peningkatan pemanfaatan jaringan produksi global dan...

32
Peningkatan Pemanfaatan Jaringan Produksi Global dan Perkembangan Kerjasama Industri Internasional Rapat Kerja Kementerian Perindustrian, Bidakara 16 Februari 2016 Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional 2016

Upload: truongthuan

Post on 08-May-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Peningkatan Pemanfaatan Jaringan Produksi Global dan Perkembangan Kerjasama Industri

Internasional Rapat Kerja Kementerian Perindustrian, Bidakara 16 Februari 2016

Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional

2016

1. Latar Belakang

2. Perkembangan Kerjasama Industri Internasional

3. Peningkatan Ketahanan Industri

4. Pemanfaatan Jaringan Produksi Global (JPG)

DITJEN KPAII 2016 2

AGENDA

DITJEN KPAII 2016 3

1. LATAR BELAKANG

DITJEN KPAII 2016 4

KERJASAMA INTERNASIONAL DI BIDANG INDUSTRI Tujuan: melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam

negeri; membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan

produktivitas dan daya saing industri dalam negeri; meningkatkan integrasi industri dalam negeri kedalam jaringan

rantai suplai global; dan meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri

di dalam negeri.

Ruang Lingkup: pemanfaatan akses pasar produk industri; peningkatan kapasitas sumber daya industri; pemanfaatan rantai suplai global; peningkatan investasi industri; dan pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di negara akreditasi.

Sasaran: bertambahnya jumlah negara sebagai pasar utama produk industri; meningkatnya akses industri nasional untuk memanfaatkan sumber

daya teknologi industri melalui kerjasama teknik; meningkatnya pemanfaatan jaringan rantai suplai global; dan meningkatnya penyelenggaraan forum investasi industri di luar

negeri.

DITJEN KPAII 2016 5

STRUKTUR ORGANISASI DITJEN KPAII

Direktorat Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses

Industri Internasional

Sekretariat Ditjen

Direktorat

Ketahanan Industri

Direktorat Akses Pasar Industri

Internasional

Direktorat Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional

Peraturan Menperin No. 107/2015

DITJEN KPAII 2016 6

PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

1. Semakin meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI) karena daya tarik potensi pasar Indonesia atau karena daya tarik potensi sumber daya alam atau bahan baku yang dimiliki Indonesia;

2. Semakin meningkatnya transaksi perdagangan global oleh Trans National Corporation (TNC) yang menjadikan industri di Indonesia sebagai bagian dari Rantai Nilai Global (Global Value Chains – GVCs);

3. Semakin berkurangnya instrumen perlindungan, baik yang bersifat tarif maupun non-tarif, bagi pengembangan, ketahanan maupun daya saing industri di dalam negeri.

Globalisasi berdampak pada pelibatan industri nasional dalam rantai pasok global dimana penciptaan nilai tambah melalui proses produksi tersebar di banyak negara;

Perdagangan komponen diprediksi akan semakin mendominasi struktur perdagangan antar negara;

Keterlibatan industri nasional dalam rantai pasok global juga berpotensi pada kerentanan terhadap gejolak perekonomian dunia.

Globalisasi Proses Produksi

Perjanjian Multilateral; Perjanjian Regional; Perjanjian Bilateral.

Perjanjian Kerjasama Internasional

Dinamika Global terkait Sektor

Industri

DITJEN KPAII 2016 7

2. Perkembangan Kerjasama Industri Internasional

8 DITJEN KPAII 2016

Tingkat Tarif Indonesia Sudah Rendah

• Tarif rata-rata RI sudah lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang seperti China, Korsel, India, dan Brasil. Tarif RI sudah setara dengan negara-negara maju seperti negara-negara EU, Jepang, dan AS.

• Tarif rata-rata MFN Indonesia sebesar 6,8 % . Di satu sisi, PDB RI lebih rendah dari negara-negara berkembang tersebut, apalagi dibandingkan dengan EU, Jepang dan AS.

-

5207,214

424 -6000

-5000

-4000

-3000

-2000

-1000

0

1000

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Korea

-18.256 -20000

-15000

-10000

-5000

0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

China

231,59157

7

-700

-500

-300

-100

100

300

500

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Australia

Sumber: BPS (2014), diolah DJ-KII Kemenperin

G. Ekspor: 10.8% G. Impor: 25.4%

G. Ekspor: 8.8% G. Impor: 28 %

G. Ekspor: 8.1% G. Impor: 4 %

(4.437,59) (5.000,00)

-

5.000,00

10.000,00

2007 2008 2009 2010 2011 2012

ASEAN

G. Ekspor: 8.4% G. Impor: 23.1%

Pembukaan Akses Pasar Perlu Mempertimbangkan Resiko Membesarnya Defisit Perdagangan Produk Manufaktur

(dalam Juta US$)

-15.000,00

-10.000,00

-5.000,00

0,00

5.000,00

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Jepang

G. Ekspor: 4.1% G. Impor: 28.6%

9

Penggunaan Preferensi Tarif oleh Negara Mitra

DITJEN KPAII 2016

Defisit Neraca Perdagangan Produk Industri Meningkat

NegaraRasio Ekspor

thd GDP (%)

Populasi

(juta orang)

Singapura 187,64 5,30

Vietnam 86,40 89,70

Malaysia 73,85 29,30

Brunei Darussalam 70,98 0,45

Thailand 69,19 69,90

Korea 50,64 48,60

Chili 33,78 17,40

Filipina 28,66 96,50

Indonesia 23,72 244,80

India 23,19 1.258,00

China 22,62 1.353,60

Australia 20,90 22,90

Jepang 18,18 126,40

Amerika Serikat 13,25 315,00

10

• Berdasarkan data tahun 2014, rasio ekspor Indonesia terhadap total PDB hanya sebesar 23,72%.

• Lebih lanjut, nilai rasio Indonesia sangat jauh dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Thailand yang diatas 50%.

• Dapat dilihat, negara-negara yang memiliki rasio diatas 50%, memiliki populasi relatif kecil dari Indonesia.

• Oleh karena itu negara-negara tersebut membutuhkan pasar ekspor yang didukung oleh FTA. Sementara Indonesia masih memiliki pasar dalam negeri yang potensial.

DITJEN KPAII 2016

Posisi Ekspor terhadap Struktur Ekonomi Negara Mitra

a. Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)

b. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Cooperation (AJCEP)

c. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

d. Trans Pacific Partnership (TPP)

DITJEN KPAII 2016 11

Posisi Kemenperin dalam Kerjasama Internasional

DITJEN KPAII 2016 12

• Pasca Penerbitan PMK No. 209/2012 (HS2012), Jepang menuduh Indonesia melanggar komitmen awal IJEPA (ilegal) untuk 11 pos tarif otomotif dan meminta Indonesia untuk mengubah kategori modalitas dari kategori B15 (Bertahap jadi 0% di 2023 dst) menjadi P14 (5% di 2016 dst).

• BKF Kemenkeu telah menjelaskan bahwa Indonesia telah melibatkan Jepang dalam proses transposisi HS semenjak IJEPA diterapkan (PMK No. 95/2008 (HS2007)) dan Jepang tidak melakukan protes. Jepang juga telah menikmati preferensi yang diberikan Indonesia sejak IJEPA diimplementasikan.

Posisi Kementerian Perindustrian adalah menolak perubahan kategori modalitas 11 pos tarif otomotif IJEPA dengan pertimbangan utama :

• Kendaraan CBU dengan tarif BM impor sebesar 5% berpotensi akan membuat harga jualnya lebih kompetitif dibandingkan dengan produk rakitan lokal, sehingga menimbulkan dampak negatif pada investasi di sektor industri perakitan lokal.

• Lebih lanjut hal ini akan menimbulkan dampak negatif pada pertumbuhan industri material, komponen dan pendukungnya.

• Produk impor dalam bentuk CBU memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang rendah.

Di satu sisi Indonesia mempunyai permasalahan yaitu General Review IJEPA yang seharusnya dilaksanakan tahun 2013 hingga saat ini belum ada kesepakatan terutama tentang peluang Indonesia mendapatkan akses pasar Jepang terutama produk di kategori R dan Q (Makanan dan Minuman).

Permasalahan 11 PT Otomotif dalam IJEPA

DITJEN KPAII 2016 13

• Implementasi AJCEP tertunda karena masalah transposisi yang belum disepakati sejak tahun 2010.

• Dalam pandangan Kemenperin, saat ini tersisa 105 pos tarif industri yang belum terselesaikan masalah transposisinya sehingga diperlukan negosiasi lebih lanjut dengan pihak Jepang agar dapat menerima posisi Indonesia.

• Hasil tranposisi untuk 105 pos tarif tidak dapat dijustifikasi melalui opsi WTO karena termasuk produk-produk yang sensitif dan produk-produk prioritas yang masuk ke dalam program hilirisasi, program P3DN, dan program pendalaman produksi komponen kendaraan bermotor.

Sektor Jumlah

Hasil Hutan Perkebunan (HHP) 1

Otomotif (IATD) 69

Elektronika (IET) 7

Logam (IMDL) 17

Kimia Dasar (KIMDAS) 1

Kimia Hilir (KIMHIL) 3

Makanan (Mak) 1

Minuman Tembakau (Mintem) 0

Mesin (MS) 4

Tekstil Aneka (TA) 2

Total 105

ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership

DITJEN KPAII 2016 14

Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

Kementerian Perindustrian sendiri sudah menyiapkan initial offer sebanyak 8.607 pos tarif atau 80,02% dengan rekapitulasi sebagai berikut:

No. Sektor Total A (EIF) B

C (uncategorized) 10 thn

ILMATE

Total 4067 2633 614 821

Persentase 64,74% 15,10% 20,19%

IKTA

Total 3413 2230 614 569

Persentase 65,34% 17,99% 16,67%

Agro

Total 1127 733 63 331

Persentase 65,04% 5,59% 29,37%

Grand Total 8607 5596 1291 1721

65,02% 15,00% 20,00%

DITJEN KPAII 2016 16

Peningkatan Offer Kemenperin dalam RCEP

• Mempertimbangkan efek negatif yang akan dialami oleh sektor industri jika harus menambah offer, sektor industri mengusulkan adanya insentif dalam rangka meningkatkan daya saing.

• Insentif tersebut hendaknya sebanding dengan insentif yang diberikan oleh negara-negara anggota RCEP lainnya untuk sektor industrinya seperti 17% tax rebate on export product (China).

• Dengan demikian diharapkan dapat tercipta standing point atau level of playing field yang setara dengan negara-negara lain untuk bersaing di RCEP.

• TPP Agreement merupakan Perjanjian Perdagangan Bebas yang ambisius, komprehensif dan berstandar tinggi yang disepakati pada 4 Oktober 2015 oleh 12 (dua belas) negara yaitu Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Peru, Chile, Jepang, Vietnam, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Australia dan Selandia Baru.

• TPP Agreement selanjutnya akan ditanda tangani tahun 2016 dan diratifikasi oleh negara anggotanya (proses ratifikasi dinegara anggota diperkirakan akan memelurkan waktu dua tahun sejak perjanjian tersebut ditandatangani).

• Dari 30 isu yang tercakup dalam perjanjian TPP, terdapat beberapa isu yang terkait dengan sektor industri, antara lain: Government Procurement, State Owned Enterprises, Trade in Goods, Services, Investment, SMEs, IPR, Textile and Apparel, ROO, SPS, TBT dan Cooperation .

17 DITJEN KPAII 2016

Trans Pacific Partnership (TPP)

• Perdagangan Barang (Trade in Goods), Tingkat liberalisasi untuk akses pasar barang setiap negara anggota rata-rata mencapai sekitar 98% dari seluruh pos tarif perdagangan.

• Perdagangan Jasa dan Investment. tidak ada diskriminasi terhadap penanam modal atau pemasok jasa asing.

• Government Procurement, kewajiban memberikan kesempatan kepada pemasok-pemasok dari seluruh anggota TPP untuk dapat mengikuti tender-tender yang diadakan oleh negara anggota TPP dengan batasan tiap negara berdasarkan hasil negosiasi.

• State Owned Enterprise (BUMN), pembatasan intervensi pemerintah terhadap BUMN-BUMN yang dimilikinya dengan pengecualian berdasarkan hasil negosiasi.

18 DITJEN KPAII 2016

Beberapa Isu TPP terkait Kemenperin

• Sebagai langkah awal, Kementerian Perindustrian telah mengadakan dua kali workshop pada tahun 2015 untuk memberikan pemahaman mengenai substansi TPP kepada asosiasi industri dan internal Kementerian Perindustrian.

• Sebagai tindak lanjut pada tahun 2016, Kemenperin akan melakukan serangkaian Workshop untuk membahas masing-masing isu TPP (article by article) yang terkait langsung dengan kepentingan Kementerian Perindustrian.

• Kemenperin pada tahun 2016-2017 akan melakukan kajian terkait keuntungan-kerugian (cost-benefit) di sektor industri.

19 DITJEN KPAII 2016

Langkah-Langkah Kemenperin Menyikapi TPP

20

Tahapan Okt-15 Feb-16 Feb-18 Mei-18 2019 2020 2021 2022 2023 2024

TPP disepakati oleh 12 negara

TPP ditandatangani oleh Kepala

Negara anggota

Batas akhir ratifikasi TPP oleh 12

negara anggota

TPP entry into force

Pengusulan keinginan Indonesia

bergabung TPP

Proses negosiasi dengan seluruh

negara anggota TPP

Proses ratifikasi oleh Indonesia

Indonesia Entry into Force TPP

Catatan: Indonesia memiliki waktu kurang lebih sembilan tahun untuk: 1. Melakukan kajian komprehensif perihal cost-benefit terkait keikutsertaan dalam TPP 2. Mempersiapkan daya saing sektor industri, 3. Kebijakan pendukung, 4. Perubahan Undang-Undang (apabila diperlukan), 5. Menentukan negosiator yang dapat memperjuangkan kepentingan seluruh sektor, dan 6. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

20 DITJEN KPAII 2016

Tentatif Timeframe Indonesia terkait Keikutsertaan TPP

DITJEN KPAII 2016 21

3. Peningkatan Ketahanan Industri

22 DITJEN KPAII 2016

Rekomendasi Pengamanan IDN dari KRI

Prosedur

• Menganalisis data lonjakan impor dan penurunan ekspor selama 5 tahun terakhir yang berasal dari IRIS.

• Mengidentifikasi beberapa produk yang mengalami lonjakan impor dan penurunan ekspor yang cukup signifikan.

Ruang Lingkup

Melaksanakan kajian terkait lonjakan impor dan penurunan ekspor produk industri dalam rangka penyusunan rekomendasi bagi sektor pembina atau instansi terkait.

Posisi

• Analisis data penurunan ekspor selama 5 tahun terakhir.

• Identifikasi produk industri berdasarkan Board Economic Category (BEC).

• Inventarisasi kebijakan,regulasi, dan/atau iklim usaha terakait.

• Koordinasi dengan sektor pembina terkait.

KRI Kebijakan, Regulasi, dan/atau Iklim Usaha

24 DITJEN KPAII 2016

Sistem Informasi Ketahanan Industri (SIKI)

Pelaku Industri

Kemenperin Instansi Terkait

DITJEN KPAII 2016 25

4. Pemanfaatan Jaringan Produksi Global

DITJEN KPAII 2016 26

GLOBALISASI DAN INDUSTRI

End Users

Materials

Val

ue

Ch

ain

s

Lead Firm

Turn-key Supplier

Component & Material Suppliers

Modular

Lead Firm

Relational Supplier

Component & Material Suppliers

Relational

Lead Firm

Captive Suppliers

Captive

Integrated Firm

Hierarchy

Suppliers

Market

Customers

Price

Degree of Explicit Coordination

Degree of Power Asymmetry Low High

Transformasi Distribusi Konsumsi Masukan

Material & Produk Info Logistik & Uang

1

2

1. Jaringan Organisasi 2. Jaringan Geografis Pe

nin

gkat

an

RN

G

1. Kompleksitas transaksi 2. Kodefikasi transaksi 3. Kemampuan supply-

base: kapabilitas teknologi & pembelajaran

Rantai Nilai Global/RNG (Gereffi, 2005)

DITJEN KPAII 2016 27

Peningkatan Ekonomi dalam RNG

Meningkatkan Rantai Nilai

- Usaha dan kesungguhan dari industri; - Sistem inovasi bisnis yang kondusif

(national/regional/lokal)

1. Peningkatan Proses, terlihat dari penurunan biaya, peningkatan

produktivitas dan fleksibilitas dengan cara mengatur ulang sistem produksi atau berinvestasi untuk peralatan/teknologi baru atau yang lebih baik;

2. Peningkatan Produk, melibatkan pergeseran ke produk yang

lebih canggih, lebih rumit, dan lebih baik dengan kemampuan memproduksi lebih banyak jenis produk;

3. Peningkatan Fungsi, mengubah campuran/kombinasi aktivitas

dan membutuhkan kemampuan baru yang lebih intensif;

4. Peningkatan antar-sektoral/antar-rantai, menerapkan

kemampuan yang dibutuhkan dalam suatu rantai dan menggunakannya di dalam sektor/rantai yang berbeda.

Tata Kelola Determinants Systems of Innovation

Market Kompleksitas rendah Sistem yang terstruktur dengan baik, lengkap dan lancar :1-2-3. 4-5 : sistem terfragmentasi lebih buruk. Chain leader dapat mengkompensasi kelemahan sistem, tetapi membatasi upgrade

Kemungkinan dinamika

Kodefikasi tinggi Lembaga MSTQ penting Kompetensi pemasok tinggi

Organisasi pendidikan dan pelatihan penting

Modular Kompleksitas tinggi Kodefikasi tinggi Lembaga MSTQ penting

Kompetensi pemasok tinggi

Organisasi pendidikan dan pelatihan penting

Relational Kompleksitas tinggi System lokal & pengetahuan tambahan penting

Kodefikasi rendah Lembaga MSTQ kurang penting

Kompetensi pemasok tinggi

Organisasi pendidikan dan pelatihan penting

Captive Kompleksitas tinggi

5 & 4 ke 2: peningkatanMSTQ 5 & 4 ke 3: perbaikan sistem lokal 5 & 4 ke 2 & 3:sistem inovasi mendukung

perkembangan pemasok dan kompetensi rantai nilai global

Kodefikasi tinggi Lembaga MSTQ penting Kompetensi pemasok rendah

Hierarchy Kompleksitas tinggi Organisasi R&D lokal dapat mengambil manfaat dari interaksi

Kodefikasi rendah Kompetensi pemasok rendah

GVC diharapkan dapat meningkatkan keterampilan teknis

28 DITJEN KPAII 2016

Dukungan Tata Kelola dalam Peningkatan RNG

Strategi & Perencanaan

• JPG: Pemilihan Sektor

• Analisis JPG dan Pengembangan Bisnis Proses

Peningkatan Kapasitas IDN

• Implementasi Program

Monitoring & Evaluasi

• Monitoring and

• Evaluasi

29 DITJEN KPAII 2016

Fase 1: Profiling dan Rencana Aksi Profiling/Audit bisnis Sosialisasi Fase 2: Pengembangan Bisnis dan Peningkatan Kemampuan Ekspor IDN Workshop Sertifikasi Fasilitasi akses pasar Workshop pemasaran ekspor Coaching oleh tenaga ahli

Mengidentifikasi

JPG potensial

Memahami batasan,

mengidentifikasi solusi,

mengembangkan visi

Tujuan, Strategi dan Aktivitas

Tujuan: Memperkuat daya saing dan akses pasar produk IDN di pasar global

30

Kerjasama antara Kemenperin dengan CBI – MOFA Belanda, 2013 – 2016 - Export Coaching Program - 2 Sectors (Food Ingredients & Engineering) - 12 industries joining the Engineering ECP - 14 industries joining the FI ECP

DITJEN KPAII 2016

Kerjasama JPG KPAII

MoI CBI

Sudah berjalan (2013)

MoI SIPPO

Inisiasi (2015)

31 DITJEN KPAII 2016

JPG Binaan KPAII

Pasar Asia

Pacific Siemens

Wohlrub Germany

Toolcraft PT. YPTI

Coating & Assembling

of Hearing Aid

Company

Langenzenn, Germany

& Batam Area

Assembling

High Precision Part,

Mold & Dies Company

Spalt, Germany

Tool Design

High Precision Part, Mold &

Dies Company

Yogyakarta, Indonesia

Mold making

• Dalam rangka mengisi pasar ASIA PACIFIC untuk Siemens Hearing Aid, PT. YPTI Yogyakarta ikut berperan dalam membuat cetakan/ mold presisi bagi bagian utama dari hearing aid.

• YPTI menjadi Tier ke 3 dari Siemens.

32 DITJEN KPAII 2016

Potensi Industri Andalan dalam JPG

1. Industri Pangan 2. Industri Farmasi, Kosmetik, dan Alat

Kesehatan

3. Industri Elektronika, dan Telematika/ICT

4. Industri Pembangkit Energi

5. Industri Barang Modal, Komponen,

Bahan Penolong, dan Jasa Industri

*berdasarkan 10 Industri Prioritas Kemenperin dan adaptasi dari program kerjasama mitra asing (Sippo-Swiss; CBI Belanda)

Directorate General for Industrial Resilience and International Industrial Access Development Ministry of Industry, the Republic of Indonesia Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 52-53, Jakarta Selatan 12950 T. +62 21 525 5509 Ext. 4054 F. +62 21 525 4042

Contact Detail

34 DITJEN KPAII 2016

Jejaring Kerja dalam Program JPG