pengendalian bahaya potensial faktor biologik di pelayanan...
TRANSCRIPT
PENGENDALIAN BAHAYA POTENSIAL FAKTOR BIOLOGIK DI PELAYANAN KESEHATAN
Oleh
Dewi Sumaryani Soemarko
Divisi Kedokteran Okupasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI
Program Pengendalian Infeksi (PPI)
Merupakan suatu program yang dilakukan khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengurangi
terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh hazards biologi
Program pencegahan Infeksi ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu:
a. Pencegahan Infeksi,
b. Pendidikan dan Pelatihan,
c. Surveilens,
d. Penggunaan obat yg rasional
a.Pencegahan Infeksi
Prinsip Dasar kegiatan ini adalah
• Mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien
• Tidak menutup jarum suntik dengan 2 tangan
• Pembuangan benda tajam dalam tempat khusus
• Menggunakan Sarung tangan bila akan kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit luka & mukosa
• Memakai Alat Pelindung Diri bila kemungkinan terciprat
• Menutup semua luka sendiri
• Langsung membersihkan darah dll
• Sistem pembuangan sampah/limbah yang aman
Body Substance Isolation (BSI) , Lynch pada tahun1987 memperkenalkan beberapa kegiatan, sebagai berikut:
• Menggunakan Sarung tangan untuk semua kontak cairan tubuh
• Melakukan Imunisasi staf terhadap berbagai penyakit (campak, rubella, Hepatitis B)
• Instruksi khusus untuk setiap penyakit menular
Standar Precaution (CDC, 1996) adalah suatu program yang diperkenalkan dengan beberapa kegiatan sebagai
berikut
• Kewaspadaan baku:
– Diterapkan bagi semua klien/pasien
• Kewaspadaan berdasarkan penularan:
– Hanya diterapkan bagi pasien rawat inap
Program diatas menggantikan Universal Precaution & Body substance Isolation, program ini dikembangkan
terus sampai tahun 2001
Kegiatan Pencegahan Infeksi:
A. Menghindari tertusuk jarum:
1. hindari suntikan tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).
2. Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
3. Pergunakan jarum steril
4. Penggunaan alat suntik yang disposabel.
B. Masker, sebagai pelindung penyakit yang ditularkan melalui udara.
- petugas
- pasien infeksi saluran nafas, menggunakan masker saat keluar dari kamar
C. Sarung tangan, digunakan terutama saat: menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung
tangan diganti untuk tiap pasiennya.
D. Baju khusus untuk melindungi kulit dan pakaian selama melakukan tindakan untuk cegah percikan darah,
cairan tubuh, urin dan feses.
E. Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit :
Pembersihan rutin - bersih dari debu, minyak dankotoran. Perlu diingat 90% kotoran ada kuman.
Harus ada waktu teratur membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai,
kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
F. Pengaturan udara Usahakan pakai penyaring udara, terutama pasien imun rendah dan infeksius
G. Selain itu, rumah sakit harus ada penyaring air dan menjaga kebersihan
H. Sterilisasi air di rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
I. Toilet rumah sakit dijaga, terutama di unit perawatan pasien diare Permukaan toilet harus selalu bersih
dan diberi
J. Desinfektan yang dipakai adalah:
- punya kriteria membunuh kuman
- punya efek sebagai detergen
- punya efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkanminyak dan protein.
- Tidak sulit digunakan
- Tidak mudah menguap
- Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas
maupun pasien
- Efektif
- tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
K. Perbaiki ketahanan tubuh
L. Ruangan Isolasi diperlukan untuk penyakit yang penularannya melalui udara,
contoh: tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat.
DHF dan HIV.
leukimia dan pengguna obat immunosupresan
Setiap orang berpotensi menularkan penyakit, oleh karena itu perlu melakukan:
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
• Usap tangan dengan larutan alkohol gliserin:
– 2 ml gliserin dalam 100 cc alkohol 60 – 90%
.
Pelindungan Barier yang protektif, dengan Alat Pelindung Diri
• Sarung tangan
• Masker/pelindung mata/muka
• Apron/Celemek
• Alas/penutup kaki
Perlindungan: Cara Kerja Aman
• Mengelola jarum dan benda tajam lainnya
• Pembuangan jarum suntik dan benda tajam
Berikut di bawah ini cara melakukan pemrosesan alat-alat kesehatan:
Issue Penting:
1.Pakai sarung tangan
- tidak 100% terlindungdari penukaran infeksi
- harus digunakan untuk keadaan tertentu
2. Pelumas tangan dan krim tangan
- pakai 2 kali sehari untuk mencegah kering dan rawat dermatitis
- vaselin / lanolin merusak sarung tangan lateks
3. Bahan antiseptik topikal
- pakai triklosan jangka panjang tidak menyebabkan resisten, dan flora kulit normal masih ada
4. Kulit pecah, seperti luka lecet harus ditutup dengan pembalut tahan air. Bila tak mungkin ditutup, maka tak
usah melakukan pembedahan
5. Kuku jari, pada saat melakukan pelayanan kesehatan seharusnya pendek
6. Cat kukutidak digunakan
7. Perhiasan tidak boleh digunakan pada saat melakukan pembedahan
b. Pendidikan dan Pelatihan
• Perlu dilakukan sosialisasi ke semua orang
• Program Pengendalian Infeksi (PPI): Pencegahan Infeksi, Pendidikan dan Pelatihan, Surveilens,
Penggunaan obat yg rasional
• Perlu dilatih tentang Pencegahan Infeksi dan Pengendalian Infeksi, kegiatan yang paling sederhana
adalah cuci tangan
c. Surveilance
• Tujuandilakukan surveilens adalah
: 1. mendapat data dasar
2. turunkan angka infeksi
3. identifikasi kejadian luar biasa
4. meyakinkan petugas medis
5. evaluasi pengendalian
6. antisipasi malpraktek
• Ditujukan untuk High risk people
• Metode yang digunakan:
- cara melaksanakan (aktif, pasif)
- waktu melaksanakan (berkala, terus-terus)
- metode identifikasi kasus (obs kasus prospektif, kartu rekam
medik, pemakaian antibiotik, sampel bakteri)
Prinsip Metode yang dilakukan harus komprehensif
d. Penggunaan obat yang rasional
• Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
• Dosis antibiotika yang tidak optimal
• Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
• Kesalahan diagnose dapat dikurangi dengan
Pelayanan K3 pada pelayanan kesehatan
Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi :
A. Pemeriksaan kesehatan pra kerja
B. Pemeriksaan kesehatan berkala
C. Pendidikan K3
D. Imunisasi
E. Perawatan penyakit dan kecelakaan akibat kerja
F. Konseling kesehatan
G. Pengawasan lingkungan dan surveilens
H. Sistem arsip/pencatatan K3
I. Koordinasi perencanaan antar departemen dan pelayanan
A.Pemeriksaan Kesehatan Pra Kerja
• Pemeriksaan fisik untuk semua pegawai
• Lakukan pemeriksaan penunjang :
darah diff count, gula darah, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT,
urin rutin
EKG sesuai indikasi, umur > 40 th
Chest X ray
test visus, tonometri, lapang pandang
audiogram (sesuai indikasi)
B.Pemeriksaan Kesehatan Berkala:
• Pemeriksaan fisik untuk semua pegawai
• Lakukan pemeriksaan penunjang : sesuai dg pajanan
bising dengan pemeriksaan audiometeri
debu dengan pemeriksaan spirometri
bahan kimia : toluen dengan pemeriksaan as. Hipurat
benzene dengan periksa fenol, ttMA, s-PMA
karbamat (pestisida) dengan periksa asetil kolin esterase
Penting : pekerja yang baru sembuh sakit, pekerja yang akan dipindah bagian, sebaiknya
juga untuk yang mau pension
C. Pendidikan K3
• Perlu tahu tugas yg harus dilakukan
• Perlu informasi ttg K3 utk semua pegawai
D. Imunisasi
• Imunisasi sebaiknya dilakukan untuk semua pegawai yang terpajan bahaya potensial biologis
E. Perawatan penyakit dan kecelakaan akibat kerja
• Perlu ada bagian khusus yang menangani pegawai untuk mendapatkan pelayanan medis, konsultasi
psikologi dan lainnya selama 24 jam
• Fasilitas yang memadai perlu diberikan untuk memberikan pelayanan medis, bedah, psikologi dan
rehabilitasi kepada semua pegawai
• Disediakan Konsultan yang kompeten
• Prosedur baku perlu diberikan agar pegawai tetap dapat berhubungan dengan dokter keluarga atau
dokter langganannya
• Perlu dilakukan follow up yang adekuat
• Pengobatan dan pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja harus dilakukan
F. Konseling Kesehatan
• Program yang terjangkau dan tersedia dalam pelayanan medis, psikologis dan konseling sosial (mis:
penghentian kebiasaan merokok, dll)
• Perlu dibuat sistim rujukan dan evaluasi untuk mengatasi masalah pegawai
• Apabila pelayanan sosial atau psikiatri belum ada, perlu dicari orang yg tertarik dengan hal ini, di latih
sebagai konselor
G. Pengawasan lingkungan dan surveilens
• Sebagai bagian program kesehatan,di bawah langsung individu atau konsultan yang capable dalam
menangani bahaya potensial yang ada di RS
• Individu yang bertanggung jawab untuk kedokteran nuklir dan kegiatan radiologi
H. Sistim pencatatan K3
• setiap pegawai harus punya medical record sendiri, dan ada di unit kesehatan.Catatan tersebut
mencakup catatan pemeriksaan kesehatan , PAK/kecelakaan akibat kerja dan hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan
• Catatan sebaiknya dibuat berdasarkan dan bulan dan tahun sesuai dengan angka kesakitan dan angka
kecelakaan kerja, dan juga laporan pengawasan bahaya potensial di lingkungan
• Catatan pegawai bersifat rahasia dan hanya orang tertentu yang dapat melihatnya
I.Koordinasi perencanaan antar departemen dan pelayanan
Komite K3 sebagai penasehat dalam program kesehatan kerja
Komite K3 dan komite pengawasan infeksi harus memasukkan kesehatan pegawai RS dalam
perencanaannya
Anggota dari Program Kesehatan kerja harus berada dalam komite K3 dan juga komite
pengawasan infeksi
Penanganan Bahan berbahaya dapat dilakukan dengan cara:
– Inspeksi dan monitoring berkala – mapping hazards
– Wawancara informal dengan pegawai
– Melakukan evaluasi medis
– Evaluasi lingkungan kerja
– Memband. Dg nilai standard
Antisipasi apa yang harus dilakukan?
• Pencegahan : monitoring lingkungan kerja, penggunaan APD yg sesuai, cara kerja yg benar
• Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan berkala sesuai dengan pajanan yang ada
• Bila sudah ada gejala maka pindahkan pekerja ke tempat yang tidak terpajan
• Pengobatan yang diberikan umumnya Simptomatis, tidak kausatif
Pencegahan
1. Monitoring Lingkungan kerja
- perhatikan nilai ambang batas bahan biologi/kimia/fisik
2. Pekerja : lakukan olah raga yang sesuai (physical Fitness), lakukan pelatihan cara menggunakan bahan
kimia, cara mengatasi keadaan darurat
3. Pengendalian Teknik: perawatan/perbaikan alat,
gudang bahan kimia, lemari bahan kimia, lemari obat
4. Pengendalian administrasi : SOP, aturan administrasi, Program Pengendalian Infeksi
5. Alat pelindung diri : sarung tangan/ cimpal, apron,
masker (?), penutup kepala, sepatu boot/karet
Masalah Pengelolaan Sampah di Negara-negara Berkembang
• Pengumpulan, insinerasi, enkapsulasi dan penguburan yang aman memerlukan biaya
• Perlu ada sistem nasional pengelolaan limbah
• Sistem tersebut tidak akan terlaksana dalam waktu dekat di tempat yang memiliki sumber daya
terbatas
Empat Pilar Program Pengendalian Infeksi Rekomendasi CDC Atlanta
• Dukungan Manajerial
• Pengendalian Administrasi
• Pengendalian Lingkungan
• Perlindungan Diri
Penatalaksanaan pasca paparan virus HIV apabila percikan terjadi.
1. Bila mengenai Kulit: Cucilah kulit dengan air dan sabun segera, Jangan
menggunakan bahan pemutih
2. Bila mengenai Mata, hidung dan mulut: maka segeralah bilas dengan air selama 10 menit di lokasi
tersebut
3. Bila Tertusuk jarum atau luka sayat: segeralah cuci dengan air dan sabun di lokasi tersebut, Biarkan
darah mengalir. Segera gunakan pembalut
Pertimbangan Pencegahan Pascapaparan (Post-exposure prophylaxis (PEP) :
1. Menilai risiko pajanan sesuai dengan:
- Sumber cairan atau benda
- Cara terpajan (tertusuk, terciprat)
- Status HIV /HBV/HCV dari sumber pajanan
2. Melakukan Tes HIV pada petugas kesehatan untuk data basis
3. Melakukan Imunisasi HBV atau kadar imunoglobulin
Catatan:- Bila memberi pengobatan profilaksis, harus diberikan dalam 1 – 2 jam sesudah
Terpajan
-Rekomendasi CDC: - Zidovudine (ZDV) & lamivudine (3TC)
- Lamivudine (3TC) & stavudine (d4T)
- Didanosine (ddI) & stavudine (d4T)
Pemberian terapi selama 4 minggu dan harus dilakukan tindak lanjut
REFERENCES
1. Kementerian Kesehatan RI. Patient Safety (Keselamatan Pasien di Rumah Sakit). Jakarta 2006
2. Tietjen L, Bossemeyer D, Mc Intosh N, Saifuddin AB, Sumapraja S, Djajadilaga, Santoso IS. Panduan Pencegahan
Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, JNPKKR/POGI, JHPIEGO. Jakarta, 2004
3. ILO . Occupational Health Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62
4. Levy and Wegman. Occupational Health : Recognizing and Preventing Work Related Diseases and Injury.
Lippincott Williamas and Wilkins. Phi. USA. 2000
5. New Kirk William. Selecting a program Philosophy, structure and Medical Director, in Occupational Health Service
: Practical Strategis Improving Quality & Controlling Costs. American Hospital Publishing, Inc. USA. 1993
6. Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan Peraturan Perundangan KEsehatan Kerja. PT Citratama
Bangun Mandiri. Jakarta 1999.
7. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.Jakarta. 2003