peran kiai abbas buntet (cirebon) dalam...
TRANSCRIPT
PERAN KIAI ABBAS BUNTET (CIREBON) DALAM PERTEMPURAN SURABAYA 1945
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh
Erik Syarifudin Baharsyah NIM 11140220000106
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Erik Sl,arilirdin Baharsyah
NIM :11140220000106
Dc-ngan ini menyatakan bahu,a sklipsi yang berjudul PERAN
I(IAI ABBAS BUN-IET (CIREBON) DALAM
PERTEMPUITAN SURABAYA 1945 adalah benar merupakan
hasil karya saya sendiri clan ticlak n-relakukan tindakan plagiat
clalarl penyusunaunya. Adapun kutipan yaug acla dalam
penyusunan harya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya
dalarn sklipsi. Saya bersedia melakukan proses yarlg semestinya
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika temyata
skripsi ini sebagiall atau keseluruhan merupakan plagiat dari
karya orang 1airr.
Demikian pemyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Erik Syarifudin Baharsyah
11140220000106
J akarta, 1 2 November 20 1 8
pERAr{ KIAI ABBAS BUNTET (CIREBO}i^)DALAM PERTEMPURAN SURABAYA 1945
SkripsiDiajukan untuk Mernenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh
Erik Syarifudin BaharsyahNIM 11140220000106
Pembimbing
Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.AeNIP. 195608171986031006
JURUSAN SBJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 M018 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul "PERAN KIAI ABBAS BUNTET(CTREBON) DALAM PERTEMPURAN SURABAYA 1945"telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakartapada 12 November 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) pada
Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta. 12 November 2018
Sidang Munaqasyah
Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
NrP. 196907241997 031001
Anggota,
Dr. Jaiang JahIoni. MANrP. 1967061219948rcA6
Pembirnbing,
Dr. H. Abdul Wahid Hasyim. M.AeNrP. 195608171986031006
172005012007
Penguji I,
iof. Dr. Budi SulisNIP. 195410101988031001
Penguji Il,
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai peran Kiai Abbas Buntet (Cirebon) dalam Pertempuran Surabaya 1945. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Kiai Abbas dalam Pertempuran Surabaya 1945 dan apa keistimewaan Kiai Abbas di mata Kiai Hasyim Asy’ari, sehingga ia berpesan bahwa pertempuran tidak akan dimulai sebelum “Singa dari Jawa Barat” datang ke Surabaya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, studi dokumentasi, wawancara, dan observasi langsung ke lapangan. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan sejarah dan politik serta menggunakan teori peran (Soerjono Soekanto) dan kepemimpinan kharismatik (Max Weber). Temuan dalam penelitian ini adalah pertama, strategi penyerangan yang diterapkan Kiai Abbas dalam Pertempuran Surabaya 1945 adalah melakukan penyerangan menjelang waktu fajar, ini mengambil i’tibar dari Perang Hunain yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Kedua, Kiai Abbas berhasil menggerakkan perlawanan arek-arek Surabaya dari berbagai milisi karena pada saat itu rakyat tidak begitu patuh kepada pemerintahan, tetapi lebih patuh dan taat kepada para ulama/kiai.
Kata kunci: Peran, Kiai Abbas, dan Pertempuran Surabaya
1945.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, wassholaatu wassalaamu’alaa
asyrafil ‘anbiyaai wal mursaliin wa ‘alaa aalihii wa shohbihii
ajma’iin.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, atas segala nikmat dan karunianya
sehingga penulis bisa mneyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda alam Nabi
Muhammad Shallallah ‘Alayhi wa Sallam, keluarga, sahabat,
tabi’in dan tabi’it tabi’in serta kepada umatnya yang senantiasa
menjalankan dan mengamalkan risalah yang dibawanya.
Penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan
studi dan mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Adab dan
Humaniora di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Maka dari itu penulis menyusun skripsi dengan judul
“PERAN KIAI ABBAS BUNTET (CIREBON) DALAM
PERTEMPURAN SURABAYA 1945”
Jakarta, 12 November 2018 Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini merupakan upaya penulis untuk memahami
perjuangan yang dilakukan oleh Kiai Abbas dari Pondok Buntet
Pesantren Cirebon. Dalam kenyataannya, selama proses penulisan
skripsi ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak
sekali kendala yang penulis rasakan selama penelitian ini
berlangsung. Namun, hambatan dan tantangan tersebut dapat
dilewati berkat dukungan semangat dan doa dari berbagai pihak
yang telah banyak membantu. Sewajarnya penulis berterima
kasih kepada berbagai pihak baik perseorangan ataupun lembaga
yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Adab
dan Humaniora.
3. H. Nurhasan, S.Ag, MA., selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam, dan Ibu Sholikatus Sa’diyah, M.Pd., selaku
Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, yang telah
membantu penulis dalam mengurus segala prosedur yang terkait
dengan perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. H. Saidun Derani, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam proses pengambilan tema skripsi ini.
iii
5. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.A., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah meluangkan waktu, bimbingan, dan
dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M. Hum dan Dr. Jajang Jahroni,
MA., selaku Dosen Penguji Skripsi penulis. Semoga Allah SWT
memberikan ganjaran yang berlimpah.
7. Seluruh Dosen Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, dan
segenap Staff Tata Usaha Fakultas Adab dan Humaniora.
8. Kepada kedua orang tua penulis tercinta, Bapak H. Adhari dan
Ibu Hj. Eah Robiah, S.pd., yang selaku memberikan support,
biaya, cinta dan kasih sayang serta doa yang diberikan kepada
penulis. Tak lupa kepada kakak penulis Siti Unaenah, S.pd I.,
Nurjazilah, S.pd I., Roby Adrianto, Lc., dan tak lupa kepada
kakak ipar penulis Ja’far Shodiq dan Hapid Irfan, serta kepada
keponakan M. Wildan Fathu Rizki Shidiq. Terima kasih atas
dukungan kalian dan menjadikan rumah tempat yang nyaman
untuk melepas penat. Skripsi ini penulis persembahkan untuk
keluarga tercinta.
9. Kepada Kiai Abdul Mufti (santri dan saksi hidup Kiai Abbas),
KH. Ade Nasihul Umam (cicit Kiai Abbas), KH. Muhadditsir
Rifa’i (cucu Kiai Akyas), Kang Munib Rowandi (Penulis buku
kisah-kisah dari Buntet Pesantren) yang telah berkenan
diwawancarai sebagai sumber lisan. Penulis mengucapkan terima
kasih atas informasi dan data yang telah diberikan.
10. Kepada Keluarga Besar Mahasiswa Majalengka (KEMKA)
Jakarta Raya yang telah menjadi keluarga penulis ketika berada
di Ciputat, Tangerang Selatan.
iv
11. Kepada Keluarga Besar Forum Silaturrahim Buntet Pesantren
Cirebon (FORSILA BPC) Jakarta Raya yang telah menjadi
tempat berkumpulnya alumni Buntet Pesantren di Ciputat,
Tangerang Selatan.
12. Kepada Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa dan Alumni
Al-Hikmah (HIMMAH) JABODETABEK yang menjadi tempat
berkumpulnya santri Al-Hikmah Benda, Sirampog, Brebes di
Ciputat, Tangerang Selatan.
13. Sahabat-sahabat penulis terutama Trio Kampret, Ashabul
Masy’amah, Ashabul Maimanah, The Yongs, GPPI, dan Kostan
We Huizen di antaranya Destri Andriani, Desi Fitria, dan Vida
Melati yang senantiasa memberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
14. Keluarga besar Sejarah dan Peradaban Islam angkatan 2014,
semoga kita semua meraih kesuksekan di masa depan.
15. Semua pihak yang telah ikut membantu dalam proses
penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan
balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Mohon maaf atas
segala kekurangan penulis. Demi perbaikan selanjutnya, saran
dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang
hati. Akhirnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala penulis
serahkan segalanya semoga skripsi ini bermanfaat khususnya
bagi penulis sendiri dan umumnya bagi kita semua.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ABSTRAK KATA PENGANTAR .................................................................. i UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................ v GLOSARIUM ............................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................... 8 C. Batasan Masalah ......................................................... 10 D. Rumusan Masalah ...................................................... 10 E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 10 F. Kajian Pustaka Terdahulu ........................................... 11 G. Metodologi Penelitian ................................................ 13 H. Sistematika Penulisan ................................................. 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................... 19
A. Landasan Teori ........................................................... 19 B. Kajian Pustaka ............................................................ 21 C. Kerangka Berpikir ...................................................... 28
BAB III BIOGRAFI KIAI ABBAS ......................................... 31 A. Kelahiran dan Keluarga Kiai Abbas........................... 31 B. Pendidikan Kiai Abbas ............................................... 37 C. Karya-karya Kiai Abbas ............................................. 41 BAB IV PERTEMPURAN SURABAYA 1945 ....................... 49 A. Latar Belakang Pertempuran Surabaya 1945 ............. 49 B. Meletusnya Pertempuran Surabaya 1945 ................... 62
vi
1. Pertempuran Fase Pertama ..................................... 62 2. Pertempuran Fase Kedua........................................ 65 C. Badan dan Laskar Perjuangan yang Terlibat dalam Pertempuran Surabaya 1945 ..................................... 71 D. Dampak Pertempuran Surabaya 1945 bagi Bangsa Indonesia ................................................................... 76 BAB V KETERLIBATAN KIAI ABBAS DALAM PERTEMPURAN SURABAYA 1945 ....................... 79 A. Merumuskan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 .......... 79 B. Kontribusi Kiai Abbas Dalam Pertempuran Surabaya 1945 ............................................................................ 86 1. Membentuk Pasukan di Pondok Buntet Pesantren ................................................................ 87 2. Menentukan Waktu Pertempuran ........................... 89 C. Sebagai Komandan Pertempuran Surabaya 1945....... 97 D. Dampak Perjuangan Kiai Abbas Pasca Pertempuran Surabaya 1945 ......................................................... 101 BAB VI PENUTUP ................................................................. 105 A. Kesimpulan .............................................................. 105 B. Saran ......................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 107 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................... 115 TRANSKIP WAWANCARA ................................................. 129
vii
GLOSARIUM
AFNEI : Allied Forces Netherlands East Indies/
Tentara Sekutu yang bertugas
mengurus penyerahan tawanan Sekutu
dari Jepang.
AREK-AREK : Anak-anak/Pemuda-pemuda.
HADRATUS SYEKH : Maha Guru/Tuan Guru Mulia.
HARAMAIN : Dua kota suci, Makkah dan Madinah.
HIZBULLAH : Tentara Allah.
I’TIBAR : Mengambil Pelajaran.
INTERNIRAN : Tentara Belanda yang di tawan oleh
Jepang selama masa pendudukannya
di Indonesia.
ISTIGHOSAH : Meminta pertolongan kepada Allah
SWT ketika dalam keadaan sulit dan
sukar.
ISYHAD : Seseorang yang mewakili pihak
keluarga untuk menyampaikan
kesaksian mayit ketika masih hidup.
KAROMAH : Kemuliaan berupa sesuatu di luar
logika manusia yang Allah berikan
kepada para wali Allah.
KNIL : Koninklijk Nederlands Indische Leger/
Tentara Kerajaan Hindia Belanda.
LANDRAAD : Pengadilan Negeri Hindia Belanda.
viii
MILISI : Kewajiban masuk tentara untuk masa
tertentu.
MUQADDAM : Sebutan mursyid dalam Tarekat
Tijaniyyah.
MURSYID : Sebutan untuk seorang guru
pembimbing dalam dunia tarekat, yang
telah memperoleh izin dan ijazah guru
mursyid diatasnya.
NGEWEDANG : Minuman dari bahan gula dan kopi
(teh, jahe, dan sebagainya) yang
biasanya disedu dengan air panas,
biasanya dapat menghangatkan tubuh.
NICA : Netherlands Indies Civil
Administration atau Pemerintahan Sipil
Hindia Belanda.
RAPWI : Rehabilitation of Allied Prisoners of
War and Internees/Bantuan
Rehabilitasi untuk Tawanan Perang dan
Interniran.
SABILILLAH : Jalan Allah.
SEAC : South East Asia Command/Komando
Asia Tenggara.
SWPAC : South West Pasific Area Command/
Komando Wilayah Pasifik Barat Daya.
TAREKAT : Jalan atau metode yang berhubungan
dengan tasawuf.
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1: Foto KH Abbas bin KH Abdul Jamil. ................ 99
2. Lampiran 2: Foto Bersama Kiai Abdul Mufti ........................ 99
3. Lampiran 3: Berziarah ke Maqbaroh KH Abbas Buntet ...... 100
4. Lampiran 4: Wawancara KH Ade Nasihul Umam, Lc., ....... 100
5. Lampiran 5: Wawancara Kang Munib Rowandi ................. 101
6. Lampiran 6: Wawancara Bersama KH Muhaditsir Rifa’i .... 101
7. Lampiran 7: Masjid Agung Pondok Buntet Pesantren ......... 102
8. Lampiran 8: Gedung MI Wathoniyah ................................... 102
9. Lampiran 9: Rumah ndalem KH Abbas ................................ 103
10. Lampiran 10: Manuskrip Sanad Tarekat Syattariyah ......... 103
11. Lampiran 11: Teks Asli Resolusi Jihad ............................. 104
12. Lampiran 12: Manuskrip Pengangkatan Kiai Abbas sebagai
Mursyid Tarekat Tijaniyah ........................................................ 105
13. Lampiran 13: Koran Kedaulatan Rakyat Mengenai Jihad
Kaum Muslimin ....................................................................... 106
14. Lampiran 14: Surat Pembubaran Laskar Hizbullah ............ 106
15. Lampiran 15: Surat Pengantar Penelitian dari ANRI .......... 107
16. Lampiran 16: Surat Pengantar Penelitian dari Dinas
Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Cirebon ..................... 107
17. Lampiran 15: Biodata Kiai Abdul Mufti ............................. 107
18. Lampiran 16: Biodata KH Ade Nasihul Umam, Lc., .......... 108
19. Lampiran 17: Biodata Kang Munib Rowandi ..................... 109
20. Lampiran 18: Biodata KH Muhaditsir Rifa’i ...................... 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertempuran Surabaya 1945 tidak bisa dilepaskan dengan
berbagai peristiwa yang mendahuluinya, seperti pengibaran
bendera Belanda di Hotel Yamato, tanggal 19 September 1945.
Setelah peristiwa tersebut, tanggal 25 Oktober 1945 mendaratlah
pasukan Sekutu di Surabaya, Brigade Infanteri ke-49, di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.1
Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia pada waktu
itu adalah AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang
dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. AFNEI
sendiri merupakan komando bawahan dari SEAC (South East
Asia Command). Adapun tugas AFNEI adalah menerima
penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan para
tawanan perang dan interniran Sekutu, melucuti orang-orang
Jepang dan memulangkan mereka ke negara asalnya, menjaga
keamanan dan ketertiban (law and order) dan menghimpun
keterangan guna menyelidiki pihak-pihak yang dianggap sebagai
penjahat perang.2
Sebenarnya pemerintah Republik Indonesia daerah
Surabaya di bawah pimpinan Residen Soedirman telah
1A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia-Jilid 2 Bergelut Cara: Diplomasi Atau Bertempur, (Bandung: Disjarah AD-Angkasa, 1992), 354 2Gugun el-guyanie, Resolusi Jihad Paling Syar’i, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010), 68.
2
menyatakan penolakan atas pendaratan tersebut, karena maksud
kedatangan Sekutu di Surabaya untuk melucuti dan mengangkut
tentara Jepang serta maksud yang lainnya telah disanggupi oleh
pihak Indonesia. Meskipun begitu Brigade ke-49 tetap mendarat
dan menduduki beberapa gedung penting serta mencoba
menduduki berbagai fasilitas kemiliteran. Suasana menjadi panas,
patroli-patroli tentara Sekutu yang diadakan setelah
pendaratannya menyebabkan kemarahan di hati rakyat Surabaya.3
Pada fase pertama, pertempuran berlangsung selama 3
hari dari tanggal 27-29 Oktober 1945. Keadaan gelap gulita, air,
listrik, dan telepon hanya berada di tempat-tempat tertentu saja.
Tentara Sekutu kewalahan dengan serangan yang dilancarkan
oleh para pejuang Republik, karena keadaan sudah teramat sulit
bagi Sekutu, maka tidak ada cara lain selain meminta bantuan
kepada atasannya di Jakarta dengan cara meminta bantuan kepada
Soekarno-Hatta. Atas permintaan Sekutu, kedua pemimpin
Indonesia tersebut bersedia terbang ke Surabaya. Kedatangan
Soekarno-Hatta membawa angin segar untuk pihak Sekutu yang
setelah sekian lama dalam keadaan terdesak. Perundingan
disetujui oleh pihak Sekutu dan pasukan Sekutu mundur beberapa
langkah.4
Setelah perundingan gencatan senjata ditandatangani oleh
pihak Indonesia dan Sekutu, keadaan berangsur-angsur mereda,
namun tetap saja di beberapa tempat masih terjadi baku tembak 3A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia-Jilid 2....., 354. 4Barlan Setiadijaya, 10 november ’45 Gelora Kepahlawanan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Dwi Warna, 1991), 378.
3
yang berujung dengan tewasnya Mallaby di dekat jembatan
merah, tanggal 30 Oktober 1945.5 Setelah kematian Mallaby,
membuat keadaan semakin memanas. Pengganti Mallaby, Mayor
Jenderal Eric Carden Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum
10 November 1945 untuk meminta pihak Indonesia menyerahkan
persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI
dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration).6 Tetapi
ultimatum tersebut dianggap sebagai penghinaan bagi para
pejuang dan rakyat yang telah membentuk badan-badan atau
milisi. Pihak Indonesia menolak ultimatum tersebut dengan
alasan bahwa Republik Indonesia sudah berdiri, dan Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) juga sudah terbentuk sebagai pasukan
negara.7
Perjuangan ini tidak hanya dari kalangan TKR dan politisi
secara diplomasi, tetapi rakyat kecil pun ikut maju ke medan
pertempuran. Kalangan ulama, para santri dan pihak-pihak yang
ada di pesantren yang tergabung dalam Laskar Sabilillah dan
Hizbullah ikut andil dalam mempertahankan tanah air. Para kiai
dan alim ulama dari berbagai tempat di Pulau Jawa berduyun-
duyun datang ke Surabaya, sehingga banyak menambah
keberanian pemuda dan rakyat yang percaya akan kekuatan gaib.8
5Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Orde Reformasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 32. 6O.E Engelen, Lahirnya Satu Bangsa & Negara , (Jakarta: UI-Press, 1997), 210. 7M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi, 2005), 434.
8Bung Tomo (Sutomo), Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian & Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, (Jakarta: Visi Media, 2008) cetakan kedua, 146.
4
Salah satu ulama yang ikut andil dalam pertempuran tersebut
adalah KH Abbas Bin KH Abdul Jamil dari Cirebon.
Kiai Abbas adalah seorang ulama pejuang pada masa
revolusi yang berasal dari Pondok Buntet Pesantren Cirebon.9
Kiai Abbas merupakan kiai kharismatik, dikenal karena
pengetahuan keislaman, keteduhan spiritual, dan kekuatan ilmu
kanuragan yang menjadikan ia sebagai rujukan dalam perang
kemerdekaan.10 Kiai Abbas berasal dari keluarga yang alim. Ia
adalah putera sulung KH Abdul Jamil yang dilahirkan pada hari
jum’at, tanggal 24 dzulhijjah 1300 H/1879 M di Pekalangan,
Cirebon.11
Pertama-tama Kiai Abbas belajar dasar-dasar ilmu agama
pada ayahnya. Setelah berbagai ilmu keagamaan dikuasai dari
hasil belajar kepada Kiai Nasuha, Kiai Hasan Jatisari, dan Kiai
Ubaedah di Tegal Jawa Tengah, kemudian ia bersama adiknya,
Kiai Anas pindah ke Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah
9Penulisan yang benar adalah Pondok Buntet Pesantren, bukan Pondok Pesantren Buntet. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pertama jika dilihat dari bentuknya, frasa, dua kata tersebut memiliki hubungan frasa endosentrik atributif. Buntet merupakan unsur pusatnya (UP), sedangkan pesantren merupakan unsur atributif (Atr). Kedua berkategori nomina, sehingga gabungan dua kata ini disebut sebagai frasa nominal. Jika di kiaskan ke dalam bahasa Arab, dua kata tersebut termasuk kategori tarkib idhofi. Buntet sebagai mudhof, sedangkan pesantren adalah mudhof ilaih-nya. Melihat hal tersebut nampaknya orang Buntet Pesantren ingin lebih menunjukkan nama daerahnya ketimbang kepesantrenannya. https://www.buntetpesantren.org/2017/12/buntet-pesantren-atau-pesantren-buntet.html (Diakses pada hari jum’at tanggal 19 Oktober 2019 pukul 21.39) 10Munawir Aziz, Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan Nasional, (Jakarta: Pustaka Compass, 2016), 38. 11Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari tanah pengasingan: Kiai Abbas, Pesantren Buntet, dan Bela Negara, (Yogyakarta: LKiS, 2014), 67.
5
asuhan Hadratus Syekh12 KH Hasyim Asy’ari, tokoh kharismatik,
pendiri Nahdlatul Ulama13 (NU).14
Bakat sebagai pemimpin, ahli strategi dan watak periang
Kiai Abbas sudah terlihat dalam dirinya semenjak masih belajar
di pesantren. Pada saat itu Pesantren Tebuireng masih sering
diganggu oleh musuh, terutama berandal-berandal lokal di sekitar
Pabrik Gula Cukir. Bersama santri-santri lainnya, Kiai Abbas
berhasil membantu Kiai Hasyim Asy’ari melawan para bandit
lokal yang mengganggu pesantren. Akhirnya, para berandal dan
bandit-bandit itu kalah dalam ilmu kanuragan.15
Melihat kondisi Republik Indonesia yang semakin
memprihatinkan dengan datangnya tentara Sekutu dan NICA,
maka para ulama se-Jawa dan Madura berkumpul dalam sebuah
majelis untuk membahas mengenai penyerbuan tentara NICA
yang menghasilkan Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945.
Fatwa Jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari akhirnya
menjadi pengobar semangat kaum santri untuk berjuang
mempertahankan negeri.16
Menjelang Pertempuran Surabaya 1945, Kiai Abbas
membentuk pasukan di Pondok Buntet Pesantren dan
12Artinya Maha Guru atau Tuan Guru Mulia, gelar ini muthlaq diberikan kepada Kiai Hasyim, sebab hampir seluruh ulama tanah Jawa juga pernah berguru kepadanya 13Artinya Kebangkitan Ulama. Organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan tanggal 31 Januari 1926 M/ 16 Rajab 1344 H. 14Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari tanah pengasingan..., 54. 15Munawir Aziz, Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan Nasional..., 39. 16Munawir Aziz, Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan Nasional..., 42.
6
mengirimkan pasukannya ke Surabaya. Selain itu, Kiai Abbas
juga membentuk jaringan telik sandi santri yang membentang
dari Cirebon ke arah timur hingga Surabaya. Anggotanya adalah
para santri dari berbagai usia. Dalam bentangan jaringan telik
sandi inilah koordinasi antar lini barisan Mujahidin (Mustasyar-
nya Hizbullah dan Sabilillah) yang dikomandoi oleh KH A.
Wahab Chasbullah bisa terjalin sempurna.17
Demikian pentingnya posisi Kiai Abbas, sampai dalam fase
yang sangat genting menjelang meletusnya pertempuran, Kiai
Hasyim Asy’ari belum mengeluarkan keputusan kecuali setelah
kedatangan Kiai Abbas. Apa yang dilakukan Kiai Abbas dengan
membentangkan jaringan telik sandinya adalah sebuah langkah
taktis nan cerdik dalam momentum kemerdekaan tersebut.18
Kiai Abbas berangkat ke Surabaya bersama KH Achmad
Tamin dari Losari dan beberapa santri pilihan di antaranya, Abdul
Wachid, Usman, Abdullah, dan Sya’roni. Ia menumpang Kereta
Api Expres dari Stasiun Parujakan Cirebon sampai Stasiun
Rembang. Keesokan harinya berangkat menuju Surabaya dengan
mengendarai mobil sedan kuno didampingi dengan beberapa kiai
lain di antaranya, KH Bisri Rembang dan KH Achmad Tamin.19
17http://numojokerto.or.id/read/2016/11/18/1263/strategi-kontra-intelijen-para-kiai (Diakses pada hari selasa tanggal 16 Oktober 2018 pukul 23.15) 18http://numojokerto.or.id/read/2016/11/18/1263/strategi-kontra-intelijen-para-kiai (Diakses pada hari selasa tanggal 16 Oktober 2018 pukul 23.15) 19B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H. Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9 Agustus (1995), 2.
7
Sesampainya di Surabaya, Kiai Abbas langsung disambut
oleh para laskar dan pejuang dengan pekik merdeka dan takbir
yang menggemuruh. Sebelum maju ke medan pertempuran Kiai
Abbas sholat sunnah di dalam masjid, kemudian memerintahkan
pengawalnya untuk berdoa di tepi kolam masjid, dan kepada Kiai
Bisri Rembang diperintahkan supaya laskar pemuda-pemuda
yang akan berjuang untuk mengambil air wudhu atau minum air
dari kolam yang sudah diberikan doa. Kemudian bagaikan lebah
keluar dari sarangnya para laskar pemuda-pemuda dari segala
lapisan badan perjuangan menyerbu setiap tempat di mana
serdadu tentara Sekutu berada diiringi pekik merdeka dan
takbir.20
Pertempuran Surabaya 1945 meletus, laskar ulama santri
dari berbagai daerah berada di garda depan pertempuran. Banyak
ulama dan santri dari berbagai daerah yang ikut bertempur di
Surabaya. Surabaya menjadi medan pertempuran yang cukup
menghentakkan pihak Sekutu. Secara historis, Jawa Timur dan
Surabaya merupakan basis paling kuat kaum Islam tradisional.
Wilayah ini terkenal sebagai kantong utama bagi pesantren-
pesantren. Surabaya menjadi Melting Pot (melebur menjadi satu)
Laskar Hizbullah dari berbagai daerah.21
20 B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H. Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9 Agustus (1995), 3-4. 21Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949), (Tangerang: Pustaka Compass, 2014), 198.
8
Dengan berbekal Fatwa Jihad tanggal 22 Oktober 1945,
para pejuang pantang mundur menolak kedatangan kolonial. Di
tengah pekikan takbir, walaupun hanya menggunakan senjata
seadanya seperti bambu runcing, golok dan pentungan, para santri
maju terus pantang mundur. Pertempuran Surabaya 1945
menampakkan keagungan semangat rela berkorban harta dan
keberanian jiwa yang tiada tara dari para ulama dan santri
bersama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Semangat ulama dan
santri yang cinta terhadap nilai kemerdekaan dan cinta tanah air
diwujudkan dalam pertempuran ini. Lebih baik gugur sebagai
syuhada daripada hidup terjajah.22
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk
meneliti tentang peran Kiai Abbas Buntet (Cirebon) dalam
Pertempuran Surabaya 1945. Selain itu, penulis juga ingin
memperkenalkan Kiai Abbas sebagai tokoh ulama pejuang
revolusi kemerdekaan. Oleh karena itu, penulis mengangkat
penelitian ini melalui judul “Peran Kiai Abbas Buntet (Cirebon)
dalam Pertempuran Surabaya 1945”.
B. Identifikasi Masalah
Setelah pendaratan Sekutu di Surabaya tanggal 25
Oktober 1945, maka terjadi gesekan antara rakyat Surabaya
dengan tentara Sekutu yang mengakibatkan terjadinya
pertempuran 3 hari (27-29 Oktober 1945) di Surabaya. Namun,
setelah terjadinya perundingan antara pihak Indonesia dan Sekutu
22A. Mansur Surya Negara, Api Sejarah 2, (Bandung: Surya Dinasti, 2016), 210.
9
terjadi insiden tembak-menembak di dekat jembatan merah yang
menewaskan Jenderal Mallaby. Kemudian pihak Sekutu
mengultimatum rakyat Surabaya agar menyerahkan persenjataan
tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut dianggap sebagai penghinaan oleh
rakyat Surabaya, dan sampai batas waktu yang ditentukan tidak
ada satupun yang menyerahkan persenjataannya kepada Sekutu.
Pertempuran Surabaya 1945 meletus, perjuangan ini tidak hanya
dari TKR dan para politisi semata, akan tetapi para pejuang dari
berbagai lapisan badan/laskar rakyat ikut bertempur di medan
pertempuran, seperti dari kaum sarungan yang terdiri dari ulama
dan santri.
Salah satu pahlawan dari kaum sarungan pada
Pertempuran Surabaya 1945 adalah Kiai Abbas dari Cirebon, ia
ditunjuk oleh para kiai untuk menjadi komandan Pertempuran
Surabaya 1945. Sampai pada saat genting menjelang terjadinya
pertempuran, Kiai Hasyim Asy’ari belum memberikan keputusan
sebelum Kiai Abbas datang ke Surabaya. Inilah yang menjadi inti
pertanyaan dalam penelitian ini, apa keistimewaan Kiai Abbas di
mata Kiai Hasyim Asy’ari? Sehingga seorang Hadratus Syekh
harus menunggu kehadiran Kiai Abbas sebelum memberikan
restu dimulainya Pertempuran Surabaya 1945. Pertanyaan ini
yang akan di jawab oleh penulis dalam penelitian ini.
10
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka uraian
penelitian ini dibatasi pada perjuangan Kiai Abbas dalam
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada
Pertempuran Surabaya 1945.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka
permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi Kiai Abbas?
2. Mengapa Pertempuran Surabaya 1945 bisa terjadi?
3. Bagaimana peran Kiai Abbas dalam Pertempuran Surabaya
1945?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha semaksimal
mungkin untuk memaparkan dan menghadirkan apa yang
menjadi judul dari penulisan ini, dengan tujuan yaitu:
a. Untuk mengetahui biografi Kiai Abbas
b. Untuk mengetahui Pertempuran Surabaya 1945, dan
c. Untuk mengetahui peran Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945.
11
2. Manfaat Penelitian
Adapun untuk manfaatnya adalah sebagai berikut:
a. Diharapkan dari hasil penelitian sejarah ini, berguna untuk
Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
b. Berguna untuk Fakultas Adab Humaniora.
c. Berguna untuk Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
d. Berguna untuk Kementerian Agama Republik Indonesia.
e. Berguna untuk Pendidikan Nasional Sejarah dan
Arkeologi Nasional.
F. Kajian Pustaka Terdahulu
Penelitian tentang Kiai Abbas telah banyak ditulis baik
berupa skripsi maupun buku, seperti:
1. Biografi KH Abbas bin Abdul Jamil dan Perjuangannya
(1919-1946 M)
Skripsi karya Muhamad Rizki Tadarus mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Skripsi
ini menjelaskan biografi dan perjuangan Kiai Abbas sewaktu
memimpin Pondok Buntet Pesantren (1919-1946 M) dalam
berbagai bidang, seperti bidang pendidikan, keagamaan dan
sosial budaya. Selain itu menjelaskan tentang perjuangan Kiai
Abbas pada masa revolusi kemerdekaan walaupun hanya sekilas
dan tidak begitu mendetail.
2. Sekilas Lintas Buntet Pesantren Mertapada Kulon.
Buku karya KH M. Hisyam Mansur dan MS. Amak
Ahmadi Bakri tahun 1973 di Cirebon, menjelaskan sejarah
12
Pondok Buntet Pesantren disertai dengan profil-profil para
pendirinya dan kurikulum pesantren dari masa-kemasa. Seperti
pada masa kepemimpinan Kiai Abbas, ia mengibaratkan bahwa
pesantren itu seperti pasar. Baik pesantren maupun pasar
keduanya harus melayani siapa saja yang datang tanpa
memandang status sosial. Di samping itu jenis kebutuhannya pun
tidak sama. Orang yang datang ke pasar ada yang membeli
kebutuhan pokok, dan ada pula yang membeli kebutuhan lain.
Begitu pula orang yang datang ke pesantren, ada yang butuh ilmu
fiqih, ilmu tauhid, ilmu tafsir, ilmu qira’at, dan lain sebagainya.
3. Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad Garda Depan
Menegakkan Indonesia (1945-1949)
Buku karya Zainul Milal Bizawie, yang diterbitkan oleh
Pustaka Compass tahun 2014, menjelaskan peranan para ulama
dan santri dari berbagai pesantren yang tergabung dalam Laskar
Sabilillah dan Hizbullah ketika melawan para penjajah, dan
membentengi kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian
keluarnya fatwa Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Kiai
Hasyim Asy’ari: seruan membela NKRI. Peran ulama dan santri
sudah tidak perlu diragukan lagi, terutama ketika melawan tentara
Sekutu di Surabaya. Dengan kata lain, ulama dan pesantren sejak
dulu tetap konsisten dalam perjuangan bangsa dan menjadi
simbol atas perlawanan kolonial.
4. Perlawanan dari Tanah Pengasingan: Kiyai Abbas, Pesantren
Buntet, dan Bela Negara.
Buku karya Ahmad Zaini Hasan, yang diterbitkan oleh
LkiS Yogyakarta tahun 2014, menjelaskan sejarah berdirinya
13
Pondok Buntet Pesantren dari masa Mbah Muqoyim sampai KH
Abdullah Abbas. Selain itu buku ini juga berisi perlawanan dari
Pondok Buntet Pesantren yang tinggi dalam memperjuangkan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak hanya itu,
Pondok Buntet Pesantren juga menjadi basis pejuang yang ada di
wilayah Cirebon yang tergabung ke dalam Laskar Hizbullah dan
mengirimkan pasukannya ke berbagai wilayah untuk berjuang
mengusir penjajah.
Dari ke-4 karya diatas, nampak perbedaan dengan
penelitian penulis. Untuk itu, penulis akan meneliti tentang peran
Kiai Abbas dalam upaya mempertahankan kemerdekaan
Republik Indonesia pada Pertempuran Surabaya 1945.
G. Metodologi Penelitian
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 7 bulan.
Dimulai dari bulan April sampai bulan Oktober 2018. Sedangkan
tempat penelitian adalah Pondok Buntet Pesantren Cirebon.
2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif. Bogdan Taylor sebagaimana dikutif oleh
Lexy J. Moleong, mengartikan bahwa penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati secara langsung.23 Sedangkan untuk pendekatannya
23Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997), cet 6, 3.
14
menggunakan pendekatan sejarah dan politik. Pendekatan sejarah
digunakan untuk mengungkapkan bagaimana peran Kiai Abbas
dan perjuangan rakyat Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan pada Pertempuran Surabaya 1945. Sementara
pendekatan politik digunakan untuk mengungkapkan bagaimana
perpolitikan sekitar pasca proklamasi kemerdekaan khususnya
pada Pertempuran Surabaya 1945, dan mengapa Kiai Abbas yang
ditunjuk oleh para kiai sebagai komandan Pertempuran Surabaya
1945.
3. Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah
tentang Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dan biografi
serta peran Kiai Abbas Buntet (Cirebon) dalam Pertempuran
Surabaya 1945.
b. Sumber Data
Menurut Lofland dalam bukunya Lexy J. Moleong,
sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain sebagainya.24 Berkaitan dengan hal itu jenis data terbagi
menjadi dua yaitu data tulis dan data lisan. Data tulis terbagi
menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Data tulis primer seperti
dokumen, arsip, koran se-zaman, dan lain sebagainya. Sedangkan
data tulis sekunder seperti buku-buku sebagai penunjang
penelitian. Data lisan juga terbagi menjadi dua, yaitu primer dan
sekunder. Data lisan primer berupa uraian dari santri atau saksi 24Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif...., 112.
15
hidup Kiai Abbas. Sedangkan data lisan sekunder berupa uraian
dari masyarakat, tokoh, dan para kiai di Pondok Buntet Pesantren
Cirebon.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi pustaka, yaitu penulis mengumpulkan buku-buku
yang berkaitan dengan penelitian baik primer maupun sekunder,
yang penulis dapatkan dari Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan
Humaniora, Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan PBNU, dan
Perpustakaan Utama IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
b. Studi dokumentasi, yaitu mengumpulkan data atau
sumber dari dokumen yang telah tersedia, baik dalam bentuk
arsip, buku, koran se-zaman, maupun artikel-artikel yang dimuat
di internet yang mendukung penulisan skripsi ini.
c. Wawancara, yaitu alat re-cheking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah wawancara mendalam. Dalam hal ini penulis
mewawancarai 4 (empat) orang yang dianggap kredibel mengenai
penelitian ini, seperti Kiai Abdul Mufti (santri sekaligus saksi
hidup Kiai Abbas), KH Ade Nasihul Umam (cicit Kiai Abbas),
KH Muhadditsir Rifa’i (cucu Kiai Akyas), Munib Rowandi
(Penulis buku kisah-kisah dari Buntet Pesantren). Selanjutnya
hasil wawancara dituangkan dalam catatan data lapangan.
d. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara
melakukan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan cara
mendatangi Pondok Buntet Pesantren Cirebon.
16
5. Teknik Analisis Data
Pada tahap ini penulis menilai terlebih dahulu sumber-
sumber yang telah didapat melalui kritik ekstern dan kritik intern.
Setelah data terkumpul seluruhnya, penelitian dilanjutkan dengan
melakukan kritik data, baik kritik intern maupun ekstern. Dalam
kritik ekstern penulis ingin menguji keautentikan (keaslian) suatu
sumber, agar diperoleh sumber yang sungguh-sungguh asli dan
bukan tiruan atau palsu.25 Sedangkan kritik intern, penulis ingin
menguji lebih jauh lagi mengenai isi dokumen. Yaitu ingin
mempertanyakan, apakah isi informasi yang terkandung dalam
suatu dokumen benar dan dapat dipercaya, kredibel, dan
realibel.26 Tujuan dalam kritik sumber ini adalah untuk
menyeleksi data sehingga diperoleh fakta yang akurat dan valid.
6. Tahap-tahap Penelitian
Berpedoman kepada pendapat Lexy J. Moleong, maka
tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pra Penelitian
a. Menyusun rancangan penelitian.
b. Memilih lapangan penelitian.
c. Mengurus perizinan.
d. Menjajaki dan menilai lapangan.
e. Memilih dan memanfaatkan lingkungan.
f. Menyiapkan perlengkapan penelitian.
g. Persoalan etika penelitian.
Pelaksanaan
a. Memahami latar penelitian dan persiapkan
diri.
25A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah......, 67. 26A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah........, 71-72.
17
Penelitian b. Memasuki lapangan.
c. Berperan serta sambil mengumpulkan data.
Pelaporan Penelitian
a. Menyusun rencana penelitian, melakukan
kegiatan pengidentifikasian dan
pengkategorian sekaligus melakukan kajian
kepustakaan untuk mempelajari konsep-
konsep dan teori yang berkenaan dengan, dan
yang relevan, dalam rangka
memformulasikan masalah penelitian.
b. Melakukan penelitian di lapangan, untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang
berkenaan dengan judul penelitian di Pondok
Buntet Pesantren. Peneliti melakukan
wawancara mendalam terhadap narasumber
dan tahap selanjutnya menulis laporan ini
dalam bentuk skripsi.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah melihat Peran Kiai Abbas Buntet
(Cirebon) dalam Pertempuran Surabaya 1945, maka penulisan
skripsi terbagi ke dalam 6 (enam) bab yang meliputi:
BAB I: Pendahuluan. Berisi tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka terdahulu,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: Kajian Pustaka. Berisi tentang landasan teori,
kajian pustaka, dan kerangka berpikir.
18
BAB III: Biografi Kiai Abbas. Berisi tentang kelahiran
dan keluarga Kiai Abbas, pendidikan Kiai Abbas, dan karya-
karya Kiai Abbas.
BAB IV: Pertempuran Surabaya 1945. Berisi tentang latar
belakang Pertempuran Surabaya 1945, meletusnya Pertempuran
Surabaya 194, dan dampak Pertempuran Surabaya 1945 bagi
bangsa Indonesia.
BAB V: Keterlibatan Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945. Berisi tentang merumuskan Resolusi Jihad 22
Oktober 1945, Kontribusi Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945, Sebagai Komandan Pertempuran Surabaya 1945,
serta dampak perjuangan Kiai Abbas pasca Pertempuran
Surabaya 1945.
BAB VI: Penutup. Berisi tentang kesimpulan, dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Teori yang sesuai dengan penelitian ini adalah teori peran
dan kepemimpinan kharismatik. Menurut Soerjono Soekanto
(2009), peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan.
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-
pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan
sebaliknya.1 Dalam hal ini, Kiai Abbas telah melaksanakan
perannya dalam mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia karena telah melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya.
Sedangkan teori kepemimpinan kharismatik menyatakan
bahwa seorang menjadi pemimpin karena orang tersebut
memiliki pengaruh (kharisma) yang sangat besar. Seorang
pemimpin karismatik sering dianggap memiliki kekuatan gaib
(supranatural power). Jenis kepemimpinan ini pertama kali
diperkenalkan oleh ahli sosiologi Jerman yakni Max Weber.
Weber mendefinisikan kepemimpinan kharismatik sebagai
berikut.2
1Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali Pers:
Jakarta, 2009), edisi baru, 213.
2Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu
analisa karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, terj. Soeheba
Kramadinata, (Jakarta: UI Press, 1986), 215.
20
Berdasarkan persembahan pemimpin terhadap para
pengikut dengan kesucian, kepahlawanan, karakter
khusus seorang individu, dan juga pola normatif atau
keteraturan yang telah disampaikan. Pemimpin
kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan
yang sukar, termasuk jika ada masalah-masalah
ekonomi, agama, ras, politik, sosial.
Teori ini penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana
Kiai Abbas menjalankan fungsinya sebagai seorang kiai, pejuang,
tokoh politik, dan juga sebagai panutan serta sebagai seorang
pemimpin di kelompoknya. Menurut Weber ada tiga
kepemimpinan yang dimiliki oleh pemimpin agama yaitu:
1. Kepemimpinan kharismatik, bahwa kepatuhan
diberikan kepada pemimpin yang diakui karena sifat-
sifat keteladanan pribadi yang dimilikinya.
2. Kepemimpinan tradisional, bahwa tugas mereka adalah
mempertahankan aturan-aturan yang telah berlaku
dalam agama.
3. Kepemimpinan rasional-legal bahwa kekuasaannya
bersumber pada dan dibatasi oleh hukum.3
Fenomena kharismatik menjadi pengaruh di mana posisi
kiai berada. Kiai kharismatik bukanlah kenyataan metafisik tetapi
sebuah kualitas manusia yang sepenuhnya bisa diamati secara
empirik, karena merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
perbuatan dan sikap manusia.4 Beberapa kepribadian yang
3J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1992), 5.
4Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Study Tentang Cara Hidup
Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), 213.
21
mungkin bisa untuk mengenali seorang kiai kharismatik seperti
mempunyai pengaruh besar, ekspresif, tegas, tekun, pemberani,
percaya diri, supel, energik, dan berpandangan tajam dalam ide,
sikap dan tindakan.
B. Kajian Pustaka
1. Hakikat Kiai
a. Pengertian Kiai
Kiai secara etimologis (bahasa) menurut Adaby Darban
berasal dari bahasa Jawa Kuno “kiya-kiya” artinya orang yang
dihormati.5 Sedangkan secara terminologis (istilah) kiai menurut
Mahfred Ziemek adalah pendiri dan pemimpin sebuah pesantren,
seorang muslim “terpelajar” yang membaktikan hidupnya “demi
Allah” serta menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran Islam
melalui kegiatan pendidikan Islam.6
Di Indonesia, ada beberapa macam istilah atau sebutan
ulama. Di Aceh disebut Teungku, di Sumatera Barat disebut
Tuanku atau Buya, di Jawa Barat disebut Ajengan, di Jawa
Tengah dan Jawa Timur disebut Kiai, di daerah Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara disebut Tuan Guru.
Adapun ulana yang memimpin tarekat disebut Syekh, sedangkan
ulama di Betawi disebut Guru, Mu’allim dan Ustadz.7
5Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, (Jakarta: IKAPI,
1999), 85.
6Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta:
P3M, 1986), 131.
7Ahmad Fadli HS, Ulama Betawi: Studi Tentang Ulama Betawi dan
Kontribusinya Terhadap Perkembangan Islam, (Jakarta: Manhalun Nasyi-in
Press, 2011), 34.
22
Untuk pengertian kiai menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
Menurut Zamakhsyari Dhofier8, kiai adalah gelar yang
diberikan oleh masyarakat kepada ahli agama Islam yang
memliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-
kitab klasik kepada para santrinya. Di Jawa Barat seorang kiai
disebut ajengan. Berbeda dengan di Jawa Tengah dan Jawa
Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut dengan kiai.
Menurut Sayyid Quthb, kiai adalah orang-orang yang
memikirkan dan menghayati ayat-ayat Allah yang mengagumkan
sehingga mereka dapat mencapai ma’rifatullah secara haqiqi.
Sedangkan menurut Saiful Akbar Lubis, kiai adalah tokoh sentral
dalam suatu pondok pesantren, maju mundurnya pondok
pesantren dipengaruhi oleh wibawa dan kharisma sang kiai. Oleh
karena itu, tidak jarang terjadi apabila kiai di salah satu pondok
pesantren meninggal, maka pamor pondok pesantren tersebut
merosot karena kiai yang menggantikannya tidak sepopuler kiai
yang telah meninggal itu9.
b. Ciri-ciri Kiai
Menurut Imam Ghozali ciri-ciri dari seorang kiai ada 10
(sepuluh), di antaranya tidak mencari kemegahan dunia dengan
menjual ilmunya, tidak memperdagangkan ilmunya untuk
kepentingan dunia, perilakunya sejalan dengan ucapannya dan
8Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren...., 55.
9Saiful Akbar Lubis, Konseling Islami Kiai dan Pesantren,
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007), 169.
23
tidak menyuruh orang berbuat kebaikan sebelum ia
mengamalkannya10.
Munawar Fuad Noeh membagi ciri-ciri seorang kiai
menjadi 5 (lima), di antaranya mengabdikan seluruh ilmunya
untuk Allah SWT, niat yang benar dalam berilmu dan beramal.11
Sedangkan menurut mantan Rais ‘Aam dan Mustasyar Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri
mengatakan ada 5 (lima) ciri-ciri dari seorang kiai, salah satunya
ilmunya dapat dipertanggung jawabkan mulai dari dunia sampai
hari kiamat, dan seorang kiai mempunyai ruh dakwah yang
sangat besar.12
c. Ragam Kiai
Abdurrahman Mas’ud membedakan kiai menjadi lima
kategori, yaitu:
1. Kiai atau ulama encyclopedic dan multidisipliner yang
mengkonsentrasikan hidupnya dalam dunia ilmu; belajar,
mengajar dan menulis, dan menghasilkan berbagai kitab, seperti
Syekh Mahfudz at-Tarmasi, dan Syekh Nawawi al-Bantani.
2. Kiai yang ahli dengan satu spesialisasi bidang ilmu
pengetahuan Islam, seperti Quraisy Shihab dalam bidang ilmu
10Hsubky, Badruddin, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 57.
11Munawar Fuad Noeh dan Mastuki HS, Menghidupkan Ruh
Pemikiran KH. Ahmad Siddiq, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002),
102.
12https://www.ldiisurabaya.org/gus-mus-ciri-ciri-kiai/ (Diakses pada
hari senin tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.40)
24
tafsir al-Qur’an, dan KH Ali Mustafa Yaqub dalam bidang ilmu
hadits.
3. Kiai kharismatik, yang memperoleh karismanya dari ilmu
pengetahuan keagamaan, khususnya sufisme, seperti KH Kholil
Bangkalan Madura.
4. Kiai da’i keliling, yang perhatian dan keterlibatannya lebih
besar melalui ceramah dalam menyampaikan ilmunya, seperti KH
Zainuddin MZ, KH Fuad Hasyim dan Aa Gym..
5. Kiai pergerakan, karena peran dan skill kepemimpinannya
yang luar biasa, baik dalam masyarakat maupun organisasi yang
didirikannya, sehingga menjadi pemimpin yang menonjol, seperti
KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan.13
Endang Turmudi membedakan kiai menjadi empat
kategori, yaitu:
1. Kiai pesantren, yaitu kiai yang memusatkan perhatian untuk
mengajar di pesantren guna meningkatkan sumberdaya
masyarakat melalui peningkatan pendidikan, seperti KH Maimun
Zubair, KH Musthafa Bisri, dan lain-lain.
2. Kiai tarekat, yaitu memusatkan kegiatan mereka dalam
membangun batin (dunia hati) umat Islam, seperti Syekh Ahmad
Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom).
3. Kiai panggung, yaitu para da’i yang menyebarkan dan
mengembangkan Islam melalui kegiatan dakwah, seperti KH
Zainuddin MZ, KH Fuad Hasyim, dan Aa Gym.
13Abdurrahman Ma’ud, Intelektual Pesantren, (Yogyakarta: LKIS,
2004), 236.
25
4. Kiai politik, yaitu tipologi kiai yang mempunyai concern
(perhatian) dalam dunia perpolitikan, seperti KH Wahid Hasyim,
dan KH Agus Salim.14
Habib Luthfi Bin Yahya membedakan kiai menjadi lima
macam, yaitu:
1. Kiai tandur, yakni kiai yang sukanya mengasuh pondok
pesantren, ngopeni (melayani) para santri, seperti seperti KH
Maimun Zubair, KH Musthafa Bisri, dan lain-lain.
2. Kiai catur, yakni kiai yang suka terjun ke dunia polik, seperti
KH Wahid Hasyim, dan KH Agus Salim.
3. Kiai tutur, yakni kiai yang sukanya berdakwah ditengah
masyarakat luas, seperti KH Zainuddin MZ, KH Fuad Hasyim,
dan Aa Gym.
4. Kiai sembur, yakni kiai yang biasa jadi rujukan orang
berkonsultasi, ahli suwuk, ahli hikmah, seperti Syekh Ahmad bin
Ali al-Buuni.
5. Kiai wuwur, yakni kiai yang menjadi rujukan hukum oleh para
kiai lainnya, ahli fatwa, pengayom umat, biasa juga disebut Kiai
Khos, seperti KH Abdullah Abbas, Mbah Liem Klaten, KH Ilyas
Ruhiyat, KH Abdullah Faqih.15
14Endang Turmudi, Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan,
(Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2003), 32.
15http://aswajamuba.blogspot.com/2018/04macam-macam-kiai-
menurut-habib-luthfi.html?m=1 (Diakses pada hari senin tanggal 16 Juli 2018
pukul 19.55)
26
2. Hakikat Pertempuran
a. Pengertian Pertempuran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pertempuran merupakan permusuhan antara dua negara (bangsa,
agama, suku, dan sebagainya).16
Pertempuran menurut Letjen TNI (purn) Sayidiman
Suryohadiprojo merupakan sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam
arti sempit, adalah kondisi permusuhan dengan menggunakan
kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusia.17
Pertempuran menurut definisi klasik yang dikemukakan
oleh Karl von Clausewitz merupakan perjuangan dalam skala
besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk
menundukkan lawannya guna memenuhi kehendaknya.18
Pertempuran Surabaya 1945 dari pihak yang bertempur
mempunyai pengertian sebagai berikut:
1. Dari pihak Indonesia, Pertempuran Surabaya 1945
mempunyai pengertian sebagai peperangan suci (jihad) yang
harus dilakukan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia yang telah mereka rebut dan telah diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945, dari bangsa asing yang telah
mulai menyerang dan ingin menjajah kembali di Republik ini,
16Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cetakan ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 854.
17Letjen TNI (purn) Sayidiman Suryohadiprojo, Pengantar Ilmu
Perang, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2008), 3.
18J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh,
cet. V, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmaja, (Jakarta: Sinar Grafika,
2004), 699.
27
disamping itu pihak Sekutu telah melanggar perjanjian yang telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2. Dari pihak Sekutu yang tergabung dalam kekuatan
ABDACOM (American-British-Dutch-Australian Command),
Pertempuran Surabaya 1945 mempunyai pengertian sebagai
sesuatu yang perlu dilakukan dengan jalan kekerasan untuk
menindak orang-orang Indonesia yang ada di Surabaya yang
tidak mau menyerahkan senjata yang dimiliki arek-arek Surabaya
kepada pihak Sekutu.
b. Sebab-sebab Pertempuran
Menurut pendapat G.P.H. Djati Kusumo bahwa sebab-
sebab terjadinya pertempuran terletak dalam kenyataan bahwa
perkembangan manusia sangat berhubungan erat dengan
perkembangan nasional dari negara-negara.19 Sedangkan sebab-
sebab lain dari terjadinya pertempuran adalah perjuangan
melawan dominasi kolonial, melawan penduduk asing, melawan
rezim rasialis, dan memenuhi hak untuk menentukan nasib
sendiri.20
Mengutip dari halaman wikipedia21 bahwa sebab-sebab
terjadinya pertempuran dari zaman dahulu sampai sekarang
sangatlah banyak, akan tetapi bila disederhanakan yaitu keinginan
19Djatikoesoemo, Hukum Internasional Bagian Perang, (Jakarta:
Pemandangan, 1956), 13.
20http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66987/Chapt
er%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y (Diakses pada hari rabu tanggal 09
Agustus 2018 pukul 21.55)
21https://id.wikipedia.org/wiki/Perang (Diakses pada hari rabu tanggal
09 Agustus 2018 pukul 22.10)
28
untuk memperluas wilayah kekuasaan, dan perampasan sumber
daya alam (minyak, hasil pertanian, dan lain-lain).
C. Kerangka Berpikir
Pertempuran Surabaya 1945 memang telah banyak ditulis
oleh sejarawan, saksi sejarah, maupun akademisi. Namun siapa
sangka dibalik pertempuran yang sangat dahsyat tersebut peran
ulama dan santri dari berbagai pesantren tidak bisa dianggap
sebelah mata. Sampai Kiai Hasyim Asy’ari sendiri menunggu
seorang tokoh ulama yang nantinya akan memimpin para laskar
perjuangan di medan pertempuran. Tokoh tersebut adalah Kiai
Abbas dari Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Hal ini yang
menjadi perhatian penulis mengapa Kiai Abbas yang ditunggu
oleh Kiai Hasyim, bukankah banyak ulama lain yang lebih dekat
dengan Surabaya sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk
sampai ke sana.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui
studi pustaka, studi dokumentasi, wawancara, dan observasi.
Sementara untuk sumber, penulis menggunakan sumber primer
maupun sekunder. Sumber primer berupa dokumen-dokumen,
koran se-zaman, buku yang ditulis oleh saksi sejarah, wawancara
lisan dengan santri atau saksi hidup Kiai Abbas, dan kepada
pihak keluarga besar Kiai Abbas di Pondok Buntet Pesantren.
Sedangkan untuk sumber sekunder berupa buku-buku yang
berkaitan dengan penelitian sebagai sarana penunjang.
29
Kemudian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
sejarah dan politik. Pendekatan sejarah digunakan untuk
mengungkapkan bagaimana peran Kiai Abbas Buntet (Cirebon)
dan perjuangan dari rakyat Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan pada Pertempuran Surabaya 1945. Sementara
pendekatan politik digunakan untuk untuk mengungkapkan
bagaimana perpolitikan sekitar pasca proklamasi kemerdekaan
khususnya pada Pertempuran Surabaya 1945, dan mengapa Kiai
Abbas yang ditunjuk oleh para kiai sebagai komandan
Pertempuran Surabaya 1945.
Selanjutnya teori yang digunakan adalah teori peran dan
kepemimpinan kharismatik. Menurut Soerjono Soekanto (2009),
peran adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu
peranan.22 Sedangkan kepemimpinan kharismatik menurut Weber
adalah sebagai berikut:
Berdasarkan persembahan pemimpin terhadap para
pengikut dengan kesucian, kepahlawanan, karakter
khusus seorang individu, dan juga pola normatif atau
keteraturan yang telah disampaikan. Pemimpin
kharismatik muncul pada waktu krisis atau keadaan
yang sukar, termasuk jika ada masalah-masalah
ekonomi, agama, ras, politik, social.23
22Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali Pers:
Jakarta, 2009), edisi baru, 213.
23Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu
analisa karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, terj. Soeheba
Kramadinata, (Jakarta: UI Press, 1986), 215.
30
PERAN KIAI ABBAS DALAM
PERTEMPURAN SURABAYA 1945
MASALAH
Mengapa Kiai Abbas yang ditunjuk sebagai
komandan dalam Pertempuran Surabaya 1945 dan
Bagaimana Peran Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945.
METODOLOGI
PENDEKATAN
Sejarah
Menjelaskan peran Kiai Abbas
dan rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan
pada Pertempuran Surabaya 1945.
Politik
Perpolitikan pasca proklamasi
kemerdekaan khususnya pada
Pertempuran Surabaya 1945, dan
penunjukkan Kiai Abbas sebagai
komandan pertempuran.
TEORI
Peran
(Soerjono
Soekanto)
Mempertahankan kemerdekaan
RI dalam Pertempuran Surabaya
1945.
Kepemimpinan
Kharismatik
(Max Weber)
Seseorang menjadi pemimpin
karena orang tersebut memiliki
pengaruh (kharisma) yang sangat
besar.
TEMUAN 1. Strategi penyerangan yang diterapkan Kiai
Abbas sebagai seorang komandan adalah
melakukan penyerangan menjelang waktu fajar.
2. Kiai Abbas berhasil menggerakkan perlawanan
arek-arek Surabaya dari berbagai milisi.
31
BAB III
BIOGRAFI KIAI ABBAS
A. Kelahiran dan Keluarga Kiai Abbas
Munculnya kelompok ulama sebagai pejuang lembaga
nonformal di masyarakat atau yang biasa disebut sebagai tokoh
panutan masyarakat bukanlah hasil kampanye kelompok ulama
itu sendiri kepada rakyat agar rakyat memilih dan mengangkat
ulama sebagai pemimpin rakyat. Bukan pula hasil anugerah atau
pemberian “Sang Penguasa” atau berkat pengaruh kharisma sang
raja. Ulama lahir dari perkembangan Islam itu sendiri, sebagai
produk pantulan sebab akibat yang tumbuh alami dari rangkaian
panjang perjalanan ulama dalam mengembangkan Islam,
khususnya di tanah air.1 Begitu pula dengan sosok Kiai Abbas. Ia
adalah seorang ulama pejuang pada masa revolusi. Kiai Abbas
merupakan kiai kharismatik, yang dikenal karena pengetahuan
keislaman, keteduhan spritual dan kekuatan ilmu kanuragan yang
menjadikan ia sebagai rujukan dalam perang kemerdekaan.2
Kiai Abbas berasal dari keluarga yang alim. Ia adalah
putera sulung KH Abdul Jamil bin KH Muta’ad (Menantu pendiri
Pondok Buntet Pesantren, yakni Mbah Muqoyyim salah seorang
mufti di Kesultanan Cirebon) yang dilahirkan pada hari jum’at,
tanggal 24 dzulhijjah 1300 H/ 25 Oktober 1879 M di desa
1Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari tanah pengasingan: Kiai
Abbas, Pesantren Buntet, dan Bela Negara, (Yogyakarta: LKiS, 2014), 76.
2Munawir Aziz, Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan
Nasional, (Jakarta: Pustaka Compass, 2016), 38.
32
Pekalangan, Cirebon dan wafat pada tanggal 1 Rabiul Awwal
1365 H/1946 M.3
Menurut KH Ade Nasihul Umam4, nama lengkap Kiai
Abbas adalah Muhammad Abbas bin Abdul Jamil.5 Namun
karena Kiai Abbas juga adalah seorang Mursyid Tarekat
Syattariyah dan Muqaddam Tarekat Tijaniyah, maka menurut
Kang Munib Rowandi6 biasanya seorang yang telah menjadi
mursyid memiliki nama lengkap Maulana as-Sayyid as-Syaikh al-
Arif Billah Muhammad Abbas bin Abdul Jamil.7
Ayahnya Kiai Abbas, KH Abdul Jamil dilahirkan pada
tahun 1842 di Buntet Pesantren. Ayahnya bernama Kiai Muta’ad,
sedangkan ibunya bernama Ny. Aisyah cucu dari pendiri Pondok
Buntet Pesantren, yaitu Mbah Muqoyyim. Selain Abdul Jamil,
Kiai Muta’ad juga mempunyai seorang anak perempuan yang
bernama Ny. Rochilah. Kemudian Ny. Rochilah menikah dengan
Kiai Kriyan, oleh karena itu Kiai Abdul Jamil dengan Kiai
Kriyan adalah adik ipar.8
Kiai Abdul Jamil sejak kecil ikut dengan Kiai
Anwaruddin atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Kriyan,
kakak iparnya menetap di lingkungan keraton karena Kiai Kriyan
diangkat menjadi penghulu Kesultanan Cirebon. Saat itulah
3Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan
Jejaring Ulama-Santri (1830-1945). (Jakarta: Pustaka Compass, 2016), 183.
4Cicit Kiai Abbas dari jalur KH Mustamid Abbas.
5Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
6Penulis buku “Kisah-kisah dari Buntet Pesantren”.
7Hasil wawancara dengan Kang Munib Rowandi, pada hari sabtu
tanggal 28 Juli 2018.
8Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah Dari Buntet Pesantren,
(Cirebon: Kalam, 2012), 34.
33
33
Abdul Jamil selain adik ipar juga sebagai santri Kiai Kriyan yang
terkenal sangat alim. Selain menimba ilmu agama, Abdul Jamil
juga mempelajari ilmu pemerintahan. Hal ini membuat Abdul
Jamil mengetahui betul tentang konsep bernegara.9
Namun Ny. Rochilah binti Kiai Muta’ad terlebih dahulu
meninggal dunia mendahului Kiai Kriyan, suaminya. Setelah
kematian Ny. Rochilah, Kiai Kriyan menikah lagi dengan Ny. Sri
Lontang Jaya dari Arjawinangun. Dari pernikahan ini, ia
dikaruniai seorang anak bernama Ny. Sa’diyah.
Kiai Abdul Jamil salah seorang santri Kiai Kriyan yang
pandai, cerdas, kaya daya nalar, kreatif, dan berakhlak mulia,
hidup merakyat meskipun tinggal dan bergaul dalam lingkungan
keraton serta taat dalam beribadah. Dengan hati yang bulat
akhirnya Kiai Kriyan mengambil Abdul Jamil sebagai
menantunya, yaitu dinikahkan dengan Sa’diyah puteri Kiai
Kriyan yang masih kecil.10
Mengingat Sa’diyah masih kecil, maka oleh Kiai Kriyan
selaku mertuanya menikahkan Abdul Jamil lagi dengan Ny.
Kariah puteri dari KH Syathori penghulu Landraad11 Cirebon.
Ada dua alasan mengapa Kiai Kriyan menyuruh menantunya
untuk menikah lagi dengan Ny. Kariah. Pertama karena usia Ny.
Sa’diyah saat dinikahkan masih relatif kecil (anak-anak). Kedua
karena Kiai Kriyan memperkirakan apabila Kiai Abdul Jamil
9Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah Dari Buntet.....34-35.
10Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan..., 38.
11Pengadilan Negeri Hindia Belanda.
34
menikah dengan Ny. Kariah, maka anak keturunannya akan
menjadi orang-orang besar dan alim.12
Dari perkawinan dengan Ny. Kariah, Kiai Abdul Jamil
memiliki keturunan sebagai berikut:13
1. KH Abbas 5. KH Akyas
2. Ny. Yakut 6. KH Anas
3. Ny. Mu’minah 7. KH Ilyas
4. Ny. Nadroh 8. Ny. Zamrud
Sedangkan dari pernikahan dengan Ny. Sa’diyah binti
Kiai Kriyan dari Ibu Ny. Sri Lontang Jaya, Kiai Abdul Jamil
memperoleh keturunan sebagai berikut:14
1. Ny. Sakiroh 4. Ny. Sri Ma’fuah (Nyai Enci)
2. Ny. Mandah 5. Ny. Halimah
3. KH Anwar Zahid
Dari penjelasan nasab diatas, dapat diketahui bahwa Kiai
Abbas adalah putera pertama dari Kiai Abdul Jamil dengan istri
keduanya, yaitu Ny. Kariah. Selain itu, ia merupakan cicit dari
pendiri Pondok Buntet Pesantren (Mbah Muqoyim) dari jalur
nenek dari ayahnya (Ny. Aisyah).
Apabila nasabnya diurutkan keatas melalui jalur ayah
adalah KH Abbas bin KH Abdul Jamil bin KH Muta’ad bin KH
Raden Nuruddin bin Raden Muriddin bin Raden Ali bin Pangeran
Punjul (Raden Bagus/Pangeran Penghulu Kasepuhan) bin
Pangeran Senopati (Pangeran Bagus) bin Pangeran Kebon Agung
12Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah Dari Buntet....., 35.
13Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan..., 39.
14M. Hisyam Mansyur, MS. Amak Ahmadi Bakri, Sekilas Lintas
Sejarah Buntet Pesantren Mertapada Kulon, (1973), 23.
35
35
(Pangeran Sutajaya V) bin Pangeran Dalem Anom (Pangeran
Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak) Pangeran Nata Manggala bin
Pangeran Sutajaya Sedo ing Demung bin Pangeran Wirasutajaya
(Adik Kandung Panembahan Ratu) bin Pangeran Dipati Anom
(Pangeran Suwarga/Pangeran Dalem Arya Cirebon) bin Pangeran
Pasarean (Pangeran Muhammad Tajul Arifin) bin Sunan Gunung
Jati (Syarif Hidayatullah Al-Khan).15
Dengan demikian, pada dasarnya Kiai Abbas berasal dari
keluarga yang alim dan masih keturunan dari Syarif Hidayatullah
(Sunan Gunung Jati), salah seorang dari anggota Wali Songo
yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat, sekaligus pendiri
Keraton Kasepuhan Cirebon. Oleh karena itu, selain memiliki
darah pejuang dan pemimpin, ia juga aktif dalam mengabdikan
hidupnya untuk bangsa dan tanah air. Terlebih untuk
menyebarkan dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada
masyarakat luas yang berada di sekitar wilayah Pondok Buntet
Pesantren Cirebon.
Sepulang dari petualangannya menimba ilmu dari
berbagai pondok pesantren, khususnya Tebuireng, Jombang, Kiai
Abbas segera dinikahkan degan Ny. Chofidloh. Dari pernikahan
ini Kiai Abbas dikaruniai tiga orang putra dan satu orang putri,
yaitu:
1. KH Mustahdi Abbas 3. KH Mustamid Abbas, dan
2. Kiai Abdul Rozak 4. Ny. Sumaryam
15Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan..., 150-
151.
36
Setelah Ny. Chofidloh wafat kemudian Kiai Abbas
menikah lagi dengan Ny. I’anah puteri dari Kiai Mun’im, adik
dari Kiai Abdul Jamil.16 Dari pernikahannya yang kedua Kiai
Abbas memperoleh dua orang putera dan empat orang puteri,
yaitu:
1. KH Abdullah Abbas 4. Ny. Maemunah
2. Ny. Qismatul Maula 5. KH Nahduddin Royandi Abbas
3. Ny. Sukaenah 6. Ny. Munawwaroh
Putera-putera Kiai Abbas ini yang akan menggantikannya
memimpin Pondok Buntet Pesantren dari masa ke masa, yaitu
KH Mustahdi Abbas (1946-1975), KH Mustamid Abbas (1975-
1989), KH Abdullah Abbas (1989-2007), KH Nahduddin
Royandi Abbas (2007-2018).
Kiai pada zaman dahulu, disamping mengurus Pondok
Pesantren yang dipimpinnya, mereka juga memiliki pekerjaan
lain untuk menghidupi keluarganya. Seperti yang dilakukan oleh
Kiai Abbas, ia memiliki sawah pertanian yang sangat luas. Di
pagi hari digunakan untuk bertani (menggarap sawah), siang
sampai malam hari digunakan untuk mengajar para santrinya.
Sampai musim panen tiba, hasil pertanian itu jual dan uang hasil
dari penjualannya digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari
keluarga, para santri, masyarakat sekitar sampai keperluan
Pondok Pesantren. Walaupun keperluannya begitu besar, namun
16M. Hisyam Mansyur, MS. Amak Ahmadi Bakri, Sekilas Lintas
Sejarah Buntet....., 31.
37
37
Kiai Abbas tidak mengharapkan sadaqah atau pemberian dari
orang lain.17
B. Pendidikan Kiai Abbas
Dalam tradisi pesantren digambarkan bahwa sebelum
menjadi seorang kiai, maka seseorang harus terlebih dahulu
menjadi seorang santri. Santri adalah orang belajar ilmu agama,
kata santri merupakan adaptasi dari istilah sashtri yang
mempunyai arti orang yang belajar kitab suci.18
Perlu ditekankan di sini, bahwa dalam tradisi pesantren,
seorang kiai tidak akan memiliki status dan kemasyhuran hanya
karena kepribadian yang dimilikinya. Ia menjadi kiai karena ada
yang mengajarnya. Ia pada dasarnya mewakili watak pesantren
dan gurunya di mana ia belajar.19
Begitu juga jalan yang ditempuh oleh Kiai Abbas, pada
masa kanak-kanak ia belajar kepada ayahnya sendiri terutama
pengetahuan dasar ilmu agama, juga kepada kiai lain yang
sengaja didatangkan. Menjelang dewasa, ia nyantri kepada Kiai
Nasuha, Jatisari, Plered, Cirebon. Di pesantren ini ia
mengkhatamkan kitab fiqh dan tauhid, antara lain fathul mu’in.
Di tahun itu pula ia nyantri kepada Kiai Hasan di Pesantren Salaf
di Sukunsari, Plered, Cirebon. Setelah itu, barulah Kiai Abbas
mondok di luar daerah, tepatnya di Pesantren Giren, Tegal, Jawa
17Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan..., 72.
18Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, (Depok: Pustaka Liman, 2012),
130.
19Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 2011),
100.
38
Tengah untuk belajar ilmu tauhid kepada ulama sepuh yang
dipimpin oleh Kiai Ubaedah.20
Dalam tradisi pesantren seorang murid (santri) bisa
memiliki beberapa guru di beberapa daerah di Jawa. Santri yang
seperti ini dikenal sebagai santri kelana (travelling santri),
mereka belajar dari satu ulama tertentu ke ulama lain di pesantren
yang berbeda. Hal ini dilakukan dan masih berlangsung sampai
saat ini untuk memperoleh berkah (baroka) dari banyak ulama.
Diyakini bahwa semakin banyak ulama yang menjadi tempat
mereka belajar, semakin luas dan matang pula pengetahuan Islam
mereka.21
Selanjutnya Kiai Abbas bersama adik kandungnya, yakni
Kiai Anas menimba ilmu ke Pesantren Tebuireng22 Jombang,
Jawa Timur. Di sini keduanya berguru kepada Hadratus Syekh
KH Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU)
untuk memperdalami ilmu hadits. Kiai Hasyim merupakan murid
kesayangan Syekh Mahfudzh al-Tarmisi, sedangkan Syekh
Mahfudzh adalah ulama Indonesia pertama yang mengajarkan
kitab hadits Shahih Bukhari di Mekkah. Syekh Mahfudzh diakui
sebagai pemegang isnad (mata rantai) hadits Bukhari urutan ke-
20Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan..., 67.
21Jajat Burhanudin, Islam dalam Arus sejarah Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2017), 310-311.
22Pesantren Tebuireng didirikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari pada
tanggal 26 Rabi’ul Awal 1317 H/ 1899 M disebuah tanah yang dibeli dari
seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Santri pada periode pertama berjumlah 8
orang. Lalu, setelah 3 bulan bertambah menjadi 28 orang. (Lihat buku Zuhairi
Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010).
39
39
23 yang mendapatkan ijazah dari gurunya yakni Syekh Abu
Bakar bin Muhammad Syatta’.23
Lebih lanjut, Syekh Mahfudzh memberikan ijazahnya
kepada Kiai Hasyim sebagai mata rantai ke-24 yang berhak
menyampaikan hadits Bukhari yang memenuhi syarat dan berhak
mengajarkan hadits Bukhari kepada santri dan muridnya.24
Kiai Abbas merupakan santri Tebuireng angkatan pertama
bersama KH Wahab Chasbullah (ulama besar Indonesia tokoh
kharismatik pendiri NU). Semasa mondok di Tebuireng, Kiai
Abbas dikenal sebagai sosok pemuda yang cerdas, pemberani,
pandai bergaul, berjiwa pemimpin, terampil, dan penuh
kreativitas.25
Adapun hubungan Kiai Abbas dengan Kiai Hasyim sangat
dekat. Di mata Kiai Hasyim, Kiai Abbas adalah santri yang
mempunyai beberapa kelebihan, baik dalam bidang ilmu bela diri
maupun kedigdayaan. Tidak jarang, Kiai Abbas diminta bantuan
khusus yang berkaitan dengan keahliannya itu.26 Ini dibuktikan
ketika dua tahun pertama berdirinya pesantren, Pesantren
Tebuireng kerap mendapatkan ancaman dari masyarakat sekitar
yang tidak suka dengan kehadiran Pondok Pesantren Tebuireng
yang didukung oleh Belanda, dan penguasa Pabrik Gula Cukir.
Pada malam hari, para santri tidak berani tidur sembari
23Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad
“Perjuangan Ulama: Dari Menegakkan Agama Hingga Negara.” (Tebuireng:
Pustaka Tebuireng, 2015), 152.
24Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad
Perjuangan Ulama.....153.
25Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan...,68.
26Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan.., 58.
40
menempelkan badannya ke dinding asrama karena para bandit-
bandit lokal sering menancapkan senjata tajam yang bisa
menyebabkan jatuhnya korban.27
Kemudian Kiai Abbas bersama santri-santri lainnya
membantu Kiai Hasyim melawan para bandit lokal yang
mengganggu pesantren. Akhirnya, para berandal dan bandit-
bandit tersebut kalah dalam ilmu kanuragan. Pesantren Tebuireng
kembali menjadi aman, serta menjadi rujukan santri untuk
mengaji.28
Kiai Abbas tidak hanya mengeyam pendidikan di dalam
negeri saja, tetapi juga belajar ilmu agama di Timur Tengah. Pada
masanya, Haramain29 menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam.
Seperti yang di ungkapkan oleh Azyumardi Azra dalam prolog
bukunya30 bahwa sumber dinamika Islam pada abad ke-17 dan
ke-18 adalah jaringan ulama, terutama yang berpusat di Mekkah
dan Madinah. Posisi pentingnya kedua kota suci ini, khususnya
dalam kaitan dengan ibadah haji, mendorong sejumlah besar guru
(ulama) dan penuntut ilmu dari berbagai wilayah dunia Muslim
datang dan bermukim di sana, yang pada gilirannya menciptakan
semacam jaringan keilmuan yang menghasilkan wacana ilmiah
yang unik.
Saat menunaikan ibadah haji Kiai Abbas tidak langsung
pulang, tetapi berguru kepada para ulama baik dari Indonesia
27Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi,
Keumatan, dan Kebangsaan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), 59.
28Munawir Aziz, Pahlawan Santri Tulang Punggung...., 39.
29Dua kota suci, Makkah dan Madinah.
30Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia. Edisi Perenial.
41
41
maupun dari Timur Tengah. Selama beberapa tahun Kiai Abbas
tinggal di rumah Syekh Ahmad Zubaidi di Mekkah, ia belajar
dengan sejumlah guru diantaranya adalah Syekh Mahfudz dari
Termas (Jawa Timur).31
Di tanah suci Kiai Abbas memperdalam ilmu agama
terutama ilmu qira’at al-Qur’an, ilmu tafsir, dan hadits. Di antara
teman-temannya yang berasal dari Jawa adalah Kiai Bakir dari
Yogyakarta, Kiai Abdillah dari Surabaya, dan Kiai Wahab
Chasbullah dari Jombang. Selama di Mekkah Kiai Abbas juga
mengajar para mukkimin (orang-orang Indonesia yang tinggal di
Mekkah) dan memiliki beberapa orang santri, di antaranya yang
berasal dari Cirebon seperti Kiai Sulaeman dari Babakan
Ciwaringin, dan Kiai Kholil dari Pesantren Balerante,
Palimanan.32
C. Karya-karya Kiai Abbas
1. Madrasah Wathoniyah
Kiai Abbas merupakan seorang ulama yang
mendedikasikan hidupnya untuk agama, nusa, dan bangsa.
Kecintaannya dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa tidak
perlu diragukan lagi. Sehingga pada waktu itu di Pondok Buntet
Pesantren sudah mendirikan Madrasah yang menunjukkan
31A.G. Muhaimin, “The Islamic Traditions Of Cirebon Ibadat and
Adat Amongs Javanese Muslims.” (Disertasi Doctor, Australia: ANU E Press,
1995), 228.
32A.G. Muhaimin, The Islamic Traditions Of ....., 228.
42
kecintaannya kepada tanah air dengan mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah Wathoniyah.33
Selaras dengan penuturan KH Ade Nasihul Umam, Kang
Munib Rowandi juga menuturkan bahwa pada tahun 1928 M di
Pondok Buntet Pesantren, Kiai Abbas sudah mendirikan sekolah
gerakan pendidikan Hubbul Wathon (cinta tanah air). Maka
munculah sekolah yang bernama Wathoniyah. Oleh karena itu,
hampir sekitar wilayah Cirebon kalau ada sekolah Madrasah
Ibtidaiyah atau Madrasah Tsanawiyah Wathoniyah itu terinspirasi
dari gerakan pendidikan yang dicanangkan oleh Kiai Abbas. Di
Pondok Buntet Pesantren sendiri ada bukti fisik berupa gedung
MI (Madrasah Ibtidaiyah) Wathoniyah34 yang didirikan pada
tahun 1928 M yang sampai sekarang masih digunakan sebagai
sarana pendidikan.35
2. Penyebar Tarekat
Disamping sebagai sesepuh pondok, Kiai Abbas juga
mewarisi Mursyid Tarekat Syattariyah36 dari ayahnya yang
bersambung sampai Mbah Muqoyim (pendiri Pondok Buntet
Pesantren), sehingga peran Kiai Abbas di Pondok Buntet
Pesantren adalah menjadi leader sentral (pemimpin sentral),
33Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
34Lihat lampiran 8.
35Hasil wawancara dengan Kang Munib Rowandi, pada hari sabtu
tanggal 28 Juli 2018.
36Lihat lampiran 12.
43
43
karena banyak kiai-kiai sepuh juga yang ada di Pondok Buntet
Pesantren saat itu.37
Ada sebuah manuskrip38 yang diduga kuat tulisan tangan
Mbah Muqoyim yang tersimpan di kediaman Raden Raffan
Hasyim – biasa disapa Pak Opan, sejarawan dan filolog Cirebon.
Manuskrip tersebut berupa bunga rampai yang isinya memuat
berbagai tema, salah satunya mengenai sanad Tarekat Syattariyah
Mbah Muqoyim, Mursyid Tarekat Syattariyah. Di dalam
manuskrip tersebut memuat sanad Syattariyah disebutkan mulai
dari Rasulullah SAW, sampai kepada tiga nama setelah Mbah
Muqoyim.39
Selain sebagai Mursyid Tarekat Syattariyah, menurut para
sesepuh Pondok Buntet Pesantren, Kiai Abbas juga sebagai
Muqaddam Tarekat Tijaniyah. Kiai Abbas merupakan salah satu
dari “Tujuh Kiai Besar” yang menjadi Muqaddam utama Tarekat
Tijaniyah yang diangkat oleh Muqaddam Tarekat Tijaniyah
Syekh Ali ibn Abdullah ath-Thayyib al-madani yang berasal dari
Madinah.40
Ke tujuh Muqaddam itu adalah Syekh Ali ibn Abdullah
ath-Thayyib al-madani yang kemudian menetap di Bogor, KH
Asy’ari Bunyamin Garut, KH Badruzzaman Garut, KH Utsman
37Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
38Lihat lampiran 10.
39https://www.buntetpesantren.org/2018/08/manuskrip-sanad-tarekat-
syatariyah-mbah.html (Diakses pada hari senin tanggal 17 September 2018
pukul 22.28)
40https://m.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/a.3
56613851095960.85503.347695735321105/409204662503545/?type=1&p=0#
_=_ (Diakses pada hari jum’at tanggal 5 Oktober 2018 pukul 16.20)
44
Damiri Cimahi (Bandung), dan tiga bersaudara dari Buntet: KH
Abbas, KH Anas, dan KH Akyas. Ketujuh Muqaddam inilah
yang bertanggung jawab atas penyebaran Tarekat Tijaniyah di
wilayah Jawa Barat.41
Sejarah bergabungnya Kiai Abbas dalam Tarekat
Tijaniyah bermula ketika Syekh Ali Thayyib (Muqaddam Tarekat
Tijaniyah) bertemu dengan Rasulullah dan Syekh Ahmad at-
Tijani (pendiri Tarekat Tijaniyah). Syekh Ahmad at-Tijani
kemudian memerintahkan Syekh Ali Thayyib untuk ke datang ke
Indonesia. Atas perintah tersebut, Syekh Ali Thayyib berangkat
ke Indonesia dan menetap di wilayah Bogor. Selain untuk datang
ke Indonesia, Syekh Ali Thayyib juga diperintahkan oleh
Rasulullah dan Syekh Ahmad at-Tijani untuk mengangkat
seseorang yang bernama Muhammad Akyas untuk menjadi
Muqaddam Tarekat Tijaniyah, di wilayah Jawa.
Setelah Syekh Ali Thayyib mencari informasi bahwa
ulama di Jawa yang paling dekat dengan Bogor adalah Cirebon,
dan ulama yang paling terkenal pada waktu itu adalah Kiai
Abbas, maka secara otomatis Syekh Ali Thayyib bertanya kepada
Kiai Abbas dengan berkirim surat, yang isinya meminta tolong
kepada Kiai Abbas untuk membawa orang yang bernama
Muhammad Akyas.
Setelah menerima surat tersebut, kemudian Kiai Abbas
membawa Kiai Akyas ke Bogor untuk bertemu Syekh Ali
Thayyib. Sesampainya di Bogor, Syekh Ali Thayyib baru 41https://m.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/a.3
56613851095960.85503.347695735321105/409204662503545/?type=1&p=0#
_=_ (Diakses pada hari jum’at tanggal 5 Oktober 2018 pukul 16.20)
45
45
menyampaikan pesan dari Rasulullah dan Syekh Ahmad at-Tijani
bahwa ia diperintah untuk mengangkat Kiai Akyas menjadi
Muqaddam Tarekat Tijaniyah. Setelah terjadi percakapan akan
maksud diundangnya Kiai Akyas, kemudian Kiai Abbas bilang
bahwa Akyas ini adalah adiknya.
Pada akhirnya Kiai Akyas diminta oleh Syekh Ali
Thayyib untuk dibai’at masuk ke dalam Tarekat Tijani dan
sekaligus menjadi Muqaddam, akan tetapi Kiai Akyas menolak
dengan alasan dirinya masih merokok. Kemudian Syekh Ali
Thayyib mengatakan kepada Kiai Akyas bahwa nanti ketika Kiai
Akyas mau meninggal, Kiai Akyas akan berhenti merokok.
Akhirnya yang dibai’at oleh Syekh Ali Thayyib untuk menjadi
Muqaddam Tarekat Tijaniyah adalah Kiai Abbas, kemudian
setelah Kiai Abbas wafat digantikan oleh adiknya, Kiai Akyas.42
3. Pencak silat Kiai Abbas
Pada masa pendudukan Jepang, gaya bushido Jepang,
dengan penekanannya pada nilai-nilai bela diri dan spritual,
kehormatan dan kesetiaan, mampu menarik minat yang besar di
antara kaum muda Jawa di pedesaan, di mana lingkungan
pesantren mereka juga memberi tekanan pada disiplin spiritual,
ketaatan pada kiai dan seni bela diri.43
Di Pondok Buntet Pesantren, pada masanya banyak orang
yang sudah mempunyai keilmuan seni bela diri, seperti dari Kiai
42Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
43M. C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa
dan Penentanganya dari 1930 sampai Sekarang, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2013), 131.
46
Abdul Jamilnya sendiri. Karena semenjak Mbah Muqoyyim, di
Pondok Buntet Pesantren sudah ada pelajaran seni bela diri untuk
melawan penjajah, dan budaya Buntetnya sudah kuat, belakangan
ini hanya beberapa orang saja yang memilikinya. Disamping itu,
di Pondok Buntet Pesantren ada kelompok kiai, dan ada
kelompok magersari. Magersari itu artinya orang-orang yang
membantu kiai. Kelompok magersari ini yang dulu membantu
para kiai yang ada di Buntet, seperti melatih para santri untuk
belajar ilmu bela diri. Sampai sekarang kelompok magersari
inilah yang memiliki ilmu Cimande (bela diri) di Pondok Buntet
Pesantren.44
Selain mengajari Kiai Abbas tentang berbagai ilmu
keagamaan, ayahnya juga mengajari Kiai Abbas ilmu seni bela
diri, karena dirasa sangat perlu ketika situasi zaman yang sedang
dalam masa penjajahan. Selain itu, Kiai Abdul Jamil juga
mendatangkan beberapa tokoh bela diri untuk melatih Kiai
Abbas, sehingga Kiai Abbas sudah lihai dalam ilmu pencak silat,
bahkan Kiai Abbas bisa membuat jurus pencak sendiri dengan
penggabungan jurus-jurus pencak yang ada di nusantara.
Sehingga pada saat itu dikenalah dengan sebutan pencak Kiai
Abbas dan itu sangat masyhur di wilayah Cirebon. Biasanya
tahap terakhir yang dilakukan ketika akan menyelesaikan ilmu
bela diri ini harus dibarengi dengan puasa. Karena kemasyhuran
44Hasil wawancara dengan Kang Munib Rowandi, pada hari sabtu
tanggal 28 Juli 2018.
47
47
Kiai Abbas, pada saat itu ketika ada orang yang ingin belajar ilmu
bela diri/kanuragan mereka datang ke Pondok Buntet Pesantren.45
4. Organisasi Asybal
Karya Kiai Abbas dalam bidang kenegaraan adalah salah
satu pendiri Laskar Hizbullah. Selain itu di Pondok Buntet
Pesantren, Kiai Abbas membentuk Organisasi Asybal. Asybal
adalah organisasi anak-anak yang berusia di bawah 17 tahun yang
dibentuk oleh para sesepuh Pondok Buntet Pesantren sebagai
pasukan pengintai, yang bertugas mengawasi jalan-jalan yang
mungkin dilalui musuh dari sebelah mana musuh datang, dengan
memakai kendaraan apa musuh datang, serta bertugas sebagai
penghubung yang membawa informasi dan berita dari satu
kesatuan kepada kesatuan yang lainnya. Sebagai pimpinan
Asybal pada waktu itu adalah:
- H Nahduddin Abbas (Komandan)
- Mohammad Faqihuddin (Wadan)
- Mohammad Hisyam Mansyur (Dan Kie I)
- Fachruddin (Dan Kie II)
- Hasyim Halawi (Dan Kie III)
- Muayyad Qosim (Dan Kie IV)46
Setelah sekian lama mengabdikan dirinya untuk agama,
nusa, dan bangsa, Kiai Abbas wafat pada tanggal 1 Robiul Awal
1365 H/1946 M.47 Ia wafat di rumahnya pada pagi hari setelah
45Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
46M. Hisyam Mansyur, MS. Amak Ahmadi Bakri, Sekilas Lintas
Sejarah Buntet....., 30.
47Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan....., 92.
48
sarapan dan ngewedang48 bersama adiknya, Kiai Akyas.49 Hingga
akhir hayatnya Kiai Abbas merupakan salah satu ulama yang
aktif dalam pergerakan nasional baik di bidang sosial, politik, dan
keagamaan. Kiai Abbas dimakamkan di pemakaman Gajah
Ngambung komplek Pondok Buntet Pesantren berdampingan
dengan makam Ayahnya. Pada saat upacara pemakaman yang
mengumandang adzan Tubagus Naafi’e dari Banten dan yang
isyhad50 adalah KH. Zen.51
48Minuman dari bahan gula dan kopi (teh, jahe, dan sebagainya) yang
biasanya disedu dengan air panas, biasanya dapat menghangatkan tubuh. KBBI
Online.
49Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
50Seseorang yang mewakili pihak keluarga untuk menyampaikan
kesaksian mayit ketika masih hidup.
51Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan Dari Tanah Pengasingan....., 92.
49
BAB IV
PERTEMPURAN SURABAYA 1945
A. Latar Belakang Pertempuran Surabaya 1945
1. Pengibaran Bendera Belanda di Hotel Yamato
Saat Surabaya masih dilanda demam selebaran yang
membakar jiwa para pemuda untuk menjadi patriot bangsanya
guna mempertahankan kemerdekaan, pada pertengahan
September 1945, orang-orang ramai membicarakan datangnya
rombongan Palang Merah (Intercross) dari Jakarta yang terdiri
dari orang-orang Inggris dan Belanda. Mereka datang tanpa
adanya izin dari pemerintah Republik yang ada di Surabaya,
tetapi langsung berhubungan dengan penguasa Jepang dengan
alasan untuk tugas sosial yang akan mengurusi tawanan-tawanan
orang Belanda dan orang-orang asing lainnya.1
Hal yang menjadi pergunjingan arek-arek Surabaya pada
umumnya adalah sifat kecongkakan orang-orang Belanda
terhadap masyarakat Surabaya pada setiap gerak dan kelakuan
mereka. Apalagi saat itu mereka ditempatkan di Hotel Oranje
oleh penguasa Jepang yang waktu itu bernama Hotel Yamato.2
Puncaknya terjadi pada tanggal 19 September 1945. Waktu itu
seorang Indo-Belanda bernama Ploegman telah berani
1R.S. Achmad, Surabaya Bergolak, (Jakarta: Haji Masagung, 1990),
12.
2Pada saat ini hotel tersebut bernama Hotel Majapahit bertempat di Jl.
Tunjungan No. 65 Surabaya. Hotel tersebut didirikan pada tahun 1910 oleh
Sarkies Bersaudara dari Armenia.
50
mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas tiang bendera
Hotel Yamato yang mereka tempati.3
Melihat keadaan seperti itu, arek-arek Surabaya yang
sudah dibakar oleh jiwa patriotisme yang penuh heroik, tanpa ada
yang mengundang, satu persatu-satu dan kemudian berbondong-
bondong menuju Hotel Yamato, sehingga halamannya penuh
sesak. Para arek-arek Surabaya tersebut berkumpul membaur,
sebagian membawa senjata apa saja.4
Tidak lama setelah itu, Residen Soedirman, seorang
pejuang dan diplomat yang saat itu menjabat sebagai Wakil
Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui oleh
pemerintah Dai Nippon di Surabaya, sekaligus menjabat sebagai
Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati
kerumunan arek-arek Surabaya lalu masuk ke Hotel Yamato
dikawal oleh Sidik dan Hariyono. Sebagai perwakilan pemerintah
Republik Indonesia ia berunding dengan Ploegman dan kawan-
kawannya supaya bendera Belanda segera diturunkan dari Hotel
Yamato.5
Dalam perundingan tersebut Ploegman menolak untuk
menurunkan bendera Belanda dan menolak mengakui kedaulatan
Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman
mengeluarkan pistol, dan terjadilah perkelahian di ruang
perundingan. Ploegman tewas dicekik oleh Sidik, yang kemudian
Sidik juga tewas oleh tentara Belanda yang berjaga-jaga dan
3R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 12-13. 4R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 13. 5R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 13.
51
mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Soedirman dan
Hariyono melarikan diri keluar Hotel Yamato.6
Saat perkelahian terjadi, menyelinaplah dua orang
pemuda dan segera naik ke atas Hotel Yamato dengan seorang
membawa tangga dan memeganginya, sedang yang satu naik ke
atas tiang. Hariyono yang semula bersama Soedirman kembali
masuk ke dalam Hotel dan terlibat dalam pemanjatan tiang
bendera. Dengan segera pemuda yang bernama Kusnowibowo,
seorang pegawai kota madya, menurunkan bendera Merah Putih
Biru dan dengan menggunakan kekuatan giginya merobek warna
biru pada bendera tersebut. Setelah itu ia mengerek kembali
bendera yang tinggal menyisakan warna Merah Putih ke atas
tiang untuk berkibar lagi.7 Massa bersorak riuh meneriakkan
pekik merdeka. Beberapa keberhasilan yang telah di capai kian
membangkitkan keinginan para pemuda untuk merebut
kemerdekaan secara utuh. Seluruh bagian dan wilayah yang harus
direbut dari kekuasaan orang-orang Jepang, termasuk markas dan
gedung-gedung tempat penyimpanan Jepang.8
2. Pendaratan Tentara Sekutu di Jakarta
Pada bulan Agustus 1943 di Quebec, Kanada, terjadi
kesepakatan antara Presiden Roosevelt dan Perdana Menteri
Inggris Churchill untuk membentuk South East Asia Command
(SEAC/Komando Asia Tenggara). Sejak tanggal 16 November,
6A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 1
Proklamasi, (Bandung: Disjarah AD-Angkasa, 1992), 405. 7R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 13. 8Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur,
(Jombang: Pustaka Tebuireng, 2015), 149-150.
52
SEAC berada di bawah komando Vice Admiral Lord
Mountbatten. Wewenang SEAC meliputi Sri Langka, sebagian
Assam, Birma, Thailand, Sumatera dan beberapa pulai kecil di
lautan Hindia (Batara Hutagalung, 2010:159).9
Posisi Belanda saat kekuasaannya berhasil direbut oleh
Jepang di Hindia Belanda, sebagian pembesar Belanda melarikan
diri ke Australia. Bersama Amerika, pada tanggal 10 Desember
1944 Belanda mendirikan pemerintahan sipil yang diketuai oleh
Letnan Gubernur Jenderal Dr. HJ van Mook. Pemerintahan sipil
ini terkenal dengan sebutan NICA (Netherlands Indies Civil
Administration). NICA didirikan untuk kepentingan para
panglima Sekutu yang melakukan Administrasi sipil di daerah-
daerah Hindia Belanda yang telah dibebaskan selama
pertanggung jawabannya belum diserahkan kepada pemerintah
sendiri.10
Pada awal tahun 1945, pihak Sekutu telah memutuskan
bahwa pasukan-pasukan Amerika akan memusatkan perhatian
pada pulau-pulau di Jepang. Dengan demikian, pada saat terakhir,
tanggung jawab atas Indonesia dipindahkan dari Komando
Pasifik Barat Daya (South West Pasific Area Command/
SWPAC) Amerika di bawah pimpinan MacArthur kepada
Komando Asia Tenggara Inggris di bawah pimpinan Lord Louis
Mountbatten11, dan kepada Jenderal Blomoy dari Australia.12
9Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia dari
Proklamasi Sampai Orde Reformasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 23.
10Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa....., 144. 11M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta:
Serambi, 2005), 435.
53
Secara resmi, tugas pokok yang diberikan oleh pimpinan
Allied Forces kepada Supreme Commander Allied Forces South
East Asia Command (Panglima Tertinggi Tentara Sekutu
Komando Asia Tenggara), Vice Admiral Lord Louis Mountbatten
adalah :
1. Melucuti Tentara Jepang dan mengatur pemulangan mereka ke
negaranya (The disbarment and removal of the Japanese Imperial
Forces)
2. Membebaskan para tawanan dan interniran13 Sekutu yang
ditahan oleh Jepang di Asia Tenggara (RAPWI/Rehabilitation of
Allied Prisoners of War and Internees), termasuk di Indonesia.
3. Menciptakan keamanan dan ketertiban (Establishment of law
and order).14
Meskipun di kemudian hari, ternyata ada hidden agenda
(agenda rahasia) yang dilakukan oleh tentara Inggris atas nama
Sekutu, yaitu mengembalikan Indonesia sebagai jajahan kepada
Belanda. Sebagaimana dalam surat perintah Mountbatten kepada
komandan-komandan divisi, sehari setelah kunjungan van Mook
ke Markas Besar tentara Sekutu di Kandy, Sri Langka. Pada
tanggal 24 Agustus 1945 pemerintah Kerajaan Inggris dan
kerajaan Belanda menandatangani Civil Affairs Agreement
(CAA). Dalam persetujuan itu disebutkan bahwa Panglima
tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang
kekuasaan atas nama Belanda. Kekuasaan pemerintah sipil
12Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa....., 144. 13Tentara Belanda yang di tawan oleh Jepang selama masa
pendudukannya di Indonesia. 14Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 24.
54
pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA di bawah tanggung
jawab Komando Inggris. Kekuasaan itu suatu saat akan
diserahkan kembali kepada Kerajaan Belanda.15
Setelah berhasil mengalahkan Jepang, Komando Sekutu
Asia Tenggara di Singapura mengutus tujuh perwira Inggris di
bawah pimpinan Mayor A.G Greenhalgh untuk datang ke
Indonesia. Mereka tiba di Indonesia tanggal 8 September 1945
dengan tugas mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia
menjelang pendaratan rombongan Sekutu.16 Pada saat itu Sekutu
menugaskan sebuah komanda khusus untuk mengurus Indonesia
dengan nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).
AFNEI hanya bertugas di Sumatera dan Jawa, sedangkan
daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada Angkatan Perang
Australia. Pasukan-pasukan Australia menerima penyerahan
Jepang di luar Jawa dan Sumatera (terkecuali untuk Bali dan
Lombok) dan bersama mereka datanglah pasukan-pasukan dan
pejabat-pejabat Belanda. Antara pertengahan bulan September
dan Oktober 1945, Australia menduduki kota-kota besar di
Indonesia Timur, yang pada umumnya terjadi sebelum
pemerintahan Republik terbentuk di daerah-daerah tersebut.
Sementara itu, pasukan Inggris, yang sebagian besar terdiri atas
orang-orang India, bergerak memasuki Jawa dan Sumatera.17
Pada 16 September 1945 Rear Admiral WR. Patterson,
Lord Louis Mounbatten, mendarat di pelabuhan Tanjung Priuk,
15Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 24. 16Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 25. 17M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004....., 435.
55
Jakarta, dengan kapal Cumberland. Dalam rombongan itu ikut
pula CH. O. van der Plas, Wakil Letnan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda Dr. HJ. van Mook. WR. Patterson, segera
mengirim Kapten Angkatan Laut Belanda PJG. Honyer ke
Surabaya. Mula-mula ia diberi tugas untuk mengadakan
pemeriksaan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (23
September 1945), kemudian dikirim kembali bersama dengan
stafnya (29 September 1945) untuk mempersiapkan pendudukan
kembali kota Surabaya. Setelah mengetahui maksud kedatangan
PJG. Honyer, akhirnya pemerintah Surabaya menangkat PJG.
Honyer dan stafnya di tengah jalan antara Jombang-Kertosono.
Semula rombongan tersebut ditempatkan di gedung bekas
Konsulat Ingris di Jalan Kayoon No. 72 dan kemudian
dipindahkan ke penjara Kalisosok.18
Tiga belas hari kemudian (29 September 1945) setelah
kedatangan Patterson, datang pula pasukan Sekutu (Inggris), yang
termasuk bagian dari AFNEI tiba di Tanjung Priuk di bawah
pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison.19 Pasukan ini
terdiri atas tiga divisi, yaitu:
1. 23th Indian Division, di bawah pimpinan Mayor Jenderal D.C.
Hawthorn untuk daerah Jakarta atau Jawa Barat.
2. 5th Indian Division, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C.
Mansergh untuk daerah Surabaya atau Jawa Timur.
18Heru Sukadri, Soewarno, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan
(1945-1949) Daerah Jawa Timur, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan: 1991), 106. 19Heru Sukadri, Soewarno, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan.....,
107.
56
3. 26th Indian Division, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M.
Chambers untuk Sumatera (Padang dan Medan).20
Tugas pasukan Sekutu itu antara lain:
1. Menerima penyerahan tentara Jepang.
2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3. Melucuti senjata Jepang dan kemudian memulangkannya ke
negerinya.
4. Memulihkan dan memelihara keamanan untuk kemudian di
serahkan kepada penguasa sipil.
5. Mengumpulkan keterangan tentang para kriminal perang dan
menghadapkan mereka di depan pengadilan.21
Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut baik oleh
rakyat Indonesia, akan tetapi setelah diketahui Sekutu
membonceng tentara NICA di bawah komando Mayor Jenderal
(Mayjend) H.J. van Mook dan Mayjend van der Plass, sikap
rakyat berubah menjadi curiga bahwa Belanda akan mengambil
alih kembali kekuasaannya di Indonesia. Kecurigaan itu terbukti
setelah NICA mempersenjatai kembali Koninklijk Nederlands
Indische Leger (KNIL) yang telah dibebaskan dari tawanan
Jepang. Kesatuan-kesatuan KNIL yang telah dibebaskan
kemudian bergabung dengan pasukan NICA. Di berbagai daerah,
NICA dan KNIL yang didukung Inggris (Sekutu) mulai
20Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II, (Bandung: Surya
Dinasti, 2016), edisi revisi, 177. 21Heru Sukadri, Soewarno, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan.....,
107.
57
melakukan tindakan yang provokatif, sehingga menimbulkan
gejolak pertempuran dengan para pejuang Republik.22
3. Pendaratan Tentara Sekutu di Surabaya
Tanggal 10-11 Oktober 1945 ketika Pemuda Republik
Indonesia (PRI) menggeledah kantor RAPWI23 dan perumahan
Eropa tersiar kabar bahwa ditemukan banyak bukti tentang
rencana serangan, perangkat radio, peta sistem komunikasi,
instruksi dari pemerintah NICA di Australia, dan sejumlah besar
mata uang Jepang. Padahal informasi menunjukkan bahwa
Sekutu akan mendarat di Surabaya tanggal 14 Oktober 1945.24
Akan tetapi, menurut informasi dari gubernuran yang
mendapatkan informasi dari Menteri Penerangan Mr. Amir
Syarifuddin menyatakan bahwa kemungkinan sekitar tanggal 25
Oktober 1945 tentara Sekutu akan mendarat di Surabaya.25
Seluruh warga dan pemuda kembali menghadapi
ketegangan ancaman perang setelah mendapati pasukan Inggis
tengah bersiap untuk merapat di kota Surabaya. Di bawah
pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, Brigade 49 dari
Divisi 23 dari tentara Inggris dengan kekuatan 6.000 pasukan
bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan. Dari atas
22Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 26. 23Rehabilitation Of Allied Prisoners Of War and Internees (RAPWI)
pertama kali mendarat di Gunungsari yang dipimpin oleh Letnan Antonissen.
Mereka adalah anggota dari Mastic carbolic Party, sebuah organisasi yang
berdiri di bawah ADCS (Anglo Dutch Coentry Section) dengan kode force 136
yang mengaku sebagai wakil intercross Sekutu dari Jakarta. Oleh pihak Jepang
ditempatkan di Hotel Yamato tanpa sepengetahuan atau seizin para pemimpin
Indonesia. (Lihat Hasyim Latief, Laskar Hizbullah (Surabaya: LTN PBNU,
1995), 48. 24Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa....., 159. 25R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 53.
58
kapalnya, Mallaby mengirimkan dua utusan, Kapten Donald dan
Letnan Smith untuk bertemu dengan Gubernur Soerjo. Mereka
secara resmi mengundang gubernur untuk naik ke kapal mereka
dan bertemu dengan Mallaby. Namun undangan itu ditolak
dengan alasan gubernur telah memiliki jadwal untuk mengadakan
rapat bersama Residen se-Jawa Timur bersama stafnya.26
Menghadapi penolakan itu, sore harinya tepat tanggal 25
Oktober 1945 Inggris mendaratkan pasukannya di Ujung dan
Tanjung Perak. Gubernur Soerjo menyadari kepentingan yang
dihadapi, kemudian mengutus Roeslan Abdulgani, Dr. Soegiri,
Bambang Suparto, Kustur, dan Dr. Moestopo untuk mengadakan
kontak dengan pihak Inggris. Pesan yang mereka sampaikan
adalah agar Inggris tidak melakukan pendaratan sebelum
diadakan perundingan di antara kedua belah pihak. Wakil Inggris
yang menerima utusan tersebut adalah Kolonel Pugh dan Kapten
Shaw, Wakil Komandan Brigade ke- 49. Para utusan Gubernur
Soerjo tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang baik, bahkan
mereka melanjutkan pendaratan pasukan-pasukan yang
dilengkapi dengan persenjataan. Ketegangan itu hampir
menyebabkan bentrok antara pasukan Inggris dengan Badan
Keamanan Rakyat (BKR) yang tengah berjaga di sepanjang
jalan.27
Setelah diadakan perundingan pertama antara Dr.
Moetopo dan kolonel pugh di bekas gedung Handels Vereeniging
26Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945, (Yogyakarta: Matapadi Presindo, 2017), 92. 27Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran...., 92-
93.
59
Amsterdam (HVA), akhirnya diputuskan bahwa Inggris akan
berada 800 m dari garis pantai pesisir Tanjung Perak. Di saat
yang sama, Laskar Hizbullah, BKR, dan barisan pemuda yang
lain telah bersiap menahan gerakan mereka untuk masuk kota.28
Pada hari Jum’at tanggal 26 Oktober 1945, perundingan
dilanjutkan di Kayon yang berlangsung mulai pukul 09.00 pagi
sampai siang hari. Hadir dalam perundingan ini adalah Brigjen
Mallaby beserta stafnya dari pihak Inggris, dan di pihak
Indonesia terdiri dari Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua
Komite Nasional Indonesia), Radjiman Nasution (Walikota
Surabaya), dan Muhammad Mangundiprodjo (perwakilan
TKR).29
Hasil perundingan pasukan Sekutu dalam menjalankan
tugas mengevakuasi tawanan Jepang dan interniran Belanda
diperbolehkan menggunakan beberapa bangunan di dalam kota.
Markas Brigade ke-49 ditetapkan di Jalan Kayoon, sebesar satu
kompi pengawal di gedung bekas Roeivereniging (perkumpulan
olahraga dayung Belanda), para perwiranya ditempatkan di
rumah-rumah sekitarnya. Selain itu, satu kompi pasukan diberi
tempat di bekas gedung sekolah HBS di jalan Wijayakusuma, dan
satu batalion di sepanjang kompleks Tanjung Perak hingga ke
Westminsterklok, dan selanjutnya satu batalion lagi ditempatkan
di Ujung bekas Marine Etablissement hingga ke jembatan
28Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran... , 93. 29Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran... , 93.
60
Ferweda dan Benteng Miring.30 Meskipun dalam perundingan itu
terjadi ketegangan, namun tercapai tiga kesepakatan yaitu:
1. Pelucutan tentara Jepang dan BKR berhak untuk menyimpan
senjata yang sudah mereka miliki.
2. Inggris sebagai wakil Sekutu akan membantu Indonesia dalam
memelihara keamanan, ketertiban, dan perdamaian.
3. Setelah semua tentara Jepang dilucuti, mereka akan
dipulangkan melalui jalur laut.31
Berdasarkan persetujuan perundingan kedua itu, sore
harinya Inggris melanjutkan pendaratan pasukan. Malam tanggal
27 Oktober 1945, mereka menduduki penjara Kalisosok dan
melepaskan semua tawanan Belanda, termasuk Kapten Huijer dan
kawan-kawannya tanpa seizin pihak Indonesia. Esok harinya,
tanggal 27 Oktober 1945, pasukan-pasukan Inggris dibolehkan
mendatangi interniran-interniran Belanda dan tempat-tempat
tawanan Jepang yang berada di Darmo, Gubeng, Ketabang,
Sawahan, Bubutan, dan tempat lainnya.32
3. Tewasnya A.W.S. Mallaby
Setelah disepakati truce (gencatan senjata) tanggal 30
Oktober 1945, pimpinan sipil dan militer pihak Indonesia, serta
pimpinan militer pihak Inggris bersama-sama keliling kota
dengan iring-iringan mobil, untuk menyebarluaskan hasil
perundingan tersebut. Dari 8 pos pertahanan Inggris, 6 di
30Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang Rakyat
Semesta di Surabaya, 10 Nopember 1945, (Jakarta: Lesbumi PBNU, 2017),
160. 31Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran...., 93-
94. 32Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran...., 94.
61
antaranya tidak ada masalah, namun di dua tempat yakni di
Gedung Lindeteves di dekat Stasiun Semut dan Gedung
Internatio yang terletak di sebelah barat Jembatan Merah yang
ada permasalahan/tembak-menembak. Setelah berhasil mengatasi
kesulitan di Gedung Lindeteves, rombongan Indonesia-Inggris
segera menuju Gedung Internatio, pos pertahanan Inggris terakhir
yang bermasalah. Sesampainya rombongan tiba di lokasi tersebut
pada petang hari, nampak bahwa gedung tersebut sudah dikepung
oleh ratusan pemuda Indonesia. setelah melewati jembatan
Merah, tujuh kendaraan memasuki area dan berhenti di depan
gedung. Para pemimpin Indonesia segera keluar dari mobil dan
meneriakkan kepada masa supaya menghentikan tembak-
menembak.33
Kapten Shaw, Muhammad Mangundiprojo dan T.D.
Kundan ditugaskan untuk masuk ke dalam gedung Internatio
untuk menyampaikan kepada tentara Inggris yang bertahan di
dalam gedung hasil dari perundingan pihak Inggris dan
Indonesia. Sementara Mallaby ada di dalam mobil yang diparkir
di depan gedung Internatio. Beberapa saat setelah masuk T.D.
Kundan bergegas keluar dari dalam gedung dan tak lama
kemudian terdengar suara tembakan dari arah gedung yang
langsung dibalas oleh pihak Indonesia. Tembak-menembak
berlangsung selama dua jam. Setelah tembak-menembak dapat
dihentikan terlihat mobil sedan yang ditumpangi Mallaby hancur,
dan Mallaby pun tewas di dalamnya.34
33Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 32. 34Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 32.
62
Tembak menembak di gedung Internatio berhenti setelah
pihak Inggris bersedia menyerah, dan esoknya mereka kembali ke
markas yang berada di Jalan Westerbuitenberg. Setelah Mallaby
tewas, Letkol LH.O Pugh diangkat menjadi penggantinya.
Markas Bridge Batalyon ke-4 dan ke-6 Mahratta di
konsentrasikan di daerah Pelabuhan, sedangkan Batalyon ke-
5/Rajnapura, Rifles kompi 71 di konsentrasikan di sekitar kamp
RAPWI di Jalan Darmo.35
Ada dua kejadian pada tanggal 30 Oktober 1945 yang
waktu itu dilemparkan oleh pihak Inggris ke pihak Indonesia,
sebagai yang bertanggung jawab dan kemudian dijadikan alasan
oleh Mansergh mengeluarkan ultimatum tanggal 9 November
1945, yaitu:
1. Orang-orang Indonesia memulai penembakan dan dengan
demikian telah melanggar gencatan senjata.
2. Orang-orang Indonesia secara licik telah membunuh Brigjen
Mallaby.36
B. Meletusnya Pertempuran Surabaya 1945
1. Pertempuran fase pertama (27-29 Oktober 1945)
Sehari selepas terjadinya perundingan, yaitu pada 27
Oktober 1945 sekitar pukul 11.00, satu pesawat terbang Dakota
yang datang dari Jakarta, menyebarkan pamflet di atas kota
Surabaya. Isi pamflet atas instruksi langsung dari Mayor Jenderal
Hawthorn, Panglima Divisi 23 yang disebarkan diseluruh Jawa,
35Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 172. 36Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 32.
63
memerintahkan kepada seluruh penduduk dalam waktu 2x24 jam
untuk menyerahkan seluruh senjata yang mereka miliki kepada
perwakilan Sekutu di Surabaya, yang praktis pada waktu itu
hanya diwakili tentara Inggris.37
Ultimatum tersebut dijawab oleh rakyat Surabaya, tanggal
27 Oktober 1945, semua posisi tentara Inggris diserbu rakyat.
Korban berjatuhan di kedua belah pihak, dan tentu korban di
pihak rakyat lebih banyak karena tidak semuanya memiliki
senjata api untuk berperang. Pertempuran berlangsung hingga
malam. Dalam kegelapan malam para pemuda itu merayap
semakin dekat ke pertahanan serdadu Inggris, dan posisi ideal
sudah mereka tempati. Kemudian tanggal 28 Oktober, bertepatan
dengan sumpah pemuda, para pemuda Surabaya yang sudah
berada di posisi ideal siap menyerang tentara Sekutu yang
kelelahan setelah seharian bertahan. Pada hari itu, Inggris benar-
benar terjepit.38
Di waktu moril tentara Inggris mulai turun, apalagi
pengiriman bala bantuan dari utara baik pasukan ataupun
persediaan konsumsi makannya tidak datang, maka pasukan
rakyat segera mengadakan serangan serentak untuk
menghancurkan seluruh pasukan yang masih berada di pos
mereka masing-masing. Serangan itu menghasilkan kemenangan
gilang-gemilang di pihak rakyat walaupun harus menderita
korban cukup besar dari kalangan laskar rakyat Surabaya.
37Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 27. 38Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah 1945-
1950, (Yogyakarta: Azzagrafika, 2013), 58-59.
64
Umumnya mereka baru ikut pertama kali bertempur dan bahkan
baru pertama kali itu pula membunyikan senjata api.39
Tentara Sekutu kewalahan, karena keadaan sudah teramat
sulit bagi Mallaby, maka tidak ada cara lain selain meminta
bantuan kepada atasannya di Jakarta dengan cara meminta
bantuan kepada Soekarno-Hatta. Atas permintaan AFNEI, kedua
pemimpin Indonesia tersebut bersedia terbang ke Surabaya.40
Tanggal 29 Oktober 1945 Soekarno-Hatta, dan Amir
Syarifuddin mendarat di lapangan Morokrembangan bersama
opsir-opsir tentara Inggris. Selanjutnya Bung Karno bersama
pasukan rakyat Surabaya mengawalnya sampai ke tempat
perundingan dengan pihak tentara Inggris yang diwakili oleh
Brigjen Mallaby.41
Setelah berunding dengan Mallaby, maka pada malam
harinya Bung Karno dengan melalui siaran Radio Republik
Indonesia (RRI) di Jalan Pemuda No.82, menyerukan kepada
rakyat Surabaya agar segera menghentikan pertempuran.
Kemudian tanggal 30 Oktober 1945, dari hasil perundingan
dengan Panglima Tentara Sekutu, Jenderal Hawthorn, telah
disepakati yang intinya pihak Inggris mengakui TKR dan Polisi
Indonesia. Di samping itu semua kesulitan dan perbedaan paham
yang timbul antara rakyat Indonesia dan pasukan Sekutu harus
diajukan penyelesaiannya kepada Presiden Soekarno dan Jenderal
Hawthorn. Pihak Inggris hanya diizinkan meduduki dua daerah
39R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 60. 40Barlan Setiadijaya, 10 November ’45 Gelora Kepahlawanan
Indonesia..., 378. 41R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 62.
65
yaitu daerah pelabuhan dan kamp RAPWI, sedangkan selebihnya
adalah masuk ke dalam kekuasaan pihak Indonesia.42
2. Pertempuran fase kedua (10-25 November 1945)
Gencatan senjata yang berlaku tenyata dengan diam-diam
digunakan oleh tentara Inggris untuk memperkuat dirinya dengan
mendatangkan bala bantuan baru. Ini dibuktikan tanggal 1
November, Laksamana Muda Sir. W. Patterson, berangkat dari
Jakarta dengan HMS Sussex dan mendaratkan 1.500 Marinir di
Surabaya. Mayjen Mansergh, Panglima 5th British-Indian
Division, berangkat dari Malaysia memimpin pasukannya dan
tiba di Surabaya tanggal 3 November 1945. Masuknya pasukan
Divisi 5 yang berjumlah 24.000 tentara secara berangsur-angsur,
sangat dirahasiakan. Divisi 5 ini sangat terkenal karena ikut
dalam pertempuran di El Alamein, Afrika Utara, di mana pasukan
Marsekal Rommel, perwira tinggi Jerman yang legendaris
dikalahkan. Mansergh juga diperkuat dengan sisa pasukan
Brigade 49 dari Divsi 23, kini di bawah pimpinan Kolonel Pugh,
yang menggantikan Mallaby.43
Adapun rincian pasukan Divisi 5 yaitu:
- 4th Indian Field Regiment.
- 5th Fiel Regiment.
- 24th Indian Mountain Regimen.
- 5th (Mahratta) Anti-Tank Regiment (artileri).
- 17th Dogra Machine-Gun Battalion.
42R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 62-63. 43Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 36.
66
- 1/3rd Madras Regiment (H.Q. Battalion). 3/9th Regiment
(Reconnaissance battalion).
Tanggal 7 November 1945, Mansergh mengundang
Gubernur Soerjo bersama para anggota kontak biro. Dalam
pertemuan itu Mansergh juga mengeluarkan tuduhan yang sangat
keji terhadap rakyat Indonesia. di dalam suratnya yang
dikirimkan kepada gubernur tanggal 7 November 1945,
Mansergh menuduh bahwa pihak Indonesia sengaja menunda
evakuasi kaum interniran serta pasukan Inggris sebagai akibat
pertempuran 27-29 Oktober 1945. Selain itu Mansergh juga
menuduh bahwa Surabaya telah diduduki oleh perampok dan
Indonesia telah melanggar persetujuan yang telah ditentukan
bersama Inggris. Dalam suratnya tanggal 8 November 1945,
Mansergh meminta agar Gubernur Soerjo datang ke kantornya
tanggal 9 November 1945. Tetapi Gubernur Soerjo tidak
memenuhi undangan itu, dan ia hanya mengirimkan surat balasan
berisi sanggahan terhadap tuduhan Mansergh dan memberitahu
tentang persetujuan yang telah dicapai Soekarno dan Jenderal
Hawthorn.44
Kemudian Mansergh mengultimatum bangsa Indonesia
yang berada di Surabaya agar menyerahkan senjata di tempat
yang telah ditentukan dan selanjutnya menyerahkan diri sambil
mengangkat tangan di atas dengan batas waktu pukul 18.00
tangga 9 November 1945.45 Ultimatum itu diumumkan kepada
44Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 181-182. 45Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 182.
67
khalayak Surabaya dan bahkan selebaran-selebaran disebarkan
melalui pesawat-pesawat terbang Inggris.46
Tetapi ultimatum tersebut dianggap sebagai penghinaan
bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk badan-badan
atau milisi. Kemudian pihak Indonesia menolak ultimatum
tersebut dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu
sudah berdiri, dan TKR juga sudah dibentuk sebagai pasukan
negara.47 Dari pasukan TKR sendiri menyiapkan pasukan sekitar
20.000 orang, di tambah dari pasukan rakyat yang terdiri dari
berbagai badan/laskar perjuangan menyiapkan pasukan lebih dari
120.000 yang bersiap di gerbang Surabaya.48
Saat itu strategi pertahanan kota Surabaya yang dihasilkan
menerapkan strategi yang disebut Pertahanan Linier yang sudah
dirancang Jonosewojo dan kawan-kawan, yaitu membagi kota
Surabaya menjadi 5 sektor, yaitu Sektor Pertahanan Tengah yang
dibagi 3, yaitu sektor tengah barat, sektor tengah pusat, dan sektor
tengah timur. Selanjutnya Sektor Barat dan Sektor Timur.
Pertahanan Linier itu dibagi dalam 3 garis pertahanan, yaitu:
Garis Pertahanan Pertama di Utara di sepanjang Pasar Babakan
ke arah timur dan ke barat; Garis Pertahanan Kedua di sepanjang
46R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 82. 47M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta:
Serambi, 2005), 434.
48Moehammad Jasin, Memoar Jasin Sang Polisi pejuang: Meluruskan
Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010),
28.
68
Viaduct ke timur dan ke barat; Garis Pertahanan ketiga,
disepanjang Wonokromo ke timur dan ke barat.49
Wilayah sektor tengah melipu daerah Kalimas, Pasar
Babakan, Jembatan Merah, Kantor Pos Besar, Viaduct, Pasarturi,
Alun-alun Tonjong, rel Kereta Api Semut, Kapasan, Tambakrejo,
Ambengan, Jagalan, Lawang Seketeng, Baliwerti, Tunjungan,
Ngemplak, Gentengkali, Simpang, Kaliasin, Keputran, Darmo,
Gubeng, Bagong, Ngagel, Wonokromo, Gunungsari. Sektor
tengah pusat dipimpin oleh Soerachman, sektor tengah barat
dipimpin Kretarto, sektor tengah timur dipimpin Marhadi.
Sementara sektor barat dipimpin Koenkijat, mempertahankan
wilayah Jalan Gresik, Kemayoran, Pasarturi, Kandangsapi,
Tembok Dukuh, Jalan Arjuno, Kedungdoro, Simo, Tandes,
Cerme, Kebomas di Gresik. Sektor pertahanan timur dipimpin
Kadim Prawirodihardo bertugas mempertahankan wilayah sektor
timur yang meliputi Kedungcuwek, Kenjeran, Pegirikan,
Sidotopo, Rangkah, Bogen, Patjar Keling, Karangmenjangan,
Sukolilo, Rungkut, Siwalan, dan Waru.50
Tepat tanggal 10 November 1945 di pagi hari, pesawat-
pesawat tempur Sekutu melayang-layang di udara kota Surabaya.
Suara-suara ledakan terdengar keras sekali di bagian utara kota
Surabaya. Tembakan-tembakan dari darat, laut, maupun udara
menggempur kota tiada hentinya. Namun pasukan Indonesia
sudah menyiapkan segalanya. Mulai dari pemerintah, rakyat,
49Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 201-
202. 50Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 202.
69
TKR, dan seluruh badan/laskar perjuangan bersenjata telah
bersatu padu untuk mempertahankan kota Surabaya dari
gempuran balasan tentara Sekutu. Maka pecahlah pertempuran 10
November 1945 antara rakyat Indonesia menghadapi tentara
Sekutu. Pertempuran ini lebih dahsyat bila dibandingkan dengan
pertempuran tiga hari yang lalu.51
Hampir kurang lebih tiga jam pasukan Inggris melakukan
ofensif dan aktif dalam serangan pertama. Baru pukul 09.00,
pimpinan Komando Pertempuran Surabaya, Soengkono,
mengeluarkan perintah untuk melakukan serangan balasan.
Tembakan-tembakan dari mobil lapis baja yang dimiliki pihak
Republik bertempur dengan tank-tank modern pasukan Sekutu.
Sementara satuan tempur dari unsur TKR, Polisi, Hizbullah,
Sabilillah, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), dan
lainnya merangsek ke arah dan posisi pasukan Sekutu sehingga
menimbulkan korban yang cukup banyak pada kedua belah
pihak.52
Pada waktu itu Radio Pemberontakan Bung Tomo yang
beralamat di Jalan Mawar, Surabaya, selalu mengobarkan
semangat para pejuang dengan semboyan: “Selama banteng-
banteng Indonesia masih berdarah merah, yang dapat membikin
secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu tidak
akan suka kita membawa bendera putih kepada siapapun juga”.
Berkat kekompakan antara pemerintah, militer, rakyat, dan
semangat juang bangsa Indonesia yang tinggi, maka pihak Inggris
51R.S. Achmad, Surabaya Bergolak....., 87. 52Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi....., 229.
70
hanya dapat maju sedikit demi sedikit. Akhirnya pada 14
November mereka baru dapat menyusup ke Pasarturi di sebelah
barat, belakang Kantor Gubernuran, di sebelah tengah dan ke
dalam stasiun Semut di sebelah timur. Bahkan setelah bantuan
dari luar Surabaya datang tanggal 15 November pihak Inggris di
desak mundur di sekitar Dupak, di sebelah barat, belakang
Gedung Internatio, di sebelah tengah dan Pegirikan di bagian
timur.53
Pertempuran mencapai puncaknya pada tanggal 23
November, pada tanggal tersebut boleh dikatakan kota Surabaya
sudah berada kembali ke tangan arek-arek Surabaya. Akibatnya,
untuk menebus kekalahan itu pihak Inggris melakukan
pemboman dan serangan-serangan yang makin dahsyat yang
ditujukan kepada pertahanan rakyat Surabaya.54 Pada 24-25
November 1945 pasukan Sekutu akhirnya menguasai seluruh
kota Surabaya atau setelah dua minggu bertempur tanpa henti.
Keberhasilan ini juga bukan dikarenakan para pejuang Republik
berhasil dihancurkan, namun lebih karena adanya himbauan
pimpinan perlawanan untuk mengundurkan diri dari kota.55
Korban pertempuran diperkirakan 25.000 penduduk
Indonesia di Surabaya tewas dan luka-luka, dan 2.000 nyawa
tentara Sekutu melayang. Sementara penduduk dari etnis
53Heru Sukadri, Soewarno, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan.....,
120. 54Heru Sukadri, Soewarno, dkk, Sejarah Revolusi Kemerdekaan.....,
120. 55Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad
Garda Depan Menegakkan Indonesia (1945-1949), (Tanggerang: Pustaka
Compass, 2014), 234.
71
Tionghoa diperkirakan 4.000-5.000 tewas akibat keganasan
serangan Sekutu. Akibat serangan tersebut telah membuat dua
pertiga (200.000) penduduk Surabaya harus terusir dari tempat
tinggalnya.56
Meski pertempuran di Surabaya mulai reda dan menurun
eskalisinya, namun perjuangan belum berhenti. Para pejuang
semakin merapatkan barisan membangun kekuatan dan strategi
baru. Perlawanan terus dilakukan di berbagai daerah mengiringi
langkah-langkah diplomatik para petinggi pemerintahan.57
C. Badan dan Laskar Perjuangan yang Terlibat dalam
Pertempuran Surabaya 1945
1. Laskar Hizbullah58
Pada zaman pendudukan Jepang, secara khusus melalui
orang Jepang yang beragama Islam yakni Abdul Hamid Ono
meminta kepada KH Wahid Hasyim agar mengerahkan para
santri untuk membantu Jepang dengan bergabung menjadi Heiho.
Namun permintaan tersebut ditolak oleh KH Wahid Hasyim, dan
56Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi....., 234-
235. 57Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi......., 236. 58Pada akhirnya Laskar Hizbullah tidak bertahan lama, sesuai dengan
peraturan pemerintah tertanggal 23 Februari 1947 pemerintah mengeluarkan
peraturan tentang bentuk Kementerian Pertahanan, bentuk kekuatan serta
organisasi tentara, dan kedudukan laskar atau badan-badan perjuangan di
bawah satu biro. Sebagai kelanjutan ketetapan tersebut, tanggal 5 Mei 1947
pemerintah memutuskan untuk mempersatukan TRI dengan badan-badan
kelaskaran. Dengan adanya keputusan tersebut, Hizbullah dan berbagai
badan/laskar perjuangan yang ada melebur ke dalam TNI. ANRI, RA. 24 No.
1261 “Penetapan Presiden RI Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tanggal 5
Mei 1947 tentang Penyatuan Tentara RI dan Laskar-laskarnya Menjadi Satu
Organisasi Tentara. (Lihat Lampiran 14)
72
mengusulkan agar para santri diberi latihan militer saja untuk
pertahanan dalam negeri. Sebab mempertahankan sejengkal tanah
air di dalam tanah air akan menggugah semangat para santri
daripada pertempur di daerah yang letaknya jauh dari tanah air.59
Atas jawaban KH Wahid Hasyim tersebut, Jepang
menyetujui untuk melatih para santri dalam kemiliteran yang
akan digunakan kelak untuk mempertahankan negeri. Karenanya
pada 14 Oktober 1944 pemerintah pendudukan Jepang secara
resmi menyetujui dibentuknya Laskar Hizbullah di Jakarta.
Hizbullah secara khusus beranggotakan pemuda-pemuda Islam
se-Jawa dan Madura. Tiga bulan pasca terbentunya Hizbullah,
Masyumi mengumumkan anggota Dewan Pengurus Pusat
Hizbullah yang susunannya adalah: Ketua: H. Zainul Arifin;
Wakil Ketua: Mohammad Roem; Urusan Umum: S.
Soerowiyono dan Soedjono; Bagian Propaganda: Anwar
Tjokroaminoto, KH Zarkasyi, dan Masyhudi; Urusan
Perencanaan: Mr. Jusuf Wibisono, Sunaryo Mangun dan
Djunaidi; Urusan Keuangan: R.M.O. Djunaidi dan Prawoto
Mangku Sasmito60
Pada latihan pertama yang di adakan di Cibarusa, Bogor,
Jawa Barat, tercatat diikuti 500 orang pemuda Muslim dari Jawa
dan Madura. Di antara utusan pemuda Muslim tersebut, tercatat
beberapa nama kiai muda dari pondok pesantren seperti KH
Mustofa Kamil (Banten), K. Mawardi (Solo), K. Zarkasyi
(Ponorogo), K. Mursyid (Pacitan), K. Syahid (Kediri), KH Abdul
59Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 33. 60Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 36.
73
Halim (Majalengka), K. Thohir Dasuki (Surakarta), K. Roji’un
(Jakarta), K. Munasir Ali (Mojokerto), K. Abdullah, K. Wahib
Wahab (Jombang), K. Hasyim Latif (Surabaya), K. Zainuddin
(Besuki). Sulthan Fajar (Jember), dan lain sebagainya.61
Dalam Pertempuran Surabaya, semua pengiriman pasukan
Hizbullah dari daerah-daerah langsung di bawah koordinasi
Hizbullah Surabaya. Sektor pertahanan Surabaya oleh pasukan
Hizbullah sudah dibentuk sejak pecahnya pertempuran 28
Oktober dengan pembagiannya sebagai berikut:
1. Surabaya Timur bermarkas di Nyamplungan dipimpin oleh KH
Nafik dan Achyar.
2. Surabaya Tengah menempati Madrasah NU Kawatan sebagai
markasnya di bawah pimpinan Husaini Tiway dan Mochammad
Muhajir.
3. Surabaya Barat dipimpin oleh A. Hamid Has menempati bekas
rumah J. Mager di Kembang Kuning gang III sebagai markasnya.
4. Surabaya Selatan dipimpin oleh Mas Ahmad, Syafi’i, Abid
Saleh yang bermarkas di Pesantren Sidoresno.
5. Surabaya Utara dipimpin oleh Mustaqim Zain, Abdul Manan
dan Achyat dengan mengambil markas di Sido Kapasan.62
2. Badan Keamanan Rakyat (BKR) atau Tentara Keamanan
Rakyat (TKR)
Sebagaimana telah diketahui setelah Keemerdekaan Bangsa
Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Jenderal
61Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa...., 35-36. 62Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah.....66-67.
74
Yuichiro Nagano memaklumkan pembubaran tentara sukarela
PETA dan Heiho, di mana tanggal 18-22 Agustus 1945 anggota
PETA dan Heiho di beri cuti tak terbatas dan dilucuti senjatanya.
Dalam usaha memelihara kemanan rakyat, Pemerintah Pusat
dalam hal itu presiden mendekritkan berdirinya BKR (Badan
Keamanan Rakyat) pada 23 Agustus 1945, yaitu suatu badan sipil
yang siap melakukan tugas pertahanan dan keamanan, yang
berperan sebagai koordinator keamanan, koordinator rakyat yang
bersenjata, dan mengawal Republik.63
Pada tanggal 2 September 1945 terbentuklah Badan
Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dengan ketua: Doel
Arnowo; dibantu Wakil Ketua: Mohammad; Bagian Umum:
Soetopo; Bagian Keuangan: Notohamiprodjo, dan dibentuk pula
BKR dengan ketua: Drg Moestopo; dibantu Bagian Tunjangan:
Soenarso; Bagian Penerangan: Katamhadi, Abdoel Wahab,
Sutopo, Alamsyah, dan Sutomo (Bung Tomo).64
Tanggal 5 Oktober 1945 setelah ditetapkannya dekrit
perubahan BKR menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), BKR
Karesidenan Surabaya yang dalam rapat pimpinan dihadiri
Mohammad Mangundiprodjo, Staf BKR Jawa Timur yang
menjabat Staf Menteri Pertahanan Angkatan Darat, membentuk
dan menyusun organisasi TKR Karesidenan Surabaya.65
Jonosewojo menjadi pimpinan TKR Karesidenan. Ia
menempatkan markasnya di Embong Sawo No. 5, membawahi
63Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang...., 119. 64Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 119. 65Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 122.
75
Resimen Gajah Mada. Sesuai kepangkatan di PETA, Syudancho,
masing-masing orang ditugasi memimpin satu kompi dari 10
kompi yang terbentuk dengan jumlah 2000 orang. Ikut tergabung
ke dalam TKR Karesidenan Surabaya kesautuan dari BKR Geni
pimpinan Hasanuddin Sidik, BKR PBN pimpinan Isa Edris dan
kelompok Usman Aji.66
3. Angkatan Pemuda Indonesia (API)
API sebenarnya sudah muncul di Surabaya sejak
pertengahan September 1945, akan tetapi baru dibentuk resmi
tanggal 7 Oktober 1945. Berita yang dimuat surat kabar Soeara
Rakjat, 11 Oktober 1945 menyebutkan bahwa tanggal 7 Oktober
1945 pada Minggu pagi di Gedung Markas Besar Angkatan
Pemuda Indonesia (API) di Jalan Pemuda No.14 Surabaya, API
telah mengadakan rapat anggota yang memutuskan membentuk
pengurus baru karena pengurus sebelumnya bersifat sementara.
Sususnan pengurus API yang baru adalah: Achmad Moesofa
(ketua); Soekabat (Wakil Ketua); Goesti Malioenir (Penulis I);
Abdoel Manan (Penulis II), Achmad Bachnan (Bendahara);
dengan pembantu-pembantu: Joesoef Bakri, Idris Iskaq, Ibnoe
Soeparto, Mat Jasir, Abdoel Fatah, Moch. Mimbar.67
Sewaktu rakyat Surabaya diultimatum pasca tewasnya
Mallaby, tanggal 2 November 1945 lewat surat kabar Soeara
Rakjat disiarkan seruan API agar para pemuda, arek-arek
Surabaya yang belum terikat dalam organisasi-organisasi di kota
Surabaya, agar berkumpul di asrama API di Jalan Pemuda No.14
66Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 122. 67Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 138.
76
Surabaya untuk bersama-sama berjuang melawan siapa pun yang
berusaha menghalangi, merintangi, dan mengacaukan
kemerdekaan Republik Indonesia.68
Selain dari Laskar Hizbullah, BKR/TKR, dan API, masih
banyak lagi badan atau laskar perjuangan baik dari pemerintah
maupun non-pemerintah yang ikut membantu dalam Pertempuran
Surabaya 1945 seperti, Pasukan Pelajar, Pasukan Sriwijaya,
Pasukan Buruh Laut, Pasukan Sawunggaling, Laskar Minyak,
TKR Mojokerto, TKR Gresik, Pasukan Jarot Subiantoro, Pasukan
Sadeli Bandung, dan lain-lain.69
D. Dampak Pertempuran Surabaya 1945 Bagi Bangsa
Indonesia
Pertempuran Surabaya 1945 hingga kini dijadikan Hari
Pahlawan bukanlah tanpa alasan. Selain pada hari tersebut pihak
Sekutu, pemenang Perang Dunia II yang tidak pernah terkalahkan
benar-benar menghadapi lawan yang cukup tangguh meskipun
menggunakan senjata ala kadarnya. 10 November 1945 memang
tidak membuahkan kemenangan bagi para pejuang Indonesia,
bahkan pada tanggal 24-25 November 1945 pasukan Sekutu
akhirnya menguasai seluruh kota Surabaya atau setelah
bertempur dua minggu tanpa henti. Namun pertempuran terus
dilakukan dan menyebar di seluruh pelosok negeri, seperti
68Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 138. 69Ketut Sedana Arta, I Ketut Margi, Sejarah Indonesia......, 28.
77
Jakarta, Karawang, Bekasi, dan Bandung. Pesantren menjadi
basis-basis perlawanan yang tidak pernah surut.70
Perjuangan 10 November 1945 mempunyai makna yang
sangat luar biasa, bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukan
diberi tapi melawan mengusir penjajah. Tanpa Resolusi Jihad
maka tidak ada perlawanan yang heroik, jika tidak ada perlawan
yang heroik berarti tidak ada Hari Pahlawan tanggal 10
November, dan bisa mungkin atau mustahil bangsa Indonesia ada
seperti sekarang ini.71
Dampak dari Pertempuran Surabaya 1945, walaupun
bangsa Indonesia mengalami kekalahan di bidang militer (fisik),
akan tetapi menang di bidang moral (semangat). Rakyat
Indonesia tidak mempedulikan abu Pertempuran Surabaya, tetapi
mendapatkan semangat yang berkobar-kobar. Seluruh rakyat
bertekad untuk berjuang seperti rakyat dan pemuda yang
tergabung dalam berbagai macam laskar yang berjuang di
Surabaya. Solidaritas rakyat Indonesia benar-benar tercipta.
Sementara itu simpati dari dunia luar mulai berbicara dan
membela Republik Indonesia. inilah kemenangan yang tak
terlihat oleh Sekutu dan NICA.72
70Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad......, 28. 71Pidato Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, pada peringatan 70
tahun Resolusi Jihad di Tugu Proklamasi tanggal 22 Oktober 2015.
https://www.youtube.com/watch?v=1LwkZPTWSWU (Diakses pada hari rabu
tanggal 08 Agustus 2018 pukul 20.10) 72G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional
Sampai Linggajati, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 118.
79
BAB V
KETERLIBATAN KIAI ABBAS DALAM
PERTEMPURAN SURABAYA 1945
A. Merumuskan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945
Para ulama tidak memperhatikan pergumulan kursi
eksekutif dengan kementeriannya, dan legislatif dengan BP KNIP
(Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) serta
Kementerian Keamanan Rakyat. Urusan pemerintahan atau
eksekutif, para ulama menyerahkan kepercayaannya mutlak
kepada Soekarno-Hatta. Oleh karena itu, fokus perhatian para
ulama adalah mempertahankan kemerdekaan Republik
Indonesia.1
Dengan adanya pendaratan Sekutu dan NICA di Jakarta,
Semarang, Surabaya, serta Sumatera tanggal 29 September 1945,
sedangkan pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan
perlawanan yang nyata terhadap tindakan NICA dan Balatentara
Jepang.2 Informasi mengenai perkembangan situasi di Indonesia
khususnya di Surabaya segera direspon oleh Kiai Hasyim Asy’ari
dengan mengumpulkan para konsul NU se-Jawa dan Madura.
Para kiai dan perwakilan NU itu berkumpul di kantor PB Ansor
Nahdlatoel Oelama (ANO) yang terletak di Jalan Bubutan VI/2
Surabaya, bukan di Kantor Pusat HB NO yang pada saat itu ada
di Jalan Sasak Nomor 23 Surabaya. Untuk menyebarkan
1Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II, (Bandung: Surya
Dinasti, 2016), edisi revisi, 201. 2Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid II..... 201.
80
undangan dan pemberitahuan adanya pertemuan itu, dipanggillah
KH Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri.3
Dalam undangan itu diminta agar seluruh konsul NU se-
Jawa dan Madura berkumpul pada tanggal 21 Oktober 1945. Pada
hari yang telah ditentukan ternyata belum seluruhnya lengkap.
Kiai Hasyim meminta para kiai lain untuk menunggu beberapa
kiai terkemuka yang datang dari Jawa Barat, seperti Kiai Abbas
Buntet, Kiai Satori Arjawinangun, Kiai Amin Babakan
Ciwaringin dan Kiai Suja’i Indramayu. Mereka menghadiri rapat
dengan menumpang kereta api yang saat itu belum cepat
jalannya.4
Menurut KH Ade Nasihul Umam, pengunduran Resolusi
Jihad yang diadakan pada tanggal 22 Oktober 1945 itu
melibatkan seluruh kiai-kiai yang ada di Pulau Jawa dan Madura
yang jaraknya sangat jauh, sehingga kemungkinan terjadi
pengunduran itu sangat besar sekali. Salah satu sebab diundurnya
Resolusi Jihad adalah karena tanggal 21 Oktober 1945, Kiai
Abbas belum datang ke Surabaya. Kiai Abbas pergi ke Surabaya
juga tidak sendirian, ia datang bersama kiai-kiai lain dari Jawa
Barat, namun berada di bawah pimpinan Kiai Abbas.5
Setelah para tokoh ulama dari Jawa Barat hadir, rapat
segera dimulai pada malam hari, tanggal 22 Oktober 1945,
dengan dipimpin oleh KH Wahab Hasbullah. Kiai Hasyim
3Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah 1945-
1950, (Yogyakarta: Azzagrafika, 2013), 54.
4Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar....., 55.
5Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
81
Asy’ari mendapatkan giliran pertama untuk menyampaikan
pengarahan (khutbah iftitah). Dalam pengarahannya, Kiai Hasyim
Asy’ari menyampaikan beberapa pokok kaidah tentang kewajiban
umat Islam (laki-laki dan perempuan) dalam jihad
mempertahankan tanah air dan bangsanya.6
Hal ini sesuai dengan fungsi yang melekat pada
kedudukan Kiai Hasyim sebagai Rais Akbar Jam’iyyah NU,
pemimpin tertinggi yang sekaligus memiliki otoritas sebagai
mufti pada organisasi tersebut.7 Pada kesimpulan akhir setelah
mendengar pandangan dari ulama lainnya maka pertemuan
tersebut membuat keputusan organisasi. Keputusan itu nantinya
bermakna penting bagi perjalanan pertempuran di Surabaya.8
Keputusan dalam rapat musyawarah yang dikenal dengan
sebutan Resolusi Jihad9 itu selanjutnya dibacakan oleh Hadratus
Syekh KH Hasyim Asy’ari yang berbunyi:
“Resoloesi Djihad fi - Sabilillah
BISMILLAHIRROCHMANIR ROCHIM
Resoloesi :
Rapat besar wakil-wakil Daerah (consoel2) Perhimpoenan
NAHDLATOEL OELAMA seloeruh Djawa-Madura pada
tanggal 21-22 Oktober 1945 di Soerabaja.
Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeruh Djawa-Madura
ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim
Oelama di tempatnja masing-masing oentuk
6Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar....., 55.
7Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng , Resolusi Jihad
“Perjuangan Ulama: Dari Menegakkan Agama Hingga Negara.” (Tebuireng:
Pustaka Tebuireng, 2015), 171.
8Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar....., 55.
9Lihat lampiran 11.
82
mempertahankan dan menegakkan AGAMA,
KEDAOELATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MERDEKA.
Menimbang:
a. Bahwa oentuk mempertahankan dan menegakkan Negara
Republik Indonesia menoerut hoekoem Agama Islam,
termasoek sebagai satu kewajiban bagi tiap2 orang Islam.
b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranja adalah sebagian
besar terdiri dari Oemmat Islam.
Mengingat:
a. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang
datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan
kedjahatan dan kekedjaman jang mengganggoe ketentraman
oemoem.
b. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan
maksoed melanggar Kedaoelatan Negara Republik Indonesia
dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka di
beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang
mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.
c. Bahwa pertempuran2 itu sebagian besar telah dilakoekan
oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menurut hoekoem
agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara
dan Agamanja.
d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kedjadian2 itoe
perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari
Pemerintah Republik Indonesia jang sesoeai dengan
kedjadian terseboet.
Memoetoeskan:
1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik
Indonesia soepaja menentoekan suatu sikap dan tindakan
jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan
membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara
Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki
tangannja.
2. Soepaya memerintahkan melandjoetkan perdjuangan
bersifat “sabilillah” oentuk tegaknja Negara Republik
Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
83
Soerabaja, 22 10 1945
Hoofdbestuur (H.B) NAHDLATOEL OELAMA”10
Teks ini sedikit berbeda dari ringkasan resolusi seperti
yang diberikan Aboebakar (1957:539) dan Saifuddin Zuhri
(1979:636-7). Tampaknya, teks Anam-lah yang merupakan
dokumen asli; Zuhri tampaknya mengacu kepada fatwa Kiai
Hasyim Asy’ari yang dia keluarkan sebelum resolusi ini, atau
(lebih mungkin) resolusi yang lebih radikal yang disetujui pada
Muktamar NU ke-16 pada bulan Maret 1946 (bdk. Haidar
1992:335). Tambahan penting Zuhri kepada teks di atas adalah:
4. Umat Islam, terutama warga NU, wajib mengangkat
senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak
kembali menjajah Indonesia.
5. Kewajiban tersebut adalah “jihad” yang menjadi
kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam (fardhu ‘ain) yang
berada dalam jarak radius 94 km (yakni jarak di mana umat
Islam boleh melakukan shalat jama’ dan qasar). Adapun
bagi mereka yang berada di luar jarak tersebut, berkewajiban
membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak 94
km tersebut.11
Resolusi jihad menjadi momentum bersejarah, puncak
perlawanan dari sejarah panjang jihad yang tidak pernah berhenti
dinyatakan para ulama dan santri. Pesantren menjadi tempat
persemaian semangat anti kolonialisme, cinta tanah air dan jihad
fisabilillah menjadi bentuk rasa kebangsaan yang khas bagi
Indonesia. Bahkan telah berabad-abad lamanya, pesantren telah
10Teks Asli Resolusi Jihad. (Lihat Lampiran 11) 11Gugun el-guyanie, Resolusi Jihad Paling Syar’i, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2010), 78.
84
menanamkan nasionalisme bagi tegaknya Negara dan bangsa
Indonesia.12
Ben Anderson dalam karyanya Java in Time of
Revolution, Occupation and Resistance 1942-1946) menuliskan
terkait pertemuan ulama pesantren yang tergabung dengan NU
se-Jawa dan Madura berkumpul dalam sebuah rapat raksasa di
Surabaya, yang diantaranya mengeluarkan apa yang dikenal
sebagai “Resolusi Jihad”. Senada dengan kesimpulan BJ. Bolland
bahwa pecahnya Pertempuran Surabaya dirangsang oleh Resolusi
Jihad ini. (Bolland BJ, 1985).13
Mengutip pidato dari Panglima TNI, Jenderal Gatot
Nurmantyo14 pada peringatan ke-70 tahun Resolusi Jihad NU di
Tugu Proklamasi, Jakarta, pada tanggal 22 Oktober 2015 yang
berisi:
“...Hikmah yang bisa kita ambil dari Resolusi Jihad
antara lain bahwa perjuangan pada saat itu terkait
erat dengan Resolusi Jihad yang dikumandangkan
oleh Rais Akbar NU KH Hasyim Asya’ari pada
tanggal 22 Oktober 1945.
“...Pada tanggal 17 September 1945 Presiden
Soekarno memohon fatwa hukum mempertahankan
kemerdekaan bagi umat Islam kepada KH Hasyim
Asy’ari, sehingga KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan
sebuah fatwa jihad yang berisikan jihad bahwa
perjuangan mempertahankan tanah air adalah jihad
fisabilillah, dan selanjutnya melihat situasi disekitar
Surabaya, Jawa Timur, atas pemikiran Mayor
12Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan
Jejaring Ulama-Santri (1830-1945). (Jakarta: Pustaka Compass, 2016), 29.
13Zainul Milal Bizawie, Masterpiece Islam Nusantara Sanad....., 29.
14https://www.youtube.com/watch?v=1LwkZPTWSWU (Diakses
pada hari senin tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.20)
85
Jenderal TKR pada saat itu, Moestopo sebagai
komandan sektor perlawanan Surabaya, bersama
Soengkono, Bung Tomo, dan tokoh-tokoh Jawa
Timur saat itu menghadap KH Hasyim Asy’ari untuk
untuk melakukan perang suci atau jihad dengan
sasaran mengusir Sekutu dan NICA yang dipimpin
oleh Brigadir Jenderal Mallaby.”
Pengaruh Resolusi Jihad yang dipelopori oleh Nahdhatul
Ulama tanggal 22 Oktober 1945/15 Dzulqaidah 1364 dan pidato
radio Bung Tomo dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia,
berhasil memobilisasikan potensi ulama dari barisan Sabilillah,
bekerjasama dengan Tentara Keamanan Rakyat yang baru
dibentuk tanggal 5 Oktober 1945/29 Syawal 1364 dan didukung
oleh Laskar Hizbullah serta para santri, berhasil mematahkan
Perwira Tinggi Tentara Sekutu dan NICA yang berpengalaman
memenangkan Perang Dunia II.15
Mengutip dari surat kabar Kedaulatan Rakyat16 edisi
Djoem’at Kliwon, 9 November 1945 menampilkan headline
dengan judul “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap
Berjihad Fi Sabilillah. Perang didjalan Allah oentoek menentang
tiap-tiap pendjadjahan”.17 Nampak dari headline tersebut bahwa
pada saat itu partai Masyumi sebagai badan perjuangan politik
umat Islam dan menampilkan informasi mengenai barisan
Sabilillah. Seruan jihad tersebut adalah kelanjutan dari Resolusi
15Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 2, (Bandung: Surya
Dinasti, 2016), 209.
16Anonim, “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berjihad Fi
Sabilillah. Perang didjalan Allah oentoek menentang tiap-tiap pendjadjahan”.
Kedaulatan Rakyat. 9 November (1945), 1.
17Lihat lampiran 13.
86
Jihad tanggal 22 Oktober 1945 yang diputuskan dalam
Moe’tamar Oemmat Islam Indonesia (7-8 November 1945) di
Jogjakarta, dan direspon oleh kaum Muslimin dengan gegap
gempita, sampai akhirnya terjadi pertempuran yang sangat
dahsyat antara rakyat Indonesia dengan Sekutu dan NICA yang
dikenal dengan Pertempuran 10 November 1945 yang terjadi di
Surabaya, Jawa Timur.
B. Kontribusi Kiai Abbas Dalam Pertempuran Surabaya
1945
Kiai Abbas memang tidak ikut andil dalam Pertempuran
Surabaya pada fase pertama yang terjadi pada tanggal 27-29
Oktober 1945. Disebabkan jarak antara Cirebon ke Surabaya
yang sangat jauh dan mesti dilewati berhari-hari, dan pada waktu
itu hanya ada beberapa alat tranportasi sederhana yang bisa
digunakan. Beberapa hari sebelumnya (22 Oktober 1945) Kiai
Abbas juga telah datang ke Surabaya untuk mengikuti konsul
Ulama se-Jawa dan Madura yang melahirkan fatwa Resolusi
Jihad.
Pada pertempuran fase kedua (10-25 November 1945),
Kiai Abbas ikut andil dalam minggu pertama pertempuran
tersebut, sehingga ia mengatur langkah taktis guna menghadapi
tentara Sekutu yang berada di Surabaya. Adapun kontribusi Kiai
Abbas pada pertempuran di Surabaya adalah sebagai berikut:
87
1. Membentuk Pasukan di Pondok Buntet Pesantren
Sebagaimana orang tua dan kakeknya yang seorang
pejuang, Kiai Abbas hidup di empat zaman, ia juga bersama
adiknya Kiai Anas turut berjuang memanggul senjata bersama
para pejuang lainnya dalam mempertahankan kedaulatan negara
Republik Indonesia.18
Pada masa kepemimpinan Kiai Abbas, Pondok Buntet
Pesantren dijadikan markas pergerakan kaum Republik untuk
melawan penjajahan. Mulai saat itu, Pondok Buntet Pesantren
menjadi basis perjuangan umat Islam melawan penjajah yang
tergabung dalam barisan Hizbullah. Organisasi ini diketuai
langsung oleh Kiai Abbas dan adiknya Kiai Anas, serta dibantu
ulama lain, seperti Kiai Murtadlo, Kiai Sholeh, dan Kiai Mujahid.
Karena itu muncul tokoh Hizbullah di zaman pergerakan nasional
yang berasal dari Cirebon, seperti KH Hasyim Anwar dan KH
Abdullah Abbas, putra Kiai Abbas sendiri.19
Santri-santri yang telah dilatih di Pondok Buntet
Pesantren Cirebon kemudian dikirim oleh Kiai Abbas untuk ikut
membantu mengusir penjajah yang hendak mencengkram
kembali ke kuasaannya di Indonesia, salah satunya Kiai Abbas
mengirim santri pilihannya yang tergabung dalam Laskar
Hizbullah ke Surabaya pada pertempuran 10 November 1945.20
18Dosen-dosen IAIN Syekh Nujati Cirebon, Pondok Pesantren Di
Wilayah III Cirebon, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 121.
19Dosen-dosen IAIN Syekh Nujati Cirebon, Pondok Pesantren.....,
121.
20Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari tanah pengasingan: Kiai
Abbas, Pesantren Buntet, dan Bela Negara, (Yogyakarta: LKiS, 2014), 92.
88
Selain mendirikan Hizbullah, pada saat itu di Pondok
Buntet Pesantren juga dikenal adanya organisasi Asybal. Asybal
adalah organisasi anak-anak yang berusia di bawah 17 tahun yang
dibentuk oleh para sesepuh Pondok Buntet Pesantren sebagai
pasukan pengintai, yang bertugas mengawasi jalan-jalan yang
mungkin di lalui musuh dari sebelah mana musuh datang, dengan
memakai kendaraan apa musuh datang, serta bertugas sebagai
penghubung yang membawa informasi dan berita dari saru
kesatuan kepada kesatuan yang lainnya. Sebagai pimpinan
Asybal pada waktu itu adalah:
- H Nahduddin Abbas (Komandan)
- Mohammad Faqihuddin (Wadan)
- Mohammad Hisyam Mansyur (Dan Kie I)
- Fachruddin (Dan Kie II)
- Hasyim Halawi (Dan Kie III)
- Muayyad Qosim (Dan Kie IV)
Ditambah dengan para pembantu yang lainnya.21
Menurut Kang Ayub Abdul Rokhman22, Kiai Abbas itu
terkenal di kalangan ulama karena Laskar Hizbullah dan jaringan
telik sandinya, sehingga dari jaringan telik sandinya Kiai Abbas
tahu tentang pergerakan musuh yang akan dihadapinya.23 Seperti
jaringan telik sandi santri yang dibentuk oleh Kiai Abbas saat
akan terjadinya Pertempuran 10 November 1945 yang
21M. Hisyam Mansyur, MS. Amak Ahmadi Bakri, Sekilas Lintas
Sejarah Buntet Pesantren Mertapada Kulon, (1973), 30.
22Cicit dari Ny. Sumaryam, putri pertama Kiai Abbas.
23Disampaikan ketika diskusi di Taman Ismail Marzuki, pada hari
sabtu tanggal 15 September 2018 pukul 01.15.
89
membentang dari Cirebon ke arah timur hingga Surabaya.
Anggotanya adalah para santri dengan usia yang beragam. Dalam
bentangan jaringan telik sandi inilah, koordinasi antar lini barisan
Mujahidin (Mustasyar-nya Hizbullah dan Sabilillah) yang
dikomandoi oleh KH A. Wahab Chasbullah bisa terjalin
sempurna.24
Hasil-hasil intelijen ini yang kemudian juga diteruskan ke
Markas Besar Oelama Djawa Timur yang berada di tangan KH
Bisyri Syansuri. Koordinasi antar lini ini yang yang memberikan
efek dahsyat seputar persiapan pertempuran yang kelak dikenang
sebagai Hari Pahlawan. Demikian pentingnya posisi Kiai Abbas,
Kiai Hasyim Asy’ari dalam fase genting menjelang meletusnya
pertempuran ini belum mengeluarkan keputusan, kecuali setelah
kedatangan Kiai Abbas. Apa yang dilakukan oleh Kiai Abbas
dengan membentangkan jaringan telik sandinya adalah sebuah
langkah taktis nan cerdik dalam momentum kemerdekaan
tersebut.25
2. Menentukan Waktu Pertempuran
Malam 10 November menjadi malam yang sibuk dan
menegangkan. Semua lapisan perjuangan telah mempersiapkan
diri di posisinya masing-masing untuk menunggu komando
bertempur. Akan tetapi rakyat Indonesia masih menunggu
intruksi dari Kiai Hasyim Asy’ari untuk menunggu kehadiran
24http://numojokerto.or.id/read/2016/11/18/1263/strategi-kontra-
intelijen-para-kiai (Diakses pada hari selasa tanggal 16 Oktober 2018 pukul
23.15)
25http://numojokerto.or.id/read/2016/11/18/1263/strategi-kontra-
intelijen-para-kiai (Diakses pada hari selasa tanggal 16 Oktober 2018 pukul
23.15)
90
Kiai Abbas dari Cirebon yang masih dalam perjalanan menuju
Surabaya.
Menurut sesepuh Pondok Buntet Pesantren, Pertempuran
Surabaya 1945 itu sebenarnya rencana awalnya bukan tanggal 10
November 1945, tetapi tanggal 9 November 1945. Berhubung
tanggal 9 November 1945 itu rata-rata para ulama/kiai se-Jawa
belum datang dan yang diharapkan oleh Kiai Hasyim Asy’ari
yang akan memimpin pertempuran adalah Kiai Abbas, maka
pertempuran diundur menjadi tanggal 10 November 1945.26
Seperti yang diungkapkan oleh Panglima TNI, Jenderal
Gatot Nurmantyo27, bahwa peran Kiai Abbas mempengaruhi
waktu mulai dimulainya pertempuran:
“Saya ingin pula menceritakan bahwa sebenarnya
perlawanan perang heroik bukan dilaksanakan
tanggal 10, tetapi lebih awal. Tetapi saat itu KH
Hasyim Asy’ari menyampaikan “Kita tunda. Kita
menunggu Singa Jawa Barat, yaitu Kiai Abbas bin
Abdul Jamil. Ia adalah cicit dari Mbah Muqoyim,
pendiri Pondok Buntet Pesantren Cirebon. Setelah
Kiai Abbas bin Abdul Jamil datang, Kiai Hasyim
memerintahkan bahwa komando laskar tertinggi
Hizbullah diserahkan untuk memimpin langsung
penyerangan Sekutu di Surabaya pada tanggal 10
November 1945.”
”Pengaruh yang kuat membuat keputusan KH Hasyim
Asy’ari mengundurkan waktu yang sangat tepat,
sehingga terjadilah pertempuran yang sangat heroik
yang kita kenal sekarang menjadi Hari Pahlawan.
Hal ini mempunyai makna yang bisa kita petik bahwa
peristiwa tersebut, bahwa perjuangan dan
26Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018. 27https://www.youtube.com/watch?v=1LwkZPTWSWU (Diakses
pada hari senin tanggal 20 Agustus 2018 pukul 21.20)
91
kepentingan mempertahankan kedaulatan Negara
berdimensi lintas etnis dan lintas wilayah, siapapun
dan di mana pun mempunyai kewajiban sama, yaitu
membela bangsa dan Republik Indonesia.”
Sebenarnya bukan hanya Kiai Abbas saja yang datang
dari Cirebon, akan tetapi ada beberapa kiai dari Cirebon yang ikut
berjuang dalam Pertempuran Surabaya, seperti Kiai Syatori
(Arjawinangun), Kiai Syamsuri (Wanantara), Kiai Anas, Kiai
Ilyas, Kiai Akyas (Buntet), namun kiai-kiai tersebut berada
dibawah komando Kiai Abbas, dan waktu pemberangkatannya
saja yang berbeda.28
Mengenai perjalanan yang ditempuh oleh Kiai Abbas
diceritakan oleh salah satu pengawalnya yang bernama Abdul
Wachid yang memberikan kesaksian tertulis kepada B. Syamsu
sebagai berikut:
“Pada hari itu kalau tidak salah kira-kira tanggal 6
Nopember 1945 saya dengan 3 orang telah
mendapat tugas dari Komandan Detasemen
Hizbullah Resimen XII/SGD untuk mengawal Bapak
Kiai H. Abbas ke front Surabaya.”
“Pada jam 06.30 rombongan kami dengan diiringi
sepasukan Hizbullah Resimen XII Divisi I Syarif
Hidayat meninggalkan Markas Detasemen menuju
ke Station Kereta Api Parujakan Cirebon, untuk
selanjutnya dengan akan menumpang KA Expres ke
Surabaya.”
“Rombongan kami yang meneruskan perjalanan ke
Surabaya terdiri dari:
1. Bapak Kiai H Abbas, dari Buntet Kabupaten
Cirebon.
28Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
92
2. Bapak Kiai H Achmad Tamin, dari Panggang
Kecamatan Losari (sebagai pendamping).
3. Saya sendiri Abdul Wachid, Anggota Laskar
Hizbullah Resimen XII/SGD dari desa Kalibuntu
Kecamatan Ciledug (sebagai pengawal).
4. Saudara Usman (telah Alm.) Anggota Laskar
Hizbullah dari Kecamatan Weru, (sebagai
pengawal).
5. Saudara Abdullah (telah Alm.) Anggota Savilillah
dari Kecamatan Kapetakan, (sebagai pengawal).
6. Saudara Sya’roni (telah Alm.), Anggota Sabilillah
dari Gombang, Kecamatan Plumbon, (sebagai
pengawal).
“Pada waktu itu, Bapak KH Abbas mengenakan jas
buka abu-abu, kain sarung plekat, mengenakan
sorban dan beralaskan kaki terompah (semacam
sendal jepit). Beliau menyerahkan sebuah kantong
pada saya, saya raba-raba isinya hanya sepasang
gamparan (teklek). Saya pikir, buat apa Bapak Kiai
kok membawa gamparan, kan beliau sudah
memakai terompah, saya jadi gumun/heran sekali
bahkan kadang-kadang saya jadi ketawa geli
sendiri, masa orang mau perang kok pakai
gamparan, aneh kan.”
“Kereta Api Expres yang kami tumpangi berjalan
dengan lancar, kota demi kota telah dilewati, maka
pada kira-kira jam 17.00 KA yang kami tumpangi
telah masuk ke Station Rembang, di mana kami
telah banyak yang menjemput, kemudian kami
dibawa ke Pondok Pesantren Kiai Bisri di
Rembang.”
“Pada malam harinya ba’da sholat isya, para Alim
Ulama yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 15
orang, mengadakan musyawarah untuk menentukan
komando/pimpinan Pertempuran di Surabaya.”
“Musyawarah para Alim Ulama tersebut rupanya
telah mengambil keputusan bahwa
pimpinan/komando pertempuran di Surabaya di
serahkan kepada Bapak Kiai H Abbas seorang
Ulama dari Cirebon.”
93
“Pagi hari itu ba’da sholat subuh, dipondok
Pesantren Kiai Bisri Rembang sudah ramai di mana
para santri sudah siap dan banyak pula yang
berpakaian seragam Hizbullah. Di halaman masjid
sudah tersedia 2 (dua) buah mobil sedan kuno yang
berkapasitas 4 orang.”
“Bapak Kiai H Abbas memanggil saya dan rekan-
rekan pengawal dari Cirebon, kemudian beliau
meminta bingkisan (gamparan) yang sejak dari
Cirebon saya bawa, lalu beliau memberi amanat
bahwa kami beserta rekan-rekan dari Cirebon tidak
boleh ke mana-mana supaya menunggu di Pondok
sampai beliau kembali dari Surabaya. Dengan
diiringi pekik Allahu Akbar tiga kali dan pekik
MERDEKA! Menggetarkan Pondok Pesantren
Rembang, mobil sedan kuno itu bergerak maju
perlahan-lahan yang selalu diiringi pekik takbir dan
pekik merdeka.!”
“Bapak Kiai Abbas duduk di jok belakang di
dampingi Bapak Kiai Bisri Rembang sedangkan
Kiai H Achmad Tamin (pendamping dari Cirebon)
duduk di jok depan berdampingan dengan supir,
demikian mobil sedan yang satunya lagi
berpenumpang 4 orang para Kiai yang saya sendiri
tidak tahu nama-namanya.”29
Setelah Kiai Abbas bersama rombongan baik dari
Cirebon maupun Rembang tiba di Surabaya, langsung disambut
oleh para pejuang dengan pekik merdeka dan takbir yang
menggemuruh. Secara tidak langsung Kiai Abbas adalah orang
yang ditunggu-tunggu kehadirannya di Surabaya, sesuai dengan
apa yang disampaikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari.
29B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 1-3.
94
Selain Kiai Abbas, para kiai lain yang berasal dari Garut,
Banten, Bangil, Pasuruan, Jombang, Malang, Kediri, Madiun,
Ponorogo, bahkan Kalimantan, dan daerah lain bersama-bersama
santri-santri mereka juga berbondong-bondong ke Surabaya
untuk memperkuat pasukan.30
Masyarakat meyakini bahwa kiai memiliki kemampuan
lebih atau kesaktian. Para kiai dan ulama yang datang dari luar
Surabaya tersebut berkumpul rumah di KH Yasin di Blauran
Gang IV/24 di belakang gedung bioskop Kranggan, Surabaya,
sehingga daerah Blauran terkenal sebagai Markas Kiai.31 Di
tempat itulah beratus-ratus Laskar Hizbullah dari Surabaya,
Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto, duduk di jalan gang menunggu
giliran memperoleh wafak, air yang dibacakan asma’ dan hizb
yang diberikan Kiai Abbas kepada para pejuang dari Laskar
Hizbullah.32
Mereka yang sudah mendapat doa, asma’, hizb, wafak
dari kiai merasa lebih bulat hati dan jiwa menyambut
pertempuran esok hari. Antara laskar satu dengan yang lainnya
sudah sangat yakin dengan prinsip yang dijadikan pegangan
hidup para santri sejak masa kolonial, yakni semboyan “Hidup
Mulia atau Mati Syahid”.33
30Suratmin, Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945, (Yogyakarta: Matapadi Presindo, 2017), 114. 31Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar....., 64. 32Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang Rakyat
Semesta di Surabaya, 10 Nopember 1945, (Jakarta: Lesbumi PBNU, 2017),
207. 33Agus Sunyoto, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang....., 207.
95
Kiai Abbas mempunyai strategi mengenai kapan waktu
dimulainya penyerangan yang akan diterapkan kepada seluruh
pasukan yang sudah menantinya, strategi ini berlainan dengan
strategi Kiai Hasyim Asy’ari. Kalau Kiai Hasyim Asy’ari
menginginkan penyerangan dimulai ba’da sholat Maghrib, tetapi
Kiai Abbas menginginkan menjelang fajar, jadi sholat subuh itu
sedang berada dalam medan pertempuran. Menurut KH Abdullah
Syifa Akyas34 strategi ini mengambil i’tibar dari Perang Hunain
di mana Nabi Muhammad bersama kaum Muslimin memulai
pergerakan penyerangan pada waktu menjelang fajar.35
Sebelum bertempur, Kiai Abbas bersama kiai-kiai yang
datang dari Cirebon dan Rembang sholat sunnah di dalam masjid,
kemudian memerintahkan pengawalnya untuk berdoa di tepi
kolam masjid, dan kepada Kiai Bisri Rembang diperintahkan
supaya laskar pemuda-pemuda yang akan berjuang untuk
mengambil air wudhu atau minum air dari kolam yang sudah
diberikan doa.36
Peran para kiai dan ulama itu diakui oleh Alwi yang
melihat adanya kerumunan pemuda yang meminta berkah berupa
air minum yang telah diberi doa oleh seorang ulama;
“.....pernah aku melihat di Gang I Blauran, kerumunan
penduduk, mereka antre untuk bisa mendapatkan satu botol
air. Ternyata air tersebut diberi doa oleh seorang alim ulama
34Putra Kiai Akyas Buntet.
35Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
36B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 3.
96
sehingga diyakini bisa menjamin kekebalan. Dari mana
beliau datang, tidak pernah aku ketahui dan juga tidak perlu
dipersoalkan. Pokok, sosok sepuh tersebut terpanggil turun
tangan memberikan bekal semangat berikut doa keselamatan
bagi para pejuang. Beberapa pejuang yang sedang lewat
langsung ikut meminum air bertuah itu. Sebuah bantuan
spritual yang sangat bermakna pada masa itu....”
Kemudian bagaikan lebah keluar dari sarangnya para
laskar pemuda-pemuda dari segala lapisan badan perjuangan
menyerbu setiap tempat di mana serdadu tentara Sekutu berada
diiringi pekik merdeka dan takbir bergemuruh menggetarkan
seluruh Kota Surabaya yang disambut dengan rentetan-rentetan
tembakan dari pihak Sekutu.37
Di tengah pekikan takbir Allahu Akbar, walau hanya
menggenggam bambu runcing para ulama dan santri maju terus
pantang mundur. Mati dalam pertempuran melawan penjajah
barat, diyakini sebagai mati yang indah, gugur sebagai syuhada.
Bagaimanapun kuatnya senjata imperialis barat, tidak mungkin
mampu memadamkan semangat ulama dan santri yang hatinya
sedang terpana oleh rasa cinta terhadap keagungan nilai
kemerdekaan. Lebih baik gugur sebagai syuhada daripada hidup
terjajah.38
Mengenai senjata bambu runcing yang digunakan oleh
para pejuang pada saat itu, bukan hanya sekedar bambu runcing
biasa, akan tetapi bambu runcing yang telah di ijazahi doa oleh
37B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 4.
38Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 2....., 210.
97
Kiai Subkhi dari Parakan, Magelang. Adapun doanya adalah
Bismillaahirrahmanirrahiim, Allahu Ya Hafiidzu 3x, Allahu
Akbar 3x, Ilaahi Yaa Sayyidii Anta Maulaanaa Fanshurna ‘Alal
Qaumil Kaafiriin.39
Korban dari kedua belah pihak tidak dapat dihindari lagi,
terutama dari pihak Indonesia yang hanya bersenjatakan bambu
runcing, pentungan atau golok seadanya yang disongsong oleh
pihak Sekutu dengan tembakan peluru dari berbagai senjata
otomatis dan modern.40
C. Sebagai Komandan Pertempuran Surabaya 1945
Penunjukkan Kiai Abbas sebagai komandan tertinggi
Laskar Hizbullah di Pertempuran Surabaya 1945 bukan tanpa
alasan, selain memiliki kemampuan bertempur yang mumpuni, ia
juga memiliki strategi peperangan diluar pertempuran yang
umum dilakukan oleh pasukan tentara. Kiai Hasyim Asy’ari
menunjuk Kiai Abbas sebagai komandan itu pun berdasarkan
istikhoroh, dan musyawarah bersama kiai-kiai lainnya.41
Hal ini juga yang di sampaikan oleh Abdul Wachid selaku
pengawal Kiai Abbas, bahwasannya setelah sampai di Rembang,
selepas sholat isya, para Alim Ulama yang jumlahnya lebih dari
15 orang, mengadakan musyawarah untuk menentukan
39Hasil wawancara dengan Kiai Abdul Mufti, pada hari minggu
tanggal 8 April 2018. 40B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 4.
41Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
98
komando/pimpinan pertempuran di Surabaya. Hasil dari
musyawarah para Alim Ulama tersebut menunjuk Kiai Abbas
sebagai komandan Pertempuran Surabaya 1945.42
Sebagai seorang komandan, Kiai Abbas mempunyai
pengaruh yang sangat besar. Diantaranya keahlian Kiai Abbas
dari menyusun strategi, yang kedua kemampuan bathiniyah
kanuragan Kiai Abbas yang sudah tidak bisa diragukan lagi.
Kemudian dengan datangnya Kiai Abbas dapat menumbuhkan
semangat dan gairah para kiai lain beserta para santri yang datang
untuk membantu pertempuran. Ditambah dengan adanya
panggilan Jihad, Allahu Akbar mampu mengobarkan semangat
juang rakyat Indonesia.43
Strategi yang diterapkan oleh Kiai Abbas sebelum
pertempuran adalah semua kiai dan santri pada tanggal 9
November 1945 sudah dikomandokan untuk berpuasa,
dilanjutkan untuk istighosah44 pada malam harinya. Semua
kemampuan yang ada digunakan ditambah lagi dengan hanya
menggunakan senjata bambu runcing. Kemudian para kiai
disuruh membaca doa di setiap balong (kolam) yang ada di
pondok-pondok dan kepada para santri disuruh meminum air
yang sudah dibacakan doa tersebut. Sehingga santri tidak tahu,
walaupun dia belum sempat melakukan amaliyah-amaliyah
42B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 2.
43Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
44Meminta pertolongan kepada Allah SWT ketika dalam keadaan sulit
dan sukar.
99
kanuragan, akan tetapi dengan air yang sudah diisi dan dibacakan
doa oleh para kiai, mereka mempunyai kekuatan spritual yang
sangat luar biasa.
Disamping itu, karena Kiai Abbas adalah komandan
tertinggi Laskar Hizbullah, Kiai Abbas memberikan komando
kepada TKR, Tentara pelajar, dan kepada semua badan/laskar
perjuangan yang ada di Surabaya sehingga berbaur menjadi satu.
Sampai akhirnya Bung Tomo ditugaskan para Kiai untuk
membuat pengumuman, mengobarkan api semangat kepada para
pejuang. Sehingga betul-betul bersatu dalam kekuatan dzohir dan
bathin.45
Strategi lain yang diterapkan Kiai Abbas selaku
komandan adalah para kiai diperintahkan berada di garda depan
pertempuran, diikuti oleh para santri yang berada dibelakangnya,
karena tentara Sekutu dan NICA itu sudah mengetahui
keampuhan dan kehebatan seorang kiai, sehingga ketika para kiai
berada di barisan depan membuat mental tentara Sekutu menjadi
down.46
Ulama dari Jawa Barat yang berada di depan garda
pertempuran salah satunya Kiai Abbas dan Kiai Anas. Kiai Anas
memegang peranan penting karena kedekatannya dengan Kiai
Abbas secara umur, disamping itu kemampuan Kiai Anas dalam
melihat situasi medan pertempuran menyebabkan ia bertugas
melindungi kakaknya yang menjadi komandan pertempuran.
45Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
46Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
100
Sementara Kiai Ilyas dan Kiai Akyas diberi tugas untuk
menyusuri wilayah di luar medan pertempuran.47
Dalam perang sabil di Surabaya sewaktu melawan tentara
Sekutu dan NICA banyak sekali hal yang sukar dimengerti dan di
luar logika. Namun, dalam teknik Perang Sabil, para ulama di
masa revolusi memperlihatkan potensi spritual yang luar biasa.48
Mengenai peran kiai dan ulama dengan kemampuannya itu
memang banyak terjadi, tetapi sifat ikhlas yang dimilikinya
membuat apa yang telah dilakukan itu tidak diceritakan pada
orang banyak.49 Termasuk kisah Kiai Abbas yang diminta oleh
Kiai Hasyim Asy’ari untuk datang ke Surabaya karena
mempunyai beberapa kelebihan, ia diyakini dapat meruntuhkan
pesawat tempur tentara Sekutu hanya dengan mengarahkan
tongkatnya ke arah pesawat tersebut. Kedatangan Kiai Abbas
sangat dinantikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari untuk mengamankan
bahaya serangan udara tentara Sekutu.50
Dalam berita Kedaulatan Rakyat yang bersumber dari
pihak tentara Sekutu, bahwa sejak terjadinya Pertempuran
Surabaya sampai dengan 17-12-1945, tentara Sekutu menderita
kerugian tujuh buah pesawat tertembak jatuh oleh serangan
penangkis udara dari pihak Indonesia.51
Di atas telah dijelaskan bahwa strategi penyerangan yang
diterapkan oleh Kiai Abbas adalah melakukan penyerangan
47Hasil wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
48Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 2....., 214.
49Ayuhanafiq, Garis Depan Pertempuran Lasykar....., 65. 50Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 2....., 216. 51Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid 2....., 216-217.
101
menjelang waktu fajar. Hal ini dibuktikan dalam buku
Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur bahwa pada dini
hari sekitar pukul 03.00 pimpinan Hizbullah menggerakkan
semua pasukan Hizbullah Surabaya yang berada di Markas Jalan
Kepanjen. Mereka digerakkan menuju sasaran musuh dengan
mengambil garis awal jalan jurusan Jembatan Merah ke barat
hingga jalan Gresik. Sasaran serangan musuh yang berada di
Tanjung Perak. Sedangkan pasukan cadangan digerakkan
menempati sepanjang Viaduk dari Kantor Gubernur sampai
lapangan Pasar Turi.52
Keesokan harinya pihak Sekutu datang dengan
menggunakan tank-tank baja, dan truk-truk menyerang kubu
pertahanan tentara atau laskar Indonesia yang diiringi oleh
dentuman kanon dan mortir serta rentetan tembakan 12,7 dari
pesawat udara yang cukup banyak jumlahnya, sehingga para
laskar dan tentara banyak yang gugur dan terpaksa mundur ke
pinggiran kota Surabaya.53
D. Dampak Perjuangan Kiai Abbas Pasca Pertempuran
Surabaya 1945
Kiai Abbas tahu bahwa setelah pertempuran yang terjadi
di Surabaya, tentara Sekutu dan NICA tidak akan menyerah
begitu saja. Akan tetapi akan terus menyerang dan ingin menjajah
52Isno El-Kayyis, Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur,
(Jombang: Pustaka Tebuireng, 2015), 184. 53B. Syamsu, “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai H.
Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten Cirebon ke Peristiwa
Perang Kemerdekaan RI di Kota Surabaya 10 November 1945”. Dokumen. 9
Agustus (1995), 4-5.
102
kembali Indonesia. Untuk itu, setelah pertempuran berakhir,
perjuangan Kiai Abbas masih terus dilanjutkan.
Diceritakan oleh Kiai Abdul Mufti setelah Kiai Abbas
pulang dari Surabaya, ia langsung membentuk para laskar yang
ada di wilayah Cirebon. Salah satu orang yang ikut dalam
perekrutan yang dilakukan oleh Kiai Abbas adalah Abdul Mufti,
seorang santri dan saksi hidup Kiai Abbas yang kini tinggal di
Astanajapura, Cirebon.
Pada waktu itu perekrutan yang dilakukan oleh Kiai
Abbas dari berbagai wilayah yang ada di Cirebon, seperti
Astanajapura, Japura, Kendal, Buntet, dan lain-lain. Setelah
terkumpul kurang lebih 60 orang pemuda, maka mereka di latih
di sebuah markas Hizbullah yang berada di wilayah Mundu
Pesisir. Setiap pagi, siang, dan malam mereka dilatih untuk
menjadi prajurit yang kuat dan berani mati demi mempertahankan
kemerdekaan. Kemudian mereka dikirim ke berbagai wilayah
yang ada di Jawa Barat untuk melakukan perang gerilya melawan
pasukan penjajah.54
Dampak lain dari perjuangan Kiai Abbas pasca
Pertempuran Surabaya 1945 yaitu menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang kuat walaupun baru saja merdeka.
Perjuangan Kiai Abbas dalam Pertempuran Surabaya 1945, bagi
para sesepuh di Pondok Buntet Pesantren lebih berfikir ke arah
nasional serta bagaimana membangun negara. Bahkan setelah
54Hasil wawancara dengan Kiai Abdul Mufti, pada hari minggu
tanggal 8 April 2018.
103
wafatnya Kiai Abbas, perjuangannya masih terus dilanjutkan oleh
anak keturunannya.55
Kemudian untuk masalah penghargaan dari pemerintah
atas jasa-jasa Kiai Abbas secara tertulis tidak ada yang berpikir
kearah sana, akan tetapi desakan-desakan dari luar untuk
pengajuan menjadi Pahlawan Nasional banyak sekali. Namun
dari pihak keluarga dan para kiai sepuh di Pondok Buntet
Pesantren tidak setuju karena takut akan menodai nilai-nilai
kepahlawanan Kiai Abbas, sehingga tidak ada yang
mengajukan.56 Akan tetapi untuk penghargaan secara moril
sangat luar biasa, bahkan setiap tanggal 17 Agustus ditambah
sekarang ada Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober, baik
dari korem, kepolisian, dan peringatan kirab Hari Santri Nasional
berziarah ke Maqbaroh Kiai Abbas, dan itu sudah menjadi agenda
tahunan. Artinya walaupun tanpa adanya gelar orang yang sudah
berjasa tidak akan hilang tanda jasanya.57
55Hasil wawancara dengan Kang Munib Rowandi, pada hari sabtu
tanggal 28 Juli 2018.
56Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
57Hasil wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
105
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kiai Abbas mempunyai pengaruh dan peran yang sangat
besar dalam Pertempuran Surabaya 1945. Pengaruh yang
diberikan Kiai Abbas bisa dilihat ketika Kiai Hasyim Asy’ari
belum memberikan izin untuk melakukan pertempuran sebelum
Kiai Abbas datang, hal inilah yang mempengaruhi jalannya
waktu pertempuran. Selain itu peran Kiai Abbas bisa dibuktikan
dengan ikut sertanya Kiai Abbas dalam merumuskan Resolusi
Jihad, sebagai komandan tertinggi Laskar Hizbullah dalam
Pertempuran Surabaya 1945, membentuk dan mengirim pasukan
dari Cirebon ke Surabaya, membentangkan jaringan telik sandi
dari Cirebon ke arah timur hingga Surabaya, menentukan waktu
pertempuran, dan berhasil mengobarkan semangat para pejuang
dari berbagai kalangan.
B. Saran
Dari penelitian ini penulis berharap untuk generasi
penerus bangsa bisa meneladani dan membangkitkan sikap
kepahlawanan yang telah ditunjukkan Kiai Abbas. Selain itu,
diharapkan kepada pihak jurusan, fakultas, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, sejarawan, dan pemerintah bisa diteliti lebih
lanjut secara intensif dan komprehensif mengenai peran Kiai
Abbas Buntet (Cirebon) dalam Pertempuran Surabaya 1945
sebagai penyempurna dari skripsi ini.
107
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER PRIMER
Achmad, R.S. Surabaya Bergolak. Jakarta: Haji Masagung, 1990.
ANRI. “Penetapan Presiden RI Panglima Tertinggi Angkatan
Perang Tanggal 5 Mei 1947 tentang Penyatuan Tentara
RI dan Laskar-laskarnya Menjadi Satu Organisasi
Tentara”. Arsip, RA. 24 No. 1261.
Anonim. “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berjihad
Fi Sabilillah. Perang didjalan Allah oentoek menentang
tiap-tiap pendjadjahan”. Kedaulatan Rakyat, 8 November
(1945), 1.
Hoofdbestuur (H.B) Nahdlatoel Oelama, “Resoloesi Djihad fi –
Sabilillah”. Arsip, 22 Oktober (1945).
Jasin, Moehammad. Memoar Jasin Sang Polisi pejuang:
Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Mansyur, M. Hisyam., dan MS. Amak Ahmadi Bakri. Sekilas
Lintas Sejarah Buntet Pesantren Mertapada Kulon. 1973.
Syamsu, B. “Sekelumit Riwayat Al-Mukarrom Alm. Bapak Kiai
H. Abbas Pimpinan Pondok Pesantren Buntet Kabupaten
Cirebon ke Peristiwa Perang Kemerdekaan RI di Kota
Surabaya 10 Nopember 1945.” Dokumen, 9 Agustus
(1995).
Tomo, Bung (Sutomo). Pertempuran 10 November 1945:
Kesaksian & Pengalaman Seorang Aktor Sejarah.
Cetakan kedua. Jakarta: Visi Media, 2008.
Wawancara dengan Kiai Abdul Mufti, santri dan saksi hidup Kiai
Abbas yang sekarang berumur 98 tahun pada hari minggu
tanggal 8 April 2018.
108
SUMBER SEKUNDER
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Arta, Ketut Sedana., dan I Ketut Margi. Sejarah Indonesia dari
Proklamasi Sampai Orde Reformasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2014).
Ayuhanafiq. Garis Depan Pertempuran Lasykar Hizbullah1945-
1950. Yogyakarta: Azzagrafika, 2013.
Aziz, Munawir. Pahlawan Santri Tulang Punggung Pergerakan
Nasional. Jakarta: Pustaka Compass, 2016.
Badruddin, Hsubky. Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman.
Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Bizawie, Zainul Milal. Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad
garda depan menegakkan Indonesia (1945-1949).
Tangerang: Pustaka Compass, 2014.
. Masterpiece Islam Nusantara Sanad dan
Jejaring Ulama-Santri (1830-1945). Jakarta: Pustaka
Compass, 2016.
Burhanudin, Jajat. Islam dalam Arus sejarah Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2017.
Bustami, Abdul Latif., dan Tim Sejarawan Tebuireng. Resolusi
Jihad Perjuangan Ulama: Dari Menegakkan Agama
Hingga Negara. Jombang: Pustaka Tebuireng, 2015.
Daliman, A. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2015.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
109
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren, Study Tentang Cara
Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES, 1982.
Muhaimin, A.G. The Islamic Traditions Of Cirebon
Ibadat and Adat Amongs Javanese Muslims. Disertasi
Doctor, Australia: ANU E Press, 1995.
Djatikoesoemo. Hukum Internasional Bagian Perang. Jakarta:
Pemandangan, 1956.
Dosen-dosen IAIN Syekh Nujati Cirebon. Pondok Pesantren Di
Wilayah III Cirebon. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2014.
El-Guyanie, Gugun. Resolusi Jihad Paling Syar’i. Yogyakarta:
PT LkiS Printing Cemerlang, 2010.
El-Kayyis, Isno. Perjuangan Laskar Hizbullah di Jawa Timur
Jombang: Pustaka Tebuireng, 2015.
Engelen, O.E. Lahirnya Satu Bangsa & Negara. Jakarta: UI-
Press, 1997.
Giddens, Anthony. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern: Suatu
analisa karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. terj.
Soeheba Kramadinata. Jakarta: UI Press, 1986.
Hadi, Munib Rowandi Amsal. Kisah-kisah Dari Buntet
Pesantren. Cirebon: Kalam, 2012.
Hasan, Ahmad Zaini. Perlawanan dari tanah pengasingan: Kiai
Abbas, Pesantren Buntet, Dan Bela Negara. Yogyakarta:
LKiS, 2014.
HS, Ahmad Fadli. Ulama Betawi: Studi Tentang Ulama Betawi
dan Kontribusinya Terhadap Perkembangan Islam.
Jakarta: Manhalun Nasyi-in Press, 2011.
110
Hutagalung, Batara R. Serangan Umum 1 Maret 1949; Dalam
Kaleidoskop Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia. Yogyakarta: LkiS, 2010.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online.
Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang
Pustaka, 2005.
Lubis, Saiful Akbar. Konseling Islami Kiai dan Pesantren.
Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007.
Mas’ud, Abdurrahman. Intelektual Pesantren. Yogyakarta: LKIS,
2004.
Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi,
Keumatan, Dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas, 2010.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 1997.
Moedjanto, G. Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional
Sampai Linggajati. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Nasution, A.H. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 1
Proklamasi. Bandung: Disjarah AD-Angkasa, 1992.
. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 2
Bergelut Cara: Diplomasi Atau Bertempur. Bandung:
Disjarah AD-Angkasa, 1992.
Noeh, Munawar Fuad., dan Mastuki HS, Menghidupkan Ruh
Pemikiran KH. Ahmad Siddiq. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2002.
Poerwodarminto, W.J.S. Kamus Umum tentang Definisi Dari
Pertempuran. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta:
Serambi, 2005.
111
. Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa
dan Penentanganya dari 1930 sampai Sekarang. Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2013.
Setiadijaya, Barlan. 10 november ’45 Gelora Kepahlawanan
Indonesia. Jakarta: Yayasan Dwi Warna, 1991.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru.
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh,
cet. V, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmaja. Jakarta:
Sinar Grafika, 2004.
Sukadri, Heru, Soewarno, dkk. Sejarah Revolusi Kemerdekaan
(1945-1949) Daerah Jawa Timur. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: 1991.
Sukamto. Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren. Jakarta: IKAPI,
1999.
Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Depok: Pustaka Liman, 2012.
____________. Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah perang Rakyat
Semesta di Surabaya, 10 Nopember 1945. Jakarta:
Lesbumi PBNU, 2017.
Suryanegara, A. Mansur. Api Sejarah 2. Bandung: Surya Dinasti,
2016.
Suryohadiprojo, Letjen TNI (purn) Sayidiman. Pengantar Ilmu
Perang. Jakarta: Pustaka Intermasa, 2008.
Suratmin. Perjuangan Laskar Hizbullah Dalam Pertempuran
Surabaya 10 November 1945. Yogyakarta: Matapadi
Presindo, 2017.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan.
Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara, 2003.
112
Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta:
P3M, 1986.
Wawancara
Wawancara dengan Kiai Abdul Mufti, santri dan saksi hidup Kiai
Abbas yang sekarang berumur 98 tahun, pada hari minggu
tanggal 8 April 2018.
Wawancara dengan KH Ade Nasihul Umam, Lc., pada hari
jum’at tanggal 27 Juli 2018.
Wawancara dengan Kang Munib Rowandi, pada hari sabtu
tanggal 28 Juli 2018.
Wawancara dengan KH Muhadditsir Rifa’i, pada hari sabtu
tanggal 18 Agustus 2018.
Media Online
http://aswajamuba.blogspot.com/2018/04/macam-macam-kiai-
menurut-habib-luthfi.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang
https://m.facebook.com/KumpulanFotoUlamaDanHabaib/photos/
a.356613851095960.85503.347695735321105/40920466
2503545/?type=1&p=0#_=_
http://numojokerto.or.id/read/2016/11/18/1263/strategi-kontra-
intelijen-para-kiai
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/66987/Ch
apter%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
https://www.buntetpesantren.org/2017/12/buntet-pesantren-atau-
pesantren-buntet.html
https://www.buntetpesantren.org/2018/08/manuskrip-sanad-
tarekat-syatariyah-mbah.html
113
https://www.google.co.id/search?q=gambar+koran+kedaulatan+r
akyat+60+milyun+kaum+muslimin&safe=strict&tbm=isc
h&source=iu&ictx=1&fir=EdZJBmmZCG44JM%253A%
252CXwRnAeiliAZZpM%252C_&usg=AI4kQWa4QcB
WGK0NODk4V4iVrIoABFKQ&sa=X&ved=2ahUKEwj
e 3Njht_bdAhWZfisKHWbBA9gQ9QEwAHoECAYQBA#
imgrc=EdZJBmmZCG44JM
https://www.google.co.id/search?q=gambar+teks+asli+resolusi+ji
had&safe=strict&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=Zc8k
QrprKMjSLM%253A%252CrcoTsfMHnvzSgM%252C_
&usg=AI4kRVbVVcBTbslN_nLTnXg7Er13G46g&sa=X
&ved=2ahUKEwiG0eDds_bdAhVJvo8KHbk5AcUQ9QE
wAHoECAAQBA#imgrc=m2HtpBFgSJQuMM:
https://www.ldiisurabaya.org/gus-mus-ciri-ciri-kiai/
https://www.youtube.com/watch?v=1LwkZPTWSWU
115
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Foto KH Abbas bin KH Abdul Jamil.
Sumber: https://www.facebook.com/pusat.sejarah.cirebon/photos/sejarah-
ilmu-cirebon-sakti-khabbas-buntet-cirebonsurabaya-10-november-
1945-syahd/480475992134981/
Lampiran 2: Foto bersama Kiai Abdul Mufti (Santri KH Abbas) selepas wawancara
116
Lampiran 3: Berziarah ke Maqbaroh KH Abbas Buntet.
Lampiran 4: Wawancara Bersama KH Ade Nasihul Umam, Lc.
117
Lampiran 5: Wawancara Bersama Kang Munib Rowandi.
Lampiran 6: Wawancara Bersama KH Muhaditsir Rifa’i.
118
Lampiran 7: Masjid Agung Pondok Buntet Pesantren.
Sumber: Dok. Pribadi
Lampiran 8: Gedung MI Wathoniyah yang dibangun tahun 1928, sekarang
digunakan untuk gedung MA NU Putri.
Sumber: Dok. Pribadi
119
Lampiran 9: Rumah Ndalem KH Abbas.
Sumber: Dok. Pribadi
Lampiran 10: Manuskrip Sanad Tarekat Syattariyah Tulisan Tangan Mbah
Muqoyim, Pendiri Pondok Buntet Pesantren.
Sumber: https://www.buntetpesantren.org/2018/08/manuskrip-sanad-tarekat-
syatariyah-mbah.html
120
Lampiran 11 : Teks Asli Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945
Sumber:https://www.google.co.id/search?q=gambar+teks+asli+resolusi+jihad
&safe=strict&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=Zc8kQrprKMjSLM%
253A%252CrcoTsfMHnvzSgM%252C_&usg=AI4_-
kRVbVVcBTbslN_nLTnXg7Er13G46g&sa=X&ved=2ahUKEwiG0e
Dds_bdAhVJvo8KHbk5AcUQ9QEwAHoECAAQBA#imgrc=m2Htp
BFgSJQuMM
121
Lampiran 12: Manuskrip Pengangkatan Kiai Abbas Sebagai Mursyid Tarekat
Tijaniyah.
Lampiran 13: Koran Kedaulatan Rakyat Mengenai Jihad Kaum Muslimin.
Sumber:
https://www.google.co.id/search?q=gambar+koran+kedaulatan+rakyat+60+mi
lyun+kaum+muslimin&safe=strict&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=EdZJB
mmZCG44JM%253A%252CXwRnAeiliAZZpM%252C_&usg=AI4_-
kQWa4QcBWGK0NODk4V4iVrIoABFKQ&sa=X&ved=2ahUKEwje3Njht_b
dAhWZfisKHWbBA9gQ9QEwAHoECAYQBA#imgrc=EdZJBmmZCG44JM
122
Lampiran 14: Surat Pembubaran Laskar Hizbullah
Sumber: ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia)
123
Lampiran 15
124
Lampiran 16
125
Lampiran 17
126
Lampiran 18
127
Lampiran 19
128
Lampiran 20
129
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Abdul Mufti
Waktu : 8 April 2018
Tempat: : Astanajapura-Cirebon
1. Bagaimana perjuangan Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945?
Setelah kumpul ulama dari berbagai daerah di pulau Jawa.
Kemudian di komandoi oleh Kiai Abbas. Ketika pertempuran di
Surabaya kereta api, tank baja semuanya terguling dan tidak bisa
jalan. Jadi pihak Sekutu menggunakan jalur udara untuk
memborbardir Surabaya. Kiai Abbas menggunakan gemparan
untuk meledakkan pesawat tempur musuh. Ke mana pun pesawat
pergi di kejar oleh gemparan sampai akhirnya meledak di udara.
2. Bagaimana dampak perjuangan Kiai Abbas pasca
Pertempuran Surabaya 1945?
Setelah pulang dari Surabaya ke Buntet, Kiai Abbas
mencari pemuda untuk dijadikan tentara Hizbullah. Salah satu
dan orang yang pertama kali mau adalah saya sendiri (Kiai Uti).
Kemudian dari kampung sini (Astanajapura) mengikuti 5 orang,
terus semua se-kecamatan Astanajapura terkumpul sebanyak 60
orang pemuda. Markasnya bertempat di Mundu pesisir para
pemuda dilatih pagi, siang dan malam. Latihan yang dipakai
waktu itu latihan militer ala Jepang. Setelah itu tepatnya awal
tahun 1946, di Purwakarta terjadi pertempuran.
130
3. Bagaimana watak Kiai Abbas dimata Kiai Uti?
Kiai Abbas itu kiai pemberani, tawadhu. Kiai zaman dulu
tidak seperti kiai zaman sekarang. Kalau mau berangkat ke front,
kumpul dulu semua, kemudian dikasih minum yang sudah
dikasih do’a. Yang suka mengumpulkan orang dan melakukan
upacara, di Cirebon itu nomor satu Kiai Abbas, nomor dua Kiai
Tarmidzi dari Galagamba, sebelah utara Ciwaringin.
4. Persenjataan apa yang dibawa ketika bertempur?
Diantaranya yang di bawa adalah Bambu runcing, yang
sudah di kasih ijazah sama Kiai Subkhi Parakan-Magelang.
Do’anya Bismillaahirrahmanirrahiim, Allahu Ya Hafiidzu 3x,
Allahu Akbar 3x, Ilaahi Yaa Sayyidii Anta Maulaanaa Fanshurna
‘Alal Qaumil Kaafiriin.
5. Apakah ada karya Kiai Abbas berupa kitab atau sya’ir?
Saya belum menemukan karya Kiai Abbas berupa kitab
maupun sya’ir. Karena pada masanya Kiai Abbas bangsa
Indonesia sedang dalam masa revolusi kemerdekaan, di mana
Kiai Abbas menjadi rujukan bagi para pejuang kemerdekaan,
sampai Pondok Buntet Pesantren sendiri menjadi basis kekuatan
rakyat Cirebon. Kiai Abbas juga sangat terkenal sebagai seorang
kiai pejuang, pemberani, dan tawadhu. Jadi fokus utama yang
dilakukan oleh Kiai Abbas adalah mengkader para santri yang
tergabung dalam Laskar Hizbullah. Sehingga para laskar yang
telah dilatih dikirim ke berbagai wilayah seperti Cirebon,
Indramayu, Kuningan, Majalengka, Purwakarta, Cianjur Utara,
untuk bergerilya menghadapi para penjajah.
131
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : KH Ade Nasihul Umam, Lc
Waktu : 27 Juli 2018
Tempat: : Pondok Buntet Pesantren
1. Nama lengkap Kiai Abbas?
Namanya KH M. Abbas bin Abdul Jamil
2. Bagaimana sosok Kiai Abbas dalam lingkungan
masyarakat Buntet Pesantren pada masa itu?
Yang pertama beliau itu adalah selaku sesepuh Pondok
Buntet Pesantren menggantikan ayahandanya (Kiai Abdul jamil),
dan proses peralihannya juga ketika saya dapat riwayat dari KH
Abdul Hamid Anas bahwa pada saat sholat subuh Kiai Abdul
Jamil tidak biasa-biasanya di dampingi oleh Kiai Abbas, dan
ketika sholat subuh akan dilaksanakan ternyata Kiai Abdul Jamil
mempersilahkan puteranya (Kiai Abbas) untuk menjadi Imam
sholat subuh. Dari situ masyarakat mengerti bahwa tampuk
kepemimpinan akan dilanjutkan oleh Kiai Abbas dan para Kiai
mengisyaratkan bahwa pemilihan tersebut persis seperti yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW kepada sahabat Abu
Bakar. Disamping beliau sebagai sesepuh, beliau juga mewarisi
Mursyid Tarekat Syattariyah dari Ayahandanya, sehingga peran
beliau di Pondok Buntet Pesantren adalah menjadi Leader
Sentral, karena banyak kiai-kiai sepuh juga yang ada di Pondok
Buntet Pesantren saat itu.
132
3. Bagaimana masa remaja Kiai Abbas sehingga beliau
menjadi ulama yang berpengaruh dalam perjuangan
kemerdekaan?
Sejak kecil Kiai Abbas sudah langsung mendapatkan
pelajaran keagamaan dari ayahandanya. Kemudian setelah
menginjak remaja, Kiai Abbas pernah mondok di pesantren
Sukunsari, Plered di Kiai Nasuha. Kemudian beliau dikirim oleh
ayahandanya yaitu menimba ilmu dan mendampingi Kiai Hasyim
Asy’ari pada saat babak-babak pendirian Pondok Pesantren
Tebuireng. Disamping pelajaran ilmu-ilmu keagamaan yang ia
pelajari, ayahandanya juga mendatangkan beberapa orang tokoh
bela diri sehingga Kiai Abbas sudah lihai dalam kegiatan pencak
bahkan beliau bisa membuat jurus pencak sendiri dengan
penggabungan jurus-jurus pencak yang ada di Nusantara.
sehingga dikenalah dengan sebutan pencak Kiai Abbas dan itu
sangat masyhur di wilayah Cirebon. Biasanya tahap terakhir yang
dilakukan ketika akan menyelesaikan ilmu bela diri ini harus di
barengi dengan puasa. Karena kemasyhuran Kiai Abbas, pada
zaman dahulu ketika ada orang yang ingin belajar ilmu kanuragan
itu datangnya ke Pondok Buntet Pesantren. Kemudian setelah itu
beliau juga sempat mukim menimba ilmu pengetahuan di
Makkah. Disitulah Kiai Abbas bertemu dengan Kiai Wahab
Hasbullah. Disamping riyadhoh yang ia jalani dan juga ilmu-ilmu
hikmah yang beliau dapatkan dari guru-gurunya sehingga
nampak karomah-karomah kanuragannya.
133
4. Bagaimana pengamalan di bidang sosial, politik, dan
keagamaan yang dilakukan oleh Kiai Abbas?
Dari bidang politik sebetulnya Kiai Abbas orang yang
sangat cerdas, sehingga apapun yang beliau lihat atau ikuti itu
bisa nempel pada jiwa dan raganya, bahkan beliau sempat
menjadi pengurus Partai Syarekat Islam yang didirikan oleh Haji
Samanhudi. Karena Haji Samanhudi itu alumni Pondok Buntet
Pesantren, itu awal dari politik. Disamping itu juga beliau adalah
orang yang ahli dalam strategi, tidak hanya ahli dalam strategi
politik, tetapi strategi pendidikan yang beliau terapkan di Pondok
Buntet Pesantren ini. Sehingga di Pondok Buntet Pesantren sudah
mendirikan Madrasah yang menunjukkan kecintaannya kepada
tanah air dengan mendirikan Madrasah Wathoniyyah Ibtidaiyyah.
Kemudian dari bidang sosial beliau mempunyai dapur umum di
rumahnya, masyarakat yang ada di Buntet Pesantren pada saat itu
bisa dikatakan dijamin makan dan minumnya, itu setiap hari
memasak berpuluh-puluh kilo nasi lalu masyarakat Buntet
Pesantren mengambil bagian masing-masing. Tapi mereka juga
ikut membantu pada Kiai Abbas untuk membantu dalam bidang
pertaniannya. Karena beliau mempunyai sawah yang sangat
banyak dan ketika panen itu tidak di jual, tetapi diberikan untuk
masyarakat yang ada di Buntet Pesantren, sehingga beliau
membuka dapur umum. Karena setiap pagi dan sore banyak
keluarga yang mengambil makanan di rumah Kiai Abbas itu
sendiri. Dalam bidang keagamaan beliau adalah seorang yang
‘Alim ‘al-lamah dalam segala bidang. Baik itu al-Qur’an, Qiro’ah
Sab’ah, ilmu fiqh dan juga ilmu-ilmu yang lainnya yang beliau
134
dapatkan dari Syekh (Mahfud) at-Tarmasi, Kiai Hasyim Asy’ari,
Kiai Dahlan (Makkah al-Mukarramah) dan juga kesufiannya
beliau karena beliau adalah seorang Mursyid sebuah Tariqoh
sehingga peranannya bukan hanya di Buntet Pesantren, tetapi
menjadi rujukan bagi masyarakat yang lain. Kemudian dalam
bidang kenegaraan beliau juga termasuk salah satu pendiri
Hizbullah. Kemudian membentuk Asybal, Asybal itu pejuang-
pejuang muda itu semuanya berada dibawah komando Kiai
Abbas.
5. Bagaimana dengan pernikahan dan keistimewaan Kiai
Abbas?
Yang pertama Kiai Abbas mempunyai seorang istri yang
bernama Ny. Chafidzoh itu dari Kasepuhan (Cirebon). Beliau
mempunyai anak di antaranya KH Mustahdi Abbas, KH
Mustamid Abbas. Kemudian setelah istri yang pertama wafat
beliau menikah lagi dengan Ny. I’anah itu mempunyai anak di
antaranya KH Abdullah Abbas, KH Nahduddin Abbas.
6. Apakah Kiai Abbas memiliki karangan baik berupa kitab,
syair, atau lain sebagainya? Kalau ada bisa disebutkan?
Untuk masalah karangan ataupun tafsir sebetulnya itu
yang masih belum ditemukan, karena tidak ada dokumentasinya.
Jadi menurut riwayat beliau adalah orang yang sangat peduli
terhadap adanya bukti fisik dalam sebuah keilmuan, maka dari itu
di Buntet Pesantren ketika orang itu menghatamkan al-Qur’an itu
dia diharuskan membacakan sanad yang tertulis, begitu juga ada
salah satu manuskrip pengangkatan Kiai Abbas terhadap salah
satu Mursyid Tarekot Syatariyyah yang ada di Jepara dan disitu
135
tertandanya juga Kiai Abbas. Kemudian untuk yang lainnya,
sebenarnya Kiai Abbas juga tidak sendirian, beliau menjadi
sesepuh Buntet Pesantren tapi dalam organisasi beliau sudah
mengatur keorganisasiannya. Ada yang di bidang ini, ada yang di
bidang ini, sehingga kalaupun seumpama ada Syi’iran Kiai Abbas
selalu membuatnya tetapi mayoritas Syi’iran itu dibuatkan oleh
Adiknya yaitu Kiai Akyas. Kemudian dari bidang ilmu hikmah
Kiai Abbas juga mempunyai seorang wakil yaitu Kiai Busyrol
Karim, dan dari bidang ilmu falaq ada, dari bidang ilmu nahwu
sudah ada divisi-divisinya. Jadi disitu menata organisasi Kiai
Abbas itu sudah menata organisasi pada zaman sekarang. Jadi
untuk karangan, untuk Sya’ir, karya itu tidak ditemukan karena
memang posisi Kiai Abbas yang luar biasa sibuknya tidak hanya
berjuang di Pondok Buntet Pesantren saja tapi juga di yang
lainnya.
7. Bagaimana peran Kiai Abbas ketika terjadinya Resolusi
Jihad 22 Oktober 1945?
Sebetulnya pada Resolusi Jihad memang ada dua
kemungkinan, artinya karena Resolusi Jihad yang dilakukan pada
tanggal 22 itu melibatkan seluruh kiai-kiai yang ada di Pulau
Jawa dan jaraknya itu sangat jauh sekali antara Jawa dan Madura,
sehingga kemungkinan terjadi pengunduran itu sangat besar
sekali dan saya yakin diundurnya tgl 22 itu diantaranya adalah
salah satunya Kiai Abbas pada tanggal 21 masih belum datang,
dan Kiai Abbas juga itu tidak sendirian, beliau datang bersama
dengan kiai-kiai yang ada dari Jawa Barat, namun berada di
bawah pimpinan Kiai Abbas. Sedangkan pada tanggal 10
136
November itu memang diawali rencana semula yaitu adalah
tanggal 9 November tapi memang Kiai Hasyim Asy’ari itu
sedang menunggu kehadiran Kiai Abbas.
8. Kapan Kiai Abbas berangkat ke Surabaya dan dengan
siapa ia ditemani?
Kiai Abbas berangkat dari Cirebon itu tanggal 6
November, beliau ditemani Ki Abdul Wahid, H. Syamsu,
kemudian juga ada salah satu utusan dari Hizbullah Sunan
Gunung Jati yaitu Bapak Utsman, Bapak Abdullah dan Bapak
Sya’roni yang memang ditugaskan untuk mengawal Kiai Abbas.
Ketika berangkat menuju peperangan itu semua masyarakat
Buntet itu menyambutnya, sehingga ada satu lagu yang sangat
masyhur dikalangan Buntet Pesantren yaitu: Selamat tinggal
selamat pergi, kan ku ucapkan kepada Kiai, dan beliau mendidik
kami, siang dan malam petang dan pagi. Ya Rasulallah Salamun
Alaika, Ya Rafi Asyani wad Daaraji, Athfatayyaji Rotal
‘Aalamiin Ya Uhaylaljudi Wal Kaarami. Karena tidak hanya Kiai
Abbas saja yang berangkat, ada Kiai Ilyas, Kiai Anas, Kiai Akyas
semuanya di persiapkan. Tidak hanya Kiai Abbas saja, beliau
hanya Figur Sentral, Kiai Buntet semuanya datang.
9. Mengapa Kiai Abbas yang ditunggu di Surabaya oleh Kiai
Hasyim? Bukan Kiai yang lain?
Yaitu yang tadi saya katakan yaitu karena Kiai Abbas itu
memang sudah di daulat oleh Kiai Hasyim yang akan menjadi
komandan pada pertempuran 10 November. Sehingga kehadiran
beliau ini sangat ditunggu-tunggu bahkan ketika Kiai Abbas
belum sampai pada tanggal 9 acara di undur jadi pada tanggal 10.
137
Artinya semua menunggu kehadiran Kiai Abbas karena beliau
yang akan menjadi Komandannya.
10. Apakah kehadiran Kiai Abbas dalam pertempuran
Surabaya 1945 mampu mempengaruhi jalannya
pertempuran?
Jelas seorang komandan pasti sangat berpengaruh. Yaitu
di antaranya keahlian Kiai Abbas dari nyusun sterategi, yang
kedua kemampuan bathiniyah kanuragan Kiai Abbas yang sudah
tidak bisa diragukan lagi, kemudian juga dengan datangnya Kiai
Abbas maka menumbuhkan semangat para kiai-kiai yang lain
beserta juga membuat gairah para santri yang datang untuk
membantu peperangan. Sehingga dengan adanya panggilan Jihad,
Allahu Akbar itu mampu mengobarkan semangat juang
masyarakat Indonesia.
11. Sebagai salah satu komando Pertempuran Surabaya,
apakah strategi yang digunakan Kiai Abbas untuk melawan
Sekutu?
Yang pertama di antaranya para kiai itu berada dibarisan
depan, semua kiai-kiai berada dibarisan depan. Karena tentara
Sekutu dan NICA itu sudah mengetahui keampuhan kehebatan
seorang Kiai, sehingga ketika para kiai berada di barisan depan
ada rasa was-was, rasa takut, rasa putus asa karena mereka
(Sekutu) beranggapan bahwa kiai itu ditembak juga tidak
mempan, di bom juga tidak meledak, ini yang memunculkan rasa
down. Kiai-kiai harus berada di depan semua, kemudian para
santri berada dibelakangnya. Kemudian strategi lainnya adalah
semua kiai dan santri pada tanggal 9 ini sudah dikomandokan
untuk puasa semua, kemudian pada malam harinya Istighosah.
Makanya kekuatan yang tidak masuk akal sebelumnya tapi
138
karena tokoh-tokoh tersebut sangat pasrah dan sangat dekat
kepada Allah SWT yakin bahwa kemenangan ada di pihak para
kiai. Jadi semua kemampuan yang ada dipergunakan semuanya
ditambah lagi dengan bambu runcing. Kemudian para kiai
disuruh membaca doa di setiap balong (kolam) yang ada di
pondok-pondok dan santri disuruh minum semua. Sehingga santri
tidak tahu, walaupun dia belum sempat melakukan amaliyah-
amaliyah kanuragan, tapi karena dengan air yang sudah di isi dan
di bacakan doa oleh para kiai, sehingga mereka mempunyai
kekuatan spritual yang sangat luar biasa. Disamping itu juga
karena beliau adalah Hizbullah jadi beliau memberikan komando
kepada TNI, Tentara Pelajar, kepada semuanya sehingga berbaur
menjadi satu. Sampai akhirnya Bung Tomo ditugaskan para kiai
untuk membuat pengumuman-pengumuman, mengobarkan api
semangat sampai akhirnya tersebarlah kepada masyarakat,
sehingga betul-betul bersatu dalam kekuatan dzohir dan bathin.
12. Amalan-amalan/Suluk apa yang dibaca oleh Kiai Abbas
beserta ulama lain ketika Pertempuran Surabaya 1945?
Untuk amaliyah memang para Kiai masing-masing
mempunyai jurus sendiri, punya amaliyah sendiri. Amaliyah itu
juga bukan dilakukan ketika mau melawan saja, tetapi karena
memang sudah istiqomahnya para kiai. Sudah menjadi sesuatu
yang istiqomah sehingga ketika dalam kondisi mendadak pun
tidak menjadi masalah. Dan ada salah satu yang pernah saya
dengar wallahu a’lam dari mana sumbernya bahwasanya pekikan
Allahu Akbar yang diucapkan oleh Bung Tomo itu pada
hakikatnya apakah dari Kiai Abbas atau dari Kiai Hasyim. Yang
139
jelas cerita begini ketika itu semua kiai-kiai disuruh membaca
ayat kursi sebanyak 11 kali tanpa bernafas, jadi sangat susah
sekali. Kemudian Bung Tomo bertanya “Sayanya si Kiai?”
“Sudah kamu baca Allahu Akbar saja”. Jadi kalimat Allahu
Akbar itu bukan sebutan semata, tapi itu merupakan ijazah.
Sehingga Allahu Akbarnya Bung Tomo mempunyai kekuatan
yang sangat luar biasa. Punya kekuatan spritual, punya kekuatan
ruhiyat.
13. Benarkah kesaktian Kiai Abbas ketika di medan
pertempuran bisa menjatuhkan pesawat tempur musuh
hanya dengan senjata biji tasbih dan batu kerikil?
Sebetulnya hal seperti itu bisa saja terjadi. Apapun yang
terjadi bisa mengalahkan semuanya. Karena memang itu semua
adalah kekuatan Allah SWT, karena biji atau sesuatu yang
bersifat kecil itu bisa menghancurkan yang besar. Seperti batu
yang bisa menghancurkan raja Abrahah. Itu juga bisa terjadi.
Hakikatnya itu adalah suatu media, yang luar biasa itu adalah
do’a dan juga komunikasi dan taqorruban para kiai kepada Allah
SWT kemudian menggunakan suatu media sebuah barang. Dan
itu pada Nabi-nabi juga terjadi, seperti kepada Nabi Musa yang
menggunakan media tongkat ketika berhadapan dengan para
penyihir raja Fir’aun.
14. Bagaimana dampak setelah Pertempuran Surabaya
terhadap Kiai Abbas beserta keluarganya dan Pesantren
Buntet?
Kemudian setelah berhasil semua pada pulang ke pondok
masing-masing, ada satu hal yang sangat luar biasa dari Kiai
Abbas. Beliau mengatakan “Al-hamdulillah kita sudah merdeka,
140
al-hamdulillah kita sudah bebas, sekarang silahkan kembali ke
pekerjaan semula, yang dagang pergi dagang lagi, yang di sawah
kembali menggarap sawah, yang mengajar ngaji kembali untuk
mengajar lagi. Sudah kita betul-betul ikhlas kepada Allah.
sehingga akhirnya ini merupakan suatu keputusan yang luar
biasa. Sebab misalkan semua kiai diteruskan yang jadi Hizbullah
dilanjutkan ke TNI, ini pondok siapa yang mimpin?!. Jadi paling
hanya Kiai Abdullah Abbas saja yang meneruskan. Ketika sudah
merdeka yasudah kembali lagi untuk memimpin pondok. Padahal
Kiai Abbas sudah mempunyai pangkat yang sangat besar. Kiai
Abdullah Abbas pernah mendapatkan penghargaan. Sehingga di
Buntet Pesantren ini semuanya pejuang tapi hanya satu dua yang
masuk dalam daftar veteran, yang lainnya tidak usah, orang kita
berjuang karena Allah semata. Sehingga suasana Buntet kembali
kondusif lagi.
15. Apakah ada penghargaan dari Pemerintah untuk Kiai
Abbas atau untuk keluarga Buntet Pesantren secara umum?
Memang perhargaan secara tertulis tidak ada yang
berpikir kearah situ. Tapi desakan-desakan dari luar untuk
pengajuan jadi Pahlawan Nasional sangat banyak sekali. Tapi
Kiai-kiai sepuh malah bilang “Kasian, nanti nilai lillahi ta’alanya
jadi luntur” sehingga tidak ada yang mengajukan. Tapi kalau
penghargaan secara moril sangat luar biasa, bahkan setiap 17
Agustus dari Korem, kepolisian itu ziarah kesana ke Maqbaroh
Kiai Abbas dan itu sudah menjadi agenda tahunan. Artinya
walaupun tanpa adanya gelar orang yang sudah berjasa tidak akan
hilang tanda jasanya.
141
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : Munib Rowandi
Waktu : 28 Juli 2018
Tempat : Pondok Buntet Pesantren
1. Nama lengkap Kiai Abbas?
Karena Kiai Abbas bergelut di dunia Sufi dan mengikuti
tarekat Syattariyah dan Tijaniyah maka orang-orang sufi
memiliki nama Maulana as-Sayyid as-Syaikh al-Arif Billah
Muhammad Abbas bin Abdul Jamil. Tapi untuk nama biasanya
adalah Muhammad Abbas bin Abdul Jamil.
2. Bagaimana peran Kiai Abbas dalam berbagai bidang?
Peran Kiai Abbas dalam segala bidang pada saat tahun
1928, di Buntet Pesantren Kiai Abbas sudah mendirikan sekolah,
gerakan pendidikan namanya Ibnul Wathon. Maka munculah
sekolah Wathoniyah. Jadi hampir sekitar Cirebon kalau ada
sekolah Madrasah Ibtidaiyah atau Tsanawiyah Wathoniyah
terinspirasi oleh gerakan pendidikan yang dicanangkan oleh Kiai
Abbas. Di sini ada MI Wathoniyah yang didirikan tahun 1928.
Terus di bidang ekonomi Kiai Abbas itu Mustasyar dari Syarekat
Dagang Islam yang diketuai oleh Haji Samanhudi dari
Pekalongan. Dari sisi perjuangan di bidang politik sangat jelas
Kiai Abbas mendirikan Hizbullah. Menurut saya Kiai Abbas itu
membangun negara dari berbagai sisi.
3. Kenapa Kiai Abbas yang ditunjuk oleh Kiai Hasyim
Asy’ari sebagai komandan Pertempuran Surabaya 1945?
142
Kalau menurut saya Kiai Abbas itu seseorang yang
mempunyai kedigdayaan yang sudah di patok dan diperkenalkan
oleh Kiai Abdul Jamil kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Jadi Kiai
Hasyim ini adalah seorang pemuda yang ditemukan oleh Kiai
Abdul Jamil ketika berada di Makkah, di sana Kiai Abdul Jamil
melihat ada seorang pemuda Indonesia yang pintar yang pada
waktu itu sedang mengisi Halaqoh. Kemudian Kiai Abdul Jamil
meminta Kiai Hasyim untuk mendirikan pesantren, tetapi Kiai
Hasyim masih bingung kalau nanti mendirikan pesantren siapa
santrinya? Dan langsung di jawab oleh Kiai Abdul Jamil anak
saya yang akan jadi santrinya. Nah, dari situ potensi-potensi Kiai
Abbas sudah ketauan, dan orang-orang pergerakan Islam di
Indonesia sudah memahami siapa Kiai Abbas. Di tambah lagi
ketika mendirikan Lirboyo Kiai Abbas ikut dalam pendiriannya.
Jadi Kiai Abbas bukan orang yang tidak terkenal pada saat itu,
Kiai Hasyim sudah mempunyai kedekatan dengan Kiai Abbas
sehingga tau potensi Kiai Abbas, secara tidak langsung kiai-kiai
Jawa sudah paham siapa Kiai Abbas. Jadi ketika komando
diserahkan kepada Kiai Abbas karena sudah memiliki potensi
terutama di kekuatan Ilmu hikmahnya. Selain itu juga melalui
proses perundingan beberapa orang kiai ketika di rumah Kiai
Bisri Rembang.
4. Dampak setelah Pertempuran Surabaya 1945 bagi Buntet
Pesantren dan bangsa Indonesia?
Dampaknya paling tidak menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia itu kuat walaupun baru saja merdeka, dan bagi Buntet
itu lebih berfikir ke arah nasional dan bagaimana membangun
143
negara. Bahkan setelah wafatnya Kiai Abbas, perjuangannya
masih terus dilanjutkan oleh anak keturunannya. Ada satu
kejadian di Tanjung Priuk, kelompoknya Amir Bikki seorang
pengusaha minyak bentrok dengan TNI, saat itu banyak umat
Islam yang meninggal karena bentrok dengan TNI yang saat itu
di pimpin oleh LB. Moerdani. Kemudian dari Buntet
mengadakan inisiatif untuk mengadakan pertemuan di Bandung
dan dari Buntet yang diwakili oleh Kiai Mustamid Abbas dan
diserahkan simbol perjuangan Kiai Abbas kepada Moerdani, ini
sifatnya nasional.
5. Apakah ada penghargaan dari pemerintah kepada Kiai
Abbas?
Pernah di usulkan dari masyarakat Buntet untuk jadi
Pahlawan Nasional. Akan tetapi dari pihak keluarga menolaknya
dikarenakan takut menodai nilai-nilai kepahlawanan Kiai Abbas.
6. Siapa yang mengajari Kiai Abbas ilmu kanuragan?
Zamannya Kiai Abbas di Buntet Pesantren banyak orang
yang sudah mempunyai keilmuan seperti itu, seperti dari Kiai
Abdul Jamilnya sendiri. Karena semenjak Mbah Muqoyyim
sendiri di Buntet sudah ada, dan budaya Buntet kuat, hanya
belakang ini hanya beberapa orang saja yang memilikinya. Di
Buntet itu ada kelompok kiai, ada kelompok Magersari.
Magersari itu artinya orang-orang yang membantu kiai, seperti
Mang Kisom, Mang Mangkun, mereka itu tokoh-tokoh silat yang
ada di sini yang memiliki ilmu cimande. Biasanya di jurus-jurus
terakhir itu harus berpuasa. Makanya dulu kalau orang-orang luar
ingin belajar ilmu kanuragan ke Buntet.
144
7. Apakah ada karya-karya Kiai Abbas?
Di Buntet itu saya pernah lihat hebatnya literasi itu
adanya di zaman Kiai Abdul Jamil, ada tulisan tangan Fathul
Wahhab, Al-Qur’an, dan buku-buku bagus sekali dan sayangnya
itu hancur tidak karuan dan tidak terawat dengan baik. Karena
pada waktu itu ada proses peralihan barang-barang padahal itu
bernilai sejarah. Zamannya Kiai Abbas itu zaman perang.
Mungkin saja ada tapi belum ditemukan bukti fisiknya, dan saya
melihat fokusnya Kiai Abbas itu ke arah perjuangan
memerdekakan bangsa dan mempertahankannya dari belenggu
penjajah .
8. Siapa yang mengawali Haul di Buntet Pesantren?
Yang mengawali haul adalah Kiai Abbas yang menghauli
Bapaknya (Kiai Abdul Jamil). Dan sekarang kenapa ada Haul
almarhumin warga dan sesepuh Pondok Buntet Pesantren?karena
sejak zamannya Mbah Muqoyyim Buntet Pesantren terbentuknya
bersamaan.
9. Kenapa dinamakan Pondok Buntet Pesantren, bukan
Pondok Pesantren Buntet?
Buntet Pesantren itu sebagai tempat/daerah. Jadi sebuah
daerah yang mana kiai, santrinya ada di situ. Berbeda dengan
penamaan Pondok Pesantren yang lainnya. Jadi kalau Pondok
Pesantren Buntet, nanti larinya ke desa Buntet yang ada
pesantrennya. Tapi kalau Pondok Buntet Pesantren itu nama
tempat yang ada di desa Mertapada Kulon yang di sana banyak
pesantrennya.
145
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Narasumber : KH Muhadditsir Rifa’i
Waktu : 18 Agustus 2018
Tempat : Semanggi I, Ciputat, Tangerang Selatan.
1. Bagaimana peran Kiai Abbas dalam Pertempuran
Surabaya 1945?
Jadi menurut alm. Bapak saya (KH Abdullah Syifa Akyas
– keponakan Kiai Abbas), peristiwa 10 November 1945 itu
sebenarnya rencana awalnya bukan 10 November, tapi tanggal 9
November. Berhubung tanggal 9 November itu rata-rata para
ulama/kiai sejawa kebanyakan belum datang dan yang
diharapkan oleh Kiai Hasyim Asy’ari yang akan memimpin
pertempuran adalah Kiai Abbas. Sementara Kiai Abbas punya
perhitungan lain sehingga pertempuran terjadi pada tanggal 10
November 1945. Setelah tiba di Surabaya juga Kiai Abbas punya
perhitungan lain mengenai kapan waktu pertempuran dimulai.
Kalau Kiai Hasyim menginginkan ba’da Maghrib, tapi Kiai
Abbas menjelang fajar. Jadi, sholat subuh itu sedang berada
dalam medan peperangan. Kalau menurut Bapak Strategi ini
mengambil iktibar dari Perang Hunain yang mana Nabi bersama
kaum Muslimin memulai pergerakan penyerangan pada waktu
fajar. Kemudian kiai-kiai yang dari Cirebon juga dibagi tugas,
seperti Kiai Syatori (Arjawinangun), Kiai Syamsuri (Wanantara),
Kiai Abbas, Kiai Anas, Kiai Ilyas, Kiai Akyas (Buntet). Itu
semua memiiki peran yang berbeda. Ulama dari Jawa Barat yang
berada di depan garda pertempuran salah satunya Kiai Abbas dan
146
Kiai Anas. Sebagai seorang adik, Kiai Anas bertugas melindungi
kakaknya yang menjadi komandan pertempuran. Sementara Kiai
Ilyas dan Kiai Akyas diberi tugas untuk menyusuri wilayah di
luar medan pertempuran. Sementara Kiai Ilyas dan Kiai Akyas
diberi tugas untuk menyusuri wilayah di luar medan pertempuran.
2. Apakah benar Kiai Abdullah Abbas ikut ke Surabaya?
Kiai Abdullah Abbas tidak ikut karena sedang di
Purwakarta.
3. Mengapa Kiai Abbas yang ditunggu di Surabaya oleh Kiai
Hasyim?
Karena memang diluar perhitungan strategi peperangan
yang umum dilakukan oleh pasukan tentara, dan kenapa
kemudian Kiai Hasyim Menunjuk Kiai Abbas itupun berdasarkan
Istikhoroh, dan Musyawarah bersama kiai-kiai lainnya. Makanya
kenapa Kiai Hasyim merencanakan tanggal 9, karena memang
sebelumnya sudah ada gambaran dan sudah pernah musyawarah
antar Kiai. Karena secara kiai Abbas yang lebih banyak
mengetahui dan memprediksi peristiwa yang akan datang.
4. Apakah ada amalan atau suluk yang dibaca oleh Kiai
Abbas ketika pertempuran Surabaya 1945?
Ada tapi wallahu’alam, pernah Kiai Abbas mengijazahi
Kiai Mahrus Ali. Itu menurut Bapak saya, Kiai Mahrus pernah
cerita bahwa pernah di ijazahi satu bacaan yang menurut Kiai
Mahrusnya sendiri Kiai Abbas menggunakan bacaan itu ketika 10
November. Tapi memang agak rancu karena memang yang di
baca Qul audzubi rabbin nangis, malikin nangis.....tapi tidak tahu
berapa kali dibacanya.
147
5. Dari siapa Kiai Abbas belajar ilmu kanuragan?
Memang Kiai Abbas, Kiai Anas, Kiai Ilyas, Kiai Akyas,
dari lahir sudah punya ke istimewaan masing-masing. Bahkan
Ayahnya sendiri heran. Yang pernah saya dengar itu adalah
dampak dari pada tirakat ibunya, karena ibunya semenjak merasa
mengandung itu sudah puasa, tahajud, baca Qur’an tidak pernah
putus, dluha dan lain sebagainya. Saya pernah dengar dari Ny.
Jaroh, Ny. Kariah itu dari mulai mencuci makanan di sholawatin
dan lain sebagainya.
6. Tarekat apa yang diikuti oleh Kiai Abbas?
Kiai Abbas memegang Tarekat Syatoriyah, tapi sebagian
masyarakat dan kiai Buntet bahwa Kiai Abbas juga mengikuti
Tarekat Tijaniyah.
Ketika Kiai Anas ketemu sama Syekh Ali Thayib di
Makkah, Kiai Anas sudah bai’at bahkan sudah ditunjuk sebagai
Muqaddam, saya dengar peristiwa itu sebelum berdirinya NU.
Sejarah kenapa Kiai Abbas masuk Tarekat Tijaniyah itu ketika
Syekh Ali Thayib bertemu dengan Rasululullah dan Syekh
Ahmad a-t-Tijani, memerintahkan Syekh Ali Thayib untuk ke
Indonesia. Kemudian Syekh Ali Thayib akhirnya menetap di
Bogor. Selain untuk ke Indonesia Syekh Ali Thayib diperintah
oleh Rasululullah dan Syekh Ahmad at-Tijani untuk mengangkat
seseorang yang namanya Muhammad Akyas untuk menjadi
Muqaddam Tarekat Tijaniyah, adanya di wilayah Jawa, makanya
setelah sampai di Indonesia itu menetap di Bogor. Setelah Syekh
Ali Thayib mencari informasi bahwa ulama di Jawa yang paling
dekat dengan Bogor itu adalah Cirebon, dan ulama yang paling
148
terkenal pada waktu itu adalah Kiai Abbas. Jadi secara otomatis
Syekh Ali Thayib bertanya kepada Kiai Abbas dengan berkirim
surat, meminta tolong ke Kiai Abbas untuk membawa orang yang
bernama Muhammad Akyas. Kemudian dari situ Kiai Abbas
membawa Kiai Akyas ke Bogor untuk bertemu Syekh Ali
Thayib, kepentingan dalam surat tidak disebutkan, hanya diminta
tolong untuk membawa (Muhammad Akyas). Setelah sampai di
Bogor kemudian Syekh Ali Thayib baru menyampaikan pesan
dari Rasulullah dan Syekh Ahmad at-Tijani itu. Kemudian baru di
situ Kiai Abbas bilang bahwa Akyas ini adalah adeknya.
Kemudian Kiai Akyas di bai’at masuk ke Tarekat Tijani dan
sekaligus menjadi Muqaddam. Hanya saja Kiai Akyas menolak
dengan alasan dirinya masih merokok. Tapi Syekh Ali Thoyib
mengatakan kepada Kiai Akyas bahwa nanti ketika kamu mau
meninggal, kamu akan berhenti merokok, dan memang itu
terbukti. Maka akhirnya dititipkan kepada Kiai Abbas.
7. Apakah seseorang yang memasuki tarekat tidak boleh
mengikuti 2 tarekat atau lebih?
Secara umum para pemimpin tarekat melarang muridnya
untuk berpegangan pada dua tarekat atau lebih, tapi itu untuk
orang-orang yang masih awam. Tapi kalau kapasitasnya seperti
Kiai Abbas, Kiai Anas, Kiai Ilyas, Kiai Akyas, kalau zaman
sekarangnya seperti Habib Luthfi Pekalongan tidak jadi masalah.
8. Bagaimana tentang wafatnya Kiai Abbas?
Ke wafatan Kiai Abbas tidak ada sangkut pautnya dengan
peristiwa apapun. Kalaupun diceritakan bahwa yang tahu percis
tentang wafatnya Kiai Abbas, yaitu Kiai Akyas. Bahkan sampai
149
diceritakan ketika sarapan, setelah sarapan ngewedang Kiai
Abbas bilang sama Kiai Akyas “Yas, saya ini lagi dicabut ruh-
nya, nih sekarang sudah sampai sini (sambil menunjuk mata
kaki)” kemudian Kiai Akyas lari keluar rumah Kiai Abbas untuk
menjemput istrinya (Ny. Masriah). Sepanjang perjalan antara
rumah Kiai Abbas ke rumah Kiai Akyas berteriak “Kiai Abbas
mau wafat”. Kemudian di jalan ketemulah dengan Kiai Chowi,
Kiai Akyas ngomong kaya gitu marah Kiai Chowi “Jangan
sembarangan ngomong”. “Ke sana saja kalau tidak percaya”
jawab Kiai Akyas. Setelah menjemput istri (istri Kiai Akyas)
kembali lagi rumah nyawa Kiai Abbas sudah sampai dengkul.
Kemudian Kiai Abbas meninggal di dalam rumahnya pada waktu
pagi setelah sarapan.
9. Bagaimana sosok Kiai Abbas di mata masyarakat Buntet
Pesantren pada waktu itu?
Luar biasa. luar biasanya itu dalam banyak hal, Kiai
Abbas bisa disebut sebagai pengayom. Pengayom di sini bukan
hanya sebagai pengayom keluarga saja, tetapi pengayom
masyarakat juga. Salah satu bukti pengayom masyarakat
disepanjang hayatnya Kiai Abbas itu merekrut masyarakat yang
tidak mampu, dipekerjakan, dan mendapatkan gajih. Kemudian
tidak mempersulit masalah orang dan Kiai Abbas itu orangnya
senang diskusi.