penyusunan kajian pengembangan kerbau kalang · baik dari aspek budidaya secara komprehensif ......
TRANSCRIPT
KALIMANTAN TIMUR
PENYUSUNAN KAJIAN
PENGEMBANGAN
KERBAU KALANG
BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH
(BPPMD) KALIMANTAN TIMUR
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur i
KATA PENGANTAR
Kebutuhan konsumsi daging cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ketersediaan
daging di Kalimantan Timur masih belum mencukupi kebutuhan yang terus meningkat tersebut.
Gap atau kesenjangan tersebut harus dipenuhi oleh Kalimantan Timur sendiri. Terlebih lagi jika
ingin menjadi lumbung daging nasional.
Pemenuhan kebutuhan daging di Kalimantan Timur masih banyak dipenuhi oleh daging
sapi. Padahal, pemenuhan kebutuhan daging tersebut sangat memungkinkan jika ditunjang oleh
daging kerbau. Disamping kualitas dagingnya yang lebih sehat, kerbau dalam hal ini kerbau rawa
atau yang sering disebut kerbau kalang lebih mudah dipelihara. Dan kerbau kalang sangat cocok
dipelihara di Kalimantan Timur yang memiliki rawa dan danau yang banyak. Juga, kerbau kalang
merupakan plasma nutfah Kalimantan Timur.
Laporan ini berusaha menampilkan pengembangan kerbau kalang di Kalimantan Timur.
Baik dari aspek budidaya secara komprehensif maupun kelayakan usaha budidaya kerbau kalang.
Sangat disadari bahwa laporan ini masih tahap awal, perlu kajian lanjutan yang lebih detail.
Semoga Laporan Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Samarinda, 3 September 2012
Kepala Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah
(BPPM) Provinsi Kalimantan Timur
Drs. H. M. Yadi Sabianoor, M.Si
NIP. 19550101 198403 1 012
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 2
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................... 3
1.3. Manfaat..................................................................................................... 3
1.4. Ruang Lingkup ........................................................................................... 3
BAB II SENTRA PASAR DAN PRODUKSI .............................................................. 4
2.1 Situasi Pasar Dunia dan Pasar Domestik ...................................................... 4
2.2 Potensi Nilai Jual Ternak Kerbau dalam Industri Pengolahan Daging .......... 18
2.3 Struktur Industri ......................................................................................... 19
2.4 Potensi Usaha, Produksi dan Permintaan.................................................... 21
2.5 Profil Usaha Kerbau Kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara ...................... 23
BAB III ASPEK FINANSIAL ..................................................................................... 31
3.1 Asumsi ....................................................................................................... 31
3.2 Biaya ......................................................................................................... 32
3.3 Produksi dan Pendapatan .......................................................................... 33
3.4 Kriteria dan Kelayakan Usaha .................................................................... 33
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 38
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 40
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Populasi Ternak Potong Terbesar di Beberapa Negara Dunia ................................... 6
Tabel 2.2 Total Populasi Kerbau di Dunia dan Asia Tahun 1998 – 2008 ................................. 7
Tabel 2.3 Produksi Daging Kerbau di Dunia dan Asia (ton) Tahun 1998 – 2008 ....................... 7
Tabel 2.4 Tingkat Produksi Daging Sapi & Sapi Muda Tertinggi di Dunia pada Tahun 2010 ..... 8
Tabel 2.5 Tingkat Produksi dan Konsumsi Daging Nasional Periode 2007-2011........................ 9
Tabel 2.6 Jumlah Ekspor Ternak Kerbau yang Dimpor Indonesia dari Australia Periode 2004 –
2009........................................................................................................................ 10
Tabel 2.7 Populasi sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau menurut Povinsi ................................. 13
Tabel 2.8 Perkembangan Populasi Kerbau Menurut Pulau Periode 2003-2011.......................... 14
Tabel 2.9 Persentase Populasi Kerbau Menurut Jenis Kelamin dan Pulau .................................. 14
Tabel 2.10 Ketersediaan Daging Kerbau Menurut Provinsi Periode 2007-2011 ........................... 15
Tabel 2.11 Tingkat Konsumsi Daging Menurut Provinsi Periode 2006 – 2010 (ton) ................... 16
Tabel 2.12 Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Kota Tahun 2011 ............................. 17
Tabel 2.13 Kompoisi Nutrisi daging Kerbau ............................................................................... 18
Tabel 2.14 Perbandingan Kandungan Gizi Daging Kerbau dan sapi ............................................ 19
Tabel 2.15 Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 – 2009 (ekor) ... 21
Tabel 2.16 Luasan Areal padang Penggembalaan Ternak Kerbau Kalang Kabupaten Kukar ........ 22
Tabel 2.17 Sebaran Responden Berdasarkan Umur .................................................................... 23
Tabel 2.18 Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan................................................ 24
Tabel 3.1 Parameter Teknis dan Asumsi Dasar Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan
Timur ...................................................................................................................... 31
Tabel 3.2 Rincian Biaya Investasi Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ........................... 32
Tabel 3.3 Hasil Analisis Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ........................... 33
Tabel 3.4 Hasil Analisis Sensitivitas Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ................................... 34
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sepuluh Negara Penghasil Daging di Dunia Tahun 2010 (USDA, 2010) .................... 5
Ganbar 2.2 Produksi Daging Secara Global Periode 1997 – 2007 .............................................. 5
Gambar 2.3 Perbandingan Tingkat Ekspor Daging Dunia dengan Negara Indoa Tahun 2012 ...... 8
Gambar 2.4 Data World Bank, diolah oleh Nurhayati & Jamali (2011) ....................................... 9
Gambar 2.5 Jumlah Ekspor Ternak Hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993 – 2009 ....... 10
Gambar 2.6 Populasi Kerbau di Indonesia menurut Pulau Tahun 2011 ........................................ 12
Gambar 2.7 Struktur Industri Budidaya Ternak Kerbau Rawa ..................................................... 20
Gambar 2.8 Peternak Mencari Rumput Kumpai Menggunakan Perahu ....................................... 24
Gambar 2.9 Kalang dipenuhi oleh Kerbau .................................................................................. 25
Gambar 2.10 Rumput Kumpai ..................................................................................................... 26
1 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan konsumsi daging penduduk Indonesia cenderung mengalami peningkatan
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, hal ini juga berkaitan dengan
adanya peningkatan pendapatan serta kesadaran pemenuhan pangan yang bergizi. Konsumsi
dan kebutuhan daging yang terus meningkat setiap tahun tanpa diimbangi dengan produksi
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga hampir setiap tahun terjadi kesenjangan antara
tingkat produksi dengan tingkat konsumsi. Kesenjangan yang terjadi antara penyediaan
dengan permintaan kebutuhan daging menyebabkan harga daging semakin meningkat antara
24-37% per tahun (Miskiyah dan Usmiati, 2006). Sehingga saat ini ketersediaan daging sapi
nasional masih mengalami kekurangan yang ditutup melalui impor sekitar 15-20 % dari total
kebutuhan daging sapi nasional (Kementan dan BPS, 2011) . Upaya pemenuhan kebutuhan
daging dalam negeri pemerintah Indonesia melakukan importasi daging sebesar 93000 ton
(Balai Karantina Lampung, 2009). Salah satu kebijakan penting Kementerian Pertanian adalah
swasembada daging sapi berbasis sumberdaya domestik.
Tingkat konsumsi daging bagi masyarakat Kaltim mengalami peningkatan sebesar
3,6%, yaitu 36.212 ton daging pada tahun 2008 ,menjadi 49.534 ton daging pada tahun
2011. Berdasarkan data dari indikator sosial ekonomi Badan Pusat Statistik Provinsi
BAB I
PENDAHULUAN
2 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Kalimantan Timur 2011, dapat diketahui bahwa kondisi ketersediaan dan kebutuhan konsumsi
daging di Kalimantan Timur masih mengalami kekurangan ketersediaan daging sebagai bahan
pangan sumber protein. Produksi daging yang masih rendah menuntut peningkatan usaha-
usaha pengembangbiakan ternak potong guna mencukupi kebutuhan daging. Peranan ternak
kerbau merupakan komoditas ternak ruminansia besar yang memiliki potensi untuk memasok
kebutuhan daging serta dapat mendukung program swasembada daging nasional 2014.
Kerbau rawa (Bubalus bubalis) atau yang lebih dikenal sebagai kerbau kalang di
Kalimantan Timur merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial dalam hal
penyediaan daging dikarenakan kemampuan ternak kerbau yang mampu mencerna serat
kasar yang lebih baik dari ternak sapi dengan kondisi pakan yang memiliki kualitas rendah
(Lemcke, 2010). Menurut Diwyanto dan handiwirawan (2006), kerbau dapat hidup di
kawasan yang relatif sulit dalam keadaan pakan yang kurang baik. Kerbau juga memiliki
kemampuan berkembang biak dalam rentang agroekosistem yang luas dari daerah yang basah
hingga daerah yang relatif kering. Ternak kerbau rawa juga memiliki Dressing percentage
antara 43-44 yang memiliki komposisi daging 60-70%, lemak 5-10%, dan tulang 20-24%
(Kandeepan, et al. 2009). Menurut Hamdan, et al. (2010) kerbau rawa memiliki bobot badan
pada jantan dewasa 500 kg dan betina dewasa seberat 400 kg dengan persentase karkas
antara 43,3-50,26%. Ternak kerbau rawa yang dipelihara dengan manajemen yang baik dan
dilakukan pemotongan pada umur 16-20 bulan akan menghasilkan kualitas daging yang lebih
baik dari daging sapi dengan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan produksi
sapi potong dengan umur pemotongan yang relatif sama, dengan kandungan kalori sebesar
84 kalori dan lemak 0,5 gr/ 100 gr daging, sedangkan pada daging sapi memilki kandungan
kalori sebesar 207 kalori dan lemak 14 gr /100 gr daging (Kandeepan, et al. 2009).
Berdasarkan data statistik Dinas Peternakan Provinsi Kaltim (2010), tingkat produksi
daging kerbau yang dihasilkan setiap tahunnya hanya mengalami kenaikan produksi yang
kurang signifikan setiap tahunnya, pada tahun 2006 tingkat produksi mencapai 1 ton dan
pada tahun 2009 hanya 4 ton. Menurut Bariroh, Mastur, dan Nasiti (2007) di Kabupaten
Kutai Kertanegara pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa kontribusi kerbau sangat sedikit
dalam pemenuhan kebutuhan daging di Provinsi Kaltim yaitu hanya sebesar 2,7% dengan
tingkat produksi sebesar 37.9 ton dan mengalami fluktuasi yang cukup tinggi setiap tahunnya.
Tingkat produksi daging kerbau pada tahun 2006 sebesar 37,9 ton, pada tahun 2009 sebesar
17, 2 ton, 2010 sebesar 122,485 ton dan terjadi peningkatan produksi menjadi 136,141 ton
pada tahun 2011 (Dinas Peternakan Kutai Kertanegara, 2011). Kabupaten Kutai Kertanegara
merupakan salah satu daerah yang memiliki kerbau rawa yang telah mampu beradaptasi
dengan lingkungan, hal ini mendukung pengembangan ternak kebau rawa untuk memenuhi
kebutuhan daging baik di tingkat daerah maupun nasional sehingga angka impor daging
dapat diturunkan.
Berdasarkan kondisi diatas, maka jika komoditi kerbau kalang ini dibudidayakan
secara komersial tentu memiliki prospek investasi yang sangat cerah guna mendukung
tercapainya swasembada daging pada tahun 2014. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengembangan ternak lokal seperti kerbau Kalang yang disertai penerapan teknologi inovatif
agar dapat memberi kontribusi nyata pada produksi daging. Untuk mendukung
pengembangan kerbau kalang yang disertai dengan dukungan investasi maka diperlukan
sebuah kajian pengembangan kerbau kalang di Kalimantan Timur guna menghadirkan
informasi peluang investasi yang jelas agar mendorong investor menanamkan modalnya.
3 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
1.2. Maksud dan Tujuan
Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan kajian mengenai prospektif
komoditas ternak kebau rawa (kerbau kalang) sebagai komoditas unggulan daerah yang
memiliki prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan daging baik daerah maupun nasional
dan mendukung program swasembada daging 2014, selanjutnya sebagai bahan penyusun
profil proyek komoditas unggulan khas Kaltim.
Secara spesifik, tujuan studi ini sebagai berikut :
a. Identifikasi komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang) berdasarkan aspek
sumberdaya alam, sumberdaya ,manusia dan infrastruktur yang prospektif untuk
diusahakan oleh investor.
b. Mengkaji kelayakan pengembangan komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang)
dari aspek pasar, teknis, finansial, serta manfaat/dampak bagi perekonomian daerah.
c. Menyusun profil proyek investasi komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang) dari
aspek kelayakan secara pasar, teknis, dan finansial, serta potensial untuk ditawarkan
kepada investor.
1.3. Manfaat
Hasil studi ini merupakan dokumen yang diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjadi sumber informasi sebagai dasar
kebijakan daerah untuk mengembangkan sumber daya lokal melalui program investasi
komoditas unggulan kepada investor
b. Memberikan informasi secara jelas dan akurat mengenai peluang investasi serta sebagai
acuan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi di Kalimantan Timur
bagi investor.
1.4. Ruang Lingkup
Studi ini dilakukan meliputi wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Timur khususnya di
Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis.
Studi ini berkaitan dengan aspek teknis, aspek pasar, dan aspek finansial usaha ternak
kerbau kalang.
4 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
2.1. Situasi Pasar Dunia dan Pasar Domestik
2.1.1. Pasar Dunia
Ketersediaan hewan ternak potong dan produknya di seluruh dunia dan di setiap
Negara sangat mempengaruhi terhadap harga jual daging dan produknya, kenaikan harga
daging dan produknya sangat dipengaruhi sekali dengan mekanisme supply & demand .
kebutuhan daging di dunia sebagian besar disuplai oleh 10 negara penghasil daging terbesar.
Negara penghasil daging di dunia pada tahun 2010 diantaranya adalah AS (25%), Brazil
(20%), China (12%), EU-27 (17%), Argentina & India (6%), Australia (4%), Mexico (4%),
Rusia (3%), dan Pakistan (3%) disajikan pada Gambar 2.1.
BAB II
SENTRA PASAR
DAN PRODUKSI
5 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tingkat pertumbuhan produksi daging di dunia secara global mengalami peningkatan
dengan akselerasi yang lambat, peningkatan produksi tersebut masih belum sepenuhnya dapat
memenuhi permintaan pasar dunia (FAO 2009). Pada periode 1997 hingga 2007
pertumbuhan produksi daging hampir mencapai 1,5 % per tahun dengan rata-rata
pertumbuhan produksi daging sapi dan babi mencapai 1,5% Gambar 2.2. total pertumbuhan
daging di dunia dimasa yang akan datang diharapkan dapat naik 1% setiap tahunnya untuk
dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat setiap tahunnya hal ini
mempertimbangkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, terutama pada Negara
berkembang yang mengalami pertambahan jumlah penduduk 1% lebih setiap tahunnya.
Gambar 2. 1. Sepuluh Negara pengahasil Daging Di Dunia Tahun 2010 (USDA, 2010)
Sumber : FAO (2009)
Gambar 2.2. Produksi daging Secara Global Periode 1997-2007
0
20
40
60
80
100
120
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Ovine meat
Pig Meat
Bovine meat
United States
25%
Brazil
20%
EU-27
17%
China
12%
Argentina
6%
India
6%
Australia
4%
Mexico
4%
Rusia
3%
Pakistan
3%
6 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tingkat produksi daging yang dihasilkan di dunia yang diproduksi oleh 10 negara
terbesar berhubungan dengan jumlah hewan ternak atau populasi ternak potong yang
tersedia pada Negara-Negara tersebut. Pada tahun 2010 berdasarkan data yang diperoleh dari
USDA (2010) tingkat produksi hewan hidup tertinggi berada pada Negara India dengan
tingkat populasi ternak potong sebesar 58,300,000 ekor yang di ikuti Brazilia dengan
populasi ternak potong sebesar 49,150,000 ekor, sedangkan Negara Amerika yang memiliki
tingkat penguasaan pasar tertinggi di dunia (25%) hanya memiliki populasi sebesar
35,819,000 ekor, dan Australia sebagai Negara pemasok ternak hidup terbesar ke Negara
Indonesia memiliki populasi ternak hidup sebesar 10,158,000 disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Populasi Ternak Potong Terbesar di Beberapa Negara dunia
Sumber : USDA (2010)
Berdasarkan data FAO (2010) produksi hewan hidup dan daging selain daging sapi,
yaitu ternak kerbau dan daging kerbau di dunia, populasi ternak kerbau dunia didmoninasi
oleh negara-negara di Asia sekitar 96,4% dari total populasi ternak kerbau 180,70 juta ekor,
sebaran ternak kerbau di wilayah Asia diantaranya di Asia selatan sebesar 74,8%, Asia timur
12,8% dan asia tenggara sebesar 8,4%, tersaji pada Tabel 2.2.
Tingkat Produksi Hewan Hidup (Juta Ekor)
No Negara 2009 2010
1 India 57.960 58.300
2 Brazilia 49.150 49.400
3 China 42.572 41.000
4 Amerika 35.819 35.300
5 EU-27 30.400 30.150
6 Argentina 12.300 13.200
7 Australia 9.213 10.158
8 Rusia 7.010 6.970
9 Mexico 6.775 6.797
10 Columbia 5.675 5.675
7 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.2. Total Populasi Kerbau di Dunia dan Asia Tahun 1998-2008
YEAR WORLD ASIA South Asia East Asia South-East Asia
1998 160.715087 156.335.297 117.706.250 22.553.806 15.450.089
2004 172.651.049 167.386.406 129.551.154 22.287.212 14.955.766
2005 174.526.286 169.182.246 131.256.213 22.365.381 14.873.479
2006 176.188.724 170.845.267 132.418.951 22.498.838 15.059.327
2007 177.376.972 171.863.188 133.382.123 22.720.762 15.191.439
2008 180.702.923 174.208.357 135.187.037 23.271.909 15.197.734
2008 % of
World
100% 96.4% 74.81% 12.80% 8.40%
Ave.
annual
growth, %
1.24 1.14 1.48 0.31 -0.16
Sumber: FAO (2010)
Tingkat produksi daging kerbau tertinggi dihasilkan oleh negara-negara asia dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 11,3% setiap tahunnya serta memberikan kontribusi hingga
91,89% terhadap produksi daging kerbau dunia dengan volume 3,08 metric ton (FAO, 2010)
dilihat pada Tabel 2.3 .
Tabel 2.3. Produksi daging kerbau di Dunia dan Asia (ton) Tahun 1998-2008
YEAR WORLD Asia South Asia East Asia South-East Asia
1998 2.881.073 2.612.877 1.959.142 338.840 307.502
2004 3.12.609 2.840.535 2.169.537 329.500 335.633
2005 3.171.721 2.895.262 2.202.409 345.475 337.882
2006 3.249.474 2.977.997 2.333.324 288.425 350.474
2007 3.327.645 3.053.394 2.357.359 307.412 382.634
2008 3.358.946 3.086.328 2.398.922 306.437 375.642
2008 % of
the World
100 91.89 70.51 9.11 11.67
Sumber: FAO (2010)
Pada tahun 2012 tingkat produksi hewan hidup dan export hewan hidup di dunia
mengalami perubahan, berdasarkan hasil pemantauan tingkat ekspor hewan hidup yang
dilakukan USDA (2012) pada periode triwulan I memperkirakan Negara yang akan menjadi
exporter utama hewan ternak hidup dan produk daging beku di dunia adalah Negara India,
dalam hal ini pemerintah India melakukan peningkatan produksi hewan ternak potong dan
memberikan harga yang cukup kompetitif di tingkat dunia. Tingkat ekspor tersebut salah satu
produk yang mendukung adalah produk daging beku asal ternak kerbau (Carabeef) tanpa
tulang, yang diperkiran jumlah populasi ternak kerbau di India mencapai sepertiga dari
jumlah ternak sapi potong. Negara tujuan ekspor daging beku ternak kebau tersebut
diantaranya Timur tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara (Malaysia & Brunei Darussalam).
8 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tingkat ekspor daging dunia dan Negara india dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5
tingkat produksi dunia mencapai angka 8,6 juta metric ton dari angka tersebut negara India
memberikan kontribusi sebesar 1,5 juta metrik ton.
Sumber: USDA (April-2012)
Gambar 2.3. Perbandingan Tingkat Ekspor Daging Dunia dengan Negara India Tahun
2012
Tabel 2.4. Tingkat Produksi Daging Sapi & Sapi Muda Tertinggi Di dunia pada Tahun 2010
Negara Pengekspor Produksi daging 2010
Dunia 57.3
Amerika 12
Brazilia 9.1
EU-27 8
China 5.6
India 2.8
Argentina 2.6
Australia 2.0
Sumber: USDA (2010).
Meningkatnya permintaan daging, khususnya di Negara berkembang menyebabkan
meningkatnya harga daging di pasaran internasional. Harga daging di dunia meimiliki
perbedaan harga yang cukup bervariasi, hal ini disebabkan oleh tipe dan kualitas daging yang
diproduksi. Proses produksi dan industri pengolahan daging yang berada di setiap negara
memiliki biaya operasional yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap harga daging
dan produk daging yang dihasilkan (FAO, 2009). Harga daging sapi di dunia pada November
2011 mengalami kenaikan yang cukup tajam dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kenaikan harga
dunia pada bulan November 2011 sebesar 7,9% jika dibandingkan dengan bulan Oktober
2011, yaitu dari US$ 3.861 per ton menjadi US$ 4.165 per ton. Kenaikan tersebut disebabkan
anjloknya produksi jagung Amerika serikat akibat musim kering. Jagung merupakan bahan
yang banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak, kurangnya suplai jagung dalam industri
pakan ternak menyebabkan naiknya harga pakan ternak yang menyebabkan meningkatnya
harga daging, dan Amerika serikat merupakan Negara terbesar di dunia yang memproduksi
jagung (Nuryati dan Jamali, 2011).
9 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Sumber: Data World Bank, diolah oleh Nurhayati & Jamali (2011)
Gambar 2.4. Perkembangan harga Daging di Dunia Tahun 2011
Tingkat konsumsi daging semakin meningkat setiap tahunnya di dunia, meningkatnya
konsumsi telur di dunia dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di dunia. Menurut data FAO
(2011) tingkat konsumsi daging di Amerika serikat, Australia, New Zealand dan negara Eropa
berkisar antara 30-40 kg/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi daging di wilayah Asia
diantaranya; Malaysia 5 kg/kapita/tahun, India 3,26 kg/kapita/tahun . berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan tim peneliti konsumsi daging nasional, mencatat konsumsi daging
nasional tahun 2012 sebesar 1,87 kg/kapita/tahun, pertumbuhan tingkat konsumsi daging di
Indonesia mencapai 11,4% per tahun pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 19,6% pada
tahun 2009 atau setara dengan 428.000 ton, sedangkan tingkat konsumsi daging nasional
pada tahun 2011 mencapai angka 543.000 ton yang disuplai oleh produk lokal sebesar
85,5% atau setara 466.000 ton tersaji pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Tingkat Produksi dan Konsumsi Daging Nasional Periode 2007-2011
Enrollment in local colleges, 2005
Tahun
Produksi
(ribu ton)
Konsumsi (ribu ton) Pertumbuhan (%)
2007 339 358 --
2008 393 428 19,6
2009 409 422 -1,4
2010 436 513 21,6
2011 466 543 5,8
Rata-rata pertumbuhan
konsumsi
11,4
Sumber: USDA (2012)
Berdasarkan sensus yang dilakukan Kementrian Pertanian dan BPS pada tahun 2011
mencatat populasi sapi sebanyak 14,8 juta ekor dengan jumlah sapi yang potensial stok untuk
dipotong sebesar 2,3 juta ekor dengan produksi daging yang dihasilkan sebesar 376,510 ton
daging sapi (kementerian Pertanian dan BPS, 2011), sehingga berdasarkan hasil estimasi
10 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
dengan tingkat konsumsi sebesar 448,800 ton daging pada tahun 2012 baru bisa dipasok oleh
produk lokal sebesar 376,510 ton dan harus dilakukan impor daging sebanyak 72,290 ton
atau setara dengan 441,600 ekor sapi, tingkat importasi ternak dan produksi hasil ternak dari
Australia periode tahun 1993-2009 tersaji pada Gambar 2.5, selain komoditas ternak sapi
Indonesia juga melakukan impor ternak kerbau hidup dari Australia tersaji pada tabel 2.6.
Jumlah Ekspor Ternak hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993-2009, berdasarkan data
USDA (2012) pada bulan juni 2012 tingkat impor daging Indonesia dari Negara Australia
mencapai 2,753 metrik ton.
Sumber: MLA (Meat Livestock Australia, 2011).
Gambar 2.5. Jumlah Ekspor Ternak hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993-2009
Tabel 2.6. Jumlah Ternak Kerbau yang di Impor Indonesia dari Australia Periode 2004-2009
Tahun Jumlah Ternak Kerbau (ekor)
2005 100
2006 820
2007 2,865
2008 3,815
2009 3,274
Sumber: MLA (Meat Livestock Australia, 2010)
11 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
2.1.2. Pasar Domestik
Pengembangan usaha agribisnis peternakan komoditas ternak potong kerbau rawa
atau kerbau kalang di Indonesia dilihat dari sisi permintaan sangat menjanjikan, hal ini
disebabkan tingkat konsumsi daging nasional yang semakin meningkat setiap tahunnya serta
daya dukung lahan padang penggembalaan yang cukup luas untuk memproduksi hijauan
makanan ternak di seluruh wilayah Indonesia, untuk pemenuhan kebutuhan daging merah
masih di dominasi oleh produk daging sapi yang mencapai 90% lebih sedangkan ternak
kerbau baru memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging merah di Indonesia
sekitar kurang dari 10%. Peningkatan permintaan akan komoditas daging merah seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai angka
240,7 juta jiwa pada tahun 2011 (world Statistic, 2012) serta pertumbuhan ekonomi yang
mencapai angka 6,3% pada tahun 2011. Salah satu program pemerintah untuk mengimbangi
laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat konsumsi daging adalah dengan meningkatkan
produksi daging sapi dan kerbau 2014, program swasembada daging sapi dan kerbau 2014
tercapai jika 90% kebutuhan konsumsi daging dapat dipasok dan diproduksi dalam negeri
(Kementan & BPS, 2011).
Berdasarkan hasil pendataan program PSPK 2011, mencatat populasi sapi potong
mencapai angka 14,8 juta ekor dan kerbau 1,3 juta ekor, jika dibandingkan dengan sensus
pertanian pada tahun 2003 jumlah sapi potong berada pada angka 10,3 juta ekor dan kerbau
sebanyak 1,4 juta ekor secara regional/pulau, populasi sapi potong sebagian besar berada di
pulau jawa sebanyak 7,5 juta ekor atau 50,74% dari total sapi potong di Indonesia.
Pertumbuhan sapi selama periode 2003-2011 rata-rata adalah 5,32% per tahun atau setara
dengan 653,1 ribu ekor setiap tahunnya, sedangkan untuk komoditas ternak kerbau
mengalami pertumbuhan -0,58% per tahunnya atau berkurang sekitar 7,8 ribu ekor setiap
tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementan dan BPS (2011) populasi ternak
kerbau memiliki sebaran yang merata secara regional/pulau di seluruh Indonesia, populasi
kerbau terbesar terdapat di Sumatera dengan jumlah 512,8 ribu ekor atau sekitar 39,30 %
dari total populasi kerbau Indonesia, Jawa 363 ribu ekor atau 27,82%, Bali dan Nusa
Tenggara 257,6 ribu ekor atau 19,74%, Sulawesi 110,4 ribu ekor atau 8,46%, Kalimantan
41,5 ribu ekor atau 3,18% sedangkan Maluku dan Papua 19,7 ribu ekor atau 1,51 % dari
populasi kerbau Indonesia, tersaji dalam Gambar 2.6.
12 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Sumber: Kementan & BPS (2011)
Gambar 2.6. Populasi Kerbau di Indonesia Menurut Pulau Tahun 2011
Dirinci menurut provinsi, populasi kerbau terbesar terdapat di provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) sebanyak 150 ribu ekor, Aceh 131,5 ribu ekor, Jawa Barat 130,1 ribu ekor,
Banten 123,1 ribu ekor, Sumatera Utara 114,3 ribu ekor, NTB 105,4 ribu ekor dan Sumatera
Barat 100,3 ribu ekor, tersaji pada Tabel 2.7.
13 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.7. Populasi Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau Menurut Provinsi
Provinsi Sapi Potong Sapi Perah Kerbau
Populasi % Populasi % Populasi %
Sumatera 2.724.364 18,40 2.388 0,40 512.816 39,30
1. Aceh 462.840 3,13 31 0,01 131.494 10,08
2. Sumatera utara 541.688 3,66 897 0,15 114.289 8,76
3. Sumatera barat 327.009 2,21 459 0,08 100.310 7,69
4. Riau 159.885 1,05 172 0,03 37.716 2,89
5. Jambi 119.877 0,81 81 0,01 46.535 3,57
6. Sumatera selatan 246.295 1,66 154 0,03 29.143 2,23
7. Bengkulu 98.953 0,67 244 0,04 19.969 1,53
8. Lampung 742.776 5,02 201 0,03 33.124 2,54
9. Kep. Bangka Belitung 7.773 0,05 119 0,02 222 0,02
10. Kepulauan riau 17.338 0,12 - 0,00 14 0,00
Jawa 7.511.792 50,74 592.436 99,21 363.008 27,82
11. DKI Jakarta 1.691 0,01 2.728 0,46 192 0,01
12. Jawa barat 422.580 2,86 139.973 23,44 130.089 9,97
13. Jawa tengah 1.937.550 13,09 149.931 25,11 75.674 5,80
14. DI Yogyakarta 375.548 2,54 3.523 0,59 1.205 0,09
15. Jawa Timur 4.727.303 31,93 296.262 49,61 32.705 2,51
16. Banten 46.900 0,32 19 0,00 123.143 9,44
Bali dan Nusa 2.101.521 14,19 194 0,03 257.587 19,74
17. Bali 637.473 4,31 139 0,02 2.181 0,17
18. Nusa tenggara barat 685.810 4,63 18 0,00 106.391 8,08
19. Nusa tenggara timur 778.238 5,26 37 0,01 150,015 11,50
Kalimantan 437.273 2,95 365 0,06 41.541 3,18
20. Kalimantan barat 153.186 1,03 223 0,04 3.173 0,24
21. Kalimantan tengah 54.648 0,37 - 0,00 6.491 0,50
22. Kalimantan selatan 138.691 0,94 110 0,02 23.843 1,83
23. Kalimantan timur 90.748 0,61 32 0,01 8.034 0,62
Sulawesi 1.771.848 11,97 1.741 0,29 110.393 8,46
24. Sulawesi utara 86.770 0,59 22 0,00 - 0,00
25. Sulawesi tengah 230.682 1,56 8 0,00 3.271 0,25
26. Sulawesi selatan 983.985 6,65 1.690 0,28 96.505 7,39
27. Sulawesi tenggara 213.736 1,44 - 0,00 2.492 0,19
28. Gorontalo 183.853 1,24 8 0,00 13 0,00
29. Sulawesi barat 72.822 0,49 13 0,00 8.112 0,62
Maluku dan Papua 258.075 1,74 11 0,00 19.671 1,51
30. Maluku 73975 0,50 - 0,00 17.568 1,35
31. Maluku utara 60.540 0,41 - 0,00 863 0,07
32. Papua barat 41.464 0,28 - 0,00 1 0,00
33. Papua 81.796 0,55 11 0,00 1.239 0,09
Indonesia 14.805.053 100,00 597,135 100,00 1.305.016 100,00
Sumber: Kementan & BPS (2011)
Perkembangan populasi kerbau di Indonesia selama periode 2003-2011 berdasarkan
hasil sensus Pertanian 2003 dan PSPK 2011 menunjukan adanya tren penurunan produksi
ternak kerbau. Dirinci wilayah regional/pulau, pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mencatat
populasi kerbau mengalami penurunan masing-masing 2,6% dan 1,76% per tahun, sedangkan
di regional/pulau lainnya mengalami peningkatan. Populasi kerbau di Maluku dan Papua
memiliki pertumbuhan populasi tertinggi, yakni 4,61% per tahunnya sedangkan daerah
lainnya kurang dari 2 persen. Secara absolut pulau Sumatera mencatat rata-rata peningkatan
jumlah populasi kerbau terbesar yakni, 6,1 ribu ekor per tahun sedangkan daerah lain kurang
dari seribu ekor per tahun. Sebaliknya di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami
penurunan populasi hingga 10,7 ribu ekor dan 4,9 ribu ekor per tahunnya tersaji pada Table
9.
14 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.8. Perkembangan Populasi Kerbau Menurut Pulau Periode 2003-2011
Regional/Pulau
Tahun
Perkembangan Rata-Rata per
Tahun
2003 2004 (000 ekor) %
Sumatera 464.157 512.816 6,1 1,25
Jawa 448.566 363.008 -10,7 -2,61
Bali dan Nusra 296.794 257.587 -4,9 -1,76
Kalimantan 40.446 41.541 0,1 0,33
Sulawesi 103.553 110.393 0,9 0,80
Maluku dan
papua
13.718 19.671 0,7 4,61
Indonesia 1.367.234 1.305.016 -7,8 -0,58
Sumber: Kementan & BPS (2011).
Populasi kerbau berdasarkan jenis kelamin tercatat bahwa populasi kerbau betina
lebih dominan dibandingkan dengan populasi kerbau jantan. Populasi kerbau betina sebesar
68,76% dari total populasi kerbau di Indonesia, sedangkan populasi jantan sebesar 31,24%.
Jika dilihat berdasarkan komposisi umur akan terlihat bahwa populasi kerbau betina dewasa
(> 2 tahun) sebesar 72,40% dari total betina, sedangkat anak kerbau betina (< 1 tahun) dan
muda (1-2 tahun) berkisar antara 10-18%. Secara regional jantan dewasa mencapai 42,34%
dari total kerbau jantan sedangkan anak kerbau jantan dan muda masing-masing 26,59% dan
31,07%. Populasi kerbau jantan dewasa terbesar berada di pulau Sulawesi 55,57% dari total
populasi jantan di pulau tersebut, sedangkan populasi terendah di pulau Jawa sekitar
39,30%, tersaji dalam Tabel 10.
Tabel 2.9. Persentase Populasi Kerbau Menurut Jenis Kelamin dan Pulau
Regional/Pulau Jantan Betina
Anak Muda Dewasa Jumlah Anak Muda Dewasa Jumlah
Sumatera 27,10 32,07 40,83 100,00 11,51 16,57 71,92 100,00
Jawa 28,19 32,51 39,30 100,00 11,03 15,87 73,10 100,00
Bali dan Nusra 27,69 31,17 41,15 100,00 12,82 15,83 71,35 100,00
Kalimantan 27,58 26,47 45,96 100,00 12,30 15,09 72,61 100,00
Sulawesi 17,19 25,24 57,57 100,00 10,17 14,21 75,62 100,00
Maluku dan Papua 30,02 26,31 43,67 100,00 18,07 13,93 68,00 100,00
Indonesia
26,59 31,07 42,34 100,00 11,65 15,96 72,40 100,00
31,24 68,76
TOTAL 100,00
Sumber: Kementan & BPS (2011)
Tingkat produksi daging kerbau pada periode tahun 2007-2011 dicapai puncak
produksi pada tahun 2007 sebesar 41,757 ribu ton, 2008 sebesar 39,032 ribu ton, 2009
sebesar 34,644 ribu ton, 2010 sebesar 35,912 ribu ton dan pada tahun 2011 sebesar 37,467
ribu ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,7%. Tingkat produksi daging kerbau pada
setiap provinsi berbeda, tingkat produksi daging tertinggi terdapat di wilayah Provinsi
Sumatera Utara yaitu sebesar 5,726 ribu ton pada tahun 2011 dan 3,705 ribu ton di Provinsi
15 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Banten diikuti provinsi Jawa Tengah sebesar 3,250 ribu ton dan 3,272 ribu ton di wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan, data tersaji pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Ketersediaan Daging Kerbau Menurut Provinsi Periode 2007-2011 (ton)
No Provinsi/Province
Tahun/Year Pertumbuhan/Growth
2011 0ver 2010 (%) 2007 2008 2009 2010 2011*)
1 Aceh 3.899,00 2.009,00 2.303,18 2.519,09 2.625,01 4,16
2 Sumatera Utara 10.951,00 10.260,00 5.497,96 5.654,28 5.728,09 1,27
3 Sumatera Barat 2.584,00 2.409,00 3.134,66 3.844,20 3.469,75 -9,74
4 Riau 1.668,00 1.360,00 1.209,00 510,18 511,76 0,31
5 Kepulauan Riau - - - - - -
6 Jambi 2.189,00 2.312,00 2.279,22 2.737,03 3.288,24 20,11
7 Sumatera Selatan 1.695,00 1,410,00 950,44 961,50 972,00 2,15
8 Kepulauan Bangka Belitung 15,00 6,00 16,84 23,11 31,72 37,24
9 Bengkulu 604,00 582,00 401,00 562,50 601,99 7,02
10 Lampung 523,00 556,00 556,29 345,45 355,40 2,88
11 DKI Jakarta 138,00 43,00 288,75 233,55 293,25 25,50
12 Jawa Barat 3.348,00 3.645,00 3.641,67 2.779,90 2.233,53 -19,63
13 Banten 2.270,00 2.441,00 2.935,26 3.694,12 3.705,94 0,32
14 Jawa Tengah 3.228,00 2.702,00 3.063,73 3.154,71 3.254,29 3,16
15 DI Yogyakarta 13,00 9,00 5,91 6,00 6,19 3,20
16 Jawa Timur 417,00 410,00 381,99 501,27 503,43 0,43
17 Bali 6,00 10,00 15,87 14,72 14,72 0,00
18 Nusa Tenggara Barat 2.530,00 1.980,00 1.083,48 2.140,12 2.101,52 1,00
19 Nusa Tenggara Timur 1.116,00 1.623,00 1.332,00 1.093,73 1.114,60 1,91
20 Kalimantan Barat 12,00 10,00 15,52 65,60 66,91 2,00
21 Kalimantan Tengah 564,00 567,00 73,72 725,00 728,63 0,50
22 Kalimantan Selatan 966,00 969,00 1.128,47 1.221,42 1.299,50 6,39
23 Kalimantan Timur 200,00 233,00 184,00 263,78 200,42 1,00
24 Sulawesi Utara - - - - - -
25 Gorontalo - - - - - -
26 Sulawesi Tengah 40,00 35,00 20,18 43,61 44,05 1,00
27 Sulawesi Selatan 2.297,00 2.950,00 2.982,47 1.546,13 3.272,80 111,68
28 Sulawesi Barat 30,00 84,00 107,13 838,00 449,71 -46,34
29 Sulawesi Tenggara 42,00 61,00 95,62 72,00 73,44 2,00
30 Maluku 344,00 274,00 290,00 308,00 328,00 5,84
31 Maluku Utara - - - - - -
32 Papua 52,00 58,00 60,66 62,86 70,60 12,45
33 Papua Barat - - - - - -
Indonesia 41.757,00 39.032,00 34.644,92 35.912,06 37.467,57 4,33
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tingkat konsumsi daging menurut provinsi periode 2007-2010 data disajikan pada
tabel 2.10 menunjukan tingkat konsumsi tertinggi pada tahun 2010 berada di empat Provinsi
yang ada di Indonesia diantaranya adalah di wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 344,267
ton, Provinsi Jawa Timur 222, 682 ribu ton, Provinsi Jawa Tengah 146,458 ribu ton dan
Provinsi Sumatera Utara sebesar 83,723 ribu ton (DIRJEN Peternakan & Kesehatan Hewan,
2010).
16 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.11. Tingkat Konsumsi Daging Menurut Provinsi periode tahun 2006-2010 (ton)
No Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Pertumbuhan
1 Aceh 27.856 28.544 29.250 55.078 15278 -72,3
2 Sumatera Utara 71.939 76.906 82.216 53.153 83.723 57,5
3 Sumatera Barat 28.008 28.600 29.205 88.647 35.690 -59,7
4 Riau 24.726 28.413 32.649 102.757 34.540 -66,4
5 Kepulauan Riau 6.445 5.282 4.329 6.265 6.303 0,6
6 Jambi 12.192 13.945 15.723 100.396 18.159 -81,9
7 Sumatera Selatan 33.103 32.669 32.241 32.832 35.343 7,6
8 Kepulauan Bangka Belitung
6.498 8.435 10.951 8.685 13.707 57,8
9 Bengkulu 3.553 3.812 4.090 4.889 3.964 -18,9
10 Lampung 37.795 36.312 34.888 37.383 37.026 -1,0
11 DKI Jakarta 215.342 223.955 232.914 84.701 87.928 3,8
12 Jawa Barat 293.920 299.798 305.794 329.338 344.267 4,5
13 Banten 27.168 29.618 32.289 63.278 85.835 35,6
14 Jawa Tengah 138.050 136.281 134.535 131.520 146.458 11,4
15 DI Yogyakarta 43.178 42.169 41.183 23.214 26.098 12,4
16 Jawa Timur 209.329 243.725 283.774 209.232 222.682 6,4
17 Bali 71.045 72.335 73.648 78.552 80.418 2,4
18 Nusa Tenggara Barat 24.115 24.880 25.669 20.978 25.777 22,9
19 Nusa Tenggara Timur 32.111 33.266 34.463 32.367 28.927 -10,6
20 Kalimantan Barat 28.676 30.334 32.088 27.930 31.477 12,7
21 Kalimantan Tengah 6.998 7.977 9.093 9.178 15.082 64,3
22 Kalimantan Selatan 27.460 29.988 32.749 31.545 33.017 4,7
23 Kalimantan Timur 22.311 23.009 23.729 26.193 28.807 10,0
24 Sulawesi Utara 14.985 15.212 15.442 17.396 20.517 17,9
25 Gorontalo 1.594 1.720 1.857 4.052 5.033 23,5
26 Sulawesi Tengah 8.436 8.947 9.489 11.572 12.489 7,9
27 Sulawesi Selatan 47.016 46.668 46.323 24.562 21.374 -13,0
28 Sulawesi Barat 4.735 5.004 5.372 4.323 4.795 10,9
29 Sulawesi Tenggara 8.819 8.222 7.665 10.946 12.379 13,1
30 Maluku 5.182 5.447 5.725 4.850 5.227 7,8
31 Maluku Utara 2.742 2.884 3.034 2.356 9.406 299,3
32 Papua 7.808 7.810 7.811 6.940 7.355 6,0
33 Papua Barat 1.543 2.117 2.904 2.124 7.355 246,3
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan & Kesehatan Hewan
Harga daging sapi di pasar dalam negeri pada bulan November 2011 mengalami
kenaikan sebesar 0,4% dibandingkan dengan bulan Oktober 2011. Harga daging sapi pada
bulan November 2011 yaitu Rp. 67.273/kg data disajikan pada Tabel 13, perkembangan
harga daging sapi mengalami kenaikan 15 hingga 20 % pada tahun 2012, di beberapa wilayah
provinsi di Indonesia seperti di kepulauan Kalimantan harga daging mencapai Rp. 100.000/kg
(www. Dunia sapi.com, 2012).
17 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.12. Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Kota tahun 2011
Nama Kota
2010 2011
November Oktober November
Jakarta 66.362 67.105 67.200
Bandung 63.060 65.667 65.800
Semarang 60.000 60.000 60.000
Yogyakarta 63.950 65.212 64.670
Surabaya 58.667 59.948 60.600
Denpasar 49.286 53.000 53.000
Medan 65.000 70.000 70.000
Makasar 65.000 65.000 65.000
Rata-rata Nasional 65.346 67.012 67.723
Sumber : Nurhayati & Jamali (2011)
Komoditas ternak kerbau merupakan komoditas ternak yang dapat menghasilkan
produksi daging dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga daging
sapi, pada tahun 2011 bulan Januari hingga Mei berdasarkan data BPS tingkat impor kerbau
bakalan dari Australia mencapai 3,44 juta kg jumlah ini meningkat lebih tinggi dibandingkan
dengan volume impor pada tahun 2010 dengan jumlah 744,693 juta kg, hal ini disebabkan
pada bulan januari 2011 harga daging sapi menembus Rp 68.000/kg sedangkan daging kerbau
memiliki harga jual Rp. 50.000/kg.
komoditas ternak kerbau belang (Tedong Bonga) juga memiliki nilai potensi harga
jual yang sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sosial budaya. Kerbau belang
mempunyai ciri khas dengan warna kulit belang hitam dan putih (Said dan Tappa, 2008).
Umumnya kerbau ini merupakan ternak andalan di dalam upacara adat dan ritual, harga satu
ekor ternak kerbau Tedong Bonga jantan dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah
(Rombe, 2010). Menurut Said dan Tappa, (2010) dari segi adat kebiasaan masyarakat Tana
Toraja, kerbau belang mempunyai kedudukan yang cukup berperan penting dalam upacara
adat, harga kerbau belang dewasa dapat mencapai Rp. 150.000.000.
Jumlah populasi kerbau belang di Tana Toraja sudah tinggal 3,675 ekor pada tahun
2009. Menurut data BPS Tana Toraja (2009) populasi ternak kerbau belang mengalami
penurunan hingga 4,212 ekor setiap tahunnya sejak tahun 2003, hal ini disebabkan jumlah
pemotongan kerbau belang mencapai 13,000 ekor setiap tahunnya untuk acara ritual
kematian. Menurut Dinas Peternakan Tana Toraja (2004), jumlah pemotongan kerbau belang
mencapai 50-60 ekor setiap tahunnya, sedangkan angka kelahiran yang rendah setiap
tahunnya hanya mencapai 10-20 ekor per tahun yang menyebabkan semakin menurunnya
populasi ternak kerbau belang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasokan ternak kerbau
di wilayah Tana Toraja dilakukan pemasukan ternak kerbau belang dari beberapa Kabupaten
Kota lainnya seperti Makasar, Enrekang, Palopo, Mamasa, Pangkep dan Takalar serta wilayah
lain yang ada di Indonesia diantarannya Kalimantan, Kupang, Sumbawa, Sulawesi Tengah,
Sulawesi tenggara dan Kalimantan.
Pemerintah melalui LIPI telah berhasil mengembangbiakan kerbau belang dengan
menerapkan bioteknologi yang berfungsi untuk memperbaiki efisiensi reproduksi pada kerbau
dengan memasukan materi genetik untuk meningkatkan produktivitas kerbau, aplikasi
18 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
bioteknologi tersebut mempunyai tujuan utama yaitu untuk menghasilkan kerbau jantan
unggul yang digunakan sebagai bibit yang menghasilkan semen untuk IB (Inseminasi Buatan)
(Said dan Tappa, 2008). Keberadaan LIPI sebagai lembaga ilmu ilmu pengetahuan dan
pengembangan teknologi, khususnya dibidang peternakan memiliki peran penting terutama
untuk mempertahankan dan mengembangbiakan kerbau belang sebagai plasma nutfah
Indonesia, sehingga populasi kerbau belang dapat meningkat dengan kualitas genetik yang
lebih baik, dan dapat mensuplai bibit ternak kerbau belang ke sektor usaha budidaya ternak
kerbau belang yang memiliki prospek dan peluang usaha yang relatif terbuka luas dengan
tingkat permintaan yang cukup tinggi yaitu mencapai 13.000 ekor lebih setiap tahunnya.
2.2. Potensi Nilai Jual Ternak Kerbau dalam Industri Pengolahan Daging
Daging kerbau memiliki potensi yang penting dalam beberapa tahun terakhir baik
untuk memenunuhi kebutuhan daging domestik dan bahan pangan pontensial untuk ekspor,
daging kerbau memiliki keunggulan dibandingkan daging sapi apabila dilihat berdasarkan nilai
nutrisi, sifat fisik dan kimia daging, yang pada saat ini menjadi meningkat penggunaanya
dalam industri pengolahan daging. Ternak kerbau memiliki jumlah lemak yang sedikit pada
bagian bawah kulit dibandingkan dengan daging sapi, serta memiliki porsi jumlah daging
merah yang lebih tinggi dengan kandungan lemak yang rendah (Lemcke, 2010), komposisi
daging kerbau disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 2.13. Komposisi Nutrisi daging Kerbau
Particulars
Water
(%)
Protein
(%)
Fat (%)
Ash
(%)
Cholestrol
(mg %)
Energy
(Kcal/100g)
Buffalo meat 74-78 20,2-24,1 0,9-1,8 1,0 61 131
Buffalo
broiler
76,89 22,46 0,35 0,3 - -
Sumber: Lemcke (Kandeepan et al, 2009)
Meningkatnya pengetahuan gizi dan kesehatan pada masyarakat, maka tingkat
kepedulian masyarakat terhadap produk pangan yang sehat dan berkualitas menjadi pilihan
utama untuk dikonsumsi dalam upaya pemenuhan gizi dan menjaga kesehatan. Daging
dengan protein seimbang terkadang menjadi permasalahan karena kadar lemaknya yang
tinggi, kualitas daging kerbau dengan daging sapi tidak berbeda jauh baik kualitas fisik dan
kimia daging, terkait dengan tingkat kolesterol, persentasi lemak daging kerbau yang lebih
rendah dibandingkan dengan daging sapi sehingga aman untuk dikonsumsi oleh penderita
diabetes, obesitas, manula dan penderita jantung koroner, Perbandingan Kandungan Gizi
Daging Kerbau dan Sapi disajikan pada Tabel 15.
19 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.14. Perbandingan Kandungan Gizi Daging Kerbau dan sapi
Zat Gizi
Daging
Kerbau Sapi
Air (gr) 84 66
Protein (gr) 18,7 18,8
Lemak (gr) 0,5 14
Energy (kal) 84 207
Kalsium (mg) 7 11
Besi (mg) 2 2,8
Vitamin A (IU) 0 30
Total 998 908
Sumber: Hasbulah (2004)
Menurut Borghese (2012) Daging kerbau memiliki daya ikat air yang tinggi, sehingga
daging kerbau memiliki kualitas yang baik untuk digunakan dalam industri hasil olahan ternak
kerbau. Produk-produk olahan hasil ternak kerbau hampir sama dengan produk olahan
daging sapi pada umumnya seperti sosis, salami, pepperoni, meat loaf dan dapat digunakan
sebagai produk olahan daging khas Indonesia seperti abon, dendeng dan baso kerbau.
Kelebihan penggunaa daging kerbau dalam industri pengolahan daging adalah biaya produksi
yang relatif lebih murah dibandingkan menggunakan daging sapi.
2.3. Struktur Industri
Komoditas ternak kerbau memiliki prospek pasar yang sangat baik dan merupakan
komoditas ternak yang dapat memberikan kontribusi protein hewani nasional, melalui
program pemerintah swasembada daging nasional 2014. Usaha ternak kerbau rawa memiliki
keterkaitan dengan industri hulu dibidang peternakan yang meliputi industri obat dan vaksin
hewan, industry peralatan peternakan, dan industri pakan ternak. Usaha ternak kerbau rawa
ini dapat dilakukan sebagai usaha mandiri baik bersifat komersial maupun usaha peternakan
rakyat. Produksi ternak kerbau memiliki peran dalam industri hilir baik pemanfaatannya
sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan non makanan. Struktur budidaya
ternak kerbau disajikan pada Gambar 6.
20 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Gambar 2.7. Struktur Industri Budidaya Ternak Kerbau Rawa
HULU
1. Industri obat hewan & Vaksin hewan 2. Industri Peralatan Ternak 3. Industri Pakan
BUDIDAYA TERNAK KERBAU RAWA
DAGING SEGAR
Usaha mandiri
(komersial dan
Usaha Rakyat)
INDUSTRI
PENGOLAHAN NON
PANGAN:
pemanfaatan
limbah RPH
R
PRODUK Olahan Hasil Kulit
(Hides) Bahan Baku Pakan
Ternak
RPH (rumah potong hewan)
Industri Olahan Hasil Ternak
Kerbau
Konsumsi Rumah Tangga
21 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
2.4. Potensi Usaha, Produksi dan Permintaan
Produksi daging kerbau dan ternak kerbau hidup di Indonesia berasal dari Sumatera,
Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Kalimantan Timur memiliki tingkat produksi daging
kerbau sebesar 186,7 ton pada tahun 2009 dengan jumlah total populasi sebesar 13.400 ekor
yang tersebar di 14 Kabupaten Kota. Dengan tingkat konsentrasi populasi ternak kerbau
tertinggi di Kabupaten Nunukan sebesar 7.154 ekor dan Kutai Kertanegara sebesar 2,987
ekor, disajikan pada Tabel 16 jumlah populasi ternak kerbau di Kabupaten Kota wilayah
Provinsi Kalimantan Timur (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2010).
Tabel 2.15. Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005-2009 (ekor)
Kab/Kota 2005 2006 2007 2008 2009
Samarinda 94 96 114 116 131
Balikpapan 6 - 7 - 25
Kukar 2,799 20,43 2,147 2,190 2,987
Paser 585 596 578 590 625
PPU 499 509 545 556 667
Berau 108 115 107 107 125
Bulungan 161 155 131 134 148
Tarakan - 6 4 4 27
Kubar 245 296 461 476 489
Kutim 529 535 541 552 873
Malinau 39 89 91 93 109
Nunukan 4,944 4,371 4,353 6,566 7,154
Bontang 15 - 12 15 14
Prov. Kaltim 10,024 8,811 9,091 11,427 13,401
Sumber: Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur (2010)
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2010), menyatakan
bahwa tingkat produksi daging kerbau di wilayah Kalimantan Timur mengalami pertumbuhan
1% setiap tahunnya, pada tahun 2010 tingkat produksi daging kerbau mencapai 263,78 ton
terjadi kenaikan sekitar 23 ton produksi daging kerbau. Pertumbuhan populasi ternak kerbau
di wilayah Kalimantan timur mengalami pertumbuhan mencapai 2% setiap tahunnya,
berdasarkan tabel diatas pertambahan populasi tahun 2008 sebesar 11,427, tahun 2009
sebesar 13,401 menjadi 13,993 ekor pada tahun 2011.
Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah yang sangat potensial untuk
pengembangan usaha budidaya ternak kerbau, salah satu Kabupaten Kota yang berpotensi
dijadikan sebagai sentra produksi kerbau rawa (kerbau kalang) adalah Kabupaten Kutai
Kertanegara, hal ini didukung dengan luasan areal lahan padang penggembalaan untuk ternak
kerbau kalang, data luasan areal padang penggembalaan kerbau Kalang disajikan pada Tabel
17. Prinsipnya adalah pemanfaatan lahan-lahan marginal yang belum dapat digunakan sebagai
lahan pertanian.
22 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Tabel 2.16. Luasan Areal Padang Penggembalaan Ternak Kerbau Kalang Kabupaten
Kukar
No. Kecamatan/Desa
Nama
Kelompok
Ternak
Luas Wilayah Padang
Pengembalaan (Ha)
1.
Kecamatan Muara Wis
Desa Melintang
Lebak Singkil
Rawa Kering 4.275.75
Rawa Basah 1002.51
Lahan Rumput 255.42
2.
Kecamatan Muara Wis
Desa Muara Wis
Tanjung
Terakan
Rawa Kering 2.532.60
Rawa Basah 2.478.78
Lahan Rumput 1008.63
3.
Kecamatan Muara
Muntai
Desa Harapan
Teluk Ridan
Rawa Kering 1011.42
Rawa Basah 1.322.37
Lahan Rumput 247.41
4.
Kecamatan Muara
Muntai
Desa Muara Aloh
Sinala
Rawa Kering 2.448.72
Rawa Basah 3.650.76
Lahan Rumput 1.385.55
Sumber : Mawi (2008)
Topografi kabupaten Kutai Kertanegara terdiri dari gunung, sungai dan danau, pada
kabupaten ini terdapat 17 buah danau dan danau yang terbesar adalah danau Semayang
dengan luasan 13.000 ha dan sungai sebanyak 31 buah, dengan kondisi topografi seperti ini
merupakan daerah yang sangat baik untuk pengembangan budidaya ternak kerbau kalang.
Berdasarkan tingkat kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau masyarakat yang
semakin meningkat setiap tahunnya dengan jalur pemasaran yang tersedia, maka usaha
peternakan ternak kerbau kalang memiliki prospek untuk dikembangkan guna memasok
kebutuhan di dalam daerah. Kabupaten /Kota lain yang telah memiliki unit usaha peternakan
kerbau kalang dengan jumlah populasi yang masih sedikit dengan nilai investasi yang masih
tergolong rendah masih dapat ditingkatkan, mengingat permintaan akan kebutuhan ternak
kerbau bukan hanya produk daging dan kulit tetapi juga permintaan akan ternak kerbau
hidup yaitu kerbau belang dengan harga jual yang sangat tinggi, berdasarkan kondisi tersebut
pemenuhan kebutuhan pasar ternak kerbau tidak hanya lokal dan regional, tetapi juga
memiliki kesempatan untuk memasuki pasar internasional, pada saat ini kebutuhan akan
daging kerbau di Negara Malaysia dan Philipina masih di impor dari Negara India, tingkat
ekspor daging kerbau mencapai angka 456,907 metrik ton dari jumlah tersebut 40%
memasok kebutuhan Malaysia dan Philipina, apabila dilihat dari jalur distribusi ternak kerbau
dan produk-produk ternak kerbau yang berasa dari India akan memiliki nilai harga jual yang
tinggi, hal ini disebabkan jalur transportasi yang jauh dan akan meningkatkan biaya
pemasaran, Provinsi Kalimantan Timur memiliki letak geografis yang sangat berdekatan
dengan Malaysia dan philipina sehingga jika produksi ternak kebau yang dihasilkan dilakukan
ekspor ke kedua Negara tersebut akan jauh lebih murah mengingat jalur transportasi yang
lebih dekat dan kemungkinan besar Indonesia mampu merebut pasar ternak kerbau di
wilayah regional Asia tenggara.
Tingkat konsumsi daging di provinsi Kaltim mengalami peningkatan yang cukup
tinggi sekitar 3,6%, pada tahun 2008 tingkat konsumsi daging sebesar 36,212 ton yang
23 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
meningkat menjadi 49,534 ton di tahun 2011, tingkat konsumsi daging sapi mencapai 27%
dari total konsumsi daging dan sekitar 16% masih di datangkan dari luar Kaltim, hal ini
merupakan peluang pasar untuk ternak lokal seperti kerbau kalang khas Kaltim yang bisa
mensubstitusi produk daging yang didatangkan dari luar Wilayah Kaltim.
2.5. Profil Usaha Kerbau Kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara
2.5.1. Karakteristik Responden
Umur peternak yang menjadi responden bervariasi. Umur dibawah 30 tahun sebanyak
1 orang (4,76%), umur 30-40 tahun sebanyak 8 orang (38,10%) dan umur 41-50 tahun
sebanyak 4 orang (19,05%), umur 51-60 tahun sebanyak 6 orang (28,57%), dan umur diatas
60 tahun sebanyak 2 orang (9,52%). Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak masuk
dalam kisaran umur produktif karena umur produktif.
Tabel 2.17. Sebaran Responden Berdasarkan Umur
No Uraian Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 <30 tahun 1 4,76
2 30-40 tahun 8 38,10
3 41-50 tahun 4 19,05
4 51-60 tahun 6 28,57
5 >60 tahun 2 9,52
Jumlah 21 100,00
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan
sumber daya peternak. Pendidikan akan menambah pengetahuan dan keterampilan sehingga
akan meningkatkan produktivitas kerja yang akan menentukan keberhasilan usaha. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peternak memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar
(SD) sederajat 42,86%, Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) 28,57%, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA)/sederajat 23,81% dan diploma/sarjana 4,76%. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peternak relatif merata.
24 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Gambar 2. 8. Peternak Mencari Rumput
Kumpai Menggunakan Perahu
Tabel 2.18. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Uraian Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 SD/Sederajat 9 42,86
2 SLTP/Sederajat 6 28,57
3 SLTA/Sederajat 5 23,81
4 Diploma/Sarjana 1 4,76
Jumlah 21 100,00
Tingkat pendidikan tersebut ditunjang pula oleh pengalaman peternak. Peternak
memiliki pengalaman antara 6 tahun hingga 40 tahun. Banyak peternak yang menggantikan
orang tua mereka untuk beternak kerbau sehingga merupakan pekerjaan yang bersifat turun
temurun.
2.5.2. Teknis produksi
Tahapan kegiatan usaha kerbau kalang yang dilakukan oleh para peternak di lokasi
penelitian sebagai berikut:
2.5.2.1. Pembibitan
Bibit akan menentukan keberhasilan usaha ternak. Pemilihan ternak kerbau dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Mempelajari silsilah turunannya, baik tentang pertumbuhan dan kesuburan
b. Berdasarkan hasil uji kemampuan produksi
c. Pemilihan berdasarkan hasil penelitian dan kontes ternak
d. Pemilihan berdasarkan penilaian bentuk eksteriornya.
Bibit ternak kerbau di lokasi penelitian berasal dari dua tempat yaitu dari ternak
sebelumnya yang telah ada di Muara Muntai dan Muara Wis dan dari pemerintah.
2.5.2.2. Pemeliharaan Ternak
Sistem pemeliharaan pada saat musim kering untuk semua kerbau adalah ekstensif,
sedangkan pada musim banjir
pemeliharaan kerbau dengan sistem
semiintensif dan intensif. Pemeliharaan
dengan sistem ekstensif pada musim
kering dan musim banjir memiliki
perbedaan penanganan. Pemeliharaan
kerbau secara ekstensif pada musim
kering yaitu semua kerbau baik anak
maupun dewasa dibiarkan liar ke rawa-
rawa atau hutan yang berjarak ±2 km
dari kalang. Ternak yang diliarkan
tersebut akan kembali ke kalang jika
25 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
terjadi banjir. Pemeliharaan kerbau pada musim banjir dengan sistem ekstensif, selain anak <6
bulan, induk bunting dan induk menyusui. Anak dan induk tersebut dipelihara dengan sistem
intensif, selalu berada di kalang dan diberi pakan hijauan tanpa penggembalaan. Kerbau yang
digembalakan akan dikandangkan pada malam hari tanpa pemberian pakan.
Peternak pada pagi hari berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 WITA untuk
mencari hijauan kumpai di rawa-rawa yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Perjalanannya
harus melintasi sungai dengan menggunakan perahu dan memerlukan waktu kira-kira 30
menit. Sumber hijauan sekitar 1-2 km dari peternakan. Hijauan yang diambil 100% rumput
lokal kumpai karena disukai ternak. Ternak kerbau akan dilepaskan ke rawa penggembalaan,
kecuali anak umur di bawah 3 bulan induk bunting tua dan induk menyusui.
Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan yaitu untuk membeli bensin sebagai
bahan bakar perahu yang digunakan dan obat-obatan.
Tenaga kerja pada usaha ternak kerbau ini seluruhnya melibatkan tenaga kerja laki-laki
dewasa. Tenaga kerja yang menggembalakan kerbau ini rata-rata di samping
menggembalakan ternaknya sendiri, juga ternak titipan. Peternak seluruhnya laki-laki karena
penanganan ternak kerbau ini cukup berat karena harus berhadapan dengan kerbau yang
galak akibat penggembalaan liar. Alasan lainnya adalah diperlukan keahlian yang cukup untuk
menangani ternak kerbau ini. Rata-rata tiap peternak menangani 35 ekor kerbau.
2.5.2.3. Perkandangan
Kandang atau kalang yang digunakan oleh kelompok tani ternak kerbau di lokasi
penelitian adalah bangunan kandang sederhana yang lantai, pagar dan tiang-tiangnya terbuat
dari kayu ulin. Kalang adalah kandang penampungan kerbau rawa saat musim banjir tiba
yang berada di tepian Mahakam dan terdapat beberapa rumpun bambu dan pepohonan di
sekitarnya. Jenis kandang yang digunakan adalah kandang koloni atau kelompok dengan
beberapa peternak dan pemilik ternak.
Kandang dibuat
beberapa petak yang
semua lebarnya 6 meter.
Lantai dari permukaan
tanah setinggi 2.5-3.0
meter. Hal ini dilakukan
agar kalang senantiasa
dalam keadaan kering
atau tidak terendam air
pada saat banjir. Kalang
dilengkapi dengan dua
tangga (depan dan
belakang) sebagai sarana
naik turunnya kerbau
pada saat dikandangkan
dan dilepas. Pagar
setinggi 0.5-1.0 meter
dibuat mengelilingi
Gambar 2.9. Kalang Dipenuhi oleh Kerbau
26 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
kalang untuk mempermudah penanganan pada saat dikandangkan. Kerbau yang datang
berkoloni biasanya ada beberapa yang tidak langsung naik ke kalang, dengan adanya pagar
ini maka kerbau yang tidak segera naik kalang akan tetap berada di sekitar kandang yang
telah dipagari dan peternak akan menuntunnya naik ke kalang. Pagar juga berguna untuk
menjaga dan melindungi ternak dari ancaman pencuri. Balai pertemuan kelompok dan
tempat alat-alat berada di depan kandang dengan ukuran 6x6 m2.
2.5.2.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh peternak adalah sabit atau mandau, perahu motor dan
dayung, genset dan pompa air, suntikan, pisau, penanjak atau tongkat, buku, dan pulpen.
Peralatan hampir seluruhnya milik pribadi peternak kecuali genset dan pompa air yang
jumlahnya hanya satu unit. Pompa air digunakan untuk menyediakan air minum dan
membersihkan kotoran ternak kerbau pada musim banjir. Peralatan umumnya digunakan
hanya pada saat banjir yaitu pada saat kerbau berada di kalang atau kandang dan
digembalakan di rawa-rawa. Perahu digunakan untuk alat transportasi peternak yang harus
melewati sungai untuk sampai di kalang mencari dan mengambil rumput serta
menggembalakan kerbau.
2.5.2.5. Pakan
Pakan yang dikonsumsi oleh kerbau hanya berupa hijauan dan tidak mendapat
tambahan konsentrat. Rumput yang merupakan pakan utama kerbau rawa adalah rumput
lokal kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees). Kerbau juga mengkonsumsi rumput
lokal lainnya tetapi dalam jumlah sedikit. Kandungan nutrisi yaitu protein kasar (PK) dan TDN
pada rumput kumpai lebih tinggi dibanding dengan rumput yang lazim digunakan untuk
pakan ternak yaitu Pennisetum purpureum dan Panicum maximum.
Rumput kumpai merupakan hijauan terbanyak yang ditemukan di rawa
penggembalaan. Hijauan makanan ternak di
lokasi penelitian tersedia cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang
tersedia luas dan hijauan tersedia sepanjang
tahun. Peternak memberi hijauan dengan
memotong rumput di daerah rawa dan
membawa ke kalang. Sistem pemberian hijauan
tersebut dikenal dengan istilah “cut and carry”
Pemberian tambahan mineral berupa
garam diberikan hanya untuk induk yang sedang
menyusui. Pemberian garam dipercaya dapat
meningkatkan jumlah air susu induk. Pemberian
hijauan untuk 15 ekor anak kerbau sebanyak satu
perahu atau sekitar 300 kg. Frekuensi pemberian
hijauan rata-rata hanya sekali yaitu pada pagi hari
menjelang siang atau sekitar pukul 10.00 WITA
setelah ternak kerbau muda dan dewasa
dilepaskan ke tempat penggembalaan. Gambar 2.10. Rumput Kumpai
27 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
2.5.2.6. Penanganan Kesehatan
Penyakit yang pernah terjadi di lokasi penelitian adalah diare, gudik, cacingan, kutu,
dan surra. Penyakit yang paling sering terjadi adalah diare pada anak kerbau di bawah umur
satu tahun. Cacingan, kutu, gudik dan surra jarang terjadi. Cacingan pernah terjadi pada anak
kerbau umur l-2 bulan dengan menunjukkan tanda bulu-bulunya berdiri dan kusam, serta
badannya kurus. Pengobatannya dengan pemberian obat cacing seperti untuk manusia. Gudik
biasanya diobati dengan pemberian bensin pada bagian yang terkena gudik atau diberi obat
betadine. Surra merupakan penyakit yang pernah mewabah pada tahun 1968/1969 yang
disebabkan oleh Trypanosomae vansi. Lalat merupakan vektor dari Trypanosoma evansi.
Pengobatan penyakit ini adalah dengan menggunakan Nagonal, Trypamidium, Moranyl dan
Ganaseg. Pencegahan penyakit surra yaitu dengan vaksinasi (Sugeng, 1992).
Pemberian obat-obatan dan suplemen pada ternak kerbau oleh peternak dilakukan
pada saat kerbau dikandangkan. Pemberian obat berdasarkan kebutuhan ternak; jika ternak
kerbau menunjukkan gejala sakit atau penyakit pemberian obat segera dilakukan. Obat-
obatan dan vaksin dapat terjangkau oleh peternak karena obat-obatan telah disiapkan oleh
Dinas Peternakan Kutai Kartanegara secara rutin untuk diberikan kepada ternak kerbau. Obat-
obatan juga dapat dibeli sendiri oleh peternak jika dari Dinas Peternakan belum
menyediakan. Peternak sering melakukan penyuntikan terhadap kerbau yang terserang
penyakit maupun hanya sebagai penambah nafsu makan. Ternak kerbau di atas umur satu
tahun jarang terkena penyakit. Hal ini kemungkinan dikarenakan ternak kerbau telah mampu
beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan pakan.
2.5.2.7. Pemasaran Ternak
Ternak kerbau dipasarkan kepada belantik atau calo yang berasal dari Kalimantan
Selatan (Banjarmasin) dan Samarinda yang membeli langsung ke peternakan dalam jumlah
yang banyak maupun sedikit. Penjualan utama (jumlah banyak) dilakukan pada waktu banjir
(kerbau naik kalang). Jumlah yang dijual berdasarkan jumlah kelahiran yaitu jumlah yang
dijual sama dengan jumlah kerbau yang lahir, jika jumlah induk adalah 150 ekor maka akan
menghasilkan anak kira-kira 100 ekor. Jumlah ternak baik jantan maupun betina akan dijual
sebanyak 100 ekor/tahun sehingga rata-rata penjualan per bulan sebanyak 8 ekor.
Penjualan ternak berdasarkan penilaian morfologi tubuh dan perkiraan bobot badan.
Harga kerbau berkisar antara 7,5-12 juta rupiah. Harga tersebut sangat menguntungkan
peternak. Umur ternak yang biasa dijual yaitu di atas 5 tahun. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi jumlah ternak yang tidak produktif. Penjualan juga dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak sehingga penjualan total per bulan sekitar
9 ekor.
2.5.2.8. Pengendalian Penyakit
Tujuan program peningkatan produksi peternakan adalah untuk mencukupi
kebutuhan protein hewani disamping menambah pendapatan sehingga tercapai kesejahteraan
masyarakat. Salah satu hambatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah timbulnya penyakit
ternak yang menyebabkan berbagai kerugian antara lain penurunan produksi, penurunan
28 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
bobot badan dan meningkatnya angka kematian. Gangguan kesehatan pada ternak terjadi
karena adanya infeksi agen penyakit oleh bakteri, virus, dan parasit (BPTP-NTB, 2001).
Prinsip pengendalian pada hewan ternak adalah dengan menekankan pada
pengendalian dan pencegahan penyakit, pengobatan yang dilakukan apabila telah terjangkit
dalam kelompok ternak ataupun individu ternak akan meningkatkan biaya produksi.
Pengendalian penyakit menular pada ternak kerbau sangat perlu mendapat perhatian khusus,
hal ini dikarenakan beberapa penyakit menular menyebabkan menurunnya produktivitas
ternak dan menyebabkan tingkat mortalitas atau kematian yang cukup tinggi, program
pengendalian dan pencegahan suatu penyakit pada produksi ternak pada umumnya akan
menggunakan anggaran sekitar 5-8% dari total biaya produksi, tetapi apabila proses
pengendalian dan pencegahan tidak dilakukan. Pencegahan dan pengedalian penyakit pada
ternak kerbau dapat dilakukan dengan penerapan hygiene dan sanitasi pada kandang dan
ternak kerbau serta penerapan program vaksinasi.
2.5.2.9. Mengenal Beberapa Jenis Penyakit dan Pengendaliannya
1. Penyakit yang disebabkan bakteri
ANTHRAX
Anthrax merupakan penyakit menular yang akut/perakut, dapat menyerang semua
jenis ternak berdarah panas bahkan manusia. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang
tinggi. Agen penyakit ini adalah Bacillus anthracis. Infeksi pada hewan terjadi melalui
penularan melalui udara atau tertelan ataupun terjadi kontak diantara individu ternak.
Organism penyebab penyakit anthrax dapat berasal dari tanah yang tercemar bakteri Anthrax.
Tanda-tanda penyakit: (1). Kematian mendadak dan adanya perdarahan di lubang-
lubang kumlah (lubang hidung, lubang anus, pori-pori kulit), (2). Hewan mengalami kesulitan
bernapas, demam tinggi, gemetar, berjalan sempoyongan, kondisi lemah dan timbul kematian
secara cepat. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan program vaksinasi yang teratur
setiap tahun di daerah wabah, pengawasan yang ketat terhadap lalu lintas ternak keluar
masuknya ternak, memisahkan ternak yang sakit atau diduga sakit, membakar dan mengubur
bangkai ternak yang mati. Pengobatan pada ternak yang terkena penyakit Anthrax dilakukan
pemberian antibiotika berspektrum luas Procain penisilin G dengan dosis untuk ruminansia
besar 6000-20.000 IU/kg/BB, Streptomycin dosis 5-10mg/kg BB, Oksitetrasiklin 5-10 mg/kg
BB.
SEPTICHAEMIA EPIZOOTICAE (SE)
Septichaemia epizooticae merupakan penyakit menular terutama menyerang ternak
sapi dan kerbau. Penyakit ini biasanya berjalan akut dengan angka kematian yang tinggi
terutama pada penderita yang telah memperlihatkan penyakit dengan jelas. Agen penyebab
penyakit ini adalah Pasteurella multocida. Penularan penyakit ini terjadi infeksi melalui saluran
pencernaan dan saluran pernapasan, cekaman pada ternak merupakan predisposisi untuk
terjangkitnya penyakit. Sapi atau kerbau yang terlalu sering digunakan sebagai hewan pekerja
dengan pemberian pakan berkualitas rendah dan kandang yang berdesakan merupakan
pemicu terjadinya infeksi.
Tanda tanda penyakit, penderita SE ditandai dengan kondisi tubuh yang lemah, suhu
tubuh meningkat dengan cepat mencapai 41o C, tubuh gemetar mata sayu dan berair, nafsu
29 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
makan menurun dan gerak rumen dan usus menurun disertai konstipasi, penyakit yang
berjalan kronis menyebabkan hewan menjadi kurus dan sering batuk serta mengeluarkan air
mata secara terus menerus, suhu badan normal tetapi terjadi mencret bercampur darah.
Pencegahan penyakit pada daerah yang telah bebas penyakit SE perlunya peraturan
yang ketat terhadap pemasukan ternak ke daerah tersebut, bagi daerah yang telah tertular
dilakukan program vaksinansi terhadap ternak sehat dengan menggunakan oil adjuvant
sedikitnya setahun sekali dengan dosis 3 ml secara intramuskuler. Pengobatan pada ternak
yang terkena penyakit SE dapat diberikan antibiotika Streptomycin dosis 5-10mg/kg BB,
Oksitetrasiklin 5-10 mg/kg/BB. Sulphamezathine 2 gr/30 kg BB.
TRYPANOSOMIASIS
Penyakit ini merupakan penyakit parasit yang bersifat akut ataupun kronis. Kerugian
yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah berupa penurunan berat badan, penurunan
produksi susu, dan berakhir dengan kematian. Penyebab penyakit ini adalah protozoa
Trypanosoma evansi, parasit ini hidup dalam darah induk semang dan memperoleh glukosa
sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Penularan terjadi secara mekanis
dengan perantaraan lalat penghisap darah genus Tabanidae. Lalat jenis lain seperti Stomoxys,
Lyperosia, Chrysops dan Hematobia serta jenis Athropoda lain seperti kutu, pinjal yang dapat
bertindak sebagai vector. Penyakit ini biasanya terjadi secara sporadic di daerah endemic,
namun juga mewabah yang menimbulkan banyak korban kematian dan kerugian karena
pengobatan dan perawatan, pemicu terjadinya penyakit ini adalah kurangnya asupan pakan,
kondisi stress, kedinginan dan kelelahan.
Tanda-tanda penyakit yaitu: (1). Gejala demam,nafsu makan turun, kondisi tubuh
lemah, (2). Di daerah endemic biasanya memperlihatkan gejala subklinis, (3). Keadaan
penyakit berlanjut timbul anemia, bulu rontok, kurus, busung daerah dagu dan anggota gerak
dan berakhir dengan kematian, (4). Keluar lender dari hidung dan mata. Pencegahan
dilakukan dengan pembasmian serangga penghisap darah di sekitar kandang (kalang) dengan
insektisida, pemotongan hewan di malam hari untuk mengurangi resiko munculnya lalat.
Pengobatan ternak yang terkena penyakit ini dilakukan pemberian Moranyl 10 mg/kg,
Quanipiramine 3-5 mg/kg BB.
FACIALOSIS (CACING HATI)
Penyakit cacing hati ini bersifat kronis pada sapi/kerbau, cacing ini berada dalam
saluran empedu atau usus yang menyebabkan kerusakan hati. Kerugian yang ditimbulkan
akibat penyakit ini adalah kerusakan hati yang akan menyebabkan kematian, penurunan berat
badan, pertumbuhan terganggu dan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena
oleh penyakit lain. Penyebab penyakit ini adalah Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica yang
hidup di dalam saluran empedu. Bentuknya seperti daun sehingga disebut juga cacing daun.
Penularan penyakit dengan cara Fasciola melalui induk semang perantara yaitu siput genus
Limnea. Cacing bertelur dalam saluran empedu ternak dan dibawa oleh cairan empedu masuk
kedalam usus yang kemudian akan keluar bersama tinja.
Bila cuaca cocok, maka telur akan memetas dan mengasilkan larva stadium pertama
atau mirasidium dalam waktu 9 hari. Mirasidium berenang di air dengan menggunakan silia
yang menutupi tubuhnya. Bila bertemu dengan siput genus Limnea, mirasidium menembus
30 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
jaringan siput membentuk sporosis. Pada stadium lebih lanjut, setiap sporosis akan terbentuk
menjadi 5 – 8 buah redia yang selanjutnya akan membentuk serkaria dan kemudian diikuti
oleh stadium akhir metaserkaria yang infektif. Ternak (sapi, kerbau, kambing dan domba)
akan terinfeksi oleh penyakit ini apabila makan rumput yang mengandung metaserkaria.
Setelah metaserkaria termakan oleh ternak, akan menembus dinding usus dan tinggal dalam
hati yang akan berkembang selama 5 – 6 minggu. Dalam tahap akhir larva cacing akan
memasuki saluran empedu untuk tumbuh menjadi dewasa.
Tanda-tanda penyakit adanya gangguan pencernaan berupa konstipasi/ sembelit
kemudian disertai dengan adanya daire (mencret), Kurus, lemah, bulu berdiri, depresi, bagian
perut membesar, anemia, selaput lendir pucat kekuningan, bentuk kronis menyebabkan
ternak mengalami penurunan produktifitas dan hambatan pertumbuhan terutama pada anak,
terjadi busung/ oedema di bawah rahang dan bawah perut. Pencegahan penyakit ini dengan
cara memberantas induk semang perantara/ siput (memotong siklus hidup cacing) dengan
penggunaan Mollusida (secara kimiawi), rotasi lapangan rumput/padang penggembalaan,
ternak sakit jangan dilepas di padang penggembalaan atau jangan melepaskan ternak sehat di
padang penggembalaan yang tercemar. Pengobatan secara umum pengobatan dilakukan
selama 3 kali pemberian yaitu : pada permulaan musim penghujan, pada pertengahan musim
penghujan, pada akhir musim penghujan. Obat obatan yang diberikan antara lain :Dovenix (
bahan aktif: Nitroxynil ) dengan dosis: 10 mg/ Kg berat badan (1 ml untuk 25 Kg berat badan)
diberikan secara Subcutan. Bilevon (bahan aktif Meniclopholan), dosis 3 mg/ Kg berat badan
diberikan peroral. Monil ( bahan aktif: Albendazole ), diberikan secara per-oral dengan dosis:
Sapi dengan berat badan < 150 Kg : 1,5 bolus, sapi dengan berat badan 150 – 300 Kg : 3
bolus, sapi dengan berat badan 300 – 400 Kg : 4 bolus, sapi dengan berat badan > 400 Kg :
5,5 bolus. Carbontetrachlorida, dosis : 50 mg/ Kg berat badan diberikan secara subcutan, atau
1- 5 ml/ ekor diberikan secara peroral.
31 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Komoditi dapat dinilai memberikan nilai tambah dan layak untuk diusahakan jika
secara finansial memberikan keuntungan. Berikut disajikan perhitungan analisis finansial usaha
kerbau Kalang di Kalimantan Timur:
3.1. Asumsi
Perhitungan finansial kelayakan proyek memerlukan parameter teknis yang menjadi
dasar sesuai perlakuan usaha yang bersangkutan. Asumsi dan parameter yang digunakan
dalam analisis keuangan usaha kerbau kalang adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Parameter Teknis dan Asumsi Dasar Aspek Finansial usaha kerbau kalang di
Kalimantan Timur
No Uraian
Satuan
1 Selang Beranak (Calving interval) 1-3 atau 1,5 tahun
2 Mortalitas anakan 10 %
3 Sex ratio 1:1
4 Umur kerbau dijual 3,5 tahun
BAB III
ASPEK FINANSIAL
32 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
No Uraian
Satuan
5
Harga jual:
Betina 10.000.000 Rp/ekor
Jantan 13.000.000 Rp/ekor
Induk Tua 15.000.000 Rp/ekor
Jantan Tua 15.000.000 Rp/ekor
6
Kebutuhan pekerja 2 Orang
Upah pekerja 50000 Rp/hari
7 Lama kerbau di kalang 100 Hari
8
BBM utk Ces 10 liter/hari
Harga BBM 8000 Rp/liter
9 Bunga pinjaman 14 %/tahun flat p.a
10 Proporsi modal sendiri:pinjaman 70:30 %
3.2. Biaya
3.2.1. Biaya Investasi
Kebutuhan investasi untuk usaha kerbau kalang ini terdiri atas biaya pengadaan calon induk
dan pejantan, pembuatan kalang, dan pembelian ces dan body. Rincian biaya tersaji pada
tabel berikut:
Tabel 3.2. Rincian Biaya Investasi Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
No Uraian Satuan Harga per
satuan Jumlah Biaya
Skala usaha 100 ekor betina
induk
(Rp000)
(Rp000)
1
Pengadaan Bibit
Kerbau Dara (3 Tahun) Ekor 7.000 100 700.000
Kerbau Jantan
7.500 5 37.500
Jumlah Pengadaan Bibit
737.500
2 Pembuatan Kalang Unit 250.000 1 250.000
3 Pengadaan Sarana dan Prasarana
Pembelian Ces dan Body Unit 8.500 1 8.500
Investasi Total
996.000
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa komponen biaya investasi
terbesar adalah biaya untuk pengadaan calon induk dan pejantan sebesar 74,05%,
selanjutnya 25,10% digunakan untuk pembuatan kalang, dan sisanya untuk pembelian
transportasi air untuk mencari rumput untuk kerbau pada saat berada di kalang.
Asumsi proporsi kebutuhan modal investasi dan modal kerja oleh setiap peternak
70% merupakan pinjaman bank dan 30% modal sendiri maka kredit investasi yang
dibutuhkan peternak 298.800.000,- dan kredit modal kerja sebesar Rp 6.372.000,-.
Kredit dari perbankan diasumsikan dengan masa pengembalian pokok pinjaman selama 5
tahun. Angsuran bunga selama 5 tahun. Pembayaran dilakukan setiap bulan dengan bunga
kredit flat/tetap 14% per tahun maka angsuran pokok pinjaman dan bunga pinjaman untuk
33 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
kredit investasi berturut-turut sebesar Rp 59.760.000,-/tahun dan Rp 41.832.000,-/tahun,
sedangkan angsuran pokok pinjaman dan bunga pinjaman untuk kredit modal kerja berturut-
turut sebesar Rp 1.274.000,-/tahun dan Rp 892.000,-/tahun,
3.2.2. Biaya Produksi
Biaya yang masuk sebagai biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat
kerbau berada di kalang. Lamanya kerbau berada di kalang sekitar 100 hari dalam setahun.
Komponen biaya yang termasuk dalam biaya operasional meliputi biaya tenaga kerja pencari
rumput, biaya BBM untuk ces, biaya obat-obatan, dan biaya lain-lain. Biaya produksi tertinggi
sebesar Rp 68.509.000,- yang dikeluarkan masing-masing pada tahun ke-4, ke-6, ke-8, ke-10,
ke-12, ke-14, ke-16, ke-18, dan ke-20. Komponen biaya produksi terbesar adalah dan Biaya
tenaga kerja pencari rumput dan biaya BBM ces yaitu masing-masing 47,08% dan 37,66%
dari total biaya produksi.
3.3. Produksi dan Pendapatan
Penerimaan diperoleh dari penjualan anak kerbau yang dibesarkan dan dijual pada
umur 3,5 tahun dan penjualan pejantan dan induk afkir. Harga penjualan kerbau betina dan
jantan berumur 3,5 tahun masing-masing sebesar Rp 10.000.000,-/ekor dan Rp 13.000.000,-
sedangkan penjualan induk dan pejantan 10-14 tahun dijual dengan harga Rp 15.000.000,- .
Penjualan ternak dimulai pada tahun ke-5 sejak usaha dimulai dan penjualan kerbau
dilaksanakan dua tahun sekali. Rata-rata pendapatan kotor setiap penjualan kerbau sebesar
Rp 1.160.000.000,-.
3.4. Kriteria Kelayakan Usaha
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu
aliran masuk (cash inflow) dan aliran keluar (cash outflow). Kas masuk diperoleh dari
penjualan produk usaha ternak ayam petelur selama satu tahun. Kapasitas terpakai usaha ini
berpengaruh pada besarnya nilai produksi yang juga akan mempengaruhi nilai penjualan,
sehingga kas masuk menjadi optimal. Untuk kas keluar, komponennya ditambah dengan
biaya angsuran kredit, dan biaya bunga.
Kelayakan proyek diukur melalui kriteria investasi meliputi Net present value (NPV), Internal
rate of return (IRR), dan Benefit/Cost (B/C) ratio. Hasil perhitungan disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 3.3. Hasil Analisis Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Sumber : Data Primer (diolah), 2012.
No.
Kriteria
Kelayakan
Nilai
Justifikasi Kelayakan
1 NPV (Rp) 1.130.569.000,- NPV> 0; layak
2 IRR(%) 26%
IRR>14%
(suku bunga kredit); layak
3 Net B/C Ratio 2,12 Net B/C >1; layak
34 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
1). Net Present Value (NPV)
NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih benefit dengan cost pada
discount factor (DF) tertentu. NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan dengan
biaya. Apabila NPV lebih besar dari 0 berarti proyek tersebut menguntungkan dan layak
untuk diusahakan. Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada discount factor 14%
menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 1.130.569.000,-yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti
proyek usaha kerbau kalang layak untuk diusahakan.
2). Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengatakan persentase keuntungnan dari
suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam
mengembalikan bunga pinjaman. IRR pada dasarnya menunjukkan Discount Factor (DF)
dimana NPV = 0. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR sebesar 26%. Apabila
diasumsikan bunga bank yang berlaku adalah 14%, maka usaha kerbau kalang
menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan suku bunga pasar.
3). B/C Ratio
Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara total cash inflow terhadap total cash
outflow. Net B/C rasio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh
dari biaya yang dikeluarkan setelah dikalikan dengan Discount Factor sebesar 14 %.
Berdasarkan perhitungan kelayakan usaha, nilai Net B/C rasio adalah 2,12 yang artinya
benefit yang diperoleh adalah 2,12 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.
Selama usaha berjalan, kemungkinan beberapa faktor akan berubah dan
mempengaruhi kelayakan usaha, sehingga dilakukan analisis sensitivitas atau kepekaan untuk
kondisi normal dan kondisi dimana ada perubahan pada faktor-faktor seperti harga BBM,
upah tenaga kerja, biaya pembelian induk. Dalam pola pembiayaan usaha kerbau kalang ini
digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu:
1. Terjadi perubahan harga pembelian induk sebesar 20%
2. Terjadi kenaikan biaya upah pencari rumput dan harga BBM sebesar 20%
3. Terjadi kenaikan harga jual kerbau kalang sebesar 10%
Hasil analisis sensistivitas disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Hasil Analisis Sensistivitas Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
No.
Kriteria
Kelayakan
Harga beli
Indukan naik
20%
Upah TK dan Harga
BBM Naik 20%
Harga Jual Naik
10%
1 NPV (Rp) 1.000.493.000,- 1.082.245.000,- 1.359.971.000,-
2 IRR(%) 24% 26% 28%
3 Net B/C Ratio 1,88 2,03 2,34
35 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diatas, dapat diketahui bahwa usaha kerbau
kalang peka terhadap perubahan biaya dan peka dengan perubahan faktor harga jual
sehingga diperlukan pasokan indukan unggul, ketersediaan sarana produksi khususnya bahan
bakar dan jaminan kepastian harga jual agar usaha kerbau kalang tetap dapat berlanjut dan
memberikan keuntungan yang maksimal bagi peternak.
36 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Berdasarkan pemaparan mengenai peluang investasi usaha kerbau kalang di
Kalimantan Timur, terlihat jelas bahwa wilayah Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten
Kutai Kertanegara memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pada usaha kerbau kalang di Provinsi
Kalimantan Timur dinilai layak (feasible) dan menguntungkan untuk diusahakan. Para investor
tidak perlu ragu menanamkan modalnya untuk investasi dibidang ini, karena dari aspek teknis
maupun ekonomis serta dukungan pemerintah daerah setempat akan memudahkan para
investor melakukan investasi.
Jika para investor menginginkan informasi lebih lanjut tentang usaha kerbau kalang
dapat melakukan kontak bisnis ke alamat yaitu:
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186
Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866
E-mail : sysadm@ bkpm.go.id
Website : http://www.bkpm.go.id
BAB IV
PENUTUP
37 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur
Jl. Bhayangkara No. 54 Samarinda
Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur
Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda Kalimantan Timur 75117 Telp. 62-0541-743235 –
742487 Fax : 0541-736446 E-mail : [email protected]
Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id
38 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Toraja. 2009. Data Populasi Ternak Kerbau Belang .
BPS-Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
BPTP- Kabupaten Nusa Tenggara Barat. 2001. Beberapa penyakit pada ternak ruminansia
pencegahan dan pengobatannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dinas Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara. 2011. Profil Dinas peternakan dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong.
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Prospek Investasi Ternak Kerbau di
Provinsi Kalimantan Timur. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Dinas Peternakan Kabupaten Tana Toraja. 2004. Laporan Dinas Peternakan KabupatenTana
Toraja, 14 September 2004.
Dinas Peternakan Kutai Kartanegara. 2007. Populasi Ternak di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dinas Peternakan. Kutai Kartanegara.
Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2010. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan
Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Ketersediaan Konsumsi Daging
Menurut Provinsi Periode 2006-2010. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, Jakarta.
Dwiyanto, K dan Subandryo, 1995. Peningkatan mutu genetic kerbau local di Indonesia.
Lokakarya Nasional Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia, Bogor.
FAO. 2009. The state of Foof and Agriculture. Food and Agricultural Organization of The
United Nation
FAO. 2010. Buffaloes Meat Production In the World and Asia. FAO Statistics Division.
FAO. 2011. Meat Consumption Worldwide. FAO Statistics Division.
Hamdan, A, Rohaeni, E S, Subhan, A. 2010. Karakteristik Kerbau Kalang (Rawa) sebagai
Plasma Nutfah Di Kalimantan Selatan. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, BPTP-
Kalimantan Selatan.
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. LPFE-UI, Jakarta.
Kadeepan, G., Biswas, S., and Rajkumar, R.S. 2009. Buffalo As A Potential Food Animal.
Journal Of Livestock Production Vol. 1 (1). India.
39 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Kementerian Pertanian dan BPS. 2011. Rilis Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan
Kerbau di Seluruh Indonesia. BPS Statistik Indonesia, Indonesia.
Lemcke, B. 2010. Is There Major Role For Buffalo In Indonesia’s Beef Self Sufficiency Program
By 2014?. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010.
Mawi, H S. 2008. Program Aksi Perbibitan Ternak Kerbau Di Kabupaten Kutai Kertanegara.
Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Dinas Peternakan Kutai
Kertanegara.
Meat Livestock Australia. 2011. Australian Livestock Commodities. Commonwealth of
Australia. Canbera ACT 2601. Australia
Miskiyah dan Usmiati, S. 2006. Potongan Komersial Karkas Kerbau: Studi Kasus di PT
Kariyana Gita Utama-Sukabumi. Jurnal. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian, Bogor.
Nurhayati, Y dan Jamali, F. 2011. Tinjauan Pasar Daging Sapi 2011. Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia, Jakarta.
Said, S dan Tappa, B. 2008. Perkembangan Kerbau Belang (“TEDONG BONGA”) Di Puslit
Bioteknologi LIPI Cibinong, Jawa Barat Dengan Teknologi Reproduksi. Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI, Bogor.
USDA. 2010. Daily Livestock Repor. CME Group. States Departement of Agriculture. USA.
USDA. 2012. Livestoc and Poultry World Markets and Trade. Foreign Agricultural Service.
United States Departement of Agriculture. USA.
40 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Lampiran 1. Diagram Alur Perizinan
1. P E R M O H O N A N
Model 1 / PMDN Kelengkapan - Akte perusahaan atau KTP bagi
perorangan - Copy NPWP - Proses dan flowchart - Uraian produksi / kegiatan usaha - Surat kuasa, apabila bukan
ditandatangani Direksi
Model 1 / Foreigen Capital Investment (PMA)
Peserta Indonesia - Akta perusahaan - Copy KTP apabila perorangan - Copy NPWP untuk PMA peserta asing - Akte perusahaan - Copy paspor apabila perorangan - Copy NPWP untuk PT PMA - Proses dan flowchart - Uraian produksi kegiatan
Surat Persetujuan untuk PMDN
Surat Persetujuan untuk PMA
2. PERSETUJUAN PENANAMAN
RENCANA PERUBAHAN - Perubahan bidang usaha atau produksi - Perubahan investasi - Perubahan/pertambahan TKA - Perubahan kepemilikan saham - Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP - Perubahan status - Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau
sebaliknya
- APIT, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan - RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA - Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA bagi TKA - IKTA, untuk memperkerjakan TKA - SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong =========================================== Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah
3. PERIZINAN PELAK- SANAAN
Copy akta pendirian dan pengesahan Kelengkapan - Copy akte perusahaan - Copy IMB - Copy izin UUG/HO - Copy sertifikat hak atas tanah - LKPM - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy SP PMDN atau SP PMA dan perubahannya
Sebagai dasar untuk - Melakukan produksi komersil - Pengajuan rencana peluasan investasi - Pengajuan restrukturisasi - Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong
4. REALISASI IZIN USAHA
41 Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur