peningkatan minat belajar ketrampilan melalui …... · memiliki home industri terutama bidang...

45
PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009/2010 SKRIPSI Mustijo X.5107562 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: ngocong

Post on 07-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENINGKATAN MINAT BELAJAR KETRAMPILAN MELALUI PEMBELAJARAN ATBM BAGI ANAK TUNA GRAHITA

RINGAN KELAS IX SEMESTER GANJIL SMPLB KOTA PEKALONGAN

TAHUN 2009/2010

SKRIPSI

Mustijo

X.5107562

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran ketrampilan adalah salah satu mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah. Pelajaran ketrampilan ini termasuk pelajaran yang tidak

diminati atau tidak disukai oleh anak-anak.

Kurikulum SMPLB Tahun 2004 jelas dicantumkan bahwa untuk mata

pelajaran ketrampilan pada kelas SMPLB tertera 60% untuk pelajaran

keterampilan dan 40% teori. Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam

menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah

daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan dan perilaku peserta didik.

Ketika hasil yang dicapai dalam kegiatan belajar mengajar belum mencapai target

sebagaimana yang diharapkan, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari

dalam diri peserta didik (Internal) maupun dari luar (Eksternal), karena pada

hakekatnya prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil

interaksi antara berbagai faktor tersebut. (Usman, 1993: 24)

Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik (internal) adalah minat

seorang peserta didik dalam belajar. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa

kesulitan peserta didik untuk mengikuti proses belajar bukan hanya disebabkan

tingkat kognitif yang rendah, melainkan disebabkan rendahnya minat belajar

peserta didik. Hal ini disebabkan karena guru, sekolah dan masyarakat belum

maksimal memberikan iklim yang kondusif untuk menumbuhkan minat peserta

didik dalam belajar.

Rendahnya minat peserta didik dalam pelajaran ketrampilan adalah

masalah yang sangat penting dan mendesak untuk segera diatasi dengan melihat

dan mengamati bahwa peserta didik di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota

Pekalongan pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2009/2010 yang kurang

berminat dalam mengikuti Pelajaran Ketrampilan, maka anak-anak Tuna Grahita

Ringan itu perlu ditumbuhkan minatnya dalam mengikuti pelajaran ketrampilan

3

agar nantinya dapat dipakai sebagai bekal bagi anak-anak tersebut bila kelak

terjun ke masyarakat ataupun bekal kemandirian bagi anak itu sendiri.

Menumbuhkan minat anak untuk mengikuti pelajaran ketrampilan dapat

menggunakan berbagai macam alat yang berhubungan dengan pelajaran

ketrampilan. Melihat dari masyarakat di Kota Pekalongan yang kebanyakan

memiliki home industri terutama bidang kerajinan dan tenun, maka kami sebagai

guru pendidikan khusus berusaha agar anak tertarik minatnya dan relevan dengan

yang ada di lingkungan di mana anak tinggal maka perlu kiranya kami

menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) untuk menumbuhkan minat

anak-anak berkebutuhan khusus mengikuti pelajaran ketrampilan.

Berangkat dari uraian di atas, Peneliti dalam penelitian tindakan kelas

mengangkat judul “Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan Melalui Pembelajaran

ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bagi Anak Tuna Grahita Ringan Kelas IX

Semester Ganjil SMPLB Kota Pekalongan Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka rumusan masalahnya

adalah:

Apakah ada peningkatan minat belajar ketrampilan melalui pembelajaran ATBM

(Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan kelas IX semester ganjil

SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 2009/2010 ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya peningkatan minat belajar ketrampilan melalui

pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bagi anak tuna grahita ringan

kelas IX semester ganjil SMPLB Kota Pekalongan tahun pelajaran 2009/2010.

D. Manfaat Penelitian

Memberikan bekal ketrampilan yang sesuai dengan kemampuan anak

tunagrahita ringan kelas IX SMPLB Kota Pekalongan.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kajian tentang Anak Tunagrahita.

a. Pengertian Anak Tunagrahita

1). Batasan-batasan Tunagrahita

Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi mental. (mental

retardation). Tuna berarti merugi Grahita berarti pikiran. Retardasi mental

(Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.

2). Istilah-istilah Tunagrahita

Menurut S.A. Bratanata (1997: 7) tunagrahita sering disepadankan

dengan istilah-istilah sebagai berikut :

a). Lemah Fikiran (feeble – minded) b). Terbelakang mental (Mentally Retarded) c). Bodoh atau dungu (Idiot) d). Pandir (Imbecile) e). Tolol (Moron) f). Oligofrenia (Oligophrenia) g). Mampu didik (Educable) h). Ketergantungan Penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat i). Mental Subnormal j). Defisit Mental k). Defisit Kognitif l). Cacat Mental m). Defisiensi Mental n). Gangguan Intelektual

b. Definisi Anak Tunagrahita

American Association on Mental Deficiency / AAMD yang dikutip

dalam Moh. Amin (1995: 22), mendefinisikan Tunagrahita sebagai kelainan

“Yang meliputi fungsi Intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average),

yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes, Yang muncul sebelum usia 16 tahun

dan yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif”.

Sedangkan menurut Emi Dasiemi (1997: 138) memberikan batasan

anak tunagrahita ringan atau debil yaitu “anak yang mempunyai IQ antara

3

5

50/55 – 70/75, kurang mampu mencari nafkah sendiri, namun masih mampu

menerima pendidikan dan latihan meskipun terbatas”.

Dari ke dua definisi di atas maka Penulis menyimpulkan bahwa, Anak

Tunagrahita adalah : Anak yang mengalami hambatan Kecerdasan secara

umum atau di bawah rata-rata, mengalami ketidakmampuan dalam Perilaku

Adaptif yang terjadi selama Perkembangan sampai usia 18 tahun.

c. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan

pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam

Special Education in Ontario Schools (p.100) sebagai berikut:

1. Educable Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.

2. Trainable Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuannya untuk mendapat pendidikan secara akademik.

3. Custodial Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus-menerus.

Sedangkan penggolongan Tunagrahita untuk Keperluan Pembelajaran

menurut B3PTKSM (p. 260) sebagai berikut:

1. Taraf pembatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow leaner) dengan IQ 70 – 85.

2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75.

3. Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 55.

4. Tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 30.

Penggolongan Tunagrahita secara medis-Biologis menurut Roan,

dalam B3PTKSM (p. 25) sebagai berikut :

1. Retardasi mental taraf perbatasan (IQ:68 – 85). 2. Retardasi mental ringan (IQ: 52 - 67)

6

3. Retardasi mental sedang (IQ: 36 - 51) 4. Retardasi mental berat (IQ: 20 - 35) 5. Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 20); dan 6. Retardasi mental tak tergolong

Adapun penggolongan Tunagrahita secara Sosial-Psikologis terbagi 2

(dua) kriteria yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif.

Ada 4 (empat) taraf Tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik

menurut skala inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 1979, dalam

B3PTKSM, p. 26), yaitu:

1. Retardasi mental ringan (mild mental retardasion) IQ: 55 – 69. 2. Retardasi mental sedang (moderate mental retardasion)

IQ: 40 – 54. 3. Retardasi mental berat (severe mental retardasion) IQ: 20 – 39. 4. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardasion) IQ:

20 kebawah.

Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak

berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini

juga mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu:

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Sangat Berat.

Sedangkan secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe

atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:

1. Sindroma Down/Mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata

sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar,

kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan

geligi kurang baik.

2. Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut

muka kecil, tengkorak sering menjadi besar.

3. Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak

proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).

7

d. Penyebab Tunagrahita

Sedangkan Moh. Amin (1995: 63) mendefinisikan faktor penyebab

ketunagrahitaan sebagai berikut ;

1) Keturunan Terjadi karena adanya kelainan kromosom dan kelainan gen.

2) Gangguan metabolisme dan gizi Gangguan metabolisme “asam amino (phenyketonuria), gangguan metabolisme saccharide (gargoylism), kelainan hypthyroidism (cretinism)

3) Infeksi dan keracunan Karena penyakit rubella, syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun.

4) Trauma dan zat radioaktif 5) Masalah pada kelahiran 6) Faktor lingkungan (sosial budaya)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tunagrahita dapat

disebabkan oleh faktor yaitu :

1) Genetik atau keturunan

2) Sebab-sebab pada masa prenatal

3) Sebab-sebab pada masa natal

4) Sebab-sebab pada masa post natal

5) Faktor sosiokultural

Secara umum, Grossman et al 1973, dalam B3PTKSM (p.24)

menyatakan penyebab Tunagrahita akibat dari:

1. Infeksi dan/atau intoxikasi, 2. Rudapaksa dan/atau sebab fisik lain, 3. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi (nutrisi), 4. Penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal), 5. Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak

diketahui, 6. Akibat kelainan kromosomal, 7. Gangguan waktu kehamilan (gestaional disorders), 8. Gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik

disorders), 9. Pengaruh-pengaruh lingkungan, dan 10.Kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.

8

e. Usaha Pencegahannya

1). Diagnostik prenatal

2). Imunisasi

3). Tes Darah

4). Pemeliharaan Kesehatan

5). Sanitasi Lingkungan

6). Penyuluhan Genetik

7). Tindakan Operasi

8). Program Keluarga Berencana

9). Intervensi Dini.

f. Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik tunagrahita menurut Brown et al, 1991; Wolery &

Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p. 485-486, 1996

menyatakan :

1. Lamban dan mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.

2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.

3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat. 4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan

tunagrahita berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.

5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagaian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.

6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.

9

7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-benturkan kepala, dll.

Sedangkan menurut Munzayanah (2000: 23) ciri-ciri atau karakteristik

anak tunagrahita ringan sebagai berikut:

1) Dapat dilatih tentang tugas-tugas yang ringan. 2) Mempunyai kemampuan yang terbatas dalam bidang intelektual

sehingga hanya mampu dilatih untuk membaca, menulis dan menghitung pada batas-batas tertentu.

3) Dapat dilatih untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang rutin maupun ketrampilan.

4) Mengalami kelainan bicara speech difect, sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi.

5) Mengalami gangguan dalam bersosialisasi 6) Peka terhadap penyakit

Dengan pendapat beberapa ahli tersebut di atas dapat disimpulkan

sebagai berikut : Bahwa anak tunagrahita mempunyai karakteristik dan

kemampuan yang sangat terbatas, sehingga mereka membutuhkan pendidikan

khusus dan bimbingan khusus serta pelayanan khusus agar mereka dapat

hidup mandiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

g. Implikasi Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita

Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah:

1. Occuppasional Therapy ( Terapi Gerak )

Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak

fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus).

2. Play therapy (Terapi bermain)

Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain,

misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan

cara sosiodrama, bermain jual-beli.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri

Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan

pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari

10

(ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain

dan tidak tergantung pada orang lain.

4. Life Skill (Keterampilan Hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di

bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator.

Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-rata, mereka juga

diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup,

mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang

dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan

masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.

5. Vocational Therapy (Terapi Berkerja)

Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan

latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak

tunagrahita diharapkan dapat bekerja.

h. Model Pelayanan Pendidikan untuk Anak Tunagrahita

Menurut Sutjihati Sumantri (2005: 15) pelayanan pendidikan bagi anak

tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:

1. Kelas Transisi.

Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusu

termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada di

sekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi

dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan

pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi

sesuai kebutuhan anak.

2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada

Sekolah Luar Bias. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan

pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama

kemampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari

11

penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di

SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1

3. Pendidikan Terpadu.

Layanan pendidikan pada model ini diselengarakan di sekolah reguler.

Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler dikelas yang

sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk mata pelajaran tertentu, jika

anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat

bimbingan/remedial dari guru Pembimbing khusus (GPK) dari SLB

terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang

belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong Tunagrahita ringan,

yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai

kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut

dengan lamban belajar (Slow Learner).

4. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu

mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya

sakit. Program dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru

PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orang

tua, sekolah dan masyarakat.

5. Pendidikan Inklusif

Sejalan dengan perkembangan layanan pendidikan untuk anak

berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model

Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,

menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Edukator for all”. Layanan

pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak

Tunagrahita belajar belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas

dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siwa dibimbing oleh

2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagi guru khusus. Guna guru

khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak

tersebut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan

12

dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan

pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.

6. Panti (Griya) Rehabilitasi.

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang

mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya

memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, motorik.

Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam

panti ini terbatas dalam hal :

a. Pengenalan diri

b. Sensori motor dan persepsi

c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu tempat ketempat lain)

d. Kemampuan baerbahasa dan komunikasi

e. Bina diri dan kemampuan sosial

2. Kajian Tentang Minat Belajar

a. Pengertian Minat Belajar

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwodarminto,

2007: 121) minat adalah “Perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada

sesuatu, belajar adalah berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu

kepandaian”.

Pengertian belajar sangatlah luas, karena belajar ini dapat terjadi kapan

saja dimana saja, tidak terbatas hanya pada bangku sekolah. Fudyarto (2002:

151) mengemukakan bahwa “Belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang

dipelajari“. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan

dan dapat melakukan sesuatu.

Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa minat

belajar adalah : Perhatian (kecenderungan hati) untuk memahami, merasakan

dan berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu kepandaian.

13

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Minat Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat

dibedakan menjadi 3 macam menurut Muhibbin Syah ( 1995: 132) adalah :

1). Faktor Internal Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik meliputi : a). Aspek fisiologis, kondisi orang-orang khusus peserta didik,

seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di dalam kelas.

b). Aspek psikologis, banyak faktor dalam aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, minat peserta didik dan motivasi peserta didik.

2). Faktor Eksternal Peserta Didik (a). Lingkungan sosial, lingkungan sosial sekolah seperti para guru,

para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang peserta didik. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga peserta didik, sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh peserta didik.

(b). Lingkungan non sosial, faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

3). Faktor pendekatan belajar Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara / strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah / mencapai tujuan belajar tertentu.

c. Indikator Minat Belajar

Minat adalah suatu kondisi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti

sementara akan situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan. Oleh

karena itu apa yang dilihat seseorang akan membangkitkan minat yang sesuai

dengan keinginannya. Besar kecilnya minat akan mempengaruhi keberhasilan

14

kreativitas manusia. Dalam hal belajar, minat sangat besar pengaruhnya

terhadap proses belajar tersebut. Jika seseorang tidak berminat untuk

mempelajari suatu hal maka tidak diharapkan akan berhasil dengan baik.

Fudiyarto (2002: 54) menyatakan bahwa “Minat berarti sibuk, tertarik,

atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya

kegiatan itu”. Minat merupakan salah satu faktor untuk meraih prestasi

belajar. Secara lebih terperinci arti pentingnya minat dalam kaitannya dengan

belajar sebagai berikut :

1. Minat melahirkan perhatian yang serta merta

2. Minat memudahkan tercapainya konsentrasi

3. Minat mencegah gangguan dari luar

4. Minat memperkuat lekatnya bahan pelajaran diingatkan

5. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri

Sedangkan menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (WJS.

Poerwodarminto 1996: 376) indikator adalah ”Suatu alat pemantau (sesuatu)

yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan”. Ada beberapa indikator

minat yang dapat dilihat melalui proses belajar diantaranya :

1) Ketertarikan untuk membaca buku

Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki

perasaan ketertarikan terhadap belajar tersebut. Siswa yang berminat

terhadap bidang studi pendidikan agama Islam ia akan merasa tertarik

dalam mempelajarinya. Ia akan rajin belajar dan terus mempelajari semua

ilmu yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut, ia akan mengikuti

pelajaran dengan penuh antusias tanpa ada beban dalam dirinya.

2) Perhatian dalam Belajar

Perhatian merupakan konsentrasi atau aktivitas jiwa seseorang terhadap

pengamatan, pengertian ataupun yang lainnya dengan mengesampingkan

hal lain daripada itu. Jadi, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar,

jiwa dan pikirannya terfokus dengan apa yang dipelajarinya.

15

3) Motivasi Belajar

Motivasi merupakan suatu usaha atau pendorong yang dilakukan secara

sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang

terarah demi pencapaian tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi

belajar.

4) Pengetahuan

Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat

atau tidaknya seorang siswa terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari

pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu

pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang

pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Seorang siswa belajar membutuhkan minat yang tinggi supaya bisa

memahami apa yang ia pelajari. Dengan minat belajar yang tinggi

dimungkinkan prestasi belajar siswa akan bagus pula. Tingginya minat belajar

siswa dalam mempelajari ketrampilan secara otomatis akan menambah ilmu

untuk meningkatkan prestasi belajar.

3. Kajian Tentang Pembelajaran ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)

a. Sejarah tentang ATBM

Cukup banyak jumlah temuan para ahli dalam bidangnya masing-

masing yang dapat dipakai sebagai petunjuk, bahwa pertenunan sudah sejak

lama dikenal dan di kerjakan di hampir seluruh kepulauan Indonesia, serta

merupakan salah satu budaya bangsa yang dapat dibanggakan. Terlebih

bangsa Indonesia sejak berabad-abad telah menguasai berbagai teknik,

pertenunan, seperti : Tenun Songket (pakan tambahan benang emas dan

perak), tenun ikat pakan atau lungsi dan tenun ikat berganda, serta kain diberi

hiasan dengan manik-manik, kerang, kerang, kaca, bordiran dan sebagainya.

Temuan-temuan atau berbagai petunjuk ini ada yang berupa alat-alat

untuk keperluan memintal, menenun dan sebagainya. Serta ada pula yang

berupa prasasti, arca dan relief pada beberapa Candi Hindu, dan ada pula yang

berupa karya sastra. Antara lain terdapat prasasti yang menunjuk adanya kain

16

lurik pakan malang, antara tahun 851-882 M, di zaman kerajaan Hindu

Mataram. Prasasti Raja Erlangga dari Jawa Timur tahun 1033 M,

menyebutkan kain tuluh watu, yang adalah nama salah satu kain lurik. Pada

relief yang mencerminkan kehidupan masyarakat pada zamannya, dapat

dilihat telah adanya, pemakaian kain tenun.

Menurut beberapa ahli purbakala, hasil temuan situs prasejarah, antara

lain situs Gilimanuk di Bali, Gunung Wingko di Yogyakarta, Melolo di

Sumba Timur, Membuktikan bahwa pertenunan sudah dikenal di Indonesia

sejak zaman pra-sejarah. Demikian pula terlihat pemakaian selendang tenun

pada acara terracota asal Trowulan di Jawa Timur, yang diperkirakan berasal

dari abad ke 15 M (Museum Sono Budaya, Yogyakarta), serta pemakaian kain

tenun pada relief dan arca diberbagai Candi.

Dari beberapa legenda, cerita rakyat di berbagai daerah dapat di tarik

kesimpulan bahwa pertenunan, dengan demikian tenun, di Indonesia sudah

lama di kenal. Pada hakekatnya legenda, cerita rakyat adalah sesuatu yang di

percaya sebelum kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan, tradisi dan

kepercayaan yang sama dan yang mereka akui pula sebagai milik mereka

bersama serta di wariskan turun temurun secara syah.

Alat tenun tradisional yang dipergunakan di seluruh Indonesia pada

ummnya adalah alat tenun Gendong yang kemudian berkembang dengan alat

tenun bukan mesin (ATBM), dan diperkenalkan pada permulaan abad ke XX.

Hasil pertenunan yang sangat sederhana, baik dalam penampilan

maupun dalam pengerjaannya, antara lain adalah kain lurik, yang meskipun

demikian, syarat dengan pesan-pesan budaya.

Kain lurik, khususnya di daerah Solo-Yogya, adalah kain tenun yang

biasanya ditenun dengan anyaman datar atau polos (Bahasa Jawa : Anaman

Wareng), corak lajuran (Garis-garis), cacahan (kotak-kotak) atau polos,

dengan aneka permainan warna.

17

b. Pengertian ATBM

1). Pengertian Alat tenun

Alat Tenun adalah alat untuk menganyam benang-benang yang

letaknya membujur (benang, lungsi) dan benang yang pada alat ini

letaknya melintang (benang pakan). Hasil dari alat ini adalah anyaman

yang disebut kain. Anyaman atau kain yang tehnik pembuatannya paling

sederhana, adalah yang disebut anyaman datar / polos yang dalam bahasa

jawa disebut anyaman wareg.

ATBM adalah singkatan dari alat tenun bukan mesin dan ATM

singkatan alat tenun mesin. Alat tenun gendong berkembang menjadi alat

tenun tijak yang pada tahun 1927 oleh Tekstil Institut Bandung (TIB)

sekarang Balai Besar Tekstil Bandung, dikembangkan lagi menjadi alat

tenun tijak dengan teropong layang. Dikenal sebagai alat tenun TIB, yang

selanjutnya dikenal orang sebagai ATBM. Perkembangan ini berlanjut

dengan tehnik yang lebih canggih dengan perkembangannya ATM yang

serba mekanis. Hasil tenun ATBM dan ATM yang lebih halus, lebar dan

murah, karena lebih efisien, mendesak kerajinan tenun gendong.

”Ternyata alat tenun yang pertama adalah apa yang dinamakan alat tenun gendong, di pulau jawa dinamakan demikian karena ada bagian alat tenun tersebut yaitu epor yang diletakan dibelakang pinggang seolah-olah digendong. Ciri yang menonjol dari alat tenun ini adalah bahwa tegangan dari benang lungsi diperoleh dengan mengambang keujung apit dengan tali epor kepada epor yang disandari oleh penenun”. (Nian S. Djomena 2000 : 11-15 ).

2). Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)

Merupakan alat untuk melakukan (penenunan) yang digerakkan

oleh manusia. ATBM dapat dipergunakan sambil duduk (biasa pada

industri tekstil kecil dan tradisional) maupun berdiri. Dalam industri tekstil

besar, ATBM tidak mungkin digunakan.

Dari kedua pengertian tersebut Penulis menyimpulkan bahwa

Pembelajaran ATBM adalah Pemberian Pembelajaran Pada Siswa dalam

mata pelajaran ketrampilan yang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin

(ATBM) yang merupakan alat untuk melakukan (penenunan yang

18

digerakkan oleh manusia, sehingga siswa timbul minat untuk mengikuti

pelajaran ketrampilan disekolah dan nantinya dapat dipakai sebagai bekal

ketrampilan apabila siswa sudah terjun di masyarakat khususnya

dilingkungan masyarakat Kota Pekalongan yang banyak home industri

khususnya ATBM.

3). Profile Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)

Gambar 1. Model ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)

B. Kerangka Berfikir

Metode demonstrasi dirasa sangat cocok dalam pembelajaran ketrampilan

dengan menggunakan ATBM sehingga peserta didik akan melihat dan

memperaktekkan sendiri apa yang telah di demonstrasikan oleh guru. Oleh karena

itu dengan anak langsung praktek menggunakan ATBM maka akan timbul minat

yang besar terhadap pelajaran khususnya ketrampilan. Adapun kerangka berfikir

penulis dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Kondisi awal

a. Siswa tidak mempunyai minat dalam mengikuti pelajaran keterampilan.

b. Siswa merasa bosan apabila ada pelajaran keterampilan.

2. Tindakan

a. Guru memberikan motivasi tentang pentingnya pelajaran keterampilan.

19

b. Guru memberikan contoh penggunaan alat tenun bukan mesin kepada

siswa.

c. Siswa menirukan dan mempraktekkan penggunaan alat tenun bukan mesin

satu persatu secara bergantian.

3. Kondisi akhir

a. Siswa akan timbul minat untuk belajar keterampilan dengan senang hati.

b. Siswa akan termotivasi dan senang apabila ada pelajaran ketrampilan.

Gambar 2. Kerangka Berpikir

Mengguna-kan ATBM

Sebelum menggunakan

ATBM (Alat Tenun Bukan

Mesin) minat belajar siswa

masih rendah

Setelah menggunakan

ATBM (Alat Tenun

Bukan Mesin) minat

belajar siswa

meningkat

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian tindakan kelas direncanakan mulai tanggal 20 April 2009 yang

diawali dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh

informasi dan gambaran terhadap permasalahan di kelas yang akan diteliti sebagai

data awal dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan

dan menetapkan tindakan proses penelitian berbentuk siklus. Siklus berlangsung

tiga kali, tiap siklus 1 kali tatap muka dan tiap tatap muka masing-masing (2 X

40) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan pokok, yaitu (1) perencanaan,

(2) tindakan, (3) observasi, (4) evaluasi dan, (5) refleksi (Depdiknas, 2006 : 19)

2. Proses Penelitian

Proses penelitian pada siklus I dilaksanakan mulai tanggal 15 Juli 2009

sedangkan untuk siklus / putaran II mulai tanggal 22 Juli 2009, sedangkan siklus

ke III akan dimulai tanggal 29 Juli 2009.

B. Subyek Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan di kelas IX SMPLB Kota

Pekalongan tahun Pelajaran 2009/2010. SMPLB Kota Pekalongan merupakan

tempat peneliti melaksanakan tugas mengajar di kelas IX jenis kelainan Tuna

Grahita Ringan, oleh karena itu peneliti sebagai aktor atau pelaku utama dalam

penelitian. Tindakan Kelas bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penelitian

tindakan kelas dilaksanakan di kelas IX SMPLB Tuna Grahita Ringan, karena

siswa kelas tersebut mempunyai permasalahan sesuai yang akan diteliti. Adapun

jumlah siswa yang akan diteliti sebanyak 10 (sepuluh) orang.

C. Data dan Sumber Data

a. Skor minat belajar peserta didik, yang dilaksanakan pada tiap siklus.

b. Masukan, saran dari observasi yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah

tindakan penelitian.

19

21

D. Tehnik Pengumpulan Data

Di dalam pengumpulan data penulis menggunakan tiga macam metode

yaitu : Metode angket, metode interview dan metode dokumentasi.

1. Angket

a) Pengertian Angket

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 128)” Angket atau kuisioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal

yang ia ketahui".

b) Jenis-jenis Angket

Menurut pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 129) "Ada empat jenis

angket, yaitu : angket langsung yang tertutup, angket langsung yang terbuka,

angket tak langsung yang tertutup, dan angket tak langsung yang terbuka".

Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup dengan

bentuk check-list, sehingga responden tinggal membubuhkan tanda check pada

jawaban yang telah disediakan.

c) Bentuk-Bentuk Angket

Suharsimi Arikunto (2002: 129) menyatakan “Menurut bentuknya

angket dibagi menjadi empat, yaitu pilihan ganda, isian, check list, dan rating

scale". Dalam penelitian ini bentuk angket yang penulis gunakan adalah check

list.

d) Teknik Angket

Teknik angket ini digunakan untuk mendapatkan data tentang sikap

siswa. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 129) bahwa, “angket adalah

sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”.

Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah terbuka dengan

bentuk isian, sehingga responden tinggal mengisi pada jawaban tempat yang

telah disediakan.

22

2. Interview

a. Pengertian

Metode ini merupakan metode pelengkap yang dipergunakan untuk

mengecek dan menyempurnakan data-data dari hasil observasi.

Menurut Hadari Nawawi (1995: 133) adapun yang dimaksud

dengan interview adalah “Suatu metode yang mendasarkan diri kepada

laporan verbal dimana terdapat hubungan secara langsung antara

pewawancara dan interview”.

b. Macam-macam Metode Interview

Terdiri atas : interview bebas, interview berstruktur, interview terarah.

1) Interview bebas yaitu : interview dimana arah pembicaraan antara subyek

dan penyelidik dilaksanakan secara bebas.

2) Interview Berstruktur yaitu : Suatu pembicaraan yang masalah-masalahnya

direncanakan oleh penyelidik yang biasanya berupa pertanyaan-

pertanyaan.

3) Interview Terarah yaitu: Interview yang mula-mula dilaksanakan secara

bebas antara interview dan intervee dan kemudian diarahkan pada

pembicaraan sesuatu dengan maksud pendidikan.

c. Langkah-langkah Interview

1) Menentukan sampel yang akan di selidiki

2) Menyusun pedoman interview

3) Mencoba interview

4) Menjalin hubungan dengan orang yang di interview

d. Kebaikan dan kelemahan Metode Interview

1) Kebaikannya

a) Interview dapat lebih mengenai sasaran karena adanya hubungan

langsung.

b) Data yang diperoleh lebih mendetail

c) Antara interview dan interviewee dapat langsung mengungkapkan

masalah-masalah yang dihadapi.

23

2) Kelemahannya

a) Pelaksanaannya harus ahli dalam bidang yang diselidiki.

b) Kelihatan kaku dan formal, karena pembicaranya telah ditentukan

c) Adanya subyek yang menutup diri

d) Memakan waktu yang lama

e) Biaya yang digunakan besar.

e. Cara mengatasi Kelemahan Metode Interview

1) Merencanakan dengan baik pedoman interview

2) Interviewer tidak boleh bertindak sebagai penasehat

3) Interviewer tidak boleh menguasai pembicaraan

4) Pencatatan hasil interview tidak boleh kelihatan menyolok.

f. Data yang dikumpulkan dengan interview adalah :

1) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM.

2) Data ketidakminatan belajar ketrampilan sebelum menggunakan ATBM.

3) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sebelum menggunakan

ATBM.

4) Data minat belajar ketrampilan setiap siswa sesudah menggunakan

ATBM.

3. Dokumentasi

a. Pengertian Metode Dokumentasi

Pengertian metode dokumentasi menurut Drs. Mardi Ahmad dan Drs.

Haryanto (1984: 31) ialah “Suatu metode untuk menyelidiki gejala kejadian

peristiwa yang telah lalu, masa sekarang dan untuk mengetahui rancangan dan

kejadian yang akan datang”.

Menurut WJS. Poerwadarminto (2007: 151) ialah “Pemberian atau

pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan, film yang

mempertunjukkan peristiwa-peristiwa pekerjaan, kegiatan-kegiatan di dalam

masyarakat”.

Jadi penulis dapat mengambil kesimpulan dari dua pendapat di atas

bahwa metode dokumentasi ialah cara pengumpulan data yang bersumber

24

pada catatan atau laporan tertulis dan peristiwa serta kegiatan yang ada pada

masyarakat dan yang telah terjadi.

b. Macam-macam Metode Dokumentasi

1) Dokumentasi Primer

2) Domentasi Sekunder

Di sini penulis menggunakan metode dokumentasi primer karena data

langsung diberikan dari tangan pertama, jadi masih asli terjaga kebenarannya.

Sedangkan yang dimaksud dengan :

1) Dokumentasi Primer

ialah memberikan data langsung dari tangan pertama dan merupakan

sumber asli

2) Dokumentasi Sekunder

ialah memberikan data dari sumber lain atau kutipan.

c. Langkah-langkah Metode Dokumentasi

1) Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk mencatat data.

2) Melihat dokumen-dokumen yang akan dicatat.

3) Mencatat data yang sesuai dengan tujuan penyelidik.

d. Kebaikan dan Kelemahan Metode Dokumentasi

1) Kebaikannya :

Dapat mengetahui secara global semua data yang ada.

Dapat dijadikan sejarah dan kesan-kesan.

2) Kelemahannya

- Sukar untuk dibedakan dokumen yang asli dan yang tidak asli.

- Sukar untuk dipercaya.

- Sering kurang lengkap dokumen yang ada

e. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Dokumentasi

1) Yang dijadikan sumber dokumentasi harus betul-betul asli

2) Yang dijadikan dokumentasi harus lengkap dan sistematis susunannya.

f. Data yang dikumpulkan dengan Dokumentasi adalah :

1). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum

menggunakan ATBM.

25

2). Foto kegiatan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sesudah

menggunakan ATBM.

E. Validasi Data

Teknik yang digukanan untuk memeriksa validitas data antara lain adalah

triangulasi dan review informasi kunci. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

validitas data dengan memanfaatkan sarana di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau perbandingan data itu “(Lexy J. Moleong, 1995: 178). “Teknik

Triangulasi yang digunakan antara lain berupa triangulasi sumber data dan

triangulasi metode pengumpulan data. Untuk mengetahui skala minat di samping

literatur juga mempertimbangkan pengamatan dan saran observasi”.

F. Teknik Analisa Data

1. Analisis skore minat belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk

mendiskripsikan implementasi Pembelajaran Ketrampilan melalui

Pembelajaran ATBM dan untuk menghitung minat belajar sampai nilai

pencapaian sebesar 8,0.

2. Analisa skore nilai belajar merupakan diskriptif kualitatif digunakan untuk

mendiskripsikan implementasi Pembelajaran Ketrampilan melalui

pembelajaran ATBM dan untuk menghitung nilai hasil ketrampilan sampai

80% baik.

G. Indikator Kinerja

Nilai minat belajar adalah nilai dari total nilai masing-masing indikator

siswa dengan nilai masing-masing skor 1. Nilai minat belajar ketrampilan

diperoleh dengan cara menghitung total skor pencapaian siswa.

H. Prosedur Penelitian

Siklus berlangsung tiga kali, tiap siklus 1 kali tatap muka dan tiap tatap

muka masing-masing (2 X 45) menit. Setiap siklus terdiri dari lima kegiatan

26

pokok, yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Observasi, (4) Evaluasi, (5)

Refleksi (Depdiknas : 19).

1. Dalam perencanaan (1) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) (2)

membuat daftar peserta didik (3) mengabsen peserta didik yang datang (4)

membuat instrumen penilaian minta belajar peserta dan (5) membuat daftar

skor minat belajar peserta didik.

2. Dalam tindakan (1) Guru melaksanakan tindakan/kegiatan proses belajar

dengan pokok bahasan (2) Guru memberikan penjelasan cara menggunakan

ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) (3) Guru memberikan contoh menjalankan

ATBM (4) Guru membimbing menjalankan ATBM dan mengamati minat

tiap-tiap siswa.

3. Dalam observasi (1) mengamati, minat belajar selama pelaksanaan tindakan

dan membuat catatan-catatan penting (2) observer mengamati, membaca, serta

membuat catatan dari kegiatan yang dilakukan peneliti dimulai dari

perencanaan dan pelaksanaan tindakan (3) observer juga mengamati dan

membuat catatan-catatan tentang minat dalam belajar ketrampilan.

4. Dalam evaluasi (1) Penilaian minat belajar, menghitung skor yang diperoleh

melalui lembar pengamatan minat belajar, (2) mendiskripsikan hasil penilaian

minat belajar ketrampilan.

5. Dalam refleksi, berdasarkan (1) skor minat belajar ketrampilan dan (2)

masukan serta saran dari observer, digunakan untuk menyusun rencana

maupun tindakan pada siklus berikutnya.

Penerapan minat belajar ketrampilan melalui Pembelajaran ATBM (Alat

Tenun Bukan Mesin), secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

27

Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi

Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi

Perencanaan → Tindakan → Observasi → Evaluasi → Refleksi

Gambar 3. Prosedur Penelitian

Pelajaran Ketrampilan

Minat Sebelum Masalah Minat Sesudah

Siklus Pertama

Siklus Ketiga

Siklus Kedua

Peningkatan Minat Belajar Ketrampilan

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Deskripsi Kondisi Awal

Jumlah peserta didik kelas IX SMPLB Tuna Grahita sebanyak 10 laki-laki,

4 siswa dan perempuan 6 siswa pada awal semester 1 Tahun Pelajaran 2009/ 2010

minat terhadap pelajaran ketrampilan pada umumnya kurang kondisi semacam ini

sangat baik bagi seorang guru yang berupaya menumbuhkan minat belajar

ketrampilan, oleh sebab itu pembelajaran ketrampilan melalui Alat Tenun Bukan

Mesin (ATBM) sangat tepat.

2. Deskripsi Siklus Pertama

Siklus pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Juli 2009. Berisi tentang

cara menyambung benang dan persiapan alat bahan ATBM.

a. Perencanaan

Rencana tindakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan minat

belajar ketrampilan pada siswa kelas IX SMPLB Tuna Grahita Kota

Pekalongan antara lain sebagai berikut :

1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

2. Merencanakan/membuat angket bagi siswa sebelum menggunakan

ATBM.

3. Mempersiapkan lembar penilaian siswa.

4. Mempersiapkan lembar daftar minat belajar ketrampilan sebelum

menggunakan ATBM.

5. Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan sebelum

menggunakan ATBM.

6. Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel

pengamatan minat siswa untuk mencatat kegiatan selama proses

pembelajaran.

27

29

b. Tindakan

Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap

pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut :

1. Tahapan dalam mempersiapkan tindakan.

Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen,

sumber belajar. Dan media belajar yang digunakan untuk mendukung

efektifitas pelaksanaan tindakan.

2. Pelaksanaan tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai

secara yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar tindakan yang

dilaksanakan sesuai dengan tersusun dalam RPP antara lain :

a). Tindakan awal

Apersepsi :

(1). Peneliti/ guru membuka materi pembelajaran dengan :

(a). Memperkenalkan bahan barang, alat-alat yang ada di ATBM.

(b). Memberi contoh cara memasukkan benang pakan pada peluru.

(2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar

mempunyai minat belajar ketrampilan.

b). Tindakan inti

Guru memberi contoh cara menyambung benang yang benar. Peserta

didik menirukan bersama-sama.

(1). Peserta didik mempraktekkan cara menyambung benang yang

benar dihadapan guru.

(2). Guru memberikan contoh cara memasukkan benang pakan pada

peluru satu dan peluru dua.

(3). Peserta didik memperhatikan dan menirukan satu persatu secara

bergantian.

c). Tindakan akhir

Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan

kelemahan dari materi pembelajaran.

30

c. Pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator

melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh

kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya :

1). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan

berdasarkan RPP yang telah dibuat guru.

2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan sebelum

menggunakan ATBM.

3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan

4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran.

d. Refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan

lembar pengamatan dan lembar dalam mengikuti pelajaran ketrampilan.

Unsur-unsur yang dianalisa, yaitu minat siswa dalam mengikuti keterangan

guru dalam memperkenalkan bahan dan alat ATBM.

Cara menyambung benang serta cara memasukkan benang pakan pada

peluru.

3. Deskripsi Siklus Kedua

Siklus II merupakan pembelajaran lanjutan dari materi dan mengulang

pembelajaran pada siklus pertama yaitu menyambung benang, pengenalan bahan

dan alat ATBM serta memasukkan benang pakan pada peluru satu dan dua.

Sehingga dalam siklus II, peneliti memberikan tambahan materi yang diperlukan

siswa agar mampu dan mempunyai minat belajar ketrampilan. Yang berisi cara

menjalankan Alat Tenun Bukan Mesin. Siklus ke II dilaksanakan pada hari Rabu

tanggal 22 Juli 2009.

a. Perencanaan

1). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada siklus pertama pada

pertemuan kedua.

2). Merencanakan / membuat daftar hadir siswa setelah menggunakan ATBM.

31

3). Mempersiapkan lembar penilaian siswa.

4). Mempersiapkan lembar data minat belajar ketrampilan setelah

menggunakan ATBM.

5). Mempersiapkan tabel pengamatan minat belajar ketrampilan setelah

menggunakan ATBM.

6). Peneliti juga mempersiapkan sarana dokumentasi serta mengisi tabel

pengamatan minat belajar siswa untuk mencatat kegiatan selama proses

pembelajaran.

b. Tindakan

Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap

pelaksanaan tindakan terperinci sebagai berikut :

1). Tahap dalam mempersiapkan tindakan

Peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan RPP, instrumen,

sumber belajar dan media belajar yang digunakan untuk mendukung

efektivitas pelaksanaan tindakan.

2). Pelaksanaan tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan

sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan kedua. Secara garis

besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP

antara lain :

a). Tindakan awal

(1). Apresiasi

Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan :

Mengulang materi pelajaran pada pertemuan pertama yaitu cara

menyambung benang, nama-nama alat yang ada di ATBM, cara

memasukkan benang pakan pada peluru.

(2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai

minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan.

b). Tindakan inti

Guru memberi contoh cara menjalankan ATBM dengan benar, peserta

didik memperhatikan.

32

(1). Guru membimbing satu persatu pada peserta didik untuk

menjalankan serta memberikan contoh cara-cara menjalankan

ATBM yang benar.

(2). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk menenun serbet

makan dengan benar.

(3). Guru membetulkan peserta didik yang menjalankan ATBM yang

masih salah.

(4). Guru menyuruh peserta didik satu persatu untuk mempraktekkan

menenun serbet makan dengan selalu diawasi dan dibimbing.

(5). Peserta didik secara bergantian menenun dengan ATBM membuat

serbet makan sampai lancar.

c). Tindakan akhir

Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan

kelemahan dari materi pembelajaran yang diberikan.

c. Pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator

melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh

kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya :

1). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan

berdasarkan RPP pada pertemuan kedua.

2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah

menggunakan ATBM.

3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan

4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran.

d. Refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang diperoleh berdasarkan

lembar pengamatan dan lembar penilaian setelah menggunakan ATBM serta

mengamati peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dalam

menjalankan ATBM. Juga peneliti mengamati minat peserta didik dalam

33

mengikuti pembelajaran ketrampilan setelah menggunakan Alat Tenun Bukan

Mesin (ATBM).

4. Deskripsi Siklus Ketiga

Siklus III dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2009. pada siklus ini

merupakan pembelajaran lanjutan dari pertemuan satu dan pertemuan dua. Serta

pengulangan materi pembelajaran pada siklus kedua yaitu cara menjalankan Alat

Tenun Bukan Mesin. Pada siklus ketiga ini peserta didik diajak untuk meneliti

hasil tenunan dan apabila ada benang yang putus maka anak disuruh untuk

menyambung setelah itu anak diajari mengeluarkan hasil tenunan pada Bom

sekaligus cara memotong serbet makan yang sudah jadi. Langkah terakhir pada

pertemuan ini anak diajari menjahit tepi serbet makan yang sudah dipotong (mlipit

: jw).

Peneliti selalu menganalisa dan mencatat minat siswa, proses

pembelajaran yang ada pada instrumen.

a. Perencanaan

1). Melanjutkan kembali RPP yang sudah ada pada pertemuan ketiga.

2). Mempersiapkan lembar penilaian siswa.

3). Mempersiapkan lembar data minat belajar ketrampilan setelah

menggunakan ATBM.

4). Mempersiapkan sarana dokumentasi dan mengisi tabel pengamatan minat

belajar siswa untuk mencatat selama proses pembelajaran.

b. Tindakan

Tahap atau langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan

tindakan terperinci sebagai berikut :

1. Tahap dalam mempersiapkan tindakan, Peneliti yang sekaligus sebagai guru

menyiapkan RPP, instrumen, sumber belajar dan media belajar yang

digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan.

2. Pelaksanaan tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan

sesuai rencana yang tersusun dalam RPP pertemuan ketiga. Secara garis

34

besar, tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang tersusun dalam RPP

antara lain :

a. Tindakan awal

1). Apresiasi

Peneliti / guru membuka materi pembelajaran dengan :

· Mengulang materi pelajaran pada pertemuan kedua yaitu cara

menjalankan ATBM dengan benar dan lancar.

2). Motivasi : Peneliti memberikan motivasi agar siswa mempunyai

minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan dengan menggunakan

ATBM.

b. Tindakan inti

Guru mengulangi dengan memberi contoh cara menjalankan ATBM

dengan benar, peserta didik memperhatikan.

1) Guru membimbing peserta didik satu persatu untuk menenun serbet

makan.

2). Guru memberi contoh cara mengeluarkan hasil tenunan serbet makan

yang telah hadi pada Bom.

3). Guru membimbing peserta didik memotong serbet makan yang

sudah jadi satu persatu.

4). Guru menjelaskan setelah dipotong satu persatu untuk dijahit

(diplipit : jw) dan diberi gantungan.

c. Tindakan akhir

Peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui keberhasilan dan

kelemahan dari materi pelajaran yang diberikan.

c. Pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti kolaborator

melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan

pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh

kolaborator dalam lembar observasi, diantaranya :

1). Pengamat mengamati jalannya pembelajaran yang dilaksanakan

berdasarkan RPP pada pertemuan ketiga.

35

2). Minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan setelah

menggunakan ATBM.

3). Kesesuaian antara rencana dengan implementasi tindakan

4). Mengamati dan menilai kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran.

d. Refleksi

Pada tahap ini, peneliti menganalisa data berdasarkan lembar

pengamatan dan lembar penilaian setelah menggunakan ATBM serta

mengamati peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran pertemuan

ketiga cara memotong serbet makan dan menjahit serbet makan. Peneliti juga

mengamati secara langsung minat belajar peserta didik dalam mengikuti

pelajaran ketrampilan setelah menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin

(ATBM).

B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil dari pengamatan yang peneliti peroleh selama dalam

pelaksanaan siklus I, ke II dan ke III ada peningkatan minat belajar ketrampilan

setelah menggunakan pembelajaran Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)

dibandingkan sebelum menggunakan ATBM pada siswa kelas IX SMPLB kota

Pekalongan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan perolehan prosentase

peningkatan minat belajar ketrampilan selama penelitian berlangsung.

1. Hasil Penelitian Siklus I

Tabel 1. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan Siklus I

Jawaban Siswa Indikator Skor A B C D E F G H I J

- Ketertarikan untuk membaca buku

Soal : 1. Apakah kamu suka

membaca buku? 2. Apakah kamu suka

membaca buku keterampilan?

3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan?

1 1 1

0 0 0

1 1 0

0 0 0

0 0 0

1 1 0

0 0 1

1 1 0

0 1 0

0 0 1

1 0 0

36

4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM?

1

1

0

1

1

1

0

0

0

0

0

- Perhatian dalam belajar

Soal : 1. Apakah kamu

memperhatikan guru dalam mengajar ?

2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran?

3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru?

1 1 1

1 0 0

0 0 0

1 0 0

0 0 0

1 1 0

0 1 0

1 0 0

1 0 1

0 1 0

0 0 0

5 3 1

- Motivasi belajar Soal : 1. Apakah kamu

mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar?

2. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru?

3. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami penjelasan guru?

1 1 1

0 0 0

1 0 0

0 0 0

0 0 0

0 1 1

0 0 0

0 0 0

1 0 1

0 0 0

0 1 1

- Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat

melakukan apa yang dicontohkan oleh guru?

2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan?

3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru?

4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang

1 1 1

0 0 0

0 1 0

1 1 0

0 1 1

0 0 1

0 1 0

1 1 1

0 1 0

0 0 0

1 0 0

37

diajarkan oleh guru di rumah?

5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin?

1 1

0 0

0 1

0 0

0 0

0 1

0 1

0 0

1 0

1 0

0 0

Nilai 2 5 4 3 9 4 6 7 3 4 45

SiswaJumlah Siswa NilaiJumlah

BelajarMinatSkor =

5,41045

BelajarMinatSkor ==

2. Hasil Penelitian Siklus II

Tabel 2. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan Siklus II

Jawaban Siswa Indikator Skor A B C D E F G H I J

- Ketertarikan untuk membaca buku

Soal : 1. Apakah kamu suka

membaca buku? 2. Apakah kamu suka

membaca buku keterampilan?

3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan?

4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM?

1 1 1 1

1 0 0 1

1 1 0 0

0 1 0 1

0 0 1 1

1 1 0 1

0 1 1 0

1 1 0 0

0 1 1 0

1 0 1 0

1 1 0 0

- Perhatian dalam belajar

Soal : 1. Apakah kamu

memperhatikan guru dalam mengajar ?

2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran?

1 1

1 1

0 1

1 1

1 1

1 1

0 1

1 1

1 1

1 0

0 1

38

3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru?

1

0

0

0

0

0

1

0

1

0

1

- Motivasi belajar Soal : 4. Apakah kamu

mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar?

5. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru?

6. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami penjelasan guru?

1 1 1

0 1 1

1 0 0

1 0 0

0 1 0

1 1 1

1 0 1

0 1 0

1 1 1

0 1 1

0 1 1

- Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat

melakukan apa yang dicontohkan oleh guru?

2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan?

3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru?

4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang diajarkan oleh guru di rumah?

5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin?

1 1 1 1 1

1 0 0 0 0

0 1 1 1 1

1 1 0 1 1

1 1 1 0 0

0 0 1 1 1

1 1 1 1 1

1 1 1 0 1

0 1 0 1 0

1 1 1 1 1

1 0 0 0 0

Nilai Siswa 6 8 9 8 10 10 9 9 9 6 84

SiswaJumlah Siswa NilaiJumlah

BelajarMinatSkor =

4,81084

BelajarMinatSkor ==

39

3. Hasil Penelitian Siklus III

Tabel 3. Data Minat Belajar Keterampilan Siklus III

Jawaban Siswa Indikator Skor A B C D E F G H I J

- Ketertarikan untuk membaca buku

Soal : 1. Apakah kamu suka

membaca buku? 2. Apakah kamu suka

membaca buku keterampilan?

3. Apakah kamu mempunyai buku bacaan?

4. Apakah kamu pernah membaca buku tentang ATBM?

1 1 1 1

1 0 0 1

1 1 1 0

1 1 0 1

0 1 1 1

1 1 0 1

0 1 1 0

1 1 0 1

1 1 1 0

1 0 1 1

1 1 1 0

- Perhatian dalam belajar

Soal : 1. Apakah kamu

memperhatikan guru dalam mengajar ?

2. Apakah kamu berbicara dengan teman dalam mengikuti pelajaran?

3. Apakah kamu memahami apa yang disampaikan guru?

1 1 1

1 1 0

1 1 1

1 1 0

1 1 1

1 1 0

0 1 1

1 1 1

1 1 1

1 0 0

0 1 1

- Motivasi belajar Soal : 1. Apakah kamu

mempunyai dorongan yang kuat dalam belajar?

2. Apakah kamu melakukan apa yang diperintahkan oleh guru?

3. Apakah kamu bertanya apabila belum memahami

1 1

0 1

1 0

1 1

0 1

1 1

1 0

0 1

1 1

1 1

0 1

40

penjelasan guru? 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 - Pengetahuan Soal : 1. Apakah kamu dapat

melakukan apa yang dicontohkan oleh guru?

2. apakah kamu senang mengikuti pelajaran ketrampilan?

3. Apakah kamu dapat mengerti apa yang diajarkan oleh guru?

4. Apakah kamu dapat menerapkan pelajaran yang diajarkan oleh guru di rumah?

5. Apakah di lingkungan rumah kamu ada alat tenun bukan mesin?

1 1 1 1 1

1 0 0 0 0

0 1 1 1 1

1 1 0 1 1

1 1 1 0 1

1 1 1 1 1

1 1 1 1 1

1 1 1 0 1

0 1 0 1 0

1 1 1 1 1

1 0 0 1 0

Nilai Siswa 6 11 11 11 12 10 11 10 11 8

SiswaJumlah Siswa NilaiJumlah

BelajarMinatSkor =

1,91091

BelajarMinatSkor ==

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan

kolaborator serta hasil dari lembar kerja siswa serta minat yang ditunjukkan oleh

siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan pada kelas IX SMPLB kota

Pekalongan semester I tahun pelajaran 2009 /2010 dengan kompetensi dasar

membuat kerajinan anyaman dan tenun yang terbagi dalam tiga siklus yang

menitikberatkan penggunaan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) maka maka

menunjukkan peningkatan minat dalam mengikuti pelajaran ketrampilan yang

sangat signifikan.

41

Pada pelaksanaan siklus I, materi pembelajaran berkisar pada pengenalan

alat / bahan ATBM dengan indikator sebagai berikut :

1. Siswa mampu mengenal alat yang ada pada ATBM

2. Siswa mampu mengenal bahan benang pada Bom

3. Siswa mampu mengenal benang pakan pada peluru

4. Siswa mampu menyambung benang dengan benar

5. Siswa mampu memasukkan benang pakan pada peluru satu dan dua

Materi pada pembelajaran siklus I penekanannya pada minat belajar siswa

pada pelajaran ketrampilan sebelum menggunakan ATBM. Secara keseluruhan

kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran ketrampilan masih rendah terutama

minat para siswa di dalam mengikuti contoh-contoh yang diberikan guru misalnya

menyambung benang. Namun setelah guru memberikan penjelasan mengenai alat-

alat yang ada pada ATBM para siswa mulai tertarik, setelah diadakan pretest,

maka diperoleh nilai minat belajar ketrampilan pada siklus I dengan nilai rata-rata

4,5.

Pada pelaksanaan siklus II, setelah anak-anak diperkenalkan diperkenalkan

dengan Alat Tenun Bukan Mesin maka siswa sudah mulai tertarik sehingga

pelaksanaan pembelajaran mulai hidup terlebih pada siklus ini anak-anak sudah

mulai diberi contoh cara menjalankan ATBM oleh guru yang bersifat monoton.

Materi pada siklus II berkisar pada menjalankan ATBM (menenun) membuat

serbet makan dengan indikator sebagai berikut :

1. Siswa mampu menjalankan ATBM dibantu guru

2. Siswa mampu menyambung benang yang putus

3. Siswa mampu menenun membuat serbet makan

4. Siswa mampu menenun tanpa bantuan guru

Dari beberapa indikator di atas yang mampu dilaksanakan oleh siswa serta

menambah minat belajar ketrampilan adalah menjalankan ATBM. Hal ini karena

gerakannya monoton. Sedangkan pada siklus I minat belajar siswa mata pelajaran

ketrampilan mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata minat belajar siswa

keterampilan sebesar 8,4.

42

Pada pelaksanaan siklus III setelah anak dibimbing dan diajari untuk

menjalankan ATBM ternyata minat anak bertambah dalam mengikuti pelajaran

ketrampilan, sehingga dalam proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan dan

dapat menarik perhatian pada siswa yang lain. Materi pada siklus III berkisar pada

lanjutan menjalankan ATBM (menenun) dengan indikator sebagai berikut :

1. Siswa mampu menenun dengan baik

2. Siswa mampu mengeluarkan gulungan hasil tenunan dari Bom

3. Siswa mampu memotong hasil tenunan dari Bom satu persatu menjadi serbet

makan

4. Siswa mampu menjahit (melipit ; jw) serbet makan.

Setelah dilaksanakan kegiatan siklus III diperoleh data nilai minat belajar

sebesar 9,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa minat belajar ketrampilan setelah

menggunakan ATBM meningkat secara signifikan.

Tabel 4. Data Nilai Minat Belajar Ketrampilan dari Kondisi Awal, Siklus I, II, III

Subyek Postest I Postest II Postest III

AG

AH

MA

NF

RW

RH

RM

SJ

SR

TI

2

5

4

3

9

4

6

7

3

4

6

8

9

8

10

10

9

9

9

6

6

11

11

11

12

10

11

10

11

8

Jumlah 45 84 91

Jumlah nilai rata-rata minat belajar ketrampilan pada siklus I sebesar 4,5,

sedangkan pada siklus II sebesar 8,4 dan pada siklus II sebesar 9,1. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa minat belajar ketrampilan setelah menggunakan ATBM

meningkat secara signifikan terbukti melebihi nilai pencapaian siswa dalam

penelitian sebesar 8,0.

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan

kolaborator serta proses pembelajaran pada siswa kelas IX SMPLB kota

Pekalongan pada semester Ganjil tahun pelajaran 2009 / 2010 dengan

kompetensi dasar membuat kerajinan anyaman dan tenun yang terbagi

menjadi tiga siklus yang menitikberatkan dalam menjalankan Alat Tenun

Bukan Mesin (ATBM) atau menenun membuat serbet makan yang merupakan

bagian dari pembelajaran ketrampilan dapat disimpulkan bahwa dengan

melalui pembelajaran ATBM bagi anak Tuna Grahita dapat meningkatkan

minat belajar ketrampilan pada siswa kelas IX SMPLB kota Pekalongan

semester Ganjil tahun pelajaran 2009 / 2010.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dalam penelitian

ini dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Bagi guru ketrampilan

Guru perlu menggunakan berbagai variasi media dan alat peraga

yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat belajar ketrampilan. Salah

satu media yang dapat digunakan adalah ATBM yang digunakan dalam

penelitian ini. Alat Tenun Bukan Mesin terbukti mampu meningkatkan

minat belajar anak Tuna Grahita untuk belajar ketrampilan.

2. Bagi sekolah luar biasa Tuna Grahita

Sekolah hendaknya mengusahakan adanya media pembelajaran

yang mampu meningkatkan minat siswa dalam belajar ketrampilan yaitu

Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang telah digunakan dalam penelitian

ini.

42

44

3. Bagi peneliti berikutnya

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut utamanya mengenai alternatif

media dalam pembelajaran ketrampilan bagi anak Tuna Grahita yang dapat

meningkatkan anak untuk belajar ketrampilan dengan menggunakan

tempat penelitian yang lebih luas variabel yang lebih kompleks.

45

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas 2006. Penelitian Tindakan Kelas.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa 2009, Informasi pelayanan bagi Anak tunagrahita.

Fudiyarto. 2002, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Global Pustaka Utama

Mardi Ahmad Drs., dan Haryanto, Drs., 1984, Metodologi Research, SGPLB, Yogyakarta

Nian S. Djoemena. 2000. Lurik Garis-garis Bertuah. Jakarta: Djambatan.

Suryasubroto B. Drs. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah Jakarta : Rineka Cipta.

Uzer Usman. 1994. Menjadi Guru Profesional, Bandung PT. Remaja Rosda Karya.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rieneka Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.

WJS Poerwodarminto. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka

http : //www/google.co.id/Search?hl = id&q

44