pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

7
Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010 PENGERINGAN SEMPROT EKSTRAK n-HEKSANA DAUN KELADI TIKUS (Typhonium divaricatum (L) Decne DAN UJI SITOTOKSISITASNYA Yunahara Farida 1 , Lestari Rahayu 1 , Faizatun 1 1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jagakarsa Jakarta 12640 Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara T-47D hasil pengeringan semprot ekstrak n-heksana daun keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne menggunakan maltodekstrin dengan konsentrasi 35, 40 dan 45% sebagai pengisi dan penambah kelarutan. Terhadap serbuk n-heksana dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa, uji pendahuluan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test dan uji sitotoksisitas menggunakan metode 3-(4, 5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyl-tetrazolium bromide (MTT). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa serbuk n-heksana mengandung golongan senyawa steroid/triterpenoid. Hasil uji pendahuluan menggunakan larva Artemia salina Leach terhadap serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin 35, 40 dan 45% diperoleh nilai LC 50 berturut-turut LC 50 48.63 μg/mL, 30.95 μg/mL dan 46.99 μg/mL. Uji sitotoksisitas serbuk n-heksana menggunakan maltodekstrin 35, 40 dan 45% terhadap sel kanker T-47D diperoleh nilai IC 50 berturut-turut IC 50 234 μg/mL, 197 μg/mL dan 173 μg/mL. Kata kunci: Keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne, pengeringan semprot, BSLT, Sitotoksisitas, sel T-47D PENDAHULUAN Pada saat ini penggunaan obat tradisional semakin meningkat, meskipun pengobatan modern sudah sangat maju. Kalangan dokterpun ada yang menganjurkan untuk menggunakan pengobatan dari ramuan tradisional atau bahan alam karena pada pengobatan standar modern memerlukan biaya yang cukup mahal serta pada pengobatan menimbulkan efek samping yang cukup besar terutama pada saat terapi kanker dan juga senyawa aktifnya kurang atau tidak selektif dalam membunuh sel-sel kanker. Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional terutama sebagai obat antikanker. Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat tradisional adalah tanaman keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne atau Typhonium flagelliforme (Lodd) Bl., familia Araceae. Ekstrak Typhonium flagellforme dan bahan alami lainnya membantu detoksifikasi jaringan darah. Tanaman ini mengandung senyawa triterpenoid/steroid, ribosome inacting protein (RIP), zat antioksidan dan zat antikurkumin. RIP berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa merusak jaringan sekitarnya dan memblokir pertumbuhan sel kanker. Zat antioksidan berfungsi mencegah terjadinya kerusakan gen. Mengingat potensi tanaman obat asli Indonesia yang cukup besar mendorong peneliti melakukan pengembangan untuk mencari kemungkinan obat antitumor/antikanker dari tanaman tersebut. Sebagai penapisan awal senyawa bioaktif dari bahan alam, dapat digunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Pengujian dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas secara invitro dengan metode MTT (3-(4, 5-dimethyl thiazol-2-yl)-2,5diphenyl-tetrazolium bromide) terhadap sel kanker T-47D menggunakan serbuk kering n-heksana hasil pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin sebagai spray drying agent. Pengering semprot merupakan alat yang digunakan untuk mengeringkan bahan–bahan yang peka terhadap panas meskipun menggunakan udara dengan suhu tinggi dan serbuk yang dihasilkan memiliki partikel yang kecil dan seragam baik secara fisik maupun kimia (Setyohartini, 1976). Selain itu dengan metode pengeringan ini ekstrak daun keladi tikus tersebut dapat dikeringkan dalam waktu yang sangat singkat. BAHAN DAN METODE BAHAN. Ekstrak n-heksana dari daun keladi tikus (Typhonium divaricatum). Bahan kimia: maltodekstrin (Roquette), n-heksana, HCl, amil alkohol, eter, asam asetat anhidrat, H 2 SO 4 , telur Artemia salina Leach, garam tanpa iodium, DMSO, sel kanker payudara T-47D, cisplatin, RPMI (Roswell

Upload: ngodat

Post on 21-Jan-2017

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

PENGERINGAN SEMPROT EKSTRAK n-HEKSANA DAUN KELADI TIKUS ( Typhonium divaricatum (L) Decne

DAN UJI SITOTOKSISITASNYA

Yunahara Farida1, Lestari Rahayu1, Faizatun1

1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jagakarsa Jakarta 12640 Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara T-47D hasil pengeringan semprot ekstrak n-heksana daun keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne menggunakan maltodekstrin dengan konsentrasi 35, 40 dan 45% sebagai pengisi dan penambah kelarutan. Terhadap serbuk n-heksana dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa, uji pendahuluan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test dan uji sitotoksisitas menggunakan metode 3-(4, 5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5diphenyl-tetrazolium bromide (MTT). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa serbuk n-heksana mengandung golongan senyawa steroid/triterpenoid. Hasil uji pendahuluan menggunakan larva Artemia salina Leach terhadap serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin 35, 40 dan 45% diperoleh nilai LC50 berturut-turut LC50 48.63 µg/mL, 30.95 µg/mL dan 46.99 µg/mL. Uji sitotoksisitas serbuk n-heksana menggunakan maltodekstrin 35, 40 dan 45% terhadap sel kanker T-47D diperoleh nilai IC50 berturut-turut IC50 234 µg/mL, 197 µg/mL dan 173 µg/mL. Kata kunci: Keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne, pengeringan semprot, BSLT, Sitotoksisitas, sel T-47D

PENDAHULUAN Pada saat ini penggunaan obat tradisional semakin meningkat, meskipun pengobatan modern sudah sangat maju. Kalangan dokterpun ada yang menganjurkan untuk menggunakan pengobatan dari ramuan tradisional atau bahan alam karena pada pengobatan standar modern memerlukan biaya yang cukup mahal serta pada pengobatan menimbulkan efek samping yang cukup besar terutama pada saat terapi kanker dan juga senyawa aktifnya kurang atau tidak selektif dalam membunuh sel-sel kanker. Masyarakat Indonesia telah mengenal berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional terutama sebagai obat antikanker.

Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat tradisional adalah tanaman keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne atau Typhonium flagelliforme (Lodd) Bl., familia Araceae. Ekstrak Typhonium flagellforme dan bahan alami lainnya membantu detoksifikasi jaringan darah. Tanaman ini mengandung senyawa triterpenoid/steroid, ribosome inacting protein (RIP), zat antioksidan dan zat antikurkumin. RIP berfungsi menonaktifkan perkembangan sel kanker, merontokkan sel kanker tanpa merusak jaringan sekitarnya dan memblokir pertumbuhan sel kanker. Zat antioksidan berfungsi mencegah terjadinya kerusakan gen.

Mengingat potensi tanaman obat asli Indonesia yang cukup besar mendorong peneliti melakukan

pengembangan untuk mencari kemungkinan obat antitumor/antikanker dari tanaman tersebut.

Sebagai penapisan awal senyawa bioaktif dari bahan alam, dapat digunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Pengujian dilanjutkan dengan uji sitotoksisitas secara invitro dengan metode MTT (3-(4, 5-dimethyl thiazol-2-yl)-2,5diphenyl-tetrazolium bromide) terhadap sel kanker T-47D menggunakan serbuk kering n-heksana hasil pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin sebagai spray drying agent. Pengering semprot merupakan alat yang digunakan untuk mengeringkan bahan–bahan yang peka terhadap panas meskipun menggunakan udara dengan suhu tinggi dan serbuk yang dihasilkan memiliki partikel yang kecil dan seragam baik secara fisik maupun kimia (Setyohartini, 1976). Selain itu dengan metode pengeringan ini ekstrak daun keladi tikus tersebut dapat dikeringkan dalam waktu yang sangat singkat.

BAHAN DAN METODE BAHAN. Ekstrak n-heksana dari daun keladi tikus (Typhonium divaricatum). Bahan kimia: maltodekstrin (Roquette), n-heksana, HCl, amil alkohol, eter, asam asetat anhidrat, H2SO4, telur Artemia salina Leach, garam tanpa iodium, DMSO, sel kanker payudara T-47D, cisplatin, RPMI (Roswell

Page 2: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

Park Memorial Institute) 1640, FBS (Fetal Bovine Serum), penisilin-streptomisin, MTT, PBS (Phosphat Bufferd Salina), SDS (Sodium Dodesil Sulfat), biru tripan, tripsin, air suling steril, etanol. ALAT. Spray dryer (Buchi 190), tempat penetasan telur artemia, Lampu TL, Labu kultur jaringan 25 mL, pelat kultur jaringan 96 sumuran, LAF cabinet (Laminar Air Flow Biological Safety Cabinet), inkubator sel dengan aliran CO2 5%, tangki nitrogen cair, alat sentrifuge, mikropipet (Eppendorf), timbangan analitik, mikroskop, hemositometer, ELISA plate reader, alat-alat gelas.

METODE Penyiapan serbuk. Ekstrak kental n-heksana dikeringkan dengan metode pengeringan semprot menggunakan spray dryer dengan penambahan maltodekstrin dengan konsentrasi 35, 40 dan 45%. Serbuk hasil pengeringan semprot diidentifikasi kandungan senyawa kimianya, diuji toksisitas dengan Brine shrimp (udang laut) dan sel kanker T-47D. Penapisan fitokimia dilakukan dengan cara mengidentifikasi golongan senyawa kimia yang terdapat dalam serbuk hasil pengeringan semprot menggunakan metode Farnsworth (1996). Uji toksisitas dengan metode BSLT. Terhadap serbuk n-heksana dilakukan uji toksisitas berdasarkan metode Meyer et.al. (1982) menggunakan telur Artemia salina Leach. Mula-mula telur Artemia salina ditetaskan didalam air laut buatan (38 g garam tanpa iodium dalam 1000 mL air biasa) di bawah lampu TL 18 watt. Media penetasan telur diberi aerasi udara. Setelah 48 jam larva menetas menjadi nauplii dan siap untuk digunakan. Nauplii dimasukkan ke dalam 3 vial yang berisi larutan sampel dengan konsentrasi 10,100 dan 1000 bpj dengan 3 kali ulangan. Semua vial di inkubasi pada suhu kamar selama 24 jam di bawah penerangan lampu TL 18 watt. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan melihat jumlah Artemia salina yang mati pada setiap konsentrasi. Penentuan harga LC50 dalam µg/mL dilakukan menggunakan analisis probit. Hasil uji LC50

selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan konsentrasi untuk pengujian terhadap sel kanker payudara T-47D. Uji sitotoksitas dengan MTT. Pembuatan larutan uji. Dibuat larutan induk 100000 bpj serbuk n-heksana dengan penambahan

DMSO dan medium RPMI 1640. Dari larutan induk diencerkan hingga diperoleh satu seri konsentrasi 10, 25, 50, 100, 250 dan 500 bpj. Pembuatan larutan kontrol positif. Larutan induk cisplatin ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dalam 20 mL medium RPMI 1640 sehingga diperoleh konsentrasi larutan induk 500 bpj. Dari larutan tersebut diencerkan hingga diperoleh satu seri konsentrasi 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 bpj, sedangkan kontrol negatif adalah medium RPMI 1640. Pembuatan media kultur. media kultur yang digunakan adalah medium RPMI cair untuk sel T-47D yang ditambahkan 10% FBS dan antibiotik penisilin-streptomisin 0,1%. Medium disterilkan secara filtrasi dan disimpan pada suhu 2-80 C. Pencairan kultur sel kanker dari penyimpanan (cell thawing). Tabung berisi sel dikeluarkan dari tangki nitrogen cair dan dibenamkan dalam pemanas air bersuhu 370 C selama 3 menit. Seluruh cairan sel dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan 5 mL medium RPMI 1640 lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 3-5 menit. setelah itu supernatant dibuang dan pelet yang diperoleh disuspensikan dalam 6 mL yang mengandung 20% FBS. suspensi sel dipipet dan dimasukkan kedalam labu kultur lalu diinkubasi pada suhu 370 C dalam inkubator sel 5% CO2 sampai 80% di inkubasi selama 3 hari yaitu sampai sel tumbuh di hampir seluruh permukaan labu kultur. Sub kultur . Labu kultur berisi sel yang telah diinkubasi selama 3 hari dikeluarkan dari inkubator sel. Seluruh medium dalam labu kultur dipipet dan dibuang, kultur sel dicuci sebanyak 2 kali, dengan 5 mL PBS. Ke dalam labu kultur ditambahkan 2 mL tripsin, kemudian sel didiamkan selama 5 menit dalam inkubator, Ditambahkan 3 mL RPMI 1640 yang mengandung 10% FBS, cairan sel dipipet dan dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi lalu disentrifugasi pada kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang diperoleh disuspensikan dalam 12 mL RPMI 1640 yang mengandung 10% FBS. Suspensi sel dibagi menjadi dua bagian, masing-masing dipipet sebanyak 6 mL dan dimasukkan ke dalam 2 buah labu kultur baru kemudian diinkubasi pada 370 C dalam inkubator sel. Sel diperiksa setiap hari dibawah mikroskop untuk memeriksa kemungkinan pencemaran oleh jamur atau bakteri. Apabila medium kultur telah berubah warna maka diganti dengan medium RPMI yang mengandung serum baru.

Page 3: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

Perhitungan kepadatan sel T-47D. Kultur yang telah diinkubasi selama 3 hari diamati dengan mikroskop untuk mengetahui tingkat kepadatannya. Jika tumbuh baik maka sel dapat digunakan dan jika tidak maka sel harus diinkubasi kembali hingga kepadatannya optimal. Medium dalam labu kultur dipipet dan dibuang, kultur sel dicuci sebanyak 2 kali, masing-masing dengan 5 mL PBS. Ke dalam labu kultur ditambahkan 2 mL tripsin dan sel didiamkan selama 5 menit dalam inkubator, kemudian dikeluarkan dari inkubator dan dilihat dibawah mikroskop untuk memastikan sel sudah tidak melekat pada dasar labu. Ditambahkan 1 mL RPMI, dipipet cairan sel dan dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang diperoleh disuspensikan dalam 1 mL RPMI. Suspensi dipipet sebanyak 10 µL dan ditambahkan 90 µL biru tripan 0,4%. Kepadatan sel dihitung menggunakan hemositometer yaitu lebih kurang 20 µL dari suspensi sel dalam larutan biru tripan dipipet lalu ujung pipet disentuhkan dengan sudut 300 pada permukaan hemositometer dibiarkan terisi perlahan dengan daya kapilaritas. Kepadatan sel dihitung dari jumlah sel rata-rata dalam keempat bidang besar dikalikan faktor pengenceran dan dibagi dengan volume satu bidang besar Kepadatan sel atau jumlah sel per ml = n/4 x 2 x 104

n = jumlah rata-rata sel dalam keempat bidang besar Penyiapan kultur kanker (T-47D). Setelah kepadatan sel diketahui, sisa suspensi sel yang tidak digunakan dalam perhitungan kepadatan sel, yaitu sebanyak 990 µl digunakan untuk pengujian sitotoksisitas dan diencerkan dengan medium RPMI 1640 yang mengandung 10% FBS dengan perhitungan sebagai berikut :

P1 V1 = P2 V2

P1 adalah kepadatan hasil penghitungan, V1 adalah

volume suspensi sel yang dibutuhkan untuk pengenceran, P2

adalah kepadatan sel yang dikehendaki dalam sumur uji dan V2

adalah total suspensi sel yang akan diisikan kedalam sumur uji. Pengujian sitotoksisitas serbuk terhadap sel T-47D. Kedalam pelat kultur jaringan 96 sumuran dimasukkan suspensi sel sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator sel pada suhu 370C. Setelah 24 jam, ke dalam masing-masing sumur ditambahkan 100 µl masing-masing serbuk n-heksana dengan berbagai konsentrasi untuk kontrol negatif ditambah 100 µl medium kultur sel RPMI 1640. Kemudian pelat kultur jaringan diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 370C dalam inkubator sel. Pada akhir periode inkubasi, ke dalam setiap sumur ditambahkan 100 µl MTT (50mg MTT dalam 10ml PBS steril), kemudian diinkubasi kembali dalam inkubator CO2 selama 4 jam pada 370C. Kemudian ditambahkan 100 µl SDS dicampur secara merata, kemudian isi tiap-tiap sumur dan ukur serapannya menggunakan ELISA plate reader pada 570 nm. Perhitungan persentase kematian sel. Untuk mengetahui berapa besar persentase penghambatan proliferasi sel T-47D, dihitung menggunakan rumus berikut :

Serapan perlakuanPersen Proliferasi Sel = x 100% Serapan kontrol

Persen penghambatan prolifersi = 100 – persen proliferasi sel Data persentase penghambatan proliferasi sel diolah menggunakan analisis regresi linier untuk mendapatkan nilai IC50. Suatu serbuk atau ekstrak dinyatakan aktif atau memiliki potensi sebagai anti kanker bila nilai IC5500 ≤ 20 µg/mL.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan senyawa kimia serbuk n-heksana. Hasil uji kandungan kimia serbuk kering n-heksana hasil pengeringan semprot menunjukkan bahwa serbuk n-heksana mengandung senyawa steroid/triterpenoid. Uji toksisitas secara BSLT. Uji toksisitas secara BSLT sebagai penapisan awal. Hasil uji toksisitas secara BSLT dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 2 3Log konsentrasi

% k

emat

ian

H-35% M H-40% M H-45% M

Gambar 1. Histogram % kematian dan log konsentrasi

Page 4: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

Tabel 1.Hasil uji toksisitas dari serbuk n-heksana secara BSLT Sampel Log

konsent % kematian

Probit LC 50 (µg/mL)

n-heksana-35% Malto

2,989 1,989 0,989

80 56,66 33,33

5,84 5,18 4,56

48,63

n-heksana-40% Malto

2,989 1,989 0,989

76,66 60 40

5,74 5,25 4,75

30,95

n-heksana-45% Malto

3,003 2,003 1,003

83,33 56,66 33,33

5,95 5,18 4,56

46,99

Berdasarkan data tabel terlihat bahwa nilai LC50 serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot menggunakan maltodekstrin 35,40 dan 45% berturut-turut 48,63 µg/mL, 30,95 µg/mL dan 46,99 µg/mL. Menurut Meyer (1982), ekstrak suatu tanaman dikatakan toksik apabila nilai LC50-nya lebih kecil dari 1000 bpj. Dari hasil uji menunjukkan bahwa serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot ekstrak daun keladi tikus memiliki toksisitas sehingga berpotensi sebagai anti tumor atau anti kanker. Uji sitotoksisitas dengan metode MTT Hasil pengamatan terhadap aktivitas sel kanker payudara T-47D adalah dengan melihat aktivitas serbuk n-heksana terhadap sel kanker T-47D diperlihatkan dengan nilai IC50, dimana penetapan nilai IC50 dilakukan menggunakan regresi linier. Hasil uji sitotoksisitas terhadap sel T-47D menunjukkan bahwa serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot daun keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne memiliki toksisitas yang lemah terhadap kanker. Hal ini disebabkan proses pengeringan semprot yang menggunakan panas yang lebih dari 40oC sehingga menyebabkan senyawa bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak menjadi terurai. Nilai IC50 serbuk n-heksana dengan 35,40 dan 45% maltodekstrin berturut-turut adalah 234, 197 dan 173 bpj. Hasil pengamatan uji sitotoksisitas dengan metode MTT dapat dilihat pada Gambar 2,3 dan 4.

KESIMPULAN 1. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa

serbuk n-heksana mengandung steroid/ trtiterpenoid.

2. Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT menunjukkan bahwa serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot daun keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne bersifat toksik terhadap Artemia salina Leach

3. Hasil uji sitotoksisitas terhadap sel T-47D menunjukkan bahwa serbuk n-heksana hasil pengeringan semprot daun keladi tikus (Typhonium divaricatum (L) Decne memiliki toksisitas yang lemah terhadap sel T-47D.

UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada DP2M, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendiknas, yang telah mendanai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA McLaughlin, J.L.and Rogers, L.L. 1998. The use of

biological assay to evaluate botanicals.Drug Information Journal, 32:513-524.

Meyer B.N., Ferrigni N.R., Putnam J.E., Jacobsen L.B., Nichols D.E., McLaughlin J.L. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Medica. 45: 31-4

25 bpj 50 bpj 100 bpj 250 bpj 500 bpj Gambar 2. Hasil uji sitotoksisitas n-heksana -35% maltodekstrin

25 bpj 50 bpj 100 bpj 250 bpj 500 bpj

Gambar 3. Hasil uji sitotoksisitas n-heksana -40% maltodekstrin

25 bpj 50 bpj 100 bpj 250 bpj 500 bpj Gambar 4. Hasil uji sitotoksisitas n-heksana -45% maltodekstrin

Page 5: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

Okawa, M., Kinjo, J., Nohara, T., Ono, M., 2001. DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) radical scavenging activity of flavonoids obtained from some medicinal plants, Biol.Pharm. Bull. 24 (10), 1202-1205

Aryanti . 2002. Isolasi senyawa anti kanker dari tanaman keladi tikus (Typhonium divaricatum (L). Decne). Jurnal Bahan Alam Indonesia. 1(1):188

Zheng G.Q. 1994. Cytotoxic terpenoid and flavonoids Artemisia annua. Planta Medica 60: 54-57.

Wilson, AP. 2000, Cytotoxicity and viability assays. In: Masters JRW, Editor. Animal cell culture: A Practical Approach. 3rd ed. Oxford University Press, New York. 263-4; 272.

Farnsworth NR. 1996. Phytochemical screening. Chicago: Department of pharmacognosy and pharmacology college of pharmacy;. Hal 26-62

McLaughlin, JL, Anderson JE. 1991. A blind comparation of single bench-top bioassay and human tumor cell. Cytotoxicities studies as Anti tumor prescreens. Phytochemical Analysis. Volume 2. 107-11

Sugianto. 2003. Aktivitas antikarsinogenik senyawa yang berasal dari tumbuhan. Majalah Farmasi Indonesia 2003;14(3):132.

Krishnaraju, A.V, Rao TVN, Sundararaju D., Tsay MH.S., Subbaraju GV. 2006. Biological Screening of Medicinal Plants Collected from Eastern Ghats of India Using Artemia salina (Brine Shrimp Test), Int. J. Appl. Sci. Eng., 4, 2: 115-125

Choo, C.Y., Chan, K.L., Tayeka,K., Itokawa, H., 2001.Cytotoxic Activity of Typhonium flagelliforme (Araceae). Phytother. Rea.1;15(3):260-2

MTT cell proliferation assay instruction catalog number 30-1010k, ATCC[serial online] 2001; diambil dari http//www.atcc.org.

Page 6: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010

Page 7: Pengeringan semprot ekstrak n-heksan dan uji sitotoksiknya 9

Kongres Ilmiah XVIII Ikatan Apoteker Indonesia di Makasar, 10 – 12 Desember 2010