penggolongan obat anti

Upload: hardiansyah-wikaoliver

Post on 19-Jul-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Penggolongan Obat ANTI VIRUSPosted May 18, 2010 by M. ARIF BUDIMAN in Medical Study. Tagged: Obat ANTI VIRUS, Penggolongan Obat ANTI VIRUS, Virus. 6 Comments Empat golongan antivirus yang akan dibahas dalam dua bagian besar pembahasan yaitu mengenai antinonretrovirus dan antiretrovirus. Klasifikasi penggolongan obatantvirus adalah : 1. 2. Antinonretovirus Antivirus untuk herpers Antivirus untuk influenza Antivirus untuk HBV dan HCV Antiretrovirus Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NRTI) Nukleuside reverse transcriptase inhhibiror (NtRTI) NNRTI (non neokleoside reverse transcriptase inhibitor) Protease inhibitor (PI) Viral entry inhibitor.

GOLONGAN OBAT ANTI NONRETROVIRUS 1. ANTIVIRUS UNTUK HERPES Virus hervers dihubungkan dengan spectrum luas penyakit-penyakit, yaitu bisul dingin, essence valitis, dan infeksi genital, yang terakhir merupakan bahaya untuk bayi baru lahir selama persalinan. Obat-obat yang efektif terhadap virus ini bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat-obat tersebut adalah analokpurin atau pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA. A. Asiklovir Asiklovir merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus hervers. 1. Mekanisme kerja : Asiklovir, suatu analog guanosin yang tidak mempunyai gugs glukosa, mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang di kode hervers virus, timidin kinase. Karena itu, sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analok monofofat diubah ke bentuk di-dan trifosfat oleh sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan deoksiguanosin trifosfat (dGTP) sebagai suatu subsrat untuk DNA polymerase dan masuk ke dalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature. Ikatan yan irrevelsibel dari template primer yang mengandung aseklopir ke DNA polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.

2. Resistensi: Timidin kinase yang sudah berubah atau berkurang dan polymerase DNA telah ditemukan dalam beberapa strain virus yang resisten. Resistensi terhadap asiklovir disebabkan oleh mutasi pada gen timidin kinase virus atau pada gen DNA polymerase. mekanisme kerja analog purin dan pirimidin : asiklovir dimetabolisme oleh enzim kinase virus menjadi senyawa intermediet. Senyawa intermediet asiklovir(dan obat obat seperti idosuridin, sitarabin,vidaradin, dan zidovudin) dimetabolisme lebih lanjut oleh enzim kinase sel hospes menjadi analog nukleotida, yang bekerja menghambat replikasi virus. 3. Indikasi : infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik local maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic, herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes labialis.) dan infeksi VZV(varisela dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varisela dan zoster lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV. 4. Dosis : untuk herpes genital : 5Xsehari 200mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster ialah 4x400mg sehari.penggunaan topical untuk keratitis herpetic adalah dalam bentuk krim ophthalmic 3% dank rim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lain nya dan infeksi VZV digunakan asiklovir intravena 30mg/kgBB perhari. 5. Farmakokinetik : pemberian obat bisa secara intravena, oral atau topical. Efektivitas pemberian topical diragukan.obat tersebar keseluruh tubuh,termaksuk cairan serebrospinal.asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk yang tidak aktif.Ekskresi kedalam urine terjadi melalui filtrasi glomerular dan sekresi tubular. 6. Efek samping : Efek samping tergantung pada cara pemberian. Misalnya, iritasi local dapat terjadi dari pemberian topical; sakit kepala; diare; mual ;dan muntah merupakan hasil pemberian oral , gangguan fungsi ginjal dapat timbul pada dosis tinggi atau pasien dehidrasi yang menerima obat secara intravena. B. Gansiklovir Gansiklovir berbeda dari asiklovir dengan adanya penambahan gugus hidroksimetil padaposisi 3 rantai samping asikliknya.metabolisme dan mekanisme kerjanya sama dengan asiklovir. Yang sedikit berbeda adalah pada gansiklovir terdapat karbon 3 dengan gugus hidroksil, sehingga masih memunginkan adanya perpanjangan primer dengan template jadi gansiklovir bukanlah DNA chain terminator yang absolute seperti asklovir. 1. Mekanisme kerja : Gansiklovir diubah menjadi ansiklovir monofosfat oleh enzim fospotranverase yang dihasilkan oleh sel yang terinveksi sitomegalovirus.gansiklovirmonofospat merupakan sitrat fospotranverase yang lebih baik dibandingkan dengan asiklovir. Aktu paruh eliminasi gangsiklovir ktrifospat sedikitnya 12 jam, sedangkan asiklovir hanya 1-2 jam.perbedaan inilah yang menjelaskan mengapa gansiklovi lebih superior dibandingkan dengan asiklovir untuk terapi penyakit yang disebabkan oleh sitomegalovirus.

2. Resistensi : Sitomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap gansiklovir oleh salah satu dari dua mekanisme.penurunan fosporilasi gansiklovir karena mutasi pada fospotranverase virus yang dikode oleh gen UL97 atau karena mutasi pada DNA polymerase virus.varian virus yang sangat resisten pada gansiklovir disebabkan karena mutasi pada keduanya( Gen UL97 dan DNA polymerase ) dan dapat terjadi resistensi silang terhadap sidofovir atau foskarnet. 3. Indikasi : Infeksi CMV, terutama CMV retinitis pada pasien immunocompromised ( misalnya : AIDS ), baik untuk terapi atau pencegahan. 4. Sediaan dan Dosis : Untuk induksi diberikan IV 10 mg/kg per hari ( 2 X 5 mg/kg, setiap 12 jam) selama 14-21 hari,dilanjutkan dengan pemberian maintenance peroral 3000mg per hari ( 3 X sehari 4 kapsul @ 250 mg ). Inplantsi intraocular ( intravitreal ) 4,5 mg gnsiklovir sebagai terapi local CMV retinitis. 5. Efek samping : mielosupresi dapat terjadi pada terapi dengan gansiklovir. Neotropenia terjadi pada 15-40 % pasien dan trombositopenia terjadi pada 5-20 %. Zidovudin dan obat sitotoksik lain dapat meningkatkan resiko mielotoksisitas gansiklovir. Obat-obat nefrotoksik dapat mengganggu ekskresi gansiklovir. Probenesit dan asiklovi dapat mengurangi klirens renal gansiklovir. Rekombinan koloni stimulating factor ( G-CSF, filgastrim, lenogastrim) dapat menolong dalam penanganan neutropenia yang disebabkan oleh gansiklovir. C. Famsiklovir Suatu analog asiklik dari 2 deoksiguanosin, merupakan prodruk yang dimetabolisme menjadi siklovir aktif. Spectrum antivirus sama dengan gansiklovir tetapi wakyu ini disetujui hanya untuk pengobatan herpes zoster akut. Obat efektif peroral. Efek samping termasuk sakit kepala dan mual.penelitian pada hewan percobaan menujukan peningkatan terjadinya adenokarsinoma mamae dan toksisitas testicular. D. Foskarnet Tidak seperti kebanyakan obat antivirus lainnya, foskarnet bukan analog purin atau pirimidin, obat ini adalah fosfonoformat, suatu derivate pirofosfat. Meskipun aktivitas antivirus in vitro cukup luas, disetujui hanya sebagai pengobatan retinitis sitomegalic pada pasien penderita HIV dengan tanggap imun yang lemah terytama jika infeksi tersebut resisiten terhadap gansiklovir. Foskarnet bekerja dengan menghamabat polimerese DNA & RNA secara reversible, yang mengakhiri elongasi rantai. Mutasi struktur polymerase menyebabkan resistensi virus. Foskarnet sukar diabsorpsi peroral harus disuntikan intravena, dan perlu diberikan berulang untuk menghindari relaps jika kadarnya turun. Tersebat merata di seluruh tubuh. Lebih dari 10% masuk matriks tulang yang secara lambat dilepaskan. Obat asli dikeluarkan oleh glamerolus dan sekresi tubular masuk urine.

Efek samping termasuk nefrotoksisitas,anemia,mual dan demam. Karena kelasi dengan kation divalent, hipokalsemia,hipomagnesemia juga terjadi selain itu hipokalemia,hipofospatemia,kejang, dan aretmia juga pernah dilaporkan. E. Trifluridin Trifluridin telah menggantikan obat terdahulu, idoksuridin, pada pengobatan topical keratokonjungtivitis yang disebabkan virus herpes simpleks. Seperti idoksuridin, analog pirimidin ini masuk dalam DNA virus dan menghentikan fungsinya. 2. ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZA Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus sinsitial pernapasan (RSV). A. Amantadin dan Rimantadin Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada influenza A saja. 1. Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2 virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama aparatus Golgi. 2. Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan masalah klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut. Resistensi ini disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi antara kedua obat. 3. Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga diindikasi untuk terapi penyakit Parkinson ). 4. Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal. 5. Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk penggunaan oral. Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin 10 ml/menit.

6. Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak darah. Efek neurotoksik amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lamjut. B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir ) Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B. Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam Nasetilneuraminat ( reseptor permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase virion. 1. Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi, virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus dan intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang. 2. Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang terinfeksi. 3. Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B. 4. Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg, setiap 12 jam )selama 5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam ) selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48 jam, setelah onset gejala. 5. Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat menimbulkan batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir : mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala. C. Ribavirin Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA. 1. Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses capping dan elongasi mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.

2. Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin menjadi bentuk aktifnya. 3. Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan B ), para myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa, Junin,dll ). 4. Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi dengan interferon-/ pegylated interferon untuk terapi infeksi hepatitis C. 5. Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam urine. 6. Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol ( larutan 20 mg/ml ). 7. Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin dikontraindikasikan pada kehamilan. 3. ANTIVIRUS UNTUK HBV DAN HCV A. Lamivudin 1. Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme di hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik. 3. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus. 4. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants). 5. Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,51,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr