penyakit kulit akibat kerja
TRANSCRIPT
PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA
I. PENDAHULUAN
Penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis pada kulit dimana
pekerjaan dapat dibuktikan sebagai factor penyebab utamanya (Lane et al, 1942). 1
Di Amerika Serikat, penyakit kulit akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja
(PAK) yang paling sering terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Diperkirakan jumlah
PKAK sekitar 45 % dari semua kasus PAK. Namun jumlah ini diduga sangat kecil bila
dibandingkan dengan angka kejadian sebenarnya (Mathias,1985). Insiden PKAK yang
sebenarnya diduga 10 sampai 50 kali lebih besar dari yang dilaporkan. 1
Berdasarkan data 557 pasien PKAK di rumah sakit pemerintah Singapura dari
tahun 1984 sampai 1985, dermatitis kontak merupakan kasus mayoritas dimana dermatitis
kontak iritan adalah yang paling banyak (56%), diikuti dengan dermatitis kontak alergi
(39%). 5% kasus merupakan kasus non-dermatitis kontak, seperti dermatosis fiberglas,
miliaria, dan folikulitis (Goh,1987). Kebanyakan pekerja yang terkena adalah pekerja
konstruksi (30%), industry metal (21%), industry elektronik (16%) transportasi (6%), dan
usaha catering (4%). 1 Minyak, semen, cairan pelarut, detergen, dan soldering flux
merupakan iritan paling banyak. Sedangkan allergen yang paling banyak adalah zat
warna, bahan karet, damar, nikel, dan kobalt. 1
Penyakit kult akibat kerja yang lain di antaranya urtikaria kontak, kanker kulit,
akne, dan fenomena Raynaud. 1,2
II. ANATOMI KULIT
Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan subkutan. Lapisan epidermis
memiliki tebal 0,1 mm dan terdiri atas lapisan keratin dan stratum korneum dimana
keduanya memegang peranan penting sebagai barrier kulit. Pada lapisan epidermis juga
terdapat keratinosit, melanosit, dan sel Langerhans.
Lapisan dermis merupakan lapisan jaringan ikat yang terdiri atas kolagen dan
serat elastic. Di lapisan ini, terdapat pembuluh darah dan limfa yang merupakan media
transport bagi sel-sel imunokompeten seperti makrofag, sel mast, dan limfosit. Struktur
lain seperti folikel rambut, glandula sebasea, glandula ekrin dan apokrin, rambut, dan
musculus erector pilorum juga terdapat di lapisan dermis. Di bawah dermis, terdapat
1
lapisan subcutan yang berperan sebagai bantalan antara epidermis-dermis dan struktur
tubuh yang lain. 1
Kulit berperan sebagai lapisan proteksi bagi tubuh. Kekuatan peregangan dan
kelenturannya memberikan proteksi terhadap berbagai trauma. Lapisan keratin berperan
sebagai barrier terhadap iritan dan allergen, racun, dan mikroorganisme. Pigmen kulit,
melanin, dipercaya berperan melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar ultraviolet.
Pembaharuan sel-sel epidermis yang terjadi terus-menerus juga menyulitkan terjadinya
kolonisasi bakteri dan jamur. 1
Gambar 1 Anatomi kulit
III. EPIDEMIOLOGI
Data mengenai morbiditas penyakit kulit akibat kerja (PKAK) tidak
didokumentasikan dengan baik diberbagai negara. Di Amerika Serikat, penyakit kulit
akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja (PAK) yang paling sering terjadi pada tahun
1970-an dan 1980-an. Diperkirakan jumlah PKAK sekitar 45 % dari semua kasus PAK.
Namun jumlah ini diduga sangat kecil bila dibandingkan dengan angka kejadian
sebenarnya (Mathias,1985). Di Swedia, dimana data mengenai PAK lebih lengkap,
PKAK merupakan 50 % dari semua PAK. 1
Data dari survey tahunan Bureau of Labour Statistic (Amerika Serikat) mengenai
kecelakan dan penyakit akibat kerja dari tahun 1973 sampai 1984 menunjukkan bahwa
insiden PKAK menurun dari 16,2/10.000 per tahun menjadi 6,3/10.000 per tahun di
semua sektor industry, dan dari 31,2/10.000 per tahun menjadi 12,3/10.000 per tahun di
2
sektor manufaktur (Mathias and Morrison, 1988). Meskipun demikian, angka ini masih
dianggap sebagai proporsi PAK yang cukup besar, terutama dalam sektor manufaktur. 1
Table 1 Penyakit kulit akibat kerja di Amerika Serikat, 1973-1984
TahunSektor industri Sektor manufaktur
Insiden/10.000% PKAK
terhadap PAKInsiden/10.000
% PKAK terhadap PAK
1973 16,2 44 31,2 511974 15,7 45 31,4 511975 13,6 46 26,9 491976 12,8 43 26,2 491977 12,4 45 24,6 481978 10,7 46 21,6 491979 10,5 46 20,6 481980 8,7 43 17,5 441981 7,9 41 14,8 411982 6,7 40 12,7 381983 6,2 37 11,9 351984 6,3 34 12,3 32
(dikutip dari kepustakaan 1)
Kurangnya pelaporan, kurangnya pemahaman dan kesalahan klasifikasi kasus
menyebabkan besarnya masalah ini menjadi kabur. Insiden PKAK yang sebenarnya
diduga 10 sampai 50 kali lebih besar dari yang dilaporkan. Alasan kurangnya pelaporan
antara lain ketakutan pegawai akan kehilangan pekerjaan dan pembatasan prospek
pekerjaan di masa depan; dan ketakutan pimpinan terhadap adanya kemungkinan tuntutan
hokum untuk penggantian biaya pengobatan. Alasan lain di antaranya keterbatasan akibat
penyakit kulit hanya sedikit, sehingga pasien dapat tetap bekerja; serta kausa PKAK
bersifat multifaktorial sehingga mempersulit penegakan diagnosis.1
Berdasarkan data 1727 kasus PKAK yang dicatat Kementrian Tenaga Kerja
Singapura dari tahun 1983 sampai 1987, dermatitis kontak merupakan PKAK yang paling
sering terjadi yaitu sebanyak 86% dari semua kasus (Chia dan Phoon 1993). 1/5 dari
kasus ini ditemukan pada industry konstruksi, dan 15% ditemukan pada industry
elektronik.1
Berdasarkan data 557 pasien PKAK di rumah sakit pemerintah Singapura dari
tahun 1984 sampai 1985, dermatitis kontak merupakan kasus mayoritas dimana dermatitis
kontak iritan adalah yang paling banyak (56%), diikuti dengan dermatitis kontak alergi
(39%). 5% kasus merupakan kasus non-dermatitis kontak, seperti dermatosis fiberglas,
miliaria, dan folikulitis (Goh,1987). Kebanyakan pekerja yang terkena adalah pekerja
3
konstruksi (30%), industry metal (21%), industry elektronik (16%) transportasi (6%), dan
usaha catering (4%). 1 Larutan penghilang, minyak, semen, cairan pelarut, detergen, dan
soldering flux merupakan iritan paling banyak. Sedangkan allergen yang paling banyak
adalah zat warna, bahan karet, damar, nikel, dan kobalt. 1
IV. PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA
1. Dermatitis kontak iritan (DKI)
Dermatitis adalah inflamasi kulit dengan morfologi yang khas dengan penyebab
yang bervariasi. Gambaran akut dermatitis adalah kemerahan, edema, dan vesikel.
Gambaran kroniknya berupa bersisik, likenifikasi, penebalan, fissure, dan
kemungkinan perubahan pigmentasi juga dapat terjadi.1
Dermatitis kontak merupakan bentuk dermatitis yang terjadi akibat kontak
langsung dengan iritan atau allergen dari lingkungan. 1
Iritan adalah bahan yang dapat merusak kulit langsung pada daerah kontak.
Inflamasi kulit yang disebabkan oleh kontak dengan iritan disebut dermatitis kontak
iritan. Proses inflamasi pada dermatitis jenis ini tidak dimediasi oleh mekanisme
imunlogis.
a. Dermatitis kontak iritan akut (DKIA)
Iritan kuat, seperti larutan asam atau basa pekat atau larutan pelarut, dapat
menyebabkan DKIA setelah satu kali kontak ataupun beberapa kali kontak. 1
Di tempat kerja, DKIA biasanya terjadi akibat kecelakaan atau kebiasaan
buruk pekerja seperti tidak menggunakan sarung tangan, sepatu boot, atau apron
bila indikasikan, atau akibat kelalaian dalam menangani iritan akut. Hal ini juga
dapat terjadi akibat kegagalan pekerja (biasanya akibat pengabaian) dalam
mengenali risiko bahaya dari bahan-bahan pekerjaan. DKIA pada umumnya dapat
dicegah dan pekerja tidak perlu mencari pekerjaan lain. Bentuk pencegahan
diantaranya penggunaan sarung tangan, apron dan boot kedap air. 1
b. Dermatitis kontak iritan kumulatif
Dermatitis kontak iritan tipe ini terjadi akibat kontak berulang dengan iritan
lemah. Iritan lemah menyebabkan DKI hanya pada individu yang rentan. Rentang
waktu antara kontak pertama dengan munculnya gejala bervariasi dari beberapa
minggu hingga beberapa tahun, tergantung dari jenis iritan, frekuensi kontak, dan
4
kerentanan host. Manifestasi klinis yang muncul biasanya berupa dermatitis
kronik.1
Contoh dermatitis kontak iritan kumulatif adalah dermatitis kronik pada
tangan akibat air dan detergen pada tukang cuci piring dan ibu rumah tangga, dan
akibat larutan penghilang pada pekerja metal. Larutan pelarut seperti thinner dan
kerosen dapat pula mengakibatkan dermatitis kontak iritan kumulatif bila sering
digunakan secara salah sebagai pembersih kulit. 1
2. Dermatitis kontak alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi adalah bentuk inflamasi kulit akibat kontak dengan
allergen yang dimediasi oleh adanya reaksi imunologis. Individu tidak bereaksi
terhadap alergi pada saat kontak pertama kali. Terkadang, perlu kontak berulang
hingga seseorang dapat tersensitasi.1
Setiap zat/bahan memiliki potensi sensitasi yang berbeda-beda, serta setiap
individu juga memiliki nilai kerentanan terhadapa allergen yang berbeda-beda pula.
Apabila seseorang telah tersensitasi oleh allergen, kontak berikutnya akan memicu
reaksi hipersensitivitas tipe IV. Dermatitis biasanya muncul setelah 36 sampai 48 jam
setelah kontak dengan allergen. Dermatitis yang muncul dapat bersifat akut, subakut,
atau kronik, tergantung dari sensitivitas pekerja. Alergi terhadap suatu zat tertentu
bersifat spesifik, dan bila sekali alergi, maka alergi biasanya akan dialami seumur
hidup. 1
Allergen yang umum ditemukan di industry yaitu nikel, wewangian, chromat
hexavalent, bahan karet, dan dammar.1
Berbeda halnya dengan pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan, pekerja
dengan dermatitis kontak alergi terhadap bahan-bahan pekerjaan mungkin perlu
mencari pekerjaan yang lain. Oleh karena itu, sangat penting membedakan dermatitis
kontak iritan dengan dermatitis kontak alergi. Apabila suatu allergen telah
diidentifikasi sebagai penyebab dermatitis, maka pekerja harus diberitahu mengenai
sumber allergen dan agar menghindari kontak dengan allergen tersebut.
Tes tempel adalah tes definitive untuk dermatitis kontak alergi. Tes ini dapat
memberikan informasi mengenai allergen penyebab dermatitis. Tes dilakukan dengan
menempelkan allergen pada punggung selama 48 jam. Reaksi terhadap tes diperiksa
pada saat allergen dilepaskan setelah 48 jam. Setelah 96 jam, reaksi diperiksa
5
kembali. Tes tempel harus dilakukan oleh dermatologis yang berpengalaman untuk
mencegah false positif dan false negative. False positif dapat terjadi bila konsentrasi
allergen terlalu besar. Demikian pula sebaliknya, bila konsentrasi allergen terlalu kecil
dapat terjadi false negative (Fregert,1981). 1
3. Dermatitis kontak fototoxic dan fotoalergik
Zat fototoxic adalah zat yang menyerap sinar ultraviolet dan menyebabkan
inflamasi kulit. Contoh zat fototoxic adalah obat-obatan (fenotiazin dan tetrasiklin),
bahan kimia industry (tars) dan dammar. Dermatitis kontak fototoxic tidak dimediasi
oleh reaksi imunologis. Zat fototoxic menyebabkan reaksi hampir pada semua orang
yang terekspos dan reaksi yang terjadi tergantung dosis
Sama halnya dengan dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak fotoalergik juga
dimediasi oleh reaksi imunologis. Allergen menjadi aktif hanya bila terdapat sinar
ultraviolet. Contoh fotoalergen di antaranya obat-obatan, wangi-wangian, sunscreen
dan antiseptic. Tes untuk mengetahui dermatitis kontak fotoalergi adalah tes
photopatch. 1
4. Urtikaria kontak
Urtikaria kontak adalah bentuk reaksi kulit terhadap kontaktan (urtikan) berupa
kemerahan segera setelah kontak. Berbeda halnya dengan dermatitis kontak yang
muncul beberapa hari setelah kontak, urtikaria kontak muncul segera setelah kontak
dengan urtikan. Manifestasi klinis biasanya berupa erupsi urtikaria (dalam 30 menit
setelah kontak), dan pada kasus lanjut, dermatitis. 1
Urtikaria kontak dapat dimediasi oleh reaksi imunologis (reaksi hipersensitivitas
tipe I = urtikaria kontak alergi) maupun non-imunologis. Reaksi yang non-imunologis
biasanya terlokalisasi dan tidak mengancam jiwa. Sedangkan urtikaria kontak allergen
biasanya bersifat generalisata dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, sangat penting
untuk membedakan urtikaria kontak alergi dan urtikaria kontak non-alergi. Urtikaria
kontak alergi dapat dikonfirmasi dengan tes tusuk (tes prick).1
Penyebab urtikaria kontak antara lain makanan (daging, telur, seafood, sayuran),
gigitan ataupun produk sekresi serangga (misalnya dari ulat dan antropoda),
tumbuhan dan bumbu (rumput laut, pewangi makanan, dan cabe rawit), pewangi dan
penyedap rasa seperti kayu manis, obat-obatan (antibiotic), metal (kobalt), pengawet
(formaldehid dan asam benzoate), dan bahan karet (sarung tangan).1
6
5. Kanker kulit
Angka kejadian kanker kulit akibat kerja telah banyak diperdebatkan, namun
mayoritas pengamat setuju bahwa terdapat proporsi yang signifikan. Penyebab kanker
kulit akibat kerja yang paling sering adalah sinar ultraviolet, hidrokarbon polisiklik
aromatic, arsenic, radiasi berion, dan trauma.2
Jenis kanker kulit yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma sel basal. Hal ini berhubungan dengan pajanan terhadap sinar matahari
dalam jangka panjang, tetapi dapat pula disebabkan oleh tar, minyak, trauma, dan
panas. 2
Spectrum sinar matahari yang paling karsinogenik adalah dalam UVB (290-320
nm), tapi UVC (100-290 nm) dan UVA (320-400 nm) juga bersifat fotokarsinogenik.
UVA mempercepat proses keganasan yang diakibatkan oleh UVB, dan UVC dapat
ditemukan pada sinar las dan lampu germicidal. 2
Kanker akibat UVB dan UVA lebih sering terjadi pada pekerja outdoor dan
orang kulit putih, rambut tipis, dan mata berwarna. Pajanan terhadap radiasi sinar
ultraviolet tergantung pada waktu yang dihabiskan di bawah sinar matahari, garis
lintang, musim, durasi siang hari, ketinggian, dan cuaca. Sumber radiasi UV buatan di
antaranya sinar las, lampu germicidal, dan mesin terapi UV. Alat yang dapat
mengukur pajanan UV disebut radiometer. 2
Keratosis arsenic, arsenikalisme kronik, merupakan keratosis punktata multiple
berwarna kuning yang distribusinya simetris pada kedua telapak tangan dan kaki.
Karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel skuamosa intraepidermal (Bowen
Disease) dapat berkembang dari keratosis ini. Karsinoma sel basal juga dapat
berkembang akibat pajanan arsenic da bermanifestasi klinis sebagai lesi multiple,
superficial dan berpigmen. 2
Pajanan arsenic biasanya terjadi di tempat peleburan tembaga, pembuat
kembang api, penyulingan emas, tukang kayu (melepaskan kertas dinding tua),
pekerja semikonduktor, dan taxidermis. Arsenic juga biasa digunakan sebagai
pembasmi tikus. 2
6. Akne
Oil akne, atau oil folikulitis, adalah kondisi yang terjadi akibat pajanan minyak
yang berat. Lengan dan paha biasanya dipenuhi oleh banyak komedo (biasanya
7
berwarna hitam), pustule, furunkel, dan terkadang karbunkel. Dulu, angka kejadian oil
akne lebih tinggi, terutama di kilang minyak, namun saat ini sudah berkurang seiring
dengan semakin majunya teknologi dan semakin kurangnya kontak langsung dengan
minyak. Sumber minyak yang paling sering adalah percikan minyak pada masinis,
dan minyak pelumas pada mekanik. Pekerja yang menangani penyulingan tar dan batu
bara, pengebor minyak, pekerja tungku batu arang, penyulingan petroleum, pekerja
karet, pekerja pabrik tekstil, dan pembuat jalan juga sering terkena oil akne. 2
Bentuk akne akibat lingkungan yang lain adalah akne kosmetik pada actor dan
kosmetologis. Akne mekanik yang terjadi akibat tekanan, gesekan, gosokan, dan
regangan pada pekerja yang menggunakan pakaian dan helm yang berat. Akne
tropical juga sering terjadi pada iklim yang panas dan lembab. Saat perang dunia II,
ribuan anggota militer dievakuasi dari Pasifik Selatan akibat kondisi ini. Acne
McDonald’s terjadi akibat kontak dengan minyak dan lemak hamburger. 2
Penggunaan apron dapat mengurangi pajanan minyak. Sarung tangan tidak
dapat selalu digunakan oleh masinis maupun mekanik karena adanya risiko tersangkut
di mesin. Adanya mesin pemotong automatis telah mengurangi kontak langsung
dengan bahan berminyak. 2
Chloracne jarang terjadi. Manifestasi klinisnya berupa komedo tertutup dan
kista warna kekuningan pada kulit yang muncul setelah terpajan bahan kimia halogen
baik melalui kulit maupun secara sistemik. Tubuh yang terkena antara lain pipi, dahi,
dan leher. Punggung, dada, bahu, pantat, genitalia dan perut juga kadang dapat
terkena. Gejala lain yang dapat timbul di antaranya hipertrikosis, hiperpigmentasi, dan
porpiria kutanea tarda. Konjunctivitis, pembengkakan, secret dari kelenjar meibom,
dan warna kecoklatan pada kuku juga dapat ditemukan. Mayoritas kasus dapat
sembuh sendiri dalam 1-2 tahun setelah penghentian pajanan. 2
7. Fenomena Reynond’s
Hubungan antara vibrasi dan fenomena Raynaud telah diketahui sejak abad ke
20. Fenomena Raynaud ini sering pula disebut sebagai “dead fingers” dan “white
fingers”. Pengoperasian alat dengan vibrasi tinggi seperti alat bor, terutama dalam
cuaca dingin, menyebabkan vasospasme arteri digiti sehingga jari menjadi pucat,
sianosis dan eritema. Gergaji, gerinda, dan palu juga diduga dpaat menyebabkan
kondisi ini. Sensasi geli dan mati rasa, kepucatan pada ujung satu atau dua jari, dan
8
rasa aneh pada tangan merupakan gejala fenomena Raynaud. Gejala terkadang susah
dibedakan dengan bentuk fenomena Raynaud yang lain, namun biasanya gejala
asimetris. Fenomena ini jarang mengakibatkan keterbatasan kerja sehingga pada
umumnya pekerja tetap melanjutkan pekerjaannya. Frekuensi vibrasi yang dapat
menimbulkan fenomena ini yaitu antara 30 hingga 300 Hertz. 2
III. DIAGNOSIS
1. Anamnesis1
Riwayat pekerjaan
a. Tempat kerja
b. Jenis pekerjaan
c. Teknik penanganan material kerja
d. Penggunaan alat pelindung diri
e. Higien
Factor-faktor di lingkungan kerja yang berkaitan dengan penyakit kulit
a. Pekerjaan, material, dan teknik baru
b. Informasi tentang penaganan bahan yang aman
c. Apakah pekerja yang lain juga mengalami hal yang sama
d. Perbaikan saat libur
e. Riwayat pekerjaan sebelumnya
f. Riwayat penyakit kulit akibat kerja sebelumnya
g. Pekerjaan tambahan
Riwayat yang lain
a. Riwayat atopic
b. Riwayat penyakit kulit yang lain
c. Riwayat pengobatan penyakit kulit
d. Pajanan domestic
e. Hobbi
2. Pemeriksaan fisis1
a. Apakah dermatitis?
b. Apakah dermatitis kontak (eksogen)?
c. Apakah dermatitis kontak iritan atau alergi?
d. Apakah ada factor tambahan yang lain (misalnya sinar matahari)?
9
e. Apakah penyakit kulit non-dermatitis?
IV. PENATALAKSANAAN
Pekerja harus menghindari agen penyebab bila dermatitis berat. Penggantian
pekerjaan untuk sementara mungkin dibutuhkan. Pekerja dengan penyakit kulit yang sedang
dianjurkan untuk tetap melanjutkan pekerjaannya tapi dengan penggunaan alat pelindung diri
yang lebih baik. 1
V. PENCEGAHAN
1. Penggunaan krim1
Efektivitas penggunaan krim masih banyak dipertanyakan. Kebanyakan penelitian
menunjukkan bahwa krim tidak banyak membantu dalam melindungi kulit. Namun,
penggunaan krim memiliki keuntungan meningkatkan kesadaran pekerja untuk
membersihkan kulitnya saat istirahat atau setelah pekerjaan selesai.
2. Penggunaan alat pelindung diri1
Alat pelindung diri (sarung tangan, apron, boot) bila digunakan dengan baik, sangat
bermanfaat dalam mencegah penyakit kulit akibat kerja. Namun kekurangan
penggunaan sarung tangan adalah adanya risiko kecelakan. Oleh karena itu pemilihan
sarung tangan harus disesuaikan dengan jenis bahan dan jenis pekerjaan yang
ditangani.
3. Surveilens1
Dokter dan perawat harus melakukan surveilens mengenai kesehatan pekerjanya
sehingga bila terjadi outbreak, dapat segera dilakukan investigasi dan penangan
segera. 1
4. Legislasi 1
Termasuk di dalamnya peraturan tentang perlengkapan untuk menjaga higien kulit,
fasilites mencuci tangan di tempat kerja, fasilitas pemeriksaan kesehatan, dan
kompensasi bagi pekerja bila sakit.1
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Koh D, Goh CL. Skin disorders. In: Jeyaratnam J, Koh David, editors. Textbook of
occupational medicine practice. Singapore: World scientific publishing co. pte. Ltd;
1996. p. 111-43.
2. Chowdhury M, Maibach HI. Occupational skin disorders. In: LaDou Jopeph, editor.
Current occupational & environmental medicine. 3rd edition. Singapore: The
McGraw-Hill companies, Inc; 2004. p. 287-306.
11