peran beyond budgeting entry scan untuk …

20
308 Abstrak: Peran Beyond Budgeting Entry Scan untuk Mengatasi Per- masalahan Penganggaran Sektor Publik. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah permasalahan penganggaran pada Badan Layanan Umum (BLU) sebuah perguruan tinggi berdasar- kan prinsip beyond budgeting. Metode yang digunakan adalah studi ka- sus terhadap sejumlah petinggi Politeknik Keuangan Negara STAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Beyond Budgeting Entry Scan (BBES), terdapat tiga permasalahan utama penganggaran yakni kurangnya responsivitas anggaran, rendahnya level keterlibatan proses penyusunan anggaran, dan inefisiensi distribusi sumber daya. Pengang- garan yang responsif, keterlibatan penyusunannya, dan distribusi sum- ber daya efisien merupakan kunci mengatasi permasalahan pengangga- ran sektor publik. Abstract: : The role of BBES to Overcome Public Sector Problems to Overcome Public Sector Budgeting Problems. This study aims to iden- tify and examine budgeting problems at the Public Service Board (BLU) of a tertiary institution based on the principle of beyond budgeting. The method used is a case study of several officials of the STAN State Financial Poly- technic. The results showed that based on the Beyond Budgeting Entry Scan (BBES), there were three main budgeting problems namely lack of budget responsiveness, low levels of involvement in the budgeting process, and inefficiency in resource distribution. Responsive budgeting, involve- ment in its preparation, and efficient distribution of resources are vital to overcoming the problem of public sector budgeting. Anggaran dapat menerjemahkan ren- cana umum dan abstrak, memenuhi konsep responsibility accounting, mengalokasikan uang untuk kegiatan-kegiatan prioritas, dan mengidentifikasi keterbatasan dan kenda- la organisasi (Chan, 2015; Heald & Hodges, 2018; Hyndman & Liguori, 2016). Dengan kelebihan tersebut penganggaran dipandang dan dianggap sebagai satu-satunya fungsi kepemerintahan yang kompleks dalam rang- ka mengendalikan lingkungan dan menja- ga stabilitas (Bleyen, Klimovský, Bouckaert, & Reichard, 2017; Cuadrado-Ballesteros & García-Sánchez, 2018; Kasdin, 2017; Lu & Willoughby, 2015). Di samping kelebih- an, kelemahan penganggaran yakni me- makan banyak waktu, adaptivitas terhadap perubahan lingkungan rendah, dan mening- Volume 10 Nomor 2 Halaman 308-327 Malang, Agustus 2019 ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879 Mengutip ini sebagai: Biswan, A. T., & Widianto, H. T. (2019). Peran Beyond Budgeting Entry Scan Untuk Mengatasi Permasalahan Penganggaran Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 10(2), 308-327. https://doi.org/10.18202/jamal.2019.08.10018 PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK 1 Ali Tafriji Biswan, 2 Hendro Try Widianto 1 Politeknik Keuangan Negara STAN, Jl. Jurang Manggu Timur, Banten 15222 2 Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Jl. Dr. Wahidin Raya No.1, Jakarta 10710 Tanggal Masuk: 01 Juni 2019 Tanggal Revisi: 01 Agustus 2019 Tanggal Diterima: 31 Agustus 2019 Surel: [email protected], [email protected] Kata kunci: penganggaran, respons anggaran, unit pelaksana Jurnal Akuntansi Mulparadigma, 2019, 10(2), 308-327

Upload: others

Post on 10-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

308

Abstrak: Peran Beyond Budgeting Entry Scan untuk Mengatasi Per­masalahan Penganggaran Sektor Publik. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi dan menelaah permasalahan penganggaran pada Badan Layanan Umum (BLU) sebuah perguruan tinggi berdasar-kan prinsip beyond budgeting. Metode yang digunakan adalah studi ka-sus terhadap sejumlah petinggi Politeknik Keuangan Negara STAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Beyond Budgeting Entry Scan (BBES), terdapat tiga permasalahan utama penganggaran yakni kurangnya responsivitas anggaran, rendahnya level keterlibatan proses penyusunan anggaran, dan inefisiensi distribusi sumber daya. Pengang-garan yang responsif, keterlibatan penyusunannya, dan distribusi sum-ber daya efisien merupakan kunci mengatasi permasalahan pengangga-ran sektor publik.

Abstract: : The role of BBES to Overcome Public Sector Problems to Overcome Public Sector Budgeting Problems. This study aims to iden-tify and examine budgeting problems at the Public Service Board (BLU) of a tertiary institution based on the principle of beyond budgeting. The method used is a case study of several officials of the STAN State Financial Poly-technic. The results showed that based on the Beyond Budgeting Entry Scan (BBES), there were three main budgeting problems namely lack of budget responsiveness, low levels of involvement in the budgeting process, and inefficiency in resource distribution. Responsive budgeting, involve-ment in its preparation, and efficient distribution of resources are vital to overcoming the problem of public sector budgeting.

Anggaran dapat menerjemahkan ren-cana umum dan abstrak, memenuhi konsep responsibility accounting, mengalokasikan uang untuk kegiatan-kegiatan prioritas, dan mengidentifikasi keterbatasan dan kenda-la organisasi (Chan, 2015; Heald & Hodges, 2018; Hyndman & Liguori, 2016). Dengan kelebihan tersebut penganggaran dipandang dan dianggap sebagai satu-satunya fungsi

kepemerintahan yang kompleks dalam rang-ka mengendalikan lingkungan dan menja-ga stabilitas (Bleyen, Klimovský, Bouckaert, & Reichard, 2017; Cuadrado-Ballesteros & García-Sánchez, 2018; Kasdin, 2017; Lu & Willoughby, 2015). Di samping kelebih-an, kelemahan penganggaran yakni me-makan banyak waktu, adaptivitas terhadap perubah an lingkungan rendah, dan mening-

Volume 10Nomor 2Halaman 308-327Malang, Agustus 2019ISSN 2086-7603 e-ISSN 2089-5879

Mengutip ini sebagai: Biswan, A. T., & Widianto, H. T. (2019). Peran Beyond Budgeting Entry Scan Untuk Mengatasi Permasalahan Penganggaran Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 10(2), 308-327. https://doi.org/10.18202/jamal.2019.08.10018

PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK1Ali Tafriji Biswan, 2Hendro Try Widianto1Politeknik Keuangan Negara STAN, Jl. Jurang Manggu Timur, Banten 152222Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Jl. Dr. Wahidin Raya No.1, Jakarta 10710

Tanggal Masuk: 01 Juni 2019Tanggal Revisi: 01 Agustus 2019Tanggal Diterima: 31 Agustus 2019

Surel: [email protected], [email protected]

Kata kunci:

penganggaran, respons anggaran, unit pelaksana

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2019, 10(2), 308-327

Page 2: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

katnya praktik gaming dalam proses peng-anggaran (Bourmistrov & Kaarbøe, 2013; Heupel & Schmitz, 2015).

Proses penganggaran pada sektor pu-blik terus mengalami perbaikan. Perbaikan anggaran instansi pemerintah dimulai de-ngan reformasi manajemen pengelolaan keuangan negara. Reformasi tersebut di-tunjukkan dengan berlakunya undang-un-dang di bidang keuangan negara yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004. Paket undang-undang tersebut menandai pendekatan penganggaran yang baru yaitu konsep better budgeting. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan penganggaran berba-sis kinerja, anggaran terpadu, dan kerang-ka pengeluaran jangka menengah (KPJM). Meskipun demikian, fleksibilitas dan adap-tivitas anggaran masih melekat pada instan-si pemerintah. Untuk mengatasi ini, beyond budgeting menjadi alternatif. Østergren & Stensaker (2011) menyebutkan bahwa saat ini organisasi semakin membutuhkan apa yang disebut sebagai self-regulating manage-ment model. Hal ini seiring dengan isu vola-tility, uncertainty, complexity and ambiguity (VUCA) pada proses penganggaran yang se-makin meningkat, sehingga peran self-regu-lating management model semakin penting. Beyond budgeting secara harfiah dapat di-artikan sebagai ‘di luar penganggaran’, teta-pi tidak berarti harus menyingkirkan atau menghapus anggaran (Alsharari & Abouga-mos, 2017; Anessi-Pessina, Barbera, Sicil-ia, & Steccolini, 2016; Hansen, 2011). Pada prinsipnya, beyond budgeting berfokus pada bagaimana menciptakan organisasi yang lebih gesit (agile) (Helpap, 2017; Khodachek & Timoshenko, 2018; Wällstedt & Almqvist, 2017; Zhao, 2016).

Tidak dielakkan bahwa penganggaran berguna dalam akuntansi manajemen. Kas-din (2017) menyebutkan bahwa anggaran menerjemahkan rencana abstrak dan umum ke operasional, anggaran mendorong respon-sibility accounting, dan anggaran sebagai alat mengalokasikan sumber daya organi-sasi. Namun, terdapat tiga alasan mengapa anggaran tradisional tidak lagi memuaskan. Ketiga alasan tersebut adalah anggaran ber-sifat tidak praktis dan sangat mahal, tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan mendesak, dan gaming numbers telah meningkat pada titik yang tidak dapat diterima (unaccept-able) (Kaufman & Covaleski, 2019; Libby &

Lindsay, 2010). Selain itu, terdapat sebelas masalah krusial terkait anggaran dan peng-anggaran. Kesebelas masalah tersebut ada-lah lemahnya keterkaitan dengan strategi, memakan banyak waktu, dorongan atas pe-rilaku tidak etis, asumsi yang cepat outdate, pengendalian semu (illusions of control), pembuatan keputusan yang terlalu cepat, keputusan dibuat di unit yang terlalu ting-gi, pencegah terhadap hal-hal yang benar dan baik terjadi, pendorong terhadap hal-hal yang salah, dunia berakhir pada tang-gal 31 Desember, dan instrumen yang salah sebagai penilaian atas kinerja (Alsharari & Abougamos, 2017; Hansen, 2011). Dapat disimpulkan bahwa anggaran yang memi-liki karakteristik kaku, tidak dinamis, dan tidak akomodatif terhadap perubahan, di-indikasikan menghambat kemajuan organi-sasi. Maka, diperlukan penganggaran yang lebih baik. Penelitian penganggaran secara bertahap memberikan pemahaman yang lebih mendalam bahwa masalah anggaran adalah salah satu bagian dari masalah siste-mik yang lebih besar. Masalah tersebut ti-dak dapat diatasi hanya dengan pendekatan dan proses penganggaran biasa, melainkan diatasi dengan pendekatan beyond budget-ing. Beyond Budgeting Round Table (BBRT) mulai digunakan dalam pengembangan proses penganggaran alternatif sejak tahun 1998. Studi Aksom (2019) menemukan bah-wa ada ketidakpuasan yang signifikan atas penganggaran yang ada yaitu bahwa proses penganggaran memakan waktu terlalu ba-nyak, tidak sesuai realita, tidak adaptif, dan cenderung bersifat inkremental.

Anggraini & Setiawan (2011) dan Libby & Lindsay (2010) menemukan bahwa mayo-ritas organisasi tetap memilih menggunakan anggaran tradisional, tetapi terus menco-ba beradaptasi atas kelemahan-kelemah an pada anggaran tradisional daripada meng-hapus atau menghilangkannya. Studi Han-sen (2011) dan Su (2017) menemukan bah-wa ada dua opsi yang bisa dipilih organisasi yaitu modernisasi proses penganggaran dan implementasi beyond budgeting. Berbeda dengan Libby & Lindsay (2010) yang meng-gali bukti empiris, studi ini dilakukan de-ngan pengumpulan data melalui wawan-cara terstruktur, studi kasus dengan unit analisis spesifik sektor publik (dalam hal ini Politeknik Keuangan Negara STAN), bukan ditujukan untuk mengidentifikasi atau mem-perbarui praktik penganggaran, tetapi lebih pada beyond budgeting sebagai assessment

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 309

Page 3: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

tool terhadap sistem penganggaran yang ada. Studi ini juga berbeda dengan studi Ak-som (20190 dalam hal tidak menilai kesia-pan objek yang diteliti dalam melaksanakan beyond budgeting. Studi ini mengembang-kan pembahasan oleh Hansen (2011) dan Su (2017) yakni tidak hanya mengadopsi instru-men Beyond Budgeting Entry Scan (BBES), tetapi juga menjadikan beyond budgeting sebagai assessment tool terhadap sistem penganggar an yang ada.

Sejak 31 Maret 2008 unit kerja Seko-lah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) me-nyandang status baru sebagai BLU. Dengan perubahan status tersebut, STAN memilik i kekhasan yakni fleksibilitas pengelolaan keuangan, di antaranya yang utama adalah dapat langsung menggunakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diperoleh-nya tanpa terlebih dulu menyetorkan ke Rekening Kas Umum Negara. Meskipun de-mikian, kendala penganggaran sektor publik pada umumnya juga masih dialami oleh Po-liteknik Keuangan Negara (PKN) STAN. Ber-dasarkan Peraturan Menteri Keuangan No-mor 137/PMK.01/2015 tanggal 15 Juli 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Keuangan Negara STAN, PKN STAN me-rupakan bentuk baru perguruan tinggi yang sebelumnya bernama STAN, dengan pe-ngelolaan keuangan tetap merupakan BLU. Fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU yang dikaitkan dengan prinsip beyond bud-geting menarik untuk dikaji. Unsur kebaruan studi ini terletak pada tema beyond budget-

ing pada sektor publik yang umumnya tepat penerapannya di sektor privat, kerangka Be-yond budgeting Round Table yang digunakan dan dimodifikasi sesuai konteks sektor pu-blik. Di samping itu, berdasarkan penelusu-ran peneliti, studi ini belum pernah dilaku-kan pada BLU (tidak hanya BLU PKN STAN, tetapi juga BLU lainnya). Maka, tujuan studi ini adalah mengidentifikasi dan mengetahui permasalahan penganggaran PKN STAN dan sejauh mana kesesuaian proses bisnisnya dengan prinsip beyond budgeting.

METODEStudi beyond budgeting ini menggu-

nakan metode studi kasus. Penelitian men-dalam ditujukan untuk memahami makna yang tersirat dari suatu tindakan, perilaku, atau hasil karya yang menjadi fokus peneli-tian (Parker & Northcott, 2016; Taylor, 2018; Venselaar & Wamelink, 2017). Model studi kasus dilakukan guna mempelajari interak-si lingkungan, kondisi, posisi, serta keadaan lapangan unit penelitian (misalnya unit so-sial atau unit pendidikan) sesuai apa adanya (Awuzie & McDermott, 2017; Cibangu, 2013). Peneliti mengikhtisarkan bahwa metode stu-di kasus merupakan cara atau metode yang tepat untuk menjawab fenomena tertentu atau permasalahan penelitian secara lebih mendalam. Akan diteliti secara lebih men-dalam gambaran permasalahan pada proses penganggaran PKN STAN, dan upaya yang harus dilaksanakan oleh PKN STAN untuk dapat menerapkan prinsip beyond budget-

Tabel 1. Struktur Tujuan Beyond Budgeting Entry Scan (BBES)

Objective I Objective IIResponsivity of budget Resources on demandLevel of involvement in budget process Relative targetEfficiently resources distribution Bottom up strategy setting

Anticipatory system Fast distributed informationTeam rewardA self governance frameworkEmpowered managerAccountability for dynamic outcomeCustomer focusMarket coordinationSupportive leadership

310 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 4: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

ing sehingga dapat mengatasi kelemahan penganggarannya. Studi kasus juga peneli-ti gunakan karena model dapat menyaji-kan uraian komprehensif disesuaikan de-ngan kondisi nyata (realitas), menunjukkan keterkaitan antara peneliti dan responden, memberikan uraian yang mendalam terkait praktik penganggaran sektor publik, dan mengusulkan rekomendasi perbaikan pro-ses penganggaran. Studi kasus yang peneliti gunakan juga membantu menerjemahkan data objek lebih kontekstual dan lebih oten-tik dan fenomena penganggaran sektor pu-blik dapat dipelajari dari berbagai perspektif lebih luas yakni oleh para partisipan dalam berbagai tingkat analisis (misalnya personal dan organisasi).

Pada penelitian ini sumber data berwu-jud primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Sumber data didapat-kan atau dikumpulkan secara langsung di lapa ngan. Data sekunder didapatkan atau dikumpulkan peneliti yang berasal dari berbagai sumber. Data primer pada stu-di ini diperoleh dari sumber informan in-dividu atau perseorangan. Sumber data primer yang peneliti gunakan adalah wa-wancara terstruktur dengan informan atau informan. Data sekunder penelitian ini be-rupa dokumen internal PKN STAN, seperti Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petikan, Petunjuk Operasional Kegiatan, Rencana Bisnis Anggaran (RBA), Kontrak Kinerja, Manual IKU, Laporan Capaian Ki-nerja, Laporan Keuangan, dan Rencana Ker-ja Anggaran (RKA), uraian jabatan (urjab) dan tracer study. Selain dokumen internal PKN STAN, data sekunder penelitian ini juga diperoleh dari peraturan-peraturan tentang penganggaran di instansi pemerintah, doku-men anggaran perguruan tinggi lain, buku,

serta referensi elektronik tentang anggaran khususnya tentang beyond budgeting.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi peraturan, literatur, dan/atau kepus-takaan, serta wawancara terstruktur. Studi kepustakaan berasal dari literatur berupa buku teks, bahan acuan belajar, dan ar-tikel yang mencakup topik yang akan diteli-ti. Studi pustaka diperlukan karena dapat membantu peneliti sehingga dapat melihat ide, gagasan, pemikiran, dan kritik menge-nai permasalahan tersebut yang sebelum nya dibahas dan dianalisis oleh peneliti sebe-lumnya. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur yang telah diarahkan dengan se-jumlah pertanyaan yang ketat. Pertanyaan yang sama diajukan kepada para informan dengan kalimat dan tahapan yang seragam.

Pertanyaan wawancara terstruktur pada penelitian ini mengadopsi pertanyaan yang ada pada BBES. Pertanyaan dalam BBES tersebut kemudian disesuaikan de-ngan situasi dan kondisi di PKN STAN. Pe r-tanyaan yang ada BBES mencakup tema-te-ma yang terbagi atas Objective I dan Objective II sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

Berdasarkan definisi dalam BBES yang ada, tema anticipatory system dan market coordination pada Objective II tidak diuji kan pada penelitian ini karena tidak relevan de-ngan karakteristik proses bisnis dan peng-anggaran di instansi sektor publik (dalam hal ini Politeknik Keuangan Negara STAN). Wawancara terstruktur dilakukan dengan para informan sebagai pemilik kegiatan sekaligus pendukung kegiatan. Wawancara terstruktur untuk pemilik kegiatan dilaku-kan, selanjutnya dilakukan wawancara terstruktur dengan pendukung kegiatan sehingga masing-masing pendapat terkon-firmasi (pengecekan silang). Beberapa nama

Informan KeteranganTom Ketua Program Studi (pemilik kegiatan)Usman Ketua Jurusan (pemilik kegiatan)Priharjanto Kabag Administrasi Akademik, dan Kemahasiswaan (pemilik kegiatan)Tanda Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (pemilik kegiatan)Ambang Kepala Unit Perpustakaan (pemilik kegiatan)Win Pakar penganggaranAmik Kepala Subbagian Keuangan (pendukung kegiatan)Ajeng Kasubbagian Tata Usaha, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia (pendukung kegiatan)Fahriz staf senior Subbag Tata Usaha, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia (pendukung kegiatan)Adi staf senior Subbag Keuangan (pendukung kegiatan)Hadi Dosen tetap senior

Tabel 2. Daftar Nama Informan

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 311

Page 5: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

tersebut disamarkan. Daftar informan baik informan pertama selaku pemilik kegiatan maupun informan konfirmasi (triangulasi) ditunjukkan pada Tabel 2.

Langkah akhir dalam analisis data model interaktif ini adalah penarikan simpul-an atau verifikasi menggunakan kerangka analis is data interaktif (Miles, Huberman, & Saldana, 2014). Atas dasar data yang telah diringkas, diikhtisarkan, dan disajikan, pe-neliti menyusun simpulan yang didukung dengan bukti pada tahap pengumpulan data. Model analisis data interaktif ditunjuk-kan pada Gambar 1.

Selanjutnya, terdapat teknik-teknik yang digunakan dalam metode tersebut un-tuk mewujudkan akurasi, kekuatan analisis, dan kredibilitas hasil penelitian, yaitu trian-gulasi, pengujian anggota (member checking) dan pemeriksaan (auditing). Pada penelitian ini validasi penelitian menggunakan teknik triangulasi (Flick, 2017; Kern, 2018; Modell, 2015). Penelitian ini memilih teknik triang-ulasi sumber. Triangulasi sumber dilaku-kan dengan membandingkan dan mengecek balik tingkat kepercayaan informasi yang di-peroleh dalam waktu dan dengan alat yang berbeda. Triangulasi sumber pada penelitian ini dilaksanakan melalui sumber dokumen dan perspektif dari informan lain melalui wawancara. Triangulasi melalui wawancara dilaksanakan kepada informan yang memi-liki kompetensi lebih pada tema tertentu daripada informan pada saat pengumpulan data (Archibald, 2016; Turner, Cardinal, & Burton, 2017). Rincian informan sebagai sumber triangulasi terdiri atas Kabag Umum dan Keuangan, Kasubbagian Keuangan, Ka-subbagian Tata Usaha, Organisasi, dan Sum-

ber Daya Manusia selaku Manajer Ki nerja, staf senior Subbag Tata Usaha, Organi sasi, dan Sumber selaku Pengelola Kinerja, staf senior Subbag Keuang an selaku ahli pen-ganggaran, dosen tetap senior, Kepala Unit Sistem Informasi, dan Kepala Subbagian Pengelolaan Aset dan Kerumahtanggaan. Dengan demikian, pendalaman fokus pene-litian terkait penganggaran baik yang diala-mi oleh pemilik kegiatan utama (dalam hal ini yang menjalankan tridharma perguruan tinggi) dan pendukung kegiatan saling ter-konfirmasi.HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada dasarnya peran akuntansi mana-jemen melalui beyond budgeting tidak cuma diterapkan pada sektor komersial tetapi juga sektor publik. Hal ini diindikasikan oleh pembentukan BLU sebagai salah satu mo del organisasi sektor publik yang lahir sesuai dengan undang-undang di bidang keuang-an negara. Hal ini dituangkan dalam Un-dang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Pasal 68 dan Pasal 69 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat mene-rapkan pola pengelolaan keuangan (PPK) yang lebih fleksibel dengan mengutamakan kemampuan menghasilkan (produktivitas), kehematan (efisiensi), dan pencapaian tu-juan (efektivitas). Bentuk satker yang di-maksud adalah BLU. Pembentukan BLU merupakan paradigma baru pada organisasi sektor publik untuk mendorong peningkat-an pelayanan kepada masyarakat melalui enterprising the government (Darwanis, 2015; Prabowo, Leung, & Guthrie, 2017; Ve-rawaty, Jaya, & Megawati, 2016). Layanan

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan Simpulan/Verifikas

i

Gambar 1. Model Analisis Data dalam Penelitian iniSumber: Adaptasi dari Miles, Huberman, & Sadana (2014)

312 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

2 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 6: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

yang diberikan dapat berbayar dengan tetap mengutamakan kepentingan umum dan profesionalitas.

Sebagaimana dijelaskan sebelum-nya, anggaran memiliki beberapa manfaat. Pertama, anggaran bermanfaat untuk me-nerjemahkan rencana yang bersifat abstrak dan umum menjadi rencana kegiatan spesi-fik yang berorientasi pada sasaran dan tu-juan organisasi. Kedua, anggaran berman-faat untuk memenuhi konsep responsibility accounting. Ketiga, anggaran dapat dijadikan sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya keuangan untuk kegiatan-kegiatan pri-oritas dan penting serta yang menghasilkan manfaat atau keuntungan yang maksimal untuk organisasi. Terbatasnya sumber daya mengharuskan organisasi untuk memilih bagaimana pemanfaatan sumber daya terse-but. Organisasi pada akhirnya akan memilih kegiatan-kegiatan yang prioritas dan kegiat-an yang mampu menghasilkan manfaat pa-ling besar daripada kegiatan lain. Keempat, anggaran bermanfaat untuk mengidentifika-si keterbatasan dan kendala yang dihadapi organisasi.

Dari beberapa fungsi tersebut, semua-nya terdapat pada anggaran instansi peme-rintah. Win, sebagai pakar anggaran menya-takannya pada kutipan berikut ini:

“Pertama, untuk menerjemahkan rencana yang bersifat abstrak dan umum menjadi rencana ke-giatan spesifik berorientasi pada sasaran dan tujuan organisasi. Kemudian, anggaran digunakan untuk memenuhi responsibility accounting. Selain itu, anggaran berfungsi sebagai alat pengaloka-sian sumber daya keuangan un-tuk kegiatan-kegiatan prioritas. Terakhir, untuk mengidentifikasi keterbatasan dan kendala yang dihadapi organisasi. Seluruhnya ada pada anggaran instansi pe-merintah sesuai dengan aturan yang berlaku” (Win).

Berdasarkan pernyataan dari Win, penueliti kemudian menjabarkannya dalam beberapa poin. Pertama, anggaran berman-faat untuk menerjemahkan rencana yang bersifat abstrak dan umum menjadi rencana kegiatan spesifik yang berorientasi pada sasaran dan tujuan organisasi. Anggaran instansi pemerintah disusun visi dan misi

unit yang lebih tinggi yaitu mulai visi misi kementerian. Visi misi yang sifatnya abstrak tersebut akan dijabarkan dalam bentuk pro-gram oleh unit Eselon I di bawahnya untuk menghasilkan outcome tertentu. Dari pro-gram-program tersebut kemudian dijabar-kan dalam bentuk kegiatan baik oleh Eselon I maupun Eselon II. Dari kegiatan-kegiatan tersebut akan dihasilkan output yang sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi.

Kedua, anggaran dapat dimanfaatkan untuk memenuhi konsep responsibility ac-counting. Pada sistem penganggaran peme-rintah, PA/KPA akan menuangkan pertang-gungjawaban mereka atas anggaran yang telah dialokasikan pada kontrak kinerja. Kontrak kinerja tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban PA/KPA terhadap alo-kasi anggaran yang mereka kelola. Dalam kontrak kinerja, realisasi anggaran meng-hitung jumlah output yang telah dihasilkan dan jumlah alokasi anggaran yang dibelan-jakan.

Ketiga, anggaran dapat dijadikan se-bagai alat untuk mengalokasikan sumber daya keuangan untuk kegiatan-kegiatan prioritas dan penting serta yang menghasil-kan manfaat atau keuntungan yang maksi-mal untuk organisasi. Hal ini dapat dilihat pada usulan new initiative dalam Renja Ke-menterian/Lembaga (K/L). Dalam rangka penyusunan pagu indikatif, Bappenas akan melakukan prioritasi terhadap usulan new initiative terlebih dahulu dan new initiative yang sesuai dengan prioritas akan ditetap-kan menjadi pagu indikatif.

Keempat, anggaran bermanfaat untuk mengidentifikasi keterbatasan dan kenda-la yang dihadapi organisasi. Hal ini dapat dilihat pada proses penyusunan pagu ang-garan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Dalam penyu sunan pagu anggaran, DJA akan mem-pertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang ada sesuai dengan pokok-pokok kebi-jakan fiskal yang telah ditentukan sebelum-nya.

Tinjauan umum sistem penganggar­an intansi pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan pakar kebendaharaan negara, Win, ditelaah beberapa kelemah-an pada sistem penganggaran pemerintah sebagai berikut. Pertama, memakan wak-tu. Proses penganggaran nasional terbagi menjadi dua proses yaitu perencanaan dan penganggaran. Proses perencanaan bermula dari Pengguna Anggaran atau Kuasa Peng-

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 313

Page 7: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

guna Anggaran menyusun rencara strategis, visi, misi, dan apa yang ingin dicapai tahun depan pada dokumen Rencana Kerja (Ren-ja) Kementerian/Lembaga (K/L). Proses ini dilakukan setelah Presiden menyampaikan arahan kebijakan prioritas pembangunan dan sebelum pagu indikatif, yaitu dari bu-lan Februari hingga Maret. Setelah proses tersebut selesai, selanjutnya adalah proses penganggaran. Keterlibatan PA/KPA dalam proses penganggaran dimulai pada perte-ngahan Juni hingga bulan November setelah ditetapkan rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Peraturan Pre-siden (Perpres). Setelah Perpres terbit, PA/KPA harus menyusun Daftar Isian Pelaksa-naan Anggaran (DIPA) K/L atau DIPA non K/L selambat-lambatnya 31 Desember. De-ngan demikian, secara ringkas keterlibatan PA/KPA dalam penganggaran dimulai dari bulan Februari-Maret (dua bulan), kemudi-an pada bulan Juni-Desember (tujuh bulan), total sembilan bulan. Kedua, tidak adaptif. Terkait masalah adaptivitas anggaran ter-hadap dinamika lingkungan, ada dua me-kanisme, yaitu pada tahap perencanaan dan pada tahap pelaksanaan. Pada tahap pe-rencanaan, terdapat new initiative dari K/L. Usulan new initiative tersebut dapat dilak-sanakan pada tiga waktu, yaitu sebelum pagu indikatif, sebelum pagu anggaran, dan sebelum alokasi anggaran.

New initiative yang disampaikan se-belum pagu anggaran dan sebelum alokasi anggaran hanya untuk menampung arahan dari Presiden. Jadi, dapat dikatakan ini bu-kan adaptivitas tetapi lebih pada antisipasi dan penyesuaian terhadap arahan Presiden. Yang lebih dapat disebut antisipatif ada-lah pada proses APBN-Perubahan karena APBN-P dapat menampung keperluan belan-ja yang sifatnya mendesak (urgen) dan pagu anggarannya belum tersedia. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa APBN-P ha-nya dapat dilaksanakan satu kali setahun. Jadi, dapat dikatakan masih jauh dari unsur adaptivitas.

Pada tahap pelaksanaan anggaran, dapat dilakukan revisi DIPA. Selaras de-ngan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.02/2016, revisi DIPA hanya me-mungkinkan penambahan, pengurangan, atau pergeseran anggaran dalam rangka menambah atau mengurangi output, bu-kan untuk memunculkan output baru. Jadi, dapat disimpulkan bahwa anggaran instansi pemerintah belum adaptif dalam merespon

dinamika lingkungan yang ada. Ketiga, per-mainan angka-angka (gaming numbers). Gaming ini dimulai pada saat perencanaan hingga pelaksanaan angggaran. Pada tahap perencanaan anggaran, disusun kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM). Na-mun, praktik yang sering terjadi adalah keti-ka menyusun perkiraan pengeluaran untuk tiga tahun mendatang tidak didasarkan atas kegiatan yang akan ingin dilakukan, tetapi lebih pada mengalikan angka tahun dasar dengan persentase tertentu, misalnya infla-si. Jadi, KPJM pada umumnya bersifat ink-remental. Hal ini diperkuat pernyataan bah-wa KPJM paling banyak diterapkan karena kemudahan dan kesederhanaan penerapan-nya (Aksom, 2017; Crespo, Ripoll, Tamarit, & Valverde, 2018). KPJM dengan konsep rolling budget akan membawa gaming tadi ke tahun-tahun setelahnya. Jadi, penerapan KPJM tidak terlepas dari paradigma ‘men-gaveling’ anggaran masing-masing daripada kebutuhan yang sebenarnya.

Pada tahap pelaksanaan, dengan pa-radigma ‘kaveling’ anggaran, bisa jadi K/L kebingungan dalam melaksanakan realisa-si anggaran tersebut karena seringkali over budget. Hal ini diperburuk dengan tuntut-an penyerapan 95% dari alokasi anggaran. De ngan target penyerapan 95%, umum nya ketika output yang sudah direncanakan tercapai sementara sisa alokasi anggar-an masih ba nyak, maka yang terjadi ada-lah penambah an jumlah output. Bisa jadi, penambahan output tersebut tidak diperlu-kan. Dengan kata lain, penambahan output tadi nilai tambahnya rendah. Praktik gaming ini umumnya bisa dilihat pada akhir tahun angggaran, bahwa realisasi anggaran pada satker-satker mengalami lonjakan yang sig-nifikan daripada bulan-bulan sebelumnya. Selain nilai tambahnya rendah, pelaksa-naan gaming yang umumnya di akhir tahun menyebabkan inefisiensi pembiayaan kare-na pembiayaan atau utang sudah diluncur-kan di awal tahun anggaran. Oleh karena itu, disebutkan bahwa terlalu memperca-yakan pengendalian anggaran dalam penge-lolaan kinerja akan berdampak buruk bagi perilaku pimpinan (Henttu-Aho & Järvinen, 2013; Nguyen, Weigel, & Hiebl, 2018). Hal ini tercermin pada upaya meminimalkan target yang sebetulnya dapat dicapai dengan mu-dah (gaming).

Kelemahan-kelemahan tersebut di atas sesuai dengan yang disampaikan Heupel & Schmitz (2015) dan Libby & Lindsay (2010),

314 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 8: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

hingga dimunculkan gagasan beyond bud-geting. Hal ini tidak diartikan secara harfiah ‘tanpa anggaran’, tetapi lebih pada bagaima-na mengoptimalkan anggaran atau sumber keuangan yang ada serta untuk meminima-lisasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada anggaran. Peran proses penganggaran yang dapat meningkatkan kinerja harus memilih antara better budgeting dan beyond budgeting. Saat ini pemerintah telah mene-rapkan sistem penganggaran yang lebih baik yaitu better budgeting (yang memungkin-kan adanya revisi) dengan konsep utamanya adalah anggaran bergulir (rolling budget) dan penganggaran berbasis kinerja. Meskipun telah menerapkan sistem better budgeting, kelemahan-kelemahan yang melekat pada anggaran masih dijumpai. Studi ini juga menunjukkan bagaimana mengoptimalkan sumber keuangan yang terbatas dan me-minimalisasi kelemahan penganggaran di instansi sektor publik.

Permasalahan penganggaran. Studi melihat bahwa sebagai bagian Kementeri-

an Keuangan, PKN STAN mengikuti proses peng anggaran. PKN STAN menerjemahkan rencana abstrak menjadi rencana program dan kegiatan tridharma, mengacu pada visi misi kementerian. PKN STAN juga men-jalankan konsep responsibility accounting, menuangkan pertanggungjawaban anggaran yang telah ditunjukkan dalam kontrak ki-nerja. PKN STAN berupaya mengalokasikan sumber daya untuk merealisasikan kegiatan prioritas sehingga menghasilkan keluaran berguna. Untuk memetakan sejauh mana permasalahan penganggaran di PKN STAN, BBES digunakan. Instrumen ini mengem-bangkan 12 prinsip implementasi beyond budgeting, yang terdiri atas 6 prinsip orga-nisasi fleksibel dan 6 prinsip lainnya terkait proses manajemen adaptif, yang ditunjuk-kan pada Tabel 3 (adaptasi dari Waal, 2014).

Sesuai dengan kerangka BBES pada Tabel 3, ada tiga permasalahan anggaran yang utama pada Objective I yakni respon-sivitas anggaran (responsivity of budget), ke-terlibatan dalam proses penganggaran (level

Adaptive Management Process Flexible Organisational StructureResources on demand A self governance frameworkRelative target Empowered managerBottom up strategy setting Accountability for dynamic outcomeAnticipatory system Customer focusFast distributed information Market coordinationTeam reward Supportive leadership

Sumber: Adaptasi dari Waal (2014)

Tabel 3. Dua Belas Prinsip Beyond Budgeting

Gambar 2. Tanggapan Mengenai Responsivitas Pelaksanaan Anggaran

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 315

Page 9: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

of involvement in budget process), dan dis-tribusi sumber daya (resources distribution). Berikut ini adalah hasil penelitian dari tiga permasalahan pokok tersebut.

Pertama, tingkat responsi anggaran (responsivity of budget). Bourmistrov & Kaa-rbøe (2013) dan Heupel & Schmitz (2015) menyebutkan bahwa anggaran tradisio nal sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuh-an lingkungan yang semakin kompetitif. Anggar an menciptakan mekanisme kendali yang bersifat sentralistik. Mekanisme kenda-li sentralistik tidak cocok digunakan untuk merespon kebutuhan eksternal yang sangat dinamis. Sistem anggaran tetap mengarah pada kendali sentralistik sehingga menye-babkan respon organisasi menjadi lambat (Chandra, Menon, & Mishra, 2018; Usman, Paranoan, Sugianto, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara, se-bagaimana layaknya instansi pemerintahan, mekanisme penganggaran PKN STAN masih tersentralisasi dalam merespon kebutuhan unit-unit internal. Mayoritas informan me-nyatakan bahwa responsivitas pelaksanaan anggaran masih belum optimal, relatif lam-bat, dan belum sesuai kebutuhan akademis. Hanya dua dari dua belas (2/12) informan yang menyatakan bahwa rensponsivitas pelaksanaan anggaran sudah memadai.

Terdapat lima pandangan tentang re-sponsivitas pelaksanaan anggaran di PKN STAN. Lima pendapatan tersebut adalah ha-rus menunggu persetujuan Bagian Keuan-

gan dan Umum (BKU), respon masih lambat, respon cepat untuk kegiatan rutin, respon sudah memadai, dan respon belum sesuai dengan kebutuhan akademis. Misalnya, Pri-harjanto bahwa:

“Respon cepat (baru sebatas) un-tuk kegiatan rutin” (Priharjanto).

Pernyataan dari Priharjanto bukan tan-pa alasan. Peneliti melakukan rekapitulasi tanggapan mengenai responsivitas pelak-sanaan anggaran dan menemukan bahwa mayoritas merasa bahwa respon pelaksa-naannya masih lambat. Adapun persentase dari keempat pendapat ditunjukkan pada Gambar 2.

Mengenai hasil temuan responsivitas pelaksanaan anggaran tersebut, dilakukan juga triangulasi. Staf dan pejabat keuangan menyatakan dibutuhkan mekanisme untuk menjaga pemenuhan kebutuhan pemilik kegiatan agar sesuai dengan rambu-rambu dan aspek keuangan. Hal ini disebutkan se-bagai berikut.

“Ketika unit internal ingin melak-sanakan kegiatan, unit internal harus terlebih dahulu menyam-paikan kebutuhan tersebut dalam bentuk nota dinas permintaan ke Bagian Keuangan dan Umum. Nota dinas tersebut umumnya disampaikan ke Bagian Keuangan

Tabel 4. Rensponsivitas Revisi DIPA Petikan BLUJenis Revisi Rensponsivitas

Penggunaan anggaran belanja di atas pagu APBNPenggunaan realisasi yang melampaui target Dalam ambang batas Tinggi (max )Melampaui ambang batas Tinggi (max )Penggunaan saldo awal Dalam rangka operasional layanan Tinggi (max )Tidak dalam rangka operasional layanan Tinggi (max )Pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran dengan tidak mengurangi keluaranPergeseran dalam satu keluaran Rendah (min )Pergeseran antarkeluaran dalam kegiatan tertentu Rendah (min )Pergeseran antarkegiatan Rendah (min )Penambahan volume pada keluaran SedangPenambahan volume subkeluaran SedangPenambahan keluaran baru Tinggi (max )Perubahan akibat hal­hal khususPenggunaan saldo awal kas dalam rangka mismatchMismatch bila Realisasi PNBP BLU < Belanja PNBP BLU Rendah (min )

Sumber: Diolah dari Direktur Jenderal Perbendaharaan (2016)

316 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 10: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

dan Umum tujuh hari sebelum pelaksanaan kegiatan. Dalam nota dinas permintaan tersebut dirinci butir-butir apa saja yang dibutuh-kan dalam kegiatan” (Amik).

Sebagaimana praktik pada instansi sektor publik lainnya, persoalan keuangan cenderung ditangani secara konservatif. Me-kanisme pelaksanaan anggaran membutuh-kan persetujuan/otorisasi yang jelas dari pimpinan. Dalam hal ini, terdapat minimal tiga jalur birokrasi yakni unit internal (pemi-lik kegiatan) – BKU atau pimpinan – Keuang-an, jelas akan mengurangi responsivitas pe-menuhan anggaran.

Selain mekanisme pelaksanaan anggar-an internal yang masih tersentralisasi, res-ponsivitas penganggaran PKN STAN juga dipengaruhi sistem penganggaran nasional, terutama terkait revisi. Hal tersebut diatur dalam Direktur Jenderal Perbendaharaan (2016) yang mengatur mengenai petunjuk teknis revisi anggaran. Bentuk atau pola re-visi anggaran BLU yang dapat meningkatkan responsivitas terhadap perubahan lingkung-an penganggaran ditunjukkan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 ada lima jenis re-visi yang menghadirkan tingkat responsivi-tas yang tinggi atas perubahan lingkungan yang terjadi: empat jenis revisi berasal dari penggunaan anggaran belanja di atas pagu APBN (penambahan pagu anggaran), dan satu jenis revisi dengan pagu anggaran tetap. Penambahan keluaran baru dengan pagu anggaran tetap merupakan salah satu ben-

tuk keistimewaan dari satker BLU. Selaras Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.02/2016 yang mengatur mekanisme revisi anggaran, revisi anggaran satker non-BLU hanya diperuntukkan dalam bentuk penambahan pagu anggaran dengan volume keluaran bertambah, berkurang, atau tetap. Jadi, tidak ada revisi anggaran untuk me-munculkan keluaran baru.

Dari kelima jenis revisi dengan renpon-sivitas tinggi, revisi dengan pagu anggaran tetap relatif mudah untuk dilaksanakan bila dibanding dengan revisi penambahan pagu anggaran. Untuk revisi penambahan pagu anggaran, perlu dilakukan analisis lebih jauh apakah di PKN STAN memung kinkan untuk pelaksanaan jenis revisi tersebut. Berdasar-kan kondisi keuangan PKN STAN tahun 2012-2016, tingkat kemung kinan revisi ang-garan sesuai analisis kondisi keuang an yang ada dapat ditunjukkan oleh Tabel 5 dan 6.

Dalam hal penggunaan realisasi PNBP yang melampaui target (lihat Tabel 5), ada kemungkinan adanya revisi anggaran. De-mikian juga halnya dengan penggunaan re-alisasi PNBP yang melampaui target ambang batas 10% tetap memiliki kemungkinan re-visi.

Dalam hal penggunaan saldo awal kas (lihat Tabel 6), ada juga kemungkinan adanya revisi. Demikian juga halnya dengan penggunaan anggaran tidak dalam rangka operasional layanan tetap tetap memiliki ke-mungkinan adanya revisi.

Revisi anggaran di PKN STAN dengan penambahan pagu anggaran masih sangat

Tabel 5. Tingkat Kemungkinan Revisi Anggaran dengan Penambahan Pagu APBN­Penggunaan Realisasi PNBP PKN STAN (Dalam Ribuan Rupiah)

PNBP BLU 2013 2014 2015 Total Rata­rataTarget 15.681.250 15.975.500 16.277.000 47.933.750 15.977.917Realisasi 31.734.647.083 28.531.675 33.273.279 93.539.602 31.179.867Capaian 202,40% 178,60% 204,40% 195,10% 195,10%

Tabel 6. Tingkat Kemungkinan Revisi Anggaran dengan Penambahan Pagu APBN–Penggunaan Saldo Awal Kas BLU PKN STAN (Dalam Ribuan Rupiah)

Tahun 2012 2013 2014 2015 Rata­rataSaldo kas 24.614.397 37.818.447 48.472.125 62.987.498 43.473.117Pertumbuhan - 53,64% 28,17% 29,95% 37,25%

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 317

Page 11: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

memungkinkan untuk dilaksanakan jika berdasarkan kondisi keuangan empat tahun terakhir. Revisi dengan penggunaan realisa-si PNBP yang melampaui target dalam ba-tas ambang 10% ataupun di atasnya masih sangat dimungkinkan. Hal ini sesuai den-gan kondisi keuangan tiga tahun terakhir di mana realisasi capaian PNBP BLU rata-rata sebesar 195,1%. Selain itu, revisi pada jenis realisasi berupa penggunaan saldo awal kas juga masih sangat dimungkinkan. Hal terse-but didasarkan atas kondisi keuangan PKN STAN selama empat tahun terakhir, bahwa rata-rata saldo kas adalah Rp43 milyar dan rata-rata pertumbuhannya setiap tahun ada-lah sebesar 37,3%. Berdasarkan penjelas an di atas, struktur dan kondisi keuangan PKN STAN memiliki potensi responsivitas yang cukup tinggi, utamanya untuk merespon ke-giatan atau kebutuhan insidental yang tidak dianggarkan sebelumnya.

Kedua, level keterlibatan dalam pro-ses anggaran (level of involvement in budget process). Hansen (2011) dan Østergren & Stensaker (2011) menyebutkan salah satu bentuk kelemahan anggaran adalah bahwa keputusan penganggaran dibuat oleh unit yang terlalu tinggi (high up) sehingga se-ringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Secara teori unit-unit kecil da-lam organisasi yang bersentuhan langsung de ngan pelanggan memiliki informasi yang lebih banyak dan lebih akurat untuk me-nentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang perlu atau tidak perlu dilaksanakan. Ke-terlibatan unit internal dalam rangka peng-ambilan keputusan terkait penganggaran di PKN STAN sebatas mengusulkan rencana kegiatan dalam rangka pembuatan Rencana Bisnis dan Anggaran dan Rencana Kerja dan

Anggaran K/L. Sebagaimana pada instansi pemerintah lainnya, belum ada forum atau mekanisme tawar-menawar intensif atas kebutuhan pendanaan kegiatan dalam ang-garan. Unit internal terutama unit akade-mis membutuhkan keterlibatan yang lebih besar dalam proses penyusunan anggaran dalam rangka menghadapi dinamika pergu-ruan tinggi (tridharma). Sesuai analisis hasil wawancara kepada para informan, ada dua pendapat tentang keterlibatan unit internal dalam proses penganggaran di PKN STAN. Kedua bentuk keterlibatan tersebut adalah bahwa unit internal sebatas mengusulkan kegiatan dan peran BKU lebih besar dalam hal finalisasi penganggaran. Persentase ben-tuk keterlibatan tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 3.

Berdasarkan uraian di atas sampai saat ini keterlibatan unit intenal terutama unit akademis dalam penyusunan anggaran belum signifikan. Keterlibatan unit internal dalam proses penganggaran masih sebatas mengusulkan kegiatan (tanpa rincian bi-aya). Unit akademis, seperti Program Studi dan Jurusan, memang baru terbentuk pada struktur PKN STAN berdasarkan PMK 137/PMK.01/2015 yang mengatur mengenai tata kerja organisasi, seiring perubahan STAN menjadi PKN STAN. Meskipun pola BLU su-dah berjalan sejak Maret 2008, sampai den-gan pertengahan Juli 2016 struktur STAN masih bernuansa birokrasi murni, bukan struktur sebagaimana layaknya perguruan tinggi. Hal ini ditegaskan Hadi dan Adi bah-wa:

“…seharusnya unit pelaksana ke-giatan punya kertelibatan yang lebih besar dalam proses pengang-

Gambar 3. Keterlibatan Unit Internal pada Proses Penganggaran

318 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 12: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

garan. Peningkatan keterlibatan unit pelaksana kegiatan perlu dilakukan karena anggaran jum-lahnya terbatas…” (Hadi).“…keterlibatan unit internal da-lam penyusunan anggaran sejauh ini memang hanya sebatas men-yampaikan usulan kegiatan tanpa indikasi kebutuhan biaya” (Adi).

Penyampaian usulan kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Mei. Usulan kegia-tan tersebut akan dijadikan bahan penyu-sunan RKA PKN STAN. Sejauh ini proses mentranslasikan usulan kegiatan dari unit internal ke dalam RKA dilaksanakan oleh BKU. Keterlibatan unit internal berikut-nya adalah setelah terbitnya surat Menteri Keuangan mengenai alokasi anggaran se-suai dengan hasil pembahasan dan peneta-pan APBN yaitu pada bulan Oktober. Jika ada perubahan alokasi anggaran pada RKA, BKU akan melakukan konfirmasi ke unit in-ternal tentang usulan kegiatan baru atau pe-rubahan usulan kegiatan sebelumnya. Na-mun, sebagaimana proses sebelumnya unit internal hanya terlibat menyampaikan jenis kegiatannya saja, sedangkan biayanya yang terdiri dari detail rincian atau komponen ke-giatan ditentukkan oleh BKU.

Dengan latar belakang seperti itu, ke-terlibatan unit akademis dalam pengang-garan dalam masa transisi belum menun-jukkan adanya atmosfer partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait pengangga-ran. Sejauh ini belum intensif mekanisme pembahasan atau diskusi dua arah dalam proses penganggaran. Jika diskusi penen-tuan prioritas kegiatan intensif dilakukan sampai dengan selesai, maka pada saat pelaksanaan tidak terlalu banyak perubah-an anggaran mengingat dari proses awal pe-rencanaan telah melibatkan penuh unit in-ternal. Pada prinsipnya, seharusnya pemilik kegiatan berposisi sebagai lokomotif kegiat-an, sedangkan keuangan dan umum adalah gerbongnya (supporting unit).

Selain tidak sesuai dengan prinsip be-yond budgeting, keterlibatan unit akademis yang masih minim tersebut tidak selaras dengan sistem Sentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Akademik (SADA). Pada Buku Tata Kelola Pendidikan Tinggi Dikti 2005 di-jelaskan bahwa model tata kelola yang relatif cocok untuk perguruan tinggi adalah sistem SADA. Struktur SADA pada perguruan tinggi dapat ditunjukkan pada Gambar 4.

Sesuai dengan struktur manajemen SADA, meskipun urusan administrasi di-sentralisasikan yang perlu dipahami adalah

Fakultas, LPPM, Pusat Studi, PAU, Perpustakaan

Aspek Akademis

Aspek Non-Akademis

Rektor, Wakil/Pembantu

Rektor

Bagian, Biro, Subbagian,

Bidang,

S

Unit PelaksanaAkademik

Unit Pelaksana

Administrasi

S, M, O M, O- M, O

S = StrategisM = ManagerialO = Operasional

Pimpinan Perguruan

Tinggi

S

Gambar 4. Struktur SADA pada Pendidikan TinggiSumber: Lukito (2009)

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 319

Page 13: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

pembagian kewenangan dalam urusan non-akademik. Ada peran yang seimbang antara unit pelaksana administrasi dan unit pelak-sana akademik, yaitu sama-sama memiliki peran manajerial (M) dan peran operasional (O) untuk urusan nonakademik. Pemaham-an ini yang belum sepenuhnya terwujud di PKN STAN dalam masa transisi. Unit pelak-sana administrasi yang seharusnya menjadi supporting bagi unit pelaksana akademik, perannya bisa lebih signifikan dalam urus-an nonakademik, misalnya dalam urusan keuangan. Pengelolaan keuangan di PKN STAN saat ini masih tersentralisasi di BKU, baik dari sisi manajerial maupun operasio-nalnya. Nuansa follower dari unit pendukung dalam hal ini BKU perlu terus ditingkatkan. Dengan sistem pengelolaan keuangan yang tersentralistik, peran BKU berpotensi le-bih dominan daripada unit akademis. Salah satu penyebabnya adalah hingga saat ini belum diangkat Pembantu Direktur Bidang Umum dan Keuangan dalam struktur orga-nisasi PKN STAN. Harapannya, Pudir Bidang Umum dan Keuangan dapat memiliki peran yang bisa menjembatani kebutuhan akade-mis dengan BKU.

Ketiga, distribusi sumber daya secara efisien (efficiently resources distribution). Ef-ficiently resources distribution diartikan bah-wa distribusi sumber daya dalam organisasi didasarkan atas prioritas kebutuhan yang ada. Pada penelitian ini resources distribu-tion lebih difokuskan kepada alokasi sumber daya keuangan atau anggaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, sebagian besar informan menyatakan bahwa efisiensi distribusi sumber daya keuangan PKN STAN masih perlu ditingkatkan Hal ini dikare-nakan belum adanya kejelasan alokasi ang-garan yang disediakan bagi unit mereka. Mengenai hal tersebut, Amik menegaskan bahwa:

“Sejauh ini anggaran PKN STAN belum bisa dibagi per unit internal

sesuai struktur PKN STAN saat ini. Output RKA- K/L PKN STAN masih merupakan output dengan struktur lama” (Amik).

Belum jelasnya alokasi anggaran mem-berikan dampak negatif pada pelaksanaan kegiatan utama yakni kegiatan akademis. Sepuluh dari dua belas (10/12) informan menjelaskan bahwa masih perlu ditingkat-kannya alokasi anggaran yang jelas pada unit mereka. Sementara itu, dua dari dua belas (2/12) informan menjelaskan bahwa terdapat alokasi anggaran di BKU. Anggaran PKN STAN belum bisa dibagi per unit inter-nal sesuai struktur PKN STAN terbaru. Out-put RKA-K/L PKN STAN masih merupakan output dengan struktur lama (STAN). May-oritas unit internal memang belum memili-ki alokasi anggaran yang jelas. Namun, ada dua unit yang bisa dilihat berapa alokasi anggaran nya yaitu Prodi D3 Akuntansi dan Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Maka, aplikasi RKA-K/L DJA tidak bisa merinci alokasi anggaran sesuai struktur baru ketika output-nya tersusun dengan model struktur lama. Alokasi yang ada saat ini masih dirinci secara total (block-ing). Misalnya, untuk output layanan pendi-dikan program studi (Prodi) diploma rincian-nya adalah total untuk masing-masing Prodi D1, D3, dan D4.

Kesesuaian proses bisnis PKN STAN dengan prinsip beyond budgeting. Ber-dasarkan uraian sebelumnya perlu dita-fsirkan/disimpulkan kesesuaian proses bisnis dengan prinsip beyond budgeting. Penyimpul an dilakukan dengan menggu-nakan analogi kriteria analisis deskriptif persentase, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.

Dengan persentase 76%-100% artinya sudah sebagian besar kriteria terpenuhi se-hingga justifikasi ini dapat digunakan untuk level persentase yang lebih rendah, yakni 25%-75% untuk sesuai sebagian dan 0%-

Tabel 7. Modifikasi Kriteria Analisis Deskriptif

Persentase Kriteria76% s.d. 100% Sesuai25% s.d. 75% Sesuai Sebagian0% s.d. 25% Kurang sesuai

Sumber: Dimodifikasi dari Chen & Volpe (1998)

320 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 14: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

25% kurang sesuai. Justifikasi ini penting untuk alat evaluasi berikutnya dan dasar memberikan rekomendasi perbaikan.

Hasil BBES berikutnya adalah tentang kesesuaian proses bisnis PKN STAN saat ini dengan prinsip beyond budgeting. Dari sepu-luh prinsip beyond budgeting yang diuji pada penelitian ini, satu prinsip ada pada kondisi “sesuai”. Prinsip tersebut adalah customer focus yakni semua informan sepakat bahwa PKN STAN telah melaksanakan upaya op-timal dalam meningkatkan kepuasan unit pengguna lulusan sebagai customer melalui proses seleksi dan pembelajaran yang ketat. Hal ini didukung survei kepuasan penggu-na lulusan dan tracer study yang dilakukan PKN STAN. Survei kepuasan pengguna lu-lusan berbasis questionnaire based survey yang dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat PKN STAN pada 2016 menyimpulkan tingkat kepuas-an unit pengguna terhadap lulusan adalah 93,35%. Sebelumnya, tracer study untuk lulusan tahun 1975 s.d. 2009 yang dilaku-kan oleh lembaga pada 2010 menyimpulkan 74% alumni menyatakan terdapat keterkait-an erat antara pendidikan dan pekerjaan. Kedua survei tersebut menunjukkan bah-wa kepuasan stakeholder atas lulusan PKN STAN relatif tinggi, sekaligus mencerminkan upaya PKN STAN berorientasi pada kebutuh-an unit pengguna (customer focus).

Dengan menggunakan modifikasi krite-ria analisis deskriptif persentase sesuai de-ngan Tabel 3, diperoleh ukuran kesesuaian proses bisnis PKN STAN dengan prinsip be-yond budgeting, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8.

Persentase kesesuaian 76%-100% ar-tinya sudah sebagian besar kriteria ter-penuhi sehingga justifikasi ini dapat digu-nakan untuk level persentase yang lebih rendah, yakni 25%-75% untuk sesuai se-bagian dan 0%-25% kurang sesuai. Dari se-puluh prinsip beyond budgeting yang diu-jikan, ada prinsip beyond budgeting saat ini berada pada kondisi “kurang sesuai”. Pada ketiga prinsip tersebut semua informan (100%) menyatakan bahwa prinsip terse-but belum sesuai dengan kondisi PKN STAN saat ini. Ketiga prinsip tersebut adalah fast distributed information, team reward, dan accountability for dynamic outcomes. Prin-sip fast distributed information belum sesuai dengan kondisi PKN STAN saat ini karena dalam masa transisi belum tersedia sistem informasi terintegrasi yang mengakomodasi struktur baru PKN STAN baik untuk pelak-sanaan tugas akademik maupun nonakade-mik, termasuk perpustakaan. Lebih lanjut, Ambang menjelaskan bahwa:

“Sementara itu, Perpustakaan PKN STAN dalam pengembangan

Tabel 8. Hasil Beyond Budgeting Entry Scan pada Proses Bisnis PKN STAN

Kurang Sesuai

Sesuai Sebagian Sesuai

Resources on demand √ 8%Relative target √ 22%Bottom up strategy setting √ 27%Anticipatory system N.A (tidak diuji)Fast distributed information √ 0%Team reward √ 0%A self governance framework √ 18%Empowered manager √ 15%Accountability for dynamic outcome

√ 0%

Customer focus √ 100%Market coordination N.A (tidak diuji)Supportive leadership √ 9%

Item

Kriteria Deskriptif

Persentase Kesesuaian

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 321

Page 15: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

sistem tidak memiliki keleluasaan karena harus menunggu persetu-juan dari BKU. Di sisi lain, perpus-takaan PKN STAN belum memiliki staf yang berlatar pendidikan IT yang memadai” (Ambang).

Blue print sistem terintegrasi memang sedang dikembangkan dan dibangun. Selan-jutnya terkait sistem informasi akademik, Kepala Unit Sistem Informasi menyatakan bahwa sudah ada saluran IT yang diman-faatkan dalam rangka menyampaikan infor-masi akademik. Aplikasi IT tersebut adalah Sisfokampus. Sisfokampus dapat dimanfaat-kan sebagai sarana penjadwalan ruangan, karena memang saat ini jumlah ruangan ke-las dibanding jumlah kelas yang ada adalah 1 dibanding 2. Sistem ini sangat membantu proses penjadwalan kuliah. Terkait kemung-kinan mengembangkan sistem informasi penganggaran untuk internal PKN STAN, harus ada rule of the game-nya. Rule ini menjelaskan seperti apa tugas Kaprodi dan kewenangannya dalam proses penganggar-an. Selain itu, proses bisnisnya juga harus jelas (harus ada SOP terlebih dulu). Kejelas-an proses bisnis tersebut akan lebih mudah mengembangkan sistem informasi tersebut.

Selajutnya, untuk pelaksanaan prinsip team reward masih terkendala pada kecu-kupan sumber daya. Perlu optimalisasi kerja BLU PKN STAN dari sisi penerimaannya, di samping terkendala juga dengan fokus PKN STAN sebagai ‘kawah’ penghasil SDM lulus-an siap kerja di lingkungan instansi peme-rintah. Sejauh ini PKN STAN masih mengi-kuti sistem reward Kementerian Keuangan, yakni sistem remunerasi berbasis individu bukan tim. Pelaksanaan prinsip team re-ward mengalami kendala ketersediaan da-nanya. Jika dipaksakan, renumerasi sema-kin membebani anggaran PKN STAN. Agar tidak membebani anggaran PKN STAN, team reward yang diberikan sebaiknya tidak se-mata dana tunai langsung. Contohnya ada-lah melalui pengembangan kapasitas dosen, misalnya pendidikan dan pelatihan. Salah satu cara pengembangan kapasitas dosen adalah pemberian beasiswa S3 bagi para dosen. Selain tidak terlalu membebani ang-garan PKN STAN, pemberian beasiswa ini juga akan meningkatkan kompetensi dosen di PKN STAN. Pemberian beasiswa juga dapat ditujukan ke perguruan tinggi lokal terutama kawasan Jadetabek. Harapan nya adalah dosen akan tetap bisa mengajar dan

jabatan fungsional dosennya tidak dicabut. Dalam pemberian beasiswa internal, PKN STAN harus terlebih dulu melakukan stu-di banding dengan unit lain di Kementerian Keuangan yang sukses melaksanakan pro-gram beasiswa internal, misalnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Secara umum terkait renumerasi PKN STAN terus be-rupaya mengoptimalkan layanan BLU ke de-pan sehingga memberikan pemasukan yang memperlancar operasional organisasi.

Terkait prinsip accountability for dy-namic outcomes, pengelolaan kinerja di lingkungan PKN STAN masih seperti instan-si pemerintah pada umumnya, yakni tar-get-target tahunan yang ingin dicapai da-lam kontrak kinerja pejabat dan pegawai di lingkungan PKN STAN masih terdapat unsur mandatory dan bersifat statis. Sesuai Kepu-tusan Menteri Keuangan Nomor KMK-467/KMK.01/2014 mengenai pengelolaan kiner-ja, dimungkinkan untuk melakukan penye-suaian target dalam kontrak kinerja sepan-jang tahun berjalan. Namun, sejauh ini mekanisme evaluasi dan penyesuaian target tersebut belum optimal. Upaya perbaikan dapat dilakukan dengan memfasilitasi pe-nentuan target IKU yang lebih sesuai de ngan kondisi pemilik kontrak kinerja. Agar se suai dengan kondisi pemilik kontrak kinerja, analisis beban kerja dapat dijadikan alat un-tuk menentukan beban target bagi pemilik kontrak kinerja. Jadi, penetapan atau aloka-si target tidak lagi didasarkan atas pemba-gian rata pekerjaan.

Terkait prinsip bottom up strategy set-ting, saat ini ada pada kondisi “sesuai seba-gian”. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa strategi PKN STAN diwujudkan dalam bentuk RBA. Pada dasarnya penyusunan RBA telah menggunakan dua metode: bottom up dan top down. Namun, studi menemukan metode yang lebih dominan dalam penyu-sunan RBA PKN STAN saat ini. Ditemukan bahwa 27% informan menyatakan bahwa pendekatan bottom up lebih dominan, se-mentara 73% menyatakan bahwa pendekat-an top down lebih dominan. Kondisi ini pun lazim dijumpai pada pendekatan penyu-sunan anggaran sektor publik lainnya. Menurut Kepala Subbagian Keuangan, RBA PKN STAN memang masih disusun berdasar-kan besaran anggaran yang ada pada RKA-K/L. Idealnya, RBA menjadi bahan dalam menyusun RKA-K/L. Namun, beban kerja di Subbagian Keuangan masih terlalu tinggi se-hingga penyusunan RBA di PKN STAN tidak

322 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 16: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

bisa dilakukan sebelum penyusunan RKA-K/L. Jadi, mau tidak mau alokasi anggaran yang ada di RBA didasarkan alokasi anggar-an yang ada pada RKA- K/L. Adi, staf senior di Subbagian Keuangan, juga menjelaskan bahwa sampai saat ini proses penyusunan RBA di PKN STAN memang masih tersen-tralisasi. Sentralisasi yang dimaksud adalah proses finalisasi RBA dilakukan secara satu arah di BKU. Ada dua alasan mengapa ha-rus tersentralisasi, yaitu kemampuan teknis unit internal dalam menyusun dokumen pe-rencanaan dan penganggaran masih terba-tas. Kedua, waktu penyusunan RBA umum-nya terbatas sehingga tidak memungkinkan BKU untuk berkoordinasi dua arah secara lebih mendalam dengan unit internal

Untuk prinsip empowered mana ger sebelas dari tiga belas (11/13) informan menjelaskan bahwa pelaksanaan prinsip tersebut masih belum memadai. Misalnya, disebutkan beberapa informan bahwa:

“Nuansa birokratis masih kental, pengelolaan seperti Balai Diklat” (Tom).

“Nuansa birokratis masih ada dan masih dominan terutama dalam masa transisi seperti sekarang” (Tanda).

“Tidak birokratis, sudah sangat berkurang” (Usman).

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nuansa birokratis ini menghambat pelak-sanaan konsep otonomi pada unit internal. Salah satu upaya positif yang telah dilak-sanakan di PKN STAN dalam mendukung prinsip empowered manager adalah telah disusunnya uraian jabatan di lingkungan PKN STAN. Uraian jabatan tersebut ditu-angkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 478/KM.1/2016. Dokumen uraian jabatan tersebut harus secara perio-dik dievaluasi untuk menampung kewenang-an-kewenangan baru yang belum ada. Hasil evaluasi tersebut tidak harus menghasilkan KMK baru, tetapi dapat dalam bentuk doku-men internal yang disepakati bersama. Se-lain itu, upaya yang perlu dilakukan adalah penyusunan SOP yang terintegrasi dalam kerangka PKN STAN secara keseluruhan, bukan SOP parsial untuk tiap unit atau ba-

gian. SOP ini terbentuk dari pemetaan pro-ses bisnis pendidikan dan layanan di PKN STAN.

Berikutnya, prinsip resources on de-mand dikatakan memadai bila memenuhi dua unsur sebagaimana dijelaskan sebe-lumnya, yaitu adanya alokasi anggaran dan responsivitas anggaran yang memadai. Pemenuhan salah satu unsur saja belum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan prin-sip resources on demand telah memadai. Berdasarkan penelitian hanya satu dari dua belas (1/12) informan yang menjelas-kan bahwa penganggaran PKN STAN sudah responsif dan sudah ada kejelasan alokasi anggaran. Transformasi struktur politeknik membutuhkan waktu untuk mencapai hal basis yang responsif terhadap kebutuhan anggaran. Dengan demikian, uji implemen-tasi secara penuh (full) beyond budgeting di instansi pemerintah khususnya PKN STAN tidak memungkinkan karena harus mening-galkan proses penganggaran dan tahun ka-lender. Sebagai instansi sektor publik yang merupakan subjek keuangan negara, PKN STAN tidak dapat meninggalkan penganggar-an dan tahun kalender (1 Januari - 31 De-sember). Oleh karena itu, posisi PKN STAN dalam implementasi beyond budgeting saat ini adalah bagaimana memperbaiki pro-ses bisnis dan model kepemimpinan yang ada. Perbaikan proses bisnis dan model kepemim pinan tersebut dapat dilaksanakan dengan pene rapan prinsip-prinsip beyond budgeting. Perbaikan proses bisnis dan mo-del kepemim pinan tersebut dapat mengu-rangi kelemahan-kelamahan yang melekat pada proses penganggaran yang ada saat ini. Dengan demikian, organisasi dapat menjadi lebih gesit (agile).

Prinsip a self governance framework adalah struktur organisasi dan proses bisnis yang terdesentralisasi. Dengan desentra-lisasi kewenangan pengambilan keputu-san diserahkan ke level bawahnya, sehing-ga pimpinan puncak berkonsentrasi pada isu-isu strategis. Selain harus memiliki kemampuan teknis yang memadai, struk-tur orga nisasi yang terdesentralisasi harus dilengkapi dengan kemampuan pendukung. Sembilan dari sebelas (9/11) informan men-jelaskan bahwa proses bisnis penganggaran di PKN STAN masih bersifat sentralistik. Informan sepakat perlunya desentralisasi proses bisnis penganggaran, misalnya mem-

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 323

Page 17: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

bentuk unit keuangan di level Program Studi atau Jurusan untuk kegiatan akademik yang sifatnya prioritas, sehingga kebutuhan dana tidak menjadi kendala. Namun, terlepas dari isu ini, pola sentralistik ini lazim dijumpai pada instansi sektor publik. Dalam berbagai hal, sentralisasi anggaran memang memu-dahkan pengendalian. Hal ini tidak terlepas dari prinsip Sentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Akademik (SADA) yang men-jadi bagian lesson learned bagi PKN STAN, hasil studi banding permulaan dari beber-apa praktik perguruan tinggi. Dengan total anggaran yang relatif tidak terlalu besar dan struktur organisasi yang kurang kompleks, manajer PKN STAN melihat kebutuhan ang-garan dan potret pengendalian lebih efisien.

Untuk prinsip supportive leadership sepuluh dari sebelas (10/11) informan me-nyatakan bahwa saat ini kepemimpinan PKN STAN masih berpola manajerial dengan latar belakang lamanya menjadi birokrat. Peneli-tian pada prinsip relative target yang le bih difokuskan kepada unsur benchmarking menunjukkan bahwa sebanyak tujuh dari sembilan (7/9) informan menyatakan bahwa dalam penyusunan target IKU, PKN STAN belum melaksanakan benchmarking dengan organisasi yang sejenis atau perguruan ting-gi lain. Mengenai hal tersebut, Fahriz dan Ajeng menegaskan bahwa:

“…memang belum ada revisi tar-get IKU dalam kontrak kinerja seluruh dosen dan pegawai di PKN STAN” (Fahriz).

“…sampai sejauh ini memang be-lum ada revisi target IKU. Namun, pada dasarnya memang revisi tar-get IKU dimungkinkan sesuai de-ngan peraturan. Proses revisi bisa dilakukan terhadap IKU itu sendi-ri atau manualnya” (Ajeng).

Berdasarkan penilaian manajer me-nengah model kepemimpinan di PKN STAN masih bersifat sebagai manager daripada leader. Secara organisatoris memang hal ini sudah sulit terhindarkan karena PKN STAN merupakan unit Eselon II yang da-lam pertanggungjawabannya kepada Men-teri Keuang an dilakukan melalui Kepala Badan Diklat Keuangan. Namun, untuk ancangan ke depan PKN STAN sebaiknya menyusun roadmap pengembangan mo del kepemimpinan ke arah yang lebih sesuai

dengan otonomi akademis. Otonomi akade-mis menekankan pada pelaksanaan fungsi dan misi tridarma pendidikan tinggi. Ha-rus ada pendekatan yang sistematis untuk menurunkan atau menghilangkan mindset birokrasi yang ada. Melalui penyusunan roadmap tadi, PKN harus memetakan kebu-tuhan pengembangan model kepemimpinan dan target-target apa yang harus dicapai. Hal ini menjadi pekerjaan rumah mendatang agar target pendidikan tinggi lebih sesuai dengan atmosfer pendidikan dan standar pendidikan nasional.

SIMPULANHasil penelitian menunjukkan bahwa

berdasarkan BBES, terdapat tiga perma-salahan penganggaran instansi sektor pu-blik pada umumnya dan PKN STAN pada khususnya, yakni responsivitas pelaksa-naan anggaran belum optimal (responsivity of budget), keterlibatan unit pemilik kegiatan dalam penganggaran masih terbatas (lev-el of involvement in bugdet setting process), dan distribusi sumber daya keuangan be-lum efisien (efficiently resources distribution). Dari ketiga permasalahan tersebut, masalah terkait keterlibatan penganggaran adalah yang paling signifikan. Terkait dengan ke-sesuaian proses bisnis PKN STAN dengan prinsip beyond budgeting, prinsip yang su-dah sesuai adalah customer focus. Prinsip yang perlu menjadi perhatian adalah perlun-ya fast distributed information, team reward, dan accountability for dynamic outcome. Hal ini dilakukan dengan membangun sistem terintegrasi, optimalisasi peran BLU. Dan transformasi struktur yang baru PKN STAN masih terus berbenah mencapai kondisi ide-al sebagaimana layaknya pengaturan stan-dar perguruan tinggi.

Untuk meningkatkan kinerja pengang-garan berbasis beyond budgeting, harus di-tingkatkan kejelasan arahan dari pimpinan tentang output dan kesepahaman pemak-naan anggaran yang lebih fleksibel. Diperlu-kan mekanisme sistematis dalam mengem-bangkan model kepemimpinan manajerial administratif menuju kepemimpinan berba-sis fungsi dan misi tridharma. Dalam rangka mendukung prinsip fast distributed informa-tion, perbaikan sistem informasi di PKN STAN merupakan hal yang mendesak dilakukan. Perbaikan pengelolaan kinerja dapat dise-suaikan dengan prinsip beyond budgeting yaitu prinsip relative target dan accountabil-ity for dynamic outcome. Trasformasi STAN

324 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 18: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

menjadi PKN STAN harus mendorong penge-lolaan kinerja perguruan tinggi. Karena saat ini belum intensif dilakukan, PKN STAN se-yogyanya melakukan benchmarking ke per-guruan tinggi lain. Hal ini penting mengingat STAN yang nuansa birokrasinya masih ken-tal saat ini masih berada pada masa transisi menjadi PKN STAN yang diharapkan dapat menjalankan tridarma secara penuh.

Penelitian mendalam ini mengolah data lapangan secara langsung dan hasil wa-wancara terstruktur dengan informan. Ren-tang waktu penelitian yang terbatas (enam bulan) menjadi kendala dalam proses pe-nelitian dan pengolahan hasil. Di samping itu juga, pen ting diperhatikan masa transi-si perubah an struktur dan lingkungan dari birokrasi mu rni (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)) menjadi struktur pendidikan tinggi sebenarnya (Politeknik Keuangan Ne-gara (PKN) STAN) sehingga pola pengelolaan organisasi masih dalam proses memenuhi perangkat penyelenggaraan pendidikan ting-gi sesuai aturan yang ada. Penelitian selan-jutnya disarankan menggunakan metode campuran (mixed method) untuk mendapat-kan hasil yang lebih menyeluruh. Dengan pengumpulan data melalui kuesioner dapat diperoleh informasi dari responden yang le-bih banyak. Studi kasus ini diterapkan pada objek penelitian hanya satu instansi sektor publik, maka penelitian selanjutnya dapat meneliti dua atau lebih instansi sektor pu-blik. Diharapkan dengan objek lebih dari satu dapat diperoleh informasi yang lebih komprehensif melalui pembandingan antar-instansi sektor publik. Penelitian selanjut nya juga dapat difokuskan pada sejauh mana objek penelitian telah memenuhi prasyarat untuk implementasi beyond budgeting.

DAFTAR RUJUKANAksom, H. (2017). Infused with Value? Tra-

jectories, Discourses and Institutional Constructions in Beyond Budgeting Dif-fusion. International Journal of Manage-ment Concepts and Philosophy, 10(2), 199-225. https://doi.org/10.1504/IJMCP.2017.084059

Aksom, H. (2019). Managerial Understanding and Attitudes towards Beyond Budgeting in Ukraine. International Journal of Management Practice, 12(2), 171-199. https://doi.org/10.1504/IJMP.2019.098660

Alsharari, N., & Abougamos, H. (2017). The Processes of Accounting Changes as Emerging from Public and Fiscal Re-forms. Asian Review of Accounting, 25(1), 2-33. https://doi.org/10.1108/ARA-01-2016-0007

Anessi-Pessina, E., Barbera, C., Sicilia, M., & Steccolini, I. (2016). Public Sector Bud-geting: A European Review of Account-ing and Public Management Journals. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 29(3), 491-519. https://doi.org/10.1108/AAAJ-11-2013-1532

Anggraini, I., & Setiawan, A. (2011). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Gaya Kepemi-mpinan terhadap Hubungan Partisi-pasi Anggaran dan Kinerja Aparat Pe-merintah Daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2(2), 294-309. https://doi.org/10.18202/jamal.2011.08.7122

Archibald, M. M. (2016). Investigator Triangu-lation: A Collaborative Strategy with Potential for Mixed Methods Re-search. Journal of Mixed Methods Re-search, 10(3), 228–250. https://doi.org/10.1177/1558689815570092

Awuzie, B., & McDermott, P. (2017). An Ab-ductive Approach to Qualitative Built Environment Research. Qualitative Re-search Journal, 17(4), 356-372. https://doi.org/10.1108/QRJ-08-2016-0048

Bleyen, P., Klimovský, D., Bouckaert, G., & Reichard, C. (2017). Linking Budget-ing to Results? Evidence about Per-formance Budgets in European Mu-nicipalities based on a Comparative Analytical Model. Public Management Review, 19(7), 932-953. https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1243837

Bourmistrov, A., & Kaarbøe, K. (2013). From Comfort to Stretch Zones: A Field Study of Two Multinational Companies Ap-plying “Beyond Budgeting” Ideas. Man-agement Accounting Research, 24(3), 196-211. https://doi.org/10.1016/j.mar.2013.04.001

Chandra, A., Menon, N. M., & Mishra, B. K. B. (2018). Budget Adjustments and Spending Patterns: A Transaction-Cycle View. Journal of Information Systems, 32(1),19-43. https://doi.org/10.2308/isys-51679

Chan, J. L. (2015). New Development: China Promotes Government Financial Ac-counting and Management Account-

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 325

Page 19: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

ing. Public Money & Management, 35(6), 451-454. https://doi.org/10.1080/09540962.2015.1083692

Chen, H., & Volpe, R. P. (1998). An Analysis of Personal Financial Literacy among College Students. Financial Services Review, 7(2), 107–128. https://doi.org/10.1016/S1057-0810(99)80006-7

Cibangu, S. (2013). A Memo of Qualita-tive Research for Information Science: Toward Theory Construction. Journal of Documentation, 69(2), 194-213. https://doi.org/10.1108/00220411311300048

Crespo, C., Ripoll, V., Tamarit, C., & Valverde, R. (2018). Institutional Characteristics and Managers’ Perceptions of Account-ing Information: Impact on E-Govern-ment Use and Organisational Perfor-mance. Spanish Journal of Finance and Accounting, 47(3), 352-365. https://doi.org/10.1080/02102412.2017.1416743

Cuadrado-Ballesteros, B., & García-Sánchez, I. M. (2018)/ Conditional Factors of Po-litical Budget Cycles: Economic Deve-lopment, Media Pressure, and Political Fragmentation. Public Performance & Management Review, 41(4), 835-858. https://doi.org/10.1080/15309576.2018.1465829

Darwanis, D. (2015). Analisis Anggaran Re-sponsif Gender sebagai Percepatan Pen-capaian Target MDGs. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(3), 481-492. https://doi.org/10.18202/jamal.2015.12.6038

Direktur Jenderal Perbendaharaan. Peratur-an Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-24/PB/2016. (2016). Indo-nesia.

Flick, U. (2017). Mantras and Myths: The Disenchantment of Mixed-Methods Research and Revisiting Triangula-tion as a Perspective. Qualitative In-quiry, 23(1), 46–57. https://doi.org/10.1177/1077800416655827

Hansen, S. C. (2011). A Theoretical Analysis of the Impact of Adopting Rolling Bud-gets, Activity-Based Budgeting and Be-yond Budgeting. European Accounting Review, 20(2), 289-319. https://doi.org/10.1080/09638180.2010.496260

Heald, D., & Hodges, R. (2018). Accounting for Government Guarantees: Perspec-tives on Fiscal Transparency from Four Modes of Accounting. Accounting and Business Research, 48(7), 782-804. https://doi.org/10.1080/00014788.2018.1428525

Helpap, D. J. (2017). Guiding the Public Sector: Assessing the Use of Recom-mended Practices in the Budgeting Pro-cess. International Journal of Public Ad-ministration, 40(7), 559-574. https://doi.org/10.1080/01900692.2016.1157815

Henttu-Aho, T., & Järvinen, J. (2013). A Field Study of the Emerging Practice of Beyond Budgeting in Industrial Compa-nies: An Institutional Perspective. Eu-ropean Accounting Review, 22(4), 765-785. https://doi.org/10.1080/09638180.2012.758596

Heupel, T., & Schmitz, S. (2015). Beyond Budgeting - A High-hanging Fruit The Impact of Managers’ Mindset on the Advantages of Beyond Budgeting. Pro-cedia Economics and Finance, 26, 726-736. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(15)00831-X

Hyndman, N., & Liguori, M. (2016). Justi-fying Accounting Change through Glob-al Discourses and Legitimation Strate-gies. The Case of the UK Central Gov-ernment. Accounting and Business Research, 46(4), 390-421. https://doi.org/10.1080/00014788.2015.1124256

Kasdin, S. (2017). An Evaluation Framework for Budget Reforms: A Guide for Assess-ing Public Budget Systems and Select-ing Budget Process Reforms. Interna-tional Journal of Public Administration, 40(2), 150-163. https://doi.org/10.1080/01900692.2015.1077462

Kern, F. G. (2018). The Trials and Tribula-tions of Applied Triangulation: Weighing Different Data Sourc-es. Journal of Mixed Methods Re-search, 12(2), 166–181. https://doi.org/10.1177/1558689816651032

Khodachek, I., & Timoshenko, K. (2018.) Russian Central Government Budgeting and Public Sector Reform Discourses: Paradigms, Hybrids, and a “Third Way”. International Journal of Public Adminis-tration, 41(5-6), 460-477. https://doi.org/10.1080/01900692.2017.1383417

Libby, T., & Lindsay, R. M. (2010). Beyond Budgeting or Budgeting Reconsidered? A Survey of North-American Budget-ing Practice. Management Accounting Research, 21(1), 56-75. https://doi.org/10.1016/j.mar.2009.10.003

Lu, E. Y., & Willoughby, K. (2015). Perfor-mance Budgeting in American States: A Framework of Integrating Performance

326 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 10, Nomor 2, Agustus 2019, Hlm 308-327

Page 20: PERAN BEYOND BUDGETING ENTRY SCAN UNTUK …

with Budgeting. International Journal of Public Administration, 38(8), 562-572. https:/doi.org/10.1080/01900692.2014.949751

Lukito, E. N. (2009). Pemanfaatan Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi. Yogya-karta: Prajnya Media

Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis (3rd ed.). Thousand Oaks: SAGE Pub-lications, Inc.

Modell, S. (2015). Theoretical Triangulation and Pluralism in Accounting Research: A Critical Realist Critique. Accounting, Auditing & Accountability Journal, 28(7), 1138-1150. https://doi.org/10.1108/AAAJ-10-2014-1841

Nguyen, D., Weigel, C., & Hiebl, M. (2018). Beyond Budgeting: Review and Re-search Agenda. Journal of Accounting & Organizational Change, 14(3), 314-337. https://doi.org/10.1108/JAOC-03-2017-0028

Østergren, K., & Stensaker, I. (2011). Manage-ment Control without Budgets: A Field Study of ‘Beyond Budgeting’ in Practice. European Accounting Re-view, 20(1), 149-181. https://doi.org/10.1080/09638180903487842

Parker, L., & Northcott, D. (2016). Qualita-tive Generalising in Accounting Re-search: Concepts and Strategies. Ac-counting, Auditing & Accountability Journal, 29(6), 1100-1131. https://doi.org/10.1108/AAAJ-04-2015-2026

Prabowo, T. J. W., Leung, P., & Guthrie, J. (2017). Reforms in Public Sector Ac-counting and Budgeting in Indonesia (2003-2015): Confusions in Implemen-tation. Journal of Public Budgeting, Ac-counting & Financial Management, 29(1), 104-137. https://doi.org/10.1108/JP-BAFM-29-01-2017-B005

Su, C. (2017). Beyond Inclusion: Critical Race Theory and Participatory Budgeting. New Political Science, 39(1), 126-142. https://doi.org/10.1080/07393148.2017.1278858

Taylor, L. (2018). Reassessing and Refin-ing Theory in Qualitative Accounting

Research. Qualitative Research in Ac-counting & Management, 15(4), 510-534. https://doi.org/10.1108/QRAM-09-2017-0090

Turner, S. F., Cardinal, L. B., & Burton, R. M. (2017). Research Design for Mixed Methods: A Triangulation-based Frame-work and Roadmap. Organizational Re-search Methods, 20(2), 243–267. https://doi.org/10.1177/1094428115610808

Usman, E., Paranoan, S., & Sugianto, S. (2014). Analisis Budaya Organisasi dan Asimetri Informasi dalam Senjan-gan Anggaran. Jurnal Akuntansi Multi-paradigma, 3(3), 393-403. https://doi.org/10.18202/jamal.2012.12.7170

Venselaar, M., & Wamelink, H. (2017). The Nature of Qualitative Construction Partnering Research: Literature Review. Engineering, Construction and Architec-tural Management, 24(6), 1092-1118. https://doi.org/10.1108/ECAM-04-2016-0098

Verawaty, V., Jaya, A., & Megawati. (2016). Determinan Timeliness Penetapan Ang-garan Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Provinsi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 7(3), 498-508. https://doi.org/10.18202/jamal.2016.12.7035

Waal, A. D. (2014). Insights from Prac-tice: Is Your Organisation Ready for Be-yond Budgeting ? Measuring Business Excellence, 9(2), 56–67. https://doi.org/10.1108/13683040510602885

Wällstedt, N., & Almqvist, R. (2017). Budget-ing and the Construction of Entities: Struggles to Negotiate Change in Swed-ish Municipalities. Public Management Review, 19(7), 1022-1045, https://doi.org/10.1080/14719037.2016.1243815

Zhao, Z. (2016). Why Local Governments Need Performance Evaluation: Inter-mediary Institutions in the Perfor-mance-Based Budgeting Process in China. Journal of Chinese Governance, 1(4), 564-573. https://doi.org/10.1080/23812346.2016.1245472

Biswan, Widianto, Intrinsic Value dari Pelaporan Keanekaragaman Hayati 327