penglipuran yas

Upload: detu-artajaya

Post on 05-Mar-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangKetimpangan akibat pembangunan pariwisata dapat berbentuk ketimpangan kesempatan untuk menikmati sumber daya misalnya air atau akses ke pantai dengan keindahan yang dinikmati oleh wisatawan tetapi tertutup bagi masyarakat setempat karena hambatan fisik (pagar dan sebagainya) atau sosial. Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah kenaikan biaya hidup yang menyulitkan masyarakat disamping dampak negatif lainnya. Namun demikian dalam berbagai pustaka kepariwisataan sekarang muncul apa yang dinamakan pendekatan Pro-Poor Tourism, yaitu pariwisata yang memberikan manfaat masyarakat miskin, dalam arti manfaat ekonomi maupun manfaat sosial, lingkungan maupun kultural. Secara global telah terbukti bahwa pariwisata memegang peranan penting dalam pengurangan kemiskinan. Banyak negara dengan penduduk miskin menyatakan ketergantungannya kepada sektor pariwisata, dan meskipun pariwisata belum mampu untuk menghilangkan kemiskinan. Namun berbagai kasus studi menunjukkan bahwa masyarakat miskin memperoleh manfaat yang sangat diperlukan. Manfaat seringkali kecil atau sangat kecil yang diukur dari standar atau kebutuhan, namun kesempatan yang terbuka dan manfaat kecil tersebut sangat berarti bagi masyarakat miskin. Manfaat yang dimaksud dapat berbentuk manfaat finansial dalam bentuk pendapatan individu maupun kelompok dan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan. Manfaat lain bervariasi mulai dari peningkatan ketersediaan prasarana dan sarana yang dibangun untuk pariwsata yang dapat digunakan oleh masyarakat, manfaat sosial (pengembangan organisasi masyarakat), dan yang terpenting adalah penemuan jati diri dan kebanggaan lingkungan kehidupan yang menjadi sasaran kunjungan. Dampak positif lainnya adalah kepeduliannya terhadap lingkungan yang menjadi sumber kehidupan, karena lingkungan tersebut menarik bagi wisatawan.Konsep Pro-Poor Tourism pada hakekatnya adalah keberpihakan secara sadar dan sungguh-sungguh pada rakyat kecil dalam pengembangan suatu objek wisata. Dalam hal ini Pro-Poor Tourism secara prinsip berupaya mengarahkan agar sebagian keuntungan aktivitas wisata akan mengalir secara langsung ke masyarakat setempat melalui antara lain pengutamaan pemberian lapangan pekerjaan bagi mereka, penyewaan tanah mereka, membeli makanan yang mereka buat, dan menggunakan jasa-jasa yang mampu mereka adakan.Memang, konsep dalam Pro-Poor Tourism sangatlah berpihak terhadap masyarakat. Namun dalam pengaplikasiannya, tentu terdapat kekurangan-kekurangan yang di sengaja maupun tidak sengaja sehingga menghalangi tujuan dari kegiatan Pro-Poor Tourism itu terjadi. Faktor-faktor lain seperti sumberdaya manusia yang ada, juga mempengaruhi keberhasilan dari Pro-Poor tourism itu sendiri.Dalam melihat Pro-poor Tourism yang baik, maka perlu melihat pengimplementasian dari prinsip-prinsip dasar dari Pro-Poor Tourism itu sendiri. Adapu prinsip-prinsip dasar tersebut, antara lain :1. Tipe aktor atau pelaku yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataan.2. Tipe intervensi Pro-Poor Tourism.3. Level keterlibatan.4. Peluang bisnis atau usaha.5. Peluang kerja.6. Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas.7. Partisipasi.Salah satu bentuk dari Pro-Poor Tourism adalah adanya desa wisata yang dapat mensejahterakan masyarakat desa itu sendiri. Desa wisata memberikan peluang pengembangan terhadap potensi-potensi yang dimiliki suatu desa, agar dapat berkembang sehinga masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari pariwisata tersebut. Salah satu contoh dari desa wisata yang sudah terkenal berada di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan desa wisata ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.Selain berbagai keunikan, kawasan desa wisata juga harus memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan juga akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung pun turut merasakan suasana pedesaan yang masih asli.Jarak tempuh menuju Desa Wisata Penglipuran kira-kira 2 jam dari Bandara Ngurah Rai dan lebih kurang 1 jam perjalanan dari Denpasar bila menggunakan kendaraan bermotor. Desa Adat Penglipuan masih memegang teguh nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan turun temurun. Penataan dari rumah-rumah warga desa menjadi pemandangan yang sangat indah yang kental dengan nuansa tradisional. Keseragaman dari pintu masuk (angkul-angkul) pada setiap rumah menjadi daya tarik pariwisata yang ada di Desa Adat dengan 240 KK dan 76 pengarep tersebut. Model pariwisata yang ada di Desa Wisata Penglipuran seperti model SNV yang diterapkan di Nepal. Dimana dalam SNV ini, mobilitas masyarakat miskin dan kelompok masyarakat untuk menstimulasi partisipasinya dalam pariwisata. Selain itu, terdapat kerjasama yang dilakukan anatara warga lokal untuk menunjang pariwisata tersebut.Melihat dari dampak yang ditimbulakan suatu pariwisata, tidak semua pariwisata berdampak baik bagi kehidupan masyrakat. Dalam perkembangan Desa Wisata di Desa Penglipuran perlu juga melihat kembali apakah masyarakat desa benar-benar memperoleh mafaat dari pariwisata tersebut. Untuk itu, penulis melakukan kegiatan observasi di Desa Penglipuran agar dapat mengetahui apakah pariwisata yang ada di Desa Penglipuran talah mampu mensehjahterakan masyarakat sehingga dapat dikatakan Pro-Poor Tourism.

1.2. Tujuan PenelitianAdapun tujuan dilakukannya observasi lapangan menuju Desa Wisata Penglipuran, antara lain :1. Untuk melihat bagaimana selayang pandang Desa Penglipuran2. Untuk melihat pembangunan kepariwisataan di Penglipuran3. Untuk melihat pengimplementasian Pro-Poor Tourism yang ada di Desa Wisata Penglipuran.

BAB IIHASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Selayang Pandang Desa PenglipuranDesa Adat Penglipuran merupakan desa dengan keindahan arsitektur dan tata letak bangunan perumahannya. Keasrian desa sangat tercermin ketika melihat suasana desa yang bersih, jauh dari kebisisngan dan tertata dengan baik. Pemandangan yang mungkin sangat sulit ditemui didaerah perkotaan di masa modern ini. Ditambah lagi, tidak adanya kendaraan bermotor yang lalu-lalang di jalan utama desa menambah nuansa kesejukan dari udara yang ada di sana.Desa yang masih memmegang teguh nilai-nilai kebudayaan ini, memang merupakan Desa Wisata yang telah diakui oleh pemerintah. Hal tersebut dibuktikan dengan pemberian penghargaan kalpataru serta penerbitan SK Desa Wisata di Desa Adat Penglipuran.

2.1.1. Sejarah Desa Adat PenglipuranPenglipuran berasal dari kata pengeling dan pura yang berarti untuk selalu ingat terhadap asal mereka. Menurut penuturan Bendesa Adat di Desa Penglipuran, adanya masyarakat yang tingal di Desa Penglipuran, berawal ketika Raja Bangli memiliki banyak prajurit yang berasal dari Desa Bayung Gede. Karena ingin lebih dekat dengan prajuritnya, Raja Bangli memerintahkan untuk para prajuritnya tinggal di suatu kawasan yang dulu dinamakan Desa Kubu. Desa Kubu tersebutlah yang sekarang menjadi Desa Penglipuran.Karena letak Desa Penglipuran yang jauh dengan Desa Bayung Gede, maka masyarakat desa mendirikan bangunan pura seperti yang ada di Bayung Gede. Hal tersebut dilakukan selain untuk mengenang asal-usul mereka yang sebenarnya berasal dari Desa Bayung Gede, Kintemani.Penglipuran juga menjadi tempat berjalan-jalan, penghibur oleh para keluarga raja Bangli. Maka dari itu, ada beberapa pendapat yang mengatakan desa tersebut dinamakan penglipuran karena Desa tersebut merupakan desa untuk penglipur atau penghibur, karena digunakan sebagai tempat rekreyasi oleh keluarga raja.

2.1.2. Letak Geografis Desa Adat PenglipuranDesa Penglipran merupakan salah satu desa adat yang berada di Kabupaten Bangli. Desa Adat Penglipuran termasuk dalam batas administratif pemerintahan wilayah Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli. Total luasan dari wilayah Desa adat penglipuran adalah seluas 160,627 hektar. Dari 160 hektar tersebut, 14,805 Hektar digunakan sebagai pekarangan rumah. 49,47 hektar dimanfaatkansebagai tegalan dan 15 hektar berbentuk laba pura. Luas kuburan yang ada di Desa Adat Penglipuran yaitu 0.70 Kektar dan 75 hektar sisanya merupakan hutan bambu. Desa adat Penglipuran terletak 5,5 km sebelah Utara Kota Bangli, serta memiliki batas-batas fisik wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Adat Kayang Sebelah Timur : Desa Adat Kubu Sebelah Selatan: Desa Adat Gunaksa Sebelah Barat : Desa Adat CekengDesa adat penglipuran berada di ketinggian 500-600 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata di Desa Penglipuran yaitu 180 320 Celcius, dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya antara 2.000 sampai 2500 milimeter per tahun. Dengan demikian, Desa wisata Penglipuran dapat dikatakan termasuk dalam katagori wilayah sejuk dan meliliki cadangan air dlam jumlah cukup besar. (Data Kantor kepala desa penglipuran)

2.1.3. DemografiData pada tahun 2001 menunjukan Desa Adat Penglipuran memiliki jumlah penduduk 832 jiwa dengan 193 KK. Sementara menurut Bendesa Adat di Desa Adat Penglipuran, Desa penglipuran terdiri dari 240 KK dengan jumlah pengarep 76. Pengarep merupakan kepala keluarga yang yang memiliki hak dan kewajiban dalam Desa Adat. Seluruh warga Desa Adat Penglipuran beragama hindu.Sebagaian besar mata pencaharian penduduk Desa Adat Penglipuran adalah bekerja sebagai petani. Adanya perkembangan pariwisata di Desa Penglipuran, membuat adanya sampingan pekerjaan yang dimiliki masyarakat Desa Penglipuran. Dengan regulasi yang ada, masyarakat diperbolehkan berjualan baik makanan ringan maupun cendramata di dalam rumah. Selain itu, pada beberapa rumah warga juga terdapat fasilitas home stay Adapun fungsi dari lembaga adat yang ada di Desa Penglipuran adalah berkaitan dengan pelaksanaan upacara yadnya keagamaan atau adat, serta dalam pembangunan dan pemeliharaan tempat suci atau pura. Keberadaaan Desa Adat Penglipuran memiliki otonom yang berbeda dengan kelembagaan pemerintahaan dengan aturan-aturan tersendiri. Jumlah warga (krama) Desa Adat Penglipuran adalah sebanyak 76 pengarep. Krama desa pengarep ini bertanggungjawab penuh terhadap pembangunan fisik dan non fisik di Desa Adat Penglipuran

2.1.4. Sistem Adat Desa PenglipuranSeperti yang terdapat pada desa-desa adat lainnya, di Desa Adat Penglipuran memiliki awig-awig tersendiri yang dengan otonomnya. Dalam awig-awig yang digunakan di Desa Adat Penglipuran, landasan yang digunakan adalah ajaran Tri Hita Karana. Adapun penjelasan mengenai Tri Hita Karana yang di implementasikan di Desa Adat Penglipuran, yaitu :1. Parhyangan Parhyangan merupakan hubungan manusia dengan tuhan. Dalam parhyanagn ini, terimplementasi dengan adanya tempat suci yang ada di Desa Penglipuran, beserta piodalannya. 2. Pawongan Pawongan adalah hubungan manusia dengan manusia. Dalam hal ini, hubungan masyarakat di Desa penglipuran masih berjalan dengan harmonis, dan rasa kegotong-royongan masih tersa didalam kehidupan bermasyarakat. 3. Palemahan Palemahan adalah hubungan manusia dengan ligkungan di sekitarnya. Masyarakat Desa Penglipuran memiliki prinsip untuk selalu mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya. Hal tersebulah yang membuat Desa Adat Penglipuran terlihat begitu asri.

Terdapat banyak adat dan budaya yang terdapat di Desa Adat penglipuran. Seperti budaya pernikahan yang ada disana. Menurut penuturan warga setempat, biaya pernikahan untuk anak perempuan dan laki-laki sama. Hal tersebut dikarenakan pernikahan baik pihak wanita maupun pihak pria di upacarakan dengan sama. Selain itu, terdapat pula lokasi yang di buat untuk orang-orang yang melakukan poligami. Lokasi tersebut dinamakan karang memadu. Karang Memadu dibuat untuk mengkhususkan masyarakat yang melakukan poligami. Menurut warga sekitar, adanya karang buncing dibuat untuk membuat efek malu kepada orang yang melakukan poligami. Masyarakat yang melakukan poligami, selama melakukan poligami tersebut harus tingal di karang buncing tersebut. menurut warga yang menjadi narasumber, belum ada warga yang pernah melakukan poligami, jadi karang buncing tersebut belum ada yang pernah ditinggali.

2.2. Selayang Pandang Pembangunan Kepariwisataan Di PengelipuranPariwisata yang ada di Desa Penglipuran sudah terjadi dari sejak dulu. Hal tersebut ditunjukan oleh Desa Penglipuran yang sedah dari dulu menjadi tempat rekreyasi oelh para keluarga raja. Ditambah juga adanya penghargaan kalpataru dan penerbitan SK Desa Wisata membuat perkembangan Desa Penglipuran untuk menjadi objek wisata semakin pesat.Perkembangan yang ada di Desa Penglipuran, juga dibarengi dengan adanya pelatihan-pelatihan yang ada di Desa Penglipuran. Pelatihan-pelatihan tersebut berasal dari swasta maupun oleh pemerintah itu sendiri. Menurut penuturan warga setempat, salah satu pelatihan yang pernah ada di Desa Penglipuran, dilakukan oleh Hotel Maya Ubud. Berkat pelatihan-pelatihan yang ada disana, masyarakat Desa Penglipuran memiliki keahlian untuk menghadapi wisatawan serta menjalankan organisasi pengelolaan pariwisata yang ada disana.Pengelolaan pariwisata dilakukan oleh masyarakat desa itu sendiri. Menurut penuturan warga setempat, dulunya pengelolaan dilakukan oleh bendesa adat sendiri. Namun dalam perkembangannya, pengelolaan pariwisata delakukan dengan membentuk organisasi khusus yang ada di masyarakat desa itu sendiri. hal tersebut dikarenakan, kesibukan dari bendesa adat yang sangat padat mebuat konsentrasi pengelolaan akan menjadi terpecah karena harus mengurus adat dan pariwisata.Terdapat sistem pembagian keuntungan yang ada di Desa penglipuran dengan pihak pemerintah. Menurut penuturan Bendesa Adat Desa Penglipuran, dulu Desa Adat Penglipuran mendapat 20 % dari hasil ticket, sedangkan pemerintah mendapat sebanyak 80 % dari ticket yang terjual. Hal tersebut memunculkan pergolakan hingga terjadi dialog yang dilakukan antara lembaga kemasyarakatan yang ada dan pemerintah. Hingga pada akhirnya muncul kesepakatan untuk pembagian untuk Desa Penglipuran sebanyak 40 % dan untuk pemerintah 60 %. Pariwisata yang ada di Desa penglipuran memiliki daya tarik mulai arsitektur bangunan, suasana alam, sampai kebudayaan yang ada disana. Dari segi arsitektur bangunan sangat kental nilai tradisional. Dalam hal aksitektur bangunan, masyarakat dilarang untuk mengubah bentuk pintu masuk setiap rumah. Hal tersebut dikarekan daya tarik awal ketika baru memasuki kawasan Desa Wisata Penglipuran adalah berada pada pintu masuknya yang sangat khas.Bangunan-bangunan yang sangat dipertahankan oleh masyarakat Desa Penglipuran adalah pada 3 tempat, yaitu pada Angkul-angkul atau pintu masuk, Bale, dan Dapur yang dimiliki masing-masing rumah penduduk. Bangunan-bangunan tersebut tetap dipertahankan karena sebagai daya tarik dari pariwisata yang ada di Desa Penglipuran.Selain itu, terdapat pura yang menjadi tempat ritual-ritual keagamaan yang ada di Desa Penglipuran. Pura tersebut juga menjadi daya tarik yang pariwisata yang menarik bagi para wisatawan. Selain itu, hutan bambu yang ada di Desa Peglipuran juga telah ditata dan menjadi daya tarik lain yang ada di Desa Penglipuran.

2.3. Implementasi Pro-Poor Tourism di PengelipuranDalam suatu kepariwisataan, terdapat prinsip-prinsip yang dapat membangun pariwisata itu sendiri. Degan prinsip-prinsip yang baik, maka dapat dicapai tujuan yang benar-benar ingin dicapai dari masyarakat. Adapun prinsip-prinsip dasar bahasan mengenai konsep Pro-Poor Tourism, antara lain :2.6.1. Tipe aktor atau pelaku yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataanAktor dalam perkembangan PPT di Desa Penglipuran berasal dari peran aktif masyarakat desa itu sendiri. Masyarakat dengan mendirikan organisasi pengelolaan pariwisata, melakukan penglolaan secara swadaya pariwisata yang ada di Desa Penglipuran. Selain itu, peran pemerintah dalam penerbitan SK Desa Wisata juga memperkuat keberadaan Desa Penglipuran sebagai desa wisata.

2.6.2. Tipe intervensiPendirian organisasi pengelolaan pariwisata yang berasal dari masyarakat sendiri, merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat kemasyarakatan. Dalam peningkatan PAD kabupaten Bangli, terjadi pembagian hasil dari ticket masuk ke dalam Desa Penglipuran. Pembagian tersebut yaitu 60% untuk Pemerintah Kabupaten Bangli, 20% untuk organisasi pengelola pariwisata, dan sisanya 20% untuk Desa Adat Penglipuran.

2.6.3. Level keterlibatan Masyarakat Desa Adat Penglipuran terlibat dalam pengelolaan desa wisata ini, mulai dari pengelolaan hingga evaluasi. Masyarakat memiliki peran utama dalam pembangunan Desa Wisata di Penglipuran. Selain itu, terdapat pula peran serta dari pemerintah dan pihak-pihak asing yang membantu pengembangan kepariwisataan yang ada di Desa Adat Penglipuran.

2.6.4. Peluang bisnis/usahaPeluang bisnis yang dapat dikembangankan oleh masyarakat Desa Penglipuran tidak boleh merusak daya tarik dari pariwisata itu sendiri. fokus utama dari usaha yang dibuat harus mampu memberdayakan masyarakat namun tidak merusak daya tarik wisata yang ada. Usaha atau bisnis yang cocok dikembangankan seperti pembuatan cendramata, makanan khas bali, dan home stay asalkan tidak merusak dari arsitektur bangunan yang sudah ada dari sejak dulu. Melihat dari usaha atau bisnis yang sudah dilakukan oleh masyarakat sudah berjalan baik dan tidak merusak daya tarik dari pariwisata itu sendiri. Seperti terdapat warung-warung yang menjual cendramata atau makanan ringan untuk wisatawan. Warung-warung tersebut tidaklah dibangun dengan merusak pintu masuk atau tembok depan rumah. Melainkan warung-warung tersebut dibuat berada di dalam rumah masing-masing warga. Hal tersebut memperlihatkan niat dari masyarakat yang sangat baik untuk menjaga keberlangsungan pariwisata yang ada di Desa Penglipuran.

2.6.5. Peluang kerjaPeluang kerja yang ada di Desa Penglipuran tebatas hanya untuk masyarakat lokal dari desa tersebut. Namun dari peluang kerja yang ada, semua masyarakat Desa Penglipuran dapat merasakan dampak positif dari pariwisata tersebut. Meskipun peluang usaha secara langsung hanya dimiliki oleh masyrakat Desa Sendiri, keberadaan Desa Penglipuran juga memberikan dampak yang baik bagi PAD Kabupaten Bangli.

2.6.6. Pemberdayaan dan peningkatan kapasitasPemberdayaan yang ada di Desa Penglipuran adalah pemberdayaan masyrakat lokal untuk mampu mengelola sendiri pariwisata yang ada. Pemberdayaan yang dilakukan di Desa Penglipuran dilakukan oleh pihak swasta maupun pihak pemerintah. Dari pemberdayaan tersebut dapat dilihat peningkatan kapasitas yang dirasakan oleh masyarakat Desa Penglipuran.

2.6.7. PartisipasiPartisipasi masyarakat sangat tinggi dalam pariwisata yang ada di Desa Penglipuran. Masyarakat terlibat dari mulai perencanaan, pengelolaan, hingga evaluasi. Hal tersebut juga ditunjang dengan dibentuknya organisasi pengelolaan Desa Wisata oleh masyarakat lokal. Dengan lembaga tersebut, akan terlihat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan disana.

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KesimpulanBerdasarkan dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan dari laporan observasi ke Desa Wisata Penglpuran ini, yaitu :1. Desa penglipuran merupakan desa yang memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang sangat kental serta masih memegang teguh nilai-nilai leluhur dari para leluhurnya.2. Pembangunan pariwisata yang berada di Desa Penglipuran merupakan pariwisata yang berbasis kemasyarakatan dan dalam pembangunannya melibatkan masyarakat didalamnya.3. Pengimplementasian Pro-Poor Tourism yang berada di Desa Wisata Penglipuran sudah sangat baik, serta pariwisata yang ada telah mampu membantu masyarakat di Desa Penglipuran.

3.2 SaranMemang pariwisata yang ada di Desa Wisata Penglipuran telah berjalan dengan baik, namun nantinya selalu perlu perhatian baik dari pemerintah, pihak swasta, maupun masyarakat itu sendiri untuk menjaga dan tetap merawat pariwisata yang telah ada. Dengan demikian akan terjadi keberlanjutan dari pariwisata yang memang benar-benar pro terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. Desa Wisata. 2014. http://id.wikipedia.org/wiki/Desa_wisata. dibuka pada 3 november 2014

Wisata Dewata. Desa Penglipuran. 2011. http://www.wisatadewata.com/article/wisata/desa-penglipuran. dibuka pada 4 novenber 2014

Migang, Rio. Konsep Umum Pengurangan Pengangguran Melalui Pariwisata. 2008. http://borneotourismwatch.wordpress.com/2008/08/11/konsep-umum-pengurangan-kemiskinan-melalui-pariwisata/. Dibuka pada 4 november 2008

1