pengertian konsiliasi
DESCRIPTION
percobaan downloadTRANSCRIPT
-
Pengertian Konsiliasi
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(UU PHI), mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
konsiliasi.
Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU PHI, konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisishan pemutusan hubungan kerja atau perselisishan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh
seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU PHI, pengertian konsiliator adalah seorang atau lebih
yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas
melakukan konsiliasi oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan
anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan.
Dasar Hukum Konsiliasi
Pasal 17 sampai dengan Pasal 28 UU PHI mengatur mengenai prosedur penyelesaian
perselisihan melalui konsiliasi.
Prosedur Konsiliasi
1. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar
pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/Kota, yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
2. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi oleh konsiliator dilakukan untuk
menangani perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, yang
dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis
kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.
3. Selanjutnya para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan
disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
4. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan penyelesaian
perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah
dilakukan sidang konsiliasi pertama.
-
5. Kemudian, konsiliator dapat memanggil sanksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang
konsiliasi guna dimintai dan didengar keterangannya. Saksi atau saksi ahli yang
memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi
yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
6. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan
disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
7. Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
konsiliasi maka:
a. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. Anjuran tertulis harus sudah disampaikan kepada para pihak dalam waktu selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama;
c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya
menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari
kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;
e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya
3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para
pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Perjanjian Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk
mendapatkan akta bukti pendafataran.
8. Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu
pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan dengan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat,.
Tentang Perjanjian Bersama
Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
dilakukan sebagai berikut:
1. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
2. Apabila Perjanjian Bersama ternyata tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka
pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan
-
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapatkan
penetapan eksekusi;
3. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon
eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.
Hak dan Kewajiban Konsiliator
Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. Konsiliator berhak
mendapat hororarium/imbalan jasa berdasarkan penyelesaian perselisihan yang dibebankan
kepada negara. Besarnya honorarium/imbalan jasa tersebut ditetapkan oleh Menteri.
- See more at: http://www.hukumtenagakerja.com/penyelesaian-perselisihan-hubungan-
industrial-melalui-konsiliasi/#sthash.KkLyr0b1.dpuf
-
MAKALAH TENTANG PHK
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
-
Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota dari sebuah
organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang bekerja
di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja
di lembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang mereka
bekerja untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan pemerintah.
Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan
atau lembaga suata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.
Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya karyawan.
Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah
Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur
dalam undang undang ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini
di jelaskan aturan aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.
Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar besaran dimana pada waktu itu terjadi
krisis moneter, yang mengakibatkan perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya.
Langkah ini terpakas di lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian yang
cukup besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji karyawan.
Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat menakutkan. Para karyawan
cemas akan nasibnya yang akan di berhentikan dari pekerjaanya. Hingga saat ini PHK menjadi
pemikiran yang negatif karna di anggap sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini
merupakan proses dari sebuah keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya
dalam pembahasan makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa definisi dari PHK ?
2. Apa fungsi dan tujuan dari PHK ?
3. Jelaskan jenis jenis dari PHK !
4. Jelaskan mekanisme dan penyelesaian PHK !
5. Dan bagai mana mekanisme dan apa penyebab terjadinya PHK di SMK
Muhammadiyah 1 Kuningan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .
-
2. Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .
3. Mengetahui jenis jenis dan prinsip prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK
) .
4. Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian
perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan kerja dilakukan .
5. Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang mendapatkan
pemutusan hubungan kerja dari lembaga swasta .
6. Mengetahui mekanisme dan penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1
Kuningan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai pengertian, diantaranya :
1. Menurut Mutiara S. Panggabean
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan
pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan
kewajiban di antara mereka.
2. Menurut Malayu S.P. Hasibuan
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumberdaya manusia.Dan istilah ini
mempunyai sinonim dengan separation, pemisahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
3. Menurut Sondang P. Siagian
Pemutusan hubungan kerja adalah ketika ikatan formal antara organisasi selaku pemakai tenaga
kerja dan karyawannya terputus.
4. Menurut Suwatno
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
5. Menurut UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 25
Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat
disebut dengan Pemberhentian, Separation atau Pemisahan memiliki pengertian sebagai
-
sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak
dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
2.2. Fungsi Dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagaio berikut:
1. Mengurangi biaya tenaga kerja
2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah
mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.
3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan
, yaitu :
1. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.
2. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk
3. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya
yang dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.
4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk
mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan
ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak
pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik
dan efektif salah satunya dengan PHK.
2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan
dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif,
menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan
pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan
tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor
kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.
2.3. Prinsip Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme
pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1. Undang-Undang
-
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang
sudah habis izinnya.
2. Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan
melakukan kesalahan besar
3. Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang
disepakati.
5. Kontrak kerja berakhir
6. Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan
keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-
undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
7. Meninggal dunia
8. Perusahaan dilikuidisasi
9. Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.
2.4. Jenis Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan
hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.
1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan
pemberhentian sementara.
2. Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya
bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain
sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan
tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.
1. Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal
perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis
ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian
-
sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya
manusia yang hati-hati dan teliti.
1. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan
kematian.
1. Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena
alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh
pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya
manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian
sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan
karyawan di masa depan.
2. Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan
dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti
orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang
dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena
kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan
salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan
bagaimana dapat bekerja dengan sukses.
Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu :
1. Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan
kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman,
Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah
berbuat tindak pidana kejahatan.
2. Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja
antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja.
Menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis,
diantaranya :
1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini
terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
2. Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi
oleh organisasi (Lay Off).
3. Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement). Saat berhenti
biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini
pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya
-
pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan
pekerja.
Dari beberpa sunber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian
hubungan kerja (PHK) adalah:
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan
dengan tujuan yang jelas.
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
1. Keinginan sendiri
2. Kontrak yang Habis
3. Pensiun
4. Kehendak Perusahaan
2.5. Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari
PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat
dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui
penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara
tertulis sebelumnya.
2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
4. Karyawan meninggal dunia.
5. Karyawan ditahan.
6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan
melakukan permohonan PHK.
-
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing,
dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
2. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan
hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK
timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai
pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain
mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
3. Penyelesaian Perselisihan PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau
serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam
penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur
dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat
Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan
pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya
menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu pihak
ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi
prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.
2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
3. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja kemudian
menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan
antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama
dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan
anjuran.
4. Konsiliasi
-
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator,
Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.Bila
tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
5. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan
arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut
ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.Karena adanya kewajiban membayar
arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
6. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota
provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini
antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK,
serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang
dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis
perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.
7. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi
(tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
2.6. Proses Dan Prosedur PHK
Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan
sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar
(2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:
1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
5. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah
tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun
1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D
-
(Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan
lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan
Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja
dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi
dengan:
1. Mengurangi shift kerja
2. Menghapuskan kerja lembur
3. Mengurangi jam kerja
4. Mempercepat pension
5. Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara
1. Konsekwensi Pemutusan Hubungan Kerja
Konsekwensi dapat juga diartikan sebagai Kerugian, maka menurut balkin, Mejia dan Cardy
(1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:
1. Biaya recruitment, meliputi :
1. Mengiklankan lowongan kerja
2. Menggunakan karyawan recruitment yang professional sehingga banyak yang
melamar untuk bekerja.
3. Untuk mengisi jabatan eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan
perusahaan pencarai yang umumnya menggunakan 30% dari gaji tahunan
karyawan.
4. Biaya Seleksi, melliputi :
1. Biaya interview dengan pelamar pekerjaan.
2. Biaya testing/psikotes
3. Biaya untuk memeriksa ulang referensi
4. Biaya penempatan
5. Biaya Pelatihan, meliputi :
1. Orientasi terhadap nilai dan budaya perusahaan
2. Biaya training secara langsung
3. Waktu untuk memberikan training
4. Kehilangan produktivitas pada saat training
5. Biaya Pemutusan hubungan kerja, meliputi :
1. Pesangon untuk karyawan yang diberhentikan sementara
tanpa kesalahan
-
2. Karyawan tetap mendapatkan tunjangan
kesehatan sampai mendapatkan pekerjaan baru.
3. Biaya asuransi bagi karyawan yang di PHK namun
belum bekerja lagi.
4. Wawancara pemberhentian dengan tujuan untuk mencari
alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan perusahaan.
5. Bantuan penempatan merupakan program diamana
perusahaan membantu karyawan mendapatkan pekerjaan
baru lebih cepat dengan memberikan training pekerjaan
6. Posisi yang kosong akan mengurangi keluaran atau
kualitas jasa klien perusahaan atau pelanggan.
Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat
(1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha
dilarang melakukan PHK dengan alasan :
1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban
terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
4. Pekerja/buruh menikah
5. Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau PKB.
7. Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam
jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.
-
10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penembuhannya belum dapat dipastikan .
2.7. Kompensasi PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon
(UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang
seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa
kerjanya.
1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 15 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
1.
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
-
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat.
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
2.8. Hasil Observasi SMK Muhammadiyah 1 Kuningan
a. Status Kepegawaian
Untuk di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan memiliki beberapa starus kepegawaian
diantaranya :
PNS DPK
Yaitu status pegawai yang diakui oleh pemerintah sebagai pegawai negri sipil dan di
perbantukan atau di tugaskan di sekolah swasta.Dan untuk di sekolah ini hanya ada satu yang
berstatus PNS DPK yaitu kepala sekolahnya.
Guru/karyawan tetap yayasan
Yaitu guru/ karyawan yang bekerja menjadi pegawai tetap di lembaga tersebut.Namun untuk
periode kepemimpinan yayasan sekarang tidak ada Guru/kaaryawan tetap yayasan.
Guru Honorer berstatus PNS
Yaitu guru yang menjadi PNS di sekolah lain dan telah terdaftar di NUPTK sebagai pegawai
negri. Namun status kepegawaian di sekolah ini sebagai guru honor.
Guru honorer penuh swasta
Yaitu guru yang belum terdaftar di NUPTK namun terdaftar di yayasan dengaan bukti memiliki
NBM (Nomor Baku Muhammadiyah).
Guru honorer
Yaitu guru yang belum terdaftar di yayasan dan NUPTK.
b. Penyebab terjadinya PHK
Pada dasarnya penyebab PHK sama dengan yang ada di teori namun disini dominan di tentukan
oleh Kredibilitas Guru/karyawan tersebut yaitu dengan melihat keilmuannya, moral/sikapnya,
dan tanggung jawabnya. Dan yang lebih penting ketika siswa tidak bisa menerima guru
tersebut.
c. Proses pemberhentian Tenaga kerja
Di sekolah ini sampai saat ini belum terjadi PHK, kemudian untuk pemutusan pemberhentian
di sekolah ini tidak langsung oleh kepala sekolah namun melalui beberapa tahapan. Yaitu
kepala sekolah mengusulkan ke Yayasan untuk memberhentikan dan kemudian yayasan
-
memutuskan pemberhentian tersebut dengan bebagai pertimbangan.Kemudian untuk tahapan
tahapan pemberhentian di sekolah ini yaitu dengan :
1. Teguran
2. Peringatan
3. Pembekalan/pembinaan
d. Pemberian pesangon untuk karyawan yang di PHK
Untuk pemberian pesangon dibedakan antara pegawai pensiun dengan PHK. Pegawai yang
berhenti karna pensiun mendapatkan pesangon dengan melihat lamannya masa jabatan kerja,
sedangkan pegawai yang berhenti karna PHK akan mendapatkan pesangon dengan beberapa
pertimbangan.
-
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja
(PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan
mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan
dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan
hubungan kerja dibagi kedalam dua bagian yaitu :
1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan
dengan tujuan yang jelas.
1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :
1. Keinginan sendiri
2. Kontrak yang Habis
3. Pensiun
Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas
tangan namun masih ada yang harus di berikan perusahaan kepada karyawan
yaitu berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Diman pemberian
uang pesangaon dan uang penghargaan masa kerja disesuaikan dengan seberapa
lama karyawan itu bekerja untuk perusahaan.
Selanjutnya hasil dari observasi yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan pada
dasarnya sesuai dengan yang ada dalam teori pemutusan hubungan kerja.
3.2. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini, hendaknya dalam pemutusan
hubungan kerja harus sesuai dengan undang undang yang berlaku agar tidak ada perselisihan
dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.