pengertian konsiliasi

19
Pengertian Konsiliasi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”), mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU PHI, konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisishan pemutusan hubungan kerja atau perselisishan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU PHI, pengertian konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Dasar Hukum Konsiliasi Pasal 17 sampai dengan Pasal 28 UU PHI mengatur mengenai prosedur penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi. Prosedur Konsiliasi 1. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota, yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. 2. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi oleh konsiliator dilakukan untuk menangani perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, yang dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak. 3. Selanjutnya para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. 4. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.

Upload: sepli-umbase

Post on 25-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

percobaan download

TRANSCRIPT

  • Pengertian Konsiliasi

    Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

    (UU PHI), mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui

    konsiliasi.

    Berdasarkan Pasal 1 angka 13 UU PHI, konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan

    kepentingan, perselisishan pemutusan hubungan kerja atau perselisishan antar serikat

    pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh

    seorang atau lebih konsiliator yang netral.

    Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 14 UU PHI, pengertian konsiliator adalah seorang atau lebih

    yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas

    melakukan konsiliasi oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan

    anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan

    kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar pekerja/serikat

    buruh hanya dalam satu perusahaan.

    Dasar Hukum Konsiliasi

    Pasal 17 sampai dengan Pasal 28 UU PHI mengatur mengenai prosedur penyelesaian

    perselisihan melalui konsiliasi.

    Prosedur Konsiliasi

    1. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar

    pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

    Kabupaten/Kota, yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.

    2. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi oleh konsiliator dilakukan untuk

    menangani perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau

    perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, yang

    dilaksanakan setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis

    kepada konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.

    3. Selanjutnya para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan

    disepakati dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor

    instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

    4. Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah permintaan penyelesaian

    perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang

    duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah

    dilakukan sidang konsiliasi pertama.

  • 5. Kemudian, konsiliator dapat memanggil sanksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang

    konsiliasi guna dimintai dan didengar keterangannya. Saksi atau saksi ahli yang

    memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya perjalanan dan akomodasi

    yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    6. Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui

    konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan

    disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada

    Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama

    untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.

    7. Jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui

    konsiliasi maka:

    a. Konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;

    b. Anjuran tertulis harus sudah disampaikan kepada para pihak dalam waktu selambat-

    lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama;

    c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya

    menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari

    kerja setelah menerima anjuran tertulis;

    d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya dianggap menolak anjuran tertulis;

    e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis, maka dalam waktu selambat-lambatnya

    3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para

    pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Perjanjian Hubungan Industrial

    pada Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk

    mendapatkan akta bukti pendafataran.

    8. Apabila anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu

    pihak atau para pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan dengan mengajukan

    gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat,.

    Tentang Perjanjian Bersama

    Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

    dilakukan sebagai berikut:

    1. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;

    2. Apabila Perjanjian Bersama ternyata tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka

    pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan

  • Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapatkan

    penetapan eksekusi;

    3. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan

    Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon

    eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial

    pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan

    Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

    Hak dan Kewajiban Konsiliator

    Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

    kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan. Konsiliator berhak

    mendapat hororarium/imbalan jasa berdasarkan penyelesaian perselisihan yang dibebankan

    kepada negara. Besarnya honorarium/imbalan jasa tersebut ditetapkan oleh Menteri.

    - See more at: http://www.hukumtenagakerja.com/penyelesaian-perselisihan-hubungan-

    industrial-melalui-konsiliasi/#sthash.KkLyr0b1.dpuf

  • MAKALAH TENTANG PHK

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

  • Sering kita mendengar mengenai karyawan, dimana karyawan adalah anggota dari sebuah

    organisasi peruasaan/lembaga yang bekerja dalam mencapai tujuan tertentu. Ada yang bekerja

    di lembaga kepemerintahan dan ada pula yang di lembaga swasta. Bagi mereka yang bekerja

    di lembaga kepemerintahan bias kita sebut sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) yang mereka

    bekerja untuk Negara dan di gajih pula oleh Negara dan diatur pula oleh aturan pemerintah.

    Kemudian ada yang bekerja di lembaga suasta dimana mereka di pekerjakan oleh perusahaan

    atau lembaga suata diman merka di atur oleh perusahaan dan oleh pemerintah.

    Dalam mencapai tujuannya perusahaan sangat di pengaruhi oleh yang namanya karyawan.

    Dalam proses tersebut ada beberapa hal yang harus di perhatikan salah satunya adalah

    Pemutusan hubungan kerja (PHK). Di Indonesia sendiri Pemutusan hubungan kerja ini di atur

    dalam undang undang ketenaga kerjaan yaitu dalam UU RI No.13 Tahun 2003, dimana disini

    di jelaskan aturan aturan mengenai pemutusan hubungan kerja.

    Di Negara ini pun pernah terjadi PHK secara besar besaran dimana pada waktu itu terjadi

    krisis moneter, yang mengakibatkan perusahaan tidak sanggup lagi menggaji karyawannya.

    Langkah ini terpakas di lakukan sebagai solusi dari perusahaan karna mengalami kerugian yang

    cukup besar. Sementara perusahaan harus memenuhi kewajibannya untuk mnggaji karyawan.

    Dan pada waktu itu PHK menjadi momok besar yang sangat menakutkan. Para karyawan

    cemas akan nasibnya yang akan di berhentikan dari pekerjaanya. Hingga saat ini PHK menjadi

    pemikiran yang negatif karna di anggap sebagai pemecatan. Padahal PHK bukan itu tapi ini

    merupakan proses dari sebuah keberlangsungan perusahaan. Dan akan dibahas lebih jelasnya

    dalam pembahasan makalah ini.

    1.2. Rumusan Masalah

    Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

    1. Apa definisi dari PHK ?

    2. Apa fungsi dan tujuan dari PHK ?

    3. Jelaskan jenis jenis dari PHK !

    4. Jelaskan mekanisme dan penyelesaian PHK !

    5. Dan bagai mana mekanisme dan apa penyebab terjadinya PHK di SMK

    Muhammadiyah 1 Kuningan?

    1.3. Tujuan

    Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

    1. Mengetahui definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) .

  • 2. Mengetahui fungsi dan tujuan pemutusan hubungan kerja ( PHK ) .

    3. Mengetahui jenis jenis dan prinsip prinsip dari Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK

    ) .

    4. Mengetahui mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian

    perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan hubungan kerja dilakukan .

    5. Mengetahui bentuk dari pemberian kompensasi kepada karyawan yang mendapatkan

    pemutusan hubungan kerja dari lembaga swasta .

    6. Mengetahui mekanisme dan penyebab terjadinya PHK di SMK Muhammadiyah 1

    Kuningan.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memiliki berbagai pengertian, diantaranya :

    1. Menurut Mutiara S. Panggabean

    Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan

    pengusaha yang dapat disebabkan oleh berbagai macam alasan, sehingga berakhir pula hak dan

    kewajiban di antara mereka.

    2. Menurut Malayu S.P. Hasibuan

    Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumberdaya manusia.Dan istilah ini

    mempunyai sinonim dengan separation, pemisahan atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

    3. Menurut Sondang P. Siagian

    Pemutusan hubungan kerja adalah ketika ikatan formal antara organisasi selaku pemakai tenaga

    kerja dan karyawannya terputus.

    4. Menurut Suwatno

    Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

    mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.

    5. Menurut UU RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 25

    Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu

    yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha.

    Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa Pemutusan Hubungan kerja (PHK) yang juga dapat

    disebut dengan Pemberhentian, Separation atau Pemisahan memiliki pengertian sebagai

  • sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhir hak

    dan kewajiban pekerja dan perusahaan.

    2.2. Fungsi Dan Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Fungsi Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan adalah sebagaio berikut:

    1. Mengurangi biaya tenaga kerja

    2. Menggantikan kinerja yang buruk. Bagian integral dari manajemen adalah

    mengidentifikasi kinerja yang buruk dan membantu meningkatkan kinerjanya.

    3. Meningkatkan inovasi. PHK meningkatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan

    , yaitu :

    1. Pemberian penghargaan melalui promosi atas kinerja individual yang tinggi.

    2. Menciptakan kesempatan untuk level posisi yang baru masuk

    3. Tenaga kerja dipromosikan untuk mengisi lowongan kerja sebgai sumber daya

    yang dapat memberikan inovasi/menawarkan pandangan baru.

    4. Kesempatan untuk perbedaan yang lebih besar. Meningkatkan kesempatan untuk

    mempekerjakan karyawan dari latar belakang yang berbeda-beda dan mendistribusikan

    ulang komposisi budaya dan jenis kelamin tenaga kerja.

    Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan

    Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak

    pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:

    1. Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik

    dan efektif salah satunya dengan PHK.

    2. Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan

    dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif,

    menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan

    pemerintah dan meningkatnya persaingan.

    Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan

    tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor

    kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.

    2.3. Prinsip Prinsip Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme

    pemutusan hubungan kerja.

    Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:

    1. Undang-Undang

  • Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang

    sudah habis izinnya.

    2. Keinginan Perusahaan

    Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan

    melakukan kesalahan besar

    3. Keinginan karyawan

    Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan.

    4. Pensiun

    Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang

    disepakati.

    5. Kontrak kerja berakhir

    6. Kesehatan karyawan

    Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan

    keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-

    undangan ketenagakerjaan yang berlaku.

    7. Meninggal dunia

    8. Perusahaan dilikuidisasi

    9. Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.

    2.4. Jenis Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan

    hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.

    1. Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan

    pemberhentian sementara.

    2. Sementara tidak bekerja

    Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya

    bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain

    sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan

    tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.

    1. Pemberhentian sementara

    Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal

    perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis

    ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian

  • sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya

    manusia yang hati-hati dan teliti.

    1. Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan

    kematian.

    1. Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena

    alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali oleh

    pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya

    manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian

    sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan

    karyawan di masa depan.

    2. Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan

    dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti

    orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang

    dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena

    kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan

    salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan

    bagaimana dapat bekerja dengan sukses.

    Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu :

    1. Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan

    kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman,

    Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah

    berbuat tindak pidana kejahatan.

    2. Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja

    antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja.

    Menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis,

    diantaranya :

    1. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini

    terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.

    2. Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi

    oleh organisasi (Lay Off).

    3. Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement). Saat berhenti

    biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.

    4. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini

    pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya

  • pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan

    pekerja.

    Dari beberpa sunber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian

    hubungan kerja (PHK) adalah:

    Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.

    PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan

    dengan tujuan yang jelas.

    Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.

    PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :

    1. Keinginan sendiri

    2. Kontrak yang Habis

    3. Pensiun

    4. Kehendak Perusahaan

    2.5. Mekanisme Dan Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    1. Mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari

    PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat

    dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan

    Hubungan Industrial (LPPHI).

    Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui

    penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :

    1. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara

    tertulis sebelumnya.

    2. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan

    sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya

    hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.

    3. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja,

    peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.

    4. Karyawan meninggal dunia.

    5. Karyawan ditahan.

    6. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan

    melakukan permohonan PHK.

  • Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan

    segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing,

    dengan tetap membayar hak-hak karyawan.

    2. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

    Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan

    hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK

    timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai

    pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain

    mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.

    3. Penyelesaian Perselisihan PHK

    Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.

    1. Perundingan Bipartit

    Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau

    serikat pekerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam

    penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.

    Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para pihak. Isi risalah diatur

    dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat

    Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan

    pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya

    menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinanslah satu pihak

    ingkar.Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.

    Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi

    prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

    2. Perundingan Tripartit

    Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:

    3. Mediasi

    Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan.Dinas tenagakerja kemudian

    menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan

    antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama

    dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan

    anjuran.

    4. Konsiliasi

  • Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator,

    Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.Bila

    tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.

    5. Arbitrase

    Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan

    arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut

    ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung.Karena adanya kewajiban membayar

    arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

    6. Pengadilan Hubungan Industrial

    Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan

    Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota

    provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini

    antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK,

    serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang

    dilanggar.

    Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis

    perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan

    kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan.

    7. Kasasi (Mahkamah Agung)

    Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi

    (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.

    2.6. Proses Dan Prosedur PHK

    Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan

    sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang

    pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar

    (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:

    1. Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.

    2. Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.

    3. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.

    4. Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.

    5. Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.

    Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah

    tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun

    1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D

  • (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan

    lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan

    Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja

    dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.

    Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi

    dengan:

    1. Mengurangi shift kerja

    2. Menghapuskan kerja lembur

    3. Mengurangi jam kerja

    4. Mempercepat pension

    5. Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara

    1. Konsekwensi Pemutusan Hubungan Kerja

    Konsekwensi dapat juga diartikan sebagai Kerugian, maka menurut balkin, Mejia dan Cardy

    (1995:231) terdiri atas hal-hal berikut:

    1. Biaya recruitment, meliputi :

    1. Mengiklankan lowongan kerja

    2. Menggunakan karyawan recruitment yang professional sehingga banyak yang

    melamar untuk bekerja.

    3. Untuk mengisi jabatan eksekutif yang tinggi secara teknologi diperlukan

    perusahaan pencarai yang umumnya menggunakan 30% dari gaji tahunan

    karyawan.

    4. Biaya Seleksi, melliputi :

    1. Biaya interview dengan pelamar pekerjaan.

    2. Biaya testing/psikotes

    3. Biaya untuk memeriksa ulang referensi

    4. Biaya penempatan

    5. Biaya Pelatihan, meliputi :

    1. Orientasi terhadap nilai dan budaya perusahaan

    2. Biaya training secara langsung

    3. Waktu untuk memberikan training

    4. Kehilangan produktivitas pada saat training

    5. Biaya Pemutusan hubungan kerja, meliputi :

    1. Pesangon untuk karyawan yang diberhentikan sementara

    tanpa kesalahan

  • 2. Karyawan tetap mendapatkan tunjangan

    kesehatan sampai mendapatkan pekerjaan baru.

    3. Biaya asuransi bagi karyawan yang di PHK namun

    belum bekerja lagi.

    4. Wawancara pemberhentian dengan tujuan untuk mencari

    alasan mengapa tenaga kerja meninggalkan perusahaan.

    5. Bantuan penempatan merupakan program diamana

    perusahaan membantu karyawan mendapatkan pekerjaan

    baru lebih cepat dengan memberikan training pekerjaan

    6. Posisi yang kosong akan mengurangi keluaran atau

    kualitas jasa klien perusahaan atau pelanggan.

    Pemerintah tidak mengharapkan perusahaan melakukan PHK tercantun dalam Pasal 153 ayat

    (1) Undang-Undang No. 13 Thaun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan pengusaha

    dilarang melakukan PHK dengan alasan :

    1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama

    waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus

    2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban

    terhadap Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

    3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya

    4. Pekerja/buruh menikah

    5. Pekerja/burh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

    6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkakwinan dengan

    pekerja/buruh lainnya di dalam 1 perusahaan, kecali telah diatur dalam perjanjian kerja,

    peraturan perusahaan, atau PKB.

    7. Pekeerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat

    buruh melakukan kegiatan serikat/pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam

    jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam

    perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.

    8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan

    pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan

    9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis

    kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan.

  • 10. Pekerja. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibar kecelakaan kerja, atau sakit

    karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu

    penembuhannya belum dapat dipastikan .

    2.7. Kompensasi PHK

    Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon

    (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang

    seharusnya diterima.UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa

    kerjanya.

    1. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :

    Masa Kerja Uang Pesangon

    Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.

    Masa kerja 1 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.

    Masa kerja 2 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.

    Masa kerja 3 4 tahun 4 (empat) bulan upah.

    Masa kerja 4 5 tahun 5 (lima) bulan upah.

    Masa kerja 5 6 tahun 6 (enam) bulan upah.

    Masa kerja 6 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.

    Masa kerja 7 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.

    Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

    2. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut :

    Masa Kerja UPMK

    Masa kerja 3 6 tahun 2 (dua) bulan upah.

    Masa kerja 6 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.

    Masa kerja 9 12 tahun 4 (empat) bulan upah.

    Masa kerja 12 15 tahun 5 (lima) bulan upah.

    Masa kerja 15 18 tahun 6 (enam) bulan upah.

    Masa kerja 18 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.

    Masa kerja 21 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.

    Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.

    3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :

    1.

    1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

    2. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat

    dimana karyawan/buruh diterima bekerja.

  • 3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari

    uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi

    syarat.

    4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

    perjanjian kerja bersama.

    2.8. Hasil Observasi SMK Muhammadiyah 1 Kuningan

    a. Status Kepegawaian

    Untuk di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan memiliki beberapa starus kepegawaian

    diantaranya :

    PNS DPK

    Yaitu status pegawai yang diakui oleh pemerintah sebagai pegawai negri sipil dan di

    perbantukan atau di tugaskan di sekolah swasta.Dan untuk di sekolah ini hanya ada satu yang

    berstatus PNS DPK yaitu kepala sekolahnya.

    Guru/karyawan tetap yayasan

    Yaitu guru/ karyawan yang bekerja menjadi pegawai tetap di lembaga tersebut.Namun untuk

    periode kepemimpinan yayasan sekarang tidak ada Guru/kaaryawan tetap yayasan.

    Guru Honorer berstatus PNS

    Yaitu guru yang menjadi PNS di sekolah lain dan telah terdaftar di NUPTK sebagai pegawai

    negri. Namun status kepegawaian di sekolah ini sebagai guru honor.

    Guru honorer penuh swasta

    Yaitu guru yang belum terdaftar di NUPTK namun terdaftar di yayasan dengaan bukti memiliki

    NBM (Nomor Baku Muhammadiyah).

    Guru honorer

    Yaitu guru yang belum terdaftar di yayasan dan NUPTK.

    b. Penyebab terjadinya PHK

    Pada dasarnya penyebab PHK sama dengan yang ada di teori namun disini dominan di tentukan

    oleh Kredibilitas Guru/karyawan tersebut yaitu dengan melihat keilmuannya, moral/sikapnya,

    dan tanggung jawabnya. Dan yang lebih penting ketika siswa tidak bisa menerima guru

    tersebut.

    c. Proses pemberhentian Tenaga kerja

    Di sekolah ini sampai saat ini belum terjadi PHK, kemudian untuk pemutusan pemberhentian

    di sekolah ini tidak langsung oleh kepala sekolah namun melalui beberapa tahapan. Yaitu

    kepala sekolah mengusulkan ke Yayasan untuk memberhentikan dan kemudian yayasan

  • memutuskan pemberhentian tersebut dengan bebagai pertimbangan.Kemudian untuk tahapan

    tahapan pemberhentian di sekolah ini yaitu dengan :

    1. Teguran

    2. Peringatan

    3. Pembekalan/pembinaan

    d. Pemberian pesangon untuk karyawan yang di PHK

    Untuk pemberian pesangon dibedakan antara pegawai pensiun dengan PHK. Pegawai yang

    berhenti karna pensiun mendapatkan pesangon dengan melihat lamannya masa jabatan kerja,

    sedangkan pegawai yang berhenti karna PHK akan mendapatkan pesangon dengan beberapa

    pertimbangan.

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Maka dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja

    (PHK) merupakan dinamika dalam sebuah organisasi perusahaan. Dan jika pandangan

    mengenai PHK itu negative maka itu kurang tepat karna PHK merupakan proses yang akan

    dialami semua karyawan misalnya dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu pemutusan

    hubungan kerja dibagi kedalam dua bagian yaitu :

    1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.

    PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan

    dengan tujuan yang jelas.

    1. Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.

    PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu :

    1. Keinginan sendiri

    2. Kontrak yang Habis

    3. Pensiun

    Kemudian perusahaan setelah pemutusan hubungan kerja tidak langsung lepas

    tangan namun masih ada yang harus di berikan perusahaan kepada karyawan

    yaitu berupa uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Diman pemberian

    uang pesangaon dan uang penghargaan masa kerja disesuaikan dengan seberapa

    lama karyawan itu bekerja untuk perusahaan.

    Selanjutnya hasil dari observasi yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 1 Kuningan pada

    dasarnya sesuai dengan yang ada dalam teori pemutusan hubungan kerja.

    3.2. Saran

    Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini, hendaknya dalam pemutusan

    hubungan kerja harus sesuai dengan undang undang yang berlaku agar tidak ada perselisihan

    dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.