pengembangan model pengukuran …scholar.unand.ac.id/18719/5/thesis.pdf11 program magister teknik...

236
7 PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN TESIS Oleh : PUTRANESIA THAHA NIM. 1420922001 PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016

Upload: nguyenxuyen

Post on 21-Apr-2018

238 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

7

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

TESIS

Oleh :

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

8

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

TESIS

Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan

Program Strata-2 pada Program Studi Magister Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Andalas

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

Pembimbing :

TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D

YERVI HESNA, MT

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016

9

10

11

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK

PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN

PUTRANESIA THAHA

NIM. 1420922001

Pembimbing :

TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D

NIP. 197501041998021001

Ko-Pembimbing :

YERVI HESNA, MT

NIP. 197803242006042001

12

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada

Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Karunia yang telah

diberikan penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Model

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”. Tesis ini

dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Strata-2 pada program

studi Magister Teknik Sipil, Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terimakasih sebagai ungkapan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Taufika Ophiyandri, PhD., selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Yervi Hesna, MT., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis

untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof.Dr.Eng.Ir.Zaidir,MS,. Bapak Dr. Bambang Istijono, Bapak Benny

Hidayat,Phd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan,kritikan dan

arahan untuk perbaikan tesis ini.

4. Staf pengajar Program Magister Teknik sipil, khususnya bapak Bayu Martanto

Adji,PhD., bapak Sabril Haris,PhD,.dan bapak Ahkmad Suraji, PhD., yang telah

memberikan dukungan ,masukan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan

tesis ini.

5. Staf dan karyawan Tata Usaha Program Magister Teknik Sipil

6. Staf dan karyawan perpustakaan jurusan teknik sipil ,Fakultas Teknik Universitas

Andalas

7. Keluarga-ku tercinta, spesial buat istriku tersayang yang telah memberikan

dukungan penuh kepada penulis dalam mendampingi untuk penyelesaian tesis ini

8. Anak-anakKu tersayang , Nathania nasyiwa zanetha, Khalil athabrani zanetha,

dan Raihania ahzaqila zanetha, yang telah memberikan keceriaan untuk penulis

menyelesaikan tesis ini.

9. Teman-teman angkatan 2014 program studi Magister teknik Sipil.

13

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini memiliki ketidaksempurnaan ,untuk itu

kritikan dan saran dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tesis ini penulis

harapkan dari berbagai pihak terkait.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya.

Padang, Oktober 2016

Putranesia Thaha

14

ABSTRAK

Pengelolaan rantai pasok pada industri konstruksi perumahan di percaya akan

meningkatkan nilai kinerja dari proses bisnis industri konstruksi perumahan itu

sendiri. Upaya pengukuran kinerja untuk menilai kemampuan pengembang

perumahan sebagai bagian dari kesatuan rantai pasok industri perumahan

diharapkan mampu memberikan ruang lebih untuk mampu menciptakan peluang

dan daya saing terhadap pelaku para pelaku bisnis dalam industri konstruksi

perumahan. Konsumen sebagai pemilik akhir dari sebuah produk industri

perumahan seringkali mendapatkan permasalahan dari para pengembang.

Permasalahan yang timbul seperti: (a) kontruksi bangunan yang tidak memenuhi

kaidah-kaidah konstruksi yang benar (tidak memenuhi SNI), (b) infrastruktur yang

tidak memadai, (c) tenggang waktu penyelesaian bangunan yang tidak sesuai

jadwal yang disepakati, (d) pemahaman konsumen yang kurang akan produk

perumahan yang berkwalitas membuat rentan untuk di manipulasi pengembang.

Dalam penelitian ini akan dilakukan sebuah pengukuran kinerja dengan

menggunakan metoda SCOR® versi 11 pada industri konstruksi perumahan.

Responsiveness dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat

menggambarkan kinerja rantai pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu

menyesuaikan setiap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan.

Harmonisasi antara kinerja dan manajemen rantai pasok diawali dengan

menghitung atribut dan metrik kinerja,menentukan bobot metrik kinerja dengan

pendekatan AHP,menentukan performansi atribut supply chain performance

sehingga didapatkan nilai supply chain performance : perumahan mewah (59,1%),

perumahan menengah (34,2%),dan perumahan sederhana ( 51,1%).

Kata kunci : rantai pasok,perumahan,pengukuran kinerja, SCOR

15

ABSTRACT

Supply chain management in the residential construction industry in the trust will

increase the value of the performance of the residential construction industry business

process itself. Efforts to assess the performance measurement capabilities developers

of housing as part of the unitary housing industry supply chain are expected to provide

more space to be able to create opportunities and competitiveness against perpetrators

of businesses in the residential construction industry. End consumers as the owner of a

residential industrial products often get problems from the developers. The problems

that arise, such as: (a) the construction of buildings that do not meet the rules of

construction that is true (does not meet SNI), (b) inadequate infrastructure, (c) a grace

period of completion of the building that does not conform to an agreed schedule, (d)

less consumer understanding will housing product quality makes it vulnerable to

manipulation developers. In this research will be a measurement of performance using

a method SCOR® version 11 on the residential construction industry. Responsiveness

and efficiency is a characteristic that describes the performance of the supply chain is

dynamic so as to adjust any changes in supply and demand. Harmonization between

performance and supply chain management begins with calculating the attributes and

performance metrics, performance metrics determine the weight with AHP approach,

determine the performance attributes of supply chain performance to obtain the value

of supply chain performance: luxury housing (59.1%), intermediate housing (34, 2%),

and low-income housing (51.1%).

Keywords: Supply Chain, housing, measurement performance, SCOR

16

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL

Lembar Pengesahan oleh Pembimbing/Ko-pembimbing

Lembar Pengesahan oleh Dosen penguji

Lembar Pernyataan Keaslian Tesis

Abstrak

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 4

1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 5

1.6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 7

2.1. Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan ............................ 7

2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan Industri Konstruksi

Perumahan .......................................................................... 12

2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan ................................... 14

2.2. Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .... 15

2.2.1. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Proyek Konstruksi

Perumahan .......................................................................... 18

2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek Industri Konstruksi

Perumahan .................................................................................... 21

2.4 Pola Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi

Perumahan .................................................................................... 22

2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok .................................... 24

2.6. Supply Chain Operation Reference Model .................................. 25

2.6.1. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 26

2.6.2. Lingkup Model SCOR ....................................................... 28

17

2.6.3. Struktur Model SCOR ........................................................ 29

2.7. Pengukuran Kinerja Model SCOR ………………………...……. 32

2.7.1. Atribut Kinerja ................................................................... 32

2.7.2. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 35

2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF) ........................................ 36

2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) ............................... 37

2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 38

2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability ..................................... 39

2.7.7. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 41

2.7.8. Supply Chain Value at Risk ................................................ 42

2.7.9. Total Cost to Serve ............................................................. 43

2.7.10. Cash-to-Cycle Time ......................................................... 44

2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets ............................. 45

2.7.12. Return on Working Capital .............................................. 46

2.7.13. Hirarki Metrik AMR ........................................................ 47

2.7.14. SCOR® Card ................................................................... 49

2.8. PRAKTIK..................................................................................... 50

2.8.1. Jenis-Jenis Praktik ............................................................. 50

2.8.2. Klasifikasi Praktik ............................................................. 52

2.8.3. Praktik-praktik dalam SCOR 11 dibanding dengan versi

SCOR sebelumnya ............................................................ 56

2.9. Mengenal SCOR® 11 .................................................................. 56

2.9.1. Kerangka Proses ................................................................ 57

2.9.2. Metrik Biaya ...................................................................... 57

2.9.3. Proses Enable ..................................................................... 57

2.9.4. Praktik-Praktik ................................................................... 58

2.10. Indikator Kinerja SCOR® ......................................................... 59

2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ............................... 73

BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 76

3.1. Pengantar ................................................................................... 76

3.2. Kerangka berpikir ....................................................................... 77

3.3. Pendekatan Penelitian ............................................................... 78

18

3.4 Strategi Penelitian ..................................................................... 78

3.5 Waktu Penelitian ....................................................................... 78

3.6 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 78

3.7 Pengumpulan Data .................................................................... 80

3.8 Analisa Data .............................................................................. 84

3.9 Model Penelitian ....................................................................... 84

3.10 Pengembangan model Pengukuran Kinerja Sistem

Rantai Pasok Berbasis SCOR versi 11 ...................................... 84

3.11 Menghitung Bobot AHP .......................................................... 92

BAB IV. STUDI KASUS ........................................................................... 94

4.1. Studi kasus pengembangan perumahan .................................... 94

4.1.1. Perumahan Kelas Mewah ....................................................... 94

4.1.2. Perumahan Kelas Menengah ................................................. 105

4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana .................................................. 115

BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................ 129

5.1. Analisa Indentifikasi Kinerja Rantai Pasok ............................ 129

5.2. Analisa Model ......................................................................... 133

5.3. Analisa Data ............................................................................ 135

5.4. Analisa Kinerja ........................................................................ 151

5.4.1. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan

Pelanggan ......................................................................... 151

5.4.2. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan

Perusahaan ...................................................................... 156

5.4.3. Analisis Kinerja Total ..................................................... 159

5.4.4. Rekomendasi .................................................................. 160

5.5. Framework Pengembangan Model Pengukuran Kinerja

Industri Konstruksi Perumahan ............................................... 160

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 164

6.1. Kesimpulan .............................................................................. 164

6.2. Saran ........................................................................................ 165

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 166

LAMPIRAN

19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal

dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk

mencapai efisiensi mutu, waktu dan biaya yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produktivitas dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Juarti,

2008). Dalam penelitian yang dilakukan Vrijhoef (1999) dijelaskan bahwa pada

dasarnya di dalam suatu rantai pasok terdapat keterlibatan berbagai pihak mulai

dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan

kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai hingga

sampai kepada pelanggan terakhir. Sehingga keterlibatan dari berbagai pihak

tersebut akan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan suatu pihak

sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang

menghasilkan produk konstruksi. Karena adanya keterlibatan berbagai pihak

dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut menunjukkan

terpecah-pecahnya suatu pekerjaan konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan

yang dilaksanakan oleh berbagai pihak yang berbeda sehingga dalam suatu pola

rantai pasok tersebut terjadi beberapa permasalahan, seperti meningkatnya biaya

pelaksanaan, terjadinya keterlambatan, terjadinya konflik dan perselisihan,

sehingga mengakibatkan industri konstruksi dikenal sebagai industri yang tidak

efisien (Tucker et al., 2001).

Pengelolaan rantai pasok di industri konstruksi dipercaya sebagai salah

satu usaha yang strategis untuk meningkatkan daya saing suatu perusahaan

konstruksi di tengah semakin ketatnya persaingan lokal, regional maupun global,

sebagaimana layaknya industri lainnya. Salah satu unsur penting dari pengelolaan

rantai pasok ini adalah struktur dari jaringan yang efektif, karena sebuah rantai

pasok yang efisien dianggap dapat memberikan daya saing yang tinggi kepada

perusahaan yang menjadi bagiannya. Berdasarkan hasil suatu studi diperoleh

kesimpulan bahwa desain rantai pasok yang buruk memiliki potensi untuk

20

meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 1993). Menurut Stock dan

Lambert (2001), pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang

terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak

berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional.

Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang

berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat

sesuai dengan kebutuhan konsumen. Oleh karena itu usaha untuk mengidentifikasi

semua aktivitas yang mempunyai nilai tambah merupakan faktor penting yang

harus dilakukan untuk menyusun perbaikan sistem rantai pasok industri

konstruksi, dalam hal ini pada industri konstruksi perumahan sehingga tingkat

kinerja rantai pasok menjadi optimal. Kondisi diatas menegaskan bahwa

diperlukannya suatu pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi

di industri konstruksi perumahan guna memahami struktur dan perilaku rantai

pasok dalam industri konstruksi perumahan, sehingga suatu rantai pasok

konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan

untuk dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi perumahan.

Terdapat beberapa penelitian terkait rantai pasok yang telah dilakukan

pada industri konstruksi diantaranya : Yullianti (2008), mengkaji tentang

pengembangan indikator-indikator penilaian yang akan digunakan sebagai alat

bantu untuk mengevaluasi kinerja terkait dengan efektifitas dan efisiensi rantai

pasok pada proyek konstruksi di indonesia dalam rangka pencapaian konstruksi

ramping dan Oktaviani (2008), melakukan pengukuran kinerja dari pola rantai

pasok proyek konstruksi bagunan gedung yang telah teridentifikasi dengan

menggunakan indikator-indikator yang telah dikembangkan sebelumnya, terutama

pada kajian hubungan antar pihak yang terlibat dalam proses produksi proyek

kontruksi bangunan gedung. Sedangkan Juarti (2008), melakukan kajian tentang

pola-pola rantai pasok pengembangan perumahan yang memiliki karakteristik

yang sama dengan proyek konstruksi pada umumnya sehingga sama halnya

seperti dalam industri konstruksi, maka di dalamnya terjadi keterlibatan berbagai

pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda dalam hal pengadaan

barang dan jasa. Sementara itu Maghrizal, et al. (2014), menempatkan ada 2 pola

rantai pasok yang berlaku pada industri konstruksi perumahan yaitu pola umum

21

dan pola khusus yang diterapkan oleh pengembang dalam pengembangan

perumahan.

Kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan merupakan

totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari pemasok bahan bangunan

(supplier), developer/kontraktor, konsumen dan jasa penunjang. Responsiveness

dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai

pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu menyesuaikan setiap perubahan

yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Harmonisasi antara kinerja dan

manajemen rantai pasok menjadi penting agar akitivitas rantai pasok dapat bekerja

secara baik dan benar.

Pada pengembangan perumahan, pengembang sebagai pemilik proyek

bukan merupakan konsumen akhir, pihak akhir dari rantai pasok pengembangan

perumahan adalah pemilik rumah. Rangkaian kegiatan dalam rantai pasok industri

konstruksi perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi, dimana

terdapat hubungan antara produsen dan konsumen yang diikuti dengan adanya

aliran barang dan jasa. Rantai pasok industri konstruksi perumahan terbentuk

adanya keterlibatan berbagai pihak mulai dari pemilik rumah, pengembang,

konsultan desain, kontraktor perumahan, serta pemasok dan sub kontraktor.

Dalam manajemen rantai pasok, manajemen kinerja dan perbaikan secara

berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan

suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok. Sistem

pengukuran kinerja di butuhkan untuk melakukan monitoring dan pengendalian,

mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan,

mengetahui dimana posisi relatif pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak

dicapai dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan pesaing.

Pada uraian diatas, terlihat bahwa telah terdapat beberapa penelitian yang

telah mengkaji rantai pasok pada industri konstruksi gedung dan kontruksi

perumahan. Namun demikian belum ada yang secara khusus melakukan penelitian

pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi

perumahan secara komprehensif. Berdasarkan penjelasan diatas maka diangkat

sebuah penelitian berjudul”Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai

Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”.

22

1.2. Perumusan Masalah

Pasca gempa 2009 yang melanda kota Padang, pertumbuhan

perkembangan perumahan meningkat cukup signifikan. Berbagai bentuk dan

produk perumahan ditawarkan oleh para pengembang kepada para konsumen.

Menurut Juarti (2008), Pada pengembangan perumahan, pengembang (sebagai

pemilik proyek) bukan merupakan konsumen akhir (end-customer), pihak

paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik

rumah, karena produk akhir pengembangan perumahan akan diserahkan

kepada pemilik rumah. Sedangkan pada proyek konstruksi gedung pemilik

proyek merupakan konsumen akhir (end- customer). Konsumen sebagai

pemilik akhir dari sebuah produk industri perumahan seringkali mendapatkan

permasalahan dari para pengembang. Permasalahan yang timbul seperti :

kontruksi bangunan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konstruksi yang benar

(tidak memenuhi SNI), infrastruktur yang tidak memadai, tenggang waktu

penyelesaian bangunan yang tidak sesuai jadwal yang disepakati, pemahaman

konsumen yang kurang akan produk perumahan yang berkwalitas membuat

rentan untuk di manipulasi pengembang.

Berkaitan dengan permasalahan diatas terdapat beberapa pertanyaan

penelitian yang ingin dijawab, yaitu:

1. Apa faktor yang mempengaruhi rantai pasok pada pembangunan

perumahan?

2. Bagaimana menentukan pengukuran kinerja rantai pasok pembangunan

perumahan?

3. Bagaimana mengembangkan model acuan pengukuran kinerja, yang

berguna untuk mengontrol sampai sejauh mana pemanfaatan sumber daya

yang ada?

1.3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan rantai pasok pada industri

konstruksi gedung dan industri konstruksi perumahan telah banyak dilakukan

23

diantaranya: Pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi bangunan

gedung(Yulianti,2008),Rantai pasok proyek konstruksi bangunan gedung

(Oktaviani,2008), Pola rantai pasok industri konstruksi bangunan perumahan

(Juarti,2008).

Pada penelitian-penelitian diatas belum ada membahas tentang pengukuran

kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan, untuk itu pada penelitian ini

penulis melakukan penelitian dengan mengembangkan suatu model pengukuran

kinerja rantai pasok untuk menilai kinerja pada industri konstruksi perumahan. Model

yang dikembangkan yaitu dengan menggunakan model SCOR® versi 11.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja rantai

pasok industri konstruksi perumahan.

2. Untuk menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi

perumahan.

3. Mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri

konstruksi perumahan.

1.5. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Padang karena pertumbuhan perumahan

pasca gempa September 2009 berkembang pesat di Kota Padang, dibandingkan

dengan sebelum terjadinya gempa. Lingkup studi secara keseluruhan yang akan

dilakukan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengkajian model acuan pengukuran kinerja untuk rantai kegiatan dari

industri konstruksi perumahan.

2. Pengkajian model sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan.

1.6. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan dari Penelitian ini disusun sebagai berikut:

24

Bab I Pendahuluan

Latar belakang penelitian, perumusan masalah dan posisi penelitian,

tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan ,

menjadi pembahasan pada bab ini.

Bab II Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dilakukan terhadap literatur dan penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan industry konstruksi dan

pengembangan perumahan, model kinerja dan pola-pola rantai pasok

pada pengembangan perumahan, sehingga nanti dapat dijelaskan posisi

penelitian yang menjadi acuan penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian

Penetapan model penelitian untuk menentukan pengembangan model

pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi perumahan

yang terjadi pada pengembangan perumahan, rancangan pertanyaan

kuisioner, pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan untuk

mencapai tujuan penelitian adalah bagian dari bab ini.

Bab IV Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai

pasokan barang dan jasa yang terjadi pada setiap perumahan yang

ditinjau. Analisis data menghasilkan pola rantai pasok dan

pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok industri

perumahan pada tiap pengembangan perumahan yang ditinjau

menjadi isi dari bab ini.

Bab V Pembahasan Hasil Penelitian

Pengembangan model kinerja pengukuran rantai pasok pada industri

konstruksi perumahan adalah hasil yang diharapkan pada bab ini..

Bab VI Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan atas pembahasan yang berisikan akan jawaban dari tujuan penelitian

serta berisikan saran dan pendapat untuk penyempurnaan dan pengembanga

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGEMBANGAN (INDUSTRI KONSTRUKSI) PERUMAHAN

Didalam UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman mendefinisikan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai

tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan

perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat

tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan

yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana

mestinya sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang

berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi,

sosial dan budaya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar

kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan

yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perumahan

dapat berupa unit-unit rumah tinggal yang dikembangkan diatas lahan secara

horizontal (landed house) atau hunian bertingkat yang dikembangkan diatas lahan

secara vertikal (Hendrickson, 1989).

Pada umumnya perumahan yang ditawarkan oleh pengembang terdiri

dari tiga kelas yang dibedakan berdasarkan kelengkapan fasilitas sarana dan

prasarana perumahan (Sastra, et.al 2006), yaitu sebagai berikut:

1. Perumahan sederhana, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan

prasarana yang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan pengembang tidak

dapat menaikkan harga jual perumahan seperti pada perumahan menengah dan

mewah, dimana harga sarana dan prasarana perumahan dibebankan kepada

konsumen. Perumahan kelas sederhana pada umumnya hanya dilengkapi

dengan prasarana yang berupa jaringan jalan, saluran drainase, utilitas air

bersih, serta utilitas listrik.

26

2. Perumahan menengah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan

prasarana yang sudah lengkap. Selain tersedianya prasarana yang lebih baik,

perumahan kelas menengah juga dilengkapi dengan sarana yang lebih

lengkap, seperti sarana kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, serta

sarana umum lainnya.

3. Perumahan mewah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana

yang sudah lengkap. Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang

sudah sangat lengkap dan lebih baik, perumahan ini juga dilengkapi dengan

ketersediaan ruang terbuka yang mendukung kegiatan informal bagi para

penghuninya.

Menurut Suparno (2006), dalam perumahan, jenis rumah

diklasifikasikan berdasarkan tipe rumah. Jenis rumah tersebut terdiri atas:

(Tabel II.1)

1. Rumah Sederhana

Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil, yang mempunyai

keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah tipe ini sangat cocok untuk

keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana

merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk

menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat

berpenghasilan atau berdaya beli rendah. Pada umumnya, rumah sederhana

mempunyai luas rumah 22 m² s/d 36 m², dengan luas tanah 60 m² s/d 75 m².

2. Rumah Menengah

Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini,

cukup banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan

ruangnya lebih leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. Pada

umumnya, rumah menengah ini mempunyai luas rumah 45 m² s/d 120 m²,

dengan luas tanah 80 m² s/d 200 m².

3. Rumah Mewah

Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh

masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang

pada rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat

direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan

27

kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar

digunakan untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol

kepribadian dan karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise

(kebanggaan). Pada umumnya, rumah mewah ini biasanya mempunyai luas

rumah lebih dari 120 m² dengan luasan tanah lebih dari 200 m².

Tabel 2.1. Jenis rumah berdasaarkan luas rumah dan keterjangkauan harga

Tipe Rumah Luas Bangunan Luas Tanah Harga Jual

Rumah Sederhana 36 M2 90 M2 90 juta s/d 150 juta

Rumah Menengah 45M2<M<80 M2 90M2<M<150M2 150 juta s/d 450 juta

Rumah Mewah >80 M2 >200 M2 > 450 juta

Sumber : Suparno Sastra M.(2006),dalam Wulan Puspita(2008).

Berdasarkan Kepmen 08/KPTS/BKP4N/1996 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman di Daerah, rumah

diklasifikasikan menjadi 4 jenis yang terdiri dari :

1. Rumah Sangat Sederhana

Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas

lantai bangunan maksimum 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar

mandi dengan WC, dan ruang serba guna dengan biaya pembangunan per

m2 sekitar setengah dari biaya pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah

sederhana.

2. Rumah Sederhana

Rumah sederhana (RS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai

bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun di atas tanah dengan luas

kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2. Rumah tipe ini sangat cocok

untuk keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah

sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah

untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat

berdaya beli rendah.

3. Rumah Menengah

Rumah menengah adalah rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah

dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya

pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk

pembangunan perumahan dinas tipe C sampai dengan harga satuan per m2

28

tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku dan

rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling

antara 200 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 nya

lebih kecil atau sama dengan harga satuan per m2 tertinggi untuk

pembangunan perumahan dinas tipe C yang berlaku, dengan luas lantai

bangunan rumah disesuaikan dengan koefisien dasar bangunan dan koefisian

lantai bangunan yang diizinkan dalam rencana tata ruang wilayah yang

berlaku. leluasa dibandingkan pada rumah sederhana.

4. Rumah Mewah

Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh

masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada

rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat

direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan

pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar

digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai tempat tinggal, keamanan,

keselamatan, dan pembentukan keluarga (Survival, safety, security, and

affiliation needs), tetapi juga mencakup sebagai pemenuhan kebutuhan

deklarasi status sosial, kebutuhan kognitif, dan estetika (Esteem, Cognitive,

and Aesthetic Needs). Rumah mewah adalah rumah tidak bersusun yang

dibangun diatas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 2000

m2 dan biaya pembangunan per m2 diatas biaya satuan per m2 tertinggi

untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku.

29

Gambar 2.1. Berbagai macam jenis rumah dan perumahan

(diolah dari berbagai sumber)

Menurut Byrne (1996), pengembangan perumahan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain

untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan

lahan dan bangunan rumah untuk ditempati sendiri atau ditempai oleh pihak lain.

Proses pengembangan perumahan secara umum dibagi menjadi tiga proses

utama, yaitu proses akuisisi, proses produksi dan proses disposal. Proses

akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan dan tahap perizinan. Proses produksi

meliputi tahap perancangan teknis/desain dan tahap pembangunan

perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penyewaan atau

penjualan rumah.

Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan dibagi

menjadi tiga proses utama, yaitu proses persiapan (akuisisi), proses

produksi, dan proses penjualan (disposal). Proses akuisisi meliputi tahap

akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan untuk pengembangan lahan, serta

tahap studi kelayakan pengembangan perumahan bagi pengembang. Proses

produksi terdiri dari tahap perancangan teknis/desain perumahan serta tahap

pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan terdiri dari

pembangunan prasarana perumahan, pembangunan unit-unit rumah, dan

pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap

penjualan unit-unit rumah.

30

TAHAP

AKUISI

SI

TAHAP

PRODUK

SI

TAHAP

DISPOSAL

1.

2.

3.

Akuisisi

lahan

Perizinan

Studi

Kelayakan

1.

2.

3.

4.

Desain

Pelaksanaan

konstruksi

prasarana

Pelaksanaan

konstruksi sarana

Pelaksanaan

Konstruksi unit-unit

rumah

Penjualan unit-unit

rumah

Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum proses pengembangan

perumahan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Proses Pengembangan Perumahan.( Santoso,2000)

dalam (Juarti, 2008)

2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan

Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam

mengembangkan perumahan, yaitu :

1. Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%.

Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah

peruntukan dan wilayah terbuka, di mana luas hunian total adalah sebesar 60%

dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang terbuka adalah

sebesar 40%.

2. Rencana sarana dan prasarana perumahan.

Pengembang harus menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang

sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun, misalnya dengan

menyediakan saluran air bersih dan air kotor, memasang jaringan telepon dan

listrik, serta menyediakan akses lalu lintas yang lancar dari dan menuju ke

perumahan.

3. Legalitas perusahaan.

Agar dapat menjalankan bisnis di bidang pengembangan perumahan,

pihak pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin

kelancaran operasional perusahaan serta menjamin kewajiban dan tanggung

jawab pengembang terhadap pihak konsumen.

31

4. Perizinan proyek.

Pengembang harus memperoleh izin atas proyek (izin lokasi) yang akan

dibangun, yang meliputi Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT), Izin

Penetapan Lokasi (IPL), Pengajuan dan Pengesahan Site Plan, Izin Mendirikan

Bangunan (IMB), serta Pengesahan Sertifikat Tanah.

Pengembangan suatu perumahan, pengembang harus

mempertimbangkan aspek perencanaan perumahan ( Sastra, et .al , 2006 ) yaitu ;

1. Aspek lingkungan

Beberapa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam

perencanaan perumahan adalah keadaan tanah dan peraturan-peraturan

formal mengenai kebijakan tata ruang di wilayah yang akan didirikan

perumahan.

2. Keadaan iklim setempat

Keadaan iklim berkaitan dengan temperatur udara, kelembaban

udara, peredaran udara, dan radiasi panas. Perencanaan perumahan harus

disesuaikan dengan keadaan iklim setempat agar dapat dicapai efisiensi

penggunaan rumah.

3. Orientasi tanah setempat

Perencanaan bangunan perumahan harus disesuaikan dengan

orientasi persil tanahnya, yang meliputi:

i. Orientasi persil tanah yang akan berpengaruh terhadap

perencanaan bangunan beserta ruang-ruangnya.

ii. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang bertujuan untuk

mengkondisikan ruangan di dalam bangunan agar memenuhi

syarat kesehatan.

iii. Orientasi bangunan terhadap aliran udara yang bertujuan untuk

mengkondisikan kelembaban udara.

iv. Pengaturan jarak bangunan yang satu dengan bangunan lainnya

dengan tujuan untuk mengatasi bahaya kebakaran, ketersediaan

ventilasi, menjamin masuknya cahaya matahari, serta untuk

menyediakan area yang cukup untuk sirkulasi manusia.

32

v. Pengaturan bukaan bangunan agar rumah dapat memperoleh

cukup sinar matahari dan sirkulasi udara segar.

vi. Pengaturan atap bangunan untuk melindungi bangunan dari

pengaruh cuaca.

4. Aspek sosial ekonomi

Dalam perencanaan perumahan, terutama dalam menentukan

kuantitas dan mutu bangunan, pengembang harus memperhatikan aspek

sosial ekonomi calon pembelinya. Kondisi sosial suatu wilayah

merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap keputusan

pemilihan lokasi rumah.

5. Aspek kesehatan

Perencanaan rumah harus memperhatikan aspek kesehatan karena

aspek kesehatan akan mempengaruhi keberlanjutan proses penghunian

pada suatu rumah. Aspek kesehatan tersebut meliputi kecukupan air

bersih, kecukupan cahaya, dan kecukupan udara.

6. Aspek teknis

Suatu bangunan perumahan harus memenuhi persyaratan kekuatan

bangunan. Namun pada umumnya struktur dan konstruksi rumah tinggal

hanya menggunakan struktur dan konstruksi sederhana sehingga dalam

perencanaan sering tidak memerlukan perhitungan konstruksi detail

karena umumnya mampu dikerjakan oleh pekerja bangunan.

2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pelaksanaan konstruksi perumahan pada perumahan kelas menengah dan

mewah pada umumnya bersifat custom-built project, dimana pelaksanaan

konstruksi perumahan dilakukan sesuai dengan permintaan dari konsumen, yaitu

pemilik rumah (Betty,2007). Pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan,

pengembang mengadakan hubungan kerjasama dengan penyedia barang dan jasa

profesional yang bergerak di bidang industri konstruksi dalam usahanya

mewujudkan perumahan untuk dijual kepada konsumennya, dalam hal ini adalah

pemilik rumah. Penyedia barang dan jasa tersebut terdiri dari konsultan

desain perumahan serta kontraktor perumahan. Seperti pelaksanaan konstruksi

bangunan lainnya, pelaksanaan konstruksi perumahan juga menuntut pengerjaan

33

dengan keahlian yang khusus sehingga menuntut adanya keahlian tertentu atau

spesialisasi.

Dengan karakteristik tersebut, kegiatan konstruksi perumahan menjadi

terfragmentasi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembagian pekerjaan konstruksi

perumahan menjadi paket-paket pekerjaan yang melibatkan banyak pelaku

dengan spesialisasi masing-masing serta tingkat spesialisasi yang tinggi. Dengan

demikian terdapat banyak kontraktor yang melaksanakan setiap paket

pekerjaan konstruksi perumahan. Keseluruhan kontraktor tersebut disebut

sebagai kontraktor perumahan, yang terdiri dari kontraktor yang

melaksanakan konstruksi prasarana perumahan, sarana perumahan, serta unit-

unit rumah.

2.2. Rantai Pasok pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan

Pelaku-pelaku yang terlibat pada pelaksanaan konstruksi saling

berhubungan dan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu

pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi

yang menghasilkan produk konstruksi, yang disebut rantai pasok konstruksi

(Capo, dkk,2004). Selanjutnya menurut Suraji (2012), rantai pasok konstruksi

merupakan rangkaian permintaan dan pemasokan, produksi dan distribusi

barang dan jasa dari berbagai pihak yang berhubungan, seperti designer,

contractors, subcontractors dan suppliers dalam menghasilkan suatu bangunan

berbasis proyek untuk owner atau client.

Keterlibatan berbagai pelaku dalam rantai pasok konstruksi berkaitan

dengan aliran informasi serta aliran barang dan jasa dari pemasok paling

awal hingga pemilik produk konstruksi yang menjadi konsumen paling

akhir.Sifat proyek konstruksi, khususnya konstruksi perumahan, yang

membutuhkan keahlian- keahlian khusus dan memiliki tingkat kompleksitas

yang tinggi menyebabkan adanya keterlibatan berbagai pihak yang membentuk

suatu rantai pasokan barang dan jasa yang pada umumnya sering disebut dengan

rantai pasok.

Rantai pasok proyek konstruksi pengembangan perumahan memiliki

berbagai karakteristik yang relatif sama dengan rantai pasok pada industri

konstruksi pada umumnya. Karakteristik rantai pasok ini meliputi (Susilawati,

34

2005):

Karakteristik produknya unik ;

• produk proyek konstruksi pada umumnya dibuat berdasarkan

permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada

satu pun produk proyek konstruksi yang sama - walaupun hal ini

tergantung pada tingkatan mana kita melihatnya.

Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary

organization). Suatu rangkaian rantai pasok yang terbentuk yang

menghasilkan produk proyek konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa

produksi.

Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya

berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga

memberikan kontribusi terhadap keunikan produk proyek konstruksi,

karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh

cuaca, dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas, dll)

yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.

In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam

site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses

yang terjadi dalam produksi proyek konstruksi .

Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga

terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam proyek konstruksi.

Karakteristik lainnya adalah bahwa dalam rantai pasok proyek konstruksi

yang umumnya membutuhkan keahlian-keahlian khusus yang memiliki

kecenderungan proyek konstruksi terbagi-bagi menjadi paket-paket,

mempengaruhi bentuk rantai pasok yang relatif panjang dan kompleks.

Sehingga proses koordinasi dan arus informasi sangat menentukan mutu produk

proyek konstruksi. Pada rantai pasok manufaktur, meskipun kadangkala juga

rantai pasoknya relatif panjang dan memiliki kompleksitas yang sama, namun

dengan karakteristik produk keluaran yang relatif tetap dan organisasi rantai

pasok yang juga relatif tetap, manajemen koordinasi dan informasi akan dapat

lebih mudah dikembangkan ke tingkat yang diinginkan oleh masing-masing

pihak.

35

Rantai pasok sendiri didefinisikan sebagai keterlibatan jaringan organisasi

mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan

kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan layanan dan jasa yang bernilai

hingga sampai kepada pelanggan terakhir (Vrijhoef et. al., 1999). Gambaran

konseptual rantai pasok pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan suatu

kegiatan konstruksi dapat digambarkan seperti Gambar II.3.

Gambar 2.3. Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi

(Sumber: O’Brien dkk, 2002 dalam Betty, 2007)

Gambar tersebut menunjukkan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi pada

pelaksanaan konstruksi, dimana rantai pasok konstruksi terbentuk dari banyak

pelaku atau organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan

barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksanaan pekerjaan

konstruksi, aliran barang dan jasa terpusat kepada kontraktor, karena kontraktor

bertindak sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan konstruksi sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemilik.Para pelaku yang terlibat dalam

pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan konstruksi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.4. Pelaku utama Dalam Rangkaian Kegiatan ”Konstruksi”

36

(Toruan, 2005) dalam (Yandi,2008)

Susilawati (2005), mengambarkan hubungan dan konsep pelaku-pelaku

yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi tersebut sejalan dengan hubungan

dan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi.

Didalam proyek konstruksi pengembang perumahan pemberi tugas proyek

adalah pengembang perumahan, sebagai pelaku hilir, kontraktor berperan

sebagai pelaku utama, dan subkontraktor, penyedia tenaga kerja, pemasok

material, serta penyedia peralatan konstruksi adalah pelaku hulu dalam rantai

pasok proyek konstruksi perumahan.

Gambar 2.5. Pola Umum Supply Chain Konstruksi oleh Susilawati

(2005), dalam Yandi( 2008).

2.2.1. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi Perumahan

Dengan sifat pelaksanaan konstruksi perumahan yang membutuhkan

keahlian khusus, maka dalam proyek konstruksi pengembangan perumahan

umumnya pengembang membagi-bagi bagian-bagian kegiatan yang ada

dengan melibatkan berbagai penyedia jasa konstruksi yang memiliki keahlian

37

yang sesuai. Beberapa pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi

perumahan antara lain:

1. Pemilik Proyek

Pengembang perumahan sebagai organisasi perusahaan yang berperan

menjadi inisiator proyek konstruksi perumahan berperan sebagai pemilik proyek.

Dalam pelaksanaan proyek konstruksi perumahan, pengembang dapat menunjuk

organisasi perusahaan lainnya yang berperan menjadi pengelola proyek

konstruksi perumahan, misalnya dengan melibatkan konsultan manajemen

konstruksi.

2. Kontraktor

Dalam proyek pelaksanaan konstruksi, pada umumnya pengembang

perumahan bekerjasama dengan kontraktor. Tugas yang dibebankan oleh

pengembang kepada kontraktor yaitu tugas untuk melaksanakan konstruksi

rumah dengan sarana dan prasarananya dengan berpegang kepada kontrak,

gambar desain, spesifikasi teknis, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah

disepakati.Berdasarkan lingkup tugasnya, kontraktor yang terlibat dalam

pengembangan perumahan dapat sebagai kontraktor umum (general

contractor), subkontraktor, maupun kontraktor spesialis. Kontraktor umum

adalah kontraktor yang berperan sebagai kontraktor utama yang memiliki

hubungan kontraktual secara langsung dengan pengembang dan bertugas untuk

mengkoordinasikan keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi.

Subkontraktor adalah kontraktor yang mengerjakan satu atau beberapa bagian

pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi dan tidak memiliki hubungan

kontraktual langsung kepada pengembang perumahan, hubungan kontraktual

subkontraktor adalah dengan kontraktor umum. Sedangkan kontraktor spesialis

adalah kontraktor yang memiliki keahlian khusus. Kontraktor spesialis dapat

memiliki hubungan kontraktual langsung kepada pengembang, maupun

hubungan kontraktual kepada kontraktor umum. Dengan penerapan manajemen

rantai pasok, hubungan kontraktual antara kontraktor spesialis secara langsung

dengan pengembang, akan berpotensi meningkatkan profitabilitas dan

memudahkan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pengembang.

38

3. Konsultan perencana

Konsultan perencana merupakan penyedia jasa konstruksi yang bertugas

untuk menerjemahkan kriteria-kriteria desain yang ditetapkan oleh pengembang

menjadi suatu desain perumahan yang akan dilaksanakan oleh kontraktor.

Konsultan perencana berperan penting dalam menginterpretasikan kriteria

menjadi suatu desain yang cukup jelas, sehingga kontraktor sebagai pelaksana

konstruksi yang akan menginterpretasikan desain dari konsultan perencana

memiliki arah tujuan yang sama seperti yang telah ditetapkan oleh pengembang

sebelumnya.

4. Supplier dan Manufaktur Konstruksi

Terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material-material

yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan (Susilawati, 2005):

a. Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material konstruksi

dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen

bangunan tertentu.

b. Supplier, yang mendistribusikan material yang diperoleh kepada

penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini

dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen

bangunan.

5. Pengawas

Pengawas merupakan pihak yang mewakili owner dalam proyek

pelaksanaan konstruksi perumahan. Tugas utama dari pengawas adalah untuk

memastikan bahwa proses dan hasil kerja kontraktor sesuai dengan kontrak,

gambar, spesifikasi, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah disepakati.

6. Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan merupakan lembaga yang berperan penting dalam

membantu penyediaan sumber dana yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang

telah disebutkan sebelumnya untuk kelancaran pelaksanaan proyek. Sumber dana

yang dapat dikucurkan oleh lembaga keuangan dapat berupa kredit investasi

maupun kredit modal kerja.

7. Pemilik rumah

39

Pemilik rumah sebagai pengguna terakhir dari sebuah produk industri

konstruksi perumahan memiliki peran penentu dari mutu dan keberlansungan

industri konstruksi perumahan.

2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek ( Industri Konstruksi ) Perumahan

Juarti (2008), mengemukakan bahwa rantai pasok proyek

konstruksi perumahan terbentuk dengan dipengaruhi 3(tiga) faktor, yaitu

kelas perumahan, luas lahan pengembangan perumahan, dan situasi

serta keadaan lingkungan perumahan. Dalam rantai pasok proyek

konstruksi perumahan dapat diidentifikasi gambaran hubungan pasokan

barang dan atau jasa serta hubungan kontrak yang biasa terjadi dalam

proyek konstruksi perumahan. Dari penelitian sebelumnya diketahui

bahwa pada proyek konstruksi perumahan terdapat pola umum dan pola

khusus rantai pasok. (Gambar II.4)

40

Gambar 2.6. Pola Umum Rantai Pasok Proyek (Industri Konstruksi) Perumahan

(Juarti,2008).

Berdasarkan pada pola umum tersebut Juarti ( 2008), dapat mengidentifikasi

beberapa hal seperti sebagai berikut:

Pada tahap desain/perancangan perumahan, pengembang sendiri yang

melakukan pekerjaan desain/perancangan perumahan

Pada tahap pelaksanaan kontruksi perumahan, pengembang melakukan

beberapa paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan (seperti

pekerjaan pematangan tanah dan pekerjaan pagar tembok/benteng).

Sedangkan paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan lainnya

diserahkan kontraktor sebagai penyedia jasa.

Pada tahap pengawasan perumahan pelaksanaan konstruksi perumahan,

pengembang sendiri yang melakukan pekerjaan pengawasan pelaksanaan

konstruksi perumahan.

2.4. Pola Rantai Pasok Pengembangan ( I n d u s t r i Konst ru k s i ) Perumahan

Rangkaian kegiatan (memasok dan dipasok) dalam dalam rantai

pasok pengembangan perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan

ekonomi, dimana terdapat hubungan antara produsen dengan konsumen.

Terjadi hubungan memasok dan dipasok antara pihak produsen dan

konsumen diikuti dengan adanya aliran barang dan/jasa yang terjadi dari

produsen kepada konsumen dan aliran uang yang terjadi dari kosumen

kepada produsen.

Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi pada rantai pasok

pengembangan perumahan dapat digambarkan sebagai berikut :

41

Gambar 2.7. Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan Perumahan , Sumber: Soekirno (1996) dalam Juarti (2008)

Keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan perumahan dari pihak

yang paling hulu hingga kepada pemilik rumah sebagai konsumen paling

akhir membentuk rantai pasok pengembangan perumahan. Berdasarkan

aliran barang dan/ jasa serta aliran informasi dari setiap pihak yang

terlibat pada kegiatan pengembangan perumahan, rantai pasok

pengembangan perumahan dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6

Gambar .2.8. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan Perumahan Sumber: Vrijhoef dan Koskela (1999) dalam Juarti (2008)

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa rantai pasok

pengembangan perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai

pihak, mulai dari pemilik rumah, pengembang, konsultan desain,

kontraktor perumahan, serta pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah

memiliki peran dalam pembentukan rantai pasok pengembangan

perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan pengembangan perumahan

berawal dari adanya kebutuhan pemilik terhadap rumah. Pemilik rumah

42

merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok pengembangan

perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan selesai

dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan.

Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan

perumahan yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk

mengembangkan rumah beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan

kriteria kebutuhan pemilik rumah. Karena pada umumnya lingkup bisnis

pengembang hanya pada bidang penjualan unit-unit rumah/kavling, maka

pekerjaan desain/perancangan dan pelaksanaan konstruksi perumahan

diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.Desain perumahan

ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat berasal dari

divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar

organisasi pengembang. Sedangkan untuk pekerjaan pelaksanaan

konstruksi perumahan, pengembang menyerahkan pelaksanaannya kepada

kontraktor. Pengembang memberikan wewenang yang besar kepada

kontraktor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya

untuk pelaksanaan konstruksi perumahan.

Berdasarkan konfigurasi umum di atas, terdapat empat pihak yang

paling berpengaruh dalam rantai pasok pengembangan perumahan yaitu :

1) Pemilik rumah sebagai (end-customer) pada rantai pasok

pengembangan perumahan, yaitu masyarakat sebagai pengguna,

pemakai (user).

2) Pemilik proyek yaitu pengembang sebagai pemilik pengembangan

perumahan di mana bertanggung jawab terhadap suatu produk yang

dihasilkan dan konsultan. Kelompok pemilik ini meliputi juga arsitek

dan konsultan.

3) Kontraktor adalah perusahaan yang bekerja untuk menghasilkan dan

menyerahkan produk sesuai dengan gambar perencanaan dan

spesifikasi yang telah ditetapkan pengembang.

4) Subkontraktor dan pemasok ( supplier )

43

2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok

Menurut Sushil dan Shankar (2004), untuk unggul dan menang dalam

lingkungan persaingan sekarang ini, rantai pasok memerlukan perbaikan terus

menerus. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan ukuran kinerja yang mendukung

pengukuran dan perbaikan rantai pasok global, dari pada ukuran perusahaan

dalam arti sempit atau fungsi tertentu, yang menghambat perbaikan rantai

menyeluruh.

Beberapa faktor yang berkontribusi pada kebutuhan manajemen akan ukuran

jenis baru untuk mengelola rantai pasok, termasuk:

a. Kurangnya ukuran yang mencakup kinerja melintasi keseluruhan rantai

pasok

b. Kebutuhan untuk melampaui metric internal dan mengambil suatu perspektif

rantai pasok

c. Kebutuhan untuk menentukan inter-relasi antara perusahaan dan kinerja

rantai pasok

d. Kompleksitas manajemen rantai pasok

e. Kebutuhan untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan dan berbagi informasi

bersama pengukuran kinerja untuk mengimplementasikan strategi yang

mencapai tujuan rantai pasok.

f. Keinginan untuk meluaskan “garis pandang” dalam rantai pasok

g. Kebutuhan untuk mengalokasikan manfaat dan beban akibat dari pergeseran

fungsi dalam rantai pasok.

h. Kebutuhan untuk mendiferensiasikan rantai pasok untuk mendapatkan

keunggulan kompetitif.

i. Tujuan untuk mendorong perilaku kooperatif melintasi fungsi perusahaan

dan melintasi perusahaan dalam rantai pasok.

Suatu sistem pengukuran yang efektif adalah mempunyai karakteristik berikut ini:

a. Inklusifitas : pengukuran dari semua aspek yang bersangkurtan

b. Universalitas : memungkinkan perbandingan dalam berbagai kondisi

operasi

c. Dapat diukur : data yang diperlukan dapat diukur

d. Konsistensi : ukuran konsistensi dengan tujuan organisasi

44

2.6. Supply Chain Operations Reference Model

Supply Chain Council (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1996 sebanyak

69 perusahaan praktisi membentuk organisasi mandiri, nirlaba, yang berlingkup

global dengan anggota terbuka (dengan persyaratan) untuk semua perusahaan dan

organisasi yang tertarik untuk mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang terkini

dalam sistem dan praktek manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama Supply

Chain Council (SCC) yang mengeluarkan model Supply Chain Operations

Reference (SCOR). SCOR-model memberikan kerangka kerja yang unik yang

menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik dan fungsi-fungsi

teknologi ke dalam struktur terpadu untuk mendukung komunikasi di antara mitra-

mitra rantai pasok dan untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasok

dan kegiatan perbaikan rantai pasok terkait.

Model SCOR® diciptakan oleh Supply Chain Council (2008) dalam rangka

menyediakan suatu metode penilaian-mandiri dan perbandingan aktivitas –

aktivitas dan kinerja rantai suplai sebagai suatu standar manajemen rantai suplai

lintas-industri. Model ini menyajikan kerangka proses bisnis, indikator kinerja,

praktik-praktik terbaik (best practices) serta terknologi yang unik untuk

mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai suplai, sehingga dapat

meningkatkan efektivitas manajemen rantai suplai dan efektivitas penyempurnaan

rantai suplai.

Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) adalah bahasa rantai

suplai, yang dapat digunakan dalam berbagai konteks untuk merancang,

mendeskripsikan, mengonfigurasi dan mengonfigurasi-ulang berbagai jenis

aktivitas komersial/bisnis. Penerapan Model Supplai Chain Operations Reference

(SCOR®) dalam batas-batas tertentu cukup fleksibel dan dapat disesuaikan untuk

meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan konsumen.

2.6.1. SCOR® sebagai suatu kerangka proses

Model referensi proses ini mengintegrasikan konsep –konsep terkemuka,

yaitu perancangan proses bisnis, tolok ukur, serta analisis praktik terbaik menjadi

sebuah kerangka lintas-fungsional.

45

Perancangan proses bisnis menangkap kondisi proses saat ini (“AS-Is”) dan

mendapatkan kondisi yang dituju (“To-Be”). Kinerja proses-proses tersebut akan

diukur menggunakan serangkaian metric yang tersturktur. Tolok ukur digunakan

untuk mengukur kinerja opersional dari perusahaan-perusahaan sejenis dan

menetapkan target-target internal berdasarkan hasil yang terbaik di kelasnya

dengan menggunakan metric standar lintas-industri. Analisis praktik terbaik

dilakukan untuk menggambarkan praktik-praktik manajemen, aturan-aturan

bisnis, dan aplikasi/solusi TI (Teknologi Informasi) yang menghasilkan kinerja

terbaik di kelasnya.

Gambar 2.9 SCOR®

sebagai satuan model referensi proses ,Paul (2014)

Menilai kebutuhan

akan keterampilan

dan kinerja serta

mrnyelaraskan

karyawan dan

kebutuhan

karyawan untuk

mencapai target

internal

Mengidentifikasi

praktik-praktik dan

solusi-solusi

perangkat lunak

(software) yang

akan menghasilkan

kinerja yang lebih

baik secara nyata

Mengukur kinerja

relative dari

berbagai rantai

suplai yang

serupa/mirip, dan

menetapkan target

internal

Menangkap aktivitas

bisnis saat ini (“as-

is”) dan merancang

kondisis yang dituju

(“to-be”)

Kerangka Acuan Proses

Proses Kinerja

(metrik)

Praktik Orang

(keterampilan)

46

Gambar 2.10. SCOR®

mengandung tiga tingkat hierarki, Paul (2014)

SCOR® memiliki pendekatan terstuktur dalam memetakan proses

sebagaimana terlihat pada gambar II.8. Pemetaan dimulai pada level 1 untuk

menunjukkan tipe proses, Level 2 utnuk menunjukkan kategori proses, level 3

untuk menunjukkan Elemen proses, dan Level 4 sebagai level implementasi.

2.6.2. Lingkup Model SCOR

Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara rantai pasok

mengiperasikan, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta menganalisis

kinerja rantai suplai. Model SCOR® mengumpulkan informasi yang dibutuhkan

untuk mendukung pengambilan keputusan.

Model ini juga berperan sebagai basis bagi proyek perbaikan manajemen

rantai suplai, dengan cara :

Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat dikomunikasikan

ke seluruh element organisasi dan fungsional,

Menggunakan terminologi dan notasi standar, dan

Menghubungkan berbagai aktivitas dengan ukuran/metrik yang tepat

SCOR® mencakup setidaknya empat bidang :

1) interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen, mulai dari penerimaan

pesanan hingga pembayaran tagihan,

2) seluruh transaksi material fisik, dari pihak penyuplai hingga konsumen pihak

pelanggan, termasuk peralatan, bahan-bahan pendukung, suku cadang,

produk curah (bulk), perangkat lunak, dan lain-lain.

3) seluruh transaksi pasar, dari pemahaman akan permintaan agregat hingga

pemenuhan setiap pesanan.

4) proses pengembalian.

Meski demikian, terdapat beberapa keterbatasan SCOR®. Model ini tidak

mencakup prose administrasi penjualan, proses pengembangan teknologi, prose

47

desain dan pengembangan produk dan proses, serta beberapa proses pendukung

teknis pasca – pengiriman. SCOR® mengasumsikan – namun tidak menyebutkna

secara eksplisit-kualitas dan administrasi teknologi informasi (TI) (non-SCM).

SCOR® terstruktur ke dalam enam proses manajemen berbeda: Plan, Sorce,

Make, Deliver dan Enable dari penyuplainya, penyuplai hingga konsumen pihak

pelanggan. Pendekatan dalam membangun SCOR® terdiri atas proses, Praktik,

Kinerja, dan Keterampilan Orang/SDM.

Batasan lingkup dari model SCOR adalah mulai pemasok-dari-pemasok

sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, sebagaimana digambarkan pada

gambar dibawah ini.

Gambar 2.11. Batasan Lingkup Model SCOR®

,Paul (2014).

SCOR mencakup :

Semua interaksi pelanggan, mulai dari pencatatan pesanan sampai dengan

tagihan terbayar.

Semua transaksi produk (material fisik dan jasa), mulai pemasok-dari-

pemasok sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, termasuk peralatan,

bahan habis pakai, suku cadang, produk curah, perangkat lunak, dan lain-

lain.

Semua interaksi pasar, mulai megetahui kebutuhan total sampai dengan

pemenuhan dari setiap pesanan.

2.6.3. Struktur Model SCOR

48

SCOR memuat tiga tingkat detail proses, sebagaimana terlihat pada gambar

di bawah ini.

Gambar II.12. Struktur SCOR®

, Paul (2014).

Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk

mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang

memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai lapisan ketiga menunjukkan

elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran

9inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014).

Pada Tingkat 1, SCOR didasarkan atas lima proses manajemen yang

berbeda, sebagai berikut :

1. Rencana (Plan): Perencanaan dan Manajemen Permintaan/penyediaan.

a. Menyeimbangkan sumber daya dengan kebutuhan dan

menetapkan/mengkomunikasikan rencana untuk seluruh rantai pasok,

termasuk pengembalian, dan proses pelaksanaan dari mendapatkan sumber,

pembuatan, dan pengiriman.

b. Manajemen aturan bisnis, kinerja rantai pasok, pengumpulan data,

persediaan, asset capital, transportasi, konfigurasi perencanaan, persyaratan

dan pemenuhan regulasi, dan resiko rantai pasok.

c. Menyelaraskan rencana unit rantai pasok dengan finansal.

2. Sumber (Source) : “ Pengadaan produk persediaan” (sourcing stocked),

“buat menurut pesanan” (make-to-order), dan “rancang menurut pesanan”

(engineer-to-order).

49

a. Menjadwalkan pengiriman; terima, periksa, dan transfer produk; otorisasi

pembayaran pemasok.

b. Identifikasi dan pilih sumber penyediaan bila belum ditetapkan terlebih dulu,

sebagaimana untuk produk “rancang menurut pesanan”

c. Kelola aturan bisnis, nilai erja pemasok, dan pelihara data.

d. Kelola persediaan, asset capital (barang modal), produk yang dating,

jaringan pemasok, persyaratan impor/ekspor, perjanjian pemasok, dan resiko

sumber rantai pasok.

3. Buat (Make): Proses-proses yang mentransformasikan produk ke status jadi

untuk memenuhi permintaan yang direncanakan atau yang actual.

a. Jadwalkan kegiatan produksi, keluarkan produk, buat test, pengepakan,

siapkan produk, dan lepas produk untuk dikirim. Dengan tambahan

persyaratan “hijau” (green) pada SCOR, sekarang ada proses spesifik untuk

pembuangan limbah dalam BUAT.

b. Selesaikan rekayasa untuk produk “rancang menurut oesanan”

c. Kelola aturan, kinerja, data, produk, produk dalam proses, peralatan dan

fasilitas, transportasi, jaringan produksi, pemenuhan peraturan untuk

produksi, dan risiko rantai pasok.

4. Kirim (deliver): Manajemen pesanan, gudang, transportasi dan instalasi

untuk produk persediaan, “bat menurut pesanan”, dan “rancang menurut

pesanan”.

a. Semua langkah manajemen pesanan dari pemrosesan permintaan penawaran

[elanggan dan penawaran sampai dengan menyiapkan pengiriman dan

memilih pengangkut.

b. Manajemen gudang dari penerimaan dan mengambil produk untuk memuat

dan mengirim produk.

c. Menerima dan memeriksa produk di lokasi pelanggan dan pemasangan bila

diperlukan.

d. Penagihan ke pelanggan.

5. Kembali (Return): Pengembalian bahan baku dan penerimaan

pengembalian dari produk jadi.

50

a. Langkah pengembalian semua produk cacat dari sumber identifikasi kondisi

produk, disposisi produk, meminta otorisasi atas pengembalian produk,

menjadwalkan pengiriman produk, dan mengembalikan produk cacat.

b. Langkah pengembalian produk pemeliharaan, perbaikan, dan pemriksaan

secara menyeluruh dari sumber.

6. Ketersediaan (enable) : Proses yang terkait dengan penetapan,

pemiliharaan dan pemantauan informasi, hubungan,

sumberdaya,asset,aturan bisnis,kesesuaian dan kontrak yang dibutuhkan

untuk menjalankan rantai suplai.

2.7. PENGUKURAN KINERJA MODEL SCOR®

Paul (2014), dalam bukunya yang berjudul “Transformasi Rantai Suplai

dengan Model SCOR® “Menjelaskan Evaluasi kinerja dilakukan dengan menilai

parameter-parameter kinerja, seperti manajemen aset, profitabilitas, tingkat

pelayanan, dan waktu pengiriman. Modal supply Chain Operations Reference

SCOR® adalah salah satu indikator standar untuk membantu perusahaan

membangun kinerja rantai suplai yang ada saat ini, yang akan dievaluasi dan

dibandingkan dengan perusahaan lain di industri yang sama.

Bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe elemen: Atribut Kinerja dan

Metrik.

2.7.1. Atribut Kinerja

Atribut kinerja adalah pengelompokan metric yang digunakan untuk

menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat diukur; melainkan digunakan

untuk menentukan arah strategi. Misalnya :” Produk LX harus menjadi yang

terbaik dalam hal keandalan” dan “Pasar XY menuntut kita untuk menjadi 10

produsen yang tangkas (agile).” Metrik mengukur kemampuan dalam mencapai

arah-arah strategis tersebut.SCOR®

mengenal lima atribut kinera:

Keandalan (Reliability)

Realibility,atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam

51

suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan

menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan

berfokus pada kemampuan memeprediksi hasil dari sebuah proses. Metric

keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja

utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan

Pesanan yang sempurna).

Kecepatan dalam merespons (Responsiveness)

Atribut REsponsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan

seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang

konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan

kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh

metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah

Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan dlam

merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

Ketangkasan (Agility)

Atribut agility,atau ketangkasan, menyatakan kemapuan merespons

perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal

mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga ,

penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme,

ketersediaan perangkat keuangan(ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja.

Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan

Adaptability (kemampuan adaptasi).Ketangkasan adalah atribut yang berfokus

pada konsumen.

Biaya (COST)

Cost, atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya

menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya

tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR®

utama dalam atribut ini adalah Total Cost to serve (biaya pelayanan total ). Biaya

pelayana total adalah metric yang berfokus ada konsumen, karena mengukur biaya

52

yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam atribut

biaya(Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost), lebih

berorientasi pada produk. Meterik baru ini memungkinkan perusahaan

membangun profit berdasarkan konsumen atau segemen.

Manajemen Aset (Asset Management)

Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset

secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan

inventori serta penentuan produksi sendiri atau subkontak (insource vs.

otusource),Paul(2014). Contoh metriknya adalah Waktu siklus inventori

(inventory days of supply) dan utilitas kapasitas. Indikator kinerja SCOR® utama

mencakup waktu siklus kas( Cash-to-Cash Cycle Time) dan tingkat pengembalian

aset tetap (Return on fixed assets). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang

berfokus pada internal . Supply chain Council merekomendasikan kartu SCOR®

(SCOR® card) rantai suplai untuk mengandung paling tidak satu (1) metric dalam

setiap atribut kinerja untuk memenuhi pengembalian keputusan dann kontrak yang

seimbang.

Tabel 2.2. Manajemen Aset

Atribut Definisi Atribut Metrik Level 1

Supply chain

Reability

Kinerja rantai suplai dalam mengirikan

produk yang tepat, ketempat yang

tepat, pada saat yang tepat, dalam

kondisi dan kemasan yang tepat, dalam

jumlah yang tepat dengan dokumentasi

yang tepat, kepada konsumen yang

tepat

Pemenuhan Pesanan yang

Sempurna

Supply Chain

Responsiveness

Kecepatan rantai suplai dalam

menyediakan produk bagi konsumen

Waktu siklus pemenuhan

pesanan

53

Supply Chain Agility Ketangkasan rantai suplai dalam

merespon perubahan pasar demi

mendapatkan atau mempertahankan

daya saing

Fleksibilitas Rantai Suplai

terhadap peningkatan

kapasitas

Daya Adaptasi Rantai Suplai

terhadap Peningkatan

Kapasitas

Daya adaptasi rantai suplai

terhadap penurunan kapasitas

Suplai Chain Costs Biaya-biaya terkait pengoperasian

rantai suplai

Total Biaya Pelayanan

Supplai chain Asset

Management

Efektivitas suatu organisasi dalam

manajemen aset untuk mendukung

pemenuhan permintaan. Mencakup

manajemen semua aset modal tetap dan

modal kerja

Waktu Biaya Pelayanan

Laba atas aset tetap Rantai

Suplai

Laba atas Modal kerja

Sumber : manajemen aset, Paul (2014).

2.7.2.Metrik

Model Supply Chain Operations Reference SCOR® mencakup 14 metrik

level 1. Dengan menggunakan pendekatan hirarki sebagaimana dikembangkan

dalam proses SCOR® , metric juga memiliki beberapa level yang berbeda. Metric

level 1 dapat didekomposis menjadi metric level 2 . metric level 2 dapat

didekomposisi menjadi metric level 3 atau metric dibawahnya,

Metrik adalah sebuah standar pengukuran kinerja proses. SCOR® mengenal

tiga level metrik :

Metrik Level 1 adalah diagnostic kesehatan rantai suplai secara

keseluruhan. Metric ini juga dikenal sebagai metric strategis dan indikator

kinerja kunci (Key performance indicator/KPI).Benchmarking mertik

level 1 membantu perusahaan menetapkan target realistis untuk mendukung

arah strategis.

54

Metrik Level 2 bertindak sebagai diagnostic bagi metric level 1. Hubungan

diagnostic membantu mengidentifikasi akar penyebab dari kesenjangan

kinerja mertik level 1

Metrik Level 3 bertindak sebagai diagnostic untuk metric level 2. Analisis

kinerja mertik level 1 hingga 3 disebut dekomposisi.Dekomposisi membantu

mengidentifikasi proses yang masih perlu dipelajari di masa depan. (proses-

prose dihubungkan ke metric-metrik level 1 hingga 2.)

Metrik Level 1 dan Teknik Penurunan

Mengukur baik kinerja rantai suplai sama pentingnya seperti memahami

bagaimana rantai suplai tersebut beroperasi. Pengukuran sebaiknya dikatikan

dengan sasaran bisnis, dapat diulang secara konsisten, memberikan pandangan

tentang bagaimana mengatur rantai suplai secara efektif dan harus sesuai dengan

aktivitas proses yang diukur paa level yang sama.

2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF)

Definisi :

Definisi POF adalah persentase pesana yang memenuhi kinerja pengiriman

denga dokumentasi yang utuh dan akurat dan tanpa kerusakan pengiriman.

Komponen POF mencakup :

Semua unit dan jumlah tepat-waktu dan utuh

Menggunakan kata tepat –waktu menurut definisi konsumen

Dokumentasi yang tepat – slip pengepakan, dokumentasi pengiriman (bill of

Loading), penagihan,dan lain-lain.

Perhitungan

(jumlah pesanan yang sempurna)X 100% /(Jumlah pesanan Total)

55

Gambar 2.13. Perfect Order Fulfillment (POF), Paul (2014).

2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)

Definisi OFCT

Definisi OFCT adalah waktu siklus actual rata-rata yang secara konsisten

diterima untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu

siklus dimulai dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima

pesanan tersebut. Komponen OFCT mencakup :

Waktu proses pemenuhan pesanan(Order Fulfillment Process Time)

Waktu Diam dalam pemenuhan pesanan (Order Fulfillment Dwell Time)

Dwell time mengacu pada setiap waktu tenggan selama proses pemenuhan

pesanan diman tidak ada aktivitas apapun yang dilakukan, akibat permintaan

konsumen. Perlu dicatat bahwa waktu diam akan menjadi 0 bagi perusahaan –

perusahaan yang tidak mengunakan metric ini.

Perhitungan

(jumlah Waktu Siklus Aktual untuk semua pesana yang dikirim )/

(jumlah total pesanan yang Dikirim).

56

Gambar 2.14a. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014).

Gambar 2.14b. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014).

2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility

Definisi

Upside SC Fleksibility (Fleksibilitas Rantai Suplai Terhadap

peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai jumlah hari yang dibutuhkan

utnuk mencapai peningkatan tak-terencana secara berkelanjutan sebanyak

57

20% dari jumlah produk yang dikirim. Untuk mencapai hal ini, perusahaan

mungkin memiliki keterbatasan dalam :

Source : Ketersediaan komponen atau bahan baku utama

Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung

Deliver : Ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman

Return (upside Source Return) : Pengembalian bahan baku ke penyuplai

Return (upside Deliver Return) : Return barang jadi dari konsumen

Perhitungan

Maksimum (Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility,

Upside Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility)

Fleksibilitas rantai suplai didasarkan pada perhitungan waktu terlama

yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak-terencana yang

berkelanjutan dengan mempertimbangkan komponen Source, Make,

dan Deliver.

Struktur hirarkis metrik

58

Gambar 2.15. Upside Supply Chain Flexibility, Paul (2014).

2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability

Definisi

Upside Supply Chain Adaptability (Daya Adaptasi Rantai Suplai terhadap

peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai peningkatan maksimal persentase

jumlah produk yang dikirim secara berkelanjutan yang dapat dicapai dalam 30

hati. Keterbatan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dapat berupa :

- Source : ketersediaan komponen atau bahan baku utama

- Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung

- Deliver : ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman

- Return (upside Source Return) : pegembalian bahan baku ke penyuplai

- Return (upside Deliver Return) : pengembalian barang jadi dari konsumen.

Perhitungan

Minimal ((Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility, Upside

Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility)

Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah

berkelanjutan paling sedikit yang dapat dicapai dengan

mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver)

59

Struktur hirarkis metrik

Gambar 2.16. Upside Supply Chain Adaptability, Paul (2014)

2.7.7. Downside Supply Chain Adaptability

Definisi

60

Downside Supply chain Adaptability (Daya adaptasi rantai suplai

terhadap penurunan kuantitas) didefinisikan sebagai pengurangan kuantitas

pesanan berkelanjutan 30 hari sebelum pengiriman tanpa menimbulkan

sediaan atau penalty biaya. Keandalanya mencakup kendala-kendala

Source, Make, Deliver dan Return.

Perhitungan

Minimal (Downside Source Adaptability, Downside Make Adaptability

Downside Deliver Adaptability, Downside Return Adaptability)

Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah

berkelanjutan paling sedikit yang dapat dicapai dengan

mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver.

Struktur hirarkis metric

Gambar 2.17. Downside Supply Chain Adaptability, Paul (2014).

61

2.7.8. Supply Chain Value at Risk (VAR)

Definisi

VAR didefinisikan sebagai jumlah peluang kejadian berisiko dikalikan

dampak moneter dari kejadian tersebut untuk semua fungsi rantai suplai.

Komponen VAR mencakup keterbatasan dari proses Source, Make,Deliver dan

Return. VAR berkaitan denga proses SCOR : sEP.9, sES.9, sEM.9, dan sED.9,

sED.9.

Perhitungan

VAR Rantai Suplai = Probabilitas tahunan (%) X dampak ($)

VAR Rantai Suplai keseluruhan ($) = VAR $ (Plan) + VAR $ (Source) +

$ (Make) +VAR $ (Deliver) + VAR $ (Return)

Jumlah kejadian spesifik (pengiriman tepat-waktu, kualitas, gangguan,

kegagalan, dll.) yang terjadi dibawah target (probailitas)dikalikan jumlah di

bawah target.

Value at Risk (VAR)=P1x11 + ( P2x12)

P= % dari Total kejadian target negative, I = dampak kejadian

Struktur hirarkis metric

62

Gambar 2.18. Supply Chain Value at Risk (VAR), Paul (2014).

2.7.9.Total Cost to Serve

Definisi

Total cost to serve (Total biaya melayani) didefinisikan sebagai jumlah

biaya rantai suplai untuk mengirimkan produk dan jasa ke konsumen.

Total biaya melayanu mencakup :

Biaya merencanakan rantai suplai

Biaya mengadakan bahan baku, produk, barang dagangan, dan jasa

Biaya memproduksi, mempabrikasi, memparikasi-ulang, memperbaharui,

memperbaiki dan menjaga barang dan jasa (jika ada)

Biaya menangani pesanan, permintaan keterangan dari konsumen dan

pengembalian.

Biaya mengirimkan produk dan jasa ke lokasi yang disepakati poin

Penghasilan)

Total Biaya Melayani meliputi dua tipe biaya :

Biaya langsung . Biaya yang dapat secara lansung ditujukkan pada

pemenuhan pesanan konsumen (yaitu bahan baku yang dapat digunakan dan

atau dikirimkan, semua biaya tenaga kerja lansung rantai suplai, dan lain-

lain)

Biaya tidak lansung. Biaya yang dibutuhkan (atau dikeluarkan) untuk

mengoperasikan rantai suplai (yaitu biaya menyewa dan menjaga peralatan,

depresiasi sediaan, biaya kerusakan dan pengembalian dan lainnya).

Perhitungan

Total Biaya Melayani= Biaya perencanaan +Biaya Pengadaan +Biaya Bahan

Baku + Biaya Produksi+Biaya Manajemen Pesanan + Biaya

Pemenuhan/pengiriman+Biaya Pengembalian + Cost Of Goods Sold’

Struktur hirarkis metric

63

Gambar 2.19. Total Cost to Serve, Paul (2014)

2.7.10. Cash-to –Cycle time

Definisi

Cash to cash cycle time (Waktu siklus kas) didefinisikan sebagai waktu

yang dibutuhkan bagi sebuah investasi untuk mengalirkan kembali ke

perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Komponennya mencakup:

Inventory Days of supply (IDS, atau jumlah hari suplaian sediaan), Days Sales

Outstanding (DSO,atau jumlah hari penjualan tertunda) and Days Payable

Outstanding (DPO, atau jumlah hari hutang tertunggak).Waktu siklus kas

menunkukkan stategi rantai suplai dlam perusahaan apakah perusahaan

memiliki pengaturan yang seimbang antara konsumen, penyuplai dan

internalnya. Indikasi terlihat ketika waktu siklus kas dirinci menjadi level 2,

karena melibatkan perhitungan hutang, piutang dan sediaan.Perusahaan terbaik

di kelasnya tidak selalu memiliki waktu siklus kas yang sangat negative (dengan

memiliki piutang yang besar dan menekan penyupalinya). Perusahaan seperti

ini memiliki waktu siklus kas medekati nol dengan cara menyeimbangkan antara

sisi penyuplai dan sisi konsumennya.

Perhitungan

Jumlah hari suplai sediaan+jumlah hari penjualan tertunda – jumlah hari

penjualan tertuda

Jumlah hari suplai sediaan

- (5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada tingakt biaya

standar)/(COGS/365)

Jumlah Hari Penjualan tertunda

64

- (5 Poin rata-rata bergerak dari piutang bruto)/ (penjualan total tahunan

bruto/365)

Jumlah hari utang tertunggak

- (5 poin rata-rata bergerak dari hutang bruto)/(penjualan total tahunan

- bruto/365)

5 Poin rata-rata bergerak =/(jumlah dari 4 kuartal sebelumnya +

proyeksi kuartal berikutnya)/5)

Struktur hirarkis metric

Gambar 2.20. Cash-to –Cycle time, Paul (2014)

2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets

Definisi

Return on Supply chain Fixed asset (laba atas aset tetap rantai suplai)

Didefinisikan sebagi pengaembalian yang diterima suatu organisasi dari modal

yang diinvestasikan dalam aset-aset tetap rantai suplai yang digunakan dalam

prose Plan, Source, Make, Deliver dan Return.

Perhitungan

(Pengahasilan Rantai Suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai) /

Aset Tetap Rantai – Suplai

Penghasilan Rantai Suplai digunakan dalam metric ketimbang penghasilan

Bersih. Penghasilan Rantai Suplai berarti penghasilan opersaional yang dihasilkan

dari rantai suplai, tidak mencakup penghasilan non-operasional, misalnya

penyewaan property, investasi, dan lain-lain.

Struktus hirarki metrik

65

Gambar 2.21. Return on Supply chain Fixed Assets, Paul (2014)

2.7.12. Return on Working Capital

Definisi

Definisi Return on Working Capital (laba atas mofal kerja) didefinisikan

sebagai besarnya investsasi relative terhadao posisi modal kerja perusahaan versus

penghasilanyang dihasilkan oleh sebuah rantai suplai. Komponennya mencakup

piutang, Utang, Sediaan, Penghasilan rantai suplai, harga pokok penjualan

(COGS), dan Biaya manajemen rantai suplai.

Perhitungan

(Penghasilan Rantai suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai)/

(Sediaan +Piutang – Hutang)

- Sediaan = 5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada biaya standar

- Penjualan Tertunda adalah jumlah Piutang tertahan yang dinyatakan dalam

dolar = 5 poin rata-rata bergerak dari piutang bruto.

Utang tertunggak dinyatakan dalam dolar, jumlah pembelian bahan baku,

tenaga kerja dan atau konveksi sumberdaya yang harus dibayar(piutang)= 5

poin rata-rata bergerak dari hutang

Struktur Hirarki Metric

66

Gambar 2.22. Return on Working Capital, Paul (2014)

2.7.13. Hirarki Metrik AMR

Segitiga metrik untuk setiap konfigurasi SCOR ditujukkan dibawah ini.

Make to Stock

67

Make to Stock

Engineer to Order

Gambar 2.23. Hirarki Segitiga Metrik, Paul (2014).

2.7.14. SCOR® Card (Kartu SCOR®)

Paul (2014), mengemukakan Kartu SCOR® dapat dibuat oleh setiap

perusahaan dengan bantuan tabel. Standardisasi membantu perusahaan melakukan

tolok ukur dirinya dengan pemain lain dalam industi.

Metrik level 1 mendefinisikan lima atribut kinerja model SCOR®

(Reliability, Responsiveness, Agility, Cost, dan Assets). Tiga atribut bersifat

68

‘eksternal’ dan menunjukkan perspektif dari kinerja rantai suplai ekstrnal. Dan

atribut bersifat ‘Internal’ dan mewakili organisasi internal perusahaan.

Kartu SCOR® terdiri dari sepuluh metrik kinerja. Setiap metrik terhubung

dengan atribut kinerja rantai suplai. Misalnya perfect Order fulfiilment

mempersentasekan keandalan rantai suplai, dan lai-lain.

Kartu SCOR® generic untuk pengukuran kinerja rantai suplai dan tolak

banding ditampilkan sebagai berikut: ( Tabel II.3)

Tabel 2.3. Kartu SCOR®

Metrik Strategi Level 1

Atribut Kinerja

Eksternal Internal

Keandalan Kecepatan

merespon Ketangkasan Biaya Aset

Pemenuhan pesanan yang

sempurna

Waktu siklus pemenuhan

pesanan

Fleksibilitas Rantai Suplai

terhadap peningkatan

Kapasitas

Daya Adaptasi Rantai

suplai terhadap

peningkatan kapasitas

Daya Adaptasi Rantai

suplai terhadap penurunan

kapasitas

Nilai Resiko Keseluruhan

( VAR)

Biaya Total untuk

melayani

Waktu Siklus Kas

69

Laba Atas Aset Tetap

Rantai Suplai

Laba atas Modal Kerja

Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014)

2.8. PRAKTIK

Defenisi

“Praktik adalah cara yang khusus untuk mengatur konfigurasi sebuah proses

atau sekumpulan proses. Kekhususan itu dapat berupa otomasi proses, teknologi

yang diterapkan dalam proses, keterampilan yang diterapkan dalam proses, urutan

untuk menjalankan proses, atau metode untuk mendistribusikan dan

mrnghubungkan proses –proses antar organisasi. Semua praktik memiliki kaitan

dengan satu atau lebih proses, satu atau lebih metrik dan, bilamana ada, satu atau

lebih keterampilan”, Paul (2014)

Praktik membantu perusahaan dalam:

Membakukan proses-proses apa cara standar dalam mengoperasikan bagian

rantai suplai

Mengidentifikasi alternative cara mengoperasikan rantai suplai- Bagaimana

mengorganisasi proses secara berbeda guna menutup kesenjangan kinerja

Merumuskan daftar keinginan yang berisi konfigurasi /otomasi proses

Merumuskan daftar hitam yang brisi konfigurasi proses yang tidak diinginkan

2.8.1 Jenis- jenis Praktik

SCOR® mengakui bahwa jenis praktik yang berbeda mungkin ada pada

dalam organisasi yang berbeda. SCOR®

11.0 memperkenalkan empat kualifikasi

praktik: Baru Muncul (Emirging), Terbaik (Best), Standar (standard) dan

Menurun (Declining), yang mengakui bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap

praktik terbaik.

1. Paktik-praktik yang baru muncul

2. Praktik-praktik terbaik

3. Praktik-praktik standar

4. Praktik-praktik yang menurun

70

Kategori-kategori praktik ini mungkin disebut juga dengan nama-nama lain.

Yang penting untuk dipahami adalah bahwa praktik yang berbeda ini mempunyai

ekspektasi kinerja yang berbeda pula. Klasifikasi sebuah praktik dan bervariasi

menurut industrinya. Bagi sebagian industri, sebuah praktik bisa jadi tergolong

standar, sementara praktik yang sama mungkin dianggap praktik yang baru

muncul atau praktik terbaik di dalam industri lainnya. Klasifikasi praktik oleh

SCOR® telah dibangun berdasarkan masukan dari para praktisi dan pakar dari

beragam industry.

2.8.1.1.Praktik yang baru muncul

Praktik-praktik yang baru muncul memperkenalkan teknologi baru,

pengetahuan baru atau cara yang sangat berbeda dalam mengorganisasi proses.

Praktik-praktik yang baru muncul mungkin menghasilkan perubahan tahapan

dalam kinerja dengan ‘mendefinisikan kembali bidang cakupan’ dalam sebuah

industry. Praktik yang baru muncul mungkin tidak mudah diadopsi karena

teknologi yang eksklusif dan pengetahuan khusus. Praktik yang baru muncul

umumnya belum terbukti dalam lingkungan dan industri yang luas.

Risiko: Tinggi, Hasil: Tinggi

2.8.1.2.Praktik Terbaik

Praktik-praktik terbaik adalah praktik-praktik ‘kekinian’. ‘terstruktur’ dan

‘dapat diulang’ yang telah terbukti memiliki dampak positif terhadap kinerja

rantai sumplai.

- Kekinian: tidak baru muncul, tidak ketinggalan zaman.

- Terstruktur: menonjolkan tujuan, cakupan, proses, dan prosedur yang

dinyatakan secara jelas.

- Terbukti: diprlihatkan di lingkungan kerja, dan dihubungkan dengan metric-

metrik kunci.

- Dapat diulang: terbukti dalam banyak oraganisasi dan industri.

Praktik-praktik terbaik telah dipilih oleh para praktisi SCOR®

dalam beragam

industri. Tidak semua praktik terbaik akan membuahkan hasil yang sama bagi

semua industry atau rantai suplai.

71

Risiko: sedang, Hasil: Sedang.

2.8.1.3.Praktik standar

Praktik-praktik standar adalah bagaimana berbagai perusahaan secara

historis relah menjalankan bisnis secara standar atau kebetulan. Praktik yang telah

terbangun ini berjalan baik, tetapi tidak memberikan keuntungan biaya atau

persaingan yang signifikan dia tas praktik lainya (kecuali atas praktik yang sedang

menurun). Praktik standar umumnya diterima sebagai standar minimum, dasar

kinerja yang bias diterima, dinyatakan secara jelas, diterima di semua industry

(dengan sedikit atau tanpa pengecualian sama sekali).

Resiko : Rendah, Hasil : Rendah

2.8.1.4.Praktik yang sedang menurun

Praktik-praktik yang sedang menurun adalaha praktik-praktik yang tidak lagi

diterima secara luas, diidentifikasi secara luas sebagai hasil yang tidak memadai,

isu-isu compliance, dan gtertinggal. Praktik ini mungkin hanya cocol dalam

industry atau wilayah geografis tertentu. Praktik yang sedang menurun

merepresentasikan cara menjalankan bisnis, yang telah terbukti menghasilkan

kinerja rantai suplai yang buruk sebagaimana ditunjukkan dalam metrik-metrik

kunci.

Resiko : Tinggi, Hasil : Negatif

2.8.2.Klasifikasi Praktik

Semua praktik dalam SCOR® kini diklafikasikan menurut kategori

klasifikasi. Ada 19 Klasifikasi yang didefinisikan dalam SCOR® :

1. Analisi/Perbaikan Proses Bisnis

2. Dukungan Pelanggan

3. Manajemen Distribusi

4. Manajemen Informasi/ Data

5. Manajemen Inventori

6. Manajemen Material

72

7. Perkenalan Produk Baru

8. Rekayasa Pesanan

9. Manajemen Pesanan

10. Manajemen Orang (Pelatihan)

11. Perencanaan dan Peramalan

12. Manajemen Daur Hidup Produk

13. Pelaksanaan Produksi

14. Pembelian/ Pengadaan

15. Logistik Terbalik

16. Manajemen Risiko / Keamanan

17. Manajemen Rantai Suplai yang berkesinambungan

18. Manajemen Transportasi

19. Pergudangan

Contoh daftar praktik yang termasuk dalam dua jenis kategori: (1)

Perencanaan & Peramalan, (tabel II.4) dan (2) Pembelian /Pengadaan (tabel II.5)

diuraikan dalam table berikut ini.

2.8.2.1.Praktik-Praktik di bawah Kategori : Perencanaan dan Peramalan

Tabel 2.4. Perencanaan dan Peramalan

Praktik-Praktik yang Baru Muncul

Perencanaan dan Peramalan Permintaan

Manajemen Permintaan

Perencanaan Lean

Kesepakatan/Kemitraan Jangka Panjang dengan Pemasok

Praktik-Praktik Terbaik

Pengisian kembali Inventori Berbasis Pull

Optimasi Inventori

Perencanaan Stok Pengaman

Perencanaan Jejaring Suplai

Klasifikasi Inventori ABC

Manajemen Proposal berbasis Jumlah hari Suplai

Evaluasi Beban Stasiun Kerja

Keseimbangan dan Pengetatan di dalam horizon

Menerbitkan Rencana Produksi

Peramalan Berbasis Karakteristik

73

Audit/Kontrol terhadap Bill of Material

Logistik & Perencanaan Gudang

Perencanaan Induk Fasilitas

Manajemen Tugas

Inventori yang dikelola Vendor ( VMI )

Kerja Sama Vendor

Automated Data Capture (ADC)

Perencanaan, Peramalan, dan pengisian kembali secara Kolaboratif

(CPFR)

Kovergensi SCOR® dengan Lean dan Six Sigma

Praktik-Praktik Standar

Pengisian kembali dengan metode Min-Max (Minimum-Maximum)

Perencanaan Stock Pengaman

Perencanaan Penjualan dan Operasi

MRP I

Perbaikan Proses S&OP

Praktik-Praktik yang Sudah Menurun

Perbaikan Peramalan Permintaan secara Tradisional

Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).

2.8.2.2.Praktik-Praktik dibawah Kategori : Penjualan / Pengadaan

Tabel 2.5.Penjualan/Pengadaan

Praktik-Praktik yang Baru Muncul

Kesepakatan /Kemitraan Pemasok Jangka Panjang

Praktik-Praktik Terbaik

Klasifikasi Inventori

Alternatif Benchmaking Penyuplai

Automated Data Capture (ADC)

Audit/Kontrol terhadap Bill of Material

Inventori Konsiyansi dengan Para Penyuplai Penting

Memperluas Perencanaan Inventori melalui Kolaborasi (Penyuplai

74

Penting)

Evaluasi Pembiayaan Inventori

Menerbitkan Undang Tender (Quote)

Perencanaan Logistik&Gudang

Mempertahankan Register Risiko Rantai Suplai

Penerimaan Barang Make-to-Stock

Jumlah Penyuplai yang Optimal

Pengurutan Lini Produksi

Strategi Pembelian /Pengadaan

Kajian ketentuan dan syarat pengadaan seccara Reguler

Self-Invoicing

Pengadaan secara strategis

Evaluasi Pemasok dengan menggunakan Perangkat Evaluasi yang

kuat

Riset Pemasok

Kerja Sama Vendor

Inventori yang dikelola Vendor

Prakti-Prakti Standar

Manajemen Order Pembelian

Praktik-Praktik yang sudah Menurun

Tidak terindektifikasi

Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).

2.8.3. Praktik-Praktik dalam SCOR®

11.0. dibandingkan dengan versi

SCOR® sebelumnya

Sebagai rangkuman, perbandingan antara “Praktik-Praktik” yang

didefinisikan dalam versi SCOR®

sebelumnya dan versi 11.0 ditunjukkan sebagai

berikut.

Praktik-Praktik dalam versi SCOR®

Sebelumnya

Praktik –Praktik dalam SCOR® 11.0

75

Hanya Praktik Terbaik Jenis praktik Baru

- Praktik yang Baru Muncul

- Praktik Standar

- Praktik yang sudah Menurun

Penentuan usia praktik –

diperlukan kajian kembali

Praktik-Praktik baru

Definisi yang terbatas bagi

banyak praktik terbaik

Ditambahkan definisi dan

hubungan dengan metric untuk

semua praktik

Tidak ada informasi metric

mana yang dapat digunakan

untuk melihat perbaikan

untuk sebagian besar praktik

Klasifikasi menurut bidang

fungsional

Tabel 2.6. perbandingan versi SCOR®11 dengan versi sebelumnya, Paul

(2014)

“Sekumpulan praktik yang didefinisikan dalam SCOR®

menyediakan alternative

cara perusahaan menjalankan bisnis. Rujukan Praktik menyetarakan lanskap

persaingan. Perusahaan dapat mengadopsi dan menginternalisasikan SCOR®

dengan menambahkan prakti-prakti terbaik bagi industinya”, Paul (2014).

2.9. MENGENAL SCOR® 11.0

SCOR ®

versi 11.0 menetapkan beberapa revisi dan pembaruan dan

pembaruan seperti berikut :

2.9.1.Kerangka Proses

Model SCOR® mengintegrasikan konsep yang sudah dikenal berupa

business process reengineering (perancangan proses bisnis), benchmaking,

pengukuran proses, dan desain organisasi ke dalam sebuah kerangka lintas fungsi.

76

Gambar 2.24. Kerangka Proses,Paul (2014)

2.9.2.Metrik Biaya

Metrik level 1 baru (Total Cost to Serve – Total Biaya untuk Melayani)

digunakan untuk menggantikan metrik biaya sebelumnya dengan alasan berikut :

Metrik-metrik biaya sebelumnya membingungkan dengan menciptakan

potensi tumpang tindih.

Metrik-metrik biaya level 1 sebelum sulit untuk di-benchmark karena

definisi Harga Pokok Penjualan mungkin berbeda antar industri,

perusahaan, dan rantai suplai.

Pertimbangan ini dapat membuat keputusan rantai suplai yang didasarkan

pada Harga Pokok Penjualan menuntun ke hasil yang salah. Harga Pokok

Penjualan telah diturunkan ke metric Level 2 sebagai diagnosis bagi metrik

baru ini (Total Biaya untuk Melayani)

Metrik Biaya Level 1 yang baru ( Total biaya untuk Melayani memfokuskan

pada titik konsumsi atau penggunaan.

2.9.3.Proses Enable

Dalam SCOR® version 11 yang baru, Enable ditetapkan sebagai proses

tingakt 1, level yang sama dengan proses Plan (Perencanaan), Source

(Pengadaan), Make (Produksi), Deliver (Pengiriman), dan Return( Pengembalian).

Enable adalah Proses yang diasosiasikan dengan pembuatan, pemeliharaan

dan pemantauan informasi, hubungan , sumberdaya, aset, aturan bisnis, kepatuhan

77

terhadap regulasi dan kontrak komersial untuk mengoperasikan rantai suplai.

Proses Enable berinteraksi dengan proses lain seperti :

Proses –proses Keuangan, SDM, Teknologi Informasi

Proses-proses manajemen fasilitas

Proses-proses manajemen produksi & portofolio

Proses-proses produk dan proses-proses desain proses

Proses-proses penjualan dan dukungan

2.9.4.Praktik-praktik

SCOR® 11.0 memperkenalkan empat kualifikasi praktik : Emerging

(berkembang), Best (terbaik), Standard (Standar) dan Declining (Menurun),

yang menjelaskan bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap sebagai praktik

terbaik. Praktik di dalam SCOR® di kelompokkan menurut katergori dalam table

di bawah ini.

Kategori

Analisi / Perbaikan Proses Bisnis Perencanaan dan Peramalan

Palayanan Pelanggan

(Customer Support)

Manajemen Siklus Hidup Produk

Manajemen Distribusi Pelaksanaan Produksi

Manajemen Informasi/ Data Pembelian/ Pengadaan

Manajemen Inventori Reverse Logistics

Penanganan Materi (Material

Handling)

Manajemen Risiko/ Keamanan

Peluncuran Produk Baru Manajemen Rantai Suplai yang

Berkesinambungan

Rekayasa Desain Pesanan (ETO) Manajemen Tranportasi

Manajemen Pesanan Pergudangan

Manajemen Orang (Pelatihan)

78

Tabel 2.7. kelompok praktik dalam SCOR®

,Paul (2014).

2.10. Indikator Kinerja SCOR

Secara umum disampaikan bahwa Atribut indicator kinerja tingkat 1 sampai dengan indikator kinerja tingkat 2 SCOR dapat dilihat pada

tabel II.6. Indikator kinerja SCOR tidak selalu berhubungan dengan suatu

proses SCOR (Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali).

Tabel 2.8. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No.

Atribut Definisi Atribut Indikator

Kinerja

Tingkat 1

Indikator Kinerja Tingkat 2

1

Keandalan Rantai Pasok

(Reliability)

Kinerja rantai pasok dalam

pengiriman: produk yang

tepat, ke tempat yang tepat,

pada waktu yang tepat,

dalam kondisi dan

pengepakan yang tepat,

dalam kuantitas yang tepat,

dengan dokumentasi yang

tepat, ke pelanggan yang

tepat.

Pemenuhan Pesanan

yang Sempurna

(Perfect Order

Fulfillment)

% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full)

Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal

Komitmen dengan Pelanggan

(Delivery Performance to Customer

Commit Date)

Keakuratan Dokumen

(Documentation Accuracy)

Kondisi Sempurna (Perfect Condition)

2 Ketanggapan Rantai Pasok

(Responsiveness)

Kecepatan rantai

pasok

menyediakan

produk ke

pelanggan.

Waktu Siklus Pemenuhan

Pesanan (Order

Fulfillment Cycle Time)

Waktu Siklus Sumber / Pengadaan

(Source Cycle Time)

Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)

Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)

3

Agilitas Rantai Pasok

(Agilility)

Agilitas (ketangkasan/kegesitan)

rantai pasok dalam

menanggapi perubahan

pasar untuk mendapatkan

atau memelihara

keunggulan kompetitif.

Fleksibilitas Rantai

Pasok Bagian Atas

(Hulu) (Upside Supply

Chain Flexibility)

Fleksibilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility)

Fleksibilitas Buat Hulu (Upside

Make Flexibility)

Fleksibilitas Kirim Hulu

(Upside Deliver Flexibility)

Fleksibilitas Pengembalian

Sumber / Pengadaan Hulu

(Upside Source Return

Flexibility)

Fleksibilitas Pengembalian

Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)

Adaptabilitas Rantai

Pasok Bagian Atas

(Hulu) (Upside Supply

Chain Adaptability)

Adaptabilitas Sumber / Pengadaan

Hulu

(Upside Source Adaptability)

Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)

Adaptabilitas Kirim Hulu

(Upside Deliver Adaptability)

79

Adaptabilitas Pengembalian

Sumber / Pengadaan Hulu

(Upside Source Return

Adaptability)

Adaptabilitas Pengembalian

Pengiriman Hulu (Upside Deliver

Return Adaptability)

Adaptabilitas Rantai

Pasok Bagian Bawah

(Hilir)(Downside Supply

Chain Adaptability)

Adaptabilitas Sumber Pengadaan Hilir

(Downside Source Adaptability)

Adaptabilitas Buat Hilir

(Downside Make Adaptability)

Adaptabilitas Kirim Hilir

(Downside Deliver Adaptability)

Tabel 2.8. (Lanjutan)

No. Atribut Definisi Atribut Indikator

Kinerja

Tingkat 1

Indikator Kinerja Tingkat 2

4

Biaya Rantai Pasok

(Supply Chain Costs)

Biaya sehubungan dengan

pengoperasian rantai

pasok.

Biaya

Manajemen

Rantai Pasok

(Supply Chain

Management

Cost)

Biaya Manajemen untuk Rencana

(Management Cost to Plan)

Biaya Manajemen untuk

Sumber / Pengadaan

(Management Cost to Source)

Biaya Manajemen untuk Buat

(Management Cost to Make)

Biaya Manajemen untuk Kirim

(Management Cost to Deliver)

Biaya Manajemen untuk

Pengembalian (Management

Cost to Return)

Harga Pokok

Penjualan (Cost

of Goods Sold)

Biaya untuk Buat (Cost to Make)

5

Manajemen Aset

Rantai Pasok

(Supply Chain

Asset

Management)

Efektivitas organisasi

dalam mengelola aset

untuk mendukung

pemenuhan kebutuhan.

Hal ini mencakup

manajemen dari semua

aset: aset tidak bergerak

dan modal kerja.

Waktu Siklus

Kas- ke-Kas

(Cash-to- Cash

Cycle Time)

Jumlah Hari Penjualan Belum

Dibayar (Days Sales

Outstanding) Jumlah Hari Persediaan

untuk Suplai (Inventory

Days of Supply)

Jumlah Hari Pengadaan

Belum Dibayar (Days

Payable Outstanding)

Imbalan terhadap

Aset Tidak

Bergerak Rantai

Pasok (Return on

Supply Chain

Fixed Assets)

Pendapatan Rantai Pasok

(Supply Chain Revenue)

Harga Pokok Penjualan

(Cost of Goods Sold)

Aset Tetap Rantai Pasok

(Supply Chain Fixed Assets)

Biaya Manajemen Rantai

Pasok (Supply Chain

Management Costs)

Imbalan terhadap

Modal Kerja

(Return on

Working Capital)

Uang yang dapat Diterima

atau Penjualan yang Belum

Dibayar (Accounts

Receivable atau Sales

Outstanding)

80

Uang yang Harus Dibayarkan

atau Pembayaran yang Harus

Dilakukan (Accounts Payable

Atau Payables Outstanding)

Persediaan (Inventory)

Biaya Manajemen Rntai Pasok

(Supply Chain Management Costs)

Pendapatan Rantai Pasok

(Supply Chain Revenue)

Harga Pokok Penjualan

(Cost of Goods Sold)

Indikator kinerja tingkat 1 dan 2 di atas dapat didefinisikan lebih lanjut

sebagai berikut:

Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)

Pemenuhan Pesanan yang Sempurna merupakan persentasi pesanan yang

memenuhi kinerja penyerahan produk dengan dokumentasi lengkap dan

akurat dan tidak ada kerusakan. Bagian-bagiannya termasuk semua item dengan

kuantitasnya adalah tepat waktu berdasarkan definisi tepat waktu menurut

pelanggan, dan demikian pula dokumentasi – packing slips, bills of lading,

invoices, dan lain-lain.

Pemenuhan Pesanan yang Sempurna =

(Pesanan Total yang Sempurna) : (Jumlah Total Pesanan) X 100 %.

Suatu Pesanan adalah Sempurna jika setiap item dalam pesanan adalah

sempurna dalam hal kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktu beserta

dokumentasinya.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full)

Suatu pesanan dianggap dikirim “sepenuhnya” bila kuantitas yang diterima

pelanggan sesuai dengan kuantitas pesanan (dalam toleransi yang disetujui

bersama).

[Jumlah pesanan yang dikirim penuh] = [Jumlah pesanan yang

dikirim] x 100%

Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan

(Delivery Performance to Customer Commit Date)

Suatu pesanan dianggap dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula

dengan pelanggan bila:

• Pesanan diterima tepat waktu sebagaimana ditetapkan pelanggan

• Pengiriman dibuat ke lokasi dan entitas yang benar dari pelanggan

[Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen

semula dengan pelanggan] = [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%

Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy)

Suatu pesanan dianggap mempunyai dokumentasi yang akurat ketika yang

berikut diterima oleh pelanggan:

• Dokumen pengapalan

• Dokumen pembayaran

• Dokumen kesesuaian

• Dokumen lain yang dipersyaratkan

[Jumlah pesanan yang dikirim dengan dokumentasi akurat] =

[Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%

Dokumen pendukung pesanan mencakup:

Dokumen pengapalan:

o Slip pengepakan (Pelanggan)

o Daftar Muatan - Bill of lading (Pengangkut)

o Dokumentasi / Formulir Pemerintah atau Bea Cukai

Dokumentasi

Pembayaran:

o Faktur (Invoice)

o Perjanjian / Kontrak

Dokumen Pemenuhan

Persyaratan

o Lembar Data Keamanan

Material

Dokumen lain yang

diperlukan

o Sertifikasi Kualitas

Kondisi Sempurna (Perfect Condition)

Suatu pesanan dianggap dikirim dalam kondisi sempurna bila semua item

memenuhi kriteria berikut:

• Tidak rusak

• Memenuhi spesifikasi dan mempunyai konfigurasi benar (sebagaimana

berlaku)

• Dipasang tanpa kesalahan (sebagaimana berlaku) dan disetujui oleh

pelanggan.

• Tidak dikembalikan untuk perbaikan atau penggantian (dalam masa

garansi)

[Jumlah Pesanan Dikirim dengan Kondisi Sempurna] = [Jumlah

Pesanan Dikirim] x 100%

Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)

Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan merupakan waktu siklus aktual yang

dicapai secara konsisten untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk setiap

pesanan, waktu siklus ini mulai dari penerimaan pesanan oleh perusahaan

dan berakhir dengan penerimaan pesanan oleh pelanggan.

Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan = Waktu Siklus Sumber + Waktu

Siklus Buat + Waktu Siklus Kirim.

Indikator Tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time)

Waktu Siklus Sumber / Pengadaan ≈ (Waktu Siklus untuk Identifikasi

Sumber Pengadaan + Pilih Pemasok dan Negosiasi) + Waktu Siklus Penjadwalan

Pengiriman Produk + Waktu Siklus Penerimaan Produk + Waktu Siklus

Verifikasi Produk + Waktu Siklus Transfer Produk + Waktu Siklus Otorisasi

Pembayaran Pemasok.

Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)

Waktu Siklus Bua≈ t (Waktu Siklus Finalisasi Rekayasa Produksi)

+Waktu Siklus Penjadwalan Kegiatan Produksi + Waktu Siklus Pengeluaran

Material/Produk + Waktu Siklus Produksi dan Test

Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)

Waktu Siklus Pengiriman ≈ {[Waktu Siklus Penerimaan, Mengatur,

Memasukkan dan Validasi Pesanan + Waktu Siklus Pencadangan

Sumberdaya dan Menentukan Tanggal Pengiriman + (Waktu Siklus

Konsolidasi Pesanan + Waktu Siklus Penjadwalan Instalasi) + Waktu Siklus

Penyiapan Beban (Build Loads Cycle Time) + Waktu Siklus Menyiapkan Rute

Pengangkutan + Waktu Siklus Pilih Pengangkut dan Penilaian Angkutan], Waktu

Siklus Penerimaan Produk dari Buat/Sumber}

+ Waktu Siklus Pengambilan Produk + Waktu Siklus Pengepakan Produk

+ Waktu Siklus Muat Kendaraan dan Pembuatan Dokumentasi Pengiriman

+ Waktu Siklus Kirim Produk + (Waktu Siklus Penerimaan & Verifikasi

Produk) + (Waktu Siklus Instalasi Produk)

Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain

Flexibility)

Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah jumlah hari yang

diperlukan untuk mencapai peningkatan kuantitas sebesar 20% yang tidak

terencana dalam kuantitas yang dikirim. 20% adalah suatu angka yang diberikan

untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri 20% mungkin dalam

beberapa kasus tidak dapat dicapai, atau pada industri lain malahan terlalu

konservatif.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Fleksibilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility) Jumlah

hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana pada

kuantitas bahan baku. sebesar 20%.

Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility)

Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana

sebesar 20% pada produksi, dengan asumsi tidak ada keterbatasan bahan

baku.

Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility)

Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana

sebesar 20% dalam kuantitas yang dikirim, dengan asumsi tidak ada

keterbatasan lain.

Fleksibilitas Pengembalian Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Return

Flexibility)

Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana

sebesar 20% pada pengembalian bahan baku ke pemasok.

Fleksibilitas Pengembalian PengirimanHulu (Upside Deliver Return

Flexibility)

Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana

sebesar 20% pada pengembalian produk jadi dari pelanggan.

Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain

Adaptability)

Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah maksimum

peningkatan persentase dalam kuantitas yang dikirim yang dapat dicapai dalam

30 hari. 30 hari adalah sembarang angka yang diberikan untuk keperluan tolok

ukur. Untuk beberapa industri/organisasi mungkin dalam beberapa kasus

peningkatan kuantitas tersebut tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang

lainnya malahan terlalu lama.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability)

Penambahan dalam kuantitas pengadaan (dalam persentase) yang dapat

didukung perusahaan, dalam 30 hari.

Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)

Penambahan dalam kuantitas produksi (dalam persentase) yang dapat

didukung perusahaan, dalam 30 hari.

Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability)

Penambahan dalam kuantitas yang dikirim (dalam persentase) yang dapat

didukung perusahaan, dalam 30 hari. Adaptabilitas Pengembalian Sumber /

Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability)

Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan ke pemasok (dalam

persentase), dalam 30 hari.

Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return

Adaptability)

Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan dari pelanggan (dalam

persentase), dalam 30 hari.

Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah/Hilir (Downside Supply

Chain Adaptability)

Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir) adalah pengurangan

dalam kuantitas pesanan (dalam persentase) pada 30 hari sebelum pengiriman

dengan tanpa kerugian persediaan atau biaya. 30 hari adalah sembarang angka

yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri/organisasi

mungkin dalam beberapa kasus tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di

yang lainnya malahan terlalu lama.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability)

Pengurangan kuantitas bahan baku (dalam persentase) yang dapat

ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian

dalam persediaan atau biaya.

Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability)

Pengurangan produksi (dalam persentase) yang dapat ditanggung

perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam

persediaan atau biaya.

Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)

Pengurangan kuantitas (dalam persentase) yang dikirim yang dapat

ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian

dalam persediaan atau biaya.

Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)

Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan

tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai

pasok.

Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,

penjualan, administrasi).

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Biaya untuk Rencana (Management Cost to Plan)

Biaya untuk Rencana = Jumlah dari Biaya untuk Rencana (Rencana +

Sumber/Pengadaan + Buat + Kirim + Kembali)

Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source)

Biaya untuk Sumber/Pengadaan = Jumlah Biaya dari (Manajemen Pemasok

+ Manajemen Pengadaan Material)

- Manajemen Pemasok = perencanaan material + staf perencanaan

material + negosiasi dan kualifikasi pemasok + dll.

- Manajemen Pengadaan Material = permintaan penawaran dan

penawaran + pemesanan + penerimaan + pemeriksaan material yang

datang + penyimpanan material + otorisasi pembayaran + aturan dan

persyaratan pengadaan + pengangkutan masuk dan bea + dll.

Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make)

Jumlah biaya yang berhubungan dengan Buat.

Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver)

Biaya untuk Kirim = Jumlah biaya dari (manajemen pesanan penjualan +

manajemen pelanggan)

- Manajemen pesanan penjualan = permintaan penawaran & penawaran

+ pencatatan dan pemeliharaan pesanan + manajemen hubungan +

pemenuhan pesanan + distribusi + transportasi + pengangkutan keluar

dan bea + instalasi + akuntansi / penagihan pelanggan + pengenalan

produk baru + dll.

- Manajemen pelanggan = pembiayaan + layanan pelanggan purna jual

+ penanganan perselisihan + perbaikan di lapangan + teknologi

pendukung + dll.

Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return) Biaya

untuk pengembalian =Jumlah biaya pengembalian (ke Sumber/Pemasok +

dari Pelanggan)

- Biaya Pengembalian ke Sumber = Biaya verifikasi produk cacat + Biaya

disposisi produk cacat + Identifikasi kondisi biaya pemeliharaan,

perbaikan, pemeriksaan berat (Maintenance, Repair, Overhaul - MRO)

+ Biaya permintaan otorisasi untuk MRO + Biaya penjadwalan

pengangkutan MRO + Biaya pengembalian produk MRO

+ dll.

- Biaya untuk Pengembalian dari Pelanggan = Biaya otorisasi + Biaya

penjadwalan pengembalian + Biaya penerimaan + Biaya otorisasi

pengembalian MRO + Biaya penjadwalan pengembalian MRO + Biaya

Penerimaan MRO yang dikembalikan + Biaya transfer produk MRO +

dll.

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)

Biaya ini sehubungan dengan pengadaan bahan baku dan produksi

barang jadi. Biaya ini termasuk biaya langsung (tenaga kerja, material) dan

biaya tidak langsung (overhead).

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Biaya untuk Buat (Cost to Make)

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold - COGS) = Biaya untuk

Buat (Cost to Make).

COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya

tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.

Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time)

Waktu ini adalah yang diperlukan suatu investasi untuk mengalir kembali

ke dalam perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Untuk jasa, ini

merupakan waktu dari titik di mana perusahaan membayar untuk

sumberdaya yang dipakainya dalam pelaksanaan suatu jasa sampai waktu

perusahaan menerima pembayaran dari pelanggan untuk jasa tersebut.

Waktu Siklus Kas-ke-Kas = Jumlah Hari Suplai Persediaan + Jumlah Hari

Penjualan Belum Dibayar – Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding)

Lama waktu dari penjualan dilakukan sampai dengan uang tunai diterima

dari pelanggan. Nilai penjualan yang belum dibayar dihitung dalam hari.

Contoh: Bila penjualan senilai $5000 dilakukan per hari dan penjualan

senilai $50,000 belum dibayar, ini akan mewakili penjualan yang belum

dibayar sebesar 10 hari ($50,000/$5000).

Nama lain: Jumlah Hari Pembayaran yang akan Diterima (Days Sales in

Accounts Receivables)

Jumlah Hari Suplai Persediaan (Inventory Days of Supply) Jumlah

persediaan (stok) dihitung dalam hari dari penjualan. Hari

Persediaan = (Persediaan : Harga Pokok Penjualan ) x 365

Nama lain: Hari Biaya-Penjualan Dalam Persediaan., (Days Cost-of- Sales

in Inventory), Hari Penjualan Dalam Persediaan (Days’ Sales in Inventory)

Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding) Lama

waktu dari pengadaan material, tenaga kerja dan/atau sumber daya

konversi sampai dengan pembayaran tunai harus dilakukan dihitung dalam

hari.

Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar = [Pembayaran bruto yang harus

dilakukan (gross accounts payable) : Jumlah pengadaan tahunan bruto dari

material] x 365

Nama lain: Periode rata-rata pembayaran untuk material (Average payment

period for materials), Hari Pengadaan dalam Pembayaran yang harus

dilakukan (Days purchases in accounts payable), Hari dari Pembayaran

Terhutang dalam Pembayaran yang harus dibayar (Days’ outstanding in

accounts payable).

Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on

Supply Chain Fixed Assets)

Indikator ini mengukur imbalan yang diterima perusahaan/organisasi untuk

modal yang diinvestasikan dalam aset tidak bergerak rantai pasok. Ini

termasuk aset tidak bergerak dalam Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali.

Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok = (Pendapatan Rantai Pasok

- Harga Pokok Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : Aset Tidak

Bergerak Rantai Pasok.

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)

Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk

pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi,

putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)

COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya

tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk

Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets)

Nilai Aset Tetap Sumber/Pengadaan + Nilai Aset Tetap Buat + Nilai Aset

Tetap Kirim + Nilai Aset Tetap Kembali + Nilai Aset Tetap Rencana

Biaya Manajemen Rantai Pasok

Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan

tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai

pasok.

Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,

penjualan, administrasi).

Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)

Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital) merupakan

laba yang diperoleh sebagai hasil investasi dalam bentuk modal kerja.

Imbalan terhadap modal kerja = (Pendapatan Rantai Pasok - Harga Pokok

Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : (Persediaan + Penjualan yang

belum Dibayar – Pembayaran yang harus dilakukan)

Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:

Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar

(Accounts Receivable atau Sales Outstanding)

Jumlah dari Pembayaran yang akan diterima (accounts receivable) yang

belum diselesaikan dihitung dalam dollar.

Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan

(Accounts Payable Atau Payables Outstanding)

Dihitung dalam dollar, jumlah dari material, tenaga kerja dan/atau sumber

daya konversi yang dibeli, yang harus dibayar (accounts payable).

Persediaan (Inventory) Nilai persediaan.

Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)

Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk

pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi,

putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)

COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya

tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.

Biaya Manajemen Rantai Pasok

Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan

tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai

pasok.

Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,

penjualan, administrasi).

Indikator-indikator kinerja tersebut berhubungan dengan sudut pandang dari

sisi pelanggan dan dari sisi internal sebagai berikut:

Tabel 2.9. Atribut SCOR dari Sisi Pelanggan dan Internal (Supply Chain Council, 2008)

Ukuran Tingkat 1

Atribut

Sisi Pelanggan Sisi Internal

Keandalan

(Reliability)

Ketanggapan

(Responsiveness)

Ketangkasan

(Agility)

Biaya

(Costs)

Aset

(Asset)

Pemenuhan Pesanan yang

Sempurna (Perfect Order

Fulfillment)

V

Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan

(Order Fulfillment Cycle Time)

V

Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas

/Hulu (Upside Supply Chain

Flexibility)

V

Adaptabilitas (Kemampuan

Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Atas

/Hulu (Upside Supply Chain

Adaptability)

V

Adaptabilitas (Kemampuan

Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian

Bawah /Hilir (Downside Supply Chain

Adaptability)

V

Biaya Manajemen Rantai Pasok

(Supply Chain Management Cost)

V

Harga Pokok Penjualan (Cost of

Goods Sold)

V

Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash- to-

Cash Cycle Time)

V

Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak

Rantai Pasok (Return on Supply Chain

Fixed

Assets)

V

Imbalan terhadap Modal Kerja

(Return on Working Capital)

V

2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika

Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap

secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan

permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu

skala preferensi diantara berbagai alternatif. AHP juga banyak digunakan pada

keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan

penentuan prioritas dari strategi- strategi yang dimiliki pemain dalam situasi

konflik (Saaty, 1994).

AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan

dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada

beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :

a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang

akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah

persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika menginginkan hasil

yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak

dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan

relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya

dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena

akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam

bentuk matriks Pairwise Comparison.

c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap

matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) – nya untuk

mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada

setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus

dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1)

obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan

relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty,

1994) dalam Rahayu (2009) :

a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk

beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan kompleks.

c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak

terwujud untuk mendapatkan prioritas.

f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan

yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

h. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai

faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif

terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.

i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu

hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada

suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian

mereka melalui pengulangan.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. PENGANTAR

Penelitian ini bertujuan dalam rangka untuk mengetahui faktor yang

menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan dan

faktor yang mempengaruhi kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan

serta mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri

konstruksi perumahan, dalam bisnis proses untuk mengatasi persaingan yang

terjadi di sektor industri konstruksi perumahan dikota Padang.

Proses penelitian disajikan dengan proses penelitian yang dikembangkan

dari “Research Process Onion’, Saunders et al (2003), dengan pendekatan

penelitian secara deduktif, yaitu penelitian yang berdasarkan kepada teori-teori

yang berhubungan dengan objek penelitian. Penerapan strategi penelitian dengan

mengangkat studi kasus serta melakukan survey pada proyek-proyek industri

konstruksi perumahan yang berada di kota Padang, dimana waktu penelitian

menggunakan metode cross-sectional. Metode pengumpulan data dilakukan

dengan teknik sampling, interview dan questioners ( Gambar 3.2)

Gambar 3.2. Proses penelitian dikembangkan dari “Research Process Onion’,

Saunders et. al., (2003).

3.2. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir dalam melaksanakan tahapan penelitian diperlihatkan pada

Gambar 3.1 dimana dijabarkan langkah-langkah tahapan pelaksanaan penelitian

sesuai dengan tujuan penelitian:

Gambar 3.1. Kerangka Pikir Strategi pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai

Pasok industri konstruksi perumahan

3.2. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan penelitian deduktif bersifat deskriptif, menjelaskan situasi aktual

dan fakta- fakta yang secara umum dapat menjawab-pertanyaan siapa, apa, di

mana, kapan dan bagaimana ?

3.3. STRATEGI PENELITIAN

Strategi penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian dari setiap studi penelitian (Saunders et al., 2000), maka penulis dalam

penelitian ini akan berangkat dari:

3.3.1. Studi Kasus

Penelitian studi kasus adalah "sistematis penyelidikan peristiwa atau

serangkaian peristiwa terkait yang bertujuan untuk menggambarkan dan

menjelaskan fenomena kepentingan" (Bromley,1990). Studi kasus penelitian ini

adalah berupa proyek-proyek pada industri konstruksi perumahan yang

dikelompokan pada 3 kategori yaitu Perumahan Mewah, Perumahan Menengah,

dan Perumahan Sederhana.

3.3.2. Survey

Pemilihan metode survei dapat dilakukan dengan menggunakan interview

dan questioner yang bergantung pada faktor-faktor yang berkaitan dengan tujuan

penelitian .

3.4. WAKTU PENELITIAN

Menurut Saunders et al (2000), ada 2 Metode penelitian yaitu penelitian

deskriptif cross-sectional dan penelitian longitudinal. Peneliti memilih penelitian

cross sectional. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan januari 2016 s/d

Agustus 2016 ,karena dibulan tersebut diasumsikan kegiatan proses penjualan dan

konstruksi sedang berlansung untuk ke tiga tipe perumahan yang menjadi objek

studi kasus.

3.5. METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan metode

pengumpulan data dengan teknik Sampling, dengan memilih 10 (sepuluh) proyek-

proyek industri konstruksi perumahan dengan kategori yang berbeda yaitu: 3

perumahan mewah, 3 perumahan menengah dan 4 perumahan sederhana di kota

Padang, melakukan interview serta membuat questioner terhadap proyek-proyek

tersebut. Metode pengumpulan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Metode pengumpulan dan analisis data

No.

Tujuan penelitian

Teknik pengumpulan Data

Analisa Data

1 Menentukan Faktor-

faktor pengukuran

kinerja rantai pasok

pada industri

konstruksi perumahan

(faktor internal)

Melaksanakan studi pustaka, survey

dan wawancara untuk

mendapatkan data data sebagai

berikut:

1. Data Variation Order (VO)

dan data Change Order (CO)

2. Daftar kendala yang terjadi

selama masa pelaksanaan

3. Data Puchase Order (PO)

dalam pengadaan material

4. Data material Reject

5. Data inventory material di

gudang

6. Data Waktu tenggang

(lead time)

7. Invoice

Melakukan identifikasi

apakah indiator kinerja

Model SCOR® dapat

ditemukan dibeberapa

proyek-proyek industri

konstruksi perumahan

yang diamati.

2 Faktor-faktor yang

mempengaruhi

kinerja rantai pasok

pada industri

konstruksi perumahan

(faktor eksternal)

1. Data risalah jenis-jenis rapat

yang dilaksanakan selama

masa pembangunan

2. Data monitoring kedatangan

material

3. Data catatan hasil

pengawasan terhadap proyek

terkait inspeksi dan tes sub

Melakukan

penyesuaian indikator

kinerja baik dengan

menambahkan atau

memodifikasinya,

sehingga sesuai

dengan sistem rantai

pasok industri

kontraktor

4. Catatan keikutsertaan

subkontraktor dalam

perencanaan dan

pelaksanaan

5. Data Komplain dari owner,

kontraktor, konsumen

6. Data Kinerja supplier dalam

memenuhi jadwal

pengiriman material

7. Data Term pembayaran

konstruksi perumahan.

3 Mengembangkan

model acuan

pengukuran kinerja

rantai pasok industri

konstruksi perumahan

Mengimplementasikan Model

SCOR®

versi.11 yang

disesuaikan dengan data-data

yang telah dikumpulkan pada

studi kasus proyek-proyek

industri konstruksi perumahan.

Framework model

pengukuran kinerja

sistem rantai pasok

industri konsruksi

perumahan dengan

atribut yang

berpengaruh

terhadapnya.

3.6. PENGUMPULAN DATA

Pasca gempa September 2009, perkembangan sektor properti di sumatera

barat khususnya di kota Padang mulai menunjukan trend positif. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya perusahaan–perusahaan pengembang yang menawarkan

produk-produk properti kepada masyarakat. Produk-produk properti ini bisa

berupa perumahan, ruko, rukan dan bangunan komersial lainnya. Diantara

Produk-produk properti tersebut yang paling dominan perkembangannya adalah

sektor perumahan, baik perumahan kelas sederhana, perumahan kelas menengah

dan perumahan kelas mewah.

Data-data penelitian ini diambil dan dikumpulkan dari sektor perumahan

yang berada di kota Padang dengan klasifikasi untuk tiga kelas perumahan,

y a n g b erdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor : 01/Permen/M/2005 dan data sekunder berupa brosur perumahan,

kuisioner dan wawancara dengan pihak pengembang.Identifikasi klasifikasi

rumah dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Identifikasi Klasifikasi Rumah

Sumber : Pengolahan data perumahan di kota Padang

Pengumpulan data dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja

rantai pasok pengembangan perumahan. Pengumpulan data ini dilakukan

terhadap pengembang perumahan. Pengembang yang dipilih dalam

pengumpulan data adalah pengembang yang mengembangkan perumahan

yang melakukan pengembangan perumahan kelas sederhana, perumahan

kelas menengah dan perumahan kelas mewah. Identifikasi kinerja rantai

pasok pengembangan perumahan dilakukan juga dengan mengumpulkan

data pengadaan barang dan jasa untuk pengembangan perumahan.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan wawancara

yang disampaikan kepada pihak pengembang. Kuisinoer berisikan hal-hal yang

berhubungan dengan pengelolaan rantai pasok pada proyek industri konstruksi

perumahan. Kuisioner merupakan deskomposisi dari atribut-atribut dan indikator kinerja

yang menjadi standar pengukuran kinerja berdasarkan model pengukuran yang peneliti

kembangkan, dalam hal ini model SCOR versi 11. Kuisioner diisi berdasarkan pendapat

atau judgement dari key person yaitu orang yang terlibat dan memahami persoalan yang

dihadapi. Responden diambil dari pengembang perumahan adalah pemilik/project

manager/site manager/ marketing .Penilaian terhadap nilai responden diambil berdasarkan

nilai kepentingan yang dikelompokan atas 3 kriteria penilaian yang merupakan jumlah dari

Klasifikasi Rumah Luas Bangunan

(m2)

Luas Tanah

(m2)

Harga Jual

(Juta rupiah)

Rumah Sederhana ≤ 36 ≤ 90 30 ≤ S ≤ 150

Rumah Menengah 36 < M ≤ 120 90 < M ≤ 200 150 <M ≤ 600

Rumah Mewah > 120 > 200 > 600

hasil perbandingan nilai deskomposisi atribut-atribut dan indikator-indikator kinerja yang

telah terindentifikasi berdasarkan pengembangan model SCOR versi 11. Adapun langkah-

langkah perbandingan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut :

a) Range penilaian antara 1-10 = 1, yang berarti setara dengan

b) Range penilaian antara 15-19 = 3, yang berarti cukup diutamakan daripda

c) Range penilaian antara 19-26= 5, yang berarti diutamakan daripada

Contoh pengumpulan data dengan kuisioner yang ditujukan untuk

mengindentifikasi nilai-nilai atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok

industri konstruksi perumahan dapat dilihat pada lampiran 1dan 2.

Proyek pengembangan perumahan yang ditinjau sebagai studi kasus dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel. 3.3. Studi Kasus Perumahan Kelas Mewah

No

Nama

Proyek

Pengembangan Pengembang Pengalaman

Pengembangan

Jumlah

Unit

1.

Mega Asri

Parak

Gadang

(X1)

Jl. Parak

Gadang Depan

RSB. Siti Hawa

Mega Asri 12 (Dua Belas)

Tahun 30 Unit

2.

Alam Surya

Megah

(X2)

Jl. Raya

Benteng Cupak

Tangah Pauh 5

PT. Alam

Surya Megah

4 (Empat)

Tahun 52 Unit

3.

Green

Mutiara

( X3 )

Jl. Raya

Padang-

Indarung

PT. Gerbang

Mas Reality

7 (Tujuh)

Tahun 150 unit

Tabel.3.4. Studi Kasus Perumahan Kelas Menegah

No

Nama

Proyek

Pengembangan Pengalama

Pengembangan

Pengalaman

Pengembangan

Jumlah

Unit

1.

Jala Utama

Rindang

Alam

( Y1 )

Kel. Kampung

Baru Pauh

PT. Jala Mitra

Internusa Sejak 1997

124

Unit

2.

Griya Asri

Parak

Karakah

(Y2 )

Kubu Dalam

Parak Karakah

CV. Griya

Asri 1 ( Satu) Tahun 30 Unit

3.

Green Redist

Resident

( Y3 )

Jl. By Pass

PT. Berkah

Amanda

Sejahtera

1,5 ( Satu

Setengah)Tahun 35 Unit

Tabel.3.5. Studi Kasus Perumahan Kelas Sederhana

No

Nama

Proyek

Pengembangan Pengalama

Pengembangan

Pengalaman

Pengembangan

Jumlah

Unit

1.

Villa

Anggrek

Bulan

( Z1 )

Ulu Gadut PT. Lawis

Bangun Persada 1 ( Satu ) Tahun

163

Unit

2.

Anugerah

Kamsya

Residence

( Z2 )

Jl. Raya

Pertanian By.

Pass Lumin

No. 35

PT. Anugerah

Kamsya Utama

5 (Lima )

Tahun 43 Unit

3.

Graha Lubuk

Buaya Asri

( Z3 )

Lubuk Buaya,

Koto Tangah

PT. Graha

Indah Agung

Taqwa

6 (Enam )

Tahun 39 Unit

4.

Villa Idaman

Regency

Kel. Sungai

Sapih Kec.

Kuranji

PT. Kinaya

Mitra Mandiri

3.7. ANALISA DATA

Metode analis Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena model

SCOR merupakan salah satu metode pengukuran kinerja rantai pasok berbasis

proses yang menyediakan framework untuk memetakan proses-proses yang

terdapat dalam rantai pasok (Bolstorff dan Rosenbaum, 2003).

3.8. MODEL PENELITIAN

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan berdasarkan model

penelitian yang telah ditetapkan yaitu identifikasi kinerja rantai pasok

pengembangan industri perumahan. Identifikasi kinerja rantai pasok

pengembangan perumahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) versi

11. Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Struktur SCOR®

, Paul (2014).

3.9. PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SISTEM

RANTAI PASOK BERBASIS Supplai Chain Operations Reference (SCOR®)

versi 11.

Kinerja sistem rantai pasok diukur dengan mengaju kepada

indikator-indikator model (SCOR®) versi 11 yang diambil dari pola-

pola umum rantai pasok pengembangan perumahan kelas mewah,

kelas menengah dan kelas sederhana di kota Padang. Pola-pola

rantai pasok tersebut diadopsi dari hasil penelitian Juarti (2008),

tentang “Kajian Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan”, yang

kemudian dibandingkan dengan kondisi pola rantai pasok yang ada pada

pengembangan perumahan di kota Padang. Perbandingan ini dimaksudkan

untuk melihat kesamaan pola yang ada dengan kondisi pengembangan

perumahan di kota Padang.

Perbandingan dilakukan dengan survey dan wawancara ke objek-

objek penelitian. Sistem rantai pasok pengembangan perumahan ini

mencakup lima proses SCOR, yaitu Plan, Source, Make, Deliver dan

Return. Indikator kinerja t i n g k a t 1 ( E n a b l e ) memiliki satuan

yang berbeda-beda, oleh karena itu, diperlukan penyetaraan satuan

dengan mengubah indikator kinerja menjadi rasio (%) agar

terdapat persamaan dimensi dimana atribut akan mengikuti

menjadi rasio dan supply chain performance juga dinyatakan dalam

%. Indikator kinerja tingkat 2 tetap pada satuan semula karena

merupakan variabel yang dicari nilainya melalui pengumpulan data.

Selain itu perlu dilakukan normalisasi agar terdapat interpretasi

yang sama untuk keseluruhan indikator kinerja maupun atribut agar

nilai yang diperoleh semakin besar maka supply chain performance

akan semakin baik yaitu dengan menggunakan rumus 1/x dimana x

adalah indikator kinerja tingkat 1 yang dinormalisasi.

Tabel 3.6. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No.

Atribut Definisi Atribut

Indikator

Kinerja

Tingkat 1

Indikator Kinerja Tingkat 2

1

Keandalan Rantai Pasok

(Reliability)

Kinerja rantai pasok

dalam pengiriman:

produk yang tepat, ke

tempat yang tepat, pada

waktu yang tepat, dalam

kondisi dan pengepakan

yang tepat, dalam

kuantitas yang tepat,

dengan dokumentasi

yang tepat, ke

pelanggan yang tepat.

Pemenuhan Pesanan

yang Sempurna

(Perfect Order

Fulfillment)

% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in

Full) Kinerja Pengiriman terhadap

Tanggal Komitmen dengan

Pelanggan (Delivery

Performance to Customer

Commit Date)

Keakuratan Dokumen

(Documentation Accuracy)

Kondisi Sempurna (Perfect

Condition)

2 Ketanggapan Rantai

Pasok

(Responsiveness)

Kecepatan

rantai pasok

menyediakan

produk ke

pelanggan.

Waktu Siklus

Pemenuhan Pesanan

(Order Fulfillment Cycle

Time)

Waktu Siklus Sumber /

Pengadaan (Source Cycle Time)

Waktu Siklus Buat (Make

Cycle Time)

Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)

3

Agilitas Rantai Pasok

(Agilility)

Agilitas (ketangkasan/kegesita

n) rantai pasok dalam

menanggapi

perubahan pasar untuk

mendapatkan atau

memelihara

keunggulan

kompetitif.

Fleksibilitas Rantai

Pasok Bagian Atas

(Hulu) (Upside Supply

Chain Flexibility)

Fleksibilitas Sumber /

Pengadaan Hulu

(Upside Source Flexibility)

Fleksibilitas Buat Hulu

(Upside Make Flexibility)

Fleksibilitas Kirim

Hulu (Upside Deliver

Flexibility)

Fleksibilitas

Pengembalian Sumber /

Pengadaan Hulu (Upside

Source Return

Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)

Adaptabilitas Rantai

Pasok Bagian Atas

(Hulu) (Upside Supply

Chain Adaptability)

Adaptabilitas Sumber /

Pengadaan Hulu

(Upside Source Adaptability)

Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)

Adaptabilitas Kirim

Hulu (Upside Deliver Adaptability)

Adaptabilitas

Pengembalian Sumber /

Pengadaan Hulu (Upside

Source Return

Adaptability)

Adaptabilitas Pengembalian

Pengiriman Hulu (Upside

Deliver

Return Adaptability)

Adaptabilitas Rantai

Pasok Bagian Bawah

(Hilir)(Downside Supply

Chain Adaptability)

Adaptabilitas Sumber

Pengadaan Hilir

(Downside Source Adaptability)

Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability)

Adaptabilitas Kirim Hilir

(Downside Deliver

Adaptability)

No

.

Atribut Definisi Atribut Indikator Kinerja

Tingkat 1 Indikator Kinerja

Tingkat 2

4

Biaya Rantai Pasok

(Supply Chain Costs)

Biaya sehubungan

dengan pengoperasian

rantai pasok.

Biaya Manajemen

Rantai Pasok (Supply

Chain Management

Cost)

Biaya Manajemen untuk

Rencana

(Management Cost to Plan)

Biaya Manajemen untuk

Sumber / Pengadaan

(Management Cost to

Source)

Biaya Manajemen untuk Buat

(Management Cost to Make)

Biaya Manajemen untuk Kirim

(Management Cost to Deliver)

Biaya Manajemen untuk

Pengembalian

(Management Cost to

Return)

Harga Pokok

Penjualan (Cost of

Goods Sold)

Biaya untuk Buat (Cost to

Make)

5

Manajemen Aset Rantai

Pasok

(Supply Chain

Asset

Management)

Efektivitas organisasi

dalam mengelola aset

untuk mendukung

pemenuhan kebutuhan.

Hal ini mencakup

manajemen dari semua

aset: aset tidak bergerak

dan modal kerja.

Waktu Siklus Kas- ke-

Kas (Cash-to- Cash

Cycle Time)

Jumlah Hari Penjualan

Belum Dibayar (Days Sales

Outstanding) Jumlah Hari

Persediaan untuk

Suplai (Inventory Days

of Supply) Jumlah Hari Pengadaan

Belum Dibayar (Days

Payable Outstanding)

Imbalan terhadap Aset

Tidak Bergerak Rantai

Pasok (Return on

Supply Chain Fixed

Assets)

Pendapatan Rantai Pasok

(Supply Chain Revenue)

Harga Pokok Penjualan

(Cost of Goods Sold)

Aset Tetap Rantai Pasok

(Supply Chain Fixed Assets)

Biaya Manajemen Rantai

Pasok (Supply Chain

Management Costs)

Imbalan terhadap

Modal Kerja (Return on

Working Capital)

Uang yang dapat

Diterima atau Penjualan

yang Belum Dibayar

(Accounts Receivable

atau Sales Outstanding)

Uang yang Harus Dibayarkan

atau Pembayaran yang Harus

Dilakukan (Accounts Payable

Atau Payables Outstanding)

Persediaan (Inventory)

Biaya Manajemen Rntai Pasok

(Supply Chain Management

Costs)

Pendapatan Rantai Pasok

(Supply Chain Revenue)

Harga Pokok Penjualan

(Cost of Goods Sold)

Tabel 3.7. pengukuran kinerja industri perumahan berbasis SCOR® version 11

No. Atribut Indikator

Tingkat 1

Indikator

Tingkat 2

Normalisasi Satuan

Indikator

Tingkat 1

1. Reliability Perfect Order

Fulfillment Total Delivery - %

On

Time

Delivery

- %

2.

Responsiveness

Order

Fulfillment

Cycle Time

Source Cycle

Time Order Fulfillment Cycle Time =1x 100

%

{(Source CycleTime+Make Cycle

Time + Deliver Cycle Time) :

Standard Order Fulfillment Cycle

%

Make Cycle Time

Deliver Cycle

Time

Time}

3.

Agility

Availabe

Capacity

Available

Assembly

Capacity

- %

Available Fabrication

Capacity

- %

4.

Supply

Chain Costs

Operatig

Expenses

Marketing and Sales Expenses

Operating Expenses = 1x 100 %,

{(Marketing and Sales Expenses

+ General and Administration

Expenses) : Sales}

dimana Operating Expenses : Sales

merupakan rumus Operating Expenses

Ratio (Willis, 2003).

%

General and

Administration

Expenses

Cost of Goods

Sold

Rejection Rate of

Part/ Component Rejection Rate of Part/Component %

Production

Efficiency

- %

No. Atribut Indikato

r Tingkat

1

Indikator

Tingkat 2 Normalisasi Satuan

Indikator

Tingkat 1

5.

Supply

Ch

ain Asset

Management

Cash-to-Cash

Cycle Time

Days Sales Outstanding

Cash-to-Cash Cycle Time =

1

x 100 %

{(Days Sales Outstanding

+ Inventory Days of Supply

- Days Payable Outstanding) :

Standard Cash-to-Cash Cycle Time}

% Inventory Days of Supply

Days Payable Outstanding

Return on

Supply Chain

Fixed

Assets

Supply Chain

Revenue

-

% Cost of Goods

Sold

Supply Chain Fixed Assets

Operating

Expenses

Return on

Working Capital

Accounts

Receivable

(Sales

Outstanding)

-

%

Accounts

Payable

(Payables

Outstanding)

Inventory

Operating

Expenses

Supply Chain

Revenue Cost of Goods

Sold

Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk

mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang

memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai. Lapisan ketiga menunjukkan

elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran

inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014).

Gambar 3.2 .Tahapan Pengembangan Model Penelitian

Dalam Rangka pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai

pasok, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut;

Melakukan identifikasi apakah indikator kinerja Model SCOR® dapat

ditemukan dibeberapa proyek-proyek industri konstruksi perumahan yang

diamati.

Melakukan penyesuaian indikator kinerja baik dengan menambahkan atau

memodifikasinya, sehingga sesuai dengan sistem rantai pasok industri

konstruksi perumahan.

Membuat framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok

industri konsruksi perumahan dengan atribut yang berpengaruh

terhadapnya.

Identifikasi proses bisnis dilakukan berdasarkan framework pada model

SCOR, dimulai dengan melakukan kajian sistem amatan terlebih dahulu dan

mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait. Pemetaan proses bisnis dilakukan

berdasarkan framework SCOR mulai dari level 1 yaitu dengan memetakan siapa

saja pihak-pihak yang berada dalam rantai pasok dan proses apa saja yang

terdapat pada masing-masing entitas yang terkait dengan rantai pasok yang akan

diukur.

Model SCOR versi 11.0 memiliki enam proses utama, yaitu Plan, Source,

Make, Deliver, Return dan Enable. Dari keenam proses tersebut kemudian

masing-masing proses utama diturunkan menjadi proses proses yang lebih

spesifik pada level selanjutnya yaitu Level 2 sampai ke Level 3.

Model SCOR memiliki lima atribut kinerja yaitu Reliabilitas,

Responsifitas, Agility, Biaya dan Manajemen Aset. Atribut kinerja ini

merupakan ukuran kualitatif yang tidak dapat diukur secara langsung.

Pengukuran masing-masing atribut kinerja tersebut dilakukan dengan

menggunakan metrik performansi.

3.10. Bencmarking (Tolok Ukur )

3.10.1. Pengantar benchmaking

Pengukuran memegang peranan yang penting karena akan mempengaruhi

prilaku orang yang terlibat dalam menjalankan rantai suplai, sehingga

berdampak lansung pada keseluruhan kinerja rantai suplai.Pengukuran

kinerja memungkinkan perusahaan untuk menilai apakah rantai suplainya

menjadi lebih baik. Salah satu perangkat untuk melakukan Pengukuran

kinerja adalah dengan menggunakan metric dalam kartu SCOR®. Kartu

SCOR® memiliki karakteristik sebagai berikut :

Integrasi yang berimbang antara perspektif pelanggan (keandalan

pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal

pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal (

biaya dan efisiensi aset)

Penekanan pada hasil dalam skala perusahaan, bukan pada hasil secara

fungsional

Penekanan pada metrik –metrik utama: Kartu SCOR® terdiri dari

seperangkat metric yang lengkap dan minimal, dengan tujuan

menyediakan informasi yang cukup untuk bertindak sembari

menghindari terlalu banyak beban informasi.

Sebuah organisasi dapat mengambil manfaat benchmaking karena metode

ini mempercepat perusahaan dan restrukturisasi, dengan menggunakan praktik

yang teruji dan terbukti. Benchmaking meyakinkan skeptisme, dengan melihat

bahewa metode itu berhasil, serta mengatasi kelemahan dan sikap berpuas diri.

Metodr ini juga menciptakan rasa urgensi ketika terungkap adanya kesenjangan.

Benchmaking menuntun ke ide “ di luar kota” dengan mencari cara untuk

melakukan perbaikan di luar praktik normal industri. Metode ini memaksa

organisasi untuk menguji proses yang ada saat ini dan menuntun ke perbaikan dari

diri sendiri. Implementasi akan lebih efektif dengan keterlibatan para pemilik

proses. Benchmaking mencegah perusahaan untuk “re-inventing the wheel” dan

membuang lebih banyak waktu dan baiya ketika sesesorang lainnya mungkin

sudah melakukan dan acap kali lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.

Ada dua tipe utama benchmaking :

Benchmaking kinerja atau kuantitatif digunakan untuk

membandingkan hasil atau daya saing sebuah rantai suplai yang ada

dengan rantai suplai perusahaan lain. Umumnya keluaran (outcome)

dari benchmark ini erupa peringkat komparatif dan sering digunakan

untuk menyoroti bidang yang membutuhkan perbaikan dan studi lebih

lanjut.

Benchmark proses atau kualitatif digunakan untuk memperbaiki proses

dan operasi tertentu di dalam bisnis. Perusahaan yang dikelola secara

baik tidak sekedar menggunakan benchmark untuk menetapkan target.

Alih-alih, mereka melihat apa yang ada dibalik data kuantitatif untuk

memahami bagaimana perusahaan-perusahaan yang terbaik di

kelasnya mencapai hasil yang patut ditiru. Mereka mencoba

mengidentifikasi proses, perangkat, dan metode khusus yang

digunakan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.Untuk

memperoleh hasil terbaik, kedua jenis benchmaking itu harus

digunakan bersama. Keduanya merupakan komplemen bukan

alternatif.

3.10.2. Kebutuhan Data

Data yang dibutuhkan untuk menghitung metric SCOR level 1 berasal dari

berbagai bagian di perusahaan pengembang perumahan tersebut. Tabel

3.8.

Tabel 3.8. kebutuhan data

Atribut Sumber Potensi untuk data

Keandalan

(Reliability)

Pesanan pelanggan, dokumen pengiriman, laporan kerusakan

Responsiveness

(Responsiveness)

Pesanan Pelanggan, Dokumen Pengiriman

Fleksibilitas

(Flexibility)

Jangka waktu (lead time) & kapasitas distribusi/Transportasi,

produksi, dan Pengadaan.

Biaya(Cost) Informasi pembiayaan departemen pembelian, produksi,

penjualan, manajemen material, pengiriman, dsb.

Aset(Assets) Informasi keuangan (Laporan Neraca dan Laba Rugi

3.11. Menghitung Bobot dengan AHP

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dihitung nilai bobot yang ada

dengan menggunakan pairwise comparison pada metode AHP.

3.11.1.Indeks Konsistensi

Metode AHP harus dilengkapi dengan penghitungan Indeks Konsistensi

(Consistency Index). Setelah diperoleh indeks konsistensi, maka hasilnya

dibandingkan dengan Indeks Konsistensi Random (Random Consistency

Index/RI) untuk setiap n objek.

Tabel-3.8. memperlihatkan nilai RI untuk setiap n objek ( 2 <= n <= 10).

Prof.Saaty [Saa-80] menyusun Tabel RI diperoleh dari rata-rata Indeks

Konsistensi 500 matriks. CR(Consistency Ratio) adalah hasil perbandingan

antara Indeks Konsistensi (CI) dengan Indeks Random (RI). Jika CR <= 0.10

(10%) berarti jawaban pengguna konsisten sehingga solusi yang dihasilkanpun

optimal.

Tabel.3.8 Tabel Indeks Konsistensi Random

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

Sumber : Saaty,(1980) dalam Padmowati.E,(2009)

BAB IV

STUDI KASUS

4.1. Studi Kasus Pengembangan Perumahan

4.1.1.Perumahan Kelas Mewah

4.1.1.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang (X1)

Perumahan Mega Asri Parak Gadang, terletak di Jl. Parak Gadang,

Kecamatan Padang Timur dengan jumlah 30 unit rumah ,dikembangkan di

atas lahan dengan luas 8000 M2,dikembangkan oleh Mega Asri Group. Dalam

pembangunannya pihak pengembang memanfaatkan jasa kontraktor dan sub

kontraktor. Pengembang bertindak selaku pengawas sekaligus memasarkan

unit-unit rumah yang akan di tawarkan kepada para calon konsumen.

Pembangunan Unit-unit rumah dilaksanakan tanpa harus menunggu calon

pembeli (unit ready stok).

Gambar 4.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang,Padang(2016).

a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.1. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan

Perumahan X1

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan.

Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan

Prasarana dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain,

sedangkan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh

pengembang. Untuk Desain/Perancangan Unit- Unit Rumah dapat

dilakukan perubahan sesuai dengan keinginan pemilik rumah.

Perubahan Desain/Perancangan yang tidak diizinkan oleh

pengembang hanya perubahan Perancangan Desain tampak depan

rumah dan bentuk rumah, agar seluruh desain unit-unit rumah yang

ada pada perumahan ini seragam sesuai konsep yang ditawarkan

pengembang. Sedangkan untuk perubahan spesifikasi teknis yang

diizinkan hanya untuk material yang mutunya lebih baik daripada

yang ditawarkan oleh pengembang.

Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z1

Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang, Pemilik Rumah

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan

Umum 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Unit-unit Rumah Pengembang

Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan X1 berjumlah 3

Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2

Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam

mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan

sebagian Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor.

Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah,

Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan

Pekerjaan Unit-Unit Rumah. Seluruh Pekerjaan Unit-Unit Rumah

dilakukan oleh Pengembang untuk menjaga mutu dari unit rumah

yang akan dihasilkan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut

dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan

kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga

didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan

pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara

pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat

Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan

setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,

menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress

payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan

lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi

(owner-builder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang

melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga

kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran

berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang

diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan

tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta

operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Pagar

Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan Unit-

Unit Rumah, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk

Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok

material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok

material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah

disepakati pengembang dan pemasok material tersebut. Sedangkan

tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan

pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja

yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan

perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Unit-Unit Rumah,

pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan kontraktor

spesialis untuk pemasangan railing tangga besi, pekerjaan mekanikal

unit rumah seperti pemasangan AC dan air panas.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, Pekerjaan

Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan

Unit-Unit Rumah, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate,

yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau

koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor

dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik & PJU,

Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Sarana Olahraga dan Pekerjaan

Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak

dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan

pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan

sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap

pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang

telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut.

Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh

mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja

harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar

daerah pengembangan perumahan tersebut.

4.1.1.2.Perumahan Alam Surya Megah (X2)

Gambar 4.2. Perumahan Alam Surya Megah, Padang (2016)

a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.2. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan

Perumahan X2

Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z2

Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV),

Pemilik Rumah/ Pengembang Pekerjaan Unit-unit Rumah

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Jembatan Pengembang

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan.

Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan Prasarana

dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain, sedangkan

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh kontraktor unit

rumah. Untuk Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dapat dilakukan

perubahan sesuai dengan keinginan pemilik rumah. Perubahan

Desain/Perancangan yang tidak diizinkan oleh pengembang hanya

perubahan Perancangan Desain tampak depan rumah dan bentuk rumah,

agar seluruh desain unit-unit rumah yang ada pada perumahan ini

seragam sesuai konsep yang ditawarkan pengembang. Sedangkan untuk

perubahan spesifikasi teknis yang diizinkan hanya untuk material yang

mutunya lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pengembang.

Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam

mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang

hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Pagar

Tembok/Benteng dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk seluruh

kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan

pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang

dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan

pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara

pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat

Perintah Kerja.

Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap

kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut

cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan

menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah

kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Untuk

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV).

kontraktor unit rumah, jenis hubungan kontrak antara pengembang

dengan kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,

menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress

payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup

tugasnya adalah kontrak perencana teknis/desain/perancang &

pelaksana konstruksi (design-build).

Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut

diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja

harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar

daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja,

pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok

peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan

Pagar Tembok/Benteng dan Pekerjaan Jembatan, pengembang

melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan

pemasok material.

Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga

penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang

terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang

dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta

peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran

berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang

diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan

perumahan tersebut.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan

Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan

estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau

koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam

mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air Bersih,

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum dan Pekerjaan Taman,

masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak dalam bentuk

Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.

Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan

berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan

pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah

kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari

luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Unit-

unit Rumah terdapat juga pemasok material yang juga menyediakan

tenaga kerja dan peralatannya untuk pemasangan railing tangga besi,

pemasangan AC dan air panas.

4.1.1.3.Perumahan Green Mutiara Residence ( X3 )

Perumahan Green Mutiara berlokasi di Jl.Raya Padang-Indarung,

kecamatan Lubuk Kilangan,kota Padang. Perumahan dikembangkan diatas

lahan 2,4 Ha dengan jumlah unit sebanyak 150 unit , yang dikembangkan

oleh PT.Gerbang Mas Reality. PT. Gerbang mas Reality telah memiliki

pengalaman selama 7 tahun untuk pengembang rumah mewah di kota

padang. Pembangunan unit-unit rumah dikerjakan oleh kontraktor dan sub

kontraktor yang ditunjuk oleh pihak pengembang. Pemasaran dari unit-unit

rumah dipasarkan sendiri oleh pihak pengembang. Unit-unit rumah yang

dipasarkan telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum adanya calon pembeli

(unit ready stok).

`

Gambar 4.3. Perumahan Green Mutirara Residence, Padang(2016).

a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.3. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan

Perumahan X3

Lingkup Pekerjaan Pengembangan

Perumahan Z3 Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Saluran/Drainase

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan kontraktor persekutuan (CV)

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.

Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai

divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya

untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan,

pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan

Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Air Bersih. Pengadaan

untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan

langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi

rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor

tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan perumahan.

Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang

melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja.

Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor

berdasarkan nilai kontrak adalah Kontrak Harga Satuan (Unit Price),

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan

Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas

(PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 3 Perusahaan Kontraktor Perseroan

Terbatas (PT) Pekerjaan Sarana Perbelanjaan

Pekerjaan Sarana Peribadatan

Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas

(PT)

Pekerjaan Sarana Pendidikan Pemilik Sarana Pendidikan

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan X3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 6 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

menurut cara pembayaran adalah Pembayaran 100% dibelakang (Turn

Key) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup

tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-

builder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut

diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja

harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar

daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja,

pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok

peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.

Untuk Pekerjaan Air Bersih, pengembang melakukan hubungan

kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material.

Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran

dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap

pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan

pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah

kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari

luar daerah pengembangan perumahan tersebut.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan

Air Bersih, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu

pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi

yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi

seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh

mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.

Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan

perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan

Saluran/Drainase, masing-masing kontraktor juga melakukan hubungan

kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara

sewa.

4.1.2. Perumahan kelas Menengah

4.1.2.1. Perumahan Jala Utama Rindang Alam (Y1)

Perumahan Jala Utama Rindang Alam, merupakan tipe

pengembangan rumah kelas menengah. Perumahan berlokasi di Kelurahan

Kampung Baru Pauh. Perumahan dikembangkan oleh pengembang PT. Jala

Mitra Internusa dengan jumlah unit yang dikembangkan yaitu 124 unit pada

luas lahan 1,2 Ha. Pengembang telah memiliki pengalaman dimulai sejak

tahun 1997 (19 tahun). Pengembang bertindak selaku kontraktor

pembangunan unit rumah dan juga dibantu oleh subkontraktor-

subkontraktor sesuai bidang pekerjaannya masing-masing. Pihak

pengembang juga bertindak lansung memasarkan unit-unit rumah kepada

para calon konsumen. Unit-unit rumah yang dikembangkan oleh

pemgembang dibangunkan apabila ada konsumen yang telah membeli unit-

unit rumah yang ditawarkan ( unit indent).

Gambar 4.4. Perumahan Jala Utama Rindang Alam, Padang (2016).

a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.4. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan

Perumahan Y1

Lingkup Pekerjaan

Pengembangan

Perumahan Y1

Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Jembatan Pengembang

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y1 berjumlah 9

Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1

Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.

Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai

divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya

untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan,

pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan

Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk

seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung

dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan

pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut

dalam Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara

pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat

Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan

setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,

menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress

payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup

tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-

builder).

Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut

diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja

harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah

sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok

tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan

pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk

Pekerjaan Jembatan, pengembang melakukan hubungan kerjasama

dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan pondasi tiang pancang

dan railing besi jembatan dalam bentuk Surat Perintah Kerja. Untuk

Pekerjaan Jalan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan

subkontraktor spesialis untuk pemasangan material paving block. Untuk

Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Unit-Unit

Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan dan

Pekerjaan Sarana Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan

kontrak dengan beberapa pemasok material yang volumenya besar

seperti pemasok material pasir dan split, besi. Selain itu, pengembang

juga melakukan hubungan kontrak dengan subkontraktor spesialis untuk

pemasangan material tiang pancang untuk Pekerjaan Unit-Unit Rumah

Bertingkat dan Pekerjaan Sarana Perbelanjaan. Pembayaran dari

pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah

material yang dipesan pengembang telah dikirim.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang

juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan

pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.

Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang

bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.

Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air

Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum, Pekerjaan

Unit-Unit Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana

Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana Peribadatan dan Pekerjaan Taman,

masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam

bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok

material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material

dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati

kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja

beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran

berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang

diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan

perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan, Pekerjaan

Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, masing-

masing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok

peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.

4.1.2.2. Perumahan Griya Asri Parak Karakah ( Y2 )

Perumahan Griya Asri Parak karakah, terletak di Kubu Dalam Parak

Karakah,kecamatan Padang Timur Kota Padang. Dikembangkan oleh CV.Griya

Asri dengan jumlah unit sebanyak 30 unit diatas lahan 8000 M2. Pengembang

dalam hal ini bertindak lansung sebagai kontraktor dan supplier dibantu oleh

subkontraktor yang bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Disamping itu pengembang juga memasarkan lansung unit-unit rumah yang

mereka tawarkan kepada konsumen. Unit-unit rumah dibuatkan beberapa

sebagai rumah contoh yang kemudian pembangunan unit-unit selanjutnya

tergantung kepada konsumen yang telah membeli unit rumah kepada

pengembang ( unit indent).

Gambar 4.5. Perumahan Griya Asri Parak Karakah, Padang (2016).

a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.5. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan Perumahan Y2

Lingkup Pekerjaan

Pengembangan

Perumahan Y2

Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pengembang

Pekerjaan Jembatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan dan 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh

pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam

keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan

pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang

berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan

Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas

dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang

menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan

Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng dan

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah.

Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui

penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah

menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record

kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan

perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap

kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat

Perintah Kerja.

Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap

kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,

menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress

payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup

tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-

builder).

Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y2 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja

tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan

upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal

dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut.

Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta

operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Pagar

Tembok/Benteng dan Pekerjaan Dinding Penahan Tanah,

pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase

Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok

material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan

pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan

upah kerja harian/mingguan.

Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar

wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan

dan Pekerjaan Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat dengan cara sewa.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan

Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan

estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan

atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor

dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan,

Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum,

Pekerjaan Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Taman, masing-masing

kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase

Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.

Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan

berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan

pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah

kerja harian/mingguan. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktornya

melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta

operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah

terdapat juga subkontraktor spesialis untuk pemasangan railing tangga

besi.

4.1.2.3. Perumahan Green Redist Resident

Perumahan Green Redist Resident dikembangkan oleh PT.Berkah

Amanda sejahtera diatas lahan dengan luas 1,2 Ha yang berlokasi di

Jl.Bypass KM 6, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Jumlah unit yang

dikembangkan berjumlah 35 unit. Pengembang bertindak lansung selaku

kontraktor dan dibantu oleh subkontraktor-subkontraktor yang sesuai

bidangnya masing-masing. Pengembang juga bertindak lansung sebagai

supplier dan tim pemasaran untuk unit-unit rumah yang ditawarkan.

Pembangunan unit-unit rumah dilakukan apabila sudah ada konsumen yang

telah melaksanakan proses jual beli dengan pengembang ( unit indent).

Gambar 4.6. Perumahan Green Redist Resident, Padang(2016).

a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.6. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan

Perumahan Y3

b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh

Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Y3

Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang

Pekerjaan Jembatan Pengembang

Pekerjaan Air Bersih Pengembang

Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pengembang

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.

pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam

keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan

pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang

berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan

Desain/Perancangan Perumahan. Pada Tahap Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut

dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga

tingkat kompleksitas setiap paket pekerjaan rendah dan mampu

dikerjakan oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan

kontrak hanya untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Listrik.

Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor

tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak

antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai

kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah

pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan

pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak

pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).

Pekerjaan Unit-unit Rumah, pengembang juga melakukan

hubungan kerjasama dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan

rangka atap baja ringan. Selain melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di

atas, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu

pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi

yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam

mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Listrik, masing-masing

kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase

Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan.

Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok

materialdilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah

disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan

tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor

dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.

Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar wilayah

pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan,

kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok

peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.

4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana

4.1.3.1. Perumahan Villa Anggrek Bulan ( Z1 )

Perumahan Villa Anggrek Bulan merupakan perumahan kelas

sederhana bersubsidi yang dikembangkan oleh PT.Lawis Bangun Persada.

Perumahan dikembangkan diatas lahan 1,2 Ha dengan jumlah unit sebanyak

163 unit rumah tipe sederhana ( tipe 36/72). Pembangunan unit rumah

dilaksanakan lansung oleh pengembang dan dibantu oleh beberapa sub

kontraktor yang specialisasi dibidangnya yaitu seperti jalan dan pematangan

lahan. Pengembang membangun unit rumah contoh yang kemudian baru

berlanjut untuk membangunkan unit-unit yang lain tergantung kepada jumlah

konsumen yang telah di setujui dan akad kredit dengan bank (unit indent)

Gambar 4.7. Perumahan Villa Anggrek Bulan, Padang(2016).

a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.7. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z1

Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan X1

Pihak Yang Terlibat

Desain/Perancangan Prasarana Perumahan

Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Jembatan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 4 Perusahaan Kontraktor

Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan

Terbatas (PT)

Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

d. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh

pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam

keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan

pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang

berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan

Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas

dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang

menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan

Pematangan Tanah dan Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng.

Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui

pelelangan dengan pertimbangan 3 aspek penilaian kontraktor yaitu

harga penawaran, kemampuan finansial dan pengalaman dalam

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara

pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap

pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan

kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan

nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, berdasarkan cara pembayaran

adalah pembayaran 100% di belakang (Turn Key) dan berdasarkan

tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah

kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).

Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan Pagar

Tembok/Benteng, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam

bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan

pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan

sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap

pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan

pengembang telah dikirim.

Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan

oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja

harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari

daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut.

Pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok

peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.

4.1.3.2. Perumahan Anugerah Kamsya Residence ( Z2 )

Perumahan Anugerah Kamsya Residence dikembangkan

sebanyak 43 unit diatas lahan 8000 M2 oleh PT. Anugerah Kamsya

Utama. Perumahan berlokasi di JL. Pertanian Bypass kecamatan

Koto Tangah, kota Padang. Perumahan Anugerah Kamsya Residence

termasuk kategori perumahan sederhana tetapi tidak bersubsidi.

Pembangunan dilaksanakan langsung oleh pengembang dengan

dibantu oleh sub kontraktor. Pengembang bertindak sebagai

perencana, supplier, pengawas pelaksanaan dan sekaligus

memasarkan unit-unit rumah yang ditawarkan kepada calon

konsumen. Pengembang membangun unit rumah contoh dan

kemudian akan melaksanakan pembangunan berikutnya setelah

memiliki konsumen yang telah melaksanakan proses jual beli (unit

indent).

Gambar 4.8. Perumahan Anugerah Kamsya Residence, Padang (2016).

a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.8. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan

Perumahan Z2 Lingkup Pekerjaan Pengembangan

Perumahan Z2 Pihak Yang Terlibat

Desain/Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang

Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang

Pekerjaan Jalan Pengembang

Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pengembang

Pekerjaan Jembatan Pengembang

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Sarana Peribadatan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.

b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh

pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam

keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan

pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang

berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan

Desain/Perancangan Perumahan. Pada Tahap Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut

dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga

tingkat kompleksitas setiap pekerjaan rendah dan mampu dikerjakan

oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan kontrak hanya

untuk Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listik Pekerjaan Unit-Unit

Rumah dan Pekerjaan Sarana Peribadatan. Pengadaan untuk seluruh

kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan

pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang

dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan.

Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap

kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis

hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor

berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara

pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan

menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya

adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).

Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar

Tembok/Benteng, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase,

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan Jembatan,

pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase

Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok

material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan

pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah

kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari

daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk

Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan

Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan hubungan kontrak

dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara

sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah dan Pekerjaan Sarana

Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dalam

bentuk Purchase Order dengan pemasok material yang volumenya

besar. Pemasok material yang mengadakan hubungan kontrak dengan

pengembang terdiri dari pemasok material seperti besi, pasir, semen,

bata, split dan batu belah. Pembayaran dari pengembang terhadap

pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan

pengembang telah dikirim.

Selain melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan

Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan

Saluran/Drainase, Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan

Jembatan, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu

pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi

yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam

mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Untuk Pekerjaan Air Bersih dan Pekerjaan Listrik, Pekerjaan

Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Sarana Peribadatan, masing-masing

kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase

Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang

ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok

material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan masing-

masing kontraktor telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta

peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran

berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang

diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan

perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktor juga

melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat

beserta operatornya dengan cara sewa.

4.1.3.3. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri (Z3)

Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri terletak di kelurahan Lubuk

Buaya kecamatan Koto Tangah, yang dikembangkan oleh PT. Graha

Indah Agung Taqwa. Perumahan ini termasuk perumahan kelas sederhana

bersubsidi, yang dikembang diatas lahan 8000 M2 dengan jumlah unit

sebesar 39 unit tipe 36/72. Pengembang melaksanakan sendiri

pembangunan unit rumah dan bertindak lansung memasarkan unit rumah

kepada para calon konsumen. Pengembang membangun unit rumah

contoh dan selanjutnya akan melaksanakan pembangunan unit-unit rumah

yang lain berdasarkan jumlah konsumen yang telah melaksanakan proses

jual beli dan melunasi uang muka pembyaran kepada pengembang ( unit

Indent).

Gambar 4.9. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri, Padang (2016).

a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.9. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z3

Lingkup Pekerjaan Pengembangan

Perumahan Z3 Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan

Pengembang Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Jalan 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Saluran/Drainase

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Jembatan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum

1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Sarana Pendidikan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z3 berjumlah 3

Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8

Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.

Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai

divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya

untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu

perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan

melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor

yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan

perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan,

kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan

perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan

sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan

setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui

Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang

dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak

Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap

(progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat

dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi

(owner-builder).

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang hanya

melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan

pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.

Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang

bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.

Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan

Saluran/Drainase, Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan

Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan

Umum dan Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, Pekerjaan

Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana

Peribadatan, Pekerjaan Sarana Pendidikan dan Pekerjaan Taman,

masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk

Purchase Order dengan pemasok material.

Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga

penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor

terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo

yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut.

Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh

mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.

Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah

pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah,

Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan,

Pekerjaan Air Bersih, masing-masing kontraktor juga melakukan

hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya

dengan cara sewa.

4.1.3.4. Perumahan Villa Idaman Regency ( Z4 )

Perumahan Villa Idaman Regency dikembangkan oleh PT. Kinaya

Mitra Mandiri yang dikembangkan diatas lahan 2,6 Ha dan berlokasi di

kelurahan Sungai Sapih, kecamatan Kuranji Kota Padang. Perumahan ini

merupakan perumahan kelas sederhana bersubsidi. Pengembang bertindak

selaku perencana (konsultan), kontraktor, dan supplier serta memasarkan

lansung unit-unit rumah kepada para calon konsumen. Pengembang

menyediakan beberapa unit rumah contoh dan selanjutnya pembangunan

unit-unit rumah berikutnya dilaksanakan apabila telah ada konsumen yang

melaksanakan proses jual beli, membayar uang muka. Apabila pembayaran

dilaksanakan dengan proses kredit maka pembangunan dilaksanakan apabila

kredit calon konsumen telah disetujui oleh bank (unit Indent).

Gambar 4.10. Perumahan Villa Idaman Regency, Padang (2016).

a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Tabel 4.10. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan

Z4

Lingkup Pekerjaan Pengembangan

Perumahan X3 Pihak Yang Terlibat

Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang

Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang

Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang

Pekerjaan Pematangan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Jalan 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Saluran/Drainase

Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Jembatan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Unit-Unit Rumah 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)

Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Sarana Pendidikan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)

Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan

Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pengembang

Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z4 berjumlah 3 Perusahaan

Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8 Perusahaan

Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).

b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.

Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan

Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai

divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya

untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk

meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu

perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi

Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan

melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor

yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan

perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan,

kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan

perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan

sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan

setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui

Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang

dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak

Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap

(progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat

dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi

(owner-builder).

Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang hanya

melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan

pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.

Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang

bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.

Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

dilakukan secara rutin setiap hari.

c. Hubungan Kontraktor Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam

Pengembangan Perumahan

Pekerjaan pematangan tanah, pekerjaan jalan, pekerjaan

saluran/drainase, pekerjaan dinding penahan tanah, pekerjaan

jembatan,pekerjaan air bersih, pekerjaan listrik dan penerangan jalan

umum dan pekerjaan telepon, pekerjaan unit-unit rumah, pekerjaan

sarana olahraga, pekerjaan sarana perbelanjaan, pekerjaan sarana

peribadatan, pekerjaan sarana pendidikan dan pekerjaan taman, masing-

masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk

Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material

ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.

Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan

berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan

pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan

kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah

kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari

daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk

pekerjaan pematangan tanah, pekerjaan jalan, pekerjaan saluran/drainase,

pekerjaan jembatan, pekerjaan air bersih, masing-masing kontraktor juga

melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta

operatornya dengan cara sewa.

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1. ANALISA IDENTIFIKASI KINERJA RANTAI PASOK

Berdasarkan data-data yang diperoleh maka untuk identifikasi kinerja

rantai pasok pada industri konstruksi perumahan dimulai dari penentuan pola-

pola rantai pasok dari ketiga kelas perumahan yaitu pola rantai pasok perumahan

kelas mewah, pola rantai pasok perumahan kelas menengah dan pola rantai

pasok perumahan kelas sederhana. Pola-pola rantai pasok dikembangkan dari

penelitian Juarti (2008), tentang “Kajian pola rantai pasok pengembangan

perumahan.”

Berdasarkan pola-pola yang terdapat pada penelitian Juarti (2008), di

indentifikasi kesamaan pola-pola rantai pasok yang ada dengan pola-pola rantai

pasok para pengembang perumahan di kota Padang. Indentifikasi pola dilakukan

dengan survey dan wawancara dengan para pengembang perumahan kelas

mewah, pengembang perumahan kelas menengah dan pengembang perumahan

kelas sederhana.

Pola umum rantai pasok pada perumahan kelas mewah menggambarkan

hubungan antara pengembang perumahan kelas mewah dengan kontraktor

pelaksana pembangunan unit rumah, konsultan desain dan pemilik rumah

(konsumen) dengan hubungan yang berhirarki secara jelas serta diatur dengan

kontrak. Aliran barang dan jasa juga berhirarki secara jelas, dimana pihak

pengembang bertindak sebagai puncak hirarki dari aliran informasi rantai pasok

industri konstruksi perumahan yang dikembangkan. Pengembang tidak bertindak

sebagai kontraktor pembangunan unit rumah, dijelaskan pada gambar 5.1.

Pengembang Perumahan mewah Pihak yang melakukan :

- Desain/Perancangan Prasaran

Perumahan

- Desain/Perancangan Sarana

Perumahan

- Pengawasan Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan

Pemilik Rumah

Pemilik Rumah

Kelas Mewah

Konsultan Desain

Unit –unit Rumah

Kontraktor

Prasarana

Perumahan

Kontraktor Pematangan Tanah,pagar

tembok/ Benteng dan Jalan

Kontraktor

Saluran/

Drainase

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Kontraktor

Sarana

Perumahan

Kontraktor

Sarana

Olahraga

Kontraktor

Sarana

Perbelanjaan

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah

Pemasok Material

Unit –unit Rumah

Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah

Pemasok Tenaga

Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah

sub kontraktor

spesialis

Hubungan Pasokan Barang dan Jasa

Hubungan Kontrak

Gambar 5.1. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Mewah (Juarti,2008)

Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas menengah

menggambarkan hubungan antara pengembang dengan konsultan desain,

kontraktor dan pemilik rumah. Dimana pengembang tidak hanya menjadi

puncak hirarki dari aliran barang dan jasa antara kontraktor dan supplier tetapi

pengembang juga menjadi pusat aliran informasi barang dan jasa antara

kontraktor dan supplier. (gambar 5.2.)

Kontraktor

Jembatan, Listrik

& PJU

Kontraktor

Air Bersih

Kontraktor

Jaringan

Telephone

Kontraktor

Sarana

Pribadatan

Kontraktor

Taman

Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga

Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga

Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok tenaga

kerja

Unit –unit Rumah Subkontrak

spesialis

Pemasok tenaga

kerja

Unit –unit Rumah

Pemasok Material

Unit –unit Rumah

Pemasok tenaga

kerja

Unit –unit

Rumah

Pemasok Material

Unit –unit Rumah

Pengembang Perumahan menengah

Pihak yang melakukan : - Desain/Perancangan Prasaran

Perumahan - Desain/Perancangan Sarana

Perumahan - Pengawasan Pelaksanaan

Konstruksi Perumahan

Pemilik Rumah

Pemilik Rumah

Kelas Menengah

Konsultan

Desain

Prasarana &

Sarana

Perumahana

Kontraktor

Prasarana

Perumahan

Kontraktor Pagar

Tembok/Benteng &

Dinding Penahan

Tanah

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Kontraktor

Sarana

Perumahan

Hubungan Pasokan Barang dan Jasa

Hubungan Kontrak

Gambar 5.2. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Menengah

(Juarti,2008)

Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas sederhana

mengambarkan bahwa pengembang bertindak sebagai pusat dari aliran

informasi ,jasa dan barang . Kondisi ini menjelaskan bahwa pengembang

bertindak selaku konsultan sekaligus kontraktor yang berhubungan lansung

dengan supplier sekaligus berhubungna lansung dengan konsumen dalam

mengembangkan unit-unit rumah yang akan dikembangkan. (gambar 5.3.)

Kontraktor

Jalan

Kontraktor

Saluran

/Drainase

Kontraktor

Jembatan

Kontraktor Air

Bersih

Kontraktor Air

Bersih

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan

Unit –unit Rumah

Pemasok Tenaga Kerja Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja

Kontraktor

Sarana

Olahraga

Kontraktor

Taman

Pemasok

Material

Unit –unit

Rumah Pemasok

Tenaga Kerja

Pemasok

Material

Unit –unit

Rumah Pemasok

Tenaga Kerja

Pemasok Material

Unit –unit Rumah

Pengembang Perumahan sederhana

Pihak yang melakukan :

- Desain /Perancangan Prasarana Perumahan - Desain/Perancangan Unit-unit Rumah - Desain /Perancangan Sarana Perumahan - Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Perumahan

meliputi : Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan

- Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan

Pemilik Rumah

Pemilik

Rumah Kelas

Sederhana

Hubungan Pasokan Barang dan Jasa

Hubungan Kontrak

Gambar 5.3. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Sederhana

(Juarti,2008)

5.2. ANALISIS MODEL

Menurut model SCOR® version 11, evaluasi kinerja dilakukan dengan

menilai parameter-parameter kinerja, bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe

elemen: Atribut Kinerja dan Metrik. Atribut kinerja adalah pengelompokan

metrik yang digunakan untuk menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat

diukur, melainkan digunakan untuk menentukan arah strategi.

Atribut dari sisi pelanggan

1. Keandalan (Reliability)

2. Ketanggapan (Responsiveness)

3. Ketangkasan (Agility)

Atribut dari sisi internal

4. Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs)

5. Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)

Kontraktor Air

Bersih

Kontaktor

Listrik

Kontraktor

Unit-unit

Rumah&

Sarana

Pribadatan

Pemasok

Material Pemasok

Peralatan

Pemasok

Tenaga

Kerja

Pemasok Material

Pemasok Material

Pemasok Peralatan

Pemasok Tenaga Kerjal

Pemasok Peralatan

Pemasok Tenaga Kerja

Pemasok Material

Pemasok Tenaga Kerjal

Lima atribut kinera model SCOR®

ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Keandalan (Reliability)

Realibility, atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam

suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan

menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan

berfokus pada kemampuan memprediksi hasil dari sebuah proses. Metric

keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja

utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan

Pesanan yang sempurna).

Kecepatan dalam merespons (Responsiveness)

Atribut Responsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan

seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang

konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan

kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh

metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah

Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan

dalam merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.

Ketangkasan (Agility)

Atribut agility, atau ketangkasan, menyatakan kemampuan merespons

perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal

mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga,

penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme,

ketersediaan perangkat keuangan (ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja.

Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan

Adaptability (kemampuan adaptasi). Ketangkasan adalah atribut yang berfokus

pada konsumen.

Biaya (Cost)

Cost atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya

menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya

tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR®

utama dalam atribut ini adalah Total Cost to Serve (biaya pelayanan total). Biaya

pelayanan total adalah metric yang berfokus pada konsumen, karena mengukur

biaya yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam

atribut biaya (Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost),

lebih berorientasi pada produk. Metrik baru ini memungkinkan perusahaan

membangun profit berdasarkan konsumen atau segmen.

Manajemen Aset (Asset Management)

Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset

secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan

inventori serta penentuan produksi sendiri atau sub kontak (insource vs

otusource). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang berfokus pada internal.

Atribut dari sisi pelanggan merupakan atribut yang berkaitan dengan

kepentingan pelanggan. Sedangkan atribut dari sisi internal adalah atribut yang

berkaitan dengan kepentingan perusahaan, walaupun pada akhirnya juga

berdampak pada kepentingan pelanggan bila dapat dicapai biaya yang efisien

dalam rantai pasok.

Indikator kinerja strategis tingkat 1 adalah suatu perhitungan dimana suatu

perusahaan dapat mengukur seberapa sukses mereka dalam mencapai posisi yang

diinginkan dalam pasar kompetitif. Metrik tingkat1 diperoleh dari perhitungan

tingkat lebih rendah dan merupakan ukuran tingkat tinggi yang dapat melintasi

banyak proses SCOR®.

Dalam pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai pasok

berbasis SCOR®, terdapat indikator-indikator kinerja SCOR® yang sudah diterapkan,

belum diterapkan dan ada yang diusulkan untuk diganti dengan indikator kinerja lain

dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang kemudian ditetapkan berdasarkan

standar skala Supply Chain Performance sebagai berikut:

Tabel 5.1. Skala Supply ChainPerformance

Skala TingkatKinerja

90% -100% Excellent

80% -89% Satisfactory

60% -79% Improvement

<60% Unsatisfactory

Sumber: Pengembangan model sistem pengukuran Rantai Pasok (Rahayu,2009).

5.3. ANALISA DATA

5.3.1. Analytic Hierarchy Process

Dalam menentukan tingkat kepentingan atribut dan indikator kinerja

dilakukan pengumpulan data perbandingan berpasangan dengan menyebarkan

kuesioner. Kuesioner diisi berdasarkan judgement atau pendapat dari para

responden yang dianggap sebagai key person yaitu orang yang terlibat dan

memahami permasalahan yang dihadapi. Responden yang terpilih pada

penelitian ini adalah pengembang perumahan kelas mewah (3 responden),

pengembang perumahan kelas menengah (3 responden) dan pengembang

perumahan kelas sederhana (4 responden). Tahapan pembobotan dapat dilihat

pada Lampiran.

Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja

menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.

Tabel 5.26. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan

indikator kinerja

No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot

1. Reliability (a1) 0.346 Total Delivery (c1) 0.75

On Time Delivery (c2) 0.245

2. Resposiveness (a2) 0.275 Source Cycle Time (d1) 0.44

Make Cycle Time (d2) 0.37

Delivery Cycle Time (d3) 0.17

3. Agility (a3) 0.177 Available Assembly

Capacity (e1)

0.675

Available Fabrication

Capacity (e2)

0.315

4. Supply Chain Costs (a4) 0.125 Rejection Rate of

Part/Component (f1)

0.79

Production Efficiency (f2) 0.2

5. Supply Chain Asset

Management (a5)

0.075 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.64

Return on Supply Chain

FixedAsset (b2)

0.24

Return on Working Capital (b3) 0.11

Sumber: Pengolahan data

5.3.1.1. Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1

A. Menentukan Reliability (RL)

Diketahui :

- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh x

100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 29 x 100 % = 96%

30

- On Time Delivery (RL22)

= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal

komitmen semula dengan pelanggan x 100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 27 x 100 % = 90%

30

Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)

RL = RL1

Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery

(RL21))

+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))

RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)

RL1 = ( 0.75 x 0.96 ) + ( 0.245 x 0 . 9 ) = 0.94

B. Menentukan Responsiveness (RS)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Source Cycle Time (RS21)

- Make Cycle Time (RS22)

- delivery Cycle Time (RS23)

1 Bulan

12 Bulan

3 Bulan

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)

RS = RS1

Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))

+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make

Cycle Time (RS23))

RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)

RL1 = ( 0.44 x 0.083 ) + ( 0.37 x 1 ) + ( 0.17 x 0 . 2 5 ) = 0.45

C. Menentukan Agility (AG)

Diketahui :

- Available Assembly Capacity (AG21)

= Overhead Waktu Pengadaan x 100%

Total hari

= 30 x 100 % = 25%

120

- Available Fabrication Capacity (AG22)

= Waktu perawatan x 100%

Total hari

= 90 x 100 % = 90%

120

Agility (AG) = Available Capacity (AG1)

AG = AG1

Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly

Capacity

(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))

AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)

AG1 = (0.675 x 0.25) + (0.315 x 0.75) = 0.39

D. Menentukan Supply Chain Cost (CO)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Rejection Rate of Part/

Component (CO21)

- Production Efficiency (CO22)

0.1

0.9

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)

CO = CO1

Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of

Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x

Production Efficiency (CO22))

CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)

CO1 = (0.79 x 0.1) + (0.2 x0.9 ) = 0.259

E. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Days Sales Outstanding (AM21) 15 hari

- Inventory Days of Supply (AM22)

- Days Payable Outstanding (AM23)

- Supply Chain Revenue (AM24)

- Supply Chain Fixed Assets (AM25)

- Cost of Goods Sold (CO1)

- Accounts Receivable (AM26)

- Accounts Payable (AM27)

- Inventory (AM28)

240 hari

30 hari

70 %

1.6 %

25.9 %

70 %

60%

16 %

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)

+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding

(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23

AM11 = 15 hari + 240 hari - 30 hari = 225 hari

= 225 = 61.6 % ≈ 0.616

365

Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain

Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating

Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)

AM12 = (AM24 - CO1) : AM25

AM12 = (70% - 25.9 %) : 1.6% = 27.5 % ≈ 0.275

Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue

(AM24))

- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :

(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts

Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 –

AM27)

AM13 = (70 % – 25.9 %) : (70 % + 16 % – 60 %) = 1.69 % ≈

0.0169

Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +

(bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets

(AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital

(AM13))

AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)

AM = (0.647 x 0.616) + (0.24 x 0.275) + (0.11 x 0.0169) = 0.457

5.3.1.2. Perhitungan Supply Chain Performance

Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk pengembang

perumahan kelas mewah dilakukan dengan nilai kinerja dikonversikan

menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.27. Supply Chain Performance

ATRIBUT

Bobot ATRIBUT TOTAL

(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja

Reliability 0.94 0.346 0.325

Responsiveness 0.45 0.275 0.124

Agility 0.39 0.177 0.069

Supply Chain Costs

0.259 0.125 0.033

Supply Chain Asset Management

0.457 0.075 0.034

SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0,585 ≈ 59

KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.59 x 100% = 59 %

Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja

menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.

Tabel 5.52. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan

Indikator Kinerja No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot

1. Reliability (a1) 0.334 Total Delivery (c1) 0.45

On Time Delivery (c2) 0.54

2. Resposiveness (a2) 0.269 Source Cycle Time (d1) 0.41

Make Cycle Time (d2) 0.26

Delivery Cycle Time (d3) 0.17

3. Agility (a3) 0.229 Available Assembly

Capacity (e1)

0.71

Available Fabrication

Capacity (e2)

0.28

4. Supply Chain Costs (a4) 0.120 Rejection Rate of

Part/Component (f1)

0.8

Production Efficiency (f2) 0.18

5. Supply Chain Asset

Management (a5)

0.046 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.57

Return on Supply Chain

FixedAsset (b2)

0.37

Return on Working Capital (b3) 0.11

Sumber: Pengolahan data

1. Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1

F. Menentukan Reliability (RL)

Diketahui :

- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh

x100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 17 x 100 % = 48.57%

35

- On Time Delivery (RL22)

= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal

komitmen semula dengan pelanggan x 100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 10 x 100 % = 28.57%

35

Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)

RL = RL1

Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery

(RL21))

+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))

RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)

RL1 = ( 0.45 x 0.4857 ) + ( 0.21 x 0 . 2 8 5 7 ) = 0.28

G. Menentukan Responsiveness (RS)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Source Cycle Time (RS21)

- Make Cycle Time (RS22)

- delivery Cycle Time (RS23)

4 Bulan

12 Bulan

2 Bulan

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)

RS = RS1

Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))

+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make

Cycle Time (RS23))

RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)

RL1 = ( 0.41 x 0.33 ) + ( 0.33 x 1 ) + ( 0.26 x 0 . 1 6 ) = 0.51

H. Menentukan Agility (AG)

Diketahui :

- Available Assembly Capacity (AG21)

= Overhead Waktu Pengadaan x 100%

Total hari

= 7 x 100 % = 23%

30

- Available Fabrication Capacity (AG22)

= Waktu perawatan x 100%

Total hari

= 15 x 100 % = 50%

30

Agility (AG) = Available Capacity (AG1)

AG = AG1 .... (IV.7)

Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly

Capacity

(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))

AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)

AG1 = (0.71 x 0.23) + (0.28 x 0.5) = 0.303

I. Menentukan Supply Chain Cost (CO)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Rejection Rate of Part/

Component (CO21)

- Production Efficiency (CO22)

0.2

0.8

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)

CO = CO1

Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of

Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x

Production Efficiency (CO22))

CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)

CO1 = (0.8 x 0.2) + (0.18 x0.8) = 0.304

J. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Days Sales Outstanding (AM21)

- Inventory Days of Supply (AM22)

- Days Payable Outstanding (AM23)

- Supply Chain Revenue (AM24)

- Supply Chain Fixed Assets (AM25)

- Cost of Goods Sold (CO1)

- Accounts Receivable (AM26)

- Accounts Payable (AM27)

- Inventory (AM28)

30 hari

360 hari

240 hari

62 %

19 %

38 %

50 %

50%

5 %

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)

+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding

(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23

AM11 = 30 hari + 360 hari - 240 hari = 150 hari

= 150 = 41 % ≈ 0.41

365

Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain

Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating

Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)

AM12 = (AM24 - CO1) : AM25

AM12 = (62% - 38%) : 19% = 1.26% ≈ 0.126

Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue

(AM24))

- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :

(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts

Payable (AM27))

AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 – AM27)

AM13 = (62 % – 38 %) : (50 % + 5 % – 50 %) = 4.8 % ≈

0.048

Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +

(bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets

(AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital

(AM13))

AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)

AM = (0.57 x 0.41) + (0.37 x 0.126) + (0.11 x 0.048) = 0.29

2. Perhitungan Supply Chain Performance

Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk

pengembang perumahan kelas menengah dilakukan dengan nilai kinerja

dikonversikan menjadi 100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.53. Supply Chain Performance

ATRIBUT

Bobot ATRIBUT TOTAL

(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja

Reliability 0.28 0.334 0.093

Responsiveness 0.51 0.269 0.137

Agility 0.303 0.229 0.069

Supply Chain Costs

0.304 0.120 0.036

Supply Chain Asset

Management

0.29 0.046 0.013

SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.348

KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.348 x 100% = 34.8 %

Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja

menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.

Tabel 5.78. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan

Indikator Kinerja

No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot

1. Reliability (a1) 0.265 Total Delivery (c1) 0.88

On Time Delivery (c2) 0.12

2. Resposiveness (a2) 0.331 Source Cycle Time (d1) 0.44

Make Cycle Time (d2) 0.33

Delivery Cycle Time (d3) 0.21

3. Agility (a3) 0.190 Available Assembly

Capacity (e1)

0.75

Available Fabrication

Capacity (e2)

0.25

4. Supply Chain Costs (a4) 0.141 Rejection Rate of

Part/Component (f1)

0.71

Production Efficiency (f2) 0.29

5. Supply Chain Asset

Management (a5)

0.071 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.5

Return on Supply Chain

FixedAsset (b2)

0.33

Return on Working Capital (b3) 0.16

Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1

1. Menentukan Reliability (RL)

Diketahui :

- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh

x100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 90 x 100 % = 80%

112

- On Time Delivery (RL22)

= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal

komitmen semula dengan pelanggan x

100%

Jumlah pesanan yang dikirim

= 80 x 100 % = 71%

112

Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)

RL = RL1

Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery

(RL21))

+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))

RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)

RL1 = ( 0.88 x 0.80 ) + ( 0.12 x 0 . 7 1 ) = 0.789

K. Menentukan Responsiveness (RS)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Source Cycle Time (RS21)

- Make Cycle Time (RS22)

- delivery Cycle Time (RS23)

1 Bulan

6 Bulan

1 Bulan

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)

RS = RS1

Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))

+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x delivery

Cycle Time (RS23))

RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)

RL1 = ( 0.44 x 0.166 ) + ( 0.23 x 1 ) + ( 0.21 x 0 . 1 6 6 ) =

0.337

L. Menentukan Agility (AG)

Diketahui :

- Available Assembly Capacity (AG21)

= Overhead Waktu Pengadaan x 100%

Total hari

= 25 x 100 % = 83%

30

- Available Fabrication Capacity (AG22)

= Waktu perawatan x 100%

Total hari

= 15 x 100 % = 50%

30

Agility (AG) = Available Capacity (AG1)

AG = AG1 ....

(IV.7)

Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly

Capacity

(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))

AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)

AG1 = (0.75 x 0.8) + (0.25 x 0.5) = 0.725

M. Menentukan Supply Chain Cost (CO)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Rejection Rate of Part/

Component (CO21)

- Production Efficiency (CO22)

0.05

0.95

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)

CO = CO1

Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of

Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x

Production Efficiency (CO22))

CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)

CO1 = (0.71 x 0.05) + (0.29 x0.9 5) = 0.311

N. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)

Diketahui :

Indikator Kinerja 2 Nilai

- Days Sales Outstanding (AM21)

- Inventory Days of Supply (AM22)

- Days Payable Outstanding (AM23)

- Supply Chain Revenue (AM24)

- Supply Chain Fixed Assets (AM25)

- Cost of Goods Sold (CO1)

- Accounts Receivable (AM26)

- Accounts Payable (AM27)

- Inventory (AM28)

15 hari

120 hari

15 hari

60 %

1.87 %

40 %

90 %

15 %

18 %

Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner

Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)

+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding

(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23

AM11 = 15 hari + 120 hari - 15 hari = 120 hari

= 120 = 32.8 % ≈ 0.328

365

Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain

Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating

Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)

AM12 = (AM24 - CO1) : AM25

AM12 = (60% - 40 %) : 1.87% = 10.69 % ≈ 0.106

Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue

(AM24))

- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :

(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts

Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 –

AM27)

AM13 = (60 % – 40 %) : (90 % + 18 % – 15 %) = 0.21 % ≈

0.0021

Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +

(bobot

(b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12))

+ (bobot (b3) x Return on Working Capital (AM13))

AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)

AM = (0.55 x 0.328) + (0.33 x 0.106) + (0.11 x 0.0021) = 0.215

1. Perhitungan Supply Chain Performance

Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk

pengembang perumahan kelas sederhana dilakukan dengan nilai kinerja

dikonversikan menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.79. Supply Chain Performance

ATRIBUT

Bobot ATRIBUT TOTAL

(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja

Reliability 0.789 0.265 0.205

Responsiveness 0.337 0.331 0.111

Agility 0.725 0.190 0.137

Supply Chain Costs

0.311 0.141 0.043

Supply Chain Asset

Management

0.215 0.071 0.015

SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.511

KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.511 x 100% = 51,1%

5.4. ANALISIS KINERJA

5.4.1. Analisis kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan

Pelangan

Atribut dari sisi kepentingan pelangan adalah :

o Reliability

o Responsiveness, dan

o Agility

dengan analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut :

5.4.1.1. Reliability

Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 1

yaitu Perfect Order Fulfilment yang mempersentasekan

kinerja yang sama dengan Reliability

Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 2

yaitu:

Total delivery, dan

On Time delivery

Tabel 5.80. Kinerja Reliability

Atribut Perumahan

Mewah

Perumahan

Menegah

Perumahan

Sederhana

Reliability 0.31 0.09 0.205

Sumber : Pengolahan data

Perumahan mewah memiliki nilai kinerja Reliability

tertinggi (0.31), diikuti dengan Perumahan Sederhana

(0.205) dan yang paling rendah adalah Perumahan

Menengah (0.09). Nilai Reliabilty menjelaskan tentang

kemampuan Pengembang Perumahan memenuhi kebutuhan

konsumen secara cepat dan tepat, dengan kondisi yang

tepat.

Pengembang perumahan mewah di Kota Padang

dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen

terlebih dahulu menyiapkan unit-unit rumah yang ada

(ready stok) meskipun belum ada pesanan dari konsumen,

sehingga konsumen bisa dengan lebih mudah untuk

memilih dan melihat secara utuh produk perumahan yang

akan mereka beli. Kondisi ini membuat nilai Relialibility

perumahan mewah menjadi tinggi (0.31).

Sedangkan pada perumahan sederhana yang

ditujukan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan

rendah dan dalam proses pengadaannya di bantu oleh

pemerintah, membuat pengembang lebih mudah dalam

mengembangkan lahannya. Ketersediaan konsumen yang

menjadi prasyarat utama untuk mendapatkan bantuan

pemerintah membuat pengembang rumah sederhana

memiliki kepastian unit-unit rumah yang akan mereka

bangun. Berdasarkan kapasitas jumlah konsumen yang

telah ada pengembang perumahan sederhana baru

menyiapkan unit-unit rumahnya. Kondisi ini membuat nilai

Reliability perumahan sederhana cukup tinggi (0.205).

Sebaliknya pada perumahan menengah yang

memiliki segmen pasar yang belum pasti sehingga dalam

membangun unit-unit rumah yang mereka tawarkan

menunggu konsumen yang berminat baru kemudian

membangunkhan unit-unit rumahnya sistem ini lebih

dikenal dengan sistem indent. Kondisi ini berpengaruh

besar terhadap nilai Reliability yang rendah(0.09).

Nilai Reliability pada rantai pasok industri

konstruksi perumahan dipengaruhi oleh kemampuan untuk

menyelesaikan produk (unit-unit rumah ) terhadap jumlah

pesanan (perfect order fulfillment ) waktu pelaksanaan (

total delivery time) dan ketepatan waktu penyelesaian (on

time delivery).

5.4.1.2. Responsiveness

Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja

tingkat 1 yaitu Order Fulfilment Cycle Time yang

mempersentasekan kinerja yang sama dengan

Responsiveness

Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja

tingkat 2 yaitu :

Source Cycle Time

Make Cycle Time

Delivery Cycle Time

Tabel 5.81. Kinerja Responsiveness

Atribut Perumahan

Mewah

Perumahan

Menegah

Perumahan

Sederhana

Responsiveness 0.133 0.133 0.107

Sumber : Pengolahan data

Pengembang perumahan di kota padang dalam

menyediakan unit-unit rumah baik itu untuk perumahan

mewah, perumahan menengah dan perumahan sederhana

menggunakan metode konstruksi dan spesifikasi teknik

yang umum dan juga memanfaatkan teknologi dan bahan

material bangunan yang standar ,hal ini membuat waktu

penyelesaian setiap unit rumah untuk tipe yang sama

mempunyai rentang waktu yang hampir sama.

Kinerja Responsiveness Perumahan Mewah (0.133),

Perumahan Menengah (0.133), dan Perumahan Sederhana

(0.107), menunjukan nilai yang hampir sama. Hal ini

menggambarkan kemampuan pengembang perumahan di

Kota Padang, baik itu pengembang perumahan mewah,

menengah dan pengembang perumahan sederhana dalam

menyediakan produk ke pelanggan memiliki waktu yang

sama dalam hal pengadaan (Source Cycle Time), kemudian

pembuatan unit-unit rumah (make cycle time ) dan waktu

untuk mendelivery ( menjual unit-unit rumah ) untuk tipe

rumah yang sama.

Nilai Responsiveness pada rantai pasok industri

konstruksi perumahan dipengaruhi oleh waktu pengadaan

produk (source cycle time), pembuatan/pelaksanaan

konstruksi (make cycle time) dan waktu penjualan (delivery

cycle time).

5.4.1.3. Agility

Atribut Agility mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu

Available Capacity yang mempersentasekan kinerja yang

sama dengan Agility

Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Agility adalah :

Available Assembly Capacity

Available Fabrication Capacity

Tabel 5.82. Kinerja Agility

Atribut Perumahan

Mewah

Perumahan

Menegah

Perumahan

Sederhana

Agility 0.08 0.069 0.130

Sumber : Pengolahan data

Perumahan kelas mewah memiliki kapasitas

ketersediaan unit rumah yang besar ( unit ready stok) dan

kapasitas pembangunan unit rumahnya juga tinggi terhadap

ketersediaan unit yang ditawarkan. Perumahan kelas

menengah mempunyai kapasitas ketersediaan unit rumah

yang relative tidak ada ( unit indent) dan kapasitas

pembangunan unit-unit rumahnya sangat bergantung

kepada ketersediaan/pemesanan konsumen. Perumahan

kelas sederhana memiliki kapasitas ketersediaan unit

rumahnya juga rendah (unit indent) tetapi mempunyai nilai

kapasitan pembangunan unit-unit rumahnya yang tinggi

,karena telah memiliki konsumen yang telah pasti.

Nilai Kinerja Ketangkasan (Agility) pengembang

perumahan kelas mewah dalam menghadapi perubahan

pasar adalah rendah (0.08), sehingga sulit untuk merespon

perubahan dari keinginan konsumen (pasar). Pengembang

perumahan mewah tidak dapat dengan mudah menerima

keinginan konsumen untuk mengubah produk dan

spesifikasi unit rumahnya. Hal ini disebabkan karena

pengembang telah membangun unit-unit rumah (ready stok)

dan pengembang memiliki kontrak yang terpisah antara

kontraktor dan pemilik rumah. Sehingga apabila konsumen

ingin mengubah spesifikasi rumah ataupun bentuk unit

rumahnya tidak bisa lansung kepada kontraktor tetapi haru

melalui pengembang .Spesifikasi yang telah disetujui antara

kontraktor dengan pengembang tidak dapat dibatalkan oleh

konsumen.

Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini

adalah Kapasitas ketersediaan unit-unit (available

Assembly Capacity) yang telah tersedia (ready stok) besar

dan kapasitas pembangunan unit-unit rumah yang juga

besar ( available fabrication Capacity).

Sebaliknya Pengembang Perumahan kelas

sederhana memiliki nilai Agility yang tinggi terhadap

perubahan pasar,(0.130). Hal ini disebabkan pada Indikator

kinerja kapasitas ketersediaan unit-unit rumah yang rendah

(available Assembly capacity) dan kapasitas unit-unit

rumah yang dibangun tinggi (Available Fabrication

Capacity) sehingga pengembang mempunyai kavling yang

cukup untuk dapat dikembangkan lagi .

Proses pembangunan unit-unit rumah yang

berdasarkan ketersediaan konsumen (sistem Indent)

membuat pengembang perumahan kelas sederhana dapat

dengan mudah memenuhi keinginan konsumen ( pasar)

terhadap perubahan bentuk dari produknya ( unit-unit

rumah ) .

Pengembang perumahan kelas menengah memiliki

kemampuan (Agilty) yang berada antara nilai pengembang

perumahan menengah dan mewah,(0.069). Hal ini

disebabkan karena pengembang perumahan menengah juga

menganut sistem indent tetapi memiliki pangsa pasar yang

belum pasti.

5.4.2. Analisis Kinerja Ditinjau dari Sisi kepentingan

Perusahaan

Atribut dari sisi kepentingan perusahaan adalah :

o Supply Chain Cost, dan

o Supply Chain Asset management

Dengan Analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut

5.4.2.1. Supply Chain Cost

Atribut Supply Chain Cost mempunyai indikator kinerja

tingkat 1 yaitu :

o Cost of Goods Sold

o Operating Expenses

Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Supply Chain Cost

adalah :

a. Cost of Goods Sold (indikator kinerja tingkat 1)

Rejection Rate of Part/Component

Production Efficiency

b. Operating Expenses ( indikator kinerja tingkat 1)

Marketing and Sales expenses

General and admimistration expenses

Tabel 5.83. Kinerja Supply Chain Costs

Atribut Perumahan

Mewah

Perumahan

Menegah

Perumahan

Sederhana

Supply Chain

Costs 0.031 0.036 0.040

Sumber : Pengolahan data

Nilai kinerja supply chain costs pengembang perumahan

mewah, menengah dan sederhana memiliki nilai yang

berdekatan, dimana Pengembang perumahan Sederhana

yang memiliki nilai tertinggi . Pengembang perumahan

kelas sederhana memiliki nilai kinerja tertinggi (0.040)

disebabkan karena memiliki konsumen yang telah pasti dan

juga mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, (

Peraturan Mentri Nomor 20/PRT/M/2014) tentang FLPP (

fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) dalam rangka

perolehan rumah melalui kredit/pembiayaan pemilikan

rumah sejahtera bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini

adalah Harga pokok penjualan ( Cost of Goods Sold) telah

memenuhi kriteria masing-masing kelas perumahan

terhadap kemampuan dan daya beli masyarakat.

5.4.2.2. Supply Chain Asset Management

Atribut Supply Chain asset management mempunyai

indikator kinerja tingkat 1 adalah :

o cash to cash cycle time

o Return on Supply Chain Fixed Asset,dan

o Return on working Capital

Indikator kinerja Tingkat 2 Supply Chain Asset

Management adalah :

a. Cash to Cash cycle time ( indikator kinerja tingkat 1)

Days Sales Outstanding

Inventory days of Supply

Days Payable Outstanding

b. Return on suplly Chain Fixed Asset ( indikator kinerja

tingkat 1 )

Supply Chain Revenue

Cost of Good Sold

c. Return on Working Capital ( indikator kinerja tingkat 1)

Account Receivable

Account Payable

Inventory

Tabel 5.84. Kinerja Supply Chain Asset Management

Atribut Perumahan

Mewah

Perumahan

Menegah

Perumahan

Sederhana

Supply Chain

Asset

Management

0.046 0.014 0.015

Sumber : Pengolahan data

Nilai kinerja Supply Chain Asset Management ( manajemen

aset rantai pasok ) pengembang perumahan mewah

memiliki nilai tertinggi ,(0.046) dibandingkan dengan nilai

kinerja dari pengembang perumahan menengah,(0.014) dan

sederhana (0.015), yang memiliki nilai hampir sama dengan

kelas menengah (Tabel V.32).

Indikator kinerja yang mempengaruhi hal ini adalah

kemampuan pengembang perumahan kelas mewah untuk

mengelola asetnya lebih baik dibandingkan dengan

pengembang perumahan kelas menengah dan sederhana.

Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai

inventori terhadap produk (unit-unit rumah) yang tinggi .

Nilai piutang yang tinggi (account Recievable/nilai jual)

dibandingkan dengan nilai hutang yang ada (Account

payable/biaya modal konstruksi).

5.4.3. Analisis Kinerja Total

Kinerja Total sistem rantai pasok pengembangan perumahan di

kota padang menunjukan nilai yang berbeda-beda terhadap atribut atribut

berdasarkan SCOR versi 11. Pengembang perumahan memiliki

keunggulan pada atribut kinerja yang berbeda.

Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai Supply chain

performance tertinggi adalah 60% , selanjutnya Perumahan Kelas

sederhana adalah 50% dan yang paling rendah adalah Perumahan kelas

Menengah adalah sebesar 34%. ( tabel V.33)

Tabel 5.85. Supply Chain Performance Pengembang perumahan di kota Padang

Perumahan

Mewah

Perumahan

Menengah

Perumahan

Sederhana

Supply Chain 59% 34,8% 51,1%

Performance

Sumber: pengolahan data

Rendahnya nilai Supply Chain Performance dari Pengembang

Perumahan Menengah disebabkan oleh nilai-nilai pada indikator kinerja

yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan pengelolaan internal

perusahaan mendapatkan nilai yang rendah ,yaitu pada kinerja Reliability

dan Supply Chain Asset management.

5.4.4. Rekomendasi

Perkembangan perumahan di kota Padang masih memiliki

kemampuan yang standar dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap

produk-produk unit-unit rumah yang ditawarkan . Pengembang perumahan

kelas mewah memiliki nilai reliability yang baik tapi lemah dalam

merespon perubahan dari keinginan konsumen (agility). Pengembang

perumahan sederhana baik dalam merespon perubahan dari keinginan

konsumen (Agility) tapi masih lemah dalam mengelola supply chain cost

management. Pengembang Perumahan menengah memiliki nilai reliability

yang sangat rendah ,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal

perusahaaan khususnya dalam mengelola supply chain cost management

Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka perlu

dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses bisnis industri

konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang jelas antara atribut

dan indikator kinerja pada rantai pasok industri konstruksi perumahan.

5.5. FRAMEWORK PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN

KINERJA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN.

Framework pengembangan model untuk pengukuran kinerja pada

industri konstruksi perumahan berdasarkan kepada pengembangan model

SCOR versi 11,dalam hal ini langkah-langkah pengukuran kinerja yang

ada pada atribut-atribut pada SCOR versi 11 menjadi langkah-langkah

Available Capacity

rellablity

Responsiveness

Agillty

Supply chain

costs

Supply chain asset

management

Cost of Goods Sold

Cash-to-cashcycle

time

Return on supply

chain Fixes Assets

Return On Working

Capital

Total Delivery

On time Delivery

Available Assembly

Capacity

Available

Fabrication Capacity

Days Sales

Outstanding

Inventory Days of

Supply

Rejection Rate of

Part/Component

Production Efficiency

Days Payable

Outstanding

Net Income

Supply Chain Fixed

Assets

Working Capital

Supply Chain Revenue

Keterangan :

Atribut atau indikator kinerja

yang dilakukan pembobotan

Supply Chain

Revenue

Cost of Goods Sold

Net Income

Operating Expense

Cost of Goods Sold

Inventory

Operating Expense

Account Receivable (sales Outstanding)

Account Payable (payable Outstanding)

Supply Chain

Performance

Perfect order

fullfilment

Order fulfillment

cycle Time

Delivery Cycle

Time

penyusunan model framework. Framework bersifat general untuk ketiga

tipe perumahan yang menjadi objek penelitian.( Gambar 5.4.)

Source cycle Time

Make Cycle Time

Gambar 5.4. Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri

konstruksi perumahan.

Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok

industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah

untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain

performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan

dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Kinerja sistem rantai pasok dapat dijelaskan pada masing-

masing langkah yang ada terhadap nilai dan performance yang

ingin dicapai dan ditingkatkan untuk memperoleh nilai yang lebih

baik, sehingga dapat menjawab persaingan antara sesama

perusahaan yang bergerak dibidang industri konstruksi

perumahan.

Nilai-nilai dari kinerja pada framework bergerak secara

hirarki berdasarkan kepada tingkat kepentingan eksternal dan

internal dari perusahaan pengembang perumahan. Nilai-nilai

eksternal berupa reability,responsiveness,agility, dapat ditentukan

dengan mengukur nilai-nilai dari kinerja perfect order fulfillment

(kemampuan memenuhi pesanan), order fulfillment cycle time

(waktu pemenuhan pesanan),available capacity (kapasitas

ketersediaan ). Nilai-nilai pembobotan dari perfect order

fulfillment bergantung kepada kemampuan perusahaan dalam

memenuhi pesanan (total delivery), dan ketepatan waktu pesanan

(on time delivery). Nilai-nilai pembobotan dari order fulfillment

cycle time bergantung kepada waktu yang dibutuhkan untuk

mengolah sumber daya (source cyle time), waktu pelaksanaan

/pembuatan (make cycle time) dan waktu penjualan ( delivery

cycle time). Nilai-nilai pembobotan dari available capacity

Atribut atau indikator kinerja

yang berdasarkan Survey dan

wawancara

bergantung kepada available assembling capacity dan available

fabrication capacity.

Nilai-nilai Internal berupa supply chain cost dan supply

chain asset management dapat diperoleh dari pembobotan tingkat

hirarki indikator kinerja dibawahnya yaitu cost of good sold (nilai

jual), cash to cash cycle time,return on suplly chain fixed

asset,dan return on working capital yang mana nilai-nilai

pembobotannya merupakan nilai-nilai baku yang ditentukan oleh

perusahaan.

Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok

industri konstruksi perumahan, menggambarkan langkah-langkah

yang dilakukan untuk menentukan nilai kinerja dari perusahaan

pengembang perumahan. Langkah-langkah penilaian diambil

berdasarkan kepada indikator-indikator kinerja yang diadopsi dari

SCOR® versi 11.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pengembangan Model Pengukuran kinerja rantai pasok industri

konstruksi perumahan dapat memperlihatkan kondisi dan nilai kinerja

para pengembang perumahan di kota Padang. Perkembangan

perumahan di kota padang masih memiliki kemampuan yang standar

dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap produk-produk unit-

unit rumah yang ditawarkan .

Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai reliability

yang baik tapi lemah dalam merespon perubahan dari keinginan

konsumen (agility). Pengembang perumahan sederhana baik dalam

merespon perubahan dari keinginan konsumen (Agility) tapi masih

lemah dalam mengelola supply chain cost management. Pengembang

Perumahan menengah memiliki nilai Reliability yang sangat rendah

,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaaan

khususnya dalam mengelola supply chain cost management .

Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka

perlu dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses

bisnis industri konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang

jelas antara atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok industri

konstruksi perumahan.

Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok

industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah

untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain

performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan dan

pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Kinerja sistem rantai pasok

dapat dijelaskan pada masing-masing langkah yang ada terhadap nilai

dan performance yang ingin dicapai dan ditingkatkan untuk

memperoleh nilai yang lebih baik, sehingga dapat menjawab

persaingan antara sesama perusahaan yang bergerak dibidang industri

konstruksi perumahan.

6.2. Saran dan Lanjutan Penelitian

1. Peningkatan nilai kinerja rantai pasok pengembang perumahan

dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kepada indikator-

indikator yang berhubungan lansung dengan pelanggan dan

pengelolaan internal perusahaan yang baik.

2. Penelitian ini baru membahas penilaian terhadap kinerja rantai

pasok industri konstruksi perumahan di kota Padang dan dapat

dilanjutkan lagi untuk penelitian yang berhubungan dengan upaya

peningkatan nilai kinerja rantai pasok industri konstruksi .

DAFTAR PUSTAKA

Paul, Jhon.,(2014). Panduan Penerapan Transformasi

Rantai Suplai Dengan Model SCOR 15 Tahun Aplikasi Praktis

Lintas Industri. PPM Manajemen ISBN 979-442-394-7, cetakan

ke-1.

Mahgrizal.A.nurwega.,Andi.,Irma.,(2014). Analisis pola

dan kinerja Supply Chain pada proyek konstruksi bangunan

perumahan. Journal konstruksia volume 5 nomer 2, Agustus 2014.

Suraji,A.,(2012) .Innovasi Pengaturan Rantai Pasok

Konstruksi. Buku Konstruksi Indonesia 2012 : p88-p97

Lutfiana, A., Perdana, Y.,(2012). Pengukuran

Performansi Supply Chain dengan pendekatan Supply Chain

Operation Reference (SCOR) dan Analitical Hierarchy Process

(AHP). Jurnal manajemen dan Organisasi 2(3): 57-72

Juarti, Radya. Ery.,(2008). Kajian Pola Rantai Pasok

Pengembangan Perumahan, Tesis Magister Manajemen dan

Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.

Oktaviani, Zukhrina. Cut.,(2008). Kajian Kinerja Supply

Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Tesis Magister

Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.

Yullianti, noorlaelasari.,(2008). Pengembangan Indikator

Penilaian Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi

Bangunan Gedung. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa

Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.

Sari,Wulan Puspita.,(2008), Pemodelan kelayakan finansial

pada bangunan perumahan. Tesis Magister Manajemen dan

Rekayasa Konstruksi Institut Teknolgi Bandung.

Rahayu,Dina.,(2009).Pengembangan Model Pengukuran

Kinerja Sistem Rantai Pasok ,Studi Kasus: Direktorat

Aerostructure PT.Dirgantara Indonesia. Tesis Magister Bidang

Kekhususan Sistem Industri dan Rantai Pasok, Institut Teknologi

Bandung.

Saunders,M.,Lewis,P.,& Tornhill,A. (2003). Research Methods for

Bussines

Student, Edinburgh Gate ,Harlow,Essex CM20 2JE,England and

Associated Companies throughout the world.

Tucker,S.N.,Mohamed,S.,Johnston,D.R.,McFallan,S.L.&

Hampson,K.D.,(2001). “Building and Construction Industries

Supply Chain Project (Domestic)” Report for Department of

Industry, Science and Resources, www.industry.gov.au, 27/7/

2004.

Vrijhoef, Ruben., & Koskela, Lauri., (1999, July 26-28).

Roles of Supply Chain Management in Construction. Proceedings

IGLC-7 , University of California, Berkeley, CA, USA.

LAMPIRAN - 1 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Mewah

Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden

ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 5.2. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas mewah

Responden Reliability Responsiveness Agility Supply

Chain

Costs

Supply Chain

Asset

Management

Reliability Responden1

Responden2

Responden3

1 1 1

1 1 3

3 3 1

5 5 5

5 3 3

Resposiveness Responden1 Responden2 Responden3

1

1

0.33

1 1 1

3

3

3

1

5

5

1

3

3

Agility Responden1 Responden2 Responden3

0.33

0.33

1

0.33

0.33

0.33

1 1 1

5

5

5

5

3

3

Supply

Chain

Costs

Responden1 Responden2 Responden3

0.2

0.2

0.2

1

0.2

0.2

0.2

0.2

0.2

1 1 1

3

5

5

Supply

Chain Asset

Management

Responden1 Responden2 Responden3

0.2

0.33

0.33

1

0.33

0.33

0.2

0.33

0.33

0.33

0.2

0.33

1 1 1

Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk

setiap perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari

semua nilai tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan

dengan menggunakan geometric mean, yang secara matematis dapat

dituliskan sebagai berikut:

aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n

... (V.1)

dimana:

aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan

aj untuk responden.

Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i

dengan

i = 1,2,...,n.

n : jumlah responden.

Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang)

tersebut untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya

sebagai berikut:

Tabel 5.3. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan

Geometric Mean

Reliability Responsiveness Agility Supply Chain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 1 1.44 2.08 5 3.56

Resposiveness 0.69 1 3 2.92 2.08

Agility 0.48 0.33 1 5 4.22

Supply Chain Costs 0.2 0.74 0.2 1 3.56

Supply Chain

Asset Management 0.28 0.48 0.26 0.28 1

Jumlah 2,65 3,99 6,54 14,2 14,42

Matriks seperti tabel 5.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot

prioritas tiap atribut pada software expert choice.

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.4. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain

Performance

Reliability Responsiveness Agility SupplyChain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 0.38 0.36 0.32 0.35 0.25

Resposiveness 0.26 0.25 0.46 0.21 0.14

Agility 0.18 0.08 0.15 0.35 0.09

Supply Chain Costs 0.06 0.19 0.03 0.07 0.25

Supply Chain

Asset

Management

0.11 0.12 0.04 0.02 0.07

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.5. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply

ChainPerformance

Reliability Respon-

siveness Agility

Supply

Chain

Costs

Supply Chain

Asset

Management

Jumlah Bobot

Reliability 0.38 0.36 0.32 0.35 0.25 1.66 0.346

Responsiveness 0.26 0.25 0.46 0.21 0.14 1.32 0.275

Agility 0.18 0.08 0.15 0.35 0.09 0.85 0.177

Supply

ChainCosts 0.06 0.19 0.03 0.07 0.25 0.6 0.125

Supply Chain

Asset

Management

0.11 0.12 0.04 0.02 0.07 0.36 0.075

Jumlah 4,79

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

x =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil

perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada

bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

1 1.44 2.08 5 3.56

0.69 1 3 2.92 2.08

0.48 0.33 1 5 4.22

0.2 0.74 0.2 1 3.56

0.28 0.48 0.24 0.28 1

0.336

0.275

0.177

0.125

0.075

1.91

1.49

1.31

0.66

0.36

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat

diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.

Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan

bobot indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.

1.1. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 1 dari Supply Chain Asset

Management

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1

dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara

membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,

Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital.

1.91

1.49

1.35

0.66

0.36

0.336

0.275

0.177

0.125

0.075

5.79

5.73

7.94

5.5

5.14

Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply

Chain Asset Management pada pengembang rumah mewah (3 responden)

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.6. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada

Pengembang Rumah Mewah

Responden

Cash-to-

Cash Cycle

Time

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Return

onWorking

Capital

Cash-to-Cash

Cycle Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

3

3

5

5

5

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

0.33

0.33

1

1

1

5

1

3

Return on

Working Capital

Responden1

Responden2

Responden3

0.2

0.2

0.2

0.2

1

0.33

1

1

1

Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset

Management sebagai berikut:

Tabel 5.7. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1

Supply Chain Asset Management dengan Geometric Mean

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to-Cash

CycleTime 1 3 5

Return on Supply

Chain Fixed Asset 0.33 1 2.46

Return on Working

Capital 0.2 0.4 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-

nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom

kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat

kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.8. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply

Chain Asset Management

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to Cash Cycle

Time 0.65 0.68 0.59

Return on Supply

Chain FixedAsset 0.21 0.22 0.29

Return on Working

Capital 0.13 0.09 0.11

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.9. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1

Supply Chain Asset Management

Cash-to

Cash Cycle

Time

Return on

Supply

Chain

FixedAsset

Return

on

Working

Capital

Jumlah Bobot

Cash-to Cash

Cycle Time 0.65 0.68 0.59 1.92 0.64

Return on

Supply Chain

FixedAsset

0.21 0.22 0.29 10.72 0.24

Return on

Working

Capital

0.13 0.09 0.11 0.33 0.11

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

=

1 3 5

0.33 1 2.46

0.2 0.4 1

1.91

0.72

0.33

0.64

0.24

0.11

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.2. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order

Fulfilment

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks

1.91

0.72

0.33

0.64

0.24

0.11

3.1

3

3

perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment pada pengembang rumah mewah adalah sebagaiberikut:

Tabel 5.10. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang

kelas rumah mewah

Responden Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery Responden 1

Responden 2

Responden 3

1

1

1

3

3

3

On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3

0,33

0,33

0,33

1 1 1

Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan

dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment sebagai berikut:

Tabel 5.11. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.12. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery

1

3

On Time Delivery

0,33

1

Perfect Order Fulfillment

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery 0.75 0.75

On Time Delivery 0.24 0.25

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.13. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment

Total

Delivery

On Time

Delivery Jumlah Bobot

Total Delivery 0.75 0.75 1.5 0.75

On Time Delivery 0.24 0.25 0.49 0.245

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

x = =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

; =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

1 3

0.33 1

1.5

0.49

0.75

0.245

1

0.33

1.5

0.49

0.75

0.245

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.3. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment

Cycle Time

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan

Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator

kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah

mewah (3 responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.14. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada

Pengembang Rumah Mewah

Responden Source

Cycle Time

Make Cycle Time

Delivery Cycle

Time

Source Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

1

1

3

3

3

1

Make Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

0.33

1

1

1

1

3

5

Delivery Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

0.33

1

1

0.33

0.2

1

1

1

Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle

Time sebagai berikut:

Tabel 5.15. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat

2 Order Fulfillment Cycle Time dengan Geometric Mean Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 1 1.44 2.08

Make Cycle Time

0.69 1 2.46

Delivery Cycle Time 0.47 0.4 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.16. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order

Fulfillment Cycle Time

Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 0.46 0.5 0.37

Make Cycle Time

0.32 0.35 0.44

Delivery Cycle

Time 0.21 0.14 0.18

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.17. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat

2 Order Fulfillment Cycle Time

Source

Cycle Time

Make Cycle

Time

Delivery

Cycle

Time

Jumlah Bobot

Source Cycle

Time 0.46 0.5 0.37 1.33 0.44

Make Cycle

Time

0.32 0.35 0.44 1.11 0.37

Delivery Cycle

Time 0.21 0.14 0.18 0.53 0.17

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

X =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

1 1.44 2.08

0.69 1 2.46

047 0.4 1

1.32

1.09

0.54

0.44

0.37

0.17

1.32

1.09

0.54

0.44

0.37

0.17

3

2.9

3.18

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.4. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available

Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator

kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.18. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah Responden Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available

Assembly

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

1

3

Available

Fabrication

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

1

0.33

1

1

1

Dari matriks pengembang rumah mewah (3 responden) diperoleh matriks

pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat

2 Available Capacity adalah sebagai berikut:

Tabel 5.19. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity dengan geometric mean Available AssemblyCapacity AvailableFabrication

Capacity

Available Assembly Capacity

1

2.08

Available Fabrication Capacity

0.47

1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi

setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah

nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.20. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available Assembly Capacity 0.68 0.67

Available FabricationCapacity 0.31 0.32

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.21. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity Jumlah Bobot

Available Assembly

Capacity 0.68 0.67 1.35 0.675

Available Fabrication

Capacity 0.31 0.32 0.63 0.315

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

1 2.08

0.47 1

1.33

0.63

2

0.675

0.315

x =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.5. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods Sold

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan Production

Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja

tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas mewah

1.33

0.63

2.1

2

0.675

0.315

(3 responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.22. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah mewah

Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas mewah diperoleh

matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator

kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:

Tabel 5.23. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja

Tingkat 2 Cost of Goods Sold dengan geometric mean

Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of

Part/Component

1

4.21

Production Efficiency

0.27 1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.24. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of Part/Component 0.78 0.81

Responden Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency

Rejection

Rateof Part/

Component

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

5

3

Production

Efficiency

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

0.2

0.33

1

1

1

Production Efficiency 0.21 0.18

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.25. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency Jumlah Bobot

Rejection Rate of

Part/Component 0.78 0.81 1.59 0.79

Production Efficiency 0.21 0.19 0.4 0.2

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi

dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai

berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

1 4.21

0.27 1

1.63

0.41

0.79

0.2

1.63

0.41

2.06

2.05

0.79

0.2

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

LAMPIRAN - 2 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Menengah

Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan

pada tabel berikut:

Tabel 5.28. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan

kelas menengah

Responden Reliability Responsiveness Agility Supply

Chain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability Responden1

Responden2

Responden3

1 1 1

3 1 3

3 1 1

3 1 3

3 5 5

Resposiveness Responden1 Responden2 Responden3

0.33

1

0.33

1 1 1

1

3

3

5

3

1

5

3

3

Agility Responden1 Responden2 Responden3

0.33

1

1

1

0.33

0.33

1 1 1

5

1

3

5

5

5

Supply

Chain

Costs

Responden1 Responden2 Responden3

0.33

1

0.33

0.2

0.33

1

0.2

1

0.33

1 1 1

3

3

3

Supply

Chain Asset

Managemen

t

Responden1 Responden2 Responden3

0.33

0.2

0.2

0.2

0.33

0.33

0.2

0.2

0.2

0.33

0.33

0.33

1 1 1

Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap

perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai

tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan

geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n

dimana:

aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj

untuk responden.

Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan

i =1,2,...,n.

n : jumlah responden.

Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang) tersebut untuk

tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya sebagai berikut:

Tabel 5.29. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan

Geometric Mean

Reliability Responsiveness Agility Supply Chain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 1 2.08 1.44 2.08 4.22

Resposiveness 0.48 1 2.08 2.46 3.56

Agility 0.69 0.47 1 2.46 5

Supply Chain Costs 0.48 0.4 0.4 1 2.08

Supply Chain

Asset Management 0.24 0.02 0.2 0.33 1

Jumlah 2,89 3,97 5,12 8,33 15,85

Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot

prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh

perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkatkepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.30. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain

Performance

Reliability Responsiveness Agility SupplyChain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 0.34 0.52 0.28 0.25 0.27

Resposiveness 0.17 0.25 0.41 0.29 0.22

Agility 0.24 0.1 0.19 0.29 0.32

Supply Chain Costs 0.17 0.1 0.08 0.12 0.13

Supply Chain

Asset

Management

0.08 0.01 0.04 0.04 0.06

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata-

rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.31. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply

ChainPerformance

Reliability Respon-

siveness Agility

Supply

Chain

Costs

Supply Chain

Asset

Management

Jumlah Bobot

Reliability 0.34 0.52 0.28 0.25 0.27 1.66 0.334

Responsiveness 0.17 0.25 0.41 0.29 0.22 1.34 0.269

Agility 0.24 0.1 0.19 0.29 0.32 1.14 0.229

Supply

ChainCosts 0.17 0.1 0.08 0.12 0.13 0.6 0.120

Supply Chain

Asset

Management

0.08 0.01 0.04 0.04 0.06 0.23 0.046

Jumlah 4,97

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

x =

1 2.08 1.44 2.08 4.22

0.48 1 2.08 2.46 3.56

0.69 0.47 1 2.46 5

0.48 0.4 0.4 1 2.08

0.24 0.22 0.2 0.33 1

0.334

0.269

0.229

0.120

0.046

1.66

1.37

1.13

0.57

0.22

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima

dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.

Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot

indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.

1.66

1.37

1.13

0.57

0.22

0.334

0.269

0.229

0.120

0.046

5.7

5.38

4.91

4.75

4.4

1.6. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset

Management

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1

dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara

membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,

Return on Supply Chain Fixed Asset dan Return on Working Capital.

Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply

Chain Asset Management pada pengembang rumah menengah (3

responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.32. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada

Pengembang Rumah Menengah

Responden

Cash-to-

Cash Cycle

Time

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Return

onWorking

Capital

Cash-to-Cash

Cycle Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

1

1

3

3

3

5

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

0.33

1

1

1

3

3

1

Return on

Working Capital

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

0.33

0.2

0.33

0.33

1

1

1

1

Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset

Management sebagai berikut:

Tabel 5.33. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply

Chain Asset Management

dengan Geometric Mean

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to-Cash

CycleTime 1 1.44 3.56

Return on Supply

Chain Fixed Asset 0.69 1 2.08

Return on Working

Capital 0.02 0.47 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut

dengan menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-

nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom

kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat

kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.34. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply

Chain Asset Management

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to Cash Cycle

Time 0.58 0.49 0.63

Return on Supply

Chain FixedAsset 0.4 0.34 0.37

Return on Working

Capital 0.01 0.16 0.17

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.35. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1

Supply Chain Asset Management

Cash-to

Cash Cycle

Time

Return on

Supply

Chain

FixedAsset

Return

on

Working

Capital

Jumlah Bobot

Cash-to Cash

Cycle Time 0.58 0.49 0.63 1.7 0.57

Return on

Supply Chain

FixedAsset

0.4 0.34 0.37 1.11 0.37

Return on

Working

Capital

0.01 0.16 0.17 0.34 0.11

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

=

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan

perhitungansebagai berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

1 1.44 3.56

0.69 1 2.08

0.02 0.47 1

1.5

0.99

0.3

0.57

0.37

0.11

1.5

0.99

0.3

0.57

0.37

0.11

3

3.3

3

diperlukan pengambilan data ulang.

1.7. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order

Fulfilment

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks

perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment pada pengembang rumah menengah adalah sebagaiberikut:

Tabel 5.36. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang

kelas rumah menengah

Responden Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery Responden 1

Responden 2

Responden 3

1

1

1

3

1

3

On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3

0,33

1

0,33

1 1 1

Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan

dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment sebagai berikut:

Tabel 5.37. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator

Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery

1

2.08

On Time Delivery

0,47

1

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.38. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery 0.68 0.67

On Time Delivery 0.32 0.32

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.39. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment

Total

Delivery

On Time

Delivery Jumlah Bobot

Total Delivery 0.68 0.67 1.35 0.45

On Time Delivery 0.32 0.32 0.64 0.21

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

x = =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

1 2.08

0.47 1

0.88

0.42

0.45

0.21

0.88

0.42

2.25

2

0.45

0.21

; =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan

perhitungansebagai berikut:

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.8. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment

Cycle Time

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan

Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator

kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah

menengah (3 responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.40. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada Pengembang Rumah Menengah

Responden

Source

Cycle Time

Make Cycle Time

Delivery Cycle

Time

Source Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

1

3

1

1

1

Make Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

1

0.33

1

1

1

1

3

3

Delivery Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

1

0.33

0.33

1

1

1

Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle

Time sebagai berikut:

Tabel 5.41. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat

2 Order Fulfillment Cycle Time

dengan Geometric Mean

Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 1 2.08 1

Make Cycle Time

0.47 1 2.08

Delivery Cycle Time 1 0.47 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.42. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order

Fulfillment Cycle Time

Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 0.4 0.58 0.24

Make Cycle Time

0.19 0.28 0.51

Delivery Cycle

Time 0.4 0.13 0.24

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.43. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat

2 Order Fulfillment Cycle Time

Source

Cycle Time

Make Cycle

Time

Asset

Delivery

Cycle

Time

Jumlah Bobot

Source Cycle

Time 0.4 0.58 0.24 1.22 0.41

Make Cycle

Time

0.19 0.28 0.51 0.91 0.33

Delivery

Cycle Time 0.4 0.13 0.24 0.77 0.26

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

X =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

1 2.08 1

0.47 1 2.08

1 0.47 1

1.35

1.06

0.83

0.41

0.33

0.26

1.35

1.06

0.83

0.41

0.33

0.26

3.2

3.2

2.67

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.9. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available

Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator

kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah

adalah sebagai berikut:

Tabel 5.44. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah Responden Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available

Assembly

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

1

5

Available

Fabrication

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

1

0.2

1

1

1

Dari matriks pengembang rumah menengah (3 responden) diperoleh

matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja

tingkat 2 Available Capacity adalah sebagai berikut:

Tabel 5.45. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity dengan geometric mean

Available AssemblyCapacity AvailableFabrication

Capacity

Available Assembly Capacity

1

2.46

Available Fabrication Capacity

0.4

1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.46. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available Assembly Capacity 0.71 0.71

Available FabricationCapacity 0.28 0.28

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.47. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity Jumlah Bobot

Available Assembly

Capacity 0.71 0.71 1.42 0.71

Available Fabrication

Capacity 0.28 0.28 0.56 0.28

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

x =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1 2.46

0.4 1

1.39

0.56

0.71

0.28

1.39

0.56

2

2

0.71

0.28

1.10. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods

Sold

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan Production

Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja

tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas

menengah (3 responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.48. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah menengah

Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas menengah diperoleh

matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator

kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:

Tabel 5.49. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of

Goods Sold dengan geometric mean

Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of

Part/Component

1

4.21

Production Efficiency

0.23

1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

Responden Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency

Rejection

Rateof Part/

Component

Responden1

Responden2

Responden3

1

1

1

3

5

5

Production

Efficiency

Responden1

Responden2

Responden3

0.33

0.2

0.2

1

1

1

2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.50. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of Part/Component 0.81 0.8

Production Efficiency 0.18 0.19

3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.51. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency Jumlah Bobot

Rejection Rate of

Part/Component 0.81 0.8 1.61 0.8

Production Efficiency 0.18 0.19 0.37 0.18

4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi

dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai

berikut:

1 4.21

0.23 1

1.6

0.36

0.8

0.18

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

6. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.6

0.36

2

2

0.8

0.18

LAMPIRAN - 3 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas sederhana

Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan

pada tabel berikut:

Tabel 5.54. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas

sederhana

Responden Reliability Responsiveness Agility Supply

Chain

Costs

Supply Chain

Asset

Management

Reliability

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1 1 1 1

1 1 1 1

3 1 1 1

3 3 3 1

1 3 3 1

Resposiveness

Responden1 Responden2 Responden3 Responden4

1

1

1

1

1 1 1

1

3

5

3

1

1

3

5

1

3

3

3

1

Agility

Responden1 Responden2 Responden3 Responden4

0.33

1

1

1

0.33

0.2

0.33

1

1 1 1

1

3

3

5

1

5

5

3

1

Supply

Chain

Costs

Responden1 Responden2 Responden3

Responden4

0.33

0.33

0.33

1

1

0.33

0.2

1

0.33

0.33

0.2

1

1 1 1

1

5

5

5

1

Supply

Chain Asset

Management

Responden1 Responden2 Responden3

Responden4

1

0.33

0.33

1

0.33

0.33

0.33

1

0.2

0.2

0.33

1

0.2

0.2

0.2

1

1 1 1

1

Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap

perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai

tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan

geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n

dimana:

aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj

untuk responden.

Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan

I =1,2,...,n.

n : jumlah responden.

Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 4 responden (pengembang) tersebut

untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya

sebagaiberikut:

Tabel 5.55. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan

Geometric Mean

Reliability Responsiveness Agility Supply Chain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 1 1 1.44 3 2.08

Resposiveness 1 1 3.55 2.46 3

Agility 0.69 0.27 1 2.08 4.21

Supply Chain Costs 0.33 0.4 0.27 1 5

Supply Chain

Asset Management 0.47 0.33 0.23 0.2 1

Jumlah 3,49 3 6,49 8,74 15,29

Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot

prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh

perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:

1.Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.56. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain

Performance

Reliability Responsiveness Agility SupplyChain

Costs

Supply

Chain Asset

Management

Reliability 0.28 0.33 0.22 0.34 0.13

Resposiveness 0.28 0.33 0.54 0.28 0.19

Agility 0.19 0.09 0.15 0.23 0.27

Supply Chain Costs 0.09 0.13 0.04 0.11 0.32

Supply Chain

Asset

Management

0.13 0.11 0.03 0.02 0.06

2.Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.57. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply

ChainPerformance

Reliability Respon-

siveness Agility

Supply

Chain

Costs

Supply Chain

Asset

Management

Jumlah Bobot

Reliability 0.28 0.33 0.22 0.34 0.13 1.3 0.265

Responsiveness 0.28 0.33 0.54 0.28 0.19 1.62 0.331

Agility 0.19 0.09 0.15 0.23 0.27 0.93 0.190

Supply

ChainCosts 0.09 0.13 0.04 0.11 0.32 0.69 0.141

Supply Chain

Asset

Management

0.13 0.11 0.03 0.02 0.06 0.35 0.071

Jumlah 4,89

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

x =

1 1 1.44 3 2.08

1 1 3.55 2.46 3

0.69 0.27 1 2.08 4.21

0.33 0.4 0.27 1 3.5

0.47 0.33 0.23 0.2 1

0.265

0.331

0.190

0.141

0.071

1.37

1.75

1.01

0.74

0.36

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan

tidak diperlukan pengambilan data ulang.

Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot indikator

kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.

1.37

1.75

1.01

0.74

0.36

0.265

0.331

0.190

0.141

0.071

5.26

5.46

5.61

5.69

5.14

1.11. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset

Management

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1

dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara

membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,

Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital.

Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply

Chain Asset Management pada pengembang rumah sederhana (4

responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.58. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada

Pengembang Rumah sederhana

Responden

Cash-to-

Cash Cycle

Time

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Return

onWorking

Capital

Cash-to-Cash

Cycle Time

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1

1

1

1

3

1

3

1

1

3

5

1

Return on

Supply Chain

Fixed Asset

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

0.33

1

0.33

1

1

1

1

1

5

1

5

1

Return on

Working Capital

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

0.2

0.33

0.2

1

0.2

1

0.2

1

1

1

1

1

Dari matriks 4 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset

Management sebagai berikut:

Tabel 5.59. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply

Chain Asset Management

dengan Geometric Mean

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to-Cash

CycleTime 1 2.08 2.46

Return on Supply

Chain Fixed Asset 0.47 1 2.92

Return on Working

Capital 0.4 0.34 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-

nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom

kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat

kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.60. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply

Chain Asset Management

Cash-to Cash

Cycle Time

Return on Supply

Chain FixedAsset

Return on

Working Capital

Cash-to Cash Cycle

Time 0.53 0.61 0.38

Return on Supply

Chain FixedAsset 0.25 0.29 0.45

Return on Working

Capital 0.21 0.09 0.16

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.61. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1

Supply Chain Asset Management

Cash-to

Cash Cycle

Time

Return on

Supply

Chain

FixedAsset

Return

on

Working

Capital

Jumlah Bobot

Cash-to Cash

Cycle Time 0.53 0.61 0.38 1.53 0.5

Return on

Supply Chain

FixedAsset

0.25 0.29 0.45 0.99 0.33

Return on

Working

Capital

0.21 0.09 0.16 0.46 0.16

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

=

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan

perhitungansebagai berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

1 2.08 2.46

0.47 1 2.92

0.47 0.34 1

1.55

1.003

0.49

0.5

0.33

0.15

1.55

1.003

0.49

0.5

0.33

0.16

3.1

3.03

3.06

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.12. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order

Fulfilment

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks

perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment pada pengembang rumah sederhana adalah sebagaiberikut:

Tabel 5.62. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang

kelas rumah sederhana

Responden Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery Responden 1

Responden 2

Responden 3

Responden4

1

1

1

1

3

3

3

1

On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3

Responden4

0,33

0,33

0,33

1

1 1 1 1

Dari matriks individu 4 responden diperoleh matriks pendapat gabungan

dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order

Fulfillment sebagai berikut:

Tabel 5.63. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator

Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillmentdengan geometric mean

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.64. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery 0.98 0.78

On Time Delivery 0.019 0.22

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.65. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Perfect Order Fulfillment

Total

Delivery

On Time

Delivery Jumlah Bobot

Total Delivery 0.98 0.78 1.76 0.88

Total Delivery On Time Delivery

Total Delivery

1

3.55

On Time Delivery

0,33

1

On Time Delivery 0.019 0.22 0.23 0.12

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

x = =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian

tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga

diperoleh hasil sebagai berikut:

; =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1 3.55

0.02 1

1.45

0.21

0.88

0.12

1.51

0.21

1.9

2.1

0.88

0.12

1.13. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment

Cycle Time

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan

secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan

Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator

kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah

sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut:

Tabel 5.66. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada

Pengembang Rumah sederhana

Responden Source

Cycle Time

Make Cycle Time

Delivery Cycle

Time

Source Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1

1

1

1

1

1

3

1

3

3

1

1

Make Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1

1

0.33

1

1

1

1

1

1

3

5

1

Delivery Cycle

Time

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

0.33

0.33

1

1

1

0.33

0.2

1

1

1

1

1

Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan

geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle

Time sebagai berikut:

Tabel 5.67. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Order

Fulfillment Cycle Timedengan Geometric Mean

Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 1 2.08 1.44

Make Cycle Time

0.47 1 2.46

Delivery Cycle Time 0.69 0.4 1

Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.68. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order

Fulfillment Cycle Time

Source Cycle

Time

Make Cycle

Time

Delivery Cycle Time

Source Cycle Time 0.46 0.59 0.29

Make Cycle Time

0.22 0.28 0.5

Delivery Cycle

Time 0.32 0.11 0.2

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.69. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat

2 Order Fulfillment Cycle Time

Source

Cycle Time

Make Cycle

Time

Delivery

Cycle

Time

Jumlah Bobot

Source Cycle

Time 0.46 0.59 0.29 1.34 0.44

Make Cycle

Time

0.22 0.28 0.5 1 0.33

Delivery Cycle

Time 0.32 0.11 0.2 0.63 0.21

3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan

adalah sebagai berikut:

X =

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut:

5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58,

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

1 2.08 1.44

0.47 1 2.46

0.69 0.4 1

1.43

1.05

0.65

0.44

0.33

0.21

1.43

1.05

0.65

0.44

0.33

0.21

3.25

3.18

2.85

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.14. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available

Capacity

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available

Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator

kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana

adalah sebagai berikut :

Tabel 5.70. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana Responden Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available

Assembly

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1

1

1

1

3

1

3

1

Available

Fabrication

Capacity

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

0.33

1

0.33

1

1

1

1

1

Dari matriks pengembang rumah sederhana (4 responden) diperoleh matriks

pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat

2 Available Capacity adalah sebagai berikut:

Tabel 5.71. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity dengan geometric mean

Available AssemblyCapacity AvailableFabrication

Capacity

Available Assembly Capacity

1

3

Available Fabrication Capacity

0.33

1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.72. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity

Available Assembly Capacity 0.75 0.75

Available FabricationCapacity 0.25 0.25

3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata-

rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.73. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Available Capacity

Available Assembly

Capacity

Available Fabrication

Capacity Jumlah Bobot

Available Assembly

Capacity 0.75 0.75 1.5 0.75

Available Fabrication

Capacity 0.25 0.25 0.5 0.25

4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat

kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai

berikut:

x = 1 3

0.33 1

1.5

0.5

0.75

0.25

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut

dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut:

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:

5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai

berikut:

6. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang.

1.15. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods

Sold

Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2

dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara

berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component danProduction

Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja

tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas

sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut :

Tabel 5.74. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja

1.5

0.5

2

2

0.75

0.25

Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah sederhana

Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas sederhana

diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk

indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:

Tabel 5.75. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of

Goods Sold dengan geometric mean

Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of

Part/Component

1

2.46

Production Efficiency

0.4 1

Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan

menggunakan AHP:

1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada

matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian

membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan

dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.

Tabel 5.76. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component Production Efficiency

Rejection Rate of Part/Component 0.71 0.71

Production Efficiency 0.29 0.29

Responden Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency

Rejection

Rateof Part/

Component

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

1

1

1

1

3

5

3

1

Production

Efficiency

Responden1

Responden2

Responden3

Responden4

0.33

0.2

1

1

1

1

1

1

2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai

rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.

Tabel 5.77. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2

Cost of Goods Sold

Rejection Rate of

Part/Component

Production

Efficiency Jumlah Bobot

Rejection Rate of

Part/Component 0.71 0.71 1.42 0.71

Production Efficiency 0.29 0.29 0.58 0.29

3.Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan

tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut:

Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi

dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai

berikut:

: =

Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:

4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai

berikut:

5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,

1 2.46

0.4 1

1.42

0.57

0.71

0.29

1.42

0.57

2

2.06

0.71

0.29

sehingga

Consistency Ratio (CR) adalah:

Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak

diperlukan pengambilan data ulang