peran madrasah diniyah nurul anam dalam...
TRANSCRIPT
PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA
KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S. I)
Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Oleh :
CIYARTI NIM. 053111001
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2009
MOTTO
⌧ ☺
⌧
⌧ ⌧
⌧ )122: التوبة (
“Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (Q.S. at-Taubah : 122).1
1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro,
2005), hlm.164.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini akan penulis persembahkan kepada :
1. Bapak dan Ibu (Tarono dan Turipah), yang telah memberikan segenap
curahan kasih sayang dan do’a restunya. Meskipun hidup dalam
kesederhanaan, mereka senantiasa tak kenal lelah untuk mendorong anak-
anaknya mencari ilmu.
2. Adik-adik tersayang (Win, Diroh, Ridho, Imroh, Vina, Fatimah dan
Naufal), karena merekalah, jiwa ini selalu termotivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. H. Bisri Mahfudz, M.Ag, Drs. Abdul Hakim, M.Ag dan sedulur –
sedulur Pekalongan yang tergabung dalam keluarga besar IMPADIS,
terima kasih atas do’a dan motivasinya.
4. Mbak Aning, Mas Tafsir dan Mas Mujib yang telah banyak memberikan
inspirasi dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Seseorang yang pernah menjadi semangat penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yang telah banyak membantu baik material maupun spiritual
(Mas Na2).
6. Hanik, Pupun, Erna, April, Tika dan keluarga besar Bapak Ngadiran atas
do’a dan motivasinya.
7. Putri Pramugarini dan Mas Ikhsan yang telah banyak membantu dalam
pengetikan skripsi ini hingga dapat tersusun menjadi karya ilmiah.
8. Mbak Isyna, Mbak Una, Mas Arwani, Pak Afandi dan Pak Sugeng, yang
telah ikhlas meluangkan waktunya dalam membantu penyusunan skripsi
ini.
9. Teman-teman PAI A angkatan 2005, teman-teman seorganisasi dan semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi pikiran orang
lain, kecuali informasi dalam referensi yang penulis jadikan bahan
rujukan.
Semarang, 10 Desember 2009
Deklarator,
Ciyarti NIM. 053111001
ABSTRAK
Ciyarti (NIM 053111001). Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Skripsi. Semarang: Program Sarjana Strata I Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009.
Kata kunci: Madrasah Diniyah, Pendidikan Islam.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji?, 2) Bagaimana Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji; 2) Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif lapangan (field research) dengan teknis analisis deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan tujuan tertentu pertimbangan bahwa informan dipandang mengetahui tentang situasi sosial Madrasah Diniyah Nurul Anam. Adapun jumlah informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 57 informan. Diambil dari 3 orang tokoh agama, 3 orang tokoh masyarakat, 3 orang pengurus Yayasan Madrasah Diniyah, 1 orang pengurus Madrasah Diniyah, 25 orang pengajar madrasah Diniyah baik Awaliyah, Wustha maupun ‘Ulya, dan 22 masyarakat Kranji yang sekaligus merupakan orang tua santri. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dokumentasi dan triangulasi. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan deduktif dan induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pengembangan pendidikan Islam di Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: pengajian, majelis ta’lim, pesantren, Madrasah Diniyah dan organisasi masyarakat/organisasi pemuda. 2) Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan media yang paling mengena dan berpengaruh di masyarakat desa Kranji dalam proses pengembangan pendidikan Islam melalui anak-anak mereka. Peran Madrasah Diniyah tersebut yaitu: a) Sebagai lembaga pentransfer pengetahuan agama, b) Sebagai media pelestarian ajaran Islam, c) Media pembentukan dan pembinaan akhlaqul kharimah, d) Sebagai media pengenalan dan penanaman ajaran Islam secara dini, e) sebagai salah satu pilar pendidikan Islam, f) Untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti dan semua pihak di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, terutama lingkungan dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah Wasysyukru Lillah, segala puji hanya milih Allah Yang
Maha Rahman Rahim. Hanya dengan hidayah dan taufiq-Nya, usaha untuk
menyelesaikan skripsi ini dapat terwujud. Semoga petunjuk dan pertolongan Allah
senantiasa mengiringi kita.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-nya, diiringi dengan upaya
meneladani akhlaknya.
Selanjutnya disampaikan bahwa penulisan skripsi ini didasari oleh
keinginan untuk ikut serta mengembangkan khazanah ilmiah dalam bidang
pendidikan Islam dalam perspektif sosial sejarah (sosio historis), yang hingga saat
ini masih dirasakan kurang.
Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji merupakan salah satu lembaga
pendidikan Islam yang berbasis masyarakat yang memiliki signifikansi dalam
melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman
bagi masyarakat Kranji. Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan media yang
paling mengena dan berpengaruh di masyarakat dalam proses pengembangan
pendidikan Islam lewat anak-anak sebagai usaha memupuk keimanan dan
kepercayaan yang diberikan sejak dini. Diharapkan dengan penguasaan dan
pemahaman ajaran Islam lebih mengena dan mengakar dalam diri peserta didik,
sebagai penerus kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagai
modal dalam menghadapi arus globalisasi.
Sesuai dengan obyek kajiannya, skripsi ini akan dipaparkan mengenai latar
belakang sejarah Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam perkembangannya.
Untuk menunjang pemahaman, penulis juga akan memaparkan kajian teoritis
mengenai madrasah dan pengembangannya, karakteristik Madrasah Diniyah serta
konsep pendidikan Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya, tidaklah mungkin mewujudkan tulisan ini,
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, dengan
penuh perasaan tulus, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan-bantuan baik berupa materiil, saran, nasehat
maupun bimbingannya yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini. Untuk itu
yang pertama penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua, adik-adik
dan kerabat yang selalu memberikan motivasi untuk terselesaikannya skripsi ini.
Kemudian pernyataan terima kasih penulis sampaikan secara tertulis kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Ahmad Muthohar, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
3. Drs. Mustaqim, M.Pd, selaku Dosen Wali Studi selama penulis menuntut ilmu
di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
4. Ismail SM. M.Ag dan Fatah Syukur NC, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan
penyelesaian skripsi ini.
5. Semua Dosen dan Staf Tata Usaha Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, yang telah banyak membantu dalam persiapan hingga penyelesaian
skripsi ini.
6. Bapak Choiron Ikhwan, selaku pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam dan
semua Staf Madrasah Diniyah Nurul Anam, yang telah banyak membantu
dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam kajian skripsi.
Dengan demikian penulis sadar betul bahwa secara isi maupun
metodologis, skripsi ini masih jauh dari idealitas karya ilmiah. Oleh karena itu,
dengan lapang hati penulis siap menerima saran kritik demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat dan ada berkahnya. Amiin.
Semarang, 10 Desember 2009
Ciyarti NIM. 053111001
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
HALAMAN DEKLARASI ............................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Penegasan Istilah ....................................................................... 7
C. Rumusan Masalah ..................................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 9
E. Kajian Pustaka ........................................................................... 10
F. Metode Penelitian .................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan .............................................................. 15
BAB II KAJIAN UMUM TENTANG MADRASAH DINIYAH DAN
PENGEMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Madrasah dan Perkembangannya .............................................. 17
B. Sistem Pendidikan Madrasah Diniyah ...................................... 26
C. Pendidikan Islam ....................................................................... 35
D. Peran Madrasah Diniyah dalam Pengembangan Pendidikan
Islam .......................................................................................... 43
BAB III PROFIL MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DAN
EKSISTENSINYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
ISLAM DI DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI
PEKALONGAN
A. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam ...................................... 48
B. Eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam
Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji ..................... 61
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL
ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI
DESA KRANJI KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
A. Analisis Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji ....... 67
B. Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam
Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji ..................... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran – saran ............................................................................. 75
C. Penutup ...................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup
dan kehidupan manusia. Mulai dari dalam kandungan sampai beranjak dewasa
kemudian tua, manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan dari
orangtua, masayarakat maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikan cahaya
penerang yang berusaha menuntut manusia dalam menentukan arah, tujuan,
dan makna proses penyadaran yang berusaha menggali dan mengembangkan
potensi dirinya lewat metode pengajaran atau dengan cara lain yang telah
diakui oleh masyarakat.
Madrasah sebagai lembaga Pendidikan Islam walaupun mempunyai
tujuan khusus akan tetapi pendidikan yang dilaksanakan harus merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dalam arti
bahwa pendidikan pada madrasah harus memberikan kontribusi terhadap
tujuan pendidikan nasional. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan
Islam di Indonesia merupakan simbiosis mutualisme antara masyarakat
muslim dan madrasah itu sendiri. Secara historis kelahiran madrasah tidak bisa
dilepaskan dari peran dan partisipasi masyarakat.1
Secara historis, keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga
pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam
upaya pembangunan masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari
aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat
sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan. Dalam kenyataan terdapat
kesenjangan sumber daya yang besar antara satuan pendidikan keagamaan.
Oleh karenanya, sebagai komponen sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan
ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah
1Mahfud Djunaedi, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006), Cet. 2, hlm. 99.
2
dan Pemerintah Daerah. Salah satunya melalui pengaturan wajib belajar
Madrasah Diniyah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.2
Dengan demikian sistem pendidikan khususnya Islam, secara makro
merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang
berdasarkan ajaran Islam, ajaran yang berdasarkan atas pendekatan sistematik
sehingga dalam pelaksanaan operasionalnya terdiri dari berbagai sub sistem
dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah dan perguruan tinggi yang harus
memiliki vertikalitas dalam kualitas keilmuan pengetahuan dan teknologinya.3
Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan merupakan
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan dalam proses tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem terpadu
dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
ditindaklanjuti dengan disahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan
agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari
keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di bumi nusantara
ini.
Keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, diharapkan dapat membawa
perubahan pada sisi managerial dan proses pendidikan Islam. PP tersebut
secara eksplisit mengatur bagaimana seharusnya pendidikan keagamaan Islam
(bahasa yang digunakan PP untuk menyebut pendidikan Islam), dan
keagamaan lainnya diselenggarakan.
Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan, “Pendidikan keagamaan meliputi
pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
2Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet .1, hlm.
85. 3Muzayyim Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003),
hlm. 73.
3
Khonghucu. Pasal ini merupakan pasal umum untuk menjelaskan ruang
lingkup pendidikan keagamaan. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama
disebutkan tentang siapa yang menjadi pengelola pendidikan keagamaan baik
yang formal, non-formal dan informal tersebut, yaitu Menteri Agama.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 17 ayat (2) juga
memang disebutkan untuk jenjang pendidikan dasar, yaitu MI, MTs, dan Pasal
18 ayat (3) jenjang pendidikan menengah bagi pendidikan Islam adalah MA
dan MAK. Hanya saja, khusus untuk pendidikan keagamaan baik dalam UU
Sisdiknas Pasal 30 ayat (4) ataupun PP No. 55 pasal 14 ayat (1) berbentuk
pendidikan diniyah, dan pesantren. Ayat (2) dan ayat (3) menjelaskan bahwa
kedua model pendidikan tersebut dapat diselenggarakan pada jalur formal,
nonformal dan informal.
Tema menarik lain dalam PP 55 tahun 2007 ini adalah kemandirian
dan kekhasan pendidikan keagamaan sebagaimana tercantum dalam pasal 12
ayat (2) yaitu “Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan
keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional”
Sejak dahulu kekhasan pendidikan diniyah dan pesantren adalah hanya
mengajarkan materi agama Islam saja, dan tidak materi lain.
Sementara itu untuk pendidikan diniyah non-formal disebutkan dalam
pasal 21 ayat (1) yaitu, Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam
bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al-Quran, Diniyah
Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Adapun untuk proses
penyelenggaraannya tertuang dalam pasal yang sama ayat (5)
Penyelenggaraan Diniyah Takmiliyah dapat dilaksanakan secara terpadu
dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau pendidikan tinggi.4
Sejalan dengan semangat Undang-Undang Dasar tersebut pemerintah
kemudian membuat Undang-undang pendidikan yang diantara isinya
mengatur tentang pendidikan Agama. Seiring dengan perkembangan
masyarakat, nampaknya perhatian pemerintah terhadap pendidikan agama di
sekolah mengalami perubahan-perubahan.
4www.MSI-UII.Net, diakses pada tanggal 11 Maret 2009.
4
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional, negara memberikan hak yang penuh kepada peserta didik di sekolah
untuk mendapatkan pendidikan agama, baik itu sekolah negeri maupun
swasta. Demikian halnya isi dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-
undang tentang sistem pendidikan Nasional yang menyatakan perlunya
keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa menunjukkan bahwa pendidikan agama memiliki makna penting, dan
perlu diperhatikan oleh berbagai kalangan.5
Dalam UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga
mengatur tentang pendidikan keagamaan, sebagaimana pasal 30 ayat (1), (2),
(3) dan (4) yang berbunyi :
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang sejenis.6
Dalam hal ini, pendidikan agama merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Di samping sekolah/madrasah formal yang
didirikan oleh pemerintah seperti MIN, MTsN maupun MAN, masyarakat
juga dapat menyelenggarakan pendidikan agama baik formal, non formal
maupun informal, seperti madrasah diniyah.
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
pembentukan moral dan pembangunan generasi muda. Oleh karena itu,
pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram untuk
memperoleh hasil yang sempurna.
5Muzayyim Arifin, op. cit., hlm. 225. 6Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm. 19.
5
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak
didiknya sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan dan
pendekatan nya, terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh
nilai-nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam.7
Ada pepatah yang mengatakan belajar di waktu kecil seperti melukis di
atas batu, belajar setelah dewasa seperti melukis di atas air. Setelah dewasa
betapa sulitnya sekedar menghafal sebait lagu populer. Tapi anak kecil dengan
mudah dan fasih menyanyikan lagu-lagu yang sedang hits meski dengan lidah
yang cadel.
Begitulah anak-anak dengan segala kepolosannya, daya tangkap dan
kecerdasan mereka menerima informasi sungguh luar biasa. Sehingga masa
seperti itu kita harus dimanfaatkan untuk menerapkan dasar-dasar agama dan
pendidikan moral kepada anak. Pendidikan agama dan moral yang diterapkan
sedini mungkin akan membentuk karakter anak menjadi anak yang sholeh,
bertaqwa dan berakhlak mulia. Agar pendidikan agama benar-benar terpatri
kuat seperti halnya melukis di atas batu.
Perubahan lingkungan yang pesat, mau tidak mau membawa pengaruh
yang kuat dalam pembentukan karakter anak. Diharapkan dengan adanya
pembekalan agama sejak dini akan menjadi semacam filter bagi anak sehingga
anak dapat tumbuh dengan dasar agama yang kuat. Dapat memilih hal yang
benar dan salah sesuai tuntutan agama. Betapa pentingnya menerapkan
pendidikan Islam dalam diri anak.
Namun tampak bahwa masa depan kehidupan umat manusia tetap
mengandalkan lembaga-lembaga pendidikan formal dan nonformal sebagai
pusat-pusat pengembangan dan pengendalian kecenderungan manusia modern
menuju ke arah optimisme. Apalagi jika kecenderungan itu dilandasi dengan
nilai-nilai moral dan agama. Karena itu, pendidikan masing dapat potensial
bagi pengembangan peradaban umat manusia, jauh di masa depan dilihat dari
berbagai alasan sosiologis, psikologis, kultural dan teknologis.
7Ismail SM, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
hlm. 79.
6
Pada segi-segi penggambaran masa depan di atas, sesungguhnya
idealitas pendidikan Islam dapat menjadi suatu kekuatan moral dan ideal bagi
upaya pembudayaan manusia dan mengagamakan manusia.
Pengembangan pendidikan Islam sangat penting bagi umat Islam
dalam upaya pembentukan muslim yang berakhlakul karimah. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut telah menyebabkan perubahan ekonomi
masyarakat, perubahan tata kehidupan dan perilaku manusia, dimana manusia
sekian cerdas, profesional dan terampil mengolah alam dan lingkungan hidup
bagi kehidupannya. Namun tanpa disadari telah muncul pula penurunan
kualitas kepribadian manusia dan menurunnya nilai agama. Ironis nya, di
sekolah umum jam terbatas untuk pelajaran agama dan di madrasah umum
(sebagai benteng moral) proporsi pengetahuan telah ditambah 70 % sementara
pelajaran agama 30 %, sedangkan banyak anak yang tidak mampu membaca
al-Qur’an dengan baik, tidak bisa menulis arab, dan menurunnya nilai – nilai
moral di kalangan pelajar dan masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Madrasah
Diniyah dengan ciri khas pendidikan diniyah nya (khusus agama Islam) yang
menyadari pentingnya tambahan pendidikan agama bagi putra – putri mereka
dalam usaha pengembangan pendidikan Islam di masyarakat.
Pendidikan agama selama ini memang lebih banyak dijadikan
tanggung jawab orang tua, dibandingkan pemerintah. Sementara mata
pelajaran kuliah pendidikan agama yang selama ini ada dinilai menghadapi
berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya dengan tambahan
pendidikan agama di rumah, rumah ibadah atau di perkumpulan-perkumpulan
yang kemudian berkembang menjadi satuan atau program pendidikan
keagamaan formal, nonformal atau informal.8
Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah lembaga pendidikan
keagamaan yang telah berdiri sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, dan
merupakan embrio dari berdirinya lembaga-lembaga pendidikan lainnya, baik
formal maupun nonformal, seperti: MTs Walisongo, SMP Walisongo, MI 01
8Abdurahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hlm.176.
7
Kranji, MI 02 Kranji, dan TPQ. Sebelum adanya Madrasah Diniyah Nurul
Anam, kondisi sosial agama masyarakat kranji belum begitu religius dan
masyarakatnya pun masih cenderung masih bersikap individualis.
Jauh dibandingkan sekarang, setelah adanya penyelenggaraan
pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam, kondisi sosial agama
masyarakat kranji sangat religius. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
kegiatan keagamaan yang ada di Kranji.
Menghadapi tantangan dan kenyataan di atas, dapatkah agama
berperan dalam menyumbangkan nilai etik, moral dan spiritual? Solusi nya
tiada lain adalah dengan usaha mengembangkan pendidikan Islam di
masyarakat berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung pada agama tersebut
disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di kalangan
masyarakat tersebut. Pendidikan Islam sangat kaya dengan nilai etika dan
moral untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah karya tulis
ilmiah (Skripsi) yang berjudul: “ Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam
Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni
Pekalongan ”.
B. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi yang berjudul
“Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan
Islam di Desa Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan”, maka lebih
dahulu penulis akan menjelaskan pengertian judul tersebut, sehingga
diharapkan akan dapat menghindarkan terjadinya kesalahpahaman persepsi.
1. Peran
Peran artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang
pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal).9
9W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Departemen P dan K, 1999), hlm. 735.
8
Yang dimaksud adalah sesuatu yang menjadi bagian pada Madrasah
Diniyah Nurul Anam dalam terjadinya proses pengembangan pendidikan
Islam di desa Kranji.
2. Madrasah Diniyah Nurul Anam
Madrasah artinya sekolah atau perguruan (yang berdasarkan agama
Islam).10
Sedangkan diniyah artinya berhubungan dengan agama, bersifat
keagamaan.
Jadi Madrasah Diniyah artinya suatu sekolah yang berdasarkan
agama Islam dan materi-materi pelajaran yang diajarkan berhubungan
dengan agama Islam.
Istilah madrasah di sini adalah madrasah dalam pengertian sebagai
lembaga pendidikan nonformal atau jalur pendidikan luar sekolah yang
terdiri dari tiga jenjang: Awaliyah, Wustha, dan ‘Ulya.
Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan agama yang
memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam
pengetahuan agama Islam kepada pelajar secara bersama-sama sedikitnya
berjumlah sepuluh atau lebih, diantara anak-anak usia 7 sampai 20 tahun.11
Nurul Anam adalah nama sebuah Madrasah Diniyah yang ada di
desa Kranji Kecamatan Kedungwuni.
3. Pengembangan
Pengembangan adalah proses cara atau perbuatan
mengembangkan.12
Pengembangan dalam pendidikan menunjukkan suatu proses
perubahan secara bertahap ke arah tingkat yang lebih tinggi dan meluas
10Sulistyowati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: CV. Buana Raya, 2005),
hlm. 285. 11Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3.
12Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 662.
9
serta mendalam secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau
kematangan.13
4. Pendidikan Islam
Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam adalah upaya
membimbing, mengarahkan dan membina peserta didik yang dilakukan
secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.14
Kranji sendiri adalah sebuah desa atau tempat yang menjadi obyek
dalam penelitian ini.
Dari pengertian di atas, yang dimaksud dengan Peran Madrasah
Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji Kec.
Kedungwuni Pekalongan adalah suatu penelitian kualitatif lapangan terhadap
Madrasah Diniyah Nurul Anam untuk mengetahui dan menjelaskan peran
Madrasah Diniyah tersebut dalam pengembangan pendidikan Islam yang
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam di masyarakat Kranji.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji?
2. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
pendidikan Islam di desa Kranji ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan pendidikan Islam di desa
Kranji.
2. Untuk mengetahui bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam
dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji.
13Muzayyin Arifin, op.cit., hlm. 191. 14Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. 5,
hlm. 292.
10
Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan mampu memberi
kontribusi terhadap dunia ilmu dalam wacana akademis. Kajian ini merupakan
studi awal yang akan mempermudah siapa saja yang berniat belajar lebih
lanjut mengenai Pengembangan pendidikan Islam melalui peran madrasah
diniyah. Diharapkan pula, dengan penelitian ini akan berguna bagi peminat
ilmu-ilmu keislaman pada umumnya.
E. Kajian Pustaka
Untuk menghindari duplikasi dari sebuah penelitian, maka penulis
akan melakukan kajian pustaka terhadap buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan penulis.
Drs. Fatah Syukur NC, M.Ag dalam buku yang berjudul “Dinamika
Madrasah dalam Masyarakat Industri”. Tulisan dalam buku ini, yang naskah
aslinya berupa tesis magister Pemikiran Pendidikan Islam, mencoba untuk
meneliti lebih jauh terhadap problematika tersebut dengan studi kasus di
Madrasah Mu’allimin NU Kudus dan Madrasah TBS Kudus. Lembaga yang
disebut pertama menunjukkan adanya fenomena melemahnya identitas dan
kemandirian madrasah karena mengikuti keseragaman dalam aturan
pemerintah. Sedang lembaga kedua justru menunjukkan penguatan identitas
dengan kemandirian mempertahankan status salafiyah. Dengan identitas dan
kemandirian yang jelas ini, lembaga kedua justru semakin eksis dan cenderung
meningkat jumlah muridnya sementara lembaga pertama cenderung merosot
peminatnya.15
Ma’mun (NIM : 3603022). Dalam skripsinya yang berjudul “Persepsi
Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo
Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006.” Dalam
skripsi tersebut dijelaskan tentang madrasah dalam kajian historis. Dipaparkan
mengenai perkembangan madrasah dari masa kemerdekaan hingga madrasah
tahun 2006. Dalam analisis skripsi ini bahwa pendidikan Madrasah Diniyah
15Fatah Syukur NC, Dinamika Madrasah dalam Masyarakat Industri, (Semarang: PKPI2
dan PMDC, 2004), hlm. iv.
11
memiliki peranan positif yang penting, baik dan sangat diperlukan. Orientasi
pengajarannya yang mengarah kepada pengajaran agama, pembentukan dan
pembinaan akhlakul karimah.16
Dari beberapa karya di atas, penulis belum menemukan suatu
pembahasan khusus tentang peran Madrasah Diniyah dalam pengembangan
pendidikan Islam di suatu masyarakat melalui kajian sosio historis. Oleh
karena itu, penulis mencoba membahas permasalahan ini dengan mengambil
studi kasus di Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam peranannya
mengembangkan pendidikan Islam di Kranji.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif lapangan. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian field research yaitu
penelitian dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian (terjun langsung di lapangan), guna memperoleh informasi
terhadap masalah-masalah yang dibahas. Penulis melakukan penelitian
guna memperoleh dan mengumpulkan data yang bersumber dari obyek
penelitian, dalam hal ini Madrasah Diniyah Nurul Anam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio historis yaitu untuk
mengetahui latar belakang internal dan eksternal obyek yang diteliti.
2. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian yaitu peran
Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan Islam. Dalam hal ini
penulis melakukan penelitian terhadap keseluruhan situasi sosial Madrasah
Diniyah Nurul Anam yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor)
dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Kemudian
menggali peran-peran Madrasah tersebut dalam pengembangan pendidikan
Islam di Kranji.
16Ma’mun, “Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006”, (Semarang: Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah, 2006), t.d. hlm. ii.
12
3. Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian ini yaitu Madrasah Diniyah Nurul
Anam. Dimana sumber data primer tersebut digali langsung dari Madrasah
Diniyah Nurul Anam dengan melakukan wawancara dengan pihak
pengelola, pihak pengajar, siswa dan masyarakat sekitar Madrasah
Diniyah khususnya.
Subyek data adalah subyek dari mana data diperoleh. Subyek
penelitian merupakan sumber utama yang dapat memberikan informasi
mengenai data penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini akan
dipilih berdasarkan purposive sampling, yakni pemilihan informan
berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu, untuk mengetahui sejauh
mana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam perkembangan
pendidikan Islam di Kranji. Diambil dari 3 orang tokoh agama, 3 orang
tokoh masyarakat, 3 orang pengurus Yayasan Madrasah Diniyah, 1 orang
pengurus Madrasah Diniyah, 25 orang pengajar madrasah Diniyah baik
Awaliyah, Wustha maupun ‘Ulya, dan 22 masyarakat Kranji yang
sekaligus merupakan orang tua santri.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan
tanya jawab yang dilakukan dengan sistematik dan berlandaskan
tujuan penelitian.
Metode ini penulis laksanakan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan yang penulis susun dan persiapkan data secara tertulis.
Dengan teknik ini memperoleh data yang bersumber dari para
pengurus, para pengajar, siswa, tokoh agama dan masyarakat di sekitar
Madrasah Diniyah.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data secara langsung
mengenai peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
13
pendidikan Islam di Kranji. Yaitu dengan melakukan wawancara
mendalam terhadap sejumlah informan yang representatif.
b. Metode Observasi
Observasi adalah metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang diselidiki.17 Teknik ini digunakan untuk mempertajam
data yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di madrasah
diniyah dan pengembangan pendidikan Islam di Kranji.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.18
Metode dokumentasi ini penulis lakukan dengan cara memahami
isi dan arsip dokumen madrasah diniyah Nurul Anam yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.
d. Metode Triangulasi
Yakni teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada.
Teknik pengumpulan data dengan triangulasi sama halnya
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu
mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data
dengan berbagai sumber, berbagai cara dan berbagai waktu.
1) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber yaitu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan data dari berbagai sumber dengan teknik yang sama.
Dalam hal ini, juga untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
17Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm..
136. 18Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Yogyakarta:
Rineka Cipta, 1993), hlm. 231.
14
sumber. Misalnya untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku
murid, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan dan
orang tuanya.
2) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik yaitu peneliti melakukan pengumpulan
data dengan menggunakan teknik yang berbeda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Dalam hal ini, juga
untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan
observasi, dokumentasi dan kuesioner.
3) Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk menguji data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat
narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan
data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam
rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengecekan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu atau situasi yang berbeda. 19
5. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Adapun langkah-langkah analisis data sebagai
berikut :
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang
19 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), Cet. 6, hlm. 330.
15
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.21
b. Penyajian Data
Yaitu data yang telah direduksi kemudian dilakukan penyajian
data dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya.
Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun
dalam pola hubungan sehingga akan mudah dipahami.22
c. Verifikasi Data
Adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Dengan demikian, kesimpulan dalam
penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti yang
telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah penelitian di lapangan.23
Penelitian ini bersifat kualitatif, maka data hasil penelitian
dianalisis dalam bentuk deskriptif kualitatif.
Metode ini digunakan sebagai upaya untuk mendeskripsikan dan
menganalisis secara sistematis data hasil penelitian mengenai peran
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan
Islam di Kranji.
G. Sistematika Penulisan
Supaya hasil penelitian ini mudah dipahami oleh para pembaca, maka
skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab, setiap bab memuat beberapa sub bab
21Ibid., hlm. 338. 22Ibid., hlm. 341. 23Ibid., hlm. 345.
16
yang masih umum sifatnya, yang mana satu sama lain masih berkaitan antara
bab sebelumnya dan bab sesudahnya.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian lapangan, maka dalam
sistematika penulisan skripsi ini menggambarkan struktur organisasi
penyusunan yang dapat dijelaskan dalam bab yang masing-masing bab
memuat urutan sebagai berikut :
1. Bagian Awal
Bagian ini berisi halaman sampul, halaman judul, halaman
persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman deklarasi,
halaman abstraksi, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata
pengantar dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Bab pertama, Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, penegasan istilah , rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua, Kajian Umum Tentang Madrasah Diniyah dan Pengembangannya dalam Pendidikan Islam. Bab ini berisi tentang Madrasah dan perkembangannya, sistem pendidikan Madrasah Diniyah, teori pendidikan Islam dan teori umum peran Madrasah Diniyah pengembangan pendidikan Islam.
Bab ketiga, Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam dan Eksistensinya dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji Kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Bab ini berisi tentang profil Madrasah Diniyah Nurul Anam menurut tinjauan historis dan letak geografis, visi, misi dan strategi Madrasah Diniyah Nurul Anam, kedudukan, tugas pokok dan tujuan Madrasah Diniyah Nurul Anam, dan eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji.
Bab keempat, Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam
Pengembangan Pendidikan Islam di Kranji. Bab ini berisi analisis
pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji dan analisis peran
17
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di
desa Kranji.
Bab kelima Penutup. Bab ini berisi kesimpulan, saran-saran dan
kata-kata penutup dari penulis.
3. Bagian Akhir
Bagian ini berisi daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.
17
BAB II
KAJIAN UMUM TENTANG MADRASAH DINIYAH DAN
PENGEMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Madrasah dan Perkembangannya
Salah satu sistem yang memungkinkan proses kependidikan Islam
berlangsung secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka mencapai
tujuannya adalah institusi atau kelembagaan pendidikan Islam. Dalam sejarah
pendidikan Islam, sejak Nabi melaksanakan tugas dakwah agama secara aktif,
di kota Mekah telah didirikan lembaga di mana Nabi memberikan pelajai-an
tentang agama Islam secara menyeluruh di rumah-rumah dan masjid-masjid.
Salah satu rumah yang terkenal dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan
Islam ialah Dar al-Arqam di Mekah dan masjid yang terkenal dipergunakan
untuk kegiatan belajar dan mengajar ialah yang sekarang terkenal Masjid al-
Haram di Mekah dan Masjid an-Nabawi di Madinah al-Munawwarah. Di
dalam masjid-masjid inilah berlangsung proses belajar mengajar berkelompok
dalam halaqah dengan masing-masing gurunya yang terdiri dan para sahabat
Nabi Saw.1
Sejalan dengan semakin berkembangnya jumlah pemeluk Islam dan
juga keinginan untuk memperoleh efektivitas belajar mengajar yang cukup
memadai, berkembanglah pemikiran baru dan para sahabat dan tabi’in tentang
pendidikan yang berkelanjutan sampai munculnya kerajaan Islam di Timur
Tengah dan Spanyol. Mereka mendirikan berbagai model kelembagaan
pendidikan Islam yang lebih teratur dan terarah dalam kegiatan belajar dan
mengajar secara klasikal yang berbentuk madrasah.2
Sejarah pendidikan Islam mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan lembaga pendidikan yang ada saat ini. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ruswan Thoyib, yang menyatakan bahwa:
1Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 4, hlm. 80. 2Ibid.
18
“The history of Islamic civilization illustrates the variety of educational models from time to time and also from region to region. The Muslim lanscape proffers for the observer a variety of centres of learning, such as kuttab, mosques, hospitals, observatories, libraries, madrasa, khanqa, pesantren, ‘modern’ schools and universities.3 “Sejarah peradaban Islam melukiskan variasi model-model pendidikan dari waktu ke waktu dan juga dari suatu kawasan ke kawasan lain. Lanskap Muslim menunjukkan kepada pengamat suatu variasi pusat-pusat pembelajaran semacam kuttab, masjid, rumah sakit, observatorium, perpustakaan, madrasah, khanqa, pesantren, sekolah-sekolah ‘modern’, dan universitas-universitas. Mula-mula berdiri lembaga pendidikan yang bernama kuttab, suatu
lembaga pendidikan dasar yang di dalamnya diajarkan cara membaca dan
menulis huruf al-Qur’an serta pengajaran ilmu agama dan ilmu al-Qur’an.
Orang yang pertama kali belajar menulis dan penduduk Mekah adalah
Sufyan bin Umayah dan Abu Qais bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilaab,
sedangkan pengajarnnya ialah Basyar bin Abdul Malik yang pernah belajar
menulis di Irak. Dari Mekah inilah kegiatan belajar menulis dan membaca al-
Quran menyebar ke seluruh penjuru Jazirah Arab. Motivasi utama dan
kegiatan belajar menulis dan membaca al-Qur’an bersumberkan dari wahyu
pertama yang diturunkan kepada Rasulullah yang tersebut dalam Surah al-
‘Alaq.4
Dari kemampuan menulis dan membaca inilah umat Islam
memperoleh sarana yang ampuh untuk belajar ilmu-ilmu yang lain. Oleh
karena itu, membaca dan menulis dapat dipandang sebagai sumbernya ilmu
pengetahuan manusia yang semakin berkembang.
Kemajuan peradaban umat Islam pada masa itu merupakan hasil dan
kemampuan membaca dan menulis yang pertama-tama diperintahkan oleh
Allah melalui wahyu kepada utusan-Nya Muhammad Saw. Kegiatan belajar
mengajar yang diawali dengan membaca dan menulis itu, akhirnya mendorong
3Ruswan Thoyib, “Development of Muslim Educational System in the Classical Period
(600 – 1000 A. D. ): An Overview” dalam Yudian Wahyudi, dkk., (eds. ), The Dynamics of Islamic Civilization, (Yogyakarta: FKAPPCD dan Titian Illahi, 1998), hlm. 53.
4Arifin, loc. cit.
19
umat Islam untuk belajar dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan di luar ilmu
agama, di samping karena kebutuhan hidup yang semakin berkembang,
terutama tentang ilmu alam, kemasyarakatan, dan falsafah.
Oleh karena sistem kuttab tidak mampu menampung aspirasi dan
kebutuhan belajar yang lebih luas dan dalam maka dibentuklah sistem
pendidikan klasikal yang dikenal dengan madrasah atau sekolah. Madrasah
yang pertama ialah Madrasah an-Nidzamiyah yang didirikan oleh Nidzam al-
Mulki seorang Menteri Sultan Malik Syah as-Seijuqy pada tahun 460-475 H
di kota Baghdad dan Naisapur dengan menggunakan namanya. Imam al-
Ghazali pernah menjadi guru madrasah tersebut di Baghdad kemudian di
Naisapur pada akhir abad ke-5 H. Madrasah an-Nidzamiyah di Baghdad
misalnya, mencoba mensintesiskan antara agama dan filsafat yang berhasil
dilakukan oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali. Beliau mula-mula mendapatkan
pelajaran tasawuf, lalu belajar filsafat, dan ilmu syariah.5
Kemudian disusul berdirinya madrasah-madrasah lainnya seperti
Madrasah an-Nasiriyah, Madrasah al-Qumhiyah dan as-Saefi’yah dan Daulah
Ayyubiyyah. Pada akhirnya bermunculan lah berbagai jenis madrasah tersebut
di Timur Tengah seperti di Syiria, terkenal Madrasah an-Nuriyah yang
didirikan oleh Nuruddin Zangky. 6Di Mesir dengan Madrasah al-Kamiliyah
(didirikan oleh Malik al-Kamil al-Ayyub). Madrasah ad-Dhahiriyah di mana
fikih mazhab as-Syafi’i dan Hanafi diajarkan.
Sejalan dengan kebutuhan umat Islam terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan yang makin luas maka pada permulaan abad ke-5 H, muncullah
institusi-institusi pendidikan yang baru, yaitu madrasah-madrasah untuk
tempat belajar orang-orang dewasa. Madrasah didirikan oleh pemerintah untuk
menyebarkan mazhab penguasa kerajaan yang memerintah saat itu.7
5Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: Ramadhani,
1993), Cet. 1, hlm. 10. 6George Makdisi, The Rise of Colleges: Institution of Learning in Islam and The West,
(Irak: Edinburgh University Press, 1981), hlm. 23. 7Arifin, op. cit., hlm. 123.
20
Madrasah dianggap sebagai lembaga yang khusus mentransmisikan
ilmu-ilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada bidang fiqih,
tafsir, dan hadits dan tidak memasukkan ilmu-ilmu umum dalam
kurikulumnya. Hal ini menurut Azzumardi Azra disebabkan karena tiga
alasan: pertama, ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu
keagamaan yang dianggap mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan
cepat menuju Tuhan. Kedua, secara institusional madrasah memang dikuasai
oleh mereka yang ahli dalam bidang agama. Dan ketiga, berkenaan dengan
kenyataan bahwa hampir seluruh madrasah didirikan dan dipertahankan
dengan dana wakaf dan penguasa politik Muslim atau dermawan kaya, karena
didorong oleh adanya motivasi kesalehan.
Dengan kurikulum yang terfokus pada bidang keagamaan tersebut,
madrasah justru dapat diterima luas di kalangan masyarakat, karena materi
pokok yang diajarkan madrasah pada saat itu seperti fiqih, dianggap
memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat diberikan pada anggota
masyarakat dalam segala tingkatan umur. Di samping itu, para pengajar
madrasah adalah para ulama yang notabene merupakan panutan masyarakat
serta pembela kepentingan mereka dan memiliki kedudukan khusus dalam
pemerintahan.8
Ciri khas madrasah lebih dan hanya sekedar penyajian mata pelajaran
agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan hanya sekedar menyajikan mata
pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah tetapi yang lebih penting
ialah perwujudan dan nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan
madrasah. Suasana lembaga madrasah yang melahirkan ciri khas tersebut
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perwujudan nilai-nilai keislaman
di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; 2. Kehidupan moral yang
beraktualisasi, dan 3. Manajemen yang profesional, terbuka, dan berperan
aktif dalam masyarakat.
8Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan,,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 178.
21
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih
muda dibanding pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah
Manba’ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang
didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909.
Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dan pembaharuan sistem
pendidikan Islam yang telah ada. Pembaharuan tersebut, menurut Karel
Steenbrink, meliputi tiga hal, yaitu:
1. Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren,
2. Penyesuaian dengan sistem pendidikan Barat, dan
3. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan
sistem pendidikan Barat.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai
pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional. Munculnya SKB tiga
menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri
Dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi madrasah sudah cukup kuat
beriringan dengan sekolah umum. Di samping itu, munculnya SKB tiga
menteri tersebut juga dinilai sebagai langkah positif bagi peningkatan mutu
madrasah baik dan status, nilai ijazah maupun kurikulum nya. Di dalam salah
satu diktum pertimbangkan SKB tersebut disebutkan perlunya diambil
langkah-langkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada Madrasah agar
lulusan dan madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah
Umum dan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. 9
Secara harfiah madrasah bisa diartikan dengan sekolah, karena secara
teknis keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya
proses belajar-mengajar secara formal. Namun demikian, Karel Steenbrink
membedakan madrasah dan sekolah karena keduanya mempunyai
karakteristik atau ciri khas yang berbeda. Madrasah memiliki kurikulum,
metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Meskipun
mengajarkan ilmu pengetahuan umum sebagaimana yang diajarkan di sekolah,
9Rahardjo, “Madrasah sebagai The Centre of Excellence”,
http://www.pendis.go.id/madrasah/insidex. diakses tanggal 10 Oktober 2009.
22
madrasah memiliki karakter tersendiri, yaitu sangat menonjolkan nilai
religiusitas masyarakatnya. Sementara itu sekolah merupakan lembaga
pendidikan umum dengan pelajaran universal dan terpengaruh iklim
pencerahan Barat. 10
Perbedaan karakter antara madrasah dengan sekolah itu dipengaruhi
oleh perbedaan tujuan antara keduanya secara historis. Tujuan dan pendirian
madrasah ketika untuk pertama kalinya diadopsi di Indonesia ialah untuk
mentransmisikan nilai-nilai Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan
modernisasi pendidikan, sebagai jawaban atau respon dalam menghadapi
kolonialisme dan Kristen, di samping untuk mencegah memudarnya semangat
keagamaan penduduk akibat meluasnya lembaga pendidikan Belanda itu.
Sekolah untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh pemerintah Belanda pada
sekitar dasawarsa 1870-an bertujuan untuk menyiapkan calon pegawai
pemerintah kolonial, dengan maksud untuk melestarikan penjajahan. Dalam
lembaga pendidikan yang didirikan Kolonial Belanda itu, tidak diberikan
pelajaran agama sama sekali. Karena itu tidak heran jika di kalangan kaum
pribumi, khususnya di Jawa, ketika itu muncul resistensi yang kuat terhadap
sekolah, yang mereka pandang sebagai bagian integral dan rencana
pemerintah kolonial Belanda untuk membelandakan anak-anak mereka.11
Meskipun pesantren berperan lebih dahulu dalam membendung
pengaruh pendidikan kolonial, dibandingkan dengan madrasah, para
pembaharu pendidikan Islam di Indonesia tampaknya mengakui bahwa dalam
banyak hal, lembaga pendidikan Islam tradisional ini mengandung banyak
kelemahan, sementara pada sisi lain lembaga pendidikan yang didirikan
pemerintah kolonial Belanda harus diakui memiliki banyak kelebihan.
Madrasah yang, seperti kebanyakan lembaga modem lainnya, masuk pada
sistem pendidikan di Indonesia pada awal abad ke-20, ini dimaksudkan
sebagai upaya menggabungkan hal-hal yang positif dan pendidikan pesantren
dan sekolah itu.
10Badri Yatim, dkk., Sejarah Perkembangan Madrasah, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1998/1999, 1998), hlm. 10.
11Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 193.
23
Lembaga pendidikan madrasah ini secara berangsur-angsur diterima
sebagai salah satu institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam
perkembangan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.12
Telah disinggung bahwa madrasah berbeda pengertiannya antara masa
klasik Islam dengan masa ketika lembaga pendidikan tersebut masuk ke
Indonesia pada sekitar awal abad ke-20. Madrasah di Indonesia merujuk pada
pendidikan dasar sampai menengah, sementara pada masa klasik Islam
madrasah merujuk pada lembaga pendidikan tinggi (the institution of higher
learning). Perbedaan tersebut pada gilirannya bukan hanya merupakan
masalah perbedaan definisi, tapi juga menunjukkan perbedaan karakteristik
antara keduanya. Merujuk pada penjelasan Nakosteen, motif pendirian
madrasah pada masa klasik Islam ialah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pendidikan umum (sekuler), yang dianggap kurang memadai
jika dilakukan di dalam masjid. sebab masjid merupakan tempat ibadah.
Namun, upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
pendidikan umum itu di madrasah sejak awal perkembangannya telah
mengalami kegagalan. Sebab, penekanan pada ilmu-ilmu agama (al-’ulum ad-
diniyyah), terutama pada bidang fikih, tafsir, dan hadits, ternyata lebih
dominan, sehingga ilmu-ilmu non-agama khususnya ilmu-ilmu alam dan
eksakta, tetap berada dalam posisi pinggiran atau marjinal.
Hal itu berbeda dengan madrasah di Indonesia yang sejak awal
pertumbuhannya telah dengan sadar menjatuhkan pilihan pada (a) madrasah
yang didirikan sebagai lembaga pendidikan yang semata-mata untuk
mendalami agama (li tafaqquh fiddin). yang biasa disebut Madrasah Diniyah
salafiyah; dan (b) madrasah yang didirikan tidak hanya untuk mengajarkan
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam, tapi juga memasukkan pelajaran-
pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah
Hindia Belanda, seperti madrasah Adabiyah di Sumatera Barat, dan madrasah
12Karel Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke – 19, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1984), hlm. 159.
24
yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan PUI di
Majalengka.13
Dan keterangan di atas menarik untuk dicatat bahwa salah satu
karakteristik madrasah yang cukup penting di Indonesia pada awal
pertumbuhannya ialah bahwa di dalamnya tidak ada konflik atau upaya
mempertentangkan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum. Konflik (lebih
tepat disebut perselisihan pendapat) itu biasanya terjadi antara satu organisasi
keagamaan dengan organisasi keagamaan lain yang memiliki faham
keagamaan yang berbeda, dan mereka sama-sama mendirikan madrasah.
Misalnya: NU, Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, Tarbiyah Islamiyah, dan
lain-lain, memiliki madrasah nya sendiri-sendiri untuk mensosialisasikan dan
mengembangkan faham keagamaan mereka masing-masing.
Madrasah di Indonesia secara historis juga memiliki karakter yang
sangat populis (merakyat), berbeda dengan madrasah pada masa klasik Islam.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi madrasah pada masa klasik Islam terlahir
sebagai gejala urban atau kota. Madrasah pertama kali didirikan oleh Dinasti
Samaniyah (204-395 H/819-1005 M), di Naisapur kota yang kemudian
dikenal sebagai daerah kelahiran madrasah. Daerah Naisapur mencakup
sebagian Iran, sebagian Afghanistan dan bekas Uni-Sovyet antara laut Kaspia
dan laut Aral. Dengan inisiatif yang datang dan penguasa ketika itu, maka
praktis madrasah tidak kesulitan menyerap hampir segenap unsur dan fasilitas
modern, seperti bangunan yang permanen, kurikulum yang tertata rapi,
pergantian jenjang pendidikan, dan tentu saja anggaran atau dana yang
dikucurkan oleh pemerintah.14
Hal ini berbeda dengan madrasah di Indonesia. Kebanyakan madrasah
di Indonesia pada mulanya tumbuh dan berkembang atas inisiatif tokoh
masyarakat yang peduli, terutama para ulama yang membawa gagasan
pembaharuan pendidikan, setelah mereka kembali dan menuntut ilmu di
Timur Tengah. Dana pembangunan dan pendidikannya pun berasal dan
13http://www.pendis.go.id/madrasah/insidex, di akses tanggal 10 Oktober 2009. 14Ibid.
25
swadaya masyarakat. Karena inisiatif dan dananya didukung oleh masyarakat,
maka masyarakat sendiri diuntungkan secara ekonomis, artinya mereka dapat
memasukkan anak-anak mereka ke madrasah dengan biaya ringan.
Sebagai lembaga pendidikan swadaya, madrasah menampung aspirasi
sosial budaya-agama masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan. Tumbuh
dan berkembangnya madrasah di pedesaan itu menjadi petunjuk bahwa
masyarakat Indonesia ternyata memiliki komitmen yang sangat tinggi
terhadap pendidikan putra-putri mereka. Dan sudut pandang lain, hal itu juga
berarti ikut meringankan beban pemerintah di bidang pendidikan. Dalam hal
mi patut dicatat bahwa dan 36.000 jumlah madrasah yang ada (yang
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum), 96 persen di antaranya
dikelola oleh masyarakat secara swadaya, atau madrasah swasta. Sementara
itu madrasah yang mengkhususkan diri pada mata pelajaran agama, yaitu
madrasah diniyah yang dikelola masyarakat, jumlahnya telah mencapai
22.000.15
Kini madrasah dipahami sebagai lembaga pendidikan Islam yang
berada di bawah Sistem Pendidikan Nasional dan berada di bawah pembinaan
Departemen Agama. Lembaga pendidikan madrasah ini telah tumbuh dan
berkembang sehingga merupakan bagian dan budaya Indonesia, karena ia
tumbuh dan berproses bersama dengan seluruh proses perubahan dan
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Kurun waktu cukup panjang
yang dilaluinya, yakni kurang lebih satu abad, membuktikan bahwa lembaga
pendidikan madrasah telah mampu bertahan dengan karakter nya sendiri,
yakni sebagai lembaga pendidikan untuk membina jiwa agama dan akhlak
anak didik. Karakter itulah yang membedakan madrasah dengan sekolah
umum.
15Ibid.
26
B. Sistem Pendidikan Madrasah Diniyah.
1. Pengertian Madrasah Diniyah.
Kata madrasah secara etimologi merupakan isim makan yang
berarti tempat belajar, dari akar kata darasa yang berarti belajar. Diniyah
berasal dari kata din yang berarti agama.
Secara terminologi madrasah adalah nama atas sebutan bagi
sekolah - sekolah agama Islam, tempat proses belajar mengajar ajaran
agama Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara
lain meja, bangku, dan papan tulis) dan memiliki kurikulum, dalam bentuk
klasikal.16
Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan
yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah. Di
dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
ditetapkan bahwa Madrasah Diniyah merupakan salah satu dari sebuah
lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan kepada anak didik dalam
bidang keagamaan.
Sejalan dengan ide-ide pendidikan di Indonesia maka Madrasah
pun ikut mengadakan pembaharuan dari dalam. Beberapa organisasi
pendidikan yang menyelenggarakan madrasah mulai menyusun kurikulum
yang di dalamnya sudah terdapat mata pelajaran umum, namun masih ada
sebagian Madrasah yang tetap mempertahankan statusnya sebagai sekolah
agama murni yaitu semata – mata memberikan pendidikan dan pengajaran
agama Islam. Sekolah ini sering kita sebut sebagai Madrasah Diniyah.
Madrasah yang ada saat ini merupakan perkembangan dari
Madrasah Diniyah yang telah ada sejak zaman pra kemerdekaan. Pada
pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, hampir pada setiap desa
terdapat Madrasah Diniyah. Akan tetapi belum ada keseragaman nama
maupun bentuk dari masing-masing Madrasah Diniyah tersebut. Beberapa
16Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 2002), hlm. 105.
27
nama dan bentuk Madrasah Diniyah saat ini seperti pengajian anak – anak,
pesantren, sekolah kitab dan lain- lain.17
Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan agama yang
memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam pengetahuan
agama islam kepada pelajar secara bersama – sama, sedikitnya berjumlah
sepuluh atau lebih di antara anak- sanak usia 7 sampai 20 tahun.18
Dalam buku ”Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Pada
Pondok Pesantren” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sekolah
yang tiga jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah
Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya yang hanya
menyelenggarakan pendidikan agama Islam dan bahasa Arab (sebagai
bahasa al-Qur’an) dengan memakai sistem klasikal.
Dan dalam buku “Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan
Madrasah Diniyah” dijelaskan bahwa Madrasah Diniyah adalah sebagai
berikut:
Lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah Wustha dan Madrasah Diniyah ‘Ulya.19
2. Dasar Madrasah Diniyah.
a. Dasar Religius.
Islam memerintahkan belajar pada ayat yang diturunkan pada
Rasulullah Saw. Oleh karena belajar itu utama dan sarana terbaik
mencerdaskan umat. Pemerintah tersebut tidak terbatas pada jurusan
duniawi saja, tapi dalam urusan ukhrawi .
Firman Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 122.
17Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001), hlm. 209. 18Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama,
Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3.
19Ibid., hlm. 7
28
فرقة منهم طائفة فلولا نفر من كل لمؤمنون لينفروا كافةوما كان اقومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون ليتفقهوا في الدين ولينذروا
﴿122﴾ “Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at -Taubah : 122).20
Lafadz ىافوفقهتين ليالد dalam ayat tersebut memberi isyarat
tentang kewajiban memperdalam ilmu agama.21 Artinya seorang muslim
perlu memperdalam ilmu agama dan mengajarkan nya kepada orang
lain berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan
kemaslahatan bagi mereka sehingga tidak memberikan mereka tidak
mengetahui hukum-hukum agama yang ada pada umumnya harus
diketahui oleh orang-orang yang beriman. Hal ini disebabkan
banyaknya orang yang pintar dalam urusan duniawi namun mereka lalai
dalam urusan akhirat. Sebagaimana firman Allah Swt dalam al Qur’an
surah ar-Rum ayat 7.
﴾7غافلون ﴿ وهم عن الآخرة هم يعلمون ظاهرا من الحياة الدنيا
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Q.S. ar-Rum : 7).22
Ayat ini merupakan penegasan sifat – sifat orang kafir, yang sesat
dan pendusta, yang tidak menghayati dan mengetahui ilmu yang hakiki,
maka mereka lalai akan kehidupan akhirat dan kehidupan yang
20Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro,
2005), hlm. 164. 21Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002),
hlm. 159. 22Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 323.
29
sebenarnya. Kelalaian mereka akan hari akhirat menyebabkan mereka
tidak dapat lagi menilai sesuatu dengan benar.23
Dari ayat di atas di jelaskan bahwa belajar agama merupakan suatu
hal yang sangat penting bagi seorang muslim sebagai benteng yang
dapat menjaga diri dan tetap dalam koridor yang diisyaratkan.
Begitu pentingnya belajar agama sehingga Allah SWT memberikan
kedudukan tinggi pada orang yang memusatkan perhatian dalam
mendalami ilmu agama sebagaimana derajatnya orang-orang yang
berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimah
Allah.
Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan belajar di sebuah
lembaga yang khusus mengajarkan ilmu agama yaitu Madrasah
Diniyah. من الشعوذة اخلزعبالت بناامحاية لشب ة تعديرساملدنية يان التربية الد
24 .يفناطئة اليت حلقت بديننا احلاخل واالفكار“Sesungguhnya pendidikan di Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk memelihara peserta didik dari cerita karangan, lelucon dan pemikiran yang salah yang sering bertentangan dengan ajaran agama Islam yang lurus”. Penyelenggaraan Madrasah Diniyah sangat berperan penting
dalam pembentukan karakter dan akhlak anak. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.:
: قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : هريرة رضي اهللا عنه قال عن أيب ميجسانه ينصرانه او دانه اوبواه يهوأيولد على الفطرة ف اال دومن مول ما
25. )رواه البخارى(
23Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid VII, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 1990), hlm. 530. 24M. Abdul Qodir Ahmad, Turuqut Ta’lim at- Tarbiyah al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah
an-Nahdhah, 1998), hlm. 49. 25Imam Abi Abdillah Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Maghiroh Ibnu Baridzabah, Shahih
Bukhari, Jilid I, (Beirut: Darul Kutb al-Ilmiah, 1992), hlm. 413.
30
“Dari Abu Hurairah ra, menceritakan: Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Tidaklah anak dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka kedua orangtualah yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR. Bukhori).
Dari hadits di atas dijelaskan bahwa pada dasarnya anak dilahirkan
dalam keadaan suci dan menurut fitrah. Oleh karena itu, dengan adanya
pendidikan Madrasah Diniyah, seorang anak akan diarahkan untuk
menjadi seorang anak yang memiliki pondasi agama yang kuat dan
terbentuk pribadi anak yang berakhlakul karimah.
b. Dasar Yuridis.
Penyelenggaraan Madrasah Diniyah secara yuridis diatur dalam
Tata Perundangan Republik Indonesia. Sila pertama yang menyebutkan
Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa agama dijadikan
sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup bangsa Indonesia.
Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti Madrasah Diniyah diakui
sebagai tempat pembinaan mental spiritual bangsa Indonesia.
Secara konstitusional dalam Undang – Undang RI Tahun 1945
pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam
melaksanakan ajaran agamanya, termasuk kebebasan belajar di
Madrasah Diniyah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah
mengusahakan satu Sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah penyelenggaraan
Madrasah Diniyah.
Secara operasional ketentuan Madrasah Diniyah diatur dalam
Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 setelah lahirnya
Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren yang khusus
melayani Pondok pesantren dan Madrasah Diniyah. Keberadaan
Madrasah Diniyah sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional
diperkuat Undang-undang No. 20 Tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1
hingga 4 yang menyatakan bahwa:
31
(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
(2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.26
Keberadaan Madrasah Diniyah dipertegas lagi dengan disahkannya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 tentang
pendidikan agama dan Pendidikan keagamaan terutama pasal 21 ayat
(1) hingga (3 ) menyebutkan bahwa:
(1) Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al Qur’an, Diniyah Taklimiyah atau bentuk yang sejenis
(2) Pendidikan diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk satuan pendidikan.
(3) Pendidikan diniyah nonformal yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan.
Dan dijelaskan pula dalam pasal 25 ayat (1) hingga (5) bahwa:
(1) Diniyah Taklimiyah bertujuan untuk melengkapi pendidikan agama Islam yang diperoleh di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.
(2) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat di laksanakan secara berjenjang atau tidak berjenjang.
(3) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dilaksanakan di masjid, mushalla atau di tempat lain yang memenuhi syarat.
(4) Penamaan atas Diniyah Taklimiyah merupakan kewenangan –penyelenggara.
(5) Penyelenggaraan Diniyah Taklimiyah dapat dilaksanakan secara terpadu dengan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN, SMK/MAK atau di Perguruan Tinggi.27
26Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Bandung: Fokus Media, 2003), Cet. 2, hlm.19. 27Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Keagamaan.
32
3. Fungsi dan Tujuan Madrasah Diniyah.
a. Fungsi Madrasah Diniyah
1) Menyelenggarakan pengembangan kemampuan dasar pendidikan
agama Islam yang meliputi : Al-Qur’an Hadits, Ibadah Fiqh, Aqidah
Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
2) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi
yang memerlukan.
3) Membina hubungan kerja sama dengan orang tua dan masyarakat
antara lain:
a) Membantu membangun dasar yang kuat bagi pembangunan
kepribadian manusia Indonesia seutuhnya.
b) Membantu mencetak warga Indonesia takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan menghargai orang lain.
4) Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman agama
Islam.
5) Melaksanakan tata usaha dan program pendidikan serta
perpustakaan.28
Dengan demikian, Madrasah Diniyah di samping berfungsi
sebagai tempat mendidik dan memperdalam ilmu agama Islam juga
berfungsi sebagai sarana untuk membina akhlak al karimah (akhlak
mulia) bagi anak yang kurang akan pendidikan agama Islam di sekolah-
sekolah umum.
b. Tujuan Madrasah Diniyah.
Sebagaimana diuraikan di muka bahwa Madrasah Diniyah
merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu,
maksud dan tujuan Madrasah Diniyah tidak lepas dari tujuan pendidikan
Islam. Begitu pula tujuan pendidikan Madrasah Diniyah tidak lepas dari
28Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, Pedoman Administrasi Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 42.
33
tujuan Pendidikan Nasional mengingat pendidikan Islam merupakan sub
Sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pendidikan Madrasah Diniyah adalah sebagai berikut :
1) Tujuan Umum.
a) Memiliki sikap sebagai muslim dan berakhlak mulia.
b) Memiliki sikap sebagai warga negara Indonesia yang baik.
c) Memiliki kepribadian, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani
dan rohani.
d) Memiliki pengetahuan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan
beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan
kepribadiannya.
2) Tujuan Khusus.
a) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengetahuan
antara lain :
(1) Memiliki pengetahuan dasar tentang agama Islam.
(2) Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa Arab sebagai
alat untuk memahami ajaran agama Islam.
b) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang pengamalan,
yaitu agar siswa:
(1) Dapat mengamalkan ajaran agama Islam.
(2) Dapat belajar dengan cara yang baik.
(3) Dapat bekerjasama dengan orang lain dan dapat mengambil
bagian secara aktif dalam kegiatan – kegiatan masyarakat.
(4) Dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik serta dapat
membaca kitab berbahasa Arab.
(5) Dapat memecahkan masalah berdasarkan pengalaman dan
prinsip- prinsip ilmu pengetahuan yang dikuasai berdasarkan
ajaran agama Islam.
c) Tujuan khusus Madrasah Diniyah dalam bidang nilai dan sikap
yaitu agar siswa :
(1) Berminat dan bersikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
34
(2) Disiplin dan mematuhi peraturan yang berlaku.
(3) Menghargai kebudayaan nasional dan kebudayaan lainnya
yang tidak bertentangan dengan agama Islam.
(4) Memiliki sikap demokratis, tenggang rasa dan mencintai
sesama manusia dan lingkungan hidup.
(5) Cinta terhadap agama Islam dan keinginan untuk melakukan
ibadah sholat dan ibadah lainnya, serta berkeinginan untuk
menyebarluaskan.
(6) Menghargai setiap pekerjaan dan usaha yang halal.
(7) Menghargai waktu, hemat dan produktif.29
4. Jenjang Madrasah Diniyah.
Jenjang pendidikan Madrasah Diniyah dapat dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu:
a. Madrasah Diniyah Awaliyah.
Madrasah Diniyah Awaliyah adalah satuan pendidikan keagamaan
jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam
tingkat dasar dengan masa belajar 4 (empat) tahun dan jumlah jam
belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang diajarkan meliputi :
Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur’an,
Tajwid dan Akhlak.
b. Madrasah Diniyah Wustha.
Madrasah Diniyah Wustha adalah satuan pendidikan keagamaan
jalur, luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam
tingkat menengah pertama sebagai pengembang pengetahuan yang
diperoleh pada Madrasah Diniyah Awaliyah, masa belajar 2 tahun
dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu. Materi yang
29Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama
Islam, op.cit., hlm. 21-24.
35
diajarkan meliputi : Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf,
Bahasa Arab, Al-Qur’an, Tajwid dan Akhlak.
c. Madrasah Diniyah ‘Ulya
Madrasah Diniyah ‘Ulya adalah salah satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan Pendidikan
Agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan
mengembangkan pendidikan agama Islam yang diperoleh pada jenjang
Madrasah Diniyah Wustha, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam
belajar 18 jam pelajaran seminggu.30 Materi yang diajarkan meliputi:
Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh, Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Al-Qur’an,
Tajwid dan Akhlak.
C. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam.
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu
kepada term at-Tarbiyah, at -Ta’dib, dan at-Ta’lim. 31
a. at-Tarbiyah
Penggunaan istilah at-Tarbiyah berasal dari kata rabb, yang pada
dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara,
merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Secara
filosofis mengisyaratkan bahwa proses Pendidikan Islam adalah
bersumber pada pendidikan yang di berikan Allah sebagai
“Pendidikan” seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks
yang luas pengertian Pendidikan Islam yang dikandung dalam term at-
Tarbiyah terdapat 4 (empat ) pendekatan yaitu :
(1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa
(baligh)
(2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
(3) Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
30Ibid,. hlm. 14. 31Syed Muhammad Naquib al-Attas, Aims and Objectives of Islamic Education, (Jeddah:
King Abdul Aziz University, 1979), hlm. 157.
36
(4) Menjelaskan pendidikan secara bertahap.32
b. Istilah at–Ta’lim
Istilah at-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan
Pendidikan Islam. Rasyid Ridho mengartikan at-Ta’lim sebagaimana
proses transmisi terbagi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu.33 Argumentasinya didasarkan
dengan merujuk pada ayat berikut ini:
☺⌧
☺ ☺ ☺
☺ ) ١٥١: البقرة (
“Sebagaimana ( Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu ) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-kitab dan al-hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.( Q.S. al-Baqarah: 151).34
Kalimat wa yu’allimut hum al-kitab wa al-hikmah dalam ayat
tersebut menjelaskan tentang aktivitas Rasululloh SAW mengajarkan
tilawat al-Qur’an kepada kaum muslimin.35
Menurut Addul Fattah Jalal, apa yang dilakukan Rasulullah
bukan hanya sekedar memuat umat-umat Islam bisa membaca,
melainkan membawa kaum muslimin kepada nilai pendidikan tazkiyah
an-Nafs (pensucian diri) dari segala kotoran, sehingga memungkinkan
nya menerima al- hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat
untuk diketahui. Oleh karena itu, makna at-Ta’lim tidak hanya terbatas
pada pengetahuan yang lahiriyah, akan tetapi mencakup pengetahuan
32Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 14. 33Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 26. 34Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 18. 35Abuddin Nata, Tafsir Ayat – Ayat Pendidikan, hlm. 25.
37
dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan, perintah untuk
melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk berperilaku.36
c. Istilah at-Ta’dib
Kata addaba dalam hadits diatas dimaknai al-Attas sebagai
”mendidik”. Maka at-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta
didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini, pendidikan akan berfungsi
sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan dan
kepribadiannya.37
Selain pengertian secara terminologi diatas, para ahli Pendidikan
Islam.
Asy – Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat dean alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan
dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi
dan prosesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
Selain itu, Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan
adalah bimbangan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (insan kamil).38
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang
(peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan
ideologi Islam. Melalui pendekatan ini, peserta didik akan dapat
dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan nilai –
nilai ajaran Islam yang di yakinnya.
36Samsul Nizar, op. cit., hlm. 28. 37Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Malaysia:
ABIM, 1991), hlm. 22. 38Samsul Nizar, op.cit., hlm. 31.
38
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam.
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar
yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini memberikan arah bagi
pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini,
dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber
nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik
kearah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu dasar yang terpenting dari
Pendidikan Islam adalah al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw (hadits).39
Menetapkan al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pendidikan Islam
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada
keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam
kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia, dan dapat di
buktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman,
al-Qur’an tidak ada keraguan didalamnya. Al-Qur’an sebagai kitab
undang-undang, hujjah dan petunjuk selayaknya kalau didalamnya
mengandung banyak hal yang menyangkut segenap kehidupan manusia.
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
pendidikan moral. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus dilaksanakan
secara intensif dan terprogram untuk memperoleh hasil yang sempurna. Di
samping itu, pendidikan khususnya pendidikan islam selain membentuk
insan kamil, juga bagi orang yang memiliki pendidikan (pengetahuan),
Allah akan menaikkan derajatnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
SWT dalam Qur’an surah al-Mujadalah ayat 11 :
) 11: ةاادل....(العلم درجات يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا ...
”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.S. al-Mujadalah: 11).40
39Widodo Supriyono, “Ilmu Pendidikan Islam Teoritis dan Praktis” , dalam Ismail SM dkk., ( eds. ), Pradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Belajar , 2001), hlm. 37.
40Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 434.
39
Ayat di atas menjelaskan bahwa begitu besar keutamaan orang
yang berilmu dan orang-orang yang berilmu akan di tempatkan diantara
orang –orang yang beriman.41 Sehingga perlu adanya proses pendidikan
untuk membekali seseorang agar memiliki pengetahuan pendidikan
merupakan proses sepanjang hayat.
As-Sunnah dijadikan sebagai landasan dasar Pendidikan Islam
karena Rasulullah Saw telah meletakkan dasar-dasar kependidikan Islam
semenjak beliau diangkat menjadi utusan Allah.
Dalam Pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua fungsi
yaitu :
(a) Menjelaskan sistem Pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an
dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.
(b) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasululloh
bersama sahabatnya, perlakuan beliau terhadap anak-anak dan
pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya.42
Selain al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad juga dijadikan dasar
Pendidikan Islam, karena Ijtihad merupakan usaha-usaha pemahaman
yang sangat serius dari kaum muslimin terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah
sehingga memunculkan kreativitas yang cemerlang di bidang Pendidikan
Islam. Atau bahkan karena adanya tantangan zaman dan desakan
kebutuhan sehingga melahirkan ide-ide fungsional yang gemilang.43
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, paling tidak ada
beberapa hal yang perlu di perhatikan, yaitu :
(a) Tujuan dan tugas manusia di bumi, baik secara vertikal maupun
horizontal.
(b) Sifat -sifat dasar manusia.
(c) Tuntunan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
(d) Demensi-demensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini setidaknya
ada tiga macam demensi ideal Islam yaitu :
41Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, hlm.175. 42Samsul Nizar, op. cit., hlm. 35. 43Ismail SM, dkk., op.cit., hlm. 38.
40
(1) Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia di muka bumi.
(2) Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras
untuk meraih kehidupan yang baik.
(3) Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan
kehidupan dunia dan akhirat.44
Secara umum tujuan pendidikan Islam terwujudnya manusia
sebagai hamba Allah.
Menurut al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
(a) Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang
berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani
dan rohani dan kemampuan – kemampuan yang harus di miliki untuk
hidup di dunia dan akhirat.
(b) Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat & memperkaya
pengalaman masyarakat.
(c) Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan
masyarakat.45
Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam
menurut al-Qur’an meliputi :
(a) Menjelaskan posisi peserta didik sebagai manusia di antara makhluk
Allah lainnya dan tanggungjawabnya dalam kehidupan ini.
(b) Menjelaskan hubungannya sebagai makhluk sosial dan tanggung
jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
(c) Menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk
mengetahui hikmah percintaan dengan cara dengan cara
memakmurkan alam semesta.
(d) Menjelaskan hubungannya khaliq sebagai pencipta alam semesta.
44http://baituna123.blogspot.com/posisi-pendidikan-Islam. html, di akses Pada tanggal 20 januari 2009.
45Ibid.
41
Secara praktis, Muhammad Athiyah al–Abrasyi menyimpulkan
bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas lima sasaran yaitu :
(a) Membentuk akhlak mulia .
(b) Mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
(c) Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara segi kemanfaatan nya.
(d) Menumbuhkan semangat ilmiah di kalangan peserta didik.
(e) Mempersiapkan tenaga profesional yang terampil.46
3. Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu di emban oleh pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep
ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan Islam memiliki sasaran
pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara
dinamis, mulai dan kandungan sampai akhir hayatnya.47Secara umum
tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dan tahap kehidupannya
sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah
menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan
berjalan dengan lancar.
Maka dari itu, tugas pendidikan Islam setidaknya dapat di lihat
dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah pendidikan Islam
sebagai pengembangan potensi, proses pewarisan budaya serta interaksi
antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas
pendidikan Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan
dasar yang di miliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
46Samsul Nizar, op. cit., hlm. 37. 47Hasan Langgunung, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm 13.
42
Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidikan Islam
adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke
generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin
dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan
budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi
dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini
peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan untuk mengubah atau
memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya.48
Untuk menjamin terlaksananya tugas pendidikan Islam secara
baik, hendaklah terlebih dahulu mempersiapkan situasi kondisi pendidikan
yang bernuansa elastis, dinamis, kondusif yang memungkinkan bagi
pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut
untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara struktural maupun secara
institusional.
Secara struktural, pendidikan Islam menuntut adanya struktur
organisasi yang mengatur jalannya proses pendidikan baik pada dimensi
vertikal maupun horizontal. Sementara secara institusional, mengandung
implikasi bahwa proses pendidikan yang berjalan hendaknya dapat
memenuhi kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman yang terus
berkembang. Untuk itu, diperlukan kerjasama berbagai jalur dan jenis
pendidikan mulai dari sistem pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah.
Bila dilihat secara operasional, fungsi pendidikan Islam dapat
dilihat dari dua bentuk yaitu :
a. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat –
tingkat kebudayaan, nilai – nilai tradisi dan sosial serta ide – ide
masyarakat dan nasional.
b. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada
garis besarnya, upaya ini di lakukan melalui potensi ilmu
48Samsul Nizar, op. cit., hlm. 33.
43
pengetahuan dan skill yang di miliki serta melatih tenaga –tenaga
manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan
perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian
dinamis.49
D. Peran Madrasah Diniyah dalam Pengembangan Pendidikan Islam.
Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan untuk melatih anak
didiknya dengan sedemikian rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, dan
pendekatan nya terhadap segala jenis pengetahuan banyak dipengaruhi oleh
nilai – nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etik Islam. Mentalnya di latih
sehingga keinginan mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata untuk
memuaskan rasa ingin tahu intelektualnya saja atau hanya untuk memperoleh
keuntungan material semata. Melainkan untuk mengembangkan dirinya
menjadi makhluk nasional yang berbudi luhur serta melahirkan kesejahteraan
spiritual, mental, fisik bagi keluarga, bangsa dan seluruh umat manusia.50
Pada awal permulaan, pendidikan dan pengajaran Islam dilakukan
secara informal dan membawa hasil yang sangat baik.
Sistem pendidikan informal ini, terutama yang berjalan dalam
lingkungan keluarga sudah diakui kemampuannya dalam menanamkan sendi-
sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak di didik dengan ajaran-ajaran
agama sejak kecil dalam keluarga dan mereka di latih membaca al-Qur’an.,
melakukan sholat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan ramadhan dan lain –
lain.51
Usaha-usaha pendidikan Islam dimasyarakat ini yang kemudian
dikenal dengan pendidikan nonformal, dan hal ini muncul Madrasah Diniyah
yang ternyata mampu menyediakan kondisi sangat baik dalam menunjang
keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bari umat
49Ibid., hlm. 32. 50Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
hlm. 27. 51Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), Cet. 8, hlm.
209.
44
Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih
sempurna.52
Disamping itu, dengan tumbuhnya lembaga pendidikan Islam seperti
Madrasah Diniyah menjadikan pilihan alternatif bagi orang tua yang tidak
memiliki ilmu agama islam yang cukup untuk mendidik anak – anak mereka.
Sehingga, anak – anak yang sudah berumur 7 tahun mengikuti pendidikan
Islam di Madrasah Diniyah.53
Pengembangan aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada
dasarnya sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga
sekarang dan hingga yang akan datang. Hal ini dapat di lihat dari fenomena
tumbuh kembang nya program dan praktek pendidikan Islam yang
dilaksanakan di nusantara. Dalam hal ini, praktek pendidikan Islam yang di
lakukan di madrasah juga memiliki peranan yang penting dalam
mengembangkan pendidikan Islam.
Dalam perkembangannya sistem madrasah ini dibedakan menjadi dua
macam yaitu Madrasah Diniyah dan madrasah yang di samping memberikan
pendidikan dan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum.
Pendidikan Islam bagi bangsa Indonesia merupakan modal dasar
yang menjadi tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian
aspirasi bangsa. Pendidikan Islam memberi motivasi hidup dan kehidupan
serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diri yang amat
penting.
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
pembentukan moral dan pembangunan generasi muda, oleh karena itu
pendidikan Islam harus dilaksanakan secara intensif terprogram, untuk
memperoleh hasil yang sempurna.
Pada dasarnya inti dari materi – materi pendidikan Islam mencakup 3
aspek yaitu :
52Ibid., hlm. 211. 53Ibid., hlm. 217.
45
1. Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter
manusia yang baik berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh dan berkesinambungan antara perasaan dan akal
pikiran serta antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akalan
pikiran serta antara dunia dengan akhirat.
3. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.54
Pendidikan Islam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
pembentukan moral dan pembangunan generasi muda oleh karena itu
pendidikan yang harus dilaksanakan secara intensif dan terprogram, untuk
memperoleh hasil yang sempurna. Pendidikan Islam juga bisa dilaksanakan di
Madrasah Diniyah, dimana dalam Madrasah Diniyah ini santri di didik sesuai
dengan ajaran Islam agar menjadi generasi Islam yang berkualitas dan
berakhlak baik. Peranan Madrasah Diniyah dalam pengembangan pendidikan
islam sangatlah diperlukan.
Pendidikan Madrasah Diniyah merupakan bagian dari sistem
pendidikan pesantren yang wajib di pelihara dan di pertahankan karena
lembaga ini telah terbukti mampu mencetak para kyai/ ulama, ustadz, dan
sejenisnya.55
Berbagai model dan pola pengembangan pendidikan Islam tersebut
pada dasarnya bermaksud untuk mengembangkan ajaran- ajaran dan nilai-
nilai mendasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Secara historis, madrasah diniyah sebagai institusi pendidikan Islam
merupakan perpanjangan tangan dari pondok pesantren (Islamic Boarding
School) dengan model kelembagaan dan kurikulum yang sedikit berbeda, akan
tetapi secara umum sama-sama mempunyai peran untuk menyelenggarakan
pendidikan Islam bagi masyarakat sekitarnya.
54Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, (Bandung: Nuansa, 2003),
hlm. 22. 55http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex, di akses pada tanggal 11 Maret 2009.
46
Secara sosiologis, madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi
masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari
ilmu-ilmu keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak al-
karimah (akhlak mulia).
Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan
kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi
masyarakat. Peran ini semakin tidak layak diabaikan ketika memperhatikan
kuantitas Madrasah Diniyah yang sangat tidak sedikit.56
Pendidikan madrasah diniyah memiliki peran dalam penanaman nilai-
nilai Islam lebih dini pada peserta didik. Sehingga anak didik mampu
membedakan perilaku baik dan buruk yang berkembang di masyarakat.
Membentuk kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanaman
nilai-nilai keimanan dan memberikan Tsaqafah Islamiyah (Wawasan Islami) .
Sehingga mereka mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
melalui ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah, materi lainnya juga akan
diberikan adalah dasar-dasar ilmu bahasa Arab.
Di samping itu, dengan adanya jenjang pendidikan ini diharapkan
pendidikan Islam akan kembali solid dalam memberdayakan umat Islam di
Indonesia yang sedang menuju pada masyarakat industrial dengan berbagai
tantangan etos kerja, profesionalisme dan moralitas. Karena pendidikan Islam
merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang dapat menghidupkan
keseimbangan perkembangan dalam setiap diri manusia.57
Peran Pendidikan Madrasah Diniyah dalam pengembangan
pendidikan agama Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Sebagai wahana penggalian, kajian, penguasaan ilmu-ilmu keagamaan dan
pengenalan ajaran islam (akidah, syari’ah, dan akhlak),
2. Sebagai media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama Islam,
3. Sebagai pemelihara tradisi keagamaan,
56Hayat Rukyat, “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id,
diakses tanggal 1 Oktober 2009. 57Tri, Republika Newsroom,
http://www.republika.co.id/berita/15096/madrasah_diniyah_JIC, diakses tanggal 1 Oktober 2009.
47
4. Usaha membentuk akhlak dan kepribadian,
5. Sebagai pendidikan alternatif (khusus agama).58
Madrasah dalam konteks mempersiapkan peserta didik menghadapi
perubahan jaman akibat globalisasi memiliki peran yang amat penting.
Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan peserta didik dalam menghadapi
tantangan masa depan yang lebih kompleks akan menghasilkan lulusan yang
memiliki keunggulan kompetitif dan menjadi pemimpin umat, pemimpin
bangsa yang ikut menentukan arah perkembangan bangsa ini.59
Dengan demikian, pendidikan Madrasah Diniyah sangatlah
dibutuhkan masyarakat sebagai pengontrol dan penguasaan dalam mengarungi
arus globalisasi. Dan diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan
bagi semua pihak dalam lingkungan dunia pendidikan, terutama lingkungan
dunia pendidikan Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
58Umaroh Aini, “Peran Pendidikan Diniyah dalam Pengembangan Agama Islam”,
http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359, diakses tanggal 1 Oktober 2009.
59Musthofa Imam Machali, Pedidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya, (Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media, 2004), Cet. 1, hlm. 84.
48
BAB III
PROFIL MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DAN EKSISTENSINYA
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI
KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
A. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam
1. Latar Belakang Berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji Kec.
Kedungwuni Pekalongan
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan
agama nonformal atau disebut juga lembaga pendidikan masyarakat. Pada
awal mulanya, nama madrasah ini adalah Madrasah Diniyah Salafiyah
Kranji. Kemudian berganti nama menjadi Madrasah Diniyah Nurul Anam
Kranji. Didirikan oleh K.H. Ahmad Subuki bin Kyai Sukhaemi.
Sistem kelembagaannya, berada dibawah naungan Yayasan Nurul
Anam. Antara Madrasah Diniyah Nurul Anam berdiri lebih dulu
dibandingkan dengan Yayasan Nurul Anam. Selain Madrasah Diniyah
Nurul Anam, yang berada dibawah naungan Yayasan Nurul Anam
diantaranya, Pondok Pesantren Nurul Anam, Balai Pengobatan Nurul
Anam, Madrasah Ibtidaiyah Nurul Anam dan Masjid Nurul Anam.
Madrasah Diniyah Nurul Anam Awaliyah berkedudukan di Jalan
Raya Kranji, tepatnya di Jalan Raya Kranji – Kedungwuni gang masjid
Rt/Rw 001/009 Kranji, Kecamatan Kedungwuni. Madrasah Diniyah
Wustha ‘Ulya Nurul Anam berkedudukan di Jalan Kranji Sidodai
Kedungwuni.
Dalam sistem pelaksanaan pendidikan antara Madrasah Diniyah
Awaliyah dan Madrasah Diniyah Wustha - ’Ulya dilaksanakan terpisah
pada lokasi yang terpisah, tidak berada pada lokasi yang sama. Hal ini
karena faktor gedung yang tidak mampu menampung siswa yang
berjumlah sekitar 741 siswa. Akan tetapi, Madrasah Diniyah Awaliyah
dan Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya berada pada satu sistem
kepengurusan yang sama.
49
Madrasah Diniyah Nurul Anam salah satu eksistensinya adalah
membentuk insani muslim yang berilmu pengetahuan dan berakhlak
karimah serta memperkokoh kehidupan agama demi terwujudnya
masyarakat Islam yang sehat dan dinamis.
Pada awal mulanya, Madrasah Diniyah Nurul Anam didirikan
sebagai pendidikan keagamaan non-formal adalah untuk menjawab respon
masyarakat Kranji dan sekitarnya mengenai pentingnya menanamkan
pendidikan agama pada anak sejak dini, dan agar anak-anak menganut
agama Islam karena mengikuti orang tuanya yang telah memeluk agama
Islam.
Dalam pengembangan pendidikannya, Madrasah Diniyah Nurul
Anam menyelenggarakan 3 jenjang pendidikan yaitu;
1. Madrasah Diniyah Awaliyah, yaitu pendidikan Madrasah diniyah yang
menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Dasar (SD/MI)
dengan masa pendidikan selama 6 tahun..
2. Madrasah Diniyah Wustha, yaitu pendidikan Madrasah Diniyah yang
menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Menengah
Pertama (SMP/MTs) dengan masa pendidikan selama 3 tahun.
3. Madrasah Diniyah ‘Ulya, yaitu pendidikan Madrasah Diniyah yang
menyelenggarakan pendidikan agama tingkat Sekolah Menengah Atas
(SMA/MAN) dengan masa pendidikan selama 3 tahun.
Dengan semangat yang dimiliki para pengasuh/guru Madrasah
Diniyah Nurul Anam, maka pada tanggal 7 Januari 1986, Madrasah
Diniyah Nurul Anam resmi terdaftar sebagai Lembaga Pendidikan Agama
non-formal dengan nomor ijin lembaga WK/5.e/441/Pgm/MD/1986.1
Sebenarnya Madrasah Diniyah Nurul Anam telah berdiri sejak
tahun 1937, Akan tetapi baru dapat diresmikan pada tahun 1986.
Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah Nurul Anam
mempu eksis hingga sekarang adalah merupakan hasil kerja keras dan
1Data dokumen Madrasah Diniyah Nurul Anam, “Instrument Kelembagaan Madrasah
Diniyah Nurul Anam”.
50
komitmen dari semua pihak, bagi dari pengurus, pengelola, pengajar
maupun dari pihak masyarakat.
Madrasah Diniyah Nurul Anam sering kali mengalami pasang
surut jumlah siswanya. Pada awal tahun 1968, mengalami perluasan dalam
pelaksanaan pengajarannya, pada jenjang pendidikan Wustha. Jenjang
pendidikan Wustha terbagi menjadi dua tempat yaitu, Madrasah Diniyah
Wustha Nurul Anam di jalan raya Kranji - Sidodadi dan Madrasah
Diniyah Wustha Panggung di Jl. Raya Kranji - Kedungwuni. Dan
kemudian mampu membentuk lembaga pendidikan sendiri yaitu lembaga
pendidikan Madrasah Tsanawiyah Walisongo Kedungwuni. Dan terdaftar
resmi sebagai lembaga pendidikan formal. Disamping itu, terbentuk juga
lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP) Walisongo
Kedungwuni yang beralamatkan di Jalan Raya Podo, Kedungwuni.
Hal tersebut membuktikan bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam
mampu menunjukkan eksistensinya sehingga sekarang dan merupakan
akar dari terbentuknya sekolah-sekolah formal, yaitu Madrasah
Tsanawiyah Walisongo Kedungwuni dan SMP Walisongo Kedungwuni.
2. Visi, Misi dan Tujuan
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan sebuah lembaga
pendidikan yang didirikan dengan visi, misi dan tujuan sebagai berikut;
a. Visi :
Progesivisme, esensialisme, dan parenialisme tarbiyah Islamiyah.
b. Misi :
1) Membentuk insan yang berilmu pengetahuan dan berakhlakul
karimah, serta memperkokoh kehidupan agama (spiritual) demi
mewujudkan masyarakat Islam yang sehat dan dinamis.
2) Menumbuhkan semangat ilmiah (science spirit) pada santri serta
mendorong untuk mengkaji berbagai disiplin ilmu.
3) Melaksanakan pendidikan yang berorientasi sebagai bekal
kehidupan dunia dan akhirat, sehingga tercipta kerukunan yang
51
berdasarkan kebenaran, keadilan, kasih sayang, toleransi,
kerjasama dan saling hormat menghormati.
c. Tujuan
1) Mengembangkan iklim belajar yang kondusif, yang berakar pad al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
2) Menyiapkan tamatan yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
sesuai dengan standar keahlian dan kejujuran.
3) Mewujudkan pelayanan dalam upaya memaksimalkan
pemberdayaan sumber daya manusia.
4) Mencetak tamatan agar mampu dan memiliki kemampuan yang
profesional dan berwawasan masa depan yang berakhlakul
karimah.2
3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji adalah Lembaga
Pendidikan Keagamaan non-formal yang diselenggarakan oleh Yayasan
Nurul Anam, yang dipimpin oleh Kepala Madrasah yang berada dibawah
dan bertanggung jawab langsung kepada pengurus Yayasan Nurul Anam
yang memiliki wewenang sebagai asistensi bidang pendidikan.
Tugas pokok Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah
menyelenggarakan pendidikan akademik dalam sejumlah disiplin ilmu
keagamaan.
Untuk dapat melaksanakan Tugas Pokok tersebut, Madrasah
Diniyah Nurul Anam Kranji mempunyai fungsi;
a. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan keagamaan.
b. Melaksanakan pembinaan dan kebebasan akademik dalam rangka
pengembangan ilmu.
c. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat.
d. Melaksanakan pembinaan pengurus, kepala madrasah, ustadz dan
santri dan hubungannya dengan masyarakat.
2Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam
52
e. Melaksanakan kegiatan layanan administrasi.
4. Kondisi Umum Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji
a. Letak Geografis
Madrasah Diniyah Nurul Anam terletak pada kondisi yang
strategis, dimana letak Madrasah Diniyah tersebut dibatasi oleh
beberapa wilayah. Adapun batas-batas letak geografis Madrasah
Diniyah Nurul Anam adalah sebagai berikut;
1. Sebelah Utara : Capgawen
2. Sebelah Selatan : Pakisputih
3. Sebelah Barat : Sidodadi
4. Sebelah Timur : Paesan
Madrasah Diniyah Nurul Anam tepatnya beralamatkan di
jalan Raya Kranji – Kedungwuni, Gang Masjid Kranji Kedungwuni.
Letak Madrasah Diniyah Nurul Anam dapat dijangkau oleh
transportasi dan berada di pusat keramaian. Dimana di lingkungan
sekitar Madrasah Diniyah Nurul Anam terdapat banyak lembaga
pendidikan umum dan lembaga pendidikan keagamaan. Diantaranya
pondok pesantren TPQ, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,
Sekolah Menengah Pertama, Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.
Disamping lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, terdapat
lembaga layanan masyarakat disekitar wilayah Madrasah Diniyah
Nurul Anam seperti Balai Pengobatan, Kantor Kelurahan, Kantor Pos,
Dinas Pekerjaan Umum dan Kantor Kawedanan.3
Selain itu, lingkungan sekitar Madrasah Diniyah Nurul Anam
didominasi oleh usaha rumahan atau konveksi, bak konveksi batik,
konveksi kemeja maupun konveksi jeans.
Berdasarkan letak geografis tersebut, hal ini memudahkan
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam penyebaran informasi
3Hasil wawancara dengan Bapak Lukman, ketua Rt 001 Rw 009, pada tanggal 31 Oktober
2009.
53
pendidikan karena letaknya yang strategis dan dapat dijangkau oleh
transportasi.
b. Keadaan Guru/Ustadz dan Santri
1) Guru/Ustadz
Ustadz yang mengajar di Madrasah Diniyah Nurul Anam
berasal dari desa sekitar Madrasah Diniyah, mayoritas berasal dari
desa Kranji, dimana Kranji tersebut adalah tempat berdirinya
Madrasah Diniyah Nurul Anam.
Data keseluruhan Ustadz/Ustadzah sekitar 38 orang. Dengan
rincian 11 orang ustadzah dan 27 orang ustadz. Latar belakang
pendidikan pengajar sangat beragam. Akan tetapi pengajar
mayoritas merupakan lulusan dari pesantren, baik pondok
pesantren yang di Jawa Tengah maupun di luar Jawa Tengah.
Selain pengajar yang berbasis pesantren terdapat juga pengajar
yang lulusan dari SMP, MTS, SMA, SMU, MA, D2, dan S1, tetapi
para pengajar juga memiliki kompetensi dalam pendidikan Islam.
Mata pelajaran yang diampu oleh masing-masing pengajar
disesuaikan dengan kompetensi masing-masing pengajar.
Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan
keagamaan yang mengadakan kegiatan belajar mengajar di waktu
sore, mulai pukul 14.30 WIB, hingga malam sekitar pukul 20.00
WIB, sehingga para pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam
selain mengajar di waktu sore di Madrasah Diniyah Nurul Anam,
ada beberapa pengajar yang juga mengajar di sekolah-sekolah pagi,
seperti mengajar di MI Nurul Anam Kranji, di MTs Walisongo
Kedungwuni. Dan juga ada beberapa pengajar yang mengajar di
pondok pesantren, seperti Ustadzah Hj. Najihah, beliau adalah
kepala Madrasah Diniyah Nurul Anam 02, sebagai pengajar mata
pelajaran Nahwu Sharaf di Madrasah Diniyah Nurul Anam 02,
54
beliau juga mengajar pelajaran fiqh di pondok pesantren Asmaul
Husna Kranji.
Adapun data persebaran Ustadz/Ustadzah beserta latar belakang
pendidikan dan mata pelajaran yang diampu adalah sebagai
berikut:
Data Ustadz Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 01
Kranji
No. Nama Pendidikan Mata Pelajaran
1 H. Mustaqim MA/Pesantren Al-Qur’an Tajwid, Tafsir
2 Romadhan Yasin Pesantren Imla’, Tauhid, Fiqh
3 Haman Tauhid SMP/ Pesantren Tahaji, Bahasa Arab,
Akhlak, Fiqh
4 Badruzzaman S.1/ Pesantren Akhlak
5 Mu’azim MTs/ Pesantren Bahasa Arab, Akhlak,
Kaligrafi
6 Masykur Sumarno MTs/ Pesantren Tauhid, Nahwu, Fiqh,
Hadits
7 Chafidz Akhwan MTs/ Pesantren Fiqh, Tarikh, Tafsir
8 Miftah Mz MTs/ Pesantren Tauhid, Fiqh, Akhlak,
Hadits
9 Misykat Salim Pesantren Bahasa Arab, Kaligrafi
10 H. Jundi Sa’ad SMP/ Pesantren Al-Qur’an Tajwid
11 Hasan Mahali SMA/ Pesantren Al-Qur’an, Akhlak
12 A. Dimyati MTs/ Pesantren Kepala Madrasah/Nahwu
Sharaf
13 Moch. Dalhal Pesantren Tafsir
14 M. Arwani SMU/ Pesantren Tata Usaha,Tauhid
Madrasah Diniyah Nurul Anam 01 merupakan Madrasah
Diniyah yang menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang
55
dimulai pada pukul 18.20 WIB hingga pukul 19.40 WIB. Madrasah
Diniyah Nurul Anam 01 ini disebut juga Madrasah Diniyah
Awaliyah Putra, karena semua pengajar dan santri adalah putra.
Dan gedung yang digunakan bergantian dengan Madrasah diniyah
Awaliyah Nurul Anam 02 atau Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul
Anam Putri yang kegiatan belajar-mengajarnya dilaksanakan pad
sore hari mulai pukul 14.30 WIB hingga pukul 16.15 WIB.
Data Ustadzah Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 Kranji
No. Nama Pendidikan Mata Pelajaran
1 Hj. Najihah MTs/ Pesantren Kepala Madrasah/Nahwu Sharaf
2 Siti Tadzkiroh MTs/ Pesantren Tafsir
3 Isyna Hida SMU/ Pesantren Tauhid
4 Nailatul Muna SMU/ Pesantren Tarikh Nabi
5 Nur Khofidhoh MAN/ Pesantren Akhlak
6 Maghfirah MA/ Pesantren Hadits
7 Siti Farichah D2/ Pesantren Tahaji
8 Alimah MA/ Pesantren Fiqh
9 Ainu Zumrudah SMA/ Pesantren Alkhot/Imla’/Tafsir
10 Mucfidhah SMU/ Pesantren Al-Qur’an/Tajwid
11 Miftahur Rohmah SMU/ Pesantren Bahasa Arab
Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 adalah
Madrasah Diniyah Awaliyah putri, karena semua pengajar dan
siswanya adalah putri. Proses belajar mengajar dilaksanakan pad
sore hari mulai pukul 14.30 WIB hingga 16.15 WIB.
56
Data Ustadz Madrasah Diniyah Wustha – ‘Ulya Nurul Anam Kranji
No Nama Pendidikan Mata Pelajaran
1 M. Afnan Ponpes Rembang Tarikh
2 Muh. Mawahib Afandi, Shi S.1 STAIN Pekalongan Kepala Madrasah/Tauhid
3 Musta’in Jazuli Ponpes Kediri Akhlak, Fiqh, Hadits
4 Moh. Khanafi Ponpes Sarang Tauhid, Faroidh
5 A. Duroidi Atsani Ponpes Tuban Nahwu, Tauhid
6 Ridho Budiono Badawi SMA/Ponpes Fiqh
7 Moh. Azmi Fahmi, S. Ag S.1/AIA Jakarta Akhlak, Tafsir, Fiqh
8 M. Mawardi Ponpes Langitan Aswaja, Risalatul
Mahaidl
9 Ali Efendi Ponpes Parakan Tauhid, Nahwu
10 Moh. Sulaiman Ponpes Tegalrejo Sharaf
11 M. Ishaq Isfiriyoni Lc S.1 Al-Azhar Kairo Mesir B. Arab
12 M. Mudaris Lc S.1 Al-Azhar Kairo Mesir Nahwu
13 Sugeng Kurniawan SMP/Pesantren Tata Usaha
Pengajar Madrasah Diniyah Wustha juga merangkap sebagai
pengajar Madrasah Diniyah ‘Ulya. Pengajarnya semua adalah putra
dan untuk santrinya adalah putra-putri. Untuk kelas yang Wustha
antara santri yang putra dan santri yang putri dipisahkan,
sedangkan untuk kelas yang ‘Ulya antara santri putra dan putri
digabung menjadi satu kelas.
Dilihat dari latar belakang pendidikan para pengajar, dapat
diketahui bahwa para pengajar Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul
Anam adalah kompeten di bidang mata pelajaran yang diampunya.
Dan semua pengajar memiliki ijazah pendidik Madrasah Diniyah
sebagai salah satu syarat untuk menjadi pengajar di Madrasah
Diniyah Awaliyah Nurul Anam. Karena seorang pengajar harus
memiliki kompetensi di bidang mata pelajaran yang diajarkannya.
57
2) Santri
Santri di Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam
mayoritas berasal dari desa Kranji, dari berbagai desa di sekitar
Kranji misalnya, Prawasan, Capgawen, Paesan, Sidodadi,
Karangdadap, Jrebeng Kembang, Rogobayan, Pakis Putih,
Kedungwuni, Simbang Kulon, Pekajangan, dan desa-desa lainnya.
Mayoritas santri adalah siswa sekolah pagi. Untuk madrasah
Diniyah Awaliyah adalah santri yang berlatarbelakang sekolah
Dasar (SD) atau setaranya, Madrasah Dinyah Wustha adalah santri
yang berlatar belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
setaranya, dan Madrasah Dinyah ‘Ulya adalah santri yang
berlatarbelakang Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setaranya.
Latar belakang ekonomipun siswa beragam, dari berbagai
kalangan, dari kalangan ekonomi sedang hingga menengah ke atas.
Disamping itu, tingkat kemampuan atau kecerdasan santripun
berbeda-beda, hal ini dikarenakan santri berasal dari kalangan
keluarga yang berbeda juga, ada yang berasal dari keluarga Ustadz/
kyai, ada yang dari keluarga guru/pegawai dan juga dari keluarga
buruh/kaum awam.
Sebagian besar santri menempuh perjalanan ke Madrasah
Diniyah Nurul Anam dengan sepeda. Mereka berangkat bersama-
temannya yang satu desa, secara rombongan. Sebagian kecil ada
yang diantar jemput. Bisanya santri yang diantar jemput oleh
keluarganya adalah santri Madrasah Diniyah Awaliyah kelas 1 atau
kelas 2.
Banyak prestasi-prestasi yang pernah diraih oleh santri-santri
Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya piala dan piagam yang terpajang di kantor Madrasah
Diniyah Nurul Anam. Diantaranya, lomba yang diikuti oleh
Madrasah Diniyah se-Kecamatan Kedungwani. Adapun prestasi
58
yang diraih diantaranya adalah juara I lomba BTQ, juara I lomba
Pidato Bahasa Arab, juara I lomba Adzan, juara II lomba Kaligrafi,
dan prestasi-prestasi lainnya.
Jumlah keseluruhan santri Madrasah Diniyah Nurul Anam
tahun 2009 mencapai 741 santri. Adapun rincian jumlah santri
untuk masing-masing jenjang pendidikan adalah sebagai berikut :4
Jumlah Santri Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (Putra)
Kelas Santri I II III A III B IV V VI
38 44 23 34 39 39 28
Jumlah 245 Jumlah Santri Madrasah Diniyah Awaliyah 02 (Putri)
Kelas Santri I II III A III B III C IV A IV B V VI
39 45 40 30 26 32 30 41 30
Jumlah 313
Jumlah Santri Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya
Kelas Jenjang Pendidikan
I II III Jumlah Pa Pi Pa Pi Pa Pi
Madrasah Diniyah Wustha 30 30 17 25 24 17 143 Madrasah Diniyah Ulya 16 26 - - - - 40
Dilihat dari data santri di atas dapat diketahui bahwa
Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji merupakan lembaga
4Data Statistik Santri Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji.
59
pendidikan nonformal yang mampu menunjukkan eksistensinya
sebagai lembaga pendidikan masyarakat. Hal ini juga
dilatarbelakangi oleh para pengajar yang benar-benar memiliki
kompetensi dan komitmen dalam pengembangan pendidikan Islam.
c. Sarana dan Prasarana
Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki dua (2) gedung untuk
tiga jenjang pendidikan. Satu gedung untuk Madrasah Diniyah
Awaliyah dan satu gedungnya lagi untuk Madrasah Diniyah Wustha
dan ‘Ulya.
Antara Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 01 dan
Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam 02 berada pada gedung yang
sama. Akan tetapi kegiatan belajar mengajar bergantian. Untuk
Madrasah Diniyah Awaliyah (02) putri kegiatan belajar mengajar
berlangsung pada sore hari yaitu mulai pukul 15.30 hingga pukul 16.15
WIB. Sedangkan untuk Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (Putra)
berlangsung pada malam hari yaitu mulai pukul 18.20 hingga 19.40
WIB.
Gedung digunakan untuk kegiatan pembelajaran Madrasah
Diniyah Awaliyah 01 dan Madrasah Diniyah Awaliyah 02, pada
paginya juga digunakan untuk kegiatan pembelajaran MI Nurul Anam
I Kranji. Jumlah ruang kelas untuk Madrasah Diniyah Awaliyah ada 7
ruang kelas, dan untuk kelas yang memiliki 2 atau 3 kelas, misalnya
kelas III ada III A, III B, III C, kelas IV da kelas IV A da IV B, proses
kegiatan pembelajarannya dimulai lebih awal. Untuk kelas III B putri
dan IV B putri, dimulai pukul 14.30 WIB.
Selain memiliki 7 ruang kelas, Madrasah Diniyah Awaliyah juga
memiliki 1 ruang kantor, yang digunakan sebagai ruang guru, ruang
tamu, dan juga ruang administrasi. Untuk perpustakaan belum ada,
karena buku-buku yang dimiliki Madrasah Diniyah Awaliyah hanya
buku-buku pedoman dan penunjang pelajaran atau buku pegangan
guru dalam mengajar materi. Sehingga buku-buku tersebut diletakkan
60
di kantor. Madrasah Diniyah Awaliyah juga memiliki seperangkat
komputer sebagai penunjang kegiatan akademik dan administrasi
Madrasah.
Seperti yang telah dijelaskan di depan, bahwa Madrasah Diniyah
Awaliyah memiliki 2 gedung untuk 3 jenjang pendidikan. Gedung
yang pertama adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (putra) dan Madrasah
Diniyah Awaliyah 02 (putri) dengan sistem pergantian waktu, yaitu
waktu sore untuk santri putri dan malam untuk santri putra.
Untuk Madrasah Diniyah Wustha dan ‘Ulya kegiatan
pembelajarannya berada di gedung yang berbeda. Dimana untuk
paginya, gedung ini juga digunakan untuk kegiatan pembelajaran MI
02 Kranji. Madrasah Diniyah Wustha - ‘Ulya memiliki 7 ruang kelas,
3 ruang kelas untuk kelas Wustha I, II dan III putri, 3 ruang kelas
untuk kelas wustha I,II dan III putra dan 1 ruang kelas untuk ‘Ulya.
Pada dasarnya semua santri putra dan putri terpisahkan. Akan tetapi
untuk Madrasah Diniyah Ulya, santri putra dan putri dicampur dalam
satu ruang kelas karena dilihat dari jumlah siswanya yang sedikit.
Sama halnya dengan Madrasah Diniyah Awaliyah, Madrasah Diniyah
Wustha – ‘Ulya juga memiliki 1 ruangan untuk kantor, ruang guru, dan
kantor administrasi.
Sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran di kelas
antara lain, papan tulis hitam, meja siswa dan meja guru. Selain itu, di
Madrasah Diniyah Nurul Anam juga memiliki fasilitas tempat parkir,
karena sebagian besar santri membawa sepeda.
d. Proses Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam
sebagian besar pembelajarannya dilaksanakan di kelas (klasikal).
Adapun metode pembelajarannya disesuaikan dengan kompetensi
masing-masing pengajar. Ada yang menggunakan metode ceramah
interaktif, metode diskusi, dan metode pembelajaran lainnya.
61
Kurikulum yang dikembangkan di Madrasah Diniyah Nurul
Anam adalah kurikulum intern, yaitu kurikulum yang dikembangkan
sendiri yang dilakukan oleh disesuaikan dengan tingkat kemampuan
siswa, atas dasar hasil rapat para pengajar.
Untuk materi yang diajarkan untuk masing-masing jenjang
pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Madrasah Diniyah Awaliyah: Fiqih, Tauhid, Hadits, Tarikh,
Nahwu, Sharaf, Bahasa Arab, Tafsir, al-Qur'an / Tajwid, Akhlak,
Khot, Tahaji.
2) Madrasah Diniyah Wustha: Nahwu, Sharaf, Fiqh, Taukhid,
Akhlak, Tafsir, al-Qur'an, Bahasa Arab dan Hadits.
3) Madrasah Diniyah ‘Ulya: Akhlak, Faraidh, Hujjah Ahlussunah
Wal Jama'ah, Fiqh, Tarikh dan Risalatul Mahaidl.
Proses pembelajaran untuk sistem evaluasi dilaksanakan 2 kali
dalam satu tahun, yaitu ujian semester I dan ujian semester 2.
Madrasah Diniyah Awaliyah 01 (putra) dimulai pukul 18.20 hingga
19.40 WIB, Madrasah Diniyah Awaliah 02 (putri) dimulai pukul 15.30
hingga 16.15 WIB, dan untuk Madrasah Diniyah Wustha – ‘Ulya
berlangsung pada pukul 18.20 hingga 19.40 WIB.
Adapun para pengajarnya untuk masing-masing jenjang
pendidikan telah dijelaskan di sub bab keadaan ustadz dan santri
B. Eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan
Pendidikan Islam di Kranji
1. Pengembangan Pendidikan Islam di Masyarakat Kranji
Kranji adalah salah satu Desa di Kecamatan Kedungwuni yang
merupakan desa kawasan Industri. Dimana sebagian besar penduduknya
adalah pengusaha konveksi atau garmen. Jumlah penduduk Kranji hampir
mencapai sekitar 2000 penduduk. Dari segi ekonomi, warga Kranji
berekonomi sedang hingga menengah ke atas. Hal ini dapat dilihat dari
jenis mata pencaharian warga Kranji, 75 % adalah pengusaha konveksi /
62
wiraswasta / dagang, 20 % adalah pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sisanya
5 % adalah buruh.
Dilihat dari segi pendidikan, Kranji adalah suatu desa yang
merupakan pusat pendidikan agama. Di kawasan Kranji ini terdapat
beberapa Pondok Pesantren diantaranya Pondok Pesantren Asmaul Husna,
TPQ Pendidikan Nurul Anam, Madrasah Tsanawiyah Walisongo,
Madrasah Ibtidaiyah Nurul Anam, dan lembaga pendidikan keagamaan
lainnya. Yang mana lembaga-lembaga pendidikan tersebut berdiri setelah
adanya eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagai lembaga
pendidikan masyarakat.
Sebagian besar warga Kranji adalah lulusan sekolah menengah
atas atau setaranya, dan hanya beberapa saja yang lulusan sekolah
menengah pertama. Disamping itu juga, untuk saat ini banyak dari warga
Kranji yang melanjutkan pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi,
seperti UNNES, UNDIP, IAIN, STAIN Pekalongan, Sekolah Tinggi
Kejuruan, dan bahkan ada beberapa yang melanjutkan pendidikan di Al
Azhar, Kairo, Mesir. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penduduk
Kranji dari segi pendidikan, cukup maju.
Sebagaimana yang dituturkan oleh Bapak Choiron Ikhwan bahwa
perkembangan tingkat pendidikan masyarakat Kranji mengalami kemajuan
yang baik. Dulu sebagian besar masyarakat Kranji, sekitar 80 %
berpendidikan pondok pesantren dan 20 % berpendidikan sekolah umum.
Sekarang menjadi 75 % masyarakat berpendidikan sekolah umum dan 25
% berpendidikan pondok pesantren.
Kranji sebagai salah satu pusat pendidikan agama, di mana dalam
masyarakat Kranji terdapat banyak kegiatan keagamaan dan dalam
penerapannya bertujuan untuk mengembangkan pendidikan Islam yang
telah ada di masyarakat Kranji.
Pengembangan pendidikan Islam yang ada di masyarakat Kranji
ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: pengajian, pondok pesantren,
Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim, dan organisasi masyarakat/organisasi
63
pemuda.5 Pengajian yang ada bentuknya meliputi : thariqah, pengajian al-
Qur’an dan pengajian memperingati Hari Besar Islam seperti Isra’ Mi’raj
dan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di samping itu, terdapat pengajian
rutin setiap harinya, yang dilaksanakan sesuai pembagian dusun, yang
meliputi, pengajian ibu-ibu Kranji Timur, pengajian Ibu-ibu Kranji
Tengah, Pengajian Ibu-ibu Kranji Pondok dan Pengajian Ibu-ibu Kranji
Kaum. Selain itu terdapat juga pengajian Pemuda Ansor.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang ada di Kranji
dikhususkan pada menghafal al-Qur’an dan pengkajian ilmu-ilmu
pendidikan Islam yang murni.
Bentuk dan pengajian dan pesantren ini di masyarakat Kranji
menyebabkan adanya berbagai macam kegiatan keagamaan seperti
berjanji, dhibaan, tahlilan, dan mendatangi rumah-rumah para pemuka
agama/tokoh agama bagi mereka yang ingin membaca al-Qur’an dengan
benar terutama di kalangan anak-anak.
Madrasah Diniyah yang ada di masyarakat Kranji merupakan
suatu lembaga pendidikan agama yang melaksanakan kegiatan pendidikan
yang mengkaji ajaran agama Islam seperti aqidah, syariah dan akhlak serta
penguasaan ilmu-ilmu keagamaan lainnya dengan tidak menambah mata
pelajaran umum.
Kehidupan masyarakat Kranji sangat religius sehingga Kranji
disebut sebagai kawasan santri. Karena pada dasarnya di Kranji terdapat
banyak kyai dan ulama’. Demikian juga dengan kegiatan pengembangan
pendidikan Islamnya sangatlah baik. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
kegiatan keagamaan dan pendidikan yang berkembang di Kranji. Kegiatan
keagamaan yang telah berjalan di masyarakat Kranji sangat menyeluruh
dan mencakup berbagai usia. Dari anak remaja, hingga orang tua. Untuk
anak-anak dalam hal ini anak usia sekolah dasar sendiri terdapat kegiatan
Berzanzi, yasin, tahlil dan pengajian al-Qur’an. Begitu juga bagi Remaja,
5Sebagaimana hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakat dan sebagian warga masyarakat Kranji, pada tanggal 29 Oktober - 4 November 2009.
64
terdapat kegiatan keagamaan diantaranya yasin, tahlil, berzanzi, majlis
ta’lim al-Murtasyidin, pengajian pemuda Ansor, IPNU, IPPNU dan
kegiatan keagamaan lainnya. Dan untuk pelaksanaannya pun remaja putra
sendiri dan remaja putri sendiri. Untuk kaum orang tua baik untuk jama’ah
ibu-ibu maupun jamaah Bapak-bapak juga berjalan berbagai kegiatan
keagamaan seperti pengajian rutin Ibu-ibu Kranji dengan pembagian
masing-masing dusun, berzanzi, tahlil, yasin, khatmil Qur’an, sama halnya
untuk kaum Ibu-ibu. Untuk kaum Bapak-bapak juga berjalan kegiatan
keagamaan, akan tetap untuk pelaksanaannya pada malam hari dan untuk
ibu-ibu, pelaksanaannya pada siang atau sore hari.
2. Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan Pendidikan
Islam di Kranji.
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan
keagamaan yang telah ada di Kranji sejak tahun 1937 dan tetap eksis
hingga sekarang. Dan keberadaannya pun mempunyai peran yang besar
dalam pengembangan pendidikan Islam.
Pada awal mula berdirinya, Madrasah Diniyah Nurul Anam
ditujukan untuk mengarahkan peserta didik/santri dalam mendalami
ajaran-ajaran agama Islam dengan benar. Karena pada dasarnya, anak
terlahir dari orang yang sudah memeluk agama Islam dan secara langsung
anak juga memeluk agama yang sama dengan agama Islam. Sehingga
dengan adanya Madrasah Diniyah Nurul Anam yang dalam
pembelajarannya terdapat pengkajian dan pengenalan ajaran Islam.
Dengan demikian, anak memiliki benteng aqidah Islam yang kuat dan
mampu menjalankan kepercayaannya sesuai dengan nilai-nilai agama
Islam.
Dilihat dari perkembangan jumlah santrinya pun setiap tahun
ajarannya mengalami kenaikan, hal ini juga menunjukkan kepercayaan
masyarakat Kranji dan sekitarnya akan kualitas dan eksistensi Madrasah
Diniyah Nurul Anam.
65
Pendidikan keagamaan yang ada di Madrasah Diniyah Nurul
Anam merupakan media yang paling mengena dan berpengaruh di
masyarakat Kranji dalam proses pengembangan pendidikan Islam terhadap
anak-anak mereka sebagai usaha memupuk keimanan dan kepercayaan
sejak dini pada anak.
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam eksistensinya sebagai
lembaga pendidikan masyarakat, memiliki peran yang sangat penting
dalam pendidikan Islam di Kranji. Hal ini dapat dilihat dari adanya
berbagai macam kegiatan keagamaan di Kranji yang tidak lepas dari Peran
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam menanamkan nilai-nilai agama
Islam pada santri-santri sejak dini, dan mengajarkan pendidikan al-Qur'an,
yang mampu mencetak santri-santri yang memiliki benteng aqidah
Isalmiyah, mampu memahami ajaran Islam dan berakhlakul karimah.
Selain itu, dilihat dari latar belakang santri, yang berasal dari
keluarga yang berbeda-beda dalam tingkat pendidikannya. Madrasah
Diniyah Nurul Anam mempunyai peran sebagai pendidikan alternatif bagi
santri yang tidak terpenuhi pendidikan agamanya pada saat mengikuti
pendidikan formalnya, seperti: di SD, SMP, dan SMA. Sehingga hal ini
menjadi solusi terbaik bagi orang tua dalam menanamkan aqidah
Islamiyah pada anak mereka sebagai benteng dan pondasi dalam
menghadapi perkembangan zaman. Agar tidak mudah terpengaruh pada
hal-hal yang negatif, seperti kenakalan remaja, perkosaan, pencurian, dan
perilaku negatif lainnya.
Keberadaan Madrasah Diniyah Nurul Anam sangat berpengaruh
dalam kehidupan sosial masyarakat Kranji. Dengan dilaksanakannya
pendidikan di Madrasah Diniyah tersebut, kondisi desa Kranji lebih
religius. Banyak kegiatan keagamaan yang dilaksanakan dalam
masyarakat Kranji. Selain itu, eksistensi Madrasah Diniyah Nurul Anam
sebagai lembaga pendidikan masyarakat mampu menumbuhkan
kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di Madrasah
Diniyah tersebut.
66
Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu Kun, orang tua dari M.
Sabil, siswa kelas V Madrasah Diniyah Awaliyah bahwa Madrasah
Diniyah Nurul Anam memiliki kualitas yang baik dalam pelaksanaan
pendidikannya, serta mampu mencetak lulusan yang benar – benar
mempunyai pengetahuan dan pemahaman agama Islam dan memiliki
akhlak yang sesuai dengan nilai – nilai Islam dalam kehidupan masyarakat
Kranji.
Selaku tokoh agama di desa Kranji, Bapak H. Ikhsan juga
menuturkan bahwa madrasah diniyah memiliki peran yang tidak dapat
diabaikan dalam pengembangan pendidikan Islam karena Madrasah
Diniyah Nurul Anam merupakan embrio dari terbentuknya sekolah –
sekolah umum, yaitu SMP Walisongo dan MTs Walisongo Kedungwuni.
Dalam proses pembelajarannya, Madrasah Diniyah Nurul Anam,
dapat diketahui bahwa pengembangan Pendidikan Islam yang merupakan
salah satu eksistensinya sebagai lembaga pendidikan keagamaan di
masyarakat terlihat jelas dengan adanya materi-materi keislaman lainnya
selain materi aqidah, syariah dan akhlak, yaitu: materi Nahwu Sharaf,
Risalatul Mahaidh, Hujjah Ahlussunnah wal jama’ah, Tarikh. Beberapa
materi tersebut tidak diajarkan dalam sekolah-sekolah umum atau sekolah
formal.
Disamping itu juga, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam
latar belakang berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam, bahwasanya
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan embrio dari lahirnya Madrasah
Tsanawiyah Walisongo dan SMP Walisongo Kedungwuni, yang dalam
eksistensi kedua lembaga pendidikan formal ini salah satunya adalah
pengembangan pendidikan Islam.
67
BAB IV
ANALISIS TERHADAP PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM
DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI
KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN
Sebagaimana dijelaskan dalam bab II bahwa melalui pendekatan sosio
historis, Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas
pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat.
Obyek yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Madrasah Diniyah
Nurul Anam dan karena teknis metodologis, maka peneliti mengambil sampel di
Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji kecamatan Kedungwuni Pekalongan. Yang
menjadi alasan pemilihan sampel ini adalah karena Madrasah Diniyah Nurul
Anam merupakan salah satu diantara Madrasah Diniyah di Pekalongan yang
memiliki eksistensi sangat besar dalam pengembangan pendidikan Islam di Kranji
pada khususnya dan masyarakat Islam pada umumnya.
Bab IV ini berangkat dari kata-kata yang dipaparkan pada bab I, bab II dan
bab III. Sehingga tidak menafikan adanya pengulangan kalimat dari bab
sebelumnya dalam bab analisis ini akan dikemukakan analisis di seputar rumusan
masalah yang diajukan yaitu: Analisis pengembangan pendidikan Islam di desa
Kranji dan analisis peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
pendidikan Islam di desa Kranji.
A. Analisis Pengembangan Pendidikan Islam di Desa Kranji
Kranji merupakan salah satu desa di kabupaten Pekalongan yang
dilihat dari tingkat religiusitas nya sangat tinggi. Hal ini dilihat dari banyaknya
lembaga pendidikan baik lembaga pendidikan umum maupun lembaga
pendidikan agama, banyaknya kegiatan keislaman yang dilaksanakan di desa
Kranji, kondisi sosial masayarakat di desa Kranji serta banyak ulama
kyai/tokoh agama terkemuka di Pekalongan yang merupakan warga Kranji.
Sehingga desa Kranji disebut sebagai salah satu tempat pusat pendidikan
Islam.
68
Sekitar 80 % penduduk Kranji mempunyai basic pendidikan pesantren
dan 20 % masyarakat awam. Dengan demikian, desa Kranji dapat juga disebut
sebagai desa kawasan santri. Pengembangan pendidikan Islam yang di desa
Kranji ditempuh melalui beberapa cara, meliputi: Pengajian, Pesantren,
Madrasah Diniyah, Majelis Ta’lim dan Organisasi Masyarakat/Organisasi
Pemuda.
Bentuk pengajian yang terdapat di desa Kranji meliputi: thariqah,
pengajian al-Qur’an dan pengajian memperingati Hari Besar Islam seperti
Peringatan Isra’ Mi’raj dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu, dalam masyarakat Kranji juga terdapat pengajian dalam rangka
memperingati hari kematian sesepuh desa/pendiri desa/ulama yang memiliki
pengaruh besar bagi masyarakat Kranji. Pengajian ini sering disebut dengan
sebutan “Khaul”. Misalnya Khaul Mbah Nurul Anam, selaku pendiri Pondok
Pesantren Nurul Anam.
Selain itu, di desa Kranji juga terdapat kegiatan pengajian rutin yang
dilaksanakan setiap hari dan dalam pelaksanaannya terdapat pengajian ibu-ibu,
pengajian Bapak-bapak dan pengajian remaja usai sekolah dasar hingga
pemuda dewasa.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dimasyarakat Kranji yang
merupakan salah satu wahana pengembangan pendidikan Islam di Kranji.
Dalam pelaksanaannya di pesantren diadakan pendidikan Islam melalui
Madrasah Diniyah, pengajian kitab kuning dan kegiatan ketrampilan
khithabah, barzanzi dan qiroah. Disamping itu, pendidikan di pesantren lebih
dikhususkan pada penghafalan al-Qur’an. Tujuan dari lembaga pendidikan
pesantren ini adalah pengkajian, pengenalan dan pemahaman ajaran-ajaran
Islam murni. Pendidikan Islam yang diajarkan dalam pendidikan pesantren ini
meliputi pendidikan aqidah, syari’ah dan akhlak. Dimana di dalam pondok
pesantren, santri dididik sesuai dengan ajaran Islam agar menjadi generasi
Islam yang berkualitas dan berakhlak baik. Pesantren yang ada di lingkungan
Kranji yaitu Pondok Pesantren Asmaul Husna, Pondok Pesantren Nurul Anam
dan Pondok Pesantren Baitul Muqodas.
69
Majelis Ta’lim al-Murtasyidin juga menjadi salah satu tempat dalam
pengembangan pendidikan Islam. Sistem pendidikannya lebih sederhana,
biasa berupa perkumpulan pengajian dalam suatu majelis.
Organisasi masyarakat/organisasi pemuda yang berkembang di Kranji
antara lain: Pemuda Ansor, IPNU dan IPPNU. Secara tidak langsung, dalam
Ansor, IPNU, dan IPPNU menjadi salah satu cara efektif dalam
pengembangan pendidikan islam. Karena pendidikan Islam merupkan prose
yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Dalam Ansor, IPNU maupun IPPNU terjadi interaksi sosial antara masing-
masing individu. Sehingga proses pendidikan yang terjadi dalam organisasi
pemuda ini maupun mengembangkan pendidikan Islam yang berorientasi pada
pengembangan kreativitas, kecapan dan penalaran menganalisa permasalahan
di masyarakat berdasarkan nilai-nilai keislaman.
Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji tidak hanya
ditekankan pada lembaga pendidikan saja. Akan tetapi pengembangan
pendidikan Islam yang berorientasi pada pengembangan pendidikan yang
lebih bersifat holistik. Yang artinya pendidikan ditekankan pada
pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya,
kemajemukan berfikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan
agama, kesadaran kreatif, dan produktif dan kesadaran hukum.
Meningkatnya peran serta masyarakat Kranji secara kualitatif dan
kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan dan pemberdayaan
institusi masyarakat seperti: keluarga, organisasi pemuda, pesantren,
madrasah, dan LSM, merupakan suatu upaya pengelolaan dan pengembangan
pendidikan Islam secara makro yang diorientasikan kepada terbentuknya
masyarakat yang demokratis, religius dan tangguh menghadapi lingkungan
global.
70
B. Analisis Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam Dalam Pengembangan
Pendidikan Islam Di Desa Kranji
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bab III, bahwa Madrasah
Diniyah Nurul Anam telah terdiri sejak sebelum kemerdekaan negara
Indonesia, yaitu sejak tahun 1937 M. Dihitung hingga waktu sekarang, tahun
2009, Madrasah Diniyah telah eksis selama kurang lebih 72 tahun.
Secara historis, awal mula didirikannya Madrasah Diniyah Nurul
Anam bertujuan untuk mengarahkan santri dalam mendalami ajaran-ajaran
agama Islam dengan benar. Mengarahkan fitrah anak dalam beragama, karena
pada dasarnya anak menganut agama mengikuti agama yang telah dianut oleh
orang tuanya. Madrasah Diniyah juga memfasilitasi masyarakat akan layanan
akan pendidikan agama Islam.
Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pelaksanaan pendidikannya
tidak mengacu semua pada pedoman penyelenggaran Madrasah Diniyah
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Departemen Agama.
Dalam pedoman penyelenggaraan Madrasah Diniyah, masa belajar
untuk Madrasah Diniyah Awaliyah hanya 4 tahun, Madrasah Diniyah Wustha
hanya 2 tahun dan Madrasah Diniyah ‘Ulya hanya 2 tahun.. Akan tetapi,
Madrasah Diniyah Nurul Anam menyeleggarakan pendidikan untuk Madrasah
Diniyah Awaliyah selama 6 tahun (setara dengan masa belajar pendidikan
sekolah tingkat dasar), untuk Madrasah Diniyah Wustha selama 3 tahun
(setara dengan masa belajar pendidikan sekolah tingkat menengah pertama),
dan untuk Madrasah Diniyah ‘Ulya selama 3 tahun (setara dengan masa
belajar pendidikan sekolah tingkat menengah atas) .
Madrasah Diniyah Nurul Anam sebagai lembaga pendidikan
keagamaan yang berbasis masyarakat memiliki signifikansi dalam
melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai-nilai moral etis bagi
masyarakat.
Berdasarkan dari data yang telah diperoleh melalui observasi dan
wawancara serta triangulasi, Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran
yang penting dan tidak dapat diabaikan dalam pengembangan pendidikan
Islam.
71
Melalui pendekatan sosio historis, Madrasah Diniyah Nurul Anam
memiliki peran yang kompleks dalam pengembangan pendidikan Islam sejak
awal pendirian, pada masa sekarang dan diharapkan memiliki komitmen yang
kuat dalam pengembangan pendidikan Islam untuk masa yang akan datang.
Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
pendidikan Islam dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Peran sebagai Lembaga Pentransfer Pengetahuan Agama
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan lembaga pendidikan
keagamaan yang mengajarkan pendidikan agama Islam. Dalam proses
pelaksanaannya pengajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam lebih
ditekankan pada penguasaan pendidikan agama Islam. Karena pada
dasarnya materi di Madrasah Diniyah pendidikan agama Islam yang
meliputi: al-Qur’an, Tajwid, Akhlak, Aqidah, Fiqh, Bahasa Arab, Sejarah
Kebudayaan Islam, dan Praktek Ibadah. Madrasah Diniyah Nurul Anam
tidak menambah materi pelajaran umum. Sehingga Madrasah Diniyah
Nurul Anam benar-benar menanamkan pengetahuan agama pada anak
secara mendalam.
2. Peran sebagai pelestarian ajaran Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman lembaga pendidikan pun
mengalami perkembangan. Di masyarakat banyak didirikan lembaga
pendidikan yang modern yang dari segi sarana dan prasarana, metode,
bahkan materinya pun lebih mengedepankan materi pendidikan modern.
Madrasah Diniyah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan madrasah
yang masih mempertahankan kekhasan nya yang hanya mengajarkan
materi agama Islam saja. Sehingga menjadi suatu lembaga yang eksis
dalam melestarikan ajaran Islam disamping lembaga pendidikan pesantren.
3. Peran dalam usaha pembentukan akhlakul karimah.
Madrasah Diniyah mempunyai peran dalam usaha pembentukan
Akhlakul Karimah peserta didik. Sebagaimana yang dicantumkan dalam
tujuan pendidikan Madrasah Diniyah bahwa Madrasah Diniyah memiliki
tujuan umum agar siswa memiliki sikap sebagai orang muslim dan
72
berakhlakul karimah. Dalam pelaksanaan pendidikannya, Madrasah
Diniyah berusaha mengarahkan dan membimbing siswa agar memahami,
menguasai dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam. Sehingga siswa
mampu berinteraksi dimasyarakat, serta memiliki sikap sopan santun
dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dapat terlihat pada sikap dan tingkah laku santri dalam
pergaulan nya dengan orang lain, dalam berinteraksi dengan masyarakat.
4. Peran untuk mengenalkan agama Islam secara dini.
Usia anak pada pendidikan Madrasah Diniyah Nurul Anam adalah
sekitar usia 6 tahun hingga 20 tahun. Setara dengan usia siswa sekolah
dasar. Usia 6 tahun merupakan usia yang paling efektif dalam
menanamkan pendidikan agama Islam pada anak. Disamping itu juga, usia
yang rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan. Sehingga sejak
usia 6 tahun, seorang anak perlu penanaman ajaran agama Islam secara
dini sebagai benteng agar tetap sesuai dalam koridor nilai-nilai ajaran
Islam yang disyariatkan. Belajar diwaktu kecil ibarat melukis diatas batu
sedangkan belajar diwaktu dewasa ibarat melukis diatas air. Anak usia dini
dengan kepolosan nya akan mudah menerima pengajaran dan mudah
mengingat materi yang disampaikan. Daya tangkap mereka dalam
menerima informasi sungguh luar biasa. Sehingga masa seperti ini harus
dimanfaatkan dengan baik untuk menanamkan dasar - dasar agama Islam
sedini mungkin, sehingga akan membentuk karakter anak menjadi anak
yang shaleh dan memiliki pondasi agama yang kuat.
5. Peran sebagai salah satu pilar pendidikan Islam.
Tiga pilar pendidikan Islam yaitu pendidikan keluarga, pendidikan
sekolah dan pendidikan masyarakat. Madrasah Diniyah merupakan
lembaga pendidikan Islam yang berbasis masyarakat, dimana dalam
pelaksanaannya adalah untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan
layanan pendidikan Islam. Dalam hal ini, peranan masyarakat sangatlah
penting dalam eksistensi Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan
masyarakat.
73
6. Peran untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum..
Materi agama Islam yang diajarkan di sekolah umum hanya 2 jam
pelajaran seminggu. Setiap 1 jam pelajaran waktunya 45 menit. Jadi dalam
seminggu siswa sekolah umum hanya 90 menit. Melihat kondisi tersebut
sangat kurang efektif baik, baik dalam bagi guru dalam penyampaian
materi maupun siswa dalam menerima materi pelajaran. Sehingga lulusan
dari pendidikan sekolah umum untuk pemahaman dan pengetahuan
tentang agama Islam kurang mendalam, dan untuk lulusan dari pendidikan
madrasah umum untuk pengetahuan dan pemahaman tentang agama Islam
masih setengah – setengah. Karena materi pelajaran agama yang diberikan
di sekolah umum hanya dasar-dasar nya saja. Maka dari itu, Madrasah
Diniyah Nurul Anam memberikan solusi atas permasalahan tersebut.
Karena Madrasah Diniyah Nurul Anam menyelenggarakan jenjang
pendidikan agama Islam yang setara dengan pendidikan umum.
a. Jenjang Madrasah Diniyah Awaliyah menyelenggarakan pendidikan
agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah dasar.
b. Jenjang Madrasah Diniyah Wustha menyelenggarakan pendidikan
agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah menengah
pertama.
c. Jenjang Madrasah Diniyah ‘Ulya menyelenggarakan pendidikan
agama Islam yang setara dengan pendidikan sekolah menengah atas.
Dengan demikian, pendidikan agama Islam pada siswa sekolah umum
dapat terpenuhi melalui pendidikan Madrasah Diniyah.
Berdasarkan kegiatan analisis terhadap peran Madrasah Diniyah
Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji dapat
diketahui bahwa Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran yang
sangat penting dalam pengembangan pendidikan Islam yang ada di desa
Kranji. Berbagai macam kegiatan pengembangan pendidikan Islam yang
ada di Kranji salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan
pendidikan yang dilaksanakan di Madrasah Diniyah Nurul Anam.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian – uraian yang telah dipaparkan dalam bab – bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengembangan pendidikan Islam di desa Kranji ditempuh melalui
beberapa cara, meliputi: pengajian, pesantren, Madrasah Diniyah, Majelis
Ta’lim, dan Organisasi Masyarakat/Organisasi Pemuda. Dari
pengembangan pendidikan Islam melalui pengajian, pesantren, Madrasah
Diniyah, Majelis Ta’lim, dan Organisasi Masyarakat/Organisasi Pemuda
tersebut, menyebabkan adanya berbagai macam kegiatan keagamaan di
masyarakat Kranji. Kegiatan – kegiatan keagamaan yang ada di Kranji,
bukan hanya sekedar proses pelestarian adat keislaman yang disesuaikan
dengan nilai – nilai keislaman di masyarakat Kranji. Akan tetapi sekaligus
sebagai usaha pengembangan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya,
pengembangan pendidikan Islam lebih berorientasi pada pengembangan
pendidikan yang bersifat holistik.
2. Madrasah Diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas
pendidikan Islam dan nilai – nilai moral etis keislaman bagi masyarakat.
Peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan pendidikan
Islam yaitu dengan diadakannya pendidikan al-Qur’an, pengkajian kitab
ilmu keislaman dan pengajaran bahasa Arab di Madrasah Diniyah
tersebut. Sehingga menyebabkan adanya kegiatan keagamaan seperti;
khithabah, barzanzi, qiroah, dan mukhadarah. Dan dapat diklasifikasikan
bahwa peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam pengembangan
pendidikan Islam di Kranji, sebagai berikut:
a. Sebagai lembaga pentransfer pengetahuan Agama,
b. Sebagai media pelestarian ajaran Islam,
c. Media pembentukan dan penanaman akhlaqul karimah,
d. Sebagai media pengenalan dan penanaman agama Islam secara dini,
75
e. Sebagai salah satu pilar pendidikan Islam,
f. Untuk melengkapi pendidikan agama Islam di sekolah umum.
B. Saran –saran
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang
berkompeten dalam institusi pendidikan, dengan rendah hati penulis
memberikan saran demi terlaksananya pendidikan Madrasah Diniyah yang
lebih baik sesuai dengan yang dicita – citakan di Madrasah Diniyah Nurul
Anam Kranji.
Saran –saran yang dimaksud antara lain:
1. Bagi para pengurus yayasan, kepala madrasah, pengasuh dan pengajar,
hendaklah selalu berbenah diri meningkatkan kualitas diri dan
meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan Madrasah Diniyah.
2. Bagi para mubalig/khatib dan tokoh agama, perlu memberikan
penyuluhan kepada orang tua siswa dan selalu mengimbau agar masalah
pendidikan agama putra putrinya mendapatkan perhatian yang
semestinya.
3. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar Madrasah Diniyah, peran
serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan Islam sudah baik dan
lebih ditingkatkan lagi.
4. Bagi pemerintah, khususnya pemerintah departemen agama, hendaknya
mempunyai perhatian lebih terhadap eksistensi madrasah diniyah. karena
pada dasarnya lembaga ini merupakan salah satu aset terbesar dalam
pendidikan Islam. Karena lembaga ini memiliki signifikansi dalam
melestarikan kontinuitas pendidikan Islam dan nilai –nilai moral etis bagi
masyarakat, yang selanjutnya menjadi salah satu pondasi kemajuan
bangsa yang seutuhnya.
76
C. Penutup
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah mengajarkan manusia ilmu pengetahuan. Berkat rahmat,
taufiq, dan hidayah–Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini walaupun
dalam bentuk yang cukup sederhana.
Sejujurnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih jauh dari idealitas karya ilmiah. hal ini tidak lepas dari kekurangan
dalam berbagai aspek, termasuk tidak terpenuhinya data yang dimiliki baik
data primer maupun data sekunder, disebabkan kurangnya waktu bagi penulis
untuk mencapai target ideal. Namun demikian, perlu dimaklumi bahwa pada
hakikat nya penulis telah melakukan ikhtiar semaksimal mungkin untuk
mencapai hasil karya ilmiah yang sesuai dengan tuntutan dunia akademik.
Oleh karena itu, berharap sangat kritik dan saran yang konstruktif dari semua
pihak yang kompeten, utamanya Bapak dan Ibu penguji demi kesempurnaan
skripsi ini. Semoga apa yang telah disampaikan dalam skripsi ini dapat
menambah wawasan ilmiah bagi para pembaca khususnya, dan bagi
masyarakat luas pada umumnya. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. Abdul Qodir., Turuqut Ta’lim At-Tarbiyah al-Islamiyah, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mashriyah, 1980.
Aini, Umaroh, “Peran Pendidikan Diniyah dalam Pengembangan Agama Islam”, http://www.library.walisongo.ac.id/digilib/gdl.s.i.2005.umarohaini.359, t.d.
Al-Attas, Syeh Muhammad Naquib, Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King Abdulaziz University, 1979.
_________, The Concept of Education in Islam, Malaysia: ABIM, 1991.
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Arifin, Muzayyim, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003.
_________, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, Cet. 4.
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, 1999.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid VII, Jakarta: Departemen Agama RI, 1990.
_________, Al Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2002.
Direktorat Jenderal Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005, Cet. 2.
Direktorat Pendidikan Keagamaan & Pondok Pesantren Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Administrasi Madrasah Diniyah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003a.
_________, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, Jakarta: Departemen Agama RI, 2003b.
Djunaedi, Mahfud, Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, Cet. 2.
Dokumen Madrasah Diniyah Nurul Anam “Instrumen Penyusunan Baseline Data Pendidikan Madrasah Diniyah dan Pendidikan Keagamaan”
Ghofir, Abdul dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo: Ramadhani, 1993.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2001.
http://baituna123.blogspot.com/posisi-pendidikan–Islam. html.
http://pendis.depag.go id/madrasah/ Insidex.
Imam Abi Abdillah Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Maghiroh Ibnu Baridzabah , Shahih Bukhari, Jilid I, Beirut: Darul Kutb al-Ilmiah, 1992.
Imam, Machali, Musthofa, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikir Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Yogyakarta: Presma dan Ar-Ruzz Media, 2004, Cet. I.
Ismail SM, dkk., Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. 1.
Langgunung, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Ma’mun, “Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Tlepok Wetan Kecamatan Grabag Purworejo Tentang Peran Pendidikan Madrasah Diniyah Pada Tahun 2006”, Semarang: Skripsi IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah, 2006.t.d.
Makdisi, George, The Rise of Colleges: Institution of Learning in Islam and The West, Iraq: Edinburgh University Press, 1981.
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 2001.
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan dan Pengembangan Kurikulum hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Bandung: Nuansa, 2003.
________, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Mastuhu, Pemberdayaan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta: Logos,1999.
Mursi, Muhammad Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyyah: Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-‘Arabiyyah, Kairo: ‘Alimul Kutb, 1977.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, 2001.
_________, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.5.
_________, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
_________, Sejarah Pendidikan Islam Pada Periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. I.
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Departemen P dan K, 1999.
Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji.
Rukyat, Hayat “Revitalisasi Peran Madrasah Diniyah”, http://www.madin.co.id
Steanbrink, Karel A, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, Cet. I.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & .D, Bandung: CV. Alfabeta, 2008, Cet. 6.
Sulistyowati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: CV. Buana Raya, 2005.
Syalabi, Ahmad, Al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Kairo: Maktabah an-Nahdhah al-Mashriyah, 1976.
Syukur, Fatah, Dinamika Madrasah Dalam masyarakat Industri, Semarang: PKPI2 dan PMDC, 2004.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Tri, Republika Newsroom, http://www.republika.co.id/berita/15096/ madrasah_diniyah_JIC.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Fokus Media, 2003, Cet. 2.
www.MSI.LIII.net.
Wahyudi, Yudian, dkk., The Dynamics Of Islamic Civilization, Yogyakarta: FKAPPCD dan Titian Ilahi Press, 1998.
Yatim, Badri, Sejarah Perkembangan Madrasah, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Madrasah Aliyah Tahun Anggaran 1998/1999, 1998.
Zamroni, Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000.
Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, Cet. 8.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ciyarti
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Pekalongan, 13 Januari 1987
Alamat : Larangan Selatan Legok Gunung Rt 011 Rw 002
Wonopringgo Pekalongan 51181.
Jenjang Pendidikan :
1. SDN Legok Gunung 04 Wonopringgo Pekalongan Lulus Tahun 1999.
2. MTs Walisongo Kedungwuni Pekalongan Lulus Tahun 2002.
3. MAN I Pekalongan Lulus Tahun 2005.
4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah Semarang IX Angkatan
2005.
Pengalaman Organisasi:
1. Redaktur Pelaksana Buletin Edukasi Tahun 2006-2007.
2. Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Perempuan
(LPSAP) Tahun 2006-2007.
3. Ketua Ikatan Mahasiswa Pekalongan di Semarang (IMPADIS) Tahun
2006-2008.
4. Bendahara Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas (MPMF) Tahun
2007-2008.
Demikian keterangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 10 Desember 2009
Ciyarti 053111001
Lampiran 1:
INSTRUMEN PENELITIAN
I. Pedoman Wawancara
A. Pedoman wawancara terhadap sistem pendidikan Madrasah Diniyah Nurul
Anam Kranji:
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Madrasah Diniyah Nurul Anam?
2. Bagaimana letak geografis Madrasah Diniyah Nurul Anam?
3. Apa visi, misi, dan tujuan pendidikan Madrasah Diniyah Nurul Anam?
4. Bagaimana struktur kepengurusan Madrasah Diniyah Nurul Anam?
5. Bagaimana metode pembelajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam?
6. Berapa jumlah siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam pada Tahun
Ajaran 2009?
7. Bagaimana latar belakang para pengajar di Madrasah Diniyah Nurul
Anam?
8. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana Madrasah Diniyah Nurul
Anam?
9. Bagaimana kurikulum Madrasah Diniyah Nurul Anam?
10. bagaimana sistem evaluasi pendidikan Madrasah Diniyah?
11. Bagaimana prestasi hasil belajar siswa?
B. Pedoman wawancara terhadap masyarakat Kranji:
1. Bagaimana letak geografis desa Kranji?
2. Berapa jumlah penduduk desa Kranji?
3. Bagaimana kondisi keagamaan masyarakat Kranji?
4. Bagaimana kondisi ekonomi masyarakat Kranji?
5. Bagaimana kondisi sosial masyarakat Kranji?
6. Apa alasan bapak/ ibu (masyarakat Kranji) menyekolahkan putra –
putri di Madrasah Diniyah Nurul Anam?
7. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam
pengembangan pendidikan Islam?
II. Pedoman observasi
Obyek Observasi
1. Kondisi Madrasah Diniyah Nurul Anam
2. Proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah Nurul Anam
3. Kondisi pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam
4. Kondisi siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam
5. Kondisi lulusan Madrasah Diniyah Nurul Anam
6. Kondisi sosial, ekonomi, agama, dan pendidikan masyarakat Kranji
III. Pedoman dokumentasi
Obyek Dokumentasi
1. Profil Madrasah Diniyah Nurul Anam
2. Data statistik siswa Madrasah Diniyah Nurul Anam
3. Data statistik penduduk Kranji
4. Data pengajar Madrasah Diniyah Nurul Anam
Lampiran 2:
HASIL WAWANCARA “PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI DESA KRANJI
KECAMATAN KEDUNGWUNI PEKALONGAN”
Wawancara ini dilakukan terhadap informan atau nara sumber dalam
penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel sumber data yang dipilih berdasarkan pertimbangan dan
tujuan tertentu. Nara sumber dalam penelitian ini diambil dari nara sumber yang
representatif.
Bagaimana peran Madrasah Diniyah Nurul Anam dalam Pengembangan
Pendidikan Islam?
1. Bapak Choiron Ikhwan (Pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam Kranji)
“Madrasah Diniyah Nurul Anam didirikan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Kranji dan sekitarnya, akan Pendidikan Agama Islam,
melanjutkan perjuangan para Kyai atau ulama terdahulu dalam melestarikan
ajaran Islam. Di samping itu, dengan adanya Madrasah Diniyah Nurul Anam,
masyarakat Kranji lebih religius karena banyak kegiatan keagamaan yang
dilaksanakan dalam masyarakat Kranji sebagai hasil dari dilaksanakannya
pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam. “
2. Bapak H. Ikhsan Dimyati (Tokoh Agama di desa Kranji)
“Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan salah satu madrasah diniyah
yang mampu menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan
keagamaan. Selama 72 tahun menyelenggarakan pendidikan keagamaan lewat
anak-anak antara usia 6 hingga 20 tahun, dan mampu menghasilkan lulusan
yang memiliki pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam. Selain itu,
Madrasah Diniyah Nurul Anam merupakan embrio lahirnya Madrasah
Tsanawiyah Walisongo dan SMP Walisongo Kedungwuni.”
3. Ibu Hj. Najihah (Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 02)
“Pendidikan yang diselenggarakan di Madrasah Diniyah Nurul Anam tidak
hanya sebagai proses transfer ilmu, tetapi juga sebagai proses transfer nilai.
Sehingga para santri memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai etis
dalam masyarakat Kranji. Para santri juga mampu berakhlakul karimah dalam
kehidupannya di masyarakat, karena di Madrasah Diniyah Nurul Anam diberi
materi pelajaran Aqidah Akhlak dan Tarikh Nabi, dimana dalam materi
tersebut dijelaskan tentang keteladanan Nabi dan sahabat-sahabatnya, sifat-
sifat terpuji dan juga tata pergaulan dalam masyarakat Muslim.”
4. Bapak Hasan Mahali (Ustadz Madrasah Diniyah Awaliyah 01 dan Wali Santri
dari Finadzul Husna, kelas IIA)
“Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki peran dalam penanaman
pendidikan Islam pada anak secara dini. Sehingga anak-anak mampu memiliki
pondasi agama yang kuat sebagai benteng dari pengaruh perkembangan jaman
yang semakin maju dan banyak hal-hal yang dapat mempengaruhi pribadi
anak, misalnya: internet, Vedio game, HP, dan teknologi lainnya.”
5. Bapak Fakhurrodin (Warga Paesan Utara dan Wali Santri dari M. Alfian Azmi)
“Madrasah Diniyah Nurul Anam memiliki kualitas yang baik dalam
menyelenggarakan pendidikannya, mampu mencetak yang baik yang benar-
benar memiliki pengetahuan agama secara mendalam sebagai pondasi utama
orang Islam. Sehingga mampu mengamalkan ibadah-ibadah yang
diperintahkan dalam ajaran Islam.”
6. Bapak Lukman (Ketua RT Desa Kranji RT 001 RW 009)
“Dengan dilaksanakannya pendidikan keagamaan di Madrasah Diniyah Nurul
Anam, anak-anak lebih memiliki pengetahuan agama Islam yang mendalam,
karena kebanyakan anak-anak yang sekolah di Madrasah Diniyah adalah
siswa sekolah umum seperti: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Anak-anak yang tidak terpenuhi
pendidikan agama Islam di sekolah umum, dapat terpenuhi dengan mengikuti
pendidikan di Madrasah Diniyah Nurul Anam.”
Lampiran 3: LAMPIRAN DATA DOKUMENTASI:
“PERAN MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI KRANJI”
Gambar. 1. Gedung Madrasah Diniyah Awaliyah Nurul Anam, tempat kegiatan
belajar mengajar Madrasah Diniyah Awaliyah 01 dan Madrasah Diniyah Awaliyah 02.
Gambar. 2. Ustadz Misykat Salim sedang meminta salah seorang santri kelas VI putra Madrasah Diniyah Awaliyah 01 untuk membaca materi pelajaran bahasa Arab yang telah ditulisnya.
Gambar. 3. Santri kelas II Madrasah Diniyah Wustha menyalin materi pelajaran Hadits di buku catatan, sebagai salah satu metode pembelajaran di Madrasah Diniyah Nurul Anam.
Gambar. 4. Ustadzah Siti Tadzkiroh sedang memberikan ceramah materi Tarikh Nabi, setelah memberikan penjelasan materi dengan menulis terlebih dahulu materi di papan tulis.
Gambar. 5. Santri Madrasah Diniyah ‘Ulya sedang mengikuti pelajaran bahasa
Arab yang diampu oleh Ustadz Mudarits, LC, dengan metode pembelajaran ceramah interaktif.
Gambar. 6. Ustadzah Zumrudah sedang mendikte materi pelajaran Tajwid
kepada santri kelas V Madrasah Diniyah Awaliyah 02.
Gambar. 7. Santri kelas IV Madrasah Diniyah Awaliyah 02 sedang menghafal
materi pelajaran al-Qur’an yang kemudian nantinya santri diminta untuk maju menyetorkan hafalannya kepada Ustadzah Isyna.
Gambar. 8. Ustadzah Zumrudah sedang memeriksa tugas santri kelas III untuk
meteri pelajaran tauhid. Kegiatan ini merupakan salah satu proses penilaian guru terhadap kemampuan santri akan suatu materi pelajaran tertentu.
STRUKTUR ORGANISASI MADRASAH DINIYAH NURUL ANAM KRANJI
Kepala Yayasan Nurul Anam Bpk. H. Kholis
Kepala Bagian Pendidikan Yayasan Nurul Anam Bapak H. Mudatsir
Pengurus Madrasah Diniyah Nurul Anam Bapak Choiron Ikhwan
Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 02
Ibu Hj. Hajihah
Kepala Madrasah Diniyah Wustha – Ulya Bapak M. Mawahib A.
Kepala Madrasah Diniyah Awaliyah 01
Bapak Ahmad Dimyati
TU M. Arwani
Para Pelajar, Guru / Ustadz
Para Pelajar, Guru / Ustadzah
Para Pelajar, Guru / Ustadz
TU Nailatul Muna
TU Sugeng K