penyisipan kata berbahasa indonesia dalam drama pak …

16
87 PENYISIPAN KATA BERBAHASA INDONESIA DALAM DRAMA PAK BHABIN(Indonesian Word Inserting in the Drama Pak Bhabin) Oleh/by Herlina Setyowati, Zuly Qurniawati, Dwi Anjani W. Universitas Muhammadiyah Purworejo Jalan KHA Dahlan 3 Purworejo 54111 [email protected] *) Diterima: 9 Februari 2021; Disetujui: 1 April 2021 ABSTRAK Fenomena kedwibahasaan dapat ditemukan dalam drama ―Pak Bhabin‖ produksi Polisi Motret. Drama ―Pak Bhabin‖ tersebut merupakan drama berbahasa Jawa, tetapi terkadang terdapat sisipan kata berbahasa Indonesia. Hal ini merupakan gejala campur kode. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji wujud campur kode kata berbahasa Indonesia dalam drama ―Pak Bhabin‖. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Adapun metode analisis data menggunakan metode agih dengan teknik lesap dan teknik ganti. Peneliti menyimak tayangan drama Pak Bhabindi kanal YouTube Polisi Motret yang tayang pada tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan penyisipan kata berbahasa Indonesia dengan jenis 1) kata benda yang utuh, misalnya: jalan, pakaian, dan sangkar; serta penyisipan campuran, misalnya: uange, cita-citane, dan cobaane; 2) kata kerja yang utuh, misalnya: ulangi, mengkhianati, dan percaya; serta penyisipan campuran, misalnya: nglempar-lempar; 3) kata keadaan, antara lain: bawel, rajin, dan cengeng. Kata kunci: penyisipan, kedwibahasaan, campur kode ABSTRACT Bilingual phenomenon can be found in the drama "Pak Bhabin" produced by the Motret Police. Pak Bhabin is a drama spoken in Javanese, but sometimes inserted by Indonesian words. This is a symptom of code mixing. The purpose of this research is to examine the code mixing used in Pak Bhabin drama. The data collection technique used was the observation and note-taking technique. The data analysis method used was the agih method with delesion techniques and substitution techniques. The researcher watched the "Pak Bhabin" program on the Motret Police YouTube channel which aired in 2019. Based on the results of the study, there are insertion of Indonesian words with type 1) complete nouns, for example: jalan, pakaian, and sangkar; as well as the insertion of mixtures, for example: uange, cita-citane, and cobaane; 2) complete verbs, for example: ulangi, mengkhianati, and percaya; as well as the insertion of mixtures, for example: nglempar-lempar; 3) adjective, among others: bawel, rajin, and cengeng. Key words: inserting, bilingual, mixed code

Upload: others

Post on 14-Mar-2022

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

87

PENYISIPAN KATA BERBAHASA INDONESIA

DALAM DRAMA “PAK BHABIN”

(Indonesian Word Inserting in the Drama “Pak Bhabin”)

Oleh/by

Herlina Setyowati, Zuly Qurniawati, Dwi Anjani W.

Universitas Muhammadiyah Purworejo

Jalan KHA Dahlan 3 Purworejo 54111

[email protected]

*) Diterima: 9 Februari 2021; Disetujui: 1 April 2021

ABSTRAK

Fenomena kedwibahasaan dapat ditemukan dalam drama ―Pak Bhabin‖ produksi Polisi

Motret. Drama ―Pak Bhabin‖ tersebut merupakan drama berbahasa Jawa, tetapi terkadang

terdapat sisipan kata berbahasa Indonesia. Hal ini merupakan gejala campur kode. Tujuan

penelitian ini untuk mengkaji wujud campur kode kata berbahasa Indonesia dalam drama

―Pak Bhabin‖. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Adapun

metode analisis data menggunakan metode agih dengan teknik lesap dan teknik ganti.

Peneliti menyimak tayangan drama ―Pak Bhabin‖ di kanal YouTube Polisi Motret yang

tayang pada tahun 2019. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan penyisipan

kata berbahasa Indonesia dengan jenis 1) kata benda yang utuh, misalnya: jalan, pakaian,

dan sangkar; serta penyisipan campuran, misalnya: uange, cita-citane, dan cobaane; 2)

kata kerja yang utuh, misalnya: ulangi, mengkhianati, dan percaya; serta penyisipan

campuran, misalnya: nglempar-lempar; 3) kata keadaan, antara lain: bawel, rajin, dan

cengeng.

Kata kunci: penyisipan, kedwibahasaan, campur kode

ABSTRACT

Bilingual phenomenon can be found in the drama "Pak Bhabin" produced by the Motret

Police. Pak Bhabin is a drama spoken in Javanese, but sometimes inserted by Indonesian

words. This is a symptom of code mixing. The purpose of this research is to examine the

code mixing used in Pak Bhabin drama. The data collection technique used was the

observation and note-taking technique. The data analysis method used was the agih

method with delesion techniques and substitution techniques. The researcher watched the

"Pak Bhabin" program on the Motret Police YouTube channel which aired in 2019.

Based on the results of the study, there are insertion of Indonesian words with type 1)

complete nouns, for example: jalan, pakaian, and sangkar; as well as the insertion of

mixtures, for example: uange, cita-citane, and cobaane; 2) complete verbs, for example:

ulangi, mengkhianati, and percaya; as well as the insertion of mixtures, for example:

nglempar-lempar; 3) adjective, among others: bawel, rajin, and cengeng.

Key words: inserting, bilingual, mixed code

87

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi sangat

berdampak pada kemajuan kreativitas

masyarakat. Saat ini masyarakat

memperoleh kemudahan untuk

menyebarluaskan hasil karya mereka.

Salah satunya ialah drama ―Pak

Bhabin‖ produksi Polisi Motret. Akun

Polisi Motret sampai tanggal 5 April

2021 ini telah memperoleh 882 ribu

subscriber dan telah mengunggah 187

video ke kanal Youtube. Drama ―Pak

Bhabin‖ merupakan salah satu dari

sekian drama pendek berbahasa Jawa

yang disebarluaskan di kanal

Youtube. Para pemain menggunakan

bahasa Jawa dalam setiap tuturannya.

Namun, ada kalanya pemain dalam

drama Pak Bhabin ini menyisipkan

kata berbahasa Indonesia.

Masyarakat Jawa menggunakan

bahasa Jawa sebagai bahasa ibu

dalam komunikasi sehari-hari. Dalam

berkomunikasi tersebut masyarakat

Jawa tidak hanya menggunakan

bahasa Jawa, melainkan juga

mencampurkan bahasa kedua pada

kondisi tertentu. Hal tersebut

merupakan gejala campur kode.

Dalam campur kode, penutur

menyelipkan unsur-unsur bahasa lain

ketika sedang memakai bahasa

tertentu saat berkomunikasi.

Pencampuran kode terjadi ketika fasih

menggunakan kedua bahasa secara

bersama, berubah dari satu bahasa ke

bahasa yang lain dalam satu ucapan.

Penutur biasanya memilih kode

tertentu setiap kali berbicara. Penutur

juga dapat memutuskan untuk beralih

dari satu kode ke kode lainnya atau

untuk mencampur kode bahkan dalam

ucapan yang terkadang sangat

pendek. Dengan demikian, penutur

menciptakan kode baru dalam proses

yang dikenal sebagai alih kode

(Aitchison & Wardaugh, 1987: 101).

Para pemain dalam drama ―Pak

Bhabin‖ merupakan penutur yang

bilingual sehingga memungkinkan

terjadinya pencampuran bahasa dalam

tuturannya.

Bilingual cenderung mencampur

bahasa yang mereka gunakan dalam

percakapan atau bahkan dalam bentuk

ucapan; dari perspektif monolingual.

Hal itu menunjukkan

ketidakmampuannya untuk

memisahkan antara bahasa yang satu

dengan yang lainnya (Strazny, 2005:

137). Studi tentang mengapa dan

bagaimana orang-orang beralih kode

memberikan wawasan kepada banyak

orang aspek bahasa serta ucapan. Ini

berlaku juga tentang bagaimana

bahasa diatur di otak. Pada tingkat

fungsional, bilingual sering beralih

variasi untuk mengkomunikasikan

sesuatu. Hal ini juga terjadi pada

orang monolingual. Mereka juga

dapat melakukan ini, yaitu dengan

beralih antardialek, register, tingkat

formalitas, intonasi, dan lain-lain

(Penelope Gardner-Chloros, 2009: 4).

Bilingualisme muncul dari berbagai

kekuatan sosial dan peristiwa sejarah,

termasuk kolonisasi, invasi dan

aneksasi, migrasi dan deportasi

(Bullock et al., 2009: 13).

Campur kode sebenarnya adalah

pencampuran ragam bahasa yang

berbeda (Ramadhaniarti et al., 2018:

3). Gejala campur kode muncul dalam

dialog drama ―Pak Bhabin‖ yang

tayang di kanal Youtube produksi

Polisi Motret. Pak Bhabin diperankan

oleh Bripka Herman, seorang polisi

yang bertugas di Purworejo. Tokoh

pendukung lainnya yakni Weni (istri

Pak Bhabin), Dul Kemit, Selamet,

Pak Kulo, dan Sri. Para tokoh

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

88

berdialog menggunakan bahasa Jawa.

Akan tetapi, kadang muncul gejala

campur kode dengan adanya sisipan

kata berbahasa Indonesia atau unsur

bahasa Indonesia. Hal ini berkaitan

dengan kompetensi komunikatif

penutur. Kompetensi komunikatif

merupakan kemampuan seseorang

dalam berkomunikasi, baik secara

kebahasaan maupun cara bertutur

(Marmanto, 2014: 7). Berdasarkan

pemaparan di atas, peneliti tertarik

untuk mengkaji wujud penyisipan

kata berbahasa Indonesia dalam

dialog drama ―Pak Bhabin‖. Peneliti

akan mengkaji kutipan kalimat yang

mengalami gejala campur kode,

kemudian mengelompokkan

penyisipan kata berbahasa Indonesia

ke dalam kelas kata benda, kata kerja,

dan kata keadaan. Sejalan dengan hal

itu, penelitian ini bertujuan

mendeskripsikan kutipan kalimat

yang mengalami gejala campur kode,

kemudian melakukan perbaikan

kalimat dengan mengganti kosakata

bahasa Indonesia dalam kalimat yang

mengalami gejala campur kode ke

dalam kosakata bahasa Jawa.

Penelitian ini penting dilakukan

karena drama ―Pak Bhabin‖ digemari

oleh masyarakat. Masyarakat perlu

mengetahui bahwa tuturan dalam

drama ―Pak Bhabin‖ tidak murni

berbahasa Jawa, melainkan

mengalami gejala campur kode.

Chaer dan Agustina (2010: 114)

mengemukakan bahwa jika seorang

penutur dalam berbahasa Indonesia

banyak menyelipkan serpihan-

serpihan bahasa daerah berarti telah

melakukan campur kode. Senada

dengan pendapat di atas, Sumarsono

(2010: 202) mengemukakan bahwa

campur kode (code mixing) ini serupa

dengan yang disebut interferensi dari

bahasa yang satu ke bahasa yang lain.

Dalam campur kode penutur

menyelipkan unsur-unsur bahasa lain

ketika sedang memakai bahasa

tertentu saat berkomunikasi.

Ansar (2017: 7) menyatakan

bahwa sebagian besar masyarakat

mencampur bahasa mereka dengan

meminjam bahasa lain atau

menggunakan bahasa asing, bahkan

kadang-kadang masih terpengaruh

bahasa pertama (bahasa ibu). Suwito

(1985: 92) membagi campur kode

dalam beberapa jenis, meliputi:

penyisipan unsur-unsur yang

berwujud kata, penyisipan unsur-

unsur yang berwujud frasa,

penyisipan unsur-unsur berwujud

baster, penyisipan unsur- unsur yang

berwujud perulangan kata, penyisipan

unsur-unsur yang berwujud ungkapan

atau idiom dan penyisipan unsur-

unsur yang berwujud klausa.

Kajian dalam penelitian ini

difokuskan pada penyisipan berwujud

kata berbahasa Indonesia pada drama

―Pak Bhabin‖. Kata merupakan

morfem atau kombinasi morfem yang

oleh bahasawan dianggap sebagai

satuan terkecil yang dapat diujarkan

sebagai bentuk yang bebas

(Kridalaksana, 2008: 110). Menurut

bentuknya, kata dapat dibagi menjadi

4, yakni kata dasar, kata berimbuhan,

kata berulang, dan kata majemuk

(Pateda, 2011: 91). Adapun dalam

bahasa Jawa, kelas kata dapat dipilah

menjadi 10 macam, meliputi: 1)

tembung aran/benda/nomina; 2)

tembung kriya/kerja/verb; 3) tembung

katrangan/keterangan/adverbial; 4)

tembung kaanan/keadaan/adjektiva;

5) tembung

wilangan/bilangan/numeralia; 7)

tembung

panggandheng/sambung/konjungsi,

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

89

8) tembung ancer-

ancer/depan/preposisi; 9) tembung

panyilah/sandang; 10) tembung

panguwuh/penyeru (Mulyana, 2011:

41). Lebih lanjut penelitian ini fokus

pada penyisipan kata kerja, kata

benda, dan kata keadaan.

Pengkajian terhadap gejala

campur kode sudah banyak dilakukan

oleh peneliti lain. Dua contoh

penelitian yang relevan, yakni

penelitian dengan judul “Code

Mixing in Writing Opinion on Media

Indonesia Newspaper” oleh Firima

(2018: 100) dan penelitian dengan

judul “Campur Kode dan Alih Kode

dalam Percakapan di Lingkup

Perpustakaan Universitas Bengkulu”

oleh Laiman Akhii, dkk. (2018: 45).

Berdasarkan hasil penelitian, Firima

(2018: 110) menemukan bahwa

bentuk dominan dari campur kode

dalam koran Media Indonesia adalah

campur kode dalam bentuk frase.

Fungsi campur kode dalam penulisan

opini di koran Media Indonesia, yaitu

meyakinkan atau memastikan ide,

untuk menjelaskan dan

mendemonstrasikan kecerdasan

dalam menggunakan campur kode.

Selanjutnya, berdasarkan hasil

penelitian Laiman Akhii, dkk. (2018:

54) ditemukan wujud campur kode

dalam percakapan di lingkup

perpustakaan Universitas Bengkulu

meliputi (a) unsur yang berwujud

kata, (b) unsur yang berwujud frasa,

(c) unsur yang berwujud klausa, dan

(d) unsur yang berwujud baster.

Campur kode tersebut meliputi

penyisipan bahasa Inggris ke dalam

tuturan bahasa Bengkulu, bahasa

Inggris ke dalam tuturan bahasa

Indonesia, bahasa Arab ke dalam

tuturan bahasa Bengkulu, bahasa

Jawa ke dalam tuturan bahasa

Bengkulu, bahasa Korea ke dalam

tuturan bahasa Bengkulu, bahasa

Palembang ke dalam tuturan bahasa

Bengkulu, bahasa Indonesia ke dalam

tuturan bahasa Bengkulu, bahasa

Selatan ke dalam tuturan bahasa

Bengkulu, dan bahasa Rejang ke

dalam tuturan bahasa Bengkulu.

Jenis alih kode yang terjadi

dalam percakapan di lingkup

perpustakaan Universitas Bengkulu

meliputi alih kode intern dan alih

kode ekstern. Alih kode tersebut

meliputi: (a) alih kode dari bahasa

Selatan ke bahasa Bengkulu, (b) alih

kode dari bahasa Indonesia ke bahasa

Bengkulu, (c) alih kode dari bahasa

Bengkulu ke bahasa Kaur, (d) alih

kode dari bahasa Muko-muko ke

bahasa Bengkulu, (e) alih kode dari

bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, (f)

alih kode dari bahasa Indonesia ke

bahasa Batak, (g) alih kode dari

bahasa Bengkulu ke bahasa Arab, (h)

alih kode dari bahasa Bengkulu ke

bahasa Inggris, dan (i) alih kode dari

bahasa Kaur ke bahasa Inggris.

Faktor-faktor penyebab terjadinya

campur kode di lingkup perpustakaan

Universitas Bengkulu meliputi (a)

faktor kebahasaan, (b) faktor

kebiasaan, (c) faktor tidak ada

ungkapan yang tepat dalam bahasa

yang sedang dipakai, (d) faktor latar

belakang sikap penutur, dan (e) faktor

topik pembicaraan. Faktor yang

paling sering terjadi adalah faktor

kebahasaan. Faktor-faktor penyebab

terjadinya alih kode intern meliputi:

(a) menyesuaikan kode yang dipakai

lawan bicara, (b) kehadiran orang

ketiga, (c) penutur, (d) sekadar

bergengsi, (e) tujuan untuk

mengungkapkan sesuatu, (f) lawan

tutur, dan (g) menunjukkan bahasa

pertama.

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

90

Pengkajian gejala campur kode

pada drama ―Pak Bhabin‖ belum

pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

karena itu, penelitian ini tergolong

baru. Terlebih lagi fokus kajiannya

pada jenis kata benda, kata kerja, dan

kata keadaan. Hal ini membedakan

penelitian ini dengan penelitian

terdahulu.

Sumber data dalam penelitian ini

ialah drama ―Pak Bhabin‖ yang

tayang di kanal Youtube Polisi

Motret. Data dalam penelitian ini

adalah transkripsi dialog hasil

mengunduh drama ―Pak Bhabin‖.

Transkripsi dialog dianalisis kata-kata

dan baris-baris kalimatnya untuk

dicari wujud gejala campur kodenya.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik simak dan catat. Metode

analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode agih.

Metode agih adalah metode analisis

data yang alat penentunya adalah

bagian dari bahasa yang bersangkutan

itu sendiri (Sudaryanto, 2015: 18).

Peneliti mengolah data berupa gejala

campur kode penyisipan unsur-unsur

yang berwujud kata dalam bahasa

Indonesia. Metode agih yang

dilakukan sebagai teknik analisis data

tersebut terjabar dalam teknik lesap

dan teknik ganti. Sudaryanto (2015:

43) mengemukakan teknik lesap

adalah teknik yang dilakukan dengan

melesapkan unsur-unsur tertentu

satuan lingual yang bersangkutan.

Adapun teknik ganti adalah teknik

analisis yang berupa penggantian

unsur tertentu satuan lingual yang

bersangkutan dengan unsur tertentu

yang lain di luar satuan lingual yang

bersangkutan. Peneliti menyajikan

kutipan kalimat yang mengalami

gejala campur kode. Wujud kata

bahasa Indonesia dalam kalimat yang

mengalami gejala campur kode

tersebut kemudian peneliti ganti

dalam bahasa Jawa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data penelitian

ditemukan bahwa ada 31 kalimat

yang mengandung penyisipan kata

berbahasa Indonesia. Kalimat-kalimat

tersebut dapat dikelompokkan ke

dalam tiga jenis kata, yakni kata

benda, kata kerja, dan kata keadaan.

Berikut kalimat yang mengandung

penyisipan kata bahasa Indonesia

dalam drama ―Pak Bhabin‖.

Penyisipan Kata Benda

Kata benda (tembung aran) ialah kata

yang menerangkan nama barang-

barang secara konkrit dan abstrak

(Mulyana, 2011: 43). Wujud sisipan

dengan jenis kata benda dipaparkan di

bawah ini. (1) a. “Kok nggawa tikêr barang

sih?” (Aji Mumpung, detik 28)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin ditujukan kepada Bu Bhabin.

Pak Bhabin melihat Bu Bhabin

kerepotan membawa tikar. Kata tikêr

tidak ada dalam kamus bahasa

Indonesia atau bahasa Jawa. Akan

tetapi, tikêr merujuk pada tikar.

Dalam KBBI, tikar berarti ‗anyaman

daun pandan, mendong, dan

sebagainya untuk lapik duduk (tidur,

salat, dan sebagainya). Kata tikar

dalam bahasa Jawa, yaitu klasa yang

artinya ‗nam-naman saka méndhong,

pandhan, dianggo lèmèk lungguh

(turu)‟ (Tim Penyusun, 2001).

Kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut.

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

91

(1) b. Kok nggawa klasa barang

sih?” (Aji Mumpung, detik 28)

(2) a.“Engko nek nang tengah jalan

awake dhewe kesel, iki

digelar!” (Aji Mumpung,

detik 33)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin ditujukan kepada Pak Bhabin.

Bu Bhabin menjelaskan alasannya

membawa tikar. Kata jalan dalam

KBBI berarti ‗yang dilalui atau

dipakai untuk keluar masuk‘. Kata

jalan dalam bahasa Jawa, yaitu dalan

yang artinya ‗papan sing dipijèkaké

kanggo liwat utawa diambah, sing

diliwati, sing diambah, kang kanggo

metu‟ (Tim Penyusun, 2001). Kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (2) b. Engko nek nang tengah dalan

awake dhewe kesel, iki

digelar!” (Aji Mumpung, detik

33)

(3) a. “Kabeh uwong diduduhi, iki

cincinku anyar.” (Diperbudak

Harta, detik 39)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin. Pak Bhabin sedang

menasihati istrinya karena telah

memamerkan cincin barunya kepada

tetangga. Kata cincin dalam KBBI

berarti ‗perhiasan berupa lingkaran

kecil yang dipakai di jari, ada yang

berpermata, ada yang tidak‘. Kata

cincin‟ dalam bahasa Jawa, yaitu ali-

ali yang artinya ‗gelangan cilik

rerenggan driji‟ (Tim Penyusun,

2001). Kalimat tersebut dapat

diperbaiki sebagai berikut. (3) b. “Kabeh uwong diduduhi, iki

ali-aliku anyar.” (Diperbudak

Harta, detik 39)

(4) a. “Aku wis (nganggo) pakaian

dhines kok.” (Diperbudak

Harta, menit 01, detik 13)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin. Pak Bhabin sudah siap

berangkat dinas tetapi istrinya

menyuruh untuk memetik nangka.

Kata pakaian dalam KBBI berarti

‗barang yang dipakai (baju, celana,

dan sebagainya)‘. Kata pakaian

dalam bahasa Jawa, yaitu klambi yang

artinya ‗araning sandhangan sing

minangka tutuping awak‟ (Tim

Penyusun, 2001). Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (4) b. “Aku wis (nganggo) klambi

dhines kok.” (Diperbudak Harta,

menit 01:13)

(5) a. ―Gaya temen sih ora seneng

rebung.‖ (Duit Lanang, menit 03,

detik 59)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin menawari Pak

Bhabin makan siang dengan menu

rebung, tetapi Pak Bhabin menolak

karena ingin segera beristirahat. Kata

rebung dalam KBBI berarti ‗anak

(bakal batang) buluh yang masih kecil

dan masih muda, biasa dibuat sayur‘.

Kata rebung dalam bahasa Jawa,

yaitu bung yang artinya ‗thukulane

pring‟ (Tim Penyusun, 2001).

Kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (5) b. ―Gaya temen sih ora seneng

(jangan) bung‖ (Duit Lanang, menit

03, detik 59)

(6) a. “Uange kurang jatahku.”

(Duit Lanang, menit 05, detik 50)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin meminta

tambahan uang jatah bulanan karena

terlalu banyak pengeluaran. Kata

uange berasal dari kata uang (Bahasa

Indonesia) dan akhiran -e (Bahasa

Jawa). Kata uang dalam KBBI berarti

‗alat tukar atau standar pengukur nilai

yang sah, dikeluarkan oleh

pemerintah suatu negara berupa

kertas, emas, perak, atau logam lain

yang dicetak dengan bentuk dan

gambar tertentu‘. Kata uang dalam

bahasa Jawa, yaitu dhuwit yang

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

92

artinya ‗saranane urup-urupan kang

diwujudi ing cithakan tembaga, slaka,

dluwang, lan sapanunggalane‟ (Tim

Penyusun, 2001). Adapun kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (6) b. “Dhuwite kurang jatahku.”

(Duit Lanang, menit 05,

detik 50)

(7) a. “Dadi kuncine wong rumah

tangga kuwi….” (Duit

Lanang, menit 05, detik 56)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin. Pak Bhabin menasihati

istrinya tentang kunci kebahagiaan

berumah tangga yakni saling jujur,

saling terbuka, dan saling menerima

kekurangan masing-masing. Kata

rumah tangga dalam KBBI berarti

‗berkenaan dengan keluarga‘. Kata

rumah tangga dalam bahasa Jawa,

yaitu omah-omah yang artinya ‗rabi;

wis kulawarga‟ (Tim Penyusun,

2001).Oleh karena itu, kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (7) b. “Dadi kuncine wong omah-

omah kuwi,….” (Duit

Lanang, menit 05, detik 56)

(8) a. “Mbak e, aku arep nggolek

perhiasan, nang kene emas

paling abot pirang gram?”

(Duit Lanang, menit 11,

detik 40)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin kepada pelayan di toko emas

Ismoyo. Bu Bhabin hendak membeli

emas bersama Pak Bhabin. Kata

perhiasan dalam KBBI berarti

‗barang yang dipakai untuk berhias‘.

Kata perhiasan dalam bahasa Jawa,

yaitu pelikan yang artinya ‗barang

sing dijupuk saka sajerone lemah

(emas, inten)‟ (Tim Penyusun, 2001).

Dengan demikian kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut.

(8) b. “Mbak e, aku arep nggolek

pelikan, nang kene emas

paling abot pirang gram?”

(Duit Lanang, menit 11,

detik 40)

(9) a. “Alah, Pak e mesti ki, lho,

berantakan sembrono.

Mosok sangkar nang kene

rak tertib.” (Gara-gara

Denok, detik 20)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin melihat sangkar

burung tergeletak bukan pada

tempatnya. Bu Bhabin menuduh

suaminya yang meletakkan sangkar

bungkur tersebut sembarangan. Kata

sangkar dalam KBBI berarti

‗kurungan‘. Kata sangkar dalam

bahasa Jawa, yaitu kurungan yang

artinya ‗piranti kanggo ngurung‟

(Tim Penyusun, 2001). Kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (9) b. “Alah, Pak e mesti ki, lho,

morat-marit sembrono.

Mosok kurungan nang kene

rak tertib.” (Gara-gara

Denok, detik 20)

(10) a. “Nek gedhe cita-citane

pengin dadi apa, Selamet?”

(Anak Titipan, menit 15,

detik 02)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin kepada Selamet. Pak Bhabin

menghibur Selamet dengan

memainkan wayang dari ranting daun

singkong. Kata cita-citane berasal

dari kata cita-cita (Bahasa Indonesia)

dan akhiran -e (Bahasa Jawa). Kata

cita-cita dalam KBBI berarti

‗keinginan (kehendak) yang selalu

ada di dalam pikiran‘. Kata cita-

citane dalam bahasa Jawa, yaitu

gegayuhane yang artinya ‗apa-apa

sing dijangka, idham-idhaman,

pepénginan, panjangka‘ (Tim

Penyusun, 2001). Dengan demikian

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

93

kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (10) b. “Nek gedhe gegayuhane

pengin dadi apa, Selamet?”

(Anak Titipan, menit 15,

detik 02)

(11) a. “Perbuatan ki nek sing akeh

mudhorote daripada

manfaate….” (Buat Apa

Datang Jakarta, menit 03,

detik 19)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin. Pak Bhabin menasihati Dul

Kemit agar tidak terlibat dalam

kegiatan yang tidak bermanfaat. Kata

perbuatan dalam KBBI berarti

‗sesuatu yang diperbuat (dilakukan),

tindakan‘. Kata perbuatan dalam

bahasa Jawa, yaitu tindak tanduk

yang artinya ‗patrap; solah tingkah‘

(Tim Penyusun, 2001). Selanjutnya,

kata „daripada‟ merupakan kata

depan untuk menandai perbandingan

(KBBI). Kata daripada dalam bahasa

Jawa, yaitu tinimbang yang artinya

‗dipandhing karo‟ (Tim Penyusun,

2001). Dengan demikian kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (11) b. “Tindak tanduk ki nek sing

akeh mudhorote tinimbang

manfaate….” (Buat Apa

Datang Jakarta, menit 03,

detik 19)

(12) a. “Huuuu, Pak eeee…, tapi

iku anting pemberianmu,

Pak eee…, saiki wis ilang.”

(Golek Sangu, menit 02,

detik 09)

Bu Bhabin merasa sedih karena

kehilangan anting kesayangannya.

Diketahui bahwa anting yang hilang

ini merupakan anting pemberian Pak

Bhabin. Kata pemberian dalam KKBI

berarti ‗sesuatu yang didapat dari

orang lain‘. Kata pemberian dalam

bahasa Jawa, yaitu pawèh yang

artinya ‗wènèhan‘ (Tim Penyusun,

2001). Kalimat tersebut dapat

diperbaiki sebagai berikut. (12) b. “Huuuu, Pak eeee…, tapi

iku anting pawèhmu, Pak

eee…, saiki wis ilang.”

(Golek Sangu, menit 02,

detik 09)

(13) a. “Urip kuwi pancen akeh

cobaane, Bune….” (Golek

Sangu, menit 03, detik 59)

Pak Bhabin sedang menasihati

istrinya agar sabar dan bersyukur

karena hidup penuh dengan cobaan.

Pak Bhabin meminta istrinya untuk

selalu bersabar dan bersyukur. Kata

cobaan dalam KBBI berarti ‗sesuatu

yang dipakai untuk menguji‘

(ketabahan, iman, dan sebagainya).

Kata cobaan berasal dari kata cobaan

(Bahasa Indonesia) dan akhiran -e

(Bahasa Jawa). Kata cobaan dalam

bahasa Jawa, yaitu pacoban yang

artinya ‗panjajal, pandadaran,

alangan, kasusahan‟ (Tim Penyusun,

2001). Kalimat tersebut dapat

diperbaiki sebagai berikut. (13) b. “Urip kuwi pancen akeh

pacobane, Bune….” (Golek

Sangu, menit 03, detik 59)

(14) a. “Iki, lho, kebiasaan!”

(Dokter Syantikku, menit

06, detik 22)

Kata ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Saat itu Pak Bhabin

memarkir motornya dengan

merobohkan begitu saja. Kata

kebiasaan dalam KBBI berarti

‗sesuatu yang biasa dikerjakan‘. Kata

kebiasaan dalam bahasa Jawa,yaitu

kulina yang berarti „wis wanuh

banget‟ (Tim Penyusun, 2001).

Berikut diperbaiki kalimat tersebut. (14) b. “Iki lho kulina!” (Dokter

Syantikku, menit 06, detik

22)

Sisipan kata berbahasa Indonesia

dengan jenis kata benda meliputi kata

tiker/tikar (Jawa: klasa), jalan (Jawa:

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

94

dalan), cincinku (Jawa: ali-aliku),

pakaian (Jawa: klambi), rebung

(Jawa: bung), uange (Jawa: dhuwite),

rumah tangga (Jawa: omah-omah),

perhiasan (Jawa: pelikan), sangkar

(Jawa: kurungan), cita-citane (Jawa:

gegayuhane), perbuatan (Jawa:

tindak tanduk), pemberian (Jawa:

pawèh), cobaane (Jawa: pacobane),

dan kebiasaan (Jawa: kulina). Ciri

sintaksis kata benda yaitu: 1) dapat

didahului penanda kata negasi ‗dudu‘

(bukan), misalnya: dudu klasa; 2)

dapat didahului preposisi, misalnya:

ing kurungan; dan 3) dapat

menduduki fungsi subjek, predikat,

atau objek (Mulyana, 2011: 43).

Penyisipan kata berbahasa Indonesia

dengan jenis kata benda yang utuh,

meliputi: tiker, jalan, cincinku,

pakaian, rebung, rumah tangga,

perhiasan, sangkar, perbuatan,

pemberianmu, dan kebiasaan; serta

penyisipan campuran, meliputi:

uange, cita-citane, dan cobaane.

Penyisipan Kata Kerja

Kata kerja (tembung kriya) ialah kata

yang menerangkan suatu pekerjaan

atau aktivitas (Mulyana, 2011: 45).

Wujud sisipan dengan jenis kata kerja

dipaparkan di bawah ini. (15) a. “Awan kuwi terbuat saka

banyu laut sing menguap,

bune!” (Aji Mumpung,

menit 06, detik 22)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin ditujukan kepada Bu Bhabin.

Pak Bhabin menjawab pertanyaan Bu

Bhabin tentang terjadinya awan di

langit. Kata terbuat dalam KBBI

berarti ‗dibuat dari‘. Kata terbuat

dalam bahasa Jawa, yaitu digawe

saka. Namun, kata digawe saka

kurang tepat bila digunakan ketika

membahas tentang asal-usul awan.

Kata yang lebih tepat digunakan,

yaitu asal dalam bahasa Jawa artinya

‗mula buka‟ (Tim Penyusun, 2001).

Selanjutnya, kata menguap dalam

KBBI berarti ‗menjadi uap‘. Kata

menguap dalam bahasa Jawa, yaitu

nguwab. Uwab artinya kukus ing

banyu kapanasan (Tim Penyusun,

2001). Kalimat tersebut dapat

diperbaiki sebagai berikut. (15) b. Awan kuwi asale saka banyu

laut sing nguwab, bune!”

(Aji Mumpung, menit 06,

detik 22)

(16) a. “Kowe ki pancen angel

dikandhani dadi cah cilik,

nakal! Ah…, ah…,

nglempar-lempar batu

barang!” (Anak Titipan,

menit 12, detik 50)

Kalimat di atas diujarkan oleh

Bu Bhabin. Bu Bhabin memarahi

Selamet karena Selamet melempar-

lemparkan batu. Bu Bhabin merasa

kewalahan menjaga Selamet. Kata

nglempar berasal dari kata lempar

(Bahasa Indonesia) dan mendapat

prefiks ng- (Bahasa Jawa). Kata

lempar dalam KBBI berarti ‗dorong

sesuatu dengan tenaga ke depan

melalui udara menggunakan gerakan

tangan dan lengan‘. Kata melempar

dalam bahasa Jawa yaitu nguncali

yang artinya „nibani sarana

nyawatake watu‟. Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (16) b. “Kowe ki pancen angel

dikandhani dadi cah cilik,

nakal! Ah…ah… nguncali

watu barang!” (Anak

Titipan, menit 12, detik

50)

(17) a. “Nek simbah dhahar,

Selamet maem utawa

madhang. Ulangi!” (Anak

Titipan, menit 16, detik

20)

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

95

Pak Bhabin sedang menasihati

Selamet agar mejadi anak yang baik

dan sopan pada orang tua. Pak Bhabin

memberi contoh kata yang sopan

untuk diri sendiri dan untuk orang

lain. Kata ulang dalam KBBI berarti

‗lakukan lagi‘. Kata ulangi dalam

bahasa Jawa. yaitu baleni yang

artinya „nindakake maneh‟ (Tim

Penyusun, 2001). Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (17) b. “Nek simbah dhahar,

Selamet maem utawa

madhang. Baleni!” (Anak

Titipan, menit 16, detik

20)

(18) a. “Godhong garing kae nek

dilumpukke gampang,

diiket angel!” (Buat Apa

Datang Jakarta, menit 03,

detik 42)

Kalimat ini diujarkan oleh Pak

Bhabin. Pak Bhabin mengibaratkan

pendemo yang datang ke Jakarta pada

tanggal 21 Maret 2019 seperti daun

kering yang mudah dikumpulkan,

tetapi sulit diikat. Kata diiket merujuk

pada kata diikat. Dalam KBBI, ikat

berarti ‗tali (benang, kain, dan

sebagianya) untuk mengebat

(menyatukan, memberkas,

menggabungkan)‘. Kata ikat dalam

bahasa Jawa, yaitu tali yang artinya

‗tampar lan sapanunggalane sing

dianggo ningseti‟ (Tim Penyusun,

2001). Kalimat tersebut dapat

diperbaiki sebagai berikut. (18) b. “Godhong garing kae nek

dilumpukke gampang,

ditaleni angel!” (Buat Apa

Datang Jakarta, menit 03,

detik 42)

(19) a. “Guru olahraga naksir Bu

Eka….” (Cinta vs Dukun,

detik 45)

Kalimat ini diujarkan oleh Sri

kepada rekan-rekan satu kelasnya. Sri

bergosip bahwa seorang guru

olahraga sedang menaksir Bu Eka.

Kata menaksir dalam KBBI berarti

‗ada keinginan hendak (perasaan

tertarik hati)‘. Kata taksir dalam

bahasa Jawa, yaitu sir yang artinya

‗karep, niyat, pangarah, melik‟ (Tim

Penyusun, 2001). Dengan demikian

kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (19) b. “Guru olahraga ngesir Bu

Eka….” (Cinta vs Dukun,

detik 45)

(20) a. “Ora papa sedhela, dilepas

sepatune.” (Diperbudak

Harta, menit 01, detik 42)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin menyuruh Pak

Bhabin supaya memetik nangka. Kata

dilepas dalam KBBI berarti ‗dicopot,

tidak pada tempatnya‘. Kata dilepas

dalam bahasa Jawa, yaitu diuculi

yang artinya ‗diudhari sarta diuwali

(tumrap tali, bebandan, buntelan)‟

(Tim Penyusun, 2001). Kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (20) b. “Ora papa sedhela, diuculi

sepatune.” (Diperbudak

Harta, menit 01, detik 42)

(21) a. “Apa iya Pak e arep

menghianati aku?”

(Diperbudak Harta, menit

11, detik 05)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin hendak ke dapur

membuatkan kopi untuk Dul Kemit.

Kata menghianati dalam KBBI berarti

‗berbuat khianat kepada, tidak setia

kepada, menyalahi janji‘. Kata

menghianati dalam bahasa Jawa,

yaitu nyidrani yang artinya

‗mblénjani (tumrap janji); ngapusi‘

(Tim Penyusun, 2001). Kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (21) b. “Apa iya Pak e arep

nyidrani aku?”

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

96

(Diperbudak Harta, menit

11, detik 05)

(22) a. “Aja bunuh diri Bu

Bhabin.” (Diperbudak

Harta, menit 12)

Kalimat ini diujarkan oleh Dul

Kemit. Dul Kemit melihat Bu Bhabin

berdiri di atas bibir sumur kemudian

mengira hendak bunuh diri. Kata

bunuh dalam KBBI berarti ‗habisi

nyawa secara sengaja‘. Kata bunuh

diri dalam bahasa Jawa yaitu nglalu

yang artinya ‗njarag mati, maténi

awaké dhéwé‘ (Tim Penyusun, 2001).

Kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (22) b. “Aja nglalu Bu Bhabin.”

(Diperbudak Harta, menit

12)

(23) a. “Mosok ra percaya karo

aku, gosip tepercaya iki,

Sri.” (Cinta vs Dukun, detik

50)

Kalimat ini diujarkan oleh Sri

ketika masuk ke kelas. Sri

menyebarkan gosip kepada teman-

temannya. Kata percaya dalam KBBI

berarti ‗menganggap atau yakin

bahwa seseorang itu jujur‘. Kata

percaya dalam bahasa Jawa, yaitu

ngandel yang artinya ‗mitaya,

ngakoni yen pancèn nyata‘ (Tim

Penyusun, 2001). Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (23) b. “Mosok ra ngandel karo

aku, gosip (bisa) diandel iki,

Sri.” (Cinta vs Dukun, detik

50)

(24) a. “Pak eeee…. Adhuh, tobat,

tobat tenan! Kae lho putune

Mbah Kulo, aku ora

sanggup.‖ (Anak Titipan,

menit 12, detik 50)

Bu Bhabin mengujarkan kalimat

ini di depan Pak Bhabin. Bu Bhabin

mengeluh karena perilaku Selamet

yang tidak bisa diam. Kata sanggup

dalam KBBI berati ‗bersedia, mau‘

Kata sanggup dalam bahasa Jawa,

yaitu saguh yang artinya ‗sanggem

arep nindakake‘. Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (24) b. “Pak eeee…. Adhuh, tobat,

tobat tenan! Kae lho putune

Mbah Kulo, aku ora saguh.‖

(Anak Titipan, menit 12,

detik 50)

Sisipan kata berbahasa Indonesia

dengan jenis kata kerja meliputi kata

terbuat (Jawa: asale), menguap

(Jawa: nguwab), nglempar-lempar

(Jawa: nguncali), ulangi (Jawa:

baleni), diiket (Jawa: ditaleni), naksir

(Jawa: ngesir), dilepas (Jawa:

diuculi), menghianati (Jawa:

nyidrani), bunuh diri (Jawa: nglalu),

percaya (Jawa: ngandel), dan

sanggup (Jawa: saguh). Ciri sintaksis

kata kerja yaitu: 1) dapat didahului

oleh penanda negatif ‗tidak‘ (ora),

misalnya: ora ngandel; 2) tidak dapat

didahului oleh kata ‗agak‘ (rada); dan

tidak dapat diikuti oleh kata „paling‟,

„luwih‟, dan „banget‟ (Mulyana,

2011: 46). Penyisipan kata berbahasa

Indonesia dengan jenis kata kerja

yang utuh, meliputi: terbuat,

menguap, ulangi, diiket, dilepas,

menghianati, bunuh diri, percaya,

dan sanggup; serta penyisipan

campuran, meliputi: nglempar-

lempar.

Penyisipan Kata Keadaan

Kata keadaan ialah kata yang

menerangkan suatu benda, barang,

atau yang dibendakan. Kata keadaan

biasanya terletak di belakang kata

yang diterangkan (Mulyana, 2011:

49). Wujud sisipan dengan jenis kata

keadaan dipaparkan di bawah ini. (25) a. “Ah, bawèl, ah, sabar, ora

ngerti wong wedok repot!”

(Aji Mumpung, detik 20)

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

97

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin ditujukan kepada Pak Bhabin.

Bu Bhabin sedang merasa repot

karena membawa tikar, karton, dan

rantang. Kata bawèl dalam KBBI

berarti ‗suka mencela, cerewet‘. Kata

bawèl dalam bahasa Jawa, yaitu

criwis yang artinya „tansah guneman,

tansah omong, crigis‟ (Tim

Penyusun, 2001). Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (25) b. “Ah, criwis, ah, sabar, ora

ngerti wong wedok repot!”

(Aji Mumpung, detik 20)

(26) a. “Kowe kudu rajin sinau!”

(Anak Titipan, menit 15,

detik 12)

Pak Bhabin mengujarkan kalimat

ini saat menasihati Selamet dengan

memainkan wayang dari ranting daun

singkong. Kata rajin dalam KBBI

berarti ‗suka bekerja (belajar dan

sebagainya), getol, sungguh-sungguh

bekerja, selalu berusaha giat‘. Kata

rajin‟ dalam bahasa Jawa, yaitu

sregep yang artinya ‗taberi; kanthi

mempeng sarta tlatèn; seneng

tumandang gawé‘ (Tim Penyusun,

2001). Dengan demikian kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (26) b. “Kowe kudu sregep sinau!”

(Anak Titipan, menit 15,

detik 12)

(27) a. “Mosok ra percaya karo

aku, gosip tepercaya iki,

Sri.” (Cinta vs Dukun, detik

50)

Kutipan data ini pernah

digunakan dalam kelompok kata

kerja, data 9. Adapun yang

membedakan, kata percaya masuk

dalam kelompok kata kerja,

sedangkan kata tepercaya masuk

dalam kelompok kata keadaan.

Perbaikan:

(27) b. “Mosok ra ngandel karo

aku, gosip (bisa) diandel iki,

Sri.” (Cinta vs Dukun, detik

50)

(28) a. “Alah, nangis-nangis

barang, cengeng kowe!”

(Dokter Syantikku, menit 5,

detik 54)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin dan Pak Bhabin

sedang mengunjungi Dul Kemit di

Puskesmas. Dul Kemit mengeluh

sakit saat seorang dokter

menyuntiknya dan Bu Bhabin

mengejek Dul Kemit. Kata cengeng

dalam KBBI berarti ‗mudah

menangis; suka menangis‘. Kata

cengeng dalam bahasa Jawa, yaitu

cingèng yang artinya ‗gampang

nangise‟ (Tim Penyusun, 2001).

Kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (28) b. “Alah, nangis-nangis

barang, cingèng kowe!”

(Dokter Syantikku, menit 5,

detik 54)

(29) a. “Kan alate ora lengkap,

opname ki nang Rumah

Sakit.” (Dokter Syantikku,

detik 7)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Pak Bhabin mengajak Bu

Bhabin untuk menjenguk Dul Kemit

di Puskesmas. Bu Bhabin

berpendapat bahwa alat-alat

kesehatan yang ada di Puskesmas

tidak lengkap. Kata lengkap dalam

KBBI artinya ‗sedia segala-galanya‘.

Kata lengkap dalam Bahasa Jawa,

yaitu komplit yang artinya ‗ganêp,

pêpak‘ (Tim Penyusun, 2001).

Kalimat tersebut dapat diperbaiki

sebagai berikut. (29) b. “Kan alate ora komplit,

opname ki nang Rumah

Sakit” (Dokter Syantikku,

detik 7)

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

98

(30) a. “Loh, rem-e wis patah,

tebenge pecah, adhuh melas

temen iki motor.” (Duit

Lanang, menit 4, detik 50)

Kalimat ini diujarkan oleh Bu

Bhabin. Bu Bhabin sedang

membersihkan Denok, motor

kesayangan Pak Bhabin. Kata patah

dalam KBBI berarti ‗putus tentang

barang yang keras atau kaku‘. Kata

patah dalam bahasa Jawa, yaitu

pedhot yang artinya ‗putung (tumrap

tali)‘ (Tim Penyusun, 2001). Kalimat

tersebut dapat diperbaiki sebagai

berikut. (30) b. “Loh, rem-e wis pedhot,

tebenge pecah, adhuh melas

temen iki motor.” (Duit

Lanang, menit 4, detik 50)

(31) a. “Alah, Pak e mesti ki, lho,

berantakan sembrono.

Mosok sangkar nang kene

rak tertib.” (Gara-gara

Denok, detik 20)

Kutipan data ini pernah

digunakan dalam kelompok kata

benda data 9. Kata berantakan dalam

KBBI berarti ‗cerai-berai (berserak-

serak); tidak keruan letaknya‘. Kata

berantakan dalam bahasa Jawa yaitu

morat marit yang artinya ‗padha

pating slebar ora karuwan‟ (Tim

Penyusun, 2001). Kalimat tersebut

dapat diperbaiki sebagai berikut. (31) b. “Alah, Pak e mesti ki, lho,

morat-marit sembrono.

Mosok kurungan nang kene

rak tertib.” (Gara-gara

Denok, detik 20)

Sisipan kata keadaan berbahasa

Indonesia meliputi kata bawèl (Jawa:

criwis), rajin (Jawa: sregep),

terpercaya (Jawa: diandel), cengeng

(Jawa: cingeng), lengkap (Jawa:

komplit), patah (Jawa: pedhot), dan

berantakan (Jawa: morat-marit). Ciri

sintaksis jenis kata keadaan yaitu: 1)

dapat bervalensi dengan penanda

negasi ‗ora‘, misalnya: ora sregep; 2)

dapat bervalensi dengan kata ‗rada‘

dan ‗luwih‘, misalnya: rada criwis; 3)

dapat bervalensi dengan ‗banget‘ dan

‗dhewe‘, misalnya: komplit banget; 4)

dapat bervalensi dengan kata ‗sing‘ di

depannya, misalnya: sing morat-marit

(Mulyana, 2011: 50). Penyisipan kata

berbahasa Indonesia dengan jenis kata

keadaan, meliputi: bawel, rajin,

tepercaya, cengeng, lengkap, patah,

dan berantakan.

SIMPULAN

Berdasarkan penyajian dan

pembahasan data di atas, telah terjadi

gejala campur kode kata berbahasa

Indonesia pada tayangan drama ―Pak

Bhabin‖. Jenis kata yang ditemukan

meliputi kata benda, kata kerja, dan

kata keadaan. Penyisipan kata

berbahasa Indonesia dengan jenis kata

benda yang utuh, meliputi: tiker,

jalan, cincinku, pakaian, rebung,

rumah tangga, perhiasan, sangkar,

perbuatan, pemberianmu, dan

kebiasaan; serta penyisipan

campuran, meliputi: uange, cita-

citane, dan cobaane. Penyisipan kata

berbahasa Indonesia dengan jenis kata

kerja yang utuh, meliputi: terbuat,

menguap, ulangi, diiket, dilepas,

menghianati, bunuh diri, percaya,

dan sanggup; serta penyisipan

campuran, meliputi: nglempar-

lempar. Penyisipan kata berbahasa

Indonesia dengan jenis kata keadaan,

meliputi: bawel, rajin, tepercaya,

cengeng, lengkap, patah, dan

berantakan.

DAFTAR PUSTAKA

Aitchison, J., & Wardaugh, R. (1987).

An Introduction to

Jalabahasa Vol. 17, No. 1, Mei 2021, hlm. 87—100

99

Sociolinguistics. The British

Journal of Sociology, 38(3),

436.

https://doi.org/10.2307/59070

2

Ansar, F. A. (2017). Code Switching

and Code Mixing in

Teaching-Learning Process.

Tadris Bahasa Inggris, 10(1),

29–45.

https://doi.org/10.21831/lt.v5i

1.14438

Bullock, B. E., and, & Toribio, A. J.

(2009). Linguistic Code-

Switching (B. E. Bullock,

and, & A. J. Toribio (eds.)).

Cambridge University Press.

http://dx.doi.org/10.1016/j.cir

p.2016.06.001%0Ahttp://dx.d

oi.org/10.1016/j.powtec.2016.

12.055%0Ahttps://doi.org/10.

1016/j.ijfatigue.2019.02.006

%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.

matlet.2019.04.024%0Ahttps:

//doi.org/10.1016/j.matlet.201

9.127252%0Ahttp://dx.doi.o

Chaer, A. ; L. Agustina. (2010).

Sosiolinguistik. Rineka Cipta.

Firima, L. (2018). Code Mixing in

Writing Opinion on Media

Indonesia Newspaper. Jurnal

Pendidikan Bahasa Dan

Sastra, 17, 100–110.

Kridalaksana, H. (2008). Kamus

Linguistik (4th ed.). Gramedia

Pustaka Utama.

Laiman Akhii, Ngudining Rahayu,

dan C. W. (2018). Campur

Kode dan Alih Kode dalam

Percakapan di Lingkup

Perpustakaan Universitas

Bengkulu. Jurnal Ilmiah

Korpus, II.

https://ejournal.unib.ac.id/ind

ex.php/korpus/article/downlo

ad/5556/2729

Marmanto, S. (2014). Potret Bahasa

Jawa Krama di Era

Globalisasi. UPT. Penerbitan

dan Percetakan UNS.

Mulyana. (2011). Morfologi Bahasa

Jawa. Kanwa Publisher.

Pateda, M. (2011). Linguistik Sebuah

Pengantar. Angkasa.

Penelope Gardner-Chloros. (2009).

Code-switching. Cambridge

University Press.

Ramadhaniarti, T., Arsyad, S., &

Arono, A. (2018). Code –

Mixing in English Classes of

Smpn 14 Kota Bengkulu:

Views From the Teachers.

JOALL (Journal of Applied

Linguistics & Literature),

2(1), 22–33.

https://doi.org/10.33369/joall.

v2i1.5866

Strazny, P. (2005). Encyclopedia of

Linguistics. In Linguistics

(Vol. 1, p. 1274). Fitzroy

Dearborn.

http://dx.doi.org/10.1016/j.cir

p.2016.06.001%0Ahttp://dx.d

oi.org/10.1016/j.powtec.2016.

12.055%0Ahttps://doi.org/10.

1016/j.ijfatigue.2019.02.006

%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.

matlet.2019.04.024%0Ahttps:

//doi.org/10.1016/j.matlet.201

9.127252%0Ahttp://dx.doi.o

Sudaryanto. (2015). Metode dan

Aneka Teknik Analisis

Bahasa. Sanata Dharma

Penyisipan Kata Berbahasa Indonesia … (Herlina Setyowati, dkk.)

100

University Press.

Sumarsono. (2010). Sosiolinguistik (J.

Irianto (ed.)). SABDA

bekerja sama dengan Pustaka

Pelajar.

Suwito. (1985). Sosiolinguistik:

Pengantar Awal. Henary

Offset Solo.

Tim Penyusun. (2001). Kamus

Bahasa Jawa (Bausastra

Jawa). Kanisius.