penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

22
KORUPSI ADALAH PENYEBAB KEGAGALAN BIROKRASI DI INDONESIA Kegagalan birokrasi di Indonesia sangat mempengaruhi laju kemajuan negara Indonesia kita ini. sudah banyak fakta yang terjadi di Negara-negara yang mengalami kemerosotan di berbagai macam bidang yang disebabkan oleh kesalahan manajement Birokrasi negara itu, ini bisa menjadi sebuah contoh bagi negara Indonesia, akan tetapi Indonesia tidak pernah belajar dari kejadian itu sendiri. Indonesia lebih mau belajar dari apa yang akan di alaminya, sedangkan sudah banyak petunjuk dari negara lain yang hancur karena birokrasi yang salah. Salah satu sebab kegagalan birokrasi di Indonesia adalah merajalelanya korupsi di dalam tubuh Birokrasi. Sehingga penulis mengangkat masalah korupsi sebagai penyebab kegagalan birokrasi di Indonesia. Hal ini tidak bisa dipungkiri lagi untuk tidak melakukan korupsi, karena proses hukum bagi mereka-mereka yang melakukan korupsi sangatlah tidak sepadan dan tidak sama sekali mempunyai kepastian hukum. mereka bisa mengotak-atik hukum itu sendiri untuk kepentingan masing-masing. sehingga bagi yang belum melakukan korupsipun juga ikut-ikutan untuk melakukan korupsi,

Upload: mendeko-jo

Post on 07-Aug-2015

218 views

Category:

Government & Nonprofit


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

KORUPSI ADALAH PENYEBAB KEGAGALAN

BIROKRASI DI INDONESIA

Kegagalan birokrasi di Indonesia sangat mempengaruhi laju kemajuan

negara Indonesia kita ini. sudah banyak fakta yang terjadi di Negara-negara yang

mengalami kemerosotan  di berbagai macam bidang yang disebabkan oleh

kesalahan manajement Birokrasi negara itu, ini bisa menjadi sebuah contoh bagi

negara Indonesia, akan tetapi Indonesia tidak pernah belajar dari kejadian itu

sendiri. Indonesia lebih mau belajar dari apa yang akan di alaminya, sedangkan

sudah banyak petunjuk dari negara lain yang hancur karena birokrasi yang salah.

Salah satu sebab kegagalan birokrasi di Indonesia adalah merajalelanya

korupsi di dalam tubuh Birokrasi. Sehingga penulis mengangkat masalah korupsi

sebagai penyebab kegagalan birokrasi di Indonesia. Hal ini tidak bisa dipungkiri

lagi untuk tidak melakukan korupsi, karena proses hukum bagi mereka-mereka

yang melakukan korupsi sangatlah tidak sepadan dan tidak sama sekali

mempunyai kepastian hukum. mereka bisa mengotak-atik hukum itu sendiri untuk

kepentingan masing-masing. sehingga bagi yang belum melakukan korupsipun

juga ikut-ikutan untuk melakukan korupsi, karena proses hukumnya nanti sangat

gampang. inilah suatu kelemahan Negara Indonesia dalam menerapkan hukum itu

sendiri.

Korupsi merupakan satu persoalan bangsa yang hingga kini tetap menjadi

prioritas utama untuk memberantasnya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh

pemerintah maupun non-pemerintah. Namun upaya dari semua itu tetap belum

menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan boleh dibilang korupsi terus saja

mengganas. Sampai-sampai timbul rasa pesimis bahwa pemberantasan korupsi

merupakan sesuatu yang mustahil. Ungkapan-ungkapan seperti bahwa korupsi di

negara ini tak ubahnya virus yang terus berkembang serta menjalar tanpa bisa lagi

terdeteksi, kondisi korupsi saat ini sudah memasuki “keadaan tidak

berpengharapan”, atau negara dalam keadaan “darurat korupsi” adalah cermin dari

rasa pesimisme itu.

Page 2: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin

sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang

dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah,

berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi

terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan

menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Pemerintah

Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek korupsi.

Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai, kebijakan berupa peraturan

perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai

dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung

dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi

Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK). Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan

eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki

Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa

inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan

pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara,

agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai

sasaran. Di samping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan

kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP)

A. Pengertian korupsi

Sebelum di bahas lebih lanjut ada baiknya kita ketahui pengertian dari kata

korupsi itu sendiri. Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau

Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian

(Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan,

ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi

adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa

Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt,

Page 3: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa

Belanda terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.

Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah

penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi

dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut

Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai karakteristik sebagai

kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence) dengan melibatkan

unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian

suatu kenyataan (concealment).

Selain pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk

kepada modus operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk

kepada pemberian hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan

orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah

memaksa atas hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara.

Kecuali itu, ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan

pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri

sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.

Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan Negara

baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek

normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana

norma soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas

menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.

Jikalau orang mendengar istilah korupsi biasanya yang tergambar ialah

adanya seorang pejabat tinggi yang rakus menggelapkan uang, mengumpulkan

komisi atau menggunakan uang negara lainnya bagi kepentingan pribadi. Di

Indonesia tindak pidana korupsi kian merajalela, dan karena itu pula rakyat

menuntut pemerintah agar bersikap terbuka dan berupaya memberantas korupsi.

Dengan kata lain perlu adanya serangkaian tindakan untuk mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,

penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran

serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Page 4: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam

khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-

penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat Negara. Namun karena penyakit

tersebut sudah mewabah dan terus meningkat dari tahun ke tahun bak jamur di

musim hujan, maka banyak orang memandang bahwa masalah ini bisa

merongrong kelancaran tugas-tugas pemerintah dan merugikan ekonomi Negara.

Persoalan korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya

membudaya tetapi sudah membudidaya. Pengalaman pemberantasan korupsi di

Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan demi kegagalan lebih sering terjadi

terutama terhadap pengadilan koruptor kelas kakap dibanding koruptor kelas teri.

Beragam lembaga, produk hukum, reformasi birokrasi, dan sinkronisasi

telah dilakukan, akan tetapi hal itu belum juga dapat menggeser kasta

pemberantasan korupsi. Seandainya saja kita sadar, pemberantasan korupsi meski

sudah pada tahun keenam perayaan hari antikorupsi ternyata masih jalan ditempat

dan berkutat pada tingkat “kuantitas”. Keberadaan lembaga-lembaga yang

mengurus korupsi belum memiliki dampak yang menakutkan bagi para koruptor,

bahkan hal tersebut turut disempurnakan dengan pemihakan-pemihakan yang

tidak jelas.

Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya seperti Indonesia, hukuman

yang setengah-setengah sudah tidak mempan lagi. Mulainya dari mana juga

merupakan masalah besar, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit

penyakit birokrasi.

B. Jenis-jenis korupsi

Berikut ada beberapa jenis korupsi menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa

dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu

bisa dikelompokkan menjadi:

1. Kerugian keuntungan Negara;

Contoh yang dapat diambil dari korupsi jenis ini adalah kerugian Negara

dari penghasilan pajak Negara. Pajak Negara yang didapat dari masyarakat

Page 5: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

yang sangat besar jumlahnya tidak di setor ke rekening negara melainkan

di setor atau masuk ke kantong petugas pajak. Kerugian Negara dari hasil

pajak sangatlah besar sehingga membuat utang Negara semakin meningkat

dan semakin kecilnya subsidi untuk masyarakat.

2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin);

Untuk korupsi jenis ini banyak terjadi di Indonesia karena berkaitan

dengan hubungan kekuasaan yang melibatkan Legislatif, Eksekutif dan

Yudikatif. Sebagai contoh yang terjadi di Indonesia adalah proyek-proyek

besar yang direncanakan oleh pemerintah dalam hal ini eksekutif dalam

pembahasan di legislatif akan terjadi lobi-lobi politik, artinya proyek itu

dapat dilaksanaan apabila pihak legislatif yang duduk dalam komisi

tersebut meminta sejumlah uang agar dapat disetujui dan ditambah lagi

dengan pihak ketiga yang berkeinginan untuk mengerjakan proyek tersebut

memberikan sesuatu baik berupa sejumlah uang maupun barang kepada

anggota legislatif yang mempunyai posisi penting dalam komisi dan bisa

mempengaruhi anggota-anggota yang lain untuk memberikan proyek

tersebut kepada pihak ketiga tersebut. Dan apabila dikemudian hari terjadi

persoalan dan masuk kepada proses hokum, disinilah iman dan nyali

yudikatif diuji. Maksudnya agar hukuman kepada terdakwa ringan ataupun

sedapat mungkin diputuskan bebas maka pihak pihak yudikatif-pun akan

meminta bagiannya yang besar kemungkinan didapat dari hasil korupsi itu.

3. Penggelapan dalam jabatan;

Korupsi jenis ini hampir sama kejadiannya dengan korupsi jenis suap-

menyuap, namun melekat pada jabatan yang diemban oleh pelaku korupsi

atau koruptor tersebut. Contoh yang terjadi seperti kasus hambalang,

Menteri Pemuda dan Olahraga menggunakan jabatanya untuk

memperoleh sesuatu baik uang maupun barang yang mengakibatkan

beliaupun terlibat dalam kasus korupsi hambalang. Atau contoh lain adalah

yang terjadi di Kementerian Agama, Menteri Agama menggunakan

jabatannya untuk menggunakan keuangan negara membiayai sejumlah

kerabat dekatnya untuk menunaikan ibadah haji.

Page 6: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

4. Pemerasan;

Korupsi jenis ini dilakukan karena terobsesi dari jabatan dengan memaksa

dan ancaman-ancaman kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan

sesuatu baik berupa uang maupun barang.

5. Perbuatan curang;

Korupsi jenis seperti ini banyak terjadi di Indonesia, perbuatan curang ini

dilakukan dengan memanipulasi dokumen keuangan. Jenis ini marak

terjadi baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Contoh yang terjadi seperti pejabat diberikan tugas untuk melakukan

perjalanan dinas namun yang bersangkutan tidak melakukan tugas dinas

itu dan membuat SPPD fiktif.

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;

Korupsi ini biasanya terjadi pada saat proses pengadaan barang dan jasa.

Disini masing-masing unsur dalam kepanitiaan mempunyai kepentingan

untuk meloloskan pihak tertentu karena telah dijanjikan sesuatu oleh pihak

tersebut.

7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah);

Jenis korupsi ini terjadi karena adanya perjanjian antara dua belah pihak

apabila maksud yang disepakati telah terpenuhi.

Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada

tujuh jenis korupsi, yaitu :

1. Korupsi transaktif (transactive corruption)

Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik

antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah

pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.

2. Korupsi yang memeras (extortive corruption)

Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan

uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya,

kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.

Page 7: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

3. Korupsi defensif (defensive corruption)

Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya,

urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan

pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).

4. Korupsi investif (investive corruption)

Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu,

selain keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang

dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.

5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)

Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-

Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam

pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan

itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.

6. Korupsi otogenik (autogenic corruption)

Bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya

satu orang saja.

7. Korupsi dukungan (supportive corruption)

Korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi

yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.

Demikianlah, korupsi sebagai fenomena sosial, ekonomis, dan politis

ternyata memiliki penampakan yang beraneka ragam. Namun meski berubah-

ubah, dasar pijakannya adalah korupsi jenis transaktif dan pemerasan dengan

menyalahgunakan wewenang.

C. Sebab-akibat korupsi

Salah satu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya

Korupsi di kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan,

kejujuran, moral,dan etika sang Birokrat itu sendiri.

Orang melakukan korupsi karena ada sebab dan adapula akibat dari apa

yang dilakukannya itu. Di Indonesia, selain mekarnya kegiatan pemerintah yang

Page 8: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

dikelola oleh birokrasi, terdapat pula ciri spesifik dalam birokrasi itu sendiri yang

menjadi penyebab meluasnya korupsi. Kebanyakan model birokrasi yang terdapat

di Negara-Negara Asia termasuk Indonesia adalah birokrasi patrimonial. Adapun

kelemahan yang melekat pada birokrasi seperti ini antara lain tidak mengenal

perbedaan antara lingkup “pribadi” dan lingkup “resmi”. Hal ini menyebabkan

timbulnya ketidakmampuan membedakan antara kewajiban perorangan dan

kewajiban kemasyarakatan atau perbedaan antara sumber milik pribadi dan

sumber milik pemerintah.

Selain itu, yang patut diperhatikan ialah korupsi yang bermula dari adanya

konflik loyalitas diantara para pejabat publik. Pandangan-pandangan feodal yang

masih mewarnai pola perilaku para birokrat di Indonesia mengakibatkan efek

konflik loyalitas. Para birokrat kurang mampu mengidentifikasi kedudukannya

sendiri sehingga sulit membedakan antara loyalitas terhadap keluarga, golongan,

partai atau pemerintah.

Akibat yang paling nyata dari merajalelanya korupsi di tingkat teknis

operasional adalah berkembangnya suasana yang penuh tipu-muslihat dalam

setiap urusan administrasi. Seandainya saja kita meneliti secara cermat, banyak

dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi, seperti : munculnya pola-pola

kejahatan terorganisasi, lambannya tingkat pelayanan karena pelayanan harus

ditembus oleh uang sogok atau pengeruh personal, berbagai sektor pembangunan

menjadi lumpuh karena alat kontrol untuk mengawasinya tidak berjalan seperti

yang diharapkan. Kelesuan juga menyelimuti dunia swasta karena mereka tidak

lagi melihat pembagian sumberdaya masyarakat secara adil.

Hal ini sejalan dengan pendapat Myrdal (1977 : 166-170), bahwa :

1. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang

menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan kurang

tumbuhnya pasaran nasional.

2. Permasalahan masyarakat majemuk semakin dipertajam oleh korupsi dan

bersamaan dengan itu kesatuan negara juga melemah. Juga karena

turunnya martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu turut membahayakan

stabilitas politik.

Page 9: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

3. Karena adanya kesenjangan diantara para pejabat untuk memancing suap

dengan menyalahgunakan kekuasaannya, maka disiplin sosial menjadi

kendur, dan efisiensi merosot.

Tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal

d i an t a r anya :

1. Kurang ke t e l adanan dan kepemimpinan e l i t e bangsa ,

2. Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,

3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan

perundang-undangan,

4. Rendahnya integritas dan profesionalisme,

5. Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan,

keuangan,dan birokrasi belum mapan,

6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat dan

7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu,moral dan etika.

Dari ulasan seputar korupsi di atas, menurut hemat saya, yang disebut terakhirlah

yang paling mendasar karena terkait dengan karakter manusia, yakni keimanan,

kejujuran, moral, dan etika dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Karena setinggi apa pun

gelar akademik seorang birokrat, jika ia tidak memiliki keimanan, kejujuran, moral

dan etika, ia akan m e n j a d i k o m p o n e n p e r u s a k  birokrasi. Semakin tinggi

kekuasaannya, maka semakin destruktif pula perannya, sehingga birokrasi

menjadi disfungsional. Keberadaan birokrasi itu sendiri sebenarnya bertujuan

mulia, yaitu sebagai prosedur (baku) demi tercapainya suatu tujuan secara

efektif. Namun, tatkala diawaki oleh orang-orang yang tidak professional,

birokrasi justru bercitra buruk, yakni sebuah proses yang laku, ketidakefisienan

sogok-menyogok dan suap-menyuap semakin marak. Sehingga dengan carut-marutnya

birokrasi di negeri ini, maka tumbuh-suburlah korupsi, kolusi dan nepotisme. Max Weber

menyebutkan dua cara untuk mengontrol birokrasi agar berfungsi dengan baik,

yaitu rasionalisasi dan formalisasi. Karena birokrasi itu organisasi yangterdiri atas

sejumlah individu, sehingga kualitasnya pun tergantung pada kualitas individu.

Dengan demikian, akibat-akibat korupsi itu tidak hanya bisa ditelaah secara

teoritis tetapi memang banyak dialami oleh masyarakat yang melemah oleh

Page 10: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

korupsi. Dan korupsi itu sendiri bisa menghancurkan keberanian orang untuk

berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang tinggi. Bahkan kerusakan oleh

korupsi yang sudah menjelma menjadi kerusakan pikiran, perasaan, mental dan

akhlak dapat membuahkan kebijakan-kebijakan yang sangat tidak masuk akal.

Sehingga terjadilah ketidakadilan dan kesenjangan yang sangat besar.

D. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di

Indonesia

Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti

Indonesia. Adapun hasil analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di

lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala yang dihadapi Bangsa Indonesia

dalam meredam korupsi antara lain adalah :

1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-

setengah.

2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan

birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa

membenahi struktur dan kultur.

3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau

pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.

4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi

pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.

5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari

contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang

mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.

6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat,

dan negara yang semakin canggih.

7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam

menjalankan amanah yang diemban.

Page 11: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

E. Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di

Indonesia

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan

hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah

dikemukakan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangkalnya, yakni :

1. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku.

2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.

Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat

kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-

komponen tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara

programatis dan sistematis.

4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur

politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-

lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.

5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga

tidak menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para

penegak hukum dalam menangani kasus korupsi.

6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus

memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-

penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada

disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.

7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-

khotbah, ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan

hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang

individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan

harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan,

diselewengkan atau dikorup.

Dari uraian mengenai fenomena korupsi dan berbagai dampak yang

ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang

Page 12: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan

birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada

sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat

pokoknya.

Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti

halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di

Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk

membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak

kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan

terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah

sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan

korupsi dapat dipastikan gagal.

Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menjadi “jalan tak ada

ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya

untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial,

dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

Politik Indonesia dibangun dengan mengatasnamakan demokrasi. Namun

pada kenyataanya, tidak ada seleksi demokrasi di Indonesia, sehingga politikus

yang berperan di masa orde baru kembali mengambil peran di masa reformasi.

Mereka mengalaskan pemikiran perubahan padahal kekuatan orde baru

sudah kental pada dirinya. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya tokoh partai

politik Orde baru pindah partai politik atau membentuk partai politik baru dan

menyebutkan tidak terlibat Orde baru. Kenyataanya, sistem Orde baru masih

berlangsung dan tidak memberikan perubahan.

Page 13: Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia

Daftar Pustaka

Analog, PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA di susun oleh : Ervan

Prasetyo, diakses tgl. 23 maret 2013, pkl. 10.33,

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,

Kesejahteraan dan Keadilan. Fokus : Bandung.

Kumorotomo, Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers : Jakarta

Mochtar. 2009. “Efek Treadmill” Pemberantasan Korupsi : Kompas

Myrdal, Gunnar. 1997. Asian Drama an Irquiry Into the Poverty of Nations,

Penguin Book Australia Ltd.

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

http://mgtabersaudara.blogspot.com/2010/03/pemberantasan-korupsi-di-

indonesia.htmlnh,hhhhhhan perundang-undangannya