pengembangan tepung labu kuning

26
PENGEMBANGAN TEPUNG LABU KUNING, TEPUNG IKAN GABUS, DAN KONSENTRAT PROTEIN KECAMBAH KEDELAI SEBGAI BAHAN PENYUSUN FORMULA ENTERAL BAGI PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (Analisis Mutu Fisik, Kandungan Gizi, dan Kepaatan Energi) Puti Mustika Swandyani 1 1 Program studi D IV Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang ABSTRAK Keikutsertaan radikal bebas dalam proses biologis telah menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada tubuh dan menjadi suatu fenomena baru yang terjadi pad berbagai penyakit kronis diantaranya GGK. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di Indonesia peningkatan penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) antara tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Penderita GGK mengalami mual, muntah, dan selera makan kurang sehingga asupan makanan menjadi berkurang. Dukungan gizi melalui pemberian formula enteral diperlukan untuk mencegah kejadan undernutrition. Ikan gabus dan konsentrat protein kecambah kedelai tinggi kandungaan asam amino ketogenik dan BCAA serta bernilain biologis tinggi. Tepung labu kuning merpakan sumber karbohidrat yang tinggi sehingga mencegah pemecahan energi dari sumber lain. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh proporsi ikan gabus, konsentrat kecambah kedelai dan tepung

Upload: vha-amala

Post on 31-Jan-2016

85 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

zdxfcgvhbj

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Tepung Labu Kuning

PENGEMBANGAN TEPUNG LABU KUNING, TEPUNG IKAN GABUS,

DAN KONSENTRAT PROTEIN KECAMBAH KEDELAI SEBGAI BAHAN

PENYUSUN FORMULA ENTERAL BAGI PENDERITA GAGAL GINJAL

KRONIK

(Analisis Mutu Fisik, Kandungan Gizi, dan Kepaatan Energi)

Puti Mustika Swandyani1

1Program studi D IV Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

ABSTRAK

Keikutsertaan radikal bebas dalam proses biologis telah menimbulkan kerusakan yang

lebih besar pada tubuh dan menjadi suatu fenomena baru yang terjadi pad berbagai penyakit

kronis diantaranya GGK. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di Indonesia

peningkatan penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) antara tahun 1995-2025 sebesar 41,4%.

Penderita GGK mengalami mual, muntah, dan selera makan kurang sehingga asupan

makanan menjadi berkurang. Dukungan gizi melalui pemberian formula enteral diperlukan

untuk mencegah kejadan undernutrition. Ikan gabus dan konsentrat protein kecambah kedelai

tinggi kandungaan asam amino ketogenik dan BCAA serta bernilain biologis tinggi. Tepung

labu kuning merpakan sumber karbohidrat yang tinggi sehingga mencegah pemecahan

energi dari sumber lain.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh proporsi ikan gabus, konsentrat

kecambah kedelai dan tepung labu kuning terhadap mutu fisik, kepadatan energi, kadar dan

mutu gizi formula enteral bagi penderita GGK. Jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimen laboratirium dengan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

menggunakan 4 taraf perlakuan yaitu P1 (formula enteral pngembangan 1); P2 (formula

enteral pngembangan 2); P3 (formula enteral pngembangan 3); P4 (formula enteral

pngembangan 4). Penelitian dilaksanakan Bulan Mei-Juli 2013

Hasil analisis statistic menunjukkan bahwa proporsi bahan penyusun memberikan

pengaruh yang tidk signifikan terhadap mutu fisik, kepadatan energi, dan kandungan gizi

formula enteral GGK. Formula enteral pengembangan P4 merupakan taraf perlakuan terbaik

dalam produk formula enteral bagi penderita GGk dengan daya larut air 89,13%; viskositas

Page 2: Pengembangan Tepung Labu Kuning

136,66 cp; osmolaritas 387,17 mOsm/l; kepadatan energy 2,04 Kal/ml; kadar lemak dari total

energy 34,33%; kadar air 6,47%; kadar abu 1,96%; Mutu protein/SAA 100%. Perlu suatu

proses pengemasan yang lebih baik sehingga kadar air formula enteral GGK dapat stabil.

Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronk, Formula Enteral, Ikan Gabus, Konsentrat Proein Kecambah

Kedelai, Labu Kuning

ABSTRACT

Partication of free radical in biological processes caused grater damage to the body

and become a new phenomenon that occurs in many chronic diseases such as Chronic Kidney

Disease (CKD). Worlh Health Organization (WHO) estimates that in Indonesia there was

increase of patient with CKD between year 1995-2025 by 41,4%. CKD patient will

experience nausea, vomiting, and less appetite that will reduce their food intake. Nutritional

support though enteral formla is needdto prevent the incidence of undernutrion. Snakehead

fish and sporut soybean protein concentrate has a high ketogenic amino acid, BCAA, and

biological value. Pumkin flour is a high source of carbohydrates that prevent the breakdown

of energy from other sources.

The purpose of this study is to analyze rhe effect of Snakehead fish, sporut soybean

protein concentrate, and pumkin flour to the physical quality, energy density, and nutritional

content of enteral nutrition formulas for patients with CKD. This type of research is

experimental research laboratory with experimental designs “compkete randomized design”

using 4 levels treatment P1 (enteral formula development 1); treatment P2 (enteral formula

development 2); treatment P3 enteral formula development 3); treatment P4 (enteral formula

development 4). This research was conducted from May to July 2013.

Statistical analysis showed thar the proportion of Snakehead fish, sporut soybean

protein concentrate, and pumkin flour provide no significant effect on the physical qualitt,

energy density, and nutritional content of enteral nutrition formulas for patients with CD.

Enteral formula P4 has the best tratmen than thee other formula product for CKD patient with

89,13% water solubility; viscosity 136,66 cp; osmolarity 387,17 mOsm/l; energy density 2,04

Kal/ml; carbohydrate content 57,29 %of total energy; fat content 34,33% of total energy;

water content 6,47%; ash content 1,96%; Quality protein/SAA 100%. Need a better

packaging process so that the water cintentof CKD enteral formula can be stable.

Page 3: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Keywrd: Chronis Kidney Failure, Enteral Formula, Snakehead Fish, Sporut Soybean Protein

Concentrate, And Pumkin Flour

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ginjal adalah organ vital yang berfungsi unruk memelihara keseimbangan cairan,

lektrolit dan bahan-bahan organic dalam tubuh )Sunita, ., 2007). Akan tetapi, saat ini proses

bilogis yang melibatkan radikal bebas telah menunjukkan dampak yang luas. Keikutsertaan

radikal bebas dalam proses biologis telah menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada

tubuhh dan menjadi suatu fenomena baru yang terjadi pada berbagai penyakit kronis antara

lain diabetes melitus, kanker, dan gagal ginjal kronik (Mimic-Oa, Jasmina, dkk., 2011).

Gagal ginjal krons erjadi saat kondisi tingkat filtrasi glomerulus kurang dari 69 ml per

menit per 1,73 m2 yang berlagsung selama lebih dari atau sama dengan tiga bulang dengan

atau tanpa adanya kerusakan ginjal yang nyata. Survey populasi di Australia menunjukkan

bahwa satu dari tiga orang dewasa berisiko menderita gagal ginjal kronis. Sedangkan, satu

dari tujuj orang telah memiliki tanda-tanda positif menderita gagalginjal kronis. Tanda dari

gagal ginjal kronis tidak mungkin akan terliat sampai fungsi ginjal sudah rusak berat dan

tidak dapat diperbaiki ) Chaddban, Steve, dkk., 2007).

Prevalrnsi penyakit gagal ginjal kronis di Amerika Serikat meingkat sebesar 20-25%

setiap tahun (USRDS, 2008). Sdangkan di Kanada insiden penyakit gagal ginjal tahap akhir

meninngkat rata-rata 6,5% setiap tahun (Canadian Istitute for Health Information(CIHI),

2005), dengan peningkatan prevalensu 69,7% sejak tahun 1997 (CIHI, 2008). WHO

memperkirakan di Indo esia peningkatan penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK) antara tahun

1995-2025 sebesar 41,4%.

Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang telah melayani 1390 pasien rawat inap dengan

diagnosis penyakit ginjal pada tahun 2010. Jumlah pasien akan terus meningkat dengan

perkraan pertumbuhan sekitar 20% setiap tahyn (Raharjo, 19966) hal ini membutuhkan biaya

yang tinggu mengingat penanganan gagal ginjal harus melalui dua terapu, yairu terapi medis

dan terapi diet. Penanggulangan erai medis bagi gagal ginjal kronisnsangat kompleks.

Page 4: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Yatimul Ainun 92012) menjelaskan bahwa pengobatan pasien gagal ginjal membutuhkan

dana Rp 12,8 juta setiap bulan. Terapi diet merupakan jalan efektif bagi pasien gagal ginjal.

Salah satu terapi diet yang iasa diberikan bagi pasien gagal ginjal kronik adalah

melalui pemberian formula enteral. Jenis makanan enteral yang sering digunakan berupa

suplemen maupun total makanan enteral. Formula enteral untuk ginjal di Indonsesia

umumnya masih ersedia dalam bentuk formula komersial dengan harga per gram protein

yang relative lebih mahal jika dibandingkan dengan formula enteral lain. Oleh karena itu,

diperlukan suatu inovai dalam penyelesaian masalah yang dapat memperingan bebas pasien.

Di sisi lain, terapat banyak pangan local yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan

formula enteral gagal ginjal. Dalam pemanfatannta, oangan local tersebut masih memerlukan

satu tahap perencanaan agr sesuai dengan prinsip diet gagal ginjal kronik. Formulasi dari

pangan-pangan local tersebut agar memilki siat fisik dan kimia sesuaii prinsip formula diet

gagal ginjal kronik masih sangat diperlukan.

Syarat formula enteral gagal ginjal menurut Malone (2005) adalah kapadatan energy

mencapai 2 Kkal.ml. kepadatan energy yang tinggi diperlukan karena adanya pembatasan

atau retensu cairan dan mencegah pemecahan protein menjadi energo. Cano (2006)

menyebutkan bahwa syarat untuk diet gagal ginjal adalah rendah protein, aitu 0,6-0,8 g/kg

BBI. Asupan protein diutamakan dari bahan makanan yang mengandung asam amino

ketogenik (lysine dan leusine) dan BCAA (lysine, isoleusin, dan valin). Ria, B. (2004)

menjelaskan bahwa penambahan asam amino ketogenik dapat mempertahankan

keseimbangan asam basa nitrogen sehingga terjadi perbaikan asidosis metabolik pada gagal

ginjal kroonik. Pangan local yang sesuai untuk memenuhi syarat diet gagal ginjal dalam

formula enteral antara lain labu kuning, ikan gabus, dan kecambah kedelai.

Pemanfaatan labu kuning selama ini masih belum maksimal karena terbatas pada

pembuatan cake atau pudding. Alternative lain dalam memanfaatkan labu kuning adalah

engan diolah menjadi tepung labu kuning. Tepung labu kuning ini kemudian dimanfaatkan

dalam pembuatan beberapa macam produk makanan atau sebagai subtitusi tepung terigu

(Heny K. H., 2003). Menurut Puput (2012), tepung labu kuning secara fisik berwarna kuning

muda dan kuning tua, beraroma khas labu kuning, dengan kadar air berkisar antara 9,42-

12,73%. Kandungan karbohidrat yang tinggi pada labu sesuai untuk digunakaan sebagai

sumber energy bagi penderita gagal ginjal kronik. Karbohidrat juga banyak ditemukan di

dalam labu kuning adala pati. Selain itu, labu kuning juga mengandung enzim amylase yang

Page 5: Pengembangan Tepung Labu Kuning

berfungsi untuk menghidrolisis pati menjadi maltose dan dekstrin. Dekstrin merupakan

sumber utama karbohidrat dalam tube feeding. Molekul deksttrin yang lebih besar dari

sukrosa dan glukosa menyebabkan pengaruh osmolaritas yang lebih kecil sehingga tidak

mudah menimbulkan diare. Selain itu juga akan meningkatkan daya larut dan lebih muda

dicerna (Sunita, A., 2001). Karbohidrat ang tinggi dan mudah dicerna dalam labu kuning

berfungsi untuk menegah pasien gagal ginjal kronik melakukan pemecahan energy ari

sumber lain.

Gangguan yang umum terjadi pada penderita gagal ginjal adalah kadar albumin yang

rendah, sehingga dalam tatalaksana diet diperlukan penambahan asupan albumin. Rendahnya

kadar albumin ini dapat ditanggulangu dengan penggunaan tepung ikan ggabus yang kaya

albumin. Selain kandungan albuminnya yang tinggi, ikan gabus juga merupakan sumber

mineral zinc yang baik dalam meningkatkan nafsu makan penderita gagal ginjal. Kandunga

albumin dan zinc alam 100 ml ekstrak ikan gabus adalah 2,17 g dan 3,34 mg.

Penggunaan tepung ikan gabus sebagai sumber protein dipadukan dengan sumber protein lain

yang juga tinggi asam amino ketogenik dan BCAA, yaitu kedelai. Asam amino essensial

ditambahkan guna mencegah pemecahan protein tubuh 9sating) yang akan menguangi

pembentukan hasil metabolism yang mengandung nitrogen (Sidabutar, dkk., 1994). Selain itu

asam amino ketogenik dan BCAA juga membantu menghambat oeurunan fungsi ginjal.

Meskipun tinggi akan protein, kedelai juga mengandung senyawa anti gisi antara lain

antitrypsin, hemaglutin/laktin, oligosakarida, dan asam fitat. Oleh karena itu diperlukan suatu

proses yang berfungsi untuk mengaktifkan zat anti gizi tersebut, yaitu melalui

perkecambahan. Selain itu, proses perkecambahan juga memberi keuntungn karena

membanntu mengaktifkan zat giziyang sbelumnya masih terikat sehingga meningkatkan

mutu cernanya (Made, A., 2004). Ptrotein yang mudah diserap oleh tubuh penting bagi

pasien yang mendapat terapu diet rendah protein. Sehhingga, walaupun pasien mendapat

pembatasan protein, akan tetapi seluruh protein yang dikonsumsi mampu diserap maksimal

oleh tubuh.

Berdasarkan fakta-fakta yang telah disajikan dalam latar belakang diperlukan suatu

pengembangan formula enteral berbasis tepung labu kuning, tepung ika gabus, dan konsentrat

protein kecambah kedalai sebagai alternatif penanganan gagal ginjal kronik menggunakan

pangan local. Diharapkan formula yang dihasilkan mampu menjadi alternaif bagi

penyelesaian masalah gagal ginjal kronik dengan nilai ekonomi yang lebih terjangkau.

Page 6: Pengembangan Tepung Labu Kuning

2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh proporsi ikan gabus, konsentrat kecambah kedelai dan tepung

labu kuning terhadap mutu fisik, kepadatan energi, kadar dan mutu gizi formula enteral bagi

penderita gagal ginjal kronik?

3. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh proporsi ikan gabus, konsentrat kecambah kedelai dan tepung

labu kuning terhadap mutu fisik, kepadatan energi, kadar dan mutu gizi formula enteral bagi

penderita gagal ginjal kronik

b. Tujuan Khusus

1 Menganalisis mutu fisik (viskositas, osmolaritas, daya larut air) formula enteral

gagal ginjal kronik dari tepung labu kuning, tepung ikan gabus, dan konsenrat

protein kecambah kedelai.

2 Menganalisis kepadatan energi formula enteral gagal ginjal kronik dari tepung

labu kuning, tepung ikan gabus, dan konsenrat protein kecambah kedelai.

3 Menganalisis kandungan gizi (kadar karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, kadar

air, kadar abu) formula enteral gagal ginjal kronik dari tepung labu kuning, tepung

ikan gabus, dan konsenrat protein kecambah kedelai.

4 Menentukan taraf perlakuan terbaik proporsi tepung ikan gabus dan konsentrat

protein kecambah kedelai pada formula enteral gagal ginjal kronik.

5 Menganalisis mutu gizi yaitu SAA, MC, BV, NPU, dan PER formula enteral gagal

ginjal kronik dari tepung labu kuning, tepung ikan gabus, dan konsenrat protein

kecambah kedelai pada formula dengan perlakuan terbaik.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dalam memahami penyakit gagal ginjal kronik dann terapi diet

melalui pemberian formula enteral.

b. Manfaat Praktis

Page 7: Pengembangan Tepung Labu Kuning

1. Menghasilkan suatu formula enteral untuk penanganan penyakit gagal ginjal

kronik.

2. Menghasilkan formula enteral gagal ginjal kronik dengan harga yang bisa

dijangkau masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan desain penelitian

Rancangan Acak Lengkap (RAL)menggunakan 4 taraf perlakuan, yaitu proporsi tepung ikan

gabus : konsetrat protein kecambah kedelai. Rancangan penelitian disajikan pada tabel 1..

Tabel 1. Taraf Perlakuan dan Unit PercobaanTaraf Perlakuan (%)

Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai

Replikasi

1 2 3

P1 (40: 60) X11 X12 X31

P2 (50: 50) X21 X22 X32

P3 (60: 40) X31 X23 X33

P4 (70: 30) X41 X24 X34

Keterangan:

X11, X12, X13,………. X43 : unit penelitian

Bahan baku pembuatan formula enteral gagal ginjal kronik yaitu labu kuning,

kecambah kedelai, ikan gabus, minyak kelapa, minyak kedelai, maltodekstrin, dan gula pasir.

Ikan gabus diolah menjadi tepung menggunakan oven selama 15 jam dengan suhu 65oC.

Labu kuning diolah menjadi tepung menggunakan oven selama 24 jam dengan suhu 70oC.

sedangkan kecambah kedelai diolah menjadi tepung menggunakan oven selama ± 12 jam

dengan suhu 70oC, kemudia dilanjutkan dengan eksraksi dengan larutan n-heksana untuk

memperoleh konsentrat protein kecambah kedelai.

Pembuatan formula enteral yaitu dengan mencampurkan tepung ikan gabus,

konsentrat protein kecambah kedelai, tepung labu kuning, gula halus, dan maltodekstrin.

Kemudian ditambahkan minyak kelapa dan kedelai setetes demi setetes . Penyajiannya

dengan cara diseduh dengan air hangat, tiap porsi (45 gram) hingga mencapai volume 100 ml.

Analisis kadar karbohidrat menggunakan metode by difference, kadar lemak

menggunakan metode soxhlet extraction, kadar protein menggunakan metode semi mikro

Page 8: Pengembangan Tepung Labu Kuning

kjeldhal. Data kepadatan energi ditetapkan menggunakan faktor Atwater melalui perhitungan

menurut kadr karbohidrat, protein, dan lemak serta milai energi faali formula enteral GGK.

Analisis data menggunakan analisiss One away Anova pada tingkat kepercayaan 95%.

Jika diketahui ada taraf perlakuan yang berbeda nyata, digunakan uji lanjutan Duncan

Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Sifat fisik

Formula enteral gagal ginjal kronik yang dihasilkan berbentuk serbuk dengan partikel

kecil serta bertekstur halus. Formula enteral gagal ginjal kronik yang dihasilkan menunjukkan

warna kekuningan. Warna tersebu berasal dar warna salah satu bahan penyusun yaitu tepung

labu kuning. Setelah diseduh warna dari merah kekuningan menjadi kecoklatan. Perubahan

warna diduga disebabkan karena raksi maillard yang terjadi saat penyeduhan menggunakan

air panas. Aroma formula cenderung manis, rasa manis diperoleh dari bahan penuyusun

formula enteral yaitu berupa gula dan maltodekstrin sebesar 50% dari total bahan yang

digunakan.

Perbedaan proporsi tepung ikan gabus dan tepung konsentrat protein kecambah

kedelai tidak berdampak pada warna, aroma, dan rasa formula enteral gagal ginjal kronik. Hal

ini disebabkan karena proporsinta yang sedikit jika dibandingkan dengan bahan lainnya serta

rasa labu yang dominan.

2. Mutu Fisik

a. Viskositas

Tabel 2. Rata-rata Viskositas Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik pada Suhu 30o CTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata viskositas (cP)

P1 (40: 60) 146,67a

P2 (50: 50) 143,33a

P3 (60: 40) 140,00a

P4 (70: 30) 136,66a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Page 9: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Peningkatan proporsi tepung ikan gabus dan penurunan proporsi tepung konsentray

kecambah kedelai meberikan pengaruh yang tidak signifikan (p = 0,163) terhadap viskositas,

namun viskositas cederung menurun dri P1 menuju P4.

Penurunan viskositas diduga karena kadar air yang cenderung meningkat dengan

penambahan tepung ikan gabus. Penurunan juga diduga disebabkan kandunga globulin pada

protein kedelai yang mencapai 90%. Globulin merupakan protein yang tidak larut air dan

mudah terkoagulasi karena pemanasan. Semakin rendah proporsi konsentrat protein

kecmabah kedelai akan membuat viskositas formula enteral gagal ginjal kronik lebih rendah

karena penurunan pembentukan gel. Meskipun ada kandungan globulin yang dapat

menyebabkab formula enteral membentuk gel, formula enteral gagal ginjal kronik tersebut

masih mampu melalui pipa dengan cara bolus.

b. Osmolaritas

Tabel 3. Rata-rata Osmolaritas Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik pada Suhu 30o CTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Osmolaritas (mOsm/L)

P1 (40: 60) 363,17a

P2 (50: 50) 369,33a

P3 (60: 40) 385,00a

P4 (70: 30) 387,17a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Osmolaritas formula meningkat seiring dengan penambahan tepung ikan gabus,

namun peningkatannya tidak signifikan. Osmolaritas yang rendah disebabkan karena jenis

karbohidrat adalah pati yang belum mengalami hidrolisia. AsDi (2005) menyebutkan bahwa

semakin mudah cerna suatu partikel dalam formula enteral, maka makin tinggi

osmolaritasnya. Oleh karena itu, pati yang masih merupakan karbohidrat kompleks membuat

osmolaritas formula enteral gagal ginjal kronik lebih rendah daripada osmolaritas formula

standar. Jika dibandingkan dengan nephrisol, osmolaritas masih dibawahnya yaitu 400

mOsm/L. Namun rata-rata osmolaritasnya masih sesuai dengan syarat osmolaritas formula

enteral secara umum, yaitu 350-400 mOsm, dimana osmolaritas tersebut sama dengan

osmolaritas cairan ekstraseluler (AsDi, 2005).

Page 10: Pengembangan Tepung Labu Kuning

c. Daya Larut Air

Tabel 4. Rata-rata Daya Larut Air Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Daya Larut Air (%)

P1 (40: 60) 91,36a

P2 (50: 50) 88,71a

P3 (60: 40) 89,31a

P4 (70: 30) 89,13a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Bahan penyusun formula enteral gagal ginjal kronik memiliki partikel yang relatif

sama yang menyebabkan daya larut air antar perlakuan tidak mengalami perbedaan. Formula

enteral gagal ginjal kronik memiliki kestabiilan sehingga tidak mudah mengendap yang

disebabkan karena adanya penambahan maltodekstrin sebesar 90%, maltodekstrin sebagai

bahan pembantu pendispersi sehingga larutan lebih stabil. Kadar air memberi pengaruh

terhadap daya larut air, sehingga semakin tinggi formula maka semakin rendah kemampuan

dalam mengikat airnya.

d. Kepadatan Energi

Tabel 5. Rata-rata Kepadatan energi Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik Per 100 gTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Nilai Energi (Kalori)

P1 (40: 60) 452,24a

P2 (50: 50) 453,79a

P3 (60: 40) 451,20a

P4 (70: 30) 452,45a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Tabel 6. Rata-rata Kepadatan energi Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Nilai Energi (Kalori/ml)

P1 (40: 60) 2,04a

P2 (50: 50) 2,04a

P3 (60: 40) 2,03a

P4 (70: 30) 2,04a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Kepadatan energi sudah melebihi dari standar, yaitu 2 Kkal/ml. Kepadatan energy

yang tinggi dperlukan untuk mencegah kataboliisme protein menjadi energi dan untuk

Page 11: Pengembangan Tepung Labu Kuning

mencegah undernutrion yang sering terjadi pada berbagiai penyakit. Selain itu, kepadatan

energi yang tinggi juga berfungsi karena adanya pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal

kronuk yang disebabkan gangguan difusi dan osmosis pada ginjal. Diharapkan dengan

kepadatan energi tinggi, pasien tetap mendapat energi yang cukup dengan memasukkan

cairan seminimal mungkin.

3. Mutu Kimia

a. Kadar Karbohidrat

Tabel 7. Rata-rata Kadar Karbohidrat Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Kadar Karbohidrat (g/100 g)

P1 (40: 60) 66,41a

P2 (50: 50) 65,19a

P3 (60: 40) 65,13a

P4 (70: 30) 64,82a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Tabel 8. Rata-rata Presentase Karbohidrat terhadap Total Energi Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik

Taraf Perlakuan(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein

Kecambah Kedelai)Rata-rata Presentase Karbohidrat

(%)P1 (40: 60) 58,74P2 (50: 50) 57,46P3 (60: 40) 57,74P4 (70: 30) 57,29

Presentase karboidrat telah sesuai dengan kebutuhan, yaitu sebesar 50-60 % dari total

kebutuhan. Kandungan karbohidrat yang tinggi dan mudah cerna dalam labu kuning

berfungsi untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan,

kehilangan mineral, serta membantu metabolism protein dan lemak bagi pasien gagal ginjal.

Kadar karbohidrat semakin menurun dengan bertambahnya proporsi ikan gabus. Hal

ini disebabkan karbohidrat pada tepung ikan gabus lebih rendah jika dibandingkan dengan

kadar karbohidrat pada tepug konsentrat kedelai. Oleh karena itu peningkatan proporsi tepung

ikan gabus berdampak pada penurunan kandungan karbohidrat formula enteral gagal ginjal

kronik.

Page 12: Pengembangan Tepung Labu Kuning

b. Kadar Protein

Tabel 9. Rata-rata Kadar Protein Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Kadar Protein (g/100 g)

P1 (40: 60) 8,00a

P2 (50: 50) 8,78a

P3 (60: 40) 9,36a

P4 (70: 30) 9,48a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Tabel 10. Rata-rata Presentase Protein terhadap Total Energi Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik

Taraf Perlakuan(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein

Kecambah Kedelai)Rata-rata Presentase Protein (%)

P1 (40: 60) 7,08P2 (50: 50) 7,74P3 (60: 40) 8,30P4 (70: 30) 8,38

Kandungan protein formula enteral gagal ginjal kronik semakin meningkat seiring

dengan penambahan proporsi tepung ikan gabus. Kandungan protein berasal dari tepung ikan

gabus, tepung ikan gabus memilki kandungan albumin yang tinggi. Albumin yang tinggi

bermanfaat mengatasi hipoalbuminemia yang sering terdapat pada pasien yang menjalani

hemodialisa. Selain tepung ikan gabus, sumber protein juga berasal dari tepung konsentrat

protein kecambah kedelai. Protein kecambah kedelai merupakan protei dengan nilai biologis

tinggi dan mengandung asam amino ketogenik dan BCAA.

c. Kadar Lemak

Tabel 11. Rata-rata Kadar Lemak Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Kadar Lemak (g/100 g)

P1 (40: 60) 17,18a

P2 (50: 50) 17,55a

P3 (60: 40) 17,03a

P4 (70: 30) 17,26a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Page 13: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Tabel 12. Rata-rata Presentase Lemak terhadap Total Energi Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik

Taraf Perlakuan(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein

Kecambah Kedelai)Rata-rata Presentase Lemak (%)

P1 (40: 60) 34,18P2 (50: 50) 34,80P3 (60: 40) 33,96P4 (70: 30) 34,33

Kadar lemak yang terdapat dalam formula enteral gagal ginjal kronik sudah melebihi

syarat diet gagal ginjal kronik yaitu ± 30% dari total energi. Kadar lemak yang rendah

diduga karena kadr lemak ikan gabus yang rendah. Sumber lemak yang digunakan yaitu

minyak kelapa dan minyak kedelai. Jenis minyak yang paling banyakk ditemukan dalam

minyak kelapa adalah asam lemak rantai sedang, sedangkan minyak kedelao mengandung

asam lemak linoleat dan linoleat.

d. Kadar Air

Tabel 13. Rata-rata Kadar Air Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Kadar Air (g/100 g)

P1 (40: 60) 6,32a

P2 (50: 50) 6,40a

P3 (60: 40) 6,43a

P4 (70: 30) 6,47a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Kadar air formula enteral gagal ginjal kronik masih termasuk rendah jika

dibandingkan kadar air MP-ASI bubuk instan.kadar air meningkat dati taraf perlakuan P1

menuju P4. Peningkatan kadar air diduga kaena kandungan sukrosa dan mealtodekstrin yang

tinggi, sifat tepung labu kuning, dan adanya kontak anatara formula enteral gagal ginjal

kronik dengan udara luar.

Sukrosa dan maltodekstrin merupakan jenis karbohidrat yang mudah larut dalam air

sehingga zat sukrosa dan maltodekstrin mudah mengikat zat gizi yang mudah untuk mengikat

air. Selain itu, tepung labu kuning merupakan tepung yang sangat higroskopis.

Page 14: Pengembangan Tepung Labu Kuning

e. Kadar Abu

Tabel 14. Rata-rata Kadar Abu Formula Enteral Gagal Ginjal KronikTaraf Perlakuan

(Tp. Ikan Gabus : Konsentrat Protein Kecambah Kedelai)

Rata-rata Kadar Abu (g/100 g)

P1 (40: 60) 2,09a

P2 (50: 50) 2,08a

P3 (60: 40) 2,05a

P4 (70: 30) 1,96a

Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α = 0,05)

Kadar abu cenderung menurun dari P1 menuju P4. Kadar abu telah sesuai dengan

standar kadar air MP-ASI bubuk instan. Mineral-mineral yang diduga terkandung dalam

formula enteral gagal ginjal kronik antara lain zat besi, kalsium dan zinc.

4. Perlakuan Terbaik

Perlakuan terbaik yaitu P4. Pada perlakuan P4 diketahui bahwa seluruh persyaratan

formula enterak telah terpenuhi kecuali kadar air. Karakteristik formula enteral gagal ginjal

kronik P4 disajikan pada tabel 15.

Tabel 15. Karakteristik Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik P4Karakteristik Formula P4 Standar

Daya Larut Air (%) 89,13 100Viskositass (cp) 136,66 -Osmolaritas (mOsm/L) 387,17 350-400a

Kepadatan Energi (Kalori/L) 2,04 ≥ 2b

Kadar Karbohidrat dari Total Energi (%) 57,29 50-60 a

Kadar Protein dari Total Energi (%) 8,83 6-8 a

Kadar Lemak dari Total Energi (%) 34,33 ± 30 c

Kadar Air (g/100g) 6,47 < 4 d

Kadar Abu (g/100g) 1,96 < 3,5 d

Mutu Protein (%) 100 100 c

Sumber: a) AsDi (2005)b) Malone (2005)c) Kresnawan (2004)d) MP-ASI Bubuk Instan SNI 01 – 7111.1 – 2005e) Hardinsyah dan Drajat M (1989)

Cara pemberian formula enteral gagal ginjal kronik P4 dengan pertimbangan jenis

diet dan berat badan disajikan pada Tabel 16.

Page 15: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Tabel 16. Cara Pemberian Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik P4

Jenis DietBB Pasien

(Kg)Energi (Kkal)

Protein (gram)

Tiap 3 jam (ml/kali

makan) 8 x makan

Tiap 4 jam (ml/kali

makan) 6 x makan

Rendah Protein 35 40 1600 34 100 135Rendah Protein 40 50 2000 42 125 170Rendah Protein 50 60 2400 50 150 200Rendah Protein 60 70 2800 59 175 235

Catatan: Volume pada kolom ini dibulatkan dengan kelipatan 5 ml yang terekat

5. Mutu Gizi

Tabel 17. Hasil Uji Profil Asam Amino Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik P4Asam Amino Profil Asam Amino (mg/g asam amino)

Asam aspartat 53,15Treonin 18,15Serin 15,09Asam glutamate 85,02Prolin 34,63Glisin 59,45Alanin 53,91Valin 73,87Metionin 23,16Isoleusin 59,51Leusin 114,18Tyrosin 63,79Fenilalanin 71,10Histidin 43,21Lisin 82,77Arginin 68,43Triptofan 27,44Asam aspartat 53,15

Tabel 18. mutu gizi formula enteral P4 dibandigkan standar Mutu Protein Formula P4 Standar

SAA (%) 100 100*)

Mutu Cerna Teoriitis (%) 92,88 > 85*)

NPU teoritis (%) 92,88 70**)

BV teoritis (%) 100 70**)

Sumber: *) Hardinsyah (1989)

**) Sunita, A. (2003)

Page 16: Pengembangan Tepung Labu Kuning

Tabel 19. Tingkat Kecukupan Asam Amino Ketogenik dan BCAA Foemula Enteral Gagal Ginjal Kronik P4

Asam Amino Formula P4 (mg/g protein)

Pola Kecukupan Asam Amino

Tingkat Kecukupan Asam Amino (%)

Lisin 82,77 16 517,29Isoleusin 59,51 13 457,79Valin 73,87 13 568,24Leusin 114,18 19 600,93

Nilai SAA formula enteral gagal ginjal kronik P4 sudah lengkap tanpa adanya asam

amino pembatas kaena nilai TKAE lebih dari 100%. Tidak adanya asam amino pembatas

disebabkan karena sumber protein yang digunakan memiliki nilai biologis tinggi. Standar

NPU dan BV juga telah terpenuhi. Proses perkecambahan pada kedelai telah meningkatkan

mutu cerna protein dan menurunkan kadar asam fitat. Formula enteral P4 juga telah

mengandung asam amini ketogenik dan BCAA yang penting bagi pendrita gagal ginjal

kronik yaitu diatas 100%.

KESIMPULAN

1. warna tepung formula enteral GGK adalah merah kekuningan dengan aroma khas dan

cendrung rasa manis

2. warna tepung formula enteral GGK mengalami perubahan menjadi warna coklat,

diduga karena reaksi maillard.

3. Viskositas cenderung menurun dari P1 menuju P4 namun maih mampu unruk

dimasukkan melalui pipa yaitu dengan menggunkana metode bolus.

4. Osmolariittas sesuai dengan syaratosmolaritas formula enteral secara umum yaitu

antara 300-400 mOsm.

5. Daya larut air masih tetap stabil dan tidak mengendap karena adanya penambahan

maltodekstrin.

6. Kadar karbohidrat, protein, lemak telah memenuhi syarat diet GGK

7. Kadar air lebih tinggi dari standar MP-Asi bubuk instan

8. Kadar abu sesuai standar MP-Asi bubuk instan

9. Nilai TAKE yaitu 100% yang berarti mutu proteinnya tergolong baik dan tidak

memilki asam amino pembatas.

Page 17: Pengembangan Tepung Labu Kuning

SARAN

1. Penyimpanan sebaiknya menggunkana wadah plastic dan diberi pelapis alumunium

foil serta menggunakan metode vakun agar lebih tahan lama dan menjaga agar kaar

air tetap stabil

2. Penyajian diberikan sebagai diet rendah protein 35, rendah protein 40, rendah protein

50 dan rendah protein 60

DAFTAR PUSTAKA

AsDi. 2005. Panduan Pemberian Makanan Enteral. Jakarta : Jaya Pratama

Bird, T. 1994. Kimia Fisik Untuk universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

F. G. Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

F. G. Winarno. 2008. Teknologi Pangan. Mbrio Press : Bogor

Nuri, A. 2011. Analisis Pangan. Jakarta : PT Dian Rakyat

Nurtitus, F. 2010. Ekstrak Ikan Gabus Sari Mina

Rion Co., LT., -. Instruction Manual Viscotester VT-03F/VT-04F. Japan : Tokyo

Sudarminto, S., Yuwono, TTri, S., 2001. Pengujian Fisik Pangan

www. Kalbestore.com. Online Nutritional Store

www. Wikipedia.com.