penghambat kanal ca2

12

Click here to load reader

Upload: andrian-sitompul

Post on 26-Jul-2015

167 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penghambat Kanal Ca2

I. PENDAHULUAN

Penghambat kanal Ca2+ (Calcium channel blocker, CCB) adalah sekelompok

obat yang bekerja dengan menghambat masuknya ion Ca2+ melewati slow channel

yang terdapat pada membrane sel (sarkoolema). Obat ini pertama kali dilaporkan

mempunyai efek kronotropik dan inotropik negatif oleh Hass & Hartfelder yang

terjadi karena terhambatnya arus masuk ion Ca2+ ke dalam sel jantung.

Berdasarkan struktur kimianya, CCB dapat dibedakan atas 5 golongan :

1. Dihidropiridin (DHP) : nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin, dll

2. Difenilakilamin : verapamil, galopamil, tiapamil, dll

3. Benzotiazepin : diltiazem

4. Piperazin : sinarizin, flunarizin, dll

5. Lain-lain : prenilamin, perheksilin, dll

Golongan 1, 2 dan 3 menghambat secara selektid kanal Ca2+, sedangkan

kelompok lainnya menghambat kanal Ca2+ dan kanal Na2+.

II. FARMAKODINAMIK

Pada otot jantung dan otot polos vaskular, ion Ca2+ terutama berperan dalam

peristiwa kontraksi. Meningkatnya kadar ion Ca2+ dalam sitosol akan

meningkatkan kontraksi. Masuknya ion Ca2+ dari ruang ekstrasel ke dalam ruang

intrasel dipacu oleh perbedaan kadar (kadar Ca2+ ekstrasel 10.000 kali lebih tinggi

daripada kadar Ca2+ intrasel sewaktu diastol) dan karena ruang intrasel bermuatan

negatif. Pada otot jantung mamalia, masuknya Ca2+ meningkatkan kadar Ca2+

sitosol dan mencetuskan pelepasan Ca2+ dalam jumlah cukup banyak dari depot

intrasel (reticulum sarkoplasmik) sehingga aparat kontraktil (sarkomer) bekerja.

Page 2: Penghambat Kanal Ca2

Masuknya Ca2+ terutama beralngsung lewat slow channel. Slow channel berbeda

dengan fast Na channel yang melewatkan ion Na+ dari ruang ekstrasel menuju

ruang intrasel dan dihambat oleh tetrodoksin. Kanal Ca2+ tidak dihambat oleh

tetrodoksin.

Secara umum ada 2 jenis kanal Ca2+. Pertama voltage-sensitive (VSC) atau

potential-dependent calcium channels (PDC). Kanal Ca2+ jenis ini akan membuka

bila ada depolarisasi membran sel. Kedua, receptor-operated calcium channel

(ROC) yang membuka bila suatu agonis menempati reseptor dalam kompleks

system kanal ini. Contoh : hormon, neurohormon misalnya norepinefrin.

Selain kanal Ca2+ di atas, pengaturan kontraksi otot polos vascular dan

miokard, oleh Ca2+ juga dilakukan melalui agonist-induced contraction. Pada

peristiwa yang terjadi tanpa depolarisasi membran ini, terjadi pelepasan inositol

trifosfat dari polifosfoinostida membran yang berfungsi sebagai second messenger

mencetuskan pelepasan Ca2+ dari sarkoplasmik reticulum. Terlepasnya Ca2+ dari

depot intraselular akan memacu masuknya Ca2+ lebih lanjut dari ruang ekstrasel.

Peningkatan konsentrasi Ca2+ dalam sitosol-setelah berikatan dengan kalmodulin

akan mengaktivasi myosin light-chain kinase sehingga terjadi fosforilasi myosin

dan kontraksi sarkomer.

Pada otot jantung dan vascular, masuknya Ca2+ lewat kanal lambat dan

pelepasan Ca2+ dari sarkoplasmik retikulum berperan penting dalam kontraksi,

sebaliknya otot rangka relatif tidak memerlukan Ca2+ ekstrasel karena sistem

sarkoplasmik retikulum yang telah berkembang baik. Hal ini menjelaskan

mengapa kontraksi otot polos dan otot jantung dapat dihambat oleh penghambat

Page 3: Penghambat Kanal Ca2

kanal Ca2+, tetapi otot rangka tidak. Atas dasar perbedaan konduktansi dan

sensitivitas, VSC juga dibagi dalam beberapa subtype : L, T, N, P.

Pada jantung dan otot polos jenis yang dominan adalah subtype-L.

Penghambat kanal Ca2+ mempunyai reseptor pada membran sel, dimana reseptor

dihidropiridin, verapamil dan diltiazem berada pada daerah yang berbeda.

Penghambat kanal Ca2+ menghambat masuknya Ca2+ ke dalam sel, sehingga

terjadi relaksasi otot polos vascular, menurunnya kontraksi otot jantung dan

menurunkan kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal

Ca2+ menyebabkan relaksasi otot polos arterial, tetapi efek hambatan ini kurang

terhadap terhadap pembuluh darah vena, sehingga kurang mempengaruhi beban

preload. Ketiga penghambat kanal Ca2+ mempunyai efek yang berbeda terhadap

fisiologi kanal Ca2+. Verapamil dan diltiazem terikat pada protein kanal terutama

dalam fase inaktivasi kanal sehingga menunjukkan karateristik frequency

dependent, hal ini menerangkan efek yang kuat kedua obat ini terhadap sel system

konduksi jantung.

Penghambat kanal Ca2+ mempunyai 3 efek hemodinamik yang utama yang

berhubungan dengan pengurangan kebutuhan oksigen jantung yaitu : 1)

vasodilatasi koroner dan perifer; 2) penurunan kontraktilitas jantung dan 3)

penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pada nodus SA dan AV.

Penghambat kanal Ca2+ meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan

cara 1) dilatasi koroner, 2) penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang

mengakibatkan perfusi subendokard membaik.

Page 4: Penghambat Kanal Ca2

Nifedipin mempunyai efek inotropik negatif in vitro, tetapi karena adanya

relaksasi terhadap otot polos vascular yang jelas pada dosis rendah, maka di

samping tekanan darah menurun, peningkatan kontraksi dan frequensi denyut

jantung kompensasi akan meningkatkan sedikit konsumsi oksigen. Derivat

dihidropiridin lain mempunyai efek kardiovaskular yang kurang lebih sama.

Nikardipin kurang menimbulkan efek samping pusing dibandingkan nifedipin.

Amlodipin kurang menimbulkan reflex takikardi dibanding nifedipin, mungkin

karena waktu paruh yang panjang sehingga kadar puncak dan kadar lembah otot

menjadi rendah.’

Verapamil mempunyai efek vasodilatasi yang kurang kuat dibandingkan

derivat dihidropiridin. Tetapi pada dosis yang menimbulkan vasodilatasi perifer,

verapamil menunjukkan efek langsung konotropik, dromotropik dan inotropik

negatif yang lebih kuat daripada dihidropiridin. Pemberiaan verapamil oral

menyebabkan penurunan tekanan darah dan resistensi perifer tanpa perubahan

frequensi denyut jantung yang berarti.

Diltiazem IV menimbulkan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah

disertai reflex takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir. Tetapi

pemberiaan oral menyebabkan penurunan tekanan darah dan frequensi denyut

jantung. Dibandingkan dengan verapamil efek inotropik diltiazem kurang kuat.

III. FARMAKOKINETIK

Profil farmakokinetik penghambat kanal Ca2+ bervariasi. Absorbsi per oral

hampir sempurna, tetapi bioavabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas

pertama dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60 menit pemberiaan, kecuali

Page 5: Penghambat Kanal Ca2

pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang seperti amlodipin, isradipin,

dan felodipin. Pemberiaan berulang meningkatkan bioavabilitas obat karena

enzim metabolisme di hati menjadi jenuh.

Pemberiaan nifedipin kerja singkat karena mula kerja yang cepat dapat

menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah yang berlebihan. Obat-obat ini

sebagian besar terikat pada protein plasma (70%-98%) dengan waktu paruh

eliminasi 13-64 jam. Metabolit utama diltiazem adalah desasetil diltiazem yang

mempunyai potensi vasodilatasi ½ kali diltiazem.

Pada pasien sirosis hepatis dan orang tua, sirosis obat perlu dikurangi.

Waktu paruh penghambat kanal Ca2+ mungkin memanjang pada usia lanjut.

IV. INDIKASI

1. Angina Varian

Penghambat kanal Ca2+ bermanfaat dalam pengobatan angina varian. Ketiga

golongan obat (nifedipin dan derivatnya, verapamil, dan diltiazem) dapat

digunakan.

2. Angina stabil kronik

Penghambat kanal Ca2+ bermanfaat dalam pengobatan angina stabil kronik

karena meningkatkan dilatasi koroner dan mengurangi kebutuhan oksigen

karena efek penurunan tekanan darah, kontraksi dan frequensi denyut

jantung. Sejumlah penghambat kanal Ca2+ terutama dihidroperidin dapat

memperberat serangan angina. Efek ini kurang nyata pada penggunaan

verapamil dan diltiazem karena efek vasodilatasi perifer dan reflex takikardi

Page 6: Penghambat Kanal Ca2

yang lebih kecil. Untuk mengurangi kemungkinan ini dapat diberikan

kombinasi dihidropiridin dengan β-bloker.

3. Angina tidak stabil

Obat yang biasa digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil adalah

nitrat organik, β-bloker, heparin dan aspirin. Penghambat kanal Ca2+ dapat

digunakan sebagai tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme

pembuluh darah pada angina tidak stabil.

4. Penggunaan lain

Penghambat kanal Ca2+ bermanfaat untuk pengobatan aritmia (verapamil),

hipertensi (golongan dihidropiridin, diltiazem, verapamil), kardiomiopati

hipertrofik, penyakit Raynaud, spasme sereberal (nimodipin).

Tabel 1.1. Efek Kardiovaskular Nifedipin, Verapamil dan Diltiazem

Efek Kardiovaskular Nifedipin Verapamil Diltiazem

Vasodilatasi koroner 5 4 3

Vasodilatasi perifer 5 4 3

Inotropik negatif 1 4 2

Konotropik negatif 1 5 5

Terapi Kombinasi

1. Penghambat Kanal Kalsium dan β-blocker

Bila efek antiangina nitrat organic atau β-blocker kurang memadai, maka

kadang-kadang perlu ditambahkan penghambat kanal kalsium, terutama bila

terdapat vasospasme koroner. Sebaliknya reflex takikardi yang terjadi

Page 7: Penghambat Kanal Ca2

karena penghambat kanal kalsium (nifedipin) dapat dikurangi oleh β-

blocker.

2. Kombinasi penghambat kanal kalsium, β-blocker dan nitrat organik

Bila serangan angina tidak membaik pada pemberiaan kombinasi 2 macam

antiangina maka dapat diberikan kombinasi 3 jenis obat. Tetapi kejadian

efek samping akan meningkat secara bermakna.

V. EFEK SAMPING

Efek samping penghambat kanal Ca2+ teruma golongan dihidropiridin

disebabkan karena vasodiltasi berlebihan. Gejala yang tampak berupa pusing,

mual, muntah, edema perifer, batuk, edema paru, dan sebagainya. Verapamil lebih

sering menimbulkan konstipasi dan hiperplasia ginggiva. Kadang-kadang terjadi

rash, somnolen dan kenaikkan enzim hati. Dihidropiridin karena efek hipotensi

berat dan penurunan perfusi koroner atau reflex simpatis dapat menimbulkan

serangan angina. Kemungkinan terjadinya efek ini berkurang pada penggunaan

verapamil dan diltiazem. Penggunaan verapamil intravena dengan β-blocker

merupakan kontraindikasi, karena meningkatkan kemungkinan terjadinya A-V

blok dan depresi berat fungsi ventrikel. Penghambat kanal Ca2+ dapat

meningkatkan kadar digoksin plasma dan verapamil tidak boleh digunakan untuk

mengatasi keracunan digitalis, sebab gangguan fungsi konduksi AV menjadi lebih

berat.