pengobatan relifer asma dewasa
TRANSCRIPT
PENGOBATAN RELEIVER ASMA DEWASA
Asma merupakan penyakit yang merupakan penyebab umum seseorang untuk
mendapatkan perawatan medis; penyakit ini juga sering ditermukan pada masa anak-anak.
Karena begitu umumnya, sebagian besar pasien asma dirawat oleh dokter umum atau
dokter keluarga.1 Tujuan utama pengobatan asma adalah untuk menghindari eksaserbasi
asma berat, untuk mengontrol gejala, dan mempertahankan fungsi paru-paru normal dengan
dosis efektif terendah dari obat sehingga efek samping yang tidak perlu dapat dihindari.2
Pengobatan releiver bekerja dengan cepat untuk mengurangi bronkokontriksi dan
juga dapat mengurangi gejala akut yang diderita oleh pasien.3 Oleh sebab itu pengobatan
umum yang dipakai sebagai pengobatan releiver pada asma adalah bronkodilator.4,5 Namun,
penggunaan pengobatan releiver yang benar dapat memunculkan permasalahan bagi
penderita asma. Hand dan Bradley menunjukkan bahwa hanya 25% dari pasien asma dalam
penelitian mereka yang menggunakan pengobatan releiver dengan cara yang tepat dan
sekitar 70% pasien dalam grup penelitiannya menggunakan pengobatan releiver asma pada
gejala-gejala yang tidak terkait dengan obsrtuksi saluran napas atau dengan kata lain
menggunakan pengobatan ini secara berlebihan.6
β2-Agonis Inhalasi Kerja Cepat
Terapi β2-agonis inhalasi kerja cepat adalah pengobatan yang digunakan untuk
mengurangi bronkospasme selama serangan eksaserbasi akut dari asma dan digunakan
sebelum melakukan aktivitas pada pasien yang mengalami asma yang diinduksi latihan.
Obat dalam golongan ini meliputi salbutamol, terbutaline, fenoterol, formoterol,
levalbuterol HFA, reproterol, dan pirbuterol.3,5 Salbutamol dan terbutaline adalah obat
dengan onset kerja yang cepat, tetapi mereka memiliki kelemahan dari durasi kerja yang
relatif singkat.4 Formoterol merupakan bronkodilator dengan onset kerja yang cepat dan
1
durasi kerja yang lama (>12 jam), tapi obat ini harus digunakan pada pasien yang secara
regular mendapatkan terapi kontroler dengan glukokortikosteroid inhalan.3,4
Ada insentif yang jelas untuk mengadopsi konsep pengobatan yang terbukti
memperbaiki kontrol asma, yang juga terkait dengan mengurangi konsumsi sumber daya
kesehatan. Telah ditetapkan bahwa formoterol Turbuhaler® secara signifikan mengurangi
jumlah eksaserbasi yang berat, dibandingkan dengan terbutaline, sehingga menghasilkan
pengeluaran yang lebih sedikit. Untuk dapat merekomendasikan formoterol Turbuhaler®
sebagai pengobatan releiver, keamanan, manfaat klinis dan efektivitas biaya formoterol
perlu ditunjukkan pada pasien dalam jumlah yang banyak.4
β2-agonis inhalasi kerja cepat digunakan hanya pada saat benar-benar dibutuhkan
dan dengan dosis terendah yang dapat dipakai. Peningkatan penggunaan, khususnya
penggunakan harian, merupakan peringatan atau pertanda dari memburuknya status asma
pasien dan mengindikasikan kebutuhan pengobatan yang harus ditinjau kembali. Demikian
pula, kegagalan dalam mencapai respon yang cepat dan berkelanjutan dari pengobatan β2-
agonis selama serangan eksaserbasi merupakan suatu peringatan medis dan mungkin
mengindikasikan kebutuhan akan pengobatan yang cepat dengan glukokortikosteroid oral.3
Efek samping penggunaan β2-agonis oral yang diberikan dengan dosis standar
berhubungan dengan efek sistemik yang lebih besar luas seperti stimulasi dari sistem saraf
pusat jangka pendek, tremor otot rangka dan takikardia daripada penggunaan sediaan β2-
agonis inhalasi. Lebih penting lagi, terdapat bukti bahwa penggunaan yang berlebihan
dapat berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dari asma. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengerti dan memahami faktor-faktor yang berperan dalam pemilihan dan
penentuan penggunaan pengobatan releiver pada penderita asma.3,6
Glukokortikosteroid Sistemik
Gejala asma tidak hanya berhubungan dengan bronkokonstriksi tetapi juga dengan
peradangan saluran nafas yang meningkat, dan bukti terbaru menunjukkan bahwa
2
kortikosteroid inhalasi (inhaled corticosteroids/ICS) memiliki efek klinis yang cepat dan
dapat menekan peradangan saluran napas dalam hitungan jam.5 Walaupun
glukokortikosteroid sistemik jarang digunakan sebagai pengobatan releiver, tapi obat ini
penting dalam pengobatan eksaserbasi serangan akut yang berat karena obat ini mencegah
perkembangan dari eksaserbasi asma, mengurangi kunjungan ke unit gawat darurat dan
rawat inap, mencegah relaps yang lebih awal setelah pengobatan gawat daruratm dan
mengurangi angka morbiditas dari penyakit asma.3
Efek utama dari glukokortikosteroid sistemik pada asma yang akut hanya dapat
terlihat setelah 4-6 jam. Terapi oral lebih disukai dan sama efektifnya dengan
hidrokortisone intravena. Penggunaan glukokortikosteroid oral untuk eksaserbasi asma
adalah prednisone 40-50 mg per hari selama 5 sampai 10 hari tergantung dari beratna gejala
yang ditimbulkan. Penggunaan glukokortikosteroid secara injeksi intramuskular tidak
memiliki keuntungan atau manfaat dibanding dengan glukokortikosteroid oral dalam
mecegah relaps.3
Efek samping dari penggunaan terpai jangka pendek dengan dosis yang tinggi
sangat jarang terjadi tetapi dapat meliputi abnormalitas yang reversibel pada metabolism
glukosa, meningkatkan nafsu makan, retensi cairan, berat badan, perubahan suasana hati,
hipertensi, ulkus peptikum, dan nekrosis aseptik pada femur.3
Pasien dengan asma persisten, tidak cukup dikendalikan dengan terapi pemeliharaan
dengan kortikosteroid inhalasi dosis rendah-menengah saja, jika diperlukan, kortikosteroid
inhalasi dosis menengah atau tinggi dikombinasikan dengan β2-adrenoseptor agonis kerja
lama (long-acting b2-adrenoceptor agonist/LABA) atau dapat ditambah dengan β2-
adrenoseptor agonis kerja cepat (short-acting b2-adrenoceptor agonist/SABA). Pada pasien
yang tidak mencapai target kontrol dengan kortikosteroid inhalasi yang ditambah ditambah
terapi β2-adrenoseptor agonis kerja lama, seperti budesonide / formoterol atau salmeterol /
flutikason propionat terapi inhaler tunggal, kontroler ketiga, seperti antagonis reseptor
3
leukotrien (leukotriene receptor antagonist/LTRA atau teofilin), harus dipikirkan sebagai
tambahan yang lebih lanjut dalam terapi asma.2
Keuntungan klinis dari kombinasi kortikosteroid inhalasi yang ditambahkan dengan
bronkodilator kerja cepat daripada bronkodilator saja telah menjadi jelas dalam semua jenis
asma persisten ringan sampai berat. Beberapa uji klinis baru-baru ini dengan durasi ≥6
bulan dilakukan pada pasien dengan asma persisten ringan sampai berat menunjukkan
bahwa terapi kombinasi inhaler yang berisi β2-agonis inhalasi kerja cepat (albuterol atau
formoterol) dan kortikosteroid memperpanjang waktu sampai pada eksaserbasi asma
pertama yang parah, mengurangi tingkat eksaserbasi (termasuk perawatan di rumah sakit
dalam beberapa penelitian), dan memelihara kontrol asma dari hari ke hari pada
pengurangan penggunaan kortikosteroid (inhalasi ditambah sistemik).5
Budesonide adalah kortikosteroid kuat yang memiliki efek akut pada peradangan
saluran napas. Formoterol, β2-adrenoseptor agonis kerja lama, telah terbukti dapat
meningkatkan kontrol asma dan mengurangi eksaserbasi yang parah ketika ditambahkan
dengan budesonida. Onset efek yang cepat ini telah menyebabkan perkembangan inhaler
kombinasi budesonide / formoterol dalam satu perangkat untuk digunakan baik sebagai
terpai perawatan atau pengontrol maupun sebagai pengobatan releiver.2
Total dari 6 percobaan perbandingan menunjukkan hasil yang konsisten bahwa
penggunaan obat kombinasi budesonide/formoterol dengan dosis pemeliharan tetap yang
ditambahkan ke dalan pengobatan releiver meningkatkan control asma pada dewasa dan
orang tua dengan mengurangi eksaserbasi, meningkatkan fungsi paru, dan kotrol gejala
yang dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi saja. Efikasi dari
budesonide/formoterol sebagai pengobatan pemeliharaan dan releiver juga dibandingan
dengan berbagai dosis dari salmeterol/fluticasone propionate ditambah salbutamol untuk
pertama kalinya memberikan dokter kebebasan untuk meningkatkan atau mengurangi titrasi
pada kedua sediaan obat tersebut.2
4
Antikolinergik
Bronkodilator antikolinergik yang dipakai pada asma adalah bromide dan
oxitropium bromide. Ipratropium bromide merupakan pengobatan releiver yang kurang
efektif jika dibandingkan dengan β2-agonis inhalasi kerja cepat. Percobaan meta analisis
yang membandingkan ipratorium bromide dengan β2-agonis inhalasi pada asma yang akut
menunjukkan antikolinergik Memberikan gambaran statistik yang signifikan, meningkatkan
fungsi paru, dan secara signifikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit. Keuntungan
dari pemakaian ipratorium bromide pada pengobatan asma jangka panjang masih belum
ditetapkan, walaupun sudah dikenal sebagai bronkodilator alternatif pada pasien yang
memiki riwayat efek samping seperti takikardia, aritmia, dan tremor yang disebabkan oleh
β2-agonis inhalasi kerja cepat.3
Efek samping dari ipratropium atau oksitropium inhalasi adalah dapat menyebabkan
mulut kering dan rasa pahit. Tidak ada bukti yang menyebutkan efek samping dari
ipratropium atau oksitropium terhadap sekresi mukus.3
Teofilin
Teofilin kerja cepat mungkin bisa dipertimbangkan untuk mengurangi gejala asma.
Mekanisme teofilin dalam mengurangi eksaserbasi masih menjadi kontroversial. Teofilin
kerja cepat mungkin tidak Memberikan efek tambahan sebagai obat bronkodilator jika
dibandingkan dengan β2 agonis kerja cepat, tetapi mungkin Memberikan efek atau manfaat
pada kelancaran di saluran pernapasan. Teofilin memiliki potensi efek samping yang
signifikan, walaupun secara umum ini masih bisa dihindari dengan menggunakan dosis
yang tepat dan monitoring yang ketat.3
β2-Agonis Oral Kerja Pendek
β2-agonis oral kerja pendek digunakan hanya untuk beberapa pasien yang tidak
dapat menggunakan pengobatan inhalasi.3 β2-agonis oral kerja pendek (misalnya
5
salbutamol dan fenoterol) meringankan dari gejala akut asma. Dengan terapi pemeliharaan
yang optimal pemberian obat ini harus minimal (kurang dari sekali sehari). β2-agonis oral
kerja pendek merupakan pengobatan releiver yang paling penting dan paling banyak
digunakan untuk asma. Mereka hanya dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada asma
intermiten ringan dengan gejala yang ringan dan jarang (<2x/seminggu) dan fungsi paru
normal (PEF> 80%). Pada asma persisten kronis mereka harus digunakan pada hanya pada
keadaan yang benar-benar dibutuhkan sebagai pengobatan releiver. Beberapa pasien
dengan asma persisten berat mungkin perlu menggunakan β2-agonis oral kerja pendek
sampai 6 kali per hari.7 Namun, penggunaan obat ini dihubungkan dengan prevalensi efek
samping yang tinggi. Efek samping dari β2-agonis termasuk takikardia, tremor, sakit kepala
dan mudah tersinggung.3,7
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlen SE, Dahlen B, Drazen JM. Asthma treatment guidelines meet the real world. N
Engl J Me 2011; 364(18): 1769-70.
2. Louis R, Joos G, Michils A, Vandenhoven G. A comparison of budesonide/formoterol
maintenance and reliever therapy vs. conventional best practice in asthma
management. Int J Clin Pract 2009; 63(10): 1479-88.
3. Global Initiative for Asthma Executive and Science Committeess. Global strategy for
asthma management and prevention. South Africa: GINA; 2011.
4. Lindgren B, Sears MR, Campbell M, Villasante C, Huang S, Lindh A, et al. Cost-
effectiveness of formoterol and salbutamol as asthma reliever medication in Sweden
and in Spain. Int J Clin Pract 2005; 59(1): 62-8.
5. Papi A, Caramori G, Adcock IM, Bames PJ. Rescue treatment in asthma: more than as-
need bronchodilation. Chest 2009; 135: 1628-33.
6. Main J, Moss-Morris R, Booth R, Kaptein AA, Kolbe J. The use of reliever medication
in asthma: the role of negative mood and symptom reports. J Asthma 2003; 40(4): 357-
65.
7. Lalloo U, Ainslie G, Wong M, Abdool-Gaffar S, Irusen E, Mash R, et al. Guideline for
management of chronic asthma in adolescents and adults. SA Fam Pract 2007; 49(5):
19-31.
7