cintai gue kalo berani! - ririn

81
  LOVE ME IF YOU DARE Cintai Gue Kalo Berani Karya: Ririn

Upload: basotalekang

Post on 06-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • LOVE ME IF YOU DARE

    Cintai Gue Kalo Berani!

    Karya: Ririn

  • Cinderella... Oh Cinderella...

    SD Harwa akan mengadakan pentas kesenian yang dihadiri semua orangtua siswa. Siang ini

    saatnya Bu guru memilih pemeran dalam acara tersebut. Kelas yang sedang ramai dengan suara

    anak-anak di siang itu adalah kelasnya Alendra dan saudaranya, Ditha.

    "Oke. Sekarang siapa yang mau jadi Cinderella maju ke depan kelas," ucap Bu guru yang berdiri

    di dekat papan tulis.

    Beberapa saat tidak ada anak-anak yang mau maju, entah karena malu atau malas. Tapi Alendra

    yang terkenal pemberani maju ke depan kelas.

    "Saya mau, Bu." Dengan percaya dirinya, Alendra tunjuk tangan dan maju.

    "Huu...!" Sorak anak-anak sekelas, terutama anak laki-laki.

    "Ada lagi yang mau jadi calon Cinderella ?" Bu guru menambahkan.

    Ini dia si ekor Alendra, Ditha. Akhirnya Ditha maju dengan malu-malu dan berdiri di sebelah

    Alendra sambil memegang tangan Alendra. Meskipun kembar, tapi peribahasa 'bagai pinang

    dibelah dua' nggak berlaku buat mereka. Alendra bisa dengan tenang berdiri di depan kelas tanpa

    beban. Sedangkan untuk berdiri aja, Ditha masih belum tegap dan gemetaran. Nggak usah jauh-

    jauh, dari penampilan aja udah ketahuan perbedaan di antara mereka. Alendra memiliki potongan

    rambut pendek dengan model bob, sedangkan Ditha terlihat lebih mungil dengan rambut panjang

    sepunggungnya.

    Nggak lama kemudian, dua anak perempuan ikutan maju dengan ragu-ragu.

    "Nah.....siapa yang setuju kalo Monic jadi Cinderella? Ayo angkat tangan," bimbing Bu guru. Bu

    guru pun menghitung suara yang dikumpulkan untuk Monic. Hasilnya ada lima suara.

    "Sekarang siapa yang setuju dengan Jessica?" lanjut Bu guru. Nggak berbeda jauh dari hasil yang

    diperoleh Monic, Jessica mendapatkan enam suara.

    Nah, kalo untuk Ditha? Kali ini tangan yang terangkat lebih banyak dari sebelumnya, lebih

    dari 10 tangan. Menyadari keadaannya, Alendra sempat menunduk sedikit karena kecewa.

    Bu, saya setuju kalo Alendra yang jadi Cinderella! seru salah seorang anak yang duduk di

    pojok belakang sana. Dia adalah teman sebangku Alendra. Hanya dia yang memberikan suara

    untuk Alendra.

  • Maaf.... sesuai dengan peraturan, suara terbanyak yang akan jadi Cinderella untuk pentas seni

    nanti. Dan Ditha-lah yang akan menjadi pemeran Cinderella untuk acara itu. Nah, untuk Monic

    dan Jessica, kalian yang akan berperan sebagai saudara tiri Cinderella nanti. Dan untuk

    Alendra... Bu guru sempat terdiam.

    Kamu bisa jadi pangeran kalo kamu mau.

    Baik,Bu, jawab Alendra agak berat.

    .........

    Tiba saatnya pentas dimulai, Papa dan Mama Alendra yang sekaligus orangtua Ditha datang ke

    acara tersebut. Dengan bangga, Papa mereka duduk di deretan terdepan hanya untuk menantikan

    Alendra tampil sebagai seorang pangeran. Orangtua mana yang nggak bangga waktu melihat

    anaknya pentas, jadi pemeran utama lagi. Buat papa mereka, itu hampir sama dengan pengabulan

    keinginannya. Dia seperti melihat anak laki-lakinya tampil !

    Di belakang panggung, semua anak yang akan pentas sudah memakai kostum sambil

    mempersiapkan diri untuk pertunjukan.

    Gue nggak pengen jadi pangeran, ungkap Alendra ke teman satu bangkunya , sekaligus anak

    yang sudah menyumbangkan satu suara untuknya.

    Tenang... kan ada gue di sini. Lihat! Gue juga akan berperan sebagai ibu tirinya Cinderella

    berarti kita sama aja, jawabnya sambil berusaha mendengarkan Alendra, tapi usahanya hampir

    nggak berhasil.

    Si anak cowok itu sudah berdandan dengan pakaian ibu-ibunya. Alendra masih menunduk

    dengan wajah muram.

    Kalo begitu, gue janji. Nanti gue akan membuatkan sebuah pertunjukan yang besarrrr.

    Tangannya melebar ke samping.

    Nah, di saat itu lu yang akan menjadi Cinderella-nya, Nggak ada anak lain yang bisa jadi

    Cinderella.

    Janji? Alendra mengeluarkan kelingkingnya.

    Janji! Si anak cowok itu mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Alendra sebagai tanda

    perjanjian.

    Ayo, sekarang kamu sudah harus tampil. Bu guru tiba-tiba datang menggiring anak cowok itu

    ke panggung. Dia masih menatap Alendra dan mengangkat kelingkingnya ke arah Alendra untuk

    mengingatkan perjanjian mereka.

  • Akhirnya pertunjukan selesai dan hasilnya bisa dibilang sukses. Tepuk tangan pun terdengar dari

    kursi penonton. Papa Alendra terlihat sangat bangga sampai-sampai tepuk tangan sambil berdiri.

    Lu balikin badan dong, pinta Alendra sesudah pentas ke teman baiknya itu.

    Di balik punggung teman baiknya, Alendra menangis tanpa kata-kata. Nggak ada kata-kata yang

    menghibur dikeluarkan oleh teman baiknya itu. Dia hanya membiarkan Alendra menuntaskan

    tangisnya.

    .....

    Sebulan setelah pementasan di sekolahannya, Alendra sekeluarga pindah ke Jakarta karena

    Papanya pindah tugas. Sejak saat itulah hidup Alendra berubah ! Dia yang sudah delapan tahun

    memakai pakaian anak perempuan mengubah penampilannya! Secara fisik Alendra berubah jadi

    seorang anak cowok. Nggak bisa dipungkiri, sedikit-banyak perubahan yang terjadi padanya

    karena tuntutan Papanya. Papanya yang terobsesi untuk memiliki anak laki-laki. Dan namanya

    pun berganti menjadi Andrew....

    ....

  • Pertemuan

    Tak! Sebagai pembuka permainan, sebuah pukulan keras penuh perhitungan langsung

    memasukkan bola nomor dua yang berwarna biru ke lubang.

    Dengan tinggi badan 170 cm, Andrew membungkukkan badan untuk mengincar bola nomor satu

    yang kebetulan dekat dengan lubang. Matanya tidak lepas dari incarannya. Menarik-ulur stick

    biliar agar bola putih dapat mengenai bola kuning, lalu tepat masuk ke lubang.

    Ketiga temannya menunggu giliran sambil berdiri di samping meja dan memperhatikan

    permainan. Masing-masing sudah memegang stick biliarnya.

    Tak! Pukulan kedua mengenai bola putih dan menghentakkan bola nomor satu hingga masuk.

    Lagi-lagi bola nomor tiga sampai lima ditelan habis oleh Andrew. Sampai-sampai bola nomor

    sembilan masuk bersamaan dengan bola nomor enam.

    Permainan selesai. Ketiga teman Andrew mendengus kesal karena sejak tadi hanya jadi

    penonton. Padahal mereka sudah tidak sabar menunggu giliran. Bahkan saking bosannya stick

    biliar yang tadinya dipegang sambil dimain-mainkan, disandarkan begitu saja. Padahal Andrew

    sendiri yang tadi sore ngajak mereka main, tapi malah mereka dicuekin abis. Emang mereka

    bodyguard-nya Andrew?

    Lu mau main sendiri? sindir Tommy yang berdiri di sebelahnya.

    Andrew menoleh dengan muka nggak berdosanya. Suara Tommy hanya didengarnya, setelahnya

    dia kembali berkonsentrasi ke meja biliar yang sudah hampir kosong. Hanya tersisa satu bola

    putih, bola nomor tujuh, dan delapan. Tapi akhirnya dia tersadar juga.

    Ooops... udah selesai ya? Maaf... Gue nggak sengaja, jawabnya tersenyum.

    Kali ini gue nggak ikut main deh. Lu bertiga aja yang main. Andrew berusaha menebus

    kesalahannya.

    Petugas lalu menghampiri meja mereka, dia mulai menyusun bola yang berwarna-warni dalam

    bentuk segitiga sesuai permintaan Tommy. Kali ini mereka bermain dengan bola banyak.

    Mungkin agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Bola sudah habis sebelum yang lain dapat giliran

    main.

    Di kursi yang sedikit tinggi dekat meja biliar, Andrew duduk tanpa melepaskan stick biliarnya.

    Tangannya mulai gatal karena hanya duduk diam. Melihat permainan ketiga temannya yang baru

    dimulai, rasanya dia udah pengen bergabung. Stick di tangannya mulai digoyang-goyangkan.

  • Matanya menyipit memperhatikan bola-bola di atas meja, mengira-ngira langkah yang harus

    diambil untuk memasukkan bola. Namun dia masih berusaha menahan diri untuk tidak

    mengganggu permainan ketiga temannya.

    Hai cantik! Tiba-tiba terdengar teguran di dekat Andrew.

    Tanpa disadari seorang cowok dengan kaos lengan buntung dan celana jeans cutbray sudah

    berada di sebelah Andrew. Spontan Andrew nengok keheranan ke arah cowok itu. Makanya

    Andrew nengok ke samping dan belakang.

    Lu ngomong sama siapa? tanya Andrew heran.

    Ya sama lu dong, jawabnya enteng.

    Mendengar jawaban cowok itu, Andrew mendadak nggak bisa nahan tawanya yang ngakak. Si

    cowok mengerutkan keningnya. Keadaan berbalik, malah dia yang dibikin heran sekarang.

    Ketiga teman Andrew juga ikutan heran melihat Andrew yang nggak ada angin nggak ada hujan

    tertawa terbahak-bahak. Tapi begitu Sam memberi kode kepada Tommy untuk memainkan

    gilirannya, mereka pun berubah cuek.

    Kenapa sih lu malah ketawa? Gila ya lu! sambung cowok itu dengan nada penuh heran.

    Nggak. Lucu aja. Andrew mencoba menahan tawanya.

    Lu memang bukan orang pertama yang bilang gue cantik. Tapi tetep aja lucu. Sayangnya, gue

    itu cowok! jelasnya.

    Hah, lu cowok? Bukannya lu.. Cowok itu menelan kembali kata-katanya yang sudah hampir

    terucap.

    Dia mulai memastikan, memperhatikan Andrew dari atas sampai bawah. Andrew memiliki

    rambut yang sedikit di atas bahu dan agak berantakan di bagian bawah. Model rambutnya ala

    anak gaul Jepang yang cocok sama wajah imut dan mulusnya. Bajunya dipenuhi tulisan di

    bagian atas kiri. Celana panjangnya dihiasi robekan di bagian paha kanan.

    Yup! Gue itu co... wok..., jawab Andrew puas setelah melihat cowok itu kebingungan dan

    mulai salah tingkah sendiri.

    Oke. To the point aja deh. Tujuan gue sebenarnya bukan untuk godain cewek yang nggak

    tahunya cowok. Gue mau ngajakin lu buat join ama gue di meja sebelah. Telunjuknya mengarah

    ke tempat yang berselang dua meja dari tempatnya duduk.

    Tadi gue perhatiin, lu jago juga mainnya. Nggak asyik kan kalo gue main sendiri, sedangkan

    ada cowok cantik yang jago main Cuma duduk-duduk doang.

  • Andrew diem aja mendengar penjelasan yang panjang dan lebar-lebar dari cowok itu. Dalam hati

    dia masih menertawakan cowok yang ada didepannya. Apalagi denger penjelasan tuh cowok

    yang nggak jelas.

    Jadi lu mau nggak? tanya cowok itu mengagetkan Andrew yang masih ngoceh sendiri dalam

    hati.

    Siapa lu, siapa gue...,? jawab Andrew cuek dan jual mahal.

    Emang gue cowok panggilan apa. Disamperin orang yang nggak jelas asal-usulnya terus ngikut

    aja. No way!.

    Si cowok baru ngeh. Cepat-cepat dia menepuk-nepukkan kedua telapak tanggannya yang masih

    putih kena bedak.

    Sori,,, sori, gue lupa. Nama gue Andro. Tangan kanannya terulur ke arah Andrew sambil

    menebar senyum isengnya.

    Andrew..., balasnya menyambut uluran tangan Andro yang belakangan baru diketahui

    namanya.

    Andrew sengaja menggenggam tangan Andro agak keras. Niatnya sih mau iseng, tapi ternyata

    Andro membalasnya dengan lebih keras.

    Auw! keluh Andrew, lalu buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman tangan Andro.

    Kayaknya nggak Cuma tampang aja yang cantik, kelakuan lu juga hampir sama. Kayak

    cewek! ledeknya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

    Muka Andrew yang tadinya datar jadi merengut kesal begitu mendengar ledekan Andro yang

    nggak lucu. Ditambah tawanya itu...

    Duh... langsung pasang tampang ngambek. Tambah kayak cewek aja lu! Kalo nggak terima,

    tunjukin ke gue kalo lu itu cowok, tantang Andro yang nggak lepas dari senyum bandelnya.

    Ekspresi kesel yang ditunjukin Andrew dari tadi semakin menjadi. Dia jadi tambah kesel,

    dongkol. Dan nggak mau kalau diremehin gitu. Tatapannya semakin menantang Andro untuk

    mencabut kata-katanya tadi.

    Oke, whatever do you want. Kalo gue menang, tolong cabut kata-kata lu tadi! Sekarang apa

    tantangannya? Andrew balik menantang dengan suara meremehkan.

    Stick yang ada ditangannya dikembalikan ke tempatnya, seakan mempersiapkan diri menerima

    tentangan. Sebaliknya Andro malah senang. Terlihat dari senyumnya yang semakin melebar dan

    mengembang.

  • Tenang... bukan tantangan yang besar kok. Nyantai aja lagi. Tantangan dari gue Cuma satu,

    tanding main biliar sama gue. Gimana? Gue juga pemula. Jadi ini bener-bener tantangan kecil-

    kecilan buat lu. Tapi kalo lu takut ya...

    Takut?! Nggak ada kata takut tuh dalam kamus gue, potong Andrew sebelum Andro

    melanjutkan kata-katanya yang bikin Andrew semakin panas.

    Well. .. Lets start it, ajak Andro semangat sambil mempersilakan Andrew jalan. Tangan

    kanannya direntangkan ke bawah, seperti sedang memberi jalan kepada seorang lady.

    Nggak perlu repot-repot kayak gitu kali...! sanggahnya ketus dan langsung jalan ke arah meja

    Andro tanpa rasa takut. Andro menyusul dari belakang.

    Plok! Tangan Andro menepuk bokong Andrew dari belakang. Andrew berhenti. Menatap Andro

    tajam, dan mulai mengerutkan keningnya. Kayaknya semua tingkah laku Andro berhasil 100%

    memancing kemarahan Andrew. Mulai dari gaya bicaranya yang selalu memanfaatkan segala hal

    yang ada.

    ........

    Nomor HP? celetuk salah seorang anak perempuan yang lagi duduk bertiga di deretan meja

    belakang. Pertanyaannya langsung disambut gemuruh anak-anak.

    Maaf, belum punya. Kalo nanti sudah dapet nomor baru, bakalan dikasih tau deh. Oke?

    jawabnya sambil lagi-lagi menyunggingkan senyum kerennya yang bikin para cewek langsung

    klepek-klepek. Termasuk cewek yang satu ini nih. Mukanya langsung merah dan Cuma diem.

    Kalo status?

    sisca penasaran nih, sambung salah seorang cowok. Si cewek yang berani bertanya itu jadi

    kelihatan malu-malu.

    Status saya masih pelajar. Jawaban Andro membuat semua anak menyorakinya. Maksud anak-

    anak apa, jawabannya apa. Apa bahasa dia di tanah kampungnya beda banget ya sama gaya

    bahasa di Jakarta. Walah... walah... walah... Gimana bisa konek ntar.

    Ya memang benar jawaban Andro, bela Bu Lastri.

    Ngomong-ngomong sekolah asal kamu dimana? lanjut Bu Lastri setelah anak-anak terdiam

    sejenak.

    Andrew yang sejak tadi menenggelamkan mukanya dibalik lipatan tangannya mendengarkan

    pertanyaan yang satu ini sambil mengerutkan dahinya.

    Saya dulu sekolah di SMU Harwa di Banjarmasin. Nggak jauh beda dari sebelumnya, Andro

    menjawab pertanyaan dengan singkat.

  • Mendengar jawaban Andro, Andrew sedikit mengintip dan memperhatikan bekas luka jahit di

    atas alis Andro. Dia kemudian berdiri dari tempat duduknya dan berjalan santai ke depan kelas.

    Maaf Bu, saya izin ke belakang sebentar, kata Andrew. Setelah dijawab dengan anggukan

    kepala, Andrew keluar kelas.

    Izinnya ke belakang hanya jadi alasan. Kini Andrew malah jalan ke kantin. Tapi Andrew nggak

    salah-salah amat sih kalo dia bilang mau ke belakang, soalnya letak kantinnya di belakang

    sekolah. Dia langsung memesan segelas soft drink dan langsung duduk di meja paling pojok.

    Sial ! Gue harus menghadapi kenyataan ini juga. Dia memang Andro yang dulu. Apa semuanya

    akan kembali sama seperti waktu gue kecil? Kejadian-kejadian sama yang harus terulang? I hate

    this situation. Udah dari SD di betah sekolah di situ, ngapain juga pindah ke Jakarta. Andrew

    terus menggerutu sampai segelas soft drink dingin berhasill menenangkannya sedikit demi

    sedikit. Kemudian dia kembali ke kelas waktu pelajaran Bu Lastri sudah hampir selesai.

    Andrew sama sekali nggak mau ngeliat gelagat Andro yang mulai ngedeketin dia. Sebisa

    mungkin dia selalu ngejauh dari pandangan Andro. Namun saat-saat istirahat bisa dijadiin celah

    buat Andro untuk nyamperin Andrew.

    Sejak bel istirahat, Andrew udah ngibrit buat melakukan aktivitas favoritnya. Nggak lama dia

    udah gabung dengan anak-anak lain di lapangan basket. Permainan pun dimulai. Bajunya keluar

    sebagian dan bersama teman-temannya memperebutkan satu bola basket yang terlempar ke sana

    ke mari. Beberapa anak lain menonton dari pinggiran lapangan.

    Ndrew, tanding yuk! tantang Andro sambil berteriak. Rupanya Andro mengikuti langkah

    kakinya.

    Andrew mengacuhkan suara Andro yang terdengar jelas. Tetap saja dia melakukan shoot dengan

    bola yang sudah ada di tangannya.

    Eh, nggak salah lu? tanya Jackie yang ada di sebelahnya.

    Andrew itu nggak bisa diremehin kalo main basket. Jangan Cuma liat dari badannya yang kecil.

    Hmm.. Kalo lu emang pengen cepat tenar dengan cara ngalahin Andrew, mending lu

    pertimbangin lagi deh. Saran gue, lu cari lawan lain aja.

    Gue nggak ada tujuan jadi tenar kok. Cuma, dia masih belum ngelunasin tantangan waktu itu.

    Selesai menjelaskan, Andro langsung menangkap bola yang melambung di dekatnya karena

    terpantul ring basket. Berjalan menuju Andrew yang berdiri di tengah lapangan dan

    meninggalkan Jackie yang masih nggak ngerti sama maksud perkataan Andro.

    Tanding sama gue dan lunasin hutang lu waktu itu! paksa Andro tepat di depan muka Andrew

    sambil mengenggam bola basket di tangannya.

  • Gue nggak niat!jawabnya malas.

    Begini aja deh. Lu nggak tertarik karena nggak ada taruhan kan? Gue punya tawaran yang

    bagus. Kalo gue kalah, gue nggak akan ganggu lu lagi. Tapi... kalo lu yang kalah, lu harus jadi

    pembantu gue. Gimana? . Andro mencoba berunding terlebih dahulu agar Andrew tertarik.

    Lets start it! tantangnya balik.

    Tanpa waktu lama, mereka berdua sudah berada di tengah lapangan. Berhubung Andro yang dari

    tadi megang bola, jadi bola pertama punya dia. Andrew udah pasang penjagaan di depan Andro.

    Aduh... beda tingginya udah ketahuan banget. Andro apa nggak malu, nantang orang yang

    tingginya beda sampai 7 cm.

    Meskipun lumayan beda tinggi, tapi permainannya seru. Sekarang aja skor mereka seimbang,

    tapi sebentar lagi bel masuk mau berbunyi. Itu tandanya waktu permainan mereka tinggal hanya

    beberapa menit.

    Keduanya yang masih pake seragam putih abu-abu kelihatan keringatan. Skor masih 12-12.

    Untuk memasukkan bola kayaknya agak sulit buat keduanya.

    Nah.. sekarang udah tinggal hitungan detik saat-saat penentuan pertandingan ini. Andrew

    menghadang Andro yang masih memegang bola, menghentikan langkah kaki Andro. Namun

    saat-saat terakhir, Andrew hanya menatap mata Andro dan bola di shoot gitu aja dengan

    lompatan yang lumayan tinggi. Dan... masuk !!! Tepat saat bel berbunyi, bola itu berhasil masuk

    ke dalam ring.

    Teman-teman mereka yang lagi seru-serunya nonton pertandingan gratis ini, terpaksa

    meninggalkan lapangan, dan kembali ke kelas masing-masing. Bayangkan apa yang bakal

    terjadi? Pasti dalam sekejap berita itu bakal langsung menyebar di seantero sekolahan. Anak-

    anak yang tadi nongkrong di kantin nantinya pasti tahu. Salah satu tokoh penyebar berita alias

    gosip ya Jackie itu. Keren kan nih anak? Eh, keren atau emang bawaan dari lahir ya?

    Selamat ya! ucap Andrew sambil berlalu begitu aja meninggalkan Andro.

    Pelajaran dimulai kembali. Guru pelajaran selanjutnya adalah Pak Sugeng. Nih guru nggak

    nakutin banget kok. Biasa-biasa aja lah. Dia itu ngajar PPKN. Karena gurunya udah ada,

    otomatis Andro dan Andrew juga ada di kelas. Mereka berdua lagi duduk di belakang sambil

    kipas-kipas kepanasan. Gara-gara tingkah mereka yang aneh ini, jadinya perhatian Pak Sugeng

    mengarah ke mereka.

    Kalian ngapain dari tadi kipas-kipas di belakang? tanya Pak Sugeng. Mungkin karena dia

    merasa terganggu dengan pemandangan yang dilihatnya.

    Kepanasan Pak. Andrew menjawab singkat.

  • Oh,,,Tapi kayaknya anak-anak lain nggak ada yang kipas-kipas kayak kamu. Kalau nggak mau

    ngikutin pelajaran saya, mending kalian keluar aja.

    Maaf Pak, tadi habis lari-lari. Andro menambahkan sedikit alasan.

    Kalau begitu kalian di luar aja biar cepet kering keringatnya, perintah Pak Sugeng. He... he...

    he... Pak Sugeng memang bukan guru yang menakutkan, tapi guru yang gampang tersinggung.

    Terlalu sensitif.

    Keduanya keluar gitu aja tanpa ada perlawanan. Mereka lebih memilih begitu daripada

    mendengar teriakan di dalam kelas. Keduanya duduk-duduk di balik tembok kelas.

    Kenapa tadi lu ngalah ? tanya Andro sambil menolehkan kepalanya ke arah Andrew.

    Apa maksud lu? jawab Andrew serasa nggak tahu apa-apa.

    Kelihatan banget tadi kalo lu ngalah. Harusnya kan lu bisa ngerebut bola yang ada di tangan

    gue atau nge-block bola gue. Tapi itu nggak lu lakuin.

    Percuma gue nglakuin hal yang lu sebut tadi. Kalo hasilnya seri, apa mungkin lu nggak

    ngajakin gue tanding lagi? Andrew menjawab dengan sedikit senyum kecut. Andro tersenyum.

    Tapi dengan begitu, lu resmi jadi pembantu gue lho. Dengan bangga Andro berkata tanpa

    malu-malu. Padahal baru aja dia bilang kalo dia menang karena Andrew ngalah.

    Terserah lu!

    Nah kalo gitu, sekarang lu beliin gue minum sebagai pembukaan, pesannya dengan senyum

    jahil.

    Maaf ya, mending lu beli minum sendiri daripada ntar gue campur racun, tanggap Andrew

    agak dingin. Lagi-lagi Andro tertawa.

    ....

    Ndrew, kelihatannya hari ini lu menghabiskan banyak waktu dengan Andro di sekolah. Apa dia

    datang untuk,,,. Ucap Ditha ketika sama-sama di ruang tamu dengan Andrew.

    Tenang aja. Kayaknya dia nggak inget tentang kejadian yang dulu-dulu. Dia kelihatannya punya

    ambisi yang nggak jelas, menjadikan gue sebagai lawannya, jawabnya enteng sambil

    mengunyah-nguyah camilan kesukaannya.

    Asal jangan terlalu deket aja, pesan Ditha sebelum meninggalkan Andrew yang lagi asyik

    nonton.

  • Percakapan singkat kan? Maklum, sekarang jadwal Ditha untuk ngasih makan ikan-ikannya. Dia

    begitu khawatir karena udah telat kasih makan. Padahal telat satu jam nggak bikin ikannya mati.

  • DONT DISTURB ME!

    Pagi ini sepucuk surat ditemukan Andrew terselip di laci mejanya, tapi sama sekali nggak ada

    nama pengirimnya. Begini nih isinya...

    Dear Andrew,

    Udah lama gue pengen ngomong sama lu, tapi terus terang gue nggak pernah berani. Belum lagi

    lu terlihat sangat cuek. Kali ini gue memberanikan diri menulis sepucuk surat untuk lu. Ini surat

    ke-25 yang akhirnya berhasil gue tulis. Gue anak kelas sebelah. Makasih kalo lu udah mau baca

    surat gue.

    Andrew menggeleng-gelengkan kepala begitu selesai membaca surat yang ada di tangannya. Dia

    membolak-balik kertas itu, mencari-cari nama pengirimnya. Tapi nihil!. Selanjutnya Andrew

    nggak menghiraukan sama sekali surat itu. Siapa tahu ini hanya kerjaan anak yang iseng. Jadi

    dibuanglah kertas itu ke tempatnya, maksudnya ke tong sampah. Andro yang nggak sengaja

    lihat, diam-diam mengambil kertas plus amplop yang udah lecek itu dari tempat sampah.

    Tentunya tanpa sepengetahuan Andrew.

    .....

    Hari kedua. Lagi-lagi ada sepucuk surat di laci meja Andrew. Lagi-lagi tanpa nama pengirim dan

    tulisannya ya seputar itu-itu juga. Kayak surat dari fans aja deh.

    Hari ketiga terjadi hal yang sama lagi. Surat beramplop biru sudah ada di laci mejanya. Masih

    tanpa nama. Sekarang model tulisannya beda, tapi isinya tetep aja seputar gituan.

    Halah... halah,,,halah... Bosen! Andrew kan lama-lama jadi sebel. Berasa kayak dimainin,

    dikerjain, atau emang Cuma ulah orang kurang kerjaan ya? Setelah kesel dan BT, sepulang

    sekolah Andrew meletakkan sepucuk surat di mejanya. Isinya...

    Gue nggak tahu lu itu siapa, tapi tolong jangan ganggu gue atau lu bakal nyesel nantinya. Gue

    bukan ngancem, tapi gue emang nggak suka dengan orang yang kurang kerjaan kayak gini.

    Surat yang jelas, singkat, dan padat. Dengan kesal Andrew meninggalkan surat itu. Melangkah

    pergi dan nggak tau apa yang akan terjadi besok. Eee... Tanpa sepengetahuan Andrew, diem-

    diem Andro menghampiri mejanya dan menaruh sepucuk surat. Terus dia pergi gitu aja.

    .....

  • Pagi besoknya tetap ada surat di laci meja Andrew. Meskipun agak jengkel, Andrew tetap

    merobek ujung amplopnya dan membacanya. Mungkin aja ini surat terakhir.

    Bener juga kata lu. Kalo gitu gue mau ketemu hari ini di belakang sekolah setelah bel pulang.

    Selama pelajaran, Andrew nggak begitu konsen dengan apa yang diajarin guru di kelasnya.

    Untungnya sih dia duduk di belakang, jadi nggak kelihatan banget kalo dia bengong atau belajar.

    Andro lagi bingung memutuskan datang atau nggak ke tempat perjanjian yang dikasih pengirim

    surat rahasia itu.

    Heh! Mikirin apa lu? hentak Jackie di saat pelajaran ketiga selesai.

    Bukan urusan lu! elak Andrew nggak peduli sama sekali.

    O... Mikirin cewek ya?

    Dia? Punya cewek? Emang ada sejarahnya gitu? sela Andro tersenyum meledek sambil

    menunjuk Andrew.

    Eh, urus diri lu sendiri aja, lawan Andrew dengan nada sengit.

    Iya juga ya, Ndrew. Seinget gue sejak gue kenal lu di SMP nggak ada sejarahnya lu punya

    cewek atau nembak cewek, tutur Jackie seakan setuju dengan pendapat Andro.

    Atau jangan-jangan lu itu..., lanjutnya dengan lirikan yang tajam ke arah Andrew.

    Jangan ngaco lu! tepis Andrew dengan wajah kesal sebelum keluar dari kelas.

    ....

    Pelajaran terakhir akhirnya selesai juga. Buat anak-anak lain, bunyi bel itu merupakan anugerah.

    Biasanya Andrew juga ngerasain kayak gitu. Tapi nggak untuk saat ini. Langkah kakinya seperti

    nggak rela meninggalkan kelas. Akhirnya dia mengambil keputusan juga tepat di tengah-tengah

    lapangan, antara parkiran dan belakang sekolah. Langkah kakinya menuju ke belakang sekolah.

    Seperti janji sang pengirim surat, dia sudah menunggu di belakang sekolah dengan tas merahnya.

    Ternyata dia seorang cewek dengan tinggi semampai, rambutnya terurai sedikit melebihi bahu,

    muka manis dan body yahud. Pokoknya bisa dibilang masuk ke golongan cewek cantik deh...

    Andrew nggak langsung nyamperin cewek itu. Dia mengintip dahulu dan mempersiapkan

    jantungnya biar nggak kenapa-kenapa atau setidaknya mempersiapkan sedikit kata-kata. Setelah

    beberapa menit, akhirnya Andrew menampakkan mukanya di depan cewek itu.

    Hai! Gue Bella, sapanya sambil mengulurkan tangan.

    Andrew, balas Andrew cool.

  • Gue udah tau kok. Menurut surat lu, ada yang mau lu sampaikan ke gue, tutur cewek itu

    sambil mengeluarkan sepucuk surat dari tasnya.

    Dahi Andrew langsung merengut. Seingatnya motif amplop yang dikeluarkan Bella beda sama

    yang ditaruhnya kemarin.

    Surat dari gue? tanyanya dengan heran.

    Iya. Surat ini dari lu kan? Ganti Bella yang mulai merengut.

    Eh, iya... iya itu surat dari gue , jawab Andrew agak ragu. Dia berusaha membuat masalah ini

    nggak bertambah panjang.

    Nah, kalo begitu apa yang mau lu omongin sama gue? Lu udah tau kan maksud gue ngirim

    surat ke lu? Sekarang apa jawaban lu? Dengan to the point Bella menanyakan apa yang ada di

    pikirannya.

    Hmm..., gumam Andrew.

    Terus terang aja gue nggak gitu seneng dengan cara lu naruh surat tiap hari di laci meja gue

    dan... gue nggak...

    Stop! sela Bella.

    Gue udah ngerti kok maksud lu. Makasih buat jawaban lu. Bella lalu berlari kecil

    meninggalkan Andrew. Tanpa melakukan apa pun atau berusaha mengejar, Andrew berjalan

    santai meninggalkan tempat janjiannya.

    cck... cck... cck.. Ada produk bagus kok ditolak gitu aja, kata Andro yang tiba-tiba sudah

    berada di balik tembok.

    Oh, gue tau sekarang.. siapa yang nuker surat gue. Lu kan? Kita liat aja nanti. Andrew seolah

    mengancam, lalu berjalan meninggalkan Andro yang masih berdiri dibalik tembok dengan

    senyum puasnya.

    ....

    Besok paginya, Andrew menghampiri Jackie yang baru datang. Siapa yang nggak tau Jackie, dia

    tuh sumber dari segala informasi.

    Jack, lu tau nggak yang namanya Bella? tanya Andrew.

    Bella yang mana nih? tanyanya balik sembari meletakkan tas.

    Yang rambutnya lurus dan panjangnya sekitar segini..., Andrew memperagakan perkiraannya.

    Nah, kalo nggak salah dia pake tas warna merah, tambahnya.

  • Nggak penting banget sih lu bawa-bawa warna tas.

    Siapa tau aja penting.

    Jackie mencoba berpikir sejenak....,

    Oh, dia kali ya yang lu maksud. Kayaknya sih dia anak kelas 1-3. Lagian, ngapain sih lu nanya-

    nanya tuh anak? Jangan sampai lu bilang naksir dia ya. Jackie mencibir.

    Emang kenapa sama tuh anak? Spontan Andrew bertanya.

    Menurut berita yang gue dengar, dia itu agak aneh. Tapi gue nggak tau pastinya sih.

    Eh Jack, lu dipanggil Pak Roby th. Katanya mau nanya tempat makan yang enak atau apa gitu.

    Nggak ngertilah gue. Nadia datang dengan sepotong pesan.

    Sori ya, Ndrew. Gue cabut dulu.

    Setelah berpikir sejenak, Andrew beranjak pergi. Hah! Nggak taunya dia ke kelas 1-3.....

    Permisi... yang namanya Bella mana ya? tanya Andrew ke salah seorang murid yang lagi

    berdiri di dekat pintu kelas sambil ngobrol.

    Oh, bentar ya, jawabnya singkat.

    Bel, ada yang nyari nih....! teriaknya dengan keras.

    Nggak lama kemudian, cewek yang kemarin udah nongol di depan mata Andrew.

    Sori, ganggu sebentar. Hm,.. Mengenai masalah kemarin, sebenarnya yang suka sama lu itu

    Andro, temen sekelas gue. Anaknya agak suka jual mahal, tapi katanya dia suka banget sama lu.

    Nah, kayaknya lu deh yang harus deketin dia duluan. Gue sih dateng Cuma mau kasih tau itu

    aja, jelas Andrew.

    Beneran nih? Andro itu yang main basket sama lu waktu itu kan? Bella langsung kelihatan

    semangat.

    Iya. Keren bagnet kan anaknya, sanjung Andrew.

    Bla... bla... bla... Singkat cerita, setelah Andrew menambahkan cerita ini-itu ke Bella. Dia

    langsung kelihatan tertarik. Kayaknya sih hatinya udah mulai berbunga-bunga. Setelah

    melancarkan serangan, akhirnya Andrew menarik mundur ke belakang alias say good bye.

    ....

  • Ini dia jamnya istirahat, waktu luangnya anak-anak di sekolah. Kebetulan Andro lagi di kelas.

    Beberapa menit setelah bel berbunyi, Bella udah nemplok di pintu kelas Andrew dan menatap

    Andro dengan tatapan gimana gitchu. Ternyata lebih cepat dari perkiraan Andrew.

    Hello, Ndro. Dengan cepat tangan Bella udah ada di pundak Andro.

    Apaan sih, Ndra Ndro segala. Emang lu pikir gue Indro! protesnya dengan risih.

    Ah, jangan gitu dong. Gue tau kok kalo sebenernya lu suka sama gue, Cuma lu suka jual mahal

    aja.

    Idiih.... apaan sih. Andro mulai tambah risih. Dia langsung ngibrit keluar kelas. Anak-anak

    kelas yang ngeliatin mereka Cuma bisa geleng-geleng kepala, nggak nyangka sama sekali.

    Hah, ternyata sadis juga tuh cewek. Urat malunya udah putus kali ye... Cakep-cakep, tapi nggak

    normal, komentar Jackie.

    Akhirnya Andrew tertawa puas setelah melihat tontonan menarik, gratis lagi. Menurut kabar

    terakhir sih, Bella ngikutin Andro pergi. Pergi ke kantin, dia ikut. Jam istirahat kedua , dia

    nempel terus. Bahkan gara-gara harus ngelewatin kelas 1-3 kalo harus ke WC , Andro dikejar

    juga sampai ke WC. Untungnya sih nggak sampai masuk segala. Kalo sampai maksain ngikut,

    wah bisa repot tuh urusannya.

    BTW, kayaknya Andrew cocok juga tuh jadi salesman. Bisa-bisanya buat Bella langsung klepek-

    klepek setelah mendengar kata-kata bombastisnya Andrew. Atau emang Bella yang inisiatifnya

    terlalu berlebihan ya...???

  • AN UNIQUE MAID

    Heh, ini pasti ulah lu yang bikin tuh cewek ngejar-ngejar gue? tuduh Andro dengan pasti.

    Kalo dipikir-pikir sih 50% emang karena usaha gue. Tapi 50%-nya lagi kayaknya memang dari

    dianya sendiri. Lagian lu sendiri kan yang bilang itu barang bagus. Gue sebagai pembantu lu

    akan memberikan yang terbaik, jelas Andrew.

    Tapi ngapain juga lu kasih ke gue! protesnya,

    Udah, lu nikmatin aja. Tuh, Yayang lu udah nunggu di depan, tunjuk Andrew santai.

    Ini udah hari kelima Andro menerima kemalangannya atau nasibnya. Belum selesai berdebat,

    Andro udah harus tancap gas sebelum hal yang nggak diinginkan terjadi. Lima hari juga Andrew

    merasa lebih tenang.

    ...

    Mana tuh pasangan setia lu? ledek Andrew begitu melihat Andro masuk kelas tanpa beban.

    Oh, Bella maksud lu? Udah gue sekap di gudang sekolah, jawabnya dengan bangga. Satu

    masalah berat seakan sudah hilang dari hidupnya.

    Kalo nggak salah, tadi lu bilang lu itu pembantu gue ya? Aha ! Gue jadi inget lagi. Kalo begitu,

    lu tinggal tunggu perintah dari gue, katanya dengan muka nyengir.

    so what gitu loh, tepis Andrew. Dia malah ngajak anak-anak ngobrol tanpa memperdulikan

    Andro.

    Hei, janji tetap janji! Andro menghalangi pembicaraan Andrew dengan anak di depannya.

    Atau... Mukanya terlihat licik.

    Atau apa? Lu mau nantang gue lagi? jawab Andrew sengit.

    Atau adik lu jadi inceran gue. Lumayanlah .... Dia cantik dan kayaknya smart juga.

    Jangan sekali-sekali lu ngancem gue. Dan satu lagi! Jangan pernah ganggu adik gue! Tanpa

    gemetar Andrew menanggapi ancaman Andro.

    Sepulang sekolah, Andrew bener-bener kayak lagi kesambet setan iseng. Korbannya nggak lain

    adalah Andro, musuh bebuyutannya yang seolah selalu ikut campur dengan urusannya. Nggak

  • parah-parah banget sih isengnya. Andrew Cuma ngempesin ban motor sport warna merahnya

    Andro. Untungnya Andrew nggak niat ngerusakin atau ngelecetin motor gede kesayangan Andro

    yang udah ketahuan harganya 30jutaan. Bisa nangis darah tuh Andro kalo kejadiannya kayak

    gitu.

    Sesuai perkiraan, Andro datang 20 menit setelah proses pengempesan selesai. Andrew memantau

    dari belakang sana sambil tersenyum. Tanpa sadar, Andro menstarter motornya. Baru jalan

    beberapa meter, dia mulai menyadari ada yang nggak beres sama ban motornya. Tarikannya jadi

    lebih berat. Begitu lihat ke belakang, dia baru nyadar kalo bannya nggak beres. Mukanya

    berubah jadi BT meskipun jaket coklat bergambar scorpio yang dipakainya udah bikin

    tampangnya tambah keren. Dari jauh mulutnya kelihatan komat-kamit sendiri. Andrew yang

    melihat tingkah Andro cekikikan sendiri.

    Sesaat kemudian, Andro mengeluarkan HP dari kantong celananya. Mau panggil derek kali ya,

    soalnya di deket-deket sekolah nggak ada tukang ban atau bengkel. Bengkel yang paling deket

    aja jaraknya sekitar dua kilometer dari sekolah. Belum lagi harus bawa motor yang berat itu

    sambil panas-panasan. Bisa mandi keringat dalam sekejap tuh. Eh, tapi kok malah HP nya

    Andrew yang getar.

    Hallo..., jawab Andrew tanpa curiga dengan nomor yang belum dikenalnya.

    Ndrew, sekarang lu harus ke tempat parkir sekolah. Se... ka.... rang! perintah Andro.

    Gue udah ada di rumah. Lagian ngapain juga gue mesti dengerin perintah lu.

    Mau bohongin gue? Mau pilih mana, lu dateng sekarang atau gue kempesin ban mobil lu di

    parkiran depan? Andrew lalu langsung menghentikan pembicaraan secara sepihak.

    Bego! Bego! Andrew menyesali kebodohannya sambil memukul-mukul kepalanya.

    Ada apaan? Dengan lagak sok nggak ada dosa, Andrew menghampiri Andro yang masih

    meneliti motornya.

    Sesuai yang lu lihat, ban motor gue kempes tanpa sebab. Jadi... Sebagai pembantu yang baik,

    tolong lu bawa ke tukang ban atau apalah, ucapnya.

    Apa...,?!

    Udah, nggak usah banyak ngomong sebelum ban mobil lu ikut kempes. Gue mau nebeng sama

    Mike, dia udah nunggu gue di depan. Kalo sampai besok motor gue masih belum kelar, ban

    mobil lu masih jadi inceran gue. Meskipun nanti lu nggak bawa mobil toh masih ada adik lu,

    potongnya,lalu memberikan kunci motornya.

    Bye..... Andro berlalu dengan santainya.

  • Ah, sial! pikir Andrew. Niatnya mau ngerjain malah jadi repot sendiri. Siapa juga yang mau

    ngedorong motor berat gitu.

    Nah, untungnya ide cemerlang melintas di kepala Andrew begitu melihat Kurnia yang lewat di

    depannya. Berhubung Kurnia terkenal sebagai anak yang mau ngelakuin apa aja buat ngedapetin

    uang, Andrew pengen ambil jalan pintas aja biar nggak repot. Intinya memanfaatkan jasa Kurnia

    gitu deh.

    Eeee, sini lu, panggil Andrew.

    Lu panggil gue? tanya Kurnia heran soalnya Andrew hampir nggak pernah ngomong sama dia.

    Iya, elu.. tanggap Andrew.

    Napa nih panggil-panggil gue?

    Gue ada job buat lu. Kurnia dengerin sambil manggut-manggut.

    Motor yang di sebelah gue ini kan kempes bannya. Kalo lu mau, bawa ni motor buat

    dipompain. Entar gue bayar. Gimana?

    Ya,,, dibayar berapa dulu?

    Goceng, tawar Andrew sambil menunjukkan lima jarinya.

    Kurang kali. Ogah gue kalo bawa berat gini Cuma dikasih goceng, tolaknya sambil

    mengerutkan dahi.

    Ah, udah kayak tukang ojek aja lu. Ceban deh.

    Masih kurang....

    Nggak mau ya udah. Masih ada Seno kok. Lagian udah untung kali bisa bawa tuh motor jalan-

    jalan, terus masih dibayar lagi. Kapan lu bisa ngendarai motor sebagus itu? jawabnya cuek.

    Mendengar itu, Kurnia berusaha menghalangi Andrew yang mau jalan. Dia mulai berpikir. Boleh

    deh. Ceban!

    No.Goceng!

    Oke deh daripada enggak.

    Pikiran Kurnia seakan udah kebaca sama Andrew. Nih motor akan dipakai dia buat nampang ke

    rumah Carol. Jadi dibayar berapa aja pasti dia mau. Akhirnya uang goceng dikeluarkan dari

    kocek Andrew dengan puas. Nggak ada tanggung jawab, dan nggak ada lagi masalah. Biar aja

    Kurnia bawa tuh motor yang gedenya udah kayak motor patroli polisi.

  • .....

    Besoknya pagi-pagi banget, Andro udah nyamperin Andrew. Buat apa kalo bukan minta motor

    kesayangannya.

    Mana motor gue?

    Andrew meletakkan tasnya ke meja.Duh, panik banget sih lu.

    Apa lu nggak panik kalo mobil lu ilang? Lu liat dong. Di parkiran mobil lu udah nongol, tapi

    motor gue belum. Andro ngotot.

    Udah, tunggu aja sampai Kurnia dateng. Paling bentar lagi. Lalu Andrew menyandarkan

    badannya ke kursi dengan santai.

    Hah?! Kurnia?Yang gue suruh kan elu.

    Iya. Yang lu suruh emang gue, tapi abis itu gue suruh Kurnia.

    Saat Andro kelihatan agak panik dan kesal, Andrew malah dengan cueknya mengambil

    sebungkus roti dari tasnya. Lalu dia makan tanpa merasa terganggu dengan tatapan mata Andro

    yang nggak biasa. Siapa juga yang tahan sama orang kayak gitu. Jadi Andro memutuskan untuk

    pergi keluar dan menunggui motornya yang nggak sampai-sampai.

    Lima menit kemudian, Andro balik lagi ke kelas. Dia langsung menghampiri Andrew yang lagi

    duduk santai sambil dengerin MP3 dari HP-nya. Tanpa babibu, Andro menarik Andrew keluar

    sampai tiba di tempat parkir. Udah beberapa kali Andrew ngoceh-ngoceh gara-gara tingkah

    Andro yang seenaknya. Akhirnya mereka berhenti juga di depan motor Andro yang sudah ada di

    parkiran. Kurnia berdiri di sebelah motor itu dengan wajah menunduk. Wah, kayaknya bad

    feeling nih... Andro memberi isyarat dengan matanya agar Andrew melihat motornya, tapi malah

    dibalas dengan isyarat mata lagi.

    Aah... Lemot lu! Tuh liat apa yang ada di motor gue. Andro menunjuk ke bagian depan motor.

    Ooohh,,, Gitu aja kok ribut. Tunggu sebentar ya. Tiba-tiba Andrew nyelonong dengan

    santainya.

    Nggak lama kemudian, dia dateng lagi sambil membawa sticker. Dalam sekejap, bagian yang

    tadi ditunjuk Andro udah ditempeli sticker Shinchan sama Andrew.

    How jenius I am? ucapnya bangga.

    Apa maksud lu nih!

    Maksud apa lagi sih....

  • Apa maksud lu nempelin sticker anak kecil kayak gini di motor gue! komplain Andro dengan

    gemas.

    Itu buat nutupin bekas goresan di motor lu lah. Lagian nggak jelek-jelek amat kok.

    Andro melepaskan sticker itu dengan wajah BT-nya.

    Lu itu orang yang nggak ada tanggung jawabnya sama sekali! keluh Andro kesal.

    Tanggung jawab apa? Gue kan nyuruh Kurnia. Kalo kejadiannya begini, yang salah dia dong.

    Gantian Andrew yang jadi keki. Dia merasa udah berusaha, tapi masih diomelin. Buat hal yang

    nggak dia lakukan.

    Tapi kan gue nyuruh lu. Itu kenapa gue nggak nyuruh orang lain....

    Untuk ngerjain gue kan? sela Andrew ketus.

    Suara Andrew mulai terdengar terputus-putus saat mencoba membela dirinya lagi. Sekarang

    Andrew berbalik ke arah Kurnia yang dari tadi diem aja.

    Nah, lu kenapa sampe buat nih motor kayak gini?

    Mmm... Sori gue nggak sengaja. Waktu gue ke rumah Carol, gang rumahnya terlalu sempit jadi

    motornya kegores. Lagian dikit doang, Ndro,...,

    See! Ini murni bukan salah gue. Urusan lu sama Kurnia, bukan sama gue. Bye, ucapnya nggak

    kalah kesal dengan Andro, lalu ngeloyor begitu aja.

    Kata-kata Andrew semuanya hampir masuk akal dan membuat Andro nggak bisa ngomong apa-

    apa lagi. Gantian sekarang Andro melototin Kurnia yang udah ngebuat goresan di motornya

    hampir 2 cm. Meskipun nggak parah-parah banget, tapi tetep jadi masalah buat Andro.

    Selama di sekolah, Andrew sampai nggak ngomong sama sekali sama Andro dan sebaliknya.

    Keduanya benar-benar seperi musuh bebuyutan dan nggak tahu kapan berakhirnya.

    ......

    Jam di kamar Andrew sudah menunjukkan pukul delapan malam.Andrew masih asyik

    memainkan gitar listriknya di atas kasur sambil menulis-nulis sesuatu di kertasnya, lalu dicoret-

    coret lagi. Sepertinya dia sedang mencoba membuat lagu juga.

    Aktivitasnya itu udah dia lakukan sejak selesai makan malam tadi. Tiba-tiba HP-nya berdering.

    Nama Andro ada di layar. Begitu tahu Andro yang ngehubungi, dia cuek. Bunyi HP di

    sebelahnya dibiarkan begitu saja sampai diam sendiri. Ternyata Andro nggak nyerah. Berkali-

    kali dia menelepon lagi, dan berkali-kali juga di-eject sama Andrew. Tadinya mau dimatiin, tapi

  • Andrew lagi nunggu kabar dari Sam tentang band mereka. Mau nggak mau Andrew menerima

    juga telepon dari Andro daripada bunyi terus-menerus.

    Halo..., ucap Andrew malas-malasan sambil meletakkan gitarnya ke samping.

    Halo....

    .....

    Kalo nggak ada yang penting mending ditutup aja deh, sambung Andrew ketus setelah

    beberapa saat nggak ada lanjutan dari kata halo-nya Andro.

    Sabar dulu dong..., cegah Andro sebelum dimatiin sama Andrew.

    Gue mau minta dianterin makanan nih. Kelaperan gue.....

    Ndro, please deh. Gue ini bukan baby sitter lu yang harus ngasih lu makan segala macem,

    selanya.

    Seperti biasa nggak ada yang mau ngalah. Sukanya pada nyela kalo ada yang ngomong......

    Eh, tolong inget kedudukan lu ya.

    Ya udah lah daripada gue harus ngomong panjang-lebar sama lu. Andrew terdengar acuh.

    Gitu kan lebih enak didenger. Gak pake L alias lama dan satu lagi bawanya yang banyak ya,

    pesan Andro dengan senang dan penuh penantian setelah permintaannya disetujui.

    .... Telepon sudah diputus begitu aja sama Andrew sebelum mendengar semuanya.

    .....

    Sekitar 20 menit kemudian, bel rumah Andro berbunyi. Dengan cepat Andro berlari ke pintu

    depan. Menurut perkiraannya, sudah waktunya pesanannya datang. Waktu pintu dibuka, andro

    Cuma bisa melongo melihat orang yang ada di depannya. Memang sih pesanannya udah ada di

    depannya, tapi yang nganter bukan Andrew. Petugas antar datang dengan tiga kotak pizza ukuran

    besar, salad, spaghetti, dan nggak ketinggalan bonnya. Geleng-geleng deh tuh pas lihat jumlah

    tagihannya. Terpaksa Andro harus mengeluarkan uang sendiri buat bayarnya.

    Baru aja kotak-kotak di tangannya ditaruh di atas meja makan, sudah ada bunyi bel lagi. Kali ini

    yang dateng petugas antar dari McD. Isi bungkusan yang dibawanya bisa ditebak, ada burger,

    ayam dan kentang. Lagi-lagi uang Andro harus dikeluarkan. Baru aja balik badan, bel sudah

    berbunyi lagi. Kali ini antaran dari Gokana dengan steak dan tiramisu-nya. Ujung-ujungnya,

    Andro harus ngeluarin uang lagi.

  • Sekarang uang yang ada didompet Andro tinggal 20 ribu. Kalo ada yang datang lagi, habislah

    nyawanya. Begitu dia denger bunyi bel, dia langsung kabur sambil pesan ke pembantu rumah

    untuk nggak ngebukain pintu.

    Semua makanan itu dibawanya ke atas. Saking banyaknya, hampir saja ada yang jatuh.

    Ditaruhnya bungkusan-bungkusan itu di atas meja kamarnya. Meskipun Andro masih merasa

    laper, tapi dia Cuma bisa memandangi semua makanan itu sambil menarik nafas dalam-dalam.

    Rencana yang tadi telah dia susun harusnya nggak berjalan seperti ini. Tapi sekarang malah

    ancur abis!!! Siapa juga yang harus ngabisin ini semua?! Ngeliatnya aja udah bikin kenyang...

    Akhirnya makanan yang berlebih disimpen ke dalam kulkas kecil di kamarnya sambil terus

    ngoceh-ngoceh sendiri.

  • FULL STOP!

    Kayaknya sarapan lu enak banget ya? sindir Andrew waktu melihat Andro membuka kotak

    sarapannya yang berisi dua potong pizza plus tiga sacheet chili sauce.

    Andro menatap Andrew tajam. Ini gara-gara lu. Tau nggak?!

    Seolah nggak mendengar, Andrew mengorek-ngorek kupingnya dengan kelingking. Pardon?

    Nge-BT-in banget sih lu. Gara-gara lu, uang makan gue langsung ludes.

    Gue?! Mulai lagi deh tampang bloonnya dikeluarin.

    Lu kan yang pesen segala macem makanan itu, terus dikirim ke rumah gue?

    Oh, iya. Lu udah terima? Enak nggak?

    Enak gigi lu bekonde! cela Andro sambil menggigit potongan pizza yang udah ada di

    tangannya.

    Yee, maaf deh. Gue kan nggak tau makanan apa yang lu suka. Kalo emang nggak enak, ya

    udah.

    Udah... udah... Sana lu jauh-jauh dari gue sebelum nafsu makan gue ilang! usir Andro.

    Ya udah, tha... tha. Dalam sekejap Andrew menghilang dari pandangan Andro. Andro

    memperhatikan makanan yang dipegangnya sambil menarik nafas dalam-dalam. Hanya itu yang

    bisa dilakukan Andro, soalnya Andrew langsung menghilang tanpa rasa bersalahnya. Andro

    masih nggak percaya. Gara-gara makanan itu semua, uang sakunya langsung berkurang drastis

    hanya dalam waktu setengah jam!

    Beberapa menit kemudian, Jackie datang. Dia menyodorkan selembar kertas ke arah Andro.

    Apaan nih? Andro masih tampak bingung.

    Tiket doang.

    Hah! Gue lagi nggak ada uang. Mending lu tawarin ke anak lain aja dech.

    Emang siapa yang bilang lu harus bayar. Ini tiket masuk kalo lu mau lihat Andrew manggung.

    Tadi gue dikasih sama dia dua. Nah, sekarang gue tawarin ke lu. Kalo emang nggak mau, gue

    akan kasih ke anak lain.

  • Eh, tiket masuk? Andro spontan melonjak dan mengambil lembaran di tangan Jackie.

    Deuh, sebegitu semangatnya.....,

    Ya udah, gue ambil. Thanks ya, ucapnya seraya mengamati tiket itu.

    Eit, tunggu dulu...., sela Jackie sambil menarik lagi tiketnya yang membuat Andro

    mengerutkan dahinya.

    Lu baru boleh dapetin nih tiket kalo udah kasih gue tumpangan buat pergi ke sana. Sebuah

    syarat ternyata sudah dipersiapkan Jackie.

    Ah, itu sih gampang. Ntar gue dateng ke tempat lu sebelum pukul tujuh. Oke? katanya sambil

    tersenyum.

    Gue tunggu, jawab Jackie sigap.

    ....

    Well, tempat Andrew tampil emang nggak sedahsyat tempat tampilnya Slank atau Dewa. Hanya

    di sebuah kafe yang agak rame dengan jejeran meja yang diatur sedemikian rupa membentuk

    lingkaran. Di luar panggung mereka, tidak ada atap yang menutupi ruangan. Setiap meja

    memiliki tutup sendiri berupa payung besar.

    Andrew sebagai vokalis sekaligus gitaris band-nya membawakan lagu-lagu slow rock ciptaan

    mereka sendiri. Para cewek nggak berkedip memperhatikan penampilan Andrew dari atas sampai

    bawah, biasalah....

    Nah, di pojok sana sudah ada Andro dan Jackie yang lagi duduk-duduk. Jackie nggak menyia-

    nyiakan kesempatan. Dia melirik ke sana-sini mengincar cewek-cewek seksi. Sedangkan Andro

    nggak bosen-bosennya memperhatikan aksi Andrew yang nggak disadari.

    Begitu lagu yang mereka bawakan selesai, tepuk tangan mewarnai tempat itu dan beberapa

    request pun datang. Tak ada yang menduga, tiba-tiba seorang cowok berjalan menuju panggung.

    Heh, lagu lu tuh sampah banget. Tau nggak! cacinya. Cowok berbaju hitam dan celana jeans

    ini memaki-mak iAndrew dan teman-temannya dengan senyum sinis. Kejadian itu sempat

    mengundang perhatian para pengunjung lain. Hampir aja amarah anak-anak meledak. Tapi

    mereka berusaha menahan diri daripada malah merusak imej sendiri.

    Sampai ada satu cowok yang menyusul maju ke depan.

    Heh! Punya mulut bisa dijaga nggak? ucap cowok itu yang nggak lain adalah Andro.

    Hh.. Siapa lu? Punya nyali juga lu ya?! ejeknya dengan remeh.

  • Tanpa ragu sebuah pukulan dilancarkan Andro tepat ke arah muka cowok itu. Andro geram

    sekali dengan cowok yang nggak mikir tiga kali dulu sebelum bicara.

    Konyol juga lu! Kalo lu nggak mau gue katain macem-macem, tunjukin kalo mereka bukan

    sampah! tantangnya sambil menunjuk ke arah panggung.

    Menanggapi ucapan cowok itu, Andro pun naik ke atas panggung. Semua pengunjung masih

    memperhatikan mereka. Andro mengatur sedemikian rupa anak-anak band itu agar mengikuti

    anjurannya.

    Oke,guys. Its for you all! seru Andro dengan semangat. Sekarang dia jadi vokalis. Mau nggak

    mau Andrew pun nurut walaupun terpaksa karena diatur sama tamu yang nggak diundang itu.

    Musik kali ini agak berbeda, terdengar agak nge-beat. Diakui atau nggak, lagu yang dibawakan

    Andro dinikmati sama pengunjung. Buktinya terlihat gerakan-gerakan kecil yang dilakukan

    pengunjung di bawah kursinya. Apalagi cewek-cewek yang kebetulan lagi nongkrong di situ.

    Mereka sampai lompat-lompat segala. Dibilang aneh ya aneh. Tapi anak-anak band jadi bisa

    tersenyum setelah melihat pengunjung menikmati musik mereka. Sepertinya nggak sia-sia

    mereka melakukan semua ini, meskipun tadinya sempat syok.

    Setelah Andro menyanyikan sebuah lagu, si biang kerok itu pun kabur tanpa ditantang balik.

    Alhasil kedudukan Andrew sebagai vokalis tergantikan dengan sendirinya. Dengan merengut dia

    tetap mengikuti alur acara yang harus diselesaikan oleh anak band-nya. Andrew tetap

    memaksimalkan penampilannya sebagai pemain gitar.

    Nah, tugas mereka selesai setelah Andro menyanyikan tiga lagu. Waktu yang sudah ditentukan

    untuk mereka akhirnya habis. Andro turun dari panggung, sementara Andrew dan anak band-nya

    ngumpul dulu di sebuah ruangan yang tadi digunakan sebelum manggung.

    Ndrew, lu kenal sama anak tadi? ucap Anto, si drummer.

    Andrew terdiam, malas menanggapi pertanyaan temannya itu. Memang saat ini dia lagi males

    banget ngurusin semua hal yang menyangkut Andro.

    Iya, Ndrew. Lu kenal sama tuh anak? Gue akui tuh anak punya talenta. Kalo lu kenal dia, lu

    ajak gih buat gabung sama band kita, tanya Roni yang lagi ganti baju.

    Gue setuju tuh. Kalo ada dia, kayaknya semakin besar kesempatan kita untuk dapet nama.

    Buktinya ya tadi itu...

    Bisa nggak sih lu semua nggak ngomongin tuh orang! sela Andrew dengan kesal. Ucapan

    Bonbon yang ikutan komentar harus terputus di tengah jalan karena selaan yang dilontarkan

    Andrew dengan nada ketus.

  • Bukan maksud kita nggak nganggep lu, Ndrew. Maksudnya,,, siapa tau lu bisa duet sama dia,

    kan band kita jadi lebih bagus. Apalagi kalo lu udah kenal sama dia. Dewa aja kayak gitu, ralat

    Dimas, si pemain bass yang biasa jadi penengah.

    Udah, nggak usah basa-basi sama gue. Kalo lu semua pengen dia jadi anggota band, biar gue

    yang keluar, putus Andew dengan emosi, lalu keluar sambil membanting pintu.

    Anak-anak band sampai melongo. Selanjutnya desas-desus pun keluar dari mulut mereka karena

    tingkah Andrew yang aneh. Menurut mereka, ini kan sekadar masukan untuk kebaikan band

    mereka sendiri, tapi Andrew menanggapinya dengan emosi. Padahal mereka juga nggak tau apa

    yang terjadi antara Andrew dan Andro.

    Yah... namanya juga lagi emosi. Siapa yang mancing duluan juga nggak jelas. Salah biang onar

    tadi, salah Jackie yang udah ngajak Andro, salah anak-anak band yang udah memulai

    pembicaraan pembicaraan yang menyinggung, salah Andro yang ikut campur atau salah Andrew

    sendiri yang udah kasih undangan ke Jackie. Semuanya nggak ada yang tahu. Yang jelas keadaan

    Andrew saat ini lagi emosi!

    Ternyata ada satu orang lagi yang datang di saat nggak tepat. Dia nunggu di depan mobil

    Andrew. Siapa lagi kalo bukan Andro, orang yang lagi dibenci Andrew.

    Ndrew, lu nggak tersinggung kan sama apa yang gue lakuin? Gue nggak ada maksud apa-apa,

    tadi itu refleks aja. Andro berusaha menjelaskan waktu Andrew nongol dengan tampang

    juteknya.

    Sayangnya penjelasan Andro itu nggak digubris Andrew. Dia tetap jalan ke arah mobilnya

    seakan nggak ada orang yang bicara di depannya. Lalu dengan enteng, dia menutup pintu mobil

    itu. Mesin dinyalakan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Andro yang masih berusaha

    menjelaskan. Dia lalu menjalankan mobilnya, meskipun Andro masih berdiri di depannya.

    Hampir aja....

    ....

    Andrew nggak langsung pulang ke rumahnya. Dia jalan-jalan sendiri keliling kota Jakarta yang

    dihiasi lampu-lampu jalanan. Di dalam mobil terdengar musik yang agak keras sedang

    disetelnya.

    Malam ini sebenarnya malam yang sudah lama ditunggu Andrew. Dia lah yang meminta tolong

    Sam agar Pamannya yang punya kafe mau menerima band-nya untuk manggung. Semua untuk

    band-nya! Tapi apa yang dia terima? Teman-teman band-nya seperti nggak melihat usaha yang

    udah dilakukannya.

    Siapa yang nggak emosi waktu dirinya dibanding-bandingkan dengan orang lain. Sedangkan

    usahanya dianggap nol besar! Itu alasan yang membuat Andrew emosi setengah mati. Dia jadi

  • tambah benci lagi sama yang namanya Andro. Sejak kedatangannya ke Jakarta, seakan

    ambisinya hanya satu, membuat persaingan dengannya. Entah sampai titik mana kepuasan yang

    ingin diperoleh Andro.

    Sebelumnya semua berjalan normal-normal aja. Kedatangan Andro seakan pengen menguasai

    diri Andrew. Ini kan hal yang aneh. Pertama, Andro datang ke SMA yang sama dengan Andrew

    padahal banyak SMA di Jakarta. Kedua, dia selalu ingin menguasai Andrew. Ketiga, dia nggak

    ngerti batas kesabaran orang. Ini nggak boleh dibiarkan berlama-lama. Sambil nyetir dan nahan

    emosinya, pikiran Andrew ke mana-mana.

    ....

    Sepulang sekolah, dua cowok tiba-tiba membekap Andro sampai Andro nggak bisa berkutik.

    Andro diikat, lalu dimasukkan ke dalam sebuah mobil jazz. Tuan penculik yang sama-sama

    masih memakai seragam sekolah itu naik ke mobil. Selanjutnya melajukan mobilnya setelah

    membayar dua suruhannya setelah berhasil menjalankan tugas.

    Apa maksud lu nih? tanya Andro dengan nada keras.

    Lu diem aja di situ! perintahnya sambil nyetir mobil.

    Dengan badan yang diiket plus mata yang ditutup, nggak ada yang bisa dilakukan Andro. Dia

    Cuma terbujur di jok belakang tanpa bisa protes ini-itu. House music yang disetel malah

    membuatnya tambah BT. Selain karena tangannya yang nggak bisa bebas bergerak,

    perjalanannya terasa lama banget. Bayangin aja, hampir dua jam dia berpose dengan gaya yang

    sama. Efek suara bass sound system-nya yang terasa banget di joknya juga membuat kupingnya

    pengang.

    Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, mesin mobil dimatikan. Itu tandanya perjalanan

    sudah selesai, pintu mobil belakang dibuka. Udara segar langsung masuk ke dalam mobil,

    menggantikan udara yang berbau parfum dari AC mobil.

    Oh... elu, kata Andro setelah penutup matanya dibuka. Dia membuang mukanya waktu melihat

    wajah Andrew ada di depannya.

    Tali yang mengikat tubuh Andro pun dibuka dengan sebuah pisau lipat yang dikeluarkan dari

    saku celana Andrew. Muka Andrew sudah merah seperti ingin mengeluarkan semua marahnya.

    Dia menarik badan Andro dengan paksa. Andro melihat ke sekelilingnya sambil berusaha

    menyeimbangkan tubuhnya.

    Bukkk!!! Sebuah tonjokan dari Andrew menghantam wajah Andro.

    Gue nggak seneng ngeliat muka lu yang selalu ngeremehin gue! teriak Andrew.

  • Sama seperti sebelumnya, Andro tetap memasang wajah nggak perduli.

    Lu masih ingat gue kan!? teriaknya lagi sambil menonjok Andro tepat sasaran.

    Liat gue! paksanya sambil menarik kerah seragam Andro.

    Lu masih inget gue kan? Tujuan lu apa ? Bales dendam? Suaranya mulai mereda, tapi Andro

    tetap memasang wajah yang sama.

    Seakan kehabisan akal, Andrew berjalan begitu aja. Baru beberapa langkah, dia membalikkan

    badannya dan... Hampir saja satu bogem meninju wajah Andro. Tapi keadaan sekarang berbalik,

    dengan cepat Andro menangkap tangan Andrew. Selanjutnya Andrew nggak bisa berkutik lagi

    karena sudah dikunci mati.

    Udah selesai ngomongnya? Well, udah pasti gue inget lu. Sejak kapan sih gue bisa ngelupain

    lu? Gue kasihan ngeliat lu yang krisis identitas. Gantian Andro yang buka suara.

    Apa maksud lu dengan krisis identitas? sanggah Andrew.

    Ngubah nama sendiri dari Alendra ke Andrew, berpenampilan kayak gini, dan satu lagi...

    Tangan Andro masuk ke dalam kemaja Andrew. Dalam sekejap dia mengeluarkan sebuah kain

    pres yang modelnya kayak korset dari bagian perut.

    Tenang... jangan mikir yang macem-macem dulu. Tangan Andro nggak meraba ke mana-mana

    kok, hanya melepaskan kaitan kain yang ada di bagian belakang agak samping. Bukan hanya itu

    usaha Andrew buat buat nutupin identitasnya. Andrew juga suka pake baju yang warnanya

    gelap-gelap. Dia nggak pernah mau berenang. Baju yang dipake nggak pernah ketat-ketat.

    Pernah suatu kali identitasnya hampir kebongkar ama Sam. Gara-garanya Sam ngerasa ada yang

    beda dibalik baju Andrew. Tapi Andrew langsung berdalih kalo itu Cuma balutan luka yang

    ada di punggungnya.

    Ini nih yang ngerusak diri lu sendiri. Mau sampai kapan nutup-nutupin diri lu sendiri?

    ...

    Andrew terdiam sambil menunduk. Tetesan air membasahi tangan kanan Andro.

    Penampilan berubah, tapi kayaknya lu masih kayak dulu.... ucap Andro dengan lembut.

    Satu tangan Andro yang masih mengunci gerakan Andrew dan satunya lagi bergerak

    mengalungkan tangannya di bawah leher Andrew. Badan Andro mendekat ke badan Andrew,

    sedangkan Andrew sama sekali tidak mencoba berontak. Air matanya masih menetes, seolah

    emosinya keluar semua.

  • Setengah jam kemudian ketika tangis Andrew mulai mereda, Andro melepaskan dekapannya,

    lalu duduk di atas rumput. Maklum,.. habis ditonjok dua kali ditambah berdiri setengah jam

    lebih. Kebayang kan gimana rasanya.

    Andrew menarik napas panjang sambil menikmati udara segar pegunungan. Nggak lama

    ngikutin Andro duduk.

    Kita di mana? Tanya Andro yang masih penasaran. Terlihat banyak pohon teh di dataran tanah

    yang agak miring. Di bawah sana terlihat rumah-rumah kecil.

    Di Puncak, jawab Andrew dengan pandangan agak kosong.

    Ooo....

    Ndro, gue masih mau tanya kenapa lu ke Jakarta? Setau gue bonyok lu dari dulu kan over

    protectif banget. Jadi gue sempet nggak percaya kalo lu itu Andro yang dulu. Apa lu nyari gue

    karena mau balas dendam? Andrew menatap ke arah Andro.

    Bales dendam? Maksud lu? Andro balik tanya dengan heran.

    Kejadian itu..., tunjuknya ke bekas luka di dekat alis Andro.

    Gara-gara gue kan? Nggak Cuma bekas luka itu, gue denger kaki lu juga sempet patah. Dan gue

    tiba-tiba ngilang gitu aja ke Jakarta. Yah... bukan karena keinginan gue juga sih,kenang

    Andrew.

    Nggak semuanya salah lu kok. Dulu kan kita emang lagi main silat-silatan dan gue jatuh gara-

    gara kehilangan keseimbangan. Jadi semuanya terjadi gitu aja. Andro terdiam.

    Gue emang sempet kecewa waktu tau lu tiba-tiba pindah sekolah, lanjutnya. Dia mencabut

    rumput di sampingnya, lalu dilempar begitu aja. Matanya lagi-lagi menembus ke langit-langit,

    seolah langit jadi curahan hati cerita masa lalu yang selalu diingatnya.

    Dan satu lagi,Ndro. Sejak kapan lu tau gue Alendra yang dulu? Andrew menyusulkan satu lagi

    pertanyaan setelah mendengar penjelasan Andro.

    Sejak nama gue Andro, jawabnya enteng.

    Andro... Andrew mengajak Andro bicara lebih serius.

    Iya... iya..., jawabnya.

    Sebenarnya waktu pertama kali gue ngeliat lu di tempat biliar, gue udah ada feeling. Tapi tiba-

    tiba lu bilang kalo lu bukan cewek. Gue baru yakin sejak gue lihat saudara kembar lu, Ditha.

  • Kenapa lu nggak langsung ngomong? Malah lu selalu ngerjain gue. Lu kayak mau

    mempermalukan gue di depan orang. Semua yang gue lakukan selalu lu ancurin dan seakan lu

    benci banget sama gue. kata-kata Andrew berubah jadi agak ketus.

    Gue nggak ada maksud kayak gitu kok. Tujuan gue cuman mau nunjukin ke elu, siapa diri lu

    sebenernya. Kalo lu itu murni cewek! Andro mencoba meralat semua kesalahpahaman yang

    udah bersarang di kepala Andrew.

    BTW, gue masih inget nama lengkap lu yang biasa gue singkat

    Asep. He... he... he.. Terus lu jadi marah-marah kalo gue panggil gitu. Nama panjang lu Alendra

    Septiani Puspita kan? kenang Andro bangga sambil tertawa-tawa.

    Tanpa jawaban atau tanggapan, Andrew berdiri dari tempatnya. Dihirupnya lagi udara segar

    dalam-dalam. Setelah itu dia beranjak ke mobil.

    Mau ke mana? tanya Andro heran.

    Ya pulang ke Jakarta-lah. Udah sore nih, Andrew tetap berjalan ke arah mobilnya dan masuk.

    Tak lama dia men-starter mobilnya. Andro menyusul dari belakang.

    Heh! Kalo ada cowok, nggak pantes cewek yang nyetir, tahan Andro dengan membuka pintu

    dekat jok setir.

    Udah naik aja. Gue nggak pengen gara-gara lu nyetir jadi nyasar dan nggak bisa pulang lagi,

    tanggap Andrew remeh. Andro tetap bersikukuh dengan apa yang udah dia ucapkan. Tangannya

    nggak melepaskan pintu warna hitam itu.

    Trust me and you will get home as soon as possible. Lagian kalo lu kecapean, bisa-bisa gue

    yang nggak selamat, jawabnya tegas.

    Setelah merasa percaya dengan ucapan Andro., Andrew pindah ke kursi samping kiri. Sepanjang

    perjalanan, keduanya menikmati indahnya lampu-lampu yang menyala dari rumah-rumah di

    bawah Puncak. Seperti melihat bintang di bumi. Mereka sama-sama berkhayal suasana ini

    menjadi semakin indah kalo diiringi musik. Wuihhh... romantis.

    Andrew menyetel MP3 di mobilnya. Itung-itung sebagai pengiring perjalanan. Sedangkan Andro

    menyetir dengan serius karena jalan lumayan berliku-liku dan jalanan udah gelap. Andrew yang

    sudah agak lelah hanya bertugas memantaunya dan memberi petunjuk arah sambil sesekali

    menikmati pemandangan yang dilewatinya.

    Entah mengapa, di hati mereka seakan telah terjadi sesuatu yang terukir. Mungkin karena

    kejadian yang mengharukan tetapi lumayan romantis tadi.

  • Len, lu ngajak gue ke sini bukan Cuma buat nonjokin gue kan? singgung Andro setelah

    mengecilkan sedikit volume MP3 yang lagi memutar lagu American Idiot-nya Green Day.

    Maksud lu? tanya Andrew yang nggak ngerti maksud kata-kata Andro.

    Andro terdiam sejenak. Masa lu nggak tau sih? tanyanya.

    Kerutan di dahi Andrew udah kebentuk lagi setelah mendengar pertanyaan Andro yang penuh

    teka-teki.

    Ah, nggak berperikemanusiaan banget sih lu! Udah tadi siang gue dibekap, ditonjok, terus

    dibawa jauh-jauh ke sini.... Masa lu nggak tau keinginan gue sih, terangnya panjang lebar.

    Apaan sih! Nggak jelas banget. Jawabnya ketus.

    Gile lu ya! suara Andro makin meninggi gara-gara udah keroncongan.

    Salah sendiri ngomongnya muter-muter, tepis Andrew.

    Ya elah, jadi cewek kok nggak ada sensitif-sensitifnya. Gimana ntar kalo jadi istri orang,

    ceramahnya.

    Teguran Andro nggak digubris Andrew sama sekali, malah dia ikut memonyongkan bibirnya

    sambil komat-kamit sendiri. Dukun aja kalah tuh cepetnya.

    Daripada nunggu lama-lama, dengan senang hati Andro mengambil keputusan sendiri. Karena

    dia yang lagi pegang setir, dengan mudahnya Andro menghentikan mobil di salah satu tenda

    pinggiran jalan yang menjual jagung bakar.

    Ternyata di dalam tenda itu nggak ada meja atau tempat duduk, yang ada tikar. Kebayang

    gimana semakin dinginnya angin malam di Puncak. Like a hero, jaket coklat yang dipakai Andro

    langsung dipakaikan ke tubuh Andrew begitu melihat gelagatAndrew yang dari tadi menggosok

    tangannya berkali-kali.

    Ke puncak nggak lengkap kalo nggak makan ini. ...,ucapnya dengan bangga sambil

    memegangi jagung bakar rasa pedas manis miliknya.

    Kampungan amat sih lu! Di deket rumah gue juga ada yang jual kale. Pake atas nama Puncak

    segala! celetuk Andrew nggak rela ngeliat Andro senang.

    Biarin....! balasnya acuh.

    Kalo gitu, punya lu buat gue aja, rebutnya dari tangan Andrew yang masih sibuk niupin jagung

    bakarnya.

    Balikin! protes Andrew dengan tatapan tajam.

  • Katanya di Jakarta banyak, makan aja di Jakarta. Ledeknya sambil menyembunyikan jagung

    bakar milik Andrew di balik punggungnya.

    Iya,, iya... Nih gue balikin daripada harus dapat satu tonjokan lagi, Andro menyerah setelah

    sadar posisinya kalah. Mata Andrew benar-benar mengancam.

    Ndro, gue mohon jangan bilang-bilang ke temen-temen tentang siapa gue, pinta Andrew

    serius.

    Beres! Gue kan sahabat lu dari dulu yang paling baik, ucapnya meyakinkan.

    Asal... lu bayarin makanan gue ini, susulnya dengan senyum bandel yang biasa dipajang

    everywhere n everytime to everyone.

    Janji dulu! Andrew mengulurkan kelingkingnya. Andro membalas disertai senyuman.

    Sesaat kemudian, HP Andrew dengan ring tone bayi tertawa berbunyi. Di layarnya tertulis

    home sweet home. cute juga nih anak, pikir Andro dalam hati.

    Halo...., sapa Andrew setelah menerima panggilan.

    Ndrew, lu di mana? sahut seseorang di sana yang ternyata suara Ditha.

    Gue lagi on the way sama Andro. Pulangnya nggak nyampe malem banget kok.

    Loh, Ndrew.... Ditha terdengar agak kaget.

    Udah.... nanti aja ceritanya, potong Andrew sebelum ditha kebablasan nanya ini-itu.

    Setelah Andro menghabiskan lima biji jagung bakar dan dua gelas susu hangat, akhirnya mereka

    melanjutkan perjalanan lagi. Waktu tahu itu, Andrew sempat geleng-geleng kepala. Apalagi

    setelahnya Andro bersendawa plus cengar-cengir. Ih.. Andrew bergidik aja.

    Perjalanan ke jakarta lumayan cepet., hanya butuh waktu satu jam dengan kecepatan 100

    km/jam.

    Pukul delapan lewat sedikit akhirnya Andrew sampai di depan rumahnya. Tadinya sih Andrew

    nawarin nganter Andro, tapi ditolak Andro. Katanya mending dia yang pulang sendiri karena dia

    kan cowok daripadaAndrew yang harus pulang sendiri. Andro pun turun dan pulang naik taksi.

    Ndrew, masuk ke kamar gue, perintah Ditha sambil menarik tangan Andrew.

    Andrew keheranan. mana dia masih pake seragam plus jaket. Badan juga rasanya lengket-

    lengket.

  • Udah... ikut gue dulu! paksa Ditha. Akhirnya Andrew nggak banyak protes karena udah

    setengah sadar gara-gara kecapean.

    Emang ada apa sih? gerutu Andrew sambil merebahkan badannya di atas bad cover bercorak

    bintang-bintang. Sejuknya udara dan empuknya kasur ditha bikin Andrew bawaannya mau tidur

    aja.

    Lu ngapain sama Andro? Bahaya tau!

    Bahaya gimana? Orang gue yang nonjokin dia dua kali kok. Gue Cuma meluruskan

    kesalahpahaman selama ini, tanggapnya.

    Maksudnya kesalahpahaman apa?

    Gue pikir selama ini dia dendam ama gue, makanya gue pengen beresin semua. Tapi udah clear

    kok. Katanya nggak ada dendam sama sekali. Jadi lu tenang aja dan nggak usah mikir macem-

    macem.

    Tetep aja,Ndrew, lu mesti ati-ati ama dia. Kita kan nggak tau apa yang terjadi selama delapan

    tahun sama dia. Ditha mencoba mengingatkan, tapi kayaknya si kebo eh Andrew udah molor

    duluan. Ditha hanya pasrah nggak nerusin kata-katanya dan membiarkan Kakaknya lelap

    tertidur.

    ......

    Halo...., sapa Andro setelah menaruh tasnya di meja. Wajahnya dihiasi dua warna biru hasil

    insiden kemarin.

    Apaan sih! Sok deket deh, protes Andrew jutek.Kejadian kemarin bukan berarti membuat kita

    jadi deket banget. Inget tuh1

    Lah, segitunya.... Sambil berdiri dengan gaya cool., Andro menaruh selembar kertas dan

    selembar uang 50 ribuan di atas meja Andrew.

    Apa lagi nih?

    Baca aja sendiri. Udah di sekolahin dari TK ampe SMA masa masih nggak bisa baca?

    Gila! jerit Andrew setelah selesai membaca. Maksud lu apa nih kasih gue daftar makanan

    sebanyak ini!!!

    Ya buat lu belanjain lah. Kan lu masih jadi pembantu gue. Kalo lu lupa, gue ingetin tuh status

    lu. Perlu lu ketahui, kejadian kemarin nggak ngaruh sama status lama lu!

    Ogah! Andrew melempar kertas itu.

  • Lu nggak mau ban mobil lu dikempesin kan?

    Dan lu juga nggak mau motor keren lu gue ancurin kan? potong Andrew dengan nada nantang

    dan lebih nyolot.

    Ooo... Tapi lu nggak mau Ditha kenapa-napa kan? Kalo lu nggak pikun harusnya lu masih inget

    sama Bella. Dengan senang hati pasti dia mau bantu gue buat ngapa-ngapain Ditha, ucapnya

    santai. Mata tajam Andrew langsung menatap Andro, tapi sayangnya perlawanan tanpa suara itu

    nggak membuat Andro menarik perintahnya.

    ....

    .... Mereka Cuma saling menatap.

    Selang beberapa saat, akhirnya Andrew memasukkan daftar belanja plus uangnya ke kantong

    bajunya.

    Dasar chicken!!! ucapnya ketus.

    Terima kasih... Tapi ngomong-ngomong, banyak orang yang suka sama chicken loh. Andro

    kembali ke mejanya.

    Jangan lupa lu sendiri yang harus belanja! Andro membalikkan badannya lagi buat ngingetin.

    ............

    Kring... kring... Bel istirahat udah berbunyi. Andrew melangkah ke kantin dengan malas gara-

    gara job barunya yang menyebalkan itu apalagi ngebayangin wajah Andro yang girang.

    Setelah ngantri panjang dan desak-desakan sama temen-temen lain, akhirnya Andrew berhasil

    membawa makanan pesanan Andro. Dia bawa satu kantong besar di tambah satu mangkok

    empek-empek komplit kuah dan sambalnya. Gara-gara itu Andrew jadi pusat perhatian anak-

    anak yang ketemu dia. Abis kayak bawa buntelan sih.

    Nih, pesenan lu! Andrew menaruh semua bawaannya di atas meja Andro dengan wajah jutek.

    Wah, banyak banget belanjaan lu. si tamu nggak diundang, Jackie, tiba-tiba muncul.

    Itu karena Andrew terlalu baik. Dia tau kalo gue ulang tahun, jadi dibawain makanan segini

    banyak, komentar Andro dengan senyum. Andrew yang udah mau meledak-ledak lagi, jadi

    diem aja.

    Lu ulang tahun?! Happy Bday ya, ucap Jackie senang sambil menyalami Andro.

    Thanks....

    Kalo gitu, minta makanannya dong.

  • Ambil aja.

    Tanpa basa-basi Jackie mengambil dua buah kue dan langsung menikmatinya setelah kembali ke

    kursinya.

    Eh, enak banget empek-empek yang lu pesen. Tau aja kalo gue suka pedes. Lain kali lu aja yang

    beliin makanan buat gue ya. Andro masih menjulurkan lidahnya yang kepedesan dan muka

    penuh keringat. Mukanya merah semua.

    He... He... senyum Andrew terpaksa.

    .............

    Eh, beneran lu ulang tahun? tanya Andrew memastikan begitu sekolah usai. Ternyata dari tadi

    dia penasaran.

    Ehem.. ehem.. andro pura-pura batuk kecil, nggak nyangka ditanya gitu.

    Iya dong. Kalo nggak percaya lihat aja nih. Di situ tertulis tanggal lahir gue 23 juli. Andro

    mengeluarkan kartu pelajar dari dompet yang memang mencantumkan tanggal 23 juli sebagai

    tanggal lahir Andro, yang berarti hari ini.

    Ooh.. ya udah... Da.. dah... , pamit Andrew sambil melangkah pergi.

    Stop! cegah Andro yang membuat Andrew berhenti melangkah.

    Apaan lagi? Andrew berbalik.

    Lu nggak bisa pergi gitu aja setelah nanyain itu ke gue. Lu harus ikut gue! tariknya tanpa

    kompromi.

    Mau ke mana?

    Udah, ikut aja!

    Gue nggak mau kalo nggak jelas, tolaknya sambil mencoba melepaskan tangan Andro , tapi

    sayangnya nggak berhasil. Andro sama sekali nggak mau kalah, dia tetap memegang Andrew

    erat.

    Karena hari ini ulang tahun gue, lu harus nurutin satu permintaan gue. Tanpa melawan lagi

    Andrew melangkah mengikuti Andro.

    Hah?! Mau ngapain ke sini? tanya Andrew heran ketika Andro berhenti di ruang ekskul teater.

    Udah, nurut aja.

    Hai, Ndro! sapa Tonny, salah seorang anggota ekskul teater ini.

  • Hai, everybody! salam Andro dengan suara lantang, membuat hampir semua anak yang lagi

    ngumpul dan ngobrol menatap ke arahnya.

    Gue bawa berita bagus. Hari ini gue udah dapet pemeran Cinderella buat pentas kita tiga

    minggu lagi, lanjutnya mengumumkan.

    Anak-anak klub teater langsung memperhatikan Andrew yang berdiri di sebelah Andro. Mereka

    tiba-tiba mengangkat jempolnya dan semakin bikin Andrew bingung.

    Mereka ngapain sih,Ndro, tanya Andrew yang udah dihantui firasat buruk.

    Andrew celingukan ke sana-sini. Setelah diperhatikan hampir semua isi ruangan ini cowok. Tapi

    yang bikin Andrew tambah bingung, anak-anak cewek juga ngikut angkat jempol.

    Emang orangnya udah dateng ya? tanya salah satu cewek dari mereka.

    Andro manggut-manggut sambil tersenyum.

    Orangnya udah ada di sebelah gue.

    Mana, Ndro? Lagi-lagi Andrew celingukan.

    Aduh.. lemot banget sih! Ya elu lah. Siapa lagi yang di sebelah gue kalo bukan lu.

    Ha?! Andrew langsung melongo.

    Nggak salah? Gue nggak mau! Lu pikir gue nggak tahu kerjaan anak-anak teater, suka nggak

    jelas gitu.

    Kali ini buat pentas biasa aja kok.

    Nggak mau!

    Tenang... Banyak kok anak cowok yang jadi anak cewek nantinya, dan sebaliknya. Jadi lu

    nggak perlu takut.

    Tetep gue nggak mau! Andrew ngotot keras.

    Heh, denger gue ya! Lu nggak punya alasan nolak. Pertama, karena hari ini hari ultah gue...

    Andro jadi kesal juga.

    Nggak ada urusan! potong Andrew.

    Tenang... Masih banyak alasan lain kok.... Andro mencoba sabar.

    Kedua, ini perintah dari majikan. Dan ketiga, kalo lu nggak mau, berarti rahasia lu nggak

    terjamin, lanjutnya dengan cepat sebelum disela lagi sama Andrew.

  • Dasar! Mainnya ngancem!

    Jadi? Wajah Andro udah seneng duluan setelah melakukan serangan.

    Terserah lu! jawab Andrew terpaksa.

    Setelah tahu lawannya nyerah, Andro nyamperin temen teaternya yang pegang skrip.

    Mon, minta naskahnya Cinderella dong! teriak Andro seenak udel.

    Seorang cowok yang pakai kacamata langsung nengok dalam waktu singkat dia menghampiri

    Andro yang baru duduk.

    Nih, skripnya Cowok itu memberikan sebendel kertas ke Andro.

    Hei, nama gue Ramon. Dia lalu memperkenalkan dirinya.

    Andrew

    Pentas kita kali ini kayaknya bakal sukses deh, ucap Reimon ke Andro.

    So pasti!

    PD...., sela Andrew ketus.

    Eh ngomong-ngomong, peran lu apa?

    Jelas pangeran lah. Nggak lihat apa potongan kayak gini? Dengan bangganya, Andro

    memamerkan perannya. Andrew menatap ragu.

    Udah, liat aja nanti. Gue pantes nggak jadi pangeran.

    Kedatangan Andrew untuk pertama kalinya baru sampai tahap perkenalan. Sebenarnya Andrew

    masih agak risih dengan suasana barunya. Pembicaraan anak-anak klub itu terdengar agak aneh

    di kuping Andrew. Hasilnya nggak nyambung sama sekali dan Andrew diam seribu bahasa plus

    mati gaya.

    Waktu anak-anak ketawa bareng, Andrew nggak ngerti apa yang diketawain. Kata-kata yang

    mereka gunakan udah kayak bahasa dewa. Nggak jelas apa artinya. Saking nggak betahnya,

    Andrew izin pulang duluan sebelum yang lain pulang. Mereka sih ngebolehin aja berhubung

    masih hari pertama.

    .....

    Esoknya setelah pelajaran usai, Andrew nyamperin Andro. Sebelumnya pemandangan ini sangat

    jarang terjadi. Tapi mungkin di antara mereka udah ada perubahan. Meskipun masih suka du

  • mulut, tapi sekarang Andrew udah nggak ngotot-ngotot amat. Pokoknya permusuhan mereka jadi

    berkurang. Buktinya setelah bubar sekolah aja, mereka jalan bareng ke tempat parkir.

    Ndro, kemarin kan gue udah nurutin perintah lu. Sekarang gantian lu yang ikut gue.

    Emang ikut ke mana?

    Ke bandara. Langkah kaki mereka terlihat seirama.

    Ke bandara? tanya Andro nggak percaya.

    Yup. Udah ikut aja. Senyum Andrew langsung mekar.

    Emang spesial banget sampe segitunya?

    Pokoknya lu ikut aja! tegasnya sekali lagi.

    Ntar kalo udah liat, baru deh ngomong. Nah,sekalian lu ajarin gue akting setelah pulang dari

    sana. Gue kan belum pernah belajar gituan.

    Oke. Kalo gitu gue taruh motor di rumah lu dulu, baru kita berangkat sama-sama pake mobil lu.

    Soalnya nggak mungkin kan tamu spesial dinaikin motor juga? sepakat Andro.

    Ya iya lah. Jalan sekarang aja yuk! Andrew mengakhiri pembicaraan.

    Mereka pun berpisah sementara waktu menuju parkiran yang arahnya beda. Kali ini Andro pake

    jaket jeans yang agak tebel tapi lemes, warnanya biru gelap. Namanya aja Andro, dipakein apa

    aja cocok dan tetep keren. Ditambah lagi sama motornya itu loh...

    Setelah sama-sama naik mobil , keduanya sampai di bandara.

    Ndro, kita makan di A & W dulu yuk. Soalnya kita dateng satu jam lebih cepet, ajak Andrew

    setelah Andro markirin mobil.

    What? Satu jam.... Hah..., keluh Andro sambil mengembuskan napas.

    Yah lu tau sendiri gimana kota Jakarta, macet sana-sini. Yang ada malah telat ntar.

    Huh....!

    Udah. Mau ikut makan nggak? Tenang aja, gue traktir deh.

    Tanpa bantahan atau keluhan apapun, Andro ikut aja berhubung udah saatnya makan siang juga.

    Deluxe chesse burger 1 sama curlie fries ya. Hmm.. minumnya Root Beer, pesan Andrew

    begitu sampai di depan meja mbak pelayan.

    Root Beer float atau...,

  • Tanpa es, sela Andrew.

    Lu apa, Ndro?

    Chicken sandwich 1, french fries 1 ama Coca Cola. Dia yang bayar, tunjuk Andro ke samping.

    Sambil duduk-duduk, Andrew dan Andro menikmati minuman yang udah bisa mereka bawa

    duluan. Begitu makanan datang, Andro makan tanpa sepatah kata pun. Sesekali Andrew melirik

    ke arah Andro, soalnya tumbenan Andro mendadak pasif begitu. Kalo bawaan makan, kayaknya

    nggak deh. Udah terbukti waktu makan di Puncak, makan banyak tapi nyerocos jalan terus.

    Ndro, lu kenapa sih jadi anteng gitu? Aneh deh! Andrew mencoba membuka percakapan.

    Nggak.

    Jangan bohong! Lagian lu kan nggak lagi sakit.

    Sebenernya siapa sih yang mau dateng sampe lu segitunya? Om lu yang paling baik itu?

    Andrew menggeleng.

    Oma lu?

    Lagi-lagi Andrew menggeleng.

    Yang jelas bukan artis kan?

    Bukan. Lu kayaknya penasaran banget. Gue kasih tau deh, ucapnya setelah menyedot Root

    Beer di depannya.

    Yang mau dateng itu Ryan.

    Siapa tuh? tanyanya nggak niat.

    Dia pemain drum di band gue dulu. Dan..., Andrew tampak ragu mengucapkan lanjutan

    kalimatnya.

    Dan dia pacar gue....,

    Andro Cuma bisa melongo dan tercengang, hampir tersedak juga. Setelah meyakinkan apa yang

    didengarnya, Andro menghabiskan burgernya dengan cepat.

    Tenang... dia bukan gay kok. Dia tahu siapa dan gimana keadaan gue. Sekarang dia pulang

    setelah setengah tahun sekolah di luar negeri. Cuman buat ketemu gue loh, ucapnya bangga.

    Andro berdiri dari tempat duduknya.

  • Mau kemana, Ndro? tanya Andrew heran dengan sikap Andro yang tiba-tiba aneh. Pertanyaan

    Andrew nggak digubris sama sekali.

    Ternyata dia pesen makanan lagi. Balik dari tempat pesan makanan, ditangannya udah ada

    setumpuk makanan, mulai dari mozza burger, 3 pc chicken, deluxe burger, french fries, ditambah

    weaffie ice cream.

    Lu nggak salah, Ndro? Andrew tambah bingung melihat tingkah Andro yang makin susah

    ditebak.

    Urus aja urusan lu sendiri! jawab Andro ketus.

    Tanpa basa-basi Andro melahap semua pesanannya. Dia nggak ngomong sepatah kata pun,

    bahkan nggak memandang Andrew sama sekali.

    Udah waktunya nih. Gue mau nunggu di sana. Lu mau ikut atau mau nerusin makan lu?

    Ikut! Tatapan Andro tetap sama dinginnya setelah meninggalkan meja yang masih menyisakan

    potongan-potongan kentang.

    ....

    Nah, itu dia! Andrew tersenyum lebar.

    Tapi siapa ya cewek di sampingnya? Mendadak Andrew berpikir setelah memperhatikan ada

    seorang cewek di sisi Ryan.

    Ryan! teriak Andrew girang sambil menghampirinya. Saking senengnya, Andrew memeluk

    Ryan.

    Wah tambah tinggi nih, puji Ryan. Andrew melirik ke cewek tak dikenalnya itu. Rambutnya

    di-bonding dan highlight. Tambah modis dengan rok jeans dan tank top putih. Kacamata birunya

    disangkutkan di atas kepala.

    Oh, kenalin ini Liana, teman kampus gue di Ausie. Sama-sama dari Indonesia.

    Lian, kenalin ini Alendra yang gue ceritain, sambung Ryan dengan cepat.

    Alendra....

    Liana....

    Nah, yang di sana Andro. Dia temen masa kecil gue, Cuma rada tengil anaknya. Andrew

    berusaha mencairkan suasana dengan ngenalin Andro.

  • Ndro, sini dong. Kenalan dulu kek, panggil Andrew.

    Andro yang dari tadi duduk-duduk doang sambil memperhatikan mereka bertiga akhirnya

    beranjak dari tempatnya walaupun terlihat malas-malasan. Sebenarnya tanpa sepengetahuan

    Ryan, dari tadi Andro memperhatikan dia dari ujung kaki sampai ujung kepala. Memang sih

    diakui Andro, Ryan itu lumayan cakep dengan gayanya yang kalem. Wajahnya mirip Christian

    Bautista dengan pakaian santainya yang terlihat keren meskipun tanpa aksesoris. Dia pake baju

    biru, celana cutbray, topi biru, kacamata biru, semakin oke dengan sepatu Reebok-nya.

    Pokoknya penampilannya didominasi warna biru deh.

    Andro..., sapanya dingin.

    Ryan...,

    Andro.

    Liana.

    Len, kita ambil mobil dulu yuk, ajak Andro.

    Nggak usah, cegah Ryan.

    Biar gue sama Alendra aja. Gue masih inget kok jalanan Jakarta. Lu tunggu di sini aja sama

    Liana.

    Dasar cewek aneh! Punya tampang nggak ada bagus-bagusnya gitu, celoteh Liana ngomentarin

    Andrew waktu nunggu.

    tolong ya jaga mulut lu! Cewek kayak gitu lebih baik daripada pecun!

    Kata-kata kasar itu terlontar begitu saja dari mulut Andro. Dia jadi begitu berang gara-gara

    denger komentar Liana.

    Maksud lu? Suara Liana meninggi.

    Nggak penting! jawabnya cuek tanpa ralat.

    Dalam 15 menit mobil hitam Andrew sudah berhenti di depan Andro dan Liana. Sejak

    percakapan dingin tersebut, mereka berdua cuek satu sama lain. Bahkan waktu mereka berdua

    Liana dan Andro- sama-sama duduk di belakang, Andro sama sekali nggak punya inisiatif

    membantu memasukkan koper-koper ke dalam mobil.

    Len, karena semua keluarga gue pindah ke Ausie, jadi selama di jakarta gue akan tinggal di

    apartemen Liana.

  • Di jalan tol Ryan mengawali pembicaraan. Gara-gara kalimat itu, wajah Andrew berubah

    seketika. Tapi dia Cuma bisa menatap Ryan tanpa protes. Cewek mana sih yang nggak kaget

    denger cowoknya tinggal di tempat cewek lain. Emang udah nggak ada penginapan di jakarta.

    Kalo pun mau tempat nginep yang gratis, kan bisa juga tinggal di rumah saudaranya.

    Nggak di rumah saudara lu aja?

    Nggak. Ada tugas yang perlu bantuan Liana.

    Penjelasan Ryan tetep aja membuat Andrew ragu.

    Ntar kita tanding basket ya, tantang Ryan mengalihkan pembicaraan.

    Bener ya. Seketika Andrew tersenyum dan jadi lebih manja dari Andrew yang biasanya.

    Sepanjang perjalanan, Andro dan Liana saling buang muka. Begitu tanpa sengaja tatapan mereka

    bertemu, keduanya langsung pasang lirikan sinis. Kayak adu nyolot-nyolotan abis deh. Heran!

    Padahal mereka kan beda jenis,tapi udah kayak dua cewek SMA yang lagi ngerebutin cowok.

    Cck...ck...ckk....

    Kebalikan dari mereka berdua, Andrew sama Ryan malah saling ngobrol. Di antara obrolan itu,

    Ryan sering manggil Andrew dengan panggilan Len. Mau nggak mau, Andro denger juga.

    Jadinya gimana gitu... Soalnya biasanya Cuma dia yang bisa manggil kayak gitu, itu pun kadang-

    kadang dan di luar area sekolah. Ditha aja nggak berani dan nggak boleh manggil kayak gitu.

    Akhirnya sampai juga di sebuah apartemen yang jadi satu dengan sebuah mall yang cukup besar.

    Apartemen Liana ada di lantai 12. Begitu keluar dari lift tinggal belok kanan. Andro sama

    Andrew sempat ikut nganterin mereka sampe ke tempat.

    Seperti apartemen lainnya, apartemen Liana terlihat simple dengan tiga kamar di dalamnya.

    Kamar Liana dan Ryan bersebelahan, sedangkan kamar utama nggak dipakai. Kata Liana, kamar

    itu terlalu besar kalo Cuma buat satu orang dan dua kamar itu juga dekat dengan kamar mandi,

    jadi lebih praktis.

    Tadinya Andrew pengen main agak lama di sana, tapi Andro pengennya cepet pulang. Katanya

    udah sore. Gara-gara Andro yang agak maksa, akhirnya dengan ogah-ogahan Andrew nurutin

    juga. Bukan karena dia lebih mentingin Andro, tapi biar Ryan bisa istirahat. Toh Ryan akan stay

    di Jakarta selama dua minggu.

    Len, gue pulang dulu ya, pamit Andro setelah memasukkan mobil ke garasi rumah Andrew.

    Loh, kan mau latihan akting dulu.

    Kapan-kapan aja. Kalo nggak, lu latihan sama Reimon aja.

    Ndro, tunggu! cegahnya.

  • Apa lagi?

    Gue Cuma pengen bilang, jangan terlalu sering panggil gue dengan nama Len. Nama gue

    Andrew.

    Oke. Andro langsung berlalu dengan dinginnya. Melihat kejadian sejak tadi siang, Andrew

    masih nggak ngerti dengan perubahan sikap Andro yang jadi aneh...

    .....

    Jack, Andro kok belum datang ya? Udah lumayan lama Andrew nungguin Andro yang nggak

    nongol-nongol juga. Andrew penasaran, dia pengen tanya penyebab keanehannya kemarin. Tapi

    sampai bel masuk, Andro masih belum datang juga. Biasanya Andro nggak pernah begini,

    makanya Andrew jadi tambah penasaran.

    Sakit kali.

    Ha, sakit?! Jelas-jelas kemarin sehat begitu.

    Ye.... nggak percaya. Dia tuh kemarin udah nggak enak badan, Cuma suka maksain diri. Udah

    ah, Pak Bondan udah dateng tuh.

    Ooo....

    Pikiran Andrew langsung bekerja cepat. Semua kejadian kemarin diingat-ingat lagi dan akhirnya

    dia membuat kesimpulan sendiri. Menurutnya semua sikap aneh Andro dikarenakan dia sedang

    sakit. Tapi apa iya.... orang sakit makan es krim segitu banyaknya ya?! Nggak masuk akal juga.

    Buat Andrew, pelajaran hari ini terasa lamaaa banget. Sebab utamanya karena sahabatnya alias

    Andro nggak masuk sekolah. Terasa ada yang hilang. Biasanya Andro selalu ribut di sebelahnya

    dan sering ngejahilin.

    Secara nggak sadar sekarang Andrew udah berada di depan rumah Andro. Masih memakai baju

    seragam, Andrew membawa buah-buahan, syarat yang biasa dibawa untuk jenguk orang sakit.

    Setelah memencet bel, tak lama kemudian seseorang keluar menghampiri Andrew. Sepertinya

    sih pembantunya.

    Mau ketemu siapa ya? tanya orang itu