penyuluhan pada petani lahan marjinal: kasus adopsi ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi...

286
PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI INOVASI USAHATANI TERPADU LAHAN KERING DI KABUPATEN CIANJUR DAN KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT KURNIA SUCI INDRANINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: truongkien

Post on 06-Mar-2019

286 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI INOVASI USAHATANI TERPADU LAHAN KERING

DI KABUPATEN CIANJUR DAN KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT

KURNIA SUCI INDRANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 2: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat “ adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2010

Kurnia Suci Indraningsih NIM I362060121

Page 3: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

ABSTRACT

KURNIA SUCI INDRANINGSIH. Extension of Farmers in Marginal Land: The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry-Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province. Under supervision of BASITA GINTING SUGIHEN, PRABOWO TJITROPRANOTO, PANG S. ASNGARI, and HARI WIJAYANTO

Marginal land in Indonesia is potential for agribusiness development. At present, 17.1 million hectares or 22.8 percent of dry-land areas is cultivated for agriculture. Objectives of this research were to analyze the factors affecting: (1) perceptions of farmers towards extension, (2) farmers' perceptions on innovation characteristics, (3) the decision of farmers in adopting the technology, (4) farmers’ performance, and (5) strategies for planned changes on farmers in marginal lands. The research used an explanatory survey method. Units of analysis were individuals, and the sample farmers were the respondents. The population in this study was all farmers in the villages of the districts of Talaga (Cianjur Regency) and Jatiwangi (Garut Regency). Number of samples was determined using Slovin’s formula with total samples of 302 respondents. Sampling method of this research employed that of stratified random. Data were collected from December 2008 to March 2009. Analyses of the data consisted of: (1) descriptive data analysis: frequency distribution, Odds ratio, and (2) inferential data analysis: Pearson correlation, multiple regression, and path analysis. Results of the study showed that (1) Factors influencing the perception of adopting-farmers toward extension were mobility, intelligence, and risk-taking levels, and cooperation, while those for non-adopting farmers were purchasing power, cooperation, exposure to the media, and availability of financial facilities; (2) Factors influencing the perception of adopting farmers’ on innovation characteristics were income level, land use, attitude toward change, competence and role of extension agents, while those for non-adopting farmers were intelligence, risk-taking, and cosmopolite levels, inputs availability, and marketing facilities; (3) Factors affecting farmers’ decisions to adopt technology for adopting farmers were relative advantage, compatibility of technology, and farmers' perceptions on media influence/ interpersonal information, while those for non-adopting farmers were conformity and complexity of technology, and the farmers’ perceptions on media influence/ interpersonal information; (4) Factors affecting the performance of both adopting and non-adopting farmers were the farmers' decisions in using production facilities; and (5) Formulation of sustainable agricultural extension strategies in marginal land areas should take into account the characteristics and communication behavior of targeted audiences (farmers), supporting business climate, and both central and local governments’ policies.

Keywords: innovation characteristics, integrated farming, marginal land

Page 4: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

RINGKASAN

KURNIA SUCI INDRANINGSIH. Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BASITA GINTING SUGIHEN, PRABOWO TJITROPRANOTO, PANG S. ASNGARI, dan HARI WIJAYANTO

Indonesia memiliki potensi lahan pertanian marjinal yang luas, namun belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Penggunaan lahan kering untuk usahatani tanaman pangan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi baru mencapai luasan 12,9 juta ha. Bila dibandingkan dengan potensi yang ada, maka masih terbuka peluang untuk pengembangan tanaman pangan. Pada tahun 2008, penggunaan lahan untuk tegalan/kebun mencapai 11,8 juta ha, lahan ladang/huma adalah 5,3 juta ha dan lahan yang sementara tidak diusahakan adalah 14,9 juta ha. Total luasan penggunaan lahan untuk pertanian adalah 17,1 juta ha, sekitar 22,8 persen dibandingkan total potensi yang ada. Lahan kering dapat dikelola untuk usaha produktif yang dapat berperan bagi pengembangan usaha pertanian.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan lahan kering, melalui kegiatan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah dihasilkan beberapa inovasi teknologi. Namun, hasil evaluasi eksternal maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian cenderung lambat, bahkan menurun. Fenomena ini terlihat jelas di tingkat petani, inovasi teknologi yang telah diperkenalkan belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh petani yang tinggal di lahan pertanian marjinal. Meskipun inovasi teknologi merupakan hasil modifikasi dari teknologi yang telah ada di tingkat petani dan telah disosialisasikan kepada petani, tetapi sejauh ini masih terdapat sikap masyarakat petani yang menolak inovasi teknologi tersebut.

Untuk mengadopsi teknologi, petani memerlukan modal yang lebih besar dan mengubah kebiasaan bukan merupakan pekerjaan yang mudah, apalagi jika beresiko besar. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji persepsi petani terhadap penyuluhan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut; (2) Mengkaji persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut; (3) Menganalisis faktor-faktor yang mempenga-ruhi keputusan petani dalam mengadopsi teknologi; (4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usahatani petani; dan (5) Merumuskan strategi penyuluhan untuk perubahan berencana terhadap petani pada lahan kering marjinal dengan menerapkan inovasi yang adaptif sesuai dengan preferensi petani.

Penelitian menggunakan metode survai yang bersifat eksplanasi. Unit analisis adalah individu, petani responden penelitian. Populasi dalam penelitian adalah semua petani yang berada di Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur dan Desa Jatiwangi Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut. Penentuan jumlah sampel petani menggunakan rumus Slovin sebanyak 302 petani

Page 5: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

responden, masing-masing 93 petani di Cianjur dan 209 petani di Garut (petani adopter sebanyak 137 dan petani non adopter sebanyak 165). Pengambilan sampel petani menggunakan teknik sampel acak stratifikasi (stratified random sampling), dengan stratifikasi petani adopter dan petani non adopter. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai Maret 2009. Data primer dikumpulkan langsung dari petani responden melalui wawancara, dengan menggunakan kuesioner yang telah memenuhi persyaratan kesahihan (validitas), keterandalan (reliabilitas) dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dari sumber lain (informan kunci) adalah penyuluh, ketua kelompok tani dan pamong desa atau tokoh masyarakat lain diperoleh melalui wawancara mendalam, yang bersifat sebagai data pendukung untuk verifikasi. Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) analisis deskriptif: distribusi frekuensi dan rasio Odds, serta (2) analisis inferensial: korelasi Pearson, regresi ganda, dan analisis jalur.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) Melalui kegiatan penyuluhan yang intensif, persepsi petani terhadap manfaat penyuluhan dapat ditingkatkan, yang semula tergolong baik (kategori sedang) menjadi lebih baik (kategori tinggi). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan adalah karakteristik petani (mobilitas, luas lahan, intelegensi, dan sikap terhadap perubahan), serta perilaku komunikasi (kerjasama, kekosmopolitan dan keterdedahan terhadap media); (2) Persepsi petani terhadap inovasi teknologi menunjukkan peningkatan yang berarti jika pada inovasi teknologi tersebut terkait langsung dengan aspek kebutuhan dan preferensi petani terhadap teknologi lokal ataupun usahatani terpadu. Peningkatan persepsi petani terhadap inovasi akan semakin tajam jika pada diri petani terdapat sifat berani mengambil resiko dan lebih berorientasi ke luar sistem sosialnya (kosmopolit). Faktor penting yang menunjang peningkatan persepsi petani terhadap inovasi adalah ketersediaan input (sarana produksi), sarana pemasaran (termasuk sistem pemasaran yang baik); (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi teknologi adalah manfaat langsung dari teknologi yang berupa keuntungan relatif (termasuk keuntungan ekonomi yang lebih tinggi), kesesuaian teknologi terhadap nilai-nilai sosial budaya, cara dan kebiasaan berusahatani, kerumitan penerapan teknologi, serta persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi interpersonal sebagai penyampai teknologi yang komunikatif bagi petani; (4) Keputusan petani dalam berusahatani ditentukan oleh keunggulan ekonomi komoditas, penggunaan sumberdaya lahan dan tenaga kerja. Keunggulan komoditas yang didukung dengan ketersediaan input (sarana produksi) dan keterjangkauan daya beli petani terhadap input mempengaruhi kinerja usahatani yang dikelola petani; (5) Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan merupakan alternatif untuk mengatasi masalah kelambatan adopsi inovasi teknologi di tingkat petani. Rumusan strategi ini perlu didasarkan pada karakteristik dan perilaku komunikasi khalayak sasaran (petani), dukungan iklim usaha dan dukungan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah). Aspek ketenagaan, kelembagaan, dan penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani.

Kata kunci: karakteristik inovasi, usahatani terpadu, lahan kering marjinal

Page 6: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 7: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI INOVASI USAHATANI TERPADU LAHAN KERING

DI KABUPATEN CIANJUR DAN KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT

KURNIA SUCI INDRANINGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 8: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

Penguji Luar Komisi: Ujian Tertutup: 1. Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, S.K.M. (Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor) 2. Dr. Ir. Bambang Sayaka, M.Sc. (Peneliti Madya pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr. H. R. Margono Slamet (Guru Besar Institut Pertanian Bogor) 2. Prof. (Ris) Dr. Ir. Kedi Suradisastra (Peneliti Utama pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian)

Page 9: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

Judul Disertasi : Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

Nama : Kurnia Suci Indraningsih

NIM : I362060121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A. Ketua

Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc. Anggota

Prof. Dr. Pang S. Asngari Anggota

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.S. Anggota

Diketahui

Koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 23 September 2010 Tanggal Lulus:

Page 10: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat-Nya, sehingga penulisan disertasi dengan judul “ Penyuluhan pada Petani

Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di

Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat” ini dapat

diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setulusnya kepada

Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A., Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto,

M.Sc., Bapak Prof. Dr. Pang S. Asngari, dan Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.S.

sebagai Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam

memberikan bimbingan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih

kepada:

(1) Bapak Prof. (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, S.K.M. dan Bapak Dr. Ir.

Bambang Sayaka, M.Sc. yang telah bersedia menjadi Penguji Luar Komisi

Pembimbing dalam Ujian Tertutup, serta memberikan saran-saran perbaikan.

(2) Bapak Prof. Dr. H. R. Margono Slamet dan Bapak Prof. (Ris) Dr. Ir. Kedi

Suradisastra yang telah bersedia menjadi Penguji Luar Komisi Pembimbing

dalam Ujian Terbuka, serta memberikan saran-saran perbaikan.

(3) Koordinator Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB, Ibu

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. dan jajarannya yang telah memberikan pelayanan

akademik kepada penulis.

(4) Seluruh dosen Sekolah Pascasarjana IPB yang telah membimbing penulis

selama mengikuti perkuliahan.

(5) Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP),

Bapak Prof. (Ris) Dr. Tahlim Sudaryanto yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti program S3 di IPB.

(6) Bapak Prof. Dr. Zairin Yunior, Ibu Prof. Dr. Aida Vitayala S. Hubeis, dan

Prof. (Ris) Dr. Pantjar Simatupang yang telah memberikan rekomendasi

kepada penulis, sebagai syarat pendaftaran pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Page 11: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

(7) Para petani responden di Desa Talaga-Cianjur, Desa Jatiwangi-Garut, para

penyuluh BPP Kecamatan Cugenang, BPP Kecamatan Pakenjeng, tenaga

detasir Prima Tani Cianjur (Ir. Aup Pahruddin) dan Garut (Atik Kurniadi),

manajer Prima Tani Cianjur (Ir. Euis Rokayah, M.P) dan Garut (Ir. Endjang

Sudjitno, M.P) yang telah memberikan data dan informasi pada penelitian ini.

(8) Fhebi Irliyandi, S.Pi, Putriana, S.Pi., Lalu Nova, Cecep Alinurdin, Putut

Purwanto, dan Titania Aulia yang telah membantu enumerasi dalam kegiatan

penelitian ini.

(9) Bapak Sjafi’i Kartosoebroto (alm), Ibu Sutji Sulastri (alm) dan kakak-kakak,

serta keluarga besar Bapak Darmosuwito (alm) yang telah mendoakan dan

memberikan dorongan moril kepada penulis.

(10) Suami (Dr. Tatag Budiardi) dan anak-anak (Titania Aulia dan Diardian

Febiani) yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

(11) Rekan-rekan peneliti PSE-KP dan rekan-rekan mahasiswa PPN-IPB yang

telah meluangkan waktu untuk berdiskusi dan memberikan sumbangan

pemikiran kepada penulis.

Penulis berharap disertasi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Oktober 2010

Kurnia Suci Indraningsih

Page 12: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 7 Oktober 1963 sebagai anak

keenam dari enam bersaudara pasangan Bapak Sjafii Kartosoebroto dengan Ibu

Sutji Sulastri. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Manajemen Sumberdaya

Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1986.

Pada tahun 1999 penulis melanjutkan studi pada Program Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Fakultas

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan diselesaikan pada tahun 2002 dengan

beasiswa on going dari Agriculture Research Management-Project (ARM-P)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun 2006, penulis dengan

sumber beasiswa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian memperoleh kesempatan mengikuti

program doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1987-1991 penulis bekerja sebagai staf pada Sub Direktorat

Pengembangan Pelabuhan, Direktorat Bina Prasarana, Direktorat Jenderal

Perikanan, Departemen Pertanian Jakarta. Sejak tahun 1991 penulis bekerja

sebagai staf peneliti pada Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

(PSE-KP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian

Pertanian di Bogor.

Artikel berjudul “Kinerja Penyuluh dari Perspektif Petani dan Eksistensi

Penyuluh Swadaya Sebagai Pendamping Penyuluh Pertanian PNS (Studi Kasus di

Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat)” akan diterbitkan pada Jurnal

Analisis Kebijakan Pertanian. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari

disertasi penulis.

Page 13: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

Latar Belakang ...................................................................................... 1 Masalah Penelitian ................................................................................. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

Pendekatan Pengelolaan Sistem Usahatani Terpadu ............................ 7 Karakteristik Petani ............................................................................... 12

Tingkat Rasionalitas ...................................................................... 13 Tingkat Intelegensi ....................................................................... 15 Sikap terhadap Perubahan ........................................................... 16

Perilaku Komunikasi Petani.................................................................... 17 Kerjasama ..................................................................................... 17 Tingkat Kekosmopolitan .............................................................. 18 Keterdedahan terhadap Media ...................................................... 19

Dukungan Iklim Usaha .......................................................................... 19 Penyuluhan ............................................................................................ 22

Kompetensi Penyuluh ................................................................... 26 Peran Penyuluh ............................................................................. 29 Materi/Program Penyuluhan ........................................................ 31 Metode Penyuluhan ..................................................................... 33

Persepsi ................................................................................................. 35 Inovasi ................................................................................................. 37 Ciri-ciri Inovasi dan Kecepatan Adopsi.................................................. 39

Ciri-ciri Inovasi ........................................................................... 40 Kecepatan Adopsi Inovasi............................................................. 42

Saluran Komunikasi ............................................................................... 46 Keputusan Petani ................................................................................... 48 Kinerja Usahatani .................................................................................. 49

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ................................................ 51

Kerangka Berpikir................................................................................... 51 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 53

Page 14: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

METODE PENELITIAN ................................................................................. 55

Rancangan Penelitian.............................................................................. 55 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 55 Populasi dan Sampel ............................................................................. 57 Data dan Instrumentasi ......................................................................... 58

Data .............................................................................................. 58 Instrumentasi ................................................................................ 59

Kesahihan dan Keterandalan ................................................................ 59 Kesahihan ..................................................................................... 59 Keterandalan ................................................................................. 60

Peubah Penelitian .................................................................................. 61 Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah ...................................... 62 Analisis Data ......................................................................................... 73

Analisis Korelasi Pearson ............................................................. 74 Analisis Regresi Ganda ................................................................ 75 Analisis Jalur (Path Analysis) ..................................................... 75

Pengolahan Data ................................................................................... 77

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 78

Keragaan Wilayah Penelitian.................................................................. 78 Kabupaten Cianjur ........................................................................ 78 Kabupaten Garut ........................................................................... 81

Karakteristik Petani ................................................................................ 84 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani ............................................ 84 Karakteristik Pribadi Petani .......................................................... 95

Perilaku Komunikasi Petani ................................................................... 101 Kerjasama ..................................................................................... 101 Tingkat Kekosmopolitan .............................................................. 103 Keterdedahan terhadap Media ...................................................... 104

Dukungan Iklim Usaha .......................................................................... 106 Ketersediaan Sarana Produksi (Input) .......................................... 107 Ketersediaan Fasilitas Keuangan .................................................. 109 Ketersediaan Sarana Pemasaran ................................................... 114

Persepsi Petani terhadap Penyuluhan .................................................... 117 Persepsi Petani terhadap Kompetensi Penyuluh .......................... 119 Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh ..................................... 124 Persepsi Petani terhadap Materi Penyuluhan ............................... 131 Persepsi Petani terhadap Metode Penyuluhan .............................. 134

Hubungan antara Karakteristik Petani, Perilaku Komunikasi Petani, dan Dukungan Iklim Usaha dengan Persepsi Petani terhadap

Penyuluhan ........................................................................................ 136 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani terhadap

Penyuluhan ........................................................................................ 142 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri Inovasi .............................................. 152

Page 15: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

Persepsi Petani terhadap Inovasi Teknologi Lokal dan Teknologi Usahatani Terpadu ................................................................................. 152

Persepsi Petani di Desa Talaga Cianjur ........................................ 153 Persepsi Petani di Desa Jatiwangi Garut ...................................... 153 Persepsi Petani terhadap Keuntungan Relatif .............................. 155 Persepsi Petani terhadap Kesesuaian Inovasi................................ 158 Persepsi Petani terhadap Kerumitan Inovasi ................................. 160 Persepsi Petani terhadap Inovasi yang Dapat Diujicoba .............. 162 Persepsi Petani terhadap Inovasi yang Dapat Diamati ................. 163

Persepsi Petani terhadap Pengaruh Media/Informasi ............................. 164 Persepsi Petani terhadap Media Massa ........................................ 164 Persepsi Petani terhadap Informasi Interpersonal ........................ 165

Hubungan antara Karakteristik Petani, Perilaku Komunikasi Petani, Dukungan Iklim Usaha, dan Persepsi Petani terhadap Penyuluhan dengan Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri Inovasi ............................. 166

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri Inovasi .............................................................................................. 170

Keputusan Petani dalam Mengadopsi Inovasi ........................................ 184 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam

Mengadopsi Inovasi ........................................................................... 186 Kinerja Usahatani .................................................................................. 191 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usahatani ......................... 200

Manfaat Usahatani Terpadu ......................................................... 205 Pengetahuan Petani Non Adopter terhadap Usahatani Terpadu .. 207

Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan pada Lahan Kering Marjinal untuk Peningkatan Kinerja Usahatani ................................ 210

Justifikasi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan .......................... 210 Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan .............................. 213 Masukan .................................................................................... 213 Proses ......................................................................................... 215 Keluaran .................................................................................... 223 Dampak ...................................................................................... 225

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 227

Kesimpulan ............................................................................................ 227 Saran ....................................................................................................... 228

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 230

LAMPIRAN ................................................................................................... 242

Page 16: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Fungsi jiwa berdasarkan sifat dan mekanisme kerja ................................ 13

2 Fungsi, kelebihan dan kekurangan berbagai metode penyuluhan ............ 34

3 Beberapa strategi dan metode untuk mencapai tujuan belajar ................. 35

4 Faktor pribadi dan lingkungan dalam setiap tahapan adopsi ................... 44

5 Karakteristik saluran komunikasi ............................................................. 47

6 Jumlah populasi petani dan sampel penelitian di lokasi penelitian ......... 58

7 Hasil uji keterandalan instrumen penelitian dengan tenik belah dua........ 61

8 Sub peubah, indikator dan pengukuran karakteristik petani ................... 63

9 Sub peubah, indikator dan pengukuran perilaku komunikasi petani ...... 66

10 Sub peubah, indikator dan pengukuran dukungan iklim usaha ............... 67

11 Sub peubah, indikator dan pengukuran penyuluhan ............................... 69

12 Sub peubah, indikator dan pengukuran persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi ...................................................................................................... 70

13 Sub peubah, indikator dan pengukuran persepsi petani terhadap pengaruh informasi/media ........................................................................................ 72

14 Sub peubah, indikator dan pengukuran keputusan ................................... 72

15 Sub peubah, indikator dan pengukuran kinerja usahatani ....................... 73

16 Penduduk Desa Talaga berdasarkan mata pencaharian .......................... 80

17 Penduduk Desa Jatiwangi berdasarkan mata pencaharian ...................... 83

18 Karakteristik sosial ekonomi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat .................................................................................. 85

19 Rata-rata pendapatan petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat selama tahun 2008 ................................................................ 88

20 Rata-rata biaya produksi usahatani per hektar .......................................... 94

21 Karakteristik pribadi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat .................................................................................. 95

22 Perilaku komunikasi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat ................................................................................................ 102

23 Dukungan iklim usaha di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat ................................................................................................ 107

24 Tempat petani melakukan transaksi jual beli .......................................... 116

Page 17: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

25 Jumlah penyuluh pertanian berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenjang jabatan tahun 2008 ............................................ 118

26 Persepsi petani terhadap penyuluhan di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat.................................................................................. 120

27 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat .......................................................................................................... 141

28 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa

Barat ......................................................................................................... 143

29 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut,

Prov. Jawa Barat ....................................................................................... 146

30 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat 150

31 Teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur ............................................... 154

32 Teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut ............................... 155

33 Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat ....................................................................... 156

34 Persepsi petani terhadap pengaruh media informasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat ................................................... 165

35 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ....................................................................................... 168

36 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur

dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ............................................................ 171

37 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ............................................................ 173

38 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani adopter dan petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ......... 175

39 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ...................................... 175

40 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ...................................... 178

Page 18: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

41 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ............................................... 180

42 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ...................................... 182

43 Keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat .................................................................................. 186

44 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat ....................................................................................... 187

45 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat 189

46 Kinerja usahatani petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat ......................................................................................................... 193

47 Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat selama tahun 2008 ........................................ 199

48 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petani di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat .................................. 201

49 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petani adopter dan petani non adopter di Kab. Cianjur dan Kab. Garut,

Prov. Jawa Barat ....................................................................................... 202

Page 19: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pembentukan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984) ........................ 36

2 Proses adopsi inovasi dalam penyuluhan (Mardikanto, 1993).................. 43

3 Kerangka berpikir adopsi inovasi usahatani terpadu pada lahan marginal 54

4 Model spesifik dari path analysis (Bryman dan Gramer, 1990) .............. 76

5 Model pengaruh antar peubah dalam penelitian ...................................... 77

6 Sub peubah - sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan ............................................................................................... 147

7 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani adopter dan non adopter terhadap penyuluhan ..................................................... 151

8 Peubah-peubah yang mempengaruhi petani terhadap ciri-ciri inovasi .... 177

9 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi ......................................................................................... 179

10 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani adopter terhadap ciri-ciri inovasi ........................................................................... 181

11 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi ............................................................. 183

12 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi inovasi ...................................................................................................... 188

13 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani adopter dalam adopsi inovasi ........................................................................................... 190

14 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani non adopter dalam adopsi inovasi ................................................................................ 191

15 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani ................ 201

16 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani petani adopter....................................................................................................... 203

17 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani petani non adopter....................................................................................................... 205

18 Diagram pohon adopsi inovasi teknologi usahatani terpadu .................... 208

19 Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan pada lahan kering marjinal untuk peningkatan kinerja usahatani ........................................................ 226

Page 20: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur .......................................... 243

2 Peta lokasi penelitian di Kabupaten Garut ............................................. 244

3 Inovasi teknologi Prima Tani di Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur .................................................................................. 245

4 Inovasi teknologi Prima Tani di Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut ................................................................................... 246

5 Tata guna lahan di Kabupaten Cianjur ................................................... 248

6 Produksi dan luas areal pertanian tanaman pangan di Kabupaten Cianjur .................................................................................................... 248

7 Produksi dan luas areal sayuran di Kabupaten Cianjur .......................... 249

8 Produksi dan luas areal buah-buahan di Kabupaten Cianjur ................. 249

9 Tata guna lahan di Kabupaten Garut ...................................................... 250

10 Produksi dan luas areal pertanian tanaman pangan di Kabupaten Garut 250

11 Produksi dan luas areal sayuran di Kabupaten Garut ............................. 251

12 Produksi dan luas areal buah-buahan di Kabupaten Garut .................... 251

13 Distribusi rumah tangga pertanian menurut golongan luas lahan yang dikuasai ................................................................................................... 252

14 Teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur .............................. 253

15 Daftar pertanyaan petani ....................................................................... 255

Page 21: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi lahan pertanian marjinal yang relatif luas,

namun belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Lahan pertanian marjinal

telah diidentifikasi sebagai areal yang digunakan untuk pertanian, penggembalaan

ternak dan atau agroforestry. Di Indonesia lahan pertanian marjinal diantaranya

lahan kering, dibedakan berdasarkan ketinggian tempat (dataran rendah dan

dataran tinggi). Luas lahan kering yang memungkinkan untuk pengembangan

pertanian mencapai 75,1 juta ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat, 2001). Penggunaan lahan kering untuk usahatani tanaman pangan

baik di dataran rendah maupun dataran tinggi baru mencapai luasan 12,9 juta ha.

Bila dibandingkan dengan potensi yang ada, maka masih terbuka peluang untuk

pengembangan tanaman pangan (Hidayat dan Mulyani, 2002). Pada tahun 2008,

penggunaan lahan di Indonesia untuk lahan tegalan/kebun mencapai 11,8 juta ha,

lahan ladang/huma 5,3 juta ha dan lahan yang sementara tidak diusahakan adalah

14,9 juta ha. Total luasan penggunaan lahan untuk pertanian adalah 17,1 juta ha

atau sekitar 22,8 persen dibandingkan total potensi yang ada (Badan Pusat

Statistik, 2009).

Karakteristik lahan pertanian marjinal dicirikan dengan tingkat kesuburan

tanah yang rendah (defisiensi nutrisi, keasaman, salinitas, dan kapasitas

kelembaban rendah). Masyarakatnya tidak mempunyai aksesibilitas terhadap

komunikasi, tidak mempunyai mobilitas terhadap aspek sosial dan ekonomi,

rapuh (kapasitas penyerapan input yang rendah, rasio input-output yang tinggi,

kapasitas bertahan terhadap gangguan terbatas. Kondisi lahan mudah rusak

sampai kerusakan yang tidak dapat diubah) dan heterogen, keragaman fisik dan

budaya dengan kendala yang spesifik dan peluang penerapan teknologi secara

umum terbatas atau adanya kelembagaan untuk meniadakan kendala atau

memanfaatkan peluang (World Bank, 1999).

Lahan kering yang merupakan lahan pertanian marjinal, dapat dikelola

untuk usaha produktif, sebagaimana diungkap oleh hasil penelitian Swastika et al.

(2006). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya lahan pertanian

Page 22: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

2

marjinal dapat berperan bagi pengembangan usaha pertanian. Masyarakat di

lahan ini mengandalkan sumber pendapatan rumah tangga tertinggi berasal dari

sektor pertanian dan kesempatan kerja non-pertanian adalah relatif kecil. Pola

tanam yang umum dilakukan pada petani lahan kering di Bali adalah padi-

palawija atau padi-sayuran ditambah usaha ternak babi, ataupun sapi dan ayam

buras.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan pengelolaan lahan kering, melalui

kegiatan penelitian telah dihasilkan beberapa inovasi teknologi, antara lain

teknologi pengendalian erosi lahan berlereng, teknologi rehabilitasi dan reklamasi

lahan kering, teknologi pengelolaan bahan organik tanah, serta teknologi hemat

air dan irigasi suplemen. Namun, hasil evaluasi eksternal maupun internal

menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi teknologi yang

dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian cenderung

lambat, bahkan menurun. Teknologi baru yang dihasilkan Badan Litbang

Pertanian diperlukan waktu sekitar dua tahun untuk diketahui oleh 50 persen

Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS). Tenggang waktu sampainya informasi dan

adopsi teknologi tersebut di tingkat petani tentu diperlukan waktu lebih lama lagi.

Kesenjangan antara subsistem penyampaian dan subsistem penerimaan inovasi

merupakan penyebab lambannya penyampaian informasi dan rendahnya tingkat

adopsi inovasi (Badan Litbang Pertanian, 2004).

Fenomena ini terlihat jelas di tingkat petani, inovasi teknologi yang telah

diperkenalkan belum sepenuhnya diadopsi oleh seluruh masyarakat petani yang

tinggal di lahan pertanian marjinal. Meskipun inovasi teknologi merupakan hasil

modifikasi dari teknologi yang telah ada di tingkat petani dan telah

disosialisasikan kepada petani, tetapi sejauh ini masih terdapat sikap masyarakat

petani yang menolak inovasi teknologi tersebut. Ketidakpastian dukungan input

dan pemasaran hasil yang terkait dengan harga jual menyebabkan petani lebih

bertahan menggunakan teknologi lokal (termasuk indigenous technology) atau

teknologi yang telah digunakan sebelumnya. Sarana dan prasarana pendukung

kurang memadai serta keterlibatan penyuluh dalam proses difusi inovasi adalah

rendah. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan usaha petani di lahan kering yang

didominasi oleh skala usaha kecil yang masih lemah di berbagai bidang seperti

Page 23: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

3

keterbatasan aset produktif, daya tawar, kekuatan ekonomi, sehingga tidak mampu

berkembang secara mandiri dan dinamis.

Mencermati fakta empiris dari kehidupan petani lahan kering marjinal yang

tergolong miskin, timbul pertanyaan mengapa petani tetap bertahan menetap di

wilayah tersebut? Apakah faktor internal seperti fatalistik, motivasi yang rendah

dan kurang berorientasi pada masa depan demikian melekat pada diri petani atau

faktor eksternal di luar diri petani yang dominan? Seperti gambaran masyarakat

pedesaan pada umumnya, petani lahan kering menjunjung tinggi solidaritas

masyarakat, penghargaan terhadap tata nilai yang berkembang di masyarakat,

budaya gotong royong, dan guyub dengan sesama petani. Keseluruhan hal

tersebut merupakan faktor yang membuat petani nyaman dalam mengelola lahan

kering yang marjinal. Meskipun beberapa inovasi teknologi telah diperkenalkan,

namun tampak petani masih menghadapi berbagai kendala dalam penerapannya.

Untuk mendapatkan jawaban ataupun solusi permasalahan tersebut, perlu

dilakukan penelitian sebagai upaya mengidentifikasi teknologi yang sesuai dengan

kebutuhan petani. Langkah ini akan efektif bila disertai dengan upaya penyuluh

yang berperan aktif dalam melakukan diseminasi. Pertanyaan mendasar yang juga

perlu digali jawabannya adalah transformasi perilaku petani dalam mengelola

lahan kering marjinal, sehingga kehidupan petani menjadi lebih baik.

Masalah Penelitian

Banyak lahan kering marjinal yang telah bisa diperbaiki melalui inovasi

teknologi dan telah ada upaya untuk mempromosikannya. Kenyataan

menunjukkan masih terdapat petani yang menolak inovasi teknologi yang

diperkenalkan. Untuk itu perlu dipertanyakan faktor-faktor penyebab, yang

menekankan pada perilaku petani. Rogers (2003) mengemukakan karakteristik

inovasi teknologi mencakup: (1) keuntungan relatif (relative advantage) terutama

keuntungan ekonomi minimal meningkat berkisar antara 25-30 persen; (2)

kesesuaian (compatibility) yang terkait dengan nilai-nilai dan kepercayaan sosial

budaya, inovasi yang telah diperkenalkan sebelumnya serta kebutuhan petani

terhadap inovasi; (3) kerumitan (complexity); (4) dapat diujicoba (trialability ); dan

(5) dapat diamati (observability).

Page 24: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

4

Meskipun beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa hasil analisis

ekonomi dengan menerapkan inovasi teknologi diperoleh peningkatan pendapatan

melebihi 30 persen, namun fakta menunjukkan masih ada petani yang tidak

menerapkan teknologi tersebut. Mengikuti pendapat Rogers (2003), dalam

komponen keuntungan relatif selain keuntungan ekonomis, juga mencakup biaya

awal yang rendah, resiko yang rendah, berkurangnya ketidaknyamanan, hemat

tenaga dan waktu, serta imbalan yang dapat segera diperoleh. Aspek non

ekonomis yang perlu diperhatikan adalah prestise sosial dan penerimaan sosial.

Seberapa jauh ciri-ciri inovasi teknologi yang diperkenalkan telah

dipertimbangkan, apakah terdapat kesenjangan antara teori (sebagaimana yang

dikemukakan Rogers, 2003 tentang difusi inovasi) dengan fakta empiris?

Mengingat fakta di lapangan, masih terdapat kesenjangan antara teknologi yang

dianjurkan dengan teknologi yang dibutuhkan petani. Keterkaitan dengan proses

penyuluhan yang telah berlangsung apakah sudah benar, peran penyuluh dalam

menyampaikan inovasi apakah telah memahami prinsip-prinsip penyuluhan?

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mengubah teknologi, petani memerlukan

modal yang lebih besar. Di samping itu, mengubah kebiasaan bukan merupakan

pekerjaan yang mudah, apalagi jika beresiko terlalu besar. Hal ini terkait dengan

masalah sosial budaya. Semakin kecil skala usaha petani, maka petani semakin

takut dengan resiko karena kegagalan panen akan berpengaruh pada masalah

ketahanan pangan.

Hasil penelitian Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian antara 1990-

1993 menunjukkan bahwa intensitas dan besaran kemiskinan di kawasan pedesaan

beragroekosistem lahan kering perbukitan secara umum lebih tinggi dan lebih

besar dibanding kawasan pedesaan beragroekosistem persawahan atau dataran

rendah. Berbagai permasalahan tersebut memunculkan pertanyaan spesifik yang

diidentifikasi sebagai berikut:

(1) Bagaimana persepsi petani terhadap penyuluhan dan faktor-faktor apa yang

berpengaruh terhadap pembentukan persepsi tersebut?

(2) Bagaimana persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi teknologi usahatani

terpadu yang diperkenalkan, dan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap

pembentukan persepsi tersebut?

Page 25: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

5

(3) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keputusan petani dalam

mengadopsi teknologi?

(4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja usahatani petani?

(5) Bagaimana merumuskan strategi penyuluhan untuk perubahan berencana

terhadap petani pada lahan kering marjinal dengan menerapkan inovasi

teknologi usahatani terpadu yang adaptif sesuai dengan preferensi petani?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan:

(1) Mengkaji persepsi petani terhadap penyuluhan dan menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi pembentukan persepsi tersebut.

(2) Mengkaji persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi teknologi usahatani terpadu

yang diperkenalkan, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pembentukan persepsi tersebut.

(3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam

mengadopsi teknologi.

(4) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usahatani petani.

(5) Merumuskan strategi penyuluhan untuk perubahan terencana terhadap petani

pada lahan kering marjinal dengan menerapkan inovasi usahatani terpadu

yang adaptif sesuai dengan preferensi petani.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademik berupa

sumbangan pemikiran bagi pengembangan:

(1) Ilmu Penyuluhan Pembangunan dalam upaya membuktikan bahwa petani

pada lahan kering marjinal mempunyai karakteristik yang khusus yang

berbeda dengan yang lainnya, sehingga memerlukan pendekatan penyuluhan

yang berbeda. Selanjutnya diusahakan membangun strategi penyuluhan untuk

perubahan terencana bagi petani lahan kering marjinal.

(2) Inovasi teknologi spesifik lokasi dengan mempertimbangkan teknologi

sebelumnya yang telah digunakan, sehingga sesuai dengan preferensi petani.

Kegunaan lain, diharapkan dari kegiatan penelitian ini dapat memberikan

manfaat praktis berupa:

Page 26: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

6

(1) Masukan untuk bahan pertimbangan kepada instansi pemerintah yang

memiliki mandat dalam merancang inovasi teknologi bagi masyarakat petani

lahan kering marjinal, dan instansi pemerintah yang memiliki mandat dalam

melaksanakan penyuluhan.

(2) Bahan pertimbangan untuk meningkatkan wawasan bagi masyarakat/

organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, penyuluh/agen

pembaruan dan pelaku dunia usaha dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat (petani) pada lahan kering marjinal.

Page 27: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

7

TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Pengelolaan Sistem Usahatani Terpadu

Suatu teknologi dapat dikatakan tepatguna apabila memenuhi kriteria: (1)

secara teknis mudah dilakukan, (2) secara finansial (bahkan ekonomi)

menguntungkan, (3) secara sosial budaya diterima masyarakat, dan (4) tidak

merusak lingkungan (Swastika, 2004). Untuk itu perlu diupayakan

mengidentifikasi teknologi dan sistem usahatani yang sesuai dengan kondisi

agroekosistem dan mampu memanfaatkan sumberdaya secara optimal.

Beragamnya sumber pendapatan rumah tangga petani perlu dipandang sebagai

suatu kekuatan yang harus dikembangkan, terutama usaha non-pertanian, ke arah

yang bersifat usaha mandiri. Selain itu, sumberdaya pertanian yang dikuasai

petani (terutama di lahan kering dan sawah tadah hujan) perlu dikelola secara

optimal, sehingga menjadi sumberdaya yang produktif dan mampu meningkatkan

pangsa sektor pertanian terhadap pendapatan rumah tangga tani. Sistem usahatani

terpadu (integrated farming system) sebagai salah satu upaya penganekaragaman

sumber pendapatan dari sektor pertanian, sekaligus pemanfaatan sumberdaya

secara optimal.

Sistem usahatani terpadu merupakan revolusi konvensional dari usahatani

peternakan, perikanan, hortikultura, agro-industri dan kegiatan-kegiatan lain di

beberapa negara, khususnya di wilayah tropikal dan sub tropikal yang tidak

gersang. Secara keseluruhan usahatani di belahan dunia ini tidak menunjukkan

kinerja yang baik kecuali jika ditambahkan input yang relatif besar agar diperoleh

hasil yang berkelanjutan dan seringkali berkompromi dengan aspek keberlajutan

ekologis maupun aspek ekonomi. Sistem usahatani terpadu dapat mengatasi

kendala tersebut melalui pemecahan masalah terbaik tidak hanya dari aspek

ekonomi dan ekologis, bahkan menghasilkan bahan bakar, pupuk dan bahan

pangan di samping peningkatan produktivitas. Hal ini dapat mengubah sistem

usahatani yang telah dilakukan selama ini, khususnya di negara-negara miskin

dalam memperhatikan aspek ekonomi dan sistem keseimbangan ekologi, tidak

hanya mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat mencegah bencana (Chan, 2003).

Page 28: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

8

Usahatani terpadu dapat diartikan sebagai suatu sistem usahatani yang

terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan terintegrasi satu

dengan lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Usahatani terpadu terdiri dari

cabang-cabang usahatani padi, palawija, ternak dan ikan yang dilakukan secara

terpadu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Sistem usahatani tanaman-ternak (SUTT) telah lama dilaksanakan oleh

sebagian petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ciri utama SUTT adalah

keterkaitan antara tanaman dengan ternak, limbah tanaman digunakan sebagai

pakan ternak dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk organik untuk tanaman.

Oleh sebab itu, SUTT umumnya diterapkan di daerah di tempat terdapatnya

perbedaan yang nyata antara musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK)

dengan bulan kering lebih dari tiga bulan berturut-turut. Jerami padi, jerami

jagung, dan limbah tanaman kacang-kacangan, bahkan daun pisang, jerami

bambu, dan sebagainya merupakan pakan alternatif saat rumput alami kurang

tersedia pada MK. Tidak jarang petani menjual ternaknya hanya untuk membeli

jerami padi dari luar desa, luar kecamatan, bahkan dari luar kabupaten. Di Kediri,

Jawa Timur, petani-peternak bekerja sebagai pemanen jagung hibrida pada MK

dengan upah limbah tanaman jagung (Fagi et al., 2004).

Hasil kajian Bulu et al. (2004) menunjukkan bahwa sistem usahatani

terpadu tanaman-ternak dengan penggunaan teknologi sederhana yang telah

dilakukan petani saat ini merupakan bagian dari bentuk budaya petani. Usaha

agribisnis, termasuk sistem usahatani tanaman-ternak di Lombok, merupakan

usaha agribisnis rumah tangga dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan-

keterbatasan sumberdaya tersebut menghambat pengembangan usaha.

Kelembagaan pertanian di pedesaan selama ini belum dimanfaatkan dalam

pengembangan inovasi teknologi sistem usahatani tanaman-ternak. Sistem

usahatani terpadu tanaman-ternak meningkatkan pendapatan rumah tangga petani.

Kontribusi pendapatan dari usaha peternakan mencapai 40,6 persen dari total

pendapatan. Namun demikian kontribusi nyata tersebut tidak diikuti oleh

peningkatan investasi usaha peternakan. Aliran modal secara timbal balik antara

usaha tanaman dan peternakan relatif kecil, karena keuntungan yang diperoleh

digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga (pangan dan non pangan).

Page 29: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

9

Pengelolaan atau pemilikan sumberdaya lahan yang terbatas merupakan masalah

utama yang dihadapi petani dalam meningkatkan produktivitas usahataninya.

Pengembangan model sistem usahatani tanaman-ternak introduksi perlu

memperhatikan kearifan tradisi yang tercermin dalam sistem pengetahuan dan

teknologi lokal serta lingkungan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Mengutip pendapat Getz dan Warner (2006), dengan meningkatnya

teknologi untuk pengaturan lingkungan pertanian menstimulir peningkatan

perhatian terhadap sistem usahatani terpadu dan bentuk partisipasi penyuluhan.

Kemitraan pertanian-lingkungan menjadi strategi utama sebagai strategi

pencegahan polusi pertanian di California, menunjukkan strategi alternatif yang

potensial mengendalikan hama. Struktur organisasi kemitraan ini dengan strategi

belajar bersama dan partisipasi yang lebih besar merupakan kunci sukses mereka.

Perubahan bentuk dari suatu model ”transfer teknologi” pada partisipasi belajar

bersama dan pengambilan keputusan, mendukung perbaikan layanan

penyampaian penyuluhan dan sebagai suatu strategi penting untuk kegiatan

penyuluhan dengan cakupan klien dalam wilayah yang luas.

Pada tahun 1993, Lembaga Penelitian Nasional Tanah dan Kualitas Air

(National Research Council’s Soil and Water Quality) merekomendasikan sistem

usahatani terpadu untuk kegiatan pertanian yang menjadi dasar program tanah

lokal dan kualitas air. Hal ini didasari atas pendekatan sistem tingkatan untuk

menganalisis sistem produksi pertanian terkait dengan kualitas konservasi tanah,

memperbaiki penggunaan input secara efisien, peningkatan resistensi erosi dan

limpasan serta penggunaan zona penyangga. Alternatif strategi pengelolaan

tanah, air dan ”farmscape” merupakan potensi untuk mengurangi penggunaan

insektisida dan dampak lingkungan, tetapi pendekatan sistem usahatani terpadu

membutuhkan praktek penyuluhan dan menumbuhkan pembelajaran (Getz dan

Warner, 2006).

Sejalan dengan upaya peningkatan potensi lahan kering, inovasi teknologi

rehabilitasi lahan kering telah diujicobakan pada tanaman jagung (tahun 1996) di

Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Produktivitas jagung yang diperoleh pada

awal tahun tanpa rehabilitasi mencapai 2,49 ton/ha, dengan pupuk kandang 3,50

ton/ha, dengan mulsa jerami padi 3,60 ton/ha, serta dengan mulsa Mucuna sp.

Page 30: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

10

3,68 ton/ha. Produktivitas jagung pada tahun ke-9 tanpa rehabilitasi mencapai

1,48 ton/ha, dengan pupuk kandang 3,38 ton/ha, dengan mulsa jerami padi 3,59

ton/ha, serta dengan mulsa Mucuna sp. 3,59 ton/ha (Kurnia et al., 2002).

Pengkajian yang dilaksanakan di Desa Cikelet, Kecamatan Cikelet,

Kabupaten Garut, Jawa Barat, dari bulan Januari sampai dengan April 1998

”dengan penerapan sistem pertanaman lorong” dan ”tanpa penerapan sistem

pertanaman lorong (tumpangsari biasa)” menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan

petani kooperator lebih tinggi dibandingkan dengan petani non-kooperator.

Pendapatan masing-masing mencapai Rp 2,27 juta dan Rp 1,24 juta per hektar per

tahun. Dari hasil kajian kelayakan dan efisiensi penggunaan masukan (benih,

pupuk, pestisida, dan tenaga kerja) dan hasil penerimaan berdasarkan kriteria

kemiringan lahan diketahui bahwa, teknologi pertanaman lorong yang diterapkan

pada kriteria kemiringan lahan 15-30 persen lebih efisien dalam penggunaan

masukan dan layak secara finansial dibandingkan pada kriteria kemiringan kurang

dari 15 persen. Berdasarkan basis tanaman buah-buahan, maka pertanaman lorong

dengan basis tanaman pisang lebih layak secara finansial dibandingkan basis

tanaman mangga terhadap efisiensi penggunaan masukan dan tingkat pendapatan

(keuntungan) yang diperoleh petani. Model pertanaman (Pisang + Rumput gajah +

Gliricidia sp./ Flemingia congesta)/(Padi gogo/Kacang tanah + Jagung +

Ubikayu) – (Kacang tanah) – (Bera) merupakan model pertanaman yang paling

sesuai diterapkan di wilayah setempat (Ishaq et al., 2002).

Selain itu, inovasi yang diperkenalkan di lahan kering adalah Program

Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima

Tani). Beberapa pendekatan yang digunakan dalam Prima Tani, yaitu: (1)

agroekosistem, (2) agribisnis, (3) wilayah, (4) kelembagaan, dan (5)

kesejahteraan. Pendekatan agroekosistem berarti Prima Tani diimplementasikan

dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi biofisik lahan kering dataran

rendah yang meliputi aspek sumberdaya lahan, air, wilayah komoditas dan

komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti struktur dan keterkaitan

subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pengolahan, pemasaran dan

penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan

lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu

Page 31: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

11

komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama, sedangkan beberapa

komoditas lain sebagai pendukung, terutama dalam kaitannya dengan resiko

ekonomi (harga). Pendekatan kelembagaan berarti memperhatikan keberadaan

dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input

dan output, termasuk modal sosial, norma dan aturan.

Bila dicermati, inovasi Prima Tani sesungguhnya menggunakan pendekatan

sistem usahatani terpadu. Menurut Adiningsih et al. (1994), sistem usahatani

terpadu dengan pemilihan komoditas yang sesuai disertai pengelolaan tanah dan

air yang tepat berasaskan konservasi, merupakan pendekatan terbaik untuk

melestarikan bahkan meningkatkan produktivitas lahan marjinal. Faktor-faktor

sosial ekonomi, budaya, penyediaan sarana/prasarana dan penanganan pasca

panen yang kondusif sangat menentukan keberhasilan pendekatan tersebut.

Sebagai contoh, inovasi teknologi yang diintroduksikan mencakup konservasi

lahan, kesepadanan teknologi yang diusahakan (komoditas kedelai, kacang tanah

dan padi gogo) dan pengelolaan ternak domba didukung dengan kelembagaan.

Kesepadanan teknologi yang diusahakan merupakan modifikasi dari teknologi

Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) padi sawah yang meliputi

penggunaan varietas unggul, penggunaan pupuk organik dan anorganik

berdasarkan status kesuburan tanah serta perbaikan jarak tanam.

Kegiatan Prima Tani antara lain dilakukan di Kecamatan Leuwisadeng,

Kabupaten Bogor. Di lokasi tersebut sejak tahun 2006 telah diimplementasikan

inovasi teknis dan inovasi kelembagaan. Berdasarkan potensi dan permasalahan

usahatani di Kecamatan Leuwisadeng, inovasi teknologi yang dikembangkan

berupa ”Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi” yaitu integrasi antara

tanaman dan ternak yang didukung dengan kelembagaan. Pada tahun 2007

dilakukan perbaikan budidaya tanaman utama (jambu biji), pengendalian hama

penyakit, pemupukan, introduksi varietas unggul dan perbaikan teknologi

produksi tanaman padi gogo serta pemeliharaan ternak domba (bibit unggul dan

pakan). Inovasi teknis yang diperkenalkan merupakan upaya perbaikan terhadap

kegiatan usahatani yang selama ini telah dilakukan petani. Keuntungan yang

diperoleh petani (sebelum Prima Tani) dari usahatani jambu biji sebesar Rp 5,7

juta/tahun untuk 200 pohon dengan luasan lahan 1.000 m2. Dengan skala usaha

Page 32: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

12

3.500 m2 (0,35 ha), usahatani jambu biji dinilai layak secara ekonomis. Hal ini

terbukti dari beberapa petani yang mengikuti menanam komoditas jambu biji.

Karakteristik wilayah miskin, yang berada pada zona agroekosistem lahan

kering marjinal dicirikan oleh: (1) penguasaan teknologi budidaya pertanian

umumnya rendah, bahkan masih bersifat tradisional; (2) kurang berfungsinya

lembaga-lembaga penyedia sarana produksi; (3) ketiadaan atau kurang

berfungsinya lembaga pemasaran sehingga orientasinya bersifat subsisten; serta

(4) rendahnya kualitas prasarana transportasi dan komunikasi yang berkaitan erat

dengan rendahnya kepadatan penduduk, produktivitas kerja serta rendahnya

marketable surplus hasil usahatani (Taryoto, 1995). Lebih lanjut Tjitropranoto

(2005) mengungkapkan bahwa secara umum petani di lahan kering marjinal

berpendapatan rendah, sehingga banyak yang mempunyai sifat-sifat yang

menghambat kemajuannya, seperti: (1) kapasitas diri petani yang rendah, (2)

pendidikan rendah, sehingga pengetahuan dan wawasannya juga terbatas, yang

berakibat pula pada daya inisiatif yang rendah, (3) apatis akibat usaha yang telah

dilakukan bertahun-tahun tidak menghasilkan seperti yang diharapkan, (4)

kemauan usaha rendah, karena keadaan lingkungannya yang tidak mendukung

untuk melakukan usaha, (5) kurang percaya diri akibat usahanya yang sering tidak

berhasil, sehingga komitmen terhadap usaha pertanian juga rendah, (6) tidak

memiliki modal dan sarana baik untuk produksi maupun pengolahan hasil

produksi, dan (7) kurang terjangkau prasarana dan sarana sehingga tertinggal dari

petani lainnya dalam informasi ataupun pembangunan.

Karakteristik Petani

Sejumlah literatur yang telah mengakumulasikan hasil-hasil penelitian

tentang peubah yang berhubungan dengan keinovatifan, telah disarikan Rogers

(2003) menjadi tiga bagian, yang melekat pada individu:

(1) Karakteristik sosial ekonomi: umur (tidak ada perbedaan antara pelopor-

earlier adopters dengan pengikut akhir-later adopters, dilihat dari sisi umur),

sedangkan pendidikan formal, tingkat melek huruf, status sosial, mobilitas

sosial, dan skala usaha pada pelopor lebih tinggi dibandingkan dengan

pengikut akhir.

Page 33: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

13

(2) Pribadi (personalitas): pelopor memiliki tingkat empati, kemampuan abstraksi,

rasionalitas, tingkat intelegensi, sikap terhadap perubahan, keberanian

menanggung resiko dan ketidakpastian, serta tingkat aspirasi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pengikut akhir; dengan tingkat dogmatis dan fatalistik

yang lebih rendah.

(3) Perilaku komunikasi: pelopor memiliki partisipasi sosial, jaringan interper-

sonal, tingkat kekosmopolitan, kontak dengan agen pembaruan, keterdedahan

terhadap media, keterdedahan terhadap komunikasi interpersonal, pencarian

informasi tentang inovasi, dan tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pengikut akhir.

Tingkat Rasionalitas

Jung (Sujanto et al., 2004) mendefinisikan fungsi jiwa adalah suatu bentuk

aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tidak berubah dalam lingkungan yang

berbeda-beda. Lebih lanjut Jung membedakan fungsi jiwa dalam empat hal yaitu

pikiran, perasaan, pendirian dan intuisi, sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Fungsi jiwa berdasarkan sifat dan mekanisme kerja

Fungsi Jiwa Sifat Mekanisme Kerja

(1) Pikiran rasional dengan penilaian: benar-salah

(2) Perasaan rasional dengan penilaian: senang-tidak senang

(3) Pendirian irrasional tanpa penilaian: sadar indriah

(4) Intuisi irrasional tanpa penilaian: sadar naluriah Sumber: Jung (Sujanto et al., 2004)

Pada dasarnya setiap manusia memiliki keempat fungsi tersebut, namun

biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang (dominan). Fungsi

yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe

orang. Terdapat orang yang bertipe pemikir, perasa, pendria dan intuitif. Keempat

fungsi tersebut berpasang-pasangan, jika suatu fungsi menjadi superior

(menguasai kehidupan alam sadar), maka fungsi pasangannya menjadi inferior,

yang berada dalam ketidaksadaran. Dua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu,

sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi terletak dalam alam tidak

Page 34: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

14

sadar. Fungsi yang berpasang-pasangan, berhubungan secara kompensatoris.

Semakin berkembang fungsi superior, maka makin besar kebutuhan fungsi

inferior akan kompensasi, yang mengganggu keseimbangan jiwa (terefleksikan

dalam tindakan yang tidak terkendali). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

tingkat rasionalitas dapat didekati melalui pikiran (berpikir) dan perasaan.

Mengutip pendapat Plato (Suryabrata, 2005), berpikir adalah berbicara

dalam hati. Tujuan berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian

pengetahuan (segala sesuatu yang telah dimiliki), berupa pengertian-pengertian

dan dalam batas tertentu juga tanggapan. Berpikir merupakan proses yang dina-

mis dan dapat digambarkan menurut proses atau jalannya. Terdapat tiga langkah

dalam proses atau jalannya berpikir (Suryabrata, 2005; Sujanto, 2004):

(1) Pembentukan pengertian: menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek sejenis,

membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri yang sama dan

tidak sama, serta mengabstraksikan (menyisihkan, membuang ciri-ciri yang

tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki).

(2) Pembentukan pendapat: meletakkan hubungan antara dua pengertian atau

lebih. Pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam: pendapat afirmatif

(positif), pendapat negatif, dan pendapat modalitas (kemungkinan-

kemungkinan).

(3) Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan: berdasarkan pendapat-

pendapat yang telah ada.

Selain berpikir, tingkat rasionalitas juga memasukkan unsur perasaan, yang

merupakan gejala psikis yang bersifat subyektif dan umumnya berhubungan

dengan gejala mengenal. Perasaan dapat timbul karena mengamati, menanggapi,

mengingat, atau memikirkan sesuatu. Perasaan dibedakan atas:

(1) Perasaan jasmaniah: perasaan indriah (berhubungan dengan perangsangan

pancaindera: manis, asin, pahit) dan perasaan vital (berhubungan dengan

keadaan jasmani: segar, letih, sehat).

(2) Perasaan rohaniah: perasaan intelektual (kesanggupan intelek dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi: senang, kecewa), perasaan

kesusilaan/etis (tentang baik-buruk, terkait dengan norma-norma), perasaan

keindahan, perasaan sosial (mengikatkan individu dengan sesama manusia,

Page 35: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

15

hidup bermasyarakat, bergaul, saling tolong-menolong, memberi dan

menerima simpati dan antipati, rasa setia kawan), perasaan harga diri (positif:

puas, senang, gembira, bahagia; dan negatif: kecewa, tidak senang, tidak

berdaya), perasaan keagamaan (terkait dengan kepercayaan seseorang

terhadap Tuhan: rasa kagum, rasa syukur).

Tingkat Intelegensi

Binet (Suryabrata, 2005) menyatakan bahwa sifat hakikat intelegensi ada

tiga macam, yaitu:

(1) Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan)

tujuan tertentu. Makin cerdas seseorang, akan makin cakap membuat tujuan

sendiri, punya inisiatif sendiri, tidak menunggu perintah saja. Semakin cerdas

seseorang, makin tetap pada tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang

lain dan suasana lain.

(2) Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai

tujuan itu. Jadi semakin cerdas seseorang akan makin dapat menyesuaikan

cara-cara menghadapi sesuatu dengan semestinya, makin dapat bersikap kritis.

(3) Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri,

kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya. Makin cerdas

seseorang makin dapat belajar dari kesalahannya.

Menurut Stern (Sujanto, 2004), intelegensi merupakan kesanggupan jiwa

untuk dapat menyesuaikan diri cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru.

Berdasarkan arah atau hasilnya intelegensi dibedakan atas dua jenis:

(1) Intelegensi praktis: untuk mengatasi suatu situasi yang sulit dalam pekerjaan,

yang berlangsung secara cepat dan tepat.

(2) Intelegensi teoritis: untuk mendapatkan suatu pikiran penyelesaian soal atau

masalah dengan cepat dan tepat.

Faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah: pembawaan (kesanggupan yang

dibawa sejak lahir, tidak sama pada setiap orang); kematangan (munculnya daya

jiwa yang kemudian berkembang); pembentukan (faktor luar yang mempengaruhi

intelegensi di masa perkembangannya); dan minat (motor penggerak intelegensi).

Page 36: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

16

Howard Gardner (Wikipedia, 2010) berpendapat bahwa tingkat intelegensi

merupakan kemampuan dasar yang terkait dengan kemampuan abstraksi, logika

dan daya tangkap. Intelegansi dibedakan atas:

(1) Intelegensi linguistik, intelegensi yang menggunakan dan mengolah kata-kata,

baik lisan maupun tulisan, secara efektif.

(2) Intelegensi matematis-logis, kemampuan yang lebih berkaitan dengan

penggunaan bilangan pada kepekaan pola logika dan perhitungan.

(3) Intelegensi ruang, kemampuan yang berkenaan dengan kepekaan mengenal

bentuk dan benda secara tepat serta kemampuan menangkap dunia visual

secara cepat.

(4) Intelegensi kinestetik-badani, kemampuan menggunakan gerak tubuh untuk

mengekspresikan gagasan dan perasaan.

(5) Intelegensi musikal, kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan

dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara.

(6) Intelegensi interpersonal, kemampuan seseorang untuk mengerti dan menjadi

peka terhadap perasaan, motivasi, dan watak temperamen orang lain seperti

yang dimiliki oleh seorang motivator dan fasilitator.

(7) Intelegensi intrapersonal, kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya

sendiri. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan berefleksi (merenung)

dan keseimbangan diri.

(8) Intelegensi naturalis, kemampuan seseorang untuk mengenal alam, flora dan

fauna dengan baik.

(9) Intelegensi eksistensial, kemampuan seseorang menyangkut kepekaan

menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan manusia, seperti apa

makna hidup, mengapa manusia harus diciptakan dan mengapa kita hidup dan

akhirnya mati.

Sikap terhadap Perubahan

Salah satu strategi difusi yang dapat dilakukan agen pembaruan (penyuluh)

adalah mengembangkan sikap umum yang positif terhadap perubahan, pada

sebagian kliennya. Individu anggota sistem yang berorientasi pada perubahan

akan selalu memperbarui diri, terbuka pada hal-hal baru dan giat mencari

Page 37: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

17

informasi. Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap atau orientasi pada

perubahan ini adalah dengan memilih inovasi-inovasi yang layak untuk

diperkenalkan secara berurutan. Cara lain yaitu dengan mengekspos sejumlah

pesan modernisasi walaupun pesan tersebut mungkin tidak berkaitan dengan

inovasi tertentu. Contoh pendekatan ini dijumpai di kalangan petani di negara-

negara berkembang. Media massa seperti radio, televisi, film, dan surat kabar

dapat menciptakan iklim modernisasi dengan jalan mengekspos pesan-pesan

pembangunan yang mendukung perubahan. Salah satu hasil penyajian pesan-

pesan (informasi) seperti itu adalah timbulnya sikap positif terhadap perubahan,

yang memudahkan pengadopsian ide-ide baru (Rogers dan Shoemaker, 1971).

Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa ada dua tingkatan sikap,

yaitu: (1) sikap khusus terhadap inovasi, dan (2) sikap umum terhadap perubahan.

Sikap khusus terhadap inovasi adalah berkenan atau tidaknya seseorang, percaya

atau tidaknya seseorang terhadap kegunaan suatu inovasi bagi dirinya sendiri.

Sikap khusus ini menjembatani antara suatu inovasi dengan inovasi lainnya.

Pengalaman positif dengan pengadopsian inovasi yang terdahulu pada umumnya

menimbulkan sikap-sikap yang positif pula terhadap inovasi yang diperkenalkan

berikutnya. Sebaliknya pengalaman pahit dari pengadopsian suatu inovasi, yang

dianggap sebagai suatu kegagalan, akan menjadi perintang bagi masuknya ide-ide

baru pada masa mendatang. Oleh karena itu agen pembaruan harus memulai

kegiatannya terhadap klien tertentu dengan inovasi yang memiliki taraf

keuntungan yang relatif tinggi, yang sesuai dengan kepercayaan yang ada dan

mempunyai peluang besar untuk berhasil. Hal ini akan membantu menciptakan

sikap positif terhadap perubahan dan melancarkan jalan untuk ide-ide yang akan

diperkenalkan selanjutnya.

Perilaku Komunikasi Petani

Kerjasama

Mengikuti pemikiran Etzioni (1961) bahwa kerjasama yang didasari

keterikatan dan keterlibatan, dapat dibedakan atas tiga tipe, yakni kerjasama

ekonomi, keamanan dan budaya. Dalam pandangan masyarakat madani,

Martinelli (2002) berpendapat bahwa kerjasama di masyarakat dibagi dalam tiga

tipe, yakni masyarakat pasar, pemerintah dan masyarakat komunal.

Page 38: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

18

Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui

berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip

kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan

keadaban (civility). Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu

tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelom-

pok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis

keturunan (lineage), pengalaman-pengalaman sosial turun temurun (repeated

social experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ketuhanan (religious

beliefs) cenderung memiliki kohesivitas tinggi, tetapi rentang jaringan maupun

kepercayaan (trust) yang terbangun adalah sangat sempit. Sebaliknya pada

kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan serta dengan

ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat partisipasi

anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas. Pada

tipologi kelompok ini akan lebih banyak menghadirkan dampak positif baik bagi

kemajuan kelompok maupun kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara

luas (Hasbullah, 2006).

Tingkat Kekosmopolitan

Rogers (2003) mendefinisikan tingkat kekosmopolitan adalah sebagai

berikut:

“Cosmopoliteness is the degree to which an individual is oriented outside a social

system.”

Inovator (perintis) adalah anggota dari suatu sistem sosial tetapi memiliki

orientasi yang kosmopolit ke luar sistem. Orientasi tersebut membuat inovator

terlepas dari kendala sistem lokal dan memungkinkan untuk memiliki kebebasan

pribadi dalam mencoba ide-ide baru yang belum pernah dicoba. Mengacu

pendapat Mardikanto (1993), tingkat kekosmopolitan dicirikan oleh frekuensi dan

jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa. Bagi

masyarakat yang relatif kosmopolit, adopsi inovasi berlangsung lebih cepat.

Namun bagi yang lebih lokalit (tertutup di dalam sistem sosialnya sendiri), proses

adopsi inovasi berlangsung lebih lamban karena tidak ada keinginan-keinginan

baru untuk hidup lebih baik seperti yang telah dialami oleh orang lain di luar

sistem sosialnya sendiri.

Page 39: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

19

Keterdedahan terhadap Media

Media massa memiliki ciri sangat efektif dalam menyampaikan

pengetahuan dan relatif cepat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu yang

singkat. Hal ini memungkinkan media massa dapat berperan penting pada tahap

pengenalan suatu inovasi ke masyarakat (Rogers dan Shoemaker, 1971). Media

massa dapat digunakan untuk penyebaran inovasi-inovasi yang tidak rumit.

Menurut teori 'psikodinamik model DeFleur's' (McQuail dan Windahl, 1981),

media massa tidak hanya berpengaruh secara langsung pada individu, tetapi juga

mempengaruhi budaya, memberikan andil terhadap pengetahuan, norma-norma

dan nilai-nilai masyarakat. Media massa menyajikan serangkaian gambar, ide, dan

evaluasi, sehingga dapat menarik khalayak dalam memilih perilaku yang sesuai.

Kecenderungan media massa untuk menyampaikan ideologi (secara implisit);

pembentukan pendapat; distribusi diferensial pengetahuan dalam masyarakat;

perubahan jangka panjang dalam budaya, institusi dan bahkan struktur sosial.

Dukungan Iklim Usaha

Mosher (1966) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas

pertanian, setiap petani semakin lama semakin bergantung pada sumber-sumber

dari luar lingkungannya. Bila pertanian hendak dimajukan, maka petani harus

didukung dengan fasilitas dan jasa, yang dikenal dengan lima syarat-syarat pokok

pembangunan pertanian. Kelima syarat-syarat pokok tersebut terdiri atas: (1)

pasar untuk hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3) tersedianya

sarana produksi dan peralatan secara lokal, (4) perangsang produksi bagi petani,

dan (5) pengangkutan/transportasi.

Syarat pokok pertama: pasar untuk hasil usahatani. Peningkatan produksi

pertanian dari usahatani menghasilkan surplus. Konsekuensi dari peningkatan

produksi pertanian adalah meningkatnya kebutuhan petani akan pihak-pihak yang

berperan dalam meningkatkan: permintaan pasar (market demand), baik di dalam

maupun luar negeri, dan sistem tataniaga (marketing system) yang melibatkan

berbagai pihak yang bertanggung jawab dalam pemasaran hasil usahatani: dari

pedagang pengumpul di tingkat desa sampai dengan nasional dan internasional

yang berperan sebagai eksportir.

Page 40: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

20

Kedua: teknologi yang senantiasa berubah. Dalam konteks ini, agar

pembangunan pertanian dapat berlangsung terus menuntut adanya suatu

perubahan berkelanjutan dalam hal teknologi pertanian. Selalu muncul tuntutan

adanya penelitian dan pengembangan pertanian yang menghasilkan inovasi

teknologi pertanian. Inovasi ini mutlak diperlukan untuk menyesuaikan dengan

tuntutan perubahan dalam sistem pertanian/agribisnis. Sejak proses budidaya

sampai pascapanen komoditas pertanian yang dapat meningkatkan produktivitas,

mutu dan efisiensi pertanian secara berkelanjutan. Inovasi teknologi tersebut

sangat relatif. Bisa merupakan hasil modifikasi dari teknologi yang dikembangkan

petani, ditemukan petani dan peneliti lain, dari beragam kelembagaan pemerintah

dan atau swasta di dalam dan luar negeri.

Syarat pokok ketiga: tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal.

Hal ini diperlukan sebagai konsekuensi dari temuan inovasi teknologi pertanian

atau sarana produksi pertanian, seperti benih unggul, pupuk, pestisida, pakan

ternak, alat mesin pertanian, dan sebagainya. Sarana produksi dan peralatan yang

ditawarkan kepada petani hendaknya harus memiliki 5 (lima) sifat berikut,

sehingga petani akan cenderung terus membeli: (1) keefektifan dari segi teknis,

(2) mutu produk dapat dipercaya, (3) harga tidak mahal, (4) harus tersedia di

lokasi petani berdomisili atau setidaknya di tempat yang terjangkau oleh petani,

serta (5) dijual dalam ukuran atau takaran yang sesuai dengan kebutuhan petani.

Syarat pokok keempat adalah perangsang produksi bagi petani. Menurut

Mosher (1966), petani sangat rasional dalam mengambil keputusan tentang

usahataninya. Petani menghendaki perbandingan harga yang menguntungkan,

bagi hasil yang wajar, dan tersedianya barang serta jasa yang ingin dibeli oleh

petani untuk keluarganya. Petani akan termotivasi untuk meningkatkan produksi

bila: (1) harga komoditas yang dianjurkan mempunyai harga pasar yang tinggi, (2)

barang-barang input yang diperlukan tersedia secara lokal, (3) mengetahui

bagaimana menggunakan input secara efektif, (4) harga input tidak terlalu tinggi

dibandingkan dengan harga yang diharapkan dari hasil produksinya, dan (5)

tataniaganya lebih efisien.

Pengangkutan/transportasi merupakan syarat pokok kelima dalam

pembangunan pertanian. Tanpa pengangkutan yang efisien dan murah, keempat

Page 41: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

21

syarat pokok tersebut diatas tidak dapat diadakan secara efektif. Jaringan

pengangkutan yang luas diperlukan mengingat lokasi pertanian dan masyarakat

pertanian tersebar luas. Dengan sarana transportasi dan prasarana infrastruktur

yang baik, tidak hanya memudahkan dalam penyediaan saprodi secara lokal tetapi

juga untuk memudahkan pemasaran hasil produksi pertanian. Pengangkutan

secara langsung mempengaruhi efisien tidaknya sistem tataniaga suatu komoditas

pertanian. Berarti secara langsung menentukan terhadap ketersediaan dan harga

sarana produksi dan alat pertanian di tempat di mana petani bertempat tinggal,

serta menentukan terhadap tingkat harga dan stabilitas harga komoditas yang akan

dipasarkan.

Mosher (1978) menambahkan bahwa untuk membangun pertanian yang

modern di pedesaan, perlu tambahan dukungan (selain yang telah dikemukakan

sebelumnya), yaitu: (1) kredit produksi dan (2) pendidikan penyuluhan yang

bertujuan membantu petani mendapatkan informasi baru dan mengembangkan

keterampilan baru. Setiap penyuluh membutuhkan pemahaman tentang: (1)

produksi tanaman dan ternak, (2) pertanian sebagai suatu usaha, (3) pembangunan

pertanian, (4) petani dan bagaimana mereka belajar, dan (5) masyarakat pedesaan.

Syahyuti (2003) membedakan pengelompokan kelembagaan yang berkaitan

dengan pertanian atau pedesaan atas sistem agribisnis, dibagi menjadi lima

kelompok kelembagaan. Pertama, kelembagaan pengadaan sarana input produksi.

Dalam kelompok ini misalnya termasuk kelembagaan kredit atau kelembagaan

permodalan usahatani, kelembagaan pupuk yang mencakup mulai dari pengadaan

sampai distribusinya, kelembagaan benih yang juga begitu kompleksnya yang

salah satu bagiannya dikenal dengan struktur JABAL (Jaringan Benih Antar

Lapang), serta kelembagaan penyediaan dan distribusi pestisida.

Kedua, kelembagaan dalam aktivitas budidaya, mencakup kelembagaan

tenaga kerja, kelembagaan pengairan, kelembagaan lahan dalam hal tata hubungan

antara pemilik dan petani penggarap, serta kelembagaan panen. Ketiga,

kelembagaan terkait dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Seluruh orang

yang terlibat di dalamnya dapat diidentifikasi, karena diikat oleh kepentingan

yang sama, dan tunduk pada kesepakatan-kesepakatan yang diakui secara

bersama. Keempat, kelembagaan pemasaran. Hal ini merupakan kelembagaan

Page 42: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

22

yang cukup kompleks. Dalam pengertian Purcell (Syahyuti, 2003), analisis

kelembagaan pada tataniaga pertanian merupakan proses penyampaian suatu

barang dari produsen ke konsumen, dan efisiensi merupakan indikator

kelembagaan yang penting. Kelima, kelembagaan pendukung yang meliputi

kelembagaan koperasi, kelembagaan penyuluhan pertanian, dan kelembagaan

penelitian mulai dari penciptaan sampai dengan delivery system-nya

membutuhkan suatu organisasi khusus.

Penyuluhan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 16 Tahun 2006

Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan penyuluhan adalah:

”proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.”

Selanjutnya pada Pasal 26 ayat (3), ”penyuluhan dilakukan dengan menggunakan

pendekatan partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan

dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.”

Pada Pasal 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2006, “penyuluhan diselenggarakan

berasaskan demokrasi, manfaat, kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan,

keterbukaan, kerjasama, partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan,

pemerataan, dan bertanggung gugat.” Penjelasan lebih lanjut dalam UU tersebut,

sebagai berikut:

(1) Penyuluhan berasaskan demokrasi, yaitu penyuluhan yang diselenggarakan

dengan saling menghormati pendapat antara pemerintah, pemerintah daerah

dan pelaku utama serta pelaku usaha.

(2) Penyuluhan berasaskan manfaat, yaitu penyuluhan yang harus memberikan

nilai manfaat bagi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan

perilaku untuk meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan

pelaku utama dan pelaku usaha.

Page 43: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

23

(3) Penyuluhan berasaskan kesetaraan, yaitu hubungan antara penyuluh, pelaku

utama dan pelaku usaha yang harus merupakan mitra sejajar.

(4) Penyuluhan berasaskan keterpaduan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan

yang dilaksanakan secara terpadu antar kepentingan pemerintah, dunia

usaha dan masyarakat.

(5) Penyuluhan berasaskan keseimbangan, yaitu setiap penyelenggaraan

penyuluhan harus memperhatikan keseimbangan antara kebijakan, inovasi

teknologi dengan kearifan masyarakat setempat, pengarusutamaan gender,

keseimbangan pemanfaatan sumberdaya dan kelestarian lingkungan, serta

keseimbangan antara kawasan yang maju dengan kawasan yang relatif

masih tertinggal.

(6) Penyuluhan berasaskan keterbukaan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan

dilakukan secara terbuka antara penyuluh dan pelaku utama serta pelaku

usaha.

(7) Penyuluhan berasaskan kerjasama, yaitu penyelenggaraan penyuluhan harus

dilaksanakan secara sinergis dalam kegiatan pembangunan pertanian,

perikanan dan kehutanan serta sektor lain yang merupakan tujuan bersama

antara pemerintah dan masyarakat.

(8) Penyuluhan berasaskan partisipatif, yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang

melibatkan secara aktif pelaku utama dan pelaku usaha dan penyuluh sejak

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

(9) Penyuluhan berasaskan kemitraan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan yang

dilaksanakan berdasarkan prinsip saling menghargai, saling menguntung-

kan, saling memperkuat, dan saling membutuhkan antara pelaku utama dan

pelaku usaha yang difasilitasi oleh penyuluh.

(10) Penyuluhan berasaskan berkelanjutan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan

dengan upaya secara terus menerus dan berkesinambungan agar

pengetahuan, keterampilan serta perilaku pelaku utama dan pelaku usaha

semakin baik sesuai dengan perkembangan sehingga dapat terwujud

kemandirian.

(11) Penyuluhan berasaskan berkeadilan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan

yang memposisikan pelaku utama dan pelaku usaha berhak mendapatkan

Page 44: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

24

pelayanan secara proporsional sesuai dengan kemampuan, kondisi, serta

kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.

(12) Penyuluhan berasaskan pemerataan, yaitu penyelenggaraan penyuluhan

harus dapat dilaksanakan secara merata bagi seluruh wilayah Republik

Indonesia dan segenap lapisan pelaku utama dan pelaku usaha.

(13) Penyuluhan berasaskan bertanggung gugat, yaitu bahwa evaluasi kinerja

penyuluhan dikerjakan dengan membandingkan pelaksanaan yang telah

dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat dengan sederhana, terukur,

dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan.

Pada Pasal 3 UU RI Nomor 16 Tahun 2006, tujuan pengaturan sistem

penyuluhan meliputi pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal

sosial, yaitu:

(1) Memperkuat pengembangan pertanian, perikanan serta kehutanan yang

maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;

(2) Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan

kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan

motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan

kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;

(3) Memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang

produktif, efektif, efisien, terdesentralisasi, partisipatif, terbuka,

berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan luas ke depan,

berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin

terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan serta kehutanan;

(4) Memberikan perlindungan, keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku

utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan pelayanan penyuluhan serta

bagi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan;

(5) Mengembangkan sumberdaya manusia, yang maju dan sejahtera, sebagai

pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan

kehutanan.

Pasal 4 UU RI Nomor 16 Tahun 2006 menyatakan, bahwa fungsi sistem

penyuluhan meliputi:

(1) Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha;

Page 45: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

25

(2) Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber

informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat

mengembangkan usahanya;

(3) Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan

pelaku utama dan pelaku usaha;

(4) Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan

organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi,

produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;

(5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang

dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam

mengelola usaha;

(6) Menumbuhkembangkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap

kelestarian lingkungan;

(7) Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan

kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.

Strategi penyuluhan disusun dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah

daerah sesuai dengan kewenangannya yang meliputi metode pendidikan orang

dewasa; penyuluhan sebagai gerakan masyarakat; penumbuhkembangan dinamika

organisasi dan kepemimpinan; keadilan dan kesetaraan gender; dan peningkatan

kapasitas pelaku utama yang profesional, sebagaimana tertuang dalam UU RI

Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 7 ayat (1).

Menurut van den Ban dan Hawkins (2005), penyuluhan didefinisikan secara

sistematis sebagai proses yang:

(1) Membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan

perkiraan ke depan;

(2) Membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah

dari analisis tersebut;

(3) Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu

masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan

yang dimiliki petani;

(4) Membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat

mereka sudah optimal;

Page 46: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

26

(5) Membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan

cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya

sehingga mereka mempunyai alternatif tindakan;

(6) Meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya; dan

(7) Membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan

mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Namun demikian, penyuluhan tidak mencakup semua aspek tersebut. Dengan

pemberian satu atau beberapa aspek permasalahan, petani akan mampu

memecahkan sendiri masalah selebihnya, bahkan kadang-kadang cukup dengan

hanya penjelasan masalah dan analisis yang sistematis. Pada kesempatan lain

mungkin cukup dengan hanya memberi tambahan informasi. Penyuluh perlu

terlebih dahulu menganalisis keadaan petani sebelum memutuskan untuk

membantunya.

Mosher (1978) mendefinisikan penyuluhan adalah sebagai berikut:

”The extension process is that of working with rural people through out-of-school education, along those lines of their current interest and need which are closely related to gaining livelihood, improving the physical level of living of rural families, and fostering rural community.”

Kompetensi Penyuluh

Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi adalah sebagai

berikut:

”A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally

related to creterion-referenced effective and/or superior performance in a job or

situation.”

Kata ”underlying characteristic” mempunyai arti bahwa kompetensi adalah

bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang, serta dapat

memprediksi perilaku pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. ”Causally

related” bermakna kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan terwujudnya

kinerja atau dapat digunakan untuk memprediksi perilaku seseorang. Kata

”creterion-referenced” memiliki makna bahwa kompetensi sebenarnya mempre-

diksi “siapa?” seseorang yang berkinerja baik atau buruk, diukur dari kriteria atau

standar khusus yang digunakan.

Page 47: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

27

Menurut Sumardjo (2008), kompetensi penyuluh adalah karakteristik yang

melekat pada diri penyuluh yang menentukan keefektifan kinerja penyuluh dalam

mengemban misi penyuluhan. Dalam organisasi penyuluhan dibutuhkan

penentuan tingkat kompetensi, agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang

diharapkan. Penentuan kebutuhan ambang kompetensi penyuluh dapat dijadikan

dasar bagi proses-proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan

pengembangan kompetensi masing-masing level kualifikasi penyuluh. Merujuk

pada karakteristik kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) dan Mitrani et

al. (Sumardjo, 2008), terdapat lima karakteristik kompetensi penyuluh, yaitu: (1)

”Motives,” (2) ”Traits,” (3) ”Self Concept,” (4) ”Knowledge,” dan (5) ”Skills.”

Motif (” Motives”) adalah sesuatu bilamana seseorang secara konsisten

berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Motif penyuluh adalah dorongan

(drive), arah (direct), dan pilihan (select) perilaku penyuluh melalui tindakan

tertentu atau menuju tujuan tertentu penyuluhan (motives adalah drive, direct and

select behavior toward certain action or goals and away from others). Misalnya

dengan mengacu pada filosofi penyuluhan, maka dapat diusulkan bahwa secara

normatif motif penyuluh dalam konteks profesi adalah ”mengembangkan karir

melalui profesi pengembangan kompetensi petani agar petani mampu

meningkatkan kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakatnya.” Dalam hal ini

terdapat sinergi antara penyuluh, petani dan negara, yang diindikasikan oleh

adanya pencapaian kesejahteraan penyuluh dan kesejahteraan petani, serta dengan

kesejahteraan rakyat dan bangsa (tujuan negara).

Sifat bawaan (”Traits”) adalah karakter atau kepribadian yang otonom atau

watak mandiri yang membuat seseorang (penyuluh) berperilaku tertentu (secara

otonom) dalam merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya percaya diri

(self confident), kontrol diri (self control), kesiapan diri (self-readiness),

ketahanan terhadap stres (stress resistence), atau ketabahan/daya tahan

(hardiness). Secara normatif dapat diusulkan seorang penyuluh seharusnya

mempunyai karakter senantiasa konsisten, inovatif, percaya diri, berkeyakinan

diri, arif, mampu bersinergi (interdependent), berwawasan luas, adil dan beradab.

Beradab berarti mampu memahami dan menghargai norma dan nilai budaya yang

berlaku dan mampu berempati dalam mengemban misi atau tugas-tugasnya.

Page 48: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

28

Konsep diri (”Self Concept”) adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki

seseorang (penyuluh). Secara normatif dapat diusulkan, ”seseorang penyuluh

memiliki sikap dan nilai (value) yang jelas dan positif terhadap diri sendiri, misi

penyuluhan, keberpihakan pada keadilan, egaliter, kerjasama yang sinergis dan

konvergen antar pihak-pihak terkait dengan upaya mewujudkan kesejahteraan diri,

keluarga dan masyarakat melalui penyuluhan.” Petani bukanlah bawahan

penyuluh pertanian, melainkan mitra dalam mewujudkan kesejahteraan bersama

rakyat dan bangsa/negara. Oleh karena itu pendekatan dalam kegiatan dan

program penyuluhan harus partisipatif dan dialogis. Penyuluh juga bukan sub-

ordinat (bawahan) dinas teknis, tetapi mitra sejajar dalam upaya mewujudkan

tujuan pihak-pihak terkait. Di sini peran penyuluh adalah sebagai fasilitator dan

pendamping pihak-pihak terkait dalam mewujudkan kesejahteraan petani.

Pengetahuan (”Knowledge”) adalah informasi yang dimiliki seseorang

(penyuluh) untuk bidang tertentu (terkait dengan substansi/inovasi, metode/teknik,

dan pendekatan, serta pengelolaan program penyuluhan yang sesuai dengan

potensi, permasalahan, dan tuntutan kebutuhan masyarakat serta lingkungan

setempat). Secara normatif, misalnya seorang penyuluh harus memiliki informasi

terkait dengan wawasan yang luas (inovasi, metode dan teknik, kebutuhan, serta

budaya masyarakat) atau persepsi yang tepat terkait dengan potensi sumberdaya,

kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan pihak-pihak

terkait dalam program penyuluhan di wilayah kerja yang menjadi tanggung

jawabnya. Selain itu, yang terpenting penyuluh harus memiliki pengetahuan

tentang perilaku khalayak sasaran (petani, peternak, nelayan dan sebagainya).

Keterampilan (”Skills”) adalah kemampuan (penyuluh) untuk melaksanakan

suatu tugas (penyuluhan) baik secara fisik maupun mental. Seperti disebutkan

dalam UU RI Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 16 ayat (2), penyuluh perlu memiliki

keterampilan dalam hal:

(1) Menyusun program penyuluhan;

(2) Melaksanakan penyuluhan;

(3) Menginventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya;

(4) Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan

model usahatani bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

Page 49: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

29

(5) Menumbuhkembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan

pelaku utama dan pelaku usaha;

(6) Melaksanakan kegiatan rembuk, pertemuan teknis, temu lapang, dan metode

penyuluhan lain bagi pelaku utama dan pelaku usaha;

(7) Memfasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan serta pelatihan bagi

pelaku utama dan pelaku usaha;

(8) Memfasilitasi forum penyuluhan pedesaan.

Berdasarkan kriteria yang digunakan untuk memprediksi suatu pekerjaan,

Spencer dan Spencer (1993) membedakan kompetensi menjadi dua kategori,

yaitu: (1) ”threshold” dan (2) ”differentiating.” Threshold competencies

merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki seseorang untuk dapat

melaksanakan pekerjaannya. Karakteristik utama tersebut adalah pengetahuan

atau keahlian dasar terkait dengan bidang kompetensinya. Dalam konteks

penyuluhan, keahlian dasar seorang penyuluh adalah memahami perilaku dan

kebutuhan khalayak sasaran. Di samping itu juga kemampuan berkomunikasi

secara efektif, kemampuan membangun kerjasama (networking), dan kemampuan

mengembangkan inovasi secara berkelanjutan. Differentiating competencies

adalah faktor-faktor yang dapat digunakan untuk membedakan antara individu

yang berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah. Dalam konteks penyuluh,

menyangkut orientasi motivasi melaksanakan tugas penyuluhannya. Seorang

penyuluh yang motivasinya mengembangkan kompetensi petani agar dapat

meraih kesejahteraannya yang lebih tinggi, akan berkinerja lebih tinggi, dibanding

penyuluh yang motivasinya hanya sekedar melaksanakan tugas-tugas mencapai

target produksi yang telah ditetapkan oleh atasannya.

Peran Penyuluh

Beberapa hal yang harus diperankan penyuluh dalam mendorong terjadinya

pembaruan (Lippitt et al., 1958), yaitu:

(1) Mendiagnosis permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien.

(2) Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sumber lain atau

mendiagnosis permasalahan klien secara langsung.

(3) Mengenali sistem motivasi klien dan kapasitasnya untuk melakukan

pembaruan. Motivasi merupakan sistem yang kompleks mencakup baik

Page 50: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

30

bersifat altruisme (ikhlas) untuk kepentingan pihak lain maupun untuk

kepentingan diri sendiri.

(4) Mengenali motivasi penyuluh dan sumberdaya yang tersedia. Penyuluh

harus mengacu kepada kebutuhannnya, preferensi pribadi, dan

keyakinannya terhadap hal yang benar dan yang salah.

(5) Memilih tujuan pembaruan yang tepat. Dalam pemilihan ini peran yang

harus diambil oleh penyuluh bergantung pada interpretasi diagnostiknya

dalam menentukan langkah awal dan sekuensi atas tahapan-tahapan yang

harus dilalui serta tujuan akhir yang hendak diwujudkan.

(6) Menentukan peran yang tepat. Penyuluh harus memberikan suatu inisiatif

tentang keputusan tujuan pembaruan, bagaimana mewujudkannya dan apa

yang harus dilakukan pertama kali.

(7) Membangun dan memelihara hubungan dengan sistem klien. Semua

diagnostik dari penyuluh dan kegiatan-kegiatan yang membantu harus

dilaksanakan dalam konteks membangun hubungan yang telah dibangun

dengan sistem klien.

(8) Mengenalkan dan memandu tahap-tahap pembaruan. Setiap pembaruan

harus dilakukan dengan tahapan-tahapan yang jelas serta klien dipandu

dengan benar.

(9) Penyuluh harus mampu memilih teknik-teknik yang spesifik dan model

perilaku secara tepat, karena banyak teknik dan model perilaku yang dapat

digunakan.

(10) Penyuluh harus menstimulir dirinya untuk berkembang bersama-sama

dengan klien serta dapat memberikan kontribusi melalui penelitian dan

perumusan konsep.

Hasil identifikasi Rogers (2003) terdapat tujuh peran penyuluh sebagai agen

pembaruan, yakni: (1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, (2) untuk

menetapkan suatu hubungan pertukaran informasi, (3) mengdiagnosis masalah,

(4) menciptakan suatu maksud pada klien untuk berubah, (5) mewujudkan suatu

maksud dalam tindakan, (6) memantapkan adopsi dan mencegah penghentian, dan

(7) mencapai hubungan akhir (tujuan akhir penyuluh adalah mengembangkan

perilaku memperbarui sendiri pada klien).

Page 51: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

31

Materi/Program Penyuluhan

Dalam UU RI Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (22), disebutkan bahwa

materi penyuluhan adalah:

“bahan penyuluhan yang akan disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan.”

Pada Pasal 27 ayat (1) dinyatakan, bahwa: “materi penyuluhan dibuat berdasarkan

kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan

memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan,

dan kehutanan.” Selanjutnya pada Pasal 27 ayat (2) dinyatakan, bahwa:

“materi penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial, serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan.”

Pada Pasal 28 ayat (1) dinyatakan, bahwa ”materi penyuluhan dalam bentuk

teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha

harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang

bersumber dari pengetahuan tradisional.” Pada bagian penjelasan atas UU RI

tersebut dijelaskan istilah-istilah “teknologi,“ “teknologi tertentu,“ serta

“teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional.“ Istilah “teknologi“

dapat berupa produk atau proses. Produk dapat berupa bibit, benih, alat, dan

mesin, bahan, pestisida, dan obat hewan/ikan, sedangkan proses berupa paket

teknologi, misalnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Istilah “teknologi

tertentu“ dimaksudkan sebagai teknologi yang diperkirakan dapat merusak

lingkungan hidup, mengganggu kesehatan dan ketentraman batin masyarakat, dan

menimbulkan kerugian ekonomi bagi pelaku utama, pelaku usaha, dan

masyarakat. Misalnya teknologi rekayasa genetik, teknologi perbenihan dan

teknologi pengendalian hama penyakit. Adapun “teknologi yang bersumber dari

pengetahuan tradisional“ merupakan produk atau proses yang ditemukan oleh

masyarakat dan/atau telah dimanfaatkan secara meluas sesuai dengan adat

kebiasaan secara turun temurun.

Clements (1999) mengungkapkan bahwa suatu program penyuluhan telah

memotivasi beberapa partisipan untuk mengubah perilaku atau memperbaiki

Page 52: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

32

praktek. Penyuluh memberikan tambahan informasi dan mendukung untuk

membantu individu mengadopsi praktek terbaik. Penyuluh ditantang untuk

membuat program yang berdampak bagi sejumlah klien untuk mengubah

prakteknya, yang mendukung perubahan perilaku; menjadi lebih terlibat dengan

individu; dan akan belajar bagaimana program yang akan datang diubah lebih

efektif dalam mendorong adopsi. Diperlukan usaha untuk memotivasi tiap

partisipan, menjelaskan tahapan-tahapan dalam suatu proses, menyediakan

sumberdaya, dan menyediakan waktu untuk “memulai“ pada tiap tahap yang tidak

cukup menjamin perubahan perilaku. Beberapa partisipan membutuhkan

dorongan dan dukungan dalam bentuk informasi yang lebih banyak, pedoman

praktek, dan penguatan yang membuat kemajuan mereka terintegrasi dengan

kompetensi baru dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Prochasca, Norcross dan DiClemente (Clements, 1999) menyarankan enam

tahapan perubahan: sebelum perenungan (precontemplation), perenungan

(contemplation), mengumpulkan informasi, tindakan, adopsi dan internalisasi.

Jika pergerakan dari satu tahap ke tahap yang lain didokumentasikan, maka

terlihat adanya perubahan perilaku. Suatu program harus didefinisikan secara

jelas, dan apa yang menjadi prioritas, dalam tujuan program diketahui perilaku

khusus yang ingin diubah, dan waktu untuk melakukan perubahan, alat evaluasi

harus dikembangkan selama perencanaan program, perlu motivasi partisipan

untuk memulai mengubah perilakunya, diperlukan waktu untuk menindaklanjuti

evaluasi administrasi sebagai alat perencanaan program, perkiraan jumlah klien

dalam program yang dapat diharapkan secara realistik untuk mengadopsi

teknologi baru. Administrator harus proaktif dalam membantu penyuluhan

profesional dengan mempromosikan dan mendokumentasikan perubahan perilaku.

Menurut Mukmin (1992), persyaratan materi penyuluhan adalah

menguntungkan, sesuai dengan teknologi setempat, mudah dimengerti, mudah

dicoba dalam skala kecil, dan cepat dapat dirasakan hasilnya. Jenis materi

meliputi teknologi (pemanfaatan, pelestarian dan rehabilitasi sumberdaya alam),

dan materi pembinaan sikap mental untuk memupuk kesadaran masyarakat dalam

pemanfaatan sumberdaya alam.

Page 53: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

33

Metode Penyuluhan

Berdasarkan jumlah sasaran khalayak, metode penyuluhan dapat dibedakan

dalam tiga macam teknik komunikasi (Mukmin, 1992; van den Ban dan Hawkins,

2005), yaitu:

(1) Komunikasi secara perseorangan (interpersonal), terutama dilakukan untuk

mempengaruhi tokoh masyarakat yang menjadi kunci pendorong

keberhasilan kegiatan penyuluhan pembangunan, seperti tokoh kader

usahatani menetap, kader santri penghijauan, kader konservasi sumberdaya

alam dan sebagainya. Penyuluhan secara interpersonal merupakan dialog

antara penyuluh dengan tokoh masyarakat ataupun dengan petani.

(2) Komunikasi secara kelompok, dilakukan untuk menjangkau masyarakat

sasaran penyuluhan pertanian, seperti kelompok-kelompok tani, kelompok

pelestari sumberdaya alam, dan sebagainya, misalnya untuk menyampaikan

informasi pembinaan keterampilan dalam pelestarian sumberdaya alam.

Metode kelompok mencapai lebih sedikit petani, tetapi memberi banyak

kesempatan untuk berinteraksi dan memperoleh umpan balik.

(3) Komunikasi secara masal, yang dilakukan untuk memberi informasi kepada

masyarakat secara luas. Media cetak dan elektronik seperti surat kabar,

radio dan televisi membantu penyuluh mencapai sejumlah besar petani

secara serentak. Walaupun demikian, hanya sedikit kesempatan bagi petani

untuk saling berinteraksi atau memberikan umpan balik kepada penyuluh.

Media massa dapat menyebabkan perubahan perilaku, terutama yang terkait

dengan perubahan pengetahuan, namun tidak menyebabkan perubahan sikap. Hal

ini disebabkan oleh pengirim dan penerima pesan cenderung menggunakan

proses-proses selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan pengirim

mengalami distorsi. Proses-proses tersebut meliputi: publikasi selektif, perhatian

selektif, persepsi selektif, daya ingat selektif, penerimaan selektif, dan diskusi

selektif. Ada kecenderungan untuk menganggap penerima pesan bersifat resisten

bila media gagal melakukan perubahan. Padahal secara logika sumber mungkin

saja ikut bertanggung jawab. Kredibilitas, keandalan dan relevansi sumber sangat

besar artinya. Kredibilitas pada umumnya tinggi, jika sumber dianggap memiliki

keahlian, sesuai dengan pendapat penerima dalam hal-hal yang penting, dan yakin

Page 54: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

34

akan kesungguhannya untuk membantu secara tulus (van den Ban dan Hawkins,

2005).

Metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan dari media massa,

karena terjadi umpan balik yang baik. Kesalahan pengertian yang mungkin terjadi

antara penyuluh dengan petani dapat dihindari. Interaksi ini memberi kesempatan

untuk bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma para

anggota kelompok. Metode kelompok satu sama lain berbeda di dalam

kesempatan memperoleh umpan balik dan berinteraksi. Biaya menggunakan

metode kelompok cenderung lebih tinggi daripada media massa terutama jika

penyuluhan dilakukan terhadap kelompok kecil. Metode kelompok sering

mencapai bagian tertentu dari kelompok sasaran, karena hanya petani yang betul-

betul berminat pada penyuluhan dan/atau petani anggota organisasi tertentu yang

datang ke pertemuan. Ceramah, demonstrasi, widyakarya, dan diskusi kelompok

merupakan metode kelompok (Tabel 2).

Tabel 2 Fungsi, kelebihan dan kekurangan berbagai metode penyuluhan

Media yang sesuai atau memiliki ciri khas

Media massa

Wejangan Demon-strasi

Media rakyat

Diskusi kelompok

Dialog/ interaktif

1. Menciptakan kesadaran akan inovasi

xxx x xx xx 0 0

2. Menciptakan kesadaran akan masalah sendiri

0 x xx xxx xxx xxx

3. Alih pengetahuan xxx xx xx xx x xx

4. Perubahan perilaku 0 0 xx x xxx xx

5. Menggunakan pengetahuan sesama petani

0 0 x xx xxx x

6. Membangkitkan proses belajar

0 0 x x xxx xx

7. Menyesuaikan dengan masalah petani

0 0 x xx xx xxx

8. Tingkat abstraksi xxx xx 0 0 x x

9. Biaya/petani yang dicapai

0 x x xx xx xxx

Sumber: van den Ban dan Hawkins (2005) Keterangan: 0 = tidak cocok; x = cocok; xx=sangat cocok; xxx=amat sangat cocok

Page 55: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

35

Metode kelompok terutama penting jika digunakan bersama-sama dengan

metode lain dalam penyuluhan. Demonstrasi dan widyakarya mempunyai

keuntungan, karena petani dapat melihat sendiri penerapan suatu metode dan

mengetahui keuntungan dan kekurangan suatu inovasi. Petani cenderung

mengubah perilakunya sesuai dengan yang dianjurkan, jika petani berkesempatan

mendiskusikan yang diamati dengan pengelola demonstrasi, dengan anggota lain

dari kelompoknya, dan dengan penyuluh serta sesama petani. Kekurangan dan

kelebihan suatu metode tidak hanya bergantung pada metode yang dipilih, tetapi

juga cara metode digunakan.

Pada Tabel 3 ditunjukkan beberapa pendekatan yang berbeda berdasarkan

tujuan pendidikan yang akan dicapai melalui metode tertentu.

Tabel 3 Beberapa strategi dan metode untuk mencapai tujuan belajar

Sifat tujuan belajar Strategi Metode yang disukai

(1) Mengetahui (kognitif)

Alih informasi (dari luar)

Publikasi dan rekomendasi dari media massa, ceramah, selebaran, dialog yang diarahkan

(2) Sikap (afektif) Belajar dari penga-laman (informasi dari dalam)

Diskusi kelompok, dialog tidak diarahkan, simulasi dan film

(3) Tindakan/ melakukan (psikomotorik)

Latihan dalam keterampilan

Metode yang mendorong tindakan = latihan, persiapan dengan demonstrasi atau film demonstrasi

Sumber: van den Ban dan Hawkins (2005)

Persepsi

Litterer (Asngari, 1984) mendefinisikan persepsi adalah: ”the understanding

or view people have of things in the world around them.”

Combs, Avila dan Purkey (Asngari, 1984) menyebutkan bahwa: ”perception is the

interpretation by individuals of how things seem of them, espicially in reference to

how individuals view themselves in relation to the world in which they are

involved.”

Wikipedia (2008) mengartikan persepsi sebagai proses pemahaman ataupun

pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari

Page 56: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

36

proses penginderaan terhadap obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar

gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Proses kognisi dimulai dari persepsi.

Secara teori persepsi dibedakan menjadi: (1) the sense-datum theory, (2) the

adverbial theory, (3) the intentional theory, dan (4) the disjunctive theory

(Stanford Encyclopedia, 2005).

Litterer (Asngari, 1984) berpandangan bahwa ada keinginan atas kebutuhan

manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat hidupnya, dan mengetahui

makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh

persepsi mereka pada suatu situasi. Pengalaman akan berperan pada persepsi

orang tersebut. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu

keadaan, fakta atau tindakan. Walaupun seseorang hanya mendapat bagian-

bagian informasi, dengan cepat disusunnya menjadi suatu gambaran yang

menyeluruh. Ada tiga mekanisme pembentukan mekanisme: (1) selectivity, (2)

closure, dan (3) interpretation, yang secara skematis ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembentukan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984)

Informasi yang disampaikan kepada seseorang menyebabkan individu yang

bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya,

kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang

bermakna, dan akhirnya terjadi interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi

itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa lalu memegang peranan penting.

Closure

Selectivity

Interpretation

Persepsi

Mekanisme pembentukan persepsi

Informasi sampai ke individu

Pembentukan persepsi

Pengalaman masa silam

Perilaku

Page 57: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

37

Litterer (Asngari, 1984) menekankan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu

yang dianggap berarti atau bermakna, tidak akan mempengaruhi perilakunya.

Sebaliknya, bila seseorang beranggapan bahwa hal tersebut dipandang nyata,

walau kenyataaannya tidak benar atau tidak ada, akan mempengaruhi perilaku

atau tindakannya.

Brunner dan Tagiuri (Asngari, 1984) menyatakan bahwa melalui interaksi,

seseorang memperoleh banyak informasi. Hal ini dapat meningkatkan ketepatan

persepsinya. Dalam studinya di Caleta, Australia, Tully (Asngari, 1984)

menemukan bahwa interaksi di antara anggota kelompok akan meluruskan

persepsi dan pengertian yang salah terhadap informasi yang diterimanya.

Interaksi yang didasari oleh persepsi yang realistik akan mendorong tercapainya

kesepakatan, dan selanjutnya meningkatkan motivasi dan tindakan bersama yang

efektif. Sebaliknya, interaksi yang didasari oleh persepsi yang salah terhadap

sesuatu akan menimbulkan pertentangan.

Inovasi

Rogers (2003) dan van den Ban dan Hawkins (2005) berpandangan bahwa

inovasi merupakan suatu ide (gagasan), praktek atau obyek yang dirasakan

sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang (individu) atau unit lain yang

mengadopsi. Tidak menjadi masalah, sejauh dikaitkan dengan perilaku manusia,

apakah ide (gagasan) tersebut secara obyektif dinilai baru atau tidak bila diukur

dengan selang waktu sejak pertama kali digunakan atau ditemukan? Kebaruan

suatu ide bagi seseorang ditentukan oleh reaksinya. Bila ide tersebut merupakan

sesuatu yang baru bagi seseorang, maka dapat dikatakan sebagai suatu inovasi;

tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir. Sistem metrik

misalnya, masih merupakan suatu inovasi bagi beberapa orang Amerika Utara

(Anglo-Saxon), walaupun sistem tersebut telah dikembangkan sekitar 200 tahun

yang lalu. Kemungkinan seseorang telah mengetahui suatu inovasi, tetapi tidak

bersikap mengadopsi atau menolak. Kebaruan suatu inovasi ditunjukkan dengan

adanya pengenalan, persuasi atau suatu keputusan untuk mengadopsi.

Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai

sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau

Page 58: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

38

dapat mendorong terjadinya pembaruan dalam masyarakat atau lokalitas tertentu.

Pengertian ”baru” di sini, mengandung makna bukan sekedar ”baru diketahui”

oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara

luas oleh seluruh warga masyarakat setempat dalam arti sikap mental (attitude),

dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh

seluruh warga masyarakat setempat. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa

inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi

mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku atau gerakan-

gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk kehidupan

masyarakat. Lebih lanjut pengertian inovasi diperluas menjadi: ”Sesuatu ide,

perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak

diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar

warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau

mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan

masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap

individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.”

Menurut pakar sosiologi, inovasi merupakan salah satu butir proses spesifik

yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, di samping tiga butir lainnya

yaitu: penemuan (discovery), invensi (invention), dan difusi (diffusion) (Garcia,

1985). Hagen (Garcia, 1985) berpendapat bahwa inovasi meliputi baik

pencapaian konsep mental baru maupun perubahan yang masuk dalam konsep

tindakan atau dalam bentuk material. Contoh inovasi adalah perencanaan ulang

dari beberapa item perlengkapan fisikal, pekerjaan teknik, pendidikan modern,

industri dan bisnis, dan bahkan suatu kelompok organisasi manusia yang masuk

dalam kelompok aktif yang menanamkan konsep baru dalam latihan. Dalam

inovasi, baik kreativitas maupun sikap yang tepat diperlukan untuk memperbaiki

hasil atau latihan. Dalam inovasi, seseorang menemukan lebih baik dan lebih

efisien melalui kecerdasannya, imajinasi dan orisinalitas. Penerimaan terhadap

sikap yang diinginkan, hanya dalam lingkup inovasi tempat seseorang

mendapatkan kepuasan.

Teori tentang perubahan berencana (Lippitt et al., 1958) dapat digunakan

sebagai alat analisis untuk menelaah pendekatan yang dapat mendorong terjadinya

Page 59: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

39

perubahan perilaku suatu komunitas. Dalam melakukan pembaruan, paling tidak

terdapat tujuh tahapan proses pembaruan, yaitu:

(1) Tahap 1: Mengembangkan kebutuhan untuk berubah (Development of a need

for change, “unfreezing”). Pada fase ini perlu dikembangkan suatu kesadaran

akan masalah-masalah yang dihadapi serta keinginan untuk memecahkan

masalah-masalah tersebut. Tanpa kesadaran terhadap masalah tidak mungkin

ada keinginan untuk melakukan pembaruan.

(2) Tahap 2: Membentuk suatu perubahan hubungan (Establishment of a change

relationship). Perlu dibangun kesamaan pandangan atas masalah-masalah

yang dihadapi klien, antara penyuluh dengan klien sehingga memudahkan

penyuluh dalam membantu klien menyelesaikan permasalahan-permasalahan

yang dihadapi.

(3) Tahap 3,4,5: Bekerja menuju perubahan (Working toward change, “moving”).

Sebelum menyusun program kerja paling tidak ada tiga hal yang harus

dilakukan, yaitu: Tahap 3: mengklarifikasi atau mendiagnosis permasalahan-

permasalahan klien; Tahap 4: menguji alternatif tujuan, menetapkan tujuan

dan tindakan-tindakan yang tepat; Tahap 5: menterjemahkan apa yang telah

ditetapkan dan direncanakan dalam tindakan nyata.

(4) Tahap 6: Mengeneralisasikan dan memantapkan suatu perubahan

(Generalization and stabilization of change, “ freezing”). Tahap ini dilakukan

untuk memastikan pembaruan-pembaruan yang dilakukan benar-besar sesuai

dengan karakteristik permanen dari sistem. Dengan demikian pembaruan

yang dilakukan tetap bertahan dan tidak hilang begitu saja setelah program

pembaruan dilakukan.

(5) Tahap 7: Pencapaian akhir suatu hubungan (Achieving a terminal

relationship). Proses ini dilakukan untuk memastikan tidak ada

kebergantungan yang mendalam antara klien dengan penyuluh.

Ciri-ciri Inovasi dan Kecepatan Adopsi

Difusi beberapa inovasi dari pertama diperkenalkan dalam beberapa tahun

menyebar penggunaannya, sebagai contoh dari tahun 1989-2002, penduduk

Amerika dewasa yang mengadopsi internet telah mencapai 71 persen. Kecepatan

Page 60: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

40

adopsi merupakan kecepatan relatif di tempat suatu inovasi diadopsi oleh anggota

suatu sistem sosial. Biasanya kecepatan adopsi diukur berdasarkan jumlah

individu yang mengadopsi suatu ide baru dalam periode waktu tertentu, misalnya

dalam satu tahun. Ciri inovasi merupakan satu hal penting yang menjelaskan

kecepatan adopsi suatu inovasi (Rogers, 2003).

Ciri-ciri Inovasi

(1) Keuntungan relatif (relative advantage): tingkatan suatu inovasi dianggap

lebih baik daripada ide sebelumnya, seringkali dinyatakan sebagai keuntungan

ekonomi, prestise sosial, atau dengan cara lain. Keuntungan relatif merupakan

rasio keuntungan yang diharapkan dengan biaya adopsi suatu inovasi. Sub

dimensi keuntungan relatif termasuk keuntungan ekonomi, biaya awal yang

rendah, berkurangnya ketidaknyamanan, prestise sosial, hemat waktu dan

tenaga, imbalan yang segera didapat. Faktor terakhir yang menjelaskan

mengapa kecepatan adopsi inovasi preventif biasanya rendah. Inovasi

preventif merupakan ide baru yang diadopsi individu saat ini dan peluang

memperkirakan masa mendatang rendah. Sebagai contoh: berhenti merokok,

menggunakan sabuk pengaman mobil, mengadopsi praktek konservasi tanah,

memeriksa kanker payudara, mendapat suntikan untuk melawan penyakit,

pencegahan HIV/AIDS, dan metode adopsi kontrasepsi. Keuntungan relatif

inovasi preventif sulit didemonstrasikan oleh agen pembaruan kepada klien,

karena keuntungannya baru diperoleh di masa mendatang dan tidak

mengetahui waktunya, ketidakpastiannya tinggi.

(2) Kesesuaian (compatibility): tingkatan suatu inovasi dianggap konsisten

dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan potensial

adopter. Hal ini akan membantu individu memahami ide baru, sehingga lebih

mudah mengenal (familiar). Suatu inovasi dapat sesuai atau tidak dengan: (a)

nilai-nilai sosiobudaya, (b) ide-ide yang telah diperkenalkan sebelumnya,

dan/atau (c) kebutuhan klien akan inovasi. Seperti varietas padi yang

diperkenalkan International Rice Research Institute (IRRI) pada tahun 1960,

tidak sesuai dengan rasa yang diinginkan masyarakat. Empat puluh tahun

kemudian, petani India masih menanam (sedikit) varietas padi lokal

(tradisional) untuk dikonsumsi sendiri, sedangkan jenis padi IRRI untuk

Page 61: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

41

dijual. Saat ini ahli pemuliaan tanaman IRRI telah mulai memperkenalkan

varietas padi baru yang sesuai dengan selera konsumen, seperti halnya

produksi yang tinggi. Kesesuaian suatu inovasi tidak hanya dengan nilai-nilai

budaya, tetapi juga dengan ide sebelumnya; dan ini dapat mempercepat

kecepatan adopsi. Ide-ide lama merupakan alat mental utama yang digunakan

individu untuk akses terhadap ide-ide baru dan memaknainya. Salah satu

indikasi kesesuaian inovasi adalah tingkatan pemenuhan kebutuhan yang

dirasakan klien. Agen pembaruan menentukan kebutuhan klien dan

merekomendasikan inovasi yang memenuhi kebutuhan tersebut. Agen

pembaruan harus memiliki tingkat empati yang tinggi dan akrab dengan klien

agar dapat memperkirakan kebutuhan klien dengan tepat. Penyelidikan

informal, kontak interpersonal dengan klien, dan survai terhadap klien dapat

digunakan untuk menentukan kebutuhan inovasi. Di sini agen pembaruan

harus berhati-hati dalam menggali kebutuhan klien, jangan sampai hanya

merupakan refleksi kebutuhan agen pembaruan.

(3) Kerumitan (complexity): tingkatan suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk

dipahami dan digunakan. Ide baru dapat diklasifikasikan dalam kontinum

rumit-sederhana. Beberapa inovasi dapat dengan mudah dipahami oleh

adopter yang potensial, sedangkan yang lain tidak. Kerumitan suatu inovasi

dianggap oleh anggota suatu sistem sosial, berhubungan negatif dengan

kecepatan adopsi. Kerumitan mungkin tidak demikian penting dibandingkan

dengan keuntungan relatif atau kesesuaian untuk beberapa inovasi, tetapi

beberapa ide baru yang rumit merupakan suatu rintangan untuk diadopsi.

(4) Dapat diujicoba (trialability ): tingkatan suatu inovasi dapat dicoba dengan

skala yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat dicoba, biasanya lebih cepat

diadopsi daripada inovasi yang tidak dapat dicoba. Beberapa inovasi lebih

sulit untuk dicoba, dibandingkan dengan yang lain. Individu yang mencoba

suatu inovasi merupakan salah satu cara untuk memberikan makna pada suatu

inovasi dan menemukan cara bagaimana bekerja dengan kondisi yang ada

pada dirinya. Dapat dicobanya suatu inovasi dianggap oleh anggota sistem

sosial, berhubungan positif dengan kecepatan adopsi. Jika suatu inovasi

dirancang lebih mudah dicoba, maka akan lebih mempercepat adopsi.

Page 62: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

42

(5) Dapat diamati (observability): tingkatan hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh

orang lain. Beberapa ide mudah diamati dan dikomunikasikan kepada

masyarakat, namun terdapat juga inovasi yang sulit diamati ataupun

digambarkan kepada orang lain. Dapat diamatinya suatu inovasi dianggap

oleh anggota suatu sistem sosial, berhubungan positif dengan kecepatan

adopsi.

Kecepatan Adopsi Inovasi

Sebagian besar perbedaan kecepatan adopsi suatu inovasi, dari 49-87

persen, dapat dijelaskan dengan lima karateristik: keuntungan relatif, kesesuaian,

kerumitan, dapat diujicoba dan dapat diamati. Selain kelima karateristik tersebut,

terdapat peubah lain seperti: (1) tipe keputusan inovasi (opsional, kolektif dan

otoritas), (2) saluran komunikasi yang menyebarkan inovasi pada berbagai kondisi

dalam proses keputusan inovasi, (3) sistem sosial di tempat inovasi disebarkan,

dan (4) tingkat upaya promosi agen pembaruan dalam menyebarkan inovasi, yang

mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi (Rogers, 2003).

Secara umum keputusan inovasi secara optional yang dilakukan individu

lebih cepat dibandingkan bila dilakukan oleh suatu organisasi. Lebih banyak

orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan, maka kecepatan adopsinya

semakin lambat. Berarti salah satu cara untuk mempercepat adopsi suatu inovasi

adalah berupaya memilih unit pengambilan keputusan yang lebih sedikit

melibatkan orang (individu).

Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi

mungkin juga mempunyai pengaruh terhadap kecepatan adopsi suatu inovasi.

Misal, jika saluran komunikasi interpersonal (daripada saluran media massa)

menimbulkan kesadaran-pengetahuan, seperti yang sering terjadi pada pengikut

akhir (later adopter), kecepatan adopsinya berjalan lambat. Pada suatu sistem

sosial alami, seperti norma-norma, dan tingkatan struktur jaringan komunikasi

saling berhubungan erat, juga berdampak pada kecepatan adopsi suatu inovasi.

Kecepatan adopsi suatu inovasi juga dipengaruhi oleh upaya promosi agen

pembaruan. Hubungan antara kecepatan adopsi dengan upaya agen pembaruan,

mungkin tidak langsung dan linear. Suatu hasil terbesar dari sejumlah kegiatan

agen pembaruan pasti terdapat tahapan-tahapan dalam suatu difusi inovasi.

Page 63: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

43

Respon terbesar dari upaya agen pembaruan terjadi ketika pemuka pendapat

mengadopsi, di suatu tempat biasanya terjadi antara 3-16 persen mengadopsi

dalam sebagian besar sistem. Inovasi akan terus disebarkan dengan upaya promosi

yang lebih sedikit oleh agen pembaruan, setelah titik kritis pengadopsi tercapai.

Adopsi dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat

diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan

(cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri

seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan penyuluh kepada

masyarakat sasarannya. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekedar ”tahu”

tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar

serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi

tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh

orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: pengetahuan, sikap dan

keterampilannya. Karena adopsi merupakan hasil dari kegiatan penyampaian

pesan penyuluhan yang berupa inovasi, maka proses adopsi dapat digambarkan

sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan penyampaian inovasi

sampai dengan terjadinya perubahan, seperti ditampilkan pada Gambar 2

(Mardikanto, 1993).

Gambar 2 Proses adopsi inovasi dalam penyuluhan (Mardikanto, 1993)

Proses adopsi melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/

menerapkan, meskipun selang waktu antara tahapan yang satu dengan yang

lainnya tidak selalu sama. Dalam setiap tahapan adopsi, terdapat faktor pribadi

dan lingkungan yang berpengaruh (Tabel 4).

KOGNITIF pengetahuan

PSIKOMOTORIK keterampilan

INFORMATIF

INOVASI pesan

Persuasif dan entertainment

AFEKTIF sikap

ADOPSI INOVASI perubahan perilaku

Page 64: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

44

Tabel 4 Faktor pribadi dan lingkungan dalam setiap tahapan adopsi

Tahapan Adopsi Faktor Pribadi Faktor Lingkungan

(1) Sadar - Kontak dengan sumber-sumber informasi di luar masyarakatnya

- Kontak dengan individu dan kelompok dalam masyarakatnya

- Tersedianya media komunikasi

- Adanya kelompok-kelompok dalam masyarakat

- Bahasa dan kebudayaan

(2) Minat - Tingkat kebutuhan - Kontak dengan sumber

informasi - Keaktifan mencari sumber

informasi

- Adanya sumber informasi secara rinci

- Dorongan dari warga masyarakat setempat

(3) Menilai - Pengetahuan tentang keuntungan relatif dari praktek yang bersangkutan

- Tujuan dari usahataninya

- Penerangan tentang keuntungan relatif

- Pengalaman petani lain - Tipe pertanian dan derajat

komersialisasinya

(4) Mencoba - Keterampilan spesifik - Kepuasan pada cara-cara

lama - Keberanian menanggung

resiko

- Penerangan tentang cara-cara praktek yang spesifik

- Faktor-faktor alam - Faktor-faktor harga input

dan produk

(5) Menerapkan - Kepuasan pada pengalaman pertama

- Kemampuan mengelola dengan cara baru

- Analisis keberhasilan/ kegagalan

- Tujuan dan minat keluarga

Sumber: Slamet (Mardikanto, 1993)

Proses adopsi tersebut terdiri atas lima tahap (Lionberger, 1968; Rogers dan

Shoemaker, 1971; Mardikanto, 1993), yaitu:

(1) Tahap kesadaran, yaitu seseorang (sasaran) mulai sadar tentang adanya

inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

(2) Tahap menaruh minat, sering ditandai oleh keinginan seseorang (sasaran)

untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak tentang segala sesuatu

yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

(3) Tahap penilaian, yaitu seseorang (sasaran) melakukan penilaian terhadap

inovasi, baik aspek teknis, ekonomi, maupun sosial budaya, dikaitkan dengan

Page 65: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

45

kondisi sasaran tersebut pada saat ini dan masa mendatang serta menentukan

mencobanya atau tidak.

(4) Tahap mencoba: seseorang (sasaran) menerapkan inovasi dalam skala kecil

untuk menentukan kegunaan dan kesesuaian dengan kondisi orang tersebut.

(5) Tahap penerimaan atau menerapkan dengan keyakinan berdasarkan penilaian

dan uji coba yang telah dilakukan.

Lionberger (1968) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

kecepatan seseorang dalam mengadopsi inovasi, yakni:

(1) Umur: petani yang lebih tua kurang menerima perubahan dibandingkan petani

yang lebih muda.

(2) Pendidikan: melalui pendidikan meningkatkan pengetahuan tentang teknologi

pertanian yang baru, diasumsikan lembaga pendidikan memfasilitasi

pembelajaran, sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung

semakin mudah menerima praktek-praktek baru.

(3) Karakteristik psikologis: rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatisme,

orientasi pada usahatani dan kemudahan inovasi. Ketika rasionalitas

didefinisikan sebagai keuntungan maksimum dalam usahatani, ini mungkin

dilakukan sebagai peubah antara (intervening variable) antara kontak dengan

penyuluh dan adopsi praktek-praktek baru pertanian. Dengan kata lain,

keterdedahan terhadap sumber informasi pertanian yang dapat dipercaya,

dapat mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi praktek-praktek baru.

(4) Pendapatan usahatani: semakin tinggi pendapatan usahatani, maka petani

cenderung lebih cepat mengadopsi inovasi.

(5) Luas usahatani: semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi inovasi,

karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.

(6) Prestise dalam masyarakat: semakin tinggi prestise seseorang cenderung

semakin cepat mengadopsi praktek-praktek pertanian yang baru (demi

mendapatkan simbol status).

(7) Sumber informasi yang digunakan, golongan inovatif cenderung banyak

memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti instansi pemerintah (dinas-

dinas terkait), perguruan tinggi dan lembaga penelitian pertanian. Sebaliknya

masyarakat yang kurang inovatif bergantung pada informasi sesama petani.

Page 66: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

46

(8) Sifat-sifat dasar praktek: semakin rumit suatu inovasi maka semakin lambat

tingkat adopsinya. Berikut contoh dari yang paling cepat diterima, hingga

yang paling sulit:

(a) Perubahan hanya di bahan dan alat, tanpa perubahan di teknik atau

pelaksanaan (misal: varietas baru suatu benih).

(b) Perubahan dalam pelaksanaan, dengan atau tanpa perubahan dalam bahan

atau alat (misal: perubahan dalam rotasi tanaman).

(c) Perubahan dalam teknik-teknik atau pelaksanaan baru (misal: contour

cropping).

(d) Perubahan total kegiatan usaha (misal: dari usahatani tanaman ke

peternakan).

Secara umum kecepatan adopsi juga dipengaruhi oleh penerapan praktek

pertanian, seperti:

(a) Praktek baru yang memerlukan modal besar cenderung lebih lambat

diadopsi dibandingkan dengan modal kecil.

(b) Lebih sesuai dengan kegiatan yang telah dipraktekkan, maka akan lebih

cepat diadopsi.

(c) Ciri-ciri atau praktek yang siap dikomunikasikan dengan metode

konvensional yang digunakan oleh petani akan lebih cepat diadopsi.

(d) Lebih sulit untuk mengambil keputusan dan konsekuensi berikutnya, lebih

lambat diadopsi.

(e) Praktek yang rumit dan mahal yang dapat dilakukan dalam waktu singkat

akan memungkinkan diadopsi lebih cepat daripada yang tidak mungkin

dilakukan.

(9) Interaksi faktor-faktor yang berhubungan: beberapa faktor tersebut diatas

dapat dikombinasikan untuk menjelaskan tingkat kecepatan adopsi suatu

inovasi.

Saluran Komunikasi

Saluran komunikasi dibedakan atas: (1) saluran interpersonal dan media

massa; serta (2) saluran lokalit dan saluran kosmopolit. Saluran interpersonal

merupakan saluran yang melibatkan pertemuan tatap muka (sumber dan

penerima) antara dua orang atau lebih. Misalkan rapat atau pertemuan kelompok,

Page 67: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

47

tanya jawab antara petani dengan penyuluh. Saluran media massa merupakan

alat-alat penyampai pesan yang memungkinkan sumber dapat menjangkau

khalayak dalam jumlah besar, yang dapat menembus batasan waktu dan ruang,

misalkan televisi, radio, film, surat kabar, buku dan sebagainya. Perbedaan

penting antara saluran media massa dan interpersonal ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik saluran komunikasi

Saluran Karakteristik Media massa Interpersonal

(1) Arus pesan Cenderung satu arah Cenderung dua arah

(2) Konteks komunikasi Mentransmisikan pesan melalui media

Tatap muka

(3) Kemungkinan umpan balik Rendah Tinggi

(4) Kemampuan mengatasi proses selektif (selective exposure)

Rendah Tinggi

(5) Kecepatan menjangkau khalayak dalam jumlah besar

Relatif cepat dan efisien

Relatif lambat

(6) Kemungkinan untuk menyesuaikan pesan dengan penerima

Kecil Besar

(7) Biaya yang diperlukan untuk menjangkau per orang

Rendah Tinggi

(8) Kemungkinan pesan diabaikan oleh penerima

Tinggi Rendah

(9) Pesan yang sama bagi semua penerima pesan

Ya Tidak

(10) Pihak pemberi informasi Pakar atau penguasa Setiap orang

(11) Efek yang mungkin dihasilkan

Perubahan pengetahuan

Perubahan dan pembentukan sikap

Sumber: Rogers dan Shoemaker (1971); Rogers (2003)

Saluran interpersonal dapat bersifat kosmopolit, jika menghubungkan

sumber di atau dari luar sistem sosial. Sebagai contoh seorang anggota sistem

sosial melakukan perjalanan ke luar daerah untuk menjumpai sumber informasi.

Dapat juga seseorang dari luar daerah yang berkunjung ke dalam sistem sosial dan

mengadakan pertemuan dengan anggota sistem sosial untuk menyampaikan

Page 68: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

48

informasi. Saluran interpersonal dikatakan lokalit bila kontak langsung yang

terjadi sebatas daerah atau sistem sosial itu saja. Sebaliknya saluran media massa

dapat dipastikan bersifat kosmopolit.

Keputusan Petani

Dalam kegiatan usahatani terdapat sejumlah kendala yang berada diluar

kemampuan petani, namun terdapat beberapa hal yang dapat dikontrol. Kontrol

disini berarti bahwa petani dapat mengambil keputusan mengenai penggunaan

faktor produksi yang dimiliki seperti lahan, tenaga kerja, modal dan penjualan

produk. Derajat kontrol terhadap faktor produksi usahatani dan produknya

bergantung pada organisasi sosial dan masyarakatnya, yaitu direncanakan secara

terpusat atau lebih berorientasi terhadap pasar (FAO, 1990). Untuk analisis

usahatani, perlu mengetahui derajat kebebasan yang dimiliki rumah tangga tani

dalam pengambilan keputusan. Terdapat beberapa jenis keputusan yang dapat

dibuat oleh rumah tangga tani, berdasarkan orientasi terhadap: (1) produksi, (2)

penggunaan sumberdaya, (3) investasi, (4) likuiditas, yakni banyaknya uang tunai

yang dibutuhkan rumah tangga tani, (5) pengolahan dan pemasaran, serta (6)

komunitas (seperti partisipasi dalam suatu organisasi petani, peningkatan status,

apa yang diharapkan komunitas dari usahatani dalam hal produksi, waktu).

Semua keputusan tersebut diambil dari sudut pandang tujuan-tujuan rumah

tangga tani seperti tujuan dasar yang terkait dengan kebutuhan biologis (pangan,

sandang, papan, dan pemeliharaan kesehatan); serta tujuan sosial yang terkait

dengan lingkungan. Tujuan sosial mengacu pada peran dan fungsi yang dimiliki

rumah tangga tani dalam komunitasnya. Perilaku anggota rumah tangga tani

seringkali ditentukan oleh tradisi dan nilai-nilai. Perasaan sebagai manusia

seringkali berhubungan dengan derajat keberhasilan dalam mencapai tujuan

sosial. Pendekatan lain yang secara tidak langsung mengarah ke identifikasi

tujuan adalah analisis kebutuhan dan permasalahan yang dirasakan. Pada

tingkatan yang lebih jauh lagi dalam pembangunan pertanian, banyak tujuan sosial

yang diperoleh dengan peningkatan produksi dan pendapatan. Simbol-simbol

status merupakan hal yang individual, seperti memiliki beberapa ekor sapi cukup

untuk meningkatkan status sosial seseorang.

Page 69: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

49

Kinerja Usahatani

Untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja usahatani petani, perlu

mengidentifikasi apakah teknologi yang diterapkan petani dalam usahataninya

mampu mencapai tujuan yang diinginkan? Tujuan petani dalam mengelola

usahatani antara lain : (1) mencukupi kebutuhan pangan sepanjang tahun, (2)

memenuhi kebutuhan dasar lainnya, seperti sandang, papan dan kesehatan, (3)

mampu memenuhi biaya pendidikan anak-anaknya, (4) mampu menabung untuk

jaminan hidup dan investasi, dan (5) dapat diterima masyarakat serta memperoleh

penghargaan diri dan reputasi (FAO, 1990).

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang

tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Pengukuran kinerja adalah

suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah

ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber

daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan

dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan (Akuntansi Sektor Publik, 2008).

ARDictionary (2008) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai berikut:

The act of performing; of doing something successfully; using knowledge as

distinguished from merely possessing it; “ they criticised his performance as

mayor"; "experience generally improves performance.”

Hasil kajian BPTP Jawa Tengah menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan

usahatani merupakan salah satu indikator keberhasilan konsolidasi manajemen

usahatani dalam Corporate Farming (CF). Perbaikan tersebut bisa terjadi apabila

ada peningkatan produktivitas, penurunan input produksi dan peningkatan harga

secara sendiri-sendiri atau bersama-sama. Struktur dan tingkah laku pasar produk

usahatani strategis mengikis manfaat konsolidasi pengelolaan usahatani dalam

CF. Analisis kinerja usahatani korporasi ini difokuskan pada aspek-aspek alokasi

dan pengelolaan sumber daya, produksi dan harga produk yang dihasilkan

(Sarjana et al., 2008).

Page 70: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

50

Menurut Sulistiyani (Wikipedia, 2009), kinerja seseorang merupakan

kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil

kerjanya. Hasibuan (Wikipedia, 2009) mengemukakan kinerja (prestasi kerja)

adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu. Witmore (Wikipedia, 2009) mendefinisikan kinerja

adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan,

suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.

Karakteristik usahatani komersial yang sudah berkembang secara efisien

dan produktif menurut FAO (1990) adalah:

(1) Tingkat spesialisasi yang tinggi, orientasi pasar secara penuh.

(2) Padat modal, pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, penggunaan

alsintan, handling yang baik, perkandangan yang baik, dan memungkinkan

rasio lahan/orang atau ternak/orang yang lebih tinggi.

(3) Input tenaga kerja yang rendah.

(4) Teknologi tinggi dengan input yang tinggi, benih atau bibit ternak yang

berkualitas, asuransi tanaman/ternak.

(5) Manajemen yang baik.

(6) Produksi per area atau per ekor ternak per hari yang tinggi, produktivitas

tenaga kerja/hari yang tinggi, tingkat pengembalian modal tunai yang tinggi

dan cepat.

(7) Penanganan pascapanen sudah secara industri, rantai pemasaran

berkembang dengan baik, jaringan agribisnis yang efisien.

(8) Sistem pendukung berkembang dengan baik (perbankan, kredit, bengkel

alsintan, penyuluhan organisasi petani, sarana komunikasi dan transportasi).

(9) Tersedianya suplai input dengan sistem penyampaian yang cepat.

(10) Petani memiliki rumah yang memadai, dengan peralatan modern seperti

televisi, air ledeng, listrik dan telepon.

(11) Sistem jaminan sosial berkembang seperti asuransi kesehatan, dan

pendidikan yang memadai.

Page 71: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

51

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Lahan kering marjinal mempunyai potensi yang dapat dikembangkan untuk

usaha pertanian. Melalui inovasi teknologi pertanian yang sesuai dengan

kebutuhan petani dan adaptif terhadap lingkungan biofisik, sosial budaya serta

kapasitas petani, maka hal ini dapat dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan

pendapatan petani. Inovasi dapat berasal dari luar sistem sosial, namun perlu

digali potensi sumberdaya yang ada dalam sistem sosial setempat.

Dengan mengacu pada teori Rogers (2003) tentang difusi inovasi, model

lima tahapan dalam proses keputusan inovasi, memperhatikan karakteristik unit

pengambil keputusan yang mencakup karakteristik sosial ekonomi, karakteristik

pribadi dan perilaku komunikasi digunakan sebagai peubah bebas. Ciri-ciri

inovasi meliputi keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat diujicoba dan

dapat diamati. Difusi merupakan proses suatu inovasi dikomunikasikan melalui

saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara anggota suatu sistem sosial.

Menurut Beal dan Bohlen (Hubbard dan Sandmann, 2007), dalam kerangka

difusi mencakup beberapa "sub-teori" atau konsep. Konsep-konsep ini secara

bersamaan memberikan pemahaman tentang sifat alami dan sifat sosial manusia,

termasuk bagaimana informasi baru diterima (atau tidak diterima) oleh pengguna

potensial? Komponen dari kerangka difusi klasik termasuk teori keputusan

inovasi, teori keinovatifan individu, teori tingkat adopsi, dan teori lambang/simbol

yang digunakan sebagai atribut (theory perceived attributes) (Rogers, 2003).

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan dibatasi pada teori keputusan inovasi,

di samping teori yang berkaitan dengan aspek komunikasi dan saluran

komunikasi, yang relevan dengan keputusan adopsi oleh individu. Beberapa faktor

di luar kerangka difusi tetapi berkaitan dengan keputusan adopsi, juga digunakan

dalam penelitian ini yakni dukungan iklim usaha dan penyuluhan (dilihat dari

persepsi petani).

Proses keputusan inovasi merupakan suatu proses mental sejak seseorang

mulai pertama kali mengetahui adanya suatu inovasi, membentuk sikap terhadap

inovasi tersebut, mengambil keputusan untuk mengadopsi atau menolak,

Page 72: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

52

mengimplementasikan ide baru dan membuat konfirmasi atas keputusan tersebut.

Proses ini terdiri atas rangkaian pilihan dan tindakan individu dari waktu ke waktu

atau suatu sistem evaluasi ide baru dan memutuskan mempraktekkan inovasi atau

menolaknya. Perilaku ketidakpastian dalam memutuskan tentang suatu alternatif

baru ini terkait dengan ide yang telah ada sebelumnya. Sifat suatu inovasi dan

ketidakpastian berhubungan dengan sifat tersebut yang merupakan aspek khusus

dari pengambilan keputusan inovasi (Rogers, 2003).

Kerangka berpikir dibangun dengan mengintegrasikan teori Rogers (2003)

tentang proses keputusan inovasi, syarat-syarat pokok pembangunan pertanian

(Mosher, 1966) dan dukungan untuk membangun pertanian yang modern di

pedesaan (Mosher, 1978) serta aspek penyuluhan (UU RI No. 16 Tahun 2006;

van den Ban dan Hawkins, 2005; Spencer dan Spencer,1993; Lippitt et al.,1958).

Dalam merakit inovasi teknologi pertanian di lahan kering marjinal diperlukan

keterlibatan penyuluhan, tidak hanya penyuluh namun juga partisipasi petani. Di

masa lalu pendekatan penyuluhan yang terfokus pada transfer teknologi terbukti

hanya menimbulkan permasalahan pada petani (Röling, 1988; Pretty,1995). Pada

prinsipnya, penyuluhan merupakan proses yang sistematis untuk membantu petani

menyelesaikan masalah secara mandiri, sehingga pendekatan penyuluhan perlu

memprioritaskan kebutuhan partisipan penyuluhan. Penyuluhan adalah proses

perubahan berencana secara berkesinambungan, di dalamnya tercakup kegiatan

pembelajaran bagi individu, kelompok, organisasi, komunitas, hingga masyarakat

yang lebih luas guna melakukan transformasi atau perbaikan situasi (situation

improvement) melalui perubahan perilaku (Amanah, 2000).

Inovasi yang diteliti adalah teknologi usahatani terpadu. Istilah terpadu

diartikan pemanfaatan sumberdaya yang ada (sesuai potensi) yang disinergikan

antar komponen, sehingga menghasilkan output yang tinggi. Konsep usahatani

terpadu merupakan keterkaitan antara tanaman dengan ternak, limbah tanaman

digunakan sebagai pakan ternak dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk

organik untuk tanaman. Dalam penelitian ini, lima tahapan dalam proses

keputusan inovasi (Rogers, 2003) hanya dibatasi pada satu tahap saja, yakni tahap

keputusan inovasi, untuk menghindari data yang tidak valid dan tidak reliabel.

Hal ini mengingat setiap tahapan dalam proses keputusan inovasi memerlukan

Page 73: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

53

durasi waktu yang tidak sama, dan untuk menggali informasi pada setiap tahapan

yang telah terlewati memerlukan waktu yang lama, karena penelitian tidak

dilakukan pada tahap awal (pengenalan). Selain itu, dalam penelitian ini

keputusan (Y1) adopsi inovasi antara dua lokasi penelitian ditetapkan pada tahun

yang berbeda, yakni Kabupaten Cianjur pada tahun 2007 dan Kabupaten Garut

pada tahun 2005. Keputusan adopsi inovasi petani di lahan kering marjinal

dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: (1) karakteristik petani (yang mencakup

karakteristik sosial ekonomi petani dan karakteristik pribadi petani), (2) perilaku

komunikasi petani, (3) dukungan iklim usaha, (4) persepsi petani terhadap

penyuluhan, (5) persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi, dan (6) persepsi petani

terhadap pengaruh media/informasi. Keseluruhan proses ini diduga berpengaruh

terhadap kinerja usahatani di tingkat petani. Diagram kerangka berpikir

ditampilkan pada Gambar 3.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan:

(1) Karakteristik petani, perilaku komunikasi petani, dan dukungan iklim usaha,

berpengaruh nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan.

(2) Karakteristik petani, perilaku komunikasi petani, dukungan iklim usaha, dan

persepsi petani terhadap penyuluhan, berpengaruh nyata pada persepsi petani

terhadap ciri-ciri inovasi.

(3) Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi, dan persepsi petani terhadap

pengaruh media/informasi berpengaruh nyata terhadap keputusan petani

dalam adopsi inovasi.

(4) Keputusan petani dalam mengadopsi inovasi berpengaruh nyata pada kinerja

usahatani.

Page 74: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

Gambar 3 Kerangka berpikir adopsi inovasi usahatani terpadu pada lahan marjinal

Perilaku Komunikasi Petani (X2) X2.1 Kerjasama X2.2 Tingkat Kekosmopolitan X2.3 Keterdedahan thd media

Dukungan Iklim Usaha (X3) X3.1 Ketersediaan Input (saprodi) X3.2 Ketersediaan Fasilitas Keuangan

(KUD, Bank) X3.3 Ketersediaan Sarana

Persepsi Petani terhadap Ciri Inovasi (X5)

(Teknologi lokal dan anjuran) X5.1 Keuntungan relatif X5.2 Kesesuaian X5.3 Kerumitan X5.4 Dapat diujicoba X5.5 Dapat diamati

Karakteristik Petani (X1) X1.1 Umur X1.2 Pendidikan X1.3 Tingkat Pendapatan X1.4 Tingkat Mobilitas X1.5 Luas Lahan X1.6 Daya Beli Saprodi X1.7 Tingkat Rasionalitas X1.8 Tingkat Intelegensi X1.9 Sikap terhadap Perubahan X1.10 Tingkat Keberanian Beresiko

Persepsi Petani terhadap Penyuluhan (X4) X4.1 Kompetensi Penyuluh X4.2 Peran Penyuluh X4.3 Materi/Substansi Penyuluhan X4.4 Metode Penyuluhan

Persepsi Petani thd Pengaruh Media/Informasi (X6)

X6.1 Media massa X6.2 Interpersonal

Keputusan (Y1) Y1.1 Penentuan komoditas Y1.2 Penggunaan saprodi

Adopsi Tidak Adopsi

Kinerja Usahatani (Y2)

Menolak Adopsi Adopsi Menolak

Page 75: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian dirancang dengan metode survai yang bersifat eksplanasi, yakni

menjelaskan fenomena perilaku petani yang terjadi dalam tahapan proses

keputusan inovasi. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, petani

sebagai responden penelitian. Sebagai peubah bebas adalah karakteristik petani

(karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik kepribadian petani), perilaku

komunikasi petani, dukungan iklim usaha, persepsi petani terhadap penyuluhan,

persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi, dan pengaruh media/informasi. Peubah

terikat adalah keputusan adopsi inovasi teknologi dan kinerja usahatani di tingkat

petani.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Provinsi Jawa Barat memiliki 1,64 juta ha lahan kering atau sekitar 29 persen

dari luasan lahan kering di Pulau Jawa (5,64 juta ha) yang dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan pertanian (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat, 2001). Pada tahun 2008, penggunaan lahan di Jawa Barat untuk

lahan tegalan/kebun mencapai 576.565 ha, lahan ladang/huma 221.749 ha dan

lahan yang sementara tidak diusahakan 12.487 ha. Total luasan penggunaan lahan

untuk pertanian baru mencapai 798.314 ha atau sekitar 48,7 persen dibandingkan

total potensi yang ada (Badan Pusat Statistik, 2009).

Melihat potensi tersebut, maka penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Barat.

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2008 – Maret 2009. Penentuan

lokasi, berdasarkan pada agroekosistem lahan kering dengan tipologi yang berbeda,

yakni dataran tinggi dan dataran rendah, masing-masing adalah Kabupaten Cianjur

dan Kabupaten Garut. Setiap kabupaten dipilih satu kecamatan, yang merupakan

lokasi atau wilayah inovasi teknologi usahatani terpadu diperkenalkan dan

tersentralisir pada satu desa, yakni Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten

Cianjur dan Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut. Desa Talaga,

Kecamatan Cugenang berada pada ketinggian 700-1.100 meter di atas permukaan

laut (dpl), dengan tingkat kemiringan lahan 2-15 persen. Desa Jatiwangi, Kecamatan

Page 76: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

56

Pakenjeng, berada pada ketinggian 240-860 meter dpl, dengan topografi datar

sampai berbukit, berombak sampai berbukit dan berbukit sampai bergunung.

Wilayah yang diperkenalkan inovasi usahatani terpadu di Desa Talaga berada pada

ketinggian > 700 meter dpl, sehingga dikategorikan sebagai wilayah dataran tinggi,

sedangkan di Desa Jatiwangi < 700 meter dpl, termasuk wilayah dataran rendah.

Inovasi teknologi yang diintroduksikan kepada petani di dua kabupaten tersebut,

adalah inovasi Prima Tani berupa: (1) inovasi teknologi dan (2) inovasi

kelembagaan. Namun hasil pengamatan pada waktu pra survai di lapangan,

inovasi kelembagaan belum berjalan dengan baik, sehingga penelitian ini dibatasi

hanya pada inovasi teknologi. Secara konsep inovasi teknologi yang

diperkenalkan merupakan inovasi usahatani terpadu (tanaman dengan ternak).

Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan istilah inovasi teknologi usahatani

terpadu.

Di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur inovasi teknologi

usahatani terpadu yang diperkenalkan sejak tahun 2007 berupa teknik budidaya

tanaman pisang (pengaturan jarak tanam, penjarangan anakan, pemupukan,

pemotongan jantung, pembrongsongan dan penggunaan trichoderma), teknik

budidaya cabai rawit dan caisin. Teknologi ternak domba berupa sanitasi kandang,

sistem perkandangan, pemberian obat cacing. Selain itu pembuatan kompos dari

limbah ternak dan tanaman pisang, yang kemudian digunakan sebagai pupuk bagi

tanaman pisang. Rincian paket inovasi teknologi yang diperkenalkan kepada petani

di Desa Talaga tertera pada Lampiran 3.

Inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan di Desa Jatiwangi,

Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, sejak tahun 2005 berupa konservasi lahan,

teknik budidaya nilam, padi gogo, pisang dan kacang tanah (pembenihan,

penanaman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit), penanganan

pascapanen, ternak domba, pembuatan kompos serta pembibitan buah-buahan

(rambutan dan durian). Rincian paket inovasi teknologi yang diperkenalkan kepada

petani di Desa Talaga tertera pada Lampiran 4.

Page 77: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

57

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang berada di kedua

desa penelitian (Desa Talaga dan Desa Jatiwangi). Mengingat anggota populasi

petani lahan kering marjinal terdapat petani yang mengadopsi inovasi teknologi

usahatani terpadu dan petani yang tidak mengadopsi, maka teknik pengambilan

sampel petani menggunakan teknik sampel acak stratifikasi (stratified random

sampling). Penentuan banyaknya responden yang dijadikan sampel penelitian

berdasarkan pada tingkat representatif dan heterogenitas yang diharapkan dari

populasi penelitian. Ketersediaan waktu, biaya dan tenaga juga dijadikan

pertimbangan dalam menentukan jumlah sampel. Penentuan jumlah sampel

penelitian menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al., 1993) sebagai berikut:

n = { N/[1 + N(e)2]}

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi) ditentukan sebesar 5 persen

Data Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berada di Desa Talaga,

Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur dan Desa Jatiwangi, Kecamatan

Pakenjeng, Kabupaten Garut diperoleh jumlah populasi petani sebanyak 1.426.

Berdasarkan rumus Slovin tersebut diperoleh perhitungan sebagai berikut:

n = {1.426/[1 + 1.426 (0,05)2]}

n = 1.426/4,565

n = 302,38 atau dibulatkan menjadi 302

Rincian jumlah populasi petani dan sampel penelitian ditampilkan pada Tabel 6.

Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 302 petani responden di lokasi

penelitian yang diambil secara acak stratifikasi telah memenuhi persyaratan untuk

dilakukan uji statistik. Stratifikasi dipilah berdasarkan petani adopter dan petani

non adopter. Keseluruhan petani (di Cianjur dan Garut) anggota kelompok tani

yang ikut serta dalam program usahatani terpadu dan menerapkan teknologi

tersebut dalam penelitian ini disebut petani adopter. Fakta di lapangan yang

dimaksud dengan petani adopter ialah petani kooperator Prima Tani. Petani yang

Page 78: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

58

tidak masuk dalam anggota kelompok tani dan tidak ikut serta dalam program

usahatani terpadu disebut petani non adopter (petani non kooperator Prima Tani).

Tabel 6 Jumlah populasi petani dan sampel penelitian di lokasi penelitian

Populasi Petani Sampel Petani Lokasi

Penelitian Adopsi1)

Non

adopsi Total2)

Adopsi

Non adopsi

Total

(1) Kab. Cianjur Kec. Cugenang - Desa Talaga

103

223

326

46

47

93 (2) Kab. Garut Kec. Pakenjeng - Desa Jatiwangi

190

910

1.100

91

118

209

Total 293 1.133 1.426 137 165 302 Sumber: 1) BPTP Jawa Barat (data diolah)

2) BPP Kecamatan Cugenang dan BPP Kecamatan Pakenjeng

Termonilogi lahan marjinal dalam penelitian ini dibatasi pada lahan kering.

Secara umum lahan kering, lahan pasang surut, dan sawah tadah hujan

mempunyai produktivitas yang relatif rendah dibandingkan dengan sawah irigasi.

Oleh karena itu, ketiga agro ekosistem ini sering digolongkan ke dalam kelompok

lahan marjinal (Swastika et al., 2006). Sesuai dengan istilah sebagai lahan

marjinal, berbagai masalah yang menyebabkan produktivitas rendah dijumpai di

agro ekosistem ini. Lahan kering mempunyai lapisan solum yang tipis dengan

kandungan hara yang rendah, serta topografi yang bergelombang, sehingga rentan

terhadap erosi. Makin sering terjadi erosi makin kritis kondisi lahan, sehingga

makin tidak produktif.

Data dan Instrumentasi

Data

Data dikumpulkan berdasarkan karakteristik data, yakni data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan data utama yang digunakan untuk

menjawab tujuan penelitian, sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap.

Data primer dikumpulkan langsung dari petani responden melalui wawancara.

Data dari sumber lain (informan kunci) seperti penyuluh, ketua kelompok tani dan

pamong desa atau tokoh masyarakat lain diperoleh melalui wawancara

Page 79: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

59

mendalam, yang bersifat sebagai data pendukung atau untuk verifikasi.

Wawancara mendalam (in depth interview) merupakan wawancara yang

dilakukan secara intensif kepada informan, sehingga terelaborasi beberapa elemen

dalam jawaban informan, yakni opini, nilai-nilai (values), motivasi, pengalaman-

pengalaman maupun perasaan informan. Dalam wawancara mendalam, peneliti

memperhatikan jawaban verbal maupun respon-respon non verbal dari informan.

Selain itu juga dilakukan pengamatan partisipatif.

Cakupan data primer terdiri atas data kuantitatif (jawaban pertanyaan

terstruktur dalam kuisioner yang berbentuk angka) dan data kualitatif (data

penjelas dari fenomena yang diamati, baik yang diperoleh dari petani responden

maupun informan kunci, berupa kalimat atau gambar). Data sekunder diperoleh

dari instansi, seperti: Kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Kantor Desa dan

Badan Pusat Statistik (BPS). Berbagai bahan atau studi yang berkaitan dengan

pemanfaatan lahan pertanian marjinal diperoleh dari perguruan tinggi dan

lembaga penelitian. Data sekunder yang berasal dari sumber-sumber tertulis yang

diinterpretasikan, dapat dikategorikan sebagai data kualitatif (Nawawi dan Hadari,

2006).

Instrumentasi

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan

terstruktur yang berkaitan dengan peubah-peubah yang diteliti. Penelitian

dipandang ilmiah bila instrumen yang digunakan memenuhi persyaratan

kesahihan (validitas), keterandalan (reliabilitas) dan dapat dipertanggungjawabkan

(Kerlinger,2000; Nawawi dan Hadari, 2006).

Kesahihan dan Keterandalan

Kesahihan

Kesahihan (validitas) menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu

mengukur apa yang ingin diukur. Bila seseorang ingin mengukur berat suatu

benda, maka dia harus menggunakan timbangan. Timbangan adalah alat pengukur

yang sahih (valid) bila digunakan untuk mengukur berat, karena timbangan

Page 80: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

60

memang mengukur berat. Menurut Kerlinger (2000), tipe kesahihan dibedakan

atas: (1) kesahihan isi, (2) kesahihan kriteria, dan (3) kesahihan konstrak.

Penelitian ini menggunakan kesahihan isi. Mengacu pada pendapat Ancok

(1995), bahwa suatu alat ukur dikatakan sahih atau valid bila alat ukur tersebut

dapat digunakan untuk mengukur secara tepat konsep yang sebenarnya akan

diukur. Kesahihan isi suatu alat pengukur ditentukan oleh isi alat pengukur

tersebut yang merepresentasikan semua aspek yang dianggap sebagai aspek

kerangka konsep. Data dengan tingkat kesahihan tinggi diharapkan dapat

diperoleh dari daftar pertanyaan yang memenuhi kriteria:

(1) Mempelajari teori-teori yang relevan dengan substansi penelitian dan

kenyataan yang telah diungkapkan di berbagai kepustakaan.

(2) Menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden.

(3) Memperhatikan masukan dari para ahli, terutama dari Komisi Pembimbing

(4) Melakukan uji coba instrumen (daftar pertanyaan) kepada responden yang

memiliki karakteristik mirip dengan karakteristik petani contoh. Selanjutnya

melakukan perbaikan daftar pertanyaan sesuai dengan hasil uji coba.

Keterandalan

Keterandalan (reliabilitas) merupakan indeks yang menunjukkan suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat ukur digunakan dua

kali, untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh

relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut terandal. Keterandalan

menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang

sama (Ancok, 1995). Uji keterandalan yang digunakan pada penelitian ini adalah

teknik belah dua (split half reliability) dengan menggunakan program Statistical

Package for the Social Sciences (SPSS) versi 15.0.

Pengujian kesahihan dan instrumen keterandalan dilakukan terhadap 30

petani responden yang memiliki karakteristik yang setipe lokasi penelitian. Hasil

uji kesahihan menunjukkan nilai koefisien korelasi hitung yang tertera pada Tabel

7 dibandingkan dengan angka kritik nilai-r (pada db = 28) lebih tinggi. Angka

kritik pada taraf nyata satu persen dan lima persen, masing-masing sebesar 0,463

dan 0,361. Dengan memperhatikan nilai koefisien korelasi, maka pernyataan-

Page 81: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

61

pernyataan dalam instrumen memiliki kesahihan isi yang sahih dan terandal,

sehingga instrumen yang telah diujicoba, dapat digunakan dalam kegiatan

penelitian.

Tabel 7 Hasil uji kesahihan dan keterandalan instrumen penelitian dengan teknik belah dua

No. Peubah Kisaran nilai koefisien korelasi (per item

pertanyaan)

Keterandalan

(1) Perilaku komunikasi petani (X2) 0,444 – 0,775* 0,9035

(2) Dukungan iklim usaha (X3) 0,449 – 0,859** 0,8980

(3) Persepsi petani terhadap penyuluhan (X4)

0,407 – 0,853* 0,8877

(4) Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi (X5)

0,419 – 0,878* 0,8981

(5) Pengaruh media/informasi (X6) 0,369 – 0,710* 0,7760

Keterangan: ** nyata pada taraf α = 0,01 * nyata pada taraf α = 0,05

Peubah Penelitian

Terdapat enam peubah bebas dan dua peubah terikat yang diukur. Keenam

peubah bebas tersebut adalah:

X1 = Karakteristik petani (karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik pribadi

petani),

X2 = Perilaku komunikasi petani,

X3 = Dukungan iklim usaha,

X4 = Persepsi petani terhadap penyuluhan,

X5 = Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi,

X6 = Persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi.

Peubah terikat dalam penelitian ini adalah:

Y1 = Keputusan adopsi inovasi teknologi,

Y2 = Kinerja usahatani di tingkat petani.

Page 82: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

62

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah

Definisi operasional peubah dimaksudkan untuk memberikan batasan yang

jelas, sehingga memudahkan dalam melakukan pengukuran. Definisi operasional

dan pengukuran peubah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Karakteristik petani mencakup karakteristik sosial ekonomi petani dan

karakteristik pribadi petani. Karakteristik sosial ekonomi petani merupakan

hal yang melekat pada diri petani. Peubah ini meliputi umur, pendidikan

(formal dan non formal), status sosial, tingkat mobilitas dan luas lahan

(Tabel 8):

(a) Umur petani dihitung dalam jumlah tahun sejak lahir sampai ulang tahun

terdekat dengan waktu penelitian dilakukan.

(b) Pendidikan formal adalah lama pendidikan yang ditempuh di bangku

sekolah, yang dihitung dalam jumlah tahun.

(c) Pendidikan non formal adalah frekuensi mengikuti pendidikan di luar

bangku sekolah, yang diukur dari jumlah mengikuti kegiatan penyuluhan

ataupun plot demonstrasi. Kegiatan penyuluhan merupakan pertemuan

yang dilakukan dengan penyuluh, baik berupa ceramah, diskusi maupun

tanya jawab di bidang usahatani pertanian dalam periode waktu satu tahun

terakhir saat penelitian dilakukan. Kegiatan plot demonstrasi terkait

dengan keterlibatan responden dalam pelaksanaan plot demonstrasi

maupun kehadiran dalam temu lapang di bidang usahatani pertanian dalam

periode waktu satu tahun terakhir saat penelitian dilakukan.

(d) Tingkat pendapatan merupakan besarnya perolehan penghasilan dari

kegiatan berusahatani, termasuk berburuh tani (on farm) dan kegiatan

usaha lain di luar pertanian (off farm).

(e) Tingkat mobilitas petani diukur berdasarkan frekuensi petani bepergian ke

luar desa terkait dengan kegiatan usahatani dalam satu tahun terakhir.

(f) Luas lahan merupakan luasan pengusahaan lahan garapan petani, yang

mencakup luas penguasaan lahan (milik), maupun luasan garapan bukan

milik (sewa, ataupun sakap), yang dinyatakan dalam satuan hektar.

(g) Daya beli saprodi merupakan tingkat kemampuan atau keterjangkauan

petani secara ekonomis dalam membeli benih/bibit, pupuk dan pestisida.

Page 83: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

63

Tabel 8 Sub-peubah, indikator dan pengukuran karakteristik petani

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

A. Karakteristik sosial ekonomi

(1) Umur

Lama tahun kehidupan

Dihitung dalam jumlah tahun sejak lahir sampai ulang tahun terdekat dengan waktu penelitian dilakukan

(2) Pendidikan

- Pendidikan formal

- Pendidikan non formal

Lama pendidikan yang ditempuh petani di bangku sekolah

Frekuensi petani mengikuti pendidikan di luar bangku sekolah

Jumlah tahun selama mengikuti pendidikan formal

- Frekuensi petani mengikuti ceramah,

diskusi ataupun tanya jawab dengan penyuluh yang terkait dengan usaha-tani pertanian dalam periode satu tahun terakhir saat penelitian dilakukan.

- Frekuensi petani dalam keterlibatan pelaksanaan plot demonstrasi, frekuensi petani hadir dalam temu lapang di bidang usahatani pertanian dalam periode waktu satu tahun terakhir saat penelitian dilakukan.

(3) Tingkat pendapatan

Sumber pengha-silan dari pertanian dan di luar pertanian

Besarnya perolehan penghasilan dari kegiatan berusahatani (termasuk berburuh tani) dan kegiatan di luar pertanian dari seluruh anggota keluarga dalam satu tahun terakhir

(4) Tingkat mobilitas

Frekuensi petani ke luar desa - Pembelian saprodi - Penjualan produk

Diukur berdasarkan frekuensi petani bepergian ke luar desa dan jarak tempuh terkait dengan kegiatan usahatani (pembelian saprodi dan penjualan produk) dalam satu tahun terakhir

(5) Luas lahan Luasan pengusahaan lahan garapan petani

Diukur berdasarkan luas penguasaan lahan (milik), maupun luasan garapan bukan milik (sewa, ataupun sakap), yang dinyatakan dalam satuan hektar

(6) Daya beli saprodi

Kemampuan membeli saprodi

Kemampuan petani dalam membeli benih/bibit, pupuk dan obat-obatan yang dilakukan secara tunai

Page 84: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

64

Tabel 8 (lanjutan)

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

B. Karakteristik pribadi petani

(1) Tingkat rasionali-tas

- Kemampuan petani dalam menilai suatu teknologi baru yang diperkenalkan

- Penilaian petani terhadap teknologi usahatani terpadu, baik penilaian negatif/merugikan, positif/ meng-untungkan, maupun kemungkinan merugikan namun juga menguntungkan

(2) Tingkat intelegensi

- Kemampuan petani dalam hal mempertimbang-kan penerapan teknologi baru dan memprediksi manfaatnya

- Kemampuan petani memper-timbangkan pilihan yang ada dalam mengelola usahatani

- Kemampuan petani dalam memprediksi manfaat penerapan teknologi

(3) Sikap terhadap perubahan

Kecenderungan sikap petani terhadap teknologi usahatani terpadu

Diukur berdasarkan:

- Tingkat penerimaan petani terhadap teknologi usahatani terpadu: (1) adaptif (langsung menerima), (2) melihat dulu yang dilakukan petani lain (menerima dengan cara meniru), (3) ragu-ragu (tidak yakin meskipun telah melihat hasil petani lain), (4) menolak perubahan inovasi teknologi

- Tingkat keyakinan petani terhadap peningkatan pendapatan bila menerapkan teknologi usahatani terpadu.

(4) Tingkat keberanian beresiko

Tingkat keberanian petani dalam menanggung suatu kejadian yang buruk

Diukur berdasarkan tingkat keberanian dalam: - Mengganti sarana produksi - Menambah/mengurangi jenis

komoditas yang diusahakan - Menjual hasil langsung ke pasar - Mengembangkan skala usahatani - Mengambil kredit dari bank untuk

menambah modal usahatani

Karakteristik pribadi petani merupakan ciri-ciri bawaan berupa kemampuan

dalam menampilkan diri. Peubah ini meliputi: tingkat rasionalitas, tingkat

intelegensi, sikap terhadap perubahan, tingkat keberanian mengambil resiko:

Page 85: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

65

(a) Tingkat rasionalitas merupakan kemampuan berpikir petani yang

diwujudkan dalam bentuk pendapat afirmatif (positif), pendapat negatif,

dan pendapat modalitas (kemungkinan-kemungkinan); serta ungkapan

perasaan yang dinyatakan dalam sikap petani, terkait dengan inovasi

teknologi usahatani terpadu.

(b) Tingkat intelegensi merupakan kemampuan dalam menetapkan dan

mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu, punya inisiatif

sendiri (tidak menunggu perintah), dapat menyesuaikan cara-cara

menghadapi sesuatu dengan semestinya, makin dapat bersikap kritis,

mempunyai kemampuan belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya.

(c) Sikap terhadap perubahan, diukur berdasarkan kecenderungan petani

selalu memperbarui diri, terbuka pada hal-hal baru dan giat mencari

informasi, percaya atau tidaknya petani terhadap kegunaan inovasi

teknologi usahatani terpadu, penilaian positif petani terhadap inovasi

teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan.

(d) Tingkat keberanian mengambil resiko merupakan tingkat keberanian

petani dalam menanggung terjadinya suatu kejadian buruk yang

disebabkan oleh suatu tindakan.

(2) Perilaku komunikasi petani merupakan upaya petani mencari informasi

tentang teknologi yang dianggap sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan

lingkungan, termasuk kemampuan dalam menjalin kerjasama dengan

pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan usahatani, penanganan pascapanen,

maupun kegiatan pemasaran (Tabel 9). Peubah ini meliputi: kerjasama,

tingkat kekosmopolitan, keterdedahan terhadap media, yang merupakan sub

peubah.

(a) Kerjasama merupakan kemampuan petani dalam menjalin kerjasama

dengan pihak lain, dilihat dari sikap keaktifan dan keuntungan yang

dirasakan petani, baik yang terkait dengan kegiatan usahatani, penanganan

pascapanen, maupun kegiatan pemasaran.

(b) Tingkat kekosmopolitan merupakan tingkat keterbukaan petani yang

berorientasi ke luar sistem sosial dengan hubungan interpersonal yang

luas.

Page 86: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

66

(c) Keterdedahan terhadap media merupakan frekuensi keterjangkauan pesan

melalui media massa dalam satu bulan terakhir dilihat dari jumlah jam

yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi dari media massa, baik

dari media cetak seperti dari surat kabar, buletin, brosur, leaflet, majalah

dan, buku petunjuk teknis usahatani maupun dari media elektronik seperti

dari televisi dan radio, yang terkait dengan kegiatan usahatani ataupun

inovasi teknologi usahatani terpadu.

Tabel 9 Sub-peubah, indikator dan pengukuran perilaku komunikasi petani

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Kerjasama Kemampuan dalam menjalin hubungan kerjasama dengan pihak lain

Intensitas hubungan petani dengan pedagang (input/saprodi dan output/produk), pengolah/ perusahaan, lembaga pembiayaan, penangkar benih, kelompok tani, dan penyuluh

(2) Tingkat kekos-mopolitan

Orientasi ke luar sistem sosial dengan hubungan interpersonal yang luas

Frekuensi petani bepergian ke luar desa dalam mengakses informasi: (1) pasar (harga saprodi, harga jual produk, komoditas yang dibutuhkan konsumen), (2) pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan petani; serta (3) kompetisi usaha lain

(3) Keterdedahan terhadap media

Keterjangkauan petani terhadap informasi teknologi usahatani melalui media massa, yang dibedakan atas:

− Media elektronik: televisi, dan radio.

− Media cetak: surat kabar, buletin, brosur, leaflet, majalah mau-pun buku petunjuk teknis usahatani

Diukur berdasarkan jumlah jam dalam satu bulan terakhir saat penelitian dilakukan, yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi teknologi usahatani dari media massa, baik elektronik maupun cetak

Page 87: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

67

(2) Dukungan iklim usaha, sebagai wadah proses pembelajaran, wahana

kerjasama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit pemasaran dan

unit jasa penunjang (keuangan) yang berfungsi mendukung kegiatan usahatani

yang dilakukan oleh petani (Tabel 10). Komponen dukungan iklim usaha

diuraikan sebagai berikut:

(a) Ketersediaan input (sarana produksi): kemudahan petani dalam

memperoleh benih atau bibit, pupuk, dan obat-obatan, baik melalui kios

sarana produksi maupun kelompok tani.

(b) Ketersediaan fasilitas keuangan: kemudahan petani dalam mengakses

peminjaman modal usaha pada lembaga keuangan (KUD maupun Bank).

(c) Ketersediaan sarana pemasaran: kemudahan petani dalam memasarkan

produk yang dihasilkan, dengan tersedianya sarana pengangkutan,

prasarana jalan yang memadai dan pasar.

Tabel 10 Sub-peubah, indikator dan pengukuran dukungan iklim usaha

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Ketersediaan input

Adanya kios saprodi yang mudah dijangkau petani

- Tingkat kemudahan petani dalam mendapatkan benih/bibit, pupuk dan obat-obatan

- Jarak tempat penjualan saprodi dari lahan petani

(2) Ketersediaan fasilitas keuangan

Akses petani terhadap permodalan

- Prosedur peminjaman ke lembaga keuangan (koperasi, perbankan, Lembaga Perkreditan Desa)

- Jaminan pinjaman yang harus dipenuhi petani

- Tingkat suku bunga per tahun

(3) Ketersediaan sarana pemasaran

Adanya alat transportasi, prasarana jalan dan pasar (tempat transaksi jual beli)

- Kualitas jalan dari lahan petani ke pasar terdekat (aspal, makadam, berbatu, tanah)

- Jenis alat transportasi yang ada ke pasar terdekat

- Lokasi pasar (desa, kecamatan, kabupaten)

Page 88: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

68

(3) Persepsi petani terhadap penyuluhan. Penyuluhan merupakan kegiatan

(proses) pembelajaran bagi petani, agar petani mau dan mampu menolong

serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,

permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan

produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya (Tabel 11):

(a) Persepsi petani terhadap kompetensi penyuluh: penilaian petani terhadap

kemampuan yang melekat pada diri penyuluh berupa pengetahuan, sikap

dan keterampilan yang dimiliki.

(b) Persepsi petani terhadap peran penyuluh: penilaian petani terhadap peran

penyuluh dalam melakukan kegiatan usahatani.

(c) Persepsi petani terhadap materi penyuluhan: penilaian petani terhadap

materi/bahan penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh kepada petani,

baik tentang usahatani maupun informasi yang dibutuhkan petani.

(d) Persepsi petani terhadap metode penyuluhan: penilaian petani terhadap

cara-cara penyuluh menyampaian materi penyuluhan kepada para petani,

baik melalui media atau komunikasi interpersonal berupa ceramah, diskusi

kelompok, dialog/tanya jawab antara petani-penyuluh, maupun plot

demonstrasi.

Pengukuran persepsi menggunakan skala Likert: 1 (tidak setuju), 2 (kurang

setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju), kemudian data dikategorikan menjadi

tiga: 1 (rendah) = tidak setuju-kurang setuju (1,00-2,00); 2 (sedang) = kurang

setuju-setuju (2,01-3,00); dan 3 (tinggi) = setuju-sangat setuju (3,01-4,00).

(4) Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi menunjukkan penilaian petani

terhadap lima ciri-ciri inovasi. Petani adopter menilai teknologi usahatani

terpadu, sedangkan petani non adopter menilai teknologi lokal (Tabel 12):

(a) Keuntungan relatif merupakan penilaian petani terhadap inovasi yang

diukur dalam bentuk keuntungan ekonomi, biaya awal yang rendah,

berkurangnya ketidaknyamanan, prestise sosial, hemat tenaga dan waktu

serta imbalan yang dapat segera diperoleh.

(b) Kesesuaian suatu inovasi dilihat berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan

sosiobudaya petani, teknologi yang telah diterapkan sebelumnya, dan

kebutuhan petani akan inovasi.

Page 89: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

69

Tabel 11 Sub-peubah, indikator dan pengukuran penyuluhan

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Kompetensi penyuluh

Persepsi petani terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki penyuluh

Penilaian petani terhadap kemampuan penyuluh, baik pengetahuan, sikap dan keterampilan yang melekat pada diri penyuluh

− Pengetahuan: memiliki informasi dengan wawasan yang luas (inovasi, metode dan teknik, potensi sumberdaya, kebutuhan dan permasalahan serta budaya masyarakat)

− Sikap: positif terhadap diri sendiri, keberpihakan pada keadilan, egaliter, partisipatif dan dialogis

− Keterampilan: kemampuan berkomuni-kasi secara efektif, membangun kerja- sama, mengembangkan inovasi secara berkelanjutan, memiliki motivasi dalam mengembangkan kemampuan petani

(2) Peran penyuluh

Persepsi petani terhadap peran penyuluh pada kegiatan usahatani petani

Penilaian petani terhadap peran penyuluh dalam:

− Mendiagnosis masalah petani

− Mengidentifikasi kebutuhan petani

− Memotivasi petani untuk berubah

− Membangun dan memelihara hubungan dengan sistem sosial petani

− Mendorong petani untuk mengadopsi inovasi

− Mendorong petani mengembangkan skala usaha

(3) Materi penyuluhan

Persepsi petani terhadap materi penyuluhan yang disampaikan penyuluh

Penilaian petani terhadap kesesuaian materi penyuluhan (seperti: informasi ataupun teknologi usahatani pertanian) yang disampaikan penyuluh dengan kebutuhan petani

(4) Metode penyuluhan

Persepsi petani terhadap metode penyuluhan yang digunakan penyuluh

Penilaian petani terhadap metode yang digunakan penyuluh (ceramah, diskusi kelompok, dialog/tanya jawab, petak percontohan/plot demonstrasi ataupun penggunaan media: OHP, video, poster, brosur/leaflet, film, LCD-P)

Page 90: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

70

Tabel 12 Sub-peubah, indikator dan pengukuran persepsi petani terhadap ciri- ciri inovasi

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Keuntungan relatif

Persepsi petani terhadap suatu inovasi dianggap lebih baik daripada ide sebelumnya

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: - Keuntungan ekonomi - Biaya awal yang rendah - Berkurangnya ketidaknyamanan - Prestise (kebanggaan) sosial - Hemat waktu dan tenaga - Imbalan yang segera didapat

(2) Kesesuaian Persepsi petani terhadap suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan potensial petani

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap kesesuaian teknologi dengan: - Nilai-nilai sosiobudaya - Ide-ide yang telah diperkenalkan

sebelumnya - Kebutuhan petani akan inovasi

(3) Kerumitan Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan suatu inovasi

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: - Komponen teknologi - Teknis penerapan - Keterbatasan sumberdaya (lahan, modal, tenaga kerja)

(4) Dapat diujicoba

Persepsi petani terhadap suatu inovasi untuk dapat dicoba dengan skala yang terbatas

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: - Kemudahan petani dalam

melakukan ujicoba pada skala yang terbatas (sempit)

- Cara petani bekerja dengan kondisi yang ada pada dirinya

(5) Dapat diamati

Persepsi petani terhadap suatu inovasi untuk dapat dilihat oleh orang lain

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: - Kemudahan petani mengamati

hasil yang dicapai dalam penerapan inovasi teknologi

- Keunggulan teknologi yang diperkenalkan dengan teknologi sebelumnya

- Dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas

Page 91: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

71

(c) Kerumitan inovasi diukur berdasarkan pandangan petani terhadap tingkat

kesulitan dalam memahami dan menerapkan inovasi teknologi usahatani.

(d) Dapat diujicoba, diukur berdasarkan kemudahan petani dalam melakukan

ujicoba dan cara petani bekerja dengan kondisi yang ada pada dirinya.

(e) Dapat diamati merupakan tingkat kemudahan bagi petani dalam

mengamati hasil yang dicapai dalam penerapan inovasi teknologi dan

dapat dikomunikasikan kepada masyarakat luas.

Pengukuran persepsi menggunakan skala Likert: 1 (tidak setuju), 2 (kurang

setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju), kemudian data dikategorikan menjadi

tiga: 1 (rendah) = tidak setuju-kurang setuju (1,00-2,00); 2 (sedang) = kurang

setuju-setuju (2,01-3,00); dan 3 (tinggi) = setuju-sangat setuju (3,01-4,00).

(5) Persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi (Tabel 13):

(a) Media massa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan

inovasi, berupa media cetak (leaflet, brosur, buku, dan surat kabar) atau

media elektronik (radio, televisi, telepon genggam dan internet).

(b) Interpersonal merupakan kontak atau pertemuan tatap muka antara dua

orang atau lebih yang terkait dengan penyampaian informasi tentang

inovasi (pertemuan kelompok, perbincangan antar petani, diskusi atau

tanya jawab antara petani dan penyuluh).

Pengukuran persepsi menggunakan skala Likert: 1 (tidak setuju), 2 (kurang

setuju), 3 (setuju), dan 4 (sangat setuju), kemudian data dikategorikan menjadi

tiga: 1 (rendah) = tidak setuju-kurang setuju (1,00-2,00); 2 (sedang) = kurang

setuju-setuju (2,01-3,00); dan 3 (tinggi) = setuju-sangat setuju (3,01-4,00).

(6) Keputusan adopsi teknologi merupakan tahap penentuan petani dalam

merespon inovasi teknologi yang dianjurkan. Terdapat dua keputusan yang

dilakukan petani, yakni mengadopsi dan tidak mengadopsi teknologi yang

dianjurkan (Tabel 14). Dengan berjalannya waktu, petani yang mengadopsi

dapat terus berlanjut mengadopsi ataupun berhenti mengadopsi dengan

berbagai alasan. Demikian halnya dengan petani yang tidak mengadopsi

teknologi yang dianjurkan, ada dua kemungkinan keputusan petani, yakni

mengadopsi dan menolak.

Page 92: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

72

Tabel 13 Sub-peubah, indikator dan pengukuran persepsi petani terhadap pengaruh informasi/media

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Media massa Persepsi petani terhadap perubahan pengetahuan

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: pengaruh media cetak (leaflet, brosur, buku, dan surat kabar) maupun media elektronik (radio, televisi, telepon genggam dan internet) terhadap kegiatan berusahatani

(2) Interpersonal Persepsi petani terhadap perubahan dan pembentukan sikap

Diukur berdasarkan penilaian petani terhadap: pengaruh penyuluh, tokoh masyarakat, pedagang, maupun sesama petani terhadap kegiatan berusahatani

Tabel 14 Sub-peubah, indikator dan pengukuran keputusan

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Adopsi - Adopsi (berlanjut)

- Menolak (berhenti)

Diukur berdasarkan manfaat yang diperoleh petani dari penerapan teknologi usahatani terpadu yang dianjurkan

(2) Tidak mengadopsi

- Adopsi

- Menolak

Diukur berdasarkan tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi usahatani terpadu

(3) Penentuan komoditas

- Penggunaan sumberdaya (lahan, tenaga kerja dan modal)

Diukur berdasarkan pertimbangan petani dalam menentukan komoditas yang diusahakan

(4) Penggunaan saprodi

Kesesuaian penggunaan saprodi dengan rekomendasi penyuluh

Diukur berdasarkan pertimbangan petani dalam menggunakan sarana produksi

(7) Kinerja usahatani, diukur berdasarkan produktivitas, orientasi usaha dan

penanganan hasil atau penanganan pascapanen yang dilakukan petani dalam

kegiatan usahatani di lahan kering marjinal (Tabel 15). Pengukuran

Page 93: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

73

produktivitas produk yang dihasilkan petani didekati dengan cara

membandingkan antara produktivitas aktual di tingkat petani dengan

produktivitas potensial. Untuk mengetahui kontribusi pendapatan usahatani

terhadap pemenuhan kebutuhan hidup, dilakukan perhitungan antara

pendapatan usahatani dengan tingkat pengeluaran rumah tangga dalam satu

tahun. Semakin tinggi produktivitas, orientasi usaha yang telah mengarah

komersial, dan penanganan hasil ke produk olahan yang memberikan nilai

tambah bagi petani, maka kinerja usahatani petani tergolong tinggi.

Tabel 15 Sub-peubah, indikator dan pengukuran kinerja usahatani

Sub-Peubah Indikator Pengukuran

(1) Produktivitas petani

Produksi per hektar - Produksi per hektar komoditas yang dominan diusahakan petani

- Tingkat pendapatan usahatani (on farm) dan di luar pertanian (off-farm) dibandingkan dengan tingkat pengeluaran rumah tangga dalam satu tahun

(2) Orientasi usaha

Usahatani telah mengarah komersial atau masih subsisten

- Produk yang dihasilkan telah dijual ke pasar atau hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup

- Pengetahuan tentang jenis dan mutu produk yang diinginkan pembeli

(3) Penanganan hasil

- Penanganan pascapanen

- Jenis produk

- Upaya yang dilakukan petani setelah panen

- Jenis produk yang dipasarkan: bahan mentah, setengah jadi atau bentuk olahan

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) analisis statistik deskriptif,

dan (2) analisis statistik inferensial. Analisis data deskriptif dilakukan melalui

statistik deskriptif, yakni statistik yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi

gambaran terhadap obyek yang diteliti (petani lahan kering marjinal) tanpa

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Analisis statistik deskriptif

Page 94: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

74

mencakup: (1) distribusi frekuensi dan (2) rasio Odds. Analisis data inferensial

dilakukan dengan statistik inferensial, yakni statistik yang berfungsi

mengeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi (Muhidin dan

Abdurahman, 2007; Sugiyono, 2009). Analisis statistik inferensial yang

digunakan meliputi analisis: (1) korelasi Pearson, (2) regresi ganda, dan (3)

analisis jalur.

Dalam penelitian ini tingkat kesalahan (alpha/α) ditentukan sebesar 15

persen. Beberapa penelitian sosial lain menggunakan tingkat kesalahan hingga 20

persen (Cahyono et al., 2006; Aritonang, 2009). Dalam ilmu sosial, tingkat

kesalahan yang sering digunakan adalah 1 persen, 5 persen atau 10 persen. Pada

dasarnya seorang peneliti bebas menentukan berapa besar tingkat kesalahan yang

akan digunakan (Candrawita, 2010). Perbedaan nilai alpha antara lain disebabkan

ukuran sampel dan seberapa besar pengaruh luar (di luar yang bisa dikontrol atau

di luar peubah yang masuk dalam model) terhadap respon peneliti.

Analisis Korelasi Pearson

Analisis ini digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dua peubah

dengan skala data interval atau rasio. Data dalam penelitian ini yang berskala

ordinal ditransformasi menjadi data interval dengan menggunakan Method of

Successive Interval (MSI) (Muhidin dan Abdurahman, 2007). Tahapan dalam

melakukan transformasi dengan MSI adalah:

(1) Menghitung frekuensi responden yang memberikan respon terhadap alternatif

jawaban yang tersedia.

(2) Menghitung proporsi dengan membagi setiap frekuensi dengan jumlah

responden.

(3) Menghitung proporsi kumulatif dengan menjumlahkan proporsi secara

berurutan untuk setiap respon.

(4) Menghitung nilai Ztab untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh, dengan

menggunakan Tabel Distribusi normal baku.

(5) Menghitung nilai densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dari Tabel)

dengan rumus:

)(5, 2

2

1)( zoeZf −=

π

Page 95: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

75

(6) Menghitung nilai skala (NS) dengan menggunakan rumus:

Density at lower limit – Density at upper limit NS =

Area under upper limit – Area under lower limit (7) Menentukan nilai transformasi (Y) dengan rumus:

Y = NS + k

k = 1 + | NS min |

Data ordinal yang telah ditransformasi menjadi data interval dapat dianalisis

dengan korelasi product moment Pearson. Rumus yang digunakan adalah:

Analisis Regresi Ganda

Analisis regresi ganda merupakan analisis statistika yang memanfaatkan

hubungan antara dua atau lebih peubah kuantitatif, sehingga salah satu peubah

dapat diramalkan dari peubah lain. Model regresi sederhana:

Yi = β0 + β1 Xi + εi ; i = 1, 2, ..., n

β0 = nilai rataan Y pada X

β1 = perubahan nilai Y untuk setiap kenaikan X satu satuan

Salah satu ukuran kebaikan model adalah R2 (koefisien determinasi: % keragaman

Y yang mampu dijelaskan oleh X).

Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur (path analysis) merupakan suatu bentuk terapan dari analisis

multi-regresi. Diagram jalur digunakan untuk membantu konseptualisasi masalah

atau menguji hipotesis yang kompleks. Dengan menggunakan analisis ini dapat

dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung dari peubah-peubah bebas

terhadap suatu peubah terikat. Pengaruh-pengaruh tersebut tercermin dari

koefisien jalur (path coefficients) yang sesungguhnya adalah koefisien yang telah

dibakukan (beta, β). Selain itu, analisis ini dapat digunakan untuk menguji

∑ ∑

∑ ∑ ∑

−−

−=

))()()((

))((

2222iiii

iiiixy

yynxxn

yxyxnr

Page 96: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

76

berbagai model jalur untuk mengetahui kongruensinya dengan data yang teramati

(Kerlinger, 2000). Penggunaan analasis jalur didasarkan pada beberapa asumsi

(MacDonald, 1977; Sugiyono, 2009):

a. Hubungan antar peubah berbentuk linier, aditif dan kausal.

b. Peubah-peubah residual tidak berkorelasi dengan peubah yang lebih dahulu,

dan tidak juga berkorelasi dengan peubah yang lain.

c. Model hubungan peubah hanya terdapat jalur kausal/sebab-akibat searah.

d. Data setiap peubah yang dianalisis paling tidak berada pada tingkat

pengukuran interval.

Model spesifik dari path analysis dijelaskan seperti pada Gambar 4, dengan

persamaan sebagai berikut:

Persamaan 1: X4 = b11 X1 + b12 X2 + b13 X3 + e1

Persamaan 2: X3 = b21 X1 + b22 X2 + e2

Persamaan 3: X2 = b31 X1 + e1

Gambar 4 Model spesifik dari path analysis (Bryman dan Gramer, 1990)

Model dalam penelitian ini dijelaskan seperti pada Gambar 5, dengan

persamaan sebagai berikut:

Persamaan 1: X4 * = b1 X1* + b2 X2* + b3 X3*

Persamaan 2: X5* = b1 X1* + b2 X2* + b3 X3* + b4 X4* ∧

Persamaan 3: Y1 * = b5 X5 * + b6 X6 *

Persamaan 4: Y2 * = b1 Y1 *

Keterangan: b = Koefisien jalur * = menunjukkan bahwa peubah tersebut sudah ditransformasi normal baku dengan

rumus:

X4 X1

X2

X3

X* = (X – X )/Sx

Page 97: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

77

Keterangan: X1 = Karakteristik petani; X2 = Perilaku komunikasi petani; X3 = Dukungan iklim

usaha; X4 = Persepsi petani terhadap penyuluhan; X5 = Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi; X6

= Persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi; Y1 = Keputusan adopsi inovasi teknologi; Y2 = Kinerja usahatani di tingkat petani

Gambar 5 Model pengaruh antar peubah dalam penelitian

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan komputer untuk menjamin tingkat

akurasi perhitungan. Transformasi data dari ordinal ke interval menggunakan

program Microsoft Office Excel 2003. Uji korelasi Pearson, regresi ganda dan

analisis jalur menggunakan program Statistical Product and Service Solutions

(SPSS) versi 15.0.

X1

X2

X3

X4

X5 Y1 Y2

X6

Page 98: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

78

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Wilayah Penelitian

Kabupaten Cianjur

Cianjur merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Barat,

berada di antara 6021’ – 7025’ Lintang Selatan dan 106042’ – 107025’ Bujur

Timur. Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah 350.148 hektar dengan jumlah

penduduk pada tahun 2007 sebanyak 2.138.465 jiwa (Pemerintah Kabupaten

Cianjur, 2009). Wilayah kabupaten ini terletak di lintasan jalur yang strategis

antara Jakarta dan Bandung. Secara administratif, Kabupaten Cianjur dibagi

dalam 30 kecamatan, dengan batas-batas sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Sukabumi, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia,

serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.

Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan per tahun rata-rata

1.000 sampai 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per tahun

(Pemerintah Kabupaten Cianjur, 2009). Dengan kondisi alam tersebut, Kabupaten

Cianjur memiliki kesuburan tanah yang baik dan mengandung keanekaragaman

kekayaan sumberdaya alam yang potensial sebagai modal dasar pembangunan dan

potensi investasi. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura,

peternakan, perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi

masyarakat. Cakupan wilayah Kabupaten Cianjur seluas 350.148 hektar

dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti tertera pada Lampiran 5.

Penduduk Kabupaten Cianjur sebagian besar bekerja di sektor pertanian

yaitu sekitar 63,0 persen. Sektor pertanian ini merupakan penyumbang terbesar

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,8 persen.

Sektor lain yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan

dan jasa yaitu sekitar 14,60 persen. Sebagai daerah agraris yang pembangunannya

bertumpu pada sektor pertanian, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah

swa-sembada padi. Produksi dan luas areal pertanian tanaman pangan di

Kabupaten Cianjur secara rinci ditampilkan pada Lampiran 6.

Page 99: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

79

Luas areal padi gogo yang ditanam di lahan kering Kabupaten Cianjur

tampak jauh lebih rendah, yakni sekitar 14 persen dibandingkan padi sawah

(Lampiran 4). Produktivitas padi gogo yang rendah (3,1 ton/ha), menjadikan

komoditas ini tidak banyak ditanam dibandingkan padi sawah dengan

produktivitas yang lebih tinggi (5,3 ton/ha). Perhatian pemerintah terhadap padi

gogo adalah relatif kurang dibandingkan padi sawah. Inovasi teknologi padi gogo

terlihat tidak banyak berubah, sedangkan teknologi padi sawah terus berkembang,

dari mulai teknik budidaya hingga varietas unggul baru diharapkan mampu

meningkatkan produktivitas. Tanaman padi banyak dijumpai di daerah Cianjur

Tengah, sedangkan tanaman palawija tumbuh dengan baik di wilayah Cianjur

Selatan.

Sebagaimana daerah beriklim tropis, di wilayah Cianjur Utara tumbuh subur

tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Jenis sayuran yang banyak ditanam

petani Cianjur adalah daun bawang, pete dan wortel (Lampiran 7). Salah satu

jenis sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi adalah cabe. Produktivitas

cabe besar dan cabe rawit tergolong tinggi, masing-masing sebesar 10,7 ton/ha

dan 10,3 ton/ha. Meskipun harga cabe fluktuatif seperti harga komoditas sayuran

yang lain, namun pada saat-saat tertentu harga komoditas cabe di tingkat petani

dapat mencapai Rp 30.000,00/kg. Kondisi ini yang mendorong petani untuk tetap

menanam cabe.

Di wilayah Cianjur Selatan, selain terdapat tanaman palawija, juga banyak

dijumpai tanaman buah-buahan. Komoditas pisang menjadi komoditas unggulan

di Cianjur, produksi yang dihasilkan selama tahun 2007 mencapai 232.614 ton

(Lampiran 8). Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan adalah tanaman perkebunan

yang cukup besar, sekitar 16,5 persen dari seluruh luas merupakan areal

perkebunan. Selama ini dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN),

Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan Perkebunan Rakyat (PR). Peningkatan

produksi perkebunan, terutama komoditas teh cukup baik. Produktivitas teh

rakyat mampu mencapai antara 1.400 - 1.500 kg teh kering per hektar, sedangkan

yang dikelola oleh perkebunan besar rata-rata mencapai di atas 2.000 kg per

hektar.

Page 100: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

80

Desa Talaga adalah desa penelitian merupakan salah satu desa di

Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Desa tersebut dibagi dalam tiga

dusun, yakni Dusun 1, Dusun 2 dan Dusun 3. Dusun 1 mencakup 4 kampung,

yakni Pasir Pendey, Lebak Songgom, Cilebak dan Sindang Palay, sedangkan

Dusun 2 meliputi Kampung Koleberes, Marilid, Salamuncang dan Angkrong.

Dusun 3 terdiri atas Kampung Kabandungan, Salahuni dan Bayabang. Wilayah

Desa Talaga seluas 365,6 ha dengan tingkat kemiringan tanah berkisar antara 200

- 350 dan tinggi tempat berada 750 m di atas permukaan laut (dpl), serta jenis

tanah dominan berupa andosol. Suhu rata-rata harian mencapai 280 C, dengan

curah hujan 450 mm/tahun serta 6 bulan hujan per tahun.

Penduduk Desa Talaga berjumlah 5.459 jiwa, yang terdiri atas penduduk

laki-laki sebanyak 2.733 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.839 jiwa

dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.726. Kepadatan penduduk tergolong

padat, yakni 607 orang per kilometer persegi. Sebaran penduduk berdasarkan

mata pencaharian ditampilkan pada Tabel 16. Persentase penduduk yang bekerja

sebagai buruh swasta/pembantu rumah tangga (PRT) mencapai 35,1% dan 350

orang (27,3%) di antaranya sebagai PRT.

Tabel 16 Penduduk Desa Talaga berdasarkan mata pencaharian

No. Mata pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) (1) Petani 326 25,4 (2) Buruh tani 108 8,4 (3) Buruh swasta/PRT 450 35,1 (4) Pegawai negeri/pensiunan 35 2,7 (5) Pengrajin 250 19,5 (6) Pedagang 11 0,9 (7) Jasa 102 8,0

Jumlah 1.282 100,0 Sumber: Potensi Desa Talaga, 2008

Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat memperkenalkan teknologi

usahatani terpadu kepada petani di Desa Talaga. Model inovasi yang

dikembangkan merupakan inovasi untuk memanfaatkan secara optimal

sumberdaya pertanian yang ada dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan

petani. Terdapat lima kelompok tani yang diikutsertakan dalam kegiatan

tersebut, yakni kelompok tani: (1) Sumber Arum, anggota 18 petani; (2) Intan

Page 101: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

81

Langsung Makmur, anggota 21 petani; (3) Sumber Tani, anggota 24 petani; (4)

Jembar Tani, anggota 21 petani; dan (5) Sumur Sari, anggota 19 petani. Seluruh

petani yang berjumlah 103 menjadi petani adopter. Kelompok Tani Sumber

Arum merupakan kelompok tani yang tumbuh dari masyarakat, dibentuk pada

akhir tahun 2005. Kelompok lain dibentuk berdasarkan kepentingan program

pemerintah, agar lebih mempermudah diseminasi teknologi usahatani terpadu.

Kabupaten Garut

Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada

koordinat 6º 56' 49'' - 7º 45' 00'' Lintang Selatan dan 107º 25 '8'' - 108º 7' 30''

Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar

306.519 ha atau 3.065,19 km² (Pemerintah Kabupaten Garut, 2009) dengan batas-

batas sebelah utara dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang,

sebelah timur dengan sebelah Kabupaten Tasikmalaya, sebelah selatan dengan

Samudera Indonesia, serta sebelah barat dengan Kabupaten Bandung dan

Kabupaten Cianjur.

Secara geografis Kabupaten Garut berdekatan dengan Kota Bandung

sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat. Daerah ini merupakan daerah penyangga

dan hinterland bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu,

Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan

warga Kota dan Kabupaten Bandung sekaligus berperan di dalam mengendalikan

keseimbangan lingkungan.

Wilayah Kabupaten Garut mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi

antara 0-40 persen, di antaranya sebesar 71,4 persen atau 218.924 ha berada pada

tingkat kemiringan antara 8-25 persen. Luas daerah landai dengan tingkat

kemiringan di bawah 3 persen mencapai 29.033 ha atau 9,5 persen; wilayah

dengan tingkat kemiringan sampai dengan 8 persen mencakup areal seluas 79.214

ha atau 25,8 persen; luas areal dengan tingkat kemiringan sampai 15 persen

mencapai 62.975 ha atau 20,6 persen wilayah dengan tingkat kemiringan sampai

dengan 40 persen mencapai luas areal 7.550 ha atau sekitar 2,5 persen

(Pemerintah Kabupaten Garut, 2009).

Page 102: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

82

Berdasarkan jenis tanah dan topografi di Kabupaten Garut, penggunaan

lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan Garut Selatan

didominasi oleh perkebunan dan hutan. Rincian penggunaan lahan Kabupaten

Garut tertera pada Lampiran 9.

Perekonomian Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh

sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Dengan kondisi ini Garut dapat

dikatakan sebagai kabupaten yang berbasis pertanian. Kebijakan pengembangan

ekonomi Garut diarahkan kepada pengembangan ekonomi rakyat terutama di

daerah pedesaan, untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sektor pertanian

dijadikan andalan Kabupatan Garut agar mendapat peluang mendorong roda

ekonomi Garut, juga dapat turut andil dalam perekonomian Jawa Barat.

Di antara komoditas pangan, padi merupakan bahan pangan pokok bagi

sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga ketersediaan padi (beras) menjadi

tolok ukur ketersediaan pangan. Di Garut, produktivitas padi gogo (3,0 ton/ha)

lebih rendah dibandingkan dengan padi sawah (6,2 ton/ha), demikian juga dengan

luas areal panen. Kondisi ini menunjukkan bahwa padi gogo kurang

diprioritaskan. Pada kenyataannya, produktivitas padi gogo sulit ditingkatkan.

Berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan peningkatan produksi padi,

baik melalui peningkatan mutu intensifikasi maupun perluasan areal tanam, lebih

diarahkan pada tanaman padi sawah. Pada tanaman palawija, komoditas ubi kayu

memiliki produktivitas tertinggi dibandingkan komoditas lain, mencapai 22,0

ton/ha (Lampiran 10).

Selama tahun 2008, di Garut produksi tanaman sayuran yang tergolong

tinggi adalah kentang, kubis dan tomat (Lampiran 11), produksi buah-buahan

tertinggi adalah pisang (Lampiran 12). Perubahan harga pada komoditas

hortikultura (sayuran maupun buah-buahan) menyebabkan penerimaan petani dari

hasil penjualan mengalami perubahan. Kondisi demikian kurang kondusif bagi

pengembangan usaha hortikultura, karena keuntungan yang diperoleh menjadi

tidak stabil dan tidak dapat diperkirakan dengan baik. Padahal tingkat keuntungan

yang tinggi justru merupakan daya tarik utama bagi petani untuk berusahatani dan

memperluas skala usaha.

Page 103: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

83

Desa Jatiwangi merupakan salah satu desa di wilayah Kabupaten Garut dan

berada di Kecamatan Pakenjeng. Desa tersebut dibagi dalam empat dusun, yakni

Ciakar, Pasirkaliki, Halimun, dan Bojong dengan cakupan wilayah seluas

2.242,43 hektar. Ketinggian wilayah Desa Jatiwangi mencapai 300-700 meter

diatas permukaan laut (dpl). Jenis tanah termasuk latosol, sebagian andosol

dengan tekstur liat berlempung, sebagian berbatuan dan terjal, dengan pH tanah

berkisar antara 4 – 6 (Monografi Desa Jatiwangi, 2008).

Topografi Desa Jatiwangi dari mulai datar sampai berbukit, bergelombang

sampai berbukit, dan berbukit sampai bergunung, dengan jenis tanah berupa

latosol (33,6%) dan podsolik merah kuning (66,4%). Terdapat dua sungai yang

berada di desa tersebut, yakni Sungai Cikandang dan Ciarinem. Berdasarkan

klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim di Desa Jatiwangi tergolong ke dalam

tipe C. Suhu harian rata-rata berkisar antara 200 C-270 C dengan curah hujan

2.000 mm/tahun serta 6 bulan hujan per tahun (Monografi Desa Jatiwangi, 2008).

Penduduk Desa Jatiwangi berjumlah 7.709 jiwa, yang terdiri atas penduduk

laki-laki sebanyak 3.870 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.839 jiwa

dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.242. Kepadatan penduduk tergolong

jarang (tidak padat), yakni 34 orang per kilometer persegi. Sebaran penduduk

berdasarkan mata pencaharian ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Penduduk Desa Jatiwangi berdasarkan mata pencaharian

No. Mata pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) (1) Petani 1.100 57,3 (2) Buruh tani 445 23,2 (3) Buruh swasta 2 0,1 (4) Pegawai negeri 95 4,9 (5) Pengrajin 26 1,4 (6) Pedagang 142 7,4 (7) Jasa 109 5,7

Jumlah 1.919 100,0 Sumber: Monografi Desa Jatiwangi, 2008

Inovasi teknologi usahatani terpadu diperkenalkan di Desa Jatiwangi pada

tahun 2005 (dua tahun lebih awal dibanding Desa Talaga). Pada tahun 2005

hanya dua kelompok tani yang diikutsertakan dalam kegiatan tersebut, yakni

Kelompok Tani: Saluyu, 25 anggota dan Mekar Hurip, 30 anggota. Kedua

kelompok tani tersebut telah ada sebelum teknologi usahatani terpadu

Page 104: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

84

diperkenalkan, tumbuh atas inisiatif masyarakat setempat. Sampai tahun 2008

jumlah kelompok tani yang ikut serta bertambah, yakni Kelompok Tani: (1)

Arimba, 30 anggota; (2) Nusawargi, 25 anggota; (3) Harapan Jaya, 30 anggota;

(4) Mekar Harapan, 25 anggota; dan (5) Mekar Baru, 25 anggota. Kelima

kelompok tani tersebut merupakan kelompok bentukan, dengan tujuan

memudahkan alih teknologi usahatani terpadu, dibandingkan melalui pendekatan

individu. Keseluruhan petani Desa Jatiwangi yang menjadi anggota kelompok tani

berjumlah 190.

Karakteristik Petani

Karakteristik Sosial Ekonomi Petani

Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa sebagian besar petani adopter

(59,1%) dan petani non adopter (53,9%) di lokasi penelitian berada pada usia

produktif (Tabel 18). Persentase petani yang berumur tua (≥ 65 tahun) relatif

kecil (kurang dari 14%). Batasan usia kerja menurut Badan Pusat Statistik (2009)

berada pada kisaran usia 15-64 tahun dan digolongkan sebagai umur produktif.

Walaupun terdapat kecenderungan golongan usia muda tidak berminat bekerja di

sektor pertanian, namun petani responden yang berusia muda (27-45 tahun)

beranggapan bahwa sektor ini masih mampu memberikan penghidupan. Hal ini

memperkuat temuan penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (2008) mengenai Panel Petani Nasional

(Patanas). Petani yang berusia 45 tahun ke bawah, sebanyak 55 persen

digolongkan sebagai angkatan kerja produktif yang bekerja di sektor pertanian.

Bila dicermati lebih lanjut, ternyata petani yang berusia produktif

berpendidikan sampai sekolah dasar (Tabel 18). Beberapa di antara petani

tersebut bahkan ada yang tidak bersekolah. Proporsi terbesar petani responden

(71,4% - 95,7%) berpendidikan SD. Tanpa pendidikan dan keterampilan

memadai, masyarakat hanya dapat memasuki lapangan pekerjaan yang

mengandalkan kekuatan fisik. Mata pencaharian sebagai petani tidak

mensyaratkan pendidikan formal yang memadai. Diperkirakan masyarakat desa

yang berusia muda dan berpendidikan SLTP ataupun SLTA mulai beralih ke

sektor non-pertanian di perkotaan. Terdapat kecenderungan tenaga muda pedesaan

Page 105: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

85

yang relatif terdidik tidak tertarik bekerja di sektor pertanian. Hal ini ditunjukkan

pada Tabel 18 bahwa petani yang berpendidikan SLTA (≥ 10 tahun) relatif rendah

(0-13%). Performa masyarakat yang bekerja di pertanian dinilai kurang menarik,

baik dilihat dari sisi penampilan maupun perolehan pendapatan.

Tabel 18 Karakteristik sosial ekonomi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter

(n=46)

Non adopter(n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Umur Muda

Dewasa Tua

Tahun 27-45

46-64 ≥ 65

60,9 32,6 6,5

42,5 51,1

6,4

58,2 33,0 8,8

58,4 28,0 13,6

59,1 32,9

8,0

53,9 34,6 11,5

Pendidikan formal Rendah Sedang Tinggi

Tahun 0-6 7-9

≥ 10

76,1 10,9 13,0

95,7

4,3 0,0

71,4 19,8 8,8

80,5 15,3

4,2

73,0 16,8 10,2

84,8 12,1

3,0 Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi

Rp (Juta) <4,51

4,51-6,70 ≥ 6,71

41,3 21,7 37,0

66,0 31,9

2,1

37,3 30,8 31,9

55,9 35,6

8,5

38,7 27,7 33,6

58,8 34,5

6,7

Tingkat mobilitas Rendah Sedang Tinggi

Skor 1-6

7-12 13-14

58,7 32,6

8,7

83,0

8,5 8,5

67,0 24,2 8,8

75,4 21,2

3,4

64,2 27,0

8,8

77,6 17,6

4,8

Luas lahan Sempit Sedang Luas

Hektar 0,04-0,25 0,26-0,50

≥ 0,51

19,6 54,3 26,1

80,9 12,7

6,4

57,1 27,5 15,4

65,3 28,8

5,9

44,5 36,5 19,0

69,7 24,2

6,1 Daya beli saprodi Rendah Sedang Tinggi

Skor 0-1 2

3-4

19,6 43,4 37,0

80,9 8,5

10,6

42,9 18,6 38,5

74,6 15,2 10,2

35,0 27,0 38,0

76,4 13,3 10,3

Keterangan: Rentang skor tk mobilitas 1-14; daya beli 0-4

Informasi yang diperoleh dari tokoh masyarakat setempat menyatakan

telah terjadi pergeseran orientasi dari desa ke kota di kalangan muda Cianjur dan

Garut. Hal ini dilihat dari tingkat migrasi yang dilakukan tenaga kerja muda ke

luar daerah, baik migrasi sementara (harian, bulanan), maupun migrasi permanen.

Para migran ini bekerja di sektor formal dan informal, yaitu sebagai karyawan

(sipil, swasta), buruh dan tukang bangunan, pedagang, pembantu rumah tangga,

TKI, dan sebagainya. Selain lebih memilih bermigrasi, para pemuda yang

menetap di pedesaan lebih memilih bekerja di sektor jasa angkutan (sopir

angkutan, ojeg), dengan alasan lebih mudah untuk memperoleh penghasilan

Page 106: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

86

sehari-hari dan lebih bergengsi dilihat dari status sosial, dibanding harus bekerja

sebagai petani. Keberhasilan tenaga kerja yang lebih dulu merantau ke daerah

perkotaan ataupun ke luar negeri, memotivasi tenaga kerja lain di pedesaan yang

merasa memiliki peluang sama.

Pendidikan non formal masih menjadi tumpuan proses alih teknologi

pertanian. Namun demikian, sebagian besar petani responden baik di Desa Talaga

(94,6%) maupun di Desa Jatiwangi (96,7%) dalam satu tahun terakhir (2008-

2009), tidak mengikuti pendidikan non formal (seperti pelatihan, kegiatan

penyuluhan ataupun plot demonstrasi). Pemberian informasi tentang teknologi

usahatani terpadu dilakukan oleh peneliti (sebagai manajer lapang) dan penyuluh

(sebagai tenaga detasir) BPTP Jawa Barat serta penyuluh pertanian dari BPP.

Informasi hanya disampaikan kepada ketua kelompok tani dan sekretaris atau

bendahara kelompok. Selama tahun 2008, kegiatan diskusi teknologi usahatani

terpadu antara tenaga detasir dan penyuluh pertanian dari BPP dilakukan

sebanyak 8 -10 kali. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengetahuan dan

keterampilan yang diperoleh ketua kelompok tani diteruskan kepada petani lain

dalam kelompok masing-masing. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

(SLPHT) yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura Kabupaten Cianjur pada tahun 2008, diikuti 8 petani adopter (17,4%)

dan 13 petani non adopter (27,7%) dari Desa Talaga. Proses belajar mengajar

dalam SLPHT dilakukan 12 kali pertemuan. Pokok bahasan difokuskan pada

pengendalian hama terpadu komoditas cabe. Pada bulan September 2008 Kantor

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Garut mengadakan Pelatihan Penyuluh Pertanian Swadaya yang diikuti oleh

seorang petani adopter yang merupakan ketua kelompok tani dari Desa Jatiwangi.

Rata-rata pendapatan petani non adopter selama satu tahun (2008), baik di

Desa Talaga Cianjur maupun Desa Jatiwangi Garut (Tabel 19) adalah kurang dari

Rp 4,51 juta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2005

pendapatan rata-rata buruh tani sebesar Rp 4,511.900,00 dan rumah tangga

pengusaha pertanian sebesar Rp 6.706.500,00. Batas garis kemiskinan yang

ditetapkan BPS pada tahun 2008 untuk masyarakat pedesaan adalah sebesar

Rp 161.831,00/ kapita/bulan atau Rp 1,94 juta/kapita/tahun. Bila dalam satu

Page 107: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

87

rumah tangga, kepala keluarga menanggung 3 orang anggota keluarga (istri dan 2

anak), maka batas garis kemiskinan Rp 647.324,00/rumah tangga/bulan atau

Rp 7,77 juta/rumah tangga. Dengan demikian petani adopter Cianjur yang

termasuk dalam kategori miskin sebesar 71,7 persen dan seluruh petani non

adopter tergolong miskin (100,0%). Petani adopter Garut yang termasuk kategori

miskin ada sebanyak 78,0 persen, sedangkan petani non adopter yang tergolong

miskin sebesar 94,9 persen. Bila menggunakan indikator batas garis kemiskinan

menurut Bank Dunia sebesar $ 2.0/kapita/hari atau Rp 6,77 juta/kapita/tahun ($

1.0 setara dengan Rp 9.400,00) atau Rp 27,08 juta/rumah tangga/tahun, maka

seluruh petani responden (Cianjur dan Garut) tergolong miskin. Kondisi ini

didukung data pada tahun 2007, sekitar 63,5 persen penduduk miskin di Indonesia

merupakan penduduk pedesaan dan sebagian besar menggantungkan sumber

pendapatan dari sektor pertanian (Syafa’at et al., 2007; Sumaryanto dan

Sudaryanto, 2009).

Petani adopter di Cianjur masih mengandalkan sektor pertanian sebagai

sumber pendapatan utama. Hal ini terlihat dari proporsi pendapatan dari usahatani

(63,7%) dan berburuh tani lebih tinggi dibanding non pertanian (Tabel 19).

Pendapatan usahatani dan non pertanian bagi petani non adopter Cianjur, petani

adopter dan non adopter Garut dapat dikatakan hampir seimbang. Dengan kondisi

demikian, petani-petani tersebut sulit diharapkan untuk mengadopsi teknologi

baru dengan biaya tinggi. Di tingkat produsen, petani rentan mengalami

kegagalan dalam bertani, baik yang disebabkan anomali musim yang tidak dapat

diprediksi petani ataupun serangan hama penyakit pada komoditas yang

diusahakan. Serangan hama kuuk menimbulkan kerugian finansial yang relatif

besar pada sebagian besar petani di Desa Jatiwangi, Kabupaten Garut.

Petani yang memiliki lahan garapan relatif sempit dan peluang untuk

mencari pekerjaan di luar sektor pertanian relatif sulit, maka kegiatan berburuh

tani merupakan salah satu alternatif sebagai mata pencaharian sampingan, baik di

dalam maupun di luar desa sebagai upaya diversifikasi usaha. Upah buruh tani

pria berkisar antara Rp 10.000,00 (ditambah makan dan minum) hingga Rp

17.000,00 (tanpa makan dan minum, diistilahkan buruh lepas) dengan jam kerja

7.00 – 12.00 WIB. Upah buruh wanita dengan jam kerja yang sama 7.00 – 12.00

Page 108: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

88

WIB berkisar antara Rp 6.000,00 (ditambah makan dan minum) hingga Rp

10.000,00 (tanpa makan dan minum, diistilahkan buruh lepas). Ketimpangan

upah buruh pria dan wanita dikarenakan buruh pria melakukan pekerjaan yang

dinilai lebih berat dibandingkan wanita, seperti mencangkul, mengangkut hasil

panen dan menyemprot; sedangkan buruh wanita melakukan pekerjaan tanam,

menyiang, dan panen.

Tabel 19 Rata-rata pendapatan petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat selama tahun 2008

Petani Cianjur (Rp 1.000) Petani Garut (Rp 1.000) No. Uraian Adopter

(n=46) Non adopter

(n=47) Adopter (n=91)

Non adopter (n=118)

(1) Usahatani 3.981,0 (63,7)

1.681,4 (44,8)

2.693,7 (47,7)

1.704,7 (39,1)

(2) Buruh tani 348,7 (5,6 )

327,8 (8,7)

582,8 (10,3)

580,9 (13,3)

(3) Non pertanian 1.916,4 (30,7)

1.748,1 (46,5)

2.376,5 (42,0)

2.077,6 (47,6)

Total 6.246,1 (100,0)

3.757,3 (100,0)

5.653,0 (100,0)

4.363,2 (100,0)

Keterangan: Angka (…) merupakan persentase terhadap total

Kontribusi pendapatan non pertanian terhadap total pendapatan petani

adalah relatif tinggi (berkisar antara 30,7% - 47,6%). Kenyataan ini menunjukkan

bahwa pekerjaan sampingan selain bertani adalah berdagang, usaha jasa ojeg,

kerajinan bambu, dan buruh bangunan dibutuhkan petani. Usaha pertanian

setahun tidak mampu menopang kehidupan petani dan keluarganya. Bagi petani

yang memiliki sepeda motor, waktu luang setelah bertani digunakan untuk usaha

jasa ojeg. Selain itu, terdapat pula petani yang berburuh membuat anyaman bilik

dari bambu. Perolehan upah yang diterima petani dalam menganyam bambu

ukuran 2x3 m2 adalah Rp 1.000,00 dan dalam satu hari mampu menganyam

hingga 4 lembar. Pada waktu musim kemarau beberapa petani merantau ke kota,

bekerja sebagai buruh bangunan ataupun berdagang.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan selama ini di lingkup mikro

memperlihatkan bahwa peran sektor non pertanian adalah meningkat sebagai

sumber pendapatan rumah tangga di pedesaan. Namun sebagian besar hasil-hasil

Page 109: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

89

penelitian diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan tersebut masih belum sesuai

dengan harapan. Sebagian besar kesempatan kerja non pertanian yang dapat

diakses masyarakat pedesaan adalah di sektor non formal, baik di pedesaan

maupun di perkotaan. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini, lebih rendah dari

pertumbuhan angkatan kerja. Laju peningkatan kesempatan kerja non pertanian

yang mempunyai kaitan kuat dengan sektor pertanian adalah relatif rendah. Oleh

karena itu, peningkatan peran sektor non pertanian sebagai sumber pendapatan

rumah tangga berkorelasi positif dengan peningkatan urbanisasi tenaga kerja ke

wilayah perkotaan (Sumaryanto dan Sudaryanto, 2009).

Untuk mengatasi fenomena laju urbanisasi, perlu ada kebijakan pemerintah

daerah setempat (baik Cianjur maupun Garut) yang mengupayakan pembangunan

agro-industri di tingkat pedesaan. Salah satu upaya untuk melaksanakannya

dengan pemberian insentif dalam bentuk modal kerja, disertai dengan penyediaan

infrastruktur yang memadai. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lapangan

kerja bagi tenaga muda pedesaan yang relatif terdidik dan memberikan nilai

tambah komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Dengan upaya tersebut

diharapkan pendapatan masyarakat pedesaan meningkat dan dapat menekan laju

urbanisasi.

Tingkat mobilitas petani responden yang dikaitkan dengan tujuan ekonomi,

seperti pembelian sarana produksi atau penjualan hasil pertanian adalah tergolong

rendah dengan kisaran persentase antara 58,7 - 83,0 persen. Kebutuhan petani

responden terhadap sarana produksi dipenuhi oleh kios-kios sarana produksi di

dalam desa yang menyediakan bibit/benih, pupuk dan obat-obatan. Jarak tempuh

antara lahan petani dengan kios sarana produksi adalah relatif dekat. Petani

responden cenderung menjual hasil pertanian di dalam desa, karena telah

melakukan perhitungan antara dijual di dalam desa dan di luar desa. Biaya

transportasi yang harus dikeluarkan secara tunai dan curahan tenaga kerja tidak

seimbang dengan selisih nilai jual yang diperoleh. Petani yang pergi ke luar desa

dengan tujuan konsumtif, jarang ditemui. Hanya petani yang dinilai mampu yang

pergi ke luar desa bukan untuk tujuan ekonomi. Mobilitas petani dari desa ke

daerah lain yang didasarkan atas keperluan kekerabatan, tidak hanya terjadi pada

Page 110: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

90

petani yang mampu saja, namun juga berlaku pada petani yang dinilai kurang

mampu, misal pada hajatan pernikahan, atau kematian kerabat dekat.

Dalam kegiatan usahatani, lahan merupakan faktor yang sangat penting,

bukan saja sebagai media tumbuh bagi tanaman yang dibudidayakan, tetapi juga

pemilikan lahan mempunyai arti sosial bagi pemiliknya. Luas pengusahaan lahan

mencakup luas lahan milik, sewa dan sakap. Terlihat perbedaan antara petani

adopter Cianjur dan Garut, di Cianjur banyak dijumpai petani adopter (54,3%)

yang pengusahaan lahannya berkisar antara 0,26 - 0,50 ha (kategori sedang).

Petani adopter Garut yang terbanyak (57,1%) adalah berlahan sempit (0,04 - 0,25

ha). Pada luasan lahan tersebut petani dapat mengelola usahatani dengan baik.

Kendala yang dihadapi petani dalam mengusahakan lahan adalah tingkat

kesuburan lahan, ketersediaan tenaga kerja keluarga untuk mengolah dan

kecukupan modal. Secara umum, lahan yang diusahakan petani responden (di

Cianjur dan Garut) tidak berada dalam satu hamparan, tetapi terpencar dalam

beberapa tempat, dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Hal ini menyebabkan

petani mengalami kesulitan pengelolaan lahan. Bagi petani yang memiliki lahan

terpencar, hanya lahan yang berdekatan yang digarap secara intensif, sedangkan

petak lain yang berjauhan sering tidak tertangani, sehingga diberakan (tidak

terurus) atau disewakan kepada petani lain ataupun sistem bagi hasil (sakap). Dari

berbagai kajian tentang lahan, masalah yang muncul terkait dengan faktor-faktor

berikut: (1) konfigurasi daratan dan ketimpangan penduduk, (2) rata-rata luas

lahan penguasaan lahan petani yang sempit dan cenderung semakin sempit, (3)

konversi lahan pertanian produktif yang kurang terkendali, (4) degradasi lahan

pertanian yang terus berlangsung, dan (5) sistem administrasi pertanahan yang

lemah dan implementasi Undang-Undang Penataan Ruang tidak terlaksana secara

konsisten (Nasution dan Winoto, 1994; Sumaryanto et al., 2002; Saptana et al.,

2004).

Pengalihan lahan garapan dilakukan oleh petani responden adalah dengan

sistem sewa. Biaya sewa lahan di Cianjur berkisar antara Rp 1,2 juta - Rp 5,0

juta/ha. Besarnya biaya sewa tergantung pada kelas lahan, yang diatur oleh

pemerintah desa sebagai dasar dalam penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Terdapat 13,0 persen petani adopter yang menyewa lahan, sedangkan petani non

Page 111: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

91

adopter hanya 6,4 persen. Luas lahan yang disewa petani adopter 0,04 - 0,5 ha;

petani non adopter 0,08 - 0,4 ha. Kisaran biaya sewa lahan di Garut Rp 1,0 juta -

Rp 3,125 juta/ha; sebanyak 2,2 persen petani adopter menyewa lahan dengan

luasan 0,08 - 0,16 ha, sedangkan petani non adopter 1,7 persen dengan luasan

0,16 - 0,20 ha. Di Garut dijumpai penggarapan lahan secara bergiliran oleh anak-

anak petani yang telah berkeluarga. Selain itu terdapat juga pembagian tanah

petani menjadi petakan-petakan kecil yang dibagikan kepada anak-anaknya

melalui pola pewarisan.

Proporsi terbesar pengusahaan lahan petani non adopter adalah dengan

luasan berkisar antara 0,02-0,25 ha. Sebagian besar petani non adopter di Cianjur

tidak memiliki lahan sendiri, tetapi menggarap lahan milik orang lain tanpa biaya

sewa. Pada saat panen petani tersebut akan menyerahkan sebagian dari hasil

panen. Biaya produksi ditanggung petani penggarap dan bila gagal panen, maka

petani tidak dibebani biaya apapun oleh pemilik lahan. Berdasarkan hasil sensus

pertanian BPS, proporsi petani (rumah tangga pertanian) yang memiliki lahan

lebih dari 0,5 ha menurun dari 45,3 persen pada tahun 1983 menjadi 38,7 persen

pada tahun 2003. Sebaliknya petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha,

meningkat dari 48,9 persen pada tahun 1983 menjadi 56,4 persen pada tahun 2003

(Lampiran 13). Hal ini perlu dicermati, karena sebagian besar petani ini akan

bergeser ke petani tuna kisma, yang menurut Winoto (1995) posisinya sangat

rentan terhadap para spekulan tanah yang menjadi kaki tangan pemilik modal di

perkotaan atau tuan-tuan tanah di pedesaan. Fakta empiris di lapangan gejala

tersebut terlihat di Cianjur, banyak petani pemilik yang terpaksa menjual lahan

garapannya kepada pemilik modal dari kota, untuk pemenuhan kebutuhan dasar

yang mendesak. Petani yang semula berstatus pemilik, bergeser menjadi petani

penyakap dengan sistem bagi hasil dan rata-rata luas lahan yang disakap 0,04 ha.

Masalah lain yang timbul adalah hak waris tanah dari petani responden

kepada keturunannya (anak-anak), sehingga kepemilikan lahan pada anak-anak

petani menjadi lebih sempit. Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya ada

perlindungan hak, fungsi dan manfaat dengan mempertahankan kearifan lokal

yang berlaku. Intinya hak waris tanah bukan dialihkan secara fisik, tetapi lebih

pada manfaat. Alih fungsi lahan juga menjadi ancaman bagi sektor pertanian.

Page 112: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

92

Peraturan yang telah dibuat telah memuat seluruh aspek, namun dalam

pelaksanaan di lapangan masih belum sepenuhnya menaati peraturan yang ada.

Selalu ada kata ‘apabila’ sehingga ada celah untuk ‘mengakali’ misal: lahan

pertanian tidak bisa dialihfungsikan kecuali ‘apabila’ untuk kepentingan umum

(yang tidak jelas definisinya).

Gejala ”pelambatan dan instabilitas” produksi komoditas pertanian seperti

yang digambarkan Simatupang (2000) lebih banyak disebabkan oleh penguasaan

lahan petani yang makin menyempit. Luas penguasaan lahan berkaitan erat

dengan tingkat produktivitas. Petani dengan rata-rata penguasaan lahan yang

sempit, alternatif teknologi yang diharapkan dapat memacu peningkatan

produktivitas juga semakin terbatas. Hanya teknologi yang tidak mensyaratkan

skala usaha yang mungkin untuk dikembangkan seperti benih dan pupuk, karena

secara umum penguasaan lahan petani tidak kondusif bagi pengembangan

teknologi yang menghendaki skala usaha tertentu.

Daya beli petani terkait dengan harga produk yang dihasilkan petani dan

harga produk yang dibeli petani. Apabila kenaikan harga produk yang dihasilkan

petani lebih besar dari kenaikan harga barang yang dibeli, maka daya beli petani

akan meningkat atau petani lebih sejahtera, begitu pula sebaliknya. Alat ukur

daya beli petani yang mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut

diformulasikan dalam bentuk nilai tukar petani (NTP). NTP didefinisikan sebagai

nisbah antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar

petani. Dengan demikian NTP merupakan ukuran kemampuan daya tukar produk

yang dihasilkan petani terhadap produk dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga

petani, baik dalam rangka usaha produksi pertanian maupun konsumsi rumah

tangga. Fluktuasi NTP menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran atau

tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tidak terlepas dari kegiatan di

luar pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh perilaku

sektor di luar pertanian (Killick, 1981; Timmer et al., 1983). Berarti daya beli

petani dapat didekati dari tingkat pendapatan petani. Dalam hal ini daya beli

petani responden dikaitkan dengan kemampuan membeli sarana produksi, seperti

benih/bibit, pupuk, obat-obatan dan peralatan pertanian.

Page 113: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

93

Daya beli petani adopter di Cianjur relatif lebih baik (sebanyak 19,6% yang

tergolong rendah) dibanding petani adopter di Garut (42,9% rendah). Meskipun

41,3 persen petani adopter Cianjur tergolong berpendapatan rendah, dan 37,3

persen petani adopter Garut juga berpendapatan rendah (Tabel 18), namun dalam

kenyataan tidak semua pendapatan dialokasikan untuk kepentingan usahatani.

Penggunaan sarana produksi di tingkat petani, selain ditentukan oleh daya beli

juga ditentukan oleh tingkat pengetahuan petani akan manfaat produk. Manfaat

penggunaan benih bermutu (berlabel) dalam usahatani merupakan titik awal untuk

mencapai produktivitas tinggi. Ada empat lembaga pemerintah yang terkait

secara langsung dengan kebijakan perbenihan nasional. Instansi-instansi tersebut

adalah PT. Sang Hyang Seri sebagai Perusahaan Benih Milik Pemerintah, Balai

Pengawasan dan Sertifikasi Benih, Badan Benih Nasional, dan Balai Penelitian

Tanaman (Sayaka et al., 2006).

Petani cenderung memilih varietas unggul untuk usahatani yang diperoleh

melalui sistem benih formal maupun tradisional. Sistem benih formal yang dijual

harus memenuhi standar kualitas yang dicantumkan pada kemasan. Benih

tradisional merupakan benih yang diproduksi sendiri oleh petani yang beredar

secara informal dan tidak harus memenuhi syarat-syarat mutu yang ditetapkan

oleh pemerintah. Benih tradisional ini sebagian besar digunakan petani di Cianjur

maupun di Garut, yang diperoleh dari pemilihan hasil panen yang dinilai petani

bermutu baik dilihat dari umur dan ukuran. Walaupun fakta menunjukkan bahwa

benih yang dihasilkan petani cukup baik, namun dalam jangka panjang mutu

benih tidak dapat dijamin, terutama yang terkait dengan kemurnian varietas.

Dalam hal harga, benih berlabel yang dijual lebih mahal dibandingkan benih

tradisional, seperti benih jagung manis (sweet boy) berlabel di Cianjur seharga Rp

120 ribu/kg, benih jagung P12 seharga Rp 35 ribu/kg, sedangkan benih jagung

tradisional Rp 5 ribu/kg. Temuan penelitian Sayaka et al. (2006) menunjukkan

bahwa secara nasional penggunaan benih berlabel untuk padi, jagung dan kedelai

relatif masih kecil. Dalam sepuluh tahun terakhir (1996-2005) rata-rata

penggunaan benih padi berlabel baru sekitar 22,02 persen dari total luas tanam.

Demikian juga penggunaan benih jagung berlabel dan kedelai berlabel masih

relatif rendah, yaitu masing-masing 7,04 persen dan 2,80 persen.

Page 114: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

94

Tabel 20 Rata-rata biaya produksi usahatani per hektar

Petani Cianjur (Rp 1.000) Petani Garut (Rp 1.000) No. Uraian Adopter

(n=46) Non adopter

(n=47) Adopter (n=91)

Non adopter (n=118)

(1) Benih/bibit 4.008,5 (52,4)

1.513,5 (33,2)

220,6 (13,0)

204,4 (13,7)

(2) Pupuk 1.793,7 (23,4)

1.738,9 (38,1)

634,8 (37,5)

609,9 (41,0)

(3) Obat-obatan/ pestisida

553,8 (7,2)

408,3 (8,9)

254,8 (15,1)

267,2 (18,0)

(4) Tenaga kerja 1.141,6 (14,9)

777,7 (17,0)

536,6 (31,7)

380,7 (25,6)

(5) Sewa lahan 158,4 (2,1)

124,1 (2,7)

45,8 (2,7)

25,4 (1,7)

Total

7.656,0 (100,0)

4.562,5 (100,0)

1.692,6 (100,0)

1.487, 6 (100,0)

Keterangan: Angka (…) merupakan persentase terhadap total

Biaya yang digunakan petani adopter di Cianjur, proporsi terbesar (52,4%)

untuk pembelian bibit ternak domba, kisaran harga bibit antra Rp 400 ribu - Rp

500 ribu dan benih komoditas yang diusahakan. Pada petani non adopter Cianjur

38,1 persen pendapatan dialokasikan pembelian pupuk (Tabel 20). Demikian pula

petani di Garut, baik adopter maupun non adopter, proporsi biaya tertinggi untuk

pembelian pupuk, masing-masing sebesar 37,5 persen dan 41,0 persen. Sebagian

besar petani di Garut menghadapi kendala biaya produksi, sehingga dalam

mengelola usahatani didasarkan pada biaya minimum (cost minimization) bukan

keuntungan maksimum (profit maximization), yang mengkondisikan tidak ada

kendala biaya produksi. Hal ini berarti bahwa insentif input lebih sesuai dengan

kondisi daya beli (anggaran) petani dibanding insentif output. Syafa’at et al.

(2007) berpandangan bahwa untuk meningkatkan daya beli pupuk di tingkat

petani, setidaknya ada dua kebijakan yang perlu diperhatikan. Pertama, kebijakan

meningkatkan penggunaan pupuk di tingkat petani dengan insentif harga (yang

dimaknai sebagai biaya subsidi terhadap harga pupuk); dan kedua, kebijakan

keefektifan penyaluran dan pengendalian pupuk. Data yang tertera pada Tabel 20

memperlihatkan bahwa petani Cianjur memiliki daya beli sarana produksi yang

lebih tinggi dibandingkan petani Garut. Hal ini disebabkan adanya kucuran kredit

Penguatan Modal Usaha Kecil (PMUK) bagi petani Cianjur. Untuk meningkatkan

Page 115: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

95

penggunaan sarana produksi oleh petani di Garut, dan dengan pertimbangan

penggunaan sarana produksi masih di bawah dosis yang dianjurkan, serta daya

beli terhadap sarana produksi relatif rendah, maka perlu ada kebijakan pemerintah

daerah Kabupaten Garut yang memberikan subsidi harga (melalui APBD),

sehingga harga beli di tingkat petani di bawah harga pasar.

Karakteristik Pribadi Petani

Tingkat rasionalitas petani merupakan kemampuan berpikir petani yang

diwujudkan dalam bentuk pendapat afirmatif (positif), pendapat negatif, dan

pendapat modalitas (kemungkinan-kemungkinan); serta ungkapan perasaan yang

dinyatakan dalam sikap petani, terkait dengan inovasi teknologi usahatani terpadu

(Suryabrata, 2005; Sujanto, 2004). Tabel 21 memperlihatkan tingkat rasionalitas

petani adopter dan non adopter Cianjur tergolong sedang. Petani Cianjur menilai

komponen inovasi teknologi terpadu yang diintroduksikan, ada yang

menguntungkan dan ada yang merugikan. Penilaian ini berkaitan dengan

pengalaman bertani, luas pemilikan lahan, modal, dan tenaga kerja dalam keluarga

yang mengelola usahatani.

Tabel 21 Karakteristik pribadi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter

(n=46)

Non

adopter (n=47)

Adopter

(n=91)

Non

adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non

adopter (n=165)

Tingkat rasionalitas Rendah Sedang Tinggi

Skor 10-19 20-29 30-40

32,6 45,7 21,7

46,8 51,1 2,1

23,1 28,5 48,4

49,2 24,5 26,3

26,3 34,3 39,4

48,5 32,1 19,4

Tingkat intelegensi Rendah Sedang Tinggi

Skor 4-5 6-7 8-9

43,5 47,8 8,7

80,9 17,0 2,1

22,0 51,6 26,4

42,4 49,1 8,5

29,2 50,4 20,4

53,3 40,0 6,7

Sikap thd perubahan Rendah Sedang Tinggi

Skor 3-5 6-9

10-12

21,7 56,6 21,7

46,8 53,2 0,0

11,0 50,5 38,5

3,4

61,9 34,7

14,6 52,6 32,8

15,8 59,4 24,8

Tingkat keberanian mengambil resiko Rendah Sedang Tinggi

Skor

7-13 14-21 22-28

50,0 41,3

8,7

63,8 36,2 0,0

41,8 52,7 5,5

76,3 23,7 0,0

44,5 48,9 6,6

72,7 27,3 0,0

Keterangan: Rentang skor tingkat rasionalitas 10-40; tingkat intelegensi 4-9 sikap thd perubahan 3-12; tk. keberanian beresiko 7-28

Page 116: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

96

Keluhan petani adalah pada cara tanam pisang dengan membuat lubang

berukuran 50x50x50 cm3. Cara ini memerlukan curahan tenaga kerja yang lebih

lama dibandingkan pembuatan lubang yang biasa dilakukan petani, yakni dua kali

mengayunkan cangkul. Perbedaan tingkat rasionalitas petani adopter Garut

(48,4% tergolong tinggi), dengan petani adopter Cianjur yang menilai inovasi

teknologi menguntungkan, diduga karena petani adopter Garut lebih lama

menerapkan inovasi teknologi usahatani terpadu. Sebaliknya 49,2 persen petani

non adopter Garut menilai bahwa teknologi lokal yang diterapkan adalah kurang

menguntungkan. Namun, petani non adopter tersebut mengemukakan bahwa

untuk menerapkan inovasi teknologi usahatani terpadu diperlukan modal

usahatani (sebagai biaya produksi) yang relatif tinggi dan skala usaha yang luas.

Tidak dapat dipungkiri bahwa yang disampaikan petani non adopter Garut

merupakan alasan yang rasional. Namun demikian petani non adopter Garut

menyatakan, bila pemerintah memberikan bantuan modal usahatani dan tidak

mensyaratkan luasan kepemilikan lahan, maka petani non adopter cenderung akan

menerapkan teknologi usahatani terpadu. Fakta empiris menunjukkan bahwa

selama ini petani akan menerapkan suatu inovasi teknologi yang diintroduksikan

pemerintah bila ada bantuan sarana produksi diberikan oleh pihak lain

(pemerintah). Bila bantuan sarana produksi tidak lagi diberikan dan tenaga

pendamping (detasir) sudah meninggalkan petani, maka petani cenderung

menggunakan kembali teknologi semula. Petani kelompok ini sangat tergantung

pada bantuan pemerintah. Hal ini kemungkinan akibat dari pelaksanaan proyek

yang selama ini tidak memberdayakan petani untuk mandiri.

Tingkat intelegensi petani adopter Cianjur, petani adopter Garut dan non

adopter Garut adalah tergolong sedang, masing-masing dengan proporsi 47,8

persen; 51,6 persen dan 49,1 persen; sedangkan petani non adopter Cianjur adalah

tergolong rendah (80,9%). Ini berarti sebagian besar petani responden memiliki

kemampuan yang sedang dalam: (1) mempertimbangkan pilihan yang ada dalam

mengelola usahatani dan (2) memprediksi manfaat penerapan teknologi usahatani

terpadu. Pertimbangan penentuan komoditas yang diusahakan, perolehan

informasi dan belajar teknik usahatani tidak hanya bersumber dari sesama petani.

Sumber lain diperoleh dari pedagang sarana produksi, pedagang pengumpul dan

Page 117: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

97

penyuluh, serta media. Sumber-sumber tersebut memberikan pengaruh kognitif

pada petani.

Petani non adopter Cianjur dalam menentukan jenis tanaman yang

dibudidayakan lebih berdasarkan pada kebiasaan yang dilakukan (74,5%) maupun

mengikuti petani lain (25,5%). Mengutip pemikiran Howard Gardner (Wikipedia,

2010), tingkat intelegensi petani lebih mengarah pada intelegensi eksistensial,

yakni kemampuan seseorang menyangkut kepekaan dalam menjawab persoalan-

persoalan yang dihadapi terkait dengan pengelolaan usahatani. Hal ini tercermin

dari upaya-upaya yang dilakukan petani dalam mengakses informasi pasar, modal,

teknologi dan sumberdaya lain yang relevan dengan usahatani yang dikelola.

Penentuan komoditas yang diusahakan tidak terlepas dari informasi harga beli

benih, harga jual produk, preferensi konsumen terhadap produk tersebut yang

menyangkut mutu, modal untuk biaya produksi, ketersediaan teknologi dan

ketersediaan lahan serta tenaga kerja. Keseluruhan informasi tersebut menjadi

input bagi petani dan melakukan sintesis berdasarkan kemampuan intelegensi

eksistensial, yang secara personal berbeda antara petani.

Sikap petani responden, baik di Cianjur maupun Garut dalam merespon

perubahan termasuk dalam kategori sedang (Tabel 21). Hal ini mengindikasikan

bahwa untuk inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan maka sikap

petani berada pada posisi kurang setuju dan setuju, tidak pada posisi ekstrim tidak

setuju ataupun sangat setuju. Demikian juga dengan penerimaan petani terhadap

teknologi usahatani terpadu, petani berpikir terlebih dahulu tentang manfaat

teknologi tersebut ataupun melihat dahulu petani lain, selanjutnya baru menerima

dengan cara meniru. Dengan demikian plot demonstrasi merupakan metode yang

tepat untuk menyampaikan suatu inovasi teknologi. Metode ini telah lama

diterapkan, seperti pada waktu memperkenalkan teknologi Bimas maupun Inmas.

Sikap petani terhadap kegunaan teknologi usahatani terpadu berada dalam

posisi antara kurang yakin dan yakin dapat meningkatkan pendapatan. Sikap

petani responden yang demikian menurut Rogers dan Shoemaker (1971),

dikategorikan dalam sikap khusus terhadap inovasi. Sikap ini mengarah pada

petani berkenan atau tidak, petani percaya atau tidak terhadap kegunaan suatu

inovasi bagi dirinya sendiri. Sikap khusus ini menjembatani antara suatu inovasi

Page 118: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

98

dengan inovasi lainnya. Bila petani responden (adopter) memiliki pengalaman

positif dengan inovasi teknologi yang diperkenalkan sebelum teknologi usahatani

terpadu, maka kecenderungan petani adopter juga bersikap positif terhadap

inovasi teknologi usahatani terpadu. Sebaliknya, jika petani responden mengalami

kegagalan dalam menerapkan inovasi teknologi yang diperkenalkan sebelumnya,

maka akan ada kendala bila inovasi lain diperkenalkan.

Petani yang berperan sebagai pengurus kelompok (ketua, sekretaris,

bendahara ataupun seksi-seksi) cenderung bersikap positif terhadap inovasi

teknologi usahatani terpadu. Hal ini disebabkan petani-petani tersebut yang

mengikuti sosialisasi inovasi yang diperkenalkan oleh peneliti dan penyuluh

BPTP Jawa Barat, juga ikut serta dalam kegiatan penyuluhan, sehingga mendapat

banyak pengetahuan dan keterampilan. Dalam teori psikologi terdapat dua

penjelasan sikap petani terhadap perubahan. Pertama, konsistensi kognitif yakni

kecenderungan semua orang untuk berupaya mencari konsistensi di dalam pikiran,

baik dalam hal keyakinan, nilai-nilai maupun persepsi. Jika tidak konsisten, maka

akan berusaha menjadi konsisten. Kedua, komunikasi persuasif yakni informasi

yang disampaikan penyuluh akan mengubah sikap petani. Terdapat beberapa

ketentuan agar persuasi dapat mengubah sikap: (1) penyuluh sebagai komunikator

atau penyampai persuasi, (2) isi pesan, dan (3) petani, sebagai khalayak atau pihak

yang dipersuasi harus saling menunjang.

Petani adopter yang mengalami kegagalan dalam menerapkan komponen-

komponen teknologi yang diperkenalkan sebelumnya, akan bersikap negatif

terhadap inovasi teknologi usahatani terpadu. Secara umum, petani akan lebih

memperhatikan informasi yang konsisten dengan sikapnya dan mengabaikan yang

tidak konsisten. Namun melalui komunikasi persuasif, penyuluh dapat

menyampaikan keunggulan dan manfaat teknologi usahatani terpadu, sehingga

petani yang semula bersikap negatif berubah positif. Oleh karena itu langkah ini

yang seharusnya ditempuh penyuluh, yakni mengidentifikasi petani adopter yang

telah berhasil dan gagal dalam menerapkan teknologi sebelumnya. Selanjutnya

penyuluh memulai kegiatannya terhadap petani adopter tertentu (yang berhasil)

dengan komponen teknologi yang memiliki taraf keuntungan relatif yang tinggi,

yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat petani yang ada, tidak

Page 119: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

99

rumit, dan mempunyai peluang besar untuk berhasil. Hal ini akan membantu

menciptakan sikap positif terhadap perubahan dan mempermudah penyuluh dalam

memperkenalkan komponen-komponen lain dalam teknologi usahatani terpadu.

Dalam hal ini prinsip falsafah membakar sampah dapat diterapkan dalam

memperkenalkan inovasi teknologi, yakni dimulai dari petani yang telah memiliki

sikap positif terhadap perubahan, baru dilanjutkan kepada petani lain yang

bersikap negatif. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa suatu kegiatan untuk

memperkenalkan inovasi teknologi ataupun inovasi lain, tidak bisa tiba-tiba

dihentikan. Diperlukan adanya “strategi penyuluhan berkelanjutan,” paling

sedikit bimbingan yang terus menerus oleh penyuluh pertanian BPP setempat.

Bahkan kalau memungkinkan, dengan bantuan sedikit dana dari APBD. “Strategi

penyuluhan berkelanjutan” ini harus dimulai paling sedikit pada tahun terakhir

kegiatan dilakukan. Pada saat penyuluh BPTP (tenaga detasir) meninggalkan

petani yang dibina, penyuluh BPP dapat melanjutkan kegiatan penyuluhan

teknologi usahatani terpadu, berperan sebagai fasilitator maupun motivator.

Sikap negatif petani adopter tidak selamanya demikian, dalam jangka waktu

tertentu dapat berubah, karena ada pengaruh petani adopter lain yang bersikap

positif melalui interaksi sosial. Azwar (2000) mengemukakan bahwa sikap

merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi terhadap

lingkungan. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di

antara individu yang satu dengan yang lain. Individu bereaksi membentuk pola

sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya.

Tingkat keberanian mengambil resiko merupakan salah satu faktor

psikologis petani responden dalam menghadapi berbagai kemungkinan atas

keputusan yang diambil dalam kegiatan usahatani. Menurut Frank Knight

(Muhamad, 2010), resiko adalah sesuatu yang belum pasti terjadi, tetapi dapat

dihitung probabilitasnya. Usahatani yang dilakukan petani reponden secara umum

bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum atau untuk keamanan

dengan cara meminimalkan resiko, termasuk keinginan untuk mempunyai

persediaan pangan yang cukup untuk konsumsi rumah tangga dan selebihnya

dijual. Hasil pengamatan di lapangan memberikan gambaran bahwa petani

membudidayakan berbagai jenis komoditas, termasuk beternak (on farm) dan

Page 120: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

100

usaha lain, seperti berburuh tani (on farm) serta non pertanian (off farm).

Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengurangi resiko jika tidak

memperoleh pendapatan dari kegiatan bertani, karena adanya serangan hama

penyakit ataupun bencana alam yang mengakibatkan puso (gagal panen).

Petani (adopter dan non adopter) Cianjur serta petani non adopter Garut

tergolong memiliki tingkat keberanian mengambil resiko yang rendah. Terdapat

kecenderungan petani tersebut tidak pernah atau jarang: (1) mengganti sarana

produksi (benih/bibit, pupuk ataupun obat-obatan) yang dinilai lebih

menguntungkan, (2) menambah atau mengurangi jenis komoditas yang

diusahakan, (3) langsung menjual hasil ke pasar, (4) menambah luasan usahatani,

dan (5) mengambil kredit dari bank untuk menambah modal usahatani. Hal ini

diduga disebabkan oleh faktor-faktor eksternal petani responden seperti kegagalan

panen karena masalah hama penyakit ataupun bencana alam (kekeringan, tanah

longsor). Selain itu, harga jual dari komoditas yang diusahakan dinilai rendah

dibandingkan dengan harga beli sarana produksi yang cenderung naik, serta

terdapat peluang kerja di sektor lain seperti di sektor jasa. Sebaliknya petani

adopter Garut memiliki tingkat keberanian mengambil resiko yang sedang.

Dalam teori ekonomi, tingkat resiko dibedakan menjadi tiga (Pindyck dan

Rubinfeld, 1995), yakni: (1) menolak resiko (risk averse), (2) netral terhadap

resiko (risk neutral), dan (3) menyukai resiko (risk loving). Petani dengan tingkat

keberanian beresiko rendah dapat dikategorikan menolak resiko. Inovasi

teknologi pada kelompok petani ini dipandang beresiko tinggi terhadap keamanan

pangan. Dengan pemilikan lahan yang relatif sempit, petani tidak berani

berspekulasi mencoba hal baru. Pada petani dengan tingkat keberanian beresiko

sedang dapat dikategorikan netral terhadap resiko. Terkadang petani menilai

suatu inovasi teknologi merugikan dari satu sisi, tetapi menguntungkan dinilai

dari aspek lain. Sebagai contoh, pembuatan teras (sengkedan) atau guludan,

terutama pada lahan yang miring yang diikuti dengan penguatan teras dengan

tanaman pakan ternak, dinilai menambah curahan tenaga kerja. Namun dari sisi

lain inovasi tersebut merupakan upaya mencegah erosi dan menjamin ketersediaan

pakan ternak. Baik petani adopter maupun non adopter tidak ada yang termasuk

dalam kategori tingkat keberanian beresiko tinggi atau menyukai resiko (risk

Page 121: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

101

loving). Hal ini dapat dipahami, karena dalam mengelola usahatani petani

berhadapan dengan faktor alam yang tidak dapat dikontrol, termasuk perubahan

iklim yang banyak dikeluhkan petani.

Bila dikaitkan dengan tingkat rasionalitas, terlihat bahwa petani adopter

Garut sebagian besar memiliki tingkat rasionalitas yang tinggi. Hal ini berarti

petani responden dengan tingkat rasionalitas yang tinggi, relatif lebih berani

menanggung resiko. Secara rasional petani adopter Garut dapat memperkirakan

resiko dalam berusahatani, seperti frekuensi terjadi kerugian, komoditas yang

rentan terhadap kekeringan ataupun serangan hama penyakit tertentu. Hama ulat

putih (diistilahkan kuuk) yang menyerang hampir sebagian besar lahan kering

milik petani responden, diatasi petani adopter dengan mengganti jenis tanaman

yang diusahakan dari padi gogo menjadi tanaman keras/tahunan (albasia).

Kemampuan memprediksi kondisi tersebut membuat sebagian besar petani

adopter Garut relatif lebih berani mengambil resiko dibanding petani (adopter dan

non adopter) Cianjur serta petani non adopter Garut.

Perilaku Komunikasi Petani

Kerjasama

Kerjasama dimaknai sebagai kemampuan petani dalam menjalin hubungan

kerja dengan pihak lain yang terkait dengan kegiatan usahatani. Proses terjadinya

kerjasama adalah melalui interaksi personal, baik antara sesama petani maupun

antara petani dengan pedagang sarana produksi, pedagang hasil, perusahaan

pengolah, lembaga pembiayaan, tokoh masyarakat dan penyuluh. Mengikuti

pemikiran Etzioni (1961) bahwa kerjasama yang didasari keterikatan dan

keterlibatan yang terkait dengan aspek ekonomi, dapat digolongkan sebagai

kerjasama ekonomi. Bila mengacu pada pendapat Martinelli (2002) kerjasama

tersebut termasuk dalam kerjasama masyarakat pasar.

Kerjasama sebagian besar petani responden (sekitar 45,7%-74,5%) termasuk

kategori rendah, kecuali pada petani adopter Garut (62,6%) tergolong sedang

(Tabel 22). Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas hubungan petani responden

dengan perusahaan pengolah, lembaga pembiayaan (KUD, Lembaga Perkreditan

Desa, Bank) maupun penyuluh berada dalam posisi tidak pernah ataupun jarang.

Page 122: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

102

Hubungan yang terjalin dengan sesama petani atau kelompok tani dapat

menumbuhkan kepercayaan dalam hal: (1) saling tukar informasi tentang

usahatani; (2) memberikan pinjaman, baik berupa uang tunai maupun sarana

produksi; (3) menyampaikan keluhan tentang kegagalan dalam berusahatani; dan

(4) memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan usahatani. Kerjasama

antara sesama petani tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi saja, numun juga

aspek budaya, seperti gotong royong ketika menanam. Meskipun budaya tersebut

sudah mulai terkikis dan persentasenya relatif kecil (karena adanya buruh tanam

sebagai tenaga yang dibayar), namun keberadaannya tidak bisa diabaikan.

Tabel 22 Perilaku komunikasi petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter

(n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Kerjasama Rendah Sedang Tinggi

Skor 16-32 33-49 50-64

45,7 34,7 19,6

74,5 14,9 10,6

30,8 62,6 6,6

72,9 22,9 4,2

35,8 53,3 10.9

73,3 20,6 6.1

Tingkat kekosmopo-litan Rendah Sedang Tinggi

Skor

5- 9 10-14 15-20

56,5 19,6 23,9

66,0 21,3 12,8

58,2 27,5 14,3

74,6 21,2 4,2

57,7 24,8 17,5

72,1 21,2 6,7

Keterdedahan terhadap media Rendah Sedang Tinggi

Skor

7-13 14-20 21-28

69,6 23,9 6,5

83,0 8,5 8,5

68,1 26,4 5,5

80,5 17,0 2,5

68,6 25,5 5,8

81,2 14,5 4,2

Keterangan: Rentang skor kerjasama 16-64; tingkat kekosmopolitan 5-20 keterdedahan terhadap media 7-28

Beberapa petani menjalin kerjasama ekonomi dengan pedagang sarana

produksi dan pedagang hasil, yang memberikan pinjaman baik berupa sarana

produksi maupun uang tunai. Kerjasama di antara kedua belah pihak relatif lentur

(fleksibel). Aturan-aturan yang disepakati biasanya didasarkan atas kepercayaan

dan bersifat informal. Bagi pedagang hasil, kerjasama ini memberikan keuntungan

berupa terjaminnya kesinambungan pasokan, jumlah bahkan mutu yang

dikehendaki dari produk yang dihasilkan petani. Keuntungan bagi petani

responden sebagai produsen adalah jaminan pemasaran produk dan kemudahan

memperoleh pinjaman baik berupa sarana produksi maupun uang tunai (kapanpun

Page 123: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

103

dibutuhkan, bahkan tidak terbatas untuk keperluan usahatani) tanpa disertai

agunan. Keterikatan ini membawa konsekuensi, petani harus menjual hasil panen

kepada pedagang hasil tersebut, tanpa mempunyai posisi tawar (bargaining

position). Berapapun harga beli dari pedagang hasil akan diterima oleh petani,

meskipun petani mengetahui terdapat selisih harga antara Rp 100,00 sampai

Rp 200,00/kg produk jika dijual ke pedagang lain yang tidak terikat peminjaman.

Di Desa Jatiwangi, Garut terdapat petani yang merangkap pedagang hasil

sekaligus juga tokoh masyarakat (kepala dusun atau papunduh). Sebagai tokoh

masyarakat berperan menggerakkan petani non adopter untuk menerapkan

teknologi usahatani terpadu, seperti penggunaan varietas padi baru, usaha ternak

domba/kambing di mana kotorannya dapat diolah menjadi kompos sebagai pupuk

organik.

Tingkat Kekosmopolitan

Tingkat kekosmopolitan diartikan sebagai orientasi ke luar sistem sosial

dengan hubungan interpersonal yang luas. Tingkat kekosmopolitan proporsi

terbesar petani adopter (57,7%) dan petani non adopter (72,1%) adalah tergolong

rendah (Tabel 22). Hal ini memberikan gambaran bahwa sebagian petani

responden tidak pernah atau jarang bepergian ke luar desa dalam mengakses

informasi: (1) pasar, (2) pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial,

ekonomi dan lingkungan petani, serta (3) usaha lain yang kompetitif. Dengan

skala usaha yang relatif sempit dan kebutuhan terhadap sarana produksi tidak

terlalu tinggi, informasi harga diperoleh dari sesama petani di dalam desa. Sikap

menyerah pada nasib (fatalistik) terlihat pada petani responden dengan tingkat

kosmopolitan yang rendah. Ketidakmampuan menguasai faktor-faktor eksternal

menyebabkan petani responden pesimis, tidak berkeinginan mengembangkan

usahatani menjadi lebih baik. Petani responden dengan tingkat kekosmopolitan

tinggi (sekitar 4,2-23,9%) adalah ketua kelompok tani, tokoh masyarakat, petani

yang merangkap sebagai pedagang sarana produksi ataupun pedagang hasil.

Termasuk juga petani yang merantau ke kota pada saat musim paceklik (musim

kemarau). Kecenderungan pedagang hasil bepergian ke luar desa adalah untuk

memperoleh informasi mengenai mutu komoditas (produk) yang dibutuhkan

konsumen, seperti komoditas organik (dalam proses produksi tidak menggunakan

Page 124: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

104

bahan kimia). Bahkan persyaratan mutu produk yang masuk ke supermarket

perlu dicermati dengan baik, karena bila kriteria yang telah ditentukan tidak bisa

dipenuhi, produk ditolak dan pegadang mengalami kerugian.

Keterdedahan terhadap Media

Media dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) media cetak yang meliputi surat

kabar, majalah, brosur dan buku; dan (2) media elektronik yang mencakup radio,

televisi, dan telepon genggam. Proporsi tertinggi keterdedahan terhadap media

pada petani responden yang terkait dengan informasi pengelolaan usahatani

adalah tergolong rendah (Tabel 22). Sebanyak 69,6 persen petani adopter dan

87,2 persen petani non adopter di Cianjur tidak pernah mendapatkan informasi

tentang usahatani dari media surat kabar; di Garut bahkan mencapai 81,3 persen

(petani adopter) hingga 92,4 persen (petani non adopter). Demikian juga dengan

media cetak lain (majalah, brosur dan buku) memberikan gambaran yang sama.

Hal ini berarti minat baca di kalangan petani responden relatif rendah, yang

diperkirakan berkaitan dengan tingkat pendidikan formal yang ditempuh. Di

samping itu, jangkauan wilayah pedesaan yang jauh dari perkotaan, terlebih jarak

dari Desa Jatiwangi ke pusat kota Garut, menghambat distribusi media cetak,

sehingga ketersediaan bahan-bahan cetak di pedesaan sangat terbatas.

Di Desa Talaga dan Jatiwangi juga tidak terdapat perpustakaan desa.

Meskipun terdapat beberapa petani responden yang menyatakan membaca surat

kabar, namun materi yang dibaca berkisar pada bidang olah raga, berita politik

dan aspek ekonomi. Akses sebagian besar petani responden terhadap informasi

usahatani dari media elektronik (radio, televisi, dan telepon genggam) termasuk

rendah. Dari hasil pengamatan, beberapa petani responden terlihat tidak memiliki

radio. Bagi sebagian besar petani responden yang memiliki radio, mengemukakan

bahwa materi yang didengarkan melalui radio terbatas pada hiburan.

Porsi informasi tentang pertanian ataupun cara mengatasi berbagai

permasalahan dalam bertani, yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI)

melalui acara Siaran Pedesaan, relatif sedikit. Berdasarkan informasi dari

koordinator acara Siaran Pedesaan RRI, keterbatasan jam penyiaran yaitu hanya

satu jam per minggu selama tiga kali per bulan tidak memungkinkan seluruh

materi yang mencapai 22 materi dari sektor pertanian dan perikanan dapat

Page 125: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

105

dijadwalkan dengan baik. Faktor lain yang perlu dicermati dalam pengembangan

penyusunan program Siaran Pedesaan adalah perlunya dilakukan riset khalayak.

Dengan memperhatikan unsur demografi, geografi, jenis kelamin, pendidikan

maupun bahasa diharapkan dapat diketahui permasalahan yang dihadapi khalayak

sasaran jangkauan siaran. Kemudian ditentukan alternatif pemecahan masalah

dengan mempertimbangkan bahwa pesan yang disampaikan oleh pengelola radio

sesuai dengan kebutuhan khalayak yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Mengacu pendapat Smith (1981), suatu program yang baik mempunyai

karakteristik sebagai berikut: mutu khusus (lebih ditekankan pada keaslian atau

orisinalitas), unik (bermutu dan terpadu), beragam (berganti secara terus menerus

baik performa, materi, suasana, serta tempo), langkah baik (tidak membosankan,

harus dinamis dan mempunyai ritme yang menarik dalam satu kepaduan), rutinitas

baik (menyeleksi dan mempersiapkan program) dan mutu teknis yang baik

(melalui penggunaan peralatan).

Televisi yang dilengkapi dengan visual dinilai petani responden lebih

menarik, dibandingkan dengan radio. Petani responden lebih memanfaatkan

televisi sebagai media hiburan. Termasuk di dalamnya menyaksikan pertandingan

olahraga, dan berita-berita nasional. Sebagian besar petani responden tidak

memperoleh informasi tentang usahatani selama satu bulan terakhir pada saat

penelitian dilakukan. Hal ini tampaknya terkait erat dengan proporsi penayangan

acara televisi yang didominasi oleh acara hiburan, baik di televisi swasta yang

berjumlah relatif banyak maupun di TVRI. Curahan waktu dalam menyaksikan

siaran televisi relatif jauh lebih tinggi dibanding dengan radio. Meskipun

demikian, masih terdapat beberapa petani responden yang tidak pernah menikmati

sajian acara televisi, karena tidak memiliki televisi.

Kepemilikan telepon genggam oleh beberapa petani berusia muda, fungsi

atau penggunaannya masih terbatas untuk berkomunikasi dengan sesama teman

ataupun kerabat, belum berfungsi untuk mendapatkan informasi usahatani.

Kecuali petani yang merangkap sebagai pedagang, maka telepon genggam

bermanfaat untuk memperoleh informasi tentang harga beli produk, tempat

pembelian produk atau info lain yang menyangkut usaha dagang yang dikelola.

Page 126: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

106

Secara keseluruhan dapat dikatakan, bahwa baik media cetak maupun media

elektronik belum memberikan tambahan pengetahuan maupun wawasan kepada

sebagian besar petani responden (di Cianjur dan Garut) yang berkaitan dengan

usahatani. Padahal menurut Depari dan MacAndrews (1982), media massa telah

dibuktikan mampu berperan secara efektif dalam menambah pengetahuan. Untuk

itu, agar dicapai tingkat keefektifan media massa diperlukan interaksi kedua pihak

baik khalayak (sebagai penerima informasi) maupun sumber informasi.

Melihat kenyataan di atas, maka perlu diupayakan memotivasi petani

responden untuk menggali informasi terbaru dari media massa, baik dari aspek

teknik budidaya, penanganan pascapanen maupun pemasaran. Di kalangan para

pengelola media massa hendaknya tidak hanya berorientasi pada sisi keuntungan

saja. Namun para pengelola juga dituntut mempunyai fungsi sosial atau

pendidikan yang dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan. Faktanya

para pengelola media massa (pengusaha) hanya berpikir jangka pendek. Perhatian

pemerintah maupun swasta terhadap masyarakat petani di pedesaan (terutama

yang mengelola lahan marjinal) perlu ditingkatkan dengan cara menyampaikan

informasi sesuai kebutuhan. Diharapkan materi yang disiarkan antara hiburan,

berita, informasi teknologi pertanian dan bisnis dalam proporsi yang berimbang.

Terutama pada media televisi yang telah mampu menarik banyak pemirsa dengan

daya jangkau siaran yang telah merambah luas hingga pelosok tanah air.

Dukungan Iklim Usaha

Mosher (1966) mengemukakan bahwa, untuk memajukan sektor pertanian,

maka petani harus didukung dengan fasilitas dan jasa, yang dikenal dengan lima

syarat-syarat pokok pembangunan pertanian. Kelima syarat-syarat pokok tersebut

terdiri atas: (1) pasar untuk hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berubah,

(3) tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, (4) perangsang

produksi bagi petani, dan (5) pengangkutan/transportasi. Lebih lanjut Mosher

(1966) menyatakan bahwa teknologi pertanian secara umum yang ditawarkan

kepada petani hendaknya harus memiliki lima sifat berikut, sehingga petani akan

cenderung terus mengadopsi: (1) keefektifan dari segi teknis, (2) mutu produk

dapat dipercaya, (3) harga tidak mahal, (4) harus tersedia di tempat di mana petani

Page 127: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

107

berdomisili atau setidaknya di tempat yang terjangkau oleh petani, dan (5) dijual

dalam ukuran atau takaran yang sesuai dengan kebutuhan petani.

Ketersediaan Sarana Produksi (Input)

Sarana produksi seperti benih/bibit, pupuk dan obat-obatan merupakan

faktor produksi yang berperan terhadap jumlah maupun mutu produk yang

dihasilkan petani. Dukungan pemerintah terhadap ketersediaan sarana produksi

seperti pupuk ditunjukkan dengan pemberlakuan peraturan Menteri Pertanian No.

29/Permentan/OT.140/6/2008 tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi

(HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian. Ketersediaan sarana produksi

bagi sebagian besar petani adopter Cianjur, petani adopter dan petani non adopter

Garut tergolong sedang (Tabel 23).

Tabel 23 Dukungan iklim usaha di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter

(n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Ketersediaan input (saprodi) Rendah Sedang Tinggi

Skor

12-23 24-36 37-48

26,1 56,5 17,4

55,3 40,4 4,3

6,6 56,0 37,4

2,5 61,9 35,6

13,1 56,2 30,7

17,6 55,8 26,7

Ketersediaan fasilitas keuangan Rendah Sedang Tinggi

Skor

12-23 24-36 37-48

34,8 54,3 10,9

53,2 46,8 0,0

18,7 79,1 2,2

28,8 67,0 4,2

24,1 70,8 5,1

35,8 61,2 3,0

Ketersediaan sarana pemasaran Rendah Sedang Tinggi

Skor

5- 9 10-15 16-20

19,6 60,8 19,6

17,0 78,7 4,3

0,0 59,3 40,7

26,3 61,9 11,8

6,6 59,9 33,6

23,6 66,7 9,7

Keterangan: Rentang skor ketersediaan input dan fasilitas keuangan 12-48; ketersediaan sarana pemasaran 5-20 Hal ini terkait dengan pendapat petani responden yang sebagian menyatakan sulit

dan sebagian yang lain menyatakan mudah dalam memperoleh sarana produksi.

Keberadaan kios pengecer sarana produksi yang telah memasuki wilayah

pedesaan, membuat jarak lahan petani dengan kios sarana produksi relatif dekat,

sehingga mudah dijangkau.

Di Desa Talaga Cianjur, terdapat dua kios sarana produksi, yakni di

Kampung Salahuni dan Kampung Lebak Songgom, sedangkan di Desa Jatiwangi

Page 128: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

108

Garut terdapat enam kios sarana produksi berada di Kampung Bojong Randu,

Kampung Kadudampit, Kampung Ciwaru, Kampung Sampora, Kampung Arinem

dan Kampung Dangdeur. Dengan demikian, petani responden relatif mudah

memperoleh benih/bibit yang dibutuhkan, baik yang membeli di kios maupun

yang dibuat sendiri oleh petani. Kesulitan yang dihadapi beberapa petani

responden dalam mendapatkan pupuk NPK, phonska dan obat decis supergo pada

waktu dibutuhkan. Terjadinya kelangkaan pupuk tersebut diduga akibat sistem

distribusi yang tidak berjalan dengan baik. Dalam hal pengamanan ketersediaan

pupuk, menurut Rachman (2009) yang perlu mendapatkan perhatian adalah

manajemen stok yang harus dilakukan oleh produsen pupuk sebagaimana diatur

dalam Permendag No 21/M-DAG/PER/6/2008. Pada puncak musim tanam

diharapkan stok pupuk dapat ditingkatkan terutama di wilayah yang sulit

dijangkau. Meskipun peraturan Menteri Pertanian No. 29/Permentan/OT.140/6/

2008 telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang

berlaku untuk pembelian pupuk di kios pengecer resmi, namun fakta di lapangan

petani membeli pupuk dengan harga lebih tinggi dari HET. Seperti harga pupuk

Urea yang dibeli petani dapat mencapai Rp 1.500,00 dan ZA Rp 2.500,00

sedangkan HET pupuk Urea Rp 1.200,00/kg dan ZA Rp 1.050,00. Rachman

(2009) mengungkapkan bahwa masalah yang menimbulkan kelangkaan dan harga

pupuk yang melebihi HET akibat seringkali ditemukan kebocoran penyaluran

pupuk bersubsidi ke luar petani sasaran.

Ketersediaan sarana produksi tidak hanya dicirikan oleh tingkat kemudahan

atau kesulitan petani responden dalam mendapatkan sarana produksi, namun juga

pengaruh mutu dan takaran yang sesuai kebutuhan. Petani responden menyatakan

permasalahan lain yang muncul menyangkut mutu pupuk dan obat-obatan.

Beberapa petani responden mendapati pupuk Urea palsu yang bertekstur seperti

tepung, padahal seharusnya Urea berbentuk butiran. Hasil yang diperoleh petani

juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara tanaman yang dipupuk dengan

Urea palsu dan tanpa pemupukan. Pupuk SP36 juga dipalsukan, yang asli berwarna

agak putih, sedangkan yang palsu berwarna agak kehitaman. Obat-obatan seperti

matador juga dipalsukan. Dengan kemasan yang sama, matador yang palsu

berwarna putih (bodas), sedangkan yang asli bening (herang). Fakta ini

Page 129: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

109

mengindikasikan pengawasan yang lemah terhadap produk pupuk dan obat-

obatan, sehingga muncul oknum yang memalsukan produk tersebut. Upaya

mengatasi permasalahan tersebut tidak mudah. Untuk itu perlu ada peraturan yang

mengharuskan produsen mencantumkan secara rinci komponen yang dikandung

pada kemasan pupuk atau obat-obatan, disertai sanksi bila dilakukan pemalsuan.

Persoalan lain yang timbul di kalangan petani responden adalah kesulitan dalam

mendapatkan obat-obatan yang sesuai dengan takaran yang dibutuhkan. Misal

obat decis hanya diperlukan 50 ml, tetapi decis yang tersedia di pasaran berukuran

100 ml. Berarti petani responden harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi

dibandingkan biaya yang harus dibayar bila decis tersedia dalam ukuran 50 ml.

Ketersediaan Fasilitas Keuangan

Petani dalam melakukan kegiatan usahatani memerlukan modal. Sejalan

dengan perkembangan teknologi pertanian, petani membutuhkan modal yang

memadai, baik untuk pembelian alat-alat pertanian maupun sarana produksi.

Nurmanaf (2007) menyatakan bahwa permodalan merupakan salah satu faktor

produksi penting dan dalam batas-batas tertentu merupakan faktor kritikal.

Kecukupan modal melalui bantuan pembiayaan dapat berfungsi efektif untuk

mencapai titik optimal dalam skala usaha dan adopsi teknologi maupun

penanganan pascapanen. Perolehan modal petani responden dalam melakukan

kegiatan usahatani, selain berasal dari diri sendiri (petani yang bersangkutan),

juga bersumber dari lembaga perkreditan pedesaan.

Permodalan sering menjadi kendala bagi petani berskala kecil. Tidak jarang

ditemui bahwa kekurangan modal dapat menghambat petani dalam mengelola dan

mengembangkan usahatani. Hasil kajian Syukur et al. (1993) menunjukkan bahwa

peranan kredit tidak hanya sebagai pelancar pembangunan, namun juga dapat

menjadi unsur pemacu adopsi teknologi yang diharapkan mampu meningkatkan

produksi, nilai tambah dan pendapatan masyarakat. Terdapat dua jenis kredit

sebagai sumber pembiayaan petani, yakni kredit formal dan non formal yang

memiliki karakteristik yang khas. Menurut Sudaryanto dan Syukur (2001),

kekhasan ini menyangkut aspek sasaran kelompok, syarat peminjaman dan

pengajuan, cara pengembalian, sistem insentif dan sanksi.

Page 130: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

110

Kredit formal di pedesaan mencakup: (1) kredit program, terkait dengan

program pemerintah, sasaran kredit terbatas, ditangani lembaga perbankan

pemerintah; dan (2) kredit non program, dilakukan oleh lembaga pembiayaan

pemerintah maupun swasta. Kredit non formal di pedesaan biasanya diberikan

oleh petani kaya, pedagang hasil pertanian, pedagang sarana produksi, pemilik

penggilingan padi ataupun pihak lain yang menjadi pelaku ekonomi pedesaan.

Lembaga pembiayaan non formal menetapkan tingkat suku bunga jauh lebih

tinggi dibandingkan bank formal (Ashari dan Saptana, 2005).

Ketersediaan fasilitas keuangan bagi sebagian besar petani adopter Cianjur,

petani adopter dan petani non adopter Garut tergolong sedang (Tabel 23). Hal ini

menandakan bahwa petani responden sebagian menyatakan kesulitan dan

sebagian yang lain menyatakan mudah dalam mengakses lembaga keuangan

berada dalam posisi antara sulit dan mudah. Petani responden mengalami

kesulitan ketika akan mengakses kredit formal dari lembaga perbankan. Salah

satu persyaratan yang sulit dipenuhi petani adalah adanya keharusan dari pihak

perbankan untuk menyerahkan agunan. Agunan peminjaman yang dinilai

berharga oleh pihak perbankan adalah sertifikat kepemilikan tanah, rumah

ataupun surat Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

Bagi petani responden yang memiliki lahan garapan relatif sempit, dengan

penguasaan aset rumah tangga yang serba terbatas, tentu agunan yang

dipersyaratkan menjadi suatu kendala. Apalagi di pedesaan masih banyak

kepemilikan tanah yang belum disertifikat, masih berstatus girik (surat yang

dikeluarkan desa). Selain itu, prosedur pengurusan administrasi yang terlalu rumit

dan penyaluran dana peminjaman membutuhan waktu yang lama, serta cicilan

pinjaman yang harus diangsur setiap bulan menyebabkan petani responden tidak

berani meminjam ke bank, karena tidak sesuai dengan pendapatan petani yang

bersifat musiman. Ashari (2009) mengemukakan bahwa secara teori perbankan

nasional memiliki potensi yang besar sebagai pendukung pembiayaan pertanian

karena secara legal formal merupakan lembaga intermediasi keuangan, tetapi

fakta yang ada mengindikasikan bahwa penyaluran kredit perbankan nasional ke

sektor pertanian masih dikategorikan sangat kecil, yaitu di bawah enam persen.

Page 131: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

111

Pada tahun 2006, terdapat kredit program berupa Penguatan Modal Usaha

Kecil (PMUK) yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) dan disalurkan melalui Dinas Pertanian. Untuk Desa Talaga Cianjur,

kredit PMUK hanya terbatas diberikan kepada satu kelompok tani Sumber Arum

dengan nilai kredit sebesar Rp 90 juta. Pada tahun 2007 kredit PMUK kembali

digulirkan kepada lima kelompok tani di Desa Talaga Cianjur, yakni Kelompok

Tani Intan Langsung Makmur memperoleh kredit sebesar Rp 170 juta 400 ribu.

Empat kelompok tani yang lain, yakni Sumber Arum, Sumber Tani, Jembar Tani

dan Sumur Sari mendapatkan kredit masing-masing sejumlah Rp 100 juta. Dana

kredit tersebut dialokasikan untuk budidaya pisang (60%), usaha ternak (20%) dan

pembelian hasil (20%). Kecuali pada Sumber Tani terdapat sedikit perbedaan

dalam pengalokasian dana, yakni pada usaha ternak proporsinya meningkat (30%)

dan pembelian hasil proporsinya menurun (10%).

Pada tahun 2008, Departemen Pertanian mengucurkan dana melalui

program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini

merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik

petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang

masuk dalam keanggotaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan

merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP sebagai penyalur bantuan modal

usaha bagi anggota. Dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga

Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Nilai kredit PUAP yang

diberikan kepada Gapoktan sebesar Rp 100 juta. Uang tersebut disalurkan

sebagai bantuan modal bergulir yang dapat diakses kelompok-kelompok tani yang

bergabung dalam Gapoktan. Dana PUAP di Desa Talaga Cianjur disalurkan

kepada pengrajin anyaman bambu (di luar kelompok tani teknologi usahatani

terpadu). Seperti Kelompok Tani Telaga Sari, beranggotakan 27 orang, dibentuk

secara mendadak satu bulan sebelum pencairan dana PUAP. Setiap anggota

mendapatkan kredit sebesar Rp 350 ribu dengan jangka waku peminjaman selama

6 bulan. Pencairan dana pada termin pertama sebesar 50 persen dari total dana

sedangkan kekurangannya pada termin berikutnya. Angsuran pinjaman dilakukan

setiap bulan dengan menyerahkan anyaman bambu berupa ”geblek” sebanyak 10

buah, satu buah ”geblek” dihargai Rp 7 ribu. Total yang dibayarkan selama enam

Page 132: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

112

bulan sejumlah Rp 420 ribu. Dengan kata lain pengrajin dikenakan suku bunga

sebesar 20 persen selama enam bulan. Ketentuan dalam Kelompok Tani Telaga

Sari: (1) anggota kelompok dapat membeli bambu sendiri, (2) anggota kelompok

dapat membeli bambu dari ketua kelompok tani, dan (3) anggota dapat

mengangsur pinjaman dengan upah sebagai tenaga kerja. Upah tenaga kerja

untuk memotong bambu menjadi satu ”geblek” daging Rp 5 ribu, menganyam

satu ”geblek” daging Rp 1,5 ribu, sedangkan ”geblek” kulit Rp 3 ribu. Harga jual

satu ”geblek” daging Rp 9 ribu dan satu ”geblek” kulit Rp 30 ribu. Selisih harga

jual dan harga beli (Rp 2 ribu) digunakan untuk biaya pemasaran (transportasi dan

tenaga kerja).

Di Desa Jatiwangi Garut, dana PUAP dialokasikan kepada tujuh kelompok

tani. Empat kelompok tani mendapatkan kucuran kredit masing-masing sebesar

Rp 7 juta, dua kelompok tani lain memperoleh kredit masing-masing sebesar

Rp 8 juta dan satu kelompok tani mendapatkan kredit sebesar Rp 42 juta, yang

diberikan dalam dua kali termin. Dana pada termin pertama diterima kelompok

tani sebesar 50 persen. Dalam jangka waktu empat bulan, disusulkan dana termin

kedua (50%), setelah dana pinjaman termin pertama didistribusikan kepada

anggota dan dibuat laporan pertanggungjawaban. Dana PUAP digunakan untuk

kegiatan produktif yang memberikan nilai tambah pada komoditas yang

diusahakan, seperti pembuatan wajik, pembuatan keripik pisang ataupun jual beli

kambing. Pada Kelompok Tani Harapan Jaya, minimal anggota meminjam Rp

300 ribu dengan angsuran setiap bulan sebesar Rp 36 ribu selama jangka waktu 10

bulan. Penetapan tingkat suku bunga atau diistilahkan jasa sebesar 2 persen per

bulan merupakan hasil kesepatan dari tujuh ketua kelompok tani.

Membandingkan tingkat suku bunga kredit PUAP yang dibebankan pada

anggota kelompok tani di Cianjur dan Garut, terlihat sama yaitu 20 persen dari

total pinjaman. Namun perbedaan terletak di jangka waktu pengembalian kredit,

di Cianjur beban bunga 20 persen ditanggung anggota kelompok tani selama enam

bulan atau 3,3 persen per bulan, sedangkan di Garut hanya 2 persen per bulan,

karena kredit dapat dicicil selama 10 bulan. Fakta di lapangan memberikan

gambaran bahwa kredit program yang telah memiliki acuan jelas, dalam

implementasinya dapat diterjemahkan berbeda tergantung pada kesepakatan

Page 133: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

113

seluruh kelompok tani. Termasuk jumlah dana PUAP yang diterimakan BRI

sebesar Rp 100 juta tiap Gapoktan, penyaluran di kelompok tani di Desa

Jatiwangi Garut hanya sekitar 86 persen dari total dana. Keterlibatan banyak pihak

dalam pengucuran dana PUAP menyebabkan tidak semua dana dapat

dimanfaatkan petani. Menurut informasi petani responden, terdapat sebagian dana

PUAP dialokasikan untuk kepala desa, camat dan polsek. Di tingkat petani terjadi

juga permasalahan, terkait dengan kemacetan dalam pengembalian pinjaman,

bahkan beberapa petani beranggapan sebagai bantuan modal yang tidak harus

dikembalikan. Fenomena ini perlu dicermati sebagai ketidakefektifan kucuran

kredit program dari pemerintah dengan rantai birokrasi yang panjang. Meskipun

manajer lapang program kredit PUAP dan teknologi usahatani terpadu dirangkap

oleh personil yang sama, namun sebenarnya PUAP tidak terlalu banyak

membantu petani, sehingga petani masih banyak yang menggunakan kredit non

formal.

Kemudahan petani responden dalam mengakses kredit non formal, baik ke

pedagang sarana produksi, pedagang hasil, kelompok tani, maupun pelepas uang

(rentenir), dipandang sebagai alternatif pembiayaan yang sangat membantu petani

responden pada saat dibutuhkan. Pencairan dana relatif cepat, tanpa agunan

dengan prosedur yang mudah dan sederhana, namun ketersediaan dana relatif

terbatas, serta suku bunga yang dibebankan ke petani tergolong tinggi.

Pembiayaan non formal ini didasari pada prinsip kepercayaan, sudah saling

mengenal, seperti hubungan keluarga atau kerabat dekat, tetangga, mitra kerja dan

hubungan kekerabatan yang lain, tanpa aturan atau kesepakatan yang tertulis.

Informasi dari petani responden yang meminjam uang sebesar Rp 100 ribu kepada

pelepas uang, setiap hari Kamis membayar cicilan sebesar Rp 13,5 ribu selama

jangka waktu 10 minggu. Tingkat suku bunga yang dibebankan kepada petani

responden mencapai 35 persen dalam waktu 2,5 bulan atau 168 persen per tahun.

Petani menyadari jika bunga yang dikenakan sangat tinggi, namun kondisi ini

terpaksa dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk itu diperlukan

dukungan sepenuhnya dari lembaga pembiayaan yang berkoordinasi dengan

pemerintah daerah setempat guna memberikan pelayanan pembiayaan kepada

petani skala kecil. Prosedur peminjaman dibuat relatif sederhana, agunan yang

Page 134: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

114

mampu dipenuhi petani dengan tingkat suku bunga yang rendah dan angsuran

disesuaikan dengan pendapatan petani yang bersifat musiman.

Ketersediaan Sarana Pemasaran

Sarana pemasaran yang dimaksud dititikberatkan pada prasarana jalan,

sarana transportasi dan pasar sebagai tempat transaksi antara penjual dan pembeli.

Sebagian besar petani adopter (59,9%) dan petani non adopter (66,7%) baik di

Cianjur maupun Garut menyatakan bahwa ketersediaan prasarana pemasaran

tergolong sedang (Tabel 23). Hasil pengamatan di lapangan memberikan

gambaran bahwa prasarana jalan utama, baik yang menghubungkan ibukota

Kabupaten Cianjur ke Desa Talaga maupun ibukota Kabupaten Garut ke Desa

Jatiwangi, tergolong bagus berupa jalan aspal. Kondisi ini berperan penting bagi

kelancaran pengangkutan produk pertanian yang dihasilkan petani responden,

terutama yang terkait dengan waktu angkut produk dari desa ke kota. Jalan dalam

desa yang menghubungkan antara satu dusun dengan dusun lain di Desa Talaga

dan Desa Jatiwangi sebagian besar merupakan jalan makadam (tanah berbatu) dan

hanya sedikit yang berupa jalan tanah. Menurut persepsi petani responden

prasarana jalan yang telah dibangun sangat memudahkan petani dalam

mendistribusikan produk yang dihasilkan. Dukungan pemerintah dalam

membangun prasarana jalan tersebut patut diapresiasi. Aksesibilitas masyarakat

desa terhadap wilayah perkotaan begitu terbuka, demikian pula sebaliknya,

sehingga membawa pengaruh positif terhadap pembangunan pertanian di

pedesaan.

Sarana transportasi umum yang ada di Desa Talaga Cianjur berupa colt dan

sepeda motor (ojeg), sedangkan Desa Jatiwangi Garut berupa mini bus elf dan

ojeg. Jumlah colt yang menjangkau wilayah Desa Talaga Cianjur relatif banyak

dibandingkan jumlah mini bus elf di Desa Jatiwangi Garut, sehingga frekuensi

lintasan menjadi jarang. Keadaan ini membuka peluang alat transportasi ojeg

untuk mengisi ketiadaan alat angkut pada saat dibutuhkan. Dengan rute dan jarak

tempuh yang sama, biaya transportasi bila menggunakan ojeg relatif lebih mahal

dibandingkan dengan colt ataupun mini bus elf. Meski demikian, keberadaan ojeg,

dinilai petani responden sangat membantu dalam pengangkutan, terutama pada

jalur-jalur yang tidak dilalui kendaraan roda empat. Mosher (1966) mensyaratkan

Page 135: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

115

pengangkutan produk pertanian hendaknya efisien dan murah, sehingga harga

sarana produksi menjadi lebih rendah dan penerimaan petani dari penjualan

produk akan lebih tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi biaya

pengangkutan antara lain: (1) sifat barang yang diangkut (terkait dengan berat);

(2) penanganan terhadap barang, perlu hati-hati atau tidak untuk mencegah

kerusakan, mudah busuk dan perlu cepat diangkut atau tidak; (3) jarak angkut; (4)

volume per trip; serta (5) jenis alat angkut yang digunakan. Fasilitas

pengangkutan yang tersedia di Cianjur dan Garut, baik yang menyangkut

prasarana jalan maupun sarana transportasi, memungkinkan berbagai komoditas

pertanian dibudidayakan, termasuk ternak. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap

kecepatan pembangunan pertanian.

Selain prasarana jalan dan sarana transportasi, ketersediaan pasar juga

diperlukan untuk memudahkan distribusi produk pertanian dari petani ke tangan

konsumen. Di Desa Talaga Cianjur tidak terdapat fasilitas pasar, namun sekitar

10 kilo meter di kota Cianjur terdapat pasar sebagai tempat transaksi jual beli

produk dari berbagai desa di Cianjur. Di Desa Jatiwangi Garut terdapat pasar

permanen yang buka hanya pada hari Senin dan Kamis, berlokasi di Kampung

Kadudampit, Dusun Ciakar. Petani responden yang menjual hasil pertanian ke

pasar hanya berkisar antara 2,2 - 5,1 persen; petani tersebut merangkap sebagai

pedagang (Tabel 23). Sebagian besar petani responden Cianjur (adopter dan non

adopter) menjual hasil di lahan petani. Pilihan tersebut didasari pertimbangan

bahwa selisih penerimaan menjual hasil di lahan petani dan di pasar tidak jauh

berbeda. Petani responden telah memperhitungkan biaya transportasi dan curahan

tenaga kerja, bila menjual hasil pertanian ke pasar. Di samping itu, dijumpai

beberapa petani responden yang mempunyai ikatan hutang uang kepada

pedagang, baik untuk biaya usahatani maupun kebutuhan keluarga. Produk yang

dihasilkan petani menjadi jaminan untuk membayar hutang tersebut. Penentuan

waktu dan kegiatan panen dilakukan oleh pedagang.

Bagi petani adopter di Cianjur, pemasaran komoditas pisang dilakukan

secara kolektif melalui kelompok tani. Di dalam kelompok tani terdapat seksi

pemasaran, yakni petani yang merangkap sebagai pedagang pengumpul tingkat

desa. Anggota kelompok tani (petani adopter) membawa hasil pisang ke bagian

Page 136: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

116

pemasaran. Pisang tersebut dijual ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten di

Cipanas (dua pedagang), Cianjur (satu pedagang) dan Jakarta (dua pedagang).

Sebagai pengikat, para pedagang pengumpul tingkat kabupaten memberikan

panjar kepada seksi pemasaran sebesar Rp 2 juta – Rp 5 juta yang diberikan 1-2

minggu sebelum dilakukan transaksi jual beli. Harga pisang di tingkat pedagang

(seksi pemasaran), tergantung pada jenis dan mutu pisang. Seperti jenis pisang

raja bulu grade satu dihargai Rp 2.500,00/kg (dipasok ke super market), grade

dua dan grade tiga, masing-masing Rp 2.000,00/kg dan Rp 1.500,00 – Rp

1.750,00/kg. Harga di tingkat petani berkurang Rp 500,00/kg yang dialokasikan

untuk biaya angkut (transportasi) sebesar Rp 100,00; upah tenaga kerja Rp

100,00; uang kas kelompok tani Rp 100,00 dan keuntungan sebagai pedagang Rp

200,00. Bagi petani bukan anggota kelompok tani, bila menjual pisang ke seksi

pemasaran dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 100,00/kg sehingga selisih

harga di tingkat petani dan pedagang pengumpul tingkat desa menjadi Rp

600,00/kg.

Sebagian besar petani adopter (41,7%) dan petani non adopter (35,6%) di

Garut menjual hasil di rumah petani (Tabel 24). Terdapat kecenderungan petani

untuk tidak menjual seluruh produk pangan seperti padi, jagung dan singkong.

Tabel 24 Tempat petani melakukan transaksi jual beli

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%)

No. Uraian Adopter (n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter (n=91)

Non adopter (n=118)

(1) Lahan petani 56,5 44,7 16,5 24,6 (2) Rumah petani 4,3 8,5 41,7 35,6 (3) Tempat pedagang 37,0 42,5 38,5 34,7 (4) Pasar 2,2 4,3 3,3 5,1

Total 100,0 100,0 100,0 100,0

Pola penyimpanan hasil pertanian, selain untuk keamanan pangan, juga

berkaitan dengan beberapa hal seperti tingkat kesesuaian harga yang berlaku di

pasaran dengan keinginan petani, kemampuan penanganan pasca panen, dan

kebutuhan uang tunai untuk keperluan sehari-hari termasuk untuk membiayai

usahatani. Meskipun tempat petani melakukan transaksi jual beli beragam, namun

terdapat satu kesamaan, yakni posisi tawar petani responden yang lemah dalam

menjual hasil pertanian. Petani responden lebih berperan sebagai penerima harga,

Page 137: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

117

sedangkan penentu harga lebih didominasi oleh para pedagang, terlebih bila ada

keterikatan hutang, selisih harga dapat mencapai Rp 50,00 – Rp 100,00/kg

Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

Pemberlakuan UU Otonomi Daerah memberi keleluasaan bagi kepala

daerah dan DPRD untuk mengatur kelembagaan daerah, sehingga kelembagaan

penyuluhan yang ada di daerah bervariasi. Sebelum otonomi daerah, Balai

Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP) merupakan unit kerja kelembagaan

penyuluhan pertanian. Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menko

Wasbangkan, penyuluhan pertanian (BIPP) diserahkan kepada pemerintah daerah

pada tahun 1996. Setelah reformasi digulirkan, pada tahun 2000 kelembagaan

BIPP berubah menjadi Kantor Informasi dan Penyuluhan Pertanian (KIPP). Di

dalamnya terdapat lembaga penyuluhan pertanian, dan lembaga ketahanan

pangan. Pada tahun 2003 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 8 Tahun 2003

tentang struktur pemerintah daerah membatasi jumlah institusi/dinas di daerah,

lembaga tersebut dirampingkan.

Di Cianjur, penyuluhan pertanian masuk dalam instansi Dinas Pertanian

Kabupaten Cianjur, sedangkan di Garut penyuluhan pertanian dan ketahanan

pangan digabung menjadi Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan Ketahanan

Pangan. Instansi ini merupakan unit kerja eselon III-A yang bertanggungjawab

kepada Bupati melalui Sekretaris Wilayah Daerah (Setwilda). Struktur organisasi

yang dibentuk terdapat tiga seksi yang berada pada Kantor Pengembangan SDM

Pertanian dan Ketahanan Pangan, yakni seksi: (1) Pengembangan SDM, (2)

Ketahanan Pangan, dan (3) Pemberdayaan BPP dan Kelompok Tani. Jumlah

personil pada tahun 1999 sebanyak 246 orang PNS, yang pada tahun 2008

mengalami penurunan menjadi 180 orang. Pada tahun 2009 Kantor

Pengembangan SDM Pertanian dan Ketahanan Pangan di Garut sudah tidak ada

lagi, dan penyuluhan pertanian berada di Badan Ketahanan Pangan.

Instalasi penyuluhan di wilayah kecamatan adalah Balai Penyuluhan

Pertanian (BPP), yang menginduk pada Badan Ketahanan Pangan. Secara

keseluruhan BPP di Kabupaten Garut berjumlah 42 yang menyebar di seluruh

kecamatan. Masing-masing BPP terdapat tenaga penyuluh berkisar 3-12 orang.

Selain itu di tingkat desa terdapat Pos Pelayanan Penyuluhan Pertanian. Namun

Page 138: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

118

dari total desa sebanyak 424, pada tahun 2008 baru terdapat 147 Posluh, satu di

antara desa tersebut adalah Desa Jatiwangi (Posluh Pertanian Mekarwangi), yang

berarti masih terdapat 277 desa yang belum mempunyai Posluh. Gambaran

keseluruhan jumlah penyuluh pertanian yang ada berdasarkan jenis kelamin,

tingkat pendidikan dan jenjang jabatan di lokasi penelitian (kondisi tahun 2008)

ditampilkan pada Tabel 25.

Tabel 25 Jumlah penyuluh pertanian berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenjang jabatan, tahun 2008

(orang) Kab. Cianjur

(n=152) Kab. Garut

(n=180) Prov. Jabar

(n=180) No. Uraian Jumlah % Jumlah % Jumlah %

(1) Berdasarkan jenis kelamin

- Laki-laki 131 86 147 82 2.137 84 - Perempuan 21 14 33 18 397 16

(2) Berdasarkan tk pendidikan

- SLTA 2 1 52 29 294 12 - D3 reguler 71 47 26 14 75 34 - D3 penyetaraan 24 16 - - 27 13 - D4 - - 1 1 8 1 - S1 49 32 95 53 70 38 - S2 6 4 6 3 47 2

(3) Berdasarkan jen-jang jabatan

- Pelaksana 6 4 9 5 171 7 - Pelaksana

lanjutan 35 23 27 15 45 18

- Penyelia 58 38 43 24 1.012 40 - Pertama 14 9 20 11 217 9 - Muda 19 13 46 26 377 16 - Madya 20 13 35 19 242 10

Sumber: Pusat Pengembangan Penyuluhan, Badan Pengembangan SDM Pertanian (2009)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 16 Tahun 2006

Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan:

”Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.”

Page 139: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

119

Sumardjo (2008) menekankan bahwa fokus utama penyuluhan adalah

pembangunan manusia sebagai bagian dari sistem sosial. Penyuluhan melakukan

upaya pembangunan struktur masyarakat secara konvergen, dialogis, demokratis

dan partisipatif. Untuk itu dalam keprofesian penyuluh diperlukan standar

kompetensi penyuluh yang jelas dan didukung oleh kontrol yang efektif.

Persepsi Petani terhadap Kompetensi Penyuluh

Penyuluh yang diketahui dan dikenal petani adopter (terutama pengurus

kelompok tani) adalah: (1) penyuluh PNS yang membina masyarakat petani,

sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 ayat (1) UU RI No 16/2006; dan (2)

penyuluh yang memperkenalkan teknologi usahatani terpadu, yakni penyuluh

yang bernaung di instansi BPTP Jawa Barat. Sebagian besar (74,5%) petani non

adopter Cianjur tidak mengenal penyuluh. Bagi petani non adopter Garut,

penyuluh PNS yang bertugas di Desa Jatiwangi tidak dikenal, justru penyuluh

desa lain yang dikenal, karena berdomisili di Jatiwangi dan berinteraksi dengan

petani setempat. Persepsi sebagian besar (63,0%) petani adopter Cianjur dan

petani adopter serta non adopter Garut (sekitar 65,3% - 70,3%) terhadap

kompetensi penyuluh termasuk dalam kategori sedang (Tabel 26). Hal ini

menggambarkan persepsi petani responden berada pada posisi kurang setuju atau

setuju terhadap penilaian kemampuan penyuluh.

Penguasaan penyuluh terhadap teknik budidaya komoditas pertanian dinilai

memadai, termasuk pengetahuan tentang produksi tanaman dan ternak. Penyuluh

dari BPTP Jawa Barat dinilai mampu menjelaskan teknologi usahatani terpadu

sebagai teknologi yang dinilai lebih baik. Penyuluh dapat berkomunikasi dengan

bahasa yang mudah dipahami petani responden. Di Cianjur, penyuluh telah

ikutserta membangun kerjasama antara pengurus kelompok tani (yang beranggota

petani adopter) dengan pedagang tingkat kabupaten ataupun supermarket dalam

pemasaran pisang. Dengan demikian, kelompok tani mempunyai posisi tawar

yang kuat sehingga diperoleh harga jual produk yang relatif lebih tinggi dibanding

jika petani menjual secara individu. Di samping itu biaya pemasaran dapat lebih

ditekan. Kepala Desa Talaga Cianjur yang merangkap sebagai Ketua Kelompok

Tani Intan Langsung Makmur ikut berperan dalam menjalin kemitraan. Sebelum

Page 140: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

120

dipilih sebagai kepala desa, berprofesi sebagai supplier produk pertanian ke

supermarket sehingga telah memiliki jaringan pemasaran. Kondisi pemasaran

bersama ini tidak ditemui di Garut, baik penyuluh maupun tokoh masyarakat

belum merintis ke arah tersebut.

Tabel 26 Persepsi petani terhadap penyuluhan di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur Petani Garut Total Petani

Persepsi Petani terhadap

Adopter

(n=46)

Non adopter

(n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter

(n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter

(n=165)

Adopter & Non

adopter (n=302)

Kompetensi Penyuluh

2,69 1,75 2,54 2,33 2,62 2,04 2,33

Peran Penyuluh 2,74 1,71 2,60 2,45 2,67 2,08 2,38

Materi penyuluhan 2,73 1,46 2,86 2,76 2,80 2,11 2,46

Metode penyuluhan 2,89 2,34 2,74 2,81 2,82 2,58 2,70

Penyuluhan 2,76 1,81 2,68 2,59 2,72 2,20 2,46

Keterangan: Rentang skor 1,00-4,00 Kategori Rendah = Skor 1,00-2,00; Sedang = Skor 2,01-3,00; Tinggi = Skor 3,01-4,00

Beberapa kemampuan penyuluh yang dipandang petani responden perlu

ditingkatkan adalah pengetahuan yang baik terhadap potensi sumberdaya wilayah

binaan, budaya dan kebutuhan masyarakat petani. Fakta di lapangan menunjukkan

bahwa kesetaraan antara penyuluh dan petani responden belum terwujud dengan

baik. Penyuluh lebih berperan sebagai “petugas” dinas dalam melaksanakan

program daripada sebagai penyuluh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini

ditandai dengan instruksi penyuluh kepada petani responden, seperti pembuatan

kompos dari kotoran domba, dan pembuatan trichoderma. Hubungan yang terjalin

seperti antara guru dan murid. Interaksi antara penyuluh dengan petani responden

belum mencerminkan hubungan yang egaliter.

Keberpihakan penyuluh kepada petani belum tampak, seperti keterlibatan

penyuluh sebagai tenaga (penyuluh) pendamping dalam penyaluran kredit PUAP

belum sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan. Penyimpangan terhadap

jumlah dan alokasi dana PUAP masih ditemukan. Semestinya program kredit

Page 141: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

121

PUAP dan pengembalian pinjaman diawasi dengan lebih baik, dalam artian

pengawasan terhadap penggunaan kredit dilakukan dengan bijaksana.

Pengembalian pinjaman menjadi lebih mudah, efektif dan terkontrol dengan

adanya kerjasama antara petani dan penyuluh pendamping. Dalam penyusunan

rencana kebutuhan pupuk bersubdisi, penyuluh tidak didukung data kebutuhan riil

petani di lapangan. Penghitungan penyuluh hanya berdasarkan prediksi

penggunaan pupuk per hektar dikalikan total luas areal pertanian di tingkat

kecamatan.

Menurut informasi penyuluh, pupuk bersubsidi (Urea, phonska, ZA, NPK

kujang dan SP36) yang tersedia di kios pengecer resmi lingkup Kecamatan

Pakenjeng Garut pada tahun 2009 mencapai sekitar 2000 ton, namun yang

terserap hanya 50 persen. Keuntungan kios tersebut diperoleh dari fee yang telah

ditetapkan sebesar Rp 2.000,00/karung (50 kg) atau Rp 40,00/kg pupuk.

Faktanya, beberapa petani responden di Desa Jatiwangi Garut kesulitan dalam

mendapatkan pupuk phonska dan NPK kujang. Diduga faktor penyebab

kelangkaan tersebut adalah distribusi pupuk bersubsidi yang tidak sesuai

kebutuhan petani, dan penyimpangan alokasi pupuk bersubsidi kepada pihak lain

yang tidak berhak, namun menjanjikan keuntungan yang lebih tinggi. Kondisi

yang timpang ini mengindikasikan penyuluh belum berpihak kepada petani.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur (72,3%) terhadap

kompetensi penyuluh tergolong rendah (Tabel 26). Berarti petani non adopter

Cianjur cenderung bersikap tidak setuju – kurang setuju terhadap penilaian

kompetensi penyuluh. Sikap tersebut lebih disebabkan petani responden tidak

mengenal penyuluh, sehingga tidak dapat menilai kompetensi dan kinerja

penyuluh. Sebagian besar petani (74,5%) non adopter Cianjur menyatakan bahwa

penyuluh tidak melakukan kegiatan penyuluhan yang menjadi tugasnya.

Kenyataan ini sering dibantah oleh pejabat dinas maupun pejabat Kementerian

Pertanian. Masalahnya, pengertian pejabat tentang penyuluh sangat berbeda.

Pejabat selalu menganggap penyuluh sebagai petugas bawahannya, dan harus

meneruskan instruksi kepada petani.

Penyuluh yang berada di BPP Kecamatan Cugenang Cianjur berjumlah lima

orang, termasuk satu orang penyuluh koordinator, yang membina 16 desa. BPP

Page 142: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

122

Kecamatan Pakenjeng Garut memiliki tiga Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu

Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) dan satu orang penyuluh koordinator yang telah

berstatus PNS, dengan 12 desa binaan. Berarti satu tenaga penyuluh membina 3-4

desa. Tugas penyuluh pertanian PNS ataupun THL-TBPP selain membina petani,

juga menyusun programa penyuluhan, laporan kegiatan per bulan, membuat

rencana kebutuhan pupuk bersubsidi, mengikuti latihan gabungan di BPP dengan

instruktur dari kabupaten, dan menghadiri rapat mingguan.

Bagi THL-TBPP masih terdapat tambahan tugas untuk mengikuti kegiatan

pembinaan yang dilakukan di kabupaten. Kegiatan penyuluh menjadi bertambah

lagi dengan masuknya suatu program atau proyek ke desa binaan. Sebagai

gambaran di Desa Jatiwangi dalam waktu bersamaan terdapat program Farmer

Empowerment through Agricultural Technology and Information Project

(FEATI), program pertanggungjawaban sosial perusahaan Antam berupa petak

percontohan (plot demonstrasi) usahatani jagung, tomat dan cabe pada areal 0,5 ha

dan program Sarjana Membangun Desa yang mengintroduksikan 88 ekor

kambing PE untuk usaha ternak. Satu kelompok peternak terdiri dari 8 orang.

FEATI atau Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi

Pertanian (P3TIP) merupakan program yang dirancang untuk mewujudkan sistem

penelitian dan penyuluhan pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan petani

dalam menghadapi perkembangan ekonomi global. Keseluruhan kegiatan di luar

membina petani, menyita waktu penyuluh sehingga tugas pokok melakukan

kegiatan penyuluhan sering diabaikan. Menurut informan kunci, THL-TBPP di

Desa Jatiwangi mengunjungi rumah petani pada waktu petani berada di ladang.

Kunjungan penyuluh tersebut dinilai hanya untuk memenuhi laporan

administratif.

Tjitropranoto (2003) menyoroti kompetensi penyuluh perlu ditingkatkan

melalui pengetahuan penyuluh terhadap sifat-sifat, potensi dan keadaan

sumberdaya alam, iklim serta lingkungan di wilayah petani binaan. Selain itu,

penyuluh perlu memahami perilaku petani dan potensi pengembangannya,

pemahaman terhadap kesempatan usaha pertanian yang menguntungkan petani,

membantu petani dalam mengakses informasi harga dan pasar, memahami

peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan usaha pertanian. Hasil

Page 143: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

123

penelitian Muliady (2009) menunjukkan bahwa kompetensi penyuluh

berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh (pengelolaan informasi dan

kepemimpinan).

Dimensi kompetensi penyuluh mencakup kemampuan dalam aspek

pengetahuan, sikap, dan keterampilam. Berdasarkan teori kritis pendidikan orang

dewasa yang dikembangkan oleh Friere dan Horton (Page dan Czuba,1999),

kemampuan individu dapat diubah dan dapat dikembangkan, sedangkan teori

tabula rasa yang diperkenalkan John Locke (Salkind, 1985) bahwa faktor

lingkungan lebih dominan dalam menentukan perkembangan kualitas sumberdaya

manusia dibanding faktor genetik. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian

Anwas (2009) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi kompetensi penyuluh,

sehingga untuk meningkatkan kompetensi penyuluh di lingkungan lembaga

penyuluhan harus diciptakan suasana yang mendorong penyuluh untuk melakukan

proses belajar. Dengan demikian, kompetensi penyuluh dapat ditingkatkan

melalui pendidikan formal, non formal (melalui pelatihan-pelatihan), dan informal

(pendidikan dalam keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal, dan lingkungan

tempat bekerja) yang memungkinkan peningkatan kemampuan penyuluh.

Upaya-upaya peningkatan kompetensi penyuluh perlu disertai dengan

pemberian insentif (reward) yang akan memotivasi penyuluh dalam memberikan

kinerja yang optimal. Biaya operasional penyuluh (BOP) hanya sebesar Rp 250

ribu/bulan bagi penyuluh PNS, sedangkan THL-TBPP yang berpendidikan SLTA

sebesar Rp 100 ribu/bulan (dengan perolehan honorarium Rp 1 juta/bulan selama

10 bulan dalam satu tahun). Padahal dalam menjalankan tugas tidak ada

perbedaan antara penyuluh PNS dan THL-TBPP, bahkan THL-TBPP mendapat

tambahan tugas untuk mengikuti pembinaan di tingkat kabupaten. Perekrutan

terhadap THL-TBPP juga memunculkan kritikan. Dalam beberapa kasus, THL-

TBPP diragukan integritasnya. Dengan status sebagai tenaga kontrak, dianggap

sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih permanen. Status

tersebut mempengaruhi semangat dan kinerja THL-TBPP di lapangan. Untuk itu,

keseimbangan antara beban tugas dengan insentif perlu menjadi prioritas utama.

Apresiasi terhadap kinerja THL-TBPP yang baik, perlu dilakukan dengan

memberikan sertifikat penghargaan, juga kesempatan untuk mengikuti berbagai

Page 144: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

124

kegiatan pelatihan, dengan materi tentang pemecahan masalah yang dihadapi

petani binaan.

Pemerintah dalam memberikan BOP kepada penyuluh PNS tidak

memperhatikan wilayah yang dibina, antara agroekosistem lahan sawah, dan lahan

marjinal (lahan kering dan pasang surut) tidak dibedakan. Tingkat keterjangkauan

ketiga agroekosistem tersebut tentu tidak sama. Jarak tempuh dan tingkat

kesulitan capaian suatu wilayah tidak dipertimbangkan pemerintah, baik pusat

maupun daerah untuk memberi insentif yang layak kepada penyuluh. Suatu

wilayah yang terpencil dengan prasarana jalan yang kurang memadai, tidak

mengherankan apabila tidak pernah dikunjungi penyuluh. Seperti Kampung Pasir

Kaliki di Desa Jatiwangi Garut, jalan yang ada berupa jalan tanah setapak, tidak

bisa dijangkau kendaraan bermotor (ojeg). Waktu tempuh yang diperlukan sekitar

satu jam berjalan kaki dari kantor desa ke kampung tersebut.

Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh

Sejalan dengan arus globalisasi berupa liberalisasi perdagangan, perubahan

preferensi konsumen terhadap produk pertanian dan upaya terhadap kelestarian

lingkungan, menuntut pendekatan penyuluhan pertanian yang dinamis mengikuti

perubahan. Penyuluh pertanian dituntut tidak hanya sekedar sebagai penyampai

(desiminator) teknologi dan informasi, tetapi lebih ke arah sebagai motivator,

dinamisator, pendidik, fasilitator dan konsultan bagi petani (Tjitropranoto, 2003;

Subejo, 2009). Lippitt et al. (1958) dan Rogers (2003) bahkan menambahkan

bahwa penyuluh pertanian harus dapat mendiagnosis permasalahan-permasalahan

yang dihadapi oleh klien (petani), membangun dan memelihara hubungan dengan

sistem klien (petani), memantapkan adopsi inovasi serta mencegah penghentian.

Untuk mendukung peran-peran tersebut, penyuluh pertanian perlu mampu

menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi dan edukasi. Pada

saat ini penyuluh PNS dan THL-TBPP berhadapan dengan sales yang merupakan

pelayan teknis perusahaan sarana produksi nasional dan multinasional serta

berperan sebagai penyuluh swasta telah memasuki pedesaan. Untuk itu penyuluh

pertanian (PNS dan THL-TBPP) diharapkan dapat berperan dengan lebih baik,

sehingga keberadaannya memiliki arti dan dibutuhkan bagi petani. Penyuluh

Page 145: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

125

swasta (dari perusahaan) bertugas menyampaikan informasi tentang keefektifan

produk yang dihasilkan perusahaan, sedangkan penyuluh PNS harus netral, tidak

berpihak kepada produk perusahaan tertentu, melainkan harus berpihak kepada

petani. Namun demikian penyuluh PNS perlu bekerjasama atau berkoordinasi

dengan penyuluh swasta yang menawarkan produk (sarana produksi) yang

bermutu baik bagi petani.

Persepsi sebagian besar petani adopter (63,5%) dan petani non adopter

(sekitar 44,2%) terhadap peran penyuluh adalah tergolong sedang (Tabel 26). Hal

ini menggambarkan bahwa sebagian besar petani responden (adopter dan non

adopter) bersikap kurang setuju – setuju dalam menilai peran penyuluh.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani responden tidak semuanya

dapat diatasi penyuluh, seperti layu daun dan busuk pada pangkal batang pisang

yang dihadapi petani adopter Cianjur. Petani responden Garut menghadapi

kesulitan dalam mengatasi hama ulat (kuuk), dan memperoleh benih padi gogo

jenis Situ patenggang dan Situ bagendit karena tidak dijual di pasaran. Penyuluh

dinilai petani responden belum berperan dalam mengidentifikasi permasalahan

berteknologi usahatani terpadu, termasuk juga mengidentifikasi kebutuhan petani

responden. Untuk itu penyuluh perlu berperan sebagai fasilitator, paling sedikit

mencarikan informasi dari instansi berwenang untuk menyelesaikan masalah dan

memenuhi kebutuhan petani. Dalam hal pemasaran, petani responden di Desa

Jatiwangi Garut membutuhkan kerjasama dengan pihak lain untuk menampung

produk pertanian yang telah diolah sehingga petani mendapatkan nilai tambah,

seperti minyak atsiri dari daun nilam. Dinas Perindustrian telah memberikan

batuan alat penyulingan, namun dalam pembuatan minyak atsiri dibutuhkan

modal yang relatif besar.

Alat penyulingan yang didanai pemerintah tersebut tidak dimanfaatkan

dengan baik, disimpan di gudang dan tidak terawat. Petani menjual nilam dalam

bentuk bahan mentah (daun nilam basah atau kering) dengan harga jual yang terus

menurun. Pada tahun 2004 harga daun nilam basah Rp 2.000,00/kg dan pada

tahun 2008 hanya berkisar antara Rp 700,00/kg - Rp 1.000,00/kg. Keadaan ini

membuat petani tidak termotivasi untuk mengurus tanaman nilam. Lahan yang

telah ditanami nilam menjadi terlantar, tidak dipelihara. Hal ini terlepas dari

Page 146: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

126

perhatian penyuluh. Padahal Slamet (2003) telah menegaskan bahwa penyuluh

harus mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul dari situasi baru.

Dalam paradigma baru penyuluhan pertanian, salah satu faktornya adalah harus

berorientasi agribisnis yang memandang usahatani sebagai bisnis, dengan motif

mendapatkan keuntungan. Sebagai konsekuensinya, lembaga penyuluhan

pertanian di tingkat pusat (Badan Pengembangan SDM) perlu melakukan

kerjasama dan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian. Kerjasama ini perlu ditindaklanjuti sampai tingkat

kabupaten yang melibatkan penyuluh dan petani (sebagai produsen komoditas

pertanian). Selain itu, penyuluh juga harus mampu berperan sebagai penghubung

dan fasilitator dalam membangun kerjasama antara petani (kelompok tani) dengan

pihak swasta (pengusaha swasta) yang menangani pengolahan dan pemasaran

produk olahan pertanian.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur (74,5%) terhadap

terhadap peran penyuluh tergolong rendah (Tabel 26). Petani responden (non

adopter) menyatakan tidak mengenal dan tidak pernah dikunjungi penyuluh

pertanian. Tidak ada kinerja penyuluh pertanian yang ditunjukkan. Penyuluh

pertanian dianggap tidak berperan dalam kegiatan berusahatani petani non adopter

Cianjur. Tidak ada andil penyuluh pertanian dalam mengatasi berbagai persoalan

bertani yang dihadapi petani non adopter Cianjur. Di Kampung Bayabang Desa

Talaga Cianjur yang mendatangi warga tani justru tiga tenaga perempuan yang

direkrut United States Agency for International Development (USAID) dan berada

dalam Yayasan Bina Sehat Sejahtera.

Salah satu program USAID yang masuk ke kampung tersebut adalah

program peduli lingkungan. Pada bulan Maret 2008 dibentuk Kelompok Peduli

Lingkungan (Kempel) yang beranggotakan 13 orang perempuan. Kempel terdiri

atas empat orang sebagai pengurus kelompok (ketua, wakil, sekretaris dan

bendahara) dan sembilan orang anggota. Selama dua bulan dari awal

pembentukan kelompok, diadakan pertemuan mingguan. Setelah itu pertemuan

dilakukan satu bulan sekali. Kegiatan yang dilaksanakan berupa pembuatan: (1)

tas dari bekas pembungkus kopi instan, (2) bunga dari kantong plastik, (3) taplak

meja dari sedotan, dan (4) kompos. Informasi dari anggota Kempel, cara

Page 147: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

127

pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah rumah tangga. Potongan

sayuran yang tidak digunakan, sisa makanan, kulit pisang atau tomat busuk,

semua dicacah, kemudian ditambah kotoran kambing, dedak, kapur pertanian dan

bahan kimia EM-4. Proses pembusukan dilakukan selama dua minggu dengan

cara memasukkan semua bahan-bahan dalam kantong plastik dan ditutup rapat.

Kompos yang telah dicampur dengan tanah dapat digunakan untuk tanaman hias.

Secara keseluruhan bahan-bahan pembuatan kompos mudah didapat, kecuali

bahan kimia EM-4. Fungsi EM-4 untuk meningkatkan dekomposisi limbah dan

sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan

aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.

Teknik pembuatan kompos seharusnya menjadi peran penyuluh pertanian,

yakni sebagai tenaga teknis edukatif yang bertindak sebagai penyedia jasa

konsultan (pendidikan non formal) yang membimbing, melatih, mengarahkan, dan

memberikan transfer informasi dan teknologi usahatani (Hendayana, 2009).

Namun peran tersebut diambil alih oleh tenaga yang direkrut USAID. Tidak dapat

dipungkiri, insentif yang diterima tenaga tersebut relatif lebih besar dibanding

honor yang diterima penyuluh bantu (THL-TBPP). Hal ini menjadi faktor

pendorong bagi tenaga yang direkrut USAID untuk memasuki kampung-kampung

dan mengajarkan suatu inovasi. Plastik kemasan bekas yang selama ini dibuang

dapat dimanfaatkan menjadi suatu produk yang mempunyai nilai jual. Ini juga

merupakan peran penyuluh yang mendorong masyarakat untuk berwirausaha,

dengan mengembangkan kreativitas yang bersifat inovatif.

Selama ini keberadaan penyuluh pertanian dipandang sangat diperlukan,

terutama dalam tugas pendampingan dan konsultasi bagi para petani dalam

mengembangkan kegiatan usahatani. Hal ini diperkuat dengan diberlakukan UU

RI No. 16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan

kehutanan; berikut Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 2009 tentang

pembiayaan, pembinaan, dan pengawasan penyuluh pertanian, perikanan, dan

kehutanan. Kementerian Pertanian telah mengambil kebijakan menempatkan satu

desa satu penyuluh pertanian. Jumlah seluruh desa di Indonesia mencapai 70.150

dan total tenaga penyuluh pertanian PNS dan THL-TBPP sampai tahun 2009

sebanyak 52.507 orang (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2010).

Page 148: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

128

Berarti satu orang tenaga penyuluh pertanian PNS atau THL-TBPP bertugas di 1-

2 desa. Namun fakta yang ada, baik di Desa Talaga Cianjur maupun di Desa

Jatiwangi Garut satu orang tenaga penyuluh pertanian PNS atau THL-TBPP

bertugas di 3-4 desa.

Kenyataan di lapangan bahwa peran penyuluh pertanian PNS atau THL-

TBPP baru dirasakan oleh petani adopter (terutama pengurus kelompok tani) dan

curahan waktu penyuluh lebih banyak untuk kegiatan yang bersifat administratif

dibanding penyuluhan, serta beban wilayah binaan mencapai 3-4 desa, maka perlu

dicari alternatif perbaikan. Pada UU RI No. 16 Tahun 2006, Bab VI tentang

tenaga penyuluh Pasal 20 ayat (1) Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS,

penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya; ayat (3). Keberadaan penyuluh

swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku

utama dan pelaku usaha. Lebih lanjut pada Pasal 30 ayat (3) penyuluh swasta dan

penyuluh swadaya dalam melaksanakan penyuluhan kepada pelaku utama dan

pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS. Pada Pasal 1 ayat (20)

penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga

yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan; ayat (21) penyuluh

swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga

masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi

penyuluh.

Mencermati makna eksplisit yang tertuang dalam UU tersebut terutama

Pasal 1 ayat (21) dan Pasal 30 ayat (3), penyuluh swadaya dalam mengemban

tugas melakukan penyuluhan dapat bekerjasama dengan penyuluh pertanian PNS

atau THL-TBPP. Selama ini, setiap ada proyek/program pemerintah, penyuluh

selalu bekerjasama dengan kelompok tani. Interaksi yang tergolong sering

dilakukan dengan pengurus kelompok tani, terutama ketua kelompok tani.

Implikasinya, ketua kelompok tani dapat dikategorikan sebagai penyuluh

swadaya. Semestinya di tingkat masyarakat petani perlu dilakukan sosialisasi

bahwa selain penyuluh pertanian PNS atau THL-TBPP, terdapat pula penyuluh

swasta dan penyuluh swadaya (dapat berasal dari kalangan petani). Sosialisasi ini

perlu dilakukan mengingat selama ini yang dikenal masyarakat petani secara luas

adalah penyuluh dari pemerintah/penyuluh PNS.

Page 149: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

129

Secara personal ketua kelompok tani sebagai pemimpin anggota kelompok

mempunyai beberapa kualifikasi yang lebih baik dibanding dengan anggota

kelompok. Pertama, tingkat pendidikan ketua kelompok relatif lebih tinggi. Rata-

rata anggota kelompok berpendidikan SD, sedangkan ketua kelompok di Desa

Talaga Cianjur, dua orang (40%) berpendidikan SLTP dan tiga orang (60%)

berpendidikan SLTA. Di Desa Jatiwangi Garut, tiga orang (50%) berpendidikan

SD, dua orang (33%) berpendidikan SLTP, dan satu orang (17%) berpendidikan

SLTA. Meskipun 50% ketua kelompok hanya berpendidikan SD, mereka

termasuk tokoh masyarakat yang telah berpengalaman dalam kegiatan bertani dan

termasuk berhasil. Kedua, status sosial ketua kelompok dipandang lebih tinggi,

yang dapat dilihat dari dua hal (achieved status dan assigned status). Pemilikan

kekayaan ketua kelompok di atas rata-rata petani anggota, secara fisik terlihat dari

kepemilikan aset seperti lahan, rumah dan perabotan, serta ternak. Selain sebagai

petani, beberapa ketua kelompok juga mempunyai pekerjaan lain yang dinilai

terpandang oleh masyarakat, seperti pamong desa (kepala dusun, ketua badan

permusyawaratan desa), tenaga honorer di kecamatan, pensiunan PNS, pedagang,

dan tenaga pendamping yang direkrut USAID (untuk menyadarkan masyarakat

terhadap lingkungan). Baik kekayaan maupun pekerjaan dipandang sebagai

achieved status (diperoleh karena prestasi, kerja keras dan keuletan), sedangkan

kepercayaan dipilih sebagai ketua kelompok merupakan assigned status. Ketiga,

terkait dengan pekerjaan yang dilakukan ketua kelompok, telah terbina jaringan

kerjasama dengan lingkungan tempat kerja.

Interaksi dengan banyak pihak memperkaya wawasan ketua kelompok tani

dan ini memberikan manfaat dalam proses pengambilan keputusan di tingkat

kelompok. Ketiga kelebihan tersebut diperkirakan mampu memunculkan inisiatif

atau prakarsa dan pandangan ke depan untuk memajukan kehidupan petani.

Mardikanto (1993) menambahkan bahwa pemimpin kelompok mempunyai

tanggung jawab sosial yang tinggi, dinamis dan selalu merasa terpanggil untuk

menggerakkan masyarakat guna melakukan perubahan ke arah yang lebih baik

Bila para ketua kelompok tani atas kesadaran sendiri bersedia menjadi

penyuluh swadaya (sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (21) UU RI No. 16 Tahun

2006), maka ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh. Dukungan

Page 150: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

130

pemerintah daerah setempat dalam memberikan reward kepada para penyuluh

swadaya sangat diperlukan berupa surat penunjukkan tertulis (sebagai bentuk

penghargaan) dan insentif atau honorarium. Hal ini perlu didahului dengan

sosialisasi dari pihak yang mempunyai otoritas dalam menterjemahkan Pasal

tersebut di tataran implementasi. Di Cianjur kelembagaan penyuluhan berada di

Dinas Pertanian, sedangkan di Garut berada di Badan Ketahanan Pangan. Dengan

memberdayakan ketua kelompok tani sebagai penyuluh swadaya, maka target

Kementerian Pertanian untuk menempatkan satu orang penyuluh dalam satu desa

dapat tercapai.

Dalam pelaksanaan penyuluhan, seperti diamanatkan pada Pasal 30 ayat (3)

UU RI No. 16 Tahun 2006, penyuluh swadaya dapat bekerjasama dengan

penyuluh pertanian PNS atau THL-TBPP. Kerjasama ini akan menguntungkan

dari sisi penyusunan program penyuluhan pertanian melalui pendekatan

perencanaan bersama atau “join planning” (Asngari, pers comm) atau

”participatory planning” (Tjitropranoto, pers comm), yakni kepentingan

pemerintah pusat yang berupa kebijakan bersifat “top-down” dipadukan dengan

kebutuhan petani yang bersifat “bottom-up.” Bagi petani yang tinggal di wilayah

marjinal (lahan kering) seperti di Desa Talaga Cianjur dan Desa Jatiwangi Garut,

pendekatan “bottom-up” belum bisa diterapkan secara murni. Pendekatan

“bottom-up” dapat dilakukan, asalkan penyuluh PNS benar-benar berpihak kepada

petani dan memberikan bimbingan/pendampingan yang intensif dalam

perencanaan sesuai dengan kebutuhan petani dan peluang yang ada sesuai

keadaan lingkungan terutama alam.

Mengingat karakteristik petani (baik sosial ekonomi maupun pribadi)

sebagaimana telah dipaparkan, dalam jangka pendek belum memungkinkan

pendekatan “bottom-up” diimplementasikan dengan baik. Melalui keterpaduan

kedua pendekatan tersebut (“top-down” dan “bottom-up”), kebijakan yang dinilai

penyuluh swadaya tidak tepat dapat dilakukan modifikasi sesuai dengan

kebutuhan petani. Keterlibatkan petani dalam menyusun perencanaan program

penyuluhan, akan berdampak pada penerimaan program dan dukungan terhadap

pelaksanaan program penyuluhan pertanian. Hal ini sejalan dengan pemikiran

Tjondronegoro (1998) bahwa dalam gagasan tentang partisipasi publik dan

Page 151: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

131

komunikasi dua arah terdapat dua unsur yang ingin dikembangkan sekaligus,

yakni: (1) prakarsa dari bawah sesuai dengan kebutuhan, dan (2) kendali atau

pengawasan sosial (social control) yang efektif.

Keuntungan lain jika menempatkan ketua kelompok tani sebagai penyuluh

swadaya, adalah akan terjalin komunikasi yang efektif dengan petani yang dibina.

Kedekatan secara fisik karena ikatan teritorial berada dalam wilayah pemukiman

yang sama dan kesamaan etnis menyebabkan kesepahaman terhadap nilai-nilai

dan kepercayaan yang dianut. Hal ini memudahkan interaksi kedua belah pihak,

terjadi tukar pikiran dengan menggunakan bahasa daerah yang sama dan

diharapkan karena saling mengenal, maka timbul keterbukaan. Sistem belajar dari

petani ke petani lain atau antar petani cenderung lebih lancar dan langsung karena

tidak ada kemungkinan faktor psikologis yang menghambat proses belajar. Pada

kondisi demikian, Rogers dan Shoemaker (1971) berpendapat bahwa suatu

inovasi dapat dikomunikasikan dengan lebih baik dan kemungkinan memberikan

dampak yang besar pada aspek perilaku petani, yakni pengetahuan yang

diperoleh, perubahan sikap dan peningkatan keterampilan.

Analisis yang dilakukan Bonnal (2001) menunjukkan bahwa kelompok tani yang bekerja sama

dengan penyuluh dapat mendefinisikan program tahunan, melaksanakan kegiatan demonstrasi dan

penyuluhan lain, serta mempersiapkan proyek skala kecil untuk memecahkan permasalahan yang terkait

dengan adopsi teknologi baru. Semacam bentuk desentralisasi menyediakan mekanisme yang memperbaiki

akuntabilitas, relevansi dan efisiensi biaya.

Persepsi Petani terhadap Materi Penyuluhan

Materi penyuluhan merupakan pesan-pesan yang dikomunikasikan

penyuluh kepada masyarakat sasaran (petani). Pesan tersebut harus bersifat

inovatif yang mampu mengubah atau mendorong perubahan, sehingga terwujud

perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh masyarakat

(Mardikanto, 1993). Berdasarkan UU RI Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 1 ayat

(22), disebutkan bahwa materi penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang

disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam

berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen,

ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan. Pada Pasal 27 ayat (1) dinyatakan,

bahwa materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku

Page 152: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

132

utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian

sumberdaya pertanian, perikanan, dan kehutanan. Selanjutnya pada Pasal 27 ayat

(2) dinyatakan, bahwa materi penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berisi unsur pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial,

serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum,

dan pelestarian lingkungan. UU tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri

Pertanian No. 25/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Penyusunan

Programa Penyuluhan Pertanian.

Dalam implementasi di lapangan, programa penyuluhan pertanian masih

berorientasi pada kebijakan yang bersifat penyeragaman (pendekatan “top-

down”). Seperti program penyuluhan yang disusun Kantor Pengembangan SDM

Pertanian dan Ketahanan Pangan Garut telah mengfungsikan sepuluh fungsi BPP

dan ketahanan pangan. Langkah tersebut sebagai upaya memotivasi masyarakat

agar tidak bergantung pada beras saja sebagai makanan pokok, tetapi diarahkan

pada diversifikasi pangan. Beberapa bahan pangan alternatif yang dapat

dikonsumsi seperti talas, ganyong dan jawawut. Selain itu juga diupayakan

mengembangkan desa mandiri pangan dan desa lumbung pangan. Perlu dicermati

bahwa program diversifikasi pangan, desa mandiri pangan dan desa lumbung

pangan merupakan kebijakan yang dicanangkan Kementerian Pertanian, sehingga

diberlakukan secara nasional, tanpa membedakan wilayah. Dalam penyusunan

programa penyuluhan pertanian, penyuluh mengikuti kebijakan dari ”atas,” masih

belum memperhatikan kebutuhan petani sasaran kegiatan penyuluhan.

Persepsi sebagian besar petani adopter (73,7%) dan petani non adopter

(70,9%) terhadap materi penyuluhan termasuk dalam kategori sedang (Tabel 26).

Petani responden setuju dengan materi penyuluhan yang berkaitan dengan

usahatani, namun materi mengenai teknologi usahatani terpadu hanya

disampaikan kepada pengurus kelompok yang biasa diwakili ketua, sekretaris dan

bendahara kelompok tani. Materi tersebut di Desa Talaga Cianjur mencakup

teknik budidaya pisang, cabe, caisin, dan ternak domba serta kambing. Di Desa

Jatiwangi Garut, materi penyuluhan teknologi usahatani terpadu meliputi teknik

budidaya padi, nilam, pisang, kacang tanah dan ternak domba. Materi lain berupa

pembuatan kompos dari kotoran ternak maupun limbah penyulingan nilam.

Page 153: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

133

Materi mengenai upaya menjaga kesuburan lahan masih diperlukan petani

responden, termasuk juga pengendalian hama ulat (berwarna putih) yang

menyerang sebagian besar lahan petani responden. Sebagian (18,9%) petani

responden di Desa Jatiwangi Garut kurang setuju terhadap materi mengenai teknik

budidaya, yang dibutuhkan materi tentang cara menjalin kemitraan dengan

pengusaha. Hasil penelitian Purnaningsih (2006); Saptana et al. (2006)

mengungkapkan tiga manfaat yang dapat diperoleh petani dari kemitraan usaha,

yakni manfaat ekonomi, teknis dan sosial. Dalam kemitraan usaha persyaratan

yang harus dipenuhi adalah jumlah, mutu dan kesinambungan produk yang

merupakan entry point bagi kelangsungan suatu kerjasama antara pelaku

kemitraan.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur (70,2%) terhadap materi

penyuluhan termasuk dalam kategori rendah (Tabel 26). Petani responden yang

bersikap tidak setuju - kurang setuju terhadap materi penyuluhan lebih disebabkan

tidak mengenal penyuluh pertanian (baik PNS maupun THL-TBPP).

Diasumsikan bila petani non adopter Cianjur mendapatkan kegiatan penyuluhan,

maka materi penyuluhan yang dibutuhkan tentang pengendalian hama penyakit,

menjaga kesuburan lahan dan pertanian organik. Menyikapi perdagangan global

yang tengah dihadapi, perubahan preferensi konsumen terhadap produk pertanian

perlu dicermati dengan baik. Spesifikasi mutu produk pertanian yang diminati

konsumen perlu diketahui petani sebagai penjamin mutu produk di tingkat

produsen.

Sebagaimana dikemukakan Tjitropranoto (2003) materi penyuluhan selama

tiga dekade lebih didominasi oleh aspek alih teknologi, berorientasi pada

kepentingan program/proyek untuk mencapai target suatu produksi. Untuk itu,

cakupan materi penyuluhan perlu diperluas, tidak lagi terbatas pada teknologi

produksi. Namun juga memperhatikan teknologi panen, pengolahan,

pengemasan, transportasi, informasi harga dan informasi pasar, sehingga

usahatani yang dikelola petani menguntungkan dan berkelanjutan. Materi

penyuluhan yang dibutuhkan petani harus didasarkan pada kesempatan, kemauan

dan kemampuan petani untuk menerapkan, bukan karena perhitungan ilmiah yang

dinilai menguntungkan.

Page 154: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

134

Subejo (2009) juga melakukan kritik serupa, agar materi penyuluhan

pertanian bergeser tidak hanya sekedar peningkatan produksi namun

menyesuaikan dengan isu global yang lain. Seperti upaya menyiapkan petani

dalam mengatasi persoalan perubahan iklim global. Petani perlu dikenalkan

dengan sarana produksi yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap goncangan

iklim. Selain itu, materi penyuluhan ke depan perlu berorientasi pada teknik

bertani yang ramah lingkungan, hemat air serta tahan terhadap cekaman suhu

tinggi. Materi penyuluhan lain yang juga perlu diperhatikan adalah pengaruh

fenomena anomali iklim El Nino dan La Nina terhadap produksi pangan (Irawan,

2006). Kebijakan yang komprehensif diperlukan sebagai upaya menekan dampak

negatif El Nino dan La Nina terhadap produksi pangan, yang mencakup: (1)

pengembangan sistem deteksi dini anomali iklim; (2) pengembangan sistem

diseminasi informasi yang efisien tentang anomali iklim; dan (3)

mengembangkan, mendiseminasikan dan memfasilitasi petani untuk menerapkan

teknik budidaya tanaman yang adaptif terhadap situasi kekeringan, serta

mengembangkan teknik pemanenan hujan. Ketiga kebijakan tersebut perlu diacu

sebagai materi penyuluhan dengan terlebih dahulu disesuaikan dengan kebutuhan

petani yang dituju dan kondisi wilayah.

Persepsi Petani terhadap Metode Penyuluhan

Penyuluh pertanian dalam memilih suatu metode penyuluhan tergantung

pada tujuan yang akan dicapai dan situasi kerja. Beberapa metode penyuluhan

digunakan untuk membantu petani membentuk pendapat dan mengambil

keputusan (van den Ban dan Hawkins, 2005). Mengacu pada pendapat Srinivasan

(Mardikanto, 1993) bahwa, dalam memilih suatu metode penyuluhan perlu

memperhatikan: (1) pemecahan masalah sebagai pusat kegiatan belajar, (2)

menstimulir kemampuan berpikir, dan (3) mengembangkan aktualisasi diri, dapat

berupa pengembangan kemampuan diri, pengembangan konsep diri, serta

pengembangan daya imajinasi yang kreatif.

Persepsi sebagian besar petani adopter (72,3%) dan petani non adopter

(63,6%)) terhadap metode penyuluhan termasuk dalam kategori sedang (Tabel

26). Petani responden bersikap kurang setuju – setuju terhadap metode

Page 155: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

135

penyuluhan yang disampaikan penyuluh pertanian PNS ataupun THL-TBPP.

Metode ceramah dinilai petani responden sulit dipahami, karena penyuluh lebih

banyak menyampaikan materi dan sedikit memberi kesempatan kepada petani

responden untuk bertanya. Pemahaman dan daya ingat petani responden terhadap

materi ceramah relatif rendah, sehingga petani responden kurang setuju terhadap

metode ceramah. Hal ini sejalan dengan pernyataan van den Ban dan Hawkins

(2005) tentang kekurangan ceramah yakni materi yang disampaikan secara lisan

cenderung mudah dilupakan dibandingkan dengan materi tertulis. Di samping itu

sulit mempertahankan perhatian peserta terhadap pokok ceramah lebih dari 15

menit. Ceramah juga merupakan metode yang lemah untuk mengajarkan

penerapan suatu inovasi.

Petani responden bersikap setuju dengan metode penyuluhan diskusi

kelompok, dialog/tanya jawab dan petak percontohan atau plot demonstrasi.

Penyampaian materi dengan teknik-teknik tersebut dinilai petani responden

mudah dipahami. Bila diurutkan berdasarkan tingkat kemudahan memahami

materi penyuluhan, sebagian besar petani responden memilih plot demonstrasi

sebagai prioritas utama, setelah itu dialog/tanya jawab dan terakhir diskusi

kelompok. Melalui plot demonstrasi, petani responden dapat melihat langsung

hasil dari suatu inovasi yang diperkenalkan penyuluh pertanian. Hasil ini

memperkuat temuan penelitian yang telah dilakukan Barao (1992) pada petani di

Amerika Serikat yang diintroduksikan teknologi atau program Dairy Herd

Improvement. Untuk mentransfer teknologi spesifik tersebut ke tingkat petani, cara yang efektif di

lapangan adalah demonstrasi. Sebagai dampak, 34 persen petani mengatakan telah mengadopsi teknologi

penanganan rumput dan 26 persen mengadopsi teknologi pembuatan sistem pagar untuk meningkatkan

produktivitas, pengelolaan, dan penggunaan sumberdaya padang rumput sebagai sumber pakan sapi potong

dengan biaya rendah. Mardikanto (1993) juga mengemukakan bahwa metode

demonstrasi seringkali dipandang sebagai metode yang paling efektif. Petani

sasaran penyuluhan ditunjukkan bukti-bukti nyata, sehingga petani cenderung

cepat terdorong untuk mencoba dan menerapkan inovasi (materi) yang

diperkenalkan.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur (51,1%) terhadap

metode penyuluhan termasuk dalam kategori rendah (Tabel 26). Penilaian

tersebut lebih didasari pada sikap apriori petani responden yang tidak pernah

Page 156: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

136

mendapatkan penyuluhan. Bahkan beberapa petani responden yang tinggal di

lereng pegunungan tidak mengenal nama penyuluh.

Metode penyuluhan seperti ceramah dan diskusi kelompok diketahui petani

non adopter dari kegiatan di luar pertanian, seperti pada kegiatan pengajian,

sedangkan tanya jawab dapat dilakukan dengan sesama petani ataupun antara

petani dengan pedagang (baik pedagang sarana produksi maupun pedagang hasil).

Di Desa Talaga Cianjur terdapat posko teknologi usahatani terpadu yang

memasang poster tentang teknis budidaya tanaman pisang, dan juga tersedia

leaflet pengolahan pisang, pengendalian penyakit pisang, budidaya cabai rawit,

budidaya caisin dan pembibitan ternak domba. Demikian juga di Desa Jatiwangi

Garut, posko teknologi usahatani terpadu menyediakan leaflet tentang budidaya

padi gogo, budidaya pisang dan pembibitan pisang. Sebagian besar petani

responden tergolong melek huruf, namun karena tingkat pendidikan yang relatif

rendah maka materi penyuluhan yang berupa media cetak (poster, brosur, dan

leaflet) kurang diminati.

Hubungan antara Karakteristik Petani, Perilaku Komunikasi Petani, dan Dukungan Iklim Usaha dengan Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa karakteristik petani

adopter keseluruhan (Cianjur dan Garut) yang berhubungan nyata dan positif

dengan persepsi petani terhadap penyuluhan adalah tingkat pendapatan, tingkat

mobilitas, luas lahan, daya beli saprodi, tingkat rasionalitas, tingkat intelegensi,

sikap terhadap perubahan dan tingkat keberanian beresiko (Tabel 27). Meskipun

nilai korelasi < 0,5 menunjukkan hubungan yang lemah, namun peubah-peubah

tersebut ikut membentuk persepsi petani terhadap penyuluhan. Interaksi antara

penyuluh pertanian yang mempromosikan teknologi usahatani terpadu hanya

terjadi dengan petani adopter dari kalangan elit (pengurus kelompok, pamong

desa). Dalam pembentukan kelompok tani didasarkan atas penguasaan lahan

pertanian. Semakin luas lahan yang dimiliki petani adopter, terdapat

kecenderungan modal yang dimiliki juga semakin besar dan daya beli sarana

produksi semakin tinggi.

Petani adopter di luar pengurus kelompok tani hanya diposisikan sebagai

sasaran pelaksanaan teknologi usahatani terpadu, sehingga tidak memiliki cukup

Page 157: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

137

keleluasaan dalam berinteraksi dengan penyuluh pertanian. Upaya penyampaian

informasi teknologi usahatani terpadu hanya melalui kalangan elit petani, dapat

menghemat biaya, tenaga dan waktu (Rogers dan Shoemaker, 1971). Penyuluh

pertanian tidak perlu lagi menghubungi semua anggota kelompok tani (adopter),

karena inovasi teknologi usahatani terpadu akan tersebar melalui pengurus

kelompok dan pamong desa. Litterer (Asngari, 1984) berpandangan bahwa

pengalaman akan berperan pada pembentukan persepsi seseorang. Persepsi petani

adopter terhadap penyuluhan selain berhubungan kondisi internal petani

(karakteristik petani) juga terkait dengan pandangan terhadap keadaan, fakta atau

tindakan selama berinteraksi dengan penyuluh. Walaupun petani adopter hanya

mendapat bagian-bagian informasi, dengan cepat disusun menjadi suatu gambaran

yang menyeluruh.

Karakteristik petani non adopter keseluruhan (Cianjur dan Garut) yang

berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani terhadap penyuluhan adalah

tingkat intelegensi dan sikap terhadap perubahan. Karakteristik internal ini yang

membangun persepsi petani non adopter, berdasarkan kemampuan memahami

kondisi orang lain dan daya inisiatif yang dimiliki, karena kelompok petani ini

tidak pernah dikunjungi penyuluh pertanian. Bila terjadi interaksi antara petani

non adopter dengan penyuluh pertanian, seperti di Desa Jatiwangi Garut karena

terdapat penyuluh pertanian yang bertugas di desa lain, namun menetap dan

menjadi warga di Desa Jatiwangi. Meskipun ikatan-ikatan tradisional di

masyarakat pedesaan telah terlihat melemah, tetapi kepedulian sesama warga

masih terlihat.

Menyikapi permasalahan kinerja penyuluhan yang dalam menjalankan tugas

semata-mata berorientasi pada program/proyek, perlu ditinjau pembinaan tenaga

penyuluh. Pembinaan ini mulai dari kegiatan pelatihan-pelatihan tentang

penyuluhan yang benar, materi penyuluhan yang seharusnya lebih fokus pada

pemahaman petani dan lingkungannya, kompetensi sebagai penyuluh dan bukan

sebagai petugas yang meneruskan instruksi, dan sebagainya. Penyuluh benar-

benar memahami tugas dan fungsinya terutama dalam membantu petani, bukan

memberikan instruksi kepada petani. Pada dasarnya, advokasi kepada para

pejabat pertanian (termasuk pejabat Kementerian Pertanian) dan pemerintah

Page 158: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

138

daerah tentang makna penyuluhan yang berpihak kepada petani dan pemahaman

materi UU RI No.16/2006 sangat diperlukan. Masalah sistem penghargaan

(reward system) untuk penyuluh perlu dipertimbangkan, misalkan dapat dalam

bentuk pemberian insentif yang memadai. Dengan dukungan tersebut diharapkan

penyuluh pertanian memiliki kompetensi yang handal dan dapat berperan

memenuhi harapan serta kebutuhan petani. Kondisi penyuluhan di Filipina, yang

dikemukakan Malvicini (Bonnal, 2001) dapat dijadikan perbandingan dengan kondisi

penyuluhan di Cianjur dan Garut. Penyuluh yang ditugaskan di Filipina telah kehilangan

perspektif pengembangan karir, kenaikan gaji yang dihambat untuk menyelaraskan remunerasi dengan

karyawan kota lain dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Selain itu, tidak tersedia dana untuk

pelatihan dan masalah politisasi perekrutan tenaga penyuluh yang baru. Padahal pelatihan diperlukan untuk

memfasilitasi reorientasi untuk melakukan pendekatan berbasis masyarakat. Hal tersebut berakibat kualitas

pelayanan penyuluh menjadi menurun. Pembelajaran dari negara tetangga perlu direspon oleh pengambil

kebijakan (pusat maupun daerah, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat) bahwa pembangunan

sumberdaya manusia merupakan investasi jangka panjang yang menguntungkan.

Pemikiran Garfield dan Rivera (Bonnal, 2001) mengenai tiga arah kebijakan utama

mendominasi desentralisasi penyuluhan: (1) reformasi struktural untuk meningkatkan respon institusional dan

akuntabilitas, (2) desentralisasi fiskal untuk berbagi biaya penyuluhan dengan pemerintah daerah, dan (3)

keterlibatan petani secara partisipatif dalam pembuatan keputusan dan manajemen desentralisasi. Ide tersebut

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan tambahan dalam mengatasi kinerja penyuluhan di Cianjur

dan Garut. Mengingat sudah banyak peraturan perundangan yang menetapkan ketiga

hal tersebut, tetapi pemahaman dan kerelaan berpihak kepada petani yang masih

sangat kurang. Lebih lanjut Bonnal (2001) mengkritisi keterkaitan antara kondisi sosial

ekonomi petani yang beragam dengan permasalahan yang dihadapi. Melalui pendekatan desentralisasi,

penyuluhan publik tidak dapat mengatasi kebutuhan semua kelompok. Peran sektor publik harus didefinisikan

kembali. Kondisi ini memungkinkan beberapa pendekatan yang menjelaskan keragaman pengguna, kemitraan

dengan organisasi-organisasi petani, LSM dan sektor swasta, sehingga penyediaan layanan masyarakat dapat

dikembangkan.

Perilaku komunikasi (kerjasama, tingkat kekosmopolitan dan keterdedahan

terhadap media) berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani terhadap

penyuluhan. Hal ini berarti penilaian seluruh petani responden (adopter dan non

adopter) di Cianjur dan Garut terhadap penyuluhan berhubungan dengan interaksi

ataupun kerjasama dengan penyuluh. Keberadaan tenaga yang direkrut USAID

telah membentuk persepsi petani non adopter Cianjur terhadap orang di luar

komunitas yang berperan sebagai agen perubahan. Persepsi petani non adopter

Page 159: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

139

Garut terhadap penyuluhan juga juga dibentuk dari hasil interaksi dengan warga

satu desa yang berprofesi sebagai penyuluh di wilayah lain.

Semakin sering petani responden bepergian ke luar desa dalam mengakses

informasi, maka gambaran petani responden dalam membangun persepsi terhadap

penyuluhan semakin tinggi. Selama beberapa dekade penyuluh telah berperan

dalam menyampaikan teknologi pertanian seperti penggunaan varietas unggul,

cara pengendalian hama penyakit dan teknik budidaya lain. Teknologi yang telah

diterapkan petani dan memberikan hasil yang menguntungkan, tentu akan

terdifusi di kalangan para petani. Petani yang dinilai berhasil akan diacu sebagai

sumber informasi bagi petani lain.

Kondisi petani responden yang semakin terdedah terhadap media, baik

media elektronik (radio dan televisi) maupun media cetak (majalah, leaflet

ataupun brosur), maka persepsi petani responden terhadap penyuluhan semakin

tinggi. Institusi seperti BPTP Jawa Barat menghasilkan leaflet ataupun brosur

tentang teknik budidaya berbagai komoditas pertanian. Berkaitan dengan hal ini,

BPTP banyak memproduksi leaflet dan brosur, tetapi penyebarannya sangat

terbatas. Kalau BPTP mau mengganti kertas yang mahal dengan HVS 80 gram,

maka tiras leaflet akan makin besar. Alternatif lain, BPTP mempersilahkan

kelembagaan penyuluhan di tingkat kabupaten untuk mereproduksi leaflet dengan

keadaan yang ada di masing-masing kabupaten. Hasil pengamatan di lapangan,

melalui penyuluh BPTP (tenaga detasir di lapangan), media tersebut disampaikan

kepada petani adopter terutama pengurus kelompok tani (Cianjur dan Garut)

sebagai informasi pendukung inovasi teknologi usahatani terpadu. Petani non

adopter tidak mendapatkan leaflet tersebut.

Dukungan iklim usaha yang terkait dengan ketersediaan sarana produksi

(input) berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani responden terhadap

penyuluhan. Semakin tinggi ketersediaan sarana produksi, maka persepsi petani

responden terhadap penyuluhan semakin tinggi. Hal ini terkait dengan pandangan

petani responden terhadap penyuluh pertanian. Penyuluh menganjurkan

penggunaan benih berlabel dengan standar mutu yang telah dijamin, takaran

(dosis) pemupukan yang berimbang ataupun penggunaan obat-obatan dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan.

Page 160: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

140

Ketersediaan fasilitas keuangan berhubungan nyata dan positif dengan

persepsi petani adopter Garut terhadap penyuluhan, sedangkan pada petani non

adopter berhubungan nyata dan negatif. Petani adopter Garut memperoleh kredit

PUAP dengan penyuluh pertanian sebagai tenaga pendamping. Kredit

dimaksudkan untuk mendukung kegiatan usahatani yang dikelola petani adopter.

Interaksi antara petani adopter dengan penyuluh pertanian pada saat

merencanakan kegiatan sampai pencairan dan pertanggungjawaban dana PUAP

telah membangun persepsi petani adopter terhadap penyuluhan. Walaupun petani

non adopter tidak mendapatkan dana PUAP, namun tetap terjalin interaksi dengan

warga yang berprofesi sebagai penyuluh pertanian. Bila dicermati keseluruhan

petani adopter dan non adopter, tidak ada hubungan yang nyata antara

ketersediaan fasilitas keuangan dengan persepsi petani responden terhadap

penyuluhan (Tabel 27).

Ketersediaan sarana pemasaran berhubungan nyata dan positif dengan

persepsi petani responden (non adopter Cianjur dan petani adopter Garut)

terhadap penyuluhan. Bagi petani non adopter Cianjur yang tidak mengenal

penyuluh pertanian namun mengenal petugas yang direkrut USAID yang

memperkenalkan berbagai inovasi, telah dianggap sebagai “penyuluh.”

Ketersediaan prasarana jalan dan sarana transportasi tentu memperlancar

kunjungan “penyuluh” dari USAID.

Tabel 27 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Petani Cianjur Petani Garut Total Petani

Peubah Adopter

(n=46)

Non adopter

(n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter

(n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter

(n=165)

Karakteristik Petani

Umur -0,273 -0,192 0,163 0,175* 0,037 0,041

Pendidikan 0,161 0,304** -0,034 0,046 0,031 0,123

Tingkat pendapatan 0,277 0,292** 0,292*** -0,082 0,292*** 0,065

Tingkat mobilitas 0,119 -0,005 0,263** 0,128 0,226*** 0,085

Luas lahan 0,355** 0,124 0,291*** 0,024 0,362*** 0,102

Daya beli saprodi 0,493*** -0,068 0,412*** -0,038 0,485*** -0,024

Tingkat rasionalitas 0,382*** 0,110 0,554*** 0,061 0,405*** 0,094

Page 161: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

141

Tingkat intelegensi 0,272* 0,042 0,479*** 0,201** 0,432*** 0,252***

Sikap terhadap perubahan

0,493*** 0,179 0,462*** 0,260*** 0,346*** 0,382***

Tingkat keberanian beresiko

0,383*** 0,205 0,514*** 0,170 0,419*** 0,167*

Perilaku Komunikasi Petani

Kerjasama 0,584*** 0.642*** 0,484*** 0,264*** 0,505*** 0,391***

Tingkat kekosmopolitan

0,451*** 0.349** 0,515*** 0,263*** 0,457*** 0,288***

Keterdedahan thd media

0,451*** 0.580*** 0,455*** 0,192** 0,428*** 0,306***

Dukungan Iklim Usaha

Ketersediaan input (saprodi)

0,511*** 0,257* 0,391*** 0,179* 0,364*** 0,170**

Ketersediaan fasilitas keuangan (KUD, bank)

-0,009 0,233 0,197* -0,193** 0,098 -0,022

Ketersediaan sarana pemasaran

0,184 0,264* 0,359*** -0,004 0,192** 0,140*

Keterangan: ***Nyata pada taraf α = 0,01; **Nyata pada taraf α = 0,05; *Nyata pada taraf α = 0,10

Bagi petani adopter Garut ketersediaan prasarana jalan dan sarana

transportasi yang memadai akan memperlancar petani adopter dalam mencapai

pasar. Tujuan petani adopter ke pasar, baik untuk mendapatkan sarana produksi

maupun penjualan hasil dari kegiatan teknologi usahatani terpadu yang

diperkenalkan penyuluh pertanian. Petani adopter Garut dalam melakukan

pemasaran hasil masih secara individual, belum ada pemasaran bersama dalam

kelompok tani.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa peubah yang

berpengaruh positif nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan adalah

karakteristik petani dan perilaku komunikasi petani. Hipotesis 1, yakni:

“Karakteristik petani, perilaku komunikasi petani, dan dukungan iklim usaha,

berpengaruh nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan.” Ternyata

dukungan iklim usaha yang mencakup ketersediaan input (sarana produksi),

Page 162: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

142

fasilitas keuangan (KUD, perbankan) dan sarana pemasaran tidak berpengaruh

nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan. Hal ini menunjukkan adanya

faktor lain yang cukup dominan (yang tidak diteliti pada penelitian ini ), sehingga

pengaruh dukungan iklim usaha tidak terdeteksi. Hasil pengamatan di lapangan,

dukungan iklim usaha penting, maka pada penelitian serupa nantinya perlu digali

faktor dominan tersebut, seperti bantuan sarana produksi yang diberikan

pemerintah, bantuan kredit dari pemerintah.

Dukungan iklim usaha, terutama yang terkait dengan ketersediaan fasilitas

keuangan (berupa kredit dari perbankan, koperasi) yang dapat diakses petani, baik

di Cianjur maupun Garut terlihat masih rendah. Menurut hasil kajian Asian

Development Bank (2004) dinyatakan bahwa terdapat kesenjangan akses petani

terhadap kredit, yang mengakibatkan kemampuan petani dalam melakukan

kegiatan diversifikasi relatif terbatas. Padahal kredit dapat memberikan

kesempatan pada petani untuk: (1) pembelian input produksi, (2) pembelian alat

dan mesin pertanian, (3) melakukan diversifikasi antara berbagai jenis komoditas

dan atau ternak dengan tanaman yang bernilai tinggi, (4) melaksanakan

pengolahan pascapanen untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian, dan

(5) melaksanakan diversifikasi usaha antara pertanian dan non pertanian.

Page 163: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

143

Tabel 28 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

X1 Karakteristik Petani 0,280 0,000

X2 Perilaku Komunikasi Petani 0,383 0,000

R2 32,9% Keterangan: peubah yang dicantumkan sangat nyata pada taraf α = 0,01

Penilaian petani responden terhadap penyuluhan lebih dipengaruhi oleh

keadaan internal yang ada pada diri petani. Pengalaman petani adopter selama

berinteraksi dengan penyuluh ataupun informasi yang diperoleh petani non

adopter tentang penyuluh akan membentuk persepsi petani responden. Informasi

yang diterima petani non adopter diinterpretasikan sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki.

Bila ditelusuri lebih lanjut karakteristik petani yang mempengaruhi persepsi

petani terhadap penyuluhan adalah tingkat mobilitas, luas lahan, tingkat

intelegensi, dan sikap terhadap perubahan. Perilaku komunikasi petani yang

mempengaruhi adalah kerjasama, tingkat kekosmopolitan dan keterdedahan

terhadap media (Tabel 29). Tingkat mobilitas diukur berdasarkan frekuensi petani

bepergian ke luar desa dan jarak tempuh terkait dengan kegiatan usahatani

(pembelian saprodi dan penjualan produk) dalam satu tahun terakhir. Semakin

tinggi tingkat mobilitas petani responden, maka persepsi petani terhadap

penyuluhan juga semakin tinggi. Petani responden dengan tingkat mobilitas yang

tinggi cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan petani responden yang

memiliki tingkat mobilitas rendah. Terdapat kecenderungan informasi yang

diperoleh petani kelompok ini lebih banyak.

Tingkat mobilitas yang tinggi menunjukkan bahwa petani responden

mengikuti anjuran penyuluh pertanian dalam menggunakan sarana produksi.

Benih berlabel relatif tidak mudah diperoleh di kios desa, juga pupuk phonska

ataupun pestisida tertentu. Petani responden yang merangkap sebagai pedagang

sarana produksi ataupun hasil pertanian, juga memiliki tingkat mobilitas yang

tinggi. Pembelian sarana produksi ataupun penjualan hasil pertanian dilakukan di

pasar tingkat kabupaten, untuk mendapatkan selisih harga jual sebagai

Page 164: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

144

keuntungan. Intensitas hubungan antara petani yang merangkap pedagang dengan

penyuluh pertanian akan didapatkan informasi tentang benih berlabel, pupuk dan

obat-obatan/pestisida. Aksesibilitas petani yang merangkap pedagang (Cianjur

dan Garut) terhadap informasi penyuluh cukup besar karena mempunyai posisi

sebagai pengurus kelompok tani, yakni bendahara kelompok.

Lahan merupakan sumberdaya alam, dari sudut pandang sosial terdapat

berbagai golongan petani yang mempunyai hak dan kuasa berbeda-beda atas

lahan.

Petani responden yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi cenderung memiliki

lahan yang luas, dan ini menjadi simbol status sosial. Luas lahan berpengaruh

positif nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan. Kepemilikan lahan petani

merupakan salah satu pertimbangan dalam menentukan petani adopter. Semakin

luas lahan yang dikelola petani responden, terdapat kecenderungan pada petani

pemilik untuk mendapatkan informasi tentang usahatani dari berbagai sumber,

termasuk penyuluh pertanian. Hal ini diperjelas oleh analisis Tjondronegoro

(1998) yang menunjukkan bahwa petani yang memiliki lahan luas terlebih dahulu

mengakses inovasi suatu teknologi. Meskipun demikian, pemilik lahan yang luas

tidak selalu sebagai petani, tetapi pemilik modal. Seperti yang terjadi di Cianjur

terdapat gejala akumulasi pemilikan lahan oleh orang dari daerah lain, seperti

Jakarta dan Bandung yang sulit diidentifikasi. Hal ini disebabkan petani-petani

yang telah menjual lahannya masih terdaftar sebagai pemilik lahan. Walaupun

sebenarnya kuasa petani atas lahan tersebut sudah tidak ada lagi. Petani-petani ini

yang kemudian menjadi penggarap di atas lahan yang pernah dimiliki. Untuk

mengatasi masalah tersebut, Sajogyo (1990) telah mencetuskan gagasan pada

tahun 1975 tentang “tanah komunal” dalam hal land reform, bahwa lahan milik

golongan petani gurem dengan luasan < 0,2 ha dibeli oleh pemerintah. “Lahan

negara” ini kemudian dikelola Badan Usaha Buruh Tani dengan bekas pemilik

lahan sebagai anggota. Pamong desa bertugas sebagai pengawas pengurusan

lahan negara di tangan golongan tersebut. Meskipun gagasan “tanah komunal”

sudah 35 tahun yang lalu, namun masih relevan jika direalisasikan pada saat ini.

Paling tidak persoalan tentang pemilikan akumulasi lahan seperti yang terjadi di

Cianjur dapat dicegah.

Page 165: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

145

Tingkat intelegensi menggambarkan kemampuan petani mempertimbangkan

berbagai pilihan yang ada dalam mengelola usahatani dan memprediksi manfaat

penerapan teknologi. Faktor ini berpengaruh positif nyata pada persepsi petani

terhadap penyuluhan. Pesan (teknologi usahatani terpadu) yang disampaikan

penyuluh BPTP Jawa Barat dan penyuluh BPP (sebagai sumber informasi)

terlebih dahulu dipertimbangkan petani adopter. Terlihat di lapangan setelah

petani adopter tidak mendapatkan bantuan sarana produksi, ada keragaman dalam

penerapan komponen teknologi usahatani terpadu. Kecenderungan ini juga terjadi

pada petani non adopter dalam menerapkan teknologi lokal. Proses penyampaian

inovasi teknologi usahatani terpadu dari penyuluh BPTP Jawa Barat dan penyuluh

BPP kepada petani lebih bersifat searah. Petani hanya diberi dan menerima suatu

inovasi teknologi, tidak dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan usahatani yang dikelola. Dengan demikian

harapan bahwa inovasi teknologi yang diadopsi petani dapat berlangsung secara

berkesinambungan dan berkembang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan, sulit

terwujud. Menurut Fagi et al. (2002), upaya untuk memenuhi harapan tersebut

adalah dengan menerapkan pendekatan sistem akuisisi (acqusition system) yang

mengarahkan petani untuk mencari teknologi langsung ke sumber informasi dan

membina kemandirian petani. Ciri utama dari sistem ini adalah: (1) pendekatan

bottom-up, (2) hierarkhi kerja bersifat horizontal, dan (3) alih teknologi yang

bersifat partisipatif dialogis dan interaktif.

Sikap terhadap perubahan menggambarkan bentuk kesiapan dalam

merespon terhadap suatu perubahan (dalam hal ini perubahan teknologi). Sub-

peubah ini berpengaruh positif nyata pada persepsi petani terhadap penyuluhan.

Dalam pandangan Rogers dan Shoemaker (1971), individu anggota sistem sosial

yang berorientasi pada perubahan akan selalu memperbarui diri, terbuka pada hal-

hal baru dan giat mencari informasi. Salah satu cara untuk menumbuhkan sikap

atau orientasi pada perubahan ini adalah dengan memilih inovasi-inovasi yang

layak untuk diperkenalkan secara berurutan.

Page 166: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

146

Tabel 29 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

X14 Tingkat Mobilitas 0,105 0,030

X15 Luas Lahan 0,097 0,068

X18 Tingkat intelegensi 0,191 0,001

X19 Sikap terhadap perubahan 0,158 0,005

X21 Kerjasama 0,270 0,000

X22 Tingkat kekosmopolitan -0,128 0,061

X23 Keterdedahan thd media 0,126 0,035

R2 40,4%

Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Petani responden yang mempunyai sikap terbuka terhadap perubahan akan

mudah berinteraksi dengan penyuluh pertanian. Pengalaman selama mengelola

kegiatan usahatani akan membentuk sikap petani terhadap inovasi teknologi

usahatani terpadu yang diperkenalkan penyuluh pertanian. Di antara berbagai

faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau

lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri

individu. Sikap yang diperoleh melalui pengalaman akan menimbulkan pengaruh

langsung terhadap perilaku berikutnya. Terdapat kecenderungan ketua kelompok

tani, juga tokoh masyarakat, bersikap positif terhadap teknologi usahatani terpadu.

Hal ini memudahkan penyuluh BPTP Jawa Barat yang bertugas sebagai tenaga

detasir untuk membaur dan tinggal di pemukiman masyarakat petani yang

didampingi. Persamaan etnis dan bahasa (Sunda) yang digunakan dalam

komunikasi sehari-hari, membuat tenaga detasir cepat beradaptasi dengan

lingkungan. Dengan demikian semakin tinggi sikap terbuka terhadap perubahan,

maka semakin tinggi persepsi petani terhadap penyuluhan, sebagaimana yang

terlihat pada nilai koefisien jalur pada Gambar 6.

Kerjasama merupakan faktor yang berpengaruh positif nyata pada persepsi

petani terhadap penyuluhan. Petani adopter Cianjur telah melakukan kerjasama

Page 167: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

147

berupa pemasaran komoditas pisang dalam lingkup kelompok tani. Pemasaran

bersama ini menguntungkan dari segi teknis maupun ekonomis. Sebagaimana

diungkapkan dalam temuan penelitian yang dilakukan Saptana et al. (2006) bahwa

kinerja suatu kerjasama sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang juga

merupakan refleksi kinerja para pelaku yang terlibat di dalamnya. Secara umum

faktor yang mempengaruhi keefektifan suatu kerjasama dapat dikelompokkan

menjadi empat faktor yaitu teknis, ekonomis, sosial kelembagaan dan kebijakan.

Gambar 6 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan

Faktor teknis lebih terkait dengan upaya penjaminan akan jumlah, mutu, dan

kesinambungan pasokan suatu komoditas. Faktor ekonomis lebih ditekankan

pada sistem insentif yang menarik, sehingga para pelaku yang terlibat dalam

kerjasama mendapat keuntungan dan akhirnya tetap bertahan dalam suatu ikatan

X1.4 Tingkat Mobilitas

X1.5 Luas Lahan

X1.8 Tingkat Intelegensi

X1.9 Sikap terhadap Perubahan

X2.1 Kerjasama

X2.2 Tingkat Kekosmopolitan

X2.3 Keterdedahan thd media

X4 Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

0,105 (0,030)

0,097 (0,068)

0,191 (0,001)

-0,128 (0,061)

0,126 (0,035)

0,270 (0,000)

0,158 (0,005)

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMUNIKASI PETANI

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α=0,15

Page 168: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

148

kelembagaan kerjasama. Sebagai contoh, adanya kepastian pasar dan harga.

Faktor sosial kelembagaan, terkait dengan hubungan interpersonal yang

menumbuhkan kepercayaan yang kuat antar pelaku yang berinteraksi.

Kepercayaan ini menjadi dasar bagi keberlangsungan kerjasama yang dibangun,

menjadi jaminan antar pelaku yang melengkapi aturan main tidak tertulis yang

berlaku. Kebijakan terkait dengan posisi dan peran pemerintah dalam

menciptakan iklim yang kondusif bagi kinerja suatu kerjasama, seperti kebijakan

subsidi pupuk, ataupun bantuan kredit lunak dengan tingkat suku bunga yang

rendah.

Peran penyuluh pertanian dalam pemasaran bersama terkait dengan mutu

komoditas pisang yang dihasilkan petani adopter Cianjur melalui kegiatan

pembrongsongan. Ukuran pisang yang dibrongsong relatif lebih besar dengan

kulit tanpa bintik-bintik hitam. Produk pisang yang dihasilkan petani mampu

memasuki supermarket (melalui supplier), yang dikenal memiliki persyaratan

cukup ketat terhadap kriteria mutu produk yang dibutuhkan, bila dibandingkan

pedagang pengumpul. Namun demikian, tidak semua petani adopter Cianjur

melakukan pembrongsongan pisang. Alasan yang dikemukakan berkaitan dengan

biaya yang harus dikeluarkan menjadi meningkat dan plastik pembrongsong tidak

tersedia di kios desa.

Tingkat kekosmopolitan berpengaruh negatif nyata pada persepsi petani

terhadap penyuluhan. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa tingkat

kekosmopolitan sebagian besar petani responden (Cianjur dan Garut) tergolong

rendah dan dapat dikategorikan sebagai petani lokalit. Akses terhadap informasi

usahatani cukup diperoleh dari sesama petani di dalam desa. Frekuensi petani

responden dalam mencari teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, dilihat dari

aspek kesesuaian dengan kondisi masyarakat, keuntungan finansial dan

kelestarian lingkungan, tergolong sangat jarang. Paling tidak tingkat pendidikan

formal petani responden yang dikategorikan rendah ikut memberikan kontribusi

terhadap keadaan petani yang lokalit. Pendidikan dengan cara pandang atau

wawasan petani memiliki keterkaitan yang erat. Di samping itu dengan skala

usaha yang sempit (petani non adopter Cianjur, petani adopter dan non adopter

Garut), petani responden merasa tidak memiliki daya sama sekali untuk

Page 169: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

149

mengembangkan usaha pada skala yang lebih luas. Keyakinan pada nasib yang

tidak dapat diubah, petani cenderung tidak berkeinginan untuk mencari informasi

teknologi ke luar desa. Untuk itu peran penyuluh sebagai motivator dan fasilitator

dituntut untuk mampu membuka pemikiran petani kelompok ini, bahwa nasib

berbeda dengan takdir, sehingga dapat diubah dengan kemauan dan peningkatan

kemampuan.

Keterdedahan terhadap media berpengaruh positif nyata pada persepsi

petani terhadap penyuluhan. Meskipun proporsi petani responden dengan

keterdedahan terhadap media tergolong sedang sampai tinggi relatif kecil, berkisar

antara 17 - 31,9 persen (Tabel 29), namun memberikan pengaruh nyata pada

persepsi petani terhadap penyuluhan. Petani kelompok ini mempunyai tingkat

pendidikan di atas rata-rata petani secara umum di desanya dan memiliki

pekerjaan lain di luar bertani dan dinilai terpandang oleh petani lain di sekitarnya.

Petani kelompok ini tergolong petani elit yang menjadi pengurus dalam kelompok

tani dan berinteraksi dengan penyuluh.

Dalam penyampaian inovasi teknologi usahatani terpadu oleh penyuluh

BPTP Jawa Barat disertai dengan pembagian leaflet, brosur dan poster yang berisi

informasi tentang teknik budidaya komoditas yang direkomendasikan (termasuk

ternak domba). Sebagaimana dikemukakan Berlo (1960), Face dan Faules (1998)

bahwa dalam pemilihan media dapat didasarkan pada pertimbangan sifat-sifat

media yang dapat diakses oleh sebagian besar komunikan dengan biaya paling

rendah, hasil-hasil yang diinginkan, dan budaya masyarakat penerima pesan, serta

preferensi komunikan.

Keterdedahan terhadap media akan menentukan pemahaman petani

responden terhadap informasi-informasi pertanian. Bahkan pada petani non

adopter yang merangkap sebagai pedagang telah menggunakan media elektronik,

berupa telepon selular untuk mendapatkan informasi tentang harga jual produk

pertanian. Informasi dari berbagai media ini akan menentukan sikap petani

responden dalam merespon inovasi suatu teknologi.

Page 170: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

150

Bila petani responden dibedakan atas petani adopter dan petani non adopter,

maka tampak faktor-faktor yang mempengaruhi positif nyata persepsi petani

adopter terhadap penyuluhan adalah tingkat mobilitas, tingkat intelegensi,

keberanian beresiko, dan kerjasama. Pada petani non adopter, faktor-faktor

tersebut adalah sikap terhadap perubahan, kerjasama, keterdedahan terhadap

media, dan ketersediaan fasilitas keuangan; sedangkan faktor yang mempengaruhi

negatif nyata adalah daya beli (Tabel 30). Hal ini menunjukkan bahwa semakin

tinggi daya beli petani non adopter, maka persepsi terhadap penyuluhan semakin

rendah. Petani non adopter ini tidak mengenal penyuluh, interaksi lebih sering

dilakukan dengan pedagang sarana produksi ataupun pedagang hasil.

Tabel 30 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani terhadap penyuluhan di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

Peubah Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Adopter (n=137)

Non adopter (n=165)

X1 Karakteristik Petani

X14 Tingkat mobilitas 0,127 0,085

X18 Tingkat intelegensi 0,202 0,021

X110 Keberanian beresiko 0,161 0,065

X16 Dayabeli -0,153 0,099

X19 Sikap terhadap perubahan 0,290 0,001

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X21 Kerjasama 0,168 0,249 0,105 0,006

X23 Keterdedahan terhadap media 0,136 0,114

X3 Dukungan Iklim Usaha

X32 Ketersediaan fasilitas keuangan 0,132 0,129

R2 42% 30%

Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Faktor kerjasama mempengaruhi persepsi petani, baik adopter maupun non

adopter terhadap penyuluhan (Gambar 7). Peran penyuluh sebagai fasilitator

diperlukan petani adopter dan petani non adopter dalam membangun kerjasama

dengan pihak lain, baik yang terkait dengan ketersediaan modal usahatani maupun

jaminan pemasaran produk yang dihasilkan petani. Penyuluh dalam

Page 171: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

151

menyampaikan pesan inovasi kepada seluruh khalayak sasaran perlu

memperhatikan perilaku komunikasi ini (kerjasama). Nilai koefisien jalur sub

peubah kerjasama pada petani non adopter adalah lebih tinggi dibandingkan

petani adopter. Hal ini menggambarkan bahwa petani non adopter mempunyai

tingkat kebutuhan yang relatif lebih tinggi untuk difasilitasi bekerjasama dengan

pihak lain. Kehadiran penyuluh pertanian sangat diharapkan petani non adopter

untuk dapat mengembangkan usahatani yang dikelolanya selama ini. Asas

berkeadilan, belum tercermin dalam penyelenggaraan penyuluhan yang

memposisikan petani non adopter berhak mendapatkan pelayanan secara

proporsional sesuai dengan kemampuan, kondisi, dan kebutuhannya.

Gambar 7 Sub peubah-sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani adopter dan non adopter terhadap penyuluhan

X4 Persepsi

Petani terhadap

Penyuluhan

-0,153 (0,099)

0,202 (0,021)

0,161 (0,065)

0,168 (0,105)

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMUNI-KASI PETANI

X1.4 Tingkat mobilitas

X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Keberanian beresiko

X2.1 Kerjasama

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMUNI-KASI PETANI

X1.6 Daya beli

X1.9 Tingkat intelegensi

X2.1 Kerjasama

X2.3 Keterdedahan terhadap media

X3 DUKUNGAN IKLIM USAHA

X3.2 Ketersediaan fasilitas

keuangan

PETANI ADOPTER

PETANI NON ADOPTER

0,127 (0,085)

0,290 (0,001)

0,136 (0,114)

0,132 (0,129)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α=0,15

0,248 (0,006)

Page 172: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

152

Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri Inovasi

Banyak pengamat pertanian mempertanyakan perkembangan teknologi

pertanian saat ini yang dinilai lambat. Sebagian pengamat menilai bahwa

perkembangan teknologi pertanian lambat, karena lembaga penelitian tidak

menghasilkan terobosan teknologi yang nyata dalam peningkatan produksi.

Pengamat lain berpendapat bahwa, lembaga penelitian telah banyak menghasilkan

teknologi, tetapi teknologi tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan petani, atau

belum diadopsi petani secara progresif, karena: (1) Faktor internal petani, seperti

sikap petani yang cenderung kurang berani menanggung resiko terhadap

perubahan; dan (2) Faktor eksternal petani, seperti dukungan infrastruktur dalam

adopsi teknologi baru yang dinilai kurang, atau bahkan yang lebih ironis adalah

bahwa teknologi itu sendiri tidak tersedia di pasar (Simatupang dan Syafaat,

2003).

Lebih lanjut Simatupang dan Syafaat (2003) menyatakan bahwa untuk

mendorong pengembangan teknologi pertanian, diperlukan perhatian terhadap tiga

aspek, yaitu: (1) Terobosan teknologi spesifik lokasi yang disesuaikan dengan

kebutuhan petani; (2) Pengembangan sistem inovasi teknologi, sehingga berbagai

teknologi yang telah dihasilkan dapat dirakit menjadi teknologi spesifik lokasi

yang siap untuk disebarluaskan kepada petani; dan (3) Melakukan komersialisasi

teknologi melalui pengembangan infrastruktur pendukung, sehingga teknologi

tersebut tersedia di pasar dan mudah diakses oleh petani.

Persepsi Petani terhadap Inovasi Teknologi Lokal dan Teknologi Usahatani Terpadu

Di Desa Talaga Cianjur, kegiatan usahatani terpadu dimulai pada tahun

2007 dan berakhir tahun 2009 (3 tahun), sedangkan di Desa Jatiwangi Garut

kegiatan dimulai pada tahun 2005 dan berakhir tahun 2009 (5 tahun). Pada tahun

pertama, kegiatan diawali dengan pemahaman pedesaan secara partisipatif atau

Participatory Rural Appraisal (PRA) yang melibatkan calon petani pelaksana,

penyuluh pertanian, peneliti dan perekayasa BPTP Jawa Barat, aparat daerah

setempat serta instansi terkait lain. PRA dimaksudkan untuk mengumpulkan dan

menganalisis berbagai informasi yang dibutuhkan guna merancang jenis-jenis

Page 173: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

153

inovasi yang dikembangkan. Tahapan setelah PRA, dilanjutkan dengan kegiatan

baseline survey. Pada tataran konsep kegiatan usahatani terpadu telah diupayakan

penerapan pendekatan bottom-up yang merupakan koreksi terhadap pendekatan

top-down.

Persepsi Petani di Desa Talaga Cianjur

Desa Talaga Cianjur merupakan daerah yang mewakili daerah lahan kering

dataran tinggi. Di desa tersebut terdapat beberapa komoditas pertanian yang

berpotensi untuk dikembangkan, seperti berbagai jenis pisang (raja bulu, ambon

lumut, pisang Jepang, pisang nangka, pisang cavendish, pisang muli/emas, pisang

tanduk dan pisang cere), sayuran (cabai rawit dan caisin), domba serta kambing.

Inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan kepada petani di Desa

Talaga Cianjur merupakan upaya perbaikan dari teknologi lokal dengan

komoditas yang telah diusahakan petani. Teknologi lokal pada komoditas pisang

belum ada pengaturan jarak tanam, terutama untuk tanaman tumpang sari. Di

samping itu teknik budidaya domba/kambing belum diketahui dengan baik,

terutama dalam hal pemilihan bibit unggul, pemberian pakan, sanitasi kandang,

sistem perkandangan, kesehatan ternak dan reproduksi ternak. Pada Tabel 31

ditampilkan teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa

Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur.

Persepsi Petani di Desa Jatiwangi Garut

Wilayah Desa Jatiwangi Garut mewakili daerah lahan kering dataran rendah

beriklim basah. Inovasi teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan kepada

petani di desa tersebut merupakan upaya perbaikan dari teknologi lokal dengan

komoditas yang telah diusahakan petani. Gambaran tentang teknologi lokal dan

inovasi teknologi usahatani terpadu ditampilkan pada Tabel 32.

Pada komoditas padi gogo yang menggunakan teknologi lokal, hama tikus

menjadi permasalahan yang dihadapi petani. Untuk komoditas pisang, petani

menjual pisang langsung dari hasil panen. Belum ada petani yang mengolah

pisang, untuk mendapatkan nilai tambah. Pada ternak domba, masalah penyakit

cacingan dan sakit mata belum tertangani dengan baik. Untuk itu, inovasi

teknologi usahatani terpadu berupaya memperbaiki teknologi lokal yang telah

Page 174: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

154

digunakan petani, terutama yang terkait dengan budidaya padi gogo, nilam, dan

pembibitan ternak domba. Di samping itu diperkenalkan upaya konservasi lahan

yang merupakan hal baru bagi petani.

Tabel 31 Teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa Talaga Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur

No. Komoditas Teknologi Lokal Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu1)

(1) Pisang - Bibit masih lokal - Belum ada

pengaturan jarak tanam

- Pemupukan belum sesuai dosis

- Sanitasi kebun belum intensif

- Pengendalian hama dan penyakit belum optimal

- Pemilihan bibit unggul - Pengaturan jarak tanam - Pemberian pupuk kandang dan

pupuk anorganik sesuai rekomendasi

- Penyiangan gulma dan sanitasi kebun (pemeliharaan intensif)

- Pembrongsongan buah pisang - Pengendalian hama dan

penyakit - Penanganan panen dan pasca

panen

(2) Sayuran (cabai rawit, caisin)

- Bibit masih lokal - Belum ada

pengaturan jarak tanam

- Pemupukan belum sesuai dosis

- Pengendalian hama dan penyakit belum sesuai konsep PHT

- Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT)

1) Penggunaan varietas unggul 2) Pengaturan jarak tanam 3) Penggunaan pupuk sesuai

dosis 4) Pengairan 5) Pengendalian OPT sesuai

dengan konsep PHT

(3) Domba - Belum diketahui teknik budidaya dengan baik

- Skala usaha kecil, sampingan

- Kotoran ternak belum dimanfaatkan secara optimal

- Perbaikan bibit (pemilihan bibit unggul)

- Skala usaha minimal rumah tangga (1 jantan : 8 betina)

- Sistem perkandangan: komunal - Pakan: perbaikan nutrisi - Reproduksi: memperpendek

jarak kelahiran - Kesehatan: pengendalian

penyakit, dan sanitasi kandang serta lingkungan

- Pengolahan pupuk kandang

Sumber: BPTP Jawa Barat (2006), data diolah Keterangan: 1) Rincian inovasi teknologi usahatani terpadu dicantumkan pada Lampiran 3

Page 175: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

155

Tabel 32 Teknologi lokal dan inovasi teknologi usahatani terpadu di Desa Jatiwangi Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut

No. Komoditas Teknologi Lokal Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu1)

(1) Padi gogo - Jarak tanam tidak teratur

- Tidak menggunakan pupuk organik

- Jarak tanam 15 cm memotong lereng 30 cm, searah lereng

- Penggunaan pupuk organik

(2) Ubi kayu - Ditanam pada lahan sampai bibir teras

- Tanaman ubi kayu ditiadakan

(3) Rumput dan gliricidia

- Belum ada upaya konservasi vegetatif (alley cropping)

- Rumput dan gliricidia ditanam di bibir teras (strip rumput) sebagai tanaman konservasi dan pakan ternak

- Pemeliharaan tanaman konservasi

(4) Nilam - Jarak tanam tidak teratur

- Tidak menggunakan bahan organik

- Jarak tanam 50 cm memotong lereng 100 cm, searah lereng

- Pupuk organik diberikan pada saat tanam sebanyak 2 kg per lubang tanam

(5) Domba/ kambing

- Ukuran domba kecil - Tidak ada bibit

bermutu - Mutu pakan rendah

- Pengadaan bibit bermutu - Manajemen terpadu (sanitasi

kandang dan ternak, aplikasi obat cacing, nutrisi)

- Suplemen leguminosa 20-40% dalam campuran hijauan

Sumber: BPTP Jawa Barat (2006), data diolah Keterangan: 1) Rincian inovasi teknologi usahatani terpadu dicantumkan pada Lampiran 4

Persepsi Petani terhadap Keuntungan Relatif

Persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur dan Garut (73,0%) terhadap

keuntungan relatif inovasi teknologi usahatani terpadu tergolong sedang (Tabel

33). Petani adopter bersikap kurang setuju-setuju dalam menilai usahatani

terpadu. Petani adopter kurang setuju bila usahatani terpadu dikatakan

memerlukan biaya awal (biaya produksi) yang rendah, dalam pengelolaan

menghemat waktu, dan menghemat curahan tenaga kerja. Kenyataan yang

dihadapi petani adopter, justru sebaliknya yakni biaya produksi relatif lebih

Page 176: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

156

tinggi, waktu yang dibutuhkan untuk mengelola relatif lebih banyak dengan

curahan tenaga kerja yang lebih banyak. Namun petani adopter Cianjur (71,7%)

dan petani adopter Garut (63,8%) bersikap setuju bahwa penerapan teknologi

usahatani terpadu lebih menguntungkan dibanding teknologi lokal (dengan

mengikuti ketentuan sesuai anjuran).

Tabel 33 Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur Petani Garut Total Petani

Persepsi Petani terhadap

Adopter

(n=46)

Non adopter

(n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter

(n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter

(n=165)

Adopter & Non

adopter (n=302)

Keuntungan relatif 2,50 2,25 2,59 2,31 2,55 2,28 2,42

Kesesuaian 2,70 2,58 2,62 2,67 2,66 2,63 2,65

Kerumitan 2,47 2,69 2,49 2,60 2,48 2,65 2,57

Dapat diujicoba 2,77 2,73 2,74 2,72 2,76 2,73 2,75

Dapat diamati 2,91 2,68 2,80 2,65 2,86 2,67 2,77

Ciri-ciri inovasi 2,67 2,59 2,65 2,59 2,66 2,59 2,63

Keterangan: Rentang skor 1,00-4,00 Kategori Rendah = Skor 1,00-2,00; Sedang = Skor 2,01-3,00; Tinggi = Skor 3,01-4,00

Petani adopter merasa bangga (prestise) dapat menerapkan teknologi

usahatani terpadu. Ada hal-hal baru yang diterapkan petani adopter seperti

pemberongsongan buah pisang dengan menggunakan plastik warna biru.

Pembrongsongan pisang ini banyak diminati petani adopter Cianjur. Karena

penggunaan plastik brongsong mampu meningkatkan bobot buah per tandan, per

sisir serta mutu kulit buah yang lebih baik (mulus), sehingga dapat meningkatkan

harga jual pisang. Di samping itu dampak lain pembrongsongan adalah dapat

mengurangi kehilangan hasil panen buah pisang akibat tindakan pencurian yang

sering terjadi di Desa Talaga Cianjur. Dengan pembrongsongan buah pisang,

pencuri harus membuka brongsongan terlebih dahulu sebelum tanaman pisang

ditebang. Kondisi tersebut akan mempersulit pencuri. Selain itu, pengenalan

varietas padi gogo yang baru yakni Situ patenggang, Situ bagendit, Limboto,

Towuti dan Batu tegi kepada petani adopter Garut, membuat petani desa lain

Page 177: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

157

tertarik menanam benih tersebut, terutama benih Situ patenggang dan Situ

bagendit, karena rasa nasi pulen dan wangi. Hal ini tentu menguntungkan bagi

petani adopter Garut, terutama Kelompok Tani Mekar Hurip yang secara khusus

melakukan pembenihan kedua varietas padi gogo tersebut.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur dan Garut (80,0%)

terhadap keuntungan relatif teknologi lokal tergolong sedang. Petani non adopter

menilai bahwa biaya produksi teknologi lokal sesuai kemampuan petani, sarana

produksi yang digunakan tidak mengikuti anjuran penyuluh; dalam pengelolaan

dapat menghemat waktu dan curahan tenaga kerja. Petani non adopter merasa

nyaman dalam menerapkan teknologi lokal, karena tidak ada aturan yang

mengikat. Dari sisi pendapatan, penggunaan teknologi lokal dinilai petani kurang

menguntungkan dan petani tidak merasa bangga dalam menerapkan teknologi

tersebut. Hasil dari kegiatan bertani tidak dapat dipastikan, baik dari aspek

produksi maupun harga jual produk.

Persepsi 23,4 persen petani non adopter Cianjur terhadap keuntungan relatif

teknologi lokal dikategorikan rendah (Tabel 33). Petani ini tidak memiliki tanah,

hanya sebagai penggarap lahan milik orang lain dengan kondisi telah ada tanaman

di lahan tersebut, seperti tanaman teh dan pisang. Luas lahan garapan berkisar

antara 200m2 – 800m2 atau rata-rata 400m2. Komoditas yang ditanam petani non

adopter merupakan tanaman sela. Biaya produksi dan resiko kegiatan usahatani

tanaman sela ditanggung penggarap. Pemilik lahan mendapatkan bagian dari hasil

tanaman pokok yang telah ada di lahan tersebut (teh dan pisang) ditambah

sebagian hasil tanaman sela petani penggarap. Jenis tanaman sela yang diusahakan

seringkali berupa tanaman pangan, singkong atau jagung untuk konsumsi sendiri

ataupun jenis sayuran seperti tomat, dan cabai rawit. Tidak ada ketentuan yang

mengikat, besaran bagi hasil untuk pemilik lahan, lebih didasari keikhlasan

penggarap. Sistem ini dianggap menguntungkan kedua belah pihak, bagi pemilik

lahan diuntungkan dari sisi perawatan lahan dan tanaman yang ada, sehingga tidak

ditumbuhi ilalang dan hasil tanaman tetap diperoleh, tidak membayar upah tenaga

kerja. Penggarap juga diuntungkan, memanfaatkan lahan dengan menanami

tanaman sela, tanpa dipungut biaya sewa. Dengan kondisi demikian, petani non

adopter menilai bahwa biaya produksi, curahan tenaga kerja relatif rendah, namun

Page 178: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

158

keuntungan yang diperoleh juga relatif rendah dengan luas lahan garapan yang

sempit.

Persepsi Petani terhadap Kesesuaian Inovasi

Persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur dan Garut (81,0%) terhadap

kesesuaian inovasi teknologi usahatani terpadu tergolong sedang (Tabel 33).

Berarti petani adopter bersikap kurang setuju – setuju terhadap kesesuaian inovasi

teknologi usahatani terpadu. Penilaian petani adopter terhadap komponen

teknologi yang diperkenalkan sesuai dengan kebiasaan petani setempat, sehingga

petani adopter telah memiliki pengalaman dalam menerapkannya. Perbaikan

teknik budidaya dilakukan pada komoditas yang telah dikembangkan petani,

sesuai dengan agroekologi dan layak diusahakan. Varietas unggul yang

diperkenalkan juga pada komoditas yang biasa ditanam petani. Namun terdapat

petani adopter yang berpendapat bahwa Kampung Dangder (Babakan Darusalam)

dan Kampung Arinem dengan ketinggian antara 680 - 700 meter dpl kurang tepat

dikategorikan sebagai daerah lahan kering dataran rendah. Konsekuensinya,

varietas unggul baru yang diperkenalkan dinilai kurang tepat untuk ditanam di

kedua kampung tersebut dan tidak sesuai kebutuhan petani adopter.

Menurut petani adopter, tanaman yang cocok dibudidayakan di Kampung

Dangdeur dan Arinem adalah tanaman kayu seperti albasia/sengon. Kebutuhan

petani ini menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan, sehingga perlu ada

upaya koordinasi lintas kementerian dalam mengintrodusikan suatu inovasi.

Secara teknis, kondisi agroekologi di Kampung Dangdeur dan Arinem sesuai

untuk tanaman nilam, dan perbaikan teknik budidaya nilam merupakan salah satu

komponen teknologi usahatani terpadu yang diperkenalkan. Namun, secara

ekonomis harga jual nilam pada tahun 2008-2009 relatif turun dibandingkan

tahun-tahun sebelumnya, sehingga petani kurang tertarik menanam nilam. Hal ini

yang menyebabkan petani adopter ingin beralih menanam komoditas kayu.

Kecenderungan petani menanam albasia/sengon, karena tidak memerlukan

perawatan intensif dan memperoleh keuntungan relatif besar, tetapi kurang

diperhatikan bahwa albasia/sengon baru dapat dipanen/dijual kayunya setelah

tanaman berumur 1,5 – 2 tahun.

Page 179: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

159

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur dan Garut (73,9%)

terhadap kesesuaian teknologi lokal tergolong sedang (Tabel 33). Cara bertani

yang diajarkan orang tua atau sesama petani dinilai petani non adopter sesuai

dengan kebiasaan masyarakat petani setempat. Beberapa petani non adopter

memodifikasi cara bertani lama, seperti pengaturan pola tanam disesuaikan

dengan kondisi lahan sebagai upaya menjaga kesuburan lahan dan mencegah

resistensi hama penyakit. Pengalaman selama bertani mengajarkan beberapa hal

positif yang mengarah ke perbaikan, seperti takaran dalam penggunaan benih,

pupuk ataupun pestisida. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hubbard dan

Sandmann (2007) yang mengemukakan bahwa faktor kesesuaian tidak hanya melihat dari

aspek sumberdaya yang tepat (tanah atau lainnya) tetapi lebih melibatkan banyak konsep-konsep filosofis

seperti kepedulian atas penerapan pestisida atau pupuk yang berlebihan untuk tanaman organik.

Persepsi petani non adopter Cianjur sebanyak 27,7 persen terhadap

kesesuaian teknologi lokal tergolong rendah (Tabel 33). Petani non adopter

Cianjur bersikap tidak setuju – kurang setuju terhadap teknologi lokal. Penilaian

petani non adopter bahwa teknologi lokal kurang sesuai dengan kebiasaan

masyarakat setempat saat ini, dan dalam penerapannya tidak sesuai dengan

ketersediaan tenaga kerja. Salah satu teknologi lokal berupa alat panen ani-ani,

meskipun waktu yang dibutuhkan untuk memanen padi gogo dengan ani-ani

relatif lama, namun jumlah kehilangan hasil panen relatif kecil (kurang dari 5%).

Bagi sebagian petani, ani-ani dianggap tidak sesuai lagi karena tidak efisien dari

segi waktu, digantikan dengan alat sabit. Bagi petani penggarap lahan milik orang

lain, yang menjadi perhitungan justru perolehan hasil gabah.

Dengan kondisi hanya menggarap lahan milik orang lain yang relatif sempit,

modal terbatas, dan usahatani bersifat subsisten serta tidak dapat diandalkan

sebagai penopang kehidupan keluarga, maka penggunaan alat panen ani-ani lebih

dipilih daripada sabit. Hal yang sama berlaku juga pada penggunaan varietas

lokal padi gogo, masa tanam butuh waktu lama, namun karena benih mudah

diperoleh dan rasa nasi pulen, maka varietas lokal tetap ditanam. Keadaan ini

sesuai dengan temuan penelitian Efa et al. (2005) di Ethiopia Baratdaya juga

menunjukkan kecenderungan yang sama. Indigenous technology masih banyak

dijumpai pada petani jagung, terutama yang terkait dengan benih lokal, sistem

pengadaan benih secara informal, pengendalian hama penyakit secara tradisional

Page 180: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

160

dan kontrol terhadap produksi dan penggunaan jagung. Faktor dukungan

pemilikan sumberdaya, umur, jenis kelamin dan pengalaman bertani

mempengaruhi penggunaan indigenous technology. Munculnya inovasi teknologi

baru cenderung berpotensi musnahnya indigenous technology.

Dalam dunia penelitian indigenous technology tetap penting karena

memiliki sifat-sifat yang tidak dipunyai teknologi baru, karena itu perlu

dilestarikan. Hal ini menjadi tugas Badan Litbang Pertanian, khususnya BPTP,

untuk mengumpulkan, menginventarisasi dan melakukan upaya konservasi, serta

pengembangannya. Indigenous technology ini sebenarnya masih punya potensi

untuk dikembangkan lebih lanjut (contoh ikan nila sebenarnya hasil

pengembangan ikan mujair). Indigenous technology tidak hanya penting untuk

penelitian saja, tetapi penting pula untuk petani yang berlahan sempit dan modal

kecil, terutama teknologi yang mempunyai keunggulan seperti rasa nasi

enak/pulen dan kelebihan lainnya yang tidak ada pada teknologi baru.

Persepsi Petani terhadap Kerumitan Inovasi

Persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur dan Garut (81,0%) terhadap

kerumitan inovasi teknologi usahatani terpadu tergolong sedang (Tabel 33).

Petani adopter bersikap setuju – kurang setuju terhadap kerumitan usahatani

terpadu. Petani adopter menilai bahwa inovasi teknologi usahatani terpadu tidak

rumit, karena sebagian besar komponen teknologi yang diperkenalkan merupakan

perbaikan teknik budidaya yang telah dilakukan petani. Secara teknis, petani

adopter tidak mengalami hambatan di dalam penerapan. Namun yang menjadi

faktor pembatas adalah kondisi pemilikan sumberdaya petani adopter, seperti

penguasaan lahan, modal dan tenaga kerja. Sebagai gambaran, pemanfaatan

kotoran domba di Desa Jatiwangi untuk diolah menjadi kompos diperlukan bahan

baku dalam jumlah memadai (sekitar satu ton), agar ekonomis. Fakta di lapangan

ternyata tidak mudah menggalang petani untuk secara kolektif membuat kompos.

Ketersediaan dua unit alat penggilingan kompos yang merupakan bantuan dari

BPTP Jawa Barat yang diberikan kepada Kelompok Tani Harapan Jaya dan

Harapan Baru tidak mampu memotivasi petani adopter. Faktor lain yang menjadi

kendala bagi petani adopter adalah pemasaran kompos bila diproduksi dalam

Page 181: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

161

jumlah banyak. Kesulitan pemasaran kompos diperkirakan petani adopter akan

menyebabkan modal yang digunakan, tidak memberikan keuntungan (tidak ada

perputaran uang). Untuk itu diperlukan bimbingan/pendampingan yang

berkelanjutan dan kepemimpinan kelompok tani atau tokoh informal.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur dan Garut (70,9%)

terhadap kerumitan teknologi lokal tergolong sedang (Tabel 33). Petani non

adopter menilai dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki (lahan, modal dan

tenaga kerja) tidak menjadi hambatan dalam menerapkan teknologi lokal. Karena

di dalam penerapan teknologi lokal, petani non adopter melakukan modifikasi

sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki, termasuk penggunaan sarana produksi.

Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang mengelola usahatani

mempengaruhi intensitas pemeliharaan terhadap komoditas yang ditanam. Petani

non adopter tidak mengalami kendala secara teknis dalam menerapkan teknologi

lokal yang dinilai tidak rumit dan mudah diterapkan. Demikian pula dengan

indigeneous technology.

Persepsi sebagian petani non adopter Cianjur (25,5%) terhadap kerumitan

teknologi lokal dikategorikan rendah (Tabel 33). Petani non adopter menilai

keterbatasan sumberdaya yang dimiliki justru menjadi masalah dalam menerapkan

teknologi lokal. Dengan lahan garapan milik orang lain, curahan tenaga kerja

yang tersedia menjadi terbagi dalam dua kegiatan yakni pemeliharaan terhadap

tanaman sela milik sendiri dan pemeliharaan terhadap tanaman pokok pemilik

tanah. Di samping itu, dalam penggarapan lahan tidak ada perjanjian tertulis

ataupun sejenis kontrak, sehingga posisi sebagai penggarap lemah. Petani non

adopter tidak memiliki kepastian untuk bisa menggarap lahan tersebut pada

musim tanam berikutnya, bila pemilik lahan tidak lagi memberikan ijin. Dalam

pengelolaan usahatani yang rentan terhadap keadaan alam (kekeringan, serangan

hama penyakit), petani non adopter harus menanggung resiko sendiri tanpa

berbagi beban dengan pemilik lahan. Namun demikian, dengan akumulasi

pengalaman dalam kegiatan bertani, secara teknis teknologi lokal dinilai petani

non adopter Cianjur tidak rumit dan mudah diterapkan.

Page 182: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

162

Persepsi Petani terhadap Inovasi yang Dapat Diujicoba

Persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur dan Garut (89,1%) terhadap

inovasi teknologi usahatani terpadu yang dapat diujicoba tergolong sedang (Tabel

33). Petani adopter bersikap kurang setuju – setuju terhadap usahatani terpadu

yang dapat diujicoba. Petani adopter menilai bahwa usahatani terpadu dapat

diujicoba pada lahan petani yang relatif sempit (400 m2). Terdapat petani adopter

di Cianjur pada saat melakukan ujicoba pembuatan lubang untuk tanaman pisang

berukuran 50 x 50 x 50 cm3; dirasakan cara kerja tersebut kurang sesuai dengan

kondisi petani adopter. Curahan tenaga kerja yang diperlukan relatif lama,

sehingga petani melakukan modifikasi cara tersebut sebagaimana yang biasa

dilakukan, yakni galian sedalam dua kali cangkul (diperkirakan sekitar 30 cm).

Penelitian yang dilakukan Hubbard dan Sandmann (2007) juga mengungkapkan

hal yang sama bahwa jika seorang petani dapat melaksanakan praktek inovasi baru pada tingkat ujicoba,

maka kemungkinan praktik potensial dapat dimodifikasi lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan petani

secara spesifik.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur dan Garut (74,5%)

terhadap inovasi teknologi usahatani terpadu yang dapat diujicoba tergolong

sedang (Tabel 33). Menurut petani non adopter, teknologi lokal yang diterapkan

telah melalui proses ujicoba dan disesuaikan dengan kondisi petani. Cara tanam,

jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan dan pengendalian hama penyakit

disesuaikan dengan modal dan tenaga kerja yang dimiliki.

Persepsi sebagian petani non adopter Cianjur (25,5%) terhadap inovasi

teknologi usahatani terpadu yang dapat diujicoba tergolong rendah (Tabel 33).

Penilaian petani non adopter terhadap teknologi lokal lebih terkait dengan resiko

yang harus dihadapi. Petani non adopter yang berstatus sebagai petani penggarap

cenderung menerapkan teknologi yang beresiko terendah. Petani non adopter

pada kelompok ini tidak berani mempertaruhkan usahatani yang dikelola untuk

keamanan pangan keluarga. Ujicoba terhadap teknologi lokal yang saat ini

diterapkan petani non adopter, tidak dilakukan sendiri karena dianggap beresiko

tinggi. Petani non adopter cenderung melihat hasil ujicoba yang dilakukan petani

lain dan bila dinilai berhasil akan ditiru.

Page 183: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

163

Persepsi Petani terhadap Inovasi yang Dapat Diamati

Persepsi sebagian besar petani adopter Cianjur dan Garut (89,1%) terhadap

inovasi teknologi usahatani terpadu yang dapat diamati tergolong sedang (Tabel

33). Petani adopter bersikap kurang setuju – setuju terhadap usahatani terpadu

yang dapat diamati. Petani adopter menilai bahwa melalui plot demonstrasi

usahatani terpadu dapat diamati dengan baik. Petani adopter mempunyai

kesempatan untuk melaksanakan plot demonstrasi dan melihat langsung hasil

yang diperoleh. Selain itu, petani adopter juga dapat mengamati keunggulan

teknologi usahatani terpadu dibandingkan dengan teknologi lain. Keunggulan-

keunggulan yang teramati secara nyata akan memungkinkan petani mengadopsi

teknologi tersebut lebih cepat. Namun dalam plot demonstrasi komponen

teknologi usahatani terpadu yang diterapkan mengikuti rekomendasi yang telah

ditetapkan. Bila petani adopter memodifikasi teknologi anjuran sesuai dengan

sumberdaya yang dimiliki tentu hasil yang didapat akan berbeda. Hasil penelitian

Seevers et al. (Vergot III et al., 2005) menunjukkan bahwa suatu teknologi baru,

dapat dilihat dari tetangga (petani lain) yang telah mempraktekkan, sehingga dapat

diamati hasil yang dicapai, cara mencapai hal tersebut dan memperhitungkan

keuntungan yang diperoleh. Hal ini merupakan salah satu faktor yang memovitasi

kuat bagi pihak pengamat untuk membuat perubahan yang diinginkan.

Persepsi sebagian besar petani non adopter Cianjur dan Garut (73,3%)

terhadap teknologi lokal yang dapat diamati dikategorikan sedang (Tabel 33).

Petani non adopter yang berpendidikan rendah dengan keterbatasan modal,

sebelum menerapkan teknologi lokal perlu mengamati usahatani milik petani lain.

Hasil pengamatan tersebut lebih meyakinkan petani dibanding hanya mendapat

informasi dari sesama petani non adopter.

Persepsi sebagian petani non adopter Cianjur (27,7%) terhadap teknologi

lokal yang dapat diamati dikategorikan rendah (Tabel 33). Petani non adopter ini

bersikap setuju jika teknologi lokal dapat diamati dengan baik, termasuk

keunggulan yang ada dan teknologi lokal tersebut dapat dikomunikasikan dengan

sesama petani non adopter. Petani non adopter kurang setuju bila pengamatan

teknologi lokal pada usahatani milik petani lain, dijadikan dasar untuk ikut

Page 184: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

164

menerapkan teknologi tersebut. Bila dipraktekkan sendiri ada faktor-faktor yang

tidak bisa dikendalikan petani dan ini harus dipertimbangkan secara proposional.

Artinya petani non adopter pada kelompok ini tidak bisa berharap hasil yang

diperoleh akan sama bila terkendala masalah penyakit seperti layu fusarium atau

hama ulat penggulung daun pada tanaman pisang.

Persepsi Petani terhadap Pengaruh Media/Informasi

Media dibedakan atas dua hal, yakni media massa dan media interpersonal.

Menurut Gonzales (1993); Effendi (1993) terdapat tiga dimensi pengaruh media

massa, yakni: kognitif, afektif dan konatif. Pengaruh kognitif meliputi

peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan. Pengaruh afektif

berhubungan dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap), sedangkan pengaruh

konatif berhubungan dengan tindakan dan niat untuk melakukan sesuatu dengan

cara tertentu. Nehiley (Vergot III et al., 2005) menyatakan bahwa penggunaan

media massa untuk menyampaikan topik yang relevan dengan khalayak,

menciptakan kesadaran terutama untuk khalayak dalam jumlah banyak dan

menyebar luas. Namun Rogers dan Shoemaker (1971) serta Rogers (2003)

berpendapat bahwa dalam konteks komunikasi yang ditransmisikan melalui media

massa, pengaruh yang mungkin dihasilkan hanya pada ranah perubahan kognitif

(pengetahuan). Pada media (komunikasi) interpersonal yang berlangsung secara

tatap muka, terjadi umpan balik, pengaruh yang mungkin dihasilkan pada ranah

perubahan dan pembentukan sikap.

Persepsi Petani terhadap Media Massa

Pengaruh media massa pada sebagian besar petani adopter Cianjur dan

Garut (96,4%) dan petani non adopter (100,0%) berkategori rendah (Tabel 34).

Petani responden tidak memperoleh informasi tentang teknik budidaya,

penanganan pascapanen ataupun informasi pasar komoditas pertanian dari media

massa. Peran media elektronik seperti radio dan televisi hanya sebagai media

hiburan. Demikian juga dengan media cetak seperti buku, majalah dan koran,

tidak berperan dalam mengubah pengetahuan petani responden terhadap kegiatan

berusahatani.

Page 185: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

165

Petani responden yang berpendidikan rendah kurang memahami bila media

cetak (buku-buku praktis tentang teknik budidaya, majalah pertanian dan koran

Sinar Tani) bermanfaat dalam menambah pengetahuan petani responden. Daya

beli petani responden yang rendah, menyebabkan media cetak bukan merupakan

barang prioritas yang harus dibeli dalam kegiatan berusahatani. Di samping itu,

ketersediaan media cetak tersebut di pedesaan tidak ada.

Tabel 34 Persepsi petani terhadap pengaruh media informasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur Petani Garut Total Petani Persepsi Petani

terhadap Pengaruh

Adopter

(n=46)

Non adopter

(n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter

(n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter

(n=165)

Adopter & Non

adopter (n=302)

Media massa 1,07 1,00 1,04 1,00 1,06 1,00 1,03

Informasi interpersonal

2,57 1,86 2,44 2,03 2,51 1,94 2,23

Media/informasi 1,82 1,43 1,74 1,52 1,79 1,47 1,63

Keterangan: Rentang skor 1,00-4,00 Kategori Rendah = Skor 1,00-2,00; Sedang = Skor 2,01-3,00; Tinggi = Skor 3,01-4,00

Persepsi Petani terhadap Informasi Interpersonal

Pengaruh informasi (saluran komunikasi) interpersonal pada sebagian besar

petani adoper Cianjur dan Garut (67,2%) dan petani non adopter Garut (51,7%)

dikategorikan sedang (Tabel 34). Sumber informasi tentang teknis budidaya

pertanian diperoleh dari ketua kelompok tani atau sesama petani, varietas unggul

dari penyuluh pertanian ataupun pedagang saprodi. Informasi pasar, seperti harga

jual, jenis dan jumlah komoditas pertanian yang dibutuhkan pembeli, mutu produk

serta tujuan pemasaran diperoleh dari pedagang hasil pertanian. Dapat dikatakan

media/informasi interpersonal lebih memberikan pengaruh pada petani responden

dibandingkan media massa. Kondisi ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan Vergot III et al. (2005) dan Licht dan Martin (2007). Peternak sapi

potong di Baratlaut Florida mendapatkan sumber informasi dari dokter hewan

(sebagai peringkat tinggi untuk konsultasi). Fakta menunjukkan bahwa peternak

Page 186: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

166

sangat mengandalkan keahlian dokter hewan untuk pemeliharaan kesehatan ternak

dan mendiagnosis penyebab kematian ternak. Peringkat berikut sebagai sumber

informasi adalah pedagang lokal sebagai pemasok ternak dan tenaga ahli dari

universitas (Vergot III et al., 2005). Hasil studi Licht dan Martin (2007) mengungkapkan

bahwa petani jagung dan kedelai di Iowa lebih menyukai informasi yang diperoleh melalui konsultasi pribadi

untuk semua metode komunikasi. Petani tersebut menilai bahwa informasi melalui konsultasi dapat

diandalkan, tepat waktu, dan informasi bersifat spesifik terkait dengan masalah-masalah yang dihadapi petani

jagung dan kedelai.

Pengaruh informasi (saluran komunikasi) interpersonal pada sebagian besar

petani non adoper Cianjur (78,7%) dikategorikan rendah (Tabel 34). Keadaan ini

disebabkan petani non adopter tidak mengenal penyuluh pertanian. Interaksi

dengan sesama petani, pedagang saprodi maupun pedagang hasil yang dapat

berperan sumber informasi juga relatif terbatas. Pemilikan lahan yang relatif

sempit atau bahkan hanya menggarap lahan milik orang lain (yang juga sempit)

dengan jangka waktu masa garap yang tidak jelas, modal terbatas, maka tidak ada

upaya untuk memperbaiki usahatani yang dikelola. Kelompok petani non adopter

ini menilai pertanian tidak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan utama,

sehingga beralih ke non pertanian.

Hubungan antara Karakteristik Petani, Perilaku Komunikasi Petani, Dukungan Iklim Usaha, dan Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

dengan Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri Inovasi

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa karakteristik petani

adopter (Cianjur dan Garut) yang berhubungan nyata dan positif dengan persepsi

petani terhadap ciri-ciri inovasi (teknologi usahatani terpadu) adalah tingkat

pendapatan, luas lahan, daya beli sarana produksi, tingkat rasionalitas, tingkat

intelegensi, sikap terhadap perubahan dan tingkat keberanian beresiko (Tabel 35).

Terdapat kecenderungan pihak pemerintah (BPTP Jawa Barat) dalam

memperkenalkan inovasi teknologi usahatani terpadu ditujukan kepada petani

yang memiliki lahan relatif luas. Secara keseluruhan petani adopter (Cianjur dan

Garut) yang mengusahakan lahan > 0,25 ha sebanyak 55,5 persen (Tabel 18).

Petani kelompok ini memperoleh pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan

petani yang mempunyai lahan < 0,25 ha, sehingga secara ekonomi memiliki daya

beli yang lebih baik. Petani berkecukupan cenderung berani menanggung resiko.

Page 187: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

167

Dengan didukung tingkat rasionalitas dan tingkat intelegensi yang tinggi, serta

sikap terhadap perubahan yang positif, maka persepsi petani dalam menilai ciri-

ciri inovasi semakin baik. Nilai koefisien korelasi pada peubah sikap terhadap

perubahan > 0,5 mengindikasikan hubungan yang kuat. Sebelum usahatani

terpadu diperkenalkan, beberapa petani adopter telah mengenal beberapa program

yang digulirkan Departemen Pertanian. Program seperti Bimas, program

pengentasan kemiskinan, Sistem Usahatani Padi Berwawasan Agribisnis

(SUTPA) ataupun Gema Palagung, secara akumulatif telah memperkaya

pengalaman petani. Dampak positif pengalaman tersebut terefleksi dalam sikap

merespon suatu hal baru termasuk teknologi usahatani terpadu.

Karakteristik petani non adopter keseluruhan (Cianjur dan Garut) yang

berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi

(teknologi lokal) adalah tingkat pendapatan, daya beli saprodi, tingkat rasionalitas,

tingkat intelegensi, dan tingkat keberanian beresiko. Petani non adopter memiliki

luas lahan berkisar antara 0,04 - 0,25 ha sebanyak 69,7 persen (Tabel 18). Bagi

petani skala kecil yang telah lama beradaptasi dengan teknologi lokal melalui

proses pembelajaran trial and error, maka teknologi lokal tersebut dinilai

mengurangi resiko dalam produksi. Selain itu, petani non adopter dengan berpikir

rasional, menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh, daya beli terhadap

sarana produksi, menjadi pertimbangan dalam menilai teknologi lokal.

Perilaku komunikasi (kerjasama, tingkat kekosmopolitan dan keterdedahan

terhadap media) petani adopter (Cianjur dan Garut) berhubungan nyata dan positif

dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi (dengan tingkat hubungan yang

lemah). Intensitas hubungan petani adopter dengan pedagang (input/sarana

produksi maupun output/hasil), lembaga pembiayaan, kelompok tani, dan

penyuluh pertanian akan membangun pandangan petani adopter terhadap

karakteristik usahatani terpadu. Terutama yang terkait dengan keuntungan relatif,

yakni perhitungan petani adopter terhadap nilai hasil penjualan dikurangi biaya

produksi, jumlah biaya produksi yang dikeluarkan, kebanggaan sosial dapat

bergabung dalam kelompok tani. Frekuensi petani bepergian ke luar desa dalam

mengakses informasi: (1) pasar (harga saprodi, harga jual produk, komoditas yang

dibutuhkan konsumen), (2) pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial,

Page 188: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

168

ekonomi dan lingkungan petani; serta (3) kompetisi usaha lain; ikut membangun

persepsi petani adopter terhadap tingkat kerumitan dan kesesuaian usahatani

terpadu. Selain itu keterjangkauan petani terhadap informasi teknologi usahatani

melalui media massa, seperti leaflet, brosur, poster, radio dan televisi.

Tabel 35 Nilai koefisien korelasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Petani Cianjur Petani Garut Total Petani

Peubah Adopter

(n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Karakteristik Petani

Umur -0,142 -0.126 0,121 0,078 0,041 0,027

Pendidikan 0,003 0.103 0,051 -0,096 0,036 -0,053

Tingkat pendapatan 0,372** -0.083 0,281*** 0,347*** 0,318*** 0,223***

Tingkat mobilitas 0,116 0.327** 0,083 -0,052 0,100 0,063

Luas lahan 0.490*** -0.066 0,206* 0,112 0,317*** 0,065

Daya beli saprodi 0.432*** 0.038 0,390*** 0,396*** 0,412*** 0,295***

Tingkat rasionalitas 0.429*** -0.119 0,402*** 0,379*** 0,389*** 0,255***

Tingkat intelegensi 0.300** -0.064 0,271*** 0,309*** 0,290*** 0,202***

Sikap terhadap perubahan 0.593*** 0.118 0,541*** -0,097 0,518*** -0,034

Tingkat keberanian beresiko 0.552*** 0.195 0,290*** 0,213** 0,373*** 0,208***

Perilaku Komunikasi Petani

Kerjasama 0.578*** 0,025 0,365*** 0,238*** 0,444*** 0,169**

Tingkat kekosmopolitan 0.382*** 0,035 0,376*** -0,078 0,375*** -0,043

Keterdedahan terhadap media 0.469*** 0,064 0,376*** -0,009 0,404*** 0,014

Dukungan Iklim Usaha

Ketersediaan input (saprodi) 0,478*** 0,116 0,185* 0,238*** 0,276*** 0,197**

Ketersediaan fasilitas keuangan (KUD, bank)

-0,070 -0,416*** 0,041 0,204** -0,003 0,039

Ketersediaan sarana pemasaran

0,219 0,290** 0,167 0,073 0,162* 0,143*

Penyuluhan

Kompetensi penyuluh 0,501*** -0,034 0,416*** -0,071 0,447*** -0,061

Peran penyuluh 0,385*** 0,117 0,416*** -0,247*** 0,412*** -0,147*

Materi/substansi penyuluhan 0,187 0,200 0,322*** -0,136 0,288*** -0,031

Metode penyuluhan 0,141 -0,157 0,222** 0,085 0,208*** -0,004

Keterangan: ***Nyata pada taraf α = 0,01 **Nyata pada taraf α = 0,05 *Nyata pada taraf α = 0,10

Page 189: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

169

Perilaku komunikasi petani non adopter (Cianjur dan Garut) yang

berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi

hanya kerjasama. Ini mengindikasikan bahwa petani non adopter yang

berinteraksi dengan pedagang, telah banyak mendapatkan berbagai informasi yang

berkaitan dengan teknologi lokal, sehingga pandangan terhadap karakteristik

teknologi lokal dapat terbentuk.

Dukungan iklim usaha petani adopter dan non adopter (Cianjur dan Garut)

berhubungan nyata dan positif dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi

adalah ketersediaan sarana produksi (input) dan ketersediaan sarana pemasaran.

Tingkat kemudahan petani adopter dan non adopter dalam mendapatkan sarana

produksi (benih/bibit, pupuk dan obat-obatan), aksesibilitas terhadap prasarana

jalan dan sarana angkutan serta pasar, membentuk persepsi petani terhadap

karakteristik usahatani terpadu dan teknologi lokal. Keberadaan kios di desa

melayani petani yang membutuhkan sarana produksi, tanpa membedakan antara

petani adopter dan non adopter. Demikian juga dengan prasarana jalan, sarana

angkutan dan fasilitas pasar berlaku bagi semua warga masyarakat. Menurut

Mosher (1966), dengan sarana transportasi dan prasarana infrastruktur yang baik,

tidak hanya memudahkan dalam penyediaan sarana produksi secara lokal tetapi

juga memudahkan pemasaran hasil produksi pertanian. Pengangkutan secara

langsung mempengaruhi sistem tataniaga suatu komoditas pertanian efisien atau

tidak. Berarti secara langsung menentukan terhadap ketersediaan dan harga sarana

produksi dan alat pertanian di tempat di mana petani bertempat tinggal, serta

menentukan tingkat harga dan stabilitas harga komoditas yang akan dipasarkan.

Persepsi petani adopter terhadap penyuluhan berhubungan nyata dan positif

dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi. Kompetensi penyuluh, peran

penyuluh, materi dan metode penyuluhan merepresentasikan kinerja penyuluh.

Selama berlangsung kegiatan usahatani terpadu, terdapat pendampingan tenaga

detasir (penyuluh dari BPTP) dan penyuluh pertanian dari BPP. Melalui interaksi

antara penyuluh pertanian dengan petani adopter akan terjadi transfer

pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan usahatani terpadu.

Kompetensi penyuluh pertanian akan menentukan “terjemahan” dari konsep

usahatani terpadu ke dalam implementasi di lapangan. Kondisi di lapangan ini

Page 190: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

170

yang membangun persepsi petani adopter tentang usahatani terpadu. Hasil

penelitian Haile dan Israel pada tahun 2005 yang dirujuk Gonzales dan Israel

(2010), dikemukakan bahwa penyuluh yang memiliki kompetensi tinggi

menujukkan kepedulian yang tinggi terhadap klien. Bila dikaitkan dengan

penelitian ini, kepedulian penyuluh lebih mengarah pada kegiatan keproyekan

yang menjadi tanggung jawab penyuluh terhadap kegiatan yang ditargetkan dari

institusi pemerintah. Peningkatan kesejahteraan petani masih sekedar menjadi

wacana di tingkat pengambil kebijakan, karena kebijakan pemerintah masih

berorientasi pada peningkatan produksi.

Persepsi petani non adopter terhadap penyuluhan yang berhubungan nyata

dan negatif dengan persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi adalah peran

penyuluh. Penyuluh pertanian tidak dikenal dan tidak pernah melakukan kegiatan

penyuluhan kepada petani non adopter, sehingga tidak berperan dalam kegiatan

usahatani yang dilakukan petani non adopter. Ini mencerminkan bahwa

penyuluhan belum menyentuh semua petani. Semakin penyuluh pertanian tidak

berperan dalam kegiatan usahatani, maka persepsi petani non adopter terhadap

karakteristik teknologi lokal semakin tinggi. Teknologi lokal ini diketahui petani

orangtua (turun temurun) dan sesama petani (tetangga). Hasil penelitian Sugihen

et al. (2007) menunjukkan bahwa faktor penyebab petani tidak mengenal

penyuluh, antara lain: (1) tidak ada penyuluh pertanian yang bertugas di wilayah

setempat, (2) lokasi pemukiman petani relatif sulit dijangkau, sehingga tidak

memungkinkan penyuluh pertanian setiap saat berkunjung, dan (3) kegiatan

penyuluhan tidak intensif dilakukan, sehingga momentum pertemuan antara

penyuluh pertanian dengan petani sangat terbatas, serta sebagian kecil dari petani

yang ikut dalam pertemuan tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Petani terhadap

Ciri-ciri Inovasi

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa karakteristik petani,

perilaku komunikasi petani, dukungan iklim usaha berpengaruh positif nyata pada

persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi. Hipotesis 2: Karakteristik petani,

perilaku komunikasi petani, dukungan iklim usaha, dan persepsi petani terhadap

penyuluhan, berpengaruh nyata pada persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi.

Page 191: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

171

Ternyata persepsi petani terhadap penyuluhan, tidak berpengaruh nyata pada

persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi.

Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang cukup dominan (yang tidak

diteliti pada penelitian ini), sehingga pengaruh persepsi petani terhadap

penyuluhan tidak terdeteksi. Hasil pengamatan di lapangan, persepsi petani

terhadap penyuluhan dipengaruhi banyak faktor, maka pada penelitian serupa

nantinya perlu digali faktor dominan tersebut, seperti seperti intensitas

penyuluhan, sasaran kegiatan penyuluhan yang menjangkau seluruh petani,

kompleksitas tugas penyuluh.

Hasil penelitian ini memperkuat teori Rogers (2003) tentang difusi inovasi.

Diagram proses keputusan inovasi, pada tahap persuasi sewaktu ciri-ciri inovasi

diperkenalkan, tahap tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu (sosial

ekonomi, pribadi dan perilaku komunikasi) sebagai unit pengambil keputusan,

pada waktu tahap pengetahuan (knowledge). Sub peubah yang berpengaruh

langsung pada persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi adalah tingkat keberanian

beresiko, tingkat kekosmopolitan, ketersediaan input (saprodi), dan ketersediaan

sarana pemasaran (Tabel 37). Petani dalam kegiatan berusahatani berhadapan

dengan faktor resiko. Nelson et al. (Soedjana, 2007) telah mengidentifikasi faktor

resiko di bidang pertanian, yaitu berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan

finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia.

Tabel 36 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

X1 Karakteristik Petani 0,167 0,033

X2 Perilaku Komunikasi Petani 0,151 0,052

X3 Dukungan Iklim Usaha 0,213 0,002

R2 17,4% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Resiko produksi terjadi karena keragaman hasil akibat berbagai faktor yang

sulit diduga, seperti cuaca (kekeringan, kebanjiran), hama, penyakit, variasi

genetik dan waktu pelaksanaan. Resiko harga dan pasar dikaitkan dengan

keragaman dan ketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus

Page 192: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

172

dibayarkan untuk input produksi. Resiko usaha dan finansial berkaitan dengan

pembiayaan dari usaha yang dijalankan, modal yang dipengaruhi, serta kewajiban

kredit. Resiko kerusakan merupakan sumber resiko tradisional, seperti kehilangan

harta karena kebakaran, angin, banjir, ataupun pencurian. Dalam usahatani, resiko

kerusakan hasil dapat berupa patah, pecah dan sebagainya atau bahkan busuk

karena lama dsimpan. Resiko sosial dan hukum berkaitan dengan peraturan

pemerintah dan keputusan lain, seperti peraturan baru mengenai penggunaan input

produksi, pembatasan subsidi, dan perencanaan lokasi baru untuk daerah

pertanian. Resiko faktor manusia berkaitan dengan perilaku, kesehatan, dan sifat-

sifat seseorang yang tidak diduga yang mengakibatkan kerugian dalam usahatani.

Pada petani adopter dan petani non adopter terdapat kecenderungan

semakin luas lahan yang dimiliki, maka semakin tinggi tingkat keberanian

beresiko. Untuk inovasi teknologi (usahatani terpadu) yang baru diterapkan

petani adopter mengandung resiko produksi, meskipun teknologi tersebut telah

dirancang dengan resiko minimal. Resiko produksi yang menyebabkan kegagalan

panen lebih dapat ditanggung petani yang memiliki lahan luas, dibandingkan

petani yang berlahan sempit. Petani golongan ini telah mencermati karakteristik

usahatani terpadu (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat diujicoba dan

dan diamati) pada waktu dilakukan plot demonstrasi oleh peneliti, penyuluh BPTP

dan penyuluh pertanian BPP.

Tingkat kekosmopolitan yang tinggi mencerminkan petani adopter dan

petani non adopter sering bepergian ke luar desa untuk mendapatkan informasi

tentang pasar dan harga, pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial,

ekonomi dan lingkungan petani; serta kompetisi usaha lain. Semakin banyak

informasi yang diperoleh akan mempengaruhi pandangan petani adopter terhadap

karakteristik usahatani terpadu. Pengetahuan (informasi) yang dimiliki petani

adopter menjadi salah satu dasar penilaian terhadap layak atau tidak komponen-

komponen usahatani terpadu diterapkan. Hal ini juga berlaku bagi petani non

adopter yang melakukan penilaian terhadap karakteristik teknologi lokal, terus

diterapkan atau beralih ke teknologi usahatani terpadu.

Ketersediaan input (saprodi) berkaitan dengan tingkat kemudahan petani

dalam mendapatkan benih/bibit, pupuk dan obat-obatan/pestisida, serta jarak

Page 193: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

173

tempat penjualan saprodi dari lahan petani. Kemudahan petani adopter dalam

mendapatkan benih padi berlabel dengan varietas unggul yang direkomendasikan

(seperti Situ patenggang, dan Situ bagendit) akan mempengaruhi persepsi petani

terhadap karakteristik usahatani terpadu. Demikian pula pada petani non adopter,

ketersediaan input (saprodi) akan membentuk pandangan petani terhadap

karakteristik teknologi lokal. Mosher (1966) menyatakan bahwa bila pertanian

hendak dimajukan, maka petani harus didukung dengan fasilitas dan jasa, yang

dikenal dengan lima syarat-syarat pokok pembangunan pertanian. Kelima syarat-

syarat pokok tersebut terdiri atas: (1) pasar untuk hasil usahatani, (2) teknologi

yang senantiasa berubah, (3) tersedianya sarana produksi dan peralatan secara

lokal, (4) perangsang produksi bagi petani, dan (5) pengangkutan/transportasi.

Syarat pokok pembangunan pertanian yang pertama dan kelima berupa

pasar dan pengangkutan/transportasi (sarana pemasaran), ternyata faktor ini

mempengaruhi persepsi petani terhadap karakteristik usahatani terpadu maupun

teknologi lokal. Ketersediaan sarana pemasaran (prasarana jalan, sarana/alat

transportasi dan pasar) mencerminkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan

petani responden dapat diangkut dan dipasarkan ke berbagai tujuan sesuai dengan

mutu. Seperti komoditas pisang yang dihasilkan petani adopter Cianjur dengan

mutu Grade 1 dipasarkan ke supermarket, Grade 2 ke pedagang pengumpul

tingkat kabupaten di pasar Cianjur.

Tabel 37 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Sub peubah Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

X110 Tingkat keberanian beresiko 0,101 0,119

X22 Tingkat kekosmopolitan 0,234 0,003

X31 Ketersediaan input (saprodi) 0,096 0,130

X33 Ketersediaan sarana pemasaran 0,154 0,055

R2 23,7% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Faktor-faktor yang berpengaruh langsung positif nyata pada persepsi petani

adopter terhadap ciri-ciri inovasi adalah karakteristik petani adopter (tingkat

pendapatan, luas lahan, sikap terhadap perubahan) dan persepsi petani adopter

Page 194: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

174

terhadap penyuluhan (kompetensi penyuluh dan peran penyuluh). Sikap terhadap

perubahan merupakan faktor yang memberikan pengaruh relatif lebih kuat

dibanding dengan faktor lain (Tabel 38). Ini mengindikasikan bahwa petani

adopter dalam menilai suatu inovasi dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan

terhadap hal-hal yang baru. Sebaliknya pada petani non adopter, faktor sikap

terhadap perubahan memberikan pengaruh negatif nyata. Artinya semakin tinggi

sikap terhadap perubahan pada petani non adopter, maka semakin rendah

penilaian terhadap teknologi lokal. Terdapat kecenderungan petani non adopter

akan mencari teknologi yang lebih baik dibanding teknologi lokal yang telah

diterapkan. Ketersediaan sarana pemasaran memberikan pengaruh positif nyata

yang relatif lebih kuat dibanding faktor lain.

Hasil analisis jalur menunjukkan karakteristik petani dan perilaku

komunikasi mempengaruhi langsung secara nyata dengan arah positif, sedangkan

pengaruh tidak langsung (melalui persepsi petani terhadap penyuluhan) berarah

negatif (Tabel 39) pada persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi. Hal ini

disebabkan persepsi petani terhadap penyuluhan tidak berpengaruh nyata pada

persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi (nilai P = 0,158 > α = 0,15). Petani

adopter dan petani non adopter menilai bahwa penyuluh tidak menjelaskan

tentang ciri-ciri inovasi (baik usahatani terpadu maupun teknologi lokal).

Penyuluh (BPTP Jawa Barat dan BPP) sekedar melakukan transfer teknologi

usahatani terpadu. Penyampaian usahatani terpadu dilakukan melalui metode

ceramah, diskusi, dan plot demonstrasi. Seharusnya penyuluh dapat berperan

sebagai fasilitator yang menjelaskan karakteristik usahatani terpadu (keuntungan

relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat diujicoba, dan dapat diamati). Mengutip

pendapat Getz dan Warner (2006), pergeseran dari model ”transfer teknologi" ke arah

”pembelajaran partisipatif dan pengambilan keputusan bersama,” dapat mendukung peningkatan pelayanan

penyuluhan serta berfungsi sebagai strategi penyuluhan dengan melibatkan klien pada skala yang lebih luas.

Hal ini yang diperlukan petani di Indonesia, terutama petani di lahan kering

marjinal.

Page 195: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

175

Tabel 38 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung mempengaruhi persepsi petani adopter dan petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

Peubah Adopter

(n=137)

Non Adopter (n=165)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

X1 Karakteristik Petani X13 Tingkat pendapatan 0,145 0,119 X15 Luas lahan 0,123 0,136 X19 Sikap thd perubahan 0,424 -0,204 0,000 0,027 X18 Tingkat intelegensi 0,131 0,137 X110 Tingkat keberanian beresiko 0,132 0,118

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X22 Tingkat kekosmopolitan 0,175 0,081

X3 Dukungan Iklim Usaha

X31 Ketersediaan input 0,151 0,088

X33 Ketersediaan sarana pemasaran 0,324 0,003

X4 Persepsi petani thd penyuluhan

X41 Kompetensi Penyuluh 0,175 0,089

X42 Peran Penyuluh 0,163 0,061

R2 47% 32%

Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Konsep inovasi teknologi usahatani terpadu dirancang di tingkat pusat,

kemudian didesiminasikan secara nasional. Pada awal pelaksanaan program

tahun 2005, usahatani terpadu diperkenalkan di 14 provinsi yang mencakup 22

desa. Pada tahun 2006 inovasi teknologi tersebut telah diperkenalkan di 25

provinsi (33 desa) dan tahun 2007 telah mencapai 33 provinsi (201 desa).

Tabel 39 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (peubah) yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di

Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung

Pengaruh Total

X1 Karakteristik Petani 0,167 -0,025 0,142

X2 Perilaku Komunikasi Petani 0,151 -0,035 0,116

X3 Dukungan Iklim Usaha 0,213 0,005 0,218

X4 Persepsi Petani thd Penyuluhan -0,091 - -0,091

Page 196: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

176

Mencermati wilayah diseminasi yang meluas ke seluruh provinsi,

menimbulkan kesan kendali pemerintah pusat demikian kuat. Ini diindikasikan

oleh penunjukan 200 orang tenaga peneliti yang berasal dari berbagai unit kerja

lingkup Badan Litbang Pertanian, sebagai pemandu teknologi (tahun 2007). Para

peneliti ini ditugaskan langsung ke 200 desa lokasi usahatani terpadu. Selain

kesan “top-down” yang kuat, usahatani terpadu kurang memperhatikan keadaan

lingkungan petani yang spesifik, terutama untuk keadaan non-teknis, seperti

kebiasaan, tradisi, kemampuan, kebutuhan petani dan sebagainya. Sebenarnya

kalau peneliti memberi kesempatan kepada penyuluh yang ada di lokasi (dengan

sebelumnya membekali penyuluh dengan hal-hal teknis), maka keberlanjutan

penerapan teknologi tersebut akan lebih besar karena adanya fasilitasi oleh

penyuluh setempat walaupun kegiatan Badan Litbang Pertanian telah selesai.

Hasil pengamatan di lapangan, memberi indikasi ada kesenjangan antara

rancangan konsep inovasi teknologi usahatani terpadu dengan implementasi di

lapangan. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terjemahan

dari konsep ke pelaksanaan tidak dalam satu visi pemahaman yang sama

(pengetahuan, pengalaman dan pendidikan tidak sepadan), sehingga penyuluh

kurang tepat dalam penerapan. Disinilah indikasi bahwa hubungan peneliti-

penyuluh tidak bisa seperti atasan-bawahan atau pemberi-dengan yang diberi

teknologi, hubungan harus bersifat “partnerships,” peneliti harus mau menerima

penyuluh sebagai “partner” dalam mengintroduksikan inovasi teknologi. Kedua,

pendekatan pelaksanaan kegiatan masih bersifat top-down. Meskipun dalam

merancang komponen teknologi yang dikembangkan telah menerapkan

pemahaman pedesaan secara partisipatif (PRA), namun belum memperhatikan

kebutuhan petani. Petani merasa tidak berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan

inovasi teknologi. Ketiga, harga sarana produksi dari tahun ke tahun cenderung

meningkat yang berpengaruh terhadap penggunaan sarana produksi yang sesuai

dengan anjuran. Terdapat kecenderungan petani mengurangi takaran penggunaan

sarana produksi untuk menekan biaya produksi. Keempat, kegiatan masih

berorientasi pada keproyekan. Sebagai contoh klinik agribisnis yang dirancang

sebagai inovasi kelembagaan, tempat petani berkonsultasi tentang usahatani

dengan peneliti dan penyuluh (BPTP Jawa Barat serta BPP), tidak berfungsi.

Page 197: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

177

Secara konsep rencana kegiatan klinik agribisnis ditujukan untuk: (1)

membantu menangani permasalahan yang ada di lapangan, (2) memanfaatkan dan

mengembangkan potensi dan peluang yang tersedia, (3) memperbaiki teknologi

yang ada dengan inovasi teknologi sesuai kebutuhan petani, serta (4)

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola usahatani.

Di Cianjur telah dilakukan pembangunan fisik klinik agribisnis lengkap dengan

papan nama, yang didanai Pemda Cianjur. Namun kegiatan yang direncanakan

belum terwujud. Di Garut terdapat kesan bahwa klinik agribisnis semata-mata

hanya simbol, yang terlihat dari papan nama klinik agribisnis terletak pada tempat

yang sama dengan papan nama posko tenaga detasir. Keberadaan fisik klinik

agribisnis hanya untuk memenuhi target atau pertanggungjawaban keproyekan,

bahwa klinik agribisnis itu ada (bertempat di rumah penduduk yang disewa).

Dukungan iklim usaha memberikan pengaruh total (pengaruh langsung dan

pengaruh tidak langsung melalui persepsi petani terhadap penyuluhan) yang

positif pada persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi (Gambar 8). Dibandingkan

karakteristik petani dan perilaku komunikasi petani, dukungan iklim usaha relatif

lebih diperhatikan petani dalam membangun persepsi tentang ciri-ciri inovasi.

Ketersediaan sarana produksi akan menentukan pilihan terhadap komponen

teknologi yang diterapkan (sebagian atau seluruh komponen), yang terkait dengan

kesesuaian ciri-ciri inovasi. Ketersediaan sarana pemasaran, setidaknya memberi

jaminan kepada petani bahwa produk pertanian yang dihasilkan dapat dipasarkan.

Gambar 8 Peubah-peubah yang mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi

0,151 (0,052)

0,167(0,033) X1 Karakteristik Petani

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X3 Dukungan Iklim Usaha

X5 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri inovasi

-0,091 (0,158)

X4 Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

0,280 (0,000)

0,383 (0,000)

0,213 (0,002)

-0,053 (0,396)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); = tidak nyata Koefisien jalur yang divantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 198: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

178

Rincian lebih lanjut, sub peubah yang berpengaruh langsung dan tidak

langsung pada persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi, ditampilkan pada Tabel

40. Pengaruh total sub peubah tingkat mobilitas, luas lahan, tingkat intelegensi,

sikap terhadap perubahan, kerjasama, dan keterdedahan terhadap media (melalui

peubah persepsi petani terhadap penyuluhan) pada persepsi petani terhadap ciri-

ciri inovasi, berarah negatif (Gambar 9). Fenomena ini memberikan gambaran

bahwa figur penyuluh (BPTP Jawa Barat dan BPP) tidak dikenal oleh sebagian

besar petani responden. Penyuluhan pertanian di Desa Talaga Cianjur dan Desa

Jatiwangi Garut, dapat dikatakan tidak berjalan. Sebagaimana penjelasan pada

bagian terdahulu, penyampaian inovasi teknologi usahatani terpadu yang

dilakukan oleh peneliti BPTP Jawa Barat dan penyuluh (BPTP Jawa Barat dan

BPP) hanya terbatas kepada petani adopter pengurus kelompok tani.

Tabel 40 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung

Pengaruh Total

X14 Tingkat mobilitas - -0,009 -0,009

X15 Luas lahan - -0,009 -0,009

X18 Tingkat intelegensi - -0,017 -0,017

X19 Sikap terhadap perubahan - -0,014 -0,014

X110 Tingkat keberanian beresiko 0,101 - 0,101

X21 Kerjasama - -0,025 -0,025

X22 Tingkat kekosmopolitan 0,234 -0,012 0,222

X23 Keterdedahan thd media - -0,011 -0,011

X31 Ketersediaan input (saprodi) 0,096 - 0,096

X33 Ketersediaan sarana pemasaran 0,154 - 0,154

Program usahatani terpadu yang masuk di wilayah kedua desa tersebut,

memang menstimulir pelaksanaan kegiatan penyuluhan, karena ada dukungan

dana APBN untuk kegiatan usahatani terpadu. Namun begitu memasuki tahun

terakhir (awal tahun 2009) pelaksanaan kegiatan usahatani terpadu, tenaga detasir

sudah tidak lagi berada di posko desa. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di

Desa Talaga Cianjur dan Desa Jatiwangi Garut, namun juga terjadi di Oklahoma.

Hasil penelitian Cartmell, Orr, dan Kelemen pada tahun 2006 (Brunson dan Price,

Page 199: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

179

2009) menemukan, dua-pertiga dari pemilik lahan skala sempit di Oklahoma,

tidak ada kegiatan penyuluhan karena lokasinya sulit dijangkau penyuluh.

Gambar 9 Sub peubah – sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi

0,097 (0,068)

X1.4 Tingkat Mobilitas

X1.5 Luas Lahan

X1.8 Tingkat Intelegensi

X1.9 Sikap terhadap Perubahan

X1.10 Tingkat Kebera-nian Beresiko

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X4.1 Kompetensi

Penyuluh

X4.2 Peran Penyuluh

X4.3 Materi Penyuluhan

X5 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri inovasi

X3.3 Ketersediaan Sarana Pemasaran

X3 DUKUNGAN IKLIM USAHA

0,158

(0,005)

(0,001)

(0,191)

0,105 (0,030)

0,270

(0,000)

0,128

(0,061)

0,096 (0,130)

0,234 (0,003)

0,154 (0,055)

0,126

(0,035)

0,101 (0,119)

-0,091

(0,158)

X4.4 Metode penyuluhan

X3.1 Ketersediaan Input (saprodi)

X2.2 Tingkat Kekosmopolitan

X2.3 Keterdedahan thd Media

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X2.1 Kerjasama

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); = tidak nyata Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 200: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

180

Menarik untuk dicermati pada petani adopter, pengaruh langsung dan

pengaruh tidak langsung (melalui persepsi petani adopter terhadap penyuluhan)

bernilai positif, sehingga pengaruh total bernilai positif (Tabel 41). Pengaruh total

sub peubah tingkat keberanian beresiko, tingkat kekosmopolitan, ketersediaan

input (saprodi), dan ketersediaan sarana pemasaran pada persepsi petani terhadap

ciri-ciri inovasi berarah positif. Hal ini berarti bahwa dengan kondisi penyuluhan

yang tidak berjalan sesuai UU No. 16 Tahun 2006, pada saat suatu inovasi

teknologi akan diperkenalkan, maka faktor-faktor tersebut terlebih dahulu

diidentifikasi di tingkat internal dan eksternal petani. Intervensi pemerintah

daerah masih tetap diperlukan untuk mendukung iklim usaha yang kondusif,

terutama yang terkait dengan pembangunan ataupun pemeliharaan prasarana jalan,

dan ketersediaan bangunan fisik pasar. Ketergantungan masyarakat desa terhadap

pemerintah (pusat maupun daerah) dalam hal ketersediaan sarana pemasaran,

masih tinggi.

Tabel 41 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung1)

Pengaruh Total

X1 Karakteristik Petani X13 Pendapatan 0,145 - 0,145

X15 Lahan 0,123 - 0,123

X19 Sikap thd perubahan 0,424 - 0,424

X14 Mobilitas - 0,032 0,032

X18 Intelegensi - 0,051 0,051

X110 Keberanian beresiko - 0,041 0,041

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X21 Kerjasama - 0,042 0,042

X4 Persepsi Petani thd Penyuluhan

X41 Kompetensi Penyuluh 0,175 - 0,175

X42 Peran Penyuluh 0,163 - 0,163

Keterangan: 1) melalui X4 = persepsi petani terhadap penyuluhan

Page 201: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

181

Persepsi petani adopter terhadap penyuluhan memberikan pengaruh positif

nyata pada persepsi petani adopter terhadap ciri-ciri inovasi (Gambar 10). Ini

mengindikasikan bahwa kegiatan penyuluhan telah dilakukan pada beberapa

petani adopter (tidak semua petani adopter).

Gambar 10 Sub peubah – sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani

adopter terhadap ciri-ciri inovasi

Kompetensi penyuluh, terutama yang terkait dengan pengetahuan mengenai

hal-hal yang bersifat spesifik komoditas, seperti teknik budidaya tanaman/ternak,

hama/penyakit, pascapanen, pengolahan, dan informasi harga/pasar, terlihat

kurang lengkap, karena banyak sekali komoditas pertanian yang ditanam petani.

Untuk komoditas pangan (padi dan palawija) penyuluh pertanian telah mampu

berperan sebagai pentransfer teknologi/informasi, karena sudah lebih dikenal.

Sebaliknya, untuk komoditas sayuran, pisang, nilam, domba, penyuluh pertanian

belum menguasai dengan baik teknologinya, di samping itu informasi harga/pasar

komoditas hortikultura (sayuran dan buah-buahan) sangat dinamis, sehingga peran

penyuluh pertanian kurang optimal. Untuk itu, kurikulum pendidikan formal

X1.3 Tingkat pendapatan

X1.5 Luas Lahan

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2.1 Kerjasama

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X4.1 Kompetensi

Penyuluh

X4.2 Peran Penyuluh

X5 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri inovasi

0,202

(0,021)

(0,085) (0,127)

0,145 (0,119)

0,168 (0,105)

0,252

(0,005)

X1.4 Tingkat mobilitas

X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

0,123 (0,136)

(0,424) (0,000)

0,161

(0,065)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 202: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

182

maupun non formal bagi penyuluh pertanian dibutuhkan materi/substansi yang

lebih komprehensif, sehingga dapat membantu petani mengatasi berbagai

persoalan yang dihadapi dalam mengelola usahatani.

Persepsi petani non adopter terhadap penyuluhan memberikan pengaruh

negatif nyata pada persepsi petani adopter terhadap ciri-ciri inovasi, sehingga

faktor-faktor yang mempunyai pengaruh tidak langsung bernilai negatif, kecuali

daya beli (Tabel 42). Pengaruh total yang bernilai negatif: sikap terhadap

perubahan, kerjasama, keterdedahan terhadap media, dan ketersediaan fasilitas

keuangan, berarti semakin tinggi faktor-faktor tersebut, maka semakin rendah

penilaian petani non adopter terhadap teknologi lokal. Terdapat kecenderungan

petani non adopter kelompok ini mencari teknologi yang lebih menguntungkan

dibandingkan teknologi lokal. Ketersediaan sarana pemasaran memberikan

pengaruh total yang paling kuat dibandingkan faktor lain.

Tabel 42 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung mempengaruhi persepsi petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak Langsung1)

Pengaruh Total

X1 Karakteristik Petani

X18 Intelegensi 0,131 - 0,131

X19 Sikap thd perubahan -0,204 -0,060 -0,264

X110 Keberanian beresiko 0,132 - 0,132

X16 Dayabeli 0,032 0,032

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X22 Kosmopolitan 0,175 - 0,175

X21 Kerjasama - -0,051 -0,051

X23 Keterdedahan thd media -0,028 -0,028

X3 Dukungan Iklim Usaha

X31 Ketersediaan input 0,151 - 0,151 X33 Ketersediaan sarana

pemasaran 0,324 - 0,324

X32 Ketersediaan fasilitas keuangan

- -0,027 -0,027

Keterangan: 1) melalui X4 = persepsi petani terhadap penyuluhan

Page 203: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

183

Faktor daya beli dapat digambarkan dari nilai tukar petani yang mengukur

kemampuan nilai tukar produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang

atau jasa yang dibutuhkan, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk

kegiatan produksi. Daya beli merupakan faktor yang berpengaruh tidak langsung

pada persepsi petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi (Gambar 11).

Gambar 11 Sub peubah – sub peubah yang mempengaruhi persepsi petani non adopter terhadap ciri-ciri inovasi

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X4

PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X5 PERSEPSI PETANI

TERHADAP CIRI-CIRI INOVASI

-0,153 (0,099)

0,131 (0,137)

-0,206

(0,008)

X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

-0,204 (0,027)

X1.6 Daya beli

0,132 (0,138)

X2.1 Kerjasama

X2.2 Tingkat kekosmopolitan

X2.3 Keterdedahan thd media

0,249 (0,006)

0,136 (0,114)

0,175 (0,081)

-0,290 (0,001)

X3 DUKUNGAN IKLIM USAHA

X3.2 Ketersediaan fasi-litas keuangan

X3.1 Ketersediaan input

X3.3 Ketersediaan sarana pemasaran

0,132 (0,129)

0,151 (0,088)

0,324 (0,003)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 204: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

184

Keputusan Petani dalam Mengadopsi Inovasi

Keputusan petani responden (Cianjur dan Garut), dalam mengadopsi inovasi

usahatani terpadu termasuk dalam keputusan kolektif (Rogers dan Shoemaker,

1971; Rogers, 2003). Pengambilan keputusan dilakukan oleh pengurus kelompok

tani (ketua, sekretaris dan bendahara) yang secara informal mewakili anggota

kelompok tani. Pembentukan kelompok tani sebagian besar (80,0% kelompok

tani Cianjur dan 71,4% kelompok tani Garut) didasari atas kepentingan

pemerintah untuk mendiseminasikan teknologi usahatani terpadu. Faktor yang

mendorong petani responden mengadopsi usahatani terpadu adalah perolehan

bantuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Bantuan bagi petani

adopter di Cianjur berupa pupuk kimia Urea dan Phonska masing-masing

sebanyak 100 kg dan 150 kg untuk luasan areal 0,5 ha. Selain itu bantuan kredit

PUMK sebesar Rp 100 juta per kelompok, yang dialokasikan untuk pembelian

bibit pisang Rp 3,5 juta setiap 1,0 ha lahan dan pembelian domba Rp 20 juta

dengan cara digulirkan kepada anggota yang belum memiliki ternak domba. Hal-

hal ini yang menyebabkan ketergantungan petani pada proyek dan mematikan

kemandirian dalam pengambilan keputusan.

Perolehan bantuan yang diterima melalui kelompok tani (petani adopter

Garut) berupa ternak 23 ekor domba pada tahun 2006 (21 betina dan 2 jantan)

yang dikelola sistem gaduh, setelah domba tersebut beranak semua anggota dapat.

Bantuan lain yang diberikan berupa: (1) benih padi gogo varietas Tauti, Limboto,

Batutegi, Situ bagendit dan Situ patenggang sebanyak 100 kg (untuk areal 5,0 ha)

dan benih kedelai 40 kg (untuk areal 1,0 ha); (2) obat-obatan seperti furadan

(untuk hama ulat tanah), baykrap (untuk hama ulat) dan obat tepung berwarna

kuning; (3) pupuk Urea 750 kg, SP36 250 kg, dan KCl 250 kg; (4) benih pisang

600 pohon; (5) hand sprayer satu buah pada tahun 2006 dan sampai tahun 2009

total menjadi 3 buah. Pada akhir tahun 2007, kelompok tani juga mendapat

bantuan dari Telkom berupa bibit durian, rambutan, petai, belina, jati, albasia, dan

suren. Pembagian bantuan berdasarkan luas areal lahan garapan petani adopter.

Keseluruhan bantuan yang diperoleh petani adopter dapat diartikan bahwa

dalam menerapkan usahatani terpadu, petani adopter hanya menyiapkan lahan dan

tenaga kerja. Modal usahatani untuk pembelian sarana produksi telah

Page 205: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

185

tertanggulangi. Pendampingan tenaga detasir (tenaga penyuluh dari BPTP Jawa

Barat) di lapangan dapat menekan kekhawatiran petani adopter tentang resiko

kegagalan panen ataupun pemasaran hasil. Walaupun petani hanya menyiapkan

lahan dan tenaga, tetapi kalau petani diikutsertakan dalam perencanaan

pelaksanaan, dan diberi kepercayaan untuk melaksanakan sendiri (dengan

bimbingan oleh penyuluh setempat yang telah dilatih oleh peneliti, maka dalam

diri petani akan tumbuh rasa ”memiliki” terhadap teknologi usahatani terpadu. Hal

ini yang akan memotivasi petani untuk benar-benar memahami teknologi

usahatani terpadu, sehingga petani akan dapat memutuskan untuk meneruskan

atau memodifikasi teknologi tersebut. FAO (1990) telah mengidentifikasi

beberapa jenis keputusan yang dapat dibuat oleh rumah tangga tani, berdasarkan

orientasi terhadap: (1) produksi, (2) penggunaan sumberdaya, (3) investasi, (4)

likuiditas, yakni jumlah uang tunai yang dibutuhkan rumah tangga tani, (5)

pengolahan dan pemasaran, serta (6) komunitas (seperti partisipasi dalam suatu

organisasi petani, peningkatan status, harapan komunitas terhadap usahatani

dalam hal produksi).

Penentuan komoditas yang ditanam petani responden (Cianjur dan Garut)

tergolong rendah (Tabel 43). Pertimbangan yang digunakan sebagian besar petani

adopter, petani non adopter Cianjur dan petani adopter Garut dalam menentukan

komoditas yang ditanam adalah kemudahan dalam mendapatkan benih/bibit serta

besaran biaya awal (modal usahatani) yang dibutuhkan. Meskipun suatu

komoditas dilihat dari aspek ekonomi dapat menghasilkan keuntungan yang relatif

tinggi, namun jika benih/bibit sulit diperoleh, petani responden cenderung tidak

menanam komoditas tersebut. Karena ini akan terkait dengan biaya transportasi,

konsekuensinya biaya usahatani menjadi meningkat. Petani non adopter Garut

dalam menanam komoditas, selain kemudahan dalam mendapatkan benih/bibit

juga mempertimbangkan kesesuaian penggunaan sumberdaya lahan. Penggunaan

tenaga kerja dan keberhasilan petani lain (untuk kemudian diikuti) juga menjadi

pertimbangan petani adopter yang tergolong sedang – tinggi dalam penentuan

komoditas yang ditanam.

Penggunaan sarana produksi sebagian besar petani adopter, petani non

adopter Cianjur dan petani adopter Garut tergolong sedang, adapun pada petani

Page 206: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

186

non adopter Garut tergolong rendah. Petani adopter (Cianjur dan Garut) berharap

dengan menggunakan sarana produksi sesuai dengan rekomendasi penyuluh

pertanian, produksi akan lebih baik dibandingkan bila penggunaan sarana

produksi terbatas sesuai modal yang tersedia. Dengan peningkatan produksi,

keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usahatani terpadu juga akan meningkat.

Penggunaan tenaga kerja sebagian besar berasal dari tenaga kerja dalam keluarga.

Hal ini sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Brashear et al.

(2000) terhadap peternak babi di Illinois. Faktor yang dipertimbangkan dalam

menerapkan teknologi baru adalah keuntungan, tenaga kerja, dan pemasaran hasil.

Tabel 43 Keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter

(n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter

(n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Penentuan komoditas Rendah Sedang Tinggi

Skor

1-2 3-4 5

60,9 23,9 15,2

91,4 4,3 4,3

40,7 27,4 31,9

63,3 13,6 22,9

47,4 26,3 26,3

71,5 10,9 17,6

Penggunaan saprodi Rendah Sedang Tinggi

Skor

1-2 3-4 5

28,3 63,0 8,7

10,6 76,6 12,8

40,7 45,0 14,3

62,7 28,0 9,3

36,5 51,1 12,4

47,9 41,8 41,8

Keterangan: Rentang skor 1-5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Mengadopsi Inovasi

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa persepsi petani

terhadap ciri-ciri inovasi, dan persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi

berpengaruh nyata terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi. Hasil ini

sesuai dengan Hipotesis 3, berarti Hipotesis 3 diterima. Rincian sub peubah yang

berpengaruh nyata positif terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi,

ditampilkan pada Tabel 44. Meskipun tidak semua sub peubah (dapat diujicoba,

dapat diamati, dan persepsi petani terhadap pengaruh media massa) berpengaruh

nyata pada keputusan petani dalam adopsi inovasi, namun hasil penelitian ini telah

memperkuat teori Rogers (2003) tentang difusi inovasi.

Page 207: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

187

Tabel 44 Nilai koefisien jalur faktor-faktor (sub peubah) yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Koefisien regresi yang

telah distandarkan P

X51 Keuntungan relatif 0,154 0,002

X52 Kesesuaian 0,306 0,000

X53 Kerumitan 0,148 0,008

X62 Interpersonal 0,287 0,000

R2 36,5% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Penilaian petani responden terhadap ciri-ciri inovasi teknologi usahatani

terpadu, pada aspek keuntungan usahatani, kebanggaan (prestise) sosial,

kesesuaian dengan kondisi sosiobudaya, dan teknis penerapan. Petani responden

menilai teknologi lokal berdasarkan penggunaan biaya awal yang rendah, hemat

waktu dan tenaga, kesesuaian dengan kondisi sosiobudaya, dengan keterbatasan

sumberdaya yang dimiliki (lahan, modal, dan tenaga kerja) masih memungkinkan

untuk menerapkan teknologi lokal.

Persepsi petani terhadap pengaruh informasi interpersonal berpengaruh

positif nyata terhadap keputusan petani dalam adopsi inovasi (Gambar 12).

Penyuluh pertanian merupakan sumber informasi yang dipercaya oleh petani

adopter yang mempunyai posisi sebagai pengurus kelompok tani. Bagi petani

adopter tetapi bukan pengurus kelompok tani dan petani non adopter, sumber

informasi yang dipercaya adalah sesama petani (termasuk ketua kelompok tani)

dan tokoh masyarakat. Sumber informasi interpersonal dinilai petani responden

dapat dipercaya dan informasi yang diperoleh relevan dengan kebutuhan petani.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Gonzales dan Israel (2010) yang

menunjukkan bahwa preferensi klien dalam memilih saluran komunikasi (media

massa atau media interpersonal) ditentukan oleh manfaat yang diperoleh, biaya

yang dikeluarkan dan tingkat kepercayaan terhadap sumber informasi.

Page 208: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

188

Gambar 12 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi Inovasi

Keputusan petani adopter dalam mengadopsi inovasi teknologi usahatani

terpadu dipengaruhi oleh faktor keuntungan relatif, kesesuaian, dan persepsi

petani terhadap pengaruh media/informasi interpersonal, sedangkan pada petani

non adopter dipengaruhi oleh faktor kesesuaian, kerumitan, dan persepsi petani

terhadap pengaruh media/informasi interpersonal. Hal ini menunjukkan bahwa

faktor kesesuaian dan persepsi petani terhadap pengaruh media/informasi menjadi

tolok ukur petani adopter maupun petani non adopter dalam mengadopsi suatu

teknologi (Tabel 45).

Suatu inovasi dapat sesuai atau tidak dengan petani, dilihat dari aspek: (1)

nilai-nilai sosiobudaya, (2) ide-ide yang telah diperkenalkan sebelumnya, dan/atau

(3) kebutuhan petani akan inovasi. Bagi petani adopter, faktor keuntungan relatif

menjadi prioritas penilaian dalam pengambilan keputusan adopsi teknologi,

sedangkan petani non adopter lebih mengutamakan faktor kesesuaian. Petani

adopter mempunyai lahan yang relatif lebih luas dibanding petani non adopter,

sehingga faktor keuntungan ekonomi, biaya awal yang rendah, berkurangnya

0,287 (0,000)

0,154 (0,002)

0,148 (0,008)

0,213 (0,002)

-0,053 (0,396)

0,151 (0,052)

0,383 (0,000)

-0,091 (0,158)

0,280 (0,000)

0,167(0,033)

X1 Karakteristik Petani

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X3 Dukungan Iklim Usaha

X5 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri inovasi

X4 Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

Y1 Keputusan Petani

X6 Persepsi Petani thd Pengaruh Media/ Informasi

X5.1 Keuntungan relatif

X5.2 Kesesuaian

X5.3 Kerumitan

0,306 (0,000)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); = tidak nyata Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 209: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

189

ketidaknyamanan, prestise sosial, hemat waktu dan tenaga, serta imbalan yang

segera didapat menjadi pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi

usahatani terpadu.

Tabel 45 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam adopsi inovasi di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Koefisien regresi yang telah distandarkan

P

Peubah Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

Adopter

(n=137)

Non adopter (n=165)

X5 Persepsi petani thd ciri inovasi

X51 Keuntungan relatif 0,273 0,002 X52 Kesesuaian 0,155 0,435 0,068 0,000 X53 Kerumitan 0,290 0,000 X6 Persepsi petani thd pengaruh media/informasi X61 Interpersonal 0,225 0,125 0,007 0,032

R2 27% 51% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Secara keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi (langsung dan tidak

langsung) terhadap keputusan petani adopter dalam mengadopsi teknologi

usahatani terpadu ditampilkan pada Gambar 13. Media interpersonal yang

berperan menyampaikan informasi teknologi usahatani terpadu kepada petani

adopter (pengurus kelompok tani) adalah penyuluh.

Proses difusi inovasi berlangsung dari pengurus kelompok tani kepada

petani adopter lain pada forum pertemuan kelompok tani, pengajian, atau

perbincangan pada saat bekerja di ladang. Peranan ketua kelompok tani dalam

penyampaian inovasi kepada anggota kelompok merupakan hal yang penting,

disertai dengan partisipasi aktif dari anggota kelompok tani serta bantuan saprodi

dan kredit modal usahatani dari pemerintah merupakan faktor pendorong petani

dalam mengadopsi teknologi usahatani terpadu. Ketua kelompok tani

mengajarkan dan mempengaruhi anggota kelompok tani lainnya. “Petani

belajar dari petani lain” merupakan pendekatan yang efektif untuk mengenalkan

teknologi usahatani terpadu. Pendekatan dengan saluran komunikasi melalui

media interpersonal merupakan mekanisme yang efektif dalam membawa

Page 210: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

190

perubahan pada wilayah pedesaan lahan kering seperti Desa Talaga Cianjur dan

Desa Jatiwangi Garut.

Gambar 13 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani adopter dalam

adopsi inovasi

Pada petani non adopter yang mempunyai aset lahan relatif terbatas, bahkan

beberapa di antaranya tidak mempunyai lahan, maka faktor kesesuaian dan

kerumitan menjadi pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi lokal

(Gambar 14). Hal ini berkaitan dengan curahan tenaga kerja, karena selain

mengelola usahatani petani non adopter bekerja sebagai buruh tani atau buruh di

luar pertanian.

X1.3 Tingkat pendapatan

X1.5 Luas lahan

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X4.1 Kompetensi

penyuluh

X4.2 Peran penyuluh

X5 PERSEPSI PETANI THD CIRI-CIRI INOVASI

0,202 (0,021)

0,145 (0,119)

X1.4 Tingkat mobilitas

X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

0,123 (0,136)

0,161 (0,065)

X5.1 Keuntungan relatif

X5.2 Kesesuaian

Y1 KEPUTUSAN PETANI

X6 PERSEPSI PETANI THD MEDIA/ INFORMASI

0,127

(0,085)

0,424

(0,000) X5.1 Interpersonal

X2.1 Kerjasama 0,168 (0,105)

0,175

(0,089)

0,163

(0,061) 0,155 (0,068)

0,273 (0,002)

0,225 (0,007)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 211: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

191

Gambar 14 Peubah-peubah yang mempengaruhi keputusan petani non adopter dalam adopsi inovasi

Kinerja Usahatani

Kinerja usahatani petani responden dilihat dari: (1) orientasi usaha, (2)

penanganan hasil/pascapanen, dan (3) produktivitas dari komoditas yang

diusahakan petani. Orientasi usaha sebagian besar petani adopter Cianjur

tergolong sedang. Hal ini berarti bahwa 58,7 persen petani adopter Cianjur masih

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X5 PERSEPSI PETANI THD CIRI-CIRI INOVASI

0,131 (0,137) X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

0,132 (0,138)

X5.2 Kesesuaian

X5.3 Kerumitan

Y1 KEPUTUSAN PETANI

X6 PERSEPSI PETANI THD MEDIA/ INFORMASI

- 0,153

(0,099)

- 0,204

(0,027) X5.1 Interpersonal

X2.1 Kerjasama

0,136 (0,114)

-0,206

(0,008)

0,290 (0,000)

0,435 (0,000)

0,125 (0,032)

X1.6 Daya beli

X2.3 Keterdedahan thd media

X2.2 Tk. kekosmopolitan

X3 DUKUNGAN IKLIM USAHA

X3.2 Ketersediaan fasilitas keuangan

X3.1 Ketersediaan input

X3.3 Ketersediaan sara-na pemasaran

0,249

(0,006)

0,175 (0,081)

0,132 (0,129)

0,151 (0,088)

0,324 (0,003)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 212: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

192

berada pada karakteristik usaha semi subsisten, sebagian besar produk pertanian

dijual dan sebagian kecil dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga petani.

Bahkan 30,4 persen petani adopter Ciajur masih berorientasi usaha yang bersifat

subsisten. Orientasi usaha sebagian besar petani adopter Garut masih tergolong

rendah (39,6%) atau orientasi usaha masih bersifat subsisten. Namun demikian

terdapat petani adopter Garut yang telah berorientasi semi subsisen (29,6% ) dan

bahkan 30,8% telah mengarah ke usaha komersial. Petani adopter (Cianjur dan

Garut) dengan pengusahaan lahan usahatani > 1,0 ha dan/atau merangkap sebagai

pedagang hasil, terdapat kecenderungan mengarah ke usaha komersial.

Petani adopter yang berperan sebagai pedagang hasil menguasai hasil petani

skala kecil yang memerlukan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Tjondronegoro (1999) berpandangan bahwa keadaan petani yang lemah tersebut

terus berlangsung, karena secara ekonomi petani skala kecil tidak berdaya, lemah

dalam posisi rebut tawar (bargaining position). Secara sosial, petani skala kecil

tidak diperhitungkan, karena tidak didukung suatu organisasi yang mengarahkan

dan memperjuangkan kepentingannya.

Orientasi usaha sebagian besar petani non adopter Cianjur (83,0%) dan

Garut(65,3%) tergolong rendah (Tabel 46) dengan usahatani yang dikelola

bersifat subsisten. Golongan petani non adopter tersebut termasuk kategori petani

skala kecil dan buruh tani (Tabel 18). Pendapatan usahatani yang bersifat

musiman tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga, sedangkan kesempatan

kerja di pedesaan relatif terbatas. Hal ini mendorong petani skala kecil dan buruh

tani melakukan migrasi ke kota, mencari pekerjaan tanpa berbekal keterampilan

dengan jenis pekerjaan sebagai tenaga buruh kasar berupah harian atau borongan.

Secara keseluruhan petani non adopter (Cianjur dan Garut) belum

memperoleh kesempatan mendapatkan bantuan sarana produksi dan peralatan

pertanian yang disediakan pemerintah (BPTP Jawa Barat) ataupun kredit PMUK

serta PUAP. Akibat keterbatasan modal, pengelolaan usahatani dilakukan secara

sederhana, misal pemupukan tanaman pisang yang seharusnya dilakukan setiap

tiga bulan sekali, hanya satu kali pemupukan. Kondisi ini yang menyebabkan

petani non adopter kurang peduli terhadap inovasi teknologi usahatani terpadu.

Page 213: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

193

Tabel 46 Kinerja usahatani petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat

Petani Cianjur (%) Petani Garut (%) Total Petani (%)

Peubah Kategori Adopter (n=46)

Non adopter (n=47)

Adopter (n=91)

Non adopter (n=118)

Adopter (n=137)

Non adopter (n=165)

Orientasi usaha Rendah Sedang Tinggi

Skor

1- 3 4- 7 8-10

30,4 58,7 10,9

83,0 14,9 2,1

39,6 29,6 30,8

65,3 17,8 16,9

36,5 39,4 24,1

70,3 17,0 12,7

Penanganan hasil Rendah Sedang Tinggi

Skor

2- 5 6- 9

10-13

65,2 28,3 6,5

57,4 38,3 4,3

35,2 53,8 11,0

58,5 38,1 3,4

45,3 45,3 9,4

58,2 38,2 3,6

Produktivitas cabai rawit Rendah Sedang Tinggi

Kg/ha

< 1.968 1.968-4.669

≥ 4.670

67,4 30,4 2,2

78,7 19,1 2,1

-

-

-

-

Produktivitas pisang Rendah Sedang Tinggi

Kg/ha

< 1.191 1.191-5.556

≥ 5.557

76,1 17,4 6,5

95,8 2,1 2,1

72,5 27,5 0,0

87,3 12,7 0,0

73,7 24,1 2,2

89,7 9,7 0,6

Prodv padi Rendah Sedang Tinggi

Kg/ha < 1.437

1.437-2.999 ≥ 3.000

-

-

63,7 35,2 1,1

88,1 11,9 0,0

-

-

Produktivitas jagung Rendah Sedang Tinggi

Kg/ha

< 1.005 1.005-2.836

≥ 2.837

-

-

69,2 30,8 0,0

91,5 8,5 0,0

-

-

Keterangan: Rentang skor orientasi usaha 1-10; penanganan hasil 2-13

Untuk meningkatkan orientasi usaha petani non adopter (terutama petani

skala kecil dan buruh tani) dari subsisten menjadi semi subsisten, perlu ada

campur tangan pemerintah daerah setempat untuk melakukan: pertama, penataan

penguasaan lahan pertanian melalui implementasi reforma agraria. Kedua,

mempermudah petani non adopter untuk mengakses berbagai informasi pasar,

teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya; sebagaimana tercantum dalam

Pasal 1 (ayat 2) UU RI No 16 Tahun 2006 melalui pembinaan penyuluh pertanian.

Ketiga, menumbuhkan kelompok tani sebagai wahana pembelajaran, dimulai dari

kegiatan produksi, pengolahan yang menghasilkan produk akhir sampai ke

Page 214: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

194

pemasaran hasil. Keempat, adanya jaminan dari pemerintah daerah setempat

(melalui Dinas Pertanian) dalam hal proteksi dan jaminan pasar terhadap produk

yang dihasilkan petani non adopter.

Penanganan hasil/pascapanen dimaksudkan untuk menjamin mutu yang baik

dan mendapatkan nilai tambah produksi di tingkat petani. Penanganan hasil

sebagian besar petani adopter Cianjur (65,2%) tergolong rendah (Tabel 46).

Komoditas pisang yang dominan ditanam petani adopter Cianjur, dijual tanpa ada

penanganan khusus. Bahkan petani adopter yang mempunyai pinjaman uang di

bendahara kelompok tani, pemanenan dilakukan oleh bagian pemasaran.

Penanganan hasil dilakukan di tingkat petani yang merangkap sebagai pedagang

(bagian pemasaran kelompok) dengan cara melakukan sortasi berdasarkan ukuran.

Pengolahan pisang menjadi kripik pisang dengan berbagai rasa (asin, manis,

coklat dan keju) masih terbatas dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT)

Desa Talaga Cianjur. Pemasaran kripik pisang yang telah dikemas menjadi

kendala dalam pengolahan produk pisang. Untuk itu, KWT yang diketuai oleh

istri kepala desa membatasi kegiatan pengolahan kripik pisang dilakukan pada

saat pameran hasil pertanian di tingkat kecamatan atau kabupaten. Penanganan

hasil sebagian besar petani adopter Garut (53,8%) tergolong sedang (Tabel 46).

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani adopter Garut telah melakukan

penanganan hasil, dengan perlakuan pengeringan pada komoditas padi dan

jagung. Untuk komoditas pisang dijual tanpa ada penanganan (”asalan”).

Penanganan hasil sebagian besar petani non adopter Cianjur (57,4%) dan

Garut (58,5%) tergolong rendah (Tabel 46). Berbagai jenis komoditas yang

diusahakan sebagian besar petani non adopter Cianjur, seperti tanaman palawija

(ubi kayu, jagung), tanaman hortikultura (cabai rawit, caisin, pisang), dan teh

dijual tanpa ada penanganan (”asalan”). Demikian juga dengan jenis komoditas

yang diusahakan sebagian besar petani non adopter Garut: padi, jagung, ubi kayu,

pisang, dan cabai rawit dijual tanpa ada penanganan (”asalan”). Selama belum

ada pasar yang baik, terutama yang membedakan harga jual antara hasil dengan

penanganan baik dan kurang baik, hal ini akan terus terjadi. Penanganan hasil

tidak dapat dilakukan oleh 1-2 kelompok tetapi banyak kelompok yang terkait

dalam ”jaringan pemasaran,” sehingga jaminan mutu, kesinambungan

Page 215: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

195

ketersediaan hasil akan terjamin. Hal ini yang akan merangsang tumbuh dan

berkembangnya pasar bagi hasil olahan dan penanganan hasil yang baik. Bagi

petani non adopter dengan skala usaha relatif kecil, pengelolaan usahatani yang

masih bersifat subsisten, hasil padi ataupun palawija (jagung, ubi kayu) digunakan

untuk kebutuhan pangan keluarga. Petani non adopter kelompok ini melakukan

penanganan hasil dengan perlakuan pengeringan untuk mengurangi kadar air (agar

aman disimpan) dan mencegah perkembangbiakan cendawan (jamur).

Setelah dua tahun (2007-2009) usahatani terpadu diperkenalkan di Cianjur,

dengan salah satu komponen teknologi berupa varietas unggul tanaman pisang,

cabai rawit dan caisin. Ternyata fakta di lapangan menunjukkan bahwa komoditas

yang dominan ditanam petani adopter Cianjur adalah tanaman pisang, dan cabai

rawit. Tanaman caisin hanya ditanam 4,3 persen petani adopter Cianjur. Alasan

petani adopter Cianjur tidak menanam caisin, karena: (1) perlu pemeliharaan yang

intensif, (2) rentan terhadap hama, terutama ulat, dan (3) harga jual relatif rendah,

berkisar antara Rp 300,00 – Rp 700,00 per kg sehingga seringkali petani adopter

merugi. Produktivitas cabai rawit maupun pisang yang diusahakan sebagian besar

petani adopter Cianjur tergolong rendah dibanding produktivitas di tingkat

kabupaten. Namun bila dilihat antara petani adopter dan petani non adopter

Cianjur, proporsi petani adopter dengan kategori produktivitas sedang (untuk

cabai rawit maupun pisang) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani non

adopter (Tabel 46). Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan inovasi

teknologi usahatani terpadu telah meningkatkan produktivitas hasil pada beberapa

petani adopter Cianjur.

Produktivitas pisang, padi dan jagung yang diusahakan sebagian besar

petani adopter Garut tergolong rendah dibanding produktivitas di tingkat

kabupaten. Tetapi proporsi petani adopter dengan kategori produktivitas sedang

(untuk pisang, padi dan jagung) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani

non adopter (Tabel 46). Setelah empat tahun (2005-2009), ternyata tanaman

nilam, kacang tanah dan sayuran kurang diminati petani adopter Garut. Tanaman

nilam ditanam 13,2 persen petani adopter Garut, dengan produktivitas berkisar

antara 1,2 – 5,0 ton daun basah atau 300 kg – 1,25 ton daun kering per hektar,

jauh lebih rendah dibanding produktivitas potensial. Hasil penelitian Emmyzar

Page 216: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

196

dan Ferry (2004) produktivitas nilam dengan pemeliharaan yang baik dapat

mencapai 15-20 ton daun basah atau 3,75 – 5,0 ton daun kering per hektar.

Dengan rendemen minyak 2,5 – 4 persen, produksi minyak atsiri mencapai 100 –

200 kg/ha/tahun.

Dengan menerapkan teknologi usahatani terpadu, terdapat peningkatan

produktivitas tanaman yang diusahakan petani adopter (Cianjur dan Garut).

Usahatani terpadu merupakan pemanfaatan sumberdaya secara optimal, dapat

meningkatkan produktivitas, di samping menghasilkan bahan bakar, pupuk dan

bahan pangan (Chan, 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Irawan et al.

(2007) yang menyatakan bahwa perubahan produktivitas dapat disebabkan oleh

perubahan tingkat teknologi yang dilakukan petani. Pada intinya meliputi dua

unsur utama, yaitu daya produksi varietas yang digunakan dan teknik budidaya

yang diterapkan, seperti cara penanaman, pemeliharaan dan sebagainya. Jenis

varietas yang digunakan menentukan produktivitas potensial yang dapat dicapai

petani. Teknik budidaya yang diterapkan menentukan sejauh mana produktivitas

potensial yang melekat pada varietas yang digunakan dapat dieksploitasi oleh

petani.

Meskipun demikian, Tjondronegoro (1999), Tjitropranoto (2003), dan

Slamet (2008) mengingatkan bahwa pembangunan sektor pertanian yang berhasil,

seyogianya tidak hanya diukur dari peningkatan produksi per satuan areal

pertanian atau tanah garapan (produktivitas). Lebih lanjut Tjondronegoro (1999)

mengemukakan bahwa indikator peningkatan produktivitas seringkali mengelabui

dan tidak memperhatikan ketimpangan sosial di daerah pedesaan. Peningkatan

produktivitas per satuan kerja pun perlu diperhatikan. Di samping itu perlu

diungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan proses peningkatan produksi serta

hasil nilai uang yang diperoleh yang dapat dimanfaatkan atau bagian yang dapat

dinikmati petani skala kecil.

Hasil pengamatan di lapangan, petani yang tergolong mampu (kaya) di

Cianjur dan Garut dengan pemilikan lahan relatif luas, masuk dalam kelompok

tani sebagai petani adopter yang mendapatkan bantuan sarana produksi, peralatan

pertanian dan kredit permodalan. Hal ini telah dikritik oleh (Tjondronegoro,

1998) bahwa inovasi suatu teknologi terlebih dahulu dimanfaatkan oleh golongan

Page 217: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

197

petani kuat yang menguasai 0,75 hektar lahan garapan atau lebih. Petani skala

kecil dihadapkan dengan kekuasaan petani kaya yang menyerap keuntungan

pembangunan lebih dulu. Di daerah pedesaan, gerakan-gerakan kooperatif dalam

pengertian usaha bersama yang memberi kesempatan kerja lebih banyak pada

buruh tani, tidak tercapai.

Dalam pandangan Rogers dan Shoemaker (1971), dan Rogers (2003)

sasaran utama penerima inovasi teknologi yang dikatakan sebagai inovator perlu

memiliki persyaratan modal finansial yang relatif kuat. Hal ini dimaksudkan untuk

mengantisipasi bila inovasi teknologi yang diperkenalkan tidak menguntungkan.

Selain itu, inovator juga disyaratkan memiliki kemampuan rasionalitas dan

intelegensi yang tinggi untuk memahami hal yang rumit; berani beresiko; terbuka

terhadap perubahan; mobilitas tinggi serta kosmopolit. Langkah ini yang telah

ditempuh pemerintah (BPTP Jawa Barat) dalam mendiseminasikan inovasi

teknologi usahatani terpadu.

Untuk mengatasi ketimpangan seperti yang disinyalir Tjondronegoro

(1999), perlu upaya memperkuat kelompok tani yang telah dibentuk agar dinamis

dengan tujuan menyejahterakan seluruh anggota kelompok. Kelompok tani tidak

hanya sekedar memenuhi persyaratan untuk mendapatkan berbagai bantuan.

Namun perlu disertai perencanaan kegiatan bersama yang mendatangkan manfaat

serta memberikan keuntungan bagi semua anggota secara proposional sesuai

kontribusi anggota. Seperti kegiatan pemasaran bersama (untuk mendapatkan

posisi tawar yang baik), usaha simpan pinjam lingkup kelompok (sebagai

alternatif mendapatkan modal bagi petani skala kecil dengan suku bunga rendah).

Keberhasilan kelompok tani di daerah lain, seperti kelompok tani di Bali yang

telah berhasil dalam pengelolaan subak, dapat dijadikan pembelajaran dalam

mengelola kelompok tani, sehingga diakui keberadaannya dan mandiri.

Dalam menganalisis dan mengevaluasi kinerja usahatani petani, FAO (1990)

mengisyaratkan perlu mengidentifikasi apakah teknologi yang diterapkan petani

dalam berusahatani mampu mencapai tujuan yang diinginkan? Tujuan petani

dalam mengelola usahatani antara lain : (1) mencukupi kebutuhan pangan

sepanjang tahun, (2) memenuhi kebutuhan dasar lainnya, seperti sandang, papan

dan kesehatan, (3) mampu memenuhi biaya pendidikan anak usia sekolah,

Page 218: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

198

(4) mampu menabung untuk jaminan hidup dan investasi, dan (5) dapat diterima

masyarakat serta memperoleh penghargaan diri dan reputasi (FAO, 1990). Untuk

keperluan tersebut pada Tabel 47 ditampilkan pengeluaran rumah tangga petani

responden selama satu tahun.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian mengungkapkan bahwa pendapatan rumah

tangga mempengaruhi diversifikasi konsumsi pangan. Terdapat kecenderungan

rumah tangga dengan pendapatan tinggi akan mengupayakan mutu pangan yang

lebih baik. Bahan pangan dengan banyak kandungan karbohidrat akan dikurangi,

seperti konsumsi beras cenderung menurun dan beralih pada produk pangan

dengan kandungan protein tinggi seperti pangan hewani, sayur dan buah, atau

makanan jadi. Rumah tangga berpendapatan rendah, penambahan pendapatan

justru meningkatkan konsumsi beras dan mengurangi atau beralih dari pangan

pokok seperti jagung dan ubi kayu; dan pada tingkat pendapatan tertentu,

konsumsi beras akan menurun. Dikaitkan dengan status sosial, seringkali proporsi

tingkat pengeluaran rumah tangga dijadikan tolok ukur. Semakin tinggi status

sosial, maka proporsi untuk pembelian bahan makanan semakin rendah.

Sebaliknya semakin rendah status sosial, persentase untuk pembelian kebutuhan

pangan semakin tinggi.

Pangsa pengeluaran petani responden selama satu tahun untuk pembelian

makanan/minuman tergolong tinggi, berkisar antara 66,7-71,4 persen yang

didominasi untuk pembelian beras dan lauk-pauk/sayuran. Hal ini

mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan masih merupakan kebutuhan dasar

utama yang diprioritaskan. Petani responden dalam mencari nafkah masih

berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Rata-rata pengeluaran petani

responden untuk biaya pendidikan relatif rendah (1,3%-3,2%). Hal ini disebabkan

biaya pendidikan SD–SLTP di Cianjur dan Garut gratis, sehingga petani

responden hanya menangung biaya pembelian alat-alat tulis dan buku pelajaran.

Sangat jarang anak petani responden yang bersekolah hingga SLTP – SLTA.

Pendidikan bagi anak-anak petani responden masih dipandang sebagai sesuatu

yang mewah dan sulit dijangkau. Pada aspek kesehatan, bila petani responden

merasa kurang sehat, perlakuan dengan obat yang dijual bebas di warung dekat

Page 219: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

199

pemukiman. Walaupun layanan kesehatan, seperti puskesmas pembantu telah

menjangkau wilayah pedesaan, namun kesadaran petani responden memanfaatkan

layanan tersebut relatif rendah. Biaya transportasi (ojeg) menuju puskesmas

pembantu dan biaya pengobatan masih menjadi kendala. Uang tunai yang dimiliki

lebih diutamakan untuk keperluan pembelian bahan pangan bagi keluarga.

Tabel 47 Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Cianjur dan Garut, Provinsi Jawa Barat selama tahun 2008

Petani Cianjur (Rp 1.000) Petani Garut (Rp 1.000) Uraian Adopter

(n=46) Non adopter

(n=47) Adopter (n=91)

Non adopter (n=118)

Makanan/minuman 1. Beras 2.321 1.740 1.739 1.790 2. Mie dan makanan

selingan (jajanan) 936

570 404

3. Kopi/gula/teh/susu 533 330 454 402 4. Lauk pauk/sayuran 1.971 915 1.305 990 5. Rokok/tembakau 521 495 895 463 Sub total 6.282 4.050 5.128 4.049 Non makanan 1. Bahan bakar (minyak

tanah/gas) 448 353 141 137

2. Penerangan/listrik 410 374 353 320 3. Pendidikan 217 78 193 193 4. Kesehatan 103 76 181 146 5. Transportasi 317 254 403 307 6. Pakaian 336 199 344 283 7. Sosial/sumbangan 116 85 71 42 8. Hajatan/selamatan keluarga 29 16 130 80 9. Iuran/acara keagamaan 59 40 41 33 10. Pajak PBB lahan dan

bangunan 72 29 18 17

11. Sabun cuci/mandi, pasta gigi, sampo

361 340 380 384

12. Lain-lain 46 32 - 85 Sub total 2.514 1.876 2.255 2.027 Total 8.796 5.926 7.383 6.076

Bila mencermati rata-rata pendapatan rumah tangga petani responden

selama satu tahun (Tabel 19), maka terlihat petani responden belum mampu

memenuhi kebutuhan pengeluaran rumah tangga. Rata-rata pendapatan rumah

tangga yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran.

Pendapatan minimal petani adopter (Cianjur dan Garut) Rp 1,1 juta dengan

pengeluaran minimal sebesar Rp 2,9 juta, sedangkan pendapatan maksimal

Page 220: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

200

Rp 15,9 pengeluaran maksimal Rp 13,3 juta. Pendapatan minimal petani non

adopter (Cianjur dan Garut) Rp 677,5 ribu dengan pengeluaran minimal sebesar

Rp 2,2 juta, sedangkan pendapatan maksmimal Rp 9,4 juta pengeluaran

maksmimal Rp 9,7 juta. Kenyataan ini menggambarkan bahwa pada tingkat

pendapatan tertinggi petani adopter baru dapat mencukupi kebutuhan rumah

tangga (dalam kondisi surplus). Ketimpangan pendapatan dari tertinggi –

terendah, baik pada petani adopter maupun petani non adopter menimbulkan

ketergantungan terhadap pedagang hasil (tengkulak) dan pelepas uang atau

rentenir. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, terutama

pada petani responden skala kecil (0,04 – 0,25 ha).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usahatani

Hasil analisis regresi menunjukkan keputusan petani dalam adopsi inovasi

berpengaruh nyata positif (pada taraf α = 0,01) terhadap kinerja usahatani (Tabel

48). Hasil ini sesuai dengan hipotesis 4, berarti hipotesis 4 diterima. Sub peubah

yang berpengaruh adalah penentuan komoditas, sedangkan sub peubah

penggunaan saprodi tidak berpengaruh nyata. Namun ini tidak selalu berarti tidak

ada pengaruh. Pengaruh sub peubah tersebut bisa saja tidak terdeteksi, karena ada

faktor lain yang cukup dominan, seperti ketepatan takaran/dosis dan waktu

pemberian pupuk, pengaruh musim, ataupun pola tanam. Dalam penentuan

komoditas, ketersediaan sumberdaya (lahan, tenaga kerja dan modal) merupakan

faktor yang penting menunjang kinerja usahatani. Selain itu kemampuan bersaing

melalui proses produksi yang efisien merupakan landasan utama bagi

kelangsungan kegiatan usahatani, terutama bila dikaitkan dengan orientasi usaha

yang komersial.

Petani adopter dalam menggunakan sarana produksi sesuai anjuran

penyuluh, sewaktu mendapat bantuan sarana produksi. Namun setelah bantuan

tersebut tidak ada lagi, penggunaan sarana produksi bergantung pada modal

usahatani yang dimiliki. Di samping itu, dalam komponen teknologi usahatani

terpadu terdapat bahan yang tidak terdapat di kios desa, seperti plastik

pembrongsong pisang, trichoderma, bahan kimia EM-4 sebagai bahan pencampur

dalam pembuatan kompos. Pada petani non adopter menggunakan sarana

Page 221: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

201

produksi juga bergantung pada modal usahatani yang dimiliki. Untuk itu agar

kinerja usahatani petani responden memberikan dampak pada peningkatan

pendapatan, perlu ada intervensi pemerintah (pusat maupun daerah) yang

mendukung ketersediaan permodalan bagi kegiatan usahatani. Gambar 15

menunjukkan bahwa peubah keputusan petani dalam adopsi menginovasi

berpengaruh nyata terhadap kinerja usahatani.

Tabel 48 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petani di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Peubah Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

Y11 Penentuan komoditas 0,596 0,000

R2 42,0% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Gambar 15 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani

Muhammad dan Isikhuemhen (2009) menyatakan bahwa ketersediaan

informasi tentang biaya produksi (modal usahatani) dan pendapatan usahatani

secara keseluruhan akan sangat membantu petani. Kedua hal tersebut dijadikan

pertimbangan utama dalam menentukan teknologi yang akan diterapkan.

0,596 (0,000)

0,287 (0,000)

0,148 (0,008)

0,306 (0,000)

0,154 (0,002)

0,213 (0,002)

-0,053 (0,396)

0,151 (0,052)

0,383 (0,000)

-0,091 (0,158)

0,280 (0,000)

0,167 (0,033)

X5 Persepsi Petani terhadap Ciri-ciri inovasi

X1 Karakteristik Petani

X2 Perilaku Komunikasi Petani

X3 Dukungan Iklim Usaha

X4 Persepsi Petani terhadap Penyuluhan

Y1 Keputusan Petani

X6 Persepsi Petani thd Pengaruh Media/ Informasi

X5.1 Keuntungan relatif

X5.2 Kesesuaian

X5.3 Kerumitan

Y2 Kinerja Usahatani

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p); = tidak nyata

Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 222: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

202

Semakin tinggi biaya produksi suatu teknologi dan informasi yang kurang tentang

pendapatan usahatani (termasuk informasi pasar), maka akan mempengaruhi

penerapan teknologi tersebut.

Faktor yang mempengaruhi kinerja petani adopter dan petani non adopter

adalah penggunaan saprodi (benih/bibit tanaman/ternak, pupuk, dan obat-

obatan/pestisida). Nilai koefisien jalur pada petani adopter adalah > 0,5 yang

berarti bahwa penggunaan saprodi mempunyai pengaruh kuat dalam kinerja

usahatani (Tabel 49). Hasil pengamatan di lapang, kinerja usahatani petani

adopter dan petani non adopter dilihat dari produktivitas yang dihasilkan,

orientasi usaha dan penanganan produk, dapat dikategorikan sebagai usahatani

yang kurang berkembang. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja

usahatani petani adopter dan petani non adopter ditampilkan pada Gambar 16 dan

Gambar 17.

Tabel 49 Nilai koefisien jalur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja petani adopter dan petani non adopter di Kab. Cianjur dan Kab. Garut, Prov. Jawa Barat

Koefisien jalur yang telah distandarkan

P

Peubah Adopter Non adopter

Adopter Non adopter

Y1 Keputusan Y12 Penggunaan saprodi 0,519 0,245 0,003 0,001

R2 45% 6% Keterangan: peubah yang dicantumkan yang nyata pada taraf α = 0,15

Menurut FAO (1990) karakteristik usahatani yang kurang berkembang,

dicirikan antara lain:

(1) Usahatani dikelola pada tingkat subsisten dan semi subsisten, hanya

sebagian yang sudah komersial.

(2) Sumberdaya (seperti lahan, tenaga kerja, modal, dan tabungan) digabung

sedemikian rupa untuk memproduksi output dalam upaya memenuhi

kebutuhan dasar petani.

(3) Kualitas sumberdaya pertanian yang rendah menyebabkan output dan

pendapatan yang dihasilkan juga rendah. Kegiatan off-farm merupakan

sumber pendapatan tambahan yang penting.

Page 223: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

203

(4) Tanaman pangan untuk konsumsi keluarga, kalau berlebih dijual. Untuk

membeli barang-barang yang tidak dihasilkan sendiri, maka ditanam

tanaman perdagangan (cash crop).

(5) Ternak seperti ayam, itik, dan kelinci dipelihara untuk konsumsi keluarga,

kalau surplus baru dijual.

(6) Ternak seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing dipelihara untuk sumber

tenaga kerja, susu, kulit, tabungan, dan sebagainya.

(7) Masalah yang berhubungan dengan air minum memerlukan input tenaga

kerja yang cukup besar.

(8) Untuk memperoleh material bangunan juga memerlukan tenaga kerja yang

khusus sehingga tidak bisa digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif

atau kegiatan yang mendatangkan uang tunai.

(9) Sebagian besar jasa-jasa penunjang untuk masyarakat tidak ada atau tidak

berfungsi.

(10) Fasilitas transportasi yang tidak memadai, menghambat petani dalam

memasarkan produknya.

Gambar 16 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani petani

adopter

X1.3 Tingkat pendapatan

X1.5 Luas lahan

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMU-

NIKASI PETANI

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

X4.1 Kompetensi

penyuluh

X4.2 Peran penyuluh

X5 PERSEPSI PETANI THD CIRI-CIRI INOVASI

0,202 (0,021)

0,145 (0,119)

X1.4 Tingkat mobilitas

X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

0,123 (0,136)

0,161 (0,065)

X5.1 Keuntungan

relatif

X5.2 Kesesuaian

X6 PERSEPSI PETANI THD MEDIA/ INFORMASI

0,127

(0,085)

0,424

(0,000) X61Interpersonal

X2.1 Kerjasama 0,168 (0,105)

0,175

(0,089)

0,163

(0,061) 0,155 (0,068)

0,273 (0,002)

0,225 (0,007)

Y1 KEPUTUSAN PETANI

Y2 KINERJA USAHA TANI

Y1.2

Penggunaan saprodi

0,519 (0,003)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

Page 224: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

204

Kinerja usahatani terpadu dalam pengembangannya masih menghadapi

berbagai kendala, terutama masalah permodalan usahatani dan pemasaran produk

yang dihasilkan petani adopter (khususnya di Desa Jatiwangi Garut).

Keberlanjutan kegiatan diseminasi teknologi usahatani terpadu yang dilakukan

penyuluh pertanian PNS dari BPP perlu disangsikan karena program telah

berakhir. Di lapangan, kegiatan penyuluhan berorientasi pada program/proyek.

Di lain pihak petani dalam mengadopsi teknologi usahatani terpadu juga

bergantung pada bantuan sarana produksi dan kredit modal usaha dari pemerintah.

Keadaan ini perlu ada upaya perbaikan, agar teknologi yang diperkenalkan

tidak berhenti diadopsi petani setelah proyek selesai. Kerjasama antara BPTP

Jawa Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciajur dan Garut tidak hanya di

awal program, namun perlu dilanjutkan hingga program berakhir. Paling tidak

tenaga detasir (penyuluh pertanian PNS dari BPTP) yang selama program berjalan

mendampingi petani, digantikan posisinya oleh penyuluh pertanian PNS dari BPP

begitu tenaga detasir tidak lagi bertugas. Sikap mental ketergantungan petani

terhadap bantuan pemerintah perlu diubah, lebih mengarah pada upaya

pemberdayaan petani dengan menggali potensi yang ada. Langkah operasional

yang dapat dilakukan di lapangan adalah mensinergikan antara program

pemerintah daerah dengan inovasi teknologi yang akan diperkenalkan, sehingga

terwujud strategi penyuluhan berkelanjutan.

Berbagai upaya tersebut hendaknya bermuara pada keberpihakan kepada

masyarakat petani, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Karena kinerja penyuluh pertanian PNS yang selama ini belum menunjukkan manfaat

yang nyata dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, perlu didorong

agar menghasilkan kinerja yang optimal. Asas keseimbangan kegiatan

penyuluhan, yang memperhatikan keseimbangan antara kebijakan, inovasi

teknologi dengan kearifan masyarakat setempat, keseimbangan pemanfaatan

sumberdaya dan kelestarian lingkungan, serta keseimbangan antar kawasan yang

maju (lahan sawah) dengan kawasan yang relatif tertinggal (lahan kering

marjinal), perlu dukungan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) agar dapat

terlaksana dengan baik.

Page 225: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

205

Gambar 17 Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kinerja usahatani petani

non adopter

Manfaat Usahatani Terpadu

Persepsi sebagian besar petani adopter (Cianjur dan Garut) terhadap

manfaat usahatani terpadu tergolong sedang (Gambar 18). Hal ini berarti petani

adopter telah merasakan manfaat adanya usaha ternak domba sebagai

X1.9 Sikap thd perubahan

X1 KARAKTERISTIK PETANI

X2 PERILAKU KOMU-NIKASI PETANI

X5 PERSEPSI PETANI THD CIRI-CIRI INOVASI

0,131 (0,137) X1.8 Tingkat intelegensi

X1.10 Tingkat keberanian beresiko

0,132 (0,138)

X5.2 Kesesuaian

X5.3 Kerumitan

X6 PERSEPSI PETANI THD MEDIA/ INFORMASI

- 0,153

(0,099)

- 0,204

(0,027) X6.1 Interpersonal

X2.1 Kerjasama

0,136 (0,114)

-0,206

(0,008)

0,290 (0,000)

0,435 (0,000)

0,125 (0,032)

X1.6 Daya beli

X2.3 Keterdedahan thd media

X2.2 Tk. kekosmopolitan

X3 DUKUNGAN IKLIM USAHA

X3.2 Ketersediaan fasilitas keuangan

X3.1 Ketersediaan input

X3.3 Ketersediaan sara-na pemasaran

0,249

(0,006)

0,175 (0,081)

0,132 (0,129)

0,151 (0,088)

0,324 (0,003)

Y1 KEPUTUSAN PETANI

Y2 KINERJA USAHA TANI

Y1.2 Penggunaan saprodi

0,245 (0,001)

Keterangan: ..... (.......) = koefisien jalur (nilai-p) Koefisien jalur yang dicantumkan yang nyata pada taraf α= 0,15

X4 PERSEPSI PETANI THD PENYULUHAN

Page 226: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

206

penganekaragaman usaha, sumber pupuk kandang, sebagai tabungan keluarga

(sewaktu-waktu dapat dijual pada saat membutuhkan uang tunai) dan dapat

meningkatkan pendapatan petani.

Keterkaitan usahatani tanaman dengan ternak, dari tanaman dapat

menghasilkan hijauan pakan ternak, sedangkan dari ternak menghasilkan pupuk

kandang dan daging. Kegiatan konservasi lahan dengan pembuatan teras bangku

dan guludan serta penanaman penguatan teras dengan tanaman pakan ternak

(rumput dan leguminosa). Menurut petani adopter manfaat konservasi lahan

dapat mencegah pengikisan tanah, meningkatkan kesuburan lahan, sehingga dapat

menghemat penggunaan pupuk. Pengaturan pola tanam dinilai petani adopter

dapat menekan pertumbuhan gulma dan hama penyakit serta mempertahankan

kesuburan lahan. De Boer dan Welsch (Soedjana, 2007) menyatakan, usahatani

terpadu tanaman-ternak banyak dijumpai di negara berkembang dengan pola dan

tujuan yang sama, yakni meningkatkan kesejahteraan keluarga petani melalui

penyebaran resiko usaha dengan menganekaragamkan komponen usahatani.

Petani adopter dengan manfaat usahatani sedang – tinggi terdapat

kecenderungan untuk terus menerapkan usahatani terpadu. Semakin tinggi

manfaat yang diperoleh dari kegiatan usahatani terpadu, maka proporsi petani

adopter yang melanjutkan adopsi juga semakin tinggi. Meskipun bantuan sarana

produksi untuk kegiatan usahatani terpadu pada tahun 2009 sudah tidak ada lagi,

namun masih ada bantuan kredit PUAP. Penerima bantuan kredit PUAP di Desa

Talaga adalah para pengrajin bambu (pembuat bilik atau ”gedeg”), sedangkan di

Desa Jatiwangi Garut, para petani adopter usahatani terpadu. Diduga kredit

PUAP ini yang menyebabkan petani adopter terus menerapkan usahatani terpadu.

Kelompok petani adopter ini, sebagian besar (61,2%) menyampaikan inovasi

teknologi usahatani terpadu kepada anggota keluarga yang membantu mengelola

kegiatan usahatani, terutama yang terkait dengan teknik budidaya.

Sebanyak 7,8 persen petani adopter (ketua kelompok tani) menyampaikan

inovasi teknologi usahatani terpadu kepada petani lain, tentang keunggulan

varietas baru yang diperkenalkan, manfaat teras bangku dan pengaturan pola

tanam serta keuntungan beternak domba. Petani adopter yang memiliki lahan

relatif sempit dengan kisaran luas 0,04-0,25 ha, cenderung tidak meneruskan

Page 227: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

207

informasi tentang usahatani terpadu kepada petani lain. Bantuan sarana produksi

yang diperoleh ekuivalen dengan luas lahan garapan petani adopter yang relatif

sempit. Petani adopter ini hanya menerapkan komponen teknologi yang dianggap

sederhana dan tidak rumit seperti anjuran menanam pisang, cabai rawit dan padi

gogo serta pembuatan teras bangku termasuk penanaman rumput penguat teras.

Pengelolaan usahatani masih bersifat subsisten, sehingga petani adopter ini tidak

memperhitungkan keuntungan, masih berorientasi pada keamanan pangan

keluarga (subsisten).

Petani adopter yang memutuskan berhenti adopsi (15,3%) termasuk dalam

kategori petani skala kecil dengan pemilikan lahan relatif sempit (0,04-0,25 ha).

Kelompok petani adopter ini menilai bahwa keuntungan finansial usahatani

terpadu pada saat terdapat serangan hama dan penyakit, tidak berbeda dengan

teknologi lokal yang biasa diterapkan. Petani adopter ini memutuskan berhenti

menanam komoditas yang dianjurkan dan beralih menanam kayu yang tahan

terhadap hama dan penyakit serta tidak membutuhkan pemeliharaan yang rutin.

Petani adopter ini rentan terhadap resiko produksi, penguasaan sumberdaya lahan

dan kapital yang terbatas dengan pendidikan relatif rendah. Beberapa petani

adopter ini tidak lagi beternak domba, karena telah menjual domba yang dimiliki

untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Bila kegiatan penyuluhan dilakukan secara intensif dan berkelanjutan,

dengan asumsi penyuluh pertanian telah berperan sebagai fasilitator, motivator,

serta dalam menyampaikan inovasi telah memahami prinsip-prinsip penyuluhan,

maka manfaat teknologi usahatani terpadu bagi petani adopter dapat ditingkatkan.

Dengan menggunakan perhitungan rasio Odds, petani adopter yang merasa

manfaat teknologi usahatani terpadu tergolong sedang, dan dapat ditingkatkan

manfaatnya ke kategori tinggi. Potensi petani adopter tersebut melanjutkan adopsi

teknologi usahatani terpadu menjadi empat kali lipat.

Pengetahuan Petani Non Adopter terhadap Usahatani Terpadu

Sebagian besar (49,7%) petani non adopter (Cianjur dan Garut) memiliki

pengetahuan tentang usahatani terpadu dan termasuk dalam kategori sedang

(Gambar 18). Pengetahuan ini diperoleh dari petani adopter yang mempunyai

Page 228: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

208

hubungan kekerabatan dengan petani non adopter. Pengetahuan petani non

adopter berada pada kisaran kurang tahu – tahu tentang usahatani terpadu. Petani

non adopter kurang mengetahui upaya konservasi lahan dan penanganan

pascapanen. Pemahaman petani non adopter terhadap kedua hal tersebut relatif

rendah. Karena tidak ada penyuluh pertanian yang menyampaikan manfaat

konservasi lahan dan perolehan nilai tambah pada penanganan pascapanen produk

pertanian. Petani non adopter di Desa Talaga Cianjur mengetahui teknik budidaya

tanaman pisang dengan cabai rawit melalui plot demonstrasi Kelompok Tani

Sumber Tani. Teknik budidaya tersebut mencakup pengaturan jarak tanam,

pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta pembrongsongan buah pisang.

Gambar 18 Diagram pohon adopsi inovasi teknologi usahatani terpadu

Beberapa petani non adopter mempunyai hubungan kekerabatan dengan

pengurus kelompok tani, dari sini terjadi penyebaran informasi usahatani terpadu.

Kelompok pengajian juga merupakan media penyampaian informasi usahatani

terpadu yang dilakukan oleh ketua kelompok tani. Difusi usahatani terpadu antara

petani adopter dengan petani non adopter dengan cara tersebut juga terjadi di

RESPONDEN n=302 (100%)

ADOPTER

(45,4%) NON ADOPTER

(54,6%)

Manfaat UTT rendah (0%)

Manfaat UTT sedang (65,0%)

Manfaat UTT tinggi (35,0%)

Pengetahuan UTT rendah (46,7%)

Pengetahuan UTT sedang (49,7%)

Pengetahuan UTT tinggi (3,6%)

LANJUT ADOPSI (84,7%)

BERHENTI ADOPSI (15,3%)

Diteruskan kepada anggota keluarga

(61,2%)

Diteruskan kepada petani lain (7,8%)

MAU ADOPSI (37,6%)

MENOLAK ADOPSI (62,4%)

Tidak diteruskan (31,0%)

n = 137 n = 165

93,7%

6,3% 28,6%

71,4% 42,7% 57,3%

85,0% 15,0%

20,2% 79,8%

Page 229: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

209

Desa Jatiwangi Garut. Teknik budidaya nilam justru diketahui dari sesama petani

non adopter yang menjadi transmigran ke Bengkulu (1982-1998) dan kembali ke

Desa Jatiwangi pascagempa Gunung Galunggung. Sebanyak 10.000 bibit

tanaman nilam dibawa dari Bengkulu, karena dinilai cocok untuk dikembangkan

di Desa Jatiwangi. Bibit tanaman nilam diberikan kepada petani yang berminat

membudidayakan dan hasil panen nilam dijual kepada petani pemberi bibit yang

merangkap sebagai pedagang. Hasil penjualan nilam yang diterima petani telah

dikurangi biaya bibit, namun bila terjadi gagal panen tidak ada biaya bibit yang

harus dibayar petani.

Proporsi terbesar (85,0%) petani non adopter yang mempunyai pengetahuan

usahatani terpadu tergolong tinggi, cenderung berkeinginan untuk mengadopsi

usahatani terpadu. Sebanyak 42,7 persen petani non adopter yang

berpengetahuan sedang berminat adopsi usahatani terpadu. Hasil penelitian

Brunson dan Price (2009) mengungkapkan bahwa petani skala kecil

membutuhkan informasi tentang cara terbaik untuk mengelola lahan yang

dimiliki. Akses terhadap informasi tersebut didapat dari sesama petani (tetangga)

ataupun kerabat. Sumber alternatif lain yang dipandang dapat dipercaya adalah

dari tenaga penyuluh. Fakta ini didukung analisis yang dilakukan Soedjana

(2007) bahwa, tingkat pengetahuan petani terhadap informasi sangat bervariasi.

Untuk itu dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan resiko dan

ketidakpastian perlu mempertimbangkan dengan baik berdasarkan informasi yang

tersedia (diupayakan selengkap mungkin).

Dalam proses difusi, sebanyak 37,6 persen petani non adopter yang

berminat adopsi diharapkan dapat didekati oleh penyuluh pertanian atau ketua

kelompok tani untuk menerapkan usahatani terpadu. Keinginan petani non

adopter untuk mengadopsi usahatani terpadu didasarkan pada pengetahuan yang

diperoleh tentang berbagai kelebihan teknologi tersebut dibandingkan dengan

teknologi lokal yang telah diterapkan.

Petani non adopter mengusahakan lahan garapan dengan kategori tergolong

sedang (0,26-0,50 ha) dan luas (> 0,51 ha). Petani non adopter kelompok ini

relatif lebih mampu memperbaiki nasib berdasarkan lahan yang digarap dan

modal yang dimiliki, dibandingkan petani non adopter skala kecil/sempit (0,04-

Page 230: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

210

0,25 ha). Bahkan menurut Tjondronegoro (1998) pada petani non adopter skala

luas (≥ 0,75 ha; kategori luas dalam penelitian ini > 0,51 ha) dapat menanggung

resiko kegagalan panen karena faktor-faktor yang tidak dikuasai petani (seperti

kekeringan, serangan hama dan penyakit).

Apabila kegiatan penyuluhan juga dilakukan secara intensif dan

berkelanjutan kepada petani non adopter, maka pengetahuan teknologi usahatani

terpadu kepada petani non adopter dapat ditingkatkan. Dengan menggunakan

perhitungan rasio Odds, petani non adopter yang merasa tingkat pengetahuan

teknologi usahatani terpadu tergolong rendah, dan dapat ditingkatkan

pengetahuannya ke kategori tinggi, maka potensi petani non adopter tersebut mau

mengadopsi teknologi usahatani terpadu menjadi 14 kali lipat. Pada petani non

adopter yang dapat ditingkatkan pengetahuannya dari kategori rendah ke sedang;

dari kategori sedang ke tinggi, maka potensi petani tersebut mau mengadopsi

teknologi usahatani terpadu masing-masing menjadi dua dan delapan kali lipat.

Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan pada Lahan Kering

Marjinal untuk Peningkatan Kinerja Usahatani

Justifikasi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan

Sampai saat ini penyuluhan pertanian masih dipersepsikan sebagai alat

pemerintah untuk pencapaian target produksi secara nasional dengan pendekatan

yang bersifat top-down dan sentralistik. Kritikan terhadap pendekatan ini telah

banyak dilakukan oleh berbagai kalangan. Para petani dinilai tidak mendapatkan

cukup insentif dan termotivasi melaksanakan pencapaian target produksi yang

direncanakan pemerintah (Slamet, 2008). Sebagai respon terhadap kritikan

tersebut pada akhir 2005 Menteri Pertanian mencanangkan Revitalisasi

Penyuluhan Pertanian (RPP). Pencanangan RPP dimaksudkan sebagai upaya

mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan

pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah

kebijakan. Sebagai tindak lanjut RPP, pada tahun 2006 pemerintah

memberlakukan UU No.16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan,

dan Kehutanan.

Page 231: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

211

Penyuluhan seyogianya dilakukan dengan menggunakan pendekatan

partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan

kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha. Berdasarkan UU

No.16/2006 tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 43 Tahun 2009 (PP No.43/2009) tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan

Pengawasan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Mengingat

berbagai kendala yang dijumpai di lapangan implementasi dari PP No.43/2009 ini

belum sesuai dengan rencana.

Feder et al. (Mardikanto, 2008) telah mengidentifikasi kendala yang

dihadapi penyuluh dalam menjalankan tugasnya yaitu: (1) skala dan kompleksitas

dari tugas-tugas penyuluh; (2) ketergantungan terhadap kebijakan pemerintah; (3)

ketidakmampuan aparat pemerintah untuk menelusuri hubungan sebab akibat

yang ditimbulkan oleh kegiatan penyuluhan, kaitannya dengan masalah-masalah

yang dihadapi, dukungan politis, alokasi anggaran dan akuntabilitas kegiatan

penyuluhan; (4) komitmen dan dukungan politis yang berubah-ubah, terutama

yang diakibatkan oleh seringnya terjadi pergantian (pemegang) kekuasaan di

tingkat pusat; (5) akuntabilitas, yang menyangkut kinerja penyuluhan, dan kinerja

staf yang berhubungan dengan petani (terutama penyuluh pertanian, peneliti); (6)

kelayakan sebagai lembaga layanan inovasi dan informasi yang harus mampu

menjangkau semua kelompok sasaran, aparat pemerintah di lapisan terbawah, dan

pemangku kepentingan lain yang memerlukan; (7) keberlanjutan operasionalisasi

fiskal dan sumberdaya lain, baik karena ketidakpastian anggaran maupun

rendahnya pengembalian dana yang telah digunakan untuk kegiatan penyuluhan;

serta (8) masih lemahnya interaksi antara penyuluhan dengan penelitian.

Hasil pengamatan empiris di lapangan menunjukkan bahwa penyuluh PNS

(dari BPTP) yang bertugas sebagai tenaga pendamping berakhir pada saat

program atau proyek kegiatan usahatani terpadu juga berakhir. Tidak ada tindak

lanjut tenaga pendampingan penyuluh PNS (dari BPP), sehingga upaya

memperkenalkan teknologi usahatani terpadu yang mulai dirintis sejak tahun 2-4

tahun (Cianjur 2007-2009 dan Garut 2005-2009) seperti berhenti di akhir

program. Dukungan instansi lain, seperti Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian,

Dinas Peternakan dan pemerintah daerah setempat di awal program juga ikut

Page 232: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

212

terhenti. Padahal beberapa petani yang telah menerapkan teknologi usahatani

terpadu tergolong rentan terhadap kondisi internal (dari diri petani) dan eksternal

(lingkungan) yang akan kembali pada keadaan awal sebelum mengenal teknologi

usahatani terpadu. Mengingat proses adopsi untuk sampai pada tahap konfirmasi

butuh waktu yang relatif lama, karena memerlukan perubahan perilaku petani, dan

perlu dukungan penguatan dari pihak lain, terutama penyuluh pertanian. Untuk

itu pemikiran tentang penyuluhan pertanian berkelanjutan dipandang sebagai

langkah yang dapat ditempuh agar usahatani terpadu terus diterapkan petani.

Beberapa argumen yang mendukung pentingnya penyuluhan pertanian

berkelanjutan antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, kegiatan usahatani

terpadu diperlukan bukan hanya untuk kepentingan petani di lahan kering

marjinal, tetapi juga membantu pemerintah daerah setempat (seperti di Cianjur

dan Garut) dalam pembangunan pertanian di wilayah pedesaan. Inovasi teknologi

usahatani terpadu untuk memanfaatkan lahan kering marjinal yang potensial

sebagai pertanian organik. Kedua, selama ini terdapat kecederungan bahwa petani

dalam menerapkan suatu inovasi, akan berhenti mengadopsi begitu program atau

proyek telah selesai. Hal ini akibat menjadikan petani selalu bergantung pada

proyek. Ketiga, hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa keputusan petani

adopter sebagian besar (84,7%) masih akan terus menerapkan teknologi usahatani

terpadu dan petani non adopter (37,6%) juga bermaksud mengadopsi (Gambar

19), merupakan suatu potensi yang perlu dikembangkan. Keempat, pada tahun

2010 dialokasikan dana dekonsentrasi antara lain digunakan untuk pengawalan

dan pendampingan penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Dana tersebut

dimaksudkan untuk memfasilitasi kegiatan monitoring dan evaluasi (monev)

penyelenggaraan penyuluhan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Pusat

Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2010). Diusulkan melalui pemerintah

daerah setempat, dalam kegiatan monev tersebut dapat disertakan kegiatan

pendampingan penyelenggaraan penyuluhan pertanian terhadap kegiatan

usahatani terpadu. Kelima, hasil penelitian ini dan hasil penelitian Deutchmann

serta Fals Borda di masyarakat pedesaan Kolombia (Rogers dan Shoemaker,

1971) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara keberhasilan

change agent (penyuluh pertanian) dengan gencarnya upaya promosi yang

Page 233: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

213

dilakukan dalam mendiseminasikan suatu inovasi. Upaya tersebut ditandai

dengan frekuensi keberadaan penyuluh pertanian di lapangan yang relatif sering

dibandingkan berada di kantor.

Strategi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan

Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan ini (Gambar 19) dimaksudkan

sebagai upaya mengatasi kemandegan penyuluhan pertanian setelah program atau

proyek kegiatan suatu inovasi teknologi (usahatani terpadu) berakhir. Padahal

kegiatan penyuluhan pertanian harus berjalan terus untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. Sebagaimana tujuan penyuluhan pertanian yang tertuang dalam UU

RI No. 16 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (2) bahwa proses pembelajaran bagi pelaku

utama (petani) dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan

mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,

permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan

produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannnya, serta

meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Strategi

penyuluhan pertanian berkelanjutan dibangun berdasarkan sintesis hasil penelitian

ini, adalah sebagai berikut :

Masukan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik petani (tingkat

mobilitas, luas lahan, tingkat intelegensi, sikap terhadap perubahan, dan tingkat

keberanian beresiko) serta perilaku komunikasi petani (ketersediaan sarana

produksi, tingkat kekosmopolitan, dan keterdedahan terhadap media) berpengaruh

terhadap persepsi petani terhadap penyuluhan. Faktor-faktor ini perlu dicermati

pada saat kegiatan penyuluhan dilakukan secara berkelompok. Kondisi

masyarakat petani yang heterogen dapat disiasati dengan menggunakan falsafah

“membakar sampah,” yakni petani yang tergolong cepat merespon suatu inovasi

teknologi akan menyampaikan kepada petani lain yang tergolong lambat. Sasaran

inovasi teknologi pada petani “lapisan atas” ini menuai kritikan Tjondronegoro

(1998) tentang gejala pelapisan sosial, sebagai dampak program Bimbingan

Massal (BIMAS). Petani kaya lebih mampu memperbaiki nasib berdasarkan aset

Page 234: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

214

pemilikan lahan dan modal (cepat menerapkan inovasi teknologi, karena resiko

kegagalan mampu ditanggung) dibanding petani miskin dengan luas lahan sempit.

Respon terhadap kritikan tersebut dapat dikaitkan dengan gagasan

pemikiran Sajogyo (1990) pada tahun 1975 tentang “tanah komunal.” Dalam hal

land reform, bahwa lahan milik golongan petani gurem dengan luasan < 0,2 ha

dibeli oleh pemerintah. Mengadaptasi ide tersebut dalam konteks saat ini

diselaraskan dengan kondisi petani, maka pengelolaan “tanah komunal” dapat

diserahkan kepada pemerintah desa. Petani yang memiliki lahan < 0,2 ha dan

bermaksud menjual lahan harus ditawarkan kepada pemerintah, melalui

pemerintah desa. Peruntukan “tanah komunal” ini tetap dijaga untuk lahan

pertanian, sehingga mencegah upaya konversi lahan. Petani bekas pemilik lahan

dapat tetap menggarap lahan tersebut dengan cara menyewa kepada pemerintah

desa dengan biaya sewa yang relatif rendah, sehingga dapat dijangkau. Upaya ini

selain mencegah pemilikan akumulasi lahan pada petani tertentu (yang disebut

“tuan tanah”), juga petani pemilik lahan dapat beralih sebagai petani penggarap

(tidak sekedar buruh tani), sehingga masih bisa mengambil keputusan dalam

kegiatan usahatani.

Dalam satu kelompok tani, petani penggarap “tanah komunal” ini digabung

dengan petani pemilik lahan, dengan proporsi petani penggarap lebih dominan.

Kegiatan peyuluhan pertanian dilakukan untuk seluruh anggota kelompok, tidak

dibatasi hanya pengurus kelompok saja, sehingga semua petani memperoleh

kesempatan yang sama untuk mengembangkan usahatani yang dikelola.

Keberadaan petani penggarap tidak hanya sekedar pelengkap untuk memenuhi

keperluan administrasi dalam pembentukan kelompok yang mensyaratkan jumlah

angggota. Namun seluruh petani (pemilik dan penggarap) sebagai pelaku utama

pembangunan pertanian dapat diberdayakan sesuai Pasal 3 UU RI No. 16/2006,

melalui penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang,

peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi.

Tersedianya teknologi yang potensial di lahan kering, salah satu di

antaranya adalah teknologi usahatani terpadu dapat untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan petani. Potensi petani sendiri, baik di Cianjur

maupun Garut dilihat dari karakteristik petani apabila ditingkatkan

Page 235: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

215

kemampuannya dan diberi kesempatan; maka kedua hal tersebut memungkinkan

untuk mendukung penyuluhan yang berkelanjutan. Dalam memperkenalkan

inovasi teknologi yang lain perlu memperhatikan ciri-ciri inovasi, terutama yang

terkait dengan keuntungan relatif, tingkat kesesuaian dan tingkat kerumitan.

Dukungan iklim usaha yang tidak berpengaruh pada persepsi petani

terhadap penyuluhan, perlu dikritisi dengan memasukkan dukungan kebijakan

pemerintah (pusat maupun daerah) berupa peraturan yang mampu menciptakan

iklim usaha yang kondusif sesuai Pasal 3 UU RI No. 16/2006. Terutama yang

terkait dengan ketersediaan fasilitas keuangan perlu mendapat perhatian

pemerintah daerah setempat, mengingat akses petani terhadap lembaga perbankan

relatif sulit. Petani lebih mudah mengakses kredit non formal, baik ke pedagang

sarana produksi, pedagang hasil, kelompok tani, maupun pelepas uang (rentenir),

dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi. Pemerintah daerah dapat

memanfaatkan seoptimal mungkin lembaga perbankan yang telah eksis untuk

didorong agar memiliki kepedulian yang besar terhadap sektor pertanian. Untuk

mengatasi masalah permodalan petani, Syukur (2009) menyarankan

pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Agribisnis yang mempunyai

keunggulan: (1) kemudahan akses, (2) proses yang cepat, (3) prosedur relatif

sederhana, (4) berdasarkan budaya setempat dan dekat lokasi usaha, dan (5)

pengelola LKM lebih paham mengenai karakter petani.

Proses

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap

penyuluhan tidak berpengaruh nyata pada persepsi petani terhadap ciri-ciri

inovasi. Hal ini berarti penyuluhan pertanian yang telah berlangsung belum

menyentuh semua masyarakat petani. Penyuluh dalam menyampaikan inovasi

teknologi usahatani terpadu belum memahami prinsip-prinsip penyuluhan.

Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) menyatakan ada 12 prinsip

penyuluhan pertanian, yakni:

(1) Prinsip minat dan kebutuhan

Untuk lebih efektif, penyuluhan pertanian harus dimulai dengan minat dan

kebutuhan subyek penyuluhan. Pemenuhan kebutuhan petani harus

disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia dan diberi skala prioritas.

Page 236: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

216

(2) Prinsip yang didasarkan pada organisasi masyarakat bawah (grass-roots)

Penyuluhan yang efektif harus melibatkan masyarakat pada tingkat bawah

(grass-roots), sejak dari setiap keluarga/kekerabatan.

(3) Prinsip perbedaan kebudayaan

Penyuluhan pertanian harus menggunakan pendekatan dan prosedur yang

tidak bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, kepercayaan, sistem

nilai, adat kebiasaan, dan norma di lingkungan petani tersebut berada.

(4) Prinsip perubahan kebudayaan

Kegiatan penyuluhan akan mengakibatkan perubahan budaya. Penyuluh

harus memperhatikan nilai budaya lokal, seperti tabu, kebiasaan- kebiasaan,

sehingga perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan budaya.

(5) Prinsip kerjasama dan partisipasi

Penyuluh dapat bekerja secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan

penyuluhan, jika bekerjasama dengan masyarakat dan pemangku

kepentingan lain yang ada di wilayah kerjanya. Penyuluh memerlukan

dukungan pihak-pihak tersebut, karena pada dasarnya penyuluh hanya

sebagai fasilitator dan motivator.

(6) Prinsip pengetahuan terapan dan pendekatan demokratik

Ilmu penyuluhan sebagai bagian dari ilmu terapan, bukan hasil praktek dan

proses penyuluhan yang berjalan searah (sepihak). Dalam hal ini teori-teori

diaplikasikan di lapangan menghasilkan konsep, teori dan pendekatan baru.

(7) Prinsip belajar sambil bekerja (learning by doing)

Penyuluh bukan hanya menumbuhkan motivasi belajar, tetapi juga kemauan

untuk bertindak sendiri (untuk mendapatkan pengalaman). Selain

mendorong subyek penyuluhan untuk mandiri, prinsip ini juga

menumbuhkan kepercayaan diri pada petani.

(8) Prinsip spesialis yang terlatih

Penyuluh harus memperoleh latihan yang sesuai dengan fungsinya.

Penyuluh yang disiapkan untuk menangani kegiatan khusus akan lebih

efektif dibandingkan yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan.

Page 237: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

217

(9) Prinsip penggunaan metode penyuluhan yang adaptif

Tidak ada satupun sistem pengajaran atau pendekatan penyuluhan yang

paling efektif dalam semua situasi penyuluhan. Materi penyuluhan tertulis

tidak mungkin dapat diakses oleh petani yang buta huruf. Selain

keterbatasan fasilitas, penyuluh dihadapkan pada situasi dengan sejumlah

petani yang beragam latar belakang dan minat. Penyuluh harus menyeleksi

metode yang dipilih agar tujuan tercapai.

(10) Prinsip kepemimpinan

Penyuluh memerlukan orang-orang yang akan membantu secara sukarela.

Setiap komunitas memiliki struktur, yang di dalamnya terdapat pemimpin

dan atau yang berpotensi sebagai pemimpin. Keterlibatan pemimpin lokal

merupakan bagian penting dalam mewujudkan keberhasilan penyuluhan,

karena umumnya memiliki kekuasaan mempengaruhi warga komunitasnya.

(11) Prinsip melibatkan semua anggota keluarga

Keluarga/rumah tangga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri

atas individu-individu yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi keluarga

(ekonomi, bekerja, pendidikan, kasih sayang dan lain-lain). Penyuluh harus

melibatkan anggota keluarga secara setara dalam program penyuluhan.

(12) Prinsip kepuasan

Kepuasan subyek penyuluhan merupakan yang esensial dalam penyuluhan

pertanian. Karena itu penyuluhan harus dilakukan dengan memenuhi

kebutuhan yang sangat dirasakan dan disertai dengan berbagai aspek yang

mendukung tercapainya pemenuhan kebutuhan petani.

Hasil penelitian Agussabti (2002) memperlihatkan bahwa misi penyuluhan

yang terlalu mengedepankan pencapaian target produksi dengan disertai bantuan

yang bersifat material dan kurang menempatkan target pengembangan mutu

sumberdaya manusia sebagai sentra kegiatan penyuluhan ternyata gagal membuat

petani lebih mandiri dalam pengambilan keputusan adopsi inovasi. Mengacu

pendapat Slamet (2009), penyuluhan pertanian hendaknya:

(1) Menempatkan petani dan usahatani sebagai sentral.

(2) Pendekatan yang humanistik, menjadikan petani sebagai subyek yang

berpotensi untuk mandiri (people centered development).

Page 238: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

218

(3) Mengusahakan agar petani mampu meningkatkan kesejahteraannya.

(4) Petani tidak tersubordinasi oleh pihak manapun dan oleh kepentingan pihak

lain yang manapun.

(5) Misi penyuluhan pertanian adalah melayani kebutuhan-kebutuhan petani,

sehingga petani merasa puas, serta mengembangkan kemandirian petani,

bukan mengembangkan ketergantuan pada pihak lain.

Lebih lanjut Slamet (2009) mengemukakan, bahwa para penyuluh pertanian PNS

selain merupakan tenaga fungsional, juga harus sebagai tenaga kerja yang

profesional. Profesionalisasi penyuluh pertanian perlu perubahan orientasi, dari

pendekatan instansi ke pengembangan mutu individu penyuluh, dari hierakhi kerja

vertikal ke kerjasama horizontal, dari pendekatan instruktif ke partisipatif dialogis,

dari sistem kerja linier (masing-masing) ke sistem kerja jaringan.

Untuk memenuhi tuntutan kerja yang profesional penyuluh pertanian harus

memiliki kompetensi yang tinggi dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan

keterampilan. Hal ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berkembang pesat, terutama di bidang telekomunikasi dan

bioteknologi, sehingga peningkatan kompetensi penyuluh melalui pendidikan

formal dan non formal merupakan hal penting yang perlu dilakukan. Dalam

kegiatan penyuluhan dilakukan oleh penyuluh pertanian PNS, penyuluh swasta,

dan/atau penyuluh swadaya (ketua kelompok tani), sesuai pasal 20 ayat (1) UU RI

No. 16 Tahun 2006.

Mengingat rasio satu tenaga penyuluh pertanian PNS di lokasi penelitian

membina 3-4 desa. Usulan merekrut ketua kelompok tani sebagai penyuluh

pertanian swadaya, didampingi penyuluh pertanian PNS dapat dipandang sebagai

alternatif mengatasi kompleksitas kegiatan dan tugas-tugas penyuluhan di

lapangan. Di samping itu, kebijakan yang telah dicanangkan Kementerian

Pertanian menetapkan satu desa satu penyuluh pertanian dapat direalisasikan. Hal

ini akan menghasilkan strategi yang operasional, asalkan didukung dengan

kebijakan pemerintah daerah (kabupaten dan kecamatan); karena penyuluh

pertanian PNS hanya patuh pada peraturan/kebijakan pemerintah (pusat dan

daerah) daripada tuntutan petani. Seharusnya penyelenggaraan kegiatan

penyuluhan didasarkan pada kebutuhan masyarakat petani.

Page 239: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

219

Biaya operasional penyuluh pertanian swadaya dapat dibebankan pada dana

APBD yang memungkinkan untuk pelaksanaan plot demonstrasi (paling sedikit

satu plot demonstrasi untuk 1-3 desa yang berdekatan). Diversifikasi pendanaan

kegiatan penyuluhan dapat dilakukan, baik dari APBN, APBD maupun partisipasi

sektor swasta melalui kemitraan dengan petani. Metode penyuluhan plot

demonstrasi dinilai efektif untuk menunjukkan kepada masyarakat petani

keunggulan suatu inovasi teknologi yang diperkenalkan kepada petani. Dengan

memposisikan ketua kelompok tani sebagai penyuluh pertanian swadaya, yang

berasal dari sistem sosial yang sama petani sasaran (homofili), maka akan terjalin

komunikasi yang dialogis dan partisipatif.

Peran penyuluh sebagai fasilitator dan motivator, sebagaimana tertera pada

Pasal 4 UU RI No. 16/2006, fungsi sistem penyuluhan meliputi: (a) memfasilitasi

proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; (b) mengupayakan

kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi,

dan sumberdaya lainnya agar dapat mengembangkan usahanya; (c) meningkatkan

kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan

pelaku usaha; (d) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuh-

kembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing

tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan;

(e) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang

dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola

usaha; (f) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terdahap

kelestarian fungsi lingkungan; dan (g) melembagakan nilai-nilai budaya

pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi

pelaku utama secara berkelanjutan.

Selama ini keberadaan penyuluh pertanian PNS sebagai tenaga fungsional

terlihat tidak setara dengan tenaga fungsional lain yang sudah mapan seperti

dokter dan tenaga para medis lain, dosen, peneliti, hakim ataupun jaksa. Hal ini

tercermin dari lembaga tempat bernaung penyuluh pertanian PNS mengalami

beberapa kali perubahan. Perubahan kelembagaan penyuluhan yang selama ini

terjadi berpengaruh negatif terhadap kinerja para penyuluh. Bahkan dengan

diberlakukan UU Otonomi Daerah memberi keleluasaan bagi pemerintah daerah

Page 240: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

220

untuk mengatur kelembagaan daerah, sehingga kelembagaan penyuluhan yang ada

di daerah terlihat beragam. Semenjak diberlakukan otonomi daerah tanggung

jawab penyuluhan pertanian diserahkan kepada daerah, namun tidak semua daerah

siap untuk menerimanya. Hal ini terbukti dari penyelenggaraan penyuluhan yang

tergantung pada kegiatan program/proyek (seperti yang terjadi di desa Talaga dan

Desa Jatiwangi).

Seyogianya kelembagaan penyuluhan pertanian tetap berada dalam satu

institusi, sehingga tidak membingungkan posisi penyuluh. Walaupun terjadi

reorganisasi di berbagai institusi, namun seharusnya kelembagaan penyuluhan

pertanian tetap. Seperti halnya kelembagaan Badan Pusat Statistik yang tetap

berada di bawah Sekretariat Negara. Kondisi ini membuat tenaga fungsional yang

bekerja di dalamnya berada dalam lingkungan kerja yang kondusif, dari tingkat

pusat sampai tingkat desa, dan dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya

dengan baik. Hal ini sebagai bentuk apresiasi terhadap keberadaan penyuluh

pertanian yang dinilai sebagai ujung tombak pembangunan pertanian. Dengan

struktur kelembagaan yang jelas, dari tingkat pusat hingga desa, sarana dan

fasilitas-fasilitas yang memadai, kegiatan penyuluhan pertanian diharapkan dapat

berjalan dengan baik.

Menurut Slamet (2008), bentuk kelembagaan penyuluhan pertanian

merupakan suatu keputusan yang harus diambil oleh pembuat kebijakan (di

tingkat pemerintah pusat maupun daerah). Keputusan tersebut akan sangat

dipengaruhi oleh persepsi pembuat kebijakan itu tentang dua hal penting, yaitu

tentang pembangunan pertanian dan tentang penyuluhan pertanian. Berdasarkan

UU No 16/2006 kelembagaan penyuluhan di tingkat pusat berbentuk badan yang

menangani penyuluhan; pada tingkat provinsi berbentuk badan koordinasi

penyuluhan; pada tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan;

dan pada tingkat kecamatan berbentuk balai penyuluhan. Dalam implemen-

tasinya, terkait dengan otonomi daerah, maka pemerintah daerah dari tingkat

provinsi hingga kecamatan memegang peran penting.

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini program pembangunan daerah lebih

berorintasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), dan kegiatan

penyuluhan dinilai tidak dapat meningkatkan PAD, sehingga kurang mendapatkan

Page 241: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

221

perhatian. Seyogianya pemerintah daerah memandang kegiatan penyuluhan

sebagai investasi jangka panjang, sebagai upaya untuk memberdayakan petani

agar mandiri sehingga kesejahteraannya meningkat. Selanjutnya petani yang

mandiri akan sangat membantu penyelenggaraan program-program pemerintah.

Melalui pemerintah daerah dapat dibangun jejaring kerja dengan pihak-

pihak swasta untuk dapat menjalin kemitraan dengan kelompok tani agar

permodalan usahatani dan pemasaran produk terjamin dengan harga jual yang

menguntungkan petani. Pemerintah daerah dengan dukungan dana APBD dapat

mengusahakan fasilitas kerja yang memadai bagi tenaga penyuluh agar tercapai

kinerja penyuluh yang optimal. Pemerintah daerah juga dapat menjamin

masyarakat petani mendapatkan hak pelayanan secara proporsional sesuai dengan

kemampuan, kondisi, serta kebutuhan petani sebagai pelaku usaha.

Di tingkat operasional, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten perlu

membuat prosedur dan standar kinerja penyuluh. Pemerintah daerah tingkat

kabupaten perlu menetapkan sistem kompensasi berupa insentif, ataupun reward

dan punishment, serta fasilitas kerja yang memadai untuk menjamin adanya

motivasi kerja yang tinggi dari seluruh tenaga fungsional penyuluh pertanian.

Reward dapat diberikan kepada penyuluh pertanian berupa pemberian kesempatan

mengikuti pendidikan formal dan pendidikan non formal (pelatihan-pelatihan,

menghadiri seminar, workshop dan sebagainya) sebagai upaya meningkatkan

kompetensi penyuluh.

Kegiatan penyuluhan pertanian yang selama ini (termasuk diseminasi

usahatani terpadu di Cianjur dan Garut dalam penelitian ini) menggunakan

pendekatan ”top-down” perlu mengarah ke titik temu antara pendekatan ”top-

down” dengan “bottom-up,” dengan partisipasi petani dan kelompok tani,

terutama dalam penyusunan program penyuluhan pertanian melalui pendekatan

perencanaan bersama atau “join planning” (Asngari, pers comm) atau

”participatory planning” (Tjitropranoto, pers comm). Kepentingan pemerintah

pusat yang berupa kebijakan bersifat “top-down” dipadukan dengan kebutuhan

petani yang bersifat “bottom-up.” Penyelenggaraan penyuluhan yang selama ini

cenderung mengarah kepada transfer teknologi perlu bergeser ke arah

pemberdayaan petani (capacity building of grass root community), dengan

Page 242: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

222

penyediaan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan petani.

Penyuluh pertanian berperan sebagai dinamisator, fasilitator dan motivator.

Kegiatan usahatani terpadu telah memperoleh dukungan dari pemerintah

daerah, seperti Pemda Cianjur telah menyediakan lahan dan pengadaan bangunan

fisik ”Klinik Agribisnis,” kredit PMUK dari dana APBN yang disalurkan melalui

Dinas Pertanian Cianjur, dan bantuan ternak domba dari Dinas Peternakan Garut,

serta bantuan alat penyulingan minyak atsiri dari Dinas Perindustrian Garut.

Dukungan ini menunjukkan antara pemerintah pusat (BPTP Jawa Barat) dengan

pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain telah ada keterkaitan program

dan terjalin kerjasama yang sinergis pada saat program usahatani terpadu masih

berjalan. Setelah program usahatani berakhir kegiatan penyuluhan perlu

diserahterimakan kepada Pemda setempat melalui Dinas Pertanian Cianjur dan

Badan Ketahanan Pangan Garut. Keberlanjutan kegiatan penyuluhan pertanian

usahatani terpadu diperlukan untuk memfasilitasi dan memotivasi petani yang

telah mengadopsi usahatani terpadu untuk terus berlanjut menerapkan teknologi

tersebut. Demikian juga pada petani lain (non adopter) yang berminat

mengadopsi usahatani terpadu dapat dibina dan didampingi oleh penyuluh

pertanian PNS (dari BPP) dan penyuluh swadaya (ketua kelompok tani).

Persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi yang berpengaruh nyata pada

keputusan adopsi inovasi adalah keuntungan relatif, tingkat kesesuaian, dan

tingkat kerumitan. Ketiga ciri-ciri tersebut yang menentukan dalam pemilihan

komoditas yang diusahakan sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki petani

(lahan, modal, dan tenaga kerja). Teknologi yang diadopsi petani merupakan

teknologi (baik usahatani terpadu maupun teknologi lokal) yang dinilai petani

secara ekonomi menguntungkan, biaya awal yang rendah, mempunyai

kebanggaan (prestise) sosial, hemat waktu dan tenaga, imbalan yang segera

didapat. Selain itu teknologi tersebut juga dinilai petani sesuai dengan nilai-nilai

yang ada, sesuai dengan kebiasaan petani setempat, sesuai dengan pengalaman

masa lalu, dan sesuai kebutuhan petani. Secara teknis teknologi yang diadopsi

mudah untuk diterapkan, tidak rumit. Dengan kegiatan penyuluhan pertanian

berkelanjutan, dapat dilakukan plot demonstrasi penerapan usahatani terpadu di

lahan petani dengan partisipasi petani.

Page 243: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

223

Pengembangan inovasi dan diseminasi teknologi secara partisipatif akan

meningkatkan keefektifan adopsi teknologi di tingkat petani. Petani (non

adopter) dapat memilih komponen teknologi yang sesuai dengan preferensi dan

kemampuan modal usahatani yang dimiliki. Melalui kegiatan plot demonstrasi,

teknologi usahatani terpadu dapat dikomunikasikan kepada petani lain, karena

teknologi tersebut dapat diamati secara langsung keunggulannya di lapangan.

Mengikuti pemikiran Harrison (1988), teknologi merupakan faktor penentu bagi

modernisasi. Dalam penelitian ini, adopsi inovasi teknologi usahatani terpadu

dapat dijadikan indikator perkembangan masyarakat pedesaan di Cianjur dan

Garut. Selain tingkat produktivitas, perkembangan teknologi dapat ditelusuri dari

penggunaan input (di luar tenaga kerja), seperti benih/bibit, pupuk, dan obat-

obatan/pestisida.

Keluaran

Kegiatan penyuluhan pertanian berkelanjutan harus dipandang masyarakat

ilmiah dan para pemangku kepentingan sebagai upaya untuk menyejahterakan

petani dan diposisikan sebagai penggerak perekonomian pedesaan. Bukan

sebagai upaya untuk meningkatkan produksi semata. Adopsi dan diseminasi

teknologi usahatani terpadu merupakan bagian dari proses peningkatan nilai

tambah sumberdaya pertanian, tidak hanya terbatas pada pengembangan usahatani

di pedesaan. Hasil akhir adopsi dan diseminasi teknologi usahatani terpadu harus

tercermin pada peningkatan nilai tambah produk (output) akhir dari komoditas

yang dikembangkan. Produk pertanian yang dijual tidak hanya berupa bahan

mentah, namun produk olahan yang siap bersaing di pasar lokal maupun regional,

seperti pisang yang diolah menjadi kripik pisang aneka rasa (asin, manis, keju,

dan coklat), sale pisang, serta cake pisang.

Adanya perjanjian perdagangan bebas telah mendorong permintaan pasar

pada produk pertanian yang berkualitas, penggunaan pestisida yang rendah,

bahkan cenderung mengarah pada produk pertanian organik yang ramah

lingkungan. Untuk merespon keadaan tersebut, peran penyuluh pertanian sebagai

fasilitator sangat dibutuhkan petani. Blum (2007) mengemukakan penyuluhan

model fasilitasi bertujuan untuk pemberdayaan dan kepemilikan (ownership),

Page 244: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

224

dengan sumber inovasi berasal dari pengetahuan lokal dan inovasi, penyuluh

pertanian berperan sebagai fasilitator, petani belajar sambil bekerja (learning by

doing) dan juga belajar dari petani lain dengan asumsi petani rela berinteraksi

dengan petani lain, petani berperan aktif dalam pemecahan masalah, orientasi

penyuluhan pada proses dan permintaan pasar, dengan sasaran penyuluhan adalah

kelompok tani dan organisasi petani, berinteraksi dengan para pemangku

kepentingan, serta membangun jaringan kerja dengan berbagai pihak.

Untuk itu kegiatan penyuluhan berkelanjutan juga memerlukan peran

penelitian. Pendekatan penelitian dalam memperkenalkan suatu inovasi teknologi

seperti di Cianjur dan Garut ini ialah dengan memperhatikan:

(1) BPTP atau institusi penelitian hendaknya tidak berjalan sendiri, tetapi benar-

benar melakukan kegiatan kolaboratif dengan pendekatan “partnerships”

yang saling menguntungkan dengan instansi pemerintah daerah yang terkait.

Langkah operasional yang dapat dilakukan di lapangan adalah dengan

mensinergikan antara program pemerintah daerah dengan inovasi teknologi

yang akan diperkenalkan, sehingga terwujud strategi penyuluhan

berkelanjutan;

(2) Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada awal kegiatan pemerintah

daerah perlu diyakinkan bahwa: (i) kegiatan BPTP ini hanya merupakan

stimulan/pembuka jalan untuk kegiatan usahatani berkelanjutan di daerah,

(ii) kegiatan ini adalah kegiatan daerah, BPTP hanya membantu pemerintah

daerah untuk mengawali dengan memperkenalkan usahatani terpadu ini.

Untuk itu pemerintah daerah dan juga masyarakat setempat menjadi

“pemilik” program ini. Dengan menumbuhkan “rasa memiliki” program ini,

maka akan tumbuh pula rasa tanggung jawab untuk mengusahakan

keberlanjutannya;

(3) Penyuluh BPTP perlu mengikutsertakan penyuluh BPP sebagai mitra untuk

keberhasilan program. Bahkan, sedikit demi sedikit penyuluh BPTP

menyerahkan pengelolaan program kepada penyuluh BPP (hendaknya tidak

menunggu hingga waktu akhir program, sebaiknya sudah dimulai sejak awal

program).

Page 245: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

225

Dampak

Bila berbagai saran perbaikan penyelenggaraan penyuluhan tidak

dilaksanakan, setidaknya akan menimbulkan dua konsekuensi. Pertama, kinerja

penyuluh pertanian tidak akan mengalami perubahan yang berarti, penyuluh tetap

berorientasi pada kebijakan pemerintah (pusat) untuk meningkatkan produksi

pertanian nasional, tidak berpihak kepada petani petani kecil (pro poor farmers),

tidak berupaya meningkatkan kesejahteraan petani. Kedua, penyuluh pertanian

dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya lebih mengutamakan tugas-tugas

administrasi, dan pencapaian angka kredit untuk jabatan fungsionalnya, tugas di

lapangan hanya dilakukan bila disertai dengan adanya program/proyek yang

membutuhkan tenaga penyuluh sebagai pendamping. Penyuluh pertanian sebagai

ujung tombak pembangunan hanya merupakan slogan saja. Sebaliknya, bila

pemerintah (pusat dan daerah) memperhatikan saran perbaikan penyelenggaraan

penyuluhan dan mengimplementasikannya, maka diperkirakan petani akan

mampu mengembangkan potensi dirinya dan dapat bertindak sebagai manajer

dalam usahatani yang dikelolanya. Hal ini akan berdampak pada peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan petani.

Page 246: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

Gambar 19 Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan pada petani lahan kering marjinal untuk peningkatan kinerja usahatani

Perilaku Komunikasi Petani - Kerjasama - Tingkat kekosmopolitan - Keterdedahan thd media

Dukungan Iklim Usaha - Ketersediaan input (saprodi) - Ketersediaan fasilitas

keuangan (KUD, Bank) - Ketersediaan sarana

pemasaran

Kinerja petani - Usahatani

terpadu berorientasi komersial

- Berwawasan agribisnis

Karakteristik Petani - Tingkat mobilitas - Luas lahan - Tingkat intelegensi - Sikap terhadap perubahan - Tingkat keberanian beresiko

Ketenagaan - Penyuluh pertanian PNS berkoordinasi

dengan ketua kelompok tani (sebagai penyuluh swadaya), mengacu UU RI No.16 Tahun 2006 Pasal 20 ayat (1)

- Memiliki kompetensi tinggi - Berperan sebagai fasilitator dan motivator

bagi petani

Kelembagaan - Tenaga penyuluh pertanian berada dalam

satu institusi yang tetap (dengan mengacu UU RI No.16 Tahun 2006)

Penyelenggaraan Penyuluhan - Pendekatan ’participatory/join planning’

(titik temu antara ’bottom up’ dan ’top down’)

- Model ’transfer teknologi’ bergeser ke ’pembelajaran parsitipatif dan pengambilan keputusan bersama’

- Materi: berorientasi pada kebutuhan petani

- Penyuluhan pertanian berkelanjutan

MASUKAN

PROSES

KELUARAN

DAMPAK

Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani

Usahatani Terpadu yang Adaptif sesuai dengan Kebutuhan Preferensi Petani - Keuntungan relatif yang tinggi - Tingkat kesesuaian yang tinggi - Tingkat kerumitan yang rendah

Dukungan Kebijakan Pemerintah

(Pusat dan Daerah)

Page 247: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(6) Melalui kegiatan penyuluhan yang intensif, karakteristik petani adopter dan

non adopter (mobilitas, luas lahan, intelegensi, dan sikap terhadap perubahan)

serta perilaku komunikasi (kerjasama, kekosmopolitan dan keterdedahan

terhadap media) dapat dikembangkan, yang mempengaruhi peningkatan

persepsi petani adopter dan non adopter terhadap penyuluhan yang semula

tergolong baik (kategori sedang) menjadi lebih baik (kategori tinggi).

(7) Dengan memperhatikan kebutuhan dan preferensi petani adopter dan non

adopter terhadap teknologi (baik lokal maupun usahatani terpadu) serta

faktor-faktor keberanian beresiko, kekosmopolitan, ketersediaan input atau

saprodi, dan ketersediaan sarana pemasaran, mempengaruhi peningkatan

persepsi petani adopter dan non adopter terhadap ciri-ciri inovasi yang semula

tergolong baik (kategori sedang) menjadi lebih baik (kategori tinggi).

(8) Keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dan persepsi petani terhadap

pengaruh media/informasi interpersonal merupakan faktor-faktor yang

dicermati petani serta mempengaruhi keputusan petani adopter dan non

adopter dalam mengadopsi teknologi (baik lokal maupun usahatani terpadu).

(9) Keputusan petani adopter dan non adopter dalam penentuan komoditas dan

penggunaan sarana produksi mempengaruhi kinerja usahatani yang dikelola.

(10) Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan merupakan alternatif untuk

mengatasi permasalahan lambatnya adopsi inovasi teknologi di tingkat petani

dengan memperhatikan karakteristik dan perilaku komunikasi khalayak

sasaran (petani), dukungan iklim usaha serta dukungan kebijakan (pemerintah

pusat dan daerah). Aspek ketenagaan, kelembagaan, dan penyelenggaraan

penyuluhan menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi

pada kebutuhan petani.

Page 248: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

228

Saran

Akademis

Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa petani pada lahan kering

marjinal mempunyai karakteristik yang khusus yang berbeda dengan yang

lainnya, sehingga memerlukan pendekatan penyuluhan yang berbeda. Untuk itu

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengkaitkan persepsi penyuluh

pertanian terhadap keputusan petani dalam mengadopsi inovasi teknologi.

Praktis/Implikasi Kebijakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap

penyuluhan, persepsi petani terhadap ciri-ciri inovasi teknologi, dan keberanian

petani untuk mengambil keputusan dalam mengadopsi inovasi teknologi perlu

ditingkatkan, termasuk juga upaya meningkatkan kinerja usahatani petani. Untuk

itu perlu dilakukan beberapa perbaikan terhadap kebijakan yang ada:

(1) Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan perlu diimplementasikan oleh

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perubahan perilaku memerlukan

waktu yang lama, sehingga penyuluhan yang berkelanjutan penting sekali

dilaksanakan, dengan memperhatikan: (a) Target Kementerian Pertanian

untuk menempatkan satu orang penyuluh pertanian dalam satu desa dapat

tercapai bila merekrut ketua kelompok tani sebagai penyuluh swadaya; (b)

Dalam penyusunan program penyuluhan pertanian dapat dilakukan melalui

pendekatan perencanaan bersama: “join planning” atau ”participatory

planning”, yakni kepentingan pemerintah pusat yang berupa kebijakan

bersifat “top-down” dipadukan dengan kebutuhan petani yang bersifat

“bottom-up;” (c) Materi penyuluhan tidak lagi terbatas pada teknologi

budidaya, namun perlu memperhatikan aspek lain, yakni unsur

pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial, serta

unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum,

dan pelestarian lingkungan; (d) Kelembagaan penyuluhan pertanian yang

tidak berubah-ubah.

(2) Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan perlu dimulai dengan membina

kebersamaan antara penyuluh BPTP dengan penyuluh BPP, sehingga tumbuh

Page 249: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

229

rasa memiliki program inovasi teknologi oleh penyuluh BPP, dan

keberlanjutan program (setelah BPTP selesai) dapat diteruskan oleh penyuluh

BPP.

(3) Hubungan peneliti-penyuluh tidak bisa seperti atasan-bawahan atau pemberi-

dengan yang diberi teknologi; hubungan harus bersifat “partnerships,”

peneliti seyogianya mau menerima penyuluh sebagai mitra dalam

mengintroduksikan inovasi teknologi. Penyuluh juga mau menerima peneliti

sebagai mitra. Partisipasi aktif Pemerintah Daerah (termasuk dinas teknis

terkait, baik tingkat provinsi maupun kabupaten) dan masyarakat setempat

sangat diperlukan, untuk menumbuhkan “rasa memiliki” inovasi teknologi

yang diintroduksikan, sehingga tumbuh pula rasa tanggung jawab untuk

mengusahakan keberlanjutannya.

(4) Sikap mental ketergantungan petani terhadap bantuan pemerintah perlu

diubah, lebih mengarah pada upaya pemberdayaan petani dengan menggali

potensi yang ada. Langkah operasional yang dapat dilakukan di lapangan

adalah mensinergikan antara program Pemerintah Daerah dengan inovasi

teknologi yang akan diperkenalkan, sehingga terwujud strategi penyuluhan

berkelanjutan.

(5) Dalam dunia penelitian indigenous technology tetap penting karena memiliki

sifat-sifat yang tidak dipunyai teknologi baru, karena itu perlu dilestarikan.

Hal ini menjadi tugas Badan Litbang Pertanian, khususnya BPTP, untuk

mengumpulkan, menginventarisasi dan melakukan upaya konservasi, serta

pengembangannya. Indigenous technology tidak hanya penting untuk

penelitian saja, tetapi penting pula untuk petani yang berlahan sempit dan

modal kecil, terutama teknologi yang mempunyai keunggulan seperti rasa

nasi enak/pulen dan kelebihan lain yang tidak ada pada teknologi baru.

Page 250: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

230

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih JS, D. Djaenudin, S. Sukmana, S. Karama. 1994. Potensi Teknologi Pemanfaatan Lahan Marginal untuk Menunjang Diversifikasi Pangan dan Gizi. Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V: Riset dan Teknologi Unggulan Mengenai Pangan dan Gizi Ganda Pembangunan Jangka Panjang. Jakarta, 20-22 April 1993. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Agussabti. 2002. ”Kemandirian Petani dalam Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi (Kasus Petani Sayuran di Provinsi Jawa Barat).” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

Akuntansi Sektor Publik. 2008. Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/akuntansi-sektor-publik/definisi-kinerja-dan-pengukuran-kinerja-akuntansi-sektor-publik. (12 November 2008).

Ancok D. 1995. “Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian.” Dalam:

Metode Penelitian Survai. Diedit oleh S. Singarimbun dan S. Effendi. Jakarta: LP3ES.

Anwas EOM. 2009. “Pemanfaatan Media dalam Pengembangan Kompetensi Penyuluh Pertanian (Kasus di Kabupaten Karawang dan Garut Provinsi Jawa Barat).” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

ARDictionary. 2008. Performace. http://ardictionary.com/Performance/3914. (12 November 2008).

Aritonang B. 2009. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usahatani Tanaman Hias (Kasus Pedagang di Kota Bogor, Jawa Barat).” Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Ashari, Saptana. 2005. “Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian.” Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE). 23 (2): 132-147. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Ashari. 2009. ”Peran Perbankan Nasional dalam Pembiayaan Sektor Pertanian di Indonesia.” Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE). 27 (1): 13-27. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Asian Development Bank. 2004. Agriculture and Rural Development Strategy Study. Final Report Volume 1: Main Report. Bogor: Searca-IFRI-CRECENT.

Asngari PS. 1984. ”Persepsi Direktur Penyuluhan Tingkat “Karesidenan” dan Kepala Penyuluh Pertanian terhadap Peranan dan Fungsi Lembaga

Page 251: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

231

Penyuluhan Pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat.” Media Peternakan 9 (2): 1-43. Bogor: Fakultas Peternakan IPB.

Azwar S. 2000. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rancangan Dasar Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Badan Pusat Statistik. 1984. Sensus Pertanian 1983. Jakarta: BPS.

________. 2004. Sensus Pertanian 2003. Jakarta: BPS.

________ Kabupaten Cianjur. 2008. Cianjur dalam Angka. Cianjur: BPS Kabupaten Cianjur.

________. 2008. Statistik Indonesia 2008. Jakarta: BPS. ________ Kabupaten Garut. 2009. Garut dalam Angka. Garut: BPS Kabupaten

Garut.

________. 2009. Luas Lahan Menurut Penggunaannya. Jakarta: BPS.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2006. Laporan Identifikasi dan Karakterisasi Wilayah Prima Tani Melalui Participatory Rural Appraisal di Empat Kabupaten (Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung). Lembang: BPTP Jawa Barat.

________. 2007. Laporan Akhir Tahun 2006 Prima Tani Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Basah (LKDRIB) Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut. Lembang: BPTP Jawa Barat.

Barao SM. 1992. “Behavioral Aspects of Technology Adoption.” Journal of Extension (On-line), 30 (2).http://www.joe.org/joe/1992summer/a4.php (25 Januari 2010).

Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication: An Introduction to Theory

and Practice. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Blum ML. 2007. Trends and Challenges in Agricultural Extension –Policies and

Strategies for Reform. Dalam Workshop, Skopje 27-29 Juni 2007: Building Partnerships for Technology Generation, Assessment and Sharing in Agriculture among West Balkan Countries. Rome: FAO.

Bonnal J. 2001. Challenges to Decentralisation of Agricultural Extension.

Rome: FAO. http://www.ciesin.columbia.edu/decentralization/English/ Issues/Agrextension.html (10 April 2010).

Page 252: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

232

Brashear GL, G. Hollis, MB. Wheeler. 2000. “Information Transfer In The Illinois Swine Industry: How Producers are Informed of New Technologies.” Journal of Extension (On-line), 38 (1). http://www.joe. org/joe/2000 february/rb4.php (25 Januari 2010).

Brunson M, EA. Price. 2009. “Information Use and Delivery Preferences Among

Small-Acreage Owners in Areas of Rapid Exurban Population Growth.” Journal of Extension (On-line), 47 (5). http://www.joe.org/joe/2009october/ a4.php (12 Pebruari 2010).

Bulu YG, K. Puspadi, A. Muzani, TS. Panjaitan. 2004. ”Pendekatan Sosial-Budaya dalam Pengembangan Sistem Usahatani Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat.” Dalam Prosiding Lokakarya: Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Semarang, 7 Oktober 2003. Diedit oleh AM. Fagi, Hermanto. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 24-32.

Cahyono SA, NA. Jariyah, Y. Indrajaya. 2006. ”Karakteristik Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus di Desa Somagede, Kebumen, Jawa Tengah.” Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan. 7 (2): 1-18. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. http://puslitsosekhut.web.id/publikasi. php? sub=1&page=4 (3 Agustus 2010).

Candrawita K. 2010. Pengantar Statistik Sosial. Pusat Layanan Pustaka Universitas Terbuka (On-line). http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php? option=com_content&view=article&id=80:isip4215-pengantar-statistik-sosial&Itemid=74&catid=29:fisip (3 Agustus 2010).

Chan LG. 2003. What Does Integrated Farming System Do? http://www. scizerinm.org/joe/index.html. (2 Agustus 2008).

Clements J. 1999. “Results? Behavior Change!” Journal of Extension (On-line). 37 (2). http://www.joe.org/joe/1999april/comml.html. (30 Nopember 2007).

Depari E, MacAndrew. 1982. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Yogyakarta: UGM Pr.

Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2008. Data Statistik. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php?mod=statistik&id MenuKiri=520&idKategori=3&link=dataStatBuah (5 Pebruari 2010).

Efa N, M. Gorman, J. Phelan. 2005. ”Implications of an Extension Package Approach for Farmers’ Indigenous Knowledge: The Maize Extension Package in South-western Ethiopia.” Journal of International Agricultural and Extension Education, 12 (3): 67-78. http://www.aiaee.org/jiaee/current/ V12.3.67-78.pdf (12 Februari 2010).

Page 253: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

233

Effendi OU. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Emmyzar, Y. Ferry. 2004. Pola Budidaya untuk Peningkatan Produktivitas dan Mutu Minyak Nilam. Perkembangan Teknologi TRO, 16 (2): 52-61. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. http://www.scribd. com/doc/3880633/Produktivitas-Minyak-Nilam (18 Maret 2010).

Etzioni A. 1961. A Comparative Analysis of Complex Organization on Power, Involvement, and Their Correlates. New York: The Free Press of Glencoe, Inc.

Fagi AM, S. Abdulrachman, A. Gani. 2002. Teknologi Budidaya Padi: Perkembangan dan Peluang. Jakarta: Badan Litbang Pertanian.

Fagi AM, IG. Ismail, S. Kartaatmadja. 2004. “Evaluasi Pendahuluan Kelembagaan Sistem Usahatani Tanaman-Ternak di Beberapa Kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur.” Dalam Prosiding Lokakarya: Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Diedit oleh AM. Fagi dan Hermanto. Semarang, 7 Oktober 2003. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 11-23.

Food and Agriculture Organization. 1990. Petunjuk Pelaksanaan Pelatihan Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani. Tim Asistensi, penerjemah; Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Terjemahan dari: Guidelines for The Conduct of A Training in Farming System Development.

Garcia MB. 1985. Sociology of Development Perspective and Issues. Metro

Manila: National Book Store, Inc. Getz C, KD. Warner. 2006. “Integrated Farming Systems and Pollution

Prevention Initiatives Stimulate Co-Learning Extension Strategies.” Journal of Extension (On-line). 44(5). http://www.joe.org/joe/2006october/a4.shtml. (2 Agustus 2008).

Gonzalez H. 1993. “Efek Komunikasi Massa.” Dalam: Komunikasi Massa dan

Pembangunan Pedesaan di Negara- Negara Dunia Ketiga. Disunting oleh Amri Jahi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gonzalez SG, GD. Israel. 2010. “The Influence of Type of Contact with

Extension on Client Satisfaction.” Journal of Extension (On-line), 48 (1). http:// www. joe.org/joe/2010february/a4.php (8 april 2010).

Harrison D. 1988. The Sociology of Modernization and Development. London:

Unwin Hyman. Hasbullah J. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia

Indonesia). Jakarta: MR-United Pr.

Page 254: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

234

Hendayana D. 2009. Alternatif Peranan Penyuluh Pertanian dalam Menjaga Stabilitas Peningkatan Produksi Pangan (Padi) diatas 5% per Tahun. http://bppcijati.blogspot.com/2009/11/peranan-alterantif-ppl-dalam-mendukung.html. (26 Maret 2010).

Hidayat A, A. Mulyani. 2002. “Lahan Kering untuk Pertanian.” Dalam: Teknologi

Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Disunting oleh A. Adimihardja, Mappaona, A. Saleh. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Hubbard WG, LR. Sandmann. 2007. “Using Diffusion of Innovation Concepts for Improved Program Evaluation.” Journal of Extension (On-line), 45 (2) http://www.joe.org/joe/2007october/a1.php (12 Februari 2010).

Irawan B. 2006. “Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan.” Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE), 24 (1): 28-45. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Irawan B, H. Tarigan, B. Wiryono, J. Hestina, Ashari. 2007. “Kinerja dan Prospek Pembangunan Hortikultura.” Dalam Prosiding: Kinerja dan Prospek Pembangunan Pertanian Indonesia. Disunting oleh K. Suradisatra, Y. Yusdja Y, PU. Hadi. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Ishaq I, S. Bachrein, E. Sujitno. 2002. ”Dampak Penerapan Beberapa Sistem Pertanaman Lorong terhadap Pendapatan Petani Lahan Kering di Garut.” Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 5 (1): 81-90. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Kerlinger FN. 2000. Asas-asas Penelitian Behavioral. Simatupang LR, penerjemah. Diedit oleh Koesoemanto H.J. Terjemahan dari: Foundation of Behavioral Research. Yogyakarta: UGM Pr.

Killick T. 1981. Policy Economics: A Textbook of Applied Economics on Developing Countries. The English Language Book Society.

Kurnia U, Sudirman, H. Kusnadi. 2002. “Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Kering.” (147-182). Dalam: Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Licht MAR, RA. Martin. 2007. “Communication Channel Preferences of Corn

and Soybean Producers.” Journal of Extension (On-line), 45 (6). http://www.joe.org/joe/2007december/rb2.php (12 Februari 2010).

Lionberger HF. 1968. Adoption of New Ideas and Practices. Iowa: The Iowa State University Pr.

Page 255: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

235

Lionberger HF, PH. Gwin. 1982. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agents. Danville, Illinois: The Interstate Printers & Publishers, Inc.

Lippitt R, J. Watson, B. Westley. 1958. Planned Change: A Comparative Study of Principles and Techniques. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.

MacDonald, K.I. 1977. “Path Analysis.” Dalam: The Analysis of Survey Data Model Fitting. Vol 2. Diedit oleh C.A. O’Muircheartaigh dan C. Payne. London: John Wiley&Sons.

Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Pr.

________. 2008. “Refleksi dan Rekomendasi Implementasi Penyuluhan Pembangunan Pertanian.” Dalam: Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Disunting oleh Ida Yustina, Adjat Sudradjat. Bogor: Sydex Plus.

Martinelli A. 2002. Markets, Government, Communities and Global Governance. Presidential Address. Brisbane: ISA (International Sociological Association) Conggress XV.

McQuail D, S. Windahl. 1981. Communication Models: for the Study of Mass Communications. New York: Longman Inc.

Mosher AT. 1966. Getting Agriculture Moving: Essentials for Development and Modernization. New York: Frederick A. Praeger.

________. 1978. An Introduction to Agricultural Extension. New York: Agricultural Development Council.

________. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Krisnandhi S, Samad B, penyadur. Jakarta: CV. Yasaguna. Terjemahan dari: Getting Agriculture Moving.

Muhammad S, OS. Isikhuemhen. 2009. “Promoting Alternative Enterprises:

Assessing Farmers' Needs in Research, Education, and Extension.” Journal of Extension (On-line), 47 (6). http://www.joe.org/joe/2009december/rb5. php (12 Februari 2010).

Muhamad R. 2010. Mengerti Resiko Sistemik. Jakarta: Kompas 12 Januari

2010.

Muhidin SA, M. Abdurahman. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.

Mukmin U. 1992. ”Peranan Penyuluhan Pembangunan dalam Pelestarian Sumberdaya Alam.” Dalam: Penyuluhan Pembangunan Indonesia:

Page 256: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

236

Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh AVS Hubeis, P. Tjitropranoto, W. Ruwiyanto. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.

Muliady TR. 2009. ”Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Kinerja Penyuluh dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Tiga Kabupaten Jawa Barat .” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

Nasoetion L, J.Winoto. 1994. “Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Swasembada Pangan.” Dalam Prosiding Lokakarya: Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air: Dampaknya terhadap Keberlanjutan Swasembada Pangan. Disunting oleh Hermanto et al. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Foundation.

Nawawi H, M. Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Pr.

Nurmanaf R. 2007. “Lembaga Informal Pembiayaan Mikro Lebih Dekat dengan Petani”. Analisis Kebijakan Pertanian (AKP). 5 (2): 99-109. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Pace RW, DF. Faules. 1998. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Mulyana D, penerjemah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Terjemahan dari: Communication of Organization.

Page N, CE. Czuba. 1999. “Empowerment: What is it?” Journal of Extension (On-line), 37 (5). http://www.joe.org/joe/1999october/comm1.php (16 Maret 2010).

Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2008. Daftar Isian Potensi Desa Talaga Kecamatan Cugenang. Cianjur: Pemda Cianjur.

________. 2009. Profil Kabupaten Cianjur. http://www.puncakview.com/

Profile_Kab.Cianjur.htm (20 januari 2010). Pemerintah Kabupaten Garut. 2008. Monografi Desa Jatiwangi Kecamatan

Pakenjeng. Garut: Pemda Garut. ________. 2009. Profil Kabupaten Garut. http://www. garutkab.go.id/ (20 januari

2010). Pindyck RS, DL. Rubinfeld. 1995. Microeconomics. New Jersey: Prentice Hall.

Pretty JN. 1995. Regenerating Agriculture. London: Earthscan Publication.

Purnaningsih N. 2006. “Adopsi Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran Agribisnis Sayuran di Provinsi Jawa Barat.” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

Page 257: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

237

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat . 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Nasional skala 1 : 1.000.000. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Penggunaan Dana Dekonsentrasi Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Pusbangluh Pertanian.

Rachman B. 2009. “Kebijakan Subsidi Pupuk: Tinjauan terhadap Aspek Teknis, Manajemen dan Regulasi.” Analisis Kebijakan Pertanian (AKP). 7 (2):131-146. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rogers EM, FF. Shoemaker. 1971. Communication of Innovations: A Cross Cultural Approach. New York: The Free Pr.

Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Edition. New York: The Free Pr.

Röling N. 1988. Extension Science. Cambridge: Cambridge University Pr. Salkind NJ. 1985. Theories of Human Development. Second Edition. Canada:

John Wiley&Sons, Inc. Sajogyo. 1990. “Masalah Penduduk dan Kemiskinan.” Dalam: Sosiologi

Pedesaan: Kumpulan Bacaan Jilid II. Diedit oleh Sajogyo dan Pudjiwati. Yogyakarta: UGM Pr.

Saptana, HPS. Rachman, TP. Purwantini. 2004. Struktur Penguasaan Lahan dan Kelembagaan Pasar Lahan di Pedesaan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Saptana, EL. Hastuti, KS. Indraningsih, Ashari, S. Friyatno, Sunarsih, V. Darwis. 2006. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Sarjana C, Setiani, T. Prasetyo. 2008. Kajian Kinerja Sistem Usahatani Korporasi di Lahan Irigasi Ditinjau dari Aspek Pendapatan dan Petani. Ungaran: BPTP Jawa Tengah. http://jateng.litbang.deptan.go.id/index.php?option= com_content&task=view&id=75&Itemid=46. (12 November 2008).

Sayaka B, IK. Kariyasa, Waluyo, Y. Marisa, T. Nurasa. 2006. Analisis Sistem Perbenihan Komoditas Pangan dan Perkebunan Utama. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Sekretariat Negara RI. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia No 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Jakarta: Sekretariat Negara RI.

Page 258: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

238

Sevilla CG, JA. Ochave, TG. Punsalam, BP. Regala, GG. Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Diterjemahkan oleh A. Tuwu, A. Syah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: An Introduction to Research Methods.

Simatupang P. 2000. “Anatomi Masalah Produksi Beras Nasional dan Upaya Mengatasinya.” Dalam Makalah pada Seminar Nasional: Perspektif Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Bogor 9-10 Nopember 2000. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Simatupang P, N. Syafa’at. 2003. “Pengembangan Potensi Sumberdaya Petani Melalui Penerapan Teknologi Partisipatif.” (1-11). Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian dan Penerapan Teknologi Tepat Guna. Mataram: BPTP Nusatenggara Barat.

Siti Amanah. 2000. “New Approaches to Agricultural Extension.” Dalam Prosiding: The International Congress and Symposium on Southeast Asian Agricultural Sciences. Bogor: CREATA-ICSSAAS.

Slamet M. 2003. “Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah.” Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Pr.

________. 2008. “Menuju Pembangunan Berkelanjutan melalui Implementasi UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, perikanan dan kehutanan.” Dalam: Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: Sydex Plus.

________. 2009. Restrukturisasi dan Reorientasi Penyuluhan Pertanian: untuk Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. http://margonoipb.files.wordpress.com/ 2009/03/rekonstruksi-revitalisasi-pp.ppt#273,19,Slide 19 (18 Mei 2010).

Smith VJ. 1981. Programming for Radio and Television. United States: University Pr of America.

Soedjana TD. 2007. ”Sistem Usahatani Terintegrasi Tanaman-Ternak sebagai Respons Petani terhadap Faktor Resiko.” Jurnal Litbang Pertanian, 26 (2): 82-87. Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian.

Spencer LM, SM. Spencer. 1993. Competence at Work: Models for Superior Performance. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Stanford Encyclopedia of Philosophy. 2005. The Problem of Perception. http://plato.stanford.edu/entries/perception-problem/#3. (12 Nov 2008).

Page 259: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

239

Subejo. 2009. Revolusi Hijau dan Penyuluhan Pertanian. Tokyo: Indonesian Agricultural Sciences Association. http://www.iasa-pusat.org/artikel/ revolusi-hijau-dan-penyuluhan-pertanian.html (10 Februari 2010).

Sudaryanto T, M. Syukur. 2001. Pengembangan Keuangan Alternatif Mendukung Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Sugihen BG, E. Basuno, S. Amanah, EL. Hastuti. 2007. Pengembangan Sistem Penyuluhan Pertanian di Lahan Marjinal pada Kondisi Sosio Budaya yang Berbeda dalam Kerangka Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan. Bogor: IPB bekerjasama dengan Sekretariat Badan Litbang Pertanian

Sujanto A, H. Lubis, T. Hadi. 2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara.

Sujanto A. 2004. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sumardjo. 1999. “Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani (Kasus di Propinsi Jawa Barat).” Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana, IPB.

________. 2008. “Penyuluhan Pembangunan Pilar Pendukung Kemajuan dan Kemandirian Masyarakat.” Dalam: Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat. Disunting oleh Ida Yustina, Adjat Sudradjat. Medan: Pustaka Bangsa Pr.

Sumaryanto, Syahyuti, Saptana, B. Irawan, AM. Hurun. 2002. Dimensi Sosial Ekonomi Masalah Pertanahan di Indonesia: Implikasinya terhadap Pembaruan Agraria. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Sumaryanto, T. Sudaryanto. 2009. Perubahan Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan: Analisis Data Patanas Tahun 1995 dan 2007. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Suryabrata S. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Swastika DKS. 2004. ”Beberapa Teknik Analisis dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian.” Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 7 (1). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Swastika DKS, H. Supriyadi, KS. Indraningsih, R. Elizabeth, J. Hestina. 2006. Pola Pengembangan Multiusaha Rumah Tangga Pertanian. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Page 260: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

240

Syafa’at N, A. Purwoto, SK. Dermoredjo, K. Kariyasa, M. Maulana, P. Simatupang. 2007. ”Indikator Makro Sektor Pertanian Indonesia.” Dalam Prosiding Seminar Nasional: Kinerja dan Prospek Pembangunan Pertanian Indonesia. Disunting oleh K. Suradisatra, Y Yusdja, PU. Hadi. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan: Strategi Pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Syukur M, Sumaryanto, C. Muslim. 1993. ”Pola Pelayanan Kredit untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah di Pedesaan Jawa Barat.” Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE), 11 (2): 1-13. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Syukur M. 2009. Mencari Alternatif Pembiayaan Pertanian. Makalah disampaikan pada Round Table Discussion: Mencari Alternatif Pembiayaan Pertanian, 16 April 2009. Jakarta: Kerjasama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Departemen Agribisnis, FEM-IPB.

Taryoto AH. 1995. ”Kemiskinan dan Program Penanggulangan Kemiskinan Lingkup Departemen Pertanian: Suatu Upaya Introspeksi.” Dalam Prosiding: Pengembangan Hasil Penelitian Kemiskinan di Pedesaaan: Masalah dan Alternatif Penanggulangannya. Diedit oleh Hermanto, dkk. Buku 2. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Timmer CP, WP. Falcon, SR. Pearson. 1983. Food Policy Analysis. Baltimore: John Hopkins Univ. Pr.

Tjitropranoto P. 2003. “Penyuluh Pertanian: Masa Kini dan Masa Depan.” Dalam: Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Pr.

________. 2005. Penyediaan dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian untuk Peningkatan Pendapatan Petani di Lahan Marjinal: Peningkatan Mutu Partisipasi. Seminar Nasional Pengembangan Sumberdaya Lahan Marjinal. Mataram 30-31 Agustus 2005.

Tjondronegoro SMP. 1998. Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

________. 1999. Sosiologi Agraria: Kumpulan Tulisan Terpilih. Sitorus MTF, Wiradi G, penyunting. Bandung: Yayasan Akatiga.

van den Ban AW, Hawkins HS. 2005. Penyuluhan Pertanian. Herdiasti AD, penerjemah. Yogyakarta: Kanisius. Terjemahan dari: Agricultural Extension.

Page 261: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

241

Vergot III P, G. Israel, DE. Mayo. 2005. “Sources and Channels of Information Used by Beef Cattle Producers in 12 Counties of the Northwest Florida Extension District.” Journal of Extension (On-line), 43 (2) http://www.joe. org/joe/2005april/rb6.php (18 Februari 2010).

Wikipedia. 2008. Perception. http://en.wikipedia.org/wiki/Perception. (12 November 2008).

________. 2009. Kinerja. http://id.wikipedia.org/wiki/Kinerja. (4 Nopember 2009).

________. 2010. Potensi Diri. http://id.wikipedia.org/wiki/Potensi_diri. (14 Juli 2010).

Winoto, J. 1995. Impact of Urbanization on Agricutural Development in Northern Coastal Region West Java. Michigan: Michigan State University and University Microfilm.

World Bank. 1999. Reducing Poverty through Cutting-edge Science: CGIAR Research Priorities for Marginal Lands. http://www.worldbank.org/html/ cgiar/publications/icw99/tac9912.pdf. (19 Maret 2008).

Page 262: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

246

Lampiran 4 Inovasi teknologi Prima Tani di Desa Jatiwangi, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut

No. Komoditas Inovasi Teknologi

1. Konservasi Lahan - Tindakan fisik melalui pembuatan teras (sengkedan) atau guludan, terutama pada lahan yang miring yang diikuti dengan penguatan teras dengan tanaman pakan ternak

- Pengelolaan usahatani melalui sistem budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi

- Konservasi vegetatif (alley cropping)

Komoditas Unggulan

1. Nilam - Pembibitan: penggunaan stek batang atau stek pucuk

- Penanaman varietas unggul Sidikalang - Jarak tanam 100 cm x 50 cm dengan lubang

tanam 30 x 30 x 30 cm - Pemupukan: berdasarkan hasil analisa tanah dan

pemanfaatan kompos limbah penyulingan nilam atau pupuk kandang

- Pemulsaan: diberikan sekitar tanaman dengan menggunakan mulsa alang-alang atau belukar

- Pengendalian hama dan penyakit: monitoring secara berkala, panen serentak, penggunaan pestisida nabati

- Pemanenan: panen pertama setelah tanaman berumur 6 bulan, kemudian dilakukan 3 bulan sekali

- Pengeringan 4-5 hari - Pasca panen (teknologi penyulingan minyak

nilam, penyimpanan)

2. Ternak (Domba) - Jenis: domba Garut - Skala usaha minimal rumah tangga (1 jantan : 8

betina) - Sistem perkandangan: komunal - Pakan: perbaikan nutrisi dengan suplementasi

leguminosa - Reproduksi: memperpendek jarak kelahiran

dengan deteksi birahi dan kawin kelompok (group mating)

- Kesehatan: pengendalian parasit cacing saluran pencernaan, sanitasi kandang dan lingkungannya

Page 263: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

247

Lampiran 4 (Lanjutan)

Komoditas Utama

Padi Gogo PTT Padi Gogo: - Penggunaan varietas unggul (Batu Tegi, Situ

Patenggang, Limboto, Situ Bagendt, Towuti) - Penambahan bahan organik tanah - Pemupukan berimbang berdasarkan status

kesuburan tanah - Jarak tanam: sistem tegel (30 x 15 cm) - Pengendalian OPT berdasarkan konsep PHT

Komoditas Potensial

Pisang - Penanaman bibit unggul/bermutu (bebas penyakit) atau sesuai dengan permintaan pasar dan kondisi wilayah

- Pengaturan jarak tanam - Pemberian pupuk kandang dan pupuk an-organik

(TSP, KCl, dan ZA) sesuai rekomendasi - Penyiangan gulma dan sanitasi kebun

(pemeliharaan intensif) - Pengendalian hama dan penyakit - Penanganan panen dan pasca panen

Komoditas Penunjang

Kacang Tanah - Penggunaan varietas unggul - Pengaturan jarak tanam - Pemberian pupuk organik - Pemberian pupuk an-organik sesuai dengan hasil

analisa tanah - Pengendalian OPT berdasarkan konsep PHT - Penerapan alsistan (alat perontok polong) - Penanganan panen dan pasca panen

Sumber: BPTP Jawa Barat (2006)

Page 264: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

248

Lampiran 5 Tata guna lahan di Kabupaten Cianjur

No. Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

(1) Sawah 58.101 16,59

(2) Hutan produktif dan konservasi 83.034 23,71

(3) Tanah kering /tegalan 97.227 27,76

(4) Perkebunan 57.735 16,49

(5) Pemukiman/pekarangan 25.261 7,20

(6) Penggembalaan/pekarangan 3.500 0,10

(7) Tambak/kolam 1.239 0,04

(8) Penggunaan lainnya 22.483 6,42

Jumlah 350.148 100,00

Sumber: Pemerintah Kabupaten Cianjur, 2009

Lampiran 6 Produksi dan luas areal pertanian tanaman pangan di Kabupaten Cianjur

No. Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

Padi

(1) Padi sawah 609.808 115.061

(2) Padi gogo 49.691 16.100

Jumlah padi 659.499 131.161

Palawija

(1) Jagung 28.757 6.313

(2) Kedelai 1.228 968

(3) Kacang tanah 13.632 10.864

(4) Kacang hijau 327 324

(5) Ubi kayu 119.454 6.994

Jumlah palawija 163.398 25.463

Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan Jawa Barat, 2008 (data diolah)

Page 265: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

249

Lampiran 7 Produksi dan luas areal sayuran di Kabupaten Cianjur

No. Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

(1) Bawang merah 693 33

(2) Bawang daun 61.885 3.525

(3) Kentang 1.325 107

(4) Kubis 21.792 1.203

(5) Pete 45.441 2.515

(6) Wortel 48.429 2.544

(7) Kacang merah 4.322 574

(8) Kacang panjang 10.056 803

(9) Cabe besar 14.935 1.402

(10) Cabe rawit 14.643 1.422

(11) Tomat 27.347 1.212

(12) Sayuran lain 44.568 3.025

Jumlah 300.628 18.774

Sumber: Kabupaten Cianjur dalam Angka, 2008 (data diolah)

Lampiran 8 Produksi dan luas areal buah-buahan di Kabupaten Cianjur

No Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

(1) Pisang 232.614 19.414

(2) Durian 8.376 62.198

(3) Alpukat 7.952 71.000

(4) Jambu biji 7.697 22.801

(5) Mangga 7.267 11.455

(6) Buah lain 33.366 1.131.668

Jumlah 297.172 1.626.838

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Cianjur, 2007 (data diolah)

Page 266: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

250

Lampiran 9 Tata guna lahan di Kabupaten Garut

No. Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

(1) Sawah 49.455 16,13

(2) Hutan 71.265 23,25

(3) Kebun 56.124 18,31

(4) Tanah kering/tegalan 51.146 16,69

(5) Perkebunan 26.825 8,75

(6) Pemukiman/perkampungan 39.513 12,89

(7) Padang semak 7.005 2,29

(8) Pertambangan 200 0,07

(9) Industri 41 0,01

(10) Kolam 1.826 0,60

(11) Situ/danau 157 0,05

(12) Penggunaan tanah lainnya 2.962 0,97

Jumlah 306.519 100,00

Sumber: BPN Kabupaten Garut, 2008

Lampiran 10 Produksi dan luas areal pertanian tanaman pangan di Kabupaten Garut

No. Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

Padi

(1) Padi sawah 656.471 106.204

(2) Padi gogo 73.691 24.273

Jumlah Padi 730.162 130.477

Palawija

(1) Jagung 401.924 55.852

(2) Kedelai 7.858 5.584

(3) Kacang tanah 22.579 15.022

(4) Kacang hijau 1.675 1.703

(5) Ubi kayu 536.979 24.364

(6) Ubi jalar 67.591 5.244

Jumlah Palawija 1.038.606 107.769 Sumber: Kabupaten Garut dalam Angka, 2009 (data diolah)

Page 267: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

251

Lampiran 11 Produksi dan luas areal sayuran di Kabupaten Garut

No. Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

(1) Bawang merah 9.791 1.504

(2) Bawang daun 35.195 2.301

(3) Kentang 135.911 5.833

(4) Kubis 100.207 4.096

(5) Pete 37.641 1.913

(6) Wortel 29.654 1.473

(7) Kacang merah 37.732 4.539

(8) Kacang panjang 11.037 919

(9) Cabe besar 61.054 4.239

(10) Cabe rawit 17.327 1.442

(11) Tomat 84.670 3.123

(12) Sayuran lain 59.928 53.062

Jumlah 620.147 84.444

Sumber: Kabupaten Garut dalam Angka, 2009 (data diolah)

Lampiran 12 Produksi dan luas areal pertanian buah-buahan di Kabupaten Garut

No. Komoditas Produksi (Ton) Luas (Ha)

(1) Pisang 1.641.160 3.135.881

(2) Alpukat 447.077 457.275

(3) Mangga 269.518 573.806

(4) Jeruk siem/keprok 109.729 548.092

(5) Sirsak 62.037 65.508

(6) Buah lain 317.728 1.255.014

Jumlah buah-buahan 2.847.249 6.035.576

Sumber: Kabupaten Garut dalam Angka, 2009 (data diolah)

Page 268: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

252

Lampiran 13 Distribusi rumah tangga pertanian menurut golongan luas lahan yang dikuasai

1983 (Ha) 2003 (Ha) No. Wilayah

<0,5 0,5-3,0 >0,5 <0,5 0,5-3,0 >0,5

(1) Sumatera 28,2 61,7 10,1 32,5 57,3 10,2

(2) Jawa 63,1 35,3 1,5 74,8 24,4 0,7

(3) Nusa Tenggara

34,0 57,0 9,0 45,3 50,7 4,0

(4) Kalimantan 20,3 54,2 25,4 27,8 53,9 18,3

(5) Sulawesi 27,1 62,9 9,9 31,0 60,2 8,8

(6) Maluku dan Papua

30,3 53,5 16,3 47,1 46,0 6,9

(7) Indonesia 48,9 45,3 5,8 56,4 38,7 4,9

Sumber: Badan Pusat Statistik (Sensus Pertanian 1983 dan 2003)

Page 269: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

253

Lampiran 14 Teknologi lokal dan inovasi teknologi Prima Tani di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur

No. Komoditas Teknologi Lokal Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu

(1) Pisang - Bibit yang digunakan masih bersifat lokal

- Pengaturan jarak tanam belum diketahui secara pasti terutama untuk tumpang sari

- Pemupukan belum sesuai dosis

- Sanitasi kebun belum intensif

- Pengendalian hama dan penyakit belum optimal

- Penanganan panen dan pasca panen

- Pemasaran - Luas garapan sempit

- Pemilihan bibit unggul/bermutu (bebas hama-penyakit)

- Pengaturan jarak tanam untuk tumpang sari dengan sayuran

- Pemberian pupuk kandang dan pupuk an-organik (TSP, KCl, dan ZA) sesuai rekomendasi

- Penyiangan gulma dan sanitasi kebun (pemeliharaan intensif)

- Pengendalian hama dan penyakit

- Penanganan panen dan pasca panen 3) Teknik pengemasan buah

sesuai lokasi sasaran pemasaran

4) Teknologi alsin pengolahan hasil yang sesuai dengan kondisi setempat (kapasitas alat, jenis produk, dll)

(2) Sayuran - Bibit yang digunakan masih bersifat lokal

- Pengaturan jarak tanam belum diketahui secara pasti

- Pemupukan belum sesuai dosis

- Pengendalian hama dan penyakit belum sesuai dengan konsep PHT

- Pengairan terutama pada musim kemarau

- Luas garapan sempit

- Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT)

1) Penggunaan varietas unggul 2) Pengaturan jarak tanam 3) Penggunaan pupuk sesuai

dosis 4) Pengairan 5) Pengendalian OPT sesuai

dengan konsep PHT

Page 270: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

254

Lampiran 14 (Lanjutan)

(3) Domba - Belum diketahui teknik budidaya dengan baik, terutama dalam hal: 1) pemilihan bibit

unggul 2) pemberian pakan 3) sanitasi kandang 4) sistem

perkandangan 5) kesehatan ternak 6) reproduksi ternak

- Skala usaha kecil masih bersifat sampingan

- Kotoran ternak belum dimanfaatkan secara optimal

- Perbaikan bibit (pemilihan bibit unggul)

- Skala usaha minimal rumah tangga (1 jantan : 8 betina)

- Sistem perkandangan: komunal atau di rumah petani, koloni di rumah petani

- Pakan: perbaikan nutrisi dengan suplementasi leguminosa

- Reproduksi: memperpendek jarak kelahiran dengan deteksi birahi dan kawin kelompok (group mating)

- Kesehatan: pengendalian parasit cacing, saluran pencernaan, penyakit kulit, dan sanitasi kandang dan lingkungannya

- Pengolahan pupuk kandang

Sumber: diadaptasi dari BPTP Jawa Barat (2006)

Page 271: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

255

Lampiran 15 Daftar pertanyaan petani

PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI INOVASI USAHATANI TERPADU LAHAN KERING DI KABUPATEN

CIANJUR DAN KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT

DAFTAR PERTANYAAN

PETANI

Nama Petani (KK) : ____________________________________ Desa/Dusun/RW/RT : ____________________________________ Kecamatan : ____________________________________ Kabupaten : ____________________________________ Status Petani : 1. Adopter

2. Non adopter

Pewawancara : ___________________

Tgl. Wawancara : ___________________

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 272: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

256

I. KARAKTERISTIK PETANI (X1)

A. Karakteristik Sosial Ekonomi

1. Umur Bapak/Saudara saat ini:___________ tahun

2. Pendidikan formal yang diikuti:

a. Lama pendidikan: __________ tahun

b. Pendidikan yang ditamatkan:_______________ (Isikan: 1=SD, 2=SLTP, 3= SLTA, 3=Diploma, 4=PT)

3. Dalam tahun 2008, berapa kali Bapak/Saudara menghadiri pertemuan dengan penyuluh (di desa/kecamatan) yang berhubungan dengan usaha pertanian?___ kali.

4. Dalam tahun 2008, berapa kali Bapak/Saudara menghadiri petak percontohan (demonstrasi plot)?_______ kali.

5. Dalam pelaksanaan petak percontohan, apakah Bapak/Saudara ikut langsung dalam hal: (isikan: 1=ya; 2=tidak) a. Perencanaan percontohan b. Pelaksanaan kegiatan percontohan

(1) Pengolahan tanah (2) Menanam (3) Menyiang (4) Pemupukan (5) Pengendalian hama penyakit (6) Panen (7) Penimbangan hasil panen

c. Penilaian hasil percontohan d. Pemanfaatan hasil percontohan

6. Dalam tahun 2008, berapa kali Bapak/Saudara hadir dalam temu lapang? di desa____ kali; kecamatan ____ kali dan kabupaten _____ kali.

7. Frekuensi Bapak/Saudara dalam membeli benih/bibit ke luar desa dalam tahun 2008: ________ kali, dengan jarak tempuh terjauh: _________ km

8. Frekuensi Bapak/Saudara dalam membeli pupuk ke luar desa dalam tahun 2008: ________ kali, dengan jarak tempuh terjauh: _________ km

9. Frekuensi Bapak/Saudara dalam membeli obat-obatan ke luar desa dalam tahun 2008: ________ kali, dengan jarak tempuh terjauh: _________ km

10. Frekuensi Bapak/Saudara dalam membeli alat-alat pertanian ke luar desa dalam tahun 2008: _____ kali, dengan jarak tempuh terjauh: ______ km

11. Penjualan produk biasanya di dalam desa atau ke luar desa? (isikan: 1=dalam desa; 2=luar desa) a. Padi dijual di_____ b. Palawija (jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian); dijual di ___ c. Sayuran dijual di ______ d. Buah-buahan dijual di ______

e. Ternak dijual di ______

Page 273: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

257

12. Penerimaan usahatani tahun 2008 (Rp), pola tanam_____________________ a. Tanaman semusim:

(1) Padi: ____________________________________________________ (2) Palawija:_________________________________________________ (3) Sayuran: _________________________________________________ (4) Buah-buahan: _____________________________________________

b. Tanaman perkebunan/tahunan:_________________________________________

c. Peternakan: _________________________________________________ d. Berburuh tani:________________________________________________ e. Lainnya: ____________________________________________________

Penerimaan total: ________________________________________________

13. Biaya-biaya produksi tahun 2008 (Rp): a. Benih/bibit: __________________________________________________ b. Pupuk: _____________________________________________________ c. Obat-obatan: _________________________________________________ d. Tenaga kerja: ________________________________________________ e. Sewa lahan: _________________________________________________ f. Lainnya: ____________________________________________________ Pengeluaran total:________________________________________________

14. Pendapatan rumah tangga dari non pertanian tahun 2008 (Rp): a. Usaha dagang ________________________________________________

b. Industri/kerajinan ____________________________________________ c. Usaha jasa transportasi ________________________________________

d. Buruh non tani: ______________________________________________ e. Lainnya: ____________________________________________________ Pendapatan total non pertanian _____________________________________

15. Luasan pengusahaan lahan garapan Bapak/Saudara: a. Luas lahan kering yang dimiliki____________ ha

Yang digarap sendiri ____________________ ha Yang digarap orang lain__________________ ha

b. Luas lahan kering garapan yang disewa_________ ha c. Luas lahan kering garapan yang disakap_________ ha

16. Apakah Bapak/Saudara membeli benih/bibit berlabel yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan usahataninya? (isikan: 1=ya; 2=tidak) Jelaskan alasannya ______________________________________________ ______________________________________________________________

17. Apakah Bapak/Saudara membeli pupuk kimia/anorganik yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan usahataninya? (isikan: 1=ya; 2=tidak) Jelaskan alasannya ______________________________________________ ______________________________________________________________

18. Apakah Bapak/Saudara membeli obat-obatan: pestisida, herbisida, insektisida yang dianjurkan sesuai dengan kebutuhan usahataninya? (isikan: 1=ya; 2=tidak) Jelaskan alasannya ______________________________________________

_______________________________________________________________

Page 274: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

258

19. Apakah Bapak/Saudara membeli peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani? Sebutkan ______________________________________ (isikan: 1=ya; 2=tidak) Jelaskan alasannya ______________________________________________

______________________________________________________________ Karakteristik Kepribadian Petani

20. Penilaian Bapak/Saudara terhadap usahatani baru yang diperkenalkan: (isikan: 1=tidak tahu; 2=berpikir negatif/merugikan; 3=ada kemungkinan merugikan juga menguntungkan; 4=berpikir positif/menguntungkan) a. Anjuran penggunaan varietas/tanaman tertentu b. Upaya menjaga kesuburan lahan (penanaman rumput, pembuatan teras

bangku, penggunaan pupuk kandang, mulsa, pergiliran tanaman) c. Teknik baru yang dianjurkan untuk budidaya tanaman d. Penanganan pascapanen yang dianjurkan e. Usaha ternak domba, kotorannya dapat digunakan sebagai pupuk tanaman dan pakannya diperoleh dari tanaman

21. Bagaimana pendapat Bapak/Saudara terhadap usahatani baru? (isikan: 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Anjuran menanam komoditas tertentu____________________________ b. Upaya menjaga kesuburan tanah________________________________ c. Cara-cara baru yang dianjurkan untuk budidaya tanaman: ____________ __________________________________________________________ d. Penanganan pascapanen yang dianjurkan_________________________ e. Mengusahakan ternak domba, _________________________________ __________________________________________________________

22. Tanggapan Bapak/Saudara terhadap adanya usahatani baru (lingkari jawaban yang dipilih dan jawaban dapat lebih dari satu)

a. Dalam menentukan komoditas yang diusahakan, Bapak mempertimbangkan:

(1) Kebiasaan yang telah dilakukan (2) Mengikuti petani lain (3) Anjuran penyuluh (4) Komoditas yang laku di pasaran

b. Bapak/Saudara mencari informasi tentang usahatani yang lebih baik pada: (1) Sesama petani (2) Pedagang saprodi (3) Pedagang pengumpul (4) Tokoh masyarakat,_______________ (5) Aparat desa,_____________________ (6) Penyuluh (7) Media cetak: koran, majalah, buku, brosur (8) Media elektronik: radio, televisi, HP, internet

Page 275: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

259

c. Dalam melakukan usahatani baru, Bapak/Saudara belajar teknik/cara dari: (1) Sesama petani (2) Pedagang,___________________ (3) Tokoh masyarakat,____________ (4) Penyuluh (5) Lainnya, ____________________

d. Bapak/Saudara menilai keuntungan/manfaat usahatani baru yang diperkenalkan dilihat dari: (1) Jumlah produksi yang dihasilkan (2) Jumlah pendapatan yang diperoleh (3) Produk yang dihasilkan dibutuhkan pasar/pedagang (4) Penggunaan pupuk kandang dari ternak sendiri (5) Lainnya,______________________________

23. Sikap Bapak/Saudara terhadap adanya perubahan berupa usahatani baru: a. Setiap ada hal-hal baru yang dianjurkan apakah Bapak langsung

menerima? (isikan: 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

b. Tingkat penerimaan Bapak terhadap usahatani baru: (isikan: 1= menolak perubahan; 2= berpikir dulu; 3= melihat dulu petani lain/menerima dengan cara meniru; ; 4= langsung menerima)

c. Bapak percaya/yakin bahwa kegunaan usahatani baru yang diperkenalkan, dapat meningkatkan pendapatan (isikan: 1=tidak yakin; 2=kurang yakin; 3=yakin; 4= sangat yakin)

24. Tingkat keberanian Bapak/Saudara mengambil resiko (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu)

a. Bapak/Saudara berani mengganti benih/bibit yang dinilai lebih menguntungkan b. Bapak/Saudara berani mengganti pupuk yang dinilai lebih menguntungkan c. Bapak/Saudara berani mengganti obat-obatan yang dinilai lebih menguntungkan d. Bapak/Saudara berani menambah/mengurangi jenis komoditas yang diusahakan e. Bapak/Saudara berani langsung menjual hasil ke pasar f. Bapak/Saudara berani menambah luasan usahatani g. Mengambil kredit dari bank untuk menambah modal usahatani

II. PERILAKU KOMUNIKASI PETANI (X2) 25. Jaringan kerjasama, berupa kemampuan Bapak/Saudara dalam menjalin

hubungan dengan pihak lain (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4= selalu):

a. Intensitas hubungan Bapak dengan petani lain dalam tukar informasi dan pengadaan sarana produksi, dalam tahun 2008_______kali

b. Intensitas hubungan Bapak dengan pedagang sarana produksi dalam tahun 2008_______kali

c. Intensitas hubungan Bapak dengan pedagang hasil dalam tahun 2008______kali

Page 276: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

260

d. Intensitas hubungan Bapak dengan perusahaan pengolah dalam tahun 2008______kali e. Intensitas hubungan Bapak dalam melakukan kerjasama dengan lembaga pembiayaan (KUD, Lembaga Perkreditan Desa, Bank) dalam tahun 2008______kali f. Intensitas hubungan Bapak dalam melakukan kerjasama dengan kelompok tani dalam tahun 2008 ______kali i. Intensitas hubungan Bapak dengan penyuluh dalam tahun 2008 ____kali

26. Hubungan yang sudah terjalin dengan sesama petani dalam kelompok dapat menumbuhkan kepercayaan dalam hal (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang;

3=sering; 4= selalu): a. Saling tukar informasi tentang usahatani baru b. Memberikan pinjaman, baik berupa uang tunai maupun sarana produksi c. Menyampaikan keluhan tentang kegagalan dalam berusahani d. Memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan usahatani

27. Bapak/Saudara menaruh kepercayaan kepada tokoh masyarakat (___________) dalam hal (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4= selalu): a. Penyelesaian masalah sengketa lahan dengan petani b. Masalah penyakit tanaman c. Masalah penurunan produksi

d. Penjualan produk e. Menggerakkan petani dalam menerapkan usahatani baru

28. Tingkat kekosmopolitan Bapak/Saudara: (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4= selalu)

a. Frekuensi Bapak bepergian ke luar desa dalam tahun 2008 untuk memperoleh informasi yang terkait dengan pasar (harga sarana produksi,

harga jual hasil) dan komoditas yang dibutuhkan konsumen____kali b. Frekuensi Bapak bepergian ke luar desa dalam tahun 2008 untuk

mengetahui usaha lain yang dinilai lebih menguntungkan____ kali c. Frekuensi Bapak dalam pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi

sosial ke luar desa dalam tahun 2008 ______kali d. Frekuensi Bapak dalam pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi

ekonomi ke luar desa dalam tahun 2008 ______kali e. Frekuensi Bapak dalam pencarian teknologi yang sesuai dengan kondisi

lingkungan ke luar desa dalam tahun 2008 ______kali

29. Keterdedahan terhadap media, terkait dengan usahatani yang dilakukan Bapak/ Saudara (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu): a. Media cetak (1) Koran: tentang _____________________________, _____jam/hari (2) Majalah: tentang ___________________________, _____jam/hari (3) Buku: tentang _____________________________, _____jam/hari (4) Brosur/leaflet: tentang _______________________, _____jam/hari b. Media elektronik (1) Radio: tentang _____________________________, _____jam/hari (2) Televisi: tentang ___________________________, _____jam/hari (3) Telepon genggam (HP) ______________________, _____jam/hari

Page 277: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

261

III. DUKUNGAN IKLIM USAHA (X3) 30. Ketersediaan sarana produksi berupa adanya kios sarana produksi yang mudah dijangkau Bapak/Saudara:

a. Tingkat kemudahan Bapak dalam mendapatkan benih/bibit (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah)

b. Tingkat kemudahan Bapak dalam mendapatkan pupuk (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) c. Tingkat kemudahan Bapak dalam mendapatkan obat-obatan (pestisida, herbisida dan insektisida) (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) d. Benih/bibit dijual dalam ukuran atau takaran yang sesuai dengan kebutuhan Bapak (isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) e. Pupuk dijual dalam ukuran atau takaran yang sesuai dengan kebutuhan Bapak

(isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) f. Obat-obatan (pestisida, herbisida dan insektisida) dijual dalam ukuran atau takaran yang sesuai dengan kebutuhan Bapak (isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) g. Mutu benih/bibit yang dijual di kios saprodi dapat dipercaya (isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) h. Mutu pupuk yang dijual di kios saprodi dapat dipercaya (isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) i. Mutu obat-obatan (pestisida, herbisida dan insektisida) yang dijual di kios saprodi dapat dipercaya (isikan: 1=tidak pernah;2=jarang; 3=sering; 4=sangat sering) j. Jarak tempat penjualan benih/bibit dari lahan petani_______km

(isikan: 1=sangat jauh; 2=jauh; 3=dekat; 4=sangat dekat) k. Jarak tempat penjualan pupuk dari lahan Bapak _______km

(isikan: 1=sangat jauh; 2=jauh; 3=dekat; 4=sangat dekat) l. Jarak tempat penjualan obat-obatan (pestisida, herbisida dan insektisida) dari lahan petani_______km

(isikan: 1=sangat jauh; 2=jauh; 3=dekat; 4=sangat dekat)

31. Ketersediaan fasilitas keuangan dalam mengakses permodalan: a. Kemudahan Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani

ke perbankan (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) Jaminan yang harus diserahkan Bapak __________________________

Tingkat suku bunga per tahun________persen (isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah)

b. Kemudahan petani Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani ke Lembaga Perkreditan Desa (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) Jaminan yang harus diserahkan Bapak ____________________________

Tingkat suku bunga per tahun________persen (isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah)

Page 278: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

262

c. Kemudahan Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani ke koperasi (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah)

Jaminan yang harus diserahkan Bapak ____________________________ Tingkat suku bunga per tahun________persen

(isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah d. Kemudahan Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani ke kelompok tani (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah)

Jaminan yang harus diserahkan Bapak ____________________________ Tingkat suku bunga per tahun________persen

(isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah e. Kemudahan Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani ke rentenir (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) Jaminan yang harus diserahkan Bapak ____________________________ Tingkat suku bunga per tahun________persen

(isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah f. Kemudahan Bapak dalam meminjam uang untuk modal usahatani ke keluarga/kerabat (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat

mudah) Jaminan yang harus diserahkan Bapak ____________________________ Tingkat suku bunga per tahun________persen

(isikan: 1=sangat tinggi; 2=tinggi; 3=rendah; 4=sangat rendah

32. Ketersediaan sarana pemasaran berupa adanya alat transportasi, prasarana jalan dan pasar (tempat transaksi jual beli): a. Kualitas jalan ke pasar terdekat (isikan: 1= tanah; 2= berbatu;

3= makadam; 4=aspal) b. Alat transportasi yang ada ke pasar terdekat

(isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah) (1) Angkot (2) Ojeg (sepeda motor) (3) Sepeda kayuh (4) Lainnya,__________________________

c. Lokasi pasar terdekat dengan lahan Bapak, jarak:__________km (isikan: 1=dusun; 2=desa; 3=kecamatan; 4=kabupaten) d. Tempat Bapak melakukan transaksi jual beli (isikan: 1=lahan petani; 2=rumah petani; 3=tempat pedagang;

4=pasar)

IV. PENYULUHAN (X4) 33. Kemampuan penyuluh terkait dengan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan menurut persepsi Bapak/Saudara:

(isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Penyuluh mengetahui produksi tanaman b. Penyuluh mengetahui produksi ternak c. Penyuluh dapat menjelaskan suatu teknologi baru sebagai teknologi yang dinilai lebih baik d. Penyuluh mengetahui dengan baik potensi sumberdaya wilayah yang menjadi binaannya e. Penyuluh memahami kebutuhan petani yang menjadi binaannya

Page 279: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

263

f. Penyuluh mengetahui budaya masyarakat petani yang menjadi binaannya g. Penyuluh dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan petani secara tuntas dan memberi penjelasan dengan baik h. Penyuluh selalu berpihak kepada petani i. Penyuluh selalu beranggapan bahwa petani setara kedudukannya dengan penyuluh j. Penyuluh dapat berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami petani k. Penyuluh dapat membangun jaringan kerjasama antara petani dengan pihak lain sebagai mitra usaha l. Penyuluh dapat mengembangkan usahatani baru secara berkelanjutan m. Penyuluh selalu mendorong petani untuk mengembangkan kemampuannya

34. Menurut Bapak/Saudara, penyuluh berperan dalam: (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Mengidentifikasi permasalahan petani b. Mengidentifikasi kebutuhan petani c. Mendorong petani untuk berubah d. Membangun dan memelihara hubungan dengan lingkungan petani e. Mendorong petani untuk menerapkan usahatani baru f. Mendorong petani mengembangkan skala usaha yang lebih luas g. Mendengarkan permasalahan-permasalahan petani dalam mengelola usahatani dan mencari pemecahannya h. Mendatangi petani/kelompok tani untuk melakukan kegiatan penyuluhan

35. Materi penyuluhan yang dibutuhkan menurut Bapak/Saudara: a. Informasi tentang usahatani

(isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) b. Apakah informasi tentang usahatani, sesuai dengan kebutuhan Bapak? (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) c. Sesungguhnya materi penyuluhan yang dibutuhan Bapak saat ini: (isikan: 1=upaya menjaga kesuburan lahan; 2=varietas baru yang unggul;

3=teknik budidaya; 4=cara menjalin kemitraan dengan pengusaha; 5=lainnya,__________________________)

36. Teknik penyampaian penyuluhan yang mudah dimengerti menurut Bapak/ Saudara (isikan: 1=sangat sulit; 2=sulit; 3=mudah; 4=sangat mudah)

a. Ceramah b. Diskusi kelompok c. Dialog/tanya jawab d. Petak percontohan/demonstrasi plot e. Urutkan keempat teknik tersebut menurut Bapak, ___________________

37. Selama tahun 2008, penyuluh menggunakan: a. Brosur/Leaflet, _______ kali b. Poster, _______ kali c. OHP, ________ kali d. Video, _______ kali e. Film, ________ kali f. LCD-P, ______ kali

Page 280: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

264

V. PERSEPSI PETANI TERHADAP KARAKTERISTIK INOVASI (X5)

A. Teknologi Lokal 38. Penilaian Bapak/Saudara terhadap teknologi lokal (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Apakah teknologi lokal yang Bapak terapkan memberikan keuntungan? b. Apakah untuk menerapkan teknologi lokal diperlukan

biaya awal (produksi) yang rendah? c. Bapak merasa lebih nyaman dengan menerapkan teknologi lokal d. Bapak memiliki kebanggaan pada saat menerapkan teknologi lokal e. Dalam mengelola usahatani dengan teknologi lokal, Bapak dapat menghemat waktu f. Dalam mengelola usahatani dengan teknologi lokal, Bapak dapat menghemat curahan tenaga kerja g. Apakah Bapak lebih pasti memperoleh imbalan dari produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi lokal?

39. Kesesuaian teknologi (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Teknologi lokal sesuai dengan adat-istiadat ataupun kebiasaan masyarakat petani setempat b. Teknologi lokal telah sesuai dengan pengalaman Bapak selama ini c. Teknologi lokal telah sesuai dengan kebutuhan Bapak

40. Kerumitan teknologi lokal (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Komponen teknologi lokal sangat sederhana, sehingga mudah diterapkan

b. Bapak tidak mengalami hambatan secara teknis dalam penerapan teknologi lokal

c. Teknologi lokal memungkinkan diterapkan dengan keterbatasan sumberdaya(lahan, modal, tenaga kerja) yang Bapak miliki

41. Teknologi lokal dapat diujicoba (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Teknologi lokal mudah diujicoba di lahan Bapak pada skala terbatas (sempit) b. Pada saat melakukan ujicoba teknologi lokal Bapak merasakan cara bekerjanya sesuai dengan kondisi yang ada pada diri Bapak

42. Teknologi lokal dapat diamati (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Bapak dapat mengamati dengan baik hasil yang dicapai dalam penerapan teknologi lokal b. Keunggulan teknologi lokal mudah untuk diamati dibandingkan teknologi lain yang umumnya rumit c. Teknologi lokal mudah dikomunikasikan kepada petani lain

43. Apakah Bapak/Saudara puas dengan terhadap teknologi lokal? (isikan: 1=puas; 2=tidak puas)

44. Apakah Bapak/Saudara melestarikan (mengajarkan) teknologi lokal kepada keluarga/keturunan? (isikan: 1=ya; 2=tidak)

Page 281: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

265

B. Teknologi Usahatani Baru

45. Penilaian Bapak/Saudara terhadap usahatani baru dianggap lebih baik daripada teknologi sebelumnya (lokal) (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Usahatani baru yang dianjurkan lebih menguntungkan dibandingkan teknologi yang telah diterapkan sebelumnya b. Untuk penerapan usahatani baru perlu biaya awal (produksi) yang rendah c. Bapak/Saudara merasa lebih nyaman dengan menerapkan usahatani

baru dibandingkan ketika menerapkan teknologi sebelumnya (lokal) d. Bapak/Saudara merasa memiliki kebanggaan pada saat menerapkan usahatani baru e. Dalam mengelola usahatani baru, Bapak/Saudara dapat menghemat waktu f. Dalam mengelola usahatani baru, Bapak/Saudara dapat menghemat

curahan tenaga kerja g. Bapak lebih pasti memperoleh imbalan dari produk yang dihasilkan

dari usahatani baru

46. Kesesuaian teknologi usahatani baru (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Usahatani baru yang dianjurkan telah sesuai dengan adat-istiadat ataupun kebiasaan masyarakat petani setempat b. Komponen usahatani baru telah sesuai dengan teknologi yang telah

diperkenalkan sebelumnya, sehingga Bapak telah memiliki pengalaman dalam penerapannya c. Usahatani baru yang dianjurkan telah sesuai dengan kebutuhan Bapak

47. Kerumitan usahatani baru (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

a. Usahatani baru yang dianjurkan tidak rumit dan mudah diterapkan b. Bapak tidak mengalami hambatan secara teknis dalam menerapkan usahatani baru c. Dengan keterbatasan sumberdaya (lahan, modal, tenaga kerja) yang dimiliki, Bapak dapat menerapkan usahatani baru

48. Usahatani baru dapat dilakukan ujicoba (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Usahatani baru dapat diujicoba dengan baik di lahan yang sempit b. Pada saat melakukan ujicoba usahatani baru Bapak merasakan cara

bekerjanya sesuai dengan kondisi yang ada pada diri Bapak

49. Usahatani baru dapat diamati (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju) a. Bapak dapat mengamati dengan baik hasil yang dicapai dalam menerapkan usahatani baru? b. Keunggulan usahatani baru dapat diamati dengan baik dibandingkan teknologi sebelumnya (lokal) c. Usahatani baru dapat dikomunikasikan kepada petani lain

Page 282: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

266

50. Pengetahuan Bapak/Saudara terhadap usahatani baru (isikan 1=tidak tahu; 2=kurang tahu; 3=tahu; 4= sangat tahu)

a. Teknik budidaya tanaman:____________________________________ b. Ternak domba: _____________________________________________

__________________________________________________________ c. Pembuatan kompos dari limbah ternak dan tanaman ________________ __________________________________________________________ d. Upaya menjaga kesuburan lahan:_______________________________ e. Penanganan pascapanen ______________________________________

51. Apakah Bapak/Saudara puas dengan terhadap teknologi usahatani baru? (isikan: 1=puas; 2=tidak puas) 52. Apakah Bapak/Saudara melestarikan (mengajarkan) teknologi usahatani baru kepada keluarga/keturunan? (isikan: 1=ya; 2=tidak)

VI. PENGARUH MEDIA INFORMASI (X6) Bapak/Saudara memperoleh informasi dari media cetak (koran, majalah, buku, leaflet, brosur), media elektronik (radio, televisi, HP, internet) ataupun media interpersonal (penyuluh, ketua kelompok, sesama petani,tokoh masyarakat) yang terkait dengan: (isikan: 1= media cetak; 2= media elektronik; 3=media interpersonal) 53. Cara pengolahan lahan dengan mempertimbangkan upaya menjaga kesuburan lahan (konservasi) Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui ___________________________________ _______________________________________________________________ 54. Jenis (varietas) komoditas pertanian unggulan Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

55. Cara tanam komoditas pertanian yang dianjurkan Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

56. Pemupukan berimbang dengan memperhatikan kondisi lahan Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

57. Pengendalian hama penyakit dengan memperhatikan kelestarian lingkungan Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

58. Penanganan pascapanen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari produk yang dihasilkan Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________

Page 283: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

267

59. Harga jual produk yang dihasilkan petani di pasaran Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

60. Jenis-jenis dan jumlah komoditas pertanian yang dibutuhkan pembeli Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

61. Mutu produk yang diinginkan pembeli Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

62. Tujuan (tempat) pemasaran produk yang dihasilkan petani Sumber informasi: _______________________________________________ Informasi apa saja yang diketahui____________________________________ _______________________________________________________________

Pengaruh media interpersonal secara khusus apakah mempengaruhi sikap Bapak/Saudara terhadap beberapa hal di bawah ini: (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

63. Bapak/Saudara hadir dalam kegiatan penyuluhan tentang usahatani dan berpartisipasi aktif 64. Bapak/Saudara bertukar pikiran dengan petani lain tentang materi usahatani yang disampaikan penyuluh

65. Bapak/Saudara membandingkan antara usahatani baru dengan teknologi sebelumnya ataupun teknologi lokal

66. Bapak/Saudara mempraktekkan usahatani baru dan mempengaruhi petani lain untuk ikut menerapkannya

67. Bapak/Saudara selalu mencoba untuk menanam komoditas baru (isikan 1= tidak pernah; 2=jarang; 3= sering; 4= selalu)

68. Bapak/Saudara selalu memilih komoditas yang ditanam berdasarkan informasi pasar, meskipun beresiko gagal yang tinggi

(isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu)

69. Bapak/Saudara mempunyai ide-ide baru untuk mengatasi persoalan dalam kegiatan berusahatani selama ini (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu)

70. Bapak/Saudara selalu mencari sumber informasi untuk mendapatkan cara- cara baru yang lebih baik dalam berusahatani (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu)

71. Bapak/Saudara dalam melakukan kegiatan berusahatani selalu berpikiran produk yang dihasilkan harus bersifat terus menerus (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu) 72. Bapak/Saudara berupaya menjalin hubungan kemitraan dengan pihak pemodal yang sekaligus sebagai pembeli selama ini (isikan: 1=tidak pernah; 2=jarang; 3=sering; 4=selalu)

Page 284: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

268

Persepsi Bapak/Saudara terhadap manfaat usahatani baru yang dianjurkan (isikan 1=tidak setuju; 2=kurang setuju; 3=setuju; 4= sangat setuju)

73. Upaya menjaga kesuburan lahan dapat: a. Meningkatkan pendapatan b. Menghemat tenaga kerja c. Menghemat penggunaan sarana produksi: (1) Benih; (2) Pupuk; (3) Obat d. Menghemat biaya sarana produksi

e. Meningkatkan kesuburan lahan 74. Pembuatan bokasi, kompos dari limbah ternak dan tanaman, dapat:

a. Menyuburkan tanah b. Menghemat biaya pembelian pupuk kimia/anorganik c. Meningkatkan produktivitas hasil d. Memanfaatkan limbah

75. Pengaturan pola tanam dapat: a. Meningkatkan produktivitas hasil b. Mempertahankan kesuburan lahan c. Menekan pertumbuhan gulma dan hama penyakit

d. Adanya jaminan pemasaran komoditas 76. Usaha ternak (domba) dapat: a. Meningkatkan pendapatan

b. Sebagai tabungan keluarga c. Penganekaragaman usaha d. Sumber pupuk kandang

VII. TAHAP KEPUTUSAN (Y1) (lingkari jawaban yang dipilih dan jawaban dapat lebih dari satu)

77. Keputusan untuk menerapkan teknologi (lokal ataupun usahatani baru) dilakukan oleh:

a. Individu (opsional) b. Kelompok tani (kolektif) c. Pemerintah (otoritas) d. Lainnya____________________________ Sebutkan alasannya_______________________________________________

78. Pertimbangan Bapak/Saudara dalam menentukan komoditas yang diusahakan berdasarkan pada:

a. Benih/bibit mudah didapat b. Penggunaan sumberdaya lahan yang sesuai c. Penggunaan tenaga kerja yang ada/tersedia d. Besarnya biaya awal (modal usahatani) yang dibutuhkan e. Mengikuti petani lain yang sudah berhasil

79. Bapak/Saudara dalam menggunakan sarana produksi: a. Hanya menggunakan sarana produksi yang dapat dihasilkan sendiri,

seperti bibit/benih dan pupuk kandang b. Disesuaikan dengan ketersediaan modal yang dimilki c. Agar tanaman tumbuh subur d. Mengikuti rekomendasi yang disampaikan oleh penyuluh

Page 285: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

269

80. Bapak/Saudara yang telah mengadopsi usahatani baru, keputusan yang dilakukan saat ini:

a. Berlanjut mengadopsi, alasan: ___________________________________ ____________________________________________________________ b. Berhenti mengadopsi, alasan: ____________________________________

____________________________________________________________

81. Bapak/Saudara yang menerapkan teknologi lokal, keputusan yang dilakukan pada saat ini:

a. Mengadopsi usahatani baru, alasan:_______________________________ ____________________________________________________________ b. Tetap menolak usahatani baru, alasan: _____________________________ ____________________________________________________________

82. Teknologi yang diterapkan petani saat ini _____________________________ _______________________________________________________________ KINERJA USAHATANI (Y2) 83. Produktivitas di tingkat petani tahun 2008: a. Padi: ______________ ton/ha b. Palawija: ___________________________________________________ c. Sayuran: ____________________________________________________ d. Lainnya: ____________________________________________________

84. Curahan tenaga kerja (TK) pada teknologi lokal per musim a. TK pria: __________ HOK, upah per hari Rp _______________________ b. TK wanita: ________ HOK, upah per hari Rp _______________________

85. Curahan tenaga kerja (TK) pada usahatani baru per musim a. TK pria: __________ HOK, upah per hari Rp _______________________ b. TK wanita: ________ HOK, upah per hari Rp _______________________

86. Orientasi usaha Bapak/Saudara (lingkari jawaban yang dipilih): a. Semua produk yang dihasilkan dijual ke pasar b. Semua produk yang dihasilkan hanya untuk konsumsi sendiri c. Sebagian besar produk dijual, sebagian kecil untuk konsumsi sendiri d. Sebagian kecil produk dijual, sebagian besar untuk konsumsi sendiri

87. Jumlah masukan (sarana produksi) yang dibeli tunai tahun 2008: a. Benih/bibit tanaman: __________________________________________ b. Bibit ternak: _________________________________________________ c. Pupuk: ______________________________________________________ d. Obat-obatan: _________________________________________________

88. Apakah Bapak/Saudara mengetahui jenis dan mutu produk yang diinginkan pembeli?

(isikan: 1=ya; 2=tidak)

89. Jika ya, sebutkan ________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________

Page 286: PENYULUHAN PADA PETANI LAHAN MARJINAL: KASUS ADOPSI ... · penyelenggaraan penyuluhan perlu menjadi fokus kegiatan penyuluhan pertanian yang berorientasi pada kebutuhan petani. Kata

270

90. Apakah Bapak/Saudara mampu memenuhi jenis dan mutu produk yang Diinginkan pembeli? (isikan: 1=ya; 2=tidak)

91. Jika ya, sebutkan ________________________________________________ _______________________________________________________________ _______________________________________________________________

92. Hasil panen Bapak/Saudara: (lingkari jawaban yang dipilih dan jawaban dapat lebih dari satu)

a. Dijual asalan, tanpa ada penanganan b. Dikeringkan agar kadar air rendah c. Disortir berdasarkan ukuran kecil, sedang dan besar d. Ditempatkan dalam wadah untuk memudahkan pengangkutan

93. Bentuk produk yang dipasarkan Bapak/Saudara berupa: a. Bahan mentah: ________________________________________________ b. Bahan setengah jadi: ___________________________________________ c. Bentuk olahan: ________________________________________________

94. Pengeluaran rumah tangga Bapak/Saudara dalam tahun 2008

Uraian Seminggu

(Rp) Sebulan

(Rp) Total/tahun

(Rp)

Makanan/minuman: a. Beras

b. Mie dan makanan selingan (jajanan)

c. Kopi/gula/teh/susu

d. Lauk pauk/sayuran

e. Rokok/tembakau

Non makanan a. Bahan bakar (minyak tanah/gas)

b. Penerangan/listrik X

c. Pendidikan X

d. Kesehatan

e. Transportasi

f. Pakaian X X

g. Sosial/sumbangan X

h. Hajatan/selamatan keluarga X X

i. Iuran/acara keagamaan X

j. Pajak PBB lahan & bangunan X X

k. Sabun cuci/mandi,pasta gigi, sampo

l. Lainnya

Total