peningkatan kualitas zat warna biru hasil...

203
Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-3 ) 978-602-60766-4-9 Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 1 PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL EKSTRAKSI DAUN TARUM SECARA ADSORPSI Yuliani HR 1) , Tri Hartono 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar ABSTRACT Tarum leaves are blue or indigo-producing plants which are used by the Kajang Tribe as a dye on the sarongs and headgear. Extraction of dyes from tarum leaves in 2015 and 2017 has been carried out but the results obtained still contain other dyes indicated by greenish and reddish colors. Increased levels of indigo extracted from tarum leaves using the adsorption method with two types of adorbents namely limestone and kitchen ash. The study of research variables in the form of variations in weight of the adsorbent were 0, 5, 10, 15, 20, 25 and 30 with an operating time of 1.5 hours at 30oC. The adsorption process was carried out by piping 200 ml of tarum leaf extract into erlemyer and then adding the adsorbent according to the research variable. The adsorption results then measured absorbance using uv-vis then the data was processed and calculated the adsorption capacity of limestone and kitchen ash using the equation Langmuer. The highest level will be applied to dyeing a white cloth or handkerchief. Adsorption increased the quality of indigo extraction and adsorption capacity using limestone 75.257 mg / g and 36.130 mg / g for kitchen ash. The highest percentage of absorption in 30 grams of adsorbent was 83% which was applied as a white cloth dye. Keywords: Tarum, indigo, extraction, adsorption, limestone, kitchen ash 1. PENDAHULUAN Tanaman Tarum merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan warna biru dan jumlah banyak serta tumbuh liar di wilayah Bulukumba. Masyarakat suku kajang memanfaatkan daun tarum sebagai pewarna sarung dan pengikat kepala. Pada tahun 2016 telah dilakukan kunjungan lapangan di desa kajangluar, tim menemukan bahwa pengrajin mengambil zat warna biru dengan cara daun tarum direndam menggunakan pelarut air selama 72 jam pada suhu kamar. Yuliani dkk (2015), mengekstraksi daun tarum dengan kondisi operasi 60 o C, perbandingan 1: 50 yaitu daun tarum terhadap pelarut selama 2.5 jam. Hasil yang didapatkan berupa warna biru namun masih bercampur dengan zat warna lainnya. Optimasi ekstraksi daun tarum menggunakan suhu 40 o C, kecepatan pengadukan 500 rpm, 2.5 jam serta dispray didapatkan zat warna jauh lebih biru dan kental serta bubuk dengan warna kebiruan, (Yuliani dan Hartono, 2017). Penelitian yang dilakukan pada tahum 2015 dan 2017 terdapat kekurangan yakni warna yang didapatkan masih bercampur dengan zat warna lain yakni hijau, coklat dan kemerahan sehingga perlu dilakukan proses pemurnian atau penghilangan warna lain dengan sistem penyerapan maupun pemisahan. Ada dua metode yang dapat dilakukan yaitu dengan (a) membran, (b) sentrifugal kemudian didiamkan dan (c) adsorpsi. Sistem pemisahan secara adsorpsi relatif sederhana murah dan efisien sebab hanya menggunakan adsorben atau bahan penjerap. Beberapa faktor yang berpengaruhi pada adsorpsi yaitu adsorbat atau bahan yang akan diserap, jenis adsorben, perbandingan adsorbat terhadap adsorben, pH, suhu, kecepatan pengadukan, dan waktu (Setyawati dkk, 2012). Penelitian adsorpsi zat warna telah dilakukan oleh Laksmana dkk, (2016) memperlajari pengaruh aktivasi zeolit dan perbandingan adsorbat terhadap adsoben menunjukkan bahwa dengan aktivasi dengan perbandingan 1:5 menunjukkan persen penjerpan 44.65%. Pada tahun 2011, Widjajanti dkk mempelajari tentang pH, dan waktu adsorpsi tehadap penjerapan zat warna azo metil merah dan metil jingga menunjukkan hasil optimum pada pH 2, dan 60 menit dengan pola isoterm Freundlich. Yuliani dkk (2011 – 2013) meneliti adsorben dan diaplikasi dalam menjerap zat warna methyl violet dan zat warna methyl orange serta penjernihan minyak curah menggunakan kalembang. Pada penelitian ini adsorpsi menggunakan batu kapur (CaO) dan abu dapur sebagai adsorben. Pemilihan ini didasarkan kemampuan keduanya menjerap kotoran dalam air dengan kandungan CaCO 3 dan jika dalam air berupa Ca(OH) 2 bersifat basah selain itu uji pendahuluan menunjukkan kemampuan menjerap zat pengotor sehingga terbentuk sehingga terbentuk dua lapisan yaitu larutan kental berupa zat warna biru dan larutan mencer dengan warna hijau maupun merah. Perbandingan dan waktu adsoprsi belum diketahui sehingga penelitian ini perlu dilakukan. Berdasarkan kelemahan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tahun 2015 dan 2017 bahwa zat warna biru hasil ekstrasi daun tarum dibutuhkan pemurnian secara adsorpsi guna meningkatkan kualitas 1 Korespondensi penulis: Yuliani HR, Telp 08114448864, [email protected]

Upload: trinhnhi

Post on 28-Mar-2019

448 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-3 ) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 1

PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL EKSTRAKSI DAUN TARUMSECARA ADSORPSI

Yuliani HR1), Tri Hartono1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Tarum leaves are blue or indigo-producing plants which are used by the Kajang Tribe as a dye on the sarongsand headgear. Extraction of dyes from tarum leaves in 2015 and 2017 has been carried out but the results obtained stillcontain other dyes indicated by greenish and reddish colors. Increased levels of indigo extracted from tarum leaves usingthe adsorption method with two types of adorbents namely limestone and kitchen ash. The study of research variables inthe form of variations in weight of the adsorbent were 0, 5, 10, 15, 20, 25 and 30 with an operating time of 1.5 hours at30oC. The adsorption process was carried out by piping 200 ml of tarum leaf extract into erlemyer and then adding theadsorbent according to the research variable. The adsorption results then measured absorbance using uv-vis then the datawas processed and calculated the adsorption capacity of limestone and kitchen ash using the equation Langmuer. Thehighest level will be applied to dyeing a white cloth or handkerchief. Adsorption increased the quality of indigoextraction and adsorption capacity using limestone 75.257 mg / g and 36.130 mg / g for kitchen ash. The highestpercentage of absorption in 30 grams of adsorbent was 83% which was applied as a white cloth dye.

Keywords: Tarum, indigo, extraction, adsorption, limestone, kitchen ash

1. PENDAHULUANTanaman Tarum merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan warna biru dan jumlah banyak

serta tumbuh liar di wilayah Bulukumba. Masyarakat suku kajang memanfaatkan daun tarum sebagai pewarnasarung dan pengikat kepala. Pada tahun 2016 telah dilakukan kunjungan lapangan di desa kajangluar, timmenemukan bahwa pengrajin mengambil zat warna biru dengan cara daun tarum direndam menggunakanpelarut air selama 72 jam pada suhu kamar. Yuliani dkk (2015), mengekstraksi daun tarum dengan kondisioperasi 60 oC, perbandingan 1: 50 yaitu daun tarum terhadap pelarut selama 2.5 jam. Hasil yang didapatkanberupa warna biru namun masih bercampur dengan zat warna lainnya. Optimasi ekstraksi daun tarummenggunakan suhu 40oC, kecepatan pengadukan 500 rpm, 2.5 jam serta dispray didapatkan zat warna jauhlebih biru dan kental serta bubuk dengan warna kebiruan, (Yuliani dan Hartono, 2017). Penelitian yangdilakukan pada tahum 2015 dan 2017 terdapat kekurangan yakni warna yang didapatkan masih bercampurdengan zat warna lain yakni hijau, coklat dan kemerahan sehingga perlu dilakukan proses pemurnian ataupenghilangan warna lain dengan sistem penyerapan maupun pemisahan. Ada dua metode yang dapatdilakukan yaitu dengan (a) membran, (b) sentrifugal kemudian didiamkan dan (c) adsorpsi. Sistem pemisahansecara adsorpsi relatif sederhana murah dan efisien sebab hanya menggunakan adsorben atau bahan penjerap.

Beberapa faktor yang berpengaruhi pada adsorpsi yaitu adsorbat atau bahan yang akan diserap, jenisadsorben, perbandingan adsorbat terhadap adsorben, pH, suhu, kecepatan pengadukan, dan waktu (Setyawatidkk, 2012). Penelitian adsorpsi zat warna telah dilakukan oleh Laksmana dkk, (2016) memperlajari pengaruhaktivasi zeolit dan perbandingan adsorbat terhadap adsoben menunjukkan bahwa dengan aktivasi denganperbandingan 1:5 menunjukkan persen penjerpan 44.65%. Pada tahun 2011, Widjajanti dkk mempelajaritentang pH, dan waktu adsorpsi tehadap penjerapan zat warna azo metil merah dan metil jingga menunjukkanhasil optimum pada pH 2, dan 60 menit dengan pola isoterm Freundlich. Yuliani dkk (2011 – 2013) menelitiadsorben dan diaplikasi dalam menjerap zat warna methyl violet dan zat warna methyl orange sertapenjernihan minyak curah menggunakan kalembang. Pada penelitian ini adsorpsi menggunakan batu kapur(CaO) dan abu dapur sebagai adsorben. Pemilihan ini didasarkan kemampuan keduanya menjerap kotorandalam air dengan kandungan CaCO3 dan jika dalam air berupa Ca(OH)2 bersifat basah selain itu ujipendahuluan menunjukkan kemampuan menjerap zat pengotor sehingga terbentuk sehingga terbentuk dualapisan yaitu larutan kental berupa zat warna biru dan larutan mencer dengan warna hijau maupun merah.Perbandingan dan waktu adsoprsi belum diketahui sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

Berdasarkan kelemahan hasil penelitian yang telah dilaksanakan tahun 2015 dan 2017 bahwa zatwarna biru hasil ekstrasi daun tarum dibutuhkan pemurnian secara adsorpsi guna meningkatkan kualitas

1 Korespondensi penulis: Yuliani HR, Telp 08114448864, [email protected]

Page 2: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-3 ) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 2

indigo. Kajian yang akan ditinjau pada penelitian ini yaitu waktu adsorpsi, perbandingan adosrbat terhadapadorben dan penentuan jenis adsorbat batu kapur atau abu dapur. Zat warna yang hasil adsorpsi akandibandingkan tanpa adsorpsi dengan mengukur menggunakan uv-vis kemudian ditentukan kapasitaspenjerapan batu kapur dan abu dapur menggunakan persamaan Langmuir. Produk terbaik kemudiandiaplikasikan mencelup kain sesuai ukuran sapu tangan.

2. METODE PENELITIANPemilihan pemurnian ekstraksi daun tarum didasarkan hasil ektraksi yang dilakukan berwarna

kehijauan dan kemerahan. Penelitian ini mengkaji teknik permurnian guna meningkatkan kadar indigo ekstrakdaun tarum. Isoterm adsorpsi berlangsung suhu 30 oC selama 1.5 jam menggunakan dua jenis adsorben yaitubatu kapur dan abu dapur dengan variasi berat Variabel penelitian 0, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 gram dalam 200ml larutan ekstrak daun tarum.

3. HASIL DAN PEMBAHASANa. Penjerapan Indigo

Warna biru didapatkan melalui ekstrasi daun tarum pada suhu 40 oC dan kepekatan indigo dengansistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. Peningkatan kemurnian indigo didapatkan denganmengukur absorbansi, dimana warna yang biru akan terserap ke adsoben dan zat pengotor akan berada dicairan yang terukur. Penelitian menunjukan bahwa hasil ekstraksi warna biru kecoklatan kemudian diadsorpsiekstrak berupa cairan coklat jernih dan adsorben kebiruan mengikasikan bahwa indigo terserap oleh batukapur dan abu dapur. Hasil Adsorpsi kemudian diukur menggunakan UV-Vis dan bantuan persamaan kurvastandar mengkonversi absorbansi ke kosentrasi indigo pada larutan, ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. JumlahIndigo terjerap oleh batu kapur maupun abu dapur dihitung melalui selisih atara kosentrasi Indigo mula mula(Co) dikurangi kosentrasi indigo setimbang (Ce). qe, ce/qe dan % indigo terjerap ke adsorben.

Tabel 1. Kosentrasi Indigo Adsorpsi Variasi Berat Abu Dapur

No Berat (gram) Absorbansi Ce (M) Co- Ce (M) qe (mg/g) Ce/qe % Indigo Terjerap

1 0 0.116 68.847 - - - -2 5 0.081 61.009 7.839 0.392 155.658 11.3863 10 0.178 53.987 14.861 0.372 145.316 21.5854 15 0.166 46.923 21.925 0.365 128.411 31.8455 20 0.188 36.057 32.790 0.410 87.970 47.6286 25 0.291 28.750 40.098 0.401 71.699 58.2427 30 0.137 11.812 57.036 0.475 24.852 82.843

Secara umum kemampuan batu kapur menjerap indigo lebih besar dibanding abu dapur, hal inimengindikasikan luas permukaannya lebih luas ditunjukkan kapasitas adsorpsi.

Tabel 2. Kosentrasi Indigo Adsorpsi Variasi Berat Batu Kapur

No Berat (gram) Absorbansi Ce (M) Co- Ce (M) qe (mg/g) Ce/qe % Indigo Terjerap

1 0 0.116 68.847 - - - -2 5 0.114 55.366 13.481 0.674 82.138 19.5813 10 0.213 45.437 23.411 0.585 77.635 34.0044 15 0.164 38.122 30.725 0.512 74.446 44.6285 20 0.300 30.570 38.277 0.478 63.892 55.5976 25 0.470 22.448 46.399 0.464 48.381 67.3947 30 0.412 11.386 57.461 0.479 23.779 83.461

Jumlah indigo yang terjerap ke batu kapur secara keseluruhan lebih tinggi dibandingkan abu dapur.Kedua adsorben memiliki kemampuan menjerap indigo dan ditunjukkan persen penjerapan. Berdasarkanbesar persen penjerapan baik batu kapur maupun abu dapur perbandingan adsorbat terhadap adsorben yaitu250 ml pada 30 gram adsorben dengan persen penjerannya ± 83 %. Rata rata kemampuan penjerapan batukapur lebih tinggi 8.523% terhadap abu dapur. Kemampuan batu kapur meningkat selain pada luar

Page 3: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.1-3 ) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 3

permukaan mengandung CaCO3 juga adanya kandungan Ca(OH)2 berfungsi sebagai floagulant yang akanmengikat indigo lebih cepat sedangkan abu dapur yang hanya memiliki CaCO3 juga mengikat zat warna birudari ekstrak daun tarum.

b. Kapasitas AdsorpsiPenjerapan warna biru hasil ekstraksi daun tarum menggunakan abu dapur maupun kapur didapatkan

larutan menjadi jernih, hal ini ditunjukkan warna biru terjerap dalam kedua adsorben. Perhitungan kapasitas(qm) adorpsi batu kapur maupun abu dapur didapatkan linierisasi persamaan isoterm lagmuer yaitu hubunganCe/qe terhadap Ce.

Gambar 2. Hubungan Ce/qe Terhadap Ce (M)Persamaan linierisasi dari kedua adsorben seperti ditunjukan Gambar 2. Nilai qm dihitung pada 1/slope,

serta rata-rata kemampuan penjerapan pada Tabel 3.Tabel 3. Kapasitas dan Perjen Penjerapan Indigo

No Adsorben Kapasitas (qm)mg/g x 0.01

%Penjerapan

1 Batu Kapur 75.257 50.7782 Abu Dapur 36.130 42.255

4. KESIMPULAN1) Zat warna biru dapat diperoleh melalui ekstraski daun tarum2) Adsorpsi bertujuan menjerap indigo sehingga impuritas hilang ditunjukan dengan birunya batu kapur dan

abu dapur dan ekstrak menjadi coklat dengan perbandingan 250 ml terhadap 30 gr adsorben mencapai ±83 %.

3) Kapasitas batu kapur 75.257 mg/g dan 36.130 mg/g buat abu dapur.

5. DAFTAR PUSTAKADo, D.D., 1998, Adsorption Analysis: Equilibria and Kinetics, Series on Chemical Engineering, Vol 2,

Imperial College, 13 – 16.Gozan, Misri. 2006. “Absorpsi, Leaching, dan Ekstraksi pada Industri Kimia”, Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia.Handayani,.P.A. 2013. “Pewarna Alami Batik dari Tanaman Nila (indigofera) dengan Katalis Asam”. Jurusan

Teknik Kimia Universitas Negeri Semarang, Semarang.Jos Bakti, Dian dan Epri, 2011, Ekstraksi Zat Warna dari Kulit Manggis serta Uji Stabilitasnya, Prosiding

Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro,Semarang.

Knaebel, K.S., 2008, Adsorbent Selection, Adsorption Research, Inc, Dublin, Ohio.Setyawati, Rahman dan Astuti A, 2012, “Peningkatan Kadar Bioetanol dari Kulit Nanas Menggunakan Zeolit

Alam dan Batu Kapur”, Teknik Kimia, Vol 6 N0.2 April 2012. P.40 – 48.Yuliani HR. 2012. “Asdorpsi Methyl Violet Menggunakan Kalembang Teraktivasi”. Prosiding Seminar

Keteknitan Universitas Mulawarman 2012. SamarindaYuliani HR. 2015. “Pengambilan Zat Warna Biru Dalam Daun Tarum”. Prosiding Seminar Teknik Industri

(ATIM). Akademi Teknik Industri. MakassarYuliani HR. 2017. “Optimasi Ekstraksi Zat Warna Biru Daun Tarum ”. Prosiding Hasil Penelitian dan

Pengabdian Politeknik Negeri Ujung Pandang Makassar

y = 2.7678x - 7.7203R² = 0.9921

y = 1.1852x + 10.195R² = 0.8164

020406080

100120140160

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75

Ce/q

e

Ce (M)

Abu Dapur

Page 4: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 4

PEMANFAATAN LIMBAH ALGINAT MENJADI GULA REDUKSI MELALUI HIDROLISISMENGGUNAKAN ENZIM SELULASE

Octovianus SR Pasanda1), Abdul Azis1), Zulmanwardi1), Sakius Ruso1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

The use of brown seaweed for the industry is mainly based on the chemical content contained in seaweed such asalginate, jelly, and carrageenan. The main component of seaweed is carbohydrates. Hydrolysis is a process carried out tomake polysaccharide molecules into simple sugars such as glucose and galactose. This study aims to look at the effect ofenzyme concentration and incubation time on the hydrolysis of alginate waste substrates using cellulase enzymes. Theprocess of hydrolysis of alginate waste flour produces sugar content, which was previously carried out by ultrasonicpretreatment. The hydrolysis process uses cellulase enzymes with various enzyme concentrations (8, 10, 12, 14 and 16 U/mg)in a 7% substrate and variations in incubation time (84, 96 and 108 hours). Analysis of reducing sugar content using a UV-Visible Spectrophotometer with a wavelength of 575 nm. The highest reducing sugar content was obtained at 96 hours withan additional concentration of 12 U/mg enzyme (6.55%).

Keywords: Alginate waste; Hydrolysis; Reduction sugar; Cellulase enzyme; Spectrophotometer

1. PENDAHULUANProduksi biomassa lignoselulosa dari tanaman di dunia mencapai jumlah sekitar 200 x 109 ton per tahun.

Sebanyak 8-20 x 109 ton dari biomassa tersebut berpotensi untuk diolah lebih lanjut (Lin dan Tanaka, 2006 dalamAmelia, A, 2012). Indonesia merupakan negara penghasil biomassa yang cukup melimpah, baik yang berasal daribahan kayu, jerami, rumput-rumputan, limbah pertanian, hutan, limbah industri (kayu, kertas) dan bahan berseratlainnya, sehingga sangat memungkinkan untuk pemanfaatan biomassa lignoselulosa yang sampai saat ini belumdikembangkan secara optimal (Octavia et al, 2011). Proses biokonversi polisakarida menjadi komponen guladinamakan sakarifikasi (Karmakar dan Ray, 2011). Glukosa merupakan produk utama dari pemecahan selulosa(Kristensen, 2009).

Rumput laut merupakan salah satu jenis bahan yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi.Produktivitas rumput laut setiap tahunnya dapat menghasilkan 19.000 liter bioetanol per hektar. Produktivitastersebut lima kali lebih besar jika dibandingkan dengan jagung dan dua kali lebih besar dibandingkan dengantebu. Rumput laut hanya membutuhkan kurang dari 3% dari perairan pesisir dunia untuk menghasilkan rumputlaut yang cukup untuk menggantikan 60 miliar galon bahan bakar fosil (Sanglap, 2012 dalam Adini, S, dkk,2015). Dalam pemanfaatan rumput laut coklat sebagai bahan baku, masalah utamanya adalah bahan baku ini tidakdapat difermentasi langsung, tetapi harus dihidrolisis terlebih dahulu untuk mengubah pati menjadi gula reduksi.Untuk tujuan tersebut, dewasa ini telah dikembangkan berbagai metode hidrolisis polisakarida, meliputi hidrolisisasam (Zamora et al., 2010), dan enzimatis. Meskipun metode di atas mampu menghasilkan gula reduksi namungula reduksi yang dihasilkan belum optimal, sehingga diperlukan upaya pretreatment untuk meningkatkankemudahan pati untuk dihidrolisis.

Untuk itu, penelitian ini dilaksanaan menggunakan proses pretreatment metode ultrasonikasi. Liu et al.(2010), menyatakan bahwa kavitasi (rongga) ultrasonik menghasilkan daya patah yang akan memecah dinding selsecara mekanis dan meningkatkan transfer materi. Beberapa keunggulan pada penggunaan teknologi ultrasonikdalam aplikasinya pada berbagai macam pati dan polisakarida adalah (Lida, 2002 dalam Adhiksana, A, dkk,2017): 1) proses ultrasonik tidak membutuhkan penambahan bahan kimia dan bahan tambahan lain, 2) prosesnyacepat dan mudah, yang berarti prosesnya tidak memerlukan biaya tinggi, 3) prosesnya tidak mengakibatkanperubahan yang signifikan pada struktur kimia, partikel, dan senyawa-senyawa bahan yang digunakan. Setelahdilakukan pretreatment metode ultrasonikasi, dilakukan proses hidrolisis untuk memperoleh kadar gula reduksi.Setelah hidrolisis, kadar gula reduksi dalam filtrat ditentukan dengan metode UV-Vis menggunakan reagen

1 Korespondensi penulis: Octovianus SR Pasanda, Telp 081242826202, [email protected]

Page 5: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 5

dinitrosalisilat (DNS). Kadar gula reduksi dihitung berdasarkan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang575 nm, dengan bantuan kurva standar yang dihasilkan dari pengukuran absorbansi larutan glukosa. Untukmengevaluasi kemungkinan pembentukan gula reduksi selama proses ultrasonikasi.

Metoda biologi atau secara enzimatik memiliki keuntungan yaitu menghasilkan produk dengan kualitasyang baik karena reaksi spesifik dari enzim-substrat. Struktur kristal dan porositas selulosa pun tidak mengalamidegradasi sehingga produk biokonversi yang dihasilkan berkualitas lebih baik (Thakur dan Nakagoshi, 2011).Metode yang digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah dengan menggunakan enzim, contohnyaselulase(Galbe dan Zacchi, 2002). Menurut Thakur dan Nakagoshi (2011), terdapat beberapa faktor yangmempengaruhi hasil dan laju hidrolisis enzim yaitu konsentrasi substrat, aktivitas selulase, dan kondisi reaksiseperti pH dan temperatur.

2. METODE PENELITIANDesain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode ultrasonik. Metode ultrasonikdilakukan untuk mengekstrak rumput laut coklat (Sargassum Sp.). Dari hasil ekstraksi, diperoleh limbah alginatyang kemudian dikeringkan dan dihaluskan hingga menjadi bubuk limbah alginat. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh penambahan enzim dan waktu inkubasi pada proses hidrolisis. Hasil hidrolisis dilakukananalisa kadar gula pereduksi yang terkandung dalam limbah alginat tersebut. Variabel penelitian untuk penelitianini disajikan sebagai berikut:1) Variabel berubah: penambahan enzim selulase (8, 10, 12, 14 dan 16 U/mg), waktu inkubasi (84, 96 dan 108

jam).2) Variabel tetap: untuk metode ultrasonik volume Na2CO3 2% (1:10 b/v), suhu ultrasonik 60℃ dan waktu

ultrasonik 30 menit. Untuk analisa selulosa suhu waterbath 90℃ dan waktu waterbath 1 jam, oven dengansuhu 105℃. Untuk proses hidrolisis bubur rumput laut coklat 7%, volume reagent DNS 3 ml, panjanggelombang spektrofotometer 575 nm.

Prosedur KerjaPenelitian ini terdiri atas preparasi rumput laut coklat, ekstraksi rumput laut coklat menggunakan metode

ultrasonik, analisa kadar air bubuk limbah alginat dan analisa selulosa bubuk limbah alginat, hidrolisis bubuklimbah alginat rumput laut coklat (Sargassum Sp.), dan analisa gula pereduksi hasil hidrolisis.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi enzim dan waktu inkubasi pada saat

hidrolisis substrat limbah alginat untuk memperoleh hasil optimum dengan menggunakan enzim selulase. Enzimselulase yang digunakan memiliki aktivitas spesifik 20.000 unit/g. Konsentrasi enzim dan substrat berpengaruhterhadap produk yang dihasilkan.

Hasil Uji Kadar AirPenelitian ini dilakukan analisa kadar air dari tepung limbah alginat yang diperoleh dari hasil ekstraksi

menggunakan gelombang ultrasonik. Rata-rata nilai kadar air alginat yang dihasilkan adalah 10,73%. MenurutYani (1988) dalam Mas’ud. F, dkk (2016), kadar susut pengeringan sebenarnya tidak dipengaruhi oleh prosesisolasi alginat, melainkan oleh kadar air yang terkandung selama penyimpanan. Diharapkan alginat yangdihasilkan memiliki kadar susut pengeringan lebih rendah dari 15%. Kadar air menjadi salah satu persyaratanmutu alginat, karena akan memengaruhi daya simpan produk. Dari hasil tersebut tampak bahwa kadar air yangdihasilkan tidak berbeda dengan dengan kadar air bahan baku yang digunakan untuk produksi bioetanol yangdigunakan peneliti lain yaitu berkisar antara 7,04–11,16% (Subekti, 2006; Shofiyanto, 2008; Borines et al., 2013dalam Sari, R.N, dkk, 2013). Kadar air tersebut dijaga agar tidak tinggi (maksimal 14–15%) karena menurutLoebis (2008) kadar air bahan baku akan berpengaruh pada pertumbuhan kapang, aktivitas enzim, penurunanporositas, dan laju difusi oksigen.

Page 6: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 6

Hasil Analisa SelulosaSelulosa merupakan substansi organik yang paling melimpah di alam. Selulosa mendominasi karbohidrat

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan hampir mencapai 50% karena selulosa merupakan bagian yang terpentingdari dinding sel tumbuh-tumbuhan. Selulosa ditemukan dalam tanaman yang dikenal sebagai microfibril dengandiameter 2-20 nm dam panjang 100-40000 nm (Wiratmaja, I Gede, dkk, 2011). Penelitian ini dianalisa pula kadarselulosa yang terkandung pada tepung limbah alginat yang telah diekstraksi menggunakan metode ultrasonik.Tepung limbah alginat yang telah diekstraksi memiliki rata-rata kadar selulosa yaitu 12,95%. Berdasarkanpenelitian (Horn, 2000; Harvey, 2008; Siddhanta et al., 2011; Santi et al., 2012; Borines et al., 2013 dalam Sari,R.N, dkk, 2013), kadar selulosa yang dihasilkan tidak berbeda dengan kadar selulosa bahan baku yang digunakanuntuk produksi bioetanol dalam penelitian-penelitian sebelumnya yaitu 3,5– 25,50%. Kadar selulosa yangdihasilkan juga tidak jauh beda dengan selulosa dari penelitian Sari (2010), dimana dinyatakan bahwa rumput lautcoklat jenis Sargassum sp. yang telah dibuat menjadi tepung memiliki kadar selulosa sebesar 15,80 ± 0,79% .Kadar selulosa ini dapat mempengaruhi potensi bahan baku yang digunakan untuk memproduksi bioetanol. Kadarselulosa yang tinggi menunjukkan bahwa bahan tersebut mempunyai potensi untuk diolah lebih lanjut menjadigula. Kadar selulosa yang lebih rendah juga dapat menggambarkan besarnya kandungan senyawa lain yang dapatmenghambat proses depolimerisasi dan dekristalisasi selulosa. Hal ini dapat mengakibatkan enzim yangdigunakan dalam proses hidrolisis akan kesulitan dalam mengakses selulosa dan mengubah selulosa menjadiglukosa.Hidrolisis Tepung Limbah Alginat

Tahapan ini dilakukan proses hidrolisis dengan memvariasikan jumlah penambahan enzim selulase danwaktu inkubasi. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dilakukan analisa untuk memperoleh kurva standar.Kurva standar dihitung pada konsentrasi 200, 400, 600, 800, dan 1000 ppm. Kurva dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva standar

Hasil hidrolisis yang diperoleh setelah pengujian menggunakan alat spektrofotometer dihitungkonsentrasi (ppm) sampel menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva standar pada Gambar 1. hal inidapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3. Persamaan yang diperoleh pada kurva standar yaitu y = 0.0006x +0.007

Tabel 1. Hidrolisis dengan variasi waktu 84 jam

Penambahan Enzim Absorbansi Konsentrasi(ppm)

8 U/mg 0,265 43010 U/mg 0,274 44512 U/mg 0,363 593,3314 U/mg 0,334 54516 U/mg 0,284 461,67

Hasil hidrolisis berdasarkan Tabel 1. di atas, diperoleh hasil tertinggi pada 12 U (0,363). Dapat dilihatmulai dari penambahan enzim 8 U hingga 12 U, absorbansi mengalami peningkatan. Namun peningkatan terhentidi 12 U, absorbansi kembali mengalami penurunan pada 14 U dan 16 U. Semakin tinggi konsentrasi enzim makasubstrat yang berikatan dengan lokasi aktif enzim akan semakin banyak sehingga jumlah produk yang dihasilkan

y = 0.0006x + 0.007R² = 0.9917

0

0.2

0.4

0.6

0.8

0 500 1000 1500

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

standar

Linear (standar)

Page 7: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 7

akan semakin banyak (Mauliana, 2015 dalam Zelvi. M, dkk, 2017). Namun jika konsentrasi enzim berlebih, dapatmengakibatkan penurunan hasil yang diperoleh. Setelah titik optimum, hasil yang diperoleh mengalamipenurunan. Hal ini karena reaksi pada awal meningkat hingga mencapai maksimum dan akhirnya mengalamipenurunan.

Tabel 2. Hidrolisis dengan variasi waktu 96 jam

Penambahan Enzim Absorbansi Konsentrasi(ppm)

8 U/mg 0,258 418,3310 U/mg 0,256 41512 U/mg 0,557 916,6714 U/mg 0,236 381,6716 U/mg 0,253 410

Berdasarkan Tabel 2. di atas, dilihat pula hasil tertinggi yang diperoleh yaitu pada 12 U (0,557). Padawaktu inkubasi 96 jam ini, berbeda dengan waktu inkubasi 84 jam. Pada waktu inkubasi 96 jam, terjadiketidakstabilan hasil yang diperoleh. Dimana pada 8 U dan 10 U mengalami penurunan dan di 12 U mengalamipeningkatan, kemudian pada 14 U mengalami penurunan kembali dan pada 16 U mengalami peningkatan. Hal inidisebabkan semakin tinggi konsentrasi enzim yang diberikan maka sisi aktif enzim yang berkontak dengansubstrat juga semakin banyak, sehingga semakin banyak pula selulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa, akantetapi kandungan glukosa yang terlalu banyak menyebabkan inhibisi produk glukosa karena glukosa tersebut akanmenempel pada sisi aktif enzim sehingga luas permukaan enzim yang kontak dengan substrat menjadi lebihsedikit (Arif A.B, dkk, 2016).

Tabel 3. Hidrolisis dengan variasi waktu 108 jam

Penambahan Enzim Absorbansi Konsentrasi (ppm)8 U/mg 0,207 333,33

10 U/mg 0,260 421,6712 U/mg 0,258 418,3314 U/mg 0,259 42016 U/mg 0,294 478,33

Berdasarkan Tabel 3. di atas, dilihat pula hasil tertinggi diperoleh pada 16 U (0,294). Pada waktuinkubasi 108 jam ini, sangat berbeda dengan waktu inkubasi 84 dan 96 jam. Dimana pada waktu inkubasi 84 dan96 jam diperoleh hasil tertinggi pada 12 U, sedangkan pada waktu inkubasi 108 jam ini diperoleh hasil tertinggipada 16 U. Hal ini disebabkan oleh waktu hidrolisis yang terlalu lama, maka akan mengakibatkan gula reduksiterdegradasi, sehingga menyebabkan konsentrasi gula reduksi menurun dalam proses hidrolisis (Idral et al., 2012dalam Zelvi. M, dkk, 2017).

Berdasarkan ketiga tabel di atas, dapat dilihat bahwa absorbansi dan konsentrasi (ppm) tertinggidihasilkan pada 12 U dengan waktu inkubasi 96 jam. Dari ketiga tabel diatas terlihat penambahan waktu inkubasimengakibatkan penurunan hasil yang diperoleh, hal ini disebabkan karena kemungkinan gula yang dihasilkan bisaberubah menjadi produk lain dikarenakan enzim selulase yang digunakan dalam proses hidrolisis belum murni,sehingga dapat terjadi reaksi lain yang tidak diketahui.

Setelah hidrolisis, kemudian dilakukan analisa kadar gula reduksi menggunakan metode DNS.Konsentrasi yang diperoleh, kemudian diubah ke persen dan dikalikan dengan factor pengenceran agar diperoleh% gula reduksi. Kadar gula reduksi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar gula reduksi dengan variasi waktu inkubasiPenambahan

Enzim SelulaseKadar Gula Reduksi (%)

84 Jam 96 Jam 108 Jam8 U/mg 3,07 2,99 2,38

10 U/mg 3,18 2,96 3,01

Page 8: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 8

12 U/mg 4,24 6,55 2,9914 U/mg 3,89 2,73 3,0016 U/mg 3,30 2,93 3,42

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa kadar gula yang dihasilkan paling tinggi yaitu pada 12 U dengan waktuinkubasi 96 jam. Hubungan antara absorbansi dengan kadar gula reduksi (%) berbanding lurus. Semakin tinggiabsorbansi yang diperoleh, maka gula reduksi yang dihasilkan juga akan tinggi. Hasil dari penelitian ini diperolehwaktu inkubasi pada proses hidrolisis dan kadar gula reduksi optimum yaitu 12 U penambahan enzim selulasepada waktu inkubasi 96 jam, dihasilkan kadar gula reduksi 6,55 %.

4. KESIMPULANKadar gula tertinggi diperoleh pada jumlah penambahan enzim 12 U/mg. Semakin tinggi konsentrasi

enzim yang diberikan maka sisi aktif enzim yang berkontak dengan substrat juga semakin banyak, sehinggasemakin banyak pula selulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa, akan tetapi kandungan glukosa yang terlalubanyak menyebabkan inhibisi produk glukosa karena glukosa tersebut akan menempel pada sisi aktif enzimsehingga luas permukaan enzim yang kontak dengan substrat menjadi lebih sedikit. Waktu hidrolisis tertinggidiperoleh pada waktu 96 jam. Waktu hidrolisis yang terlalu lama akan mengakibatkan gula reduksi terdegradasi,sehingga menyebabkan konsentrasi gula reduksi menurun dalam proses hidrolisis.

5. DAFTAR PUSTAKAAdhiksana, A, dkk. 2017. Pemanfaatan Ultrasonik dalam Proses Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang dengan

Pelarut Asam Klorida. Politeknik Negeri Samarinda. ISBN:978-602-51450-0-1.Adini, S, dkk. 2015. Produksi Bioetanol Dari Rumput Laut dan Limbah Agar Gracilaria sp. dengan Metode

Sakarifikasi Yang Berbeda. Journal of BIOMA, ISSN: 1410-8801, Vol. 16, No. 2, Hal. 65 – 75.Akhtar, MS. 1998. Bioconversion of Cellulosic Materials by the Action of Microbial Cellulases. Thesis. Institute

of Chemistry University of the Punjab.Alfianto, Lutfi, dkk. 2015. BIO-PROBMAC (Bioethanol Production From Brown Macroalgae): Pemanfaatan

Sargassum crassifolium Sebagai Penghasil Bioetanol untuk Mewujudkan Diversifikasi Energi yangTerbarukan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Amelia, A. 2012. Pengaruh Variasi Konsentrasi Enzim dan Substrat Terhadap Sakarifikasi Limbah PengolahanKertas Menggunakan Enzim Selulase dari Bacillus sp. BPPT CC RK2. [Skripsi]. Jakarta: UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah.

Arif, AB, dkk. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Enzim Selulase: Xilanase Terhadap Produksi Bioetanoldari Tongkol Jagung. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. Volume 13 No.3 Desember 2016 : 107 –114.

Asmoro, NW, dkk. 2017. Ekstraksi Selulosa Batang Tanaman Jagung (Zea Mays) Metode Basa. UniversitasVeteran Bangun Nusantara, Sukoharjo.

Dela, SDI, 2016. Studi Pembuatan Natrium Alginat dari Sargassum sp Menggunakan Metode EkstraksiModifikasi dengan Penambahan Natrium Karbonat dan Karakterisasinya. Skripsi. Universitas Lampung.

Dini, Isna Rahma dan Ifah Munifah. 2014. Produksi dan karakterisasi Enzim Selulase Ekstrak Kasar dari Bakteriyang Diisolasi dari Limbah Rumput Laut. Vol. 06, No. 3.

Galbe, M and Zacchi, G. 2002. A Review of the Production of Ethanol from Softwood. Appl Microbiol Biotechnol(2002) 59:618–628.

Habibah, Firstyarikha. 2015. Produksi Substrat Fermentasi Bioetanol Dari Alga Merah Gracilaria verrucosaMelalui Hidrolisis Enzimatik Dan Kimiawi. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Karmakar, M and Ray, R.R. 2011. Saccharification of agro wastes by the Endoglucanase of Rhizopus oryzae.Annals of Biological Research, 2011, 2 (1) : P 201-208.

Keil, F. J. 2007. Modeling of Process Intensification. In Alupului. A., Ioan Calinescu, and Vasile Lavric. 2009.Ultrasonic Vs. Microwave Extraction Intensification of Active Principles from Medicinal Plants. AIDICConference Series, Vol. 9 2009 page 1-8.

Page 9: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.4-9) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 9

Kristensen, JB. 2009. Enzymatic hydrolysis of lignocellulose Substrate interactions and high solids loadings.Forest and Landscape Research.

Kuldiloke, J. 2002. Effect of Ultrasound, Temperature and Pressure Treatments on Enzyme Activity andQuality Indicators of Fruit and Vegetable Juices. Dissertationder Technischen Universität Berlin.Berlin.

Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Suhartono MT, penerjemah. Jakarta: Erlangga.Loebis, E. H. 2008. Optimasi Proses Hidrolisis Kimiawi dan Enzimatis Tandan Kosong Kelapa sawit menjadi

Glukosa untuk Produksi Etanol [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.Lone M. A., Wani M. R., Bhat N. A., Sheikh S. A., and Reshi M. A. 2012. Evaluation of Cellulase Enzyme

Secreted by Some Common and Stirring Rhizosphere Fungi of Juglans Regia L. by DNS Method. Journalof Enzyme Research, 3(1): 18-22.

Maharani, M.A. dan R.Widayanti . 2010. Pembuatan Alginat Dari Rumput Laut Untuk Menghasilkan ProdukDengan Rendemen Dan Viskositas Tinggi. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik UniversitasDiponegoro. 5 hal.

Mahyati. 2014. Biokonversi Lignoselulosa dari Tongkol Jagung (Zea Mays.L) Menjadi Bioetanol Sebagai BahanBakar Alternatif Terbarukan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Mas’ud, Fajriyati, Zulmanwardi, Leny Irawati. 2016. Optimalisasi Konsentrasi Bahan Kimia untuk EkstraksiAlginat dari Sargassum siliquosum. Jurnal Rumput Laut Indonesia (2016) 1(1):34-39. ISSN2548-4494.

Octavia, S. Soerawidjaja, T.H., Purwadi, R., Putrawan, I.D.G Arsa. 2011. Pengolahan Awal LignoselulosaMenggunakan Amoniak untuk Meningkatkan Perolehan Gula Fermentasi. Prosiding Seminar NasionalTeknik Kimia, “Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia”.Yogyakarta. ISSN 1693-4393.

Sa’adah Zulfatus, dkk. Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger Menggunakan Substrat Jerami denganSistem Fermentasi Padat. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP Semarang.

Sari, JR. 2013. Optimalisasi Produksi Gula Reduksi dari Onggok Sebagai Bahan Baku Bioetanol denganPraperlakuan Ultrasonikasi. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sari, RN. 2010. Kajian Proses Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum). [Tesis].Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sari, RN, dkk. 2013. Kondisi Optimum Produksi Bioetanol dari Rumput Laut Coklat (Sargassum duplicatum)Menggunakan Trichoderma viride dan Pichia angophorae. JPB Perikanan Vol. 9 No. 2 Tahun 2014:121–132.

Thakur, I.S. and Nakagoshi, N. 2011. Production of Biofuels from Lignocellulosic Biomass in Pulp and PaperMill Effluent for Low Carbon Society. Journal of International Development and Cooperation, Vol 18,No.I.P 1-12.

Williams, A.R. 1983. Ultrasound: Biological Effects and Potential Hazards. Academic Press.Wiratmaja, I Gede, I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, I Nyoman Suprapta Winaya/Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol.

5 No.1. April 2011 (75-84)Woiciechowski, A. L., Nitsche Saul., Pandey Ashok., and Soccol C. R. 2002. Acid and Enzymatic Hydrolysis to

Recover Reducing Sugar from Cassava Baggase: An Economic Study. Brazilian Archieves of Biology andTechnology, An International Journal, 45(3): 393-400.

Zamora, L L., Calderón José Amir González., Vázquez Evangelina Trujillo., and Reynoso Eusebio Bolaños.2010. Optimization of Ethanol Production Process from Cassava Starch by Surface Response. Journal ofthe Mexican Chemical Society, 54(4): 198-203.

Zelvi, M, dkk. 2017. Hidrolisis Eucheuma cottonii dengan Enzim K-Karagenase dalam Menghasilkan GulaReduksi untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (1):33-42 (2017).

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan

Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi selaku penyandang dana, dan kepadaseluruh staf Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang serta adik-adik mahasiswa atas semuabantuannya dilaboratorium.

Page 10: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 10

EKSTRAKSI MINYAK BEKATUL PADI METODE MASERASI DENGAN PELARUTETANOL

Fajriyati Mas’ud1), Sri Indriati1), Abigael Todingbua’1), Fajar1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Rice bran oil was extracted from rice bran that can be used as high-quality edible oil, it contains antioxidant, so that it canbe used as raw material oil-based functional food, cosmetic and pharmacy products. In the extraction process, the yield ofthe rice bran oil is strongly influenced by the concentration and amount of solvent, so that in this study, the effect of 76%,86%, and 96% and 200 mL, 300 mL, 400 mL, 500 mL, 600 mL, and 700 mL etanol for every 100 g of bran was studied.The extraction process was carried out by maceration method with stirring for 5 h at room temperature. The resultsshowed that the best concentration and amount of ethanol to extract rice bran oil were 86% and 600 mL, respectively.The analysis of fatty acid composition of rice bran oil showed that the dominant extracted were saturated fatty acidsgroup.

Keywords: Solvent extraction, leaching, maceration, ethanol, fatty acid.

1. PENDAHULUANBekatul padi merupakan lapisan dalam kulit padi yang berbatasan dengan endosperma berpati dan

merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi dan penyosohan beras. Bekatul bersama denganlembaga terpisah selama penggilingan dan penyosohan padi untuk tujuan estetika, sifat sensori dan dayatahan beras (Van der Kamp, dkk., 2014). Bekatul padi mengandung minyak dan sejumlah senyawa fitokimiaseperti senyawa fenolik, vitamin, derivatif steroid, polisakarida dan protein (Patel, 2015).

Minyak bekatul padi diperoleh dari hasil ekstraksi bekatul padi, mengandung beberapa jenis asam lemakyaitu sekitar 47% lemak tidak jenuh tunggal, 33% lemak tidak jenuh jamak, dan 20% asam lemak jenuh.Minyak bekatul memiliki aroma dan tampilan yang baik serta nilai titik asap yang cukup tinggi yaitu sekitar254oC. Minyak ini merupakan minyak terbaik dibanding minyak kelapa, minyak sawit maupun minyakjagung sebab memiliki titik asap yang paling tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya (Hadipernat, 2007).Minyak bekatul padi mengandung asam lemak dalam rasio yang optimal untuk kesehatan manusia menurutrekomendasi WHO, yaitu sekitar 1:2.2:1.5 untuk asam lemak jenuh : asam lemak tidak jenuh tunggal : asamlemak tidak jenuh jamak, terutama mengandung asam oleat 36-38%, linoleat 35-38% dan α-linolenat 1.8-2.4% yang merupakan asam lemak tak jenuh, serta asam palmitat 21-25% dan stearat 2.7-3.0% yangmerupakan asam lemak jenuh (Bopitiya and Madhujith, 2014). Tiga asam lemak utama terdiri dari palmitat,oleat dan linoleat dengan kisaran kandungan asam lemak berturut-turut adalah 12-18%, 40-50%, dan 20-42%. Komponen lainnya adalah digliserida 2-3%, monogliserida 5-6%, asam lemak bebas 2-3%, wax 0,3%,glikolipid 0,8%, pospolipid 1,6%, dan senyawa tak tersabunkan 4% (Luh, 2005). Selain itu, minyakbekatul padi juga mengandung senyawa fitokimia dalam konsentrasi yang tinggi, dan mempunyi aktivitassebagai antioksidan alami, terutama α, β, γ, δ tokoferol dan tokotrienol, serta fraksi oryzanol (Xu dkk.,2001).

Berdasarkan data-data tersebut, maka studi terkait bekatul padi kini diarahkan untuk mengkaji prosesekstraksinya yang optimum, yang dapat menghasilkan rendemen minyak yang tinggi dengan biaya yangmurah. Beberapa metode telah dilakukan, namun masih memiliki keterbatasan utamanya terkait biaya yangmahal, sehingga metode maserasi dengan berbagai pelarut terus dicobakan. Penelitian ini penting dilakukanmengingat kebutuhan yang tinggi akan tersedianya pangan fungsional yang bersumber dari minyak bekatulpadi yang mampu mengatasi penyakit-penyakit degeneratif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuijumlah dan konsentrasi pelarut etanol terbaik pada ekstraksi minyak bekatul padi. Metode ekstraksi dilakukandengan maserasi disertai pengadukan yang konstan pada suhu ruang.

2. METODE PENELITIAN

1 Korespondensi penulis: Fajriyati Mas’ud, Telp 081355033369, [email protected]

Page 11: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 11

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar dan Kimia Analisis, Jurusan Teknik Kimia,Politeknik Negeri Ujung Pandang pada bulan April hingga Oktober 2018.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu autoclave Hiclave HV-85 merk HIRAYAMA,oven pengering Ecocell, sieving, talang, wadah plastik, timbangan analitik, hot plate, stirrer, refrigeratedcentrifuge AX-521, rotavapor Buchi R-215 yang dilengkapi vacuum pomp V-700, botol sampel, dan alat-alat gelas.

Bahan-bahan yang digunakan adalah bekatul padi dari varietas Ciliwung yang diperleh daripenggilingan padi rakyat di Makassar, serta pelarut etanol 96% yang diperoleh dari toko bahan kimia diMakassar. Semua bahan kimia yang digunakan untuk analisis dan pereaksi berasal dari Merck, Jerman.Standar metil ester asam lemak berasal dari Supelco Inc., Bellefonte, PA (Supelco 37 Component FAMEMix). Penelitian dilakukan melalui preosedur sebagai berikut : Bekatul padi yang baru terpisah dengan berassegera distabilisasi pada autoklaf 110oC selama 5 menit untuk menonaktifkan lipase penyebab ketengikan danuntuk melunakkan jaringan bekatul guna memudahkan proses ekstraksi minyak. Selanjutnya dikeringkan padaoven 40oC selama 5 jam. Bekatul kering diayak 60 mesh dan dikemas dalam wadah plastik bertutupmenunggu proses ekstraksi. Proses ekstraksi minyak bekatul padi dilakukan dengan menimbang bahan 100 gpada setiap perlakuan dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 1000 mL, selanjutnya ditambahkan pelarut etanolmasing-masing sebanyak 200, 300, 400, 500, 600, dan 700 mL. pada perlakuan konsentrasi etanol digunakanetanol 76%, 86%, dan 96%. Ekstraksi berlangsung pada 200 rpm selama 5 jam. Selanjutnya bagian padatandan cairan dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit, minyak dengan etanoldipisahkan pada rotavapor yang bekerja pada kondisi kecepatan putaran 60 rpm, suhu pemanasan 35oC, dansuhu penguapan 21oC, sehingga persentase perolehan minyak (b/b) dapat diketahui menggunakan rumus:

% = ( )( ) 100%3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bekatul padi merupakan bahan yang berbentuk serbuk, sementara etanol yang digunakan sebagaipelarut berwujud cair sehingga proses ekstraksi yang berlangsung tergolong ekstraksi padat-cair atau lebihdikenal dengan istilah leaching. Leaching adalah proses pemisahan suatu zat terlarut yang terdapat dalamsuatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut sehingga padatan dan pelarutbercampur dan kemudian zat terlarut terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padatcair terdapat dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas) (Bopitiya danMadhujith, 2014). Pelarut etanol yang digunakan memiliki titik didih yang rendah dan relatif aman, tidakberacun dan tidak berbahaya. Etanol juga memiliki kepolaran yang tinggi sehingga mudah untuk melarutkansenyawa asam lemak, dan beberapa senyawa orgain lainnya (Munawarah dan Handayani, 2010).

Pada penelitian ini metode ekstraksi minyak bekatul padi yang diterapkan adalah metode maserasidisertai pengadukan pada suhu ruang, bertujuan untuk memisahkan minyak dan beberapa komponen daribekatul padi menggunakan pelarut etanol. Pemisahan tejadi atas dasar kemampuan melarut yang berbeda darikomponen-komponen dalam bekatul padi. Ekstraksi berlangsung secara sistematik selama waktu tertentudengan menggunakan pelarut etanol. Minyak hasil ekstraksi mempunyai keunggulan yaitu mempunyai bauyang mirip bau alamiah (Luh, 2005). Pada proses ekstraksi, beberapa parameter yang berpengaruh terhadaprendemen antara lain adalah jumlah pelarut dan konsentrasi pelarut.Pengaruh konsentrasi etanol

Menurut Diem dkk., semakin tinggi konsentrasi pelarut, maka semakin besar rendemen yang dapatterekstrak (Diem dkk., 2014). Menurut Shadmani, semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin rendahtingkat kepolarannya, karena air lebih polar daripada etanol, yang pada akhirnya dapat meningkatkankemampuan pelarut dalam mengekstrak minyak yang juga bersifat kurang polar (Shadmani, 2004).

Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 86% cenderungmemberikan hasil rendemen minyak yang lebih besar jika dibandingkan dengan etanol 76% dan 96%.Menurunnya rendemen minyak yang diperoleh pada penggunaan pelarut 96% diduga karena air yangterkandung pada sampel bekatul padi membentuk azeotrop dengan etanol, sehingga sifat-sifat etanol yangberhubungan dengan kemampuannya melarutkan minyak akan menurun. Hal lain yang dapat terjadi adalahadanya protein yang terkandung pada sampel bekatul padi yang terkoagulasi oleh etanol konsentrasi tinggi,sehingga dapat menghalangi penetrasi pelarut untuk masuk ke matriks bekatul padi. Penurunan rendemenminyak yang diperoleh pada etanol 96% juga dapat diduga karena adanya komponen-komponen lain non

Page 12: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 12

minyak yang terlarut ke dalam pelarut, karena etanol memiliki dua gugus fungsi yang berbeda tingkatkepolarannya, yaitu gugus hidroksil (OH) yang bersifat polar dan gugus alkil (-R) yang bersifat non polar.

Gambar 1. Hubungan konsentrasi etanol (%) terhadap rendemen minyak (%)

Pengaruh jumlah pelarut etanolPengaruh jumlah pelarut terhadap rendemen minyak bekatul padi yang diperoleh dapat dilihat pada

Gambar 2. Dapat dijelaskan bahwa secara umum semakin banyak jumlah etanol maka rendemen minyaksemakin tinggi hingga mencapai jumlah tertentu, namun selanjutnya penambahan jumlah etanol justrudiperoleh rendemen minyak yang menurun. Rendemen minyak tertinggi diperoleh pada jumlah etanol 600mL atau rasio padatan dengan pelarut 1:6, pada kondisi ini diperoleh rendemen sebesar 7,51%. Jumlah pelarutetanol sangat berpengaruh terhadap rendemen minyak, semakin banyak jumlah pelarut etanol semakin banyakpula jumlah minyak yang diperoleh, hal ini disebabkan oleh distribusi bahan dalam pelarut semakin menyebar,sehingga memperluas bidang kontak antara bahan dan pelarut, selain itu perbedaan konsentrasi minyak dalampelarut dan padatan juga semakin besar (Munawaroh et al., 2010). Jika jumlah pelarut ditambah makapersentase perolehan minyak sudah menurun, hal tersebut terkait dengan kemampuan pelarut sudahmencapai titik jenuh untuk mengekestraksi minyak.

Gambar 2. Grafik hubungan jumlah etanol (mL) terhadap rendemen minyak (%)

Pada proses ekstraksi minyak dengan pelarut, perpindahan massa minyak dari dalam padatan kepelarut dapat melalui tahapan difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan, dan perpindahan massaminyak dari permukaan padatan ke pelarut. Operasi ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan caramengontakkan padatan dan pelarut sehingga diperoleh larutan yang diinginkan yang kemudian dipisahkan

5.24

6.737.51

5.78

0

2

4

6

8

0 20 40 60 80 100 120

Hubungan konsentrasi etanol (%) terhadap rendemenminyak (%)

Rendemen minyak (%)

3.965.53 6.12 6.54

7.516.67

0

2

4

6

8

0 100 200 300 400 500 600 700 800

Hubungan jumlah etanol (mL) terhadap rendemenminyak (%)

Rendemen minyak (%)

Page 13: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 13

dari padatan sisanya. Pada saat pengontakkan terjadi, mekanisme yang berlangsung adalah peristiwapelarutan dan difusi.

Pelarutan merupakan peristiwa penguraian suatu molekul zat menjadi komponennya, baik berupamolekul-molekul, atom-atom maupun ion-ion, karena pengaruh pelarut cair yang melingkupinya. Partikel-partikel yang terlarutkan ini berkumpul dipermukaan antara padatan (interface) dan terlarut. Bila peristiwapelarutan masih terus berlangsung, maka terjadi difusi partikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fasemenembus lapisan permukaan pelarut dan masuk ke dalam badan pelarut dimana zat terdistribusikanmerata. Jadi difusi terjadi dari fase padat diikuti difusi ke fase cair. Peristiwa ini terus berlangsung hinggakeadaan kesetimbangan tercapai. Dalam peristiwa ekstraksi padat cair, perpindahan massa solut dari dalampadatan ke cairan melalui dua tahapan pokok, yaitu difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan danperpindahan dari dalam padatan ke permukaan padatan dan perpindahan massa permukaan padatan kecairan.

Menurut Jayanudin et al., (2014), bahwa distribusi pelarut ke padatan akan sangat berpengaruh padaperolehan minyak, perbandingan antara padatan dengan pelarut akan mempengaruhi rendemen yangdihasilkan. Banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut, semakin banyak pelarutmaka luas bidang kontak akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke padatan akan semakinbesar. Meratanya distribusi pelarut ke padatan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan,banyaknya pelarut akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut, sehingga komponen yang diinginkan akanterekstrak dengan sempurna.Komposisi asam lemak minyak bekatul padi

Analisis asam lemak pada makanan sangat penting karena implikasi nutrisi dan pengaruhnya terhadapkesehatan. Menurut Vercellotti et al., (1992) bahwa karakteristik fisik dan kimia minyak dan lemak sangatdipengaruhi oleh jenis dan proporsi asam lemak pada triasilgliserol penyusunnya. Kandungan asam lemak danrasio asam lemak jenuh dan tidak jenuh merupakan parameter penting untuk menentukan nilai gizi minyak,karena kecenderungan terbaru dalam industri pengolahan makanan yakni menginformasikan komposisi asamlemak dalam produknya. Penting untuk mengetahui komposisi asam lemak dari minyak atau lemak, untukmengidentifikasi karakteristiknya, dan untuk menentukan kemungkinan pemalsuan, serta untuk mengetahuisifat stabilitas dan sifat fisikokimia minyak (Vercellotti et al., 1992). Komposisi asam lemak minyak bekatulpadi varietas Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa kelompok asam lemak jenuh lebihdominan meskipun komposisinya lebih kecil.

Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak bekatul padi varietas CiliwungAsam lemak Nomor Struktur kimia Grup Ekstrak etanol

(ppm)Laurat C12:0 CH3(CH2)10COOH Asam lemk jenuh 4,78Miristat C14:0 CH3(CH2)12COOH Asam lemk jenuh 2,22Valerat C15:0 CH3(CH2)13COOH Asam lemk jenuh 6,34Palmitat C16:0 CH3(CH2)14COOH Asam lemk jenuh 0,03Palmitoleat C16:1 Asam lemk tidak

jenuh tunggal0,03

Stearat C18:0 CH3(CH2)16COOH Asam lemk jenuh 1,81Oleat C18:1 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH Asam lemk tidak

jenuh tunggal9,55

Linoleat C18:2 Asam lemk tidakjenuh ganda

3,52

Arakhidat C20:0 CH3(CH2)18COOH Asam lemk jenuh 0,03Behenat C22:0 CH3(CH2)20COOH Asam lemk jenuh 0,05Trikosanoat C23:0 CH3(CH2)21COOH Asam lemk jenuh 0,02Lignokerat C24:0 CH3(CH2)22COOH Asam lemk jenuh 0,01

Page 14: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 14

Gambar 3. Kromatogram komposisi asam lemak minyak bekatul padi hasil ekstraksi dengan pelarut etanol

Terkait dengan pelarut minyak, Ketaren (1986) menyatakan bahwa asam lemak rantai pendek lebih dapatdiekstraksi dalam etanol, dan kelarutan dalam etanol bergantung pada panjang rantai, Semakin panjang rantaikarbon, semakin sulit untuk larut. Asam lemak tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut non polardibanding asam lemak jenuh dengan rantai karbon yang sama. Asam lemak yang memiliki tingkat kejenuhanyang tinggi akan lebih mudah larut dari pada asam lemak dengan tingkat kejenuhan yang rendah.

Orsavova dkk., (2015), menyatakan bahwa komponen dan komposisi asam lemak dalam minyakbervariasi tergantung pada sumber minyak, dan proses teknologi yang digunakan untuk ekstraksi minyak,masing-masing minyak nabati memiliki distribusi asam lemak tertentu tergantung pada sumber tanaman,sehingga masing-masing jenis minyak memiliki dampak kesehatan yang berbeda pada manusia. Kesehatanmanusia bisa ditentukan oleh asam lemak yang dikonsumsinya, karena asam lemak memiliki efek yangberbeda terhadap kesehatan manusia dan risiko penyakit yang bisa diakibatkannya.

Sehubungan dengan potensi minyak bekatul padi dikembangkan sebagai pangan fungsional berdasarkankomposisi asam lemaknya, Wilson dkk., (2000) menyatakan bahwa minyak bekatul padi dapat membantumengurangi kolesterol jahat, karena profil asam lemaknya dan jumlah senyawa tidak tersabunkan yang tinggi.Kandungan asam lemak tidak jenuh ganda yang tinggi pada minyak bekatul padi menunjukkan sifatpencegahan trombosis, pencegahan penyakit kardiovaskular, pengurangan kolesterol dalam serum, pelebaranpembuluh darah, pencegahan kanker dan regulasi saraf otonom.

4. KESIMPULANKesimpulan ditulis dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pada ekstraksi minyak bekatul padi metode maserasi disertai pengadukan selama 5 jam, maka jumlahpelarut yang terbaik untuk memperoleh rendemen minyak yang tinggi yaitu sebanyak 600 mL untuk 100 gsampel dengan konsentrasi etanol 86%.

2) Pada penggunaan pelarut etanol, asam lemak penyusun minyak bekatul padi yang dominan adalah darigrup asam lemak jenuh, sedangkan jenis asam lemak yang dominan adalah oleat, valerat, laurat, danlinoleat

3) Berdasarkan komposisi asam lemak, minyak bekatul padi dapat dijadikan sebagai bahan baku panganfungsional berbasis minyak

5. DAFTAR PUSTAKABopitiya, D., T. Madhujith. 2014. Antioxidant potential of rice bran oil prepared from red and white rice.

Tropical Agricultural Research Vol. 26 (1):1-11Diem Do, Q. Artik, E, Phoung, L. dkk. 2014. Effect of Extraction Solvent on Total Phenol Content, Total

Flavonoid Content, and Antioxidant Activity of Limnophilia Arimatica. Journal of Food and DrugAnalisis, 22, hal 296-302.

Oleic acid

Page 15: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.10-15) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 15

Hadipernata M., 2007. Mengolah dedak menjadi minyak (rice bran oil). Warta Penelitian danPengembangan Pertanian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian;29(4):8-10.

Jayanudin, Ayu Zakiyah Lestari, dan Feni Nurbayanti, 2014. Pengaruh suhu dan rasio pelarut ekstraksiterhadap rendemen dan viskositas natrium alginate dari rumput laut coklat (Sargassum sp). JurnalIntegrasi Proses Vol. 5, No. 1: 51 – 55.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Ed. 1 Jakarta: Universitas Indonesia press. ISBN: 979-8034-05-8.

Luh, B.S., 2005. Rice: Production and Utilization, AVI Publishing Company, Inc., USA, 1980.Munawaroh, Safaatul dan Handayani Prima Astuti, 2010. Ekstraksi minyak daun jeruk purut (Citrus hystrix

D.C.) dengan Pelarut etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik, 2 (1): 73-78.Omid, Pourali., SA. Feridoun, Y. Hiroyuki. 2009. Simultaneous rice bran oil stabilization and extraction

using sub-critical water medium. Journal of Food Engineering 95, 510-516. doi :10.1016/j.jfoodeng.2009.06.014.

Orsavova, J., L. Misurcova, JV. Ambrozova. 2015. Fatty Acids Composition of Vegetable Oils and ItsContribution to Dietary Energy Intake and Dependence of Cardiovascular Mortality on Dietary Intakeof Fatty Acids. International Journal of Molecular Sciences, 16(6): 12871-12890.Doi:10.3390/ijms160612871.

Production of phenolic compounds from rice bran biomass under subcritical water conditions. ScienceDirect.Chemical Engineering Journal, 160: 259-266.

Seema Patel. 2015. Cereal bran fortified-functional foods for obesity and diabetes management:Triumphs, hurdles and possibilities. ScienceDirect, Journal of F unctional F oods 14: 255-269.

Shadmani, A., Azhar, I., Mazhar, F,. Hassan, M.M., Ahmed, S.W., Ahmad, I., Usmanghani, K.,and Shamim, S., 2004. Kinetic Studies On Zingiber Officinale, Pakistan Journal ofPharmaceutical Sciences, 17, hal 47-54.

Van der Kamp, J. W. , Poutanen, K., Seal, C. J., and Richardson, D.P. 2014. The Health grain definition of“whole grain. Food & Nutrition Research, 58

Wilson, TA., LM. Ausman, CW. Lawton. 2000. Comparative cholesterol lowering properties of vegetableoils: beyond fatty acids, Journal of the American College of Nutrition, 19(5): 601-607.Doi:10.1080/07315724.2000.10718957.

Xu Z, Hua N, Godber JS., 2001. Antioxidant activity of tocopherols, tocotrienols and γ-oryzanolcomponents from rice bran against cholesterol oxidation accelerated by 2,2’-azobis(2-methylpropionamidine) dihydrocholoride. Journal Agric. Food Chem.; 49: 2077-81.

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan PengmbanganKemenristek DIKTI yang telah mendanai penelitian ini.

Page 16: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 16

KARAKTERISTIK FENOTIP DAN GENOTIP MIKROSIMBION SPONS NIPHATES SPSEBAGAI BIOMATERIAL POTENSIAL PENDEGRADASI POLI AROMATIK

HIDROKARBON

Ismail Marzuki1), Sinardi1), Asmeati2)

1) Dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Fajar, Makassar2) Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Fajar, Makassar

ABSTRACT

Sponges are often used as a reference for pollutant bioindicators, (pollution of heavy metals and poly aromatichydrocarbons. Porosity of the sponge body is used as host microorganisms, especially bacteria and fungi. Phenotypiccharacterization and symbiotic genotypes of Niphates sp. molecular rRNA gene 2 of Nephates sp as symbionts isolatesshowed a positive reaction to methyl red (acid producer), VR, citrate (has a genetic carrier enzyme), lactose and catalase(acidic). This data shows that both isolates of Niphates sp can make carbon as a nutrient source of energy: Genotypicanalysis of 2 isolates of Nephates sp in the phases of amplification and alignment of the sample gene homolog series onthe Bank gene concluded that the 2 isolates were Bacillus cohnii strain DSM 6307 (BC) and Bacillus pumilus strainGLB197 (BP). (Fenantrena) shows growth cell cells based on parameters of increased optical density, gas bubblesformed, changes in media pH and fermentation odor arises.

Keywords: sponge, microsymbiont, phenotype, genotype, biodegradation, PAH

1. PENDAHULUANPopulasi, sebaran dan jenis spons Indonesia mencapai 65 % dari potensi dunia. Spons salah satu

kekayaan laut, harus bermanfaat tinggi untuk kemaslahatan ummat manusia terutama sebagai sumberpengetahuan dan penghasil senyawa spesifik berpotensi bahan primer dan sekunder untuk obat dan kosmetik,produsen dan kemampuan symbiosis berbagai macam mikroorganisme yang memiliki dua fungsi utama, yaknisebagai biodegradator PAH dan bioabsoprsi logam berat. Patut disayangkan karena potensi besar kekayaanhayati dalam pemanfaatannya di Indonesia belum maksimal sebagai sumber pengetahuan baru danpemanfaatan sebagai sumber material tertentu. Eksplorasi dan eksploitasi spons di Indonesia baru tahapidentifikasi, karakterisasi, isolasi, serta ekstrasi komponen kimia untuk tujuan tertentu dan sebagai objek padadestinasi wisata.

Beberapa metode yang telah diterapkan dalam penanganan limbah sludge minyak bumi termasuk jikaterjadi insiden tumpahan minyak bumi akibat kecelakaan kapal tanker, kebocoran pipa distribusi minyak bumi,kegiatan transportasi laut dan darat dan sumber lainnya, seperti metode fisika (hanya mmperlambat sebaranlimbah, tidak mengurangi sifat racun), kimia (biaya yang mahal dan efek negatif bagi organisme lainsekitarnya) dan biologi (membutuhkan waktu cukup lama, hanya untuk skala kecil dan produk hasil olahanbersifat sementara), sehingga disimpulkan bahwa metode fisika, kimia dan biologi kurang efisien digunakandalam menangani pencemaran limbah PAH, (Abubakar, 2009; Tam et al., 2008)

Tingkat kehidupan berbagai biota laut dan terumbu karang sebagai bioindikator tingkat pencemaranyang terjadi di laut. Jenis pencemaran yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan hidup berbagai biotadan terumbu karang adalah pencemaran logam berat, hidrokarbon khususnya golongan Poli AromatikHidrokarbon (PAH) dan akumulasi sampah plastik, gangguan kekeruhan akibat pergerakan arus laut, dasarlaut yang berlumpur atau mungkin karena adanya perubahan fisik area laut oleh reklamasi serta masalahpenggunaan bahan peledak dalam melakukan penangkapan ikan di laut. Biota seperti spons sangat sangatterganggu oleh kekeruhan dan tumpukan sampah plastik, karena kebanyakan populasi spons pada wilayah lautdangkal. Pencemaran logam berat pada tingkat tertentu dan akumulasi PAH karsinogenik dan mutagenik tetapberdampak buruk terhadap kehidupan spons, meskipun pada tubuh spons diduga mengandung zat menyerupaiperilaku enzim yang dapat bertindak sebagai bioabsoprsi beberapa jenis logam berat dan juga mampu sebagaibiodegradator komponen kimia hidrokarbon, (Marzuki et al. 2014a; Syakti et al., 2013).

Kemampuan simbion spons merombak struktur hidrokarbon menimbulkan berbagai pertanyaan kritisilmiah sebagai bagian dari permasalahan penelitian yang memerlukan pemecahan, diantaranya: 1) spesiesspons dan jenis mikrosimbion yang dapat mendegradasi hikrokarbon, 2) bagaimana mekanisme degradasi

1 Korespondensi penulis: Ismail Marzuki, Telp 081241011873, [email protected]

Page 17: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 17

yang terjadi, 3) kecepatan mikrosymbion tersebut dalam merombak komponen kimia hidrokarbon, 4) kondisiyang dibutuhkan untuk terjadinya proses degradasi spons/mikrosimbion dalam mereduksi sifat toksikhidrokarbon. Permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan melakukan sejumlah analisis sebagai tujuanpenelitian yakni: menentukan spesies mikrosimbion, mekanisme degradasi, kecepatan proses degradasi danparameter yang menentukan degradasi dapat berlangsung maksimal. Kajian degradasi PAH menggunakanmikrosymbion urgen dilakukan mengingat bahwa beberapa jenis PAH bersifat karsinogenik, mutagenik dantoksisitas tinggi, sehingga sangat membahayakan kehidupan terhadap biota laut dan dapat terakumulasi hinggamasuk dalam siklus rantai makanan yang akhirnya dapat menjadi masalah kronik terhadap kesehatan manusia.Potensi ancaman yang dapat timbul akibat percemaran PAH baik dilaut maupun pada daratan, sehinggapenelitian ini sangat urgen untuk dilakukan, terlebuh lagi bahwa populasi spons Indonesia cukup besartermasuk spons pada Kepulauan Spermonde khsusnya sekitar kepulauan Selat Makassar. Degradasihidrokarbon dengan memanfaatkan mikroorganisme sebelumnya telah dilakukan menggunakan isolat darimangrove, (Marzuki et al., 2015b; 2015c; Syakti, et at., 2013; Tam N.F.Y., Wong, 2008), sedangkan sponssebagai bioindikator pencemaran banyak dilakukan sebelumnya, (Venkateswara et al., 2009)

2. METODE PENELITIANa. Material dan peralatan

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat spons Niphates sp, Media NA, reagen ujibiokimia standar, CH3OH pa, air laut steril, Phosphate Buffer Saline (PBS), Sea Water Complit (SWC),marine agar (MA), 25% gliserol, mikro-simbion sponge isolat, formalin 4%, Aqubides, ddH2O, chelex 20%,sepasang sekuens primer universal gen 16S rRNA E. coli: FP-U1 (5'-CCAGCAGCCG CGGTAATACG-3')pada nucleotides 518-537, dan RP-U2 adalah (5'-ATCGG (C/T) TACCTTGT TACGACTTC-3') sesuaidengan nukleotida 1513-1491, DNA template, Taq DNA polymerase (Perkin-Elmer, Norwalk, Conn) , PCRMix, Triton X-100, Tris, EDTA, HCl, KCl, MgCl2, parafin, tripofosfat deoxynucleoside, gel poliakrilamida,agarose, Ethidium Bromide, dichloromethana GR merck, methanol, Fenantrena GR, standar iso-oktankonsentrasi 691 ug/mL (CA540-84-1 ), standar TCL PAH 16 2000 μg/mL, Stone Mineral Salt Solution(SMSS): komposisi 1,8 g K2HPO4; 1,2 g KH2PO4; 4,0 g NH4Cl; 0,2 g, MgSO4.7H2O; 0,1 g NaCl; 0,01 gFeSO4.7H2O; dan 1.000 mL air suling), 0,9% NaCl fisiologis.

Peralatan yang digunakan: pisau bedah, tang, pial, mikroskop haemositometer, cangkir porselen,mortir dan alu, blender, seperangkat gelas, bunsen, keseimbangan analitis, hot plate, hisap karet, Whatman,oven, freezer, botol BOD, termometer, ose bulat, effendorf 1,5 mL tabung, vortex shaker, disentrifugasi 1000rpm, 4000 rpm dan 10.000 rpm, sendok media, pengaduk, compactor container gel, kertas pH universal,salinometer, stop watch, aliran air laminer (LAF), autoclove, filter 0.2 lm, mesin PCR (Biorad), programBioedit, MAS-100 (Microbio-logical Air Sampler), mikropipet, filter ujung, pengendara sepeda gen, gel doc,dan elektroforesis.

b. Tahapan Aktivitas PenelitianMetode yang diterapkan dalam pencapaian tujuan penelitian dengan melakukan tahapan kegiatan

pemilihan spons Niphates sp hasil analisis fisiologi dan morfologi, isolasi mikrosimbion, analisis morfologiisolat, kultur simbion, analisis genotip, pembuatan suspensi simbion dan kontak suspensi simbion denganjenis PAH tertentu untuk melihat kinerja simbion dan pengamatan terhadap parameter degradasi yang terjadi,lebih ringkas disajikan dalam Gambar 1. Diagram Alir, sebagai berikut:

Page 18: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 18

Gambar 1. Diagram alir tahapan dan Aktivitas Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASANa. Analisis Fenotip Mikrosimbion Spons

Pemilihan isolat dari spons didasarkan pada morfologi dilokasi habitatnya yakni spons yang padabagian tubuhnya tertutup oleh lendir dengan alasan bahwa lendir yang diproduksi oleh spons sebagai bentukmempertahankan diri dari ancaman predator termasuk pencemaran PAH. Niphates sp adalah salah satu sponsyang seluruh permukaan tubuhnya tertutup oleh lendir. Jumlah isolat dari Niphates sp ada 2 jenis, keduanyamerupakan isolat gram negatif berbentuk basil memanjang (isolat 1) dan basil tidak memanjang (isolat 2).Hasil analisis fenotip kedua simbion Niphates sp yakni bereaksi positif dengan kaldu laktosa dalam mediafermentasi menunjukkan bahwa kedua isolat bersifat asam, demikian pula hasil reaksi positif pada uji katalasedalam media NA miring. Reaksi positif pada uji sitrat menggambarkan bahwa isolat tersebut memiliki enzimpembawa sifat genetic. Hal yang sama diperoleh rhasil reaksi positif terhadap reagent MR dan VR, yangberarti bahwa kedua isolat bersifat asam, (Marzuki et al., 2014b; 2016; Ismet et al., 2011; Hamzah et al.,2010; Ijah, 2008).

b. Analisis Genotip Mikrosimbion SponsAnalisis genotip isolat Niphates sp dilakukan dengan cara amplifikasi sel menggunakan metode

Polimerase Chain Reaction (PCR) dimaksudkan melihat susunan dan jumlah gen kedua isolat spons denganmensejajarkan homolog gen sampel terhadap gen Bank melalui analisa BLAST (Basic Local AlignmentSearch Tool). Ringkasan hasil BLAST disajikan dalam Tabel 1, berikut:

Tabel 1. Hasil BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) Bakteri

No Sampel SekuenSampel Sekuen GenBank Identitas

(%)Signifikansi

(%) Spesies1 2 3 4 5 6 7

1 Isolat 1 21-910608.723-609.672

(949)911/951(96,90%)

40/951(4,10%)

Bacillus cohnii strainDSM 6307 (BC)

2 Isolat 2 15-913541-1477

(936)922/956(96,45%)

34/956(3,55%)

Bacillus pumilus strainGLB197 (BP)

Hasil pensejajaran dengan membandingkan sekuen sampel terhadap sekuen gen bank denganidentitas masing-masing isolat pertama: 911/951(96,90%) dan isolat kedua 922/956 (96,45%),

Page 19: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 19

menunjukkan bahwa kedua isolat tersebut merupakan golongan basilus dengan spesifikasi dan strainseperti pada Tabel 1 kolom 7, (Marzuki et al., 2015; 2014a; Alamri, 2012; Abubakar, 2011; Cai et al.,2007).

c. Komposisi Media Degradasi Suspensi Simbion Niphates spKomposisi suspensi isolat simbion Niphates sp yang digunakan sebagai media untuk melihat

aktivitas pertumbuhan sel dalam media terkontaminasi Fenantrena dapat dilihat dalam Tabel 2, berikut:

Tabel 2. Komposisi dan Kondisi Media Uji Pertumbuhan/aktivitas Sel dalam limbah PAH olehMikrosymbion Niphates sp

NoUraian komponen

mediaJenis bakteri simbion Spons Niphates sp

BC BP PS K. Negatif1 Media pertumbuhan SMSS SMSS SMSS SMSS2 V. media

pertumbuhan 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

3 Jumlah sel bakteri 4,8.103

sel/mL3,3.104

sel/mL1,5.101sel/m

L 0 sel/mL

4 Volume suspensi 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL5 pH media 7 7 6,5 76 Temperatur kerja Suhu kamar suhu kamar suhu kamar suhu kamar7 Waktu kontak 25 hari (setiap 5 hari dilakukan pengukuran)8 Kondisi kerja aseptik aseptik aseptik aseptik

Pengamatan aktivitas sel isolat dalam media degradasi terkontaminasi penantrena dilakukan denganmenentukan komposisi dan kondisi awal media degradasi dan penggunaan kontrol positif Pseudomonas spdan control negatif, seperti pada Tabel 2 di atas. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak adamaterial yang tercampur dalam suspensi kecuali isolat, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi hanyadisesbabkan oleh kerja isolat simbion terhadap degradasi fenantrena, (Marzuki et al., 2015b; Ijah, 2008).

d. Parameter Degradasi PAHTabel 3, dan Tabel 4, merupakan hasil pengamatan parameter degradasi oleh simbion spons Niphates

sp yang di tempatkan dalam media terkontaminasi fenantrena.

Tabel 3. Pembentukan Gelembung Gas dan Bau Fermentasi Media Degradasi Berdasarkan Waktu kontakSuspensi Simbion Niphates sp terhadap PAH

No Suspensi Perlakuan dan waktu kontak (hari) KeteranganPerl. 1 Perl. 2 Perl. 3 Perl. 4

1 Isolat BC 10 15 15 20 pembentukan gelembung gas15 20 15 25 bau fermentasi

2 Isolat BP 10 10 15 15 pembentukan gelembung gas15 20 20 20 bau fermentasi

3 Isolat PS(K. Positif)

10 15 15 15 pembentukan gelembung gas15 15 15 20 bau fermentasi

Keterangan:Perl. 1 = Sampel di Shaker pasa suhu kamarPerl.2 = Sampel tidak di Shaker pasa suhu kamarPerl.3 = Sampel di Shaker pada suhu 25 0CPerl.4 = Sampel tidak di Shaker dan ditmpatlan pada suhu 25 0C

Pembentukan gelembung gas pada hari ke 10 (perlakuan 1) untuk semua jenis isolat menunjukkanadanya aktivitas sel simbion spons, sedangkan bau fermentasi teridentifikasi dengan waktu yang adabervariasi antara isolat disebabkan karena kinerja isolat satu terhadap lainnya berbeda dalam proses degradasifenantrena.

Page 20: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 20

Tabel 4. Perubahan pH Media Degradasi Berdasarkan Waktu Kontak Symbion Niphates sp terhadap PAH

No Suspendi Waktu kontak (hari)0 5 10 15 20 25

1 Isolat BC 7 7 6 6 6 72 Isolat BP 7 6 6 6 7 73 Isolat PS (K. Positif) 7 6 6 6 6 7

Tabel 4, di atas terlihat perubahan pH menjadi 6 pada hari ke 5 dan ke 10 masa kontak menunjukkanbahwa ada aktivitas sel simbion Niphates sp, Aktivitas sel ini berupa penambahan ukuran dan penambahanjumlah sel, sehingga pH media degradasi mengalami perubahan ke sifat lebih asam, Hasil ni sejalan denganpenelitian sebelumnya, (Marzuki et al., 2015b; 2015c; Hamzah et al., 2010).

Tabel 5. Kerapatan Optik Media Degradasi Berdasarkan Waktu Kontak (hari)

No. Waktu Kontak(hari)

Optical Density (OD)

Isolat BC Isolat BP PS (K.Positif K. Negatif1 0 0.008 0.007 0.007 0.0022 5 0.027 0.029 0.031 0.0033 10 0.089 0.092 0.095 0.0034 15 0.121 0.120 0.124 0.0045 20 0.129 0.128 0.126 0.0056 25 0.133 0.131 0.131 0.006

Berdasarkan Tabel 5, di atas menunjukkan adanya peningkatan kekeruhan media degradasi, dimanakekeruhan tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) bertambahanya ukuran sel isolat; 2)Jumlah sel isolat meningkat karena terjadi pembelahan sel yang diperkirakan terjadi pada masa kontak 10 harike atas; 3) terbentuk senyawa organik sederhana seperti gas methana dan CO2, hasil degradasi perombakanstruktur fenantrena oleh isolat. Tabel 5, di atas juga memperlihatkan terjadinya penurunan kerapan optik padamasa kontak mulai hari ke 20 hingga hari ke 25, diperkirakan terjadi akibat sebagian dari sel isolat mati dantidak lagi mampu melakukan pembelahan diri, (Meutia et al., 2011; Murniasih et al., 2010; Lin et al., 2008).Matinya sel isolat tersebut karena sel-sel ini tidak mampu bertahan lebih lama akibat toksisitas dari fenantrena,sedangkan sel tidak lagi membela disebabkan karena media degradasi mengalami perubahan pH atau mediatidak berada pada kondisi optimum untuk terjadinya pembelahan sel, Hasil ini sejalan dengan penelitiansebelumnya, (Marzuki et al., 2015c; Acevedo et al., 2011; Komarawidjaja 2009).

4. KESIMPULANKarakteristik fenotip, genotip dan data parameter degradasi, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:1. Karakteristik fenotip dua isolat spons Niphates sp adalah bereaksi positif dengan reagent katalase, laktase

(bersifat asam), methyl merah (penghasil asam), citrate (memiliki enzim sebagai pembawa sifat genetik.2. Karakteristik genotip berdasarkan data sekuen sampel terhadap pensejajaran homolog sekuen gen bank,

kedua isolat merupakan jenis basillus dengan spesies masing-masing isolat pertama adalah Bacillus cohniistrain DSM 6307 (BC) dan isolat nomor 2 adalah Bacillus pumilus strain GLB197 (BP)

3. Kedua isolat Niphates sp tersebut mampu mendegradasi PHA jenis fenantrena yang didasarkan pada dataparameter degradasi yakni perubahan pH media, bau fermentasi, kerapatan optik dan gelembung gas.

5. DAFTAR PUSTAKAAbubakar, H., Wahyudi, T. A., Yuhana, M., 2011. Skrining bakteri yang berasosiasi dengan spons Jaspis sp.

sebagai penghasil senyawa antimikroba. Jurnal Ilmu Kelautan, vol. 16 (1):35-40Acevedo, Francisca, Leticia Pizzul, María del Pilar Castilloc, Raphael Cuevas, María, C. Diez. 2011.

Degradation of polycyclic aromatic hydrocarbons by the Chilean white-rot fungus Anthracophyllumdiscolor. J. of Hazardous Materials, vol. 185:212-219

Alamri, A. Saad, 2012. Biodegradation of microcystin-RR by Bacillus flexus isolated from a Saudi freshwaterlake. Published online- doi:10.1016/j .sjbs.2012.06.006. Saudi Journal Biol Sci, vol. 19 (4):435-440

Page 21: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.16-21) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 21

Cai, Quan-Ying, Ce-Hui Mo, Qi-Tang Wu, Qiao-Yun Zeng, Athanasios Katsoyiannis, Jean-Francois F´erard,2007. Bioremediation of polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs)-contaminated sewage sludge bydifferent composting processes. Journal of Hazardous Materials, vol. 142:535-542

Hamzah, A., Rabu, A., Farzarul, R., Azmy, R.H., 2010. Isolation and characterization of bacteria degradingSumandak and South Angsi Oils. Jurnal Sains Malaysiana, vol. 39 (2):161-168

Ijah U. J. J., and L. I. Ukpe. 2008. Biodegradation of Crude Oil by Bacillus Strain 28A and 61B Isolated fromOil Spilled Soil. Waste Management Journal vol. 12:55-60

Ismet, S.M., Soedharma, D., Effendi, H., 2011. Morphology and cell biomass of sponge Aaptos aaptos andPetrosia sp., J. Ilmu Tek.Kelautan Tropis. vol. 3 (2): 153-161

Komarawidjaja, W., 2009. Karakteristik dan pertumbuhan konsorsium mikroba lokal dalam mediamengandung minyak bumi, Jurnal Teknologi Lingkungan, vol. 10 (1): 114-119

Lin, Y., and L. X. Cai, 2008. PAH-degrading microbial consortium and its pyrene-degrading plasmids frommangrove sediment samples in Huian, China. Marine Pollution Bulletin, vol. 57:703–706

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2014a. Isolation and Identification on Degradator Bacterialof Petroleum waste which Symbionts with Sponge Callyspongis sp from Melawai Beach. Proceeding:International Confrence on the sciences (ICOS), 19-20 Nopember 2014, Makassar, ISBN :9786027219809, pp. 493-503, DOI: 10.17605/OSF.IO/PZVKC

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2014b. Isolation and identification Bacterial Symbionts ofsponge as Producer enzyme amylase from Melawai Beach, Balikpapan, Jurnal dr.Aloei Saboe, vol.1(1):11-18, DOI : 10.17605/OSF.IO/R4JYA

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2015a, Molecular characterization of gene 16S rRNA microsymbionts in sponge at Melawai Beach, East Kalimantan, Journal Marina Chimica Acta, 16 (1):38-46,DOI: 10.17605/OSF.IO/XKP9B

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2015b, The potensi biodegradation hydrocarbons ofpetroleum sludge Waste by cell biomassa sponge Callyspongia sp, Journal Marina Chimica Acta, 16(2):11-20, DOI: 10.17605/OSF.IO/RCNDW

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2015c, Sponge role in alleviating oil pollution throughsludge reduction, a preliminary approach, Int. Journal of Applied Chemistry, 11 (4):427-441, DOI:10.17605/OSF.IO/S9HTG

Marzuki, I., Noor, A., Djide, N.M., La Nafie, N., 2016. Microsymbiont and Morphological PhenotypeAnalysis Marine Sponge Biomass From Melawai Beach, Balikpapan, East Kalimantan, Journal MarinaChimica Acta, 17 (1):8-15, DOI: 10.17605/OSF.IO/P73EN

Meutia, S.P., Soedharma, D., Effendi, H., 2011. Morfologi dan biomassa sel spons Aaptos aaptos danPetrosia sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelutan Tropis, vol. 3, (2):153-161

Murniasih. T., dan Rasyid, A., 2010. Potensi bakteri yang berasosiasi dengan spons asal Barrang Lompo-Makassar sebagai sumber bahan anti bakteri, Jurnal Oseanologi dan Limnologi, vol. 36 (3):281-292

Syakti, D. A., Yani, M., Hidayati, V.N., Siregar, S.A. Doumeng, P., I.M. Sudiana, M., 2013. TheBioremediation potential of hydrocarbonoclastic bacteria isolated from a Mangrove Contaminated byPetroleum Hydrocarbons on the Cilacap Coast, Indonesia. J.Bioremediation, vol. 17 (1):11–20, online.DOI: 10.1080. 731446

Tam, N.F.Y and Wong, Y.S., 2008. Effectiveness of bacterial inoculum and mangrove plants on remediationof sediment contaminated with polycyclic aromatic hydrocarbons, Marine Pollution Bulletin, vol.57:716-728

Venkateswara, Rao, J., K. Srikanth., Usman, P.K., 2009. The Use of marine sponge, haliclona tenuiramosa asbioindicator to monitor heavy metal pollution in The Coasts of Gulf Mannar, India. Environ MonitAssess, Journal Springer, vol. 156: 451-459

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, yang telah memberikan pendanaandalam pelaksanaan penelitian ini.

.

Page 22: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 22

PROSES UPGRADING BATUBARA KUALITAS RENDAH ASAL SULAWESI SELATANMENGGUNAKAN LARUTAN KIMIA DAN PROSES PEMANASAN

Swastanti Brotowati1), Irwan Sofia1), Muhammad Saleh1)

1)Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

The eastern Indonesian province has coal reserves of 368.49 million tons spread in the provinces of SouthSulawesi, Central Sulawesi, North Maluku and Papua. Whereas South Sulawesi has coal reserves of around 231.12million tons spread in 9 districts. The largest coal reserves in the districts of Maros, Barru, Bone and Sidrap Sidrap haveexplored around 20.06% of the total reserves. The remaining 79.94% is of low quality coal, making it less profitable forinvestors. While the need for coal energy sources for transportation and industry is experiencing a very rapiddevelopment, and only relies on high quality coal. The Low rank coal has a high water content, ash content, flyingsubstance content and sulfur content, which will cause the coal's calorific value to be low so that the cost of burning coalper unit of calories becomes higher, and the impact of environmental pollution is also not good. To overcome this,research is carried out to improve the quality of coal or upgrading coal using chemical solutions and coal heating attemperature of 200oC. The Proximate analysis results obtained by the coal from the upgrading process using 20% ofHydrochloric acid and 20% of Sodium Hydroxide solution as well as the drying process at 200 oC can reduce watercontent up to 39.47 - 51.89%, ash content 48.15 - 57.93%, sulfur content 66.96 - 85.52%, flying substances 33.97 -50.13%, and increasing carbon content up to 36.60 -60.42% and heating values up to 22.53 -34.68%.

Keyword: Low quality coal, upgrading process , Hydrochloric acid , Sodium Hydroxide

1. PENDAHULUANPropinsi Indonesia bagian timur mempunyai cadangan batubara sebesar 368,49 juta ton tersebar di

Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Papua. Sedangkan Sulawesi Selatan memilikicadangan batubara sekitar 231,12 juta ton yang tersebar di 9 kabupaten (Kanwil Dep. Pertambangan danEnergi, Sul-Sel, 2010. Cadangan batubara terbesar ada di kabupaten Maros, Barru, Bone dan Sidraphingga kini baru tereksplorasi sekitar 20,06 % dari total cadangan yang ada sehingga sisanya 79,94% masihdibiarkan kalua belum ada investor yang berminat mengingat rank / klasifikasi cadangan batubara yang ada diSulawesi Selatan ini mayaoritas merupakan batubara sdengan rank atau klasifikasi jenis batubaraSubbituminus atau batubara kualitas rendah dengan kadar air , kadar zat terbang, kadar abu tinggi sedangkankadar karbon dan nilai kalor rendah Batubara ini mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi batubaradengan kualitas baik atau rank Bituminus melalui proses upgrading dengan bermacam proses terutama prosesuntuk mengurangi kandungan air dan kandungan sulfur pada batubara.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh Datin, F.U., pada tahun 2010berhubungan dengan peningkatan kualitas batubara Bunyu, Datin, F.U., menggunakan 3 proses UBC(upgrading brown coal) ,HWD (Hot water drying) dan SD (steam drying). Dengan menambahkan minyakresidu dan minyak tanah. Hasilnya kadar air turun sebesar 80,98%, kadar abu naik 6,72%, kadar zat terbangturun 21,51%, kadar karbon naik 25,91%, kadar sulfur naik 7,3%, kekurangan hasil penelitian Datin adalahterjadi peningkatan pada kadar abu yang berakibat pada turunnya nilai kalor.Sedangkan pada tahun 2012,Wulan,E.K melakukan riset tentang peningkatan kualitas batubara Malawan dengan pemanasanmenggunakan gelombang mikro pada daya 800 watt. Hasilnya mampu menurunkan kadar air dari 24,18%menjadi 5,66%, kadar abu dari 4,82 menjadi 4,51, dan meningkatkan zat terbang dari 34,17% menjadi43,33%, kadar karbon 36,8%3 menjadi 46,56%. Kekurangan dari proses ini kadar zat terbang meningkat danini akan berakibat pada pencemaran lingkungan. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad,A.A. dkk.(2017), proses peningkatan kualitas batubara subbituminus menggunakan poses UBC denganmenambahkan minyak residu yang dipanaskan pada suhu 150-200oC, hasilnya kadar air, dan kadar sulfurturun, sedangkan kadar abu, kadar zat terbang meningkat. Kekurangan dari penelitian ini adalah kadar abu danzat terbang meningkat dan ini akan menyebabkan berkurangnya nilai kalor dan pencemaranlingkungan.Ketiga peneliti diatas masing-masing masih ada kekurangannya terutama pada hasil penelitiannya

1 Korespondensi penulis: Swastanti Brotowati, Telp 081355685090, [email protected]

Page 23: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 23

masih terjadi terjadi peningkatan kadar abu, kadar sulfur, peningkatan kadar abu dan kadar sulfur ini akanberpengaruh pada lingkungan sehingga mengakibatkan adanya pencemaran lingkungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mningkatkan kualitas rank atau klasifikasi batubara kualitasrendah tanpa meningkatkan kandungan abu dan sulfur serta meningkatkan nilai kalor batubara sehinggabatubara yang dihasilkan termasuk dala batubara rank atau kualitas baik sesuai dengan kualitas rankbituminous berdasarkan pada standart ASTM D3172 dengan uji / analisis ultimat dan proksimat mengikutistandar yang ditetapkan oleh ASTM D3172. Proses yang akan digunakan pada penelitian ini adalah prosespenururan kadar sulfur dan abu batubara dengan proses Desulfurisasi dan Demineralisasi menggunakanlarutan kimia HCl dan NaOH, sedangkan untuk mengurangi kandungan air akan digunakan proses penanasanpada suhu 200oC – 450oC

2. METODE PENELITIANBahan baku : Batubara asal kabupaten :Bone, Maros, Barru dan Sidrap Propinsi Sulawesi Selatan, hasilanalisis batubara awal sebelum proses upgrading sebagai berikut :

Tabel 1 Hasil analisis proksimat batubara sebelum proses

Kondisi operasi: Laju pengadukan divariasikan: 150,200,250,300 dan 350 rpm, suhu : 30,50,70 dan 900C,tekanan ditetapkan : 1 atm ,waktu reaksi :1;1,5;2;2,5 dan 3 jam, konsentrasi larutan HCl: 5,10,15,20,25% danNaOH :5,10,15,20,25% , waktu pemanasan ditetapkan :2 jam dan suhu pemanasan ditetapkan 200oCPerbandingan batubara : larutan kimia ditetapkan : 1bagian berat batubara : 5 bagian larutan kimia

Percobaan pendahuluan : mencari waktu reaksi ,suhu reaksi dan kecepatan pengadukan , dilakukan padasuhu ,waktu reaksi dan kecepatan pengadukan yang divariasikan

Metode analisis :proksimat menggunakan standar D3172, untuk kadar air : D3173 , volatil metter /zatterbang : D3175, kadar abu ; D3174 , nilai kalor dengan alat bomb kalori meter , metode pemanasan dalamoven/furnace dengan sedikit oksigenAdapun gambar alat dan bahan baku batubara asal seperti yang ditunjukkan pada gambar 1sampai 5 dibawah :

Gambar 1 Reaktor Gambar 2.Maros Gambar 3 Bone Gambar 4. Sidrap Gambar 5Barru

Bahan baku Kadar SulfurTotal(%)

Kadar Abu (% )

Kadar air (% )

Kadar ZatTerbang ( %

)

Kadarkarbon padat

( % )

Nilai kalor (kalori/gram )

Bone 5.18 12.19 11.11 36.40 40.21 5157.45Sidrap 1.15 11.06 15.28 27.79 45.86 5581.70Baru 3.86 14.23 12.27 34.92 38.69 5104.27

Maros 3.61 36.05 10.26 19.23 34.38 4284.44

Page 24: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 24

Blok Diagram Penelitian :

Gambar. 6. Diagram Proses pengurangan sulfur dan abu batubara

3. HASIL DAN PEMBAHASAN1.PERCOBAAN PENDAHULUAN :Tujuan : mencari waktu reaksi ,suhu reaksi dan kecepatan pengadukan , hasilnya dapat dilihat pada Gb7 danGb8 dibawah ini :

Batubara Malawa Sul-SelKualitas rendah ( 1 bag berat )

Larutan HCL 20%( 5 Bagian Volume )

Proses DesulfurisasiDilakukan pada , Suhu, waktu,

pengadukan dan konsentrasi pelarut yang ditetapkan

Proses Penyaringan

Batubara hasil refluxLarutan HCL

Proses pengeringan di udara ruangselama 12 jam

Proses DenimeralisasiDilakukan variasi , Suhu, waktu, pengadukan dan

konsentrasi pelarut

Larutan NaOH

Batubara hasil Desulfurisasi dandemineralisasi

Batubara hasil reflux

Proses pencucian dan penyaringan hingga (PH netral :7)Air dingin Air dingin

Proses pencucian dan penyaringan hingga (PH netral :7)Air dingin

Air dingin

Proses Penyaringan

Larutan NaOH

Proses pengeringan di udara ruangselama 12 jam

Analis kadar Sulfur dan Abu, dihitungkonversi reaksi

Page 25: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 25

Gambar.7.Pengaruh waktu, suhu reaksi terhadap Gambar 8. Pengaruh kecepatan pengaduk terhadapkonversi reaksi konversi reaksi

Gambar 7 , Percobaan pengaruh waktu dan suhu reaksi terhadap konversi reaksi . Peningkatan suhu danwaktu reaksi akan mengakibatkan peningkatan hasil reaksi yang ditandai dengan meningkatnya nilai konversireaksi. Pada waktu dan suhu tertentu konversi reaksi akan memberikan peningkatan yang tidak signifikan atauhamper konstan, hal ini disebabkan kecepatan reaksi senyawa dalam pereaktan dan produk telah mencapaikondisi setimbang. Dari gambar 7 dapat dilihat kondisi optimum terjadi pada waktu reaksi 2 jam dan suhuoptimum 90oC. menghasilkan konversi hasil reaksi tertinggi, selanjutnya digunakan untuk kondisi opersisetiap percobaan

Gambar 8. Percobaan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap konversi reaksi. Percobaan ini dimaksudkanuntuk mendapatkan kondisi laju pengadukkan yang sesuai, dimana pengaruh difusi film sudah tidak lagiberpengaruh pada reaksi penurunan kadar sulfur dan abu batubara. Dari gambar 8 terlihat bahwa konversibatubara mula-mula akan naik seiring dengan kenaikkan laju pengadukkan pada kisaran 150 hingga 250 Rpm.Hal ini memperlihatkan bahwa pada kisaran tersebut difusi film masih berpengaruh, tetapi pada lajupengadukkan diatas 250 hingga 350 terlihat perolehan konversi sudah konstan , yang menunjukkan padakisaran tersebut difusi film sudah tidak berpengaruh lagi. Selanjutnya untuk kondisi opersi setiap percobaan :waktu 2 jam, suhu 90 oC, 250 rpm, tekanan 1 atm.

2.PENURUNAN SULFUR DAN ABU BATUBARA DENGAN LARUTAN KIMIA HCL DAN NAOH

Gambar.9 Pengaruh Konsentrasi HCL terhadap Gambar.10 Pengaruh konsentrasi NaOH terhadapPenurunan kadar Sulfur total penurunan kadar Abu

Gambar 9 , Percobaan pengaruh konsentrasi HCL terhadap penurunan kadar sulfur total batubara. Yangdimaksud Kadar Sulfur total batubara adalah kandungan sulfur yang terikat sebagai pirit ( FeS2 ) dan sulfurorganik. Reaksi penurunan kadar sulfur pada batubara asal Sidrap, Barru, Maros dan Bone,menunjukkanpenurunan sulfur yang signifikan. Terlihat pada konsentrasi HCL 20% pereaktan memiliki jumlah molekulCl- yang lebih banyak dibandingkan konsentrasi HCL yang lebih rendah , sehingga kontak antara ion Cl-

berikatan dengan ion Fe2+ atau H+ dengan S2- cukup tinggi dan menjadi lebih kuat dalam mengikat senyawa

Page 26: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 26

di sekitarnya. Tetapi pada konsentrasi di atas 20%, jumlah ion Cl- semakin banyak tetapi jumlah ion Fe2+ danS2- dalam batubara sudah mulai berkurang sehingga ditunjukkan dengan penurunan sulfur yang hampirkonstan atau kadar sulfur dibawah 1%.

Gambar 10.Percobaan pengaruh konsentrasi NaOH terhadap penurunan kadar abu. Kandungan abu padabatubara merupakan senyawa ion -ion Si, Al, Fe, Cr dan sedikit Ti,Mn, Mg, Na dan K. Larutan alkali NaOHmempunyai kemampuan melarutkan senyawa mineral dalam abu batubara lebih kuat dibanding yang lainnya,Pada reaksi penurunan kadar abu pada batubara asal Barru , Bone dan Sidrap yang mempunyai kadar abudibawah 15%, larutan alkali NaOH 20% mempunyai kemampuan melarutkan senyawa mineral dalam abubatubara lebih kuat dibanding dengan batubara asal Maros yang mempunyai kadar abu jauh lebih tinggi diatas 35%. Sehingga untuk batubara asal Maros masih diperlukan larutan NaOH yang konsentrasi lebih tinggi,jika ingin dicoba hingga batas penurunan dibawah 5%.maka diperluukan larutan NaOH dengan konsetrasi diatas 25%.

Pengaruh Penambahan kadar Air Bawaan setelah Proses:Hasil analisis proksimat untuk kadar air batubara setelah proses penurunan kadar sulfur total dan kadar abu,terjadi peningkatan kadar air, hal ini disebabkan pada proses reaksi penurunan sulfur menggunakan larutanHCL 20% dan pada proses penurunan kadar abu digunakan larutan NaOH 20% , sejumlah air dalam larutanakan menyebabkan naiknya kadar air batubara setelah proses reaksi Kadar air bawaan batubara asal Bone11,11 meningkat menjadi 17,48%, Sidrap 15,28 menjadi 18,87%, Barru 12,27 menjadi 18,19% dan Marosdari 10,28 menjadi 15,64%. Peningkatan kadar air ini merupakan proses hidrasi air bebas pada batubara yangterikat pada permukaan pori-pori batubara.

3.PENGARUH PROSES PEMANASAN BATUBARA :Pengaruh kadar air batubara.Batubara yang mengalami peningkatan kadar air akan dikurangi sejumlah airnya dengan proses pemanasanpada suhu 200oC. Banyaknya air dalam batubara akan menyebabkan turunnya kadar karbon dan pengaruhnyapada turunnya nilai kalor batubara. Pengaruh proses pemanasan batubara pada suhu 200 oC dapat dilihat padagambar 11 dibawah .

Gambar.11.Pengaruh waktu pemanasan terhadap Gambar 12. Pengaruh waktu pemanasanterhadap

penurunan Kadar air batubara peningkatan Kadar abu batubara

Pemanasan batubara pada suhu 200oC dilakukan setelah proses pengurangan kadar sulfur dan abu , denganmeningkatnya waktu pemanasan hingga 180 menit, kadar air asal batubara Bone turun dari 17,48 menjadi6,73%, batubara Sidrap 18,87 menjadi 7,82%, batubara Barru 18,19 % tutun menjadi 7,32% dan batubara asalMaros dari 15,64 menjadi 6,21% .Ini disebabkan pemanasan pada suhu 100-120 oC terjadi reaksi endotermisuntuk penguapan air bebas, air terikat dan air yang terdapat dalam pori-pori batubara. Pemansan diatas 120oC-200 oC terjadi reaksi dekomposisi batubara pembentukan CO dan CO2 , sedangkan suhu > 200oC prosespenguapan air bebas, air terikat secara kimia masih berlanjut dan terjadi proses pembentukan tar danhydrogen.

Page 27: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 27

Pengaruh Kadar Abu Batubara :Proses pemanasan berpengaruh terhadap peningkatan kadar abu. Proses pemanasan dapat mengurangisejumlah air bebas, air terikat dan air yang terjebak dalam pori-pori batubara, tetapi pemanasan juga akanberdampak pada peningkatan kadar abu batubara akibat adanya sebagian atom karbon yang tedekomposisimenjadi gas CO dan CO2 serta ion -ion Si, Al, Fe, Cr dan sedikit Ti, Mn, Mg, Na dan K. yangterdekomposisi sebagai bahan mineral. yang. Pada gambar dapat dilihat kadar abu batubara asal Marosmeningkat dari 16,53 menjadi 18,74%, asal Bone 3,51 menjadi 5,15%, asal Barru 4,35 menjadi 5,94% danbatubara asal Sidrap 3,48 menjadi 5,43% selama 180 menit , pemanasan diatas 180 menit membrikanpeningkatan yang tidak signifikan atau dapat dikatakan konstan, Hal ini dapat dilihat pada gambar 12 di atas.

Pengaruh Kadar Zat terbang /Volatile Matter Batubara:Zat terbang (Volatile Matter) adalah senyawa organik dan anorganik yang hilang pada saat batubara dikurangikandungan airnya dengan pemanasan suhu tinggi . Bagian batubara yang hilang dalam bentuk gas selamaproses pemanasan. Zat terbang merupakan unsur positif untuk batubara tetapi dapat menjadi sesuatu yangnegatif jika kadarnya terlalu tinggi. Pada proses pemanasan pada suhu 200oC kadar zat terbang menunjukkanadanya penurunan dengan bertambahnya waktu pemanasan, hal ini terjadi akibat adanya penurunan kadar airdan adanya senyawa -senyawa organik dan anorganik yang menguap seperti senyawa CH4, CH4, CO dan CO2. Pada waktu pemanasan 180 menit kadar zat terbang batubara asal Bone besarnya 36,66 turun mennjadi32,11%, batubara asal Barru 34,89 turun menjadi 29,46%, batubara asal Maros 19,24 turun menjadi 15,63%dan batubara asal Sidrap kadar zat terbang 27,79 turun mrnjadi 20,86%. Hal ini dapat dilihat pada gambar 13dibawah

Pengaruh Kadar Karbon Batubara :Batubara tersusun dari polimer aromatik dan hidroaromatik pada ujung-ujungnya terdapat gugus fungsionalseperti asam karboksilat, fenol, karboksil atau eter.Polimer aromatik tersebut berisi banyak atom karbonberikatan dengan atom oksigen, nitrogen dan sulfur. Peningkatan kadar karbon karena adanya penurunankadar air dan zat terbang , dan proses pemanasan menyebabkan unsur-unsur asam seperti karboksilat, fenol,karboksil atau eter akan menguap >120oC. Batubara asal Bone dan Maros terjadi peningkatan karbon hinggawaktu 180 menit dan suhu 200oC, sedangkan batubara asal Barru dan Sidrap masih menunjukkan prosespeningkatan kadar karbon > 180 menit sehingga masih perlu ditambah waktu pemanasannya. Peningkatankadar karbon untuk batubara asal Bone 41,36 - 49,30% , asal Maros terjadi peningkatan dari 48,54-53,66%,batubara asal Barru dari 42,57 – 48% , sedang batubara asal Sidrap dari 49,86 – 56,95% . Hal ini dapat dilihatpada gambar 14 dibawah

Gambar 13 Pengaruh waktu pemanasan terhadap Gambar 14 Pengaruh waktu pemanasanterhadap penurunan Kadar zat terbang peningkatan Kadar karbonPengaruh Nilai Kalor Batubara :Nilai Kalor (Calorific Value atau Heating Value) merupakan salah satu parameter penting dalam kualitasbahan bakar. Nilai kalor adalah jumlah energi yang dilepaskan ketika suatu bahan bakar dibakar secarasempurna dalam suatu proses aliran tunak (steady). Nilai kalor batbara adalah banyaknya panas yang dapatdilepaskan oleh setiap kilogram batubara jika dibakar sempurna. Besarnya nilai kalor batubara dipengaruhioleh besarnya nilai karbon dan kurangnya nilai kandungan air serta abu dalam batubra.

Page 28: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 28

Gambar 15 Pengaruh waktu pemanasan pada suhu 200oC Gambar 16 Batubara sesudah proses penurunankadar

terhadap peningkatan nilai kalor batubara sulfur dan abu, nampak lebih hitampekat

Pada proses pemanasan batubara pada suhu 200cC , sebagian dari air bawaan dan terikat serta senyawasenyawa organik lainya ikut menguap sehingga menyebabkan nilai karbon meningkat . dengan adanya prosespenurunan kadar abu dengan larutan kimia NaOH akan menyebabkan kadar abu turun. Turunnya kadar abudan meningkatnya kadar karbon akan meningkatkan nilai kalor batubara, dapat dilihat pada gambar 15Gambar 16 Contoh sampel batubara setelah proses penurunan kadar abu dan kadar sulfur dan setelah prosespemanasan , terlihat lebih hitam pekat, hal ini disebabkan adanya peningkatan kadar karbon dalam batubaradan berkurangnya kadar abu batubara. Hasil analisis proksimat batubara sebelum dan sesudah proses dapatdilihat pada Tabel 2 dibawah

Tabel 2. Hasil analisis proksimat sebelum dan sesudah proses upgriding

4. KESIMPULAN1. Batubara kualitas rendah dapat ditingkatkan kualitasnya melalui proses upgrading , dicapai melalui proses

penurunan kadar sulfur menggunakan larutan kimia HCL 20% dilanjutkan dengan proses penurunan kadarabu menggunakan larutan kimia NaOH 20% pada kondisi opersi proses suhu 90oC, tekanan 1 atm,kecepatan pengadukan 250 rpm selama 3 jam .

2. Proses ugrading batubara asal Bone , Sidrap , Barru dan Maros dapat menurunkan kadar air dari yangtertinggi 15,28 menjadi terendah sebesar 6,21% ; kadar sulfur dari yang tertinggi 5,18 menjadi terendah0,38% ; kadar abu batubara yang tertinggi 36,14 menjadi terendah 5,15% ; kadar zat terbang yang tertinggi36,40 menjadi terendah 15,63%

3. Proses ugrading batubara asal Bone , Sidrap , Barru dan Maros mampu meningkatkan kadar zat karbondari kadar yang terendah 34,38 menjadi yang tertinggi 56,95 %

4. Proses ugrading batubara asal Bone , Sidrap , Barru dan Maros mampu meningkatkan nilai kalor darinilai terendah 4284.44 kalori /gram menjadi nilai tertinggi sebesar 6278.24 kalori /gram

Batubara KondisiKadar ( % )

No Sulfur Abu Air VM Karbon Nilai Kalor

1 Bone Sebelum 5.18 12.19 11.11 36.40 40.21 5157.45Sesudah 0.75 5.15 6.73 30,42 49,30 5790.71

2 SidrapSebelum 1.15 11.06 15.28 27.79 45.86 5581.70Sesudah 0.38 5.43 7,35 20.86 56,95 6278.24

3 Barru Sebelum 3.86 14.23 12.27 34.92 38.69 5104.28Sesudah 0.73 5.94 7.32 29,46 48,00 5706.93

4Maros Sebelum 3.61 36.05 10.26 19.23 34.38 4284.44

Sesudah 0.63 18,74 6.21 15,63 53,66 5891.75

Page 29: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.22-29) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 29

DAFTAR PUSTAKAAchmad, A.A. dkk, Peningkatan Kualitas Batubara Subbituminus Menggunakan Minyak Residu P.T.X

Samarinda Kalimantan Timur, Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, Vol. 5, No. 1, Juni 2017: 1-6.Adiarso, dkk.: Teknologi Pemanfaatan Batubara Peluang dan Tantangan. Balai Besar Teknologi Energi

BPPT PUSPIPTEK : Tangerang, 2010.Bambang V.Luhkiputro. 2004. “ Upaya Pengurangan Kadar Sulfur Batubara Sulawesi Selatan Melalui

Serangkaian Proses Desulfurisasi dan Regenerasi Larutan “ Jurnal Intek. (Teragreditasi).No 1.Tahun ke 11

Budiraharjo, I.: Industri batubara Indonesia. Terjemah bebas artikel berjudul “Indonesia sekitan jijou” olehMasafumi Uehara, JCOAL Journal Vol 18, Januari 2011. (JCOAL Resources Development Division)(2011).

Borthakur,S.danMukherjee,P.C.2001.Chemical Demineralization/Desulphurization of Sulphur Coal UsingSodium Htdroxide and acid Solutions. May. Elsevier Science Ltd.

Datin. F.U., Pengaruh Proses Upgrading terhadapKkualitasBbatubara Bunyu,Kalimantan Timur, SeminarRekayasa Kimia dan Proses, 2010, issn : 1411-4216

Erlina Yustanti, 2012., Pencampuran Batubara Cooking dengan Batubara Lignite Hasil Karbonisasi SebagaiBahan Pembuatan Kokas. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif (Journal of WasteManagement Technology) ISSN 1410-9565 Volume 15 Edisi Suplemen (Radioactive WasteTechnology Center)

Khairil & Irwansyah: Kaji Eksperimental Teknologi Pembuatan Kokas dari Batubara sebagai Sumber Panasdan Karbon pada Tanur Tinggi (Blast Furnace). Universitas Syiah Kuala, Aceh (2010).

Rustiadi P. & Susanto.: Proses pengolahan batubara Indonesia untuk kokas metalurgi dengan metode coalblending. Pusat penelitian metalurgi LIPI, Tangerang (2003)

Swastanti B.,dan Herman.B.,2009. Demineralisasi / Desulfurisasi Batubara Malawa Menggunakan LarutanNatrium Hidroksida dan Asam Khlorida , Penelitian Laboratorium, Hibah Bersaing, DP2M.DiktiIndonesia

Valia & Hardarshan, S.: Coke Production for Blast Furnace Ironmaking Scientist, Ispat Inland Inc. (2006).Wulan, E.K., 2012, Peningkatan Kualitas Batubara Kualitas Rendah Melalui Penghilanga Moisture dengan

Pemanasan Gelombang Mikto,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Jakarta.

UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih ditujukan kepada :

1. Dirjen Kemenristek Dikti, DP2M yang telah memberikan kesempatan dalam melakukan penelitian ini danmengalokasikan pendanaan penelitian tahun anggaran 2017

2. Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah membantu dalam pelaksanaan Kegiatan IbM Rutinini dalam hal pendanaan lewat DIPA Politeknik Negeri Ujung Pandan tahun anggaran 2017

3. Ketua Unit UPPM Politeknik Negeri Ujung Pandang beserta jajarannya yang telah memberikankesempatan kepada penulis untuk mengikuti kegiatan Penelitian Program PTUPT tahun2018 danpenganggaran pada tahun anggaran 2017

4. Ketua Jurusan Teknik Kimia yang telah memberikan ijin dan fasilitas Laboratorium dan atas bantuannyauntuk menggunakan Laboratorium dan peralatan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan penelitian..

Page 30: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.30-34) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 30

ISOLASI SENYAWA FLAVONOID DARI KAYU SEPANG (CAESALPINIA SAPPAN L.)DENGAN METODE ULTRASONIC ASSISTED SOLVENT EXTRACTION DAN

KARAKTERISASINYA DENGAN METODE GAS CHROMATOGRAPHY MASSSPECTROMETRY (GCMS)

Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar1), M.Yasser1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Sappan wood is a source of natural antioxidants. Efficacy of Sappan plants as antioxidants also as antimicrobialsand natural coloring agents. The ability of treatment with the use of Sappan plants is caused by the abundance ofchemical compounds in plants such as the presence of flavonoids. Various methods of preparative analysis have beenfound and developed to isolate flavonoid compounds, one of which is done by extracting using Ultrasonic AssistedSolvent Extraction using variations of ethanol solvent concentration of 85%, 90%, 95%, and 99%. The highestpercentage of yield obtained at 90% ethanol concentration with a time of 15 minutes is 0.42% and pH is 5. The results ofGCMS analysis identified components of phenol compounds which are flavonoid compounds with 2-Methyl-5- (1,2,2-Trimethylcyclopentyl) Phenol with% Area is 44.56% at 90% ethanol concentration with 15 minutes extraction time,where the longer extraction time of flavonoid components will decrease due to degradation into other compounds.

Keywords: Sappan wood, Flavonoid, GCMS.

1. PENDAHULUANFlavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan. Secara biologis

flavonoid memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoidmempunyai rasa pahit hingga bersifat menolak sejenis ulat tertentu. Flavonoid merupakan salah satu bagiandari antioksidan (Winarsih, 2007 dalam Rivai, Sari, dan Rizal, 2012).

Salah satu tumbuhan yang banyak memberikan manfaat bagi manusia yaitu kayu sepang. Kayusepang merupakan sumber antioksidan alami. Kayu sepang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanamanfamili Caesalpiniaceae yang banyak ditemui di Indonesia. Kayu sepang secara empiris diketahui memilikibanyak khasiat penyembuhan dan sering dikonsumsi oleh masyarakat sebagai minuman kesehatan. Tanamansepang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk pengobatan berbagai macam penyakit, sepertidiare, disentri, tetanus, malaria dan batuk. Secara tradisional, pemanfaatan tanaman sepang oleh masyarakatsudah cukup luas. Bagian tanaman sepang yang sering digunakan adalah kayu dalam potongan-potongan atauserutan kayu. Tetapi selain itu, bagian lain dari tanaman sepang yang dimanfaatkan adalah kayu, daun, buah,dan biji. Daun sepang dimanfaatkan dalam pemeraman buah pisang dan mangga, biasanya untuk prosespematangan. Bagian kayu pada sepang jika direbus bisa memberi warna merah gading muda yang dapatdigunakan untuk pengecatan, memberi warna anyaman, kue, minuman atau sebagai tinta (Lestari,Tjandrakirana, dan Kuswanti, 2013).

Kemampuan pengobatan dengan pemanfaatan tanaman sepang disebabkan oleh banyaknya kandungansenyawa kimia didalam tanaman sepang seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, steroid, dan terpenoid(Rusita dan Suhartono, 2016). Khasiat tanaman sepang sebagai antimikroba, antioksidan, maupun zat pewarnaalami. Komponen senyawa bioaktif yang terkandung dalam kayu sepang, yaitu brazilin, brazilein, 3’-O-metilbrazilin, sappanone, chalcone, sappancalchone dan komponen umum lainnya, seperti asam amino,karbohidrat dan asam palmitat yang jumlahnya relatif sangat kecil (Djaeni et al., 2015). Daun sepangmengandung polifenol dan 0,16- 0,20% minyak atsiri. Bagian batang atau kayu sepang mengandung tanin,asam galat, resin, brazilein, d-alfa phellandrene, oscimene, minyak atsiri, resorsin dan brasilin (Kusmiati,Dameria, dan Priadi, 2014). Brazilin adalah golongan senyawa yang memberi warna merah pada kayu sepangdengan struktur C6H14O5. Brazilin merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam strukturkimianya (Fardhyanti dan Riski, 2015). Sepang juga telah lama dikenal sebagai bahan ramuan untukmengobati berbagai penyakit seperti sifilis, batuk darah dan radang (Permatawati, Nuralih, dan Fahrudin,2014; Karlina et al., 2016). Berbagai cara analisis preparatif atau pemisahan telah diketemukan dan

1 Korespondensi penulis: Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar, Telp 08114181441, [email protected]

Page 31: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.30-34) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 31

dikembangkan untuk mengisolasi senyawa-senyawa yang jumlahnya sangat kecil. Isolasi dapat pula dilakukandengan melakukan ekstraksi menggunakan Ultrasonic- Assisted Solvent Extraction yang dikombinasikandengan penggunaan pelarut baik organik maupun non organik. Salah satu pelarut yang dapat digunakanadalah etanol dengan proses etanolik untuk mengisolasi senyawa plavonoid pada kayu sepang denganmenggunakan konsentrasi pelarut yang optimum melalui serangkaian uji coba dan variasi hingga ditemukanvariasi konsentrasi yang optimum serta lama waktu ekstraksi optimum. Karakterisasi dari senyawa plavonoidyang diperoleh dari ekstrak dapat dikarakterisasi dengan menggunakan Gas Chromatography MassSpectrometry (GCMS).

2. METODE PENELITIANMetode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa langkah penelitian yaitu persiapan

bahan baku (preparasi), Isolasi senyawa flavonoid melalui ekstraksi dengan larutan etanol denganmenggunakana alat Ultrasonic Assited Solvent Extraction, karakterisasi melalui analisa kadar air, kadar abu,% Yield, pH, dan uji fitokimia secara kualitataif dengan menggunakan larutan indikator (kuersetin) sertalangkah terakhir adalah analisa dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry.1. Penyiapan bahan baku

Bahan baku berupa kayu sepang (Caesalpinia Sappan L.) di potong-potong keil kemudian dihaluskanhingga berbentuk serbuk kayu sepang kemudian ditimbang

2. Ekstraksi Kayu SepangIsolat yang mengandung flavonoid diperoleh dengan melakukan ekstraksi serbuk kayu sepang(Caesalpinia Sappan L.) ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam beaker gelas sertaditambahkan etanol (C2H5OH) 95%. Penentuan kadar pelarut didasarkan pada penelitian sebelumnyapada kayu sepang, ekstrak kayu sepang untuk dijadikan zat warna optimum pada pelarut etanol 96%(Azmi, 2017). Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ekstraksi ultrasonik dengan metodeUltrasonic-Assited Solvent Extraction. Ekstraksi berbantuan gelombang ultrasonik dilakukan denganfrekuensi 20 KHz. Temperatur dan waktu ekstraksi diatur sesuai dengan variabel percobaan. Hasilekstraksi disaring dengan kertas saring whatman nomor 311844 hingga akan diperoleh larutan ekstrakflavonoid berupa brazilin. Percobaan dilakukan dengan perbedaan konsentrasi pelarut C2H5OH masing-masing 85%, 90%, 95%,dan 99% dan variasi waktu 15 menit, 20 menit, dan 25 menit.

3. KarakterisasiKarakterisasi awal produk flavonoid diuji dengan serangkaian pengujian yaitu, adar air, kadar abu, ujikualitataif,fitokimia, pH dan %Yield. Kemudian dilanjutkan dengan GCMS. Karakterisasi menggunakanGCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil yang diperoleh adalah hasil karakterisasi ekstrak dalam bentuk isolat flavonoid dari kayu sepang

mengandung kadar air sebesar 6,0881% serta kadar abu 98%. Uji kualitatif kandungan senyawa kimia yaituflavonoid dilakukan dengan larutan indikator Kuersetin yang merupakan turunan dari flavonoid. Kuersetinsebagai reagen pengenal untuk membuktikan adanya senyawa flavonoid.

Gambar 1. Perbandingan Ekstrak Awal, Ekstrak setelah Pengujian flavonoid dan Larutan kontrol

Hasil perbandingan tersebut dari pengujian kandungan flavonoid untuk konsentrasi pelarut etanol85%, 90%, 95%, dan 99% diperoleh hasil bahwa konsentrasi pelarut etanol 90% mendekati larutan kontrolseperti pada gambar 1 di atas.

Page 32: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.30-34) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 32

Tabel 1. Hasil Analisis Uji Kualitatif

KonsentrasiEkstrak (%)

WarnaEkstrak

Awal

Warna EkstrakSetelah

Pengujian

WarnaLarutanKontrol

KandunganPlafonoid Keterangan

85 OranyeKemerahan Merah Bening Merah

keunguan +

90 Oranye Merah Keunguan Merahkeunguan +

Sama denganLarutanKontrol

95 OranyeKekuningan Merah Pekat Merah

keunguan +

99 KuningBening Merah Oranye Merah

keunguan +

Hasil uji kualitatif diperoleh konsentrasi 90% memberikan perubahan warna sama dengan larutan kontrolyaitu warna merah yang lebih tajam (merah keunguan).

Analisa yield dilakukan untuk memperoleh data mengenai persentase rendeman bahan baku yaitukayu sepang menjadi produk. Secara ideal bahwa semua bahan baku diharapkan menjadi seebuah produkutuh. Dari hasil ekstraksi dengan variasi konsentrasi pelarut etanol yaitu 85%, 90%, 95%, dan 99% yangdivariasikan dengan lama waktu esktraksi pada suhu 600C yaitu 15 menit, 20 menit, dan 25 menitmenunjukkan perubahan persentase yield terhadap waktu ekstraksi.

Gambar 2. Hubungan Waktu Ekstraksi dengan % Yield

Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka persentase yield ataurendeman akan semakin berkurang. Penurunan yield sangat tajam selama pemanasan 20 menit dan akankembali naik ketika dipanaskan pada 25 menit. Waktu ekstraksi optimum adalah pada 15 menit waktuekstraksi. Persentase yield tertinggi pada konsentrasi pelarut 85% dengan persentase yield sebesar 0,00626gram. Akan tetapi, nilai ini sangat kecil disebabkan oleh karakteristik dari kayu sepang yang dijadikan sebagaisampel berbentuk serbuk. Serbuk di saring pada sebuah kertas saring, sehingga hanya air dan kandungan yangmemiliki ukuran permiable mampu menembus dinding saringan dan lolos. Serbuk tertahan pada saringan,sehingga menyebabkan persentase yield yang diperoleh sangat kecil.

Analisis pH menunjukkan bahwa semua variasi sampel pada konsentrasi 85%, 90%, 95%, dan 99%dengan waktu ekstraksi 15 menit, 20 menit, dan 25 menit menunjukkan rentang pH yaitu 5-6,5 yaitu masihbersifat sedikit asam.

Analisa menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry diperoleh bahwa dari hasilperbandingn GCMS ketiga perbandingan lama waktu ekstraksi untuk konsentrasi 90% yaitu 15 menit, 20menit, dan 25 menit menunjukkan bahwa persentase area terbesar pada konsentrasi 90% dengan waktuekstraksi 15 menit.

Page 33: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.30-34) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 33

Gambar 3. Kromatogram Ekstrak Kayu Sepang Konsentrasi pelarut Etanol 90%waktu ekstraksi 15 menit.

Distribusi komponen pada setiap variasi waktu dengan pelarut 90% menunjukkan bahwa pada waktuekstraksi 15 menit menghasilkan senyawa fenol yang merupakan bagian dari Flavonoid dengan persentase44,56% dengan senyawa yang terdeteksi adalah 2-Methyl-5-(1,2,2-Trimethylcyclopentyl) Phenol. Kandungansenyawa kimia untuk tiga komponen terbesar (2-Methyl-5-(1,2,2-Trimethylcyclopentyl Phenol); 3,7-Cyclodecadien-1-One, 3,7-Dimethyl-10- (1-Methylethylidene; 9-Octadecenoic Acid, Methyl Ester).

Gambar 4. Struktur Kimia 2-Methyl-5-(1,2,2-Trimethylcyclopentyl) Phenol (C15H220)

4. KESIMPULANKesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijabarkan dalam bnetuk poin berikut:

1) Ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi 85%, 90%, 95%, dan 99% yangdikombinasikan dengan variasi waktu lama ekstraksi menggunakan Ultrasonic Assited Solvent Extraction(UASE) diperoleh bahwa pada hasil pengujian secara kualitatif konsentrasi 90% mendekati larutanindikator (kuersetin).

2) Hasil terbaik yang sangat mendekati indikator adalah pada konsentrasi 90%. Pengujian kualitatifmenunjukkan bahwa semua sampel memiliki kandungan Plafonoid. Analisa kadar air dan kadar abu padabahan diperoleh bahwa kadar air bahan sebesar 0,06 gram dan kadar abu bahan sebesar 0,98 gram. pHberkisar 5-6 untuk sampel pada kosentrasi 90% dengan % Yield untuk kosentrasi 90% (15 menit), 90%(20 menit), dan 90% (25 menit) masing-masing adalah 0,42%, 0,39%, dan 0,36%.

3) Hasil analisa GCMS teridentifikasi komponen senyawa phenol yang merupakan senyawa flavonoiddengan komponen 2-Methyl-5-(1,2,2-Trimethylcyclopentyl) Phenol dengan %Area adalah 44,56% pada

Page 34: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.30-34) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 34

kosentrasi etanol 90% denganw aktu ekstraksi 15 menit dimana semakin lama waktu ekstraksi komponenflavonoid akan semakin berkurang karena terdegradasi menjadi senyawa lain.

5. DAFTAR PUSTAKAAzmi, D.D., 2017. Esktraksi Zat Warna Alami Dari Kayu Secang (Caesalpinia Sappan Linn) Dengan Metode

Ultrasound Assited Extraction Untuk Aplikasi Produk Pangan. Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri,Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Djanei, M; Triyastuti, M.S; Utari, F.D; Annisa, A.N; Novita, D.A., 2015. The Sappanwood Extract DryingWith Carrier Agent Under Air Dehumidification. The Journal for Technology and Science, Vol. 26, No. 1,April 2015.

Fardhyanti, D.S. Rsiki, D.R., 2015. Pemungutan Brazilin Dari Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L) DenganMetode Maserasi dan Aplikasinya Untuk Pewarnaan Kain. Jurnal Bahan Alam Terbarukan JBAT, 4 (1)(2015) 6-13.

Karlina, Y; Adirestuti, P; Fadhillah, N.L; Fauziyyah, N; Malita, F., 2016. Pengujian Potensi AntijamurEkstrak Air Kayu Secang Terhadap Aspergillus Niger dan Candida Albicans. Chimica et Natura Acta, Vol.4 No. 2, Agustus 2016, Hal. 84-87.

Kusmiati., Dameria., Priadi, Dody, 2014. Analisa Senyawa Aktif Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappanL.) Yang Berpotensi Sebagai Antmikroba. Seminar Nasional Teknologi Industri Hijau 1. Hal. 169-174.

Lestari, Tjandrakirana, Kuswanti, N., 2013. Pengaruh Pemberian Campuran Cairan Rebusan Kayu Secang(Caesalpia Sappan L.) dan Daun Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit (Musmusculus). Lentera Bio Berkala Ilmiah Biologi, ejournal.unesa.ac..id. ISSN: 2252-3979. Vol. 2, No.1. Hal.113-119.

Pertamawati, Nuralih, Fahrudin, F., 2014. Ekstrak Secang Sebagai Bahan Diuretikum (Percobaan TerhadapTikus Putih Jantan Galur Spraque Dawley). Al-Kauniyah Jurnal Biologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2014, Hal89-93.

Rivai, H. Sari, D.P, Rizal, Z., 2012. Isolasi Dan Karakterisasi Flavonoid Antioksidan Dari Herba Meniran(Phyllanthus niruri L.). Jurnal Framasi Higea, Vol. 4, No. 2, Hal. 100-111.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih penulis haturkan kepada Risbang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi yang memberikan dana hibah penelitian. LPPM, Jurusan Teknik Kimia, Analis serta dosen-dosen danmahasiswa Teknik Kimia yang membantu penulis dalam memujudkan penelitian ini.

Page 35: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 35

OPTIMASI RASIO KITOSAN-PATI UMBI UWI DAN PELARUT UNTUK PROSESPEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL DARI PATI UMBI UWI (Deoscorea Alata)

Zulmanwardi 1), Abigael Todingbua’1), Muhammad Saleh 1)

1).Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

The quality of biodegradable plastic products from greater yam (uwi) is still low. Efforts to improve thequality of biodegradable plastics using chitosan biopolymers. The purpose of this study: 1). Looking for the optimumconditions for the ratio of the uit and solvent tuber chitosan; 2). Test heat resistance; tensile strength; and testingbiodegradability of biodrgradabel plastics.

The method of making biodegradable plastics: uwi tuber starch dissolved in 10% acetone solvent, with a starch-solvent ratio (b / v): 1:12. Then the plasticizer 3 ml sorbitol was added, and chitosan (varied), stir and heated at 90 0C for20 minutes. The mixture is then poured into the mold, then allowed to stand at room temperature and pressure until aplastic film is formed.

The highest tensile strength measurement results were 68.70 N / mm2 with a flexural strength of 349.6% in thecondition of 10% acetone mixture, chitosan 2.5%, (dissolved in 1% acetic acid) and 3 ml sorbitol, with a ratio of starch:solvent 1: 12. Heat resistance at a maximum temperature of 160 0C (charred), and biodegradability period of 20 days.

Keywords: Plastic, biodegradable, greater yam (uwi), decay period, tensile strength

1. PENDAHULUANSalah satu permasalahan mengenai lingkungan adalah limbah plastik. Sampah plastik merupakan

sampah yang sulit terurai oleh lingkungan. Selain itu, plastik yang umum digunakan saat ini adalah polimersintetik yang terbuat dari bahan kimia yang tidak dapat terurai oleh mikroorganisme (non biodegradable), danmenggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resource), misalnya napthayang berasal dari produk turunan minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis. Kelemahan plastik daripolimer sintetik yang lain adalah berbahaya bagi kesehatan manusia akibat migrasi residu monomer vinilklorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik (Siswono, 2008). Akibatnyasemakin banyak penggunaan plastik semakin meningkat pula pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, salahsatu alternatif untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mengembangkan bahan plastik biodegradable.

Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan untuk kemasan pembungkus bahan panganlayaknya seperti plastik konvensional yang selama ini kita gunakan, namun plastik biodegradable akan hancurterurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habisterpakai dan terbuang ke lingkungan. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik biodegradablekarena hasil penguraian mikroorganisme dapat meningkatkan unsur hara dalam tanah (Firdaus dkk, 2004).

Plastik biodegradable dapat dibuat dari pati-patian tropis, seperti ubi kayu, jagung, dan sagu(Pranamuda,2001). Salah satu jenis pati-patian yang layak dikembangkan sebagai bahan baku plastikbiodegradabel adalah pati dari Umbi Uwi (Dioscorea alata). Umbi tersebut mengandung pati (karbohidrat)yang tinggi sekitar 43% (Ubaidillah, 2009), Sebagai bahan pangan, umbi uwi tidak disukai sebab rasanyahambar. Kajian tentang pemanfaatan umbi uwi sebagai bahan baku plastik biodegradabel diperlukan untukmengurangi penggunaan bahan baku plastik dari pati-patian yang umum digunakan untuk pangan, misalnyajagung, tapioka, dan sagu, sehingga mengancam ketahanan pangan nasional.

Plastik biodegradabel dari pati masih memiliki kekurangan sehingga dibutuhkan zat aditif untukmemperbaiki sifatnya, seperti pemlastis (plasticizer) karena dapat meningkatkan elastisitas pada suatumaterial (Darmi, dkk dalam Romadloniyah, F, 2012), zat aditif tersebut antara lain gliserol dan sorbitol.Sedangkan untuk meningkatkan kekuatan tarik, zat aditif lain yang digunakan antara lain khitosan.

Penelitian penggunaan pati sebagai bahan plastik biodegradabel sudah banyak dilakukan, diantaranyaPranamuda, 2001 melakukan pencampuran antara polimer plastik dengan pati tapioka dan sagu, dimanahasilnya adalah semakin besar kandungan pati dalam campuran maka semakin tinggi tingkatbiodegradabilitasnya. Hasil ini didapat dari uji penguburan lempengan film plastik setebal 0,5 mm selama 1-6bulan. Hasil lain adalah sifat mekanik yang meliputi kekuatan tarik dan elongasi dari plastik biodegradabel,

1 Korespondensi penulis: [email protected]

Page 36: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 36

tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam fase plastik, di mana bila pati tersebar merata dalam ukuranmikron dalam fase plastik, maka produk plastik biodegradable yang didapat mempunyai sifat mekanik yangbaik.

Firdaus dkk. (2007), mensintesis komposit pati singkong dan khitosan, di mana khitosan berfungsimeningkatkan kharakteristik yaitu sifat mekanik plastik biodegradabel.

Nasir (2003), membuat plastik dari pati jagung, hasil yang diperoleh yaitu terjadi biodegradasi setelahdilakukan penguburan dalam tanah sampah selama 12-16 hari. Sedangkan pengujian sifat biodegradabilitasfilm plastik, mengunakan Bacillus cereus dalam limbah cair tahu terjadi biodegradasi lebih cepat yaitu 8-12hari. Selain itu, pada pengujian ketahanan panas film plastik diperoleh kesimpulan bahwa jika semakin tebalfilm plastik maka suhu maksimum ketahanan terhadap panas juga semakin tinggi.

Zulmanwardi, dkk (2013), membuat plastik dari pati umbi uwi dengan menggunakan pelarut etanoldan aseton, dengan bahan pemlastis (plasticizer) gliserol. Hasil uji kharakteristik film plastik yang dihasilkan(kuat tarik tertinggi), maka didapat pelarut terbaik adalah aseton

Bertitik tolak dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian pembuatan plastik biodegradabeldari pati sudah banyak dilakukan, namun bahan baku yang digunakan merupakan bahan yang umumdigunakan untuk pangan, yaitu jagung, tapioka (singkong), dan sagu, sehingga dapat mengancam ketahananpangan nasional apabila digunakan sebagai bahan baku plastik. Selain itu, kualitas plastik biodegradabeldiantaranya kharakteristik fisik (kekuatan tarik) masih dibawah standar, sehingga perlu dilakukan penelitianlebih lanjut dengan menambah bahan aditif berupa biopolimer lain untuk meningkatkan kualitas. Sehinggadidapat kondisi proses produksi yang optimum, dan memungkinkan industri dapat memproduksi dengan biayayang murah tanpa mengurangi mutu produknya. Namun demikian hasil-hasil penelitian tersebut menjadi dasarpenelitian ini.

Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan biopolimer khitosan untuk meningkatkan kharakteristikfisik mekanik (kekuatan tarik) plastik biodegradabel. Semakin besar konsentrasi khitosan , maka akansemakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat di dalam film plastik sehingga ikatan kimia dari plastik akansemakin kuat. (Coniwanti, C, dkk., 2014). Pati umbi uwi (deoscorea alata) dipilih sebagai bahan bakupembuatan plastik biodegradabel mengingat potensi umbi uwi di Sulawesi Selatan sangat banyak tumbuhsecara alamiah (belum banyak dibudidayakan). Umbi ini belum memiliki nilai ekonomi dan belumdimanfaatkan dengan maksimal sebagai bahan pangan, penggunaannya masih sebatas umbi rebus dan masihsebatas makanan rakyat golongan bawah. Selain itu kandungan pati (karbohidrat) umbi uwi 43%(Ubaidillah,2009). Dengan demikian pengembangan pati umbi uwi sebagai bahan plastik biodegradabel tidakmengancam ketahanan pangan nasional dan akan meningkatkan nilai ekonomis umbi uwi.

Tujuan penelitian ini adalah: a). menentukan kondisi optimum konsentrasi pelarut aseton; b).menentukan kondisi optimum volume pemlastis (plasticizer) gliserol atau sorbitol; b). mencari pemlastis(plasticizer) terbaik antara gliserol dengan sorbitol; dan c). menguji daya tahan panas; kekuatan tarik; danmenguji masa urai atau biodegradabilitas plastik biodrgradabel.

Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk membuat plastik biodegradabel dari pati umbi uwi yangmerupakan bahan baku alternatif dari bahan nabati yang dapat diperbaharui. Pemanfaatan pati umbi uwitersebut diharapkan akan meningkatkan nilai ekonomis umbi uwi, dan dapat mengurangi penggunaan bahanpati dari sumber bahan pangan yang telah umum dikonsumsi masyarakat (misal jagung, ubi kayu, dan sagu),sehingga tidak mengganggu ketahanan pangan nasional. Hasil Penelitian ini sebagai informasi pengembanganIpteks

2. METODE PENELITIANPeralatan yang dipakai adalah gelas kimia (beaker glass) yang berfungsi sebagai reaktor, lalu

dicelupkan ke dalam bak minyak (oil bath). Untuk mendapatkan suhu reaksi yang konstan (90 0C), oil bathdipanaskan menggunakan koil pemanas yang dihubungkan dengan sistem peralatan pengatur suhu(temperature regulator). Pengadukan di dalam reaktor dilakukan dengan menggunakan motor pengaduk yangdihubungkan dengan batang pengaduk. Selain itu juga digunakan peralatan untuk analisis sampel yang diuji.

Bahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah tepung umbi uwi dari Bantaeng SulawesiSelatan. Untuk mendapatkan pati umbi uwi yang bersih, maka dilakukan perlakuan awal, yaitu umbi uwidiproses menjadi tepung, lalu dibersihkan dengan cara mencuci kembali, lalu diendapkan, dan selanjutnyaendapan (pati umbi uwi) dikeringkan hingga kadar air kurang dari 15 %.

Bahan kimia yang digunakan adalah: Gliserol, Sorbitol, Aseton, asam asetat, dan bahan-bahan kimiauntuk analisis. Bahan pendegradasi adalah bakteri Bacillus cereus

Page 37: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 37

Film plastik dibuat dengan cara menimbang pati umbi uwi 5 gram, lalu masukkan ke dalam gelas kimia 100ml, selanjutnya menambahkan larutan aseton 10% sebanyak 60 ml, dan sorbitol 3 ml. Kemudian campurandipanaskan sambil diaduk selama 20 menit dalam oil bath yang sudah disiapkan pada suhu 90 0C, campurandiangkat dan menuangkannya ke dalam talang atau alat cetak (casting) dalam keadaan panas. Selanjutnyadiamkan pada suhu dan tekanan ruang sampai terbentuk film plastik. Film plastik yang terbentuk dilepas daricastingnya, untuk selanjutnya dianalisis. Kemudian mengulang proses pembuatan film plastik untuk variasilain.

Kondisi Operasi: Volume pemlastis/plasticizer (dari hasil optimum tahap I: 3 ml); Jenis pemlastis(dari hasil tahap I: Sorbitol); Pelarut Aseton, (dari hasil tahap I, 10%); Khitosan, divariasikan (b/v): 0,5%,1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5% dan 4%, yang dilarutksn dalam asam asetat 1%.; Suhu pemanasan 90 0C;Waktu pemanasan 20 menit. Analisis dilakukan untuk: Pengukuran masa urai (biodegradabilitas);Pengukuran kekuatan tarik; Pengukuran ketahanan panas (alat pemanas oven).

Metode dan dasar prosedur untuk analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1). Pengukuran masa urai(biodegradabilitas): Pengukuran menggunakan metode standar pengujian sifat biodegradabilitas bahanplastik, yaitu ISO 14853 dengan cara penentuan biodegradabilitas aerobik final dan disintegrasi dari bahanplastik dalam kondisi komposting terkendali-metode analisa karbondioksida yang dihasilkan (Pranamuda, H,2001)

Pengukuran dilakukan dengan dua cara: (1). Penguburan dalam tanah sampah, dengan interval waktupengamatan setiap 4 hari untuk melihat perubahan yang terjadi pada sampel film plastik. (2). Menggunakankultur Bacillus cereus, di mana sampel film plastik direndam dalam wadah yang berisi larutan yang telahdikembang- biakan bakteri bacillus cereus, pengamatan dilakukan setiap 4 hari. 2). Pengukuran kekuatantarik: Untuk mengukur maksimum beban yang dapat ditahan oleh film plastik selama uji pembebananberlangsung. Metode yang digunakan adalah ASTM Methode D-882, yaitu Methode Static WeighingConstan Rate of Grip Separation Test. Alat yang digunakan Tension and Compression Testing Machine. 3).Pengukuran ketahanan panas: Prinsip pengukuran dilakukan dalam alat pemanas oven, dengan cara filmplastik dimasukkan ke dalam oven pada suhu 30 0C, lalu menaikkan suhu oven dengan interval 10 0C selama 5menit, lalu mencatat perubahan yang terjadi pada film plastik hingga film hangus.

Data yang diperoleh dari percobaan ini adalah kekuatan tarik, ketahanan panas, dan masa urai(biodegradabilitas) film plastik, pada berbagai variasi khitosan, dengan pemlastis sorbitol, dan pelarut aseton.Dari data tersebut dapat dilakukan evaluasi untuk menentukan kondisi optimum dari parameter yang diuji.Indikator evaluasi adalah: nilai kekuatan tarik dan ketahanan panas tertinggi, serta masa urai(biodegradabilitas) film plastik terendah atau paling cepat.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPembuatan Film Plastik Biodegradabel

Film plastik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki karakteristik dan kondisi fisik film plastikyang baik. Secara fisik film plastik yang terbentuk sangat kuat, tidak mudah sobek dan cukup fleksibel apabiladi tarik. Berdasarkan tampilan warna film plastik yang dihasilkan yaitu berwarna kuning kecoklatan, namunada beberapa film plastik yang memiliki warna coklat tua, hal tersebut disebabkan karena warna bahan bakudari pati umbi uwi masih berwarna kekuningan dan sifat dasar pati apabila terkena panas yang tinggi akanmerubah warna dari produk yang dihasilkan dari pati tersebut. Pengaruh film plastik yang berwarnakecoklatan disebabkan pengaruh suhu terdahap kecepatan hidrolisis karbohidrat akan mengikuti persamaanArhenius, bahwa semakin tinggi suhunya semakin tinggi konversi yang didapat, tetapi kalau suhu terlalutinggi konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya glukosa yang pecah menjadiarang, yang ditunjukkan oleh makin tuanya warna hasil dari film plastik itu sendiri (Agra dkk, 2006).

Plastik biodegradabel yang dihasilkan dibuat dari pati umbi uwi (Dioscorea alata) dengan berbagaivariabel proses diantaranya perbandingan konsentrasi khitosan, dan pemlastis sorbitol,. Adapun film plastikyang dihasilkan antara lain film plastik yang kualitas baik (layak uji) dan tidak mudah robek serta film plastikyang mudah robek (tidak layak uji).

Film plastik yang baik dan tidak mudah robek memiliki karakteristik dan kondisi mekanik seperti filmplastik yang dihasilkan mudah dilepas dari cetakan dan setelah dikeringkan sampel elastis dan tidak mudahrobek. Sedangkan untuk sampel film plastik yang mudah robek memiliki karakteristik dan kondisi mekanikseperti film plastik sulit dilepas dari cetakan dan setelah dikeringkan sampel agak kaku dan mudah robek.

Page 38: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 38

Secara fisik film plastik yang dihasilkan pada penelitian ini, terlihat bahwa film plastik denganpenambahan khitosan tanpa dilarutkan terlebih dahulu dengan asam asetat berbentuk tidak rata(bergerigi/bintik-bintik). Hal ini terjadi karena khitosan belum larut atau tidak mau larut sempurna dalamcampuran bahan baku. Namun setelah khitosan dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut asam asetat 1%maka kondisi film plastik menjadi lebih rata/halus dan padat dan tidak mudah robek.

Campuran bahan baku plastik terdiri pati umbi uwi 5 gram (hasil tahap I / tidak divariasikan), pelarutaseton 10% (hasil tahap I / tidak divariasikan), khitosan (divariasikan), dan pemlastis sorbitol 3 ml (hasil tahapI / tidak divariasikan). Volume pemlastis tersebut tetap untuk menghindari terjadi reduksi ikatan hydrogeninternal pada rantai karbohidrat (dari pati) sehingga struktur jaringan karbohidrat lebih padat dan memilikikarakteristik dan kondisi mekanik pada film plastik yang baik dan tidak mudah robek.Pengukuran Ketahanan Panas

Ketahanan panas merupakan salah satu karakteristik mekanik film plastik yang dapat dijelaskansebagai panas maksimum yang dapat ditahan film plastik selama pengukuran berlangsung. Prinsip pengukurandilakukan dengan cara film plastik dipanaskan ke dalam oven pada suhu awal 30 0C, lalu menaikkan suhuoven dengan interval 10 0C selama 5 menit, kemudian mencatat perubahan yang terjadi pada film plastikhingga film hangus.

Ketebalan sampel plastik dipengaruhi oleh volume pemlastis yang ditambahkan dalam campuranbahan baku dengan berat pati umbi uwi dan volume pelarut aseton tetap, sehingga volume total campuranbahan baku semakin besar. Jika dicetak pada ukuran cetakan yang sama, maka ketebalan film plastikdipengaruhi oleh volume total campuran bahan baku. Namun demikian penambahan jumlah pemlastis tidakberbanding lurus dengan kualitas campuran plastik, hal ini dikarenakan semakin tinggi jumlah pemlastis makacampuran bahan baku sulit homogen, sehingga penyebaran pati dalam capuran tidak merata.

Hasil pengukuran ketahanan panas, dapat di lihat film plastik yang cepat hangus dan mengkerutmemiliki kandungan konsentrasi khitosan yang rendah dan kandungan air yang terdapat pada film plastiklebih besar, hal ini di tandai oleh film plastik mengkerut terlebih dahulu yaitu pada film plastik yang memilikikonsentrasi khitosan 0.5%.

Gambar: 1. Sampe plastic biodegradable pada pengujian ketahanan panas

Hal ini disebabkan karena adanya kandungan air didalam film plastik yang mengalami penguapan,yakni dalam proses penguapan air tersebut partikel-partikel bahan akan bergerak ke atas, yang menyebabkanlapisan antar sel menyatu, sehingga film plastik lebih mudah menjadi kering, lalu menjadi kaku dan semakinlama akan menjadi rapuh/hancur pada kondisi suhu tertentu (Setiani et al,2013). Jadi, semakin kecilkonsentasi khitosan dalam film plastik maka semakin cepat juga rusak oleh panas yang tinggi, dan semakinbesar pula kandungan air dalam film plastik maka semakin cepat pula rusak dan mengkerut.Pengukuran Masa Urai (Biodegradabilitas)

Proses pengukuran masa urai (biodegradasi) ini bertujuan untuk megetahui tingkat ketahanan plastikbiodegradable yang dihasilkan, yang berkaitan dengan pengaruh mikroba pengurai, kelembaban tanah dansuhu bahkan faktor kimia fisik yang lain (Suryati, dkk. 2016). Biodegradasi sendiri didefinisikan sebagaikemampuan bahan untuk dapat dengan mudah terdegradasi dengan mikroba. Secara fisik dan kimiawi filmplastik yang dihasilkan jelas memiliki sifat biodegradabilitas yang baik. Hal ini disebabkan karena bahan bakuyang digunakan adalah bahan baku organik (pati) yang sangat mudah berinteraksi dengan air dan biota tanah.Plastik biodegradable berbahan dasar pati dapat didegradasi oleh bakteri pseudomonas dan bacillus memutusrantai polimer menjadi monomer-monomernya. Sebagai perbandingan, plastik sintetis membutuhkan waktusekitar lebih dari 100 tahun agar dapat terdekomposisi di alam, sementara bioplastik dapat terdekomposisi 10-

a). Kondisi sampel plastik sebelumdipanaskan

b). Kondisi sampel plastik padasuhu tertinggi

Page 39: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 39

20 kali lebih cepat, dan saat dibakar bioplastik tidak menghasilkan senyawa yang berbahaya seperti karbonmonoksid. Sampel berupa plastik biodegradable dengan ukuran 2 2 cm ditanamkan dalam tanah ± 30 cmyang ditempatkan menggunakan aluminium foil dan diamati setiap 4 hari sampai terdegradasi secarasempurna. Berdasarkan hasil pengamatan setelah sampel film plastik ditanam pada waktu 4 hari kondisi filmplastik secara keseluruhan telah mengalami perubahan fisik, sampel film plastik sudah mulai terurai denganditandai perubahan teksturnya menjadi lebih lunak, sedangkan dalam waktu 8 hari kondisi film plastik semuasampel telah terurai sebagian (mulai ditumbuhi jamur).

a). Kondisi sampel plastik 4 Hari b). Kondisi sampel plastik sebelumterdekomposit sempurna

Gambar: 2. Kondisi Sampel Plastik Sebelum Terurai Sempurna

Penanaman 20 hari ada beberapa sampel film plastik yang telah terurai sempurna yaitu film plastikdengan konsentrasi pelarut aseton 10% dengan konsentrasi khitosan 0.5%, 1% 2.5% dan 3%,. Pada waktupenanaman 28 hari kondisi seluruh film plastik telah terurai secara sempurna ditandai dengan tidak adanyasampel film plastik di dalam tanah dan diduga sudah menjadi humus.

Semakin tingginya kadar khitosan maka semakin lambat degradasinya, ini karena penyerapan air yanglambat akibat tingginya kadar kitosan. Kitosan yang bersifat hidrofobik menghambat laju penyerapan air yangmemudahkan bakteri untuk membusukkan sampel plastik (Selpiana, dkk.2016).

Semakin lambatnya degradasi yang terjadi disebabkan oleh semakin padatnya antar molekul filmplastik karena penambahan khitosan sehingga penyerapan air berlangsung lambat. Selain itu, bakteri yangberada ditanah akan mendegradasi film plastik yang mengandung pati (polimer alami) dengan caramemutuskan rantai polimer menjadi monomer-monomernya melalui enzim yang dihasilkan dari bakteritersebut (Sanjaya dkk, 2011). Film plastik yang dihasilkan bersifat mudah terurai hal itu disebabkan karenabahan baku yang digunakan adalah bahan baku yang mudah berinteraksi dengan air dan mikroorganisme sertasensitif terhadap pengaruh fisiko kimia. (Hidayati, S. dkk. 2015).

Pranamuda (2001), menyatakan bahwa sifat biodegradabilitas dari plastik biodegradabel berbasiskanpati sangat tergantung dari rasio kandungan patinya. Semakin banyak kandungan pati, maka semakin tinggitingkat biodegradabilitasnya atau semakin tinggi kandungan pati dalam campuran plastik maka semakinmudah terdegradasi.Pengujian Kuat Tarik Film Plastik.

Kuat tarik merupakan salah satu sifat mekanik film plastik yang penting, karena terkait dengankemampuan film plastik untuk melindungi produk yang dilapisinya. film plastik dengan kuat tarik yang tinggidiperlukan pada penggunaan sebagai kemasan produk pangan yang bertujuan untuk melindungi bahan panganselama penanganan, transportasi dan pemasaran (Pitalk dan Rakshit, 2011).

Berdasarkan hasil pengujian kuat tarik pada sampel film plastik yang menggunakan pemlastis sorbitoldiperoleh nilai kuat tarik tertinggi pada konsentrasi pelarut Aseton 10% dengan konsentrasi khitosan 2.5%yaitu 68,7014 N/mm2 dan nilai kuat tarik yang terendah pada konsentrasi pelarut Aseton 10% dengankonsentrasi khitosan 0.5% yaitu 11,4627 N/mm2. Ketebalan dari plastik pada saat proses pencetakan dianggap sama yaitu dengan volume 100 ml. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penambahan khitosanmemberikan hasil yang berbeda pada plastik yang dihasilkan. Bertambah banyak khitosan membuat nilai kuattarik semakin naik. Hal ini membuat plastik semakin homogen dan strukturnya rapat, dengan karakteristiktersebut kuat tarik mengalami kenaikan dan dengan konsentrasi khitosan yang lebih sedikit menyebabkanberkurangnya ikatan hidrogen internal molekul dan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yangberdekatan sehingga mengurangi daya kuat tarik dan menghasilkan plastik biodegradable yang memilikikarakteristik tidak terlalu kaku dan cukup elastis (Selpiana, dkk. 2015)

Peningkatan persen kuat mulur terjadi karena pemlastis (plasticizer) mampu mengurangi kerapuhandan meningkatkan fleksibilitas film polimer dengan cara mengganggu ikatan hidrogen antara molekul polimeryang berdekatan sehingga kekuatan tarik-menarik intermolekul rantai polimer menjadi berkurang (Hidayati, S.

Page 40: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 40

dkk. 2015). Pemlastis (Plastisizer) juga merupakan bahan organic dengan berat molekul rendah yangditambahkan dengan maksud untuk memperlemah kekakuan dari polimer (Ward and Hadley, 1993), sekaligusmeningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer (Ferry, 1980).

Pengaruh khitosan sangat berperan penting dalam pembuatan film plastik selain peran khitosansebagai penguat plastik, khitosan juga berperan untuk menjaga atau mengikat bahan-bahan lain yangdigunakan dalam pembuatan film plastik tersebut agar kondisi fisik dan bentuk film plastik dapat terjaga.Khitosan memiliki sifat hidrofobik (tahan terhadap air) sehingga keunggulan utama dari penambahan khitosanini untuk mencegah/memperlambat rusaknya sebuah film plastik dikarenakan kandungan pati umbi uwi yangsangat tidak tahan terhadap air tau bersifat hidrofilik.

Konsentrasi khitosan terbaik adalah 2.5% dengan pelarut aseton 10%. Kondisi optimum terjadi padapelarut aseton 10% dikarenakan pada kondisi ini pelarut aseton 10% memiliki kandungan air yang cukupbagus untuk menghidrolisis pati, hidrolisis merupakan suatu proses kimia yang menggunakan H2O sebagaipemecah suatu persenyawaan. Konsentrasi khitosan dibawah 2.5% menghasilkan film plastik yang tidak kuatdikarenakan ikatan hidrogen yang rendah sehingga menyebabkan ikatan antar molekul dari plastik akanrendah pula. Konsentrasi khitosan diatas 2.5% menghasilkan film plastik yang tidak kuat dikarenakanpenambahan kitosan yang mencapai setengah berat campuran menurunkan tingkat homogenitas padacampuran, kurang homogennya larutan ditunjukan pada tekstur permukaan bioplastik yang kasar. Hal inidiperkuat dengan penelitian Utami, dkk (2014) yang menyatakan proses pencampuran yang kurang homogenmengakibatkan distribusi molekul komponen penyusun bioplastik kurang merata, sehingga material yangdihasilkan mengalami penurunan kuat tarik.

4. KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:Rasio optimum khitosan-pati uwi adalah: khitosan dengan konsentrasi 2,5%, pati umbi uwi 5 gram,

dan pada konsentrasi pelarut 10%. serta rasio pati-pelarut 1 : 12 (b/v); Pada kondisi optimum campuran bahanbaku tersebut, hasil analisis didapat: nilai kuat tarik tertinggi sebesar 68,7014 N/mm2 dan kuat mulur sebesar349,6%, masa urai selama 20 hari, ketahanan panas dengan suhu maksimum 160℃ (kondisi hangus) 90℃(kondisi mengkerut).Saran

Peralatan pemanas sebaiknya dirancang sedemikian rupa agar suhu campuran bahan baku dapat dikontrollebih baik, sehingga hasil plastik biodegradabel akan lebih baik lagi.

5. DAFTAR PUSTAKABuzarovska A, Bogoeva-Gaceva G, Grozdanov A, Avella M, Gentile G, dan Errico M. 2008. Potential use of

rice straw as filler in eco-composite materials. Australian Journal of Crop Science. 1(2):37-42Careda, M.P,et.,al. 2007. Characterization of Edible Films of Cassava Strach by Electron Microscopy. Braz,

Journal Food Technology page: 91-95.Coniwanti, C, dkk, 2014. Pembuatan Film Plastik Biodegradabel dari Pati Jagung Dengan Penambahan

Khitosan dan Pemlastis Gliserol, Jurnal Teknik Kimia, No.4, Vol. 20, Desember 2014.Firdaus, 2007. Bahan Plastik Ramah Lingkungan. Puslit Bioteknologi LIPI. Jakarta.Hidayati, S. Dkk. 2015. Aplikasi Sorbitol Pada Produksi Biodegradable Film Dari Nata De Cassava. Bandar

Lampung. Jurnal Reaktor, Vol. 15 No. 3, Hal. 196-204.Huri, D. dkk. 2014. Pengaruh Konsentrasi Gliserol dan Ekstrak Ampas Kulit Apel Terhadap Karakteristik

Fisik dan Kimia Edible Film. Malang. Jurnal Pangan dan Argoindustri Vol. 2 No 4p.29-40,.Indrastuti, Erning. 2012. Karakteristik Tepung Uwi Ungu (Dioscorea alataI) yang Direndam dan Dikeringkan

Sebagai Bahan Edible Paper. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik NegeriPontianak. Pontianak.

Ita Indriana Sari. 2015. Pemanfaatan tepung kulit singkong (manihot utilissima) untuk pembuatan plastikramah lingkungan (biodegradable) dengan penambahan gliserol dari minyak jelantah. Fakultaskeguruan dan ilmu pendidikan universitas muhammadiyah surakarta.

Julianto, G.E. et al. 2011. Karakteristik Edible Film Dari Gelatin Kulit Nila Merah Dengan PenambahanPlaticizer Sorbitil dan Asam Palmitat. Yogyakarta. Jurnal Perikanan (J. Ish. Sci.) XIII (1) : 27-34ISSN : 0853-6384.

Page 41: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.35-41) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 41

Narayan, Ramani. 2003. Biobased Biodegradable Products - An Assesment. Michigan State University.Michigan. PDII- LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation: Jakarta

Nasir, Y. 2003. Pembuatan Bahan Kemasan Plastik Biodegradabel dari Tepung Maezena, Laporan HasilPenelitian. Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Pranamuda, H. 2001, Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan Baku Pati Tropis. BPPT.Jakarta

Romaddloniyah, F, 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Plastik Biodegradabel dari Onggok Singkong denganPlasticizer Sorbitol, Skripsi, PS. Kimia, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Setiani, et al., 2013. Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan. JurnalKimia Valensi Vol. 3 No. 2. November 2013 (100-109) ISSN : 1978 – 8193. Jurusan Kimia FakultasSains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Sirikhajornnam, P. dan Panu D. 2006. A Preliminary Study of Preparing Biodegradable FilmFrom Starch.Thailand : Thammasat University

Siswono. 2008. Jaringan Informasi pangan dan Gizi, volume XIV. Ditjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.Ubaidillah, 2009. Forum Kerjasama Agribisnis. http://www.sifat tumbuh uwi.com [25 Februari 2016]Zulmanwardi, dkk. 2013. Pemanfaatan Pati umbi uwi (Deoscorea alata) Sebagai Bahan Baku Alternatif

Pembuatan Plastik Biodegradabel, Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing. Politeknik Negeri UjungPandang.

Page 42: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.42-46) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 42

PENGARUH UKURAN ADSORBEN DAN WAKTU ADSORPSI TERHADAP PENURUNANKADAR COD PADA LIMBAH CAIR TAHU MENGGUNAKAN ARANG AKTIF

TEMPURUNG KELAPA

Sirajuddin1), Harjanto1)

1,) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda, Samarinda

ABSTRACT

Wastewater tofu contains COD is high, it can cause environmental pollution. The objective of this research is todetermine the size of the adsorbent and the contact time of the reduced levels of COD in the effluent out with adsorbtionprocess. Manufacture of activated charcoal through physical activation process with temperature 600oC for 2 hours andthen activated using phosporic acid for 2 hours at temperature 25oC. The adsorption process is done by mixing samplesof effluent out with adsorbent with 50 ml of the sample and 5 grams of charcoal with variations in particle sizBe -70+100, -100 +170, +200 and -170 mesh and adsorption time 10, 30, 50, 70 , 90 and 100 minutes. The best results wereobtained from this research is at -170 +200 sized adsorbent and adsorption time of 90 minutes ie COD levels at 560 ppmwith a 94% reduction .

Keywords: activated charcoal, adsorbtion, coconut shell, COD, waste tofu,

1. PENDAHULUANIndustri tahu merupakan salah satu industri kecil yang berkembang cukup pesat di berbagai daerah termasukdi kota Samarinda. Dari data yang didapatkan dari Dinas Perindustrian Kota Samarinda, Kelurahan Selilisebagai salah satu pusat industri tahu yang ada di Samarinda terdapat 46 pengrajin tahu. Setiap industri rata-rata memproduksi tahu dari kacang kedelai sejumlah 100 kg/hari. Industri tersebut menghasilkan produksamping erupa limbah cair. Jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan untuk mengolah 100 kg kacang kedelaimenjadi tahu rata-rata 400 L (Kasimin dkk., 2017), sehingga potensi limbah cair yang dihasilkan setiap harisebanyak 18.400 L. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama proteindan asam-asam amino. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahumengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi. Limbah cair tahu sangat berbahaya untuk dibuang langsungke lingkungan karena mengandung COD 2080-3680 mg/L, BOD 1271-1741 mg/L, dan TSS 1000-1433 mg/L(Azmi dkk., 2016). Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011tentang Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu dapat dilihat pada table berikut

Tabel 1. Standar baku mutu limbah cair tahuNo Parameter Jumlah1 BOD 150 mg/L2 COD 300 mg/L3 TSS 100 mg/L4 pH 6-9

Sumber : Peraturan Daerah Kalimantan timur no 2 tahun 2011Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengolah limbah cair tahu yaitu dengan cara menggunakan

proses adsorpsi menggunakan arang aktif. Adsorpsi merupakan suatu fenomena meningkatnya konsentrasisuatu partikel tertentu antar dua fase suatu material. Partikel atau material yang diadsorpi disebut adsorbatdan bahan yang berfungsi sebagai penyerap disebut adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya energipermukaan dan gaya tarik menarik permukaan. Kinetika proses adsorpsi dijelaskan sebagai tingkatperpindahan molekul dari larutan ke dalam pori–pori adsorben ( Faust& Aly, 1929 ). Ada beberapa faktoryang mempengaruhi kecepatan adsorpsi dan berapa banyak adsorbat yang dapat diserap oleh adsorben.Cheremisinoff (2002) menjabarkan beberapa faktor tersebut antara lain Karakteristik Adsorban. Faktor yangcukup penting dalam proses adsorpsi ialah karakteristik media adsorban yang meliputi luas permukaan,ukuran partikel, komposisi kimia dan lain–lain. Namun pada proses adsorpsi faktor yang paling dominanialah luas permukaan spesifik dan ukuran partikel.

1Korespondensi penulis: Sirajuddin, Telp 081350456987, [email protected]

Page 43: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.42-46) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 43

Pada umumnya jumlah adsorpsi yang terjadi per berat unit adsorban akan semakin besar bila mediaadsorban semakin luas spesifikasinya atau dapat dikatakan bahwa kapasitas adsorpsi berbanding lurus denganpermukaan spesifik media. Distribusi ukuran partikel menentukan distribusi ukuran molekul yang dapatmasuk ke dalam media untuk diadsopsi. Ukuran partikel umumnya dibedakan menjadi dua yaitu makroporidan mikropori. Dikarenakan penyerapan molekul adsorbat dari mikropori lebih banyak dibandingkanmakropori, maka ukuran molekul adsorbat yang lebih kecil akan lebih banyak diadsorpsi daripada molekuladsorbat yang lebih besar.

Karakteristik adsorbat yang perlu diperhatikan dalam proses adsorpsi ialah ukuran molekul, kelarutan,komposisi kimia dan lain–lain. Ukuran molekul adsorbat mempengaruhi proses adsorpsi molekul adsorbattersebut pada media adsorban, terutama pada media berpori. Ukuran molekul adsorbat yang lebih besar daripada ukuran pori adsorban tentu saja mempunyai tingkat kecepatan adsorpsi yang lebih kecil dibandingkandengan ukuran molekul yang lebih kecil. Molekul-molekul adsorbat yang mempunyai sifat kelarutan yangtinggi tentu akan lebih sukar untuk dipisahkan dengan pelarutnya dan proses adsorpsi yang diharapkan tidakterjadi optimal.

Pengadukan berguna agar adsorben dapat tersebar secara merata di setiap bagian dengan harapan dapatmenyerap zat adsorbat dengan sempurna dan dapat menghasilkan daya adsorpsi yang maksimal. Pengadukanjuga berfungsi untuk selalu memperbaharui gradien konsentrasi antar muka adsorben dengan bulk adsorbatagar peristiwa adsorpsi dapat tetap berlangsung. Pengadukan yang lebih cepat menyebabkan adsorben dapatmemperbesar zona kontak dengan bulk adsorbat.

Waktu kontak yang diperlukan untuk mencapai equilibrium tidaklah selalu sama untuk setiap prosesadsorpsi. Waktu kontak yang diperlukan oleh proses adsorpsi didapatkan dimana tidak lagi terjadi perubahankonsentrasi adsorbat pada solute. Waktu kontak untuk mencapai keseimbangan tidak selalu sama dalamsetiap proses. pH yang digunakan adalah pH 6-8. Penentuan pH dipastikan tidak merubah sifat adsorban danatau adsorbat yang terlibat dalam proses adsorpsi.

Karbon aktif merupakan arang dengan struktur amorphous atau mikrokristalin yang sebagian besar terdiriatas karbon bebas dan memiliki internal surface. Kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi ditentukanoleh struktur kimia yaitu atom C, H dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fingsi. Aktifitaspenyerapan karbon aktif tergantung dari kandungan senyawa karbon dalam bahan, umumnya terdiri dari 85–95% karbon bebas (Ramdja dkk, 2008). Tempurung kelapa merupakan bahan yang dapat dimanfaatkansebagai adsorben karena mengandung kadar lignin 29,4%, selulosa 26,60%, pentosane 27,7%, kadar abu0,62% dan kadar air sekitar 6-9% (Suhartana, 2006).

Penelitian tentang pengolahan limbah cair tahu dengan proses adsorpsi menggunakan arang aktif telahdilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan Alimsyah dan Damayanti(2013) menggunakan limbah cair tahu dengan variasi waktu, dimana limbah cair tahu dialirkan secaracontinue melewati arang aktif dari tempurung kelapa. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu pada waktu satu haridapat menurunkan kadar COD dari 3200 ppm sampai 480 ppm dengan persentase penurunan sebesar 85%.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Laras dkk., (2015) menggunakan limbah cair tahu dengan variasimassa arang aktif kulit kacang kedelai. Hasil terbaik yang diperoleh yaitu pada saat massa arang aktif 3 gdimana dapat menurunkan kadar COD dari 8600 ppm sampai 3260 ppm dengan persentase penurunan sebesar62%.

Pada penelitian ini dilakukan dengan variasi ukuran adsorben dan waktu kontak terhadap penurunan kadarCOD pada limbah tahu. Menurut Faust & Aly (1987) ukuran adsorben dan waktu kontak adalah salah satuyang mempengaruhi proses adsorpsi, dimana semakin kecil ukuran adsorben maka semakin besar luaspermukaan dan dengan waktu yang semakin lama mengakibatkan zat yang teradsorpsi semakin banyak.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ukuran adsorben dan waktu kontak terhadap penurunan kadar CODpada limbah cair tahu dengan proses adsopsi menggunakan arang aktif tempurung kelapa.

2. METODE PENELITIANPada penelitian ini alat yang digunakan antara lain: alat hot plate, peralatan refluks, magnetic stirerr,

furnace, kertas saring, dan corong.Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini antara lain: limbah cair tahu, asam phospat, aquadest,

tempurung kelapa.

Prosedur kerja :1. Pembuatan adsorben

Page 44: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.42-46) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 44

Mengeringkan tempurung kelapa, memanaskan tempurung kelapa di dalam oven pada temperature 105˚Cselama 1 jam, memanaskan tempurung kelapa di dalam furnace pada temperature 600˚C selama 2 jam,aktivasi menggunakan asam phospat 9%, menetralkan dengan aquadest, mengeringkan tempurungkelapa,mengecilkan ukuraan arang aktif menggunakan screening dengan ukuran -70 +100, -100 +170, dan-170 + 200 mesh.

2. AdsorpsiMasukkan 50 mL limbah cair tahu ke dalam gelas kimia menggunakan gelas ukur 100 mL, masukkan 5gram arang aktif pada setiap sampel, homogenkan limbah cair tahu tersebut mengggunakan magneticstrirrer dan hot plate selama 10, 30, 50, 70, dan 90 menit, saringlah limbah cair tahu menggunakan kertassaring ke dalam botol.

3. Analisa Kadar COD

Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasilLimbah cair tahu yang digunakan pada penelitian ini berasal dari UKM produksi tahu yang berlokasi diKecamatan Selili Kota Samarinda menggunakan limbah tahu. Pada tahap awal dilakukan analisa sampelsebelum diadsorpsi unyuk mengetahui kadar COD sampel. Selanjutnya diadsorpsi dengan menggunakanarang aktif berdasarkan ukuran adsorben dan waktu kontak.

Tabel 2. Kadar COD pada limbah cair tahu sebelum melalui proses adsorpsi

Tabel 3. Daya serap Iod pada arang aktif tempurung kelapaUkuran Adsorben

(mesh) Daya Serap Iod (mg/g)

-70 +100 909,9902-100 +170 922,3118-170 +200 945,3218

Sumber : Hasil Analisa (2018)

Waktu (menit) Kadar COD (ppm)0 9340

Page 45: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.42-46) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 45

Tabel 4 Pengaruh ukuran adsorben dan waktu kontak terhadap penurunan kadar COD pada limbahtahu

waktu(menit)

VolumeFAS(ml)

Blanko

Ukuran Adsorben

‘-70 +100 -100 +170 -170 +200

VolumeFAS(ml)

Sampel

KadarCOD(ppm)

PersentasePenurunan

(%)

VolumeFAS(ml)

Sampel

KadarCOD(ppm)

PersentasePenurunan

(%)

VolumeFAS(ml)

Sampel

kadarCOD(ppm)

PersentasePenurunan

(%)

10

10, 5

2 6800 27.19 2.7 6240 33.19 5.1 4320 53.75

30 5.1 4320 53.75 8 2000 78.59 8.3 1760 81.16

50 5.5 4000 57.17 8.1 1920 79.44 9.5 800 91.43

70 9 1200 87.15 9.4 880 90.58 9.6 720 92.29

90 9.4 880 90.58 9.7 640 93.15 9.8 560 94.00

100 5.8 3760 59.74 6.2 3440 63.17 7.2 2880 69.16

Sumber :Hasil Analisa (2018)

PembahasanPengaruh Ukuran Adsorben dan Waktu Kontak Terhadap Kadar COD Pada Limbah Tahu

Proses adsorpsi mengunakan arang aktif dari tempurung kelapa yang telah diaktivasi secara fisikadengan pemanasan pada temperature 600˚C selama 2 jam dan aktivasi kimia menggunakan asam phospat 9%.Pada penelitian ini menggunakan variasi ukuran adsorben dan waktu adsorpsi. Variasi ukuran adsorben yangdigunakan adalah adalah -70 +100 , -100 +170 dan -170 +200 mesh.Pengukuran kadar COD pada limbah tahu dilakukan untuk mengetahui kadar COD awal limbah cair tahusebelum dilakukan proses adsorpsi. Kadar yang didapatkan pada limbah cair tahu tersebut ialah 9340 ppmyang melampaui batas standar baku mutu limbah cair tahu berdasarkan peraturan daerah Kalimantan timurNo.2 Tahun 2011 yaitu maksimal 300 ppm..

Gambar 2a. Pengaruh ukuran adsorben dan waktu kontak terhadap kadar COD pada limbah tahu

Gambar 2b. Pengaruh ukuran adsorben dan waktu kontak terhadap Persen Penurunan COD pada limbah tahu

9340

6800

4320 4000

1200 880

3760

9340

6240

2000 1920880 640

3440

9340

4320

1760800 720 560

2880

02000400060008000

10000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Kada

r COD

(ppm

)

Waktu (menit)

-70+100-100+170-170+200

27.19

53.75 57.17

87.15 90.58

59.74

33.19

78.59 79.4490.58 93.15

63.1753.75

81.1691.43 92.29 94

69.16

020406080

100120

0 20 40 60 80 100 120

Penu

runa

n CO

D (%

)

Waktu (menit)

-70+100=

-100+170

-170+200

Page 46: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.42-46) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 46

Dari gambar 2a dan 2b terlihat pada ukuran -70 +100, -170 +170, dan -170 +200 untuk waktu 10 menitdiperoleh kadar COD berturut-turut 6800, 6250, 4320 ppm dengan persen penurunan 27.19%, 33.19% dan53.75%. Semakin kecil ukuran adsorben maka semakin kecil kadar COD yang diperoleh. Ukuran adsorbenmerupakan salah satu dari faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi. Menurut Faust & Aly (1987) luaspermukaan dari adsorben meningkat dengan penurunan ukuran partikel. Peningkatan waktu adsorpsi untukvariasi ukuran adsorben diperoleh kadar COD semakin kecil dan kadar COD terkecil pada proses adsorpsidengan waktu 90 menit dengan kadar COD untuk masing-masing variasi ukuran adsorben adalah 880, 640dan 560 ppm dengan penurunan kadar COD masing-masing sebesar 90,58%, 93,15% dan 94%. Setelah prosesadsorpsi selama 100 menit kadar COD mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena adsorben telahmengalami kejenuhan sehingga daya jerap adsorben berkurang.

4. KESIMPULAN1.Semakin kecil ukuran adsorben, semakin besar penurunan kadar COD.2.Waktu yang paling baik untuk penurunan kadar COD yaitu pada saat waktu adsorpsi 90 menit pada ukuran

adsorben -170 +200 mesh dengan persentase penurunan sebesar 94%.

5. DAFTAR PUSTAKAAlimsyah, A., Damayanti, A. (2013). Penggunaan arang Tempurung Kelapa dan Eceng Gondok untuk

Pengolahan Air Limbah Tahu dengan Variasi Konsentrasi.Jurnal Teknik Lingkungan, ITS, Vol. 2,No. 1.

Azmi, M., Andrio, D., Edward HS. (2016) Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan TanamanTypa Latifolia dengan Metode Construced Wetland. Jurnal Fakultas Teknik, Universitas Riau, Vol.3, No. 2.

Cheremisinoff, N. P. (2002). Handbook of water and wastewater treatment technological. Amerika: Pollutionengineering.

Dinas Perindustrian Kota Samarinda Kalimantan Timur. (2017). Badan Perindustrian dan Perdagangan KotaSamarinda, Kalimantan Timur.

Faust, S.D. and Aldy, O.M. (1987). Adsorption Process for Water Treatment “2ND Edition”. Stoneham:Butterworths Publisher

Faust, Samuel D., & Aly, Osman M. ( 1929 ). “ Adsorption Process for Water Treatment”. London:Butterworth Publisher,

Kasimin, Diran, Yanto, Purnomo, Kasidi, Eko, Agus, Damin, Sukirno, Joko. (2017) Wawancara Pribadi.Laras, N.S., Yuliani, Fitrihidajati, H. (2015). Pemanfaatan Arang Aktif Limbah Kulit Kacang Kedelai (Glycine

max) dalam Meningkatkan Kualitas Limbah Cair Tahu. Jurnal Jurusan Biologi, Universitas NegeriSemarang, Vol. 4, No. 1.

Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Kalimantan Timur No. 2 Tahun 2011 tentang Baku Mutu Air LimbahIndustri Tahu

Siregar, M.R.T., Djadjadiningrat, A., Hiskia, Syamsi, D., Idayanti, N., Wiyarani. (2004). Roadmap Teknologi:Pemantauan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pengolahan Limbah. Jakarta: LIPI Press

Suhartana. (2006). Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya UntukPenjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grogoban. Jurnal FMIPAUndip, Vol. 9, No. 3.

Ramdja, A. Faudi dkk. (2008). “ Pembuatan Karbon Aktif Dari Coalite Batubara Dan Aplikasinya DalamPengolahan Limbah Cair Industri Kain Jumputan” . Jurnal Teknik Kimia. Des. Vol.

6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih penulis ucapkan kepada Politeknik Negeri Samarinda yang telah membiayai penelitian

ini yang berasal dari PNBP Politeknik Negeri Samarinda tahun 2018.

Page 47: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 47

PENGARUH EJEKTOR HASIL RANCANG BANGUN TERHADAP PENGURANGAN GASKARBON MONOKSIDA DAN DEBU TOTAL DI DALAM RUANGAN PENGELASAN

Sattar Yunus1), Makmur Saini 2), Ahmad Rizal Sultan3), Rusdi Nur4), Ibrahim5)

1) Dosen Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Teknologi Sulawesi,Makassar2) Dosen Program Studi Teknik Pembangkit Energi Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

3) Dosen Program Studi Teknik Listrik Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar4) Dosen Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

5) Dosen Program Studi Teknik Mesin Politeknik ATI, Makassar

ABSTRACT

In this study, the investigation of the effect of the ejector’s performance on the reduction of air pollutants in thewelding room was carried out. This is done once gas and dust particles comes up during welding. The measurement of airpollutants is carried out in two conditions. Firstly, it is done during welding with no ejector running and secondly, whenthe welding and ejector are simultaneously running. the measurements taken are carbon monoxide (CO) and total dust(Total Suspended Particulate). the Ambient Gas Sampler is utilized in measuring the CO gas, while the Staflex AirSampler measures the TSP. the results show that when the ejector is run, the carbon monoxide and dust are lowercompared to the situation when the ejector is not run.

Keywords: Ejector, air pollution, measurement, carbon monoxide, total suspended particulate

1. PENDAHULUANIndustrialisasi yang pesat selama dua dekade terakhir telah membawa banyak masalah dalam

lingkungan, termasuk polusi udara yang pengaruhnya mulai terasa dan bahkan telah menjadi masalah utamasaat ini dan tentu memerlukan perhatian khusus di dalam pembangunan suatu negara (Lima dkk., 2009),termasuk di Kota Makassar (Sattar dkk., 2012), Peningkatan jumlah populasi bukan hanya semakin meningkatdi negara-negara maju tetapi juga di negara-negara berkembang yang telah menyebabkan polusi udara secarameluas (WHO, 2005). Polusi udara perkotaan mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan dan kehidupan ratusanjuta manusia, perempuan dan anak-anak sehari-hari di Asia. Dilaporkan bahwa polusi udara luar ruanganmenyebabkan sekitar 537.000 kematian setiap tahunnya, polusi udara dalam ruangan menyebabkan lebih daridua kali lipat jumlah kematian ini (WHO, 2002), ini diartikan bahwa polusi dalam ruangan (indoor pollution)menimbulkan dampak lebih besar dari polusi luar ruangan, terlebih kegiatan dalam ruangan yang secaralangsung menghasilkan gas-gas dan partikel (debu) yang cukup berbahaya bagi yang terpapar seperti halnyapada kegiatan pengelasan.

Dari penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logamyang dikenal saat ini dengan pengelasan, telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasinganlogam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah. Menurut keterangan telah diketahui dandipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal daripembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19, teknologi pengelasan berkembang dengan pesat karena telahdipergunakannya sumber energi listrik (Suharno, 2008). Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN), las adalahikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan panas dan cair, dijelaskanlebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satusehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan(Suharno, 2008). Oleh karena ada sumber panas maka akan menghasilkan gas-gas dan partikel, dimana gas-gas yang timbul adalah Debu (Partikel) dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 µm sampai dengan 3 µm.Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan elektroda yang digunakan. Bilaelektroda jenis hydrogen rendah, di dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalampengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida magnesium (MgO). Gas-gasyang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3)dan gas nitrogen dioksida (Wiryosumarto dan Okumura, 2004). Menurut Harsono (1996) sewaktu prosespengelasan berlangsung terdapat gas-gas yang berbahaya yang perlu diperhatikan yaitu Gas KarbonMonoksida (CO). Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin (Hb) yang akan menurunkan

1 Korespondensi penulis: Sattar Yunus, Telp 082187010203, [email protected]

Page 48: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 48

daya penyerapannya terhadap oksigen, serta kondisi Total Suspended Particle (TSP) juga perlu memperolehperhatian dalam ruang pengelasan.

Untuk meminimalisir gas-gas dan partikel yang berbahaya yang timbul dalam ruangan ketikaberlangsung pengelasan, diperlukan suatu sistem atau alat yang dapat mengurangi gas-gas atau partikel yangtimbul. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode ejektor. Ejektor telahberhasil digunakan untuk aplikasi pembersihan gas tercemar selama beberapa dekade terakhir karenakemampuan mereka menangani gas yang mengandung polutan seperti uap, gas, dan aerosol padat/cair hinggaukuran 0,1 μ (Dutton dkk., 1982; Subramarian dkk., 2006). Sejalan dengan hal tersebut, dikemukakanbahwa ejektor adalah salah satu perangkat yang paling penting yang digunakan di industri. Perangkat inimemiliki dua tugas utama. Salah satunya adalah untuk membuat vakum dan membuang gas serta lainnyaadalah mencampurnya dalam cairan. Salah satu tugas di atas atau keduanya bisa dipertimbangkan dalammendesain dan menggunakan ejector (Stefan dan Hamjak, 2008; Gamisansa, 2002). Berdasarkan uraiantersebut maka pada penelitian ini akan menyelidiki apakah ada pengurangan konsentrasi gas-gas dan partikeldi udara yang timbul khususnya Karbonmonoksida (CO) dan debu total (TSP) dengan alat yang telahdirancang dengan metode ejektor.

2. METODE PENELITIAN

Instalasi Ejektor

Rancang bangun Instalasi ejektor yang terdiri dari beberapa komponen inti seperti tabung silinder, bakpenampungan dan komponen lainnya telah dikerjakan dan diselesaikan. Instalasinya seperti yang ditunjukkanpada gambar berikut :

Gambar 2.1. Instalasi Ejektor Hasil Rancang Bangun

Alat SamplingPelaksanaan penelitian untuk menguji sejauh mana pengaruh alat ejektor yang telah dirancang dan

dibuat maka diperlukan pengujian langsung ke lingkungan yang sebenarnya, yaitu lingkungan industri.Sebagai tahapan uji coba alat ini dilakukan di ruang praktek pengelasan mahasiswa pada Politeknik AkademiTeknik Industri (ATI) Makassar, dengan pertimbangan bahwa pada ruang pengelasan ketika berlangsungpengelasan maka akan timbul kondisi udara yang rentang dengan kondisi udara buruk yang tentudikhawatirkan memiliki dampak terhadap pekerja las ataupun mahasiswa yang sementara praktik las.

Seluruh proses sampling udara menggunakan alat dari Balai Teknik Lingkungan dan PengendalianPenyakit Kelas I Makassar, yang peralatannya tersedia dan memadai untuk pengambilan sampel dan jugauntuk analisis dari sampel udara yang telah diambil. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel udara

Page 49: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 49

untuk gas digunakan Gas Sampler Ambien (Impinger Model : MD-51MP), sedangkan sampel TSP digunakanalat Staflex Air Sampler. Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel ditunjukkan pada gambar berikut :

(a) (b)Gambar 2.2.Alat Pengukur CO (a) dan Alat Pengukur TSP (b)

Pengambilan sampel dilakukan dalam dua kondisi pengujian udara yaitu:1. Kondisi I (Ejektor OFF): Pengambilan dan analisis sampel udara ketika sedang berlangsung praktik

pengelasan namun belum dioperasikan ejektor. Data yang dihasilkan adalah sebagai kontrol untuk melihatseberapa besar pengaruh ejektor.

2. Kondisi II (Ejektor ON): Pengambilan dan analisis sampel udara ketika sedang berlangsung praktikpengelasan dan sementara dioperasikan ejektor. Data yang dihasilkan akan dibandingkan dengan datayang dihasilkan pada kondisi I.

Prosedur Pelaksanaan Sampling

a. Mencatu sistem peralatan instalasi dengan daya listrik.b. Mengoperasikan mesin pompa (5) untuk mengisi bak penampung (4).c. Membuka katup (9) dan katup (10) serta menutup katup (3) hingga silinder (2) dapat terisi penuh.d. Menutup katup (9) dan katup (10) setelah silinder (2) terisi penuh.e. Mengukur tinggi awal level air bak penampung (4).f. Menjalankan ejektor dengan membuka katup (3) dan katup (10), sehingga air tersirkulasi secara kontinyug. Mencatat nilai vakum yang terukur pada vacuum gauge (8) setelah membuka katup (10).h. Mencatat dan menjaga ketinggian level air pada bak penampung (4).i. Menetapkan throat ejector (3) yang panjangnya 30 cm yang digunakan berdasarkan hasil pengujian yang

telah dilakukan sebelumnya (Saini dkk., 2018).j. Mengoperasikan alat gas sampler ambien dan staflex air samplerk. Mencatat waktu mulai mengoperasikan alat pada langkah nl. Alat Sampling dioperasikan selama 60 menit, dengan tiga kali pengambilan sampel yaitu jam 9-10; 10-

11;13-14 (dalam keadaan mahasiswa sementara melakukan pengelasan, seperti kondisi ketikapengambilan sampel tanpa menjalankan ejektor).

m. Setelah cukup dengan durasi waktu masing-masing, maka ejektor di stop dan juga alat samplern. Sampel udara dibawa ke Laboratorium BTKL-PP untuk dianalisis.

3. HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil pengukuran udara dalam ruangan pengelasan untuk parameter Karbon monoksida

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dengan kondisi Ejektor belum dijalankan (OFF) padapengambilan sampel pukul 09-10 pagi konsentrasi CO sebesar 2,384 ppm, pukul 11-12 sebesar 2.43 ppm,sedangkan pada pukul 13-14 konsentrasinya sebesar 2,425 ppm, sementara untuk kondisi pengukuran padasaat ejektor dijalankan pukul 09-10 pagi konsentrasi CO sebesar 2,378 ppm, pukul 11-12 sebesar 2.41 ppm,sedangkan pada pukul 13-14 konsentrasinya sebesar 2,39 ppm. Konsentrasi pada saat ejektor dijalankan padasemua jam pengembilan sampel menunjukkan penurunan konsentrasi, yang lebih nampak penurunannya pada

Page 50: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 50

pengambilan sampel pukul 13-14. Ini berarti bahwa semakin lama ejektor dijalankan maka akan semakinmengurangi karbon monoksida di udara dalam ruangan.

Gambar 3.1. Grafik konsentrasi CO di udara pada saat ejektor OFF dan ON

Berdasarkan hasil pengukuran udara dalam ruangan pengelasaan untuk parameter Debu Total (TotalSuspended Particle) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2, dengan kondisi ejektor tidak dijalankan,pada pengambilan sampel pukul 09-10 pagi diperoleh konsentrasi TSP sebesar 0,155 mg/m3, pukul 11-12sebesar 0,156 mg/m3, sedangkan pada pukul 13-14 konsentrasinya sebesar 0,158mg/m3. Sementara hasilpengukuran TSP pada kondisi ejektor dijalankan, pada pukul pukul 09-10 pagi diperoleh konsentrasi TSPsebesar 0,152mg/m3, pukul 11-12 sebesar 0,149mg/m3, sedangkan pada pukul 13-14 konsentrasinya sebesar0,147mg/m3. Nampak ada penurunan konsentrasi TSP ketika dijalankan ejektor, juga lebih nampakpengurangan pada pengambilan sampel pukul 13-14, seperti halnya pada Karbon monoksida.

Gambar 3.2. Grafik konsentrasi TSP di udara pada saat ejektor OFF dan ON

Berdasarkan grafik data yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2, kelihatan adaperbedaan yang dapat diamati yaitu bahwa pada pengukuran Karbon monoksida, konsentrasi tertinggi padajam pengambilan sampel pukul 11-12 baik pada saat ejektor tidak dijalankan maupun pada saat ejektordijalankan. Sedangkan pada pengukuran TSP kelihatan bahwa pada saat ejektor belum dijalankan konsentrasi

2.352.362.372.382.39

2.42.412.422.432.44

Jam 9-10 Jam 11-12 Jam 13-14

Ejektor OFFEjektor ON

KARBON MONOKSIDA (CO)

Waktu Sampling

Kons

entr

asi (

ppm

)

0.140.1420.1440.1460.148

0.150.1520.1540.1560.158

0.16

Jam 9-10 Jam 11-12 Jam 13-14

Ejektor OFF

Ejektor ON

TOTAL SUSPENDED PARTICLE (TSP)

Waktu Sampling

Kons

entr

asi (

mg/

m3 )

Page 51: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 51

TSP trendnya kelihatan meningkat, sedangkan ketika ejektor dijalankan konsentrasi debu total (TSP) trendnyamenurun. Dari kedua jenis pengukuran udara yaitu CO dan TSP, nampak bahwa lebih besar tingkat penurunankonsentrasi debu total (Total Suspended Particle) sebagai pengaruh ejektor sekitar yang 4,47 persen,dibandingkan terhadap Karbon monoksida (CO) sekitar 0,78 persen. Salah satu penyebabnya karena partikelmemiliki massa yang lebih berat dibandingkan CO disamping diameter yang lebih besar ukurannya, Partikelsendiri dapat dikategorikan berdasarkan diameternya. Jika diameternya lebih kecil atau sama dengan 2,5mikron maka dikategorikan partikel halus, jika diameternya antara 2,5-10 mikron disebut partikel kasar,sedangkan yang diameternya lebih besar dari 10 mikron inilah yang disebut Debu Total atau dikenal jugadengan Total Suspended Partikel (Sattar dkk., 2014). Semakin halus partikel itu semakin tinggi dampaknyaterhadap kesehatan pernapasan (Rashid dkk, 2014).

4. KESIMPULANDalam makalah ini, pengurangan dan pemulihan gas pencemar serta debu total adalah diisap dari udaradengan kondisi kevakuman ke dalam tabung dan selanjutnya gas pencemar dan partikel tersebut akan dikirimke dalam fluida air yang terus menerus bersirkulasi, kesimpulan dalam penelitian ini adalah :1.) Terdapat pengurangan konsentrasi gas Karbon monoksida dan Total Suspended Partikel dengan

pengoperasian ejektor.2.) Semakin lama ejektor dioperasikan maka kelihatan pengurangan gas karbon monoksida dan Total

Suspended Partikel semakin lebih besar.3.) Dibandingkan dengan gas Karbon monoksida, konsentrasi Total Suspended Partikel nampak lebih besar

tingkat pengurangannya pada seluruh jam pengambilan sampel.4.) Semakin besar nilai vakum maka akan semakin tinggi kemampuan pengurangan konsentrasi gas

karbonmonoksida dan Total Suspended Partikel .

5. DAFTAR PUSTAKADutton, J. C., Mikkelsen, C.D. and Addy, A. L., 1982.A theoretical and experimentalInvestigation of the

constant area, supersonic-supersonic ejector, AIAA Journal, 20, 1392-1400.Gamisansa, X., Sarrab, M., and Lafuente, F. J,.2002. Gas pollutants removal in a single and two-stage ejector

venturi scrubber, Journal of Hazardous Materials, B90, 251-266.Harsono., 1996. Teknologi Pengelasan Logam. PT. Pradya Paramita. Jakarta.Lima. E.A.P., Guimaraes. E.C., Pozza. S.A., Barrozo. M.A.S., Coury J.R ,. 2009. A Study of atmospheric

particulate matter in a city of the central region of Brazil using time-series analysis.Int.J. EnvironmentEngineering. 1: 1-9.

Rashid M,Sattar,Y.,Ramli, M., Sabariah., and Puji, L., 2014. PM10 black carbon and ionic speciesconcentration of urban atmospheric in Makassar of South Sulawesi Province, Indonesia. AtmosphericPollution Research . 5 : 610-615: doi: 10.5094/APR.2014.070.

Saini M., Rusdi, N., Sattar, Y., Ibrahim. The Influence of Throat Length and Vacum Pressure on Air PollutantFiltration Using Ejectors.AIP Conference Proceedings, 2018.

Sattar Y, M. Rashid, M. Ramli and B. Sabariah., 2014. Black carbon and elemental concentration of ambientparticulate matter in Makassar Indonesia. IOP Conf.Series: Earth and Environmental Science. 18.012099: doi : 10.1088/1755-1315/18/1/012099.

Sattar., M Rashid., R Mat., and L Puji., 2012. A Preliminary Survey of Air Quality in Makassar City SouthSulawesi Indonesia. Jurnal Teknologi, 57:123-136.

Stefan E, Harnjak P..2008. Ejector refrigeration: an overview of historical and present developments withemphasis on air-conditioning applications. International Refrigeration and Air Conditioning Conference;U S A; 1–8.

Subramarian G., Natrajan. S.K., Adhimolane .K., Natarajan. A. T,.2006. Comparison of Numerical andexperimental Investigation of jet Ejectors with Blower. InternationalJournal of Thermal Science, 84:134-142.

Suharno., 2008. Prinsip-Prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam.UNS Press. SurakartaWHO,. 2002. The World Health Report 2002 : Reducing Risks, Promoting Health Life, WHO. Geneva.WHO,. 2005. Indoor Air Pollution and Health, Bonn.Wiryosumarto, H., Okumura,T,. 2004, Teknologi Pengelasan Logam, PT Pradaya Paramita, Jakarta.

Page 52: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.47-52) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 52

6. UCAPAN TERIMA KASIHKegiatan penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat

(DRPM)Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui Unit Penelitian dan PengabdianMasyarakat (UPPM) Politeknik Negeri Ujung Padang, sehingga pada kesempatan ini kami menyampaikanapresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Demikian juga kami sampaikan terima kasih kepadaPoliteknik ATI Makassar atas izin pengambilan sampel di ruang pengelasan, serta Badan Teknik KesehatanLingkugan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Makassar yang telah menfasilitasi peralatan sampling danmenganalisis sampel.

Page 53: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.53-57) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 53

PREPARASI DAN KARAKTERISASI TITANIUM DIOKSIDA (TiO2) MESOPORISEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cu(II) DAN METHYLENE BLUE

Ridhawati Thahir1), Rosalin1), Khaerunnisa2) , Sinthia Laurenz2), Puspitasari3)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar3) Penyelia Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Titanium dioxide (TiO2) is a mesoporous materials having pore size diameter 2-50 nm, pore structure uniform,large surface area, and uniform of pore size distribution. The purpose of this research is to synthesize TiO2 mesoporousmaterials using hydrothermal method, titanium tetra isopropoxide (TTIP) as a precursor and pluronik 123 (P123) assurfactant agent for the pore-forming template. The products of TiO2 mesoporous has analyzed using the Brunauer-Emmet-Teller (BET) methode, FTIR, XRD and DSC. The results of these analyses of surface area and pore sizedistribution were 121 m2/g, pore volume 0.173 cc/g and pore diameter of 9.46 nm. The results of XRD analysis show thetetragonal structure and anatase phase. TiO2 mesoporous was generated the amount of Cu(II) adsorption were 450 mg/gfor 60 minutes and the amount of methylene blue adsorption were 96 mg/g for 60 minutes.

Keywords: Titanium dioxide, mesoporous, surface area, pore size, adsorption

1. PENDAHULUANNanoteknologi merupakan ilmu yang dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Salah satu produk

nanoteknologi adalah material titanium dioksida (TiO2) dengan ukuran mesopori. TiO2 adalah material yangdikenal luas sebagai fotokatalis didasarkan pada sifat semikonduktornya. Proses fotokatalis banyakdiaplikasikan untuk penghilangan atau pendegradasian polutan cair seperti logam tembaga dan methylene bluemenjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Logam tembaga dan methylene blue merupakan unsurberbahaya dan akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan jika dibuang ke lingkungan tanpa diolahterlebih dahulu. Oleh karena itu, keberadaannya dalam lingkungan harus dikurangi atau dihilangkan. Adsorpsimerupakan salah satu cara untuk mengurangi kandungan tembaga dan methylene blue dalam larutan.

Ying et al. (1995) mensintesis TiO2 mesopori menggunakan surfaktan alkil fosfat sebagai templatemelalui proses sol-gel, tetapi material yang di hasilkan bukan murni TiO2 oleh karena masih terdapat molekulfosfor yang terikat kuat pada TiO2. Xiang et al. (2009) menggunakan titanium sulfat (Ti2(SO4)3) sebagaiprekursor, amonium bikarbonat (NH4HCO3) sebagai template melalui metode presipitasi diperoleh luaspermukaan sebesar 138 m2/g. Kim et al. (2007) melaporkan bahwa sintesis TiO2 mesopori melalui metodehidrotermal dapat meningkatkan kristalinitas, stabilitas termal, luas permukaan dan aktivitas fotokatalitik.

Peningkatan ukuran pori TiO2 terkait dengan penggunaan bahan surfaktan sebagai template. Templateadalah cetakan yang terbuat dari bahan surfaktan yang berfungsi sebagai pencetak pori. Template sulitdibersihkan dan pembersihan template seringkali menyebabkan runtuhnya pori yang terbentuk. Metodehidrotermal merupakan metode yang dapat mempercepat penghilangan surfaktan pada proses kalsinasi tanpamerusak struktur pori yang telah terbentuk. Selain itu, metode hidrotermal juga dapat meningkatkan luaspermukaan pada TiO2 mesopori hingga baik digunakan untuk adsorpsi (Jin et al.2017).

Dari uraian tersebut di atas maka dilakukan penelitian sintesis TiO2 mesopori menggunakan metodehidrotermal untuk diaplikasikan sebagai adsorben logam tembaga dan methylene blue. Pada penelitian inidigunakan titanium tetraisopropoksida (TTIP) sebagai prekursor, pluronik 123 (P123) sebagai surfaktan,temperatur pemanasan 105oC selama 17 jam, temperatur kalsinasi 500oC selama 5 jam. Analisis yangdilakukan adalah struktur pori (diameter, volume, dan luas permukaan) menggunakan analisa Brunauer-Emmet-Teller (BET), fase kristal menggunakan analisa X-ray diffractometer, identifikasi gugus fungsi dariikatan Ti-O menggunakan analisa Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), Analisis termalmenggunakan analisa Differential Scanning Calorimetri (DSC) serta mengaplikasikan TiO2 mesopori sebagaiadsorben logam Cu dan methylene blue.

1 Korespondensi penulis: Ridhawati Thahir, Telp 081342608424, [email protected]

Page 54: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.53-57) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 54

2. METODE PENELITIANBahan : Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Titanium tetraisopropoksida (TTIP),Pluronik 123 (P123), etanol, asam asetat pekat, amoniak 32%, asam sulfat 98%, aquabidest.Alat : Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : alat gelas laboratorium, hotplate, magnetic stirer,teflon, centrifuge,cawan porselin, oven, tanur, kotak adsorpsi, lampu (Hg) merkuri 150 watt, BETQuartachroma Nova 2000 version 11.0, FTIR-8400S SHIMADZU Gen, XRD D2 PHASER 2nd BRUKER,Differential Scanning Calorimetri, Spektrofotometri UV-Vis.

Prosedur Penelitian :Sintesis TiO2 mesoporiSebanyak 2,4 gram P123 dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi 15 mL TTIP, 60 mL etanol dan 6 mLasam asetat pekat. Campuran diaduk menggunakan magnetic stirer selama satu jam, kemudian pengadukandengan alat sonikasi selama 30 menit. Larutan dimasukkan ke dalam teflon lalu dilakukan pemanasan padasuhu 105oC selama 17 jam, kemudian dilakukan proses kalsinasi menggunakan tanur pada suhu 500oC selama5 jam. Analisis karakteristik TiO2 menggunakan analisa BET, FTIR, XRD dan DSC.

Adsorpsi TiO2 mesoporiTiO2 mesopori sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam masing-masing larutan Cu(II) 500 ppm danmethylene blue 100 ppm, kemudian dimasukkan ke dalam box adsorpsi dan diaduk dengan magnetic stirer.Larutan diaduk dengan variasi waktu pengadukan 10,20,30,40,50 dan 60 menit. Absorbansi filtrat diukurdengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenentuan Surface Area menggunakan Analisa Bruneuer Emmet Teller (BET)

Analisis surface area menggunakan metode BET untuk menentukan luas permukaan, volume pori,dan diameter pori dari TiO2 mesopori. Berdasarkan literatur, TiO2 masuk ke dalam kategori mesopori jikadiameter porinya berada pada rentang 2–50 nm. Hasil pengujian BET menunjukkan surface area sampel 121m2/g, volume pori 0.173 cc/g dan diameter pori sebesar 9.46 nm. Berdasarkan analisis diperoleh TiO2 yangmasuk ke dalam kategori mesopori. Berdasarkan analisis BET didapatkan pula kurva adsorpsi-desorpsi TiO2mesopori yang terdapat pada gambar 1.

Gambar 1. Kurva adsorpsi-desorpsi TiO2 mesopori

Page 55: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.53-57) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 55

Gambar 1 menunjukkan kurva adsorpsi-desorpsi TiO2 mesopori yang merupakan hubungan antararelative pressure dan volume adsorpsi. Karakteristik kurva TiO2 mesopori mendekati tipe IV isotermadsorpsi-desorpsi dan tipe H1 hysterisis loop berdasarkan klasifikasi IUPAC yang merupakan ciri darimaterial mesopori.

Analisis Ikatan Ti-O pada TiO2 Mesopori dengan Analisa FTIRSintesis material TiO2 mesopori dikatakan berhasil jika pada analisis Fourier Transform Infra Red

(FTIR) terdapat gugus Ti-O. Pengujian dilakukan menggunakan FTIR-8400S SHIMADZU dan menghasilkanspektrum FTIR TiO2 mesopori pada gambar 2.

Gambar 2. Spektrum FTIR TiO2 Mesopori

Berdasarkan literatur, bilangan gelombang dari ikatan Ti-O berada pada rentang 400-700 cm-1 danhasil pengujian FTIR diperoleh ikatan Ti-O pada spektrum 557 cm-1 dengan intensitas 0,95

Analisis Struktur, Fasa dan Ukuran Kristal TiO2 Mesopori dengan Analisa XRDPola difraksi didapatkan dari pengukuran menggunakan XRD-BRUKER D2 PHASER X-Ray

Diffractometer dengan Cu-Kα crystal sebagai sumber radiasi (λ=1,54 Å), rentang sudut putar (2θ) 15-75º dankecepatan scanning 2º per menit. Berdasarkan analisis TiO2 mesopori yang dihasilkan merupakan fase anatasedengan struktur tetragonal, hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa TiO2 dengan suhupemanasan 400 hingga 650 akan membentuk fase anatase.

Gambar 3. Difraktogram TiO2 Mesopori

1/cm

Page 56: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.53-57) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 56

Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh difraktogram TiO2 mesopori pada gambar 3, dilakukanintrepertasi dan diperoleh nilai FWHM untuk menentukan ukuran kristal yang dihitung dengan menggunakanpersamaan Scherrer. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa ukuran kristal TiO2 mesopori telah berukurannanometer (nm), dengan median ukuran 5.0 nm.

Analisis Nilai Transisi Gelas (Tg) pada TiO2 Mesopori dengan Analisa DSCKarakterisasi termal TiO2 mesopori differential scanning calorimeter (DSC)-60 Plus SHIMADZU.

Analisis termal digunakan untuk mengetahui karakteristik material sebagai fungsi waktu dan suhu. Pembuatankurva akan menunjukkan 3 titik puncak yang mengindikasikan 3 titik gelap Tg, Tc dan Tm. Grafik termalTiO2 dengan analisa DSC dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Difragtogram DSC TiO2 Mesopori

Berdasarkan analisis DSC diketahui bahwa suhu transisi gelas (Tg) adalah 56oC dan energi yangdibutuhkan sebesar 0,12 J/g. Dengan naiknya suhu, padatan amorf akan menjadi kurang kental sehinggamolekul-molekul memperoleh kebebasan bergerak yang cukup. Selanjutnya secara spontan mengatur dirimenjadi bentuk kristal pada suhu kristalisasi (Tc). Berdasarkan analisis suhu kristal (Tc) adalah 158oC.Transisi dari amorf padat ke kristal padat ini adalah proses eksotermik (entalpi bernilai negatif) ditunjukkanadanya puncak pada sinyal termogram DSC. Jika pemanasan dilanjutkan maka suhu meningkat dan sampelmeleleh sehingga diperoleh suhu pelelehan (Tm). Pada tahap ini terjadi proses endotermik dan menghasilkantitik endotermik pada kurva DSC. Namun pada kurva hasil analisis belum menujukkan puncak nilai Tm,sehingga menunjukkan bahwa sampel TiO2 mesopori memiliki ketahanan termal yang cukup tinggi.

Kapasitas dan Daya Adsorpsi TiO2 Mesopori Terhadap Logam Cu(II) dan Methylene BlueTiO2 mesopori yang telah disintesis kemudian diaplikasikan untuk menjerap logam Cu dan methylene

blue. Kemampuan adsorpsi TiO2 mesopori dilihat dari daya jerap dan kapasitas adsorpsinya. Daya adsorpsiTiO2 mesopori terhadap logam Cu(II) dan methylene blue dihitung dengan mengevaluasi konsentrasi sebelumdan setelah proses adsorpsi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, daya adsorpsi TiO2 mesopori terhadaplogam Cu diperoleh sebesar 99,70% dan kapasitas adsorpsi sebesar 450 mg/g selama 60 menit, sedangkanuntuk methylene blue diperoleh daya adsorpsi sebesar 99,14 % dan kapasitas adsorpsi sebesar 96 mg/g selama60 menit. Menurut Standar Industri Indonesia (SII No.02588-88) salah syarat mutu adsorben yaitu memilikidaya jerap minimal 60 mg/g terhadap methylene blue. Hal ini membuktikan bahwa TiO2 mesopori yang telahdisintesis dapat menjadi adsorben untuk logam Cu(II) dan methylene blue karena telah memenuhi StandarIndustri Indonesia mengenai syarat mutu adsorben. Kemampuan TiO2 mesopori dalam menjerap logam Cudan methylene blue disebabkan oleh besarnya diameter pori yang dihasilkan, untuk TiO2 mesopori diperolehdiameter adsorbat sebesar 9.46 nm. Semakin besar diameter pori, maka kemampuan adsorben untuk menjerapjuga semakin besar sehingga kapasitas adsorpsi juga meningkat.

Page 57: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.53-57) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 57

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :1. Hasil analisis karakteristik TiO2 mesopori yang dihasilkan pada kalsinasi suhu 500oC, maka TiO2

mesopori yang diperoleh dapat digunakan sebagai adsorben dengan karakteristik sebagai berikut :a) Luas Permukaan 121 m2/g, volume pori 0.173 cc/g dan diameter pori 9.46 nm.b) Bentuk struktur tetragonal fase anatase dengan ukuran kristal 5 nm.c) Ikatan Ti-O pada spekrum 557 cm-1 dan intensitas 0,95.d) Suhu transisi gelas 56oC, suhu kristalisasi 158oC.

2. Kemampuan adsorpsi TiO2 mesopori sebagai berikut :a) Daya adsorpsi logam Cu(II) sebesar 99,70% dan kapasitas adsorpsi 450 mg/g.b) Daya adsorpsi methylene blue sebesar 99,14% dan kapasitas adsorpsi 96 mg/g.

5. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. dkk., 2008, Review: Sintesis Nanomaterial, In : Jurnal Nanosain dan Nanoteknologi, 1(2) 33-57.Alqab, A., & Sopyan, I., 2009, Low Temperature hydrothermal Syntesis of Calsium Phosphate Ceramics:

Effect of excess Ca Precursor on phase behavior, In : Indian Journal of Chemistry, 48:1492-1500.Chen, X., Mao, S.S., 2007, Titanium Dioxide Nanomaterials: Synthesis, Properties, Modifications, and

Applications, In : Chem. Rev., 107, 2891-2959.Choi D.Y., J.Y. Park, and J.W. Lee., 2012, Adsorption and Photocatalysis of Spherical TiO2 Particles

Preparated by Hydrothermal Reaction, In: Mater. Lett., 89:212-215.Feng H., M.H. Zhang, and L.E. Yu, 2012, Hydrothermal Synthesis and Photocatalytic Performance of

Metal-Ions Doped TiO2. In : App. Cat. A : General, 413-414, 238-244.Gupta S.M., and M. Tripathi, 2012, A Review on the Synthesis of TiO2 Nanoparticles by Solution Route, In :

Cent. European J. Chem., 10(2) 279-294.Johansson, Emma M., 2010, Controlling the Pore Size and Morphology Mesoporous Silica, In : Sweden: LiU-

tryck.Jin et al., 2017., Water Steam Modified Crystallization and Microstructure Of Mesoporous Tio2 Nanofibers.

In : Journal Of Experimental Nanoscience.Kim D.S., and S.Y.Kwak, 2007, The Hydrothermal Synthesis of Mesoporous TiO2 with High Crystallinity,

Thermal Stability, Large Surface Area, and Enhanced Photocatalytic Activity, In : App. Catal. A:General, 323 : 110-118.

Prambasto. S.B.U., 2013, Sintesis Fotokatalis TiO2 dan Aplikasinya untuk Dekomposisi Air, Skripsi JurusanKimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Q. Huo, R. Leon, P. M. Petroff, G. D. Stucky., 1995, Mesostructure Design with Gemini Surfactants:Supercage Formation in a Three-Dimensional Hexagonal Array, In : Science.

Septina, Wilman, 2007, Sintesa Nanokristal Mesopori TiO2 dengan Metoda Sol Gel., Skripsi Program StudiTeknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.

Sing, K.S.W., 1985, Reporting physisorption data for gas/solid systems with special reference to thedetermination of surface area and porosity (Recommendations 1984), In : Pure Appl. Chem. 57 : 603-619.

Xiang et al., 2009, Preparation and Photocatalytic Activity of Mesoporous TiO2 Microspheres, 1: 12-16.Yin et al., 2016, Preparation of Highly Crystalline Mesoporous TiO2 by Sol–Gel Method Combined with

Two-Step Calcining Process, In : Journal of Experimental Nanoscience, 11:14, 1127-1137.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih penulis sampaikan atas hibah penelitian RUTIN DIPA Politeknik Negeri Ujung

Pandang sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksana Penelitian Nomor 018/PL.10.13/PL/2018 tangggal 2 April2018

Page 58: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.58-60) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 58

MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL EMAS-UBI JALAR UNGUMENGGUNAKAN POLIVINIL ALKOHOL (PVA)

M. Yasser1), Andi Muhammad Iqbal Akbar1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Synthesis, modification and characterization of gold nanoparticles-purple sweet potato extract with a modifier ofPolyvinyl Alcohol (PVA) was successfully carried out. The results showed that qualitatively of gold nanoparticles wereformed based on measurements by UV-Vis Spectroscopy which obtained the maximum wavelength of unmodified purplesweet potato nanoparticles of 544 nm and absorbance of 0.613. While the maximum wavelength of 545 nm in the goldnanoparticles-modified purple sweet potato PVA and absorbance of 0.662.

Keywords: Gold Nanoparticle, Purple Sweet Potato Ekstract, Polyvinyl Alcohol (PVA), UV-Vis Spectroscopy

1. PENDAHULUANNanopartikel emas merupakan kajian ilmuan yang saat ini mengalami perkembangan. Berbagai

aplikasi dari nanopartikel emas telah berkembang pesat seperti sebagai sensor kimia, terapi fotodinamik, alatdiagnosis dan sebagai katalisis reaksi-reaksi kimia. Kemapuan suatu nanopartikel emas dalam aplikasinyasalah satunya tergantung dari ukuran dan kestabilan dari nanopartikel emas tersebut.

Nanopartikel saat ini dapat disintesis dengan cara fisika, kimia maupun green synthesis. Diantaraketiga metode tersebut, green synthesis merupakan metode yang paling ramah lingkungan, tidak memerlukanbiaya yang mahal, tidak memerlukan tekanan, energi dan temperatur yang tinggi serta tidak perlu bahan kimiayang beracun (Sett, A., et al., 2016; Bindhani, B.K., & Panigrahi., A.K., 2015).

Green synthesis nanopartikel emas dapat melibatkan ekstrak tumbuhan maupun enzim. Kandunganmetabolit sekunder pada tumbuhan dapat berperan dalam proses reduksi emas menjadi ukuran nanopartikel.Ubi Jalar Ungu merupakan salah tanaman yang memiliki potensi tersebut (Rakhi, et al, 2012). Namun,terkadang ukuran nanopartikel emas yang dihasilkan green synthesis yang melibatkan ekstrak tanamanmemiliki ukuran dan kestabilan yang berbeda dibanding nanopartikel emas yang telah direaksikan denganstabilizer seperti Polivinil Alkohol (PVA).

Aplikasi nanopartikel emas dalam berbagai bidang memunculkan berbagai variasi dalampengembangan nanopartikel. Salah satunya adalah penggunaan ligan dalam modifikasi nanopartikelNanopartikel termodifikasi ligan telah diaplikasikan untuk menganalisis keberadaan molekul-molekul kecilseperti DNA, protein termasuk logam toksik. Ligan yang dapat digunakan sebagai modifikator dapat berupaanion atau polimer yang diabsorbsi nanopartikel.

2. METODE PENELITIAN2.1. Sintesis Nanopartikel Emas Tanpa ModifikasiSintesis nanopartikel emas dilakukan dengan mencampurkan air rebusan ubi jalar ungu dan larutan HAuCl4dengan rasio 1:10 (v:v) yaitu 10:100 mL, kemudian diaduk selama 2 jam. Pembentukan nanopartikel emasditandai dengan berubahnya larutan dari warna kuning menjadi merah. Kemudian diujikan pula dengancampuran yang tidak mengalami proses pengadukan. Nanopartikel yang terbentuk selanjutnya di karakterisasidengan menggunakan Spektroskopi UV-Vis.

2.2. Modifikasi Nanopartikel Emas dengan PVAModifikasi nanopartikel emas dengan PVA dilakukan dengan mencampurkan air rebusan ubi jalar ungu,HAuCl4 1000 ppm dan ditambahkan PVA 1% dengan rasio volume larutan (1:10:3) 10:100:30 mL (v:v:v).Larutan tersebut diaduk selama 2 jam kemudian digunakan. Nanopartikel yang terbentuk selanjutnya dikarakterisasi dengan menggunakan Spektroskopi UV-Vis.

1)* Korespondensi penulis: M. Yasser, Telp 085399777151, [email protected]

Page 59: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.58-60) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 59

3. HASIL DAN PEMBAHASANNanopartikel emas telah berhasil disintesis dengan memanfaatkan ekstrak ubi jalar ungu yang

selanjutnya dimodifikasi dengan menggunakan Polivinil Alkohol (PVA). Kemampuan Ekstrak Ubi Jalar Ungudalam mereduksi emas dalam ukuran makro menjadi nanopartikel emas karena kandungan metabolit sekunderdalam Ubi Jalar Ungu berupa Flavonoid Antosianin (Arfini, F. Dan Fitri, M. 2016) yang dapat bertindaksebagai reduktor karena antosianin memiliki surface active molecule stabilizing.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kandungan flavonoid dapat bertindak sebagai reduktordalam sintesis nanopartikel emas, seperti (Yasser, Widiyanti, & Arif, 2017) yang telah memanfaatkan Ekstrakdaun jati untuk mensintesis nanopartikel emas. Singh, et al (2012) yang memanfaatkan ektrak daun Dalbergiasissoo untuk mensintesis nanopartikel emas dan perak, Pawar, O., et,al (2016) memanfaatkan apoenzimfosfatase untuk mensintesis nanopartikel perak, Jayaseelan, C., et al (2013) memanfaatkan ekstrakAbelmoschus esculentus untuk mensintesis nanopartikel emas.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan warna larutan dari kuning menjadimerah keunguan pada saat mereaksikan antara Larutan Emas dengan reduktor Ubi Jalar Ungu baik yang tanpamodifikasi maupun yang telah termodifikasi dengan PVA. Perubahan warna ini merupakan salah satuindikator terbentuknya nanopartikel emas (Yasser & Widiyanti, 2017).

Gambar 1. Spektrum UV-Vis Nanopartikel Emas-Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Hasil Karakterisasi menggunakan Spektroskopi UV-Vis memeperkuat bahwa telah terbentuknanopartikel emas baik yang tanpa modifikasi maupun yang telah dimodifikasi dengan PVA. PanjanagGelombang maksimum yang dihasilkan pada range 500 nm – 600 nm adalah indikator bahwa telah terbentuknanopartikel emas.

Tabel 1. Data pengukuran Nanopartikel Emas-Ubi Jalar Ungu dengan Spektroskopi UV-Vis

Nanopartikel Emas-EkstrakUbi JalarUngu Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

Tanpa Modifikasi 544,00 0,613

Modifikasi PVA 545,00 0,662

Dari Hasil karakterisasi menggunakan Spektroskopi UV-Vis terhadap nanopartikel emas_ekstrak ubijalar ungu baik yang tanpa modifikasi maupun yang termodidifikasi dengan PVA menunujukkan bahwasecara kualitatif telah terbentuk nanopartikel emas yang ditandai dengan terbentuknya panjang gelombang

500 6000.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

500 6000.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

1.1

Abso

rban

si

Panjang Gelombang

Nanopartikel Emas Modifikasi PVA

Abso

rban

si

Panjang Gelombang

Nanopartikel Emas Tanpa Modifikasi

Page 60: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.58-60) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 60

maksimum 544 nm pada nanopartikel emas-ekstrak ubi jaar ungu tanpa modifikasi dan panjang gelombangmaksimum 545 nm pada nanopartikel emas-ubu jalar ungu yang telah dimodifikasi dengan PVA.

Panjang gelombang gelombang maksimum yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang tidaksignifikan. Hal ini berarti bahwa secara kualitatif ukuran nanopartikel emas-ekstrak ubi jalar ungu tanpamodifikasi dihasilkan memiliki ukuran yang relatif sama dengan nanopartikel emas-ekstrak ubi jalar unguyang dimodifikais dengan PVA. Kesamaan Ukuran ini kemungkinan diakibatkan oleh dari sifat modifikatoPVA, selain dapat bersifat sebagai reduktor, PVA juga memiliki kemampuan sebagai stabilizer yang berartimampu menjaga kondisi ukuran nanopartikel yang dihasilkan.

Hal yang sama juga diperoleh pada Absorbansi yang dihasilkan dari nanopartikel emas-ekatrak ubijalar ungu tanpa modifikasi maupun yang telah termodifikasi dengan PVA. Pada nanopartikel emas-ekstrakubi jalar ungu tanpa modifikasi dihasilkan absorbansi 0,613 sedangkan pada nanopartikel emas-ekstrak ubijalar ungu termodifikasi PVA diperoleh absorbansi 0,662. Hal ini menunjukkan bahwa secara jumlahnanopartikel emas yang dihasilkan baik nanopartikel emas termodifikasi PVA maupun tanpa modifikasimemiliki jumlah nanopartikel emas (konsentrasi) yang hampir sama.

4. KESIMPULAN1) Telah berhasil disintesis nanopartikel emas menggunakan ekstrak ubi jalar ungu yang termodifikasi dengan

Polivinil Alkohol (PVA).2) Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan pada pengukuran menggunakan Spektroskopi UV-Vis

menunjukkan panjang gelombang maksimum sebesar 544 nm pada nanopartikel emas tanpa modifikasidan panjang gelombang maksimum sebesar 545 nm pada nanopartikel emas termodifikasi PVA.

3) Absorbansi yang dihasilkan pada pengukuran menggunakan Spektroskopi UV-Vis menunjukkanAbsorbansi sebesar 0,613 nm pada nanopartikel emas tanpa modifikasi dan absorbansi sebesar 0,662 nmpada nanopartikel emas termodifikasi PVA

4) Artikel secara keseluruhan ditulis menggunakan jarak spasi 1 dan 1 kolom. Jumlah halaman keseluruhanartikel ini maksimal 6 (enam) halaman termasuk daftar pustaka dan ucapan terima kasih.

5. DAFTAR PUSTAKAArfini, F., dan Fitri, M., 2016, Ipteks Bagi Masyarakat Kelompok Tani Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L)Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, Jurnal Dinamika Pengabdian Vol. 2 No. 1 Oktober 2016.Bindhani, B.K., and Panigrahi, A.K., 2015, Biosynthesis and Characterization of Silver Nanoparticles (Snps)

by using Leaf Extracts of Ocimum Sanctum L (Tulsi) and Study of its Antibacterial Activities, J NanomedNanotechnol 2015, S6.

Jayaseelan, C., Ramkumar, R., Rahuman, A.A., and Perumal, P. 2013, Green Synthesis of Gold Nanoparti lesUsing Seed Aqueous Extract of Abelmoschus Esculentus and Its Antifungal Activity, Industrial Crops andProducts 45 (2013) 423–429.

Pawar, O., Deshpande, N., Dagade, S., Waghmode, S., and Joshi, P.N., 2016, Green Synthesis of SilverNanoparticles from Purple Acid Phosphatase Apoenzyme Isolated from a New Source Limonia Acidissima,Journal of Experimental Nanoscience, 2016, Vol. 11, No. 1, 28-37.

Rakhi, M., Gopal, B.B., 2012, Terminalia Arjuna Bark Extract Mediated Size Controlled Synthesis ofPolyshaped Gold Nanoparticles and Its Application in Catalysis, Int. J. Res. Chem. Environ. Vol.2 Issue 4Oct. 2012(338-342)

Sett, A., Gadewar, M., Sharma, P., Deka, M., and Bora U., 2016, Green Synthesis of Gold NanoparticlesUsing Aqueous Extract of Dillenia Indica, Adv. Nat. Sci.: Nanosci. Nanotechnol. 7 (2016) 025005.

Singh, C., Baboota, R.K., Naik, P.K., Singh, H., 2012, Biocompatible Synthesis of Silver and GoldNanoparticles Using Leaf Extract of Dalbergia Sissoo, Adv. Mat. Lett. 2012, 3(4), 279-285.

Yasser, M., & Widiyanti, S. E., 2017, Modifikasi dan Karakterisasi Nanopartikel Emas-Ekstrak Daun Jatidengan L-Sistein, In Seminar Nasional “Tellu Cappa” (pp. 404–407).

Yasser, M., Widiyanti, S. E., & Arif, A. R. 2017, Synthesis and Characterization of Gold Nanoparticles UsingTeak Leaf Extract Tectona Grandis, Indonesia Chimica Acta, 10(1), 69–72.

Page 61: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.61-64) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 61

POTENSI BELIMBING BAJO (Sarcotheca celebica VELDK) SEBAGAI TUMBUHANAKUMULATOR UNTUK REMEDIASI LAHAN YANG MENGALAMI CEKAMAN LOGAM

BERAT NIKEL

Naima Haruna1), Tatik Wardiyati2), Moch. Dawam Maghfoer2), Eko Handayanto3)

1Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andi Djemma, Palopo2Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Brawijaya, Malang

3Dosen Jurusan Tanah Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT

Starfruit bajo (Sarcotheca celebica Veldk) is an endogenous plant that is commonly found growing aroundthe Nickel mining area in Sorowako. The ability to grow bajo starfruit in post-Nickel mining areas that have high Nimetal content can be caused by bajo starfruit which has a high adaptability to the environment with Ni content in the soil.To determine the ability of bajo starfruit plants to absorb Ni from the soil, this experiment was carried out by plantingseedlings of bajo starfruit in a 40 x 50 cm polybag using a planting medium taken from the land after Nickel mining inSorowako with Ni content of around 8926 ppm. Analysis of the content of Ni in soil and leaves was carried out fivetimes, namely at planting (t0), when the plants were 12 MST (t1), 17 MST (t2), 21 MST (t3) and 25 MST. Soil samplesand bajo starfruit leaves analyzed were composite samples. The results showed that the total Ni content of the soilplanted with bajo starfruit decreased from time to time, from 8926 ppm at the beginning of planting (t0) to 2494.75 ppmwhen the bajo starfruit plant was 25 MST (t4) or about 72.05 %. Ni content in bajo starfruit leaves increased from 86.47ppm (t0) to 158.45 ppm (t1) or around 45.42%, but tended to decrease along with the decrease in the amount of Nicontent in the soil.Keywords: bajo starfruit, heavy metal, remediation

1. PENDAHULUANLahan-lahan pasca penambangan Nikel di Sorowako merupakan salah satu lahan yang mengalami

cekaman logam berat dengan kandungan Nikel yang relatif masih tinggi yaitu berkisar 2000-5000 ppm (Nettyet.al, 2012). Konsentrasi Ni pada tanah normal sekitar 2-750 mg.kg-1 namun pada tanah tercemar dapatmencapai 26.000 ppm (Alloway, 1995). Keberadaan logam berat pada tanah dengan jumlah yang relativetinggi dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan produksi tanaman yang diusahakan pada lahan initerutama bagi tanaman-tanaman yang tidak toleran. Beberapa tanaman budidaya cukup toleran terhadapkondisi cekaman logam berat dan bersifat akumulator namun produk dari tanaman ini sangat beresikoterhadap kesehatan apabila dikonsumsi karena logam berat dapat terakumulasi pada jaringan tanaman yangdikonsumsi. Ambang batas aman kandungan Ni pada tanaman berdasarkan Indian Standar Awashthi 2000adalah1,5 µg.g-1 (Sing et al., 2010).

Upaya remediasi lahan yang mengalami cekaman logam berat sangat diperlukan sebelum lahandimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan, dan salah satu cara remediasi yang ramah lingkunganadalah menggunakan tumbuhan yang bersifat akumulator Nikel, toleran, mudah diperoleh dan. Tanamanbelimbing bajo (Sarcotheca celebica Veldk) merupakan salah satu jenis tumbuhan liar yang banyakditemukan di sekitar areal pertambangan Nikel di Sorowako dengan pertumbuhan yang normal tanpa terlihatadanya gejala toksisitas atau klorosis. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa belimbing bajo termasuktanaman toleran pada lahan yang mengalami cekaman Nikel, namun belum diketahui termasuk dalamkelompok akumulator rendah, sedang atau tinggi. Salah satu kriteria tanaman akumulator menurut Malayeriet.al., (2008) didasarkan atas nilai BCF tanaman yaitu jika nilai BCF 0,1-1,0 maka termasuk tanamanakumulator tinggi atau hiperakumulator, BCF 0,01-0,1 akumulator sedang, BCF 0,001-0,01 akumulatorrendah, dan BCF < 0,001 tanaman non akumulator.

2. METODE PENELITIANPenelitian dilakukan dalam bentuk percobaan di nursery milik PT. Vale di Sorowako Sulawesi Selatan,

sedang analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di laboratorium Balai Pengkajian Teknologi PertanianSulawesi Selatan. Percobaan ini menggunakan wadah berupa polybag berukuran 40x50 cm dengan beratmedia per polybag sekitar 15 kg. Media yang digunakan adalah tanah dari lahan pasca penambangan Nikelsite Inalahi VI dengan kandungan Ni sekitar 8000 ppm. Adapun tanaman belimbing bajo yang digunakan

1 Korespondensi penulis: Naima Haruna, Telp 082189803012, [email protected]

Page 62: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.61-64) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 62

merupakan bibit cabutan dari areal sekitar tambang Nikel dengan ukuran tinggi bibit bervariasi mulai dari 10-50 cm. Jumlah populasi setiap perlakuan adalah 60 dengan jumlah sampel 20 tanaman. Pengamatan terhadapkandungan Ni pada tanah dan jaringan tanaman dilakukan sebanyak lima kali yaitu saat tanam (t0), umur 12MST (t1), 17 MST (t2), 21 MST (t3) dan 25 MST (t4). Bagian tanaman yang digunakan untuk analisiskandungan Ni pada jaringan tanaman adalah daun yang terletak pada bagian pucuk (telah berwarna hijau),tengah dan bawah. Daun dari setiap tanaman sampel dikeringkan dengan cara dioven selama 2 x 24 jam padasuhu 80oC, kemudian digerus hingga halus dan sampel siap dinalisis di laboratorium. Pengambilan sampeltanah untuk analisis kandungan Ni-total pada tanah menggunakan pipa paralon berukuran 1 inch yangditancapkan ke dalam media tanam. Tanah yang terkumpul dicampur secara merata dan selanjutnya dianalisisdi laboratorium. Adapun proses pelaksanaan percobaan yang dimulai dengan pengambilan media tanam darilahan pasca penambangan Nikel sampai tahap persiapan sampel tanah dan jaringan yang akan dianaleisis dilaboratorium, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan pelaksanaan percobaan di nursery PT. Vale

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil percobaan yang dilakukan dengan menggunakan belimbing bajo yang ditanam pada media dari

lahan pasca penambangan Nikel (mengalami cekaman logam berat) seperti terlihat pada Gambar 2, 3 dan 4.Hasil analisis jaringan tanaman (daun) yang dilakukan pada awal penanaman (t0) sampai umur 25 MST (t4)terlihat pada Gambar 2, sedang hasil analisis tanah yang dilakukan pada awal penanaman (t0) sampai umur25 MST (t4) seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Kandungan Ni pada daun belimbing bajo (S.celebica) yang ditanam pada media tanam yangmengalami cekaman logam berat Nikel

86.47

158.45

75.18

35.0053.97

020406080

100120140160180

0 12 17 21 25

Waktu pengamatan (MST)

kand

unga

n N

i pad

a da

un(p

pm)

Page 63: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.61-64) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 63

Gambar 3. Kandungan Ni total pada media tanam yang ditanamibelimbing bajo (S.celebica)

Terlihat pada Gambar 2 kandungan Ni pada daun belimbing bajo setelah tiga bulan penanaman (12MST) mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa belimbing bajo memiliki kemampuan menyerapNi dari dalam tanah dan menyimpannya pada daun. Masuknya Ni pada tubuh (daun) belimbing bajo dapatterjadi secara bersamaan dengan penyerapan unsur hara dan air dari dalam tanah oleh akar baik secara aktifmaupun pasif. Tingginya kandungan Ni pada daun belimbing bajo umur 12 MST dibandingkan dengan umur17 MST, 21 MST dan 25 MST dapat disebabkan karena kandungan Ni dalam tanah yang cukup tinggi padasaat tanam yaitu 8926 ppm. Penyerapan Ni yang cukup besar oleh belimbing bajo selama tiga bulan yaitusejak tanam hingga 12 MST yang mencapai 71,97 ppm atau 45,42 % menyebabkan jumlah kandungan Nidalam tanah berkurang. Berkurangnya jumlah Ni dalam tanah dari waktu ke waktu akibat penyerapan Ni olehbelimbing bajo berakibat menurunnya jumlah penyerapan Ni pada umur 17, 21 dan 25 MST. Adanyapengaruh jumlah kandungan Ni dalam tanah terhadap tingkat penyerapan Ni oleh tanaman juga terlihat padahasil penelitian Irwan (1993) yang menunjukkan bahwa Cd, Ni dan Pb pada daun bayam mengalamipeningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi logam berat dalam media tumbuh yang digunakan.

Gambar 4. Kondisi pertumbuhan belimbing bajo (S.celebica) umur 25 MSTJumlah Ni yang cukup tinggi dalam daun belimbing bajo yaitu 158,45 ppm pada umur 12 MST tidak

mengakibatkan gangguan pertumbuhan tanaman karena tidak terlihat adanya klorosis dan nekrosis sebagaitanda-tanda umum pada tanaman yang mengalami keracunan Ni. Menurut Ghost dan Singh, (2005),fitotoksisitas Ni berkisar pada 40-246 mg.kg-1 BK tanaman namun tergantung pada kultivar dan species.Tanaman belimbing bajo hingga berumur 25 MST (akhir percobaan) tetap tumbuh dengan baik seperti terlihatpada Gambar 4. Kemampuan belimbing bajo menyerap Nikel dan sangat toleran pada kondisi tanah yang

8926.00 8451.00

6123.00 6001.00

2494.57

0100020003000400050006000700080009000

10000

0 12 17 21 25

Waktu pengamatan (MST)

kand

unga

n N

i tot

al p

ada

tana

h(p

pm)

Page 64: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.61-64) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 64

mengandung Ni yang cukup tinggi dapat menjadi alasan untuk menjadikan belimbing bajo sebagai salah satutanaman untuk melakukan remediasi logam berat Ni.

4. KESIMPULANSimpulan dari penelitian ini adalah tanaman belimbing bajo (S.celebica) memiliki kemampuan

menurunkan jumlah kandungan Ni dalam tanah melalui penyerapan oleh akar dan mengakumulasi Ni padajaringan daun sehingga tanaman belimbing bajo dapat dimanfaatkan untuk remediasi lahan yang mengalamicekaman logam berat Nikel.

5. DAFTAR PUSTAKAAlloway, B.J. 1995. Heavy metal in soils. Blackie Academic and Professional. London (2nd ed). pp 368.Ghosh, M., and S.P.Singh. 2005. Comparative uptake and phytoremediation study soil induced Chromium by

accumulator and high biomassa species. Applied Ecology and Environmental Research. 3(2):67-79.Irwan, A. 1993. Akumulasi Cd, Ni dan Pb pada daun bayam (Amaranthus tricolor L.) dan kangkung darat

(Ipomoea reptans Poir). Jurusan Kimia FMIPA IPB, Bogor.Malayeri, B.E., A.Chehregani, N. Yousefi and B.Lorestani. 2008. Identification of the hyper accumulator

plants in Copper and Iron mine in Iran. Pakistan Journal of Biologycal Science. 11(3): 490-492.Netty,S., T.Wardiyati, E.Handayanto and M.D.Maghfoer. 2012. Nickel accumulating plants in the post-

mining land of Sorowako, South Sulawesi, Indonesia. Journal of Tropical Agriculture.50(1-2): 45-48.

Singh,A., R.K.Sharma, M.Agrawal and F.M.Marshall. 2010. Risk assessment of heavy metal toxicity throughcontaminated vegetables from waste water irrigated area of Varanasi. Tropical Ecology. 51(2S):375-387.

UCAPAN TERIMA KASIHPenelitian ini terselenggara atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:1. Kemenristekdikti, yang telah memberikan bantuan pendanaan melalui skim PDD dengan SK.

No.3/E/KTP/20182. Pimpinan PT.Vale di Sorowako yang telah memberikan ijin penelitian di nursery PT. Vale di Sorowako,

Luwu Timur

Page 65: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 65

SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIELEKTROLIT KOMPLEKS (PEC) KITOSAN-PEKTIN SEBAGAI MATRIKS FILM INDIKATOR pH

Abigael Todingbua’1), Ridhawati Thahir1), Isnaeni Saka2) , Mershiana Dase2), Pabbenteng3)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar3)Penyelia Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Polyelectrolyte complex (PEC) was formed by the ionic interaction between the polyanion of pectin and polycation ofchitosan. The electrostatic attraction between the amino group bonding (-NH3+) of protonated chitosan and carboxyl acidbond (-COO-) deprotonated from pectin is the main interaction of the formation of PEC chitosan-pectin. The purpose ofthis research is to synthesize and characterize PEC chitosan-pectin for application as a pH indicator. The comparison ofsolution chitosan 3% to pectin 3% (b/v) are 0, 10, 30, 50, 70, 90 and 100% at pH 4. The process of synthesis PEC filmhas used the ultrasonic method. The product of polyelectrolyte complex chitosan-pectin can be synthesized by indirectmethods at pH 4. The difference in the characteristics of the PEC chitosan-pectin of various polymer composition andprovenance are indicated with the analysis of functional group analysis, thermal analysis, swelling and color analysis.

Keywords: polyelectrolyte complex, chitosan, pectin, pH indicator

1. PENDAHULUANPolielektrolit kompleks (PEC) terbentuk oleh interaksi ionik antara polianion dan polikation. Daya tarik

elektrostatik antara ikatan gugus amino (-NH3+) terionisasi dari kitosan dan gugus asam karboksil (-COO-)

terionisasi dari pektin adalah interaksi utama dalam pembentukan matriks PEC kitosan-pektin (Rashidova et al.2004). Kitosan merupakan polisakarida kationik linier yang diperoleh dari kitin, dapat ditemukan di kulitudang, lobster dan kepiting. Hal ini ditandai dengan pembentukan film fleksibel dan tahan dengan penghalangoksigen yang efisien (Yoshida et al. 2010; Recillas et al. 2011). Pektin merupakan polisakarida alami anionikyang diekstraksi dari dinding sel sebagian besar tanaman, seperti apel, jeruk dan pir. Berdasarkan pada tingkatsubstitusi gugus karboksil d-galakturonat oleh kelompok metoksil (-OCH3), yang didefinisikan sebagaitingkat esterifikasi (DE), pektin diklasifikasikan sebagai pektin dengan esterifikasi tinggi (DE> 50%) ataupektin esterifikasi rendah (DE <50%) (Jindal et al. 2013).

Beberapa penelitian aplikasi PEC kitosan-pektin, terutama di bidang medis sebagai pembawa obat(drug delivery) dan indikator pH. Vinicius Borges dkk 2015, melakukan penelitian sintesis PEC kitosan-pektin menggunakan antosianin (ATH) sebagai sumber indikator pH. Kitosan dan pektin merupakanpolisakarida yang memiliki interaksi antar molekul yang sangat kuat. Kitosan dan pektin dipilih sebagaisumber bahan baku pembentukan PEC karena bersifat alami, dapat terurai oleh lingkungan (biodegradable)dan bersifat berkelanjutan (sustainable) (Borges et al. 2015). lyas Md isa dkk, 2012 menggunakan kitosansebagai ionophore dan polivinil klorida (PVC) sebagai matriks pengikat (binder) pada pembentukan membransensor pH (Md Isa et al. 2012)

Dari uraian di atas, dilakukan penelitian sintesis PEC kitosan-pektin sebagai film dan bromthymol blue(BTB) sebagai pemberi warna pada film indikator pH. Karakterisasi film indikator meliputi analisis spektrumIR dari ikatan –NH3

+, -COO-, dan PEC kitosan-pektin menggunakan fourier transform infra red (FTIR),analisis kestabilan termal menggunakan differential scanning calorimetry (DSC), dan analisis swelling.

2. METODE PENELITIANAlat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Labu ukur 500 mL,Gelas kimia 500, 250, 100 mL,Magnetic stirrer, Hotplate, Pipet ukur 5, 10, 25 mL, Gelas ukur 100 mL, Ultrasonik Stream Ultrascien Elma,Oven, Cawan Petridis, DSC-60plus SHIMADZU, FTIR-8400S SHIMADZU.Bahan,Aquadest, CH3COOH 1%,Kitosan (Sigma Aldrich), Pektin from apple (Sigma Aldrich), PVA (Sigma Aldrich), NaOH 1 M, HCl 1 M,Indikator bromothymol blue (BTB) 0,2%, Gliserol, Kertas pH nesco pH test paper.

1 Korespondensi penulis: Ridhawati Thahir, Telp 081342608424, [email protected]

Page 66: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 66

Sintesis Film PEC Kitosan-Pektin %(b/v) dengan Variasi KomposisiPembuatan film PEC kitosan-pektin (30:70); larutan kitosan 3% sebanyak 30 mL dicampur dengan

larutan pektin 3% sebanyak 70 mL sambil diaduk dengan magnetic stirrer kemudian ditambahkan larutanPVA 1 % sebanyak 10 mL, pewarna indikator bromothymol blue (BTB) 0,2% sebanyak 2 mL dan gliserol 4mL lalu diaduk selama 1 jam dan dicek pHnya yakni 4. Kemudian campuran diultrasonik selama 1 jam, laludituang ke dalam cawan petridis kecil berdiameter 6 cm. setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 60℃selama 24 jam. Film PEC dilepas dari cawan petri kemudian diaplikasikan. prosedur yang sama dilakukanpada variasi komposisi kitosan terhadap pektin 0, 10, 30, 50, 70, 90 and 100%.

3. HASIL DAN PEMBAHASANSintesis film PEC dari kitosan-pektin

Penelitian ini mensintesis film PEC kitosan-pektin dengan variasi komposisi kitosan-pektin yaitu:sampel A (100:0); B (90:10); C (70:30); D (50:50); E (30:70); F (10:90); dan G (0:100). Film PEC disintesisdari kitosan 3% dalam larutan asam asetat 1% dan pektin 3% dalam aquadest. Dalam suasana asam kitosanmembentuk polikation sedangkan pektin jika dilarutkan dalam aquadest membentuk polianion. Polikation danpolianion bereaksi membentuk polielektrolit kompleks melalui interaksi ionik.

Tabel 1. Perbandingan warna visual dan chromameter film PEC kitosan-pektin

Sampel Visual ChromameterGambar Warna L* a* b* Warna

A KuningKehijauan 25.54 -0.25 6.7 Kuning

kehijauan

B KuningKehijauan 27.82 -0.58 6.27 Kuning

Kehijauan

C KuningKehijauan 21.91 -2.33 7.28 Kuning

Kehijauan

D Kuning 20.25 -0.48 6.78 Kuning

E Orange 22.32 6.72 14.35 Orange

F Orange 22.66 6.67 14.11 Orange

G Kuning 48.96 -0.68 14.86 Kuning

Perbandingan warna di atas menunjukkan hasil warna film yang sama secara visual dan chromameteryakni: sampel A berwarna kuning-kehijauan, B berwarna kuning-kehijauan, C berwarna kuning-kehijauan, Dberwarna kuning, E berwarna orange, F berwarna orange dan sampel G berwarna kuning. .

Analisis termal menggunakan DSC

Karakterisasi analisis termal menggunakan alat DSC (differential scanning calorimeter). DSC dapatdigunakan untuk membedakan polimer murni dengan polielektrolit kompleks yang terbentuk. Analisis termalini dilakukan terhadap film kitosan,film pektin dan film polielektrolit kompleks kitosan pektin dengan variasikomoposisi kitosan-pektin yaitu A (100:0); B (90:10); C (70:30); D (50:50); E (30:70); F (10:90); dan G(0:100). Analisis termal digunakan untuk mengkarakterisasi suhu kristalisasi (Tc), suhu transisi gelas (Tg),dan suhu peleburan (Tm) melalui analisis differential scanning calorimetry (DSC). Output dari pengujianDSC berupa kurva termogram yang dapat digunakan untuk menentukan karakteristik sampel.

Page 67: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 67

Tabel 1. Hasil analisis termal menggunakan DSC.

SampelTm

Temperatur(℃) Heat (J/g)

A 98 -0,13B 138 -0,09C 140 -0,14D 118 -62,84E 134 -7,51F 123 -0,76G 137 -0,70

Tabel 2 menunjukkan hasil suhu peleburan (Tm) dari sampel A=98℃ memerlukan panas sebesar -0.13 J/g dan sampel G=137℃ memerlukan panas sebesar -0.70, sampel A memiliki nilai Tm yang lebihrendah jika dibandingkan dengan sampel G. sedangkan sampel polielektrolit kompleks yakni sampel B ,D, E,F G memiliki nilai Tm diantara sampel A dan B dan untuk sampel C memiliki nilai Tm tertinggi yakni Tmdari sampel C=140℃ memerlukan panas sebesar -0.14. Hal ini terjadi karena paduan antarmolekul kitosan danpektin menimbulkan interaksi antar molekul yang sangat kuat dan struktur polimer yang kaku, sehingga itudiperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai peleburan. Tm merupakan titik sampel mengalamipeleburan/meleleh. Proses peleburan menghasilkan puncak endotermik pada termogram DSC.

Gambar 1. Grafik DSC sampel A, B, C, D, E, F, dan G

Dari hasil analisis, dapat dilihat perbedaan antara puncak endotermik yang dihasilkan polielektrolitkompleks kitosan-pektin berbagai variasi dengan polimer asalnya yaitu kitosan dan pektin. Hal tersebutmenandakan terjadi interaksi kimia antara kitosan dan pektin yang berupa interaksi ionik. Suhu puncakendotermik polielektrolit kompleks kitosan-pektin yang paling bagus yakni sampel C yang memiliki kompisiK-P 70:30, hal ini terlihat dari nilai Tm tertinggi yakni 140℃. Pengukuran DSC dimulai pada suhu 20℃ dantidak terdapat nilai Tg dan Tc, sedangkan nilai tersebut muncul sebelum nilai Tm. Sehingga, dapatdisimpulkan bahwa nilai Tg dan Tc berada dibawah suhu 20℃.

Analisis gugus fungsiKarakterisasi kimia dilakukan dengan analisis gugus fungsi menggunakan alat Spektroskopi FTIR

(fourier transform infrared spectroscopy). Sejumlah film sampel ditimbang, kemudian dilakukan scanningpada daerah bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis

Page 68: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 68

Gambar 2 spektrum kitosan Gambar 3 spektrum pektin Gambar 4 Spektrum Sampel C (70:30)

Spektrum FTIR dari kitosan,pektin, dan polielektrolit kompleks komposisi (70:30) dapat dilihat padagambar 4.2 sampai 4.4. Spektrum FTIR kitosan tampak pada gambar 4.2 menunjukkan puncak pada1381,08cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amina (C-N) dan puncak 3441,12 cm-1 menunjukkan adanya gugus –NH2 yang berasal dari senyawa amina yang terikat pada struktur kitosan. Spektrum FTIR pektin tampak padagambar 4.3 menunjukkan puncak pada 1745,64 cm-1 yang menandakan adanya gugus karbonil (C=O). Puncakpada bilangan gelombang 1236,41 cm-1 menandakan adanya gugus karbonil (-COOH).

Spektrum FTIR polielektrolit kompleks pada Gambar 4.4 menunjukkan puncak pada 3498,99 cm-1 yangmenandakan adanya gugus amina (N-H) dan puncak pada 1041,6 cm-1 yang menandakan adanya guguskarboksilat (-COOH) Selain itu terdapat puncak baru pada bilangan gelombang 1641,48 cm-1 yangmerupakan hasil interaksi antara gugus -NH3

+ dari kitosan dan gugus –COO dari pektin. Puncak tersebutmenunjukkan perubahan lingkungan pada puncak N-H yang disebabkan oleh terjadinya interaksi ionik antaraatom nitrogen dari gugus amin kitosan dengan atom oksigen dari karboksilat pektin (Bigucci et al.,2008).Berdasarkan interpretasi spektra FTIR tersebut, maka film PEC kitosan-pektin telah berhasil disintesis.

Analisis SweallingKarakterisasi swelling dilakukan untuk mengetahui derajat penggembungan dan sifat kelarutan sampelterhadap pelarut. sampel tidak mengalami penggembungan, tetapi sampel larut dalam aquadest. Oleh karenaitu sampel film PEC termasuk dalam tipe unlimited swelling yaitu swelling yang berlajut ke tahap pelarutan.Pada analisis ini terjadi perubahan warna pada

Tabel 3. Hasil analisa swelling

SampelBerat Sampel (gram)

Awal Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

A 0,0795 0,0571 0,0570 0,0567 0,0562 0,0560

B 0,0616 0,0458 0,0444 0,0442 0,0442 0,0442

C 0,0493 0,0222 0,0214 0,0208 0,0208 0,0208

D 0,0624 0,0538 0,0533 0,0533 0,0499 0,0480

E 0,0685 0,0584 0,0549 0,0379 0,0308 0,0300

F 0,0721 0,0627 0,0542 0,0515 0,0422 0,0420

G 0,0753 0,0597 0,0425 0,0311 0,0306 0,0300

Page 69: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 69

Aplikasi film PEC sebagai indikator pHSalah satu aplikasi polielektrolit kompleks ialah sebagai matriks indikator pH. Penelitian ini mengkaji

pengaruh variasi jumlah kitosan dan pektin dalam pembentukan PEC sebagai matriks indikator pH untukmengetahui profil perubahan warna terhadap respon indikator pH. Cara pengaplikasiannya dengan caramencelupkan film PEC dalam larutan dengan PH berbeda, yakni pH 3, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14.

Tabel 4. hasil pengujian warna menggunakan chromameter

Sampel pH L* a* b* Warna

A

3 24.9 2 7.88 Orange4 26.58 0.51 12.74 Kuning6 25.36 -1.85 5.32 Kuning kehijauan8 22.12 -2.38 0.56 Hijau kebiruan10 24.09 -2.89 2.35 Hijau12 24.78 -3.12 -0.56 Hijau kebiruan14 21.89 -1.89 -0.68 Hijau kebiruan

B

3 28.23 2.05 7.14 Orange4 26 2.36 13.97 Orange6 24.46 -1.12 5.51 Kuning kehijauan8 24.02 -2.16 2.93 Hijau10 19.87 -2.49 3.58 Kuning kehijauan12 21.33 -2.98 -1.22 Kijau kebiruan14 22.25 -1.97 -1.9 Hijau kebiruan

C

3 21.2 3.77 9.9 Orange4 23.62 2.46 15.23 Kuning6 25.44 -1.19 5.25 Kuning kehijauan8 22.67 -1.52 3.25 Hijau10 20.44 -2.54 4.04 Hijau12 17.7 -2.53 1.9 Hijau kekuningan14 17.72 -2.6 -1.88 Hijau kebiruan

D

3 22.29 2.02 9.64 Orange4 26.02 3.26 13.13 Orange6 21.82 0.11 8.34 Kuning8 21.46 -1.82 5.97 Kuning kehijauan10 21.18 -2 4.75 Kuning Kehijauan12 20.03 -3.07 1.28 Hijau14 20.55 -2.46 0.95 Hijau

Hasil pengujian warna menggunakan chromameter didapatkan dengan cara membandingkan nilai a*, b*,dan L*. jika nilai a* positif maka warnanya cenderung ke merah, sedangkan jika nilai a* negatif maka hasilwarnanya cenderung hijau. jika nilai b* positif maka warnanya cenderung ke kuning, sedangkan jika nilai b*negatif maka hasil warnanya cenderung ke biru. Nilai L * menentukan gelap dan terang, semakin besar nilaiL* maka semakin terang. begitupun sebaliknya. misalnya sampel A pH 3 memiliki nilai L*=24,9; a*=2;b*=7,88. Dari nilai a* dan b* positif didapatkan hasil warna yakni kuning dan merah (orange) dan nilai L*kecil maka sampel bewarna agak gelap. Hasil ini sesuai dengan pengujian warna secara visual yaknididapatkan warna orange pada sampel A pH 3. Begitupun untuk sampel lainnya memiliki hasil pengujianyang sama secara visual dan menggunakan chromameter.

Aplikasi sebagai indikator pH menunjukkan profil perubahan warna pada pH 3, 4 dan 6 mendekati bariskedua sedangkan pH 8, 10, 12 dan 14 mendekati baris pertama pada nesco pH test paper.

Page 70: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.65-70) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 70

Tabel 5 Profil perubahan warna

4. KESIMPULANAnalisis termal menggunakan DSC menggambarkan sampel film PEC kitosan-pektin pada semua sampel

menunjukkan perubahan fase (padat ke cair, Tm) pada rentang suhu 98-140oC, sedangkan titik transisi gelasdan titik kristal tidak nampak. Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR menggambarkan spektrum IR padabilangan gelombang 3300-3500 cm-1 untuk ikatan –NH3

+ dari kitosan dan 1050-1300 cm-1 untuk ikatan –COOH- dari pektin pada sampel film PEC kitosan-pektin. Analisis swelling menunjukkan sampel film PECkitosan-pektin temasuk tipe unlimited swelling. Analisis warna secara visual menunjukkan warna yang samajika dibandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan chromameter. Aplikasi sebagai indikator pHmenunjukkan profil perubahan warna pada pH 3, 4,6 mendekati baris kedua dan pH 8, 10, 12, 14 mendekatibaris pertama jika dibandingkan dengan kertas pH komersial jenis nesco pH test paper.

5. DAFTAR PUSTAKABorges, Vinicius, V Maciel, Cristiana M P Yoshida, and Telma Teixeira. 2015. “Chitosan / Pectin

Polyelectrolyte Complex as a pH Indicator.” Carbohydrate Polymers 132: 537–45.https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2015.06.047.

Ghaffari, Alireza, Kian Navaee, Mahvash Oskoui, Khosrow Bayati, and Morteza Rafiee-Tehrani. 2007.“Preparation and Characterization of Free Mixed-Film of pectin/chitosan/Eudragit?? RS Intended forSigmoidal Drug Delivery.” European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 67 (1): 175–86.https://doi.org/10.1016/j.ejpb.2007.01.013.

Md Isa, Illyas, Mohd Hizuan Hamzah, Intan Safarinaz Sabian, and Sulaiman Ab Ghani. 2012. “ChitosanBased Heterogeneous Membrane Sensor for pH – A Prototype.” Int. J. Electrochem. Sci 7: 12045–53.

Putu, Ni, Sri Ayuni, Ni Wayan Yuningrat, Ketut Yesi Andriani, Jurusan Analis Kimia, and UniversitasPendidikan Ganesha. 2016. “Adsorpsi-Desorpsi Zat Warna Azo Jenis Remazol Black B MenggunakanMembran Polielektrolit ( Pec )” 5 (1): 706–17.

Rashidova, S. Sh., R. Yu. Milusheva, L. N. Semenova, M. Yu. Mukhamedjanova, N. L. Voropaeva, S.Vasilyeva, R. Faizieva, and I. N. Ruban. 2004. “Characteristics of Interactions in the Pectin?ChitosanSystem.” Chromatographia 59 (11–12): 779–80. https://doi.org/10.1365/s10337-004-0289-6.

Recillas, Maricarmen, Luisa L. Silva, Carlos Peniche, Francisco M. Goycoolea, Marguerite Rinaudo, JulioSan Román, and Waldo M. Argüelles-Monal. 2011. “Thermo- and pH-Responsive PolyelectrolyteComplex Membranes from Chitosan-G-N-Isopropylacrylamide and Pectin.” Carbohydrate Polymers 86(3). Elsevier Ltd.: 1336–43. https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2011.06.047.

Sugita, P. Wukirsari, T., Sjahriza, A., Wahyono, D. 2009. “Kitosan Sumber Material Masa Depan.” PenerbitIPB Press. Bogor.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan atas hibah penelitian RUTIN DIPA Politeknik Negeri Ujung Pandangsesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksana Penelitian Nomor 018/PL.10.13/PL/2018 tangggal 2 April 2018.

Page 71: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.71-75) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 71

ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR ENERGI DARI PERMUKIMAN(RESIDENTIAL) DI KABUPATEN KARANGASEM

Affan Irfan Fauziawan1)

1) Program Studi Sistem Informasi, STIMIK STIKOM Bali

ABSTRACT

Karangasem Regency, is an area in the eastern part of the island of Bali, which administratively is one of theregencies within the province of Bali. The population of Karangasem Regency in 2016 based on the results of the BPSpopulation projection is 410,800 people. The population growth rate in Karangasem averages 0.88% per year. The areaof Karangasem Regency is 839.54 Km or 14.90% of the area of Bali Province (5,632.86 Km). Of the total area, around7,070 Ha. (8.42%) is rice fields, while non-paddy fields are 76.884 Ha (91.58%). The increasing population, the greaterthe amount of land used for housing / settlements. Increasing settlement will lead to greater use / use of fuel forhousehold activities. Climate change has become a global problem and to overcome it involves various countries andvarious disciplines. Greenhouse gases (GHG) are gases in the atmosphere that function to absorb infrared radiation andhelp determine atmospheric temperature. The response of the Indonesian government in responding to the issue ofclimate change and global warming is contained in the Presidential Regulation Number 61 of 2011 concerning theNational Action Plan for Reducing Greenhouse Gas Emissions (RAN-GRK). Based on the results of the study it can beseen that in Karangasem Regency, the highest GHG emissions are in Karangasem Subdistrict at 48.28 tons CO2-e. Whilethe lowest GHG emissions are in Sidemen sub-district, amounting to 18.74 tons of CO2-e. In this study the number ofcontributors to emissions from the housing sector is from the use of LPG fuel and firewood.

Keywords: Climate Change, CO2 Emission, Solid Waste, Residential

1. PENDAHULUANPerubahan iklim telah menjadi persoalan global dan untuk mengatasinya melibatkan berbagai negara

dan berbagai disiplin ilmu. Dampak perubahan iklim mulai dirasakan 1di berbagai belahan bumi denganmeningkatnya temperatur udara. Perubahan iklim mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, antara lain aspeklingkungan, aspek sosial ekonomi, aspek kesehatan, serta aspek lainnya. Gas rumah kaca (GRK) merupakangas di atmosfir yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfir. Adanyaberbagai aktivitas manusia, khususnya sejak era pra-industri, menyebabkan emisi GRK ke atmosfermengalami peningkatan yang sangat tinggi, sehingga meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer. Hal inimenyebabkan timbulnya masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

Pemanfaatan energi sektor rumah tangga terkait dengan kebutuhan tenaga listrik (untuk penerangan,pengkondisian ruangan, peralatan elektronik lainnya) dan energi panas untuk memasak. Kebutuhan energipanas dipenuhi dengan pembakaran BBM misalnya minyak tanah, LPG, gas bumi (untuk beberapa wilayahkota besar) dan kayu bakar (untuk beberapa wilayah pinggiran kota dan pedesaan). Kegiatan permukimanyang dapat menghasilkan emisi diantaranya adalah dalam kegiatan memasak menggunakan bahan bakar.Kegiatan ini dapat menghasilkan emisi udara diantaranya senyawa organik volatil/ (Volatile OrganicCompounds /VOC). Emisi pembakaran bahan bakar memasak ini merupakan sumber utama penghasil VOC diatmosfer perkotaan (Cheng, dkk., 2016). Selain VOC, emisi yang dihasilkan dari kegiatan memasak adalahGas rumah kaca (Permadi, dkk., 2017) serta masih banyak lagi.

Semakin meningkat jumlah penduduk maka semakin meningkatkan emisi gas rumah kaca khususnyakarbon dioksida. Menurut Dhakal (2010), sumber utama emisi gas rumah kaca yang banyak dikaji adalahkarbondioksida (CO2). Hal tersebut cukup beralasan, mengingat karbondioksida (CO2) merupakan salah satugas yang banyak dihasilkan di wilayah perkotaan atau urban, terutama dari sektor rumah tangga. Data yangdihimpun dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup Indonesia menunjukan bahwa sektor energimemberikan sumbangan terbesar gas rumah kaca, khususnya CO2 yang bersumber dari permukiman salahsatunya dari penggunaan bahan bakar memasak.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro tahun 2002, menghasilkan konvensiperubahan iklim dengan tujuan untuk menstabilisasi konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer pada tingkatyang tidak membahayakan sistem iklim.

1 Korespondensi penulis: Affan Irfan Fauziawan , Telp 08170160182, [email protected]

Page 72: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.71-75) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 72

Respon yang dilakukan pemerintah Indonesia di dalam menanggapi isu perubahan iklim danpemanasan global tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi NasionalPenurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Pada Perpres tersebut terdapat komitmen pemerintahIndonesia untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% dari Business as Usual (BaU) pada tahun 2020. RAN-GRK yang diprogramkan oleh pemerintah merupakan gabungan dari RAD-GRK (Rencana Aksi DaerahPenurunan Emisi Gas Rumah Kaca). Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang diselenggarakan pada tahun2015 di Paris (COP 21 Paris), menghasilkan beberapa pokok-pokok Kesepakatan Paris (Paris Agreement)diantaranya yaitu adanya kesepakatan dari masing-masing negara peserta untuk membatasi kenaikan suhuglobal dibawah 20C dari tingkat pre-industri dan melakukan upaya untuk membatasinya hingga dibawah1,50C. Selain itu setiap negara didorong untuk mendukung pendekatan kebijakan dan insentif positif untukaktivitas penurunan emisi.

Kabupaten Karangasem, merupakan daerah yang berada di belahan timur Pulau Bali, yang secaraadministratif merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Bali. Jumlah penduduk KabupatenKarangasem pada tahun 2016 berdasarkan hasil registrasi penduduk adalah 410.800 jiwa. Angka pertambahanpenduduk di Karangasem rata-rata 0,88% per tahun. Luas Kabupaten Karangasem adalah 839,54 Km atau14,90 % dari luas Provinsi Bali (5.632,86 Km). Dari seluruh luas wilayah tersebut, sekitar 7.070 Ha. (8,42 %)merupakan lahan persawahan, sedangkan yang bukan lahan sawah 76.884 Ha (91,58%). Semakin meningkatjumlah penduduk, maka semakin besar lahan yang dipergunakan untuk perumahan/permukiman, hal ini akanmenyebabkan semakin besar kebutuhan penggunaan bahan bakar untuk kegiatan di rumah tangga. Sehingga,apabila emisi GRK sudah diketahui, akan dengan mudah untuk melaksanakan aksi-aksi mitigasi yang akandilakukan, sebagai komitmen pemerintah Indonesia yang mendukung upaya untuk membatasi kenaikan suhuglobal dibawah 20C. Selain itu dengan mengetahui emisi yang dihasilkan, maka tidak tertutup kemungkinanuntuk menarik investor dalam pengelolaan emisi tersebut menjadi energi yang bermanfaat bagi masyarakatKarangasem, yaitu dengan mengubah gas penghasil emisi tersebut (methane) menjadi energi listrik.

2. METODE PENELITIANPenghitungan emisi GRK untuk sektor energi ini dengan menggunakan pendekatan nilai faktor emisi

yang terdapat dalam pedoman Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines (GL) 2006.Data yang akan digunakan pada penelitian ini berasal dari hasil survey lapangan dan kuisioner yang dilakukanpada masyarakat di Kabupaten Karangasem. Selain itu data yang dibutuhkan adalah data jumlah pendudukyang ada di Kabupaten Karangasem, yang diambil dari data Karangasem Dalam Angka (BPS Karangasem).

Penentuan jumlah sampel yang akan dipakai untuk penelitian ini, dengan menggunakan sampelterstrata (Stratified Sampling), dimana pada metode ini menggunakan kelompok untuk mencapai keterwakilanatau untuk memastikan bahwa jumlah elemen dari masing-masing kelompok yang terpilih dipilih menjadisampel. Dalam penelitian ini, rumus yang akan digunakan untuk mengukur besarnya sampel, dapatmenggunakan rumus Slovin, yaitu:

(1)

Dimana:n = Jumlah sampelN = Jumlah Populasid = nilai/ambang batas toleransi kesalahan (rentang 0-5%).

Agar keterwakilan disetiap kecamatan ada, maka setelah dilakukan perhitungan jumlah sampel yangdiambil, dilakukan perhitungan jumlah sampel rumah tangga di setiap kecamatan, dengan rumus:

(2)

Dimana:Ni = Jumlah populasi pada masing-masing wilayah studiN = Jumlah total populasi wilayah studi

Page 73: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.71-75) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 73

n = Jumlah total sampel wilayah studini = jumlah sampel pada masing-masing wilayah studi

Jumlah sampel yang diambil dari masing-masing kecamatan berdasarkan analisis Tipologi Klassen,dimana analisis tersebut membagi wilayah berdasarkan 2 indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi danpendapatan perkapita. Sampel diambil per kecamatan yang ada di Kabupaten Karangasem. Pengambilansampel acak berdasarkan pembagian wilayah yang meliputi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita.Berdasarkan UU No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, jumlah penghasilan pokok kepala rumah tanggadibagi menjadi:

a. < Rp. 750.000,b. Rp. 750.000 - Rp. 1.500.000,c. Rp. 1.500.000 - Rp. 3.000.000,d. > Rp. 3.000.000

Penghitungan emisi GRK untuk inventarisasi GRK, pada dasarnya merujuk pendekatan umum yangterdapat dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines (GL) 2006 sebagaimanadisampaikan pada persamaan berikut:

Emisi GRK (kg/th) = Konsumsi Energi (TJ/thn) x Faktor Emisi (kg/TJ) x NCV (3)

Keterangan :Emisi CO2 = Jumlah Emisi CO2 (ton CO2-e)Konsumsi Bahan Bakar = Konsumsi Bahan Bakar (Kg/Tahun)FE = Faktor Emisi Bahan Bakar (ton CO2)NCV = Net Calorific Value (Nilai Kalori) bahan bakar (TJ/ton)

Besarnya emisi GRK hasil pembakaran bahan bakar fosil bergantung pada banyak dan jenis bahanbakar yang dibakar. Banyaknya bahan bakar dipresentasikan sebagai data aktivitas sedangkan jenis bahanbakar dipresentasikan oleh faktor emisi. Faktor emisi dinyatakan dalam satuan emisi per unit energi yangdikonsumsi (kg GRK/TJ). Akan tetapi, data konsumsi energi yang tersedia umumnya dalam bentuk satuanfisik (kg kayu bakar, kg LPG, dan lain-lain). Oleh karena itu sebelum digunakan persamaan 3, data konsumsienergi harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan energi TJ (Terra Joule), yaitu dengan mengalikandengan Nilai Kalor dari jenis bahan bakar yang dibakar.

Tabel 1. Nilai Faktor Emisi dan Nilai Kalor Masing-Masing Bahan Bakar

Bahan Bakar Faktor Emisi (KgCO2/TJ)

Nilai Kalor(TJ/kg)

LPG 63100 47,3 x 10-6

Kayu Bakar 112000 15 x 10-6

Arang 112000 29,5 x 10-6

Minyak Tanah 71900 43,8 x 10-6

Dari data yang didapat dari hasil survey dan analisis, selanjutnya dilakukan perhitungan emisi CO2tiap kecamatan, sehingga didapat keseluruhan emisi CO2 yang dihasilkan di Kabupaten Karangasem, Bali.

3. HASIL DAN PEMBAHASANBerdasarkan hasil survey, diperoleh hasil bahwa masyarakat Kab. Karangasem dalam kegiatan

memasak sehari-hari menggunakan bahan bakar LPG, minyak tanah dan kayu bakar.

No Kecamatan LPG (kg) Kayu Bakar (kg)1 Rendang 658.897 1.6962 Sidemen 627.538 7203 Manggis 971.385 11954 Karangasem 1.617.399 305

Page 74: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.71-75) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 74

5 Abang 1.357.548 4.6986 Bebandem 941.192 2.5467 Selat 721.616 1.2368 Kubu 794.337 7.176

Total 7.689.912 19.572

Dari data tersebut, kemudian dilakukan perhitungan estimasi emisi GRK dari sektor energi (perumahan)di kab. Karangasem. Hasilnya adalah sebagai berikut:

No Kecamatan LPG (kg CO2) Kayu Bakar (kgCO2)

1 Rendang 19.665,65 28,492 Sidemen 18.729,68 12,13 Manggis 28.992,26 20,084 Karangasem 48.273,39 5,125 Abang 40.517,77 78,936 Bebandem 28.091,09 42,777 Selat 21.537,57 20,768 Kubu 23.708,01 120,56

Total 229.515,42 328,81

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa estimasi emisi GRK yang paling tinggi ada di kecamatanKarangasem yaitu sebesar 48,28 ton CO2-e, sedangkan estimasi emisi GRK paling rendah ada di kecamatanSidemen yaitu sebesar 18,74 ton CO2-e.

Emisi GRK yang dihasilkan dari pemakaian bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga ini bisa dilihatdari jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dari masing-masing kecamatan. KecamatanKarangasem merupakan kecamatan yang terletak ditengah kota Karangasem, juga sebagai IbukotanyaKarangasem. Pemakaian bahan bakar LPG di Kecamatan Karangasem paling tinggi dibandingkan dengankecamatan lain, sedangkan pemakaian kayu bakar tidak terlalu banyak. Estimasi emisi yang dihasilkan diKecamatan Karangasem, juga dipengaruhi oleh kehidupan di kecamatan Karangasem yang sudah banyakmenggunakan bahan bakar LPG. Selain itu kepadatan penduduk juga menjadi penyebab tingginya estimasiemisi GRK di kecamatan Karangasem. Sedangkan di kecamatan Sidemen, untuk estimasi emisi GRK yangdihasilkan paling rendah dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini disebabkan karena jumlah pemakaianbahan bakar di kecamatan tersebut yang sedikit, sebanding dengan jumlah penduduk di kecamatan Sidemenyang paling sedikit dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Selain itu kecamatan Sidemen juga termasukdalam kategori wilayah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dibandingkan dengan kecamatan yanglain, sehingga perilaku rumah tangga yang tidak boros dalam menggunakan bahan bakar untuk kegiatanmemasak dalam kesehariannya.

Menurut Rahut, dkk. (2015), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suatu rumah tangga ataupermukiman memilih bahan bakar untuk memasak diantaranya tingkat pendidikan kepala rumah tangga,perekonomian, jenis kelamin, dan lokasi permukiman. Menurut Rachmawati (2015), tingkat emisi yangdihasilkan juga sebanding dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk. Dengan pertambahan penduduk, makaakan meningkatkan pula lahan yang akan dijadikan sebagai permukiman. Dengan bertambahnya jumlahpermukiman di Kabupaten Karangasem, maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan emisi GRK yangdihasilkan dari kegiatan rumah tangga yang didapat dari pemakaian bahan bakar untuk memasak setiapharinya.

4. KESIMPULANDari hasil penelitian yang dilakukan ini dapat diambil kesimpulan bahwa emisi GRK yang dihasilkan

dari kegiatan rumah tangga suatu daerah yang padat penduduknya dapat menghasilkan emisi GRK yang lebihbesar dibandingkan dengan kegiatan rumah tangga yang jumlah penduduknya lebih sedikit. Selain itu, faktoremisi dari bahan bakar yang dipakai untuk kegiatan memasak juga memegang peranan penting terhadap emisiGRK yang dihasilkan. Faktor emisi LPG lebih kecil dibandingkan dengan faktor emisi bahan bakar kayubakar, tetapi LPG memiliki nilai kalor yang lebih besar daripada kayu bakar.

Page 75: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.71-75) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 75

5. DAFTAR PUSTAKACheng, S., Wang, G., Wen, W., (2016). Characterization of Volatile Organic Compounds from Different

Cooking Emission. Atmospheric Environment 145 (2017). 299 – 307Dhakal, S. 2010. GHG Emissions from Urbanization and Opportunities for Urban Carbon Mitigation.

Current Opinion in Environmental Sustainability. Vol. 2. 277-283.Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca

Nasional. Vol. 1. Pengadaan dan Penggunaan Energi.Maclaren, V. Urban Suistainability Reporting. Journal of The American Planning Association. Vol. 62.

No. 2. 184-202.Nugrahayu, Q. (2017). Estimasi Emisi Karbondioksida dari Sektor Permukiman di Kota Yogyakarta

Menggunakan IPCC Guidelines. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. Vol. 9. 25-36Pemerintah Kabupaten Karangasem. (2017). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten

Karangasem.Peraturan Presiden No. 61 (2011). Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.Peraturan Presiden No. 71 (2011). Tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.Permadi, A., Sofyan, A., Oanh, N., T., K. (2017). Assesment of Emissions of Greenhouse Gases and Air

Pollutants in Indonesia and Impact of National Policy for Elimination of Kerosene Use in Cooking.Atmospheric Environment. 154 (2017). 82-94

Prasetyo, B. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta. PT Rajawali Pers .Rachmawati, Veni. (2015). Penentuan Faktor Emisi Spesifik Untuk Estimasi Tapak Karbon Dan

Pemetaannya dari Penggunaan Bahan Bakar di Kabupaten Sidoarjo. Proceeding Seminar NasionalManajemen Teknologi XXII. Surabaya . Institut Teknologi Sepuluh November.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada STMIK STIKOM Bali yang telah mendukung

berlangsungnya penelitian ini. Dukungan yang diberikan dalam bentuk pendanaan dan bantuan moril atasterlaksananya penelitian ini.

Page 76: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.76-79) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 76

EKSTRAKSI KARAGENAN DARI RUMPUT LAUT KAPPAPHYCUS ALVAREZII DENGANMETODE EKSTRAKSI GELOMBANG ULTRASONIK

Mahyati1), Muhammad Yusuf1) , Nama Nur Hikmah2), Annisa Dwiyanti S2)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Abstract, the carrageenan from Kappaphycus alvarezii were extracted using hot water or hot alkali which wasdeveloped using ultrasonic waves. The purpose of this study was to determine the quality and quantity of the results ofextraction by ultrasonic wave method using Elma sonicator. Whereas for the variation of the use of the Elma sonicatortool, the extraction time variations were 20, 30, 40, 50 minutes and temperature variations of 50, 60, 70, 80˚C for amaximum of 50 minutes. Carrageenan quality tests carried out include water content, viscosity, and gel strength. Theresults of this study showed the highest yield of carrageenan with a variation of extraction time of 50 minutes at atemperature of 80˚C, ie 54.0671%, water content 2.5-9%, viscosity was 5-40 cP, and the strength of the gel was 300-16000 dyne / cm2.

Keywords: Kappaphycus alvarezii, carrageenan, ultrasonic extraction

1. PENDAHULUANIndonesia sebagai penyumbang utama rumput laut yang menjadi produksi sektor budidaya perikanan

(seaweed) dan setiap tahun terus mengalami peningkatan, dari 2,574 juta ton pada tahun 2009 menjadi 3,082juta ton pada tahun 2010 (Bunga 2013). Pemanfaatan rumput laut (K. alvarezii) menjadi agar-agar, algin,karaginan dan furselaran yang merupakan bahan baku penting untuk industri makanan, farmasi, kosmetik danlain-lain (Kordi, 2011).

Rumput laut jenis K. alvarezii merupakan komoditas unggulan penghasil karaginan yang banyakdimanfaatkan dalam industri kertas, tekstil, fotografi, pengalengan ikan dan pasta. Produksi karaginanIndonesia mencapai 80% (3.896 ton) dan diekspor sebanyak 3.156 ton pada tahun 2002. Sedangkan di tahun1996–2004, nilai ekspor karaginan Indonesia relatif konstan, dengan pertumbuhan berkisar antara 2,49-2,92%per tahun (Emma, 2010 dalam Bunga 2013).

Melihat kegunaan dan kebutuhan karaginan dalam berbagai bidang yang semakin meningkat, makaproduksi karaginan perlu ditingkatkan. Ada berbagai cara untuk menghasilkan karaginan, salah satunya adalahproses ekstraksi. Pada sepuluh tahun terakhir diperkenalkan beberapa teknik ekstraksi alternatif, di antaranyaekstraksi ultrasonik (Péres, 2006 dalam Bunga 2013). Keuntungan terbesar dari pembentukan gel karaginanmenggunakan metode ekstraksi ultrasonik adalah menjaga kualitas tekstur gel, dan prosesnya lebih aman,sederhana, efektif dan efisien. Penggunaan gelombang dengan frekuensi 20-40 kHz dapat meningkatlan sifattekstur gel karaginan, seperti kekerasan gel. Selain itu pembentukan gel karaginan dengan metode inipotensial pada pembuatan gel karaginan berkualitas dengan sifat dan karakteristik yang sesuai dengan standarmutu karaginan. Berdasarkan penjelasan di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanagelombang ultrasonik yaitu Elma sonikator mempengaruhi persentase yield karaginan yang dihasilkan darirumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dan seperti apa pengaruh ekstraksi gelombang ultrasonik tersebutpada kadar air, viskositas, dan kekuatan gel dari karginan.

2. METODE PENELITIANMetode yang digunakan adalah metode ekstraksi dengan menggunakan gelombang ultrasonik jenis

sonikator Elma dan membandingkan dengan metode ektraksi konvensional. Rumput laut halus ditimbangsebanyak 15 gram, kemudian dilarutkan dengan akuades yang telah dikondisikan pada pH-9 (ditambahkanKOH 0,01N). Kemudian dimasukkan kedalam alat sonikator elma dengan variasi waktu 20, 30, 40, 50 (menit)dengan suhu tetap 80˚C, variasi suhu 50, 60, 70, 80 (˚C) dengan waktu tetap 50 menit. Bubur rumput lautkemudian disaring dengan kain saring 150 mikro nilon mesh, dan diambil filtratnya untuk proses pengendapan.

1 Korespondensi penulis: Mahyati, Telp. 085298353527, [email protected]

Page 77: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.76-79) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 77

3. HASIL DAN PEMBAHASANHASIL

Dalam pembuatan tepung karaginan dilakukan dengan metode ekstraksi gelombang ultrasonik sonikatorElma. Tepung karaginan hasil ekstraksi gelombang ultrasonik memiliki karakteristik berwarna putihkekuningan; dan tidak berbau. Adapun hasilnya proses ekstraksi dan analisis sebagai berikut :% Yield

Yield merupakan salah satu parameter penting dalam menilai efektif tidaknya proses pembuatan tepungkaraginan. Efektif dan efisiennya proses ekstraksi bahan baku untuk pembuatan tepung karaginan dapat dilihatdari nilai yield yang dihasilkan. Perhitungan yield dilakukan untuk mengetahui persentase karaginan yangdihasilkan dari rumput laut kering yang digunakan. Yield karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitungberdasarkan rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering yang digunakan.Yield karaginan yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan gelombang ultrasonik sangat dipengaruhi olehlamanya waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Adapun hasilnya proses ekstraksi dan analisis % yield padagambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Variasi Waktu Ekstraksi (Sonikator Elma) terhadap % yieldKadar Air

Pengujian kadar air dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kandungan air dalam karaginandimana kadar air sangat diperngaruhi oleh pengeringan, penyimpanan, konsentrasi KOH yang digunakan,lamanya waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Dalam penelitian ini data uji kadar air dapat dilihat pada tabel 4,tabel 5 dan tabel 6 dimana kadar air yang diperoleh dari masing- masing variasi yang telah dilakukan berkisarantara 3%-9%. Menurut FAO standar mutu kadar air karaginan maksimal 12% maka karaginan yangdihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat mutu FAO dengan perbedaan yang cukup jauh. Adapunhasilnya proses ekstraksi dan analisis kadar air pada gambar 2 sebagai berikut :

Gambar 2. Variasi Waktu Ekstraksi (Sonikator Elma) terhadap kadar air produk

Hasil yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu ekstraksi. Selain itu peningkatan waktuekstraksi juga menyebabkan karaginan semakin lama berada dalam kondisi basa yang disebabkan oleh larutanKOH dimana larutan KOH tersebut mampu menghambat terjadinya peningkatan air dalam molekul rumputlaut Kappaphycus alvarezii sehingga kadar air menjadi berkurang.

Page 78: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.76-79) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 78

ViskositasViskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi cair (kental) atau produk

murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol untuk mengetahui kualitas dari produk akhir dan tujuanpengujian viskositas itu sendiri adalah untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan hasil ekstraksi.Berdasarkan data uji viskositas dapat terlihat bahwa viskositas yang diperoleh dari masing- masing variasiberbanding terbalik dengan kadar air. Menurut FAO standar mutu viskositas minimal 5 cP sehingga karaginanyang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat mutu FAO karena, viskositas pada penelitian iniberkisar antara 10-30 cP. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Wenno, (2009) dalam Ega 2016 dimanaviskositas larutan karaginan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasiyang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karaginan. Adapun hasilnya proses ekstraksi dan analisis ujiviskositas yang dilihat pada gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3. Variasi Waktu Ekstraksi (Sonikator Elma) terhadap viskositasKekuatan Gel

Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubahbentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan tepung karaginansangat luas penggunaannya, baik dalam bidang pangan maupun non pangan (Wenno, 2009 dalam Ega 2016).Adapun hasilnya proses ekstraksi dan analisis kekuatan gel yang dilihat pada gambar 4 sebagai berikut :

Gambar 4. Variasi waktu ekstraksi (Sonikator Elma) terhadap kekuatan gel

Peningkatan waktu ekstraksi dapat meningkatkan kekuatan gel dari karaginan dimana kekuatan geltertinggi diperoleh pada waktu ekstraksi 120 menit yaitu sebesar 2782,71 dyne/cm2. Peningkatan kekuatan gelpada penelitian ini dipengaruhi oleh lamanya waktu ekstraksi dan tingginya suhu ekstraksi, selain itupenurunan nilai viskositas juga mempengaruhi peningkatan kekuatan gel pada karaginan. Nilai kekuatan gelyang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 300-16000 dyne/cm2 sangat jauh dari standar FAO yaitu 500dyne/cm2 hal tersebut dipengaruhi oleh waktu ekstraksi yang masih kurang.

4. KESIMPULANKesimpulan ditulis dengan ketentuan sebagai berikut:

Page 79: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.76-79) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 79

1. Penggunaan alat ekstraksi rumput laut K. Alvarezii dengan % yield terbaik menghasilkan karaginansebanyak 54,0671% yield adalah Sonikator Elma pada suhu 80°C selama 50 menit.

2. Uji mutu karaginan pada alat Sonikator Elma lebih baik daripada metode konvensional, dimana kadar airlebih rendah, kekuatan gel lebih tinggi dan viskositas yang tinggi.

5. DAFTAR PUSTAKADaftar Pustaka ditulis dengan huruf Times New Roman, font 11, spasi 1, dan 1 kolom. Daftar pustaka

diurut menurut urutan abjad. Nama jurnal dan judul buku ditulis miring (italic). Jumlah halaman keseluruhanartikel ini maksimal 6 (enam) halaman termasuk daftar pustaka dan ucapan terima kasih. Contoh penulisandaftar pustaka sebagai berikut:Barnabas, P.L., 2008, Pelaksanaan Pembangunan Jalan Beton Semen (Rigid Pavement), Jurnal Jalan, No. 11,

hal 55-60, Palu.Mujumdar, A.S., 2007, Handbook of Industrial Drying, 3rd Ed; CRC Press, USA.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih ditujukan kepada yaitu:

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Pendidikan Tinggi Departemen PendidikanNasional

Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian dilaboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Page 80: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 80

PEMBUATAN PUPUK SRF (SLOW RELEASE FERTILIZER) DENGAN MENGGUNAKANPOLIMER AMILUM

Muhammad Saleh1), Zulmanwardi 1), Octovianus SR Pasanda 1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Slow Release Fertilizers (SRF) or controlled release fertilizers, has been widely used to overcome theconventional fertilizers use which are less efficient because the conventional fertilizer generally do not entirely absorbedinto plants. This research aims to make NPK (Nitrogen Potassium Phosfor) SRF (Slow Release Fertilizers) that canreduce the rate of release of nutrient with the coating and matrix method in a formulatory 13:8:10. The matrix used is anatural zeolite so its speed can be controlled while the coating method by dip coating using poly acrylic acid (PAA),additive starch and polyethylene glycol (PEG) 6000 as a template. The dip coating process is done to know the optimalconcentration of starch and PAA. Optimal starch concentration is 5% whereas for PAA is 20%. The Optimal NPK SRF isdone the test incubation applications for 100 days to know the rate of release of NPK SRF compared to granule andconventional fertilizer, then obtained results that SRF is slower and controlled compared with conventional fertilizers andgranule fertilizers.

Keywords: SRF, the concentration of starch, the concentration of the PAA

1. PENDAHULUANPembangunan disektor pertanian Indonesia merupakan yang terpenting dari keseluruhan

pembangunan di Indonesia. Sebagian besar penduduk bermata pencarian sebagai petani dan menjadi basispertumbuhan ekonomi di pedesaan. Salah satu kendala yang sering dihadapi oleh petani adalah faktorkeadaan tanah yang kurang subur. Permasalahan tersebut dapat ditanggulangi dengan pemupukan. Akantetapi, pupuk yang digunakan petani lebih banyak terbuang percuma serta kebiasaan petani yang kurangoptimal dalam menggunakan pupuk dari segi pemakaian yang berlebihan dan berujung pada pengeluaranbiaya yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan suatu pupuk yang mempunyai pola pelepasan unsur hara sesuaidengan pola penyerapan unsur hara oleh tanaman.Pupuk SRF merupakan jenis pupuk dengan prinsip yaitupengaturan pelepasan nutrient dari pupuk untuk melindungi pupuk yang terlarut secara umumdenganpelapisan perlindungan dari bahan semipermeabel, tidak larut dengan air atau bahan berpori yang permeable.Pada penelitian ini dibuat slow release fertilizer dengan menggunakan Pupuk NPK yang sudah diformulasidan sudah dicampurkan dengan zeolit, lalu dicoating dengan larutan pelapis yang terdiri dari poli asam akrilat(PAA), amilum dan poli etilen glikol (PEG) 6000. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitukonsentrasi amilum dan poli asam akrilat terhadap kadar air dan crushing strength. Pada penelitiansebelumnya yang dilakukan oleh Subandriyo (2014), menggunakan bahan asetaldehid sebagai bahan pelapispupuk SRF. Namum, bahan tersebut tidak ramah lingkungan karena tidak mudah terurai dan penelitian yangdilakukan oleh Manggala,dkk (2018) menggunakan kitosan sebagai bahan pelapis, tetapi kitosan mempunyaiharga yang mahal jika digunakan sebagai bahan pelepis. Oleh karena itu, dibutuhkan pelapis yang mudahterurai, harganya terjangkau dan aman terhadap lingkungan, dalam hal ini digunakan amilum serta bahantambahan poli etilen glikol (PEG) 6000. Adapun uji yang dilakukan yaitu uji karakterisasi menggunakan alatSEM-EDX dan uji simulasi dengan di inkubasi selama 100 hari untuk mengetahui laju pelepasannya.

2. METODE PENELITIANAlat dan Bahan

Alat yang digunakan:hammer mill,pan granulator, NPK meter, moisture determination balance FD-660,crushing strenght, neraca analitik. Bahan yang digunakan: SP-36 (diammonium phosphate), KCl (kaliumklorida), zeolit alam, poli asam akrilat (C3H4O2)n, amilum,polietilen glikol (PEG) 6000, aquades, molase,pewarna makanan.Tahapan PenelitianTahap 1. Pembuatan pupuk granul

1 Korespondensi penulis: Muhammad Saleh, Telp 08114101336, [email protected]

Page 81: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 81

Pretreatment: urea, SP-36, KCL, dan zeolit masing-masing dikeringkan, kemudian dihaluskanmenggunakan hammer mill sehingga diperoleh produk powder yang berukuran sekitar 100mesh.Formulasi:formulasi zeolit alam, urea, KCL, SP-36 dan binder adalah sangat penting dan dapatmempengaruhi spesifikasi produk SRF yang diharapkan. Pada percobaan ini di gunakan formulasi 13-8-10.Untuk mendapatkan formulasi tersebut digunakan perhitungan, sehingga didapatkan:urea 282,6087 g, fosfor222,222 g, kalium 161,8725 g, dan zeolit 333,2929 g.Granulasi: semua bahan yang telah tercampurselanjutnya dibuat granul dengan menggunakan pan granulator.Molase ditambahkan secara perlahan-lahanhingga terbentuk granul. Ukuran granul antara 3 - 5 mm.Tahap 2. Pelapisan pupuk SRF

Pembuatan larutan pelapis: disiapkan gelas kimia 100 ml sebanyak 5 buah, kalibrasi gelas kimia yangakan digunakan dengan volume 30 ml, dan beri tanda pada gelas kimia tersebut, ditimbang amilum 1, 3, 5, 7,dan 9%, (0,45; 1,35; 2,25; 3,15; dan 4,05 g), dipipet PAA 20% ( konsentrasi PAA dipilih secara acak),ditimbang PEG 6000 sebanyak 1 g, dilarutkan PEG 6000 dalam air sebanyak 5 ml, menambahkan amilum danPAA kedalam larutan tersebut tambahkan aquades sampai tanda batas gelas kimia yang telah di kalibrasi,diaduk menggunakan magnetik stirer dengan kecepatan 600 rpm dan suhu 100˚C di atas hot platehinggalatutan menjadi seperti gel.Proses pelapisan (dip coating): disiapkan cairan pelapis, dicelup pupuk NPK-SRFselama 10 detik, menggunakan pinset, dikeringkan di dalam oven selama 3 jam dengan suhu80˚C.Optimasi konsentrasi amilum: konsentrasi amilum yang optimal ditentukan berdasarkan hasil analisissebagai berikut:crushing strength, water content untuk mendapatkan kadar airnya.Langkah 2 ( melakukanpercobaan 2: Untuk mendapatkan konsentrasi PAA yang optimal). Pembuatan larutan pelapis: disiapkan gelaskimia 100 ml sebanyak 5 buah, kalibrasi gelas kimia yang akan diagunakan dengan volume 30 ml, dan beritanda pada gelas kimia tersebut, dipipet larutan PAA 15, 20, 25, 30, dan 30%, ( 4,5; 6; 7,5; 9; dan 10,5 ml),ditimbang amilum yang optimal dari percobaan 1 yaitu 5 %. Ditimbang PEG 6000 sebanyak 1 gram,sebanyak 5 gelas.Dilarutkan PEG 6000 dalam air sebanyak 5 ml, menambahkan amilum dan PAA kedalam larutan tersebuttambahkan aquades sampai tanda batas gelas kimia yang telah di kalibrasi, diaduk menggunakan magnetikstirer dengan kecepatan 600 rpm dan suhu 100˚C di atas hot platehingga latutan menjadi seperti gel.Prosespelapisan (dip coating): disiapkan cairan pelapis, dicelup pupuk NPK-SRF selama 10 detik, menggunakanpinset, lalu dikeringkan didalam oven selama 3 jam dengan suhu 80˚C.Tahap 3. Konsentrasi PAA yang optimal ditentukan berdasarkan hasil analisis sebagai berikut:Crushingstrength,Water content untuk mendapatkan kadar airnya, Uji Karakterisasi,Uji Disolution Rate.

3. HASIL DAN PEMBAHASANData pengamatan analisis yang didapat pada penelitian ini yaitu konsentrasi amilum dan konsentrasi PAA

yang optimal dengan melihat kadar airdan crusshing strengthnya. Berikut ini adalah hasil dari analisistersebut:Tabel 1. Pengaruh konsentrasi amilum terhadap kadar air dan crushing strength

Amilum(%)

PAA(%)

Kadar air (%) CS PupukSRF (N)

CS pupukGranul (N)Pupuk

SRF SNI PupukGranul

1 20 3,43 3 7,13 55,57 13

3 20 3,2 3 7,13 63,7 13

5 20 2,2 3 7,13 64,33 13

7 20 2,34 3 7,13 70,1 13

9 20 2,29 3 7,13 80,67 13Ket: CS = Crushing StrengthTabel 2. Pengaruh konsentrasi PAA terhadap kadar air dan crushing strength

PAA(%)

Amilum(%)

Kadar air (%)CS PupukSRF (N)

CSpupukGranul

(N)Pupuk SRF SNI Pupuk Granul

Page 82: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 82

15 5 3,68 3 7,13 40,33 13

20 5 2,07 3 7,13 64,33 13

25 5 3,03 3 7,13 50,87 13

30 5 3,12 3 7,13 69,54 13

35 5 3,04 3 7,13 78,13 13

ket: CS = Crushiung StrengthScanning Electron Microscopy (SEM)

Hasil scanning menggunakan alat SEM menunjukkan struktur mikro dan penyebaran atau pemetaan(mapping) unsur penyusun lapisan permukaan pupuk seperti unsur Al dan Si. Mapping elemen tersebut dapatdilihat pada gambar dibawah ini.

Unsur Al Unsur Si

Hasil karakterisasi perbesaran 20X Hasil karakterisasi perbesaran 500XGambar 1. Hasil karaterisasi uji SEM-EDX

Pupuk SRF didesain menggunakan teknologi membaran dengan menggunakan bahan pelapis yangramah lingkungan. Penelitian menggunakan pupuk NPK yang diformulasi sendiri dan ditambahkan zeolitalam sebagai absorbennya, pupuk tersebut dinamakan pupuk granul. Proses pembuatan pupuk granul tersebutmelalui beberapa tahap yaitu pratreatment, formulasi, dan granulasi. Pupuk granul yang sudah jadi kemudiandilapisi menggunakan membran yang terbuat dari amilum, PAA, dan PEG- 6000. Pada percobaan 1 dilakukanoptimasi konsentrasi amilum dengan mengikuti prosedur yang tertera pada bab Metodologi. Untukmendapakan kondisi optimal maka dilakukan beberapa pengujian, yaitu uji kadar air dan uji crussing strength.Dari data terlihat bahwa kadar air tertinggi adalah pada konsentrasi amilum1% yaitu 3,55%, sedangkanterendah pada konsentrasi amilum 5% yaitu 2,2%. Sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) bahwapupuk NPK harus memiliki kadar air maksimal adalah 3%. Maka SRF NPK yang memiliki konsentrasiamilum 5% telah sesuai dari SNI.Amilum pada larutan pelapis berperan sebagai aditif untuk meningkatkankekuatan dari pelapis tersebut, karena kelarutan amilum didalam air lebih rendah dibandingkan nutrienkhususnya pupuk urea. Perbandingan konsentrasi amilum dengan crushing strength berbanding lurus, semakintinggi konsentrasi amilum maka semakin tinggi crushing strengthnya. Amilum untuk pupuk SRF harusmemiliki kekuatan sesuai dengan kebutuhan release pupuk tersebut, kebutuhan release pupuk berpengaruhpada penggunaan pupuk pada bidang pertanian, karena semakin kuat pupuk tersebut maka semakin lamareleasenya dan semakin lama pula terserap oleh tanaman.Hasil dari uji kadar air sebelumnya menyatakan yangmendekati SNI adalah SRF NPK konsentrasi amilum 5%, 7%, dan 9%, pupuk SRF NPK tersebut nilaicrushing strength-nya adalah 64,33; 70,10; dan 80,6 N. Tetapi apabila dipertimbangkan dari sisiekonomisnya, SRF NPK dengan konsentrasi amilum 5% yang lebih optimal. Maka dipilih konsentrasiamilum optimalnya adalah 5% dengan pertimbangan data uji crussing strength dan uji kadar air. Padapercobaan 2 dicari kondisi optimal dari konsentrasi PAA dalam larutan pelapis berperan sebagai aditif yangakan mempengaruhi release dari SRF NPK. PAA berfungsi sebagai absorben untuk meningkatkan kekuatan

Page 83: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 83

larutan pelapis. Dilihat data bahwa nilai crushing strength tertinggi adalah pada konsentrasi PAA 35% yaitu78,13N, dan terendah pada konsentrasi 15% yaitu 40,33%. Pupuk SRF harus memiliki kekuatan sesuai dengankebutuhan release pupuk tersebut, kebutuhan release pupuk berpengaruh pada penggunaan pupuk pada bidangpertanian, karena semakin kuat pupuk tersebut maka semakin lama release nya dan semakin lama pulaterserap oleh tanaman.

Kadar air yang memenuhi Standar Nasional Indonesia adalah konsentrasi 20%. Dilihat dari grafik,konsentrasi PAA 15% belum berada pada standar kadar air SNI sedangkan konsentrasi PAA 20% mengalamipenurunan yang sangat drastis tetapi memenuhi standar kadar air SNI, kemudian pada konsentrasi 25 dan 30%mengalami kenaikan kenaikan dan tidak memenuhi standar kadar air SNI sedangkan pada konsentrasi 35%mengalami penurunan. Konsentrasi optimal PAA yang dipilih dari pertimbangan hasil uji crushing strengthdan uji kadar air adalah 20% volume dilihat dari sisi ekonomisnya. Maka data yang didapat setelah melakukandua percobaan yaitu konsentrasi amilum 5% vol, suhu 80˚C, dan konsentrasi PAA 20%.Laju pelepasan nutrisi (Nitrogen, Fosfor, dan Kalium) pupuk SRF, pupuk granul, dan pupuk konvensional

Setelah didapatkan konsentrasi amilum dan poli asam akrilat yang optimal maka dilakukan ujisimulasi dengan inkubasi selama 100 hari, setelah diinkubasi dianalisis kadar NPK meter dengan bantuanreagen sesuai dengan pengujiannya. Pada pengujian kadar nitrogen, reagen yang digunakan adalah nessler.Untuk pengujian kadar fosfor, reagen yang digunakan adalah amolvan. Sedangkan untuk pengujian kadarkalium, reagen yang Laju pelepasan nitrogen pupuk SRF, pupuk granul, dan pupuk konvensional

Gambar 2. Laju pelepasan nitrogen pupuk SRF, pupuk granul, dan pupuk konvensionalLaju pelepasan kadar nitrogen dapat dilihat pada grafik 2. dapat dilihat bahwa pupuk SRF NPK

berada diposisi paling bawah yaitu paling lambat. Tidak jauh dari pupuk SRF NPK, pupuk NPK granul jugamemiliki laju pelepasan yang lambat, walaupun tidak selambat pupuk SRF NPK. Sedangkan pada pupuk NPKKonvensional memiliki laju pelepasan yang cepat dapat dilihat dari grafik bahwa pada hari pertama sudah50% kadar nitrogen yang dilepas. Maka dapat disimpulkan bahwa laju pelepasan kadar nitrogen terhadapwaktu inkubasi pupuk SRF NPK lambat, dan dapat dikategori Slow Release Fertilizer.

0102030405060708090

100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

% N

itrog

en

waktu (hari)

Pupuk Granul

Page 84: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 84

Gambar 3. Laju pelepasan kadar fosfor terhadap waktu inkubasi pupuk SRF, pupuk granul, dan pupukkonvensional

Laju pelepasan kadar fosfor dapat dilihat pada gambar 2. Pada grafik terlihat bahwa pupuk SRF NPKtetap lebih lambat,sama dengan pada saat pelepasan kadar nitrogen. Maka dapat disimpulkan bahwa lajupelepasan kadar phosfor terhadap waktu inkubasi pupuk SRF NPK lambat, dan dapat dimasukan sebagaikategori Slow Release Fertilizer.Laju pelepasan kalium pupuk SRF, pupuk granul, dan pupuk konvensional

Gambar 4. Laju pelepasan kalium pupuk SRF, pupuk granul, dan pupuk konvensionalPada gambar 4 dapat dilihat bahwa laju pelepasan kadar kalium SRF NPK tetap pada pelepasan yang

paling lambat. Sedangkan pupuk NPK Granul lebih lambat dari pada pupuk NPK Konvensional. Maka dapatdisimpulkan bahwa laju pelepasan kadar kalium terhadap waktu inkubasi pupuk SRF NPK lambat dan dapatdimasukan sebagai kategori Slow Release FertilizerHasil karakterisasi SEM-EDX

Dari gambar dapat dilihat struktur morfologi SRF NPK yang terlapisi dengan pembesaran 65Xdan500X. Pada gambar terlihat adanya dua lapisan yang terbentuk dimana lapisan terluar tersebut merupakanlapisan polimer yang menempel pada permukaan SRF NPK. Permukaan lapisan SRF NPK yang terlapisipolimer memiliki permukaan lebih halus namun terdapat rongga, rongga ini berfungsi sebagai jalan keluarnutrisi pupuk. Dari data analisis SEM-EDX (mapping) didapatkan bahwa nilai Si sebesar 1,24% dan nilai Alsebesar 0,35%.

4. KESIMPULANDari uraian diatas dapat diambil kesimpulan1) Konsentrasi amilum yang optimal yaitu 5%2) Konsentrasi PAA yang optimal yaitu 20%

0102030405060708090

100

0 20 40 60 80 100

% fo

sfor

waktu (hari)

Pupuk Granul

SRF

0102030405060708090

100

0 20 40 60 80 100

% k

aliu

m

waktu (hari)

Pupuk Granul

SRF

Page 85: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.80-85) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 85

3) Pupuk SRF NPK optimal memiliki laju pelepasan kadar N, P, dan K lebih lambat dan terkontroldibanding pupuk granul dan NPK konvensional.

5. DAFTAR PUSTAKAAgustini, Kiki. (2014). Penggunaan Pati Tapai Padat (Brem) sebagai Bahan Tambahan Sirup Kering

Amoksisilin. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan. (diakses tanggal 9 April 2018)Andika, Dina Kartika Maharani, 2018, PenentuanDayaPenyerapan Air (Swelling) Pupuk Urea (Slow Release

Fertilizer) DalamMatriksKitosan – AsamHumat.UniversitasNegeri Surabaya: Surabaya.Anggraini, sucilila, (2013). zeolit dan manfaat nya.

https://sucililaangraini.files.wordpress.com/2013/04/nebeng-yo-do.pdf. (diakses pada tanggal 10 juli2018)

Hidayat, Witono,(2016). Manfaat Tetes Tebu dalam Pembuatan Pupuk Organik.http://www.kampustani.com/manfaat-tetes-tebu-dalam-pembuatan-pupuk-organik/. (diakses padatanggal 1 agustus 2018)

Lantang, Olivia. (2011). Sintesis Controlled Release Fertilizer (CRF) Menggunakan Zat Aktif Pupuk Ureadengan Pelapis Silika. Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung. (diakses tanggal 4 maret)

Lawyer, D W, 1970. Absorpion of PEG by plan enther effect on plan growth. New physol.Vol 69, pp :501-503.

Mexal., J. J.T Fisher., J. Osteryoung and C.P. particks Reid. 1975. Oxygen Aviability in Polyetylena GlycolSolution and its Implications in Plant Water Relation. Plant Physiol Vol 55, pp : 915-916.

Sari, ApriliaKumala,dkk, (2017), KeragamanStrukturButir Amilum,KadarTepung,danClustering DelapanTaksaTanamanBerumbidiDesa SimoKecamatanKendalKabupaten Ngawi. UniversitasBrawijaya.Malang. (diaksestanggal 12 Juli 2018)

Silahooy,Ch, (2008). EfekPupukKcldan SP36 TerhadapKaliumTersedia, SerapanKalium Dan HasilKacangTanah (ArachisHypogen L) Pada Tanah Brunizem.

Suantomo, Deni dkk, (2008).Pembuatan Komposit Polimer superabsorben denagn Mesin Berkas elektron.Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir Batan.Daerah Istimewa Yogyakarta

Subandriyo, Moh Eko, 2014, Pembuatan Pupuk Urea Lepas Lambat Dengan Proses Pelapisan UreaAsetaldehid Dan Zeolit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sugiyono.(2011). PengaruhVariasi Kadar AmilumBiji Durian (Duriozibethinus, Murr)sebagaiBahanPengikatTerhadapSifatFisikdan Kimia Tablet Parasetamol.Prosiding SeminarNasionalSainsdanTeknologi. Semarang: Universitas Wahid Hasyim. Hal:67.

Supandi, Suminta, (2006). KarasteristikZeolitAlamdenagnMetodeDifraksiSinar-X.(diaksespadatanggal 11 juli2018)

Taufiq, A. 2002. Status P dan K lahan kering tanah alfisol pulau Jawa dan Madura serta optimasipemupukannya untuk tanaman kacang tanah. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan TahunanKomisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Malang. ( diakses pada tanggal 9 juli 2018)

Yenni, Afri.,dkk, (2012).PembuatanSlow ReleaseFertilizer denganMenggunakanPolimerAmilum DanAsamAkrilatSertaPolivinilAlkoholSebagaiPelapisDenganMenggunakanMetodaFluidizedbed.LaporanTesisProgram PascasarjanaTeknik Kimia UniversitasDiponegoro, SemarangISBN 978-602-99334-1-3.

Page 86: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 86

INDEKS KEANEKARAGAMAN CAPUNG (INSECTA: ODONATA) SEBAGAIPENGUKUR KUALITAS LINGKUNGAN SUNGAI DALAM KAWASAN

TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

Syarif Hidayat Amrullah1)

1) Dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains, Universitas Cokroaminoto Palopo

ABSTRACT

Dragonflies (Insecta: Odonata) has important roles in the ecosystem. They act as a predator, control population,and indicator of environmental pollution. The research objectives are to inventory and calculate the species diversity ofdragonflies in Bantimurung Bulusaraung National Park (Babul NP) region and also measure the environment quality ofrivers according to the Species Diversity Index (SDI). The study was conducted through exploration in the six resorts.Dragonflies specimens will be identified and confirmed to LIPI Cibinong, Bogor, West Java. SDI calculated by theShannon-Wiener formula. The results showed that there are 27 species of Odonata (17 members of the SuborderAnisoptera and 10 of Suborder Zygoptera) in Babul NP region. SDI shows >2.41 means that environmental quality is invery good category. The conclusion of this research was that dragonflies in the Babul NP is very diverse with thediscovery of 27 species in six working area resort.

Keywords: diversity, Odonata, environment, National Park

1. PENDAHULUANIndonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat

tinggi (megabiodiversity). Hal ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang berada di kawasan tropik;mempunyai iklim yang relatif stabil dan merupakan salah satu negara kepulauan yang terletak diantara duabenua yaitu Asia dan Australia (Primack et al., 2012). Salah satu keanekaragaman hayati yang dapatdibanggakan Indonesia adalah serangga, dengan jumlah 250.000 jenis atau sekitar 15% dari jumlah jenis biotautama yang diketahui di Indonesia (Sahabuddin et al., 2005). Salah satu serangga yang paling terkenal adalahcapung, banyak dikenal karena bentuknya yang khas, dengan warna beragam dan menarik. Capung termasukke dalam Ordo Odonata (Borror et al., 1996).

Capung erat kaitannya dengan perairan, Capung dewasa terbang di udara, sedangkan masa pradewasamulai dari telur hingga nimfa hidup di dalam air. Menjelang dewasa, nimfa stadium akhir akan berpindah kehabitat terestrial, sehingga dapat digolongkan sebagai serangga semiakuatik (Aswari, 2011). Keragamanhabitat sawah, perkebunan teh, hutan, sungai maupun kolam, dan lahan pertanian sangat mendukungkehidupan capung yang beragam jenisnya (Aswari, 2003). Capung berperan sebagai predator dalam rantaimakanan. Mangsa utama capung dewasa yang hidup di area sawah dan perairan adalah serangga kecil,umumnya serangga hama seperti, lalat buah, wereng, kupu/ngengat. Sedangkan nimfa capung yang hidup diair memangsa jentik nyamuk dan invertebrata kecil lainnya, sehingga dianggap bermanfaat dalam bidangpertanian dan kesehatan (Ariwibowo, 1991). Capung juga berperan sebagai indikator pencemaran lingkungan.Hal ini dapat dilihat dari keadaan populasi capung. Ketika kondisi perairan tercemar, maka siklus hidupcapung, terutama pada fase nimfa, terganggu dan populasinya menurun (Susanti, 1998).

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) terletak di wilayah Kabupaten Maros danKabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Sampai dengan tahun 2013, di kawasan TN BaBul telahterdaftar sedikitnya 683 jenis tumbuhan dan 643 jenis satwa liar. Sebagian besar wilayahnya terdiri daribentang alam karst yang dicirikan dengan topografi yang bergelombang dan berbukit. Dari segi hidrologikawasan karst TN BaBul merupakan reservoir air raksasa. Penunjukan kawasan sebagai Taman Nasional jugadidasarkan pada pertimbangan untuk perlindungan sistem tata air beberapa sungai besar dan kecil di SulawesiSelatan (Handayani et al., 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan menghitung keanekaragaman jenis capungdalam kawasan TN Babul. Selain itu, penelitian ini juga mengukur kualitas lingkungan sungai berdasarkanIndeks Keanekaragaman Jenis (Species Diversity Index/SDI) capung. Data hasil penelitian ini dapat dijadikansebagai acuan untuk konservasi habitat bagi semua jenis satwa yang hidup di dalamnya, khususnya anggotaOdonata.

1 Syarif Hidayat Amrullah, Telp. 085146280933, [email protected]

Page 87: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 87

2. METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, terletak di wilayah

Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan. Secarageografis areal ini terletak antara 119°34’17” – 119°55’13” BT dan antara 4°42’49” – 5°06’42” LS. Wilayahkerja TN BaBul terbagi menjadi tujuh resort. Minasatene (MST), Balocci (BLC), dan Tondong Tallasa (TTL)di Seksi Pengelola Taman Nasional (SPTN) wilayah 1 Kabupaten Pangkep. Bantimurung (BTM), Pattunuang(PTG), Camba (CMB), dan Mallawa (MLW) di SPTN wilayah 2 Kabupaten Maros. Penelitian dilakukan dimasing-masing SPTN dengan mengambil masing-masing tiga resort sebagai lokasi pengamatan, kecualiResort Camba. Pemilihan lokasi pengambilan sampel berdasarkan ketersediaan habitat yang mendukungkelangsungan hidup capung.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jelajah/ekplorasi. Prosedur kerja meliputiobservasi awal mencakup: penentuan dan dokumentasi lokasi penelitian. Selanjutnya penelitian lapangan yangmencakup penangkapan dan dokumentasi langsung, dan identifikasi mencakup pengawetan dan koleksi,penghitungan dan pencatatan. Setelah itu, koleksi dan catatan digunakan untuk identifikasi menggunakanpanduan identifikasi capung karya Theischinger (2009), Heckman (2006 dan 2008). Verifikasi jenis temuandilakukan di Laboratorium Entomologi, Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi, LIPI Cibinong, Bogor, JawaBarat.

Setelah menghitung dan menginventarisasi keanekaragaman jenis, dihitung Indeks Keragaman Jenismenggunakan rumus Shanon-Wiener dalam (Krebs, 2014):

H' = -Σ (Pi) (lnPi) dengan, Pi =Keterangan:H' = Indeks Keragaman Jenis Pi = Kelimpahan relatifni = Jumlah individu jenis ke- I N = Jumlah total semua jenis dalam komunitas

Penghitungan dilakukan dengan menggunakan software MS Excel. Hasil perhitungan indekskeanekaragaman tersebut kemudian dicocokkan dengan Tabel 1, untuk mengetahui kualitas lingkungan yangmenjadi habitat capung dalam peranannya sebagai indikator ekologi.

Tabel 1. Kriteria Penilaian Pembobotan Kualitas LingkunganIndeks

Keanekaragaman(H’)

Kondisi StrukturKomunitas Kategori Skala

>2,41 Sangat Stabil Sangat Baik 51,81-2,4 Lebih Stabil Baik 41,21-1,8 Stabil Sedang 30,61-1,2 Cukup Stabil Buruk 2

<0,6 Tidak Stabil Sangat Buruk 1(Sumber: Krebs 1986, dalam Aswari 2003)

3. HASIL DAN PEMBAHASANCapung anggota Ordo Odonata yang ditemukan dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung terdiri dari 27 jenis; 17 jenis anggota Subordo Anisoptera dan 10 jenis anggota SubordoZygoptera (Tabel 2). Semua jenis capung tersebut ditemukan di sekitar perairan berupa sungai, saluran irigasi,persawahan, padang rumput, dan mata air dari bebatuan karst yang banyak terdapat dalam kawasan tamannasional.

Anggota Subordo Anisoptera terdiri atas, Famili Libellulidae yaitu; Neurothemis stigmatizans, N.ramburii, Trithemis aurora, T. festiva, Crocothemis servilia, Brachythemis contaminata, Orthetrum glaucum,O. sabina, O. pruinosum, Lathrecista asiatica, Potamarcha congener, Tholymis tillarga, Pantala flavescens,Diplacodes trivialis, Nannophlebia eludens, dan Celebothemis delecolllei. Satu-satunya anggota FamiliaGomphidae yaitu Ichtinogomphus sp. Anggota Subordo Zygoptera terdiri atas, Famili Coenagrionidae yaitu;Teinobasis rufithorax, Agriocnemis pygmaea, Ischnura senegalensis, Pseudagrion microcephalum,Pseudagrion pilidorsum, dan Aciagrion femina orizae. Satu anggota Famili Platystictidae yaitu Drepanostictaquadrata. Anggota Famili Chlorocyphidae yaitu; Libellago aurantiaca, L. lineata, dan Rhinochyphamonochroa.

Page 88: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 88

Tabel 2. Keanekaragaman Jenis Capung (Ordo: Odonata), Kehadiran, Sebaran, dan Jumlah Individu dalamKawasan TN BaBul

A. Anisoptera (A)

No. Nama Jenis Kehadiran(P/S)

Jumlah individu di resort-BTM PTG MLW MST BLC TTL Ʃ

1 N. stigmatizans P - S 58 24 48 31 39 37 2372 N. ramburii P - S 24 26 24 22 963 T. aurora P 31 17 484 T. festiva P - S 32 22 17 715 C. servilia P 34 16 15 18 836 B. contaminata P - S 23 10 337 O. glaucum P - S 15 20 14 498 O. sabina P - S 26 11 28 17 19 15 1169 O. pruinosum P 22 26 20 17 8510 L. asiatica P 10 13 2311 P. congener P - S 26 39 13 7812 T. tillarga S 14 9 2313 P. flavescens P - S 38 29 22 32 35 15614 D. trivialis P - S 25 13 27 16 19 18 11815 N. eludens P - S 8 17 2516 C. delecollei P - S 15 9 2417 Ictinogomphus sp. P - S 6 3 9

Ʃ per resort 296 133 237 222 216 170 1274

B. Zygoptera (Z)

No. Nama Jenis Kehadiran(P/S)

Jumlah individu di resort-Ʃ

BTM PTG MLW MST BLC TTL18 T. rufithorax P 10 13 6 6 5 6 4619 D. quadrata P - S 21 18 12 5120 A. pygmaea P 11 7 13 3121 I. senegalensis P 11 13 8 3222 P. microcephalum P - S 15 10 2523 L. aurantiaca P 23 19 4224 L. lineata P 8 17 2525 R. monochroa P - S 32 25 24 8126 P. pilidorsum P - S 16 12 8 3627 A. femina oryzae P 7 4 11

Ʃ per resort 26 111 40 73 52 78 380Total Odonata(A + Z) 322 244 277 295 268 248 1654

Jumlah Jenis 13 14 13 19 14 14(Sumber: Data Primer, 2015)Keterangan:P: Kehadiran Pagi (08.00-11.00), S: Kehadiran Sore (15.00-17.00)Ʃ: Banyaknya satu individu/jenis capung dalam satu populasi atau ekosistemƩ per resort: Jumlah semua jenis capung (anggota Subordo Anisoptera/Zygoptera saja) dalam satu resort

Page 89: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 89

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa setiap resort memiliki keanekaragaman jenis yang berbeda-beda.Hanya Resort MST yang memiliki jumlah keanekaragaman yang lebih banyak dari resort lainnya. Ditemukan19 jenis anggota Ordo Odonata di Resort MST, sedangkan di resort lain ditemukan masing-masing 13 jenis diresort BTM dan MLW, 14 jenis di resort PTG, BLC dan TTL. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekosistem dikawasan Leang Londrong di Resort MST yang beranekaragam. Tidak hanya terdapat sungai, tapi jugaterdapat padang rumput, genangan di bekas sawah, persawahan aktif, dan aliran mata air dari bebatuan karst.

Terlihat pula perbedaan yang jelas antara anggota Subordo Anisoptera dan anggota SubordoZygoptera di resort BTM, sedangkan di lima resort lain cenderung seimbang. Hal ini disebabkan kondisiperairan di BTM yang berupa bendungan dan tidak banyak terdapat bebatuan di tengah atau di tepi sungai.Kebanyakan dari jenis anggota Ordo Zygoptera seperti L. lineata, L. aurantiaca, R. monochroa, dan D.quadrata di kawasan TN BaBul ini menyukai hinggap di bebatuan sungai yang kurang tersedia di resort BTM.

Terdapat dua jenis capung endemik Sulawesi yang termasuk ke dalam 27 jenis capung di TN BaBul;Celebothemis delecollei dan Rhinocypha monochroa. Kedua jenis ini masing-masing memiliki ciri khas. C.delecollei dengan sintoraks berkilau ketika terkena cahaya dan R. monochroa dengan corak sayap indahseperti pelangi juga ketika terkena cahaya. Kehadiran kedua jenis ini menambah daftar serangga ataupunsatwa endemik yang ada dalam kawasan TN BaBul, sehingga menarik untuk dikunjungi.

(a)

(b) (c)Gambar 1. a) Celebothemis delecollei ♂♀ (mating) b) Rhinocypha monochroa ♂ c) R. monochroa ♀

Semua jenis capung yang ditemukan di kawasan TN Babul memiliki perbedaan umum di bagianwarna mata, toraks, abdomen dan sayapnya. Begitupun dengan ukurannya, anggota Subordo Anisopteraumumnya lebih besar/panjang daripada anggota Subordo Zygoptera. Kemampuan terbang anggota SubordoAnisoptera pun lebih baik dibandingkan anggota Subordo Zygoptera. Perbedaan warna biasanya berhubungandengan perilaku kawin (mating behaviour). Capung jantan memiliki warna yang terang dan bervariasi untukmenarik perhatian betinanya (Aswari, 2003). Beberapa jenis capung jantan memiliki wilayah tetap dalammencari pasangan ataupun mangsanya. Sehingga ketika terdapat gangguan dari jenis lain, jenis capungtersebut akan lebih agresif. Misalnya O. pruinosum dan O. glaucum yang berkompetisi dalam wilayahteritorial untuk mencari mangsa. Tapi umumnya jenis capung lain bisa bersosialisasi dengan mendiami suatuwilayah dengan tenang, walaupun harus berdampingan dengan jenis lain.

Posisi capung dalam suatu ekosistem yaitu sebagai konsumen tingkat kedua. Selain memangsaserangga herbivora terutama yang menjadi hama di lahan pertanian, capung juga menjadi makanan dari satwalain seperti amfibi, reptil, primata dan burung insektivora. Ada beberapa jenis seperti O. sabina yang bersifatkanibal dengan memangsa capung lain bahkan dari jenisnya sendiri. Sehingga keberadaan capung dalamrantai/jaring makanan sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem tempat hidupnya dengankemampuannya mengontrol populasi serangga herbivora dan hewan insektivora. Keanekaragaman capung(Insecta: Odonata) di kawasan TN Babul ini tergolong dalam keanekaragaman alfa. Skala alfa tersebut palingsederhana dibandingkan keanekaragaman beta ataupun gamma (Indarmawan, 2010).

Page 90: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 90

Tabel 3. Indeks Keanekaragaman Jenis di Masing-masing Resort dalam Kawasan TN BaBulA. Anisoptera

No. Nama Jenis Indeks Keanekaragaman Jenis di resort-BTM PTG MLW MST BLC TTL

1 N. stigmatizans 0.31 0.23 0.30 0.24 0.28 0.282 N. ramburii 0.23 0.22 0.20 0.213 T. aurora 0.23 0.174 T. festiva 0.27 0.21 0.185 C. servilia 0.24 0.16 0.16 0.196 B. contaminata 0.19 0.117 O. glaucum 0.14 0.19 0.148 O. sabina 0.20 0.14 0.23 0.16 0.19 0.179 O. pruinosum 0.18 0.22 0.18 0.1810 L. asiatica 0.11 0.1411 P. congener 0.21 0.28 0.1512 T. tillarga 0.14 0.1113 P. flavescens 0.25 0.24 0.19 0.25 0.2814 D. trivialis 0.20 0.16 0.23 0.16 0.19 0.1915 N. eludens 0.11 0.1616 C. delecollei 0.17 0.1117 Ictinogomphus sp. 0.09 0.05

B. Zygoptera

No. Nama Jenis Indeks Keanekaragaman Jenis di resort-BTM PTG MLW MST BLC TTL

18 T. rufithorax 0.11 0.16 0.08 0.08 0.07 0.0919 D. quadrata 0.21 0.17 0.1420 A. pygmaea 0.13 0.09 0.1521 I. senegalensis 0.13 0.14 0.1122 P. microcephalum 0.17 0.1323 L. aurantiaca 0.22 0.1924 L. lineata 0.10 0.1825 R. monochroa 0.27 0.21 0.2326 P. pilidorsum 0.15 0.14 0.1027 A. femina oryzae 0.10 0.06

H' 2.44 2.52 2.44 2.81 2.49 2.53Kategori Kualitas

LingkunganSB SB SB SB SB SB

(Sumber: Data Primer, 2015)Keterangan:H’: Indeks Keanekaragaman Jenis (Rumus Shannon-Wiener)SB: Sangat Baik

Pengukuran Indeks Keanekaragaman Jenis (IKJ)/Species Diversity Index (SDI) dihitung denganrumus Shannon-Wiener dan dikenal dengan simbol huruf H aksen (H’). Tujuan utama dari pengukuran IKJ iniadalah untuk mengetahui jumlah jenis capung dalam satu ekosistem. Beberapa informasi yang dapat diperolehselanjutnya adalah jumlah individu dalam setiap kategori jenis, beserta lokasi ditemukannya jenis-jenistersebut. Sehingga peranan jenis tersebut dalam membangun stabilitas dalam ekosistemnya juga dapatdiketahui.

Pengukuran indeks keanekaragaman hanya mencakup sebagian pengertian yang meluas terhadapkeanekaragaman hayati. Pendekatan kuantitatif ini berguna untuk membicarakan tentang pola penyebaranjenis, serta membandingkan dengan daerah lain di dunia. Cara ini juga berguna untuk menyoroti area-areayang memiliki jumlah jenis yang banyak atau sedikit, yang memerlukan perlindungan konservasi(Indarmawan, 2010).

Page 91: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.86-91) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 91

Semua jenis capung dalam kawasan TN BaBul memiliki IKJ yang berbeda-beda di setiap lokasi/resortberdasarkan jumlah yang terhitung dalam kegiatan penelitian di lapangan. Melalui penghitunganmenggunakan rumus Shannon-Wiener terhadap jumlah semua jenis dalam satu resort didapatkan informasibahwa IKJ: Resort BTM (2.44); PTG (2.52); MLW (2.44), MST (2.81), BLC (2.49), dan TTL (2.53) (Tabel 3).

Berdasarkan hasil penghitungan IKJ yang kemudian dicocokkan dengan tabel kriteria penilaianpembobotan kualitas lingkungan (Tabel 1), maka dapat dikatakan keenam resort yang menjadi lokasipenelitian berada pada kategori kualitas lingkungan yang “sangat baik” dengan skala 5 dan kondisi strukturkomunitas masih “sangat stabil”. Sehingga diketahui peranan capung di TN BaBul tidak hanya sebagaiindikator ekologi, tapi juga dapat mengendalikan populasi serangga herbivora dan hewan insektivora.

4. KESIMPULANKesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Keanekaragaman jenis capung (Insecta: Odonata) di kawasan Taman Nasional Bantimurung BulusaraungSulawesi Selatan termasuk tinggi karena ditemukan 27 jenis capung yang terdiri atas 17 jenis anggotaSubordo Anisoptera dan 10 jenis anggota Subordo Zygoptera.

2) Indeks Keanekaragaman Jenis (Species Diversity Index) secara keseluruhan adalah 2.53, artinya kualitaslingkungan sungai dalam kawasan TN Babul berada dalam kategori sangat baik dengan kondisi strukturkomunitas masih sangat stabil.

5. DAFTAR PUSTAKAAriwibowo, D. 1991. Kajian Biologik Capung Jarum, Agriocnemis pygmea (Rambur) Seelys sebagai Musuh

Alami Wereng Coklat, Nilaparvata lugens Stal. Yogakarta: Institut Pertanian “STIPER”.Aswari, P., Kahono S., Amir M., Erniwati, Ubaidillah R., Pujiastuti L.E., Noerdjito W.A., dan Suwito A. 2003.

Keragaman Capung (Odonata) dalam Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian BaratEdisi I. Biodiversity Conservation Project. Bogor: LIPI Press.

Aswari P., Noerdjito W.A., dan Peggie D. 2011. Capung di Kawasan Gunung Ciremai dalam FaunaSerangga Gunung Ciremai. Bogor: LIPI Press.

Borror, D.J, C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran Serannga. Edisi ke 6.Diterjemahkan oleh Soeriono Partospoedjono. Yogyakarta: UGM Press.

Handayani, S.A., Chaeril, Hermiati M.K., Rasjid I.A., Tahari, dan Usman. 2012. Buku Informasi TamanNasional Bantimurung Bulusaraung. Maros: Balai TN Bantimurung Bulusaraung.

Indarmawan. 2010. Petunjuk Praktikum Taksonomi Hewan. Purwokerto, Unsoed.Krebs, C.J. 2014. Ecological Methodology, 3rd ed. Addison-Wesley Educational Publishers, Inc.Primack, R.B., J. Supriatna, M. Indrawan, dan P. Kramadibrata, 2012. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.Sahabuddin, H., Purnama, A.N., Woro, M., dan Syafrida. 2005. Penelitian Biodiversitas Serangga di

Indonesia: Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeidae) dan Peran Ekosistemnya. Jurnal Biodiversitas 6:141-146.

Susanti, S. 1998. Mengenal Capung. Bogor: Puslitbang Biologi, LIPI.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,

tim Laboratorium Entomologi UGM, Tim Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Tim MuseumZoologicum Bogoriense (MZB) LIPI Bogor, atas bantuan dan kerjasamanya.

Page 92: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 92

PENGARUH WAKTU TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG KEPOKDENGAN METODE MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE)

Mardhiyah Nadir1), Eza Ifan Risfani 2)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda2)Mahasiswa Jurusan Teknik KimiaPoliteknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

East Kalimantan is one of the bananas producing provinces with a potential of 79,343 tons/year. Meanwhile,banana peel as its waste is not utilized well. Whereas, the banana peel contains pectin up to 21% of the banana peel’smass. Therefore, it is important to study the extraction of pectin from banana peel. This research aims to determine theoptimum extraction time to obtain the highest rendement of pectin with Microwave Assisted Extraction method (MAE)that meets the standard. The pectin was extracted with variation of extraction time (15, 20, 25, 30 and 35 minutes) form30 grams that were dissolved in 600 mL of 0.25% HCl at 80°C using MAE as heating method with power of 600 Watt.The experimental results showed that the highest pectin’s rendement obtained at 30 minutes extraction time. The pectinproduced has rendement of 21.64%, water content of 12.4%, ash content of 7.29%, equivalent weight of 2397 mg,methoxyl content of 2.96%, and galacturonic acid content of 67.95%.

Keywords: banana peel, extraction, pectin, rendement

1. PENDAHULUANProduksi pisang kepok mencapai 79.343 ton/tahun( BPS Kal-Tim, 2016 ). Tingginya produksi pisang

kepok secara tidak langsung berdampak pada tingginya produksi limbah kulit pisang kepok. Bobot kulitpisang mencapai 40% dari buahnya (Tchobanoglous et al., 2003 dalam Hanum dkk., 2012 ) sehingga kulitpisang yang dihasilkan berkisar 31.737 ton/tahun.Kulit pisang kepok terdiri dari berbagai komponen, salahsatunya adalah pektin. Pektin yang terkandung dalam kulit pisang kepok mencapai hingga 21% dari total kulitpisang kepok (Fitria, 2013). Kandungan pektin yang tinggi ini memungkinkan limbah kulit pisang kepokdimanfaatkan untuk diambil pektinnya dengan cara ekstraksi.Pektin merupakan polimer asam galakturonatmengandung asam polisakarida dan bersifat mengikat banyak air sehingga menghasilkan sifat pengental.Pektin untuk penggunaan dalam makanan didefinisikan sebagai polimer yang mengandung unit asamgalakturonat (paling sedikit 65%)International Pectin Producers Association(IPPA ).Pektin adalah sebuahheteropolimer yang memiliki efek fisiologis terkait dengan peningkatan glukosa plasma, kolesterol dan totallipid. Menurut hasil penelitian dari Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, tanaman pisang mengandungberbagai macam senyawa seperti air, gula pereduksi, sukrosa, pati, protein kasar, pektin, protopektin, lemakkasar, serat kasar dan abu.

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian zat terlarut antara duapelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.Campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan denganmetode pemisahan mekanis atau termis sehingga proses paling ekonomis adalah ekstraksi (Rahayu, 2008).Ekstraksi pektin dari buah-buahan didasarkan pada sifat pektin yang dapat larut dalam air, sedangkan sebagianbesar polisakarida lain, seperti selulosa dan hemiselulosa yang bersama-sama pektin menyusun dinding seltanaman, bersifat tidak larut air (Fitria, 2013).Microwave Asisted Extraction (MAE)merupakan ekstraksi yangmemanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarutsecara cepat dan efisien (Jain et al., 2009). Menurut beberapa hasil penelitian, meningkatkan efisiensi danefektifitas ekstraksi bahan aktif berbagai jenis rempah-rempah, tanaman herbal, dan buah-buahan (Calinescu et al., 2001). Gelombang mikro adalah gelombang elektromaknetik pada frekuensi tertentuyang memiliki persamaan dengan reaksi pengaktifan fotokimia. Batas frekuensi gelombang mikro adalahinterval yang luas dengan batas frekuensi 300MHz – 300GHz.Gelombang mikro mengurangi aktivitasenzimatis yang merusak senyawa target (Salas et al., 2010).

Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui waktu ekstraksi yang optimum untuk mendapatkanrendemen tertinggi dari pektin yang memenuhi standar dengan metode MAE. Pektin yang dihasilkan dianalisarendemen, kadar air , kadar abu ,berat ekivalen, kadar metoksilnya, kadar asam galakturonat dan gugus fungsi

1 Korespondensi penulis: Mardhiyah Nadir, Telp 08125863243, [email protected]

Page 93: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 93

(FTIR).Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan metode untuk mengolah limbah kulit pisangkepok menjadi pektin yang memiliki nilai ekonomis lebih, karena selama ini limbah kulit pisang kepok hanyadijadikan sebagai pakan ternak dan sebagian besar dibuang saja tanpa diolah terlebih dahulu.

Fitria (2013) mengekstraksi pektin secara konvensional dengan pelarut asam laktat, selama 80 menit,variasi pH dan suhu ekstraksi . Hasil optimum pada pH asam laktat 1,5 dan suhu 90°C dengan rendemen10,78%. Megawati dkk., (2016) mengekstraksi pektin metode MAE( daya 600 W ), pelarut HCl 0,25%, ,waktu ekstraksi 20 menit dan variasi berat bahan baku. Hasil optimum didapat pada berat bahan baku 15gram dengan rendemen 16,53%.

Dalam studi kerusakan sel akibat berbagai metode ekstraksi terhadap tembakau, metode MAEmenunjukkan tingkat kerusakan sel yang lebih tinggi dibanding metode ekstraksi refluksasi panas (heat-reflux) akibat kenaikan suhu dan tekanan dalam sel secara signifikan (Mandal et al., 2007). Migrasi ionterlarut akibat radiasi gelombang mikro memudahkan penetrasi pelarut ke matriks bahan. Pemanasan molekulair dalam sistem kelenjar dan pembuluh tanaman misalnya. Hal ini menyebabkan panas terlokalisir. Akibatnyaterjadi pengembangan volume dan perusakan sel (Mandal et al., 2007).Kelebihan MAE adalah waktuekstraksi dan kebutuhan pelarut yang relatif rendah dibanding ekstraksi konvensional (Mandal et al.,2007).Waktu ekstraksi mempengaruhi kontak antara bahan dan pelarut, sehingga memberikan kesempatanuntuk menghidrolisis protopektin yang terdapat dalam bahan dan akan meningkatkan rendemen pektin yangdihasilkan (Hariyati, 2006).

2. METODE PENELITIANAlat yang digunakan pada ekstraksi kulit pisang kepok adalah microwave(daya 600 Watt), gelas

beaker,labu ukur, corong, erlenmeyer vakum,kaca arloji, pipet volume, pipet ukur,buret, cawan porselen ,blender, oven, furnace, hot plate, thermometer. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit pisangkepok yang telah dikeringkan, HCl 0,25 %, aquadest , NaOH (0,25 N dan 0,1 N), etanol 96%, indikator PPdan kertas saring.Kulit pisang kepok sebelum diekstraksi dipreparasi dengan mencuci,memotong,mengeringkan di oven (suhu 50°C ),menghaluskan dan mengayak (100 mesh).Ekstraksipektinmenggunakan microwave,serbuk kulit pisang kepok sebanyak 30 gram dilarutkan dalam HCl 600 mL.Kemudian campuran dipanaskan dimicrowavepada suhu 80°C danwaktu pemanasandivariasikan(15, 20, 25,30dan 35 menit ).Campuran kemudian disaring menggunakan corong , filtrat yang dihasilkan dipanaskan denganhot plate sampai kental (1/2 dari volume awal). Filtrat ditambahkan alkohol 96% sebanyak 1,5 kali volumecairan hingga terbentuk endapan. Selanjutnya endapan disaring dengan kertas saring sambil mencuci denganalkohol 96% hingga residu yang dihasilkan tidak lagi bersifat asam. Tahap akhir mengeringkan endapanpektin yang telah netral di oven selama 8 jam pada suhu 40°C.Parameter Analisa

Endapan pektin yang dihasilkan dari ekstraksi kulit pisang kepok menggunakan microwave dianalisajumlahnya dengan menghitung rendemen. Standar mutu pektin dianalisa berdasarkan standar mutu IPPA(2001) meliputi : kadar air, kadar abu, berat ekivalen, kadar metoksil, kadar asam galakturonat. Analisa gugusfungsi dengan (FTIR).

3. HASIL DAN PEMBAHASANKulit pisang kepok yang telah dipreparasi dicampur dengan HCl 0,25% dan diektraksi dengan

microwave variasi waktu (15, 20, 25, 30 dan 35 menit). Pektin yang telah didapat dianalisa rendemen danmutu berdasarkan IPPAseperti ditunjukkanpada tabel 4.1. berikut :

Tabel 4.1 Data Karakteristik Pektin Hasil Ekstraksi Kulit Pisang Kepok15 menit 20 menit 25 menit 30 menit 35 menit

Rendemen (%) 7,09 12,95 18,96 21,64 13,80Kadar Air (%) 10,22 11,02 11,93 12,4 11,67Kadar Abu (%) 7,88 4,74 6,05 7,29 9,41Berat Ekivalen (mg) 3195 2994 2815 2397 2316Kadar Metoksil (%) 2,43 2,56 2,88 2,96 3,10Kadar Galakturonat(%) 55,73 58,77 66,02 67,95 71,32

Spektrum FTIR Pektin

Page 94: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 94

Pektin yang didapatkan dari hasil penelitian dilakukan uji FTIR untuk mengidentifikasi kelompokbahan kimia utama dalam pektin, kelompok-kelompok gugus fungsional utama pektin biasanya berada diwilayah antara 1000 dan 2000 cm-1 dari spektrum FTIR (Ismail et al, 2012). Ikatan karbonil pada 1630 - 1650cm-1, ikatan eter pada 1100 cm-1, ikatan karbon siklik pada 1200 cm-1 dan ikatankarbonil teresterifikasi beradapada bilangan gelombang 1740-1760 cm-1 (Ismail et al, 2012).

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Panjang Gelombang dengan Transmitan Spektrum FTIR PektinKomersial

Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan spektrum dengan puncak-puncak serapan pada panjanggelombang yang sama, tetapi terjadi perbedaan nilai transmitan yang berbeda-beda pada setiap variasi pektinhasil penelitian dan pektin komersial. Perbedaan nilai transmitan ini menunjukkan perbedaan intensitas gugusfungsi dalam senyawa pektin pada masing-masing variasi. Intensitas transmitan yang berbeda pada setiapvariasi ini tetap menunjukkan senyawa pektin karena penyerapan sinar IR masih berada dalam daerah serapangugus utama fungsional senyawa pektin.Tabel 4.2 menunjukkan komposisi senyawa pektin hasil analisa FTIR.Adanya gugus karbonil pada rentang panjang gelombang 1630 -1650 cm-1 menunjukkan sampel tergolongsebagai pektin karena dengan adanya gugus karbonil ini menunjukkan bahwa terdapat ester di dalam pektintersebut. Ikatan absorbs pada 1200 cm-1 yang menunjukkan gugus karbon siklik berasal dari eter dalamstruktur cincin molekul pektin (Ismail, 2012).

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Panjang Gelombang dengan Transmitan Spektrum FTIR (A) 15 Menit,(B) 20 Menit, (C) 25 Menit, (D) 30 Menit dan (E) 35 Menit

Tabel 4.2 Komposisi Senyawa Hasil PenelitianIkatan Absorbsi (cm-1)

Karbonil (cm-1) Karboksilat(cm-1) Eter (cm-1) Karbon siklik(cm-1)

Page 95: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 95

Standar 1630-1650 1740-1760 1050-1300 120015 menit 1647,70 1742,29 1082,81 1155,3820 menit 1647,34 1741,94 1082,37 1155,2025 menit 1645,31 1741,13 1082,00 1154,8230 menit 1637,95 1743,05 1082,68 1156,0135 menit 1646,19 1741,86 1082,23 1155,72

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen PektinSemakin lama waktu ekstraksi maka semakin tinggi juga rendemen pektin yang diperoleh (Gambar

4.3)Lamanya waktu ekstraksi mengakibatkan semakin banyak pula kesempatan solven untuk mendifusi kedalam sel jaringan sehingga memberikan kesempatan untuk menghidrolisis protopektin yang terdapat dalambahan dan akan meningkatkan rendemen pektin yang dihasilkan (Hariyati, 2006).Setelah 30 menit terjadipenurunan, hal ini disebabkan karena apabila waktu ekstraksi terlalu lama proses hidrolisis dilanjutkansenyawa pektin akan berubah menjadi asam pektat (Tohuloula dkk., 2013). Rendemen pektin yang dihasilkanberkisar antara 7,09 – 21,64%. Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa rendemen pektin tertinggi diperoleh padasaat kulit pisang kepok diekstraksi selama 30 menit yaitu sebesar 21,64%.

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Waktu Ekstraksi dengan Rendemen Pektin

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air

Gambar 4.4 GrafikHubungan Waktu Ekstraksi dengan Kadar Air PektinPengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Air

Kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara 10,22 – 12,4%. Batas maksimum nilaikadar air yang diperbolehkan yaitu 12% berdasarkan standar mutu (IPPA), artinya kadar air pada pektin yangdihasilkan masih masuk dalam standar yang diperbolehkan. Kadar air yang terlalutinggi ini dapat jugadipengaruhi oleh derajat pengeringan dan kondisi penyimpanan pektin. Tingginya kadar air juga dapatdipengaruhi oleh banyaknya molekul air tunggal atau kelompok air yang terikat pada permukaan pektinmelalui ikatan hidrogen antar gugus –OH pada molekul pektin dengan atom H dari molekul air. Penyerapanair oleh pektin selama proses ekstraksi tergantung pada gugus –OH bebas dari molekul pektin. Kadar airtertinggi pektin yang dihasilkan adalah pada waktu ekstraksi 30 menit (12,4%) dan kadar air terendah padawaktu ekstraksi 15 menit (Gambar 4.4). Kadar air yang diperoleh ini dipengaruhi oleh rendemen pektin.Semakin tinggi rendemen pektin yang dihasilkan maka akan semakin tinggi pula kadar airnya (Budiyanto,2008).

0510152025

0 10 20 30 40

Rend

emen

(%)

Waktu ekstraksi (menit)

01.534.567.59

10.512

0 10 20 30 40

Kada

r Air

(%)

Waktu Ekstraksi (menit)

Page 96: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 96

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Abu PektinAbu merupakan residu atau sisa pembakaran bahan organik yang berupa bahan anorganik. Kadar abu

berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin. Semakin tinggi tingkat kemurnian pektin, kadar abu di dalampektin semakin rendah (Budiyanto,2008).Pada penelitian ini kadar abu yang diperoleh berkisar 4,06-9,41%sehingga pektin yang dihasilkan sudah sesuai standar berdasarkan standar mutu IPPA dengan kadar abumaksimum pektin adalah 10%. Semakin lama waktu ekstraksi maka kadar abu pektin juga semakin tinggi( Gambar 4.5 ). Hal ini terjadi karena adanya reaksi hidrolisis protopektin. Hidrolisis protopektinmenyebabkan bertambahnya kandungan kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium merupakanmineral sebagai komponen abu. Kandungan mineral yang banyak berupa kalsium dan magnesium akansemakin meningkatkan kadar abu pektin tersebut (Budiyanto,2008).

Gambar 4.5 GrafikHubungan Waktu Ekstraksi dengan Kadar Abu Pektin

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Berat Ekivalen PektinBerat ekivalen yang diperoleh berkisar 2316-3195 mg. Berat ekivalen pektin berdasarkan standar

mutu IPPA yakni berkisar antara 600-800 mg. Pektin yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki beratekivalen yang tidak memenuhi standar yang ada. Pada penelitian ini berat ekivalen dari pektin hasil ekstraksidengan metode MAE cenderung mengalami penurunan semakin lamanya waktu ekstraksi seperti yang terlihatpada Gambar 4.6.Suhu yang tinggi dan semakin lama ekstraksi menyebabkan terjadinya depolimerisasi dandemetilasi (Hanum dkk.,2012). Selain itu suhu tinggi dapat menyebabkan pula proses deesterifikasi pektinmenjadi asam pektat. Proses deesterifikasi akan meningkatkan jumlah gugus asam bebas. Peningkatan jumlahgugus asam bebas akan menurunkan berat ekivalen. Berat ekivalen rendemen tertinggi pada waktu ekstraksi30 menit adalah 2397 mg.

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Waktu Ekstraksi dengan Berat Ekivalen Pektin

0

2

4

6

8

10

0 10 20 30 40

Kada

r Abu

(%)

Waktu Ekstraksi (Menit)

0500100015002000250030003500

0 10 20 30 40

Bera

t Eki

vale

n

Waktu Ekstraksi (menit)

Page 97: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 97

Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Metoksil PektinKadar metoksil merupakan jumlah mol methanol yang terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat.

Kadar metoksil yang diperoleh dari penelitian ini berkisar 2,43-3,1%. Kadar metoksil pektin berperan dalammenentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin.Berdasarkan range kadar metoksil ini, dapat dinyatakan bahwa pektin hasil penelitian termasuk golonganpektin yang mempunyai kadar metoksil rendah. Hal ini merujuk pada ketentuanIPPA yang menggolongkanpektin dengan kadar metoksil 2,5-7,12% sebagai pektin berkadar metoksil rendah.. Gambar 4.7menunjukkansemakin lama waktu ekstraksi, maka semakin tinggi kadar metoksil yang dihasilkan. Peningkatan kadarmetoksil ini dikarenakan semakin meningkatnya gugus karboksil bebas yang teresterifikasi.Rendementertinggipada waktu ekstraksi 30 menit menghasilkan metoksil 2,96 %.

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Waktu Ekstraksi dengan Kadar Metoksil PektinPengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Kadar Asam Galakturonat Pektin

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Waktu Ekstraksi dengan Kadar Galakturonat PektinKadar galakturonat menentukan gugusfungsional pada larutan pektin. Adanya gugus fungsional

tersebut berhubungan dengan gugus fungsional karboksilat pada galakturonat. Kadar galakturonat dapatmempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin. Gambar 4.8 menunjukkan kadar galakturonat semakinmeningkat seiring dengan lamanya waktu ekstraksi. Kadar galakturonat yang diperoleh berkisar antara 55.73-71.32%. perolehan kadar galakturonat tertinggi diperoleh pada ekstraksi pektin dengan waktu 30 menit. Kadargalakturonat yang meningkat seiring dengan bertambahnya waktu dikarenakan meningkatnya reaksi hidrolisisprotopektin menjadi pektin yang komponen dasarnya adalah asam D-galakturonat.Kadar galakturonat daripektin yang didapatkan dari penelitian ini sudah memenuhi standar berdasarkan IPPA dengan kadargalakturonat minimal 35%. Kadargalakturonat pada waktu ekstraksi 30 menit adalah 67,95 %.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 10 20 30 40

Kada

r Met

oksil

(%)

Waktu Ekstraksi (menit)

01020304050607080

0 10 20 30 40

Kada

r Gal

aktu

rona

t (%

)

Waktu Ekstraksi (menit)

Page 98: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.92-98) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 98

4. KESIMPULAN1. Ekstraksi kulit pisang kepok dengan metode MAE menunjukkan semakin lama waktu ekstraksi maka

semakin tinggi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar metoksil dan kadar asam galakturonat pektinyang dihasilkan. Tetapi, semakin rendah berat ekivalen yang didapatkan..Waktu ekstraksi optimumadalah 30 menit dengan rendemen sebesar 21,64% , kadar air 12, 4 %, kadar abu 7,29%, kadarmetoksil 2,96 %, kadar asam galakturonat 67,95 % (sesuai IPPA ). Sedangkan berat ekivalen 2397 mgtidak memenuhi standar IPPA.

5. DAFTAR PUSTAKABPS. (2016). Kaltim Dalam Angka 2016. Samarinda: BPS Provinsi Kalimantan Timur. 19 November 2017.Budiyanto, Agus. 2018. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk

Siam (Citrus nobilis L). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian: BogorCalinescu, I., Ciuculescu, C., Popescu, M., Bajenaru, S., & Epure, G. (2001). Microwaves Assisted Extraction

of Active Principles from Vegetal Material. Romanian International Conference on Chemistry andChemical Engineering , 12, 1-6.

Fitria, V. (2013). Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang Kepok. Skripsi ProgramStudi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.

Hanum, F., Kaban, I.M.D., dan Tarigan, M.A., (2012). Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisang Raja. JurnalTeknik Kimia Universitas Sumatera Utara, Vol. 1, N0. 2

International Pectin Producers Association (IPPA). (2001) http://www.ippa.info/what-is-pectin.htm. Diaksespada 5 Januari 2018.

Ismail, N. S. M., Ramli, N., Hani, N. M., dan Meon, Z. 2012. Extraction and Characterization of Pectin fromDragon Fruit (Hylocereus polyhizus) using Various Extraction Conditions. Sains Malaysiana 41(1): 41-45.

Jain, T., Jain, V., Pandey, R., Vyas, A., & Shukla, S. S. (2009). Microwave Assisted Extraction forPhytoconstituents – An Overview. Asian Journal Research Chemistry , 1 (2), 19-25.

Megawati dan Machsunah E. L. 2016. Ekstraksi Pektin dari Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca)Menggunakan Pelarut HCl sebagaiEdibe Film. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Vol. 5 (1)

Mandal, V., Mohan, Y., & Hemalatha, S. (2007, January-May). Microwave Assisted Extraction – AnInnovative and Promising Extraction Tool for Medicinal Plant Research. Pharmacognosy Reviews ,1 (1), pp. 7-18.

Salas, P. G., Aranzazu, M.-S., Antonio, S.-C., & Alberto, F.-G. (2010, December 3). Phenolic-Compound-Extraction Systems for Fruit and Vegetable Samples. Molecules , 15, pp. 8813-8826.

.

Page 99: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 99

PENGARUH LAJU UMPAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA RAFINASI TERHADAPPRODUKSI BIOGAS (ENERGI TERBARUKAN)

Rahmiah Sjafruddin1), Lasire1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Biogas is an alternative fuel that is environmentally friendly and can be produced using raw materials from solid orliquid waste containing organic compounds. The raw material for making biogas in this study is to use raw materialsfor the refined sugar industry’s liquid waste with the aim that the industrial liquid waste can be optimized for itsutilization so that it does not become a pollutant for the environment and can produce renewable energy and becomealternative fuels for industries and household. In long term, it is also hoped that the result of this fuel can be convertedinto electrical energi. Along with that the results of this research are expected to establish cooperative relations with theindustrial world regarding the processing of liquid waste. The research strategy was carried out by acclimatizing thestarter of refined sugar liquid waste (70%) with cow dung (30%) for 21 days. Acclimatization for 21 days gives a biogasflame in blue and stable condition. The next process is the feed process (in this step the bait is liquid waste) withvariation of 0.5 L and 1,5 L in a semi-continuous biodigester with a capacityof 20 L with an operating volume of 16 L.The purpose of this study was (1) to determine the effect of bait composition (0,5 L/day, 1 L/day, 1,5 L/day) refinedsugar industry waste water on biogas production with good methane gas content (flame test). (2) Determinethe optimumtime to produce steady state condition for biogas production with good methane gas (blue flame). The result of theresearch on the feed process, the production of biogas are increased but the methane gas formed decreased (dead flame).Biogas on feed substrate 0,5 L and 1 L produce biogas with bluef lame until 5th feed (day 30) and feed volume 1,5 Lproduces blue flame until 4th feed (day 28).

Keywords : Biogas, Feed substrate, Methane, Waste sugar

1. PENDAHULUANLimbah cair industri gula rafinasi dengan kandungan nilai chemical oxsigen demand (COD) sekitar

8500 ppm, volatile solit (VS) berkisar 97% - 99% dan pH sekitar 6 – 7., (Sjafruddin, R., 2017). Parameter inimemberikan gambaran bahwa limbah cair tersebut mengandung bahan organik yang sangat tinggi yang akanmemberikan efek buruk bagi lingkungan jika langsung dibuang. Oleh karena itu, limbah cair industri gulaperlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan atau badan air/perairan. Salah satu carapengolahan yang dapat dilakukan untuk limbah cair industry gula adalah dengan pengolahan secara biologidengan menggunakan bantuan mikroorganisme yang bekerja secara anaerob. Penelitian dengan prosesanaerob secara batch telah dilakukan dengan melakukan variasi komposisi limbah cair industri gula dengankotoran sapi dengan hasil terbaik pada komposisi 70% : 30% dengan waktu tinggal 6 minggu dengankemampuan degradasi kandungan senyawa organik sekitar 43%, (Sjafruddin, R., 2017). Pada proses batchkondisi keterbatasan substrat dan akumulasi produk yang menyebabkan akan terjadi fase kematian darimikroorganisme. Keterbatasan pada proses batch dapat diatasi jika sistem beroperasi secara semi kontinyuatau kontinyu. Pada penelitian ini dilakukan pengkajian dengan melihat pengaruh komposisi laju umpan (0,5L/hari, 1 L/hari, 1,5 L/hari) limbah cair industri gula rafinasi terhadap produksi biogas dengan kadar gasmetana yang baik (uji nyala), dan parameter slury dalam biodigester serta waktu optimum untukmenghasilkan kondisi produksi biogas dengan gas metana yang baik (nyala api yang biru). Prosespengumpanan, dengan laju umpan yang terlalu besar yakni kandungan COD, VS yang tinggi akanmeyebabkan terjadinya washed out bagi mikroorganisme dan terbetuknya asam-asam yang lebih banyak danmenghambat pembentukan gas metana. Pada proses pengumpanan loading rate merupakan banyaknyamaterial pada volatile solid (VS), COD yang dimasukkan ke dalam biodigester dalam waktu tertentu (per 2hari) per volume operasi biodigester. Menurut Alvarez and Liden (2008), waktu tinggal proses pembuatanbiogas dari campuran bahan organik, limbah hewan, dan kotoran sapi selama 30 hari. Sementara Viswanath,dkk (1991), dengan bahan baku sampah buah dan sayur untuk produksi biogas dengan waktu tinggal 20 hari.Kesuksesan proses start-up proses aklimatisasi dan pengoperasian sistem anaerobik sangat ditentukandengan keseimbangan mikroorganisme hidrolitik dan asetogenesis yang terlibat pada tahap pertama dan

1 Korespondensi penulis: Rahmiah Sjafruddin, Telp 081355467803, [email protected]

Page 100: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 100

mikroorganisme metanogenesis yang bertanggung jawab untuk tahap kedua (pembentukan gas metana).Mikroorganisme pada tahap pertama memiliki kecenderungan pertumbuhan yang cepat ( 1 – 4 hari) dengankondisi pH 5 – 8 sementara mikroorganisme tahap kedua (metanogenesis) pertumbuhan mikroorganisme lebihlambat ( 5 – 16 hari) dengan kondisi keasaman slury di dalam biodigester berkisar 6,5 – 7,5 (Deublein, 2008).Kondisi operasi dengan slury di dalam biodigester memiliki pH 6,5 – 7 akan menghasilkan biogas dengannyala api biru. Kondisi ini merupakan kondisi yang stabil bagi pertumbuhan mikroorganisme metanogenesisdi mana waktu tinggal berkisar 21 hari. Pengkajian pembuatan biogas secara semi kontinyu atau kontinyumerupakan proses operasi pembuatan biogas yang diharapkan dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakatdan industry yang menghasilkan limbah cair setiap hari dengan tujuan mengendalikan efek pencemaran bagilingkungan. Hasil penelitian pada Proses pengumpanan menghasilkan biogas yang meningkat namun gasmetana terbentuk mengalami penurunan (nyala api mati) di mana parameter TS, VS yang fluktuatif dan nilaiCOD yang cenderung turun.Produk biogas pada pengumpanan substrat 0,5 L dan 1 L menghasilkan biogasdengan nyala api biru sampai pada pengumpanan ke-5 (hari ke-30) dan pengumpanan dengan volume umpan1,5 L menghasilkan nyala api biru sampai pada umpan ke-4 (hari ke-28).

2. METODE PENELITIANStart-up biodigester anaerob semi kontinyu untuk proses pengumpanan (setiap 2 hari) dengan

melakukan proses aklimatisasi campuran substrat limbah cair industri gula 70% dicampur kotoran sapi 30%selama 21 hari. Slury di dalam biodigester anaerob semi kontinyu dengan kapasitas volume total sebesar 20liter dan volume kerja cairan efektif sebesar 16 liter. Aklimatisasi selama 21 hari dihasilkan produk biogasdengan nyala api biru (stabil). Proses pengumpanan limbah cair industri gula dengan laju umpan masing-masing 0,5 L, 1 L, dan 1,5 L. Tahapan Pengumpanan dengan melakukan analisis karakteristik umpan limbahcair dengan parameter pH, TS, VS dan, COD. Proses di dalam biodigester akan dipantau dengan melakukananalisis slury berupa, pH dan temperatur yang dilakukan setiap hari, dan analisis slury (efluen) berupa TS, VS,dan COD, serta uji nyala produk biogas setiap pekan. Proses ini dipantau selama waktu operasi sampaidiperoleh kondisi dengan produksi biogas parameter uji nyala yang dihasilkan. Melakukan prosespengulangan pengumpanan dengan komposisi umpan limbah cair dengan komposisi 1 liter/hari, dan 1,5liter/hari. Metoda analisis total solid (TS) dengan pemanasan (oven), dan volatile solid (VS), dilakukandengan metode pemanasan (pengabuan), sementara untuk metode analisis penentuan nilai COD denganmetode refluks. Kualitas biogas diukur dengan uji nyala api yang dihasilkan (warna merah/kadar metanarendah dan warna biru/kadar gas metana lebih tinggi dari pada gas CO2).

3. HASIL DAN PEMBAHASANProses aklimatisasi starter

Hasil pengamatan selama proses start-up proses aklimatisasi starter dengan komposisi 70% limbah cairgula rafinasi dengan 30% kotoran sapi di dalam biodigester diketengahkan dengan melihat parameter berupapH, TS, VS, COD dan nyala api biogas sampai diperoleh nyala yang biru. Adapun data parameter slury padaproses aklimatisasi starter dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Parameter proses aklimatisasi starter untuk setiap laju pengumpanan.

Waktu(hari)

Parameter starter setiap pengumpanan0.5 L 1 L 1,5 L

pH TS VS COD pH TS VS COD pH TS VS COD(%) (%) mg/L (%) (%) mg/L (%) (%) mg/L

1 7 2,09 98,01 10200 7 2,09 98,01 10200 7 1,09 96,79 102007 6.5 6.5 6.514 7 7 721 7 4,14 97,14 7900 7 4,14 97,14 7500 7 1,23 95.67 7390

Selama proses aklimatisasi starter, pemantauan dilakukan dengan pengamatan parameter berupa totalsolid (TS), volatile solid (VS), dan COD serta kondisi di dalam biodigester berupa pH dan temperature.Produk biogas diuji dengan melakukan uji nyala. Kondisi temperatur di dalam biodigester berada pada kisaran28 – 30oC, di mana kondisi temperatur cenderung dipengaruhi kondisi lingkungan. Adapun hasil uji nyalabiogas yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2

Page 101: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 101

Tabel 2. Hasil Nyala Biogas pada star-up StarterHari ke- pH slury Uji Nyala Api Warna1 7 Belum ada gas -7 6,5 Mati/api masuk biodigester -14 7 Nyala/belum stabil Merah21 7 Nyala stabil Biru

Pada Tabel 1, terlihat bahwa parameter berupa pH awalnya pada kondisi 7 kemudian terjadi penurunan(6,5), kemudian naik kembali dan stabil pada nilai 7. Sementara parameter TS untuk setiap variabelmengalami peningkatan dan parameter VS, COD cenderung mengalami penurunan. Pada Tabel 2 terlihatproduk biogas pada start-up starter dimana pada hari ke-21 terlihat nyala api biogas yang biru dan stabil.Kondisi inilah yang menjadi acuan bahwa konsorsium mikroorganisme asetogenesis dan metanogenesi dalamkondisi yang setimbang. Kondisi di dalam biodigester dianggap sebagai kondisi yang sudah siap mengalamikondisi operasi yang berubah dalam hal ini perubahan substrat dengan melakukan pengumpanan limbah cairgula rafinasi dengan variasi 0,5 L; 1 L dan 1,5 L setiap dua hari.

Parameter Total Solid (TS) dan Volatil Solid (VS)Salah saru parameter yang mempengaruhi keberhasilan proses produksi biogas adalah tingkat

pengenceran slurry dan kandungan bahan organik di dalam biodigester. Pengenceran slurry di dalambiodigester dapat dilihat dari total padatan (total solid). Pada proses pengumpanan mulai dari laju umpan 0,5L, 1 L, dan 1,5 L terlihat tingkat pengenceran dapat dilihat pada Gambar 1 .

Gambar 1. Hubungan Waktu terhadap total solit (TS) pada setiap pegumpanan substrat.

Penyajan Gambar 1, dapat dilihat bahwa pengenceran substrat di dalam biodigester pada lajupengumpanan 1,5 L pada awalnya sangat encer (1,09%) dibandingkan pada laju umpan 0,5 L dan 1 L(4,41%). Tahap awal pengumpanan 0,5 L total solid mengalami peningkatan (7,25%) kemudian tetap sampaihari ke-24, karena pada fase ini merupakan fase adaptasi, di mana terjadi pertambahan voume selmikroorganisme, kemudian mengalami penurunan sampai pada hari ke-34 (pengumpanan ke-7). Sementarapada pengumpanan 1 L total solid pada tahap awal (4,41%) mengalami menurunan (1,51%) yangmemberikan gambaran mikroorganisme belum berkembang dengan baik, dan pada hari ke-24 baru terjadipeningkatan (2,69%) kemudian terjadi perubahan yang fluktuati dan sampai pada hari ke-34 dengan total solidturun menjadi 0,6%. Sementara pada laju umpan 1,5 L memberikan gambaran pada tahap awal cenderungtetap kemudian pada hari ke-26 mengalami peningkatan (4,54%) dan kemudian sampai hari ke-34 mengalamipenurunan (1,99%).

Parameter volatil solid (VS) merupakan substrat untuk proses hidrolisis dan pembentukan asam secaraanaerob di dalam biodigester. Parameter volatil solid (VS) merupakan bahan organik yang dirubah olehmikroorganisme menjadi biogas. Adapun perubahan volatile solid (VS) di dalam biodigester selama prosesproduksi biogas dapat dilihat pada Gambar 2.

012345678

0 22 24 26 28 30 32 34

Tota

l sol

id (%

)

Waktu (Hari)

laju umpan 0,5 L

Laju umpan 1 L

Laju umpan 1,5 L

Page 102: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 102

Gambar 2. Hubungan Waktu terhadap penyisihan volatil solit (VS) pada setiap pegumpanan substrat.

Pada tahap awal volatil solid untuk setiap variasi laju umpan adalah 0,5 sekitar 97,14 %, umpan 1 Lsekitar 97,14% dan umpan 1,5 L sekitar 96,97% . Volatil solid untuk laju umpan 1 L dan 1,5 L dari awalpengumpanan sampai hari ke-24 mengalami penurunan yang sangat kecil yakni dari 97,1% menjadi 96,98%sementara untuk pengumpanan 1,5 L perubahan volatil solid dari 96,97% sampai hari ke-24 menjadi 96,07%dan pada hari ke-24 diperoleh produk biogas dengan nyala api berwarna biru dan cukup stabil. Laju umpan0,5 L pada hari ke-22 mengalami penurunan menjadi 95,78% pada hari ke-24. Pada tahap awalpengumpanan kondisi parameter volatil solid mengalami kondisi fluktuati yang disebabkan mikroorganismedidalam biodigester mengalami shok looding dari proses pengumpanan substrat. Volatil solid merupakangambaran substrat yang didegradasi miroorganisme asetogenesis untuk menghasilkan biogas.Penentuan Parameter COD Terhadap Produksi Biogas

Indikator pencemaran air dapat dilihat pada nilai COD yang merupakan kandungan bahan-bahanorganik dalam limbah cair industry termasuk limbah cair industry gula rafinasi. Perubahan nilai COD selamaproses mulai dari start up sampai proses pengumpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan waktu terhadap penyisihan Nilai COD Pada setiap Pengumpanan substrat.

Gambar 3, menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengumpanan substrat, bahan organik di dalambiodigester yang disisihkan relatif rendah tetapi cenderung mengalami penurunan sampai hari ke-34(Pengumpanan ke-7). Penurunan penyisihan bahan organik yang paling rendah terjadi pada pengumapan 1 Ldengan nilai COD terendah pada 4400 mg/L sementara untuk umpan 0,5 L pada nilai COD 5780 mg/L danpada pengumpanan 1,5 L terjadi penyisihan sampai pada nilai COD 5890 mg/L. Pengumpanan dilakukanmemberikan efek penambahan bahan oerganik di dalam biodigester yang menyebabkan produksi biogasbertambah, namun gas metana terbentuk tidak demikian. Pengumpanan dengan vlume umpan 0,5 L dan 1 Lpada proses pengumpanan ke-5 (hari ke-30) terjadi penurunan kualitas nyala api yang dihasilkan dan sampaihari ke-34 biogas yang dihasilkan tidak dapat menyala (mati). Sementara pada pengumpanan dengan volume1,5 L (hari ke-28) produksi biogas yang dihasilkan lebih besar daripada umpan 0,5 L dan 1 L, namun gas

919293949596979899

0 22 24 26 28 30 32 34

Vola

til S

olit,

VS

(%)

Waktu (hari)

Umpan 0,5 L

Umpan 1 L

Umpan 1,5 L

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

0 10 20 30 40

Nila

i CO

D (m

g/L)

Waktu (Hari)

Umpan 1 L

Umpan 0,5 L

Umpan 1,5 L

Page 103: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 103

metana yang dihasilkan semakin rendah, hal ini dapat dilihat dari biogas yang dihasilkan mengalamipenurunan kualitas nyala dan sampai hari ke-34 biogas yang dihasilkan mati. Biogas merupakan produkdengan kandungan beberapa gas diantaranya gas CO2, CH4, H2S, H2, gas CO2 dan gas CH4 merupakankomponen gas dengan kadar yang tinggi. Apabila kandungan gas CO2 cukup tinggi dan gas CH4 rendah (kecildari 50%) maka gas yang dihasilkan akan menghasilkan nyala api yang merah bahkan tidak dapat menyala(Sjafruddin, R., 2011). Kondisi ini memberikan gambaran bahwa pertumbuhan mikroorganisme nonmetanogenesis dan metanogenesis tidak sinergis. Hal ini disebabkan mikroorganisme metanogenesis(mikroorganisme penghasil gas metana, CH4) merupakan mikroorganisme yang sangat sensitif denganperubahan kondisi lingkungan termasuk perubahan substrat yang ada (Gaudy, A., 1981)

Nyala Api BiogasProses pembentukan biogas sudah dimulai pada hari ke-4 pada proses star-up starter, kemudian

fermentasi dilanjutkan sampai hari ke-21, di mana diperoleh produk biogas dengan nyala api yang biru. Padahari ke-21 merupakan kondisi operasi proses dimana kondisi pertumbuhan mikroorganisme nonmetanogenesis dan mikroorganisme metanogenesis dalam kondisi fase pertumbuhan dan berkembang secarasinergis. Kondisi ini, merupakan kondisi mikroorganisme sudah siap apabila terjadi perubahan kondisi, salahsatunya perubahan kondisi substrat dengan adanya perlakuan pengumpanan. Pengumpanan yang dilakukanada tiga variabl yaitu pengumpanan dengan volume 0,5 L, 1 L, dan 1,5 L. Pada proses pengumpanan dapatdilihat hasil uji nyala api biogas setiap perlakuan pengumpanan seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Nyala api biogas

Nyala api biogas yang dihasilkan didukung dengan kondisi operasi di dalam biodigester berupa derajatkeasaman pada pH 7 di manarajat keasaman 7 memberikan kondisi yang cocok untuk mikroorganisme nonmetanogenesis dan metanogenesis. Sementara kondisi temperatur operasi di dalam biodigester berada padakisaran 28 – 30 oC.4. KESIMPULAN

Proses pengumpanan menghasilkan biogas yang meningkat namun gas metana terbentuk mengalamipenurunan (nyala api mati) di mana parameter TS, VS cenderung fluktuatif dan nilai COD yang cenderungturun. Produk biogas pada pengumpanan substrat 0,5 L dan 1 L menghasilkan biogas dengan nyala api birusampai pada pengumpanan ke-5 (hari ke-30) dan pengumpanan dengan volume umpan 1,5 L menghasilkannyala api biru sampai pada umpan ke-4 (hari ke-28).

5. UCAPAN TERIMA KASIHPada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktur dan Ketua Unit

Penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Politeknik Negeri Ujung Pandang, atas kepercayaannya untukmembiayai kegiatan Penelitian ini.

6. REFERENSI

Page 104: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.99-104) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 104

1. Alvarez, R., dan Liden, G., 2008, Semi-continuous co-digestion of solid slaughterhouse waste, manure,and fruit and vegetable waste., Renewable Energy, 33, 726-734.

2. Deublein, D. And Steinhauser, A., 2008 ”Biogas from Waste and Renewable Resource” Wiley-VCHVerlag GmbH & Co. KgaA. Weinheir.

3. Gaudy, A., Gaudy, E., 1981, ”Microbiology for Environmental Scientists and Engineers” McGraw Hill,Inc.

4. Rittmann, B.E., McCarty, P. L., 2001, “Environmental Biotechnology:Principles and Applications”,McGraw-Hill Higher Education, McGraw-Hill Companies, Inc., New York.

5. Sjafruddin, R., 2011., “Star up Pembuatan Biogas dari Sampah Buah”, Tesis S2., Universitas Gadja MadaYogyakarta

6. Sjafruddin, R., 2017., “Pemanfaatan Limbah Cair Industri Gula Rafinasi Sebagai Bahan Baku PembuatanEnergi Terbarukan (Biogas)”, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian, ISBN 978-602-60766-32., Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

Page 105: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.105-109) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 105

EKSTRAKSI ANTOSIANIN DARI KULIT BUAH NAGA MERAH SEBAGAI PEWARNAALAMI

Sitti Sahraeni1), Harjanto1), Hanisa Rahim1)

1)Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

The Production of dragon fruits in 2014 in Samarinda especially at Loa Janan KM 2 reached up to 800 Kg of reddragon fruits. One of the parts of dragon fruits which can utilized is the peel which consists of 30-35 % of the totalweight of the fruit and is usually only wasted while in fact the dragon fruit peel consists of anthocyanin pigment.Anthocyanin pigment is a red pigment group to blue widespread in plants including dragon fruit. This research aims todetermine the effect of the amount of the volume of solvent at varied temperature comparisons. The method used toobtain the pigment anthocyanin is by using a solvent extraction process maceration 1.43% citric acid for 24 hours. TheDependent variable in this research is the volume of solvent 400 mL, 500 mL, 600 mL, 700 mL, and 800 mL and thecomparison between the use of 29oC and 40 ° C. The results showed the best treatment is at room temperature with avolume of 400 mL with concentration of anthocyanin pigments is 77.7092 ppm at 27oC.

Keywords: anthocyanin, extraction, red dragon fruit peel

1. PENDAHULUANProduksi buah naga di Samarinda untuk tahun 2014 terdata 800 kg per bulan untuk di daerah Loa

Janan km 2 Samarinda. Sebenarnya ada beberapa titik daerah produksi buah naga yang di produksi di kotaSamarinda namun belum terdata oleh badan pertanian kota Samarinda, diantaranya yaitu Sungai Siring danMakroman (Nurfarida, 2014). Menurut Citramukti (200) menyatakan bahwa kulit buah naga yang terdapatpada buahnya sekitar 30-35% sehingga bahan baku kulit buah naga yang tersedia sekitar 240-280 kg perbulan. produksi buah naga yang bear merupakan indikasi banyaknya pula kulit buah naga di kota Samarinda.Namun selama ini kulit buah naga tidak diolah atau tidak dimanfaatkan, kulit buah naga hanya dibuang begitusaja tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Ini berakibat pada penumpukan sampah-sampah dari limbah buahnaga.

Kulit buah naga hanya dibuang begitu saja padahal kulit buah naga mengandung pigmen antosianin.Pigmen antosianin merupakan kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar luas padatanaman termasuk buah naga. Dengan adanya pigmen antosianin yang terkandung pada kulit buah naga makakulit buah naga dapat termanfaatkan sebagai pewarna alami. Pengambilan pigmen antosianin pada kulit buahnaga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pelarut dengan perbandingan suhu untukmendapatkan ekstrak pigmen antosianin dalam kulit buah naga. Kulit buah naga yang berkisar 30-35% daritotal keseluruhan berat buah naga ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan dagingya. Kulitbuah naga yang dipakai oleh penulis adalah kulit buah naga merah. Menurut penelitian Fennyanto (2013),didapatkan bahwa kulit buah naga merah mengandung antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dagingbuah naga. Dari hasil penelitiannya ditunjukan bahwa kandungan phenolic yang terdapat pada kulit buah nagamerah sebesar 28,16 mg/100 gr, sedangkan kandungan phenolic pada daging buah naga merah hanya sebesar19,72 mg/100 gr.

Selain memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, kulit buah naga merah juga mengandung pigmenwarna tumbuhan yang disebut dengan antosianin (pigmen tumbuhan merah-biru-ungu (Fennyanto, 2013).

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi suatu senyawa dari bahan alam tergantung padatekstur, kandungan senyawa, dan sifat senyawa yang diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai carayaitu, sokletasi, maserasi, dan perkolasi.

Pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi. Teknik ini digunakan karenakandungan senyawa organik yang ada 15 dalam bahan cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yangdapat melarutkan senyawa yang diisolasi. Metode maserasi sangat menguntungkan karena pengaruh suhudapat dihindari, suhu yang tinggi memungkinkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit sekunder.

1 Korespondensi penulis: Sitti Sahraeni, Telp 081355134965, [email protected]

Page 106: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.105-109) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 106

Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi denganmemperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukuplama dengan sampel (Djarwis, 2013).

Salah satu kekurangan dari metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencaripelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titikdidih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004).

Pigmen adalah zat pewarna alami yang merupakan golongan senyawa yang berasal dari hewan atautumbuhan. Pewarna alami dapat dipakai sebagai tambahan makanan, tetapi beberapa pewarna sintetis,terutama karotenoid, dianggap sama dengan pewarna alam sehingga tidak perlu pemeriksaan toksikologisecara ketat seperti bahan pengisi lain (Dziezak, 1988).

Salah satu jenis dari pigmen adalah antosianin. Antosianin berasal dari bahasa Yunani, anthos yangberarti bunga dan kyanos yang berarti biru gelap. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, tersebarluas dalam bunga dan daun, serta menghasilkan warna dari merah sampai biru. Zat pewarna alami antosianinmerupakan senyawa flavonoid yang tergolong ke dalam turunan benzopiran. Struktur utama turunanbenzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atomkarbon yang membentuk cincin (Moss, 2002).

Gambar 1. Struktur dasar benzopiran

Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH. Pada pH tinggi antosianincenderung bewarna biru atau tidak berwarna, sedangkan untuk pH rendah berwarna merah. Kebanyakanantosianin menghasilkan warna merah keunguan pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus 6 hidroksi ataumetoksi pada struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Adanya gugus hidroksi yangdominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil, sedangkan jika gugus metoksi yangdominan pada struktur antosianidin, akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Deman,1997).

Gambar 2. Struktur antosianidin

Faktor yang juga mempengaruhi stabilitas antosianin adalah struktur antosianin dankomponenkomponen lain yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Antosianin dapat membentuk kompleksdengan komponen polifenolik lainnya. Komponen flavonol dan flavon yang biasanya selalu berkonjugasidengan antosianin juga memiliki kontribusi dalam menjaga stabilitas antosianin (Gomez, 2006).

2. METODE PENELITIANAlat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Pipet ukur 10 mL dan 100 mL, pipet volume

100 mL, labu ukur 1000 mL, gelas kimia 500 mL dan 1000 mL, bulp, satu set alat rotary evaporator, pompavakum, neraca digital, oven, blender.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: asam sitrat bubuk, aquadest, dan kulit buahnaga merah.Cara kerja:

Ekstraksi maserasi dilakukan dengan perendaman kulit buah naga merah selama 24 jam pada 5variasi volume pelarut 400 mL, 500 mL, 600 mL, 700 ml dan 800 ml dengan perbandingan antara suhuruangan dan suhu tambahan 40oC. Hasil ekstraksi yang didapat kemudian dipekatkan dengan menggunakanrotary vacuum evaporator selama 3 jam untuk masingmasing sampel ekstrak. Ekstrak yang telah dipekatkankemudian dianalisis kadar pigmen antosianin yang terkandung dengan menggunakan Uv-Visible.

Page 107: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.105-109) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 107

3. HASIL DAN PEMBAHSANPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah volume pelarut dengan perbandingan

suhu. Volume pelarut divariasikan pada suhu ruangan dan suhu pemanasan 40oC yaitu 400 mL, 500 mL, 600mL, 700 mL, dan 800 mL dengan massa kulit buah naga 100 gram, waktu ekstraksi 24 jam dan variabelresponnya adalah konsentrasi pigmen antosianin dalam ppm. Pelarut yang digunakan adalah asam sitrat karenabersifat polar. Pigmen antosianin yang bersifat polar hanya bisa diekstrak dengan pelarut yang bersifat polarpula.

Berdasarkan hasil analisa pigmen antosianin menggunakan spektofotometri Uv-Visible didapatkanhasil seperti pada grafik di bawah ini:

Volume Pelarut (mL)

Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi pigmen antosianin terhadap volume pelarut denganperbandingan suhu

Gambar 3 menunjukkan terjadi penurunan konsentrasi pigmen antosianin. Konsentrasi pigmenantosianin terbesar dihasilkan oleh volume pelarut 400 mL dengan kadar antosianin sebesar 77,71 ppm dankonsentrasi terkecil pada volume 800 mL dengan kadar antosianin sebesar 49,74 ppm. Penggunaan asam sitratyang bersifat polar bertujuan untuk mengekstrak gugus hidroksi yang ada dalam kulit buah naga merah yangbiasa disebut sianidin, sehingga ekstrak pigmen yang didapat berwarna merah keunguan. Pada saatPengontakan yang terjadi mekanisme pelarutan dan difusi. Pelarutan merupakan peristiwa penguraian suatumolekul zat menjadi komponennya, baik berupa molekul-molekul, atom-atom maupun ion-ion, karenapengaruh pelarut cair yang melingkupinya. Partikelpartikel yang terlarutkan ini berkumpul dipermukaanantara (interface) padatan dan terlarut. Bila peristiwa pelarutan masih terus berlangsung, maka terjadi difusipartikel-partikel zat terlarut dari lapisan antara fase menembus lapisan permukaan pelarut dan masuk kedalambadan pelarut dimana zat terdistribusikan merata

Semakin bertambahnya volume pelarut, konsentrasi dari pigmen antosianin juga semakin menurun.Penurunan konsentrasi antosianin terjadi karena gugus sianidin yang terdapat dalam kulit buah naga merahsudah terambil oleh pelarut asam sitrat sehingga dengan bertambahnya volume tidak membuat kadarantosianin yang didapat semakin banyak. Hal ini sesuai dengan teori ekstraksi yang menyatakan bahwasemakin besar jumlah pelarut maka konsentrasi produk semakin kecil (Treybal, R.E., 1955).

Gambar 1 menunjukkan perbandingan antara penggunaan suhu ruangan dan suhu 40OC, gambartersebut menunjukkan bahwa ekstraksi dengan menggunakan suhu ruangan memberikan hasil yang lebih baikpada kadar pigmen antosianin yang didapat. Hasil terbesar pada ekstraksi menggunakan suhu ruanganmenghasilkan kadar antosianin sebesar 77,71 ppm dan hasil terbesar pada suhu 40oC adalah 64,19 ppm.

Dengan meningkatnya suhu ekstraksi maka terlarutnya pigmen antosianin semakin baik, tetapioksidasi antosianin juga ikut meningkat dengan meningkatnya suhu. Waktu ekstraksi yang terlalu lama jugamempengaruhi kadar antosianin yang didapat karena proses ekstraksi berlangsung dengan menggunakantambahan suhu. Pigmen antosianin akan rusak diatas suhu 600C, namun waktu kontak yang terlalu lama akanmenyebabkan kerusakan pada pigmen antosianin walaupun suhu yang digunakan belum mencapai suhu 60oC.Pada penelitian Hutapea, (2014) dkk terjadi penurunan kadar antosianin pada waktu ekstraksi 8 jam dengansuhu 50oC. Hal inilah yang menyebabkan kadar antosianin yang didapat dari prosesekstraksi menggunakan suhu 40oC lebih kecil. Sehingga hanya dengan menggunakan suhu ruangan tanpa

35

45

55

65

75

85

300 500 700 900

KonsentrasiPigmen

Antosianin(ppm)

Suhu ruangan

Pemanasan 40oC

Page 108: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.105-109) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 108

memberikan pemanasan tambahan memberikan hasil yang baik, hal ini dapat menghemat energi pada prosesektraksi.

4. KESIMPULANBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan 100gram kulit buah naga merah

dapat disimpulkan:1. Semakin banyak volume pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi maka kadar antosianin akan

menurun, dengan konsentrasi terbesar pada volume 400 mL yaitu 77,71 ppm pada suhu ruangan dan 64,19ppm pada suhu 40oC.

2. Penggunaan suhu ruangan pada proses ekstraksi menghasilkan kadar antosianin lebih besar dibandingkandengan penggunaan suhu 40oC.

5. DAFTAR PUSTAKABustan, M.D, Febriyani, R, Pakpahan, H. (2008). Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Ukuran Partikel terhadap

Berat Oleoresin Jahe yang diperoleh dalam Berbagai jumlah Pelarut Organik (Methanol).Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya

Citramukti, I. (2008). Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin pada Kulit Buah Naga Merah(Hylocereus costaricensis). Malang: Universitas muhammadiyah Malang.

Deman, J.M. (1997). Kimia Makanan (Padmawinata k, Penerjemah). Bandung: ITB Press.Djarwis, D, Santoni, A. dan Syahri, S. 2013. Isolasi Antosianin dari Buah Pucuk Merah (Syzygium

Campanulatum Korth) Serta Pengujian Antioksidan dan Aplikasi sebagai Pewarna Alami.Padang : Universitas Andalas.

Dziezak, J.D. 1988. Microencapsulation and Encapsulated Ingredients. Food Technology:136-151.

Emayanti, D. (2012). Super Lengkap Aneka Buah Kaya Vitamin Berkhasiat Obat. Yogyakarta: PinangMerah.

Emilan, T, Kurnia, A, Utami, B, Diyani, L.N, Maulana, A. (2011). Konsep Herbal Indonesia: Pemastian MutuProduk Herbal. Jakarta: Universitas Indonesia

Fennyanto, E. (2013). Uji Kesukaan Hasil Jadi Macaron Menggunakan Pewarna Buatan dan Pewarna AlamiKulit Buah Naga Merah. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.

Gόmez-Plaza E, Miñano A, dan Lόpez-Roca JM. 2006. Comparison of chromatic properties,stability and antioxidant capacity of anthocyanin-based aqueous extracts fromgrape pomace obtained from different vinification methods. Food Chemistry 97:8794.

Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang Press.Hidayah, T. (2013). Uji Stabilitas Pigmen dan Antioksidan Hasil Ekstraksi Zat Warna Alami dari Kulit Buah

Naga (Hylocereus undatus). Semarang : Universitas Negeri Semarang.Isnaini, L. (2010). Ekstraksi Pewarna Merah Cair Alami Berantiokidan dari Kelopak Bunga Rosella

(Hibiscus sabdariffa L) dan Aplikasinya pada Produk Pangan . Balai PengkajianTeknologi Pertanian : Malang.

Khopkar, S.M. (1983). Konsep Dasar kimia Analitik (Terjemahan). Bombay : Indian Institute of Technology.McCabe, W.L., Smith, J.C., & Harriot, P. (1986). Operasi Teknik Kimia. Jakarta : Erlangga.Moss, B.W. (2002). The Chemistry of Food Colour. Di dalam D.B MacDougall, Editor, 2002.Colour in Food :

Imporving Quality. Washington : CRC Press.Nurfarida, E. (21 Oktober, 2014). Pelaksana Sub Bagian Perencana Program Dinas Pertanian Kota Samarinda.

Wawancara pribadi.Setyaningrum, E.N. (2010). Efektivitas penggunaan Jenis Asam Dalam Proses Ekstraksi Pigmen Antosianin

Kulit Manggis (Garcinia mangostana L). Surakarta : Universitas Sebelas Maret.Simanjuntak, L, Sinaga, C, Fatimah (2014). Ekstraksi Pigmen Anthosianin dari Kulit Buah Naga Merah

(Hylocereus Polyrzhizus). Medan : Universitas Sumatera Utara.Treybal, R. E. (1981). Mass-Transfer Operations (3rd ed). Singapore : McGraw-Hill.Underwood, A. L. dan R.A. Day Jr. (1989). Analisis Kimia Kuantitatif (6th ed). (Diterjemahkan oleh R.

Soendoro). Jakarta : Erlangga.

Page 109: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.105-109) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 109

6. UCAPAN TERIMA KASIHKepada Direktur Politeknik Negeri Samarinda atas biaya Penelitian melalui dana DIPA Politeknik

Negeri Samarinda dan Ketua UP2M Politeknik Negeri Samarinda

Page 110: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 110

PEMANFAATAN CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATANARANG AKTIF

Firman1), Taufik2), Kusyanto1), Chairun Nisa3)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Polteknik Negeri Samarinda2) Dosen Jurusan Teknik Mesin Polteknik Negeri Samarinda

3) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Polteknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

Fruit rubber shell (Hevea Brasilliensis) is one of the wastes in agricultural products which has the potentials to beprocessed as activated charcoal using charcoalization and activation processes because it contains lignin of 33.54%.Activated charcoal is used as an adsorbent, gas purification and a catalyst. This study aims to determine the effect of thetemperature of charcoalization on the quality of activated charcoal based on SNI 06-3730-1995 standard. With thevariations of charcoalization temperature of 300°C, 400°C, 500°C, 600°C, and 700°C for 1 hour with material mass of360 gram for each temperature variation, chemical activation using sulfuric acid of 7% for 1 hour and activation ofphysics with the temperature of 600°C for 1 hour. The best results showed at a temperature of 500°C with rendement of21.39%, water content of 12.78%, ash content of 12.78%,, volatile matter content of 17.18%, the absorption of iodine1096.59 mg/g. Moreover, an analysis using SEM pores before activation was 2.92 µm and after activation was 15.41 µm.Activated charcoal before and after activation experienced enlargement of pores of 12.49 µm. As a result, the absorptionwill be greater when compared with the charcoal of fruit rubber shells without activation.

Keywords: activated charcoal, activation, charcoalization, fruit rubber shells

1. PENDAHULUANDi Kalimantan Timur perkebunan karet merupakan produksi terbesar kedua dengan luas lahan tanaman

karet 113.485 Ha (BPS KalTim, 2015). Tiap 1 Ha lahan tanaman karet biasanya ditanami ±500 pohon denganpenanaman menghasilkan rata-rata 800 biji karet per pohon per tahun (Siregar dan Suhendry., 2013) . Denganpresentasi buah karet masak terdiri dari 70% kulit buah dan 30% biji karet dengan berat rata-rata 3 gram/biji(Wizna et. al. 2000). Sehingga produksi limbah cangkang buah karet yang dihasilkan per tahun adalah105.919 ton/tahun.

Potensi tingginya limbah cangkang buah karet yang demikian besarnya sampai saat ini belumtermanfaatkan secara optimal, bahkan menjadi suatu limbah yang tidak memiliki nilai jual. Padahal bahantersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai jual,misalnyakarbon aktif dengan menggunakan proses karbonisasi dan aktivasi.

Komposisi kimia yang terkandung dalam cangkang karet yaitu selulosa 48,64 %, lignin 33,54 %,pentosan 16,81 %, kadar Abu 1,25 %, kadar Silika 0,52 % (Pari., 2003 dalam Vinsiah dkk., 2015). Secarafisik cangkang buah karet memiliki ciri sebagai tumbuhan yang berlignin. Selain pemanfaatannya yang masihkurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya, bagian cangkang termasuk bagian yangmengandung lignin yang cukup banyak, sehingga bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produkkarbon aktif yang sangat bermanfaat dan bernilai jual yang tinggi. Hal ini akan membuat cangkang buah karetmenjadi lebih termanfaatkan.

Kegunaan atau manfaat karbon aktif yaitu sebagai adsorben, decolorizing, pemurnian air, katalis dandalam bidang pengobatan ( Shreve Norris R. 1984). Pembuatan karbon aktif menggunakan bahan baku limbahcangkang buah karet dengan memvariasikan temperatur karbonisasi diperoleh kualitas karbon aktif terbaikdicapai pada suhu furnace 600ᵒC dimana kadar air 1,584694%, kadar abu 4,597352%, kadar zat volatile20,31735%, penyerapan iodin sebesar 500,6268 mg/g dan penyerapan metilen blue sebesar 14,130096 mg/g(Vinsiah dkk., 2015). Selain itu juga telah dilakukan pembuatan karbon aktif oleh Bangun dkk. (2014)menggunakan bahan baku yang sama dengan memvariasikan konsentrasi aktivasi kimia, temperatur danwaktu aktivasi fisika diperoleh kualitas karbon aktif terbaik pada suhu aktivitasi fisika 600ᵒC selama 60 menitmenggunakan larutan H2SO4 7% dimana kadar air 14,3105%, kadar abu 0,4094%, dan bilangan Iodin1163,1654 mg/gr. Karbon aktif cangkang buah karet hasil penelitian mampu menyerap Fe (II) dalam larutandengan effisiensi 99% pada masa optimum 1,5 gr dan waktu kontak optimum 90 menit.

1 Korespondensi penulis: Firman, Telp 081235609999, [email protected]

Page 111: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 111

Pada penelitian Vinsiah dkk., (2015) kualitas karbon aktif belum memenuhi salah satu kriteria standarSNI 06-3730-1995 pada penyerapan iodin minimal sebesar 750 mg/g pada penelitian ini didapatkan hanyasebesar 500,6268 mg/g.

Untuk bisa memenuhi SNI 06-3730-1995 maka dilakukan pengembangan dengan variasi temperaturpada penelitian Vinsiah dkk., (2015) dan mengganti larutan aktivator kimia dengan menggunakan konsentrasihasil terbaik dari penelitian Bangun dkk., (2016) serta menambahkan proses aktivasi fisika hal ini dilakukanuntuk memperbaiki kelemahan tersebut. Asam sulfat dipilih sebagai aktivator karena memiliki sifatdehydrating agent dan memiliki lebih banyak situs aktif dibandingkan dengan asam pada umumnya. Selain ituasam sulfat juga dapat memperluas pori-pori pada logam dengan cara menghancurkan kotoran berupa oksida-oksida logam (magnesium, besi, alumunium dan kalsium) yang menutupi pori-pori arang tersebut (Asrijaldkk., 2016) dan penambahan aktivasi fisika dapat memperluas diameter pori dengan membuang tar pengotoryang tidak hilang pada proses karbonisasi dan aktivasi kimia serta membuat beberapa pori baru.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh temperatur pada proses untuk memenuhi standarSNI 06-3730-1995 dan untuk memanfaatkan limbah cangkang buah karet yang diolah menjadi produk yanglebih bermanfaat dan bernilai jual seperti karbon aktif.2. METODOLOGI

Pada penelitian ini alat yang digunakan antara lain: ayakan 100 mesh, neraca analitik,furnace, oven,buret 50 ml, Erlenmeyer, corong,kertas saring whatman no. 42, kurs porselen, gelas kimia 250 ml, labu ukur,pipet tetes,shaker , Bulp, Kertas lakmus, Spatula, Batang pengaduk, Labu ukur 250 ml, Gelas ukur 10 ml,Gegep, Desikator, Botol semprot, Kaca arloji.

Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain: Cangkang buah karet, Larutan standar H2SO47%, Aquadest, Larutan iodin 0,1 N, Larutan tiosulfat 0,1 N, Larutan amilum 1%, Indikator universal,Alumunium Foil, K2Cr2O7.Persiapan Sampel dan Pembuatan Arang (Karbon)

Cangkang buah karet dikeringkan lalu dikarbonisasi dalam furnace dengan variasi suhu 300ᵒC, 400ᵒC,500ᵒC, 600ᵒC dan 700ᵒC selama ±1 jam. Karbon yang dihasilkan dihaluskan lalu diayak dengan ayakan 100mesh.Pembuatan Karbon AktifKarbon direndam dalam larutan aktivator H2SO4 7% selama 24 jam dengan ratio perbandingan 1:4. Setelahitu, karbon dicuci dan disaring, lalu dikeringkan pada suhu 100ᵒC untuk mengurangi jumlah pelarutnya.Karbon aktif yang didapat selanjutnya dianalisa.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh variasi temperatur karbonisasi dalam pembuatan karbon

aktif untuk memenuhi standar SNI No.06-3730-1995. Dengan melakukan pengolahan data setelah diperolehdata pengamatan saat penelitian maka diperoleh Tabel 3.1 sebagai data hasil karbonisasi karbon aktif.

Pada proses karbonisasi cangkang buah karet, temperatur karbonisasi yang digunakan adalah 300°C,400°C, 500°C, 600°C dan 700°C selama 1 jam dengan massa bahan yang digunakan 360 gram untuk setiapvariasi temperatur, kemudian dilakukan aktivasi secara kimia menggunakan larutan H2SO4 7% selama 24 jamdan aktivasi secara fisika dengan temperatur 600°C selama 1 jam setelah itu di analisa dengan perlakuanduplo kadar air, kadar abu, zat mudah menguap dan daya serap iodinnya. Adapun data rendemen hasilkarbonisasi yang dihasilkan, kadar air, kadar abu, zat mudah menguap dan daya serap iodinnya ditunjukkanpada Tabel 3.1.Rendemen

Gambar 3.1 Grafik pengaruh temperatur terhadap rendemen karbon dan daya serap iodin yang dihasilkan

Page 112: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 112

Berdasarkan Gambar 3.1 rendemen karbon yang dihasilkan berkisar antara 15,83 % - 50 %. Padapenelitian Vinsiah dkk., (2015) dihasilkan rendemen karbon berkisar antara 26,40 % - 58,4067 % perbedaanini dikarenakan semakin tingginya suhu yang digunakan maka ikatan oksigen dan karbon menjadi lemah,sehingga dengan mudah gas hidrogen mereduksi oksigen lepas dari karbon oleh karena berkurangnya oksigendalam arang maka terjadi penyusutan massa sampel karbon (Widitama dkk., 2013). Temperatur sangatberpengaruh terhadap produk karbon yang dihasilkan, dimana semakin tinggi temperatur akan mempercepatproses pembakaran dan menurunkan jumlah produk rendemen karbon yang dihasilkan dengan penyerapaniodin yang terus meningkat. Pada gambar 4.1 terlihat bahwa produk rendemen karbon terendah dihasilkanpada temperatur 700°C yaitu sebesar 15,83% sedangkan produk rendemen karbon tertinggi dihasilkan padatemperatur 300°C yaitu sebesar 50%, untuk memenuhi kelayakan keekonomian rendemen karbon aktif yangdihasilkan minimal 30 - 40% (Anonim, 2015). Pada penelitian ini hasil yang memenuhi kelayakankeekonomian rendemen karbon aktif adalah variasi pada temperatur 300°C, sedangkan pada variasitemperatur 400°C - 700°C rendemen yang didapatkan semakin menurun. Produk rendemen karbon terusmenurun bersamaan dengan meningkatnya temperatur yang digunakan. Hal ini membuktikan bahwa semakintinggi temperatur maka semakin banyak bahan biomaterial seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin yangterdegradasi menjadi karbon dengan menguapkan material non karbonnya yang menyebabkan jumlah padatanberkurang dan untuk daya serap iodin yang dihasilkan semakin tinggi berkisar antara 811,67 – 1.205,55 mg/g.Sesuai SNI 06 – 3730 – 1995 syarat mutu karbon aktif serbuk untuk daya serap iodin adalah minimal 750mg/g, semua sampel karbon telah memenuhi standar daya serap iodin. Daya serap iodin terendah dimiliki olehsampel karbon yang dikarbonisasi pada temperatur 300°C yakni sebesar 811,67 mg/g. Nilai tertinggi dayaserap iodin oleh karbon aktif ini terjadi pada temperatur 700°C yakni sebesar 1.205,55 mg/g. Pada penelitianBangun dkk., (2016) daya serap iodin pada temperatur karbonisasi 500°C yakni sebesar 1.119,607 mg/gsedangkan pada penelitian ini daya serap iodin yang didapatkan lebih rendah yakni sebesar 1.096,59 mg/ghal ini dikarenakan pada proses aktivasi kimia dan fisika masih ada zat pengotor yang menutupi pori-poriarang aktif sehingga daya serap yang dihasilkan lebih rendah. Dengan daya serap iodin yang dihasilkanberkisar antara 811,67 – 1.205,55 mg/g maka karbon aktif tersebut dapat digunakan dengan melihat besarnyaangka serapan iodin. Untuk kisaran daya serapan iodin 800 – 1000 mg/g digunakan untuk penyaringanindustri sirup gula, industri air mineral dan penampungan air hujan, serapan iodin 1100 mg/g digunakansebagai absorben fase gas, penghilang warna dan bau pada air di area pembangkit listrik, bekerja sebagaipembawa katalis, industri obat dan serapan iodin sebesar 1200 mg/g digunakan pada industri petrokimia,industri listrik, industri makanan dan industri emas (Anonim, 2017).Kadar Air

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak air yang dapat teruapkan agar airyang terikat pada karbon aktif cangkang buah karet tidak menutupi pori-porinya.

Gambar 3.2 Grafik pengaruh temperatur terhadap kadar air dan daya serap iodin (SNI 06 – 3730 –1995)

Berdasarkan Gambar 3.2 kadar air yang dihasilkan berkisar antara 9,71 % -17,56 %. Sesuai SNI 06 –3730 – 1995 syarat mutu karbon aktif serbuk untuk kadar air adalah maksimal 15 %, sampel karbon yangtelah memenuhi standar kadar air adalah pada temperatur 400-700°C. Kadar air tertinggi dimiliki oleh sampelkarbon yang dikarbonisasi pada temperatur 300°C yakni sebesar 17,56 %. Sedangkan kadar air terendahdimiliki oleh sampel karbon yang dikarbonisasi pada temperatur 700°C yakni sebesar 9,71 %. Pada penelitianBangun dkk., (2016) kadar air pada temperatur karbonisasi 500°C yakni sebesar 18,322 % sedangkan pada

Page 113: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 113

penelitian ini kadar air yang didapatkan lebih rendah yakni sebesar 12,78 % hal ini dikarenakan pada saatpada proses preparasi cangkang buah karet sudah benar-benar kering sehingga pada proses karbonisasi airterikat pada cangkang buah karet banyak menghilang. Kadar air ini mengalami penurunan seiring dengannaiknya temperatur karbonisasi yang digunakan. Secara kimia H2O mulai mengalami perubahan fase menjadigas pada saat telah mencapai titik didihnya, yakni pada temperatur 100°C. Pada titik itu, H2O bebas yangterikat pada karbon terlepas dan membentuk fase gas. Hal serupa juga diungkapkan oleh Sjostrom dalamNailul Fauziah (2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi temperatur maka semakin meningkat pulaproses dehidrasi dalam karbon sehingga air yang terkandung semakin banyak yang menguap dan kadarnyaakan semakin rendah. Kadar air yang semakin tinggi akan menyebabkan daya serap karbon semakinberkurang dengan daya serap iodin yang dihasilkan berkisar antara 811,67 – 1.205,55 mg/g.

Kadar AbuPenentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam karbon aktif.

Gambar 3.3 Grafik pengaruh temperatur terhadap kadar abu (SNI 06 – 3730 – 1995)

Berdasarkan data tabel 3.3, Sesuai SNI 06 – 3730 – 1995 syarat mutu karbon aktif serbuk untuk kadarabu adalah maksimal 10%, sampel karbon yang telah memenuhi standar kadar abu adalah pada temperaturkarbonisasi 300 - 600°C. Temperatur 300°C merupakan karbon aktif dengan kadar abu terendah yaknisebesar 1,83 %. Sedangkan kadar abu tertinggi dimiliki oleh karbon aktif yang dikarbonisasi pada temperatur700°C yakni sebesar 11,07 %. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kadar abu bertambah seiring dengan naiknyatemperatur yang digunakan dalam proses karbonisasi. Pada penelitian Bangun dkk., (2016) kadar abu padatemperatur karbonisasi 500°C yakni sebesar 0,649 % sedangkan pada penelitian ini kadar abu yangdidapatkan lebih tinggi yakni sebesar 5,57 % hal ini dikarenakan karbon aktif yang dihasilkan masihmemiliki sisa-sisa bahan organik yang belum sempat menguap yang kadarnya lebih banyak dibandingkankadar abunya. Semakin tinggi temperatur maka kadar abu semakin meningkat. Menurut Sudrajat dalam NailulFauziah (2011), peningkatan kadar abu dapat terjadi akibat terbentuknya garam-garam mineral pada saatproses karbonisasi yang bila dilanjutkan akan membentuk partikel-partikel halus dari garam mineral tersebut.Ini dapat disebabkan karena adanya kandungan bahan mineral yang terdapat di dalam bahan awal biomassapembuat karbon. Bahan mineral inilah yang kemudian akan membentuk menjadi senyawa abu apabiladilakukan proses oksidasi (Keenan, Kleinefelter dan Wood, 1984:337). Semakin tingginya kadar abu dantemperatur karbonisasi yang digunakan maka daya serap iodin yang dihasilkan akan semakin besar puladengan daya serap iodin yang dihasilkan berkisar antara 811,67 – 1.205,55 mg/g hal ini dikarenakan kadar abupada setiap variasi sebagian besar masih masuk dalam standar SNI 06 – 3730 – 1995 syarat mutu karbon aktifserbuk untuk kadar abu adalah maksimal 10% kecuali untuk temperatur karbonisasi 700°C karena jika kadarabu yang dihasilkan melebihi syarat mutu karbon aktif akan mengurangi efektifitas karbon aktif dalammenyerap adsorbat (Pari, 2002)

Kadar zat menguapPenetapan kadar zat mudah menguap bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa yang mudah

menguap pada karbon aktif.

Page 114: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 114

Gambar 3.4 Grafik pengaruh temperatur terhadap zat mudah menguap (SNI 06 – 3730 – 1995)Berdasarkan gambar 3.4, temperatur karbonisasi yang tinggi akan menghasilkan karbon dengan kadar

zat menguap yang rendah. Kadar zat menguap tertinggi dimiliki oleh sampel yang dikarbonisasi padatemperatur 300°C yakni sebesar 33,01 %. Sedangkan kadar volatile terendah dimiliki oleh sampel yangdikarbonisasi pada temperatur 700°C sebesar 9,91 %. Penurunan kadar zat menguap ini terjadi seiring dengannaiknya temperatur karbonisasi karbon yang digunakan. Menurut Hendra dan Darmawan dalam NailulFauziah (2011), besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan temperatur pengarangan. Ketika lamaproses karbonisasi dan temperatur ditingkatkan maka zat menguap yang terbuang akan semakin banyak,sehingga kadar zat menguap akan semakin rendah. Adanya zat menguap yang masih menempel pada karbonakan mempengaruhi daya serap karbon. Semakin tinggi temperatur maka zat menguap yang menutupi karbonsemakin banyak yang menguap, sehingga permukaan pori karbon yang tadinya tertutup akan terbuka danmeningkatkan kemampuan menyerap karbon hal ini dapat dilihat dari nilai daya serap iodin yang dihasilkanberkisar antara 811,67 – 1.205,55 mg/g. Berdasarkan dari data yang didapat, hanya data karbonisasi padatemperatur 500-700°C saja yang memenuhi standar kadar volatile atau zat menguap yang sesuai standarketentuan SNI, sedangkan untuk data karbonisasi pada temperatur 300°C dan 400°C tidak.

Analisa Karakterisasi Morfologi Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM)Analisa morfologi dilakukan pada bahan baku cangkang buah karet, karbon cangkang buah karet hasilkarbonisasi tanpa aktivasi dan karbon aktif dari cangkang buah karet pada temperatur 500°C. Hasil yangdidapatkan dari analisa SEM ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

(a) (b)Gambar 4.6 Hasil analisa SEM (a) karbon tanpa aktivasi (b) karbon yang telah diaktivasi

Gambar 4.6 dapat dilihat perbedaan antara cangkang buah karet, karbon tanpa aktivasi dan karbon yangtelah diaktivasi. Dilihat pada gambar (a) cangkang buah karet terlihat terbentuknya rongga-rongga dan pori-pori yang ada masih sangat sedikit dan ukuran pori yang dihasilkan masih kecil yaitu 2,92 µm. Hal inidisebabkan adanya zat pengotor yang menutupi pori-pori cangkang buah karet tersebut. Setelah cangkangbuah karet diberi perlakuan karbonisasi dan aktivasi dapat dilihat pada gambar (b), rongga-rongga telahterbentuk dan pori-porinya semakin bertambah dan membesar menjadi sebesar 15,41 µm. Namun, terdapatperbedaan antara karbon tanpa diaktivasi dan karbon yang telah diaktivasi. Pada karbon yang telah diaktivasipori-pori yang terbentuk lebih banyak dan telah membentuk rongga pori-pori dengan kedalaman yang lebihbesar jika dibandingkan dengan karbon tanpa aktivasi (Hartini dkk, 2014). Hal ini dapat disebabkan karenakandungan air yang terikat dan senyawa zat pengotor seperti tar telah hilang akibat telah diaktivasi secarakimia yang kemudian diaktivasi secara fisika. Hal ini mengakibatkan terbukanya pori-pori sehingga dayaserapnya semakin besar.

Hasil terbaik yang diperoleh pada penelitian ini ditunjukkan pada temperatur 500°C dengan rendemen21,39%, kadar air 12,78%, kadar abu 5,56%, kadar zat mudah menguap 17,18%, daya serap iod 1096,59mg/g. Selain itu, hasil analisa SEM setelah aktivasi menunjukkan bahwa kandung air yang terikat dansenyawa zat pengotor seperti tar telah menghilang sehingga pori-porinya semakin terbuka, akibatnya dayaserapnya semakin besar jika dibandingkan dengan karbon cangkang buah karet tanpa aktivasi.

Page 115: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.110-115) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 115

4. KESIMPULANTemperatur pada proses karbonisasi sangat berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas karbon aktif.

Semakin tinggi teperatur karbonisasi maka semakin rendah rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguapyang dihasilkan. Namun semakin besar kadar abu dan daya serap iodin yang dihasilkan.Hasil terbaik pada penelitian ini ditunjukkan pada temperatur 500°C dengan rendemen 21,39%, kadar air12,78%, kadar abu 5,56%, kadar zat mudah menguap 17,18%, daya serap iod 1096,59 mg/g.

Hasil analisa SEM setelah aktivasi menunjukkan kandungan air yang terikat dan senyawa zat pengotorseperti tar telah hilang sehingga pori-pori arang semakin terbuka dari ukuran 2,92 µm menjadi 15,41 µm,akibatnya daya serapnya akan semakin besar jika dibandingkan dengan karbon cangkang buah karet tanpaaktivasi.

5. DAFTAR PUSTAKAAnggraeni, N.D. (2008). Analisa SEM (Scanning Electrone Microscopy) dalam pemantauan proses oksidasi

magnetite menjadi hematite. Seminar Nasional-VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di IndustriKampus ITENAS, Bandung.

Asrijal ST, Chadijah dan Aisyah (2016) “Variasi Konsentrasi Aktivator Asam Sulfat pada KarbonAktif Ampas Tebu terhadap Kapasitas Adsorpsi Logam Timbal” UIN Alauddin Makassar.

Bassett, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H., Mendham, J. (1994). Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis KuantitatifAnorganik. Pudjaatmaka, H ( Editor). Jakarta: Kedokteran EGC.

BPS, 2015. Statistic Luas Perkebunan Lahan Karet Provinsi Kalimantan Timur. Badan Pusat Statistik ProvinsiKalimantan Timur. Samarinda.http://kaltim.bps.go.id/Publikasi/view/id/134

Hambali, E., S. Mujdalipah, G. Sulistiyanto, dan T. Lesmana. 2006. Diversifikasi Produk Olahan Jarak Pagardan kaitannya dengan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan swasta di Indonesia. SBRC&Eka Cipta Fondation , IPB Bogor. Hlm 38- 45.

Hassler, J.W., Actived Carbon, Chemichal Publishing Co. Inc., New York, 1951.Joni Tallo Lembang, dkk, 1995 “Rekayasa Pembuatan Tungku Pembakaran Sekam padi untuk pembuatan

Arang Aktif dari Sekam Padi”. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Ujunga Pandang.Keenan, C.W. dan W. Kleinfelter. 1984. Ilmu Kimia untuk Universitas Edisi ke-6. Terjemahan Aloysius

Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hal. 512-543.Rananda Vinsiah, Andi Suharman, dan Desi.“Pembuatan Karbon Aktif dari Cangkang Kulit Buah Karet

(Hevea Brasilliensis)”. Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sriwijaya. 2015.Siregar,T.H.S dan I.Suhendry.2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar Swadaya.Jakarta

https://books.google.co.idSmisek, M. & Cerny S. 1970. Active Carbon Manufactute Properties and Aplication. Amsterdam: El Savier

Publishing Company. Hal 10-25Sudradjat, R., Pari, G. (2011). Arang aktif: Teknologi dan Pengolahan dan Masa depannya. Jakarta: Badan

Penilitian dan Pengembangan KehutananSudradjat, R., Tresnawati, D., Setiawan, D. (2005). Pembuatan Arang aktif dari Tempurung Biji jarak pagar

(Jatropa curcas L.) Bogor: Pusat LitBang Teknologi Hasil Hutan.Surest, A. H., Permana, I., Wibisono, R. G. (2010). Pembuatan Karbon Aktif dari Cangkang Biji Ketapang.

Sumatera Selatan: Universitas SriwijayaTeger Ardyansah Bangun, Tititn Anita Zaharah, dan Anis Shofiyani.“Pembuatan Arang Aktif dari Cangkang

Buah Karet untuk Adsorpsi Ion Besi (II) Dalam Larutan”. Program Studi Kimia FMIPA UniversitasTanjungpura. 2014.

Utomo, T Pratondo , Udin Hasanudin & Erdi Suroso. 2012. Agroindustri Karet Indonesia. Jakarta: PT. SaranaTutorial Nurani Sejahtera

Wizna, et al.2000. Pemanfaatan Produk fermantasi biji karet ( Hevea brasiliensis) dengan RhizopusOligosporus dalam ransum ayam boiler. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 18-19 September

6. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis Mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Negeri Samarinda atas dana penelitian Dosen melaluiDIPA Nomor : SP DIPA 024.04.02.401010/2018.

Page 116: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.116-120) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 116

EFEKTIVITAS PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN ADSORBEN ARANGAKTIF DARI KULIT SINGKONG

Irmawati Syahrir 1), Muh. Syahrir 1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

With the development of technology and the abundance of natural resources that are not fully utilized, it isnecessary to develop natural resources that are less useful to have high economic value. Related to this, one of the naturalresources that can be utilized is cassava peel. This study aims to determine the effectiveness of cassava peel activatedcharcoal as an adsorbent in refining used cooking oil. This research method includes making activated charcoal fromcassava peel with carbonation at a temperature of 400 0C and 15 minutes, chemical activation with phosphoric acid for24 hours, physical activation for 3 hours, after that analysis of the quality of activated charcoal of cassava peel includesmoisture content, ash content, volatile metter and absorbency to iodine, purification of used cooking oil, analysis of thequality of cooking oil purified by analyzing acid numbers and peroxide numbers. The results showed that the bestperoxide number analysis was at 6 grams of activated charcoal with an interaction temperature of 100 ie 7.41 meq O2 /kg which had met the SNI 3741: 2013 standard. While the optimum condition of acid number analysis was obtained inthe conditions of cooking oil adsorption on charcoal mass 4 grams and a temperature of 120 which is 0.41 mg NaOH /gr.

Keywords: adsorbent, activated charcoal, cassava peels.

1. PENDAHULUANSingkong merupakan tanaman umbi-umbian yang banyak diolah oleh masyarakat dan industry

makanan menjadi berbagai produk makanan ringan, namun pemanfaatan singkong tersebut menghasilkanlimbah kulit singkong sebesar 15-20% dari berat total singkong (Rahmawati, 2010). Berdasarkan data BadanPusat Statistik (BPS) Kota Samarinda tahun 2015 diketahui bahwa produksi singkong di Samarinda adalahsebanyak 151 ton yang artinya potensi limbah kulit singkong mencapai 26,425 ton. Dengan melimpahnyaproduksi singkong di wilayah Kalimantan, maka sangat berpotensi untuk dikembangkan pemanfaatan kulitnyasehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

Selama ini kulit singkong hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bioenergi dan pembuatankompos selebihnya langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir. Walaupun dapat diolah menjadi kompos,ternyata limbah kulit singkong tidak baik bagi lingkungan karena mengandung sianida (toksik) yang tinggisehingga dapat merusak tanah dan mecemari lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap jikaditumpuk.

Kulit singkong mengandung karbon (C) sebesar 59,31%, hydrogen (H) sebesar 9,78%, oksigen (O)sebesar 28,74%, nitrogen (N) sebesar 2,06%, sulfur (S) sebesar 0,11% dan air (H2O) sebesar 11,4% (Ikawatidan Melati, 2010). Berdasarkan kandungan karbon yang cukup tinggi tersebut maka kulit singkong berpotensiuntuk dijadikan arang aktif dengan proses aktivasi dan karbonisasi. Arang aktif ini dapat digunakan sebagaiadsorben.

Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% arang, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung arang dengan pemanasan pada suhu tinggi. Arang aktif dapat digunakan sebagaiadsorben untuk memucatkan minyak, dapat juga menyerap suspensi koloid yang menghasilkan bau yang tidakdikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sebagai hasil degradasi minyak (wahyusi dkk., 2012)

Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180 oC)disertai adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan akan mengakibatkan terjadinya reaksidegradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng jugamengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Reaksi degradasi ini menurunkan kualitasminyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang. Walaupun menimbulkan dampakyang negatif, penggunaan minyak goreng yang telah digunakan lebih dari sekali untuk menggoreng adalah halyang biasa di masyarakat.

1 Korespondensi penulis: Irmawati Syahrir, Telp 081347057354, [email protected]

Page 117: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.116-120) 978-602-60766-4-9

117

Upaya untuk menghasilkan bahan pangan yang berkualitas serta pertimbangan dari segi ekonomi,memacu minat penelitian untuk pemurnian minyak goreng bekas agar minyak dapat dipakai kembali tanpamengurangi kualitas bahan yang digoreng. Pemurnian minyak goreng bekas merupakan pemisahan produkreaksi degradasi dari minyak. Beberapa cara dapat dilakukan untuk pemurnian minyak goreng bekas, salahsatunya adalah pemurnian dengan menggunakan adsorben. Pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorbenmerupakan proses yang sederhana dan efisien (Maskan, 2003).

Penelitian tentang pembuatan arang aktif dan pemurnian minyak goreng bekas dengan proses adsorpsimenggunakan arang aktif telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Pada penelitian pembuatan arang aktifyang dilakukan oleh Permatasari, dkk (2014) bahan baku yang digunakan yaitu kulit singkong dengan variasiaktivator asam fosfat (H3PO4). Kondisi terbaik yang didapatkan pada perendaman H3PO4 5% dengan kadar air19,188%, kadar abu 7,171%, volatile matter 21,706% dan daya serap iodium 1177,709 mg/g.

Penelitian tentang pemurnian minyak goreng bekas masih perlu dikembangkan dengan mengamatibeberapa variable yang berpengaruh terhadap proses adsorpsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiefektivitas arang aktif kulit singkong sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas, sehingga dalampenelitian ini akan diamati beberapa variable yang berpengaruh terhadap proses adsorpsi yaitu variasi massaarang aktif dengan minyak goreng bekas dan temperature adsorpsi.

2. METODE PENELITIANBahan yang digunakan adalah minyak goreng bekas, kulit singkong, H3PO4 5%, Etanol 95%, asam

asetat 95%, kloroform, larutan KI 20%, natrium thiosulfat, indikator PP, NaOH 0.1 N, HCl 4 N, kaliumdikromat dan aquadest.

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat gelas, oven, hot plate, neraca digital, ayakan 100 mesh,thermometer, magnetic stirrer, furnace, desikator dan cawan crucible.

Proses pembuatan arang aktif dari kulit singkong meliputi tahap karbonisasi dalam furnace selama 15menit dengan suhu pembakaran 400 oC. Arang yang dihasilkan dihaluskan, diayak dengan ukuran 100 meshdan diaktivasi. Uji kualitas arang aktif meliputi penetapan kadar abu, kadar air, volatile matter dan daya Jerapterhadap Iodin.

Proses pemurnian dilakukan tanpa suhu interaksi dengan variasi massa arang 2, 4 dan 6 gram. Prosespemurnian antara minyak dan arang aktif dengan variasi massa arang yaitu 2, 4, dan 6 gram dan suhu interaksiyang divariasikan sebesar 100℃ , 110℃ dan 120℃ . Selanjutnya menganalisa kualitas minyak hasilReprocessing dengan menganalisa bilangan peroksida dan bilangan asam.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian ini diawali dengan proses pembuatan arang aktif dari kulit singkong dengan larutan

pengaktif asam fosfat H3PO4 5 %. Kulit singkong dipilih menjadi bahan arang aktif karena kulit singkongmemiliki karakteristik yang baik untuk dijadikan sebagai arang aktif dan memiliki kemampuan adsorpsi yangbaik. Karakterisasi arang aktif dari kulit singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 .Karakteristik kulit singkong dan arang aktifParameter Kulit Singkong Arang Aktif SNI 06-3730-1995

Kadar Abu (%) 11.55 9.51 Maks. 10Kadar Air (%) 4.79 1.97 Maks. 15

Volatile Matter (%) 36.11 3.47 Maks. 25Daya serap terhadap iod (mg/g) 340.34 829.61 Min. 750

Dari tabel 1 dapat dilihat hasil uji mutu arang aktif dari kulit singkong telah memiliki karakteristikyang sesuai dengan SNI No 06-3730-1995 sehingga arang aktif ini dapat digunakan untuk proses adsorpsipada proses pemurnian minyak goreng bekas.

Bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi. Tingginya bilanganperoksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut dan minyak akan segera mengalamiketengikan. Pengukuran bilangan peroksida dapat digunakan untuk mengetahui kadar ketengikan minyak.

Pada gambar 1 dapat dilihat perbandingan minyak goreng bekas sebelum proses adsorpsi dan setelahproses adsorpsi dengan memvariasikan massa arang aktif dan temperature adsorpsi. Analisa bilanganperoksida pada setiap variasi suhu sebelum proses adsorpsi, hasil yang didapatkan semakin besar yaitu 148.70meq O2/kg. Hal ini dikarenakan pemberian suhu yang terlalu tinggi adalah salah satu penyebab terbentuknya

Page 118: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.116-120) 978-602-60766-4-9

118

senyawa peroksida pada minyak. Tingginya bilangan peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan padaminyak tersebut dan minyak akan segera mengalami ketengikan.

Gambar 1. Grafik hubungan bilangan peroksida terhadap massa arang aktif dan temperature adsorpsi

Pada penelitian dengan proses adsorpsi arang aktif kulit singkong pada minyak goreng bekas denganpengadukan selama 45 menit. Pengadukan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara adsorben danadsorbat (senyawa peroksida). Adanya proses pengadukan, maka peroksida yang terkandung dalam minyakakan sering melakukan kontak atau bertumbukan dengan arang aktif. Bila terus-menerus mengalamitumbukan, maka peroksida tersebut akan mendekati arang aktif. Akhirnya, peroksida berpindah dari minyakmenuju arang aktif, selanjutnya peroksida tersebut akan menyebar dan mengisi atau menempel pada dindingpori atau permukaan arang aktif (Mas’ud, 2015).

Semakin tinggi temperatur adsorpsi, bilangan peroksida dalam minyak goreng semakin menurun. Halini dikarenakan pada temperatur makin tinggi, energi kinetik molekul untuk terjadinya tumbukan akansemakin besar, sehingga kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi senyawa peroksida juga akan meningkat.Namun, temperatur yang terlalu tinggi juga berdampak kurang baik, karena dapat mempercepat terbentuknyasenyawa peroksida (Rahayu dan Purnavita, 2014). Gambar 2 menunjukkan bahwa bilangan peroksida darisuhu 100 oC hingga 110 oC cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan proses pemurnianminyak goreng bekas semakin efektif.

Hasil analisis bilangan peroksida yang diperoleh setelah proses adsorpsi mengalami penurunan daribilangan peroksida sebelum diadsorpsi 102.95 meq O2/kg dan setelah adsorpsi 7.41 meq O2/kg dengan massaarang aktif 6 gram dan temperature adsorpsi 100 telah memenuhi standar SNI 3741: 2013. Hal inimenunjukkan adsorben arang aktif kulit singkong cukup efektif digunakan sebagai adsorben untuk pemurnianminyak goreng bekas.

Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyakatau lemak. Asam lemak ini berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik.Asam lemak bebas merupakan dasar untuk mengetahui umur minyak, kemurnian minyak dan tingkat hidrolisa.Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa pengolahan minyak goreng bekas pada setiap variasi temperature adsorpsitanpa arang aktif memiliki bilangan asam yang cukup tinggi. Bilangan asam tertinggi dihasilkan pada suhu120 yaitu 5.13 mg NaOH/gr. Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar, asamlemak ini berasal dari reaksi hidrolisa minyak.

Page 119: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.116-120) 978-602-60766-4-9

119

Gambar 2. Grafik hubungan bilangan asam terhadap massa arang aktif dan temperature adsorpsi

Sama dengan bilangan peroksida, bilangan asam minyak setelah adsorpsi semakin kecil, dikarenakanpada suhu yang semakin tinggi, energi kinetik molekul untuk terjadinya tumbukan akan semakin besar,sehingga kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi asam lemak bebas juga akan meningkat. Namun, suhuyang terlalu tinggi juga berdampak kurang baik (bilangan asam kembali meningkat) karena minyak gorengpada pemanasan pada suhu 120ºC dengan massa 4 gram mengalami kerusakan dan membentuk asam lemakbebas lagi.

Dari gambar juga dapat dilihat semakin banyak massa arang yang diberikan, bilangan asam perlahan-lahan mengalami penurunan. Wenti, dkk (2009), telah melakukan penelitian bahwa semakin banyak arangaktif, proses adsorpsi akan berlangsung dengan baik karena luas permukaan tempat berlangsungnya prosesadsorpsi semakin besar sehingga semakin banyak asam lemak bebas dan asam lemak tidak jenuh yangterserap.

Bilangan asam pada minyak menurun dikarenakan kemampuan adsorpsi yang terjadi karenaterserapnya senyawa asam lemak bebas pada sisi aktif dan luas permukaan yang terdapat pada arang aktif darikulit singkong. Mas’ud, 2015).

Kondisi optimum analisa bilangan asam diperoleh pada kondisi proses adsorpsi minyak goreng padamassa arang 4 gram dan suhu 120 yaitu 0.49 mg NaOH/gr. Perbedaan massa arang 4 gram dan 6 gramdengan suhu interaksi yang sama tidak memberikan hasil yang berarti. Hal ini menunjukkan bahwa padakondisi tersebut adsorben sudah mencapai suhu optimum, sehingga peningkatan massa arang pada prosesadsorpsi, tidak memberikan pengaruh yang berlebih terhadap penurunan bilangan asam.

Tabel 2. Mutu minyak goreng bekas sebelum dan sesudah adsorpsiNo Jenis Analisis Sebelum

adsorpsiSetelahadsorpsi

Standar SNI3741 : 2013

1 Bilangan asam mg NaOH/g 2.98 0.99 Maks. 0.62 Bilangan peroksida meq O2/kg 102.95 7.41 Maks. 10

4. KESIMPULANDari penelitian yang telah dilakukan kulit singkong dapat digunakan sebagai bahan baku arang aktif,

dengan karakteristik kadar abu 9.51%, kadar air 1.97%, volatile Matter 3.47% dan daya serap terhadap iod829.61 mg/g. Hasil yang diperoleh tersebut efektif digunakan untuk pemurnian minyak goreng bekas denganhasil bilangan peroksida dan bilangan asam sudah memenuhi standar SNI minyak goreng 3741 : 2013.Efektivitas pemurnian minyak goreng bekas dengan adsorben arang aktif kulit singkong, tercapai pada massaarang aktif 6 gram dengan temperature 100 dengan bilangan asam 0.99 mg NaOH/gr dan bilangan peroksida7.41 meq O2/kg.

Page 120: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.116-120) 978-602-60766-4-9

120

5. DAFTAR PUSTAKABadan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. Komoditi Kulit Singkong. 06 Agustus 2016.Ikawati dan Melati. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Kulit Singkong di Kabupaten Pati. Jurusan Teknik

Kimia Universitas Diponegoro.Mas’ud, Munawarah. (2015). Pemurnian Minyak Goreng Bekas Dengan Menggunakan Arang Aktif dari Kulit

Singkong Untuk Menurunkan Kualitas dari Minyak Goreng Bekas.Samarinda: Politeknik NegeriSamarinda

Rahayu, R, L., Purnavita, S. (2014). Pengaruh Suhu dan Waktu Adsorpsi Terhadp Sifat Kimia-Fisika MinyakGoreng Hasil Pemurnian Menggunakan Adsorben Ampas Pati Aren dan Bentonit. Semarang:Akademi Kimia Industri Santo Paulus Semarang

Rahmawati. (2010). Karakterisasi Singkong. 12 Maret 2016. http://www.karakteristik-singkong-05.com.SNI (06-1682-1995). Mutu dan Cara Uji Arang Aktif Teknik. 29 November 2017. Jakarta : Badan

Standarisasi Nasional IndonesiaSNI (3741: 2013). Syarat Mutu minyak goreng. 30 November 2017.

https://www.scribd.com/doc/92078023/SNI-01-3741-2002Wahyusi dkk. 2012. Briket Arang Kulit Kacang Tanah dengan Proses Karbonisasi. Fakultas Teknologi

Industri. Universitas Pembangunan Nasional. Veteran Jawa Timur.Wenti, A.W., & Alinda F. R. (2009). Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas Dari Kfc Dengan

Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. Semarang: Jurusan teknik Kimia Fakultas Teknik UniversitasDiponegoro

6. UCAPAN TERIMA KASIH.Ucapan terima kasih disampaikan kepada Politeknik Negeri Samarinda yang telah memberikan

pendanaan penelitian melalui DIPA Nomor : SP DIPA 024.04.02.401010/2018 sehingga penelitian ini dapatterlaksana dengan baik.

Page 121: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.121-125) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 121

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN JAMUR PADA MEDIABEKATUL DEXTROSE AGAR (BDA) DAN POTATO DEXTROSE AGAR (PDA)

Mujahidah Basarang1), Nurlia Naim2), Rahmawati1)

1) Dosen Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar2) Dosen Poltekkes Kemenkes Makassar

ABSTRACT

Fungal culture media in laboratory containing high carbohydrate source, nitrogen source are required for the growth. Thisnutrient can be found in bran that contains high carbohydrates, proteins, fats, vitamins, and crude fiber. So that bran canbe used as raw material for alternative fungal growth media. The aim of this study was to compare fungal growth on braninfusion dextrose agar (BDA) and potato dextrose agar (PDA). Mix bran infusion with dextrose, agar and water and boilto dissolve. PDA used as the standard. Plugs of spores of Aspergillus niger placed at the centre of each petri plate wereused to assess growth and sporulation. Candida albicans is inoculated on BDA and PDA using the spread plate method.The mycelial growth and sporulation of A. niger on all media were reasonably good. There was no significant difference(P > 0.05) between colony diameters and sporulation. Colonies of Candida albicans on BDA and PDA were 8.5x105CFU and 8.5x105 CFU. The bran media in the study supported growth and sporulation of the test fungi.

Keywords: Bekatul Dextrose Agar, Potato Dextrose Agar, Aspergillus niger, Candida albicans

1. PendahuluanMikroorganisme yang sedang tumbuh membuat replika dirinya sendiri, dan memerlukan unsur-unsur

yang terdapat dalam komposisi kimia tubuh mikroorganisme tersebut. Nutrien harus menyediakan unsur-unsur tersebut dalam bentuk yang dapat dimetabolisme (Brooks et al., 2012). Nutrien yang disiapkan untukpertumbuhan mikroorganisme di laboratorium disebut media kultur yang akan mempengaruhi morfologi,warna koloni dan jumlah koloni jamur (Uthayasooriyan et al., 2016). Secara kimiawi media pertumbuhandibedakan menjadi media sintetik dan media nonsintetik. Media sintetik seperti Sabouraud Dextrose Agar(SDA) atau Potato dextrose Agar (PDA) memiliki kandungan yang diketahui secara terperinci yaitupenambahan senyawa organik dan inorganik murni yang secara selektif menumbuhkan jamur karenakeasamannya rendah (pH 4,5-5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Cappucino dan Sherman,2013).

Media nonsintetik merupakan media alternatif yang memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di alam.Kandungan bahan-bahan ini tidak diketahui kandungan kimianya secara rinci tapi dapat digunakan karenatersedia melimpah di alam, mudah disiapkan dan harganya murah. Beberapa hasil penelitian yangmenggunakan media alternatif dari bahan alam seperti pati singkong untuk pertumbuhan Aspergillus niger danFusarium oxysporum (Kwoseh et.al, 2012), kacang tunggak, kacang hijau, kacang soya hitam, dan kedelei(Arulanantham, et al, 2014), ganyong, gembili dan garut (Aini dan Rahayu, 2015), sereal, dan kacang-kacangan (Uthayasooriyan, et al., 2016).

Media alternatif yang lain adalah media yang menggunakan bahan baku bekatul. Bekatul adalah limbahhalus yang diperoleh dari proses penggilingan gabah padi. Kadar selulosa dan hemiselulosa pada bekatul lebihtinggi dibandingkan pada beras. Bekatul mengandung sumber nutrisi bagi jamur karena terdiri ataskarbohidrat (84,36%) dan protein (8,77%) (Nursalim dan Razali, 2007). Selain itu bekatul juga mengandunglemak, vitamin, dan serat kasar (Houston 1972 dalam Dewi et al, 2005). Basu et al (2015) menjelaskan bahwamedia pertumbuhan jamur harus mengandung sumber karbohidrat tinggi dan sumber nitrogen. Nutrien dalammedia pertumbuhan harus mengandung semua unsur yang diperlukan untuk sintesis biologis organisme-organisme baru (Brooks et al., 2012). Bekatul mempunyai kandungan vitamin B yang merupakan faktorpenting untuk pertumbuhan jamur. Oleh karena itu bekatul telah dimanfaatkan sebagai media pertumbuhanAspergillus sp di laboratorium (Naim, 2016). Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhanjamur penghasil enzim, seperti Aspergillus niger, Rhizopus sp, dan Mucor sp (Satyawiharja 1984 dalam Dewiet al, 2005). Pertumbuhan Aspergillus sp pada media bekatul dengan penambahan glukosa tidak berbedadengan pertumbuhan Aspergillus sp pada media SDA sebagai media kontrol. Pertumbuhan Aspergillus sppada media BDA dan SDA terlihat setelah 24 jam inokulasi. Aspergillus sp terlihat sebagai serabut-serabut

1 Korespondensi Penulis: Mujahidah Basarang, Telp. 085255011014, [email protected]

Page 122: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.121-125) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 122

halus berwarna putih. Setelah 48 jam konidia berwarna hitam mulai terlihat sehingga penampakanmaksorkopik dari atas koloni-koloni jamur berubah warna menjadi hitam (Basarang et al., 2016).

Peluang pertumbuhan khamir pada media yang kurang subuh lebih baik jika dilakukan penambahanglukosa (karbohidrat) pada media tersebut. Hifa akan menyerap molekul sederhana seperti glukosa secaralangsung. Penambahan glukosa 5% dan 7% pada medium SDB (Sabouraud Dextrose Broth) dapatmeningkatkan pertumbuhan C. albicans secara signifikan (Leepel et al., 2012). Oleh karena itu penambahangula sederhana seperti dextrose pada media bekatul dapat mengoptimalkan pertumbuhan jamur. Pembuatanmedia alternatif BDA menggunakan prosedur yang sama dengan pembuatan PDA dari infus kentang. Bekatulyang telah dilarutkan dalam aquades disaring untuk mendapatkan infus bekatul. Infus bekatul inilah yangdicampur dengan bahan lain seperti dextrosa dan agar (FDA, 2017). Berdasarkan latar belakang di atas,penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pertumbuhan jamur pada media infus bekatul dextrose agar(BDA) dan media potato dextrose agar (PDA).

2. Metode PenelitianAlat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cawan petri, autoklaf, incubator, hot plate, timbangan digital, labuerlenmeyer, gelas ukur, beker gelas, tabung reaksi, batang pengaduk, sendok tanduk, nall/ose, corong, plastikklip, plastik tahan panas, tabung eppendorf, pipet mikro, kain saring saring, aluminium foil, ose bulat, oselurus, swab steril, kapas, kaca preparat, pipet tetes, lampu spritus, ayakan, mikroskop dan alat tulis.

Bahan yang digunakan adalah bekatul, aquades, isolat Candida albicans, isolat Aspergillus niger, agar,dextrosa, kloramfenikol, NaCl, alkohol 70%, spritus, kapas, Potato Dextrosa Agar, kristal violet, lugol,alkohol 96%, karbol fuchsin, lactophenol cotton blue, dan minyak emersi.Prosedur Penelitian

Penyiapan media bekatul mengikuti prosedur penyiapan media Potato Dextrosa Agar yang ditentukanoleh Food and Drug Administration (2017). Bekatul dikumpulkan dari pabrik penggilingan padi. Bekatulkemudian diayak menggunakan ayakan mesh 100. Untuk membuat infus bekatul, bektul direbus dalam 1000mL aquades. Bekatul disaring ke dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambahkan agar, dextrosa dan aquadessampai tanda 1000 mL. Media bekatul dextrose agar (BDA) dipanaskan di atas hot plate sampai larutsempurna. Diukur pH 5,6 ± 2. Mulut labu Erlenmeyer disumbat dengan kapas dan aluminium foil kemudiandisterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C. Setelah proses sterilisasi selesai, mediadikeluarkan dari autoklaf. BDA dibiarkan sampai suhu 45-50oC kemudian ditambahkan kloramfenikol untukmenghambat pertumbuhan bakteri. Media BDA dituang ke dalam cawan petri setril sebanyak 15-20 mL dandibiarkan memadat.

Ditimbang PDA sebanyak 39 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan1000 mL aquades steril. Media dipanaskan menggunakan hot plate sampai larut dengan sempurna. Diukur pH5,6 ± 2. PDA kemudian disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121oC, dengan tekanan 1-2atm. Setelah proses sterilisasi selesai, media dikeluarkan dari autoklaf, media didinginkan sampai suhu 45-50oC. Ditambahkan kloramfenikol untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Media PDA dituang ke dalamcawan petri setril sebanyak 15-20 mL dan dibiarkan memadat.

Aspergillus niger diinokulasikan pada media BDA dan PDA dengan metode single dot di tengah mediaagar pada cawan petri. Inkubasi pada suhu 35oC selama 2-7 hari. Setiap 24 jam dilakukan penghitungandiameter pertumbuhan Aspergillus niger. Pertumbuhan koloni diamati kemudian dilakukan pengamatanmikroskopik untuk mengamati morfologi keduanya. Sedangkan Candida albicans diencerkan sampai 10-6 dandiinokulasi pada media BDA dan PDA. Inkubasi pada suhu 35oC selama 48 jam dengan metode spread plate,setelah inkubasi dihitung total jamur dengan metode TPC (Total Plate Count).

Pertumbuhan jamur pada masing-masing cawan petri diamati bentuk dan warna koloni. Koloni yangtumbuh kemudian diamati secara mikroskopis menggunakan preparat basah. Untuk pengamatan Aspergillussp., dengan hati-hati koloni diletakkan di tengah kaca objek yang telah digenangi lactophenol cotton blue.Amati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x40 (Lay, 1994). Identifikasi Candida sp dapat dilakukandengan teknik pewarnaan Gram kemudian amati di bawah mikroskop pada perbesaran 10x100 (Cappucinodan Sherman, 2013).

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran diameter pertumbuhan Aspergillus niger. Diameterpertumbuhan dianalisis menggunakan aplikasi SPSS untuk membandingkan pertumbuhan Aspergillus nigerpada media BDA dan PDA. Pengamatan Candida albicans dengan menghitung jumlah koloni dan analisisdata dilakukan secara deskriptif.

Page 123: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.121-125) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 123

3. Hasil dan PembahasanPertumbuhan jamur membutuhkan nutrien dan faktor-faktor lingkungan yang sesuai. Nutrien berupa

unsur-unsur atau senyawa kimia dari lingkungan digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel.Menurut Basu, et.al. (2015), jamur akan tumbuh optimal pada media dengan sumber karbohidrat dan nitrogenyang tinggi. Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan aseptor elektron,sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen (Waluyo, 2016). Selain faktor nutrien, selama pertumbuhanpH dan suhu harus terkontrol (Brooks, et al., 2012). Candida albicans, dan Aspergillus niger mengalamipertumbuhan yang baik pada media BDA dan PDA karena tersedianya nutrien dan faktor lingkungan yangterjaga. Pertumbuhan Candida albicans, dan Aspergillus niger disajikan dalam tabel hasil pengamatan berikut.Tabel 1. Rata-rata Diameter Pertumbuhan Aspergillus niger pada Media BDA dan PDA

MediaDiameter Pertumbuhan pada Jam ke-

(mm)24 48 72 96 120 144 168

Bekatul Dextrosa Agar 15,25 24,75 46,5 64,75 85(Full)

85(Full)

85(Full)

Potato Dextrosa Agar 13 22,25 34 46,75 78 85(Full)

85(Full)

Dari tabel 1 terlihat bahwa setiap 24 jam terdapat pertambahan diameter Aspergillus niger. KoloniAspergillus niger memenuhi semua permukaan media bekatul dextrosa agar pada jam ke-120, sedangkan dimedian potato dextrosa agar pada jam ke-144. Berikut adalah gambar grafik pertumbuhan Aspergillus niger.

Diameter pertumbuhan Aspergillus niger mengalami pertambahan yang diukur setiap 24 jam. Padagrafik di atas Aspergillus niger menunjukkan pertambahan diameter secara eksponensial pada jam ke 24sampai jam ke 120, pada jam ke 120 sampai jam ke 168 pertumbuhan memenuhi cawan petri sehingga tidakdapat diukur lagi. Pada media PDA Aspergillus niger mengalami pertumbuhan eksponensial pada umurbiakan 24 jam sampai 168 jam. Setelah 168 jam diameter tidak dapat dihitung lagi karena Aspergillus nigertelah tumbuh memenuhi cawan petri.

Pertumbuhan Candida albicans dinyatakan dalam jumlah koloni pada tabel sebagai berikut.Tabel 2. Pertumbuhan Candida albicans pada Media BDA dan PDA

Media Jumlah Koloni (CFU)Bekatul Dextrosa Agar 8,5x105

Potato Dextrosa Agar 8,9x105

0102030405060708090

24 48 72 96 120 144 168

Rata

-rata

Dia

mat

er K

olon

iAs

perg

illus

nig

er(m

m)

BDAPDA

Waktu Pertumbuhan (Jam)

Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Aspergillus niger pada Media BekatulDextrose Agar (BDA) dan Potato Dextrose Agar (PDA)

Page 124: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.121-125) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 124

Pada BDA ditemukan koloni Candida albicans 8,5x105 CFU dan pada media PDA ditemukan koloniCandida albicans 8,5x105 CFU.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa Aspergillus niger dan Candida albicans dapat tumbuhpada media infus Bekatul Dextrose Agar dan pada media sintetik yang sering di gunakan di laboratorium yaitumedia Potato Dextrose Agar. Pertumbuhan jamur seiring dengan dengan perbanyakan jumlah sel inidisebabkan tercukupinya nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur untuk mensintesis komponen-komponen sel padaproses perbanyakan sel. Media BDA menggunakan bahan baku bekatul yang memiliki kandungan kompleks.Bekatul mengandung karbohidrat (84,36%) dan protein (8,77%), selain itu bekatul mengandung karbohidrattinggi, protein, lemak, vitamin, dan serat kasar (Nursalim dan Razali, 2007).

Aspergillus sp pada media BDA dan PDA menunjukkan hifa berwarna putih dan konidia yang mulaiterlihat setelah masa inkubasi 24 jam berupa hifa putih. Setelah 48 jam konidia yang berwarna coklat gelapsampai hitam terlihat menutupi hifa yang berwarna putih (Gambar 1 dan 2). Aspergillus niger pada mediaBDA mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan A. niger yang ditumbuhkan pada media PDA.Meskipun demikian pertumbuhan A. niger pada media BDA dan PDA tidak berbeda secara signifikan(p>0,05). Hasil pengamatan pertumbuhan pada kedua media menunjukkan pertumbuhan eksponensial padabiakan berumur 24 jam sampai 120 jam pada media BDA dan dan 24 jam sampai 144 jam. Setelah itupertumbuhan tidak dapat diamati lagi karena pertumbuhan jamur telah memenuhi cawan petri. Pada fasepertumbuhan eksponensial ini jamur bertumbuh sangat cepat. Kecepatan pertumbuhan dipengaruhi olehmedium tempat tumbuhnya (Waluyo, 2016). Pertumbuhan ini akan terus berlanjut hingga satu atau lebihnutrien dalam medium telah habis atau produk metabolik toksik terkumpul dan menghambat pertumbuhan(Brooks et al., 2013).

Pertumbuhan Candida albicans dinyatakan dalam jumlah koloni. Pada media BDA jumlah koloniCandida albicans adalah 8,5x105 CFU dan pada media PDA jumlah koloni Candida albicans adalah 8,5x105

CFU. Koloni C. albicans tumbuh pada BDA dan PDA setelah inkubasi 24 jam tampak berwarna putih, halus,licin, ukuran koloni dari kecil sampai ukuran besar dan berbau ragi (Gambar 2). Pada pengamatan mikroskopditemukan bentuk bulat sampai oval dan tunas spora (budding blastokonidia).

Selain tercukupinya nutrien, pertumbuhan dan perkembangan jamur juga membutuhkan faktor-faktorlingkungan yang sesuai, seperti pH dan suhu. Pada penelitian ini pH media sekitar 5,6 dan diinkubasi padasuhu 35oC. Cappucino dan Sherman (2013) mengatakan bahwa media pertumbuhan jamur membutuhkan

1 2Gambar 1. Pertumbuhan Aspergillus niger pada media

Potato Dextrose Agar (1), dan BekatulDextrose Agar (2)

1 2Gambar 2. Pertumbuhan Candida albicans pada media

Potato Dextrose Agar (1), dan BekatulDextrose Agar (2)

Page 125: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.121-125) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 125

keasamannya rendah (pH 4,5-5,6). Pertumbuhan C. albicans lebih cepat pada kondisi asam dibandingkandengan pH normal atau alkali (Biswas dan Chaffin, 2005). Beberapa enzim, sistem transpor elektron dansistem transpor nutrien yang berada di membran sel sangat sensitif (peka) terhadap konsentrasi ion hidrogen(H+). Hal ini dapat mempengaruhi struktur tiga dimensi protein pada umumnya, termasuk enzim-enzimpertumbuhan (Ali, 2005). Fungi mesofilik tumbuh paling baik pada suhu 30-37oC (Brooks et al., 2013). Padasuhu optimum, reaksi kimiawi dan enzimatis dalam sel berlangsung lebih cepat sehingga pertumbuhanmeningkat lebih cepat pula. Akan tetapi di atas suhu tertentu, protein, asam nukleat dan komponen-komponensel lainnya mengalami kerusakan permanen. Selanjutnya bila terjadi kenaikan suhu pada kisaran tertentu,pertumbuhan dan fungsi metabolit meningkat sampai titik tertinggi yang memungkinkan reaksi tidak berjalansama sekali (Ali, 2005).

4. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1) Pertumbuhan Aspergillus niger pada media Bekatul Dextrose lebih cepat dibandingkan pada media PotatoDextrose Agar (p>0,05) tapi tidak berbeda secara signifikan.

2) Jumlah koloni Candida albicans pada media Bekatul Dextrose Agar dan media Potato Dextrose Agaradalah 8,5x105 CFU dan 8,9x105 CFU.

5. Daftar PustakaAini, N., dan Rahayu, T. 2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur Menggunakan Sumber

Karbohidrat yang Berbeda (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Suarakarta.Arulanantham, R., et al. 2014. Alternative culture media for fungal growth using different formulation of

protein sources. Annals of Biological Research. 5(1):36-39.Basarang, M., Rianto, MR., dan Magfirah. 2016. Penambahan Glukosa pada Media Bekatul Agar untuk

Pertumbuhan Aspergillus sp. Jurnal Medika: Media Ilmiah Analis Kesehatan. 1(2): 56-61.Basu, S., et al. Evolution of bacterial and fungal growth media. Bioinformation. 2015. 11(4): 182-184.Biswas, SK., dan Chaffin, WL. 2005. Anaerobic Growth of C. albicans Does Not Support Biofilm Formation

Under Similar Conditions Used for Aerobic Biofilm. Curr Microbiol. 51(2): 100-4.Brooks, GF., Carroll, KC., Butel, JS., Morse, SA., Mietzner, TA. 2013. Mikrobiologi Kedokteran Jawets,

Melnick & Adelberg’s Ed. 25. Alih Bahasa: Aryandhito Widhi Nugroho, dkk. Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta.

Cappucino, J., G., Sherman, N. 2013. Manual Laboratorium Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.

Dewi, C., Purwoko, T., dan Pangastuti, A. 2005. Produksi Gula Reduksi oleh Rhizopus oryzae dari SubstratBekatul. Bioteknologi. 2(1): 21-26.

Kwoseh, C., K., Darko, M., A., Adubofour, K. 2012. Cassava starch-agar blend as alternative gelling agentfor mycological culture media. Bots. J. Agric. Appl. Sci. 2012. 8(1): 8-15.

Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.Naim, N. 2016. Pemanfaatan Bekatul Sebagai Media Alternatif untuk Pertumbuhan Aspergillus sp. Media

Analis Kesehatan. 2(2): 1-6.Uthayasooriyan, M., et al. 2016. Formulation of Alternative Culture Media for Bacterial and Fungal Growth.

Der Pharmacia Lettre. 8(1): 431-436.Waluyo, L. 2016. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

6. Ucapan Terima KasihPenulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM)

Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui skimpenelitian dosen pemula.

Page 126: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 126

EKSTRAKSI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEMUMA COTTONII DENGANBANTUAN GELOMBANG ULTRASONIK

Barlian Hasan1), Firman1), Hasbiya Nurul K2), Annisaa R.H2)

1) Staf dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Carrageenan is a seaweed sap extracted from red algae usually using alkaline solvents at high temperatures. Inthis study, the utilization of ultrasonic waves will be studied to accelerate the dissolution process of carrageenan insolvents at low temperatures. Research Objectives 1. Study the effect of temperature and time on yield, and 2. study theeffect of extraction time on quality, 3 compare the quality of carrageenan extracted with standard carrageenan quality.Carrageenan extraction with the help of ultrasonic waves was carried out at temperatures of 30 and 40 oC, pH 8.5-9,wave frequency of 40 kHz, ratio of weight of seaweed with solvent 1:30, and time of extraction varied. The extract wasfiltered with a 150 mesh filter cloth and the filtrate was mixed with iso propanol with a volume ratio of 1: 2 to precipitatecarrageenan. Then dried for 10 hours at 60 oC and weighed to determine the yield. Carrageenan extraction results aretested for quality including water content, ash content, viscosity, and gel strength. The highest carrageenan yield was31.25% at 40 minutes and 40 oC. The greater the temperature and extraction time, the greater the yield Carrageenanmoisture content is higher with increasing time and constant to increase in temperature, ash content tends to be constantwith increasing temperature and time, viscosity decreases with increasing time and temperature, and the strength of thegel tends to increase with the increase of time and temperature. Carrageenan quality test results show that the strength ofthe gel has met commercial standards, viscosity has met FCC and FAO standards for all treatments. Ash content onlymeets FCC standards, while moisture content meets all standards.

Keywords: Euchema cotonii, extraction, carrageenan, ultrasonic waves, yield

1. PENDAHULUANPotensi rumput laut Indonesia yang sangat menjanjikan dan dapat menjadi komoditi yang bisa

berperan dalam pergerakan kemajuan ekonomi nasional. Terbukti, Indonesia menjadi salah satu produsenterbesar rumput laut jenis Euchema cotonii dan menguasai 50% pangsa pasar dunia untuk memenuhipermintaan pasar ekspor dari industri kosmetik dan farmasi. Namun demikian, produk yang diekspor 80%masih dalam bentuk bahan mentah (raw material) yaitu berupa rumput laut kering. Walaupun Indonesia telahmemiliki upaya pemasaran dan budidaya rumput laut yang cukup berkembang namun belum diimbangidengan pengembangan pengolahan yang memadai. Hal ini terlihat dari hasil produksi rumput laut nasionalbaru sekitar 20% yang dapat terserap dan diolah oleh industri dalam negeri (Hikmah, 1015). Salah satu hasilekstrak rumput laut yang penting adalah karaginan. Karaginan merupakan salah satu jenis hidrokoloid yangdiekstrak dari rumput laut golongan ganggang merah (Rhodophyceae). Spesies dari Rhodophyceae yangmenjadi sumber karaginan adalah Eucheuma cotonii penghasil kappa karaginan . Kappa karaginan dalamproduk pangan banyak dimanfaatkan sebagai pengental, pembentuk gel, bahan penstabil, pengemulsi, perekat,pensuspensi, pembentukan tekstur, menjaga bentuk kristal es, dan lain-lain terutama pada produk susu, jeli,jamu, permen, sirup, dan pudding. Pada produk non pangan sebagai pembentuk gel, pengental, yangdiaplikasikan pada industri-industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, pakan ternak, dan lain-lain

Karaginan secara komersil terdiri dari tiga jenis yaitu kappa, iota, dan lambda karaginan (McHugH,2003). Perbedaan dari ketiga jenis karaginan ini terletak pada komposisi dan struktur kimianya (Imeson,2010). Kappa karaginan mempunyai 4-3, 6-anhidrogalaktosa dengan hanya satu gugus ester sulfat, sedangkaniota karaginan mempunyai 4-3, 6-anhidrogalaktosa dengan dua gugus ester sulfat. Lambda karaginan tidakmempunyai 4-3, 6-anhidrogalaktosa namun mempunyai tiga gugus ester sulfat.

1 Korespondensi penulis: Barlian Hasan, Telp 081342373829, [email protected]

Page 127: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 127

Gambar 1. Sruktur kimia karaginan (Venugopal, 2011)

Kappa karaginan mengandung 22% ester sulfat dan 33% 3, 6-anhidrogalaktosa, iota karaginanmengandung 32% ester sulfat dan 26% 3, 6-anhidrogalaktosa, dan karaginan mengandung 32% ester sulfatdan 37 %. Komposisi yang berbeda ini mempengaruhi kekuatan gel, tekstur,viscositas, titik leleh, dan sinerisis

Penggunaan larutan alkali dalam proses ekstraksi mempunyai fungsi, yaitu membantu ekstraksipolisakarida menjadi lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan reaktivitas produk terhadap protein,membantu proses pemuaian (pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnyakaraginan dari dalam jaringan. Selain itu, pada penggunaan konsentrasi yang cukup tinggi, dapatmenyebabkan terjadinya modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari karaginansehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactose dalam rantai polisakarida. Hal ini akan meningkatkankekuatan gel karaginan yang dihasilkan (Yasita dan Intan, 2010)..

Teknik ekstraksi konvensional yang digunakan selama ini (maserasi, soxhlet, dan hidrodistilasi) padaumumnya berdasarkan pada pemilihan dan penggunaan sejumlah besar volume pelarut yang tepat disertaidengan pemanfaatan panas dan/atau pengadukan untuk memperbaiki kelarutan komponen sehingga dapatmeningkatkan laju perpindahan massa-nya. Teknik tersebut membutuhkan banyak waktu dan beresikoterjadinya degradasi thermal terhadap sebagian atau sejumlah besar konstituen nabati yang terkandungdidalamnya serta pemanfaatan sejumlah besar volume pelarut berdampak pada penambahan biaya produksi,yaitu saat pengadaan maupun pembuangan racun pelarut yang berbahaya bagi lingkungan. Pada dekadeterakhir diperkenalkan beberapa teknik ekstraksi alternatif untuk meminimalkan keterbatasan tersebut,diantaranya ekstraksi ultasonik dan gelombang mikro . Pourhossein et al. (2009) berpendapat bahwa ekstraksiultrasonik termasuk salah satu alternatif dari preparasi sampel padat, karena dapat mepermudah danmempercepat beberapa langkah preparasi, seperti pelarutan, fusi dan leaching. Hal ini dikarenakan efek darigelombang ultrasonik yang membentuk local high temperature dan gerakan mekanik antarmuka zat padat danzat cair, sehingga akan mempercepat laju perpindahan massa-nya.

2. METODE PENELITIANRumput laut eucheumma cottonii diperoleh di Dusun Puntondo, Desa Laikang, Kecamatan

Mangngara’ Bombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Setelah disortir dari kotoran-kotoran dandibersihkan dengan menggunakan air tawar, rumput laut direndam dalam larutan kaporit 1 % sampai berwarnaputih dan dibilas dengan air bersih. Rumput laut dikeringkan dengan sinar matahari selama 5 hari. Selanjutnyarumput laut direndam selama 12 jam dengan larutan alkali pH 8,5-9 , dihaluskan dengan blender, dandiekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik digerakkan oleh suatu alat yangnamanya power sonic 445 yang bekerja pada frekuensi 40 kHz yang merambat kedalam sampel yang akandiekstraksi melalui medium air. Rasio berat rumput laut dengan pelarut 1:30, dan waktu ekstaksi divariasikan.Ekstrak disaring dengan kain saring ukuran 150 mesh dan filtrat dicampur dengan iso propanol dengan rasiovolume 1:2 untuk mengendapkan karaginan. Selanjutnya dikeringkan selama 10 jam pada suhu 60 oC dan danditimbang beratnya untuk menentukan yield. Karaginan hasil ekstraksi diuji mutunya meliputi kadar air,kadar abu,viskositas, dan kekuatan gel (AOAC, 1995, dan FCC, 1977).

3. HASIL DAN PEMBAHASANPengaruh suhu dan waktu terhadap yield

Page 128: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 128

Yield merupakan parameter untuk mengetahui efektif tidaknya suatu proses ekstraksi.Yield dihitungdengan membagi berat karaginan kering yang dihasilkan pada proses ekstraksi dengan berat rumput lautkering dikali 100%. Pada penelitian ini kondisi proses dilakukan pada rasio rumput laut dengan pelarut 1:30,frekuensi gelombang ultrasonik 40 kHz , suhu ruang dan waktu (20, 25, 30, 35 dan 40 menit) divariasikanuntuk mencari yield maksimum. Hasil perhitungan dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini :

Gambar 2. Hubungan antara variasi waktu ekstraksi terhadap % yield

Gambar 2, menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin tinggi yield , hal ini disebabkankarena pada suhu tinggi, pemutusan ikatan rantai polisakarida menjadi karaginan semakin cepat danmenghasilkan yield yang semakin besar. Demikian pula dengan waktu, semakin lama waktu kontak antarapelarut dengan karaginan dalam rumput laut maka semakin besar karaginan yang terlarut dalam pelarutsehingga yield akan bertambah besar. Yield untuk suhu 40 oC masih memenuhi persyaratan DepartemenPerdagangan Republik Indonesia (1989) yaitu 25% kecuali pada waktu 20 menit, sedangkan untuk kondisisuhu 30 oC , yang memenuhi persyaratan hanya pada waktu 40 menit.Yield hasil penelitian berkisar 19 –31,25%

Pengaruh Suhu dan waktu ekstraksi terhadap mutu karaginanParameter mutu karaginan yang diuji adalah kadar air dengan AOAC 1995, viscositas dengan AOAC

1995 dan FMC Corp. 1977, dan kekuatan gel AOAC 1995 dan FMC Corp. 1977. Standar Nasional Indonesia(SNI) untuk mutu karaginan belum tersedia sehingga mutunya akan dibandingkan mutu karaginan hasilekstraksi konvensional dan karaginan komersil.

Kadar airPenentuan kadar air yang terkandung dalam produk bubuk karaginan dari rumput laut E. cottonii

yang dihasilkan pada kegiatan ini dilakukan secara gravimetri sesuai prosedur yang dikeluarkan oleh AOAC,(1995).

Gambar 3. Hubungan antara variasi ekstraksi suhu dan waktu terhadap kadar air

Nilai kadar air karaginan rumput laut E. cottonii pada penelitian ini cenderung meningkat denganbertambahnya waktu dan cenderung konstan dengan kenaikan suhu ekstraksi. Kadar air berkisar 6,27 – 8,61% masih memenuhi standar mutu karaginan menurut FCC, EEC , FAO dan komersil. Waktu ektraksi yang

0

10

20

30

40

0 10 20 30 40 50

%Yi

eld

Waktu (menit)

30℃40℃

0

2

4

6

8

10

0 10 20 30 40 50

Kada

r Air

(%)

Waktu (menit)

30℃40℃

Page 129: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 129

semakin lama memberikan waktu yang cukup banyak bagi pelarut untuk menembus dinding sel dan menarikkeluar senyawa-senyawa yang terkandung dalam bahan, sehingga dihasilkan karaginan dengan kadar air yangsemakin tinggi.

Kadar AbuMenurut Peranginangin dkk.(2011) Kadar abu merupakan hasil pembakaran bahan organik dan

berhubungan dengan kadar mineral suatu bahan. Data-data kadar abu karaginan sebagai fungsi waktu dapatdilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 4. Hubungan antara variasi ekstraksi suhu dan waktu terhadap kadar abu

Gambar 4, menunjukkan nilai kadar abu karaginan cenderung stabil meskipun dengan bertambahnyawaktu dan suhu ekstraksi. Kadar berkisar antara 12,68 – 13, 65 %. Nilai kadar abu yang diperoleh memenuhistandar mutu karaginan menurut FCC (Maks. 35%) akan tetapi berdasarkan mutu karaginan menurut EEC(15-40%) dan FAO (15-40%) . Kadar abu dihasilkan dari pembakaran bahan organik dan berhubungan eratdengan jumlah mineral suatu bahan. Rendahnya nilai kadar abu yang diperoleh disebabkan oleh kandungangaram yang rendah pada rumput laut. Semakin lama rumput laut berada dalam perairan maka semakin banyakgaram mineral yang diserap oleh rumput laut dan sebaliknya.

Seperti pada penelitian sebelumnya oleh Max Robinson Wenno dkk (2012) yang melakukan ekstraksirumput laut pada berbagai umur panen yaitu 40, 45, 50 dan 55 hari, pada analisa kadar abu menunjukkansemakin lama umur panen rumput laut maka semakin besar kadar abu yang diperoleh seperti pada umur panen44 hari yaitu 16,60%. Jika dibandingkan dengan kegiatan ini maka umur panen rumput laut yang digunakanberada dibawah 44 hari karena rata-rata kadar abu yang diperoleh sebesar 13,02%. Hal ini disebabkan karenarumput laut yang digunakan merupakan bukan hasil panen sendiri melainkan pembelian pada PusatPendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Puntondo yang mengolah rumput laut sehingga umur panen rumputlaut yang digunakan kemungkinan bukan 44 hari.

ViskositasViskositas karaginan diukur dengan viskometer Brookfiled.Hasil pengujian viskositas dengan variasi

waktu dan suhu dapt dilihat dalam gambar 5.

0246810121416

15 25 35 45

% A

bu

Waktu (Menit)

30℃40℃

Page 130: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 130

Gambar 5. Hubungan suhu dan waktu terhadap viskositas

Gambar 5 menunjukkan nilai viskositas karaginan semakin menurun seiring dengan bertambahnyawaktu dan suhu ekstraksi. Hal ini disebabkan karena viskositas karaginan berbanding lurus dengan kadarsulfatnya, dimana waktu ekstraksi yang lama dan suhu yang semakin tinggi mampu menurunkan kadar sulfatkaraginan sehingga nilai viskositas juga semakin menurun Adanya garam-garam yang terlarut dalamkaraginan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkanpenurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemahdan menyebabkan viskositas larutan menurun. Menurut Arfini (2011),bertambahnya waktu dan suhu ekstraksiberpengaruh terhadap viskositas, hal ini disebabkan kadar sulfat dalam karaginan yang menurun akibatbereaksi dengan alkali. Viskositas karaginan berkisar 10,4 cP – 19,6 cP dan nilai telah memenuhi persyaratanstandar karaginan FCC, FAO dan komersil yaitu minimal 5 cP (A/S Kobenhvas Pektufabrik dalamWenno,2009).

Kekuatan GelPengujian kekuatan gel dilakukan untuk mengetahui kemampuan karaginan dalam pembentukan gel.

Penentuan kekuatan gel yang terkandung dalam bubuk karaginan dari rumput laut E. cottonii yang dihasilkanpada kegiatan ini dilakukan sesuai prosedur yang dikeluarkan oleh AOAC, 1995 dan FMC Corp., 1977. Data-data kekuatan gel dapat dilihat pada gambar 6

Gambar 6. Grafik Hubungan suhu dan waktu terhadap kekuatan gel karaginan

Gambar 6 menunjukkan bahwa suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap nilaikekuatan gel karaginan. Dimana suhu yang semakin naik dan waktu ekstraksi semakin lama menyebabkankekuatan gel semakin tinggi karena ikatan 3,6-anhidrogalaktosa terbentuk semakin banyak. Adanya 3,6-anhidrogalaktosa menyebabkan sifat anhidrofilik dan meningkatkan pembentukan heliks rangkap sehinggaterbentuk gel tinggi (Suryaningrum, 1988). Pola kekuatan gel karaginan yang dihasilkan dari beberapakombinasi perlakukan yang diterapkan adalah tetap dan polanya berlawanan dengan viskositas karaginan. Halini menunjukkan bahwa nilai viskositas berbanding terbalik dengan nilai kekuatan gel, yaitu jika viskositas

0

5

10

15

20

25

0 10 20 30 40 50

Visk

osita

s (cP

)

Waktu (menit)

30℃40℃

0

1000

2000

3000

4000

15 25 35 45

Keku

atan

gel

Waktu (menit)

30℃40℃

Page 131: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.126-131) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 131

tinggi maka kekuatan gel cenderung rendah, demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperolehrendah maka kekuatan gel akan tinggi. Kekuatan gel karaginan berkisar 926-3799 dyne/cm2 dan nilai yangdiperoleh ini telah memenuhi persyaratan karaginan komersil yaitu minimal 685 ±13,43 g/cm2(A/SKobenhvas Pektufabrik dalam Wenno, 2009).

4. KESIMPULAN1. Semakin besar suhu dan waktu ekstraksi maka yield semakin besar2. Kadar air karaginan semakin tinggi dengan pertambahan waktu dan konstan terhadap kenaikan suhu,

kadar abu cenderung konstan dengan pertambahan suhu dan waktu, viscositas menurun terhadappertambahan waktu dan suhu, dan kekuatan gel cenderung naik dengan penambahan waktu dan suhu.

3. Hasil uji mutu karaginan menunjukkan bahwa kekuatan gel telah memenuhi standar komersil,viskositas telah memenuhi standar FCC dan FAO untuk semua perlakuan. Kadar abu hanyamemenuhi standar FCC, sedangkan kadar air telah memenuhi semua standar.

5. DAFTAR PUSTAKAAOAC.1995. Official Methode of Analysis of the association of Official Analytical Chemist.

Inc.Washington DC.Arfini, F. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari RumputLaut Merah (Eucheuma

cottonii) serta Aplikasinya sebagai Penstabil padaSirup Markisa.(Skripsi). Institut Pertanian Bogor.Depatemen Perdagangan,. 1989. Ekspor Rumpu laut Indonesia. JakartaFMC Corp. 1977. Carrageenan.New Jersey, USA:Marine Colloid Monograph Number One.Hikmah.2015.Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Komoditas Rumput Laut E.cottonii untuk

Peningkatan Nilai Tambah di Sentra Kawasan Industrialisasi, Balai Besar Penelitian EkonomiKelautan dan Perikanan.Jaka

Imeson AP. 2010. Food Stabiliser, Tickeners and Gelling Agent. Wiley Blackwell. India. pp.73-79McHugh, D.J. 2003. A Guide to the Seaweed Industry. FAO Fisheries Technical Paper. Australia. pp 61-65Peranginangin, R., A. Rahman dan H. E. Irianto. 2011. Pengaruh Perbandingan Air Pengekstrak dan

Penambahan Celite terhadap Mutu Kappa Karaginan. Prosiding Forum Inovasi TeknologiAkuakultur.Hal.1077-1085.

Pourhossein, A., M. Madani, and M. Shahlaei. 2009."Valuation of an Ultrasound– assisted Digestion Methodfor Determination of Arsenic and Lead in Edible Citric Acid Samples by ETAAS." CanadianJournal of Analytical Sciences and Spectroscopy 54 (1) (2009): 39–44.

Robinson, Max Wenno dkk. 2012. Karakteristik Kappa Karaginan dari Kappaphycus alvarezii PadaBerbagai Umur Panen. JPRB Perikanan. Vol 7 No 1 2012. Diambil :https://www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/jurnal-jpbkp/index.php/jpbkp/article/viewFile/69/50 (diaksespada : 31 Juli 2018).

Suryaningrum TD. 1988. Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.Bogor: Institut Pertanian Bogor

Wenno, M.R.,2009. Karakteristik Fisiko Kimia Karaginan dari Eucheuma Cottonii pada Berbagai BagianThallus, Berat Bibit dan Umur Panen. Tesis. Institut Pertanian Bogor

Venugopal, V. 2011. Marine Polysaccarides Food Aplications . CRC Press. New York. Pp. 111-115.Yasita, D dan Intan D. R., 2010. Optimasi Proses Ekstruksi pada Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut

Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Food Grade. Jurusan Teknik Kimia Fakultas TeknikUniversitas Diponegoro, Semarang

Page 132: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 132

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT BUAH MARKISA SEBAGAI INHIBITOR KOROSIBAJA LUNAK (MILD STEEL) DALAM LARUTAN ASAM

Wahyu Budi Utomo1), Hastami Murdiningsih1), Fitrisea Sargini Syam2), Ummi Rosida2)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

A research on the performance of passion fruit peel extract to inhibit corrosion of mild steel in acidic media hasbeen conducted using weigth loss method. The passion fruit peel was dried and extracted, it was then evaporated toproduce crystal extract and it was used as a corrosion inhibitor of steel in acidic media of 0.1M phosphoric acid.Immersion test of mild steel was conducted using different concentration of inhibitor (0-550ppm) for 4 days. The rate ofcorrosion and inhibition efficiency were calculated and compared to those without inhibitor. The passion fruit peelextract which contains lignin was proven to act effectively as corrosion inhibitor for mild steel in acidic electrolyte withstirrer. Average inhibition efficiency occurs at 43% in water and increased up to 57% in acidic media.

Keywords : Corrossion, inhibitor, mild steel.

1. PENDAHULUANPemanfaatan logam meningkat pesat sejalan dengan kemajuan teknologi namun demikian, bahan dari

alam ini juga dapat menjadi sia-sia akibat korosi. Dalam banyak hal korosi tidak dapat dihindarkan tetapidapat dikendalikan. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh korosi akan sangat besar pengaruhnya terhadapkehidupan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan lingkungan. Banyak logam dan paduan digunakandalam industri rentan terhadap korosi. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat korosi pada logam adalahdengan cara penambahan zat inhibitor. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan senyawa yangdapat digunakan sebagai inhibitor antara lain yang telah dilakukan oleh Aprael (2013), Akbar (2011),Ningrum (2013) dan Utomo (2015). Studi melaporkan bahwa ada sejumlah senyawa organik dan senyawaanorganik yang dapat menghambat korosi pada baja. Salah satu inhibitor korosi adalah zat – zat yang berasaldari alam, contohnya ekstrak dari buah – buahan. Buah – buahan mengandung bahan kimia seperti vitamin,mineral dan senyawa lainnya.

Ekstrak kulit markisa mengandung senyawa protein kasar 7,32%, tannin 1,85% dan lignin 31,79%.Menurut Altwaiq et al (2011) lignin dari tanaman dapat digunakan sebagai bahan inhibitor korosi.Berdasarkan penelitian Alaneme & Olusegun (2012) yang telah meneliti lignin bunga matahari, dinyatakanbahwa lignin efektif sebagai bahan inhibitor korosi dengan efisiensi inhibisi 55,5% hingga 78,8%. Olehkarena itu, pada penelitian ini akan dilakukan analisa laju penghambatan korosi pada baja lunak denganpenambahan ekstrak kulit markisa yang mengandung lignin dalam media larutan asam fosfat. Media inidigunakan untuk menyesuaikan keadaan lingkungan dalam proses pengolahan di industry makanan danminuman yang umumnya bersifat asam lemah.

Korosi merupakan penurunan kualitas yang disebabkan oleh reaksi kimia bahan logam denganunsur–unsur lain yang tedapat di alam.. Atom – atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ionpositif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yanglain pada permukaan metal. Mekanisme korosi yang terjadi pada logam besi (Fe) dituliskan sebagai berikut

Fe (s) + H2O (l) + ½ O2(g) Fe(OH)2(s) ………………..................................(1)Fero hidroksida [Fe(OH)2] yang terjadi merupakan hasil sementara yang dapat teroksidasi secara

alami oleh air dan udara menjadi feri hidroksida [Fe(OH)3], sehingga mekanisme reaksi selanjutnya adalah :4 Fe(OH)2(s) + O2 (g) + 2H2O(l) 4Fe(OH)3(s) …………………………………………(2)

Ferri hidroksida yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 yang berwarna merah kecoklatan yangbiasa kita sebut karat. (Vogel, 1979) Reaksinya adalah:

2Fe(OH)3 Fe2O3 + 3H2O ......................................................................................(3)Korosi dapat diperlambat dengan mengunakan bahan kimia yang disebut inhibitor yang bekerja

dengan cara membentuk lapisan pelindung pada permukaan metal. Inhibitor korosi dapat berasal darisenyawa-senyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron

1 Korespondensi penulis: Wahyu Budi Utomo, Telp 081241735562, [email protected]

Page 133: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 133

bebas, seperti nitrit, kromat, fospat, urea, fenilalanin, imidazolin, dan senyawa-senyawa amina. Namundemikian, pada kenyataannya bahwa bahan kimia sintesis ini merupakan bahan kimia yang berbahaya,harganya lumayan mahal, dan tidak ramah lingkungan.

Lapisan molekul pertama yang tebentuk mempunyai ikatan yang sangat kuat. Mekanismepenghambatannya terkadang lebih dari satu jenis. (M. Fajar Sidik, 2013). Inhibitor berfungsi sebagaikatalisator yang memperlambat (retarding catalyst) reaksi korosi. Pemakaian inhibitor dalam suatu sistemtertutup atau system resirkulasi pada umumnya hanya dipakai sebanyak 0.1% berat. Inhibitor yangditambahkan akan menyebabkan meningkatnya polarisasi anoda, polarisasi katoda, dan tahanan listrik darisirkuit oleh pembentukan lapisan tebal pada permukaan logam.

Ekstrak bahan alam khususnya senyawa yang mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yangmemiliki pasangan elektron bebas dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleksdengan logam. Efektivitas ekstrak bahan alam sebagai inhibitor korosi tidak terlepas dari kandungan nitrogenyang terdapat dalam senyawaan kimianya. Mekanisme proteksi ekstrak bahan alam terhadap besi/baja dariserangan korosi diperkirakan hampir sama dengan mekanisme proteksi oleh inhibitor organik.

Reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan senyawa kompleks. Inhibitorekstrak bahan alam yang mengandung nitrogen mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logammild steel ketika ion Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah:

Fe Fe2+ + 2e- (melepaskan elektron) …………………….………………………(4)

Fe2+ + 2e- Fe (menerima elektron). ……………………..…………………..(5)Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding dengan Fe saja, sehingga

sampel besi/baja yang diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih tahan (terproteksi) terhadap korosi.Efektivitas ekstrak bahan alam sebagai inhibitor korosi tidak terlepas dari kandungan nitrogen yang terdapatdalam senyawa kimianya. Kulit buah markisa mempunyai kandungan protein kasar 7,32%, tannin 1,85% danlignin 31,79%. (Astuti, 2011). Kandungan tannin yang terdapat pada kulit buah markisa dapat berikatandengan mineral bervalensi dua seperti Fe, Zn, Mg dan Ca dan membentuk sennyawa tannin mineral yangtidak terdegradasi. (Herrick,1987 dalam YA Sagala, 2011 ). Lignin merupakan jaringan pada tanaman yangberfungsi sebagai perekat mempertahankan hemiselulosa dan selulosa dalam membentuk dinding sel. Lignindalam tanaman merupakan polimer atau biopolymer yang tersusun dari makro molekul fenolik atau disebutdengan monolignol. Gugus fungsional lignin yang berupa gugus fenolik, hidroksil, karboksil yang merupakanpusat aktif untuk interaksi fisik (fisiisorpsi) dan kimia (kemisorpsi) sehingga dapat berinteraksi dengan logamdan membentuk lapisan pencegah korosi. (Nehemia, 2015). Lignin adalah makromolekul fenolik terdiri daritiga unit fenilpropana utama (monolignol) yaitu: koniferil alkohol, sinapil alkohol, dan p-kumaril alcohol(Dence, 1992). Gugus OH dan cincin aromatik pada struktur lignin diketahui sebagai pusat adsorpsi yangmembentuk lapisan inhibitor (Altwaiq. Dkk, 2011).

Pada eksperimen atau uji korosi dengan metode weight loss, laju korosi dihitung menggunakanpersamaan,

X = .. . ( )………………………………………..(6)dimana K adalah konstanta konversi (3,45 x 106), w adalah pengurangan berat (gram), ρ adalah massa

jenis logam terkorosi (gram/cm3), A adalah luas permukaan logam terrendam (cm2) dan, t adalah waktu (jam)(Dahmani, 2010). Sedangkan efisiensi inhibitor yang menyatakan seberapa efisien inhibitor dapat menurunkanlaju korosi dihitung menggunakan persamaan,

Ef = 100% ……………………………………..(7)dimana Xa adalah laju korosi tanpa inhibitor (MPY) dan Xb adalah laju korosi dengan penambahan inhibitor(MPY) (Dahmani, 2010). .

Energi aktifasi (Ea) korosi baja ST37 dalam air tanpa inhibitor dan dengan inhibitor ekstrak daun tehdan kafein murni dihitung dengan persamaan serupa- Arhenius.

……………………………………….(8)

dimana Ea adalah energy aktivasi; R adalah konstanta gas universal; A adalah factor pre-eksponensialArrhenius; T adalah temperaur dan X adalah laju korosi. Nilai energy aktivasi Ea dihitung dari slpoe kurva Wversus 1/T. (Dahmani, 2010). Mekanisme Inhibitor dipelajari dengan cara membuat kurva hubungan antara C

RTEa

AeX

Page 134: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 134

(Konsentrasi Inhibitor) terhadap untuk mengetahui kesesuaian hasil analisa dengan persamaan Langmuir,dan menentukan nilai K (Koefisien Adsorbsi) = + ……………………………………….(9)

dimana :C = Konsentrasi inhibitor (g/L)K = Koefisien adsorbsi inhibitor (L/g)IE = Efesiensi inhibitor (%)

= Suface coverage, = %Penelitian ini bertujuan mengamati aksi penghambatan ekstrak lignin kulit buah markisa terhadap

korosi baja karbon di dalam asam phosfat. Tujuan lain penelitian ini adalah menjelaskan pengaruhpengadukan dan konsentrasi serta menjelaskan mekanisme aksi penghambatan korosi ekstrak lignin kulit buahmarkisa pada korosi baja karbon di dalam larutan asam phosfat 0.1 M. Penelitian ini berperan sangat pentingkarena fakta bahwa penggunaan bahan-bahan kimia sebagai aditif anti korosi bersifat toxic terhadap manusiamaupun lingkungan. Oleh sebab itu bahan alami yang berasal dari tumbuhan diharapkan dapat difungsikansebagai bahan antikorosi yang murah, nontoxic dan ramah lingkungan.

2. METODEPenelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia dasar jurusan Teknik Kimia Politeknik dari bulan

Maret sampai November 2018. Eksperimen terdiri atas tiga bagian utama, pertama adalah proses ekstraksi,kedua uji korosi dengan metode weight loss dan ketiga pengolahan dan interpretasi data, pelaporan dandiseminasi hasil penelitian. Sebanyak 50 gram kulit buah markisa kering dihaluskan kemudian diekstrak didalam larutan NaOH selama 5 jam dengan refluks. Larutan ekstrak disaring dan dinetralkan lalu dipekatkansampai seluruh pelarut menguap. Ekstrak padat ini kemudian digunakan untuk uji inhibisi korosi denganvariasi konsentrasi 0-550 ppm di dalam air dan asam phosfat encer. Spesimen baja karbon dipotong denganukuran sekitar 3 x 2 x 0.2 cm, permukaan diamplas halus, dicuci dengan aceton dan dibilas dengan airaquades. Sekitar 0.1M H3PO4 dibuat dengan cara mengencerkan dengan aquades. Spesimen direndam dalam ±1L larutan asam dengan pengadukan dan konsentrasi inhibitor (0-550 ppm) selama 4 hari. Ekstrakditambahkan ke dalam larutan kemudian specimen yang telah ditimbang beratnya dimasukkan ke dalamlarutan. Setelah itu pengaduk dinyalakan selama 4 hari. Setelah 4 hari besi diambil dari larutan, dibersihkandan berat akhirnya ditimbang. Laju korosi kemudian dihitung menggunakan persamaan (8). Efisiensi inhibitordihitung menggunakan persamaan (9).

Gambar 1. Pengaturan uji korosi dengan pengadukan

3. HASIL DAN PEMBAHASANHasil uji korosi baja di dalam air dengan konsentrasi inhibitor berbeda dan dengan pengadukan dapat

dilihat pada grafik 1 dan 2. Laju korosi baja tanpa inhibitor (0 ppm) terdeteksi pada laju 1.75 mg/cm2.h yangkemudian menurun menjadi 1.25 mg/cm2.h pada konsentrasi inhibitor 50 ppm. Penurunan penurunan laju jugaterjadi pada konsentrasi inhibitor 100 ppm dan selanjutnya cenderung menjadi konstan sampai konsentrasiinhibitor 550 ppm dengan laju berkisar 1 mg/cm2.h. Dari grafik 2 terlihat bahwa ekstrak kulit buah markisa

Page 135: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 135

mampu menurunkan laju korosi baja di dalam air dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Efisiensi inhibitormeningkat pada konsentrasi inhibitor 50 sampai 200 ppm yang selanjutnya cenderung konstan pada nilai 45%pada konsentrasi inhibitor yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh pembatas arus difusidimana spesies aktif inhibitor tidak dapat mencapai permukaan logam.

Grafik 1. Laju korosi baja dalam air dengan pengadukan (50 rpm).

Grafik 2. Efisiensi inhibitor ekstrak kulit buah markisa pada korosi baja dalam air dengan pengadukan

Laju korosi baja di dalam asam phosfat encer (0.1M) dengan pengadukan dan efisiensi inhibitorditampilkan pada grafik 3 dan 4. Dari grafik 1 terlihat bahwa secara keseluruhan, laju korosi baja di dalamlarutan asam phosfat jauh lebih rendah disbanding dalam air. Pada uji korosi baja tanda inhibitor, laju korosihanya sekitar 0.035 mg/cm2.h, hal ini memnandakan bahwa asam phosfat encer juga telah mempengaruhilingkungan dan keaktifan permukaan baja. Selanjutnya laju korosi secara bertahap menurun denganpeningkatan konsentrasi inhibitor sampai 300 ppm dan cenderung konstan pada konsentrasi lebih dari 300ppm. Keadaan ini terjadi karena kemampuan difusi spesies aktif yang telah mencapai batas atau yang disebutarus pembatas difusi. Efisiensi inhibitor pada keadaan ini mengalami peningkatan dari 0 ppm sampai 300ppm dan cenderung konstan pada konsentrasi inhibitor diatas 300 ppm. Secara keseluruhan efisiensi inhibitorrata-rata di dalam larutan asam phosfat meningkat menjadi sekitar 57% .

0

0.5

1

1.5

2

0 100 200 300 400 500 600

Laju

kor

osi (

mg/

cm2.

h

Konsentrasi inhibitor (ppm)

0

20

40

60

80

0 100 200 300 400 500 600Efisi

ensi

Peng

ham

bata

n (%

)

Konsentrasi inhibitor (ppm)

Page 136: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 136

Grafik 3. Laju korosi baja dalam asam phosfat (0.1 M) dengan pengadukan (50 rpm).

Grafik 4. Efisiensi inhibitor ekstrak kulit buah markisapada korosi baja di dalam asam phosfat (0.1 M) denganpengadukan (50 rpm).

4. KESIMPULANEkstrak kulit buah markisa yang mengandung lignin dapat menurunkan laju korosi baja lunak dalam

larutan asam fosfat dan air dengan pengadukan. Efesiensi meningkat dengan peningkatan konsentrasi danmenjadi konstan sekitar 45% terjadi pada konsentrasi inhibitor lebih dari 200 ppm di dalam air. Sedangkan didalam larutan asam phosfat, efisiensi meningkat menjadi sekitar 57%. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulitbuah markisa yang mengandung senyawa lignin berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat korosi baja didalam larutan asam maupun air. Ekstrak kulit buah markisa lebih efisien menghambat korosi baja di dalamlarutan asam.

5. PUSTAKAAkbar, Muhammad. 2011. Pengaruh Penambahan Ekstrak Kasar daun Teh Sebai Inhibitor Organik Pada

Baja Karbon Rendah. Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar.Aprael S. Yaro, Anees A. Khadom, Rafal K. Wael, Apricot Juice As Green Corrosion Inhibitor Of Mild Steel

In Phosphoric Acid, Alexandria Engineering Journal (2013) 52, 129–135Altwaiq, A., Khouri, S. J., Al-luaibi, S., Lehman, R., Drücker, H.,dan Vogt, C. 2011. The Role of Extracted

Alkali Lignin as Corrosion Inhibitor. J. Mater. Environ. Sci. Vol. 2 (3): 259-270.Asdim, Penentuan Efisiensi Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) Pada Reaksi

Korosi Baja Dalam Larutan Asam, Jurnal Gradien Vol.3 No.2 Juli 2007 : 273-276Astuti,T. 2008. Potensi Dan Teknologi Pemanfaatan Kulit Buah Markisa Sebagai Pakan Ternak Ruminansi.

Universitas Andalas.PadangBudi Utomo, Wahyu dan Sri Indriati. 2015. Ekstrak Daun Teh Sebagai inhibitor Organik Korosi Baja St3.

Politeknik Negeri Ujung Pandang.

0.000

0.010

0.020

0.030

0.040

0 100 200 300 400 500 600

Laju

koro

si (m

g/cm

2.h)

Konsentrasi inhibitor (ppm)

0

20

40

60

80

0 100 200 300 400 500 600

Efisi

ensi

Peng

ham

bata

n (%

)

Konsentrasi inhibitor (ppm)

Page 137: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.132-137) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 137

Dence, C.W. 1992. Methods In Lignin Chemistry. Berlin: Springer-Verlag.Fajar Sidik, M. 2013. Analisa Korosi dan Pengendaliannya. Akademi Perikanan Baruna Slawi. Jurnal

Foundry Vol. 3 No. 1 April 2013 ISSN : 2087-2259Nehemia. 2015. Pemanfaatan Lignin Kulit Kopi Sebagai Inhibitor Korosi Pada Besi. Universitas Jember.

Jember.Ningrum, Lutfiani. 2013. Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak (Mild Steel).

Politeknik Negeri Ujung Pandang.Maria Erna, dkk. 2009. Karboksimetil Kitosan Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja Lunak Dalam Media Air

Gambut. Jurusan kimia FMIPA. .Universitas andalas.Ttrethewey.KR. J. Chamberlain.1991. Korosi Untuk Mahasiswandan Rekayasa. Jakarta. PT Grsmedia Pustaka

Utama.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kami sampaikan kepada Direktur PNUP, Ketua unit penelitian PNUP, dan pihakKementrian ristekdikti yang telah mendanai penelitian ini sesuai kontrak penelitian tahun 2018 dengan nomor:066/SP2H/DRPM/2018, tanggal 9 Maret 2018 sehingga dapat terlaksana dengan baik,. juga kepada rekan-rekan dosen dan staf Jurusan Teknik kimia.

Page 138: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.138-142) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 138

PEMBUATAN ADSORBEN BERBAHAN AKTIF BIJI KELOR UNTUK PENGOLAHANAIR

Abdul Azis1), HR. Fajar1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang

ABSTRACT

Water supply in some part of Indonesia especially in village and remote area still depends on water from naturalsources such as river and well. This water quality can change easily. This research aimed to create adsorbent from naturalmaterial (Moringa seed) which can be easily obtained or grown by people to improve water quality. This research wasconducted in two variations. Firstly, the variation in Moringa seed compositions (25, 30, and 35%) with contact time 3hours, respectively. Secondly, the contact time variation (2, 3, 4, 5, and 6 hours) with Moringa seed compositions 25%.Water quality before and after processing was examined based on metal analysis of Cu and Fe components, pH,conductivity, turbidity and total coliforms. The results indicated that adsorbent with 25% Moringa seed composition wasthe most effective in improving river and well water quality with an optimum contact time 3 hours.

Keywords: water, quality, processing, absorbent, moringa seed.

1. PENDAHULUANAir bersih sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk

keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang baiksesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar olehbermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga secara kualitas, sumber daya airtelah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas, ketersediaan air bersih kadangkala sudah tidakmampu memenuhi kebutuhan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya yang terus meningkat dari waktuke waktu.

Menurut Achmad (2004), kualitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain yang terkandungdalam air, terutama senyawa-senyawa sintetik baik dalam bentuk organik maupun anorganik, juga adanyamikroorganisme. Setiap tahun berjuta ton partikel padat terlepas di udara melalui cerobong asap pabrik danknalpot kendaraan sehingga mengkontaminasi awan yang terbentuk, sehingga hujan yang turun pun dari harike hari semakin tinggi derajat keasamannya, yang kemudian di dalamnya terkandung zat-zat yang berbahayabagi tubuh kita yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit dari yang ringan dan instant seperti gatal-gatal dikulit atau timbulnya penyakit diare, maupun yang berat dan bersifat akumulasi sehingga berakibat timbulnyapotensi penyakit seperti kanker.

Air sungai dan air sumur umumnya masih merupakan sumber daya air alami yang sangat diandalkandi beberapa daerah pedesaan maupun pedalaman. Air yang umumnya memiliki kualitas yang rendah akibatpencemaran tersebut biasanya dipergunakan untuk keperluan keluarga sehari-hari mulai dari mencuci, mandi,sampai masak dan minum. Berbagai definisi pencemaran air dikemukakan dalam beberapa literatur antaralain oleh Warlina (2004) bahwa pencemaran air adalah terjadinya perubahan komposisi atau kondisi yangdiakibatkan oleh adanya kegiatan atau hasil kegiatan manusia sehingga secara langsung maupun tidaklangsung air menjadi tidak layak atau kurang layak untuk semua fungsi atau tujuan pemanfaatan sebagaimanakewajaran air yang dalam keadaan alami.

Oleh karena itu, perlu dicarikan cara pengolahan untuk meningkatkan kualitas air tersebut denganmenggunakan bahan alami yang mudah ditemui dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat di pedesaan ataupedalaman yang dapat digunakan sebagai bahan pengendap atau penjernih. Sehingga dalam penelitian ini,akan digunakan biji kelor sebagai bahan penjernih yang menggunakan bahan baku biji kelor dengan melaluimodifikasi yang bertujuan untuk digunakan secara berulang, karena biji kelor tumbuh musiman sedangkan airbersih digunakan setiap hari. Pemanfaatan biji kelor untuk penjernih air adalah sebuah teknik penjernihan airyang secara alami belum diketahui banyak orang secara umum. Menurut Oludoro dan Aderiye (2007), bijikelor dapat menjernihkan air karena di dalam biji kelor terdapat kandungan protein bermuatan positif yang

1 Korespondensi penulis: Abdul Azis, Telp 081342352885, [email protected]

Page 139: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.138-142) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 139

berperan sebagai agen penjernih air. Amagloh dan Benang (2009) mengemukakan bahwa serbuk biji kelormampu menumpas bakteri Escherichia coli, Streptococcus faecalis dan Salmonella typymurium.

Proses koagulasi dengan biji kelor memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengolahan airyang menggunakan bahan sintetis karena bersifat alami dan dapat dikonsumsi. Biaya penggunaan lebih murahdibandingkan penggunaan koagulan yang biasa digunakan yakni alum. Mengingat hal tersebut, penelitian inidilakukan untuk melihat kemampuan serbuk biji kelor matang dan kering sebagai koagulan dalam prosespengolahan air sungai dan air tanah atau air sumur setelah dimodifikasi menjadi batuan dengan campuranpasir, serbuk batu bata, dan semen.. Parameter kualitas air yang diuji, dalam penelitian ini diantaranyaturbiditas, konduktifitas, kadar logam (Cu dan Fe), pH, dan total koliform.

2. METODE PENELITIANBahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji (sampel) dan bahan kimia serta bijikelor yang diambil di Jeneponto pada bulan Maret 2018.

Bahan kimia yang digunakan adalah besi (III) sulfat, tembaga (II) sulfat, Single Strength LactoseBroth (Merck), Double Strength Lactose Broth (Merck), pereaksi oksigen alkali iodida azida, Natrium Iodida(NaI) sebagai oksidator, Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,025 N (Merck), Asam Sulfat (H2SO4) 6 N (Merck),Mangan Sulfat (MnSO4) 4 M (Merck), dan indikator amilum.

AlatAlat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter (Myron L ARH1), thermometer

digital, portable conductymeter (Myron L ARH1), portable turbidity meter (HANNA Instrument),Spectrophotometer UV-Vis (Perkin Elmer), magnetic stirrer (Cymarec*2), cuvet, tabung durham, dan alatlainnya.

Prosedur PenelitianSampel yang digunakan pada penelitian ini adalah air yang diperoleh dari Sungai Tello dan salah satu

sumur warga di Kecamatan Tello Kota Makassar. Sebelum dan sesudah diolah menggunakan adsorben yangtelah dibuat, kedua jenis sampel air tersebut dinalisis untuk mengetahui perubahan kualitas kedua jenis sampelair dengan mengukur beberapa parameter uji yang meliputi kadar Fe dan Cu menggunakan spektrofotometerUV/Vis, turbiditas dengan turbidimeter, konduktivitas dengan konduktometer, pH dengan pH-meter, dan totalkoliform dengan metode MPN koliform.

3. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis Sampel Air Sungai dan Air Sumur Sebelum Diolah

Sebelum dilakukan pengolahan terhadap sampel air sungai dan air sumur, terlebih dahulu dilakukananalisis awal pada beberapa parameter uji kualitas air yakni kandungan logam Cu dan Fe, turbiditas,konduktivitas, pH, dan total koliform. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran kondisi awal darisampel air yang akan diolah, sehingga tingkat keberhasilan pengolahan yang dilakukan dapat diukur. Hasilanalisis awal air sungai disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Analisis Awal Air Sungai dan Air Sumur

Parameter HasilAir sungai Air sumur

Kadal logam Cu (mg/l)Kadar logam Fe (mg/l)

62,52,89

31,251,53

Konduktivitas 1,62 0,88Turbiditas (NTU) 30,78 70,64pH 7,63 7,98Total koliform (MPN) ≥2400000 ≥2400000

Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan baku mutu air menurut PermenkesNomor 492 tahun 2010, kedua jenis tersebut tidak layak digunakan sebagai air minum. Untuk dapat digunakansebagai air minum atau air baku pengolahan air minum, maka air tersebut perlu diolah terlebih dahulu.

Page 140: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.138-142) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 140

Berbagai teknik pengolahan air telah diteliti atau dikembangkan oleh para ahli, bahkan beberapa di antaranyatelah diaplikasikan untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat. Pada penelitian ini pengolahan air tersebutdilakukan dengan teknik adsorbsi menggunakan adsorben yang dibuat dari campuran pasir, serbuk batu bata,dan semen serta serbuk biji kelor kering sebagai bahan aktif.

Analisis Sampel Air Setelah Adsorpsi dengan Variasi Komposisi Biji KelorAdsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah adsorben berupa batuan yang dibuat dari campuran

pasir, serbuk batu bata, dan semen dengan perbandingan volume 3 : 1,5 : 1 yang diukur dengan gelas ukur danditambahkan pula serbuk biji kelor kering dengan variasi komposisisi 20, 25 dan 30% dari total material yangdigunakan. Proses adsorpsi dilakukan melalui suatu proses kontak langsung yakni perendaman adsorbenbaik dalam sampel air sungai maupun dalam sampel air sumur yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitasair tersebut masing-masing selama 3 jam. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Analisis Air Pada Variasi Komposisi Biji Kelor (Waktu Kontak 3 Jam)Sampel Air Parameter Uji Komposisi Biji Kelor dalam Adsorben (%)

20 25 30Air Sungai Kadar Cu (mg/l) 0,139 0,104 0,138

Kadar Fe (mg/l) 1,32 1,21 1,45Konduktivitas (mS/cm) 0,367 0,274 0,375Turbiditas (NTU) 32,98 7,61 12,78pH 7,18 7,27 7,91Total koliform (MPN) TU 6300 TU

Air Sumur Kadar Cu (mg/l) 0,087 0,083 0,135Kadar Fe (mg/l) 0,76 0,72 0,81Konduktivitas (mS/cm) 0,511 0,419 0,283Turbiditas (NTU) 25,0 5,1 9,9pH 7,16 7,29 7,71Total koliform (MPN) TU 1700 TU

Catatan: TU = tidak diuji

Analisis Sampel Air Setelah Adsorpsi dengan Variasi Waktu KontakProses adsorpsi juga dilakukan terhadap sampel air sungai dan air sumur dengan memvariasikan waktu

kontak 2, 3, 4, 5, dan 6 jam. Untuk variasi ini digunakan adsorben berupa batuan yang telah dibuat dengankomposisi biji 25% terhadap total campuran material yang digunakan. Hasil analisis disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Analisis Air Pada Variasi Waktu Kontak (Komposisi Biji Kelor 25%)SampelAir

Parameter Uji Waktu Kontak (Jam)2 3 4 5 6

AirSungai

Kadar Cu (mg/l) 0,113 0,126 0,135 0,139 0,148Kadar Fe (mg/l) 2,03 0,69 2,04 2,40 2,66Konduktivitas (mS/cm) 0,467 0,449 0,367 0,298 0,287Turbiditas (NTU) 6,32 4,85 12,6 21,3 41,2pH 7,60 7,45 7,53 7,52 7,56Total koliform (MPN) TU 6300 TU TU TU

AirSumur

Kadar Cu (mg/l) 0,022 0,022 0,026 0,026 0,035Kadar Fe (mg/l) 0,70 0,61 0,76 0,93 1,18Konduktivitas (mS/cm) 1,192 1,036 0,340 0,238 0,213Turbiditas (NTU) 3,97 3,90 5,87 5,11 8,76pH 7.97 6,74 6,98 7,13 7,22Total koliform (MPN) TU 1700 TU TU TU

Hasil penelitian yang disajikan dalam tiga tabel di atas menunjukkan bahwa biji kelor memilikikemampuan sebagai adsorben atau penjerap berbagai zat kimia dan mikroorganisme yang terkandung dalam

Page 141: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.138-142) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 141

sampel air sungai dan air sumur. Hal tersebut terlihat dengan terjadinya penurunan pada hampir semuaparameter yang diuji dalam penelitian ini yakni kandungan logam Cu dan Fe, turbiditas, konduktivitas, totalpH, dan total koliform.

Kandungan logam Cu dan FeAdsorben yang mengandung bahan aktif biji kelor 25% dengan waktu kontak 3 jam mampu

menurunkan kandungan senyawa tembaga (Cu) dalam air sungai dari 62 mg/l menjadi 0,104 mg/l. Penurunanini sangat besar mencapai 99,8% dan merupakan angka penurunan yang relatif sama pada semua perlakuanpengolahan yang dilakukan dalam penelitian ini. Hal yang sama terjadi pada sampel air sumur, penurunankandungan Cu tertinggi mencapai 99,9% (pada komposisi biji kelor 25% dengan waktu kontak 2-3 jam) yaknidari 31,25 mg/l menjadi 0,022 mg/l dan terendah 99,6% (pada komposisi biji kelor 30% dengan waktu kontak3 jam) dari 31,25 mg/l menjadi 0,148 mg/l. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan adsorbenberupa batu buatan yang mengandung bahan aktif biji kelor tersebut sangat memuaskan karena PermenkesNo. 492 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Minum membatasi kadar maksimum untuk tembaga 2 mg/l. Darisemua variasi perlakuan proses pengolahan menghasilkan air dengan kandungan logam tembaga yangmemenuhi standar tersebut.

Adsorben buatan ini juga terbukti memiliki kemampuan menjerap atau menurunkan zat besi (Fe) yangterkandung dalam sampel air sungai dan air sumur. Untuk sampel air sungai penurunan terbesar mencapai75,8% yakni dari 2,89 mg/l menjadi 0,70 mg/l (pada komposisi biji kelor 25% dengan waktu kontak 3 jam),sedangkan penurunan terkecil 7,96% yakni dari 2,89 mg/l menjadi 2,66 mg/l pada waktu kontak 6 jam.Sedangkan pada sampel air sumur penurunan kadar Fe terbesar mencapai 60% yakni dari 1,53 mg/l menjadi0,61 mg/l (pada komposisi biji kelor 25% dengan waktu kontak 3 jam). Meskipun pengolahan tersebut mampumenurunkan kadar besi yang sangat besar, namun kadar besi dalam semua air hasil olahan masih melebihibaku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No. 492 Tahun 2010 yang membatasi kadar besi maksimum 0,3mg/l.

KonduktivitasHasil uji konduktivitas sampel air baku dan sampel air hasil olahan sebagaimana tersaji dalam ketiga

tabel di atas menunjukkan bahwa pengolahan dengan adsorben yang telah dibuat mampu menurunkankonduktivitas air sungai dari 1,62 mS/cm kei kisaran 0,287-0,467 mS/cm, dimana penurunan tertinggidiberikan oleh adsorben dengan komposisi biji kelor 25% pada waktu kontak 6 jam. Begitupula pada sampelair sumur, terjadi penurunan konduktivitas dari 0,88 mS/cm ke kisaran 0,213-1,192 mS/cm. Penurunan inisejalan dengan penurunan kandungan logam Cu dan Fe setelah proses pengolahan karena konduktivitas padaair merupakan ekspresi numeric yang menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan aruslistrik yang diakibatkan adanya ion-ion bermuatan yang terlarut dalam air tersebut. Namun demikian,konduktivitas sampel air bukan semata-mata disebabkan oleh kedua jenis logam tersebut melainkan jugadisebabkan oleh logam-logam dan zat-zat bermuatan lainnya.

TurbiditasTurbiditas atau kekeruhan adalah adanya partikel koloid dan suspensi dari suatu bahan pencemar antara

lain beberapa bahan organic dan bahan anorganik dari buangan industry, rumah tangga, budidaya perikanan,dan sebagainya yang terkandung dalam perairan (Suraiwira, 1993). Jenis turbidimeter yang digunakan padapenelitian ini menggunakan satuan NTU. Satuan NTU dipergunakan untuk menggambarkan tingkatkekeruhan, semakin banyak cahaya yang terpancarkan, maka semakin tinggi nilai kekeruhannya. Sehingga,nilai NTU yang rendah mengindikasikan tingginya tingkat kejernihan air, sebaliknya nilai NTU yang tinggimengindikasikan bahwa nilai kejernihannya rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekeruhan sampelair sungai dan air sumur cenderung mengalami peningkatan dengan bertambahnya komposisi biji kelor dalamadsorben kecuali pada komposisi 20% dengan waktu kontak 6 jam (penurunan kekeruhan tertinggi) dan padakomposisi 25% dengan waktu kontak 3 jam. Hal ini disebabkan adanya partikel dari material penyusunadsorben yang terlarut atau membentuk suspensi pada air olahan.

Derajat Keasaman, pHDerajat keasaman (pH) sampel air sungai dan air sumur secara umum relatif stabil walaupun cenderung

sedikit menurun setelah proses pengolahan, dimana pH sebelum dan sesudah pengolahan berada dalamkirasan 6,74-7,91, sedangkan baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No. 492 tahun 2010 adalah 6,5-

Page 142: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.138-142) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 142

8,5. Hal ini disebabkan adanya beberapa jenis asam yang terkandung dalam biji kelor seperti asam palmitat,stearat, dan oleat.

Total koliformUji parameter total koliform hanya dilakukan terhadap sampel air baku dari sungai dan sumur, juga

terhadap air hasil pengolahan pada kondisi terbaik yaitu komposisi biji kelor 25% dengan waktu kontak 3 jam.Hasil uji pendugaan hasil positif ditandai dengan adanya gelembung pada tabung durham yang berarti terjadiproses fermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Pada sampel air sumur MPN 10-1 terdapat hasil positif dariketiga tabung tersebut.Pada MPN 10-2 terdapat ketiga tabung menunjukkan hasil yang negatif. Sedangkanpada MPN 10-3 terdapat hasil positif pada tabung pertama dan negatif pada tabung kedua dan ketiga. Setelahditentukan nilai MPN Coliform berdasarkan tabel MPN dengan formasi 3-0-1 nilai MPN/g dari air sumuradalah 38 atau dalam sampel air tersebut mengandung Coliform 38/100 ml air pada setiap gramnya.

Adsorben berbahan aktif biji kelor ini terbukti mampu menghilangkan atau membunuh mikroorganismedalam sampel air sungai dan air sumur dari masing-masing lebih ≥2400000 menjadi 6300 dan 1700/100 mlsampel. Namun disayangkan bahwa nilai tersebut belum memenuhi standar yang ditetapkan dalam PermenkesNo. 492 Tahun 2010 yakni 0 per 100 ml sampel. Berarti air hasil pengolahan ini tidak boleh digunakansebagai air minum tanpa pemasakan.

4. KESIMPULANAdsorben yang dibuat campuran pasir, batu bata, dan semen serta bahan aktif biji kelor terbukti mampu

memperbaiki kualitas sampel air sungai dan sampel air sumur, dimana komposisi biji kelor yang terbaikdalam adsorben adalah 25% dengan waktu kontak 3 jam. Namun demikian air hasil pengolahan tersebutbelum bisa dikonsumsi langsung karena masih mengandung mikroorganisme patogen yang tidak boleh adaberdasarkan Permenkes 492 Tahun 2010.

5. DAFTAR PUSTAKAAchmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Bandung: ITB.Amagloh, Francis Kweku dan Amos Benang. 2009. Effectiveness of Moringa Oleifera Seed as Coagulant for

Water Purification. Full Length Research Paper. African Journal of Agricultural Research Vol. 4 (1), pp.119-123. http://www.academicjournals.org/AJAR .ISSN 1991-637X © 2009 Academic Journals

Oluduro, A. O and B.I. Aderiye. 2007. Efficacy of Moringa oleifera Seed Extract on the Microflora of Surfaceand Underground Water. Department of Microbiology, University of Ado-Ekiti, Ado-Ekiti, Nigeria.

SNI. 2004. Pengujian Kualitas Air Sumber dan Limbah Cair. Direktorat Pengembangan Lab Rujukan danpengolahan Data. BAPEDAL. Jakarta.

Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Makalah pribadi. SekolahPasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 143: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 143

EVALUASI SENSORI DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA MINUMAN INSTANKAYA POLIFENOL DARI BIJI KAKAO PILIHAN

Pirman1), Muh.Yusuf1), Meidi Utami2), Rahmawati2), Syamsul Alam3)

1)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2)Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

3)Teknisi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Theobroma cacao L. is a food plant rich in phytochemicals compounds, such as polyphenols that are beneficialfor health. The main objective of this research is to make functional drink and to determine the total polyphenol contentof products, color value (L*,a*,b*), in vitro antioxidant activity (free radical DPPH), antidiabetic effect (pancreaticamylase inhibitory), and sensory evaluation. Cocoa instant drink formula with the highest acceptability based on tasteand aroma are the formula A1, B2, B1 and E1. Instant drink of cocoa inhibits DPPH (49.38% - 88.89%) and α-amylase(28.06% - 67.43%). In conclusion, the formula of instant drink of selected cocoa have potential developed to healthfood for preventive of diabetic diseases.

Keywords: antioxidant, α-amilase, cocoa, and polyphenols

1. PENDAHULUANMinuman instan merupakan salah satu produk yang paling popular di dunia (Da Silva et al, 2008).

Produk tersebut tidak hanya disukai oleh anak-anak melainkan juga orang dewasa. Ditinjau dari aspekfitokimia biji kakao sangat baik dikembangkan menjadi produk coklat fungsional yang bernilai ekonomiseperti tablet antioksidan, dark chocolate dan minuman instan coklat kaya polifenol. Beberapa manfaatsenyawa polifenol pada biji kakao adalah sebagai antidiabetes, antihipertensi, anti penuaan dini sertakemungkinan sebagai anti kanker (Martin et al., 2010 : 2013).

Pada umumnya biji kakao yang dihasilkan oleh petani merupakan biji kakao tanpa fermentasisehingga kualitasnya sebagai bahan baku produk makanan olahan coklat termasuk kategori rendah. Beberapakelemahan biji kakao yang dihasilkan oleh petani diantaranya tingkat keasaman rendah, kadar biji slaty relatiftinggi, dan citarasa khas kakao yang lemah karena tidak terbentuknya senyawa prekursor aroma. Kualitas bijikakao untuk industri coklat sangat ditentukan oleh kandungan senyawa polifenol, aroma dan citarasa.Kandungan senyawa aroma coklat dan citarasa dapat diperoleh melalui proses fermentasi sempurna biji kakaobasah sebelum pengeringan (Putra dkk, 2010). Proses fermentasi yang optimal dapat menghasilkan biji kakaoberkualitas baik dengan karakteristik yang diinginkan (Cruz et al, 2015).

Kandungan senyawa polifenol, proses pengolahan dan jenis bahan tambahan akan mempengaruhikandungan gizi, sifat fungsional dan karakteristik sensori pada minuman. Didasarkan pada uraian di atas,maka studi ini dilakukan untuk mengembangkan minuman instan fungsional dari biji kakao pilihan blendedfermentasi maupun tanpa fermentasi, evaluasi sensori sebagai formula minuman fungsional dengan aromacoklat dan cita rasa yang disukai dan penentuan sifat fisikokimia formula minuman instan. Tahapan penelitianyang telah dilakukan adalah sebagai berikut: seleksi buah kakao, pelepasan biji kakao, fermentasi biji kakao,pengeringan biji kakao fermentasi dan tanpa fermentasi, formulasi kakao, evaluasi sensori dan sifatfisikokimia formula minuman instan.

2. METODE PENELITIANBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel biji kakao pilihan varietas lokal forastero

(BKLF) yang diperoleh dari Kabupaten Bulukumba. Semua pelarut dan pereaksi yang digunakan sepertietanol, aseton, methanol, heksan, natrium karbonat, natrium asetat, asam asetat glasial, pereaksi Folin-Ciocalteus berkualiatas pro analisis dan diperoleh dari Merck (Germany). 2,2-diphenyl-2-picylhydrazylhydrate (DPPH), asam galat, asam askorbat, acarbose, DNS, α-amylase (EC 3.2.1.1) pankreas diperoleh dariSigma Chemical Corporation (St. Louis, MO, USA). Bahan tambahan lain seperti pemanis stevia, CMC, susububuk rendah lemak, vanilla dan gula aren berkualitas pangan.

1 Korespondensi penulis: Pirman, Telp 082188479616, [email protected]

Page 144: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 144

3. HASIL DAN PEMBAHASANKarakterisasi sifat fisik (warna L*a*b*) produk formula Minuman Instan Kakao

Hasil analisis warna pada 21 produk formula dapat dilihat pada Tabel 2 Produk minuman instan kakaomemiliki nilai L* antara 50,97 ± 0,03 - 58,32 ± 0,30. Nilai L* tertinggi terdapat pada produk formula F1sebesar 58,32 ± 0,30, sedangkan terendah terdapat pada produk formula G2 sebesar 50,97 ± 0,03.

Tabel 2. Hasil analisis warna produk formula Minuman Instan KakaoSampel L* a* b* Sampel L* a* b*

A1 55,35 ± 0.40 12,69 ± 0,34 14,96 ± 0,28 D3 55,08 ± 0.37 12,55 ± 0,01 18,96 ± 0,04A2 53,42 ± 0.24 12,98 ± 0,03 15,69 ± 0,30 E1 57,67 ± 0.49 11,66 ± 0,21 17,81 ± 0,56A3 52,86 ± 1.44 12,87 ± 0,02 15,90 ± 0,08 E2 56,49 ± 0.53 12,12 ± 0,01 18,55 ± 0,17B1 54,02 ± 0.70 11,92 ± 0,10 14,96 ± 0,13 E3 55,44 ± 0.75 12,13 ± 0,21 18,28 ± 0,31B2 53,61 ± 0.80 12,27 ± 0,33 15,77 ± 0,48 F1 58,32 ± 0.30 10,92 ± 0,06 16,14 ± 0,06B3 53,32 ± 0.43 12,50 ± 0,08 16,30 ± 0,54 F2 57,71 ± 0.30 11,14 ± 0,01 16,48 ± 0,00C1 54,94 ± 1.06 11,49 ± 0,14 14,36 ± 0,14 F3 56,53 ± 0.61 11,67 ± 0,17 17,22 ± 0,16C2 53,50 ± 0.33 11,65 ± 0,64 15,90 ± 0,92 G1 51,41 ± 0.13 10,57 ± 0,06 17,99 ± 0,02C3 53,24 ± 0.25 11,91 ± 0,11 15,34 ± 0,30 G2 50,97 ± 0.03 10,76 ± 0,01 18,35 ± 0,00D1 56,18 ± 0.38 12,43 ± 0,16 18,94 ± 0,22 G3 51,46 ± 0.01 11,78 ± 0,01 20,08 ± 0,00D2 55,98 ± 0.01 12,53 ± 0,02 18,59 ± 0,74 - - - -Keterangan : Pengukuran dilakukan duplo

Jumlah bahan baku dan jenis pemanis dalam produk minuman tidak berpengaruh siknifikan terhadapnilai a* kecuali produk formula G1 dan G2 terdapat perbedaan yang disebakan karena pada produk tersebutmenggunakan tepung talbina di dalam formulanya. Sebaliknya nilai b* semua produk minuman instan kakaomeningkat dengan naiknya jumlah bubuk kakao di dalam formula. Formula (D1 - D3, E1 - E3, F1 - F3)dengan persentase bubuk fermentasi 70% memiliki nilai L* dan b* yang lebih tinggi dibandingkan denganproduk formula yang mengandung bubuk tanpa fermentasi 70%, sedangkan nilai a* tidak berbeda. Dengandemikian semua produk minuman instan kakao termasuk kategori minuman warna kurang gelap (darkless)dengan nilai L * diatas 45.Evaluasi Sensorik Produk minuman Instan Kakao

Evaluasi sensorik terhadap produk minuman instan kakao dilakukan dengan uji hedonik berdasarkanpenilaian oleh 33 panelis. Parameter penilaian meliputi aroma, sweetness, acidity, bitterness dan astringency.

Hasil uji hedonik terhadap 9 kategori menunjukkan bahwa umumnya panelis memberikan penilaianpada 3 kategori kesukaan dengan persentase tinggi. Persentase panelis yang memilih 3 kategori tingkatkesukaan (suka, agak suka dan tidak suka) terhadap aroma, sweetness, acidity, bitterness dan astrigency dapatdilihat pada Gambar 1 - 5.

Gambar 1. Tingkat kesukaan panelis terhadap aromacoklat produk minuman instan kakao

Gambar 2. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasamanis (sweetness) produk minumaninstan kakao

Jumlah panelis terbanyak yang memilih kategori suka terdapat pada produk formula G3 denganpersentase 48,48% diikuti oleh produk formula A1 dan B2 sebesar 42,42 %, sedangkan yang terendah adalahproduk formula B3 dengan persentase 9,09 %. Sebaliknya produk formula B3 memiliki persentase tertinggiterhadap jumlah panelis yang memilih kategori agak suka yaitu sebanyak 39,39% diikuti oleh formula A2 danG2 sebanyak 33,33%. Panelis yang memilih kategori agak suka diindikasikan cenderung suka, sehingga dariGambar .1 dapat diketahui bahwa aroma yang disukai panelis yaitu produk formula A1 dan B2. Penilaianpanelis terhadap produk formula A1 dan B2 kategori tidak suka sangat rendah yaitu 0% (A1) dan 3,03% (B2).

0

10

20

30

40

50

60

A1

A2

A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1

D2

D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1

G2

G3

Aroma

% P

anel

is

Tidak Suka Agak Suka Suka

0

10

20

30

40

50

A1

A2

A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1

D2

D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1

G2

G3

Sweetness

% P

anel

is

Tidak Suka Agak Suka Suka

Page 145: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 145

Gambar 2 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap 21 formula minuman instan kakao denganatribut rasa manis (sweetness). Jumlah panelis terbanyak yang memilih kategori suka terdapat pada produkformula B1 dengan persentase 42,42% diikuti oleh produk formula E1 sebesar 39,39 % dan yang tidakmemilih kategori suka adalah produk formula C1 - C3 dan F1 - F3. Persentase panelis yang menyatakan tidaksuka untuk produk formula C1 - C3 dan F1 - F3 cukup tinggi yaitu masing masing berkisar antara 12,1 - 36,36% dan 36,36 - 42,42 %. Dengan demikian terindikasi tidak ada panelis yang menyatakan suka terhadap rasamanis pada produk formula C1 - C3 dan F1 - F3. Produk formula C1 - C3 dan F1 - F3 menggunakan steviasebagai pemanis. Panelis yang memilih kategori agak suka diindikasikan cenderung suka, sehingga dariGambar 2 dapat diketahui bahwa rasa manis yang disukai panelis yaitu formula B1 dan E1 juga didukungdengan data persentase panelis yang menyatakan tidak suka pada formula tersebut masing-masing sangatrendah yaitu 3,03% dan 6,06%. Produk formula B dan E menggunakan pemanis dari campuran gula arendengan stevia. Persentase penilaian panelis terhadap produk formula A1 – A3 dan D1-D3 masing - masingberkisar antara 12% - 24% dan 15% -24%. Pada produk ini digunakan gula aren sebagai pemanis. Tingkatkesukaan panelis terhadap produk formula minuman instan kakao (A1- A3, B1 - B3, C1 - C3, D1 - D3, E1 -E3, F1 - F3 dan G1 - G3) diduga karena perbedaan jenis pemanis yang digunakan. Pemanis stevia dan gulaaren (A. pinnata palm sugar) merupakan pemanis alamiah dengan nilai kalori yang rendah. Penggunaan steviadan gula aren dalam bentuk blended sebagai pemanis pada minuman instan kakao baru pertama kalidilaporkan dalam penelitian ini.

Gambar 3. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasaasam (acidity) produk minuman instankakao

Gambar 4. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasapahit (bitterness) produk minuman instankakao

Jumlah panelis terbanyak yang memilih kategori suka terdapat pada produk formula B1 denganpersentase 30,3% diikuti oleh produk formula E1 sebesar 24,24 % dan yang terendah adalah produk formulaC1 dan C3 dengan persentase 3,03 %. Adapun produk formula yang tidak dipilih oleh panelis dalam kategorisuka adalah produk formula F1 - F3. Jika dilihat dari persentase panelis yang menyatakan tidak suka untukproduk F1 - F3 cukup tinggi yaitu berkisar antara 21,2 - 33,33 %.

Rasa asam berasal dari adanya kandungan asam-asam organik pada kakao yang terbagi dalamkelompok asam asetat dan asam yang tidak mudah menguap termasuk didalamnya asam laktat, suksinik,malik/malat, oksalat dan tartrat (Jinap dan Zeslinda, 1995).

Jumlah panelis terbanyak yang memilih kategori suka terdapat pada produk formula E1 denganpersentase 27,27% diikuti oleh D2 sebesar 24,2 % dan produk formula yang tidak dipilih oleh panelis dalamkategori suka adalah produk formula C1. Produk formula E1 merupakan campuran dari bubuk kakaofermentasi (70%) dan tanpa fermentasi (30%). Persentase bubuk kakao fermentasi yang tinggi sertapenggunaan pemanis dari campuran stevia dan gula aren di dalam formula menyebakan produk tersebut lebihdisukai. Kandungan alkaloid (kafein dan theobromine) pada bubuk kakao fermentasi lebih rendahdibandingkan dengan tanpa fermentasi dan senyawa tersebut berkontribusi terhadap penilaian produk dariaspek rasa pahit (Van den Bogaard et.al., 2010). Selanjutnya produk formula C1 termasuk salah satu produkyang tidak disukai dari semua produk formula. Dibuktikan dengan melihat dari persentase panelis yangmenyatakan tidak suka untuk produk C1 adalah yang paling tinggi yaitu 33,33 % panelis. Penyebabketidaksukaan panelis disebabkan karena pada formula C1 persentase bubuk kakao tanpa fermentasi yangtinggi akibatnya kandungan total polifenol dan alkaloid juga tinggi dibandingkan dengan formula lain. Selainitu, penggunaan pemanis stevia di dalam formula juga berkontribusi terhadap penilaian panelis.

Jumlah panelis terbanyak yang memilih kategori suka terdapat pada produk formula E1 dan E2dengan persentase 24,24% diikuti oleh produk formula D2 sebesar 24,2 % dan produk formula yang tidakdipilih oleh panelis dalam kategori suka adalah produk formula F1 - F3. Persentase panelis yang menyatakan

0

10

20

30

40

A1

A2

A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1

D2

D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1

G2

G3

Acidity

% P

anel

is

Tidak Suka Agak Suka Suka

05

101520253035

A1

A2

A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1

D2

D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1

G2

G3

Bitterness

% P

anel

is

Tidak Suka Agak Suka Suka

Page 146: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 146

tidak suka untuk produk F1 - F3 berkisar antara 21,2 - 33,33 %. Ketidaksukaan panelis terhadap produkformula tersebut disebabkan karena rasa sepat produk yang diakibatkan oleh adanya senyawa polifenol danpemanis stevia di dalam formula juga berkontribusi terhadap penilaian panelis (Misnawi dan Jinap 2008 ;Tejo. 2013). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik (uji hedonik) maka dapat disimpulkan bahwa dariaspek rasa (taste) produk yang paling disukai panelis yaitu produk formula B1 dan E1, sedangkan dari aspekaroma, produk formula yang paling disukai adalah A1 dan D1.

Gambar 5. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sepat (astringency) produk minuman instan kakao

Kandungan Total Polifenol Produk Minuman Instan KakaoTabel 3. Kandungan total polifenol produk minuman instan kakao

SampelKadar Total polifenol Rata-rata Ekstrak Minuman Instan Kakao (mg GAE/100 mL)*

Gula Campuran(GC)

Pemanis Stevia(GS)

Tanpa Gula(Kontrol)

B1 178,81 ± 1,10 173,54 ± 3,73 167,58 ± 1,39B2 205,82 ± 2,13 198,98 ± 1,10 198,46 ± 2,70B3 226,53 ± 1,05 223,89 ± 1,05 211,79 ± 2,41E1 140,39 ± 2,13 134,25 ± 2,70 127,23 ± 1,69E2 180,39 ± 1,10 171,09 ± 1,61 170,39 ± 3,81E3 205,82 ± 1,32 189,68 ± 2,63 187,40 ± 0,30

NF1 200,56 ± 1,61 188,81 ± 1,10 179,68 ± 2,41NF2 213,02 ± 1,22 208,63 ± 0,53 207,75 ± 2,13NF3 263,89 ± 1,39 242,32 ± 2,79 226,18 ± 2,60F1 144,95 ± 2,29 133,54 ± 2,90 124,07 ± 1,85F2 174,60 ± 0,61 155,47 ± 1,05 151,61 ± 1,61F3 193,37 ± 3,97 177,05 ± 1,39 174,95 ± 0,91

Keterangan : *Diekstrak menggunakan pelarut air mendidih (100 mL) selama 2 menit

Penentuan kadar total polifenol dilakukan terhadap 24 sampel minuman instan kakao yangmengandung pemanis campuran gula aren : stevia (GC) dan pemanis stevia (GS). Sebagai kontrol(pembanding) adalah formula tanpa gula. Hasilnya dilihat pada Tabel 3 Kadar total polifenol produk minumaninstan kakao yang menggunakan campuran gula aren : stevia sebagai pemanis (B1-B3, E1 – E3, NF1 – NF3dan F1 –F3) GC lebih tinggi (140,39 ± 2,13 – 263,89 ± 1,39) jika dibandingkan dengan kadar total polifenolminuman instan kakao gula stevia (133,54 ± 2,90 – 242,32 ± 2,79) maupun minuman tanpa gula sebagaikontrol. Kandungan total polifenol pada formula tidak hanya bersumber dari bubuk kakao (kakao tanpafermentasi dan fermentasi), melainkan juga disumbang oleh polifenol yang terdapat dalam gula campurangula aren : stevia (GC) maupun pemanis stevia (GS). Menurut Andriani (2012), bahwa gula merahmengandung senyawa flavanol yang relative tinggi. Adapun kadar total polifenol tertinggi dimiliki olehformula NF3GC (100% Bubuk tanpa fermentasi) sebesar 263,89 ± 1,39 mg GAE diikuti oleh B3GC (70% NF: 30% F) sebesar 226,53 ± 1,05 dan yang terendah yaitu E1GC (70% F : 30% NF) sebesar 140,39 ± 2,13 mgGAE/100 mL. Selain gula merah, gula stevia juga mengandung polifenol sekitar 25,18 mg/g (Madan et.al.,2010). Produk minuman yang mengandung campuran gula aren dan stevia dengan variasi bubuk kakao (B1 -B3, E1 - E3, NF1 - NF3 dan F1 - F3) memiliki kandungan total polifenol yang berbeda. Demikian pula halnyapada formula minuman gula stevia dan minuman tanpa gula sebagai kontrol juga memiliki kandungan totalpolifenol yang berbeda.

0

5

10

15

20

25

30

35

A1

A2

A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1

D2

D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1

G2

G3

Astrigency

% P

anel

is

Tidak Suka Agak Suka Suka

Page 147: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 147

Karakterisasi sifat Antidiabetes dan Antioksidan produk minuman instan kakaoTabel 4. Persentase hambatan aktivitas α-amilase

ekstrak minuman formula

Sampel

% inhibisi aktivitas α-amilaseGula Campuran

(GC)PemanisStevia(GS)

Tanpa Gula(Pembanding)

B1 68,82 59,26 46,01B2 77,95 67,90 49,43B3 85,93 71,60 52,47E1 73,00 62,96 43,73E2 74,14 65,43 40,68E3 82,89 69,14 49,81

NF1 79,85 70,37 48,67NF2 82,72 71,60 50,95NF3 88,89 70,37 53,85B1 68,82 59,26 46,01F1 60,49 49,38 41,83F2 66,67 51,85 46,01F3 74,07 64,20 45,63

Tabel 5. Persentase hambatan radikal DPPH padaformula

Sampel

% inhibisi radikal DPPHGula

Campuran(GC)

PemanisStevia(GS)

TanpaGula(TG)

B1 46,31 37,87 57,43B2 48,15 44,17 58,13B3 49,39 44,09 61,64E1 54,87 46,03 50,87E2 55,87 42,09 53,12E3 56,55 44,78 56,07

NF1 45,78 29,05 40,89NF2 44,24 28,06 40,91NF3 46,11 36,13 46,30F1 60,70 67,43 52,47F2 61,79 61,43 54,41F3 65,57 64,73 62,57

Sifat antidiabetes (inhibisi amilase) ekstrak minuman instan kakao berkorelasi dengan kandungantotal polifenol formula. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa aktivitas penghambatan amilaseoleh ekstrak polifenol kakao fermentasi berkurang dibandinkan dengan ekstrak polifenol kakao tanpafermentasi.

Tabel 4 menunjukkan bahwa minuman coklat yang memiliki % inhibisi aktivitas α-amilase tertinggiuntuk masing-masing formula gula campuran (GC) dan pemanis stevia (GS) yaitu NF3 yang merupakanformula dengan bahan baku utama 100% bubuk kakao tanpa fermentasi. Sedangkan yang terendah yaitu F1GSdan F2GS dengan persentase hambatan masing-masing sebesar 49,38% dan 51,85%. Diantara formula tanpagula, gula campuran dan pemanis stevia, persentase hambatan tertinggi dimiliki oleh formula gula campuran(gula aren : stevia), hal tersebut diindikasikan berasal dari gula merah dan stevia. Nursten, H (2005)melaporkan bahwa gula merah memiliki komponen flavonoid dan benzoquinone yang berasal dari reaksiMaillard pada proses pembuatan gula tersebut.

Tabel 5 menunjukkan aktivitas antioksidan (% inhibisi radikal DPPH) berbagai formula minuman instancoklat. Persentase (%) inhibisi radikal DPPH berkisar antara 28,06% - 67,43%. Diantara formula yang ada,terdapat 3 formula yang menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu formula minuman F1, F2 danF3. Ketiga formula tersebut menggunakan 100% bubuk kakao fermentasi. Antioksidan ekstrak polifenolbubuk kakao fermentasi lebih aktif dibandingkan dengan bubuk kakao tanpa fermentasi. Ekstrak kakaofermentasi lebih efektif sebagai antioksidan enzimatik (enzymatic antioxidant) dibandingkan kakao tanpafermentasi. Proses ferementasi dapan meningkat aktivitas antioksidan kakao secara in vivo (Emmanuel et al.,2015).

4. KESIMPULAN DAN SARANFormula minuman instan kakao dengan akseptibilitas yang paling tinggi berdasarkan rasa (taste),

aroma dan rasa manis adalah formula B1, E1, A1, B2, B1 dan E1. Kandungan total polifenol formulaminuman instan berada pada kisaran 133,54 ± 2,90 - 263,89 ± 1,39 mg GAE/100 mL. Kadar total polifenoltertinggi dimiliki oleh formula NF3GC (100% Bubuk tanpa fermentasi) sebesar 263,89 ± 1,39 mg GAEdiikuti oleh B3GC (70% NF : 30% F) sebesar 226,53 ± 1,05 dan yang terendah yaitu F1GS (100% bubukfermentasi) sebesar 133,54 ± 2,90 mg GAE/100 mL. Formula minuman instan memiliki persentasepenghambatan terhadap DPPH dan α-amilase masing-masing berkisar antara 49,38% - 88,89% dan 28,06% -67,43%. Optimasi formula untuk memaksimalkan aktivitas antidiabetes dengan penambahan ekstrak polifenolyang bersumber dari bahan pangan kaya polifenol seperti bubuk kayu manis (cinnamon cassia).

Page 148: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.143-148) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 148

5. DAFTAR PUSTAKAApostolidis, E.; Kwon, Y. I.; Ghaedian, R.; Shetty, K. 2007. Fermentation of milk and soymilk by

Lactobacillus bulgarius and Lactobacillus acidophilus enhances functionality for potential dietarymanagement of hyperglycemia and hypertension. Food Biotechnol. 21, 217−236.

Butkhup L. and Samappito S. 2011. Changes in Physico-chemical Properties, Polyphenol Compounds andAntiradical Activity During Development and Ripening of Maoluang. Journal of Fruit and OrnamentalPlant Research. Vol. 19(1) 85-99

Clapperton et al. 1994. Contribution of Genotype to Cocoa (Theobroma cacao L) flavor. Trop. Agric.(Trinidad) 71 : 303-308.

Cruz, J. F. M., et al. 2015. Bioactive compounds in different cocoa (Theobroma cacao, L) cultivars infermentation. Food Sci and Technol 35(2): 279-284.

Cvitanovic A.B., Benkovic M., Komes D., Bauman I., Horzic D., Dujmic F., and Matijasec M. 2010. PhysicalProperties and Bioactive Constituents of Powdered Mixtures and Drink Prepared with Cocoa andVarious Sweeteners. J. Agric. Food Chem, 58: 7187-7195

Da Silva Lannes, S. C., & Medeiros, M. L. 2008. Rheological properties of chocolate drink from cupuassu.International Journal of food engineering, 4 (1), 1-11.

De S, Chakraborty J, Chakraborty RN, Das S. 2000. Chemopreventive activity of quercetin duringcarcinogenesis in cervix uteri in mice. Phytother Res., 14:347–351.

Dogan M., Toker O.S., Aktar T., Goksel M. 2013. Optimization of Gum Combination in Prebiotic Instant HotChocolate Beverage Model System in Terms of Rheological Aspect: Mixture Design Approach. FoodBioprocess Technol 6: 783-794

Emmanuel UE, Ebhohon OS, Omeh YN. 2015. Effect of fermented and unfermented cocoa bean on someliver enzymes, creatinine and antioxidant in wistar albino rats. Carpathian Journal of Food Science andTechnology 7(4), 132-138

Jinap S., Zeslinda A. 1995. Influence of organic acids on flavour perception of Malaysian and Ghanian cocoabeans. J Food sci. Technol., 32, 27-33

Keen, C. L., Holt, R. R., Oteiza, P. I., Fraga, C. G., & Schmitz, H. H. 2005. Cocoa antioxidants andcardiovascular health. The American Journal of Clinical Nutrition, 81. 298S-303S. PMid:15640494

Madan S.,Sayeed Ahmad, G. N. Singh, Kancan Kohli, Yatendra Kumar, Raman Singh and Madhukar Garg.2010. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni – review. Indian Journal of Natural Products and resources. Vol1 (3) pp. 267-286.

Martin MA., Serrano ABG, Ramos S, Pulido MI, Bravo L, Goya L. 2010. Cocoa Flavonoids up-regulateAntioxidant Enzyme activity Via the ERKI Pathway to Protect Against Oxidative Stress-inducedApotesis in HepG2 Cells. Journalof Nutritional Biochemistry, 21 196-205

Martin MA., Goya L, Ramos S. 2013. Potential for Preventife Effect of Cocoa and Cocoa Polyphenols inCancer. Food and Chemical Toxicology, 56: 336-351

Misnawi, Jinap, S., Jamilah, B., & Nazamid, S. 2008. Changes In Polyphenol Ability To Produce AstringencyDuring Roasting Of Cocoa Liquor. Journal of the Science of Food and Agriculture, 85, 917-924.

Nursten, Harry. 2005. The Maillard Reaction, Chemistry, Biochemistry and Implications. Royal Society ofChemistry; Atheneum Press Ltd, Cambridge, UK.

Putra, G. P. Ganda, N.M. Wartini, A.A.M. Dewi Anggrei. 2010. Karakteristik Enzim Polifenol Oksidase BijiKakao (Theobroma cacao Linn). Jurnal Agritech Vol. 30 (3). 152-157.

Ratnaningrum D., Budiwati T.A., Kokasih W., and Pudjiraharti S. 2015. Sensory and PhysicochemicalEvaluation of Instant Ginger Drinks Fortified with DFA III. Procedia Chemistry 16: 177-183

Stephen M. Boue, Kim W. Daigle, Ming-Hsuan Chen, Heping Cao, and Mark L. Heiman. 2016. AntidiabeticPotential of Purple and Red Rice (Oryza sativa L.) Bran Extracts J. Agric. Food Chem., 64, 5345−5353

Tejo V.K. and Sontrunnarudrungsri A. 2013. Effect of Color and Flavor the Perceived Intensity of Stevia(Stevia rebaudiana) in Sweetened Beverage Products.

Utami R.R., Supriyanto S., Rahardjo S., Armunanto R. 2017. Aktivitas antioksidan Kulit Biji Kakao dariHasil Penyangraian Biji Kakao Kering pada Derajat Ringan, Sedang dan Berat. Agritech, vol. 37, no 1

Van den Boogard, B., Draijer, R., Westerhof, B.E., Van den Born, B.J. 2010. Effects on peripheral and centralblood pressure a randomized, double-blind crossover trial. Hypertension, 56(5), 839-846.

Wollgast J, Anklam E. 2000. Review on polyphenols in Theobroma cacao : changes in composition during themanufacture of chocolate and methodology identification and quantification. Food Res Int (33): 47-423.

Page 149: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.149-152) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 149

GANGGUAN DISLIPIDEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Nur Qadri Rasyid1), Muawanah1), Rahmawati1)

1) Dosen Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar, Makassar

ABSTRACT

Dyslipidemia in diabetics is characterized by an increase in fasting triglyceride levels, postprandial blood glucose, lowHDL cholesterol, increased LDL cholesterol and dominance of small dense LDL particles. In this study, we examined theprevalence of diabetes and its relationship to lipid profiles with cholesterol, triglyceride, HDL and LDL parameters in 28subjects, divided into two groups: group A consisted of 14 diabetes patients at Labuang Baji Hospital and group Bconsisted of 14 non diabetic subjects. These results indicate the number of diabetic patients with cholesterol < 200 mg/dLis 14.28%. The ratio of patients with triglyceride levels of < 150 mg/dL is 28.57%, patients with HDL levels between 40-60 mg/dL are 42.85% and patients with LDL levels < 130 mg/dL is 14.28%. It was concluded that there were higherlevels of cholesterol, triglycerides and LDL levels in patients with poor glycemic control compared to control subjectswho were not patients with diabetes mellitus.

Keywords: Dislipidemia, Diabetes, lipid

1. PENDAHULUANDiabetes mellitus adalah gangguan/penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah

tinggi (hiperglikemia) dengan perubahan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein dalam tubuh akibatgangguan pada kerja insulin, sekresi insulin atau keduanya. Kondisi ini terjadi ketika sel-sel β yangmemproduksi insulin telah rusak. Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin maka dapatmengakibatkan menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan sel-selkekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh (Hasdianah, 2012).

Menurut WHO terdapat 100 juta orang di dunia dengan diabetes mellitus dan terus meningkat pesatsetiap tahunnya. Di Indonesia prevalensi Diabetes pada tahun 2007 meningkat dari 5,7% menjadi 6,9% atausekitar 9,1 juta pada tahun 2013. Data International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan estimasijumlah penderita Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta, kondisi ini sama seperti kondisi di duniadimana diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Data Sample RegistrationSurvey tahun 2014 menunjukkan bahwa Diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 diIndonesia dengan persentase sebesar 6,7% (Depkes, 2013) . Dislipidemia pada penderita diabetes mellituskebanyakan digambarkan sebagai hipertrigliseridemia dan kadar HDL-C yang rendah sehinggakeberlangsungan diabetes dapat meningkatkan risiko penyakit koroner (WHO, 1994). Pasien dengan penyakitDiabetes Melitus (DM) telah diketahui kemungkinan memiliki partikel LDL yang kecil dan padat, partikel initebentuk umumnya dari kadar trigliserida tinggi, LDL tidak terlalu tinggi dan HDL-C rendah yang seringdisebut sebagai “triad diabetic dyslipidemia” (Ginsberg et al., 2010). Pasien dengan DM juga memilikikemungkinan untuk mengalami glikalisasi LDL yang menyebabkan molekul LDL mudah mengalami oksidasidan membentuk plak aterosklerosis (Rabbani et. al. 2011). Kontrol glikemik pada penderita diabetes tidakcukup untuk mencegah kejadian kardiovaskular karena proses atherotrombotik sudah ada selama eraprediabetik. Kadar kolesterol total dan LDL-C yang tinggi serta konsentrasi HDL-C yang rendah merupakanfaktor penting untuk penyakit vaskular atherothrombotik dan dapat dikurangi dengan perawatan yang tepat.Dislipidemia adalah faktor yang terkenal yang menyebabkan aterosklerosis. Dalam beberapa penelitian,penurunan kadar LDL-C menyebabkan penurunan frekuensi kejadian kardiovaskular (Eryilma Y et al., 2010).

Dislipidemia pada penderita diabetes ditandai dengan peningkatan kadar trigliserida puasa danpostprandial, kolesterol HDL rendah, peningkatan kolesterol LDL dan dominasi partikel LDL padat.Perubahan profil lipid mewakili hubungan utama antara diabetes dan peningkatan risiko kardiovaskular padapasien diabetes mellitus yang disebabkan karena perubahan jalur sensitif insulin, peningkatan konsentrasiasam lemak bebas dan peradangan tingkat rendah serta menghasilkan kelebihan produksi dan penurunankatabolisme lipoprotein yang kaya trigliserida dari usus dan hati. Menurut Wu parhofer (2014) Modifikasigaya hidup dan kontrol glukosa dapat memperbaiki profil lipid sehingga dapat mengurangi risiko

1 Korespondensi penulis: Nur Qadri Rasyid, Telp 085242515145, [email protected]

Page 150: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.149-152) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 150

kardiovaskular. Oleh karena itu kebanyakan penderita diabetes harus memodifikasi gaya hidup dan kontrolglukosa. Namun, jika hal ini dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal, sepertipenyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan sebagian tubuh bisa diamputasi (Anthony, 2004).

Tujuan utama dari percobaan ini untuk mengidentifikasi hubungan profil lipid dengan kadar glukosadarah puasa pada penderita diabetes. Pemeriksaan profil lipid dilakukan untuk menyelidiki penanda biokimia,hubungan kadar lipid plasma dan prevalensi diabetes yang disebut sebagai “triad diabetic dyslipidemia”.Penetapan konsentrasi elektrolit dilakukan dengan menggunakan automatic analyzer, ROCHE module Cobas6000 dan penetapan dislipidemia dilakukan dengan Serum total kolesterol dan trigliserida serta HDL denganmetode Serum total kolesterol dengan metode enzimatis (CHOD-PAP) dan trigliserida dengan metodeenzimatik (GPO-PAP) serta HDL dengan metode pengendapan.

2. METODE PENELITIANAlat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tourniquet, spoit, mikropipet 100 µl dan 50 µl, tabungreaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, cup sampel, sentrifus dan Fotometer 5010.

Bahan

Bahan yang akan digunakan adalah serum darah, kapas alkohol 70%, aquades, reagent kit trigliserida,reagent kit kolesterol total dan reagent kit HDL.

Preparasi Sampel Pengambilan Darah VenaDisiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, tourniquet di pasang di atas tempat penusukan,

dibersihkan dengan kapas alcohol 70% pada daerah yang akan dilakukan penusukan, dibiarkan kering, jarumditusukkan di dalam vena dengan posisi lubang jarum menghadap keatas dengan sudut 15-30 derajat,kemudian ikatan tourniquet dilepas setelah darah mengalir, setelah diperoleh volume yang diinginkan, jarumdilepaskan perlahan dan segala di tekan dengan kapas alkohol, kemudian jarum dilepaskan dari syringe,setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya, di centrifuge selama 5 menit dan dipisahkanserum dan darah.

Preparasi sampel dilakukan di laboratorium Kimia Klinik, Akademi Analis KesehatanMuhammadiyah Makassar. Sebanyak 28 subjek digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi dalam duakelompok : kelompok A terdiri dari 14 pasien diabetes dan kelompok B14 subjek sebagai kontrol. Glukosapuasa penderita diabetes ≥ 110 mg/dL. Subjek penelitian ini berada pada rentang usia dari 30-70 tahun. Pasienyang didiagnosis terutama DM tipe 2 dan tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak hamil. Tujuan penelitian inidijelaskan dengan baik kepada pasien. Anonimitas pasien dipertahankan dengan mengkodekan sampel.

Pemeriksaan Profil LipidUji Biokimia penetapan profil dislipidemia pada pasien diabetes mellitus dengan menggunakan

serum total kolesterol dan trigliserida serta HDL dengan metode serum total kolesterol dengan metodeenzimatis (CHOD-PAP) dan trigliserida dengan metode enzimatik (GPO-PAP) serta HDL dengan metodepengendapan.Nilai Referensi Profil Lipid : Kadar Kolesterol : <200 mg/dL Kadar Trigliserida : <150 mg/dL Kadar LDL : 40-60 mg/dL Kadar HDL : <130 mg/dL

3. HASIL DAN PEMBAHASANSebanyak 28 subjek dilibatkan dalam penelitian ini, dengan rentang usia 30 hingga 70 tahun. Subjek dibagi

menjadi dua kelompok tergantung pada kadar glukosa serum. Kelompok A terdiri dari 14 pasien yangmemiliki glukosa serum di bawah 110 mg/dL (kontrol normal non diabetes). Kelompok B terdiri dari 14pasien dengan glukosa serum lebih dari 110 mg/dL (subjek diabetes). Profil lipid dilakukan denganmenggunakan parameter kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL karena keempatnya adalah parameter yangpaling umum dan berkorelasi dengan Diabetes Mellitus. Pada penelitian profil lipid, hasil ini menunjukkan

Page 151: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.149-152) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 151

peningkatan yang signifikan dalam kadar kolesterol pada 85,71% penderita diabetes, dalam kadar serumtrigliserida pada 71,42% penderita diabetes, serta kadar serum LDL pada 85,71 % penderita diabetes jugameningkat. Sedangkan kadar serum HDL menurun pada 42,85% pasien diabetes mellitus. Sebaliknya profillipid relatif normal terhadap semua subyek non-diabetes. Hasil ini sesuai dengan Lamarche et al. 1999.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)disajikan dengan menggunakan mean ± Standar Eror Mean (M ± SEM) untuk semua parameter profil lipidpada pasien diabetes dan subjek kontrol. Hasilnya disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 5.6 Perbandingan profil lipid pada pasien diabetes dan subjek kontrol

Parameter Kelompok A : Subjek Kontrol Kelompok B : Pasien DiabetesKolesterol (mg/dL) 187,14 ± 8,174 237,42 ± 10,967Trigliserida (mg/dL) 147,64 ± 22,824 202,99 ± 20,285HDL (mg/dL) 50,71 ± 2,461 42,71 ± 4,429LDL (mg/dL) 138,07 ± 8,795 166,35 ± 13,908

Hasil pengukuran biokimia ditunjukkan pada tabel 5.6. Konsentrasi rata-rata Kolesterol, trigliserida,HDL dan LDL pada pasien diabetes mellitus masing-masing adalah 237,42 ± 10,967 mg/dL, 202,99 ± 20,285mg/dL, 42,71 ± 4,429 mg/dL, 166,35 ± 13,908 mg/dL. Jumlah pasien dengan kolesterol kurang dari 200mg/dL adalah 2 (14,28%). Rasio pasien dengan tingkat Trigliserida kurang dari 150 mg/dL adalah 4 (28,57%),pasien dengan kadar HDL antara 40-60 mg/dL adalah 6 (42,85%) dan pasien dengan kadar LDL kurang dari130 mg/dL adalah 2 (14,28%). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya tingkat kadar kolesterol, trigliserida danLDL yang lebih tinggi pada pasien dengan kontrol glikemik yang buruk dibandingkan dengan subjek kontrolyang bukan pasien diabetes mellitus.

Pada diabetes, banyak faktor dapat mempengaruhi profil lipid darah yang menyebabkandislipidemia, yang paling penting adalah kekurangan insulin, yang memainkan peran penting dalampengaturan metabolisme perantara. Selain itu, Hiperglikemia secara progresif meningkatkan transfer esterkolesterol HDL ke partikel LDL. Defisiensi insulin yang terjadi pada diabetes tipe 2 merusak aktivitaslipoprotein lipase dan menghasilkan tingkat HDL yang lebih rendah dan kadar TG yang lebih tinggi, yangdapat meningkat dengan perbaikan kontrol glikemik. Menurut Richard dan Prabha (2002) Diabetel Mellitusadalah resiko independen untuk penyakit kardiovaskuler, dan risiko ini lebih menonjol ketika bersamaadengan adanya dislipidemia. Dalam penelitian Multiple Risk Factor Intervention (MRFIT), menyatakanbahwa pada penderita diabetes kematian yang disebabkan oleh kejadian kardiovaskular adalah 4 kali lebihbanyak dari pada non diabetes meskipun tingkat kolesterol sama pada keduanya.

4. KESIMPULANKonsentrasi rata-rata Kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL pada pasien diabetes mellitus masing-

masing adalah 237,42 ± 10,967 mg/dL, 202,99 ± 20,285 mg/dL, 42,71 ± 4,429 mg/dL, 166,35 ± 13,908mg/dL. Jumlah pasien dengan kolesterol kurang dari 200 mg/dL adalah 2 (14,28%). Rasio pasien dengantingkat Trigliserida kurang dari 150 mg/dL adalah 4 (28,57%), pasien dengan kadar HDL antara 40-60 mg/dLadalah 6 (42,85%) dan pasien dengan kadar LDL kurang dari 130 mg/dL adalah 2 (14,28%). Hasil inimenunjukkan bahwa adanya tingkat kadar kolesterol, trigliserida dan LDL yang lebih tinggi pada pasiendengan kontrol glikemik yang buruk dibandingkan dengan subjek kontrol yang bukan pasien diabetesmellitus.

5. DAFTAR PUSTAKAAnthony . 2004. Health Promotion and Health Education about Diabetes Mellitus, The Journal of the Royal

Society for the Promotion of Health, 124 (2): 70-73.Depkes. 2013. Situasi dan Analisis Diabetes. Infodatin Pusat Data dan Infornasi Kementerian Kesehatan RI.Eryilmaz Y. Kovankaya T. Tokgozoglu L. 2010. Diabetic dyslipidemia. Göztepe Tıp Dergisi 25(1):4-12Ginsberg HN. et al. 2010. Effects of combination lipid therapy in type 2 diabetes mellitus. N Engl J Med.

362(18):1563-74.Hasdianah H. R, 2012. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan Solusi

Herbal. Nuha Medika, Yogyakarta.

Page 152: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.149-152) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 152

Lamarche, B.; Despres, J.P.; Moorjani, S.; Cantin, B.; Dagenais, G.R.; Lupien, P.J. 1996 Triglycerides andHDL-cholesterol as risk factors for ischemic heart disease.Results from the Quebec cardiovascular study.Atherosclerosis, 119, 235–245

Rabbani N, Godfrey L, Xue M, Shaheen F, Geoffrion M, Milne R, et al. 2011. Glycation of LDL bymethylglyoxal increases arterial atherogenicity. A possible contributor to increased risk of cardiovasculardisease in diabetes. Diabetes; 60 (7): 1973–80.

Richard S, Prabha S. 2002. Cholesterol treatment guidelines update. Am Fam Physician; 65:871-880.Wu, L. Parhofer K. 2014. Diabetic Dyslipidemia. Metabolism clinical and experimental. 6 (3): 1469 – 1479.World Health Organization. Expert Committee on Prevention and Treatment of Diabetes Mellitus; WHO

Technical Series No 844; World Health Organization: Geneva, Switzerland, 1994.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis menyampaikan apresiasi terdalam kepada DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui

program Penelitian Dosen Pemula DRPM 2018

Page 153: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 153

THE PROCESSING AND ANALYSIS OF THE POLYPHENOLS CONTENT OF COCOABEAN (THEOBROMA COCOA L) AND THE DEVELOPMENT AS FUNCTIONAL FOODS

Sakius Ruso1), Pirman1)

1) Food Processing Laboratory, Department of Chemical Engineering, State of Polytechnic Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Production and quality of cocoa in South Sulawesi have been decreasing that causes it falls below the industrialstandard. The quality of cacao bean is mainly determined by aroma and flavour produced from fermentation process ofwet cacao bean before drying. In this research processing of various cacao bean without fermentation to polyphenols-richcacao powder and polyphenols (catechin) analysis using HPLC have been carried out.

The experimental results showed that total polyphenols content of cacao bean (raw bean) was between 82.14 –126.67 mg GAE/g powder. Cacao samples coded PLPK, BLKK and SWK (without boiling pretreatment) havepolyphenols content of 113, 119.78, and 126.67 mg/g powder respectively. Whereas the polyphenols content of cacaosample coded PLP, SW and BLK (with blanching pretreatment) were 110.76, 113.75 and 82.14 mg GAE/g powderrespectively. NP-HPLC analysis result showed that cacao bean from Palopo, Bulukumba and Siwa have highpolyphenols content ranging from 149.38 mg/g to 367.21 mg/g powder.

Heat pretreatment decreases polyphenols content of cacao bean and it shows that polyphenols is not heatresistant. Polyphenols - rich cacao bean can be obtained without fermentation and heat treatment. Cacao bean fromBulukumba, Siwa and Palopo have high economic value when processed as polyphenols - rich health food products.

Keywords: Cacao bean, Polyphenols, Catechin.

1. INTRODUCTION

Cacao is an export comodity which contributes to increase state revenue. Indonesia is one of majorcacao exporter after Ivory Coast (38.3%) and Ghana (20.2%) with percentage of 13.6%. International demandfor cacao is always increasing. Until the year 2011, ICCO (International Cocoa Organization) estimates thatglobal cocoa production will reach 4.05 million tons, while consumption will reach 4.1 million tons, so therewill be a deficit of about 50 thousand tons per year. This condition is a good opportunity for Indonesia tobecome a major producer of cocoa world.

South Sulawesi as the main cocoa-producing area has contributed 70% of national production ofcocoa beans. In 2003 the volume of exports of cocoa products are as follows: 258,545.994 tons of cocoabeans, 4281.627 tons cocoa butter, 2290.120 tons cocoa cake, 4187.076 tons of cocoa powder and 557.500tons cocoa liquor (Sulawesi Plantation Office, 2003). Although the production of Indonesian cocoa beans isincreasing significantly, but the quality is very low and varied. This is reflected in the price of Indonesiancocoa beans in the world market that is relatively low and charged discounted price compared to similarproducts from other producing countries. Indonesian cocoa quality, especially from South Sulawesi and WestSulawesi are lower compared to that cocoa from Ivory Coast and Ghana. The main causes of poor qualitycocoa beans is due to the fermentation process that is not perfect or not fermented at all.

Unfermented cocoa beans contain a variety of compounds called polyphenols, approximately 60% oftotal polyphenols in cocoa beans (raw cocoa beans) are monomers flavanols (epicatechin and catechin) andpro-sianidin oligomers (dimers and dekamer) with varying concentrations. According to Osakabe et al.(1998), concentrations of epicatechin in cocoa seed extract is estimated 7-10 times higher than that of cocoaliquor. The content of polyphenols and flavonoids in cocoa /chocolate products depends on several factorssuch as: varieties of cocoa beans, post-harvest handling, fermentation, drying and roasting.

Fermentation and roasting process of cocoa bean was caused the decreased of polyphenols in theprocess of fermentation and roasting leads to reduced cocoa flavanol content, while processing cocoa withalkali (alkalization process) can reduce content of flavanol and procyianidin (L. Stahl, et al 2009).

Amin Ismail., et al (2010) reported that the ethanol extract of unfermented cocoa beans from SouthSulawesi showed the highest antioxidant activity compared with extracts of cocoa beans from Malaysia,

1 Korespondensi penulis: Sakius Ruso, Telp 081341497771, [email protected]

Page 154: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 154

Ghana, Cote d'Ivoire (CD). This is due to the presence of the main components in the form of highpolyphenols epicatechin compound. Giving extract polyphenols in test animals was able to reduce the level ofplasma glucose and stimulate insulin secretion in patients with diabetes mellitus type 2 (Amin et al (2010).Epidemiological data indicate 50% of stroke and heart attack in the elderly can be reduced if consuming cocoaproducts that are rich in polyphenols or flavanols (Buijsse and others 2006). Therefore, the aim of this study isfocused on the production process of cocoa powder rich in polyphenols from cocoa beans withoutfermentation and its development as a health product.

2. METODOLOGI

2.1 Material and Equipment

The materials used in this study is the fruit of the cocoa from cocoa production center in SouthSulawesi (Bulukumba, Palopo and Shiva), ethanol, methanol, acetone, hexane, Folin - Ciocalteus reagent(Merck), catechins (Siqma Chemicals). The main equipment for the analysis of polyphenols isSpektrofotmeter UV-VIS and HPLC (Shimadzu), sieving and fat press machine tool.

2.2. Cocoa Bean Sample Processing

Riped Cocoa pods were peeled, seeds were removed and washed with water to remove the pulpattached to the seed. cocoa beans were then boiled with hot water at a temperature of 80 ° C (blanching) for10 minutes for inactivate the polyphenol oxidase enzyme (PPO). As a control was the same sample of cocoabeans without blanching. Cocoa beans were sun dried until it reaches 5% seed moisture content. The outercocoa seed skin was removed to obtain cocoa beans without skin (nibs). Nibs were cracked then blended untilsmooth, cocoa powder was pressed with high pressure to approximately 10% fat remaining. Cocoa powderwas crushed and blended back into powder and sieved to obtain cocoa powder with a size of 100 mesh.

2.3. Extraction and Cocoa Total Polyphenols Determination.

Fat content of cocoa powder samples were separated by addition of 200 ml of solvent hexane andstored for 24 hours, then centrifuged at 2,500 rpm for 10 minutes. This method was repeated 3 times withhexane solvent so that a total of 600 mL of solvent used. 1 gram of fat-free cocoa powder was extracted threetimes with acetone: water (7:3 v/v) and then centrifuged at 2,500 rpm for 10 minutes. Total extracts ofacetone-water as much as 60 mL was diluted with acetone - water into a 100 mL flask. Total polyphenolscontent of cocoa is determined by the modified Folin-Calciteau method. A total of 1 mL acetone-water extractincorporated into 50 mL flask, 20 mL distilled water and 2 mL of Folin-Calciteau reagent was added, thenshaken and allowed to settled for 5 minutes, then 20 mL of Na2CO3 15% was added and filled up to the mark,incubated at room temperature for 90 minutes. The absorbance was measured at a wavelength of 750 nm.Catechins are used to generate a standard calibration curve at various concentrations (5 ppm - 60 ppm). Totalpolyphenols content expressed in mg catechin equivalent per gram of cocoa powder (mg CE/g cocoa powder).

2.4. Identification of Cocoa Catechins using HPLC method.

A total of 1 gram of fat-free cocoa powder is extracted with acetone: water (70:30) at roomtemperature with shaking. Centrifugation was done at 2,500 rpm for 20 minutes the filtrate was taken whilethe precipitate or residue was discarded. The filtrate was saturated with NaCl, the bottom layer was removedand the upper layer (acetone: water) was taken and concentrated by rotary evaporator to dryness. Polyphenolextract powder was added with 15 mL of water and washed with chloroform 4 times. The aqueous phase wastaken and filtered with a 0.45 um filter paper. The filtrate was diluted with methanol or water to 25 mL for thecatechin content analysis by NP HPLC method (Nelson and Sharpless, 2003). Type column Shim Pack VP-ODS with a size of 250 x 4.6 mm, detector UV systems, mobile phase mixture of methanol: water 70: 30 witha flow rate of 1mL / min were used. Catechin content was determined by UV detector system at a wavelengthof 280 nm with catechins as standard.

Page 155: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 155

3. RESULT AND DISCUSSION

3.1. Total Polyphenols Content

Polyphenols content of cocoa or cocoa derivative products depend on cocoa plant varieties (genetic,agronomical, and others), and a number of factors related to post-harvest processing. In previous studies it hasbeen reported that the fermentation of cocoa beans for 5-7 days can produce cocoa beans with a distinctivearoma of chocolate accompanied with good physical characteristics such as fine grain leather, thin and roundseed shape. However, the content of polyphenols in cocoa bean fermentation results showed a significantreduction compared to the polyphenol content of unfermented cocoa beans. Decreased content of polyphenolsfrom cocoa beans during fermentation due to the diffusion of the compound out of pieces of seed through therelease of water molecules and then oxidation and condensation reactions of polyphenolic compoundscatalyzed by the enzyme polyphenol oxidase. Preparation of polyphenols rich cocoa powder from varioussamples are shown in Figure 4.2, while the total polyphenols cocoa powder from various samples are shownin Table 4.1.

Tabel 4.1 Polyphenols Content (gram sampel fat free cocoa powder)

No Sampel CodeTotal Polyphenols

(mg/g powder) Remarks1 PLP 1 111.51 Blanching2 PLP2 110.09 Blanching3 PLP3 119.78 Without Blanching4 SW1 82.14 Blanching5 SW2 126.67 Without Blanching6 BLK1 113.75 Blanching7 BLK2 120.14 Without Blanching

8 BLK184.27 to 101.92188,69 to 91.76

Fermented cocoa bean(Pirman, 2008)

Total polyphenols content of cocoa beans samples (raw cocoa bean) ranged between 82-126 mg / gcocoa powder. Samples cocoa PLP3, BLK2 and SW2 without boiling treatment had higher levels ofpolyphenols at 113 mg / g powder, 119.78 mg / g powder and 126.67 mg / g powder respectively. In contrastlevels of cocoa polyphenols sample code PLP1, PLP2, SW1, BLK1) with successive boiling treatment 111.51mg / g powder, 110 mg / g powder, 113.75 mg / g powder and 82.14 mg / g powder respectively. Heattreatment (boiling) for 10 minutes causes reduction of polyphenols levels in the sample. This suggests that thecocoa polyphenols compounds are not resistant to heat. Another experimental result showed that the contentof total flavonoids of cocoa beans samples (raw cocoa bean) from the Bulukumba and Palopo were quite highranging from 171.880 to 180.567 mg / g cocoa powder.Cocoa samples Palopo (CK4 code) without boiling have a highest total polyphenols and flavonoid (180.567mg / gram samples of cocoa powder and 59.512 mg / g powder samples). Test showed that the antioxidantcontent of total polyphenols and total flavonoids was positively correlated with antioxidant activity (Pirman,2011). Therefore, to obtain a cocoa powder with high polyphenols content of the proposed method involvesthe processing of cocoa beans without fermentation process, boiling and roasting. Osakabe et al. (1998)reported that cocoa extracts obtained from cocoa liquor showed potent antioxidant activity. High antioxidantcapacity of cocoa powder due to the existant of phenolic compounds in the form of monomers, dimers andtrimers mainly catechins and epicatechin compounds (Ismail and Abbe Maleyki, 2010). The quantity ofphenolic compounds and flavonoids determine antioxidant activity of cocoa beans and cocoa products.

3.2. Profile of Cocoa Catechin Content

Cocoa catechin compounds can be identified using NP-HPLC method. Catechin chromatogramprofile of various cocoa samples are shown in Figure 4.3 - 4.5. The chromatograms in Figure 4.3- 4.5 hasdifferent a retention time, area (area) and the peak heights. Peak with retention time 2.929, 2940, 2.931, 2.960,2.939, 2.952, 2.921 and 2972 is catechin compounds and in accordance with the retention time standard

Page 156: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 156

compounds (catechins). Results calculated with standard catechin showed that cocoa beans from differentregions (Palopo, Bulukumba and Shiva) contain catechin compounds with varying levels of 149.38 mg / gcocoa powder up to 367.21 mg / g cocoa powder.

Gambar 4.3. NP - HPLC Chromatogram of catechin compounds of Bulukumba cocoa with boilingtreatment and without blanching

Gambar 4.4. NP - HPLC Chromatogram of catechin compounds of Palopo cocoa with blanchingtreatment and without blanching

Page 157: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 157

Gambar 4.5 NP - HPLC Chromatogram of catechin compounds of Siwa cocoa with blanchingtreatment and without blanching

Bioactive compounds (epicatechin and catechin) in cocoa has been identified by HPLC-DAD.According Osakabe et al. (2002), that epicatechin and catechin are the main components in cocoa powder. Thecontent of cocoa beans epicatechin levels ranged between 270 - 1235 mg / 100 grams of cocoa beans.Sulawesi cocoa beans showed the highest levels of epicatechin followed cocoa Malaysia, Ghana, and CotedIvoirian (Othman et al. 2010).

4. CONCLUSIONBased on the above results, it can be concluded that the unfermented cocoa beans from South Sulawesi(Bulukumba, Siwa and Palopo) shows high content of polyphenols, flavonoids (catechins) and thus potentiallybe developed into a product that has economic value as a health food product.

5. ACKNOWLEDGEMENTSThe author would like to thank the Directorate of Research and Community Service, the Ministry of

Research, Technology and Higher Education for the support of research funding comes from grants NationalStrategic Research in 2018 (Contract Number: 043/SP2H/LT/DRPM/2018).

6. REFERENCES

Abbe MJ, Amin I (2008), Antioxidant properties of cocoa powder. J. Food Biochem. DOI: 10.1111, 1745 –4514.

Abbasi.S and H. Farzanmehr: Rheological Properties of Prebiotic Milk Chocolate. Food Technol. Biotechnol.47 (4) 396–403 (2009).

Andres-Lacueva, C., Lamuela-Raventos, R.M., Jauregui, M., Permayer (2000). An LC method for the analysisof cocoa phenolics. LC : GC Europe , 902 – 904.

Anonim, 2003. Produksi cacao Sulawesi Selatan. Laporan FAO. (On line) http:// www.fajar.com. diakses 12Desember 2005.

AOAC (2000) Association of official Analytical Chemists official Methods of Analysis (17 th ed). W.Hortuntzed (Ed) Washington.

AOAC (2000) Association of official Analytical Chemists official Methods of Analysis Method 985.29 fordietery fibre.

Amin, I. et al (2010), Epicatechin content and antioxidant capacity of cocoa beans from four differentcountries. African Journal of Biotechnology, 9(7), 1052 – 1059.

Ariefdjohan MW, Savaiano DA. 2005. Chocolate and cardiovascular health: is it too good to be true? NutrRev 63(12):427–30.

Buijsse B, Feskens EJM, Kok FJ, Kromhout D. 2006. Cocoa intake, blood pressure and cardiovascularmortality. Arch InternMed 166:411–7.

Page 158: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.153-158) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 158

Bernard R Chaitman, MD,1 Haro l d H S c h m i t z , PhD,2 and C a r l L Keen, PhD : Cocoa Flavanols andCardiovascular Health. Business Briefing : US Cardiology, 2006, hal 23-27

Elena Cienfuegos- Jovellanos, Maria Del Mar Quinones, Muguerza, B., Moulay, L., Miguel, M., andAleixandre, A. (2009) Antihypertensive effect of a polyphenol-rich cocoa powder industriallyprocessed to preserve the original flavonoids of the cocoa beans. J. Agric. Food Chem, 57, 6156-6162.

Engler MB, Engler MM. 2006. The emerging role of flavanoid-rich cocoa and chocolate in cardiovascularhealth and disease. Nutr Rev 64(3):109–18.

ESPIN J.C., SOLER-RIVAS C., WICHERS H.J. 2000 Characterization of the Total Free Radical ScavengerCapacity of Vegetable Oils and Oils Fractions using 2, 2-Diphenyl-1-pycrilhydrazyl Radical. Journalof Agricultural Food Chemistry, 48, 648-656.

Fauziah Ashari & Pirman (2008) Fermentasi biji kakao (Theobroma cocoa) melalui penambahan kulturcampuran. Laporan Hasil Penelitian Riset Terapan, Kementerian Riset dan Teknologi

Kenneth B. Miller, David A. Stuart, Nancy L. Smith, Chang Y. Lee, Nancy L. Mchale, Judith A. Flanagan :Antioxidant Activity and Polyphenol and Procyanidin Contents of Selected Commercially AvailableCocoa-Containing and Chocolate Products in the United States; J. Agric. Food Chem. 2006, 54, 4062-4068.

Kofink, M., Papagiannopoulos, M., Galensa, R. (2007) Catechin in cocoa and chocolate: occurence andanalysis of an atypical flavan-3-ol enantiomer. Molecules,12, 1274 – 1288.

Lee, K. W., Hwang, E. S., Kang, N. J., Kim, K. H., & Lee, H. J. (2005). Extraction and chromatographicseparation of anticarcinogenic fractions from cacao bean husk. Biofactors, 23, 141–150.

Milosevic, S., Zekovic, Z., Lepojevics, Z., Vidovic, S. (2011) Antioxidant properties of tablets prepared fromginkgo, echinacea and mentha dry extracts. Romanian Biotechnological Letters Vol. 16, No. 5.

Natsume, M., Osakabe, N., Yamagishi, M., Takizawa, T., Nakamura, T., Yoshida, T. (2000) Analyses ofpolyphenols in cacao liquor, and chocolate by Normal- Phase and Reversed-Phase HPLC. Bioscience.Biotechnology. Biochemistry, 64, 12, 2581 – 2587.

Osakabe N, Yamagishi M, Sambogi C, Natsume M (1998). The antioxidative substances in cocoa liquor. J.Nutr. Sci. And Vit. 44: 313 – 321.

Othman, A., Ismail, A., Abdul Ghani, N., & Adenan, I. (2010). Epicatechin content and Antioxidant capacityof cocoa beans from four different countries. African Journal of Biotechnology , vol 9 (7), 1052 –1059.

Othman, A., Ismail, A., Abdul Ghani, N., & Adenan, I. (2007). Antioxidant capacity and phenolic content ofcocoa beans. Food Chemistry, 100, 1523–1530.

Park, Y., S., Jung, T., Kang, J., Namiesnik (2006). In Vitro studies of polyhpenol , antioxidant and otherdietary indices in kiwifruit (Actinidia deliciosa). International Journal of Food Sciences andNutrition, 57, 107 – 122.

Pirman dan Sakius, (2011) Proses pengolahan biji kakao untuk pembuatan functional foodpada sentra produksi kakao di Sulawesi Selatan, Laporan Penelitian Kerjasama dengan BBPT.Re R., N., Pellegrini, A., Proteggente, A., Pannala, M., Yang (1999). Antioxidant activity applying an

improved ABTS radical cations decolorization assay. Free Rad. Biol. Med. 6 : 1231 – 1237.Ramiro, E., Franch, A., Castellote, C., Perez-Cano, F., Permanyer, J., Izquierdo-Pulido, M., et al. (2005).

Flavonoids from Theobroma cacao down-regulate inflammatory mediators. Journal of Agriculturaland Food Chemistry, 53, 8506–8511.

Rohman, Saepul. 2009. ”Teknik Fermentasi dalam Pengolahan Biji Kakao”. (On line),(http://majarimagazine.com/2009/06/teknik-fermentasi-dalam-pengolahan-biji-kakao/), diakses 17Oktober 2009.

Rudianto, Pirman (2007) Modifikasi proses fermentasi biji kakao melalui penambahan aktivator. LaporanHasil Penelitian Riset Terapan, Kementerian Riset dan Teknologi

Schroeter, H., Heiss, C., Balzer, J., Kleinbongard, P., Keen, C. L., Hollenberg, N. K., et al. (2006). (_)-Epicatechin mediates benefial effects of flavanol-rich cocoa on vascular function in humans.Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America, 103, 1024–1029.

Stahl, L., Miller , K.B., Apgar, J., Sweigart , D.S., Stuart , D.A., Mchale , N., Kondo, M., and Hurst , W.J.(2009) Preservation of Cocoa Antioxidant Activity, Total Polyphenols, Flavan-3-ols, and ProcyanidinContent in Foods Prepared with Cocoa Powder. Journal of Food Science -Vol. 74, Nr. 6.

Page 159: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.159-161) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 159

PEMBUATAN MINYAK ATSIRI DARI KULIT JERUK PURUT (CITRUS HISTRIX)DENGAN METODE EKSTRAKSI

A.Sry Iryani1), Agustina deka1)

1)Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Fajar, Makassar

ABSTRACT

Orange rind contains essential oils, also known as the oil eteris (eetheric oil) many industrial chemical pafume,add citrus fragrance on drinks and food, as well as in the field of health is used as an anti-oxidant and anti-cancer. In thisstudy who would like to know is which content is obtained and the content of essential oil skin Kaffir lime (Citrushystrix) using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC MS) is as much as 27 unidentified chemical components inskin oils Kaffir lime. As for the biggest deposits of oil contained in the Kaffir lime leaves 4 components with the highetpeak that is limonene of 16.45%, Sabinene of 11.13%, β-citronellol of 8,25% and citronellal of 7,64%.

Keywords: citrus oil, citrus hystrix, steam distillation,

1. PENDAHULUANTanaman jeruk purut berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri, termasuk kulitnya (Astarini dkk.,

2009) karena mengandung sabinena dan limonena yang berguna untuk kosmetik, aromaterapi, pencucirambut, antelmintik, obat sakit kepala, nyeri lambung dan biopestisida. Dalam perdagangan internasionaldikenal sebagai kaffir lime. Harga kaffir lime oil asal Indonesia yaitu sebesar USD 65-75 per kilogram(Feryanto, 2007).

Ekstraksi minyak atsiri dari kulit jeruk dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengepresandingin, menggunakan bahan pelarut, maupun dengan distilasi. Cara yang sederhana dan mudah dilakukanadalah dengan metode distilasi uap/air. Menurut Munawaroh dan Handayani (2010) kandungan senyawakimia yang utama dari minyak jeruk purut adalah senyawa sitronelal 81,49 %.

Kulit jeruk secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit bagian luar yangberbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam yang berupa jaringan busa). Epidermismerupakan bagian luar yang melindungi buah jeruk dan terdiri dari lapisan lilin, matriks kutin, dinding selprimer dan sel epidermal. Flavedo mengandung kloroplas, karotenoid, dan kelenjar minyak (tempatterakumulasinya minyak atsiri). Sedangkan albedo mengandung banyak selulosa, hemiselulosa, lignin, pektatdan hesperiodes seperti hesperin dan nagirin serta senyawa limonin yang lebih banyak dari flavedo (Albrigodan Carter, 1977).

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaankecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Pada proses distilasi, campuran zat dididihkansehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan (Kurniawan dkk.,2011). Proses pembuatan minyak atsiri dapat dengan 3 cara yaitu: pengepresan (pressing), ekstraksimenggunakan pelarut (solvent extraction), dan penyulingan (distilation) (Rizal dkk., 2009).

Beberapa penelitian tentang ekstraksi minyak atsiri dari jeruk purut dengan metode destilasi yangtelah dilakukan Hidayat (1999) menggunakan metode destilasi air dengan waktu selama 6 jam dan sampeljeruk purut berasal dari daerah Ponorogo dan Madiun menghasilkan 4 senyawa utama salah satunya sitronelal84,202 %.

Prinsip dasar metode distilasi adalah uap dari air digunakan untuk mengangkat minyak atsiri daridalam jaringan kulit jeruk purut dan kemudian didinginkan dengan air mengalir. Hasil yang diperoleh adalahcampuran air dan minyak yang karena perbedaan berat jenis akan terpisah dimana lapisan minyak ada di atassedangkan lapisan air ada di bawah. Lapisan minyak kemudian diambil menggunakan pipet dan dimasukkandalam botol berwarna gelap.Penyimpanan sebaiknya dilakukan di dalam lemari es (kulkas) karena memilikisuhu rendah dan terhindar dari paparan sinar matahari.

2. METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan bahan kulit jeruk purut dan aquadest, adapun alat yang digunakan adalah

serangkaian alat ekstraksi, timbangan, botol penampung, kompor gas, pompa dan thermometer

1 Korespondensi penulis: A. Sry Iryani, Telp 085241019290, [email protected]

Page 160: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.159-161) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 160

Adapun prosedur penelitian antara lain, Pertama-tama sampel kulit jeruk purut dicuci dahulukemudian sampel kulit jeruk dibersihkan lalu sampel kulit jeruk diiris secara tipis-tipis kemudian dimasukkankedalam alat ekstraksi dipanaskan sampai mengeluarkan uap yang dapat mengektraksi kulit jeruk hinggamengeluarkan campuran antara air dan minyak dan dipisahkan dengan menggunakan corong pisah untukmendapatkan minyak atsiri murni kemudian ditampung kedalam botol minyak. Secara skema dapat dilihatdibawah ini:

Setelah diperoleh minyak atsiri dari kulit jeruk purut selanjutnya dilakukan analisis terhadap minyakdengan menggunakan uji GC- MS untuk mengetahui kandungan dari minyak atsiri yang dihasilkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASANDari hasil penelitian yang dilaksanakan dalam pengujian GC MC di peroleh kandungan komposisi

kimiawi penyusun minyak atsiri dari kulit jeruk purut dapat dilihat pada data dibawah ini:Tabel 1. Komposisi kimiawi penyusun minyak atsiri dari kulit jeruk purut

No Indeks retensi Komponen Kimia RumusMolekul BM Kandungan

1. 6.139 α-pinene C10H16 136 2,94%2. 7,263 Sabinene C10H16 136 11,13%3. 7,482 Β-pinene C10H16 136 1,15%4. 8,452 Limonene C10H16 136 16,45%5. 9,109 D-carene C10H16 136 0,72%6. 9,271 -terpinene C10H16 136 2,01%7. 9,703 α-terpinole C10H16 136 1,20%8. 9,934 Linalool C10H18O 154 3,64%9. 10,272 Cyclohexen C6H12 84 0,08%10. 10,979 Citronella C10H18O 154 7,64%11. 11,210 Isopulegol C10H18O 154 0,60%12. 12,368 Β-citronellol C10H20O 156 8,25%13. 12,618 Geraniol C10H18O 154 0,55%14. 13,275 Perilla alcohol C10H16O 152 0,08%15. 13,612 Citronello acid C10H18O2 170 0,26%

Page 161: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.159-161) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 161

16. 13,731 Octenoic acid C8H14O2 142 0,34%17. 13,825 D-elemene C15H24 204 0,98%18. 14,613 β-elemene C15H24 204 1,22%19. 14,670 Dodecanal C12H24O 184 0,14%20. 15,032 Trans-caryophyllene C15H24 204 0,13%21. 15,133 Germacrene-β C15H24 204 0,59%22. 15,477 α-humulene C15H24 204 0,11%23. 15,833 Germacrene-β C15H24 204 0,79%24. 15,908 Β-selinene C15H24 204 0,21%25. 16,027 α-farnesene C15H24 204 4,69%26. 17,034 Spathulenol C15H24O 220 0,08%27. 18,955 α-sinensal C15H22O 218 0,21%Total 66,19%

Berdasarkan data dari analisis GC-MS menunjukkan adanya 27 komponen yang teridentifikasi padaminyak kulit jeruk purut dan 4 komponen dengan puncak tertinggi yaitu limonene sebesar 16,45%, Sabinenesebesar 11,13%, β-citronellol sebesar 8,25% dan citronellal sebesr 7,64%

4. KESIMPULANAdapun hasil kesimpulan sementara yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yaitu :

1. Kandungan yang diperoleh dari minyak atsiri dari kulit jeruk purut dari hasil uji GC-MS menunjukkanadanya 27 komponen yang teridentifikasi pada minyak kulit jeruk purut dan 4 komponen dengan puncaktertinggi yaitu limonene sebesar 16,45%, Sabinene sebesar 11,13%, β-citronellol sebesar 8,25% dancitronellal sebesr 7,64%.

2. Kandungan terbesar yang terdapat dalam minyak atsiri dari kulit jeruk purut adalah limonene sebesar16.45%

5. DAFTAR PUSTAKAAlbrigo, LG dan Carter, RD. 1977. Structure of Citrus Fruits In Relation to Processing. Connecticut: The

AVI Publishing Compny inc.Astarini, N. P. F.; Burhan, R. Y. dan Zetra, Y., 2009. Minyak Arsiri dari Kulit BuahCitrus grandis, Citrus

aurantium (L.) dan Citrus aurantifolia (Rutaceae) sebagai Senyawa Antibakteria dan Insektisida,Prosiding SK-091304.

Feryanto, A.D.A. 2007. Minyak Daun Jeruk Purut. http://ferryatsiri.blogspot.com/2007/07/minyak-daun-jeruk-purut.html [diakses tanggal 25 April 2016].

Hidayat, F. K. 1999. Ekstraksi Minyak Atsiri dari Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix DC) pada Skala Pilot-Plant. Sripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Institut PertanianBogor. Bogor.

Kurniawan, D. 2011. Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Randemen Minyak Jeruk Purut MenggunakanDestilasi Vakum. Tekhnik Kimia. Undip. Semarang.

Munawaroh, S. dan Handayani, P. A., 2010.Ekstraksi Minyak Daun jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) denganPelarut Etanol dan N-Heksana, Jurnal Kompetensi Teknik., 2:73-78.

Rizal, M Rusli, SM dan Mulyadi, A. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Dewan Atsiri Indonesia. Bogor.Suryaningrum, S. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)

terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Surakarta. Fakultas Farmasi UniversitasMuhammadiyah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/ 5186/1/K100050195.pdf [diakses tanggal 25April 2016].

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

Tinggi Republik Indonesia selaku pemberi dana, dan kepada seluruh staf Program Studi Teknik Kimia UNIFAserta adik-adik mahasiswa yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

Page 162: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.162-166) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 162

ANALISIS KANDUNGAN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA RUMPUT LAUTEUCHEUMA COTTONI YANG DIEKSTRAKSI DENGAN PELARUT ETANOL

Herman Bangngalino1), M. Badai1)

1)Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Antioxidant have been extracted from the seaweed Eucheuma cottoni species by applied the maceration method,the seaweed fresh are washed and cutting and then macerate in the beaker glass with the ethanol as a solvent. The ethanolsolvent prepares in three different concentrated, that are 55%, 75%, and 95%. The macerate is kept fixed time at 3 x 24hour’s (three days) at room temperature. The extract is concentrated with vacuum rotary evaporator, the concentratedextract that received are analysis for yield recovery, antioxidant activity, and extract composition with GC-MS. Theresult showed that the yield extract recovery is 13.95% for the ethanol solvent 55%, 8.71 % for the ethanol solvent of75%, and 17.06% for the ethanol solvent 0f 95%. While antioxidant activity or IC50 for each concentration solvent extractare as in a series of 1,179.245 ppm for the ethanol 55%, 1,190.476 ppm for the ethanol 75%, and 4,032.258 ppm theethanol 95%. The GC-MS analysis resulted for the ethanol solvent 55% extract is detected there are 40 compoundscomposed. From those result can be concluded that the best ethanol concentration for extracted the antioxidant fromseaweed Eucheuma cottoni it was 55%.

Kayworth: maceration, ethanol extract, antioxidant, seaweed, yield recovery, and antioxidant activity.

1. PENDAHULUANPenelitian yang mengarah pada penemuan senyawa antioksidan merupakan hal menarik untuk

dikembangkan terutama sumber antioksidan dari biota laut, seperti Sargassum polycystum, Laurencia obtuse,dan Eucheuma cottoni (Anggadireja et al., 1997 dalam Pramesti, 2013), begitu juga rumput laut Caulerpaserrulata yang diduga dapat digunakan sebagai antioksidan. Sebagai salah satu upaya untuk mengungkapkansifat medis dari flora laut serta untuk mengoptimalkan bahan alam laut Indonesia, khususnya di DaerahTakalar, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi senyawa aktif pada alga merah Eucheuma cottonidengan pelarut etanol, kemudian dilanjutkan dengan pengujian aktivitas antioksidan terhadap DPPH.

Dari uraian tersebut di atas maka dilakukan penelitian tentang penentuan ativitas antioksidan ekstraketanol rumput laut jenis Eucheuma cottoni yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di pesisir pantai DesaPunaga Kabupaten Takalar Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan dengan mengekstraksi komponenantioksidan dari rumput laut segar dengan pelarut etanol yang konsentrasinya divariasikan. Konsentrasi etanoldisediakan dalam tiga variable konsenttrasi, yakni 55%, 75%, dan 95%. Dengan ketiga variable konsentrasiini dapat ditentukan konsentrasi pelarut yang paling optimal mengekstraksi antioksidan dari rumput laut segar.Ekstrak etanol yang diperoleh masing-masing dianalisis sifat antioksidannya dengan metode DPPH. Selainitu, dianalisis juga persentase perolehan dan komposisi antioksidan dengan menggunakan Kromatografi Gasyang ditandemkan dengan Spektroskopi Massa (GC-MS).

Beberapa jenis rumput laut yang dikenal dan umum tumbuh di perairan Indonesia antara lain Eucheuma spinosum Eucheuma muricatum Eucheuma cottonii Gracilaria spp. Gelidium spp. Sargassum spp.

Dari berbagai jenis rumput laut, yang umumnya telah dibudidayakan adalah rumput laut dari genusEucheuma dan Gracilaria.

Manfaat yang paling dikenal dari rumput laut adalah untuk pembuatan agar-agar. Namun di sampingitu rumput laut ternyata mempunyai manfaat-manfaat lainnya. Berikut adalah manfaat rumput laut.1. Penghasil agar-agar; manfaat yang paling dikenal ini berasal dari rumput laut jenis Gracilaria spp,

Gelidium spp., dan Gelidiopsis spp.2. Penghasil Peragian; proses kimia peragian dapat memanfaatkan rumput laut dari jenis Eucheuma spp.

1 Korespondensi penulis: Herman Bangngalino, Telp 082188619616, [email protected]

Page 163: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.162-166) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 163

3. Penghasil algin atau alginat; alginat dapat dihasilkan dari rumput laut berjenis seperti Sargassum spp.4. Manfaat lainnya, antara lain sebagai obat tradisional, bahan makanan dan sayuran, bahan kosmetik dan

kecantikan, penyerap karbondioksida.Alga, baik yang liar maupun yang telah dibudidayakan secara tradisional digunakan sebagai obat diet,

bahan makanan dan obat-obatan karena kaya akan protein, lipid, vitamin, dan mineral yang sangat pentingbagi manusia. Temuan terakhir membuktikan bahwa rumput laut berpotensi sebagai antivirus, anti bakteri,anti jamur, anti-tumor dan antioksidan (Zandi et al., 2010 dalam Anonim, 2018).Iskandar (2009) melakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol alga merah jenis Eucheumacottoni. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol alga merah memiliki aktivitas anti bakteriterhadap bakteri uji dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap bakteri Bacillus cereus adalah0,1% dan terhadap Escherechia coli adalah 0,5%.

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah namamenjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Namadaerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupuninternasional.Analisis fitokimia merupakan pengujian yang digunakan untuk memberikan informasi jenis senyawa kimiayang terkandung di dalam tumbuhan serta dapat memberikan efek fisiologis. Informasi mengenai komponenaktif sangat berguna untuk memprediksi manfaatnya bagi tubuh manusia (Copriyadi dkk., 2005). Analisisfitokimia yang dilakukan antara lain, flavonoid, fenol, hidrokuinon, triterpenoid, tannin dan saponin. Hasilanalisis fitokimia secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak Padina australis dan Eucheuma cottoniimengandung antara lain flavonoid, fenol, hidrokuinon dan triterpenoid yang diduga berperan sebagai zatpotensial untuk bahan baku krim tabir surya.Adapun tujuan penelitian ini adalah:1. Menentukan tingkatan sifat antioksidan (IC50) ekstrak etanol rumput laut Eucheuma cottoni pada ketiga

varibel konsentrasi pelarut etanol yang digunakan.2. Menentukan persentase perolehan antioksidan ekstrak etanol pada ketiga variable konsentrasi etanol yang

digunakan.3. Menentukan komposisi antioksidan yang terkadung di dalam ekstrak etanol rumput laut Eucheuma cottonii

berdasarkan hasil analisis GC-MS.

2. METODE PENELITIANRumput laut segar dicuci dengan air bersih sampai bersih, ditiriskan kemudian dipotong-potong

dengan panjang kira-kira 1 cm. Disimpan dalam wadah bersih.Larutan etanol disediakan dalam tiga variable konsentrasi yakni 55%, 75%, dan 95%. Penyediakan

larutan ini dilakukan dengan cara pengenceran dari etanol absolut (konsentrasi 100% etanol). Setiapkonsentrasi dibuat sebanyak 2 liter dan disimpan dalam wadah bersih.

Rumput laut E. cottoni yang telah dipotong-potong 1 cm ditimbang sebanyak 500 g, lalu dimasukkanke dalam gelas kimia 1000 mL, kemudian ditambahkan larutan etanol 55% sebanyak 500 mL (1:1 w/v) laluditutup dengan baik dan disimpan pada suhu kamar. Dimaserasi selama 3 x 24 jam, setiap 24 jam dilakukanpenyaringan dengan kertas saring Whatman no. 42 dan residu ditambah lagi dengan pelarut baru sebanyak500 mL. Filtrat digabungkan dan dievaporasi dengan Rotavapor pada suhu 40oC hingga diperoleh ekstrakkental. Ekstrak kental yang diperoleh dikumpulkan secara kuantitatif dan ditimbang dengan neraca analitikuntuk penentuan persentase perolehan dan analisis aktivitas antioksidan dengan metode DPPH serta analisiskomposisi dan massa molekul tiap komponen antioksidaan dengan GC-MS.

Ekstrak kental yang diperoleh dari prosedur 3.4.2 diencerkan dalam methanol sampai diperolehkonsentrasi berturut-turut 100, 150, 200, 250, dan 300 ppm. Disediakan 5 buah tabung reaksi bersih dan dandibungkus dengan aluminium foil. Dipipet sebanyak 3 mL larutan ekstrak encer di atas dan dimasukkan kedalam tabung reaksi tersebut kemudian ditambahkan masing-masing 1 mL larutan DPPH 0.004%. Larutandikocok sampai homogen dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian diukur serapannyadengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm (serapan dicatat sebagai As) , larutanDPPH 0,004% juga diukur serapannya pada panjang gelombang yang sama (serapan dicatat sebagai (Ab) .Nilai persentase hambatan oksidasi (tingkat inhibisi) dihitung dengan rumus

Page 164: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.162-166) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 164

Nilai IC50 dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dengan membuat kurva hubungan antarakonsentrasi ekstrak v.s. tingkat inhibisi tiap konsentrasi.3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Hasil Analisis Tingkat Inhibisi Ekstrak Rumput Laut

Tabel 1. Hasil ekstraksi dengan etanol 55%

No.Konsentrasi

Ekstrak(ppm)

Tingkat Inhibisi (I%) Ekstrak Etanol

55% 75% 95%

1 100 1,63 - -2 200 11,61 - -3 400 21,2 - -4 800 47,01 19,29 7,065 1200 - 45,11 16,846 1600 59,56 70,38 21,77 2000 - 95,11 258 2400 95,38 96,74 28,26

Tingkat inhibisi pada tabel di atas dihitung dengan rumus:

Dimana Ab = absorbansi DPPH standar yang nilainya 0,368 sedangkan As = absorbansi sampel.Dari hasil tersebut dapat ditentukan IC50 (Tabel 2) ekstrak rumput laut yang diperoleh dengan mengalurkankonsentrasi ekstrak terhadap tingkat inhibisi seperti grafik pada gambar 1.

Tabel 2. Hasil penentuan IC50No. Konsentrasi Pelarut Ekstrak

(%)IC50 (ppm)

1 Etanol 55% 13,95 1.179,2452 Etanol 75% 8.71 1.190,4763 Etanol 95% 17.06 4.032,258

Gambar 1. Hubungan konsentrasi ekstrak etanol (ppm) dengan tingkat inhibisi(%) untuk ekstrak etanol 55%, etanol 75%, dan Etanol 95%

Page 165: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.162-166) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 165

Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, perolehan ekstrak dan nilai IC50 dipengaruhi olehkonsentrasi pelarut yang digunakan, dalam hal ini etanol. Nilai IC50 paling kecil diperoleh dari ekstrak etanol50%, ini menunjukkan bahwa aktivitas anti oksidan paling tinggi dari rumput laut Eucheuma cottonii dapatdiperoleh dengan menggunakan pelarut etanol 55%. Berkaitan dengan hasil analisis tersebut, selanjutnyadilakukan analisis untuk mengetahui komposisi ekstrak etanol 55% dengan menggunakan GC-MS(kromatografi gas yang ditandemkan dengan spektroskopi massa). Hasil analisis GC-MS dalam bentuk datareport pada lampiran I, menunjukkan bahwa ada 40 komponen senyawa di dalam ekstrak etanol yangdiperoleh. Dari keempat puluh komponen senyawa tersebut, masih terlalu sulit untuk menentukan senyawamana diantaranya yang memiliki sifat antioksidan. Dengan kata lain perlu di lakukan penelitian lebih lanjutdan mendalam.

4. KESIMPULANBerdasarkaan hasil yang diperoleh dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Nilai IC50 dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut (etanol) yang digunakan pada proses ekstraksi, dimana nilaiIC50 sebesar 1.179,245 ppm yang diperoleh pada ekstraksi dengan pelarut etanol 55%.

2. Persentase perolehan ekstrak etanol optimal adalah 13,95% yang diperoleh pada ekstraksi dengan pelarutetanol 55%.

5. DAFTAR PUSTAKAAndarwulan, N., H. Wijaya, dan D. T. Cahyono. 1996. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih

(Piper betle L.) Dalam: Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. VII (I): 29—30.Anggadireja, J., R. Andyani, Hyati, dan Muawanah. 1997. Antioxidant Activity of Sargassum

polycystum (Phaeophyta) and Laurencia abtusa (Rhodophyta) from Seribu Islands (PulauSeribu). Dalam: Journal of Applied.

Anonim. 2013. Penderita Kanker Global Capai 14 Juta.http://www.bbc.co.uk/Indonesia/majalah/2013/12/131212_iptek_kanker_global. [25Oktober 2015].

Bangngalino, Herman dan Abigael Todingbua’. 2017. Jobsheet Lab Kimia Organik. JurusanTeknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.

Blois MS (1958) Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 26: 1199-1200.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: BumiAksara.

Cahyana, A. H. 1991. Pyropheophytin-A as an Antioxidative Substance from The Marine Algae(Eisenia bicyclis). In: J. Biosci. Biotech. Biochem. 56(10): 1533—1535.

Cahyaningrum, Kun., Amir Husni, dan Siti Ari Budhiyanti. 2016. Aktivitas Antioksidan EkstrakRumput Laut Coklat (Sargassum polycystum). Dalam: Agritech. 26 (2): 137—144.

Copriyadi, J., Yasmi E., dan Hidayati. 2005. Isolation and Characterization of coumarins fromPeels of Orange (Citrus hystrix DC). In: Jurnal Biogenesis. 2: 13—25.

Fujimoto, K. 1985. Screening for Antioxigenic Compound in Marine Algae and Bromophenolsas Effective Principles in Red Algae Polysiphonia ulcelata. In: Bulletin of JapaneseSociety of Scientific Fisheries. 51(9): 1139—1143.

Isdarmojo, D. 1986. Pengaruh Penambahan Rumput Laut sebagai Antioksidan pada KetengikanTepung Silase. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maharany, Fevita dkk. 2017. Kandungan Senyawa Bioaktif Rumput Laut Padina australis danEucheuma cottonii sebagai Bahan Baku Krim Tabir Surya. Dalam: JPHPI. 20 (1): 10—17.

Moosa, M.K. 1999. Sumber Daya Laut Nusantara: Keanekaragaman Hayati Laut danPelestariannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta: LIPI.

Podungge, Alindra, Lena J. Gamongilala, dan Hanny W. Wewengkang. 2018. KandunganAntioksidan pada Rumput Laut Eucheuma spinosum yang Diekstraksi dengan Metanol dan Etanol.Dalam: Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. 6 (1): 197—201.

Pramesti, Rini. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Caulerpa serrulata denganMetode DPPH (1,1-Diphenil-2-Pikrilhidrazil). Dalam: Buletin Oseanografi Marina. (2):

Page 166: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.162-166) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 166

7—15.Rosalina. 2013. Ancaman Diabetes di Indonesia Meningkat.

<http://www.tempo.co/read/news/2013/09/05/060510562/Ancaman-Diatbetes-di-Indonesia-Meningkat. [20 Januari 2015]

Supriyono, Agus. 2007. Aktivitas Antioksidan Beberapa Spesies Rumput Laut dari PulauSumba. Dalam: Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 9 (1): 34—38.

Tsuda, T., Makino Y., Kato H., and Osawa T. 1993. Screening for Antioxidative Activity ofEdible Pulses. Dalam: Biosci. Biotechnol. Biochem. 56: 1606—1608.

Page 167: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.167-171) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 167

PENGARUH SUHU KALSINASI PADA SINTESIS KATALIS PADAT TITANIUMDIOKSIDA TERSULFONASI TERHADAP KONVERSI PEMBENTUKAN ESTER PADA

REAKSI ESTERIFIKASI DESTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT MENGGUNAKANMETANOL

Hb. Slamet Yulistiono 1), Swastanti Brotowati1)

1) Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

Solid catalyst synthesis has been carried out, including sulfonated titanium dioxide catalysts and theirderivatives. These catalysts can be used to help the reaction to biodiesel production. However, information about thecatalyst synthesis processed related to the calcination temperature and its effect on the conversion to biodiesel formationis very rarely found. This study aims to investigate the effect of calcination temperature on the catalyst synthesis processso that it can be useful in determining the right calcination temperature in the synthesis of sulfonated titanium dioxidecatalysts and their derivatives. Catalyst synthesis using impregnation method and testing for catalytic effects were carriedout on the chemical reaction of esterification of fatty acids contained in fatty acid distillates from palm oil (PFAD). Theresults showed that the catalyst synthesized at 500 0C calcinations gave the best catalytic effect, where the conversion tomethyl ester formation was 98.1% with physical properties including density and viscosity at 40 0C in accordance withSNI standards for biodiesel.

Keywords: solid catalyst of sulfonated titanium dioxide, palm oil fatty acid distillate (PFAD), esterification, methylester, biodiesel

1. PENDAHULUANBiodiesel umumnya diproduksi melalui jalur reaksi kimia transesterifikasi trigliserida atau esterifikasi

asam lemak menggunakan alkohol dan dengan bantuan katalis tertentu. Sumber trigliserida antara lain adalahminyak nabati dan lemak hewani, sedangkan sumber asam lemak antara lain adalah destilat asam lemak dariminyak sawit (DALMS). Basa kuat seperti NaOH atau asam kuat seperti H2SO4 sebelumnya sering digunakansebagai katalis karena memiliki keunggulan dapat mengkonversi minyak / lemak atau asam lemak menjadimetil ester atau etil ester dengan yield yang tinggi, waktu yang singkat dan dengan biaya yang rendah. Kini,penggunaan katalis homogen tidak lagi menjadi pilihan utama karena adanya peraturan yang lebih ketattentang energi yang bersih dan potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya.

Dibalik keunggulan katalis homogen, terdapat kelemahan-kelemahan diantaranya adalah sulitnyamelakukan pemungutan kembali katalis dari produk dan proses pemurniannya menghasilkan limbah cairdalam jumlah yang besar. Katalis homogen basa atau asam juga berifat korosif terhadap peralatan sehinggamenimbulkan permasalahan tersendiri. Sehubungan dengan hal tersebut, katalis heterogen (padat) sepertinyaberpotensi dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan diatas, selain karena tidak korosif,tidak beracun, dan mudah dipisahkan dari campuran produk, juga memungkinkan penggunaan yang berulangkali (reuses) sehingga proses pembuatan biodiesel nantinya akan menjadi makin ekonomis.

Tahap akhir pada proses sintesis katalis padat (heterogen) umumnya adalah kalsinasi pada suhu tinggiyang bertujuan untuk merubah struktur bahan katalis sehingga memiliki efek katalitik yang tinggi, misalnyapori yang lebar dengan volume yang luas tetapi tetap kuat secara mekanis dan termis. Penelitian inimemastikan adanya pengaruh suhu kalsinasi terhadap efek katalitik, yang mana dapat diamati misalnyamelalui konversi pembentukan metil ester pada reaksi kimia esterifikasi destilat asam lemak minyak sawitmenggunakan metanol.

Pemilihan destilat asam lemak minyak sawit sebagai sumber asam lemak dalam penelitian inimerupakan upaya atau solusi mengatasi pertentangan ”untuk bahan makanan atau untuk bahan bakar”.Destilat asam lemak sawit adalah produk samping pada proses pemurnian minyak goreng sawit, mengandungbanyak sekali asam-asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang tidak baik untuk dimakan (non edible), karenanyapenggunaannya tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional, bahkan sebaliknya dapat meningkatkannilai tambah tanaman sawit itu sendiri.

1 Korespondensi penulis: Hb. Slamet Yulistiono, Telp 081210243464, [email protected]

Page 168: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.167-171) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 168

Yulistiono, S. Hb. (2008) telah melaporkan bahwa reaksi esterifikasi DALMS menggunakan etanoldan katalis homogen berupa asam sulfat pekat selama waktu reaksi 90 menit hanya mempu menghasilkan etilester dengan konversi maksimal hanya 92%. Berkaitan dengan sintesis katalis heterogen, maka Refaat (2012)melaporkan bahwa penggunaan oksida logam sebagai penyangga katalis dapat memberikan efek katalitikyang maksimum. Berikutnya, Sheikh, R. (2013) telah membuktikan pula bahwa penggunaan penyanggakatalis yang berbasis pada oksida logam seperti ZrO2, Al2O3, dan SiO2 dapat membuat tahapan proses menjadilebih efisien dan ada tendensi terjadinya reaksi transesterifikasi dan esterifikasi secara simultan. Katalisdengan dua jenis penyangga TiO2 dan SiO2 juga telah berhasil disintesis oleh Embong (2016) dandiaplikasikan untuk mengkonversi DALMS menjadi metil ester.

Secara umum, situs aktif katalis sulfat dapat dimasukkan ke dalam pori-pori penyangga katalis oksidalogam melalui beberapa cara, diantaranya adalah metode impregnasi dan diakhiri dengan kalsinasi. Proseskalsinasi pada suhu tinggi sangat menentukan bentuk / struktur kristal yang akan mempengaruhi performakatalis. Oksida TiO2 misalnya, pada suhu 120 0C hingga 500 0C memiliki struktur kristal anatase dengan luaspermukaan yang lebih besar, sedangkan pada suhu 700 0C memiliki struktur kristal rutil dengan luaspermukaan yang lebih kecil.

Dalam rangka meningkatkan ketahanan energi Indonesia melalui penggunaan energi terbarukan yangbersih dan salah satunya adalah biodiesel (alkil ester), maka penelitian pembuatan biodiesel dari minyak atauasam-asam lemak masih tetap perlu dilakukan dan sehubungan dengan tuntutan lingkungan hidup yang makinketat, maka proses pembuatan biodiesel haruslah aman dan tidak menghasilkan limbah yang tidak mencemarilingkungan. Pembuatan biodiesel menggunakan bantuan katalis yang lebih ramah lingkungan adalah suatukeharusan sehingga penelitian yang berhubungan dengan teknologi sintesis katalis ini perlu dikembangkan.

2. METODE PENELITIANKegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung

Pandang dalam waktu 8 bulan penelitian.Pada proses sintesis katalis dibutuhkan TiO2 dan H2SO4 2 M, dan alat-alat penelitian seperti

termometer, neraca analitik, motor dan batang pengaduk, penyaring vakuum, kertas saring, dan tanur dansejumlah wadah dan gelas-gelas kimia. Pada proses reaksi esterifikasi untuk produksi biodiesel dibutuhkanbahan-bahan seperti metanol, destilat asam lemak minyak sawit, dan alat-alat penelitian seperti reaktorerlenmeyer/labu leher 3 yang dilengkapi dengan thermometer setting, reflux condensor, heating mantle, motordan batang pengaduk, neraca analitik, hot plate, pompa akuarium dan gelas-gelas kimia secukupnya.Sintesis Katalis Padat SO4

2- / TiO2Sitesis katalis sulfat/titanium dioksida dilakukan secara impregnasi, untuk itu mula-mula 70 gram

serbuk TiO2 direndam di dalam larutan H2SO4 2M. Campuran diaduk terus selama 6 jam dengan kecepatan250 rpm dan setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan penyaring Buchner. Padatan yangdiperoleh kemudian ditiriskan dan dikeringkan pada suhu 105 0C selama 24 jam. Bahan katalis tersebutselanjutnya dikalsinasi selama 4 jam di dalam tanur pada suhu sesuai variasi percobaan (300, 400, 500, dan600 0C). Produk kalsinasi yang diperoleh kemudian ditumbuk halus dan akhirnya disimpan dalam botol ataubejana berpenutup rapat untuk digunakan sebagai katalis pada proses reaksi kimia esterifikasi asam lemak.

Uji Performa Katalis Melalui Reaksi Esterifikasi DALMSKatalis-katalis padat yang dihasilkan selanjutnya diuji efek katalitiknya melalui reaksi esterifikasi

asam-asam lemak yang terkandung dalam destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) menggunakan metanoldengan kondisi operasi yang konstan, yakni suhu reaksi 64 0C, kecepatan pengadukan 250 rpm.

Mula-mula 10 gram DALMS dicairkan dengan menggunakan hot plate, kemudian setelah mencairdimasukkan ke dalam reaktor erlenmeyer yang telah diatur pada kondisi operasinya. Berturut-turut kemudiandimasukkan sejumlah metanol dan katalis padat. Setelah reaktor mencapai kondisi operasi yang diinginkan,ditetapkanlah waktu mulai reaksi selama 4 jam.

Setelah waktu reaksi tercapai, reaktor kemudian dimatikan. Setelah reaktor menjadi dingin, semuamaterial dalam reaktor dikeluarkan dan langsung dilakukan pemisahan katalis dengan menggunakanpenyaring Buchner. Bagian filtrat yang diperoleh kemudian ditempatkan di corong pisah untuk menjalaniproses settling secara grafitasi sehingga dapat dipisahkan sekali lagi bagian-bagian padatan dan cairan. Bagiancairan yang diperoleh kemudian dipanaskan hingga 115 0C untuk menyingkirkan komponen air dan metanol.Produk akhirnya ditampung dalam wadah berpenutup rapat. Analisis kadar asam lemak bebas sisa (yang tidakbereaksi) kemudian dilakukan dengan metoda titrasi asam basa.

Page 169: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.167-171) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 169

Prosedur diatas dilakukan dengan menggunakan produk katalis yang telah dikalsinasi pada suhu 300,400, 500, dan 600 0C dan dengan jumlah katalis 20% dan 25% terhadap jumlah DALMS. Rasio molar antarametanol dan DALMS ditetapkan sebesar 20. Produk reaksi terbaik adalah produk yang memiliki kadar asamlemak bebas sisa terendah dan digunakan sebagai penentu suhu kalsinasi terbaik pada pembuatan katalis.Sebagai modifikasi, dilakukan pula kalsinasi terhadap serbuk TiO2 pada suhu kalsinasi terbaik sebelum prosesperendaman menggunakan asam sulfat 2 M.

Produk reaksi terbaik kemudian dianalisis lagi tentang sifat-sifat fisisnya meliputi densitas danviskositas dan tentang komponen-komponen penyusunnya menggunakan instrument GC-MS. Berdasarkandata analisis menggunakan GC-MS terhadap bahan baku DALMS dan produk reaksi terbaik, maka(1) dikumpulkan persentase asam-asam lemak atau ester-ester asam lemak sehingga dapat dihitung persentasekeseluruhan asam-asam lemak dan persentase ester-ester yang terkandung pada DALMS, (2) dikumpulkanpersentase asam-asam lemak yang tidak bereaksi dan ester-ester yang terbentuk selama reaksi esterifikasi padaproduk reaksi terbaik sehingga dapat dihitung konversi pembentukan ester pada reaksi esterifikasi.

Berikut adalah rumus perhitungan konversi reaksi esterifikasi:

3. HASIL DAN PEMBAHASANPada prinsipnya, sintesis katalis pada suhu kalsinasi 300, 400, 500 dan 600 0C telah dilakukan,

sedangkan uji efek katalitik juga telah dilakukan melalui reaksi kimia esterifikasi terhadap asam-asam lemakyang terkandung dalam destilat asam lemak minyak sawit (DALMS).

Table 1. Data Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Pada Bahan Baku DALM Sebagai Sumber Asam Lemak

Tabel 1 diatas dan Gambar 1 dibawah menunjukkan bahwa DALMS mengandung banyak sekaliasam-asam lemak bebas dan sedikit minyak, dan oleh karena itu sangat cocok atau sangat berpotensi menjadibahan baku pada proses pembuatan biodiesel melalui reaksi kimia esterifikasi menggunakan alkohol.

Table 2. Data Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Pada Produk Reaksi

KodeSampel

Katalis Dgn SuhuKalsinasi

[ 0C ]

Kadar Asam Lemak Bebas[ mgrek KOH / gram sampel ] Konversi [ % ]

Katalis 20% Katalis 25% Katalis 20% Katalis 25%

A 300 29,40 16,72 89,7 94,1B 400 24,13 10,10 91,5 96,5C 500 9,65 7,74 96,6 97,3D 600 15,37 36,36 94,6 87,3E 500* 10,10 96.5

No Metode Pengukuran Komponen Jumlah

1 Titrasi [ mgrek KOH/gram sampel ] Campuran asam lemak 285,5

2Gas Chromatography Dengan Mass Spectrometer

( GC-MS )[ % ]

Tetradecanoic acidN-Hexadecanoic acicOctadec-9-onoic acidOctadecanoic acid

1,30 %49,79 %35,80 %4,33 %

Total asam lemak 91,22 %

Methyl ester ( triglyceride ) 2,96 %

Ethyl ester ( triglyceride ) 0,46 %

Total ester ( minyak ) 3,42 %

Page 170: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.167-171) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 170

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa diantara kode sampel A, B, C, dan D, ternyata sampel C memilikikonversi tertinggi untuk ke dua konsentrasi katalis yang digunakan. Hal ini berarti bahwa penggunaan katalisyang dikalsinasi pada suhu 500 0C pada reaksi kimia esterifikasi asam lemak menunjukkan efek katalitikterbaik. Berdasarkan Tabel 2 tersebut terlihat bahwa suhu kalsinasi yang meningkat mulai dari 300 0C hinggapuncaknya pada suhu 500 0C memberikan efek katalitik yang makin baik sebaliknya pada suhu 600 0C efekkatalitiknya menjadi menurun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sekali lagi percobaan sintesis katalis pada suhudisekitar 500 0C, sehingga pada akhirnya diperoleh katalis yang memiliki efek katalitik terbaik yang akanmemberikan konversi pembentukan ester yang maksimal.

Sampel E adalah produk reaksi yang menggunakan katalis yang disintesis secara khusus, yakni serbukTiO2 terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu 500 0C sebelum digunakan pada proses impregnasi menggunakanH2SO4 2 M, jadi sedikit agak berbeda dengan katalis yang digunakan pada produk reaksi C. Hasil analisiskemudian menunjukkan bahwa sampel E ini ternyata memiliki kadar asam lemak sisa yang lebih sedikitdibandingkan sampel C, atau dengan kata lain katalis termodifikasi ini tidaklah sebaik katalis sebelumnya.

Penggunaan katalis sebesar 20% dan 25% memperlihatkan peningkatan konversi yang hanya sedikitsaja. Teoritis, penggunaan katalis yang terlalu banyak diduga akan meningkatkan viskositas reaktan yangdapat menyebabkan hambatan pada reaksi yang akhirnya dapat mengurangi konversi secara keseluruhan. Olehsebab itu, penggunaan katalis yang lebih sedikit pada reaksi esterifikasi ini perlu dipertimbangkan.

Gambar 1 berikut memperlihatkan data analisis DALMS dan Sampel C menggunakan alat GC-MS.

Gambar 1. Data Analisis GC-MS Untuk (a) Bahan Baku DALMS Dan (b) Produk Reaksi Terbaik

Pada Tabel 3 berikut disajikan data hasil analisis sifat-sifat fisis dan pengelompokan komponen-komponen pada produk reaksi berdasarkan analisis menggunakan GC-MS diatas.

Table 3. Data Analisis Sifat Fisis Dan Kimia Produk Reaksi Terbaik

Parameter uji /Komponen Satuan Jumlah SNI 7182:2015Viskositas mm2/s 3,362 2,3 – 6,0Densitas kg/m3 877,25 850 - 890

Metil Ester %b 92,13 -Etil Ester %b 2,72 -

Total Ester %b 94,85 -n-Hexadecanoic acid %b 1,25 % -Octadec-9-enoic acid %b 0,45 % -

Total asam lemak sisa %b 1,7 % -

Page 171: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.167-171) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 171

Pada Tabel 1 atau pada Gambar 1a dapat dilihat, bahwa bahan baku DALMS mengandung asamlemak bebas sebesar 91,22 % dan minyak sebagai ester sebesar 3,42 %, sedangkan pada Tabel 3 atau Gambar1b dapat dilihat produk reaksi terbaik mengandung ester 94,85 % dan asam lemak bebas sisa sebesar 1,7 %.Meskipun instrument GC-MS memiliki keterbatasan tidak bisa menunjukkan kandungan minyak sebagaitrigliserida melainkan sebagai ester, namun data-data ini menunjukkan bahwa katalis yang digunakan selainmengkonversi asam lemak menjadi ester, diduga juga dapat mengkonversi minyak menjadi ester. Seberapajauh katalis dapat berfungsi secara simultan mengkonversi asam lemak dan minyak, dalam hal ini perlu ditelitilebih lanjut karena akan menyebabkan proses produksi biodiesel menjadi lebih efisien.

Jika perhitungan konversi didasarkan atas persentase keseluruhan asam-asam lemak pada DALMSsebesar 91,22 % dan persentase keseluruhan sisa asam lemak sebesar 1,7 %, maka diperoleh nilai konversisebesar 98,1 %, sedangkan jika perhitungan konversi didasarkan hanya atas persentase n-hexadecanoic acidpada DALMS sebesar 49,79 % dan pada produk reaksi sebesar 1,25 %, maka didapat konversi sebesar 97,5%.

Analisis sifat fisis produk reaksi juga memperlihatkan bahwa nilai viskositas dan densitasnyamemenuhi persyaratan SNI 7182:2015 untuk biodiesel.

4. KESIMPULAN DAN SARANBerdasarkan hasil penelitian, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1) Suhu terbaik kalsinasi pada penelitian ini adalah 500 0C.

2) Reaksi kimia esterifikasi DALMS menggunakan metanol dengan rasio molar tehadap DALMS sebesar 20dan dengan bantuan katalis yang disintesis pada suhu kalsinasi 500 0C pada konsentrasi 25 %menghasilkan metil ester dengan konversi 98,1 % dan memiliki sifat fisis meliputi viskositas dan densitasyang sesuai dengan SNI 7182:2015 tentang biodiesel.

3) Disarankan untuk meneliti lebih lanjut proses sintesis katalis dengan suhu kalsinasi di sekitar 500 0C

4) Disarankan untuk meneliti kemampuan katalis sulfat / titanium dioksida pada reaksi esterifikasi dantransesterikasi secara simultan.

5) Disarankan pula untuk meneliti reaksi esterifikasi DALMS menggunakan katalis titanium dioksidatersulfonasi ini dengan konsentrasi yang lebih rendah daripada 20 %

5. DAFTAR PUSTAKAEmbong, N.H., Maniam, G.P., Ab. Rahim, M.H., Lee., K.T., Huisingh, D., 2016, Utilization of PFAD in

Methyl Esters Preparation Using /TiO2-SiO2 as a Solid Acid Catalyst, Journal Clean. Prod. 116, pp. 244-248. doi: 10:1016/j.jclepro.2015.12.108

Refaat, A.A, 2012, Biofuels from Waste Materials, in: Sayigh, A. (Ed.), Comprehensive Renewable Energy.Elsevier, pp. 217-261, Oxford

Sheikh, R., Choi, M.-S., Im, J.,-S., Park, Y.,-H., 2013, Study on the Solid Acid Catalysts in BiodieselProduction from High Acid Value Oil, Jounal of Industrial and Engineering Chemistry. 19, pp. 1413-1419.doi:10.1016/j.jiec.2013.01.005

Yulistiono, S. Hb., 2008, Kinetika Reaksi Esterifikasi Destilat Asam Lemak Minyak Sawit denganMenggunakan Etanol Dan Katalis Asam Sulfat, INTEK Tahun 14 No. 1. Hlm. 14-24, Makassar

6. UCAPAN TERIMA KASIHTim peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada UPPM Politeknik Negeri Ujung

Pandang yang telah memberikan pendanaan dan kepada Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri UjungPandang serta seluruh teman sejawat yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terlaksana denganbaik. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Page 172: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 172

STUDI EFISIENSI PEMBERIAN AIR IRIGASI DESA SUMBER SARI KECAMATANWEDA SELATAN KABUPATEN HALMAHERA TENGGAH

Murad Abbas1), Dede Sumarna2), Aryandis Hanafi2)

1)Mahasiswa Prodi Teknik Sipil Universitas Bumi Hijrah Maluku Utara2)Dosen Prodi Teknik Sipil.Universitas Bumi Hijrah Maluku Utara.

ABSTRACT

Water usage for irrigation is one of the various alternatives of water utilization. Water that can be put to gooduse for farming includes the provision and delivery of irrigation water which is quite efficient, is a shortage or excesswater.

Provide and give efficient irrigation water that is not straightforward because many factors that affect how theprovision and delivery of irrigation water efficiently, but it is inefficient provision and delivery of irrigation water in thechannel or on land, can reduce or lower agricultural productivity. Issues raised in this study of the efficiency of irrigationwater supply in Sumber Sari village, South Weda, Halmahera Tenggah, having regard to the discharge channel and thewater needs of the plot / farm.

Research design uses descriptive quantitative approach of explaining the state of efficiency in the provision ofwater Sumber Sari village, South Weda, Halmahera Tenggah, the data used in the analysis is the speed of water flow(VAV), broad cross-section of the channel (A), flow in the channel (Q), the water needs to plant and water needs of eacharea of irrigation, and the efficiency of delivery of irrigation water on each channel (E),

Keywords: Efficiency of irrigation water, Flow in the channel, Speed of water flow.

1. PENDAHULUANDilihat dari lahan pertanian di desa sumber sari kecamatan weda selatan kabupaten Halmahera

tenggah areah persawahaanya memanfaatkan jaringgan irigasi air permukaan mengunakan air dari bendunganwairoro,sehingga air dapat sampai ke area persawahan.

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah debit di saluran irigasi tersier padasaat musim kemarau yang ada sudah mencukupi kebutuhan air untuk setiap area irigasi dan seberapa besartingkat efisiensi jaringan irigasi tersier dalam menyalurkan air ke petak sawah. Adapun tujuan penilitian iniuntuk mengukur debit air disaluran tersier, kebutuhan air untuk setiap area irigasi serta menghitung efisiensipada jaringan irigasi di Desa Sumber Sari.Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan manfaat sebagai berikut:a. Bahan pertimbangan bagi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan dan Dinas Pertanian khususnya di daerah

Halmahera Tenggah dalam pengambilan kebijaksanaan.b. Tambahan pengetahuan bagi masyarakat dalam upaya pengelolaan jaringan irigasi guna mendukung

keberhasilan panen.c. Bahan informasi bagi masyarakat Desa Sumber Sari khususnya dan masyarakat luas pada umumnya dalam

upaya pemanfaatan dan pemeliharaan jaringan irigasi.d. Bahan informasi dan tambahan pengetahuan bagi mahasiswa jurusan teknik sipil pada khususnya, serta

mahasiswa jurusan lain pada umumnya mengenai jaringan irigasi, perhitungan debit secara aktual, dansebagainya.

Demikian juga dengan jaringan air permukaan, untuk memenuhi kebutuhan di areal pertanian DesaSumber Sari, air dialirkan secara gravitasional dari Bendung Wairoro memakai saluran primer, sekunder, dantersier. Pengaliran air tersebut dapat optimal jika keadaan saluran baik, sehingga upaya pemeliharaan fisiksaluran irigasi perlu lebih diperhatikan.

2. METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data, baik yang berupadata primer maupun data sekunder, melalui survei yang di lakukan pala lokasi penilitian.a. Data primer

1 Korespondensi penulis: Murad Abbas, Telp 085342753818, [email protected]

Page 173: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 173

Bertujuan untuk mencari data yang sifatnya tidak tertulis, ataupun merupakan data yang memiliki tingkatakurasi yang tinggi.b. Data sekunder

Merupakan kegiatan pencarian data melalui kajian literatur, hasil penelitian terdahulu, peta-peta yangdibutuhkan, data kependudukan, data pertanian, kondisi wilayah penelitian, ataupun data tertulis lainnya, yangdidapatkan langsung dari instansi yang terkait.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif bersifat deskriptif, artinya permasalahan yangdibahas dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan status fenomena yaitu mengetahui hal-halyang berhubungan dengan keadaan sesuatu sesuai dengan fenomena atau gejala yang terjadi.

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

3. HASIL PENELITIANData penelitian yang telah dilakukan di lapangan, analisis data hasil penelitian, dan pembahasan

hasil penelitian. Adapun data penelitian tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:a. Data terukur adalah: kecepatan aliran (V), lebar atas saluran (ba), lebar bawah saluran (bb), dan

tinggi permukaan air (hp),b. Data terhitung adalah: Luas penampang saluran (A), kecepatan rata-rata (Vav), Debit saluran (Q

aktual), kebutuhan air untu tanaman padi, kebutuhan air untuk tiap area sawah, efisiensi air irigasi di tiapsaluran.

Berdasarkan penelitian dengan menggunakan metode float adalah kecepatan aliran (V). Untukmengubah data menjadi kecepatan rata-rata maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran airdipermukaan dikalikan koefisien kalibrasi sebesar (k=0,90) sebagai berikut.

Pengukuran kecepatan aliran air dengan menggunakan metodefloat

Analisis DataHitungan kecepatan rata-rata (Vav),Hitungan luas penampang saluran (A),Hitungan debit aliran saluran (Qakt),Hitungan kebutuhan air untuk tanaman (usia) dankebutuhan air tiap petakNilai efisiensi irigasi tiap saluran (E).

Pembahasan

Mulai

Hasil

Kesimpulan & saran

selesai

Page 174: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 174

Tabel 1. Kecepatan Aliran Setiap Saluran

No Kode saluran V titik 1(m/s)

V titik 2(m/s)

V titik 3(m/s) V (m/s)

1 S1 0,346 0,370 0,183 0,2997

2 S2 0,322 0,318 0,320 0,3200

3 S3 0,348 0,344 0,325 0,3388

Tabel 2. Kecepata Rata-Rata (Vav)No Kode

SaluranKecepatan aliran air

V (cm/s)Koefisien

Kalibrasi KKecepatan rata-

rataVav (cm/s)

1 S1 29,967 0,9 26,972 S2 32,000 0,9 28,803 S3 33,876 0,9 30,49

Tabel 3. Luas Penampang Saluran (A)

Keterangan : ba = lebar bawah saluranbb = lebar atas saluranhp = tinggi permukaan air

3.1.Debit Aliran Saluran

Debit Aktual (Qakt)Pehitungan debit air pada saluran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana

efektifitas dari saluran dalam memenuhi kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah.Berdasarkanhasil pengukuran di lapangan diperoleh debit air dari masing-masing saluran sebagai berikut.

Tabel 1.4 Debit Aktual Saluran (Debit Hasil Pengukuran)

No Kodesaluran Luas penempang

Saluran A (m2)

Kecepatanrata-rata Vav

(m3/s)

Qaktual

(m3/s) (ltr/s)

1 S1 0,216 0,270 0,0583 58,3

2 S2 0,329 0,288 0,0948 94,8

3 S3 0,200 0,305 0,0610 61,0

a. Kebutuhan Air untuk Tiap Petak Sawah

No Kodesaluran

ba(m)

bb(m)

hp(m) Luas penempang (m2)

1 S1 1,00 0,6 0,27 0,2162 S2 1,5 0,85 0,28 0,3293 S3 1 0,6 0,25 0,200

Page 175: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 175

Kebutuhan air untuk tanaman padi dilihat dari kebutuhan maksimal yaitu pada umur padi berusia duabulan. Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data tentang kebutuhan air dari masing-masing petaksawah pada umur padi berusia 0,5 bulan sampai 4 bulan sebagai berikut :

Tabel 4. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 0,5 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 0,5 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,2 6 7,2 0,0072 S2 1,2 4 4,8 0,0053 S3 1,2 8 9,6 0,010

Tabel 5. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 1 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 1 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,2 6 7,2 0,00722 S2 1,2 4 4,8 0,00483 S3 1,2 8 9,6 0,0096

Tabel 6. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 1,5 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 1,5 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)1 S1 1,32 6 7,9 0,00792 S2 1,32 4 5,3 0,00533 S3 1,32 8 10,6 0,0106

Tabel 7. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 2 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 2 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,4 6 8,4 0,00842 S2 1,4 4 5,6 0,00563 S3 1,4 8 11,2 0,0112

Tabel 8. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 2,5 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 2,5 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,35 6 8,1 0,00812 S2 1,35 4 5,4 0,00543 S3 1,35 8 10,8 0,0108

Tabel 9. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 3 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 3 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,4 6 8,4 0,00842 S2 1,4 4 5,6 0,0056

Page 176: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 176

3 S3 1,4 8 11,2 0,0112

Tabel 10. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 3,5 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 3,5 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 1,12 6 6,7 0,00672 S2 1,12 4 4,5 0,00453 S3 1,12 8 9,0 0,0090

Tabel 11. Kebutuhan Air Tiap Petak Sawah Umur Padi 4 Bulan

No Kodesaluran

Kebutuhan air saatumur 4 bulan

(ltr/d/ha)

Luas petak(ha)

Kebutuhan air tiap petak

(ltr/dtk) (m3/dtk)

1 S1 0 6 0 02 S2 0 4 0 03 S3 0 8 0 0

b. Kebutuhan Air (Q aktual) di Saluran dan Petak SawahKebutuhan air di saluran dan area pada penelitian dilakukan saat padi berusia 2 bulan yang dihitung

secara aktual digambarkan dengan skema berikut:

Tabel 12. Kebutuhan Air di Saluran dan Petak Sawah

No NamaPetak

Luaspetak (ha)

Kebutuhan debitair tiap

petek(ltr/dtk)

Kodesaluran

debit air aktual(ltr/dtk)

1 Petak 1 6 6,74 S1 58,32 Petak 2 4 4,50 S2 94,83 Petak 3 8 8,99 S3 61,0

Jumlah 18 20,23 214,0

Berdasarkan diagram diatas maka debit aktual pada saluran S2 mampu mencukupi kebutuhan airirigasi secara menyeluruh di area irigasinya. Pada saluran S1, dan, S3, debit aktual belum mampu mencukupikebutuhan air irigasi di area irigasinya

c. Efisiensi Pemberian Air di Setiap Saluran IrigasiAir yang diambil dari sumber air atau sungai yang di alirkan ke areal irigasi tidak semuanya

dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktek irigasi terjadi kehilangan air. Kehilangan air secara teoritisdisebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi, dan rembesan. Kehilangan akibat evaporasi dan rembesanumumnya kecil saja bila dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi.

Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi mengalami kehilangan air selamapengalirannya. Kehilangan air ini menentukan besarnya efisiensi pengaliran. Efisiensi pengaliran dapatdihitung dengan rumus:

E = (Asa/Adb) x 100%dengan:E = Efisiensi pengairanAsa = Air yang sampai di irigasiAdb = Air yang diambil dari bangunan sadapTabel 13. Persentase Efisiensi Irigasi

Page 177: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.172-177) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 177

No Kodesaluran

Adb(ltr/dtk)

Asa(ltr/dtk) Efesiensi Pengaliran (%)

1 S1 15,58 12,57 812 S2 25,49 21,59 853 S3 43,75 34,21 78

4. KESIMPULANBerdasarkan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Berdasarkan penelitian ini debit di saluran irigasi tersier S1, dan S2, sudah mencukupi kebutuhan air diarea irigasi di Desa sumber Sari.

2) Pada saluran S3 belum mencukupi kebutuhan air tanaman padi, maka pada pintu air di saluran tersier S3perlu dikendalikan

5. DAFTAR PUSTAKAA.P. Rangga Mochamad. 2012. Studi Efesiensi Pemberian Air Irigasi Kutuharjo, Kecamatan Pati,

Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Direktorat Jendral Sumber Daya Air. 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Jakarta. DPU Pengairan. 2004.

UU No.7 Tentang Sumber Daya Air. Jakarta.http://lib.unnes.ac.id/19105/1/5101407025.pdf Upload 06 Agustus 2018, A.P. Rangga Mochamad. 2012.

Studi Efesiensi Pemberian Air Irigasi Kutuharjo, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.https://haltengkab.go.id/pertanian/ Upload 06 September 2018, BPS Halteng (2014-2015)Mawardi, Erman. 2007. Desain Hidrolik Bangunan Irigasi. Jakarta: Alfabeta.Peraturan Pemerintah No. 25, 2001. Tentang Sumber Daya Air. Jakarta.Sosrodarsono, S. 2003. Hidrologi untuk Pertanian. Jakarta: Pradya Paramita.Standar perencanaan irigasi, KP-01, Kriteria perencanaan Bagian jaringan irigasi. DPU Republik Indonesia.Standar perencanaan irigasi, KP-03, Kriteria perencanaan Bagian saluran. DPU Republik Indonesia.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih kami tujukan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian

ini keluarga terkasih, Rektor dan Civitas Akademik Universitas Bumi Hijrah, Pembimbing I. Dede Sumarna,ST., MT., Pembimbing II Aryandis Hanafi, ST., MT.

Page 178: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.178-182) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 178

SINTESIS KATALIS PADAT SO42- / TiO2 DENGAN METODE IMPREGNASI

DAN APLIKASINYA PADA METANOLISIS MINYAK JELANTAH

Joice Manga1), Wahyu Budi Utomo2), Sakius Ruso3)

1) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

ABSTRACT

This research relates to the utilization of cooking oil waste as a source of raw material for biofuel throughmethanolysis reaction using heterogeneous / solid SO4

2- / TiO2 catalysts. The long-term goal to be achieved is the masteryof biofuel production technology by utilizing waste or used cooking oil and using catalysts that are environmentallyfriendly and economical so that they can contribute to increasing national energy security. The research activity beginswith the synthesis of catalysts by impregnation method, then followed by chemical reactions methanolysis. The SO4

2- /TiO2 catalyst diffractogram shows that at position 2θ = 26⁰ there is a peak with the highest intensity. This indicates thatTiO2 is in the anatase phase. Besides that the success of synthesis can be seen in FTIR spectrum where sulfate ionscoordinated with Ti⁴⁺ metal cations are shown on the appearance of absorption peaks of 1250.96, 1150.96 and 1098.68cmˉ¹. Catalyst performance has been tested by identifying product composition using GC-MS and acid base titration. Thecomponents of product are classified as C9H14O2 short carbon chain fatty acids, C3H4 aliphatic compounds, and C18H36O2palmitic acid ethyl ester.

Keywords: heterogeneous catalyst, methanolysis, fatty acids, biofuels, used cooking oil

1. PENDAHULUANBagi masyarakat Indonesia, minyak goreng adalah komoditi yang sangat dibutuhkan. Sehingga

menimbulkan banyaknya minyak goreng bekas, yang tidak dapat dikonsumsi lagi. Hal ini, akan mencemarilingkungan dan mengganggu kesehatan. Minyak goreng bekas merupakan limbah yang masih bermanfaat jikaolah untuk penggunaan lain. Untuk itu berbagai upaya dilakukan dalam mengolahnya. Pada penelitian iniakan dicoba untuk mengolahnya menjadi sumber bahan bakar terbarukan. Potensi komponen asam lemakbebas yang tinggi, maka minyak jelantah dapat sebagai bahan baku untuk biodiesel. Asam lemak menjadikomponen dominan sebagai hasil dari cracking trigliserida karena temperature yang penggorengan yangtinggi.

Aplikasi katalis sangat penting dalam industri karena dapat menurunkan energi aktivasi reaksi danmeningkatkan laju reaksi. Dalam industri lebih dari 75% proses produksi bahan kimia disintesis denganbantuan katalis. Katalis dapat bereaksi untuk membentuk intermedit dengan reaktan dan akan ditemukankembali dalam langkah berikutnya sehingga tidak dikomsumsi dalam reaksi(Chang, 2010). Katalis dapatdibedakan ke dalam dua golongan utama berdasarkan perbedaan fase antara katalis dan reaktan. Jika reaktan-reaktan yang bereaksi dan katalis memiliki fase yang sama, maka katalis yang digunakan masuk golongankatalis homogen. Katalis ini memiliki keunggulan antara lain aktivitas dan selektivitas tinggi, tidak mudahteracuni oleh keberadaan pengotor, mudah dioperasikan dan mudah dimodifikasi.

Sedangkan kelemahannya adalah sulit dipisahkan dari campuran reaksi, kurang stabil pada suhutinggi. Jika fase reaktan dan fase katalis berbeda, maka katalis tersebut masuk golongan katalis heterogen,misalnya padatan dalam reaksi gas. Dibandingkan dengan katalis homogen, katalis heterogen memilikikelebihan antara lain kestabilan termalnya relative tinggi sehingga dapat digunakan untuk reaksi yangmemerlukan produk (Furuta et al., 2004). Jenis-jenis oksida logam tersebut adalah oksida logam alkali, oksidalogam alkali tanah, oksida logam transisi dan oksida logam campuran. Selain sebagai situs aktif, oksida logamdapat dimodifikasi menjadi penyangga atau matriks katalis.Oksida logam transisi (titanium oksida) berfungsisebagai situs aktif katalis dan bersifat asam.. Salah satu teknologi terbaru dalam rangka sintesis katalisadalah penggunaan penyangga katalis.

Penyangga-penyangga katalis umumnya bertujuan memperbesar luas permukaan dan volumepori sehingga katalis asam dapat ditempatkan didalamnya sebanyak-banyaknya. Oksida-oksidalogam umumnya memiliki kestabilan mekanik dan termal yang baik, luas permukaan spesifik yangtinggi dengan ukuran dan volume pori yang besar sehingga cocok digunakan sebagai penyangga

1) Korespondensi penulis: Joice Manga, Telp. 082344666788, [email protected]

Page 179: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.178-182) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 179

katalis. Berikut ini adalah beberapa contoh oksida-oksida logam yang digunakan sebagai penyanggakatalis, yang mana kemudian setelah melalui proses sulfonasi akan menjadi katalis padat : SO4

2- / Al2O3, SO42-

/ TiO2 , SO42- / ZrO2 , dan SO4

2- / SnO2 (Garcia et al., 2008). Proses preparasi katalis ditetapkan menggunakanmetode impregnasi dengan pertimbangan bahwa situs aktif akan terdifusi dengan baik dan tahapan perlakuantidak akan menyebabkan kerusakan pada struktur penyangga. Penelitian ini akan memanfaatkan potensiminyak jelantah dengan mensintesis katalis padat (heterogen) menggunakan oksida logam TiO2 yang telahtersulfatasi melalui metode impregnasi.

2. METODE PENELITIAN2.1 Sintesis Katalis SO4

2-/TiO2Mula-mula 10 gram TiO2 direndam di dalam H2SO4 2M. Perbandingan volume H2SO4 dan serbuk

TiO2 ditetapkan 2:1. Campuran kemudian diaduk terus selama 6 jam dengan kecepatan 300 rpm dan setelahitu dilakukan. Padatan dikeringkan pada suhu 105 0C selama 24 jam dan dilanjutkan dengan kalsinasi di dalamtanur pada suhu 400 0C selama 4 jam.2.2 Reaksi Metanolisis Minyak Jelantah

Mula-mula 10 gram bahan baku, dimasukkan ke dalam reaktor labu yang dikondisikan pada suhu80 0C dengan kecepatan pengaduk 250 rpm. Berturut-turut dimasukkan sejumlah metanol dengan rasio berat3:1 terhadap bahan dan sejumlah katalis padat dengan rasio berat terhadap baku sebesar 20%. Setelah reaktordihidupkan dan mencapai kondisi operasi yang diinginkan, ditetapkanlah waktu mulai reaksi selama 4 jam.Analisis penentuan produk pada percobaan dilakukan dengan menggunakan titrasi asam-basa dan GC-MS(GCMS-QP2010 ULTRA SHIMADZU). .2.3 Karakterisasi Katalis

Material TiO2 dan SO42-/TiO2 dikarakterisasi menggunakan XRD radiasi Cu Kα (Bruker AXS D8

avance). Karakterisasi FTIR : untuk indikasi gugus TiO dan SO42-/TiO2 dan mikrograf (SEM) katalis SO4

2-

/TiO2

3. HASIL DAN DISKUSIPercobaan metanolisis minyak jelantah menggunakan bantuan katalis SO4

2-/TiO2 telahdilakukan. Waktu reaksi berlangsung 4 jam, rasio berat metanol terhadap minyak jelantah 3 :1 dan katalis20% (b/b). Sampel bahan baku dan produk dianalisis dengan titrasi asam-basa untuk mendapatkan kadarasam lemak bebas yang dapat dijadikan indikasi keberhasilan. Hasil analisis FFA yang diperolehuntuk bahan baku adalah 12,76 mgrek/g dan produk adalah 38,71 mgrek/g. Hal ini menunjukkanbahwa adanya peningkatan kadar asam lemak bebas sebesar lebih dari 200% atau menjadi 3 kalilebih besar. Selain itu komponen produk dianalisis melalui instrumen GC-MS dan menghasilkankromatogram yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kromatogram produk metanolisis minyak jelantah

Pada kromatogram ini memperlihatkan bahwa produk metanolisis minyak jelantah dapat diindikasidengan analisis GC-MS. Data-data komposisi produk dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 180: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.178-182) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 180

Tabel 1. Komponen-komponen senyawa pada produk metanolisis

No. Nama Rumus Molekul % Area(komposisi)

1 (1,1’-Bibicyclo(2,2,2)Octane)-4-Carboxylic Acid C9H14O2 48,64

2 1-Propyne(Propuna) C3H4 18,46

3 1,2-Propadiene C3H4 12,15

4 Hexadecanoic acid,ethyl ester C18H36O2 20,75

Pada tabel 1. komponen asam lemak meningkat setelah proses metanolisis menggunakan katalis SO42-

/TiO2. Dari hasil analisis GC-MS diketahui bahwa asam lemak tersebut adalah 1,1’-Bibicyclo(2,2,2)Octane)-4-Carboxylic Acid sebanyak 48,64%. Rumus molekul senyawa ini adalah C9H14O2 yang merupakan asamkarboksilat berantai karbon pendek dengan struktur siklik. Selain itu terdapat juga komponen senyawa C3H4sebagai propuna dan 1,2-propadiena sejumlah 20,61% dan sisanya etil ester heksadekanoat sebagai ester dariminyak.

Gambar 2. (a).Spektrum FTIR TiO2 dan (b).Spektrum FTIR Katalis SO42-/TiO2

Material katalis, dikarakterisasi menggunakan FTIR untuk mengindikasi puncak gugus SO₄²ˉ padaTiO₂ sebelum dan setelah impregnasi. Pada gambar 2 kehadiran gugus sulfat S=O dapat terindikasi padapuncak serapan 1401,41 cmˉ¹ (1410- 1380). Hal ini telah dilakukan oleh Esteban et al, 2008 bahwa respondari puncak ini akan muncul setelah melalui proses kalsinasi 400⁰C. Sedangkan ion sulfat yang terkoordinasidengan kation logam Ti⁴⁺ditunjukkan pada munculnya puncak serapan 1250,96 1150,96 dan 1098,68 cmˉ¹.Sedangkan gugus TiO₂ terindikasi dari vibrasi Ti-O-Ti dengan munculnya puncak pada serapan lemah sekitar2330.95 cmˉ¹(Is Fatimah et al., 2008). Untuk ikatan O=H hadir pada kedua material ini, yang masing-masingberada pada puncak yang 3448,84 cmˉ¹ dan 3443,05 cmˉ¹. Menurut Rahmawati et al., 2013 bahwa material inimasih terdapat kandungan air dan sangat mudah mengabsorb air.

Page 181: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.178-182) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 181

Gambar 3. Difraktogram TiO2 dan Difraktogram Katalis SO42-/TiO2

Hasil pengukuran XRD yang dapat dilihat pada gambar 3, mula-mula TiO2 (a) terindikasi dengankeberadaan puncak pada 2θ = 25⁰. Kemudian TiO2 ini dimodifikasi menjadi katalis melalui metodeimpregnasi dan kalsinasi, maka puncak tersebut bergeser ke 2θ = 26⁰ sebagai intensitas yang sangat tinggi.Hal ini menujukkan karakteristik TiO₂ telah berada pada fase anatase. Kehadiran TiO2 pada fase anatase akanmemberikan luas permukaan yang lebih besar dan ukuran yang lebih kecil dibandingkan fase rutil dan brokit.Selain itu pada awal difraktogram terlihat adanya puncak, hal ini menunjukan bahwa struktur material TiO2dan katalis SO4

2-/TiO2 merupakan amorphous atau berpori. Kedua karakteristik ini menyebabkan TiO2berpotensi untuk diintegrasi menjadi pendukung katalis ataupun diaplikasikan sebagai adsorben.

a b

Gambar 4. Mikrograf (SEM) (a). TiO2 dan (b). katalis SO42-/TiO2

Pada Gambar 4, hasil analisis SEM menunjukkan bahwa struktur kedua material ini berpori. Strukturkatalis SO4

2-/TiO2 , terlihat dinding-dinding TiO2 menjadi lebih tebal dan membentuk aglomerasi setelahdimpregnasi dengan asam sulfat. Hal ini menjelaskan bahwa sulfat telah terkoordinasi dengan TiO2 yangfungsinya sebagai pendukung atau matriks pada katalis.

Page 182: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.178-182) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 182

4. KESIMPULANKatalis heterogen SO4

2-/TiO2 telah berhasil disintesis dengan metode impregnasi dan telahdikarakterisasi melalui análisis instrumen XRD dan FTIR. Selain itu performa katalis juga telah diuji untukdiaplikasikan pada metanolisis minyak jelantah menjadi asam lemak dengan rantai karbon pendek, senyawaalifatik dan etil ester. Berdasarkan karakteristik komposisi tersebut, produk ini memungkinkan dijadikansebagai alternatif bahan bakar nabati.

5. DAFTAR PUSTAKAChang, 2010, Chemistry, Tenth Edition. ed. Mc.Graw-Hill.Furuta, S., Matsuhashi, H., Arata, K., 2004, Catalytic action of sulfated tin oxide for etherification and

esterification in comparison with sulfated zirconia, J. Appl. Catal. Gen. 269, 187–191.https://doi.org/10.1016/j.apcata.2004.04.017

Garcia, C.M., Teixeira, S., Marciniuk, L.L., Schuchardt, U., 2008, Transesterification of soybean oil catalyzedby sulfated zirconia, J. Bioresour. Technol. 99, 6608–6613.https://doi.org/10.1016/j.biortech.2007.09.092

Esteban Benito,H., Del Angel Sanchez, T., Garcia Alamilla,R., Hernandez,J.M., Sandoval Robles,G., andParaguay Delgado, F., 2014, Synthesis And Physicochemical Characterization of Titanium OxideObtained by Thermal Hydrolysis of Titanium Tetrachloride, J. Brazilian Journal of ChemicalEngineering., Vol 31.,No.03., pp. 737-745.

Is Fatimah, Dwiarso Rubiyanto, Torikul Huda, 2008, Peranan Katalis TiO2/SiO2-Montmorillonit pada ReaksiKonversi Sitronelal Menjadi Isopulegol, J. Reaktor 12, 83–89.

Rahmawati, Intaningrum, Istadi, 2013, Pembuatan dan karakterisasi katalis Heterogen SO4-2 - ZnO danSO4-2/ ZnO dengan metode Kopresipitasi dan Impregsinasi untuk Produksi Biodiesel dari MinyakKedelai, J. Teknol. Kim. Dan Ind., 4 2, 243–252.

Page 183: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 183

PENGARUH JENIS BIOKATALISATOR ASCOMYCOTA PADA PROSES PEMBUATANASAM ITAKONAT DARI SUBSTRAT GLISEROL MODIFIKASI

Marlinda1), Ramli1), Doni Damara2)

1)Dosen Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda2)Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda

ABSTRACT

Biodiesel production will produce a side reaction in the form of glycerol. The use of glycerol by using it as asubstrate in the fermentation process of itaconic acid production because glycerol still has alcohol sugar. The purpose ofthe study was to determine the effect of aspergillus tereus and aspergillus niger biocatalysis from the time of fermentationon the concentration of itaconic acid produced. The variables used were fermentation time 3,6,9,12 and 15 days and thetypes of microorganisms used were aspergillus tereus and aspergillus niger. Modified 300 ml glycerol substrate was putinto a fermenter containing 500 ml of NPK nutrient and 25 ml of ascomycota starter with a liquid flow rate of 0.4 L/min.Fermentation results are filtered and purified by rotary evaporator. The best research results at 9 days fermentation foraspergillus tereus with glucose yield of 4,9% and concentration of itaconic acid 73.28 g/L while Aspergillus niger wasthe best condition at 12 days with glucose levels of 6,4% and concentration itaconic acid is about 45,52 g/L.

Keywords: itaconic acid, aspergillus terreus, aspergillus niger, modified glycerol

1. PENDAHULUANDewasa ini pemerintah semakin gencar mengembangkan energi terbarukan, salah satunya biodiesel.

Menurut data yang di rilis Kementrian ESDM, produksi biodiesel semakin meningkat pertahunnya. Dataterakhir yaitu per tanggal 11 Agustus 2013 menunjukkan, produksi biodiesel di indonesia mencapai 954 ribuKL (ESDM, 2013). Gliserol hasil samping biodiesel (GHB) umumnya mengandung komposisi yangbervariasi. Tergantung dari jenis katalis yang digunakan untuk memproduksi biodiesel (Farobie,2009). Namunpada umumnya, gliserol hasil samping pembuatan biodiesel mengandung komposisi 30% gliserol, 50%metanol, 13% sabun, 2% air, serta sekitar 2–3% garam (biasanya sodium atau potassium) dan 2–3% lainnyaadalah pengotor (Azis, 2008). GHB memiliki kadar gula alkohol (metanol & gliserol) yang terkandung didalamnya cukup besar, membuat gliserol merupakan bahan baku yang baik dalam proses fermentasi denganmenggunakan mikroorganisme sebagai biokatalisator. Umumnya diperlukan proses pemurnian terlebih dahuluagar gliserol hasil samping biodiesel bisa digunakan sebagai bahan baku atau substrat untuk dapatmeningkatkan nilai ekonomis dari GHB.

Permasalahan lingkungan dalam pengolahan biodiesel sehingga GHB digunakan sebagai sarana dalampeningkatan nilai ekonomisnya dalam pembentukan produk yang lebih bermanfaat. Akan tetapi GHBmempunyai beberapa kekurangan sebagai hasil samping biodiesel adalah kandungan gula yang adadidalamnya dalam bentuk gula alkohol (metanol dan gliserol) sehingga akan membuat substrat GHB tidakterlalu cukup memadai untuk kebutuhan nutrisi dan media tumbuh mikroorganisme untuk produksi asamitakonat. Perbaikan kualitas GHB atau modifikasi GHB sebagai salah satu cara dalam memperbaiki kinerjaGHB sebagai substrat sehingga akan dapat meningkatkan produksi asam itakonat. Proses pembuatan asamitakonat dapat dipengaruhi juga oleh faktor dari mikroorganisme yang digunakan. Pengubahan substratglukosa menjadi asam itakonat dilakukan oleh jamur ascomycota, proses biokatalisis yang lebih cepat darijenis ascomycota dalam pembuatan asam itakonat baik dari lama waktu dan dari hasil asam itakonat yangdihasilkan (As.ad, 2008).

Asam Itakonat atau methylene butanedioc acid, methylene succinic acid, 3-carboxy-3-butanoic acid,propylenedicarboxylite acidadalah salah satu jenis asam organik yang dapat dengan mudah digabungkanuntuk membentuk polimer dan dapat digunakan untuk menggantikan monomer berbasis petroleum denganyang alami. Asam itakonat memiliki 5 atom karbon, serta memiliki 2 gugus karboksilat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis biokatalisator ascomycota pada prosespembuatan asam itakonat dari substrat gliserol modifikasi. Jenis Ascomycota yang digunakan adalah

1 Korespondensi penulis: Marlinda, Telp 081350208807, [email protected]

Page 184: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 184

aspergillus tereus dan aspergillus niger. Sedangkan modifikasi gliserol dilakukan untuk penyediaan nutrisimakro bagi mikroorganisme sehingga dapat meningkatkan proses fermentasi.

Urgensi penelitian ini bagi negara adalah membantu menanggulangi limbah organik berupa gliserolhasil samping biodiesel (GHB) dan memberikan alternatif substitusi bahan sintetik dan polimer sehingga akanmengurami dampak pencemaran lingkungan. Sedangkan manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah dapatmemberikan kontribusi bagi penerapan teknologi bioproses untuk mendukung kebijakan pengembangansubstitusi bahan baku alternatif pengganti polimer yang lebih ramah lingkungan serta menghasilkanpemanfaatan limbah menjadi alternatif produk polimer dan resin yang lebih ramah lingkungan.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Doni, 2016, dalam pembuatan asam itakonat dengan substratgliserol menjadi asam itakonat dengan substrat GHB tanpa pemurnian dan GHB telah dimurnikan, danmenunjukkan bahwa GHB yang dimurnikan lebih baik untuk pembuatan asam itakonat. Penelitian yang laintentang asam itakonat telah banyak dilakukan dengan bahan yang lain seperti ampas minyak jarak, laktosa danglukosa (El Imam, 2017 dan Long Stan, 2007).

Pembuatan asam itakonat dengan metode fermentasi oleh Aspergillus Terreus dengan bahan bakugliserol telah dilakukan oleh Jarry (1995) dengan variasi jenis dan konsentrasi substrat serta lama fermentasi.Diperoleh kondisi terbaik dalam pembentukan asam itakonat dengan konsentrasi tertinggi yaitu sebesar 57,15g/L dengan menggunakan campuran substrat gliserol konsentrasi 50 g/L dicampur dengan substrat sukrosakonsentrasi 50 g/L dan pada lama fermentasi selama 161 jam. M.I Juy dkk (2010) juga pernah melakukanfermentasi asam itakonat dengan variabel variasi jenis substrat, konsentrasi substrat, dan konsentrasi bahantambahan. Didapatkan kondisi terbaik yang menghasilkan asam itakonat dengan konsentrasi tertinggi adalahdengan menggunakan substrat gliserol konsentrasi 105 g/L dan konsentrasi NH4NO3 sebesar 6,5 g/L sertaKH2PO4 sebesar 0,9 g/L.

Penelitian ini merupakan penelitian awal yang akan mengembangkan beberapa teknik modifikasi bahanbaku berupa gliserol dan mencari biokatalisator yang lebih efisien dalam proses fermentasi asam itakonat.Begitu juga dengan teknik pembiakan ascomycota dalam bentuk media cair sehingga pengembangbiakanascomycota jenis aspergillus tereus dan aspergillus niger dapat bekerja dengan baik dalam transfer massanutrisi dan oksigen sehingga dapat mengkatalisis dengan baik sehingga fungsi sebagai biokatalis dalammenghasilkan metabolit yang lebih banyak dan produktif. Dengan begitu akan didapatkan pengembanganbiokatalisis dalam peningkatan kapasitas produksi Aspergillus tereus dan Aspergillus niger sehingga dapatdikembangkan dalam dimensi proses dan metode pengembangan lebih lanjut.

2. METODE PENELITIANAlat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah fermentor kapasitas 1,5 L yang dilengkapi dengan control pH dan suhu,rotary evaporator, oven, gelas kimia, erlenmeyer,buret, magnetic stirrer, pipet volume, pipet ukur, labu ukur,spatula dan kaca arloji. Bahan yang digunakan adalah gliserol hasil samping biodiesel 36%, glukosa 150g/L,aspergillus tereus, aspergillus niger, NH4NO3, KH2PO4, MgSO4, Ca(OH)2, aquades, MgO dan CuNO3.Prosedur Penelitian

Gliserol sebelum dilakukan fermentasi terlebih dahulu dipretreatment dengan cara mencampurkangliserol (GHB) 36% dengan Glukosa 15% dengan perbandinagn (2:1) hingga volume substrat 300 ml.kemudian membuat nutrisi dengan cara memasukkan 1,2 g NH4NO3, 0,3 g MgSO4, 0,3 MgO, 0,315 g CaOH,0,05 g KH2PO4, 0,380 g CuNO3 kedalam gelas kimia dan menambahkan aquadest hingga mencapai 1 Lkemudian menyesuaikan pH larutan hingga mencapai 2,8 - 3 dengan menambahkan larutan asam nitrat.Proses fermentasi dilakukan dengan memasukkan substrat gliserol modifikasi sebanyak 300 ml, nutrisisebanyak 500 ml dan mikroorganisme ascomycota 25 ml dimasukkan ke dalam fermentor dengan waktufermentasi (3,6,9,12 dan 15 hari). Hasil fermentasi kemudian disaring dengan corong, filtrate dari hasilsaringan dilakukan pemurnian dengan rotary evaporator sedangkan residu hasil saringan dikeringkan didalam oven pada suhu 1100C. Hasil bawah rotary evaporator berupa asam itakonat kemudian hasil atasberupa asam organik yang lain.Prosedur Analisa

Konsentrasi asam itakonat ditentukan dengan menggunakan metode HPLC Varian 450. Dilengkapidengan pompa, detector UV dan detector fluoresensi. Panjang detector 210 nm. Analisa glukosamenggunakan metode Luff Scroll.

Page 185: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 185

3. HASIL DAN PEMBAHASANGliserol yang telah dipreparasi dicampur dengan glukosa 15% dan difermentasi dengan fermentor

variasi waktu fermentasi (3, 6, 9, 12 dan 15 hari). Asam itakonat yang telah didapat dianalisa kadar asamitakonat dengan menggunakan HPLC, kadar glukosa dan rendemen asam untuk biokatalisator aspergillusTereus dan aspergillus niger seperti ditunjukkan pada tabel 3.1 dan 3.2 berikut:

Tabel 1. Data Proses Pembuatan Asam Itakonat Dengan Biokatalisator Aspergillus TereusWaktu Fermentasi

(hari) pH KonsentrasiGlukosa (g/L)

KonsentrasiAsamItakonat(g/L)

YieldAsam

Itakonat(%)

0 4.5 23 0 03 3.5 11.5 24.13 31.36 3.0 10.3 46.27 39.09 2.0 4.9 73.28 68.712 2.0 4.2 66.51 44.215 2.5 4.5 59.87 30.2

Tabel 2. Data Proses Pembuatan Asam Itakonat Dengan Biokatalisator Aspergillus NigerWaktu Fermentasi

(hari) pH Kadar Glukosa(%)

KonsentrasiAsamItakonat(g/L)

YieldAsam

Itakonat(%)

0 4.5 23 0 03 4.0 14.7 25.36 20.36 3.5 11.7 33.42 28.69 3.0 8.5 38.35 32.812 2.5 6.4 45.52 47.915 2.5 6.0 40.89 36.8

Data HPLC Asam ItakonatAsam itakonat yang dihasilkan dari hasil penelitian kemudian diuji HPLC dengan detector

210 nm, asam itakonat terdapat ada luas area 29.186 sesuai dengan standar asam itakonat. Data HPLCasam itakonat pada biokatalisator aspergillus tereus dan biokatalisator aspergillus niger teridentifikasi.

(a) (b)Gambar 1. Gambar Spektrum Asam Itakonat Pada Biokatalisator (a) Aspergillus Tereus

(b) Aspergillus NigerPada Gambar 3.1 terlihat terdapatnya asam itakonat pada puncak asam itakonat pada waktu retensi

sekita 25-30 menit pada kedua biokatalisator yang digunakan hanya saja luas area masing-masingbiokatalisator berbeda. Dengan teridentifikasi adanya asam itakonat berarti proses fermentasi gliserol

Page 186: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 186

modifikasi dapat menghasilkan asam itakonat atau pemanfaatan gliserol sebagai hasil samping dapatdigunakan untuk produksi bahan lain.Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap pH

Faktor lingkungan dalam proses fermentasi mempengaruhi proses pertumbuhan mikroorganisme. pHmerupakan salah satu indikator ascomycota menunjukkan proses metabolisme sel. Mikroorganisme memilikimekanisme untuk mempertahankan pH intraseluler pada nilai relatif konstan, meskipun pH bervariasi dalamlingkungan eksternal. Ketika pH berbeda dari nilai optimal, akan ada peningkatan kebutuhan energipemeliharaan. PH optimum medium sering mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk denganmempengaruhi penyerapan nutrisi, jalur metabolisme dalam biosintesis asam itakonat dan kegiatan fisiologislainnya. Diketahui bahwa kurangnya kontrol pH selama proses fermentasi dapat mengakibatkan efek padaproduksi asam itakonat dan mungkin menghasilkan asam itakonat lebih sedikit (Meena, 2010).Semakin lama proses fermentasi akan menghasilkan substrat yang dapat menaikkan pH dari pH pertumbuhansehingga proses metabolism mikroorganisme semakin menurun.

Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi Dan pH Pada Ascomycota

Pada Aspergillus tereus pH optimum yang dapat dihasilkan lebih cepat tercapai dibandingkan denganaspergillus niger untuk pembuatan asam itakonat.Pengaruh waktu fermentasi Terhadap Konsentrasi Glukosa

Waktu fermentasi merupakan faktor yang mempengaruhi proses fermentasi. Glukosa merupakanmakro nutrisi yang dibutuhkan oleh aspergillus tereus dan aspergillus niger untuk pertumbuhan sehingga hasilmetabolisme berupa enzim dapat dihasilkan dengan baik. Penggunaan glukosa oleh ascomycota dalam prosesfermentasi akan menghasilkan pengurangan jumlah glukosa. Proses fermentasi yang dilakukan oleh duabiokatalisator mempunyai cara metabolisme yang sama akan tetapi cara kerja aspergillus niger lebih lamadibandingkan dengan aspergillus tereus. Semakin lama waktu fermentasi untuk kedua biokatalisator dapatmenurunkan kadar glukosa pada substrat sehingga dapat dikatakan aspergillus tereus dan aspergillus nigermengalami perkembangbiakan.

Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi Dan Konsentrasi Glukosa Pada Ascomycota

Reaksi pembentukan asam itakonat dimulai dari substrat (bahan baku) dalam hal ini gliserolmodifikasi, molekul karbonnya diproses melalui tahap glikolisis menjadi piruvat. Pada saat proses glikolisisyaitu proses pemecahan substrat menjadi asam piruvat, pada saat menggunakan substrat glukosa, satu glukosabisa dipecah menjadi dua asam piruvat dan kemudian melanjutkan proses hingga menjadi asam itakonat(Bentley and Thiessen, 1957). Tahap glikolisis pada aspergillus tereus mampu menghasilkan asam piruvat

Page 187: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 187

yang lebih cepat dan menghasilkan dua molekul asam piruvat sedangkan aspergillus niger tahap glikolisisnyalambat.Pengaruh waktu fermentasi Terhadap Konsentrasi Asam Itakonat

Proses fermentasi aspergillus tereus dan aspergillus niger dalam biosintesis asam itakonat dapatterjadi di intraseluler dan ekstraseluler. Asam itakonat merupakan asam lanjutan yang dihasilkan olehmikroorganisme aspergillus tereus dan aspergillus niger. Aktivitas metabolisme sel dalam pertumbuhan selakan mempengaruhi hasil produksi asam itakonat.

Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu Fermentasi Dan Konsentrasi Asam Itakonat

Pengaruh waktu fermentasi dan jenis mikroorganisme berupa Aspergillus Tereus dan AspergillusNiger terhadap konsentrasi asam itakonat dapat memberikan pengaruh yang cukup besar. Semakin lamawaktu fermentasi akan memberikan efek peningkatan konsentrasi asam itakonat dengan menggunakanbiokatalisator Aspergillus Tereus dan Aspergillus Niger.

Pembentukan asam itakonat untuk substrat gliserol modifikasi pada waktu fermentasi yang semakin lamaakan memberikan hasil yang semakin tinggi untuk semua jenis biokatalisator. Untuk mikroorganismeAspergillus Tereus akan menghasilkan asam itakonat yang lebih tinggi dibandingkan dengan AspergillusNiger. Hal ini dapat disebabkan karena pada Aspergillus Tereus metabolisme sel dalam glikolisis asam piruvatcepat dan pengubahan enzim cis aconitate masuk ke dalam sel dan di urai menjadi enzim cis aconitatedecarboxylase (CAD) dan di tahap inilah terjadi reaksi karboksilase melepas gugus (-COOH) terlepas menjadiCO2 hingga terbentuk asam itakonat (Jarry an Seruady, 1995). Terhambatnya pembentukan asam itakonatpada Aspergillus niger ini membuat hasil asam itakonat menjadi berkurang dan membutuhkan waktu yanglebih lama karena pengubahan enzim cis aconitate menjadi enzim cis aconitate decarboxylase (CAD) lambatdan sangat kecil yang bisa di transfer keluar sel melalui dinding sel pada Aspergillus Niger dibandingkandengan Aspergillus Tereus. Sehingga pembentukan asam itakonat untuk Aspergillus Niger lebih kecil yangbisa dihasilkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan Aspergillus Tereus seiringdengan naiknya pH dan penggunanan substrat oleh mikroorganisme yang sedikit sehingga sisa glukosa dalamsubstrat semakin tinggi. Katalisis Aspergillus Tereus lebih cepat dibandingkan dengan Aspergillus Nigerdalam menghasilkan metabolit lanjutan berupa asam itakonat. Aspergillus Niger mempunyai kemampuankatalisis yang lebih baik untuk metabolit primer berupa asam piruvat dan asam sitrat sedangkan untukmetabolit sekunder agak terhambat pada pengubahan enzim cis aconitate decarboxylase (CAD).Pengaruh Waktu fermentasi Terhadap Konsentrasi Yield Asam Itakonat

Pengaruh waktu fermentasi terhadap pembentukan asam itakonat untuk biokalisator ascomycotamengalami peningkatan. akan tetapi pada hari ke 15 telah mengalami penurunan baik biokatalisatorAspergillus Tereus dan Aspergillus Niger.

Gambar 5 Grafik Hubungan Waktu Fermentasi Dan Yield Asam Itakonat

Page 188: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.183-188) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 188

Penurunan yield pada hari ke 15 untuk biokatalisator Aspergillus Tereus dan Aspergillus Niger dapatdiakibatkan karena persediaan glukosa yang ada di dalam substrat mulai berkurang sehingga hasil metabolismmikroorganismepun semakin berkurang sehingga hasil asam itakonat semakin menurun. Perhitungan yieldasam itakonat dihitung setelah pemurnian asam itakonat melalui proses pemurnian sehingga hasil semakinsedikit karena hasil atasnya yang berupa reaksi samping semakin banyak yang dihasilkan.

4. KESIMPULANKesimpulan ditulis dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Proses fermentasi asam itakonat dengan menggunakan gliserol modifikasi menunjukkan semakin lamawaktu fermentasi akan menghasilkan konsentrasi asam itakonat yang semakin tinggi untuk biokatalisatorAspergillus Tereus 73.28 g/L untuk waktu fermentasi optimum 9 hari dan untuk Aspergillus Nigerkonsentrasi asam itakonat yang dihasilkan sebesar 45.52 g/L untuk waktu fermentasi optimum 12 hari .

2) Proses Katalisis metabolit Aspergillus Tereus lebih cepat sehingga menghasilkan yield asam itakonatsebesar 68,7% dibanding Aspergillus Niger dengan yield asam itakonat sebesar 36,4%.

3) Mikroorganisme Ascomycota jenis Aspergillus Tereus dan Aspergillus Niger dapat dijadikanbiokatalisator pada pembuatan asam itakonat dengan substrat gliserol modifikasi.

5. DAFTAR PUSTAKAAsad-ur-Rehman, Saman WRG, Nomura N, Sato S, Matsumura M. 2008. Pre-treatment and utilization of raw

glycerol from sunflower oil biodiesel for growth and 1, 3-propanediol production by Clostridiumbutyricum. J Chem Technol biotechnol. 83:1072–1080.

Azis, Isalmi., et al. 2008. Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan BahanBaku Minyak Goreng Bekas.Jakarta : Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN SyarifHidayatullah. Februari 28, 2016.

Bentley, R., and C. P. Thiessen. 1957. Biosynthesis of itaconic acid in Aspergillus terreus. III. The propertiesand reaction mechanism of cis-aconitic acid decarboxylase. J. Biol. Chem. 226:703–720.

Choirunnisa Lely. 2017. Pengaruh Konsentrasi Strarter dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik FruithGhurt Kulit Buah Naga, Skripsi UIN Maulana malik Ibrahim.

EL-Imam ama, Kazeem Mo, Odebisi MB, Mushaffa AO, Abidoye AO. 2013. Production Of itaconic acidfrom Jatropha Curcas seed cake by aspergillus terreus. Not Sci Biol.5(1):57.

Farobie O. 2009. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Jarak Pagar sebagai BahanPenolong Penghancur Semen. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana InstitutPertanian Bogor

Jarry, A., Seraudie, Y. 1995. Production of itaconic acid by fermentation. US Pat. Nº 5.457.040.Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2013. Program Percepatan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati.http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/6424-program-percepatan-pemanfaatan-bahan-bakar-

nabati.html, diakses pada 23 Desember 2014.Lai, Long Shan, Chih-Sheng Hung, Chi-chu-Lo. 2007. Effect of Lactose and Glucose onProduction of

Itaconic Acid and Lovastatin by Aspergillus Terreus ATCC 20542. Chaoyang University ofTechnolog.M. I. Juy, J.A. Orejas, M.E. Lucca. 2010. Study of itaconic acid production by Aspergillus terreus MJL05

strain with Different Variable.Patterson, T.F. & Sutton, D.A. 2005. Advances in the diagnosis and treatment of invasive aspergillosis.

infectious Disease Special Edition. 7: 1-6.Wilke, Th., 2001, “Biotechnical Production of Itaconic Acid”, Appl Microbiol Biotechnol

6. UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih Kepada Kemenristek Dikti yang telah memberikan Pendanaan Penelitian Produk Terapan

2016-2017 dan Penelitian Strategis Nasional 2017-2018 dan kepada P3M Politeknik Negeri Samarinda yangtelah banyak membantu terkait Pelayanan Administrasi dan informasi terkait Penelitian dan PengabdianMasyarakat.

.

Page 189: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.189-193) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 189

OPTIMASI MEMBRAN KITOSAN TERMODIFIKASI BERBASIS ENZIM AMOBIL PADAAPLIKASI BIOSENSOR OPTIK

Hamsina1), Ruslan Hasani2), Ismail3)

1)Dosen Jurusan Teknik Kimia Universitas Bosowa,Makassar2)Dosen Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Makassar3)Tenaga Pengajar Jurusan Biologi SMU Negeri 7, Makassar

ABSTRACT

Research on the optimization of modified chitosan membrane based on immobilized enzymes on opticalbiosensors has been carried out. The aim of the study was to determine the optimum conditions and characterization ofnatural zeolite-modified chitosan membrane in immobilized chitin deasetylase enzyme and determine thecharacterization of optical biosensors using modified chitosan membrane to monitor Cd (II) ions in water samples. Themethod used in this study is the design of chitosan membrane by dissolving 12 mg of deasetylase into a buffer solutionand then part of the solution is dripped into a circular membrane. The membrane is then dried. all processes were carriedout by comparison of chitosan: natural zeolite: chitin deasetylase (1; 1; 1 ; 1; 1; 2 dan 1; 2;1 dan 1 ; 2;2 ) until thecovalent bond between chitin deasetylase and chitosan is well formed. after immobilization of chitin deasetylase iscomplete, the membrane is attached to the pH of the paper which is also in the form of a circle, which is the same as themembrane and then placed in a flow. Characterization of chitosan membrane and optical biosensor was carried outincluding testing of membrane permeability properties, percentage of inhibition and measurement concentration range aswell as detection limit value. The results showed that the optimum conditions of chitosan membrane were obtained in theratio of chitosan: natural zeolite concentration: chitin deasetylase of 1: 2: 2, where membrane permeability increased theconcentration of natural zeolite. percentage of inhibition on optical biosensors of 27,126 % dan29,461% with ameasurement concentration range of 1,0 x 10-8 – 1.0 x 10-5 M or equivalent 0,0830 - 8,30 ppm (10-3 Cd (II) 83,0 ppm).The detection limit value generated is equal to 6,5 and 6,8 or equivalent 5 x 10-6 M (0,028 ppm) and 5,3 x 10-6 M (0,033ppm). this value is relatively small for the measurement of Cd (II) ions when compared with the AAS measurementtechnique with the detection limit value 0,001 – 2 ppm.

Keywords: Membrane optimization, Charachterization, Chitosan membrane, Optical biosensor, chitin deasetylaseimmobilization

1. PENDAHULUANSalah satu masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan biosensor serat optik berbasis

immobilisasi enzim yakni biosensor tersebut memiliki konstruksi yang lebih rumit baik dalam hal skemareaksi atau immobilisasi enzim maupun proses transduksinya, sehingga kurang efisien dan tidak ekonomisBerkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dalam rangka meningkatkan kinerja biosensor serat optik berbasisimmobilisasi enzim , maka diperlukan suatu rancangan biosensor yang lebih sederhana dan lebihefisien dan dapat menganalisis ion logam yang ada dalam sampel secara keseluruhan..

Untuk tujuan tersebut maka dilakukan konstruksi biosensor serat optik berbasis immobilisasi kitindeasetilase dalam membran kitosan yang berfungsi sebagai material pendukung pada biosensor tersebut.Membran kitosan merupakan agen pengkompleks logam berat yang baik, yang ditandai oleh pergeseranbilangan gelombang dari beberapa gugus fungsi dalam rantai kitosan tersebut. Menurut penelitian Guibal(2000) adsorben kitosan jauh lebih efektif mengadsorpsi ion logam Fe2+, Ni2+ dan Cu2+ dibandingkanadsorben dari karbon aktif. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan mempunyai potensi lebih besar dibandingkankarbon aktif untuk aplikasi adsorblsi logam berat.

Krajewska (2008) melaporkan penggunaan membran kitosan untuk menurunkan kadar logam beratkrom dan nikel dalam limbah cair industri pelapisan logam, dimana membran kitosan mampu menurunkankadar logam Cr sebanyak 99,8% dan kadar logam Ni sebesar 91,13%. Beberapa penelitian tentangpemanfataan membran kitosan sebagai media adsorben untuk logam berat telah dilakukan. Namun penelitianuntuk menentukan optimasi kompoaisi dan karakterisasi membran kitosan immobiliasi kitin deasetilasepada aplikasi biosensor serat optik belum dilakukan. Sehingga penelitian ini bertujuan5t untuk menentukankomposisi membran kitosan yang optimal dan karakterisasi membran kitosan immobilisasi kitin deasetilasepada biosensor serat optik yang meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, viskositas, derajat

1 Korespondensi penulis: Hamsina, 085299575018, [email protected]

Page 190: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.189-193) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 190

deasetilase serta analisis gugus fungsi dengan spektroskopi IR dan analisis kristalinitas dengan difraksi sinarX.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) diperoleh kondisi optimum komposisi membran kitosan padabiosensor serat optik berbasis immobilisasi kitin deasetilase , (2) diperoleh karakterisasi membran kitosanpada biosesnsor serat optik berbasis immobilisasi kitin deasetilase yang meliputi Karakterisasi morfologikomposit kitosan : pengukuran fluks air, struktur mikroskopi membran kitosan yang didasarkan pada hasiluji kualitatif menggunakan Spektroskopi IR dan SEM.Urgensi Penelitian

Penggunaan biosensor serat optik berbasis immobilisasi kitin deasetilase telah terbukti efektif dalammendeteksi pencemaran ion logam berat diwilayah perairan, namun biosensor tersebut masih memilkikelemahan yakni konstruksi yang lebih rumit baik dalam hal skema reaksi atau immobilisasi enzim maupunproses transduksinya, sehingga kurang efisien dan tidak ekonomis. Sejauh ini belum terdapat penelitian yangbertujuan untuk mempelajari optimasi komposisi membran kitosan dan karakterisasi membran kitosan padabiosensor serat optik berbasis immobilisasi kitin deasetilase. Hasil penelitian yang banyak dilaporkan adalahpada proses isolasi, identifikasi dan penentuan aktivitas dan selektivitasenzim kitin deasetilase yang berasaldari bakteri termofilik yang digunakan pada rangkaian biosensor serat optik.

Berkaitan dengan potensi biosensor serat opttik berbasis immobilisasi kitin deasetilase yang sangatprosfek untuk dikembangkan, maka diperlukan informasi mengenai optimasi dan karakterisasi membrankitosan yang meliputi perbandingan komposisi membran kitosan : kitin deasetilase serta penentuankadar air, kadar abu, kadar nitrogen, viskositas, derajat deasetilase serta analisis gugus fungsi denganspektroskopi IR dan analisis kristalinitas dengan difraksi sinar X.

Dengan adanya informasi mengenai kondisi optimum komposisi membran kitosan serta karakterisasimembran kitosan pada biosensor serat optik immobilisasi kitin deasetilase, diharapkan dapat diperoleh suaturancangan biosensor yang lebih efesien dan ekonomis dan memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dalammendeteksi pencemaran ion logam berbahaya di wilayah perairan.

2. METODE PENELITIANImmobilisasi kitin deasetilase dalam membran kitosan. Membran kitosan yang telah terbentuk,

digunakan sebagai material pendukung (solid support) immobilisasi untuk kitin deasetilase. Dalam hal ini12 mg kitin deasetilase dilarutkan kedalam 200 ml buffer fosfat, dan kemudian sebagian dari larutan tersebutditeteskan pada membran yang berbentuk lingkaran. Membran tersebut kemudian dikeringkan. Semua prosesdilakukan dengan berbagai perbandingan kitosan; asam asetat galsial; kitin deasesteilas masing –masing (1; 1;1 ; 1; 1; 2 dan 1; 2;1 dan 1 ; 2;2 ) hingga ikatan kovalen antara kitin deasetiiase dengan membran kitosanterbentuk dengan baik. Setelah immobilisasi kitin deasetiiase selesai dilakukan, membran tersebut dilekatkanpada kertas pH yang juga berbentuk lingkaran yang sama dengan membran, kemudian ditempatkan di dalamsel alir.

Konstruksi biosensor serat optik. Pada tahap ini dilakukan immobilisasi kitin deasetilase dalammembran kitosan dilekatkan pada kertas pH (keduanya berbentuk lingkaran) lalu ditempatkan secara berhati-hati ke dalam sel alir, yang dihubungkan dengan kolom dan baja antikarat (stainless-steel) dengan diameter0,6 cm dengan panjang 7 cm. Untuk menyediakan fasilitas reflektansi pada dasar (reflective surface backing)dalam sel alir tersebut, maka ditempatkan cermin dengan jarak 0,2 cm dari ujung biosensor serat optiktersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASANSecara umum, membran pendukung kitosan dengan perbandingan : kitosan : zeolite alam : kitin

deasetilase sebesar 1 : 2 : 2 merupakan kualitas terbaik untuk menghasilkan biosensor serat optik berbasisimmobilisasi kitin deasetilase ion Cd (II), dengan sensitivitas optimum dan nilai intensitas optimum.Pada perbandingan membran tersebut memiliki nilai kemiringan (slope) masing-masing sebesar 31,19 dan32,91 untuk ion Cd (II),

Membran kitosan nomor (4) tampaknya memiliki kelenturan dan porositasyang optimal untukmenjerap fasa kitin deasetilase didalam membran. Kedua sifat fisika ini merupakan sifat fisik yang diperlukanuntuk mengetahui lipolifitas membran (Kuswandi, B, 2003). Membran biosensor kitin deasetilase yang baikharus memiliki komposisi bahan aktif yang dapat berikatan dengan analit pada permukaan membran – larutan

Page 191: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.189-193) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 191

sampel dengan reaksi yang sangat cepat, reversibel dan selektif (Buhlman, 1998). Membran kitosanimmobilisasi kitin deasetilase memiliki struktur pori yang asimetris terdiri dari lapisan permukaan atas (activelayer) dan lapisan pendukung (support layer). Hal ini menyebabkan jumlah kitin deasetilase amobil lebihbesar. Membran kitosan immobilisasi kitin deasetilase selanjutnya dilakukan proses Scanning ElectronMicroscopy yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan enzim kitn deasetilase dalam membran kitosan.

Gambar 1. Hasil foto Scanning Electron Microscopy (SEM) membran kitosan amobil.

Karakterisasi membrane diuji berdasarkan sifat permeabilitas suatu membrane dinyatakan dalamsuatu nilai yang disebut dengan nilai fluks. Hasil uji permeabilitas dapat dilihat pada tabel 2. Hasil penelitiantersebut memperlihatkan bahwa pada sampel I, II III, dan IV dibuat dengan merendam kertas saring dalamlarutan kitosan (Chen, 2002) didapatkan data bahwa semakin banyak zeolit alam yang ditambahkan sebagaipembentuk porogen menyebabkan fluks permeat dan permeabilitas air menjadi tinggi. Penambahan zeolitalam pada larutan kitosan membuat membran menjadi porogen sehingga fluks permeat dan permeabilitas airmenjadi tinggi. Permeabilitas membran secara keseluruhan dipengaruhi bagaimana pori-pori membrantersusun. Analisis morfologi membran dilakukan dengan menggunakan SEM. Hasiknya memperlihatkanbagian permukaan dan penampang lintang membran kitosan sehingga akan terlihat susunan dan kerapatanpori, ada tidaknya rongga besar yang terbentuk, kehalusan permukaan membran, serta cacat pada membran..Proses pembentukan membran meliputi proses pembentukan inti (nukleasi) dan pertumbuhan inti, sertapembentukan celah dan rongga (Rohman T dkk, 2005). Proses ini terjadi di dalam tempat koagulasi sehinggabaik komposisi membran yang dibuat dan komposisi koagulan yang digunakan sangat berpengaruh terhadapmorfologi membran yang dihasilkan.

Sedangkan karakterisasi biosensor mrenggunakan membrane kitosan pada enzim amobil ditentukanberdasaran persebtase inhinisi enzim dan kisaram konsentrasi opengukuran . hyujikop[vbgthnjmnilai limitdeteksi, selektivitas, dan reprodubilitas. Penentuan persentase inhibisi dan kisaran pengukuran diperolehdengan cara mengalurkan persentase inhibisi terhadap –log C untuk biosensor kitin deasetilase - Cd (II).

Tabel 1. Persentase inhibisi terhadap –log Cd (II)

Page 192: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.189-193) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 192

Gambar 1. Hubungan konsentrasi ion Cd (II) terhadap persentase inhibisi

Kurva pada gambar 2 menunjukkan garis linear pada –log Cd dari 8 – 5 atau sama dengankonsentrasi 1,0 x 10-8– 1,0 x 10-5 M mempunyai kemiringan kurva (slope) masing-masing sebesar 0,576 dan0,517 dengan nili regresi masing-masing sebesar 0,978 dan 0,9819. Biosensor serat optikkitin deasetilaseCd(II) yang didesain dengan perbandingan kitosan : zeolite alam : kitin deasetilase (1:2:2) mempunyai nilaipersentase inhibisi sebesar 27,126 % dan29,461% dengan kisaran pengukuran 1,0 x 10-8 – 1.0 x 10-5 M atausetara dengan 0,0830 - 8,30 ppm (10-3 Cd (II) 83,0 ppm). Pada kisaran konsentrasi ini dianggap palingbaik untuk pengukuran ion d (II) karena persentase inhibisi paling mendekati nilai teoritis (20,30 %) Daritabel 1 dapat dilihat bahwa harga intensitas pada daerah linear mengalami kenaikan sesuai denganbertambahnya konsentrasi ion Cd (II).Limit deteksi ditentukan dengan membuat garis singgung pada fungsi linear yang Nernstian dan nonNernstian.Titik potong kedua garis diektrapolasikan ke sumbu x sehingga diperoleh konsentrasi limit deteksi. Hasilpenentuan limit deteksi untuk ion Cd (II) dapat dilihat pada gambar 5 berikut.Dari hasil ektrapolasi terhadapsumbu x : - log Cd (II) diperoleh limit deteksi masing-masing sebesar 6,5 dan 6,8 atau setara dengan 5 x 10-6M (0,028 ppm) dan 5,3 x 10-6 M (0,033 ppm ). Nilai ini relatif cukup kecil untuk pengukuran ion Cd (II)apabila dibandingkan dengan teknik SSA limit deteksinya 0,001 – 2 ppm. Kisaran pengukuran adalah 10-8 –10-5 M. Kisaran yang lebar dapat dimungkinkan untuk mengukur Cd (II) pada berbagai konsentrasi sampel

Gambar 2. Nilai Limit Deteksi

4. KESIMPULANBersdasarakan hasil dan pembahasan yang telah diuraiana maka dapat disimuoka sebagai berikut:

Kondisi optimum membram kitosan enzim amobil pada aplikasi biosensor optic diperoleh pada membrannomor 2 dengan perbandingan kitosan: zeolite alam: kitin dealesite (1 : 2 : 2 )1. Permebaliatas membran semakin meningkat dengan semakin meningkat konsetrasi zeolite alam2. ersentase inhibisi pada biosensor optic hasil desain sebesar 27,126 % dan 29,461% dengan kisaran

pengukuran 1,0 x 10-8 – 1.0 x 10-5 M atau setara dengan 0,0830 - 8,30 ppm (10-3 Cd (II) 83,0 ppm).3. Nilai limit deteksi yang dihasilkan sebesar 6,5 dan 6,8 atau setara dengan 5 x 10-6 M (0,028 ppm) dan 5,3

x 10-6 M (0,033 ppm). Nilai ini relatif cukup kecil untuk pengukuran ion Cd (II) apabila dibandingkandengan teknik SSA limit deteksinya 0,001 – 2 ppm.

Page 193: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.189-193) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 193

5. DAFTAR PUSTAKAAgullo., 2003. Present and Future Role of Chitin and Chitosan in Food. JournalMacromol. Bioschi. 3 : 521 – 530.Ahmad, M dan Shahidan., 2003. Membran Kitosan Terdrop dengan Bromotimol Biru sebagai Penderia untuk

Pengesanan Gas CO2 Terlarut. Malaysian Journal of Chemistry Vol 5 No. 1 : 015 – 022.Alfonso, C., Nuero, OM., Santamaria, F., Reyes, F., 1995. Purification of a Heat- stable Chitin deasetylase

from Aspergillus nidulans and its Role in Cell Wall Degradation. Current Microbiol (30) : 49 -54.Andreas, R. T and Narayasnaswamy. R., 1995. Effect of Coupling Reagent on the Metal Inhibition of

Immobilised Rease in an Optical Biosensor. Journal Analyst, 120 : 1549-1554Andreas, R. T and Narayasnaswamy. R., 1997. Fibre Optic Pesticide Biosensor Based on Covalenty

Immobilised Acetylcholinesterase and Thymol blue ", Talanta , 44 : 1335-1352Boyer., Rodney., 2002. Concepts in Biochemistry. New York, Chichester, Toronto. John Wiley and Sons, Inc.Briggs, G.E., Haldane, J. B.S., 1995. A Note on The Kinetics of Enzyme Action. Biochem. J. 19.Cass, T and Ligler, F.S., 1998. Immobilised Biomolecules in Analysis. Oxford University Press.New York.Chen, 2002. Antibacterial Properties of Chitosan in Waterbone Pathogen.J. Environ. Sci. Health A. 37 : 1379-

1390Guibal, 2004. Interaction Metal Ion with Chitosan – based Sorbents.A Review Separation and Purification Technology, 38 : 43 – 47. Krajewska, B, 2008. Urease Immobilised on

Chitosan Membrane, Inactivation by Heavy Metal Ions ", J. Chem Tech. Biotechnol 52: 157-162.

.

Page 194: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.194-198) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 194

ADSORBSI LOGAM Cu(II) DAN METHYLEN BLUE MENGGUNAKAN SILIKAMESOPORI SBA-15

Ridhawati Thahir1), Syarif Ismail2), Ridha Aulia2), Abdul Wahid Wahab3), Nursiah La Nafie3), Indah Raya3)

1) Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang, Makassar

3) Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar

ABSTRACT

In this study, the synthesis of mesoporous silica SBA-15 via hydrothermal treatment has been investigated byusing Pluronik 123 as a direct structure agent and TEOS as precursor. Characterization was carry out through BETmethode to calculate surface area, pore diameter, and pore volume. The results showed that the surface area of SBA-15948 m2/g, pore volume 1.305 cc/g and pore diameter 55 Å. The maximum percentage removal of Cu(II) and methyleneblue were 78% and 76%, respectively. The amount of capacity adsorption of SBA-15 were 76,4 mg/g for MB and 1532mg/g for methylene blue. The present investigation introduced a new material silica mesoporous SBA-15 as an efficientadsorbent for removal of Cu(II) and methylene blue

Keywords: silica mesoporous, SBA-15, adsorption, Cu(II), methylene blue

1. PENDAHULUANLimbah logam berat dan zat warna merupakan sumber pencemaran air dan lingkungan. Salah satu

limbah industri logam berat adalah logam tembaga (Cu) dan limbah zat warna adalah methylene blue (MB).Limbah Cu dan MB memiliki potensi pencemaran lingkungan karena memiliki sifat racun pada konsentrasimelebihi ambang batas sehingga menimbulkan efek toksisitas pada manusia maupun habitat lainnya [1–4].

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan limbah logam Cu(II) dan MB adalahmetode biologis, fisika, dan kimia. Metode biologis merupakan metode alternatif yang paling ekonomis jikadibandingkan dengan metode kimia atau fisika. Metode ini diantaranya berupa degradasi menggunakanbantuan mikroba dan merupakan sistem bioremediasi yang banyak diterapkan pada sistem pengolahan limbahindustri. Namun, pengolahan dengan metode ini membutuhkan area yang luas. Selain itu, zat warna yangdihilangkan akan sulit didegradasi jika limbah warna memiliki struktur yang kompleks. Metode kimia sepertikoagulasi atau flokulasi dapat menghilangkan warna. Namun, pengolahan dengan metode ini kemungkinanakan memunculkan masalah pembuangan yang baru karena menghasilkan sludge. Metode fisika yang dapatdigunakan untuk menghilangkan zat warna dan logam Cu(II) diantaranya menggunakan proses adsorpsi.[5]

Proses adsorpsi lebih banyak digunakan untuk mengolah limbah industri, karena bersifat ekonomis,sederhana dan tidak menimbulkan efek racun serta mampu menghilangkan kontamin bahan organik maupunanorganik [6]. Adsorpsi terjadi pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekuladsorbat dengan permukaan adsorben. Pada umumnya adsorben yang digunakan harus memiliki kemampuanadsorpsi yang besar. Hal ini dapat diperoleh jika adsorben memiliki sisi aktif, diameter pori dan volume poriyang besar.

Silika mesopori SBA-15 merupakan material berpori yang dapat digunakan sebagai adsorben karenamemiliki luas permukaan yang besar dan struktur pori teratur [7]. Mehdi dkk (2011), memodifikasi silikamesopori SBA-15 sebagai adsorben untuk menjerap ion merkuri (Hg+). Adsorben SBA-15 memiliki kapasitasadsorpsi terhadap ion merkuri (Hg+) sebesar 10.6 mg/g dan daya adsorpsi hingga 85% [5]. Huang dkk 2011,juga memodifikasi silika mesopori SBA-15 dengan menambahkan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)dan diaplikasikan sebagai adsorben untuk ion Pb(II). Kemampuan SBA-15 menjerap ion Pb(II) hingga 273.2mg/g [8]. Ahda dkk (2016), mengaplikasikan MCM-41 sebagai adsorben methylene blue, hasil kinetikaadsorpsi Al-MCM 41 terhadap metilen biru mengikuti kinetika adsorpsi pseudo orde dua dengan nilaikoefisien determinasi (r2) sebesar 0,999 dan nilai konstanta laju adsorpsi Al-MCM 41 sebesar 10-2 g.mg-

1.menit-1 [9]. Adapun tujuan penelitian ini adalah menentukan kapasitas adsorpsi dan daya adsorpsi silikamesopori SBA-15 terhadap logam Cu(II) dan methylene blue yang disintesis melalui proses hidrotermal [10].

2. METODE PENELITIAN

1 Korespondensi penulis: Ridhawati Thahir, Telp 081342608424, [email protected]

Page 195: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.194-198) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 195

Bahan yang digunakan untuk mensintesis SBA-15 adalah Pluronik 123, NH4F, HCl 35%, TEOS98%, n-heptane, aquabides, CuSO4.5H2O, methylene blue . Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:seperangkat alat gelas pyrex, oven, furnace, neraca analitik, hotplate, desikator, sonikator, termometer dan ujianalisis pori menggunakan metode BET. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 6 bulan (Februari-Juli2018) di Laboratorium Teknologi Proses dan di Laboratorium Kimia Analitik Instrument pada Jurusan TeknikKimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.Prosedur Penelitian:1. Sintesis silika mesopori SBA-15

Sintesis dilakukan dengan melarutkan 2,4gram Pluronik 123 dan 0,027gram NH4F ke dalam 84 mllarutan HCl 1,3 M. Larutan kemudian didinginkan menggunakan waterbath selama 1 jam 10°C. Tahapberikutnya adalah proses kondensasi larutan sampel. Penambahan TEOS 3,7 ml dan 1,2 ml n-heptane laludilakukan pengadukan selama 24 jam. Larutan dipindahkan ke dalam teflon tertutup untuk dilakukan proseshidrotermal.

Pada proses hidrotermal sampel ditempatkan pada teflon tertutup. Teflon yang digunakan dari bahanPTFE (poly tetra fluoro ethylene). Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada 100oC selama 96 jam.Selanjutnya sampel didinginkan dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge. Pencucian sampelmenggunakan aquabides hingga pH 5 dengan bantuan alat centrifuge untuk memisahkan endapan dan filtratsampel. Sampel yang telah mencapai pH 5 dipindahkan ke cawan porselin untuk dilakukan prosespengeringan.

Proses dilanjutkan dengan pematangan gel yang terbentuk (aging). Tahap pematangan menggunakanoven pada suhu 60°C selama 24 jam. Sampel kemudian dikalsinasi pada suhu 550°C selama 5 jam. Hasil dariproses ini adalah terbentuknya serbuk putih SBA-15. Analisis karakteristik SBA-15 menggunakan analisametode BET2. Adsorpsi silika mesopori SBA-15

Silika mesopori SBA-15 sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam masing-masing larutan Cu(II) 500ppm dan methylene blue 100 ppm, kemudian dimasukkan ke dalam box adsorpsi dan diaduk dengan magneticstirer. Larutan diaduk dengan variasi waktu pengadukan 10, 20, 30, 40, 50, 60 menit. Selanjutnya larutandisentrifuge dengan kecepatan 200 rpm untuk memisahkan filtrar dan adsorben. Analisis Cu(II) dan MB yangterjerap dilakukan melalui pengukuran absorbansi filtrat menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenentuan surface area menggunakan Analisa Bruneuer Emmet Teller (BET):

Material silika mesopori SBA-15 disintesis menggunakan metode hidrotermal. Metode hidrotermalmerupakan proses pertumbuhan ukuran kristal yang disebabkan oleh pemanasan material oleh uap air.Preparasi template dengan P123 dan NH4F dilakukan di bawah suhu kamar yaitu pada suhu 10oC. Selanjutnyadilakukan penambahan TEOS sebagai sumber silika pada silika mesopori SBA-15. Penentuan surface areamenggunakan metode BET untuk menentukan luas permukaan, volume pori, dan diameter pori dari SBA-15.Berdasarkan literatur, SBA-15 masuk ke dalam kategori mesopori jika diameter porinya berada pada rentang2–50 nm. Hasil pengujian BET menunjukkan surface area SBA-15 mencapai 948 m2/g, volume pori 1.305cc/g dan diameter pori sebesar 5.5 nm.

Page 196: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.194-198) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 196

Gambar 1. Kurva adsorpsi-desorpsi silika mesopori SBA-15

Gambar 1 menunjukkan kurva adsorpsi-desorpsi SBA-15 mesopori yang merupakan hubungan antararelative pressure dan volume adsorpsi. Karakteristik kurva SBA-15 mesopori mendekati tipe IV isotermadsorpsi-desorpsi dan tipe H1 hysterisis loop berdasarkan klasifikasi IUPAC yang merupakan ciri darimaterial mesopori.

Kapasitas dan Daya Adsorpsi SBA-15 Mesopori terhadap Logam Cu(II) dan Methylene BlueSBA-15 yang telah disintesis kemudian diaplikasikan untuk menjerap logam Cu dan methylene blue.

Kemampuan adsorpsi SBA-15 mesopori dilihat dari daya jerap dan kapasitas adsorpsinya. Daya adsorpsiSBA-15 mesopori terhadap logam Cu (II) dan methylene blue dihitung dengan mengevaluasi konsentrasisebelum dan setelah proses adsorpsi. Sampel SBA-15 yang digunakan untuk mengadsorpsi logam Cu (II) danMB adalah sampel yang memilki luas permukaan mencapai 948 m2/g, volume pori 1,305 cc/g dan diameterpori sebesar 5,5 nm. Larutan logam Cu (II) dan MB masing-masing sebanyak 100 ml diadsorpsi dengan0.1gram sampel SBA-15 dengan konsentrasi awal Cu (II) 500 ppm dan konsentrasi awal MB 100 ppm.

Proses adsorpsi dilakukan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 3 jam.Pengambilan sampel untuk analisa spektrofotometri UV-vis pada 10, 20, 30, 40, 50, 60 menit. Hasil analisaspektrofotometri UV-Vis (absorbansi) kemudian dimasukkan ke kurva standar (konsentrasi vs absorbansi)untuk diukur daya adsorpsinya menggunakan rumus:

Kapasitas adsorpsi silika mesopori SBA-15 terhadap logam Cu (II) dan MB dihitung dari perbedaankadar awal sebelum dan sesudah proses adsorpsi dengan silika mesopori SBA-15 dengan menggunakanrumus :

Dimana :Q = kapasitas adsorpsi (mg/g) Co = konsentrasi awal (mg/L)Ce = konsentrasi akhir (mg/L) V = volume larutan (L)W = berat adsorben yang digunakan (gram)

Page 197: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.194-198) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 197

Gambar 2. Daya adsorpsi SBA-15 terhadap logam Cu(II) dan methylen blue

Berdasarkan analisis yang dilakukan, daya adsorpsi SBA-15 mesopori terhadap logam Cu diperolehsebesar 78,73% dan methylene blue diperoleh daya adsorpsi sebesar 76,4 %.

Gambar 3. Kapasitas adsorpsi SBA-15 terhadap methylenen blue dan logam Cu(II)

Kapasitas adsorpsi SBA-15 terhadap methylene blue sebesar 76,4 mg/g selama 60 menit, sedangkanuntuk kapasitas adsorpsi SBA-15 terhadap logam Cu (II) sebesar 1532 mg/g selama 60 menit. MenurutStandar Industri Indonesia (SII No.02588-88) salah syarat mutu adsorben yaitu memiliki daya jerap minimal60 mg/g terhadap methylene blue. Hal ini membuktikan bahwa SBA-15 mesopori yang telah disintesis dapatmenjadi adsorben untuk logam Cu(II) dan methylene blue karena telah memenuhi Standar Industri Indonesiamengenai syarat mutu adsorben. Kemampuan SBA-15 mesopori dalam menjerap logam Cu dan methyleneblue disebabkan oleh besarnya diameter pori yang dihasilkan, untuk SBA-15 mesopori diperoleh diameteradsorbat sebesar 55Å. Semakin besar diameter pori, maka kemampuan adsorben untuk menjerap juga semakinbesar sehingga kapasitas adsorpsi juga meningkat.

Page 198: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.194-198) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 198

4. KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Silika mesopori SBA-15 dapat disintesis dengan metode hidrotermal menggunakan P123 sebagai surfaktan

dan TEOS sebagai prekursor.2. Hasil adsorpsi menunjukkan kapasitas adsorpsi (Q) sampel SBA-15 untuk logam Cu (II) adalah 1532.034

mg/g sedangkan untuk methylene blue adalah 76.4 mg/g.

5. DAFTAR PUSTAKAEsmaeili Bidhendi M, Nabi Bidhendi GR, Mehrdadi N, et al. Modified Mesoporous Silica (SBA-15) with

Trithiane as a new effective adsorbent for mercury ions removal from aqueous environment. J EnvironHealth Sci Eng. 2014;12:100.

Acosta-Silva YJ, Nava R, Hernández-Morales V, et al. Methylene blue photodegradation over titania-decorated SBA-15. Applied Catalysis B: Environmental. 2011;110:108–117.

Ahmed K, Rehman F, Pires CTGVMT, et al. Aluminum doped mesoporous silica SBA-15 for the removal ofremazol yellow dye from water. Microporous and Mesoporous Materials. 2016;236:167–175.

Sharma P, Kaur H, Sharma M, et al. A review on applicability of naturally available adsorbents for theremoval of hazardous dyes from aqueous waste. Environ Monit Assess. 2011;183:151–195.

Ganzagh MAA, Yousefpour M, Taherian Z. The removal of mercury (II) from water by Ag supported onnanomesoporous silica. J Chem Biol. 2016;9:127–142.

Kyzas GZ, Kostoglou M. Green Adsorbents for Wastewaters: A Critical Review. Materials (Basel).2014;7:333–364.

Ho KY, McKay G, Yeung KL. Selective Adsorbents from Ordered Mesoporous Silica. Langmuir.2003;19:3019–3024.

Huang J, Ye M, Qu Y, et al. Pb (II) removal from aqueous media by EDTA-modified mesoporous silica SBA-15. J Colloid Interface Sci. 2012;385:137–146.

Ahda M, Sutarno, Kuniarti ES. METILEN BIRU THE KINETICS STUDY OF Al-MCM 41 TOMETHYLENE BLUE. Pharmaciana. 2016;6:2–5.

Ridhawati R, Wahab AW, Nafie NL, et al. Pengaruh Metode Sintesis Silika Mesopori SBA-15 terhadapAnalisis Differential Scanning Calorimetry dan Pengukuran Low Angles X-Ray Diffraction. INTEK:Jurnal Penelitian. 2018;5:39–43.

6. UCAPAN TERIMA KASIHUcapan terima kasih penulis sampaikan atas hibah penelitian RUTIN DIPA Politeknik Negeri Ujung

Pandang sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksana Penelitian Nomor 018/PL.10.13/PL/2018 tangggal 2 April2018

Page 199: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.199-203) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 199

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID ESTRAK ETANOL DAUNMIANA (COLEUS ATROPURPEREUS)

Anita1), Dewi Arisanti1), Andi Fatmawati1)

1) Dosen Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar

ABSTRACT

Miana (Coleus atropurpereus) is a herbal plant used in the traditional medicine in Indonesia like as anticestodeand anti-microbacterial activity. Research in 2013 showed 85,71% that Torajas TB patient in South Sulawesi usedtraditional medicine such as Miana (Coleus atropurpereus) leaves extract as complement for TB drugs. The aim of thestudy was to isolate and identification flavonoid from ethanol 96 % miana (Coleus atropurpereus) leaves extract. Ourstudy showed flavonoid component from qualitative method used sianida (HCl-Mg) from ethanol 96% Miana (Coleusatropurpereus) leaves extract .Qualitative method using Spektrofotometer UV-V showed the total of flavonoidcomponent from ethanol 96% miana (Coleus atropurpereus) leaves estract is 8,59 mgRE/gram extract. This researchwas intended the potentiality of flavonoid from Miana (Coleus atropurpereus) leaves extract as an immunostimulator inpreventing and curing many disease.

Keywords: Miana leaves (Coleus atropurpereus), Flavonoid

1. PENDAHULUANTanaman Miana Miana (Coleus atropurpereus) merupakan sebuah tanaman yang unik karena

memiliki varietas yang sangat banyak. Perbedaan varietas tersebut dapat dilihat dari perbedaan warna daunyang sangat beragam. Warna-warni daun ini disebabkan oleh pigmen yang dimilikinya. Formasi pigmendidalam daun ditentukan secara genetik dan juga dipengaruhi faktor lingkungan seperti cahaya danlingkungan.

Miana (Coleus atropurpereus) merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara (Ridwan, 2010). Namunsaat ini miana (Coleus atropurpereus) telah tersebar luas dan dapat ditemukan di seluruh dunia. Miana dikenaldidunia dengan nama Painted Nettle atau Rainbow Plaint. Nama Miana pada beberapa negara diantaranyaTzai Ye Cao (Cina); Mayana, Maliana (Tagalog); Daun Ati-Ati, Ati-Ati Merah, Ati-Ati Besar(Malaysia):Jeune, Okavu (Papua New Guinea); Ruuse Phasom Laeo dan Waan Lueat Haeng di Thailand(Nadia, 2008).

Di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda tergantung daerah yang ditemukannya (Nadia,2008). Di Sumatra dikenal dengan Gresing (Batak), Adong-Adong (Palembang), Miana;Pilado (SumatraBarat). Di daerah jawa dikenal dengan Jawer Kotok;Jengger Ayam (Sunda), Iler (Jawa Tengah), Kentangan(Jawa Timur). Di Nusa Tenggara dikenal Janggar Siap, Ndae Ana Sina di Bali, dan Bunak Manu Larit diTimur. Di Sulawesi dikenal dengan Mayana (Manado), At-Ati (Bugis);Bunga Lali Manu (Makassar) (Ridwanet al, 2010).

Miana (Coleus atropurpereus) memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkal dan merayaptinggi sekitar 30-150 cm, mempunyai penampamg batang berbentuk segiempat. Daunnnya berbentuk segitigaatau bentuk bulat telur yang warnanya sangat bervariasi dari hijau hingga merah keunguan. Bunga berbentukuntaian bersusun dipucuk tangkai dengan variasi warna merah atau putih, ungu atau kuning (Setiawati, 2008).

Miana (Coleus atropurpereus) merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam daftar 66komoditas tanaman biofarmaka berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006(Ridwan et al, 2010). Daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bidang kesehatan seperti ramuan untukmengobati optahalmia dan dyspepsia, racikan untuk mengurangi bengkak pada luka (inflamator), sakit kepala,asma, batuk, melancarkan siklus menstruasi, penambah nafsu makan, mempercepat pematangan bisul, diaredan obat cacing (Tag 2006; Ridwan et al, 2010).

Telah diketahui beberapa studi tentang senyawa aktif antimikrobial daun miana (Coleusatropurpereus) yaitu berupa flavonoid, saponin, steroid, tanin, minyak atsiri, eugenol, senyawa polifenol,alkaloid, etil salisilat, kalsium oksalat, senyawa rosmarinic acid (RA) (Ridwan,2005; Nugroho 2009;Rahmawati 2008).

1Korespondensi penulis: Anita, Telp 082190344770, [email protected]/[email protected]

Page 200: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.199-203) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 200

Ridwan (2010) menyinpulkan bahwa ekstrak etanol daun miana (Coleus atropurpereus) memilikiaktivitas anti-cestoda terhadap cacing Hymenolepis microstoma in vivo. Aktivitas tersebut meningkat seiringdengan peningkatan dosis ekstrak. Dosis efektif menengah (ED 50) ekstrak etanol terhadap cacing adalah 802(618–997) mg/kgbb. Dosis efektif 99% (ED99) ekstrak etanol adalah 4896 (4008–6414) mg/kg bb untukcacing Hymenolepis microstoma dewasa.

Survei (2013) yang dilakukan di masyarakat Toraja Sulawesi Selatan menunjukkan sejumlah 85.71%dari penderita yang menggunakan obat tradisional memilih daun miana (Coleus atropurpereus) sebagaikomplemen dalam pengobatan tuberkulosis. Secara in vitro ekstrak daun miana telah terbukti sebagaiantibakteri.Meskipun telah digunakan secara empiris oleh suku Toraja untuk pengobatan tuberkulosis tetapipembuktian ilmiah secara in vivo belum ada (Pakadang, 2014).

Aktivitas antihelmintek maupun antimikrobial dari daun miana miana (Coleus atropurpereus)disebabkan karena adanya senyawa metabolit sekunder. Golongan senyawa yang berperan dalammengeliminasi cacing maupun bakteri diketahui karena keberadaan sifat-sifat golongan senyawa flavonoidyang terkandung di dalamnya yang secara sistemik dapat bertindak sebagai imunostimulator yang dapatmeningkatkan respon tubuh hospes terhadap berbagai macam infeksi parasit maupun bakteri. Selain itu jugagolongan flavonoid berrperan andil cukup besar dalam perbedaan pigmen warna daun antar varietas miana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapatdalam estrak etanol 96% daun Miana (Coleus atropurpereus).

2. METODE PENELITIANWaktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan Juni 2018. Tempat penelitian adalahdilaboratorium Kimia Akademi Analis Kesehatan Muhammadiyah Makassar dan Laboratorium Fitokimia,Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia.Alat

Labu ukur 50 ml, labu ukur 25 ml, timbangan, rotavapor (IKA,RV 10 basic), timbangan analitik,wadah maserasi (toples kaca), pipet tetes, Oven, desikator, sendok tanduk, gelas ukur, gelas kimia, corongpisah, erlenmeyer, Spektrofotometer Uv-1601 Shimadzu (Kyoto Japan), gunting, kuvet, pipet kapiler,BahanSampel daun miana (Coleus atropurpereus), etanol 96 %, metanol, asam asetat glasial, AlCl3, aquabidest,aquabidestilasi, HCl, kalium asetat 1 M, prophylen glycol, serbuk Magnesium.Preparasi sampel daun mian a (Coleus atropurpereus)

Daun miana (Coleus atropurpereus )yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotor, selanjutnyadicuci di bawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan, kemudian dikeringkan anginkan selama 2 hari. Daunmiana (Coleus atropurpereus) yang telah kering sebagian dibuat menjadi serbuk dengan menggunakanblender hingga diperoleh serbuk yang halus dan seragam.Pembuatan Ekstrak

Ekstrak daun Miana (Coleus atropurpereus ) dibuat dengan cara maserasi. Sebanyak 600 gram serbuksimplisia daun Miana (Coleus atropurpereus) dimasukkan ke dalam toples steril , kemudian direndam denganlarutan etanol 96% p.a sebanyak 2000 ml,ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 7 hari sambilsesekali diaduk. Setelah 7 hari, sampel yang direndam tersebut disaring menggunakan kertas saringmenghasilkan filtrat, lalu dievaporasi menggunakan rotary evaporator , sehingga diperoleh ekstrak kental.Ekstrak kental yang dihasilkan dibiarkan pada suhu ruangan hingga seluruh pelarut etanol menguap. Ekstrakditimbang dan disimpan dalam wadah gelas tertutup sebelum digunakan untuk pengujian.Identifikasi Kualitatif Flavonoid Ekstrak Daun Miana ( Coleus atropurpereus) dengan Metode Sianida(HCL-Mg)

Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 100 mL air panas selama 5 menit kemudiandisaring. Terhadap 5 mL filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70 % kemudianditambahkan 1 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat dan kemudian dikocok kuat, dibiarkan memisah. Adanyaflavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga .Identifikasi Kuantitatif Flavonoid Ekstrak Daun Miana ( Coleus atropurpereus) denganSpektrofotometer UV-Vis

Setelah dilakukan uji kualitatif flavonoid menggunakan metode sianida (HCl-Mg). kemudiandilanjutkan dengan penentuan total flavonoid yang diperiksa menggunakan Spektrofotometri (UV-Vis). Kadar

Page 201: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.199-203) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 201

flavonoid dari ekstrak daun Miana( Coleus atropurpereus) dihitung berdasarkan kurva baku yang Perhitungankonsentrasi total flavonoid :

3.HASIL DAN PEMBAHASANHasilEkstraksi

Hasil maserasi berupa filtrat berwarna hijau kehitaman sebanyak 2000 ml. Kemudian diuapkanmenggunakan rotary evaporatorhingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 5,37 gram berwarna kehitaman.Ekstrak ini akan digunakan untuk identifikasi kuantitatif flavonoid ekstrak daun Miana ( Coleusatropurpereus) dengan Spektrofotometer UV-Vis.Identifikasi Kualitatif Flavonoid Ekstrak Daun Miana ( Coleus atropurpereus)dengan Metode Sianida(HCL-Mg)

Hasil identifikasi flavonoid dari serbuk daun miana (Coleus atropurpereus) secara kualitatifmenggunakan metode sianida (HCl-Mg) menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoidyang diamati setelah terlihat perubahan warna dari merah kehitaman ke merah atau jingga.Analisis Kadar Flavonoid Ekstrak Daun Miana ( Coleus atropurpereus) dengan Spektrofotometer UV-Vis

Pada penelitian ini digunakan larutan standar rutin sebagai pembanding berupa kuarsetin 3-rutinosidatau senyawa rutin..Hasil pengukuran absorbansi larutan standar rutin pada panjang gelombang 410 dapatdilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Hasil pengukuran absorbansi larutan standar rutin pada panjang gelombang 410 nmKonsentrasi (ppm) Absorbansi

40 0,28950 0,3960 0,44770 0,53480 0,606

Gambar 1. Kurva Baku Standar (Kuarsetin)

Page 202: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.199-203) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 202

Analisis kadar flavonoid daun miana (Coleus atropurpereus) secara spektrofotometer UV-Visdilakukan dengan membuat kurva kalibrasi antara absorban dengan konsentrasi larutan baku flavonoid, dandihitung kadar dengan persamaan garis regresi kurva kalibrasi. Hasil analisis kadar flavonoid daun mianaditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil pemeriksaan kadar total flavonoid daun miana (Coleus atropurpereus) denganSpektrofotometer UV-Vis

Kode Sampel Pengujian Dengan Spektrofotometer Uv-Vis

Replikasi 1 8,56 mg RE/gram esktrak

Replikasi 2 8,86 mgRE/gram esktrak

Replikasi 3 8,36 mgRE/gram esktrak

Rata-rata 8,59 mgRE/gram esktrak

Berdasarkan hasil pengujian kuantitatif kadar flavonoid daun miana (Coleus atropurpereus) dilakukandengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. menunjukkan bahwa ditemukan adanya total flavonoid rata-rata sebesar 8,59 mgRE/gram ekstrak.Pembahasan

Tanaman Miana (Coleus atropurpereus) merupakan sebuah tanaman hias yang unik karena memilikivarietas yang sangat banyak yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional dengan corak, bentuk danwarna miana yang beranekaragam Akan tetapi pada penelitian ini daun miana yang digunakan danberdasarkan pengalaman empirik berkhasiat obat adalah daun yang berwarna merah kecoklatan

Daun miana (Coleus atropurpereus ) yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotor, selanjutnyadicuci di bawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan, kemudian dikeringkan anginkan selama 2 hari.Sebagian dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk yang halus danseragam yang dipergunakan untuk uji kulaitatif.

Uji kualitatif untuk mengetahui kandungan falvonoid terhadap serbuk daun miana dilakukan metodeSianida (HCL-Mg). Hasil identifikasi flavonoid dari serbuk daun miana (Coleus atropurpereus) secarakualitatif menggunakan metode sianida (HCl-Mg) menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder yaituflavonoid yang diamati setelah terlihat perubahan warna dari merah kehitaman ke merah atau jingga.

Bobot simplisia yang telah kering yang dipergunakan untuk maserasi adalah 600 gram yang kemudiandilarutkan dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2000 ml. Hasil maserasi kemudian disaring menggunakankertas saring untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan denganmenggunakan rotary evaporator. Penggunaan rotary evaporator karena didalamnya terdapat sebuah vakumyang berfungsi memudahkan proses pelarut sehingga akan menghasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental yangdiperoleh adalah 5,37 gram.

Untuk uji kuantitatif terhadap estrak ekstrak kental daun miana untuk menentukan kadar flavonoidtotal menggunakan metode spktrofotometer UV-Vis. Flavonoid mengandung sistem aromatis yangterkonjugasi dan dapat menunjukkan pita serapan kuat pada daerah UV-Vis. Oleh karena itu metode tersebutcocok digunakan untuk melakukan uji secara kuantitatif untuk meneyntukan jumlah flavonoid total yangterdapat dalam sampel (Carborano, 2005). Analisi metode penetapan kadar flavonoid total dilakukanberdasarkan metode Chang et al (2002), metode ini telah divalidasi oleh Mujahid (2011) yang menyatakanmetode Hang et al, merupakan metode terpilih untuk analisis flavonoid secara spektrofotometer UV-Vis padapanjang gelombang 410 nm serta menggunakan senyawa rutin baku pembanding.

Hasil absorbansi dari rangkaian konsentrasi larutan standar rutin pada tabel 1 diplotkan dengankonsentrasinya untuk memperoleh kurva baku rutin dengan persamaan garis y= 0,007x -0,013 dengan nilaikoefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,994 (Gambar 1) dan hasil absorbansi dari esktrak etanoldaun miana (Coleus atropurpereus) yang terdapat pada tabel 2.

Berdasarkan hasil pengujian kuantitatif tersebut maka diperoleh kandungan flavonoid total pada estraketanol dun miana (Coleus atropurpereus) sebesar 8,59 mgRE/gram.

Flavonoid merupakan kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Fenol bersifatgermisidal karena dalam konsentrasi tinggi menyebabkan koagulasi dan presipitasi protein sedangkan dalam

Page 203: PENINGKATAN KUALITAS ZAT WARNA BIRU HASIL …snp2m.poliupg.ac.id/2018/wp-content/uploads/2018/11/KIMIA-min.pdf · sistem adsorpsi menggunakan abu dapur dan batu kapur. ... “Absorpsi,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.199-203) 978-602-60766-4-9

Bidang Ilmu Teknik Kimia, Kimia, Teknik Lingkungan, Biokimia Dan Bioproses 203

konsentrasi rendah menyebabkan denaturasi protein tanpa koagulasi. Fenol sangat mudah diserap melaluijaringan bahkan melalui kulit sekalipun, masuk aliran darah dan dikeluarkan melalui ginjal bersama urine.

Flavonoid banyak terkandung dalam tumbuhan dan tanaman yang memiliki banyak fungsi, yaitusebagai berikut :

1. Sebagai antioksidanManfaat secara umum dari senyawa flavanoid adalah untuk mengusir radikal bebas. Radikal

bebas dapat berkembang dengan melakukan oksidasi terhadap sel – sel sehat. Oleh karena itu tubuhperlu manfaat antioksidan yang cukup untuk mencegah terjadinya oksidasi.2. Flavanoid dapat mencegah penuaan dini

Flavanoid juga memberi manfaat pada kesehatan kulit kita. Salah satunya mencegah terjadinyapenuaan dini. Kulit yang terpapar polusi memang menyebabkan kulit menjadi mudah kusam danmengalami penuaan yang lebih cepat. Maka dari itu Flavonoid akan meregenerasi kulit dan jugamenghilangkan kerutan akibat penuaan dini.3. Flavanoid efektif menghindari thrombus

Flavonoid juga dapat membuat darah merah dalam tubuh kita mengalir tanpa terjadinyapenggumpalan atau trombus. Penggumpalan darah dalam tubuh dapat memberi efek yang seriuscontohnya penggumpalan dalam otak yang dapat menyebabkan penyakit meningitis.4. Flavonoid dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh

Manfaat senyawa flavanoid adalah dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dari seluruhnyaini manfaat yang paling mencakup semuanya. Karena senyawa flavanoid memang menjadi senyawayang membantu tubuh kita untuk menjadi lebih kebal. atau setidaknya menstabilkan kekebalan tubuhkita.

4. KESIMPULANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa senyawa flavonoid dapat diisolasi dan diidentifikasi

dari ekstrak etanol 96% daun Miana (Coleus atropurpereu). Dari hasil pengujian kuantitatif kadar flavonoiddaun Miana (Coleus atropurpereus) dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. menunjukkanbahwa ditemukan adanya total flavonoid rata-rata sebesar 8,59 mgRE/gram ekstrak .

5. DAFTAR PUSTAKACarborano, M., 2005, Absorption of Quarsetin and rutin in Rat Small Intestine, Annals of Nutrition and

Metabolism.Mujahid, R., 2011, Pemilihan Metode Analisis Flavonoid Secara Spektroskopi UV-Vis Sera Penerapannya

Pada Seledri (Apium graviolens), Murbei (Muros alba), Patikan Kebo (Euphorbia hirta) dan JerukNipis (Citrus auranifolia), Fakultas Farmasi,Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Pakadang, S, 2014, Potensi Ekstrak Daun Miana (Coleus scutellarioides (L) Benth) Sebagai ImunomodulatorPada Tikus Model Yang Terinfeksi Mycobacterium tuberculosis ,ADLN Perpustakaan UniversitasAirlangga.

Rahmawati F., 2008, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun Miana (Coleusstecullariodes (L) Benth). Tesis. Sekolah PascaSarjana IPB.

Ridwan ,et all, 2010, Efektifitas Anticestoda Ektrak Daun Miana (Coleus blumei Bent) terhadap CacingHymenolapis microstoma pada Mencit. Media Peternakan Vol .33. No.1, hlm 6-11.

Setiawati, W., et all, 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk PengendalianOrganisme Pengganggu Tumbuhan ( OPT), Bandung, Prima Tani Balita (Balai penelitian Tanamanayuran ).

Tag, H.,, et all, 2006, Anti-inflamatorry Plant Used by The Khanti Tribe Of Lokit District in Eastern AranchalPradesh, India, Natural Product Radiance, Vol 6 (4), 2007, pp 334-340.

6. UCAPAN TERIMA KASIHPenulis menyampaikan apresiasi terdalam kepada DIKT Iyang telah mendanai penelitian ini melalui

program Penelitian Dosen Pemula DRPM 2018. Kepada seluruh civitas akademika Akademi AnalisKesehatan Muhammadiyah Makassar yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungan moril maupunfasilitas Laboratorium selama penelitian ini dilaksanakan.

.