peran bina keluarga lansia (bkl) dalam …eprints.uny.ac.id/48875/1/skripsi_citra dwi oktavia...
TRANSCRIPT
i
PERAN BINA KELUARGA LANSIA (BKL) DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN
LANSIA (TPL) DI RW 11 KEPUH KELURAHAN KLITREN
KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Citra Dwi Oktavia Saputri
NIM 12102241012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
APRIL 2017
v
MOTTO
Orang lanjut usia bukan untuk dijauhi. Orang lanjut usia siap berkiprah di
masyarakat dengan segala keterbatasannya
Barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambahkan
rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan
hendaklah ia menyambung silaturahmi.
(HR. Ahmad)
vi
PERSEMBAHAN
Atas Karunia Allah SWT
Aku Persembahkan Karya Tulis Kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya serta
doa yang tak pernah lupa Ia sisipkan sehingga penulis berhasil menyusun
karya ini. Terimakasih atas pengorbanan yang telah diberikan.
2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuan yang begitu besar.
vii
PERAN BINA KELUARGA LANSIA (BKL) DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN
LANSIA (TPL) DI RW 11 KEPUH KELURAHAN KLITREN
KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA YOGYAKARTA
Oleh
Citra Dwi Oktavia Saputri
NIM 12102241012
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang peran Bina
Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan kesehatan lansia yang terdiri :1)
peran keluarga lansia 2) peran kader lansia (3) faktor pendukung dan penghambat
lansia dalam mengikuti kegiatan Taman Pendidikan Lansia (TPL).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Informan
ditentukan dengan cara Purpose Sampling. Informan terdiri dari 2 kader lansia, 5
lansia yang berusia 60 ke atas dan 5 keluarga yang mempunyai lansia.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara
mendalam, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam
melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman
wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian adalah analisis interaktif dengan tiga komponen yang terdiri dari
display data, reduksi data, dan pengambilan kesimpulan. Triangulasi sumber
dilakukan untuk memperoleh keabsahan data..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) keluarga berperan sebagai
motivator, memberikan kasih sayang dan perhatian kepada lansia,
memperhatikan pola makan, kesehatan, kebersihan, kenyamanan, bahkan
menyempatkan waktu untuk antar-jemput ke tempat kegiatan TPL 2) peran dari
kader lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia adalah kader sebagai
motivator, mendampingi lansia saat kegiatan, dan melakukan pemeriksaan tensi
serta berat badan. 3) Faktor pendukung lansia dalam mengikuti kegiatan adalah
adanya kemauan dari dalam diri lansia,dukungan keluarga, keaktifan kader dan
rasa solidaritas yang tinggi. Sedangkan faktor penghambatnya disebabakn oleh
beberapa faktor, yaitu faktor umur yang sudah lanjut, kurangnya motivasi dari
keluarga dan lingkungan sekitar, serta kurangnya kesadaran di dalam diri lansia.
Kata kunci : keluarga, lansia, kesehatan
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas
Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari
adanya bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
3. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
akhir skripsi ini.
4. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan
fasilitas untuk kelancaran pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Widyaningsih, M. Si selaku dosen pembimbing, yang telah berkenan
membimbing dan menguji serta memberikan masukan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan.
7. Kepada subjek penelitian atas kesediaannya dalam membantu pelaksanaan
penelitian.
8. Bapak, Ibu, dan kakakku atas doa, perhatian, kasih sayang, dan segala
dukungannya.
9. Teman-teman PLS 2012 atas dukungan, motivasi dan silaturahmi kita.
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN .............................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
MOTTO .............................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 8
C. Batasan Masalah...................................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ............................................................................................ 11
1. Pengertian Peran................................................................................ 11
2. Pengertian Keluarga .......................................................................... 11
3. Fungsi Keluarga ................................................................................ 13
4. Pengertian Bina Keluarga Lansia (BKL) .......................................... 15
5. Lanjut Usia (Lansia) .......................................................................... 19
6. Posyandu Lansia .............................................................................. 36
B. PENELITIAN YANG RELEVAN ......................................................... 46
C. KERANGKA BERFIKIR ....................................................................... 48
xi
D. PERTANYAAN PENELITIAN ............................................................. 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 52
B. Setting, Waktu, dan Lama Penelitian ...................................................... 52
C. Subyek Penelitian .................................................................................... 53
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 54
1. Pengamatan atau Observasi......................................................... 54
2. Wawancara Mendalam ................................................................ 54
3. Dokumentasi ............................................................................... 55
E. Instrumen Penelitian................................................................................ 55
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 56
1. Reduksi Data (data reduction) .................................................... 56
2. Penyajian Data (data display) ..................................................... 57
3. Penarikan Kesimpulan(conclusion drawing) .............................. 57
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 58
1. Deskripsi Kegiatan Lansia di RW 11 Kelurahan Klitren
Kecamatan Gondokusuman ............................................................... 58
a. Kegiatan BKL dan TPL ............................................................... 58
b. Letak Geografis ........................................................................... 58
c. Jumlah Lansia .............................................................................. 59
d. Data Kader ................................................................................... 59
e. Struktur Organisasi ...................................................................... 60
f. Fasilitas ........................................................................................ 61
2. Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................. 61
a. Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia ............ 61
b. Peran Kader Lansia dalam Meningkatkan kesehatan Lansia ...... 65
c. Faktor Pendukung dan penghambat lansia mengikuti
Kegiatan lansia ............................................................................ 67
B. Pembahasan ............................................................................................. 71
xii
1. Peran Keluarga dalam meningkatkan Kesehatan Lansia .................. 71
2. Peran kader Lansia dalam Meningkatkan kesehatan lansia .............. 73
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Lansia Mengikuti
Kegiatan Lansia ................................................................................. 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 82
B. Saran ........................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85
LAMPIRAN ......................................................................................... 88
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Jumlah Lansia ....................................................................................... 59
Tabel 2. Data Kader Lansia ................................................................................. 59
Tabel 3. Data Kehadiran Lansia ......................................................................... 64
Tabel 4. Jadwal Kegiatan TPL ............................................................................ 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Kerangka Berfikir .............................................................................. 50
Ganbar 2. Struktur Organisasi ............................................................................ 60
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Observasi ........................................................................ 89
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ................................................................... 90
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ..................................................................... 91
Lampiran 4. Hasil Wawancara ........................................................................... 99
Lampiran 5. Reduksi, Display dan Kesimpulan Hasil Wawancara .................... 112
Lampiran 6. Catatan Lapangan ........................................................................... 122
Lampiran 7. Data Lansia ..................................................................................... 134
Lampiran 8. Data Hadir Kegiatan TPL ............................................................... 136
Lampiran 9. Hasil Dokumentasi Foto ................................................................. 139
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian...................................................................... 142
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lansia adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun.
Menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu
kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapatkan perhatian khusus dengan
tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan
aktif dalam pembangunan. Manusia bisa disebut lansia jika usianya antara
60-74 tahun.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu wilayah
yang memiliki jumlah penduduk lansia tertinggi di Indonesia. Pemerintah
mencatat di Yogyakarta dari total penduduk di wilayah tersebut, jumlah
penduduk lansia berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 12,96% dari total populasi penduduk dan diperkirakan lansia
mencapai 13,4% pada tahun 2015, meningkat 14,7% (2020), dan 19,5%
(2030) (Badan Pusat Statistik, 2010). Hal ini diperkuat di daerah penelitian
dengan jumlah lansia meningkat, di tahun 2015 berjumlah 80 lansia dan di
tahun 2016 berjumlah 85 lansia.
2
Pertambahan penduduk Lanjut usia disebabkan oleh semakin
membaiknya pelayanan kesehatan, tetapi disisi lain meningkatnya usia
harapan hidup orang Indonesia tentunya berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik fisik, sosial, ekonomi, dan psikis yang menyangkut masalah
kesehatan. Oleh karena itu dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ
tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena
penyakit (Argyo Dermatoto, 2006: 7).
Semakin meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan
berpengaruh terhadap aspek kehidupan terkait dengan penurunan pada
kondisi fisik, psikis, dan sosial. Penurunan kondisi fisik akan
membawa ke kondisi yang rawan terhadap berbagai gangguan
penyakit. Penurunan kondisi psikis dan sosial membawanya pada rasa
kurang percaya diri, tidak berguna, kesepian, bahkan depresi. Rasa
kesepian itu muncul didorong oleh adanya perasaan kehilangan akibat
terputusnya hubungan atau kontak sosial dengan teman, sahabat, yang
membawanya kepada rasa kehilangan, terpencil, dan tersisih. Kondisi
ini juga mengisyaratkan bahwa peningkatan jumlah penduduk usia
lanjut seharusnya juga membawa konsekuensi pada makin
meningkatnya kebutuhan akan layanan bagi mereka. (Siti Partini
Suardiman, 2007: 3).
Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik
dengan anggota keluarga maupun anggota masyarakat. Di samping itu
kecenderungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih dibandingkan
dengan keluarga luas juga akan mengurangi kontak sosial usia lanjut.
Perubahan struktur keluarga dari keluarga luas atau keluarga besar ke
keluarga inti juga mempengaruhi layanan perawatan kepada orang tua.
Bentuk keluarga luas lebih menjamin layanan perawatan bagi usia lanjut
karena banyaknya orang yang tinggal dirumah, usia lanjut juga tidak
merasakan kesepian. (Siti Partini Suardiman, 2007: 12).
3
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari Bapak,
Ibu dan anak-anak yang dilahirkan. Sedangkan keluarga luas adalah unit
masyarakat terkecil yang terdiri dari Kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling bergantung. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam
keperawatan karena keluarga menyediakan sumber – sumber yang penting
untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi dirinya dan orang lain dalam
keluarga. Dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cedera,
perpisahan) akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga dalam hal
tertentu. (Utami Munandar, 2001: 187)
Keluarga merupakan tempat di mana orang dapat menjadi diri sendiri,
merasa bebas, aman dan nyaman. Oleh karena itu keluarga merupakan
suatu kondisi nyata yang mempunyai arti istimewa bagi setiap orang.
Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan usia lanjut
dalam menjalani sisa kehidupannya adalah sikap orang disekitarnya.
Keluarga merupakan lembaga masyarakat yang paling dekat serta
sumber kesejahteraan sosial bagi usia lanjut. (Siti Partini Suardiman,
2007: 31).
Kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah usaha untuk
menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam rumah tangganya
merupakan suatu nuansa yang baru. Seluruh keluarga harus bisa
memberikan suasana yang tenteram dan nyaman tetapi juga dinamis agar
lansia yang tinggal dalam rumah bisa menikmati sisa hidupnya secara
produktif dan bahagia serta untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan keluarga yang memiliki lanjut usia dalam pengasuhan,
4
perawatan, pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya.
BKL terdiri dari 3 komponen yaitu keluarga, kader, dan lansia.
Dapat dikatakan bahwa dewasa ini lebih sedikit anak usia produktif
yang dapat menampung orang tuanya yang sudah lanjut usia di dalam
keluarga. Lama kelamaan akan ditemukan kenyataan bahwa keluarga tidak
lagi secara penuh dapat menjadi basis kekuatan yang menopang
kesejahteraan (sosial) lansia. Nilai-nilai kemandirian, tidak ingin berada
dalam ketergantungan pada anak-anak, yang merupakan nilai-nilai yang
berasal dari masyarakat modern, dewasa ini telah banyak penganutnya
dalam masyarakat Lansia sendiri. Banyak lansia yang memilih hidup
terpisah dari anak-anak, tidak ingin merepotkan namun tetap merasa
bahagia. (Utami Munandar, 2001: 188)
Kota Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah
lansia banyak. Kota Yogyakarta terdiri dari 14 Kecamatan dan 45
Kelurahan. Salah satunya yaitu RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren,
Kecamatan Gondokusuman. Di RW 11 Kepuh ini terdiri dari enam RT
yaitu RT 40 sampai RT 45. Keseluruhan jumlah lansia yang ada yaitu 85
lansia. RT 40 ada 11 lansia, Rt 41 sebanyak 23 lansia, Rt 42 ada 8 lansia, Rt
43 ada 18 lansia, Rt 44 14 lansia dan Rt 45 ada 11 lansia. di RW 11 ini
setiap tahunnya jumlah lansia bertambah, jumlah lansia pada tahun 2015
sebanyak 80 lansia dan pada 2016 bertambah menjadi 85 lansia. Di RW 11
Kepuh ini terdapat dua kegiatan lansia yaitu Taman Pendidikan Lansia
(TPL) dan Bina Keluarga Lansia (BKL). TPL dilaksanakan setiap tanggal 5,
5
kegiatan yang dilakukan meliputi penimbangan, pengukuran tensi,
pemberian obat-obatan, pemeriksaan, dan permainan-permainan seperti
menyanyi, senam, berjoget, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk BKL
dilaksanakan setiap tanggal 23. Dalam BKL ini yang dibina adalah keluarga
yang mempunyai lansia dengan memberikan pelajaran atau pengetahuan
yang menyangkut tentang lansia. Manfaat dari kegiatan ini agar keluarga
yang mempunyai lansia dapat lebih memperhatikan atau merawat lansia.
Selain kegiatan BKL di RW 11 juga terdapat kegiatan TPL yang bersamaan
dengan kegiatan posyandu lansia dilaksanakan setiap tanggal 5. Dengan
adanya kegiatan TPL yang dapat memberi manfaat bagi lansia untuk
mengetahui kondisi kesehatannya. Melalui kegiatan ini, keluarga maupun
lansia itu sendiri dapat memantau bagaimana kondisi kesehatannya.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini, tidak semua anggota lansia hadir
karena kurangnya motivasi dari angota keluarga sendiri yang menyebabkan
lansia kurang optimal dalam mengikuti kegiatan lansia. Dari 85 jumlah
keseluruhan lansia yang mengikuti kegiatan lansia hanya antara 25-35
lansia. Selain itu, masih banyak keluarga yang kurang memperhatikan
kondisi lansia karena disibukkan dengan pekerjaan. Mengingat kondisi dan
permasalahan Lanjut usia tersebut, maka penanganan masalah Lanjut usia
harus menjadi prioritas. Keluarga mempunyai peran penting dalam
penanganan lansia. Namun selain keluarga, kader lansia juga memiliki peran
yang penting. Sebelum pelaksanaan kegiatan lansia kader membagikan
undangan agar lansia hadir dalam kegiatan, tetapi terkadang kader lupa
6
membagikan undangan. Belum maksimalnya peran kader lansia ini
berpengaruh terhadap jumlah lansia yang hadir pada saat kegiatan
berlangsung. Di RW 11 Kepuh ini kader lansia dalam kegiatan TPL
berjumlah 10 orang yang kebetulan semuanya wanita dan kader kegiatan
BKL berjumlah 8 orang. Namun tidak semua kader bisa hadir dalam setiap
pelaksanaan kegiatan dikarenakan kader mempunyai kepentingan yang
bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Hal ini menyebabkan peranan
kader menjadi belum bisa maksimal. Jumlah Keluarga di RW 11 yang
mempunyai lansia atau merawat lansia ada 20 orang. Tidak semuanya
tinggal dalam satu rumah, terdapat lansia yang menempati rumah sendiri
tetapi ada anggota keluarga yang tetap merawatnya.
Peran keluarga sangat penting untuk merawat dan menjaga bagi lanjut
usia tidak terelakkan karena salah satu faktor penting yang menentukan
keberhasilan usia lanjut dalam menjalani sisa kehidupannya adalah sikap
orang disekitarnya. Keluarga merupakan lembaga masyarakat yang paling
dekat dengan sumber kesejahteraan sosial bagi lansia. di dalam keluargalah
para usia lanjut menghabiskan masa tuanya, sehingga keluarga wajib
menciptakan suasana nyaman bagi para usia lanjut. Namun perubahan
struktur keluarga dari extended family ke nucleus family cenderung akan
mengurangi dukungan keluarga kepada usia lanjut. Bentuk nucleus family
atau keluarga batih yang jumlah anggotanya kecil, yaitu hanya suami isteri
dan anak-anak saja, membatasi adanya anggota keluarga yang dapat
7
melayani kehadiran usia lanjut di rumah. (Siti Partini Suardiman, 2007:
100).
Jumlah lanjut usia yang cukup banyak perlu terus dijaga agar tetap
produktif, sehat, dan berdaya guna, agar para Lanjut usia tidak menjadi
beban keluarga dan masyarakat secara sosial dan ekonomi, mengingat
proporsinya cukup besar. Para lanjut usia biasanya memiliki banyak
masalah degeneratif karena fungsi organ tubuhnya tidak lagi prima, atau
masalah psikis seperti depresi karena merasa tidak lagi dibutuhkan.
Secara umum semakin menua seseorang, kondisi kesehatan juga akan
mengalami penurunan. Lansia mengalami penurunan fungsi tubuh akibat
proses degenerasi, oleh karena itu diperlukan usaha untuk mempertahankan
derajat kesehatan para lansia pada taraf setinggi-tingginya agar terhindar
dari penyakit atau gangguan. Tinggi derajat kesehatan lanjut usia juga di
lihat dari jumlah angka kesakitan. Angka kesakitan merupakan seseorang
yang dikatakan sakit apabila keluhan kesehatan yang dirasakan menganggu
aktivitas sehari-hari, yaitu tidak dapat melakukan kegiatan seperti bekerja,
mengurus rumah tangga dan kegiatan normal sebagaimana biasanya.
Kondisi kesehatan lansia di RW 11 Kepuh bermacam-macam. Ada lansia
yang sehat dan ada pula lansia yang sakit. Penyakit yang diderita lansia di
RW 11 Kepuh bervariasi, terdapat lansia yang mengidap penyakit jantung,
stroke, hipertensi. Selain itu juga terdapat berbagai kondisi yang khas dan
sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan
badan, penglihatan dan pendengaran.
8
Kondisi kesehatan lansia selain dipengaruhi oleh penyakit juga secara
tidak langsung dipengaruhi oleh hal lain seperti gizi. Masalah gizi pada
lansia perlu menjadi perhatian khusus karena memperngaruhi status
kesehatan. Masalah gizi kurang maupun gizi lebih pada lansia memacu
timbulnya penyakit degeneratif.
Permasalahan yang ditemui di daerah RW 11 Kepuh menjadi menarik
untuk dilakukan penelitian tentang peran BKL khususnya yang memiliki
lansia berupa aktivitas dalam mengurusi lansia dan motivasi untuk
mengikuti kegiatan lansia khusunya kegiatan TPL yang ada di RW 11
Kepuh Kelurahan Klitren guna meningkatkan kesehatan lansia. Sesuai
landasan pemikiran tersebut, maka ditetapkan topik penelitian : Peran Bina
Keluarga Lansia (BKL) dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia Melalui
Kegiatan Taman Pendidikan Lansia (TPL) di RW 11 Kepuh Kelurahan
Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yang dihadapi adalah:
1. Jumlah lanjut usia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
2. Masih banyak keluarga yang kurang memperhatikan kondisi lansia
karena disibukkan dengan pekerjaan sehingga peran BKL belum
optimal.
3. Kondisi kesehatan lansia yang bervariasi.
4. Kehadiran Lanjut usia di TPL masih kurang aktif
9
5. Belum optimalnya peran kader lansia.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, tidak
seluruhnya dikaji dalam penelitian ini. Agar peneliti lebih mendalam, maka
fokus penelitian dibatasi pada Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam
Meningkatkan Kesehatan Lansia Melalui Kegiatan TPL di RW 11 Kepuh
Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan fokus
permasalahan tentang peran Bina Keluarga Lansia (BKL) yang terdiri dari:
1. Bagaimana peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan lansia?
2. Bagaimana peran kader lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti
kegiatan TPL?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa rumusan
permasalahan
1. Mendeskripsikan bagaimana peran keluarga dalam meningkatkan
kesehatan lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan
Gondokusuman Kota Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan bagaimana peran kader lansia dalam meningkatkan
kesehatan lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan
Gondokusuman Kota Yogyakarta.
10
3. Mendeskripsikan apa saja faktor pendukung dan penghambat lansia
dalam mengikuti kegiatan di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren
Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan bagi Jurusan Pendidikan Luar sekolah karena sesuai
dengan salah satu mata kuliah yaitu Pendidikan Lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lanjut Usia
Lanjut usia menjadi lebih memperhatikan kondisi kesehatannya
dan lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan lansia yang ada di
RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta.
b. Bagi keluarga
Keluarga lebih dapat memperhatikan orang lanjut usia yang ada
dalam keluarganya.
c. Bagi Peneliti
Peneliti akan mendapatkan pengalaman dan pemahaman terkait
dengan peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan
kesehatan lansia
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Peran
Menurut Ravik Karsidi (2007: 79) peran merupakan sebuah perilaku
yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status (kedudukan) tertentu.
Senada dengan pendapat Soerjono Soekanto (2010: 212) bahwa peran
merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) yaitu orang yang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan berarti telah
menjalankan suatu peranan.
Sedangkan peran menurut Poerwadarminta (1995: 751) peran adalah
tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
peristiwa. Selain itu, menurut Koentjaraningrat peran adalah suatu perbuatan
seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang dimiliki. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa peran adalah suatu tanggung jawab atau tugas sesuai
kedudukan di masyarakat.
2. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di
dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari
perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak
berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi
keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang
12
terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Satuan ini mempunyai sifat-sifat
tertentu yang sama, di mana saja dalam satuan masyarakat manusia. (Abu
Ahmadi, 2002: 239)
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia
di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam
hubungan interaksi dengan kelompoknya. Keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama. Di dalam keluarga, manusia pertama-
tama belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja
sama, bantu membantu, dan lain-lain. Dengan kata lain ia pertama-tama
belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-
norma dan kecakapan-kecapakan tertentu dalam pergaulannya dengan orang
lain. (Abu Ahmadi, 2002: 255)
Keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:
a. Universalitet, artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh
organisasi sosial.
b. Dasar emosional, artinya rasa kasih sayang, kecintaan sampai
kebanggaan suatu ras.
c. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan
sosial yang pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi,
dan membentuk watak daripada individu.
d. Besarnya keluarga yang terbatas.
e. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial.
f. Pertanggungjawab dari anggota-anggota.
g. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.
Akibat dari pengaruh adanya perubahan perkembangan keluarga
menyebabkan hilangnya peranan sosial, yaitu:
a. Keluarga berubah fungsinya, dari kesatuan yang menghasilkan
menjadi kesatuan yang memakai semata-mata. Dahulu keluarga
menghasilkan sendiri untuk keluarganya, tetapi lama kelamaan
13
fungsi ini semakin jarang karena telah dikerjakan oleh orang-orang
tertentu.
b. Tugas untuk mendidik anak-anak sebagian besar diserahkan kepada
sekolah, kecuali anak kecil yang masih hidup dalam hubungan
kekeluargaan.
c. Tugas bercengkrama di keluarga menjadi memudar, karena
tumbuhnya perkumpulan-pekumpulan modern, sehingga waktu
untuk berada di tengah-tengah keluarga makin lama makin kecil.
Menurut Abu Hamadi, dalam sejarah kehidupan keluarga terdapat empat
tingkat sebagai berikut:
a. Formatif pre-nuptial stage: yaitu tingkat persiapan sebelum
berlangsungnya perkawinan. Dalam tingkat ini adalah masa
berkasih-kasih, hubungan yang makin lama makin menjadi erat
antara pria dan wanita masing-masing berusaha untuk memperbesar
cita-citanya.
b. Nupteap stage: yaitu tingkat sebelum anak-anak/ bayi lahir yang
merupakan permulaan daripada keluarga itu sendiri. Dalam tingkat
ini suami istri hidup bersama menciptakan rumah tangga, mencari
pengalaman baru, sikap baru terhadap masyarakat.
c. Child Rearing stage: tingkat ini adalah pelaksana keluarga itu
sendiri. Pertanggungjawab mereka selalu bertambah, berhubung
adanya anak-anak mereka.
d. Maturity stage: tingkat ini timbul apabila anak-anaknya tidak lagi
membutuhkan pemeliharaan orang tuanya, setelah dilepaskan dari
tanggung jawab, kemudian anak-anak melakukan aktivitas baru.
(Abu Ahmadi, 2002: 242)
Peran keluarga yang berhubungan dengan fungsi cinta kasih juga sangat
berperanan dalam memberikan lingkungan psikologi yang sehat bagi semua
anggota keluarga untuk tumbuh berkembang mencapai potensi optimum.
3. Fungsi Keluarga
Menurut Abu Ahmadi, Fungsi keluarga adalah sangat penting sehingga
tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Jenis-jenis fungsi
keluarga adalah:
a. Fungsi edukatif
14
Fungsi edukatif berkaitan dengan fungsi pendidikan, di mana anggota
keluarga seharusnya dapat tetap mendidik orang tua atau lansia agar
selalu mendapat ilmu yang berkaitan tentang kehidupan lansia.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi di dalam keluarga ini dapat mengajarkan bagaimana
berhubungan baik dengan lingkungan sekitar, sehingga lansia di hari
tuanya tetap dapat bersosialisasi dengna lingkungan dan dapat
berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang ada di lingkungannya.
c. Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dilihat dari cara keluarga melindungi anggota
keluarga yang lainnya sehingga merasa nyaman saat berada dirumah.
d. Fungsi Afeksi
Fungsi ini harus dimiliki oleh keluarga, lebih-lebih keluarga yang
mempunyai lansia karena fungsi ini merupakan fungsi kasih sayang
sehingga di dalam keluarga lansia mendapat rasa kasih sayang dan
perhatian dari anaknya atau anggota keluarga lainnya.
e. Fungsi religius
Agama merupakan kebutuhan dasar manusia dan keluargalah tempat
pertama manusai mengenal agama. Sehingga anggota keluarga tetap
mengingatkan orant tua atau lansia agar selalu melaksanakan perintah
agamanya sesuai keyakinan yang dianut.
f. Fungsi rekreasi
15
Fungsi ini dilihat dari cara keluarga menciptakan suasana yang
menyenangkan seperti menonton TV bersama atau meluangkan waktu
untuk rekreasi agar orang tua atau lansia tetap merasakan senang di
dalam keluarganya.
4. Pengertian Bina Keluarga Lansia (BKL)
a. Pengertian BKL
Menurut BKKBN (2011: 10), bahwa keluarga lansia adalah keluarga
yang di dalamnya terdapat anggota yang lanjut usia atau keluarga yang
seluruh anggotanya lanjut usia. Dari definisi tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa keluarga lansia adalah keluarga yang memiliki anggota
keluarga lanjut usia atau seluruh anggota keluarganya adalah lanjut usia.
Berangkat dari pengertian keluarga lansia di atas, dapat dikatakan bahwa:
Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah kelompok kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
keluarga yang memiliki lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan,
pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya
(BKKBN, 2011: 10).
Sedangkan menurut Suyono dan Hariyanto (2007: 36), bahwa:
Bina Keluarga Lansia atau yang biasa disebut BKL adalah suatu usaha
untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam rumah
tangganya merupakan suatu nuansa yang baru. Seluruh keluarga harus
bisa memberikan suasana yang tenteram tetapi dinamis agar lansia
yang tinggal dalam rumah bisa menikmati sisa hidupnya secara
produktif dan bahagia. Untuk itu potensi lansia yang masih ada perlu
dipelihara dan dikembangkan.
Sedangkan menurut Elfi bahwa kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL)
merupakan paket Upaya Kesejahteraan Lanjut Usia melalui Pemberdayaan
Keluarga dengan program pokok adalah (1) pelaksanaan usaha ekonomi
16
produktif keluarga lansia dalam memanfaatkan waktu dan memberdayakan
kemampuan anggota keluarga dan lansia, (2) membudayakan tingkah laku
anggota keluarga dalam memberikan pelayanan, penghormatan dan
penghargaan kepada anggota keluarga lansia, dan (3) pemberdayaan peran
serta lansia sesuai dengan kekayaan pengalaman, keahlian dan kearifannya
dalam pembangunan Keluarga sejahtera atau meningkatkan mutu kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(http://repository.unib.ac.id/8661/1/I,II,III,I-14-ezi-FK.pdf diunduh pada
hari Rabu 8 Juni 2016 jam 14:35 WIB)
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Bina Keluarga
Lansia adalah usaha untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia
dalam rumah tangganya merupakan suatu nuansa yang baru. Seluruh
keluarga harus bisa memberikan suasana yang tenteram tetapi dinamis agar
lansia yang tinggal dalam rumah bisa menikmati sisa hidupnya secara
produktif dan bahagia untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan
keluarga yang memiliki lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan,
pemberdayaan lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraannya.
b. Tujuan BKL
Menurut BKKBN (2009: 11), bahwa tujuan bina keluarga lansia
adalah meningkatkan kepedulian dan peran keluarga dalam mewujudkan
lanjut usia sejahtera yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hidup
sehat, mandiri, produktif dan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
17
c. Sasaran BKL
BKKBN (2009: 7), membagi sasaran program bina keluarga lansia 40
kepada dua macam, yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung.
Sasaran langsung, diantaranya keluarga yang mempunyai anggota keluarga
lansia dan keluarga yang seluruh anggotanya lansia. Sedangkan sasaran
tidak langsung, yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat, dan organisasi masyarakat.
d. Peran BKL
BKKBN (2011: 17), peran Bina Keluarga Lansia (BKL) adalah
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga lansia, memahami
dan membina kondisi serta mengatasi permasalahan Lansia, guna
meningkatkan kesejahteraan Lansia.
e. Peran Lansia di dalam keluarga
Menurut BKKBN (2009: 22), disebutkan bahwa peran lansia di dalam
keluarga diantaranya:
1) Sebagai penasehat atau pembimbing keluarga dan sanak saudara di
lingkungan keluarga.
2) Sebagai panutan di dalam keluarga.
3) Mengamalkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang baik dan
berharga kepada anak cucu dan generasi muda.
4) Membantu meningkatkan pendapatan keluarga.
f. Peran Keluarga dalam Pembinaan terhadap Lansia
18
Sedangkan peran keluarga dalam pembinaan terhadap lansia. menurut
BKKBN (2009: 22), diantaranya:
1) Memberikan fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.
2) Pembinaan keagamaan.
3) Pembinaan fisik.
4) Pembinaan psikis/ mental.
5) Pembinaan sosial ekonomi.
g. Pengelolaan Program Bina Keluarga Lansia (BKL)
Pada pengelolaan program Bina Keluarga Lansia (BKL) sendiri
menurut BKKBN (2009: 12-15), dijelaskan langkah-langkah pembentukan
kelompok Bina Keluarga Lansia, yaitu:
1) Persiapan, meliputi kegiatan:
a) Penggalangan kesepakatan. Penggalangan kesepakatan
dilaksanakan dalam pertemuan yang membahas tentang pentingnya
BKL, dengan kesepakatan bersama perlu dibentuknya kelompok
BKL.
b) Inventarisasi sasaran dan tenaga/ ahli. Inventarisasi dilakukan
dengan menggunakan R/I/KS dan sumber lain serta dilakukan
inventarisasi tenaga/ ahli di bidang lansia.
2) Pembentukan kelompok-kelompok kader
a) Pemilihan kader
(1) Syarat kader, yaitu:
(a) Wanita atau pria telah berkeluarga dan aktif di masyarakat.
(b) Dapat membaca, menulis dan berkomunikasi dengan baik.
(c) Bertempat tinggal di lokasi kegiatan.
(d) Sehat jasmani dan rohani.
(e) Bersedia mengikuti latihan/ orientasi/ magang.
(f) Bersedia menjadi kader.
(g) Menjalankan tugas secara sukarela.
(2) Tugas dan fungsi kader yaitu:
(a) Mengelola kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL).
(b) Melakukan penyuluhan.
(c) Melakukan kunjungan rumah.
19
(d) Melakukan pembinaan.
(e) Melakukan rujukan.
(f) Melakukan pencatatan.
(g) Melakukan pengembangan KS.
(h) Melakukan konsultasi kepada PLKB, tim pembina.
b) Pembekalan kader
c) Pembentukan kelompok BKL, penyusunan rencana kegiatan
kelompok, memberikan penjelasan tentang BKL, dan mengundang
calon peserta (keluarga yang memiliki lansia).
3) Pokok-pokok kegiatan kader
a) Bagian Inti
Pada bagian inti, merupakan kegiatan pembelajaran pada program
keluarga lansia, yang dilakukan melalui beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh kader terhadap lansia dan keluarga lansia, kegiatan
tersebut meliputi:
(1) Penyuluhan
(2) Kunjungan rumah
(3) Rujukan
(4) Pencatatan .
b) Penyuluhan
a) Pelaksanaannya adalah kader.
b) Waktu 1 atau 2 kali sebulan.
c) Tempat berdasarkan kesepakatan.
d) Materi yang dibahas dalam pertemuan..
4) Sasaran kegiatan
Sasaran langsung adalah lansia yang:
a) Tinggal sendiri atau tinggal bersama keluarga baik keluarganya
sendiri atau keluarga pengganti.
b) Lanjut usia 60 tahun keatas.
c) Mengalami hambatan fisik sosial/ mental.
d) Terlantar atau miskin.
Sasaran tidak langsung adalah:
a) Masyarakat dan lingkungan dimana lansia tinggal
b) Kelembagaan yang ada di masyarakat seperti karang werdha, orsos,
Posyandu Lansia, dll.
5. Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Lanjut usia adalah perkembangan manusiawi yang pada hakekatnya
manusia akan mencapai titik akhir perkembangan pada daur ulang kehidupan
manusia. Di kalangan masyarakat Indonesia kita sering mendengar sebutan
20
untuk lanjut usia dengan menggunakan sebutan jompo, sedangkan menurut
Hasan Alwi (2005: 579) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jompo
adalah tua sekali dan sudah lemah fisiknya sehingga tidak mampu mencari
nafkah sendiri dan sebagainya.
Sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia dengan tegas dinyatakan bahwa yang disebut lansia
adalah laki-laki ataupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam
usia ini, kemampuan fisik dan kognitif manusia sangat menurun. Hal itu
nantinya juga berakibat pada berkurangnya tingkat produktivitas manusia.
Menurut Siti Bandiyah (2009: 13), bahwa menua adalah suatu proses
menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi mormalnya,
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
Di samping itu WHO mengenai usia lanjut ini juga memberikan patokan
pembagian umur sebagai berikut :
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun.
3) Tua (old), antara 75-90 tahun.
4) Sangat tua (very old), di atas 90 tahun
Menurut hasil penelitian di lapangan, Rw 11 Kepuh Kelurahan Klitren
termasuk dalam kelompok usia lanjut (elderly) yaitu lansia berumur 60-74
tahun.
21
Menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis secara terus
menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan
waktu,sedangkan lanjut usia (old age) adalah nama untuk tahap akhir dari
proses penuaan tersebut. (Farida Hanum, 2008: 22)
Lansia adalah proses yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun.
Menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19
ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu
kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapatkan perhatian khusus dengan
tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan
aktif dalam pembangunan.
Dari pengertian lanjut usia yang telah diuraikan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa lansia adalah kondisi dimana seseorang telah mencapai
umur 60 tahun lebih dengan kondisi fisik yang semakin menurun dan
berkurang.
b. Masalah yang dihadapi Lanjut usia.
1) Masalah pada lanjut usia (active aging, 11: 2010)
a) Hubungan keluarga menjadi kurang harmonis, terutama bagi lanjut
usia laki-laki yang cenderung menyendiri dibandingkan lanjut usia
perempuan yang diasuh oleh keluarga besar.
22
b) Terjadi perubahan hubungan sosial karena lanjut usia cenderung
mengisolasi diri dan kurang melakukan sosialisasi dengan sebaya,
sejawat lebih muda, anak dan cucu.
c) Menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyembuhan penyakit lebih
lama.
d) Akses transportasi yang tidak/ belum ramah lanjut usia dan terlalu
jauh dari rumah.
e) Beratnya beban pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan sendiri
dan tidak jarang untuk anggota keluarga yang lain seperti menjaga
rumah, pekerjaan ruma, mengasuh cucu, dll.
Selain itu, masalah yang pada umunya dihadapi oleh usia lanjut
dikelompokkan menjadi masalah ekonomi, masalah sosial budaya, masalah
kesehatan, masalah psikologis.
1) Masalah ekonomi
Pada masa usia lanjut ditandai dengan menurunnya
produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya
pekerjaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatan
yang kemudian berkaitan dengan pada pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. Hurlock (2004: 396) melalui Siti Partini (2011: 11)
menyatakan,
Apabila pendapatan orang usia lanjut secara drastis berkurang
maka minat untuk mencari uang tidak lagi berorientasi pada apa
yang ingin mereka beli dan untuk membayar simbol status yang
bisa dilakukan pada kehidupan masa muda, tetapi untuk sekedar
menjaga mereka agar tetap mandiri. Yang mereka pikirkan yaitu
23
bagaimana mereka dapat tinggal tergantung pada saudaranya
atau tidak tergantung pada bantuan orang lain.
2) Masalah sosial
Memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak
sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat,
maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja
karena pensiun. Kurangnya kontak sosial ini juga menimbulkan
perasaan kesepian, murung, terasingkan. Hal ini tidak sejalan
dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang dalam
hidupnya selalu membutuhkan kehadiran orang lain. (Siti
Partini, 2011: 12)
Menghadapi kenyataan ini maka perlu dibentuk kelompok-
kelompok usia lanjut yang memiliki kegiatan mepertemukan para
anggota lanjut usia lainnya sehinga kontak sosial pun berlangsung.
3) Masalah kesehatan
Pada usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena proses
penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik,
timbulnya berbagai macam penyakit.
Masa tua ditandai oleh penurunan fungsi fisik dan rentan
terhadap berbagai penyakit. Kerentanan terhadap penyakit ini
disebabkan oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh.
Diperlukan pelayanan kesehatan terutama untuk kelainan
degeneratif demi meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan usia lanjut agar tercapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai
dengan keberadaannya (Siti Partini, 2011: 13)
Departemen Kesehatan mencanangkan tujuan program
kesehatan lanjut usia adalah meningkatkan derajat kesehatan usia
lanjut agar tetap sehat, mandiri dan berdaya guna sehingga tidak
menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga maupun mayarakat.
4) Masalah psikologis
24
Masalah psikologis yang dialami usia lanjut pada umumnya
meliputi: kesepian, terasing dari lingkungannya, ketidakberdayaan,
perasaan tidak berguan kurang percaya diri, ketergantungan, dll.
Berbagai persoalan tersebut bersumber dari menurunnya fungsi-
fungsi fisik dan psikis akibat proses penuaan.
Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman (the safety
needs), kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta kasih sayang (the
belongingness and love needs), kebutuhan akan rasa aman. Adanya aktivitas
pekerjaan merupakan salah satu bentuk kebutuhan akan rasa aman.
c. Proses menjadi Tua
Perkembangan hidup manusia dimulai dari bayi, anak-anak, reaja,
dewasa, dan kemudian tua atau lanjut usia. Menjadi lanjut usia adalah suatu
proses alami yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Proses menjadi lanjut
usia selalu ditandai dengan kemunduran fungsi-fungsi anggota tubuh yang
dapat menimbulkan masalah/ gangguan yang akan banyak mempengaruhi
kegiatan/ aktivitas sehari-hari, misalnya dala hal kelambatan gerak, kurang
cepat bereaksi, berkurangnya tenaga, menurunnya daya tahan dan
menurunnya fungsi organ tubuh bagian luar maupun bagian dalam. (BKKBN,
2011: 29)
Rita Eka Izzaty, dkk (2008, 167) menyatakan bahwa proses menjadi
tua itu disebabkan oleh faktor biologis yang terdiri atas 3 fase, yaitu
1) Fase progesif, fase stabil/ statis, dan fase regresif. Masa progesif
adalah masa dimana seseorang mengalami perkembangan yang
menyolok.
25
2) Fase stabil/ statis adalah masa dimana seseorang setelah mengalami
kematangan segi fisik, psikis, dan sosial akan mempertahankan apa
uang telah didapat dan akan meningkatkan serta memantapkannya.
3) Fase regresif yaitu masa di mana seseorang mengalami penurunan
sedikit demi sedikit sampai tidak dapat lagi melakukan tugasnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa proses menua merupakan proses alami dan normal yang dialami oleh
seseorang yang ditandai dari perubahan-perubahan fisik, psikis dan sosial
yang berjalan seiring dengan bertambahnya usia seseorang.
d. Kesehatan Lanjut Usia
Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Berdasarkan UU No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan, yang dimaksud sehat adalah keadaan individu
baik secara fisik, mental,spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pada pasal 3
disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidupsehat bagi setiap orang agar
teRWujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Komnas Lansia (profil penduduk lanjut usia, 2010: 73).
Proses menjadi tua merupakan suatu keaadaan yang akan dilalui oleh
seluruh manusia, yang berhubungan dengan berlalunya waktu dan akhirnya
menuju kematian. Penyakit degeneratif menjadi penyebab kematian yang
utama pada masa mendatang.Penyakit-penyakit degeneratif tersebut biasanya
seperti penyakit tekanan darah tinggi, stroke, kanker, dan penyakit jantung
koroner. (Umiyatun Nawawi, 2009: 23).
26
Lanjut usia juga mengalami keluhan kesehatan setiap bulannya.
Keluhan kesehatan adalah seseorang yang mengalami ganguan atau kejiwaan
baik karena penyakit akut/kronis, kecelakaan, kriminalitas atau sebab lainnya.
Keluhan kesehatan tidak selalu mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-
hari, namun terjadinya keluhan kesehatan dan jenis keluhan yang dialami oleh
penduduk dapat menggambarkan tingkat/derajat kesehatan secara kasar.
Tingkat derajat kesehatan lanjut usia dapat juga dilihat dari jumlah
angka kesakitan. Angka kesakitan merupakan seseorang yang dikatakan sakit
apabila keluhan kesehatan yang dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari,
yaitu tidak dapat melakukan kegiatan seperti bekerja, mengurus rumah tangga
dan kegiatan lainnya secara normal sebagaimana biasanya. Angka kesakitan
lanjut usia adalah proporsi penduduk lanjut usia yang mengalami kesehatan
hingga mengganggu aktivitas sehari-hari selama satu bulan terakhir.Angka
kesakitan merupakan salah satu indikator yangdigunakan untuk mengukur
derajat kesehatan penduduk.Angka kesakitan tergolong sebagai indikator
kesehatan negatif.Semakin tinggi angka kesakitan menunjukan derajat
kesehatan penduduk yang semakin baik buruk. Sebaliknya, semakin rendah
angka kesakitan, menunjukan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.
Komnas Lansia (2010: 78-79)
Upaya yang dilakukan terkait dengan kesehatan lansia diantaranya: (i)
meningkatkan kesadaran lansia untuk membinasendiri kesehatannya; (ii)
meningkatkan kemampuan dan peranserta keluarga dan masyarakat dalam
menghayati danmengatasi kesehatan lansia; (iii) meningkatkan jenis
27
danjangkauan pelayanan kesehatan lansia dan (iv) meningkatkanmutu
pelayanan kesehatan lansia (Siti Partini Suardiman, 2007: 56).
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Lansia No. 13 Tahun 1998 Bab
VI Pasal 14 ayat (1) Pelayanan kesehatandimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi
fisik,mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar, ayat (2)Bahwa
pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah berupa peningkatan: a.
Penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lansia b. Upaya
penyembuhan (kuratif),yang diperluas pada bidang pelayanan
geriatrik/gerontologik c.Pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang
menderitapenyakit kronis dan/atau penyakit terminal, dan ayat (3)
Bahwauntuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi lansia yangtidak
mampu, diberikan keringanan biaya sesuai denganketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Komnas Lansia (Profil penduduk lanjut
usia , 2010: 74)
e. Perubahan Fisik Pada Usia Lanjut
Dalam Umiyatun Nawawi, (2009: 23) proses menjadi tua merupakan
suatu keadaan yang akan dilalui oleh seluruh manusia, yang berhubungan
dengan berlalunya waktu dan akhirnya akan menuju kematian. Proses
degeneratif atau kemunduran fungsi alat-alat tubuh terjadi tidak pada satu alat
saja, tetapi terjadi pada seluruh tubuh.
Sedangkan dalam Partini (2011: 36-37) proses menjadi tua disebabkan
oleh faktor biologis yang terdiri atas 3 fase (1) fase progresif. (2) fase stabil,
28
dan (3) fase regresif, mekanisme lebih ke arah kemunduran yang dialami oleh
sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel –sel menurun fungsinya
karena telah lama berfungsi, sehingga proses kemunduran lebih dominan
dibandingkan dengan terjadinya proses pemulihan. Proses ini berlangsung
secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan, selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis , fisiologis dan biokemis pada jaringan
tubuh, yang akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan fisik secara
keseluruhan. Penurunan pada aspek fisik meliputi perubahan pada kerangka
tubuh, tulang menjadi keras dan mudah patah. Sistem syaraf pusat berkurang
yang mengakibatkan menurunnya kecepatan belajar dan mengingat, sehingga
usia lanjut mudah lupa.
Menurut Departemen Kesehatan RI Yang dikutip oleh partini, (2011:
39), menyatakan bahwa menjadi tua ditandai kemunduran biologis yang
terlihat dari gejala kemunduran fisik antara lain:
1) kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis
yang menetap
2) rambut mulai beruban dan menjadi putih
3) gigi mulai tanggal
4) penglihatan dan pendengaran mulai berkurang
5) mudah lelah
6) gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
7) kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak terutama
dibagian perut dan pinggul
Para lanjut usia memerlukan penyesuaian terhadap berbagai penurunan
fungsi fisik, dengan maksud agar penurunan tidak dirasakan drastis baik oleh
29
diri maupun orang lain. Rambut yang memutih dan rontok, kulit yang
berkeriput dan kusam, gigi yang mulai tanggal, penglihatan dan pendengaran
yang menurun, ke semuanya memerlukan penyesuaian oleh masing-masing
usia lanjut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah
mengalami lanjut usia maka akan mengalami perubahan-perubahan fisik pada
dirinya terutama perubahan pada fungsi biologis. Perubahan fisik tersebut
meliputi rambut rontok, kulit keriput dan kusam, gigi yang mulai tanggal,
penglihatan dan pendengaran yang menurun. Oleh sebab itu lanjut usia harus
bisa menyesuaikan berbagai perubahan fisik pada dirinya.
f. Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Masyarakat
Lilik Ma’rifatul Azizah (2011: 104) Bentuk pelayanan kesehatan pada
lanjut usia di masyarakat seperti berikut :
1) Pelayanan lanjut usia di tingkat masyarakat
Pada upaya pelayanan kesehatan ini, semua upaya kesehatan yang
berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan
berperan serta dalam menangani kesehatan para lanjut usia. Puskesmas
dan dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan
ditingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok/klub
lanjut usia. Di dalam kelompok lanjut usia ini pelayanan kesehatan
dapat lebih mudah dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif,
atau rehabilitatif.
30
Semua pelayanan kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan
kesejahteraan yang lain dari Dinas sosial, agama, pendidikan dan
kebudayaan. Peran serta LSM untuk membentuk layanan sukarela
misalnya dalam pendirian badan yang memberikan layanan bantu
perawatan, kebersihan rumah, atau pemberian makanan bagi para lansia
juga perlu diperhatikan.
Pada dasarnya layanan kesehatan lanjut usia di tingkat masyarakat
seharusnya mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat
(termasuk para lansianya) semaksimal mungkin. Contoh nyatanya
seperti mengadakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) bagi lanjut
usia. Yang perlu dikerjakan adalah meningkatkan kepedulian dan
pengetahuan masyarakat, dengan berbagai cara antara lain ceramah,
lokakarya dan penyuluhan-penyuluhan.
2) Pelayanan kesehatan di masyarakat berbasis Rumah Sakit
Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah
melakukan layanan Geriatrik bertugas membina lanjut usia yang berada
di wilayahnya, baik secara langsungatau tidak langsung melalui
pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya, berupa
lokakarya , ceramah-ceramah baik kepada tenaga kesehatan ataupun
kepada masyarakat perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus
selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang
ada di masyarakat.
3) Layanan Kesehatan Lansia Berbasis Rumah Sakit.
31
Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang
ada, menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia. Mulai dari
layanan sederhana berupa Poliknik Lansia, sampai pada layanan yang
lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu, bangsal kronik
dan/atau Panti Rawat Wredha.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan
lanjut usia dimasyarakat yaitu berupa pelayanan yang dilaksanakan oleh
peran serta masyarakat, lembaga-lembaga sosial, dan organisasi sosial serta
dari instansi-instansi kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, dan
Posyandu Lansia
g. Harapan Lanjut Usia untuk tetap produktif
Sejalan dengan bertambahnya umur seseorang maka kondisi fisik
maupun non fisik akan mengalami penurunan akibat proses alamiah.
Terjadilah penurunan tingkat produktivitas, bahkan akhirnya tidak mampu
bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Partini (2011: 21)
Oleh karenanya semua penduduk usia lanjut berharap dirinya tetap sehat,
aktif dan berkarya dalam pembangunan bangsa. Sakit-sakitan atau sakit
berkepanjangan adalah hal yang sangat tidak diharapkan. Harapan untuk tetap
sehat tercermin dari berbagai upaya dan kegiatan yang di tujukan untuk
menjaga kesehatan misalnya, mengikuti senam lanjut usia, mengikuti
berbagai ceramah-ceramah tentang kesehatan, mengatur pola makanan, aktif
dalam organisasi sosial serta rutin memeriksakan kesehatan ke Posyandu
pada setiap bulannya.
32
Salah satu kunci keberhasilan bagi lanjut usia agar tetap aktif dan bahagia
di usia senja adalah pemanfaatan potensi yang dimiliki sebaik-baiknya. Kunci
keberhasilan lainnya adalah menggunakan waktu sebanyak-banyaknya untuk
mengerjakan atau melakukan sesuatu yang berarti dan bermakna.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa harapan lanjut usia untuk
aktif dan produktif tercermin dari kemauannya untuk tetap bekerja di usia tua
dan aktif dalam kegiatan sosial di daerahnya. Untuk tetap produktif dan aktif
berkarya lanjut usia perlu menjaga kesehatannya setiap hari dengan menjaga
pola makan, melakukan kegiatan lansia yang ada di sekitarnya. Dengan
perhatian optimal dari keluarga dapat meningkatkan kehidupan lansia,
meningkatkan kemandirian lansia sehingga lansia tetap sehat, mandiri dan
produktif.
h. Pembinaan Psikologis Bagi Lanjut Usia (Lansia)
Kondisi psikologis adalah keadaan mutlak atau jiwa seseorang yang
mencakup:
1) Kemampuan berpikir: kemampuan seseorang untuk menangkap,
mengolah, dan menilai suatu permasalahan
2) Emosi: keadaan perasaan seseorang misanya stabil/ tidak stabil, sedih/
senang, terkendali/ tidak terkendali.
3) Sikap: kesiapan seseorang untuk bertindak sesuai perasaan dan
pikirannya.
4) Perilaku: tindakan atau perbuatan seseorang terhadap lingkungannya.
33
Pada umumnya lanjut usia mengalami perubahan atau kemunduran
fungsi psikologis, baik dari segi kmapuan berpikir, emosi, sikap, dan
perilakunya.
Ada 4 tipe lansia, yaitu:
1) Lansia yang produktif yaitu lansia yang fungsi psikologisnya stabil
dan fisiknya kuat.
2) Lansia yang mengalami kemunduran psikologis, tetapi fisiknya masih
kuat.
3) Lansia yang memiliki kemunduran fisik, tapi psikologisnya tetap
stabil.
4) Lansia yang jompo yaitu lansia yang fisik maupun psikologisnya
mengalami kemunduran. (BKKBN, 2011:61)
Perubahan psikologis pada lansia:
1) Kemunduran daya ingat/ memori
Adanya kemunduran daya ingat, khususnya lupa terhadap hal-hal
yang baru saja terjadi, tetapi ingat hal-hal yang sudah lama terjadi.
Ada juga sebagian lansia yang mengalami kemunduran dalam proses
berpikir seperti lambat menangkap dan mengartikan informasi, sulit
konsentrasi, kaku dalam mempertahankan pendapat, kreatifitas
berkurang.
2) Perubahan emosi/ perasaan Lansia
Perubahan emosi yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain:
34
a) Adanya perasaan tidak berguna dan tidak dibutuhkan orang
lain sehingga muncul keinginan untuk diakui orang lain.
b) Adanya penurunan dalam menyatakan emosi. Lansia merasa
sulit untuk menampilkan perasaannya secara terbuka.
3) Perubahan sikap dan perilaku
a) Gerakan kaku dan lamban. Hal ini disebabkan karena
kumunduran psikomotorik, sehingga tubuh tidak lentur dan
tidak terkoordinasi dengan baik.
b) Dalam menjalin hubungan sosial, cenderung mencari orang-
orang seusianya dan mengurangi partisipasi dalam hubungan
sosial.
c) Memimpikan dan berorientasi pada masa lampaunya dengan
kenangan-kenangan yang menyenangkan, kejayaan,
keunggulan, dan keberhasilan.
4) Akibat kemunduran fisik terhadap perubahan psikis lansia
Sistem syaraf dipengaruhi oleh kondisi fisik lainnya, misalnya fungsi
jantung, penyempitan pembuluh darah, dan berbagai penyakit.
Perubahan-perubahan fisik biasanya menyebabkan perubahan pula
pada fungsi psikologisnya.
5) Dukungan lingkungan atau suasana kekeluargaan
Keluarga yang kurang memberikan perhatian, kurangnya komunikasi
dan kurangnya memahami kebutuhan lansia akan mempercepat
kemunduran kondisi psikologis lansia.
35
Pembinaan Psikologis Pada Lansia, yaitu:
1) Upaya yang bisa dilakukan keluarga dalam pembinaan psikis lansia
yaitu:
a) Keluarga perlu menyediakan waktu untuk mengajak berbicara
dari hati ke hati serta membantu agar lansia dapat
mengungkapkan keluhannya secara terbuka.
b) Keluarga berupaya untuk memahami apa yang dirasakan
lansia, mencari penyebab masalah dan berbagi pengalaman
dengan lansia.
c) Keluarga berusaha memenuhi kebutuhan lansia dengan
memberikan perhatian, kasih sayang yang tulus dan rasa aman.
d) Keluarga merujuk pada tenaga ahli, apabila mengadapi lansia
yang mengalami gangguan mental yang cukup menganggu.
2) Upaya yang bisa dilakukan lansia dalam menjalani masa tuanya, yaitu:
a) Menerima usia lanjut dengan lapang dada. Menerima perubahan
dirinya dengan hati pasrah. Kenyataan bahwa dirinya menjadi tua
diterima dengan positif dan dengan senang hati memasuki
tingkatan hidup yang baru.
b) Berlatih melepaskan diri dan bijaksana. Sikap “lepas bebas” dari
kehidupan duniawi dalam arti mengambil jarak dari segala
miliknya.
c) Berupaya menghadapi “kesepian. Upaya yang dilakukan dalam
menghadapi kesepian adalah:
36
(1) Berusaha membuat dirinya bermanfaat bagi orang lain.
(2) Mengunjungi teman lansia yang hidup sendiri
(3) Memperhatikan dan menghibur orang yang kesusahan
(4) Bagi lansia yang sudah tidak dapat pergi kemana-mana,
upaya ini dilakukan melalui surat menyurat dengan tulisan
pendek atau melelui telepon. Upaya-upaya ini akan
menyebabkan dirinya terhibur.
d) Menemukan minat dan berprestasi. Saat kekuatan jasmani mulai
menyusut, ada potensi dan kekuatan dalam diri yang baru
berkembang. Seseorang akhirnya menemukan dan
mengembangkan minatnya sehingga berprestasi diberbagai
bidang.
6. Posyandu Lansia
a. Pengertian Posyandu Lansia
Komnas Lansia (2010: 6) dalam buku Pedoman Pelaksanaan
Posyandu Lanjut usia, Posyandu Lanjut usia adalah suatu wadah pelayanan
kepada lanjut usia di masyarakat yang proses pembentukan dan pelaksanaan
dilakukan oleh masyarakat bersama LSM, lintas sektor pemerintah dan non
pemerintah, swasta, organisasi sosial, dengan menitik beratkan pelayanan
kesehatan pada upaya promotif dan preventif.
Kartika Ratna Pertiwi (2012: 2) menyatakan Yandu lansia atau
Posyandu kelompok usia lanjut adalah suatu bentuk usaha pelayanan
pemantauan kesehatan khusus untuk lansia yang bersumber daya dari
37
masyarakat (UKBM)yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan itu sendiri khususnya padapenduduk usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati. Yandu Lansia dipanduoleh kader terpilih yang
telah diberikan pendidikan dan pelatihan di tingkat dusun sampaikelurahan.
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah
melaluipelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui
program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosialdalam penyelenggaraannya
Dasar Hukum pembinaan usia lanjut di Indonesia dilaksanakan
berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan sebagai dasar dalam
menentukan kebijaksanaan pembinaan. Dasar hukum/ketentuan perundangan
dan peraturan dimaksud adalah: (1) UU No. 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan, (2) UU No. 36 Tahun 2009 pasal 138 Tentang
Kesehatan Usia Lanjut, (3) UU No. 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan
Lanjut usia pasal 14, (4) UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah, (5) UU No.25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah, (6) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi
(Depkes RI, 2003)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Posyandu Lanjut usia
merupakan Pos Pelayanan Terpadu lanjut usia yang kegiatannya di
laksanakan dan dikelola oleh masyarakat dan kader lansia yang dibantu oleh
38
pemerintah setempat seperti RT/RW agar masyarakat lanjut usia dapat
memelihara kesehatannya dengan mandiri.
b. Tujuan Pelayanan Posyandu Lansia
Tujuan pelayanan Posyandu lansia adalah (1) Meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku positif dari lansia, (2) Meningkatkan mutu
dan derajat kesehatan lanjut usia, (3) Meningkatkan kemampuan para lanjut
usia untuk mengenali masalah kesehatan dirinya sendiri dan bertindak untuk
mengatasi masalah tersebut terbatas kemampuan yang ada dan meminta
pertolongan keluarga atau petugas jika diperlukan. Lilik (2011: 106)
Kartika dalam penelitian Yandu lansia (2012: 2), yandu lansia
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan
masyarakat sesuai denganeksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Bagi
lansia sendiri, kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi dirinya, keluarga
dan masyarakat luas agar selama mungkin tetap mandiri dan berdayaguna.
Secara garis besar, layanan Yandu Lansia bertujuan untuk: 1) Meningkatkan
jangkauanpelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk
pelayanan kesehatan yangsesuai dengan kebutuhan lansia, 2) Mendekatkan
pelayanan dan meningkatkan peran sertamasyarakat dan swasta dalam
pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasiantara masyarakat
usia lanjut. Sehingga sasaran Yandu Lansia adalah:
1) Sasaran langsung
Kelompok pralansia (45-59 tahun), kelompok lansia (60 tahun ke
atas), kelompok lansia dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)
2) Sasaran tidak langsung
39
Keluarga dimana usia lanjut berada, organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan usia lanjut dan masyarakat. Siti Maryam
dkk (2011: 37)
c. Kegiatan Posyandu Lansia
Pada dasarnya jenis kegiatan Posyandu Lanjut usia tidak berbeda
dengan kegiatan Posyandu Balita atau kegiatan upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat lain dimasyarakat. Namun Posyandu Lanjut usia
kegiatannya tidak hanya mencakup upaya kesehatan saja tetapi juga
meliputi upaya sosial dan karya serta pendidikan. Hal tersebut disebabkan
karena permasalahan yang dihadapi lanjut usia bersifat kompleks, tidak
hanya masalah kesehatan namun juga masalah sosial, ekonomi dan
pendidikan yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya.
Sebelum kita membicarakan jenis kegiatan yang dilakukan oleh Posyandu,
terlebih dulu para penyelenggara Posyandu diharapkan mengerti tujuan
penyelenggaraan Posyandu seperti yang telah diuraikan di atas. Jenis
kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu Lanjut usia yaitu
1) Kegiatan pengukuran indeks massa tubuh (IMT) melalui pengukuran
berat badan dan tinggi badan. Kegiatan ini dilakukan 1 bulan sekali.
2) Kegiatan pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 1 bulan
sekali, namun bagi yang menderita tekanan darah tinggi dianjurkan
setiap minggu. Hal ini dapat dilakukan di Puskesmas atau pada tenaga
kesehatan terdekat.
3) Kegiatan pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), gula darah dan
kolesterol darah. Bagi lanjut usia yang sehat cukup di periksa setiap 6
40
bulan. Namun bagi yang mempunyai faktor resiko seperti turunan
kencing manis, gemuk sebaiknya 3 bulan sekali dan bagi yang sudah
menderita maka dilakukan di Posyandu setiap bulan. Kegiatan
pemeriksaan laboratorium ini dapat dilakukan oleh tenaga Puskesmas
atau dikoordinasikan dengan laboratorium setempat.
4) Kegiatan konseling dan penyuluhan kesehatan dan gizi harus
dilakukan setiap bulan karena permasalahan lanjut usia akan
meningkat dengan seiring waktu, selain itu dapat memantau faktor
risiko penyakit-penyakitdegeneratif agar masyarakat mengetahui dan
dapat mengendalikanya. Komnas Lansia (2010: 21)
d. Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia
Dalam komisi Nasional Lanjut Usia Pelaksanaan kegiatan Posyandu
dilaksanakan sesuaidengan perencanaan yang telah disepakati.Agar
pelaksanaan kegiatan Posyandu lansia berjalan efisien dan efektif
dibutuhkan :
1) Organisasi yang tertata baik
2) Sumber daya manusia yang mempunyai ilmu dan kemampuan
3) Tugas dan fungsi yang jelas dari masing – masing petugas Posyandu
4) Mekanisme kerja yang baik meliputi perencanaan, pelaksanan,
monitoring dan evaluasi.
Organisasi Posyandu Lanjut usia adalah organisasi kemasyarakatan
non struktural yang berdasarkan azas gotong royong untuk sehat dan
41
sejahtera, yang diorganisir oleh seorang koordinator atau ketua, dibantu oleh
sekretaris, bendahara dan beberapa orang kader.
Dalam komnas Lansia (2010: 17) tenaga yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan Posyandu sebaiknya 8 orang namun bisa kurang dengan
konsekuensi bekerja rangkap. Kepengurusan yang dibutuhkan adalah:
a. ketua Posyandu
b. sekertaris
c. bendahara
d. kader sekitar 5 orang
Tenaga pelaksana pada dasarnya adalah semua pengurus Posyandu
yang saling membantu, namun harus ada penanggung jawab masing -
masing sesuai bidangnya. Paralanjut usia yang lebih muda dan lebih sehat
dapatdiberdayakan membantu kegiatan ini sesuai dengankemampuan
masing-masing. Dengan mengajak mereka ikutmembantu penyelenggaraan
Posyandu akan memberikanbanyak manfaat antara lain, 1) Para lanjut usia
akan merasa Posyandu milik mereka, 2) Para lanjut usia merasa
dihargai/dihormati, 3) Membuat lanjut usia tersebut tetap aktif dan
akanmeningkatkan kesehatan dan mencegah kepikunan, 4) Meningkatnya
rasa persaudaraan, terbangunnya ikatanemosi yang positif antar generasi dan
akan membuat lanjut usia rajin datang, 5) Pekerjaan menjadi ringan, efisien
dan efektif, cepatselesai, sehingga akhirnya tersedia waktu luang yang dapat
digunakan untuk kegiatan lainnya. Komnas Lansia (2010: 22)
Untuk memberikan pelayanan kesehatan dan sosial yang prima
terhadap lanjut usia di kelompoknya, dibutuhkan perencanaan yang matang,
pelaksanaan yang benar dan tepat waktu, serta pengendalian yang akurat.
42
Pelaksanaan kegiatan Posyandu dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan yang telah disepakati.Kegiatan tersebut di atas diatur sesuai
dengan ketenagaan dan waktu tersedia dan dapat dilakukan pada sebuah
gedung, dibawah tenda ataupun di tempat terbuka.Pada prinsipnya kegiatan
kesehatan harus dilakukan 1 bulan sekali agar dapat memantau kondisi
kesehatan.
e. Mekanisme Pelayanan Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia Lansia meliputi
pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional.Kartu Menuju Sehat
(KMS) Lansia sebagai alat pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih
awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan
yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku
Pedoman.Pemeliharaan Kesehatan Lansia atau catatan kondisi kesehatan
yang lazim digunakan di Puskesmas.
Kartika Ratna Pertiwi (2012: 2) menyatakan Pelayanan yang
diselenggarakan dalam Posyandu lansia tergantung pada mekanismedan
kebijakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh dinas kesehatan
kabupaten ataupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan
Posyandu lansia sistem 5 meja sepertiPosyandu balita, ada juga hanya
menggunakan sistem pelayanan 3 meja. Namun, secaraumum kegiatan
Yandu Lansia meliputi:
1. Pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan
atau tinggi badan.
43
2. Pengukuran tekanan darah (TD), denyut jantung, laju pernapasan dan
analisis indeks massatubuh (IMT).
3. Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan
4. Penyuluhan atau konseling, misalnya pelayanan pokok gizi
Dalam Umiyatun Nawawi (2009: 26) pelayanan kesehatan lansia
merupakan usaha mewujudkan kesejahteraan sosial bagi para orang usia
lanjut, pemerintah menetapkan kebijakan untuk membantu dan menyantuni
para orang lansia baik dalam panti maupun diluar panti. Pemberian bantuan
dan penyantunan kepada orang lansia di dalam panti ditujukan pada orang
lansia yang kondisi fisik maupun ekonomi mereka lemah. Program
pemerintah yang lain dalam pelayanan kesehatan lansia yaitu Posyandu lansia
yang memberikan pelayanan kesehatan seperti, pengecekan kesehatan,
penyuluhan menu sehat, olahraga lansia di dalam masyarakat sampai ke
tingkat kelurahan. Hal ini merupakan sebuah bukti yang menunjukan
perhatian pemerintah terhadap orang lansia.Namun belum semua elemen
masyarakat yang dapat menjalankan program tersebut.
Pelayanan yang dilakukan di Posyandu merupakan pelayanan ujung
tombak dalam penerapan kebijakan pemerintah untuk pencapaian lanjut usia
sehat, mandiri dan berdaya guna. Oleh karena itu arah dari kegiatan Posyandu
tidak boleh lepas dari konsep menua secara aktif.Menua secara aktifadalah
proses optimalisasi peluang kesehatan, partisipasi dan keamanan untuk
meningkatkan kualitas hidup di masa tua. Jika seseorang sehat dan aman,
maka kesempatan berpartisipasi bertambah besar.Masa tua bahagia dan
44
berdaya guna tidak hanya fisik tetapi meliputi emosi, intelektual, sosial,
vokasional dan spiritual yang dikenal dengan dimensi wellness yaitu suatu
pendekatan yang utuh untuk mencapai menua secara aktif. (Komnas Lansia,
2010: 14)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan
pelaksanan Posyandu Lansia perlu adanya mekanisme kerja atau
perencanaan yang matang karena Posyandu lansia merupakan salah satu
wadah pelayanan kesehatan lansia yang potensial dimasyarakat yang
dikembangkan oleh Puskesmas dan aspirasi masyarakat itu sendiri, sehingga
dengan adanya Posyandu Lansia ini masyarakat lanjut usia dapat memelihara
kesehatannya dengan baik.
f. Tugas Kader dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu Lansia
Kader Posyandu adalah orang dewasa, baik laki–laki atau perempuan
yang mau bekerja secara sukarela melakukan kegiatan–kegiatan
kemasyarakatan terkait dengan kesejahteraan lanjut usia. Komnas Lansia
(2010: 18).
Menurut WHO (1998) kader kesehatan adalah laki-laki atau wanita
yang dipilih oleh masyarakat dekat dengan tempat-tempat pemberian
pelayanan kesehatan.
Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh
masyarakat, dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan secara sukarela (Depkes 2003).
45
Dalam Nurhaida (2012: 14) Jumlah kader Posyandu Lansia di setiap
kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis
kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari anggota
kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari kader dari anggota kelompok
dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi
kader (Depkes RI, 2003 : 128).
Persyaratan untuk menjadi kader, antara lain: (1) dipilih dari
masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat, (2)
mau dan mampu bekerja secara sukarela, (3) bisa membaca dan menulis
huruf latin, (4) sabar dan memahami usia lanjut. (Depkes RI, 2003 : 130)
Tugas kader dalam Posyandu Lanjut usia antara lain:
1) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan pada
kegiatan Posyandu.
2) Memobilisasi sasaran pada hari pelayanan Posyandu.
3) Melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan Posyandu Lanjut
usia.
4) Melaksanakan kegiatan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan para lanjut usia dan mencatatnya dalam
KMS atau buku pencatatan lainnya.
5) Membantu petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan
dan pelayanan lainnya.
6) Melakukan penyuluhan ( kesehatan, gizi, sosial, agama
46
dan karya) sesuai dengan minatnya. Komnas Lansia (2010: 18-
19).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran kader sangatlah
penting dalam pelaksanaan Posyandu lanjut usia karena tugas dan fungsinya
dalam menggerakkan dan bersosialisasi kepada masyarakat. Karena aktif
apa tidaknya kaderlah yang menentukan jalannya kegiatan Posyandu Lanjut
usia.
B. Penelitian yang Relevan
1. Peran Pekerja Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Yogyakarta
Unit Budi Luhur dalam Meningkatkan Kesejahteraan Lanjut Usia (Skripsi
Swastika Dela Prabandewi. 2014. Universitas Negeri Yogyakarta)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan yang
ada di PSTW Yogyakarta unit Budi Luhur antara lain: (a) Pelayanan
pengelolaan makanan, (b) Pelayanan Fisik, (c) Pelayanan psikis, (d)
pelayanan kesehatan, (e) Pelayanan rohani, (f) Pelayanan sosial, (g)
Pendampinge keterampilan dan kesenian. Peran Pekerja Sosial dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Lansia di PSTW Yogyakarta Unit Bud Luhur
adalah peran pekerja sosial sebagai pendidik, pekerja sosial sebagai
pembela, pekerja sosial sebagai mediator fasilitator ( perantara), pekerja
sosial sebagai pemungkin (Enablex), Pekerja sosial sebagai penjangkauan
(Outreach).Yang menjadi faktor pendukung dari peran pekerja sosial
Lansia dalam meningkatkan kesejahteraan lansia di PSTW Yogyakarta
unit Budi Luhur antara lain, adanya kolaborasi dengan mahasiswa praktik
47
yang ada di PSTW Yogyakarta unit Budi Luhur sangat membantu pekerja
sosial yang saling mendukung, mempunyai jejaring atau kerjasama dengan
lembaga-lembaga lain, sedangkan yang menjadi faktor penghambat adalah
karakter klien yang berbeda-beda, kemauan klien yang berbeda-beda,
dituntut untuk memiliki lingkungan yang bersih akan tetapi lansia atau
klien mengalami defisit kebersihan.
Penelitian yang relevan di atas mengungkap bagaimana Peran
Pekerja Sosial dalam Meningkatkan Kesejahteraan Lanjut Usia, sedangkan
penelitian yang saya lakukan mengungkap bagaimana peran Keluarga
dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia melalui kegiatan BKL dan TPL.
Penelitian ini sama-sama meneliti tentang peran seseorang untuk lansia.
2. Peranan Taman Pendidikan Lanjut Usia (TPL) dalam Peningkatan Kualitas
Hidup Lanjut Usia di Kecamatan Gondokusuman (Skripsi Chairunnisa
Martanti, 2000, Universitas Negeri Yogyakarta).
Hasil dari penelitian relevan menunjukkan bahwa adanya upaya
yang dilakukan TPL dalam mewujudkan kesejahteraan bagi lanjut usia
yakni melalui cara pembinaan yang terus berkelanjutan. Upaya pembinaan
bagi lanjut usia ini meliputi pembinaan mental dan kesehatan, pembinaan
keterampilan, pembinaan kesenian, pembinaan kerohanian dan pembinaan
permainan. Peranan TPL dalam upaya peningkatan kualitas lanjut usia
adakah sebagai wadah penyaluran minat dan bakat bagi lanjut usia,
mendorong timbulnya semangat hidup dan menciptakan lanjut usia yang
berkualitas.
48
Penelitian yang saya lakukan membahas tentang Peran Keluarga
dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia melalui kegiatan BKL dan TPL.
Penelitian ini sama-sama membahas kegaitan TPL untun meningkatkan
kualitas hidup lanjut usia.
C. Kerangka Berfikir
Semua makhluk hidup memiliki siklus kehidupan menuju tua yang
diawali dengan proses kelahiran kemudian tubuh menjadi dewasa dan
berkembang biak. Selanjutnya semakin tua dan akhirnya meninggal.Lanjut
usia adalah kondisi dimana seseorang telah mencapai umur 60 tahun lebih
dengan kondisi fisik yang semakin menurun dan berkurang.
Di masa tua terdapat banyak masalah yang dihadapi oleh lanjut usia,
diantaranya adalah masalah ekonomi, masalah kesehatan sosial, dan
psikologi. Pada masa tua seperti itu lansia akan merasa terangsingkan karena
sudah mulai jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Bina keluarga
lansia adalah usaha untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam
rumah tangganya merupakan suatu nuansa yang baru.
Adanya Bina Keluarga Lansia akan membantu lanjut usia untuk tetap
mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Tidak hanya lingkungan
sekitar saja, peran BKL sangat penting bagi lansia karena di dalam BKL
diajarkan bagaimana melayani, memperhatikan lansia dengan baik agar lansia
tetap merasa aman dan nyaman di dalam keluarganya maupun lingkungan
sekitar. Peran BKL dalam meningkatkan kesehatan lansia dapat dilihat dari
49
bagaimana keluarga memberikan motivasi kepada lansia daat ada
pelaksanaan TPL di lingkungannya.
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, fokus penelitian ini adalah
menggali informasi tentang peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan
lansia serta faktor pendukung dan penghambatnya. Hal ini bertujuan agar
hasil penelitian yang dilakukan dapat menjadi acuan bagi lansia dan
keluarganya bahwa peran keluarga memiliki peran yang sangat besar dan
penting bagi kelangsungan hidup lanjut usia.
50
Gambar 1. Kerangka berfikir
LANSIA
Masalah Kesehatan
- Penyakit degeneratif
- Kekebalan tubuh menurun
- Gangguan fungsi kognitif
- Keseimbangan badan
Peran BKL dalam
Meningkatkan Kesehatan
Bina Keluarga Lansia
(BKL)
Tempat Pendidikan
Lansia (TPL)
LANSIA SEHAT
51
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat diajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana peran keluarga di dalam kegiatan Bina Keluarga Lansia
(BKL) dan Taman Pendidikan Lansia (TPL) untuk meningkatkan
kesehatan lansia?
2. Apakah sebagai keluarga lansia sudah cukup baik dalam menjalankan
perannya?
3. Bagaimana keluarga melakukan pendampingan terhadap lansia yang
menyangkut masalah kesehatan?
4. Apakah keluarga sudah melakukan pendampingan fisik, psikis kepada
lansia?
5. Apakah keluarga yang mempunyai lansia semuanya memperhatikan
kesehatan lansia dengan baik?
6. Bagaimana peran kader dalam kegiatan lansia?
7. Bagaimana peran kader lansia dalam meningkatkan kesehatan Lansia?
8. Apakah peran kader sudah optimal dalam setiap kegiatan yang
dilakukan?
9. Apa saja faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti
kegiatan TPL?
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Tailor (dalam Moleong, 2006: 4)
mendefinisikan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang
dapat diamati.Sementara itu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
eksploitasi (penggalian secara mendalam) dan klasifikasi fenomena atau
kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah data dan unit yang
diteliti. Dalam hal ini data yang di deskripsikan adalah uraian peran kelurga
dalam meningkatkna kehidupan lansia dalam mendorong keaktifan lansia
untuk datang pada kegiatan-kegiatan lansia.
B. Setting, Waktu dan Lama Penelitian
Setting penelitian berkaitan dengan obyek penelitian, yaitu dimana
kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan setting penelitian dimaksudkan
untuk mempermudah dan memperjelas obyek yang menjadi sasaran
penelitian.
Seting penelitian ini di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan
Gondokusuman. Peneliti memfokuskan pada peran keluarga dalam mengurus
Lansia dan meningkatkan kesehatan lansia. Waktu penelitian untuk
mengumpulkan data dilaksanakan selama 2 bulan.
53
C. Subyek Penelitian
Penentuan informan penelitian dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Purposive sampling dilakukan dengan mengambil orang-
orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik dan dimiliki
oleh sampel itu serta dipilih dengan cermat hingga relevan dengan
Kampungin penelitian (Nasution, 2006: 98).
Sugiyono (2013: 300) menerangkan bahwa dalam menentukan obyek
penelitian ini dilakukan secara purposive, yaitu teknik pengambilan informan
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia
sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek
atau situasi sosial yang akan diteliti.
Cara memilih informan dengan menggunakan purposive sampling adalah
dengan memilih informan tergantung dengan kriteria apa yang digunakan.
Sehingga kita menentukan terlebih dahulu kriteria-kriteria informan yang
diambil. Dalam penelitian ini peneliti meneliti tentang peran Bina Keluarga
Lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia.
Kriteria informan sebagai berikut:
1. Kader kegiatan lansia (BKL dan TPL)
2. Keluarga yang memiliki lansia
3. Lansia berusia 60 tahun ke atas
Informan dalam penelitian ini adalah kader kegiatan yang
berjumlah dua orang yaitu Ibu SS dan Ibu DQ. Lima orang warga lanjut
54
usia yang berusia 60 taun ke atas yang masih bisa diajak berkomunikasi
yaitu Bapak Wdd (63 Th), Bapak Ksr (75 Th), Ibu Sm (65 Th), Ibu Wj
(66 Th), Ibu Hm (70 Th) yang bertempat tinggal di RW 11 Kepuh.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Pengamatan / observasi
Penelitian ini diawali dengan melakukan observasi lapangan terlebih
dahulu dengan harapan memperoleh data yang relevan. Observasi yaitu
melukiskan dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati,
mencatat kemudia mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara
ilmiah, sehingga hasil pengamatan itu valid dan reliable, serta hingga
obyek pengamatan itu representative bagi gejala yang bersamaan.
(Nasution, 2006: 106)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang
lebih lengkap dan terperinci.Data informasi yang diperoleh melalui
pengamatan ini, selanjutnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Metode
observasi ini berupa pengamatan langsung yang digunakan untuk
mendapatkan data tentang Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan
Lansia Melalui Kegiatan BKL dan TPL di RW 11 Kepuh Kelurahan
Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan dua pihak antara pewawancara dan terwawancara untuk
mendapatkan informasi (Lexy Moleong, 2011: 186). Dalam teknik
55
wawancara terdapat pedoman wawancara yang digunakan sebagai
petunjuk atau pedoman tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan. Namun, pertanyaan akan mengalir pada saat peneliti melakukan
wawancara dengan informan sesuai dengan kebutuhan dan informasi yang
ingin digali.
Langkah-langkah yang disiapkan peneliti sebelum melaksanakan
wawancara yaitu menyusun draft wawancara, membuat jadwal wawancara
dengan informan dan melaksanakan wawancara dengan informan.
Wawancara dilakukan secara mendalam kepada subyek penelitian
sehingga data tersebut dapat menggambarkan bagaimana pelaksanaan
kegiatan lansia dan peran keluarga dalam mengurus lansia.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumentasi dapat berupa buku
harian, surat pribadi, laporan, catatan khusus (case record) dalam
pekerjaan sosial dan dokumen lainnya (Soehartono, 2005: 70). Dalam
penggunaan metode dokumentasi ini peneliti mengumpulkan data
berdasarkan dokumen yang nyata dan ada sehingga data yang diperoleh
mendukung keakuratan penelitian
E. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto yang dikutip oleh Nurul Zuriah (2005:
168) Menyusun instrumen dalam penelitian merupakan langkah penting yang
harus dipahami betul oleh peneliti. Kualitas instrumen yang dibuat akan
56
menentukan kualitas data yang terkumpul. Peneliti kualitatif sebagai human
instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis
data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuanya.Instrumen
dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang menggunakan pedoman
wawancara, pedoman observasi, dan pedoman dokumentasi yang dibuat
sendiri oleh peneliti dengan dibantu oleh dosen pembimbing.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
interaktif. Menurut (Milles & Huberman, 1992:20) analisis interaktif adalah
penggambaran dari tulisan, ucapan, dan perilaku yang diamati. Ada tiga
komponen pokok dalam model analisis ini, yaitu:
1. Reduksi data ( data reduction )
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data
berlangsung secara terus menerus selama penelitian, bahkan
sebelum benar-benar terkumpul. Intinya, reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi
data dengan cara yang sedemikian rupa hingga kesimpulannya dapat
ditarik dan diverifikasi.
57
2. Penyajian data ( data display )
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Data-data dan informasi yang sudah dikelompokan
kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan detail agar setiap data
dan informasi tidak lepas dari kondisi permasalahan yang ada.
3. Penarikan kesimpulan ( conclusion drawing )
Merupakan kegiatan mencari arti data, mencatat keteraturan, pola-
pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat dan
proporsi. Penarikan kesimpulan digunakan sebagai langkah untuk
meringkas data dalam bentuk kesimpulan, sehingga peneliti dapat
mengetahui data apa saja yang telah diperolah yang dapat
mendukung penelitian dan menjawab permasalahan yang
dirumuskan secara lebih mendalam.
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber. Triangulasi sumber menurut Patton (dalam Moleong,
2006: 178) berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu info yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Misalnya dengan membandingkan
hasil wawancara dari informan yang satu dengan informan yang lain.
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Deskripsi Kegiatan Lansia (BKL, TPL) di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren,
Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta
a. Kegiatan BKL dan TPL
BKL (Bina Keluarga Lansia) dan TPL merupakan kegiatan lansia
yang dilaksanakan secara rutin setiap bulannya di RW 11 Kepuh,
Kelurahan Klitren. TPL merupakan Taman Pendidikan Lansia, di Rw 11
kegiatan TPL dan Posyandu Lansia menjadi satu sehingga kegiatan
bersenang-senang dan pemeriksaan rutin dilaksanakan secara bersamaan
agar terwujudnya lanjut usia yang sehat, mandiri dan bahagia. BKL
merupakan kegiatan untuk keluarga yang mempunyai lansia agar mereka
mendapatkan pelajaran atau ilmu yang berhubungan dengan lansia atau
merawat lansia. kegiatan BKL dan TPL saling berhubungan karena dengan
adanya BKL, lansia menjadi termotivasi untuk mengikuti kegiatan.
BKL berdiri pada taun 2004 dan TPL berdiri pada tahun 2012.
Kemudian pelaksanaan BKL dan TPL ini terus berlanjut setiap bulan dan
sampai sekarang yang terus dikelola oleh kader-kader dan masyarakat
setempat.
b. Letak Geografis
BKL dan TPL merupakan kegiatan lansia di tingkat RW yang
memiliki tugas memberikan pelayanan bagi keluarga lansia dan pelayanan
59
keseatan bagi lansia di masyarakat. dimana kegiatan ini beralamatkan di Rt
43 RW 11 Kepuh Gk 3/884 Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman
Kota Yogyakarta.
c. Tabel Jumlah Lansia RW 11
Tabel. 1. Jumlah Lansia
NO RT JUMLAH LANSIA TAHUN
1 40 11 lansia 2016
2 41 23 lansia 2016
3 42 8 lansia 2016
4 43 18 lansia 2016
5 44 14 lansia 2016
6 45 11 lansia 2016
Jumlah 85 lansia
d. Tabel Data Kader Kegiatan Lansia
Tabel. 2
Nama Kader Kegiatan lansia di RW 11 Kepuh
No Nama Usia Lama Menjadi Kader
1 Ibu Ynl 60 7 tahun
2 Ibu Hj. Nws 62 10 tahun
3 Ibu TR 61 12 tahun
4 Ibu SS 64 8 tahun
5 Ibu DQ 67 12 tahun
6 Ibu SS 64 10 tahun
7 Ibu RS 55 6 tahun
8 Ibu SR 57 8 tahun
9 Ibu SW 46 10 tahun
10 Ibu AR 42 5 tahun
60
e. Struktur Organisasi
1) Kegiatan BKL
2) Kegiatan TPL
Gambar 2. Struktur Organisasi
KETUA
IBU SRI SUYATNI
WAKIL KETUA
IBU RUBIDI
SEKRETARIS
IBU SARJINAH
SUKIMAN
BENDAHARA
IBU Hj. NAWANGSIH
61
f. Fasilitas
Fasilitas yang dimiliki oleh TPL ini berupa tempat pelaksanaan
kegiatan Posyandu yang berada dirumah Bapak RW, alat penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi badan, alat pengukur tekanan darah
(tensi), buku (buku KMS, buku pendaftaran), alat tulis (pensil dan
pulpen) meja dan kursi, kemudian tersedia juga obat-obatan yang
dibutuhkan oleh para lanjut usia. Sedangkan fasilitas yang dimiliki oelh
kegiatan BKL berupa meja, kursi, dan juga buku pelajaran.
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan kesehatan lansia
terdiri dari :
a. Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan utama dalam
kehidupan manusia di mana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia
sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Di dalam
keluarga, manusia pertama-tama belajar memperhatikan keinginan-
keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu membantu, dan lain-lain.
Keluarga yang mempunyai lansia harus selalu memperhatikan kondisi
kesehatan lansia dikarenakan di usia yang sudah lanjut kesehatan menjadi
prioritas yang sangat penting sehingga peran keluarga sangat diharapkan.
Peran keluarga yang dijalankan tergantung dengan keluarga dan kondisi
kesehatan lansia.
Ibu SY selaku keluarga lansia mengungkapkan:
62
“kalau peran khusus kesehatan Ibu ya sebagai anak saya
mengingatkan ibu buat jaga kesehatannya, tidak kecapekan, cek
kondisi kesehatan, selalu memotivasi Ibu untuk tetap jaga kesehatan
dan mengikuti TPLyang rutin dilaksanakan setiap bulan.”
Bapak AF selaku keluarga lansia juga mengungkapkan:
“perannya selalu mengingatkan Bapak buat jaga kesehatan, Bapak
ada riwayat sakit, jadi mengingatkan buat rutin minum obat, cek
kesehatan, memperhatikan pola makan, ya sederhana tapi dapat
meningkatkan kesehatan Bapak.”
Ibu WD mengungkapkan hal serupa bahwa:
“peran anak dalam meningkatkan kesehatan orang tua ya sederhana
saja mbak, selalu mengingatkan buat cek kesehatan, jaga kesehatan
mengatur makannya, kalau sudah lansia kan tidak sembarang
makanan dibolehkan. Memberi dukungan buat aktif di kegiatan
lansia khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.”
Bapak Wdd selaku lansia mengungkapkan:
“anak mengingatkan agar selalu menjaga kesehatan, cek kesehatan,
minum obat, dan lainnya yang menyangkut kesehatan saya”
Berdasarkan hasil penelitian di atas peran keluarga terhadap lansia
khususnya untuk meningkatkan kesehatan adalah anggota keluarga selalu
memberikan dukungan kepada lansia agar lansia rutin memeriksakan
kondisi kesehatannya di kegiatan posyandu lansia atau kegiatan TPL.
Posyandu Lansia merupakan suatu forum komunikasi, alih teknogi dan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia
khususnya lanjut usia (Depkes, 2001). Di RW 11 Kegiatan Posyandu Lansia
dilaksanakan secara bersamaan dengan kegiatan TPL. Adanya kegiatan ini
di Kampung RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman,
kesehatan masyarakan lansia menjadi lebih terjamin. Keteraturan jadwal
63
pelaksanaan juga memberi kenyamanan bagi anggota keluarga lansia untuk
teratur memeriksakan keluarga lansia di keluarganya. Maka perlu kiranya
meningkatkan kualitas penyuluhan dan sosialisasi tentang manfaat TPL
tersebut. tidak kalah pentingnya adalah dukungan dari semua pihak, agar
menjadi sinergi positif untuk meningkatkan pelayanan bagi para lansia
tersebut.
Sasaran kerja TPL di Kampung RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren,
Kecamatan Gondokusuman adalah kelompok pra usia lanjut 45-59 tahun,
usia lanjut 60 tahun keatas dan kelompok usia lanjut resiko tinggi 70 tahun
keatas. Hal tersebut ternyata sejalan dengan WHO yang menetapkan
batasan usia lansia berupa 45-59 (middle age), 60-74 tahun (elderly), 76-90
tahun (old) dan 90 tahun keatas (very old).
Selama ini kegiatan TPL berjalan dengan baik. Terbukti para lansia
merasakan kebermanfaatan dari kegiatan tersebut. Namun daripada itu,
masih ada beberapa hal yang perlu dievaluasi. Seperti kasus yang terjadi
adalah posyandu lansia tersebut ternyata hanya ramai pada awal kegiatan
saja, sedangkan semakin hari peserta TPL tersebut semakin berkurang. Dari
hasil pengamatan peneliti selama melaksanakan penelitian, ternyata masih
banyak lansia yang tidak datang ke TPL Kampung kepuh tersebut. Dari
hasil rekapitulasi daftar hadir selama tiga bulan terakhir, didapat data
sebagai berikut:
64
Tabel. 3. Data kehadiran lansia
NO BULAN HADIR TIDAK
HADIR
KET
1 Juni 27 58
2 Agustus 32 53
3 September 38 47
Berdasarkan data tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 85 lansia yang
terdaftar hanya sekitar 30 lansia saja yang aktif mengikuti posyandu lansia.
Ketidakhadiran lansia disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya sakit
ataupun tidak ada yang mengantar. Selain alasan tersebut, ketidakhadiran
lansia juga dikarenakan rasa malas yang timbul dari dalam diri dan kurangnya
motivasi dari keluarga. Mencermati tabel kehadiran lansia di atas bisa
dikatakan bahwa hanya sekitar 30 lansia yang aktif hadir di TPL setiap
bulannya. Jika dibandingkan dengan jumlah total anggota lansia di RW 11
Kepuh yang berjumlah 85 orang, maka bisa dikatakan keaktifan lansia di RW
tersebut hanya 35%.
Tabel. 4. Jadwal TPL RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan
Gondokusuman
NO TEMPAT JADWAL
POSYANDU
DOKTER
1 Posyandu RW 11 Kepuh 5 April 2016 Ada
2 Posyandu RW 11 Kepuh 5 Mei 2016 Ada
65
3 Posyandu RW 11 Kepuh 5 Agustus 2016 Ada
4 Posyandu RW 11 Kepuh 5 September2016 Ada
5 Posyandu RW 11 Kepuh 5 Oktober 2016 Ada
Dari tabel di atas bisa dipahami bahwa di RW 11 Kepuh terdapat satu
TPL. Kegiatan tersebut dijadwalkan setiap tanggal 5 di setiap bulannya.
Keteraturan jadwal tersebut sangat membantu bagi keluarga yang mempunyai
lansia agar bisa menjadwalkan agenda hariannya. Pasalnya tidak sedikit dari
lansia yang merasa sudah terlalu sulit untuk berjalan jauh, kesulitan mencari
tumpangan dan lain sebagainya. Kegiatan TPL yang berjalan dengan baik dan
terjadwal akan sangat membantu lansia dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar, sehingga kualitas kesehatan mereka lebih bisa terjaga dengan
baik dan optimal. Dengan adanya dokter di setiap pelaksanaan kegiatan, maka
lansia lebih bersemangat untuk mengikuti kegiatan TPL.
b. Peran Kader dalam meningkatkan Kesehatan Lansia
RW 11 Kepuh merupakan perkampungan yang memilik kegiatan lansia
terlengkap dan aktif diantara RW lainnya di kelurahan Klitren. Salah satu
kegiatan yang aktif adalah BKL (Bina Keluarga Lansia). BKL sendiri adalah
usaha untuk menjadikan keluarga sebagai pembina lansia dalam rumah
tangganya merupakan suatu nuansa yang baru. Seluruh keluarga harus bisa
memberikan suasana yang tenteram tetapi dinamis agar lansia yang tinggal
dalam rumah bisa menikmati sisa hidupnya secara produktif dan bahagia
untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan keluarga yang memiliki
66
lanjut usia dalam pengasuhan, perawatan, pemberdayaan lansia agar dapat
meningkatkan kesejahteraannya.
Selain itu, ada pula kegiatan TPL yang bermanfaat untuk mengetahui
perkembangan kondisi kesehatan lansia. Tetapi tidak sedikit lansia yang tidak
mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan diperoleh hasil latar belakang lansia mengikuti kegiatan lansia.
Ibu SS selaku kader mengungkapkan bahwa:
“kalau TPL karena lansia sendiri ingin cek kesehatan dan bertemu
dengan lansia-lansia yangg lain, kalau yang BKL karena lansia atau
keluarga yang mempunyai lansia ingin menambah ilmu atau pengetauan
yang berkaitan dengan lansia.”
Bapak Ksr selaku lansia di RW 11 mengungkapkan bahwa:
“daripada tidak ada kerjaan dirumah mending ikut kegiatan, bisa tambah
pengetahuan, bisa mengetahui kondisi kesehatan, bisa tambah teman,
banyak hal-hal positif yang didapatkan.”
Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat bahwa yang melatar belakangi
lansia mengikuti kegiatan lansia adalah adanya kemauan dari dalam diri lansia
sendiri untuk aktif dalam kegiatan.
Di dalam kegiatan lansia, khususnya yang TPL terdapat orang-orang yang
berperan penting dalam meningkatkan kesehatan lansia, salah satunya adalah
kader.
Ibu SS selaku kader mengungkapkan bahwa:
“perannya mengingatkan para lansia agar tetap ikut kegiatan khsusunya
saat pelaksanaan posyandu lansia, agar mereka bisa cek kesehatan dan
tau kondisi keseatan mereka.”
Ibu DQ mengungkapkan hal serupa :
67
“mengingatkan lansia agar selalu cek kesehatan, ikut di kegiatan
posyandu lansia, cek tensi, kadang ada lansia yang arus dioyakoyak agar
mengikuti posyandu lansia.”
Ibu Sm selaku lansia mengungkapkan bahwa:
“sudah baik mbak, bagus, semua kader sudah menjalankan perannya
dengan maksimal. Kader selalu memberi motivasi kepada lansia agar
mengikuti kegiatan yang ada.”
Berdasarkan hasil penelitian di atas peran dari kader itu sendiri khusunya
untuk meningkatkan kesehatan lansia adalah kader sebagai motivator. Peran
kader dalam pelayanan motivasi sangat berpengaruh pada lansia untuk
mengikuti kegiatan. Karena motivasi itu adala suatu penggerak agar lanjut usia
senang dalam memeriksakan dirinya serta ikut dalam kegiatan pelaksanaan
TPL. Oleh karena itu kader selalu memberikan dukungan, motivasi kepada
lansia agar tertib mengikuti kegiatan TPL dan lansia dapat mengatahui kondisi
kesehatan. Selain memberikan motivasi, peran kader lansia juga mendampinga
lansia saat pelaksanaan kegiatan, melakukan pemeriksaan tensi, berat badan,
dan sebagainya.
c. Faktor pendukung dan penghambat lansia mengikuti kegiatan TPL
Dalam setiap kegiatan tentunya tidak lepas dari adanya faktor pendukung
dan penghambat. Dalam kegiatan lansia yang ada di RW 11 Kepuh terdapat
beberapa faktor pendukung yang mampu mengaktifkan para lansia dalam
mengikuti kegiatan lansia. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti bahwa yang menjadi faktor pendukung adalah:
1) Adanya kemauan dari diri sendiri
68
Kemauan dari dalam diri merupakan salah satu faktor pendukung
yang sangat berpengaruh dalam melakukan aktivitas lansia di kegiatan
yang ada. Seperti yang diungkapkan ole Ibu SS selaku kader bahwa:
“faktor pendukungnya yang pasti dari diri sendiri ada niat untuk
mengikuti kegiatan dan kader serta keluarga selalu memberi
motivasi.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak “SH” selaku keluarga
lansia bahwa:
“faktor pendukungnya ya otomatis dari diri sendiri untuk ikut
dalam kegiata lansia jadi ada semangatnya”
Tidak lain dengan Ibu WJ bahwa:
“faktor pendukungnya dari diri sendiri, semangat mengikuti
kegiatan dan adannya dukungan dari keluarga, dari kader juga.”
2) Adanya dukungan dari keluarga
Keluarga juga sering memberi motivasi dan dukungan kepada lansia
agar para lansia lebih semangat dalam mengikuti kegiatan. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak AF selaku keluarga lansia bahwa
“faktor pendukungnya dari keluarga selalu memberi dukungan
maupun motivasi, senang karena bisa cek kesehatan,”
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu SY selaku keluarga lansia
bahwa:
“faktor pendukungnya adanya dukungan dari keluarga jadi
semangat mengikuti kegiatan lansia, rumah dekat dengan tempat
kegiatan, terus dukungan dari kader yang selalu memberi
motivasi.”
Ibu HM selaku lansia mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya adalah adanya motivasi dukungan dari anak-
anak, keinginan dari diri sendiri,”
69
3) Rasa solidaritas yang tinggi
Rasa solidaritas juga menjadi faktor pendukung Lansia untuk
mengikuti kegiatan oleh karena itu mereka bisa bertemu dengan sesama
lansia dan bersosialisasi serta bisa berkomunikasi dengan teman lansia
yang umurnya sebaya, atau hanya sekedar bertemu dengan lansia lain
dapat menambah semangat buat mengikuti kegiatan. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu DQ selaku kader bahwa:
“faktor pendukungnya yaitu ada dukungan dan ingin bertemu
teman-teman lansianya.”
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu WD selaku keluarga lansia
bahwa:
“faktor pendukungnya ya ingin bertemu dengan teman-temannya,
bersosialisasi dengan lainnya jadi mempunyai semangat”
Ibu SM selaku lansia juga mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya adalah ingin bersosialisasi dengan teman-
teman lansia lainnya, ingin cek kesehatan,kader yang aktij jadi
menambah semangat buat aktif di kegaiatan lansia juga.”
Bapak WD mengungkapkan bahwa:
“faktor pendukungnya karena selalu ada dukungan dari keluarga,
bisa bertemu teman-teman lansia lainnya.”
Dari hasil wawancara di atas perlu adanya faktor pendukung dalam
menjalankan kegiatan lansia. dengan adanya faktor-faktor pendukung akan
sangat membantu dalam meningkatkan keaktifan lansia dalam mengikuti
kegiatan lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan
Gondokusuman Yogyakarta.
70
Di samping faktor pendukung, terdapat pula faktor penghambat
lansia dalam mengikuti kegiatan. Faktor penghambat tersebut akan
berpengaruh terhadap proses pelaksanaan dan keaktifan lansia.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kader,
keluarga lansia, dan lansia bahwa yang menjadi faktor penghambat adalah
karena memang tidak ada kemauan dari dalam diri lansia dan motivasi
untuk aktif dikegiatan. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu DQ selaku kader
bahwa:
“Faktor penghambatnya yaitu diri sendiri lansia yang memang
tidak pengen aktif dalam kegiatan lansia.”
Selain tidak ada kemauan dari diri sendiri, cuaca dan tidak ada
anggota keluarga yang mengantar juga terkadang menjadi penghambat
lansia untuk tidak berangkat saat kegiatan berlangsung. Seperti yang
diungkapkan ole Ibu EK selaku keluarga lansia menyatakan bahwa:
“kalau cuaca tidak mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.”
Ibu HM selaku lansia juga mengungkapkan bahwa:
“kalau cuaca tidak mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.”
Ibu WJ selaku lansia mengungkapnak bahwa:
“faktor pengambatnya itu kalau lagi hujan atau lagi ada acara jadi
tidak datang pas kegiatan berlangsung.”
Hal-hal kecil seperti di atas yang menjadi faktor penghambat lansia
untuk datang saat kegiatan berlangsung, tetapi tetap banyak yang mengikuti
kegiatan lansia karena memang para lansia senang dan mempunyai kemauan
dari diri sendiri untuk aktif di kegiatan tersebut.
71
B. Pembahasan
Peran Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam meningkatkan kesehatan lansia
terdiri dari:
1. Peran Keluarga dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu
menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke tempat
kegiatan. Mengingatkan lansia jika lupa jadwal TPL dan berusaha
membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia. Seringkali pada
lansia terdapat penurunan memori sehingga mereka lupa terhadap jadwal
kegiatan TPL serta terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga membutuhkan
bantuan orang lain apabila pergi ke suatu tempat, termasuk pergi ke TPL.
Dukungan keluarga yang diberikan pada lansia dalam pemanfaatan
TPL didapatkan dari keluarga yang terdiri dari anak, suami, cucu, ataupun
keluarga dekat lainnya. Dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk
mengingatkan jadwal kegiatan posyandu, menganjurkan untuk datang ke
posyandu, menemani ditempat kegiatan dan mengantar ke TPL. Senada
dengan itu, Indah dan Kartinah (2010) mengatakan dalam bukunya, bahwa
mayoritas dukungan keluarga terhadap lansia untuk mengikuti kegiatan
Posyandu tergolong baik. Hal ini berarti keluarga responden telah
memberikan dukungan bagi lansia untuk aktif di kegiatan TPL keluarga
juga selalu memperhatikan kebutuhan lansia, mau mendengar keluhan
lansia, dan memberikan bantuan untuk aktifitas lansia sehari-hari. Sesuai
72
dengan pendapat Friedman (2008) bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya.
Keluarga merupakan motivator agar lansia mau berperan aktif dalam
TPL tersebut. Disinilah Bina Keluarga Lansia (BKL) hadir untuk
memberikan fasilitas atau kemudahan bagi lansia untuk mengamalkan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, memberikan pembinaan
keagamaan, memberikan pembinaan fisik, pembinaan psikis/ mental dan
pembinaan sosial ekonomi. (BKKBN, 2009: 22)
Menarik benang merah dari wawancara peneliti dengan para lansia,
mereka mengemukakan beberapa hal yang mereka butuhkan dan sebaiknya
terpenuhi. Beberapa hal tersebut berupa:
1) Kebutuhan spiritual yang berupa tuntunan ibadah, atas dasar jiwa
lansia sudah cenderung lebih fokus untuk memperbanyak ibadah
demi bekal di hari kemudian.
2) Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, dan kesehatan.
3) Kebutuhan psikis yang berupa perasaan untuk merasa dianggap,
dibutuhkan dan dihargai oleh keluarga dan lingkungan sekitar.
4) Kebutuhan sosial yang berupa ruang bagi lansia untuk berinteraksi
dengan masyarakat sekitar.
5) Kebutuhan Ekonomi, secara manusiawi lansia juga masih punya
keinginan untuk berkarya dan memenuhi keinginannya yang
berhubungan dengan roda perekonomian.
73
Beberapa kebutuhan di atas merupakan kebutuhan dasar yang
setidaknya harus dipahami oleh keluarga lansia maupun kader lansia.
Dengan demikian maka akan terjadi sinergi positif, akan saling memahami
satu dengan yang lain dan akhirnya bisa mewujudkan lansia yang potensial
dan sehat. Jika berbagai kebutuhan dasar tersebut tidak bisa dipahami oleh
kader lansia maka mereka akan gagal mengajak lansia untuk berperan aktif
dalam kegiatan TPL.
Hasil penelitian menunjukkan BKL RW 11 Kepuh Kelurahan
Klitren, Kecamatan Gondokusuman menunjukkan peran aktif interaktif
terhadap peningkatan kesehatan lansia di Kampung tersebut. Semua
keluarga yang mempunyai lansia memperhatikan kesehatan baik secara
fisik maupun psikis. Terbukti mereka memperhatikan pola makan lansia,
memperhatikan gizi lansia, memberikan kasih sayang dan perhatian
kepada lansia tersebut, kenyamanan, bahkan menyempatkan waktu untuk
antar-jemput ke tempat kegiatan
Setiap keluarga memahami bahwa lansia sangat memerlukan kasih
sayang dari keluarga karena keluarga memegang peran penting dalam
mewujudkan kondisi lansia baik secara lahir dan batin. Dengan rasa kasih
sayang tersebut akan menciptakan perasaan ikhlas dan senang merawat
lansia. tanpa syarat dalam cinta kasih yang diberikan.
2. Peran Kader dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
Lansia atau lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan
kehidupan manusia. Dengan bertambahnya usia manusia maka otomatis
74
akan terjadi penuaan dan mulai mengalama masalah kesehatan, seperti
kulit kendur dan keriput, mudah lelah, tidak lincah, gigi tanggal, dan lain
sebagainya. secara singkat bisa dikatakan bahwa seseorang dalam kondisi
lansia akan mengalami penurunan performa berbagai kemampuan gerak
aktivitas. Dengan demikian maka perlu adanya usaha lansia yang
bersangkutan untuk menjaga kondisi dirinya. Di samping itu juga lansia
membutuhkan bantuan dari seseorang yang lebih muda untuk membantu
menjaga dan membantu apa yang dibutuhkan lansia tersebut.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi masalah lansia tersebut.
Salah satu kebijakan Departemen Kesehatan RI dalam pembinaan usia
lanjut adalah dengan upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan untuk
mandiri agar selama mungkin dapat produktif dan berperan aktif dalam
pembangunan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dibutuhkan peran
serta aktif lanjut usia untuk mengikutinya. Kegiatan TPL dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan lanjut usia, termasuk kesehatan jiwanya, serta
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap keberadaan lanjut usia.
Berdasarkan hal tersebut bisa dikatakan bahwa keberadaan TPL
sangatlah penting. Dengan adanya kegiatan tersebut para lansia bisa
menambah wawasan bagaimana memperlakukan dirinya sebaik mungkin
agar dalam kondisi lansia tetap bisa maksimal menjaga kebugaran dirinya.
Berdasarkan hasil wawancara juga ternyata para lansia tersebut merasa
senang dengan adanya kegiatan TPL tersebut. Banyak manfaat yang bisa
75
mereka dapatkan, seperti memperoleh informasi kesehatan, bertemu
sesama lansia yang lain, menghilangkan jenuh, dan lain sebagainya.
Namun demikian, masih ada sebagaian lansia yang belum mengikuti
TPL tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang sampai ke
mereka dan kurang adanya rasa kesadaran lansia tersebut akan pentingnya
kegiatan tersebut. Bahkan masalah teknis juga kadang menjadi kendala
bagi para lansia, seperti sudah berat untuk jalan kaki menuju tempat
posyandu, tidak ada sanak saudara yang bisa antar jemput, dan lain
sebagainya. Akhirnya mereka memilih untuk tetap diam diri dirumah
masing-masing.
Lansia yang tidak mengikuti TPL biasanya tidak mendapatkan
berbagai informasi mengenai lansia. Dengan demikian maka lansia
tersebut akan sedikit sekali mengetahui berbagai tips bagaimana menjaga
kebugaran dirinya. Akhirnya lansia yang tidak mengikuti TPL akan
mempunyai peluang lebih besar untuk terserang berbagai gangguan
kesehatan. Padahal kesehatan tersebut sangat penting bagi lansia yang
mana notabene imunitas kekebalan tubuhnya mulai menurun.
Mengatasi hal tersebut, kader lansia hadir sebagai kader yang
bertugas membantu menangani lansia yang bekerjasama dengan Bina
Keluarga Lansia (BKL). Beberapa tugas kader lansia diantaranya adalah
mengelola kelompok BKL, melakukan penyuluhan, melakukan kunjungan
rumah, melakukan pembinaan, melakukan rujukan, melakukan pencatatan,
76
melakukan pengembangan KS, melakukan konsultasi kepada PLKB, dan
berperan sebagai tim pembina. (BKKBN, 2009, 15)
Tidak sembarang orang bisa menjadi kader lansia. Kader lansia
dibentuk atas dasar tertentu, diantaranya harus memenuhi syarat berupa
wanita atau pria telah berkeluarga dan aktif di masyarakat, dapat
membaca, menulis dan berkomunikasi dengan baik, bertempat tinggal di
lokasi kegiatan, sehat jasmani dan rohani, bersedia mengikuti latihan/
orientasi/ magang, bersedia menjadi kader dan menjalankan tugas secara
sukarela. Orang yang berjiwa besar dan yang memenuhi syarat saja yang
bisa menjadi kader lansia, dengan harapan bisa memberikan bakti kerja
maksimal untuk mengurusi para lansia di daerahnya.
Data yang ditemukan di lapangan bahwa jumlah kader lansia aktif di
RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman berjumlah
10 orang. Mereka sudah bekerja semaksimal mungkin untuk
mensosialisasikan mengenai kegiatan TPL tersebut. Dengan segala
kemampuan dan kreativitas mereka berusaha menjelaskan manfaat
posyandu lansia, jadwal pelaksanaan dan lain sebagainya.
Pemberitahuan atau sosialisasi tentang TPL tersebut dilaksanakan
dengan cara datang dari rumah ke rumah warga yang mempunyai anggota
keluarga lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan
Gondokusuman. Kader juga melakukan kerjasama dengan tokoh agama
dan tokoh masyarakat agar penyuluhan lebih mudah diberikan kepada
kepada warga lansia. Dalam sosialisasi tersebut kader juga menggali
77
informasi mengenai lansia yang bersangkutan, mulai dari kondisi
kesehatan, pola makan, kesibukan dirumah, perlakuan anggota keluarga,
dan berbagai keluhan lain yang dialami oleh lansia tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian di atas peran dari kader itu sendiri
khusunya untuk meningkatkan kesehatan lansia adalah kader sebagai
motivator. Peran kader dalam pelayanan motivasi sangat berpengaruh pada
lansia untuk mengikuti kegiatan. Karena motivasi itu adalah suatu
penggerak agar lanjut usia senang dalam memeriksakan dirinya serta ikut
dalam kegiatan pelaksanaan kegiatan. Di hal ini kader selalu memberikan
dukungan, motivasi kepada lansia agar tertib mengikuti kegiatan TPL agar
mereka para lansia mengatahui kondisi kesehatan.
Kader lansia RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan
Gondokusuman juga berperan aktif dalam kegiatan TPL. Kader juga
melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap lansia, membantu
menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, pemnerian PMT dan
berbagai tugas yang bisa dikerjakan dengan dampingan petugas. Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk peran serta kader TPL terhadap upaya
meningkatkan kesehatan lansia itu sendiri. Bahkan untuk menghilangkan
rasa penat para lansia tersebut, sesekali kader lansia mengajak anggota
TPL untuk rekreasi. Kegiatan rekreasi lansia tersebut ternyata
berpengaruh positif. Para anggota lansia yang mengikuti rekreasi tersebut
mengaku bahwa mereka merasa senang, hilang semua penat dan kondisi
badan mereka menjadi lebih baik.
78
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Lansia Mengikuti Kegiatan
Lansia
Hasil studi pendahuluan diketahui bahwa kesiapan TPL di RW 11
Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman sudah baik, yang
mana dibuktikan dengan tenaga kesehatan yang memadahi, kader yang
komunikatif dan peralatan pemeriksaan kesehatan yang cukup. Beberapa
yang tersedia di TPL tersebut seperti alat pengukur tekanan darah,
pemeriksaan status gizi, dan pemerikasan kadar gula dan lain sebagainya.
Dilihat dari keaktifan kader dari sejumlah 10 orang, berdasarkan
pengamatan peneliti rata-rata yang hadir 5-8 orang di setiap kegiatan.
Ketidak hadiran tersebut menunjukkan bahwa peran kader masih kurang
maksimal, sehingga berdampak pada penanganan lansia yang mengikuti
posyandu tersebut. disamping itu juga lansia yang aktif hanya sekitar 30
orang saja, selebihnya hanya datang sesekali bahkan ada beberapa yang
sudah tidak pernah datang.
Berbagai upaya dilaksanakan untuk mewujudkan masa tua yang
sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif untuk lanjut usia. Namun
berbagai faktor pendukung dan fakor yang menghambat lancarnya TPL
selalu ada. Beberapa faktor pendukung dan faktor penghambat TPL ini
adalah:
a. Faktor pendukung
Dalam setiap kegiatan tentunya tidak lepas dari adanya faktor
pendukung dan penghambat. Dalam kegiatan lansia yang ada di RW 11
79
Kepuh Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman terdapat
beberapa faktor pendukung yang mampu mengaktifkan para lansia
dalam mengikuti kegiatan lansia. dari hasil pengamatan dan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti bahwa yang menjadi faktor pendukung
adalah:
1) Adanya kemauan dari diri sendiri
Niat atau kemauan dari diri sendiri merupakan salah satu faktor
pendukung yang sangat berpengaruh dalam keaktifan lansia di
kegiatan yang ada.
2) Adanya dukungan dari keluarga
Keluarga juga sering memberi motivasi dan dukungan kepada
lansia agar para lansia lebih semangat dalam mengikuti kegiatan.
3) Keaktifan Kader
Kader aktif dalam setiap kegiatan menjadi penyemangat lansia
untuk selalu ikut dalam pelaksanaan kegiatan.
4) Rasa solidaritas yang tinggi
Rasa solidaritas juga menjadi faktor pendukung, dengan Lansia
mengikuti kegiatan maka mereka bisa bertemu dengan sesama
lansia dan bersosialisasi dan bisa berkomunikasi dengan teman
lansianya, atau anya seksedar bertemu dengan lansia lain dapat
menamba semangat buat mengikuti kegiatan.
Di samping faktor pendukung, terdapat plan faktor penghambat lansia
dalam mengikuti kegiatan lansia. Faktor pengambat tersebut akan
80
berpengaru terhadap proses pelaksanaan dan keaktifan lansia. Dari hasil
pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kader,
keluarga lansia, dan lansia bahwa yang menjadi faktor penghambat adalah
karena memang tidak ada kemauan dari dalam diri lansia untuk aktif
dikegiatan.
Selain tidak ada kemauan dari diri sendiri, cuaca dan tidak ada
anggota keluarga yang mengantar juga terkadang menjadi penghambat
lansia untuk tidak berangkat saat kegiatan berlangsung.
Hal-hal kecil seperti di atas yang menjadi faktor penghambat lansia
untuk datang saat kegiatan berlangsung, tetapi tetap banyak yang mengikuti
kegiatan lansia karena memang para lansia senang dan mempunyai kemauan
dari diri sendiri untuk aktif di kegiatan tersebut.
b. Faktor penghambat
Program TPL di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren Kecamatan
Gondokusuman Yogyakarta masih menghadapi beberapa masalah,
Beberapa diantaranya adalah:
1) Faktor Umur
Di umur yang sudah tidak muda lagi, sebagian lansia sudah
malas untuk mengikuti kegiatan di karenakan mereka berfikir di usia
senja sudah tidak bisa untuk rutin mengikuti kegiatan, sehingga
mereka lebih memilih untuk berdiam diri di rumah.
2) Dukungan keluarga
81
Keluarga merupakan pihak yang bersinggungan langsun
dengan lansia, dimana mereka berkumpul menjadi satu setiap hari.
Namun ada beberapa anggota keluarga yang terpaksa tidak bisa
antar-jemput lansia ke posyandu karena alasan kesibukan pekerjaan.
Disamping itu kepedulian tetangga sekitar untuk menolong
menghantarkan ke tempat posyandu juga masih kurang. Akhirnya
lansia terpaksa hanya duduk dirumah saja.
3) Kurangnya kesadaran
Kurangnya kesadaran akan manfaat kegiatan, sebagian lansia
berfikir mengikuti kegiatan tidak ada manfaatnya sehingga mereka
memilih untuk tidak berangkat saat pelaksanaan kegiatan.
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan data di lapangan yang telah disajikan,
dianalisis dan diinterpretasikan di atas, maka pada bab ini dibuat sebuah
kesimpulan dalam rangka menjawab rumusan masalah penelitian. Selain itu
penulis juga akan merekomendasikan saran-saran.
1. Peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan lansia
a. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu
menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke tempat
pelaksanaan kegiatan. BKL RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren,
Kecamatan Gondokusuman
b. Semua keluarga yang mempunyai lansia memperhatikan kesehatan baik
secara fisik maupun psikis. Terbukti mereka memperhatikan pola
makan lansia, memperhatikan gizi lansia, memberikan kasih sayang dan
perhatian kepada lansia tersebut, kenyamanan, bahkan menyempatkan
waktu untuk antar-jemput ke tempat kegiatan
2. Peran kader lansia
a. Peran dari kader itu sendiri khusunya untuk meningkatkan kesehatan
lansia adalah kader sebagai motivator. Peran kader dalam pelayanan
motivasi sangat berpengaruh pada lansia untuk mengikuti kegiatan.
Motivasi itu adalah suatu penggerak agar lanjut usia senang dalam
memeriksakan dirinya serta ikut dalam kegiatan.
83
b. peran kader lansia juga mendampingi lansia saat pelaksanaan kegiatan.
c. melakukan pemeriksaan tensi, berat badan, pemberian PMT.
3. Faktor pendukung
Dalam setiap kegiatan tentunya tidak lepas dari adanya faktor pendukung
dan penghambat. Dalam kegiatan lansia yang ada di RW 11 Kepuh
Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman terdapat beberapa faktor
pendukung yang mampu mengaktifkan para lansia dalam mengikuti
kegiatan lansia. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan
oleh peneliti bahwa yang menjadi faktor pendukung adalah:
a. adanya kemauan dari diri sendiri.
b. adanya dukungan dari keluarga
c. keaktifan Kader
d. rasa solidaritas yang tinggi.
4. Faktor penghambat
Sedangkan faktor penghambat lansia dalam mengikuti kegiatan TPL
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor umur
b. Dukungan keluarga
c. Kurangnya kesadaran di dalam diri lansia.
B. Saran
Dalam kesempatan kali ini peneliti juga memberi beberapa saran
konstruktif dengan tujuan lebih baik di kedepannya kelak. Beberapa saran
dari peneliti berupa:
84
1. Bagi kader kegiatan Lansia di RW 11 Kepuh Kelurahan Klitren
Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta
a) Perlu menambah jumlah kader untuk meningkatkan pelayanan
dalam kegiatan lansia.
b) Perlunya meningkatkan komunikasi dan kerjasama yang bagus
antar kader dalam kegiatan lansia.
c) Perlunya sosialisasi tentang manfaat kegiatan TPL agar semakin
banyak yang mengikuti kegiatan TPL.
2. Bagi lansia
Bagi lansia diharapkan untuk lebih aktif berpartisipasi dalam
kegiatan lansia dan datang secara rutin setiap pelaksanaana kegiatan.
3. Bagi Keluarga
Keluarga selalu memberikan dukungan motivasi kepada lansia agar
tetap aktif di kegiatan dan melakukan pendampingan kepada lansia,
khususnya untuk lansia yang sudah tidak kuat sendiri ke tempat
kegiatan TPL.
85
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abu Ahmadi. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Argyo Demartoto.(2006). Pelayanan Sosial Non Panti Bagi Lansia.Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
BKKBN. (2009). Materi Penyuluhan Bina Keluarga Lansia (BKL). Yogyakarta:
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Biro Ketahanan Fisik
Keluarga Sejatera.
_______. (2011). Bina Keluarga Lansia (BKL). Yogyakarta: Perwakilan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi DIY.
Farida Hanum.(2008). Menuju Hari Tua Bahagia. Yogyakarta: UNY Press.
Hasan Alwi. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Irawan Soehartono.(2005). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Koentjaraningrat. (1972). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
Lilik Ma’rifatul Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Miles, Mathew B dan A.M. Huberman.(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
UI Press.
Moleong, Lexy.(2011). Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Poerwadarminta. (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Ravik Karsidi. (2007). Sosiologi Pendidikan. Solo: UNS Press.
Rita Eka, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Siti Bandiyah. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Siti Maryam R.S, dkk. 2011). Mengenal Usia Lanjut dan Keperawatannya.
Jakarta: Salemba Medika.
86
Siti Partini Suadirman. (2011).Psikologi Usia Lanjut.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Soerjono Sukanto. (2010). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto.(1997). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Umiyatun Nawawi.(2009). Sehat Dan Bahagia di Usia Senja.Yogyakarta:
Dianloka.
Utami Munandar. 2001). Psikologi Perkembangan Pribadi. Jakarta: UI Press
SKRIPSI
Chairunnisa Martanti. (2000). Peranan Taman Pendidikan Lanjut Usia (TPL)
dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Kecamatan
Gondokusuman. Skripsi. UNY.
Swastika Dela Prabandewi. (2014). Peran pekerja Sosial di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Yogyakarta Unit Budi Luhur dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Lanjut Usia. Skripsi. UNY.
LAIN- LAIN
Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Penduduk Lanjut Usia Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Diakses dari bps.go.id pada tanggal 5 Mei 2016.
Kartika Ratna Pertiwi. Yandu Lansia. Jurdik Biologi FMIPA UNY
Yogyakarta.http://staff.uny.ac.id/. Di akses pada 16 April 2013.
Ezi Eriani. (2014). Bina Keluarga lansia (BKL). Diakses dari
http://repository.unib.ac.id/8661/1/I,II,III,I-14-ezi-FK.pdf. Pada hari Rabu, 8
Juni 2016, pukul 14:35 WIB.
Ernie Martsiswati & Yoyon Suryono. (2014). Peran Orang Tua dan Pendidik
dalam Menerapka Perilaku Disiplin Terhadap Anak Usia Dini. Diakses dari
http://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2688/2241, pada
tanggal 26 Oktober 2016, pukul 09:20 WIB
Komisi Nasional Lansia. (2010). Pedoman Active Ageing (Penuaan Aktif) Bagi
Pengelola dan Masyarakat. Jakarta: Komnas Lansia. Diakses dari
http://www.komnaslansia.go.id/ pada tanggal 22 maret 2016, pukul 20:17
WIB.
87
___________________(2010). Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia.
Jakarta: Komnas Lansia. Diakses dari http://www.komnaslansia.go.id/ pada
tanggal 26 April, pukul 20.00 WIB.
___________________.(2010). Profil Peduduk lanjut Usia Jakarta: Komnas
Lansia. Diakses dari http://www.komnaslansia.go.id/ pada tanggal 23 Maret
2016, pukul 21: 24 WIB.
Undang-undang RI no. 23 tahun 1992
Undang-Undang RI No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Pemerintah Republik Indonesia No 43 tahun 2004
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1. Pedoman Observasi
PEDOMAN OBSERVASI
Secara garis besar dalam pengamatan (observasi) mengamati Peran Bina
Keluarga Lansia (BKL) dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia Melalui Kegiatan
TPL di Rw 11 Kepuh Kelurahan Klitren kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta, diantaranya meliputi:
1. Mengamati lokasi dan keadaan di kegiatan lansia.
2. Mengamati pelayanan keluarga yang diberikan kepada lansia.
3. Mengamati fasilitas-fasilitas yang tersedia di Posyandu Lansia.
4. Mengamati Proses kegiatan Lansia.
5. Mengamati bagaimana peran keluarga dalam kehidupan lansia.
6. Mengamati bagaimana peran kader dalam pelaksanaan kegiatan lansia.
7. Mengamati faktor pendukung dalam meningkatkan kesehatan lansia.
8. Mengamati faktor penghambat dalam meningkatkan kesehatan lansia.
90
Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Melalui Arsip Tertulis
a. Tujuan dan Latar belakang berdirinya kegiatan Lansia (TPL dan BKL)
b. Struktur kepengurusan TPL dan BKL
c. Arsip data lanjut usia yang ada di Rw 11 Kepuh Kelurahan Klitren,
kecamatan Gondokusuman
2. Foto
a. Tempat atau fisik kegiatan TPL dan BKL
b. Tempat atau fisik rumah lansia atu keluarga
c. Fasilitas yang dimiliki TPL
d. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada saat pelaksanaan kegiatan
91
Lampiran 3. Pedoman Wawancara
PEDOMAN WAWANCARA
PERAN BINA KELUARGA LANSIA DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TPL DI RW 11 KEPUH
KELURAHAN KLITREN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA
YOGYAKARTA
Key Informan : Ketua BKL RW 11 Kepuh
Hari, Tanggal :
Identitas Responden
1. Nama : (laki-laki/ perempuan)
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Alamat :
7. Pendidikan Terakhir :
Pertanyaan
1. Apakah Visi dan Misi dari Bina Keluarga Lansia (BKL)?
2. Bagaimana sejarah berdirinya kegiatan BKL?
3. Apa saja jenis kegiatan atau pelayanan dalam BKL?
4. Bagaimanakan sarana dan prasarana saat kegiatan BKL berlangsung?
92
5. Apakah program kegiatan yang dilakukan tersebut sesuai dengan
kebutuhan lansia?
6. Bagaimana keaktifan kader dalam pelaksanaan kegiatan ini?
7. Apakah keluarga yang mempunyai lansia selalu mengikuti kegiatan ini?
93
PEDOMAN WAWANCARA
PERAN BINA KELUARGA LANSIA DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TPL DI RW 11 KEPUH
KELURAHAN KLITREN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA
YOGYAKARTA
Key Informan : Kader kegiatan Lansia
Hari, Tanggal :
Identitas Responden
1. Nama : (laki-laki/ perempuan)
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Alamat :
7. Pendidikan Terakhir :
Pertanyaan
1. Apa yang melatar belakangi lansia mengikuti kegiatan ini?
2. Apakah saat kegiatan lansia dapat bersosialisasi dengan sesama lansia?
Jika iya bagaimana cara bersosilisasi?
3. Apaka ada lansia yang diantar oleh anggota keluarganya saat mengikuti
kegiatan? Jika iya apa alasannya?
94
4. Apakah semua lansia yang ada di RW 11 Kepuh aktif mengikuti
kegiatan ini?
5. Upaya apa yang dilakuka kader untuk meningkatkan keaktifan lansia
dalam mengikuti kegiatan?
6. Upaya apa yang dilakukan kader dalam meningkatkan kesehatan lansia?
7. Apakah peran kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu lansia?
8. Sejauh ini apakah peran kader dalam melaksanakan tugasnya sudah
sangat membantu lansia?
9. Hambatan apa yang ditemui kader dalam menjalankan perannya?
10. Apakah faktor pendukung untuk tetap menjalankan perannya sebagai
kader?
11. Apakah faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti
kegiatan lansia?
95
PEDOMAN WAWANCARA
PERAN BINA KELUARGA LANSIA DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TPL DI RW 11 KEPUH
KELURAHAN KLITREN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA
YOGYAKARTA
Key Informan : Keluarga yang mempunyai lansia
Hari, Tanggal :
Identitas Responden
1. Nama : (laki-laki/ perempuan)
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Alamat :
7. Pendidikan Terakhir :
Pertanyaan
1. Bagaimana cara keluarga memperhatikan lansia?
2. Bagaimana cara keluarga merawat lansia?
3. Apakah keluarga selalu memperhatikan kondisi kesehatan lansia?
4. Jika lansia sakit, apa tindakan dari keluarga?
5. Bagaimana peran anggota keluarga dalam meningkatkan kesehatan
lansia?
96
6. Apakah ada hambatan dalam menjalankan perannya?
7. Saat pelaksanaan kegiatan lansia di RW 11 Kepuh, apakah sebagai
anggota keluarga memberi motivasi kepada lansia untuk mengikuti
kegiatan? Jika iya, apa bentuk motivasinya?
8. Dalam kegiatan TPLatau kegiatan yang lainnya, apakah dari anggota
keluarga ada yang mengantar atau lansia datang sendiri?
9. Apakah keluarga mendukung lansia untuk aktif dalam kegiatan lansia
yang ada?
10. Apakah faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikutu
kegiatan lansia?
97
PEDOMAN WAWANCARA
PERAN BINA KELUARGA LANSIA DALAM MENINGKATKAN
KESEHATAN LANSIA MELALUI KEGIATAN TPL DI RW 11 KEPUH
KELURAHAN KLITREN KECAMATAN GONDOKUSUMAN KOTA
YOGYAKARTA
Key Informan : Lansia
Hari, Tanggal :
Identitas Responden
1. Nama : (laki-laki/ perempuan)
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
6. Alamat :
7. Pendidikan Terakhir :
Pertanyaan
1. Apakah Bapak/Ibu selalu mengikuti kegiatan lansia yang ada?
2. Apaka Bapak/Ibu selau memperhatikan kondisi kesehatan?
3. Apakah anggota keluarga selalu memberi motivasiatau dukungan
supaya Bapak/Ibu aktif dalam kegiatan lansia?
4. Menurut Bapak/Ibu, apakah anggota keluarga sudah merawat
Bapak/Ibu dengan baik?
98
5. Saat akan menghadiri kegiatan lansia, apakah pihak keluarga ada yang
mengantar atau Bapak/Ibi datang sendiri?\
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu peran dari keluarga dalam
meningkatkan kesehatan dak keaktifan Bapak/Ibu mengikuti kegiatan
lansia?
7. Bagaimana menurut Bapak/Ibu peran kader dalam kegiatan lansia?
8. Apakah faktor pendukung dan penghambat Bapak/Ibu dalam mengikuti
kegiatan lansia?
99
Lampiran 4 . Hasil Wawancara
A. Wawancara kader
1. Apa yang melatar belakangi lansia mengikuti kegiatan ini?
SS : kalau kegiatan TPL atau TPLkarena lansia sendiri ingin cek
kesehatan dan bertemu dengan lansia-lansia yangg lain, kaau yan BKL
karena lansia atau keuarga yang mempunyai lansia ingin menambah
ilmu atau pengetauan yang berkaitan dengan lansia.
DQ : yang TPL karena ansia ingin cek keseatan atau seksedar
bersosialisasi dengan lansia lainnya, yang BKL karena ingin mendapat
pelajaran tentang lansia.
2. Apakah saat kegiatan lansia dapat bersosialisasi dengan sesama lansia? Jika
iya bagaimana cara bersosilisasi?
SS : tentunya dapat bersosialisasi mbak, karena dalam kegiatan lansia
para lansia saling ngobrol, cerita-cerita.
DQ :iya pastinya mbak. Cara bersosialisasinya ya dengan sesama lansia
saling berkomunikasi.
3. Apaka ada lansia yang diantar oleh anggota keluarganya saat mengikuti
kegiatan? Jika iya apa alasannya?
SS : ada yang diantar dan ada yang berangkat sendiri. Kadang yang
karena sakit, sudah tidak kuat jalan kaki, ruma jauh, dan macem-
macem.
DQ :tentu mbak, sekian dari lansia yang mengikuti kegiatan pasti ada yang
diantar, faktornya karena sudah tua, sakit.
100
4. Apakah semua lansia yang ada di RW 11 Kepuh aktif mengikuti kegiatan
ini?
SS : sebagian besar aktif dalam kegiatan lansia
DQ : tidak semua tetapi banyak yang aktif.
5. Upaya apa yang dilakukan kader untuk meningkatkan keaktifan lansia
dalam mengikuti kegiatan?
SS : selalu memberi motivasi kepada lansia agar tetap aktif mengikuti
kegiatan
DQ : memberi dukungan kepada lansia dan selalu kegiatan lansia tidak
hanya itu-itu saja, kadang bisa diselingi dengan piknik agar lansia
semakin bersemangat.
6. Upaya apa yang dilakukan kader dalam meningkatkan kesehatan lansia?
SS : yang sederhana ya mengingatkan lansia untuk cek kesehatannya
DQ : tidak lupa cek kesehatan rutin.
7. Apakah peran kader dalam meningkatkan kesehatan lansia?
SS : perannya meningatkan para lansia agar tetap ikut kegiatan
khsusunya saat pelaksanaan posyandu lansia, agar mereka bisa cek
kesehatan dan tau kondisi keseatan mereka.
DQ :menginatkan lansia agar selalu cek kesehatan, ikut di kegiatan
posyandu lansia, cek tensi, kadang ada lansia yang arus dioyakoyak
agar mengikuti posyandu lansia.
8. Sejauh ini apakah peran kader dalam melaksanakan tugasnya sudah sangat
membantu lansia?
101
SS : iya tentu saja sudah
DQ : ya pastinya
9. Hambatan apa yang ditemui kader dalam menjalankan perannya?
SS : alhamdulilla saya anggap tidak ada hambatan mbak.
DQ : hambatannya soal dana
10. Apakah faktor pendukung untuk tetap menjalankan perannya sebagai kader?
SS : sudah senang dan nyaman dalam menjalankan tugas kader jadinya ya
selalu dinikmati saja.
DQ : senang dan keluarga selalu mendukung
11. Apakah faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti kegiatan
lansia?
SS : faktor pendukungnya yang pasti dari diri sendiri ada niat untuk
mengikuti kegiatan dan kader serta keluarga selalu membero motivasi.
Faktor penghambatnya terkadang malas atau yang tidak kuat jalan
tidak ada yang mengantar.
DQ :faktor pendukungnya yaitu ada dukungan dan ingin bertemu teman-
teman lansianya. Faktor penghambatnya yaitu diri sendiri lansia yang
memamng tidak pengen aktif dalam kegiatan lansia.
B. WAWANCARA KELUARGA LANSIA
1. Bagaimana cara keluarga memperhatikan/merawat lansia?
Bp AF : cara keluarga merawat lansia yaitu selalu memperhatikan
kesehatan, pola makannya, pokoknya merawat orang tua itu harus
dengan penuh kasih sayang, kalau Bapak tipenya tidak merepotkan
102
anak-anaknya. Selagi Bapak bisa sendiri Beliau tidak meminta
tolong kepada anak-anaknya.
Bp SH : cara keluarga ya sederhana saja mbak, selayaknya anak mengurus
orang tuanya. Alhamdulillah Bapak masih diberi kesehatan,
jadinya Bapak masih bisa melakukan sendiri kegiatan sehari-hari.
Ibu SY : caranya ya biasa mbak, mengingatkan buat makan, minum obat,
cek kesehatan. kalau diruma ibu itu tidak bisa diam mbk, jadi apa-
apa dikerjain, saya sering mengingatkan kalau capek tak suruh
istirahat, mentingin kesehatannta. Ya giu aja mbak perhatiannya.
Ibu WD :ya biasa mbk, meningatkan makan, minum obat, jaga kesehatan,
ya yang sederhana saja.
Ibu EK : mengingatkan buat jaga kesehatan, tidak kecapekan gtu aja
mbak. Kalau waktunya ibu kontrol diingatkan, diantar juga.
2. Apakah keluarga selalu memperhatikan kondisi kesehatan lansia?
Bp AF : selalu, kesehatan penting apalagi kalau sudah lansia
Bp SH : pastinya selalu memperhatikan kondisi kesehatannya, cek
kesehatan juga.
Ibu SY : iya mbak
Ibu Wd : kalau kesehatan Ibu anak-anaknya pasti selalu memperhatikan
Ibu EK : tentu saja, keseatan buat Ibu itu penting.
103
3. Jika lansia sakit, apa tindakan dari keluarga?
Bp AF : tindakan dari keluarga kalau memang arah ya langsung bawa ke
dokter atau rumah sakit, kalau ringan minum obat saja.
Bp SH : periksa ke dokter atau beli obat tergantung sakitnya para atau
ringan
Ibu SY : periksa dokter mbak.
Ibu Wd : beli obat atau periksa ke dokter
Ibu EK : periksa dokter, masalahnya Ibu sudah lansia juga dan sering
sakit, jadi langsung dokter
4. Bagaimana peran anggota keluarga dalam meningkatkan kesehatan lansia?
Bp AF : perannya ya selalu mengingatkan Bapak buat jaga kesehatan,
Bapak an ada riwayat sakit, jadi mengingatkan buat rutin minum
obat, cek kesehatan, memperhatikan pola makan, ya sederhana
tapi dapat meningkatkan keseatan Bapak.
Bp SH : Ya menjaga pola makan beliau, cek kesehatan beliau, karena
sudah tua kanjadi tentan sakit mbak. Pinter-pinternya kita aja jaga
kesehatan orang tua.
Ibu SY : kalau peran khusus kesehatan Ibu ya sebagai anak saya
mengingatkan ibu buat jaga kesehatannya, tidak kecapekan, cek
kondisi kesehatan, selalu memotivasi Ibu untuk tetap jaga
kesehatan dan mengikuti TPLyang rutin dilaksanakan setiap
bulan.
104
Ibu Wd : peran anak dalam meningkatkan kesehatan orang tua ya
sederhana saja mbak, selalu mengingatkan buat cek kesehatan,
jaga kesehatan mengatur makannya, kalau sudah lansia kan tidak
sembarang makanan dibolehkan. Memberi dukungan buat aktif di
kegiatan lansia khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.
Ibu EK : perannya ya memberi perhatian tentang kesehatan beliaua,
menjaga kesehatan tidak usah terlalu capek, melakukan hal-hal
positif agar kesehatan beliau tetap terjaga.
5. Apakah ada hambatan dalam menjalankan perannya?
Bp AF : tidak ada.
Bp SH : kalau hambatan tidak ada.
Ibu SY : alhamdulillah ttidak ada mbak, insyaallah dalam merawat orang
tua sendiri tidak menemui hambatan
Ibu Wd : tidak ada hambatan buat orang tua sendiri
Ibu EK : tidak ada.
6. Saat pelaksanaan kegiatan lansia di RW 11 Kepuh, apakah sebagai anggota
keluarga memberi motivasi kepada lansia untuk mengikuti kegiatan? Jika
iya, apa bentuk motivasinya?
Bp AF : iya mbak memotivasi agar ikut kegiatan lansia
Bp SH : iya memberi motivasi
Ibu SY : iya memotivasi, mengingatkan kalau ada kegiatan, terkadang
beliau lupa, jadi saya yang mengingatkan.
105
Ibu Wd : mengingatkan kalau ada kegiatan lansia,ya itu motivasi sederhana
saja mbak, agar tetap semangat mengikuti kegiatan lansia.
Ibu EK : iya memotivasi Ibu agar mengikuti kegiatan lansia, siap
mengantar karena kalau bernagkat sendiri sudah tidak kuat.
7. Dalam kegiatan TPLatau kegiatan yang lainnya, apakah dari anggota
keluarga ada yang mengantar atau lansia datang sendiri?
Bp AF : kalau orang tua saya berangkat sendiri.
Bp SH : berangkat sendiri, bareng sama lansia lainnya.
Ibu SY : berangkat sendiri
Ibu Wd :berangkat sendiri, kecuali kalau lagi capek atau kondisi badan
kurang fit baru diantar.
Ibu EK : diantar mbak, selain jauh Ibu juga sudah tidak kuat kalau jalan
jauh, jadi selalu diantar
8. Apakah keluarga mendukung lansia untuk aktif dalam kegiatan lansia yang
ada?
Bp AF : iya mendukung
Bp SH : selalu mendukung karena hal positif
Ibu SY : iya mendukung mbak, karena dengan kegiatan ini lansia
khususnya orang tua saya menjadi aktif dan ada kegiatan di
kampung ini. Dapat bertemu dan kumpul sama lansia-lansia
lainnya.
Ibu Wd : mendukung mbak, agar ada kegiatan dan bersosialisasi dengan
lainnya.
106
Ibu EK : mendukung, biar aktif di kegiatan yang ada di kampung ini, tidak
hanya di rumah saja, biar bisa berinteraksi dengan lansia lainnya.
9. Apakah faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti kegiatan
lansia?
Bp AF : faktor pendukungnya dari keluarga selalu memberi dukungan
maupun motivasi, senang karena bisa cek kesehatan, faktor
penghambatnya pas lagi ada acara jadi tidak ikut kegiatan.
Bp SH : faktor pendukungnya ya otomatis dari diri sendiri untuk ikut
dalam kegiata lansia jadi ada semangatnya, faktor penghambatnya
mungkin tidak ada ya mbak.
Ibu SY : faktor pendukungnya adanya dukungan dari keluarga jadi
semangat mengikuti kegiatan lansia, rumah dekat dengan tempat
kegiatan, faktor penghambatnya mungkin kalau Ibu lagi pergi atau
ada acara di luar jadi tidak bisa ikut, tetapi terkadang walaupun ada
acara pasti pulang sebelum waktu kegiatan lansia dimulai.
Ibu Wd : faktor pendukungnya ya ingin bertemu dengan teman-temannya,
bersosialisasi dengan lainnya jadi mempunyai semangat, bisa cek
kesehatan tidak harus ke rumah sakit. Faktor penghambatnya
menurut saya idak ada, masalahnya itu merupakan hal posiif.
Ibu EK : faktor pendukungnya yaitu kalau Ibu kan memang senang dengan
kegiatan lansia, jadi beliau suda mempunyai semangat dari dalam
dirinya untuk mengikuti kegiatan lansia, ditamban dengan motivasi
107
dari keluarganya. Faktor penghambatnya kalau cuaca tidak
mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.
C. WAWANCARA LANSIA
1. Apakah Bapak/Ibu selalu mengikuti kegiatan lansia yang ada?
Bp Wdd : iya mbak
Bp Ksr : iya
Ibu Sm : tentu mbak
Ibu Wj : mengikuti kalo pas tidak ada acara
Ibu Hm : iya mbak
2. Apaka Bapak/Ibu selalu memperhatikan kondisi kesehatan?
Bp Wdd : kalau masalah kesehatan selalu mbak, karena saya punya
riwayat penyakit
Bp Ksr : tentu, kesehatan itu penting
Ibu Sm : pastinya, kesehatan tetap diutamakan mbak, kalau pas
kegiatan TPLselalu cek tensi, kalau ada keluan ya minta
obat.
Ibu Wj : iya, apalagi kalau sudah umur kayak gini, kondisi
kesehatan sangat penting
Ibu Hm : sealu mbak, kesehatan buat saya kalau sudah lansia seperti
ini sangat penting jadi harus selalu diperhatikan.
3. Apakah anggota keluarga selalu memberi motivasi atau dukungan supaya
Bapak/Ibu aktif dalam kegiatan lansia?
Bp Wdd : iya, anak saya malah senang kalo saya mengikuti kegiatan
lansia
108
Bp Ksr : iya, keluarga terutama anak saya mendukung
Ibu Sm : iya, keluarga selalu mendukung, malah anak saya jadi
aktif di kegiatan-kegiatan yan ada disini
Ibu Wj : pastinya selalu mendukun, biar ada kegiatan juga
Ibu Hm : iya anak saya mendukung, kalau saya lupa tanggal ya
selalu diingatkan
4. Menurut Bapak/Ibu, apakah anggota keluarga sudah merawat Bapak/Ibu
dengan baik?
Bp Wdd : iya tentunya
Bp Ksr : iyaa
Ibu Sm : sudah merawat dengan baik sekali
Ibu Wj : pastinya merawat dengan baik dan rasa sayang
Ibu Hm :iya merawat dan memperhatikan dengan baik
5. Saat akan menghadiri kegiatan lansia, apakah pihak keluarga ada yang
mengantar atau Bapak/Ibu datang sendiri?
Bp Wdd : tidak, saya berangkat sendiri
Bp Ksr : saya berangkat sendiri, masih kuat mbak
Ibu Sm : berangkat sendiri mbak, Cuma dekat kok.
Ibu Wj : berangkat sendiri
Ibu Hm :kalau pas lagi kondisi tidak sehat ya diantar mbak, tapi
seringnya diantar karena sudah tidak kuat jalan jauh. Capek.
109
6. Bagaimana menurut Bapak/Ibu peran dari keluarga dalam meningkatkan
kesehatan ?
Bp Wdd : anak mengingatkan agar selalu menjaga kesehatan, cek
kesehatan, minum obat, dan lainnya yang menyangkut
kesehatan saya.
Bp Ksr : selalu memberi mmotivasi, mengingatkan untuk tetap jaga
kesehatan.
Ibu Sm : selalu nyuruh jaga kesehata, pola makan, tidak kecapekan,
ya memperhatikan kondisi kesehatan.
Ibu Wj : meningatkan buat cek kesehatan, mengikutu posyandu
lansia, sederhana saja mbak.
Ibu Hm : mengingtakan untuk selalu jaga kesehatan.
7. Bagaimana menurut Bapak/Ibu peran dari keluarga dalam keaktifan
Bapak/Ibu mengikuti kegiatan lansia?
Bp Wdd : perannya sudah baik, mengingatkan saya kalau ada
kegiatan lansia. kalau
Bp Ksr : bagus mbak, memberi motivasi untuk selalu mengikuti
kegiatan lansia.
Ibu Sm : perannya memberi dukungan ataupun motivasi agaar saya
ikut kegiatan lansia
Ibu Wj : mengingatkan dan memberi motivasi
110
Ibu Hm :anak saya mengingingatkan saya kalau ada kegiatan lansia,
masalanya saya kadang lupa, anak saya juga mengantar ke
tempat kegiatan berlangsung.
8. Bagaimana menurut Bapak/Ibu peran kader dalam kegiatan lansia?
Bp Wdd : peran kader menurut saya suda bagus mbak.
Bp Ksr : sudah baik mbak.
Ibu Sm : sudah baik mbak, bagus, semua kader suda menjalankan
perannya dengan maksimal. Kader selalu memberi motivasi
kepada lansia agar mengikuti kegiatan yang ada.
Ibu Wj : menurut saya sudah bagus mbak.
Ibu Hm : sudah mbak
9. Apakah faktor pendukung dan penghambat Bapak/Ibu dalam mengikuti
kegiatan lansia?
Bp Wdd : faktor pendukungnya karena selalu ada dukungan dari
keluarga, bisa bertemu teman-teman lansia lainnya. Faktor
penghambatnya paling kalau pas lagi pergi saja jadi tidak
bisa mengikuti kegiatan.
Bp Ksr : faktor pendukungnya itu ingin aktif di kegiatan lansia,
daripada nganggur dirumah, faktor pengambatnya kalau pas
sakit atau lagi keluar jadi tidak berangkat pas kegiatan.
Ibu Sm : faktor pendukungnya adalah ingin bersosialisasi dengan
teman-teman lansia lainnya, ingin cek kesehatan, faktor
111
pengambatnya itu kalau lagi hujan atau lagi ada acara jadi
tidak datang pas kegiatan berlangsung.
Ibu Wj : faktor pendukungnya dari diri sendiri, semangat mengikuti
kegiatan dan adan dukungan dari keluarga, faktor
pengambatnya mungkin tidak ada ya, selagi bisa ikut
kegiatan ya datang.
Ibu Hm :faktor pendukungnya adalah adanya motivasi dukungan
dari anak-anak, keinginan dari diri sendiri,walaupun sudah
tua tapi tetap ingin menjaga silahturami dengan lansia
lainnya jadi ikut kegiatan yang ada. Faktor penghambatnya
palingan ya kalau pas hujan, ada acara, atau tidak ada yang
mengantar jadi tidak datang saat kegiatan dilaksanakan.
112
Lampiran 5. Reduksi Display Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara
Reduksi Display Data dan Kesimpulan Hasil Wawancara Peran Keluarga
dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia Melalui Kegiatan BKL dan TPL di
Kepuh Rw 11 Kelurahan Klitren Kecamatan Gondokusuman Kota
Yogyakarta
1. Apa yang melatar belakangi lansia mengikuti kegiatan ini?
SS : kalau kegiatan TPL atau TPLkarena lansia sendiri ingin cek
kesehatan dan bertemu dengan lansia-lansia yang lain, kalau BKL
karena lansia atau keuarga yang mempunyai lansia ingin menambah
ilmu atau pengetauan yang berkaitan dengan lansia, selain itu lansia
juga ingin aktif di kegiaan.
DQ : ingin aktif tidak hanya dirumah, yang kegiatan TPL karena lansia
ingin cek kesehatan atau seksedar bersosialisasi dengan lansia
lainnya, yang BKL karena ingin mendapat pelajaran tentang lansia.
Kesimpulan : Latar belakang lansia menikuti kegiatan lansia adalah karena
lansia ingin aktif dalam kegiatan.
2. Upaya apa yang dilakukan kader untuk meningkatkan keaktifan lansia dalam
mengikuti kegiatan?
SS : selalu memberi motivasi kepada lansia agar tetap aktif mengikuti
kegiatan
113
DQ : memberi dukungan kepada lansia dan selalu kegiatan lansia tidak
hanya itu-itu saja, kadang bisa diselingi dengan piknik agar lansia
semakin bersemangat.
Kesimpulan : kader selalu memberi dukunnagn dan motivasi agar lansia
aktif mengikuti kegiatan lansia.
3. Apakah peran kader dalam meningkatkan kesehatan lansia?
SS : perannya mengingatkan para lansia agar tetap ikut kegiatan
khsusunya saat pelaksanaan posyandu lansia, agar mereka bisa cek
kesehatan dan tau kondisi keseatan mereka.
DQ :mengingatkan lansia agar selalu cek kesehatan, ikut di kegiatan
posyandu lansia, cek tensi, kadang ada lansia yang arus dioyakoyak
agar mengikuti posyandu lansia.
Kesimpulan : peran kader dalam meningkatkan kesehatan lansia adalah
mengingatkan lansia untuk selalu cek kesehatan dan datang saat
kegiatan berlangsung agar bisa tahu kondisi kesehatannya.
4. Apakah keluarga selalu memperhatikan kondisi kesehatan lansia?
Bp AF : selalu, kesehatan penting apalagi kalau sudah lansia
Bp SH : pastinya selalu memperhatikan kondisi kesehatannya, cek
kesehatan juga.
Ibu SY : iya mbak
Ibu WD : kalau kesehatan Ibu anak-anaknya pasti selalu memperhatikan
Ibu EK : tentu saja, keseatan buat Ibu itu penting.
114
Kesimpulan : keluarga selalu memperhatikan kondisi kesehatan lansia
karena memang keseatan penting sekali apalagi kalau sudah
berumur lansia.
5. Jika lansia sakit, apa tindakan dari keluarga?
Bp AF : tindakan dari keluarga kalau memang arah ya langsung bawa ke
dokter atau rumah sakit, kalau ringan minum obat saja.
Bp SH : periksa ke dokter atau beli obat tergantung sakitnya para atau
ringan
Ibu SY : periksa dokter mbak.
Ibu WdD : beli obat atau periksa ke dokter
Ibu EK : periksa dokter, masalahnya Ibu sudah lansia juga dan sering sakit,
jadi langsung dokter
Kesimpulan : jika lansia sakit keluarga langsung sigap membawa ke dokter
untuk periksa, jika sakit ringan keluarga membelikan obat saja.
6. Bagaimana cara keluarga memperhatikan/merawat lansia?
Bp AF : cara keluarga merawat lansia yaitu selalu memperhatikan
kesehatan, pola makannya, pokoknya merawat orang tua itu harus
dengan penuh kasih sayang, kalau Bapak tipenya tidak merepotkan
anak-anaknya. Selagi Bapak bisa sendiri Beliau tidak meminta
tolong kepada anak-anaknya.
Bp SH : cara keluarga ya sederhana saja mbak, selayaknya anak mengurus
orang tuanya. Alhamdulillah Bapak masih diberi kesehatan, jadinya
Bapak masih bisa melakukan sendiri kegiatan sehari-hari.
115
Ibu SY : caranya ya biasa mbak, mengingatkan buat makan, minum obat,
cek kesehatan. kalau dirumah ibu itu tidak bisa diam mbk, jadi apa-
apa dikerjain, saya sering mengingatkan kalau capek tak suruh
istirahat, mentingin kesehatannta. Ya giu aja mbak perhatiannya.
Ibu WD :ya biasa mbk, meningatkan makan, minum obat, jaga kesehatan,
ya yang sederhana saja.
Ibu EK : mengingatkan buat jaga kesehatan, tidak kecapekan gtu aja mbak.
Kalau waktunya ibu kontrol diingatkan, diantar juga.
Kesimpulan : cara keluarga merawat lansia yaitu dengan selalu
memperhatikan kondisi kesehatan lansia, tidak hanya kesehatan
saja tetapi selalu merawat lansia dengan penuh kasih sayang.
7. Bagaimana peran anggota keluarga dalam meningkatkan kesehatan lansia?
Bp AF : perannya ya selalu mengingatkan Bapak buat jaga kesehatan,
Bapak an ada riwayat sakit, jadi mengingatkan buat rutin minum
obat, cek kesehatan, memperhatikan pola makan, ya sederhana tapi
dapat meningkatkan keseatan Bapak.
Bp SH : Ya menjaga pola makan beliau, cek kesehatan beliau, karena
sudah tua kanjadi tentan sakit mbak. Pinter-pinternya kita aja jaga
kesehatan orang tua.
Ibu SY : kalau peran khusus kesehatan Ibu ya sebagai anak saya
mengingatkan ibu buat jaga kesehatannya, tidak kecapekan, cek
kondisi kesehatan, selalu memotivasi Ibu untuk tetap jaga
kesehatan dan mengikuti TPLyang rutin dilaksanakan setiap bulan.
116
Ibu WD : peran anak dalam meningkatkan kesehatan orang tua ya
sederhana saja mbak, selalu mengingatkan buat cek kesehatan, jaga
kesehatan mengatur makannya, kalau sudah lansia kan tidak
sembarang makanan dibolehkan. Memberi dukungan buat aktif di
kegiatan lansia khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.
Ibu EK : perannya ya memberi perhatian tentang kesehatan beliaua,
menjaga kesehatan tidak usah terlalu capek, melakukan hal-hal
positif agar kesehatan beliau tetap terjaga.
Kesimpulan :peran keluarga terhadap lansia adalah selalu mengingatkan
lansia untuk jaga kesehatan. Kalau lansia sakit segera diperiksakan
ke dokter atau meminum obat.
8. Saat pelaksanaan kegiatan lansia di RW 11 Kepuh, apakah sebagai anggota
keluarga memberi motivasi kepada lansia untuk mengikuti kegiatan? Jika
iya, apa bentuk motivasinya?
Bp AF : iya mbak memotivasi agar ikut kegiatan lansia
Bp SH : iya memberi motivasi
Ibu SY : iya memotivasi, mengingatkan kalau ada kegiatan, terkadang
beliau lupa, jadi saya yang mengingatkan.
Ibu WD : mengingatkan kalau ada kegiatan lansia,ya itu motivasi sederhana
saja mbak, agar tetap semangat mengikuti kegiatan lansia.
Ibu EK : iya memotivasi Ibu agar mengikuti kegiatan lansia, siap
mengantar karena kalau bernagkat sendiri sudah tidak kuat.
117
Kesimpulan : keluarga selalu memberi motivasi kepada lansia agar
mengikuti kegiatan yang dilaksanakan.
9. Apakah keluarga mendukung lansia untuk aktif dalam kegiatan lansia yang
ada?
Bp AF : iya mendukung
Bp SH : selalu mendukung karena hal positif
Ibu SY : iya mendukung mbak, karena dengan kegiatan ini lansia
khususnya orang tua saya menjadi aktif dan ada kegiatan di
kampung ini. Dapat bertemu dan kumpul sama lansia-lansia
lainnya.
Ibu WD : mendukung mbak, agar ada kegiatan dan bersosialisasi dengan
lainnya.
Ibu EK : mendukung, biar aktif di kegiatan yang ada di kampung ini, tidak
hanya di rumah saja, biar bisa berinteraksi dengan lansia lainnya.
Kesimpulan : keluarga mendukung lansia untuk mengikuti kegiatan
yang ada.
10. Apakah faktor pendukung dan penghambat lansia dalam mengikuti kegiatan
lansia?
SS : faktor pendukungnya yang pasti dari diri sendiri ada niat untuk
mengikuti kegiatan dan kader serta keluarga selalu membero
motivasi. Faktor penghambatnya terkadang malas atau yang tidak
kuat jalan tidak ada yang mengantar.
118
DQ :faktor pendukungnya yaitu ada dukungan dan ingin bertemu
teman-teman lansianya. Faktor penghambatnya yaitu diri sendiri
lansia yang memang tidak pengen aktif dalam kegiatan lansia.
Bp AF : faktor pendukungnya dari keluarga selalu memberi dukungan
maupun motivasi, senang karena bisa cek kesehatan, faktor
penghambatnya pas lagi ada acara jadi tidak ikut kegiatan.
Bp SH : faktor pendukungnya ya otomatis dari diri sendiri untuk ikut
dalam kegiata lansia jadi ada semangatnya, faktor penghambatnya
mungkin tidak ada ya mbak.
Ibu SY : faktor pendukungnya adanya dukungan dari keluarga jadi
semangat mengikuti kegiatan lansia, rumah dekat dengan tempat
kegiatan, faktor penghambatnya mungkin kalau Ibu lagi pergi atau
ada acara di luar jadi tidak bisa ikut, tetapi terkadang walaupun ada
acara pasti pulang sebelum waSSu kegiatan lansia dimulai.
Ibu WD : faktor pendukungnya ya ingin bertemu dengan teman-temannya,
bersosialisasi dengan lainnya jadi mempunyai semangat, bisa cek
kesehatan tidak harus ke rumah sakit. Faktor penghambatnya
menurut saya idak ada, masalahnya itu merupakan hal posiif.
Ibu EK : faktor pendukungnya yaitu kalau Ibu kan memang senang dengan
kegiatan lansia, jadi beliau suda mempunyai semangat dari dalam
dirinya untuk mengikuti kegiatan lansia, ditamban dengan motivasi
dari keluarganya. Faktor penghambatnya kalau cuaca tidak
mendukung atau pas tidak ada yang mengantar.
119
Bp Wdd : faktor pendukungnya karena selalu ada dukungan dari keluarga,
bisa bertemu teman-teman lansia lainnya. Faktor penghambatnya
paling kalau pas lagi pergi saja jadi tidak bisa mengikuti kegiatan.
Bp Ksr : faktor pendukungnya itu ingin aktif di kegiatan lansia, daripada
nganggur dirumah, faktor pengambatnya kalau pas sakit atau lagi
keluar jadi tidak berangkat pas kegiatan.
Ibu Sm : faktor pendukungnya adalah ingin bersosialisasi dengan teman-
teman lansia lainnya, ingin cek kesehatan, faktor pengambatnya itu
kalau lagi hujan atau lagi ada acara jadi tidak datang pas kegiatan
berlangsung.
Ibu Wj : faktor pendukungnya dari diri sendiri, semangat mengikuti
kegiatan dan adan dukungan dari keluarga, faktor pengambatnya
mungkin tidak ada ya, selagi bisa ikut kegiatan ya datang.
Ibu Hm :faktor pendukungnya adalah adanya motivasi dukungan dari anak-
anak, keinginan dari diri sendiri,walaupun sudah tua tapi tetap
ingin menjaga silahturami dengan lansia lainnya jadi ikut kegiatan
yang ada. Faktor penghambatnya palingan ya kalau pas hujan, ada
acara, atau tidak ada yang mengantar jadi tidak datang saat
kegiatan dilaksanakan.
Kesimpulan : faktor pendukung lansia mengikuti kegiatan diantaranta adanya
kemauan dari dalam diri lansia, adanya motivasi dari keluarga dan
dari kader. Faktor penghambatnya adalah rasa malas yang ada dari
120
dalam lansia, cuaca yang tidak mendukung, tidak ada yang
mengantar.
121
Lampiran 6. Catatan Lapangan
Catatan Lapangan 1
Tanggal : Maret 2016
Waktu : 18.30 – 19.00
Tempat : Balai Rw 11
Tema Kegiatan : memberikan surat ijin dari kampus
Deskripsi
Peneliti datang ke Balai RW 11 dengan membawa surat ijin observasi dari
kampus dan bertemu dengan Bapak RW yaitu Bapak Rahadi. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan kedatangannya. Sebelumnya peneliti sudah
bertemu dengan Ketua BKL dan disarankan menyerahkan surat ijin yang
ditujukan untuk Ketua Rw. Setelah berbincang-bincang dengan Bapak Rahmadi,
peneliti menyerahkan surat ijin dari kampus dan meminta ijin untuk melakukan
penelitian di TPL dan kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) dalam rangka
memenuhi tugas akhir. Dengan penelitian yang akan diambil yaitu peran keluarga
dalam meningkatkan kesehatan lansia.
Setelah surat diterima dan penelitian dijinkan. Peneliti akan melakukan
observasi awal guna mendapat data yang nantinya akan digunakan untuk
penyusunan proposal sktipsi.
122
Catatan Lapangan 2
Tanggal : 5 April 2016
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : TPLRW 11 Kepuh
Tema Kegiatan : Observasi awal
Deskripsi
Pada hari Selasa tanggl 5 April 2016 peneliti datang ke TPL di RW 11
Kepuh tepatnya di alaman rumah Bapak Rw untuk mengadakan observasi awal.
Ketika sampai disana keadaan TPL ini masih terlihat sepi. Namun, peneliti
sebelumnya sudah melakukan perjanjian dengan Ibu Yuna (selaku Ibu Rw) untuk
melakuka observas awal. Setelah kader dan lansia banyak yang datang, acara
TPLdimulai.
Peneliti langsung memperkenalkan diri serta menyampaikan bahwa
kedatangannya hari ini untuk meminta ijin melakukan pengamatan dan penelitian
di TPLini. Hasil dari pertemuan tersebut peneliti mengetahui pelaksanaan
kegiatan TPLyang diadakan di RW 11 Kepuh setiap satu bulan sekali yaitu setiap
tanggal 5. Selain Posyandu Lansia, peneliti juga akan melakukan pengamatan dan
penelitian di kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) yang ada di RW 11 Kepuh
setiap tanggal 23. Setelah itu peneliti meminta ijin untuk mengikuti kegiatan
tersebut, hasilnya kader dan lansia mengijinkan peneliti mengikuti kegiatan –
kegiatan lansia pada setiap bulannya untuk observasi.
123
Catatan Lapangan 3
Tanggal : 23 April 2013
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : Rumah Warga
Tema Kegiatan : Observasi kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL)
Deskripsi
Dalam kegiatan ini peneliti mengikuti langsung kegiatan pelaksanaan BKL
di RW 11 Kepuh dengan tujuan melibatkan diri langsung dalam kegiatan agar
observasi atau pengamatan peneliti dapat lebih maksimal. Hasil dari observasi
peneliti memperoleh mengetahui apa saja kegiatan yang di lakukan.
124
Catatan Lapangan 4
Tanggal : 5 Mei 2016
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : TPL RW 11 Kepuh
Tema Kegiatan : mengikuti kegitan posyandu lansia
Deskripsi
Peneliti datang ke TPL dengan membawa surat ijin observasi dari kampus,
serta meminta ijin untuk melakukan penelitian di TPL dalam rangka tugas akhir.
Setelah surat diterima dan penelitian di ijinkan. Peneliti melakukan pengamatan
kegiatan tersebut dan melakukan wawancara sekilas tentang pelaksanaan TPL
yang nantinya akan digunakan untuk penyusunan proposal.
125
Catatan Lapangan 5
Tanggal : 5 Agustus 2016
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : TPL RW 11 Kepuh
Tema Kegiatan : Mengikuti Pelaksanaan TPL
Deskripsi
Peneliti datang ke TPL yang ada di Rw 11 Kepuh untuk mengikuti
kegiatan Posyandu langsung dengan melibatkan diri langsung dalam kegiatan
tersebut untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan untuk melengkapi
penyusunan proposal skirpsi. Di sini peneliti mengamati langsung pelaksanaan
TPL sehingaa peneliti mendapatkan informasi dari pengamatannya.
126
Catatan Lapangan 6
Tanggal : 29 Agustus 2016
Waktu : 16.00 – 17. 00
Tempat : Rumah Kader
Tema Kegiatan : Memberikan Proposal Skripsi dan surat ijin penelitian
Deskripsi
Peneliti datang ke salah satu rumah Kader yaitu Ibu “SS” dengan perihal
memberikan Proposal Skripsi serta surat ijin penelitian dari Dinas agar peneliti
dapat memulai penelitian serta pengambilan data terkait dengan Peran BKL dalam
meningkatnkan kesehatan Lansia. Hasilnya Ibu “SS” dngan senang hati akan
membantu peneliti selama penelitian dalam pengambilan data.
127
Catatan Lapangan 7
Tanggal : 5 September 2016
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : TPL
Tema Kegiatan : Mengikuti Pelaksanaan TPL dan wawancara Lansia
Deskripsi
Pada tanggal 5 September peneliti mendatangi lokasi TPL untuk kegiatan
pengambilan data salah satunya adalah mengetahui struktur kepengurusan. Selain
mengambil data, peneliti sebelumnya juga membantu kader mempersiapkan
peralatan yang di pakai saat kegiatan dan membantu kader mancatat berat badan
serta tensi dari lansia yang datang.
128
Catatan Lapangan 8
Tanggal : 7 September 2016
Waktu : 10.00 – 13.00
Tempat : Rumah Lansia
Tema Kegiatan : Wawancara dengan lansia dan keluarga
Deskripsi
Pada hari ini peneliti melakukan wawancara dengan Ibu “Ksr” yang pada hari
sebelumnya sudah janjian. Peneliti mewawancarai lansia dengan pertanyaan yang
sudah disispkan yaitu mengenai kegiatan lansia yang ada di RW 11 Kepuh dan
peran keluarga. Ibu “Ksr” antusias dalam menjawab pertanyaan diselingi dengan
canda tawa.
Setelah selesai wawancara dengan Ibu “Ksr”, peneliti melakukan wawancara
dengan anaknya yaitu “SH”. Peneliti mewawancarai anggota keluarga lansia
terkait dengan peran keluarga dalam merawat dan memperhatikan lansia
khususnya kesehatan.
Setelah selesai dari rumah Ibu Ksr peneliti menuju ke rumah Bapak Wdd dan
kebetulan anaknya yaitu Bapak AF juga dirumah. Sama seperti sebelumnya
peneliti mengajukan beberapa pertanyaan kepada lansia dan anaknya. Mereka
menjawab pertanyaan dari peneliti dengan senag hati.
129
Catatan Lapangan 9
Tanggal : 13 September 2016
Waktu : 14.00 – 15. 30
Tempat : Rumah Lansia
Tema Kegiatan : Wawancara dengan Lanjut usia
Deskripsi
Hari ini peneliti datang ke rumah Ibu Sm, sesampainya di rumah beliau ternyata
Ibu Sm lagi berpergian dan peneliti memutuskan untuk menunggu. Tidak lama
Ibu Sm sudah pulang dan menyambut peneliti dengan senyuman. Peneliti
melakukan wawancara yang terkait dengan kesehatan dan kegiatan lansia.
Sembari canda tawa Ibu Sm menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti.
Setelah selesai peneliti menuju ke rumah anaknya Ibu Sm yaitu Ibu SY yang
kebetulan jarak rumanya hanya beberapa meter. Sesampainya di rumah Ibu SY
peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan peran keluarga
dalam meningkatkan kesehatan lansia.
130
Catatan Lapangan 10
Tanggal : 23 September 2016
Waktu : 16.00 – 17. 30
Tempat :
Tema Kegiatan : Mengikuti Pelaksanaan Kegiatan BKL
Deskripsi
Peneliti datang ke tempat kegiatan BKL berlangsung. Di sini peneliti
mengikuti kegiatan sampai selesai. Kegiatan yang dilaksanakan diantaranya
bernyanyi dan keluarga lansia mendapat pelajaran atau ilmu tentang merawat
lansia. Setelah pelajaran selesai, peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Wd
selaku anak dari lansia yaitu Ibu Wj. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
dan dijawab baik oleh beliau. Selanjutnya peneliti meminta izin untuk melakukan
wawancara dengan Ibunda beliau yaitu Ibu Wj pada hari selanjutnya.
131
Catatan Lapangan 11
Tanggal : 24 September 2016
Waktu : 09.30 – 10.30
Tempat : Rumah Lansia
Tema Kegiatan : Wawancara dengan Lanjut usia
Deskripsi
Hari ini peneliti mendatangi Ibu Wj untuk melakukan wawancara. Peneliti sudah
ditunggu oleh Ibu Wj karena memang sudah janjian. Sesi wawancarapun langsung
dilakukan, selama kurang lebih satu jam Ibu Wj berbagi cerita sambil menjawab
pertanyaan yang diajukan peneliti.
132
Catatan Lapangan 12
Tanggal : 29 September 2016
Waktu : 13.00 – 14.30
Tempat : Rumah Lansia
Tema Kegiatan : Wawancara dengan Lanjut usia dan keluarga
Deskripsi
Pada hari ini peneliti melakukan wawancara dengan Ibu Hm. Peneliti
mewawancarai lansia dengan pertanyaan yang sudah disispkan yaitu mengenai
kegiatan lansia yang ada di RW 11 Kepuh dan peran keluarga. Setelah selesai
wawancara dengan Ibu Hm peneliti melakukan wawancara dengan anaknya yaitu
EK Peneliti mewawancarai anggota keluarga lansia terkait dengan peran keluarga
dalam merawat dan memperhatikan lansia khususnya kesehatan.
133
Catatan Lapangan 13
Tanggal : 5 Oktober 2016
Waktu : 16.00 – 17.30
Tempat : Rumah Bapak RW
Tema Kegiatan : Mengikuti kegiatan TPL dan Posyandu Lansia
Deskripsi
Peneliti datang ke TPLuntuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan
mengikuti Kegiatan Posyandu. Pada kegiatan pelaksanaan Posyandu peneliti
mengambil dokumentasi berupa gambar, data dan buku yang dapat mendukung
peneliti dalam penulisan skripsi. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara
dengan kader yaitu dengan Ibu SS dan Ibu DQ mengenai peran kader dalam
meningkatkan kesehatan lansia.
134
Lampiran 7. Data Lansia RW 11 Kepuh
No Nama L/P Umur RT
1 Drs Sumaji L 61 40
2 Marjono L 66 40
3 Supartinah P 72 40
4 Endang Sudarwati P 63 40
5 Bambang Ismoyo L 62 40
6 Mujiono L 65 40
7 Supartini P 65 40
8 Widodo L 64 40
9 Condro L 70 40
10 Mariani P 66 40
11 Amalia Elisabeth P 62 40
12 Bepy P 67 41
13 Pawiro Setomo L 85 41
14 Turut Sulardi L 72 41
15 Martiyah P 65 41
16 Walgito L 63 41
17 Kasih P 61 41
18 Kambarti P 62 41
19 Sarijah P 80 41
20 Subingah P 64 41
21 Bikem P 78 41
22 Sarwidiyati P 62 41
23 Budi Astono L 62 41
24 Estuningsih P 61 41
25 Widodo L 69 41
26 Sukirjan L 64 41
27 Ngadiyono L 65 41
28 Sukiman WA L 61 41
29 Wandiyem P 71 41
30 Sukarni P 61 41
31 H. Sudjimin L 71 41
32 Hj. Nawangsih P 62 41
33 Sumiyem Sosro P 80 41
34 Kami Sugiyo P 68 42
35 Supraning P 67 42
36 IH. Dalimin L 73 42
37 CY Boniyem P 74 42
38 Parinem P 67 42
39 Sularto L 73 42
40 Jumilah P 64 42
41 Surip Barjo P 64 42
42 Rachmadi L 65 43
135
43 Yunaliati P 60 43
44 Waluyo Hadi L 71 43
45 Waldiyah Sutarmin P 75 43
46 Adiyani P 61 43
47 Sukarlan P 67 43
48 Kasno L 71 43
49 Sahono L 71 43
50 Suto L 70 43
51 Adiasih P 65 43
52 Suparni P 72 43
53 Sartono L 68 43
54 H. Ansor L 67 43
55 Susinah Samirun P 70 44
56 Suwarjo Pujo L 71 44
57 Puji Sehati P 66 44
58 Ahmad Qusyairi L 72 44
59 Daliman L 68 44
60 M. Azwar L 67 44
61 Siti Azwar P 65 44
62 Daliana Qusyairi P 67 44
63 Suhardjo L 71 44
64 H. Suwaji L 68 44
65 Sumardi Herman L 67 44
66 Sri Rahayu P 72 44
67 Mardiyanto L 69 44
68 Supriyadi L 65 43
69 Suparmi P 66 43
70 MUdjiono L 68 43
71 Samsuri Purwohadi L 74 45
72 Darto Suwito L 83 45
73 Darmo Suwito P 77 45
74 Wagiyem Suroso P 67 45
75 Herman Antoro L 65 45
76 Emilina Sari P 60 45
77 Sukardjiman L 69 45
78 Rosdiyah P 67 45
79 Waji P 56 45
80 Sri Sugiyanti P 64 45
81 Muajirah P 71 41
82 Katirah P 64 43
83 Pudjiati P 68 43
84 Indaryanto S L 62 44
85 Djuweni P 72 45
136
Lampiran 8. Data hadir kegiatan TPL
Bulan Juni
No Nama Usia Tensi BB
1 Ibu Wardi 80 150/80 24
2 Ibu Dalijo 79 150/90 43
3 Bp Ngadiyono 65 100/70 52
4 Bp Condro 70 110/70 57
5 Ibu Harman 76 150/90 71
6 Ibu Condro 70 110/70 72
7 Ibu Bayo 63 130/70 62
8 Ibu Poni 75 130/90 55
9 Ibu Ali 64 110/70 62
10 Ibu Sosro 82 150/70 45
11 Ibu Mudirah 76 180/90 44
12 Bp Rachmadi 65 150/80 75
13 Ibu Walgito 61 130/80 45
14 Ibu Pujo 69 120/80 45
15 Bp Kasno 71 150/90 54
16 Bp Waluyo 71 120/80 58
17 Bp Widodo 64 160/90 49
18 Ibu Nanik 56 120/80 63
19 Ibu Daliana 67 110/70 60
20 Ibu Murdiyanto 72 110/70 40
21 Ibu Dwi 74 150/90 66
22 Ibu Sugiyanti 64 150/70 49
23 Ibu Waji 56 130/90 65
24 Ibu Qusyairi 67 130/80 58
25 Ibu Nawangsih 62 130/80 63
26 Ibu Ari 42 110/70 55
27 Ibu Sudjimin 62 130/80 65
137
Bulan Agustus
No Nama Usia Tensi BB
1 Bp Waluyo 71 120/90 59
2 Ibu Harman 76 150/90 70
3 Ibu Anis 67 140/90 63
4 Bp Qusyaeri 69 160/100 78
5 Bp Ngadiono 65 130/90 51
6 Bp Kasno 71 130/90 55
7 Ibu Poni 75 120/80 55
8 Ibu Waji 56 130/90 66
9 Ibu Kasih Walgito 61 120/80 45
10 Ibu Mardi Widodo 57 130/90 55
11 Ibu Katirah 64 100/70 46
12 Ibu Suroso 69 100/60 35
13 Ibu Sutarning 75 150/80 50
14 Ibu Qusyaeri 67 110/70 58
15 Ibu Sugiyo 69 120/70 64
16 Ibu Dalijo 79 120/80 43
17 Ibu Sosro 82 130/60 44
18 Ibu Mudjiono 66 180/90 52
19 Ibu Yoso 72 150/90 41
20 Ibu Madjirah 76 200/90 45
21 Bp Widodo 64 170/90 50
22 Ibu Barjo 63 130/70 61
23 Ibu Ali 64 130/90 65
24 Ibu Ning Astono 60 120/90 50
25 Ibu Sri Rahayu 72 100/60 39
26 Ibu Kamto 52 110/80 59
27 Ibu Yuna 60 140/90 65
28 Ibu Purwahadi 74 110/70 65
29 Ibu Widodo/ Sarti 46 110/80 56
30 Bp H. Sudjimin 71 140/80 80
31 Bp Rachmadi 65 130/80 78
32 Ibu Sudjimin 62 130/80 65
138
Bulan September
No Nama Usia Tensi BB
1 Ibu Harman 76 170/80 70
2 Bp Qusyaeri 69 170/90 77
3 Bp H. Sudjimin 71 160/90 80
4 Ibu Dalimin 73 140/90 66
5 Ibu Surep 63 149/80 61
6 Ibu Parinem 75 130/90 54
7 Ibu Daliana 67 140/80 57
8 Ibu Mudjiana 66 135/80 50
9 Bp Waluyo 59 130/80 58
10 Ibu Wandiyem 80 140/80 24
11 Ibu Sosro 83 130/70 42
12 Ibu Mudjirah 76 190/90 46
13 Ibu Yoso 72 140/90 40
14 Bp Kasna 71 160/80 54
15 Ibu Dalijo 77 160/90 40
16 Ibu Sosro 67 170/70 35
17 Ibu Suwadji 55 140/80 66
18 Ibu Ngudiono 65 140/90 57
19 Bp Mardi 85 130/90 59
20 Bp Widodo 63 160/90 50
21 Ibu Yuna 60 120/80 63
22 Ibu Kasih Walgito 61 130/80 43
23 Ibu Ridahmi 57 130/80 54
24 Ibu Ali 64 120/80 64
25 Ibu Tarmi 75 140/80 54
26 Ibu Estu Ningsih 61 110/70 50
27 Ibu Sugiyo 69 150/80 65
28 Ibu Puji 66 130/80 39
29 Ibu Rahayu 72 110/70 39
30 Ibu Anis 67 110/80 61
31 Ibu Tin Sutopo 59 130/80 65
32 Bp Candra 70 110/70 57
33 Ibu Samsuri 74 140/90 65
34 Ibu Sri Sugiyanti 64 130/80 48
35 Ibu Hj. Nawangsih 62 140/80 64
36 Bp Kodil 52 150/90 76
37 Ibu Sri 53 110/80 57
38 Bp Rachmadi 65 150/80 78
139
Lampiran 9. Dokumentasi Foto
140
141
142
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian
143