pengolahan semen domba

5
A. Semen Segar Kualitas semen segar sangat menentukan layak tidaknya semen tersebut untuk dilakukan proses pengolahan. Guna bisa diolah lebih lanjut semen segar harus mempunyai persentase motil progresif minimal 65%, konsentrasi spermatozoa minimal 700 juta spermatozoa/ml dan abnormalitas kurang dari 20% (Toelihere, 1993). Menurut Ax et al. (2000), spermatozoa dengan abnormalitas lebih dari 20 % tidak dapat digunakan untuk inseminasi buatan. B. Semen Cair Masalah keterbatasan pejantan unggul dapat diupayakan dengan penyediaan spermatozoa yang telah diawetkan, baik dalam bentuk semen cair maupun semen beku. Penggunaan semen cair dengan bahan pengencer yang berkualitas merupakan salah satu alternatif yang cocok untuk menerapkan teknologi IB. Selain itu kelebihan IB dengan menggunakan semen cair adalah biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan semen beku. Keberhasilan semen cair yang digunakan dalam program IB tergantung pada kemampuan pengencer dalam mempertahankan kualitas spermatozoa untuk jangka waktu tertentu. Komponen-komponen yang ada dalam pengencer semen harus mengandung energi yang cukup untuk pergerakan spermatozoa, buffer atau penyangga untuk mempertahankan pH larutan agar tetap netral bagi kehidupan spermatozoa serta melindunginya dari pengaruh cekaman dingin/cold shock (Toelihere 1993). C. Semen Beku Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IB ialah mutu semen beku. Faktor lain yang ikut mempengaruhi yaitu reproduksi ternak betina dan keterampilan petugasnya. Ketepatan dan pelaporan deteksi berahi serta pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu untuk terjaminnya mutu semen

Upload: ardi-armedi-azni

Post on 24-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

data koleksi semen domba

TRANSCRIPT

Page 1: Pengolahan Semen Domba

A. Semen Segar

Kualitas semen segar sangat menentukan layak tidaknya semen tersebut untuk dilakukan proses pengolahan. Guna bisa diolah lebih lanjut semen segar harus mempunyai persentase motil progresif minimal 65%, konsentrasi spermatozoa minimal 700 juta spermatozoa/ml dan abnormalitas kurang dari 20% (Toelihere, 1993). Menurut Ax et al. (2000), spermatozoa dengan abnormalitas lebih dari 20 % tidak dapat digunakan untuk inseminasi buatan.

B. Semen Cair

Masalah keterbatasan pejantan unggul dapat diupayakan dengan penyediaan spermatozoa yang telah diawetkan, baik dalam bentuk semen cair maupun semen beku. Penggunaan semen cair dengan bahan pengencer yang berkualitas merupakan salah satu alternatif yang cocok untuk menerapkan teknologi IB. Selain itu kelebihan IB dengan menggunakan semen cair adalah biaya yang dikeluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan semen beku. Keberhasilan semen cair yang digunakan dalam program IB tergantung pada kemampuan pengencer dalam mempertahankan kualitas spermatozoa untuk jangka waktu tertentu. Komponen-komponen yang ada dalam pengencer semen harus mengandung energi yang cukup untuk pergerakan spermatozoa, buffer atau penyangga untuk mempertahankan pH larutan agar tetap netral bagi kehidupan spermatozoa serta melindunginya dari pengaruh cekaman dingin/cold shock (Toelihere 1993).

C. Semen Beku

Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan IB ialah mutu semen beku. Faktor

lain yang ikut mempengaruhi yaitu reproduksi ternak betina dan keterampilan petugasnya.

Ketepatan dan pelaporan deteksi berahi serta pemeliharaan ternak betina. Oleh sebab itu

untuk terjaminnya mutu semen beku yang beredar, perlu ditetapkan standar semen beku.

Mutu semen beku yang memenuhi standar harus didukung oleh penanganan yang baik dan

benar agar mutu semen beku sapi dapat dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan.

Kegiatan inseminasi buatan (IB) pada ternak dapat dikatakan berhasil dengan tidak hanya

bergantung pada kualitas dan kuantitas semen yang diejakulasikan oleh pejantan tetapi

juga bergantung pada kesanggupan untuk memperbanyak volume semen dan

mempertahankan kualitasnya untuk jangka waktu tertentu setelah ejakulasi sehingga lebih

banyak betina akseptor yang dapat diinseminasi.

D. Pengenceran Semen

Usaha untuk memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari pejantan unggul dan

mempertahankan kualitas semen tersebut adalah dengan melakukan pengenceran

Page 2: Pengolahan Semen Domba

menggunakan beberapa bahan pengencer. Bahan- bahan pengencer ini harus

mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti cold shock, antibiotik, maupun

krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa selama proses pembekuan dan

thawing (semen beku). Sumber nutrisi yang paling banyak digunakan adalah

karbohidrat terutama fruktosa yang paling mudah dimetabolisasi oleh spermatozoa

(Toelihere 1993). Buffer berfungsi sebagai pengatur tekanan osmotik dan juga

menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa.

a. Pengencer Na-Sitrat

Natrium sitrat merupakan penyangga yang mampu mempertahankan kestabilan pH pengencer, sehingga menguntungkan untuk memelihara kelangsunganhidup spermatozoa. Kuning telur umumnya ditambahkan ke dalam pengencer semensebagai sumber energi, agen protektif dan dapat memberikan efek sebagai penyanggaterhadap sperma. Bagian yang berperan sebagai protektif adalah lipoprotein berkepekatan rendah (low density lipoprotein), yang mengandung lipid sebesar 89%dan sisanya adalah protein yang secara bersama-sama aktif dalam pembekuan semen (Walson & Martin 1975). Menurut Garner dan Hafez (2000), Bearden dan Fuquay (2000) diketahui bahwa semen mengandung asam sitrat yang berguna bagi spermatozoa. Natrium sitrat(C6H5Na3O7.2H2O) berfungsi sebagai larutan penyangga dalam pengencer kuningtelur untuk preservasi daya tahan hidup dan fertilitas spermatozoa sapi (Nath et al.1991). Natrium sitrat akan mengikat kalsium dan logam-logam berat lain sehingga menyebabkan butir-butir lemak dalam kuning telur akan berikatan. Pengencer yang menggunakan natrium sitrat lebih mudah untuk diobservasi di bawah mikroskop,sedangkan kuning telur sendiri berfungsi sebagai pelindung dan dapatmempertahankan integritas selubung lipoprotein dan sel spermatozoa. Keunggulan kuning telur ini terletak pada lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya (Salisbury & Van Demark 1985).

b. Tris-Kuning Telur

Buffer yang paling umum digunakan adalah tris (hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan anti cold shock yang ditambahkan adalah kuning telur atau kacang kedelai yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu. Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat penurunan nilai motilitas (gerak progresif sperma) sehingga pada akhirnya memperpanjang lama waktu penyimpanan pasca pengenceran. Pengencer tris memiliki kelebihan dari pengencer lainnya karea konsistensinya encer dan trasparan sehingga mampumelindungi spermatozoa dari kerusakan akibat pembekuan, tidak membatasi gerakansel spermatozoa dan memudahkan dalam penilaian (Herdiawan 2004). Tris merupakan buffer yang kuat karena mengandung garam yang mampu

Page 3: Pengolahan Semen Domba

menyanggah pH larutandengan sangat baik (Hafez 2000). pH semen dapat menurun akibat perubahan suasana pH semen menjadi asam sebagai akibat dihasilkannya asam laktat. Asam laktatmerupakan hasil metabolisme sel spermatozoa. Penurunan pH dapat menyebabkan percepatan proses kematian spermatozoa sehingga menurunkan nilai motililitas.Selain sebagai buffer yang menjaga pH mendekati netral, tris juga dapat berfungsiuntuk menjaga keseimbangan elektrolit dan menjaga tekanan osmotik mendekati300mMol yang ekuivalen dengan tekanan osmotic semen, plasma darah dan susu(Hafez 2000).

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Transport and Survival of Gamets. Di dalam: Reprodution in Farm Animals 7 thed . Hafez B, Hafez ESE, Editor. Baltimore:Lippincott Williams and Wilkins.

Herdiawan. 2004. Pengaruh laju penurunan suhu dan jenis pengencer terhadapkualitas semen beku domba priangan. JIVT 9(2): 98-107.

Salisbury GW and NL VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. (Terjemahan R. Djanuar). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Bearden HJ dan Fuquay JW. 2000.  Applied Animal Reproduction . Ed. Ke-5. USA.Missisipi State University. Hlm 24-143

Garner DL and ESE Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In : Hafez B, ESE Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. pp : 96-109.

Nath R, Tripathi SS, Saxena VB, Tripathi RP. 1991. Tris Diluent and Freezability of Buffalo Semen. Indian J. of Vet. 68:135-138.

Walson PF, Matin CA. 1975. The Influence of Same Fraction of Egg Yolk on TheSurvival of Ram Spermatozoa at 5°C . Reprod. Fertil Dev. 69:856-857.

Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Ax RL, M Dally, BA Didion, RW Lenz, CC Love, DD Varner, B Hafez and ME Bellin. 2000. Semen Evaluation . In : Hafez B, ESE Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia. pp : 365-389