penyerbukan 3
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Perkembangan kebudayaan manusia tidak dapat dilepaskan dari proses
penyerbukan seperti yang terdapat pada sejarah kebudayaan-kebudayaan.
Masyarakat pra pertanian pada daerah sekitar Timur Tengah, menemukan proses
pertanian setelah mengamati kemampuan tumbuhan untuk menghasilkan biji dan
berkembang biak dengan menggunakan struktur tersebut. Sejarah mencatat bahwa
ketertarikan manusia akan pengetahuan ini sudah ada sejak 1500 SM berdasar
ukiran yang menggambarkan usaha dari masyarakat Assyria untuk menyerbuki
buah kurma, Phoenix dactylifera, dengan mengunakan makhluk bersayap yang
memiliki bentuk seperti manusia dan kepala elang.
Sebelum kita melangkah lebih jauh ada pertanyaan dasar yang harus dijawab
: Apa itu penyerbukan? Untuk menjawab pertanyaan ini kita pertama harus
melihat ke lingkungan sekitar kita. Hampir seluruh tumbuhan yang dapat kita
temukan memiliki suatu struktur khas yang dikenal sebagai bunga. Bunga tidak
hanya cantik dilihat akan tetapi merupakan salah satu struktur terpenting pada
tumbuhan tersebut. Bunga merupakan alat reproduksi pada tumbuhan dan seperti
semua makhluk hidup pada umumnya terdapat struktur jantan (serbuk sari) dan
betina (putik). Pada saat pihak jantan dan betina bertemu maka terjadilah proses
penyerbukan. Karena tumbuhan tidak memiliki alat gerak yang memungkinkan
kedua pihak ini untuk bertemu maka tumbuhan menggunakan pihak ketiga untuk
menolong proses ini. Pihak tersebut dapat berupa angin, air, atau hewan yang
sangat mempengaruhi bentuk dan sifat dari pihak jantan dan betina dari bunga.
Buah merupakan hasil akhir dari proses penyerbukan dan proses ini
memerlukan ambang batas tertentu dalam hal jumlah serbuk sari dari individu lain
untuk menjamin terjadinya penyerbukan silang. Penyerbukan silang merupakan
inti dari buah yang baik. Para petani pada umumnya menganggap bahwa angin
dapat mengemban berlangsungnya proses penyerbukan, suatu pendapat yang tidak
salah sebab angin dapat membantu proses penyerbukan dalam radius yang sangat
terbatas. Alam sudah menyediakan jawaban terhadap masalah ini, yaitu dengan
kembali menggunakan jasa hewan-hewan kecil yang beterbangan sebagai agen
pembantu manusia. Pola-pola pertanian yang ada sekarang cenderung tidak
bersahabat kepada hewan-hewan kecil ini. Pemakaian insektisida yang kurang
bijaksana (yang cenderung menggerogoti kantung petani dan menggemukkan
kantung agen penjual), pengendalian tumbuhan penutup tanah yang tidak
terkendali dengan asumsi seluruh tumbuhan tersebut merupakan gulma, laju
pengalihfungsian lahan yang tidak terencana, dan sistem pertanian yang hanya
terfokus pada satu hasil merupakan faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya
salah satu sahabat terbaik manusia ini.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui komposisi genetik dari tanaman allogame dan segregasi
dari keturunannya.
2. Untuk mengetahui pengaruh seleksi terhadap perubahan komposisi genetik
dari populasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pada tumbuhan, sebelum terjadi proses pembuahan (fertilisasi), terjadi
proses penyerbukan/persarian (polinasi ). Pada tumbuhan biji tertutup
(Angiospermae). Penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya melekatnya serbuk sari
di kepala putik. Pada tumbuhan biji tertutup (Gymnospermae) penyerbukan
adalah melekatnya serbuk sari langsung pada bakal biji. Penyerbukan dengan
bantuan manusia (antropogami), sampainya serbuk sari ke kepala putik dengan
bantuan manusia. Hal ini terjadi karena tidak ada perantara yang membantu
penyerbukan. Penyerbukan ini dapat terjadi pada vanili dan beberapa jenis
anggrek. Penyerbukan ini dilakukan untuk mendapatkan jenis bibit baru yang
unggul. Berdasarkan asal serbuk sari yang jatuh ke kepala putik. penyerbukan
dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Penyerbukan sendiri (autogami), terjadi apabila serbuk sari yang jatuh ke
kepala putik berasal dari benang sari bunga itu sendiri. Jika terjadinya
penyerbukan pada saat bunga masih kuncup, disebut kleistogami.
2. Penyerbukan tetangga (geitonogami), terjadi apabila serbuk sari yang
jatuh ke kepala putik berasal dari benang sari bunga lain dalam satu
tanaman.
3. Penyerbukan silang (allogami), terjadi apabila serbuk sari yang jatuh ke
kepala putik berasal dari benang sari bunga tanaman lain yang termasuk
satu jenis (spesies).
4. Penyerbukan bastar, terjadi apabila serbuk sari yang jatuh ke kepala putik
berasal dari benang sari bunga tanaman lain yang sejenis, tetapi berbeda
varietas, misalnya bunga mangga manalagi diserbuki bunga mangga golek.
(Crayonpedia, 2008).
Pada dasarnya tanaman penyerbuk silang adalah heterozigot dan
heterogenus. Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda. Karena
keragaman genetis yang umumnya cukup besar dibanding dengan tanaman
penyerbuk sendiri dalam menentukan kriteria seleksi diutamakan pada sifat
ekonomis yang terpenting dulu, tanpa dicampur aduk dengan sifat – sifat lain
yang kurang urgensinya. Pengertian yang bertalian dengan keseimbangan Hardy-
Weinberg pengertian mengenai silang dalam, macam – macam gen dan
sebagainya sangat membantu memahami sifat – sifat tanaman penyerbuk silang
dan metode – metode seleksinya (UNS, 2008).
Pembuahan silang pada populasi yang dinamik dapat diterangkan melalui
hukum Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa frekuensi genotip dan fenotip
selalu berada dalam keadaan seimbang setelah satu putaran perkawinan acak, jika
beberapa asumsi dipenuhi. Hal ini termasuk perkawinan acak lengkap, tidak
adanya seleksi diferensial, tidak ada kecepatan mutasi tidak langsung, tidak ada
imigrasi atau emigrasi alela, jumlah individu yang besar dalam populasi, dan
komposisi diploid (Welsh, 1991).
Selain hal diatas, keadaaan konstant (ekuilibrium) ini dengan memandang
pasangan allele ini dicapai dalam generasi persarian acak tanpa memperhatikan
komposisi awal dari populasi. Saran ini begitu penting dalam populasi genetik
yang derivasinya harus seluruhnya dipahami sebelum mencapai pada efek seleksi
(Allard, 1992).
Prosedur seleksi dalam memuliakan tanaman dengan penyerbukan silang
menempatio bentuk keluar yang sama seperti mereka dari tanaman dengan
penyerbukan sendiri. Akan tetapi hasilnya tidaklah sama karena struktur populasi
yang berlainan dari species penyerbukan sendiri dan penyerbukan silang. Dalam
tanaman dengan penyerbukan sendiri, seleksi tanaman individu total secara luas
dipakai untuk membentuk varietas bergaris murni seragam. Tapi dalam tanaman
penyerbukan sendiri seleksi tanaman individu jarang, jika pernah efektif dalam
membentuk suatu varietas, karena pemisahan menyebabkan keturunan
menyimpang dari tipe induk dan karena reduksi drastis isi populasi demikian itu
biasanya mempunyai efek tak menguntungkan pada kekuatan dan produktivitas
(Allard, 1995).
III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum kali ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember pada
tanggal 13 Oktober 2008 pukul 13.30 WIB.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1. Bahan
1. Biji-biji kedelai warna hitam dan kuning
3.2.2. Alat
1. Sepasang kantong kain
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuktian Hukum Hardy-Weinberg
Misalkan frekuensi alel A=a=0,5
1. Mengambil 2 kantong, masing-masing 64 biji terdiri dari 32 buah kedelai
hitam dan 32 kedelai kuning. Kedelai hitam sebagai alel A dan kedelai
kuning sebagai alel a.
2. Mengambil 1 butir dari masing kantong dan mencatat genotip yang
terbentuk kemudian memasukkan kembali ke kantong semula.
3. Mengulangi pengambilan di atas sampai 64 kali, kemudian membuat tabel
hasil pengamatan (o) dan genotipe yang diharapkan (E). Cara menghitung
frekuensi genotipe:
AA-p² = 0,5 x 0,5 = 0,25 0,25 x 64 = 16
Aa-2pq = 2 x 0,5 x 0,5 = 0,5 0,5 x 64 = 32
Aa-q² = 0,5 x 0,5 = 0,25 0,25 x 64 = 16
4. Mengulangi percobaan tersebut dengan frekuensi alel A = 0,75 dan a =
0,25
3.3.2 Pengaruh Seleksi Terhadap Perubahan Frekuensi Gen
3.3.2.1 Tidak Ada Seleksi
1. Generasi I : sebagai populasi asal, mencampur 32 biji kedelai hitam dan 32
biji kedelai kuning dan memasukkan dalam kantong. Mengambil satu
kantong lagi dan mengisi dengan populasi yang sama
2. Mengambil 2 biji masing kantong dan mencatat sebagai kombinasi
persilangan. Melakukan sebanyak 16 kali pengambilan.
3. Generasi II : membentuk populasi baru dengan perbandingan genotipe
sesuai yang diperoleh pada gambar 1.
4. Percobaan dilakukan sampai generasi ke V
5. Membuat grafik frekuensi gen resesif (aa) dari generasi I sampai V
3.3.2.2 Seleksi Lengkap
1. Generasi 1 : populasi dengan frekuensi gen p (A) = a (A) = 0,5. Kemudian
membuat persilangan seperti percobaan diatas.
2. Adanya seleksi ditunjukkan dengan menghilangkan kombinasi persilangan
homozigot resesif (seleksi lengkap)
3. Generasi II : membentuk dengan populasi yang susunan genotipenya
diperoleh dari generasi I.
4. Percobaan dilakukan sampai generasi ke V dan membuat grafik frekuensi
gen a dari generasi I sampai dengan generasi V.
3.3.2.3 Seleksi Tak Lengkap
1. Membuat populasi dengan frekuensi gen p (A) = q (a) = 0,5 dan dilakukan
persilangan seperti percobaan terdahulu. Untuk memperoleh seleksi tak
lengkap, maka persilangan tetua menghasilkan 2 macam keturunan.
2. Melanjutkan persilangan sampai jumlah keturunan = 64. Apabila jumlah
keturunan sudah mencapai 62 dan persilangan berikutnya menghasilkan 4
keturunan, maka hanya 2 saja yang dicatat sehingga keseluruhannya
berjumlah 64.
3. Menentukan susunan genotipe dan frekuensi gen yang diperoleh setelah
persilangan.
4. Melanjutkan percobaan sampai generasi ke V dan membuat grafik
frekuensi gen resesifnya.