penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara di mahkamah konstitusi

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Dasar 1945 telah mengalami empat tahap perubahan yang dilaksanakan dalam satu rangkaian yakni pada tahun 1999, 2000,2001, dan 2002. Dimana dari adanya perubahan-perubahan Undang-undang Dasar 1945 tersebut menimbulkan Implikasi pokok pikiran yang terkandung didalamnya. Salah satu perubahan itu yakni kelembagaan dan mekanisme hubungan antar lembaga- lembaga Negara. Mahkamah Konstitusi dibentuk pada tanggal 17 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai salah satu lembaga Negara konstitusional yang tercantum pada Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang yang telah dicantumkan dalam Pasal 24C ayat 1 Undang_undang Dasar 1945 yakni : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang 1

Upload: ieiep

Post on 27-Sep-2015

47 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

dispute Constitution

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangUndang-undang Dasar 1945 telah mengalami empat tahap perubahan yang dilaksanakan dalam satu rangkaian yakni pada tahun 1999, 2000,2001, dan 2002. Dimana dari adanya perubahan-perubahan Undang-undang Dasar 1945 tersebut menimbulkan Implikasi pokok pikiran yang terkandung didalamnya. Salah satu perubahan itu yakni kelembagaan dan mekanisme hubungan antar lembaga-lembaga Negara.Mahkamah Konstitusi dibentuk pada tanggal 17 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai salah satu lembaga Negara konstitusional yang tercantum pada Pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang yang telah dicantumkan dalam Pasal 24C ayat 1 Undang_undang Dasar 1945 yakni : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.[footnoteRef:2] [2: Pasal 24C ayat 1 Undang-undang Dasar 1945]

Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar tersebut tentunya akan membatasi siapa pihak yang dapat menjadi pemohon dan termohon didepan persidangan Mahkamah Konstitusi. Kewenangan lembaga negara yang dapat menjadi objek sengketa hanyalah menyangkut kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada lembaga negara tertentu. Dengan demikian lembaga negara yang memenuhi kriteria sebagai organ ataupun lembaga negara yang menjalankan fungsi penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersengketa dengan lembaga negara yang lain.[footnoteRef:3] [3: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/pdfMakalah/makalah_makalah_17_oktober_2009.pdf, diakses pada tanggal 11 september 2012 pukul 14.26 WIB]

1.1.1 Latar Belakang pemilihan Judul

UUD 1945 setelah perubahan, dapat dinventarisasi 28 lembaga negara yang disebut secara eksplisit maupun secara tidak langsung disebut tetapi kemudian diperintahkan akan diatur dalam undang-undang. Lembaga negara yang memiliki legal standing untuk dapat menjadi pemohon sengketa kewenangan lembaga negara didepan Mahkamah Konstitusi. [footnoteRef:4] [4: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kewenangan+mahkamah+konstitusi+dalam+memutus+sengketa+antar+lembaga+negara, diakses pada tanggal 11 september 2012 pukul 15.00 WIB]

Dengan demikian lembaga negara yang tidak memiliki legal standing yang kemudian tidak dapat menjadi pemohon dalam hal sengketa kewenangan antar lembaga negara. Fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan konstitusi yang salah satunya memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara seakan-akan menjadi dipersempit dengan adanya kriteria untuk lembaga negara yang akan mengajukan permohonannya dalam hal sengketa kewenangan antar lembaga negara.1.1.2 Latar belakang pemilihan TempatAdapun yang menjadi latar belakang pemilihan Mahkamah Konstitusi sebagai tempat magang kali ini. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang memiliki kewenangan memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara. Sehingga perlu adanya sebuah kajian yang akan mendapatkan sebuah hasil atau rekomendasi dari hal tersebut adalah proses beracara terhadap sengketa kewenangan antar lembaga negara.1.1.3 Relevansi antara pemilihan Judul dan TempatAdanya lembaga peradilan konstitusi yakni Mahkamah Konstitusi tersebut yang telah diamatkan oleh Undang-undang Dasar yang salah satumya memutus sengketa kewenangan antar lembaga Negara, namun diberikan kriteria lembaga Negara yang dapat mengajukan permohonan sengketa lembaga Negara. Tentunya dari inilah adanya ketidakadilan bagi lembaga Negara yang bersengketa tetapi tidak dapat mengajukan permohonan kepada lembaga peradilan yang berwenang mengadili sengketa lembaga Negara tersebut.Adanya kesimpangsiuran dalam hal inilah peneliti mencoba merumuskan permasalahan yang ada untuk dijadikan penelitian sebagai bahan magang dengan judul: PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI.

1.2 Tujuan dan manfaat0. TujuanAdapun tujuan dari pelaksanaan magang tersebut adalah:1. Mengimplementasikan ilmu-ilmu teoritis yang telah didapatkan dalam perkuliahan kepada masyarakat.2. Untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mahasiswa di bidang hukum.3. Mendapatkan informasi tentang penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi.4. Mengetahui proses beracara dalam hal penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga Negara di Mahkamah konstitusi.0. ManfaatDi samping itu, penelitian ini di harapkan memberikan nilai manfaat, baik dari segi teoritis, normatif, maupun praktis1. Dari tataran teoritis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan transfer gagasan melalui argumentasi hukum sehingga mampu memecahkan secara rasional.2. Dari tataran Normatif, diharapkan mampu menjelaskan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara.3. Dari tataran Praktis, penelitian diharapkan dapat menjelaskan implementasi hukum dalam penanganan Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara.1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan MagangAdapun waktu dan tempat magang yakni:1. Pelaksanaan magang mandiri ini akan dilaksanakan pada tanggal 05 November 2012-05 Desember 2012.2. Adapun instansi magang mandiri ini adalah Mahkamah Konstitusi , jl Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat.

1.4 Capaian Kegiatan

Adapun capaian kegiatan yang dapat diperoleh selama melakukan proses magang di Mahkamah Konstitusi yakni:1. Target yang diharapkan selama melakukan proses magang di Mahkamah Konstitusi dapat terealisasi dengan baik, dimana target yang pertama adalah mampu mengetahui secara langsung proses pendaftaran Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi. Target yang pertama ini dapat tercapai karena mendapatkan informasi langsung proses pendaftaran Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara dari bidang Pendaftaran Permohonan Perkara di Mahkamah Konstitusi.2. Target yang kedua yakni mampu menjelaskan proses penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi dan Pemagang telah mendapatkan ataupun dapat menjelaskan proses penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi, karena telah mendapatkan informasi yang jelas dari panitera dan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi serta dari Kepala Pusat Pendidikan di Mahkamah Konstitusi dengan melakukan wawancara secara pribadi kepada yang bersangkutan.

BAB IIHASIL KEGIATAN MAGANG2.1 Uraian Kegiatan 2.1.1 Program Kegiatan Magang HarianNOHARI & TANGGALKEGIATANURAIAN SINGKAT MATERI KEGIATAN

1Senin, 05 Nofember 2012Berkenalan dengan Pembimbing lapangan serta dengan pegawai Mahkamah Konstitusi di bagian Administrasi Kepaniteraan.

2Selasa, 06 Nofember 2012a. Shearing dengan pembimbing lapanganb. Shearing dengan pegawai di bagian Administrasi Kepaniteraan.

3Rabu, 07 Nofember 2012Mempelajari berkas berkas permohonan yang masuk kebagian Administrasi Kepaniteraan yang akan diregistrasi.

4Kamis, 08 Nofember 2012Mengerjakan Resume permohonan yang telah diregistrsi, untuk diajukan ke Para hakim Mahkamah Konstitusi.

5Jumat, 09 Nofember 2012Pagi hari melakukan olahraga, kemudian melanjutkan meresume berkas permohonan perkara.

6Senin, 12 Nofember 2012Mengerjakan pendataan Klasifikasi Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.

7Selasa, 13 Nofember 2012Masih Mengerjakan pendataan Klasifikasi Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.

8Rabu, 14 Nofember 2012Masih Mengerjakan pendataan Klasifikasi Putusan Mahkamah Kostitusi yang berkenaan dengan Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945.(belum selesai)

9Kamis, 15 Nofember 2012Cuti bersama (tidak ada kegiatan)

10Jumat, 16 Nofember 2012Cuti bersama (tidak ada kegiatan)

11Senin, 19 Nofember 2012Shearing dengan pegawai yang ada di bagian Risalah Sidang..( karena penempatan kegiatan magang di ganti ke bagian risalah)

12Selasa, 20 Nofember 2012Membuat Risalah Sidang di bagian Risalah.( karena penempatan kegiatan magang di ganti ke bagian risalah)

13Rabu, 21 Nofember 2012a. Tetap membuat Risalah Sidang di bagian Risalahb. Mengikuti ekspedisi berkas ke semua hakim Mahkamah Konstitusi.

14Kamis, 22 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi yakni Prof. Dr. Maria Farida Indrati, SH., MH,

15Jumat, 23 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan salah satu hakim Mahkamah Konstitusi yakni Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H.,

16Senin, 26 Nofember 2012Meminta data tentang proses penerimaan permohonan perkara di Mahkamah Konstitusi.

17Selasa, 27 Nofember 2012Melakukan wawancara dengan Kepala Pusat Pendidikan yakni Prof. Dr.M.Guntur Hamzah, S.H., M.H..

18Rabu, 28 Nofember 2012Mengolah data yang sebagian telah diperoleh di Perpustakaan Mahkamah Konstitusi.

19Kamis, 29 Nofember 2012

20Jumat, 30 Nofember 2012

21Senin, 03 Desember 2012

22Selasa, 04 Desember 2012

23Rabu, 05 Desember 2012

2.1.2 Program Kegiatan Magang MingguanBerikut ini Uraian Kegiatan Magang Mingguan yang dilakukan selama di Polres Sampang yaitu :NoKegiatanMinggu 1Minggu 2Minggu 3Minggu 4

1Pengarahan dari Pembimbing Lapangan

2Melakukan identifikasi masalah melalui diskusi dengan Pembimbing Lapangan, Panitera, serta Hakim Mahkamah Konstitusi.

3Mengumpulkan Data, melengkapi dan menyempurnakan data, menyusun dan menganalisis data yang di peroleh

4Menyusun laporan magang

2.1.3 Kegiatan Yang Terlaksana dan Tidak TerlaksanaSetelah selasai magang di Mahkamah Konstitusi tentunya ada beberapa hal yang belum terlaksana secara menyeluruh dan ada pula yang terlaksana dengan baik. Berikut kegiatan Yang Terlaksana Dan Yang Tidak Terlaksana selama magang di Mahkamah Konstitusi Yaitu :Kegiatan Yang Terlaksana dan Tidak Terlasana Selama MagangNOKEGIATAN YANG TERLAKSANAKEGIATAN YANG TAK TERLAKSANA

1Berwawancara dengan pembimbing lapangan terkait dengan apa saja kegiatan yang akan dilakukan selama menjalani magang.-

2Berwawancara dengan para panitera dan Hakim Mahkamah Konstitusi terkait dengan proses penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara.Tidak mendapatkan waktu yang cukup lama untuk mengulas lebih jauh tentang proses penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara karena kesibukan dari panitera dan Hakim Mahkamah Konstitusi.

3-Belum bertemu dengan Sekertaris Jenderal yakni Janedjri M. Gaffar

2.2 Hasil Pengamatan2.2.1 Visi dan Misi Mahkamah KonstitusiGuna menjawab berbagai tantangan dengan memperhatikan lingkungan, karakter strategis dan analisi SWOT, Mahkamah Konstitusi menetapkan dan menjalankan Visi, Misi sebagai suatu kelembagan yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Mahkamah Konstitusi mempunyai Visi dan misi sebagai berikut:Visi Mahkamah Konstitusi adalah:tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.Misi Mahkamah Konstitusi adalah:a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya.b. Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi2.2.2 Teori dan Dasar Hukum Proses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara.2.2.2.1 Lembaga NegaraLembaga Negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) (1997:979-58), kata lembaga antara lain diartikan sebagai 1) asal mula (yang akan menjadi sesuatu); bakal (binatang, manusia, tumbuhan); (2) bentuk (rupa, wujud) yang asli; (3) acuan; ikatan (tentang mata cincin dsb); (4) badan (oganisasi) yang tujuannya melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (5) pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan.[footnoteRef:5] [5: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, diakses tanggal 10 Oktober 2012 pukul 19.00 WIB]

Pasal 1 ayat (5) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara yakni Lembaga Negara adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.[footnoteRef:6] Lembaga Negara terkadang disebut dengan istilah Lembaga Pemerintahan, Lembaga pemerintahan Non Departemen, atau Lembaga Negara saja.[footnoteRef:7] Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD 1945, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaanya dari Undang-Undang, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.[footnoteRef:8] [6: Pasal 1 ayat 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.] [7: Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), hlm. 31] [8: Ibid. hml. 42 ]

Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, lembaga negara dapat dibedakan:[footnoteRef:9] [9: Tesis Lutfi Widagdo]

a. Lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, danb. Lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD 1945, tetapi diberikan oleh undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya.Sederhananya dapat dibedakan menjadi dua kategori Lembaga Negara yakni Lembaga Negara yang disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Lembaga Negara Yang tidak disebut dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Lembaga Negara Yang Disebut Dalam Undang-Undang Dasar 1945Undang-Undang Dasar 1945 menyebut lembaga secara imsplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Undang-Undang Dasar 1945 sendiri tidak merinci secara tegas lembaga negara mana saja yang termasuk lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Menurut Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara yakni:[footnoteRef:10] [10: Pasal 2 ayat 1 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.]

Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah: a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); b. Dewan Perwakilan Daerah (DPD); c. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR); d. Presiden; e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); f. Pemerintahan Daerah (Pemda); atau g. Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

Kemudian Pasal 2 ayat (1) huruf g Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara tidak menjelaskan secara terperinci Lembaga Negara mana yang kewenangnya diberikan oleh Undang Undang Dasar.Lembaga negara yang disebut nama dan kewenangannya dalam Undang Undang Dasar 1945 yakni:[footnoteRef:11] [11: Abdul Muktie Fadjar,Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm.184]

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);2. Presiden;3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);4. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);5. Mahkamah Agung (MA);6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);7. Pemerintah (an) Daerah;8. Komisi Pemilihan Umum (KPU);9. Komisi Yudisial (KY);10. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI);11. Bank Sentral;12. Tentara Nasional Indonesia (TNI);13. Kepolisian Negara Republik Indonesia.Ada pula yang menjelaskan Lembaga Negara yang disebut dalam Undang Undang Dasar 1945. Akan tetapi, penyebutan Lembaga Negaranya berbeda yakni Lembaga Tinggi Negara dan lembaga Konstitusional Lainnya. Kemudian Untuk Lembaga Negara yang tidak disebut dalam Undang Undang Dasar 1945 dikatakan Lembaga Negara Lainnya. Dikatakan Lembaga Negara lainnya karena lembaga Negara Tersebut dibentuk oleh peraturan yang berada dibawah Undang Undang Dasar 1945, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden. Lembaga Negara yang disebut dalam Undang Undang Dasar 1945 dengan penyebutan Lembaga Tinggi Negara yakni:[footnoteRef:12] [12: Jimly Asshiddiqie, Op.cit.hlm 122]

1. Presiden dan Wakil Presiden;2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);5. Mahkamah Konstitusi (MK);6. Mahkamah Agung (MA);7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Kemudian Lembaga Negara Yang disebut dalam Undang Undang Dasar dengan penyebutan Lembaga Konstitusional Lainnya yakni:[footnoteRef:13] [13: Jimly Asshiddiqie, Op.cit. hlm 172]

1. Menteri dan Kementrian Negara;2. Dewan Pertimbangan Presiden;3. Komisi Yudisial;4. Tentara Nasional Indonesia;5. Kepolisian Negara Republik Indonesia;6. Kejaksaan;7. Komisi Pemberantasan Korupsi;8. Komisi pemilihan Umum;9. Komisi Nasional HAM;10. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Lembaga Negara Yang Tidak Disebut Dalam Undang-Undang Dasar 1945Beberapa Lembaga Negara yang tidak disebut dalam Undang Undang Dasar yang kemudian dibentuk berdesarkan amanat Undang Undang atau peraturan yang lebih rendah, seperti Peraturan Pemerintah, Paraturan Presiden atau Keputusan Presiden. Beberapa diantaranya yakni :[footnoteRef:14] [14: Jimly Asshiddiqie, Ibid. hlm 253]

1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.2. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat.3. Lembaga Kepolisian (Komisi Kepolisian), yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.4. Dewan Pertahanan Nasional, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.5. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.6. Dewan Pengupahan Nasional, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.7. Dewan Pendidikan, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendididikan Nasional.8. Dewan Sumber Air, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.9. Dewan Pers, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.10. Badan SAR Nasional, yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 2000 tentang Pencairan dan Pertolongan.11. Komisi Banding Merek, yang dibentuk oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Komisi Banding Merek.12. Lembaga Sensor Film, yang dibentuk oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film.13. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang dibentuk oleh Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi.

2.2.2.2 Sengketa Kewenangan Antar Lembaga NegaraUndang Undang Dasar 1945 memang menganut Pemisahan Kekuasaan, maka setelah perubahan keempat, prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal itu tidak lagi dianut oleh Undang Undang Dasar 1945 .[footnoteRef:15] Sebagai akibat dari sistem pemilihan Umum secara langsung oleh rakyat, maka Presiden yang semula dianggap tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR, sekarang dianggap langsung bertanggung jawab kepada rakyat pemilihnya.[footnoteRef:16] [15: Jimly Asshidiqie, Sengketa kewenangan Antar Lembaga Negara. (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm.10] [16: Ibid.]

Wewenang Mahkamah Konstitusi untuk memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar 1945, dapat disebut dengan lebih sederhana dengan sengketa kewenangan konstitusional antar lembaga negara.[footnoteRef:17] Dalam pengertian sengketa kewenangan lembaga negara itu terdapat dua unsur yang harus dipenuhi yaitu: [17: Ibid. hlm. 15 ]

1. Adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam Undang Undang Dasar 2. Timbulnya sengketa dalam pelaksanaan kewenangan konstitusional tersebut sebagai akibat perbedaan penafsiran diantara dua atau lebih lembaga Negara yang terkait.[footnoteRef:18] [18: Ibid.]

Sebenarnya telah timbul beberapa kasus yang dapat dilihat sebagai sengketa kewenangan lembaga negara. Hanya saja, obyek yang dipersoalkan tidak selalu dikaitkan dengan soal kewenangan, melainkan dengan pengujian Undang-Undang sebagai pintu masuk (entry-point) untuk mengajukan perkara.[footnoteRef:19] Misalnya, dalam putusan Mahkamah konstitusi Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara Komisi Pemilihan Umum dan Pemerintahan Daerah Provinsi Papua (yakni Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Gubenur Papua),[footnoteRef:20] yang dalam putusannya dikabulkan. [19: Ibid. hlm. 20] [20: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara.]

Persoalan yang dipermasalahkan adalah adanya kewenangan konstitusional Pemohon sebagai penyelenggara Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang kemudian dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Propinsi Papua. Komisi Pemilihan Umum, berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).[footnoteRef:21] Akan tetapi, penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Propinsi Papua dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah Propinsi Papua. Hal ini mendapat reaksi dari berbagai kalangan tentang ketidakkonsistenan pengaturan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah diakui sebagai rezim Pemilu.[footnoteRef:22] [21: Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah] [22: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara. Ibid. Hlm 8]

Terlepas dari apa yang menjadi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pemohonan semacam ini, yang jelas persoalan tersebut dapat dilihat dari kacamata Sengketa Kewenangan lembaga Negara. Meskipun perkaranya melalui Pintu Masuk Pengujian Undang-Undang, tetapi pada substansinya menyangkut sengketa antara lembaga Komisi Pemilihan Umum dan Pemerintah Daerah Propinsi Papua.Objek sengketa antar lembaga negara dalam kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah persengketaan mengenai kewenangan konstitusional antar lembaga negara.[footnoteRef:23]Satu-satunya lembaga negara yang dikecualikan dari kemungkinan menjadi pihak dalam perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara ini adalah Mahkamah Agung sebagaimana ditentukan oleh pasaal 65 Undang-undang No. 24 Tahun 2003. Pasal ini menentukan Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Mahkamah konstitusi.[footnoteRef:24] [23: Yudi Widagdo Harimurti, 2009, Buku Ajar Panduan Bagi Mahasiswa Mata kuliah Lembaga Negara, Universitas Trunojoyo Madura, Hlm.144] [24: Pasal 65 Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.]

Sengketa kewenangan antar lembaga negara ini terletak pada soal kewenangan konstitusionalnya yang dalam hal pelaksanaannya, bukan terletak pada kelembagaan lembaga negara tersebut. Dengan demikian Mahkamah Konstitusilah yang berwenang untuk memutus sengketa antar lembaga negara. Ada beberapa penyebab lembaga-lembaga Negara bersengketa, yakni:[footnoteRef:25] [25: Jurnal Konstitusi, juni 2007, vol. 4 nomor 2, Hml. 72]

a. Sistem ketatanegaraan yang diadopsikan dalam ketentuan UUD 1945 sesudah perubahan I, II dan IV, Mekanisme hubungan antarlembaga negara bersifat horizontal, tidak lagi vertikal. Jika sebelumnya kita mengenal adanya lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara, maka sekarang tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. MPR bukan lagi lembaga yang paling tinggi kedudukannya dalam bangunan struktur sistem ketatanegaraan kita, melainkan sederajat satu sama lain dengan lembaga-lembaga konstitusional lainnya, seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA dan BPK. Checks and balances merupakan prinsip hubungan antar lembaga, dimana lembaga-lembaga tersebut diakui sederajat tetapi saling mengendalikan, sehingga dalam melaksanakan kewenangan UUD terdapat perselisihan dalam menafsirkannya, mekanisme penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui proses peradilan tata negara yaitu dengan nama Mahkamah Konstitusi.b. Norma-norma yang menentukan kewenangan kewenangan subyek kelembagaan yang diatur dalam UUD 1945 tidak hanya terkait dengan subyek-subyek ketatanegaraan yang biasa dikenal sebagai lembaga negara, melainkan terkait pula dengan subyek-subyek kelembagaan yang lebih luas. Subyek yang di maksud misalnya TNI (tentara Nasional Indonesia), Kepolisian Negara, Pemerintah Daerah, dan sebagainya. Jika lembaga tersebut menghadapi hambatan dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya masing-masing, maka lembaga tersebut dapat mengajukan persoalannya untuk diselesaikan di Mahkamah Konstitusi melalui perkara sengketa kewenangan konstitusional antarlembaga negara. Oleh karena kedua alasan itu, maka buku ini memberikan informasi dan pengertian mengenai seluk beluk prosedur beracara di Mahkamah konstitusi berkenaan dengan perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara.2.2.2.3 Proses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga NegaraProses penyelasaian Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi telah terjabarkan dengan jelas di Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara yakni dari awal mengajukan permohonan perkara sampai lepada putusan Mahakamah Konstitusi terhadap Perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara.Adapun Pasal yang mengatur dan menjelaskan tentang proses permohonan perkara sengketa Kewenangan Lembaga Negara yakni:Pasal 5 (1) Permohonan ditulis dalam bahasa Indonesia dan harus memuat: a. Identitas lembaga negara yang menjadi pemohon, seperti nama lembaganegara, nama ketua lembaga, dan alamat lengkap lembaga negara;b. nama dan alamat lembaga negara yang menjadi termohon; c. uraian yang jelas tentang: 1. kewenangan yang dipersengketakan; 2. kepentingan langsung pemohon atas kewenangan tersebut; 3. hal-hal yang diminta untuk diputuskan. (2) Permohonan dibuat dalam 12 (duabelas) rangkap dan ditandatangani olehPresiden atau Pimpinan lembaga negara yang mengajukan permohonan atau kuasanya. (3) Selain dibuat dalam bentuk tertulis, permohonan dapat pula dibuat dalam format digital yang tersimpan secara elektronik dalam media penyimpanan berupa disket, cakram padat (compact disk), atau yang sejenisnya. (4) Permohonan sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara diajukan tanpa dibebani biaya perkara. Pasal 6 (1) Permohonan tertulis dan/atau format digitalnya (soft copy) diajukan kepada Mahkamah melalui Kepaniteraan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai alat-alat bukti pendukung, misalnya dasar hukum keberadaan lembaga negara atau surat/dokumen pendukung. (3) Alat-alat bukti tertulis yang diajukan, seluruhnya dibuat dalam 12 (duabelas) rangkap dengan bukti yang asli diberi materai secukupnya. (4) Apabila pemohon bermaksud mengajukan ahli dan/atau saksi, pemohon harus menyertakan daftar ahli dan/atau saksi yang akan memberi keterangan yang berisi identitas, keahlian, kesaksian dan pokok-pokok keterangan yang akan diberikan. (5) Dalam hal pemohon belum mengajukan ahli dan/atau saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon masih dapat mengajukan ahli dan/atau saksi selama dalam pemeriksaan persidangan.

2.3 Faktor Pendukung dan Penghambat kegiatan.2.3.1 Faktor pendukung kegiatan magang di Mahkamah Konstitusi yaitu :1. Dalam mencari data untuk laporan magang kita tidak perlu repot untuk mencarinya karena setiap memperlukan data pembimbing lapangan langsung menyediakan.2. Pembimbing lapangan sangat membantu saya dalam menjalankan beberapa tugas di Mahkamah Konstitusi, selain tugas itu sangat membantu penelitiaan saya juga untuk pengalaman saya. 3. Tugas yang di berikan oleh pembimbing lapangan tidak lepas dari judul laporan yang saya angkat.4. Untuk melakukan wawancara dengan target magang diberikan kesempatan atau waktu untuk wawancara.2.3.2 faktor penghambat kegiatan magang di Mahkamah Konstitusi yaitu :1. Untuk mengerjakan Risalah harus menunggu adanya sidang dan berahirnya di setiap sidang di Mahkamah Konstitusi. Karena rekaman sidang akan keluar setelah selesai dilakukannya sidang.2. Jakarta yang macet membuat saya terkadang tidak tepat waktu, yag seharusnya datang jam 08.00 WIB terkadang saya datang 08.15 WIB dan menjadi hambatan saya untuk segera melakukan pekerjaan magang dengan tepat waktu.

BAB IIIPenutup

3.1 KesimpulanProses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara sudah secara jelas diatus dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.

3.2 SaranProses Penyelesaian Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi sudak cukup baik, namun sebaiknya Mahkamah Konstitusi lebih memperjelas kembali mana-mana sajakah Lembaga yang dapat berperkara di Mahkamah Konstitusi, sebagai penegasan ataupun penafsiran lembaga yang ada di Undang-Undang Dasar 1945.

Daftar PustakaPeraturan Perundang-UndanganUndang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316)Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.)Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara.Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3/SKLN-X/2012 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara.

Referensi

Jimly, Asshidiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.Abdul, Muktie Fadjar, 2006.Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.Jimly, Asshidiqie,2005. Sengketa kewenangan Antar Lembaga Negara. Jakarta: Konstitusi Press.Yudi Widagdo Harimurti, 2009, Buku Ajar Panduan Bagi Mahasiswa Mata kuliah Lembaga Negara, Universitas Trunojoyo Madura.Tesis Lutfi WidagdoJurnal Konstitusi, juni 2007, vol. 4 nomor 2, Hml. 72

WebsiteKamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/pdfMakalah/makalah_makalah_17_oktober_2009.pdf,http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=kewenangan+mahkamah+konstitusi+dalam+memutus+sengketa+antar+lembaga+negara,

26