peningkatan hak atas tanah hgb menjadi hm

Upload: doni-dede

Post on 19-Jul-2015

1.821 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

1

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Tanah memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengaturan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu dibuat aturan didalam Perundang-undangan, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan. Mengacu dari hal tersebut lahirlah peraturan mengenai pertanahan yang kemudian diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang kemudian disebut Undang-undang Pokok-Pokok Agraria ( UUPA). Dibentuknya UUPA memberi kemungkinan akan tercapainya, fungsi bumi, air dan ruang angkasa sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia. Adapun tujuan dibentuknya adalah :1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang

merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur; 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

2

3.

Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Demi tercapainya tujuan tersebut peran serta negara sangat dibutuhkan. Oleh karena itu negara diberikan Hak Menguasai Negara yang memberikan kewenangan terhadap negara untuk mengatur pemanfaatan tanah dalam arti luas serta menentukan dan mengatur hubungan hukum dan perbuatan hukum berkenaan dengan tanah. Kewenangan tersebut antara lain :1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Kewenangan atas Hak Menguasai Negara dibatasi hanya sebagai kekuasaan untuk mengatur atas bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya bukan sebagai pemilik1. Selain itu negara juga dibatasi oleh tujuan awal dibentuknya UUPA yaitu sebagai alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, dalam rangka terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai mana yang dimaksud maka ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,

1

Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan Teori dan Praktik, Bayumedia, Mlg, 2010, h.8-9

3

yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.2 Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Kewenangan tersebut tidaklah boleh melanggar fungsi sosial dari hak atas tanah.3

Penggunaannya tidak saja untuk kepentingan pribadi melainkan harus sesuai dengan manfaat dari tanah tersebut, sehingga penggunaanya dapat mensejahterahkan pemilik hak atas tanah tersebut maupun masyarakat sekitarnya. Selain itu menurut pasal 7 UUPA pemilikan atas hak tanah dibatasi luasnya. Dalam UUPA Hak atas tanah dibagi kedalam beberapa tingkatan yaitu : 1. Hak Bangsa Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, merupakan kekayaan nasional.4 2. Hak Menguasai Negara Berdasarkan pasal 33 ayat (3) Undang-undang dasar, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2

Pasal 4 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)3

Pasal 6, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)4

Pasal 1 Ayat (2), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

4

3. Hak Ulayat Hak menguasai dari Negara dapat dikuasakan kepada daerahdaerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.5 4. Hak-hak Perorangan Hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat di berikan kepada dan dipunyai oleh orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak perorangan atas tanah diatur dalam Ketentuan Pasal 16 ayat (1) yang menyebutkan hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu : a. b. c. d. e. f. g. h. Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Sewa Hak Membuka Tanah Hak Memungut Hasil Hutan Hak yang lain yang tidak termasuk dalam hal-hal tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifat yang sementara sebagai yang di

5

Pasal 2 Ayat (4), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)

5

sebutkan dalam Pasal 53 (hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa pertanian. Hak-hak perorangan atas tanah memberikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan tertentu. Untuk memudahkan pengenalannya diadakan pengelompokan hak-hak atas tanah menjadi 2 (dua) yaitu hak-hak atas tanah Primer dan hak-hak atas tanah Sekunder. 6 Hak-hak atas tanah Primer adalah hak-hak tanah yang diberikan oleh Negara, yaitu yang diberi nama Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, sedangkan hak-hak atas tanah Sekunder adalah hak-hak atas tanah yang bersumber pada hak pihak lain, diantaranya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik, Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dan Hak Guna Bangunan di atas Tanah Negara. Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik (HM) merupakan hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, selain itu tidak mempunyai batas waktu tertentu. Hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dan dapat dibebani hak

6

Mohammad Umar, Konsep Hak Atas Tanah di Indonesia (Suatu Pengantar Hak-Hak atas Tanah), http://inclaw-hukum.com, diakses Tanggal 28 Desember 2011.

6

atas tanah yang lain, serta penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain. Dibandingkan dengan hak milik, hak guna bangunan (HGB) hanya bisa dimanfaatkan untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah tetap dipegang oleh pemilik tanah yang dibebani HGB. Di dalam Pasal 37 UUPA HGB dapat diberikan atau dibebankan terhadap tanah negara dan tanah hak milik, serta tanah dengan pengelolaan7. Hak guna bangunan juga dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 36 UUPA HGB hanya diperuntukkan bagi warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB tidak dapat diperuntukkan bagi orang asing dan badan hukum asing. HGB diberikan untuk jangka waktu selama 30 tahun dengan perpanjangan selama 20 tahun. HGB diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul pemegang hak pengelolaan, lalu di daftarkan dalam buku tanah pada kantor pertanahan. Keterbatasan jangka waktu yang diberikan oleh pemerintah kepada para pemegang Hak Guna Bangunan ini yang menyebabkan para pemegang HGB tersebut berkeinginan untuk merubah status sertifikat HGB-nya menjadi HM. Berangkat dari uraian latar belakang diatas penulis tertarik mengadakan suatu penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Dengan melaksanakan KKL, mahasiswa akan lebih memahami praktik di lapangan yang selama ini hanya diketahui melalui kegiatan perkuliahan dikampus yang bersifat teoritis. Selain itu penulisan laporan ini

7

Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan Teori dan Praktik, Bayumedia, Mlg, 2010, h.35

7

juga dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya mengenai judul yang penulis angkat di dalam laporan KKL ini. B. Ruang Lingkup Kegiatan Dalam kesempatan ini penulis akan melakukan Kuliah Kerja Lapang (KKL) di Kantor Pertanahan Kota Malang yang terdapat di kota Malang, dimana fungsi dari Kantor Pertanahan Kota Malang ini adalah sebagai penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan serta pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan. Dalam menjalankan fungsinya Kantor Pertanahan Kota Malang muncul kendalakendala yang dialami baik berupa kendala dari dalam maupun dari luar.C. Tujuan kegiatan

1. Tujuan Umum a. Untuk memenuhi program Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dalam

memenuhi kegiatan intra kurikuler di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya b. Untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dari tempat KKL serta membandingkan antara teori dan praktek agar dapat mendapat bekal untuk terjun ke dunia kerja 2. Tujuan Khusus dari KKL ini adalah untuk mengetahui : a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari

Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik

8 b. Untuk mengetahui faktorfaktor hambatan atau kendala yang dihadapi

Kantor Pertanahan dalam proses peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik D. Manfaat Kegiatan Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan kontribusi bagi ilmu hukum mengenai peran, fungsi Kantor Pertanahan dalam pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik b. Untuk mengetahui kendalakendala yang dialami oleh Kantor Pertanahan dalam pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik 2. Manfaat Praktis a. Bagi mahasiswa : 1. Memberikan gambaran dan pemahaman tentang tugas yang

dimiliki Kantor Pertanahan dalam hal melakukan tugasnya memberikan pelayanan dalam hal peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik b. Bagi fakultas 1. Memberikan tambahan referensi untuk KKL berikutnya

9

2.

Sebagai bahan untuk materi perkuliahan

c. Bagi masyarakat1.

Memberikan gambaran dan pemahaman bagi masyarakat

yang ingin meningkatkan status tanahnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Memperluas kerjasama dengan lembaga terkait sehubunagan dengan peningkatan mutu pendidikan E. Metode Kegiatan A. Metode wawancara Mencari informasi terkait dengan peningkatan status hak atas tanah, Kemudian melakukan wawancara dengan seksi hak tanah dan pendaftaran tanah yang bertugas melakukan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik.

B. Metode studi dokumentasi Dengan mempelajari dokumen-dokumen, arsip-arsip, dan catatancatatan yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. C. Metode observasi Melakukan pengamatan terhadap kegiatan dan atau obyek yang dituju. D. Metode partisipatif

10

Metode di mana mahasiswa ikut terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tempat KKL, Terutama dalam kasus yang sedang diteliti. E. Metode pendekatan Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara pendekatan fakta yang ada dengan cara mengadakan pengamatan dan penelitian dilapangan kemudian dikaji berpedoman pada peraturan perundang-undangan serta bahan pustaka lainnya yang bertujuan mencari kaedah, norma atau das sollen dan perilaku dalam arti fakta atau das sein, alasan penulis menggunakan metode ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tentang peningkatan Hak Guna Bangunan atas tanah menjadi Hak Milik. F. Tahapan Kegiatan Dalam melakukan kegiatan Kuliah Keja Lapang (KKL) yang akan dilaksanakan ini, Penulis akan banyak terjun langsung dalam kegiatankegiatan di Kantor Pertanahan Kota Malang yang berhubungan dengan peningkatan status hak atas tanah. Hal ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari Kantor Pertanahan Kota Malang dalam bidang seksi hak tanah dan pendaftaran tanah yang memberikan kesempatan penulis untuk melakukan kuliah keja lapang ini.

11

Dalam kegiatan KKL terdapat 3 tahap, yaitu : 1. Tahap persiapan, tahap ini dilakukan sebelum melakukan KKL yang terdiri dari : a. Mengkonsultasikan judul kepada kepala bagian hukum perdata b. Menyerahkan proposal kepada kepala bagian hukum perdata, kemudian meminta dosen pembimbing kepada kepala bagian hukum perdata c. Melakukan konsultasi kepada dosen pembimbing dan memdiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan laporan penelitian d. Mengurus surat pengantar dekan ke bagian akademik yang ditujukan kepada Kantor Pertanahan Kota Malang selaku tempat KKL 2. Tahap pelaksanaan, terdiri dari : a. Menyampaikan surat pengantar dari dekan dan menyerahkan proposal yang telah disetujui oleh dosen pembimbing kepada bagian tata usaha Kantor Pertanahan Kota Malang b. Kuliah Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 2012 s/d 12 Januari 2011 di Kantor Pertanahan Kota Malang c. Melakukan kegiatan-kegiatan di tempat KKL dengan menggunakan metode kegiatan yang telah disebutkan diatas d. Pada saat melaksanakan KKL, Penulis melakukan pencarian dan pencatatan mengenai informasiinformasi yang menyangkut halhal sebagai berikut :

12

1. Nama lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang 2. Fungsi dan tugas lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang 3. Prosedur/mekanisme bekerja lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang 4. Kendala yang dihadapi dalam bekerjanya lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang 5. Upaya dan langkah yang sudah dilaksanakan lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang untuk menghadapi kendalakendala yang dialami oleh lembaga itu. 6. Analisis dan rekomendasi yang diberikan penulis untuk perbaikan terhadap bekerjanya lembaga tempat Kuliah Kerja Lapang 3. Tahap evaluasi, terdiri dari : Tahap evaluasi terhadap kegiatankegiatan yang dilaksanakan setelah Kuliah Keja Lapang (KKL) adalah dengan membuat laporan kemajuan kegiatan KKL mengenai Prosedur Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik yang kemudian laporan tersebut dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk dilakukan penilaian. Setelah dilakukan penilaian terhadap kegiatan KKL, maka yang harus dilakukan selanjutnya dalah sebagai berikut : a. Bagi dosen pembimbing menyerahkan nilai KKL tersebut ke Bagian Akedemik Fakultas Hukum Brawijaya b. Mahasiswa peserta KKL membuat laporan rangkap 3(tiga) yang disetujui oleh

13

Dosen pembimbing Ketua bagian c. Mahasiswa peserta KKL menyerahkan laporan KKL yang sudah disetujui kepada : Pimpinan lembaga tempat KKL Ketua bagian Pusat Dokumentasi Dan Informasi Hukum PDIH Fakultas Hukum Brawijaya

BAB II

14

KERANGKA KONSEPSIONAL

A. HAK ATAS TANAH Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Kewenangan tersebut tidaklah boleh melanggar fungsi sosial dari hak atas tanah.8

Penggunaannya tidak saja untuk kepentingan pribadi melainkan harus sesuai dengan manfaat dari tanah tersebut, sehingga penggunaanya dapat mensejahterahkan pemilik hak atas tanah tersebut maupun masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu terdapat pengaturan mengenai berbagai hak penguasaan atas tanah. Berdasarkan apa yang dicantumkan dalam UUPA ditetapkan hierarkhi hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah yaitu : 1. Hak Bangsa Dalam pasal 1 ayat (2) UUPA dijelaskan bahwa Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dan dipertegas dalam pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari

8

Pasal 6, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

15

bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja. Demikian pula tanah-tanah didaerah-daerah dan pulau-pulau tidaklah samata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah atau pulau yang bersangkutan saja. Dengan pengertian demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah Negara. Menurut Boedi Harsono, pernyataan tanah yang dikuasai oleh Bangsa Indonesia sebagai tanah bersama tersebut menunjukkan adanya hubungan hukum di bidang Hukum Perdata. Biarpun hubungan hukum tersebut hubungan perdata bukan berarti bahwa Hak Bangsa Indonesia adalah hak pemilikan pribadi yang tidak memungkinkan adanya hak milik individual. Hak Bangsa Indonesia dalam Hukum Tanah nasional Adalah hak kepunyaan, yang memungkinkan penguasaan bagian-bagia tanah bersama dengan Hak Milik oleh warga negara secara individual.9 Hubungan antara bangsa dan bumi, air serta ruang angkasa Indonesia adalah hubungan yang bersifat abadi (pasal 1 ayat 3). Ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut. 2. Hak Menguasai Negara Berdasarkan pasal 33 ayat (3) Undang-undang dasar, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hak menguasai dari negara atas tanah, yang9

Boedi Harsono (III), menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional dalam Hubungannya dengan TAP MPR RI IX/MPR/2001, Universitas Trisakti, Jakarta, Maret 2002, h.43

16

hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh Bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasa 2 ayat(1)UUPA).10 Isi dan wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) UUPA, adalah : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Menurut Notonagoro pengertian dikuasai bukan berarti dimiliki, tetapi kepada negara sebagai organisasi kekuasaan tertinggi yang diberikan kewenangan. Makna dikuasai negara tidak terbatas pada pengaturan, pengurusan, dan pengawasan terhadap hak-hak perorangan akan tetapi negara mempunyai kewajiban untuk turut ambil bagian secara aktif dalam mengusahakan tercapainya kesejahteraan rakyat.11

adapun menurut Mohammad Hatta bahwa pengertian dikuasai negara tidak berarti negara sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondernemer. Lebih tepat dikatakan bahwa kekuasaan negara terdapat pada membuat peraturan guna kelancaran jalan10

Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, H.77 Yudhi Setiawan, Hukum Pertanahan Teori dan Praktik, Bayumedia, Malang, 2010, h. 9.

11

17

ekonomi, peraturan yang melarang pula penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.12 Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penguasaan oleh negara bukan berarti negara yang memiliki tanah. Namun negara diberikan kekuasaan terhadap tanah untuk mengatur peruntukan dari tanah tersebut. sehingga pemanfaatan dari tanah tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin guna tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. 3. Hak Ulayat Negara dapat memberikan tanah yang tidak dibebani hak baik oleh seseorang atau badan hukum dengan suatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak-guna-usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (pasal 2 ayat 4). Dalam hal ini kekuasaan Negara atas tanah-tanah inipun tetap dibatasi pula oleh hak ulayat dari masyarakat adat, sepanjang menurut kenyataannya hak ulayat itu masih ada.13 Hubungan antara bangsa dan bumi serta kekuasaan negara sebagai mana yang disebut dalam pasal 1 dan 2 maka didalam pasal 3 ditentuan mengenai hak ulayat dari masyarakat adat. Dalam pasal 3 menyataka bahwa "Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi". Menurut Boedi12

Yudhi Setiawan, ibid. Republik Indonesia, op.cit.

13

18

Harsono, hak ulayat masyarakat adat dinyatakan masih apabila memenuhi 3 unsur, yaitu 14: a. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat; b. Masih adanya wilayah yang merupakan ulayat masyarakat hukum adat tersebut, yang disadari sebagai tanah kepunyaan bersama para warganya sebagai labensraumnya; dan c. Masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat. Ketentuan ini megakui adanya hak ulayat didalam UUPA, sepanjang hak tersebut masih ada pada masyarakat adat yang bersangkutan. Misalnya didalam pemberian suatu hak atas tanah masyarakat adat yang bersangkuatan. sebelumnya masyarakat adat akan didengar pendapatnya dan akan diberi "recognitie"(pengakuan atau ijin dari masyarakat adat), yang memang ia berhak menerimanya selaku pemegang hak ulayat itu. Jika berdasarkan hak ulayat itu masyarakat adat tersebut menghalanghalangi pemberian hak guna-usaha itu, sedangkan pemberian hak tersebut didaerah itu untuk kepentingan umum. Maka tidak dibenarkan jika masyarakat adat berdasarkan hak ulayatnya, menolak dibukanya hutan untuk melaksanakan proyekproyek besar dalam rangka pelaksanaan rencana menambah hasil bahan makanan dan pemindahan penduduk. Pada prakteknya pembangunan daerah-daerah seperti itu seringkali terhambat karena masalah hak ulayat. Kepentingan masyarakat adat harus14

Boedi Harsono (III), Penyempurnaan Hukum Tanah, h.58.

19

tunduk pada kepentingan nasional dan negara didalam pelaksanaan hak ulayatnya harus sesuai dengan kepentingan nasional. Tidaklah dapat dibenarkan, jika didalam bernegara suatu masyarakat adat masih mempertahankan isi dan pelaksanaan hak ulayatnya secara mutlak, seakan-akan tidak berhubungan dengan masyarakat adat dan daerah-daerah lainnya didalam negara kesatuan republik Indonesia. Sikap seperti ini bertentangan dengan azas yang tercantum dalam pasal 2 dan dalam prakteknya dapat berakibat terhambatnya usaha untuk mencapai kemakmuran Rakyat.15 Dapat dikatakan bahwa di dalam UUPA negara telah mengakui adanya hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat adat, yaitu hak ulayat. Namun didalam penguasaan hak ulayat masyarakat adat haruslah tetap memperhatikan kehidupan bernegara. Penggunan tanah-tanah hak ulayat harus dapat bermanfaat bukan hanya bagi masyarakat adat tersebut, tetapi juga masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehingga pemanfaatan tanah di Indonesia dapat berjalan maksimal demi kemakmuran rakyat. 4. Hak Perorangan Hak-hak atas tanah termasuk salah satu hak-hak perseorangan atas tanah. Hak-hak perseorangan atas tanah, adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan atau mengambil manfaat dari bidang tanah tertentu. Perkataan menggunakan mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan bangunan (nonpertanian), sedangkan perkataan mengambil manfaat mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan bukan mendirikan bangunan bangunan, misalnya untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, dan15

Republik Indonesia, op.cit.

20

perkebunan.16 Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah perorangan dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Hak atas tanah yang bersifat primer Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara, Hak Pakai Atas Tanah Negara. b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik, Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah pertanian. 17 Hak-hak perorangan atas tanah diatur dalam Ketentuan Pasal 16 ayat (1) yang menyebutkan hak-hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu : a. Hak Milik Hak milik adalah hak yang "terkuat dan terpenuh" yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat. Kata-kata "terkuat dan terpenuh" itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usha, hak16

Urip Santoso, op.cit, h. 82. Urip Santoso, op.cit. h. 89.

17

21

guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak- hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang "ter" (artinya : paling)-kuat dan terpenuh.18 b. Hak Guna Usaha Berdasarkan penjelasan pasal 28 UUPA menyatakan bahwa hak ini adalah hak yang khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna usaha pertanian, perikanan dan peternakan. Bedanya dengan hak pakai ialah bahwa hak guna usaha ini hanya dapat diberikan untuk keperluan diatas tersebut dan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar. Berbeda dengan hak pakai maka hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain dan dapat dibebani dengan hak tanggunan. Namun hak guna usaha tidak dapat diberikan kepada orang-orang asing, sedangkan bagi badan hukum yang bermodal asing dapat dimungkinkan dengan pembatasan yang disebutkan dalam pasal 55. c. Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Yang dapat memperoleh HakGuna Bangunan adalah : 1) Warga Negara Indonesia 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan Indonesia .18

Republik Indonesia, Memori Penjelasan Atas Rancangan Undang-undang pokok Agraria, Penjelasan Pasal demi Pasal.

22

3) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 4) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia d. Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 41 disebutkan bahwa Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara, atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Pada prinsipnya status hak pakai sama dengan status tanah lainnya. Hak Pakai dapat diberikan oleh Pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah, baik perseorangan atau badan hukum dengan suatu perjanjian autentik. Perbedaan dengan status hak tanah lainnya terletak pada jangka waktunya yaitu selama 10 tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang. Subyek yang berwenang memperoleh hak pakai adalah Warga Negara Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. e. Hak Sewa Hak sewa adalah hak yang dipunyai seseorang atau suatu badan hukum untuk mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa (pasal 44 ayat 1UUPA). Tanah yang dapat dijadikan obyek hak sewa adalah hanya tanah milik perseorangan bukan tanah yang dikuasai oleh negara. Pemegang Hak Sewa adalah Warga negara Indonesia, Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia serta Badan hukum asing yang berkedudukan di Indonesia.

23

Didalam Perjanjiaan sewa tanah yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur pemerasan. f. Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Namun, sekedar menyesuaikan dengan sistematika hukum adat, maka kedua hak tersebut dicantumkan juga ke dalam hak atas tanah yang bersifat tetap. Sebenarnya kedua hak tersebut merupakan

pengejawantahan dari hak ulayat masyarakat hukum adat.19 g. Hak yang lain yang tidak termasuk dalam hal-hal tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifat yang sementara sebagai yang di sebutkan dalam Pasal 53 (hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa pertanian). 1. Hak Gadai Menurut Boedi Harsono, gadai tanah adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah menjadi hak pemegang gadai.20

19

Urip Santoso, loc.cit.

20

Boedi Harsono (1), Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, h. 394.

24

Sifat-sifat dan ciri-ciri Hak Gadai21 : a. Jangka waktunya terbatas b. Tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai c. Dapat dibebani dengan hak-hak tanah yang lain d. Dapat dialihkan dengan persetujuan pemilik e. Hak gadai tidak hapus jika dialihkan f. Dapat diperpanjang g. Sebagai lembaga, Hak Gadai dapat hapus pada waktunya. 2. Hak Usaha Bagi Hasil Yang dimaksud dengan Hak Usaha Bagi Hasil adalah hak seseorang atau badan hukum (yang disebut penggarap) untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah kepunyaan pihak lain (yang disebut pemilik) dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang telah disetujui.22 Sifat dan ciri-ciri Hak Usaha Bagi Hasil 23: a. Perjanjian bagi hasil jangka waktunya terbatas b. Perjanjian bagi hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak lain tanpa izin pemilik tanahnya21

Boedi Harsono (II), Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1971, h. 299-30022

Ibid, h. 310 Ibid, h. 311

23

25

c. Perjanjian bagi hasil tidak hapus dengan berpindahnya hak milik atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain d. Perjanjian bagi hasil tidak hapus jika penggarap meninggal dunia, tetapi hak itu hapus jika pemilik tanahnya meninggal dunia e. Perjanjian bagi hasil didaftar menurut peraturan khusus (diKantor Kepala desa) f. Sebagai lembaga perjanjian bagi hasil ini pada waktunya akan dihapus 3. Hak Menumpang Hak menumpang adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang untuk mendirikan dan menempati rumah diatas tanah pekarangan milik orang lain.24 a. Tidak mempunyai jangka waktu yang pasti karena sewaktu-waktu dapat dihentikan b. Hubungan hukumnya lemah yaitu sewaktu-waktu dapat diputuskan oleh pemilik tanah jika ia memerlukan tanah tersebut c. Pemegang hak menumpang tidak wajib membayar sesuatu (uang sewa)kepada pemilik tanah d. Tidak wajib didaftarkan ke kantor pertanahan e. Bersifat turun temurun artinya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya f. Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan ahli warisnya24

Ibid, h. 321

26

4.

Hak Sewa Pertanian Hak sewa tanah pertanian adalah suatu perbuatan hukum dalam bentuk penyerahan penguasaan tanah pertanian oleh pemilik tanah kepada pihak lain (penyewa)dalamjangka waktu tertentu dan sejumlah uang sebagai sewa yang ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Hak sewa tanah pertanian bisa terjadi dalam bentuk perjanjian yang tidak tertulis atau tertulis yang memuat unsure-unsur para pihak , objek, uang sewa, jangka waktu hak dan kewajiban bagi pemilik tanah pertanian dan penyewa. 25

Selain daripada hak-hak atas tanah yang disebut diatas, terdapat hak yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam UUPA yang dinamakan Hak Pengelolaan. Hak Pengelolaan Adalah hak penguasaan atas tanah Negara, dengan maksud disamping untuk dipergunakan sendiri oleh si pemegang, juga oleh pihak pemegang memberikan sesuatu hak kepada pihak ketiga, kepada si pemegang hak diberikan wewenang untuk 26: 1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; 2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; 3. Menyerahkan bagian- bagian dari tanah tersebut untuk pihak ketiga, dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dengan Hak Pakai. Sedang pemberian hak atas bagian-bagian tanah tetap dilakukan oleh pejabat berwenang; 4. Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.25

Urip Santoso, op.cit, h.145

26

Ali Ahmad Chomzah, Hukum Pertanahan seri hukum pertanahan I, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002, h.55.

27

5. (Pasal 5 dan 6 ayat 1 Pengaturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1965).

B. HAK MILIK DAN HAK GUNA BANGUNAN 1. Hak Milik a. Pengertian Hak Milik Hak milik atas tanah dalam pengertiannya sebagaimana tercantum di dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan melihat ketentuan dalam Pasal 6. Maka dengan demikian sifat -sifat Hak Milik adalah27: 1. Turun temurun, artinya Hak Milik atas tanah dimaksud dapat beralih karena hukum dari seseorang pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. 2. Terkuat, artinya Hak Milik atas tanah tersebut yang paling kuat diantara hak-hak yang lain atas tanah. 3. Terpenuh, artinya bahwa Hak Milik atas tanah tersebut dapat diusahakan untuk usaha pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan.4. Dapat beralih dan dialihkan, beralih artinya berpindahnya Hak Milik

atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum, seperti meninggalnya pemilik tanah maka, Hak Miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya28. Sedangkan27

Ibid, h.5-6. Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2010, H.91

28

28

dialihkan artinya berpimdahnya Hak Milik atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum> contoh perbuatan hukum yaitu jual beli, tukar-menukar, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan, dan lelang29. 5. Dapat dibebani Hak Tanggunangan, artinya Hak Milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (Pasal 25 UUPA). 6. Jangka waktunya tidak terbatas, artinya bahwa kepemilikan Hak Milik tidak dibatasi oleh waktu, selama tanah tersebut masih ada atau belum musnah.

b. Subyek Hak Milik Pasal 21 UUPA disebutkan tentang subyek yang dapat mempunyai Hak Milik, yaitu : 1. Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik.2. Badan Hukum yang oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum

yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya. Badan-badan hukum yang ditunjuk menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 1963, tertanggal Juni 1993, yakni 30: a.29

Bank-bank negara:

Ibid, H.92 Ibid.

30

29

Misal: Bank Indonesia Bank Dagang Negara Bank Negara Indonesia 1946 b. c. d. Koperasi Pertanian Badan-badan Sosial Badan-badan Keagamaan

3. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam

jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau Hak Milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang

membebaninya tetap berlangsung. 4. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dan baginya berlaku ketentuan dalam Ayat (3) Pasal ini. Jadi menurut ketentuan Undang-Undang yang dapat mempunyai Hak Milik adalah Warga Negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang

30

ditunjuk oleh pemerintah. Selanjutnya untuk badan-badan hukum yang tidak ditunjuk berdasarkan PP. 38 Tahun 1963 tertutup untuk mempunyai hak dengan Hak Milik di Indonesia. c. Terjadinya Hak Milik Pasal 22 UUPA disebutkan bahwa Hak Milik atas tanah dua cara, yaitu : 1. Dengan cara peralihan hak, hal ini berarti ada pihak yang kehilangan dan pihak lain mendapatkan suatu Hak milik. 2. Dengan cara menurut Hukum Adat, dengan Penetapan Pemerintah, dan karena ketentuan Undang-Undang. Hak Milik, setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hakhak lain harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut bertujuan dalam rangka mendapatkan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Milik serta sahnya peralihan dan pemindahan hak tersebut. Penggunaan tanah Hak Milik oleh bukan pemiliknya dibatasi dan diatur dengan peraturan perundang-undang demikian yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Artinya bahwa Hak Milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak Milik dapat dipindahkan haknya melalui jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatanperbuatan hak lain. Perbuatan hukum tersebut pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, namun sampai sekarang peraturan pemerintah tersebut belum ada. Hanya dibatasi lebih lanjut bahwa setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, dapat terjadi dengan

31

pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan Hak Milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Ketentuan ini untuk membatasi atau pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 21 UUPA (Pasal 21 jo Pasal 26 UUPA).

d. Hapusnya Hak Milik Hapusnya Hak Milik menurut Pasal 27 UUPA akibatnya : 1. Tanahnya jatuh kepada Negara , karena : a. b. Pencabutan berdasarkan Pasal 18 (UU Nomor 2 Tahun 1961). Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya (kepres Nomor 55 Tahun 1993). c. d. Ditelantarkan. Ketentuan Pasal 21 Ayat (3) dan Pasal 26 Ayat (2) UUPA.

2. Tanahnya musnah. Tanah musnah kalau menjadi hilang karena proses alamiah ataupun bencana alam, hingga sama sekali tidak dapat dikuasai lagi secara fisik dan pula tidak dapat dipergunakan lagi, karena secara fisik tidak

32

dapat diketahui lagi keberadaannya, kiranya sudah dengan sendirinya hak yang bersangkutan menjadi hapus.

2. Hak Guna Bangunan a. Pengertian dan Dasar Pengaturan Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan dalam pengertiannya sebagaimana tercantum di dalam Pasal 35 UUPA ayat (1) adalah Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Hak Guna Bangunan atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam Ayat (1) dapat diperpanjang dengan jangka waktu paling lama 20 tahun. Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hak Guna Bangunan merupakan suatu hak atas tanah yang memberi kewenangan kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah yang ada diatasnya. Hak Guna Bangunan berbeda dengan Hak Guna Usaha, karena Hak Guna Bangunan tidak mengenai tanah pertanian dan tidak diberikan wewenang untuk mengambil kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. PP. Nomor 40 Tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah, Pasal 21 berisi tentang tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah : 1. Tanah Negara.

33

Terjadinya Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 2. Tanah Hak Pengelolaan. Terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan Menteri atau pejabat berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. 3. Tanah Hak Milik. Terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan didaftarkan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan dan hal tersebut mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan. b. Subyek Hak Guna Bangunan Pasal 36 UUPA disebutkan bahwa yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah : 1. Warga Negara Indonesia.2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

yang ditunjuk

berkedudukan di Indonesia. Badan hukum yang dapat mengurus HGB antara lain 31: a. b. c. Perusahaan Penanaman Modal Asing atau Dalam Negeri Perusahaan Bidang Industri Perusahaan Pembangunan Perumahan (Developer)

31

Ibid, h.35.

34

Orang atau badan hukum yang mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang tersebut dalam Pasal 36 Ayat (1) UUPA dalam jangka waktu satu (1) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh Hak Guna Bangunan, jika ia tidak memenuhi syaratsyarat tersebut. Jika Hak Guna Bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

d. Terjadinya Hak Guna Bangunan Pasal 37 UUPA menjelaskan tentang terjadinya Hak Guna Bangunan atas tanah dapat terjadi dengan dua cara, yaitu : 1. Mengenai tanah yang langsung dikuasai oleh Negara karena penetapan pemerintah. 2. Mengenai tanah milik; karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut. Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 UUPA. Pendaftaran termaksud merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.

35

Pasal 39 UUPA menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan). Perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 25 PP. Nomor 40 Tahun 1996, yaitu dijelaskan lebih lanjut bahwa : 1. Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara dapat diperpanjang atau diperbaharui jika memenuhi syarat sebagai berikut : a) Tanahnya masih dipergunaakan dengan baik sesuai dengan keadaan sifat dan tujuan pemberian hak tersebut. b) Syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak. c) d) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. 2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang Hak Guna Bangunan setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. 3. Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, atas kesepakatan pemegang Hak Guna Bangunan dan Hak Milik, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik dapat diperbaharui dengan pemberian Hak Guna Bangunan baru dengan akta yang dibuat boleh PPAT dan hak tersebut wajib didaftarkan. Pasal 30 PP. Nomor 40 Tahun 1996, pemegang Hak Guna Bangunan berkewajiban :

36

a)

Membayar

uang

pemasukan

yang

jumlah

dan

cara

pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. b) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan

persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. c) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. d) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus. e) Menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.

e. Hapusnya Hak Guna Bangunan Hapusnya Hak Guna Bangunan menurut Pasal 35 PP. Nomor 40 Tahun 1996, karena. 1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya. 2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, dikarenakan : a) Tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban pemegang hak dan / atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 PP Nomor 40 Tahun 1996.

37

b)

Tidak dipenuhinya syarat-syarat dan kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Guna Bangunan antara pemegang Hak Guna Bangunan dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan.

c)

Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap .

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir. 4. Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun Ditelantarkan. 5. Tanahnya musnah. 6. Ketentuan Pasal 20 ayat (2) PP. Nomor 40 Tahun 1996. 1961.

C. PENINGKATAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK

1.

Pengertian Peningkatan Status Hak Atas Tanah Peningkatan hak menurut John Salindo adalah: Perubahan hak dan meningkatkan haknya, misalnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, apabila syaratnya telah dipenuhi.32 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 jo Nomor 15 Tahun 1997 menjelaskan bahwa Peningkatan

32

Jhon Salindo, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Djambatan, Jakarta, 2001

38

Hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan, atas permohonan pemegang haknya menjadi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik. Sebagaimana juga dijelaskan dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 bahwa Perubahan hak adalah Penetapan Pemerintah yang menegaskan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah yang baru yang lain jenisnya. Penyerahan atau pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan untuk melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan pemberian ganti kerugian atas dasar musyawarah. (Pasal 1 ayat (3) Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 21 Tahun 1994). Dengan dikeluarkannya keputusan diatas maka proses peningkatan hak atas tanah dipersingkat dengan mengajukan permohonan perubahan hak secara langsung kepada Kepala Kantor Pertanahan. Perubahan status hak atas tanah dilakukan karena ingin memperkuat haknya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Perubahan hak atas tanah pada hakekatnya merupakan penegasan mengenai hapusnya hak atas tanah semula dan pemberian hak atas tanah baru yang jenisnya lain, sehingga didalam melakukan peningkatan HGB menjadi HM, apapun asal hak atas tanah semula yang dibebani oleh HGB dirubah menjadi tanah negara sebelum adanya

39

peningkatan hak menjadi HM. Bagi pemilik tanah yang dibebani HGB mendapatkan ganti kerugian berdasarkan musyawarah.

2. Dasar Hukum Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik

Peraturan mengenai peningkatan HGB menjadi HM membedakan cara dalam melakukan peningkatan hak atas tanah menjadi 4 (empat) jenis rumah yaitu ; rumah sangat (RSS) dan rumah sederhana (RS), rumah yang dibeli pegawai negeri dari pemerintah, rumah tinggal milik perorangan, dan rumah tinggal yang dibebani hak tanggungan. Perbedaan ini didasari atas perbedaan luas tanah maupun ada tidaknya hak tanggungan yang melekat pada rumah tersebut. sehingga didalam melakukan peningkatan hak atas tanah dokumen-dokumen yang harus dilengkapi berbeda antara satu dengan yang lainnya. Selebihnya mengenai proses peningkatan hak atas tanah tidak ada perbedaan. Berikut peraturanperaturan mengenai peningkatan hak atas tanah : a. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah sederhana (RS) (KMNA / Ka BPN No. 9 Tahun 1997) KMNA / Ka BPN No. 6 Tahun 1998 mengatur mengenai kepemilikan tanah perumahan yang berkepastian hak secara merata dan menjangkau masyarakat ekonomi lemah perlu ditingkatkan, untuk mencapai tujuan diatas perlu memberikan Hak Milik atas tanah yang diatasnya dibangun Rumah Sangat Sederhana (RSS) atau Rumah Sederhana (RS) yang nilainya tidak lebih

40

dari Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) atau luas tanahnya tidak melebihi 200 M2. Hak Guna Bangunan atas tanah untuk RSS dan RS di atas Tanah Negara ataupun di atas Tanah Hak Pengelolaan, kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia, dengan Keputusan Menteri ini atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik. Tanah untuk RSS dan RS adalah bidang tanah yang memenuhi kreteria sebagai berikut : 1. Harga perolehan tanah dan rumah, dan nilai jual obyek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah dan rumah tersebut tidak lebih dari Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah).2. Luasnya tidak lebih dari 200 M2.

3.

Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan.

b. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah (KMNA / Ka BPN No. 2 Tahun 1998) PMNA / Ka BPN No. 6 Tahun 1998 mengatur mengenai tanah untuk rumah tinggal yang dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dalam rangka untuk mengusahakan pemilikan tanah perumahan yang berkepastian hak, perlu memberikan Hak Milik atas tanah untuk perumahan tersebut.

41

Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah adalah : 1. Tanah yang diatasnya berdiri rumah Negara Golongan III yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri. 2. Tanah yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai ketentuan yang berlaku, yang diatasnya berdiri rumah tinggal atau yang dimaksudkan untuk rumah tinggal. Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dan masih atas nama Pegawai Negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberkikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli Pegawai Negeri dari Pemerintah yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya diberikan Hak Milik kepada Pegawai Negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya.33 Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, tanggal 3 Februari 1998 Nomor 110-288, yang mengantarkan keputusan tersebut, dijelaskan, bahwa keputusan ini dikeluarkan untuk melaksanakan kebijaksanaan33

pemerintah

dalam

memberikan

kepastian

mengenai

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Pertanahan, Tahun 1988-1998, Op Cit, Hal. 2136.

42

kelangsungan hak atas tanah yang dipergunakan untuk rumah tinggal bagi Warga Negara Indonesia, dalam hal ini Pegawai Negeri, sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli dari Pemerintah itu adalah tanah yang diatasnya berdiri rumah Negara golongan III, yang dibeli oleh Pegawai Negeri dan tanah yang telah dibeli Pegawai Negeri dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai ketentuan yang berlaku, yang diatasnya berdiri rumah tinggal. Tanah-tanah tersebut umumnya, setelah dipenuhi pembayaran harganya, dikuasai oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan dengan Hak Guna Bangunan atau bahkan dengan Hak Pakai, yang jangka waktunya terbatas. Karena harganya sudah dibayar secara penuh, seharusnyalah tanah-tanah tersebut diberikan dengan Hak Milik. Hal itu adalah sejalan dengan jiwa Undang-Undang Pokok Agraria, yang menyediakan Hak Milik, sebagai hak yang terkuat bagi perseorangan Warga Negara Indonesia. Dengan demikian maka, Pegawai Negeri yang telah mengabdikan dirinya untuk kepentingan negara dan bangsa, dapat merasa tenang dalam menjalani masa pensiunnya, karena tanah tempat rumah tinggalnya dilandasi dengan hak yang tidak ditentukan jangka waktunya, sehingga ia tidak perlu merasa khawatir akan kelangsungannya. c.Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal (KMNA / Ka BPN No. 6 Tahun 1998) Dengan dikeluarkannya KMNA / Ka BPN No. 6 Tahun 1998 tanah yang dipunyai oleh perseorangan Warga Negara Indonesia dengan status Hak

43

Guna Bangunan dapat diubah atau diberikan Hak Milik.

Keputusan ini

merupakan pernyataan hapus secara umum Hak Guna Bangunan atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan Warga Negara Indonesia, yang luasnya 600 m2 atau kurang, dan sekaligus penetapan pemberian Hak Milik atas tanah tersebut secara umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) UUPA. Pemegang hak yang bersangkutan dapat langsung mendaftarkan Hak Milik tersebut dengan mengajukan permohonan pendaftaran kepada Kepala Kantor Pertanahan. Penetapan pemberian Hak Milik atas tanah tersebut secara umum kepada Warga Negara Indonesia, yang mempunyai tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk rumah tinggal yang sudah habis jangka waktunya, asal tanah yang bersangkutan luasnya tidak lebih dari 600 m2 dan masih dikuasai oleh bekas pemegang haknya. d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 5 Tahun 1998, tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi Hak Milik Maksud dikeluarkannya PMNA / Ka BPN No. 5 Tahun 1998 untuk menegaskan bahwa tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan Warga Negara Indonesia dengan status Hak Guna Bangunan yang dibebani dengan Hak Tanggungan dapat diubah menjadi Hak Milik atas pernyataan persetujuan dari kreditor. Di lain pihak tetap memberikan kepastian kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan akan kelangsungan jaminan pelunasan kreditnya (PMNA / Ka BPN No. 5 Tahun 1998).

44

Perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, selain memberi kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, juga mengguntungkan kreditor. Dengan tidak adanya lagi batas jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, pelunasan kreditnya jadi lebih terjamin. Selain itu perubahan haknya menjadi Hak Milik akan memberikan peluang kepada pemberi kredit untuk menyesuaikan jangka waktu pelunasan kredit dengan kemampuan debitornya, tanpa khawatir Hak Tanggungannya hapus, karena hak atas tanah yang dijadikan jaminan berakhir jangka waktunya. Pengaturan mengenai peningkatan hak atas tanah yang diatur oleh KMNA / Ka BPN maupun PMNA / Ka BPN berkedudukan sama, yaitu merupakan sebuah peraturan yang memiliki sifat umum, abstrak, dan berlaku secara terus menerus. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 100 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi : Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri,

Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Jadi, menurut UU 12/2011 keputusan-keputusan yang bersifat mengatur yang sudah ada sebelumberlakunya undang-undang tersebut, harus dimaknai sebagai peraturan.

45

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan hak atas tanah dari HGB menjadi HM dapat dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional maupun Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Keputusan ini dikeluarkan untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam memberikan kepastian mengenai kelangsungan hak atas tanah yang dipergunakan untuk rumah tinggal bagi Warga Negara Indonesia. Peningkatan hak atas tanah dibagi berdasarkan 4 (empat jenis rumah) yaitu : rumah sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS), rumah yang dibeli pegawai negeri dari pemerintah, rumah tinggal pribadi, dan rumah tinggal yang dibebani hak tanggungan.

46

BAB IIIHASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASANA. Nama Kantor atau Tempat KKL 1. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Malang Kantor Pertanahan Kota Malang terletak di jalan Danau Jonge 1 No 1 Malang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu instansi Pemerintah, Kantor Pertanahan Kota Malang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan dalam lingkup wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan, Kedudukan, Tugas pokok dan fungsi Kantor Pertanahan adalah sebagai berikut : 1. Kedudukan Kantor Pertanahan

47

a. Kantor Pertanahan adalah instansi daerah dari Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten atau Kota yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor - kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional. b. Kantor Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Partanahan Nasional di Kabupaten atau Kota yang bersangkutan. 2. Tugas Pokok Kantor Pertanahan Kantor Pertanahan mempunyai tugas pokok

melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan dalam lingkup wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 3. Fungsi Kantor Pertanahan a. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pertanahan. b. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi dibidang pertanahan. c. Pelaksanaan survey, pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran dan pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survey potensi tanah. d. Pelaksana penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan penataan tanah wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan wilayah tertentu. e. Pengusulan dan penetapan hak tanah, pendaftaran tanah, pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah asset pemerintah. f. Pelaksana pengendalian pertanahan, pengolahan tanah Negara, tanah terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. g. Penanganan konflik, sengketa dan perkara pertanahan.

48

h. Pengkoordinasi pemangku kepentingan pengguna tanah. i. Pengelola Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS). j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,

pemerintah dan swasta.

k. Pengkoordinasian penelitian dan pembagian. l. Pengkoordinasian pengembangan sumber daya pertanahan. m. Pelaksana urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, perundang-undangan serta pelayanan pertanahan. 2. Struktur Organisasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, pengaturan tentang struktur organisasi kantor pertanahan adalah sebagai berikut : 1. Kepala Kantor a. Kepala Sub Bagian Tata Usaha b. Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan c. Kepala Urusan Umum dan Kepegawaian 2. Seksi Survey Pengukuran dan Pemetaan a. Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan b. Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah 3. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah a. Sub Seksi Penetapan Hak

49

b. Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah c. Sub Seksi Pendaftaran Hak d. Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT 4. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan a. Sub Seksi penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu b. Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah 5. Seksi Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat a. Sub Seksi Pengendalian Pertanahan b. Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat 6. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara a. Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan b. Sub Seksi Perkara Pertanahan 3. Tugas dan Wewenang Para Pihak Dalam Kantor Pertanahan Kota Malang Sedangkan berkaitan dengan tugas-tugas yang dimiliki masing-masing kedudukan dalam struktur Kantor Pertanahan Kota Malang dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Sub bagian Tata Usaha Sub bagian Tata Usaha memiliki tugas memberikan pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan-bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program, dan peraturan perundang-undangan. Sub bagian Tata Usaha terdiri dari : a. Urusan Perencanaan dan Keuangan

50

Urusan Perencanaan dan Keuangan mempunyai tugas menyiapkan penyusunan rencana, program dan anggaran, serta laporan akuntabilitas kinerja, keuangan, dan menyiapkan bahan evaluasi. b. Urusan Umum dan Kepegawaian Urusan Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga, sarana dan prasarana, koordinasi pelayanan pertanahan serta pengelolaan data dan informasi. 2. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas melakukan survei, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan, perapatan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan tematik dansurvei potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan terdiri dari : a. Subseksi Pengukuran dan Pemetaan Subseksi Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas menyiapkan perapatan kerangka dasar orde 4, perapatan batas bidang tanah dan pengukuran bidang tanah, batas kawasan/wilayah, kerjasama teknis surveyor berlisensi, pembinaan surveyor berlisensi dan memelihara peta pendaftaran, daftar tanah, peta bidang tanah, surat ukur, gambar ukur dan daftar-daftar lainnya di bidang pengukuran. b. Subseksi Tematik dan Potensi Tanah

51

Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan survei, pemetaan, pemeliharaan dan pengembangan pemetaan tematik, survei potensi tanah, pemeliharaan peralatan teknis komputerisasi dan pembinaan pejabat penilai tanah.

3. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Seksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penetapan Hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penertiban bekas tanah hak, pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah terdiri dari : a. Subseksi Penetapan Hak Tanah Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak,perijinan, peralihan hak, penetapan /rekomendasi perpanjangan jangka waktu pembayaran uang pemasukan/pendaftaran hak tanah perorangan. b. Subseksi Pengaturan Tanah Pemerintah

52

Subseksi

ini

mempunyai

tugas

menyiapkan

pelaksanaan

pemeriksaan, saran dan pertimbangan mengenai penetapan Hak Milik dan Hak Pakai, Hak Guna Bangunan dan Hak Pengelolaan bagi instansi pemerintah, badan hukum pemerintah, perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak, perijinan, peralihan hak, rekomendasi pelepasan dan tukar-menukar tanah Pemerintah.

c. Subseksi Pendaftaran Hak Subseksi Pendaftaran Hak mempunyai tugas menyiapkan

pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, pengakuan hak dan penegasan konversi hak-hak lain, hak milik atas satuan rumah susun, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, data yuridis lainnya, data fisik bidang tanah, data komputerisasi pelayanan pertanahan serta memelihara daftar buku tanah, daftar nama,daftar hak atas tanah, dan warkah serta daftar-daftar lainnya di bidang pendaftaran tanah. d. Subseksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan pelaksanaan

pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah, pembebenan hak tanggungan dan bimbingan PPAT serta sarana daftar isian di bidang pendaftaran tanah. 4. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan

53

Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari : a. Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan penyusunan rencana persediaan, peruntukkan, pemeliharaan dan penggunaan tanah, rencana penataan kawasan, pelaksanaan koordinasi, monitoring dan evaluasi pemeliharaan tanah, perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap fungsi kawasan/zoning, penerbitan pertimbangan teknis penatagunaan tanah, penetapan penatagunaan dan pemanfaatan tanah, serta melaksanakan pengumpulan dan pengolahan, pemeliharaan data tekstual dan data spasial. b. Subseksi Landreform dan Konsolidasi Tanah Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan usulan penetapan/penegasan tanah menjadi obyek landreform, penguasaan tanahtanah obyek landreform, pemberian ijin peralihan hak atas tanah dan ijin redistribusi tanah luasan tertentu, usulan penerbitan surat keputusan redistribusi tanah dan pengeluaran tanah dari obyek landreform, monitoring dan evaluasi redistribusi tanah, ganti kerugian, pemanfaatan tanah bersama dan penerbitan administrasi landreform serta fasilitasi bantuan keuangan/pemodalan, teknis dan pemasaran, usulan penegasan obyek penataan tanah bersama untuk peremajaan permukiman kumuh, daerah bencana dan bekas konflik serta permukiman kembali, penyediaan tanah dan pengelolaan sumbangan tanah untuk pembangunan dan pembimbingan masyarakat, kerja sama dan fasilitasi, pengelolaan basis

54

data dan informasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi pelaksanaan konsolidasi tanah. 5. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Seksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan tanah kritis serta pemberdayaan masyarakat. Seksi ini terdiri dari :

a. Subseksi Pengendalian Pertanahan Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan pengelolaan basis data, melakukan inventarisasi dan identifikasi, penyusunan sarana tindakan dan langkah penanganan, serta menyiapkan bahan koordinasi usulan penerbitan dan pendayagunaan dalam rangka penegakan hak dan kewajiban pemegang hak, pemantauan, evaluasi, harmonisasi dan pensinerganian kebijakan, program pertanahan dan sektoral dalam pengolahan tanah negara, penanganan tanah terlantar dan tanah kritis. b. Subseksi Pemberdayaan Masyarakat Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan inventarisasi potensi, asistensi, fasilitasi dalam rangka penguatan penguasaan dan melaksanakan pembinaan partisipasi masyarakat, lembaga masyarakat, mitra kerja teknis dalam peneglolaan pertanahan, serta melakukan

55

kerjasama pemberdayaan dengan pemerintah kabupaten/kota, lembaga keuangan dan usaha, serta bimbingan dan pelaksanaan kerjasama perberdayaan. 6. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari: a. Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan pengkajian hukum, sosial, budaya, ekonomi dan politik terhadap sengketa dan konflik pertanahan, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah, pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi, fasilitasi, dan koordinasi penanganan sengketa dan konflik. b. Subseksi Perkara Pertanahan Subseksi ini mempunyai tugas menyiapkan penanganan dan penyelesaian perkara, koordinasi penanganan perkara, usulan rekomendasi pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang dan/atau badan hukum dengan tanah sebagai pelaksanaan putusan lembaga peradilan. Didalam proses peningkatan hak atas tanah pemohon mengajukan permohonan tersebut kepada loket 2b pendaftaran, perubahan hak dan penetapan hak (tanah negara). Apabila berkas yang diajukan oleh pemohon lengkap maka akan diserahkan kepada Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah. Seksi inilah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan peningkatan hak atas tanah, karena

56

sesuai dengan deskripsi jabatannya, yaitu menyiapkan bahan dan melakukan penetapan Hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penertiban bekas tanah hak, pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). B. Pelaksanaan Peningkatan Status Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki tanah untuk rumah tinggal yang luasnya 600 M2 atau kurang dengan status tanah Hak Guna Bangunan dapat mengajukan permohonan Hak Milik pada Kantor Pertanahan Kota Malang. Dalam pelaksanaan perubahan Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal menjadi Hak Milik diatur berdasarkan : a. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998, mengatur tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal menjadi hak milik. b. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997, tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS) jo. Nomor 15 Tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998. c. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998, tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah. d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998, mengatur tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan.

57

Sebelum membahas mengenai prosedur didalam melakukan peningkatan hak atas tanah HGB menjadi HM, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui syarat tanah HGB yang dapat ditingkatkan menjadi HM. Tanah HGB yang dapat ditingkatkan menjadi Hm adalah tanah yang diatasnya didirikan rumah tinggal ataupun bangunan yang digunakan sebagai rumah tinggal. Namun tidak semua tanah HGB yang diatasnya didirikan rumah tinggal dapat ditingkatkan menjadi HM. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan tata ruang kota yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Apabila suatu tanah yang menurut perencanaan tata ruang kota berada didalam wilayah perkantoran, maka tanah tersebut tidak dapat di bebani hak milik. Selain daripada itu setiap daerah memiliki tanah usaha yang peruntukannya sebagai sumber penerimaan daerah, sehingga tanah di daerah tersebut hanya dapat dibebani HGB. Sehingga tidak semua tanah HGB dapat ditingkatkan menjadi HM. Adapun tata cara pengajuan permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dibagi kedalam 4 (empat) jenis rumah yaitu rumah tinggal, rumah sangat sederhana (RSS) dan rumah sederhana (RS), rumah tinggal yang dibeli pegawai negeri, dan rumah tinggal yang dibebani hak tanggungan. Walaupum dibagi dalam 4 (empat) jenis rumah namun proses peningkatan di Kantor Pertanahan Kota tidak terdapat perbedaan, hanya ada perbedaan dokumen yang harus dilengkapi oleh pemohon. Khusus peningkatan hak atas tanah rumah tinggal yang dibebani hak tanggungan terdapat perbedaan didalam proses peningkatannya Berikut masing-masing penjelasan mengenai tata cara peningkatan hak atas tanah : 1. Rumah Tinggal

58

Prosedur pelaksanaan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dilakukan dengan mengajukan permohonan pendaftaran terlebih dahulu kepada Kantor Pertanahan Kota Malang disertai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 . Sebelum melakukan pendaftaran di loket Kantor Pertanahan, pemohon diwajibkan untuk membeli formulir permohonan pemberian hak milik atas tanah Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sebesar Rp. 25.000,- dan melengkapinya. Pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya diajukan ke loket Kantor Pertanahan yang telah ditentukan dengan membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 50.000,- dengan disertai: 1. Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimohon untuk diubah menjadi Hak Milik. 2. Akta Jual Beli atau surat perolehan mengenai rumah beserta tanah yang bersangkutan. 3. Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan. 4. Bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa: a. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal

59

b. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila mendirikan bangunan tersebut belum dikeluarkan izin oleh instansi yang berwenang c. Fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 M2 atau lebih). d. Bukti identitas pemohon e. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang

dimohonkan pendaftarannya itu, akan mempunyai Hak Milik atas tanahnya Setelah itu diadakan Pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang dilakukan sebagai berikut: 1. Data yuridis dan data fisik tanah yang diberikan Hak Milik diperiksa dengan melihat sertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang bersangkutan. Untuk keperluan ini tidak perlu dilakukan pengukuran ulang. Pemeriksaan lapangan lainnya, maupun rekomendasi dari instansi lain. 2. Penggunaan untuk rumah tinggal diperiksa dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang menyebutkan penggunaan bangunan. Dalam hal ini Izin Mendirikan Bangunan tersebut tidak pernah/belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka diperlukan Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan bahwa benar bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dipergunakan sebagai rumah tinggal. 3. Identitas pemohon diperiksa dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Paspor yang bersangkutan.

60

Untuk perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik

maka

pemohon wajib membayar uang pemasukan kepada Negara dan biaya pendaftaran sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002. Setelah berkas-berkas permohonan itu lengkap, seksi hak atas tanah mencatatnya dalam buku register hak atas tanah. selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan. setor pungutan ini bermaksud sebagai uang pemasukan terhadap negara atas pemberian hak atas tanah kepada pemohon dalam waktu kurang lebih 1 (satu) minggu setelah dicatatnya berkas permohonan tersebut. seksi hak atas tanah membuat perincian tentang besarnya uang pemasukan yang harus dbayar oleh pemohon.34 Adapun besarnya uang pemasukan kepada Negara untuk peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik adalah dengan rumusan sebagai berikut: Luas tanah yang tercantum di sertifikat dikalikan dengan harga dasar tanah yang ada di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selanjutnya dikurangi dengan Nilai perolehan Objek Pajak Tidak kena Pajak (NJOPTKP) yang kemudian dikali 2 % (dua persen). Contoh: Luas Tanah : 200 M2 Harga Dasar Tanah : Rp. 243.000/M2 NJOPTKP : Rp. 30.000.000,00 200 M2 x Rp. 243.000/M2 - Rp. 30.000000,00 x 2 % =Wahyudi, Wawancara, Subseksi Peralihan, Pembebanan Kota Malang, Kota Malang, (Malang 5 Januari 2012).34

Hak dan PPAT ,

Kantor Pertanahan

61

Rp. 48.600.000,00 - Rp. 30.000000,00 = Rp. 18.600.000,00 x 2 % = Rp. 392.000,00 Setelah diterima tanda bukti setor pungutan Kepala Kantor Pertanahan pendaftar perubahan status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan diberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan dalam Buku Tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertifikatnya serta pada daftar umum lainnya sebagai berikut35: DENGAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR ... ...TANGGAL... HAK GUNA BANGUNAN NOMOR ... ..DESA... .HAPUS DAN DIUBAH MENJADI HAK MILIK NOMOR ...DESA... DENGAN SEBESAR ...DAN SUMBANGAN PELAKSANAAN LANDREFORM SEBESAR ... ..TGL... KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTA... (... ...) Dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya di dalam Buku Tanah. Sertifikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Setelah pungutan atau uang pemasukan dibayar lunas, maka Kepala Kantor Pertanahan akan mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertifikatnya serta daftar umum lainnya. Selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan keputusan ini sebagai35

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, Pasal 13

62

dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan sertifikatnya dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data fisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan. Berkenaan dengan jangka waktu, Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota menetapkan jangka waktu penyelesaian permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal selama 38 hari (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2010), dengan ketentuan bahwa untuk permohonan yang diajukan melalui PPAT jangka waktu penyelesaiannya ditetapkan paling sedikit 2 (dua) minggu lebih lama daripada yang diajukan oleh pemohon sendiri. Penetapan waktu penyelesaian permohonan tersebut

dicantumkan pada tanda terima penerimaan berkas permohonan. 2. Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) Pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya diajukan ke loket Kantor Pertanahan yang telah ditentukan dengan membayar uang pendaftaran sebesar Rp.50.000,- dengan disertai: 1. Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimohon untuk diubah menjadi Hak Milik. 2. Akta Jual Beli atau surat perolehan mengenai rumah beserta tanah yang bersangkutan 3. Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan. 4. Bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa: a. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa

63

bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal b. Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila izin mendirikan bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang c. Fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 M2 atau lebih). d. Bukti identitas pemohon e. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang

dimohonkan pendaftarannya itu, akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) M2. f. Asli surat rekomendasi dari Perum Perumnas Sebelum melaksanakan peningkatan hak atas tanah ke Kantor Pertanahan Kota, pemohon harus terlebih dahulu meminta Surat Rekomendasi dari pihak Perum Perumnas, adapun lampiran yang harus dilengkapi untuk memperoleh Surat Rekomendasi dari pihak Perum Perumnas yaitu: 1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk Pemohon (KTP) 2. Sertipikat hak atas tanah pemohon (asli) 3. Foto copy sertipikat pemohon yang telah dilegalisir sesuai dengan aslinya oleh Badan Pertanahan Setempat 4. Surat Keterangan tentang peruntukan sesuai RTRW/RTUR oleh Tata Kota setempat. 3. Rumah Tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah

64

Untuk permohonan pendaftaran peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik atas rumah tinggal yang dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan disertai: 1. Sertipikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang bersangkutan 2. Bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah yaitu; a. Tanda bukti pelunasan harga rumah dan tanah yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, atau b. Surat keputusan Departemen Pekerjaan Umum bahwa rumah Negara yang bersangkutan sudah menjadi milik pemohon, atau c. Surat pelepasan hak atas tanah dari Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, atau Pemerintah Daerah yang bersangkutan kepada pemohon, atau d. Bukti lain bahwa tanah tersebut adalah tanah yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah Atas permohonan pendaftaran perubahan, Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan. Setelah diterima tanda bukti setor pungutan Kepala Kantor Pertanahan melakukan: 1. Mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut dalam buku tanah dan sertipikat yang bersangkutan serta daftar umum lainnya 2. Selanjutnya mendaftar hak Milik yang baru dalam buku tanah baru dengan surat ukur sesuai surat ukur atau gambar situasi yang lama, dengan menyebutkan keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut, dan

65

3. Menerbitkan sertifikat Hak Milik

4. Rumah Tinggal yang dibebani Hak Tanggunngan Di dalam melakukan peningkatan hak atas tanah rumah tinggal yang dibebani oleh hak tanggungan, pemohon harus melengkapi syarat-syarat sebagai berikut : 1. 2. 3. Sertipikati Hak Guna Bangunan yang telah dicek keabsahannya. Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan. Fotocopy Izin Mendirikan Bangunan, yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal atau surat keterangan dari Kelapa Desa/Lurah jika Izin Mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 4. 5. Fotocopy SPPT-PBB tahun terakhir. Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang meliputi luas tidak lebih dari 5000 M2. 6. Surat persetujuan dari kreditor tentang persetujuan kepada debitor mengenai dilepaskannya Hak Guna Bangunan yang bersangkutan untuk diubah menjadi Hak Milik. 7. 8. Fotocopy identitas pemohon Membayar tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Pendaftaran Perubahan Hak dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik berdasarkan PP. Nomor 13 Tahun 2010, sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah). 9. Membayar tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Pelayanan Pendaftaran seluruhnya

66

Hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010, sebesar Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah). Sedangkan tata cara dan urutan kegiatan perubahan Hak Guna Bangunan atas rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik pada Kantor Pertanahan adalah sebagai berikut : 1. Pemohon (debitor) mengajukan permohonan persetujuan pada kreditor, mengenai akan dimohonkannya Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. 2. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) oleh debitor kepada kreditor, untuk membebankan Hak Tanggungan atas Hak Milik yang akan diperoleh debitor pemegang Hak Guna Bangunan, sebagai perubahan Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dihadapan NOTARIS. 3. Kreditor memberikan surat persetujuan kepada debitor mengenai PPAT /

dilepaskannya Hak Guna Bangunan yang bersangkutan untuk diubah menjadi Hak Milik, disertai dengan : a. Penyerahan sertipikat Hak Tanggungan oleh kreditor kepada debitor atau kuasanya, dan b. Penyerahan kembali sertipikat Hak Guna Bangunan oleh kreditor kepada debitor atau kuasanya. 4. Pengajuan permohonan perubahan Hak Guna Bangunan yang bersangkutan menjadi Hak milik oleh pemohon/kuasanya kepada Kantor Pertanahan. 5. Pemberian persetujuan pemohon, bahwa sertipikat Hak Milik akan diserahkan kepada kreditor untuk keperluan pemberian Hak Tanggungan baru. 6. Pendaftaran hapusnya Hak Guna Bangunan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

67

7. 8.

Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan. Pendaftaran Hak Milik hasil perubahan Hak Guna Bangunan oleh Kantor Pertanahan.

9.

Penyerahan sertipikat Hak Milik hasil perubahan tersebut kepada pemohon.

10. Pembuatan APHT dihadapan PPAT / NOTARIS, oleh kreditor yang bertindak selaku kuasa pemegang Hak Tanggungan berdasarkan SKMHT yang telah dibuat oleh debitor. 11. Pendaftaran Hak Tanggungan dan pencatatannya pada buku tanah dan sertipikat Hak Milik oleh Kantor Pertanahan. 12. Pembuatan sertipikat Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan. 13. Penyerahan sertipikat Hak Milik yang telah dibebani Hak Tanggungan disertai sertipikat Hak Tanggungan oleh Kantor Pertanahan kepada pemohon atau penerima kuasa dan selanjutnya untuk diserahkan kepada Kreditor.

Dari uraian proses peningkatan HGB menjadi HM atas empat jenis rumah, terdapat kesamaan maupun perbedaan. Kesamaan proses peningkatan HGB menjadi HM atas empat jenis rumah adalah syarat-syarat kelengkapan dokumen yang harus dipenuhi tidaklah jauh berbeda diantara keempatnya. Yang membedakan diantara keempatnya adalah didalam mengurus peningkatan HGB menjadi HM atas Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana diperlukan tambahan berupa surat rekomendasi dari perumahan tempat tinggal pemohon. Serta didalam peningkatan HGB menjadi HM atas rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan. Pemohon harus terlebih dahulu mendapatkan ijin untuk melakukan proses peningkatan HGB menjadi HM dari pihak kreditor. Pemohon juga diharuskan untuk membuat SKMHT terhadap hak atas tanah baru yang

68

merupakan hasil perubahan HGB-nya. Proses peningkatan hak atas tanah HGB menjadi HM dapat dilakukan di kantor pertanahan kabupaten/kota. Dengan membeli formulir peningkatan hak atas tanah yang disediakan oleh Kantor Pertanahan. Selain itu pemohon juga diharuskan untuk melengkapi dokumen berupa identitas diri, sertifikat HGB yang akan diubah statusnya menjadi HM, fotokopi IMB (izin mendirikan bangunan) yang memperbolehkan dipergunakan untuk didirikan bangunan, fotokopi SPPT PBB (pajak bumi dan bangunan) terakhir, surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat, surat penyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 bidang dan luas kurang dari 5000 meter persegi. Pemohon juga diwajibkan untuk membayar biaya pendaftaran dan biaya peningkatan HGB menjadi HM.

C. Hambatan Dalam Pelaksanaan Peningkatan Status Hak Atas Tanah dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Dalam pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tentunya tidak akan terlepas dari adanya hambatan, hambatan tersebut berkaitan dengan pihak-pihak yang terkait atau terlibat dalam proses pelaksanaan peningkatan status tanah tersebut. Hambatan tersebut dapat berasal dari masyarakat maupun dari pihak kantor pertanahan, oleh karena itu saya akan membagi hambatan yang dialami dalam melakukan proses peningkatan hak atas tanah menjadi dua bagian. Yang pertama adalah hambatan yang muncul di masyarakat, dan yang kedua adalah hambatan yang muncul dari dalam kantor pertanahan.

69

Hambatan yang pertama adalah hambatan yang datang dari pemohon, dimana masyarakat sebagian besar