pengertian globalisasi pangan

10
Pengertian Globalisasi Pangan Globalisasi pangan telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu seiring dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai “buah”. Pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa mengklaim menghidupi penduduknya dengan pangan yang 100% asli setempat. Dalam konteks sistem pangan, sejak Globalisasi secara kasat mata dapat dibaca dari perubahan- perubahan yang berlangsung disepanjanng rantai makanan (food chain). Sejak tahap produksi dan pengolahan hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan sayuran segar (fruit and vegetables) dan ratusan item pangan olahan import di hypermarket hingga pasar becek saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi pangan. Globalisasi mengandalkan dua “mantra sakti” liberalisasi dan harmonisasi sebagai salah satu subsistemnya, Globalisasi pangan juga “takhluk” pada dua mantra itu. Liberalisasi mewujudkan dalam keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk import. Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini pasti mengatasnamakan konsumen seluruh dunia tetapi tetap mencerminkan “kemenangan” itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi kesepakatan itu, negara-negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian penyesuaian regulasi keamanan pangan mereka yang bertitikberat pada pengendallian proses dan pencegahan resiko dalam keseluruhan daur produksi. Konsekwensinya produksi di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi sering menjadi penghambat eksport produksi pangan negara berkembang karena kesenjangan know-how dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan dari negara maju dengan mudah “melenggang” masuk ke pasar negara- negara berkembang. Keadaan ini mengakibatkan apa yang di kenal sebagai paradoks keamanan pangan.

Upload: setiawan07

Post on 26-Dec-2015

204 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fdgdfgfdg

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian Globalisasi Pangan

Pengertian Globalisasi Pangan

Globalisasi pangan telah berlangsung sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu seiring dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai “buah”. Pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah saat ini tidak ada satu pun negara di dunia yang bisa mengklaim menghidupi penduduknya dengan pangan yang 100% asli setempat. Dalam konteks sistem pangan, sejak Globalisasi secara kasat mata dapat dibaca dari perubahan-perubahan yang berlangsung disepanjanng rantai makanan (food chain). Sejak tahap produksi dan pengolahan hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan sayuran segar (fruit and vegetables) dan ratusan item pangan olahan import di hypermarket hingga pasar becek saat ini merupakan salah satu contoh nyata hadirnya fenomena globalisasi pangan.

Globalisasi mengandalkan dua “mantra sakti” liberalisasi dan harmonisasi sebagai salah satu subsistemnya, Globalisasi pangan juga “takhluk” pada dua mantra itu. Liberalisasi mewujudkan dalam keterbukaan pasar. Semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi dan bahkan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk import.

Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini pasti mengatasnamakan konsumen seluruh dunia tetapi tetap mencerminkan “kemenangan” itu lobi ke negara-negara maju. menyikapi kesepakatan itu, negara-negara maju melanjutkan melakukan penyesuaian penyesuaian regulasi keamanan pangan mereka yang bertitikberat pada pengendallian proses dan pencegahan resiko dalam keseluruhan daur produksi.

Konsekwensinya produksi di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi konsumen di negara-negara maju. Pada kenyataannya prinsip harmonisasi sering menjadi penghambat eksport produksi pangan negara berkembang karena kesenjangan know-how dan perawatan. Sebaliknya, produksi pangan dari negara maju dengan mudah “melenggang” masuk ke pasar negara-negara berkembang. Keadaan ini mengakibatkan apa yang di kenal sebagai paradoks keamanan pangan.

(Anynomuos,2012)

3.2 Dampak Globalisasi Pangan

 

Menimbulkan jenis dan derajat perubahan yang ditimbukannya maka dapat dipastikan bahwa Globalisasi pangan telah menimbulkan berbagai dampak negatif maupun positif. Pembahasan kali ini dibatasi pada dampak Globalisasi Pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal, keragaman produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan, serta keragaman hayati.

 

3.2.1 Ketahanan Pangan dan Pertanian Lokal

Page 2: Pengertian Globalisasi Pangan

Salah satu dampak terpenting Globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan kecukupan pangan, karena semakin terbukannya pasar. Import menjadi salah satu strategi utama bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Globalisasi berhasil menempatkan Amerika Serikat sebagai salah satu eksportir pangan terbesar di Dunia pada tahun 1994 saja, eksport AS telah mencapai 36% (gandum), 64% (jagung, barley, sorgum dan oats), 40% (kedelai), 17% (beras), dan 33% (kapas) volume yang diperdagangkan di dunia. Indonesia adalah salah satu importir terbesar bagi AS. Pada tahun 2000, total import kedelai (biji, minyak, dan tepung) Indonesia dari AS mencapai 1,2 juta ton bernilai sekitar seperempat miliar dolar AS. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, kehadiran supermarket selain memberikan kenyamanan belanja juga telah mendorong pemasaran produk-produk dengan standart mutu dan keamanan pangan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif.

 

3.2.2 Keragaman Produk Pangan

Produk pangan olahan import secara signifikasi menyumbangkan keragaman pangan di Indonesia (2000-2004). Untuk 9 kelompok panagan olahan, produk pangan import (terdaftar) menyumbang sekitar 60% dari total keragaman. Untuk keempat kelompok produk, yaitu “makanan Ringan”, “bumbu instan”, “minuman sari buah”, dan “susu pertumbuhan” produk import bahkan melampauai kontribusi produk domestik. Dengan pertimbaangan kepraktisan (practicality), pasar pangan kita telah dipenetraasi secara meyakinkan oleh kedua produk olahan itu.

Pengamatan langsung dipasar-pasarr tradisional maaupun di supermarket ataupun hypermarket juga menujukan betapa sistem pangan kita sudah sangat tergantung pada produk buah impor. Produk buah lokal cenderung menempati posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selara konsumen (dari anak-anak) akan terpola, hanya menyukai segelintir jenis buah saja.

 

3.2.3. Keragaman Hayati

Globalisasi pertanian telah berhasil menyebarkan teknik-teknik budidaya pertanian dan jenis-jenis tanaman dari negara kaya keseluruh dunia. Proses inilah yang bertanggung jawab terhadap reduksi keragaman hayati pertanian (agrobiodifersity). Akibatnya, sistem produksi pangan di negara-negara berkembang cenderung rentan. Globalisasi pangan memang berhasil menyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pertanian mengakibatkan erosi keragamaan sumber pangan. Erosi tersebut menuntun biaya ekonomi dan sosial.

 

3.2.4. Keamanan Pangan dan Lingkungan

Dampak globalisasi pangan yang paling kasat mata tercermin dari perubahan pola pangan yang terjadi. Secara gradual akan terjadi pergeseran kearah budaya pangan yang universal (seragam).

Page 3: Pengertian Globalisasi Pangan

Penyeragaaman ini akan mengakibatkan perubahan pola konsumsi dan status nutrisi masyarakat. Salah satu faktor terpenting dibalik penyeragaman diet dan status gizi ini adalah urbanisasi dan gaya hidup yang meenyertainya. Lingkungan pertokoan tampaknya mempengaruhi kebiasaan akan warga kaya maupun miskin dan berdampak terhadap status gizi serta kesehatan. Globalisasi juga diakui berperan dalam mendorong pengembangan teknologi dan rekayasa produk pangan. Keragaman teknologi produksi dan pengemasan terutama ditujukan untuk pengingkatan umur simpan (shelf-life) produk yang memungkinkan transportasi jarak jauh.

(Anynomuos,2012)

 

3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Pangan

 

1. Faktor Produksi

Faktor produksi yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah luas lahan padi dan luas lahan jagung, sedangkan jumlah tenaga kerja sektor pertanian dan jumlah pupuk urea yang digunakan tidak terlalu berpengaruh.

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah curah hujan dan jumlah penduduk, sedangkan kesuburan tanah tidak terlalu berpengaruh.

3. Faktor Kondisi Makro

Faktor kondisi makro yang mempengaruhi ketahanan pangan adalah harga beras dan Nilai Tukar Petani, sedangkan inflasi padi-padian dan indeks dibayar petani tidak terlalu berpengaruh.

(Anynomuos,2012)

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah (

mega biodiversity

),termasuk plasma nutfah.

Bio-diversity

darat Indonesia merupakan terbesar nomor

 

Page 4: Pengertian Globalisasi Pangan

14

dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia. Keaneka ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah dan tinggi serta limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah subtopis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.

1.2.1.2 Lahan Pertanian

Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa, lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapatdirubah menjadi lahan-lahan produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk memenuhi kebutuhan

 

3.4.  Peluang Pertanian Di Indonesia

3.4.1 Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah ( mega biodiversity  ),termasuk plasma nutfah. Bio-diversity  darat Indonesia merupakan terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil, sedangkan bila termasuk kelautan maka Indonesianomor satu dunia. Keaneka ragaman hayati yang didukung dengan sebaran kondisigeografis, berupa dataran rendah dan tinggi serta limpahan sinar matahari, intesitascurah hujan yang hampir merata sepanjang tahun di sebagian wilayah, sertakeaneka ragaman jenis tanah memungkinkan dibudidayakannya aneka jenistanaman dan ternak asli daerah tropis maupun komoditas introduksi dari daerah subtopis secara merata sepanjang tahun di Indonesia.Aneka ragam dan besarnya jumlah plasma nutfah tanaman dan hewan yang sudahberadaptasi dengan iklim tropis merupakan sumber materi genetik yang dapatdirekayasa untuk menghasilkan varietas dan klone tanaman unggul serta

Page 5: Pengertian Globalisasi Pangan

bangsaternak. Hal ini dapat dilihat dengan beragamnya jenis komoditas pertanian tanamanpangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan yang sudah sejak lamadiusahakan sebagai sumber pangan dan pendapatan masyarakat.

3.4.2.  Lahan Pertanian

Indonesia memiliki potensi ketersediaan lahan yang cukup besar dan belumdimanfaatkan secara optimal. Sebagian lahan potensi tersebut merupakan lahansub optimal seperti lahan kering, rawa, lebak, pasang surut dan gambut yangproduktivitasnya relatif rendah, karena kendala kekurangan dan kelebihan air,tingginya kemasaman/salinitas, jenis tanah yang kurang subur serta keberadaanlahan di daerah lereng dataran menengah dan tinggi. Namun apabila keberadaanlahan sub optimal tersebut dapat direkayasa dengan penerapan inovasi teknologibudidaya dan dukungan infrastruktur jalan dan irigasi, maka lahan tersebut dapat dirubah menjadi lahan-lahan produktif. Di samping itu dapat pula dilakukanperluasan areal tanam melalui peningkatan intensitas pertanaman (IP) pada lahansubur beririgasi dengan varietas unggul baru umur super ultra genjah. Potensitersebut merupakan peluang bagi peningkatan produksi tanaman dan ternak apabiladapat dirancang dengan baik pemanfaatannya.Jumlah luasan dan sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yangcukup tinggi sesungguhnya merupakan potensi alamiah untuk memenuhi kebutuhan air pertanian apabila dikelola dengan baik. Waduk, bendungan, embung dan airtanah serta air permukaan lainnya sangat potensial untuk mendukungpengembangan usaha pertanian, baik di lahan subur maupun lahan-lahan suboptimal. Dari luas daratan Indonesia, terdapat sekitar 94,1 juta ha lahan yangsesuai untuk pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekologis daerah aliransungai, sedangkan yang sudah dijadikan lahan pertanian baru sekitar 63,7 juta ha.Dengan demikian masih terbuka peluang untuk perluasan areal pertanian sekitar30,4 juta hektar dengan 24 juta ha diantaranya merupakan lahan subur untukpersawahan, perkebunan dan pengembangan komoditas lain, sedangkan 6,4 jutaha lainnya merupakan sawah pasang surut, lebak dan gambut yang masihmemerlukan inovasi khusus. Di samping itu, hingga saat ini lahan pertanian terlantar jumlahnya cukup luas, yaitu sekitar 12,4 juta hektar.

4.4.3 Tenaga Kerja Pertanian

Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memilikikultur budaya kerja keras, sesungguhnya merupakan potensi tenaga kerja untukmendukung pengembangan pertanian. Hingga saat ini lebih dari 43 juta tenagakerja masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Namun besarnya jumlah penduduk tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengansebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilanyang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian yang berdaya saing.Apabila keberadaan penduduk yang besar di suatu wilayah dapat ditingkatkanpengetahuan dan keterampilannya untuk dapat berkerja dan berusaha di sektorproduksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka penduduk Indonesiayang ada dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi anekakomoditas bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan dunia. Masih terdapatcukup potensi meningkatkan kapasitas aneka produksi komoditas pertanian melaluipenempatan tenaga kerja terlatih di daerah yang masih kurang penduduknyadengan didukung oleh stimulus dalam bentuk penyediaan faktor produksi,bimbingan teknologi serta pemberian jaminan pasar yang baik.

Page 6: Pengertian Globalisasi Pangan

3.4.4 Teknologi

Sesungguhnya saat ini sudah cukup banyak tersedia paket teknologi tepat gunayang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan produktifitas, kualitas dankapasitas produksi aneka produk pertanian. Berbagai varietas, klon dan bangsaternak berdaya produksi tinggi; berbagai teknologi produksi pupuk dan produk bio;alat dan mesin pertanian; serta aneka teknologi budidaya, pasca panen danpengolahan hasil pertanian sudah cukup banyak dihasilkan para peneliti di lembagapenelitian maupun yang dihasilkan oleh masyarakat petani. Beberapa keberhasilanalih teknologi di sektor pertanian melalui program PRIMA TANI, SLPTT, P2BN, telahmampu menggiatkan kegiatan agribisnis spesifik lokasi. Namun demikian anekapaket teknologi ini masih belum sepenuhnya dapat diadopsi oleh masyarakat petani,karena berbagai keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki petani seperti: prosesdiseminasi, kelembagaan dan skala usaha, keterampilan serta tingginya biaya untukmenerapkan teknologi.

3.4.5 Pasar dan Pertumbuhan Jumlah serta Daya Beli Penduduk

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeriyang potensial bagi produk-produk pertanian yang dihasilkan petani. Pada tahun2009 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 230.632.700 jiwa denganpertumbuhan 1,25 persen per tahun. Saat ini, tingkat konsumsi aneka produk hasilpertanian Indonesia, kecuali beras, gula dan minyak goreng, masih relatif rendah.Rendahnya tingkat konsumsi produk pertanian ini, terutama disebabkan masihrendahnya tingkat pendapatan per kapita penduduk Indonesia sehinggamempengaruhi daya beli.Seiring dengan keberhasilan pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giatdijalankan, maka pendapatan per kapita penduduk juga akan meningkat.Peningkatan pendapatan di satu sisi, maka diharapkan juga terjadi peningkatanpermintaan produk pertanian di sisi lain. Permintaan pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga membutuhkan keragaman produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang yang lebih besar terhadap diversifikasiproduk.Sejalan dengan era globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas, produk pertanianIndonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional, baik produksegar maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapatdimanfaatkan dengan berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif, makahal ini akan menjadi pasar yang sangat besar bagi produk pertanian Indonesia.

3.4.6. Peluang Pertanian Indonesia

Untuk memperbesar peluang survivial pertanian indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut berikut ini ditawarkan 5 strategi:

a. Advokasi Perdagangan Internasional

b. Adaptasi terhadap perkembangan teknologi

c. Produksi komoditi bernilai tinggi dan produk alternatif

d. Pengembangan pertanian organik

Page 7: Pengertian Globalisasi Pangan

e. Peningkatan akses pasar bagi produk lokal.

(Anynomuos,2012)