pengetahuan lokal perempuan tentang perawatan …repository.ub.ac.id/2390/1/putri, ririn...

120
PENGETAHUAN LOKAL PEREMPUAN TENTANG PERAWATAN TUBUH (STUDI KASUS DESA PRENDUAN, KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATEN SUMENEP, MADURA) SKRIPSI OLEH: RIRIN ARISA PUTRI NIM 135110800111009 PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017

Upload: others

Post on 22-Nov-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGETAHUAN LOKAL PEREMPUAN TENTANG PERAWATAN TUBUH (STUDI KASUS DESA PRENDUAN,

KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATEN SUMENEP, MADURA)

SKRIPSI

OLEH:

RIRIN ARISA PUTRI

NIM 135110800111009

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017

PENGETAHUAN LOKAL PEREMPUAN TENTANG PERAWATAN TUBUH (STUDI KASUS PEREMPUAN DESA PRENDUAN,

KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATEN SUMENEP, MADURA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Brawijaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

OLEH: RIRIN ARISA PUTRI NIM 135110800111009

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi

ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya usaha, doa dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak

kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Myrta yang telah membimbing

saya hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Menjadi tempat saya bercerita

mengenai kebingungan saya sebelum dan selama mengerjakan skripsi.

Memberikan masukan yang tidak hanya berupa kritik tetapi juga saran yang

sangat membantu. Kemudian, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Zurinani atas kritik dan sarannya terhadap tulisan saya sehingga skripsi ini

menjadi lebih baik. Terima kasih pula kepada seluruh dosen-dosen Antropologi

Universitas Brawijaya yang telah memberikan saya ilmu dan pengalaman selama

proses perkuliahan berlangsung.

Terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep yang telah

mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di Desa Prenduan. Kepada

masyarakat Desa Prenduan khususnya perempuan-perempuan di Desa Prenduan

yang bersedia menjadi informan saya, atas waktu luangnya saya ucapkan terima

kasih. Selama saya berada di Madura, terlalu banyak keberuntungan yang saya

dapatkan dan keberuntungan tersebut telah sangat membantu saya dalam

menyelesaikan tulisan ini. Atas keberuntungan tersebut saya ucapkan terima

kasih, khususnya kepada keluarga Bapak Muhammad Salim dan Ibu Kudsiyah

atas kebaikannya memberikan saya tempat tinggal selama saya berada di Madura.

Terima kasih pula kepada keluarga Ibu Djumaiah dan Ibu Ikus yang juga telah

bersedia memberikan saya tempat tinggal saat saya ke Madura.

vi

Selama saya mengerjakan skripsi ini, banyak sekali dukungan dari orang-

orang disekitar saya dari awal hingga akhirnya skripsi ini selesai. Terima kasih

untuk Dini, Hizkia, Sifa dan Icha yang menjadi teman sejak ospek. Untuk Annisa,

Atikah dan Mesti yang menjadi keluarga pertama saya di Malang. Terima kasih

untuk Welly, Nur Hanifah, Desli, Anna, dan Tita yang selalu mendukung dan

menjadi teman saya. Untuk Marsya dan Helmawati terima kasih banyak telah

menemani saya selama mengerjakan skripsi dan sangat membantu saya. Terima

kasih untuk Harsa dan Ajeng yang bersedia menjadi editor dari tulisan saya. Saya

ucapkan pula terima kasih kepada seluruh keluarga besar Antropologi Brawijaya,

terutama untuk angkatan 2013. Dan terima kasih untuk Andika atas dukungannya,

yang selalu mau mendengarkan keluhan saya, dan orang kedua setelah adik saya

yang setiap saat bisa saya hubungi.

Yang terakhir saya ucapkan terima kasih kepada keluarga saya, terutama

untuk kedua orang tua saya, Papa Afriwan dan Mama El yang menjadi satu-

satunya motivasi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Terima

kasih banyak atas doa dan dukungannya dalam segala hal yang saya lakukan.

Terima kasih juga kepada kedua saudara saya Mas Richi dan Rifia Dini atas

dukungannya dan selalu mengingatkan saya untuk selalu berdoa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena

itu, penulis menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini.

Malang, 25 Juli 2017

Ririn Arisa

vii

ABSTRAK

Arisa Putri, Ririn. 2017. Pengetahuan Lokal Perempuan tentang Perawatan

Tubuh (Studi Kasus Perempuan Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan,

Kabupaten Sumenep, Madura). Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Brawijaya.

Pembimbing: Prof. Myrtati Dyah Artaria., Dra., M.A., Ph.D Kata Kunci: pengetahuan lokal, ramuan tradisional, merawat tubuh

Setiap perempuan memiliki cara mereka sendiri untuk dapat tetap terlihat

menarik, salah satunya dengan merawat tubuh mereka. Merawat tubuh yang

dimaksudkan adalah cara perempuan untuk menjaga kesehatan, bentuk tubuh, dan

kecantikan. Banyak cara yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut, seperti

mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu maupun dengan menggunakan cara

tradisional lainnya sesuai dengan pengetahuan lokal yang dianut disetiap wilayah.

Pengetahuan lokal masyarakat memengaruhi masyarakat tersebut dalam

berperilaku, tidak terkecuali bagi perempuan dalam menentukan cara mereka

merawat tubuhnya.

Penelitian ini dilakukan di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten

Sumenep, Madura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengetahuan lokal perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan

terhadap perawatan tubuh masih menggunakan ramuan tradisional yang

diturunkan sejak dulu. Pada setiap perkembangannya, terdapat ramuan tradisional

yang digunakan oleh perempuan. Penggunaan ramuan tradisional masih dianggap

efektif dalam menjaga kesehatan.

viii

ABSTRACT

Arisa Putri, Ririn. 2017. Women's Local Knowledge of Body Care (Case Study

of Prenduan Village Women, Pragaan District, Sumenep Regency, Madura).

Study Program Anthropology, Faculty of Humanities, Brawijaya University,

Malang.

Advisor: Prof. Myrtati Dyah Artaria., Dra., M.A., Ph.D

Keywords: local knowledge, traditional ingredients, caring for the body

Every woman has their own way to keep looking attractive, one of them by

taking care of their body. Caring for the body that is meant is the way women to

maintain health, body shape, and beauty. Many ways are done to achieve this,

such as taking traditional herbs in the form of herbal medicine or by using other

traditional ways in accordance with local knowledge held in each region. Local

knowledge of society affects society in behaving, at least, for women in

determining how to care for their bodies.

This research was conducted in Prenduan Village, Pragaan District,

Sumenep Regency, Madura. The method used in this research is qualitative

research method with ethnography approach. The results showed that local

knowledge of Madurese women, especially in Prenduan Village, on body

treatments, still uses traditional herbs that have been derived from the past. In

every development, there is a traditional herb used by women. The use of

traditional herbs is still considered effective in maintaining health.

ix

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4 1.4 Kajian Pustaka ........................................................................................ 4 1.5 Kajian Teori .......................................................................................... 10 1.6 Metode Penelitian ................................................................................. 13

1.6.1 Lokasi Penelitian ............................................................. 14 1.6.2 Pemilihan Informan ......................................................... 15 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................. 18 1.6.4 Analisis Data ................................................................... 21

BAB II SETTING WILAYAH, BUDAYA DAN KEMASYARAKATAN ..... 24

2.1 Letak Geografis Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep ............................................................................................... 24

2.2 Keadaan Pendidikan Masyarakat Desa Prenduan ................................ 30 2.3 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Prenduan ................................... 32 2.4 Keadaan Kesehatan............................................................................... 34 2.5 Kondisi Sosial Budaya ......................................................................... 37

BAB III PEREMPUAN MADURA DAN CARA MERAWAT TUBUH ........ 40

3.1 Perempuan Madura ............................................................................... 40 3.1.1 Aktivitas Perempuan sebagai Istri....................................... 43

x

3.1.2 Perempuan dalam Perekonomian ........................................ 44

3.2 Cara Perempuan Madura dalam Merawat Tubuh ................................. 46 3.2.1 Penggunaan Ramuan Tradisional Madura ......................... 46

3.3 Cara Memperoleh Ramuan Tradisional ................................................ 74 3.4 Pandangan Medis mengenai Penggunaan Ramuan Tradisional pada

Perempuan ............................................................................................ 77 BAB IV MANFAAT PENGGUNAAN RAMUAN TRADISIONAL DALAM

MERAWAT TUBUH MENURUT PEREMPUAN MADURA .......................81 4.1 Sehat bagi Perempuan Madura di Desa Prenduan ................................ 81 4.2 Ramuan Tradisional sebagai Cara Merawat Tubuh ............................. 86

BAB V PENUTUP ................................................................................................98 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 98 5.2 Saran ................................................................................................... 101

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................102 LAMPIRAN ........................................................................................................105

xi

DAFRTAR TABEL

1.1 Nama-nama Informan Penelitian ............................................................... 17

2.1 Jumlah Sarana Pendidikan Umum di Desa Prenduan................................ 30

2.2 Jumlah Sarana Pendidikan Berbasis Agama di Desa Prenduan ................ 31

2.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Tahun

2014 ........................................................................................................... 35

2.4 Jumlah Tenaga Kesehatan ......................................................................... 36

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Pragaan ................................................................ 26

Gambar 2.2 Peta Desa Prenduan ......................................................................... 27

Gambar 2.3 Penampakan Kampong Pesisir dari Atas Bukit .............................. 28

Gambar 2.4 Perairan Surut yang Dijadikan Tempat Kapal Berlabuh ................ 29

Gambar 2.5 Rengginang Hasil Produksi Rumahan............................................ 33

Gambar 2.6 Taneyan Lanjang ............................................................................ 37

Gambar 3.1 Perempuan yang Menggunakan Sarung untuk Beraktivitas ........... 41

Gambar 3.2 Nyo’on ............................................................................................ 42

Gambar 3.3 Penjual Ikan di Pasar ...................................................................... 45

Gambar 3.4 Jamu Galian Rapet ......................................................................... 50

Gambar 3.5 Jamu Galian Singset ....................................................................... 53

Gambar 3.6 Lulur dan Dupa dari Kayu .............................................................. 57

Gambar 3.7 Parem Bawah dan Dupa ................................................................. 70

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Biodata Peneliti ...................................................................... 105

Lampiran 1.2 Peta Wilayah Desa Prenduan .................................................. 106

Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian................................................................ 107

Lampiran 1.4 Surat Pernyataan Penelitian .................................................... 108

Lampiran 1.5 Berita Acara Seminar Proposal Skripsi .................................. 108

Lampiran 1.6 Berita Acara Seminar Hasil Skripsi ........................................ 110

Lampiran 1.7 Berita Acara Bimbingan Skripsi ............................................. 111

105

Lampiran 1.1 Biodata Peneliti

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Ririn Arisa Putri

NIM : 135110800111009

Program Studi : S1 Antropologi

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Mei 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Komp. TNI AL blok cc 16 No.19 RT 09/21

Ciangsana, Gunung Putri, Kabupaten Bogor

Status : Belum Menikah

Golongan Darah : B

Nomer Telepon Seluler : 081210382342

Email : [email protected]

1. Riwayat Pendidikan

2001-2007 : SDN 02 Bogor

2007-2010 : SMP Islam Al Hamid Jakarta

2010-2013 : SMAN 64 Jakarta

2013-1017 : Universitas Brawijaya Malang

2. Pengalaman Organisasi

a. 2013-2014: Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa

Antropologi Universitas Brawijaya.

b. 2014-2015: Bendahara Himpunan Mahasiswa Antropologi Universitas

Brawijaya.

c. 2015-2016: Bendahara UKM Lensa Focus Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Brawijaya.

106

3. Pengakaman Kepanitiaan

a. 2014 :Panitia Bantuan Sosial Antropologi Divisi Bendahara.:

PanitiaTemu Mata Antropologi Divisi PDD.

b. 2015 : Ketua Panitia Bedah Buku “Perbudakan Seksual:

Perbandingan antara Masa Fasisme Jepang dan

Neofasisme Orde Baru” karya Anna Mariana.

: Panitia Inisiasi Antropologi Universitas Brawijaya Divisi

Acara.

c. 2016 : Panitia Pameran Karya Divisi Bendahara.

: Panita Pameran dan Seminar Antropologi Universitas

Brawijaya

4. Pengalaman Kerja

a. Mengikuti Survey Pemilu 2014 (Indonesia Research Center)

b. Mengikuti Quick Count Pemilihan Umum 2014 (Indonesia Research

Center)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya sistem kekeluargaan di Indonesia menganut sistem patriarki,

di mana otoritas berada ditangan laki-laki. Begitupun dengan masyarakat Madura

di Desa Prenduan, Kabupaten Sumenep. Masyarakat tersebut menggunakan pola

patriarki pada sistem kekeluargaan, di mana laki-laki (suami) memiliki kedudukan

utama dalam keluarga, sedangkan perempuan (istri) menjalankan perannya di

ranah domestik seperti mengurus keluarga dan melayani suami (Friedl, 1987:165

dalam Kusnadi). Perempuan (istri) menuruti perintah laki-laki (suami) sebagai

kepala keluarga. Perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan rumah

tangga, yang tidak hanya karena peran domestiknya tetapi juga menjaga agar

kehidupan rumah tangga tetap harmonis. Menjaga tubuh merupakan bentuk dari

cara menjaga keharmonisan tersebut.

Merawat tubuh yang dimaksudkan adalah cara yang dilakukan perempuan

untuk menjaga kesehatan, bentuk tubuh, dan kecantikannya. Aplikasi dari hal

tersebut dapat dilihat saat mereka mencoba berpenampilan menarik dihadapan

suami, demi menyenangkan suami tersebut. Banyak cara yang dilakukan untuk

mencapai hal tersebut, seperti mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu

maupun dengan menggunakan cara tradisional lainnya sesuai dengan pengetahuan

lokal yang dianut disetiap wilayah.

2

Pengetahuan lokal masyarakat memengaruhi masyarakat tersebut dalam

berperilaku, tidak terkecuali bagi perempuan dalam menentukan cara mereka

merawat tubuh. Berbagai macam cara tradisional untuk merawat tubuh telah

banyak dilakukan oleh masyarakat, tidak hanya berkaitan dengan kecantikan saja.

Beberapa diantaranya memanfaatkan tumbuhan lokal sebagai pengobatan

tradisional untuk menjaga kesehatan tubuh (Kementerian Kesehatan RI 2012).

Keyakinan masyarakat lokal terhadap khasiat ramuan tradisional yang

diturunkan dari nenek moyang mereka dan terepresentasikan lewat perempuan

Madura (khususnya para istri). Perempuan Madura masih menggunakan berbagai

ramuan tradisional seperti mengkonsumsi jamu yang tidak hanya dipercaya

sebagai cara untuk merawat tubuh tetapi juga untuk menjaga kesehatannya.

Minum jamu telah menjadi kebiasaan masyarakat khususnya bagi ibu-ibu.

Perbedaan antara ramuan tradisional dari jawa seperti jamu dengan ramuan

tradisional Madura yaitu dari kekhasan aroma pada ramuan tradisional. Ramuan

tradisional Madura memiliki aroma yang lebih kuat berasal dari rempah-rempah

sehingga rasa dari ramuan tradisional Madura jika diminum akan pahit, sedangkan

jamu Jawa lebih manis dan wangi. Ramuan Madura diakui lebih berkhasiat

dibandingkan dengan ramuan dari Jawa. Tidak jarang ibu-ibu yang berasal dari

Jawa memilih untuk mengonsumsi ramuan tradisional Madura. Penambahan cuka

dalam jamu Madura menjadi salah satu kekhasan dari ramuan tradisional Madura.

Ramuan tradisional Madura memiliki keunikan tersendiri, di mana ramuan

tersebut telah menyatu dengan masyarakat hingga saat ini. Mengonsumsi ramuan

3

tradisional telah menjadi kebiasaan pada masyarakat. Masyarakat dalam siklus

kehidupannya menggunakan ramuan tradisional sebagai suatu keharusan.

Perempuan Madura menggunakan ramuan tradisional seperti jamu dan juga

ramuan berbahan dasar tumbuhan alami lainnya. Jamu pada masyarakat Madura

tidak hanya berupa ramuan tradisional yang dikonsumsi dengan cara diminum

tetapi ada juga yang digunakan di bagian luar tubuh. Ramuan tradisional

digunakan oleh perempuan Madura agar tubuh mereka tetap sehat dan tidak

mudah terkena penyakit, karena jika terkena penyakit maka akan berdampak

terhadap keharmonisan rumah tangga, di mana istri tidak dapat melaksanakan

perannya. Menurut Huub de Jonge (1991:16) perempuan Madura memiliki

kelebihan dibandingkan dengan perempuan Jawa, yaitu memiliki bentuk tubuh

yang berisi namun tetap langsing dan memiliki kelebihan dalam urusan

memuaskan kebutuhan suami.

Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih sering mengonsumsi

ramuan tradisional karena perannya sebagai seorang istri yang tidak hanya

bertanggung jawab dalam wilayah domestik tetapi merawat diri dimaknai sebagai

bentuk dalam membahagiakan suami. Seorang ibu sudah terbiasa akan

mengonsumsi ramuan tradisional, setelah menikah maupun sebelum menikah.

Banyak pula para orangtua, khusunya ibu, yang membekali anak perempuannya

dengan ramuan tradisional untuk kebutuhan sehari-hari. Perempuan menjaga

tubuhnya sejak perempuan tersebut mengalami menstruasi hingga tua, maka

perempuan dituntut untuk lebih banyak minum ramuan tradisional seperti jamu.

4

Dengan demikian, adanya penelitian ini dapat dilihat bagaimana cara

perempuan Madura dalam menjaga tubuh mereka dan mengetahui bagaimana

pengetahuan lokal dapat memengaruhi perilaku mereka dalam merawat tubuhnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengetahuan lokal perempuan Madura terhadap perawatan

tubuh?

2. Bagaimana cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya

menggunakan ramuan tradisional?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan agar dapat memberikan informasi mengenai cara

yang dilakukan oleh perempuan Madura dalam merawat tubuhnya. Bagaimana

cantik dan sehat dimaknai oleh perempuan Madura dalam siklus kehidupannya.

Tidak hanya sekedar menggunakan cara tradisional dalam merawat tubuhnya

tetapi adanya pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun dalam

masyarakat tersebut.

1.4 Kajian Pustaka

Siti Rahmah (2014) membahas mengenai pengetahuan lokal masyarakat

terhadap pemanfaatan tumbuhan herbal sebagai ramuan pengolahan SPA

Tradisional yang secara turun-temurun telah dilakukan oleh masyarakat di Desa

Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju. SPA Tradisional digunakan sebagai bentuk

5

perawatan kesehatan dan kecantikan serta penyembuhan penyakit sejak bayi

hingga dewasa. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif dan analisis data, yang

digunakan adalah analisis data kualitatif.

Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju dipilih sebagai lokasi penelitian

karena sebagian masyarakat di Mamuju khususnya masih menggunakan beberapa

jenis perawatan alami dan bersifat tradisional. Tulisan Siti Rahmah (2014) ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan lokal masyarakat terhadap

penggunaan SPA Tradisional dan hasil yang didapatkan oleh masyarakat yang

telah melakukan SPA Tradisional. Masyarakat di Desa Kalukku Barat yang

mayoritas merupakan Suku Mandar memanfaatkan tanaman-tanaman herbal

sebagai bahan ramuan SPA Tradisional berdasarkan pengetahuan-pengetahuan

yang diperoleh dari para orang tua dulu. Masyarakat merasakan hasil yang baik

dari penggunaan SPA Tradisional. Serta beberapa ramuan SPA Tradisionalnya

diolah dengan menggunakan doa-doa agar orang yang menggunakan ramuan

tersebut dapat sembuh dari penyakit yang diderita.

Pengetahuan lokal masyarakat yang berkenaan dengan spa tradisional telah

diperoleh secara turun temurun dari keluarga sebagai tradisi / warisan dari sebuah

kebudayaan yang dimaksudkan untuk dapat melestarikan kebudayaan tersebut.

Berdasarkan sejarah awal mula munculnya SPA sebagai pengobatan penyakit

pada zaman dahulu kemudian terus dikembangkan tidak hanya sebagai

pengobatan penyakit, namun lebih pada perawatan kesehatan dan kecantikan

khususnya bagi wanita yang tidak sempat melakukan perawatan dirumah.

6

Beberapa suku bangsa khususnya di Indonesia memiliki SPA Tradisional olahan

mereka yang di klaim sebagai hasil dari kebudayaannya. Penyebaran kebudayaan

melalui pengetahuan yang dimiliki anggota kelompok kebudayaan inilah yang

menjadikan ramuan SPA Tradisional menjadi dikenal oleh banyak orang baik di

dalam maupun diluar daerah.

Pembuktian terhadap hasil dari SPA tradisional telah banyak dirasakan oleh

masyarakat yang mendapatkan informasi akan khasiatnya. Sehingga dengan hasil

yang baik itu pula para penggunanya terus menggunakan setiap ramuan kesehatan

dan kecantikan ini. Walaupun peredaran produk pabrikan lebih dominan, namun

masyarakat Desa Kalukku Barat tetap mempertahankan eksistensi produk olahan

lokal mereka yang telah menjadi tradisi dalam hal merawat kesehatan dan

kecantikan wanita beribu tahun lamanya. Adanya produk yang bersumber dari

hasil pengetahuan para nenek moyang ini menjadikan masyarakat sadar akan

pentingnya menjaga tradisi mereka.

Afiani dan Atika (2003) membahas mengenai ramuan dari jamucekok yang

dipercayai masyarakat sebagai penyembuhan kurang nafsu makan pada anak.

Tulisan Afiani dan Atika ini merupakan suatu kajian etnomedisin pada

masyarakat Yogyakarta. Jamu yang merupakan ramuan tradisional sebagai salah

satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

mengobati penyakit ringan, mencegah datangnya penyakit, menjaga ketahanan

dan kesehatan tubuh, serta untuk tujuan kecantikan. Salah satu jenis jamu yang

terdapat di Yogyakarta adalah jamu cekok khusus untuk anak-anak. Tujuan dari

tulisan Afiani dan Atika (2003) adalah mengetahui ramuan yang terkandung

7

dalam jamu cekok dan mengetahui manfaat jamu cekok terhadap peningkatan

nafsu makan dan kesehatan anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi

dan wawancara mendalam serta sumber pustaka yang relevan. Informan yang

dipilih pada penelitian ini adalah konsumen jamu cekok terdiri dari lima keluarga

yang memiliki anak usia balita. Keterangan tambahan diperoleh dari pemilik

warung jamu cekok dan seorang ahli tanaman obat tradisional. Permasalahan yang

diangkat pada penelitian ini adalah sejauh mana tradisi minum jamu cekok

memengaruhi peningkatan nafsu makan anak serta proses pewarisan dari generasi

ke generasi.

Meski obat-obat modern untuk mengobati penyakit maupun untuk

meningkatkan nafsu makan pada anak-anak telah banyak yang diproduksi pabrik

dan lebih praktis, tetapi tidak memengaruhi. Demikian pula dengan jamu cekok

tradisional menjadi salah satu pilihan orang tua mengatasi persoalan sulit makan

pada anak-anak. Bahan utama jamu cekok adalah empon-empon yang terdiri dari

Curcuma xanthorriza Robx (temulawak), Zingiber americansL. (lempuyang

emprit), Tinospora tuberculata Beume (brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx

(temu ireng) serta Carica papaya L. (papaya). Alasan utama orang tua mencekok

anaknya karena hilangnya nafsu makan yang dikhawatirkan akan menyebabkan

terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak.

Manfaat utama pengobatan ini adalah mengembalikan nafsu makan anak

disamping sebagai cara penyembuhan mencret, perut kembung, cacingan serta

batuk dan pilek. Pengaruh faktor kepercayaan atau sugesti akan khasiat jamu

cekok mengakibatkan konsumen menyatakan kepuasannya setelah mencekokkan

8

anaknya. Kepercayaan ini tidak lepas dari pengaruh tradisi yang diturunkan dari

generasi ke generasi. Selain itu pengobatan tradisional dengan memanfaatkan

bahan-bahan alam dianggap relatif lebih aman dan harganya terjangkau bagi

masyarakat luas. Kebiasaan minum jamu cekok juga menunjukkan adanya

kecenderungan masyarakat kembali ke alam (back to nature), berusaha

mengurangi atau menghindari efek samping yang dapat timbul karena bahan-

bahan kimia yang biasanya terdapat pada obat-obatan modern, sebagaimana

tradisi yang telah dimiliki oleh nenek moyang mereka.

Rini dan Mutifatul (2014) membahas mengenai pengobatan tradisional

untuk perawatan wanita pada masyarakat Keraton Surakarta Hadiningrat. Tulisan

mereka bertujuan untuk mengkaji etnobotani pengobatan tradisional pada

perawatan wanita di Keraton Surakarta. Kajian penelitian meliputi

keanekaragaman jenis tumbuhan obat komposisi dari ramuan tradisional dan

mengkaji tingkat pengetahuan masyarakat Keraton Surakarta dalam penggunaan

ramuan tradisional. Keraton Surakarta memilki budaya pengobatan tradisional

yang sudah menjadi tradisi. Pengetahuan mengenai tradisi pengobatan tradisional

tersebut seiring kemajuan teknologi dan zaman semakin menurun, pengobatan

tradisional ini terganti oleh pengobatan modern yang perkembangannya semakin

pesat. Menurut Rini dkk, dalam pengobatan tradisional ini menunjukkan 120

spesies tumbuhan obat dari 55 famili yang digunakan untuk ramuan tradisional,

dan terdapat kurang lebihnya 61 jenis ramuan yang digunakan untuk 17 macam

perawatan wanita.

9

Penelitian ini dilakukan di Keraton Surakarta dan Kelurahan Baluwarti,

pengumpulan data etnobotani dengan melakukan wawancara, studi literature,

survey, dan kuisioner. Rini dkk, menjelaskan bahwa masyarakat Baluwarti yang

terdiri dari pangeran, kerabat, abdi dalem, dan masyarakat biasa ini masih

menjalankan tradisi pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan obat

untuk merawat dan menjaga kesehatan tubuh. Ramuan obat tersebut kemudian

digolongkan menjadi empat golongan, yaitu Jalu husada untuk pengobatan pria,

wanita husada untuk pengobatan wanita, rarya husada untuk pengobatan anak-

anak, dan triguna untuk semua jenis penyakit.

Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional Keraton Surakarta ini

diturunkan secara langsung, yaitu dengan cara masing-masing keluarga raja

mentransfer pengetahuan mereka kepada para abdi dalem yang berada di rumah,

kemudian para abdi dalem diajarkan untuk meracik ramuan yang dikonsumsi

untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut Rini dkk, pengobatan tradisional yang

masih digunakan untuk perawatan wanita di kalangan keraton ini berasal dari

tumbuh-tumbuhan yang dalam jurnal ini dijelaskan bahwa ramuan yang terbagi

menjadi 17 macam kategori kegunaan itu digunakan dengan berbagai cara, yaitu

seperti diminum dan dioles (boreh, lulur, tapel, masker). Dari hasil analisis data

tingkat pengetahuan masyarakat Baluwarti ini menunjukkan bahwa penurunan

pengetahuan dan penggunaan pengobatan tradisional dilakukan oleh masyarakat

berusia muda yaitu kisaran usia 15-25 tahun.

Melalui beberapa kajian pustaka tersebut dapat terlihat bagaimana

persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ini mengenai pengetahuan

10

lokal perempuan madura dalam merawat tubuh mereka. Penelitian kali ini menjadi

sama terkait isu yang dibahas mengenai bagaimana cara-cara penanganan suatu

penyakit. Terlihat bagaimana dari beberapa tulisan membahas macam-macam

pengobatan yang ada di Indonesia selain menggunakan medis.

Beberapa tulisan tersebut membahas pula mengenai penggunaan ramuan

tradisional sebagai cara menjaga kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini

adalah mengenai ramuan tradisional berupa tumbuh-tumbuhan yang tidak hanya

digunakan sebagai bentuk penyembuhan tetapi bagaimana perempuan Madura

merawat tubuh mereka dengan pemilihan ramuan tradisional yang tidak hanya

bagi kesehatan tetapi juga kecantikan. Pada kajian pustaka ketiga perbedaan

dilihat dari pemilihan lokasi penelitian dan metode yang digunakannya.

1.5 Kajian Teori

Kesehatan bagi manusia merupakan modal utama dalam beraktivitas.

Menjadi sehat merupakan investasi yang melebihi uang. Menurut World Health

Organization (WHO, 1981:38) sehat didefinisikan sebagai “a state of complete

physical, mental, and social well being, and not merely the absence of disease or

infirmity”. Sehat tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi

mental dan sosial seseorang. Menurut UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial

yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Maka kesehatan

harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental

dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

Bagi masyarakat, kesehatan adalah sebagai kemampuan fungsional dalam

11

menjalankan peranan-peranan sosial dalam kehidupan sehari-hari (Wilson dalam

Kalangie, 1970:12).

Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan

pada tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik,

ekonomi, dan budaya yang melingkupi individu tersebut (Ewles & Simmet,

1992). Kondisi budaya juga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan

Madura terhadap perilaku sehat mereka. Kebudayaan merupakan keseluruhan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).

Konsep tentang kesehatan adalah berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain

(Sudarma, 2008: 30-31). Hal ini disebabkan oleh pengetahuan tentang kesehatan

yang berbeda-beda. Beberapa konsep kesehatan yang muncul tersebut nantinya

akan menimbulkan perilaku sehat yang dijalani setiap individu dalam menjaga

kesehatan.

Pada kondisi tersebut, hidup sehat kemudian menjadi keinginan setiap

manusia. Akan tetapi manusia tidak selamanya dapat tetap sehat. Munculnya

penyakit menyebabkan manusia harus melakukan suatu cara agar dapat

menyambuhkan penyakit tersebut. Setiap masyarakat mempunyai sistem medis

sendiri. Sistem medis adalah unsur universal dari suatu kebudayaan sehingga

sistem medis merupakan bagian integral dari kebudayaan. Kebudayaan

mempunyai sifat yang tidak statis, berarti dapat berubah cepat atau lambat karena

12

adanya kontak-kontak kebudayaan atau adanya gagasan baru dari luar yang dapat

mempercepat proses perubahan (Dumatubun, 2002).

Hal ini berarti terjadi proses interaksi antara pranata dasar dari kebudayaan

penyandangnya dengan pranata ilmu pengetahuan yang baru, menghasilkan

pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang mengakibatkan

terjadinya perubahan gagasan budaya dan pola perilaku dalam masyarakat secara

menyeluruh atau tidak menyeluruh. Terdapat persepsi yang berbeda di masyarakat

tentang pengertian mengenai penyakit, sehat, dan sakit.

Konsep etnomedisin, merupakan cabang antropologi kesehatan yang

membahas tentang asal mula penyakit, sebab-sebab dan cara pengobatan menurut

kelompok masyarakat tertentu. Etnomedisin merupakan aspek yang muncul dari

kebudayaan manusia. Etnomedisin merupakan kepercayaan dan praktek-praktek

yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan

kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual

kedokteran modern (Hughes 1968: 99 dalam Foster dan Anderson). Studi tentang

etnomedisin pada dasarnya untuk memahami budaya kesehatan dari sudut

pandang masyarakat (emic view), terutama sistem medis yang telah menjadi

tradisi masyarakat secara turun-temurun.

Pada masyarakat Madura bentuk dari etnomedisin dapat dilihat dari

penggunaan jamu tradisional bagi para perempuan Madura dalam menjaga

kesehatan dan aspek kecantikan lainnya yaitu dengan merawat tubuhnya.

Mengonsumsi jamu menjadi kebiasaan pada perempuan Madura karena

pengetahuan tersebut telah mereka dapatkan secara turun-temurun. Bagaimana

13

masyarakat menjaga tubuh dan kesehatan khususnya bagi perempuan Madura

yang telah menikah, di mana menjadi sehat merupakan keharusan karena peran

yang dimiliki perempuan Madura dalam mengurus rumah tangga sebagai istri dan

ibu akan terganggu jika tidak sehat.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, di mana penelitian

kualitatif dimaksudkan dapat mempermudah peneliti dalam memahami fenomena

sebenarnya yang terjadi di masyarakat yang menjadi subjek penelitian, seperti

perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik yang nantinya dijelaskan

dengan cara deskriptif (Moleong, 2007:6). Pada penelitian kualitif, peneliti

memperoleh data melalui informan yang jawabannya tidak dibatasi, seperti yang

dijelaskan oleh Moleong (1999) bahwa penelitian kualitatif merupakan

pengumpulan data bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal

dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo, dan

dokumen resmi lainnya.

Terdapat beberapa pendekatan dalam pengumpulan data pada metode

penelitian kualitatif, salah satunya dengan menggunakan metode etnografi dalam

mengkajinya. Etnografi merupakan tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa

yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work)

selama sekian bulan (Spradley, 2007). Metode etnografi dipilih untuk memperoleh

data yang diinginkan, peneliti terjun langsung ke masyarakat dengan waktu yang

cukup lama, menjadi bagian dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.

14

Penggunaan metode etnografi dalam penelitian ini diharapkan mampu

membantu peneliti dalam mendeskripsikan penemuan-penemuan mengenai

keadaan yang terjadi pada masyarakat terutama untuk melihat bagaimana

masyarakat dalam pemilihan ramuan tradisional sebagai cara perawatan tubuh

yang dilakukan oleh perempuan.

1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten

Sumenep, Madura. Tradisi di desa tersebut masih kental akan penggunaan ramuan

tradisional, seperti minum jamu yang dilakukan oleh perempuan. Pengetahuan

tersebut diturunkan hingga saat ini sehingga keyakinan akan penggunaan jamu

dan ramuan tradisional lainnya sebagai cara untuk menjaga kesehatan pada tubuh

perempuan Madura, di mana Madura terkenal dengan ramuan untuk menjaga

tubuh khususnya bagi perempuan.

Perempuan Desa Prenduan masih menggunakan dan mengonsumsi ramuan

tradisonal yang didapatkan dengan cara membeli atau dengan membuat sendiri.

Adanya pasar memudahkan masyarakat untuk memperoleh ramuan tradisional

instan atau dalam mendapatkan bahan-bahan untuk membuat ramuan tradisional.

Masih dipilihnya ramuan tradisional oleh masyarakat Desa Prenduan khususnya

perempuan, maka Desa Prenduan dirasa tepat sebagai tempat penelitian untuk

menjelaskan penggunaan ramuan tradisioanal dalam merawat tubuh bagi

perempuan.

15

1.6.2 Pemilihan Informan

Penulis telah menentukan informan siapa saja yang akan mendukung

penelitian ini berdasarkan kriteria oleh penulis, yaitu informan yang merupakan

seorang istri dan ibu yang masih aktif menggunakan ramuan tradisional, istri yang

bekerja maupun ibu rumah tangga. Ramuan tradisional yang digunakan dapat

berupa jamu yang dikonsumsi ataupun penggunaan ramuan tradisional lainnya.

Kriteria tersebut sesuai dengan persyaratan pemilihan informan menurut Spradley

(2007: 68) menjelaskan bahwa terdapat lima persyaratan untuk memilih informan

yang baik, di antaranya:

1. Enkulturasi Penuh

Enkulturasi merupakan proses alami dalam mempelajari suatu

budaya tertentu. Informan yang baik akan mengetahui budaya mereka

dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya. Mereka (informan)

melakukan berbagai hal secara otomatis dari tahun ke tahun. Seorang

informan setidaknya harus mempunyai keterlibatan dalam suasana

budaya satu tahun penuh. Maka dari penjelasan tersebut informan

yang dipilih merupakan perempuan berusia 20-60 tahun. Pada usia

tersebut manusia telah mampu berfikir mandiri dan sadar dalam

menentukan cara untuk merawat tubuhnya. Informan merupakan

perempuan keturunan Madura asli dan telah menetap di Desa

Prenduan selama proses tumbuh kembangnya menjadi perempuan

dewasa.

16

2. Keterlibatan Langsung

Seseorang yang terlibat dalam suasana budaya akan

menggunakan pengetahuannya untuk membimbing tindakannya,

kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ketika

informan meninggalkan suasana budaya aslinya maka pengetahuan

akan budayanya tersebut akan sulit untuk diungkapkan kembali. Hal

tersebut dapat memengaruhi penggalian data yang ingin dilakukan

untuk melihat atau mengenal budaya asli seorang informan. Pada hal

ini informan yang dipilih merupakan informan yang masih aktif dalam

mengonsumsi ramuan tradisional atau membuat ramuan tradisional

untuk dikonsumsi.

3. Suasana Budaya yang Tidak Dikenal

Peneliti memilih informan dengan memanfaatkan waktu

penelitian yang cukup. Ketika perbedaan menjadi demikian besar,

maka permasalahan dalam penelitian lapangan menjadi sangat banyak.

Namun, ketika perbedaan tidak begitu besar, muncul pula masalah-

masalah lainnya. Pada penjelasan tersebut, pemilihan informan dilihat

dari asal informan tersebut. Dilihat dari aktifitas sehari-hari oleh

informan yang masih aktif mengonsumsi ramuan tradisional dan

daerah asal orang tersebut.

17

4. Waktu yang Cukup

Informan yang dipilih memiliki waktu untuk menjelaskan atau

memberikan informasi kepada peneliti. Informan yang dipilih tersebut

menjadi sumber data peneliti selama penelitian. Informan tidak

merasa terganggu oleh proses wawancara yang berlangsung oleh

peneliti. Oleh karena itu, sebelum memulai wawancara, peneliti

memastikan terlebih dahulu kepada informan atas kesediannya untuk

meluangkan waktu selama proses wawancara. Peneliti tidak akan

melakukan penelitian saat informan sedang sibuk menjalankan

aktivitasnya. Berikut merupakan data nama informan selama

penelitian:

Tabel. 1.1 Nama-nama Informan Penelitian.

5. Non-analitis

Beberapa infroman menggunakan bahasa mereka untuk

menggambarkan berbagai kejadian dan tindakan dengan cara yang

No. Nama Usia

1 Zai 41 tahun

2 Dju 60 tahun

3 Har 26 tahun

4 Rah 36 tahun

5 Li 30 tahun

6 Sul 55 tahun

7 Ki 37 tahun

8 Ze 24 tahun

18

hampir tanpa analisis mengenai arti atau signifikansi dari kejadian dan

tindakan tersebut. Informan yang dipilih yaitu tidak menganalisis

kebudayaannya sendiri dari perspektif orang lain.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara terus-menerus melalui empat metode

yang digunakan untuk membantu peneliti dalam mendapatkan data dari informan.

Adapun metode pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dokumentasi,

dan studi pustaka.

1. Observasi Partisipasi

Obervasi partisipasi merupakan langkah awal untuk menjalani

hubungan baik dengan informan. Data observasi meliputi berbagai

aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat.

Pengamatan dilakukan dengan melihat aktivitas dari keseharian

perempuan di Desa Prenduan. Melihat aktivitas perempuan sebagai

seorang istri yang tidak hanya melakukan pekerjaan rumah tangga

tetapi juga memiliki kegiatan di ranah publik. Peneliti melakukan

observasi di Desa Prenduan dengan berjalan kaki untuk melihat

keadaan sekitar desa.

2. Wawancara

Wawancara sebagai metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, peneliti mendapat keterangan atau pendirian

secara lisan dari sasaran penelitian (informan). Spradley (2007)

19

menjelaskan bahwa wawancara merupakan jenis peristiwa percakapan

yang khusus. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau

diperoleh melalui observasi dapat digali dari wawancara

(Notoatmodjo, 2005 : 102). Observasi saja tidak memadai dalam

melakukan penelitian, karena mengamati kegiatan dan kelakuan orang

saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau dirasakan

orang lain.

Proses wawancara dilakukan dengan ibu rumah tangga, ibu yang

bekerja, dan dukun bayi. Proses wawancara yang dilakukan di Desa

Prenduan tidak mengalami kesulitan karena penggunaan ramuan

tradisional pada perempuan telah menjadi kebiasaan sehingga bagi

perempuan yang mengonsumsi ramuan tradisional dianggap wajar.

Namun, bagi pembuat ramuan tradisional untuk diperjualbelikan

terkadang mereka tidak bersedia diwawancarai mengenai bahan-bahan

yang digunakan pada ramuan tradisional tersebut. Tongkat Madura

merupakan salah satu ramuan tradisional Madura yang kegunaannya

untuk merapatkan organ reproduksi perempuan khususnya perempuan

yang telah melahirkan. Tongkat Madura telah banyak diproduksi

untuk diperjualbelikan sehingga banyak produsen yang menjual

produk tersebut dengan menggunakan ramuan tradisional yang

dirahasiakan. Oleh karena itu, produsen tersebut tidak bersedia

diwawancarai karena takut rahasia dari ramuannya tersebut diketahui

oleh produsen lain.

20

Perempuan Madura yang berusia lebih dari 50 tahun terkadang

sulit untuk berkomunikasi dengan bahasa lain selain bahasa Madura,

karena bahasa Madura merupakan bahasa keseharian mereka. Hal

tersebut menjadi salah satu kesulitan selama proses wawancara karena

peneliti tidak menguasai bahasa Madura. Akan tetapi, informan

mencoba menjelaskan mengenai informasi yang dimiliki dengan

menggunakan bahasa Indonesia semampu mereka sehingga saat

proses wawancara, informan yang tidak lancar menggunakan bahasa

Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang terkadang tetap

terdapat bahasa Madura saat wawancara.

Adanya penerjemah yang membantu peneliti dalam

menerjemahkan bahasa Madura yang digunakan oleh informan saat

proses wawancara. Penerjemah tersebut merupakan orang Madura

yang menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

3. Dokumentasi

Dokumentasi di sini dimaksudkan untuk melengkapi data-data

yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Dokumentasi

lebih kepada perolehan data secara visual dengan alat bantu berupa

kamera dan alat perekam gambar yang hasilnya berupa video.

Dokumentasi digunakan sebagai bukti visual untuk melengkapi

kebenaran dari data yang didapatkan. Hasil dari dokumentasi dapat

berupa foto, video, dan rekaman wawancara.

21

Untuk memudahkan peneliti dalam proses wawancara, peneliti

menggunakan alat perekam suara untuk merekam pembicaraaan antara

peneliti dan informan. Ada pula foto-foto dari beberapa gambaran

mengenai perempuan Madura saat mengerjakan aktivitasnya sehari-

hari dan bentuk dari ramuan tradisional Madura yang digunakan.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka sebagai referensi bagi peneliti untuk melakukan

suatu penelitian. Studi pustaka dapat berupa buku maupun jurnal yang

berhubungan dengan topik penelitian. Penulis membutuhkan referensi

untuk mengetahui sosial budaya dan pengetahuan lokal yang telah ada

di masyarakat tersebut. Dengan demikian, studi pustaka menjadi

bahan acuan untuk melakukan penelitian mengenai rumusan masalah

dalam penelitian.

1.6.4 Analisis Data

Analisis etnografi digunakan pada penelitian ini dalam menganalisis data.

Menurut Spradley (2007:130) analisis etnografi merupakan penyelidikan berbagai

kebudayaan secara keseluruhan dan sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh

informan. Terdapat beberapa tahap yang digunakan oleh peneliti untuk

mempermudah dalam analisis data. Adapun tahap-tahap yang dilakukan sebagai

berikut:

22

1. Memilih masalah

Masalah yang dipilih pada awalnya merupakan masalah umum

yang kemudian permasalahan dipersempit menjadi isu atau topik yang

diangkat oleh peneliti. Isu tersebut terangkum dalam rumusan

masalah.

Pada penelitian ini, permasalahan atau topik yang diangkat

peneliti mengenai cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya

dengan menggunakan ramuan tradisional Madura. Permasalahan

tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena dapat mengetahui

bagaimana pengetahuan masyarakat memengaruhi penggunaan

ramuan tradisional Madura sebagai cara untuk merawat tubuh bagi

perempuan.

2. Mengumpulkan Data Kebudayaan

Peneliti melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan

deskriptif, structural, dan kontras. Hal ini dilakukan agar mendapatkan

informasi dan data yang sesuai dengan topik permasalahan dalam

penelitian ini. Mengumpulkan data kebudayaan merupakan cara yang

dilakukan peneliti dalam melihat bagaimana budaya-budaya yang ada

di masyarakat. Kebudayaan itu nantinya diharapkan mampu melihat

bagaimana budaya kehidupan masyarakat.

Pengumpulan data yang diperoleh dari informan seperti ibu

yang telah memiliki anak, pada perempuan yang memiliki aktivitas di

luar rumah, dan dukun bayi yang biasa membantu proses melahirkan

23

serta membuatkan jamu untuk ibu hamil hingga melahirkan, berjalan

dengan baik tanpa adanya kendala yang menyulitkan peneliti.

3. Menganalisis Data Kebudayaan

Pada bagian ini, peneliti memeriksa ulang data yang didapat

ketika turun lapangan. Hal ini dilakukan agar memudahkan peneliti

untuk mencari hubungan satu sama lain, baik dalam wujud makna

atau simbol-simbol tersebut. Setelah mendapatkan data-data mengenai

kebudayaan yang ada pada kehidupan perempuan Madura nantinya

data tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan

sosial budaya yang terjadi. Hasil tersebut dapat diketahui setelah

menganalisis temuan-temuan data mengenai kebudayaan. Temuan

data nantinya akan dikaitkan dengan konsep etnimedisin, di mana hal

tersebut untuk membantu peneliti dalam menjelaskan mengenai

ramuan tradisional yang digunakan oleh perempuan Madura sebagai

cara merawat tubuh.

4. Menulis Etnografi

Pada bagian ini proses temuan data yang diperoleh di lapangan

dideskripsikan dalam sebuah hubungan antara data dengan konsep

atau teori yang digunakan. Tahap ini merupakan bagian dari

penyimpulan mengenai temuan data yang telah diperoleh selama

melakukan penelitian di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan,

Kabupaten Sumenep, Madura.

24

BAB II

SETTING WILAYAH, BUDAYA DAN KEMASYARAKATAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai keadaan wilayah penelitian yang

dilakukan di Madura, tepatnya di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten

Sumenep. Gambaran umum dari lokasi penelitian ini dapat dilihat dari keadaan

geografis, keadaan demografis, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial budaya

masyarakat.

2.1 Letak Geografis Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten

Sumenep

Pulau Madura terletak pada bagian timur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7º

sebelah selatan dari khatulistiwa di antara 112º dan 114º BT, Selat Madura

memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, serta menghubungkan Laut Jawa

dan Laut Bali (Huub de Jonge, 1989:3). Panjang Pulau Madura kurang lebih 190

km dan luasnya 5.304 km², jarak terlebar pulau adalah 40 km. Pantai utara

merupakan satu garis panjang yang hampir lurus, sementara pantai selatan di

bagian timur memiliki dua teluk yang besar, terlindung oleh pulau-pulau,

gundukan pasir dan batu batu karang.

Pulau Madura terbagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang,

Pamekasan dan Sumenep. Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang

berbeda di antara kabupaten yang ada di Madura, terletak di sebelah timur Pulau

Madura, di mana wilayah Kabupaten Sumenep tidak hanya terdiri dari dataran

tetapi juga terdapat pulau yang tersebar sekitar 126 pulau, namun hanya sekitar 48

25

pulau yang berpenghuni. Memiliki 27 kecamatan, 4 kelurahan, 328 desa, 1.774

RT (Rukun Tetangga) dan 5.569 RW (Rukun Warga).

Desa Prenduan terletak di sepanjang pantai selatan Pulau Madura,

merupakan desa yang menjadi jalur perdagangan terpenting di Kabupaten

Sumenep (Huub de Jonge, 1989). Secara Administratif, Desa Prenduan termasuk

dalam Kecamatan Pragaan. Kecamataan Pragaan memiliki luas wilayah sekitar

57,84 km² (2,76% dari Luas Kabupaten Sumenep). Letak Kecamatan Pragaan

berbatasan dengan:

• Sebelah Utara : Laut Jawa

• Sebelah Selatan : Kecamatan Ganding dan Guluk-Guluk

• Sebelah Timur : Kecamatan Ambunten

• Sebelah Barat : Kecamatan Pamekasan

Kecamatan Pragaan merupakan desa pertama yang dilalui saat memasuki

wilayah Kabupaten Sumenep. Terdiri dari 14 desa, yaitu:

• Prenduan

• Pragaan Laok

• Pragaan Daya

• Jaddung

• Pakamban Laok

• Pakamban Daya

• Sentol Laok

• Sentol Daya

• Larangan Perreng

• Rombasan

• Sendang

• Kaduara Timur

• Aengpanas

• Karduluk

26

Gambar 2.1. Peta Kecamatan Pragaan

(Sumber: https://maps.google.com)

Desa Preduan merupakan desa dengan kepadatan penduduk tertinggi di

antara desa lainnya di Kecamatan Pragaan. Memiliki luas wilayah 4,55 Km²

dengan tinggi wilayah dari permukaan air laut ± 200 meter. Desa Prenduan

berbatasan dengan:

• Sebelah Barat : Desa Pragaan Lao’

• Sebelah Timur : Desa Aeng Panas

• Sebelah Utara : Kecamatan Guluk-Guluk

• Sebelah Selatan : Selat Madura

Jumlah penduduk desa sebanyak 13.109 jiwa, terdiri atas 6.569 jiwa laki-

laki dan 6540 jiwa perempuan. Setiap tahunnya, sekitar 157 jiwa lahir, 128 jiwa

angka kematian, 25 orang datang dan 54 penduduk yang pindah. Islam menjadi

agama yang dianut oleh penduduk desa. Terdapat 24 RW dan 26 RT, yang terbagi

dalam 7 dusun, yaitu:

27

• Dusun Prenduan

• Dusun Ongga’an

• Dusun Tamanan

• Dusun Tapsiun

• Dusun Pao

• Dusun Bataal

Topografi Desa Prenduan berupa daerah gunung dan daerah pesisir. Daerah

gunung oleh masyarakat setempat dikenal sebagai daerah onggaan, karena

letaknya yang lebih tinggi. Daerah pesisir dikenal sebagai kampong pesisir, di

mana rumah-rumah yang terdapat di kampung tersebut letaknya dekat dengan

garis permukaan air pantai.

Gambar 2.2 Peta Desa Prenduan

(Sumber: https://maps.google.com)

28

Pada jalur pantai dari Desa Prenduan merupakan salah satu wilayah yang

paling kering di Madura, sehingga masyarakat menjadikan tempat tersebut

sebagai lahan pertanian garam. Lahan kering seluas 372,95 Ha merupakan

wilayah pertanian, perkebunan seperti tumbuhan palawija dan hutan. Luas lahan

yang digunakan untuk bangunan sekitar 67,7 Ha dan sekitar 14,8 Ha merupakan

luas lahan untuk jalan, kuburan serta sungai.

Gambar 2.3 Penampakan Kampong Pesisir dari Atas Bukit

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Desa Prenduan tidak memiliki pelabuhan, sehingga kapal berlabuh di

Paluhan. Pantai di Desa Prenduan merupakan perairan dangkal yang luas

terbentang, sebagian berlumpur, sebagian berpasir, ketika terjadi pasang surut

menjadi kering sehingga bisa dijadikan tempat untuk kapal berlabuh.

29

Gambar 2.4. Perairan Surut yang Dijadikan Tempat Kapal Berlabuh

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pada pasang surut rendah, jarak antara air dan tempat tinggal penduduk

kurang lebih tiga ratus meter. Pada beberapa tempat seperti di depan jalur pantai

yang berpasir ditumbuhi pohon-pohon bakau yang rendah. Pada bagian timur desa

terdapat deratan batu yang panjang, tegak lurus dengan pantai, dan dipakai untuk

pemeliharaan tiram secara kecil-kecilan.

Desa Prenduan merupakan pusat pembelian dan ekspor terutama untuk

tembakau, gula siwalan dan ikan teri yang dikeringkan. Perdagangan tersebut,

sebagian besar dilakukan di luar pasar-pasar setempat di Madura. Namun, ada

pula penduduk kampung pesisir desa yang terlibat dalam kegiatan dagang, dengan

membuka toko di sepanjang jalan utama desa yang juga merupakan jalur

perdagangan di Madura.

30

2.2 Keadaan Pendidikan Masyarakat Desa Prenduan

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Pendidikan tidak hanya dapat diperoleh secara formal

tetapi juga secara non formal. Pendidikan secara formal merupakan pendidikan

yang diperoleh melalui program-program yang telah direncanakan dan terstruktur

oleh negara. Sekolah merupakan sarana pendidikan di mana masyarakat

memperoleh pendidikan formal. Sedangkan pendidikan non formal diperoleh dari

kehidupan sehari-hari maupun berbagai pengalaman baik yang dialami atau

dipelajari dari orang lain dan kehidupan sosial budayanya.

Masyarakat Desa Prenduan termasuk yang mementingkan pendidikan.

Kesadaran akan pentingnya pendidikan tidak hanya bagi laki-laki tetapi juga

perempuan. Perempuan dapat menempuh pendidikan yang sama dengan laki-laki.

Berikut data jumlah sarana pendidikan di Desa Prenduan:

Tabel 2.1 Jumlah Sarana Pendidikan Umum di Desa Prenduan

No Sarana Pendidikan Jumlah

Sekolah

Jumlah Murid

Laki-laki Perempuan

1 Taman Kanak-Kanak (TK) - - -

2 Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 124 94

3 Sekolah Dasar Swasta 1 40 45

4 Sekolah Menengah Pertama

Negeri (SMPN) 0 - -

5 Sekolah Menengah Pertama

Swasta 2 36 36

31

6 Sekolah Menengah Umum

(SMU) 1 46 52

7 Perguruan Tinggi 0 - -

Sumber: UPT Dinas Pendidikan

Tabel 2.2 Jumlah Sarana Pendidikan Berbasis Agama di Desa Prenduan

No Sarana Pendidikan Jumlah

Sekolah

Jumlah Murid

Laki-laki Perempuan

1 Paud 7 121 134

2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 9 517 487

3 Madrasah Tsanawiyah

(MTs) 2 68 83

4 Madrasah Aliyah (MA) 1 77 86

Sumber: PPAI Kecamatan

Pada sekolah berbasis agama, kegiatan belajar mengajar diadakan pada hari

sabtu hingga hari kamis, hari jumat merupakan hari libur sekolah. Sementara pada

sekolah umum, hari minggu tetap dijadikan hari libur dan sekolah masuk di setiap

hari senin hingga sabtu. Desa Prenduan terkenal akan Pondok Pesantren Al Amin,

di mana pondok pesantren tersebut merupakan pondok pesantren terbesar di

Madura yang sangat mengutamakan pelajaran agama Islam dan diimbangi dengan

pelajaran umum.

Bagi anak laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan pendidikannya

pada tingkat sekolah dasar akan dimasukkan oleh orang tua mereka ke sekolah

dengan berbasis agama, seperti pondok pesantren atau Madrasah Tsanawiyah

Negeri (MTs). Akan tetapi, kebanyakan para orang tua menyekolahkan anak

32

mereka ke pondok pesantren, dari tingkat MTs atau setara SMP hingga lulus MA

atau setara SMA. Tujuannya agar anak tersebut memperoleh pendidikan agama

yang baik dan tetap dapat memperoleh pengetahuan umum lainnya.

Pada anak perempuan, mondok menjadi pilihan yang harus dijalani karena

paksaan dari orang tua terhadap anak perempuan untuk mondok lebih besar

dibandingkan dengan anak laki-laki. Walaupun bagi anak laki-laki, mondok tetap

diharuskan. Hal tersebut bertujuan agar anak perempuannya tetap pada jalan yang

benar menurut agama dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama

akibat pergaulan semasa mudanya.

Kemudian anak tersebut boleh memilih untuk melanjukan kuliah atau

mencari pekerjaan. Kebudayaan masyarakat yang menikahkan anak

perempuannya saat lulus SMA atau MA tidak memengaruhi masyarakat dalam

mengizinkan anaknya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Walaupun izin bagi

anak perempuan yang ingin menempuh pendidikan di luar atau merantau

membutuhkan perundingan keluarga terlebih dahulu.

2.3 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Prenduan

Topografi desa yang berada di daerah pegunungan dan daerah pepisir

memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat Desa Prenduan yang sangat beragam.

Pada daerah pegunungan, mayoritas masyarakat desa berkebun dan kegiatan

ekonomi non pertanian lainnya. Sementara masyarakat pesisir mayoritas

berdagang karena letaknya yang merupakan jalur perdagangan terpenting di

Kabupaten Sumenep dan sebagai nelayan karena letaknya yang dekat dengan

pantai.

33

Masyarakat pegunungan menanam tanaman palawija dan tumbuhan lainnya,

karena banyaknya lahan yang dapat digunakan untuk berkebun. Tanahnya yang

subur memberikan keuntungan bagi masyarakat sehingga tumbuhan yang ditanam

oleh warga dapat tumbuh dengan subur. Biasanya hasil dari perkebunan akan

dijual di pasar yang berada di daerah pesisir atau pasar Rabu yang hanya buka

pada hari Rabu.

Desa Prenduan juga terkenal dengan makanan rengginang. Rengginang

merupakan produksi rumahan yang diolah dengan campuran ikan. Rengginang

dengan campuran ikan teri menjadi primadona karena rasanya yang lebih enak

dibandingkan dengan campuran ikan lainnya.

Gambar 2.5. Rengginang Hasil Produksi Rumahan

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Rengginang dengan campuran ikan teri dijual seharga Rp. 25.000 per

bungkus, sementara rengginang dengan olahan lorjuk dijual dengan harga Rp.

18.000 per bungkus. Masyarakat yang memproduksi rengginang tidak hanya yang

34

berada di daerah pesisir saja, tetapi masyarakat daerah pegunungan ada juga yang

memproduksi rengginang, meskipun tidak sebanyak pada daerah pesisir.

2.4 Keadaan Kesehatan

Keadaan kesehatan masyarakat Desa Prenduan dapat dikatakan baik, karena

pola hidup mereka yang aktif bergerak dan banyak mengonsumsi ikan serta sayur.

Letaknya yang dekat dengan pantai dan perkebunan memudahkan masyarakat

dalam mendapatkan ikan dan sayur untuk dikonsumsi. Bangunan rumah penduduk

desa termasuk dalam rumah sehat, karena di setiap rumahnya sudah memiliki

Mandi Cuci Kakus (MCK) pribadi. Masyarakat juga tidak kesulitan mendapatkan

air bersih karena mayoritas masyarakat Desa Prenduan mendapatkan air dari

Perusaahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan ada pula yang sudah menggunakan

sumur pompa. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir mendapatkan air bersih

dengan menggunakan sumur pompa, sementara yang berada di daerah

pegunungan mendapatkan air bersih dari PDAM, di mana PDAM akan

mengalirkan air ke lingkungan warga pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan malam

hari pukul 20.00 WIB.

Desa Prenduan memiliki beberapa sarana kesehatan yang cukup

memumpuni masyarakat dalam memperoleh penanganan medis. Berikut data

jumlah sarana kesehatan di Desa Prenduan.

35

Tabel 2.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Tahun 2014

No Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit -

2 Rumah Sakit Bersalin -

3 Puskesmas Keliling -

4 Poskesdes 1

5 Praktek Dokter 2

6 Praktek Bidan 3

7 Praktek Mantri Kesehatan 1

8 Praktek Tabib -

9 Puskesmas -

10 Puskesmas Pembantu -

11 Posyandu 15

Sumber: Puskesmas Kecamatan

Tabel 2.4 Jumlah Tenaga Kesehatan No Tenaga Kesehatan Jumlah

1 Dokter Umum -

2 Dokter Gigi -

3 Dokter Spesialis -

4 Bidan 3

5 Perawat 1

6 Mantri 1

36

7 Dukun 2

Sumber: Puskesmas Kecamatan

Adanya sarana kesehatan pada Desa Prenduan, tidak merubah kebiasaan

masyarakat untuk lebih memilih menggunakan penanganan secara tradisional.

Seperti saat melahirkan, perempuan desa tersebut memilih untuk datang ke dukun

bayi dibandingkan dengan ke bidan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu

Har (26 tahun) “kalau melahirkan ke dukun bayi, sama kalau periksa kandungan

juga di dukun bayi. Kadang kalau ke bidan suka salah perkiraan. Bidan juga pake

dukun bayi buat bantu melahirkan”.

Mayoritas dari masyarakat desa memilih untuk menggunakan ramuan

tradisional yang didapatkan dengan cara membuatnya sendiri ataupun

membelinya karena kepercayaan akan khasiat dari ramuan tradisonal masih sangat

kuat. Akan tetapi masyarakat tidak menutup diri akan kemajuan teknologi dunia

kedokteran, ada pula masyarakat yang datang ke ahli kesehatan atau medis untuk

memastikan mengenai penyakit yang diderita. Masyarakat Desa Prenduan

menggunakan dua cara pengobatan yaitu dengan menggunakan tenaga medis yang

merupakan salah satu pengobatan modern tetapi pengobatan utama yang

digunakan dengan cara tradisional yaitu menggunakan bahan-bahan dari rebusan

tumbuh-tumbuhan yang memiliki manfaat untuk menjaga tubuh tetap sehat dan

menyembuhkan penyakit.

37

2.5 Kondisi Sosial Budaya

Pada masyarakat Madura sistem kekuasaan yang digunakan dalam keluarga

setelah menikah yaitu patriarki, di mana laki-laki (suami) memiliki kekuasaan

penuh dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.

Adat menetap setelah menikah bersifat matrilokal, artinya pasangan yang sudah

menikah diharuskan tinggal di tanean lanjang bersama dengan orang tua pihak

perempuan. Seorang perempuan yang telah menikah akan tetap tinggal di rumah

atau pekarangan orang tuanya, sementara laki-laki yang telah menikah akan

pindah ke rumah atau pekarangan istrinya atau mertuanya (Latief, 2002:44). Pada

satu pekarangan keluarga terdapat beberapa rumah dari setiap anggota keluarga.

Bentuk permukiman tersebut dinamakan sebagai pola taneyan lanjang, di mana

pola taneyan lanjang merupakan pola tertua di Madura (Huub de Jonge, 1989:14).

Gambar 2.6.Taneyan Lanjang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

38

Pada malam hari biasanya satu keluarga menggelar tikar di teras depan

rumah untuk bersantai, mengobrol, bercanda atau hanya sekedar duduk-duduk

merasakan angin yang bertiup karena udara di Madura yang panas sehingga saat

malam haripun udara di dalam rumah tetap terasa panas.

Pada pagi hari, perempuan desa pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan

rumah tangga. Pasar menjadi tempat bertemunya masyarakat untuk berinteraksi,

terutama bagi perempuan yang menjadikan pasar sebagai tempat untuk

bersosialisasi dengan masyarakat.

Desa Prenduan merupakan pusat perdagangan jalur pantai Barat Daya

Sumenep. Terdapat banyak toko dan warung seperti toko besi, bahan bangunan,

toko sembako, toko baju, warung makan dan sebagainya. Sebanyak dua kali

dalam sehari, yakni pagi dan malam hari diadakan pasar jalanan. Pasar pagi

adalah pasar yang terbesar dan paling banyak dikunjungi oleh para perempuan.

Para pedagang yang berjualan di pasar kebanyakan perempuan, karena letak pasar

tersebut yang berada di Prenduan sebelah timur, maka orang-orang setempat

menamainya pasar temor. Penjual ataupun pembeli datang dari pantai maupun

dari daerah pedalaman.

Para perempuan tani menjual jagung, singkong, kacang-kacangan, gula

siwalan, telur, ayam, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Para istri nelayan menjual

ikan yang sudah dikeringkan, ikan segar, ikan pindang dan ikan basah, petis, serta

kerang. Pedagang lainnya menjual kerupuk, kue basah, bubur, makanan-makanan

kecil, daging kambing, dan daging sapi. Sebagian besar dari hasil dagangannya

digunakan sebagai pemasukan tambahan pendapatan keluarga di samping hasil

39

dari kerja utama suami. Setiap hari rabu terdapat pasar mingguan yang besar serta

menarik para pedagang dan pengunjung dari lingkungan yang jauh hingga di luar

desa Prenduan. Pasar ini terletak di sebelah barat Prenduan dan orang-orang

setempat menyebutnya pasar bara atau pasar rebbuan karena pasar ini yang

hanya berlangsung pada hari Rabu setiap minggunya.

Pasar tersebut merupakan tempat masyarakat untuk membeli berbagai

macam barang dan kebutuhan, mulai dari sembako, alat pertanian, alat-alat

penangkapan ikan, pot dan panci, tembikar, pakaian, alas kaki, sepeda dan

transistor sampai dengan obat-obatan, perhiasan emas, serta buku-buku bacaan

agama. Ada pula yang menjual hewan, seperti ayam, bebek, kambing, ikan, dan

sebagainya. Tidak hanya itu, di pasar tersebut juga terdapat jasa mencabut gigi

dan jasa memangkas rambut. Tidak heran jika pasar mingguan ini selalu ramai

dan tak pelak menimbulkan kemacetan. Pasar tersebut sekaligus sebagai tempat

bagi keluarga untuk berbelanja bersama atau hanya membeli jajanan yang ada di

pasar.

40

BAB III

PEREMPUAN MADURA DAN CARA MERAWAT TUBUH

3.1 Perempuan Madura

Perempuan Madura memiliki ciri khas dalam segi berpenampilan sehari-

hari,yaitu menggunakan pakaian tertutup dan rok panjang sebagai bawahan serta

jilbab yang digunakan untuk menutupi bagian rambut sampai leher karena

merupakan aurat bagi perempuan sesuai dengan ketentuan yang ada pada agama

Islam. Ada pula yang memilih menggunakan baju terusan panjang hingga kaki

dengan lengan baju yang panjang yang memiliki motif batik dan bentuk lainnya.

Pada saat berada di dalam rumah, perempuan Madura biasanya

menggunakan pakaian berupa baju terusan atau daster dan ada juga yang

menggunakan pakaian lengan pendek dengan kain sarung bermotif batik sebagai

bawahan. Perempuan Madura gemar menggunakan sarung sebagai bawahan

pakaian untuk berkegiatan, seperti digunakan saat setelah mandi dan sebagai

bawahan mukena untuk melakukan ibadah sholat. Perempuan Madura

menggunakan sarung dalam kegiatannya di rumah atau untuk keluar rumah jika

hanya mengobrol dengan tetangga. Menggunakan sarung telah menjadi kebiasaan

hingga saat ini. Meskipun menggunakan handuk setelah mandi telah dilakukan,

tetapi perempuan Madura tetap mencari sarung sebagai pakaian yang digunakan

setelah mandi. Handuk digunakan untuk mengeringkan tubuh setelah mandi

kemudian tubuh yang telah kering dibalut dengan sarung. Setelah menikah,

penggunaan sarung setelah mandi digunakan juga sebagai penutup seluruh badan

41

dalam proses penguapan dengan dupa yang dilakukan oleh perempuan agar tubuh

mereka harum.

Gambar 3.1. Perempuan yang Mengenakan Sarung untuk Beraktivitas

(Sumber: Dolumentasi Pribadi)

Perempuan Madura memiliki karakteristik yang berbeda dengan perempuan

Jawa. Meskipun Pulau Madura bagian dari Pulau Jawa, tetapi karakteristik serta

bentuk fisik dari perempuan Madura berbeda dengan yang lainnya (Rifai,

2007:28). Tidak tampak keanggunan dan kelembutan pada perempuan Madura,

karena susunan tulang yang dimiliki perempuan Madura keras dan wajahnya

terlihat muram seperti penuh kemarahan (Ardhie, 2014:252). Bagian yang sangat

mencolok dari perempuan Madura adalah mereka memiliki payudara yang besar

dan bentuk badan yang lebih berisi (Huub de Jonge, 1991:16). Payudara yang

besar pada tubuh perempuan Madura karena mereka tidak pernah menggunakan

42

kemben1 seperti yang digunakan oleh perempuan Jawa. Menurut Huub De Jonge

(dalam Rifai, 2007:133-134) hal tersebut berkaitan dengan aktivitas perempuan

Madura yang kerap nyo’on2

Gambar 3.2. Nyo’on

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

. Penggunaan kemben dirasa tidak efektif untuk

menjaga tubuh mereka tetap tertutup.

Citra perempuan Madura tidak hanya karena bentuk tubuhnya yang

dianggap langsing dengan bentuk tubuh yang berisi, tetapi juga perempuan

Madura memiliki kelebihan dibandingkan dengan perempuan Jawa, yaitu

kelebihan dalam urusan memuaskan kebutuhan suami (Huub de Jonge, 1991:16).

Hal tersebut berkaitan dengan kebiasaan perempuan Madura yang rajin

mengonsumsi ramuan tradisional dari Madura. Sejak masa puber atau awal mula

1Selembar kain yang digunakan pada bagian dada hingga mengelilingi tubuh untuk meratakan payudara. 2 Membawa botol, keranjang makanan, hasil panen dan karung dengan cara diletakkan diatas kepala.

43

menstruasi telah dikonsumsi oleh mereka. Mengonsumsi ramuan tradisional

dianggap sebagai hal yang wajar. Kesadaran akan mengonsumsi jamu didasari

oleh pengetahuan lokal yang mereka dapatkan dari orang tua mereka. Minum

jamu menjadi penting karena perempuan Madura merasakan manfaat yang baik

dari jamu tersebut terhadap tubuhnya sehingga kebiasaan untuk minum jamu terus

diturunkan pada anak mereka.

3.1.1 Aktivitas Perempuan sebagai Istri

Masyarakat Madura sangat menghargai dan menjadikan perempuan sebagai

bentuk keselarasan dalam rumah tangga karena perempuan (istri) merupakan

kehormatan bagi suami. Setelah menikah memang laki-laki ikut perempuan tetapi

sistem kekuasaan dalam keluarga tetap diatur oleh suami sesuai dengan ajaran

agama Islam, di mana Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat

Madura.

Setiap paginya, setelah selesai menunaikan ibadah sholat subuh, seorang

istri tidak langsung kembali tidur tetapi membersihkan rumah seperti menyapu

seluruh rumah hingga halaman yang ada di depan rumah. Setelah menyelesaikan

pekerjaan rumah, seorang istri pergi ke pasar yang letaknya tidak jauh dari rumah

untuk membeli bahan makanan yang akan dimasak. Setelah kembali dari pasar,

istri tersebut memasak makanan untuk dimakan oleh suami dan anaknya. Pada

istri yang bekerja, setelah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri dalam

rumah tangga, istri tersebut berangkat kerja, ada yang diantar suami dan ada pula

yang berangkat sendiri menggunakan kendaraan umum seperi angkot, bus, dan

becak.

44

Jam kerja tergantung akan pekerjaan yang dilakukan, biasanya, istri bekerja

sebagai pedagang di pasar, kegiatan jual beli tersebut dilakukan pada waktu pagi

hari hingga siang hari. Alasan istri bekerja yaitu untuk membantu perekonomian

keluarga. Hal tersebut merupakan keputusan yang telah disepakati antara suami

dan istri. Rendahnya perekonomian keluarga menjadi alasan istri ingin membantu

suaminya mencari nafkah, sehingga suami mengizinkan istrinya untuk bekerja.

Pekerjaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tidak mudah. Mereka

melakukan aktivitas yang sama secara berulang dengan permasalahan yang

beragam. Salah satunya harus mengurus anak dengan baik, ketika terjadi sesuatu

pada anak tersebut maka ibu yang berperan untuk mengurusnya. Menjaga rumah

tetap bersih, merapikan pakaian dan bertanggung jawab untuk memasak sehingga

tersedianya makanan setiap hari.

Aktivitas membersihkan rumah dilakukan kembali saat sore hari, dengan

menyapu seluruh rumah hingga halaman di depan rumah. Kemudian perempuan

tersebut dapat membersihkan diri dengan mandi, setelah itu terkadang mereka

pergi keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga.

3.1.2 Perempuan dalam Perekonomian

Pada sektor ekonomi, mata pencaharian masyarakat Madura adalah bertani,

nelayan, berdagang dan pegawai pemerintahan. Perempuan memiliki peran yang

penting dalam perekonomian keluarga. Penjual yang berada di pasar mayoritas

perempuan dan penjual sembako pada pertokoan merupakan seorang perempuan.

Secara umum, masyarakat Madura bekerja sebagai petani dan nelayan

(Kuntowijoyo, 2002:219). Hal tersebut terkait dengan kondisi ekologi dari

45

wilayah Madura yang merupakan kepulauan sehingga banyak dikelilingi sawah

dan laut (Rifai, 2007). Pada sektor pertanian, masyarakat Madura melakukan

pembagian kerja dengan adil, di mana laki-laki bertugas mencangkul dan

membajak sawah, perempuan menyiangi serta membibitnya.

Perempuan Madura yang tinggal di daerah pesisir pada umumnya bekerja

sebagai pedagang ikan dan bertugas untuk mengeringkan ikan hasil tangkapan

suami mereka yang bekerja sebagai nelayan.

Gambar 3.3. Penjual Ikan di Pasar

(Dokumentasi Pribadi)

Proses penjualan hasil panen dilakukan dengan cara bekerja sama antara

laki-laki dan perempuan. Pedagang yang menjual ikan di pasar pada daerah pesisir

seluruhnya dikuasai oleh perempuan. Ikan tersebut mereka terima dari suami

mereka yang bekerja sebagai nelayan. Pada daerah pegunungan, mayoritas penjual

46

ikan merupakan laki-laki. Ikan yang didapat merupakan dari hasil tangkapan

nelayan di desa.

Begitupun dalam urusan keuangan dan mengurus keuangan rumah tangga,

perempuan (istri) memegang penuh tugas tersebut. Suami memberikan uang hasil

kerjanya kepada istri kemudian istri akan mengelola uang tersebut untuk

memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan baik. Hal tersebut karena suami sibuk

bekerja dan tidak memiliki cukup waktu untuk mengurusi keuangan dalam rumah

tangga. Kedudukan istri relatif setara dengan suami dalam mengemban tanggung

jawab ekonomi dan kelangsungan hidup rumah tangga (Kusnadi dkk, 2006:56).

3.2 Cara Perempuan Madura dalam Merawat Tubuh

3.2.1 Penggunaan Ramuan Tradisional Madura

Penggunaan ramuan tradisional dalam menjaga kesehatan ataupun untuk

menyembuhkan penyakit, banyak dilakukan pada masyarakat di negara

berkembang seperti Indonesia. Indonesia memiliki beragam ramuan tradisional

sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat tersebut. Ramuan tradisional dari

Madura salah satu ramuan tradisional yang banyak di konsumsi di Indonesia.

Masyarakat Madura memiliki ramuan tradisional yang hingga saat ini masih

digunakan sebagai pilihan utama dalam menjaga dan merawat tubuh.

Salah satu ramuan tradisional di Indonesia yang banyak digunakan adalah

ramuan tradisional Madura. Ramuan Tradisional Madura memiliki kekhasan

tersendiri yaitu rasa yang pahit ketika diminum dan memiliki bau yang harum dari

rempah-rempah yang digunakan. Pada perkembangannya, ramuan tradisional

47

Madura tidak hanya dikonsumsi oleh orang Madura saja, tetapi banyak pula bukan

orang asli Madura yang mengonsumsinya.

Masyarakat luas lebih mengenal ramuan tradisional Madura sebagai obat

kuat yang biasa digunakan oleh suami istri sebelum berhubungan intim. Akhirnya,

hal tersebut memperkuat stereotype perempuan Madura akan kelebihannya dalam

memuaskan suami (Huub de Jonge, 1991:16).

Pemilihan akan penggunaan ramuan tradisional didasari oleh pengetahuan

lokal mereka akan pentingnya mengonsumsi ramuan tradisional. Pengetahuan

tersebut mereka dapatkan secara lisan dari orang tua, khususnya seorang ibu

kepada anak perempuannya. Perempuan mengonsumsi lebih banyak ramuan

tradisional dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki mengonsumsi ramuan

tradisional biasanya dalam hal untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan

penyakit. Penggunaan ramuan tradisional pada perempuan mengikuti siklus

pertumbuhan dan perkembangannya. Perempuan harus dirawat dengan baik

karena kalau dirawat maka akan mudah untuk mendapatkan pasangan.

Berbeda dengan perempuan yang seperti telah diwajibkan untuk

mengonsumsi ramuan tradisional, laki-laki cenderung tidak diwajibkan untuk

mengonsumsi ramuan tradisional. Pernyataan tersebut sesuai dengan tanggapan

dari Ibu Sul (55 tahun) yang memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan

“kalau anak saya yang laki-laki itu tidak saya kasih jamu, tapi di penjual jamu

ada jual jamu biar sehat. Kalau anak saya yang perempuan, itu saya kasih minum

jamu, kaya kemarin waktu dia udah ment saya kasih jamu biar lancar mentnya,

48

jadi tidak bau juga”. Ramuan tradisional yang dikonsumsi oleh laki-laki seperti

jamu sehat lelaki yang terbuat dari bahan-bahan, seperti: daun sirih hijau (Piper

betle), jahe (Zingiber officinale), lempuyang (Zingiber zerumbet) dan temulawak

(Curcuma xanthorrhiza). Bahan herbal tersebut diracik menjadi jamu dan

dikonsumsi dengan cara meminumnya. Kegunaan dari jamu tersebut untuk

melancarkan peredaran darah sehingga tubuh tetap sehat.

Ramuan tradisional yang dikonsumsi dianggap lebih manjur dibandingkan

dengan cara lainnya, sehingga masih dipertahankan kebiasaan untuk minum jamu.

Ramuan tradisional yang terdapat pada masyarakat Madura tidak hanya berupa

jamu yang diminum tetapi juga ada yang digunakan dengan cara dibalurkan pada

tubuh serta dimasukan pada alat reproduksi perempuan. Masyarakat Madura biasa

menyebut jamu dengan “jemo” dan lulur dengan sebutan “lolor”.

Tumbuhan yang memiliki nilai kegunaan yang baik untuk tubuh akan

digunakan sebagai bahan dasar dari jamu, diantaranya buah mengkudu dan daun

sirih. Buah mengkudu sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai

penyakit. Air dari rebusan buah mengkudu bila diminum dapat menyembuhkan

penyakit darah tinggi, bahkan dapat menurunkan kolestrol. Seperti yang dilakukan

oleh Ibu Dju (60 tahun), untuk menyembuhkan kolestrolnya yang terkadang

sampai membuat kepalanya menjadi pusing. Mengonsumsi ramuan tradisional

memang tidak menyembuhkan secara keseluruhan karena tetap harus menjaga

pola hidup sehat.

Perempuan Madura terbiasa mengonsumsi jamu karena kebudayaan mereka

yang memengaruhi mereka dalam pemilihan cara merawat tubuh agar tetap sehat

49

yang dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan ramuan tradisional.

Siklus pertumbuhan yang terjadi pada perempuan menyebabkan disetiap

perkembangannya perempuan disarankan untuk mengonsumsi ramuan tradisional

agar tubuhnya tetap terjaga dengan baik atau dirawat dengan baik. Jamu yang

biasa diminum terus menerus oleh perempuan Madura yaitu galian rapet. Jamu

galian rapet dipercaya dapat mengembalikan bentuk organ reproduksi pada istri

yang belum ataupun sudah melahirkan agar organ reproduksinya kembali rapat.

Ramuan tardisional galian rapet terdiri dari bahan-bahan:

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.

- Kunci (Boesenbergia pandurata)

- Sirih (Piper betle) – antioksida.

- Gula jawa

- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga

kesehatan vagina.

50

Gambar 3.4. Jamu Galian Rapet (Sumber: Dokomentasi Pribadi)

Ramuan tardisional tersebut diolah menjadi dua macam bentuk yaitu

berbentuk jamu dan ada pula yang berbentuk tongkat kecil. Jamu galian rapet

dikonsumsi dengan cara meminumnya secara rutin yaitu sekitar satu sampai dua

minggu sekali. Sementara cara menggunakan tongkat Madura tersebut dengan

memasukkan tongkat ke dalam vagina, dilakukan sebelum melakukan hubungan

suami istri.

Manfaat dari kedua ramuan tersebut memang sama, tetapi beberapa

perempuan di Desa Prenduan lebih memilih untuk mengonsumsi ramuan

tradisional berupa jamu dibandingkan dengan menggunakan tongkat Madura

karena cara penggunaannya yang harus memasukkan benda padat ke dalam organ

reproduksi perempuan. Seperti Ibu Zai (41 tahun) yang lebih memilih

mengonsumsi jamu galian rapet dibandingkan dengan tongkat Madura karena

51

takut terjadi hal yang tidak diinginkan seperti organ reproduksinya terluka pada

bagian dalam. Ibu Zai yang tidak menggunakan tongkat Madura mengaku jika

tidak masalah dengan perempuan Madura ataupun perempuan lainnya yang

memilih untuk menggunakan tongkat Madura sebagai cara mengembalikan organ

reproduksi mereka kembali seperti perawan, karena tongkat Madura merupakan

salah satu bentuk dari ramuan tardisional Madura yang juga diturunkan secara

turun-temurun.

3.2.1.1 Ramuan Tradisional Remaja Perempuan

Minum jamu merupakan kebiasaan yang banyak dilakukan oleh perempuan

Madura. Bagi anak perempuan, sejak umur 5 tahun mereka sudah diperkenalkan

pada jamu, seperti jamu beras kencur unutk menambah nafsu makan dan jamu

sinom berbahan dasar temu koneng (Curcuma zedoaria), kunyit (Curcumae

Domesticae Rhizoma), daun asem (Tamarindi Folium), buah asem (Tamarindus

indica) dan gula, digunakan sebagai minuman harian serta sebagai obat sakit

perut. Perilaku tersebut mengakibatkan perempuan Madura terbiasa pada jamu.

Pubertas merupakan awal mula kedewasaan seorang perempuan. Pada

masyarakat Madura, pernikahan dini pada anak perempuan telah menjadi

kebudayaan yang hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat. Ketika anak

perempuannya telah mengalami masa puber maka biasanya akan diberikan

ramuan tradisional oleh ibunya untuk dikonsumsi, seperti ramuan yang diminum

saat haid yang bertujuan untuk menjaga kesehatan saat haid dan agar organ

reproduksi harum. Ada pula ramuan tradisional yang diberikan kepada anaknya

dengan tujuan untuk persiapan anak perempuan tersebut ketika menikah nantinya.

52

Pada saat menstruasi, jamu yang dikonsumsi hanya jamu untuk menstruasi

saja. Jamu yang dikonsumsi bertujuan untuk melancarkan periode menstruasi.

Perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi jamu

lainnya atau jamu dengan manfaat lain bagi tubuh. Beberapa jamu tersebut seperti

galian singset, jemo pakak dan jemo bengkes.

• Ramuan tradisional jamu galian singset

- Jati balanda (Guazuma ulmifolia)

- Kedawung (Parkia timoriana)

- Meniran hijau (Phyllanthus niruri) – mendinginkan.

- Daun sirih (Piper betle)

- Delima (Punica granatum)

- Temu giring (Curcuma heyneana) – mendinginkan darah.

- Temu ireng (Curcuma aeruginosa) - membunuh kuman.

- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.

- Kunci (Boesenbergiae Rhizome)

- Kayu manis (Cinnamomum verum) - memberikan rasa manis dan pedas.

- Adas (Foeniculum vulgare) - menghilangkan mual.

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)

53

Gamabr 3.5. Jamu Galian Singset

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Campurkan semua bahan ke dalam air yang mendidih, lalu dikonsumsi

dengan cara meminumnya. Jamu galian putri bermanfaat untuk menjaga bentuk

tubuh perempuan agar tetap langsing dan sehat.

• Ramuan tradisional jemo pakak

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Sirih (Piper betle) - melancarkan haid.

- Pala (Myristica fragrans)

- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.

- Belimbing gunung (Averrhoa bilimbi)

- Manjakani (Quercus infectoria)

- Kapulaga (Amomum compactum)

- Cengkih (Syzygium aromaticum) - menghangatkan tubuh.

- Kayu rapet (Parameria laevigata) - menghilangkan nyeri.

54

- Delima putih (Punica granatum L.) - menghilangkan keputihan.

Rebus semua bahan hingga matang, biarkan hingga tidak telalu panas lalu

yang diminum adalah air rebusannya saja. Jamu pakak bermanfaat untuk

menguatkan otot-otot pada organ reproduksi.

• Ramuan tradisional jemo bengkes

- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Kunir putih (Curcuma Alba Rhizoma)

- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.

- Temu ireng (Curcuma aeruginosa)

- Sirih (Piper betle) – antioksida.

- Jahe (Zingiber officinale Rosc) – hangat.

- Bangle (Zingiber Purpureum Roxb) - membersihkan darah.

- Kayu manis (Cinnamomum verum) - mencegah tumbuhnya jamur.

- Kedawung (Parkia timoriana) - menyegarkan tubuh.

“kalau anak perempuan itu harus bersih, biar sehat dikasih jamu. Dari dulu saya juga seperti itu, dulu ibu saya kasih jamu waktu saya men, ada juga jamu biar tidak keputihan, pakai daun sirih supaya bersih. Kalau jadi orang Madura memang seperti itu. Sudah biasa minum jamu, kalau tidak minum jamu seperti ada yang kurang. Tapi sekarang jamu bisa dibeli yang sudah jadi di toko, ada juga jamu yang saya buat sendiri dari temulawak, kunci, daun sirih, ketumbar dan perawas saya tumbuk sampai halus lalu dikasih air putih sedikit. Itu untuk membersihkan darah”. Ibu Sul (55 tahun)

Saat remaja, jamu yang diberikan merupakan jamu yang bertujuan untuk

menjaga kesehatan, menjaga bentuk tubuh, dan menjaga kesehatan organ

55

reproduksi. Penggunaan tanaman seperti manjakani (Quercus infectoria), daun

sirih (Piper betle), dan kunci (Boesenbergia pandurata) memiliki manfaat

khususnya bagi organ reproduksi perempuan (vagina) agar tidak terkena penyakit

yang sering dialami oleh perempuan saat usia remaja yaitu keputihan dan haid

yang tidak teratur.

Tanaman manjakani, daun sirih dan kunci banyak dimanfaatkan dalam

produk kesehatan, khususnya untuk kesehatan organ reproduksi perempuan.

Manjakani (Quercus infectoria) merupakan pohon yang dikenal memiliki banyak

khasiat bagi kesehatan organ reproduksi perempuan sekaligus untuk mengatasi

berbagai penyakit pada organ reproduksi tersebut. Salah satunya digunakan

sebagai obat keputihan dan sebagai bahan alami untuk menjadikan organ

reproduksi perempuan menjadi elastis. Daun sirih (Piper betle) memiliki

kandungan minyak atsiri yang mengandung betlephenol dan chvicol, eugenol

yang dapat mematikan kuman, sebagai antioksida, anti jamur dan antiradang

(Sudarsono dkk, 1996), dapat menghilangkan bau badan, bau mulut, bau pada

vagina atau keputihan yang timbul oleh bakteri atau jamur. Sementara tumbuhan

kunir atau lebih dikenal dengan kunyit merupakan tanaman yang biasa digunakan

sebagai bumbu dapur, memiliki manfaat lain yaitu sebagai obat dari berbagai

macam penyakit, salah satunya dapat menyembuhkan keputihan dengan

membunuh bakteri. Perempuan rentan akan terkena keputihan karena aktivitas dan

pola hidup sehari-hari.

56

3.2.1.2 Jamu Menjelang Pernikahan dan Setelah Menikah

Pernikahan menjadi peristiwa yang membahagiakan, tidak hanya bagi

pasangan yang menikah tetapi juga bagi kedua keluarga dari pasangan tersebut.

Persiapan sebelum menikahpun dilakukan berbulan-bulan sebelum hari

pernikahan berlangsung. Merawat tubuh menjadi penting dan merupakan salah

satu yang harus disiapkan sebelum penikahan. Bagi calon pengantin perempuan,

tubuh dipersiapkan sebaik mungkin agar terlihat menarik. Tubuh perempuan yang

menjadi calon pengantin dirawat dengan menggunakan bedak dingin dan lulur

dari ramuan tradisional Madura berupa:

- Temu giring (Curcuma heyneana) – mengharumkan.

- Pulosari (Alyxia stellata Rest) – antibakteri.

- Cendana (Santalum album. L) – harum.

- Kelembak (Rheum officinale) - menyembuhkan penyakit kulit.

- Baras (Oryza sativa)

- Daun kemuning (Murraya paniculata)

- Dupa dari kayu / dupa ratus (harum)

57

Gambar 3.6. Lulur dan Dupa dari Kayu

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pengaplikasiannya dengan cara melulurkan ramuan tradisional tersebut pada

seluruh bagian tubuh, diamkan hingga mengering kemudian dibilas, dilakukan

sebelum mandi. Manfaat dari lulur tersebut untuk menghaluskan dan

membersihkan kulit karena dapat mengangkat sel kulit mati, serta dipercayai

dapat melancarkan peredaran darah sehingga tubuh menjadi segar.

Penggunaan dupa ratus juga dianjurkan bagi pengantin perempuan. Setelah

menggunakan lulur pada seluruh badan dan membersihkannya, kemudian dupa

dari kayu dibakar hingga mengeluarkan asap. Asap tersebut digunakan untuk

diuapkan ke seluruh tubuh, dengan menggunakan kain atau sarung yang biasa

digunakan perempuan Madura setelah mandi. Kain digunakan untuk menutupi

tubuh dengan asap dupa kayu yang dibakar dari kepala hingga ujung kaki,

sehingga asap dari dupa mengenai seluruh tubuh. Penguapan tersebut dapat

membuat tubuh menjadi harum. Ratus pada vagina dipercayai dapat mengurangi

lendir dan menghilangkan bau akibat keputihan.

58

Tidak hanya ramuan tradisional Madura yang digunakan pada bagian luar

tubuh. Ada pula ramuan tradisonal Madura yang disarankan untuk dikonsumsi

oleh calon pengantin sebelum menikah, khususnya perempuan, beberapa jamu

tersebut berupa:

- Daun sirih (Piper betle) – antioksida.

- Temu rapet (Kaempferia rotunda) - mendinginkan.

- Cengkih (Syzygium aromaticum)

Ramuan tradisional tersebut bermanfaat untuk menghilangkan bau badan

dan mengurangi keringat. Air dari rebusan bahan-bahan tersebut diminum setiap

hari, yaitu tujuh hari sebelum hari pernikahan.

• Jamu calon pengantin

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Adas (Foeniculum vulgare Miller) - melancarkan peredaran darah.

- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.

- Pulosari (Alyxia stellata Rest) - antibakteri.

Jamu calon pengantin memiliki manfaat untuk menyembuhkan masalah perut,

menstruasi yang tidak teratur, dan keputihan berlebih.

• sari rapet atau galian rapet

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.

- Kunci (Boesenbergia pandurata)

- Sirih (Piper betle) – antioksida.

- Gula jawa

59

- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga

kesehatan vagina.

Jamu tersebut dipercayai memberikan manfaat untuk menjaga tubuh tetap

segar, langsing, sehat dan tidak bau, serta menghangatkan dan membuat vagina

menjadi rapat. Bagi organ reproduksi perempuan, mengonsumsi jamu tersebut

dapat mengurangi lendir dan juga menghilangkan keputihan. Mengonsumsi

ramuan tradisional biasanya dilakukan sekitar dua minggu sebelum hari

pernikahan. Jamu-jamu tersebut dapat menghilangkan bau pada tubuh perempuan

sehingga tubuh tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap.

Sehari setelah menikah, pengantin perempuan kembali melakukan ritual

dengan melulur badannya atau “lolor” dan menguapkan tubuhnya dengan asap

dari dupa yang dibakar selama satu minggu setelah menikah. Hal tersebut

dimaksudkan agar tubuh terjaga tetap halus dan wangi.

“waktu setelah menikah saya minum jamu agar bisa punya anak. Diminum dua kali seminggu setiap jam 9 atau 10 malam dan diminumnya hari apa saja, tidak ada ketentuan harinya. Jamunya ditaruh di luar rumah supaya adem. Jamunya saya buat sendiri”.Ibu Zai (41 tahun)

Seletah menikah, pasangan suami istri akan mengharapkan kehadiran

keturunan yang tidak hanya diharapkan oleh pasangan yang menikah saja tetapi

juga bagi kedua keluarga besar dari pasangan tersebut. Agar mendapatkan

keturunan setelah menikah, perempuan Madura mengonsumsi ramuan tradisional

60

berupa jamu yang diminum dua kali dalam seminggu setiap malam hari. Jamu

tersebut terbuat dari:

- Daun asam yang masih muda (Tamarindi Folium)

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)

Bahan-bahan tersebut direbus dan yang diminum hanya airnya saja. Manfaat

dari mengonsumsi jamu tersebut untuk membantu menyuburkan rahim agar

mudah untuk dibuahi. Perempuan yang telah menikah akan diberikan jamu

tersebut agar dapat dengan mudah memperoleh keturunan.

Selama masa pernikahan, perempuan mengonsumsi jamu galian rapet untuk

menjaga organ reproduksinya tetap rapat. Bahan-bahan dari jamu tersebut berupa:

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.

- Kunci (Boesenbergia pandurata)

- Sirih (Piper betle) – antioksida.

- Gula jawa

- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga

kesehatan vagina.

Perempuan yang telah menikah biasanya mengonsumsi jamu galian rapet

agar hubungan suami istri tetap terjaga dengan harmonis. Setelah melahirkan,

perempuan disarankan untuk rutin mengonsumsi jamu galian rapet agar organ

reproduksinya kembali seperti masih perawan.

61

3.2.1.3 Jamu Saat Hamil dan Melahirkan

Pada era modern saat ini, teknologi semakin berkembang dengan pesat.

Kemajuan teknologi dimaksudkan untuk membantu manusia dalam berkegiatan.

Perkembangan teknologi dalam dunia medis juga terus menciptakan inovasi

terbaru yang tujuannya agar manusia dimudahkan dalam menyembuhkan dan

merawat diri mereka dari hal-hal yang dapat merusak organ tubuh manusia.

Perkembangan teknologi tersebut tidak memengaruhi perempuan Madura yang

sedang hamil untuk memilih menggunakan tenaga medis modern dengan pergi ke

dokter dalam membantunya menjaga kesehatan ibu dan bayi selama masa

kehamilan.

Perempuan yang sedang hamil memilih untuk pergi ke dukun bayi dari pada

ke bidan atau puskesmas selama masa kehamilan sampai masa melahirkan. Dukun

bayi dianggap lebih mengetahui mengenai kehamilan. Meskipun dukun bayi

tersebut tidak memiliki dasar ilmu kesehatan yang diperoleh secara formal melalui

sekolah kebidanan ataupun kedokteran. Dukun bayi mendapatkan ilmu mengenai

cara menangani kehamilan dari orang tua mereka yang telah lebih dulu menjadi

dukun bayi. Meskipun begitu, perempuan Madura tetap memilih untuk

melahirkan dengan bantuan dukun bayi dari pada ke tenaga medis lainnya.

Dukun bayi dipilih karena penanganannya yang tidak seperti dokter

terhadap pasiennya tetapi lebih kepada seorang ibu yang membantu anak

perempuannya yang sedang hamil untuk melahirkan. Sentuhan yang lembut dan

dilakukan di rumah sendiri memberikan rasa nyaman kepada ibu hamil yang

sedang melakukan persalinan. Dukun bayi nantinya akan memberikan saran

62

mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh ibu hamil selama masa kehamilan,

larangan, dan yang harus dikonsumsi.

Pada awal masa kehamilan, perempuan yang sedang hamil dilarang untuk

minum jamu karena dianggap akan berdampak tidak baik pada bayi dalam

kandungan. Ketika kandungan berusia tujuh bulan, dukun bayi akan memberikan

ramuan tradisional berupa jamu yang diminum sampai masa persalinan. Bahan

dari jamu tersebut berupa:

- Minyak kelapa (anti virus dan mengurangi rasa mual)

- Kuning telur ayam kampung

Minyak kelapa dapat diganti dengan madu, tetapi minyak kelapa dan madu

tidak dapat dicampur bersamaan. Kedua bahan tersebut dicampur dalam satu gelas

tanpa diaduk dan langsung diminum. Ramuan tersebut diminum setiap sepuluh

hari sekali sampai masa kelahiran. Mengonsumsi minyak kelapa dan kuning telur

dipercayai memberikan manfaat sebagai penguat bagi ibu dan bayi selama dalam

kandungan, serta saat melahirkan nantinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan

yang diungkapkan oleh Ibu Dju (60tahun) “saat ingin melahirkan atau dari 7

bulan umur kandungan, minyak kelapa yang dibuat dari rebusan air kelapa

merah (nyur ecu) kemudian diambil minyaknya dicampur dengan kuning telur.

Diminum langsung tidak usah diaduk. Itu fungsinya supaya kuat saat melahirkan,

bayinya juga sehat. Sepuluh hari sekali semenjak 7 bulan sampai melahirkan”.

“kain dilipat lalu di atasnya dikasih campuran abu dari bakaran pohon yang sudah disaring jadi abu yang halusnya saja, dikasih asam, dikasih cuka sama garam terus itu kainnya langsung ditempel pada vaginanya, dipake dililitin kaya pembelut. Abis itu dikasih

63

param, sirih dengan merica sama dicampur cuka, diminum abis lahiran saja. Abis itu langsung bisa jalan”. Ibu Dju (60 tahun)

Setelah melahirkan, alat reproduksi (vagina) ibu tersebut akan ditempelkan

dengan ramuan tradisional Madura, berupa:

- Abu halus dari batang pohon yang dibakar

- Asam (Tamarindus Indica) – mendinginkan.

- Cuka siwalan

- Garam

Agar vagina kembali rapat pasca melahirkan tanpa harus dijahit. Ada pula jamu

yang diminum dari bahan-bahan:

- Param - melancarkan peredaran darah.

- Sirih (Piper betle) - antioksida dan anti jamur.

- Cuka siwalan

- Merica (Piper nigrum) - melancarkan peredaran darah.

Ramuan tradisional tersebut dibuat menjadi jamu yang dikonsumsi dengan

cara diminum. Jamu tersebut dipercayai dapat memulihkan tubuh dan

melancarkan peredaran darah pada ibu setelah melahirkan dan juga dapat

membantu membersihkan darah nifas pasca melahirkan. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan dari Ibu Har (26 tahun) “saya pake jamu seperti memulihkan

tubuh setelah melahirkan jadi harus minum jamu. Kalau disini wajib minum jamu

kalau tidak minum jamu darah putihnya tidak keluar, karena bisa menyebabkan

orang mati”. Jamu disarankan untuk dikonsumsi agar dapat mengembalikan

rahim pada bentuknya semula. Jamu digunakan juga untuk melancarkan Air Susu

64

Ibu (ASI) yang dibuat dari bahan-bahan berupa kodu (buah mengkudu)

dicampurkan dengan temulawak dan bawang putih, kemudian ditumbuk sampai

halus dan ditambahkan dengan air hangat.

Mengonsumsi ramuan tradisional setelah melahirkan dapat mengecilkan dan

menghangatkan kondisi rahim agar kembali saat sebelum hamil. Kembalinya

bentuk rahim seperti semula memengaruhi bentuk tubuh perempuan yang dapat

terlihat langsing dan tidak melar. Dapat pula menghilangkan bau badan dan

mengharumkan daerah kewanitaan, serta membuat kulut tubuh dan wajah menjadi

cerah bercahaya. Selama 40 hari setelah melahirkan, ibu yang melahirkan akan

diantarkan jamu oleh dukun bayi. Beberapa jamu tersebut, seperti:

• Jemo pejje

- Beluntas (Pluchea indica L) - antiseptik dan mengatasi keputihan.

- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) - mendinginkan.

- Daun papaya (Carica papaya L) - memberssihkan darah.

- Bawang putih (Allium sativum 'Solo garlic')

- Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb)

- Asam jawa (Tamarindus Indica) - mendinginkan dan melancarkan

peredaran darah.

- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menguatkan tubuh.

• Jemo pakak

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) -menyegarkan tubuh.

- Sirih (Piper betle) - melancarkan haid.

- Kelembak (Rheum officinale) - membersihkan darah.

65

- Pala (Myristica fragrans)

- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.

- Belimbing gunug (Averrhoa bilimbi)

- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga

keelastisan vagina.

- Kapulaga (Amomum compactum)

- Cengkih (Syzygium aromaticum) - menghangatkan tubuh.

- Kayu rapet (Parameria laevigata) - menghilangkan nyeri.

- Delima putih (Punica granatum L.) - menghilangkan keputihan.

Rebus semua bahan hingga matang, biarkan hingga dingin lalu diminum air

rebusannya saja. Jamu pakak bermanfaat untuk menguatkan otot-otot pada organ

reproduksi. Kayu rapet merupakan salah satu tumbuhan yang dugunakan sebagai

bahan pembuatan jamu pakak. Kayu rapet merupakan tanaman yang banyak

tumbuh liar di hutan dan tempat lain yang bertanah tandus dengan cukup

mendapatkan sinar matahari, mengandung flavonoida dan polifenol, daunnya juga

mengandung saponin dan tanin, di mana kulit kayu rapet berkhasiat sebagai obat

untuk rahim yang nyeri sehabis bersalin (lihat dalam

http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/).

• Jemo bengkes

- Pulosari (Alyxia stellata Rest) - antibakteri.

- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.

- Jahe (Zingiber officinale Rosc) – hangat.

66

- Bangle (Zingiber Purpureum Roxb) - membersihkan darah.

- Kedawung (Parkia timoriana) - menyegarkan tubuh.

Cara membuatnya dengan merebus seluruh bahan-bahan sampai matang,

setelah matang didinginkan lalu diminum. Jamu bengkes bermanfaat untuk

mencegah keluhan pada perut ibu setelah melahirkan. Temulawak merupakan

salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu bengkes. Bagian yang

sering dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpang yang digunakan untuk

antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing,

obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan

rematik. Kurkuminoid pada kunyit berkhasiat sebagai antihepatotoksik

enthelmintik, antiedemik, analgesic. Selain itu kurkumin juga dapat berfungsi

sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Kurkumin juga berkhasiat mematikan

kuman dan menghilangkan rasa kembung karena dinding empedu dirangsang

lebih giat untuk mengeluarkan cairan pemecah lemak. Minyak atsiri pada kunyit

dapat bermanfaat untuk mengurangi gerakan usus yang kuat sehingga mampu

mengobati diare (lihat dalam http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345).

• Galian Rapet

- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.

- Kunci (Boesenbergia pandurata)

- Sirih (Piper betle) – antioksida.

- Gula jawa

67

- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga

kesehatan vagina.

Jamu galian rapet dipercayai dapat memberikan manfaat pada organ

reproduksi pasca melahirkan, yaitu dapat memperbaiki otot-otot dan

mengembalikan organ reproduksi kembali rapat.

• Jamu pelancar ASI

- Beluntas (Pluchea indica L)

- Katuk (Sauropus androgynus)

- Mengkudu (Morinda citrifolia)

- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Kencur (Kaempferia galangal)

- Madu

- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)

Tanaman katuk dipercayai dapat membantu meningkatkan produksi ASI

pada ibu menyusui. Daun katuk mengandung steroid dan polifenol yang dapat

meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi akan meningkatkan,

mempercepat dan memperlancar produksi ASI. Tanaman daun katuk juga

mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein,

lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tannin (lihat dalam

academia.edu.documents/36363705/).

68

• Jemo godog

- Sambiloto (Andrographis paniculata) - menjaga daya tahan tubuh.

- Jahe (Zingiber officinale)

- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)

- Temu ireng (Curcuma aeruginosa)

- Kencur (Kaempferia galangal)

Selama 40 hari dukun bayi akan memberikan jamu yang bermanfaat untuk

kesehatan ibu, mengembalikan kondisi seperti sebelum hamil, melancarkan ASI,

merapatkan kembali organ reproduksi pasca melahirkan, dan mengembalikan

bentuk tubuh kembali langsing. Selama 40 hari pula, dukun bayi datang ke rumah

ibu yang baru saja melahirkan untuk memandikan bayinya. Pada pagi hari sekitar

pukul 06:00 dan sore hari pukul 16:00.

“sebelum melahirkan suami mengumpulkan batok kelapa dan cengkel (batang buah jagung) dikeringkan setelah itu batok dan cengkel dibakar hingga jadi arang. Kemudian ditaruh dibak, dicampur dengan air dan garam hingga asin. Kemudian disaring, air tersebut dicampur dengan jamu setelah melahirkan. Ada juga yang mencampurkan dengan cuka”. Ibu Har (26 tahun)

“Pake air kapur, batok kelapa, kapur dibakar dicampurkan ke jamunya.

Dicampur air anget, nanti jadi serbuk kentalnya, ditunggu sampai tidah anget,

sampai turun dulu. Kalo anget-anget tidak bisa buat jamu karena masih kental

nanti jadinya kaya bubur”. Ibu Dju (60 tahun). Ramuan tradisional yang

dikonsumsi setelah melahirkan biasanya akan ditambahkan dengan cuka, arang

atau air kapur.

69

Ramuan tradisional yang digunakan perempuan Madura setelah hamil tidak

hanya ramuan tradsional yang dikonsumsi dengan cara diminum seperti jamu.

Setelah melahirkan, perempuan Madura menggunakan param atas dan bawah.

Param meruapakan ramuan tardisional Madura yang digunakan dengan cara

melulur seluruh tubuh. Ramuan tradisional parem atas berupa:

- Kencur (Kaempferia galangal)

- Beras (Oryza sativa)

- Bunga melati (Jasminum Officinale) - mengontrol keringat.

- Kenanga (Cananga odorata) - menghaluskan.

Ramuan tradisional parem bawah menggunakan bahan-bahan yang hampir sama

dengan parem atas, bahan-bahan tersebut berupa:

- Kencur (Kaempferia galangal)

- Jahe (Zingiber officinale)

- Temulawak(Curcuma xanthorrhiza)

- Beras (Oryza sativa)

70

- Gambar 3.7. Parem Bawah dan Dupa

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Manfaat dari penggunaan parem adalah untuk mengembalikan tubuh

menjadi langsing karena dapat mengencangkan perut yang melar setelah

melahirkan dan melancarkan peredaran darah. Param atas dan bawah digunakan

dengan cara mengoleskan seluruh bahan ramuan tradisional tesebut pada tubuh

bagian atas (param atas) dan tubuh bagian bawah (param bawah). Param

dioleskan selama 40 hari dari hari pertama setelah melahirkan. Tanaman jahe

digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan parem bawah, di mana jahe

memberikan rasa hangat pada tubuhn bagian bawah. Jahe dikenal dengan sifat

termogeniknya. Itulah mengapa jahe sangat bagus untuk mempercepat

metabolisme tubuh dan mengurangi lemak pada orang-orang yang gemuk atau

kelebihan berat badan (lihat dalam http://health.liputan6.com/read/3035439/).

Selama 40 hari, ibu yang telah melahirkan disarankan untuk selalu

membasuh rambutnya saat mandi. Hal tersebut sebagai salah satu cara untuk

71

melancarkan ASI. Setelah mandi, ibu tersebut menguapkan seluruh tubuhnya

dengan menggunakan asap dari dupa yang dibakar, agar tubuh dan rambut

menjadi harum.

Lemak yang tertimbun pada bagian badan selama masa kehamilan

menyebabkan bentuk tubuh yang menjadi besar. Biasanya setelah melahirkan,

perempuan Madura melakukan perawatan khusus dengan menggunakan gurita3

dan bengkung4

- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)

untuk mengembalikan bentuk tubuh setelah melahirkan agar

kembali seperti semula yaitu tubuh yang kencang dan tidak mudah masuk angin.

Selama empat puluh hari setelah proses melahirkan, perut dibaluri dengan ramuan

tradisional berupa:

- Cemara ekor (Eucalyptus globules Labill)

Campuran tersebut diolah hingga halus kemudian dibalurkan pada perut dan

ditutup dengan bengkung, dililitkan tepat di bawah payudara hingga paha. Setelah

itu, gurita dipakai sama seperti bengkung yaitu tepat di bawah payudara tetapi

hanya sampai perut bagian bawah, agar payudara tidak turun dan perut tidak

kendur.

Saat ingin minum jamu, ibu tersebut dilarang untuk menggunakan gurita

dan bengkung karena akan memengaruhi peredaran darah pada tubuhnya. Sekitar

satu jam setelah mengonsumsi jamu, barulah diperbolehkan kembali

menggunakan gurita dan bengkung. Selama empat puluh hari, saat duduk dan

3 Kain yang dililitkan pada perut pasca melahirkan agar perut tidak kendor. 4 Kain yang memiliki lebar 15 cm dan panjang 12 cm.

72

tidur, posisi kaki harus diluruskan dan rapat, agar kaki tidak varises dan alat

reproduksi kembali rapat.

Perempuan (istri) Madura yang tidak lagi menginginkan kehamilan memilih

untuk menggunakan jamu yang terbuat dari bahan-bahan:

- Bawang putih tunggal (Allium sativum 'Solo garlic')

- Jahe (Zingiber officinale)

- Asam (Tamarindus indica)

Bahan-bahan tersebut ditumbuk hingga halus, kemudian dicampurkan

dengan air hangat dan jamu diminum setiap setelah menstruasi. Ramuan

tradisional tersebut dapat mengeringkan kandungan sehingga kandungan sulit

untuk dibuahi kembali. Perempuan (istri) yang masih ingin memiliki keturunan,

dilarang untuk mengonsumsi jamu yang bersifat ‘panas’ dan dianjurkan untuk

mengonsumsi jamu ‘dingin’ dengan berbahan dasar olahan daun-daunan.

3.2.1.4 Jamu sebagai Sarana Penyembuhan Penyakit dan Menjaga

Kesehatan

Pada dasarnya perempuan memiliki keinginan untuk tampil cantik. Oleh

karena itu, mereka melakukan berbagai cara untuk merawat tubuhnya tersebut.

Cara yang mereka lakukan agar dapat tampil cantik dengan menggunakan produk-

produk perawatan modern, berolahraga dan menggunakan ramuan tradisional

yang bagi sebagian perempuan sudah mulai dikonsumsi kembali karena bahan

dasar ramuan tradisional yang menggunakan tumbuh-tumbuhan alami.

73

Bagi perempuan Madura, menggunakan ramuan tradisional tidak hanya

untuk menjaga kecantikan dan merawat tubuh mereka saja, tetapi juga dapat

digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Mengonsumsi ramuan tradisional

sebagai sarana penyembuhan penyakit memang banyak dilakukan oleh

masyarakat di Indonesia sebagai salah satu metode pengobatan. Akan tetapi

karena perkembangan zaman yang semakin modern, pengobatan dengan cara

tradisional sudah mulai berkurang peminatnya, terutama di kalangan anak muda.

Hanya mereka yang berusia lanjut masih menggunakan ramuan tradisional.

Banyak dari perempuan Madura yang masih memilih menggunakan ramuan

tradisional sebagai cara penyembuhan yang tidak hanya bagi para orang tua tetapi

juga anak muda.

Ramuan tradisional yang dikonsumsi oleh perempuan Madura yang sudah

menginjak usia 40 tahun ke atas, biasanya mereka mengonsumsi ramuan

tradisional dalam bentuk jamu dengan bahan-bahan:

- Daun sirih (Piper betle)

- Jahe (Zingiber officinale)

- Kunci (Boesenbergia pandurata)

- Sinom (Tamarindus indica Linn)

Jamu tersebut bermanfaat untuk menjaga tubuh mereka tidak bau dan baik

untuk organ reproduksinya. Mengonsumsi rebusan air mengkudu merupakan

salah satu cara mereka untuk menjaga kesehatan agar tidak mudah terkena

penyakit. Buah mengkudu banyak ditanam di sekitar rumah mereka untuk diambil

buahnya yang masih muda, kemudian buah tersebut direbus dan diambil airnya

74

untuk diminum langsung ataupun dicampurkan dengan jamu sebagai pengganti air

biasa.

Minum jamu dianggap dapat menjaga kesehatan tubuh karena tidak ada

campuran bahan kimia. Bahan dasar dari jamu berasal dari tumbuhan alami.

Bahkan ada pula yang mengonsumsi jamu sekaligus dengan serbuk dari jamu

tersebut karena dianggap lebih bagus meminumnya langsung dengan serbuk jamu

sehingga manfaat yang didapat lebih baik. Serbuk dari jamu bertekstur halus yang

dapat diminum.

3.3 Cara Memperoleh Ramuan Tradisional

Ramuan tradisional Madura telah banyak diekspor ke beberapa negara

seperti Malaysia, Singapura dan Arab (dalam http://www.koranmadura.com).

Ramuan tradisional seperti jamu yang menjadi barang ekspor, jamu tersebut

berupa jamu untuk kesehatan dan jamu kuat saat berhubungan suami istri. Pada

masyarakat umumnya mengenal ramuan tradisional Madura bermanfaat bagi

hubungan intim suami istri, tetapi ramuan tradisional Madura tidak hanya

bermanfaat untuk hubungan intim suami istri saja, ada juga ramuan tradisional

yang memiliki manfaat baik bagi kesehatan.

Orang Madura menggunakan ramuan tradisional untuk menjaga kesehatan

mereka, khususnya bagi perempuan. Perempuan Madura khususnya di Desa

Prenduan menggunakan ramuan tradisional sebagai cara mereka dalam merawat

tubuh. Ramuan tradisional dipilih karena pengetahuan lokal mereka mengenai

75

kegunaan dari ramuan tradisional yang baik bagi tubuh. Perempuan yang telah

melahirkan biasanya mengonsumsi lebih banyak ramuan tradisional untuk

mengebalikan kondisi tubuhnya seperti sebelum hamil atau kembali normal.

Bentuk tubuh yang kembali terlihat langsing dan tidak melar, serta dapat

mengembalikan kondisi kesehatan tubuh mereka kembali sehat sehingga dapat

melakukan aktivitas dengan normal.

Saat ini, untuk memperoleh ramuan tradisional Madura sangat mudah

karena banyak toko yang menjual ramuan tradisional dan ada juga penjual jamu

keliling. Ramuan tradisional yang dijual di toko jamu, biasanya berupa jamu

kemasan yang hanya dengan menambahkan air hangat untuk dapat

mengonsumsinya. Ada pula toko jamu yang membuat jamu sendiri dengan bahan-

bahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, kemudian diracik oleh penjual jamu

tersebut, disesuaikan dengan pesanan konsumen. Penjual jamu kemasan biasanya

menjualkan jamu yang dikemas dalam satu kotak kecil, di mana setiap kotaknya

terdiri dari beberapa bungkus jamu siap minum.

Penjual jamu yang meracik sendiri jamu yang ia jual biasanya sering

mendapatkan pesanan dari perempuan di Desa Prenduan yang harus mengonsumsi

jamu dalam jumlah yang tidak sedikit, seperti jamu untuk perempuan yang ingin

menikah, di mana perempuan yang ingin menikah mengonsumsi jamu sebagai

salah satu persiapan sebelum pernikahan untuk mempersiapkan pengantin

perempuan secara jasmani sebelum berlangsungnya pernikahan dan ada juga jamu

untuk ibu setelah melahirkan, di mana ibu yang telah melahirkan mengonsumsi

jamu selama 40 hari untuk mengembalikan tubuhnya kembali seperti kondisi

76

sebelum hamil, yang tidak hanya untuk mengembalikan bentuk tubuh tetapi juga

untuk mengembalikan kesehatan dari ibu tersebut.

Adanya penjual jamu keliling memudahkan perempuan yang memiliki

banyak aktivitas di dalam rumah. Penjual jamu keliling menjualkan dagangannya

dari rumah ke rumah dengan harga yang relatif murah. Namun, penjual jamu

keliling hanya menjual jamu untuk kebutuhan sehari-hari. Penjual jamu membawa

air rebusan dari beberapa bahan-bahan jamu yang ditaruh dalam botol beling,

sehingga saat ada yang membeli jamu, penjual jamu tinggal menuangkan

beberapa bahan dalam satu gelas berukuran sedang untuk diminum oleh pembeli,

satu gelasnya dihargai sekitar Rp 7.000.

Bagi beberapa perempuan, terutama yang telah lama dan terbiasa

mengonsumsi jamu, mereka lebih memilih untuk membuatnya sendiri. Mereka

menganggap bahwa rasa dari jamu yang dijual oleh penjual jamu tidak seenak

dengan buatan mereka sendiri. Jamu yang dijual dianggap memiliki rasa yang

kurang enak karena rasa dari setiap bahan yang digunakan tidak begitu terasa saat

diminum. Jamu yang dapat dibuat sendiri biasanya hanya jamu yang bermanfaat

bagi kesehatan tubuh, seperti jamu yang dibuat dari rebusan daun siri yang

ditambahkan dengan asam, kunci, madu dan kencur. Akan tetapi, mereka memilih

untuk membeli ramuan tradisional yang dijual di toko atau penjual ramuan

tradisional lainnya untuk memperoleh ramuan tradisional dalam jumlah banyak,

seperti jamu yang dikonsumsi saat melahirkan dan sebelum pernikahan atau

persiapan pernikahan.

77

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat ramuan tradisional

didapatkan dengan cara membelinya ke pasar tradisional. Pasar buka setiap hari

dan menjadi kegiatan rutin perempuan khususnya yang telah menikah, pergi ke

pasar untuk membeli bahan-bahan kebutuhan rumah tangga. Pedagang menjual

bahan-bahan untuk membuat jamu dalam bentuk tumbuhan-tumbuhan yang belum

diolah, sehingga sebelum mengolahnya menjadi jamu, bahan-bahan tersebut

biasanya dikeringkan terlebih dahulu agar dapat bertahan lama. Ada pula yang

langsung mengolahnya karena jamu yang dibuat merupakan jamu yang akan

langsung dikonsumsi.

3.4 Pandangan Medis mengenai Penggunaan Ramuan Tradisional pada

Perempuan

Perkembangan medis yang semakin maju mengakibatkan pengetahuan lokal

masyarakat akan pengobatan seperti disalahkan karena medis memiliki patokan

ukuran penanganan akan penyembuhan atau pencegahan penyakit yang baik dan

benar.

Ramuan tradisional merupakan bagian dari pengobatan di masyarakat

berdasarkan dengan pengetahuan lokal dari kelompok masyarakat dalam

mengatasi permasalahan yang dialami pada tubuh mereka. Penggunaan ramuan

tradisional dianggap cukup untuk menjaga tubuh mereka tetap sehat. Hal tersebut

sudah berlangsung sejak dulu, di mana pada saat itu pengobatan dengan cara

modern belum ditemukan. Terdapat manfaat baik yang dirasakan setelah

78

menggunakan ramuan tradisional, maka pengetahuan akan menjaga tubuh agar

tetap sehat dengan menggunakan ramuan tradisional tetap diturunkan.

Perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan menggunakan ramuan

tradisional untuk merawat tubuh mereka agar tetap sehat. Penggunaan ramuan

tradisional seperti jamu tidak disalahkan oleh tenaga medis modern yaitu dokter

dan bidan tetapi juga tidak disarankan untuk dilakukan. Medis menganggap jamu

baik untuk menjaga kesehatan pada perempuan karena berbahan dasar tumbuhan

alami dan tidak memiliki efek samping yang membahayakan tubuh, tetapi dengan

proses pengolahan yang baik dan benar. Bahan dasar dari pembuatan jamu seperti

tumbuh-tumbuhan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum diolah.

Membersihkannya dengan mencuci bahan-bahan yang akan diolah menggunakan

air yang mengalir. Alat yang digunakan untuk mengolah jamu harus bersih dari

kotoran yang menempel pada peralatan tersebut.

Tubuh perempuan yang paling rentan terkena penyakit dan mengalami sakit

yaitu ketika perempuan tersebut sedang hamil. Ibu yang sedang hamil harus

memerhatikan apapun yang dikonsumsi karena akan berdampak pula pada bayi

yang ada dalam kandungannya. Pada perempuan Madura di Desa Prenduan, saat

masa kehamilan dalam usia kandungan tujuh bulan maka ada jamu yang harus

diminum oleh ibu hamil agar bayi dalam kandungan menjadi sehat. Terdapat

perbedaan pendapat antara tenaga medis yang berasal dari luar Pulau Madura atau

bukan orang Madura asli dengan tenaga medis yang memang orang Madura.

Menurut Ibu Li (30 tahun) yang memeriksakan kandungannya pada dokter di

Rumah Sakit, dokter yang menanganinya berasal dari luar Pulau Madura,

79

mengatakan bahwa tenaga medis yang bukan berasal dari Madura menganggap

minum jamu berbahaya bagi kandungan karena berdampak pada kesehatan bayi.

Ibu hamil lebih disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat seperti ikan dan

minum susu agar ibu dan bayi dalam kandungan kuat sampai masa persalinan.

Lain halnya dengan tenaga medis yang memang orang Madura, mereka

memperbolehkan ibu hamil untuk mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu

karena tenaga medis yang memang orang Madura masih ada yang mengonsumsi

jamu selama masa kehamilannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang

dibicarakan oleh Bidan Rah (36 tahun) “saya tidak minum jamu waktu hamil tapi

memang ibu saya menyarankan untuk minum jamu. Setelah melahirkan baru saya

minum jamu. Bayi saya Alhamdulillah sehat-sehat aja tidak terjadi apa-apa.

Sebenarnya saya tidak menyarankan ibu hamil untuk minum jamu, tapi kalau

emang ada yang tetap minum jamu selama masa kehamilan, saya juga tidak

melarang, karena memang masih ada yang minum jamu saat hamil, selama

kualitas dari jamu tersebut jelas dan diolah dengan benar. Jangan beli jamu

sembarangan, belinya ditempat yang terjamin, yang paling aman lebih baik bikin

sendiri jamu di rumah. Karena kita tau bahan apa saja yang akan kita konsumsi,

tapi sebaiknya menurut saya tidak usah minum jamu terlebih dahulu selama

hamil”.

Perbedaan pendapat antara tenaga medis yang memang orang Madura dan

bukan orang Madura tidak hanya pada apa saja yang dikonsumsi oleh ibu hamil,

tetapi juga pada penggunaan bantuan dukun bayi saat melahirkan. Tenaga medis

yang bukan orang Madura tidak mengizinkan untuk melakukan proses persalinan

80

pada dukun bayi karena ditakutkan terjadi hal-hal yang dapat membahayakan ibu

dan bayi. Jika tidak menggunakan dukun bayi maka ibu hamil tersebut juga tidak

akan mengonsumsi jamu selama masa hamil dan melahirkan karena ibu hamil

biasanya memperoleh jamu selama hamil sampai empat puluh hari setelah

melahirkan dari dukun bayi tersebut. Sementara itu, tenaga medis yang memang

orang Madura mengizinkan ibu hamil jika ingin menggunakan bantuan dukun

bayi pada saat proses melahirkan. Bahkan tenaga medis tersebut menggunakan

jasa dukun bayi untuk membantunya dalam proses melahirkan.

Perempuan Madura di Desa Prenduan memang lebih memilih untuk

menggunakan ramuan tradisional untuk merawat tubuhnya, tetapi terkadang

mereka juga pergi ke dokter atau bidan untuk memeriksakan kondisi kesehatan

dan untuk menyembuhkan penyakit. Jika rasa sakit tersebut tetap dirasakan

setelah mengonsumsi ramuan tradisional maka mereka akan pergi ke dokter untuk

menyembuhkan penyakit tersebut, begitu pula pada keadaan sebaliknya.

81

BAB IV

MANFAAT PENGGUNAAN RAMUAN TRADISIONAL

DALAM MERAWAT TUBUH MENURUT PEREMPUAN MADURA

4.1 Sehat bagi Perempuan Madura di Desa Prenduan

Menjadi sehat merupakan hal yang terpenting bagi manusia. Ketika tubuh

sehat, manusia dapat bekerja dan menjalankan aktivitasnya secara normal.

Kesehatan pada perempuan saat ini dirasa sangat penting, karena selain untuk

merawat tubuhnya, kesehatan juga berpengaruh pada kecantikan perempuan

tersebut. Kecantikan disini diartikan sebagai perempuan yang dapat menjaga

kebersihan tubuhnya (Ardhie, 2014:255). Pada kehidupan rumah tangga,

perempuan menjalankan dua peran, yaitu sebagai istri dan ibu. Kedua peran

tersebut mengharuskan mereka untuk selalu memiliki tubuh yang sehat.

Menurut WHO (1981 : 83) sehat tidak hanya menyangkut kondisi fisik,

melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang (Sarwono, 1993: 31).

Perempuan di Desa Prenduan mempunyai konsep sehatnya sendiri, di mana

konsep sehat menurut perempuan Madura di Desa Prenduan yaitu saat keadaan

tubuh mereka masih dapat melakukan aktivitas di dalam maupun di luar rumah

dengan baik. Tetapi tubuh tidak selamanya dapat terus tetap sehat. Ketika tubuh

terkena penyakit, maka harus dilakukan penanganan penyembuhan pada tubuh

agar kembali sehat. Konsep sehat dan sakit pada perempuan di Desa Prenduan

berkaitan dengan pemahaman mengenai etnomedisin yang digunakan masyarakat

sebagai sarana pengobatan. Pengobatan merupakan tindakan individu dan kolektif

82

dalam sistem sosial, yang di dalamnya mencakup rekayasa teknologi dan

pengetahuan lokal terhadap kegunaan jenis tumbuhan serta unsur lainnya.

Setiap daerah di Indonesia memiliki caranya tersendiri dalam menjaga

kesehatan. Perbedaan yang terjadi di masyarakat mengenai pilihan mereka dalam

cara merawat tubuh, yaitu masyarakat yang memilih menggunakan cara modern

dengan masyarakat yang masih menggunakan cara tradisional dalam menjaga

kesehatan. Begitu pula dengan cara menjaga kesehatan atau merawat tubuh yang

terjadi pada masyarakat Madura khususnya bagi perempuan di Desa Prenduan,

Sumenep. Kebudayaan dari masyarakat setempat yang hingga saat ini masih

memaknai ramuan tradisional sebagai salah satu bentuk pengobatan ketika terkena

penyakit, maupun untuk menjaga tubuh mereka tetap sehat. Mengonsumsi jamu

telah menjadi kebiasaan di masyarakat khusnya pada perempuan, sehingga jamu

telah menjadi bagian dari mereka. Hal tersebut selaras dengan konsep Marvin

Harris (1997) yang mengatakan bahwa kebudayaan yang menyangkut nilai, motif,

peranan moral etik, dan maknanya sebagai sistem sosial dalam sebuah

lingkungan. Kebudayaan tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan

keseluruhan institusi hidup manusia. Kebudayaan merupakan hasil belajar

manusia termasuk di dalamnya tingkah laku dalam praktik pengobatan (Humaedi,

2015: 7).

Kehidupan perempuan di Desa Prenduan masih banyak yang menggunakan

cara tradisional dalam menjaga kesehatannya. Walaupun perkembangan dunia

medis sudah semakin maju dengan menggunakan cara yang modern, yaitu tenaga

medis berpendidikan dan berpengalaman, juga penggunaan teknologi modern.

83

Namun, perempuan di Desa Prenduan masih tetap menggunakan cara tradisional

dalam merawat tubuh mereka agar tetap sehat. Mereka juga menggunakan cara

tradisional dalam menyembuhkan penyakit yaitu dengan memanfaatkan ramuan

tradisional seperti jamu dengan bahan-bahan yang alami sebagai media

pengobatan.

Penggunaan ramuan tradisional pada masyarakat merupakan bentuk dari

pengetahuan lokal mereka terhadap cara merawat tubuh dan menyembuhkan

penyakit yang tidak menggunakan pengobatan modern, merupakan hasil dari

perkembangan budaya masyarakat setempat (Foster dan Anderson, 2002:62).

Perempuan di Desa Prenduan merupakan perempuan yang aktif bekerja, di mana

mereka memiliki aktivitas yang padat setiap harinya. Banyaknya aktivitas yang

dilakukan oleh perempuan di Desa Prenduan mengharuskan mereka untuk tetap

sehat.

Kondisi cuaca di Madura yang panas karena merupakan wilayah kepulauan

mengakibatkan aktivitas yang dilakukan masyarakat (khususnya bagi perempuan)

di luar rumah memiliki berbagai macam resiko, termasuk dalam terkena penyakit.

Ketika beraktivitas di luar rumah, perempuan Madura di Desa Prenduan tidak

menggunakan sunblock sebagai pelindung tubuh mereka dari sinar matahari yang

dapat langsung mengenai kulit. Perempuan Madura di Desa Prenduan memilih

untuk menggunakan baju dengan lengan panjang dan penutup kepala berupa kain

seperti kerudung. Hal tersebut terkait dengan ketentuan dalam Agama Islam yang

merupakan agama mayoritas di Madura, bahwa perempuan harus menutup

auratnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali pada bagian wajah dan

84

telapak tangan. Adapula yang memilih untuk tidak melakukan kegiatan di luar

ruangan saat siang hari karena tidak ingin kulitnya terbakar akibat terkena sinar

matahari.

Agar kulit tetap terawat, perempuan di Desa Prenduan menggunakan bedak

putih atau lolor yang diusapkan pada seluruh tubuh dan wajah. Lolor digunakan

untuk mengangkat kotoran yang menempel pada tubuh dan wajah akibat aktivitas

sehari-hari, memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan kulit. Bedak putih

yang bersifat dingin dapat mengimbangi kondisi kulit tubuh dan wajah yang panas

akibat terbakar sinar matahari.

Perempuan Madura di Desa Prenduan yang aktif melakukan kegiatan di luar

ruangan memang cenderung memiliki kulit yang lebih gelap karena cuaca di

Madura yang sangat panas, karena wilayah Madura yang merupakan kepulauan,

di mana musim hujan relatif lebih sebentar dibandingkan dengan musim kemarau,

hanya di daerah yang letaknya tinggi terdapat enam bulan musim hujan yang terus

menerus (Huub de Jonge, 1989:8). Sementara itu, letak Desa Prenduan yang dekat

dengan garis pantai mengakibatkan udara pada Desa Prenduan cenderung panas.

Tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalang perempuan di Desa Prenduan untuk

tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, karena mereka menganggap bahwa

ketika mereka dapat tetap menjalankan aktivitasnya dengan baik maka kondisi

tubuh dalam keadaan sehat.

Secara medis, kerentanan seseorang terkena penyakit atau tidak tergantung

dari sistem imun atau antibodi seseorang, semakin kuat antibodi pada tubuh, maka

semakin kebal dari penyakit (Ardhie, 2014:279). Antibodi seseorang dapat

85

diperoleh salah satunya dari mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

mengandung banyak vitamin. Begitupun dengan perempuan Madura, salah satu

upaya mereka dalam menjaga kesehatan selain mengonsumsi ramuan tradisional

juga diimbangi dengan mengonsumsi makanan yang baik untuk tubuh, seperti

ikan. Umumnya, banyak para istri di Desa Prenduan menyediakan makanan

berupa ikan untuk dikonsumsi oleh anggota keluarganya karena mudah

didapatkan dan juga baik bagi kesehatan. Selain itu, kecenderungan mengonsumsi

ikan juga terjadi akibat faktor lingkungan yang ikut andil dalam memengaruhi

masyarakat untuk mendapatkan makanannya.

Madura merupakan daerah kepulauan, di mana wilayahnya dikelilingi oleh

laut. Masyarakat Madura yang mayoritas bekerja sebagai nelayan sehingga

memudahkan masyarakat untuk mendapatkan ikan. Ikan termasuk makanan yang

mengandung protein tinggi dan baik bagi kesehatan tubuh. Tidak hanya ikan,

Desa Prenduan yang memiliki topografi pesisir dan pegunungan, di mana pada

daerah pegunungan, masyarakat banyak yang berkebun dengan menanam

tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual, seperti umbi-umbian dan sayur-

sayuran untuk dikonsumsi. Hal tersebut memudahkan masyarakat setempat untuk

mendapatkan sayur-sayuran, tetapi masyarakat cenderung kurang menggunakan

sayur sebagai makanan sehari-hari, sehingga masyarakat Desa Prenduan lebih

sering mengonsumsi ikan dibandingkan dengan mengonsumsi sayur.

Pengetahuan masyarakat mengenai jenis makanan yang sehat seperti ikan

dan sayur, karena kedua makanan tersebut mudah untuk didapatkan di sekitar

mereka. Dengan demikian, secara tidak langsung terlihat jelas bagaimana

86

lingkungan turut serta memengaruhi kehidupan mereka, khususnya dalam hal

menjaga kesehatan tubuh lewat konsumsi makanan.

4.2 Ramuan Tradisional sebagai Cara Merawat Tubuh

Masyarakat Madura gemar mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu

terutama bagi perempuan Madura. Kesehatan pada perempuan Madura masih

menganut budaya asli atau tradisional dalam pemeliharaan kesehatan dan praktik

pengobatannya. Praktik pengobatan dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat

biasanya masih menggunakan cara tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan

obat yang dijadikan sebagai jamu. Cara pengobatan pada masyarakat yang masih

menggunakan sistem pengobatan tradisional karena sudah terbentuk secara turun-

temurun.

Ramuan tradisional Madura memiliki latar belakang budaya yang kental, di

mana ramuan tradisional tersebut sudah ada sejak nenek moyang dan telah turun-

temurun diakui khasiatnya. Budaya memiliki pengaruh terhadap kehidupan

perempuan Madura di Desa Prenduan dan terhadap perilaku mereka dalam

merawat tubuh agar tetap sehat. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).

Kebudayaan yang ada di tiap daerahpun berbeda satu dengan yang lainnya.

Kebudayaan juga merupakan kepercayaan masyarakat terhadap suatu yang

diyakini dan dijalani.

87

Pada perempuan Madura di Desa Prenduan, mereka memiliki kebiasaan

untuk mengonsumsi jamu. Hal itu dikarenakan adanya pengaruh dari kepercayaan

mereka akan manfaat baik yang dihasilkan setelah mengonsumsi jamu. Paling

tidak sedari belia perempuan Madura sudah mengonsumsi jamu yang telah

disediakan oleh orang tuanya. Hal tersebut menjadi kebiasaan bagi perempuan

hingga mereka tumbuh dewasa. Mengonsumsi jamu bagi perempuan di Desa

Prenduan merupakan bentuk dari tindakan kebudayaan yang dibiasakan dengan

belajar ( Koentjaraningrat, 2009:145).

Meskipun teknologi pada dunia kesehatan telah sangat maju dengan

penggunaan teknologi-teknologi canggih untuk membantu tenaga medis modern

dalam menjaga dan menyembuhkan penyakit pada manusia. Akan tetapi,

masyarakat di negara-negara berkembang biasanya masih banyak yang memilih

untuk menggunakan cara tradisional untuk mengatasi sendiri gejala-gejala sakit

yang dideritanya, yaitu dengan sekedar beristirahat, minum jamu, dan pergi ke

dukun atau ahli pengobatan tradisional lainnya. Minum jamu bukan merupakan

hal asing tetapi telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia khususnya

Jawa dan Madura.

Pada masyarakat Madura upaya menjaga kesehatan, mencegah penyakit,

maupun pengobatan suatu penyakit yang diderita biasanya dilakukan dengan

mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu. Jamu merupakan minuman

tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan

berkhasiat yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat secara turun-

temurun (Afiani, 2003). Pada Masyarakat Madura, ramuan tradisional biasa

88

digunakan sebagai sarana pengobatan. Definisi pengobatan tradisional menurut

World Health Organization (WHO) tahun 1996 adalah upaya menjaga dan

memperbaiki kesehatan dengan cara-cara yang telah ada sebelum munculnya

pengobatan modern. Pengobatan tradisional itu sendiri dapat berupa pemijatan,

dikerok seperti ketika masuk angin (Atika, 2010), tumbuh-tumbuhan, ramuan

berbahan dasar tumbuh-tumbuhan yang diolah, biasanya dikonsumsi dalam

bentuk jamu.

Pemanfaatan terhadap tumbuhan sebagai bahan dasar pembuatan ramuan

tradisional dilihat dari manfaat yang terkandung dalam tumbuhan tersebut,

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dari ramuan tradisional yang

digunakan untuk pengobatan penyakit dan menjaga kesehatan. Penggunaan

tanaman dan tumbuhan untuk penyembuhan suatu penyakit dilakukan atas

pengetahuan lokal masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam, sehingga

masyarakat memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan dasar ramuan

tradisional untuk pengobatan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai sarana pengobatan

akhirnya menjadi budaya masyarakat Madura yang sudah terjadi secara turun-

temurun dari dulu.

Melalui pemanfaatan tanaman untuk menjadi obat-obatan membuat

perempuan Madura memiliki pengobatannya sendiri atas penyakit yang

dimilikinya. Tidak hanya digunakan saat menyembuhkan penyakit tetapi juga

untuk menjaga tubuh mereka agar tidak terkena penyakit. Bagi perempuan

Madura di Desa Prenduan, merawat tubuh merupakan suatu keharusan, karena

ketika terkena penyakit maka mereka tidak dapat melakukan aktivitas. Sehat yang

89

dimaksudkan yaitu ketika tubuh dapat bergerak aktif secara normal, tidak ada

gejala-gejala yang timbul pada tubuhnya dan tidak mengharuskan tubuh untuk

beristirahat dengan tanpa melakukan kegiatan apapun.

Pemanfaatan akan ramuan tradisional oleh masyarakat mudah untuk

didapatkan karena tumbuhan yang digunakan sebagai bahan dasar ramuan

tradisional dapat ditemui di sekitar mereka. Pasar menjadi tempat mereka

mendapatkan bahan-bahan tersebut. Saat ini, ramuan tradisional sudah dapat

dibeli dalam bentuk kemasan karena sudah banyak yang menjual, sehingga para

konsumen dari ramuan tradisonal tidak harus membuatnya sendiri tetapi dapat

mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu dengan langsung menyeduhnya

dengan air hangat. Bentuk jamu Madura yang sangat kental mengakibatkan jamu

Madura tidak dapat diseduh dengan air panas karena tekstur jamu akan berbentuk

padat seperti bubur sehingga tidak dapat diminum. Tidak hanya berbentuk jamu

yang dikonsumsi dengan menambahkan air hangat, tetapi terdapat juga ramuan

tradisional yang dibuat dalam bentuk kapsul, yang semakin memudahkan

perempuan untuk mengonsumsinya tanpa harus merasakan pahit seperti saat

minum jamu. Ada pula yang masih tetap memilih untuk membuatnya sendiri

karena merasa sudah terbiasa membuat ramuan tradisional untuk dikonsumsi

sehari-hari sebagai cara merawat tubuhnya agar tetap sehat. Pengetahuan untuk

membuat ramuan tradisonal tersebut didapatkan dari ibu yang diturunkan kepada

anaknya.

“Kalau minum jamu badan jadi tidak loyo, jadi seger. Tidak bau juga, badan jadinya harum. Coba kalau tidak minum jamu, belum tua sudah loyo. Saya ini ya sudah umur 60 tahun jalan kaki 2 kilo aja masih

90

kuat. Tidak ada penyakit yang aneh-aneh. Saya sehat-sehat sampai sekarang. Ibu saya meninggal umurnya sudah 100 lebih, tahun 2000 meninggalnya. Coba sekarang yang tidak minum jamu, ada penyakit tumornya, banyak penyakit aneh-aneh”. Ibu Dju 60 tahun.

Berdasarkan pernyataan Ibu Dju yang rutin menggunakan ramuan

tradisional seperti jamu yang diminum untuk merawat tubuh agar tetap sehat

menggambarkan etnomedisin yang masih digunakan oleh perempuan Madura di

Desa Prenduan. Ibu Dju tidak mengonsumsi vitamin dalam bentuk kapsul untuk

menjaga tubuhnya tetap sehat. Pengetahuan yang diberikan oleh ibunya mengenai

ramuan tradisional Madura beserta khasiatnya mengakibatkan kebiasaan akan

mengonsumsi ramuan tradisional untuk menyambuhkan penyakit dan menjaga

tubuh agar tetap sehat secara terus-menerus diturunkan kepada anak dan cucunya.

Perempuan Madura di Desa Prenduan yang sudah masuk dalam usia lanjut yaitu

60 tahun ke atas menggunakan ramuan tradisional secara rutin untuk menjaga

tubuh mereka tetap sehat dan kulit tidak kendur, walaupun masih adanya kerutan

di wajah. Pemilihan ramuan tradisional pada perempuan Madura sebagai cara

merawat tubuh agar tetap sehat merupakan bentuk dari kebudayaan masyarakat.

Ramuan tradisional yang digunakan merupakan hasil dari kepercayaan dan

praktik-praktik terhadap kesehatan yang berkenaan dengan sehat dan sakit, yang

merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri dan tidak

berasal dari kerangka konseptual kedokteran modern (Hughes 1968: 99 dalam

Foster dan Anderson).

Kelebihan dari penggunaan ramuan tradisional oleh perempuan Madura

karena dianggap tidak berbahaya, di mana bahan yang digunakan dalam

91

pembuatan jamu menggunakan bahan alami. Menurut Ibu Zai (41 tahun)

pemilihan untuk menggunakan ramuan tradisional dibandingkan dengan cara

modern, karena ramuan tradisional dianggap lebih aman untuk dikonsumsi. Ibu

Zai memilih untuk minum ramuan tradisional berupa jahe (Zingiber officinale),

bawang putih tunggal (Allium sativum 'Solo garlic') dan asam (Tamarindus

Indica) yang digiling hingga halus, kemudian diseduh dengan menggunakan air

hangat dalam satu gelas berukuran kecil, setelah itu diminum setiap habis

menstruasi. Ramuan tersebut dikonsumsi oleh Ibu Zai agar tidak dapat hamil

kembali.

“saya minum campuran jahe, bawang putih yang hanya satu bulat sama asem. Saya tumbuk sampai halus abis itu saya kasih air hangat, setelah itu saya minum setiap habis ment. Saya minum itu selama 11 tahun karena sudah terbiasa. Sampai waktu saya menikah lagi yang kedua kalinya dan suami yang menginginkan anak perempuan karena saya punya dua anak laki-laki semua, sudah tidak bisa, karena minum jamu itu jadi tidak bisa hamil lagi”. “saya tidak mau minum pil-pilan (pil KB) itu bahaya kalau pil-pilan begitu. Mending minum jamu saja. Sayanya juga jadi sehat dan tidak jadi gemuk. Kalau minum pil-pil itu badan bisa jadi gemuk dan minumnya harus terus-terus kalau tidak ya bisa hamil lagi. Sebenernya minum jamunya tidak harus 11 tahun seperti saya tapi saya sudah jadi kebiasaan minun jamu”. Ibu Zai (41 tahun)

Ibu Zai lebih memilih untuk menggunakan ramuan tradisional tersebut

karena tidak mau menggunakan pil KB (Keluarga Berencana). Pil KB atau pil

kontrasepsi merupakan metode untuk mencegah kehamilan. Mengandung dua

jenis hormon, yaitu estrogen dan progestin dalam dosis rendah yang menyerupai

hormon estrogen dan progestin asli pada tubuh wanita. Estrogen dan progesteron

92

adalah dua hormon yang mengatur siklus menstruasi. Pil KB dapat mengatur

hormon, sehingga proses ovulasi atau pematangan sel telur bisa dicegah (lihat

dalam http://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/25/).

Bagi perempuan Madura di Desa Prenduan penggunaan pil KB dianggap

berbahaya bagi tubuhnya, di mana tubuh akan menjadi besar atau gemuk dan akan

ketergantungan jika menggunakan pil KB sebagai cara menghentikan kehamilan.

Kandungan dari bahan-bahan yang digunakan dalam jamu yang diminum untuk

menghentikan kehamilan mengandung unsur ‘panas’, di mana dapat membuat

rahim menjadi kecil sehingga sulit untuk dibuahi.

Penggunaan ramuan tradisional oleh Ibu Zai tidak hanya saat ingin

menghentikan rahimnya untuk dapat mengandung kembali, tetapi juga ketika

sebelum memiliki anak dan ingin mendapatkan anak Ibu Zai memilih untuk

menggunakan cara-cara tradisional seperti mengonsumsi jamu dari campuran

daun asam (Tamarindi Folium) yang masih muda dan kunyit (Curcumae

Domesticae Rhizoma) yang diminum dua kali dalam satu minggu, setiap sebelum

tidur atau sekitar pukul 9/10 malam. Mengonsumsi jamu tersebut secara rutin

bermanfaat bagi kesuburan rahim perempuan, di mana rahim mudah untuk

dibuahi karena dengan mengonsumsi jamu maka tubuh akan sehat, dan suhu

tubuh dalam keadaan stabil, dengan kedaan tersebut tubuh dapat bekerja secara

maksimal. Jamu yang digunakan berbahan dasar daun-daunan, karena jamu yang

dikonsumsi oleh perempuan (istri) yang ingin memiliki keturunan merupakan

jamu ‘dingin’ tidak seperti jamu yang dikonsumsi untuk menghentikan terjadinya

kehamilan kembali yang bersifat ‘panas’ karena akan memengaruhi rahim.

93

Tenaga medis modern melarang perempuan (istri) untuk mengonsumsi jamu

karena jamu dianggap dapat membuat rahim menjadi kering sehingga sulit untuk

dibuahi.

Pemilihan dalam menggunaan ramuan tradisional oleh Ibu Zai karena

dengan cara tersebut dianggap efektif, kelebihan dari penggunaan ramuan

tradisional yang tidak hanya efektif tetapi juga praktis untuk dilakukan dan

ekonomis. Hal tersebut sangat berbeda dengan cara modern untuk mendapatkan

keturunan. Pada pengobatan modern, saat ini telah ditemukan teknologi yang

dapat membantu pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan. Cara

memperoleh keturunan dilakukan dengan pembuahan di dalam tabung yang

bernama In Vitro Fertilization (IVM). Menggunakan IVM memerlukan biaya

yang tidak sedikit, dan dalam prosesnya sel telur diambil dengan menggunakan

alat yang dimasukan melalui vagina kemudian dipindahkan ke dalam tabung

sampai terjadinya pembuhan, setelah itu dimasukkan kembali ke rahim dengan

cara yang sama untuk proses perkembangan bayi hingga melahirkan. Rangkaian

dari proses penggunaan IVM dianggap merugikan perempuan (Jennifer, 1992).

Ramuan tradisional seperti jamu tidak hanya dipercayai masyarakat dalam

merawat tubuh agar tetap sehat. Tetapi telah banyak pula digunakan sebagai cara

pengobatan masyarakat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit.

“ibu dulu pernah punya penyakit kencing manis. Gula ibu sudah tinggi sampai ada gumpalan daging kecil yang muncul di punggung. Ibu ke rumah sakit buat nyembuhin ya tapi tidak ada perubahan. Ada teman yang menyarankan untuk minum jamu saja. Ibu minum jamu, tidak

94

lama ibu sembuh dan daging yang di punggung mengering terus copot dengan sendirinya. Tempat daging yang copot ibu kasih minyak oles, minyak kadal itu yang buat kencing manis harganya Rp 70.000. Tapi memang tidak bisa dibilang sembuh seratus persen. Tetap harus makan yang sehat jangan semuanya dimakan, sudah tidak bisa seperti itu lagi”. Ibu Sul (55 tahun).

Ibu Sul (55 tahun) yang awalnya memilih untuk menggunakan pengobatan

dengan cara modern yaitu menggunakan tenaga medis modern seperti dokter

untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, tetapi kembali menggunakan

ramuan tradisional karena menganggap bahwa pengobatan yang dilakukan secara

modern menggunakan bantuan tenaga medis modern, tidak memberikan hasil

yang baik bagi kesehatannya. Pengobatan modern yang dilakukan oleh Ibu Sul

membutuhkan biaya yang tidak sedikit tetapi masih belum disertai dengan kualitas

dari pelayanan kesehatan yang baik. Hal tersebut yang semakin memperkuat

kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan ramuan tradisional bagi kesehatan

tubuh, di mana ramuan tradisional dianggap lebih bermanfaat bagi tubuh dengan

harga yang ekonomis.

Penggunan ramuan tradisional yang dilakukan secara rutin dipercayai

memberikan manfaat untuk menjaga tubuh tetap sehat. Ramuan tradisional seperti

jamu sudah banyak yang menjualnya secara instan dalam bentuk kemasan, akan

tetapi bagi sebagian perempuan di Desa Preduan, jamu dalam bentuk kemasan

memiliki rasa yang berbeda dengan jamu yang dibuat sendiri. Proses pembuatan

jamu dengan membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga yang

besar, menjadi alasan perempuan Madura di Desa Prenduan dalam pemilihan

mengonsumsi jamu berbentuk kemasan.

95

Bagi perempuan di Desa Prenduan yang memiliki aktivitas yang padat di

luar rumah tetapi membutuhkan jamu sebagai cara mereka merawat tubuh agar

tetap sehat, maka jamu yang paling sering dikonsumsi adalah jamu dalam bentuk

kemasan. Perempuan pada Desa Prenduan yang tergolong sebagai ibu muda,

diakuinya kalau kemampuannya dalam membuat jamu sangat terbatas, hanya

dapat membuat jamu yang dikonsumsi sehari-hari, seperti jamu dari olahan daun

sirih (Piper betle), kencur (Kaempferia galangal) dan kunir (Curcumae

Domesticae Rhizoma) yang bermanfaat untuk menjaga tubuhnya tetap sehat dan

mengurangi bau tidak sedap di setiap bagian tubuhnya. Ada pula yang

menggunakan rebusan buah mengkudu dengan temulawak, gula merah, jahe dan

kunir digunakan sebagai minuman sehari-hari untuk menjaga kesehatan.

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Li (30 tahun) di mana

membuat jamu sendiri dianggap merepotkan, Ibu Li menganggap bahwa saat ini

tidak perlu sulit membuatnya (jamu) karena jamu sudah dapat dibeli pada toko

yang menjual jamu dan pedangan keliling yang menjual jamu dengan harga yang

relatif murah yaitu sekitar Rp. 7000 per-gelas.

Ketika perempuan mempersiapkan pernikahannya, tubuh perempuan

tersebut juga harus dipersiapkan dengan minum rangkaian jamu khusus calon

pengantin. Banyaknya jamu yang dibutuhkan menyebabkan perempuan tersebut

memilih untuk membelinya di penjual jamu dibandingkan dengan harus

membuatnya sendiri. Begitu pula ketika masa persalinan, di mana perempuan

Desa Prenduan mengonsumsi jamu selama 40 hari setelah melahirkan dengan

96

jumlah jamu yang tidak sedikit, maka perempuan tersebut memilih untuk

membelinya pada penjual jamu dengan harga sekitar Rp. 250.000 – Rp 400.000.

Kemampuan mengolah jamu oleh perempuan berusia muda atau yang telah

menjadi ibu muda sangat berkurang, dibandingkan dengan ibu-ibu dari generasi

sebelumnya (Handayani, 2003:5-6). Ibu-ibu dari generasi sebelumnya dapat

mengolah ramuan tradisional untuk dirinya sendiri dengan resep yang didapatkan

dari orang tuanya terdahulu dan bahan yang digunakan terbilang rumit. Bahkan

bagi ibu-ibu dari generasi sebelumnya menganggap bahwa jika menjadi orang

Madura (perempuan Madura) maka harus minum jamu.

Perbedaan antara jamu yang dijual dalam bentuk kemasan atau jamu instan

dengan jamu yang dibuat sendiri bukan pada bahan yang digunakan tetapi

perbedaan terdapat pada rasa dari jamu tersebut. Menurut Ibu Dju (60 tahun) rasa

dari jamu kemasan tidak seenak jamu yang dibuat sendiri, karena jamu kemasan

memiliki rasa yang tidak terlalu pahit seperti jamu yang dibuat sendiri. Ibu Dju

menganggap jika jamu tidak terasa pahit maka cara dalam pengolahan jamu

tersebut bukan dengan proses yang benar.

Ramuan tradisional Madura dalam bentuk jamu memang terkenal lebih

pahit dibandingkan dengan jamu dari daerah lainnya seperti Jawa, di mana jamu

Jawa memiliki rasa yang manis. Rasa pahit dari jamu Madura berasal dari

banyaknya tumbuh-tumbuhan herbal yang menjadi bahan utama pembuatan jamu

tersebut. Oleh karena rasa pahitnya tersebut, jamu Madura dianggap lebih

berkhasiat dibandingkan dengan jamu lainnya. Kekhasan dari jamu Madura yaitu

penggunaan cuka sebagai campuran pada jamu. Cuka tersebut berasal dari pohon

97

gula siwalan yang difermentasi selama satu minggu hingga menjadi cuka.

Campuran pada jamu Madura tidak hanya dengan cuka tetapi ada pula yang

menggunakan telur kuning dari ayam kampung dan madu sebagai campuran pada

jamu. Ada juga yang menggunakan air rebusan buah mengkidu sebagai campuran

pada jamu dan sebagai pengganti air hangat.

98

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pengetahuan lokal perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan

terhadap perawatan tubuh adalah dengan masih menggunakan ramuan tradisional,

karena pengetahuan terhadap penggunaan ramuan tradisional dalam merawat

tubuh pada perempuan diturunkan sejak dulu secara turun-temurun secara lisan

oleh ibu kepada anak perempuannya. Pengetahuan tersebut tidak dituliskan dalam

bentuk catatan tetapi berdasarkan apa yang telah diajarkan oleh ibu mereka.

Perempuan yang menggunakan ramuan tradisional dianggap wajar karena telah

menjadi kebiasaan di masyarakat. Kebiasaan tersebut sudah dimulai sejak

perempuan berusia anak-anak, dengan mengonsumsi jamu untuk menambah

napsu makan pada anak, yang terus berlanjut mengikuti siklus pertumbuhan dan

perkembangan pada perempuan.

Kebudayaan pada tiap daerah berbeda-beda antara satu dengan yang

lainnya. Kebudayaan juga merupakan bentuk dari kepercayaan masyarakat

terhadap sesuatu yang diyakini dan dijalani. Pernyataan tersebut sesuai dengan

kehidupan perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan terhadap penggunaan

ramuan tradisional dalam merawat tubuh. Mereka mempercayai akan manfaat

yang baik pada tubuh dengan menggunakan ramuan tradisional sehingga

mengonsumsi ramuan tradisional telah menjadi kebudayaan bagi perempuan

Madura.

99

Perempuan Madura di Desa Prenduan memiliki cara tersendiri dalam

menjaga kesehatan dan pengobatan terhadap suatu penyakit dengan cara merawat

tubuh mereka menggunakan ramuan tradisional, yang tidak hanya berupa jamu

minum tetapi ada juga ramuan tradisional yang penggunaannya pada bagian luar

tubuh. Bagi perempuan Madura di Desa Prenduan, kebiasaan mereka dalam

menjaga kesehatan dan pengobatan terhadap suatu penyakit masih dapat diatasi

dengan cara mereka sendiri. Cara tersebut merupakan bentuk dari pengetahuan

lokal masyarakat yang tetap diturunkan kepada generasi penerusnya.

Penggunaan ramuan tradisional berupa jamu, lulur dan bentuk lainnya telah

digunakan oleh perempuan Desa Prenduan secara turun-menurun dari orang tua

mereka dan telah menjadi budaya pada kehidupan perempuan Madura khususnya

di Desa Prenduan, Sumenep. Cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya

menggunakan ramuan tradisional ini disesuaikan dengan kebutuhan dari

perempuan tersebut, seperti saat masa remaja makan ramuan tradisional yang

digunakan berbeda dengan ramuan tradisional yang digunakan oleh perempuan

yang telah melahirkan, karena setiap perkembangannya, terdapat ramuan

tradisional yang digunakan oleh perempuan.

Pada keadaan tertentu pada tubuh perempuan seperti hamil dan sedang

menstruasi, ramuan tradisional dianggap membahayakan tubuh oleh tenaga medis

modern. Hal tersebut tidak membuat perempuan di Desa Prenduan takut akan

menggunakan dan mengonsumsi ramuan tradisional. Ramuan tradisional

digunakan karena kehidupan perempuan Desa Prenduan yang masih kuat akan

kepercayaan terhadap manfaat ramuan tradisional untuk merawat tubuh mereka

100

tetap sehat, menggunakan tumbuh-tumbuhan alami sebagai sarana pencegahan

dan pengobatan suatu penyakit. Penggunaan ramuan tradisional masih dianggap

efektif dalam menjaga kesehatan, walaupun masyarakat tidak menolak jika harus

menggunakan tenaga medis modern.

Tenaga medis modern pada Desa Prenduan tidak sulit untuk diakses oleh

masyarakat, tetapi dengan adanya tenaga medis tersebut tidak menghilangkan

kebiasaan pada perempuan di Desa Prenduan dalam hal mengonsumsi ramuan

tradisional untuk merawat tubuh mereka. Oleh karena itu, ramuan tradisional

hingga saat ini masih digunakan oleh perempuan Madura khususnya di Desa

Prenduan sebagai cara merawat tubuh, ada pula yang mengonsumsi ramuan

tradisional berupa jamu sebagai minuman sehari-hari agar tetap sehat.

101

5.2 Saran

Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang

tidak hanya berfokus pada ramuan tradisional pada perempuan tetapi juga bagi

laki-laki. Bagaimana pengaruh ramuan tradisional yang digunakan oleh laki-laki

bagi kesehatan tubuh mereka, karena laki-laki memiliki tugas yang lebih

membutuhkan tenaga dan mengemban tanggung jawab sebagai seorang suami, di

mana peran suami sebagai kepala rumah tangga memiliki kausa penuh atas

kehidupan rumah tangga. Mengaitkan pula isu-isu gender terhadap penggunaan

ramuan tradisional oleh laki-laki ataupun perempuan.

102

DAFTAR PUSTAKA

Afiani Ika, dan Atik Triratnawati. (2003). Ramuan Jamu Cekok sebagai

Penyembuh Kurang Nafsu Makan pada Anak: Suatu Kajian Etnomedisin.

Dalam Makara Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1. Departemen Antropologi:

Universitas Indonesia.

Darmanto. (2010). Ramuan Tradisional: Khasiat-khasiat Tanaman Obat.

Yogyakarta: Bintang Cemerlang.

Foster, dan Anderson. (1986). Antropologi Kesehatan (terj.). Jakarta: UI-Press.

Herdiansyah, H. (2011). Metode Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Jonge, Huub de. (1995). Across Madura Strait, The Dynamics of an Insular

Society: Stereotypes of Madurese. KITLV Press Leiden.

Jonge, Huub de. (1989). Madura: Dalam Empat Zaman: Perdagang,

Perkembangan Ekonomi, dan Islam. Jakarta: PT Gramedia.

Kalangie, Nico S. (1994). Kebudayaan dan Kesehatan: Pengembangan

Pelayanan Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta.

PT. Kesaint Blanc Indah Corp.

Kuntowijoyo. (2002). Perubahan Sosial dalam Masyarakat Madura 1850-1940.

Yogyakarta: Matabangsa.

Kusnadi, Hari Sulistiyowati, Sumarjono dan Adi Prasodjo. (2006). Perempuan

Pesisir. Yogyakarta: LKiS.

Latief Wiyata. (2002). Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura.

Yogyakarta: LKiS.

Mangestuti, Subhan, Syed, Suresh, Shigotoshi dan Aty Widyawaruyuyanti.

(2007). Tradisional Medicine of Madura Island in Indonesia. Medical and

Pharmaceutical Society for WAKAN-YAKU.

Moleong, L. J. (1999). Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya.

103

Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Mujianto, Isni Herawati, Siti Munawaroh dan Sukari. (2014). Kearifan Lokal

Orang Madura. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Niehof, Anke. (1985). Women and Fertility in Madura. Leiden University.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Purbasari, Dyah. (2015). Pembagian Peran dalam Rumah Tangga pada Pasangan

Suami Istri Jawa. Dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1.

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Raditya, Ardhie. (2014). Sosiologi Tubuh: Membentang Teori di Ranah Aplikasi.

Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Rahma, Siti. (2014). Pengetahuan Lokal Masyarakat Berkenaan dengan SPA

Tradisional di Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju. Skripsi.

Universitas Hasanuddin, Makasar.

Saptandari, Pinky. (2013). Beberapa Pemikiran tentang Perempuan dalam Tubuh

dan Eksistensi. Dalam BioKultur, Vol.II, No.1. Universitas Airlangga.

Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian

Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Spradley, J. P. (2007). Metode Etnografi (terj.). Yogyakarta: Tiara Wacana.

Turner, Bryan. (1987). Medical Power and Social Knowledge. London: Sage

Publications.

Young, Allan. (1980). An Anthropological Perspective on Medical Knowledge.

The Journal of Medicine and Philosophy, Vol.2, No.5. Oxford Academi.

104

Arsip:

- Kecamatan Pragaan dalam Angka 2015

Web:

- http://www.koranmadura.com/2016/12/27/jamu-kuat-madura-tembus-pasar-

internasional/ diakses pada 23 Mei 11:23 WIB.

- http://bappeda.jatimprov.go.id/2015/01/09/jamu-madura-kualitas-ekspor-

namun-rawan-tergerus-mea/ diakses pada 23 Mei 11:31 WIB.

- http://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/25/083500323/Begini.Cara.Kerja.

Pil.KB.di.Dalam.Tubuh diakses pada 31 Mei 22:45 WIB

- http://academia.edu.documents/36363705/aktivitas_antioksidan_senyawa_fl

avonoid_dari_daun_katuk.pdf WIB. diakses pada 20 Juni 10:22

- http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/8657 diakses pada 20

Juni 21:17 WIB.

- http://health.liputan6.com/read/3035439/ diakses pada 20 Juni 21:25 WIB.

- http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 diakses pada 20 Juni 21:40

WIB.