peran wali pemasyarakatan dalam melindungi hak …
TRANSCRIPT
PERAN WALI PEMASYARAKATAN DALAM MELINDUNGI HAK WARGA BINAAN
PEMASYARAKATAN DI LAPAS KELAS IIA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Disusun oleh :
ANDREAS BAGAS WICAKSONO
NIM: 16510028
PROGRAM STUDI ILMU SOSIATRI/PEMBANGUNAN SOSIAL
JENJANG PROGRAM STRATA I
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2020
i
ii
iii
MOTTO
Mulat Sarira Hangrasa Wani – Amangkurat I
ꦩꦸꦭꦠ꧀ꦱꦫꦶꦫꦲꦁꦫꦱꦮꦤꦶ
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini dipersembahkan kepada :
1. Andreas Bagas Wicaksono yang sudah mau di jerumuskan dalam berbagai hal,
untung banyak positifnya. Thanks ya bos!!
2. Pak Poniman, Mamak Upi, Pak Sukirno, Bu Suyatmi, Mbak Woro, Mbak Dika,
Mbak Lia support sytem terbaik
3. Restu Setiawan, Vitasari EW, I Putu Pande Darsana rekan pangerten
4. Assabti Nur Hudan & Estu Kakung sebagai pengampu dalam menari dan
berenang wkwkwk, Bu Ciska sebagai penasehat. Da best lah kalian gais!
5. Andrew Babel dan Julio Bali rekan haha hihi di KPN. Kacili Jaya!
6. Keluaga Sosiatri 2016 & HM Pembangunan Sosial STPMD “APMD”
Yogyakarta
7. DPD KAKPN DIY, Sanggar Seni Omah Srawung, Festival Pemuda, UKM
Padus & Marching Band, Majalah Lupos, UKM Katolik Maria Assumpta,
Lumbung Info Desa (Felix & Beben), Kelompok 27 (Mas Wardo, Mbak
Jaquline, Mas Noi, Mas Iver, Mas Deni okok, Mba Alvi) Thanks
Bukan berarti kawan atau pihak yang tidak disebutkan disini bukan
istimewa, tapi asli mager parah, nambah biaya print wkwkw. Love U guys!
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa, atas kasih dan cinta-Nya,
penulis dapat menyelesaikan skirpsi dengan judul “Peran Wali Pemasyarakatan dalam
Melindungi Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta”.
Sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menempuh sarjana Ilmu Sosiatri pada
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
Pada penulisan skripsi, penulis menyadari masih terdapat kerkurangan baik
dalam redaksi atau tata bahasa, oleh sebab itu penulis sangat mengapresiasi dan
mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang membangun demi
menyempurnakan tulisan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan skirpsi, kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang sudah memberi restu dalam mengerjakan skirpsi
2. Dr. Sutoro Eko Yunanto, selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
3. Dra. Oktarina Albizzia, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Sosiatri/Pembangunan Sosial Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa
“APMD” Yogyakarta.
4. Dra. MC. Candra Rusmala D, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
bekerja keras untuk membimbing saya
5. Ratna Sesotya Wedadjati, S.Psi. M. Si.Psi, selaku Dosen Penguji Samping I
yang memberikan kritik saran kontruktif
6. Dra. Anastasia Adiwirahayu, M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan
kritik saran kontruktif
vi
7. Bu Aulia Widya Sakina dosen muda favorit yang merangkul kawan-kawan
untuk berfikiran terbuka
8. Bapak/Ibu Dosen Ilmu Sosiatri yang membantu saya dalam mengakselerasi skill
dan kemampuan dalam bangku perkuliahan
9. Seluruh Staf dan karyawan/karyawati yang sudah mendukung perkuliahan
selama di STPMD “ADPM” Yogyakarta
10. Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM D.I. Yogyakarta Bapak Indro
Purwoko, S.H., M.H.
11. Kepala Lapas Kelas IIA Yogyakarta Bapak Satriyo Waluyo, BC.I.P., S.H., M.Si.
12. Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasayarakatan dan Perawatan Bapak Angga
Satrya, Amd.IP, S.H, M.H
13. Bapak/Ibu Wali Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta
14. Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Yogyakarta, 15 Apri 2020
Penulis
Andreas Bagas Wicaksono
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Motto iii
Halaman Persembahan iv
Kata Pengantar v
Daftar Isi vii
Daftar Tabel i
Daftar Gambar x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
E. Kerangka Teori
1. Peran 9
2. Wali Pemasyarakatan 11
3. Peran Wali Pemasyarakatan 17
4. Konsep Melindungi Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 20
5. Lembaga Pemasyarakatan 25
viii
6. Perlindungan Hak Bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan 29
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian 30
2. Ruang Lingkup 31
a. Obyek Penelitian 31
b. Definisi Konseptual 31
c. Definisi Operasional 32
3. Subyek Penelitian 34
4. Teknik Pengumpulan Data 34
5. Teknik Analisa Data 42
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Lembaga 44
B. Letak Geografis 45
C. Visi dan Misi 46
D. Tujuan dan Fungsi Lembaga 47
E. Sasaran 48
F. Struktur Lembaga 49
G. Sarana dan Prasarana Layanan 52
H. Kepegawaian 54
I. Warga Binaan Pemasyarakatan 67
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Deskripsi Informan 74
ix
1. Identitas Informan Wali Pemasyarakatan 76
2. Identitas Informan Warga Binaan Pemasyarakatan 77
3. Identitas Informan Kepala Sub Seksi Bimbvingan
Kemasyarakatan dan Perawatan 78
B. Analisis Data 78
1. Wali Pemasayrakatan dalam meberikan fasilitasi kepada Warga Binaa
Pemasyarakatan untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama,
kepercayaan, perawatan rohani dan jasmani 80
2. Wali Pemasayrakatan sebagai Motivator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan 107
3. Wali Pemasayrakatan sebagai Komunikatro kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan 113
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Kesimpulan 121
B. Saran 123
Daftar Pustaka 125
Lampiran
x
DAFTAR TABEL
Tabel. I.1 Pemaparan tanggal dan hasil observasi 36
Tabel. II.1 Data pegawai menurut Jenis Kelamin 55
Tabel. II.2 Data pegawai menurut Penugasan 57
Tabel. II.3 Data berdasarkan Jumlah Penghuni Per-UPT Lapas
Kelas IIA Yogyakarta 57
Tabel. II.4 Data Bentuk Pidana dari Tahun 2017-2020 72
Tabel. III.1 Identitas Informan Wali Pemasyarakatan berdasar Jenis
Kelamin dan Jabatan 57
Tabel. III.2 Identitas Informan Warga Binaan Pemasayrakatan
berdasar Usia, Jenis Kelamin, Tindak Pidana 57
Tabel. III.3 Identitas Informan Kepala Sub Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan dan Perawatan 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar. II.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan acap kali diidentikan dengan fisik dan ekonomi, wajar
karena hal tersebut menjadi pandangan umum bagi masyarakat. Salah satu alasan
terbesar adalah karena pendekatan pembangunan yang dikenal sejak tahun 1950-
an hingga akhir 1970-an sangat terkait dengan pendekatan ekonomi, seperti
pendekatan pertumbuhan (the growth Approach) pada era 1950-an hingga awal
1960-an; Pendekatan Pertumbuhan dan Pemerataan (the Redistibution of Growth
Approach) pada awal dasa warsa 1970-an; Pendekatan Kebutuhan Pokok (the
Basic Needs Approach) pada pertengahan dasa warsa 1970-an (Adi 2001:h.2-15).
Namun seiring perkembangannya, banyak pembangunan yang dipusatkan
kepada manusia atau dikenal dengan istilah Pembangunan Sosial. Pembangunan
Sosial menurut Midgley (1995:h.25) adalah suatu proses perubahan sosial yang
terencana dan dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai
suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi
dengan dinamika proses pembangunan ekonomi. Artinya bahwa konsep
pembangunan sosial semakin matang dimana tujuan utamanya adalah
menyejahterakan manusia dengan pusat pengembangan utamanya adalah
manusia.
Pembangunan sosial akhirnya terus relevan dengan berbagai
permasalahan sosial yang semakin kompleks di masyarakat. Indonesia sendiri
sebagai negara kepulauan terbesar semakin memiliki resiko dengan kompleksitas
2
permasalahan yang tinggi. Berdasarakan data yang disadur dari Indo Barometer
mengenai Hasil Survei Soal Permasalahan Utama di Indonesia pada Maret 2017
yang menempati urutan pertama yaitu permasalahan pada perekonomian rakyat
(16 persen); harga kebutuhan pokok mahal (14.6 persen); masalah agama dan
SARA (8.3 persen); sulitnya lapangan pekerjaan (6.3 persen) ; stabilitas politik (6
Persen); pelayanan kesehatan (3.6 persen); pemberantasan korupsi (3.3 persen);
sarana prasarana pendidikan (3.1 persen); biaya pendidikan mahal (2.4 persen);
hukum belum adil (2.3 persen); infrastruktur jalan (2.2 persen). Bahkan
permasalahan sosial ini terjadi secara holistik, artinya menyasar berbagai
kalangan umur. Dampak buruk dari permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia
tersebut adalah munculnya kejahatan kriminal. Kejahatan dapat dikatakan sebagai
gejolak sosial yang tidak berdiri sendiri, tetapi terkait juga dengan masalah budaya
dan politik. Kejahatan lebih menekankan pada kondisi ekonomi yaitu kemiskinan
sehingga menimbulkan demoralisasi pada individu serta membelenggu naluri
sosialnya sehingga pada akhirnya membuat individu melakukan tindak pidana.
Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2018 dengan
judul Jumlah Tindak dan Tingkat Risiko Terjadi Tindak Kejahatan (2000-2017)
menunjukan angka yang fluktuasi pada tahun 2000 sejumlah 172.5 ribu; 2001
sejumlah 187,2 ribu; 2003 196.8 ribu sejumlah; 2004 sejumlah 220.9 ribu; 2005
sejumlah 256.5 ribu; 2006 sejumlah 299.2 ribu; 2007 sejumlah 330.4 ribu; 2008
sejumlah 326.8 ribu; 2009 sejumlah 344.9 ribu; 2010 sejumlah 332.5 ribu; 2011
sejumlah 347.6 ribu; 2012 sejumlah 341.2 ribu; 2013 sejumlah 342.1 ribu; 2014
sejumlah 325.3 ribu; 2015 sejumlah 352.9 ribu; 2016 sejumlah 357.2 ribu; 2017
3
sejumlah 336.7 ribu. Bahkan menurut Badan Pusat Statistik mengenai tingkat
kerawanan kriminal di 34 provinsi, menunjukan Daerah Istimewa Yogyakarta
mnempati posisi ke 16 dari 33 Provinsi.
Artinya bahwa kasus-kasus di atas akan diarahkan pada penjatuhan pidana
atas pelaku. Pemangku kepentingan yang terlibat kemudian adalah aparat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan yang memiliki peran
startegis dalam mengemban tugas tersebut. Lembaga Pemasyarakatan selaku
lembaga yang akan mengadakan rehabilitasi, kemudian mengarahkan fungsi
pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjara tetapi juga merupakan suatu usaha
rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan
agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab. Oleh karena Warga Binaan Pemasyarakatan bukan
hanya sebagai objek melainkan sebagai subjek yang dapat bertindak diluar batas,
inilah fungsi lembaga pemasyarakatan untuk memberantas faktor-faktor yang
bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial
lainnya. Sehingga pada proses ini sangat syarat akan perlindungan dan
pemenuhan berbagai macam hak dari Warga Binaan yang terlepas dari kejahatan
yang dilakukannya.
Namun sayang, proses dari pembinaan tersebut sering diwarnai dengan
adanya oknum petugas Lapas yang tidak profesional. Kegiatan tidak profesional
4
ini mengacu pada tindakan-tindakan yang memicu kekerasan, ketakutan,
kegaduhan. Beberapa kasus yang kemudian pernah terjadi di Lembaga
Pemasyarakatan adalah pelanggaran terhadap Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan. Kasus pertama yang menjadi sorotan berbagai lapisan
masyarakat dan institusi adalah kasus kekerasan di Lapas Nusakambangan.
Melansir dari tulisan Mohammad Bernie yang di unggah pada tanggal 3 Mei 2019
adalah terjadi pelanggaran hak asasi oleh petugas Lapas. Perlakukan kekerasan
kepada narapidana melalui pemborgolan di tangan dan kepala ditutup kaos dan
kemudian berjalan jongkok yang kemudian diseret untuk sesekali mendapat
bogem dari petugas. Kemudian kasus yang terjadi pada tahun 2017 yaitu kaburnya
448 tahanan dari 1780 tahanan. Kasus tersebut diduga karena adanya tindakan
diskriminatif, sewenang-wenang dan permasalahan mengenai pencukupan
kebutuhan pelayanan dasar seperti (ruang tahanan, air bersih, kesehatan,
makanan) dan kelebihan kapasitas lapas yang seharusnya hanya mampu dihuni
oleh 561 orang. Berita tersebut disadur dari artikel yang diunggah pada Jumat, 12
Mei 2017 dengan judul Komnas HAM Temukan Pelanggaran di Lapas Klas IIB
Pekanbaru melalui situs web komnasham.go.id. Kemudian pada tahun 2018
terdapat kasus dimana terjadi kekerasan Sipir kepada seorang tahanan anak (16)
di Lapas Kelas IIB Polewali Mandar. Bahkan Lembaga Bantuan Hukum
Masyarakat mencatat pada tahun 2016 terjadi 120 kematian di lembaga
pemasyarakatan, rumah tahanan, dan ruang tahanan Polri. Perihal tersebut yang
kemudian memicu Albert Wirya untuk melaporkan instansi tersebut kepada
Ombudsman. Albert menilai bahwa tingginya faktor penyakit membuat negara
5
perlu memperkuat layanan kesehatan yang berkualitas baik di dalam maupun di
luar penjara. Lebih jauh lagi Albert mengatakan tidak pernah ada mekanisme
pengawasan yang efektif dan memadai untuk memastikan ketersediaan dan
aksesibilitas layanan kesehatan di dalam maupun di luar institusi penghukuman.
Kasus-kasus di atas kemudian menjadi sorotan berbagai pihak, padalah jika kita
melihat Lembaga Pemasyarakatan sangat syarat menjalankan prinsip melindungi
hak asasi dari seorang warga binaan.
Salah satu Pemasyarakatan yang masih menjalankan peran dan fungsinya
di Yogyakarta adalah Lapas Kelas IIA Yogyakarta atau sering disebut Lapas
Wirogunan. Lapas Wirogunan sendiri dalam menjalankan pelayananya
memegang erat Visi dan Misi sebagai mekanisme sistem kerja. Salah satu Misi
yang terkait dengan topik penelitian adalah Nomor 1 berbunyi Mewujudkan tertib
pelaksanaan tupoksi Pemasyarakatan secara konsisten dengan mengedepankan
penghormatan terhadap hukum dan HAM serta transparansi publik. Artinya
bahwa harkat dan martabat menjadi prioritas pertama nilai yang dijunjung. Selain
itu pada Tujuan Pemasyarakatan nomor 2 yang berbunyi Memberikan jaminan
perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan
Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kemudian Tujuan nomor 3
yaitu Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/para pihak berperkara
serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang
bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
6
serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan
pengadilan.
Salah satu pemangku kepentingan di Lapas Wirogunan yang kemudian
menjalankan tugas untuk melindungi hak-hak Warga Binaan yaitu Wali
Pemasyarakatan. Tentunya dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai Wali
Pemasyarakatan, berpedoman pada kode etik dan perlindungan terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan. Selain melakukan pembinaan, Wali Pemasyarakatan
memiliki proyeksi besar atau yang bisa disebut tujuan dimana dapat
mengintegrasikan Warga Binaan Pemasyarakatan kepada lingkungan dan
masyarakat setelah narapidana dinyatakan bebas. Tujuan tersebut kemudian juga
dijadikan pemicu Wali Pemasyarakatan dalam memberikan upaya kuratif bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakatan di Lapas Wirogunan
sendiri dalam memberikan sebuah tindakan dibagi ke dalam 3 tahap yaitu tahap
0-1/3, 1/3-1/2, dan ½-3/4 dari masa tahanan. Tentunya sebagai salah satu
pemangku kepentingan yang bekerja dalam melindungi hak-hak Warga Binaan
Pemasyarakatan, seorang Wali Pemasyarakatan juga mengedepankan kode etik.
Kode etik pekerja sosial pada pasal 5 mengenai Mutu dan Lingkup Pelayanan poin
b adalah Mencegah Praktik pekerjaan sosial yang tidak manusiawi dan
diskriminatif, baik terhadap perorangan dan kelompok. Selanjutnya adalah BAB
IV Hubungan dengan Klien Nomor 2 poin a. Dalam menjalankan pekerjaanya,
Pekerja Sosial Profesional harus selalu melindungi kepentingan-kepentingan dan
hak-hak asasi klien. Ahwal inilah yang mendorong agar Wali Pemasyarakatan
terus melindungi dan mendorong pemenuhan hak-hak terhadap Warga Binaan.
7
Dampak pemenuhan hak-hak ini adalah Warga Binaan diharapkan dapat
menyadari kesalahan sepenuhnya dan mampu terintegrasi dengan lingkungan
sosial setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan.
Tentunya ini tidak luput dari peran yang diberikan dari Wali
Pemasyarakatan kepada Warga Binaan Lapas Wirogunan Yogyakarta. Adapun
makna dari kata “peran” adalah suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu
sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang
ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam stuktur sosial.
Berdasarkan uraian di atas Penulis tertarik mengkaji lebih lanjut lagi dan
menuangkan dalam tugas akhir dengan judul “Peran Wali Pemasyarakatan dalam
Melindungi Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana peran Wali
Pemasyarakatan dalam melindungi Hak Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas
Kelas IIA Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
mengetahui peran Wali Pemasyarakatan dalam melindungi Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Akademik
a. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan pengetahuan pada
bidang Pembangunan Sosial dan Pelayanan Sosial
b. Penelitian tersebut dapat dijadikan acuan penelitian selanjutnya
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian tersebut diharapkan mampu menjadi alat untuk
menajamkan pisau analisi peneliti; pengembangan pengetahuan
peneliti ke depan dan menjawab permasalahan yang berkaitan dengan
judul
b. Bagi Wali Pemasyarakatan
Memberikan alternatif solusi dalam menentukan tindakan dan
program intervensi terkait perlindungan hak bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan. Sehingga semakin relevan dengan visi dan misi dari
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
c. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Setelah diadakan penelitian tersebut, diharapkan Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta mampu meningkatkan dan
mengevaluasi sistem dan sistem pembinaan dan perlindungan terhadap
hak bagi Warga Binaan Pemasyarakatan
9
E. Kerangka Teori
1. Peran
Peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas (1994:7) adalah suatu
penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran
sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu
karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial. Selain itu peran adalah rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Peran menurut Edy Suhardono (1994:15) adalah seperangkat patokan,
yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang
menduduki suatu posisi.
Paham yang digunakan untuk mengkaji teori peran ini adalah paham
strukturalis dan interaksionis (Sarlito 1994:3). Pada penjelasan peran tersebut
lebih memperlihatkan konotasi aktif-dinamis dari fenomena peran; terutama
setelah peran tersebut merupakan suatu “perwujudan peran” yang bersifat lebih
hidup serta lebih organis, sebagai unsur dari sistem sosial yang telah
diinternalisasikan oleh self dari individu pelaku peran. Dalam hal ini, pelaku peran
menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya. Sehingga berusaha untuk
selalu nampak “mumpuni” dan dipersepsi oleh pelaku lainnya sebagai “tak
menyimpang” dari sistem harapan yang ada dalam masyarakatnya.
Perspektif Teori Peran yang disampaikan oleh Sarlito, dalam kehidupan
sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam
masyarakat. Dalam hal ini seorang individu juga harus patuh pada skenario, yang
berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidan-kaidah. Peran sesama pelaku
10
dalam permainan drama digantikan oleh orang lain, yang sama-sama menduduki
suatu posisi sosial sebagaimana si pelaku peran. Sutradara digantikan oleh
seorang penyila, guru, orangtua, atau agen socializer.
Peran memilik makna yaitu sesuatu yang menjadi bagian atau yang
memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa.
Peran merupakan dinamika dari status atau penggunaan dari hak dan kewajiban
(Astrid Susanto, 1999:75).
Terkait tindakan yang dikategorikan sebagai tindakan sosial, dapat
merujuk pada prinsip pemikiran Talcott Parsons bahwa pertama, tindakan selalu
diarahkan pada tujuannya. Kedua, tindakan terjadi dalam situasi atau kondisi yang
unsur-unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur yang lainnya digunakan sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Ketiga, secara normatif tindakan tersebut diatur
berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Dengan kata lain, tindakan atau
perilaku itu dipandang sebagai suatu kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar
dalam organisasi. Unsur-unsur yang bersifat dasar dari satuan tindakan itu berupa
alat, tujuan, situasi atau kondisi, dan norma (Syawaludin 2014:13)
Menurut Horoepoetri, Arimbi dan Achmad Santosa (2003)
mengungkapkan beberapa dimensi peran sebagai berikut:
1) Peran sebagai suatu kebijakan yaitu suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik
untuk dilaksanakan
2) Peran sebagai strategi mendalilkan bahwa peran merupakan startegi untuk
mendapat dukungan dari masyarakat
11
3) Peran sebagai alat komunikasi adalah sebagai instrumen atau alat untuk
mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan
keputusan
4) Peran sebagai alat penyelesaian sengketa yaitu sebagai suatu cara untuk
mengurangi atau meredam konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari
pendapat-pendapat yang ada
2. Wali Pemasyarakatan
Bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan pembinaan terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan diperlukan petugas pendamping yang membantu
narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam berinteraksi positif dengan
petugas, keluarga maupun dengan lingkungan masyarakat. Menyikapi hal tersebut
dikeluaran sebuah keputusan dimana terdapat formasi baru di Lembaga
Pemasyarakatan yaitu Wali Pemasyarakatan.
Konsep Wali Pemasyarakatan kemudian di atur dalam Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M. 01 PK.04.10. Tahun 2007 tentang
Wali Pemasyarakatan. Bahwa dijelaskan dalam pelaksanaan pembinaan
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan perlu melibatkan Wali
Pemasyarakatan dalam pendampingan. Peran yang di emban oleh Wali
Pemasyarakatan kemudian sebagai fasilitator, komunikator, dan motivator.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor:
M. 01 PK.04.10. Tahun 2007 Pasal 1 yang dimaksud dengan Wali
Pemasyarakatan adalah petugas Pemasyarakatan selama menjalani pembinaan di
12
Lembaga Pemasyarakatan. Wali Pemasyarakatan melaksanakan tugas
pendampingan selama Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan menjalani
proses pembinaan, baik dalam berinteraksi dengan sesama penghuni, petugas,
keluarga maupun anggota masyarakat.
Wali Pemasyarakatan berkewajiban untuk:
a. Mencatat identitas, latar belakang tindak pidana, latar belakang kehidupan
sosial, serta menggali potensi Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan untuk dikembangkan dan diselaraskan dengan program
pembinaan;
b. Memperhatikan, mengamati, mencatat perkembangan pembinaan,
perubahan perilaku yang positif, hubungan dengan keluarga dan
masyarakat, serta ketaatan terhadap tata tertib Lapas atau Rutan;
c. Membuat laporan perkembangan pembinaan dan perubahan perilaku
sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk kepentingan sidang Tim
Pengamat Pemasyarakatan dalam menetapkan program pembinaan lebih
lanjut;
Wali Pemasyarakatan berwenang:
a. Mengusulkan kepada Tim pengamat Pemasyarakatan agar Narapidana dan
Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberikan program pembinaan
berdasarkan bakat, minat dan kebutuhan mengenai program pembinaan
sesuai dengan tahapan dan proses pemasyarakatan;
b. Menerima keluhan dan melakukan konsultasi jika Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan mengalami hambatan, baik dalam berinteraksi
13
dengan sesama penghuni dan petugas maupun dalam mengikuti program
pembinaan
Wali Pemasyarakatan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan
kewajiban kepada Kepala Lapas atau Kepala RUTAN. Pada Peraturan Menteri
Hukum dan HAM R.I Nomor: M. 01 PK.04.10. Tahun 2007 tentang Wali
Pemasyarakatan disebutkan bahwa pada pasal 4 yaitu:
(1) Wali Pemasyarakatan diangkat dan diberhentikan oleh Kepala LAPAS atau
Kepala RUTAN
(2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Wali Pemasyarakatan adalah:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berpendidikan paling rendah Sekolah
Menengah Atas atau sederajad;
b. Sehat jasmani dan rohani;
c. Mempunyai pengalaman bekerja di lingkungan Pemasyarakatan paling
kurang 5 (lima) tahun; dan
d. Tidak sedang menjalani hukuman disiplin.
(3) Wali Pemasyarakatan dapat diberhentikan apabila lalai terhadap tugas dan
kewajibannya serta menyalahgunakan wewenangnya.
(4) Pemberhentian sebagai Wali Pemasyarakatan dilakukan setelah
mempertimbangan dan memperhatikan tata cara pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 5 dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I Nomor: M.
01 PK.04.10. Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan disebutkan bahwa:
14
(1) Wali Pemasyarakatan wajib mendapat pendidikan dan pelatihan tentang
dasar-dasar sistem pemasyarakatan, proses pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan serta pedoman umum perwalian dalam rangka
Pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
(2) Sebelum Wali Pemasyarakatan mendapatakan pendidikan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
memberikan bimbingan teknis tentang tugas dan kewajiban Wali
Pemasyarakatan.
Pada Pasal 6 dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I Nomor: M.
01 PK.04.10. Tahun 2007 tentang Wali Pemasyarakatan disebutkan bahwa:
(1) Tugas Wali Pemasyarakaran dapat dimulai sejak seseorang masih berstatus
sebagai tahanan.
(2) Tugas perwalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpegang pada asas
praduga tidak bersalah dan tidak mencampuri hal-hal yang berkaitan dengan
teknis yudisial atas tahanan yang bersangkutan.
Berikut Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta Nomor: W14.PAS.PAS.I OT 01.01 Tahun 2018 tugas Wali
Pemasyarakatan ialah:
1. Memberikan Pembinaan Awal bagi WBP yang baru masuk Lapas Kelas IIA
Yogyakarta.
2. Menelusuri dan menyalurkan minat bakat WBP dalam bidang kesenian,
olahraga, ketrampilan.
15
3. Mendata, memantau dan mengevaluasi perkembangan WBP selama di dalam
Lapas Kelas IIA Yogyakarta sebagai syarat awal pengusulan program
reintegrasi sosial (Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Cuti
Bersyarat dan Asimilasi).
4. Memberikan Pembinaan Kerohanian.
5. Memberikan Pembinaan Kepribadian.
6. Memberikan Konseling terhadap permasalahan yang dihadapi Warga Binaan
Pemasyarakatan.
7. Melakukan Pendampingan.
Wali Pemasyarakatan dalam Lembaga Pemasyarakatan syarat akan
pekerjaan sosial yang dijalani. Sebelum diangkat menjadi Wali Pemasyarakatan,
Lapas atau koordinator terkait memberikan pelatihan berkaitan dengan praktik
pekerjaan sosial.
Dalam menjalankan praktik pembinaan kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan, peneliti melihat kesamaan dengan praktik yang dikerjakan
Pekerjaan Sosial dengan menerapkan sembilan isu (persoalan) yang perlu
ditelaah dari proses pembinaan Warga Binaan Pemasyrakatan:
1. Studi sosial cause yaitu mengkaji mengenai penyebab-penyebab timbulnya
permasalahan dengan menyediakan data dan fakta
2. Studi sosial social problems merupakan tahapan pemahaman terhadap
permasalahan yang timbul
3. Studi sosial effect yaitu tahapan pengkajian terhadap akibat-akibat yang
timbul dari permasalahan
16
4. Assessment (diagnosis) causes yaitu tahap mengkaji dan menilai sebab
mengapa persoalan tersebut muncul
5. Assessment (diagnosis) social problem adalah tahap mengkaji dan menilai
dan menentukan langkah-langkah sehingga persoalan tersebut tidak
menyebar dan meluas
6. Assessment (diagnosis) effect yaitu menilai, mengkaji dan menentukan
langkah-langkah apa saja dalam rangka mengatasi efek dan akibat
7. Treatment cause mengatasi penyebab berarti menyediakan langkah cara-
cara apa saja
8. Treatment social problems yaitu menyediakan langkah-langkah atau cara
baik formal maupun informal
9. Treatment effect yaitu menyediakan langkah-langkah atau cara baik atau
secara formal maupun informal
Sembilan langkah tersebut kemudian diimplementasikan ke dalam 3 kurun
waktu yaitu sepertiga, setengah, dan tiga perempat waktu masa tahanan warga
binaan sesuai dengan pembinaan di Lapas.
Dalam menjalankan sebuah proses pekerjaan sosial, Wali Pemasyarakatan
tentunya memegang erat kode etik Pekerjaaan Sosial. Berikut kode etik yang erat
hubunganya dengan perlindungan hak Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu pada
pasal 5 mengenai Mutu dan Lingkup Pelayanan poin b adalah:
“Mencegah Praktik Pekerjaan Sosial yang tidak manusiawi dan diskriminatif, baik
terhadap perorangan dan kelompok”.
Selanjutnya adalah BAB IV Hubungan dengan Klien nomor 2 poin a yaitu
17
“Dalam menjalankan pekerjaanya, Pekerja Sosial Profesional harus selalu
melindungi kepentingan-kepentingan dan hak-hak asasi klien.”
Tentunya dalam menjalankan pembinaan, Wali Pemasyarakatan
berkewajiban untuk selalu memenuhi hak dari Warga Binaan Pemasyarakatan.
Proses pemenuhan hak ini tidak lain dan tidak bukan karena Lembaga
Pemasyarakatan merupakan suatu sistem untuk membina dan merehabilitasi.
Perlindungan terhadap hak WBP kirannya sudah menjadi jiwa bagi lembaga ini,
sehingga tidak ada alasan untuk melanggar atau tidak memenuhi hak Warga
Binaan Pemasyarakatan.
3. Peran Wali Pemasayarakatan
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) pada saat menjalani masa
pidananya sering kali mengalami demotivasi, lantaran harus dapat menyesuaikan
lingkungan baru dan berhadapan dengan vonis hukum. Lingkungan baru berkaitan
dengan sistem, peraturan, interaksi kepada WBP lain, petugas lapas dan berbagai
macam pembinaan yang diberikan oleh Wali Pemasyarakatan. Oleh sebab itu
diperlukan adanya seseorang yang mampu berperan sebagai fasilitator,
komunikator, dan motivator. Melalui peran yang diemban oleh Wali
Pemasyarakatan diharapkan WBP mampu mendayagunakan pengetahuan dan
ketrampilan dalam kegiatan koreksi rehabilitasi, pembinaan, dan reintegrasi
WBP. Peran Wali Pemasyarakatan dalam menjalankan pekerjaan sosial,
kemudian di dorong dengan adanya proses melindungi hak bagi WBP. Artinya
adalah karena Wali Pemasyarakatan menjadi unsur yang sering berinteraksi
18
dengan WBP, maka perlindungan dan pemenuhan terhadap hak WBP wajib untuk
dilaksanakan.
Berkaitan dengan peran Wali Pemasyarakatan sebagai fasilitator,
komunikator dan motivator akan dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
a. Peran Wali Pemasyarakatan sebagai Fasilitator
Peran sebagai fasilitator menurut Zubaedi (2016:64) yaitu berusaha
menggali potensi sumber daya dan mengembangkan kesadaran WBP tentang
kendala maupun masalah yang dihadapai. Selain itu Wali Pemasyarakatan
bertugas memfasilitasi kesenjangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
yang dihadapi penerima pelayanan, juga bertugas untuk melakukan evaluasi
dan monitoring terhadap berbagai indikator capaian program bimbingan.
Menurut Barker (1987:49) sebagai fasilitator untuk mencapai tujuan
menangani tekanan situasional atau transisional yang dirasakan oleh WBP
diperlukan strategi khusus yaitu pemberian harapan; pengurangan penolakan
dan ambivalensi; pengakuan dan pengaturan perasaan-perassan,
pengidenifikasian dan pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-
asset sosial; pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih
muda dipecahkan; dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara
pencapaiannya.
b. Peran Wali Pemasyarakatan sebagai Komunikator
Peran sebagai komunikator menurut Zubaedi (2016:64) yaitu berusaha
untuk menerima dan memberikan informasi dari berbagai sumber kepada
WBP untuk dijadikan rumusan dalam penanganan dan pelaksanaan berbagai
19
program serta alternatif pemecahan masalahnya. Selain itu Wali
Pemasyarakatan bertugas untuk dapat menggugah, menggerak dan membuat
WBP agar lebih dinamis.
Peran Wali Pemasyarakatan sebagai komunikator diharapkan
memiliki integritas dalam menjaga kerahasiaan, menunjukan kompetensinya,
memiliki daya tarik, sikap optimisme, sikap tulus & jujur, pendengar yang
baik, berbagi kesempatan dan menggunakan bahasa non verbal.
c. Peran Wali Pemasyarakatan sebagai Motivator
Peran sebagai motivator menurut Zubaedi (2016:64) yaitu berusaha
memberi pengarahan tentang penggunaan berbagai teknik, strategi, dan
pendekatan dalam pelaksanaan program kepada WBP. Selain itu peran Wali
Pemasyarakatan sebagai motivator yaitu memberikan rangsangan kepada
WBP untuk menimbulkan motivasi, yang akan berguna sebagai
pelaksanakan sesuatu, pendorong, dan penggerak.
Tentunya peran yang diemban tersinergi dengan Tujuan, Fungsi dan
Sasararan Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta yaitu mengenai
pemenuhan hak-hak dari WBP. Penjabaran dari hak-hak WBP sesuai
dengan Bab I Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan yaitu: Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan
kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
20
4. Konsep Melindungi Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Pengertian Hak menurut John Salmond yaitu dalam arti sempit, hak adalah
sesuatu yang berpasangan dengan kewajiban. Dalam arti hak kemerdekaan adalah
hak memberikan kemerdekaan kepada seseorang untuk melakukan kegiatan yang
diberikan oleh hukum namun tidak untuk menggangu, melanggar,
menyalahgunakan sehingga melanggar hak orang lain, dan pembebasan dari hak
orang lain.
Prof. Dr. Notonegoro mengemukkan bahwa hak adalah kuasa untuk
menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu
oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa.
Perlindungan hukum bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dapat diartikan
sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi
narapidana (fundamental rights and freedom of prisoners) serta berbagai
kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan narapidana.
Declaration against Tortue and Other Cruel in Human Degrading
Treatment or Punishment (adopted by the general assembly, 9 Desember 1975),
dengan tegas melarang semua bentuk:
“penganiayaan atau tindakan kejam lain, perlakuan dan pidana yang tidak
manusiawi dan merendahkan martabat manusia dan merupakan pelanggaran hak-
hak dasar manusia”.
21
Terdapat beberapa jenis-jenis hak yang ada, yaitu hak absolut, hak legal
dan hak moral, hak positif dan hak negatif, hak khusus dan hak umum, serta hak
individual dan hak sosial, berikut penjelasannya:
a. Hak Absolut
Hak absolut adalah hak yang sifatnya mutlak tanpa pengecualian, serta
berlaku dimana saja dan tidak dipengaruhi oleh suatu keadaan atau situasi
tertentu.
b. Hak Legal dan Hak Moral
Hak legal adalah yang didasarkan berdasarakan hukum dalam salah satu
tatanan tertentu, biasanya berasal dari undang-undang, peraturan, hukum-
hukum, atau arsip legal kenegaraan lainnya. Sedangkan hak moral adalah hak
yang berperan dalam sturktur moral, umumnya didasarakan atas asas-asas atau
peraturan moral dalam kalangan masyarakat saja.
c. Hak Positif dan Negatif
Hak positif adalah hak yang sifatnya positif, jika seseorang berhak bahwa
orang lain berbuat sesuatu untuk dirinya. Sedangkan hak negatif adalah hak
yang sifatnya negatif, jika seseorang bebas untuk melakukan atau memiliki
sesuatu
d. Hak Khusus dan Hak Umum
Hak khusus dan hak yang muncul dalam suatu hubungan khusus antara
beberapa individu atau karena peranana khusus yang dimiliki oleh satu orang
terhadap orang lain, sehingga hanya dimiliki oleh satu atau beberapa orang
22
saja. Sedangkan hak umum adalah hak yang dimiliki oleh semua manusia
tanpa terkecuali dan tanpa syarat tertentu, disebut juga hak asasi manusia.
e. Hak Individual dan Hak Sosial
Hak individual adalah hal yang didapatkan oleh setiap orang terhadap negara,
dimana negara tidak boleh menggangu setiap orang untuk mendapatkan hak-
hak individunya. Sedangkan hak sosial adalah hak yang dimiliki oleh tiap
anggota masyarakat dalam kaitannya untuk kepentingan bersama di dalam
suatu negara.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, setidaknya terdapat tiga pasal yang
secara langsung menyatakan perlunya perlindungan bagi hak-hak, yakni:
1) Pasal 27 ayat 2 : Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27
ayat 2)
2) Pasal 28 : Hak mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat
(pasal 28)
3) Pasal 31 : Hak untuk mendapatkan pendidikan
Lembaga Pemasyarakatan sebagai penegak hukum kemudian relevan
terkait munculnya konsep sebuah perlindungan terhadap berbagai macam hak
WBP. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa
petuas pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanan tugas dan fungsi pemasyarakatan
harus dilandaskan pada aturan hukum yang berlaku agar pemenuhan dan
perlindungan hak-hak dapat terealisasi dengan baik.
23
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Lembaga
Pemasyarakatan, pada Pasal 14 ditentukan bahwa Narapidana berhak:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku.
Menurut Didin Sudirman, adanya hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan
yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan merupakan sebuah upaya untuk meminimalisir terjadinya
prisonisasi dan stigmatisasi masyarakat (Didi Sudirman, 2007).
24
Warga Binaan Pemasyarakatan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa
Warga Binaan Pemasyarakatan dimaksud adalah Narapidana, Anak Didik
Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan, berikut urainnya:
a. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di LAPAS
b. Anak Didik Pemasyarakatan adalah:
1. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18
(delapan belas) tahun;
2. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS
Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
3. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak
paling lama berumur 18 (delapan belas) tahun.
c. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang
yang berada dalam bimbingan BAPAS
25
4. Lembaga Pemasyarakatan
a. Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan
Konsep tentang pelaksanaan pidana penjara di Indonesia telah mengalami
perubahan yang signifikan sejak dicetuskannnya sistem pemasyarakatan oleh
Sahardjo. Dalam pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin Pengayoman”, yang
mengemukakan konsep tentang pengakuan kepada narapidana sebagai berikut:
“dibawah pohon beringin pengayoman ditetapkan untuk menjadi
penyuluh bagi petugas dalam memperlakukan narapidana, maka tujuan pidana
penjara dirumuskan, disamping menimbulkan derita bagi terpidana karena
dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing agar bertobat, mendidik
supaya menjadi anggota masyarakat yang sosialis Indonesia yang berguna”
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995, Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 77 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor: 13641 Sistem Pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan terhadap Warga
Binaan Pemasyarakatan baru memperoleh pengakuan secara yuridis.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 pasal 1 angka 3 yang tertulis
“Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”.
Tujuan Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan pasal 2, tujuan pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk warga Binaan Pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
26
mengulangi tindakan pidana sehingga dapat kembali diterima di masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggung jawab.
Fungsi Pemasyarakatan menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan pasal 3 disebutkan bahwa fungsi Pemasyarakatan adalah
menyiapkan warga binaan pemasyarakatan (narapidana, anak didik dan klien
pemasyarakatan) agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,
sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggungjawab.
Berdasarkan ketentuan Undang Undang No. 12 Tahun 1995, pemerintah
berupaya melakukan perubahan terhadap kondisi terpidana melalui proses
pembinaan dan memperlakukan narapidana secara manusiawi dan dapat
memenuhi hak-haknya.
Asas yang dilaksanakan dalam Sistem pemasyarakatan yaitu:
a. Asas pengayoman
b. Asas persamaan perlakukan dan pelayanan
c. Asas pendidikan
d. Asas pembimbingan
e. Asas pengormatan harkat dan martabat manusia
f. Asas kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g. Asas terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang
tertentu
27
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No M.02.PK.04.10 Tahun
1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan adalah sebagai berikut:
a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar narapidana dapat menjalankan
peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna
b. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan
c. Berikan bimbingan (bukannya penyiksaan) supaya mereka bertobat
d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat
daripada sebelum dijatuhi pidana
e. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergerak pada narapidana dan
anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh
bersifat sekedar pengisi waktu
g. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak
didik adalah berdasarkan Pancasila
h. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit perlu diobati agar mereka
sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah
merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian
dibina/dibimbing ke jalan yang benar.
a. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi
kemerdekaanya dalam jangka waktu tertentu
b. Untuk pembinaan dan bimbingan para narapidana dan anak didik maka
disediakan saran yang diperlukan
28
b. Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan
Menurut Romli Atmasasmita Rumah Penjara sebagai tempat pelaksanaan
pidana penjara saat itu dibagi dalam beberapa bentuk antara lain:
a. Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang sifatnya
berat,
b. Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan
pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan benda-benda
dari kayu dengan mepergunakan ampelas.
Pembagian rumah penjara kemudian dikategorikan berdasar berat
ringanya pidana. Berdasarkan struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan
berubah dengan berdasarkan pada surat keputusan Menteri Kehakiman RI No.
M.01.-PR.07,93 Tahun 1985 dalam Pasal 4 ayat (1) diklasifikasikan dalam 3 klas
yaitu:
a. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I
b. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA
c. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB
Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan didasarakan atas kapasitas, tempat
kedudukan dan kegiatan kerja.
29
5. Perlindungan Hak Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga
Pemasyarakatan
Indonesia sebagai negara hukum tentunya syarat terhadap perlindungan
hak bagi seluruh rakyat. Hal tersebut merupakan salah satu ciri-ciri negara hukum
disamping Indonesia telah menandatangani berbagai dokumen terkait
perlindungan terhadap hak-hak. Pada penelitian ini, penulis memfokuskan
perlindungan hak terhadap WBP. Indonesia sebagai negara hukum dalam
melindungi hak bagi rakyatnya tidak semerta-merta hanya sebelah mata. Terbukti
dengan instansi yaitu Kementerian Hukum dan HAM dimana berfokus pada
urusan hak-hak rakyat.
Salah satu lembaga yang kemudian masih dalam naungan Kementerian
Hukum dan HAM yang berfokus pada pembinaan narapidana yaitu Lembaga
Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan sebagai penegak hukum kemudian
relevan terkait munculnya konsep sebuah perlindungan terhadap Hak-Hak Warga
Binaan.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 8 ayat (1)
menyatakan bahwa petuas pemasyarakatan merupakan pejabat fungsional
penegak hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanan tugas dan fungsi
pemasyarakatan harus dilandaskan pada aturan hukum yang berlaku agar
pemenuhan dan perlindungan hak bagi Warga Binaan Pemasyarakatan dapat
terealisasi dengan baik.
30
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Denzin & Loincoln (2009:2) menguraikan penelitian kualitatif
merupakan fokus perhatian dengan beragam metode yang mencakup pendekatan
intrepretatif dan naturalistik terhadap subjek kajiannya. Hal ini berarti bahwa para
peneliti kualitatif berupaya mempelajari benda-benda di dalam konteks alaminya
yang berupaya untuk memahami atau menafsirkan fenomena dilihat dari sisi
makna yang diletakkan manusia (peneliti) kepadanya. Penelitian kualitatif
mencakup subjek yang dikaji dan dikumpulan berbagai data empiris-studi kasus,
pengalaman pribadi, instropeksi, perjalanan hidup, wawancara, teks-teks hasil
pengamatan, historis, interaksional dan visual-yang menggambarkan saat-saat dan
makna keseharian dan problematis dalam kehidupan seseorang. Sejalan dengan
itu, para peneliti kualitatif menerapkan aneka metode yang saling berkaitan,
dengan selalu berharap untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mengenai subjek
kajian yang sedang dihadapi.
Menurut Pierre Bourdieu (2003) metode penelitian kualitatif sebagai
dialog antara teks dan realitas beragam yang ada di sekitar kita dengan mengacu
pada perspektif teoretis. Dialog mencerminkan ada proses yang terus-menerus
berubah dan dipertanyakan dalam penyusunan asumsi-asumsi kebenaran suatu
pertanyaan, sehingga penelitian kualitatif memungkinkan terciptannya teori-teori
baru.
31
2. Ruang Lingkup
a. Obyek Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:58) objek penelitian adalah sasaran ilmiah
mendapatkan data dengan tujuan dan guna tertentu tentang sesuatu hal objektif
valid dan realible tentang suatu hal (variasi tertentu). Obyek penelitian adalah
suatu obyek yang dikaji dalam penelitian agar sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu “Peran Wali Pemasyarakatan dalam Melindungi Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan Lapas Kelas IIA Yogyakarta”
b. Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah
variabel yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga memudahkan
dalam mengoperasionalkannya di lapangan. Berdasarkan ladasan teori yang
telah dipaparkan di atas, dapat dikemukakan definisi konseptual sebagai
berikut:
1) Peran merupakan suatu fungsi yang dibawakan seseorang dalam menduduki
suatu posisi tanpa mengabaikan norma-norma. Fungsi didalam peran yaitu
membatasi perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang
2) Wali Pemasyarakatan merupakan pelaksana pembinaan terhadap WBP pada
tingkat Lembaga Pemasyarakatan yang bertindak sebagai fasilitator,
komunikator, dan motivator
32
3) Perlindungan Hak adalah sebuah upaya tindakan yang mendorong adanya
penjagaan, penghormatan dan pemenuhan terhadap hak karena bersifat
fundamental
4) Warga Binaan Pemasyarakatan merupakan sebutan bagi Narapidana, Anak
Didik Pemasyarakatan, dan Klien yang memiliki suatu kejahatan tertentu yang
sedang dalam proses rehabilitasi dan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan
dan memiliki hak dasar kecuali hilangnya kemerdekaan. Proses rehabilitasi
dan pembinaan bertujuan untuk menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi pidana sehingga dapat terintegrasi dengan lingkungan
5) Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan
WBP dan memberantas faktor-faktor yang bertentangan dengan hukum,
kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lainnya
c. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu
variabel diukur. Dengan melihat definisi operasional suatu penelitian, maka
seorang peneliti akan dapat mengetahui suatu variabel yang akan diteliti.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat indikator-indikator yang
berhubungan dengan Peran Wali Pemasyarakatan dalam Melindungi Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta:
33
1) Wali Pemasyarakatan sebagai Fasilitator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan
a) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk melakukan ibadah sesuai dengan
agama kepercayaan, perawatan rohani dan jasmani
b) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk mendapat perawatan rohani maupun
jasmani
c) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk mendapat pendidikan dan pengajaran
d) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk mendapat bacaan dan mengikuti
siaran media massa
e) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk mendapat upah atau premi atas
pekerjaan yang dilakukan
f) Wali Pemasyarakatan sebagai fasilitator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan untuk menerima kunjungan keluarga, penasihat
hukum, atau orang tertentu lainnya
g) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan dalam mendapatkan kesempatan
berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
34
h) Wali Pemasyarakatan sebagai fasilitator bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam mendapatkan hak pembebasan bersyarat
2) Wali Pemasyarakatan sebagai Motivator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan
a) Wali Pemasyarakatan dalam memberikan motivasi kepada Warga
Binaan Pemasyarakatan untuk mendapat pengurangan masa pidana
(remisi)
b) Wali Pemasyarakatan sebagai motivator bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam mendapatkan hak pembebasan bersyarat
3) Wali Pemasyarakatan sebagai Komunikator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan
a) Wali Pemasyarakatan sebagai komunikator kepada Warga Binaaan
Pemasyarakatan dalam menyampaikan keluhan
b) Wali Pemasyarakatan sebagai komunikator kepada Warga Binaan
Pemasyarakatan dalam menerima kunjungan keluarga, penasihat
hukum, atau orang tertentu lainnya
3. Subyek Penelitian
Penentuan subyek dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sumber data/subjek penelitian dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2009:54). Subyek Penelitian adalah yang Wali Pemasyarakatan yang
ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta sejumlah 8 orang. Guna
melalukan triangulasi data maka peneliti akan mewawancarai Warga Binaan
35
Pemasyarakatan sejumlah 5 orang dan 1 Kepala Sub Seksi Bimbingan
Kemasyarakatan dan Perawatan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010) teknik pengumpulan data merupakan langkah
yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah
mendapatkan data. Pada tahap ini, setelah masuk ke lapangan harus dilanjutkan
dengan pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, sumber dan cara. Namun, secara umum terdapat empat macam teknik
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yaitu: observasi atau pengamatan,
wawancara, kepustakaan, dan gabungan/triangulasi (Sugiyono, 2010). Pada
penelitian ini digunakan empat metode yaitu observasi, wawancara, kepustakaan,
dan triangulasi. Peneliti juga akan memasukan sebuah data primer maupun
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan dan
memiliki sifat orisinial. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan
dikumpulkan oleh orang lain dan bisa juga data ini telah diolah (Kothari,
2004:95).
Berikut akan dijelaskan mengenai metode pengumpulan data yang akan
digunakan pada penelitian ini, yaitu:
a. Observasi
Menurut Burhan Bungin (2007: 115) observasi adalah kemampuan
seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra
mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Observasi dilakukan dengan
36
melakukan kunjungan langsung ke lapangan untuk mengamati perilaku atau
kondisi lingkungan yang relevan (Yin, 2002 dan Sugiyono, 2010). Adapun
tujuan dilakukannya observasi adalah untuk mengetahui hal-hal baru dalam
sebuah fenomena yang akan diteliti.
Pada penelitian ini, observasi dilakukan sejak bulan November 2019,
berikut ditampilkan tabel hasil observasi:
Tabel. I.1
Pemaparan tanggal dan hasil observasi
No Tanggal Hasil Obsevasi
1 6/11/2019 Pukul 11.00 WIB peneliti sampai ke Lapas dan
menuju bangunan depan. Tampak terlihat pegawai
sibuk dengan adanya jadwal penjengukan. Peneliti
melihat mekanisme untuk menjenguk adalah
mendaftar, menitipkan barang seluruhnya ke loker,
kemudian memasuki pintu penjagaan yang terbuat
dari besi ukuran (1,5x1m). Selanjutnya peneliti
masuk ke bagian sekretarian untuk memberikan
surat, tampak pegawai juga sibuk hilir mudik
mengerjakan pekerjaan. Peneliti meningglakan
sekretariatan pukul 12.00 WIB
2 11/11/2019 Pada hari itu lapas begitu sepi tidak ada aktivitas
kunjungan, hanya beberapa petugas. Peneliti masuk
ke sekretariatan untuk menemui Mbak Tika dan
kemudian di antar menuju Bimaswat. Sebelumnya
peneliti memasukan barang dan alat komunikasi di
loker. Peneliti hanya membawa buku catatatan dan
almamater. Tampak petugas begitu ramah, dan saat
memasuki bagian kompleks pembinaan terdapat
beberapa WBP yang sedang berbincang, duduk
santai. Kemudian diarahkan ke Kantor Bimaswat
dan bertemu dengan Pak Sukamto. Tampak
beberapa WBP sedang beraktivitas di kantor
Bimaswat dengan membersihkan, menghantar
makanan, membuatkan kopi. Saat bertemu dengan
Pak Sukamto, peneliti mengobservasi mengenai
topik penelitian yaitu atensi. Didapatkan data
bahwa sistem pekerjaan Wali Pemasyarakatan
mirip dengan pekerja sosial namun disesuaikan
37
dengan Lapas. Informasi pembinaan. Peneliti
meninggalkan Lapas pukul 11.45 WIB
3 20/11/2019 Peneliti hadir pukul 09.00 WIB dengan bertemu
Pak Sukamto. Suasana ramai karena terdapat jam
kunjungan. Banyak WBP yang bertemu dengan
keluarga, rekan, atau orang di suatu ruangan yang
menuju ke kantor Bimaswat. Mereka bertemu dan
duduk di karpet dengan membentuk forum-forum
kecil. Ada petugas penjaga yang siap mengecek
barang. Kemudian peneliti diarahkan menuju
Bimaswat untuk menanyakan lebih dalam terkait
pembinaan di Lapas. Pak Sukamto memberikan file
UU No 12 Tahun 1999. Pak Sukamto menjelaskan
lebih deitail terkait tugas dan fungsi WP serta
pengalaman menjadi WP. Kemudian menjelaskan
mengenai hak dan upaya perlindungan WBP di
Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
4 17/01/2020 Pada hari itu pukul 09.10 WIB Lapas begitu lengan
dengan para pegawai yang mengenakan seragam
olahraga. Peneliti hanya bertemu dengan Mbak
Tika di Sekretariartan untuk menanyakan
perkembangan surat penelitian, karena sempat tidak
ada kabar. Bangunan ini terletak di depan dekat
dengan Jalan Tamansiswa. Khas sekali dengan
desain Belanda dimana lantai ada yang terbuat dari
kayu dan jendela besar.
5 21/01/2020 Pukul 10.15 WIB peneliti datang ke Lapas. Suasana
begitu ramai karena ada kunjungan, bisa dikatakan
hilir mudik. Berbagai penjenguk membawa
beberapa barang yang dibungkus, ada yang
membawa makanan. Kemudian peneliti bertandang
ke kompleks Lapas dan masuk ke kantor Bimaswat.
Peneliti diarahkan pada ruangan bersebelahan
dengan Bimaswat untuk bertemu dengan Bu Kandi
(WP yang menangani penelitian, magang dsb). Bu
Kandi menjelaskan mengenai tugas WP secara
general termasuk sistem yang diberlakukan di
Lapas guna melakukan perlindungan. Menjelaskan
mengenai hak dan perlindungan WBP kepada
peneliti. Pada pertemuan tersebut, peneliti juga
mengutarakan maksud dan tujuan bahwa akan
melakukan penelitian di Lapas. Selain itu
menyampaikan beberapa hal terkait perjanjian
jadwal, tali kasih kepada WBP, dan kriteria
narasumber kepada Bu Kandi. Peneliti
meninggalkan Lapas pukul 12.00 WIB
38
b. Wawancara
Menurut Sugiyono (2010) Wawancara adalah proses tanya jawab lisan
antar pribadi dengan bertatap muka (face-to-face), yang dikerjakan
berlandaskan pada tujuan penelitian, serta masing-masing pihak dapat
menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. Tanpa
wawancara, peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh
dengan jalan bertanya langsung kepada responden.
Dalam proses wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang
berinteraksi dan memengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut adalah
pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar
pertanyaan, dan situasi wawancara. Pewawancara diharapkan menyampaikan
pertanyaan kepada responden, merangsang responden untuk menjawabnya,
menggali jawaban lebih jauh bila dikehendaki, dan mencatatnya. Bila semua
tugas ini dilaksanakan sebagaimana mestinya, maka hasil wawancara menjadi
kurang bermutu. Syarat menjadi pewawancara yang baik ialah ketrampilan
mewawancarai, motivasi yang tinggi, rasa aman, artinya tidak ragu dan takut
menyampaikan pertanyaan.
Guna memperoleh validitas data, maka wawancara akan dilakukan secara
berulang terhadap informan yang berbeda dengan item atau masalah yang
sama. Sehingga data-data dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.
Penelitian diarahkan dengan panduan wawancara terstruktur. Peneliti
melakukan wawancara pada tanggal 22, 23, 28, 29, dan 30 Januari 2020
dengan 15 Narasumber yang berasal dari 8 Wali Pemasyarakatan, 5 Warga
39
Binaan Pemasyarakatan, dan 1 Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan
dan Perawatan. Durasi wawancara berkisar antara 1 jam – 1 jam 30 menit
dilakukan di Kantor Bimaswat dan Kantor Kepala Kepala Sub Seksi
Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan.
c. Triangulasi
Trianguasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang
dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide
dasaranya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik
sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-berda
akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Jika ditarik
lebih ringkas lagi, triangulasi merupakan usaha mengecek kebenaran data atau
informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda
dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat
pengumpulan dan analisis data.
Tirangulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah menurut
Norman K. Denkin yaitu triangulasi metode dilakukan dengan cara
membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Sebagaimana
dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara,
observasi, dan survei.
Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang
utuh mengenai informasi tertentu, peneliti menggunakan metode wawancara
40
terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan observasi atau
pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa
menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek diharapkan diperoleh
hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan
jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan peneliti
diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya
berupa teks atau naskah/transkip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak
perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
Triangulasi pada penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai Warga
Binaan Pemasyarakatan dan Ketua Bimbingan dan Pemasyarakatan. Tujuan
diadakanya triagulasi adalah untuk memperoleh kebenaran yang sahih dan
kebenaran akan data.
d. Dokumentasi
Menurut Sugiyono dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan, misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan.
Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan
lain sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni yang
dapat berupa gambar, patung, film, dan lain sebagainya.
Dokumentasi pada penelitian ini adalah dengan menghimpun berbagai
foto yang di dapat dari media sosial Lapas Kelas IIA Yogyakarta, foto yang
41
diambil oleh peneliti atas ijin Kepala Lapas Kelas IIA Yogyakarta, dokumen
yang dihimpun peneliti yang diberikan oleh Wali Pemasyarakatan, Pegawai
pada bidang Kepegawaian dan Registrasi.
e. Kepustakaan
Menurut Sugiyono, studi kepustakaan berkaitan dengan kajian teoritis dan
referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan norma yang
berkembang pada situas sosial yang diteliti, selain itu studi kepustakaan sangat
penting dalam melakukan penelitian, hal ini dikarenakan penelitian tidak lepas
dari literatur-literatur ilmiah (Sugiyono, 2012:291)
Salah stau metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan dengan menggunakan buku-buku, modul, Undang-Undang,
Peraturan maupun materi hand out, jurnal, surat kabar, artikel dari internet
maupun dokumen yang diperoleh dari Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
Pemanfaatan kepustakaan ini diperlukan, baik untuk penelitian lapangan
maupun penelitian bahan dokumentasi.
Manfaat dari studi kepustakaan antara lain: menggali teori-teori dan
konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli terdahulu; mengikuti
perkembangan penelitian sesuai dengan topik diteliti; memperoleh orientasi
yang lebih luas mengenai topik yang dipilik; menghindari dupliasi penelitian,
memanfaatkan data sekunder, dan melalui penelusuran dan penelaahan
kepustakaan, dapat dipelajari bagaimana cara mengungkapkan buah pikiran
secara sistematis, kritis dan ekonomis.
42
5. Teknik Analisis Data
Tahap penelitian analisis percakapan selepas pengumpulan data
pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian analisis percakapan
didasarkan pada transkip percakapan sehari-hari subjek penelitian. Transkip
percakapan tersebut dibuat dengan cara seksama untuk membantu peneliti melihat
keteraturan yang terjadi dalam perbincangan tersebut.
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diintepretasikan (Sofian Effendi). Data-data yang
diperoleh tersebut merupakan fakta empiris dalam sebuah penelitian. Proses
analisis data dimulai dengan menelaah sebuah informasi yang diperoleh melalui
observasi, wawancara, studi pustaka maupun triangulasi. Kemudian dari
keseluruhan data tersebut dikategorikan berdasar masalah dan tujuan peneliti
untuk selanjutnya dianalisis dan diambil kesimpulan. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan Miles dan Heberman
(dalam Bogdan dan Taylor, 1992) yaitu mencakup tigal hal:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini
berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir penelitian.
Fungsinya untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
yang tidak perlu dan mengorganisasi sehingga intepretasi bisa ditarik. Data
yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, ditulis ke dalam catatan
lapangan, lalu dirangkum kembali dalam catatan substansi dengan tujuan
43
memaknai hasil temuan data-data tersebut. Setelah itu ditulis dalam laporan
sementara, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal penting untuk dicari
tema dan polanya.
b. Penyajian Data
Setelah mereduksi data, hal selanjutnya adalah menyajikan data.
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
penyajian data antara lain berupa teks naratif, matrik, grafik, jaringan, dan
bagan. Tujuan display data adalah untuk mempermudah membaca dan
menarik kesimpulan. Data yang telah melalui proses reduksi, selanjutnya
dipilih dan dikategorikan sesuai dengan tema. Data tersebut kemudian diolah
menjadi bentuk tulisan, bagan, gambar, dan tabel yang memberikan deskripsi
analitis mengenai fokus permasalahan penelitian.
c. Mengambil Kesimpulan/Verifikasi
Penarikan kesimpulan memang telah dilakukan sejak klasifikasi data,
namun kesimpulan tersebut masih diragukan. Hal itu dikarenakan data yang
didapat masih minim dan belum lengkap. Tetapi dengan bertambahnya data
yang diperoleh, kesimpulan dapat terlihat lebih jelas, sebab data-data tersebut
semakin mendukung jawaban atas pertanyaan penelitian. Selama penelitian
berlangsung verifikasi pun harus selalu dilakukan, baik dengan mencari data-
data baru, maupun dengan melakukan wawancara beberapa kali.
44
BAB II
GAMBARAN UMUM
Gambaran umum menjelaskan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
secara luas. Adapun arti luas disini adalah menggambarkan mengenai kondisi dan data-
data terkait dengan penelitian. Kondisi dan data yang dimaksud yaitu sejarah lembaga,
letak geografis, visi dan misi, tujuan dan fungsi lembaga, sasaran program, sarana &
prasarana layanan, kepegawaian, pelaksanaan pembinaan dan karakteristik Warga Binaan
Pemasyarakatan. Melalui adanya penggambaran Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta diharapkan mampu memberikan gambaran yang utuh dalam penelitian ini.
Berikut gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta:
A. Sejarah Lembaga
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta merupakan bangunan
peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Pada awal berdiri bernama Gebangenis En
Van Bewaring atau penjara atau rumah tahanan. Sejarah kepenjaraan pada masa kolonial
dimulai sejak tahun 1872 dengan diberlakukannya Wetboek Van Strafrecht voor de
Inlaners in Nederlandsh Indie atau kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk orang-
orang pribumi di Hindia Belanda. Sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta sampai saat ini belum diketahui secara rinci, begitu pula tahun berdiri.
Menurut penuturan petugas lapas yang sudah purna tugas bahwa Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta didirikan antara tahun 1910 sampai 1915.
Bentuk bangunan sangat kental akan ciri bangunan kolonial dengan ditandai
tembok tebal, kusen pintu dan jendela yang besar dan tinggi. Seiring perkembangannya,
bangunan dan juga ornamen dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
45
mendapat renovasi yang lebih modern. Selama berdiri hingga saat ini Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta mengalami 6 kali perubahan nama, yaitu 1)
Gevangellis En Hui Van Bewaring; 2) Pendjara Djogjakarta; 3) Kepenjaraan Daerah
Istimewa Yogyakarta; 4) Kantor Direktorat Bima Tuna Warga; 5) Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta; 6) Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
Pelaksanaan teknis Lemabaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta secara
teknis diatur dalam:
a) Keputusan Menteri Nomor N.HH.01-PK.07.2 Tahun 2009
b) Surat Dirjen Pas Nomor : Pas. PK.0702-72
c) Surat Kanwil Hukum dan HAM DIY Nomor : W22. PK.01.07.02-3902
B. Letak Geografis
Secara Geografis letak Lapas Kelas IIA Yogyakarta berada di jantung kota
Yogyakarta, tepatnya di Jl. Tamansiswa No. 6 Yogyakarta 55111 (Telepon: (0274)
376126 & 37582, Faxs: (0274) 375802, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan,
Kota Yogyakarta, D.I. Yogyakarta. Adapun batas-batas dari wilayah Lapas Kelas IIA
Yogyakarta yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Margoyasan; sebelah
Selatan berbatasan dengan kampung Surokarsan; sebelah Barat berbatasan dengan
Kampung Bintaran; dan sebelah Timur berbatasan dengan jalan Tamansiswa.
Bentuk bangunan yang terpengaruh bangunan Belanda ini memiliki luas kurang
lebih 3,8 hektar dengan berbentuk persegi panjang memanjang dari arah Timur ke Barat.
Sebelum direnovasi terdiri dari 2 bangunan yaitu bangunan bagian pegawai teknis dan
46
bangunan pegawai non teknisi. Lapas Wirogunan Yogyakarta dalam menampung Warga
Binaan Pemasyarakatan sebanyak 470 orang.
C. Visi dan Misi
Adapun Visi dan Misi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
adalah
1. Visi
Mengedepankan Lembaga Pemasyarakatan yang bersif, kondusif, tertib dan transparan
dengan dukungan petugas yang berintegrasi dan berkompeten dalam pembinaan WBP
(Warga Binaan Pemasyarakatn).
2. Misi
a. Mewujudkan tertib pelaksanaan tupoksi Pemasyarakatan secara konsisten dengan
mengedepankan penghormatan terhadap hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia)
serta transparansi publik.
b.Membangun kerja sama dengan mengoptimalkan ketertiban stake holder dan
masyarakat dalam upaya pembinaan warga binaan pemasyarakatan.
c. Mendayagunakan potensi sumber daya manusia petugas dengan kemampuan
penguasaaan tugas yang tinggi dan inovatif serta berakhlak mulia.
47
D. Tujuan dan Fungsi Lembaga
Adapun tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
sebagai berikut:
1) Tujuan
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana
sehinga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang
baik dan bertanggung jawab.
b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah
Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka
memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan
c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/para pihak berperkara serta
keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti
pada tangkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta
benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan
pengadilan
2. Fungsi
Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat
dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat
yang bebas dan bertanggung jawab. (Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan)
48
E. Sasaran
Adapun sasaran Pembinaan dan Pembimbingan agar Warga Binaan
Pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada
awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, yaitu:
1. Kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Kualitas intelektual
3. Kualitas sikap dan perilaku
4. Kualitas profesionalisme/ketrampilan; dan
5. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani
Guna mengukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan,
ditentukan indikator-indikator sebagai berikut:
a) Isi Lembaga Pemasyarkatan lebih rendah daripada kapasitas.
b) Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun pelarian dan gangguan kamtib
c) Meningkatnya secara bertahap jumlah narapidana yang bebas sebelum waktunya
melalui proses asimilasi dan integrasi
d) Semakin menurunya dari tahun ketahun angka residivis
e) Semakin banyaknya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan berbagai
jenis/golongan narapidana
f) Secara bertahap perbandingan banyaknya narapidana yang bekerja di bidang industri
dan pemeliharaan adalah 70:30
g) Prosentasi kematian dan sakit Warga Binaan Pemasyarakatan sama dengan prosentasi
di masyarakat
49
h) Biaya perawatan dan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada
umumnya
i) Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara, dan
j) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-
nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin berkurangnya
nilai-nilai sub kultur penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan
F. Sruktur Lembaga
Sturktur Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta:
Gambar. II.1
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan
50
Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta memiliki tugas dan
fungsi masing-masing sesuai jabatan. Berikut beberapa tugas pegawai sesuai dengan
jabatan yang diemban:
a) Kepala Lembaga Pemasyarakatan
Menyelenggarakan kegiatan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta
b) Seksi Pembinaan Narapidana
Tugas seksi Pembinaan Narapidana adalah melakukan bimbingan kemasyarakatan
kepada Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam kegiatannya, seksi Pembinaan
Narapidana dibantu oleh Sub Seksi Registrasi dan Sub Bimbingan pemasyarakatan
dan Perawatan (Bimaswat), Pembinaan Agama, Pembinaan Kesenian.
c) Seksi Kegiatan Kerja
Tugas Seksi Kegiatan Kerja adalah melaksanakan bimbingan dan pelatihan kerja
kepada Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam kegiatannya, Seksi Kegiatan Kerja
dibantu oleh Sub Bimbingan Kerja dan Pengelolaan Hasil Kerja serta sub Sarana
Kerja.
d) Seksi Administrasi Keamananan dan Ketertiban
Tugas Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib adalah mengatur jadwal tugas
pengamanan, penggunaan perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,
menerima laporan berkala di bidang keamanan dan tata tertib. Seksi ini dibantu oleh
Sub Seksi Administrasi Pelaporan
51
e) Kepala Kesatuan Pengamatan Lembaga Pemasyarakatan
Tugas dari Kesatuan Pengamatan Lembaga Pemasyarakatan adalah:
1) Melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap narapidana atau anak didik
pemasyarakatan
2) Melakukan pemeliharaan dan keamanan dan ketertiban
3) Melakukan pemeliharaan dan penerimaan, penempatan, dan pengeluaran
narapidana dan anak didik pemasyarakatan
4) Melakukan pemeriksaan terhadap pelanggaran keamanan
5) Membuat laporan harian dan berita acara pelaksanaan pengamanan
f) Sub Bagian Tata Usaha Lembaga Pemasyarakatan
1) Urusan kepegawaian dan keuangan yang mempunyai tugas untuk urusan
kepegawaian dan keuangan
2) Urusan umum yang mempunyai tugas untuk urusan surat menyurat,
perlengkapan, dan rumah tangga
g) Program dan Akitvitas Lembaga
1) Program Strategis
2) Indikator Keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan
3) Program Kerja Registrasi
4) Pembinaan Kepribadian
5) Pembinaan Kemandirian
6) Pendanaan dan Jaringan
52
G. Sarana dan Prasarana Layanan
Adapun sarana dan prasarana guna menunjang terwujudnya visi dan misi dari
Lapas Kelas IIA Yogyakarta, berikut beberapa sarana dan prasarana:
1) Tempat Ibadah
Tempat ibadah kemudian menjadi sarana vital terutama bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta, karena salah satu hak dari WBP
yaitu dapat melaksanakan ibadah sesuai keyakinan dan kepercayaan. Oleh sebab itu
di Lapas Kelas IIA Yogyakarta terdapat Masjid yang digunakan untuk salat 5 waktu,
pengajian, baca Al-Quran dan Iqro dan kegiatan keagamaan lainnya. Sedangkan
gereja diperuntukan bagi umat Kristen dan Katolik untuk beribadah seperti kebaktian,
puji-pujian, membaca Al-Kitab dan kegiatan lainnya.
Fasilitas keagamaan ini sangat berperan penting, karena selama masa pidana WBP
menjalani masa rehabilitasi yang artinya adalah mengubah dari perilaku buruk
menjadi sadar akan kesalahan dan berbenah diri. Jadwal ibadah Kristen pada hari
Senin, Rabu untuk pendalaman Kitab Suci dan Sabtu digunakan untuk ibadah WBP
Katolik. Namun, jadwal ini bisa diikuti oleh WBP yang beragama Katolik maupun
Kristen.
2) Bimbingan Ketrampilan
Merupakan ruangan yang berfungsi untuk kegiatan-kegiatan ketrampilan yang
dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan atau Narapidana. Ketrampilan yang
diberikan yaitu menjahit, sablon, membuat kerajinan tangan; perkayuan meliputi
membuat karja berbentuk meja, kursi, lemari dsb; kerajinnan batu seperti membuat
asbak dan patung; Pertanian dan Peternakan.
53
3) Poliklinik
Poliklinik merupakan tempat untuk menangani narapidana yang sedang sakit.
Poliklinik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta berada di dalam Lapas
dibagian utara kantor Bimbingan Pemasyarakatan dan Perawatan. Adapun fasilitas
yang dimiliki adalah 2 ruang praktik yaitu ruang poli gigi dan poli umum; satu ruang
Aula; tempat tunggu; ruang registrasi; dokter umum dan dokter gigi; satu apoteker
dengan rasio perawat berjumlah 8 yaitu 3 laki-laki dan 5 perempuan; memiliki
bangsal dan ruang obat. Poliklinik bekerjasama dengan Rumah Sakit Wirosaban.
4) Perpustakaan dan Televisi
Guna memenuhi hak mendapat bacaan dan media masa, Lapas Wirogunan
Yogyakarta memberikan pelayanan perpustakaan. Terdapat dua perpustakaan di
bagian tengah Lapas Wirogunan dan di Masjid yang mengoleksi buku agama.
Perpustakaan bekerjasama dengan Perpus daerah Provinsi D.I. Yogyakarta dengan
setiap 3 bulan sekali penggantian buku, atau hibah dari tamu yang telah bekerjasama
dengan Lapas Kelas IIA Yogyakarta.
5) Aula
Fungsi dari aula sendiri adalah digunakan untuk kegiatan yang diadakan oleh
Lembaga atau pihak luar. Adapun beberapa kegiatan tersebut yaitu pentas seni,
diklat, kunjungan studi tiru, rapat, dan pertemuan dinas lain.
6) Layanan Jadwal Kunjungan
Guna memenuhi hak dari Warga Binaan Pemasyarakatan, Lembaga Kelas IIA
Yogyakarta membuka silaturahmi selebar-lebarnya bagi WBP kepada keluarga,
rekan, atau orang tertentu yang akan menjenguk WBP tersebut. Jadwal yang
54
diberikan oleh Lapas Kelas IIA Yogyakarta pada hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis
dengan waktu pendaftaran 08.00 s.d. 11.00 WIB dan waktu kunjungan pada pukul
08.30 s.d. 11.30 WIB. Durasi yang diberikan kepada WBP yang bertemu dengan
keluarga, rekan atau orang tertentu maksimal 30 menit, setelah 30 menit akan ada
pergantian kunjungan.
Syarat untuk dapat mengunjungi WBP yaitu membawa surat izin berkunjung dari
instansi yang menahan dan bagi Narapidana membawa kartu identitas yang masih
berlalku seperti KTP/SIM/KK/Paspor dengan ketentuan satu kartu identitas dapat
digunakan 2 pengunjung, berikut kelipatan. Syarat dan Ketentuan lain yang telah
ditentukan Lapas Kelas IIA Yogyakarta bagi pengunjung adalah tidak diizikan
membawa barang larangan; tidak disediakan loker untuk pengunjung, mematuhi
pertauran yang berlaku di Lapas Kelas IIA Yogyakarta; pelayanan tidak dipungut
biaya.
H. Kepegawaian
Guna menjalankan roda kepegawaian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Yogyakarta, memiliki pegawai yang bertugas memberikan pelayanan kepada para
WBP maupun masyarakat. Berikut di bawah ini di tampilkan data Pegawai di
Lembaga Pemasyarakatn Kelas IIA Yogyakarta pada tahun 2020 dengan jumlah
yang dikelomopkan ke dalam jenis kelamin, menurut golongan, pendidikan, dan
penugasan.
55
a) Data Pegawai Menurut Jenis Kelamin
Berikut ditampilkan rasio pegawai berdasarkan jenis kelamin di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
Tabel. II.1
Data pegawai menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Pria 115
2 Wanita 30
Total 145
Sumber Data Sekunder Terolah 2020
b) Data Pegawai Menurut Golongan
Berikut diuraikan data pegawai berdasarkan golongan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta:
(1) Golongan II : 40 Pegawai
(2) Golongan III : 99 Pegawai
(3) Golongan IV : 7 Pegawai
c) Data Pegawai Menurut Pendidikan
Data pegawai menurut jenjang Pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut
yaitu:
(1) SLTA : 81 Pegawai
(2) Diploma : 6 Pegawai
(3) S1 : 52 Pegawai
(4) S2 : 6 Pegawai
57
d) Data Pegawai Menurut Penugasan
Data pegawai berdasarkan penugasan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Yogyakarta adalah:
Tabel. II.2
Data pegawai menurut Penugasan
No Penugasan Jumlah
1 Kepala Lapas 1
2 Kepegawaian dan Keuangan 16
3 Bagian Umum 10
4 Bimaswat
a Poliklinik 11
b Kasibinadik 1
c Staf 27
5 Registrasi 7
6 Sarana Kerja 5
7 Bimbingan Kerja 6
8 Keamanan & Ketertiban
a Pelaporan 4
b Keamanan 2
9 KPLP
a Staf 12
b Regu Penjagaan 54
Total 156
Sumber Data Sekunder terolah 2020
B. Pelaksanaan Pembinaan
Sebagai Lembaga Pemasyarakatan yang berfungsi dalam menumbuhkan,
mengembangkan, meningkatkan potensi yang ada dalam diri WBP, maka
dilansanakanlah pembinaan. Melihat tujuan penyelenggaraan sistem
pemasyarakatan adalah membentuk WBP menjadi manusia seutuhnya menyadari
kesalahannya, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana, kembali ke
58
masyarakat, aktif dalam pembangunan, hidup wajar sebagai warga Negara dan
bertaanggung jawab.
Penerapaan pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasayarakatan Kelas
IIA Yogyakarta terdiri dari dua macam sebagai berikut:
a) Seksi Pembinaan Kepribadian Narapidana
Pembinaan Kepribadaian kemudian diarahkan pada penguatan
keimananan, resosialisasi nasionalisme dari Warga Binaan
Pemasyarakatam. Berikut penjelaskan mengenai pola pembinaan
kepribadian bagi Warga Binaan Pemasyarakatan:
(1) Pendalaman Agama
Pendalaman agama kemudian menjadi syarat mutlak bagi WBP.
Sistem yang diterapkan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta kemudian
menerapkan dasar agama sebagai dasar pembinaan agar WBP dapat
terbangun pada sisi spiritualitas. Adapun kegiatan ini dilakukan selama
WBP menjalani masa pidana di Lapas. Adapun bagi yang beragama Islam
dengan melakukan salat 5 waktu di Masjid atau di kamar pada saat jam
tertentu. Kemudian kegiatan lain adalah belajar mengaji, pendalaman Al-
Quran dan Iqra, pengajian, atau membaca buku keagamaan di
perpustakaan Masjid. Bagi yang bertugas untuk adzan di berikan Surat
Keterangan dari Kepala Lapas yang kemudian sudah mendapat
persetujuan dari berbagai pemangku kepentingan melalui sidang TPP
(Tim Pengamat Pemasyarakatan). Pola pembinaan yang dilakukan dinilai
dari absensi kehadiran WBP, semakin rajin dapat dikatakan memiliki poin
59
tinggi untuk diajukan integrasi sosial. Kemudian bagi yang beragama
Katolik dan Kristen, kegiatan ibadah dilaksanakan pada hari Senin untuk
Kristen dan Sabtu untuk Katolik, sedangkan hari Rabu untuk pendalaman
Injil bersama dengan petugas yang berasal dari beberapa gereja di
Yogyakarta. Pada hari besar seperti Paskah dan Natal Warga Binaan juga
merayakan.
(2) Upacara
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta melaksanakan
upacara setiap hari Senin diiikuti oleh pegawai dan WBP. Selain hari
Senin, upacara dilaksanakan setiap memperingati hari besar Nasional
seperti Hari Kemerdekaan Indonesia, memperingati Sumpah Pemuda, hari
Pahlawan dsb. Tujuan diadakan upacara adalah menanamkan nilai-nilai
nasionalisme melalui ceramah, disiplin dan khdimat dalam mengikuti
upacara.
(3) Pendidikan dan Konseling
Pendidikan dan Konseling kemudian dimasukan ke dalam pembinaan
kepribadian. Kegiatan pendidikan di Lapas Kelas IIA Yogyakarta
kemudian terbagi menjadi pendidikan formal yaitu pada Paket B dan C
yang dapat diikuti oleh seluruh WBP dan kemudian pendidikan informal
seperti pelatihan, lokakarya dsb. Pendidikan diberikan kepada Warga
Binaan yang mau mengikuti kegiatan dengan didaftarkan oleh Wali
Pemasyarakatan kepada petugas Bimaswat yang membawahi Pendidikan
yaitu Ibu Ettty dan Bapak Sukamto.
60
Konseling dilakukan WBP kepada para pegawai atau biasanya di
Lapas akan diarahkan kepada Wali Pemasyarakatan sebagai pengganti
peran vital konselor. Konseling dilaksanakan selama jam kerja dari pukul
07.30-14.00 WIB dengan Wali Pemasyarakatan atau dapat dilakukan
dengan Warga Binaan lain.
(4) Senam
Kegiatan perawatan jasmani dilakukan pada setiap pagi hari,
namun kegiatan ini tidak intens dilakasanakan dikarenakan beberapa
alasan seperti Warga Binaan lebih memilih bertemu dengan keluarga saat
jam kunjungan.
b) Pembinaan Kemandirian
Pola pembinaan kepribadian disesuaikan dengan minat dan bakat dari
WBP yang kemudian menjadi tanggung jawab Wali Pemasyarakatan dalam
penggalian hal tersebut. Penggalian data dilaksanakan pada tahap sebelum
WBP melaksanakan mapenaling (masa pengenalan lingkungan), artinya pada
tahap 0. Kegiatan menggali data atau akrab disebut assessment dari WBP oleh
Wali Pemasyarakatan dilakukan selama proses pemidanaan bukan hanya saat
WBP memasuki Lembaga Pemasyarakatan. Proses penggalian di lakukan
secara kurun waktu pemidanaan, dikarenakan WBP sendiri memiliki
dinamika selama mengikuti proses pembinaan.
61
1. Bakat
Kegiatan pembinaan bakat dapat diikuti oleh seluruh Warga Binaan
melalui proses assessment dari Wali Pemasyarakatan. Pengembangan
pembinaan ini dilaksanakan melalui kegiatan musik, memainkan alat musik,
bernyanyi, sepak bola dan voli. Seluruh kegiatan terakomodir ke dalam satu
kompleks di Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Alat band terbilang lengkap terdiri
dari satu keyboard, satu set drum, 2 gitar, dan satu set sound system. Lapangan
bola dan voli menjadi satu area yang terletak di depan belakang kantor
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.
c) Seksi Kegiatan Kerja
Guna memberikan program dan mengoptimalkan minat dan bakat dari
WBP, agar saat keluar dari Lapas mampu mandiri secara perekonomian.
Lapas Kelas IIA Yogyakarta mengadakan bimbingan dan pelatihan kerja.
Seksi Kegiatan Kerja dalam pelaksanaan dibantu oleh Seksi Bimbingan Kerja
dan Pengolahan Hasil Kerja serta sub Sarana Kerja. Macam dan bentuk
bimbingan dan latihan kerja, yaitu:
1) Persepatuan
2) Pertukangan Kayu
3) Las
4) Sablon
5) Penjahitan dan Laundry
6) Pembuatan aksesoris kado
62
Pada tahap pembinaan WBP akan diberikan kesepakatan, hak, dan kewajiban
pada penjelasan masa tahanan, terdiri dari tiga Tahap yaitu:
Tahap Awal (0-1/3) terdiri dari:
1) Registrasi : Mencatat identitas WBP dan kelengkapan berkas
2) Orientasi : Pengenalan hak, kewajiban, peraturan, tata tertib dan program
Lapas
3) Identifikasi : Penggalian potensi Warga Binaan Pemasayarakatan disesuaikan
dengan program Lapas
4) Seleksi : Menyalurkan Warga Binaan Pemasyarakatan ke program yang
tepat
5) Penelitian Kemasyarakatan : Mengetahui latar belakang Warga Binaan
Pemasyarakatan
Tahap Lanjutan I
Pada tahap ini dilaksankaan dari 1/3 hingga 1/2 masa tahanan, pembinaan
yang dilakukan meliputi:
1) Agama dan budi pekerti
2) Kesadaran berbangsa dan bernegara
3) Pendidikan umum
4) Kesegaran Jasmani dan Rohani
5) Latihan Ketrampilan
63
Pembinaan Tahap Lanjut II
Tahap ini dilakukan pada masa tahanan ½ hingga dua pertiga. Pada tahap
ini pola pembinaan masih sama dengan tahap sebelumnya, namun terdapat proses
reintegrasi yaitu:
1) Membangkitkan motivasi dan dorongan pada diri WBP ke arah tujuan
pencapaian tujuan pembinaan.
2) Memberikan kesempatan pada napi dan anak didik untuk pendidikan dan
ketrampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat
setelah bebas menjalani pidana.
3) Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam
penyelenggaraan pemasyarakatan.
Jenis Reintegrasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta yang
diberikan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan adalah:
1) Asimiliasi
Proses pembinaan WBP yang dilaksanakan dengan membaurkan WBP
dan anak didik pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat
2) Pembebasan Bersyarat
Proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar Lapas setelah
menjalani sekurang-kurangnya 2/3 masa pidananya 9 bulan. Tujuan diadakan
PB adalah memudahkan narapidana untuk berkelakuan baik selama masa
hukumannya di penjara. Pada dasarnya pembebasan bersyarat memberikan
kesempatan bagi narapidana untuk lebih cepat membaur dengan masyarakat
64
dengan cara menjalani sisa waktu hukumannya di luar Lapas. Pemberian PB
adalah bagi WBP yang memiliki hukuman di atas 1 tahun.
3) Cuti Menjelang Bebas
Proses pembinaan narapidana dan anak pidana di luar Lapas setelah
menjalani 2/3 masa pidana dan selama menjalani masa pidanan berkelakuan
baik sekurang-kurangnya selama 9 bulan dari masa pengajuan usulan cuti
menjelang bebas terhadap dirinya. Syarat untuk mendapat CMB adalah secara
substansif adalah jangka cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 bulan.
4) Cuti Bersyarat
Proses pembinaan di Lapas bagi narapidana dan anak pidana yang
memiliki masa tahanan kurang dari 1 tahun dan menjalani 2/3 masa pidana.
Syarat substansif yang harus dipenuhi adalah berkelakukan baik selama
menjalani pidana dan tidak pernah mendapat hukuman, disiplin sekurang-
kurangnya dalam waktu 6 bulan terkahir dan masa pidana telah dijalani dari
2/3 dari masa pidana dan jangka waktu paling lama 3 bulan dengan ketentuan
apabila selama menjalani cuti melakukan tindak pidana baru selama di luar
Lapas tidak dihitung sebagai masa menjalani pidanan.
Berikut akan dijelaskan Persyaratan Substansif dan Administratif dimana
Wali Pemasyarakatan mengambil peran dalam bagian ini:
(a) Persyaratan Substansif
1) Telah menujukan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang
menyebabkan dijatuhi pidana.
2) Telah menunjukan perkembangan budi perkerti moral dan positif
65
3) Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan
bersemangat
4) Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan dan anak
pidana yang bersangkutan
5) Berkelakukan baik selama masa pidana dan tidak pernah mendapat
hukuman untuk:
a) Asimilasi sekurang kurangnya dalam 6 bulan terkahir
b) Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-
kurangnya 9 bulan
c) Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya 6 bulan terakhir
Masa pidana yang telah dijalani untuk:
a) Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 bulan terkahir
b) Pembebasan Bersyarat, 2/3 dari masa pidananya dengan ketentuan
2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 bulan
c) Cuti Menjelang Bebas, 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari
9 bulan
d) Cuti Bersyarat, 2/3 dari masa pidana dan jangka waktu cuti
melakukan tidak pidana baru maka selama di luar Lapas tidak
dihitung sebagai masa menjalani pidana
66
(b) Persyaratan Administratif
1) Kutipan putusan hakim
2) Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing
Kemasyarakatan atau Laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan
Anak Pidana yang di buat oleh Wali Pemasyarakatan
3) Surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian
Asimilasi, PB, CMB, dan CB terhadap Narapidana dan Anak Pidana
Pemasyarakatan yang bersangkutan
4) Salinan Register F (daftar yang memuat pelanggaran tata tertib yang
dilakukan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalani
masa pidana) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan
5) Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti Grasi,
Remisi dll dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan
6) Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan seperti pihak Keluarga, Sekolah,
Instansi, Pemerintah atau Swasta dengan diketahui oleh Pemerintah
Daerah setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa
7) Bagi Narapidana atau Anak Pidana Warga Negara Asing diperlukan syarat
tambahan:
a) Surat jaminan dari kedutaan besar/konsultan negara orang asing
yang bersangkutan bahwa narapidana dan anak didik
pemasyarakatan tidak melarikan diri atau mentaati syarat-syarat
67
selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarata, Cuti
Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat
b) Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai
status keimigrasian yang bersangkutan.
I. WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta setidaknya mengatur 5 hak bagi
Warga Binaan Pemasyarakatan telah memenuhi persyaratan, hak-hak tersebut adalah:
1. Mengadakan hubungan terbatas dengan pihak luar;
Negara tidak berhak membuat seorang narapidana menjadi lebih buruk dari
sebelumnya. Selama menjalani masa hukumannya, seorang narapidana harus
secara berangsur-angsur diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh
diasingkan dari masyarakat. Antara lain dengan cara: surat menyurat dan
kunjungan keluarga.
2. Memperoleh remisi;
Setiap tanggal 17 Agustus, berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 1987, setiap
narapidana yang berkelakuan baik, telah berjasa kepada negara, melakukan
perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan, dan narapidana
yang membantu kegiatan dinas LAPAS, akan memperoleh remisi.
3. Memperoleh asimilasi:
Selama kehilangan kemerdekaannya, seorang narapidana harus secara
berangsur-angsur diperkenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh
diasingkan dari masyarakat. Asimilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
68
asimilasi ke dalam (yaitu, hadirnya masyarakat ke dalam LP), dan asimilasi
ke luar (yaitu, hadirnya narapidana di tengah-tengah masyarakat).
4. Memperoleh cuti;
5. Memperoleh pembebasan bersyarat;
Warga Binaan Pemasyarakatan dalam melaksanakan pembinaan di Lapas
tentunya tidak terlepas dari kewajiban yang harus dilakukan. Kewajiban ini
tentunya berpengaruh pada pemrosesan integrasi sosial yang akan dilakukan oleh
Warga Binaan Pemasyarakatan. Berikut akan dijabarkan terkait kewajiban
Narapidana:
Kewajiban Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan menurut Kebijakan
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan R.I:
1. Mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku di Lapas (Lembaga
Pemasyarakatan)
2. Menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban
3. Mengikuti petunjuk dan melaksanakan perintah petugas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
4. Melaporkan dan memberitahukan keadaan akan hal-hal yang dapat berakibat
terganggungnya keamanan, ketertiban, dan ketentraman pada petugas
5. Menyerahkan, menitipkan, uang serta barang lain yang dilarang untuk dirinya,
agar tetap utuh, bersih, dan rapi
6. Menjaga dan memelihara tanaman dan kebersihan lingkungan
7. Menjaga dan memelihara alat-alat perlengkapan yang telah diberikan untuk
dirinya, agar tetap utuh, bersih dan rapi
69
8. Mengikuti senam pagi, apel pagi, sesuai dengan jadwal yang ditentukan
9. Mengikuti program kegiatan pendidikan, bimbingan yang bersifat umum dan
khusus, yang diberikan untuk dirinya
10. Melaksanakan pekerjaan yang diberikan, diperintahkan oleh petugas atau
pejabat yang ditetapkan
11. Melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing dalam
waktu dan tempat yang ditentukan
12. Menjalin tata karma, kesopanan terhadap sesama penghuni kekeluargaan
13. Menyerahakan kembali alat-alat perlengkapan, inventaris yang pernah
dikuasainya pada saat pindah lepas dan meninggalkan Lapas (Lembaga
Pemasyarakatan)
71
Berikut akan ditampilkan data Terakhir tahun 2020 bulan Februari dari website Sistem Data Base Pemasyarakatan Jumlah
Penghuni Per-UPT pada Kantor Wilayah Kemenkumham D.I. Yogyakarta Lapas Kelas IIA Yogyakarta sebagai berikut:
Tabel. II.3
Data berdasarkan Jumlah Penghuni Per-UPT Lapas Kelas IIA Yogyakarata
UPT Kanwil Tahanan Total Napi Total Tahanan
& Napi
Kapasitas % Over
Kapasitas
DL DP TD AL AP TA DL DP TD AL AP TA
Lapas
Kelas IIA
Yogyakarta
Kanwil
D.I.
Yogyakarta 4 0 4 0 0 0 4 320 0 320 0 0 0 320 324 496 0
Sumber Data Sekunder terolah 2020
Keterangan tabel :
TDL : Tahanan Dewasa Laki-Laki
TAL : Tahanana Anak Laki-Laki
NDL : Napi Dewasa Laki-Laki
NAL : Anak Laki-Laki
TDP : Tahanan Dewasa Perempuan
TAP : Tahanan Anak Perempuan
NDP : Napi Dewasa Perempuan
NAP : Anak Perempuan
72
Data primer yang di dapat dari wawancara dengan Alvian Dwi Nugroho, S.H.
pada Jabatan Penelaah Status Warga Binaan Pemasyarakatan. Berikut data bentuk
pidanan dan jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan pada tahun 2017-2019, sebagai
berikut:
Tabel. II.4
Data Bentuk Pidana dari tahun 2017-2020
No Pidana Tahun
2017 2018 2019 2020
1 Pencurian 78 79 74 62
2 Perampokan 4 4 5 4
3 Penipuan 26 17 20 16
4 Penggelapan 12 13 10 1
5 Korupsi 50 29 29 30
6 Penganiyayaan 21 12 13 13
7 Pemerokosaan 4 10 8 7
8 Pembunuhan 35 33 28 28
9 Senpi/Sajam 0 2 1 0
10 Perlindungan Anak 102 128 125 118
11 Kekerasan Dalam Rumah Tangga 0 2 2 2
12 Pencucian Uang 7 3 1 1
13 Tra 0 1 1 1
14 Teroris 3 3 2 0
15 Lain-Lain 9 10 23 34
Total 351 346 342 317
WNA 0 0 1 1
Seumur Hidup 1 1 2 2
Sumber Data Sekunder terolah 2020
Berdasarkan tabel yang telah disajikan dapat dilihat total angka Warga Binaan
Pemasyarakatan mengalami penuruan pada tahun 2017 sebesar 351; tahun 2018 346;
tahun 2019 total 2019; tahun 2020 total 317. Bentuk pidana yang memuncaki angka
tertinggi adalah Perlindungan Anak. Data yang didapat dari wawancara, asal dari Warga
73
Binaan Pemasyarakatan di dominasi Provinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya, dan satu
WNA berasal dari Timor Leste (wawancara oleh Alvian Dwi Handoko, S.H)
125
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU:
Adi, Isbandi Rukminto., 2001, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis),
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Adi, Isbandi Rukminto., 2002, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan
Kesejahteraan Sosial, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta
Astrid S. Susanto., 1985., Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina Cipta.
Atmasasmita, Romli., 1982, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Armico,
Bandung
Barda Nawawi Arief., 1996, Kebijakan Legislatif dengan Pidana Penjara, hlm.44.,
Badan Penerbit UNDIP, Semarang
Baker, R. L., 1987., The Social Work Dictionari, Silver Spring, MD., National
Association of Social Workers
Bungin Burhan., 2001., Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis
ke Arah Ragam Varian Kontemporer., Rajawali Pers., Jakarta
C. Djisman Samosir., 2012, Sekelumit Tentang Penologi dan Pemasyarakatan,
Nuansa Aulia, Bandung
Denzin & Lincoln., 2009., Penelitian Kualitatif dan Desain Penelitian Riset.,
Pustaka Pelajar., Yogyakarta
Didin Sudirman., 2007, Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia, hlm. ix., Alnindra Dunia Perkasa, Jakarta
Notonagoro., 1967., Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila., CV Radjawali.,
Jakarta
126
Nusa Putra., 2013, Penelitian Kualitatif IPS, PT Remaja Rosdakarya, Jln. Ibu
Inggit Garnasish No. 40 Bandung 40252
Zubaedi., 2016, Pengembangan Masyarakat Wacana & Praktik, Kencana (Divisi
dari PRENADAMEDIA Group), Jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun –
Jakarta 13220
Hadari Nawawi., 1991, Metode Penelitian Bidang Sosial, UGM Press,
Yogyakarta
Kartini Kartono., 2009, Patologi Sosial, Rajawali Pers, Jakarta
Kothari., 2004., Research Methodology. Methods and Techniques., New Age
International (P), Ltd., New Delhi
Midgley, James., 1995., Social Development, the Development Perspective in
Social Welfare, Sage Publication, London
Moleong, Lexy J., 2004., Metodologi Penelitian Kualitatif., PT. Remaja
Rosdakarya., Bandung
Sarlito Wirawan Sarwono., 2010., Psikologi Remaja. PT. Raja Grafindo Persada.,
Jakarta.
Suhardono, Edy., 1994., Teori Peran: Konsep, Derivasi dan Implikasinya .
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sugeng, Syarif, Dwi dan Mira., Dasar-Dasar Praktik Pekerjaan Sosial Seni
Menjalani Profesi Pertolongan, Intrans Publishing & Wisma Kalimetro, Jl.
Joyosuko Metro 42 Malang, Jawa Timur
Sugiyono., 2012., Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung
127
JURNAL
Eko Hidayat, 2016. Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum
Indonesia, Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung. Ejournal Raden
Intan
Gray, M., 1997, “A Pragmatic Approach to Social Development, part 2”. Jurnal
Social Work/Maatskaplike Werk 33 (4)
Victorio H. Situmorang, 17 Januari 2019 “Lembaga Pemasyarakatan Sebagai
Bagian dari Penegak Hukum”. Jurnal Pusat Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM R.I
DOKUMEN
Berikut Keputusan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta
Nomor: W14.PAS.PAS.I OT 01.01 Tahun 2018
Cox, David., 2001, Hands-out untuk Lokakarya Pengembangan Materi
Pembangunan Sosial dalam Kurikulum Pendidikan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Tidak dipublikasikan
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M. 01 PK.04.10.
Tahun 2007
Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Tugas Pokok dan Fungsi Serta Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan
Kelas IIA Yogyakarta Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM D.I.
Yogyakarta.,
128
INTERNET
Daerah Mana yang Memiliki Tindak Kejahatan Terbanyak.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/18/daerah-mana-yang-
memiliki-tindak-kejahatan-terbanyak. Diakses pada tanggal 30 Oktober
2019 pukul 21.22 WIB
Hasil Suvei Soal Permasalahan Utama di Indonesia.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/24/permasalahan-apa-
yang-terpenting-di-indonesia-saat-ini. Diakses 30 Oktober 2019 Pukul
20.46 WIB
Metode Penelitian., http://digilib.unila.ac.id/916/10/BAB%203.pdf., diakses pada
tanggal 24 November 2019 Pukul 09.00 WIB
Jumlah Tindak dan Tingkat Risiko Terjadi Tindak Kejahatan (2002-2017).
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/07/22/sepanjang-2017-
terjadi-337-ribu-tindak-kejahatan-di-indonesia. Diakses 30 Oktober 2019
Pukul 21.21 WIB
Kekerasan di Nusakambangan Saat Kemneterian Urusan HAM Langgar HAM.
https://tirto.id/kekerasan-di-nusakambangan-saat-kementerian-urusan-
ham-langgar-ham-dnzV. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul
21.35 WIB
Komnas HAM Temukan Pelanggaran Pekanbaru. Jumat, 12 Mei 2017.,
komnasham.go.id/n/329. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul
21.40 WIB
Sejarah Kepenjaraan di Indonesia.,
http://lapassalemba.kemenkumham.go.id/profil/sejarah-pemasyarakatan.
Diakses pada tanggal 25 November 2019 Pukul 09.00 WIB
129
Tujuan, Fungsi, & Sasaran Pemasyarakatan.,
http://lapaswirogunan.com/profil/tujuan-fungsi-sasaran-pemasyarakatan/.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 20.00 WIB
Visi & Misi., http://lapaswirogunan.com/profil/visi-dan-misi/. Diakses pada
tanggal 28 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
Data Terakhir Julah Penghuni Per-UPT Pad Kanwil.,
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly/kanwil/db5c02f0-
6bd1-1bd1-b375-313134333039/year/2020/month/2. Diakses pada tanggal
21 Februari 2020
Penggolongan Penempatan Narapidana di Satu Sel.,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt598d737413c6a/pen
ggolongan-penempatan-narapidana-dalam-satu-sel-lapas/. Diakses pada
tanggal 22 Feburari 2020 Pukul 09.30 WIB
Tujuan, Fungsi, & Sasaran Pemasyarakatan.,
http://lapaswirogunan.com/profil/tujuan-fungsi-sasaran-pemasyarakatan/.
Diakses pada tanggal 30 Oktober 2019 pukul 20.00 WIB
Visi & Misi., http://lapaswirogunan.com/profil/visi-dan-misi/. Diakses pada
tanggal 28 Oktober 2019 Pukul 19.00 WIB
Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta.,
http://lapasjogja.kemenkumham.go.id/index.php/profil/sejarah-satuan-
kerja. Diakses pada tanggal 15 Januari 2020 Pukul 10.00 WIB
LAMPIRAN
PANDUAN WAWANCARA
WALI PEMASYARAKATAN
Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan Terakhir :
1. Bagaimana proses fasilitasi dari Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan untuk
melaksanakan ibadah?
2. Bagaimana fungsi yang diambil Wali Pemasyarakatan ketika memfasilitasi Warga
Binaan yang memiliki perbedaan agama?
3. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam bekerjasama dengan rohaniawan?
4. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam mencatat perkembangan Warga
Binaan dalam pelaksanaan ibadah?
5. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam memberikan fasilitasi terkait
perawatan rohani dan jasmani kepada Warga Binaan?
6. Kendala apa yang dialami Wali Pemasyarakatan selama menjalankan tugas terkait
fasilitasi dalam perawatan rohani dan jasmani?
7. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam pemenuhan hak Warga Binaan dalam
hal kesehatan dan makanan? Berapa kali jadwal dan apakah pernah mendapat keluhan
dari Warga Binaan?
8. Bagaimana proses fasilitasi Wali Pemasyarakatan terhadap Warga Binaan dalam
memperoleh pendidikan dan pengajaran?
9. Bagaimana bentuk koordinasi antara tenaga pengajar dan Wali Pemasyarakatan
dalam memenuhi hak pendidikan dan pengajaran bagi Warga Binaan?
10. Bagaimana tindakan Wali Pemasyarakatan dalam menerima keluahan dari Warga
Binaan?
11. Bagaimana Wali Pemasyarakatan mengelola keluhan atau informasi yang dilakukan
oleh Warga Binaan?
12. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam menyampaikan keluhan kepada pihak
terkait?
13. Bagaimana bentuk pemenuhan bahan bacaaan dan siaran bagi Warga Binaan di
Lapas, fungsi yang diemban Wali Pemasyarakatan seperti apa?
14. Seperti apa jadwal yang ditentukan dan siapa yang mengelola jadwal terkait
pemenuhan bahan bacaan dan siaran?
15. Fungsi Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan dalam
mengusahakan/mempromosikan Warga Binaan agar mendapat upah/premi?
16. Usaha atau tindakan yang diambil Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan yang
tidak mendapat upah/premi seperti apa?
17. Apakah Wali Pemasyarakatan juga mengelola upah/premi yang akan diberikan
kepada Warga Binaan?
18. Bagaimana proses fasilitasi Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan terkait
penerimaan kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang tertentu?
19. Apakah ada proses pembatasan jumlah kunjungan kepada Warga Binaan baik dari
keluarga atau pihak tertentu?
20. Sebagai seorang komunikator, apa yang dilakukan Wali Pemasyarakatan dalam
menyalurkan informasi kepada pihak terkait dari Warga Binaan?
21. Jenis-jenis informasi atau keluhan yang umum disampaikan oleh Warga Binaan apa
saja?
22. Bentuk motivasi yang diberikan Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan terkait
dorongan agar berperilaku sesuai nilai-nilai di Lapas, supaya dapat memenuhi syarat
pengurangan masa pidana seperti apa?
23. Apakah keputusan pemberian pengurangan masa pidana terdapat unsur subyektif?
24. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam mendorong agar Warga Binaan dapat
berasimilasi dengan baik?
25. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam menyiapkan lingkungan masyarakat
agar proses asimilasi Warga Binaan berhasil?
26. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam memonitoring kepada Warga Binaan
yang menerima cuti untuk mengunjungi keluarga?
27. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam menyampaikan keinginan dari kedua
belah pihak (Warga Binaan dan pihak terkait)? Jika terdapat kendala, seperti apa
proses penyelesaian dari Wali Pemasyarakatan?
28. Bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam proses pemberian motivasi kepada
Warga Binaan agar dapat memenuhi kriteria pembebasan bersyarat?
29. Seperti apa fungsi fasilitasi Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan agar
mendapat pembebasan bersyarat?
PANDUAN WAWANCARA
KEPALA LAPAS KELAS IIA YOGYAKARTA
Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan Terakhir :
1. Bagaimana anda selaku pimpinan menilai perlindungan dan pemenuhan hak bagi
Warga Binaan?
2. Bagaimana anda menilai kinerja Wali Pemasyarakatan terutama dalam membantu
melindungi 12 hak Warga Binaan?
3. Bagaimana bentuk monitoring dari atasan kepada Wali Pemasyarakatan terutama
dalam melindungi ke 12 hak Warga Binaan?
4. Apakah terdapat evaluasi berkala terkait perlindungan hak dari Warga Binaan kepada
Wali Pemasyarakatan?
5. Apakah anda sebagai pimpinan juga mendapat pelaporan berkala dari Wali
Pemasyarakatan terkait proses perlindungan terhadap hak Warga Binaan?
6. Apakah fungsi Wali Pemasyarakatan sebagai seorang komunikator, fasilitator, dan
motivator sudah mampu mengakomodir perlindungan terhadap hak Warga Binaan?
7. Melalui 13 pegawai yang bertindak sebagai Wali Pemasyarakatan, menurut anda
apakah sudah mampu memenuhi jumlah rasio ideal terutama dalam perlindungan hak
bagi Warga Binaan?
8. Terkait perlindungan hak bagi Warga Binaan apakah bersumber dari pusat atau Lapas
Kelas IIA Yogyakarta memiliki kewenangan untuk membuat dan melaksanakan?
PANDUAN WAWANCARA
WARGA BINAAN KELAS IIA YOGYAKARTA
Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Pendidikan Terakhir :
Jenis Kriminal :
Masa Tahanan :
1. Bagaimana pendapat anda mengenai fasilitasi hak beribadah dan berkeyakinan di
Lapas ini?
2. Sejauh mana anda mengetahui fungsil Wali Pemasyarakatan dalam melindungi hak
beribadah dan berkeyakinan?
3. Bagaimana pendapat anda mengenai pemenuhan perawatan rohani dan jasmani,
terutama fungsi Wali Pemasyarakatan disini seperti apa?
4. Bagaimana anda memanfaatkan akses pendidikan dan pengajaran?
5. Seberapa efektif Wali Pemasyarakatan ketika Warga Binaan menyampaikan keluhan?
Kemudian tindak lanjut dalam pengelolaan informasi/keluahan seperti apa?
6. Bagaimana respon Wali Pemasyarakatan ketika anda menyampaikan keluhan?
7. Berkaitan dengan bahan bacaan dan media massa, apakah sudah cukup
mengakomodir kebutuhan anda?
8. Bagaimana anda menilai fungsi Wali Pemasyarakatan dalam mengusahakan premi
atau upah kepada Warga Binaan?
9. Pada saat anda menerima kunjungan dari keluarga, penasehat hukum atau orang
tertentu lainnnya, bagaimana fungsi Wali Pemasyarakatan dalam memfasilitasi anda?
10. Bagaimana penilaian anda terhadap pengaruh fungsi Wali Pemasyarakatan dalam
mengusahakan remisi bagi Warga Binaan?
11. Sejauh mana anda menilai fungsi Wali Pemasyarakatan dalam membantu Warga
Binaan berasimilasi (jika pernah)? Jika belum pernah upaya apa yang dilakukan Wali
Pemasyarakatan
12. Apakah anda pernah berkunjung atau cuti mengunjungi keluarga? fungsi yang
diambil Wali Pemasyarakat seperti apa?
13. Menurut anda bagaimana funsgi yang dilakukan Wali Pemasyarakatan kepada Warga
Binaan menjelang bebas atau akan mendapat cuti?
14. Bagaimana anda menilai pelayanan kesehatan dan makanan di Lapas Wirogunan?
Kemudian tindakan Wali Pemasyarakatan kepada Warga Binaan terkait memfasilitasi
hal tersebut seperti apa?