pengembangan sdm industri kecil …journal.unair.ac.id/filerpdf/utama (2) subagyo adam... · web...

22
PERAN CSR DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM DI JAWA TIMUR Subagyo Adam Dosen Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji berbagai problema yang timbul dalam pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur, dan sekaligus mencari langkah-langkah apakah yang perlu dikembangkan untuk lebih memastikan manfaat CSR bagi pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini seara khusus telah mewawancarai para warga masyarakat yang menjadi pelaku kegiatan ekonomi kerakyatan dan masyarakat miskin yang selama ini memerlukan bantuan dari Program CSR. Jumlah responden yang diwawancarai ditetapkan sebanyak 300 keluarga miskin yang semuanya merupakan pelaku UMKM. Lokasi penelitian secara purposive ditentukan di 6 daerah, yaitu: di Kabupaten Tuban, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Bojonegoro, dan Probolinggo. Beberapa temuan: (1) Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak menguasai ketrampilan alternatif dan tidak pula memiliki asset produksi yang memadai, cenderung terisolasi, tidak memiliki koneksi dan tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber permodalan, sehingga peluang untuk melakukan diversifikasi usaha dan mengembangkan usaha ke depan relatif rendah. (2) Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak mengetahui bagaimana cara mengakses Program CSR, meski mereka sebetulnya membutuhkan dan berminat memanfaatkan dana bantuan dari Program CSR untuk mengembangkan usaha yang telah ditekuni atau membuka usaha baru sebagai bagian dari upaya mereka melakukan diversifikasi usaha. Kata Kunci: Miskin, Ketidakberdayaan, Sosial 1

Upload: others

Post on 10-Jan-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

PERAN CSR DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN UMKM DI JAWA TIMUR

Subagyo AdamDosen Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga

AbstrakPenelitian ini bertujuan mengkaji berbagai problema yang timbul

dalam pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur, dan sekaligus mencari langkah-langkah apakah yang perlu dikembangkan untuk lebih memastikan manfaat CSR bagi pemberdayaan masyarakat.

Penelitian ini seara khusus telah mewawancarai para warga masyarakat yang menjadi pelaku kegiatan ekonomi kerakyatan dan masyarakat miskin yang selama ini memerlukan bantuan dari Program CSR. Jumlah responden yang diwawancarai ditetapkan sebanyak 300 keluarga miskin yang semuanya merupakan pelaku UMKM. Lokasi penelitian secara purposive ditentukan di 6 daerah, yaitu: di Kabupaten Tuban, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Bojonegoro, dan Probolinggo. Beberapa temuan: (1) Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak menguasai ketrampilan alternatif dan tidak pula memiliki asset produksi yang memadai, cenderung terisolasi, tidak memiliki koneksi dan tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber permodalan, sehingga peluang untuk melakukan diversifikasi usaha dan mengembangkan usaha ke depan relatif rendah. (2) Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak mengetahui bagaimana cara mengakses Program CSR, meski mereka sebetulnya membutuhkan dan berminat memanfaatkan dana bantuan dari Program CSR untuk mengembangkan usaha yang telah ditekuni atau membuka usaha baru sebagai bagian dari upaya mereka melakukan diversifikasi usaha.

Kata Kunci: Miskin, Ketidakberdayaan, Sosial

Bagi Provinsi Jawa Timur, salah satu sumber dana alternatif dan potensial untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan dan sekaligus mendorong pengembangan kegiatan ekonomi kerakyatan adalah Program CSR (Corporate Social Responsibility). Di tengah keterbatasan sumber dana pembangunan dari APBD dan APBN, keberadaan dan kehadiran CSR memiliki peran yang strategis, bukan saja untuk menambah daya dan cakupan upaya penanganan kemiskinan dan pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah),

1

Page 2: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

tetapi juga untuk mempercepat proses pemberdayaan masyarakat melalui dukungan program alternatif yang lebih kontekstual sesuai prakarsa atau inisiatif masyarakat miskin itu sendiri.

CSR pada dasarnya adalah bentuk kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur (procedure) yang tepat dan profesional (Suharto, 2007). CSR digagas dan dikembangkan berbagai perusahaan bukan sekadar untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan juga sebagai media untuk mengembangkan pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Selama ini, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan, dan corporate community relations bernafaskan tebar pesona, maka community development lebih bernuansa pemberdayaan masyarakat.

Bagi sebagian pihak yang berpikir pragmatis, CSR mungkin saja dipersepsi sebagai tambahan biaya bagi perusahaan dan karena itu membebani. Tetapi, bagi pihak-pihak yang berpikir jangka pajang, mereka umumnya menyadari bahwa yang namanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder), tetapi juga kewajiban-kewajiban sosial terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR, antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, dan investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy).

Di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Jawa Timur, istilah CSR sendiri harus diakui masih termasuk relatif baru, namun semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan di berbagai negara sebenarnya telah lama melakukan CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksi dan berbagai kegiatan yang dikembangkan perusahaan dalam aktivitas sosialnya relatif mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan. Sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional.

2

Page 3: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

Dalam berbagai kasus, CSR biasanya dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan di bawah divisi human resource development atau public relations. CSR bisa pula dilakukan oleh yayasan yang dibentuk terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggung jawab ke CEO atau ke dewan direksi. Pada awal kehadirannya, CSR umumnya lebih bertujuan dan menjadi bagian dari kepentingan kehumasan untuk membangun nama baik atau citra perusahaan.

Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan CSR melalui kerjasama dengan mitra lain, seperti LSM, perguruan tinggi atau lembaga konsultan. Beberapa perusahaan ada pula yang bergabung dalam sebuah konsorsium untuk secara bersama-sama menjalankan CSR. Beberapa perusahaan bahkan ada yang menjalankan kegiatan serupa CSR, meskipun tim dan programnya tidak secara jelas berbendera CSR (Suharto, 2007).

Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum dan populer dilakukan perusahaan-perushaan besar adalah pemberian bantuan bagi organisasi-organisasi lokal dan masyarakat miskin di negara-negara berkembang. Pendekatan CSR yang berdasarkan motivasi karitatif dan kemanusiaan ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc, partial, dan tidak melembaga. CSR pada tataran ini hanya sekadar do good dan to look good, berbuat baik agar terlihat baik. Perusahaan yang melakukannya termasuk dalam kategori ”perusahaan impresif”, yang lebih mementingkan ”tebar pesona” (promosi) ketimbang ”tebar karya” (pemberdayaan) (Suharto, 2008). Pelaksanaan Program CSR yang lebih banyak bersifat karitatif seperti ini, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR yang dikembangkan dalam kenyataan malah berubah menjadi candu (menimbulkan ketergantungan pada masyarakat), sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan) dan racun (merusak perusahaan dan masyarakat) (Suharto, 2008).

Dalam lima-sepuluh tahun terakhir, Program CSR yang sekadar tebar pesona dan sifatnya karitatif, dalam banyak kasus mulai kehilangan peminat dan pesonanya, serta makin banyak perusahaan yang kurang menyukai pendekatan karitatif semacam itu, karena dinilai tidak mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal. Bahkan, dalam beberapa kasus, program CSR yang sifatnya karitatif ditengara hanya melahirkan ketergantungan, dan dalam jangka panjang justru bersifat kontra-produktif. Dalam perkembangannya kemudian, pelaksanaan CSR yang dilakukan berbagai perusahaan lebih banyak mengdopsi pendekatan community development karena dinilai lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Prinsip-prinsip good corporate governance, seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility kemudian menjadi pijakan untuk mengukur keberhasilan program CSR.

3

Page 4: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

Di Indonesia, sejumlah perusahaan besar, seperti PT Unilever, Nestle, Sampoerna, Freeport, Rio Tinto, Inco, Riau Pulp, Kaltim Prima Coal, Pertamina serta perusahaan BUMN lainnya seperti Pelindo, Angkasa Pura, Semen Gresik, dan lain-lain telah cukup lama terlibat dalam menjalankan CSR. Sebagai provinsi terbesar kedua di Indonesia, di Jawa Timur kita tahu ada sekian banyak BUMN dan BUMD serta perusahaan-perusahaan besar lain yang beroperasi, dan masing-masing memiliki program dan dana CSR yan tidak sedikit. Dengan perencanaan yang tepat dan kontekstual, pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur niscaya akan dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat sebagaimana diharapkan.

Kegiatan CSR yang dilakukan berbagai perusahaan, saat ini kita tahu telah berkembang sedemikian rupa, dan makin beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs assessment. Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan, pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penakaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal, pengembangan skema perlindungan sosial berbasis masyarakat dan seterusnya. CSR pada tataran ini tidak sekadar do good dan to look good, melainkan pula to make good, menciptakan kebaikan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suharto, 2008).

Di Indonesia, studi yang dilakukan PIRAC (2001) melaporkan bahwa dana program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) yang terkumpul paling-tidak mencapai lebih dari 115 milyar rupiah atau sekitar 11,5 juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang direkam media massa. Ditambah berbagai kegiatan sosial lain yang tidak terdata secara resmi, besar kemungkinan dana yang telah disalurkan perusahaan untuk aktivitas sosial mereka jauh lebih besar lagi.

Menurut catatan, sebagian besar kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dikembangkan di tanah air ini, termasuk di Provinsi Jawa Timur biasanya adalah berupa pelayanan sosial, diikuti dengan kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, kesehatan, gawat darurat dan seterusnya. Di luar itu, beberapa BUMN dan perusahaan besar dilaporkan juga telah melakukan kegiatan pemberdayaan kegiatan ekonomi masyarakat, khususnya para pelaku UMKM.

Yang menjadi masalah: meski BUMN-BUMN dan berbagai perusahaan besar yang ada di Provinsi Jawa Timur telah mengembangkan berbagai program CSR, tetapi karena keterbatasan tenaga dan tidak jarang kegiatan pembinaan usaha kecil atau layanan sosial lain yang dikembangkan di luar core bisnis mereka, maka ditengarai aktivitas CSR yang dilakukanpun seringkali hanya formalitas atau sekadar memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan pemerintah. Padahal, dari segi potensi pendanaan yang ada, seharusnya BUMN-BUMN dan perusahaan-perusahaan besar yang ada dapat membiayai

4

Page 5: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

kegiatan kemitraan dan pengembangan UMKM dan pemberdayaan masyarakat miskin secara lebih signifikan.

Dalam Kepmen BUMN No.Kep-236/MBU/2004 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, mengatur bahwa BUMN wajib menyisihkan 1% dari laba perusahaan untuk Program Kemitraan yang dilakukan oleh satuan kerja Pengembangan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK), dan Program Bina Lingkungan yang dilaksanakan oleh satuan kerja Community Development (comdev). Bentuk Program Kemitraan yang dilakukan oleh PUKK sebagai pelaksana tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah antara lain: pemberian kredit usaha kecil dengan bunga ringan sebagai dana bergulir, pembekalan ketrampilan bagi remaja yang belum bekerja, membantu mempromosikan produk mitra binaan, dan pendidikan manajemen bagi mitra binaan. Bentuk Program Bina Lingkungan yang dilakukan oleh satuan kerja comdev sebagai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan dalam pemeberdayaan ekonomi masyarakat, antara lain: pembangunan irigasi yang akan meningkatkan produksi panen petani, pembangunan jalan yang akan memudahkan mobilisasi dan distribusi barang, pembangunan pasar sebagai sentral ekonomi masyarakat, dan lain-lain yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat.

Penelitian yang tengah dilaporkan ini bermaksud mengkaji berbagai problema yang timbul dalam pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur, dan sekaligus mencari langkah-langkah apakah yang perlu dikembangkan untuk lebih memastikan manfaat CSR bagi pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini penting dilaksanakan, bukan saja karena poteni dana Program CSR di Jawa Timur sangat besar, tetapi juga karena CSR dapat menjadi program alternatif untuk membantu mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan usaha ekonomi kerakyatan di Provinsi Jawa Timur.

Penelitian ini seara khusus telah mewawancarai para warga masyarakat yang menjadi pelaku kegiatan ekonomi kerakyatan dan masyarakat miskin yang selama ini memerlukan bantuan dari Program CSR. Jumlah responden yang diwawancarai ditetapkan sebanyak 300 keluarga miskin yang semuanya merupakan pelaku UMKM. Lokasi penelitian secara purposive ditentukan di 6 daerah, yaitu: di Kabupaten Tuban, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Bojonegoro, dan Probolinggo.

1. Sejumlah Temuan PokokAtas dasar temuan data yang diperoleh dan hasil kajian yang

dilakukan, beberapa temuan pokok dari studi yang dilakukan adalah:1. Hampir semua BUMN di Provinsi Jawa Timur umumnya telah

melaksanakan program PKBL yang diambil dari keuntungan bersih perusahaan sebesar maksimal 4%, dengan rincian 2% untuk kegiatan kemitraan melalui pemberian kredit murah

5

Page 6: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

dengan bunga 6% untuk investasi maupun modal kerja kepada UKMK, dan 2% untuk kegiatan bina lingkungan yang sifatnya hibah murni, antara lain: penanggulangan bencana alam, peningkatan prasarana kesehatan, peningkatan prasarana pendidikan, perbaikan sarana dan prasarana ibadah, serta berbagai kegiatan pemeliharaan kelestarian lingkungan.

2. Di kalangan perusahaan atau dunia swasta pada umumnya masih belum tumbuh kesepakatan tentang implementasi dari tanggungjawab sosial perusahaan, meski sebetulnya dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah diatur dan ditegaskan ancaman sanksi bagi perusahaan yang tidak mengalokasikan dan melaksanaan program CSR.

3. Selama ini tekanan dan dampak sosial yang seringkali dihadapi keluarga miskin, bukan saja menyebabkan usaha yang mereka tekuni mengalami kemunduran dan tak sedikit pula penduduk miskin yang menjadi korban PHK, tetapi lebih jauh tekanan kemiskinan yang mereka alami juga menyebabkan gangguan kesehatan, kurang terpenuhinya kebutuhan gizi keluarga, dan tidak jarang pula sebagian anak dari keluarga miskin terpaksa putus di tengah jalan, karena keterbatasan kondisi ekonomi keluarganya. Di kalangan keluarga miskin, anak sesungguhnya memang memiliki fungsi ekonomi dan merupakan tiang penyangga yang penting bagi kelangsungan kondisi ekonomi keluarga orang tuanya.

4. Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak menguasai ketrampilan alternatif dan tidak pula memiliki asset produksi yang memadai, cenderung terisolasi, tidak memiliki koneksi dan tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumber permodalan, sehingga peluang untuk melakukan diversifikasi usaha dan mengembangkan usaha ke depan relatif rendah.

5. Bentuk-bentuk tekanan kemiskinan yang dialami keluarga miskin umumnya berkaitan dengan kerentanan dan ketidakberdayaan atau kelemahan posisi bargaining mereka ketika berhadapan dengan tengkulak maupun pasar yang cenderung makin rigid, sehingga tidak jarang keluarga miskin di berbagai daerah di Provinsi Jawa Timur mengalami proses marginalisasi. Dalam usaha yang ditekuni, sering terjadi keluarga miskin harus mengalami persoalan pembagian margin keuntungan yang tidak adil, sementara biaya produksi yang mereka tanggung cenderung makin meningkat dan tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Dalam berbagai kasus, sering terjadi usaha yang ditekuni keluarga miskin mengalami proses pengikisan modal, karena cepat atau lambat modal yang seharusnya terus diakumulasikan terpaksa sedikit demi sedikit dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, kelangsungan hidup keluarga

6

Page 7: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

miskin cenderung seperti orang yang menggali lubang baru, untuk menutup lubang yang lama. Utang, walupun acapkali menjadi cara yang paling mudah bagi keluarga miskin untuk memperpanjang daya tahan kehidupannya, tetapi dalam tempo yang cepat, utang juga akan makin mempercepat kemungkinan keluarga miskin masuk dalam pusaran spiral kemiskinan yang membuat mereka makin sulit untuk keluar dari tekanan krisis. Tidak jarang terjadi, keluarga miskin terpaksa kehilangan sebagian aset produksi yang dimilikinya untuk tetap dapat mempertahankan kelangsungan kehidupannya.

6. Mekanisme survival yang dikembangkan keluarga miskin untuk menyiasati tekanan krisis dan ancaman kemiskinan, seringkali lebih mengandalkan pada mekanisme subsistensi dan berbagai upaya penghematan, termasuk pengurangi kualitas menu makanan dan mengurangi frekuensi makan--, namun ketika batas tolerasi untuk mengatasi tekanan kemiskinan sudah tidak lagi bisa dilakukan, maka cara yang sering dilakukan adalah dengan menyandarkan dan mengandalkan dukungan kerabat yang masih bisa diharapkan, atau terpaksa utang –meski hal itu beresiko mempercepat kemungkinan keluarga miskin masuk dalam proses pendalaman kemiskinan. Sepanjang memungkinkan, keluarga miskin yang ada umumnya akan berusaha mentasi tekanan kemiskinan yang dialami secara mandiri, seperti mencoba mencari kerja alternatif yang bisa menambah sumber penyangga ekonomi keluarga.

7. Di tengah kondisi perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih, dan juga karena iklim persaingan yang makin ketat, ditambah adanya kenaikan biaya produksi yang makin tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh, sebagian besar keluarga miskin umumnya telah menyadari bahwa prospek usaha yang mereka tekuni di tahun-tahun mendatang cenderung makin suram, dan bahkan bukan tidak mungkin terancam kolaps. Pangsa pasar yang cenderung stagnan, dan bahkan berkurang, sedikit-banyak menyebabkan prospek pengembangan usaha yang ditekuni masyarakat miskin menjadi menurun, karena layaknya usaha berskala kecil bahkan mikro, peluang untuk terus menambah omzet seringkali akan berhadapan dengan keterbatasan pangsa pasar yang tidak memungkinkan mereka untuk ekspansif.

8. Akibat ketidakberdayaan dan kerentanan yang membelenggunya, sering terjadi keluarga miskin lebih mudah terperangkap dalam utang yang ditawarkan lembaga kredit informal. Meski dari segi beban suku bunga relatif tinggi, namun karena dinilai lebih fleksibel dan prosedurnya mudah, maka kehadiran lembaga kredit informal bagi keluarga miskin umumnya dianggap fungsional. Sementara itu, untuk lembaga

7

Page 8: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

kredit formal, dalam banyak hal dinilai terlalu buirokratis, dan berjarak, sehingga bisa dipahami jika akses keluarga miskin ke lembaga kredit formal cenderung lebih terbatas.

9. Dalam situasi perekonomian yang labil, dan pangsa pasar yang terbatas, serta tidak sebanding dengan kenaikan biaya produksi yang mesti ditanggung, seringkali kegiatan usaha yang ditekuni masyarakat miskin mengalami proses pengikisan modal. Pelan namun pasti, modal usaha yang dimiliki makin mengecil, karena jumlah keuntungan yang makin sedikit menyebabkan keluarga miskin terpaksa memanfaatkan sebagian modal bukan untuk investasi, melainkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

10. Sebagai sumber dana dan program alternatif yang ditawarkan kepada masyarakat miskin, keberadaan dan kehadiran program CSR umumnya belum masih memasyarakat, sehingga tidak banyak penduduk miskin yang benar-benar mengetahui dengan pasti apa itu program SCR. Meski, sebagian besar keluarga miskin yang diteliti membutuhkan dan pernah memperoleh bantuan dari Program CSR, tetapi dalam pandangan mereka hal itu umumnya tidak berbeda dengan program-program penanggulangan kemiskinan lain yang selama ini digulirkan pemerintah. Sebagian besar keluarga miskin umumnya tidak mengetahui bagaimana cara mengakses Program CSR, meski mereka sebetulnya membutuhkan dan berminat memanfaatkan dana bantuan dari Program CSR untuk mengembangkan usaha yang telah ditekuni atau membuka usaha baru sebagai bagian dari upaya mereka melakukan diversifikasi usaha.

11. Usaha yang prospektif dikembangkan masyarakat miskin sesungguhnya bukan bagaimana berkonsentrasi meningkatkan jumlah produksi dari usaha lama yang pernah ditekuni, melainkan lebih pada bagaimana memberi nilai tambah atas nilai produk yang dihasilkan dan bagaimana melakukan efsiensi agar bisa dikurangi beban biaya produksi yang tidak perlu.

12. Harapan keluarga miskin, anggota keluarga yang diberi bantuan Program CSR tidak hanya kepala keluarga (laki-laki), tetapi juga kaum ibu atau istri agar dalam sebuah keluarga bisa dikembangkan usaha yang berbeda –meski masih dalam rumpun usaha yang sama.

13. Selama ini, jenis bantuan dari Program CSR yang pernah diterima keluarga miskin umumnya bisa dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu bantuan yang sifatnya karitatif dan bantuan yang bertujuan mendorong pengembangan usaha masyarakat miskin. Untuk program yang sifatnya karitatif, selama ini program CSR yang diterima keluarga miskin lebih banyak berupa program-program santunan, seperti pemberian makanan bergizi dan pelayanan kesehatan gratis. Sedangkan Program CSR yang

8

Page 9: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

berorientasi pada aspek ekonomi, selama ini yang pernah diterima keluarga miskin adalah bantuan modal usaha, peralatan usaha dan pelatihan ketrampilan.

14. Jenis bantuan yang dibutuhkan keluarga miskin dari program CSR untuk membuka dan mengembangkan usaha yang ditekuni, selain bantuan modal usaha hibah, bantuan lain yang dibutuhkan terutama adalah bantuan dalam bentuk fasilitas kemitraan usaha dan bantuan untuk menembus akses pasar yang lebih luas bagi produk yang dihasilkan keluarga miskin.

15. Lembaga yang dipercaya keluarga miskin sebagai wadah untuk menyalurkan dana bantuan dari Program CSR adalah lembaga-lembaga sosial-kemasyarakatan yang sifatnya non-profit, seperti RT/RW, kelompok sekuner di masyarakat (PKK atau Dasa Wisma), lembaga sosial-keagamaan seperti Pondok Pesantren dan Forum pengajian, atau melalui jalur birokrasi di level bawah, yakni kelurahan atau desa.

2. PrasyaratUntuk memastikan agar perusahaan dan BUMN benar-benar

memiliki concern dan tanggungjawab untuk ikut membantu menangani berbagai permasalahan sosial masyarakat, terutama komitmen untuk ikut membantu upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, ke depan beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi terlebih dahulu adalah:

1. Perlu segera disusun dan dikeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur lebih rinci tentang tanggungjawab perusahaan atau dunia swasta dan juga BUMN di Provinsi Jawa Timur untuk ikut serta dalam upaya penanganan berbagai masalah sosial, khususnya kemiskinan dan pengangguran. Perda tentang Program CSR di Jawa Timur tersebut seyogianya tidak hanya memuat ketentuan tentang proses dan mekanisme penyaluran dana CSR, tetapi juga mengatur aspek kelembagaan, kebijakan dan program yang seharusnya dikembangkan dan didanai Program CSR.

2. Untuk memastikan agar pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur tidak tumpang-tindih dan berbenturan dengan berbagai program pembangunan lain yang dilaksanakan pemerintah dan BUMN atau perusahaan yang lain, maka untuk tahap awal perlu segera dilakukan pemetaan dan pembagian wilayah kerja yang rinci, termasuk penentuan segmen kelompok sasaran yang perlu diprioritaskan dalam pelaksanaan Program CSR. Pemetaan dan pembagian wilayah kerja ini perlu dilakukan, dengan tujuan agar pelaksanaan Program SCR tidak hanya terkonsentrasi pada wilayah yang padat industri (sentra industri), tetapi juga menjangkau wilayah dan masyarakat di luar daerah

9

Page 10: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

sentra industri yang secara sosial-ekonomi termasuk miskin dan membutuhkan bantuan.

3. Penggunan dana CSR seyogianya tidak terjebak atau hanya sekadar dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang bersifat charity sesaat, tetapi yang terpenting justru bagaimana program CSR yang dikembangkan benar-benar berorientasi pada upaya pemberdayaan masyarakat miskin dan fungsional untuk memperkuat aset produksi masyarakat miskin, sehingga hasil yang dicapai akan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan.

4. Untuk mengatur agar pelaksanaan Program CSR di Provinsi Jawa Timur tidak tumpang-tindih dan bisa berjalan efektif, ada baiknya jika sejak awal telah dipersiapkan aspek kelembagaannya. Dalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN sebagai leading sector yang bertugas mengkoordinasikan pengelolaan dana CSR dari perusahaan BUMN dan pihak swasta, sementara di saat yang sama Pemerintah Provinsi Jawa Timur tetap mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan memonitor penyaluran dana CSR, termasuk memberikan sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya menurut ketentuan peraturan-perundang-undangan yang berlaku.

3. Kebijakan dan Strategi Optimalisasi CSR di Jawa Timur

Merancang dan mengembangkan Program CSR, khususnya yang bertujuan untuk membantu mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur harus diakui bukanlah hal yang mudah. Di tingkat makro, menurut Profesor David T Ellwood, Dekan Harvard Kennedy School dalam Presedential Lecture di Istana Negara 15 September 2010 lalu, paling-tidak ada empat syarat untuk menjamin penciptaan lapangan kerja dan mempercepat upaya penghapusan kemiskinan, yaitu ekonomi yang kuat, keunggulan komparatif jangka panjang, kelembagaan dan pemerintahan yang kuat dan efektif, serta program bagi kaum miskin yang dirancang dengan saksama (Kompas, 16 September 2010).

Berharap persoalan kemiskinan dapat teratasi semata hanya dengan mengandalkan program-program CSR yang sifatnya karitatif, dan program-program darurat (emergency programme) yang hanya berdampak temporer, niscaya tidak akan pernah mencukupi. Lebih dari sekadar program yang populis, dan hanya bersifat tebar pesona, berbagai program CSR yang dikembangkan perusahaan dan BUMN untuk membantu mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan benar-benar harus dirancang dengan saksama (thoughtfully

10

Page 11: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

constructed), dan secara substansial menyentuh akar masalah yang sebenarnya dihadapi masyarakat miskin.

Pengalaman selama ini telah banyak mengajarkan bahwa pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dan upaya penanggulangan kemiskinan yang digulirkan perusahaan dan BUMN seringkali tidak berjalan efektif, karena adanya sejumlah kekeliruan cara pandang perancang program pembangunan dalam memahami kemiskinan. Ketika program penanggulangan kemiskinan yang dirancang perusahaan dan BUMN semata hanya memandang kemiskinan sebagai fenomena single dimension —semata sebagai masalah kekurangan pendapatan atau modal berusaha saja—, maka dari situlah sebetulnya awal-mula terjadinya berbagai kegagalan yang terus terulang hingga sekarang.

Pengalaman di masa lalu juga telah banyak mengajarkan, bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan logika produksi atau sekadar mengejar peningkatan omzet produksi, terlebih program yang sifatnya karitatif semata bukan saja menyebabkan terjadinya overs stock dan berhadapan dengan keterbatasan pangsa pasar. Tetapi, juga melahirkan proses marginalisasi dan ketergantungan penduduk miskin yang makin menyolok mata. Kelompok buruh, pekerja di sektor informal, pegawai rendahan, dan sejenisnya mereka umumnya makin tersisih, rawan diperlakukan salah, dan sulit dapat melakukan mobilitas vertikal karena struktur yang ada makin hari terasa makin tidak ramah.

Diakui atau tidak, selama ini berbagai program penanggulangan kemiskinan yang digulirkan --terutama dalam bentuk pemberian subsidi yang karitatif dan bantuan modal usaha atau pembinaan usaha produktif keluarga miskin-- seringkali masih terkonsentrasi pada rekayasa yang sifatnya teknis produksi dan cenderung hanya beriorientasi kuantitas, sehingga dalam banyak hal lebih menguntungkan kelompok masyarakat yang memiliki modal dan asset produksi yang berlebih.

Kebijakan pembangunan dan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan seringkali kurang memperhatikan karakteristik dan konteks lokal masyarakat miskin, sehingga jangan heran jika yang terjadi kemudian adalah paket-paket kebijakan dan program yang bersifat meritokratis. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi jika pemerintah mengucurkan sejumlah dana kepada masyarakat miskin tanpa terlebih dahulu mempertimbangkan struktur sosial di masyarakat lokal yang terpolarisasi atau paling-tidak terstratifikasi atas dasar berbagai demensi? Mungkinkah yang namanya pedagang kecil-kecilan dengan latar belakang pendidikan yang rendah dapat mengembangkan usahanya dan menembus pasar yng lebih luas, sementara di saat yang sama supermarket mini semacam Indomaret, Alfamart, dan sebagainya masuk ke kampung-kampung dan kompleks

11

Page 12: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

perumahan? Mungkinkah kelompok buruh nelayan atau nelayan miskin bisa meningkatkan kesejahteraannya jika paket-paket bantuan teknologi perikanan lebih diprioritaskan kepada nelayan pemilik atau juragan kapal yang dinilai lebih bisa dipercaya bakal tidak menunggak cicilan pinjamannya? Mungkinkah, anggota masyarakat miskin di lapisan yang paling miskin bisa memperoleh kesempatan memberdayakan dirinya, jika cara pandang terhadap mereka masih dipenuhi berbagai syakwasangka?

Ke depan, untuk mencegah agak tidak lagi terperosok pada kekeliruan yang serupa, dan upaya pemberdayaan masyarakat miskin di Provinsi Jawa Timur melalui Program CSR benar-benar dapat berjalan efektif, maka yang dibutuhkan bukan sekadar kesediaan untuk melakukan introspeksi, tetapi juga revitalisasi program pemberdayaan masyarakat miskin yang benar-benar berpihak kepada lapisan yang paling miskin —khususnya para pelaku ekonomi kerakyatan.

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur, ke depan strategi yang perlu dikembangkan perusahaan dan BUMN dalam pelaksanaan program CSR adalah sebagai berikut:

Pertama, berkaitan dengan upaya peningkatan posisi tawar (bargaining position) masyarakat miskin melawan kekakuan (rigidity) dan sifat eksploitatif dari struktur yang membelenggu mereka. Artinya, program CSR yang dikembangkan seyogianya tidak hanya terjebak pada program-program yang sifatnya karitatif atau darurat-penyelamatan, melainkan harus lebih mengedepankan program-program yang berorientasi pada proses pemberdayaan, yang intinya bersifat people centered, participatory, empowering, dan sustainable. Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan. Pemberdayaan, mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu, pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan. Dua hal yang menjadi prasyarat bagi upaya pemberdayaan adalah. Pertama, pembentukan kelompok (Pokmas) untuk memperkuat posisi bargaining penduduk miskin, khususnya dalam penentuan harga. Kedua, dalam bentuk pengembangan jaringan (net working) dan memperluas akses penduduk miskin terhadap pasar yang lebih luas.

Kedua, berkaitan dengan upaya mengurangi kadar kerentanan dan sekaligus bagaimana memperkuat penyangga sosial-ekonomi keluarga miskin. Dalam hal ini, salah satu hal yang dapat dikembangkan dalam Program CSR adalah bagaimana mendorong pengembangan kegiatan produktif alternatif keluarga miskin. Selama ini, kekurangan pokok yang perlu diperhatikan dari berbagai upaya pengentasan masyarakat miskin yang banyak dipraktekkan adalah bahwa mereka menjadi begitu memusatkan perhatian pada peningkatkan kuantitas produksi atau hasil kegiatan produktif

12

Page 13: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

masyarakat miskin, sehingga kebutuhan sistem produksi mendapat tempat yang lebih utama daripada kebutuhan masyarakat miskin yang lebih substansial.

Ke depan, untuk lebih menjamin efektivitas pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, maka seyogianya disadari bahwa meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin sesungguhnya tidak selalu harus dengan cara memacu perkembangan dan semata hanya berusaha meningkatkan volume atau jumlah produksi sektor usaha kecil tersebut. Sebagai salah satu alternatif —dan mungkin juga dapat dilakukan secara bersamaan— pola lain yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan usaha kecil adalah dengan cara melakukan efisiensi proses produksi. Selain itu, untuk meningkatkan kadar keberdayaan keluarga miskin dan sekaligus mencegah resiko kemungkinan terjadinya kegagalan total dari usaha keluarga miskin alangkah baiknya jika di saat yang bersamaan tiap-tiap anggota keluarga yang termasuk tenaga kerja produktif didorong untuk mengembangkan kegiatan usaha yang beraneka-ragam atau satu dengan yang lain saling berbeda. Pengalaman yang sudah-sudah membuktikan bahwa sebuah keluarga yang semata-mata hanya menggantungkan kepada satu matapencaharian —di mana suami, istri dan anak semua bekerja di sektor yang sama— umumnya secara sosial-ekonomi lebih rapuh karena jika suatu saat harga komoditi yang mereka produksi anjlok, maka itu berarti semua anggota keluarga akan kehilangan dan mengalami kerugian yang sama. Ini berbeda jika dalam sebuah keluarga, masing-masing anggota memiliki matapencaharian yang berbeda-beda. Keluarga yang mengembangkan pola diversifikasi usaha, terbukti dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu lebih berdaya dan kenyal terhadap tekanan kebutuhan ekonomi.

Ketiga, meningkatkan peran lembaga-lembaga lokal dan kelompok sekunder di masyarakat dalam upaya monitoring dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di lapangan. Agar pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tidak mengalami penyimpangan atau bias di tingkat pelaksanaan, maka prasyarat yang dibutuhkan selain harus ada jaminan bahwa proses pelaksanaan program berjalan secara transparan, yang tak kalah penting adalah harus didukung oleh mekanisme dan sistem kontrol yang kuat, khususnya pelibatan dan kontrol dari masyarakat miskin itu sendiri sebagai kelompok sasaran dan kontrol dari lembaga-lembaga lokal dan kelompok-kelompok sekunder di masyarakat.

Profesor David T Ellwood (2010) telah mengingatkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan di Indonesia seyogianya tidak terjebak pada program-program yang sifatnya karitatif dan populis, melainkan harus lebih mengedepankan program-program yang lebih dirancang untuk jangka panjang. Secara teoritis, upaya untuk menanggulangi kemiskinan yang efektif, meningkatkan posisi bargaining penduduk miskin terhadap semua bentuk eksploitasi

13

Page 14: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

dan superordinasi, selain membutuhkan kondisi perekonomian yang mantap, prasyarat lain yang dibutuhkan tak pelak adalah peluang-peluang sosial (social opportunities) yang benar-benar memihak masyarakat miskin dan kesadaran dari para perencana pembangunan memahami persoalan kemiskinan tanpa harus terkontaminasi oleh kepentingan politik praktis atau sekadar kepentingan perusahaan dan BUMN untuk tebar pesona.

4. Program Optimalisasi CSR di Jawa TimurDalam merancang Program CSR yang benar-benar optimal,

langkah pertama yang perlu dilakukan adalah bagaimana kita menoleh kembali pada berbagai kekeliruan dan kelemahan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu, dan kemudian merancang program yang lebih kontekstual, efektif dan mampu menimbulkan daya ungkit yang lebih signifikan.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, beberapa kekeliruan dan kekurangan dari pelaksanaan program penanganan kemiskinan di masa lalu adalah:

Pertama, penduduk miskin cenderung diberlakukan sebagai kelompok yang homogen. Padahal mereka memiliki karakteristik, permasalahan dan kebutuhan yang berbeda-beda, yang tidak mungkin ditangani melalui proghram yang sifatnya top-down dan seragam.

Kedua, program yang dikembangkan lebih banyak bersifat darurat-penyelamatan yang justru beresiko mematikan potensi self-help penduduk miskin untuk menolong dirinya sendiri.

Ketiga, program pemberdayaan usaha yang ditekuni masyarakat miskin lebih banyak berupa penyaluran bantuan modal usaha, tanpa memperhitungkan iklim persaingan usaha yang makin kompetitif dan daya beli masyarakat yang menurun.

Tabel 1Program CSR yang Mendukung Percepatan Penanggulangan

Kemiskinandi Provinsi Jawa Timur

Aspek-Aspek

Masalah Program

Kemiskinan Tidak memiliki asset produksi dan berpenghasilan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

Program Padat Karya bagi pengangguran dan korban PHK.

Program magang bagi pengangguran usia muda.

Bantuan peralatan usaha. Pengembangan UMKM.

Kerentanan Tidak memiliki tabungan, mudah terperangkap utang

Bantuan tabungan bagi keluarga miskin

Bantun cost of living bagi keluarga miskin di musim paceklik dan masa menunggu panen untuk mencegah

14

Page 15: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

keluarga miskin tidak masuk dalam perangkap utang tengkulak atau rentenir.

Bantuan bagi masyarakat miskin korban bencana.

Ketidakberdayaan

Mudah dipermainkan tengkulak atau pengijon, lemah posisi tawarnya dalam penentuan harga jual produk yang dihasilkan, kemampuan melakukan deversifikasi usaha lemah

Pelatihan ketrampilan alternatif bagi pengangguran usia muda dan ibu miskin.

Pengembangan badan penyangga bagi produk masyarakat miskin

Pemberian subsidi bunga pinjaman bagi pengembangan usaha yang ditekuni masyarakat miskin

Pendampingan untuk mendukung proses pengembangan usaha masyarakat miskin

Keterisolasian

Tidak memiliki akses terhadap jaringan kerja dan modal usaha

Memfasilitasi pola hubungan kerja antara distributor dan usaha si miskin (memasok barang dagangan bagi si miskin)

Bantuan modal usaha berbunga murah melalui lembaga sosial-keagamanaan.

Perbaikan dan pembangunan sarana usaha masyarakat miskin.

Kelemahan jasmani

Sering sakit, dan implikasi sakit bagi keluarga miskin bukan sekadar harus mengeluarkan biaya berobat, tapi juga menanggung resiko hilangnya penghasilan karena tidak bekerja akibat sakit

Bantuan tambahan makanan bergizi bagi ibu hamil dan balita miskin

Bantuan pengobatan umum gratis bagi penduduk miskin.

Keempat, program yang dikembangkan cenderung bersifat meritokratis (membiarkan persaingan bebas, tanpa berpihak dan melindungi penduduk miskin sebagai kelompok yang memiliki posisi bargaining yang lemah alias tersubordinasi).

Ke depan, perlu kita sadari bersama bahwa pelaksanaan program CSR yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat miskin di berbagai kota/kabupaten di Provinsi Jawa Timur sesungguhnya bukan hanya mencakup upaya pengembangan kegiatan produkif keluarga miskin, tetapi juga menyangkut pada persoalan bagaimana upaya pemberdayaan yang dilakukan benar-benar bertumpu pada berbagai akar masalah yang dihadapi keluarga miskin.

Dengan mengacu pada pemikiran Robert Chambers (1987) dan berdasar pada hasil studi yang telah dilakukan, secara garis besar kita bisa mencatat bahwa ada lima persoalan mendasar yang dihadapi

15

Page 16: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

masyarakat miskin, yaitu: kemiskinan, kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan kelemahan jasmani.

Secara konseptual, perlu disadari bahwa pelaksanaan Program CSR yang benar-benar optimal seyogianya tidak dilakukan secara sepotong-potong, parsial, dan hanya bersifat temporer. Dengan mengacu pada sejumlah isu prioritas kemiskinan yang dihadapi di atas, maka program-program intervensi yang dikembangkan perusahaan dan BUMN harus benar-benar komprehensif, tidak berhenti hanya pada aspek ekonomi kemiskinan saja, tetapi juga perlu menyentuh perbaikan pada aspek kerentanan, ketidakberdayaan, kelemahan jasmani dan keterisolasian (*).

Daftar Pustaka

Adi, Isbandi Rukminto, 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta: FISIP UI Press.

Alois A. Nugroho. 2001. Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Burdge J. Rabel. 1994. Social Impact, Assessment and Management a Participative Approach”. Longman- Chesire Publiser,Ltd

Ife, Jim & Frank Tesoriero, 2008. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Community Development. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jalal, 2006. “Menimbang CSR Secara Rasional” dalam Kompas, September 2006.

Nugraha, Benny Setia, Ibnu Hamad, La Tofi, Novita Hifni dan Kasta (eds.), 2005. Investasi Sosial. Jakarta: Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosial RI.

Nugroho, Riant & Ricky Siahaan (peny.), 2005. BUMN Indonesia, Isu, Kebijakan dan Strategi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Suharto, Edi, 2005. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Suharto, Edi, 2007. Kebijakan Sosial, Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

16

Page 17: PENGEMBANGAN SDM INDUSTRI KECIL …journal.unair.ac.id/filerPDF/Utama (2) Subagyo Adam... · Web viewDalam hal ini, ada baiknya jika pemerintah Provinsi Jawa Timur menunjuk KADIN

Suharto, Edi, 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility. Bandung: Refika Aditama.

Suharto, Edi, 2008. “CSR: What is and Benefits for Corporate”, Majalah Bisnis dan CSR, Vol.1, No.4 Sumarnonugroho, T., 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: Hanindita.

Susanto, AB, 2007. Corporate Social Responsibility. Jakarta: The Jakarta Consulting Group.

Sedyono, Chrysanti Hasibuan dkk (eds.), 2007. CSR for better Life: Indonesian Context, Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep & Praktek Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta: Yayasan Business Links.

Wibosono, Yusuf, 2007. Membedah Konsep & Aplikasi CSR. Gresik Fascho Publishing.

Wahyudi, Isa & Busyra Azheri,2008. Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan dan Implementasinya. Malang: Inspire.

Yustika, Ahmad Erani. 2003. Negara Vs Kaum Miskin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

17