penyelesaian sengketa pajak ditinjau dari aspek hukum...

10
Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ADMINISTASI NEGARA Iin Suny Atmadja Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta [email protected] Keywords: tax, dispute, tax court A. Pendahuluan Hukum pajak merupakan ranah hukum yang (terutama) di negara kita masih sangat tidak populer dan bahkan lebih banyak kajian dari sisi ekonominya, permasalahn pajak juga tidak hanya masalah dari negara (pemerintah) sebagai pemungut pajak tetapi juga menajdi persoalan rakyat sebagai wajib pajak sehingga permasalahan hukum pajak dan proses beracaranya tidak hanya menjadi konsumsi dari pihak pemerintah saja tetapi juga oleh rakyat. Dalam perkembanganya hukum pajak tidak hanya sebatas kewajiban dari rakyat untuk dipungut pajak tetapi juga ketika terjadi sengketa dalam proses pungutan pajak itu diwadahi oleh lembaga penyelesaian sengketa pajak yang salah satu tujuannya untuk melindungi hak dari wajib pajak jika ada kesalahan perhitungan dalam pemungutan pajak. Sistem hukum awal dari hukum pajak adalah merupakan turunan dari hukum administrasi negara karena proses pemungutan pajak melibatakan hubungan antara pemungut pajak (negara) dan wajib pajak (rakyat) dimana hal tersebut Abstract This paper raised the issue of How Tax Dispute Settlement Body Relations with the Tax Court and How to settlement of tax disputes goggles State administrative law? The results of this paper Relations conduction Agency dispute resolution Tax and the Tax Court can actually dikatak BPSP is the forerunner of the Tax Court on the grounds that BPSP can not be said as a court of pure and considered also not neutral because on one side are not in the neighborhood of the Supreme Court and on the other hand BPSP are in the Ministry of Finance that allows for conflict of interest when BPSP resolve tax disputes. In addition, the course of history in terms of changing the tax dispute resolution in accordance with this Bangas economic conditions and the existence of institutions perjalananya sengeketa tax settlement initially until the end of a purely administrative court although the shape and position is different but also in terms of proceedings does not refer to the provisions of Law State Administrative Court Law but rather refers to its own procedural law in Act No. 14 of 2002 on the tax court. Additionally within the scope of the State Administration Law, the administrative effort in the resolution of tax disputes can be seen when the taxpayer makes an objection to the state administrative official who issued the decision on the tax levy.

Upload: lythuan

Post on 06-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

13

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM ADMINISTASI NEGARA

Iin Suny Atmadja

Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

[email protected]

Keywords: tax, dispute, tax court

A. Pendahuluan

Hukum pajak merupakan ranah hukum yang (terutama) di negara kita masih

sangat tidak populer dan bahkan lebih banyak kajian dari sisi ekonominya,

permasalahn pajak juga tidak hanya masalah dari negara (pemerintah) sebagai

pemungut pajak tetapi juga menajdi persoalan rakyat sebagai wajib pajak

sehingga permasalahan hukum pajak dan proses beracaranya tidak hanya menjadi

konsumsi dari pihak pemerintah saja tetapi juga oleh rakyat. Dalam

perkembanganya hukum pajak tidak hanya sebatas kewajiban dari rakyat untuk

dipungut pajak tetapi juga ketika terjadi sengketa dalam proses pungutan pajak itu

diwadahi oleh lembaga penyelesaian sengketa pajak yang salah satu tujuannya

untuk melindungi hak dari wajib pajak jika ada kesalahan perhitungan dalam

pemungutan pajak.

Sistem hukum awal dari hukum pajak adalah merupakan turunan dari hukum

administrasi negara karena proses pemungutan pajak melibatakan hubungan

antara pemungut pajak (negara) dan wajib pajak (rakyat) dimana hal tersebut

Abstract

This paper raised the issue of How Tax Dispute Settlement Body

Relations with the Tax Court and How to settlement of tax disputes

goggles State administrative law? The results of this paper Relations

conduction Agency dispute resolution Tax and the Tax Court can

actually dikatak BPSP is the forerunner of the Tax Court on the grounds

that BPSP can not be said as a court of pure and considered also not

neutral because on one side are not in the neighborhood of the Supreme

Court and on the other hand BPSP are in the Ministry of Finance that

allows for conflict of interest when BPSP resolve tax disputes.

In addition, the course of history in terms of changing the tax

dispute resolution in accordance with this Bangas economic conditions

and the existence of institutions perjalananya sengeketa tax settlement

initially until the end of a purely administrative court although the shape

and position is different but also in terms of proceedings does not refer to

the provisions of Law State Administrative Court Law but rather refers to

its own procedural law in Act No. 14 of 2002 on the tax court.

Additionally within the scope of the State Administration Law, the

administrative effort in the resolution of tax disputes can be seen when

the taxpayer makes an objection to the state administrative official who

issued the decision on the tax levy.

Page 2: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

14

melibatkan keputusan pejabat Tata Usaha Negara dalam hal pungutan pajak.

Hukum pajak juga disebut hukum fiskal yang berati keseluruhan dari peraturan

yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan

menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan mealalui kas negara,

sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-

hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan hukum yang

berkewajiban membayar (selanjutnya disebut wajib pajak).1

Diliahat diatas hukum pajak merupakan hukum publik yang sangat variatif bukan

hanya menjadi ranah hukum administrasi negara sja tetapi juga menjadi ranah

hukum publik lainnya seperti hukum pidana jika berbicara sengketa pajak. Tetapi

dalam perjalannay hukum pajak banyak sekali bahkan sering terjadi perubahan

peraturan perundang-undangan yang hal ini terjadi akibat perubahan yang terdapat

pada perkonomian negara Indonesia yang sangat bergantung kepada pasar dan hal

tersebut tidak dapat dipungkiri.

Berbicara pajak yang juga tidak kalah menjadi perhatian adalah bagaimana jika

terjadi sengketa dalam perpajakan dimana dalam prakteknya ada dua upaya

penyelesaian yang baik melalui lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

(BPSP) dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 dan Pengadilan Pajak

dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002. Dari uraian ini terlihat bahwa

penyelesaian pajak dapat diselesaikan melalui dua upaya tersebut yang dapat

melalui upaya administrasi (BPSP) sesuai Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tinggi Tata

Usaha Negara dan memalui pengadilan umum yang dikenal dengan Pengadilan

Pajak.

B. Rumusan Masalah

Melihat dari uraian diatas maka memunculkan satu pertanyaan yang mendasar

Bagaimana Hubungan Badan Penyelesaian Sngketa Perpajakan dengan

Pengadilan Pajak dan Bagaimana penyelesaian sengketa pajak dari kacamata

hukum administrasi Negara?

C. Upaya Administrasi Penyelesaian Sengketa Pajak

Pada mulanya, bila terjadi sengketa antara rakyat dengan alat-alat Negara, secara

umum diselesaikan oleh Pengadilan Negeri (Umum), yang hasilnya kurang

memuaskan, karena perselisihan itu terjadi di bidang tata usaha Negara.Tetapi

setelah lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, permasalahan tersebut

menjadi kewenangan Peradilan Administrasi Negara/Peradilan Tata Usaha

Negara.

Khususnya mengenai sengketa pajak, oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuk

Majelis Pertimbangan Pajak berdasarkan Stb.1927 No.29. Lembaga ini berstatus

sebagai lembaga peradilan administrasi yang akan memberikan perlindungan

hukum kepada para wajib pajak. Sehingga segala sengketa pajak setelah melalui

1 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama, Bandung, 2003,

hal. 1.

Page 3: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

15

prosedur tertentu pada akhirnya akan diselesaikan oleh Majelis Pertimbangan

Pajak (MPP)

Berbicara upaya administrasi dalam penyelsaian sengketa pajak dikenal dengan

sebuah instansi peradilan yang dikenal dengan Majelis Pertimbangan Pajak yang

keberadaan lembaga peradilan ini diluar peradilan sipil. Majelis Pertimbangan

Pajak (MPP) berkedudukan di Jakarta dimana untuk adanya proses banding ketika

putusan di tingkat pertama tidak perlu melalui Mahkamah Agung karena institusi

memiliki wiwenang untuk hal itu dan di dalam lembaga ini telah duduk dua orang

anggota dari Mahkamah Agung, sehingga jika tetap dilakukan hanya akan

merupakan suatu formalitas belaka.2

Adapun yang diberi keputusan oleh MPP adalah perselisihan-perselisiahan

mengenai:3

1. Segala pajak negara, bilaman oleh undnag-undang yang bersangkutan

diperbolehkannya.

2. Segala pajak dareah, bilamana diperkenankan oleh undang-undang yang

bersangkutan pula.

Ketua majelis dingakat oleh Presiden yang sekaligus juga menunjuk wakil ketua

dari anggota. Ususlan anggota dalam MPP diusulkan kepada presiden dengan

komposisi dua orang atas usulan Mahkamah agung dan dua orang dari Kamar

Dagang dan Industri di Jakarta dengan tiap-tiap anggota ada satu orang pengganti.

Majelis dipecah menjadi dua dewan dengan catatan anggota dari MA tidak boleh

duduk dalam satu dewan dan berlaku juga kepada utusan dari KADIN.4

Dalam MPP jika seorang wajib pajak merasa tidak mendapatkan keadilan dari

putusan MPP, wajib pajak dapat mengajukan suart banding yang harus dibubuhi

materai dan jika tidak permintaan tersebut akan dikembalikan untuk dimintkan

pembubuhan materainya. Dalam hal keberatan oleh wajib pajak dibenarkan untuk

sebagian atau untuk seluruhnya, dan bialamana pengembalian itu tidak boleh

dilakukan yang disebabkan oleh adanya kenaikan, maka jumlah itu dipergunakan

untuk mengurangkan kenaikan, yang mungkin harus dikenakan kepadanya itu

menurut bunyi undang-undang.5

Kenyataan menjadi lain setelah diundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 yang mulai berjalan pada akhir Tahun 1991, karena PTUN yang baru ini

juga berkompetensi menyelesaikan sengketa dalam bidang perpajakan. Maka

dengan adanya undang-undang ini, penyelesaian sengketa pajak masuk dalam

kekuasaan pengadilan, yang akhirnya dapat bermuara ke Mahkamah Agung.

Sejarah hukum ternyata berkehendak lain, dimana kedudukan dan Kompetensi

dikembalikan pada fungsi semula yaitu setelah diundangkannya Undang-undang

Nomor 9 Tahun 1994 (Jo Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 / Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 menyebutkan bahwa

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan hanya kepada Badan Peradilan

terhadap Keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur

2 Ibid, hal. 146.

3 Ibid.

4 Ibid, hal. 147.

5 Ibid.

Page 4: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

16

Jenderal Pajak. Namun sebelum Badan Peradilan Pajak tersebut dibentuk,

permohonan Banding tetap diajukan ke Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) yang

putusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara.

Keberadaan MPP ternyata dalam perjalanannya menimbulkan permaslahan bik

dar sisi hukum tata negara maupoun hukum administrasi negara.

Dimana menurut kekuasaan kehakiman sebagaimana diataur dalam Pasal 24

Undang-Undang Dasar 1945 (perubahan III dan IV) dinyatakan bahwa:

1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

diatur dalam undang-undang.

Dilihat dari ketentuan di atas yang jadi pertanyaan dimana keberadaan MPP dan

jika sebuah peradilan pajak dikategorikan sebagai peradilan khusus tentunya perlu

ada pembaruan hukum sehingga dari sisi ketatanegaran keberadaan MPP juga

perlu ditelah lagi keberadaaanya

Dari sisi hukum administrasi negara seharusnya masalah sengketa perpajakan

diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan sangat tidak logis jika

dipisahakan karena masalah perpajakan merupakan perbuatan pemerintahan atau

tindakan pejabat tata usaha negara yang merupakan kompetesi dari Pengadilan

Tata Usaha Negara.6

Dari sisi keadilan bagi pencari keadilan yang dalam hal ini pembayar pajak (wajib

pajak) juga sangat lemah, karena dalam ketentuan dengan alasan untuk kepastian

hukum. Sesuai dengan ketentuan Regeling Van Ghet Beroep in Belastingzaken

tahun 1927 ordonantie ini tidak membuka kemunkinan untuk adanya upaya

hukum lanjutan setelah putusan MPP dan hal ini dipertegas lagi dalam Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 1994 yang menyatakan bahwa putusan Badan Peradilan

Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.7

Padahal jika memang MPP adalah sebuah lembaga peradilan murni maka ada

upaya lain baik untuk tingkat pengadilan yang memerikasa perkara secara judex

facti sampai ke pemeriksaan secara judex yuris dengan upaya banding, kasasi dan

bahkan Peninjauan Kembali jika dikemudian hari ditemukan adanya bukti baru

untuk mendukung wajib pajak dalam mebuktikan bahwa ada kesalahan dalam

pemungutan pajak atau penetapan pajak atas dirinya.

Namun dalam sebuah disertasi oleh Prof Rachmat Soemitro dinyatakan bahwa

MPP adalah peradilan administrasi murni dengan persyaratan sebagai berikut:8

a) Syarat umum sebagai instansi peradilan:

6 Jamal Wiwoho, Lulik Djatmiko, Dasar-Dasar Penyelesaian Sengketa Pajak, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2004, hal. 21 7 Ibid, hal. 24.

8 R. Santoso Brotodihardjo, op.cit, hal. 141.

Page 5: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

17

Adanya peraturan hukum yang abstrak yang mengikat umum dan

merupakan peraturan umum yang harus ditaati, dapat tertulis dan tidak

tertulis.

Adanya suatu perselisihan hukum yang kongkret.

Adanya sekurang-kurangnya du pihak yang berlawanan

Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan

perselisihan. Aparatur tersebut dapat berbentuk Peradilan tingkat pertama,

tingkat banding atau tingkat kasasi.

b) Syarat khusus sebagai instansi peradilan administrasi dalam peradilan pajak:

Salah satu pihak merupakan bagian dari administrasi negara, dalam hal ini

Direktorat Jenderal Pajak.

Hukum yang diterapkan harus bersifat ”hukum publik” (termasuk hukum

administrasi negara).

Pada biasanya suatu peradilan dilaksanakan oleh badan peradilan seperti

pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung maka untuk

peradilan administrasi terlihat di sini diadakannya suatu badan tertentu yang

berdiri sendiri untuk mengadakan peradilan tersebut, dengan syarat yang

terpenuhi pula, bahwa badan peradilan ini berdiri sendiri dan tidak ada di dalam

atau di bawah salah satu pihak yang berselisih.9

D. Upaya Penyelesaian Sengketa Pajak Melalui Badan Penyelesaian Sengketa

Pajak (BPSP)

Lahirnya BPSP setelah perubahan sistem hukum dalam PTUN dimana dalam

periode sebelumnya penyelesaian sengketa pajak melalui MPP namun

dikarenakan panjangnya proses penyelesaian melalui MPP yang mana mengacu

kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dan adanya ketidakadilan bagi

wajib pajak itu sendiri seperti diuraikan diatas.

Latar belakang berdirinya BPSP dengan pedoman Undang-Undang Nomor 9

Tahun 1994 dapat dilihat dari penjelasan undang-undang ini, dimana secara garis

besar dinyatakan bahwa perubahan MPP menjadi BPSP dikarenakan dalam

perkembangan perekonomian yang relatif bergerak dengan cepat dan juga

memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pembayar pajak, maka

prosedur beracara yang dianggap panjang tersebut dapat diselesaikan secara

dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah.

Karateristik BPSP dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, anatara lain:10

1. BPSP adalah badan peradilan pajak yang mempunyai tugas memeriksa dan

memutus sengketa pajak berupa:

a. Banding terhadap keputusan pejabat yang berwenang

b. Gugatan terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan di bidang penagihan

2. Pengajuan banding atau gugatan ke BPSP merupakan upaya hukum terakhir

bagi pembayar pajak.

9 Ibid.

10 Galang Asmara, Pengadilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) dalam Hukum

Pajak di Imdonesia, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2006, hal. 23-24.

Page 6: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

18

3. Pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan BPSP dilakukan oleh

Departemen Keuangan.

4. Apabila putusan tidak diambil dalam waktu ditentukan maka banding datau

gugatan akan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, sedangkan apabila syarat-

syarat formal pengajuan banding atau gugatan tidak dipenuhi maka gugatan

tidak dapat diterima.

5. Syarat-syarat fromal yang wajib dipenuhi adalah sebelum mengajukan

banding atau gugatan, seluruh jumlah pajak yang disengketakan harus dibayar

lunas dan apabila banding dikabulkan seluruhnya atau sebagian, maka kepada

pemohon banding diberikan imbalan 2% per bulan untuk selama-lamanya 24

bulan atas kelebihan pembayran pajak.

6. Pemeriksaan dilakukan dengan ”acara cepat” dan dapat dilakukan oleh Majelis

atau Anggota Tunggal.

7. BPSP dialkukan dalam bentuk persidangan tertutup tetapi putusan diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum.

8. Keputusan BPSP bersifat final dan mengikat tanpa bisa diajaukan kembali ke

PTUN atau peradilan umum lainnya.

9. Dalam sistem peradilan pajak ini Mahkamah agung tidak berwenang untuk

menyelesaikan sengketa pajak.

Dilihat dari karateristik diatas tampak sekali jika sebenarnya lembaga BPSB tidak

dapat dikatakan sebagai lembaga peradilan murni karena keberadaan lembaga

tersebut tidak di bawah MA tetapi lebih terlihat sebagai lembaga penyelesaian

alternatif di luar pengadilan selain itu juga tidak ada upaya pengajuan ketingkat

pengadilan yang lebih tinggi karena keberadaaan BPSP berada di Departemen

Keuangan.

Keberadaan BPSP yang berada diluar peradilan dipertegas dalam Pasal 28

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa BPSP

mempunyai tugas dan kewenangan memeriksa dan memutus sengketa pajak,

dimana tugas dan kewenangan tersebut berada di luar tugas dan kewenangan

Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.11

Sehingga dari ketentuan ini

tidak ada upaya hukum lain yang dapat diajukan ke Peradilan Umum dan

Peradilan Tata Usaha Negara jika dirasakan oleh satu pihak adanya ketidakadilan

dalam putusan BPSP.

Masalah lain yang timbul adalah keberadaan BPSP di daerah yang memiliki status

yang sama dengan BPSP yang berkedudukan di pusat (Jakarta) dalam hal putusan

yang final dan mengikat atau tetap. Keadaan ini menimbulkan resiko dalam hal

kemungkinan adanya ketidaksamaan penerapan hukum serta putusan BPSP antar

daerah sehingga hal ini akan mweujudkan rasa keadilan tidak terjkamin kaeran

juga diketahui bahwa tidak ada upaya hukum lain terhadap putusan BPSP.12

Dari permasalahan yang diuraikan dengan begitu banyak terlihat bahwa BPSP

seperti lembag yang setengah hati dalam memberikan perlindungan kepada wajib

pajak yang merasa mendapatkan perlakuan yang tidak adil belum lagi lembaga ini

11

Jamal Wiwoho, Lulik Djatmiko, op.cit, hal. 25 12

Ibid, hal. 26-27

Page 7: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

19

juga dianggap tidak netral karena berada di bawah lingkungan Departemen

Keuangan bukan Mahkamah Agung.

E. Penyelesaian Sengeketa Pajak Melalui Pengadilan Pajak

Melihat begitu banyaknya permasalahan baik ketika adanya MPP dan juga

termasuk BPSP dalam penyelesaian sengketa perpajakan, maka pada tahun 2002

Pemerintah dan DPR mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002

tentang Pengadilan Pajak yang berlaku sampai sekarang.

Dengan dibentuknya Pengadilan Pajak telah terjadi perubahan mendasar dalam

penyelesaian sengketa pajak dan merupakan babak baru hukum positif di

Indonesia yang melandasi keberadaan lembaga/badan peradilan pajak di

Indonesia. Babak baru tersebut bukan semata-mata penggantian istilah lembaga

peradilan pajak menjadi Pengadilan Pajak, namun hal yang mendasar yaitu

menyangkut acara penyelenggaraan persidangan sengketa perpajakan yang

merupakan kekhususan dari Pengadilan Pajak.

Perubahan yang terjadi dalam sistem peradilan pajak baru ini antara lain:13

1. Perubahan nama BPSP menjadi Pengadilan Pajak

2. Pengadilan Pajak merupakan salah satu Pengadilan Khusus

3. Pembinaan administrasi, organisasi dan finansial pengadilan pajak berada di

Departemen Keuangan tetapi pembinaan peradilan berada di bawah

Mahkamah Agung

4. Persidangan dinyatakan dibuka untuk umum

5. Pengadilan pajak merupakan putusan yang terakhir yang mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Prosedur beracara pada Pengadilan Pajak dalam jalannya acara persidangan sama

dengan peradilan umum biasa namum memiliki kekhususan tertentu, yaitu:14

1. Penyelesaian sengketa perpajakan memerlukan tenaga-tenaga hakim khusus

yang mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum

atau sarjana lain.

2. Sengeketa yang diproses khusus menyangkut sengketa perpajakan.

3. Putusan pengadilan pajak memuat penetapan besarnya pajak terutang wajib

pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga wajib pajak

langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya pajak terutang yang

dikenakan. Sebagai akibat dari putusan tersebut juga mengabulkan sebagian,

seluruhnya atau menambah pajak terutang yang harus di bayar.

Berbicara kompetisi peradilan sudah sangat jelas bahwa pengadilan pajak hanya

memeriksa dan memutus sengketa pajak, namun untuk objek sengketa pajak yang

menjadi sengketa adalah keputusan dari pejabat yang berwenang dalam hal ini

adalah Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Gubernur,

Bupati/Walikota dan pejabat lain yang memeang berwenang dan ditunjuk oleh

undang-undang ini.15

Sedangkan pajak yang dimaksud adalah segala jenis pajak

baik berupa pajak pemerintah pusat maupun pajak yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundng-undangan yang berlaku.

13

Galang Asmara, op.cit, hal. 30. 14

Ibid, hal. 58. 15

Ibid, hal. 61.

Page 8: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

20

Jenis-jenis ketetapan atau keputusan Tata Usaha Negara mengenai pajak tersebut

dapat berupa:16

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

4. Surat Ketetapan Pajak Nihil

5. Pemotongan datau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan

peratuaran perundang-undangan;

6. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau

Pengumuan Lelang;

7. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain

yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1)17

dan Pasal 26;

8. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan

dengan Surat Tagihan Pajak;

9. Keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3618

yang berkaitan

dengan Surat Tagihan Pajak; hanya dapat diajukan kepada badan peradilan

pajak. (Isi Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 serta 36).

Dalam pengadilan Pajak juga dikenal dengan adanya gugatan dan banding serta

upaya hukum luar biasa melalui peninjaun kembali19

namun untuk tahap awal di

luar pengadilan dapat melalui mekanisme keberatan.

Keberatan yang dimakasud dalam sengketa perpajakan adalah terjadinya

ketidaksamaan persepsi atau perebdaan pendapat antara wajib pajak atas pajak

terhutang atau nilai pabean/pos tarif.20

Keberatan diajukan diajukan secara langsung kepada instatnsi yang berwenang

atau pejabat yang berwnang menerbitkan, untuk pajak pusat ditangani Direktorat

Jenderal Pajak untuk penetapan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan nilai,

Pajak Bumi dan Bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Selain

itu juga diajukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa keberatan atas

tarif dan nilai pabean, cukai. Serta juga keberatan dapat diajukan kepada

pemerintah daerah dengan pajak yang dikelurakan oleh pemerintah daerah.21

16

Ibid, hal. 61-62 17

Isi Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 dimana yang dimaksud keputasan

selain dari peajabat ini yaitu “Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti, dan pegawai

Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen

Keuangan”. 18

Yang dimaksud pejabat Tata Usaha Negara dalam pasal ini adalah Panitera atau Panitera

Pengganti. 19

Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung

merupakan upaya hukum luar biasa, disamping akan mengurangi jenjang pemeriksaan ulang

vertikal, juga penilaian terhadap kedua aspek pemeriksaan yang meliputi aspek penerapan hukum

dan aspek fakta-fakta yang mendasari terjadinya sengketa perpajakan, akan dilakukan sekaligus

oleh Mahakamah Agung. Proses peninjauan kembali melalui Pengadilan Pajak hanya sebatas

prosedur pelayanan administrasi yang perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam

Undang-undang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tinggat Pengadilan Pajak

maupun di tingkat Mahkamah Agung 20

Jamal Wiwoho, Lulik Djatmiko, op.cit, hal. 55 21

Lihat Ibid, hal. 55-63. Untuk ketentuan jenis keberatan baik keberatan yang ditujukan kepadan

Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Page 9: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

21

Upaya banding dapt dilakukan jikan wajiba pajak merasa kurang puas atas

putusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 3 bulan sejak putusan

itu ditetapkan dan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam waktu 6 bulan

sejak ditetapkan melalui pengadilan pajak.

Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak atau

penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan

yang dapat diajukan gugagtan sebagaimana yang diatur dalam perundng-

undangan perpajakan.

Untuk hal-hal yang dapat diajukan gugatan adalah:22

1. Pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan atau

pengumuman lelang;

2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain

yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 Undang-Undang tentang

Ketentuan Umum dan Tata-tata Cara Perpajakan;

3. Keputusan pembetulan surat tagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata-tata Cara

Perpajakan;

4. Keputusan sebagaimana ketentuan Pasal 3623

Undang-Undang tentang

Ketentuan Umum dan Tata-tata Cara Perpajakan yang bekaitan dengan Surat

Tagihan Pajak.

F. Penyelesaian sengketa Pajak dalam Optik HAN

Seperti diuraikan diatas bahwa keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa

Perpajakan (BPSP) dengan Pengadilan Pajak pada perkembangannya digantikan

oleh Pengadilan Pajak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14

Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang secara otomatis mengubah BPSP,

namun keberadaan dari pengadilan pajak tidak terlapas dari keberadaan lembaga-

lembaga penyelesaai sengketa pajak sebelumnya dan keberadaan lembag-lemba

yang ada sebelumnya memang tidak diberlakukan lagi saat ini karena dengan

alasan mendasar dinyatakan bahwa lembaga-lembaga sebelumnya tidak seperti

peradilan murni yang ada dilingkngan Mahkamah Agung.

Jika dilihat dari optik hukum administaris negara, sebagaimana yang diuraikan

sebelumya bahwa yang masuk kriteria sengketa dalam permasalah pajak hanya

dibatasi kepada putusan pejabat tata usaha negara yang dalam hal ini sebagaiman

putusan tentang pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk

penetapan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan nilai, Pajak Bumi dan

Bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, kemudian juga

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa keberatan atas tarif dan nilai pabean,

cukai. Serta juga keberatan dapat diajukan kepada pemerintah daerah dengan

pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dalam kondisi tetntang putusan

yang dianggap wajib pajak tidak sesuai dengan yang seharusnya, pengadilan pajak

memberikan ruang kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan kepada

22

Ibid, hal. 86. 23

Pasal 36 menyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan

sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terhutang menurut peraturan

perundang-undangan baik karena kesalahan wajib pajak atau bukan kesalahanya

Page 10: PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ...fh.ucy.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Iin-Suny-Atmdja-Vol-8-2015.pdf · Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818 13 PENYELESAIAN

Vol. 8, Tahun 2015 ISSN: 1858-2818

22

pejabat yang bersangkutan, dimana prosedur ini dilakukan sebelum masuk ke

pengadilan pajak dan dapat dikategorikan sebagai upaya administratif dalam hal

penyelesaian sengketa pajak.

G. Penutup

1. Hubungan antaran Badan penyelesaian sengketa Pajak dan Pengadilan Pajak

sebenarnya dapat dikatak BPSP adalah cikal bakal dari Pengadilan Pajak

dengan landasan bahwa BPSP tidak dapat dikatakan sebagai pengadilan murni

dan dianggap juga tidak netral karena di satu sisi tidak berada di dalam

lingkungan Mahkamah Agung dan di sisi lain BPSP berada di Departemen

Keuangan yang memungkinkan adanya konflik kepntingan ketika BPSP

menyelesaikan sengketa perpajakan

2. Perjalanan sejarah dalam hal penyelesaian sengketa pajak berubah sesuai

dengan kondisi perekonomian bangas ini dan dalam perjalananya keberadaaan

lembaga penyelesaian sengeketa pajak pada awalnya sampai dengan akhir

merupakan murni pengadilan administrasi walaupun bentuk dan kedudukannya

berbeda tetapi juga dalam hal beracara tidak mengacu kepada ketentuan

Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara tetapi lebih mengacu kepada

hukum acara sendiri di Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang

pengadilan pajak. Selain itu dalam lingkup Hukum Administrasi Negara, upaya

administratif dalam penyelesaian sengketa pajak dapat dilihat ketika wajib

pajak melakukan keberatan kepada pejabat tata usaha negara yang

mengeluarkan keutusan tentang pungutan pajak.

Daftar Pustaka

Galang Asmara, Pengadilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling)

dalam Hukum Pajak di Imdonesia, LaksBang Pressindo, Yogyakarta,

2006.

Jamal Wiwoho, Lulik Djatmiko, Dasar-Dasar Penyelesaian Sengketa Pajak, PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Refika Aditama,

Bandung, 2003.