penyimpangan agama ditinjau dari perspektif ham

13
BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kemajemukannya. Salah satu bentuk kemajemukannya adalah terdiri dari berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang berketuhanan. Hal ini tertuang di dalam sila 1 Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berarti Negara Indonesia menyatakan keyakinan pada satu Tuhan. Sebagai Negara yang berkeTuhanan, Negara Indonesia menjamin kebebasan beragama. UUD 1945 dalam Bab XI Pasal 29 menyatakan bahwa ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia dalam hal ini menjamin sepenuhnya kebebasan beragama pada setiap warga negaranya. Dua pasal lain yaitu Pasal 28E dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 tegas menyatakan bahwa Negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan. Bahkan, Pasal 28I UUD 1945 menegaskan bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Karena memilih agama merupakan hak pribadi setiap orang (Personal Rights) yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. 1

Upload: sigit-budhiarto

Post on 29-Nov-2015

62 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Hukum dan HAM

TRANSCRIPT

Page 1: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kemajemukannya.

Salah satu bentuk kemajemukannya adalah terdiri dari berbagai macam agama

dan aliran kepercayaan. Ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia merupakan

Negara yang berketuhanan. Hal ini tertuang di dalam sila 1 Pancasila yang

berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berarti Negara Indonesia

menyatakan keyakinan pada satu Tuhan.

Sebagai Negara yang berkeTuhanan, Negara Indonesia menjamin

kebebasan beragama. UUD 1945 dalam Bab XI Pasal 29 menyatakan bahwa

”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia

dalam hal ini menjamin sepenuhnya kebebasan beragama pada setiap warga

negaranya. Dua pasal lain yaitu Pasal 28E dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 tegas

menyatakan bahwa Negara menjamin kebebasan beragama dan berkepercayaan.

Bahkan, Pasal 28I UUD 1945 menegaskan bahwa kebebasan beragama tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Karena memilih agama merupakan hak

pribadi setiap orang (Personal Rights) yang tidak dapat diganggu gugat oleh

siapapun.

Di Indonesia sendiri terdapat 6 agama yang diakui keberadaannya antara

lain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu. Dan masih banyak

lagi aliran kepercayaan.

Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di

Indonesia, tidak jarang juga terjadi konflik. Baik antar agama maupun intern umat

beragama dengan munculnya aliran-aliran atau golongan sendiri. Masalah yang

sering muncul di setiap agama adalah penyimpangan agama.

1

Page 2: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

BAB II PERMASALAHAN

Berdasarkan kasus seperti di atas, maka kami selaku penulis akan mencoba

menjelaskan dua sub pokok permasalahan, yaitu :

1. Apakah Aliran Agama Yang Dianggap Menyimpang oleh masyarakat

umum dapat dibenarkan untuk Dilarang?

2. Apakah Negara Memiliki Kewenangan Untuk Menentukan Agama

Yang Benar dan Agama Yang Menyimpang ?

2

Page 3: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

BAB III PEMBAHASAN

1. Apakah Aliran Agama Yang Dianggap Menyimpang oleh

masyarakat umum dapat dibenarkan untuk Dilarang?

Tanpa mengurangi rasa hormat, kelompok kami sangat menghargai

kebebasan beragama namun sepanjang agama tersebut tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kaidah norma yang berlaku.

Ini berarti, kelompok kami dalam paper ini adalah termasuk yang

KONTRA dan atau TIDAK SETUJU apabila suatu agama secara sepihak

dikatakan menyimpang dan dibenarkan untuk DILARANG hanya karena

diskriminasi oleh pemerintah atas provokasi kaum agama mayoritas. Hal ini tentu

disertai dengan argumen-argumen yang mendasarkan pada hukum yang berlaku.

Baik secara Nasional, maupun secara Internasional.

Pertama, berangkat dari pengertiannya Hak Asasi Manusia (HAM)

adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan

setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

(pasal 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia j.o Pasal UU No.

tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).

Salah satu perwujudan Hak Asasi Manusia di antaranya adalah dalam

“Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan

kepercayaan yang diyakini masing-masing”. Karena di sini Agama merupakan

salah satu jenis dari Hak Pribadi (Personal Rights) yang pemenuhan dan

pelaksanaannya tidak dapat dikurangi berapapun nilainya.

Kedua, mengenai kebebasan beragama. Telah dituangkan dalam Pasal

28E dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 tegas menyatakan negara menjamin

kebebasan beragama dan berkepercayaan. Bahkan, Pasal 28I UUD 1945

menegaskan kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

3

Page 4: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

Begitu juga di dalam aturan hukum yang lain.

Deklarasi Universal HAM.

Pasal 2 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas semua hak dan

kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada

pengecualian apapun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,

agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan,

hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain”.

Dipertegas dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa “Setiap orang

berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk

kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk

menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya,

melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama

dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri ”

KOVENAN INTERNASIONAL HAK SIPIL DAN POLITIK

Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap Negara pihak pada Kovenan

ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam

Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada

wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau

social, kekayaan, kelahiran atau status lainnya”.

Dipertegas dengan Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam

keadaan darurat sekalipun tidak boleh ada pembatasan yang mengandung unsur

diskriminasi terhadap agama. Dalam hal perlindungan terhadap diskriminasi,

Pasal 26 menyebutkan bahwa hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan

menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap

diskriminasi agama.

Sehingga di sini sudah jelas, jika pada suatu ketika lahir suatu agama

atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang itu kemudian Dilarang

dengan alasan berbeda pandangan dengan agama mayoritas. Itu merupakan

perampasan hak dengan cara tidak langsung. Konsekuensinya harus judicial

4

Page 5: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

review konstitusi.

2. Apakah Negara Memiliki Kewenangan Untuk Menentukan Agama

Yang Benar dan Agama Yang Menyimpang ?

Menurut kelompok kami, Pemerintah dalam hal ini tidak memiliki

kewenangan secara mutlak untuk menentukan mana agama yang benar dan mana

agama yang menyimpang. Yang berhak memilih adalah warga Negara itu sendiri.

Karena Negara lewat Undang-undang telah memberikan kebebasan sepenuhnya.

Pasal 29 UUD 1945 telah menyatakan bahwa ”Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan

untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” UUD menyatakan

pula bahwa ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila 1 Pancasila

juga menyatakan “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang menunjukkan atas

Keyakinan kepada satu Tuhan. Sehingga di sini tidak masalah orang mau

beragama apa. Yang terpenting adalah agama tersebut mengakui adanya Tuhan.

Bukan Atheis.

Tetapi jika pemerintah memiliki kewenangan, apa yang akan terjadi ?

Tentu saja pemerintah dianggap sebagai pihak yang mendiskriminasi kebebasan

beragama, khususnya terhadap agama minoritas.

Secara tersirat, diskriminasi itu tampak misalnya dalam kebijakan yang

mengakui hanya enam agama resmi. Yaitu Islam, Kristen, Khatolik, Hindu,

Budha dan Khong Hu Cu. Permasalahannya terjadi ketika seseorang atau

sekelompok orang yang berada di luar agama resmi selalu menjadi pihak yang

dianaktirikan, termasuk kelompok masyarakat adat yang masuk kategori tidak

beragama. Dalam kenyataan bahwa tanpa menyandang label agama resmi,

seseorang akan sulit menerima atau memperoleh pelayanan publik dan hak-hak

sipil dalam berbangsa dan bernegara.

Sehingga kini kasus pelanggaran prinsip kebebasan beragama terus

bermunculan. Cara penyampaiannya beragam, mulai dari ceramah atau tulisan

bernada menghujat kelompok tertentu, penghancuran simbol agama, penutupan

tempat ibadah, pemboman tempat ibadah, aksi bersenjata, penyerbuan massal,

intimidasi fisik dan psikologis, serta pemaksaan mengikuti aliran agama utama

5

Page 6: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

hingga adanya fatwa dari lembaga keagamaan yang justru dianggap memiliki

unsur politik dalam arti untuk kepentingan golongan tertentu saja (kaum

mayoritas) atau pihak yang memiliki kepentingan.

Secara umum Pemerintah memang menghargai kebebasan beragama,

namun pemerintah di samping itu juga menerapkan pembatasan-pembatasan.

Yaitu melalui Undang-undang, kebijakan-kebijakan, dan tindakan-tindakan

tertentu lainnya yang terkadang Pemerintah mentolerir diskriminasi dan kekerasan

yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terhadap kelompok penganut agama

yang dikatakan menyimpang. Perilaku pemerintah ini semacam pembiaran

terhadap aksi anarkis yang kerap terjadi. Pemerintah seakan-akan hanya

memprioritaskan untuk menyalahkan kaum agama yang dianggap menyimpang.

Tanpa memberikan solusi atas permasalahan.

Kita bisa melihat dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang

bermasalah terhadap kebebasan beragama. Peraturan itu bermasalah, baik karena

dinilai bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama maupun karena

bertentangan satu dengan yang lain. Karenanya, belum sinkronnya aturan hukum

di bidang kebebasan beragama harus ditangani optimal.

Sebagai contoh adalah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan Penodaan. UU ini pada prinsipnya berisi larangan melakukan

penafsiran dan kegiatan keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran

agama. Ini berarti bahwa Negara melindungi warga negara Indonesia melalui

perlindungan atas penyalahgunaan dan penodaan agama, dan pada saat bersamaan

melarang aliran agama lain itu untuk tidak membuat penafsiran di luar ajaran yang

konvensional. Hal ini dapat dikatakan intervensi terhadap kebebasan beragama.

Ketentuan yang menunjukkan intervensi negara terhadap sebagaimana

UU No. 1/PNPS/1965 tidak lagi diperlukan. Kebebasan berpikir dan berkeyakinan

adalah hak yang melekat, tidak boleh dibatasi, tidak dapat ditunda, dan tidak patut

dirampas.

Namun demikian, yang perlu dipikirkan apakah kondisi tidak adanya

pengaturan dari pemerintah akan lebih menjamin kebebasan beragama itu? Atau

bukan malah akan berimplikasi lebih parah?

6

Page 7: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

Sebab jika tidak ada aturan yang melandasi, maka ketertiban tidak akan

terwujud. Sikap fanatik terhadap agama justru akan membuka peluang munculnya

konflik. Oknum tertentu akan dengan mudah membuat aturan yang semata-mata

untuk kepentingan ajaran agama masing-masing. Akan terjadi saling menyalahkan

agama, dengan menyatakan bahwa agamanya adalah yang paling benar.

Sehingga apa solusinya ?

Pertama, pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan sudah

menjadi kewenangannya dalam menjamin kebebasan beragama dan memberikan

perlindungan bagi para penganut agama dan aliran kepercayaan tersebut.

Kedua, pemerintah harus bersikap tegas bagi para oknum yang tidak

bertanggung jawab, yang mengatasnamakan agamanya paling benar namun

berlaku anarkis terhadap para penganut agama yang dianggap menyimpang oleh

mereka.

Ketiga, pemerintah harus memiliki unsur keadilan sosial. Dalam artian

tidak lebih memprioritaskan kaum mayoritas, tidak melihat secara subjektif tetapi

objektif. Sehingga tidak ada lagi pihak yang kuat dan yang lemah. Semua di mata

hukum adalah sama.

Keempat, adalah kerukunan antar umat beragama. Tidak ada lagi

diskriminasi kelompok tertentu berdasar besar atau kecilnya pemeluk agama.

Karena Indonesia sendiri bukan negara agama (yang mendasarkan pada satu

agama tertentu) dan bukan negara sekuler (yang tak peduli atau hampa spirit

keagamaan).

Kelima, Pemerintah di sini tidak mewajibkan berlakunya hukum agama

tertentu, tetapi pemerintah harus memfasilitasi, melindungi, dan menjamin

keamanannya jika warganya akan melaksanakan ajaran agama karena keyakinan

dan kesadarannya sendiri.

7

Page 8: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

BAB IV KESIMPULAN

Indonesia merupakan salah satu Negara yang terkenal dengan

kemajemukannya. Dari mulai suku, ras, budaya, bahasa, termasuk juga agama dan

kepercayaan. Dari kemajemukan tersebut tidak jarang terjadi konflik yang

menimbulkan perpecahan. Ini tentu tidak mencerminkan persatuan dan kesatuan.

Walaupun terdapat aliran menyimpang, namun masyarakat tidak boleh

main hakim sendiri. Karena ini melanggar hak asasi manusia. Kita sebagai

masyarakat yang sadar hukum sudah sepatutnya mematuhi hukum yang dibuat

oleh Negara. Yaitu dengan tidak main hakim sendiri namun dengan menyerahkan

kuasa sepenuhnya kepada pihak yang berwenang mengurusi permasalahan

tersebut. Dalam hal ini Pemerintah juga harus bertindak preventif untuk mencegah

aksi anarkhis oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab dengan

penyerbuan terhadap kaum minoritas ini.

Konsekuensinya aliran menyimpang ini, akan tertindas di antara

masyarakat yang tidak menyukai. Karena telah menyimpangi dari ketentuan suatu

agama, walaupun pemerintah melindungi. Aliran ini mungkin tidak dapat

dihapuskan, karena berdasarkan keyakinan mungkin mereka merasa benar dan

hak mereka untuk memilih, walaupun negara mempunyai kewenangan untuk

melarang.

Dalam hal ini seharusnya pemerintah tidak mencampuri urusan

keyakinan warga negaranya. Kebijakan pemerintah yang hanya mengakui enam

agama membuat para penganut agama lain tidak mendapatkan hak-hak sipil

mereka sebagai warga negara. Artinya, negara tidak perlu ikut campur mengatur

kehidupan beragama sebab negara justru membuat kehidupan agama menjadi

tidak baik. Negara tidak berhak mencampuri urusan agama, apalagi mencoba

memberikan pengakuan terhadap agama tertentu.

Negara harus bersikap netral terhadap semua agama dan tak boleh

melarang timbulnya suatu aliran kepercayaan atau agama apapun. Kalau ada suatu

kelompok yang misalnya ingin mendirikan agama sendiri, itu tidak bisa dilarang

oleh negara.

8

Page 9: Penyimpangan Agama ditinjau dari perspektif HAM

BAB V PENUTUP

Indonesia adalah negara yang tidak perlu lagi diragukan menerima dan

mengakui kebebasan beragama, bahkan menempatkannya sebagai sesuatu yang

konstitutif dan mengikat. Agar semangat dalam konstitusi itu tetap terjaga,

pengaturan negara dalam hal kehidupan beragama tetap diperlukan. Hanya saja,

dalam membuat aturan hukum termasuk aturan soal agama, perlu konsisten

mengacu pada Pancasila yang telah menggariskan empat kaidah penuntun hukum

nasional. Kaidah-kaidah ini tidak terlepas dari kedudukan Pancasila yang menjadi

cita hukum (rechtside) dan harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di

Indonesia. Kaidah-kaidah penuntun itu antara lain:

Mengenai kebebasan beragama, semua harus diserahkan kepada Individu

masing-masing. Pemerintah seharusnya sekedar memfasilisitasi dan memberikan

jaminan serta perlindungan bagi para pemeluk agama ini. Tetapi dalam kenyataan

yang terjadi sekarang ini, pemerintah seakan-akan melakukan pembiaran terhadap

tindakan provokasi dan aksi anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang

terhadap agama atau aliran tertentu yang mereka anggap menyimpang.

Sudah semestinya, kita bisa bersikap lebih dewasa. Mari, dari perbedaan

tersebut kita membuatnya menjadi keunikan tersendiri. Menjadi bahan ajaran

untuk menjadi insan yang saling menghargai perbedaan. Apa salahnya kita

mencoba. Ini juga untuk kemajuan bangsa Indonesia tercinta ini. Sehingga

menjadi tauladan yang baik bagi bangsa-bangsa lain.

9