peran kantor urusan agama (kua) dalam …

157
PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MEMINIMALISASI NIKAH DI BAWAH TANGAN (Studi di Kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jawa Barat) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : BADRU TAMAM NIM: 1111044100032 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437H/2015M

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

DALAM MEMINIMALISASI NIKAH DI BAWAH TANGAN

(Studi di Kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jawa Barat)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

BADRU TAMAM

NIM: 1111044100032

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H )

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437H/2015M

Page 2: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

ii

Page 3: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

iii

Page 4: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

iv

Page 5: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

v

ABSTRAK

Badru Tamam, 1111044100032, Peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam

Meminimalisasi Nikah di Bawah Tangan (Studi di Kecamatan Tegalwaru, Karawang,

Jawa Barat)

Pernikahan di bawah tangan biasa disebut dengan Nikah Sirri (Rahasia) atau

nikah Urfi berdasarkan adat. Nikah di bawah tangan pada sebagian masyarakat,

terutama umat Islam Indonesia sudah cukup banyak dikenal. Terutama setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Kedua peraturan tersebut secara esensi

menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan harus dilakukan menurut kepercayaan

(agama) masing-masing, dan harus dicatatkan agar memiliki kekuatan Hukum.

Selanjutnya bagi masyarakat yang melakukan pernikahan di bawah tangan dan ingin

memiliki bukti otentik (Buku Akta Nikah) haruslah terlebih dahulu mengajukan

permohonan Istbat Nikah (Penetapan/Pengesahan) kepada Pengadilan Agama

sebagaimana diatur dalam pasal 7 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran KUA

dalam meminimalisir nikah di bawah tangan yang berada didaerah Kecamatan

Tegalwaru Karawang. Adapun data yang digunakan dalam penulisan penelitian

skripsi ini adalah data yang bersifat primer yaitu data yang diperoleh dengan

melakukan wawancara kepada para responden, yaitu para pelaku nikah di bawah

tangan, dan juga dengan Ketua KUA yang berada di Kecamatan Tegalwaru. Selain itu

Penulis juga melakukan wawancara dengan Staf pegawai Pengadilan Agama

Karawang seputar masalah nikah dibawah tangan Dalam penelitian ini membatasi

masalah nikah di bawah tangan yang terjadi hanya di tahun 2014 saja. Selain

menggunakan data primer, penulis juga menggunakan data yang bersifat sekunder

yaitu data yang menunjang kelengkapan yang dilakukan dengan cara studi pustaka.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa peran KUA dalam

meminimalisir nikah di bawah tangan adalah Pertama, melakukan sosialisasi tentang

pentingnya pencatatan pernikahan dan dampak buruknya terhadap keluarga, terutama

ibu dan anak melalui seminar-seminar dan pengajian-pengajian. Kedua, melakukan

penyuluhan-penyuluhan Pencatatan Pernikahan dan Keluarga Bahagia yang

dilakukan oleh Badan Penasehat Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama kepada

calon pengantin dan wali. Ketiga, saling bekerjasama dengan rekan kerjanya yang

berada di setiap desa yaitu P3N (Pembantu Pegawai Pencatat Nikah/ Amil Desa)

bersama staff aparatur desa melakukan penyuluhan setiap 2 Bulan sekali kepada

masyarakat.

Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, M.A

Kata Kunci : Pernikahan di Bawah Tangan menurut Hukum Islam dan

Hukum Positif.

Page 6: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

vi

KATA PENGANTAR

حين حوي الر بسن الل الر

يا والديي، والصلاة والسلام الحود لله رب العالويي، وبه ستعيي على أهىر الد

د صلى الله عليه وسلم وعلى بيا هحو آله وأصحابه والتابعيي وهي تبعهن على أشرف الورسليي،

بإحساى إلى يىم الديي

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan ilmu dan pengetahuan, yang telah memberikan nikmat dan ujian,

yang telah memberikan kekuatan dan kesabaran kepada penulis sehingga bisa

menyelesaikan tugas akhir perkuliahan pada tingkat Strata 1 ini (Skripsi).

Shalawat beriring dengan salam marilah kita curah limpahkan kepada junjungan

manusia, mahluk yang tidak memiliki dosa (ma’sum), mahluk yang memiliki

derajat yang paling tinggi diantara mahluk-mahluk lainnya, mahluk yang merubah

peradaban dunia yaitu Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya,

kepada sahabat-sahabatnya, serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman

semoga kita mendapatkan pertolongannya di hari kiamat kelak.

Dengan izin dan ridho Allah SWT, skripsi dengan judul “Peran Kantor

Urusan Agama (KUA) dalam Meminimalisasi Nikah di Bawah Tangan

(Studi di Kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jawa Barat)” telah selesai ditulis

guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana syariah (S.Sy)

dalam Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

vii

Penulis menyadari dalam penulisan tugas akhir perkuliahan ini (Skripsi)

masih banyak sekali kekurangan dan kelemahan baik dari segi penyusunan

redaksi kalimat, segi penyajian dan penyusunan, maupun dari segi pengetikannya.

Hal tersebut dikarenakan keterbatasan akan kemampuan dan pengetahuan yang

dimiliki oleh penulis.

Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan

yang setingi-tingginya kepada Ibu Dr. Hj. Azizah MA selaku dosen pembimbing

Skripsi yang telah memberikan begitu banyak kontribusi berupa saran-saran yang

bersifat konstruktif, meluangkan banyak waktu dalam penyusunan serta

motivasinya dalam menyusun skripsi ini, serta tak lupa pula penulis mengucapkan

banyak terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D. Dekan Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta seluruh jajarannya, baik bapak/ibu dosen yang telah membekali

penulis dengan ilmu pengetahuan, maupun para staff yang telah membantu

kelancaran administrasi.

2. Drs. Abdul Halim, M.Ag dan Arip Purkon, MA sebagai Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidatullah Jakarta.

3. Dr. H. Supriyadi Ahmad M.A sebagai Dosen Penasehat Akademik yang

telah banyak memberikan sokongan dan dukungan kepada penyusun

hingga skripsi ini selesai.

4. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum yang telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses

Page 8: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

viii

belajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syaruf Hiayatullah Jakarta,

khususnya pada saat pembuatan skripsi.

5. Keluargaku yang tercinta yaitu Bapak Drs. H. Mayadi Abu Bakar dan

ibuku tersayang Dra. Hj. Sugiharti serta saudara-saudara kandungku yang

tercinta, teruntuk kaka dan keluarga (Rusyda Kamelia Am. Keb dan Asep

Wahyu Sopanji serta buah hati mereka yaitu dede Muhammad Azka

Kenanda), teruntuk abangku terganteng Bukhari Muslim, S.Pd, serta adik-

adikku tersayang Maya Sofia Azqia, Fauzan Muhammad Iqbal dan Aulia

Tazqia Ramadhani yang telah mencurahkan kasih sayang serta do’a nya

yang terus menerus diucap nan lantunkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.

6. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru yaitu Bubun

Gustani, S.Ag beserta para staf jajarannya, yang telah banyak membantu

penulis dalam memberikan data dan informasinya yang amat sangat

berguna dalam penyusunan skrispsi ini.

7. Kepada Farhan Asyhadi, S.Ei., M.H staf pegawai Pengadilan Agama, yang

telah membantu dalam memberikan data dan informasinya yang amat

sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepada adik angkatku tersayang Indriyani Lestari Mahasiswi STIKES

Widya Dharma Husada yang tidak pernah bosan mengingatkan saya untuk

selalu semangat mengerjakan tugas akhir perkuliahan ini.

9. Sahabat-sahabat dari Keluarga Besar Prodi Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah

(KBPA). Terimakasih atas kebersamaan selama penulis menuntut ilmu di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 9: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

ix

10. Sahabat-sahabat Legend Kampus (Rachmatullah Tiflen, Muhammad

Nazir, Syaikhoni, Faris Jamal, Kong Abrar, Ahmad Firdaus, Jumili, Ibnu

Iqbal Maulana, Muhammad Rizkiandi) dan seluruh sahabat-sahabat yang

telah memberikan semangat dan warna kepada penulis selama ini.

11. Seluruh teman-teman SAS (PA A/B dan AKI) angkatan 2011

12. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatunya terima

kasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya segala usaha dan doa telah penulis lakukan, semoga apa yang

telah penulis ikhtiarkan dalam penyusunan skripsi ini menjadi suatu pengalaman

yang baik dan mendapatkan hasil yang baik pula. Hanya kepada Allah SWT lah

kita beribadah dan memohon pertolongan, semoga karya tulis ilmiyah ini dapat

bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pada para pembaca.

Amieen……

Ciputat, 12 Oktober 2015

Penulis,

Page 10: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAH DOSEN PEMBIMBING…………………………. ii

LEMBAR PENGESAH DOSEN PENGUJI SIDANG ……………………. iii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………….... ix

ABSTRAKSI………………………………………………………………... v

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI………………………………………………………………. x

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 12

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 12

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………………. 21

C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 23

D. Manfaat Penelitian……………………………………………....... 23

E. Metode Penelitian ………………………………………………... 24

F. Review Studi Terdahulu………………………………………….. 26

G. Sistematika Penulisan…………………………………………….. 28

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NIKAH ……………………. 29

A. Pengertian…………………………………………………………. 29

B. Dasar Hukum…………………………………………………....... 36

C. Rukun dan Syarat ………………………………………………… 45

D. Tujuan dan Hikmah….…………………………………………… 56

E. Nikah di Bawah Tangan …………………………………………. 66

F. Sebab dan Akibat Nikah di Bawah Tangan……………………. ... 69

G. Nikah di Bawah Tangan Perspektif Undang-Undang No. 1

Tahun 1974……………………………..…………………….…. 74

H. Nikah di Bawah Tangan Perspektif Hukum Islam………………. 79

BAB III PROFIL KUA KEC. TEGALWARU KARAWANG

JAWA BARAT ……………………………………………………... 89

A. Kondisi Umum…………………………………………………….. 89

B. Struktur Organisasi………………………………………………… 94

C. Tugas dan Wewenang……………………………………………… 95

D. Tata Cara Pencatatan Perkawinan …………………………………. 99

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN …………………………….. 108

A. Peran KUA dalam Meminimalisir Nikah di Bawah Tangan …….. 108

B. Kendala yang dihadapi oleh KUA dalam Meminimalisir Nikah

di Bawah Tangan …………………………………………………. 115

C. Analisis Penulis…………………………………………………… 118

BAB V PENUTUP ………………………………………………………. 122

A. Kesimpulan…………………………………………………. ……. 122

B. Saran-saran………………………………………………….. ……. 126

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 128

LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………. 133

Page 11: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

xi

A. Surat Permohonan Pembimbing Skripsi…………………………... 133

B. Surat Permohonan Data/Wawancara Kepada Kecamatan

Tegalwaru…………………………………………………………. 134

C. Surat Permohonan Data/Wawancara Kepada Pengadilan

Agama……………………………………………………………... 135

D. Dokumentasi Wawancara dengan para pihak terkait……………… 136

E. Peta Wilayah tiap Kecamatan se-Kabupaten Karawang…………... 137

F. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Kecamatan……………. 138

G. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Pengadilan Agama……. 145

H. Draf dan Hasil Wawancara dengan pihak Responden……………. 147

I. Tabel Perkara di Pengadilan Agama……………………………… 154

Page 12: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata

“kawin” yang menurut bahasa artinya perkawinan yang dilakukan dengan

diawali mengikat perjanjian antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan untuk menjalin hubungan rumah tangga, perjanjian antara laki-laki

dan perempuan untuk menjalin hubungan suami istri secara sah yang

disaksikan oleh beberapa orang dan dibimbing oleh wali (dari pihak

perempuan).1

Perkawinan bukan hanya sekedar untuk menyalurkan nafsu seksual

menurut cara yang sah, melainkan ia mengandung nilai-nilai yang luhur yang

dicapai melalui perkawinan. Salah satu tujuan utama perkawinan adalah

memperoleh keturunan dan membangun rumah tangga. Rumah tangga itu

sendiri merupakan suatu kumpulan dari masyarakat terkecil, yang terdiri dari

pasangan suami, istri, anak-anak, mertua dan sebagainya. Terwujudnya suatu

rumah tangga yang sah setelah didahului oleh akad nikah atau perkawinan

sesuai dengan ajaran agama dan memenuhi beberapa syarat. Dalam Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

perempuan sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia serta kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

1 Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality, 2008), h. 468.

Page 13: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

13

Esa”.2 Sedangkan pernikahan dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan yaitu

akad yang sangat kuat atau mistaqon gholidzon3 untuk menaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah.4

Apabila akad nikah telah berlangsung dan telah memenuhi syarat dan

rukunnya, maka menimbulkan akibat hukum.5 Dengan demikian, akad

tersebut juga menimbulkan hak dan kewajiban sebagai suami istri dalam

keluarga yang meliputi hak suami istri secara bersama, hak suami atas istri

dan hak istri atas suami. Termasuk didalamnya adalah adab suami terhadap

istrinya seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Yang dimaksud

dengan hak disini adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain,

sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah apa yang harus dilakukan

seseorang terhadap orang lain.

Begitu pula dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga, adanya

hak dan kewajiban suami istri yang menjelaskan bahwa istri mempunyai hak

dan istri juga mempunyai kewajiban, kewajiban istri adalah hak bagi suami.

Hak istri semisal hak suami yang dikatakan ini mengandung arti hak dan

kedudukannya istri semisal atau setara atau seimbang dengan hak dan

kedudukan suami. Meskipun demikian, suami mempunyai kedudukan

2 Sostroamitdjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:Bulan

Bintang, 1978) h. 83-84. 3 Perjanjian yang kokoh. Dalam Al-Qur’an kata mistaqon gholidzon hanya dipakai 3

kali saja: (a). Allah SWT membuat perjanjian dengan Nabi Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa (Al-

Ahzab 73:7). (b). Allah SWT mengangkat bukit Thur diatas kepala Bani Israil dan menyuruh

mereka bersumpah setia kepada Allah (An-Nissa 4:154). (c). Allah SWT menyatakan

hubungan pernikahan (An-Nissa 4:21). 4 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika

Prasindo, 2004) h. 114. 5 Tihami dan Sorahi Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Granfindo

Persada, 2010), h. 53.

Page 14: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

14

setingkat lebih tinggi yaitu sebagai kepala keluarga.6 Diantara beberapa hak

suami terhadap istri yang paling pokok diantaranya adalah ditaati dalam hal-

hal yang tidak maksiat, misalnya tidak keluar rumah kecuali atas izin dari

suami. Istri menjaga dirinya dan harta suaminya. Menjauhkan diri dari

mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami. Tidak bermuka masam

terhadap suami. Tidak menunjukan keadaan yang tidak disenangi oleh suami.7

Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiban materi berupa

kebendaan dan kewajiban non materi yang bukan berupa kebendaan.

Kewajiban suami non materi yang merupakan hak bagi istrinya adalah

menggauli istrinya dengan baik dan patut, menjaganya dari segala sesuatu

yang mungkin melibatkannya dari suatu dosa dan maksiat atau ditimpa oleh

sesuatu kesulitan atau marabahaya, dan menunjukan kehidupan perkawinan

yang diharapkan oleh Allah SWT terwujud.8 Sesuai dengan penghasilannya,

suami mempunyai kewajiban untuk menafkahi istrinya seperti memberi

pakaian, tempat tinggal, biaya rumah tangga, biaya perawatan, biaya

pengobatan bagi istri dan anak dan biaya pendidikan bagi anak.9

Jika suami dan istri sama-sama menjalankan tanggungjawabnya

masing-masing maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati

sehingga sempurnalah kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, tujuan

6 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,

2009), h. 159. 7 Samsul Munir Amir dan Haryono Al-Fandi, Kenapa Harus Stres? Terapi Sters Ala

Islam, (Jakarta: Amzah, 2007), cet ke-1, h. 7. 8 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), h. 168. 9 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fikih Munakat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),

h. 161.

Page 15: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

15

hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama. Baik suami

maupun istri harus berusaha memelihara rumah tangganya yang tenang penuh

kebahagiaan lahir batin serta menciptakan taman yang permai tempat generasi

yang berbudi, penerus dari orang tuanya. Oleh karena itu hubungan suami istri

sangat suci dan terhormat, kuat ikatannya dan tinggi nilainya sesuai dengan

tinggi pula nilai manusia itu sendiri.10

Sebaliknya, jika suami dan istri tidak

menjalankan tangggungjawabnya masing-masing, maka kehidupan keluarga

tidak akan berjalan dengan baik.11

Di negara Indonesia, pernikahan itu sendiri memiliki beberapa sub-

bagian istilah diantaranya pernikahan monogami, pernikahan poligami,

pernikahan mut’ah, pernikahan bawah tangan, pernikahan adat, pernikahan

muhalil, pernikahan beda agama serta pernikahan-pernikahan lainnya yang

menjadi warna-warni di negara Indonesia. Akan tetapi pada permasalahan ini,

penulis hanya akan membahas tentang pernikahan dibawah tangan yang

terjadi didaerah penelitian.

Fenomena pernikahan di bawah tangan bukanlah fenomena yang baru

dan tidak aneh, sebab fenomena pernikahan semacam ini sudah dilakukan oleh

banyak kalangan masyarakat dari waktu ke waktu. Pelaku nikah di bawah

tangan ini terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dari segi usia, tingkat

pendidikan dan tingkat ekonomi. Pernikahan ini juga menimbulkan

kontroversi dari berbagai pihak dengan alasan merugikan kaum perempuan.

10

Hasbi As-Shiddieqi, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama

Republik Indonesia, 1989), h. 56. 11

Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, (Beirut: Dar el-Fikr, 1983), Juz II, h. 135.

Page 16: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

16

Pernikahan di bawah tangan saat ini sungguh merupakan akumulasi yang

didapat dari berbagai faktor diantaranya yaitu lemahnya sistem hukum negara

kita, khususnya Undang-Undang Perkawinan dan masih kentalnya budaya

patriarki.12

Pernikahan di bawah tangan biasanya dilakukan tanpa ada

pemberitahuan secara resmi kepada masyarakat luas, pelaksanaan akad dengan

cara ini memang boleh dan sah, walaupun tidak tercatat resmi oleh negara.13

Dengan hadirnya wali dari perempuan dan keluarga dari laki-laki dan

disaksikan oleh dua orang saksi sesuai dengan prosedur keagamaan saja, dan

telah sesuai dengan syarat dan rukunnya. Dalam banyak kasus yang terjadi,

perkawinan di bawah tangan dilakukan dengan maksud tertentu, dan

perkawinan tersebut dilakukan dengan tujuan agar tidak diketahui oleh

khalayak ramai. Apakah perkawinan dalam bentuk seperti ini tidak

bertentangan dengan ajaran Islam? Maka Rasulullah SAW dalam beberapa

hadistnya selalu mengingatkan untuk menghadiri walimah, serta meng’ilankan

(mengumumkan) perkawinan tujuannya tentu supaya agar diketahui oleh

banyak orang (umum) bahwa antara si A dan si B telah terikat oleh tali

pernikahan.

Rasulullah SAW bersabda dari Amir bin Abdullah Az-Zuhair dari

ayahnya r.a (katanya): Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:

12

Patriarki adalah sistem yang selama ini meletakan kaum perempuan terdominasi

dan menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama. 13

Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendikiawan Sentra

Muslim, 2002), h. 46.

Page 17: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

17

“Beritahukanlah oleh kamu sekalian pernikahan itu“. (diriwayatkan oleh

Ahmad dan dinilai Shahih oleh al-hakim).14

Kebanyakan orang meyakini bahwa nikah di bawah tangan dianggap

sah menurut hukum Islam apabila telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya,

sekalipun pernikahan tersebut tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama

(KUA), atau perceraian itu dilakukan di luar sidang pengadilan agama yang

telah menjadi haknya. Akibat dari pemahaman tersebut timbulah dualisme

hukum yang ada di negara Indonesia ini, yaitu disatu sisi perkawinan itu harus

dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan disisi lain perkawian tanpa di

catatpun tetap berlaku dan diakui oleh masyarakat, atau di satu sisi perceraian

itu hanya sah apabila dilakukan di depan sidang pengadilan, dan di sisi lain

perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tetap berlaku dan diakui

oleh masyarakat.15

Jika dilihat dari kenyataan yang ada, nikah dibawah tangan merupakan

salah satu model perkawinan yang bermasalah dan cenderung mengutamakan

kepentingan-kepentingan subjektif, model perkawinan ini juga menimbulkan

sejumlah dampak negatif, seperti tidak jelasnya status perkawinan, status

anak, atau adanya kemungkinan pengingkaran perkawinan. Hal ini disebabkan

14

Fahrurazi. “Nikah di Bawah Tangan“. Artikel diakses pada tanggal 12 April 2015

http://raziehania.blogspot.com/2009/04/nikah-bawah-tangan-kawin-siri_6426.html. 15

Zahri, A. “ Argumentasi yuridis Pencatatan Perkawinan dalam Perspektif Hukum

Islam”. Artikel ini diakses pada tanggal 12 April 2015 dari www.badilag.net./data/artikel,

perkawinan dibawah tangan tidak sah menurut hukum islam.

Page 18: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

18

karena tidak adanya surat-surat resmi atau akta perkawinan yang otentik, yang

tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) atau kantor Pencatatan Sipil.16

Sistem hukum di negara Indonesia tidak mengenal istilah “Kawin

Bawah Tangan” dan semacamnya, dan tidak mengatur secara khusus dalam

sebuah konstitusi peraturan perundang-undangan. Namun, secara Sosiologis

istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap

dilakukan tanpa memenuhi ketentuan undang-undang yang berlaku,

khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang terdapat dalam pasal 2 ayat 2

yang menyatakan bahwa “Tiap–tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku“.17

Meskipun telah disosialisasikan selama

41 tahun lebih sampai saat ini masih dirasakan adanya kendala yang tidak

berkesudahan dengan banyaknya orang yang masih melakukan nikah di

bawah tangan yang pada waktunya dapat mengacaukan proses-proses hukum

yang terjadi berikutnya.

Hal ini boleh terjadi karena sebagian masyarakat muslim masih ada

yang memahami ketentuan perkawinan ini lebih menekankan kepada

perspektif fiqh sehingga praktek nikah di bawah tangan menjadi subur.18

Mereka sering berusaha menghindari sistem dan cara pengaturan pelaksanaan

perkawinan menurut Undang–Undang Perkawinan yang dinilai terlalu

16

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja, 2003),

h. 295. 17

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 18

Mona Eliza, Pelanggaran terhadap Undang-Undang Perkawinan dan Akibat

Hukumnya, (Banten:Adelina Bersaudara, 2009). h. 34.

Page 19: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

19

birokratis dan berbelit-belit serta lama pengurusannya, yang menimbulkan

peraturan perundang-undangan tersebut sering kali tidak diindahkan oleh

sebagian masyarakat Islam Indonesia.

Walaupun ini merupakan masalah yang dianggap kecil, akan tetapi

akan luas dampak yang ditimbulkannya. Dalam kasus ini kurangnya

kesadaraan masyarakat terhadap hukum, meletakkan titik beratnya kepada

potensi–potensi yang bersifat pribadi, kesadaran hukum seperti ini dapat

didefinisikan sebagai potensi atau daya warga masyarakat yang berisi

persepsi, pengenalan, pengetahuan, pengertian tentang hukum termasuk

konsekuensi-konsekuensinya.19

Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu

hukum yang baik sangat tergantung pada Tiga Pilar Hukum yaitu : Aparat

hukum, peraturan hukum yang jelas, serta kesadaran hukum masyarakat.20

Kurangnya pemahaman peraturan tersebut akan mengakibatkan lemahnya

penegakan hukum, sehingga masyarakat yang masih belum sadar akan

kepentingan hukum yang berlaku, akan melakukan penyimpangan-

penyimpangan hukum itu sendiri, khususnya mengenai perkawinan dibawah

tangan yang masih terjadi di masyarakat.

Dalam melakukan observasi awal, penulis melakukan wawancara

terhadap beberapa pelaku nikah bawah tangan, yang mengindikasikan bahwa

daerah penelitian di kecamatan Tegalwaru Karawang banyak di antara

19

Tenaga Staff Dibidang Penelitian dan Pengembangan Hukum, Himpuna Karya

Tulis Bidang Hukum, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 1998). h. 3. 20

M. Idris Rmulyo, Tinjauan Hukum Perkawinan, (Jakarta: Grafindo Persada, 1974).

h. 22.

Page 20: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

20

warganya yang melakukan perkawinan tersebut dengan alasan beberapa faktor

seperti ekonomi yang lemah, pendidikan yang rendah, dan kurangnya

perhatian pemerintah dalam permasalahan nikah bawah tangan yang dilakukan

oleh masyarakat tersebut.

Observasi yang penulis lakukan diantaranya dengan mewawancarai

pelaku nikah dibawah tangan, ketua KUA serta staf pegawai Pengadilan

Agama. Dalam wawancara yang penulis lakukan ini, pertama kali

mewawancarai ketua KUA Tegalwaru yang menyatakan bahwa: ”Memang

disebagian masyarakat kami ada yang melakukan nikah di bawah tangan,

yang mana pihak KUA baru mengetahuinya ketika ada kegiatan Gebyar

Pelayanan Publik (GPP) yang diselenggarakan pihak kecamatan bekerjasama

dengan beberapa instansi Pemerintah salah satunya ialah Pengadilan Agama

yang mengadakan pendaftaran penetapan (istbat) nikah yang volume isinya

bisa mencapai 20 orang perkegiatan acara”21

. Kemudian penulis melakukan

wawancara dengan salah seorang warga yang bernama Solihin, dia

menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang merupakan salah satu mengapa

pelaku melakukan pernikahan di bawah tangan dengan berkata “Boro-boro

buat daftar biaya nikah ke KUA, buat makan setiap hari juga akang harus

cari sana sini pekerjaan, soalnyakan akang mah cuma buruh tani yang

penghasilannya tidak jelas dan tidak tetap, jadi akang nikahnya engga ke

21

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru-Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 mei 2015.

Page 21: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

21

KUA sebab engga punya uang“22

. Dari sini penulis mendapatkan sampel

bahwa di kecamatan tersebut masih dapat ditemukan berbagai persoalan

terkait nikah di bawah tangan, hal inilah yang mendorong penulis untuk

meneliti lebih jauh terkait pernikahan di bawah tangan yang terjadi di

kecamatan Tegalwaru Karawang.

Selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap kinerja Kantor

Urusan Agama (KUA) dalam menangani masyarakat yang melakukan nikah

di bawah tangan serta peranannya dalam mendorong masyarakat untuk

membentuk yang sakinah, mawadah dan warohmah.

Berdasarkan keterangan masalah-masalah diatas, yakni masih

minimnya masyarakat dalam melakukan pencatatan nikah dan betapa

pentingnya pencatatan nikah sehingga membuat penulis untuk meneliti lebih

lanjut dan mengangkatnya dalam skripsi yang berjudul “PERAN KANTOR

URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MEMINIMALISIR NIKAH DI

BAWAH TANGAN DI KECAMATAN TEGALWARU, KARAWANG,

JAWA BARAT “.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan penulisan ditujukan agar tidak terjadi pembahasan yang

tidak ada ujung pangkalnya dan dapat terarah dengan baik, maka penulis

membatasi permasalahan tersebut sebagai berikut:

22

Wawancara dengan pelaku nikah bawah tangan yang bernama Solihin. Pada hari

Minggu, 07 April 2015

Page 22: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

22

a. KUA dibatasi pada Kantor Urusan Agama yang berdomisili di jalan

raya Loji Pangkalan di komplek kecamatan Tegalwaru, Karawang,

Jawa Barat.

b. Pernikahan di bawah tangan dibatasi pada permasalahan yang ada di

kecamatan Tegalwaru, Karawang, Jawa Barat.

c. Data yang diteliti pada permasalahan nikah di bawah tangan dibatasi

pada data-data pada tahun 2014.

2. Rumusan Masalah

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tiap-tiap perkawinan

harus dicatatkan menurut peraturan yang berlaku. Namun, pada

kenyataannya masih banyak perkawinan di bawah tangan, sehingga bukan

lagi suatu yang tabu dan dianggap lumrah.

Adapun masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut :

1. Berapa banyak jumlah masyarakat yang melakukan nikah di bawah

tangan di kecamatan Tegalwaru yang mengajukan Istbat nikah kepada

Pengadilan Agama Karawang?

2. Bagaimana peran KUA dalam meminimalisir nikah di bawah tangan

pada masyarakat kecamatan Tegalwaru?

3. Apa kendala yang dihadapi dalam meminimalisir nikah di bawah

tangan pada masyarakat kecamatan Tegalwaru?

Page 23: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

23

Pertanyaan–pertanyaan diatas akan penulis jawab dalam uraian–

uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber–sumber yang penulis

gunakan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian skripsi ini bertujuan Pertama, untuk mengetahui berapa

jumlah masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan. Kedua, untuk

mendeskripsikan peran KUA dalam meminimalisir pernikahan dibawah

tangan pada masyarakat kecamatan Tegalwaru. Ketiga, untuk

mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi oleh Kantor Urusan Agama

dalam meminimalisir perkawinan dibawah tangan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun dalam penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat

sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi dan gambaran yang komprehensif serta

sistematis seputar peran KUA dalam meminimalisir perkawinan di bawah

tangan dan segala bentuk permasalahannya.

2. Dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pecinta penelitian

hukum dalam rangka pengembangan hukum Islam umumnya dan

khususnya hukum Islam seputar nikah di bawah tangan.

3. Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai bahan perbandingan bagi

penulis selanjutnya.

Page 24: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

24

E. Metode Penelitian

Dalam membahas masalah-masalah penelitian ini, diperlukan suatu

penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang

dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas, tepat dan akurat.

Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain :

1. Jenis penelitian

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field

research). Penelitian lapangan ini adalah yang sumber datanya terutama

diambil dari obyek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara

langsung di daerah penelitian.23

2. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat analisis merupakan kelanjutan dari penelitian

deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik

tertentu, tetapi juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau

bagaimana hal itu terjadi.

3. Kriteria Sumber data

a. Data primer yaitu data yang didapat dari hasil wawancara langsung

dengan masyarakat dan dalam penelitian ini menggunakan teknik

wawancara secara mendalam dengan menggunakan pokok-pokok

permasalahan sebagian pedoman wawancara. Pokok-pokok tersebut

guna menghindari terjadinya penyimpangan ketika penelitian selama

wawancara.

23

Yayan Sopyan, Metode Penelitian, Jakarta, 2009

Page 25: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

25

b. Data sekunder dalam penelitian ini data yang digunakan penulis

adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, pada waktu penelitian

dimulai data telah tersedia.24

4. Teknik pengumpulan Data

a. Teknik survey (Observasi) yaitu untuk mencari bahan penelitian

penulis melakukan pengamatan dan pencatatan. Disini penulis

mengamati fakta yang ada dilapangan yang berhubungan langsung

tentang perkawinan di bawah tangan yang dilakukan oleh masyarakat.

b. Teknik Interview (wawancara) adalah cara pengumpulan data yang

dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari

sumber utama data.25

Pengumpulan data dengan cara tanya jawab,

disini penulis mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan

yang akan diajukan melalui wawancara (Pedoman Wawancara).

Selanjutnya penulis melakukan wawancara kepada orang-orang yang

dapat dipercaya untuk mendapatkan bukti yang kuat sebagai penguat

argumentasi. Seperti Ketua KUA, staf pegawai Pengadilan Agama

serta masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan.

c. Studi Dokumentasi yaitu meliputi studi bahan-bahan hukum yang

terdiri dari bahan hukum primer dan hukum sekunder.26

Dan juga

24

Tomi Hendra Purwaka, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: universitas

atmajaya, 2007). h.29 25

Ronny kountur, Metode Penelitian Hukum Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis, h.

186. 26

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,

2008). h. 57.

Page 26: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

26

data-data yang diperoleh dari literatur dan referensi yang berkaitan

dengan tema penelitian ini.

d. Studi pustaka yaitu upaya untuk mengidentifikasi secara sistematis

dan melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat

informasi yang berkaitan dengan tema, objek dan masalah penelitian

yang akan dilakukan. Terdiri dari dua langkah yaitu kepustakaan

penelitian yang meliputi laporan penelitian yang telah diterbitkan,

dan kepustakaan konseptual meliputi artikel-artikel atau buku-buku

yang ditulis oleh para ahli yang memberikan pendapat, pengalaman,

teori-teori atau ide-ide tentang apa yang baik dan yang buruk, hal-hal

yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dalam bidang masalah.

F. Review Studi Terdahulu

Sebelumnya sudah ada penelitian yang juga melakukan penelitian

skripsi ini terkait masalah nikah dibawah tangan, yakni :

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Sabbudin, dengan judul

“Pengaruh dan implikasi perkawinan dibawah tangan di Kelurahan

Kenanga Kecamatan Cipondoh Tangerang” yang menjelaskan apa akibat

hukum yang ditimbulkan apabila perkawinan dibawah tangan terjadi,

bagaimana berpengaruhnya terhadap istri, anak dan suami.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Ima Mayasari, dengan judul

“Akibat hukum perkawinan yang tidak tercatat di KUA, studi di

Page 27: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

27

Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang”. Yang menjelaskan akibat hukum

yang didapat apabila perkawinan tidak dicatat di KUA.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Lutfi Az-Zahra, dengan judul

“Peranan KUA dalam mengantisipasi praktek perkawinan dibawah tangan,

studi KUA Kecamatan Cimanggis Depok“. Yang menjelaskan faktor-

faktor terjadi perkawinan dibawah tangan, serta bagaimana peran KUA

dalam mengantisipasi praktek perkawinan di bawah tangan.

Sedangkan yang membedakan penulisan skripsi penulis dengan

skripsi lainnya adalah permasalahan yang dihadapi oleh KUA, setiap

daerah tentu saja memiliki problemtika yang berbeda walaupun kasusnya

sama, contohnya seperti kasus perkawinan di bawah tangan, mungkin di

setiap daerah yang berada di Indonesia terdapat kasus nikah di bawah

tangan namun akar permasalahannya bisa berbeda. Oleh karena itu,

hambatannya pun berbeda dan tentu saja permasalahan serta kebijakan

yang KUA lakukan pun berbeda. Hal ini juga sudah pasti akan

mempengaruhi pendekatan dan jenis penelitiannya juga berbeda.

Page 28: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

28

G. Sitematika Penelitian

Agar penulisan skripsi ini menjadi sistematis, maka penulis membagi

skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa

sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi

Review, Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika

Penulisan.

BAB II Kerangka Teori yang membahas konsep perkawinan dalam Islam

yang meliputi definisi perkawinan, hukum perkawinan, syarat dan

rukun perkawinan, hukum nikah dibawah tangan, serta sebab dan

akibat nikah di bawah tangan.

BAB III menjelaskan tentang kondisi umum KUA Kecamatan Tegalwaru

Karawang, selain itu pada bab ini juga akan membahas tentang

Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang, dan tata cara

pencatatan perkawinan di Kecamatan Tegalwaru Karawang.

BAB IV mengkaji dan menganalisa secara mendalam tentang fenomena

pernikahan dibawah tangan pada masyarakat Kecamatan

Tegalwaru Karawang meliputi Nikah di Bawah Tangan Perspektif

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam,

dan Peran KUA dalam Meminimalisir Nikah di Bawah Tangan.

BAB V Merupakan bab penutup yang berisikan Kesimpulan dan Saran

Page 29: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

29

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan

Islam adalah agama yang syumul. Agama yang mencakup semua sisi

kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun dalam kehidupan ini yang tidak

dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh oleh nilai

Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama

yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam

telah berbicara banyak. Mulai dari bagaimana mencari kriteria calon

pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi

sang penyejuk hati, Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan

bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan, namun tetap mendapatkan

berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi

wa sallam, begitu juga dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh

dengan pesona.

Nikah berasal dari bahasa arab yaitu nikaahun ( نكاح ) yang artinya

adalah suatu akad yang menyebabkan kebolehan bergaul antara seorang laki-

laki dengan perempuan, dan saling menolong antara keduanya, serta

menentukan batas antara hak dan kewajiban diantara keduanya. Dalam kamus

Bahasa Indonesia asal kata dari perkawinan adalah “kawin” yang menurut arti

bahasanya adalah membentuk suatu keluarga dengan lawan jenis, melakukan

Page 30: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

30

hubungan bersetubuh.27

Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti

persetubuhan (Coitus), juga untuk arti akad nikah.28

Dalam literatur fiqh yang berbahasa arab, perkawinan atau pernikahan

disebut dengan dua kata, yaitu nikah ( ) dan zawaj ( نكح زواج ). Kata-kata

tersebut sangat erat sekali dengan kegiatan sehari-hari dari orang arab dan juga

banyak terdapat dalam Al-qur‟an dan Hadist nabi.29

Sedangkan kata na-ka-ha

banyak terdapat dalam Al-qur‟an dengan memiliki arti kawin, seperti dalam

Surat An-Nissa ayat 3:

Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil

terhadap (Hak-hak) perempuan yatim (bila kamu menikahinya), maka

kawinilah perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Tetapi

jika kamu khawatir tidak akan mampu berbuat adil, maka (kawinilah) seorang

saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu

lebih dekat agar kamu tidak berbuat dzalim”. (QS. An-Nissa: 3).

Karena arti dari kata nikah ialah “bergabung” ( ضم ), “hubungan

kelamin” ( وطء ), dan juga berarti "akad ( "عقد ) . Jadi adanya kemungkinan dua

arti ini karena dua kata nikah yang terdapat dalam Al-qur‟an memang

27

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1994), cet ke-3 edisi kedua, h. 456. 28

Wahbah Al-Juhaili, Al-fiqh Alislami Wa Adilatuh, (Beirut: Dar Al-Fiqr, 1989), cet

ke-3, h. 29. 29

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia antara Fiqih Munakahat

dengan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006) cet ke-1, h. 35.

Page 31: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

31

mengandung dua arti tersebut.30

Seperti kata nikah yang terdapat dalam surat

An-Nur ayat 32:

.

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dan hamba-hamba sahayamu

yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan jika mereka miskin,

Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas

(Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur : 32).

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun pada tumbuh-

tumbuhan. Nikah adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai

jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.31

Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad SAW yang baik harus

melakukan kawin. Selain mencontohkan tingkah laku Nabi Muhammad SAW,

juga perkawinan itu merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan

jasmani.

Nikah, menurut bahasa: al-jam‟u dan al-dhamu yang artinya kumpul.32

Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad

30

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia antara Fiqih Munakahat

dengan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 36. 31

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia,

1999), h 9; Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), Cet ke-3, h. 125. 32

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair,

Wasiat, Kata Mutiara, Alih Bahasa, Kuais mandiri Cipta Persada, (Jakarta: Qisthi Press,

2003), h. 5.

Page 32: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

32

nikah. Juga bisa diartikan (Wath‟u al-zawajah) bermakna menyetubuhi istri.

Definisi yang hampir sama dengan diatas juga dikemukakan oleh Rahmat

Hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa Arab “nikahun” yang merupakan

masdar atau asal kata dari kerja (Fi‟il Madhi) “nakaha”, sinonimnya

“tazawwaja” kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai

perkawinan. Kata nikah juga sering dipergunakan sebab telah masuk dalam

bahasa Indonesia.33

Adapun nikah menurut syara adalah melakukan akad

(perjanjian) antara calon suami dan istri agar halal melakukan “pergaulan”34

atau juga serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan saling

memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah

tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera.35

Istilah “kawin” digunakan secara umum, untuk hewan, tumbuhan dan

manusia, dan menunjukkan proses generatif secara alami. Berbeda dengan itu,

nikah hanya digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara

hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama. Makna nikah

adalah akad atau ikatan, karena dalam sesuatu proses pernikahan terdapat ijab

(pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan kabul (pernyataan

penerimaan dari pihak laki-laki). Selain itu, nikah bisa juga diartikan sebagai

bersetubuh.36

33

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 11. 34

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), h. 17. 35

Tihami & Sohari Sahroni, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 8. 36

Adb. Rachman Assegaf, Studi Islam Kontekstual Elaborasi Paradigma Baru

Muslim Kaffah, ( Yogyakarta: Gama Media, 2005), h. 131.

Page 33: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

33

Pernikahan merupakan sunnah karunia yang apabila dilaksanakan akan

mendapat pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi

dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah Rasul.37

Arti dari pernikahan

disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis yang berbeda yaitu laki-laki

dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Suatu

pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah

mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang

shaleh/shalehah. Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang

yang sudah menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang

tuanya.38

1. Pernikahan menurut Hukum Islam.

Menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya Hukum Perkawinan

Islam, perkawinan yang disebut “nikah” berarti : Melakukan suatu akad atau

perjanjian untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak,

dengan dasar sukarela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan

suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan

ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.39

Dalam hukum Islam, para ulama fiqih memiliki pendapatnya

masing-masing mengenai definisi nikah, diantaranya adalah:

37

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,

1998), h. 375. 38

Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, (Surabaya:Gita Mediah

Press, 2006), h. 8. 39

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta, 1977, h. 10

Page 34: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

34

Imam Hanafi, berpendapat bahwa pengertian nikah ialah:

40اد ص ق ة ع ت م ال ك ل م د ي ف ي د ق ع و ن ب اح ك ن لأ Artinya: “Nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki

kesenangan dengan sengaja”

Selanjutnya menurut Imam Syafi‟i, berpendapat bahwa pengertian

nikah ialah:

41اا ه ن ع م و ا ج ي و ز ت ل و ا اح ك ن لأ ظ ف ل ب ء ط و ك ل م ن م ض ي د ق ع و ن ب اح ك ن لأ

Artinya: “Nikah adalah suatu akad yang mengandung kepemilikan

wathi dengan menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan atau kata

lain yang menjadi sinonimnya”.

Selanjutnya menurut Imam Hambali, berpendapat bahwa pengertian

nikah ialah:

42اع ت م ت س ال ة ع ف ن م ىل ع ج ي و ز ت ال و ا اح ك ن لأ ظ ف ل ب د ق ع و ى اح ك ن لأ

Artinya: “Nikah adalah suatu akad dengan mengunakan lafadz-lafadz

nikah atau tazwij untuk manfaat (menikmati) kesenangan”.

Dilihat dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan oleh para

imam diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari nikah adalah

diizinkannya seorang suami atau menikmati apa yang ada pada isterinya

maupun memiliki apa yang ada pada diri isterinya. Dikarenakan sudah

menjadi kehalalan bagi sang suami untuk memiliki kehormatan dan

40

Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul

Falah, 2008), h. 14 41

Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul

Falah, 2008), h. 16 42

Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul

Falah, 2008), h. 18

Page 35: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

35

keseluruhan dari apapun yang ada pada isterinya. Begitu juga sebaliknya

kehalalan isteri memiliki dan mendapatkan apa yang dia kehendaki

terhadap diri dan keseluruhan pada suaminya. Karena hal tersebut sesuai

dengan syara‟ ataupun ketentuan yang berlaku, hal ini berlaku tidak

terlepas dari terjadinya akad pernikahan ataupun ikatan yang legal yang

sesuai dengan norma agama dan ketentuan hukum.

2. Pernikahan menurut Hukum di Indonesia

Pengertian perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Pasal 26, yang mengatakan bahwa perkawinan ialah Pertalian yang

sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama.

KUH Perdata memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan

saja, yang berarti bahwa asalnya suatu perkawinan hanya ditentukan oleh

pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut,

sementara syarat-syarat serta pengaturan agama dikesampingkan.43

Perkawinan dianggap suatu lembaga yang terikat pada suatu pengakuan oleh

negara dan hanya sah bila dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang

(penguasa).44

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 menyebutkan

bahwa: “Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan

43

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985, h. 23 44

R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Peraturan Perundang-undangan

Di Indonesia, Surabaya Airlangga University Press, Surabaya, 1988, h. 36

Page 36: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

36

seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pencantuman berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena

negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya adalah

Ketuhanan Yang Maha Esa. Sampai disini tegas dinyatakan bahwa

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama,

kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani

tetapi juga unsur batin/rohani.45

Adapun pengertian nikah menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

menyebutkan bahwa: “Pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau

mitsaqah ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah”.46

B. Dasar Hukum

Hukum Nikah (Perkawinan), ialah hukum yang mengatur hubungan

antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan

biologis antar lawan jenis dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan

akibat perkawinan tersebut.

Perkawinan adalah sunnatullah, hukum alam didunia. Perkawinan

dilakukan oleh manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, karenanya menurut

45

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi

Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU. No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta:

Kencana, 2006), Cet ke-3, h. 42-43. 46

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992), h.

14

Page 37: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

37

para Sarjana Ilmu Alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri

dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum (terdiri dari Oksigen dan

Hidrogen), listrik, ada positif dan negatifnya dan sebagainya.47

Apa yang telah

dinyatakan oleh para Sarjana Ilmu Alam tersebut adalah sesuai dengan

pernyataan Allah SWT dalam Al-Qur‟an yang terdapat pada surat Al-Dzariyat

: 49.

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan

supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. (QS Al-Dzariyat [51]: 49).48

Senada dengan pendapat para jumhur ulama bahwa hukum dari

pernikahan adalah sunnah, hal ini didasarkan dari banyaknya perintah Allah

SWT dalam Al-qur‟an dan juga hadist-hadist nabi yang beberapa diantaranya

berisi tentang anjuran untuk melaksanakan pernikahan.49

Seperti firman Allah berikut ini:

Artinya: “Dan kawinilah orang-orang sendiri diantara kamu dan

orang-orang yang layak untuk kawin diantara hamba-hamba sahayamu yang

perempuan jika mereka miskin, Allah memberikan kemampuan kepada

47

H.S.A. Al-hamdani, Risalah Nikah, Terjemah Agus Salim, (Jakarta:Pustaka Amani,

2002), Edisi ke-2, h. 1. 48

Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Qur‟an Dan Terjemahnya, Op. Cit., h. 862. 49

Amir Syariffudin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Pernikahan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 43.

Page 38: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

38

mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi

Maha Mengetahui”. (QS. An-Nur : 32).

Sedangkan kenapa nikah menurut Rasul adalah sunnah, karena

rasulpun melakukan hal tersebut dan rasul menginginkan para umat

(pengikut)nya melakukan sunnahnya tersebut seperti dalam hadistnya:

ت ن س اح ك ن لالسلام أ و ي ل ع ال ق و ن م س ي ل ت ن س ن ع ب غ ر ن م

Artinya: “Nikah adalah sunnahku. Barang siapa yang membenci

kepada sunnahku, maka bukanlah termasuk golonganku”.

Kemudian Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

لا الس و ي ل ع ال ق و ض غ ا و ن أ ج و ز ت ي ل ة اء ب ال م ك ن م اع ط ت س ا ن م اب ب الش ر ش ع م م اء ج و و ل و ن أ م و ص ب و ي ل ع ع ط ت س ي ل ن م و ج ر ف ل ل ن ص ح ا و ر ص ب ل ل

50)رواه البخاري و مسلم(

Artinya: “Hai golongan pemuda, barang siapa yang telah sanggup

melaksanakan pernikahan (kawin), maka kawinlah. Karena kawin itu lebih

menundukkan mata dan lebih memelihara faraj (kemaluan). Dan bagi yang

tidak sanggup melaksanakannya hendaklah berpuasa karena dapat

melemahkan syahwat” (HR. Bukhari Muslim).

Perkawinan merupakan sunnatullah, namun para ulama berbeda

pendapat mengenai hukum asalnya, sebagian menghukumi wajib dan

sebagiannya menghukumi sunnah tergantung pada tingkat maslahatnya.

Pendapat Pertama menyatakan bahwa hukum asal pernikahan adalah

wajib.51

berkata Syekh al-Utsaimin “Banyak dari ulama mengatakan bahwa

50

Muhammad Nasrudin Al-Albani, Shohih Muslim, (Mesir: Darul-Hadist, 2001), Juz

V, h. 186.

Page 39: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

39

seseorang yang mampu (secara fisik dan ekonomi) untuk menikah, maka

wajib baginya untuk menikah, karena pada dasarnya perintah itu menunjukkan

kewajiban, dan di dalam pernikahan tersebut terdapat maslahat yang agung.“52

Dalil pertama menyatakan bahwa menikah merupakan perilaku para utusan

Allah, sebagaimana dijelaskan pada Q.S Ar- Ra‟du ayat 38:

Artinya : “Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul

sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan

keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat

(mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang

tertentu)” Q.S Ar- Ra‟du : 38.

Kemudian dalil yang kedua menyatakan bahwa tidak menikah

merupakan bentuk penyerupaan terhadap orang-orang Nashara (Nashārā

adalah Kristen).53

Sedang menyerupai mereka di dalam masalah ibadat adalah

haram. Berkata Syekh al Utsaimin: “dan karena dengan meninggalkan nikah

padahal ia mampu, merupakan bentuk penyerupaan dengan orang-orang

Nashara yang meninggalkan nikah sebagai bentuk peribadatan mereka.

Sedangkan menyerupai ibadat non muslim hukumnya adalah haram.“54

Karena menyerupai mereka haram, maka wajib meninggalkan penyerupaan

tersebut dengan cara menikah, sehingga menikah hukumnya wajib.

51

Asy-Syaukani, Nail al-Authar, juz : 6, h : 117 52

Al-Utsaimin, Syarh Buluguhl al-Maram, juz : 3, h : 179 53

Ahmad, Kamus al-Munawwar, (Semarang, Toha Putra) 2003, h 871. 54

Al-Utsaimin, Syarh al-Mumti‟, juz : 5, h : 80.

Page 40: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

40

Pendapat kedua menyatakan bahwa hukum asal dari pernikahan

adalah sunnah, bukan wajib. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Berkata Imam Nawawi : “Ini adalah madzhab kita (Syafi‟iyah) dan madzhab

seluruh ulama, bahwa perintah menikah di sini adalah anjuran, bukan

kewajiban… dan tidak diketahui seseorang mewajibkan nikah kecuali Daud

dan orang-orang yang setuju dengannya dari pengikut Ahlu Dhahir

(Dhahiriyah)”, dan riwayat dari Imam Ahmad.“55

Dalilnya yang pertama ialah Q.S An-Nissa ayat 3:

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka

kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah)

seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah

lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Berkata Imam al-Maziri : “Ayat di atas merupakan dalil mayoritas

ulama (bahwa menikah hukumnya sunnah), karena Allah subhanahu wa ta‟ala

memberikan pilihan antara menikah atau mengambil budak secara sepakat.

Seandainya menikah itu wajib, maka Allah tidaklah memberikan pilhan antara

menikah atau mengambil budak. Karena menurut ulama ushul fiqh bahwa

memberikan pilihan antara yang wajib dan yang tidak wajib, akan

55

An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz : 9, h : 173

Page 41: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

41

menyebabkan hilangnya hakikat wajib itu sendiri, dan akan menyebabkan

orang yang meninggalkan kewajiban tidak berdosa.“56

Perintah yang terdapat

dalam hadist Abdullah bin Mas‟ud di atas bukan menunjukkan kewajiban,

tetapi menunjukan “al-istihbab “(sesuatu yang dianjurkan).

Imam Izzudin Abdussalam, membagi maslahat menjadi tiga bagian,

yaitu:

1. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt. bagi hamba-Nya. Maslahat

wajib bertingkat-tingkat, terbagi kepada fadhil (Utama), afdhal (paling

utama), dan mutawassith (tengah-tengah). Maslahat yang paling utama

adalah yang pada dirinya terkandung kemuliaan, dapat menghilangkan

mafsadah paling buruk, dan dapat mendatangkan kemaslahatan yang

paling besar, kemaslahatan jenis ini wajib dikerjakan.

2. Maslahat yang disunnahkan oleh syar‟i kepada hamba-Nya demi untuk

kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di bawah

tingkat maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan kebawah, maslahat

sunnah akan sampai pada tingkat maslahat yang ringan yang mendekati

maslahat mubah.

3. Maslahat mubah. Bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari

kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam

Izzudin berkata: “Maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung,

56

Imam Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz : 9, h : 174.

Page 42: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

42

sebagian diantaranya lebih bermanfaat dan lebih besar kemaslahatannya

dari sebagian yang lain”.57

Dengan demikian, dapat diketahui secara jelas tingkatan maslahat

taklif perintah (thalabal fi‟li), taklif takhyir, dan taklif larangan (thalabal kaff).

Dalam taklif larangan, kemaslahatannya adalah menolak kemafsadatan dan

mencegah kemudaratan. Disini perbedaan tingkat larangan sesuai dengan

kadar kemampuan merusak dan dampak negatif yang ditimbulkannya.

Kerusakan yang ditimbulkan perkara haram tentu lebih besar dibanding

kerusakan pada perkara makruh. Meski pada masing-masing perkara haram

dan makruh masih terdapat perbedaan tingkatan, sesuai dengan kadar

kemafsadatannya. Keharaman dalam perbuatan zina, misalnya tentu lebih

berat dibandingkan dengan keharaman merangkul atau mencium wanita yang

bukan mahram, meskipun keduanya sama-sama perbuatan haram.58

Oleh

karena itu, meskipun perkawinan itu asalnya adalah mubah, namun dapat

berubah menurut Ahkamul-Khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan

keadaan, yaitu:

1. Nikah wajib.

Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan

menambah takwa. Nikah juga diwajibkan bagi orang yang telah mampu, yang

akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram (perzinahan).

57

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fikih, terjemahan Saefullah Ma‟shum, (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994), h. 558-559. 58

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fikih, terjemahan Saefullah Ma‟shum, (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994), h. 558-559

Page 43: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

43

Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan melaksanakan

nikah.59

Seperti dalam firman Allah Swt:

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu

cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu

rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S Ar-Rum ayat 21).

2. Nikah Haram.

Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu

melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti

memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti

mencampuri istri. Atau dapat menimbulkan kemudharatan lainnya. Seperti

contoh: orang gila ataupun tidak waras, orang yang kerap membunuh, atau

memiliki sikap-sikap yang membahayakan bagi pasangan atau orang yang

berada disekitarnya. Maka orang tersebut haram untuk melaksanakan

pernikahan.60

3. Nikah sunnah.

59

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), jilid 2, Juz 6, h. 13. 60

Amir Syariffudin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Pernikahan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 43-44.

Page 44: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

44

Nikah disunahkan bagi orang-orang yang sudah mampu tetapi ia

masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal

seperti ini maka nikah lebih baik dari pada membujang karena membujang

tidak diajarkan dalam Islam. Karena jelaslah pernikahan adalah ibadah dan

satu hal yang baik bagi dirinya, dan juga Rasulullah melarang seseorang

hidup sendiri tanpa melakukan pernikahan.61

Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

ث ن ب ر ن س ع يد ب ن الم س ي ب أ ن و س ع و ح د ه اب ق ال أ خ ع ع ن ا ب ن ش ا م م د ب ن ر ا لل ق ال ن أ ن ي ت ب ت ل ن ه اه ر س و ل ب ن أ ب و ق اص ي ق و ل أ ر د ع ث م ان ب ن م ظ ع و س ع د

ن او ل و أ ج از ل و ت ص ي خ 62ذ ل ك ل

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi'

dari Uqail dari Ibnu Syihab bahwa ia berkata, telah mengabarkan kepadaku

Sa'id bin Al Musayyab bahwa ia mendengar Sa'd bin Abu Waqash berkata;

"Utsman bin Mazh'un untuk hidup membujang, lalu Rasulullah shallallahu

'alaihi wasallam melarangnya. Andaikan beliau mengizinkannya, tentulah

kami sudah mengebiri diri kami sendiri." (HR. Muslim).

4. Nikah Makruh.

Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan

adalah seseorang yang belum pantas melakukan menikah, belum

mempunyai keinginan melangsungkan pernikahan serta belum memiliki

bekal yang mapan untuk melangsungkan pernikahan. Akan tetapi ada orang

yang mampu dan memiliki bekal yang mapan tetapi ia memiliki kekurangan

61

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

bintang, 1993), h. 6. 62

Al-Imam Muslim dan Imam nawawi, Shahih Muslim, Abu Husein, (Beirut: Dar Al-

Fikr, 1983).

Page 45: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

45

fisik seperti halnya cacat, impoten, memiliki penyakit tetap ataupun penyakit

fisik lainya yang berdampak bahaya apabila ia melangsungkan pernikahan.

5. Nikah mubah.

Yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan

untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak

haram bila belum nikah.63

Dari uraian tersebut diatas menggambarkan bahwa dasar perkawinan

menurut Islam, pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunah, makruh

dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya.

C. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian

pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram

untuk salat.64

Atau adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam

perkawinan.

Syarat, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah tidaknya

suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian

pekerjaan itu, seperti menutup aurat dalam salat. Atau menurut agama Islam

63

HAS. Al-Hamdani, Op. Cit., h. 8. 64

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet ke 1

juz 1, h. 9.

Page 46: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

46

bahwa calon pengantin laki-laki/perempuan harus beragama Islam. Dan Sah,

yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.65

Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun dan syarat nikah terdiri dari

beberapa bagian, seperti:

1. Rukun Pernikahan

a. Adanya calon suami; dan

b. Adanya calon istri;

c. Adanya Wali dari pihak perempuan;

Akad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali ataupun seorang

wakilnya yang akan menikahkan sang mempelai, karena wali

mempunyai peranan penting dalam pernikahan tersebut.

d. Adanya dua orang saksi;

Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila ada dua orang saksi yang

akan menyaksikan akad nikah tersebut, sebagaimana hadist Nabi

Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Daru Qurthny dari Aisyah,

bahwa Rasulullah SAW bersabda:

66)رواه الدار قطن( ل د ع ي د شاى و ل و ب ل ل ن ك اح ا

Artinya: “Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua

orang saksi yang adil” (HR. Daru Qurthny).

e. Shigat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau

wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh pengantin pria.

65

Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarata: Prenada Media,2003), h. 55. 66

Daru Qurthny, Sunan Daru Qurthny, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1994), jilid 3, h. 139

Page 47: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

47

Syarat-syarat Shigat: Shigat (bentuk akad) hendaknya

dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang yang

melakukan akad, penerima akad, dan saksi. Shigat hendaknya

mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu lampau atau salah

seorang mempergunakan kalimat yang menunjukkan waktu lampau

sedang yang lainnya dengan kalimat yang menunjukkan waktu yang

akan datang.67

Mempelai laki-laki dapat meminta kepada wali pengantin

perempuan: “Kawinkanlah saya dengan anak perempuan Bapak”,

kemudian dijawab: “Saya kawinkan dia (anak perempuannya)

denganmu”. Permintaan dan jawaban itu sudah berarti perkawinan.

Shigat itu hendaknya berkaitan dengan batasan tertentu supaya

akad itu dapat berlaku. Misalnya dengan ucapan: “Saya nikahkan

engkau dengan anak perempuan saya”. Kemudian pihak laki-laki

menjawab: “Ya saya terima”. Akad ini sah dan berlaku, akad yang

bergantung kepada syarat atau waktu tertentu, tidak sah.68

Hal ini menunjukan betapa penting kehadiran wali ataupun

wakilnya karena tanpa ada hadirnya wali ataupun wakilnya tidak akan

terjadi suatu pernikahan. Berkaitan dengan uraian diatas penulis ingin

memasukkan beberapa definisi wali nikah dibagi menjadi tiga

67

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fikih Munakahat (Bandung: Pustaka Setia,

1999), h. 68; Abd. Rahman Ghazali, Op. Cit., h. 34-35. 68

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fikih Munakahat (Bandung: Pustaka Setia,

1999), h. 68; Abd. Rahman Ghazali, Op. Cit., h. 34-35.

Page 48: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

48

katagori, yaitu wali nasab, wali hakim dan wali muhakam yang ada

dalam tata ruang hukum Islam yang sesuai dengan syara‟:

a. Wali Nasab

Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon

mempelai wanita yang berhak menjadi wali, menurut uruta sebagai

berikut:

1. Pria yang menurunkan calon mempelai wanita dari keturunan

pria murni (yang berarti dalam garis keturunan itu tidak ada

penghubung yang wanita) yaitu: ayah, kakek, dan seterusnya ke

atas.69

2. Pria keturunan dari ayah mempelai wanita dalam garis murni

yaitu: saudara kandung, anaak dari saudara seayah, anak dari

saudara kandung anak dari saudara seayah, dan seterusnya ke

bawah.

3. Pria keturunan dari ayahnya ayah dalam garis pria murni yaitu:

saudara kandung dari ayah, saudara sebapak dari ayah, anak

saudara kandung dari ayah, dan setrusnya ke bawah.

Apabila wali tersebut di atas tidak beragama Islam

sedangkan calon mempelai wanita beragama Islam atau wali-wali

tersebut di atas belum baligh, atau tidak berakal, atau rusak

pikiranya, atau bisu yang tidak bisa diajak bicara dengan isyarat

dan tidak bisa menulis, maka hak menjadi wali pindah kepada wali

69

Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan, (Jakarta : Akademi Pressindo) 2003, h. 110-

111

Page 49: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

49

berikutnya. Umpanya, calon mempelai wanita yang sudah tidak

mempunyai ayah atau kakek lagi, sedang saudara-saudaranya yang

belum baligh dan tidak mempunyai wali yang terdiri dari keturan

ayah (misalnya keponakan) maka yang berhak menjadi wali adalah

saudara kandung dari ayah (paman).70

Secara sederhana urutan wali nasab dapat diurutkan sebagai

berikut:

1. Ayah kandung,

2. Kakek (dari garis ayah) dan seterusnya ke atas dalm garis

laki-laki,

3. Saudara laki-laki sekandung,

4. Saudara laki-laki seayah,

5. Anak laki-laki saudara laki-laki saudara sekandung

6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah

7. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki

sekandung,

8. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah,

9. Saudara laki-laki ayah sekandung (paman),

10. Saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah),

11. Anak laki-laki paman sekandung,

12. Anak laki-laki paman seayah,

13. Saudara laki-laki kakek sekandung,

70

Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan, (Jakarta : Akademi Pressindo) 2003, h. 112

Page 50: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

50

14. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung,

15. Anak laki-lakisaudara laki-laki kakek seayah.71

Dan dalam pembagian wali nasab ini terbagi menjagi dua,

yaitu: wali mujbir (Aqrab) dan wali ghairu mujbir (Ab‟ad).

Penjelasannya sebagai berikut:

1. Wali mujbir (Aqrab) adalah wali yang mempunyai hak memaksa

tanpa memperhatikan pendapat dari maula dan hal ini hanya

berlaku bagi anak kecil yang belum tamyiz, orang gila dan orang

yang kurang akal. Dalam hal wali mujbir ini agama mengakuinya

karena memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan dari maula.

Sedangkan wali yang tidak berhak memaksa (Ghoiru Mujbir)

adalah yang selainnya.

Dalam hal hak wali mujbir ini ada di tangan siapa terdapat

beberapa pendapat :

a) Hanafi ; Ashabah/ wali nasab terhadap anak kecil, orang gila

dan orang kurang akal.

b) Selain Hanafi ; Hakim adalah wali mujbir bagi orang gila dan

kurang akal.

c) Malik dan Ahmad ; Ayah dan pengampu adalah wali mujbir

dari anak kecil.

d) Syafii ; Ayah dan kakek adalah wali mujbir dari anak kecil.72

71

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 1995,

h. 87

Page 51: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

51

2. Wali ghairu mujbir (Ab‟ad) adalah wali yang mempunyai hak

mengawinkan tetapi tidak sah baginya mengawinkan tanpa izin dan

ridha dari orang yang padanya terdapat hak perwalian.

b. Wali Hakim

Adapun yang di maksud dengan wali hakim adalah orang

yang di angkat oleh pemerintah (Menteri Agama)73

untuk

bertindak sebagai sebagai wali dalam suatu pernikahan, yaitu

apabila seorang calon mempelai wanita dalam kondisi:

1. Tidak mempunyai wali nasab sama sekali, atau

2. Walinya mafqud (hilang tidak diketahui keberadaanya). Atau

3. Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedang wali

yang sederajat dengan dia tidak ada, atau

4. Wali berada di tempat yang sejauh masafaqotul qosri (sejauh

perjalan yang membolehkan sholat sholat qasar yaitu 92,5 km)

atau

5. Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh di

jumpai.

6. Wali adhol, artinya tidak bersedia atau menolak untuk

menikahkanya.

7. Wali sedang melaksanakan ibadah (umrah) haji atau umroh

atau.

72

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah terjemahan. M Tholib j. (Bandung: Al-Maarif), Cet.9.

1994, h. 21-22 73

Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 2 Tahun 1987, orang yang di tunjuk

menjadi wali hakim adalah kepala Kanor Uruasan Agama Kecamatan

Page 52: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

52

Apabila kondisinya salah satu dari tujuh point di atas, maka

yang berhak menjadi wali dalam pernikahan tersebut adalah wali

hakim. Tetapi di kecualikan bila, wali nasabnya telah

mewakilakan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali,

maka orang yang mewakilkan itu yang berhak menjadi wali dalam

pernikahan tersebut.74

c. Wali Muhakam

Yang dimaksud wali muhakam ialah wali yang diangkat oleh

kedua calon suami isteri untuk bertindak sebagai wali dalam akad

nikah mereka. Kondisi ini terjadi apabila suatu pernikahan yang

seharusnya dilaksanakan oleh wali hakim, padahal di sini wali

hakimnya tidak ada maka pernikahanya dilaksanakan oleh wali

muhakam. Ini artinya bahwa kebolehan wali muhakam tersebut harus

terlebih dahulu di penuhi salah satu syarat bolehnya menikah dengan

wali hakim kemudian di tambah dengan tidak adanya wali hakim yang

semestinya melangsungkan akad pernikahan di wilayah terjadinya

peristiwa nikah tersebut.75

Adapun caranya adalah kedua calon suami istri itu mengangkat

seorang yang mengerti tentang agama untuk menjadi wali dalam

pernikahanya. Apabila direnungkan secara seksama, maka masalah

wali muhakam ini merupakan hikmah yang di berikan Allah SWT

74

Departeman Agama RI, Pedoman Pegawai Pencatat Nikah (PPN), Proyek

peningkatan Tenaga Keagamaan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

Penyelenggaraan Haji, Jakata: 2003, h. 34 75

Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan, (Jakarta : Akademi Pressindo), 2003, h. 11

Page 53: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

53

kepada hamba-Nya, di mana Dia tidak menghendaki kesulitan dan

kemudaratan

2. Syarat-Syarat Pernikahan.

Selain adanya lima hal dalam rukun pernikahan yang sudah

dijabarkan diatas, dalam perkawinan ada syarat lain yang harus dipenuhi

oleh kedua calon mempelai agar perkawinan tersebut sah sesuai hukum

yang berlaku yang berlaku dan tidak merugikan orang lain, syarat sah

nikah adalah:

a. Syarat bagi mempelai laki-laki :

1. Calon istri tersebut bukan mahramnya baik secara sepertalian

darah/nasab, maupun sepersusuan dan hubungan kekeluargaan;

2. Tidak beristri empat;

3. Tidak dipaksa (kehendak sendiri);

4. Jelas seorang laki-laki (bukan banci);

5. Mengetahui siapa calon istrinya;

6. Tidak sedang melaksanakan ihram;

7. Minimal telah berumur 19 tahun (UU No.1 Tahun 1974 dan

PMA No. 11 2007); dan

8. Seorang muslim.76

b. Syarat bagi mempelai wanita:

1. Calon suami tersebut bukan mahramnya baik secara sepertalian

darah/nasab, maupun sepersusuan dan hubungan kekeluargaan;

76

Abdul Rahman Gazali, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 50.

Page 54: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

54

2. Tidak atau bukan istri orang lain;

3. Tidak dalam masa iddah suaminya;

4. Tidak dipaksa (kehendak sendiri);

5. Seorang muslimah;

6. Jelas seorang perempuan;

7. Minimal telah berumur 19 tahun (UU No.1 Tahun 1974 dan

PMA No. 11 2007); dan

8. Tidak sedang melaksanakan ihram.77

c. Syarat bagi Wali Nikah:

1. Dewasa;

2. Berakal (sehat jasmani dan rohani);

3. Laki-laki;

4. Seorang Muslim;

5. Tidak sedang Ihram; dan

6. Harus adil.78

d. Syarat Saksi:

1. Dewasa;

2. Seorang muslim;

3. Laki-laki;

4. Adil;

5. Tidak tuli;

6. Tidak buta;

77

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998), h. 71. 78

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Karya, 1986), h. 32.

Page 55: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

55

7. Tidak bisu;

8. Tidak Ghafil (pelupa/pikun);

9. Berakal (tidak gila);

10. Mengerti dan memahami maksud dan tujuan ijab kabul;

11. Tidak sekaligus ditentukan jadi wali.79

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada bab IV

pasal14, menyebutkan bahwa rukun dan syarat dalam perkawinan adalah

sebagai berikut:

1. Calon Suami;

2. Calon Istri;

3. Wali Nikah;

4. Dua Orang Saksi; dan

5. Ijab dan Kabul.

Adapun syarat yang merupakan suatu yang mesti ada dalam

perkawinan dan merupakan salah satu bagian dari hakikat perkawinan

tersebut. Misalnya saja syarat bahwa wali itu laki-laki, baligh, berakal

(sehat jasmani dan rohani), seorang muslim, tidak sedang ihram, dan harus

adil. Ini menjadi penting karena disini selain menjadi saksi pernikahan

wali mempunyai posisi atau hak penuh untuk mengizinkan kedua

mempelai tersebut boleh nikah atau tidak.

79

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1998), h. 72.

Page 56: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

56

Dari uraian diatas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan

yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan

tersebut tidak sah menurut hukum.

D. Tujuan dan Hikmah

1. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan pada umumnya tergantung pada masing-

masing individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subjektif.

Tetapi tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang cinta, kasih

sayang, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan

kewajiban anggota keluarga. Sejahtera untuk terciptanya ketenangan lahir

dan batin disebabkan terpenuhinya kebutuhan hidup dan batinnya sehingga

timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Selain

itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di pasal 3 menyebutkan bahwa

perkawinan bertujuan untuk menghidupkan rumah tangga yang sakinah,

mawaddah dan rahmah.80

Nikah dalam Islam sebagai landasan pokok dalam pembentukan

keluarga. Kenapa nikah harus dilakukan, karena nikah merupakan salah

satu tujuan syari‟at yakni kemaslahatan dalam kehidupan. Bila diurutkan

ada tiga sumber tujuan pokok kenapa pernikahan harus dilakukan.

80

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

Cetakan Pertama, h. 8.

Page 57: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

57

Pertama, menurut Al-qur‟an dalam surah Al-A‟raf ayat 189

menyatakan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk bersenang-senang,

yakni:

Artinya: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan

dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang

kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung

kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa

waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-istri)

bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika

Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-

orang yang bersyukur”. (QS. Al-A‟raf : 189).

Kedua, menurut Hadist ada dua hal yang dituju dalam perkawinan.

Pertama untuk menundukkan pandangan dan menjaga faraj (kemaluan),

yang berbunyi :

لا الس و ي ل ع ال ق و و ن أ ج و ز ت ي ل ة اء ب ال م ك ن م اع ط ت س ا ن م اب ب الش ر ش ع م م اء ج و و ل و ن أ م و ص ب و ي ل ع ع ط ت س ي ل ن م و ج ر ف ل ل ن ص ح ا و ر ص ب ل ل ض غ ا

)رواه البخاري و مسلم(

Artinya: “Hai golongan pemuda, barang siapa yang telah sanggup

melaksanakan pernikahan (kawin), maka kawinlah. Karena kawin itu

lebih menundukkan mata dan lebih memelihara faraj (kemaluan). Dan

Page 58: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

58

bagi yang tidak sanggup melaksanakannya hendaklah berpuasa karena

dapat melemahkan syahwat” (HR. Bukhari Muslim).81

Dari situlah kenapa Nabi Muhammad SAW menganjurkan

berpuasa bagi seseorang yang telah sampai umurnya untuk melaksanakan

pernikahan tetapi terbentur oleh materi. Kedua, sebagai kebanggaan Nabi

nanti dihari kiamat, yakni dengan banyaknya keturunan umat Islam

melalui perkawinan yang sah dan jelas dengan hukum syariat menyatakan

jumlah (kuantitas) yang banyak, karena dalam jumlah yang banyak itulah

terkandung kekuatan yang besar. Tetapi dari jumlah yang banyak tersebut

harus diiringi dengan kualitas manusia itu sendiri sebab dengan kualitas

agama Islam bisa tersebar luas.

Ketiga, menurut akal, melalui pemikiran yang sederhana, ada tiga

hal yang dituju dengan melakukan pernikahan. Pertama, bumi ini

sangatlah luas wilayahnya yang harus dipelihara oleh semua orang, karena

hal demikian telah Allah jelaskan bahwa bumi serta isinya ini tercipta

untuk manusia. Apabila jumlah manusianya hanya sedikit tentulah banyak

wilayah yang tidak tergunakan, maka untuk itu meningkatkan jumlah

manusia tentunya harus dengan pernikahan/perkawinan. Kedua, bila

manusia jumlahnya banyak tentunya harus ada peraturan yang berlaku

sehingga terciptanya suasana yang tertib. Terutama peraturan yang

berkaitan dengan nasab, sebab jika nasab tidak tertib tentu akan terjadi

kekacauan karena tidak diketahui si A anak siapa dan si B anak siapa.

81

Muhammad Nasrudin Al-Albani, Shohih Muslim, (Mesir: Darul-Hadist, 2001), Juz

V, h. 186.

Page 59: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

59

Ketiga, untuk ketertiban kewarisan, setiap orang yang hidup tentu akan

memiliki barang atau benda yang diperlukan manusia, walaupun hanya

selembar papan atau sehelai kain. Ketika manusia itu wafat tentu harus ada

ahli waris yang menerima atau menampung harta peninggalan tersebut.

Untuk tertibnya ahli waris, tentunya harus dilakukan prosedur yang tertib

pula, yakni dengan pernikahan sebagai ahli waris yang sah.82

Apabila perkawinan tidak dapat mendirikan rumah tangga dengan

rukun, damai, cinta serta kasih sayang diantara keduanya, maka

perkawinan tersebut telah menyimpang jauh dari tujuan perkawinan yang

sebenarnya.83

Perkawinan merupakan tujuan syari‟at yang dibawa oleh

Rasulullah SAW., yaitu penataan hal ihwal manusia dalam kehidupan

duniawi dan ukhrowi. Dengan pengamatan sepintas lalu, pada batang

tubuh ajaran fikih, dapat dilihat adanya empat garis penataan, yakni:

a. Rub‟al-ibadah, yaitu hubungan yang menata antara manusia selaku

mahluk dengan Pencipta (Khalik).

b. Rub‟al-muamalat, yaitu hubungan yang menata antara manusia

dalam lalu lintas pergaulannya dengan sesamanya untuk memenuhi

hajat hidupnya sehari-hari.

c. Rub‟al-munakahat, yaitu hubungan yang menata antara manusia

dalam ruang lingkup lingkungan keluarga, dan

82

A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman ditanah Gayo, (Ciputat: Qolbun

Salim, 2007), h. 86-90. 83

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, Nor Hasabuddin dkk, (Jakarta: Peba Pundi

Aksara Januari, 2008), Cetakan III., Jilid 2, h. 487-489.

Page 60: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

60

d. Rub‟al-jinayat, yaitu yang menata pengamanannya dalam suatu

tertib pergaulan yang menjamin ketentramannya.84

Menurut Zakiyah Darajat dkk, mengemukakan bahwa ada lima

tujuan dalam pernikahan, yaitu:

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;

b. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya;

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan;

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima

hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh

harta kekayaan yang halal; serta

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.85

Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek

untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi

keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan.

Sebab keluarga adalah salah satu diantara lembaga pendidikan informal,

ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya dengan segala

84

Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Kekeluargaan Berencana,

(Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama dan BKKBN, 1982), h. 1. 85

Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih, (Jakarta: Depag RI, 1985), Jilid 3, h. 64.

Page 61: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

61

perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar

pertumbuhan pribadi/kepribadian sang putra/putri itu sendiri.86

Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW:

ن ا م م: م ل س و و ي ل ى الله ع ل ص ب الن ال : ق ال ق و ن الله ع ي ض ر ة ر ي ر ى ب أ ن ع و ن اس ج ي و أ و ن ار ص ن ي و أ و ن اد و ه ي اه و ب أ ة ر ط ف ى ال ل ع د ل و ي د و ل و م

.87)رواه البخاري(

Artinya: “Tiada bayi yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah

maka ayah dan ibundanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani dan

Majusi”. (HR. Bukhari dan Abu Hurairah).

Perkawinan juga bertujuan untuk membentuk perjanjian (suci)

antara seorang pria dan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi

perdata diantaranya adalah:

a. Kesukarelaan;

b. Persetujuan kedua belah pihak;

c. Kebebasaan memilih;

d. Darurat.88

Perkawinan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan

berkeluarga yang meliputi:

86

HAS, Al-Hamdani, Op. Cit., h. 133 87

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lu‟lu‟u Wa Al-Marjan, Alih Bahan Salim

Bahreisy, (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1996), h. 1010.

88

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Teori Hukum

Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 124.

Page 62: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

62

a. Membina cinta kasih sayang yang penuh romantika dan kedamaian.

Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 187:

......... ...........

Artinya: “............ mereka itu adalah pakaian, dan kamupun adalah

pakaian bagi mereka ...........(QS. Al-Baqarah : 187).89

b. Understanding dan toleransi yang tulus ikhlas yang diletakkan atas

dasar nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan demokrasi. Dalam kaitan

tersebut Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu

cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya

diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang

berpikir”. (QS. Ar-Rum [30]: 21).90

Menurut ayat tersebut, keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan

antara ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah), dan kasih

sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur

dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah

lembut dan berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat serta kerabat

yang saling membina silaturrahmi dan tolong menolong. Hal ini dapat

89 Hasbi Ash-Shiddieqi, Op. Cit., h. 45.

90 Ibid, h. 644.

Page 63: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

63

tercapai bila masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak

dan kewajibannya.91

Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya yang berjudul tentang

“Bekal Pernikahan” menjelaskan bahwa ada 15 tujuan pernikahan, yaitu:

a. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nikah

juga dalam rangka taat kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya;

b. Untuk „iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang), ihsan

(membentengi diri), dan mubadho‟ah (bisa melakukan hubungan

intim);

c. Memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW;

d. Menyempurnakan agama;

e. Menikah termasuk sunnahnya para utusan Allah;

f. Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah SWT

untuk ayah dan ibu mereka saat masuk surga;

g. Menjaga masyarakat dari keburukan, runtuhnya moral, perzinaan

dan lain sebagainya;

h. Legalitas untuk melakukan hubungan intim, menciptakan tanggung

jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga, memberikan

nafkah dan membantu istri dirumah;

i. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda sehingga

memperkokoh lingkaran keluarga;

j. Saling mengenal dan menyayangi;

91

Hj. Huzaimah tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Fiqih Kontemporer

(Bandung: Angkasa, 2005), h. 134.

Page 64: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

64

k. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami dan istri;

l. Sebagai pilar untuk membangun rumah tangga Islam yang sesuai

dengan ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan

kalimat Allah SWT. maka tujuan nikahnya akan menyimpang;

m. Suatu tanda kebesaran Allah SWT. kita melihat orang yang sudah

menikah, awalnya mereka tidak saling mengenal satu sama lainya,

tetapi dengan melangsungkan tali pernikahan hubungan keduanya

bisa saling mengenal dan sekaligus mengasihi;

n. Memperbanyak keturunan umat Isalm dan menyemarakkan bumi

melalui proses pernikahan;

o. Untuk mengikuti panggilan „iffah dan menjaga pandangan kepada

hal-hal yang diharamkan.92

2. Himkah Perkawinan

Islam mengajarkan dan menganjurkan nikah karena akan

berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat

manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah:

a. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk

menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi

segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan

perasaan tenang menikmati barang yang berharga.

92

Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., h. 51.

Page 65: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

65

b. Nikah, jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia,

memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta

memelihara nasib yang oleh umat Islam sangat diperhatikan sekali.

c. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi

dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula

perasaan-perasaan ramah, cinta, dan sayang yang merupakan sifat-

sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan sesseorang.

d. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak

menimbulkan sikap rajin dan sunguh-sungguh dalam memperkuat

bakat dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena

dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya sehingga ia

akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang dapat

memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi. Juga

dapat mendorong usaha mengeksploitasi kekayaan alam yang

dikaruniakan Allah bagi kepentingan hidup manusia.93

e. Pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi rumah tangga,

sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas

tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.

f. Perkawinan dapat membuahkan, diantaranya: tali kekeluargaan,

memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan

memperkuat hubungan masyarakat, yang memang oleh Islam

direstui, ditopang, dan ditunjang. Karena masyarakat yang saling

93

Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., h. 21.

Page 66: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

66

menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat

lagi bahagia.94

E. Nikah di Bawah Tangan

Meski sah menurut agama, namun pernikahan di bawah tangan luput

dari perlindungan hukum perkawinan. Fenomena pernikahan di bawah tangan

kembali menyeruak. Pemicunya adalah dengan keluarnya fatwa Majelis

Ulama Indonesia (MUI) yang mensahkan pernikahan di bawah tangan.95

Pembahasan mengenai pernikahan di bawah tangan ini cukup alot.

Terhadap kasus tersebut, peserta ijtima‟ sepakat bahwa pernikahan dibawah

tangan hukumnya sah, karena telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah.

Namun, nikah tersebut menjadi haram apabila di kemudian hari terjadi

kemudharatan, seperti istri dan anak-anaknya terlantar. “Persoalan ini hangat

dibahas, karena ada peserta ijtima‟ yang semangat sekali mengharamkan dan

ada pula yang bergairah untuk menghalalkannya tanpa catatan harus

mendaftarkan ke Kantor Urusan Agama (KUA).96

Pernikahan di bawah tangan biasa disebut dengan Nikah Sirri

(Rahasia) atau nikah urfi berdasarkan adat.97

Nikah sirri atau nikah di bawah

tangan pada sebagian masyarakat, terutama sebagian umat Islam Indonesia

94

Sulaiman Al-Mufarraj, Op. Cit., h. 22. 95

Pengesahan ini dihasilkan dari Forum Ijtima‟ yang dihadiri lebih dari 1000 ulama

dari berbagai unsur di Indonesia. Acara tersebut digelar pada Tahun 2011 di kompleks

Pondok Modern Darussalam Gontor, Pacitan, Jawa Timur. www.mui.org 96

KH Ma'ruf Amin, Ketua Panitia Pengarah Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-

Indonesia II, www.hukumonline.com 97

Muhammad Mutawwali Sya‟rawi, Fikih Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,

2006), h. 119.

Page 67: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

67

sudah cukup banyak dikenal. Menurut seorang ulama terkemuka yang pernah

menjabat Rektor Universitas Al-Azhar di Kairo Mesir, yaitu Mahmud

Syalthut, beliau berpendapat bahwa nikah sirri merupakan jenis pernikahan

dimana akad atau transaksinya (antara laki-laki dan perempuan) tidak dihadiri

oleh para saksi, tidak dipublikasikan (i‟lan), tidak tercatat secara resmi, oleh

petugas pemerintah, baik oleh Petugas Pencacat Nikah (PPN), atau di Kantor

Urusan Agama (KUA).

Nikah sirri atau nikah di bawah tangan tidak hanya dikenal pada

zaman sekarang saja, tetapi juga telah ada pada zaman sahabat. Istilah itu

berasal dari ucapan Umar bin Khatab, pada saat beliau diberitahu bahwa telah

terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi, kecuali hanya seorang laki-

laki dan seorang perempuan. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i

berpendapat bahwa, nikah sirri itu tidak boleh dan jika terjadi harus di fasak

(dibatalkan). Pendapatnya diperkuat oleh hadist Nabi Muhammad SAW yang

diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah bersabda:

غ ب ل : ا ال ق لم س و يو ل ى الله ع ل الله ص ل و س ر ن ا اس ب ع ن اب ن ع ى ت اللا ا )رواه الترمذي( ة ن ي ب ي غ ب ن ه س ف ن أ ن ح ك ن ي

Artinya: “Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda: “Pelacur

adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa (ada) bukti” (HR.

Tirmidzi).98

Nikah di bawah tangan dalam fiqih kontemporer dikenal dengan istilah

zawaj „urfi yaitu pernikahan yang memenuhi syarat-syarat pernikahan tetapi

98

Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan At-Tirmidzi, (Beirut: Dar Al-Fikr,

1994), Jilid 3, Juz 15, h. 41

Page 68: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

68

tidak tercatat secara resmi oleh pegawai Pemerintah (KUA). Disebut nikah

„urfi (adat) karena pernikahan tersebut merupakan adat kebiasaan yang

berjalan di masyarakat.

Masyarakat Indonesia umumnya masih mengikuti adat kebiasaan yang

berlaku dahulu, yaitu dengan menganggap bahwa pernikahan itu sudah cukup

dilakukan hanya memalui para pemuka agama. Dari sudut pandang fiqih,

pernikahan tersebut dipandang sah, tetapi apabila terjadi perselisihan maka

tidak dapat diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Dengan demikian,

madharatnya lebih banyak dari pada manfaatnya.99

Pernikahan yang tidak tercacat, akan menimbulkan dampak bagi istri

dan anaknya. Posisi mereka sangat lemah didepan hukum. Bagi istri, tidak

dianggap sebagai istri, karena tidak memiliki akta nikah, ia juga tidak berhak

atas nafkah dan waris jika terjadi perceraian atau suaminya meninggal.

Tragisnya anak yang dilahirkan juga tidak dianggap sah.100

Perkawinan di bawah tangan biasanya dilakukan tanpa ada

pemberitahuan resmi, pelaksanaan akad dengan cara ini adalah benar dan sah,

walaupun tidak resmi dicatat. Agama Islam memang membolehkan adanya

nikah sirri, Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa nikah

sirri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan. Kebanyakan ulama sepakat

99

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), h. 39 100

Muhammad Zain dan Mukhtar As-Shodiq, Membangun Keluarga Harmonis,

(Jakarta: Graha Cipta, 2005), h. 38

Page 69: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

69

menilai nikah sirri sah hukumnya namun tidak untuk dianjurkan, Nabi

Muhammad SAW sendiri tidak setuju dengan pernikahan sejenis ini.101

Jadi nikah di bawah tangan itu merupakan nikah yang tidak dicatatkan

pada instansi terkait dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA), tapi

dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Sedangkan

nikah sirri adalah nikah yang sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang

di lingkungan sekitar. Nikah semacam ini (sirri) jelas-jelas sangat tidak untuk

dilaksanakan.

F. Sebab dan Akibat Nikah di Bawah Tangan

1. Sebab-sebab

Ada beberapa sebab mengapa pernikahan di bawah tangan selalu

bertambah besar dikalangan masyarakat, diantaranya adalah:102

a. Tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinan secara

hukum negara, karena tidak bisa menyediakan tempat tinggal.

b. Tersedianya alat dan obat anti hamil tanpa ada ketentuan-ketentuan

yang jelas bagi siapa dan kapan boleh didapatkan.

c. Kebanyakan laki-laki yang mencari cara perkawinan seperti ini

dikarenakan adanya ikatan dengan beberapa keluarga dan beberapa

istri serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan

menghancurkan bangunan rumah tangganya. Apa yang sebenarnya

tertanam dalam hati seorang istri hingga tetap menerima orang lain

101

http://www.radarjogja.co.id/berita/utama/1036-mendiskusikan-praktek nikah sirri

dalam islam-.html diakses pada 10 Juni 2015 102

Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendikia Muslim,

2002), h. 55.

Page 70: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

70

walaupun perempuan yang dikawini oleh suaminya itu ada cacat

atau penyakit atau lainnya, dan rela membiarkanya tersembunyi

dan tidak mau berterus terang.

d. Pandangan masyarakat yang kejam terhadap laki-laki yang

berusaha beristri dua, bahwa dia adalah laki-laki yang suka beristri

dan mencari kenikmatan dunia, hingga akhirnya perkawinan itu

disembunyikan dari mata orang banyak.

e. Permasalahan interen keluarga, biasanya terjadi setelah anak-anak

besar dan kesibukan istri mengasuh anaknya, hal ini menimbulkan

kebosanan dan keletihan, hingga suami merasa butuh kepada

perempuan lain yang bisa mengembalikan fitalitas dan

semangatnya.

f. Sebagian laki-laki ada yang mempunyai ahlak mulia dan memilki

kemampuan beristri dua, sementara istrinya yang ada tidak bisa

memenuhi hasrat biologisnya, sehingga mendorong untuk

melaksanakan perkawinan seperti ini agar tidak jatuh ke dalam

perbuatan dosa.103

2. Akibat Hukum

Perkawinan melalui nikah di bawah tangan menimbulkan sejumlah

pengaruh negatif. Dampak yang sangat memukul perasaan dan nasib pihak

istri adalah segi hukumnya. Ada banyak kerugian yang dapat dirasakan

103

Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendikia Muslim,

2002), hlm. 55.

Page 71: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

71

sang istri jika nikah di bawah tangan tidak dapat pengakuan hukum, belum

lagi sang istri akan merasakan dampak sosial, ekonomi dan sebagainya.104

Memahami nikah di bawah tangan hanya berdasarkan dari

kacamata hukum Islam saja adalah keliru, karena kita hidup disebuah

negara yang dasar hukumnya tidak berdasarkan syariat Islam melainkan

memiliki dasar hukum Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi

setiap perkawinan yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku tidak akan mendapatkan kekuatan

hukum yaitu suatu bukti yang otentik terhadap perkawinan tersebut,

konsekuensi dari nikah di bawah tangan adalah sebagai berikut:

a. Suami istri tersebut tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti

bahwa mereka telah menikah secara sah menurut Agama dan

Negara.

b. Anak-anak tidak dapat memperoleh akta kelahiran karena untuk

memperoleh akta kelahiran itu diperlukan akta niakh dari orang

tuanya.

c. Anak-anak tidak dapat mewarisi harta orang tuanya karena tidak

ada bukti yang otentik yang menyatakan mereka sebagai ahli waris

orang tuanya.

d. Hak-hak lainnya yang dalam pelaksanaan Administrasi Negara

haruslah dipatuhi sebagai bukti diri.105

104

Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya? h. 84 105

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 51.

Page 72: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

72

Pengaruh perkawinan di bawah tangan juga mengakibatkan gejala

ketidak pastian hukum dalam Islam, terutama dalam hukum keluarga

Indonesia. Menimbulkan keresahan masyarakat dengan fakta ketidak

teraturan nasab bagi anak yang orang tuanya melakukan nikah di bawah

tangan, perempuan akan selalu divonis sebagai pihak yang bersalah dan

bukan sebagai pihak korban yang dirugikan. Contohnya laki-laki yang

menikah di bawah tangan mempunyai otoritas untuk melakukan apapun,

termasuk menceraikan si istri. Ini jelas merugikan pihak perempuan.106

Sedangkan menurut penjelasan Bapak Bubun Gustani S.Ag selaku

kepala KUA Tegalwaru menyatakan bahwa, tidak dibenarkan melegalkan

pernikahan di bawah tangan, dan melarang dengan keras perbuatan yang

benar-benar sudah melanggar hukum yang telah ditentukan oleh

Pemerintah, karena peraturan tersebut sudah ada yaitu Undang-Undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Namun demikian bukan berarti perkawian

menjadi batal, karena perkawinan tersebut tetap sah menurut hukum Islam,

hanya saja tidak didaftarkan sehingga tidak memiliki akta nikah.107

Jadi pada intinya pernikahan di bawah tangan memiliki dampak

yang sangat luas. hal ini bisa merugikan bagi istri, anak dan perempuan

pada umunya baik itu secara hukum maupun secara sosial. Dan jika

diuraikan maka beberapa akibat dari perkawinan di bawah tangan yaitu:

106

Nursyahbani Katjagungkana dan Mumtahanah, Kasus-Kasus Hukum Kekerasan

Terhadap Perempuan, (jakarta: LBH APIK, 2002), h. 18. 107

Wawancara dengan Bapak Bubun Gustani S.Ag sebagai Ketua KUA Tegalwaru.

Pada tanggal 20 Mei 2015.

Page 73: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

73

a. Akibat bagi Istri:

1. Tidak dianggap sebagai istri yang sah.

2. Tidak berhak atas nafkah dari suami.

3. Tidak berhak atas harta warisan dari suami jika ia meninggal

dunia.

4. Tidak berhak atas harta bersama ketika terjadi perceraian.

5. Secara social, istri akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang

melakukan perkawinan bawah tangan sering dianggap telah tinggal

serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul

kebo) atau istri dianggap menjadi istri simpanan.108

b. Akibat bagi Suami:

1. Tidak dianggap sebagai suami yang sah.

2. Tidak berhak atas harta warisan dari istri jika ia meninggal dunia.

3. Tidak berhak atas harta bersama jika terjadi perceraian.

4. Tidak diakui oleh Hukum Positif Indonesia sebagai ayah kandung

sah dari anaknya hasil perkawinan di bawah tangan.

c. Akibat bagi Anak:

1. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak yang tidak sah.

Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, anak tidak mempunyai

hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU

Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akte kelahirannya pun

108

Dodi Ahmad Fauzi, Nikah Siri Yes Or No, h. 73.

Page 74: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

74

statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya

dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa

status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah

akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis

bagi anak dan ibunya.

2. Ketidakjelasan status anak dimuka hukum, mengakibatkan

hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja suatu

waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak

kandungnya.

3. Anak tidak berhak atas biaya kehidupan dan pendidikan dari

ayahnya.

4. Anak tidak berhak atas nafkah dari ayahnya.

5. Anak tidak berhak atas warisan dari ayahnya jika ayahnya

meninggal dunia.109

G. Nikah di Bawah Tangan Perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Dari sudut pandang hukum yang berlaku di Indonesia, Nikah di Bawah

Tangan merupakan perkawinan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1)

dan (2) Undang-Undang No.1/1974 Jo. Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1) dan (2)

KHI, suatu perkawinan di samping harus dilakukan secara sah menurut hukum

agama, juga harus dicatat oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian,

109

Umurahmi, “Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya”, artikel diakses pada tanggal 10

juli 2015 http://wordpress.com/2009/06/20.

Page 75: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

75

dalam perspektif peraturan perundang-undangan, Nikah di Bawah Tangan

adalah pernikahan yang tidak mempunyai kekuatan hukum.

Istilah “Nikah di Bawah Tangan” muncul setelah adanya Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku secara efektif. Nikah

di bawah tangan pada dasarnya adalah kebalikan dari nikah yang dilakukan

menurut hukum. Dan nikah menurut hukum adalah yang diatur dalam

Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

menyatakan bahwa ketidak sah-an perkawinan di bawah tangan, karena lebih

banyak mudharatnya. Dengan demikian nikah di bawah tangan dianggap liar,

sehingga tidak mempunyai akibat hukum, berupa pengakuan dan perlindungan

hukum.

Sistem hukum di Indonesia tidak mengenal istilah “Nikah di Bawah

Tangan” dan semacamnya serta tidak mengatur secara khusus dalam sebuah

peraturan. Namun secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan

yang tidak tercatat dan dianggap tidak dilakukan karena tidak memenuhi

ketentuan Undang-Undang yang berlaku, khususnya tentang pencatatan

perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 2 ayat 2

yang menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.110

Pencatatan merupakan peristiwa yang menentukan sahnya suatu

perkawinan, bahwa perkawinan itu memang ada dan terjadi. Sedangkan

110

Arso Sosroatmodjoda Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1975), h. 52.

Page 76: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

76

sahnya suatu perkawinan, Undang-Undang Perkawinan dengan tegas

menyatakan pada pasal 2 ayat 1 bahwa: “Perkawinan adalah sah, apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya

itu”.111

Untuk melaksanakan pencacatan perkawinan, pasal 2 Peraturan

Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.

1 Tahun 1974 tentang perkawinan menetapkan bagi mereka yang beragama

Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan

rujuk. Sedangkan bagi mereka yang tidak beragama Islam (Non-Muslim)

dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.112

Menurut Ahmad Rafiq, pencatatan perkawinan bagi sebagian

masyarakat tampak masih perlu disosialisasikan. Boleh jadi hal ini masih

menganut pemahaman pada kitab-kitab fiqih yang hampir tidak dibicarakan,

namun apabila kita coba perhatikan pada surah Al-Baqarah ayat 282 yang

mengisyaratkan bahwa dalam ayat tersebut redaksinya dengan tegas

menggambarkan bahwa pencatatan didahulukan dari pada kesaksian.

Realisasi pencatatan itu akan melahirkan akta nikah yang masing-

masing dimiliki oleh suami dan istri serta salinannya. Akta nikah tersebut

dapat digunakan masing-masing pihak bila ada yang merasa dirugikan dan

111

O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1996), h. 98-99. 112

Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Islam di

Indonesia, (Serang: Saudara Serang, 1995), hlm. 27.

Page 77: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

77

adanya ikatan perkawinan itu untuk mendapatkan haknya serta membantu

keabsahan suatu perkawinan.113

Adapun dampak dari perkawinan yang tidak

tercatat adalah:

1. Suami dan istri tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti mereka

telah menikah secara sah menurut agama dan negara.

2. Anak-anak tidak memperoleh akta kelahiran.

3. Anak-anak tidak dapat mewarisi harta orang tuanya.114

Pencatatan Perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan

karena pencatatan perkawinan merupakan suatu syarat sah dan tidaknya

perkawinan oleh negara, begitu pula sebagai akibat yang timbul dari

perkawinan tersebut.115

Dimana fungsi dan kegunaan pencatatan perkawinan

adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang

dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,

berdasarkan i‟tikad yang baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan

transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensinya atau akibat

hukum dari perkawinan yang dilaksanakan itu.116

Tujuan utama pencatatan nikah ini adalah untuk memperoleh bukti

otentik dari suatu perkawinan yang akan melegitimasi perkawinan tersebut.

113

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006),

h. 26. 114

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 51. 115

Saidus Sahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya,

(Jakarta: Alumni, 1981), h. 108. 116

Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalm Hukum

Nasional, h. 131.

Page 78: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

78

Dengan adanya suatu bukti tersebut maka dapatlah dibenarkan ataupun

dicegah suatu perbuatan lain. Dengan demikian pencatatan perkawinan selain

berfungsi untuk menjaga ketertiban juga untuk menjaga kepastian hukum.117

Selain itu juga merupakan suatu upaya yang diwujudkan perundang-undangan

untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus lagi untuk

melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan berumah tangga.118

Lembaga perkawinan bukan saja merupakan syarat administratif yang

substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban umum, namun ia juga

mempunyai cakupan manfaat bagi kepentingan dan kelangsungan suatu

perkawinan.119

Lebih jelas manfaatnya pencatatan perkawinan antara lain sebagai

berikut:

a. Mendapatkan perlindungan hukum.

b. Memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan

pernikahan.

c. Legalitas formal pernikahan dihadapan hukum.120

117

Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.

41 118

Hujaemah Tahido Yanggo, Perkawinan Yang Tidak Dicatat Pemerintah, (Jakarta:

GTZ dan GG PAS, 2007), h. 17. 119

Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalm Hukum

Nasional, h. 134. 120

Jiah Mubarok, Modernisasi Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraysi,

2005), h. 70.

Page 79: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

79

H. Nikah di Bawah Tangan Perspektif Hukum Islam

Dalam hukum Islam (fiqih) tidak disebutkan secara rinci atau tersurat

bahwa pencatatan perkawinan merupakan salah satu syarat sahnya

perkawinan, tetapi hanya menyebutkan ketentuan umum bagi syarat sahnya

perkawinan, yaitu adanya calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan,

adanya dua orang saksi, adanya wali, adanya shigat ijab-kabul dan mahar.

Walaupun demikian, bukan berarti hukum Islam menafikan adanya pencatatan

perkawinan karena pencatatan tersebut mendatangkan kemaslahatan bagi

pasangan suami istri.

Menurut hukum Islam pencatatan perkawinan dapat dipandang sebagai

masalah darurat. Ketentuan umum bagi sahnya suatu perkawinan yang telah

disebutkan diatas adalah hasil ijtihad karena tidak disebutkan dalam al-qur‟an

dan hadist. Hukum berdasarkan ijtihad dapat berubah sesuai dengan kondisi,

selama perubahan tersebut tidak bertentangan dengan al-qur‟an dan hadist atau

maqashid syari‟ah berdasarkan kaidah ushul fiqih.121

Yaitu:

ة ن م ز ال و ال و ح ال ي غ ت ب ام ك ح ال ر ي غ ت Artinya: “Hukum dapat berubah disebabkan perubahan keadaan dan

zaman”.

Perbedaan pendapat ulama Mazhab dalam mendefinisikan nikah sirri

atau nikah di bawah tangan mempengaruhi pandangan mereka dalam

menentukan status hukumnya. Imam Malik menjelaskan dalam

121

Hujaemah Tahido Yanggo, Fiqih Perempuan Kotemporer, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2010), h. 128.

Page 80: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

80

terminologinya tentang nikah sirri sebagai nikah yang atas pesan suami, para

saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jama‟ahnya sekalipun keluarganya.

Imam Malik tidak membolehkan nikah sirri, nikahnya dapat dibatalkan dan

kedua pelakunya bisa dikenakan had (dera/rajam), jika telah terjadi hubungan

seksual antara keduanya dan diakui atau dengan kesaksian empat orang

saksi.122

Dengan demikian menurut Imam Malik menggunakan dalil berikut:

ب ر غ ل ب و ي ل ا ع و ب ر اض و اح ك ا الن و ن ل ع أ Artinya: “Beritahukanlah (umumkan) akad nikah itu dan untuknya

tabuhlah gendang”.123

(HR. At-Tirmizi dan Aisyah).

Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i juga tidak membolehkan nikah

sirri, mereka sepakat bahwa nikah sirri dalam terminologi fiqih, nikah sirri

adalah pelaksanaan akad nikah yang tidak disahkan oleh saksi, atau disaksikan

oleh saksi yang persyaratannya tidak cukup atau tidak sesuai dengan yang

telah disepakati jumhur fuqaha. Pendapat ulama Mazhab Hambali, nikah yang

telah dilangsungkan menurut ketentuan syari‟at Islam adalah sah, meskipun

dirahasiakan oleh kedua mempelai, wali, dan para saksinya, hanya saja

hukumnya makruh. Masalah kriteria saksi yang menjadi standar bagi Imam

Asy-safi‟i dan Imam Abu Hanifah dalam menentukan status sirri juga

semakin mempertegas bahwa dalam mekanisme dari pihak suami, wali, saksi,

122

Wahbah Zuhaily, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adilatuhu, (Damaskus: Dar Al-Fikr,

1989), Juz VII, h. 7 123

Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, h. 378.

Page 81: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

81

tetapi juga kompetensi dari pihak saksi itu sendiri untuk mempublikasikannya

sehingga nikah tersebut tidak lagi dianggap sebagai nikah sirri.124

Status hukum dari nikah di bawah tangan dalam hokum bernegara jelas

sebagai nikah yang bermasalah. Meskipun dalam redaksinya berbeda, tetapi

prinsip yang mereka bangun adalah sama, yaitu masalah penting sebuah

perkawinan yang mempunyai dampak rentan di masyarakat. Menurut hemat

penulis baik dari segi hukum Islam maupun dari segi hukum positif, bahwa

sahnya suatu akad nikah itu apabila telah dilangsungkan menurut hukum

ketentuan syari‟at Islam, dihadapan PPN dan dicatat oleh petugas PPN. Oleh

karena itu, nikah yang tidak ada saksi dalam hukum Islam tidak disahkan,

karena hal tersebut akan menimbulkan fitnah bagi orang yang melakukan

perkawinan tersebut. Sebab menurut para pakar ahli hukum, pencatatan

pernikahan memiliki dua konsekunsi. Yaitu pertama, bahwa pencatatan

perkawinan sebagai syarat administratif sebagai warga negara yang patuh

terhadap hukum dan yang kedua bahwa pencatatan perkawinan merupakan

syarat keabsahan dalam perkawinan.

Pada sisi lain, jika terjadi suatu pernikahan dan dihadiri saksi namun

tidak dicatatkan maka sah nikah tersebut secara agama namun status

pernikahan tersebut tidak sah menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan yang berlaku di Indonesia.

Sebagaimana firman Allah pada surah An-Nissa ayat 58:

124

Imam Abi Abdillah bin Idris Asy-safi‟i, Al-Ulum, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-

Islamiyah, 1993), Juz V, h. 35-36.

Page 82: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

82

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (QS. An-

Nissa: 58).

Perintah Al-Qur‟an ini sangat positif, karena mendidik manusia untuk

menciptakan masyarakat yang sadar dan taat hukum agama dan hukum

negara. Dan diharapkan kepada masyarakat agar didalam melangsungkan

perkawinan tidak hanya mementingkan aspek fiqih saja, tetapi perlu

dipikirkan juga aspek keperdataannya secara seimbang demi terwujudnya

ketertiban dan keadilan.

Kehidupan modern seperti saat ini menuntut adanya ketertiban dalam

berbagai hal, antara lain mengenai masalah pencatatan perkawinan. Sehingga

pencatatan perkawinan ini kemudian menjadi hal yang sangat penting.

Apabila hal ini tidak mendapat perhatian maka akan muncul kekacauan dalam

kehidupan rumah tangga bahkan masyarakat, mengingat jumlah manusia yang

sangat banyak dan permasalahan kehidupan semakin kompleks. Mengetahui

hubungan perkawinan seseorang dengan pasangannya mungkin akan sulit

apabila perkawinan itu tidak tercatat. Terutama apabila terjadi sengketa,

antara lain mengenai sah atau tidaknya anak yang dilahirkan, hak dan

kewajiban keduanya sebagai suami isteri. Bahkan dengan tidak tercatatnya

Page 83: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

83

hubungan suami istri itu sangat mungkin salah satu pihak berpaling dari

tanggung jawab dan menyangkal hubungan suami istri.125

Pada dasarnya Islam tidak mewajibkan adanya pencatatan perkawinan,

namun dilihat dari segi manfaatnya pencatatan perkawinan sangat diperlukan.

Karena pencatatan perkawinan dapat dijadikan alat bukti otentik agar

seseorang mendapatkan kepastian hukum.126

Hal ini sejalan dengan ajaran

agama Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur‟an surah Al-baqarah ayat

282 yang menyatakan tentang segala sesuatu (bermu‟amalah) hendaklah kamu

menuliskannya. Yaitu:

..........

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah

kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

125

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995), h. 30. 126

Hasan M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Prenada

Media, 2003), Cet ke-1, h. 123

Page 84: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

84

menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya

sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan

hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis

itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia

mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang

yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu

mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan

persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di

antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua

orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa

Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan

(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil.....” (QS. Al-Baqarah [2] :

282).

Kemudian mencari illat yang sama-sama terkandung dalam akad nikah

dan mu‟amalah tentang adanya kemudharatan atau kemafsadatan apabila tidak

ada alat bukti yang tertulis. Hal ini sejalan dengan Qaidah fiqhiyah:

ل م ن ج ل ب ال م ص ال ح د أ و د ر ء ال م ف اس Artinya: “Menolak kemudharatan lebih didahulukan dari pada

memperoleh kemaslahatan”.127

Jadi qiyas disini dapat dilakukan, untuk mengatakan bahwa pencatatan

nikah hukumnya wajib sebagaimana dilakukan ketika bermu‟amalah. Dengan

alat bukti ini, pasangan suami istri dapat terhindar dari mudharat dikemudian

hari karena bukti tertulis dapat memproses secara hukum berbagai persoalan

rumah tangga sebagai bukti yang sangat shohih (otentik) di pengadilam

agama.128

127

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya Dengan Aglo Media, 2004), cet ke-1, h. 148. 128

Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya??, (Jakarta: Visimedia, 2007), h. 57.

Page 85: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

85

Ketentuan pencatatan perkawinan yang tujuannya untuk ketertiban,

kepastian hukum jika dikaji dengan menggunakan teori maslahah dan

maqasid syari‟ah Al-Syathibi, dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bahwa ketertiban adalah sebuah keniscayaan, karena Allah SWT

menciptakan dan mengelola alam ini dengan penuh keteraturan,

keseimbangan, keserasian, kedisiplinan serta perhitungan yang sangat

detail. Begitu juga dengan perkawinan merupakan sistem yang teratur

sebagai wadah bagi fitrah dua jenis manusia yang berbeda jenis kelamin

dan berpasangan untuk membina keluarga bahagia oleh karena itu

pencatatan perkawinan telah sesuai dengan semangat ajaran Agama

Islam.

2. Bahwa ketentuan pencatatan perkawinan tidak ditunjukan baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam teks-teks suci (al-Quran dan al-

Sunnah), Islam dalam praktek kenabian tidak mengenal itu, sehingga

sudah tepat mengkaji permasalahan ini dengan teori maslahah dan

maqasid syari‟ah karena salah satu kriteria dari teori maslahat adalah

tidak adanya dalil khusus yang menunjukannya.

3. Bahwa di zaman sekarang dengan jumlah penduduk yang semakin

banyak, pendataan berupa pencatatan kependudukan baik itu kelahiran,

perkawinan, perceraian, kematian dan lain-lain, mutlak diperlukan.

Karena jika tidak dilakukan akan menimbulkan ketidakteraturan dan

ketidaktertiban dalam kehidupan bermasyarakat, yang pada akhirnya akan

Page 86: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

86

menimbulkan penyelundupan hukum, dengan demikian ketentuan

pencatatan perkawinan sejalan dengan maqasid syari‟ah.

4. Bahwa dengan tidak dilakukannya pencatatan perkawinan, maka

perlindungan terhadap hak-hak anggota keluarga (suami, isteri dan anak)

baik berupa hak atas harta, status perkawinan atau pun hak atas identitas

diri,129

tidak bisa diperoleh, sehingga tujuan perkawinan untuk

ketentraman tidak terpenuhi, hal itu berarti tujuan primer ad-Dharury,

berupa hifdz al-nasl (memelihara keturunan/kehormatan) dan hifdz al-mal

(memelihara harta) tidak tercapai. Dengan demikian pencatatan

perkawinan jelas menolak kemadharatan/kerugian bagi anggota keluarga

dan memberikan manfaat berupa perlindungan hukum atas hak seseorang.

5. Bahwa pencatatan perkawinan telah memberikan kemaslahatan/keadilan

sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia secara umum tidak terbatas pada

pribadi, agama atau golongan tertentu, oleh karena itu yang ditegakan

adalah kemaslahatan umum bukan kemaslahatan individu. Hal itu sejalan

dengan kaidah fiqh: الخاصة المصلحة على مقدمة العامة المصلحة ”Kemaslahatan

umum (publik) harus didahulukan daripada kemaslahatan individu”.130

6. Bahwa secara normatif undang-undang perkawinan telah mewujudkan

prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945 dan telah menampung segala kenyataan yang hidup dalam

masyarakat serta telah mempertimbangkan Hukum Agama Kepercayaan

129

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan, Pasal 5, Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, Lembaran Negara, Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. 130

A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam

Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis, Cetakan ke-3, Jakarta, Kencana, 2010, h. 11

Page 87: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

87

dalam masyarakat, oleh karena itu seharusnya pelaksanaan ketentuan

pencatatan perkawinan itu menghilangkan kesulitan masyarakat seperti

terjaminnya hak-hak anggota keluarga, sebaliknya tidak boleh

menyulitkan masyarakat, baik dari segi biaya, waktu pengurusan,

persyaratan dan lain-lain. Karena jika dalam prakteknya untuk sebagian

masyarakat ternyata justru menimbulkan kesulitan, karena biaya tinggi

misalnya atau karena jauhnya lokasi atau karena halangan hukum (al-

man‟i) lain yang tidak bisa dihindarkan, maka harus ada ketentuan

alternatif lain, sehingga adanya ketentuan itu tidak merugikan

masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, nampak bahwa persyaratan-persyaratan

yang ditentukan dalam teori al-maslahah al-mursalah terkait penetapan

hukum pencatatan perkawinan telah terpenuhi, yakni telah sejalan dan

tidak bertentangan dengan maqasid syari‟ah, dengan demikian dapat

diambil suatu kesimpulan bahwa pencatatan perkawinan adalah wajib

hukumnya bagi masyarakat muslim Indonesia. Wajib dalam hukum Islam

termasuk kajian hukum taklifi,131

dan mengandung arti perintah Allah

kepada hamba untuk mengerjakan sesuatu disertai dengan daya ikat yang

berupa ancaman bagi yang meninggalkannya. Salah satu cara yang efektif

agar pencatatan perkawinan ditaati adalah dengan memasukannya sebagai

rukun nikah, yang menentukan keabsahan perkawinan, namun untuk itu

131

Hukum taklifi adalah tuntutan (dari Allah) kepada hamba untuk mengerjakan

sesuatu, meninggalkan sesuatu, atau pilihan antara mengerjakan dan meninggalkan

sesuatu.Jaih Mubarok, op. cit. h. 37.

Page 88: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

88

perlu kajian lebih mendalam, karena rukun termasuk kajian hukum

wad‟i.132

132

Hukum wad‟i adalah perintah Allah yang berkaitan dengan penetapan sesuatu

sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi yang lain. Ibid, h. 51.

Page 89: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

89

BAB III

PROFIL KUA KEC. TEGALWARU

KARAWANG JAWA BARAT

A. Kondisi Umum.

Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan bagian dari sistem

Kementerian Agama. Sedangkan Kementerian Agama mempunyai tugas

yaitu menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan

di bidang Agama. Kantor Urusan Agama merupakan bagian dari unsur

pelaksana sebagian tugas Kementerian Agama yang berhubungan langsung

dengan masyarakat di wilayah Kecamatan. Sebagaimana ditegaskan dalam

Keputusan Menteri Agama Nomor : 571 Tahun 2001, bahwa Kantor Urusan

Agama bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama.

Kantor Urusan Agama ( KUA ) adalah unit kerja terdepan Kementrian

Agama yang melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang agama islam,

di wilayah kecamatan (PMA No. 11/2007) dikatakan sebagai unit kerja

terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat.

karena itu wajar bila keberadaan KUA di nilai sangat urgen seiring keberadaan

Kementrian Agama. Fakta sejarah juga menunjukan kelahiran KUA hanya

berselang sepuluh bulan dari kelahiran Departemen agama, tepatnya tanggal

21 Nopember 1946. Sekali lagi, menunjukan peran KUA sangat strategis, bila

di lihat dari keberadaannya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat,

Page 90: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

90

terutama yang memerlukan pelayanan di bidang Urusan Agama Islam (Urais).

Konsekuensi peran itu, secara otomatis aparat KUA harus mampu mengurus

rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan manajemen kearsipan,

administrasi surat menyurat dan statistik serta dokumentasi yang mandiri.

selain itu, KUA juga di tuntut betul-betul mampu menjalankan tugas di bidang

pencatatan nikah dan rujuk (NR) secara baik dan apik.

Berbicara mengenai Kantor Urusan Agama sebagai suatu bagian dari

unit organisasi, maka akan terkait erat dengan manajemen, yaitu suatu proses

yang berhubungan dengan kegiatan kelompok dan berdasarkan pada tujuan

yang jelas, yang harus dicapai dengan SDM (Sumber Daya Manusia) yang

ada. Dengan demikian, kegiatan menajemen yang ada pada Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan harus pula menerapkan prinsip-prinsip dasar

manajemen yang disingkat POAC, yaitu :

1. Adanya Planning, yaitu adanya proses pemikiran dan penentuan secara

matang dari berbagai hal yang akan dikerjakan hari ini dan hari

mendatang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

2. Adanya Organising, yaitu proses pengelompokan orang-orang, sarana

dan prasarana, tugas dan tanggung jawab serta wewenang sehingga

tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

3. Adanya Actuating, yaitu proses berjalannya sebuah tanggung jawab dan

kewenangan yang harus dilaksanakan dalam pelayanan sehari-hari.

Page 91: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

91

4. Adanya Controlling, yaitu proses pengamatan dan pengawasan dari

seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar pekerjaan/kegiatan

yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan.133

Kantor Urusan Agama merupakan wadah bagi segenap kegiatan usaha

bersama dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan

yang dilakukan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja

diantara satuan organisasi. UUD tahun 1945 telah memberikan jaminan

kebebasan bagi warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya

masing-masing. Hal ini memberikan arahan kepada seluruh komponen yang

ada di Kementerian Agama, termasuk Kantor Urusan Agama Kecamatan

Tegalwaru harus berperan serta dalam program pembangunan nasional dengan

menjalankan fungsi-fungsinya.

Kecamatan Tegalwaru adalah salah satu kecamatan dari 30 kecamatan

yang ada saat ini di Kabupaten Karawang, yang letak geofrafisnya berada di

sebelah selatan Ibu Kota Kabupaten yang jaraknya ± 37 Km. Kecamatan

Tegalwaru Adalah kecamatan pemekaran dari kecamatan induk yaitu

kecamatan pangkalan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Karawang Nomor 7 tahun 2004 tentang Pembentukan dan pemekaran

Kecamatan, adapun peresmiannya pada tanggal 10 Mei 2005 oleh Bupati

Karawang. Saat sekarang Kecamatan Tegalwaru membawahi sembilan desa,

133

http://kuakangkung.weebly.com/sekilas-tentang-kua.html diakses pada 23 juli

2015

Page 92: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

92

meliputi 30 dusun, 40 RW dan 111 RT dengan batas wilayah kecamatan

sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Pangkalan Kab.Karawang

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur

3. Sebelah Barat : Kecamatan Pangkalan

4. Sebelah Timur :Kec.Ciampel Kab.Karawang dan Kabupaten

Purwakarta

Luas wilayah Kecamatan Tegalwaru ± 10.165.592 Ha yang terdiri dari

:

1. Tanah Darat seluas : ± 7.580.363 Ha

2. Tanah Sawah/Pertanian seluas : ± 2.214.820 Ha

Kecamatan Tegalwaru meliputi 9 (sembilan) desa terdiri dari :

1. Desa Cintalaksan

2. Desa Cigunungsari

3. Desa Mekarbuana

4. Desa Wargasetra

5. Desa Cintawargi

6. Desa Cintalanggeng

7. Desa Kutalanggeng

8. Desa Kutamaneuh

9. Desa Cipurwasari

Page 93: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

93

Jumlah Penduduk Kecamatan Tegalwaru dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut :

Tabel Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (WNI)134

Desa

Penduduk Kepala Keluarga

L P Jumlah L P Jumlah

Cintalaksana 2.233 2.046 4.279 1.032 72 1.104

Cigunungsari 1.694 1.648 3.342 870 237 1.107

Wargasetra 2.878 3.092 5.970 1.597 241 1.838

Mekarbuana 2.481 2.283 4.764 1.282 140 1.422

Cintawargi 2.027 1.941 3.968 1.099 52 1.151

Cintalanggeng 2.096 2.143 4.239 979 195 1.174

Kutalanggeng 1.626 1.629 3.255 926 158 1.084

Kutamaneuh 2.163 2.025 4.188 1.113 221 1.334

Cipurwasari 1.260 1.221 2.481 514 262 776

J U M L A H 18.458 18.028 36.486 9.412 1.578 10.990

134

Data diterima dari Kantor Kecamatan Tegalwaru pada tanggal 25 Juli 2015

Page 94: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

94

B. 135

135

Page 95: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

95

C. Tugas dan Wewenang

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru mempunyai

tugas untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Kantor Kementerian

Agama di wilayah Kecamatan berdasarkan kebijakan Kantor Kementerian

Agama Kabupaten Karawang dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Adapun tugas-tugasnya meliputi :

a. Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten di

bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.

b. Membantu Pelaksanaan tugas Pemerintah di tingkat Kecamatan dalam

bidang keagamaan.

c. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama

Kecamatan.

d. Melaksanakan tugas koordinasi Penilik Agama Islam, Penyuluh Agama

Islam dan koordinasi/kerjasama dengan Instansi lain yang erat

hubungannya dengan pelaksanaan tugas KUA Kecamatan.

e. Selaku PPAIW (Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf).

Melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 18 tahun 1975

juncto Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 tahun 2001 dan PP

Nomor 6 tahun 1988 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan secara

tegas dan lugas telah mencantumkan tugas KUA, yaitu:

a. Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama

Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah

Page 96: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

96

kecamatan. Dalam hal ini KUA menyelenggarakan kegiatan

dokumentasi dan statistik (doktik), surat menyurat, pengurusan surat,

kearsipan, pengetikan dan rumah tangga;

b. Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan melaksanakan kegiatan

sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan. Untuk itu, KUA

melaksanakan pencatatan pernikahan, mengurus dan membina masjid,

zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan

pengembangan keluarga sakinah.136

Adapun tugas pokok Kantor Urusan Agama (KUA) secara umum dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Tugas Kepala KUA

1. Memimpin pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama Menetapkan /

merumuskan Visi dan Misi, Kebijakan, Sasaran, Program dan

Kegiatan Kantor Urusan Agama.

2. Membagi tugas, menggerakkan, mengarahkan, membimbing dan

mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama.

3. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas

bawahan.

4. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang ketatausahaan.

5. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang Nikah, Rujuk dan

Keluarga Sakinah.

136

Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah, Bimbingan Masyarakat Islam

dan Penyelenggaraan Haji :Departemen Agama RI, Jakarta, 2004, h. 25

Page 97: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

97

6. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang Zakat dan Wakaf serta

Ibadah Sosial.

7. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang data keagamaan dan

tempat ibadah.

8. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang kemitraan umat islam

dan pembinaan syari’ah.

9. Melakukan pelayanan dan bimbingan di bidang urusan haji dan

umroh.

10. Melakukan penelaahan dan pemecahan masalah yang timbul

dilingkungan KUA.

11. Melakukan usaha pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan

di bidang pelaksanaan tugas KUA.

12. Mempelajari dan menilai/mengoreksi laporan pelaksanaan tugas

dibawahan.

13. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait.137

b. Bidang Tata Usaha.

1. Melaksanakan dan menangani surat menyurat

2. Meningkatkan tertib administrasi, dokumen dan statistik.

3. Menyediakan pengadaan alat tulis kantor.

4. Membuat laporan bulanan, tri wulan, semester dan tahunan.

137

Pedoman Pegawai pencatat nikah, Proyek Peningkatan Tenaga Keagamaan,

Direktorat Jenderal Bimas Islam dan penyelenggaraan Haji, Departemen Agama RI, Jakarta,

2004, h. 5

Page 98: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

98

c. Bidang Keuangan/Bendahara.

1. Membuat laporan keuangan NR dan Rujuk.

2. Menertibkan arsip keuangan.

3. Menyusun DUK/DIK.

4. Membukukan dan menyetorkan uang NR ke Pos atau Giro.

5. Menyalurkan dana bantuan dari NR kepada BKM. P2A, dan

BP4.

d. Bidang Administrasi Nikah dan Rujuk

1. Mempelajari dan meneliti berkas permohonan nikah rujuk.

2. Mengisi form NB dan menyiapkan jadwal nikah serta menyiapkan

konsep pengumuman kehendak nikah

3. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang hendak

melangsungkan pernikahan.

4. Melaksanakan pemeriksaan terhadap surat-surat dan persyaratan

administrasi pernikahan.

5. Melaksanakan pengecekan terhadap registrasi akta nikah.

6. Melaksanakan penulisan akta nikah.

7. Memberikan penataran kepada para calon suami istri sebelum

melaksanakan nikah dan berumah tangga.

8. Mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada pembantu pegawai

pencatat nikah atau amil se-kecamatan Bekasi utara.

Page 99: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

99

e. Bidang Administrasi Kemasjidan.

1. Menginvertarisasi jumlah dan perkembangan masjid, musholla

dan langgar.

2. Melaksanakan bimbingan dan pembinaan terhadap remaja

masjid.

3. Menerima, membukukan dan mengeluarkan serta

mempertanggung-jawabkan keuangan BKM dan P2A.

4. Mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan tempat

ibadah danpenyiaran Agama.

f. Bidang ZAWAIBSOS (Zakat, Waqaf, dan Ibadah Sosial).

1. Melaksanakan bimbingan zakat, wakaf dan ibadah sosial.

2. Membukukan/ mencatat tanah wakaf yang sudah selesai

disertifikatkan.

3. Memelihara dan menertibkan arsip tanah wakaf.

4. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam pelaksanaan

ibadah sosial.

D. Tata Cara Pencatatan Perkawinan.

Sejak disahkannya UU No. 1 tahun 1974, Departemen Agama R.I.

dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam telah

mengambil peranan secara langsung dan aktif untuk melaksanakan UU itu,

yang melibatkan dua Direktorat, yaitu Direktorat Urusan Agama Islam dan

Page 100: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

100

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam berdasarkan KMA No.

18 tahun 1975. Masalah pencatatan menjadi beban tugas Direktorat Urusan

Agama Islam. Sesuai dengan UU No. 22/1946 jo UU No. 32/1954 jo UU No.

1/1974. PP no. 9/1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1975

maka Departemen Agama melaksanakan secara vertikal sampai dengan

Kantor Urusan Agama Kecamatan melaksanakan tugas-tugas di sini sebagai

Pencatat Perkawinan atau Pencatat Nikah. Pecatatan Perkawinan itu juga

termasuk Pencatatan talak, cerai, dan rujuk karena hal ini sangat erat

hubungannya dengan masalah perkawinan itu sendiri.

Dalam Undang-undang No. 22/1946 dikenal istilah Pegawai Pencatat

Nikah, Talak, dan Rujuk yang lazim disingkat menjadi PPN. Untuk di luar

Jawa Madura dibantu oleh tokoh-tokoh agama di desa-desa yang dianggap

mampu dan cakap, dan mereka itu bukan pegawai Negeri, dianggap menjadi

Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk hal ini diatur dengan

surat Penetapan Menteri Agama No. 14 tahun 1955 tentang Pembantu

Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk yang disingkat menjadi P3NTR.138

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan era baru bagi

kepentingan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Undang-undang dimaksud merupakan kodifikasi dan unifikasi hukum

perkawinan yang bersifat nasional yang menempatkan hukum Islam

mempunyai eksistensi tersendiri, tanpa diresepsi oleh hukum adat.

138

Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan

Agama dan Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: IND-HILL, CO, 1985), h. 162.

Page 101: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

101

Adapun prosedur atau tata cara pencatatan pernikhan di Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. PERSYARATAN UMUM :

a. Calon Pengantin beragama Islam.

b. Umur minimal : Pria 19 tahun, Wanita 16 tahun.

c. Ada persetujuan kedua calon pengantin.

d. Tidak ada hubungan saudara yang dilarang agama antara kedua calon

pengantin.

e. Catin wanita tidak sedang terikat tali perkawinan dengan orang lain.

f. Bagi Janda harus sudah habis masa iddah.

g. Wali dan saksi beragama Islam, umur minimal 19 tahun.

h. Calon pengantin, wali dan saksi sehat akalnya.

2. PERSYARATAN ADMINISTRASI :

a. Foto kopi KTP yang sah dan masih berlaku.

b. Foto kopi KK (Kartu Keluarga) yang masih berlaku.

c. Fotokopi Ijazah/Akte Kelahiran/Surat Kenal Lahir.

d. Fotokopi Buku Nikah orang tua, bagi wanita.

e. Pas foto berwarna (latar biru) ukuran 2x3 = 4 lembar.

f. Surat Keterangan Model N1, N2, N4 ditandatangani Kepala

Desa/Kelurahan setempat.

g. Surat Persetujuan kedua calon mempelai (Model N3).

h. Izin Orang tua (Model N5) jika umur kurang 21 tahun.

Page 102: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

102

i. Surat Pernyataan Jejaka/Perawan, bagi catin berumur 25 tahun keatas,

bermaterai Rp 6000,-

j. Surat Rekomendasi Pindah Nikah / Numpang Nikah bagi catin dari

luar wilayah Kecamatan.

k. Izin Pengadilan Agama jika pria kurang 19 tahun dan wanita kurang

16 tahun.

l. Izin Pengadilan Agama bagi yang ingin berpoligami.

m. Rekomendasi Camat untuk pendaftaran nikah kurang dari 10 hari.

n. Surat Kematian Suami/Isteri bagi Janda/duda cerai mati dan model N6

ditandatangani Kepala Desa/Kelurahan.

o. Akta Cerai beserta Salinan Putusan/Penetapan dari Pengadilan yang

mengeluarkan Akta Cerai.

p. Bukti Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dari Puskesmas Lubuk Dalam

(bagi wanita).

3. PEMBERITAHUAN KEHENDAK NIKAH

a. Kehendak Nikah diberitahukan oleh Wali/Catin kepada KUA dengan

membawa persyaratan yang ditentukan.

b. Mengisi Formulir Pendaftaran Nikah pada Lembar Model NB yang

disediakan KUA.

c. Penulisan model NB menggunakan tinta hitam, huruf balok.

d. Pendaftaran harus sudah diterima KUA sekurang-kurangnya10 hari

kerja sebelum akad nikah dilangsungkan.

e. Membayar Biaya Pencatatan Nikah

Page 103: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

103

4. PEMERIKSAAN DAN PEMBINAAN CATIN

Petugas Pencatat Nikah (PPN) yang menerima pemberitahuan

kehendak nikah sesuai dengan pasal 5 Peraturan Pemerintah No 48 Tahun

2014 yaitu meneliti dan memeriksa berkas-berkas terlebih dahulu, untuk

mengecek kelengkapan Catin (Calon Pengantin). Apakah sudah memenuhi

syarat atau belum, apabila masih ada persyaratan yang kurang, setelah itu

dilakukan pemeriksaan terhadap catin dan wali nikahnya yang dituangkan

dalam Daftar Pemeriksaan Nikah (Model NB). Jika Catin dan Wali Nikah

berada diluar wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk

diperiksa, maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN (Petugas Pencatat

Nikah) yang mewilayahi tempat tinggalnya, setelah pemeriksaan nikah

ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut

Hukum Munakahat maupun Hukum Peratutan Perundang-Undangan yang

berlaku (UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan), maka PPN berhak

menolak pelaksanaan pernikahan dengan cara memberikan Surat

Penolakan beserta alasannya.

Setelah dinyatakan telah memenuhi syarat maka calon Catin dan

Wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah. Setelah itu

yang bersangkutan membayar biaya Administrasi Pencatatan Nikah sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Untuk KUA Tegalwaru biaya yang

dikenakan pada Catin sebesar Rp 600.000,- sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No 48 Tahun 2014, untuk pembayarannya bisa disetorkan

langsung ke KUA atau bisa melalui pihak Bank, hal ini berlaku untuk

Page 104: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

104

akad yang dilakukan diluar kantor KUA atau dirumah pihak Catin

sedangkan apabila akadnya dilakukan dikantor KUA dan pada jam kerja

maka dikenakan biya sebesar Rp.0,.139

Namun pada kenyataannya

prosedural yang terjadi sangatlah kompleks, jadi pengantin yang ingin

menikah mendaftar dahulu ke RT – RW – P2N – KUA, hal ini membuat

biaya yang dikeluarkan akibat birokrasi ini sangatlah membengkak bahkan

Ketua KUA mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan bisa mencapai

400-500 ribu, ini kemudian yang membuat masyarakat enggan untuk

mengurus pernikahan mereka ke Kantor KUA.

Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama

(KUA) kepada para calon pengantin, yaitu:

a. Setelah Pendaftaran diterima oleh KUA, kedua calon pengantin

danWali Nikah, mengikuti pembinaan dan Kursus Calon Pengantin.

b. Penghulu/Kepala KUA melakukan pemeriksaan tentang ada tidaknya

halangan untuk menikah, dan memberikan bimbingan keluarga

sakinah dan tata cara ijab qobul.

c. Penghulu/Kepala KUA dilarang melangsungkan, atau membantu

melangsungkan, atau mencatat atau menyaksikan pernikahan yang

tidak memenuhi persyaratan.

5. PENGUMUMAN.

139

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru -Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Juni 2015

Page 105: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

105

Setelah persyaratan dipenuhi oleh para Catin, PPN mengumumkan

kehendak nikah (Model NC) pada papan pengumuman di KUA

Kecamatan tempat akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat

tinggal masing-masing calon mempelai. PPN tidak boleh melaksanakan

akad nikah sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman, kecuali

seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 9

Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya

salah seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka

dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat,

selanjutnya camat atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.

6. PELAKSANAAN AKAD NIKAH

Untuk pelaksanaan upacara akad nikah bisa dilaksanakan:

a. Dibalai nikah/Kantor KUA

b. Diluar balai nikah: rumah calon mempelai, mesjid atau gedung dan

lain-lain.

Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah, PPN/Penghulu terlebih

dahulu mengecek ulang persyaratan nikah dan administrasinya kepada

kedua calon pengantin dan walinya, untuk melengkapi kolom yang belum

terisi pada waktu pemeriksaan awal dikantor atau ada perubahan data dari

hasil pemeriksaan awal. Selain itu PPN/Penghulu menetapkan dua orang

saksi yang memenuhi syarat sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan,

dianjurkan bagi ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih

Page 106: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

106

gadis atau anak terlebih dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau

wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya untuk

menikahkan bila anak berstatus janda. Adapun prosedurnya yaitu :

a. Akad Nikah dilangsungkan di hadapan Penghulu/Petugas KUA.

b. Ijab dilakukan oleh Wali Nikah sendiri.

c. Wali Nikah dapat mewakilkan Ijab kepada orang lain yang

memenuhi persyaratan, atau kepada Penghulu.

d. Akad Nikah dilangsungkan di KUA (Balai Nikah).

e. Atas permintaan yang bersangkutan dan mendapat PERSETUJUAN

dari Kepala KUA, Akad Nikah dapat dilangsungkan di luar Balai

Nikah.

f. Biaya pemanggilan, transportasi, dan akomodasi Penghulu/Petugas

KUA untuk menghadiri akad nikah di luar Balai Nikah dibebankan

kepada yang mengundang.

7. PENYERAHAN BUKU NIKAH

Setelah mengucapkan ijab kabul selesai maka sang pengantin

diberikan buku nikah. Namun jika ada kesalahan yang terdapat pada buku

nikah seperti kesalahan nama, tanggal lahir, tahun atau kesalahan

penulisan apapun maka disarankan dengan tidak dicorat coret sendiri

tanpa sebaiknya diserahkan kembali kepada KUA untuk perbaikan dan

Page 107: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

107

kemudian nanti akan diperbaiki oleh KUA dan diserahkan kembali kepada

pengantin.140

8. PENOLAKAN KEHENDAK NIKAH

a. Kepala KUA diharuskan menolak kehendak nikah yang tidak

memenuhi persyaratan.

b. Terhadap penolakan tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan

keberatan kepada Pengadilan Agama.

140

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru -Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Juni 2015

Page 108: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

108

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Peran KUA dalam Meminimalisir Nikah di Bawah Tangan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data yang diperoleh dari

Pengadilan Agama Kabupaten Karawang yang beralamat di jalan Ahmad

Yani Nomor 53 Karawang, Jawa Barat 41315 dalam masalah isbath nikah

(Penetapan Perkawinan) karena faktor pemicu awalnya adalah dengan nikah

dibawah tangan atau nikah tidak dicatat.

Berikut data pelaku masyarakat yang mengajukan isbath nikah

(Penetapan Perkawinan) yang dicatat oleh Pengadilan Agama dari bulan

Januari sampai bulan Desember tahun 2014.

Page 109: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

109

Page 110: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

110

Page 111: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

111

Page 112: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

112

Dari data diatas dapat diketahui bahwa banyaknya masyarakat di

Kabupaten Karawang yang melakukan nikah di bawah tangan (Nikah tidak

dicatat) yang ingin mengajukan permohonan untuk melakukan itsbat Nikah di

Pengadilan Agama. Karena masyarakat yang melakukan hal tersebut merasa

banyak kendala yang dihadapi dalam melakukan segala kepentingan-

kepentingannya, terutama dalam bidang administrasi kenegaraan.

Data diatas juga telah menjelaskan dengan gamblang masyarakat yang

melakukan nikah di bawah tangan berdasarkan alamat domisili pemohon

itsbat nikah dengan jumlah yang sangat lumayan besar yaitu 412 orang

pertahun dengan 30 Kecamatan yang berada dibawah naungan Pemerintah

Kabupaten Karawang.

Setelah penulis mendapatkan data tentang istbat nikah (penetapan

nikah) dari Pengadilan Agama kabupaten Karawang, penulis langsung

melanjutkan penelitian dengan melakukan wawancara kepada beberapa pihak,

diantaranya kepala Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Tegalwaru, dua

orang masyarakat yang melakukan nikah dibawah tangan dan seorang staff

yang bekerja di Pengadilan Agama.

Kepala Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Tegalwaru yang

bernama Bapak Bubun Gustani S.Ag memang membenarkan adanya nikah di

bawah tangan yang dilakukan oleh masyarakat yang ada didaerahnya, yang

mana masyarakat melakukan hal tersebut dengan beberapa permasalahan

diantaranya: pertama, faktor pendapatan perhari yang minim. Kedua, kurang

Page 113: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

113

tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pecatatan pernikahan.

Ketiga, faktor rendahnya pedidikan dan yang keempat faktor jarak yang

ditempuh oleh masyarakat yang berada jauh diperbatasan desa antara

Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang

dengan Kabupaten Purwakarta.141

Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan masyarakat yang

melakukan nikah dibawah tangan, pertama warga yang bernama Solihin

Bekerja sebagai buruh serta alasan (berkata) mengapa dia melakukan nikah di

bawah tangan adalah “Boro-boro buat daftar biaya nikah ke KUA, buat

makan setiap hari juga akang harus cari sana sini pekerjaan, soalnyakan

akang mah cuma buruh tani yang penghasilannya tidak jelas dan tidak tetap,

jadi akang nikahnya engga ke KUA sebab engga punya uang, terus kata

orang-orang Nikah ke KUA mah ribet prosedurnya“.142

Kemudian penulis

wawancara kembali dengan masyarakat yang melakukan nikah di bawah

tangan, yang kedua warga bernama bibi Yati Bekerja sebagai Ibu Rumah

Tangga serta alasan (berkata) mengapa dia melakukan nikah di bawah tangan

adalah “jarak yang harus ditempuh ke Kantor Urusan Agama (KUA) kurang

lebih memakan waktu sekitar satu jam perjalanan dengan akses yang yang

141

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru-Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Mei 2015 142

Wawancara dengan pelaku nikah bawah tangan bernama Solihin pada hari

Minggu, 07 April 2015

Page 114: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

114

kurang bagus (jalannya jelek) dan bibi tidak tahu menahu tentang pentingnya

pencatatan nikah karena bibi hanya sekolah SD ”.143

Terakhir, penulis melakukan wawancara dengan salah seorang staff

yang bekerja di Pengadilan Agama Karawang yang bernama Farhan Asyhadi,

S.Ei., M.H memang membenarkan bahwa dari beberapa kecamatan yang ada

di Kabupaten Karawang sebanyak 30 kecamatan yang memiliki jumlah

tertinggi dalam masalah permohonan istbat nikah adalah kecamatan

Tegalwaru yang mencapai sebanyak 55 0rang pada tahun 2014.

Adapun Peran Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru

yang memiliki jumlah tertinggi dalam hal masyarakat yang melakukan nikah

di bawah tangan diantara kecamatan-kecamatan yang ada diwilayah

Pemerintah Kabupaten Karawang yaitu sekitar 55 Orang pada tahun 2014.

Hal-hal yang dilakukan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru

dalam meminimalisir nikah di bawah tangan, diantaranya adalah:144

Pertama, melakukan penyuluhan-penyuluhan Pencatatan Pernikahan

dan Keluarga Bahagia yang dilakukan oleh Badan Penasehat, Pembinaan dan

Pelestarian Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama kepada calon

pengantin dan wali.

Kedua, melakukan sosialisasi tentang pentingnya pencatatan

pernikahan dan dampak buruknya terhadap keluarga, ibu dan anak melalui

143

Wawancara dengan pelaku nikah bawah tangan bernama Yati pada hari Minggu,

17 Mei 2015 144

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru-Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Mei 2015

Page 115: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

115

seminar-seminar dan pengajian-pengajian yang diadakan oleh Departemen

Agama melalui perwakilannya di kecamatan yang diselenggarakan di

masyarakat.

Ketiga, Kantor Urusan Agama saling bekerjasama dengan rekan

kerjanya yang berada di setiap desa yaitu P3N (Pembantu Pegawai Pencatat

Nikah/ Amil Desa) bersama staff aparatur desa melakukan penyuluhan-

penyuluhan setiap 2 Bulan sekali kepada masyarakat yang diselenggarakan di

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dan juga sering diselenggarakan di

balai desa sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati.

B. Kendala yang dihadapi oleh KUA dalam Meminimalisir Nikah di Bawah

Tangan

Setiap lembaga, instansi ataupun organisasi apapun jenisnya, baik itu

berskala kecil ataupun besar dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai

poin-poin penting dalam tujuannya pasti akan menemui berbagai hambatan,

baik itu hambatan kecil maupun hambatan besar, baik berupa hambatan dari

luar organisasi ataupun hambatan dari dalam organisasi sendiri. Dalam hal ini,

bagaimanapun rapihnya suatu organisasi baik dalam struktur, pembagian

tugas dan wewenang, serta kekuasaan tidak akan terlepas dari namanya suatu

hambatan, karena organisasi adalah suatu system yang terbuka secara umum

yang semua orang bisa ikut serta dan berkontribusi dalam melaksanakan suatu

kegiatan yang pasti akan selalu berhubungan dengan orang banyak yang

berada disekitar lingkungannya. Hambatan sekecil apapun bentuknya akan

Page 116: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

116

berpengaruh terhadap jalannya kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

organisasi tersebut.

Hambatan sekecil apapun bentuknya yang ada dalam suatu organisasi,

pasti akan mempengaruhi serta merugikan organisasi tersebut karena

pelaksanaan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi akan

terhambat. Mengakibatkan gagalnya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

dalam dasar-dasar keorganisasiannya.

Berdasarkan pengumpulan data yang penulis lakukan melalui

wawancara, ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh KUA Kecamatan

Tegalwaru dalam meminimalisir nikah di bawah tangan yang dilakukan oleh

masyarakat yang dinaunginya. Menurut Bapak Bubun Gustani S.Ag, selaku

menjabat sebagai Ketua KUA, ada beberapa hal yang menjadi kendala yang

dihadapi oleh KUA, diantaranya:145

Pertama, sangat terbatasnya pendapatan perekonomian masyarakat

dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga mereka beralasan bahwa

ketidakmampunya untuk membayar biaya administrasi yang ada di KUA serta

biaya transportasi untuk menempuh jarak ke KUA. Sebab kondisi ekonomi

masyarakat di Kecamatan Tegalwaru yang sebagian besar dan hampir rata-

rata semua orang adalah bekerja sebagai buruh tani karena sebagian besar

tanah di Karawang khusunya di daerah Kecamatan Tegalwaru adalah

persawahan dan perkebunan. Karena dengan kondisi perekonomian

145

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru-Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Juli 2015

Page 117: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

117

masyarakat seperti inilah yang secara status sosial berada pada garis

menengah dan menengah kebawah yang penghasilan perharinya pun pas-

pasan bahkan bisa dibilang kurang. Hal inilah yang membuat masyarakat

menjadi tidak mau untuk mendaftarkan pernikahan mereka di KUA karena

akan menyedot biaya yang cukup banyak.

Kedua, adanya rasa malu dan malas bagi kedua keluarga dan

mempelai untuk mendaftarkan diri atau mendaftarkan putra-putrinya untuk

melakukan pernikahan di Kantor Urusan Agama setempat. Sebab mengingat

sumber permasalahannya ada pada dalam mental diri si pelaku nikah, adanya

rasa malas dan malu ini disebabkan karena status penikahan mereka yang

ternyata berasal dari suatu “kecelakaan” yang telah mereka lakukan.

Ketiga, kurangnya kesadaran dan pemahaman hukum di masyarakat

masih banyak di antara masyarakat di Kecamatan Tegalwaru yang belum

menyadari dan memahami sepenuhnya betapa pentingnya pencatatan

perkawinan. Walaupun dalam kenyataannya perkawinan itu dicatatkan di

KUA sebagian dari mereka boleh jadi hanya sekedar ikut-ikutan belaka. Atau

mungkin mereka menganggapnya sebagai tradisi yang lazim dilakukan oleh

masyarakat setempat. Belum diniatkan dengan kesadaran sepenuhnya akan

segi-segi manfaat dari pencatatan perkawinan tersebut. Padahal pencatatan

perkawinan yang merupakan perintah undang-undang No. 1 Tahun 1974

sesungguhnya mempunyai tujuan penting, yakni proses dokumentasi atas

perbuatan hukum perkawinan itu sendiri sehingga kemudian akan

Page 118: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

118

memberikan perlindungan hukum bagi suami isteri yang bersangkutan beserta

anak turunnya di kemudian hari.

Keempat, rendahnya tingkat pendidikan yang dipelajari masyarakat

yang ada di kecamatan Tegalwaru, yang mana para pelaku nikah di bawah

tangan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang bersekolah

hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bahkan ada yang hanya

sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka tidak begitu

mengetahui betapa pentingnya pencatatan perkawinan, karena pendidikannya

kurang.146

Dan yang terakhir adalah sangat kurangnya tenaga Sumber Daya

Manusia (SDM) yang bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru

yang hanya berjumlah 5 Orang dengan 3 orang berstatus sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang sebagai Pegawai tidak tetap (Honorer).

Dari beberapa masalah atau kendala yang telah dijelaskan di ataslah

yang menjadi faktor yang menyulitkan yang dihadapi oleh Kantor Urusan

Agama Kecamatan Tegalwaru dalam meminimalisir nikah di bawah tangan

yang dilakukan oleh masyarakat.

C. Analisis Penulis

Dari data yang telah didapat dari hasil wawancara dengan beberapa

pihak, diantaranya kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

146

Wawancara dengan Ketua KUA Tegalwaru-Karawang Bubun Gustani S.Ag pada

tanggal 20 Juli 2015

Page 119: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

119

Tegalwaru, masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan dan seorang

staf yang bekerja di Pengadilan Agama serta data real yang diperoleh dari

Pengadilan Agama, dapat dijelaskan bahwa sebagian dari warga masyarakat

yang berada di wilayah Kecamatan Tegalwaru yang sebagian besar bekerja

sebagai buruh tani tidak mengetahui akan pentingnya pencatatan perkawinan

sebab mereka hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau bahkan ada

yang hanya sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) serta rendahnya

acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh pihak KUA tentang pentingnya

pencatatan perkawinan. Hal inilah yang membuat sebagian masyarakat

enggan dan malas untuk mendaftarkan pernikahannya ke Kantor Urusan

Agama (KUA).

Selanjutnya Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru

menilai bahwa salah satu faktor yang sangat dititik beratkan terhadap

masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan adalah masih sangat

rendah dan minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pencatatan

pernikahan karena masyarakat beranggapan bahwa apabila mereka melakukan

pencatatan pernikahan pasti prosedurnya akan ribet dan berbelit-belit serta

lama prosesnya. Namun kepala Kantor Urusan Agama (KUA) juga mengakui

bahwa pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin dalam melakukan

sosialisasi ke desa-desa yang berada dibawah naungan Kecamatan Tegalwaru

terutama untuk desa-desa yang berada di dekat dengan perbatasan-perbatasan

kabupaten lain (Cianjur dan Purwakarta), namun hasilnya belum begitu

maksimal. Sebab ketika acara sosialiasi yang diadakan oleh pihak KUA ke

Page 120: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

120

desa-desa diselenggarakan, masyarakat yang menghadirinya sangatlah minim

pengunjung karena sibuk bekerja ke pasar, ke ladang atau ke sawah sehingga

mereka tidak sempat untuk hadir.

Berdasarkan penjelasan di atas, menurut penulis kegiatan mengenai

sosialisasi tentang pentingnya pencatatan pernikahan yang diselenggarakan

oleh pihak Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengatasi dan meminimalisir

nikah di bawah tangan yang dilakukan di masyarakat ternyata masih minim

dan kurang efektif, khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah

perbatasan dengan Kabupaten lain karena terkendala oleh jarak dan akses

perjalanan serta sibuknya mereka dalam bekerja (buruh) untuk menghidupi

kebutuhan sehari-harinya. Maka tidak heran apabila ditemukan masih ada

sebagian masyarakat yang belum dan tidak mau mencatatkan pernikahannya

di Kantor Urusan Agama (KUA) sebab para pelaku nikah di bawah tangan

tidak mengetahui akan dampak yang akan diterima kelak.

Walaupun demikian, pihak Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan

Tegalwaru selalu berusaha menyelenggarakan acara sosialisasi dan

memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat tentang pentingnya

pencatatan pernikahan di KUA. kemudian Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Tegalwaru melakukan penyuluhan-penyuluhan Pencatatan

Pernikahan dan Keluarga Bahagia yang dilakukan oleh Badan Penasehat,

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama

kepada calon pengantin dan wali.

Page 121: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

121

Cara seperti inilah yang sering dilakukan oleh pihak Kantor Urusan

Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru dalam mengatasi dan meminimalisir

nikah dibawah tangan yang sering terjadi di masyarakat. Meskipun pada

kenyataannya masih ada saja sebagian masyarakat yang enggan dan malas

untuk mendaftarkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA).

Page 122: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

122

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

semua makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun pada tumbuh-

tumbuhan. Nikah ialah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan

bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya. Oleh

karena itu, bagi pengikut Nabi Muhammad SAW yang baik harus melakukan

pernikahan. Selain mencontohkan tingkah laku Nabi Muhammad SAW, juga

pernikahan itu merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan

jasmani.

Pernikahan adalah sunnah karunia yang apabila dilaksanakan akan

mendapat pahala tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak mendapatkan dosa

tetapi dimakruhkan karena tidak mengikuti sunnah Rasul. Arti dari pernikahan

disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis yang berbeda yaitu laki-laki

dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad. Suatu

pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah,

mawaddah, dan warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah.

Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah

menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya. Dengan

selalu berusaha memperhatikan berbagai aspek-aspek, baik aspek agama,

aspek social dan aspek hukum.

Page 123: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

123

Dari uraian yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya, maka

dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Kecamatan Tegawaru merupakan salah satu kecamatan dari 30 kecamatan

yang ada di bawah naungan Kabupaten Karawang, yang letak

geografisnya berada di sebelah selatan Ibu Kota Kabupaten yang jaraknya

± 37 Km. Kecamatan Tegalwaru memiliki 9 desa, meliputi 30 dusun, 40

RW dan 111 RT dengan Luas wilayah sekitar ± 10.165.592 Ha.

Kecamatan Tegawaru merupakan kecamatan yang memiliki jumlah

tertinggi dalam hal masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan

diantara kecamatan-kecamatan yang ada diwilayah Pemerintah Kabupaten

Karawang yaitu sekitar 55 Orang pada tahun 2014 yang mengajukan istbat

nikah ke Pengadilan Agama.

2. Peran Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya yang memiliki jumlah tertinggi

masyarakat yang melakukan nikah di bawah tangan di Kabupaten

Karawang. Adapun langkah-langkah yang dilaksanakan guna mengatasi

dan meminimalisir persoalan tentang nikah dibawah tangan, diantaranya

adalah:

Pertama, Kantor Urusan Agama melakukan sosialisasi tentang

pentingnya pencatatan pernikahan dan dampak buruknya terhadap

keluarga, terutama ibu dan anak melaluli seminar-seminar dan pengajian-

pengajian yang diadakan oleh Departemen Agama melalui perwakilannya

di kecamatan.

Page 124: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

124

Kedua, Kantor Urusan Agama melakukan penyuluhan-penyuluhan

Pencatatan Pernikahan dan Keluarga Bahagia yang dilakukan oleh Badan

Penasehat Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama kepada calon

pengantin dan wali.

Ketiga, Kantor Urusan Agama saling bekerjasama bersama rekan

kerjanya yang berada di setiap desa yaitu P3N (Pembantu Pegawai

Pencatat Nikah/ Amil Desa) bersama staff aparatur desa melakukan

penyuluhan-penyuluhan setiap 2 Bulan sekali kepada masyarakat yang

diselenggarakan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan dan juga

sering diselenggarakan di balai desa sesuai dengan kesepakatan yang telah

disepakati.

3. Adapaun kendala atau masalah yang dihadapi oleh Kantor Urusan Agama

(KUA) Kecamatan Tegalwaru dalam mengatasi dan meminimalisir

persoalan tentang nikah di bawah tangan yang hampir selalu ada pelaku

pada setiap tahunnya, adapun masalah yang dihadapi diantaranya adalah:

Pertama, sangat terbatasnya pendapatan perekonomian masyarakat

dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga mereka beralasan bahwa

ketidakmampunya untuk membayar biaya administrasi yang ada di KUA

serta biaya transfortasi untuk menempuh jarak ke KUA.

Kedua, adanya rasa malu dan malas bagi kedua keluarga dan

mempelai untuk mendaftarkan diri atau mendaftarkan putra-putrinya

untuk melakukan pernikahan di Kantor Urusan Agama setempat. Sebab

mengingat sumber permasalahannya ada pada dalam mental diri si pelaku

Page 125: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

125

nikah, adanya rasa malas dan malu ini disebabkan karena status penikahan

mereka yang ternyata berasal dari suatu “kecelakaan” yang telah mereka

lakukan.

Ketiga, Kurangnya Kesadaran dan Pemahaman Hukum di

masyarakat. Masih banyak di antara masyarakat di Kecamatan Tegalwaru

yang belum menyadari dan memahami sepenuhnya betapa pentingnya

pencatatan perkawinan. yakni proses dokumentasi atas perbuatan hukum

perkawinan sehingga kemudian akan memberikan perlindungan hukum

bagi suami isteri yang bersangkutan beserta anak turunnya di kemudian

hari.

Keempat, rendahnya tingkat pendidikan yang dipelajari

masyarakat yang ada di keacamatan Tegalwaru, yang mana para pelaku

nikah dibawah tangan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang

yang bersekolah hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau

bahkan ada yang hanya sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Mereka tidak begitu mengetahui betapa pentingnya pencatatan

perkawinan, karena pendidikannya kurang.

Dan yang kelima, factor jarak yang ditempuh oleh masyarakat

yang berada jauh diperbatasan desa antara Kabupaten Karawang dengan

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang dengan Kabupaten

Purwakarta.

Serta yang terakhir adalah sangat kurangnya tenaga Sumber Daya

Manusia (SDM) yang bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru

Page 126: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

126

yang hanya berjumlah 5 Orang dengan 3 orang berstatus sebagai Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang sebagai Pegawai tidak tetap (Honorer).

B. Saran

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengajukan beberapa saran yang

bersifat konstruktif (membangun) yang diharapkan bisa bermanfaat, yaitu :

1. Kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya yang berada di wilayah

kabupaten Karawang terutama masyarakat yang memeluk agama Islam,

para ulama, dan para pemimpim pemerintahan agar selalu meningkatkan

kegiatan–kegiatan yang bersifat positif yang berlandaskan pada syariat

Islam dalam berbagai kesempatan yang diselenggarakan di masyarakat,

terutama mengenai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan agar masyarakat luas lebih mengetahui, mengerti serta

menjalankan poin-poin penting didalamnya, dengan harapan agar

terwujudnya masyarakat yang sadar hokum serta terwujudnya

kemaslahatan secara luas di masyarakat.

2. Kepada Kantor Urusan Agama (KUA) khususnya yang berada di

Kecamatan Tegalwaru selaku administrator pemerintahan, dan

administrator kemasyarakatan hendaknya selalu berupaya memberikan

pelayanan publik yang sebaik-baiknya kepada masyarakat khususnya

dalam masalah administrasi surat-surat pernikahan.

3. Kepada Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) diharapkan selalu bisa

memonitor para pegawainya, apakah sudah menjalankan tugas dan

fungsinya secara baik dan benar. Kemudian untuk para staff jajaran

Page 127: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

127

pegawainyanya, diharapkan semoga bisa semangat dalam bekerja dengan

professional dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

4. Kepada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) selaku aparatur pemerintah, abdi

Negara dan abdi masyarakat semoga dapat memberikan contoh yang baik,

memahami segala peraturan-peraturan yang berlaku tentang perkawinan

terutama yang berkaitan dengan masalah pencatatan perkawinan, melayani

setiap masyarakat yang membutuhkan akan jasanya serta teliti dan cermat

dalam pemeriksaan dan pencatatan perkawinan khususnya masyarakat

yang berada diwilayah Kecamatan Tegalwaru yang sebenarnya masih

membutuhkan informasi lebih mengenai perkawinan dengan bersifat aktif

melalui kegiatan penyuluhan-penyuluhan langsung kepada masyarakat.

Bukan malah bersifat pasif yang hanya menunggu permintaan dari

masyarakat. Juga intensitas sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat

harus lebih diperbanyak lagi agar peran Kantor Urusan Agama (KUA)

dapat lebih dirasakan oleh masyarakat sekitar.

5. Khusus kepada masyarakat harus lebih peduli dengan status

perkawinannya masing-masing sebab akan berdampak pada kehidupan

anak, cucu dan seterusnya, dan merasakan petingnya memiliki Buku

Tanda Nikah.

Page 128: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

128

DAFTAR PUSTAKA

A. Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman ditanah Gayo, Ciputat: Qolbun

Salim, 2007.

A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam

Menyelesaikan Masalah-Masalah Yang Praktis, Jakarta, Kencana, 2010.

Abd. Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, Jakarata: Prenada Media ,2003.

Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta:

Kencana, 2008.

Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan At-Tirmidzi, Beirut: Dar Al-Fikr,

1994.

Adb. Rachman Assegaf, Studi Islam Kontekstual Elaborasi Paradigma Baru

Muslim Kaffah, Yogyakarta: Gama Media, 2005.

Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1995.

Ahmad Rafi Baihaqi, Membangun Syurga Rumah Tangga, Surabaya:Gita Mediah

Press, 2006.

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

19981.

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyah Dalam Perspektif Fiqih, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya Dengan Aglo Media, 2004.

Ahmad, Kamus al-Munawwar, Semarang, Toha Putra, 2003.

Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada

Media, 2003.

Ali Yafie, Pandangan Islam terhadap Kependudukan dan Kekeluargaan

Berencana, Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdhatul Ulama

dan BKKBN, 1982.

Al-Imam Muslim dan Imam nawawi, Shahih Muslim, Abu Husein, Beirut: Dar Al-

Fikr, 1983.

Page 129: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

129

Al-Jaziri, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim, Jakarta: Darul

Falah, 2008.

Amir Syariffudin, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia Antara Fikih

Munakahat dan Undang-Undang Pernikahan, Jakarta: Kencana, 2006.

Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,

Studi Krisis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU. No. 1/1974

sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006.

Arso Sosroatmodjoda Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta:

Bulan Bintang, 1975.

Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, Jakarta: PT. Dian Karya, 1986.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,

2008.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika

Prasindo, 2004.

Daru Qurthny, Sunan Daru Qurthny, Beirut: Dar Al-Fikr, 1994.

Dedi Junaidi, Bimbingan Perkawinan, Jakarta : Akademi Pressindo 2003.

Depag RI, Tugas-Tugas Pejabat Pencatat Nikah, Bimbingan Masyarakat Islam

dan Penyelenggaraan Haji :Departemen Agama RI, Jakarta, 2004.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama, 1992.

H.S.A. Al-hamdani, Risalah Nikah, Terjemah Agus Salim, Jakarta:Pustaka Amani,

2002.

Happy Susanto, Nikah Sirri Apa Untungnya??, Jakarta: Visimedia, 2007.

Hasan M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, Jakarta: Prenada

Media, 2003.

Hasbi As-Shiddieqi, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama

Republik Indonesia, 1989.

Page 130: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

130

Hj. Huzaimah tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Fiqih

Kontemporer Bandung: Angkasa, 2005.

Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan

Agama dan Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: IND-HILL, CO, 1985.

Imam Abi Abdillah bin Idris Asy-safi‟i, Al-Ulum, Beirut: Daar Al-Kutub Al-

Islamiyah, 1993.

Jiah Mubarok, Modernisasi Hukum Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraysi, 2005.

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan

bintang, 1993.

M. Idris Rmulyo, Tinjauan Hukum Perkawinan, Jakarta: Grafindo Persada, 1974.

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, Yogyakarta:

Darussalam, 2004.

Mona Eliza, Pelanggaran terhadap Undang-Undang Perkawinan dan Akibat

Hukumnya, Banten:Adelina Bersaudara, 2009.

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fikih, terjemahan Saefullah Ma’shum, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994.

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Teori Hukum

Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu’u Wa Al-Marjan, Alih Bahan Salim

Bahreisy, Surabaya, PT Bina Ilmu, 1996.

Muhammad Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, Jakarta: Cendikiawan Sentra

Muslim, 2002.

Muhammad Mutawwali Sya‟rawi, Fikih Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara,

2006.

Muhammad Nasrudin Al-Albani, Shohih Muslim, Mesir: Darul-Hadist, 2001.

Muhammad Zain dan Mukhtar As-Shodiq, Membangun Keluarga Harmonis,

Jakarta: Graha Cipta, 2005.

Nursyahbani Katjagungkana dan Mumtahanah, Kasus-Kasus Hukum Kekerasan

Terhadap Perempuan, Jakarta: LBH APIK, 2002.

Page 131: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

131

O.S. Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1996.

R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Peraturan Perundang-undangan

Di Indonesia, Surabaya Airlangga University Press, Surabaya, 1988.

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Saidus Sahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya,

Jakarta: Alumni, 1981.

Samsul Munir Amir dan Haryono Al-Fandi, Kenapa Harus Stres? Terapi Sters

Ala Islam, Jakarta: Amzah, 2007.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, Nor Hasabuddin dkk, Jakarta: Peba Pundi

Aksara Januari, 2008.

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fikih Munakat 1, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Sostroamitdjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta:Bulan

Bintang, 1978.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1985.

Sulaiman Al-Mufarraj, Bekal Pernikahan: Hukum, Tradisi, Hikmah, Kisah, Syair,

Wasiat, Kata Mutiara, Alih Bahasa, Kuais mandiri Cipta Persada, Jakarta:

Qisthi Press, 2003.

Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Islam di

Indonesia, Serang: Saudara Serang, 1995.

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,

1998.

Tenaga Staff Dibidang Penelitian dan Pengembangan Hukum, Himpuna Karya

Tulis Bidang Hukum, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 1998

Tihami dan Sorahi Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta: PT. Raja Granfindo

Persada, 2010.

Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya: Reality, 2008.

Tomi Hendra Purwaka, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: universitas

atmajaya, 2007.

Wahbah Al-Juhaili, Al-fiqh Alislami Wa Adilatuh, Beirut: Dar Al-Fiqr, 1989.

Page 132: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

132

Yayan Sopyan, Islam dan Negara: Suatu Transformasi Hukum Islam dalm

Hukum Nasional, Jakarta, 2009.

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih, Jakarta: Depag RI, 1985.

Page 133: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

133

Page 134: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

134

Page 135: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

135

Page 136: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …
Page 137: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

137

PETA WILAYAH SEMUA KECAMATAN

SE-KABUPATEN KARAWANG

KETERANGAN :

Kecamatan Tegalwaru berada pada bagian ujung selatan (Paling Bawah) di

Kabupaten Karawang yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten

Purwakarta.

Page 138: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

138

DRAF WAWANCARA

KEPADA KUA TEGALWARU

NAMA : Bubun Gustani, S.Ag

PEKERJAAN : Ketua KUA Tegalwaru

HARI/ TANGGAL : Senin, 20 Juli 2015

1. Kapan kantor KUA Tegalwaru ini berdiri?

Jawaban : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru berdiri pada

bulan September pada tahun 2008 setelah adanya pemekaran

daerah dari kecamatan induk yaitu kecamatan pangkalan yang

dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karawang

Nomor 7 tahun 2004 tentang Pembentukan dan pemekaran

Kecamatan, adapun peresmiannya pada tanggal 10 Mei 2005

oleh Bupati Karawang.

2. Selain mengurus nikah, pelayanan apa saja yang diberikan oleh KUA

kepada Masyarakat?

Jawaban : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru melayani

Perwakafan, Keluarga Sakinah, BP 4, Produk Halal, dan tentunya

juga melayani pelayanan rujuk serta pelayanan publik lain yang

telah diamanatkan oleh Undang-Undang.

3. Menurut bapak bagaimana pernikahan itu dianggap sah?

Jawaban : pernikahan itu dianggap sah apabila sudah memenuhi rukun

nikah, diantaranya ada 5 yaitu : pertama adanya calon pengantin

Page 139: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

139

laki-laki, kedua adanya calon pengantin perempuan, ketiga

adanya wali dari pengantin perempuan, keempat adanya 2 orang

saksi, serta kelima adanya shigat ijab qobul. Ijab artinya

perkataan dari wali dan qobul artinya perkataan / jawaban dari

pengantin laki-laki. Dan juga dianggap sah serta resmi apabila

telah memehuni peraturan perundang-undangan pernikahan yaitu

Undan-Undang Nomor 1 Tahun 1974.Cuman ada ketentuan-

ketentuan yang harus dipenuhi diantaranya mengenai batas umur

calon pengantin, untuk laki-laki minimal harus sudah berumur 19

Tahun keatas dan untuk perempuan harus sudah berumur 16

tahun keatas.

4. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pasangan yang akan

melakukan perkawinan?

Jawaban : persyaratan-persyaratannya tidak boleh melanggar atauran-aturan

yang ada dalam ajaran agama terutama dalam agama islam

seperti adanya masa iddah untuk wanita yang dicerai oleh

suaminya atau yang ditinggal mati. Begitu pula dengan calon

pengantin dari laki-laki apabila dia masih lajang (perjaka), dia

bisa langsung menikah, adapun apabila sudah menikah

sebelumnya maka harus ada putusan Pengadilan Agama tentang

Putusan cerai dengan istri sebelumnya.

Page 140: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

140

5. Bagaimana pendapat bapak mengenai nikah dibawah tangan khususnya

yang ada didaerah sini?

Jawaban : Menurut Bapak mengenai nikah dibawah tangan yang terjadi

didaerah sini memang ada terjadi, akan tetapi bapak

mengetahuinya setelah adanya omongan dari para warga bahwa

si A dan si B telah menikah namun tidak terdaftar dikantor KUA.

6. Bagaimana pandangan KUA tentang perkawinan yang hanya dinikahkan

oleh kiyai tanpa dicatat oleh KUA?

Jawaban : pandangan KUA Tegalwaru tentang perkawinan yang hanya

dinikahkan oleh kiyai, ya tentunya apabila sesuai dengan

ketentuan agama dan dikuatkan lagi oleh ketentuan Peraturan

Negara itu lebih baik dan bagus pernikahan dilakukan di KUA,

jadi pernikahn itu dilakukan oleh wali perempuannya bukan oleh

kiyai atau ustadz. Mereka bisa menikahkan akan tetapi dengan

syarat mereka harus menjadi wali perempuannya kemudian

didaftarkan ke KUA untuk di cacat di Lembar Negara. Akan

tetapi KUA menyarankan serta menganjurkan agar pernikahan

dilakukan di KUA saja.

7. Bagaimana kedudukan perkawinan nikah dibawah tangan menurut hukum

islam dan hukum positif?

Jawaban : kedudukan perkawinan dibawah tangan menurut hukum islam

memang sah dengan ketentuan bahwa syarat-syaratnya harus

Page 141: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

141

dipenuhi yang lima tadi, yang telah disebutkan diawal. Akan

tetapi perkawinan nikah dibawah tangan menurut hukum positif

itu dianggap tidak sah oleh Negara sebab perkawinan yang telah

mereka lakukan tidak dicatat oleh Negara terutama untuk

masyarakat yang memeluk agama islam.

8. Menurut bapak, berapa kira-kira masyarakat yang melakukan nikah dibawah

tangan pertahunnya didaerah sini?

Jawaban : untuk mengkira-kira berapa jumlah masyarakat yang melakukan

nikah dibawah tangan pertahunnya bapak tidak bisa menjawab,

sebab di KUA tidak memiliki data yang kongkrit tentang

masyarakat yang melakukan hal tersebut. Akan tetapi ketika

ada acara yang diselenggarakan oleh pihak Kecamatan

bekerjasama dengan instansi Pemerintah Kota yang disebut

sebagai “Gebyar Pelayanan Publik (GPP)”, ada sebagian

masyarakat yang mendaftarkan dirinya untuk mengajukan

permohonan istbat nikah ke Tenda Pengadilan (daftar siding

keliling) sekitar 15-20 orang.

9. apa saja langkah kongkrit KUA yang dilakukan untuk mengatasi nikah

dibawah tangan?

Jawaban: adapun langkah kongkrit yang dilakukan oleh KUA untuk

mengatasi nikah dibawah tangan adalah pertama melakukan

Page 142: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

142

sosialisasi tentang pentingnya pencatatan nikah, kedua melakukan

penyuluhan kepada para calon pengantin.

10. Berapa biaya pernikahan yang dikeluarkan apabila dilakukan di KUA ?

bagaimana apabila dilakukan diluar kantor? dan bayarnya kemana?

Jawaban: untuk biaya pernikahan yang dikeluarkan apabila dilakukan di

KUA itu sebesar Rp. 0 rupiah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor

48 tahun 2014 dan apabila dilakukan diluar kantor sebesar Rp.

600.000,- dan bisa disetor melalui bank-bank yang telah

melakukan mitra kerja yaitu Bank BRI, BNI, dan BTN.

11. Menurut bapak, faktor apa saja yang melatarbelakangi masyarakat

melakukan nikah dibawah tangan serta apa saja hambatannya?

Jawaban: kalo dibilang hambatan ya pasti ada, tapi kalo faktor-faktor yang

melatarbelakangi masyarakat melakukan nikah dibawah tangan

banyak diantaranya pertama minimnya pendapatan masyarakat

karena sebagian besar bekerja sebagai buruh tani, kedua adanya

rasa malu dan malas karena hubungan “kecelakaan” yang

dilakukan, ketiga kurang tingginya kesadaran masyarakat akan

pentingnya pencatatan perkawinan, keempat rendahnya tingkat

pendidikan dan yang terakhir kurang nya SDM di KUA sendiri.

12. Apa solusi yang diberikan oleh KUA bagi anak yang tidak memikili akta

nikah akibat orang tuanya melakukan nikah dibawah tangan?

Page 143: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

143

Jawaban: Ya solusinya adalah menyarankan kepada orang tua tersebut untuk

melakukan istbat nikah terlebih dahulu ke Pengadilan Agama,

setelah keluarnya putusan tentang istbat nikah barulah KUA

membuatkan akta nikah kedua orang tua anak tersebut.

13. Apa upaya yang KUA lakukan dalam mengatasi dan meminimalisir

problematika nikah dibawah tangan?

Jawaban: Adapun upaya yang KUA lakukan adalah pertama melakukan

sosialisasi tentang pentingnya pencatatan nikah, kedua melakukan

penyuluhan kepada para calon pengantin.

14. Bagaimana pandangan bapak menegnai nikah dibawah tangan tersebut?

Jawaban: Ya saya sebagai kepala KUA Tegalwaru sangat tidak

menyarankan kepada masyarakat untuk melakukan hal tersebut.

15. Bagaimana pembagian kerja yang dilakukan oleh KUA dalam dalam

melakukan penyuluhan?

Jawaban: Adapun pembagian kerjanya adalah KUA bersama staf

Penyuluhan Agama Islam dan staf NR/BP4 bersama mitra kerja

yang ada disetiap desa (P3N, Pembantu Pegawai Pencatat Nikah)

melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat sesuai

dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Page 144: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

144

Page 145: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

145

DRAF WAWANCARA

KEPADA PENGADILAN AGAMA KARAWANG

NAMA : Farhan Asyhadi, S.Ei., M.H

PEKERJAAN : Pegawai Pengadilan Agama Karawang

HARI/ TANGGAL : Senin, 24 Agustus 2015

1. Bagaimana Peran Pengadilan Agama dalam penanganan Istbat nikah (nikah

dibawah tangan) yang dilakukan oleh masyarakat?

Jawaban: Adapun Peran Pengadilan Agama dalam penganganan Istbat nikah yang

diajukan oleh para pemohon adalah menerima semua berkas pemohon

apabila sudah memenuhi semua persyaratan, sebab masyarakat

membutuhkan keabsahan atau disahkan pernikahannya.

2. Bagaimana alur permohonan istbat nikah dipengadilan?

Jawaban: Para pemohon datang ke Pengadilan Agama kemudian daftar

(registrasi), dicek kelengkapannya, diterima apabila sudah lengkap,

kemudian diajukan permohonannya. Namun apabila pemohon adalah

orang yang tidak mampu maka harus melampirkan SKTM kemudian

oleh Pengadilan diberikan permohonan yang bersifat prodeo.

3. Dari sekian banyak kecamatan yang ada di Kabupaten Karawang, kecamatan

manakah yang paling mendominasi dalam masalah istbat nikah?

Page 146: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …
Page 147: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

147

DRAF WAWANCARA

RESPONDEN 1

NAMA : Mang Solihin

PEKERJAAN : Serabutan / Buruh Tani

HARI/ TANGGAL : Minggu, 07 April 2015

PENDIDIKAN TERAKHIR : Sekolah Dasar (SD)

1. Pada usia berapa amang nikah dibawah tangan?

Jawaban : Dulu amang nikah sekitar umur 30 Tahunan lah mam, biasa nyari

uang dulu sama nyari calon istri yang tau keadaan amang kaya gini.

2. Dimanakah amang melangsungkan nikah dibawah tangan?

Jawaban : Mmmmm… dulu amang menikahnya dirumah istri amang sekarang

(Bi Eti) kan biasanya gitu, dirumah perempuannya.

3. Berapa penghasilan amang selama 1 bulan?

Jawaban : Ya gak tentu atuh mam, kan amang mah kerjanya juga serabutan

setiap harinya, kadang jadi buruh tani, kadang jadi kenek bangunan,

kadang jadi buruh dipasar. yang penting bisa dapet uang buat makan

keluarga amang.

4. Apakah amang menikah dicatat di KUA?

Page 148: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

148

Jawaban : Perasaan mah engga dicatet deh, soalnyakan dulu amang nikahnya

sama pak kiayi aja, bukan sama petugas KUA. Yang penting amang

nggak melakuakn apa yang dilarang oleh agama.

5. Siapa saja saksi yang menghahdiri pernikahan amang?

Jawaban: Ya saksinya sesuai dengan menurut agama aja mam, ada amang

sebagai calon pengantin laki-laki, terus ada calon istri amang, ada

bapanya istri amang, ada pak kiyai sebagai wali, terakhir ada 2

saudara amang deh.

6. Apa yang amang rasakan dari dampak pernikahan?

Jawaban: Yang amang rasain mah enggak ada mam, Cuma dulu waktu mau

nyekolahin anak pertama, anak amang enggk punya akta lahir terus

harus diproses dulu kata pihak sekolahnya.

7. Apakah amang akan mendaftarkan pernikahan ke KUA?

Jawaban: ya mau enggak mau harus kesana mam, kan dulu amang nikahnya

sama pak kiyai bukan sama petugas KUA, ya jadi pernikahan amang

katanya harus didaftarain dulu.

8. Apa yang menyebabkan amang melakukan nikah tidak ke KUA (Nikah dibawah

tangan) ?

Jawaban: yang pasti sih karena enggak punya uang mam, Boro-boro buat daftar

biaya nikah ke KUA, buat makan setiap hari juga akang harus cari

Page 149: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

149

sana sini pekerjaan, soalnyakan akang mah cuma buruh tani yang

penghasilannya tidak jelas dan tidak tetap, jadi akang nikahnya sama

pak kiyai aja.

9. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang pernikahan amang?

Jawaban: Ya biasa-biasa aja mam, enggak ada omongan apapun dari warga

sekitar, toh amang emang nikah sudah sesuai syariat agama.

10. Apakah ada upaya dari aparat pemerintah terutama dari petugas KUA mengatasi

terjadinya nikah dibawah tangan?

Jawaban : Emang kata warga dikampung amang suka ada pemberitahuan

(Sosialisasi) dari petugas KUA pas waktu ada ngaji minggonan (ngaji

seminggu sekali) ngasih tau kewarga, kalo mau melaksanakan

pernikahan disarankan di KUA.

11. Apakah amang merasa menyesal telah melakukan nikah dibawah tangan?

Jawaban : ya enggak terlalu sih, soalnya kan amang nikah udah sesuai dengan

ketentuan agama, tapi pas ada keperluan anak sekolah, amang suka

ada rasa nyesel kenapa dulu engga nikah ke KUA aja biar urusan anak

gampang.

12. Bagaimana dampak terhadap anak-anak amang, yang sekarang dirasakan?

Page 150: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

150

Page 151: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

151

DRAF WAWANCARA

RESPONDEN 2

NAMA : Bibi Yati

PEKERJAAN : Ibu Rumah Tangga (IRT)

HARI/ TANGGAL : Minggu, 17 Mei 2015

PENDIDIKAN TERAKHIR : Sekolah Dasar (SD) Kelas 2

1. Pada usia berapa bibi nikah dibawah tangan?

Jawaban : Dulu bibi nikah sekitar umur 15 Tahun mam, karena sekolah

SD juga enggak tamat cuma sampe kelas 2 doang.

2. Dimanakah bibi melangsungkan nikah dibawah tangan?

Jawaban: Ya dirumah bibi, kan biasanya juga dikampung sinimah gitu

mam, nikah pasti dirumah perempuan.

3. Berapa penghasilan suami bibi selama 1 bulan?

Jawaban: hahahaha ya engga tentu, kadang dapet uang lumayan kadang

cuma sedikit, kan suami bibi kerjanya cuma buruh jadi enggak

bisa ditaksir.

4. Apakah bibi menikah dicatat di KUA?

Jawaban: Engga tau, kan bibi nikahnya sama pak ustadz dikampung bibi.

Jadi dicatet apa engga nya sama KUA bibi kurang tau.

Page 152: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

152

5. Siapa saja saksi yang menghahdiri pernikahan bibi?

Jawaban: Cuma saudara dan tetangga deket rumah aja mam, engga bagi-

bagi undangan kaya orang-orang.

6. Apa yang bibi rasakan dari dampak pernikahan anda?

Jawaban: Engga ada dampak apapun yang bibi rasakan dari pernikahan

ini, asalkan bibi menikah sah menurut agama biar engga

dibilang kumpul kebo.

7. Apakah bibi akan mendaftarkan pernikahan di KUA?

Jawaban: Ya mungkin akan daftar, tapi nanti saja ah belum ada uangnya

dan belum ada kendala.

8. Apa yang menyebabkan bibi melakukan nikah dibawah tangan?

Jawaban: Yang pasti adalah engga ada uangnya, terus jarak yang harus

ditempuh ke KUA kurang lebih memakan waktu sekitar satu

jam perjalanan dengan jalannya jelek karena rumah bibi berada

diperbatasan sama Purwakarta dan bibi tidak tahu menahu

tentang pentingnya penacatan nikah.

9. Bagaimana pandangan masyarakat sekitar tentang pernikahan anda?

Jawaban: Ya engga gimna-gimana, orang bibi nikahnya sah ko menurut

agama. Jadi warga sekitar juga biasa aja.

Page 153: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

153

Page 154: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

154

Page 155: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

155

Page 156: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

156

Page 157: PERAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM …

157