pengolahan grafit tahap pemanggangan web viewtelah dilakukan percobaan pengolahan grafit tahap...
TRANSCRIPT
PENGOLAHAN GRAFIT TAHAP PEMANGGANGAN
Aditya Rahmandari, Ansori, Dewi Ramandhanni Kusumawati
Jurusan Teknokimia Nuklir
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – BATAN
Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281 Telepon 0274-484085, 489716, Faksimili 0274-489715
ABSTRAK
PENGOLAHAN GRAFIT TAHAP PEMANGGANGAN. Telah dilakukan
percobaan pengolahan grafit tahap pemanggangan yang dilakukan pada suhu 6000C
selama 1 jam. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari fenomena densifikasi pada
tahap pemanggangan grafit, mempelajari proses pemurnian, menentukan kadar abu
dan volatile matter grafit hasil pemanggangan, mengetahui distribusi ukuran serbuk,
serta menentukan struktur mikro grafit hasil pemanggangan. Selama dilakukan 1 jam
pemanggangan pada suhu 6000C terjadi fenomena densifikasi (pemadatan padat) dan
pemurnian. Terhadap grafit sebelum pemanggangan dan sesudah pemanggangan
dilakukan penimbangan massa untuk mengetahui kadar abu dan volatile matternya.
Selain itu, dilakukan pula pengukuran dimensi dan resistensi sebelum dan sesudah
pemanggangan. Grafit hasil pemanggangan diamati mikrostrukturnya pada perbesaran
100 kali dan 200 kali menggunakan mikroskop Axiolab buatan Zeiss dan dihitung
diameter rata-rata butirannya menggunakan metode Planimetri. Hasil kadar abu yang
diperoleh jumlahnya banyak sedangkan volatile matternya sedikit. Untuk diameter
butir rata-rata struktur mikro grafit hasil pemanggangan pada perbesaran 200 kali
diperoleh sebesar 65 µm, sedangkan pada perbesaran 100 kali diperoleh sebesar 90
µm.
Kata kunci : grafit, pemanggangan, densifikasi, pemurnian, mikrostruktur.
ABSTRACT
GRAPHITE PROCESSING OF ROASTING STAGE. Processing experiments have
been carried out by roasting stage graphite at a temperature of 6000C for 1 hour. This
experiment aims to study the phenomenon of densification on graphite roasting stage,
study the purification process, determine the ash content and volatile matter graphite
roasting results, knowing the size distribution of powder, and determine the
microstructure of graphite roasting results. During one hour roasting at a
temperature of 6000C, it takes place a phenomenon densification (compaction solid)
and purification. Against graphite before roasting and after roasting were measured
to determine the mass of ash and its volatile matter. In addition, measured also the
dimensions and resistance before and after roasting. The results of Graphite roasting
are observed its microstructure at 100 times magnification and 200 magnification
using Axiolab Zeiss’ artificial microscope and calculated the average grain diameter
by using the Planimetri method. Results of ash obtained large amounts while little for
its volatile matter. For an average grain diameter of graphite roasting microstructur
at 200 times magnification obtained by 65 μm, while at 100 times magnification
obtained by 90 μm.
Key words: graphite, roasting, densification, purification, microstructure.
I. PENDAHULUAN
Grafit merupakan bahan yang mempunyai peran yang sangat strategis
dalam industri nuklir. Grafit memiliki sifat penghantar listrik dan panas yang
baik karena hanya memiliki tiga orbital yang digunakan dan membentuk orbital
hybrid sp2 yang menghasilkan tiga ikatan coplanar. Sedang satu orbital p yang
tidak digunakan akan membentuk ikatan π dengan orbital p atom C pada bidang
basal. Aplikasi dalam industri nuklir antara lain sebagai matriks moderator, yaitu
bahan yang mempunyai kemampuan menyerap energi atau memperlambat.
Selain itu grafit juga dapat digunakan sebagai bahan reflector neutron yang
terlepas pada waktu fisi, sehingga peluang fisi U235 menjadi lebih besar.
Persyaratan yang harus dipenuhi agar grafit dapat berkiprah dalam
industri nuklir antara lain mempunyai kemurnian yang tinggi, porositas antara
17,61 hingga 30,46 %, faktor padat sekitar 69,54 hingga 82,39 %, densitas
antara 1,67 g/cm3 hingga 1,75 g/cm3 dan tahan jenis sebesar 1 x 10-3 Ω - µm.
Grafit mempunyai kisi-kisi ideal seperti ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur Grafit ideal
Bidang basal grafit terdiri dari heksagonal terbuka (open hexagon)
dengan jarak antar atom C sebesar 1,415 Å. Bidang-bidang basal ini ditumpuk
dalam suatu pola urutan tumpukan yang berseling dengan spasi antar lapisan
sebesar 3,3539 ± 0,0001 Å. Struktur turbostratik atau lubrikostratik merupakan
pola urutan tumpukan bidang basal struktur grafit yang tersusun secara acak
sempurna (gambar 2).
Gambar 2. Struktur Grafit Turbostratik
Pada gambar di atas, spasi antar lapisan sebesar 3,44 Å atau sekitar 2,60 %.
Pola tumpukan kristal grafit ada dua macam, yaitu pola tumpukan
-ABCABCABC- yang dikenal dengan pola rombohedral dan pola tumpukan –
ABABAB- yang disebut pola heksagonal. Pada pola rombohedral, setiap atom C
pada lapisan ke empat akan tepat di atas atom C pada lapisan pertama.
Sedangkan pola tumpukan heksagonal, setiap atom C pada lapisan ketiga akat
tepat di atas atom C pada lapisan pertama.
Gambar 3. Struktur Grafit Heksagonal
Kemurnian atau kualitas hasil proses pembuatan grafit sangat ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu kondisi material, ukuran butir, pembentukan
(forming) dan pemanasan. Pencampuran yang baik akan mengakibatkan sifat
fisis grafit menjadi bagus. Persyaratan agar dapat diperoleh campuran yang baik,
maka bahan harus mudah dicetak, bahan harus tidak berpori (jikalau berpori
akan mengakibatkan penurunan bulk density bahan. Bahan pengikat biasanya
terbuat dari hasil pyrolisis batubara yang bersifat padat pada suhu kamar, namun
pada suhu sekitar 80 oC. Proses pembuatan adonan dilakukan pada suasana
panas agar bahan pengikat yang berupa serbuk (padat) berangsur-angsur meleleh
sehingga campuran menjadi semacam pasta (lembek).
Proses pemanasan dalam pembuatan grafit secara umum dibagi
menjadi tiga tahapan, yaitu :
1. Pemanggangan awal, yakni pemanggangan yang dilakukan pada suhu antara
500 hingga 1000oC dan akan menghasilkan grafit dengan kristal yang
struktur kristal turbostratik.
2. Grafitisasi tingkat I, yaitu pemanggangan pada suhu 1500 hingga 1800oC
dan diperoleh grafit dengan struktur kristal rhombohedral.
3. Grafitisasi tingkat II, yaitu pemanggangan yang dilakukan pada suhu 2000
hingga 3000oC dan hasil yang diperoleh bentuk kristal dengan pola
heksagonal.
Pada proses pemanggangan, tahapan-tahapan yang perlu dicermati secara
kimiawi antara lain kadar air, zat yang mudah terbakar (kadar abu), zat mudah
terbang (volatile matter). Kadar air ditinjau pada suhu 110oC, kadar abu pada
suhu 750oC dan volatile matter dilakukan pada suhu 950oC. Sedangkan secara
fisik dilakukan pengujian densitas dan resistensi.
Kadar air dihitung dengan persamaan :
Berat awal−berat akhirBerat awal
x100 % (1)
Kadarabu :
Berat akhirBerat awal
x 100 % (2)
Volatile matter :
Berat awal−berat akhirBerat awal
x100 % (3)
Sedangkan densitas :
BeratVolume total
x100 % (4)
Pada setiap tahapan pemanggangan, grafit akan mengalami densifikasi,
pemurnian dan perubahan struktur kristal. Proses densifikasi atau pemadatan
dapat dicermati dari awal proses yaitu ketika perlakuan kompaksi bahan
(Calcine cokes dan Tar Pitch). Proses pemurnian terjadi karena dalam
pemanasan terjadi peristiwa difusi atom. Faktor yang mempengaruhi proses
difusi antara lain suhu dan komposisi. Peristiwa ini akan mengakibatkan atom-
atom pengotor mengalami pergerakan bahkan belum mencapai titik didihnya
dapat melepaskan diri dari sistem. Semakin tinggi suhu, akan mengakibatkan
pengotor-pengotor mengalami penguapan dan akibatnya bahan semakin murni
dan tahanan jenisnya semakin kecil atau berkurang. Berdasarkan fenomena
densifikasi dan pemurnian di atas, maka bahan tersebut mengalami perubahan
karakteristik.
T OC
Densitas
Tegangan
Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik
mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat
logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu:
mikroskop (optik maupun elektron), difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron),
analasis (X-ray fluoresence, elektron mikroprobe) dan juga stereometric
metalografi. Pada praktikum ini digunakan metode mikroskop optik, sehingga
pemahaman akan cara kerja mikroskop optik perlu diketahui.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 – 100
kali,
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas100
kali.
Perhitungan Besar Butir
Ada tiga metode untuk menghitung besar butir yang direkomendasikan
oleh ASTM, yaitu:
1. PLANIMETRI(JEFFERIES)Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki luas
5000 mm2. Perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir
yang berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir
dalam lingkaran di tambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan
dengan lingkaran. Besar butir dihitung dengan mengalikan jumlah butir
dengan pengali Jefferies (f) pada tabel 1.
Rumus Empiris : G = [3,322 Log (Na) –2,95] dan Na = f(n1+n2/2)
Dengan:
G = besar butir dirujuk ke table ASTM E-112 untuk mencari nilai
diameter butir
Na = jumlah butir
n1 = jumlah butir dalam lingkaran
n2 = jumlah butir yang bersinggungan dengan garis lingkaran
f = factor pengali pada table Jefferies
Tabel 1. Pengali Jefferies
Perbesaran f
1 0,002
25 0,125
50 0,5
75 1,125
100 2,0
200 8,0
300 18,0
500 50,0
1000 200,0
2. INTERCEPT (HEYNE)
Plastik transparant dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di
atas foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan
dengan satu atau dua garis, sedangkan butir yang hanya berpotongan pada
akhir garis dianggap setengah. Penghitungan dilakukan pada tiga daerah agar
mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir
yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir-butir
yang tidak beraturan.
PL = P/ LT/M
Panjang garis Perpotongan ;
L3= 1/PL
P = Jml titik potong batas butir dengan lingkaran
LT= Panjang Garis Total
M = Perbesaran
Dari PLatau L3 , pat dilihat di tabel besar butir ASTM
Empiris ; G = (6,646 log (L3) –3,298)
3. Metode Perbandingan
Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan
dengan grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar
butir ditentukan oleh rumus ;
N- 2n-1
Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. Metode
ini cocok untuk sampel dengan butir beraturan.
II. ALAT DAN BAHAN
Bahan yang digunakan
1. Pelet hasil kompaksi (campuran calcine cokes dan tar pitch)
2. Alkohol
3. Kertas amplas
Alat yang digunakan
1. Timbangan analitis
2. Jangka sorong
3. Multitester
4. Krus
5. Tungku / furnace
6. Eksikator
7. Lumpang dan alu
8. Alat screening
9. Gelas preparat
10. Kamera digital Nikon coolpix L4
11. Mikroskop Axiolab buatan Zeiss
III. LANGKAH KERJA
Tahap pemanggangan
Pelet hasil pencetakan diukur dimensi dan resistensinya.
Pelet hasil pencetakan dipanggang di dalam tungku pada suhu 600 0C selama
10 menit dengan cara ditimbun grafit untuk menjaga pembakaran.
Tungku dimatikan kemudian grafit dibiarkan dingin.
Dimensi pelet diukur begitu juga resistensinya.
Dilakukan analisis untuk mencermati perubahan yang terjadi.
Pengamatan Mikrostruktur
Permukaan pelet karbon dan pelet grafit diratakan atau dihaluskan
permukaannya dengan menggunakan amplas. (pekerjaan ini dilakukan
dengan hati-hati agar pelet tidak pecah dengan arah pengamplasan searah
dan tidak berputar).
Permukaan pelet yang telah halus dan rata dibersihkan dengan menggunakan
alkohol kemudian dikeringkan.
Objek sampel diletakkan di atas gelas preparat kemudian diletakkan pada
meja sampel. (dilakukan pengamatan secara bergantian antara pelet karbon
dengan pelet grafit).
Mikroskop optik Axiolab dihidupkan dan lensa obyektif diatur pada
perbesaran 10 kali dan lensa okuler juga 10 kali (perbesaran 100 kali).
Objek direkam dengan menggunakan kamera digital. Percobaan diulangi
untuk perbesaran 200 kali.
Serpihan karbon diletakkan di atas parafin kemudian diletakkan di atas gelas
preparat direkam hasilnya pada perbesaran 100 kali.
Perbedaan gambar yang diperoleh diamati dengan mengganti posisi nyala
lampu.
IV. DATA PENGAMATAN
Tahap pencetakkan
No L (cm) D (cm) Tahanan (kΩ) Massa Calcine Cokes + Tar
Pitch (gr)
1 1,95 1,54 3,5 4,9192
2 1,98 1,53 3,5 4,9990
3 1,9 1,5 3,5 4,8479
Tahap pemanggangan (10 menit, suhu 6000C)No L (cm) D (cm) Tahanan (kΩ) Massa (gr)
1 1,97 1,53 3,5 4,4599
2 2,03 1,52 3,5 4,5669
3 1,95 1,52 3,5 4,3285
Screening (1 jam)
Massa grafit yang di screening = 13,0385 gram
Ukuran Butir Pada
AyakanMassa Grafit (gr)
425 µm 1,9120
300 µm 1,3415
180 µm 2,9598
90 µm 0,1729
Hasil Bawah 6,3351
V. PERHITUNGAN
Tahap pencetakkan
Untuk L = 1,95 cm
A = 1/4πD2
= 1/4 x 22/7 x (1,54 cm) 2
= 1,863 cm2
V = A.L
= 1,863 cm2 x 1,95 cm
= 3,634 cm3
Densitas = mv
= 4,9192 gr3,634 cm3
= 1,3538 gr/ cm3
R = ρ.L/A
3,5 kΩ = ρ x 0,0195 m / 0,0001863 m2
ρ = 0,033446 kΩm
Dengan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut :
No.L
(cm)A=1/4πD2(cm2)
V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,95 1,863 3,634 4,9192 1,3537977 0,0334462. 1,98 1,839 3,642 4,999 1,3726836 0,0325133. 1,9 1,768 3,359 4,8479 1,4432876 0,032566
Tahap pemanggangan
No. L (cm) A=1/4πD2(cm2)V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,97 1,839 3,623 4,4599 1,2308677 0,0326782. 2,03 1,815 3,685 4,5669 1,239292 0,0312993. 1,95 1,815 3,540 4,3285 1,2227875 0,032583
Kadar abu =
Berat akhirBerat awal
x100 %
=
4,4599 gr4,9192 gr
x 100 %
= 90,66 %
Volatile matter =
Berat awal−berat akhirBerat awal
x100 %
=
4 ,9192−4 , 45994 , 9192
x100 %
= 9,34 %
Dengan cara yang sama diperoleh:
Massa awal (gr) Massa akhir (gr) Kadar abu (%) Volatile matter (%)
4,9192 4,4599 90,66 9,344,999 4,5669 91,36 8,644,8479 4,3285 89,29 10,71
Menentukan Distribusi Ukuran Serbuk
Untuk Ukuran 425 µm
% gram= 1,9120 gr13,0385 gr
x100 %=1444 %
Dengan cara yang sama untuk ukuran yang berbeda diperoleh:
Ukuran Massa % gram
425 µm 1,9120 14,6643300 µm 1,3415 10,2888180 µm 2,9598 22,700590 µm 0,1729 1,3260
Pengamatan Mikrostruktur Grafit Hasil Pemanggangan
Diketahui : n1=58 dan n2 = 12
G = 3,322 log Na-2,95, dimana Na = f(n1 + n2/2)
Perbesaran = 10 x 10 = 100 kali, maka f = 2,0
Sehingga : Na = 2(58+12/2)
Na = 128
G = 3,322 log 128 – 2,95 = 4,05 = 4
Dari table ASTM E-112 diperoleh untuk nilai G = 4, diameter rata-rata butiran =
90 µm.
Untuk perbesaran = 20 x 10 = 200 kali, maka f = 8,0
Diketahui n1 = 25, dan n2 = 6
Sehingga : Na = 8(25+6/2)
Na = 224
G = 3,322 log 224 – 2,95 = 4,85 = 5
Dari table ASTM E-112 diperoleh untuk nilai G = 5, diameter rata-rata butiran =
65 µm. (Tabel terlampir)
Gambar mikrostruktur pelet grafit sesudah pemanggangan
dengan Perbesaran 100 kali
Gambar mikrostruktur pellet grafit sesudah pemanggangan
dengan Perbesaran 200 kali
Gambar mikrostruktur pellet karbon sebelum pemanggangan
dengan Perbesaran 100 kali
VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari fenomena densifikasi pada
tahap pemanggangan grafit, mempelajari proses pemurnian, menentukan kadar
abu dan volatile matter grafit hasil pemanggangan, mengetahui distribusi ukuran
serbuk, serta menentukan struktur mikro grafit hasil pemanggangan.
Dalam percobaan, pellet hasil kompaksi ditimbang dan dilakukan
pengukuran dimensi serta resistensinya kemudian dilakukan pemanggangan
pada suhu 6000C selama 10 menit dan pellet hasil kompaksi yang akan
dipanggang tadi ditimbun dengan serbuk grafit hingga penuh untuk menjaga
pembakaran agar grafit tidak teroksidasi oleh udara yang nantinya akan
mempengaruhi berat dan sifat lainnya dari grafit.
Pada proses pemanggangan yang dilakukan, terjadi proses densifikasi
(pemadatan-padat), pemurnian dan perubahan struktur kristal dari amorf
menjadi struktur yang lebih teratur. Ketika mengalami proses densifikasi, bahan
grafit mengalami difusi atomic dimana ketika suhu meningkat maka atom-atom
dalam bahan mengalami vibrasi yang lebih energenik sehingga sebagian kecil
dari atom tersebut mengalami perubahan posisi atau gabung bersama dengan
partikel lain yang menyebabkan terjadinya pengurangan porositas atau reduksi
luas permukaan padat-uap. Terjadi pula proses pemurnian dimana atom-atom
pengotor mengalami pergerakan bahkan belum mencapai titik didihnya dapat
melepaskan diri dari sistem serta terjadi pertumbuhan butir. Semakin tinggi
suhu, akan mengakibatkan pengotor-pengotor mengalami penguapan dan
akibatnya bahan semakin murni. Berdasarkan fenomena densifikasi dan
pemurnian tersebut, maka bahan mengalami perubahan karakteristik, yaitu
mengalami perubahan struktur kristal yang akan diamati melalui mikroskop.
Setelah pemanggangan selesai, ditimbang kembali massa grafit, diukur
dimensinya, serta diukur pula resistensinya. Kemudian data yang diperoleh
diolah untuk mengetahui densitas dan tahanan jenisnya. Data disajikan sebagai
berikut.
Tabel 1. Sebelum Pemanggangan
No.L
(cm)A=1/4πD2(cm2)
V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,95 1,863 3,634 4,9192 1,3537977 0,0334462. 1,98 1,839 3,642 4,999 1,3726836 0,0325133. 1,9 1,768 3,359 4,8479 1,4432876 0,032566
Tabel 2. Setelah Pemanggangan
No. L (cm) A=1/4πD2(cm2)V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,97 1,839 3,623 4,4599 1,2308677 0,0326782. 2,03 1,815 3,685 4,5669 1,239292 0,0312993. 1,95 1,815 3,540 4,3285 1,2227875 0,032583
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa densitas dan
tahanan jenis yang diperoleh semakin turun. Semakin kecilnya densitas yang
diperoleh setelah pemanggangan kemungkinan dikarenakan oleh benda
mengalami keretakan atau kerapuhan yang memberikan arti pelet rusak akibat
partikel tidak terdistribusi secara merata dan homogen[1]. Sedangkan turunnya
tahanan jenis menunjukkan bahwa struktur mikro bahan hasil sudah mengalami
perubahan membentuk ikatan yang tidak mudah beremigrasi oleh adanya gaya
gerak listrik. Berat jenis disini belum bisa dipakai untuk optimasi distribusi
partikel bahan, sedangkan tahanan listrik yang menjadi rendah bisa
menunjukkan perbaikan kualitas bahan yang diinginkan[1].
Selain dihitung densitas dan tahanan jenisnya, ditentukan pula kadar abu
dan volatile matternya. Data yang diperoleh disajikan sebagai berikut.
Tabel 3. Data Kadar Abu dan Volatile Matter
Massa awal (gr) Massa akhir (gr) Kadar abu (%) Volatile matter (%)4,9192 4,4599 90,66 9,344,999 4,5669 91,36 8,644,8479 4,3285 89,29 10,71
Pengamatan mengenai kadar abu dan voletile matter tersebut merupakan
pengamatan secara kimia dimana kadar abu yang diperoleh cukup tinggi
sehingga ini menunjukkan bahwa zat yang mudah terbakar jumlahnya lumayan
banyak sedangkan zat yang mudah terbang (volatile matter) jumlahnya sedikit ±
10%. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik supaya kadar abu lebih banyak
dan volatile matter lebih sedikit, maka dirasa perlu untuk menaikkan suhu
pemanggangan (suhu pemanggangan pada saat percobaan 6000C sehingga harus
dinaikkan diatas suhu tersebut).
Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap distribusi ukuran serbuk
melalui proses screening dengan ukuran 425 µm, 300 µm, 180 µm, dan 90 µm.
Berdasarkan data yang telah diolah diperoleh grafik berikut.
50 100 150 200 250 300 350 400 4500
5
10
15
20
25
Grafik Distribusi Ukuran Serbuk
Ukuran Serbuk (µm)
% g
ram
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa distribusi ukuran
serbuk yang paling tinggi berada pada ukuran 180 µm. Penentuan distribusi
ukuran serbuk ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kehalusan serbuk
melalui ukuran ayakan yang digunakan [2]. Secara teori seharusnya distribusi
ukuran serbuk semakin tinggi yang menunjukkan semakin halusnya serbuk.
Namun, disini menunjukkan serbuk yang kurang halus sehingga untuk
mengatasi hal ini, maka suhu pada saat pemanggangan perlu dinaikkan.
Setelah diketahui distribusi ukuran serbuknya, maka dilakukan
pengamatan terhadap struktur grafit hasil pemanggangan. Dalam pengamatan
terhadap mikrostruktur pellet grafit hasil pemanggangan, dilakukan dengan
perbesaran 100 kali dan 200 kali, dan apabila dilakukan perbesaran lagi maka
dari hasil percobaan gambar yang diperoleh kurang baik, hal ini dikarenakan
terdapat kotoran pada lensa dengan perbesaran lensa objektif 40 atau perbesaran
400 kali sehingga hanya dilakukan perbesara 100 dan 200 kali. Berdasarkan
hasil perhitungan dan pengamatan yang telah dilakukan diperoleh bahwa
diameter rata-rata butiran pada pellet grafit sesudah pemanggangan untuk
perbesaran 200 kali lebih kecil dibandingkan perbesaran 100 kali. Dimana pada
perbesaran 200 kali diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar 65 µm,
sedangkan pada perbesaran 100 kali diperoleh diameter rata-rata butiran sebesar
90 µm. Butiran yang diperoleh terlihat pada gambar pellet grafit sesudah
pemanggangan dimana tidak seluruhnya berwarna hitam, yaitu masih ada warna
putih menunjukkan bahwa pemanggangan yang dilakukan pada suhu 6000 C
menyebabkan karbon berada pada fasa α + grafit sehingga warna putih (daerah
yang berwarna putih) yang terlihat pada gambar merupakan ferrit, bisa pula
warna putih tersebut adalah kandungan silicon di dalamnya sedangkan untuk
warna selain warna hitam dan selain putih menunjukkan bahwa proses
pengamplasan yang dilakukan kurang rata sehingga juga ikut mempengaruhi
hasil pengamatan pada mikroskop. Agar diperoleh hasil yang rata, seharusnya
dilakukan polishing (menggunakan bahan poles seperti pasta gigi atau autosol,
dan aluminium oksida) sebelum dietsa dengan alkohol. Dengan demikian agar
butiran hitam yang diperoleh semakin banyak, maka suhu pemanggangan perlu
ditingkatkan agar fasanya pun ikut berubah.. Selain itu dapat dibandingkan
butiran yang terlihat pada gambar mikro pellet grafit sebelum pemanggangan
dan pellet karbon sesudah pemanggangan pada skala perbesaran 100 kali dimana
butiran berwarna hitam pada grafit sesudah pemanggangan lebih banyak
daripada sebelum melalui proses pemanggangan. Hal ini menunjukkan bahwa
grafit hasil pemanggangan telah mengalami perubahan struktur dimana
strukturnya lebih kuat (akibat adanya densifikasi) dibandingkan sebelum
pemanggangan.
VII. KESIMPULAN
1. Pada proses densifikasi, bahan grafit mengalami difusi atomic dimana ketika
suhu meningkat maka atom-atom dalam bahan mengalami vibrasi yang lebih
energenik sehingga sebagian kecil dari atom tersebut mengalami perubahan
posisi atau gabung bersama dengan partikel lain yang menyebabkan
terjadinya pengurangan porositas atau reduksi luas permukaan padat-uap
sehingga grafit yang dihasilkan akan memiliki struktur yang lebih kuat.
2. Proses pemurnian terjadi dimana atom-atom pengotor mengalami
pergerakan bahkan belum mencapai titik didihnya dapat melepaskan diri dari
sistem serta terjadi pertumbuhan butir dengan demikian dapat merubah
karakteristik grafit.
3. Pada percobaan didapatkan data densitas dan tahanan jenis grafit sebelum dan sesudah pemanggangan sebagai berikut:
Tabel 1. Sebelum Pemanggangan
No.L
(cm)A=1/4πD2(cm2)
V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,95 1,863 3,634 4,9192 1,3537977 0,0334462. 1,98 1,839 3,642 4,999 1,3726836 0,0325133. 1,9 1,768 3,359 4,8479 1,4432876 0,032566
Tabel 2. Setelah Pemanggangan
No. L (cm) A=1/4πD2(cm2)V=A.L(
cm3)
Massa
(gr)
Densitas (gr/
cm3)ρ (kΩm)
1. 1,97 1,839 3,623 4,4599 1,2308677 0,0326782. 2,03 1,815 3,685 4,5669 1,239292 0,0312993. 1,95 1,815 3,540 4,3285 1,2227875 0,032583
4. Berdasarkan percabaan yang dilakukan diperoleh kadar abu dan volatile
matter grafit hasil pemanggangan sebagai berikut.
Massa awal (gr) Massa akhir (gr) Kadar abu (%) Volatile matter (%)
4,9192 4,4599 90,66 9,344,999 4,5669 91,36 8,644,8479 4,3285 89,29 10,71
5. Mengetahui distribusi ukuran serbuk dominan terjadi pada ukuran 180 µm.
6. Berdasarkan perhitungan diperoleh diameter butir rata-rata struktur mikro
grafit hasil pemanggangan pada perbesaran 200 kali diperoleh diameter rata-
rata butiran sebesar 65 µm, sedangkan pada perbesaran 100 kali diperoleh
diameter rata-rata butiran sebesar 90 µm..
VIII.DAFTAR PUSTAKA
Sajima. 2010. Pembuatan Bahan Struktur Grafit Tahap Pemanggangan.
Yogyakarta : STTN BATAN.
[1]http://www.iaea.org/inis/collection/NCLCollectionStore/_Public/41/003/41003464. pdf (DISTRIBUSI PARTIKEL CALSINE COKE HASIL PEMANGGANGAN 900oC TERHADAP TAHANAN LISTRIK, KEKERASAN DAN KUAT TEKAN)
[2]yefrichan.files.wordpress.com/2010/05/metalurgi-serbuk1.doc
Adjiantoro, Bintang.PENGARUH TEMPERATUR SUPERHEAT TERHADAP
KARAKTERISTIK SERBUK “Sn” HASIL PROSES ATOMISASI
SEMPROT UDARA.pdf
Anonim.KarakterisasiMaterial_Mikrostruktur_Analysis1.pdf
IX. LAMPIRAN
TABEL PENGUKURAN BESAR BUTIR ASTM E112