peran pembelajaran sastra dalam pendidikan karakter

34
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari sejauh mana cerminan moral para generasinya. Meskipun teknologi dan ilmu pengetahuan cukup berkembang pesat, tapi jika tidak didukung dengan perilaku yang luhur, tetap saja bangsa tersebut tidak layak dijadikan panutan. Dunia saat ini tengah berada dalam gempuran hegemoni tertentu. Globalisasi membawa dampak buruk dalam melunturkan identitas suatu bangsa. Indonesia pun tidak lepas dari pergeseran arus di dunia saat ini. Indonesia tengah berada dalam cengkraman globalisasi yang membuat generasinya seakan kehilangan identitas. Lunturnya nilai-nilai moral, seperti maraknya kekerasan dan kriminalitas di kalangan pelajar, seks bebas, hamil di luar nikah, aborsi, narkoba dan perilaku-perilaku negatif lainnya membuat bangsa semakin kehilangan jati diri dan mengalami mengalami kemunduran moralitas Dunia pendidikan adalah gudang melahirkan generasi cerdas dan berakhlak. Pendidikan adalah tumpuan dan filterisasi untuk membentuk karakter mulia. Tujuan pendidikan nasional kita sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3:

Upload: bulqia-masud

Post on 21-Oct-2015

610 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari sejauh mana cerminan moral para

generasinya. Meskipun teknologi dan ilmu pengetahuan cukup berkembang pesat,

tapi jika tidak didukung dengan perilaku yang luhur, tetap saja bangsa tersebut

tidak layak dijadikan panutan. Dunia saat ini tengah berada dalam gempuran

hegemoni tertentu. Globalisasi membawa dampak buruk dalam melunturkan

identitas suatu bangsa. Indonesia pun tidak lepas dari pergeseran arus di dunia saat

ini. Indonesia tengah berada dalam cengkraman globalisasi yang membuat

generasinya seakan kehilangan identitas. Lunturnya nilai-nilai moral, seperti

maraknya kekerasan dan kriminalitas di kalangan pelajar, seks bebas, hamil di

luar nikah, aborsi, narkoba dan perilaku-perilaku negatif lainnya membuat bangsa

semakin kehilangan jati diri dan mengalami mengalami kemunduran moralitas

Dunia pendidikan adalah gudang melahirkan generasi cerdas dan berakhlak.

Pendidikan adalah tumpuan dan filterisasi untuk membentuk karakter mulia.

Tujuan pendidikan nasional kita sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945

(versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3:

"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang."1

Pasal 31, ayat 5 menyebutkan:

"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat manusia."2)

1.(http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html diakses 19 April 2012

2. ibid

Page 2: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

2

Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidikan di Indonesia idealnya

menghasilkan pribadi yang bertakwa, berakhlak baik, dan bermoral. Pada

kenyataanya, generasi bangsa ini semakin rusak. Riset yang dipublikasikan

Yayasan Kita dan Buah Hati pada tahun 2010 menemukan sebanyak 83,7 persen

anak sekolah dasar kelas IV dan V, sudah kecanduan pornografi. Komisi Nasional

Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat dari tahun 2008 sampai 2010 terjadi

2,5 juta kasus aborsi, sebanyak 62,6 persen dilakukan anak di bawah umur 18

tahun. Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional pada 2008, sebanyak 1,5

persen atau sekitar 3,2 juta penduduk Indonesia adalah pengguna narkoba.

Sebanyak 78 persen di antaranya adalah remaja atau penduduk usia 20-29 tahun3.

Munculnya wacana pendidikan karakter adalah respon dari kacaunya moralitas

pelajar bangsa ini. Pendidikan karakter ini diharapakan akan menghasilkan output

yang bermoral tinggi. Pendidikan karakter juga mengajarkan peserta didik untuk

lebih mengutamakan nilai-nilai kebaikan sehingga didapatkan sebuah karakter

yang dapat menghasilkan generasi cemerlang.

Pendidikan karakater dianggap sebagai solusi untuk mengatasi mandulnya sistem

pendidikan bangsa ini. Pendidikan karakter dianggap mampu menciptkan individu

yang berakhlak baik dan bermoral tinggi. Di universitas pun sudah mulai

digencarkan pengembangan karakter ini.

Berbicara mengenai karakter berarti kita berbicara mengenai sebuah nilai-nilai.

Entah itu nilai baik atau buruk. Sastra adalah sumber nilai. Dalam sebuah karya

sastra kita bisa memetik nilai-nilai. Menurut Horace, fungsi sastra itu Dulce et

Utile. Indah dan berguna. Bahasa sastra adalah bahasa yang estetis yang mampu

menghaluskan dan membangkitkan jiwa dan perasaan. Di sinilah fungsi

keindahan sastra. Sastra mampu mengungkapkan ide yang rumit menjadi lebih

estetis dan memahaminya dengan menggunakan cita rasa. Karena struktur kata

yang digunakan lebih estetis, pembaca merasa tidak digurui. Sastra

mentransformasi pesan, nilai-nilai, dan menunjukkan karakter melalui sebuah

cerita dan kata-kata indah.

3 Majalah Al Wa’ie No. 138 Tahun XII Februari 2012

Page 3: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

3

Fungsi yang kedua, yaitu berguna. Sastra mengandung pesan yang bermanfaat

untuk pembaca dan masyarakat. Sastra membawa nilai-nilai yang mampu

memperbaiki tatanan kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu salah satu

langkah untuk mengatasi masalah tersebut, maka penulis mengajukan judul Peran

Pembelajaran Sastra dalam Pendidikan Karakter.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan untuk memfokuskan penulisan ini,

maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran sastra dalam pengembangan karakter pelajar?

2. Bagaimanakah upaya pembelajaran sastra dalam pendidikan karakter?

1.3. Gagasan Kreatif

Sastra memiliki peran dalam membentuk atau mengembangkan karakter

seseorang. Seorang pembaca sastra tentu akan mampu memetik nilai-nilai

sehingga memengaruhi karakter pembacanya. Jika mereka seorang penulis, sastra

adalah media positif untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keadaan yang

sedang terjadi di kehidupan sosialnya. Oleh karena itu gagasan kreatif dari karya

tulis ini ialah menghadirkan metode pembelajaran sastra sebagai solusi alternatif

dalam pendidikan karakter yang dapat mempengaruhi karakter seseorang dengan

cara mengajarkan pelajar membaca dan menulis karya sastra yang bermutu.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1.4.1. Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan peran sastra dalam pengembangan karakter pelajar.

2. Untuk menjelaskan pembelajaran sastra sebagai alternatif dalam

pendidikan karakter

1.4.2. Manfaat Penulisan.

Page 4: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

4

1. Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang peran sastra dalam

pengembangan karakter pelajar

2. Diharapkan dapat memberikan solusi baru dalam mengaplikasikan

pendidikan karakter di kalangan pelajar.

Page 5: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

5

BAB 2

TELAAH PUSTAKA

2.1. Teori Kesusastraan

2.1.1. Pengertian Sastra

Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’,

yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata

dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat”

atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk

kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan

tertentu.4

Beberapa pengertian sastra menurut para ahli

Mursal Esten (1978 : 9)

Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif

sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai

medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia

(kemanusiaan)5.

Aristoteles

Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat6.

Taum (1997: 13)

Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif atau sastra adalah

penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain7.

4.http://www.mutiarasukma.net/_mdc.php?module=view&id_berita=944blog diakses 7 April 2012. 5.Ibid6. Ibid7. Ibid

Page 6: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

6

2.1.2 Fungsi Sastra

Menurut Horace, fungsi sastra ialah Dulce et Utile. Indah dan berguna. Maka,

dalam membaca karya sastra yang baik, para pembaca akan mendapatkan

kesenangan dan kegunaan yang diberikan oleh karya sastra itu, yang berupa

keindahan dan pengalaman-pengalaman jiwa yang bernilai tinggi, baik secara

langsung maupun tidak langsung, misalnya lewat para penafsirnya.8

Jika suatu karya sastra berfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi

(kesenangan dan manfaat) harus saling mengisi. Kesenangan yang diperoleh dari

sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya, melainkan kesenangan yang lebih

tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan. Sedang manfaatnya,

keseriusan bersifat didaktis adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan

estetis, dan keseriusan persepsi.9

Sesuatu yang dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa adalah seni dan sastra" (Buya

Hamka)10.

Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang

pengecut menjadi pemberani (Umar bin Khattab ra)11

2.1.3. Peran Sastra dalam Pengajaran

Menurut B. Rahmanto dalam bukunya Metode Pengajaran Sastra (1988) ada 4

peran sastra dalam pendidikan.

2.1.3.1. Membantu Keterampilan Berbahasa

Ada 4 keterampilan berbahasa: (i) menyimak (ii) wicara (iii) membaca (iv)

menulis. Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan

membantu siswa berlatih keterampilan membaca dan menyimak, wicara, menulis

yang masing-masing erat hubungannya.

8seperti dikutip oleh Rachmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip kritik sastra, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994)9 Rene Wellek, Austin Warren, Teori Kesusastraan. Melani Budianta. Jakarta. Gramedia. 1995. Hal.2710http://apandin.wordpress.com/2011/05/31/kategori-baru-sastra/ blog diakses tanggal 7 April 201211Ibid.

Page 7: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

7

Dalam pengajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan

mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman, atau pita rekaman.

Siswa dapat melatih keterampilan wicara dengan ikut berperan dalam suatu

drama. Siswa dapat juga meningkatkan keterampilan membaca dengan

membacakan puisi atau prosa cerita. Karena sastra itu menarik, siswa dapat

mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasil diskusinya sebagai latihan

keterampilan menulis.

2.1.3.2. Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Sastra, tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu

pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek

manusia, alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan

‘sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati akan semakin

menambah pengetahuan orang yang menghayatinya.

Yang dimaksud pengetahuan dalam hal ini mengandung suatu pengertian yang

luas. Dengan berbagai cara, kita dapat menguraikan dan mencerap pengetahuan

semacam itu dalam karya sastra. Sebagai contoh, banyak fakta yang yang

diungkapkan dalam karya sastra. Apabila kita merangsang siswa untuk memahami

fakta-fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa itu akan sampai pada

kenyataan yang akhirnya disadari oleh para siswa bahwa fakta-fakta yang perlu

dipahami bukan hanya sekadar fakta-fakta tentang benda, tetapi fakta-fakta

tentang kehidupan.

Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan

wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Pemahaman budaya dapat

menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri dan rasa ikut memiliki. Beberapa

pengetahuan seperti ini dapat diberikan pada keluarga, tempat-tempat ibadah

maupun lewat pelajaran-pelajaran tertentu di sekolah. Bagaimanapun, sastra

sering berfungsi untuk membangun kesenjangan pengetahuan dari sumber-sumber

yang berbeda itu dan menggalangnya menjadi suatu gambaran yang lebih berarti.

Page 8: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

8

2.1.3.3. Mengembangkan Cipta dan Rasa

Dalam melaksanakan pengajaran kita tidak boleh berhenti pada penguraian

pengertian keterampilan ataupun pengetahuan. Setiap guru hendaknya selalu

menyadari bahwa setiap siswa adalah seorang individu dengan kepribadiannya

yang khas, kemampuan, masalah dan kadar perkembangannya masing-masing

yang khusus. Oleh karena itu penting sekali kiranya memandang pengajaran

sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan.

Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah

kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, sosial, dan bersifat religius.

Karya sastra sebenarnya dapat memberikan peluang-peluang untuk memberikan

kecakapan seperti itu. Oleh karenanya dapatlah ditegaskan, pengajaran sastra yang

dilakukan dengan benar akan dapat menyediakan kesempatan untuk

mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut lebih dari apa yang disediakan

oleh mata pelajaran yang lain, sehingga pengajaran sastra tersebut dapat lebih

mendekati arah dan tujuan pengajaran dalam arti yang sesungguhnya.

a) Indra

Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan apa yang

diterima oleh panca indra seperti indra penglihatan, indra pendengaran, dan indra

peraba. Para pengarang itu sebenarnya manusia-manusia yang peka dan berbudi

halus dan berusaha menyampaikan kepada pembaca apa yang merek hayati.

Dengan mengikuti tafsiran serta makna kata-kata yang mereka ungkapkan, siswa

akan diantar untuk mengenali berbagai pengertian dan mampu membedakan satu

hal dengan yang lain, misalnya: kuning dengan keemasan, bising dengan

menggemparkan, harum dengan busuk serta masih banyak yang lain.

Dengan memahami kepekaan alat perasa, lebih lanjut kita akan berusaha

memahami berbagai aktivitas fisik yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh

manusia untuk mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri lewat aktivitas fisik

ini juga dibina dalam pengajaran sastra, terutama nampak jelas dalam bidang

drama.

Page 9: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

9

b) Penalaran

Pembinaan kecakapan berpikir sering dianggap termasuk bidang khusus seperti

matematika atau fisika yang ada di luar jangkauan pengajaran sastra. Anggapan

semacam ini hendaknya sekarang disingkirkan. Meski benar bahwa pelajaran

matematika itu menuntut proses berpikir tepat, logis, serta terkendali ketat. Tapi

hendaknya kita sadari bahwa bukan matematika saja yang menuntut proses

berpikir demikian. Proses berpikir logis banyak ditentukan oleh hal-hal seperti

ketepatan pengertian, ketepatan interpretasi kebahasaan, klasifikasi dan

pengelompokkan data, penentuan berbagai pilihan, serta formulasi rangkaian

tindakan yang tepat. Pengajaran sastra jika diarahkan dengan tepat akan sangat

membantu siswa latihan memecahkan masalah-masalah berpikir logis semacam

itu. Bahkan, di samping sarat dengan kecakapan berpikir logis itu, pengajaran

sastra juga meliputi kecakapan-kecakapan pilihan seperti dugaan, memberikan

bukti tentang suatu pendapat, serta mengenal metode argumentasi yang betul,

sesat, dan sebagainya.

c) Perasaan

Kepekaan rasa dan emosi sering dikaitkan erat dengan pengajaran sastra dan

barangkali masalah ini perlu terus dipertahankan. Meski perasaan itu bersumber

pada naluri manusia, tetapi karena tradisi yang kompleks, perasaan manusia itu

kemudian menunjuk pada hal-hal yang lebih khusus dalam setiap budaya,

Misalnya, bayi atau anak kecil mengundang rasa simpati hampir pada semua

orang di dunia ini. Perasaan jelas merupakan suatu elemen yang sangat rumit

dalam tingkah laku manusia. Sampai batas-batas tertentu masyarakat sering

mempermasalahkan kepekaan perasaan dari anggota-anggotanya. Dalam

masyarakat, latihan kepekaan dimaksudkan agar anggota-anggotanya menyenangi

apa yang harusnya mereka senangi dan mencegah mereka menyenangi apa yang

seharusnya tidak mereka senangi. Sehubungan dengan perasaan ini, barangkali

dapat kita tegaskan di sini bahwa sastra dengan jelas dapat menghadirkan berbagai

problem atau situasi yang merangsang tanggapan perasaan atau tanggapan

emosional. Situasi dan problem itu oleh sastrawan diungkapkan dengan cara-cara

Page 10: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

10

yang memungkinkan kita tergerak untuk menjelajahi dan mengembangkan

perasaan kita sesuai dengan kodrat kemanusiaan kita.

d) Kesadaran Sosial

Pemahaman yang efektif atas orang lain, hanya dapat dicapai dengan bertitik tolak

dari pemahaman diri. Misalnya, sikap sebagian masyarakat negara berkembang

yang terburu-buru membuang tradisi sendiri dan mengganti dengan tradisi asing

jelas menunjukkan sikap yang kurang dewasa. Hal ini tidak jauh berbeda dengan

anak-anak muda brandalan di negara modern yang mencampakkan pencapaian

budaya yang telah mapan dan mencoba kembali hidup tak teratur meniru “hewan

di lading penggembalaan”.

Beberapa mata pelajaran lain dalam kurikulum juga telah memberikan pendidikan

nilai kesadaran sosial, misalnya: sejarah, geografi, ekonomi, dan ilmu-ilmu sosial

yang lain. Meski demikian, kiranya tidak berlebihan bila kita tegaskan lagi bahwa

sastra merupakan pengayaan yang tak ternilai untuk menunjang pendidikan

kesadaran sosial ini. Para penulis kreatif biasanya memiliki daya imajinasi dan

kesanggupan yang luar biasa untuk mengidentifikasikan dirinya dengan orang

lain, dan menerobos suatu masalah serta mengenali intinya. Oleh karena itu,

seorang pengajar sastra hendaknya bijaksana memilih bahan pengajarannya

dengan tepat sehingga membantu siswa memahami dirinya dalam rangka

memahami orang lain.

Tak perlu diragukan lagi bahwa sastra memang dapat digunakan sebagai sarana

untuk menumbuhkan kesadaran pemahaman terhadap orang lain. Para pengarang

modern telah banyak berusaha merangsang minat dan menumbuhkan rasa simpati

kita terhadap masalah-masalah yang dihadapi orang-orang tertindas, gagal, kalah,

putus asa.

e) Rasa Religius

Tentu saja kita akan berusaha mendasarkan hidup kita pada fundamen yang kuat

daripada fundamen yang lemah. Dari semua itu, yang perlu kita tambahkan adalah

Page 11: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

11

bahwa hampir semua pengarang yang mempunyai daya imajinasi tinggi biasanya

berusaha menghadirkan masalah-masalah yang hakiki dalam karya-karya mereka.

2.1.3.4. Menunjang Pembentukan Watak

Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan

sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu

membina perasaan yang lebih tajam. Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya, sastra

mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh

rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti misalnya: kebahagiaan, kebebasan,

kesetiaan, kebanggaan diri, kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian,

perceraian dan kematian. Seseoran yang telah banyak mendalami berbagai karya

sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana

yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Secara umum, lebih lanjut dia akan

mampu menghadapi masalah-masalah hidupnya dengan pemahaman, wawasan,

toleransi dan rasa simpati yang lebih mendalam. Perlu digarisbawahi bahwa

kedalaman itu merupakan satu kualitas yang dibutuhkan masyarakat berkembang

dimana pun tanpa terkecuali.

2.2. Pendidikan Karakter

2.2.1. Pengertian Pendidikan Karakter

Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinamakan “budipekerti” atau watak

atau dalam bahasa asing disebut “karakter” yaitu “bulatnya jiwa manusia”

sebagai jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan

budipekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu

memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah

sebabnya orang dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau

budipekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.12

12Haryanto. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, UNY. Yogyakarta. hal. 5

Page 12: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

12

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter

“character education is the deliberate effort to help people understand, care

about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of

character we want for our children, it is clear that we want them to be able to

judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe

to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

(Pendidikan karakter dimaknai sebagai usaha untuk memahamkan pengertian,

perhatian dan tindakan terhadap sebuah nilai-nilai tertentu (nilai etik). Di mana

kita berpikir tentang jenis karakter apa yang kita ingin tanamkan dengan jelas,

yaitu nilai-nilai sehingga dapat melakukan apa-apa yang baik, menaruh

perhatian yang besar terhadap apa yang baik, dan kemudian mereka akan

menjadi baik, walaupun berhadapan dengan tantangan dari luar maupun godaan

dari dalam).

Haryanto mengemukakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang

terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi

nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, dimana tujuan

pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh,

terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan13.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah

pembentukan sistem penanaman nilai-nilai tertentu yang kita inginkan dan

meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut.

2.2.3. Pendidikan Karakter yang Melibatkan Aspek

Thomas Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang

baik yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau

perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral14.

13Haryanto. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, UNY. Yogyakarta. hal. 414Ratna Megawangi. Pendidikan Karakter. 2004: 145-147

Page 13: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

13

- Moral Knowing terdiri dari 6 hal: 1) moral awareness (kesadaran moral),

2) knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral), 3) perspective

talking, 4) moral reasoning, 5) decision making, 6) self-knowledge.

- Moral Feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada anak

yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai

dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat 6 hal yang merupakan aspek emosi

yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia

berkarakter yakni: 1) conscience (nurani), 2) self-esteem (percaya diri), 3)

emphaty (merasakan penderitaan orang lain), 4) loving the good

(mencintai kebenaran), 5) self-control (mampu mengontrol diri), 6)

humility (kerendahatian).

- Moral Action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat

diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan/tindakan moral ini

merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami

apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan baik (act morally) maka

harus dilihat 3 aspek lain dari karakter yaitu: 1) kompetensi (competence),

2) keinginan (will), 3) kebiasaan (habit).

Page 14: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

14

BAB 3

METODE PENULISAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui

metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang

didapat dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, media massa, dan berbagai artikel

dari situs internet. Data yang diperoleh biasa disebut data sekunder. Kemudian

data tersebut diolah dengan teknik content analysis untuk menghasilkan

kesimpulan.

3.2. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini disusun sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan, yang menguraikan latar belakang masalah, rumusan

masalah, serta tujuan dan manfaat penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka, yang meliputi teori kesusastraan dan pendidikan

karakter dan pengertian istilah berkaitan dengan sastra dan pendidikan

karakter

Bab 3 : Metode Penulisan, disajikan dengan menggunakan teknik pengumpulan

data, sistematika penulisan, dan analisis data.

Bab 4 : Pembahasan, berisi analisis permasalahan berdasarkan data dan telaah

pustaka yang diuraikan secara runtun.

Bab 5 : Penutup, berisi kesimpulan dan saran atau rekomendasi yang

diselaraskan dengan kerangka pemikiran sebelumnya.

3.3. Analisis Data

Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam

menganalisis data dengan maksud menjelaskan peran sastra dalam pendidikan

karakter. Disamping itu, karya tulis ini juga mengajukan beberapa tawaran ilmiah

Page 15: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

15

mengenai solusi atas rusaknya moralitas bangsa yang diwujudkan dengan

pendidikan karakter berbasis pembelajaran sastra dalam institusi pendidikan.

Page 16: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

16

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Sastra terhadap Pengembangan Karakter

Ajarkanlah sastra kepada anak-anakmu, karena itu dapat mengubah anak yang

pengecut menjadi pemberani (Umar bin Khattab ra)

Petuah Umar Bin Khattab di atas cukup menggambarkan kaitan erat antara sastra

dan pembentukan karakter seseorang. Dengan mengajarkan sastra, kita menjadi

tahu makna kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh Buya Hamka, bahwa

sastra dapat menghaluskan jiwa. Kita menjadi terbiasa untuk mengungkapkan

sesuatu dengan keindahan dan kelembutan.

Sastra, tidak seperti halnya ilmu-ilmu pasti, tidaklah menyuguhkan ilmu

pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek

manusia, alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan

‘sesuatu’ dan kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati akan semakin

menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. Dengan demikian Sastra

mengajarkan kita untuk peduli dan empati. Ketika kita menghayati karya sastra,

hal tersebut dapat merangsang kita untuk memasuki dan mendalami karya sastra

tersebut. Sebagai contohnya, ketika kita membaca sebuah novel, dongeng, atau

kisah maka secara tidak langsung, pembaca mampu memetik nilai-nilai apa saja

yang baik dan tidak baik yang tercermin dalam karya sastra tersebut. Hal ini justru

akan membuat pembaca bersikap selektif untuk menganalisis tindakan-tindakan

moral yang dapat berdampak positif bagi kehidupannya.

Fungsi Sastra sendiri menurut Horace adalah Dulce el Utile. Indah dan berguna.

Bahasa sastra adalah bahasa yang estetis yang mampu menghaluskan dan

membangkitkan jiwa dan perasaan. Di sinilah fungsi keindahan sastra. Sastra

mampu mengungkapkan ide yang rumit menjadi lebih estetis dan memahaminya

dengan menggunakan cita rasa. Karena struktur kata yang digunakan lebih estetis,

pembaca merasa tidak digurui. Sastra mentransformasi pesan, nilai-nilai, dan

menunjukkan karakter melalui sebuah cerita dan kata-kata indah.

Page 17: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

17

Fungsi yang kedua, yaitu berguna. Sastra mengandung pesan yang bermanfaat

untuk pembaca dan masyarakat. Sastra membawa nilai-nilai yang mampu

memperbaiki tatanan kehidupan sosial masyarakat. Jika mereka pembaca sastra,

berarti mereka mampu memetik nilai-nilai sehingga memengaruhi karakter

pembacanya. Jika mereka seorang penulis, sastra adalah media positif untuk

mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keadaan yang sedang terjadi di kehidupan

sosialnya. Seorang sastrawan biasanya lebih bijak bertindak. Mereka mampu

mecermati peristiwa-peristiwa sosial. Melakukan perlawanan damai. Mereka

memiliki kedalaman berpikir yang tinggi hingga mampu memediasi pemikirannya

dalam ungkapan-ungkapan yang lebih halus.

B.Rahmanto mengatakan seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya

sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana

yang bernilai dan mana yang tak bernilai. Secara umum lebih lanjut dia akan

mampu menghadapi masalah-masalah hidupnya dengan pemahaman, wawasan,

toleransi dan rasa simpati yang lebih mendalam (Rahmanto, 1988: 25). Dalam

karya sastra terkandung nilai-nilai, pesan yang dibungkus dalam cerita yang

merefleksikan kehidupan sosial, konflik cerita, serta cara-cara tokoh mengelola

konflik. Hal ini tentu saja memberikan pelajaran untuk menghadapi persoalan

kehidupan. Melalui pembacaan yang mendalam, sastra pada akhirnya mampu

mengubah karakter seseorang.

Mursal Esten mengungkapan bahwa sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik

dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui

bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan

manusia (kemanusiaan). Aristoteles pun menambahkan bahwa sastra sebagai

kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Jadi sastra adalah

sumber nilai yang dapat memberikan kesan religius. Pembelajaran karakter dalam

sastra tidak memberikan kesan menggurui. Sehingga transformasi nilai-nilai

agama, moral, akhlak mampu terterima secara lebih soft dan mendalam.

Mempelajari sastra mampu menyentuh bahkan menggerakkan perasaan kita

hingga mengubah pola sikap dan membentuk karakter. Taum mengemukakan,

sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah

Page 18: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

18

penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain

(Taum: 1997). Di dalamnya terkandung pesan-pesan moral, ungkapan kata-

katanya menimbulkan kesan estetis.

4.2. Menggiatkan Membaca dan Menulis Karya Sastra sebagai

Alternatif Pendidikan Karakter

Sebagaimana yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara bahwa “karakter” yaitu

“bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa yang “berasas hukum kebatinan”. Orang

yang memiliki kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikir-mikirkan dan

merasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti

dan tetap. Sebagaimana sastra yang mampu masuk ke dalam hati para

pembacanya, akan memberikan pengaruh pada pembacanya. Sastra mampu

membangkitkan perasaan dan jiwa seseorang.

David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004) mengemukakan pendidikan karakter

adalah usaha untuk memahamkan pengertian, perhatian dan tindakan terhadap

sebuah nilai-nilai tertentu (nilai etik). Di mana kita berpikir tentang jenis

karakter apa yang kita ingin tanamkan dengan jelas, yaitu nilai-nilai sehingga

dapat melakukan apa-apa yang baik, menaruh perhatian yang besar terhadap

apa yang baik, dan kemudian mereka akan menjadi baik, walaupun berhadapan

dengan tantangan dari luar maupun godaan dari dalam12. Dalam karya sastra

seperti novel, dongeng, drama terdapat banyak nilai-nilai yang ditawarkan melalui

pengungkapan kisah atau alur cerita dan dari karakter yang dipersembahkan oleh

setiap tokohnya. Hal ini memungkinkan jika kita membaca karya sastra dengan

penuh penghayatan, kita bisa memilih jenis karakter apa yang diinginkan dan

yang akan mereka tanamkan untuk dapat menentukan mana yang baik dan tidak

baik dalam bertingkah laku.

Lickona (1992) memaparkan 3 aspek yang penting dalam pendidikan karakter

yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral action (pemikiran, perasaan,

pengalaman). Dalam membaca karya sastra aspek pendidikan karakter yang

paling penting jika ditinjau dari pendapat Lickona adalah moral knowing dan

moral feeling. Dengan membaca karya sastra kita akan menemukan dan

Page 19: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

19

mengetahui nilai-nilai moral yang baik dan buruk. Pembaca mampu memetik

setiap karakter yang positif untuk dapat diterapkan dalam kehidupannya.

Para pengarang itu sebenarnya manusia-manusia yang peka dan berbudi halus dan

berusaha menyampaikan kepada pembaca apa yang mereka hayati (Rahmanto:

1988). Karya sastra yang mereka tulis adalah inspirasi dari kenyataan. Sehingga

ketika seseorang menulis karya sastra tentu saja melibatkan aspek perasaan

maupun pemikiran yang lebih dalam. Mereka mengetahui dengan jelas karya yang

mereka ciptakan, sumber inspirasi dan pengalaman terciptanya karya itu yang

berasal dari pengalaman batin pengarang maupun orang di sekeliling pengarang.

Rahmanto mengemukakan para penulis kreatif biasanya memiliki daya imajinasi

dan kesanggupan yang luar biasa untuk mengidentifikasikan dirinya dengan orang

lain, dan menerobos suatu masalah serta mengenali intinya. Teori aspek

pendidikan karakter menurut Lickona yang melibatkan moral knowing and feeling

secara lebih mendalam akan mampu dicapai ketika seseorang menulis karya

sastra. Selain itu menulis karya sastra adalah media positif untuk mengungkapkan

pikiran, perasaan, dan kondisi sosial yang terjadi di sekeliling pengarang. Hal ini

tentu saja membawa dampak yang baik bagi jiwa pegarang.

Menulis karya sastra akan mengantarkan seseorang pada pendalaman perasaan

yang kuat. Salah satu aspek emosi (moral feeling) yang harus mampu dirasakan

oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter menurut Lickona ialah

emphaty (merasakan penderitaan orang lain). Kemampuan empati atau merasakan

apa yang dirasakan orang lain adalah hal yang mesti dimiliki oleh seseorang yang

menulis karya sastra. Menulis sastra pada akhirnya mampu menumbuhkan

kesadaran sosial kita secara lebih mendalam terhadap orang lain dan realita sosial

di masyarakat.

Untuk lebih membudayakan solusi ini, sastra tidak dikhususkan bagi orang-orang

mendalami sastra saja, seperti pengarang, guru Bahasa Indonesia atau mahasiswa

fakultas sastra. Tapi, sastra perlu digiatkan, sastra perlu digaungkan. Sastra perlu

diangkat sebagai ilmu pengetahuan dasar dan umum, seperti Bahasa Inggris,

maupun matematika. Penerapan budaya membaca dan menulis karya sastra ini

Page 20: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

20

perlu didukung oleh pemerintah, instansi pendidikan, seperti sekolah bahkan

universitas. Serta dibutuhkan sinergi semua elemen pendidikan di negara ini.

Page 21: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

21

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Munculnya wacana pendidikan karakter adalah respon dari semakin rusaknya

moral generasi bangsa ini. Pendidikan karakter diharapkan mampu menghasilkan

generasi yang berakhlak baik, bermoral tinggi dan cerdas. Pemerintah yang

diwakili oleh departemen pendidikan telah melakukan berbagai upaya agar

pendidikan karakter terlaksana di setiap instansi pendidikan, dari sekolah dasar

hingga universitas. Dalam konsep pendidikan karakter dibutuhkan nilai-nilai

moral yang akan membentuk karakter seseorang. Sastra memiliki peranan dalam

membentuk karakter seorang pelajar. Karya sastra berisi nilai-nilai dan cerminan

karakter-karakter yang ada di muka bumi yang direfleksikan oleh tokoh-tokoh

cerita dalam karya sasrta. Sehingga dengan mempelajari karya sastra seseorang

tentu mampu memetik dan memilih karakter-karakter positif untuk diterapkan

dalam kehidupannya. Selain itu, dengan membiasakan menulis karya sastra,

seorang pelajar akan lebih merasakan penghayatan yang lebih, sehingga

menghasilkan empati terhadap apa yang dialami orang lain atau berempati

terhadap kondisi sosial masyarakat. Membiasakan menulis karya sastra akan

memberikan dampak bagi perkembangan jiwa. Pendidikan karakter yang

melibatkan aspek knowing, feeling, dan action akan tercapai ketika pelajar

melibatkan dirinya dalam membaca dan menulis karya sastra.

5.2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka kami merekomendasikannya menjadi

beberapa hal yaitu :

1. Pemerintah menggiatkan program pengajaran sastra, seperti membaca dan

menulis karya sastra.

2. Guru bahasa Indonesia sebaiknya lebih fokus kepada pembelajaran sastra

di sekolah, tidak hanya mengajarkan bahasa Indonesia secara struktur.

Page 22: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

22

3. Fakultas Sastra lebih mengembangkan pembelajarannya dengan lebih

banyak membaca dan menulis karya sastra. Tidak sekadar mengeritik

karya sastra.

4. Universitas menjadikan pengajaran sastra masuk dalam mata kuliah umum

mahasiswa.

Page 23: Peran Pembelajaran Sastra Dalam Pendidikan Karakter

23

Daftar Pustaka

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Bogor: Indonesia Heritage

Foundation

Wellek, Rene dan Austin, Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh

Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1994. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pegangan Guru

Pengajar Sastra.

(http://www.putra-putri-indonesia.com/tujuan-pendidikan-nasional.html diakses

19 April 2012

Majalah Al Wa’ie No. 138 Tahun XII Februari 2012

http://www.mutiarasukma.net/_mdc.php?module=view&id_berita=944 blog

diakses 7 April 2012.

http://apandin.wordpress.com/2011/05/31/kategori-baru-sastra/ blog diakses

tanggal 7 April 2012

Haryanto. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara. Kurikulum dan

Teknologi Pendidikan, UNY. Yogyakarta.