penerapan asas pacta sunservanda dalam...

92
i PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM PENYUSUNAN KONTRAK SYARIAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) NOMOR. 93/PUU-X/2012 (Studi Kasus Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita Parung, Bogor) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: LELY LAELATUL LATIFAH NIM: 11140460000076 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: lynga

Post on 21-Jun-2019

273 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

i

PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM PENYUSUNAN

KONTRAK SYARIAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

(MK) NOMOR. 93/PUU-X/2012

(Studi Kasus Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita

Parung, Bogor)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

LELY LAELATUL LATIFAH

NIM: 11140460000076

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

ii

PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM PENYUSUNAN

KONTRAK SYARIAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

(MK) NOMOR. 93/PUU-X/2012

(Studi Kasus Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita

Parung, Bogor)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Lely Laelatul Latifah

NIM : 11140460000076

Pembimbing:

Fathudin, S.H.I., S.H., M.Hum., M.A.

NIDN. 2110068503

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Penerapan Asas Pacta Sunservanda Dalam Penyusunan

Kontrak Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-

X/2012 (Studi pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita

Parung, Bogor)”, telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada, (18 Desember 2018). Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Srata Satu (S-1) pada

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.

Jakarta, 24 Januari 2019

Mengesahkan

Dekan,

Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : AM. Hasan Ali, M.A. (........................)

NIP. 19751201 200501 1 005

2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. (........................)

NIP. 19731215 200501 1 002

3. Pembimbing : Fathudin, S.H.I., S.H., M.Hum., M.A. (........................)

NIDN. 2110068503

4. Penguji 1 : Faris Satria Alam M.H. (........................)

NIDN. 0325038802

Page 4: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 November 2018

Lely Laelatul Latifah

Page 5: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

v

ABSTRAK

Lely Laelatul Latifah. NIM 11140460000076. PENERAPAN ASAS PACTA SUN

SERVANDA DALAM PENYUSUNAN KONTRAK SYARIAH PASCA

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012 (STUDI

KASUS PADA BPRS INSAN CITA PARUNG, BOGOR). Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syariah Hidayatullah Jakarta,

1440 H/2018 M.

Berakhirnya choice of forum (pilihan forum) dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, bahkan menimbulkan satu masalah baru yaitu

ketika para pihak yang ingin melakukan perjanjian kontrak syariah menggunakan

lembaga lain selain di Pengadilan Agama sebagaimana asas pacta sunservanda

yang tertuang di dalam akad, maka dalam hal ini kontrak syariah yang dibuat oleh

para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketa sesuai dengan isi akad tersebut

karena asas Pacta sunservanda tersebut mengatur apa yang dituliskan oleh para

pihak dalam melakukan kontrak atau perjanjian yang dibuat sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan tersebut secara faktual terjadi

dalam praktik penyusunan akad syariah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

(BPRS) Insan Cita yang terletak di daerah Parung, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan lembaga

penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-

X/2012 dan bagaimana eksistensi asas pacta sunservanda dan asas kebebasan

berkontrak di dalam akad syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dengan

studi pustaka dan didukung dengan wawancara mengenai penyusunan kontrak

syariah BPRS Insan Cita Parung Bogor.

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, Konsep penyelesaian sengketa perbankan

syariah yang dilakukan oleh BPRS Insan Cita dalam akad atau kontrak syariah

masih mencantumkan Pengadilan Negeri sebagai tempat menyelesaikan

perselisihan antara Nasabah dengan BPRS Insan Cita. Hal tersebut terjadi apabila

tidak mendapatkan kesepakatan secara damai antara BPRS Insan Cita dengan

nasabah. Pilihan forum tersebut tentu bertentangan dengan putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa kewenangan absolut

mengadili sengketa ekonomi syariah secara litigasi khususnya perbankan syariah

jatuh kepada Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Eksistensi Asas Pacta

Sunservanda terhadap akad syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita akan terjadi penolakan gugatan atau tidak akan diterima

oleh Pengadilan Negeri.

Kata Kunci : Penyusunan akad, Pilihan Forum, BPRS Insan Cita

Pembimbing : Fathudin, S.H.I., S.H., M.A. Hum., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1993 Sampai Tahun 2018

Page 6: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

vi

KATA PENGANTAR

يم ب ح الر حمن الر هللا سم

Segala puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan

semesta alam pemilik segala ilmu yang maha pengasih lagi maha pemurah yang

telah mencurahkan berbagai nikmat kepada makhluknya. Berkat kehendak dan

karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak

lupa peneliti curahkan kepada baginda nabi besar kita Nabi Muhammad SAW,

dengan kemuliaan dan keberaniannya telah membawa kita menuju jalan yang

penuh cahaya dan serta membuka jalan pengetahuan untuk umatnya.

Dalam penyusunan dan penelitian skripsi ini peneliti menyadari banyak

kendala yang dirasa menghambat dalam penyelesaiannya. Namun dengan niat

ikhlas dan tulus diiringi dengan rasa kesabaran dan tawakal untuk mengharap Ridha

Allah Subhanahu Wata'ala, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak, baik bersifat bimbingan, petunjuk, maupun kesempatan

berdiskusi untuk bertanya. Oleh karena itu, peneliti secara khusus mengucapkan

tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. A.M. Hasan Ali, M.A, Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,

3. H. Abdurrauf, Lc, M.A, Sekretaris Program Studi Hukum ekonomi Syariah

4. Fathudin, S.H.I., S.H., M.A., Hum, M.H. selaku Dosen Pembimbing skripsi

yang telah banyak membantu meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga serta

kesabarannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga ilmu yang diajarkan mereka

bermanfaat serta menjadi keberkahan peneliti dalam kehidupan.

Page 7: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

vii

6. Pimpinan dan Segenap Staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memfasilitasi

peneliti dengan berbagai referensi literature.

7. Kepada kedua orang tua peneliti, Edy Suryadi dan Siti Hindun yang tidak

pernah lelah dan henti-hentinya mendoakan peneliti setiap saat, yang selalu

memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti, agar bermanfaat bagu

agama, bangsa, dan khususnya bagi peneliti sendiri.

Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan pihak-pihak yang telah

membantu, memberi dukungan dan do’a kepada peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik untuk

peneliti maupun untuk para pembaca. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Jakarta, 12 November 2018

Lely Laelatul Latifah

Page 8: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL…………………………………………………………..i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING………………………………ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............ 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 5

D. Metode Penelitian............................................................... 6

E. Sistematika Penulisan ........................................................ 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual ......................................................... 10

B. Kerangka Teori ................................................................. 24

C. Kajian (Riview) Studi Terdahulu ........................................ 37

BAB III MODEL PENYELESAIAN SENGKETA di BPRS INSAN CITA

A. Sekilas Tentang BPRS HIK Insan Cita .............................. 40

B. Visi Misi BPRS HIK Insan Cita ........................................ 43

C. Strategi Pengembangan BPRS HIK Insan Cita .................. 45

D. Produk-produk Perbankan BPRS HIK Insan Cita ............. 46

E. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Menurut

Putusan Mahkamah Konstitusi ........................................... 47

F. Model Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di BPRS Insan

Cita .................................................................................... 50

BAB IV EKSISTENSI ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM AKAD

KOTRAK SYARIAH BPRS INSAN CITA

A. Potret Akad Produk Perbankan BPRS HIK Insan Cita ...... 51

1. Belum Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Page 9: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

ix

Nomor 93/PUU-X/2012 ..................................................... 51

2. Belum Sesuai dengan Asas Kebebasan Berkontrak ........... 54

3. Belum Sesuai dengan Asas Pacta Sun Servanda ............... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 65

B. Rekomendasi ...................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 10: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan tumbuh kembangnya aktivitas yang pesat dan kompleks,

melahirkan bermacam bentuk kerja sama yang semakin kompleks dalam

berbisnis. Mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak

mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Pada

sector bisnis syariah misalnya, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinta

sengketa. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang

melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para

pihak. Dalam rangka mengantisispasi hal tersebut, para pelaku bisnis dan para

pakar hukum bisnis mencari bentuk penyelesaian sengketa yang efektif dan

efisien.

Sejak tahun 2006 yaitu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Peradilan Agama menjadi dasar hukum pelaksanaan penyelesaian sengketa

ekonomi syariah maka Pengadilan Agama memiliki kewenangan baru untuk

menyelesaikan sengketa ekonomi melalui jalur litigasi, hal ini merupakan

kewenangan absolute Pengadilan Agama. Selain jalur litigasi, Badan Arbitrase

Syariah sebagai jalur non litigasi sudah dahulu berhak menyelesaikan sengketa

ekonomi syariah yang didasari dengan Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan diperkuat dengan

pernyataan yang ada dalam Fatwa DSN-MUI.1

1 Sejak tumbuh dan berkembangnya aktifitas perbankan syariah di tahun 1998 penyelesaian

sengketa perbankan syariah rata-rata dilakukan melalui proses Arbitrase oleh Badan Arbitrase

Syariah Indonesia (BAMUI) dan kemudian berubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) melalui Surat Keputusan Majelis Ulama Nomor Kep-09/MUI/XII/2003 karena

rata-rata akad (perjanjian) antara bank syariah dengan nasabahnya selalu mencantumkan arbitration

clause. Lihat, Ummi Uzma, Pelaksanaan atau Ekseskusi Putusan Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) Sebagai Kewenangan Pengadilan Agama, Jurnal Hukum dan

Pengembangan Tahun ke-44 Nomor. 3, Juli- September 2014, h. 390

Page 11: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

2

Namun, pada tahun 2008 seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, khusus dalam penyelesaian

sengketa perbankan syariah tidak lagi absolut menjadi kewenangan peradilan

agama hal ini dikarenakan Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 menetapkan penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan peradilan agama; Ayat (2), “Dalam hal para pihak

telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud

pada Ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.

Selanjutnya pada penjelasan Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang Perbankan

Syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut: (1)

Musyawarah; (2) Mediasi perbankan; (3) Melalui Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau (4) Melalui

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Ketentuan Pasal 55 Ayat (2) beserta penjelasannya itu menunjukkan bahwa

telah terjadi reduksi terhadap kompetensi peradilan agama dalam bidang

perbankan syariah yang mana dari penjelasan Pasal 55 Ayat (2) Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tersebut, ternyata peradilan umum diberi

kompetensi dalam penyelesaian perkara Ekonomi syariah dalam bidang

perbankan syariah yang mana para pihak diperbolehkan memilih peradilan

umum sebagai choice of forum (pilihan forum) dalam menyelesaikan sengketa

perbankan sehingga hal ini berimplikasi mereduksi kewenangan peradilan

agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan yang sebagian ahli

berpendapat adanya choice of forum (pilihan forum) ini merupakan

inkonsistensi pembentuk undang-undang dalam merumuskan aturan hukum.2

Persoalan dualisme forum penyelesaian sengketa perbankan syariah

berakhir sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-

X/2012 Perihal uji materil Pasal 55 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Putusan tersebut sekaligus

2 Nurhasanah dan Hotnidah Nasution, Kecenderungan Masyarakat Memilih Lembaga

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Ahkam: Vol, XVI, Nomor. 2, Juli 2016, h. 273

Page 12: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

3

menguatkan Kewenangan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa

perbankan syariah.3 Implikasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menjadi

kiblat mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Indonesia.

Peraturan-peraturan yang diakui turut mengikuti perkembangan hukum dalam

pencantuman forum penyelesaian sengketa termasuk dalam Fatwa Tentang

keuangan syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI).

Berakhirnya choice of forum (pilihan forum) tersebut, bahkan menimbulkan

satu masalah baru yaitu ketika para pihak yang ingin melakukan perjanjian

kontrak syariah menggunakan lembaga lain selain di Pengadilan Agama

sebagaimana asas pacta sunservanda yang tertuang di dalam akad, maka dalam

hal ini kontrak syariah yang dibuat oleh para pihak tidak dapat menyelesaikan

sengketa sesuai dengan isi akad tersebut karena asas Pacta sunservanda tersebut

mengatur apa yang dituliskan oleh para pihak dalam melakukan kontrak atau

perjanjian yang dibuat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan tersebut secara faktual terjadi dalam praktik penyusunan akad

syariah pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita yang terletak

di daerah Parung. Dalam kesehariannya penyusunan akad atau kontrak pada

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita mencantumkan klausul

Pengadilan Negeri sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa Ekonomi

syariah.

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti perlu mengkaji lebih lanjut

Tentang apa yang melatarbelakangi pencantuman klausul Penyelesaian

sengketa oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dan

bagaimana eksistensi asas pacta sunservanda dan asas kebebasan berkontrak

terhadap akad tersebut. Dengan demikian, maka karya tulis ilmiah ini berjudul

“Penerapan Asas Pacta Sunservanda Dalam Penyusunan Kontrak Syariah

3 Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor.

93/Puu-X/2012 Terhadap Penyelesaian Sengketa Nomorn Litigasi Perbankan Syariah, Prosiding

SNaPP 2015, Sosial, Ekonomii, dan Humaniora, h. 724

Page 13: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

4

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 (Studi

Kasus Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana konsepsi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan

Cita dalam melakukan choice of forum penyelesaian sengketa dalam

sebuah akad?

2. Apakah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam

melakukan choice of forum telah sesuai dengan pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012?

3. Bagaimana peran nasabah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Insan Cita terhadap choice of forum dalam pembuatan kontrak

perjanjian?

4. Apakah choice of forum yang dilakukan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita sudah sesuai dengan asas pacta sunt

servanda?

5. Bagaimana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita

menanggapi choice of forum setelah keluarnya Putusan Mahkamah

Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012?

2. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini dibatasi pada pemilihan penyelesaian sengketa

perbankan syariah dan eksistensi asas pacta sunservanda pasca adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti

merumuskan pokok permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam

skripsi ini, Bagaimana penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan lembaga

penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

93/PUU-X/2012 dan Bagaimana eksistensi asas pacta sunservanda dan asas

Page 14: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

5

kebebasan berkontrak di dalam akad syariah yang dibuat oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan masalah-masalah yang telah dijelaskan diatas,

maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk menyelesaikan dan mencari

jawaban atas masalah-masalah tersebut dengan upaya sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan

lembaga penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) Nomor 93/PUU-X/2012.

b. Untuk mengetahui eksistensi asas pacta sunservanda dan asas

kebebasan berkontrak dalam akad syariah yang dibuat oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian akan lebih bermanfaat apabila mempunyai data yang akurat

dan dapat menambah wawasan pembaca, oleh karena itu, peneliti

merumuskan manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini digunakan untuk sumber data dan informasi yang

dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sebagai

bahan menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu Hukum khususnya

Hukum Ekonomi Syariah.

2) Sebagai suatu wacana akademik di bidang ilmu hukum yang perlu

ditindak lanjuti melalui pengembangan lebih mendalam agar dapat

diaplikasikan pada masyarakat luas.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan

sebagai sumber kajian bagi yang berkepentingan, terutama bagi praktisi

hukum. Dan juga diharapkan dapat berguna sebagai jawaban dari

Page 15: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

6

berbagai persoalan yang terjadi dalam lingkup penyelesaian sengketa

Lembaga Keuangan Syariah.

D. Metode Penelitian

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan,

atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti memperoleh

sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti

memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang sudah ada. Menguji

kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih menjadi diragu-ragukan

kebenarannya. Oleh karena itu, setiap tahap dalam penelitian harus didasari

pada suatu metode penelitian yang berfungsi sebagai arah yang tepat untuk

mencapai tujuan penelitian yang dilakukan.

Metodologi adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan

dan terminologi oleh karena suatu penelitian bertujuan untuk mengungkap

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan

analisis.4

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,

merumuskan dan menganalisis suatu hal sampai menyusun laporannya.5 Oleh

karena itu guna mendapatkan hasil yang mempunyai nilai yang tinggi serta

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan suatu metode

penelitian yang tepat.

Pada bagian ini akan dijelaskan secara rinci hal-hal yang terkait dengan

metode penelitian pada proposal penelitian ini, yaitu:

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Normatif empiris. Metode penelitian hukum Normatif empiris ini pada

dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum Normatif

dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian

Normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum Normatif

4 Soerjono soekanto dan Sri Mamudji, penelitian hukum Normatif, suatu tinjauan

singkat,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.1. 5 Cholid Narbuko, H Abu Ahmad, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Angkasa, 2002),

h. 2

Page 16: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

7

(undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu

yang terjadi dalam suatu masyarakat atau memandang hukum sebagai

kenyataan, mencakup kenyataan social, kenyataan kultur dan kajian ini

bersifat deskriptif. 6

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum yang

dilakukan dengan memakai pendekatan undang-undang (statute

approach) dan pendekatan kasus (case approach) di mana penelitian ini

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang akan diteliti.7 Dengan pendekatan

tersebut penelitian ini dilakukan dengan menelaah Undang-Undang

Perbankan Syariah dalam memilih penyelesaian sengketa pasca putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012.

3. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh peneliti berasal dari data primer dan

sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang

diperoleh langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder adalah data

yang diperoleh dari kepustakaan. Sumber data penelitian ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data-data yang diperoleh dari

sumber pertama. Sumber data primer penelitian ini berupa Putusan

Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor.93/PUU-X/2012, Asas Pacta

Sunservanda Pasal 1338 KUH Perdata, Undang-Undang Nomor. 3

Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor. 30

tahun 1999 Tentang Arbitrase dan ADR, Akad Kontrak Syariah Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dan Hasil wawancara

6 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum,

(Jakarta:Kencana,2012), h. 2 7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana,2014), h. 133

Page 17: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

8

dengan Direktur Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan

Cita.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan data-data yang diambil sebagai

penunjang dan penjelas dari sumber data primer atau sumber data

sekunder, misalnya skripsi, tesis, disertasi hukum, kamus-kamus,

jurnal-jurnal hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya.8

4. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.9 Wawancara

tersebut dilakukan berupa tanya jawab terhadap pengambil kebijakan

pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita.

b. Dokumentasi merupakan pencarian dan pengumpulan hal-hal atau

variabel-variabel berupa buku, agenda, hasil seminar, artikel, dan

sebagainya yang berkaitan dengan pokok penelitian.

5. Metode Pengelolaan Data

Setelah data-data terkumpul maka peneliti mengolah data-data tersebut

dengan menggunakan analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif

merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan

kepada orang lain.10

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 195-196. 9 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), h. 72. 10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2005), h. 248 dalam Tesis Farhan Wildani yang berjudul Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa

Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 93/PUU-X/2003 (Studi Kasus di

PT BPRS Sarana Prima Mandiri Pemekasan Madura)

Page 18: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

9

E. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian skripsi nantinya, diperlukan adanya uraian mengenai

susunan penelitian yang dibuat agar pembahasan teratur dan terarah pada

pokok permasalahan yang sedang dibahas. Untuk itu, peneliti

merencanakan penelitian ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, yaitu:

Bab pertama, merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar

belakang , pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab kedua, membahas mengenai tinjauan umum kajian pustaka,

kerangka konseptual, kerangka teori, tinjauan (riview) kajian terdahulu,

Ekonomi syariah meliputi akad syariah, asas-asas perjanjian dalam hukum

perikatan, dan penyelesaian sengketa perbankan syariah.

Bab ketiga, pada bab tiga ini akan membahas tentang model

penyelesaian sengketa di BPRS Insan Cita, Sekilas tentang BPRS HIK Insan

Cita, dan produk-produk BPRS HIK Insan Cita, penyelesaian sengketa

Ekonomi menurut pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan model

penyelesaian sengketa di BPRS Insan Cita.

Bab keempat, bab ini akan memuat analisis terhadap eksistensi asas

pacta sunservanda dalam akad kontrak syariah di Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita, potret akad produk BPRS Insan Cita, akad

belum sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, akad belum sesuai

dengan asas kebebasan berkontrak, dan asas belum sesuai dengan asas pacta

sun servanda.

Bab kelima, simpulan dan rekomendasi.

Page 19: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

1. Pilihan Forum

Klausul pilihan forum (choise of forum) merupakan salah satu klausul

yang sangat penting diperhatikan dalam pembuatan kontrak. Klausul ini

biasanya diletakkan di akhir kontrak. Pilihan forum merupakan kesepakatan

kedua belah pihak untuk menentukan dimanakah dan bagaimanakah

sengketa mereka akan diselesaikan jika suatu saat terjadi.

Dalam klausula pilihan forum ini ada beberapa prinsip yang harus

diperhatikan antara lain:

a. Prinsip Kebebasan Para Pihak (Autonomy of the Parties)

Kebebasan para pihak sendirilah yang akan menentukan pilihan forum

apa yang mereka anggap tepat untuk menyelesaikan sengketa kontrak

mereka. Termasuk di dalam kebebasan ini adalah kebebasan pa pihak-

pihak untuk menggunakan kebebasan tersebut.

b. Prinsip Bonafide

Prinsip ini apa yang telah disepakati para pihak maka kesepakatan itu

harus dihormati dan dilaksanakan dengan iktikad baik. Prinsip ini juga

merupakan suatu bentuk keyakinan bahwa forum yang dipilihnya

merupakan forum yang netral dan adil untuk menyelesaikan sengketa.

c. Prinsip Prediktabilitas dan Efektifitas

Prinsip berkaitan dengan kewenangan forum tersebut untuk memeriksa

sengketa dan juga forum tersebut dapat menghormati pilihan hukum

para pihak, sedangkan efektivitas berkaitan dengan putusan yang

dikeluarkan oleh forum tersebut apakah dapat ditaati dan dilaksanakan.

d. Prinsip Yuridiksi Ekslusif (Ekslusif Jurisdiction)

Prinsip ini mensyaratkan bahwa pilihan forum seyogyanya tegas,

ekslusif, tidak menimbulkan yurisdiksi ganda.

Page 20: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

11

2. Sengketa Perbankan Syariah

Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat,

pertengkaran, perbantahan. 1 Sengketa merupakan suatu perbedaan atau

pertentangan antara dua pihak atau lebih. Setiap kegiatan ekonomi syariah

selalu terdapat kemungkinan terjadinya sengketa, khususnya perbankan

syariah.

Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa

bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas

atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap

sebagai penyebab kerugian atau pihak lain.2 Sengketa dalam perbankan

syariah merupakan hal mungkin terjadi antara perbankan syariah itu

sendiri dengan nasabah. Hal tersebut terjadi karena perbedaan penafsiran,

ketidaksesuaian praktik dengan akadnya, maupun wanprestasi. Sengketa

terjadi karena ketidakpuasan para pihak, biasanya karena tidak

terpenuhinya hak dan kewajiban.

Sengketa perbankan syariah di sini maksudnya adalah perbedaan

kepentingan di antara dua pihak atau lebih dalam perbankan syariah yang

mengakibatkan terjadinya kerugian bagi pihak atau pihak-pihak tertentu

dan perbedaan kepentingan atau kerugian tersebut dinyatakan kepada

pihak yang dianggap menjadi penyebab kerugian atau kepada pihak lain,

dan pihak lain tersebut memberikan pendapat yang berbeda.3

Dalam produk pengumpulan dana perbankan syariah seperti

musyarakah, wadiah, dan mudarabah, sengketa mungkin saja terjadi bila

salah satu pihak merasa tidak puas dengan pihak lainnya. Misalnya,

nasabah merasa dananya digunakan oleh bank untuk investasi yang tidak

sesuai syariah, nasabah tidak bisa menarik dananya pada waktu yang

ditentukan, nasabah merasa keuntungan yang didapatkannya tidak wajar.

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia 2 Rachmadi Usman dalam Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi

Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), h. 166 3 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), h. 166

Page 21: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

12

Dalam produk-produk pembiayaan perbankan syariah, sengketa juga

mungkin terjadi pada produk mudarabah. Misalnya, bank sebagai

shahibul maal membebankan kerugian kepada mudharib selaku nasabah.

Padahal mudharib merasa sudah melaksanakan usahanya dengan sungguh-

sungguh dan jujur. Musyarakah pun bisa timbul sengketa bila masing-

masing pihak merasa mitranya tidak jujur dalam menjalankan usaha

mereka bersama sehinga bisa menimbulkan kerugian.

3. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Hukum Islam dan

Undang-Undang

a. Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Islam

1) Ash-shulhu (Perdamaian)

Dalam terminologi Islam, ash shulhu berarti memutus

pertengkaran atau perselisihan secara damai. Konsep perdamaian

merupakan cara yang paling utama dan paling efektif untuk

menyelesaian sengketa dalam Islam. Islam adalah agama yang

mengutamakan perdamaian sehingga jika suatu pertikaian atau

sengketa terjadi, cara yang ditempuh pertama kali adalah dengan

cara damai.

Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman dalam Surat Al-

Hujurat ayat 9 :

ن هما اإ ب غت ن فإ وإن طائفتان من المؤمنني اق تت لوا فأصلحوا ب ي ا على ح تفيء إل أمر الل الخ ف فاءت فإن رى ف قاتلوا الت ت بغي حت ن هما بال أصلحوا ب ي

يب المقسطني الل إن وأقسطوا “jika dua golongan orang beriman bertengkar, damaikanlah

mereka. Tetapi jika salah satu dari kedua (golongan) berlaku

aniaya terhadap yang lain, maka perangilah orang yang

menganiaya sampai kembali ke jalan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Tetapi apabila ia telah kembali, damaikanlah keduanya dengan

adil, dan bertindaklah benar, sungguh Allah mencintai orang-

orang yang berlaku adil”.

Dengan mengutamakan perdamaian, maka diharapkan dapat

mencegah dari pertikaian atau permusuhan yang dapat

Page 22: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

13

mendatangkan kehancuran. Pengertian perdamaian dalam Pasal

1851 KUH Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana kedua

belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu

barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau

mencegah timbulnya suatu perkara.

Perdamaian dalam menyelesaikan suatu sengketa biasanya

dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak-pihak yang

besengketa baik secara langsung atau tidak langsung. Sengketa yang

didamaikankan pun cakupannya sangat luas. Salah satunya adalah

dalam hal sengketa ekonomi syariah. Saat ini sengketa yang sering

diselesaiakan dengan ash-shulhu adalah sengketa perbankan

syariah.

Menyelesaikan sengketa dengan cara perdamaian lebih efektif

karena selain menjaga kerahasiaaan sengketa juga mengurangi

timbulnya biaya-biaya. Sehingga konsep ash-shulhu masih selalu

dijadikan pilihan utama dalam menyelesaikan sengketa khususnya

sengketa perbankan syariah.

2) Tahkim (Arbitrase)

Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan

istilah “tahkim”. Tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama”. Secara

etimologi, tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah

suatu sengketa.4 Secara umum, tahkim hampir sama dengan

arbitrase, yaitu menunjuk atau mengangkat seseorang atau lebih

sebagai penengah atau wasit oleh dua orang atau leih yang berselisih

untuk menyelesaikan perselisihannya secara damai.

Arbitrase telah dikenal dalam Islam sejak zaman dahulu.

Meskipun belum ada lembaga peradilan secara khusus, setiap

perselisihan yang terjadi seperti hak waris, hak waris dan lain

sebagainya, sering diselesaikan dengan cara menunjuk seseorang

4 Liwis Ma’luf dalam Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Peradilan

Agama, (Jakarta : KENCANA PRENADA MEDIA GRUP, 2012), h. 429

Page 23: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

14

atau lebih yang dipercaya dapat menjadi penengah dalam

menyelesaikan perselisihan mereka.

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sering menjadi

mediator dalam berbagai perselisihan yang terjadi di Mekah maupun

Madinah. Seiring dengan perkembangan kota Mekah dan Madinah

sebagai pusat kota perdagangan, para sahabatpun ditunjuk untuk

menjadi mediator dalam menyelesaikan perselisihan di kota Mekah

dan Madinah. Dasar hukum tahkim diambil dalam Surat An-Nisa’

ayat 128.

ن هما صلحا لها نشوزا أو إعراضا فل جناح عليهما أن يصلحا ب ي وإن امرأة خافت من ب

ر ح الن فس وأحضرت والصلح خي قوا وإن الش تسنوا وت ت

ملون كان با ت خبريا فإن الل

Artinya:“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau

sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa keduanya

mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan

perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu

menurut tabiatnya kikir, dan jika kamu bergaul dengan istrimu

secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak

acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa’ : 128).

Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase

adalah suatu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan

umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Selanjutnya dalam

ketentuan pasal satu ayat (8), disebutkan bahwa lembaga arbitrase

adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk

memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut

juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu

hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

Page 24: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

15

Sehingga dapat disimpulkan bahwa arbitrase adalah suatu cara

penyelesaian sengketa perdata oleh pihak ketiga yang disepakati

atau ditunjuk oleh kedua belah pihak, baik sebelum atau sesudah

sengketa terjadi. Kelebihan arbitrase antara lain proses yang cepat

dan murah, kebebasan memilih arbiter yang disukai, kerahasiaan

terjaga, kebebasan dalam memilih hukum yang akan dipakai, serta

keputusan bersifat final and binding.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa

sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa

di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh kedua pihak yang

bersengketa. Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui

arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-

undangan dengan tidak dapat diadakan perdamaian.

Basyarnas (Badan Arbitrase Syari’ah Nasional) merupakan

lembaga arbitrase yang bertugas menyelesaian sengketa perdata

secara syariah di Indonesia.Basyarnas merupakan badan yang

berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organiasi MUI.

Basyarnas dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bersifat

otonom dan independen.

b. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Undang-

Undang

1) Sebelum Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

Untuk mempertahankan perkembangan perbankan syariah yang

semakin pesat, dukungan hukum terdapat perbankan syariah

sagatlah diperlukan. Salah satu aspek hukum yang penting untuk

diperhatikan adalah mengenai penyelesaian sengketa perbankan

syariah yang mungkin terjadi antara bank dengan nasabah, antar

bank, maupun pemangku kepentingan (stokeholders).

Page 25: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

16

Di Indonesia, forum yang berwenang untuk menyelesaikan

sengketa perbankan syariah adalah pengadilan agama. Sejak tahun

2006, dengan diamendemennya Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49

Tentang Peradilan Agama.

Kewenangan peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa

ekonomi syariah mulai diatur seiring dengan perkembangan

ekonomi syariah di Indonesia yang meningkat pesat. Hal ini terlihat

dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama yang belum mengatur tentang penyelesaian sengketa

ekonomi syariah. Baru pada tahun 1990-an muncul lembaga-

lembaga keuangan syariah di Indonesia yang semakin berkembang.

Hal inilah yang menyebabkan dibutuhkannya penegasan dan

pengaturan lembaga yang memiliki kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah khususnya perbankan

syariah.

Dapat kita lihat bahwa Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menjelaskan mengenai

kewenangan Peradilan Agama yang semakin luas di bandingkan

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Selain memiliki

wewenang menyelesaikan masalah perkawinan, waris, dan wakaf,

kini para hakim di pengadilan agama memiliki tanggung jawab

menyelesaikan perkara ekonomi syariah.

Disamping berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan sengketea di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,

wakaf, zakat, infak, dan shadaqah, Pengadilan Agama juga

berwenang untuk memerika, memutus, dan menyelesaikan

sengketa di bidang ekonomi syariah (Pasal 49 Ayat (i) Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006). Dalam penjelasannya, yang

dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah “perbuatan atau

Page 26: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

17

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara

lain meliputi : (a). bank syariah, (b). lembaga keuangan mikro

syariah, (c). asuransi syariah, (d). reasuransi syariah, (e). reksa dana

syariah, (f). obligasi syariah dan surat berharga berjangka

menengah syariah, (g). sekuritas syarih; (h). pembiayaan syariah’

(i). Pegadaian syariah; (j). dana pensiunan lembaga keuangan

syariah’ (k). bisnis syariah.

Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 diubah

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menjadi dua ayat,

sebagai berikut:

a. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam

perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, khusus

mengenai objek sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu

oleh peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum;

b. Apabila terjadi sengketa hak milik yang subjek hukumnya

orang-orang yang beragama Islam, objek sengketa tersebut

diputuskan oleh Peradilan Agama bersama-sama perkara yang

sedang diperiksa.

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa Pengadilan

Agama berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, salah

satunya adalah perbankan syariah.

2) Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah dalam Pasal 55 Ayat (1), memperkuat kembali pernyataan

bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh

Pengadilan Agama. Namun, Pasal 55 Ayat (2) memberi peluang

kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan

perselisihan mereka di luar Pengadilan Agama apabila disepakati

bersama-sama dalam isi akad.

Sengketa perbankan syariah menurut pasal ini dapat

diselesaikan melalui musyawarah, mediasi, Basyarnas, atau

Page 27: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

18

lembaga arbitrase lainya, dan melalui pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum. Karena adanya beberapa pilihan tersebut, maka

peradilan agama tidak mempunyai kompetensi absolut dalam

menyelesaikan sengketa perbankan syariah seperti halnya yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui musyawarah,

mediasi, Basyarnas, atau lembaga arbitrase lainya tidak masalah

untuk dilakukan. Namun, masalah akan timbul saat Pengadilan

Negeri diberikan kewenangan yang sama seperti Pengadilan Agama

dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Hal ini

menyebabkan terjadinya dualisme kewenangan dan tumpang tindih,

serta ketidakpastian hukum dalam menyelesaiakna suatu

permasalahan yang sama oleh dua peradilan yang berbeda. Padahal,

dalam Pasal 49 ayat (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa sengketa perbankan

syariah merupakan kewenangan Peradilan Agama.

Karena ketidakpastian hukum tersebutlah maka Dadang

Achmad, Direktur CV Benua Engineering Consultant, mengajukan

judicial review ke Mahkamah Agung. Dadang memohon

pembatalan Pasal 55 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Dadang beralasan bahwa

pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi membuat putusan perkara Nomor

93/PUU-X/2012 pada tanggal 29 Agustus 2012. Putusan tersebut

mengabulkan permohonan Dadang sebagian, yang menyatakan

bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan Pasal

28 UUD 1945.

3) Pasca Putusan MK No. 93/PUU-X/2012

Setelah keluarnya Putusan MK No. 93/PUU-X/2012, maka

tidak ada lagi dualisme penyelesaian sengketa perbankan syariah

Page 28: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

19

antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Pengadilan

Agamalah yang menjari satu-satunya pilihan forum penyelesaian

sengketa perbankan syariah.

Putusan ini semakin menguatkan eksistensi pengadilan agama,

terdapat tantangan baru bagi peradilan agama, karena ekonomi

syariah secara umum, dan perbankan syariah secara khusus masih

merupakan hal baru yang sangat kompleks permasalahannya.

Kualitas dan pemahaman para hakim di peradilan agama harus

diasah dan ditingkatkan lagi, agar cakap dalam memutuskan

sengketa perbankan syariah khususnya dan ekonomi syariah

umumnya.

Para hakim harus membuktikan kecakapannya dengan

menguasai teori maupun praktek mengenai ekonomi syariah agar

keraguan dari pihak-pihak yang meragukan kemampuan hakim

dalam menyelesaiakna sengketa perbankan syariah bisa

dihilangkan. Salah satunya dengan diadakannya pelatihan-pelatihan

maupun seminar-seminar mengenai ekonomi syariah.

4. Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Litigasi

dan Non Litigasi

a. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah melalui Litigasi

Sejalan dengan ruang lingkup kompetensi absolut lingkungan

peradilan agama yang tidak hanya berwenang dalam menangani

perkara-perkara di bidang hukum keluarga saja, melainkan perkara-

perkara di bidang ekonomi syariah pada umumnya, dan perbankan

syariah khususnya, maka hukum acara yang ditetapkan undang-

undang berlaku bagi peradilan agama dan harus dipahami oleh

aparatnya (terutama hakim).

Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan sesuai dengan

isi akad yang telah disepakati, misalnya musyawarah, arbitrase,

Basyarnas atau di bawa ke pangadilan agama. Pada umumnya pihak

bank sudah memiliki pilihan penyelesaian sengketa yang akan

Page 29: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

20

ditempuh jika terjadi sengketa, baru kemudian di utarakan ke pihak

nasabah melalui kontrak atau akad. Jika nasabah keberatan dengan

forum penyelesaian pilihan bank, maka kedua belah pihak harus

mencari forum lain yang mereka berdua sepakati, agar tidak

menimbulkan masalah dikemudian hari.

Setiap perkara perdata yang di ajukan ke pengadilan, dalam hal ini

perkara perbankan syariah yang diajukan ke pengadilan agama,

pengadilan agama tidak punya pilihan selain harus menyelesaikannya.

Pengadilan agama tidak boleh menolak mengadili perkara yang

diajukan kepadanya dengan alasan hukum tidak ada ataupun tidak

jelas.

Terhadap perkara perbankan syariah yang diajukan ke pengadilan

agama, ada dua kemungkinan, yaitu: Pertama, diselesaikan melalui

perdamaian, atau apabila upaya damai itu tidak berhasil; Kedua,

diselesaiakan melalui proses persidangan (litigasi) seperti biasa sesuai

dengan hukum acara perdata yang berlaku. Kedua cara inilah yang

akan ditempuh pengadilan agama dalam menyelesaiakn perkara

perdata di bidang perbangkan syariah khususnya, dan ekonomi syariah

umumnya.

Hakim dituntut mempelajari terlebih dahulu perkara secara cermat

untuk mengetahui substansi dari sengketa perbankan syariah, guna

menentukan arah jalannya pemeriksaan perkara tersebut dalam proses

persidangan nantinya. Sejak kewenangan pengadilan agama

bertambah yaitu dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah, maka

kompetensi dan kualitas pengetahuan hakim juga perlu ditingkatkan,

karena permasalahan ekonomi syariah masih terbilang baru dan

kompleks.

Hakim harus memastikan terlebih dahulu apakah perkara tersebut

termasuk perjanjian yang mengandung klausula arbitrase atau bukan,

karena untuk menghindari pengadilan memeriksa dan mengadili

perkara yang bukan merupakan kewenangan absolutnya. Jika perkara

Page 30: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

21

tersebut ternyata merupakan sengketa perjanjian yang mengandung

klausula arbitrase, maka tidak perlu lagi hakim melanjutkannya dengan

mengupayakan perdamaian karena jelas perkara tersebut tidak

termasuk wewenang absolut lingkungan peradilan agama. Termasuk

dalam hal mengupayakan perdamaiannya, pengadilan agama tidak

berwenang.5

Setiap perkara di bidang ekonomi syariah khususnya perbankan

syariah tidak akan terlepas dari sengketa yang terjadi antara pihak bank

syariah dan nasabah mengenai kerjasama atau kegiatan usaha yang

dilakukan para pihak. Setiap kerjasama atau kegiatan usaha selalu

mempunyai dan didasari oleh suatu perjanjian (akad) yang sebelumnya

telah disepakati oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu fokus

pemeriksaan dalam hal ini adalah isi perjanjian atau akad, agar hakim

tidak salah dalam memeriksa dan memutus perkara.

Penyelesaian perkara perbankan syariah di pengadilan agama

dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata sebagaimana

yang berlaku di lingkungan pengadilan umum. Maksudnya, setelah

upaya damai tidak berhasil maka hakim akan melanjutkan proses

pemeriksaaan perkara tersebut di persidangan sesuai dengan ketentuan

hukum acara perdata.

b. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Non Litigasi

Setiap sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan atau

penyelesaian yang cepat untuk mendapatkan yang solusi dan biayanya

pun terjangkau. Langkah awal yang perlu dilakukan ketika hendak

menyelesaikan perselisihan, ialah melalui cara damai. Upaya damai

biasanya ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan

di antara para pihak yang berselisih. Musyawarah merupakan salah

satu upaya penyelesaian sengketa perbankan syariah non litigasi.

5 Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2009), cet. 1, h. 146.

Page 31: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

22

Metode penyelesaian sengketa perdata perbankan syariah yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Peraturan Bank

Indonesia (PBI) Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip

Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran Dana serta

Pelayanan Jasa Perbankan Syariah, dan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2008 dapat dilakukan melalui dua jalur, pertama, melalui proses

di luar peradilan (non litigasi), dan kedua yaitu melalui proses

peradilan (litigasi). Kedua undang-undang dan PBI tersebut sejalan

dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa tidak tertutup

kemungkinan penyelesaian sengketa perkara di luar peradilan negara

melalui perdamaian dan arbitrase.6

Berkaitan dengan jalur non litigasi pada Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tidak

menaturnya secara rinci. Prosedur upaya non litigasi merujuk pada

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Alternatif Dispute Resolution (ADR) sebagai salah satu alternatif

penyelesaian non litigasi di luar pengadilan. Penyelesaian melalui

ADR antara lain:

a. Negosiasi; b. Mediasi; c. Konsiliasi; d. Arbitrase

Konsultasi adalah permohonan nasihat atau saran untuk

menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan yang dilakukan oleh

para pihak yang bersengketa kepada pihak ketiga yang dianggap

mengetahui permasalahan tersebut.

Negosiasi atau dalam bahasa inggris “negotiation” memiliki arti

berunding atau musyawarah. Menurut Joni Emirzon negosiasi dapat

diartikan secara umum sebagai suatu upaya penyelesaian sengketa

para pihak tanpa melalui proses pengadilan dengan tujuan untuk

6 Neni Sri Imaniyati, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, (Bandung:

Mandar Maju, 2013), h. 176.

Page 32: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

23

mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang harmonis

dan kreatif.7

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase

merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Basyarnas merupakan lembaga arbitrase syariah yang diharapkan

mampu menyelesaikan segala masalah sengketa syariah umumnya,

dan perbankan syariah khususnya Penyelesaian sengketa perbankan

syariah melalui Basyarnas dilakukan oleh mediator sebagai wasit atau

pihak ketiga. Upaya ini biasa dilakukan apabila para pihak yang

bersengketa tidak mampu menyelesaikan masalah mereka melalui

kesepakatan damai.

Mediasi merupakan salah satu penyelesaian sengketa baik non

litigasi di luar pengadilan maupun litigasi di pengadilan. Proses

mediasi memakai mediator sebagai penengah selama proses mediasi.

Proses mediasi dibina berdasarkan hubungan kerjasama dalam

menyelesaikan sengketa. Metode penyelesaian bersifat pendekatan

untuk mencapai kompromi. Hasil yang dicapai adalah win-win

solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.

Keunggulan penyelesaian sengketa melalui ADR antara lain:

1) Fleksible dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah;

2) Karena bersifat sukarela, sehingga prosedurnya lebih cepat;

3) Terjamin kerahasiaannya (confidensial);

4) Hemat waktu dan biaya;

5) Tetap terpelihara hubungan baik kedua belah pihak;

6) Keputusan bertahan lama karena bersifat sukarela daripada

pertentangan.

7 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 44-45.

Page 33: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

24

Penyelesaian sengketa secara non litigasi jauh lebih menguntungkan

daripada penyelesaian sengketa melalui peradilan. Penyelesaian

sengketa non litigasi juga akan memberikan manfaat bagi peradilan

karena mencegah penumpukan perkara di pengadilan.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori bertujuan untuk memberikan gambaran atas-atas batasan

Tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan

dilakukan.

1. Hukum Perikatan

Secara harfiah kata “perikatan” sebagai terjemahan “verbintenis”, yang

merupakan pengambilalihan dari kata “obligation” dalam Code Civil

Perancis. Dengan demikian berarti perikatan adalah kewajiban pada salah

satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan,

definisi, maupun arti istilah “perikatan”. Diawali dengan ketentuan Pasal

1233, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang”, ditegaskan bahwa setiap

kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-pihak yang

terkait dalam perikatan yang secara sengaja dibuat oleh mereka, ataupun

karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan demikian berarti perikatan adalah hubungan hukum antara dua

atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang

melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum

tersebut.8

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas

yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain

adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas

konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt

8 Kartini muljadi dan Gunawan Widjaja,”Perikatan Pada Umumnya” (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2004) h. 17

Page 34: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

25

servanda), asas itikad baik (good faith), dan asas kepribadian (personality).

Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:

a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal

1338 Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat

perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3)

menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta (4)

menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.9

Adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum islam didasarkan

kepada beberapa dalil antara lain :

1) Firman Allah Subhanahu Wata'ala pada Surah surat An-Nisa ayat

29:

نكم بالباطل إل أن تكون تارة يا أي ها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي

كان بك ول ت قت لوا أن فسكم عن ت راض منكم رحيم م إن الل

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

saling memakan harta sesamamu dengan jalan

yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.”

2) Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda

dalam hadis : “Orang-orang muslim itu senantiasa setia kepada

syarat-syarat (janji-janji) mereka. (Hadis ini diriwayatkan oleh al-

Hakim dari sahabat Abu Hurairah)

9 M. Muhtarom, “Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan

Kontrak”, SUHUF, Vol. 26, No. 1, (Mei: 2014), h. 50

Page 35: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

26

3) Sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

“Barangsiapa menjual pohon kurma yang sudah dikawinkan, maka

buahnya adalah untuk penjual {tidak ikut terjual}, kecuali pembeli

mensyaratkan lain. 4) Kaidah hukum Islam, Pada dasarnya akad itu adalah kesepakatan

para pihak dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan

atas diri mereka melalui janji.10 Asas ini merupakan asas yang sangat terkenal di dalam hukum

kontrak. Berdasarkan asas ini suatu pihak dapat memperjanjikan

dan/atau tidak diperjanjikan apa-apa yang dikehendakinya dengan

pihak lain. Dengan perkataan lain para pihak berhak untuk menentukan

apa-apa saja yang diinginkannya dan sekaligus juga diperkenankan

untuk dicantumkan di dalam perjanjiannya, dan apa yang diperjanjikan

itu akan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut.

Keberadaan perjanjian dapat ditelaah dari beberapa prinsip

muamalah dalam Islam, di antaranya: (1) pada dasarnya segala bentuk

muamalah adalah mubah, kecuali yang dilarang dalam Al-Qur’an dan

Sunnah; (2), muamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa

mengandung unsur paksaan; (3), muamalah dilakukan atas dasar

pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat

dalam kehidupan masyarakat; (4), muamalah dilaksanakan untuk

memelihara keadilan, menghilangkan kezaliman (ketidakadilan),

gharar (penuh tipu daya).11

Namun dengan demikian harus diakui bahwa penerapan asas

kebebasan berkontrak ini adalah tidak bebas sebebasnya. Beberapa

pembatasan yang juga diterapkan oleh pembuat perundang-undangan

10 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih

Muamalat, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 2007), h,. 84 11 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam ,

(Yogyakarta: Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993), h.10. Dikutip

dari skripsi Fajar Misbahul Munir, “Implikasi Penghapusan Pilihan Forum Hukum Dalam

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(Jakarta:2014), h. 30.

Page 36: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

27

di antaranya asas kebebasan berkontrak tersebut tidak boleh

bertentangan dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.

b. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsesualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu

perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak

tanpa perlu dipenuhinya formalitas–formalitas tertentu. Asas

konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW.

Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan

kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas

melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut

bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan

kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.12

c. Asas Kepastian Hukum (pacta sunservanda)

Prinsip pacta sunservanda atau disebut juga dengan asas kepastian

hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sun

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak

diperkenankan melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak.

Asas kepastian hukum ini terkait dengan akibat perjanjian. Dalam

hal ini hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak

yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-

undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi

kontrak yang dibuat oleh para pihak.13 Asas Pacta SunServanda dapat

disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi,

”Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.

12 http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html, Diakses pada hari

minggu, 04 September 2018 pukul. 17.42, 13 Emanuel Raja Damaitu, “Perbandingan Asas Perjanjian dalam Hukum Islam dan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata”, Jurnal Reporterium, Ed. 1 (Januari-Juni, 2014), h. 66.

Page 37: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

28

Asas kepastian hukum ini disebut secara umum dalam Alquran

Surah Al Maidah ayat 1 :

) قال تعالى: يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود 5/1المائدة )

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.”

Berdasarkan ayat itu, disimpulkan bahwa setiap akad perjanjian itu

bersifat mengikat para pihak dan wajib ditepati. Dalam ayat yang lain,

yakni Surah al-shaff ayat 2 dan 3, status perjanjian mengikat itu

difirmankan Allah Subhanahu Wata'ala.

لون } لون 2ياأي ها الذين ءامنوا ل ت قولون مالت ف هللا أن ت قولوا مالت ف { كب ر مقتا عن

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan

sesuatu (berjanji) tetapi kamu tidak melaksanakannya. Allah

sangat membenci orang-orang yang berjanji (mengatakan

sesuatu) tapi tidak melaksanakan janjinya (perkataannya) itu.”

Hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan tegas

menyebutkan bahwa janji harus ditepati. Orang yang melanggar

janjinya disebut sebagai orang munafiq.

:أبي هريرة رضي هللا عنه ، أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال عن

وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان إذا حدث كذب، :آية المنافق ثالث"

(رواه الشيخان) "

“Ciri-ciri orang Munafik itu ada 3 perkara: apabila dia berbicara

berbohong, dan apabila dia berjanji mengingkari, dan apabila dia

dipercaya berkhianat” (HR. Bukhori dan Muslim).

Berdasarkan ayat al Qur’an dan Hadis di atas dapat disimpulkan

bahwa Asas perjanjian itu bersifat ilzam (mengikat), dalam ilmu

hukum konvensional disebut dengan asas pacta sunservanda, yang

berarti bahwa akad perjanjian itu bersifat mengikat secara penuh,

karenanya harus ditepati dan asas kepastian hukum adalah tidak ada

suatu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan

Page 38: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

29

peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan

tersebut.14

d. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang

berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini

merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur

harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau

keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

e. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa

seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya

untuk kepentingan perseorangan. Hal ini dapat dipahami dari bunyi

pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata

berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan

perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Sedangkan pasal

1340 KUH Perdata berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara para

pihak yang membuatnya”. Namun ketentuan ini terdapat pengecualian

sebagaimana yang diintrodusir dalam pasal 1317 KUH Perdata yang

berbunyi: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak

ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu

pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat semacam itu”.

Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan

perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang

ditentukan. Sedangkan di dalam pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya

mengatur perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan

ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak

daripadanya. Dengan demikian asas kepribadian dalam perjanjian

dikecualikan apabila perjanjian tersebut dilakukan seseorang untuk

14 https://www.iqtishadconsulting.com/content/read/blog/asas-asas-akad-kontrak-dalam-

hukum-syariah

Page 39: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

30

orang lain yang memberikan kuasa bertindak hukum untuk dirinya atau

orang tersebut berwenang atasnya.15

2. Akad-akad Syariah

1. Ijarah

Ijarah menurut Sayyid Sabiq ialah suatu jenis akad yang mengambil

manfaat dengan jalan penggantian.16 Secara etimologi, ijarah bermakna

bai’ al-manfaat (jual beli manfaat).17 Ijarah berasal dari kata al-ajru yang

berarti al-iwadhu (ganti).18 Ijarah didefinisikan juga sebagai hak untuk

memanfaatkan barang/jasa dengan imbalan tertentu.19 Menurut Fatwa

Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna

(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

barang itu sendiri.20 Jadi, tidak ada perpindahan kepemilikan dalam akad

ijarah, tetapi hanya perpindahan hak guna (manfaat) dari yang menyewakan

kepada penyewa.

Rukun akad Ijarah berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Bab XI tentang

ijarah Pasal 295 ialah sebagai berikut.

a. Musta’jir berarti pihak yang menyewa. Ketika benda yang disewa oleh

pihak yang menyewa ini menjadi milik pihak yang menyewa, akad ijarah

berakhir dengan sendirinya.

15 Rahmani Timorita Yulianti, “Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak

Syariah”, Ekonomi Islam La_Riba, Volume II, No. 1, (Juli: 2008), h. 102.

16 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1983), Jilid 3, h. 177.

Dikutip dari Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 155

17 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (Damsyik: Dar al-Fikr, 1989), Juz IV,

h. 731. Dikutip dari dari Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 155.

18 H.R Daeng Naja, Akad Bank Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), h. 38.

19 (Saraksi, al-Mabsut, 15:74; al-Umm, 3:250). Sebagaimna dikutip juga dalam Adiwarman

Kariem, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.

138

20 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

Page 40: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

31

b. Mu’ajir berarti pihak yang menyewakan. Mu’ajir tersebut haruslah

sebagai pemilik, wakil, atau pengampu dari benda yang disewakan.

c. Ma’jur berarti benda yang diijarahkan, penggunaannya harus

dicantumkan dalam akad atau kontrak perjanjian ijarah. Namun, jika

penggunaan benda yang disewakan tersebut tidak dicantumkan dengan

jelas dan pasti dalam akad atau kontrak perjanjian, penggunaannya

disesuaikan dengan kebiasaan atau aturan umum yang berlaku.

d. Akad, akad ijarah dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, atau dengan

isyarat. Akad ijarah yang telah disepakati tidak dapat dibatalkan hanya

karena ada penawaran lebih dari pihak ketiga.

2. Ijarah Muntahya bi at-Tamlik (IMBT)

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan Akad Ijarah

Muntahiya Bittamik adalah akad penyediaan dana dalam rangka

memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa

berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

3. Ijarah Multijasa

Pembiayaan multijasa adalah suatu kegiatan penyaluran dana dalam

bentuk pembiayaan dalam akad ijarah, dalam penyaluran jasa keuangannya

antara lain: penyaluran pelayanan jasa pendidikan, kesehatan, walimah,

pergi haji, kepariwisataan dan lain lain. Dalam pemberian pembiayaan

multijasa ini, bank syari’ah akan memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee

menurut kesepakatan dimuka dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan

dalam bentuk prosentase.21

Berdasarkan Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang

pembiayaan multijasa, yang dimaksud pembiayaan multijasa yaitu

pembiayaan yang diberikan oleh Lembag Keuangan Syariah (LKS) kepada

nasabah dalam memperoleh manfaat atau jasa. Menurut Fatwa DSN

tersebut, ketentuan pembiayaan multijasa adalah sebagai berikut :

21 Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa

Page 41: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

32

a. Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (Jaiz) dengan menggunakan

akad Ijarah atau Kafalah.

b. Dalam hal LKS menggunakan akad Ijarah, maka harus mengikuti semua

ketentuan yang ada dalam fatwa Ijarah.

c. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti

semua ketentuan yang ada dalam fatwa Kafalah.

d. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh

imbalan jasa (Ujrah/fee).

e. Besar Ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam

bentuk nominal bukan dalam bentuk presentase.

4. Musyarakah

a. Pengertian

Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General in The

Muslim School Trust, Syirkah secara etimologis mempunyai arti

pencampuran (Ikhlitath), yakni persekutuan dua orang atau lebih,

sehingga antara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat

dipisahkan.22 Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah

yang berarti kemitraan.

Secara terminologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah,

syirkah atau musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih

dalam permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha

tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah. PSAK No.

106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing

pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan

dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi

kontribusi dana. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk

mendanai sebuah usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang

sudah berjalan maupun yang baru, selanjutnya salah satu mitra dapat

22 Ramat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 183.

Page 42: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

33

mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati

nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain. Investasi

musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau aset nonkas.23

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan

kontribusi dan dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.24 Dalam musyarakah,

para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu

usaha tertentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal

yang ada harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah

ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan

pribadi atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lainnya.25

b. Nisbah

Kontirbusi yang diberikan oleh setiap mitra tersebut, membuat para

mitra tidak bisa lepas tangan terhadap usaha yang dijalankan.

Musyarakah bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan atau hasil

dari usaha. Sebab musyarakah dapat mendukung kemampuan akumulasi

modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih

beragam, wawasan yang lebih luas, dan lain sebagainya. Keuntungan

yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil,

bukan dengan nilai nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti

bunga (riba). Musyarakah merupakan akad kerjasama dalam usaha

tertentu, sehingga keuntungan yang akan didapat belum bisa dipastikan

di awal akad. Jika keuntungan ditentukan dalam nilai nominal, akan ada

pihak yang dirugikan dan pihak yang diuntungkan.

23 Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014),

h.150

24 Ibnu Rusy, Bidayatul Mujtahid, Babi Al Halabi, Cairo, tanpa tahun, jilid II, h. 253-257.

25 Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014),

h.150

Page 43: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

34

c. Jaminan

Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan

dari mitra lainnya karena bertentangan dengan prinsip untung muncul

bersama risiko (al-ghunmu bi al-ghurmi). Namun demikian untuk

mencegah mitra melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang

disengaja atau melanggar perjanjian yang telah disepakati,

diperbolehkan meminta jaminan dari mitra lain atau pihak ketiga. Tentu

saja jaminan ini baru dicairkan apabila terbukti ia melakukan

penyimpangan. PSAK No. 106 par 7 memberikan beberapa contoh yang

disengaja yaitu: a) pelanggaran terhadap akad; antara lain,

penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya, dan pendapatan

operasional; atau b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip

syariah.26

5. Murabahah

Imam Syafi’i berpendapat bahwa akad murabahah adalah jual-beli

barang pada harga asal dengan tambahan yang disepakati.27 Sedangkan

menurut Ibnu Rusyd, murabahah memiliki karakteristik yang melekat

yaitu penjual mesti memberitahukan tentang harga barang dan menyatakan

jumlah keuntungan yang ditambah pada biaya tersebut kepada pembeli.28

Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam pasal 20 ayat 6,

murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan

oleh shahib al-mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual

beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual

terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib

almal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.

Sedangkan menurut Adiwarman Karim, Murabahah (al-ba’i bi

tsaman ajil) berasal dari kata ribhu (keuntungan) yang artinya adalah

26 Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2014),

h.151

27 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema Insani, 2001),

h. 101

28 Adiwarman Karim, Bank Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 113

Page 44: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

35

transaksi jual-beli dimana pihak bank menyebutkan jumlah

keuntungannya. Bank (shahibul mal) bertindak sebagai penjual, sementara

nasabah sebagai pembeli. Harga jual tersebut adalah harga beli bank dari

pemasok ditambah keuntungan (margin).29 Sehingga transaksi murabahah

ini termasuk kedalam akad Natural Certainty Contracs karena

memberikan kepastian pembiayaan, baik dari segi jumlah (amount)

maupun waktu (timing)-nya dan memiliki cash flow yang dapat diprediksi

dan relative pasti.30

Dengan memerhatikan pengertian murabahah tersebut diatas, dapat

dipahami bahwa murabahah adalah transaksi jual beli yang menerapkan

prinsip transparansi informasi oleh penjual atas penambahan harga barang

kepada pembeli yang akan diambil oleh penjual sebagai keuntungan atau

mark up. Dengan kata lain, penjualan barang kepada nasabah dilakukan

atas dasar cost plus profit.31

DSN-MUI mengeluarkan Fatwa No. 4 Tahun 2000 mengenai

ketentuan murabahah bagi perbankan syariah, berikut Ketentuan Bagian

Pertama:

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.

c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang

telah disepakati kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank

sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)

dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam

29 Adiwarman Karim, Bank Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 98.

30 Adiwarman Karim, Bank Islam, h. 51.

31 Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syarih dalam Perspektif Kewenangan Peradilan

Agama, h. 223.

Page 45: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

36

kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang

kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada

jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad

tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan

nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang

dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah

barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Dalam aplikasinya, klien Bank Syariah membeli suatu barang menurut

rincian tertentu dan menghendaki agar Bank mengirimkannya kepada

mereka berdasarkan imbuhan harga tertentu menurut persetujuan awal

kedua belah pihak.32 Sehingga Bank Syariah selaku shahib mal membiayai

barang dengan spesifikasi yang ditentukan oleh nasabah dengan cara

membeli kepada pihak ketiga secara tunai, kemudian menjual barang

tersebut dengan menyebutkan transparansi keuntungan atau mark-up

kepada nasabah secara cicilan oleh nasabah sesuai kesepakatan awal kedua

belah pihak.

Peran bank selaku penjual dalam pembiayaan murabahah lebih tepat

digambarkan sebagai pembiaya dan bukan penjual barang, karena bank

tidak memegang barang, tidak pula mengambil risiko atasnya. Kerja bank

hampir semuanya hanya terkait penanganan dokumen-dokumen.33

Murabahah dimasukkan kedalam kategori financing yang memiliki peran

untuk memberikan pembiayaan dari pihak shahibul mal kepada nasabah

(mudharib). Sehingga Murabahah mengalami perkembangan arti dalam

konteks pengaplikasian pada perbankan syariah.

32 M. Abdul Mannan, MA., Ph.D, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, h. 168 33 Bagya Agung Prabowo. Januari, 2009. Konsep Akad Murabahah pada Perbankan

Syariah (Analisis Kritis terhadap Konsep Akad Murabahah di Indonesia dan Malaysia). Jurnal

Hukum, Volume. 16 No. 1, hal. 111

Page 46: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

37

Sehingga bisa disimpulkan bahwa murabahah adalah salah satu bentuk

akad pembiayaan Bank Syariah yang pendapatan keuntungannya mesti

disebutkan kepada nasabah dan pembayarannya dapat dilakukan baik secara

tunai atau cicilan (sesuai kesepakatan di awal akad).

C. Tinjaun (Riview) Kajian Terdahulu

Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang sudah

pernah dilakukan. Kajian pustaka ini bertujuan untuk memperoleh suatu

gambaran yang memiliki hubungan topik yang akan diteliti dari beberapa

penelitian terdahulu yang sejenis atau memiliki keterkaitan, sehingga tidak

pengulangan penelitian atau duplikasi.

Untuk menghindari kesamaan judul dalam penelitian ini peneliti telah

melakukan penelusuran study terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian

ini dari beberapa kepustakaan. Penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

Ambar Rukmini, dalam skripsi yang berjudul Pilihan Forum Penyelesaian

Sengketa Perbankan Syariah Sebelum dan Setelah Keluarnya Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 Study Kasus pada Bank

Syariah Mandiri KCP Urip Sumoharjo. Substansi dari skripsi ini adalah analisis

alasan Bank Mandiri KCP Urip Sumoharjo masih memilih Pengadilan Negeri

dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah secara litigasi.

Perbedaannya, dalam hal ini peneliti akan membahas konsep penyelesaian

sengketa yang diterapkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan

Cita dalam menentukan lembaga penyelesaian sengketa pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 dan untuk mengetahui

eksistensi asas pacta sunservanda dan asas kebebasan berkontrak dalam akad

syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita.

Purnama Hidayat Harahap, dalam jurnal yang berjudul Penyelesaian

Sengketa Perbankan Syariah sesuai Isi akad berdasarkan ketentuan undang-

undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang perbankan syariah pasca putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. Substansi dari jurnal ini adalah

Page 47: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

38

analisis alasan perbankan syariah yang masih menggunakan pengadilan Negeri

dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah dan analisis penyelesaian

sengketa perbankan syariah dalam praktik pasca putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 93/PUU-X/2012. Perbedaannya, dalam hal ini peneliti akan membahas

konsep penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan lembaga penyelesaian sengketa

pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 dan untuk

mengetahui eksistensi asas pacta sunservanda dan asas kebebasan berkontrak

dalam akad syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS)

Insan Cita.

Siti Nurhayati, dalam jurnal yang berjudul eksistensi peradilan agama pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 Tentang

penyelesaian sengketa perbankan syariah. Subtansi dalam jurnal ini adalah

peradilan agama merupakan satu-satunya peradilan yang berwenang

menyelesaikan sengketa perbankan syariah khususnya dan Ekonomi syariah

pada umumnya serta tidak ada lagi dualism kewenangan lembaga peradilan

antara peradilan agama dan peradilan negeri. Perbedaannya, dalam hal ini

peneliti akan membahas konsep penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan

lembaga penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Nomor 93/PUU-X/2012 dan untuk mengetahui eksistensi asas pacta

sunservanda dan asas kebebasan berkontrak dalam akad syariah yang dibuat

oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita.

Afrik Yunari, dalam jurnal yang berjudul Choise of Forum dalam

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Terbitnya Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor. 93/PUU-X/2012. Substansi dari jurnal ini

adalah choise of forum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah

sebelum dan sesudah lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah, dan setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor. 93/PUU-X/2012. Perbedaannya, dalam hal ini peneliti akan membahas

konsep penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank Pembiayaan Rakyat

Page 48: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

39

Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan lembaga penyelesaian sengketa

pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 dan untuk

mengetahui eksistensi asas pacta sunservanda dalam akad syariah yang dibuat

oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah(BPRS) Insan Cita.

Page 49: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

40

BAB III

MODEL PENYELESAIAN SENGKETA BPRS INSAN CITA

A. Sekilas Tentang BPRS HIK Insan Cita

BPRS HIK Insan Cita ialah bagian dari Group Harta Insan Karimah. HIK

Group merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah yang dapat dikatakan terbesar secara nationalwide, asset HIK

Group saat ini kurang lebih mencapai 1.8 Triliun. BPRS HIK Insan Cita Bogor

ini ialah BPRS HIK yang kesepuluh didirikan dari hasil akuisisi PT. BPRS

Insan Cita.

Sebelumnya, Direktur BPRS HIK Insan Cita Bogor ini bekerja di BPRS

HIK Insan Cita Ciledug, namun dipindah dan dijadikan Direktur di BPRS HIK

Insan Cita Bogor. Menurutnya, daerah Bogor merupakan daerah yang strategis

untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),

mengingat banyak masyarakat Bogor yang sedang menjalankan UMKM. Oleh

karena itu, BPRS HIK Insan Cita Bogor memang lebih mengutamakan produk

pembiayaannya diberikan kepada UMKM di Bogor atau menjadikan UMKM

sebagai fokus utama.

Pembiayaan BPRS HIK Insan Cita lebih banyak diberikan untuk

pembiayaan yang jumlahnya di bawah Rp 500.000.000.000 (lima ratus juta

rupiah), sementara untuk pembiayaan di atas Rp 500 juta dapat dikatakan

jarang. UMKM memang telah menjadi potensi yang sangat luar biasa untuk

pangsa pasar industri keuangan, tak terkecuali untuk bank umum baik yang

syariah maupun yang konvensional. Direktur BPRS HIK Insan Cita ini pun

menyadari bahwa sebagai sesama lembaga keuangan bank, maka bank umum

juga merupakan kompetitor bagi BPRS HIK Insan Cita. Selanjutnya Hadi

Nugraha menjelaskan profil perusahaan Induk HIK Group, meliputi sejarah

pendirian, pengembangan perusahaa, dan lain sebagainya. Berikut ialah profil

Page 50: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

41

perusahaan Group HIK Induk dan BPRS HIK Insan Cita yang kami peroleh

selain dari hasil wawancara juga dari website Group HIK itu sendiri:1

Berdirinya PT. INDUK Harta Insan Karimah merupakan hasil kesepakatan

Rapat Kerja (RAKER) Harta Insan Karimah (HIK) Group yang pertama (1)

yang diselenggarakan pada tanggal 11-12 November 2007 dengan tugas yang

diberikan kepada Perseroan untuk mengembangkan jaringan BPRS Harta Insan

Karimah (HIK) Group di Indonesia (nationwide), melakukan pengawasan pada

BPRS Harta Insan Karimah (HIK) Group sebagai wujud dari perpanjangan

tugas Komisaris BPRS HIK, serta berfungsi sebagai koordinator dalam

mengkaji dan menghasilkan strategi bisnis bersama yang meliputi sistem

manajemen, kinerja perseroan, kerjasama pembiayaan, pengembangan zakat,

infaq dan shodaqoh, strategi inisiatif dan perencanaan perusahaan.

Induk Harta Insan Karimah, merupakan suatu perseroan didirikan melalui

akuisisi dari PT. Fudina Sukses berdasarkan pernyataan keputusan pemegang

saham No. 30 tertanggal 13 Mei 2008, dibuat dihadapan Notaris Doktor Haji.

Teddy Anwar, Sarjana Hukum dan telah mendapat persetujuan melalui

Keputusan Menteri kehakiman Republik Indonesia nomor: AHU-

38846.AH.01.02.Tahun 2008.

Perseroan melakukan peningkatan modal disetor dan nama perseroan

menjadi PT. INDUK Harta Insan Karimah berdasarkan akte nomor: 12

tertanggal 6 Juli 2009 dibuat dihadapan Notaris Doktor Haji Teddy Anwar,

Sarjana Hukum dan telah mendapat persetujuan melalui keputusan Menteri

Kehakiman Republik Indonesia nomor: AHU-41454.AH.01.02.Tahun 2009.

Pada tahun 2011 dilakukan peningkatan modal dasar dan modal disetor

Perseroan, berdasarkan akte nomor. 79 tertanggal 28 April 2011 dan telah

disetujui melalui keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor. AHU 29038.AH.01.02.Tahun 2011, perubahan

akte nomor. 80, tertanggal 28 April 2011 dan perubahan terakhir nomor. 19,

1 https://hik.co.id/profil/unit -usaha/ diakses pada tanggal 6 September 2018.

Page 51: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

42

tertanggal 8 Juni 2012 di hadapan notaris Doktor Teddy Anwar, Sarjana

Hukum.

Pada mulanya PT. BPRS Insan Cita didirikan oleh beberapa tokoh-tokoh

ekonomi syariah dengan semangat asas syariah guna menyentuh sektor riil

secara langsung yang pada saat itu Bank Umum Syariah (BUS) hanya bergerak

di sektor moneter. PT. BPRS Insan Cita didirikan oleh Bapak Zainul Arifin

yang merupakan tokoh perbankan syariah dan mantan Direktur Utama Bank

Muamalat Indonesia (2000), Bapak Fuad Muadzir, dan Bapak Saefudin A

mantan Direktur Utama BNI Syariah. Sehingga, pada tahun 1998 didirikanlah

PT. BPRS Insan Cita.

Sebagaimana semangat para pendiri PT. BPRS Insan Cita, sehingga alasan

didirikan BPRS ini adalah guna menyentuh UMKM serta masyarakat di mana

letak PT. BPRS Insan Cita yang strategis dekat dengan Pasar Parung, Mall

Parung, Ramayana Parung dan Masjid Riyadhu Salihin Parung. Sehingga,

Bapak Muh. Hadi Maulidin Nugraha, SEI.,MM selaku Direktur PT. BPRS HIK

Insan Cita mengatakan “Di sini tempatnya UMKM tumbuh”.

Namun, pada tahun 2014 BPRS Insan Cita mengalami kinerja yang kurang

baik. Maka, demi menjaga kinerja dan memperbaiki manajemen BPRS maka

dilakukan akuisisi oleh holding company PT. INDUK Harta Insan Karimah

(HIK)2. Di mana tujuan dari HIK Group ini adalah untuk mengembangkan

BPRS HIK Group di Indonesia (nationwide) dengan visinya yaitu “Menuju

Natio-Wide Sharia Micro Banking.3 Sehingga, konsekuensi akuisisi ini

mengubah secara besar-besaran dari manajemen hingga nama BPRS Insan Cita

menjadi PT. BPRS HIK Insan Cita.

2 Sejarah singkat PT. INDUK Harta Insan Karimah ini adalah hasil dari Rapat Kerja

(RAKER) Harta Insan Karimah pada tanggal 11-12 November 2007, namun awal mulanya telah

berdiri PT. BPRS Harta Insan Karinah yang didirikan pada tanggal 19 Desember 1992 dengan modal

awal sebesar Rp 282 juta dengan saham mayoritas dipegang oleh alumni HMI Fakultas Ekonomi

UGM. Sedangkan operasi awal pada tahun 1993 dengan terbitnya Berita Negara nomor. 3529 di

Jakarta dan hasil keputusan Menteri Keuangan RI dengan izin nomor. Kep=177/KM.17/1993, pada

tanggal 28 Agustus 1993. Diakses melalui www.hik.co.id.

3 Sekilas Singkat Profil HIK-INDUK, diakses dari www.hik.co.id diakses pada tanggal 6

September 2018.

Page 52: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

43

Dilakukannya aksi akuisisi BPRS HIK Insan Cita ini merupakan akuisisi

BPRS yang kesepuluh dilakukan oleh HIK Group setelah PT. BPRS HIK

Bekasi, Parahyangan, Cibitung, Makassar, Surakarta, Tegal, dll. Pengakuisisian

BPRS HIK Insan Cita ini mengubah kepemilikan saham atas BPRS Insan Cita,

yakni di atas 51% yang menjadi pengatur serta wewenang atas BPRS Insan Cita.

Sisanya, dimiliki oleh individu HIK. Sebagaimana dalam Pasal 9 ayat (2) UU

No. 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah BPRS dapat dimiliki oleh warga

negara Indonesia atau badan hukum yang pemiliknya adalah warga negara

Indonesia, atau oleh pemerintah daerah, atau keduanya.

Hasil dari aksi akuisisi ini berpengaruh terhadap kinerja BPRS HIK Insan

Cita, yakni asset pada tahun 2016 hanya sebesar 14 Milyar dan pada saat

dilakukannya wawancara (27 April 2017) menjadi 28 Milyar atau meningkat

sebesar 200%. Tidak hanya mempengaruhi asset, dilakukannya aksi akuisisi

juga mengubah operasional dan manajemen. Yakni, mengubah visi misi BPRS

Insan Cita menjadi visi misi yang diterapkan oleh HIK Group. Di samping itu,

beberapa ide dan kebijakan maupun hal-hal terkait operasional berada di bawah

pengawasan dan kebijakan HIK Group dengan cara men-deliver kepada

beberapa entitas BPRS di bawahnya, termasuk PT. BPRS HIK Insan Cita.

Kemudian, PT. BPRS HIK Insan Cita selaku badan usaha sebagai mana

dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 jo. Maka, BPRS haruslah berbadan

hukum Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah pada Pasal 2

POJK No. 20/POJK. O3/2014 mengenai Kelembagaan BPR. Sehingga,

menjadikan PT. BPRS HIK Insan Cita berdasarkan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan secara eksternal berada di bawah

pengawasan OJK dan berada di bawah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

mengenai Perseroan Terbatas.

B. Visi Misi BPRS HIK Insan Cita

Tidak seperti sebuah perusahaan cabang, setiap BPRS HIK Insan Cita yang

tersebar di pulau Jawa memiliki entitas tersendiri dengan HIK Induk, tata cara

pengurusan yang berbeda dengan BPRS HIK yang lain, daftar perusahaan yang

terpisah dari HIK Induk, struktur organisasi yang juga terpisah, serta visi misi

Page 53: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

44

yang berbeda dengan perusahaan Induk. Namun meski demikian, HIK Induk

tetap melakukan pengawasan terhadap anak perusahaannya, serta visi misi dari

anak perusahaannya tersebut tidak boleh bertentangan dengan visi misi HIK

Induk.

Industri yang bergerak di bidang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak

dapat mendirikan perusahaan cabang yang jauh terpisah daerahnya dengan

perusahaan induk, seperti misalnya BPRS HIK Insan Cita Bogor tidak akan

dapat mendirikan cabang di luar provinsi Jawa Barat (di luar daerah

jangkauannya). Hal ini dikarenakan, dalam mendirikan perusahaan cabang di

luar wilayah BPRS Induk, maka dibutuhkan modal yang lebih besar. Dengan

demikian, untuk mengembangkan dan memperluas wilayah perusahaannya,

BPRS akan menggunakan sistem holding company. Berbeda dengan bank

umum yang modalnya memang sudah besar, bank umum dapat mendirikan

perusahaan cabang di luar jangkauan daerah perusahaan pusat, sehingga bank

umum lebih banyak menggunakan atau mendirikan cabang dibanding

mendirikan sebuah perusahaan anak. Di samping itu pula, BPRS diutamakan

untuk fokus dalam mengembangkan usaha di daerahnya, sehingga membuka

cabang, meskipun cabang itu di dalam jakauan daerah BPRS pusat, bukanlah

merupakan prioritas BPRS.

Visi BPRS HIK Insan Cita ialah “Menjadi Bank Syariah yang unggul dan

terpercaya”. BPRS HIK Insan Cita memiliki motto “Maju Bersama dalam

Usaha sesuai Syariah”, sedangkan misinya ialah sebagai berikut:

1. Menjalankan usaha perbankan yang sehat dan amanah.

2. Memberikan pelayanan yang terbaik dan Islami.

3. Berperan aktif dalam pengembangan dunia usaha dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

4. Meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, pengurus, dan karyawan.

5. Menjalankan misi dakwah yang rahmatan lil alamin.

Sementara HIK Induk memiliki visi “Mewujudkan nation-wide sharia

micro banking terunggul dan terpercaya”. Adapun misi HIK Induk ialah

Page 54: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

45

memaksimalkan nilai tambah bagi stakeholder melalui kegiatan investasi

melalui pengembangan UMKM yang mendukung nilai-nilai portofolio inti.

Sehingga sudah jelas bahwa HIK Induk dan perusahaan subsidiary-nya lebih

mengutamakan pengembangan UMKM.

D. Strategi Pengembangan BPRS HIK Insan Cita

Mengingat BPRS HIK Insan Cita ini baru didirikan, maka BPRS HIK Insan

Cita hanya memiliki kantor cabang bagian kas di Citeureup. BPRS Insan Cita

tidak berniat untuk membuka cabang di tahun 2017, namun ada beberapa

kegiatan yang akan dijalankan BPRS HIK Insan Cita dalam mengembangkan

pangsa pasarnya antara lain ialah menyelenggarakan mobil kas keliling, serta

BPRS HIK Insan Cita lebih memusatkan perhatiannya terhadap UMKM yang

ada di daerahnya ketimbang membuka cabang. Setelah UMKM di daerah

BPRS HIK Insan Cita sudah cukup terakomodir, maka barulah BPRS ini

membuka cabang.

Badan hukum kantor cabang bersifat mengikuti perusahaan pusatnya,

adapun terkait tata cara pembukaan cabang dan pengaturan mengenai kantor

cabang dapat dilihat lebih lanjut dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan

tentang Kantor Cabang Perbankan.

Total jumlah nasabah BPRS HIK Insan Cita sekitar 10.000 nasabah, 10.000

nasabah ini sudah termasuk nasabah tabungan dan pembiayaan. Untuk nasabah

tabungan sendiri ada sekitar 7.000, jumlah ini termasuk nasabah tabungan yang

non-aktif.

Sejauh ini, BPRS HIK Insan Cita masih berupaya melakukan sosialisasi ke

masyarakat agar masyarakat mengetahui keberadaan BPRS HIK Insan Cita ini

dan agar masyarakat percaya menempatkan dananya di BPRS atau melakukan

pembiayaan dengan produk BPRS. Di samping itu, peningkatan sumber daya

dan kompetensi pegawainya terhadap pemahaman ekonomi syariah pun perlu

diperhatikan. Untuk itu BPRS HIK Insan Cita kerapkali melakukan training

kepada para pegawainya.

Page 55: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

46

E. Produk-Produk Perbankan BPRS HIK Insan Cita

Dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai bank pembiayaan rakyat syariah,

BPRS HIK Insan Cita mempunyai produk-produk sebagai berikut :

1. Pembiayaan

PT. BPR Syariah Harta Insan Karimah Insan Cita senantiasa berusaha

memberikan pelayanan pembiayaan yang terbaik bagi anda, dengan proses

yang mudah, pelayanan cepat dan persyaratan ringan. Kami siap untuk

membiayai usaha dan kebutuhan anda, antara lain:

a. Pembiayaan Modal usaha adalah pemberian modal kepada nasabah yang

sudah memiliki usaha dan sudah berjalan minimal satu tahun kami siap

memberikan tambahan modal. Seperti kebutuhan modal ketika

menjelang lebaran, ketikan mendapat proyek dengan SPK/ PO, atau

kebutuhan lain ketika permodalan anda perlu ditambah.

b. Pembiayaan Investasi adalah pembiayaan yang sifatnya investasi seperti

pembelian kendaraan, pembelian mesin, pembelian tanah/bangunan atau

investasi lain yang menunjang usaha dan keperluan anda.

c. Pembiayaan Konsumtif adalah pembiayaan yang diberikan kepada

nasabah yang begitu banyak kebutuhan yang diinginkan mulai dari

barang-barang elektronik sampai kebutuhan renovasi tempat tinggal.

d. Pembiayaan Guru Bersertifikasi adalah memberikan fasilitas

pembiayaan bagi guru yang sudah mendapatkan sertifikasi pendidik

mulai dari renovasi rumah, biaya pendidikan anak sekolah dan lainnya.

e. Pembiayaan Al-Murabahah (Jual-Beli)

f. Pembiayaan Mudharabah/ Musyarakah (Bagi-Hasil)

g. Pembiayaan Ijarah (Sewa-Menyewa)

2. Deposito

Deposito Mudharabah merupakan produk simpanan berjangka waktu 1,

3, 6 dan 12 bulan dengan prinsip bagi hasil. Dana yang disimpan akan

diinvestasikan untuk membiayai berbagai bidang usaha yang halal. Sistem

bagi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan suku bunga Deposito Bank

Konvensional, tidak dikenakan biaya administrasi,simpanan anda juga

Page 56: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

47

dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) maksimal 2 milyar

rupiah, sistem jemput setoran dan tidak dikenakan biaya administrasi

apabila dicairkan sebelum jatuh tempo.

3. Tabungan

a. Tabungan iB Mitra Ummat adalah tabungan yang disediakan dengan

prinsip titipan dan dapat ditarik setiap saat. Dijamin oleh LPS (Lembaga

Penjamin Simpanan).

b. Tabungan iB Insani adalah tabungan yang disediakan simpanan dengan

prinsip bagi hasil antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil

sesuai kesepakatan. Dijamin oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

c. Tabungan iB Qurban adalah tabungan yang disediakan simpanan dengan

prinsip bagi hasil untuk cicilan pembelian hewan qurban. Dijamin oleh

LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).

d. Tabungan iB Haji adalah tabungan yang disediakan simpanan dengan

prinsip bagi hasil untuk setoran haji. Dijamin oleh LPS (Lembaga

Penjamin Simpanan).

e. Tabungan iB Pendidikan adalah tabungan yang disediakan simpanan

dengan prinsip bagi hasil untuk rencana pendidikan. Dijamin oleh LPS

(Lembaga Penjamin Simpanan).4

F. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Menurut Putusan Mahkamah

Konstitusi

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 ini ada

karena diajukan oleh Bapak Dadang sebagai pemohon, yang merupakan

Nasabah Bank Muamalat Kantor Cabang Bogor. Pemohon mengajukan

permohonan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi terkait dengan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan Syariah, khususnya

Pasal 55 Ayat (2) dan Ayat (3) yang mengatur mengenai penyelesaian

sengketa. Pemohon menilai bahwa Pasal 55 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-

4 https://hik.co.id/produk/unit-usaha/ diakses pada tanggal 6 September 2018.

Page 57: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

48

Undang Perbankan tidak memberikan kepastian hukum sebagaimana yang

telah diamanatkan oleh Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

Penyelesain sengketa Perbankan Syariah, dapat diselesaikan dengan cara

sebagai berikut : (1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkukan Pengadilan Agama. (2) Dalam hal para pihak

telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud

pada Ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. (3)

Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah.

Penjelasan isi Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang Perbankan Syariah

berbunyi sebagai berikut:

“yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi

akad-akad adalah upaya sebagai berikut: a) Musyawarah; b) Mediasi

perbankan ; c) Melalui badan arbitrase syariah nasional (Basyarnas) atau

lembaga arbitraselain ; dan/atau d) Melalui pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum.”

Berdasarkan isi Pasal 55 Undang-Undang Perbankan Syariah tersebut, maka

terlihat bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dapat diselesaikan

melalui Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, serta Alternative Dispute

Resolution (ADR) yang dapat ditempuh melalui Musyawarah, Mediasi

Perbankan, dan melalui Basyarnas atau lembaga arbitrase lainnya.

Penyelesaian sengketa sebagaimana yang terdapat pada Pasal 55 Undang-

Undang perbankan tersebut dinilai terdapat kontradiktif antara Pasal 55 Ayat

(1) yang secara tegas mengatur jika terjadi sengketa dalam Perbankan Syariah,

maka harus diselesaikan melalui Pengadilan Agama, sedangkan Pasal 55 Ayat

(2) memberi pilihan kepada para pihak untuk memilih lingkungan peradilan lain

untuk menyelesaikan sengketa dan dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri.

Pilihan hukum yang terdapat pada Pasal 55 Ayat (2) ini tidak memberikan

kepastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945 yang

mengamanatkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan

Page 58: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

49

pengakuan, jaminan, perlindungan serta kepastian hukum dan juga perlakuan

yang sama di hadapan hukum.

Hal ini senada dengan pendapat dari Abdul Ghofur Anshori, yang

menyatakan bahwa terdapatnya opsi penyelesaian sengketa dapat diselesaikan

di Pengadilan Negeri pada huruf (d) penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU perbankan

akan berpotensi menimbulkan konflik antar dua lingkungan peradilan dan

mereduksi kewenangan absolut Peradilan Agama sebagaimana yang terdapat

pada Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009

Tentang Peradilan Agama (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang

Peradilan Agama), yang berisi sebagai berikut:5

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam dibidang ekonomi syariah.”

Penjelesan Pasal 49 Undang-Undang Pengadilan Agama menyebutkan

bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah, salah satunya adalah

Perbankan Syariah.

Mahkamah Konstitusi mengadili mengabulkan permohonan untuk

sebagian, yang pada intinya berisi penjelesan Pasal 55 ayat (2) UU Perbankan

Syariah bertentangan dengan Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) dan penjelasan tersebut

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.6

Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan binding tersebut

memiliki implikasi hukum tersendiri bahwasanya kewenangan untuk

menyelesaikan sengketa perbankan sengketa syariah saat ini merupakan

wewenang Pengadilan Agama. Isi Pasal 55 ayat (2) kini tidak memiliki

penjelasannya kini telah beralih menjadi “cukup jelas”.

5 Abdul Ghofur Anshori, hukum Perbankan Syariah,(Bandung : Refika Aditama, 2009),h.,

110. 6 MK Kabulkan Pemohon terkait UU Perbankan Syariah diakses pada hari rabu, 31

Oktober 2018 10.30 dari http://ekonomisyariah.info/blog/2018/10/31/mk-kabulkan-pemohon-

terkait-uu-perbankan-syariah.

Page 59: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

50

G. Model Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di BPRS HIK Insan

Cita

Ketika nasabah melakukan wanprestasi, BPRS HIK Insan Cita akan

mengupayakan nasabah tersebut dengan cara musyawarah terlebih dahulu.

Biasanya, debt collector dari BPRS HIK Insan Cita akan bernegosiasi dahulu

dengan nasabah dengan cara yang baik dan damai. Jika sudah tidak ditemukan

solusi melalui upaya damai tersebut, maka PT.BPRS HIK Insan Cita akan

mengajukan perkara wanprestasi ini melalui litigasi (pengadilan) atau sesuai

dengan isi akad yang dipakai oleh PT.BPRS Insan Cita yaitu melalui

Pengadilan Negeri. Meskipun, OJK menganjurkan untuk mengajukan sengketa

tersebut ke Arbitrase syariah terlebih dahulu, namun secara faktual kebanyakan

BPRS termasuk BPRS HIK Insan Cita lebih memilih Pengadilan Negeri

sebagai tempat penyelesaian sengketa dari pada di Pengadilan Agama. Hal ini

dikarenakan pihak BPRS Insan Cita mempertimbangkan bahwa Pengadilan

Agama masih mencerminkan sebagai pengadilan yang dominan menangani

kasus nikah, talak, cerai, dan rujuk (NTCR) atau masalah keluarga, tingkat

kepercayaan terhadap kompetensi hakim-hakim di Pengadilan Negeri lebih

tinggi dari pada Pengadilan Agama, dan pengadilan Negeri lebih

berpengalaman dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa.7

7 Hasil wawancara pribadi dengan Muh. Hadi Mauludin Nugraha Direktur Utama BPRS

Insan Cita, Bogor, 27 September 2018

Page 60: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

51

BAB IV

EKSISTENSI ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM AKAD KONTRAK

SYARIAH BPRS HIK INSAN CITA

A. Potret Akad Produk Perbankan BPRS HIK Insan Cita

1. Belum Sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012

Konsep penyelesaian sengketa BPRS HIK Insan Cita dapat dilihat

pada penyusunan kontrak yang digunakan pada beberapa produk

perbankan syariah. Ada dan dibuatnya akad atau kontrak perjanjian antara

BPRS HIK Insan Citadan nasabah sangat penting dalam setiap transaksi,

khususnya perbankan syariah. Akad atau kontrak perjanjian tersebut

menjadi sumber hukum formil bagi BPRS HIK Insan Cita dan nasabah.

Dalam perbankan syariah, akad atau kontrak perjanjian sangat menentukan

isi dan bentuk dari fasilitas perbankan yang diberikan kepada nasabah,

termasuk juga penyusunan mengenai klausula penyelesaian sengketa atau

perselisihan.

Ketentuan dalam akad Piutang Murabahah pada Pasal 6 Ayat (2)

tentang Penyelesaian Perselisihan menerangkan bahwa, “Apabila

musyawarah untuk mufakat telah diupayakan namun perbedaan pendapat

atau penafsiran perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh

kedua belah pihak, maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji

serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya

melalui Kantor Pengadilan Negeri menurut prosedur berita acara yang

berlaku di dalam Pengadilan tersebut”.1 Klausul tersebut telah

dipraktikkan oleh BPRS HIK Insan Cita dalam penyelesaian sengketa

yang terjadi pada pertengahan tahun 2017 , yang ketika itu sengketa

tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri namun ditolak dikarenakan

1 Perjanjian Akad Piutang Murabahah BPRS HIK Insan Cita Parung Bogor.

Page 61: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

52

sengketa tersebut bukan kewenangan absolut Pengadilan Negeri

melainkan Pengadilan Agama.2

Adapun dalam Pasal 6 Ayat 2 tentang penyelesaian Perselisihan

dengan jelas bahwasanya BPRS HIK Insan Cita memilih opsi musyawarah

terlebih dahulu, karena musyawarah masih menjadi opsi awal dalam

penyelesaian sengketa perbankan syariah. Musyawarah merupakan

komunikasi dua arah tanpa melibatkan pihak ketiga diluar nasabah dan

pihak bank.3 Jika setelah musyarawah tidak ditemukan kata mufakat antara

kedua belah pihak maka diajukannya penyelesaian sengketa tersebut

kepada Pengadilan Negeri.

PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Insan Cita masih

memilih Pengadilan Negeri sebagai jalur penyelesaian perselisihan dengan

pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

a. Pengadilan Agama masih mencerminkan sebagai pengadilan yang

dominan menangani kasus nikah, talak, cerai, dan rujuk (NTCR) atau

masalah keluarga;

b. Tingkat kepercayaan terhadap kompetensi hakim-hakim di

Pengadilan Negeri lebih tinggi dari pada Pengadilan Agama.

c. Pengadilan Negeri lebih berpengalaman dalam menyelesaikan kasus-

kasus sengketa;4

Pertimbangan-pertimbangan tersebut terjadi sebelum keluarnya

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012. Setelah putusan

tersebut keluar maka Pengadilan Agama sudah berbenah diri dan menjadi

wewenang absolut untuk menyelesaikan atau menangani sengketa-

sengketa ekonomi syariah.

2 Hasil wawancara pribadi dengan Muh. Hadi Mauludin Nugraha Direktur Utama BPRS

Insan Cita, Bogor, 27 September 2018. 3 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2006, h. 171 . 4 Hasil wawancara pribadi dengan Muh. Hadi Mauludin Nugraha Direktur Utama BPRS

Insan Cita, Bogor, 27 September 2018.

Page 62: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

53

Secara faktual penyusunan kontrak yang dibuat oleh BPRS HIK Insan

Cita jika dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 93/PUU-

X/2012, maka penyusunan kontrak atau akad tersebut tidak sesuai dengan

putusan Mahkamah Konstitusi nomor 93/PUU-X/2012 karena dalam

putusan tersebut telah meniadakan Pasal 55 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah karena bertentangan

dengan Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, para pihak tidak perlu

mengikuti penjelasan Pasal 55 Ayat (2) tersebut.

Kewenangan absolut Pengadilan Agama berdasarkan Pasal 49 huruf

(i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ekonomi

syariah. Kewenangan absolut Pengadilan Agama dalam menangani

sengketa perbankan syariah juga dipertegas dalam Pasal 55 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa

perbankan syariah merupakan kewenangan absolut dari Pengadilan

Agama dan tidak dapat diselesaikan oleh pengadilan lain karena akan

melanggar prinsip yuridiksi absolut.5

Dengan demikian sejak keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 93/PUU-X/2012, kewenangan Pengadilan Negeri dalam

menangani sengketa perbankan syariah sudah dihapuskan. Kini

Pengadilan Agamalah yang mempunyai kewenangan absolut dalam

menangani sengketa perbankan syariah secara litigasi. Tidak semua

sengketa perbankan syariah memilih penyelesaian sengketa secara

litigasi. Jika kedua belah pihak tidak mau membawa sengketa mereka

secara litigasi dan mereka lebih memilih alternatif penyelesaian sengketa

lain seperti Mediasi perbankan, Basyarnas atau Arbitrase lain, Konsiliasi,

5 Triana Sofia, “Dualisme penyelesaian sengketa ekonomi syariah”, Jurnal Hukum Islam

(JHI), Vol. 13, Nomor 2, Desember 2015, h. 121.

Page 63: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

54

pendapat atau Penilaian ahli. Alternatif penyelesaian sengketa tersebut

mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase

Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Apabila penyusunan akad atau

perjanjian kontrak tersebut ingin dicantumkan lembaga penyelesaian non

litigasi maka harus dicantumkan secara jelas dan dengan persetujuan

antara BPRS HIK Insan Cita dan nasabah. BPRS HIK Insan Cita harus

berbenah diri untuk merubah substansi dari susunan akad atau kontrak

perjanjian pada semua produk perbankan syariah khususnya pada

klausula penyelesaian sengketa. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 93/PUU-X/2012 tersebut pihak bank harus menuliskan

Pengadilan Agama sebagai lembaga pilihan yang mempunyai wewenang

absolut untuk menyelesaikan sengketa secara litigasi. Karena pada

dasarnya akad atau kontrak perjanjian oleh pihak bank dan nasabah

merupakan perjanjian baku yang telah dipersiapkan oleh pihak bank

syariah sendiri.

2. Belum Sesuai Dengan Asas Kebebasan Berkontrak

Penyusunan kontrak pembiayaan BPRS HIK Insan Cita tidak

melibatkan nasabah atau tidak memberikan opsi kepada nasabah untuk

memilih lembaga penyelesaian sengketa. Nasabah hanya diperlihatkan

dan dibacakan standar akad yang sudah ada secara menyeluruh agar

mengetahui isi kontrak yang akan digunakan, seperti contoh akad atau

perjanjian piutang Murabahah pada Pasal 6 tentang penyelesaian

perselisihan pilihan BPRS HIK Insan Cita menggunakan Pengadilan

Negeri sebagai jalur penyelesaian sengketa secara litigasi, apabila tidak

mendapatkan kesepakatan secara internal antara BPRS HIK Insan Cita

dan nasabah. 6. Hal tersebut terjadi karena BPRS HIK Insan Cita

menafikan keberadaan asas kebebasan berkontrak dalam pembuataan

akad atau kontrak syariah tersebut.

6 Hasil wawancara pribadi dengan Muh. Hadi Mauludin Nugraha Direktur Utama BPRS

HIK Insan Cita, Bogor, 27 September 2018.

Page 64: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

55

Asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract yang

dimaksudkan disini adalah bahwa semua pihak bebas menjalin hubungan

perikatan dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Termasuk di

dalamnya isi perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak. Apabila telah

disepakati bentuk dan isinya, maka mengikat para pihak yang

menyepakatinya dan harus dilaksanakan segala hak dan kewajibannya.7

Namun kewajiban ini tidak absolut, artinya sepanjang tidak bertentangan

dengan syariah Islam, maka perikatan tersebut boleh dilaksanakan.

Menurut Faturrahman Djamil, Syariah Islam memberikan kebebasan

kepada setiap orang yang melakukan akad sesuai dengan yang

diinginkan, tetapi yang menentukan akibat hukumnya adalah ajaran

Agama.8 Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa “semua”

meliputi seluruh perjanjian, baik yang namanya dikenal maupun tidak

oleh undang-undang. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan

isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan “siapa” perjanjian

itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat sesuai dengan pasal 1320 KUH

Perdata ini mempunyai kekuataan mengikat.9

Demikian pula Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini merupakan suatu asas

yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau

tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

(3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta (4)

menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.10

7 Dewi Hendrawati, “penerapan asas berkontrak dalam pembuataan perjanjian baku”,

MMH, Jilid 40, Nomor 4, Oktober 2011, h. 412. 8 Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah, Dalam Kompilasi Hukum Perikatan”,

(Bandung: Citra Aditya Bakti,2001). h. 249 Di lihat juga Abdurrahman Rohim, “Analisis Dalam

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012”, h. 10 9 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT Citra

Aditya Bakti, 2001), cetakan pertama, h. 84. 10 M. Muhtarom, “Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan

Kontrak”, SUHUF, Vol. 26, No. 1, (Mei: 2014), h. 50

Page 65: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

56

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia

meliputi ruang lingkup sebagai berikut:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian;

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih klausula dari perjanjian

yang dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian

termasuk kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan

undang-undang yang bersifat opsional.11

Dalam hukum Islam, suatu perjanjian harus dilandasi adanya

kebebasan berkehendak dan kesukarelaan dari masing-masing pihak

yang mengadakan transaksi sebagai mana firman Allah Subhanahu

Wata'ala dalam surat An-Nisa ayat 29 sebagai berikut:

يا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تجارة عن تراض

كان بكم رحيم منكم ول تقتلوا أنفسكم إن الل

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan

janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.”

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya BPRS HIK Insan

cita mengabaikan asas kebebasan berkontrak dalam penyusunan akad

atau kontrak syariah, karena tidak melibatkan nasabah dalam penyusunan

akad atau kontrak syariah tersebut berupa isi akad seperti pada pasal 6

tentang penyelesaian perselihan. Pada pasal tersebut BPRS HIK Insan

Cita tidak memberikan peluang atau hak opsional kepada nasabah untuk

11 Remi Syehdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang Seimbang Dari

Kreditur dan Debitur, h. 10

Page 66: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

57

memilih lembaga mana yang ingin dipilih jika terjadi sengketa antara

mereka. Pada praktiknya BPRS Insan Cita sudah menentukan sendiri isi

akad tanpa mengikutsertakan nasabah dalam pembuatan akad. Pilihan

hukum merupakan hal yang sangat penting dan wajar karena

menyinggung salah satu pokok persoalan utama dari hukum perdata,

yakni kehendak manusia. Pilihan hukum juga memperlihatkan unsur

filsafat hukum, teori hukum dan politik hukum.12

Menurut Saudargo Gautama, prinsip pilihan hukum sudah diterima

dan diakui dikalangan pakar hukum seperti halnya yurisprudens. Para

pihak dalam membuat kontrak dapat menentukan sendiri hukum yang

akan diberlakukan.13 Adanya hak opsional dalam penyelesaian sengketa

perbankan syariah sangat penting, karena dalam hal ini agar para pihak

mempunyai unsur kerelaan diantara pihak yang melebur diri ke dalam

ikatan perjanjian untuk menyusun dan menentukan perjanjian yang

dibuat, dan semua itu menyangkut dengan Asas Kebebasan Berkontrak

sebagai sebagian hak asasi manusia. Jika melihat beberapa prinsip

muamalah dalam Islam, di antaranya: (1) pada dasarnya segala bentuk

muamalah adalah mubah, kecuali yang dilarang dalam Al-Qur’an dan

Sunnah; (2), muamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa

mengandung unsur paksaan; (3), muamalah dilakukan atas dasar

pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat

dalam kehidupan masyarakat; (4), muamalah dilaksanakan untuk

memelihara keadilan, menghilangkan kezaliman (ketidakadilan), gharar

(penuh tipu daya).14

12 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional, (Bandung: Bina Cipta,

1987), h.169. Dikutip dari skripsi Fathudin Kalimas, “Eksistensi Kompetensi Peradilan Agama

dalam Penyelesaian Perbankan Syariah : Analisis Yuridis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah”, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: 2009),

h. 74. 13 Sudargo Gautama, Hukum Antar Tata Hukum, (Bandung: Alumni, 1997) h. 27-25. 14Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam (Yogyakarta:

Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993), h.10.

Page 67: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

58

Namun demikian hak opsional ini sejatinya juga harus dibatasi agar

tidak terjadi benturan antar kewenangan lembaga penyelesaian sengketa.

Demikian juga sebagaimana Pasal 1338 KHUPerdata, bahwa pilihan

hukum diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan undang-undang,

ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.

3. Belum Sesuai Dengan Asas Pacta SunServanda

BPRS HIK Insan Cita dalam akad Piutang Murabahah menyusun

akad atau kontrak syariah mengenai penyelesaian sengketa

mencantumkan Pengadilan Negeri sebagai tempat menyelesaikan

perselisihan. Pada prinsipnya dalam sengketa perbankan syariah pihak-

pihak diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme penyelesaian

sengketa sesuai dengan prinsip syariah atau hukum Islam yang termuat

dalam perjanjian atau kesepakatan tertulis yang disepakati oleh kedua

belah pihak, baik sebelum terjadinya sengketa (pactum de

compromittendo) maupun setelah terjadinya sengketa (akta kompromi)

sesuai dengan prinsip pacta sun servanda.15

Prinsip atau asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas

kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas

pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga

harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak

diperkenankan melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak.

Asas kepastian hukum ini terkait dengan akibat perjanjian. Dalam hal

ini hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang,

mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak

15 Dendi Abdurrosyid, “Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-

X/2012 dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”, h. 17.

Page 68: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

59

yang dibuat oleh para pihak.16 Asas Pacta Sunt Servanda dapat

disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi,

”Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang”.

Berdasarkan Pasal ini, daya mengikat kontrak sama seperti Undang-

Undang bagi para pihak yang menyepakatinya.

Asas kepastian hukum ini disebut secara umum dalam Alquran Surah

Al Maidah ayat 1 :

( 5/1المائدة قال تعالى: يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود (

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.”

Berdasarkan ayat itu, disimpulkan bahwa setiap akad perjanjian itu

bersifat mengikat para pihak dan wajib ditepati. Dalam ayat yang lain,

yakni Surah al-shaff ayat 2 dan 3, status perjanjian mengikat itu

difirmankan Allah Swt.

تا عند هللا أن تقولوا مالتفعلون { كبر مق 2ياأيها الذين ءامنوا لم تقولون مالتفعلون }

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu

(berjanji) tetapi kamu tidak melaksanakannya. Allah sangat membenci

orang-orang yang berjanji (mengatakan sesuatu) tapi tidak

melaksanakan janjinya (perkataannya) itu.”

Hadits Nabi Muhammad Saw dengan tegas menyebutkan bahwa janji

harus ditepati. Orang yang melanggar janjinya disebut sebagai orang

munafiq.

:أبي هريرة رضي هللا عنه ، أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال عن

إذا حدث كذب، وإذا وعد أخلف، وإذا اؤتمن خان" :آية المنافق ثالث"

“Ciri-ciri orang Munafik itu ada 3 perkara: apabila dia berbicara

berbohong, dan apabila dia berjanji mengingkari, dan apabila dia

dipercaya berkhianat” (HR. Bukhori dan Muslim).

Berdasarkan ayat Al-qur’an dan Hadis di atas dapat disimpulkan

bahwa Asas perjanjian itu bersifat ilzam (mengikat), dalam ilmu

16 Emanuel Raja Damaitu, “Perbandingan Asas Perjanjian dalam Hukum Islam dan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata”, Jurnal Reporterium, Ed. 1 (Januari-Juni, 2014), h. 66.

Page 69: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

60

hukum konvensional disebut dengan asas pacta sunt servanda, yang

berarti bahwa akad perjanjian itu bersifat mengikat secara penuh,

karenanya harus ditepati dan asas kepastian hukum adalah tidak ada suatu

perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk perbuatan tersebut.17

Dari penjelasan di atas jika mengacu pada penyusunan akad atau

kontrak yang masih tertulis pada Pengadilan Negeri dan dihubungkan

dengan asas pacta sunservanda, maka perjanjian tersebut harus

diselesaikan atau ditangani oleh Pengadilan Negeri setempat. Hal

tersebut dilakukan sesuai dengan isi akad atau kontrak yang telah di

susun oleh BPRS HIK Insan Cita dan disetujui oleh nasabah, akan tetapi

dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012

yang membatalkan penjelasan Pasal 55 Ayat (2), maka tidak ada alasan

lagi bagi Pengadilan Negeri untuk menerima gugatan yang diajukan oleh

para pihak berkaitan dengan sengketa perbankan syariah dan sengketa

tersebut seharusnya tidak dapat diterima atau Niet Ontvankelijke

Verklraad (NO)18, karena dalam putusan tersebut kewenangan mengadili

sengketa perbankan telah dilimpahkan kepada Pengadilan Agama. Oleh

karena itu, yang berhak mengadili sengketa syariah adalah Pengadilan

Agama saja, maka setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut Pengadilan Negeri tidak memiliki kewenangan untuk mengadili

perbankan syariah dan hakim Pengadilan Negeri harus menolak gugatan

yang diajukan kepadanya apabila gugatan tersebut merupakan sengketa

perbankan syariah.

Kewenangan Pengadilan Agama juga dijelaskan dalam Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1989 diperbaharui menjadi Undang-Undang

17 https://www.iqtishadconsulting.com/content/read/blog/asas-asas-akad-kontrak-dalam-

hukum-syariah 18 NO merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena

alasan gugatan mengandung cacat formil.

Page 70: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

61

Nomor 3 tahun 2006 diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 50

tahun 2009 tentang Peradilan Agama Pasal 49 huruf (i) berbunyi:

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan; b. Waris; c.

Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; dan i.

Ekonomi syariah.”

Yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah “perbuatan atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain

meliputi: (a). bank syariah, (b). lembaga keuangan mikro, (c). asuransi

syariah, (d). reasuransi syariah, (e). reksa dana syariah, (f). obligasi

syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, (g). sekuritas

syariah, (h). pembiayaan syariah, (j). dana pensiunan lembaga keuangan

syariah, (j). bisnis syariah.

Dari penjelasan tersebut, dapat kita pahami bahwa Pengadilan Agama

berwenang dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, salah

satunya adalah perbankan syariah.

Adapun macam-macam sengketa di bidang ekonomi syariah yang

menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:

1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan

lembaga pembiayaan syariah dengan nasabahnya;

2. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesame lembaga

keuangan dan lembaga pembiayaan syariah;

3. Sengketa dibidang ekonomi syariah antara orang-orang yang

beragama Islam.

Mengenai kewenangan pengadilan dalam lingkukan peradilan umum

(Pengadilan Negeri) telah dihapuskan, maka Pengadilan Negeri tidak

memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili sengketa ekonomi

syariah. Pengadilan Negeri wajib menolak untuk menangani sengketa

perbankan syariah karena bertentangan dengan Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:

Page 71: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

62

(1) Badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung

meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. (2)

Peradilan Umum sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 berwenang

memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai

dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan. (3) Peradilan

Agama sebagaimana dimaksud Ayat (1) berwenang memeriksa,

mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang

yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Perbankan syariah pada prinsipnya menggunakan Al qur’an dan

Hadis, sedangkan Pengadilan Negeri hanya menggunakan hukum

perdata saja dan sama sekali tidak memakai hukum Islam. Sehingga

secara kompetensi Pengadilan Negeri sama sekali tidak berwenang untuk

memeriksa atau bahkan mengadili sengketa ekonomi syariah.

Implikasi dari Putusan Mahkamah Kontstitusi Nomor 93/PUU-

X/2012 bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi

menjadi kewenangan absolut lembaga peradilan dalam lingkungan

peradilan Agama, karena para pihak tidak boleh memperjanjikan lain

akibat terikat dengan Undang-Undang yang telah menetapkan adanya

kekuasaan (kewenangan) mutlak (absolut) bagi suatu badan peradilan

untuk menyelesaikan sengketa.

Saat ini setelah Putusan Mahkamah Kosntitusi Nomor 93/PUU-

X/2012, Pengadilan Agama sudah berbenah diri dan sangat siap dalam

menyelesaikan sengketa perbankan syariah, hal tersebut dapat terlihat

dari:

1. Hakim-hakim Pengadilan Agama yang semakin berkompeten dan

bersertifikasi dalam menyelesaiakan sengketa perbankan syariah;

2. Kesiapan peraturan-peraturan bahwasanya Pengadilan Agamalah

yang mempunyai kewenangan absolut dalam menyelesaikan

sengketa perbankan syariah;

3. Pembangunan fasilitas gedung Pengadilan Agama yang sudah

semakin maju dan mempresentasikan sebagai tempat yang tepat

Page 72: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

63

dalam bagi para pelaku bisnis dalam menyelesaikan sengketa

mereka;

4. Semakin pudarnya kesan bahwa Pengadilan Agama hanya sebagai

tempat menyelesaikan masalah nikah, cerai , talak dan rujuk.19

Dengan demikian pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012 tersebut, BPRS HIK Insan Cita harus membenahi

standar dalam akad syariah pada produk-produknya terutama pada Pasal

Penyelesaian perselihian agar dapat mengikuti aturan yang tercantum

dalam putusan tersebut. Penjelasan dalam putusan tersebut terkait pada

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bahwasanya tempat

penyelesaian perselisihan secara litigasi diberikan kekuasaan secara

absolut kepada Pengadilan Agama dan tidak boleh diajukan kepada

lembaga peradilan lain, karena apabila BPRS HIK Insan Cita dalam

klausula penyelesaian sengketa tidak melakukan perubahan dalam

penyusunan akad atau kontrak yang digunakan pada semua produk

perbankan masih memilih Pengadilan Negeri sebagai tempat

penyelesaian sengketa secara litigasi, maka klausula tersebut bersifat

batal demi hukum (null and void).20 Hal ini bertentangan dengan kaidah

bahwa ketentuan hukum yang imperative tidak dapat disimpangi melalui

perjanjian, walaupun hal tersebut disepakati oleh kedua belah pihak.

Putusan Mahkamah konstitusi mempertegas adanya atributive

competency yang dimiliki pengadilan di lingkungan Peradilan Agama di

bidang perbankan syariah.21

Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara pengujian

terhadap Undang-Undang 1945 bersifat final and binding, maka sudah

19 Di Kutip dari skripsi Ambar Rukmini, “Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah Sebelum Dan Sesudahnya Putusan Mk No.93/PUU-X/2012”, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta:2018), h. 67 20 Batal demi hukum artinya dari semula yang tidak pernah ada perikatan atau tidak

diperjanjikan sebuah kontrak. Oleh karenanya tidak ada dasar untuk saling menuntut dimuka hakim.

Lihat juga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, h.339 21 Khotibul Umam, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 Bagi

Penyelesaian Sengketa Bisnis Dan Keuangan Syariah, Konstitusi: Vol 12, No. 4, Desember 2015,

h. 20

Page 73: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

64

seharusnya pihak-pihak terkait menaati putusan tersebut. Artinya dalam

hal terdapat klausulyang menunjuk pengadilan di lingkungan Peradilan

Umum di suatu wilayah, apabila sengketa benar-benar terjadi dan

diajukan kepadanya, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri wajib

menyatakan tidak berwenang sehingga dictum putusannya tidak

menerima gugatan dari penggugat. Apabila dalam praktiknya nanti

Majelis Hakim pengadilan di lingkungan Peradilan Umum menerima

sengketa yang menunjuknya sebagai forum penyelesaian sengketa, maka

pihak yang merasa dirugikan dapat menajdikannya sebagai alasan

melakukan upaya hukum, khususnya berupa kasasi. Hal ini sangat

dimungkinkan karena dengan menerima sengketa atas dasar penunjukan

forum, maka judex factie (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi)22

telah salah dalam menerapkan hukum.

Dari putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang

telah menetapkan dan menegaskan secara spesifik mengenai peradilan

Agamalah yang berhak untuk mengadili sengketa perbankan syariah dan

sudah menimbulkan kepastian hukum antara nasabah dan lembaga

keuangan syariah, maka eksistensi asas pacta sunservanda terhadap akad

syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan

Cita tidak dapat digunakan sebagai kontrak baku karena pada klausul

penyelesaian perselisihan yang dicantumkan tidak sesuai dengan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012.

22 Judex factie adalah Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggu yang berwenang

memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex facti memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara

dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut.

Page 74: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

65

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisis peneliti terhadap hasil penelitian yang

telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Konsep penyelesaian sengketa perbankan syariah yang dilakukan oleh

BPRS Insan Cita dalam akad atau kontrak syariah masih mencantumkan

Pengadilan Negeri sebagai tempat menyelesaikan perselisihan antara

Nasabah dengan BPRS Insan Cita. Hal tersebut terjadi apabila tidak

mendapatkan kesepakatan secara damai antara BPRS Insan Cita dengan

nasabah. Pilihan forum tersebut tentu bertentangan dengan putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa

kewenangan absolut mengadili sengketa ekonomi syariah secara litigasi

khususnya perbankan syariah jatuh kepada Pengadilan Agama bukan

Pengadilan Negeri. Pertimbangan-pertimbangan atau alasan penyelesaian

sengketa dalam klausul akad atau kontrak syariah masih menggunakan

Pengadilan Negeri antara lain : a. Pengadilan Agama masih mencerminkan

sebagai pengadilan yang dominan menangani kasus nikah, talak, cerai, dan

rujuk (NTCR) atau masalah keluarga; b. Tingkat kepercayaan terhadap

kompetensi hakim-hakim di Pengadilan Negeri lebih tinggi daripada

Pengadilan Agama; c. Pengadilan Negeri lebih berpengalaman dalam

menyelesaikan kasus-kasus sengketa.

2. Penyusunan kontrak pembiayaan BPRS HIK Insan Cita tidak melibatkan

atau tidak memberikan opsi kepada nasabah untuk memilih lembaga

penyelesaian sengketa. Nasabah hanya diperlihatkan dan dibacakan

standar akad yang sudah ada secara menyeluruh agar mengetahui isi

kontrak yang akan digunakan, seperti contoh akad atau perjanjian piutang

Murabahah pada Pasal 6 tentang penyelesaian perselisihan pilihan BPRS

HIK Insan Cita menggunakan Pengadilan Negeri sebagai jalur

penyelelesaian sengketa secara litigasi, apabila tidak mendapatkan

Page 75: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

66

kesepakatan secara internal antara BPRS HIK Insan Cita dan nasabah. Hal

tersebut terjadi karena BPRS HIK Insan Cita menafikan keberadaan asas

kebebasan berkontrak dalam pembuataan akad atau kontrak syariah

tersebut. Asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract yang

dimaksudkan disini adalah bahwa semua pihak bebas menjalin hubungan

perikatan dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Termasuk di

dalamnya isi perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak. Apabila telah

disepakati bentuk dan isinya, maka mengikat para pihak yang

menyepakatinya dan harus dilaksanakan segala hak dan kewajibannya.

3. Pasca putusan Mahkamah Nomor 93/PUU-X/2012 memberikan implikasi

hukum terhadap penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi

maupun non litigasi. Secara litigasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012 semakin memperkuat kewenangan Pengadilan Agama

sebagai forum penyelesaian sengketa perbankan syariah. Akad atau

kontrak yang dipakai oleh BPRS Insan cita pada klausul penyelesaian

sengketa masih mencantumkan Pengadilan Negeri. Jika akad atau kontrak

syariah tersebut dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012 maka akad atau kontrak syariah tersebut tidak bisa

digunakan karena dalam putusan tersebut kewenangan Pengadilan Negeri

untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah sudah tidak lagi

memiliki kekuatan hukum tetap. Dengan demikian Eksistensi Asas Pacta

Sunservanda terhadap akad syariah yang dibuat oleh Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita akan terjadi penolakan gugatan atau

tidak akan diterima oleh Pengadilan Negeri. Hal tersebut terjadi karena

Pengadilan Agamalah yang memiliki kewenangan absolut dalam

menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan penelitian seperti yang telah diuraikan di atas, maka

dapat dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Kepada lembaga keuangan syariah khususnya BPRS Insan Cita harus

berbenah diri untuk mengetahui perkembangan peraturan perbankan

Page 76: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

67

syariah yang ada dan berlaku di Indonesia. Khususnya dengan Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa

kewenangan absolut mengadili sengketa syariah dimiliki oleh Pengadilan

Agama, sehingga dalam penyusunan akad atau kontrak syariah yang

digunakan tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut. BPRS Insan Cita harus merubah penyusunan pada akad atau

kontrak syariah terutama pada pasal penyelesaian perselisihan, pada pasal

tersebut harus mencantumkan pilihan forum secara litigasi kepada

Pengadilan Agama, dan apabila ingin menyelesaikan sengketa secara non

litigasi maka harus secara jelas dicantumkan dalam isi akad. Alternatif

penyelesaian sengketa tersebut juga harus menggunakan prinsip syariah

dan memberikan hak opsi terlebih dahulu khususnya pada bagian

penyelesaian sengketa kepada nasabah dalam pembuataan akad agar

terciptanya asas kebebasan berkontrak. Pembuataan akad atau perjanjian

tersebut harus dilandasi dengan rasa kerelaan antara kedua belah pihak

karena hal tersebut mejadi wajar dan penting untuk mendapatkan kepastian

hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada

perbankan syariah di Indonesia.

2. Pasca Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012 semakin

menguatkan eksistensi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa

ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah. Sehingga Pengadilan

Agama harus meningkatkan kompetensi dan memiliki kredibelitas yang

tinggi untuk mendapatkan nilai kepercayaan dari lembaga perbankan

syariah dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Dewan Syariah Nasional (DSN)

dan lembaga pemerintah lain yang mengawasi perbankan syariah harus

memberikan edukasi terkait peraturan dan regulasi perbankan syariah yang

berlaku secara menyeluruh kepada lembaga perbankan syariah mikro

maupun makro di Indonesia. Para hakim Pengadilan Agama diharapkan

meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai ekonomi syariah

Page 77: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

68

melalui seminar, pelatihan, bimbingan teknis, bahkan jika mampu dengan

melakukan studi ke luar negeri.

Page 78: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

69

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Qur’anul Karim

Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap

Hukum,Jakarta:Kencana,2012.

Antonio, M. Syafi’I, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema

Insani,2001.

Anwar, Syamsul ,”Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam

Fikih Muamalat, Jakarta; PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Azhar, Basyir Ahmad ,“Asas-Asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam”

Yogyakarta, Penerbit Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia 1993.

Basir, Cik Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2009),

cet.1

Emirzon, Joni Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001

Imaniyati, Neni Sri Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi,

(Bandung: Mandar Maju, 2013

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kariem, Adiwarman Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

_______Bank Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2014

Ma’luf, Liwis Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Peradilan Agama, Jakarta

: KENCANA PRENADA MEDIA GRUP, 2012

Mannan, Abdul Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan

Agama

_______Teori dan Praktek Ekonomi Islam,

Mardani, Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama

Marzuki, Peter Mahmud Penelitian Hukum, Jakarta:Kencana,2014.

Page 79: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

70

Mujahidin, Ahmad Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Bogor: Ghalia

Indonesia, 2014.

Naja, H.R Daeng Akad Bank Syariah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

Narbuko, Cholid dan H Abu Ahmad, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi

Angkasa, 2002.

Rais, Isnawati dan Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Rusy, Ibnu Bidayatul Mujtahid, Babi Al Halabi, Cairo, tanpa tahun, jilid II,

Salim. Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar

Grafika 2006.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2011.

Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: SalembA Empat,

2014.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2008

Sutedi, Adrian Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2009.

Syafe’i, Ramat Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Usman, Rachmadi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum,

Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

________Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika,2012.

Usman, Rachmadi. Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum.

Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2004.

Page 80: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

71

Jurnal

Abdurrosyid, Dendi “Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

93/PUU-X/2012 dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”,

h. 17.

Damaitu, Emanuel Raja, “Perbandingan Asas Perjanjian dalam Hukum Islam dan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Jurnal Reporterium, Ed. 1

(Januari-Juni, 2014), h. 66.

Misbahul, Munir Fajar “Implikasi Penghapusan Pilihan Forum Hukum Dalam

Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah”, Skripsi S1 Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah (Jakarta:2014), h. 30.

Muhtarom, Muhammad “Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam

Pembuatan Kontrak”, SUHUF, Vol. 26, No. 1, (Mei: 2014), h. 50

Neni Sri Imaniyat, Panji Adam, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

No.93/Puu-X/2012 Terhadap Penyelesaian Sengketa Non Litigasi

Perbankan Syariah, Prosiding SNaPP 2015, Sosial, Ekonomii, dan

Humaniora, h. 724

Nurhasanah, Hotnidah Nasution, “Kecenderungan Masyarakat Memilih Lembaga

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Ahkam: Vol, XVI, No. 2, Juli

2016, h.273

Prabowo, Bagya Agung “Konsep Akad Murabahah pada Perbankan Syariah

(AnalisisKritis terhadap Konsep Akad Murabahah di Indonesia dan

Malaysia)”. Hukum, Volume. 16 No. 1, hal. 111, Januari, 2009

Rukmini, Ambar “ Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah

Sebelum dan Setelah Keluarnya Putusan MK No. 93/PUU-X/2012

(Studi pada Bank Syariah Mandiri KCP Urip Sumorharjo) Skripsi S1

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2018.

Umam, Khotibul .“ Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU

X/2012 Bagi Penyelesaian Sengketa Bisnis Dan Keuangan Syariah,”

Konstitusi: Vol 12, No. 4, Desember 2015, h. 20

Uzma, Ummi Pelaksanaan atau Ekseskusi Putusan Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) Sebagai Kewenangan Pengadilan Agama,

Jurnal Hukum dan Pengembangan Tahun ke-44 No. 3, Juli- September

2014, h. 390

Wildani, Farhan “Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2003 (Studi Kasus di PT

Page 81: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

72

BPRS Sarana Prima Mandiri Pemekasan Madura)”. Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2016.

Yulianti, Timorita Rahmani “Asas-Asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak

Syariah”, Ekonomi Islam La_Riba, Volume II, No. 1, (Juli: 2008), h.

102.

Peraturan Perundang-Undangan dan Fatwa DSN MUI

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang peradilan Agama.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Dasar 1945

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

Fatwa DSN-MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa

Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Surat Keputusan Majelis Ulama Nomor Kep-09/MUI/XII/2003.

Website

https://hik.co.id/profil/unit-usaha/ diakses pada tanggal 6 September

2018.

Sekilas Singkat Profil HIK-INDUK, diakses dari www.hik.co.id diakses pada

tanggal 6 September 2018.

http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html, Diakses pada hari

minggu, 04 September 2018 pukul. 17.42.

Page 82: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

73

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 83: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

74

Page 84: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

Scanned by CamScanner

Page 85: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak Muh. Hadi Mauludin Nugraha

Jabatan : Direktur Utama PT. BPRS HIK Insan Cita Parung Bogor,

1. Pertanyaan : Apakah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita pernah

mengalami sengketa dengan nasabah?

Jawaban : Ya BPRS PT.HIK Insan Cita pernah mengalami sengketa yaitu eksekusi

agunan atau jaminan, sengekta tersebut sering diselesaikan di pengadilan negeri dari

pada di arbitrase, karena sampai sekarang pun BPRS tidak tahu dimana tempat

Arbitrase dan tidak menyelesaikan sengketa sesuai akad kontrak yang tertulis

tersebut.

2. Pertanyaan : Jika pernah mengalami sengketa,forum penyelesaian sengketa apakah

yang di pilih oleh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita? Alasannya?

Jawaban : BPRS Insan Cita dalam akad syariah menuliskan Arbitrase dan

Pengadilan Negeri dalam menyelesaikan sengketa, tapi pada pertengahan tahun 2017

BPRS Insan Cita ditolak oleh Pengadilan Negeri untuk melakukan eksekusi agunan

dan di alihkan langsung ke Pengadilan Agama.

3. Pertanyaan : Apakah dalam membuat akad kontrak syariah Bank Pembiayaan

Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita melakukan kesepakatan terlebih dahulu dalam

menentukan lembaga penyelesaian sengketa?

Jawaban : Ya membuat kesepakatan tetapi nasabah tidak di berikan kesempatan

dalam pemilihan lembaga penyelesaian sengketa, karena pemilihan lembaga

penyelesaian sengketa sudah menjadi klausul baku yang dibuat oleh BPRS Insan Cita

dan yang terjadi dalam akad nasabah hanya bisa menyetujui apa yang sudah tertulis

atau yang sudah dibuat oleh BPRS Insan Cita tersebut.

4. Pertanyaan : Apakah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita

mengetahui adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 93/PUU-X/2012?

Jawaban : Ya mengetahui tetapi tidak mengetahui secara rinci tentang putusan ini

karena mungkin kurang disosialisakan oleh Mahkamah Konstitusi atau mungkin

BPRS Insan Cita yang masih kurang paham dengan peraturan yang ada.

Page 86: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

5. Pertanyaan : Bagaimana konsepsi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan

Cita dalam melakukan choice of forum penyelesaian sengketa dalam sebuah akad?

Jawaban : Konsepsi yang digunakan BPRS Insan Cita jika ada sengketa atau

wanprestasi yang dilakukan oleh nasabah maka akan di adakan mediasi antara nasabah

dengan BPRS terlebih dahulu, jika tidak ada hasil yang disepakati maka di lanjutkan

ke Arbitrase atau Pengadilan Negeri, tetapi faktanya BPRS Insan Cita tidak pernah

melakukan penyelesaian sengketa di Arbitrase melainkan mereka lebih sering ke

Pengadilan Negeri, karena pengadilan Negeri lebih cepat dalam menangani kasus

perbankan yang terjadi di BPRS terebut.

6. Pertanyaan : Apakah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam

melakukan choice of forum telah sesuai dengan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

(MK) Nomor 93/PUU-X/2012?

Jawaban : Belum sesuai, karena belum tahu sejak kapan mulai efektifnya aturan

tentang penyelesaian sengketa ke Pengadilan Agama.

7. Pertanyaan : Bagaimana peran nasabah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Insan Cita terhadap choice of forum dalam pembuatan kontrak perjanjian?

Jawaban : Dalam pembuatan kontrak nasabah tidak diikutsertakan untuk memilih

forum penyelesaaian sengketa, karena pada hakikatnya nasabah hanya menyetujui apa

yang sudah dibuat dan dtentukan oleh BPRS Insan Cita.

8. Pertanyaan : Apakah choice of forum yang dilakukan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS) Insan Cita sudah sesuai dengan asas pacta sunt servanda?

Jawaban : Masih belum sesuai karena pada tahun 2017 ada kasus yang terjadi dan

masih dilakukan di Pengadilan Negeri

9. Pertanyaan : Bagaimana konsep penyelesaian sengketa yang diterapkan oleh Bank

Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Insan Cita dalam menentukan lembaga

penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-

X/2012?

Jawaban : Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 93/PUU-X/2012 BPRS

insan cita masih diberikan pilihan untuk menggunakan Arbitrase atau pengadilan

Negeri. Pada pertengahan tahun 2017 sampai sekarang di wajibkan untuk menuliskan

kalusul penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama. Dengan terjadinya hal tersebut

maka BPRS pun mengubah semua isi akad kontrak syariah terutama pada klausul

Penyelesaian sengketa yaitu menggunakan Pengadilan Agama.

Page 87: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor
Page 88: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

PT. BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARI’AH INSAN CITA ARTHA JAYA

PARUNG – BOGOR

PERJANJIAN PIUTANG MURABAHAH Nomor : ...........................

Bismillaahirrahmaanirrohiim

“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad perjanjian itu”(Q.S Al. Maidah : 1) “Cukupkanlah takaran jangan kamu menjadi orang-orang yang merugikan”(Q.S Asyu’ara : 181)

Perjanjian Murabahah ini dibuat dan ditandatangani pada :

Hari .............................. Tanggal ........................... oleh dan antara :

I. Nama : MUHAMMAD HADI MAULIDIN NUGRAHA, SE.I., MM.

Jabatan : Direktur Utama

dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Insan

Cita Artha Jaya yang beralamat di Jalan Raya Parung No. 15B-C Desa Pemagarsari

RT 002 RW 001 Desa Parung Kecamatan Parung Kabupaten Bogor

(Untuk selanjutnya disebut Bank )

( Untuk selanjutnya disebut BANK )

II. ..............................., lahir di ................. , pada tanggal ......................................

(....-....-....), Pekerjaan : ............................................, beralamat KTP di

............................................, ............................................, nomor telepon

............................................ pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor :

............................................; dan telah mendapat persetujuan dari suami/isterinya yang

bernama : ............................................, lahir di ........................ , pada tanggal

......................... (......-......-.......), Warga Negara Indonesia, Pekerjaan :

............................................, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor :

............................................ beralamat KTP di ............................................,

............................................

(Untuk selanjutnya disebut NASABAH)

Dalam hal ini telah mendapat persetujuan dari Panitia Pembiayaan PT. BPRS Insan

Cita Artha Jaya sebagaimana ternyata dalam surat persetujuan tanggal

.............................................

Bahwa BANK dan NASABAH telah setuju dan sepakat untuk menandatangani dan

melaksanakan suatu Perjanjian Piutang Murabahah sebagai berikut :

Page 89: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

Pasal 1

PIUTANG MURABAHAH DAN PENGGUNAANNYA

(1) NASABAH dengan ini mengakui dengan sebenarnya dan secara sah menerima piutang

Murabahah dari BANK dengan Harga Jual BANK kepada NASABAH

Rp. ............................................,- (............................................); Pokok Piutang

Rp. ........................................................................................,- dan Keuntungan

Rp. ............................................,-

(2) Piutang Murabahah ini semata-mata akan dipergunakan oleh NASABAH hanya untuk

pembelian ............................................; ---

(3) BANK menerima baik pengakuan berhutang NASABAH tersebut.

Pasal 2

JANGKA WAKTU, ANGSURAN DAN BIAYA ADMINISTRASI

(1) Piutang Murabahah ini diberikan untuk jangka waktu - ............................................

Bulan- terhitung semenjak tanggal ............................................ hingga

............................................

(2) NASABAH wajib melakukan pembayaran kembali kepada BANK secara angsuran dengan

tertib dan teratur sebesar angsuran sebesar Rp. ............................................,- dan

tabungan wajib sebesar Rp. ............................................,- angsuran pertama kalinya

tanggal ............................................ dan selanjutnya setiap tanggal

–............................................– dari bulan yang bersangkutan dan terakhir kalinya

tanggal ............................................ harus sudah lunas.

(3) Semua pembayaran kembali/pelunasan Piutang Murabahah berikut margin keuntungan

jual beli, oleh NASABAH kepada BANK akan dilakukan melalui rekening NASABAH yang

dibuka oleh dan atas nama NASABAH di BANK, dan dengan ini NASABAH memberi

kuasa kepada BANK untuk mendebet rekening NASABAH guna pembayaran berikut

margin keuntungan jual beli, dan biaya-biaya lainnya.

(4) NASABAH diwajibkan membayar biaya-biaya secara tunai sebagai berikut :

a. Biaya administrasi sebesar Rp. ............................................,-

b. Biaya penggantian materai sebesar Rp. ............................................,-

c. Biaya Asuransi Rp. ............................................

Apabila sampai dengan pembiayaan dinyatakan lunas masih terdapat sisa premi,

maka akan dipergunakan sebagai dana tabarru’*)

*) sumbangan / donasi sebagian dari kontribusi untuk menolong peserta lainnya

dalam menghadapi musibah

d. Biaya Pengecekan Jaminan Rp. ............................................,-

e. Biaya Asuransi Kendaraan sebesar Rp. ............................................,-

(5) Dalam hal dipergunakan jasa-jasa Notaris, atau jasa-jasa lainnya sehubungan dengan

pelaksanaan Perjanjian ini maka segala ongkos tersebut harus ditanggung NASABAH

yaitu sebesar Rp. ............................................,-

Page 90: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

Pasal 3

AGUNAN

Untuk menjamin pembayaran kembali hutang NASABAH kepada BANK, maka dengan ini

NASABAH menyatakan bahwa :

(1) Segala harta kekayaan NASABAH, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi agunan guna

pelunasan hutang NASABAH.

(2) Apabila selama 2 (dua) bulan berturut-turut, nasabah tidak memenuhi kewajiban

angsuran tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka segala sesuatu yang

berhubungan antara nasabah dengan Bank akan dilimpahkan ke bagian hukum dan

remedial guna eksekusi jaminan.

(3) NASABAH menyerahkan agunan kepada BANK berupa :

- ............................................ ............................................

Pasal 4

PERISTIWA CIDERA JANJI

Apabila terjadi hal-hal dibawah ini (setiap kejadian demikian, sebelum dan sesudah ini masing-

masing secara tersendiri atau secara bersama-sama disebut sebagai “Peristiwa Cidera Janji”)

(1) Kelalaian NASABAH untuk melaksanakan kewajibannya menurut Perjanjian ini untuk

membayar kembali angsuran Piutang Murabahah tepat pada waktunya, dalam hal

lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa NASABAH telah melalaikan

kewajibannya, untuk hal ini BANK dan NASABAH sepakat untuk mengenyampingkan

Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(2) Apabila terdapat sesuatu janji, pernyataan, jaminan atau kesepakatan menurut

Perjanjian ini ternyata tidak benar tidak tepat atau menyesatkan.

(3) (i) apabila NASABAH mengajukan permohonan resmi kepada Pengadilan Negeri untuk

dinyatakan pailit, atau

(ii) Terhadapnya dilancarkan suatu tindakan yang apabila didalam waktu 60 (enam

puluh) hari takwim tidak dicabut, akan menjurus kepada suatu pailit dari NASABAH

(4) Jikalau atas barang-barang milik NASABAH dan/atau Penjamin, baik sebagian maupun

seluruhnya, dilakukan sitaan jaminan atau sitaan eksekusi.

(5) Jikalau kekayaan NASABAH serta nilai barang-barang dan lain-lain yang menjadi

tanggungan nanti menurut penilaian BANK secara seketika dan sekaligus dan BANK

tindakan apapun yang dianggapnya perlu sehubungan dengan Perjanjian ini untuk

menjamin pelunasan kembali hutang.

(6) Denda keterlambatan angsuran lewat dari 3 hari kerja setiap bulan tanggal angsuran

sebesar Rp. ............................................,-

Page 91: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

Pasal 5

HUKUM YANG MENGATUR

Perjanjian ini diatur oleh dan ditafsirkan sesuai dengan ketentuan Hukum Indonesia

Pasal 6

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

1. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum

didalam Surat Perjanjian ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam

pelaksanaannya, para pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah

untuk mufakat.

2. Apabila musyawarah untuk mufakat telah diupayakan namun perbedaan pendapat atau

penafsiran perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak,

maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu

terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Kantor Pengadilan Negeri menurut

prosedur berita acara yang berlaku didalam Pengadilan tersebut.

3. Para pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa

pendapat hukum (legal opinion) dan atau putusan yang ditetapkan oleh Pengadilan

Negeri tersebut bersifat final dan mengikat (final and binding)

Pasal 7

KETENTUAN TAMBAHAN

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Perjanjian ini, akan diatur berdasarkan kesepakatan

kedua belah pihak ke dalam surat/akta yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian ini.

Page 92: PENERAPAN ASAS PACTA SUNSERVANDA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44554/1/LELY... · penyelesaian sengketa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor

Demikian Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani pada hari dan tanggal sebagaimana

dicantumkan diatas.

PT. BPRS INSAN CITA ARTHA JAYA NASABAH

Direksi

M. HADI MAULIDIN NUGRAHA, SE.I, MM. ...............................

............................................

Saksi-saksi :

............................................ ............................................