pengetahuan lokal perempuan tentang perawatan …repository.ub.ac.id/2390/1/putri, ririn...
TRANSCRIPT
PENGETAHUAN LOKAL PEREMPUAN TENTANG PERAWATAN TUBUH (STUDI KASUS DESA PRENDUAN,
KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATEN SUMENEP, MADURA)
SKRIPSI
OLEH:
RIRIN ARISA PUTRI
NIM 135110800111009
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
PENGETAHUAN LOKAL PEREMPUAN TENTANG PERAWATAN TUBUH (STUDI KASUS PEREMPUAN DESA PRENDUAN,
KECAMATAN PRAGAAN, KABUPATEN SUMENEP, MADURA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Brawijaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
OLEH: RIRIN ARISA PUTRI NIM 135110800111009
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi
ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya usaha, doa dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Myrta yang telah membimbing
saya hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Menjadi tempat saya bercerita
mengenai kebingungan saya sebelum dan selama mengerjakan skripsi.
Memberikan masukan yang tidak hanya berupa kritik tetapi juga saran yang
sangat membantu. Kemudian, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Zurinani atas kritik dan sarannya terhadap tulisan saya sehingga skripsi ini
menjadi lebih baik. Terima kasih pula kepada seluruh dosen-dosen Antropologi
Universitas Brawijaya yang telah memberikan saya ilmu dan pengalaman selama
proses perkuliahan berlangsung.
Terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep yang telah
mengizinkan saya untuk melakukan penelitian di Desa Prenduan. Kepada
masyarakat Desa Prenduan khususnya perempuan-perempuan di Desa Prenduan
yang bersedia menjadi informan saya, atas waktu luangnya saya ucapkan terima
kasih. Selama saya berada di Madura, terlalu banyak keberuntungan yang saya
dapatkan dan keberuntungan tersebut telah sangat membantu saya dalam
menyelesaikan tulisan ini. Atas keberuntungan tersebut saya ucapkan terima
kasih, khususnya kepada keluarga Bapak Muhammad Salim dan Ibu Kudsiyah
atas kebaikannya memberikan saya tempat tinggal selama saya berada di Madura.
Terima kasih pula kepada keluarga Ibu Djumaiah dan Ibu Ikus yang juga telah
bersedia memberikan saya tempat tinggal saat saya ke Madura.
vi
Selama saya mengerjakan skripsi ini, banyak sekali dukungan dari orang-
orang disekitar saya dari awal hingga akhirnya skripsi ini selesai. Terima kasih
untuk Dini, Hizkia, Sifa dan Icha yang menjadi teman sejak ospek. Untuk Annisa,
Atikah dan Mesti yang menjadi keluarga pertama saya di Malang. Terima kasih
untuk Welly, Nur Hanifah, Desli, Anna, dan Tita yang selalu mendukung dan
menjadi teman saya. Untuk Marsya dan Helmawati terima kasih banyak telah
menemani saya selama mengerjakan skripsi dan sangat membantu saya. Terima
kasih untuk Harsa dan Ajeng yang bersedia menjadi editor dari tulisan saya. Saya
ucapkan pula terima kasih kepada seluruh keluarga besar Antropologi Brawijaya,
terutama untuk angkatan 2013. Dan terima kasih untuk Andika atas dukungannya,
yang selalu mau mendengarkan keluhan saya, dan orang kedua setelah adik saya
yang setiap saat bisa saya hubungi.
Yang terakhir saya ucapkan terima kasih kepada keluarga saya, terutama
untuk kedua orang tua saya, Papa Afriwan dan Mama El yang menjadi satu-
satunya motivasi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. Terima
kasih banyak atas doa dan dukungannya dalam segala hal yang saya lakukan.
Terima kasih juga kepada kedua saudara saya Mas Richi dan Rifia Dini atas
dukungannya dan selalu mengingatkan saya untuk selalu berdoa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, penulis menerima masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Malang, 25 Juli 2017
Ririn Arisa
vii
ABSTRAK
Arisa Putri, Ririn. 2017. Pengetahuan Lokal Perempuan tentang Perawatan
Tubuh (Studi Kasus Perempuan Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan,
Kabupaten Sumenep, Madura). Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Brawijaya.
Pembimbing: Prof. Myrtati Dyah Artaria., Dra., M.A., Ph.D Kata Kunci: pengetahuan lokal, ramuan tradisional, merawat tubuh
Setiap perempuan memiliki cara mereka sendiri untuk dapat tetap terlihat
menarik, salah satunya dengan merawat tubuh mereka. Merawat tubuh yang
dimaksudkan adalah cara perempuan untuk menjaga kesehatan, bentuk tubuh, dan
kecantikan. Banyak cara yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut, seperti
mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu maupun dengan menggunakan cara
tradisional lainnya sesuai dengan pengetahuan lokal yang dianut disetiap wilayah.
Pengetahuan lokal masyarakat memengaruhi masyarakat tersebut dalam
berperilaku, tidak terkecuali bagi perempuan dalam menentukan cara mereka
merawat tubuhnya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten
Sumenep, Madura. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengetahuan lokal perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan
terhadap perawatan tubuh masih menggunakan ramuan tradisional yang
diturunkan sejak dulu. Pada setiap perkembangannya, terdapat ramuan tradisional
yang digunakan oleh perempuan. Penggunaan ramuan tradisional masih dianggap
efektif dalam menjaga kesehatan.
viii
ABSTRACT
Arisa Putri, Ririn. 2017. Women's Local Knowledge of Body Care (Case Study
of Prenduan Village Women, Pragaan District, Sumenep Regency, Madura).
Study Program Anthropology, Faculty of Humanities, Brawijaya University,
Malang.
Advisor: Prof. Myrtati Dyah Artaria., Dra., M.A., Ph.D
Keywords: local knowledge, traditional ingredients, caring for the body
Every woman has their own way to keep looking attractive, one of them by
taking care of their body. Caring for the body that is meant is the way women to
maintain health, body shape, and beauty. Many ways are done to achieve this,
such as taking traditional herbs in the form of herbal medicine or by using other
traditional ways in accordance with local knowledge held in each region. Local
knowledge of society affects society in behaving, at least, for women in
determining how to care for their bodies.
This research was conducted in Prenduan Village, Pragaan District,
Sumenep Regency, Madura. The method used in this research is qualitative
research method with ethnography approach. The results showed that local
knowledge of Madurese women, especially in Prenduan Village, on body
treatments, still uses traditional herbs that have been derived from the past. In
every development, there is a traditional herb used by women. The use of
traditional herbs is still considered effective in maintaining health.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ................................................................................................. i PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4 1.4 Kajian Pustaka ........................................................................................ 4 1.5 Kajian Teori .......................................................................................... 10 1.6 Metode Penelitian ................................................................................. 13
1.6.1 Lokasi Penelitian ............................................................. 14 1.6.2 Pemilihan Informan ......................................................... 15 1.6.3 Teknik Pengumpulan Data .............................................. 18 1.6.4 Analisis Data ................................................................... 21
BAB II SETTING WILAYAH, BUDAYA DAN KEMASYARAKATAN ..... 24
2.1 Letak Geografis Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep ............................................................................................... 24
2.2 Keadaan Pendidikan Masyarakat Desa Prenduan ................................ 30 2.3 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Prenduan ................................... 32 2.4 Keadaan Kesehatan............................................................................... 34 2.5 Kondisi Sosial Budaya ......................................................................... 37
BAB III PEREMPUAN MADURA DAN CARA MERAWAT TUBUH ........ 40
3.1 Perempuan Madura ............................................................................... 40 3.1.1 Aktivitas Perempuan sebagai Istri....................................... 43
x
3.1.2 Perempuan dalam Perekonomian ........................................ 44
3.2 Cara Perempuan Madura dalam Merawat Tubuh ................................. 46 3.2.1 Penggunaan Ramuan Tradisional Madura ......................... 46
3.3 Cara Memperoleh Ramuan Tradisional ................................................ 74 3.4 Pandangan Medis mengenai Penggunaan Ramuan Tradisional pada
Perempuan ............................................................................................ 77 BAB IV MANFAAT PENGGUNAAN RAMUAN TRADISIONAL DALAM
MERAWAT TUBUH MENURUT PEREMPUAN MADURA .......................81 4.1 Sehat bagi Perempuan Madura di Desa Prenduan ................................ 81 4.2 Ramuan Tradisional sebagai Cara Merawat Tubuh ............................. 86
BAB V PENUTUP ................................................................................................98 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 98 5.2 Saran ................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................102 LAMPIRAN ........................................................................................................105
xi
DAFRTAR TABEL
1.1 Nama-nama Informan Penelitian ............................................................... 17
2.1 Jumlah Sarana Pendidikan Umum di Desa Prenduan................................ 30
2.2 Jumlah Sarana Pendidikan Berbasis Agama di Desa Prenduan ................ 31
2.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Tahun
2014 ........................................................................................................... 35
2.4 Jumlah Tenaga Kesehatan ......................................................................... 36
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Pragaan ................................................................ 26
Gambar 2.2 Peta Desa Prenduan ......................................................................... 27
Gambar 2.3 Penampakan Kampong Pesisir dari Atas Bukit .............................. 28
Gambar 2.4 Perairan Surut yang Dijadikan Tempat Kapal Berlabuh ................ 29
Gambar 2.5 Rengginang Hasil Produksi Rumahan............................................ 33
Gambar 2.6 Taneyan Lanjang ............................................................................ 37
Gambar 3.1 Perempuan yang Menggunakan Sarung untuk Beraktivitas ........... 41
Gambar 3.2 Nyo’on ............................................................................................ 42
Gambar 3.3 Penjual Ikan di Pasar ...................................................................... 45
Gambar 3.4 Jamu Galian Rapet ......................................................................... 50
Gambar 3.5 Jamu Galian Singset ....................................................................... 53
Gambar 3.6 Lulur dan Dupa dari Kayu .............................................................. 57
Gambar 3.7 Parem Bawah dan Dupa ................................................................. 70
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Biodata Peneliti ...................................................................... 105
Lampiran 1.2 Peta Wilayah Desa Prenduan .................................................. 106
Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian................................................................ 107
Lampiran 1.4 Surat Pernyataan Penelitian .................................................... 108
Lampiran 1.5 Berita Acara Seminar Proposal Skripsi .................................. 108
Lampiran 1.6 Berita Acara Seminar Hasil Skripsi ........................................ 110
Lampiran 1.7 Berita Acara Bimbingan Skripsi ............................................. 111
105
Lampiran 1.1 Biodata Peneliti
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap : Ririn Arisa Putri
NIM : 135110800111009
Program Studi : S1 Antropologi
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Mei 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Komp. TNI AL blok cc 16 No.19 RT 09/21
Ciangsana, Gunung Putri, Kabupaten Bogor
Status : Belum Menikah
Golongan Darah : B
Nomer Telepon Seluler : 081210382342
Email : [email protected]
1. Riwayat Pendidikan
2001-2007 : SDN 02 Bogor
2007-2010 : SMP Islam Al Hamid Jakarta
2010-2013 : SMAN 64 Jakarta
2013-1017 : Universitas Brawijaya Malang
2. Pengalaman Organisasi
a. 2013-2014: Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa
Antropologi Universitas Brawijaya.
b. 2014-2015: Bendahara Himpunan Mahasiswa Antropologi Universitas
Brawijaya.
c. 2015-2016: Bendahara UKM Lensa Focus Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya.
106
3. Pengakaman Kepanitiaan
a. 2014 :Panitia Bantuan Sosial Antropologi Divisi Bendahara.:
PanitiaTemu Mata Antropologi Divisi PDD.
b. 2015 : Ketua Panitia Bedah Buku “Perbudakan Seksual:
Perbandingan antara Masa Fasisme Jepang dan
Neofasisme Orde Baru” karya Anna Mariana.
: Panitia Inisiasi Antropologi Universitas Brawijaya Divisi
Acara.
c. 2016 : Panitia Pameran Karya Divisi Bendahara.
: Panita Pameran dan Seminar Antropologi Universitas
Brawijaya
4. Pengalaman Kerja
a. Mengikuti Survey Pemilu 2014 (Indonesia Research Center)
b. Mengikuti Quick Count Pemilihan Umum 2014 (Indonesia Research
Center)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya sistem kekeluargaan di Indonesia menganut sistem patriarki,
di mana otoritas berada ditangan laki-laki. Begitupun dengan masyarakat Madura
di Desa Prenduan, Kabupaten Sumenep. Masyarakat tersebut menggunakan pola
patriarki pada sistem kekeluargaan, di mana laki-laki (suami) memiliki kedudukan
utama dalam keluarga, sedangkan perempuan (istri) menjalankan perannya di
ranah domestik seperti mengurus keluarga dan melayani suami (Friedl, 1987:165
dalam Kusnadi). Perempuan (istri) menuruti perintah laki-laki (suami) sebagai
kepala keluarga. Perempuan memiliki peran penting dalam kehidupan rumah
tangga, yang tidak hanya karena peran domestiknya tetapi juga menjaga agar
kehidupan rumah tangga tetap harmonis. Menjaga tubuh merupakan bentuk dari
cara menjaga keharmonisan tersebut.
Merawat tubuh yang dimaksudkan adalah cara yang dilakukan perempuan
untuk menjaga kesehatan, bentuk tubuh, dan kecantikannya. Aplikasi dari hal
tersebut dapat dilihat saat mereka mencoba berpenampilan menarik dihadapan
suami, demi menyenangkan suami tersebut. Banyak cara yang dilakukan untuk
mencapai hal tersebut, seperti mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu
maupun dengan menggunakan cara tradisional lainnya sesuai dengan pengetahuan
lokal yang dianut disetiap wilayah.
2
Pengetahuan lokal masyarakat memengaruhi masyarakat tersebut dalam
berperilaku, tidak terkecuali bagi perempuan dalam menentukan cara mereka
merawat tubuh. Berbagai macam cara tradisional untuk merawat tubuh telah
banyak dilakukan oleh masyarakat, tidak hanya berkaitan dengan kecantikan saja.
Beberapa diantaranya memanfaatkan tumbuhan lokal sebagai pengobatan
tradisional untuk menjaga kesehatan tubuh (Kementerian Kesehatan RI 2012).
Keyakinan masyarakat lokal terhadap khasiat ramuan tradisional yang
diturunkan dari nenek moyang mereka dan terepresentasikan lewat perempuan
Madura (khususnya para istri). Perempuan Madura masih menggunakan berbagai
ramuan tradisional seperti mengkonsumsi jamu yang tidak hanya dipercaya
sebagai cara untuk merawat tubuh tetapi juga untuk menjaga kesehatannya.
Minum jamu telah menjadi kebiasaan masyarakat khususnya bagi ibu-ibu.
Perbedaan antara ramuan tradisional dari jawa seperti jamu dengan ramuan
tradisional Madura yaitu dari kekhasan aroma pada ramuan tradisional. Ramuan
tradisional Madura memiliki aroma yang lebih kuat berasal dari rempah-rempah
sehingga rasa dari ramuan tradisional Madura jika diminum akan pahit, sedangkan
jamu Jawa lebih manis dan wangi. Ramuan Madura diakui lebih berkhasiat
dibandingkan dengan ramuan dari Jawa. Tidak jarang ibu-ibu yang berasal dari
Jawa memilih untuk mengonsumsi ramuan tradisional Madura. Penambahan cuka
dalam jamu Madura menjadi salah satu kekhasan dari ramuan tradisional Madura.
Ramuan tradisional Madura memiliki keunikan tersendiri, di mana ramuan
tersebut telah menyatu dengan masyarakat hingga saat ini. Mengonsumsi ramuan
3
tradisional telah menjadi kebiasaan pada masyarakat. Masyarakat dalam siklus
kehidupannya menggunakan ramuan tradisional sebagai suatu keharusan.
Perempuan Madura menggunakan ramuan tradisional seperti jamu dan juga
ramuan berbahan dasar tumbuhan alami lainnya. Jamu pada masyarakat Madura
tidak hanya berupa ramuan tradisional yang dikonsumsi dengan cara diminum
tetapi ada juga yang digunakan di bagian luar tubuh. Ramuan tradisional
digunakan oleh perempuan Madura agar tubuh mereka tetap sehat dan tidak
mudah terkena penyakit, karena jika terkena penyakit maka akan berdampak
terhadap keharmonisan rumah tangga, di mana istri tidak dapat melaksanakan
perannya. Menurut Huub de Jonge (1991:16) perempuan Madura memiliki
kelebihan dibandingkan dengan perempuan Jawa, yaitu memiliki bentuk tubuh
yang berisi namun tetap langsing dan memiliki kelebihan dalam urusan
memuaskan kebutuhan suami.
Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan lebih sering mengonsumsi
ramuan tradisional karena perannya sebagai seorang istri yang tidak hanya
bertanggung jawab dalam wilayah domestik tetapi merawat diri dimaknai sebagai
bentuk dalam membahagiakan suami. Seorang ibu sudah terbiasa akan
mengonsumsi ramuan tradisional, setelah menikah maupun sebelum menikah.
Banyak pula para orangtua, khusunya ibu, yang membekali anak perempuannya
dengan ramuan tradisional untuk kebutuhan sehari-hari. Perempuan menjaga
tubuhnya sejak perempuan tersebut mengalami menstruasi hingga tua, maka
perempuan dituntut untuk lebih banyak minum ramuan tradisional seperti jamu.
4
Dengan demikian, adanya penelitian ini dapat dilihat bagaimana cara
perempuan Madura dalam menjaga tubuh mereka dan mengetahui bagaimana
pengetahuan lokal dapat memengaruhi perilaku mereka dalam merawat tubuhnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengetahuan lokal perempuan Madura terhadap perawatan
tubuh?
2. Bagaimana cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya
menggunakan ramuan tradisional?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan agar dapat memberikan informasi mengenai cara
yang dilakukan oleh perempuan Madura dalam merawat tubuhnya. Bagaimana
cantik dan sehat dimaknai oleh perempuan Madura dalam siklus kehidupannya.
Tidak hanya sekedar menggunakan cara tradisional dalam merawat tubuhnya
tetapi adanya pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun dalam
masyarakat tersebut.
1.4 Kajian Pustaka
Siti Rahmah (2014) membahas mengenai pengetahuan lokal masyarakat
terhadap pemanfaatan tumbuhan herbal sebagai ramuan pengolahan SPA
Tradisional yang secara turun-temurun telah dilakukan oleh masyarakat di Desa
Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju. SPA Tradisional digunakan sebagai bentuk
5
perawatan kesehatan dan kecantikan serta penyembuhan penyakit sejak bayi
hingga dewasa. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif dan analisis data, yang
digunakan adalah analisis data kualitatif.
Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju dipilih sebagai lokasi penelitian
karena sebagian masyarakat di Mamuju khususnya masih menggunakan beberapa
jenis perawatan alami dan bersifat tradisional. Tulisan Siti Rahmah (2014) ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan lokal masyarakat terhadap
penggunaan SPA Tradisional dan hasil yang didapatkan oleh masyarakat yang
telah melakukan SPA Tradisional. Masyarakat di Desa Kalukku Barat yang
mayoritas merupakan Suku Mandar memanfaatkan tanaman-tanaman herbal
sebagai bahan ramuan SPA Tradisional berdasarkan pengetahuan-pengetahuan
yang diperoleh dari para orang tua dulu. Masyarakat merasakan hasil yang baik
dari penggunaan SPA Tradisional. Serta beberapa ramuan SPA Tradisionalnya
diolah dengan menggunakan doa-doa agar orang yang menggunakan ramuan
tersebut dapat sembuh dari penyakit yang diderita.
Pengetahuan lokal masyarakat yang berkenaan dengan spa tradisional telah
diperoleh secara turun temurun dari keluarga sebagai tradisi / warisan dari sebuah
kebudayaan yang dimaksudkan untuk dapat melestarikan kebudayaan tersebut.
Berdasarkan sejarah awal mula munculnya SPA sebagai pengobatan penyakit
pada zaman dahulu kemudian terus dikembangkan tidak hanya sebagai
pengobatan penyakit, namun lebih pada perawatan kesehatan dan kecantikan
khususnya bagi wanita yang tidak sempat melakukan perawatan dirumah.
6
Beberapa suku bangsa khususnya di Indonesia memiliki SPA Tradisional olahan
mereka yang di klaim sebagai hasil dari kebudayaannya. Penyebaran kebudayaan
melalui pengetahuan yang dimiliki anggota kelompok kebudayaan inilah yang
menjadikan ramuan SPA Tradisional menjadi dikenal oleh banyak orang baik di
dalam maupun diluar daerah.
Pembuktian terhadap hasil dari SPA tradisional telah banyak dirasakan oleh
masyarakat yang mendapatkan informasi akan khasiatnya. Sehingga dengan hasil
yang baik itu pula para penggunanya terus menggunakan setiap ramuan kesehatan
dan kecantikan ini. Walaupun peredaran produk pabrikan lebih dominan, namun
masyarakat Desa Kalukku Barat tetap mempertahankan eksistensi produk olahan
lokal mereka yang telah menjadi tradisi dalam hal merawat kesehatan dan
kecantikan wanita beribu tahun lamanya. Adanya produk yang bersumber dari
hasil pengetahuan para nenek moyang ini menjadikan masyarakat sadar akan
pentingnya menjaga tradisi mereka.
Afiani dan Atika (2003) membahas mengenai ramuan dari jamucekok yang
dipercayai masyarakat sebagai penyembuhan kurang nafsu makan pada anak.
Tulisan Afiani dan Atika ini merupakan suatu kajian etnomedisin pada
masyarakat Yogyakarta. Jamu yang merupakan ramuan tradisional sebagai salah
satu upaya pengobatan telah dikenal luas dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
mengobati penyakit ringan, mencegah datangnya penyakit, menjaga ketahanan
dan kesehatan tubuh, serta untuk tujuan kecantikan. Salah satu jenis jamu yang
terdapat di Yogyakarta adalah jamu cekok khusus untuk anak-anak. Tujuan dari
tulisan Afiani dan Atika (2003) adalah mengetahui ramuan yang terkandung
7
dalam jamu cekok dan mengetahui manfaat jamu cekok terhadap peningkatan
nafsu makan dan kesehatan anak. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi
dan wawancara mendalam serta sumber pustaka yang relevan. Informan yang
dipilih pada penelitian ini adalah konsumen jamu cekok terdiri dari lima keluarga
yang memiliki anak usia balita. Keterangan tambahan diperoleh dari pemilik
warung jamu cekok dan seorang ahli tanaman obat tradisional. Permasalahan yang
diangkat pada penelitian ini adalah sejauh mana tradisi minum jamu cekok
memengaruhi peningkatan nafsu makan anak serta proses pewarisan dari generasi
ke generasi.
Meski obat-obat modern untuk mengobati penyakit maupun untuk
meningkatkan nafsu makan pada anak-anak telah banyak yang diproduksi pabrik
dan lebih praktis, tetapi tidak memengaruhi. Demikian pula dengan jamu cekok
tradisional menjadi salah satu pilihan orang tua mengatasi persoalan sulit makan
pada anak-anak. Bahan utama jamu cekok adalah empon-empon yang terdiri dari
Curcuma xanthorriza Robx (temulawak), Zingiber americansL. (lempuyang
emprit), Tinospora tuberculata Beume (brotowali), Curcuma aeruginaosa Robx
(temu ireng) serta Carica papaya L. (papaya). Alasan utama orang tua mencekok
anaknya karena hilangnya nafsu makan yang dikhawatirkan akan menyebabkan
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak.
Manfaat utama pengobatan ini adalah mengembalikan nafsu makan anak
disamping sebagai cara penyembuhan mencret, perut kembung, cacingan serta
batuk dan pilek. Pengaruh faktor kepercayaan atau sugesti akan khasiat jamu
cekok mengakibatkan konsumen menyatakan kepuasannya setelah mencekokkan
8
anaknya. Kepercayaan ini tidak lepas dari pengaruh tradisi yang diturunkan dari
generasi ke generasi. Selain itu pengobatan tradisional dengan memanfaatkan
bahan-bahan alam dianggap relatif lebih aman dan harganya terjangkau bagi
masyarakat luas. Kebiasaan minum jamu cekok juga menunjukkan adanya
kecenderungan masyarakat kembali ke alam (back to nature), berusaha
mengurangi atau menghindari efek samping yang dapat timbul karena bahan-
bahan kimia yang biasanya terdapat pada obat-obatan modern, sebagaimana
tradisi yang telah dimiliki oleh nenek moyang mereka.
Rini dan Mutifatul (2014) membahas mengenai pengobatan tradisional
untuk perawatan wanita pada masyarakat Keraton Surakarta Hadiningrat. Tulisan
mereka bertujuan untuk mengkaji etnobotani pengobatan tradisional pada
perawatan wanita di Keraton Surakarta. Kajian penelitian meliputi
keanekaragaman jenis tumbuhan obat komposisi dari ramuan tradisional dan
mengkaji tingkat pengetahuan masyarakat Keraton Surakarta dalam penggunaan
ramuan tradisional. Keraton Surakarta memilki budaya pengobatan tradisional
yang sudah menjadi tradisi. Pengetahuan mengenai tradisi pengobatan tradisional
tersebut seiring kemajuan teknologi dan zaman semakin menurun, pengobatan
tradisional ini terganti oleh pengobatan modern yang perkembangannya semakin
pesat. Menurut Rini dkk, dalam pengobatan tradisional ini menunjukkan 120
spesies tumbuhan obat dari 55 famili yang digunakan untuk ramuan tradisional,
dan terdapat kurang lebihnya 61 jenis ramuan yang digunakan untuk 17 macam
perawatan wanita.
9
Penelitian ini dilakukan di Keraton Surakarta dan Kelurahan Baluwarti,
pengumpulan data etnobotani dengan melakukan wawancara, studi literature,
survey, dan kuisioner. Rini dkk, menjelaskan bahwa masyarakat Baluwarti yang
terdiri dari pangeran, kerabat, abdi dalem, dan masyarakat biasa ini masih
menjalankan tradisi pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan obat
untuk merawat dan menjaga kesehatan tubuh. Ramuan obat tersebut kemudian
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu Jalu husada untuk pengobatan pria,
wanita husada untuk pengobatan wanita, rarya husada untuk pengobatan anak-
anak, dan triguna untuk semua jenis penyakit.
Pengetahuan mengenai pengobatan tradisional Keraton Surakarta ini
diturunkan secara langsung, yaitu dengan cara masing-masing keluarga raja
mentransfer pengetahuan mereka kepada para abdi dalem yang berada di rumah,
kemudian para abdi dalem diajarkan untuk meracik ramuan yang dikonsumsi
untuk kebutuhan sehari-hari. Menurut Rini dkk, pengobatan tradisional yang
masih digunakan untuk perawatan wanita di kalangan keraton ini berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang dalam jurnal ini dijelaskan bahwa ramuan yang terbagi
menjadi 17 macam kategori kegunaan itu digunakan dengan berbagai cara, yaitu
seperti diminum dan dioles (boreh, lulur, tapel, masker). Dari hasil analisis data
tingkat pengetahuan masyarakat Baluwarti ini menunjukkan bahwa penurunan
pengetahuan dan penggunaan pengobatan tradisional dilakukan oleh masyarakat
berusia muda yaitu kisaran usia 15-25 tahun.
Melalui beberapa kajian pustaka tersebut dapat terlihat bagaimana
persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang ini mengenai pengetahuan
10
lokal perempuan madura dalam merawat tubuh mereka. Penelitian kali ini menjadi
sama terkait isu yang dibahas mengenai bagaimana cara-cara penanganan suatu
penyakit. Terlihat bagaimana dari beberapa tulisan membahas macam-macam
pengobatan yang ada di Indonesia selain menggunakan medis.
Beberapa tulisan tersebut membahas pula mengenai penggunaan ramuan
tradisional sebagai cara menjaga kesehatan. Perbedaan dengan penelitian ini
adalah mengenai ramuan tradisional berupa tumbuh-tumbuhan yang tidak hanya
digunakan sebagai bentuk penyembuhan tetapi bagaimana perempuan Madura
merawat tubuh mereka dengan pemilihan ramuan tradisional yang tidak hanya
bagi kesehatan tetapi juga kecantikan. Pada kajian pustaka ketiga perbedaan
dilihat dari pemilihan lokasi penelitian dan metode yang digunakannya.
1.5 Kajian Teori
Kesehatan bagi manusia merupakan modal utama dalam beraktivitas.
Menjadi sehat merupakan investasi yang melebihi uang. Menurut World Health
Organization (WHO, 1981:38) sehat didefinisikan sebagai “a state of complete
physical, mental, and social well being, and not merely the absence of disease or
infirmity”. Sehat tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi
mental dan sosial seseorang. Menurut UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Maka kesehatan
harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental
dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Bagi masyarakat, kesehatan adalah sebagai kemampuan fungsional dalam
11
menjalankan peranan-peranan sosial dalam kehidupan sehari-hari (Wilson dalam
Kalangie, 1970:12).
Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan
pada tingkat individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik,
ekonomi, dan budaya yang melingkupi individu tersebut (Ewles & Simmet,
1992). Kondisi budaya juga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan
Madura terhadap perilaku sehat mereka. Kebudayaan merupakan keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).
Konsep tentang kesehatan adalah berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain
(Sudarma, 2008: 30-31). Hal ini disebabkan oleh pengetahuan tentang kesehatan
yang berbeda-beda. Beberapa konsep kesehatan yang muncul tersebut nantinya
akan menimbulkan perilaku sehat yang dijalani setiap individu dalam menjaga
kesehatan.
Pada kondisi tersebut, hidup sehat kemudian menjadi keinginan setiap
manusia. Akan tetapi manusia tidak selamanya dapat tetap sehat. Munculnya
penyakit menyebabkan manusia harus melakukan suatu cara agar dapat
menyambuhkan penyakit tersebut. Setiap masyarakat mempunyai sistem medis
sendiri. Sistem medis adalah unsur universal dari suatu kebudayaan sehingga
sistem medis merupakan bagian integral dari kebudayaan. Kebudayaan
mempunyai sifat yang tidak statis, berarti dapat berubah cepat atau lambat karena
12
adanya kontak-kontak kebudayaan atau adanya gagasan baru dari luar yang dapat
mempercepat proses perubahan (Dumatubun, 2002).
Hal ini berarti terjadi proses interaksi antara pranata dasar dari kebudayaan
penyandangnya dengan pranata ilmu pengetahuan yang baru, menghasilkan
pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang mengakibatkan
terjadinya perubahan gagasan budaya dan pola perilaku dalam masyarakat secara
menyeluruh atau tidak menyeluruh. Terdapat persepsi yang berbeda di masyarakat
tentang pengertian mengenai penyakit, sehat, dan sakit.
Konsep etnomedisin, merupakan cabang antropologi kesehatan yang
membahas tentang asal mula penyakit, sebab-sebab dan cara pengobatan menurut
kelompok masyarakat tertentu. Etnomedisin merupakan aspek yang muncul dari
kebudayaan manusia. Etnomedisin merupakan kepercayaan dan praktek-praktek
yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan
kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual
kedokteran modern (Hughes 1968: 99 dalam Foster dan Anderson). Studi tentang
etnomedisin pada dasarnya untuk memahami budaya kesehatan dari sudut
pandang masyarakat (emic view), terutama sistem medis yang telah menjadi
tradisi masyarakat secara turun-temurun.
Pada masyarakat Madura bentuk dari etnomedisin dapat dilihat dari
penggunaan jamu tradisional bagi para perempuan Madura dalam menjaga
kesehatan dan aspek kecantikan lainnya yaitu dengan merawat tubuhnya.
Mengonsumsi jamu menjadi kebiasaan pada perempuan Madura karena
pengetahuan tersebut telah mereka dapatkan secara turun-temurun. Bagaimana
13
masyarakat menjaga tubuh dan kesehatan khususnya bagi perempuan Madura
yang telah menikah, di mana menjadi sehat merupakan keharusan karena peran
yang dimiliki perempuan Madura dalam mengurus rumah tangga sebagai istri dan
ibu akan terganggu jika tidak sehat.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, di mana penelitian
kualitatif dimaksudkan dapat mempermudah peneliti dalam memahami fenomena
sebenarnya yang terjadi di masyarakat yang menjadi subjek penelitian, seperti
perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara holistik yang nantinya dijelaskan
dengan cara deskriptif (Moleong, 2007:6). Pada penelitian kualitif, peneliti
memperoleh data melalui informan yang jawabannya tidak dibatasi, seperti yang
dijelaskan oleh Moleong (1999) bahwa penelitian kualitatif merupakan
pengumpulan data bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal
dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan, memo, dan
dokumen resmi lainnya.
Terdapat beberapa pendekatan dalam pengumpulan data pada metode
penelitian kualitatif, salah satunya dengan menggunakan metode etnografi dalam
mengkajinya. Etnografi merupakan tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa
yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work)
selama sekian bulan (Spradley, 2007). Metode etnografi dipilih untuk memperoleh
data yang diinginkan, peneliti terjun langsung ke masyarakat dengan waktu yang
cukup lama, menjadi bagian dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.
14
Penggunaan metode etnografi dalam penelitian ini diharapkan mampu
membantu peneliti dalam mendeskripsikan penemuan-penemuan mengenai
keadaan yang terjadi pada masyarakat terutama untuk melihat bagaimana
masyarakat dalam pemilihan ramuan tradisional sebagai cara perawatan tubuh
yang dilakukan oleh perempuan.
1.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten
Sumenep, Madura. Tradisi di desa tersebut masih kental akan penggunaan ramuan
tradisional, seperti minum jamu yang dilakukan oleh perempuan. Pengetahuan
tersebut diturunkan hingga saat ini sehingga keyakinan akan penggunaan jamu
dan ramuan tradisional lainnya sebagai cara untuk menjaga kesehatan pada tubuh
perempuan Madura, di mana Madura terkenal dengan ramuan untuk menjaga
tubuh khususnya bagi perempuan.
Perempuan Desa Prenduan masih menggunakan dan mengonsumsi ramuan
tradisonal yang didapatkan dengan cara membeli atau dengan membuat sendiri.
Adanya pasar memudahkan masyarakat untuk memperoleh ramuan tradisional
instan atau dalam mendapatkan bahan-bahan untuk membuat ramuan tradisional.
Masih dipilihnya ramuan tradisional oleh masyarakat Desa Prenduan khususnya
perempuan, maka Desa Prenduan dirasa tepat sebagai tempat penelitian untuk
menjelaskan penggunaan ramuan tradisioanal dalam merawat tubuh bagi
perempuan.
15
1.6.2 Pemilihan Informan
Penulis telah menentukan informan siapa saja yang akan mendukung
penelitian ini berdasarkan kriteria oleh penulis, yaitu informan yang merupakan
seorang istri dan ibu yang masih aktif menggunakan ramuan tradisional, istri yang
bekerja maupun ibu rumah tangga. Ramuan tradisional yang digunakan dapat
berupa jamu yang dikonsumsi ataupun penggunaan ramuan tradisional lainnya.
Kriteria tersebut sesuai dengan persyaratan pemilihan informan menurut Spradley
(2007: 68) menjelaskan bahwa terdapat lima persyaratan untuk memilih informan
yang baik, di antaranya:
1. Enkulturasi Penuh
Enkulturasi merupakan proses alami dalam mempelajari suatu
budaya tertentu. Informan yang baik akan mengetahui budaya mereka
dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya. Mereka (informan)
melakukan berbagai hal secara otomatis dari tahun ke tahun. Seorang
informan setidaknya harus mempunyai keterlibatan dalam suasana
budaya satu tahun penuh. Maka dari penjelasan tersebut informan
yang dipilih merupakan perempuan berusia 20-60 tahun. Pada usia
tersebut manusia telah mampu berfikir mandiri dan sadar dalam
menentukan cara untuk merawat tubuhnya. Informan merupakan
perempuan keturunan Madura asli dan telah menetap di Desa
Prenduan selama proses tumbuh kembangnya menjadi perempuan
dewasa.
16
2. Keterlibatan Langsung
Seseorang yang terlibat dalam suasana budaya akan
menggunakan pengetahuannya untuk membimbing tindakannya,
kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ketika
informan meninggalkan suasana budaya aslinya maka pengetahuan
akan budayanya tersebut akan sulit untuk diungkapkan kembali. Hal
tersebut dapat memengaruhi penggalian data yang ingin dilakukan
untuk melihat atau mengenal budaya asli seorang informan. Pada hal
ini informan yang dipilih merupakan informan yang masih aktif dalam
mengonsumsi ramuan tradisional atau membuat ramuan tradisional
untuk dikonsumsi.
3. Suasana Budaya yang Tidak Dikenal
Peneliti memilih informan dengan memanfaatkan waktu
penelitian yang cukup. Ketika perbedaan menjadi demikian besar,
maka permasalahan dalam penelitian lapangan menjadi sangat banyak.
Namun, ketika perbedaan tidak begitu besar, muncul pula masalah-
masalah lainnya. Pada penjelasan tersebut, pemilihan informan dilihat
dari asal informan tersebut. Dilihat dari aktifitas sehari-hari oleh
informan yang masih aktif mengonsumsi ramuan tradisional dan
daerah asal orang tersebut.
17
4. Waktu yang Cukup
Informan yang dipilih memiliki waktu untuk menjelaskan atau
memberikan informasi kepada peneliti. Informan yang dipilih tersebut
menjadi sumber data peneliti selama penelitian. Informan tidak
merasa terganggu oleh proses wawancara yang berlangsung oleh
peneliti. Oleh karena itu, sebelum memulai wawancara, peneliti
memastikan terlebih dahulu kepada informan atas kesediannya untuk
meluangkan waktu selama proses wawancara. Peneliti tidak akan
melakukan penelitian saat informan sedang sibuk menjalankan
aktivitasnya. Berikut merupakan data nama informan selama
penelitian:
Tabel. 1.1 Nama-nama Informan Penelitian.
5. Non-analitis
Beberapa infroman menggunakan bahasa mereka untuk
menggambarkan berbagai kejadian dan tindakan dengan cara yang
No. Nama Usia
1 Zai 41 tahun
2 Dju 60 tahun
3 Har 26 tahun
4 Rah 36 tahun
5 Li 30 tahun
6 Sul 55 tahun
7 Ki 37 tahun
8 Ze 24 tahun
18
hampir tanpa analisis mengenai arti atau signifikansi dari kejadian dan
tindakan tersebut. Informan yang dipilih yaitu tidak menganalisis
kebudayaannya sendiri dari perspektif orang lain.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara terus-menerus melalui empat metode
yang digunakan untuk membantu peneliti dalam mendapatkan data dari informan.
Adapun metode pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dokumentasi,
dan studi pustaka.
1. Observasi Partisipasi
Obervasi partisipasi merupakan langkah awal untuk menjalani
hubungan baik dengan informan. Data observasi meliputi berbagai
aktivitas kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pengamatan dilakukan dengan melihat aktivitas dari keseharian
perempuan di Desa Prenduan. Melihat aktivitas perempuan sebagai
seorang istri yang tidak hanya melakukan pekerjaan rumah tangga
tetapi juga memiliki kegiatan di ranah publik. Peneliti melakukan
observasi di Desa Prenduan dengan berjalan kaki untuk melihat
keadaan sekitar desa.
2. Wawancara
Wawancara sebagai metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data, peneliti mendapat keterangan atau pendirian
secara lisan dari sasaran penelitian (informan). Spradley (2007)
19
menjelaskan bahwa wawancara merupakan jenis peristiwa percakapan
yang khusus. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau
diperoleh melalui observasi dapat digali dari wawancara
(Notoatmodjo, 2005 : 102). Observasi saja tidak memadai dalam
melakukan penelitian, karena mengamati kegiatan dan kelakuan orang
saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau dirasakan
orang lain.
Proses wawancara dilakukan dengan ibu rumah tangga, ibu yang
bekerja, dan dukun bayi. Proses wawancara yang dilakukan di Desa
Prenduan tidak mengalami kesulitan karena penggunaan ramuan
tradisional pada perempuan telah menjadi kebiasaan sehingga bagi
perempuan yang mengonsumsi ramuan tradisional dianggap wajar.
Namun, bagi pembuat ramuan tradisional untuk diperjualbelikan
terkadang mereka tidak bersedia diwawancarai mengenai bahan-bahan
yang digunakan pada ramuan tradisional tersebut. Tongkat Madura
merupakan salah satu ramuan tradisional Madura yang kegunaannya
untuk merapatkan organ reproduksi perempuan khususnya perempuan
yang telah melahirkan. Tongkat Madura telah banyak diproduksi
untuk diperjualbelikan sehingga banyak produsen yang menjual
produk tersebut dengan menggunakan ramuan tradisional yang
dirahasiakan. Oleh karena itu, produsen tersebut tidak bersedia
diwawancarai karena takut rahasia dari ramuannya tersebut diketahui
oleh produsen lain.
20
Perempuan Madura yang berusia lebih dari 50 tahun terkadang
sulit untuk berkomunikasi dengan bahasa lain selain bahasa Madura,
karena bahasa Madura merupakan bahasa keseharian mereka. Hal
tersebut menjadi salah satu kesulitan selama proses wawancara karena
peneliti tidak menguasai bahasa Madura. Akan tetapi, informan
mencoba menjelaskan mengenai informasi yang dimiliki dengan
menggunakan bahasa Indonesia semampu mereka sehingga saat
proses wawancara, informan yang tidak lancar menggunakan bahasa
Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang terkadang tetap
terdapat bahasa Madura saat wawancara.
Adanya penerjemah yang membantu peneliti dalam
menerjemahkan bahasa Madura yang digunakan oleh informan saat
proses wawancara. Penerjemah tersebut merupakan orang Madura
yang menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
3. Dokumentasi
Dokumentasi di sini dimaksudkan untuk melengkapi data-data
yang diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Dokumentasi
lebih kepada perolehan data secara visual dengan alat bantu berupa
kamera dan alat perekam gambar yang hasilnya berupa video.
Dokumentasi digunakan sebagai bukti visual untuk melengkapi
kebenaran dari data yang didapatkan. Hasil dari dokumentasi dapat
berupa foto, video, dan rekaman wawancara.
21
Untuk memudahkan peneliti dalam proses wawancara, peneliti
menggunakan alat perekam suara untuk merekam pembicaraaan antara
peneliti dan informan. Ada pula foto-foto dari beberapa gambaran
mengenai perempuan Madura saat mengerjakan aktivitasnya sehari-
hari dan bentuk dari ramuan tradisional Madura yang digunakan.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka sebagai referensi bagi peneliti untuk melakukan
suatu penelitian. Studi pustaka dapat berupa buku maupun jurnal yang
berhubungan dengan topik penelitian. Penulis membutuhkan referensi
untuk mengetahui sosial budaya dan pengetahuan lokal yang telah ada
di masyarakat tersebut. Dengan demikian, studi pustaka menjadi
bahan acuan untuk melakukan penelitian mengenai rumusan masalah
dalam penelitian.
1.6.4 Analisis Data
Analisis etnografi digunakan pada penelitian ini dalam menganalisis data.
Menurut Spradley (2007:130) analisis etnografi merupakan penyelidikan berbagai
kebudayaan secara keseluruhan dan sebagaimana yang dikonseptualisasikan oleh
informan. Terdapat beberapa tahap yang digunakan oleh peneliti untuk
mempermudah dalam analisis data. Adapun tahap-tahap yang dilakukan sebagai
berikut:
22
1. Memilih masalah
Masalah yang dipilih pada awalnya merupakan masalah umum
yang kemudian permasalahan dipersempit menjadi isu atau topik yang
diangkat oleh peneliti. Isu tersebut terangkum dalam rumusan
masalah.
Pada penelitian ini, permasalahan atau topik yang diangkat
peneliti mengenai cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya
dengan menggunakan ramuan tradisional Madura. Permasalahan
tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena dapat mengetahui
bagaimana pengetahuan masyarakat memengaruhi penggunaan
ramuan tradisional Madura sebagai cara untuk merawat tubuh bagi
perempuan.
2. Mengumpulkan Data Kebudayaan
Peneliti melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan
deskriptif, structural, dan kontras. Hal ini dilakukan agar mendapatkan
informasi dan data yang sesuai dengan topik permasalahan dalam
penelitian ini. Mengumpulkan data kebudayaan merupakan cara yang
dilakukan peneliti dalam melihat bagaimana budaya-budaya yang ada
di masyarakat. Kebudayaan itu nantinya diharapkan mampu melihat
bagaimana budaya kehidupan masyarakat.
Pengumpulan data yang diperoleh dari informan seperti ibu
yang telah memiliki anak, pada perempuan yang memiliki aktivitas di
luar rumah, dan dukun bayi yang biasa membantu proses melahirkan
23
serta membuatkan jamu untuk ibu hamil hingga melahirkan, berjalan
dengan baik tanpa adanya kendala yang menyulitkan peneliti.
3. Menganalisis Data Kebudayaan
Pada bagian ini, peneliti memeriksa ulang data yang didapat
ketika turun lapangan. Hal ini dilakukan agar memudahkan peneliti
untuk mencari hubungan satu sama lain, baik dalam wujud makna
atau simbol-simbol tersebut. Setelah mendapatkan data-data mengenai
kebudayaan yang ada pada kehidupan perempuan Madura nantinya
data tersebut dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan
sosial budaya yang terjadi. Hasil tersebut dapat diketahui setelah
menganalisis temuan-temuan data mengenai kebudayaan. Temuan
data nantinya akan dikaitkan dengan konsep etnimedisin, di mana hal
tersebut untuk membantu peneliti dalam menjelaskan mengenai
ramuan tradisional yang digunakan oleh perempuan Madura sebagai
cara merawat tubuh.
4. Menulis Etnografi
Pada bagian ini proses temuan data yang diperoleh di lapangan
dideskripsikan dalam sebuah hubungan antara data dengan konsep
atau teori yang digunakan. Tahap ini merupakan bagian dari
penyimpulan mengenai temuan data yang telah diperoleh selama
melakukan penelitian di Desa Prenduan, Kecamatan Pragaan,
Kabupaten Sumenep, Madura.
24
BAB II
SETTING WILAYAH, BUDAYA DAN KEMASYARAKATAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai keadaan wilayah penelitian yang
dilakukan di Madura, tepatnya di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten
Sumenep. Gambaran umum dari lokasi penelitian ini dapat dilihat dari keadaan
geografis, keadaan demografis, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial budaya
masyarakat.
2.1 Letak Geografis Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Kabupaten
Sumenep
Pulau Madura terletak pada bagian timur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7º
sebelah selatan dari khatulistiwa di antara 112º dan 114º BT, Selat Madura
memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, serta menghubungkan Laut Jawa
dan Laut Bali (Huub de Jonge, 1989:3). Panjang Pulau Madura kurang lebih 190
km dan luasnya 5.304 km², jarak terlebar pulau adalah 40 km. Pantai utara
merupakan satu garis panjang yang hampir lurus, sementara pantai selatan di
bagian timur memiliki dua teluk yang besar, terlindung oleh pulau-pulau,
gundukan pasir dan batu batu karang.
Pulau Madura terbagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang,
Pamekasan dan Sumenep. Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten yang
berbeda di antara kabupaten yang ada di Madura, terletak di sebelah timur Pulau
Madura, di mana wilayah Kabupaten Sumenep tidak hanya terdiri dari dataran
tetapi juga terdapat pulau yang tersebar sekitar 126 pulau, namun hanya sekitar 48
25
pulau yang berpenghuni. Memiliki 27 kecamatan, 4 kelurahan, 328 desa, 1.774
RT (Rukun Tetangga) dan 5.569 RW (Rukun Warga).
Desa Prenduan terletak di sepanjang pantai selatan Pulau Madura,
merupakan desa yang menjadi jalur perdagangan terpenting di Kabupaten
Sumenep (Huub de Jonge, 1989). Secara Administratif, Desa Prenduan termasuk
dalam Kecamatan Pragaan. Kecamataan Pragaan memiliki luas wilayah sekitar
57,84 km² (2,76% dari Luas Kabupaten Sumenep). Letak Kecamatan Pragaan
berbatasan dengan:
• Sebelah Utara : Laut Jawa
• Sebelah Selatan : Kecamatan Ganding dan Guluk-Guluk
• Sebelah Timur : Kecamatan Ambunten
• Sebelah Barat : Kecamatan Pamekasan
Kecamatan Pragaan merupakan desa pertama yang dilalui saat memasuki
wilayah Kabupaten Sumenep. Terdiri dari 14 desa, yaitu:
• Prenduan
• Pragaan Laok
• Pragaan Daya
• Jaddung
• Pakamban Laok
• Pakamban Daya
• Sentol Laok
• Sentol Daya
• Larangan Perreng
• Rombasan
• Sendang
• Kaduara Timur
• Aengpanas
• Karduluk
26
Gambar 2.1. Peta Kecamatan Pragaan
(Sumber: https://maps.google.com)
Desa Preduan merupakan desa dengan kepadatan penduduk tertinggi di
antara desa lainnya di Kecamatan Pragaan. Memiliki luas wilayah 4,55 Km²
dengan tinggi wilayah dari permukaan air laut ± 200 meter. Desa Prenduan
berbatasan dengan:
• Sebelah Barat : Desa Pragaan Lao’
• Sebelah Timur : Desa Aeng Panas
• Sebelah Utara : Kecamatan Guluk-Guluk
• Sebelah Selatan : Selat Madura
Jumlah penduduk desa sebanyak 13.109 jiwa, terdiri atas 6.569 jiwa laki-
laki dan 6540 jiwa perempuan. Setiap tahunnya, sekitar 157 jiwa lahir, 128 jiwa
angka kematian, 25 orang datang dan 54 penduduk yang pindah. Islam menjadi
agama yang dianut oleh penduduk desa. Terdapat 24 RW dan 26 RT, yang terbagi
dalam 7 dusun, yaitu:
27
• Dusun Prenduan
• Dusun Ongga’an
• Dusun Tamanan
• Dusun Tapsiun
• Dusun Pao
• Dusun Bataal
Topografi Desa Prenduan berupa daerah gunung dan daerah pesisir. Daerah
gunung oleh masyarakat setempat dikenal sebagai daerah onggaan, karena
letaknya yang lebih tinggi. Daerah pesisir dikenal sebagai kampong pesisir, di
mana rumah-rumah yang terdapat di kampung tersebut letaknya dekat dengan
garis permukaan air pantai.
Gambar 2.2 Peta Desa Prenduan
(Sumber: https://maps.google.com)
28
Pada jalur pantai dari Desa Prenduan merupakan salah satu wilayah yang
paling kering di Madura, sehingga masyarakat menjadikan tempat tersebut
sebagai lahan pertanian garam. Lahan kering seluas 372,95 Ha merupakan
wilayah pertanian, perkebunan seperti tumbuhan palawija dan hutan. Luas lahan
yang digunakan untuk bangunan sekitar 67,7 Ha dan sekitar 14,8 Ha merupakan
luas lahan untuk jalan, kuburan serta sungai.
Gambar 2.3 Penampakan Kampong Pesisir dari Atas Bukit
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Desa Prenduan tidak memiliki pelabuhan, sehingga kapal berlabuh di
Paluhan. Pantai di Desa Prenduan merupakan perairan dangkal yang luas
terbentang, sebagian berlumpur, sebagian berpasir, ketika terjadi pasang surut
menjadi kering sehingga bisa dijadikan tempat untuk kapal berlabuh.
29
Gambar 2.4. Perairan Surut yang Dijadikan Tempat Kapal Berlabuh
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pada pasang surut rendah, jarak antara air dan tempat tinggal penduduk
kurang lebih tiga ratus meter. Pada beberapa tempat seperti di depan jalur pantai
yang berpasir ditumbuhi pohon-pohon bakau yang rendah. Pada bagian timur desa
terdapat deratan batu yang panjang, tegak lurus dengan pantai, dan dipakai untuk
pemeliharaan tiram secara kecil-kecilan.
Desa Prenduan merupakan pusat pembelian dan ekspor terutama untuk
tembakau, gula siwalan dan ikan teri yang dikeringkan. Perdagangan tersebut,
sebagian besar dilakukan di luar pasar-pasar setempat di Madura. Namun, ada
pula penduduk kampung pesisir desa yang terlibat dalam kegiatan dagang, dengan
membuka toko di sepanjang jalan utama desa yang juga merupakan jalur
perdagangan di Madura.
30
2.2 Keadaan Pendidikan Masyarakat Desa Prenduan
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Pendidikan tidak hanya dapat diperoleh secara formal
tetapi juga secara non formal. Pendidikan secara formal merupakan pendidikan
yang diperoleh melalui program-program yang telah direncanakan dan terstruktur
oleh negara. Sekolah merupakan sarana pendidikan di mana masyarakat
memperoleh pendidikan formal. Sedangkan pendidikan non formal diperoleh dari
kehidupan sehari-hari maupun berbagai pengalaman baik yang dialami atau
dipelajari dari orang lain dan kehidupan sosial budayanya.
Masyarakat Desa Prenduan termasuk yang mementingkan pendidikan.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan tidak hanya bagi laki-laki tetapi juga
perempuan. Perempuan dapat menempuh pendidikan yang sama dengan laki-laki.
Berikut data jumlah sarana pendidikan di Desa Prenduan:
Tabel 2.1 Jumlah Sarana Pendidikan Umum di Desa Prenduan
No Sarana Pendidikan Jumlah
Sekolah
Jumlah Murid
Laki-laki Perempuan
1 Taman Kanak-Kanak (TK) - - -
2 Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 124 94
3 Sekolah Dasar Swasta 1 40 45
4 Sekolah Menengah Pertama
Negeri (SMPN) 0 - -
5 Sekolah Menengah Pertama
Swasta 2 36 36
31
6 Sekolah Menengah Umum
(SMU) 1 46 52
7 Perguruan Tinggi 0 - -
Sumber: UPT Dinas Pendidikan
Tabel 2.2 Jumlah Sarana Pendidikan Berbasis Agama di Desa Prenduan
No Sarana Pendidikan Jumlah
Sekolah
Jumlah Murid
Laki-laki Perempuan
1 Paud 7 121 134
2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 9 517 487
3 Madrasah Tsanawiyah
(MTs) 2 68 83
4 Madrasah Aliyah (MA) 1 77 86
Sumber: PPAI Kecamatan
Pada sekolah berbasis agama, kegiatan belajar mengajar diadakan pada hari
sabtu hingga hari kamis, hari jumat merupakan hari libur sekolah. Sementara pada
sekolah umum, hari minggu tetap dijadikan hari libur dan sekolah masuk di setiap
hari senin hingga sabtu. Desa Prenduan terkenal akan Pondok Pesantren Al Amin,
di mana pondok pesantren tersebut merupakan pondok pesantren terbesar di
Madura yang sangat mengutamakan pelajaran agama Islam dan diimbangi dengan
pelajaran umum.
Bagi anak laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan pendidikannya
pada tingkat sekolah dasar akan dimasukkan oleh orang tua mereka ke sekolah
dengan berbasis agama, seperti pondok pesantren atau Madrasah Tsanawiyah
Negeri (MTs). Akan tetapi, kebanyakan para orang tua menyekolahkan anak
32
mereka ke pondok pesantren, dari tingkat MTs atau setara SMP hingga lulus MA
atau setara SMA. Tujuannya agar anak tersebut memperoleh pendidikan agama
yang baik dan tetap dapat memperoleh pengetahuan umum lainnya.
Pada anak perempuan, mondok menjadi pilihan yang harus dijalani karena
paksaan dari orang tua terhadap anak perempuan untuk mondok lebih besar
dibandingkan dengan anak laki-laki. Walaupun bagi anak laki-laki, mondok tetap
diharuskan. Hal tersebut bertujuan agar anak perempuannya tetap pada jalan yang
benar menurut agama dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama
akibat pergaulan semasa mudanya.
Kemudian anak tersebut boleh memilih untuk melanjukan kuliah atau
mencari pekerjaan. Kebudayaan masyarakat yang menikahkan anak
perempuannya saat lulus SMA atau MA tidak memengaruhi masyarakat dalam
mengizinkan anaknya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Walaupun izin bagi
anak perempuan yang ingin menempuh pendidikan di luar atau merantau
membutuhkan perundingan keluarga terlebih dahulu.
2.3 Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Prenduan
Topografi desa yang berada di daerah pegunungan dan daerah pepisir
memengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat Desa Prenduan yang sangat beragam.
Pada daerah pegunungan, mayoritas masyarakat desa berkebun dan kegiatan
ekonomi non pertanian lainnya. Sementara masyarakat pesisir mayoritas
berdagang karena letaknya yang merupakan jalur perdagangan terpenting di
Kabupaten Sumenep dan sebagai nelayan karena letaknya yang dekat dengan
pantai.
33
Masyarakat pegunungan menanam tanaman palawija dan tumbuhan lainnya,
karena banyaknya lahan yang dapat digunakan untuk berkebun. Tanahnya yang
subur memberikan keuntungan bagi masyarakat sehingga tumbuhan yang ditanam
oleh warga dapat tumbuh dengan subur. Biasanya hasil dari perkebunan akan
dijual di pasar yang berada di daerah pesisir atau pasar Rabu yang hanya buka
pada hari Rabu.
Desa Prenduan juga terkenal dengan makanan rengginang. Rengginang
merupakan produksi rumahan yang diolah dengan campuran ikan. Rengginang
dengan campuran ikan teri menjadi primadona karena rasanya yang lebih enak
dibandingkan dengan campuran ikan lainnya.
Gambar 2.5. Rengginang Hasil Produksi Rumahan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Rengginang dengan campuran ikan teri dijual seharga Rp. 25.000 per
bungkus, sementara rengginang dengan olahan lorjuk dijual dengan harga Rp.
18.000 per bungkus. Masyarakat yang memproduksi rengginang tidak hanya yang
34
berada di daerah pesisir saja, tetapi masyarakat daerah pegunungan ada juga yang
memproduksi rengginang, meskipun tidak sebanyak pada daerah pesisir.
2.4 Keadaan Kesehatan
Keadaan kesehatan masyarakat Desa Prenduan dapat dikatakan baik, karena
pola hidup mereka yang aktif bergerak dan banyak mengonsumsi ikan serta sayur.
Letaknya yang dekat dengan pantai dan perkebunan memudahkan masyarakat
dalam mendapatkan ikan dan sayur untuk dikonsumsi. Bangunan rumah penduduk
desa termasuk dalam rumah sehat, karena di setiap rumahnya sudah memiliki
Mandi Cuci Kakus (MCK) pribadi. Masyarakat juga tidak kesulitan mendapatkan
air bersih karena mayoritas masyarakat Desa Prenduan mendapatkan air dari
Perusaahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan ada pula yang sudah menggunakan
sumur pompa. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir mendapatkan air bersih
dengan menggunakan sumur pompa, sementara yang berada di daerah
pegunungan mendapatkan air bersih dari PDAM, di mana PDAM akan
mengalirkan air ke lingkungan warga pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan malam
hari pukul 20.00 WIB.
Desa Prenduan memiliki beberapa sarana kesehatan yang cukup
memumpuni masyarakat dalam memperoleh penanganan medis. Berikut data
jumlah sarana kesehatan di Desa Prenduan.
35
Tabel 2.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Prenduan Kecamatan Pragaan Tahun 2014
No Sarana Kesehatan Jumlah
1 Rumah Sakit -
2 Rumah Sakit Bersalin -
3 Puskesmas Keliling -
4 Poskesdes 1
5 Praktek Dokter 2
6 Praktek Bidan 3
7 Praktek Mantri Kesehatan 1
8 Praktek Tabib -
9 Puskesmas -
10 Puskesmas Pembantu -
11 Posyandu 15
Sumber: Puskesmas Kecamatan
Tabel 2.4 Jumlah Tenaga Kesehatan No Tenaga Kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum -
2 Dokter Gigi -
3 Dokter Spesialis -
4 Bidan 3
5 Perawat 1
6 Mantri 1
36
7 Dukun 2
Sumber: Puskesmas Kecamatan
Adanya sarana kesehatan pada Desa Prenduan, tidak merubah kebiasaan
masyarakat untuk lebih memilih menggunakan penanganan secara tradisional.
Seperti saat melahirkan, perempuan desa tersebut memilih untuk datang ke dukun
bayi dibandingkan dengan ke bidan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu
Har (26 tahun) “kalau melahirkan ke dukun bayi, sama kalau periksa kandungan
juga di dukun bayi. Kadang kalau ke bidan suka salah perkiraan. Bidan juga pake
dukun bayi buat bantu melahirkan”.
Mayoritas dari masyarakat desa memilih untuk menggunakan ramuan
tradisional yang didapatkan dengan cara membuatnya sendiri ataupun
membelinya karena kepercayaan akan khasiat dari ramuan tradisonal masih sangat
kuat. Akan tetapi masyarakat tidak menutup diri akan kemajuan teknologi dunia
kedokteran, ada pula masyarakat yang datang ke ahli kesehatan atau medis untuk
memastikan mengenai penyakit yang diderita. Masyarakat Desa Prenduan
menggunakan dua cara pengobatan yaitu dengan menggunakan tenaga medis yang
merupakan salah satu pengobatan modern tetapi pengobatan utama yang
digunakan dengan cara tradisional yaitu menggunakan bahan-bahan dari rebusan
tumbuh-tumbuhan yang memiliki manfaat untuk menjaga tubuh tetap sehat dan
menyembuhkan penyakit.
37
2.5 Kondisi Sosial Budaya
Pada masyarakat Madura sistem kekuasaan yang digunakan dalam keluarga
setelah menikah yaitu patriarki, di mana laki-laki (suami) memiliki kekuasaan
penuh dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga.
Adat menetap setelah menikah bersifat matrilokal, artinya pasangan yang sudah
menikah diharuskan tinggal di tanean lanjang bersama dengan orang tua pihak
perempuan. Seorang perempuan yang telah menikah akan tetap tinggal di rumah
atau pekarangan orang tuanya, sementara laki-laki yang telah menikah akan
pindah ke rumah atau pekarangan istrinya atau mertuanya (Latief, 2002:44). Pada
satu pekarangan keluarga terdapat beberapa rumah dari setiap anggota keluarga.
Bentuk permukiman tersebut dinamakan sebagai pola taneyan lanjang, di mana
pola taneyan lanjang merupakan pola tertua di Madura (Huub de Jonge, 1989:14).
Gambar 2.6.Taneyan Lanjang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
38
Pada malam hari biasanya satu keluarga menggelar tikar di teras depan
rumah untuk bersantai, mengobrol, bercanda atau hanya sekedar duduk-duduk
merasakan angin yang bertiup karena udara di Madura yang panas sehingga saat
malam haripun udara di dalam rumah tetap terasa panas.
Pada pagi hari, perempuan desa pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan
rumah tangga. Pasar menjadi tempat bertemunya masyarakat untuk berinteraksi,
terutama bagi perempuan yang menjadikan pasar sebagai tempat untuk
bersosialisasi dengan masyarakat.
Desa Prenduan merupakan pusat perdagangan jalur pantai Barat Daya
Sumenep. Terdapat banyak toko dan warung seperti toko besi, bahan bangunan,
toko sembako, toko baju, warung makan dan sebagainya. Sebanyak dua kali
dalam sehari, yakni pagi dan malam hari diadakan pasar jalanan. Pasar pagi
adalah pasar yang terbesar dan paling banyak dikunjungi oleh para perempuan.
Para pedagang yang berjualan di pasar kebanyakan perempuan, karena letak pasar
tersebut yang berada di Prenduan sebelah timur, maka orang-orang setempat
menamainya pasar temor. Penjual ataupun pembeli datang dari pantai maupun
dari daerah pedalaman.
Para perempuan tani menjual jagung, singkong, kacang-kacangan, gula
siwalan, telur, ayam, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Para istri nelayan menjual
ikan yang sudah dikeringkan, ikan segar, ikan pindang dan ikan basah, petis, serta
kerang. Pedagang lainnya menjual kerupuk, kue basah, bubur, makanan-makanan
kecil, daging kambing, dan daging sapi. Sebagian besar dari hasil dagangannya
digunakan sebagai pemasukan tambahan pendapatan keluarga di samping hasil
39
dari kerja utama suami. Setiap hari rabu terdapat pasar mingguan yang besar serta
menarik para pedagang dan pengunjung dari lingkungan yang jauh hingga di luar
desa Prenduan. Pasar ini terletak di sebelah barat Prenduan dan orang-orang
setempat menyebutnya pasar bara atau pasar rebbuan karena pasar ini yang
hanya berlangsung pada hari Rabu setiap minggunya.
Pasar tersebut merupakan tempat masyarakat untuk membeli berbagai
macam barang dan kebutuhan, mulai dari sembako, alat pertanian, alat-alat
penangkapan ikan, pot dan panci, tembikar, pakaian, alas kaki, sepeda dan
transistor sampai dengan obat-obatan, perhiasan emas, serta buku-buku bacaan
agama. Ada pula yang menjual hewan, seperti ayam, bebek, kambing, ikan, dan
sebagainya. Tidak hanya itu, di pasar tersebut juga terdapat jasa mencabut gigi
dan jasa memangkas rambut. Tidak heran jika pasar mingguan ini selalu ramai
dan tak pelak menimbulkan kemacetan. Pasar tersebut sekaligus sebagai tempat
bagi keluarga untuk berbelanja bersama atau hanya membeli jajanan yang ada di
pasar.
40
BAB III
PEREMPUAN MADURA DAN CARA MERAWAT TUBUH
3.1 Perempuan Madura
Perempuan Madura memiliki ciri khas dalam segi berpenampilan sehari-
hari,yaitu menggunakan pakaian tertutup dan rok panjang sebagai bawahan serta
jilbab yang digunakan untuk menutupi bagian rambut sampai leher karena
merupakan aurat bagi perempuan sesuai dengan ketentuan yang ada pada agama
Islam. Ada pula yang memilih menggunakan baju terusan panjang hingga kaki
dengan lengan baju yang panjang yang memiliki motif batik dan bentuk lainnya.
Pada saat berada di dalam rumah, perempuan Madura biasanya
menggunakan pakaian berupa baju terusan atau daster dan ada juga yang
menggunakan pakaian lengan pendek dengan kain sarung bermotif batik sebagai
bawahan. Perempuan Madura gemar menggunakan sarung sebagai bawahan
pakaian untuk berkegiatan, seperti digunakan saat setelah mandi dan sebagai
bawahan mukena untuk melakukan ibadah sholat. Perempuan Madura
menggunakan sarung dalam kegiatannya di rumah atau untuk keluar rumah jika
hanya mengobrol dengan tetangga. Menggunakan sarung telah menjadi kebiasaan
hingga saat ini. Meskipun menggunakan handuk setelah mandi telah dilakukan,
tetapi perempuan Madura tetap mencari sarung sebagai pakaian yang digunakan
setelah mandi. Handuk digunakan untuk mengeringkan tubuh setelah mandi
kemudian tubuh yang telah kering dibalut dengan sarung. Setelah menikah,
penggunaan sarung setelah mandi digunakan juga sebagai penutup seluruh badan
41
dalam proses penguapan dengan dupa yang dilakukan oleh perempuan agar tubuh
mereka harum.
Gambar 3.1. Perempuan yang Mengenakan Sarung untuk Beraktivitas
(Sumber: Dolumentasi Pribadi)
Perempuan Madura memiliki karakteristik yang berbeda dengan perempuan
Jawa. Meskipun Pulau Madura bagian dari Pulau Jawa, tetapi karakteristik serta
bentuk fisik dari perempuan Madura berbeda dengan yang lainnya (Rifai,
2007:28). Tidak tampak keanggunan dan kelembutan pada perempuan Madura,
karena susunan tulang yang dimiliki perempuan Madura keras dan wajahnya
terlihat muram seperti penuh kemarahan (Ardhie, 2014:252). Bagian yang sangat
mencolok dari perempuan Madura adalah mereka memiliki payudara yang besar
dan bentuk badan yang lebih berisi (Huub de Jonge, 1991:16). Payudara yang
besar pada tubuh perempuan Madura karena mereka tidak pernah menggunakan
42
kemben1 seperti yang digunakan oleh perempuan Jawa. Menurut Huub De Jonge
(dalam Rifai, 2007:133-134) hal tersebut berkaitan dengan aktivitas perempuan
Madura yang kerap nyo’on2
Gambar 3.2. Nyo’on
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
. Penggunaan kemben dirasa tidak efektif untuk
menjaga tubuh mereka tetap tertutup.
Citra perempuan Madura tidak hanya karena bentuk tubuhnya yang
dianggap langsing dengan bentuk tubuh yang berisi, tetapi juga perempuan
Madura memiliki kelebihan dibandingkan dengan perempuan Jawa, yaitu
kelebihan dalam urusan memuaskan kebutuhan suami (Huub de Jonge, 1991:16).
Hal tersebut berkaitan dengan kebiasaan perempuan Madura yang rajin
mengonsumsi ramuan tradisional dari Madura. Sejak masa puber atau awal mula
1Selembar kain yang digunakan pada bagian dada hingga mengelilingi tubuh untuk meratakan payudara. 2 Membawa botol, keranjang makanan, hasil panen dan karung dengan cara diletakkan diatas kepala.
43
menstruasi telah dikonsumsi oleh mereka. Mengonsumsi ramuan tradisional
dianggap sebagai hal yang wajar. Kesadaran akan mengonsumsi jamu didasari
oleh pengetahuan lokal yang mereka dapatkan dari orang tua mereka. Minum
jamu menjadi penting karena perempuan Madura merasakan manfaat yang baik
dari jamu tersebut terhadap tubuhnya sehingga kebiasaan untuk minum jamu terus
diturunkan pada anak mereka.
3.1.1 Aktivitas Perempuan sebagai Istri
Masyarakat Madura sangat menghargai dan menjadikan perempuan sebagai
bentuk keselarasan dalam rumah tangga karena perempuan (istri) merupakan
kehormatan bagi suami. Setelah menikah memang laki-laki ikut perempuan tetapi
sistem kekuasaan dalam keluarga tetap diatur oleh suami sesuai dengan ajaran
agama Islam, di mana Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat
Madura.
Setiap paginya, setelah selesai menunaikan ibadah sholat subuh, seorang
istri tidak langsung kembali tidur tetapi membersihkan rumah seperti menyapu
seluruh rumah hingga halaman yang ada di depan rumah. Setelah menyelesaikan
pekerjaan rumah, seorang istri pergi ke pasar yang letaknya tidak jauh dari rumah
untuk membeli bahan makanan yang akan dimasak. Setelah kembali dari pasar,
istri tersebut memasak makanan untuk dimakan oleh suami dan anaknya. Pada
istri yang bekerja, setelah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang istri dalam
rumah tangga, istri tersebut berangkat kerja, ada yang diantar suami dan ada pula
yang berangkat sendiri menggunakan kendaraan umum seperi angkot, bus, dan
becak.
44
Jam kerja tergantung akan pekerjaan yang dilakukan, biasanya, istri bekerja
sebagai pedagang di pasar, kegiatan jual beli tersebut dilakukan pada waktu pagi
hari hingga siang hari. Alasan istri bekerja yaitu untuk membantu perekonomian
keluarga. Hal tersebut merupakan keputusan yang telah disepakati antara suami
dan istri. Rendahnya perekonomian keluarga menjadi alasan istri ingin membantu
suaminya mencari nafkah, sehingga suami mengizinkan istrinya untuk bekerja.
Pekerjaan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga tidak mudah. Mereka
melakukan aktivitas yang sama secara berulang dengan permasalahan yang
beragam. Salah satunya harus mengurus anak dengan baik, ketika terjadi sesuatu
pada anak tersebut maka ibu yang berperan untuk mengurusnya. Menjaga rumah
tetap bersih, merapikan pakaian dan bertanggung jawab untuk memasak sehingga
tersedianya makanan setiap hari.
Aktivitas membersihkan rumah dilakukan kembali saat sore hari, dengan
menyapu seluruh rumah hingga halaman di depan rumah. Kemudian perempuan
tersebut dapat membersihkan diri dengan mandi, setelah itu terkadang mereka
pergi keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga.
3.1.2 Perempuan dalam Perekonomian
Pada sektor ekonomi, mata pencaharian masyarakat Madura adalah bertani,
nelayan, berdagang dan pegawai pemerintahan. Perempuan memiliki peran yang
penting dalam perekonomian keluarga. Penjual yang berada di pasar mayoritas
perempuan dan penjual sembako pada pertokoan merupakan seorang perempuan.
Secara umum, masyarakat Madura bekerja sebagai petani dan nelayan
(Kuntowijoyo, 2002:219). Hal tersebut terkait dengan kondisi ekologi dari
45
wilayah Madura yang merupakan kepulauan sehingga banyak dikelilingi sawah
dan laut (Rifai, 2007). Pada sektor pertanian, masyarakat Madura melakukan
pembagian kerja dengan adil, di mana laki-laki bertugas mencangkul dan
membajak sawah, perempuan menyiangi serta membibitnya.
Perempuan Madura yang tinggal di daerah pesisir pada umumnya bekerja
sebagai pedagang ikan dan bertugas untuk mengeringkan ikan hasil tangkapan
suami mereka yang bekerja sebagai nelayan.
Gambar 3.3. Penjual Ikan di Pasar
(Dokumentasi Pribadi)
Proses penjualan hasil panen dilakukan dengan cara bekerja sama antara
laki-laki dan perempuan. Pedagang yang menjual ikan di pasar pada daerah pesisir
seluruhnya dikuasai oleh perempuan. Ikan tersebut mereka terima dari suami
mereka yang bekerja sebagai nelayan. Pada daerah pegunungan, mayoritas penjual
46
ikan merupakan laki-laki. Ikan yang didapat merupakan dari hasil tangkapan
nelayan di desa.
Begitupun dalam urusan keuangan dan mengurus keuangan rumah tangga,
perempuan (istri) memegang penuh tugas tersebut. Suami memberikan uang hasil
kerjanya kepada istri kemudian istri akan mengelola uang tersebut untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan baik. Hal tersebut karena suami sibuk
bekerja dan tidak memiliki cukup waktu untuk mengurusi keuangan dalam rumah
tangga. Kedudukan istri relatif setara dengan suami dalam mengemban tanggung
jawab ekonomi dan kelangsungan hidup rumah tangga (Kusnadi dkk, 2006:56).
3.2 Cara Perempuan Madura dalam Merawat Tubuh
3.2.1 Penggunaan Ramuan Tradisional Madura
Penggunaan ramuan tradisional dalam menjaga kesehatan ataupun untuk
menyembuhkan penyakit, banyak dilakukan pada masyarakat di negara
berkembang seperti Indonesia. Indonesia memiliki beragam ramuan tradisional
sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat tersebut. Ramuan tradisional dari
Madura salah satu ramuan tradisional yang banyak di konsumsi di Indonesia.
Masyarakat Madura memiliki ramuan tradisional yang hingga saat ini masih
digunakan sebagai pilihan utama dalam menjaga dan merawat tubuh.
Salah satu ramuan tradisional di Indonesia yang banyak digunakan adalah
ramuan tradisional Madura. Ramuan Tradisional Madura memiliki kekhasan
tersendiri yaitu rasa yang pahit ketika diminum dan memiliki bau yang harum dari
rempah-rempah yang digunakan. Pada perkembangannya, ramuan tradisional
47
Madura tidak hanya dikonsumsi oleh orang Madura saja, tetapi banyak pula bukan
orang asli Madura yang mengonsumsinya.
Masyarakat luas lebih mengenal ramuan tradisional Madura sebagai obat
kuat yang biasa digunakan oleh suami istri sebelum berhubungan intim. Akhirnya,
hal tersebut memperkuat stereotype perempuan Madura akan kelebihannya dalam
memuaskan suami (Huub de Jonge, 1991:16).
Pemilihan akan penggunaan ramuan tradisional didasari oleh pengetahuan
lokal mereka akan pentingnya mengonsumsi ramuan tradisional. Pengetahuan
tersebut mereka dapatkan secara lisan dari orang tua, khususnya seorang ibu
kepada anak perempuannya. Perempuan mengonsumsi lebih banyak ramuan
tradisional dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki mengonsumsi ramuan
tradisional biasanya dalam hal untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan
penyakit. Penggunaan ramuan tradisional pada perempuan mengikuti siklus
pertumbuhan dan perkembangannya. Perempuan harus dirawat dengan baik
karena kalau dirawat maka akan mudah untuk mendapatkan pasangan.
Berbeda dengan perempuan yang seperti telah diwajibkan untuk
mengonsumsi ramuan tradisional, laki-laki cenderung tidak diwajibkan untuk
mengonsumsi ramuan tradisional. Pernyataan tersebut sesuai dengan tanggapan
dari Ibu Sul (55 tahun) yang memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan
“kalau anak saya yang laki-laki itu tidak saya kasih jamu, tapi di penjual jamu
ada jual jamu biar sehat. Kalau anak saya yang perempuan, itu saya kasih minum
jamu, kaya kemarin waktu dia udah ment saya kasih jamu biar lancar mentnya,
48
jadi tidak bau juga”. Ramuan tradisional yang dikonsumsi oleh laki-laki seperti
jamu sehat lelaki yang terbuat dari bahan-bahan, seperti: daun sirih hijau (Piper
betle), jahe (Zingiber officinale), lempuyang (Zingiber zerumbet) dan temulawak
(Curcuma xanthorrhiza). Bahan herbal tersebut diracik menjadi jamu dan
dikonsumsi dengan cara meminumnya. Kegunaan dari jamu tersebut untuk
melancarkan peredaran darah sehingga tubuh tetap sehat.
Ramuan tradisional yang dikonsumsi dianggap lebih manjur dibandingkan
dengan cara lainnya, sehingga masih dipertahankan kebiasaan untuk minum jamu.
Ramuan tradisional yang terdapat pada masyarakat Madura tidak hanya berupa
jamu yang diminum tetapi juga ada yang digunakan dengan cara dibalurkan pada
tubuh serta dimasukan pada alat reproduksi perempuan. Masyarakat Madura biasa
menyebut jamu dengan “jemo” dan lulur dengan sebutan “lolor”.
Tumbuhan yang memiliki nilai kegunaan yang baik untuk tubuh akan
digunakan sebagai bahan dasar dari jamu, diantaranya buah mengkudu dan daun
sirih. Buah mengkudu sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Air dari rebusan buah mengkudu bila diminum dapat menyembuhkan
penyakit darah tinggi, bahkan dapat menurunkan kolestrol. Seperti yang dilakukan
oleh Ibu Dju (60 tahun), untuk menyembuhkan kolestrolnya yang terkadang
sampai membuat kepalanya menjadi pusing. Mengonsumsi ramuan tradisional
memang tidak menyembuhkan secara keseluruhan karena tetap harus menjaga
pola hidup sehat.
Perempuan Madura terbiasa mengonsumsi jamu karena kebudayaan mereka
yang memengaruhi mereka dalam pemilihan cara merawat tubuh agar tetap sehat
49
yang dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan ramuan tradisional.
Siklus pertumbuhan yang terjadi pada perempuan menyebabkan disetiap
perkembangannya perempuan disarankan untuk mengonsumsi ramuan tradisional
agar tubuhnya tetap terjaga dengan baik atau dirawat dengan baik. Jamu yang
biasa diminum terus menerus oleh perempuan Madura yaitu galian rapet. Jamu
galian rapet dipercaya dapat mengembalikan bentuk organ reproduksi pada istri
yang belum ataupun sudah melahirkan agar organ reproduksinya kembali rapat.
Ramuan tardisional galian rapet terdiri dari bahan-bahan:
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.
- Kunci (Boesenbergia pandurata)
- Sirih (Piper betle) – antioksida.
- Gula jawa
- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga
kesehatan vagina.
50
Gambar 3.4. Jamu Galian Rapet (Sumber: Dokomentasi Pribadi)
Ramuan tardisional tersebut diolah menjadi dua macam bentuk yaitu
berbentuk jamu dan ada pula yang berbentuk tongkat kecil. Jamu galian rapet
dikonsumsi dengan cara meminumnya secara rutin yaitu sekitar satu sampai dua
minggu sekali. Sementara cara menggunakan tongkat Madura tersebut dengan
memasukkan tongkat ke dalam vagina, dilakukan sebelum melakukan hubungan
suami istri.
Manfaat dari kedua ramuan tersebut memang sama, tetapi beberapa
perempuan di Desa Prenduan lebih memilih untuk mengonsumsi ramuan
tradisional berupa jamu dibandingkan dengan menggunakan tongkat Madura
karena cara penggunaannya yang harus memasukkan benda padat ke dalam organ
reproduksi perempuan. Seperti Ibu Zai (41 tahun) yang lebih memilih
mengonsumsi jamu galian rapet dibandingkan dengan tongkat Madura karena
51
takut terjadi hal yang tidak diinginkan seperti organ reproduksinya terluka pada
bagian dalam. Ibu Zai yang tidak menggunakan tongkat Madura mengaku jika
tidak masalah dengan perempuan Madura ataupun perempuan lainnya yang
memilih untuk menggunakan tongkat Madura sebagai cara mengembalikan organ
reproduksi mereka kembali seperti perawan, karena tongkat Madura merupakan
salah satu bentuk dari ramuan tardisional Madura yang juga diturunkan secara
turun-temurun.
3.2.1.1 Ramuan Tradisional Remaja Perempuan
Minum jamu merupakan kebiasaan yang banyak dilakukan oleh perempuan
Madura. Bagi anak perempuan, sejak umur 5 tahun mereka sudah diperkenalkan
pada jamu, seperti jamu beras kencur unutk menambah nafsu makan dan jamu
sinom berbahan dasar temu koneng (Curcuma zedoaria), kunyit (Curcumae
Domesticae Rhizoma), daun asem (Tamarindi Folium), buah asem (Tamarindus
indica) dan gula, digunakan sebagai minuman harian serta sebagai obat sakit
perut. Perilaku tersebut mengakibatkan perempuan Madura terbiasa pada jamu.
Pubertas merupakan awal mula kedewasaan seorang perempuan. Pada
masyarakat Madura, pernikahan dini pada anak perempuan telah menjadi
kebudayaan yang hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat. Ketika anak
perempuannya telah mengalami masa puber maka biasanya akan diberikan
ramuan tradisional oleh ibunya untuk dikonsumsi, seperti ramuan yang diminum
saat haid yang bertujuan untuk menjaga kesehatan saat haid dan agar organ
reproduksi harum. Ada pula ramuan tradisional yang diberikan kepada anaknya
dengan tujuan untuk persiapan anak perempuan tersebut ketika menikah nantinya.
52
Pada saat menstruasi, jamu yang dikonsumsi hanya jamu untuk menstruasi
saja. Jamu yang dikonsumsi bertujuan untuk melancarkan periode menstruasi.
Perempuan yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi jamu
lainnya atau jamu dengan manfaat lain bagi tubuh. Beberapa jamu tersebut seperti
galian singset, jemo pakak dan jemo bengkes.
• Ramuan tradisional jamu galian singset
- Jati balanda (Guazuma ulmifolia)
- Kedawung (Parkia timoriana)
- Meniran hijau (Phyllanthus niruri) – mendinginkan.
- Daun sirih (Piper betle)
- Delima (Punica granatum)
- Temu giring (Curcuma heyneana) – mendinginkan darah.
- Temu ireng (Curcuma aeruginosa) - membunuh kuman.
- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.
- Kunci (Boesenbergiae Rhizome)
- Kayu manis (Cinnamomum verum) - memberikan rasa manis dan pedas.
- Adas (Foeniculum vulgare) - menghilangkan mual.
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)
53
Gamabr 3.5. Jamu Galian Singset
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Campurkan semua bahan ke dalam air yang mendidih, lalu dikonsumsi
dengan cara meminumnya. Jamu galian putri bermanfaat untuk menjaga bentuk
tubuh perempuan agar tetap langsing dan sehat.
• Ramuan tradisional jemo pakak
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Sirih (Piper betle) - melancarkan haid.
- Pala (Myristica fragrans)
- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.
- Belimbing gunung (Averrhoa bilimbi)
- Manjakani (Quercus infectoria)
- Kapulaga (Amomum compactum)
- Cengkih (Syzygium aromaticum) - menghangatkan tubuh.
- Kayu rapet (Parameria laevigata) - menghilangkan nyeri.
54
- Delima putih (Punica granatum L.) - menghilangkan keputihan.
Rebus semua bahan hingga matang, biarkan hingga tidak telalu panas lalu
yang diminum adalah air rebusannya saja. Jamu pakak bermanfaat untuk
menguatkan otot-otot pada organ reproduksi.
• Ramuan tradisional jemo bengkes
- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Kunir putih (Curcuma Alba Rhizoma)
- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.
- Temu ireng (Curcuma aeruginosa)
- Sirih (Piper betle) – antioksida.
- Jahe (Zingiber officinale Rosc) – hangat.
- Bangle (Zingiber Purpureum Roxb) - membersihkan darah.
- Kayu manis (Cinnamomum verum) - mencegah tumbuhnya jamur.
- Kedawung (Parkia timoriana) - menyegarkan tubuh.
“kalau anak perempuan itu harus bersih, biar sehat dikasih jamu. Dari dulu saya juga seperti itu, dulu ibu saya kasih jamu waktu saya men, ada juga jamu biar tidak keputihan, pakai daun sirih supaya bersih. Kalau jadi orang Madura memang seperti itu. Sudah biasa minum jamu, kalau tidak minum jamu seperti ada yang kurang. Tapi sekarang jamu bisa dibeli yang sudah jadi di toko, ada juga jamu yang saya buat sendiri dari temulawak, kunci, daun sirih, ketumbar dan perawas saya tumbuk sampai halus lalu dikasih air putih sedikit. Itu untuk membersihkan darah”. Ibu Sul (55 tahun)
Saat remaja, jamu yang diberikan merupakan jamu yang bertujuan untuk
menjaga kesehatan, menjaga bentuk tubuh, dan menjaga kesehatan organ
55
reproduksi. Penggunaan tanaman seperti manjakani (Quercus infectoria), daun
sirih (Piper betle), dan kunci (Boesenbergia pandurata) memiliki manfaat
khususnya bagi organ reproduksi perempuan (vagina) agar tidak terkena penyakit
yang sering dialami oleh perempuan saat usia remaja yaitu keputihan dan haid
yang tidak teratur.
Tanaman manjakani, daun sirih dan kunci banyak dimanfaatkan dalam
produk kesehatan, khususnya untuk kesehatan organ reproduksi perempuan.
Manjakani (Quercus infectoria) merupakan pohon yang dikenal memiliki banyak
khasiat bagi kesehatan organ reproduksi perempuan sekaligus untuk mengatasi
berbagai penyakit pada organ reproduksi tersebut. Salah satunya digunakan
sebagai obat keputihan dan sebagai bahan alami untuk menjadikan organ
reproduksi perempuan menjadi elastis. Daun sirih (Piper betle) memiliki
kandungan minyak atsiri yang mengandung betlephenol dan chvicol, eugenol
yang dapat mematikan kuman, sebagai antioksida, anti jamur dan antiradang
(Sudarsono dkk, 1996), dapat menghilangkan bau badan, bau mulut, bau pada
vagina atau keputihan yang timbul oleh bakteri atau jamur. Sementara tumbuhan
kunir atau lebih dikenal dengan kunyit merupakan tanaman yang biasa digunakan
sebagai bumbu dapur, memiliki manfaat lain yaitu sebagai obat dari berbagai
macam penyakit, salah satunya dapat menyembuhkan keputihan dengan
membunuh bakteri. Perempuan rentan akan terkena keputihan karena aktivitas dan
pola hidup sehari-hari.
56
3.2.1.2 Jamu Menjelang Pernikahan dan Setelah Menikah
Pernikahan menjadi peristiwa yang membahagiakan, tidak hanya bagi
pasangan yang menikah tetapi juga bagi kedua keluarga dari pasangan tersebut.
Persiapan sebelum menikahpun dilakukan berbulan-bulan sebelum hari
pernikahan berlangsung. Merawat tubuh menjadi penting dan merupakan salah
satu yang harus disiapkan sebelum penikahan. Bagi calon pengantin perempuan,
tubuh dipersiapkan sebaik mungkin agar terlihat menarik. Tubuh perempuan yang
menjadi calon pengantin dirawat dengan menggunakan bedak dingin dan lulur
dari ramuan tradisional Madura berupa:
- Temu giring (Curcuma heyneana) – mengharumkan.
- Pulosari (Alyxia stellata Rest) – antibakteri.
- Cendana (Santalum album. L) – harum.
- Kelembak (Rheum officinale) - menyembuhkan penyakit kulit.
- Baras (Oryza sativa)
- Daun kemuning (Murraya paniculata)
- Dupa dari kayu / dupa ratus (harum)
57
Gambar 3.6. Lulur dan Dupa dari Kayu
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pengaplikasiannya dengan cara melulurkan ramuan tradisional tersebut pada
seluruh bagian tubuh, diamkan hingga mengering kemudian dibilas, dilakukan
sebelum mandi. Manfaat dari lulur tersebut untuk menghaluskan dan
membersihkan kulit karena dapat mengangkat sel kulit mati, serta dipercayai
dapat melancarkan peredaran darah sehingga tubuh menjadi segar.
Penggunaan dupa ratus juga dianjurkan bagi pengantin perempuan. Setelah
menggunakan lulur pada seluruh badan dan membersihkannya, kemudian dupa
dari kayu dibakar hingga mengeluarkan asap. Asap tersebut digunakan untuk
diuapkan ke seluruh tubuh, dengan menggunakan kain atau sarung yang biasa
digunakan perempuan Madura setelah mandi. Kain digunakan untuk menutupi
tubuh dengan asap dupa kayu yang dibakar dari kepala hingga ujung kaki,
sehingga asap dari dupa mengenai seluruh tubuh. Penguapan tersebut dapat
membuat tubuh menjadi harum. Ratus pada vagina dipercayai dapat mengurangi
lendir dan menghilangkan bau akibat keputihan.
58
Tidak hanya ramuan tradisional Madura yang digunakan pada bagian luar
tubuh. Ada pula ramuan tradisonal Madura yang disarankan untuk dikonsumsi
oleh calon pengantin sebelum menikah, khususnya perempuan, beberapa jamu
tersebut berupa:
- Daun sirih (Piper betle) – antioksida.
- Temu rapet (Kaempferia rotunda) - mendinginkan.
- Cengkih (Syzygium aromaticum)
Ramuan tradisional tersebut bermanfaat untuk menghilangkan bau badan
dan mengurangi keringat. Air dari rebusan bahan-bahan tersebut diminum setiap
hari, yaitu tujuh hari sebelum hari pernikahan.
• Jamu calon pengantin
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Adas (Foeniculum vulgare Miller) - melancarkan peredaran darah.
- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.
- Pulosari (Alyxia stellata Rest) - antibakteri.
Jamu calon pengantin memiliki manfaat untuk menyembuhkan masalah perut,
menstruasi yang tidak teratur, dan keputihan berlebih.
• sari rapet atau galian rapet
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.
- Kunci (Boesenbergia pandurata)
- Sirih (Piper betle) – antioksida.
- Gula jawa
59
- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga
kesehatan vagina.
Jamu tersebut dipercayai memberikan manfaat untuk menjaga tubuh tetap
segar, langsing, sehat dan tidak bau, serta menghangatkan dan membuat vagina
menjadi rapat. Bagi organ reproduksi perempuan, mengonsumsi jamu tersebut
dapat mengurangi lendir dan juga menghilangkan keputihan. Mengonsumsi
ramuan tradisional biasanya dilakukan sekitar dua minggu sebelum hari
pernikahan. Jamu-jamu tersebut dapat menghilangkan bau pada tubuh perempuan
sehingga tubuh tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Sehari setelah menikah, pengantin perempuan kembali melakukan ritual
dengan melulur badannya atau “lolor” dan menguapkan tubuhnya dengan asap
dari dupa yang dibakar selama satu minggu setelah menikah. Hal tersebut
dimaksudkan agar tubuh terjaga tetap halus dan wangi.
“waktu setelah menikah saya minum jamu agar bisa punya anak. Diminum dua kali seminggu setiap jam 9 atau 10 malam dan diminumnya hari apa saja, tidak ada ketentuan harinya. Jamunya ditaruh di luar rumah supaya adem. Jamunya saya buat sendiri”.Ibu Zai (41 tahun)
Seletah menikah, pasangan suami istri akan mengharapkan kehadiran
keturunan yang tidak hanya diharapkan oleh pasangan yang menikah saja tetapi
juga bagi kedua keluarga besar dari pasangan tersebut. Agar mendapatkan
keturunan setelah menikah, perempuan Madura mengonsumsi ramuan tradisional
60
berupa jamu yang diminum dua kali dalam seminggu setiap malam hari. Jamu
tersebut terbuat dari:
- Daun asam yang masih muda (Tamarindi Folium)
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma)
Bahan-bahan tersebut direbus dan yang diminum hanya airnya saja. Manfaat
dari mengonsumsi jamu tersebut untuk membantu menyuburkan rahim agar
mudah untuk dibuahi. Perempuan yang telah menikah akan diberikan jamu
tersebut agar dapat dengan mudah memperoleh keturunan.
Selama masa pernikahan, perempuan mengonsumsi jamu galian rapet untuk
menjaga organ reproduksinya tetap rapat. Bahan-bahan dari jamu tersebut berupa:
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.
- Kunci (Boesenbergia pandurata)
- Sirih (Piper betle) – antioksida.
- Gula jawa
- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga
kesehatan vagina.
Perempuan yang telah menikah biasanya mengonsumsi jamu galian rapet
agar hubungan suami istri tetap terjaga dengan harmonis. Setelah melahirkan,
perempuan disarankan untuk rutin mengonsumsi jamu galian rapet agar organ
reproduksinya kembali seperti masih perawan.
61
3.2.1.3 Jamu Saat Hamil dan Melahirkan
Pada era modern saat ini, teknologi semakin berkembang dengan pesat.
Kemajuan teknologi dimaksudkan untuk membantu manusia dalam berkegiatan.
Perkembangan teknologi dalam dunia medis juga terus menciptakan inovasi
terbaru yang tujuannya agar manusia dimudahkan dalam menyembuhkan dan
merawat diri mereka dari hal-hal yang dapat merusak organ tubuh manusia.
Perkembangan teknologi tersebut tidak memengaruhi perempuan Madura yang
sedang hamil untuk memilih menggunakan tenaga medis modern dengan pergi ke
dokter dalam membantunya menjaga kesehatan ibu dan bayi selama masa
kehamilan.
Perempuan yang sedang hamil memilih untuk pergi ke dukun bayi dari pada
ke bidan atau puskesmas selama masa kehamilan sampai masa melahirkan. Dukun
bayi dianggap lebih mengetahui mengenai kehamilan. Meskipun dukun bayi
tersebut tidak memiliki dasar ilmu kesehatan yang diperoleh secara formal melalui
sekolah kebidanan ataupun kedokteran. Dukun bayi mendapatkan ilmu mengenai
cara menangani kehamilan dari orang tua mereka yang telah lebih dulu menjadi
dukun bayi. Meskipun begitu, perempuan Madura tetap memilih untuk
melahirkan dengan bantuan dukun bayi dari pada ke tenaga medis lainnya.
Dukun bayi dipilih karena penanganannya yang tidak seperti dokter
terhadap pasiennya tetapi lebih kepada seorang ibu yang membantu anak
perempuannya yang sedang hamil untuk melahirkan. Sentuhan yang lembut dan
dilakukan di rumah sendiri memberikan rasa nyaman kepada ibu hamil yang
sedang melakukan persalinan. Dukun bayi nantinya akan memberikan saran
62
mengenai apa saja yang harus dilakukan oleh ibu hamil selama masa kehamilan,
larangan, dan yang harus dikonsumsi.
Pada awal masa kehamilan, perempuan yang sedang hamil dilarang untuk
minum jamu karena dianggap akan berdampak tidak baik pada bayi dalam
kandungan. Ketika kandungan berusia tujuh bulan, dukun bayi akan memberikan
ramuan tradisional berupa jamu yang diminum sampai masa persalinan. Bahan
dari jamu tersebut berupa:
- Minyak kelapa (anti virus dan mengurangi rasa mual)
- Kuning telur ayam kampung
Minyak kelapa dapat diganti dengan madu, tetapi minyak kelapa dan madu
tidak dapat dicampur bersamaan. Kedua bahan tersebut dicampur dalam satu gelas
tanpa diaduk dan langsung diminum. Ramuan tersebut diminum setiap sepuluh
hari sekali sampai masa kelahiran. Mengonsumsi minyak kelapa dan kuning telur
dipercayai memberikan manfaat sebagai penguat bagi ibu dan bayi selama dalam
kandungan, serta saat melahirkan nantinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Ibu Dju (60tahun) “saat ingin melahirkan atau dari 7
bulan umur kandungan, minyak kelapa yang dibuat dari rebusan air kelapa
merah (nyur ecu) kemudian diambil minyaknya dicampur dengan kuning telur.
Diminum langsung tidak usah diaduk. Itu fungsinya supaya kuat saat melahirkan,
bayinya juga sehat. Sepuluh hari sekali semenjak 7 bulan sampai melahirkan”.
“kain dilipat lalu di atasnya dikasih campuran abu dari bakaran pohon yang sudah disaring jadi abu yang halusnya saja, dikasih asam, dikasih cuka sama garam terus itu kainnya langsung ditempel pada vaginanya, dipake dililitin kaya pembelut. Abis itu dikasih
63
param, sirih dengan merica sama dicampur cuka, diminum abis lahiran saja. Abis itu langsung bisa jalan”. Ibu Dju (60 tahun)
Setelah melahirkan, alat reproduksi (vagina) ibu tersebut akan ditempelkan
dengan ramuan tradisional Madura, berupa:
- Abu halus dari batang pohon yang dibakar
- Asam (Tamarindus Indica) – mendinginkan.
- Cuka siwalan
- Garam
Agar vagina kembali rapat pasca melahirkan tanpa harus dijahit. Ada pula jamu
yang diminum dari bahan-bahan:
- Param - melancarkan peredaran darah.
- Sirih (Piper betle) - antioksida dan anti jamur.
- Cuka siwalan
- Merica (Piper nigrum) - melancarkan peredaran darah.
Ramuan tradisional tersebut dibuat menjadi jamu yang dikonsumsi dengan
cara diminum. Jamu tersebut dipercayai dapat memulihkan tubuh dan
melancarkan peredaran darah pada ibu setelah melahirkan dan juga dapat
membantu membersihkan darah nifas pasca melahirkan. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan dari Ibu Har (26 tahun) “saya pake jamu seperti memulihkan
tubuh setelah melahirkan jadi harus minum jamu. Kalau disini wajib minum jamu
kalau tidak minum jamu darah putihnya tidak keluar, karena bisa menyebabkan
orang mati”. Jamu disarankan untuk dikonsumsi agar dapat mengembalikan
rahim pada bentuknya semula. Jamu digunakan juga untuk melancarkan Air Susu
64
Ibu (ASI) yang dibuat dari bahan-bahan berupa kodu (buah mengkudu)
dicampurkan dengan temulawak dan bawang putih, kemudian ditumbuk sampai
halus dan ditambahkan dengan air hangat.
Mengonsumsi ramuan tradisional setelah melahirkan dapat mengecilkan dan
menghangatkan kondisi rahim agar kembali saat sebelum hamil. Kembalinya
bentuk rahim seperti semula memengaruhi bentuk tubuh perempuan yang dapat
terlihat langsing dan tidak melar. Dapat pula menghilangkan bau badan dan
mengharumkan daerah kewanitaan, serta membuat kulut tubuh dan wajah menjadi
cerah bercahaya. Selama 40 hari setelah melahirkan, ibu yang melahirkan akan
diantarkan jamu oleh dukun bayi. Beberapa jamu tersebut, seperti:
• Jemo pejje
- Beluntas (Pluchea indica L) - antiseptik dan mengatasi keputihan.
- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) - mendinginkan.
- Daun papaya (Carica papaya L) - memberssihkan darah.
- Bawang putih (Allium sativum 'Solo garlic')
- Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb)
- Asam jawa (Tamarindus Indica) - mendinginkan dan melancarkan
peredaran darah.
- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menguatkan tubuh.
• Jemo pakak
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) -menyegarkan tubuh.
- Sirih (Piper betle) - melancarkan haid.
- Kelembak (Rheum officinale) - membersihkan darah.
65
- Pala (Myristica fragrans)
- Kunci (Boesenbergia pandurata) - menghilangkan keputihan.
- Belimbing gunug (Averrhoa bilimbi)
- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga
keelastisan vagina.
- Kapulaga (Amomum compactum)
- Cengkih (Syzygium aromaticum) - menghangatkan tubuh.
- Kayu rapet (Parameria laevigata) - menghilangkan nyeri.
- Delima putih (Punica granatum L.) - menghilangkan keputihan.
Rebus semua bahan hingga matang, biarkan hingga dingin lalu diminum air
rebusannya saja. Jamu pakak bermanfaat untuk menguatkan otot-otot pada organ
reproduksi. Kayu rapet merupakan salah satu tumbuhan yang dugunakan sebagai
bahan pembuatan jamu pakak. Kayu rapet merupakan tanaman yang banyak
tumbuh liar di hutan dan tempat lain yang bertanah tandus dengan cukup
mendapatkan sinar matahari, mengandung flavonoida dan polifenol, daunnya juga
mengandung saponin dan tanin, di mana kulit kayu rapet berkhasiat sebagai obat
untuk rahim yang nyeri sehabis bersalin (lihat dalam
http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/).
• Jemo bengkes
- Pulosari (Alyxia stellata Rest) - antibakteri.
- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) - menambah nafsu makan.
- Jahe (Zingiber officinale Rosc) – hangat.
66
- Bangle (Zingiber Purpureum Roxb) - membersihkan darah.
- Kedawung (Parkia timoriana) - menyegarkan tubuh.
Cara membuatnya dengan merebus seluruh bahan-bahan sampai matang,
setelah matang didinginkan lalu diminum. Jamu bengkes bermanfaat untuk
mencegah keluhan pada perut ibu setelah melahirkan. Temulawak merupakan
salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan jamu bengkes. Bagian yang
sering dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpang yang digunakan untuk
antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing,
obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan
rematik. Kurkuminoid pada kunyit berkhasiat sebagai antihepatotoksik
enthelmintik, antiedemik, analgesic. Selain itu kurkumin juga dapat berfungsi
sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Kurkumin juga berkhasiat mematikan
kuman dan menghilangkan rasa kembung karena dinding empedu dirangsang
lebih giat untuk mengeluarkan cairan pemecah lemak. Minyak atsiri pada kunyit
dapat bermanfaat untuk mengurangi gerakan usus yang kuat sehingga mampu
mengobati diare (lihat dalam http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345).
• Galian Rapet
- Kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) - menyegarkan tubuh.
- Kunci (Boesenbergia pandurata)
- Sirih (Piper betle) – antioksida.
- Gula jawa
67
- Manjakani (Quercus infectoria) - mengurangi keputihan dan menjaga
kesehatan vagina.
Jamu galian rapet dipercayai dapat memberikan manfaat pada organ
reproduksi pasca melahirkan, yaitu dapat memperbaiki otot-otot dan
mengembalikan organ reproduksi kembali rapat.
• Jamu pelancar ASI
- Beluntas (Pluchea indica L)
- Katuk (Sauropus androgynus)
- Mengkudu (Morinda citrifolia)
- Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Kencur (Kaempferia galangal)
- Madu
- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
Tanaman katuk dipercayai dapat membantu meningkatkan produksi ASI
pada ibu menyusui. Daun katuk mengandung steroid dan polifenol yang dapat
meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi akan meningkatkan,
mempercepat dan memperlancar produksi ASI. Tanaman daun katuk juga
mengandung beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein,
lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tannin (lihat dalam
academia.edu.documents/36363705/).
68
• Jemo godog
- Sambiloto (Andrographis paniculata) - menjaga daya tahan tubuh.
- Jahe (Zingiber officinale)
- Kunir (Curcumae Domesticae Rhizoma)
- Temu ireng (Curcuma aeruginosa)
- Kencur (Kaempferia galangal)
Selama 40 hari dukun bayi akan memberikan jamu yang bermanfaat untuk
kesehatan ibu, mengembalikan kondisi seperti sebelum hamil, melancarkan ASI,
merapatkan kembali organ reproduksi pasca melahirkan, dan mengembalikan
bentuk tubuh kembali langsing. Selama 40 hari pula, dukun bayi datang ke rumah
ibu yang baru saja melahirkan untuk memandikan bayinya. Pada pagi hari sekitar
pukul 06:00 dan sore hari pukul 16:00.
“sebelum melahirkan suami mengumpulkan batok kelapa dan cengkel (batang buah jagung) dikeringkan setelah itu batok dan cengkel dibakar hingga jadi arang. Kemudian ditaruh dibak, dicampur dengan air dan garam hingga asin. Kemudian disaring, air tersebut dicampur dengan jamu setelah melahirkan. Ada juga yang mencampurkan dengan cuka”. Ibu Har (26 tahun)
“Pake air kapur, batok kelapa, kapur dibakar dicampurkan ke jamunya.
Dicampur air anget, nanti jadi serbuk kentalnya, ditunggu sampai tidah anget,
sampai turun dulu. Kalo anget-anget tidak bisa buat jamu karena masih kental
nanti jadinya kaya bubur”. Ibu Dju (60 tahun). Ramuan tradisional yang
dikonsumsi setelah melahirkan biasanya akan ditambahkan dengan cuka, arang
atau air kapur.
69
Ramuan tradisional yang digunakan perempuan Madura setelah hamil tidak
hanya ramuan tradsional yang dikonsumsi dengan cara diminum seperti jamu.
Setelah melahirkan, perempuan Madura menggunakan param atas dan bawah.
Param meruapakan ramuan tardisional Madura yang digunakan dengan cara
melulur seluruh tubuh. Ramuan tradisional parem atas berupa:
- Kencur (Kaempferia galangal)
- Beras (Oryza sativa)
- Bunga melati (Jasminum Officinale) - mengontrol keringat.
- Kenanga (Cananga odorata) - menghaluskan.
Ramuan tradisional parem bawah menggunakan bahan-bahan yang hampir sama
dengan parem atas, bahan-bahan tersebut berupa:
- Kencur (Kaempferia galangal)
- Jahe (Zingiber officinale)
- Temulawak(Curcuma xanthorrhiza)
- Beras (Oryza sativa)
70
- Gambar 3.7. Parem Bawah dan Dupa
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Manfaat dari penggunaan parem adalah untuk mengembalikan tubuh
menjadi langsing karena dapat mengencangkan perut yang melar setelah
melahirkan dan melancarkan peredaran darah. Param atas dan bawah digunakan
dengan cara mengoleskan seluruh bahan ramuan tradisional tesebut pada tubuh
bagian atas (param atas) dan tubuh bagian bawah (param bawah). Param
dioleskan selama 40 hari dari hari pertama setelah melahirkan. Tanaman jahe
digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan parem bawah, di mana jahe
memberikan rasa hangat pada tubuhn bagian bawah. Jahe dikenal dengan sifat
termogeniknya. Itulah mengapa jahe sangat bagus untuk mempercepat
metabolisme tubuh dan mengurangi lemak pada orang-orang yang gemuk atau
kelebihan berat badan (lihat dalam http://health.liputan6.com/read/3035439/).
Selama 40 hari, ibu yang telah melahirkan disarankan untuk selalu
membasuh rambutnya saat mandi. Hal tersebut sebagai salah satu cara untuk
71
melancarkan ASI. Setelah mandi, ibu tersebut menguapkan seluruh tubuhnya
dengan menggunakan asap dari dupa yang dibakar, agar tubuh dan rambut
menjadi harum.
Lemak yang tertimbun pada bagian badan selama masa kehamilan
menyebabkan bentuk tubuh yang menjadi besar. Biasanya setelah melahirkan,
perempuan Madura melakukan perawatan khusus dengan menggunakan gurita3
dan bengkung4
- Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
untuk mengembalikan bentuk tubuh setelah melahirkan agar
kembali seperti semula yaitu tubuh yang kencang dan tidak mudah masuk angin.
Selama empat puluh hari setelah proses melahirkan, perut dibaluri dengan ramuan
tradisional berupa:
- Cemara ekor (Eucalyptus globules Labill)
Campuran tersebut diolah hingga halus kemudian dibalurkan pada perut dan
ditutup dengan bengkung, dililitkan tepat di bawah payudara hingga paha. Setelah
itu, gurita dipakai sama seperti bengkung yaitu tepat di bawah payudara tetapi
hanya sampai perut bagian bawah, agar payudara tidak turun dan perut tidak
kendur.
Saat ingin minum jamu, ibu tersebut dilarang untuk menggunakan gurita
dan bengkung karena akan memengaruhi peredaran darah pada tubuhnya. Sekitar
satu jam setelah mengonsumsi jamu, barulah diperbolehkan kembali
menggunakan gurita dan bengkung. Selama empat puluh hari, saat duduk dan
3 Kain yang dililitkan pada perut pasca melahirkan agar perut tidak kendor. 4 Kain yang memiliki lebar 15 cm dan panjang 12 cm.
72
tidur, posisi kaki harus diluruskan dan rapat, agar kaki tidak varises dan alat
reproduksi kembali rapat.
Perempuan (istri) Madura yang tidak lagi menginginkan kehamilan memilih
untuk menggunakan jamu yang terbuat dari bahan-bahan:
- Bawang putih tunggal (Allium sativum 'Solo garlic')
- Jahe (Zingiber officinale)
- Asam (Tamarindus indica)
Bahan-bahan tersebut ditumbuk hingga halus, kemudian dicampurkan
dengan air hangat dan jamu diminum setiap setelah menstruasi. Ramuan
tradisional tersebut dapat mengeringkan kandungan sehingga kandungan sulit
untuk dibuahi kembali. Perempuan (istri) yang masih ingin memiliki keturunan,
dilarang untuk mengonsumsi jamu yang bersifat ‘panas’ dan dianjurkan untuk
mengonsumsi jamu ‘dingin’ dengan berbahan dasar olahan daun-daunan.
3.2.1.4 Jamu sebagai Sarana Penyembuhan Penyakit dan Menjaga
Kesehatan
Pada dasarnya perempuan memiliki keinginan untuk tampil cantik. Oleh
karena itu, mereka melakukan berbagai cara untuk merawat tubuhnya tersebut.
Cara yang mereka lakukan agar dapat tampil cantik dengan menggunakan produk-
produk perawatan modern, berolahraga dan menggunakan ramuan tradisional
yang bagi sebagian perempuan sudah mulai dikonsumsi kembali karena bahan
dasar ramuan tradisional yang menggunakan tumbuh-tumbuhan alami.
73
Bagi perempuan Madura, menggunakan ramuan tradisional tidak hanya
untuk menjaga kecantikan dan merawat tubuh mereka saja, tetapi juga dapat
digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Mengonsumsi ramuan tradisional
sebagai sarana penyembuhan penyakit memang banyak dilakukan oleh
masyarakat di Indonesia sebagai salah satu metode pengobatan. Akan tetapi
karena perkembangan zaman yang semakin modern, pengobatan dengan cara
tradisional sudah mulai berkurang peminatnya, terutama di kalangan anak muda.
Hanya mereka yang berusia lanjut masih menggunakan ramuan tradisional.
Banyak dari perempuan Madura yang masih memilih menggunakan ramuan
tradisional sebagai cara penyembuhan yang tidak hanya bagi para orang tua tetapi
juga anak muda.
Ramuan tradisional yang dikonsumsi oleh perempuan Madura yang sudah
menginjak usia 40 tahun ke atas, biasanya mereka mengonsumsi ramuan
tradisional dalam bentuk jamu dengan bahan-bahan:
- Daun sirih (Piper betle)
- Jahe (Zingiber officinale)
- Kunci (Boesenbergia pandurata)
- Sinom (Tamarindus indica Linn)
Jamu tersebut bermanfaat untuk menjaga tubuh mereka tidak bau dan baik
untuk organ reproduksinya. Mengonsumsi rebusan air mengkudu merupakan
salah satu cara mereka untuk menjaga kesehatan agar tidak mudah terkena
penyakit. Buah mengkudu banyak ditanam di sekitar rumah mereka untuk diambil
buahnya yang masih muda, kemudian buah tersebut direbus dan diambil airnya
74
untuk diminum langsung ataupun dicampurkan dengan jamu sebagai pengganti air
biasa.
Minum jamu dianggap dapat menjaga kesehatan tubuh karena tidak ada
campuran bahan kimia. Bahan dasar dari jamu berasal dari tumbuhan alami.
Bahkan ada pula yang mengonsumsi jamu sekaligus dengan serbuk dari jamu
tersebut karena dianggap lebih bagus meminumnya langsung dengan serbuk jamu
sehingga manfaat yang didapat lebih baik. Serbuk dari jamu bertekstur halus yang
dapat diminum.
3.3 Cara Memperoleh Ramuan Tradisional
Ramuan tradisional Madura telah banyak diekspor ke beberapa negara
seperti Malaysia, Singapura dan Arab (dalam http://www.koranmadura.com).
Ramuan tradisional seperti jamu yang menjadi barang ekspor, jamu tersebut
berupa jamu untuk kesehatan dan jamu kuat saat berhubungan suami istri. Pada
masyarakat umumnya mengenal ramuan tradisional Madura bermanfaat bagi
hubungan intim suami istri, tetapi ramuan tradisional Madura tidak hanya
bermanfaat untuk hubungan intim suami istri saja, ada juga ramuan tradisional
yang memiliki manfaat baik bagi kesehatan.
Orang Madura menggunakan ramuan tradisional untuk menjaga kesehatan
mereka, khususnya bagi perempuan. Perempuan Madura khususnya di Desa
Prenduan menggunakan ramuan tradisional sebagai cara mereka dalam merawat
tubuh. Ramuan tradisional dipilih karena pengetahuan lokal mereka mengenai
75
kegunaan dari ramuan tradisional yang baik bagi tubuh. Perempuan yang telah
melahirkan biasanya mengonsumsi lebih banyak ramuan tradisional untuk
mengebalikan kondisi tubuhnya seperti sebelum hamil atau kembali normal.
Bentuk tubuh yang kembali terlihat langsing dan tidak melar, serta dapat
mengembalikan kondisi kesehatan tubuh mereka kembali sehat sehingga dapat
melakukan aktivitas dengan normal.
Saat ini, untuk memperoleh ramuan tradisional Madura sangat mudah
karena banyak toko yang menjual ramuan tradisional dan ada juga penjual jamu
keliling. Ramuan tradisional yang dijual di toko jamu, biasanya berupa jamu
kemasan yang hanya dengan menambahkan air hangat untuk dapat
mengonsumsinya. Ada pula toko jamu yang membuat jamu sendiri dengan bahan-
bahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, kemudian diracik oleh penjual jamu
tersebut, disesuaikan dengan pesanan konsumen. Penjual jamu kemasan biasanya
menjualkan jamu yang dikemas dalam satu kotak kecil, di mana setiap kotaknya
terdiri dari beberapa bungkus jamu siap minum.
Penjual jamu yang meracik sendiri jamu yang ia jual biasanya sering
mendapatkan pesanan dari perempuan di Desa Prenduan yang harus mengonsumsi
jamu dalam jumlah yang tidak sedikit, seperti jamu untuk perempuan yang ingin
menikah, di mana perempuan yang ingin menikah mengonsumsi jamu sebagai
salah satu persiapan sebelum pernikahan untuk mempersiapkan pengantin
perempuan secara jasmani sebelum berlangsungnya pernikahan dan ada juga jamu
untuk ibu setelah melahirkan, di mana ibu yang telah melahirkan mengonsumsi
jamu selama 40 hari untuk mengembalikan tubuhnya kembali seperti kondisi
76
sebelum hamil, yang tidak hanya untuk mengembalikan bentuk tubuh tetapi juga
untuk mengembalikan kesehatan dari ibu tersebut.
Adanya penjual jamu keliling memudahkan perempuan yang memiliki
banyak aktivitas di dalam rumah. Penjual jamu keliling menjualkan dagangannya
dari rumah ke rumah dengan harga yang relatif murah. Namun, penjual jamu
keliling hanya menjual jamu untuk kebutuhan sehari-hari. Penjual jamu membawa
air rebusan dari beberapa bahan-bahan jamu yang ditaruh dalam botol beling,
sehingga saat ada yang membeli jamu, penjual jamu tinggal menuangkan
beberapa bahan dalam satu gelas berukuran sedang untuk diminum oleh pembeli,
satu gelasnya dihargai sekitar Rp 7.000.
Bagi beberapa perempuan, terutama yang telah lama dan terbiasa
mengonsumsi jamu, mereka lebih memilih untuk membuatnya sendiri. Mereka
menganggap bahwa rasa dari jamu yang dijual oleh penjual jamu tidak seenak
dengan buatan mereka sendiri. Jamu yang dijual dianggap memiliki rasa yang
kurang enak karena rasa dari setiap bahan yang digunakan tidak begitu terasa saat
diminum. Jamu yang dapat dibuat sendiri biasanya hanya jamu yang bermanfaat
bagi kesehatan tubuh, seperti jamu yang dibuat dari rebusan daun siri yang
ditambahkan dengan asam, kunci, madu dan kencur. Akan tetapi, mereka memilih
untuk membeli ramuan tradisional yang dijual di toko atau penjual ramuan
tradisional lainnya untuk memperoleh ramuan tradisional dalam jumlah banyak,
seperti jamu yang dikonsumsi saat melahirkan dan sebelum pernikahan atau
persiapan pernikahan.
77
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat ramuan tradisional
didapatkan dengan cara membelinya ke pasar tradisional. Pasar buka setiap hari
dan menjadi kegiatan rutin perempuan khususnya yang telah menikah, pergi ke
pasar untuk membeli bahan-bahan kebutuhan rumah tangga. Pedagang menjual
bahan-bahan untuk membuat jamu dalam bentuk tumbuhan-tumbuhan yang belum
diolah, sehingga sebelum mengolahnya menjadi jamu, bahan-bahan tersebut
biasanya dikeringkan terlebih dahulu agar dapat bertahan lama. Ada pula yang
langsung mengolahnya karena jamu yang dibuat merupakan jamu yang akan
langsung dikonsumsi.
3.4 Pandangan Medis mengenai Penggunaan Ramuan Tradisional pada
Perempuan
Perkembangan medis yang semakin maju mengakibatkan pengetahuan lokal
masyarakat akan pengobatan seperti disalahkan karena medis memiliki patokan
ukuran penanganan akan penyembuhan atau pencegahan penyakit yang baik dan
benar.
Ramuan tradisional merupakan bagian dari pengobatan di masyarakat
berdasarkan dengan pengetahuan lokal dari kelompok masyarakat dalam
mengatasi permasalahan yang dialami pada tubuh mereka. Penggunaan ramuan
tradisional dianggap cukup untuk menjaga tubuh mereka tetap sehat. Hal tersebut
sudah berlangsung sejak dulu, di mana pada saat itu pengobatan dengan cara
modern belum ditemukan. Terdapat manfaat baik yang dirasakan setelah
78
menggunakan ramuan tradisional, maka pengetahuan akan menjaga tubuh agar
tetap sehat dengan menggunakan ramuan tradisional tetap diturunkan.
Perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan menggunakan ramuan
tradisional untuk merawat tubuh mereka agar tetap sehat. Penggunaan ramuan
tradisional seperti jamu tidak disalahkan oleh tenaga medis modern yaitu dokter
dan bidan tetapi juga tidak disarankan untuk dilakukan. Medis menganggap jamu
baik untuk menjaga kesehatan pada perempuan karena berbahan dasar tumbuhan
alami dan tidak memiliki efek samping yang membahayakan tubuh, tetapi dengan
proses pengolahan yang baik dan benar. Bahan dasar dari pembuatan jamu seperti
tumbuh-tumbuhan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum diolah.
Membersihkannya dengan mencuci bahan-bahan yang akan diolah menggunakan
air yang mengalir. Alat yang digunakan untuk mengolah jamu harus bersih dari
kotoran yang menempel pada peralatan tersebut.
Tubuh perempuan yang paling rentan terkena penyakit dan mengalami sakit
yaitu ketika perempuan tersebut sedang hamil. Ibu yang sedang hamil harus
memerhatikan apapun yang dikonsumsi karena akan berdampak pula pada bayi
yang ada dalam kandungannya. Pada perempuan Madura di Desa Prenduan, saat
masa kehamilan dalam usia kandungan tujuh bulan maka ada jamu yang harus
diminum oleh ibu hamil agar bayi dalam kandungan menjadi sehat. Terdapat
perbedaan pendapat antara tenaga medis yang berasal dari luar Pulau Madura atau
bukan orang Madura asli dengan tenaga medis yang memang orang Madura.
Menurut Ibu Li (30 tahun) yang memeriksakan kandungannya pada dokter di
Rumah Sakit, dokter yang menanganinya berasal dari luar Pulau Madura,
79
mengatakan bahwa tenaga medis yang bukan berasal dari Madura menganggap
minum jamu berbahaya bagi kandungan karena berdampak pada kesehatan bayi.
Ibu hamil lebih disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat seperti ikan dan
minum susu agar ibu dan bayi dalam kandungan kuat sampai masa persalinan.
Lain halnya dengan tenaga medis yang memang orang Madura, mereka
memperbolehkan ibu hamil untuk mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu
karena tenaga medis yang memang orang Madura masih ada yang mengonsumsi
jamu selama masa kehamilannya. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang
dibicarakan oleh Bidan Rah (36 tahun) “saya tidak minum jamu waktu hamil tapi
memang ibu saya menyarankan untuk minum jamu. Setelah melahirkan baru saya
minum jamu. Bayi saya Alhamdulillah sehat-sehat aja tidak terjadi apa-apa.
Sebenarnya saya tidak menyarankan ibu hamil untuk minum jamu, tapi kalau
emang ada yang tetap minum jamu selama masa kehamilan, saya juga tidak
melarang, karena memang masih ada yang minum jamu saat hamil, selama
kualitas dari jamu tersebut jelas dan diolah dengan benar. Jangan beli jamu
sembarangan, belinya ditempat yang terjamin, yang paling aman lebih baik bikin
sendiri jamu di rumah. Karena kita tau bahan apa saja yang akan kita konsumsi,
tapi sebaiknya menurut saya tidak usah minum jamu terlebih dahulu selama
hamil”.
Perbedaan pendapat antara tenaga medis yang memang orang Madura dan
bukan orang Madura tidak hanya pada apa saja yang dikonsumsi oleh ibu hamil,
tetapi juga pada penggunaan bantuan dukun bayi saat melahirkan. Tenaga medis
yang bukan orang Madura tidak mengizinkan untuk melakukan proses persalinan
80
pada dukun bayi karena ditakutkan terjadi hal-hal yang dapat membahayakan ibu
dan bayi. Jika tidak menggunakan dukun bayi maka ibu hamil tersebut juga tidak
akan mengonsumsi jamu selama masa hamil dan melahirkan karena ibu hamil
biasanya memperoleh jamu selama hamil sampai empat puluh hari setelah
melahirkan dari dukun bayi tersebut. Sementara itu, tenaga medis yang memang
orang Madura mengizinkan ibu hamil jika ingin menggunakan bantuan dukun
bayi pada saat proses melahirkan. Bahkan tenaga medis tersebut menggunakan
jasa dukun bayi untuk membantunya dalam proses melahirkan.
Perempuan Madura di Desa Prenduan memang lebih memilih untuk
menggunakan ramuan tradisional untuk merawat tubuhnya, tetapi terkadang
mereka juga pergi ke dokter atau bidan untuk memeriksakan kondisi kesehatan
dan untuk menyembuhkan penyakit. Jika rasa sakit tersebut tetap dirasakan
setelah mengonsumsi ramuan tradisional maka mereka akan pergi ke dokter untuk
menyembuhkan penyakit tersebut, begitu pula pada keadaan sebaliknya.
81
BAB IV
MANFAAT PENGGUNAAN RAMUAN TRADISIONAL
DALAM MERAWAT TUBUH MENURUT PEREMPUAN MADURA
4.1 Sehat bagi Perempuan Madura di Desa Prenduan
Menjadi sehat merupakan hal yang terpenting bagi manusia. Ketika tubuh
sehat, manusia dapat bekerja dan menjalankan aktivitasnya secara normal.
Kesehatan pada perempuan saat ini dirasa sangat penting, karena selain untuk
merawat tubuhnya, kesehatan juga berpengaruh pada kecantikan perempuan
tersebut. Kecantikan disini diartikan sebagai perempuan yang dapat menjaga
kebersihan tubuhnya (Ardhie, 2014:255). Pada kehidupan rumah tangga,
perempuan menjalankan dua peran, yaitu sebagai istri dan ibu. Kedua peran
tersebut mengharuskan mereka untuk selalu memiliki tubuh yang sehat.
Menurut WHO (1981 : 83) sehat tidak hanya menyangkut kondisi fisik,
melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang (Sarwono, 1993: 31).
Perempuan di Desa Prenduan mempunyai konsep sehatnya sendiri, di mana
konsep sehat menurut perempuan Madura di Desa Prenduan yaitu saat keadaan
tubuh mereka masih dapat melakukan aktivitas di dalam maupun di luar rumah
dengan baik. Tetapi tubuh tidak selamanya dapat terus tetap sehat. Ketika tubuh
terkena penyakit, maka harus dilakukan penanganan penyembuhan pada tubuh
agar kembali sehat. Konsep sehat dan sakit pada perempuan di Desa Prenduan
berkaitan dengan pemahaman mengenai etnomedisin yang digunakan masyarakat
sebagai sarana pengobatan. Pengobatan merupakan tindakan individu dan kolektif
82
dalam sistem sosial, yang di dalamnya mencakup rekayasa teknologi dan
pengetahuan lokal terhadap kegunaan jenis tumbuhan serta unsur lainnya.
Setiap daerah di Indonesia memiliki caranya tersendiri dalam menjaga
kesehatan. Perbedaan yang terjadi di masyarakat mengenai pilihan mereka dalam
cara merawat tubuh, yaitu masyarakat yang memilih menggunakan cara modern
dengan masyarakat yang masih menggunakan cara tradisional dalam menjaga
kesehatan. Begitu pula dengan cara menjaga kesehatan atau merawat tubuh yang
terjadi pada masyarakat Madura khususnya bagi perempuan di Desa Prenduan,
Sumenep. Kebudayaan dari masyarakat setempat yang hingga saat ini masih
memaknai ramuan tradisional sebagai salah satu bentuk pengobatan ketika terkena
penyakit, maupun untuk menjaga tubuh mereka tetap sehat. Mengonsumsi jamu
telah menjadi kebiasaan di masyarakat khusnya pada perempuan, sehingga jamu
telah menjadi bagian dari mereka. Hal tersebut selaras dengan konsep Marvin
Harris (1997) yang mengatakan bahwa kebudayaan yang menyangkut nilai, motif,
peranan moral etik, dan maknanya sebagai sistem sosial dalam sebuah
lingkungan. Kebudayaan tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan
keseluruhan institusi hidup manusia. Kebudayaan merupakan hasil belajar
manusia termasuk di dalamnya tingkah laku dalam praktik pengobatan (Humaedi,
2015: 7).
Kehidupan perempuan di Desa Prenduan masih banyak yang menggunakan
cara tradisional dalam menjaga kesehatannya. Walaupun perkembangan dunia
medis sudah semakin maju dengan menggunakan cara yang modern, yaitu tenaga
medis berpendidikan dan berpengalaman, juga penggunaan teknologi modern.
83
Namun, perempuan di Desa Prenduan masih tetap menggunakan cara tradisional
dalam merawat tubuh mereka agar tetap sehat. Mereka juga menggunakan cara
tradisional dalam menyembuhkan penyakit yaitu dengan memanfaatkan ramuan
tradisional seperti jamu dengan bahan-bahan yang alami sebagai media
pengobatan.
Penggunaan ramuan tradisional pada masyarakat merupakan bentuk dari
pengetahuan lokal mereka terhadap cara merawat tubuh dan menyembuhkan
penyakit yang tidak menggunakan pengobatan modern, merupakan hasil dari
perkembangan budaya masyarakat setempat (Foster dan Anderson, 2002:62).
Perempuan di Desa Prenduan merupakan perempuan yang aktif bekerja, di mana
mereka memiliki aktivitas yang padat setiap harinya. Banyaknya aktivitas yang
dilakukan oleh perempuan di Desa Prenduan mengharuskan mereka untuk tetap
sehat.
Kondisi cuaca di Madura yang panas karena merupakan wilayah kepulauan
mengakibatkan aktivitas yang dilakukan masyarakat (khususnya bagi perempuan)
di luar rumah memiliki berbagai macam resiko, termasuk dalam terkena penyakit.
Ketika beraktivitas di luar rumah, perempuan Madura di Desa Prenduan tidak
menggunakan sunblock sebagai pelindung tubuh mereka dari sinar matahari yang
dapat langsung mengenai kulit. Perempuan Madura di Desa Prenduan memilih
untuk menggunakan baju dengan lengan panjang dan penutup kepala berupa kain
seperti kerudung. Hal tersebut terkait dengan ketentuan dalam Agama Islam yang
merupakan agama mayoritas di Madura, bahwa perempuan harus menutup
auratnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali pada bagian wajah dan
84
telapak tangan. Adapula yang memilih untuk tidak melakukan kegiatan di luar
ruangan saat siang hari karena tidak ingin kulitnya terbakar akibat terkena sinar
matahari.
Agar kulit tetap terawat, perempuan di Desa Prenduan menggunakan bedak
putih atau lolor yang diusapkan pada seluruh tubuh dan wajah. Lolor digunakan
untuk mengangkat kotoran yang menempel pada tubuh dan wajah akibat aktivitas
sehari-hari, memberikan manfaat yang baik bagi kesehatan kulit. Bedak putih
yang bersifat dingin dapat mengimbangi kondisi kulit tubuh dan wajah yang panas
akibat terbakar sinar matahari.
Perempuan Madura di Desa Prenduan yang aktif melakukan kegiatan di luar
ruangan memang cenderung memiliki kulit yang lebih gelap karena cuaca di
Madura yang sangat panas, karena wilayah Madura yang merupakan kepulauan,
di mana musim hujan relatif lebih sebentar dibandingkan dengan musim kemarau,
hanya di daerah yang letaknya tinggi terdapat enam bulan musim hujan yang terus
menerus (Huub de Jonge, 1989:8). Sementara itu, letak Desa Prenduan yang dekat
dengan garis pantai mengakibatkan udara pada Desa Prenduan cenderung panas.
Tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalang perempuan di Desa Prenduan untuk
tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, karena mereka menganggap bahwa
ketika mereka dapat tetap menjalankan aktivitasnya dengan baik maka kondisi
tubuh dalam keadaan sehat.
Secara medis, kerentanan seseorang terkena penyakit atau tidak tergantung
dari sistem imun atau antibodi seseorang, semakin kuat antibodi pada tubuh, maka
semakin kebal dari penyakit (Ardhie, 2014:279). Antibodi seseorang dapat
85
diperoleh salah satunya dari mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
mengandung banyak vitamin. Begitupun dengan perempuan Madura, salah satu
upaya mereka dalam menjaga kesehatan selain mengonsumsi ramuan tradisional
juga diimbangi dengan mengonsumsi makanan yang baik untuk tubuh, seperti
ikan. Umumnya, banyak para istri di Desa Prenduan menyediakan makanan
berupa ikan untuk dikonsumsi oleh anggota keluarganya karena mudah
didapatkan dan juga baik bagi kesehatan. Selain itu, kecenderungan mengonsumsi
ikan juga terjadi akibat faktor lingkungan yang ikut andil dalam memengaruhi
masyarakat untuk mendapatkan makanannya.
Madura merupakan daerah kepulauan, di mana wilayahnya dikelilingi oleh
laut. Masyarakat Madura yang mayoritas bekerja sebagai nelayan sehingga
memudahkan masyarakat untuk mendapatkan ikan. Ikan termasuk makanan yang
mengandung protein tinggi dan baik bagi kesehatan tubuh. Tidak hanya ikan,
Desa Prenduan yang memiliki topografi pesisir dan pegunungan, di mana pada
daerah pegunungan, masyarakat banyak yang berkebun dengan menanam
tanaman-tanaman yang memiliki nilai jual, seperti umbi-umbian dan sayur-
sayuran untuk dikonsumsi. Hal tersebut memudahkan masyarakat setempat untuk
mendapatkan sayur-sayuran, tetapi masyarakat cenderung kurang menggunakan
sayur sebagai makanan sehari-hari, sehingga masyarakat Desa Prenduan lebih
sering mengonsumsi ikan dibandingkan dengan mengonsumsi sayur.
Pengetahuan masyarakat mengenai jenis makanan yang sehat seperti ikan
dan sayur, karena kedua makanan tersebut mudah untuk didapatkan di sekitar
mereka. Dengan demikian, secara tidak langsung terlihat jelas bagaimana
86
lingkungan turut serta memengaruhi kehidupan mereka, khususnya dalam hal
menjaga kesehatan tubuh lewat konsumsi makanan.
4.2 Ramuan Tradisional sebagai Cara Merawat Tubuh
Masyarakat Madura gemar mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu
terutama bagi perempuan Madura. Kesehatan pada perempuan Madura masih
menganut budaya asli atau tradisional dalam pemeliharaan kesehatan dan praktik
pengobatannya. Praktik pengobatan dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat
biasanya masih menggunakan cara tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan
obat yang dijadikan sebagai jamu. Cara pengobatan pada masyarakat yang masih
menggunakan sistem pengobatan tradisional karena sudah terbentuk secara turun-
temurun.
Ramuan tradisional Madura memiliki latar belakang budaya yang kental, di
mana ramuan tradisional tersebut sudah ada sejak nenek moyang dan telah turun-
temurun diakui khasiatnya. Budaya memiliki pengaruh terhadap kehidupan
perempuan Madura di Desa Prenduan dan terhadap perilaku mereka dalam
merawat tubuh agar tetap sehat. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009: 144).
Kebudayaan yang ada di tiap daerahpun berbeda satu dengan yang lainnya.
Kebudayaan juga merupakan kepercayaan masyarakat terhadap suatu yang
diyakini dan dijalani.
87
Pada perempuan Madura di Desa Prenduan, mereka memiliki kebiasaan
untuk mengonsumsi jamu. Hal itu dikarenakan adanya pengaruh dari kepercayaan
mereka akan manfaat baik yang dihasilkan setelah mengonsumsi jamu. Paling
tidak sedari belia perempuan Madura sudah mengonsumsi jamu yang telah
disediakan oleh orang tuanya. Hal tersebut menjadi kebiasaan bagi perempuan
hingga mereka tumbuh dewasa. Mengonsumsi jamu bagi perempuan di Desa
Prenduan merupakan bentuk dari tindakan kebudayaan yang dibiasakan dengan
belajar ( Koentjaraningrat, 2009:145).
Meskipun teknologi pada dunia kesehatan telah sangat maju dengan
penggunaan teknologi-teknologi canggih untuk membantu tenaga medis modern
dalam menjaga dan menyembuhkan penyakit pada manusia. Akan tetapi,
masyarakat di negara-negara berkembang biasanya masih banyak yang memilih
untuk menggunakan cara tradisional untuk mengatasi sendiri gejala-gejala sakit
yang dideritanya, yaitu dengan sekedar beristirahat, minum jamu, dan pergi ke
dukun atau ahli pengobatan tradisional lainnya. Minum jamu bukan merupakan
hal asing tetapi telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia khususnya
Jawa dan Madura.
Pada masyarakat Madura upaya menjaga kesehatan, mencegah penyakit,
maupun pengobatan suatu penyakit yang diderita biasanya dilakukan dengan
mengonsumsi ramuan tradisional berupa jamu. Jamu merupakan minuman
tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan
berkhasiat yang sudah biasa digunakan oleh masyarakat setempat secara turun-
temurun (Afiani, 2003). Pada Masyarakat Madura, ramuan tradisional biasa
88
digunakan sebagai sarana pengobatan. Definisi pengobatan tradisional menurut
World Health Organization (WHO) tahun 1996 adalah upaya menjaga dan
memperbaiki kesehatan dengan cara-cara yang telah ada sebelum munculnya
pengobatan modern. Pengobatan tradisional itu sendiri dapat berupa pemijatan,
dikerok seperti ketika masuk angin (Atika, 2010), tumbuh-tumbuhan, ramuan
berbahan dasar tumbuh-tumbuhan yang diolah, biasanya dikonsumsi dalam
bentuk jamu.
Pemanfaatan terhadap tumbuhan sebagai bahan dasar pembuatan ramuan
tradisional dilihat dari manfaat yang terkandung dalam tumbuhan tersebut,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dari ramuan tradisional yang
digunakan untuk pengobatan penyakit dan menjaga kesehatan. Penggunaan
tanaman dan tumbuhan untuk penyembuhan suatu penyakit dilakukan atas
pengetahuan lokal masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam, sehingga
masyarakat memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan dasar ramuan
tradisional untuk pengobatan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai sarana pengobatan
akhirnya menjadi budaya masyarakat Madura yang sudah terjadi secara turun-
temurun dari dulu.
Melalui pemanfaatan tanaman untuk menjadi obat-obatan membuat
perempuan Madura memiliki pengobatannya sendiri atas penyakit yang
dimilikinya. Tidak hanya digunakan saat menyembuhkan penyakit tetapi juga
untuk menjaga tubuh mereka agar tidak terkena penyakit. Bagi perempuan
Madura di Desa Prenduan, merawat tubuh merupakan suatu keharusan, karena
ketika terkena penyakit maka mereka tidak dapat melakukan aktivitas. Sehat yang
89
dimaksudkan yaitu ketika tubuh dapat bergerak aktif secara normal, tidak ada
gejala-gejala yang timbul pada tubuhnya dan tidak mengharuskan tubuh untuk
beristirahat dengan tanpa melakukan kegiatan apapun.
Pemanfaatan akan ramuan tradisional oleh masyarakat mudah untuk
didapatkan karena tumbuhan yang digunakan sebagai bahan dasar ramuan
tradisional dapat ditemui di sekitar mereka. Pasar menjadi tempat mereka
mendapatkan bahan-bahan tersebut. Saat ini, ramuan tradisional sudah dapat
dibeli dalam bentuk kemasan karena sudah banyak yang menjual, sehingga para
konsumen dari ramuan tradisonal tidak harus membuatnya sendiri tetapi dapat
mengonsumsi ramuan tradisional seperti jamu dengan langsung menyeduhnya
dengan air hangat. Bentuk jamu Madura yang sangat kental mengakibatkan jamu
Madura tidak dapat diseduh dengan air panas karena tekstur jamu akan berbentuk
padat seperti bubur sehingga tidak dapat diminum. Tidak hanya berbentuk jamu
yang dikonsumsi dengan menambahkan air hangat, tetapi terdapat juga ramuan
tradisional yang dibuat dalam bentuk kapsul, yang semakin memudahkan
perempuan untuk mengonsumsinya tanpa harus merasakan pahit seperti saat
minum jamu. Ada pula yang masih tetap memilih untuk membuatnya sendiri
karena merasa sudah terbiasa membuat ramuan tradisional untuk dikonsumsi
sehari-hari sebagai cara merawat tubuhnya agar tetap sehat. Pengetahuan untuk
membuat ramuan tradisonal tersebut didapatkan dari ibu yang diturunkan kepada
anaknya.
“Kalau minum jamu badan jadi tidak loyo, jadi seger. Tidak bau juga, badan jadinya harum. Coba kalau tidak minum jamu, belum tua sudah loyo. Saya ini ya sudah umur 60 tahun jalan kaki 2 kilo aja masih
90
kuat. Tidak ada penyakit yang aneh-aneh. Saya sehat-sehat sampai sekarang. Ibu saya meninggal umurnya sudah 100 lebih, tahun 2000 meninggalnya. Coba sekarang yang tidak minum jamu, ada penyakit tumornya, banyak penyakit aneh-aneh”. Ibu Dju 60 tahun.
Berdasarkan pernyataan Ibu Dju yang rutin menggunakan ramuan
tradisional seperti jamu yang diminum untuk merawat tubuh agar tetap sehat
menggambarkan etnomedisin yang masih digunakan oleh perempuan Madura di
Desa Prenduan. Ibu Dju tidak mengonsumsi vitamin dalam bentuk kapsul untuk
menjaga tubuhnya tetap sehat. Pengetahuan yang diberikan oleh ibunya mengenai
ramuan tradisional Madura beserta khasiatnya mengakibatkan kebiasaan akan
mengonsumsi ramuan tradisional untuk menyambuhkan penyakit dan menjaga
tubuh agar tetap sehat secara terus-menerus diturunkan kepada anak dan cucunya.
Perempuan Madura di Desa Prenduan yang sudah masuk dalam usia lanjut yaitu
60 tahun ke atas menggunakan ramuan tradisional secara rutin untuk menjaga
tubuh mereka tetap sehat dan kulit tidak kendur, walaupun masih adanya kerutan
di wajah. Pemilihan ramuan tradisional pada perempuan Madura sebagai cara
merawat tubuh agar tetap sehat merupakan bentuk dari kebudayaan masyarakat.
Ramuan tradisional yang digunakan merupakan hasil dari kepercayaan dan
praktik-praktik terhadap kesehatan yang berkenaan dengan sehat dan sakit, yang
merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri dan tidak
berasal dari kerangka konseptual kedokteran modern (Hughes 1968: 99 dalam
Foster dan Anderson).
Kelebihan dari penggunaan ramuan tradisional oleh perempuan Madura
karena dianggap tidak berbahaya, di mana bahan yang digunakan dalam
91
pembuatan jamu menggunakan bahan alami. Menurut Ibu Zai (41 tahun)
pemilihan untuk menggunakan ramuan tradisional dibandingkan dengan cara
modern, karena ramuan tradisional dianggap lebih aman untuk dikonsumsi. Ibu
Zai memilih untuk minum ramuan tradisional berupa jahe (Zingiber officinale),
bawang putih tunggal (Allium sativum 'Solo garlic') dan asam (Tamarindus
Indica) yang digiling hingga halus, kemudian diseduh dengan menggunakan air
hangat dalam satu gelas berukuran kecil, setelah itu diminum setiap habis
menstruasi. Ramuan tersebut dikonsumsi oleh Ibu Zai agar tidak dapat hamil
kembali.
“saya minum campuran jahe, bawang putih yang hanya satu bulat sama asem. Saya tumbuk sampai halus abis itu saya kasih air hangat, setelah itu saya minum setiap habis ment. Saya minum itu selama 11 tahun karena sudah terbiasa. Sampai waktu saya menikah lagi yang kedua kalinya dan suami yang menginginkan anak perempuan karena saya punya dua anak laki-laki semua, sudah tidak bisa, karena minum jamu itu jadi tidak bisa hamil lagi”. “saya tidak mau minum pil-pilan (pil KB) itu bahaya kalau pil-pilan begitu. Mending minum jamu saja. Sayanya juga jadi sehat dan tidak jadi gemuk. Kalau minum pil-pil itu badan bisa jadi gemuk dan minumnya harus terus-terus kalau tidak ya bisa hamil lagi. Sebenernya minum jamunya tidak harus 11 tahun seperti saya tapi saya sudah jadi kebiasaan minun jamu”. Ibu Zai (41 tahun)
Ibu Zai lebih memilih untuk menggunakan ramuan tradisional tersebut
karena tidak mau menggunakan pil KB (Keluarga Berencana). Pil KB atau pil
kontrasepsi merupakan metode untuk mencegah kehamilan. Mengandung dua
jenis hormon, yaitu estrogen dan progestin dalam dosis rendah yang menyerupai
hormon estrogen dan progestin asli pada tubuh wanita. Estrogen dan progesteron
92
adalah dua hormon yang mengatur siklus menstruasi. Pil KB dapat mengatur
hormon, sehingga proses ovulasi atau pematangan sel telur bisa dicegah (lihat
dalam http://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/25/).
Bagi perempuan Madura di Desa Prenduan penggunaan pil KB dianggap
berbahaya bagi tubuhnya, di mana tubuh akan menjadi besar atau gemuk dan akan
ketergantungan jika menggunakan pil KB sebagai cara menghentikan kehamilan.
Kandungan dari bahan-bahan yang digunakan dalam jamu yang diminum untuk
menghentikan kehamilan mengandung unsur ‘panas’, di mana dapat membuat
rahim menjadi kecil sehingga sulit untuk dibuahi.
Penggunaan ramuan tradisional oleh Ibu Zai tidak hanya saat ingin
menghentikan rahimnya untuk dapat mengandung kembali, tetapi juga ketika
sebelum memiliki anak dan ingin mendapatkan anak Ibu Zai memilih untuk
menggunakan cara-cara tradisional seperti mengonsumsi jamu dari campuran
daun asam (Tamarindi Folium) yang masih muda dan kunyit (Curcumae
Domesticae Rhizoma) yang diminum dua kali dalam satu minggu, setiap sebelum
tidur atau sekitar pukul 9/10 malam. Mengonsumsi jamu tersebut secara rutin
bermanfaat bagi kesuburan rahim perempuan, di mana rahim mudah untuk
dibuahi karena dengan mengonsumsi jamu maka tubuh akan sehat, dan suhu
tubuh dalam keadaan stabil, dengan kedaan tersebut tubuh dapat bekerja secara
maksimal. Jamu yang digunakan berbahan dasar daun-daunan, karena jamu yang
dikonsumsi oleh perempuan (istri) yang ingin memiliki keturunan merupakan
jamu ‘dingin’ tidak seperti jamu yang dikonsumsi untuk menghentikan terjadinya
kehamilan kembali yang bersifat ‘panas’ karena akan memengaruhi rahim.
93
Tenaga medis modern melarang perempuan (istri) untuk mengonsumsi jamu
karena jamu dianggap dapat membuat rahim menjadi kering sehingga sulit untuk
dibuahi.
Pemilihan dalam menggunaan ramuan tradisional oleh Ibu Zai karena
dengan cara tersebut dianggap efektif, kelebihan dari penggunaan ramuan
tradisional yang tidak hanya efektif tetapi juga praktis untuk dilakukan dan
ekonomis. Hal tersebut sangat berbeda dengan cara modern untuk mendapatkan
keturunan. Pada pengobatan modern, saat ini telah ditemukan teknologi yang
dapat membantu pasangan suami istri untuk memperoleh keturunan. Cara
memperoleh keturunan dilakukan dengan pembuahan di dalam tabung yang
bernama In Vitro Fertilization (IVM). Menggunakan IVM memerlukan biaya
yang tidak sedikit, dan dalam prosesnya sel telur diambil dengan menggunakan
alat yang dimasukan melalui vagina kemudian dipindahkan ke dalam tabung
sampai terjadinya pembuhan, setelah itu dimasukkan kembali ke rahim dengan
cara yang sama untuk proses perkembangan bayi hingga melahirkan. Rangkaian
dari proses penggunaan IVM dianggap merugikan perempuan (Jennifer, 1992).
Ramuan tradisional seperti jamu tidak hanya dipercayai masyarakat dalam
merawat tubuh agar tetap sehat. Tetapi telah banyak pula digunakan sebagai cara
pengobatan masyarakat dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit.
“ibu dulu pernah punya penyakit kencing manis. Gula ibu sudah tinggi sampai ada gumpalan daging kecil yang muncul di punggung. Ibu ke rumah sakit buat nyembuhin ya tapi tidak ada perubahan. Ada teman yang menyarankan untuk minum jamu saja. Ibu minum jamu, tidak
94
lama ibu sembuh dan daging yang di punggung mengering terus copot dengan sendirinya. Tempat daging yang copot ibu kasih minyak oles, minyak kadal itu yang buat kencing manis harganya Rp 70.000. Tapi memang tidak bisa dibilang sembuh seratus persen. Tetap harus makan yang sehat jangan semuanya dimakan, sudah tidak bisa seperti itu lagi”. Ibu Sul (55 tahun).
Ibu Sul (55 tahun) yang awalnya memilih untuk menggunakan pengobatan
dengan cara modern yaitu menggunakan tenaga medis modern seperti dokter
untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya, tetapi kembali menggunakan
ramuan tradisional karena menganggap bahwa pengobatan yang dilakukan secara
modern menggunakan bantuan tenaga medis modern, tidak memberikan hasil
yang baik bagi kesehatannya. Pengobatan modern yang dilakukan oleh Ibu Sul
membutuhkan biaya yang tidak sedikit tetapi masih belum disertai dengan kualitas
dari pelayanan kesehatan yang baik. Hal tersebut yang semakin memperkuat
kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan ramuan tradisional bagi kesehatan
tubuh, di mana ramuan tradisional dianggap lebih bermanfaat bagi tubuh dengan
harga yang ekonomis.
Penggunan ramuan tradisional yang dilakukan secara rutin dipercayai
memberikan manfaat untuk menjaga tubuh tetap sehat. Ramuan tradisional seperti
jamu sudah banyak yang menjualnya secara instan dalam bentuk kemasan, akan
tetapi bagi sebagian perempuan di Desa Preduan, jamu dalam bentuk kemasan
memiliki rasa yang berbeda dengan jamu yang dibuat sendiri. Proses pembuatan
jamu dengan membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga yang
besar, menjadi alasan perempuan Madura di Desa Prenduan dalam pemilihan
mengonsumsi jamu berbentuk kemasan.
95
Bagi perempuan di Desa Prenduan yang memiliki aktivitas yang padat di
luar rumah tetapi membutuhkan jamu sebagai cara mereka merawat tubuh agar
tetap sehat, maka jamu yang paling sering dikonsumsi adalah jamu dalam bentuk
kemasan. Perempuan pada Desa Prenduan yang tergolong sebagai ibu muda,
diakuinya kalau kemampuannya dalam membuat jamu sangat terbatas, hanya
dapat membuat jamu yang dikonsumsi sehari-hari, seperti jamu dari olahan daun
sirih (Piper betle), kencur (Kaempferia galangal) dan kunir (Curcumae
Domesticae Rhizoma) yang bermanfaat untuk menjaga tubuhnya tetap sehat dan
mengurangi bau tidak sedap di setiap bagian tubuhnya. Ada pula yang
menggunakan rebusan buah mengkudu dengan temulawak, gula merah, jahe dan
kunir digunakan sebagai minuman sehari-hari untuk menjaga kesehatan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Ibu Li (30 tahun) di mana
membuat jamu sendiri dianggap merepotkan, Ibu Li menganggap bahwa saat ini
tidak perlu sulit membuatnya (jamu) karena jamu sudah dapat dibeli pada toko
yang menjual jamu dan pedangan keliling yang menjual jamu dengan harga yang
relatif murah yaitu sekitar Rp. 7000 per-gelas.
Ketika perempuan mempersiapkan pernikahannya, tubuh perempuan
tersebut juga harus dipersiapkan dengan minum rangkaian jamu khusus calon
pengantin. Banyaknya jamu yang dibutuhkan menyebabkan perempuan tersebut
memilih untuk membelinya di penjual jamu dibandingkan dengan harus
membuatnya sendiri. Begitu pula ketika masa persalinan, di mana perempuan
Desa Prenduan mengonsumsi jamu selama 40 hari setelah melahirkan dengan
96
jumlah jamu yang tidak sedikit, maka perempuan tersebut memilih untuk
membelinya pada penjual jamu dengan harga sekitar Rp. 250.000 – Rp 400.000.
Kemampuan mengolah jamu oleh perempuan berusia muda atau yang telah
menjadi ibu muda sangat berkurang, dibandingkan dengan ibu-ibu dari generasi
sebelumnya (Handayani, 2003:5-6). Ibu-ibu dari generasi sebelumnya dapat
mengolah ramuan tradisional untuk dirinya sendiri dengan resep yang didapatkan
dari orang tuanya terdahulu dan bahan yang digunakan terbilang rumit. Bahkan
bagi ibu-ibu dari generasi sebelumnya menganggap bahwa jika menjadi orang
Madura (perempuan Madura) maka harus minum jamu.
Perbedaan antara jamu yang dijual dalam bentuk kemasan atau jamu instan
dengan jamu yang dibuat sendiri bukan pada bahan yang digunakan tetapi
perbedaan terdapat pada rasa dari jamu tersebut. Menurut Ibu Dju (60 tahun) rasa
dari jamu kemasan tidak seenak jamu yang dibuat sendiri, karena jamu kemasan
memiliki rasa yang tidak terlalu pahit seperti jamu yang dibuat sendiri. Ibu Dju
menganggap jika jamu tidak terasa pahit maka cara dalam pengolahan jamu
tersebut bukan dengan proses yang benar.
Ramuan tradisional Madura dalam bentuk jamu memang terkenal lebih
pahit dibandingkan dengan jamu dari daerah lainnya seperti Jawa, di mana jamu
Jawa memiliki rasa yang manis. Rasa pahit dari jamu Madura berasal dari
banyaknya tumbuh-tumbuhan herbal yang menjadi bahan utama pembuatan jamu
tersebut. Oleh karena rasa pahitnya tersebut, jamu Madura dianggap lebih
berkhasiat dibandingkan dengan jamu lainnya. Kekhasan dari jamu Madura yaitu
penggunaan cuka sebagai campuran pada jamu. Cuka tersebut berasal dari pohon
97
gula siwalan yang difermentasi selama satu minggu hingga menjadi cuka.
Campuran pada jamu Madura tidak hanya dengan cuka tetapi ada pula yang
menggunakan telur kuning dari ayam kampung dan madu sebagai campuran pada
jamu. Ada juga yang menggunakan air rebusan buah mengkidu sebagai campuran
pada jamu dan sebagai pengganti air hangat.
98
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pengetahuan lokal perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan
terhadap perawatan tubuh adalah dengan masih menggunakan ramuan tradisional,
karena pengetahuan terhadap penggunaan ramuan tradisional dalam merawat
tubuh pada perempuan diturunkan sejak dulu secara turun-temurun secara lisan
oleh ibu kepada anak perempuannya. Pengetahuan tersebut tidak dituliskan dalam
bentuk catatan tetapi berdasarkan apa yang telah diajarkan oleh ibu mereka.
Perempuan yang menggunakan ramuan tradisional dianggap wajar karena telah
menjadi kebiasaan di masyarakat. Kebiasaan tersebut sudah dimulai sejak
perempuan berusia anak-anak, dengan mengonsumsi jamu untuk menambah
napsu makan pada anak, yang terus berlanjut mengikuti siklus pertumbuhan dan
perkembangan pada perempuan.
Kebudayaan pada tiap daerah berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Kebudayaan juga merupakan bentuk dari kepercayaan masyarakat
terhadap sesuatu yang diyakini dan dijalani. Pernyataan tersebut sesuai dengan
kehidupan perempuan Madura khususnya di Desa Prenduan terhadap penggunaan
ramuan tradisional dalam merawat tubuh. Mereka mempercayai akan manfaat
yang baik pada tubuh dengan menggunakan ramuan tradisional sehingga
mengonsumsi ramuan tradisional telah menjadi kebudayaan bagi perempuan
Madura.
99
Perempuan Madura di Desa Prenduan memiliki cara tersendiri dalam
menjaga kesehatan dan pengobatan terhadap suatu penyakit dengan cara merawat
tubuh mereka menggunakan ramuan tradisional, yang tidak hanya berupa jamu
minum tetapi ada juga ramuan tradisional yang penggunaannya pada bagian luar
tubuh. Bagi perempuan Madura di Desa Prenduan, kebiasaan mereka dalam
menjaga kesehatan dan pengobatan terhadap suatu penyakit masih dapat diatasi
dengan cara mereka sendiri. Cara tersebut merupakan bentuk dari pengetahuan
lokal masyarakat yang tetap diturunkan kepada generasi penerusnya.
Penggunaan ramuan tradisional berupa jamu, lulur dan bentuk lainnya telah
digunakan oleh perempuan Desa Prenduan secara turun-menurun dari orang tua
mereka dan telah menjadi budaya pada kehidupan perempuan Madura khususnya
di Desa Prenduan, Sumenep. Cara perempuan Madura dalam merawat tubuhnya
menggunakan ramuan tradisional ini disesuaikan dengan kebutuhan dari
perempuan tersebut, seperti saat masa remaja makan ramuan tradisional yang
digunakan berbeda dengan ramuan tradisional yang digunakan oleh perempuan
yang telah melahirkan, karena setiap perkembangannya, terdapat ramuan
tradisional yang digunakan oleh perempuan.
Pada keadaan tertentu pada tubuh perempuan seperti hamil dan sedang
menstruasi, ramuan tradisional dianggap membahayakan tubuh oleh tenaga medis
modern. Hal tersebut tidak membuat perempuan di Desa Prenduan takut akan
menggunakan dan mengonsumsi ramuan tradisional. Ramuan tradisional
digunakan karena kehidupan perempuan Desa Prenduan yang masih kuat akan
kepercayaan terhadap manfaat ramuan tradisional untuk merawat tubuh mereka
100
tetap sehat, menggunakan tumbuh-tumbuhan alami sebagai sarana pencegahan
dan pengobatan suatu penyakit. Penggunaan ramuan tradisional masih dianggap
efektif dalam menjaga kesehatan, walaupun masyarakat tidak menolak jika harus
menggunakan tenaga medis modern.
Tenaga medis modern pada Desa Prenduan tidak sulit untuk diakses oleh
masyarakat, tetapi dengan adanya tenaga medis tersebut tidak menghilangkan
kebiasaan pada perempuan di Desa Prenduan dalam hal mengonsumsi ramuan
tradisional untuk merawat tubuh mereka. Oleh karena itu, ramuan tradisional
hingga saat ini masih digunakan oleh perempuan Madura khususnya di Desa
Prenduan sebagai cara merawat tubuh, ada pula yang mengonsumsi ramuan
tradisional berupa jamu sebagai minuman sehari-hari agar tetap sehat.
101
5.2 Saran
Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang
tidak hanya berfokus pada ramuan tradisional pada perempuan tetapi juga bagi
laki-laki. Bagaimana pengaruh ramuan tradisional yang digunakan oleh laki-laki
bagi kesehatan tubuh mereka, karena laki-laki memiliki tugas yang lebih
membutuhkan tenaga dan mengemban tanggung jawab sebagai seorang suami, di
mana peran suami sebagai kepala rumah tangga memiliki kausa penuh atas
kehidupan rumah tangga. Mengaitkan pula isu-isu gender terhadap penggunaan
ramuan tradisional oleh laki-laki ataupun perempuan.
102
DAFTAR PUSTAKA
Afiani Ika, dan Atik Triratnawati. (2003). Ramuan Jamu Cekok sebagai
Penyembuh Kurang Nafsu Makan pada Anak: Suatu Kajian Etnomedisin.
Dalam Makara Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1. Departemen Antropologi:
Universitas Indonesia.
Darmanto. (2010). Ramuan Tradisional: Khasiat-khasiat Tanaman Obat.
Yogyakarta: Bintang Cemerlang.
Foster, dan Anderson. (1986). Antropologi Kesehatan (terj.). Jakarta: UI-Press.
Herdiansyah, H. (2011). Metode Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Jonge, Huub de. (1995). Across Madura Strait, The Dynamics of an Insular
Society: Stereotypes of Madurese. KITLV Press Leiden.
Jonge, Huub de. (1989). Madura: Dalam Empat Zaman: Perdagang,
Perkembangan Ekonomi, dan Islam. Jakarta: PT Gramedia.
Kalangie, Nico S. (1994). Kebudayaan dan Kesehatan: Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta.
PT. Kesaint Blanc Indah Corp.
Kuntowijoyo. (2002). Perubahan Sosial dalam Masyarakat Madura 1850-1940.
Yogyakarta: Matabangsa.
Kusnadi, Hari Sulistiyowati, Sumarjono dan Adi Prasodjo. (2006). Perempuan
Pesisir. Yogyakarta: LKiS.
Latief Wiyata. (2002). Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura.
Yogyakarta: LKiS.
Mangestuti, Subhan, Syed, Suresh, Shigotoshi dan Aty Widyawaruyuyanti.
(2007). Tradisional Medicine of Madura Island in Indonesia. Medical and
Pharmaceutical Society for WAKAN-YAKU.
Moleong, L. J. (1999). Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
103
Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Mujianto, Isni Herawati, Siti Munawaroh dan Sukari. (2014). Kearifan Lokal
Orang Madura. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.
Niehof, Anke. (1985). Women and Fertility in Madura. Leiden University.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Purbasari, Dyah. (2015). Pembagian Peran dalam Rumah Tangga pada Pasangan
Suami Istri Jawa. Dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 16, No. 1.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Raditya, Ardhie. (2014). Sosiologi Tubuh: Membentang Teori di Ranah Aplikasi.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Rahma, Siti. (2014). Pengetahuan Lokal Masyarakat Berkenaan dengan SPA
Tradisional di Desa Kalukku Barat, Kabupaten Mamuju. Skripsi.
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Saptandari, Pinky. (2013). Beberapa Pemikiran tentang Perempuan dalam Tubuh
dan Eksistensi. Dalam BioKultur, Vol.II, No.1. Universitas Airlangga.
Soehartono, Irawan. (1995). Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian
Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Spradley, J. P. (2007). Metode Etnografi (terj.). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Turner, Bryan. (1987). Medical Power and Social Knowledge. London: Sage
Publications.
Young, Allan. (1980). An Anthropological Perspective on Medical Knowledge.
The Journal of Medicine and Philosophy, Vol.2, No.5. Oxford Academi.
104
Arsip:
- Kecamatan Pragaan dalam Angka 2015
Web:
- http://www.koranmadura.com/2016/12/27/jamu-kuat-madura-tembus-pasar-
internasional/ diakses pada 23 Mei 11:23 WIB.
- http://bappeda.jatimprov.go.id/2015/01/09/jamu-madura-kualitas-ekspor-
namun-rawan-tergerus-mea/ diakses pada 23 Mei 11:31 WIB.
- http://lifestyle.kompas.com/read/2016/05/25/083500323/Begini.Cara.Kerja.
Pil.KB.di.Dalam.Tubuh diakses pada 31 Mei 22:45 WIB
- http://academia.edu.documents/36363705/aktivitas_antioksidan_senyawa_fl
avonoid_dari_daun_katuk.pdf WIB. diakses pada 20 Juni 10:22
- http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/8657 diakses pada 20
Juni 21:17 WIB.
- http://health.liputan6.com/read/3035439/ diakses pada 20 Juni 21:25 WIB.
- http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=345 diakses pada 20 Juni 21:40
WIB.