkesinambungan,

    b. Sekali-kali (kadang-kadang),

    c. Secara berlebihan,

    d. Tidak menurut petunjuk dokter (non medik). 12

    Pada umumnya secara keseluruhan faktor–faktor penyebab terjadinya

    penyalahgunaan narkotika dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor

    eksternal , sebagai berikut:

    a. Faktor Internal Pelaku

    1. Perasaan egois, merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini

    seringkali mendominir perilaku seseorang secara tanpa sadar, pada suatu ketika

    rasa egoisnya dapat mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara

    penuh apa yang mungkin dapat dihasilkan dari narkotika.

    2. Kehendak ingin bebas, sifat ini adalah juga merupakan suatu sifat dasar yang

    dimiliki manusia. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat banyak, norma–

    11

    Maidi Gultom, 2010, Perlidungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, Bandung, PT. Refika

    Aditama, hlm 32 12

    Djoko Prakoso, Bambang R. L., Amir M., Op.Cit, hal. 489.

  • norma yang membatasi kehendak bebas ini muncul dan terwujud dalam perilaku

    setiap kali seseorang dihimpit beban pemikiran dan perasaan.

    3. Kegoncangan jiwa, hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu sebab yang

    secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dalam dihadapi dan diatasinya.

    4. Rasa keingintahuan, perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia

    yang usianya masih muda. Perasaan ini tidak terbatas pada hal–hal yang positif,

    tetapi juga kepada hal–hal yang sifatnya negatif.

    b. Faktor Eksternal Pelaku

    Faktor yang datang dari luar ini banyak sekali, diantaranya yang paling penting

    adalah sebagai berikut :

    1. Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua,

    yaitu ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang kurang baik atau miskin.

    Dalam hubungannya dengan narkotika, bagi orang–orang yang tergolong

    dalamkelompok ekonomi yang baik dapat mempercepat keinginan untuk

    mengetahui menikmati, dan sebagainya tentang narkotika. Sedangkan bagi yang

    keadaan ekonominya sulit dapat juga melakukan hal tersebut tetapi

    kemungkinannya lebih kecil dari pada mereka yang ekonominya cukup.

    2. Pergaulan dalam lingkungan, pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan

    dari lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan

    lingkungan pergaulan lainnya. Ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan

    pengaruh yang negatif terhadap seseorang, artinya akibat yang ditimbulkan oleh

  • interaksi dengan lingkungan tersebut seseorang dapat melakukan perbuatan yang

    baik dan dapat pula sebaliknya.

    3. Kurangnya pengawasan, pengawasan disini dimaksudkan adalah pengendalian

    terhadap persedian narkotika, penggunaan, dan peredaraannya. Jadi tidak hanya

    mencakup pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah tetapi juga pengawasan

    yang dilakukan oleh masyarakat. Disini keluarga merupakan inti dari masyarakat

    seyogyanya dapat melakukan pengawasan intensif terhadap anggota keluarganya.

    untuk tidak terlibat keperbuatan yang tergolong pada tindak pidana narkotika.13

    4. Teori Pertimbangan Hakim

    Pengertian putusan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 1 angka 11 KUHAP,

    yaitu:

    “Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan

    terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan

    hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

    Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan

    terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan

    mengandung kepastian hukum. Oleh sebab itu, Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara

    juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan

    sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian bertujuan untuk

    13

    Taufik Makkarao, dkk., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), h.48

  • memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar

    terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil.

    Pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal

    sebagai berikut :

    a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.

    b. Adanya analisis secara yuridis, filosofis, dan sosiologis terhadap putusan segala

    aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

    c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili

    secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang

    terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar

    putusan.14

    Pendekatan yang digunakan hakim dalam memutus suatu perkara ialah, pendekatan

    normatif, pendekatan empiris atau pendekatan filsufis. Ketiga jenis pendekatan ini oleh

    hakim, harusnya digunakan secara bersama-sama dan proporsional.Menurut Achmad

    Ali, ketiga jenis pendekatan itu ialah sebagai berikut:

    1. Pendekatan normatif

    Pendekatan normatif memfokuskan kajiannya dengan memendang hukum

    sebagai suatu sistem yang utuh yang mencakupi seperangkat asas asas hukum, norma-

    norma hukum, dan aturan-aturan hukum (tertulis maupun tidak tertulis).

    2. Pendakatan empiris atau legal impirical

    14

    Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

    2004), h.142.

  • Pendekatan empiris memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum

    sebagai seperangkat realitas, seperangkat tindakan, dan seperangkat perilaku.

    3. Pendekatan filsufis

    Pendekatan filsufis memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum sebagai

    seperangkat nilai-nilai moral serta ide-ide yang abstrak, diantaranya kajian tentang

    moral keadilan.15

    5. Teori Keadilan

    Teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil menyangkut hak dan kebebasan,

    peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Pandangan keadilan ini sebagai suatu

    pemberian hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan hak

    persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak dipandangan manusia

    sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah yang dapat dipahami bahwa semua

    orang atau setiap warga negara dihadapan hukum sama. Teori keadilan Aristoteles

    dalam bukunya nicomachean ethics dan teori hukum dan keadilan Hans Kelsen dalam

    bukunya general theory of law and state.

    1) Teori Keadilan Aritoteles

    Keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua macam keadilan,

    keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan

    yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief

    memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya

    15

    Erdianto Efendi. 2011. Hukum Pidana Indonesia. Bandung : PT Refika Aditama. Hlm 178.

  • dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar menukar barang dan jasa. 16

    Keadilan

    distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-

    barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan

    mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak

    Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang

    berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang

    sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. 17

    2) Teori Keadilan Hans Kelsen

    Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai

    keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir

    nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan

    tiap individu keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Hans Kelsen

    mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu

    benda atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran

    tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam

    beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda

    dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari

    alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. 18

    Dua hal lagi konsep keadilan

    yang dikemukakan oleh Hans Kelsen :

    16

    L..J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, cetakan kedua puluh enam,

    1996,hlm. 11-12. 17

    Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung, Nuansa dan Nusamedia, 2004,

    hal 25. 18

    Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Bandung, Nusa

    Media, 2011, hlm. 7.

  • a. Keadilan dan Perdamaian.

    Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui

    pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya

    menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut

    dapat dicapai melalui suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan

    mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi

    menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.

    b. Keadilan dan Legalitas.

    Menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu

    peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu

    peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak

    diterapkan pada kasus lain yang serupa.19

    3) Perspektif Teori Keadilan Dalam Hukum Nasional

    Pandangan keadilan dalam hukum nasional bangsa Indonesia tertuju pada dasar

    negara, yaitu Pancasila, yang mana sila kelimanya berbunyi : “Keadilan sosial bagi

    seluruh rakyat Indonesia”. Adil dan keadilan adalah pengakuan dan perlakukan

    seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakukan yang

    seimbang hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “hak hidup”,

    maka sebaliknya harus mempertahankan hak hidup tersebut denga jalan bekerja keras,

    dan kerja keras yang dilakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain,

    19

    Ibid

  • sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana

    halnya hak yang ada pada diri individu. 20

    6. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

    Berdasarkan Pasal 183 KUHAP, seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana

    kepada terdakwa tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan

    sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan

    bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

    melakukannya. Alat bukti sah yang dimaksud adalah Keterangan saksi, keterangan ahli,

    surat, petunjuk, keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui

    sehingga tidak perlu dibuktikan.21

    Hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih

    rendah dari batas minimal dan juga hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang lebih

    tinggi dari batas maksimal hukuman yang telah ditentukan undang-undang. Fungsi

    utama dari seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan

    kepadanya, dimana dalam perkara pidana hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian

    negatif (negative wetterlijke), yang pada prinsipnya

    menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti,

    disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan

    hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.

    Hakim pengadilan dalam mengambil suatu keputusan dalam sidang pengadilan,

    mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu:

    20

    Suhrawardi K. Lunis, Etika Profesi Hukum, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hlm. 50. 21

    Satjipto Rahardjo, Op. Cit. hlm. 11

  • a. Kesalahan pelaku tindak pidana

    Hal ini merupakan syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang. Kesalahan

    di sini mempunyai arti seluas-luasnya, yaitu dapat dicelanya pelaku tindak

    pidana tersebut. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana harus ditentukan

    secara normatif dan tidak secara fisik. Untuk menentukan adanya kesengajaan

    dan niat harus dilihat dari peristiwa demi peristiwa, yang harus memegang

    ukuran normatif dari kesengajaan dan niat adalah hakim.

    b. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana

    Kasus tindak pidana mengandung unsur bahwa perbuatan tersebut mempunyai

    motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum.

    c. Cara melakukan tindak pidana

    Pelaku melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang direncanakan terlebih

    dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang terdapat unsur niat di

    dalamnya yaitu keinginan si pelaku untuk melawan hukum.

    d. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi.

    Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat

    mempengaruhi putusan hakim dan memperingan hukuman pelaku.

    e. Sikap batin pelaku tindak pidana

    Hal ini dapat diidentifikasikan dengan melihat pada rasa bersalah, rasa

    penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Pelaku juga

    memberikan ganti rugi atau uang santunan pada keluarga korban dan

    melakukan perdamaian secara kekeluargaan.

  • f. Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana

    Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, ia menjelaskan tidak

    berbelit-belit, ia menerima dan mengakui kesalahannya, karena hakim melihat

    pelaku berlaku sopan dan mau bertanggungjawab, juga mengakui semua

    perbuatannya dengan berterus terang dan berkata jujur.

    g. Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku

    Pidana juga mempunyai tujuan yaitu selain membuat jera kepada pelaku tindak

    pidana, juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya

    tersebut, membebaskan rasa bersalah kepada pelaku, memasyarakatkan pelaku

    dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadikannya orang yang lebih

    baik dan berguna.

    h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku

    Dalam suatu tindak pidana masyarakat menilai bahwa tindakan pelaku adalah

    suatu perbuatan tercela, jadi wajar saja kepada pelaku untuk dijatuhi hukuman,

    agar pelaku mendapatkan ganjarannya dan menjadikan pelajaran untuk tidak

    melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal

    tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya

    kebenaran, keadilan dan kepastian hukum.22

    22

    Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra

    Aditya Bakti, Bandung, 2001. hlm. 77

  • 7. Disparitas Pidana

    Disparitas pada dasarnya merupakan lawan kata dari konsep paritas yang berarti

    keseteraan nilai. Dalam konteks pemidanaan, paritas merupakan kesetaraan hukuman

    terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa. Dalam hal ini, disparitas berarti adanya

    perbedaan hukuman terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa atau dengan kata

    lain adanya sanksi pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama. Menurut

    Muladi dan Arief, bahwa “Disparitas peradilan pidana adalah penerapan pidana yang

    tidak sama terhadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang

    sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas”.23

    Di Indonesia, disparitas hukuman juga sering dihubungkan dengan independensi

    hakim. Model pemidanaan yang diatur dalam perundang-undangan (perumusan sanksi

    pidana maksimal) juga ikut memberi andil. Dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak

    boleh diintervensi pihak manapun. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

    Kehakiman menyebutkan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai

    hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

    Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa disparitas

    peradilan pidana (disparity of sentencing) adalah pemidanaan yang tidak sama atas

    tindak pidana yang sama yang dilakukan oleh hakim berdasarkan kewenangannya

    dalam memutussuatu perkara demi menjalankan fungsi peradilan.

    Beberapa faktor yang menjadi pemicu timbulnya disparitas pidana, faktor penyebab

    itu antara lain sebagai berikut:

    23

    Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1982, Pidana dan Pemidanaan, Semarang, FH Unissula Semarang,

    hlm.2-3

  • a. Masalah Falsafah Pemidanaan

    Beberapa macam falsafah atau tujuan pemidanaan yaitu berupa pembalasan

    (aliran klasik) dan berupa pembinaan, tujuan pidana yang berkembang dari dulu sampai

    kini telah menjurus pada arah yang lebih rasional. Yang paling tua ialah pembalasan

    (revenge) atau untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri atau

    pihak yang dirugikan atau korban kejahatan.24

    Jadi untuk menghindari terjadinya

    disparitas pidana yang menyolok maka sebaiknya dalam KUHP, falsafah pemidanaan

    ini dirumuskan dengan jelas. Dengan kata lain falsafah yang dianut harus dirumuskan

    secara tertulis dan diaplikasikan secara konsisten dengan apa yang telah ditegaskan

    dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

    b. Pedoman Pemidanaan

    Dalam rangka usaha untuk mengurangi disparitas pidana, maka didalam konsep

    rancangan KUHP yang baru buku I tahun 1982, pedoman pemberian pidana itu

    diperinci sebagai berikut:

    Dalam pemidanaan hakim mempertimbangkan:

    1) Kesalahan pembuat

    2) Motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana

    3) Cara melakukan tindak pidana

    4) Sikap batin pembuat

    5) Riwayat hidup dan keadaan social ekonomi pembuat

    24

    Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, hlm 15-16.

  • 6) Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana

    7) Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat

    8) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan

    c. Masalah Patokan Pidana

    Hal lain yang dapat menimbulkan disparitas pidana adalah ketidakadaan patokan

    pemidanaan dalam perundang-undangan kita maupun dalam praktek di pengadilan.

    Tanpa pedoman yang memadai dalam undang-undang hukum pidana dikhawatirkan

    masalah disparitas pidanadikemudian hari akan menjadi lebih parah dibandingkan

    dengan saat ini.

    d. Faktor yang bersumber dari diri Hakim sendiri

    Faktor eksternal yang membuat hakim bebas menjatuhkan pidana yang

    bersumber pada UU. Hakim bebas memilih jenis pidana, karena tersedia jenis pidana

    didalam pengancaman pidana dalam ketentuan perundang-undangan pidana. Hal

    tersebut dapat dilihat pada Pasal 12 ayat (2) KUHP, yang menyebutkan bahwa pidana

    penjara waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 (lima belas) tahun

    berturut turut. Sedangkan dalam ayat (4)nya diatur bahwa pidana penjara selam waktu

    tertentu sekali sekali tidak boleh melebihi dua puluh tahun. Sedangkan faktor internal

    bersumber dari diri hakim sendiri yang menyangkut profesionalitas dan integritas untuk

    menaruh perhatian terhadap perkara yang ditangani dengan mengingat tujuan

  • pemidanaan yang hendak dicapai, maka terhadap perbuatan perbuatan pidana yang

    sama pun akan dijatuhkan pidana yang berbeda beda.25

    Disparitas pada dasarnya merupakan lawan kata dari konsep paritas yang berarti

    keseteraan nilai. Dalam konteks pemidanaan, paritas merupakan kesetaraan hukuman

    terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa. Dalam hal ini, disparitas berarti adanya

    perbedaan hukuman terhadap kejahatan dengan kondisi yang serupa atau dengan kata

    lain adanya sanksi pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama.

    Ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut memberikan jaminan

    terhadap kebebasan lembaga peradilan sebagai lembaga yang merdeka, termasuk

    kebebasan hakim dalam menjatuhkan pidana.

    Pengaturan mengenai disparitas peradilan pidana terdapat dalam ketentuan Pasal

    24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mana memberikan landasan hukum bagi

    kekuasaan hakim yaitu kekuasan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

    menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

    Disparitas pidana dapat menyebabkan timbulnya demoralisasi dan sikap anti-

    rehabilitasi di kalangan terpidana yang dijatuhi pidana lebih berat daripada yang lain di

    dalam kasus yang sebanding. Disparitas pemidanaan tidak dapat dihilangkan sama

    sekali kecuali dilakukan dengan meminimalisir terjadinya disparitas itu sendiri.

    Disparitas pidana yang masih sering terjadi dapat berakibat fatal, akibat dari disparitas

    pidana dapat berdampak bagi terpidana dan masyarakat secara luas. Dampak disparitas

    pidana bagi terpidana yaitu apabila terpidana setelah dijatuhi hukuman membandingkan

    25

    Eva Achjani Zulfa, Pergesaran Paradigma Pemidanaan, 2011, hlm. 33

  • pidana yang diterimanya, terdakwa yang merasa diperlakukan tidak adil oleh hakim.26

    Masyarakat secara luas menganggap keputusan pidana tersebut dianggap sangat

    kontroversial, di mana disebabkan keputusan yang diambil sangat jauh berbeda dari

    keputusan yang pernah diambil sebelumnya dalam kasus yang sama, ataupun keputusan

    yang diambil sangat jauh dari perasaan hati nurani masyarakat secara umum.

    Disparitas putusan pidana tersebut yang kemudian dikhawatirkan menimbulkan

    rasa antipati masyarakat kepada hukum dan lembaga peradilan kita sehingga dapat

    menimbulkan adanya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat dalam

    menyelesaikan konflik tanpa melalui suatu proses pengadilan. Namun, akibat hukum

    yang ditimbulkan dari hakim tidak ada sepanjang hukuman yang dijatuhi tidak melebihi

    ancaman maksimum, kalau menjatuhkan lebih dari ancaman maksimum hakim terkena

    sanksi karena dianggap tidak mampu.27

    Dari beberapa hal diatas, akibat hukum yang

    ditimbulkan wajar adanya karena tidak semua terdakwa mengerti alasan mengapa

    perbedaan penjatuhan hukuman itu diberikan. Oleh karena itu hakim atau pengadilan

    harus memberikan pengertian atau penjelasan kepada terdakwa.

    26

    Muladi dan Badra Nawawi Arif, 2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung, hal. 78. 27

    Ibid, hal 90

  • B. HASIL PENELITIAN

    Perbandingan Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 dan Putusan

    Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.

    Dalam penjelasan mengenai disparitas pidana yang terdapat pada kerangka teori,

    penulis memberikan pemaparan perbandingan putusan mengenai kasus yang di

    analisis dengan tabel perbandingan berdasarkan Identitas, Dakwaan, Tuntutan,

    Unsur-Unsur Pasal yang di Dakwakan, Pertimbangan Hakim, Pledoi, dan Amar

    Putusan;

    a. Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015

    Nama : Rochim Aditya Bin Rohadi

    Tempat Lahir : Salatiga

    Umur/Tanggal Lahir : 20 Tahun / 12 desember 1993.

    Jenis Kelamin : Laki-laki.

    Kebangsaan : Indonesia.

    Tempat Tinggal : Jln.Ngentaksari No. 25 Rt.01

    Rw.05,Kel.Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota

    Salatiga;

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Serabutan

    Pendidikan : SMP (tamat)

  • Terdakwa di dakwa dengan dakwaan Pertama sebagai berikut :

    Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka

    Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin

    Sujiarno, pada hari Minggu tanggal 21 September 2014, sekitar Pukul. 01.30 Wib atau

    setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September tahun 2014 bertempat di

    sebuah rumah di perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 4/7 Kel. Kauman Kidul Kec.

    Sidorejo Kota Salatiga atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk

    dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, Permufakatan jahat tanpa hak atau

    melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Golongan I dalam Bentuk

    Tanaman. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal

    111 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1)

    UU NO. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

    Dan dakwaan kedua :

    Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka

    Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin

    Sujiarno, pada hari Minggu tanggal 21 September 2014, sekitar Pukul. 01.30 Wib atau

    setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September tahun 2014 bertempat di

    sebuah rumah di perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 4/7 Kel. Kauman Kidul Kec.

    Sidorejo Kota Salatiga atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang masih termasuk

    dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga, Yang Melakukan, Menyuruh

    Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri

    sendiri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 127

  • ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 Ayat (1)

    Ke-1 KUHP.

    Dengan tuntutan Pidana No.Reg.Perk : PDM-50 / SALTI / Euh.2 / 11 / 2015, atas

    nama terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi :

    1. Menyatakan terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi terbukti bersalah melakukan

    tindak pidana ” Turut Serta Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”

    sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 tahun 2009

    tentang Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ;

    2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi dengan pidana

    penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangkan terdakwa selama masa

    tahanan dengan perintah terdakwa tetap di tahan.

    3. Menyatakan barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana

    komunikasi.

    4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua

    ribu rupiah).

    Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan pada

    pembuktian mengenai unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh

  • karena terdakwa di dakwa dengan dakwaan subsidair Pasal 111 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan terdakwa didakwa dengan

    dakwaan primair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

    Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat

    (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)

    Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :

    1. Setiap Penyalah Guna

    a. Bahwa yang dimaksud Penyalahguna sebagaimana UndangUndang No.35 tahun

    2009 tentang Narkotika pasal 1 angka 15 adalah orang yang menggunakan

    Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

    b. Bahwa unsur setiap penyalah guna tersebut meliputi 2 sub unsur yaitu setiap

    orang dan tanpa hak atau melawan hukum.

    c. Bahwa unsur setiap orang secara umum pengertiannya sama dengan unsur

    barang siapa sebagaimana yang disebut dalam pasal-pasal KUHP yaitu

    menunjuk kepada Subyek Hukum dalam hal ini manusia pribadi (Natuurlijke

    Persoon) selaku pendukung hak dan kewajiban.

    2. Unsur Narkotika Golongan I bagi diri sendiri

    a. Bahwa yang dimaksud Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

    atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

  • penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

    menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

    3. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.

    a. bahwa pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tersebut mengatur mengenai deelneming

    (keturutsertaan) pada suatu delict atau perbuatan pidana dan menggolongkan

    pelaku perbuatan pidana menjadi tiga, yaitu :

    1).Orang yang melakukan perbuatan (plegen, dader)

    2). Orang yang menyuruh lakukan perbuatan (doen plegen)

    3).Orang yang turut serta melakukan perbuatan (medeplegen, mededader).

    b. Bahwa Majelis Hakim sependapat dengan Memorie van Toelichting (MvT)

    yang menyebutkan bahwa ada orang yang turut serta melakukan perbuatan

    apabila ada 2 (dua) orang atau lebih ikut serta dalam pelaksanaan perbuatan.

    Kemudian PAF. Lamintang dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana

    Indonesia, halaman 600-601 yang mendukung ajaran “objectieve deelnemings

    theorie” mensyaratkan diantara para peserta tersebut harus ada kesadaran bahwa

    mereka telah melakukan suatu kerja sama untuk melakukan suatu perbuatan

    pidana, karena faktor kesadaran melakukan kerja sama tersebut sebagai faktor

    yang sangat menentukan untuk dapat dikatakan ada suatu medeplegen. Lebih

    lanjut Simons dan Langemeijer menegaskan apabila kesadaran tentang adanya

    suatu kerja sama itu ternyata tidak ada, maka orang juga tidak dapat mengatakan

    bahwa disitu terdapat suatu perbuatan turut melakukan. Adanya kerja sama

    tersebut tidaklah perlu sebelumnya para peserta memperjanjikan suatu kerja

  • sama seperti itu, melainkan cukup apabila pada saat suatu perbuatan pidana itu

    dilakukan setiap orang diantara para peserta itu mengetahui bahwa mereka itu

    bekerja sama dengan orang lain.

    Atas tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa mengajukan

    pleidoi berupa pembelaan secara tertulis yang disampaikan oleh Penasihat Hukum

    Terdakwa yang pada pokoknya memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan

    mengadili perkara ini berkenan memutuskan :

    1. Memberikan putusan yang lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

    2. Memberikan putusan lain yang patut dan adil menurut pandangan Majelis Hakim

    Pemeriksa dan Pemutus perkara ini dalam peradilan yang baik.

    Dengan barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana

    komunikasi.

    Dari beberapa pertimbangan seperti barang bukti, tuntutan, dakwaan. Hakim

    juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan, di antaranya adalah

    sebagai berikut :

  • Hal – hal yang memberatkan :

    Bahwa perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya

    memberantas peredaran dan penggunaan secara illegal Narkotika di Indonesia.

    Hal hal yang meringankan :

    1. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.

    2. Terdakwa belum pernah dihukum.

    3. Terdakwa menyesal dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi.

    4. Terdakwa masih muda sehingga diharapkan masih dapat memperbaiki diri.

    Dengan melalui banyak pertimbangan di atas, Hakim memutuskan perkara

    dengan amar putusan sebagai berikut :

    Mengingat akan pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP serta Peraturan Perundang-undangan

    lain yang bersangkutan dengan perkara ini. Menyatakan dalam putusan Majelis Hakim

    dengan amar putusan sebagai berikut:

    1. Menyatakan Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI tersebut diatas telah

    terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana TURUT

    SERTA PENYALAHGUNA NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI.

    2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI oleh

    karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 8 (delapan) bulan.

    3. Menetapkan bahwa masa lamanya terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari

    pidana yang dijatuhkan.

    4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.

  • 5. Menetapkan barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana komunikasi.

    Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara

    atas nama Daniel Septian Anggoro ;

    f) Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

    Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) ;

    b. Putusan Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.

    Nama : Bagus Raka Sukma Bin Jumanto

    Tempat Lahir : Salatiga

    Umur/Tanggal Lair : 22 Tahun/22 Maret 1992

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Tempat Tinggal : Perum Menunggal 2 Blok K 36 RT.04 RW.07 Kel. Kauman

    Kidul, Kec. Sidorejo kota Salatiga

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Tukang Tato

    Pendidikan : SMP (tamat)

  • Terdakwa di dakwa dengan dakwaan Pertama sebagai berikut :

    Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto, bersama - sama dengan Rochim

    Aditya dan Daniel Septian Anggoro (dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Minggu,

    tanggal 21 September 2014 sekitar pukul 01.30 wib atau setidak - tidaknya pada waktu

    lain dalam bulan September 2014, bertempat di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 04

    Rw. 07 Kel. Kauman Kidul Kec. Sidorejo Kota Salatiga, atau setidak - tidaknya di suatu

    tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga,

    permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai

    atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman. Perbuatan terdakwa

    sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 111 ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1)

    UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

    Dan dakwaan Kedua :

    Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto, bersama - sama dengan Rochim

    Aditya dan Daniel Septian Anggoro (dilakukan penuntutan terpisah) pada hari Minggu,

    tanggal 21 September 2014 sekitar pukul 01.30 wib atau setidak - tidaknya pada waktu

    lain dalam bulan September 2014, bertempat di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt. 04

    Rw. 07 Kel. Kauman Kidul Kec. Sidorejo Kota Salatiga, atau setidak - tidaknya di suatu

    tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga,

    Yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan Penyalah Guna

    Narkotika Golongan I bagi diri sendiri. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan

    diancam pidana dalam pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009

    Tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.

  • Dengan tuntutan Pidana No.Reg. Perk. : PDM- 48/Salti/Euh.2/11/2014, atas nama

    terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto :

    1. Menyatakan terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto telah terbukti secara sah

    dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ tanpa hak memiliki, menguasai

    Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman “ yang diatur dan diancam pidana

    menurut Pasal 111 Ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang

    Narkotika sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu.

    2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto dengan

    pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi masa

    penahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan dan pidana

    denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan

    penjara.

    3. Menyatakan barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana

    komunikasi.

    4. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu

    rupiah).

  • Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan pada

    pembuktian mengenai unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Oleh

    karena terdakwa di dakwa dengan dakwaan subsidair Pasal 111 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-

    Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan terdakwa didakwa dengan

    dakwaan primair Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009

    tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

    Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat

    (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)

    Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :

    1. Tentang unsur setiap orang

    a. Bahwa yang dimaksud dengan unsur ” setiap orang ” menurut hukum pidana

    ialah setiap orang atau siapa saja sebagai subyek hukum yang melakukan suatu

    tindak pidana tidak terkecuali termasuk diri Terdakwa Bagus Raga Sukma Bin

    Jumanto yang dapat dituntut dan dimintai pertanggungjawaban dalam segala

    tindakannya.

    b. Bahwa pada setiap subjek hukum melekat erat kemampuan bertanggung jawab

    atas hal - hal atau keadaan yang mengakibatkan orang yang telah melakukan

    sesuatu perbuatan yang secara tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

    Undang - Undang dapat dihukum, sehingga seseorang sebagai subyek hukum

    untuk dapat dihukum harus memiliki kemampuan bertanggung jawab.

  • c. Bahwa mengenai unsur “ setiap orang “ Majelis Hakim berpendapat unsur

    tersebut berhubungan dengan kemampuan bertanggungjawab sebagai salah satu

    unsur perbuatan pidana yang berdiri sendirI(toerekeningsvatbaarheid) dimana

    dalam ilmu hukum dan yurisprudensi menganggap kemampuan bertanggung

    jawab sebagai unsur dari perbuatan pidana meskipun unsur yang diam - diam

    dalam pengertian selalu dianggap ada hingga tidak usah dibuktikan. Jika Hakim

    meragukan adanya, barulah diselidiki dan jika masih terdapat keraguan, maka

    pidana tidak boleh dijatuhkan.

    d. Bahwa menurut Mr. J.E. Jonkers, syarat yang umum untuk dapat

    dipertanggungjawabkan tidak mudah ditentukan. Ada 3 syarat mengenai

    pertangungjawaban pidana :

    1. Kemungkinan untuk menentukan kehendaknya terhadap suatu perbuatan.

    2. Mengetahui maksud yang sesungguhnya dari perbuatan itu.

    3. Keinsyafan bahwa hal itu dilarang dalam masyarakat.

    e. Bahwa sedangkan menurut Prof. Moeljatno, SH, dalam bukunya Azaz - Azaz

    Hukum Pidana hal. 165, untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus

    ada:

    1. Kemampuan untuk membeda - bedakan antara perbuatan yang baik dan yang

    buruk, yang sesuai dan yang melawan hukum.

    2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang

    baik dan buruknya perbuatan tadi.

    2. Tentang Unsur Menggunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri

  • a. bahwa pengertian menggunakan dalam rumusan unsur diatas, menurut Majelis

    Hakim dapat disamakan pengertiannya dengan memakai atau mengkonsumsi,

    sedangkan pengertian Narkotika menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang

    Nomor 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

    tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan

    atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

    rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam

    golongan - golongan sebagaimana terlampir dalam Undang Undang ini.

    b. bahwa penggolongan Narkotika dalam Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009

    ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1), yang menyatakan bahwa Narkotika dalam

    Undang - Undang ini digolongkan kedalam 3 golongan, yaitu : Narkotika

    Golongan I , Narkotika Golongan II dan Narkotika Golongan III.

    c. Bahwa berdasarkan pengertian unsur diatas, Majelis Hakim akan

    mempertimbangkan apakah benar terdakwa telah menggunakan Narkotika

    Golongan I bagi diri sendiri.

    3. Tentang Unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum

    a. bahwa Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang

    Narkotika, tidak memberikan pengaturan tentang pengertian “ tanpa hak ” atau “

    melawan hukum ”, namun kata “ tanpa hak ” atau “ melawan hukum ” yang

    banyak ditemukan didalam KUHP dapat diartikan sebagai perbuatan yang

    bertentangan dengan hukum, atau tidak berwenang, atau tanpa ijin dari pejabat

    yang berwenang.

  • b. Bahwa yang dimaksud dengan unsur “ tanpa hak “ adalah perbuatan yang

    dilakukan oleh pelaku yang terlebih dahulu dilaksanakan tanpa didasari dengan

    alasan - alasan yang kuat dan benar menurut hukum sebagai syarat mutlak atau

    landasan baginya bahwa ia adalah pihak yang menurut hukum dapat melakukan

    suatu perbuatan hukum tertentu secara sah.

    c. Bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan apakah terdakwa telah

    melakukan perbuatan melawan hukum, maka terlebih dahulu harus dipahami

    bersama tentang pengertian ” melawan hukum ”.

    d. Bahwa melawan hukum juga memiliki arti sebagai perbuatan yang didahului

    dengan tanpa ijin dari pihak berwenang baik itu dalam perorangan atau badan

    (institusi) yang ditunjuk dan atau diangkat secara resmi oleh Undang - Undang,

    dalam hal ini menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

    2009 tentang Narkotika, yang memiliki kewenangan tertentu untuk melakukan

    suatu kegiatan tertentu yang berkaitan dengan penggunaan Narkotika dan

    Prekursor Narkotika yang dipakai dan dipergunakan sebagaimana yang telah

    diatur dan ditetapkan oleh Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 35

    Tahun 2009 tentang Narkotika.

    e. Bahwa “ tanpa hak “ dan “ melawan hukum “ menurut Undang - Undang No. 35

    Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sepanjang bukan untuk pengembangan

    ilmu pengetahuan dan digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan yang

    memperoleh ijin dari Menteri Kesehatan, maka terhadap orang - orang atau siapa

    saja yang melakukan segala bentuk kegiatan dan / atau perbuatan yang

  • berhubungan dengan narkotika atau mengelola narkotika itu dilarang atau

    dinyatakan tidak berhak dan melawan hukum.

    f. Bahwa dalam unsur “ tanpa hak “ dan “ melawan hukum “ terdapat adanya niat

    dan kesengajaan dalam perbuatan pelaku tindak pidana.

    g. Bahwa tentang unsur ” dengan sengaja ” KUH Pidana tidak memberikan suatu

    defenisi akan tetapi berdasarkan penjelasan Memorie Van Toelichting ( MVT )

    yang dimaksud dengan ” sengaja ” adalah ” menghendaki dan mengetahui ”

    terjadinya suatu tindakan beserta akibat - akibatnya dan berdasarkan teori dalam

    hukum pidana dikenal adanya 3 (tiga) bentuk kesengajaan yaitu :

    1). Sengaja sebagai kemungkinan.

    2). Kesengajaan sebagai maksud.

    3). Kesengajaan dengan kesadaran pasti atau keharusan.

    h. Bahwa ” menghendaki ” berarti adanya akibat yang diharapkan atau diinginkan

    dari tindakannya itu, sedangkan ” mengetahui ” berarti si pelaku sebelum

    melakukan sesuatu tindakan sudah menyadari bahwa tindakan tersebut apabila

    dilakukan akan berakibat sebagaimana yang diharapkan dan mengetahui pula

    perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang melawan hukum.

    i. Bahwa lebih jelasnya kesengajaan tersebut harus dihubungkan adanya sifat

    kesalahan yang dilakukan oleh pelaku pidana, sehingga dengan demikian telah

    sempurna perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku.

    j. Bahwa dalam Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 ditegaskan bahwa Narkotika hanya

    dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana

  • penyimpanan sediaan farmasi pemerintah setelah memiliki izin khusus

    penyaluran dari Menteri, sedangkan mengenai penyerahan Narkotika telah diatur

    dalam pasal 43 yang menegaskan, bahwa penyerahan Narkotika hanya dapat

    dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai

    pengobatan, dan dokter.

    4. Tentang Unsur Orang Yang Melakukan, Yang Menyuruh Melakukan Dan Yang

    Turut Serta Melakukan

    a. Bahwa pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP tersebut mengatur mengenai deelneming

    (keturutsertaan) pada suatu delict atau perbuatan pidana dan menggolongkan

    pelaku perbuatan pidana menjadi tiga yaitu :

    1). Orang yang melakukan perbuatan (plegen, dader)

    2). Orang yang menyuruh lakukan perbuatan (doen plegen)

    3). Orang yang turut serta melakukan perbuatan (medeplegen, mededader)

    b. Bahwa oleh karenanya Majelis Hakim akan meninjau apakah perbuatan yang

    telah terbukti tersebut dilakukan bersama - sama. Jika dilakukan oleh terdakwa

    secara bersama -sama dengan saksi Daniel dan saksi Rochim Aditya (diajukan

    dalam perkara terpisah), tentunya perlu dilihat sampai sejauh mana peranan dan

    hubungan terdakwa dan saksi - saksi dalam melakukan perbuatan pidana yang

    didakwakan kepadanya.

    Atas tuntutan Jaksa, terdakwa melakukan pembelaan secara tertulis yang

    disampaikan oleh Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya memohon kepada

    Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan :

  • 1. Menerima pledoi ini secara keseluruhan.

    2. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara syah dan meyakinkan melanggar

    kesatu Pasal 111 ayat (1) melainkan melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a

    Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Kedua Pasal

    127 ayat (1) huruf a Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang

    Narkotika.

    3. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara.

    Dan apabila Majelis Hakim berpendapat lain agar pada diri terdakwa dapat dipakai

    ketentuan sebagaimana yang terdapat pada Pasal 54 dan 103 ayat (1) UU RI Nomor

    35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan memerintahkan terdakwa agar menjalani

    pengobatan dan/atau perawatan melalui Rehabilitasi.

    Dengan barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana

    komunikasi.

    Melihat tuntutan, dakwaan dan barang bukti tersebut di atas, Hakim juga

    mempertimbangkan hal- hal yang memberatkan dan meringankan, di antaranya adalah

    sebagai berikut :

  • Hal – hal yang memberatkan :

    1. Perbuatan terdakwa bertentangan dengan progam pemerintah dalam upaya

    memberantas penyalahgunaan narkotika.

    2. Perbuatan terdakwa akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi

    terdakwa itu sendiri maupun orang lain / masyarakat, khususnya generasi muda akan

    ketergantungan narkotika.

    3. Seharusnya terdakwa ikut serta mencegah dan memberantas penyalahgunaan

    narkotika yang marak sekarang ini akan mengancam kehidupan bangsa Indonesia,

    malahan terdakwa berbuat sebaliknya mengkonsumsi narkotika yang ia tahu akan

    akibat bahayanya.

    4. Perbuatan terdakwa dapat menjadi sumber dari segala kejahatan.

    Hal hal yang meringankan :

    1. Terdakwa bersikap sopan dipersidangan.

    2. Terdakwa belum pernah dihukum

    3. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.

    4. Terdakwa berjanji akan meninggalkan dan menjauhi pada narkotika.

    5. Terdakwa masih berusia relatif muda sehingga masih sangat dimungkinkan dapat

    memperbaiki perbuatannya.

    Dengan melalui banyak pertimbangan di atas, Hakim memutuskan perkara

    dengan amar putusan sebagai berikut :

    Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang - Undang

    Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP, Undang -

  • Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan peraturan per Undang - Undangan

    lainnya yang bersangkutan dengan perkara ini.

    Menyatakan dalam putusan Majelis Hakim dengan amar putusan sebagai berikut:

    1. Menyatakan bahwa Terdakwa BAGUS RAGA SUKMA Bin JUMANTO telah

    terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ TURUT

    SERTA MENGGUNAKAN NARKOTIKA GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI

    SECARA TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM ”

    2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

    selama 2 (dua) tahun dan 5 (lima) bulan.

    3. Menetapkan bahwa masa lamanya Terdakwa ditahan dikurangkan seluruhnya dari

    pidana yang dijatuhkan.

    4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan.

    5. Menetapkan agar barang bukti berupa:

    a) 2 (dua) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan di cangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette di dalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih, simcard XL sebagai sarana

    komunikasi. Dirampas untuk dimusnahkan.

    Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,-

    (dua ribu rupiah).

  • C. Analisis Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 dan Putusan

    Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.

    a. Teori Disparitas Pidana

    Pengambilan keputusan pengadilan yang kurang tepat oleh hakim yang

    berwenang mengadili apabila ditinjau lebih jauh maka hal ini akan terpengaruh oleh dari

    sudut mana seseorang memandang hasil pemidanaan tersebut. Permasalahan perbedaan

    pemidanaan oleh hakim ini sebenarnya sudah menjadi persoalan intern peradilan di

    Indonesia, sebab hampir setiap negara mengalami apa yang disebut dengan “the

    disturbing disparity of sentencing” ini.

    Menurut Cheang Molly, Disparitas Pidana adalah penerapan pidana yang tidak

    sama terdadap tindak pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat

    berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.28

    Faktor-

    faktor penyebab disparitas pidana ini bukan hanya ditimbulkan oleh satu penyebab saja

    akan tetapi penyebab disparitas pidanan ini meliputi berbagai segi yang membawa

    pengaruh terjadiya diaparitas.

    1) Faktor Hukum

    Dari beberapa pasal di KUHP tampak bahwa beberapa pidana pokok sering kali

    diancamkan kepada pelaku perbuatan pidana yang sama secara alternatif, artinya

    hanya satu diantara pidana pokok yang diancamkan tersebut dapat dijatuhkan

    Hakim dan hal ini diserahkan kepadanya untuk memilih yang tepat. Disamping

    28

    Muladi dan Barda Nawawi Arief,1998 : hlm 52

  • itu hakim juga mempunyai kebebasan untuk memilih beratnya pidana

    (Strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh pengundang-

    undang hanyalah maksimum dan minimumnya. Sebagai penjelasan dapat

    dikemukakan disini pasal 12 ayat 2 KUHP yang menyatakan bahwa pidana

    penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah 1 hari dan paling lama

    adalah 15 tahun berturut-turut. Faktor penyebab disparitas pidana yang

    bersumber kepada hukum sendiri, yang satu pihak sebenarnya secara idiologis

    dapat dibenarkan tetapi dilain pihak mengandung kelemahan-kelemahan

    berhubung adanya judicial discretion yang terlalu luas.

    2) Faktor Hakim

    Faktor penyebab disparitas pidana yang bersumber dari hakim meliputi sifat

    internal dan sifat eksternal. Sifat internal dan eksternal sulit dipisahkan, karena

    menyangkut pengaruh-pengaruh latar belakang social, pendidikan, agama,

    pengalaman, perangai dan perilaku social. 29

    Hal di atas seringkali memegang

    peranan penting di dalam menentukan jenis dan beratnya pidana, daripada sifat

    perbuatannya sendiri dan kepribadian dari pelaku tindak pidana yang

    bersangkutan. Hakim juga memperhatikan faktor-faktor jenis kelamin,

    recidivisme dan umur. Wanita cenderung dipidana lebih ringan dan jarang sekali

    dihukum pidana mati, pidana terhadap recidist akan lebih berat dan bahkan dapat

    menjadi dasar hukum untuk memperberat pidana, demikin juga masalah umur

    juga sangat berperan.

    29

    Ibid hlm 58

  • b. Pemenuhan Unsur Tindak Pidana

    Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015

    Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127 ayat

    (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1)

    Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :

    1. Setiap Penyalah Guna

    a. Bahwa dalam persidangan telah dihadapkan Terdakwa Rochim Aditya Bin

    Rohadi, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, mampu menjawab semua

    pertanyaan yang diajukan kepadanya serta cakap melakukan perbuatan hukum

    dan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut.

    b. Bahwa mengenai unsur tanpa hak atau melawan hukum berarti perbuatan

    terdakwa bertentangan dengan hukum maupun norma atau etika yang ada dan

    hidup dalam masyarakat tersebut.

    c. Bahwa didalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 7 dan

    pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk

    kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi serta dalam jumlah terbatas.

    d. Bahwa pada saat terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi ditangkap tidak sedang

    melakukan perbuatan atau kegiatan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau

    pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan diduga telah memiliki

    narkotika jenis ganja dan sebagaimana telah diketahui identitasnya, sehingga hal

    tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang

  • Narkotika. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka

    unsur Setiap Penyalah Guna ini telah terpenuhi.

    2. Unsur Narkotika Golongan I bagi diri sendiri

    a. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Bagus Raga Sukma bahwa benar ganja

    tersebut adalah milik saksi Bagus Raga Sukma yang diperoleh dari Bagas yang

    mana saat menerima ganja tersebut masih terbungkus kertas Koran dan

    kemudian dilinting sendiri oleh saksi Bagus menjadi 3 lintingan.

    b. Bahwa berdasarkan pengakuan terdakwa dipersidangan, bahwa pada saat saksi

    Bagus melinting ganja, kemudian datang saksi Daniel dan selanjutnya 1 lintingan

    ganja tersebut diberikan kepada saksi Daniel untuk dinyalakan dan selanjutnya

    dihisap secara bergantian dengan saksi Bagus dan Terdakwa.

    c. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditemukan

    tersebut, dengan kesimpulan pada pokoknya setelah dilakukan pemeriksaan

    secara laboratoris kriminalistik disimpulkan BB-2081/2014/NNF berupa 2

    linting rokok berisi daun dan biji yang diduga ganja dengan berat keseluruhan

    0,589 gram, BB-2082/2014/NNF berupa 1 bungkus plastik berisi biji yang

    diduga ganja dengan berat 0,395 gram, BB-2083/2014/NNF berupa 1 bungkus

    plastik berisikan batang yang diduga ganja dengan berat 0,299 gram tersebut

    diatas adalah ganja dan terdaftar dalam Golongan I (satu) nomor urut 8 (delapan)

    lampiran Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang

    Narkotika dan BB-2086/2014/NNF berupa urine milik Rochim Aditya tersebut

    diatas adalah mengandung TETRAHYDROCANNABINOL dan terdaftar dalam

  • Golongan I (satu) Nomor urut 9 (sembilan) lampiran UndangUndang Republik

    Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

    d. Bahwa selain itu, dari fakta-fakta diatas, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal

    yang menunjukkan Terdakwa terlibat dalam sindikat peredaran narkotika baik

    perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan

    pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    sebagaimana tersebut dalam pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia No. 35

    tahun 2009 tentang Narkotika.

    Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka unsur

    Setiap Penyalah Guna ini telah terpenuhi

    3. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan.

    a. Bahwa oleh karenanya Majelis akan meninjau apakah perbuatan yang telah

    terbukti tersebut dilakukan bersama-sama.

    b. Bahwa benar saksi Bagus Raga Sukma memperoleh Ganja dari Bagas yang

    kemudian oleh saksi Bagus Raga Sukma, ganja tersebut dilinting dengan

    menggunakan kertas cigarette menjadi 3 lintingan dan sesaat kemudian datang

    saksi Daniel ke rumah saksi Bagus dan selanjutnya saksi Daniel diberi satu

    lintingan ganja untuk kemudian dinyalakan dan dihisap secara bergantian

    dengan terdakwa dan saksi Bagus Raga Sukma.

    c. Majelis Hakim berkesimpulan peran terdakwa selaku orang yang melakukan,

    menyuruh melakukan ataupun yang turut serta melakukan sebagaimana unsur

    pasal ini telah terpenuhi menurut hukum.

  • d. Bahwa dengan terpenuhinya semua unsur tindak pidana yang didakwakan dalam

    dakwaan alternatif kedua tersebut, maka Majelis Hakim berkeyakinan kalau

    Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

    pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua Penuntut Umum.

    e. Bahwa terhadap pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa pada pokoknya

    menyatakan bahwa terdakwa adalah pemakai / penyalah guna Narkotika

    sekaligus korban dari peredaran narkotika dan memohon agar kepada terdakwa

    dapat diberikan putusan yang lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

    f. Bahwa oleh karena dipersidangan tidak ditemukan adanya alasan pembenar dan

    alasan pemaaf yang dapat menghapus pidana bagi Terdakwa.

    g. Bahwa terhadap barang bukti berupa :

    a) 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b) Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c) Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d) 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro

    merah.

    e) 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai

    sarana komunikasi.

    Putusan Nomor 33/Pid.Sus/2014/PN Slt Tahun 2015.

    Jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan primair yaitu melanggar Pasal 127

    ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat

    (1) Ke-1 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut :

  • 1. Tentang unsur setiap orang

    Bahwa dengan diajukannya Terdakwa Bagus Raga Sukma Bin Jumanto dalam

    perkara ini, yang identitas lengkapnya sebagaimana tercantum secara jelas dan

    lengkap dalam surat dakwaan Jaksa / Penuntut Umum, hal mana telah dibenarkan

    oleh saksi - saksi maupun pengakuan Terdakwa sendiri dipersidangan, sehingga

    memberikan cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk berpendapat bahwa unsur “

    setiap orang “ telah terpenuhi menurut hukum.

    2. Tentang Unsur Menggunakan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri

    a. Bahwa selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang Undang

    Nomor 35 Tahun 2009 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika

    Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

    pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

    mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

    b. Bahwa menurut keterangan saksi Agus Ristiono, Ahmat Jhon Febri didukung

    pengakuan / keterangan terdakwa di persidangan bahwa barang bukti ganja

    tersebut diatas adalah benar milik terdakwa, yang diperoleh dari Bagas yang

    mana saat menerima ganja tersebut masih terbungkus kertas Koran dan

    kemudian dilinting sendiri oleh terdakwa menjadi 3 lintingan.

    c. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Rochim Aditya serta pengakuan terdakwa

    di persidangan, bahwa pada saat terdakwa melinting ganja, kemudian datang

    saksi Daniel dan selanjutnya 1 lintingan ganja tersebut diberikan kepada saksi

  • Daniel untuk dinyalakan dan selanjutnya dihisap secara bergantian dengan saksi

    Rochim Aditya dan Terdakwa sambil minum kopi.

    d. Bahwa sesuai fakta di persidangan, ternyata benar setelah satu linting ganja

    tersebut habis dihisap, kemudian sisanya yang 2 linting ditaruh di gagang sapu

    lidi, batang ganja dibuang ditempat sampah tas plastik sedangkan biji ganja

    ditaruh saksi Rochim Aditya di dalam cangkir.

    e. Bahwa terhadap zat Tertrahydrocannabinol yang terkandung didalam ganja yang

    dikonsumsi oleh terdakwa secara bergantian dengan saksi Rochim Aditya dan

    saksi Daniel, jika dihubungkan dengan penggolongan Narkotika yang disebutkan

    dalam Lampiran Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

    adalah termasuk Narkotika Golongan I Nomor Urut 9.

    f. Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, Majelis Hakim berpendapat

    bahwa benar terdakwa telah mengkonsumsi ganja yang termasuk Narkotika

    Golongan I, sehingga dengan demikian unsur ini menurut Majelis Hakim telah

    terpenuhi.

    3. Tentang Unsur Tanpa Hak atau Melawan Hukum

    a. Bahwa Undang Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur

    secara tegas mengenai peredaran, penyaluran dan penyerahan Narkotika, antara

    lain dalam Pasal 35 dan Pasal 36 ayat (1) disebutkan bahwa narkotika dalam

    bentuk obat jadi, hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri.

    b. Bahwa dari ketentuan diatas jika dihubungkan dengan fakta di persidangan,

    ternyata terdakwa Bagus Raga Sukma Bin Jumanto tidak memiliki izin dari

  • Menteri atau pejabat yang berwenang untuk mengedarkan, menyalurkan atau

    menyerahkan narkotika, maka dengan demikian unsur “ tanpa hak atau melawan

    hukum ” menggunakan Narkotika Golongan I , menurut Majelis Hakim telah

    terpenuhi.

    4. Tentang Unsur Orang Yang Melakukan, Yang Menyuruh Melakukan Dan Yang

    Turut Serta Melakukan.

    a. Bahwa benar terdakwa memperoleh Ganja dari Bagas yang kemudian oleh

    terdakwa, ganja tersebut dilinting dengan menggunakan kertas cigarette menjadi

    3 lintingan. Bahwa benar sesaat kemudian datang saksi Daniel ke rumah

    terdakwa dan selanjutnya saksi Daniel diberi satu lintingan ganja untuk

    kemudian dinyalakan dan dihisap secara bergantian dengan terdakwa dan saksi

    Rochim Aditya.

    b. Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa

    Terdakwa telah secara sadar mengkonsumsi ganja dengan cara dihisap secara

    bergantian dengan saksi Rochim Aditya dan saksi Daniel.

    c. Bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan tersebut, ternyata perbuatan

    terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan alternatif kedua

    Penuntut Umum, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa telah

    terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan

    kepadanya, yaitu melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang - Undang Nomor

    35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.

  • c. Perbedaan Penjatuhan Putusan Pidana oleh Hakim

    Perbedaan penjatuhan putusan pidana oleh hakim kepada terdakwa didasari oleh

    faktor – faktor yang memberatkan masing-masing terdakwa.

    Hal yang memberatkan terdakwa Rochim

    Aditya Bin Rohadi

    Bahwa perbuatan terdakwa dilakukan

    pada saat pemerintah sedang giat-giatnya

    memberantas peredaran dan penggunaan

    secara illegal Narkotika di Indonesia

    Hal yang memberatkan terdakwa Bagus

    Raka Sukma Bin Jumanto

    1. Perbuatan terdakwa bertentangan

    dengan progam pemerintah dalam upaya

    memberantas penyalahgunaan narkotika.

    2. Perbuatan terdakwa akan

    menimbulkan akibat yang sangat

    merugikan baik bagi terdakwa itu sendiri

    maupun orang lain / masyarakat,

    khususnya generasi muda akan

    ketergantungan narkotika.

    3. Seharusnya terdakwa ikut serta

    mencegah dan memberantas

    penyalahgunaan narkotika yang marak

    sekarang ini akan mengancam kehidupan

    bangsa Indonesia, malahan terdakwa

    berbuat sebaliknya mengkonsumsi

    narkotika yang ia tahu akan akibat

    bahayanya.

  • 4. Perbuatan terdakwa dapat menjadi

    sumber dari segala kejahatan.

    Selain perbedaan faktor-faktor yang memberatkan masing-masing terdakwa,

    perbedaan penjatuhan putusan pidana oleh hakim di dasari oleh perbedaan tuntutan

    jaksa kepada terdakwa:

    Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi terbukti bersalah melakukan tindak

    pidana ” Turut Serta Penyalahguna Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”

    sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU RI No. 35 tahun 2009 tentang

    Narkotika Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ;

    Terdakwa Bagus Raka Sukma Bin Jumanto telah terbukti secara sah dan

    meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ tanpa hak memiliki, menguasai

    Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman “ yang diatur dan diancam pidana menurut

    Pasal 111 Ayat (1) jo. Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

    sebagaimana tersebut dalam dakwaan Kesatu.

    d. Pertimbangan Yuridis Dalam Penjatuhan Putusan terhadap Pelaku

    Tindak Pidana

    Dalam melakukan pemidanaan, terdapat beberapa pertimbangan, yang dilakukan

    oleh Hakim sebelum sampai kepada putusannya. Salah satunya yaitu pertimbangan

    yang bersifat yuridis. Hal-hal yamg mencakup pertimbangan yang bersifat yuridis

    dalam putusan ini ialah:

  • Putusan Nomor 34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015

    Dalam kasus ini terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan

    pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) UU RI

    Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1) UU NO. 35 Tahun

    2009 tentang Narkotika karena Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama

    dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi

    Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno melakukan permufakatan jahat tanpa hak atau

    melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Golongan I dalam Bentuk

    Tanaman dan dengan dakwaan kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

    Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55

    Ayat (1) Ke-1 KUHP karena Terdakwa Rochim Aditya Bin Rohadi bersama-sama

    dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto (dalam penuntutan terpisah) dan saksi

    Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno termasuk orang Yang Melakukan, Menyuruh

    Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri

    sendiri.

    Bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan barang bukti serta

    bukti surat yang diajukan dalam persidangan maka telah terdapat fakta-fakta hukum

    yang pada pokoknya sebagai berikut :

    1. Bahwa benar pada hari Minggu tanggal 21 September 2014 sekitar jam 01.30

    wib, telah dilakukan penangkapan terhadap terdakwa yang saat itu sedang

    berada di dalam Kamar di Perum Manunggal 2 Blok K 36 Rt.4/7 Kel. Kauman

  • Kidul, Kec. Sidorejo Kota Salatiga bersama dengan Daniel, Bagus, Bagas, Indi,

    Aldes, Agung dan Dony oleh Anggota Polisi ;

    2. Bahwa benar terdakwa dihadapkan di persidangan karena kedapatan

    menggunakan narkoba jenis ganja ;

    3. Bahwa benar dalam perjalanan kerumah Bagus, Terdakwa dan Bagus mampir ke

    rumah Indi terlebih dahulu dan sesampainya di rumah Indi, saksi Bagus bertemu

    dengan Bagas dan saat itu Bagas memberikan paket kecil dengan bungkus kertas

    Koran kepada Bagus ;

    4. Bahwa benar saat itu Bagas mengatakan ini tak kasih ganja, kemudian Bagus

    memberi uang kepada Bagas sebanyak Rp.20.000,- untuk membeli rokok ;

    5. Bahwa benar selanjutnya Bagus mengajak terdakwa untuk pulang dan

    sesampainya dirumah Bagus, didalam kamar paket ganja tersebut langsung

    dibuka dan dilinting oleh Bagus dengan menggunakan kertas cigarette menjadi 3

    lintingan ;

    6. Bahwa benar tidak lama kemudian saksi Daniel datang kerumah Bagus karena

    sebelumnya sudah di SMS oleh saksi Bagus dan kemudian Bagus memberikan 1

    linting ganja kepada Daniel untuk dibakar dan selanjutnya dihisap secara

    bergantian dengan Bagus dan terdakwa ;

    7. Bahwa benar setelah satu linting ganja tersebut habis dihisap, kemudian sisa

    yang 2 linting disimpan Bagus di dalam sapu lidi yang ada dikamar tersebut ;

  • 8. Bahwa benar selain itu juga ditemukan barang bukti berupa biji ganja di dalam

    cangkir serta batang ganja didalam plastik sampah dan selanjutnya ikut disita

    dan Blackberry milik Daniel dan HP Nokia warna putih milik Bagas ;

    9. Bahwa benar terdakwa sebelumnya pernah memakai ganja sebanyak kurang

    lebih 5 kali ;

    10. Bahwa benar awalnya terdakwa hanya coba-coba karena diajak oleh Bagus;

    11. Bahwa benar setahu saksi, Bagus mendapatkan barang tersebut karena dikasih

    oleh Bagas bukan membeli ;

    12. Terhadap barang bukti terdakwa berupa :

    a. 2 ( dua ) linting ganja dalam sapu dengan berat 0,589 gram.

    b. Biji ganja ditemukan dicangkir dengan berat 0,395 gram.

    c. Batang ganja ditempat sampah plastik dengan berat 0,299 gram.

    d. 1 (satu) pack kertas cigarette didalam bungkus rokok Marlboro merah.

    e. 1 (satu) buah HP Nokia 2310 warna putih simcard XL sebagai sarana

    komunikasi.

    Putusan Nomor 33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015

    Dalam kasus ini terdakwa didakwa dengan dakwaan yang sama dengan putusan

    nomor 33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 oleh Jaksa Penuntut Umum dengan

    dakwaan pertama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 111 ayat (1) UU

    RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 132 Ayat (1) UU NO. 35 Tahun

    2009 tentang Narkotika karena Terdakwa ROCHIM ADITYA Bin ROHADI bersama-

  • sama dengan saksi BAGUS RAGA SUKMA Bin JUMANTO (dalam penuntutan

    terpisah) dan saksi DANIEL SEPTIAN ANGGORO Bin SUJIARNO melakukan

    permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai

    Narkotika Golongan I dalam Bentuk Tanaman dan dengan dakwaan kedua sebagaimana

    diatur dan diancam pidana dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 35 tahun

    2009 tentang Narkotika Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP karena Terdakwa Rochim

    Aditya Bin Rohadi bersama-sama dengan saksi Bagus Raka Sukma Bin Jumanto

    (dalam penuntutan terpisah) dan saksi Daniel Septian Anggoro Bin Sujiarno termasuk

    orang Yang Melakukan, Menyuruh Melakukan Atau turut Serta Melakukan Penyalah

    Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri.

    Bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan barang bukti serta

    bukti surat yang diajukan dalam persidangan pada putusan Nomor

    33/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015 memiliki kesamaan keterangan saksi, keterangan

    terdakwa dan barang bukti pada pokoknya dengan putusan Nomor

    34/Pid/Sus/2014/PN.Sal Tahun 2015. Sehingga dikatakan terjadi disparitas terhadap

    kedua putusan pengadi