pengembangan model pengukuran …scholar.unand.ac.id/18719/5/thesis.pdf11 program magister teknik...
TRANSCRIPT
7
PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
TESIS
Oleh :
PUTRANESIA THAHA
NIM. 1420922001
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
8
PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
TESIS
Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Program Strata-2 pada Program Studi Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Andalas
PUTRANESIA THAHA
NIM. 1420922001
Pembimbing :
TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D
YERVI HESNA, MT
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
11
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA RANTAI PASOK
PADA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN
PUTRANESIA THAHA
NIM. 1420922001
Pembimbing :
TAUFIKA OPHIYANDRI, Ph.D
NIP. 197501041998021001
Ko-Pembimbing :
YERVI HESNA, MT
NIP. 197803242006042001
12
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada
Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Karunia yang telah
diberikan penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Model
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”. Tesis ini
dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Strata-2 pada program
studi Magister Teknik Sipil, Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terimakasih sebagai ungkapan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Taufika Ophiyandri, PhD., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
2. Ibu Yervi Hesna, MT., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis
untuk menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Prof.Dr.Eng.Ir.Zaidir,MS,. Bapak Dr. Bambang Istijono, Bapak Benny
Hidayat,Phd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan,kritikan dan
arahan untuk perbaikan tesis ini.
4. Staf pengajar Program Magister Teknik sipil, khususnya bapak Bayu Martanto
Adji,PhD., bapak Sabril Haris,PhD,.dan bapak Ahkmad Suraji, PhD., yang telah
memberikan dukungan ,masukan dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan
tesis ini.
5. Staf dan karyawan Tata Usaha Program Magister Teknik Sipil
6. Staf dan karyawan perpustakaan jurusan teknik sipil ,Fakultas Teknik Universitas
Andalas
7. Keluarga-ku tercinta, spesial buat istriku tersayang yang telah memberikan
dukungan penuh kepada penulis dalam mendampingi untuk penyelesaian tesis ini
8. Anak-anakKu tersayang , Nathania nasyiwa zanetha, Khalil athabrani zanetha,
dan Raihania ahzaqila zanetha, yang telah memberikan keceriaan untuk penulis
menyelesaikan tesis ini.
9. Teman-teman angkatan 2014 program studi Magister teknik Sipil.
13
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini memiliki ketidaksempurnaan ,untuk itu
kritikan dan saran dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan tesis ini penulis
harapkan dari berbagai pihak terkait.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
Padang, Oktober 2016
Putranesia Thaha
14
ABSTRAK
Pengelolaan rantai pasok pada industri konstruksi perumahan di percaya akan
meningkatkan nilai kinerja dari proses bisnis industri konstruksi perumahan itu
sendiri. Upaya pengukuran kinerja untuk menilai kemampuan pengembang
perumahan sebagai bagian dari kesatuan rantai pasok industri perumahan
diharapkan mampu memberikan ruang lebih untuk mampu menciptakan peluang
dan daya saing terhadap pelaku para pelaku bisnis dalam industri konstruksi
perumahan. Konsumen sebagai pemilik akhir dari sebuah produk industri
perumahan seringkali mendapatkan permasalahan dari para pengembang.
Permasalahan yang timbul seperti: (a) kontruksi bangunan yang tidak memenuhi
kaidah-kaidah konstruksi yang benar (tidak memenuhi SNI), (b) infrastruktur yang
tidak memadai, (c) tenggang waktu penyelesaian bangunan yang tidak sesuai
jadwal yang disepakati, (d) pemahaman konsumen yang kurang akan produk
perumahan yang berkwalitas membuat rentan untuk di manipulasi pengembang.
Dalam penelitian ini akan dilakukan sebuah pengukuran kinerja dengan
menggunakan metoda SCOR® versi 11 pada industri konstruksi perumahan.
Responsiveness dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat
menggambarkan kinerja rantai pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu
menyesuaikan setiap perubahan yang terjadi pada pasokan dan permintaan.
Harmonisasi antara kinerja dan manajemen rantai pasok diawali dengan
menghitung atribut dan metrik kinerja,menentukan bobot metrik kinerja dengan
pendekatan AHP,menentukan performansi atribut supply chain performance
sehingga didapatkan nilai supply chain performance : perumahan mewah (59,1%),
perumahan menengah (34,2%),dan perumahan sederhana ( 51,1%).
Kata kunci : rantai pasok,perumahan,pengukuran kinerja, SCOR
15
ABSTRACT
Supply chain management in the residential construction industry in the trust will
increase the value of the performance of the residential construction industry business
process itself. Efforts to assess the performance measurement capabilities developers
of housing as part of the unitary housing industry supply chain are expected to provide
more space to be able to create opportunities and competitiveness against perpetrators
of businesses in the residential construction industry. End consumers as the owner of a
residential industrial products often get problems from the developers. The problems
that arise, such as: (a) the construction of buildings that do not meet the rules of
construction that is true (does not meet SNI), (b) inadequate infrastructure, (c) a grace
period of completion of the building that does not conform to an agreed schedule, (d)
less consumer understanding will housing product quality makes it vulnerable to
manipulation developers. In this research will be a measurement of performance using
a method SCOR® version 11 on the residential construction industry. Responsiveness
and efficiency is a characteristic that describes the performance of the supply chain is
dynamic so as to adjust any changes in supply and demand. Harmonization between
performance and supply chain management begins with calculating the attributes and
performance metrics, performance metrics determine the weight with AHP approach,
determine the performance attributes of supply chain performance to obtain the value
of supply chain performance: luxury housing (59.1%), intermediate housing (34, 2%),
and low-income housing (51.1%).
Keywords: Supply Chain, housing, measurement performance, SCOR
16
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL
Lembar Pengesahan oleh Pembimbing/Ko-pembimbing
Lembar Pengesahan oleh Dosen penguji
Lembar Pernyataan Keaslian Tesis
Abstrak
Daftar Isi
Kata Pengantar
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 5
1.6. Sistematika Penulisan ..................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 7
2.1. Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan ............................ 7
2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan Industri Konstruksi
Perumahan .......................................................................... 12
2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan ................................... 14
2.2. Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi Perumahan .... 15
2.2.1. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Proyek Konstruksi
Perumahan .......................................................................... 18
2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek Industri Konstruksi
Perumahan .................................................................................... 21
2.4 Pola Rantai Pasok Pengembangan Industri Konstruksi
Perumahan .................................................................................... 22
2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok .................................... 24
2.6. Supply Chain Operation Reference Model .................................. 25
2.6.1. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 26
2.6.2. Lingkup Model SCOR ....................................................... 28
17
2.6.3. Struktur Model SCOR ........................................................ 29
2.7. Pengukuran Kinerja Model SCOR ………………………...……. 32
2.7.1. Atribut Kinerja ................................................................... 32
2.7.2. SCOR sebagai suatu Kerangka Proses ............................... 35
2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF) ........................................ 36
2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) ............................... 37
2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 38
2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability ..................................... 39
2.7.7. Upside Supply Chain Flexibility ........................................ 41
2.7.8. Supply Chain Value at Risk ................................................ 42
2.7.9. Total Cost to Serve ............................................................. 43
2.7.10. Cash-to-Cycle Time ......................................................... 44
2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets ............................. 45
2.7.12. Return on Working Capital .............................................. 46
2.7.13. Hirarki Metrik AMR ........................................................ 47
2.7.14. SCOR® Card ................................................................... 49
2.8. PRAKTIK..................................................................................... 50
2.8.1. Jenis-Jenis Praktik ............................................................. 50
2.8.2. Klasifikasi Praktik ............................................................. 52
2.8.3. Praktik-praktik dalam SCOR 11 dibanding dengan versi
SCOR sebelumnya ............................................................ 56
2.9. Mengenal SCOR® 11 .................................................................. 56
2.9.1. Kerangka Proses ................................................................ 57
2.9.2. Metrik Biaya ...................................................................... 57
2.9.3. Proses Enable ..................................................................... 57
2.9.4. Praktik-Praktik ................................................................... 58
2.10. Indikator Kinerja SCOR® ......................................................... 59
2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ............................... 73
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 76
3.1. Pengantar ................................................................................... 76
3.2. Kerangka berpikir ....................................................................... 77
3.3. Pendekatan Penelitian ............................................................... 78
18
3.4 Strategi Penelitian ..................................................................... 78
3.5 Waktu Penelitian ....................................................................... 78
3.6 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 78
3.7 Pengumpulan Data .................................................................... 80
3.8 Analisa Data .............................................................................. 84
3.9 Model Penelitian ....................................................................... 84
3.10 Pengembangan model Pengukuran Kinerja Sistem
Rantai Pasok Berbasis SCOR versi 11 ...................................... 84
3.11 Menghitung Bobot AHP .......................................................... 92
BAB IV. STUDI KASUS ........................................................................... 94
4.1. Studi kasus pengembangan perumahan .................................... 94
4.1.1. Perumahan Kelas Mewah ....................................................... 94
4.1.2. Perumahan Kelas Menengah ................................................. 105
4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana .................................................. 115
BAB V. ANALISA DAN PEMBAHASAN ............................................ 129
5.1. Analisa Indentifikasi Kinerja Rantai Pasok ............................ 129
5.2. Analisa Model ......................................................................... 133
5.3. Analisa Data ............................................................................ 135
5.4. Analisa Kinerja ........................................................................ 151
5.4.1. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan
Pelanggan ......................................................................... 151
5.4.2. Analisis Kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan
Perusahaan ...................................................................... 156
5.4.3. Analisis Kinerja Total ..................................................... 159
5.4.4. Rekomendasi .................................................................. 160
5.5. Framework Pengembangan Model Pengukuran Kinerja
Industri Konstruksi Perumahan ............................................... 160
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 164
6.1. Kesimpulan .............................................................................. 164
6.2. Saran ........................................................................................ 165
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 166
LAMPIRAN
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rantai pasok merupakan suatu konsep yang awal perkembangannya berasal
dari industri manufaktur. Industri konstruksi mengadopsi konsep ini untuk
mencapai efisiensi mutu, waktu dan biaya yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Juarti,
2008). Dalam penelitian yang dilakukan Vrijhoef (1999) dijelaskan bahwa pada
dasarnya di dalam suatu rantai pasok terdapat keterlibatan berbagai pihak mulai
dari hubungan hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan
kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai hingga
sampai kepada pelanggan terakhir. Sehingga keterlibatan dari berbagai pihak
tersebut akan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan suatu pihak
sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi yang
menghasilkan produk konstruksi. Karena adanya keterlibatan berbagai pihak
dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut menunjukkan
terpecah-pecahnya suatu pekerjaan konstruksi ke dalam beberapa paket pekerjaan
yang dilaksanakan oleh berbagai pihak yang berbeda sehingga dalam suatu pola
rantai pasok tersebut terjadi beberapa permasalahan, seperti meningkatnya biaya
pelaksanaan, terjadinya keterlambatan, terjadinya konflik dan perselisihan,
sehingga mengakibatkan industri konstruksi dikenal sebagai industri yang tidak
efisien (Tucker et al., 2001).
Pengelolaan rantai pasok di industri konstruksi dipercaya sebagai salah
satu usaha yang strategis untuk meningkatkan daya saing suatu perusahaan
konstruksi di tengah semakin ketatnya persaingan lokal, regional maupun global,
sebagaimana layaknya industri lainnya. Salah satu unsur penting dari pengelolaan
rantai pasok ini adalah struktur dari jaringan yang efektif, karena sebuah rantai
pasok yang efisien dianggap dapat memberikan daya saing yang tinggi kepada
perusahaan yang menjadi bagiannya. Berdasarkan hasil suatu studi diperoleh
kesimpulan bahwa desain rantai pasok yang buruk memiliki potensi untuk
20
meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 1993). Menurut Stock dan
Lambert (2001), pengelolaan rantai pasok yang sukses membutuhkan sistem yang
terintegrasi. Masing-masing unit dalam rantai pasok menjadi satu kesatuan, tidak
berdiri sendiri-sendiri sebagaimana halnya dengan rantai pasok tradisional.
Kegiatan operasi pada rantai pasok membutuhkan aliran informasi yang
berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang baik pada saat yang tepat
sesuai dengan kebutuhan konsumen. Oleh karena itu usaha untuk mengidentifikasi
semua aktivitas yang mempunyai nilai tambah merupakan faktor penting yang
harus dilakukan untuk menyusun perbaikan sistem rantai pasok industri
konstruksi, dalam hal ini pada industri konstruksi perumahan sehingga tingkat
kinerja rantai pasok menjadi optimal. Kondisi diatas menegaskan bahwa
diperlukannya suatu pengembangan model yang dapat menggambarkan organisasi
di industri konstruksi perumahan guna memahami struktur dan perilaku rantai
pasok dalam industri konstruksi perumahan, sehingga suatu rantai pasok
konstruksi memiliki potensi untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan
untuk dilakukannya peningkatan dalam industri konstruksi perumahan.
Terdapat beberapa penelitian terkait rantai pasok yang telah dilakukan
pada industri konstruksi diantaranya : Yullianti (2008), mengkaji tentang
pengembangan indikator-indikator penilaian yang akan digunakan sebagai alat
bantu untuk mengevaluasi kinerja terkait dengan efektifitas dan efisiensi rantai
pasok pada proyek konstruksi di indonesia dalam rangka pencapaian konstruksi
ramping dan Oktaviani (2008), melakukan pengukuran kinerja dari pola rantai
pasok proyek konstruksi bagunan gedung yang telah teridentifikasi dengan
menggunakan indikator-indikator yang telah dikembangkan sebelumnya, terutama
pada kajian hubungan antar pihak yang terlibat dalam proses produksi proyek
kontruksi bangunan gedung. Sedangkan Juarti (2008), melakukan kajian tentang
pola-pola rantai pasok pengembangan perumahan yang memiliki karakteristik
yang sama dengan proyek konstruksi pada umumnya sehingga sama halnya
seperti dalam industri konstruksi, maka di dalamnya terjadi keterlibatan berbagai
pihak dengan keahlian dan kepentingan yang berbeda-beda dalam hal pengadaan
barang dan jasa. Sementara itu Maghrizal, et al. (2014), menempatkan ada 2 pola
rantai pasok yang berlaku pada industri konstruksi perumahan yaitu pola umum
21
dan pola khusus yang diterapkan oleh pengembang dalam pengembangan
perumahan.
Kinerja sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan merupakan
totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari pemasok bahan bangunan
(supplier), developer/kontraktor, konsumen dan jasa penunjang. Responsiveness
dan efficiency merupakan karakteristik yang dapat menggambarkan kinerja rantai
pasok yang bersifat dinamis sehingga mampu menyesuaikan setiap perubahan
yang terjadi pada pasokan dan permintaan. Harmonisasi antara kinerja dan
manajemen rantai pasok menjadi penting agar akitivitas rantai pasok dapat bekerja
secara baik dan benar.
Pada pengembangan perumahan, pengembang sebagai pemilik proyek
bukan merupakan konsumen akhir, pihak akhir dari rantai pasok pengembangan
perumahan adalah pemilik rumah. Rangkaian kegiatan dalam rantai pasok industri
konstruksi perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan ekonomi, dimana
terdapat hubungan antara produsen dan konsumen yang diikuti dengan adanya
aliran barang dan jasa. Rantai pasok industri konstruksi perumahan terbentuk
adanya keterlibatan berbagai pihak mulai dari pemilik rumah, pengembang,
konsultan desain, kontraktor perumahan, serta pemasok dan sub kontraktor.
Dalam manajemen rantai pasok, manajemen kinerja dan perbaikan secara
berkelanjutan merupakan salah satu aspek fundamental. Oleh sebab itu diperlukan
suatu sistem pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok. Sistem
pengukuran kinerja di butuhkan untuk melakukan monitoring dan pengendalian,
mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasokan,
mengetahui dimana posisi relatif pesaing maupun terhadap tujuan yang hendak
dicapai dan menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan pesaing.
Pada uraian diatas, terlihat bahwa telah terdapat beberapa penelitian yang
telah mengkaji rantai pasok pada industri konstruksi gedung dan kontruksi
perumahan. Namun demikian belum ada yang secara khusus melakukan penelitian
pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi
perumahan secara komprehensif. Berdasarkan penjelasan diatas maka diangkat
sebuah penelitian berjudul”Pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai
Pasok pada Industri Konstruksi Perumahan”.
22
1.2. Perumusan Masalah
Pasca gempa 2009 yang melanda kota Padang, pertumbuhan
perkembangan perumahan meningkat cukup signifikan. Berbagai bentuk dan
produk perumahan ditawarkan oleh para pengembang kepada para konsumen.
Menurut Juarti (2008), Pada pengembangan perumahan, pengembang (sebagai
pemilik proyek) bukan merupakan konsumen akhir (end-customer), pihak
paling akhir dari rantai pasok pengembangan perumahan adalah pemilik
rumah, karena produk akhir pengembangan perumahan akan diserahkan
kepada pemilik rumah. Sedangkan pada proyek konstruksi gedung pemilik
proyek merupakan konsumen akhir (end- customer). Konsumen sebagai
pemilik akhir dari sebuah produk industri perumahan seringkali mendapatkan
permasalahan dari para pengembang. Permasalahan yang timbul seperti :
kontruksi bangunan yang tidak memenuhi kaidah-kaidah konstruksi yang benar
(tidak memenuhi SNI), infrastruktur yang tidak memadai, tenggang waktu
penyelesaian bangunan yang tidak sesuai jadwal yang disepakati, pemahaman
konsumen yang kurang akan produk perumahan yang berkwalitas membuat
rentan untuk di manipulasi pengembang.
Berkaitan dengan permasalahan diatas terdapat beberapa pertanyaan
penelitian yang ingin dijawab, yaitu:
1. Apa faktor yang mempengaruhi rantai pasok pada pembangunan
perumahan?
2. Bagaimana menentukan pengukuran kinerja rantai pasok pembangunan
perumahan?
3. Bagaimana mengembangkan model acuan pengukuran kinerja, yang
berguna untuk mengontrol sampai sejauh mana pemanfaatan sumber daya
yang ada?
1.3. Penelitian Sebelumnya
Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan rantai pasok pada industri
konstruksi gedung dan industri konstruksi perumahan telah banyak dilakukan
23
diantaranya: Pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi bangunan
gedung(Yulianti,2008),Rantai pasok proyek konstruksi bangunan gedung
(Oktaviani,2008), Pola rantai pasok industri konstruksi bangunan perumahan
(Juarti,2008).
Pada penelitian-penelitian diatas belum ada membahas tentang pengukuran
kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan, untuk itu pada penelitian ini
penulis melakukan penelitian dengan mengembangkan suatu model pengukuran
kinerja rantai pasok untuk menilai kinerja pada industri konstruksi perumahan. Model
yang dikembangkan yaitu dengan menggunakan model SCOR® versi 11.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja rantai
pasok industri konstruksi perumahan.
2. Untuk menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi
perumahan.
3. Mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri
konstruksi perumahan.
1.5. Ruang lingkup penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Padang karena pertumbuhan perumahan
pasca gempa September 2009 berkembang pesat di Kota Padang, dibandingkan
dengan sebelum terjadinya gempa. Lingkup studi secara keseluruhan yang akan
dilakukan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1. Pengkajian model acuan pengukuran kinerja untuk rantai kegiatan dari
industri konstruksi perumahan.
2. Pengkajian model sistem rantai pasok industri konstruksi perumahan.
1.6. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan dari Penelitian ini disusun sebagai berikut:
24
Bab I Pendahuluan
Latar belakang penelitian, perumusan masalah dan posisi penelitian,
tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan ,
menjadi pembahasan pada bab ini.
Bab II Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan terhadap literatur dan penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan industry konstruksi dan
pengembangan perumahan, model kinerja dan pola-pola rantai pasok
pada pengembangan perumahan, sehingga nanti dapat dijelaskan posisi
penelitian yang menjadi acuan penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian
Penetapan model penelitian untuk menentukan pengembangan model
pengukuran kinerja rantai pasok pada industri konstruksi perumahan
yang terjadi pada pengembangan perumahan, rancangan pertanyaan
kuisioner, pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan untuk
mencapai tujuan penelitian adalah bagian dari bab ini.
Bab IV Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai
pasokan barang dan jasa yang terjadi pada setiap perumahan yang
ditinjau. Analisis data menghasilkan pola rantai pasok dan
pengembangan model pengukuran kinerja rantai pasok industri
perumahan pada tiap pengembangan perumahan yang ditinjau
menjadi isi dari bab ini.
Bab V Pembahasan Hasil Penelitian
Pengembangan model kinerja pengukuran rantai pasok pada industri
konstruksi perumahan adalah hasil yang diharapkan pada bab ini..
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan atas pembahasan yang berisikan akan jawaban dari tujuan penelitian
serta berisikan saran dan pendapat untuk penyempurnaan dan pengembanga
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGEMBANGAN (INDUSTRI KONSTRUKSI) PERUMAHAN
Didalam UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman mendefinisikan rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai
tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan
perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sedangkan sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang
berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi,
sosial dan budaya. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perumahan
dapat berupa unit-unit rumah tinggal yang dikembangkan diatas lahan secara
horizontal (landed house) atau hunian bertingkat yang dikembangkan diatas lahan
secara vertikal (Hendrickson, 1989).
Pada umumnya perumahan yang ditawarkan oleh pengembang terdiri
dari tiga kelas yang dibedakan berdasarkan kelengkapan fasilitas sarana dan
prasarana perumahan (Sastra, et.al 2006), yaitu sebagai berikut:
1. Perumahan sederhana, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan
prasarana yang masih sangat minim. Hal ini dikarenakan pengembang tidak
dapat menaikkan harga jual perumahan seperti pada perumahan menengah dan
mewah, dimana harga sarana dan prasarana perumahan dibebankan kepada
konsumen. Perumahan kelas sederhana pada umumnya hanya dilengkapi
dengan prasarana yang berupa jaringan jalan, saluran drainase, utilitas air
bersih, serta utilitas listrik.
26
2. Perumahan menengah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan
prasarana yang sudah lengkap. Selain tersedianya prasarana yang lebih baik,
perumahan kelas menengah juga dilengkapi dengan sarana yang lebih
lengkap, seperti sarana kesehatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, serta
sarana umum lainnya.
3. Perumahan mewah, yaitu jenis perumahan yang memiliki sarana dan prasarana
yang sudah lengkap. Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang
sudah sangat lengkap dan lebih baik, perumahan ini juga dilengkapi dengan
ketersediaan ruang terbuka yang mendukung kegiatan informal bagi para
penghuninya.
Menurut Suparno (2006), dalam perumahan, jenis rumah
diklasifikasikan berdasarkan tipe rumah. Jenis rumah tersebut terdiri atas:
(Tabel II.1)
1. Rumah Sederhana
Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil, yang mempunyai
keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah tipe ini sangat cocok untuk
keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah sederhana
merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah untuk
menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat
berpenghasilan atau berdaya beli rendah. Pada umumnya, rumah sederhana
mempunyai luas rumah 22 m² s/d 36 m², dengan luas tanah 60 m² s/d 75 m².
2. Rumah Menengah
Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini,
cukup banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan
ruangnya lebih leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. Pada
umumnya, rumah menengah ini mempunyai luas rumah 45 m² s/d 120 m²,
dengan luas tanah 80 m² s/d 200 m².
3. Rumah Mewah
Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh
masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang
pada rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat
direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan
27
kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar
digunakan untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol
kepribadian dan karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise
(kebanggaan). Pada umumnya, rumah mewah ini biasanya mempunyai luas
rumah lebih dari 120 m² dengan luasan tanah lebih dari 200 m².
Tabel 2.1. Jenis rumah berdasaarkan luas rumah dan keterjangkauan harga
Tipe Rumah Luas Bangunan Luas Tanah Harga Jual
Rumah Sederhana 36 M2 90 M2 90 juta s/d 150 juta
Rumah Menengah 45M2<M<80 M2 90M2<M<150M2 150 juta s/d 450 juta
Rumah Mewah >80 M2 >200 M2 > 450 juta
Sumber : Suparno Sastra M.(2006),dalam Wulan Puspita(2008).
Berdasarkan Kepmen 08/KPTS/BKP4N/1996 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman di Daerah, rumah
diklasifikasikan menjadi 4 jenis yang terdiri dari :
1. Rumah Sangat Sederhana
Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas
lantai bangunan maksimum 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar
mandi dengan WC, dan ruang serba guna dengan biaya pembangunan per
m2 sekitar setengah dari biaya pembangunan per m2 tertinggi untuk rumah
sederhana.
2. Rumah Sederhana
Rumah sederhana (RS) adalah rumah tidak bersusun dengan luas lantai
bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun di atas tanah dengan luas
kaveling 54 m2 sampai dengan 200 m2. Rumah tipe ini sangat cocok
untuk keluarga kecil dan masyarakat yang berdaya beli rendah. Rumah
sederhana merupakan bagian dari program subsidi rumah dari pemerintah
untuk menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat
berdaya beli rendah.
3. Rumah Menengah
Rumah menengah adalah rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah
dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya
pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk
pembangunan perumahan dinas tipe C sampai dengan harga satuan per m2
28
tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku dan
rumah tidak bersusun yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling
antara 200 m2 sampai dengan 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 nya
lebih kecil atau sama dengan harga satuan per m2 tertinggi untuk
pembangunan perumahan dinas tipe C yang berlaku, dengan luas lantai
bangunan rumah disesuaikan dengan koefisien dasar bangunan dan koefisian
lantai bangunan yang diizinkan dalam rencana tata ruang wilayah yang
berlaku. leluasa dibandingkan pada rumah sederhana.
4. Rumah Mewah
Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh
masyarakat berpenghasilan dan berdaya beli tinggi. Perencanaan ruang pada
rumah tipe ini lebih kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat
direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan
pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai tempat tinggal, keamanan,
keselamatan, dan pembentukan keluarga (Survival, safety, security, and
affiliation needs), tetapi juga mencakup sebagai pemenuhan kebutuhan
deklarasi status sosial, kebutuhan kognitif, dan estetika (Esteem, Cognitive,
and Aesthetic Needs). Rumah mewah adalah rumah tidak bersusun yang
dibangun diatas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai dengan 2000
m2 dan biaya pembangunan per m2 diatas biaya satuan per m2 tertinggi
untuk pembangunan perumahan dinas tipe A yang berlaku.
29
Gambar 2.1. Berbagai macam jenis rumah dan perumahan
(diolah dari berbagai sumber)
Menurut Byrne (1996), pengembangan perumahan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pengembang secara mandiri maupun bersama dengan pihak lain
untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosialnya dengan cara mengembangkan
lahan dan bangunan rumah untuk ditempati sendiri atau ditempai oleh pihak lain.
Proses pengembangan perumahan secara umum dibagi menjadi tiga proses
utama, yaitu proses akuisisi, proses produksi dan proses disposal. Proses
akuisisi meliputi tahap akuisisi lahan dan tahap perizinan. Proses produksi
meliputi tahap perancangan teknis/desain dan tahap pembangunan
perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap penyewaan atau
penjualan rumah.
Menurut Santoso (2000), proses pengembangan perumahan dibagi
menjadi tiga proses utama, yaitu proses persiapan (akuisisi), proses
produksi, dan proses penjualan (disposal). Proses akuisisi meliputi tahap
akuisisi lahan, tahap pengurusan perizinan untuk pengembangan lahan, serta
tahap studi kelayakan pengembangan perumahan bagi pengembang. Proses
produksi terdiri dari tahap perancangan teknis/desain perumahan serta tahap
pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan terdiri dari
pembangunan prasarana perumahan, pembangunan unit-unit rumah, dan
pembangunan sarana perumahan. Sedangkan proses disposal meliputi tahap
penjualan unit-unit rumah.
30
TAHAP
AKUISI
SI
TAHAP
PRODUK
SI
TAHAP
DISPOSAL
1.
2.
3.
Akuisisi
lahan
Perizinan
Studi
Kelayakan
1.
2.
3.
4.
Desain
Pelaksanaan
konstruksi
prasarana
Pelaksanaan
konstruksi sarana
Pelaksanaan
Konstruksi unit-unit
rumah
Penjualan unit-unit
rumah
Berdasarkan penjelasan diatas, secara umum proses pengembangan
perumahan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Proses Pengembangan Perumahan.( Santoso,2000)
dalam (Juarti, 2008)
2.1.1. Peraturan untuk Pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan
Peraturan-peraturan yang harus dipenuhi oleh pengembang dalam
mengembangkan perumahan, yaitu :
1. Perbandingan wilayah terbangun dengan wilayah terbuka 60%:40%.
Dalam membangun perumahan, pengembang harus membagi daerah
peruntukan dan wilayah terbuka, di mana luas hunian total adalah sebesar 60%
dan luas wilayah terbuka yang ditujukan untuk jalan dan ruang terbuka adalah
sebesar 40%.
2. Rencana sarana dan prasarana perumahan.
Pengembang harus menyediakan sarana dan prasarana pendukung yang
sesuai dengan klasifikasi perumahan yang dibangun, misalnya dengan
menyediakan saluran air bersih dan air kotor, memasang jaringan telepon dan
listrik, serta menyediakan akses lalu lintas yang lancar dari dan menuju ke
perumahan.
3. Legalitas perusahaan.
Agar dapat menjalankan bisnis di bidang pengembangan perumahan,
pihak pengembang secara yuridis harus berbadan hukum untuk menjamin
kelancaran operasional perusahaan serta menjamin kewajiban dan tanggung
jawab pengembang terhadap pihak konsumen.
31
4. Perizinan proyek.
Pengembang harus memperoleh izin atas proyek (izin lokasi) yang akan
dibangun, yang meliputi Izin Penggunaan dan Peruntukan Tanah (IPPT), Izin
Penetapan Lokasi (IPL), Pengajuan dan Pengesahan Site Plan, Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), serta Pengesahan Sertifikat Tanah.
Pengembangan suatu perumahan, pengembang harus
mempertimbangkan aspek perencanaan perumahan ( Sastra, et .al , 2006 ) yaitu ;
1. Aspek lingkungan
Beberapa aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam
perencanaan perumahan adalah keadaan tanah dan peraturan-peraturan
formal mengenai kebijakan tata ruang di wilayah yang akan didirikan
perumahan.
2. Keadaan iklim setempat
Keadaan iklim berkaitan dengan temperatur udara, kelembaban
udara, peredaran udara, dan radiasi panas. Perencanaan perumahan harus
disesuaikan dengan keadaan iklim setempat agar dapat dicapai efisiensi
penggunaan rumah.
3. Orientasi tanah setempat
Perencanaan bangunan perumahan harus disesuaikan dengan
orientasi persil tanahnya, yang meliputi:
i. Orientasi persil tanah yang akan berpengaruh terhadap
perencanaan bangunan beserta ruang-ruangnya.
ii. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari yang bertujuan untuk
mengkondisikan ruangan di dalam bangunan agar memenuhi
syarat kesehatan.
iii. Orientasi bangunan terhadap aliran udara yang bertujuan untuk
mengkondisikan kelembaban udara.
iv. Pengaturan jarak bangunan yang satu dengan bangunan lainnya
dengan tujuan untuk mengatasi bahaya kebakaran, ketersediaan
ventilasi, menjamin masuknya cahaya matahari, serta untuk
menyediakan area yang cukup untuk sirkulasi manusia.
32
v. Pengaturan bukaan bangunan agar rumah dapat memperoleh
cukup sinar matahari dan sirkulasi udara segar.
vi. Pengaturan atap bangunan untuk melindungi bangunan dari
pengaruh cuaca.
4. Aspek sosial ekonomi
Dalam perencanaan perumahan, terutama dalam menentukan
kuantitas dan mutu bangunan, pengembang harus memperhatikan aspek
sosial ekonomi calon pembelinya. Kondisi sosial suatu wilayah
merupakan salah satu aspek yang berpengaruh besar terhadap keputusan
pemilihan lokasi rumah.
5. Aspek kesehatan
Perencanaan rumah harus memperhatikan aspek kesehatan karena
aspek kesehatan akan mempengaruhi keberlanjutan proses penghunian
pada suatu rumah. Aspek kesehatan tersebut meliputi kecukupan air
bersih, kecukupan cahaya, dan kecukupan udara.
6. Aspek teknis
Suatu bangunan perumahan harus memenuhi persyaratan kekuatan
bangunan. Namun pada umumnya struktur dan konstruksi rumah tinggal
hanya menggunakan struktur dan konstruksi sederhana sehingga dalam
perencanaan sering tidak memerlukan perhitungan konstruksi detail
karena umumnya mampu dikerjakan oleh pekerja bangunan.
2.1.2. Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pelaksanaan konstruksi perumahan pada perumahan kelas menengah dan
mewah pada umumnya bersifat custom-built project, dimana pelaksanaan
konstruksi perumahan dilakukan sesuai dengan permintaan dari konsumen, yaitu
pemilik rumah (Betty,2007). Pada tahap pelaksanaan konstruksi perumahan,
pengembang mengadakan hubungan kerjasama dengan penyedia barang dan jasa
profesional yang bergerak di bidang industri konstruksi dalam usahanya
mewujudkan perumahan untuk dijual kepada konsumennya, dalam hal ini adalah
pemilik rumah. Penyedia barang dan jasa tersebut terdiri dari konsultan
desain perumahan serta kontraktor perumahan. Seperti pelaksanaan konstruksi
bangunan lainnya, pelaksanaan konstruksi perumahan juga menuntut pengerjaan
33
dengan keahlian yang khusus sehingga menuntut adanya keahlian tertentu atau
spesialisasi.
Dengan karakteristik tersebut, kegiatan konstruksi perumahan menjadi
terfragmentasi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembagian pekerjaan konstruksi
perumahan menjadi paket-paket pekerjaan yang melibatkan banyak pelaku
dengan spesialisasi masing-masing serta tingkat spesialisasi yang tinggi. Dengan
demikian terdapat banyak kontraktor yang melaksanakan setiap paket
pekerjaan konstruksi perumahan. Keseluruhan kontraktor tersebut disebut
sebagai kontraktor perumahan, yang terdiri dari kontraktor yang
melaksanakan konstruksi prasarana perumahan, sarana perumahan, serta unit-
unit rumah.
2.2. Rantai Pasok pengembangan (Industri Konstruksi) Perumahan
Pelaku-pelaku yang terlibat pada pelaksanaan konstruksi saling
berhubungan dan membentuk suatu pola hubungan yang menempatkan satu
pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu rangkaian rantai proses produksi
yang menghasilkan produk konstruksi, yang disebut rantai pasok konstruksi
(Capo, dkk,2004). Selanjutnya menurut Suraji (2012), rantai pasok konstruksi
merupakan rangkaian permintaan dan pemasokan, produksi dan distribusi
barang dan jasa dari berbagai pihak yang berhubungan, seperti designer,
contractors, subcontractors dan suppliers dalam menghasilkan suatu bangunan
berbasis proyek untuk owner atau client.
Keterlibatan berbagai pelaku dalam rantai pasok konstruksi berkaitan
dengan aliran informasi serta aliran barang dan jasa dari pemasok paling
awal hingga pemilik produk konstruksi yang menjadi konsumen paling
akhir.Sifat proyek konstruksi, khususnya konstruksi perumahan, yang
membutuhkan keahlian- keahlian khusus dan memiliki tingkat kompleksitas
yang tinggi menyebabkan adanya keterlibatan berbagai pihak yang membentuk
suatu rantai pasokan barang dan jasa yang pada umumnya sering disebut dengan
rantai pasok.
Rantai pasok proyek konstruksi pengembangan perumahan memiliki
berbagai karakteristik yang relatif sama dengan rantai pasok pada industri
konstruksi pada umumnya. Karakteristik rantai pasok ini meliputi (Susilawati,
34
2005):
Karakteristik produknya unik ;
• produk proyek konstruksi pada umumnya dibuat berdasarkan
permintaan tertentu (custom made product). Dengan demikian tidak ada
satu pun produk proyek konstruksi yang sama - walaupun hal ini
tergantung pada tingkatan mana kita melihatnya.
Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary
organization). Suatu rangkaian rantai pasok yang terbentuk yang
menghasilkan produk proyek konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa
produksi.
Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya
berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga
memberikan kontribusi terhadap keunikan produk proyek konstruksi,
karena pada proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh
cuaca, dll) maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas, dll)
yang mempengaruhinya tidak akan pernah sama.
In site production dan off site production. Terjadinya produksi didalam
site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses
yang terjadi dalam produksi proyek konstruksi .
Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga
terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam proyek konstruksi.
Karakteristik lainnya adalah bahwa dalam rantai pasok proyek konstruksi
yang umumnya membutuhkan keahlian-keahlian khusus yang memiliki
kecenderungan proyek konstruksi terbagi-bagi menjadi paket-paket,
mempengaruhi bentuk rantai pasok yang relatif panjang dan kompleks.
Sehingga proses koordinasi dan arus informasi sangat menentukan mutu produk
proyek konstruksi. Pada rantai pasok manufaktur, meskipun kadangkala juga
rantai pasoknya relatif panjang dan memiliki kompleksitas yang sama, namun
dengan karakteristik produk keluaran yang relatif tetap dan organisasi rantai
pasok yang juga relatif tetap, manajemen koordinasi dan informasi akan dapat
lebih mudah dikembangkan ke tingkat yang diinginkan oleh masing-masing
pihak.
35
Rantai pasok sendiri didefinisikan sebagai keterlibatan jaringan organisasi
mulai dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream), dalam proses dan
kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan layanan dan jasa yang bernilai
hingga sampai kepada pelanggan terakhir (Vrijhoef et. al., 1999). Gambaran
konseptual rantai pasok pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan suatu
kegiatan konstruksi dapat digambarkan seperti Gambar II.3.
Gambar 2.3. Gambaran Konseptual Rantai Pasok Konstruksi
(Sumber: O’Brien dkk, 2002 dalam Betty, 2007)
Gambar tersebut menunjukkan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi pada
pelaksanaan konstruksi, dimana rantai pasok konstruksi terbentuk dari banyak
pelaku atau organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan
barang dan jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksanaan pekerjaan
konstruksi, aliran barang dan jasa terpusat kepada kontraktor, karena kontraktor
bertindak sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan konstruksi sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan oleh pemilik.Para pelaku yang terlibat dalam
pengadaan barang dan jasa bagi kontraktor untuk pelaksanaan konstruksi dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.4. Pelaku utama Dalam Rangkaian Kegiatan ”Konstruksi”
36
(Toruan, 2005) dalam (Yandi,2008)
Susilawati (2005), mengambarkan hubungan dan konsep pelaku-pelaku
yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi tersebut sejalan dengan hubungan
dan konsep pelaku-pelaku yang terlibat dalam rantai pasok konstruksi.
Didalam proyek konstruksi pengembang perumahan pemberi tugas proyek
adalah pengembang perumahan, sebagai pelaku hilir, kontraktor berperan
sebagai pelaku utama, dan subkontraktor, penyedia tenaga kerja, pemasok
material, serta penyedia peralatan konstruksi adalah pelaku hulu dalam rantai
pasok proyek konstruksi perumahan.
Gambar 2.5. Pola Umum Supply Chain Konstruksi oleh Susilawati
(2005), dalam Yandi( 2008).
2.2.1. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi Perumahan
Dengan sifat pelaksanaan konstruksi perumahan yang membutuhkan
keahlian khusus, maka dalam proyek konstruksi pengembangan perumahan
umumnya pengembang membagi-bagi bagian-bagian kegiatan yang ada
dengan melibatkan berbagai penyedia jasa konstruksi yang memiliki keahlian
37
yang sesuai. Beberapa pihak yang terlibat dalam suatu proyek konstruksi
perumahan antara lain:
1. Pemilik Proyek
Pengembang perumahan sebagai organisasi perusahaan yang berperan
menjadi inisiator proyek konstruksi perumahan berperan sebagai pemilik proyek.
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi perumahan, pengembang dapat menunjuk
organisasi perusahaan lainnya yang berperan menjadi pengelola proyek
konstruksi perumahan, misalnya dengan melibatkan konsultan manajemen
konstruksi.
2. Kontraktor
Dalam proyek pelaksanaan konstruksi, pada umumnya pengembang
perumahan bekerjasama dengan kontraktor. Tugas yang dibebankan oleh
pengembang kepada kontraktor yaitu tugas untuk melaksanakan konstruksi
rumah dengan sarana dan prasarananya dengan berpegang kepada kontrak,
gambar desain, spesifikasi teknis, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah
disepakati.Berdasarkan lingkup tugasnya, kontraktor yang terlibat dalam
pengembangan perumahan dapat sebagai kontraktor umum (general
contractor), subkontraktor, maupun kontraktor spesialis. Kontraktor umum
adalah kontraktor yang berperan sebagai kontraktor utama yang memiliki
hubungan kontraktual secara langsung dengan pengembang dan bertugas untuk
mengkoordinasikan keseluruhan pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi.
Subkontraktor adalah kontraktor yang mengerjakan satu atau beberapa bagian
pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi dan tidak memiliki hubungan
kontraktual langsung kepada pengembang perumahan, hubungan kontraktual
subkontraktor adalah dengan kontraktor umum. Sedangkan kontraktor spesialis
adalah kontraktor yang memiliki keahlian khusus. Kontraktor spesialis dapat
memiliki hubungan kontraktual langsung kepada pengembang, maupun
hubungan kontraktual kepada kontraktor umum. Dengan penerapan manajemen
rantai pasok, hubungan kontraktual antara kontraktor spesialis secara langsung
dengan pengembang, akan berpotensi meningkatkan profitabilitas dan
memudahkan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pengembang.
38
3. Konsultan perencana
Konsultan perencana merupakan penyedia jasa konstruksi yang bertugas
untuk menerjemahkan kriteria-kriteria desain yang ditetapkan oleh pengembang
menjadi suatu desain perumahan yang akan dilaksanakan oleh kontraktor.
Konsultan perencana berperan penting dalam menginterpretasikan kriteria
menjadi suatu desain yang cukup jelas, sehingga kontraktor sebagai pelaksana
konstruksi yang akan menginterpretasikan desain dari konsultan perencana
memiliki arah tujuan yang sama seperti yang telah ditetapkan oleh pengembang
sebelumnya.
4. Supplier dan Manufaktur Konstruksi
Terdapat dua jenis pihak yang terlibat dalam aliran material-material
yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan (Susilawati, 2005):
a. Manufaktur konstruksi, yang memproduksi material-material konstruksi
dengan mengolah material-material alam hingga menghasilkan komponen
bangunan tertentu.
b. Supplier, yang mendistribusikan material yang diperoleh kepada
penggunanya. Dari jenis material yang didistribusikan maka supplier ini
dapat dibedakan menjadi supplier material alam dan supplier komponen
bangunan.
5. Pengawas
Pengawas merupakan pihak yang mewakili owner dalam proyek
pelaksanaan konstruksi perumahan. Tugas utama dari pengawas adalah untuk
memastikan bahwa proses dan hasil kerja kontraktor sesuai dengan kontrak,
gambar, spesifikasi, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah disepakati.
6. Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan merupakan lembaga yang berperan penting dalam
membantu penyediaan sumber dana yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang
telah disebutkan sebelumnya untuk kelancaran pelaksanaan proyek. Sumber dana
yang dapat dikucurkan oleh lembaga keuangan dapat berupa kredit investasi
maupun kredit modal kerja.
7. Pemilik rumah
39
Pemilik rumah sebagai pengguna terakhir dari sebuah produk industri
konstruksi perumahan memiliki peran penentu dari mutu dan keberlansungan
industri konstruksi perumahan.
2.3. Pola Umum Rantai Pasok Proyek ( Industri Konstruksi ) Perumahan
Juarti (2008), mengemukakan bahwa rantai pasok proyek
konstruksi perumahan terbentuk dengan dipengaruhi 3(tiga) faktor, yaitu
kelas perumahan, luas lahan pengembangan perumahan, dan situasi
serta keadaan lingkungan perumahan. Dalam rantai pasok proyek
konstruksi perumahan dapat diidentifikasi gambaran hubungan pasokan
barang dan atau jasa serta hubungan kontrak yang biasa terjadi dalam
proyek konstruksi perumahan. Dari penelitian sebelumnya diketahui
bahwa pada proyek konstruksi perumahan terdapat pola umum dan pola
khusus rantai pasok. (Gambar II.4)
40
Gambar 2.6. Pola Umum Rantai Pasok Proyek (Industri Konstruksi) Perumahan
(Juarti,2008).
Berdasarkan pada pola umum tersebut Juarti ( 2008), dapat mengidentifikasi
beberapa hal seperti sebagai berikut:
Pada tahap desain/perancangan perumahan, pengembang sendiri yang
melakukan pekerjaan desain/perancangan perumahan
Pada tahap pelaksanaan kontruksi perumahan, pengembang melakukan
beberapa paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan (seperti
pekerjaan pematangan tanah dan pekerjaan pagar tembok/benteng).
Sedangkan paket pekerjaan pelaksanaan konstruksi perumahan lainnya
diserahkan kontraktor sebagai penyedia jasa.
Pada tahap pengawasan perumahan pelaksanaan konstruksi perumahan,
pengembang sendiri yang melakukan pekerjaan pengawasan pelaksanaan
konstruksi perumahan.
2.4. Pola Rantai Pasok Pengembangan ( I n d u s t r i Konst ru k s i ) Perumahan
Rangkaian kegiatan (memasok dan dipasok) dalam dalam rantai
pasok pengembangan perumahan sejalan dengan suatu rangkaian kegiatan
ekonomi, dimana terdapat hubungan antara produsen dengan konsumen.
Terjadi hubungan memasok dan dipasok antara pihak produsen dan
konsumen diikuti dengan adanya aliran barang dan/jasa yang terjadi dari
produsen kepada konsumen dan aliran uang yang terjadi dari kosumen
kepada produsen.
Rangkaian kegiatan ekonomi yang terjadi pada rantai pasok
pengembangan perumahan dapat digambarkan sebagai berikut :
41
Gambar 2.7. Rangkaian Kegiatan Ekonomi Pada Rantai Pasok Pengembangan Perumahan , Sumber: Soekirno (1996) dalam Juarti (2008)
Keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan perumahan dari pihak
yang paling hulu hingga kepada pemilik rumah sebagai konsumen paling
akhir membentuk rantai pasok pengembangan perumahan. Berdasarkan
aliran barang dan/ jasa serta aliran informasi dari setiap pihak yang
terlibat pada kegiatan pengembangan perumahan, rantai pasok
pengembangan perumahan dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.6
Gambar .2.8. Konfiguransi Umum Rantai Pasok Pengembangan Perumahan Sumber: Vrijhoef dan Koskela (1999) dalam Juarti (2008)
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa rantai pasok
pengembangan perumahan terbentuk karena adanya keterlibatan berbagai
pihak, mulai dari pemilik rumah, pengembang, konsultan desain,
kontraktor perumahan, serta pemasok dan subkontraktor. Pemilik rumah
memiliki peran dalam pembentukan rantai pasok pengembangan
perumahan, karena inisiatif adanya kegiatan pengembangan perumahan
berawal dari adanya kebutuhan pemilik terhadap rumah. Pemilik rumah
42
merupakan konsumen paling akhir dari rantai pasok pengembangan
perumahan, karena setelah kegiatan pengembangan perumahan selesai
dilaksanakan, rumah akan diserahkan kepada pemilik untuk digunakan.
Pengembang merupakan pelaku dalam rantai pasok pengembangan
perumahan yang diserahi wewenang oleh pemilik rumah untuk
mengembangkan rumah beserta sarana dan prasarananya sesuai dengan
kriteria kebutuhan pemilik rumah. Karena pada umumnya lingkup bisnis
pengembang hanya pada bidang penjualan unit-unit rumah/kavling, maka
pekerjaan desain/perancangan dan pelaksanaan konstruksi perumahan
diserahkan kepada konsultan dan kontraktor perumahan.Desain perumahan
ditetapkan oleh konsultan desain. Konsultan desain dapat berasal dari
divisi dalam organisasi pengembang itu sendiri atau berasal dari luar
organisasi pengembang. Sedangkan untuk pekerjaan pelaksanaan
konstruksi perumahan, pengembang menyerahkan pelaksanaannya kepada
kontraktor. Pengembang memberikan wewenang yang besar kepada
kontraktor dalam hal pengadaan barang dan jasa yang diperlukannya
untuk pelaksanaan konstruksi perumahan.
Berdasarkan konfigurasi umum di atas, terdapat empat pihak yang
paling berpengaruh dalam rantai pasok pengembangan perumahan yaitu :
1) Pemilik rumah sebagai (end-customer) pada rantai pasok
pengembangan perumahan, yaitu masyarakat sebagai pengguna,
pemakai (user).
2) Pemilik proyek yaitu pengembang sebagai pemilik pengembangan
perumahan di mana bertanggung jawab terhadap suatu produk yang
dihasilkan dan konsultan. Kelompok pemilik ini meliputi juga arsitek
dan konsultan.
3) Kontraktor adalah perusahaan yang bekerja untuk menghasilkan dan
menyerahkan produk sesuai dengan gambar perencanaan dan
spesifikasi yang telah ditetapkan pengembang.
4) Subkontraktor dan pemasok ( supplier )
43
2.5. Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok
Menurut Sushil dan Shankar (2004), untuk unggul dan menang dalam
lingkungan persaingan sekarang ini, rantai pasok memerlukan perbaikan terus
menerus. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan ukuran kinerja yang mendukung
pengukuran dan perbaikan rantai pasok global, dari pada ukuran perusahaan
dalam arti sempit atau fungsi tertentu, yang menghambat perbaikan rantai
menyeluruh.
Beberapa faktor yang berkontribusi pada kebutuhan manajemen akan ukuran
jenis baru untuk mengelola rantai pasok, termasuk:
a. Kurangnya ukuran yang mencakup kinerja melintasi keseluruhan rantai
pasok
b. Kebutuhan untuk melampaui metric internal dan mengambil suatu perspektif
rantai pasok
c. Kebutuhan untuk menentukan inter-relasi antara perusahaan dan kinerja
rantai pasok
d. Kompleksitas manajemen rantai pasok
e. Kebutuhan untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan dan berbagi informasi
bersama pengukuran kinerja untuk mengimplementasikan strategi yang
mencapai tujuan rantai pasok.
f. Keinginan untuk meluaskan “garis pandang” dalam rantai pasok
g. Kebutuhan untuk mengalokasikan manfaat dan beban akibat dari pergeseran
fungsi dalam rantai pasok.
h. Kebutuhan untuk mendiferensiasikan rantai pasok untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif.
i. Tujuan untuk mendorong perilaku kooperatif melintasi fungsi perusahaan
dan melintasi perusahaan dalam rantai pasok.
Suatu sistem pengukuran yang efektif adalah mempunyai karakteristik berikut ini:
a. Inklusifitas : pengukuran dari semua aspek yang bersangkurtan
b. Universalitas : memungkinkan perbandingan dalam berbagai kondisi
operasi
c. Dapat diukur : data yang diperlukan dapat diukur
d. Konsistensi : ukuran konsistensi dengan tujuan organisasi
44
2.6. Supply Chain Operations Reference Model
Supply Chain Council (2008) menyatakan bahwa pada tahun 1996 sebanyak
69 perusahaan praktisi membentuk organisasi mandiri, nirlaba, yang berlingkup
global dengan anggota terbuka (dengan persyaratan) untuk semua perusahaan dan
organisasi yang tertarik untuk mengaplikasikan dan memajukan ilmu yang terkini
dalam sistem dan praktek manajemen rantai pasok. Organisasi ini bernama Supply
Chain Council (SCC) yang mengeluarkan model Supply Chain Operations
Reference (SCOR). SCOR-model memberikan kerangka kerja yang unik yang
menghubungkan proses bisnis, ukuran, praktek terbaik dan fungsi-fungsi
teknologi ke dalam struktur terpadu untuk mendukung komunikasi di antara mitra-
mitra rantai pasok dan untuk meningkatkan efektivitas manajemen rantai pasok
dan kegiatan perbaikan rantai pasok terkait.
Model SCOR® diciptakan oleh Supply Chain Council (2008) dalam rangka
menyediakan suatu metode penilaian-mandiri dan perbandingan aktivitas –
aktivitas dan kinerja rantai suplai sebagai suatu standar manajemen rantai suplai
lintas-industri. Model ini menyajikan kerangka proses bisnis, indikator kinerja,
praktik-praktik terbaik (best practices) serta terknologi yang unik untuk
mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai suplai, sehingga dapat
meningkatkan efektivitas manajemen rantai suplai dan efektivitas penyempurnaan
rantai suplai.
Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) adalah bahasa rantai
suplai, yang dapat digunakan dalam berbagai konteks untuk merancang,
mendeskripsikan, mengonfigurasi dan mengonfigurasi-ulang berbagai jenis
aktivitas komersial/bisnis. Penerapan Model Supplai Chain Operations Reference
(SCOR®) dalam batas-batas tertentu cukup fleksibel dan dapat disesuaikan untuk
meningkatkan produktivitas demi memenuhi kebutuhan konsumen.
2.6.1. SCOR® sebagai suatu kerangka proses
Model referensi proses ini mengintegrasikan konsep –konsep terkemuka,
yaitu perancangan proses bisnis, tolok ukur, serta analisis praktik terbaik menjadi
sebuah kerangka lintas-fungsional.
45
Perancangan proses bisnis menangkap kondisi proses saat ini (“AS-Is”) dan
mendapatkan kondisi yang dituju (“To-Be”). Kinerja proses-proses tersebut akan
diukur menggunakan serangkaian metric yang tersturktur. Tolok ukur digunakan
untuk mengukur kinerja opersional dari perusahaan-perusahaan sejenis dan
menetapkan target-target internal berdasarkan hasil yang terbaik di kelasnya
dengan menggunakan metric standar lintas-industri. Analisis praktik terbaik
dilakukan untuk menggambarkan praktik-praktik manajemen, aturan-aturan
bisnis, dan aplikasi/solusi TI (Teknologi Informasi) yang menghasilkan kinerja
terbaik di kelasnya.
Gambar 2.9 SCOR®
sebagai satuan model referensi proses ,Paul (2014)
Menilai kebutuhan
akan keterampilan
dan kinerja serta
mrnyelaraskan
karyawan dan
kebutuhan
karyawan untuk
mencapai target
internal
Mengidentifikasi
praktik-praktik dan
solusi-solusi
perangkat lunak
(software) yang
akan menghasilkan
kinerja yang lebih
baik secara nyata
Mengukur kinerja
relative dari
berbagai rantai
suplai yang
serupa/mirip, dan
menetapkan target
internal
Menangkap aktivitas
bisnis saat ini (“as-
is”) dan merancang
kondisis yang dituju
(“to-be”)
Kerangka Acuan Proses
Proses Kinerja
(metrik)
Praktik Orang
(keterampilan)
46
Gambar 2.10. SCOR®
mengandung tiga tingkat hierarki, Paul (2014)
SCOR® memiliki pendekatan terstuktur dalam memetakan proses
sebagaimana terlihat pada gambar II.8. Pemetaan dimulai pada level 1 untuk
menunjukkan tipe proses, Level 2 utnuk menunjukkan kategori proses, level 3
untuk menunjukkan Elemen proses, dan Level 4 sebagai level implementasi.
2.6.2. Lingkup Model SCOR
Model SCOR berperan sebagai basis dalam memahami cara rantai pasok
mengiperasikan, mengidentifikasi semua pihak yang terkait, serta menganalisis
kinerja rantai suplai. Model SCOR® mengumpulkan informasi yang dibutuhkan
untuk mendukung pengambilan keputusan.
Model ini juga berperan sebagai basis bagi proyek perbaikan manajemen
rantai suplai, dengan cara :
Mengidentifikasi proses-proses dalam bahasa yang dapat dikomunikasikan
ke seluruh element organisasi dan fungsional,
Menggunakan terminologi dan notasi standar, dan
Menghubungkan berbagai aktivitas dengan ukuran/metrik yang tepat
SCOR® mencakup setidaknya empat bidang :
1) interaksi antara seluruh penyuplai dan konsumen, mulai dari penerimaan
pesanan hingga pembayaran tagihan,
2) seluruh transaksi material fisik, dari pihak penyuplai hingga konsumen pihak
pelanggan, termasuk peralatan, bahan-bahan pendukung, suku cadang,
produk curah (bulk), perangkat lunak, dan lain-lain.
3) seluruh transaksi pasar, dari pemahaman akan permintaan agregat hingga
pemenuhan setiap pesanan.
4) proses pengembalian.
Meski demikian, terdapat beberapa keterbatasan SCOR®. Model ini tidak
mencakup prose administrasi penjualan, proses pengembangan teknologi, prose
47
desain dan pengembangan produk dan proses, serta beberapa proses pendukung
teknis pasca – pengiriman. SCOR® mengasumsikan – namun tidak menyebutkna
secara eksplisit-kualitas dan administrasi teknologi informasi (TI) (non-SCM).
SCOR® terstruktur ke dalam enam proses manajemen berbeda: Plan, Sorce,
Make, Deliver dan Enable dari penyuplainya, penyuplai hingga konsumen pihak
pelanggan. Pendekatan dalam membangun SCOR® terdiri atas proses, Praktik,
Kinerja, dan Keterampilan Orang/SDM.
Batasan lingkup dari model SCOR adalah mulai pemasok-dari-pemasok
sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, sebagaimana digambarkan pada
gambar dibawah ini.
Gambar 2.11. Batasan Lingkup Model SCOR®
,Paul (2014).
SCOR mencakup :
Semua interaksi pelanggan, mulai dari pencatatan pesanan sampai dengan
tagihan terbayar.
Semua transaksi produk (material fisik dan jasa), mulai pemasok-dari-
pemasok sampai dengan pelanggan-dari-pelanggan, termasuk peralatan,
bahan habis pakai, suku cadang, produk curah, perangkat lunak, dan lain-
lain.
Semua interaksi pasar, mulai megetahui kebutuhan total sampai dengan
pemenuhan dari setiap pesanan.
2.6.3. Struktur Model SCOR
48
SCOR memuat tiga tingkat detail proses, sebagaimana terlihat pada gambar
di bawah ini.
Gambar II.12. Struktur SCOR®
, Paul (2014).
Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk
mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang
memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai lapisan ketiga menunjukkan
elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran
9inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014).
Pada Tingkat 1, SCOR didasarkan atas lima proses manajemen yang
berbeda, sebagai berikut :
1. Rencana (Plan): Perencanaan dan Manajemen Permintaan/penyediaan.
a. Menyeimbangkan sumber daya dengan kebutuhan dan
menetapkan/mengkomunikasikan rencana untuk seluruh rantai pasok,
termasuk pengembalian, dan proses pelaksanaan dari mendapatkan sumber,
pembuatan, dan pengiriman.
b. Manajemen aturan bisnis, kinerja rantai pasok, pengumpulan data,
persediaan, asset capital, transportasi, konfigurasi perencanaan, persyaratan
dan pemenuhan regulasi, dan resiko rantai pasok.
c. Menyelaraskan rencana unit rantai pasok dengan finansal.
2. Sumber (Source) : “ Pengadaan produk persediaan” (sourcing stocked),
“buat menurut pesanan” (make-to-order), dan “rancang menurut pesanan”
(engineer-to-order).
49
a. Menjadwalkan pengiriman; terima, periksa, dan transfer produk; otorisasi
pembayaran pemasok.
b. Identifikasi dan pilih sumber penyediaan bila belum ditetapkan terlebih dulu,
sebagaimana untuk produk “rancang menurut pesanan”
c. Kelola aturan bisnis, nilai erja pemasok, dan pelihara data.
d. Kelola persediaan, asset capital (barang modal), produk yang dating,
jaringan pemasok, persyaratan impor/ekspor, perjanjian pemasok, dan resiko
sumber rantai pasok.
3. Buat (Make): Proses-proses yang mentransformasikan produk ke status jadi
untuk memenuhi permintaan yang direncanakan atau yang actual.
a. Jadwalkan kegiatan produksi, keluarkan produk, buat test, pengepakan,
siapkan produk, dan lepas produk untuk dikirim. Dengan tambahan
persyaratan “hijau” (green) pada SCOR, sekarang ada proses spesifik untuk
pembuangan limbah dalam BUAT.
b. Selesaikan rekayasa untuk produk “rancang menurut oesanan”
c. Kelola aturan, kinerja, data, produk, produk dalam proses, peralatan dan
fasilitas, transportasi, jaringan produksi, pemenuhan peraturan untuk
produksi, dan risiko rantai pasok.
4. Kirim (deliver): Manajemen pesanan, gudang, transportasi dan instalasi
untuk produk persediaan, “bat menurut pesanan”, dan “rancang menurut
pesanan”.
a. Semua langkah manajemen pesanan dari pemrosesan permintaan penawaran
[elanggan dan penawaran sampai dengan menyiapkan pengiriman dan
memilih pengangkut.
b. Manajemen gudang dari penerimaan dan mengambil produk untuk memuat
dan mengirim produk.
c. Menerima dan memeriksa produk di lokasi pelanggan dan pemasangan bila
diperlukan.
d. Penagihan ke pelanggan.
5. Kembali (Return): Pengembalian bahan baku dan penerimaan
pengembalian dari produk jadi.
50
a. Langkah pengembalian semua produk cacat dari sumber identifikasi kondisi
produk, disposisi produk, meminta otorisasi atas pengembalian produk,
menjadwalkan pengiriman produk, dan mengembalikan produk cacat.
b. Langkah pengembalian produk pemeliharaan, perbaikan, dan pemriksaan
secara menyeluruh dari sumber.
6. Ketersediaan (enable) : Proses yang terkait dengan penetapan,
pemiliharaan dan pemantauan informasi, hubungan,
sumberdaya,asset,aturan bisnis,kesesuaian dan kontrak yang dibutuhkan
untuk menjalankan rantai suplai.
2.7. PENGUKURAN KINERJA MODEL SCOR®
Paul (2014), dalam bukunya yang berjudul “Transformasi Rantai Suplai
dengan Model SCOR® “Menjelaskan Evaluasi kinerja dilakukan dengan menilai
parameter-parameter kinerja, seperti manajemen aset, profitabilitas, tingkat
pelayanan, dan waktu pengiriman. Modal supply Chain Operations Reference
SCOR® adalah salah satu indikator standar untuk membantu perusahaan
membangun kinerja rantai suplai yang ada saat ini, yang akan dievaluasi dan
dibandingkan dengan perusahaan lain di industri yang sama.
Bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe elemen: Atribut Kinerja dan
Metrik.
2.7.1. Atribut Kinerja
Atribut kinerja adalah pengelompokan metric yang digunakan untuk
menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat diukur; melainkan digunakan
untuk menentukan arah strategi. Misalnya :” Produk LX harus menjadi yang
terbaik dalam hal keandalan” dan “Pasar XY menuntut kita untuk menjadi 10
produsen yang tangkas (agile).” Metrik mengukur kemampuan dalam mencapai
arah-arah strategis tersebut.SCOR®
mengenal lima atribut kinera:
Keandalan (Reliability)
Realibility,atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam
51
suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan
menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan
berfokus pada kemampuan memeprediksi hasil dari sebuah proses. Metric
keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja
utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan
Pesanan yang sempurna).
Kecepatan dalam merespons (Responsiveness)
Atribut REsponsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan
seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang
konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan
kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh
metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah
Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan dlam
merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Ketangkasan (Agility)
Atribut agility,atau ketangkasan, menyatakan kemapuan merespons
perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal
mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga ,
penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme,
ketersediaan perangkat keuangan(ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja.
Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan
Adaptability (kemampuan adaptasi).Ketangkasan adalah atribut yang berfokus
pada konsumen.
Biaya (COST)
Cost, atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya
menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya
tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR®
utama dalam atribut ini adalah Total Cost to serve (biaya pelayanan total ). Biaya
pelayana total adalah metric yang berfokus ada konsumen, karena mengukur biaya
52
yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam atribut
biaya(Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost), lebih
berorientasi pada produk. Meterik baru ini memungkinkan perusahaan
membangun profit berdasarkan konsumen atau segemen.
Manajemen Aset (Asset Management)
Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset
secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan
inventori serta penentuan produksi sendiri atau subkontak (insource vs.
otusource),Paul(2014). Contoh metriknya adalah Waktu siklus inventori
(inventory days of supply) dan utilitas kapasitas. Indikator kinerja SCOR® utama
mencakup waktu siklus kas( Cash-to-Cash Cycle Time) dan tingkat pengembalian
aset tetap (Return on fixed assets). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang
berfokus pada internal . Supply chain Council merekomendasikan kartu SCOR®
(SCOR® card) rantai suplai untuk mengandung paling tidak satu (1) metric dalam
setiap atribut kinerja untuk memenuhi pengembalian keputusan dann kontrak yang
seimbang.
Tabel 2.2. Manajemen Aset
Atribut Definisi Atribut Metrik Level 1
Supply chain
Reability
Kinerja rantai suplai dalam mengirikan
produk yang tepat, ketempat yang
tepat, pada saat yang tepat, dalam
kondisi dan kemasan yang tepat, dalam
jumlah yang tepat dengan dokumentasi
yang tepat, kepada konsumen yang
tepat
Pemenuhan Pesanan yang
Sempurna
Supply Chain
Responsiveness
Kecepatan rantai suplai dalam
menyediakan produk bagi konsumen
Waktu siklus pemenuhan
pesanan
53
Supply Chain Agility Ketangkasan rantai suplai dalam
merespon perubahan pasar demi
mendapatkan atau mempertahankan
daya saing
Fleksibilitas Rantai Suplai
terhadap peningkatan
kapasitas
Daya Adaptasi Rantai Suplai
terhadap Peningkatan
Kapasitas
Daya adaptasi rantai suplai
terhadap penurunan kapasitas
Suplai Chain Costs Biaya-biaya terkait pengoperasian
rantai suplai
Total Biaya Pelayanan
Supplai chain Asset
Management
Efektivitas suatu organisasi dalam
manajemen aset untuk mendukung
pemenuhan permintaan. Mencakup
manajemen semua aset modal tetap dan
modal kerja
Waktu Biaya Pelayanan
Laba atas aset tetap Rantai
Suplai
Laba atas Modal kerja
Sumber : manajemen aset, Paul (2014).
2.7.2.Metrik
Model Supply Chain Operations Reference SCOR® mencakup 14 metrik
level 1. Dengan menggunakan pendekatan hirarki sebagaimana dikembangkan
dalam proses SCOR® , metric juga memiliki beberapa level yang berbeda. Metric
level 1 dapat didekomposis menjadi metric level 2 . metric level 2 dapat
didekomposisi menjadi metric level 3 atau metric dibawahnya,
Metrik adalah sebuah standar pengukuran kinerja proses. SCOR® mengenal
tiga level metrik :
Metrik Level 1 adalah diagnostic kesehatan rantai suplai secara
keseluruhan. Metric ini juga dikenal sebagai metric strategis dan indikator
kinerja kunci (Key performance indicator/KPI).Benchmarking mertik
level 1 membantu perusahaan menetapkan target realistis untuk mendukung
arah strategis.
54
Metrik Level 2 bertindak sebagai diagnostic bagi metric level 1. Hubungan
diagnostic membantu mengidentifikasi akar penyebab dari kesenjangan
kinerja mertik level 1
Metrik Level 3 bertindak sebagai diagnostic untuk metric level 2. Analisis
kinerja mertik level 1 hingga 3 disebut dekomposisi.Dekomposisi membantu
mengidentifikasi proses yang masih perlu dipelajari di masa depan. (proses-
prose dihubungkan ke metric-metrik level 1 hingga 2.)
Metrik Level 1 dan Teknik Penurunan
Mengukur baik kinerja rantai suplai sama pentingnya seperti memahami
bagaimana rantai suplai tersebut beroperasi. Pengukuran sebaiknya dikatikan
dengan sasaran bisnis, dapat diulang secara konsisten, memberikan pandangan
tentang bagaimana mengatur rantai suplai secara efektif dan harus sesuai dengan
aktivitas proses yang diukur paa level yang sama.
2.7.3. Perfect Order Fulfillment (POF)
Definisi :
Definisi POF adalah persentase pesana yang memenuhi kinerja pengiriman
denga dokumentasi yang utuh dan akurat dan tanpa kerusakan pengiriman.
Komponen POF mencakup :
Semua unit dan jumlah tepat-waktu dan utuh
Menggunakan kata tepat –waktu menurut definisi konsumen
Dokumentasi yang tepat – slip pengepakan, dokumentasi pengiriman (bill of
Loading), penagihan,dan lain-lain.
Perhitungan
(jumlah pesanan yang sempurna)X 100% /(Jumlah pesanan Total)
55
Gambar 2.13. Perfect Order Fulfillment (POF), Paul (2014).
2.7.4. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)
Definisi OFCT
Definisi OFCT adalah waktu siklus actual rata-rata yang secara konsisten
diterima untuk memenuhi pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan, waktu
siklus dimulai dari penerimaan pesanan dan berakhir saat konsumen menerima
pesanan tersebut. Komponen OFCT mencakup :
Waktu proses pemenuhan pesanan(Order Fulfillment Process Time)
Waktu Diam dalam pemenuhan pesanan (Order Fulfillment Dwell Time)
Dwell time mengacu pada setiap waktu tenggan selama proses pemenuhan
pesanan diman tidak ada aktivitas apapun yang dilakukan, akibat permintaan
konsumen. Perlu dicatat bahwa waktu diam akan menjadi 0 bagi perusahaan –
perusahaan yang tidak mengunakan metric ini.
Perhitungan
(jumlah Waktu Siklus Aktual untuk semua pesana yang dikirim )/
(jumlah total pesanan yang Dikirim).
56
Gambar 2.14a. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014).
Gambar 2.14b. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT), Paul ( 2014).
2.7.5. Upside Supply Chain Flexibility
Definisi
Upside SC Fleksibility (Fleksibilitas Rantai Suplai Terhadap
peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai jumlah hari yang dibutuhkan
utnuk mencapai peningkatan tak-terencana secara berkelanjutan sebanyak
57
20% dari jumlah produk yang dikirim. Untuk mencapai hal ini, perusahaan
mungkin memiliki keterbatasan dalam :
Source : Ketersediaan komponen atau bahan baku utama
Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung
Deliver : Ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman
Return (upside Source Return) : Pengembalian bahan baku ke penyuplai
Return (upside Deliver Return) : Return barang jadi dari konsumen
Perhitungan
Maksimum (Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility,
Upside Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility)
Fleksibilitas rantai suplai didasarkan pada perhitungan waktu terlama
yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak-terencana yang
berkelanjutan dengan mempertimbangkan komponen Source, Make,
dan Deliver.
Struktur hirarkis metrik
58
Gambar 2.15. Upside Supply Chain Flexibility, Paul (2014).
2.7.6. Upside Supply Chain Adaptability
Definisi
Upside Supply Chain Adaptability (Daya Adaptasi Rantai Suplai terhadap
peningkatan kapasitas) didefinisikan sebagai peningkatan maksimal persentase
jumlah produk yang dikirim secara berkelanjutan yang dapat dicapai dalam 30
hati. Keterbatan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dapat berupa :
- Source : ketersediaan komponen atau bahan baku utama
- Make : Ketersediaan kapasitas produksi internal dan tenaga kerja lansung
- Deliver : ketersediaan tenaga kerja dan kapasitas pengiriman
- Return (upside Source Return) : pegembalian bahan baku ke penyuplai
- Return (upside Deliver Return) : pengembalian barang jadi dari konsumen.
Perhitungan
Minimal ((Upside Source Flexibility, Upside Make Flexibility, Upside
Deliver Flexibility, Upside Return Flexibility)
Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah
berkelanjutan paling sedikit yang dapat dicapai dengan
mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver)
59
Struktur hirarkis metrik
Gambar 2.16. Upside Supply Chain Adaptability, Paul (2014)
2.7.7. Downside Supply Chain Adaptability
Definisi
60
Downside Supply chain Adaptability (Daya adaptasi rantai suplai
terhadap penurunan kuantitas) didefinisikan sebagai pengurangan kuantitas
pesanan berkelanjutan 30 hari sebelum pengiriman tanpa menimbulkan
sediaan atau penalty biaya. Keandalanya mencakup kendala-kendala
Source, Make, Deliver dan Return.
Perhitungan
Minimal (Downside Source Adaptability, Downside Make Adaptability
Downside Deliver Adaptability, Downside Return Adaptability)
Daya adaptasi rantai suplai didasarkan pada perhitungan jumlah
berkelanjutan paling sedikit yang dapat dicapai dengan
mempertimbangkan komponen Source, Make, dan Deliver.
Struktur hirarkis metric
Gambar 2.17. Downside Supply Chain Adaptability, Paul (2014).
61
2.7.8. Supply Chain Value at Risk (VAR)
Definisi
VAR didefinisikan sebagai jumlah peluang kejadian berisiko dikalikan
dampak moneter dari kejadian tersebut untuk semua fungsi rantai suplai.
Komponen VAR mencakup keterbatasan dari proses Source, Make,Deliver dan
Return. VAR berkaitan denga proses SCOR : sEP.9, sES.9, sEM.9, dan sED.9,
sED.9.
Perhitungan
VAR Rantai Suplai = Probabilitas tahunan (%) X dampak ($)
VAR Rantai Suplai keseluruhan ($) = VAR $ (Plan) + VAR $ (Source) +
$ (Make) +VAR $ (Deliver) + VAR $ (Return)
Jumlah kejadian spesifik (pengiriman tepat-waktu, kualitas, gangguan,
kegagalan, dll.) yang terjadi dibawah target (probailitas)dikalikan jumlah di
bawah target.
Value at Risk (VAR)=P1x11 + ( P2x12)
P= % dari Total kejadian target negative, I = dampak kejadian
Struktur hirarkis metric
62
Gambar 2.18. Supply Chain Value at Risk (VAR), Paul (2014).
2.7.9.Total Cost to Serve
Definisi
Total cost to serve (Total biaya melayani) didefinisikan sebagai jumlah
biaya rantai suplai untuk mengirimkan produk dan jasa ke konsumen.
Total biaya melayanu mencakup :
Biaya merencanakan rantai suplai
Biaya mengadakan bahan baku, produk, barang dagangan, dan jasa
Biaya memproduksi, mempabrikasi, memparikasi-ulang, memperbaharui,
memperbaiki dan menjaga barang dan jasa (jika ada)
Biaya menangani pesanan, permintaan keterangan dari konsumen dan
pengembalian.
Biaya mengirimkan produk dan jasa ke lokasi yang disepakati poin
Penghasilan)
Total Biaya Melayani meliputi dua tipe biaya :
Biaya langsung . Biaya yang dapat secara lansung ditujukkan pada
pemenuhan pesanan konsumen (yaitu bahan baku yang dapat digunakan dan
atau dikirimkan, semua biaya tenaga kerja lansung rantai suplai, dan lain-
lain)
Biaya tidak lansung. Biaya yang dibutuhkan (atau dikeluarkan) untuk
mengoperasikan rantai suplai (yaitu biaya menyewa dan menjaga peralatan,
depresiasi sediaan, biaya kerusakan dan pengembalian dan lainnya).
Perhitungan
Total Biaya Melayani= Biaya perencanaan +Biaya Pengadaan +Biaya Bahan
Baku + Biaya Produksi+Biaya Manajemen Pesanan + Biaya
Pemenuhan/pengiriman+Biaya Pengembalian + Cost Of Goods Sold’
Struktur hirarkis metric
63
Gambar 2.19. Total Cost to Serve, Paul (2014)
2.7.10. Cash-to –Cycle time
Definisi
Cash to cash cycle time (Waktu siklus kas) didefinisikan sebagai waktu
yang dibutuhkan bagi sebuah investasi untuk mengalirkan kembali ke
perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Komponennya mencakup:
Inventory Days of supply (IDS, atau jumlah hari suplaian sediaan), Days Sales
Outstanding (DSO,atau jumlah hari penjualan tertunda) and Days Payable
Outstanding (DPO, atau jumlah hari hutang tertunggak).Waktu siklus kas
menunkukkan stategi rantai suplai dlam perusahaan apakah perusahaan
memiliki pengaturan yang seimbang antara konsumen, penyuplai dan
internalnya. Indikasi terlihat ketika waktu siklus kas dirinci menjadi level 2,
karena melibatkan perhitungan hutang, piutang dan sediaan.Perusahaan terbaik
di kelasnya tidak selalu memiliki waktu siklus kas yang sangat negative (dengan
memiliki piutang yang besar dan menekan penyupalinya). Perusahaan seperti
ini memiliki waktu siklus kas medekati nol dengan cara menyeimbangkan antara
sisi penyuplai dan sisi konsumennya.
Perhitungan
Jumlah hari suplai sediaan+jumlah hari penjualan tertunda – jumlah hari
penjualan tertuda
Jumlah hari suplai sediaan
- (5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada tingakt biaya
standar)/(COGS/365)
Jumlah Hari Penjualan tertunda
64
- (5 Poin rata-rata bergerak dari piutang bruto)/ (penjualan total tahunan
bruto/365)
Jumlah hari utang tertunggak
- (5 poin rata-rata bergerak dari hutang bruto)/(penjualan total tahunan
- bruto/365)
5 Poin rata-rata bergerak =/(jumlah dari 4 kuartal sebelumnya +
proyeksi kuartal berikutnya)/5)
Struktur hirarkis metric
Gambar 2.20. Cash-to –Cycle time, Paul (2014)
2.7.11. Return on Supply Chain Fixed Assets
Definisi
Return on Supply chain Fixed asset (laba atas aset tetap rantai suplai)
Didefinisikan sebagi pengaembalian yang diterima suatu organisasi dari modal
yang diinvestasikan dalam aset-aset tetap rantai suplai yang digunakan dalam
prose Plan, Source, Make, Deliver dan Return.
Perhitungan
(Pengahasilan Rantai Suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai) /
Aset Tetap Rantai – Suplai
Penghasilan Rantai Suplai digunakan dalam metric ketimbang penghasilan
Bersih. Penghasilan Rantai Suplai berarti penghasilan opersaional yang dihasilkan
dari rantai suplai, tidak mencakup penghasilan non-operasional, misalnya
penyewaan property, investasi, dan lain-lain.
Struktus hirarki metrik
65
Gambar 2.21. Return on Supply chain Fixed Assets, Paul (2014)
2.7.12. Return on Working Capital
Definisi
Definisi Return on Working Capital (laba atas mofal kerja) didefinisikan
sebagai besarnya investsasi relative terhadao posisi modal kerja perusahaan versus
penghasilanyang dihasilkan oleh sebuah rantai suplai. Komponennya mencakup
piutang, Utang, Sediaan, Penghasilan rantai suplai, harga pokok penjualan
(COGS), dan Biaya manajemen rantai suplai.
Perhitungan
(Penghasilan Rantai suplai – COGS – Biaya Manajemen Rantai Suplai)/
(Sediaan +Piutang – Hutang)
- Sediaan = 5 Poin rata-rata bergerak dari nilai sediaan bruto pada biaya standar
- Penjualan Tertunda adalah jumlah Piutang tertahan yang dinyatakan dalam
dolar = 5 poin rata-rata bergerak dari piutang bruto.
Utang tertunggak dinyatakan dalam dolar, jumlah pembelian bahan baku,
tenaga kerja dan atau konveksi sumberdaya yang harus dibayar(piutang)= 5
poin rata-rata bergerak dari hutang
Struktur Hirarki Metric
66
Gambar 2.22. Return on Working Capital, Paul (2014)
2.7.13. Hirarki Metrik AMR
Segitiga metrik untuk setiap konfigurasi SCOR ditujukkan dibawah ini.
Make to Stock
67
Make to Stock
Engineer to Order
Gambar 2.23. Hirarki Segitiga Metrik, Paul (2014).
2.7.14. SCOR® Card (Kartu SCOR®)
Paul (2014), mengemukakan Kartu SCOR® dapat dibuat oleh setiap
perusahaan dengan bantuan tabel. Standardisasi membantu perusahaan melakukan
tolok ukur dirinya dengan pemain lain dalam industi.
Metrik level 1 mendefinisikan lima atribut kinerja model SCOR®
(Reliability, Responsiveness, Agility, Cost, dan Assets). Tiga atribut bersifat
68
‘eksternal’ dan menunjukkan perspektif dari kinerja rantai suplai ekstrnal. Dan
atribut bersifat ‘Internal’ dan mewakili organisasi internal perusahaan.
Kartu SCOR® terdiri dari sepuluh metrik kinerja. Setiap metrik terhubung
dengan atribut kinerja rantai suplai. Misalnya perfect Order fulfiilment
mempersentasekan keandalan rantai suplai, dan lai-lain.
Kartu SCOR® generic untuk pengukuran kinerja rantai suplai dan tolak
banding ditampilkan sebagai berikut: ( Tabel II.3)
Tabel 2.3. Kartu SCOR®
Metrik Strategi Level 1
Atribut Kinerja
Eksternal Internal
Keandalan Kecepatan
merespon Ketangkasan Biaya Aset
Pemenuhan pesanan yang
sempurna
Waktu siklus pemenuhan
pesanan
Fleksibilitas Rantai Suplai
terhadap peningkatan
Kapasitas
Daya Adaptasi Rantai
suplai terhadap
peningkatan kapasitas
Daya Adaptasi Rantai
suplai terhadap penurunan
kapasitas
Nilai Resiko Keseluruhan
( VAR)
Biaya Total untuk
melayani
Waktu Siklus Kas
69
Laba Atas Aset Tetap
Rantai Suplai
Laba atas Modal Kerja
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014)
2.8. PRAKTIK
Defenisi
“Praktik adalah cara yang khusus untuk mengatur konfigurasi sebuah proses
atau sekumpulan proses. Kekhususan itu dapat berupa otomasi proses, teknologi
yang diterapkan dalam proses, keterampilan yang diterapkan dalam proses, urutan
untuk menjalankan proses, atau metode untuk mendistribusikan dan
mrnghubungkan proses –proses antar organisasi. Semua praktik memiliki kaitan
dengan satu atau lebih proses, satu atau lebih metrik dan, bilamana ada, satu atau
lebih keterampilan”, Paul (2014)
Praktik membantu perusahaan dalam:
Membakukan proses-proses apa cara standar dalam mengoperasikan bagian
rantai suplai
Mengidentifikasi alternative cara mengoperasikan rantai suplai- Bagaimana
mengorganisasi proses secara berbeda guna menutup kesenjangan kinerja
Merumuskan daftar keinginan yang berisi konfigurasi /otomasi proses
Merumuskan daftar hitam yang brisi konfigurasi proses yang tidak diinginkan
2.8.1 Jenis- jenis Praktik
SCOR® mengakui bahwa jenis praktik yang berbeda mungkin ada pada
dalam organisasi yang berbeda. SCOR®
11.0 memperkenalkan empat kualifikasi
praktik: Baru Muncul (Emirging), Terbaik (Best), Standar (standard) dan
Menurun (Declining), yang mengakui bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap
praktik terbaik.
1. Paktik-praktik yang baru muncul
2. Praktik-praktik terbaik
3. Praktik-praktik standar
4. Praktik-praktik yang menurun
70
Kategori-kategori praktik ini mungkin disebut juga dengan nama-nama lain.
Yang penting untuk dipahami adalah bahwa praktik yang berbeda ini mempunyai
ekspektasi kinerja yang berbeda pula. Klasifikasi sebuah praktik dan bervariasi
menurut industrinya. Bagi sebagian industri, sebuah praktik bisa jadi tergolong
standar, sementara praktik yang sama mungkin dianggap praktik yang baru
muncul atau praktik terbaik di dalam industri lainnya. Klasifikasi praktik oleh
SCOR® telah dibangun berdasarkan masukan dari para praktisi dan pakar dari
beragam industry.
2.8.1.1.Praktik yang baru muncul
Praktik-praktik yang baru muncul memperkenalkan teknologi baru,
pengetahuan baru atau cara yang sangat berbeda dalam mengorganisasi proses.
Praktik-praktik yang baru muncul mungkin menghasilkan perubahan tahapan
dalam kinerja dengan ‘mendefinisikan kembali bidang cakupan’ dalam sebuah
industry. Praktik yang baru muncul mungkin tidak mudah diadopsi karena
teknologi yang eksklusif dan pengetahuan khusus. Praktik yang baru muncul
umumnya belum terbukti dalam lingkungan dan industri yang luas.
Risiko: Tinggi, Hasil: Tinggi
2.8.1.2.Praktik Terbaik
Praktik-praktik terbaik adalah praktik-praktik ‘kekinian’. ‘terstruktur’ dan
‘dapat diulang’ yang telah terbukti memiliki dampak positif terhadap kinerja
rantai sumplai.
- Kekinian: tidak baru muncul, tidak ketinggalan zaman.
- Terstruktur: menonjolkan tujuan, cakupan, proses, dan prosedur yang
dinyatakan secara jelas.
- Terbukti: diprlihatkan di lingkungan kerja, dan dihubungkan dengan metric-
metrik kunci.
- Dapat diulang: terbukti dalam banyak oraganisasi dan industri.
Praktik-praktik terbaik telah dipilih oleh para praktisi SCOR®
dalam beragam
industri. Tidak semua praktik terbaik akan membuahkan hasil yang sama bagi
semua industry atau rantai suplai.
71
Risiko: sedang, Hasil: Sedang.
2.8.1.3.Praktik standar
Praktik-praktik standar adalah bagaimana berbagai perusahaan secara
historis relah menjalankan bisnis secara standar atau kebetulan. Praktik yang telah
terbangun ini berjalan baik, tetapi tidak memberikan keuntungan biaya atau
persaingan yang signifikan dia tas praktik lainya (kecuali atas praktik yang sedang
menurun). Praktik standar umumnya diterima sebagai standar minimum, dasar
kinerja yang bias diterima, dinyatakan secara jelas, diterima di semua industry
(dengan sedikit atau tanpa pengecualian sama sekali).
Resiko : Rendah, Hasil : Rendah
2.8.1.4.Praktik yang sedang menurun
Praktik-praktik yang sedang menurun adalaha praktik-praktik yang tidak lagi
diterima secara luas, diidentifikasi secara luas sebagai hasil yang tidak memadai,
isu-isu compliance, dan gtertinggal. Praktik ini mungkin hanya cocol dalam
industry atau wilayah geografis tertentu. Praktik yang sedang menurun
merepresentasikan cara menjalankan bisnis, yang telah terbukti menghasilkan
kinerja rantai suplai yang buruk sebagaimana ditunjukkan dalam metrik-metrik
kunci.
Resiko : Tinggi, Hasil : Negatif
2.8.2.Klasifikasi Praktik
Semua praktik dalam SCOR® kini diklafikasikan menurut kategori
klasifikasi. Ada 19 Klasifikasi yang didefinisikan dalam SCOR® :
1. Analisi/Perbaikan Proses Bisnis
2. Dukungan Pelanggan
3. Manajemen Distribusi
4. Manajemen Informasi/ Data
5. Manajemen Inventori
6. Manajemen Material
72
7. Perkenalan Produk Baru
8. Rekayasa Pesanan
9. Manajemen Pesanan
10. Manajemen Orang (Pelatihan)
11. Perencanaan dan Peramalan
12. Manajemen Daur Hidup Produk
13. Pelaksanaan Produksi
14. Pembelian/ Pengadaan
15. Logistik Terbalik
16. Manajemen Risiko / Keamanan
17. Manajemen Rantai Suplai yang berkesinambungan
18. Manajemen Transportasi
19. Pergudangan
Contoh daftar praktik yang termasuk dalam dua jenis kategori: (1)
Perencanaan & Peramalan, (tabel II.4) dan (2) Pembelian /Pengadaan (tabel II.5)
diuraikan dalam table berikut ini.
2.8.2.1.Praktik-Praktik di bawah Kategori : Perencanaan dan Peramalan
Tabel 2.4. Perencanaan dan Peramalan
Praktik-Praktik yang Baru Muncul
Perencanaan dan Peramalan Permintaan
Manajemen Permintaan
Perencanaan Lean
Kesepakatan/Kemitraan Jangka Panjang dengan Pemasok
Praktik-Praktik Terbaik
Pengisian kembali Inventori Berbasis Pull
Optimasi Inventori
Perencanaan Stok Pengaman
Perencanaan Jejaring Suplai
Klasifikasi Inventori ABC
Manajemen Proposal berbasis Jumlah hari Suplai
Evaluasi Beban Stasiun Kerja
Keseimbangan dan Pengetatan di dalam horizon
Menerbitkan Rencana Produksi
Peramalan Berbasis Karakteristik
73
Audit/Kontrol terhadap Bill of Material
Logistik & Perencanaan Gudang
Perencanaan Induk Fasilitas
Manajemen Tugas
Inventori yang dikelola Vendor ( VMI )
Kerja Sama Vendor
Automated Data Capture (ADC)
Perencanaan, Peramalan, dan pengisian kembali secara Kolaboratif
(CPFR)
Kovergensi SCOR® dengan Lean dan Six Sigma
Praktik-Praktik Standar
Pengisian kembali dengan metode Min-Max (Minimum-Maximum)
Perencanaan Stock Pengaman
Perencanaan Penjualan dan Operasi
MRP I
Perbaikan Proses S&OP
Praktik-Praktik yang Sudah Menurun
Perbaikan Peramalan Permintaan secara Tradisional
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).
2.8.2.2.Praktik-Praktik dibawah Kategori : Penjualan / Pengadaan
Tabel 2.5.Penjualan/Pengadaan
Praktik-Praktik yang Baru Muncul
Kesepakatan /Kemitraan Pemasok Jangka Panjang
Praktik-Praktik Terbaik
Klasifikasi Inventori
Alternatif Benchmaking Penyuplai
Automated Data Capture (ADC)
Audit/Kontrol terhadap Bill of Material
Inventori Konsiyansi dengan Para Penyuplai Penting
Memperluas Perencanaan Inventori melalui Kolaborasi (Penyuplai
74
Penting)
Evaluasi Pembiayaan Inventori
Menerbitkan Undang Tender (Quote)
Perencanaan Logistik&Gudang
Mempertahankan Register Risiko Rantai Suplai
Penerimaan Barang Make-to-Stock
Jumlah Penyuplai yang Optimal
Pengurutan Lini Produksi
Strategi Pembelian /Pengadaan
Kajian ketentuan dan syarat pengadaan seccara Reguler
Self-Invoicing
Pengadaan secara strategis
Evaluasi Pemasok dengan menggunakan Perangkat Evaluasi yang
kuat
Riset Pemasok
Kerja Sama Vendor
Inventori yang dikelola Vendor
Prakti-Prakti Standar
Manajemen Order Pembelian
Praktik-Praktik yang sudah Menurun
Tidak terindektifikasi
Sumber : Transformasi Rantai Suplai dengan model SCOR®,Paul (2014).
2.8.3. Praktik-Praktik dalam SCOR®
11.0. dibandingkan dengan versi
SCOR® sebelumnya
Sebagai rangkuman, perbandingan antara “Praktik-Praktik” yang
didefinisikan dalam versi SCOR®
sebelumnya dan versi 11.0 ditunjukkan sebagai
berikut.
Praktik-Praktik dalam versi SCOR®
Sebelumnya
Praktik –Praktik dalam SCOR® 11.0
75
Hanya Praktik Terbaik Jenis praktik Baru
- Praktik yang Baru Muncul
- Praktik Standar
- Praktik yang sudah Menurun
Penentuan usia praktik –
diperlukan kajian kembali
Praktik-Praktik baru
Definisi yang terbatas bagi
banyak praktik terbaik
Ditambahkan definisi dan
hubungan dengan metric untuk
semua praktik
Tidak ada informasi metric
mana yang dapat digunakan
untuk melihat perbaikan
untuk sebagian besar praktik
Klasifikasi menurut bidang
fungsional
Tabel 2.6. perbandingan versi SCOR®11 dengan versi sebelumnya, Paul
(2014)
“Sekumpulan praktik yang didefinisikan dalam SCOR®
menyediakan alternative
cara perusahaan menjalankan bisnis. Rujukan Praktik menyetarakan lanskap
persaingan. Perusahaan dapat mengadopsi dan menginternalisasikan SCOR®
dengan menambahkan prakti-prakti terbaik bagi industinya”, Paul (2014).
2.9. MENGENAL SCOR® 11.0
SCOR ®
versi 11.0 menetapkan beberapa revisi dan pembaruan dan
pembaruan seperti berikut :
2.9.1.Kerangka Proses
Model SCOR® mengintegrasikan konsep yang sudah dikenal berupa
business process reengineering (perancangan proses bisnis), benchmaking,
pengukuran proses, dan desain organisasi ke dalam sebuah kerangka lintas fungsi.
76
Gambar 2.24. Kerangka Proses,Paul (2014)
2.9.2.Metrik Biaya
Metrik level 1 baru (Total Cost to Serve – Total Biaya untuk Melayani)
digunakan untuk menggantikan metrik biaya sebelumnya dengan alasan berikut :
Metrik-metrik biaya sebelumnya membingungkan dengan menciptakan
potensi tumpang tindih.
Metrik-metrik biaya level 1 sebelum sulit untuk di-benchmark karena
definisi Harga Pokok Penjualan mungkin berbeda antar industri,
perusahaan, dan rantai suplai.
Pertimbangan ini dapat membuat keputusan rantai suplai yang didasarkan
pada Harga Pokok Penjualan menuntun ke hasil yang salah. Harga Pokok
Penjualan telah diturunkan ke metric Level 2 sebagai diagnosis bagi metrik
baru ini (Total Biaya untuk Melayani)
Metrik Biaya Level 1 yang baru ( Total biaya untuk Melayani memfokuskan
pada titik konsumsi atau penggunaan.
2.9.3.Proses Enable
Dalam SCOR® version 11 yang baru, Enable ditetapkan sebagai proses
tingakt 1, level yang sama dengan proses Plan (Perencanaan), Source
(Pengadaan), Make (Produksi), Deliver (Pengiriman), dan Return( Pengembalian).
Enable adalah Proses yang diasosiasikan dengan pembuatan, pemeliharaan
dan pemantauan informasi, hubungan , sumberdaya, aset, aturan bisnis, kepatuhan
77
terhadap regulasi dan kontrak komersial untuk mengoperasikan rantai suplai.
Proses Enable berinteraksi dengan proses lain seperti :
Proses –proses Keuangan, SDM, Teknologi Informasi
Proses-proses manajemen fasilitas
Proses-proses manajemen produksi & portofolio
Proses-proses produk dan proses-proses desain proses
Proses-proses penjualan dan dukungan
2.9.4.Praktik-praktik
SCOR® 11.0 memperkenalkan empat kualifikasi praktik : Emerging
(berkembang), Best (terbaik), Standard (Standar) dan Declining (Menurun),
yang menjelaskan bahwa tidak semua praktik bisnis dianggap sebagai praktik
terbaik. Praktik di dalam SCOR® di kelompokkan menurut katergori dalam table
di bawah ini.
Kategori
Analisi / Perbaikan Proses Bisnis Perencanaan dan Peramalan
Palayanan Pelanggan
(Customer Support)
Manajemen Siklus Hidup Produk
Manajemen Distribusi Pelaksanaan Produksi
Manajemen Informasi/ Data Pembelian/ Pengadaan
Manajemen Inventori Reverse Logistics
Penanganan Materi (Material
Handling)
Manajemen Risiko/ Keamanan
Peluncuran Produk Baru Manajemen Rantai Suplai yang
Berkesinambungan
Rekayasa Desain Pesanan (ETO) Manajemen Tranportasi
Manajemen Pesanan Pergudangan
Manajemen Orang (Pelatihan)
78
Tabel 2.7. kelompok praktik dalam SCOR®
,Paul (2014).
2.10. Indikator Kinerja SCOR
Secara umum disampaikan bahwa Atribut indicator kinerja tingkat 1 sampai dengan indikator kinerja tingkat 2 SCOR dapat dilihat pada
tabel II.6. Indikator kinerja SCOR tidak selalu berhubungan dengan suatu
proses SCOR (Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali).
Tabel 2.8. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No.
Atribut Definisi Atribut Indikator
Kinerja
Tingkat 1
Indikator Kinerja Tingkat 2
1
Keandalan Rantai Pasok
(Reliability)
Kinerja rantai pasok dalam
pengiriman: produk yang
tepat, ke tempat yang tepat,
pada waktu yang tepat,
dalam kondisi dan
pengepakan yang tepat,
dalam kuantitas yang tepat,
dengan dokumentasi yang
tepat, ke pelanggan yang
tepat.
Pemenuhan Pesanan
yang Sempurna
(Perfect Order
Fulfillment)
% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full)
Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal
Komitmen dengan Pelanggan
(Delivery Performance to Customer
Commit Date)
Keakuratan Dokumen
(Documentation Accuracy)
Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
2 Ketanggapan Rantai Pasok
(Responsiveness)
Kecepatan rantai
pasok
menyediakan
produk ke
pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan
Pesanan (Order
Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan
(Source Cycle Time)
Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)
Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)
3
Agilitas Rantai Pasok
(Agilility)
Agilitas (ketangkasan/kegesitan)
rantai pasok dalam
menanggapi perubahan
pasar untuk mendapatkan
atau memelihara
keunggulan kompetitif.
Fleksibilitas Rantai
Pasok Bagian Atas
(Hulu) (Upside Supply
Chain Flexibility)
Fleksibilitas Sumber / Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility)
Fleksibilitas Buat Hulu (Upside
Make Flexibility)
Fleksibilitas Kirim Hulu
(Upside Deliver Flexibility)
Fleksibilitas Pengembalian
Sumber / Pengadaan Hulu
(Upside Source Return
Flexibility)
Fleksibilitas Pengembalian
Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)
Adaptabilitas Rantai
Pasok Bagian Atas
(Hulu) (Upside Supply
Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber / Pengadaan
Hulu
(Upside Source Adaptability)
Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)
Adaptabilitas Kirim Hulu
(Upside Deliver Adaptability)
79
Adaptabilitas Pengembalian
Sumber / Pengadaan Hulu
(Upside Source Return
Adaptability)
Adaptabilitas Pengembalian
Pengiriman Hulu (Upside Deliver
Return Adaptability)
Adaptabilitas Rantai
Pasok Bagian Bawah
(Hilir)(Downside Supply
Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber Pengadaan Hilir
(Downside Source Adaptability)
Adaptabilitas Buat Hilir
(Downside Make Adaptability)
Adaptabilitas Kirim Hilir
(Downside Deliver Adaptability)
Tabel 2.8. (Lanjutan)
No. Atribut Definisi Atribut Indikator
Kinerja
Tingkat 1
Indikator Kinerja Tingkat 2
4
Biaya Rantai Pasok
(Supply Chain Costs)
Biaya sehubungan dengan
pengoperasian rantai
pasok.
Biaya
Manajemen
Rantai Pasok
(Supply Chain
Management
Cost)
Biaya Manajemen untuk Rencana
(Management Cost to Plan)
Biaya Manajemen untuk
Sumber / Pengadaan
(Management Cost to Source)
Biaya Manajemen untuk Buat
(Management Cost to Make)
Biaya Manajemen untuk Kirim
(Management Cost to Deliver)
Biaya Manajemen untuk
Pengembalian (Management
Cost to Return)
Harga Pokok
Penjualan (Cost
of Goods Sold)
Biaya untuk Buat (Cost to Make)
5
Manajemen Aset
Rantai Pasok
(Supply Chain
Asset
Management)
Efektivitas organisasi
dalam mengelola aset
untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan.
Hal ini mencakup
manajemen dari semua
aset: aset tidak bergerak
dan modal kerja.
Waktu Siklus
Kas- ke-Kas
(Cash-to- Cash
Cycle Time)
Jumlah Hari Penjualan Belum
Dibayar (Days Sales
Outstanding) Jumlah Hari Persediaan
untuk Suplai (Inventory
Days of Supply)
Jumlah Hari Pengadaan
Belum Dibayar (Days
Payable Outstanding)
Imbalan terhadap
Aset Tidak
Bergerak Rantai
Pasok (Return on
Supply Chain
Fixed Assets)
Pendapatan Rantai Pasok
(Supply Chain Revenue)
Harga Pokok Penjualan
(Cost of Goods Sold)
Aset Tetap Rantai Pasok
(Supply Chain Fixed Assets)
Biaya Manajemen Rantai
Pasok (Supply Chain
Management Costs)
Imbalan terhadap
Modal Kerja
(Return on
Working Capital)
Uang yang dapat Diterima
atau Penjualan yang Belum
Dibayar (Accounts
Receivable atau Sales
Outstanding)
80
Uang yang Harus Dibayarkan
atau Pembayaran yang Harus
Dilakukan (Accounts Payable
Atau Payables Outstanding)
Persediaan (Inventory)
Biaya Manajemen Rntai Pasok
(Supply Chain Management Costs)
Pendapatan Rantai Pasok
(Supply Chain Revenue)
Harga Pokok Penjualan
(Cost of Goods Sold)
Indikator kinerja tingkat 1 dan 2 di atas dapat didefinisikan lebih lanjut
sebagai berikut:
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna (Perfect Order Fulfillment)
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna merupakan persentasi pesanan yang
memenuhi kinerja penyerahan produk dengan dokumentasi lengkap dan
akurat dan tidak ada kerusakan. Bagian-bagiannya termasuk semua item dengan
kuantitasnya adalah tepat waktu berdasarkan definisi tepat waktu menurut
pelanggan, dan demikian pula dokumentasi – packing slips, bills of lading,
invoices, dan lain-lain.
Pemenuhan Pesanan yang Sempurna =
(Pesanan Total yang Sempurna) : (Jumlah Total Pesanan) X 100 %.
Suatu Pesanan adalah Sempurna jika setiap item dalam pesanan adalah
sempurna dalam hal kuantitas, kualitas maupun ketepatan waktu beserta
dokumentasinya.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in Full)
Suatu pesanan dianggap dikirim “sepenuhnya” bila kuantitas yang diterima
pelanggan sesuai dengan kuantitas pesanan (dalam toleransi yang disetujui
bersama).
[Jumlah pesanan yang dikirim penuh] = [Jumlah pesanan yang
dikirim] x 100%
Kinerja Pengiriman terhadap Tanggal Komitmen dengan Pelanggan
(Delivery Performance to Customer Commit Date)
Suatu pesanan dianggap dikirim sesuai dengan tanggal komitmen semula
dengan pelanggan bila:
• Pesanan diterima tepat waktu sebagaimana ditetapkan pelanggan
• Pengiriman dibuat ke lokasi dan entitas yang benar dari pelanggan
[Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal komitmen
semula dengan pelanggan] = [Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%
Keakuratan Dokumen (Documentation Accuracy)
Suatu pesanan dianggap mempunyai dokumentasi yang akurat ketika yang
berikut diterima oleh pelanggan:
• Dokumen pengapalan
• Dokumen pembayaran
• Dokumen kesesuaian
• Dokumen lain yang dipersyaratkan
[Jumlah pesanan yang dikirim dengan dokumentasi akurat] =
[Jumlah pesanan yang dikirim] x 100%
Dokumen pendukung pesanan mencakup:
Dokumen pengapalan:
o Slip pengepakan (Pelanggan)
o Daftar Muatan - Bill of lading (Pengangkut)
o Dokumentasi / Formulir Pemerintah atau Bea Cukai
Dokumentasi
Pembayaran:
o Faktur (Invoice)
o Perjanjian / Kontrak
Dokumen Pemenuhan
Persyaratan
o Lembar Data Keamanan
Material
Dokumen lain yang
diperlukan
o Sertifikasi Kualitas
Kondisi Sempurna (Perfect Condition)
Suatu pesanan dianggap dikirim dalam kondisi sempurna bila semua item
memenuhi kriteria berikut:
• Tidak rusak
• Memenuhi spesifikasi dan mempunyai konfigurasi benar (sebagaimana
berlaku)
• Dipasang tanpa kesalahan (sebagaimana berlaku) dan disetujui oleh
pelanggan.
• Tidak dikembalikan untuk perbaikan atau penggantian (dalam masa
garansi)
[Jumlah Pesanan Dikirim dengan Kondisi Sempurna] = [Jumlah
Pesanan Dikirim] x 100%
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan (Order Fulfillment Cycle Time)
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan merupakan waktu siklus aktual yang
dicapai secara konsisten untuk memenuhi pesanan pelanggan. Untuk setiap
pesanan, waktu siklus ini mulai dari penerimaan pesanan oleh perusahaan
dan berakhir dengan penerimaan pesanan oleh pelanggan.
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan = Waktu Siklus Sumber + Waktu
Siklus Buat + Waktu Siklus Kirim.
Indikator Tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan (Source Cycle Time)
Waktu Siklus Sumber / Pengadaan ≈ (Waktu Siklus untuk Identifikasi
Sumber Pengadaan + Pilih Pemasok dan Negosiasi) + Waktu Siklus Penjadwalan
Pengiriman Produk + Waktu Siklus Penerimaan Produk + Waktu Siklus
Verifikasi Produk + Waktu Siklus Transfer Produk + Waktu Siklus Otorisasi
Pembayaran Pemasok.
Waktu Siklus Buat (Make Cycle Time)
Waktu Siklus Bua≈ t (Waktu Siklus Finalisasi Rekayasa Produksi)
+Waktu Siklus Penjadwalan Kegiatan Produksi + Waktu Siklus Pengeluaran
Material/Produk + Waktu Siklus Produksi dan Test
Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)
Waktu Siklus Pengiriman ≈ {[Waktu Siklus Penerimaan, Mengatur,
Memasukkan dan Validasi Pesanan + Waktu Siklus Pencadangan
Sumberdaya dan Menentukan Tanggal Pengiriman + (Waktu Siklus
Konsolidasi Pesanan + Waktu Siklus Penjadwalan Instalasi) + Waktu Siklus
Penyiapan Beban (Build Loads Cycle Time) + Waktu Siklus Menyiapkan Rute
Pengangkutan + Waktu Siklus Pilih Pengangkut dan Penilaian Angkutan], Waktu
Siklus Penerimaan Produk dari Buat/Sumber}
+ Waktu Siklus Pengambilan Produk + Waktu Siklus Pengepakan Produk
+ Waktu Siklus Muat Kendaraan dan Pembuatan Dokumentasi Pengiriman
+ Waktu Siklus Kirim Produk + (Waktu Siklus Penerimaan & Verifikasi
Produk) + (Waktu Siklus Instalasi Produk)
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Flexibility)
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah jumlah hari yang
diperlukan untuk mencapai peningkatan kuantitas sebesar 20% yang tidak
terencana dalam kuantitas yang dikirim. 20% adalah suatu angka yang diberikan
untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri 20% mungkin dalam
beberapa kasus tidak dapat dicapai, atau pada industri lain malahan terlalu
konservatif.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Fleksibilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Flexibility) Jumlah
hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana pada
kuantitas bahan baku. sebesar 20%.
Fleksibilitas Buat Hulu (Upside Make Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada produksi, dengan asumsi tidak ada keterbatasan bahan
baku.
Fleksibilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% dalam kuantitas yang dikirim, dengan asumsi tidak ada
keterbatasan lain.
Fleksibilitas Pengembalian Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Return
Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada pengembalian bahan baku ke pemasok.
Fleksibilitas Pengembalian PengirimanHulu (Upside Deliver Return
Flexibility)
Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai penambahan tanpa rencana
sebesar 20% pada pengembalian produk jadi dari pelanggan.
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas/Hulu (Upside Supply Chain
Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Atas (Hulu) adalah maksimum
peningkatan persentase dalam kuantitas yang dikirim yang dapat dicapai dalam
30 hari. 30 hari adalah sembarang angka yang diberikan untuk keperluan tolok
ukur. Untuk beberapa industri/organisasi mungkin dalam beberapa kasus
peningkatan kuantitas tersebut tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di yang
lainnya malahan terlalu lama.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hulu (Upside Source Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas pengadaan (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari.
Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas produksi (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari.
Adaptabilitas Kirim Hulu (Upside Deliver Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikirim (dalam persentase) yang dapat
didukung perusahaan, dalam 30 hari. Adaptabilitas Pengembalian Sumber /
Pengadaan Hulu (Upside Source Return Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan ke pemasok (dalam
persentase), dalam 30 hari.
Adaptabilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return
Adaptability)
Penambahan dalam kuantitas yang dikembalikan dari pelanggan (dalam
persentase), dalam 30 hari.
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah/Hilir (Downside Supply
Chain Adaptability)
Adaptabilitas Rantai Pasok Bagian Bawah (Hilir) adalah pengurangan
dalam kuantitas pesanan (dalam persentase) pada 30 hari sebelum pengiriman
dengan tanpa kerugian persediaan atau biaya. 30 hari adalah sembarang angka
yang diberikan untuk keperluan tolok ukur. Untuk beberapa industri/organisasi
mungkin dalam beberapa kasus tidak dapat tercapai dalam 30 hari, atau di
yang lainnya malahan terlalu lama.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Adaptabilitas Sumber/Pengadaan Hilir (Downside Source Adaptability)
Pengurangan kuantitas bahan baku (dalam persentase) yang dapat
ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian
dalam persediaan atau biaya.
Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability)
Pengurangan produksi (dalam persentase) yang dapat ditanggung
perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian dalam
persediaan atau biaya.
Adaptabilitas Kirim Hilir (Downside Deliver Adaptability)
Pengurangan kuantitas (dalam persentase) yang dikirim yang dapat
ditanggung perusahaan pada 30 hari sebelum pengiriman, tanpa kerugian
dalam persediaan atau biaya.
Biaya Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management Cost)
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan
tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai
pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,
penjualan, administrasi).
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Biaya untuk Rencana (Management Cost to Plan)
Biaya untuk Rencana = Jumlah dari Biaya untuk Rencana (Rencana +
Sumber/Pengadaan + Buat + Kirim + Kembali)
Biaya Manajemen untuk Sumber / Pengadaan (Management Cost to Source)
Biaya untuk Sumber/Pengadaan = Jumlah Biaya dari (Manajemen Pemasok
+ Manajemen Pengadaan Material)
- Manajemen Pemasok = perencanaan material + staf perencanaan
material + negosiasi dan kualifikasi pemasok + dll.
- Manajemen Pengadaan Material = permintaan penawaran dan
penawaran + pemesanan + penerimaan + pemeriksaan material yang
datang + penyimpanan material + otorisasi pembayaran + aturan dan
persyaratan pengadaan + pengangkutan masuk dan bea + dll.
Biaya Manajemen untuk Buat (Management Cost to Make)
Jumlah biaya yang berhubungan dengan Buat.
Biaya Manajemen untuk Kirim (Management Cost to Deliver)
Biaya untuk Kirim = Jumlah biaya dari (manajemen pesanan penjualan +
manajemen pelanggan)
- Manajemen pesanan penjualan = permintaan penawaran & penawaran
+ pencatatan dan pemeliharaan pesanan + manajemen hubungan +
pemenuhan pesanan + distribusi + transportasi + pengangkutan keluar
dan bea + instalasi + akuntansi / penagihan pelanggan + pengenalan
produk baru + dll.
- Manajemen pelanggan = pembiayaan + layanan pelanggan purna jual
+ penanganan perselisihan + perbaikan di lapangan + teknologi
pendukung + dll.
Biaya Manajemen untuk Pengembalian (Management Cost to Return) Biaya
untuk pengembalian =Jumlah biaya pengembalian (ke Sumber/Pemasok +
dari Pelanggan)
- Biaya Pengembalian ke Sumber = Biaya verifikasi produk cacat + Biaya
disposisi produk cacat + Identifikasi kondisi biaya pemeliharaan,
perbaikan, pemeriksaan berat (Maintenance, Repair, Overhaul - MRO)
+ Biaya permintaan otorisasi untuk MRO + Biaya penjadwalan
pengangkutan MRO + Biaya pengembalian produk MRO
+ dll.
- Biaya untuk Pengembalian dari Pelanggan = Biaya otorisasi + Biaya
penjadwalan pengembalian + Biaya penerimaan + Biaya otorisasi
pengembalian MRO + Biaya penjadwalan pengembalian MRO + Biaya
Penerimaan MRO yang dikembalikan + Biaya transfer produk MRO +
dll.
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
Biaya ini sehubungan dengan pengadaan bahan baku dan produksi
barang jadi. Biaya ini termasuk biaya langsung (tenaga kerja, material) dan
biaya tidak langsung (overhead).
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Biaya untuk Buat (Cost to Make)
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold - COGS) = Biaya untuk
Buat (Cost to Make).
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.
Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash-to-Cash Cycle Time)
Waktu ini adalah yang diperlukan suatu investasi untuk mengalir kembali
ke dalam perusahaan setelah dibelanjakan untuk bahan baku. Untuk jasa, ini
merupakan waktu dari titik di mana perusahaan membayar untuk
sumberdaya yang dipakainya dalam pelaksanaan suatu jasa sampai waktu
perusahaan menerima pembayaran dari pelanggan untuk jasa tersebut.
Waktu Siklus Kas-ke-Kas = Jumlah Hari Suplai Persediaan + Jumlah Hari
Penjualan Belum Dibayar – Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Jumlah Hari Penjualan Belum Dibayar (Days Sales Outstanding)
Lama waktu dari penjualan dilakukan sampai dengan uang tunai diterima
dari pelanggan. Nilai penjualan yang belum dibayar dihitung dalam hari.
Contoh: Bila penjualan senilai $5000 dilakukan per hari dan penjualan
senilai $50,000 belum dibayar, ini akan mewakili penjualan yang belum
dibayar sebesar 10 hari ($50,000/$5000).
Nama lain: Jumlah Hari Pembayaran yang akan Diterima (Days Sales in
Accounts Receivables)
Jumlah Hari Suplai Persediaan (Inventory Days of Supply) Jumlah
persediaan (stok) dihitung dalam hari dari penjualan. Hari
Persediaan = (Persediaan : Harga Pokok Penjualan ) x 365
Nama lain: Hari Biaya-Penjualan Dalam Persediaan., (Days Cost-of- Sales
in Inventory), Hari Penjualan Dalam Persediaan (Days’ Sales in Inventory)
Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar (Days Payable Outstanding) Lama
waktu dari pengadaan material, tenaga kerja dan/atau sumber daya
konversi sampai dengan pembayaran tunai harus dilakukan dihitung dalam
hari.
Jumlah Hari Pengadaan Belum Dibayar = [Pembayaran bruto yang harus
dilakukan (gross accounts payable) : Jumlah pengadaan tahunan bruto dari
material] x 365
Nama lain: Periode rata-rata pembayaran untuk material (Average payment
period for materials), Hari Pengadaan dalam Pembayaran yang harus
dilakukan (Days purchases in accounts payable), Hari dari Pembayaran
Terhutang dalam Pembayaran yang harus dibayar (Days’ outstanding in
accounts payable).
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok (Return on
Supply Chain Fixed Assets)
Indikator ini mengukur imbalan yang diterima perusahaan/organisasi untuk
modal yang diinvestasikan dalam aset tidak bergerak rantai pasok. Ini
termasuk aset tidak bergerak dalam Rencana, Sumber, Buat, Kirim dan Kembali.
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak Rantai Pasok = (Pendapatan Rantai Pasok
- Harga Pokok Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : Aset Tidak
Bergerak Rantai Pasok.
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)
Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk
pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi,
putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk
Aset Tetap Rantai Pasok (Supply Chain Fixed Assets)
Nilai Aset Tetap Sumber/Pengadaan + Nilai Aset Tetap Buat + Nilai Aset
Tetap Kirim + Nilai Aset Tetap Kembali + Nilai Aset Tetap Rencana
Biaya Manajemen Rantai Pasok
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan
tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai
pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,
penjualan, administrasi).
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital)
Imbalan terhadap Modal Kerja (Return on Working Capital) merupakan
laba yang diperoleh sebagai hasil investasi dalam bentuk modal kerja.
Imbalan terhadap modal kerja = (Pendapatan Rantai Pasok - Harga Pokok
Penjualan - Biaya Manajemen Rantai Pasok) : (Persediaan + Penjualan yang
belum Dibayar – Pembayaran yang harus dilakukan)
Indikator tingkat 2 didefinisikan sebagai berikut:
Uang yang dapat Diterima atau Penjualan yang Belum Dibayar
(Accounts Receivable atau Sales Outstanding)
Jumlah dari Pembayaran yang akan diterima (accounts receivable) yang
belum diselesaikan dihitung dalam dollar.
Uang yang Harus Dibayarkan atau Pembayaran yang Harus Dilakukan
(Accounts Payable Atau Payables Outstanding)
Dihitung dalam dollar, jumlah dari material, tenaga kerja dan/atau sumber
daya konversi yang dibeli, yang harus dibayar (accounts payable).
Persediaan (Inventory) Nilai persediaan.
Pendapatan Rantai Pasok (Supply Chain Revenue)
Pendapatan operasional yang diperoleh dari rantai pasok. Ini tidak termasuk
pendapatan non-operasional seperti menyewakan real estate, investasi,
putusan pengadilan, penjualan gedung kantor, dan lain lain.
Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold)
COGS = biaya material langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya
tidak langsung yang berkaitan dengan pembuatan produk.
Biaya Manajemen Rantai Pasok
Biaya Manajemen Rantai Pasok adalah seluruh pengeluaran langsung dan
tidak langsung yang berhubungan dengan operasi bisnis SCOR dalam rantai
pasok.
Biaya Manajemen Rantai Pasok = Biaya Pelayanan (a.l. pemasaran,
penjualan, administrasi).
Indikator-indikator kinerja tersebut berhubungan dengan sudut pandang dari
sisi pelanggan dan dari sisi internal sebagai berikut:
Tabel 2.9. Atribut SCOR dari Sisi Pelanggan dan Internal (Supply Chain Council, 2008)
Ukuran Tingkat 1
Atribut
Sisi Pelanggan Sisi Internal
Keandalan
(Reliability)
Ketanggapan
(Responsiveness)
Ketangkasan
(Agility)
Biaya
(Costs)
Aset
(Asset)
Pemenuhan Pesanan yang
Sempurna (Perfect Order
Fulfillment)
V
Waktu Siklus Pemenuhan Pesanan
(Order Fulfillment Cycle Time)
V
Fleksibilitas Rantai Pasok Bagian Atas
/Hulu (Upside Supply Chain
Flexibility)
V
Adaptabilitas (Kemampuan
Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian Atas
/Hulu (Upside Supply Chain
Adaptability)
V
Adaptabilitas (Kemampuan
Penyesuaian) Rantai Pasok Bagian
Bawah /Hilir (Downside Supply Chain
Adaptability)
V
Biaya Manajemen Rantai Pasok
(Supply Chain Management Cost)
V
Harga Pokok Penjualan (Cost of
Goods Sold)
V
Waktu Siklus Kas-ke-Kas (Cash- to-
Cash Cycle Time)
V
Imbalan terhadap Aset Tidak Bergerak
Rantai Pasok (Return on Supply Chain
Fixed
Assets)
V
Imbalan terhadap Modal Kerja
(Return on Working Capital)
V
2.11. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika
Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap
secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan
permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu
skala preferensi diantara berbagai alternatif. AHP juga banyak digunakan pada
keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan
penentuan prioritas dari strategi- strategi yang dimiliki pemain dalam situasi
konflik (Saaty, 1994).
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :
a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang
akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah
persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika menginginkan hasil
yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak
dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.
b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan
relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya
dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena
akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam
bentuk matriks Pairwise Comparison.
c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap
matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) – nya untuk
mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada
setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus
dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.
d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1)
obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan
relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang
didasarkan pada kriteria tertentu.
Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty,
1994) dalam Rahayu (2009) :
a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk
beragam persoalan yang tidak terstruktur.
b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem
dalam memecahkan persoalan kompleks.
c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu
sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.
e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak
terwujud untuk mendapatkan prioritas.
f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
h. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai
faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif
terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu
hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada
suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian
mereka melalui pengulangan.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. PENGANTAR
Penelitian ini bertujuan dalam rangka untuk mengetahui faktor yang
menentukan pengukuran kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan dan
faktor yang mempengaruhi kinerja rantai pasok industri konstruksi perumahan
serta mengembangkan model acuan pengukuran kinerja rantai pasok industri
konstruksi perumahan, dalam bisnis proses untuk mengatasi persaingan yang
terjadi di sektor industri konstruksi perumahan dikota Padang.
Proses penelitian disajikan dengan proses penelitian yang dikembangkan
dari “Research Process Onion’, Saunders et al (2003), dengan pendekatan
penelitian secara deduktif, yaitu penelitian yang berdasarkan kepada teori-teori
yang berhubungan dengan objek penelitian. Penerapan strategi penelitian dengan
mengangkat studi kasus serta melakukan survey pada proyek-proyek industri
konstruksi perumahan yang berada di kota Padang, dimana waktu penelitian
menggunakan metode cross-sectional. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan teknik sampling, interview dan questioners ( Gambar 3.2)
Gambar 3.2. Proses penelitian dikembangkan dari “Research Process Onion’,
Saunders et. al., (2003).
3.2. Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dalam melaksanakan tahapan penelitian diperlihatkan pada
Gambar 3.1 dimana dijabarkan langkah-langkah tahapan pelaksanaan penelitian
sesuai dengan tujuan penelitian:
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Strategi pengembangan Model Pengukuran Kinerja Rantai
Pasok industri konstruksi perumahan
3.2. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan penelitian deduktif bersifat deskriptif, menjelaskan situasi aktual
dan fakta- fakta yang secara umum dapat menjawab-pertanyaan siapa, apa, di
mana, kapan dan bagaimana ?
3.3. STRATEGI PENELITIAN
Strategi penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian dari setiap studi penelitian (Saunders et al., 2000), maka penulis dalam
penelitian ini akan berangkat dari:
3.3.1. Studi Kasus
Penelitian studi kasus adalah "sistematis penyelidikan peristiwa atau
serangkaian peristiwa terkait yang bertujuan untuk menggambarkan dan
menjelaskan fenomena kepentingan" (Bromley,1990). Studi kasus penelitian ini
adalah berupa proyek-proyek pada industri konstruksi perumahan yang
dikelompokan pada 3 kategori yaitu Perumahan Mewah, Perumahan Menengah,
dan Perumahan Sederhana.
3.3.2. Survey
Pemilihan metode survei dapat dilakukan dengan menggunakan interview
dan questioner yang bergantung pada faktor-faktor yang berkaitan dengan tujuan
penelitian .
3.4. WAKTU PENELITIAN
Menurut Saunders et al (2000), ada 2 Metode penelitian yaitu penelitian
deskriptif cross-sectional dan penelitian longitudinal. Peneliti memilih penelitian
cross sectional. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan januari 2016 s/d
Agustus 2016 ,karena dibulan tersebut diasumsikan kegiatan proses penjualan dan
konstruksi sedang berlansung untuk ke tiga tipe perumahan yang menjadi objek
studi kasus.
3.5. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam upaya mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan metode
pengumpulan data dengan teknik Sampling, dengan memilih 10 (sepuluh) proyek-
proyek industri konstruksi perumahan dengan kategori yang berbeda yaitu: 3
perumahan mewah, 3 perumahan menengah dan 4 perumahan sederhana di kota
Padang, melakukan interview serta membuat questioner terhadap proyek-proyek
tersebut. Metode pengumpulan data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1. Metode pengumpulan dan analisis data
No.
Tujuan penelitian
Teknik pengumpulan Data
Analisa Data
1 Menentukan Faktor-
faktor pengukuran
kinerja rantai pasok
pada industri
konstruksi perumahan
(faktor internal)
Melaksanakan studi pustaka, survey
dan wawancara untuk
mendapatkan data data sebagai
berikut:
1. Data Variation Order (VO)
dan data Change Order (CO)
2. Daftar kendala yang terjadi
selama masa pelaksanaan
3. Data Puchase Order (PO)
dalam pengadaan material
4. Data material Reject
5. Data inventory material di
gudang
6. Data Waktu tenggang
(lead time)
7. Invoice
Melakukan identifikasi
apakah indiator kinerja
Model SCOR® dapat
ditemukan dibeberapa
proyek-proyek industri
konstruksi perumahan
yang diamati.
2 Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kinerja rantai pasok
pada industri
konstruksi perumahan
(faktor eksternal)
1. Data risalah jenis-jenis rapat
yang dilaksanakan selama
masa pembangunan
2. Data monitoring kedatangan
material
3. Data catatan hasil
pengawasan terhadap proyek
terkait inspeksi dan tes sub
Melakukan
penyesuaian indikator
kinerja baik dengan
menambahkan atau
memodifikasinya,
sehingga sesuai
dengan sistem rantai
pasok industri
kontraktor
4. Catatan keikutsertaan
subkontraktor dalam
perencanaan dan
pelaksanaan
5. Data Komplain dari owner,
kontraktor, konsumen
6. Data Kinerja supplier dalam
memenuhi jadwal
pengiriman material
7. Data Term pembayaran
konstruksi perumahan.
3 Mengembangkan
model acuan
pengukuran kinerja
rantai pasok industri
konstruksi perumahan
Mengimplementasikan Model
SCOR®
versi.11 yang
disesuaikan dengan data-data
yang telah dikumpulkan pada
studi kasus proyek-proyek
industri konstruksi perumahan.
Framework model
pengukuran kinerja
sistem rantai pasok
industri konsruksi
perumahan dengan
atribut yang
berpengaruh
terhadapnya.
3.6. PENGUMPULAN DATA
Pasca gempa September 2009, perkembangan sektor properti di sumatera
barat khususnya di kota Padang mulai menunjukan trend positif. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya perusahaan–perusahaan pengembang yang menawarkan
produk-produk properti kepada masyarakat. Produk-produk properti ini bisa
berupa perumahan, ruko, rukan dan bangunan komersial lainnya. Diantara
Produk-produk properti tersebut yang paling dominan perkembangannya adalah
sektor perumahan, baik perumahan kelas sederhana, perumahan kelas menengah
dan perumahan kelas mewah.
Data-data penelitian ini diambil dan dikumpulkan dari sektor perumahan
yang berada di kota Padang dengan klasifikasi untuk tiga kelas perumahan,
y a n g b erdasarkan pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat
Nomor : 01/Permen/M/2005 dan data sekunder berupa brosur perumahan,
kuisioner dan wawancara dengan pihak pengembang.Identifikasi klasifikasi
rumah dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Identifikasi Klasifikasi Rumah
Sumber : Pengolahan data perumahan di kota Padang
Pengumpulan data dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja
rantai pasok pengembangan perumahan. Pengumpulan data ini dilakukan
terhadap pengembang perumahan. Pengembang yang dipilih dalam
pengumpulan data adalah pengembang yang mengembangkan perumahan
yang melakukan pengembangan perumahan kelas sederhana, perumahan
kelas menengah dan perumahan kelas mewah. Identifikasi kinerja rantai
pasok pengembangan perumahan dilakukan juga dengan mengumpulkan
data pengadaan barang dan jasa untuk pengembangan perumahan.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuisioner dan wawancara
yang disampaikan kepada pihak pengembang. Kuisinoer berisikan hal-hal yang
berhubungan dengan pengelolaan rantai pasok pada proyek industri konstruksi
perumahan. Kuisioner merupakan deskomposisi dari atribut-atribut dan indikator kinerja
yang menjadi standar pengukuran kinerja berdasarkan model pengukuran yang peneliti
kembangkan, dalam hal ini model SCOR versi 11. Kuisioner diisi berdasarkan pendapat
atau judgement dari key person yaitu orang yang terlibat dan memahami persoalan yang
dihadapi. Responden diambil dari pengembang perumahan adalah pemilik/project
manager/site manager/ marketing .Penilaian terhadap nilai responden diambil berdasarkan
nilai kepentingan yang dikelompokan atas 3 kriteria penilaian yang merupakan jumlah dari
Klasifikasi Rumah Luas Bangunan
(m2)
Luas Tanah
(m2)
Harga Jual
(Juta rupiah)
Rumah Sederhana ≤ 36 ≤ 90 30 ≤ S ≤ 150
Rumah Menengah 36 < M ≤ 120 90 < M ≤ 200 150 <M ≤ 600
Rumah Mewah > 120 > 200 > 600
hasil perbandingan nilai deskomposisi atribut-atribut dan indikator-indikator kinerja yang
telah terindentifikasi berdasarkan pengembangan model SCOR versi 11. Adapun langkah-
langkah perbandingan nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut :
a) Range penilaian antara 1-10 = 1, yang berarti setara dengan
b) Range penilaian antara 15-19 = 3, yang berarti cukup diutamakan daripda
c) Range penilaian antara 19-26= 5, yang berarti diutamakan daripada
Contoh pengumpulan data dengan kuisioner yang ditujukan untuk
mengindentifikasi nilai-nilai atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok
industri konstruksi perumahan dapat dilihat pada lampiran 1dan 2.
Proyek pengembangan perumahan yang ditinjau sebagai studi kasus dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel. 3.3. Studi Kasus Perumahan Kelas Mewah
No
Nama
Proyek
Pengembangan Pengembang Pengalaman
Pengembangan
Jumlah
Unit
1.
Mega Asri
Parak
Gadang
(X1)
Jl. Parak
Gadang Depan
RSB. Siti Hawa
Mega Asri 12 (Dua Belas)
Tahun 30 Unit
2.
Alam Surya
Megah
(X2)
Jl. Raya
Benteng Cupak
Tangah Pauh 5
PT. Alam
Surya Megah
4 (Empat)
Tahun 52 Unit
3.
Green
Mutiara
( X3 )
Jl. Raya
Padang-
Indarung
PT. Gerbang
Mas Reality
7 (Tujuh)
Tahun 150 unit
Tabel.3.4. Studi Kasus Perumahan Kelas Menegah
No
Nama
Proyek
Pengembangan Pengalama
Pengembangan
Pengalaman
Pengembangan
Jumlah
Unit
1.
Jala Utama
Rindang
Alam
( Y1 )
Kel. Kampung
Baru Pauh
PT. Jala Mitra
Internusa Sejak 1997
124
Unit
2.
Griya Asri
Parak
Karakah
(Y2 )
Kubu Dalam
Parak Karakah
CV. Griya
Asri 1 ( Satu) Tahun 30 Unit
3.
Green Redist
Resident
( Y3 )
Jl. By Pass
PT. Berkah
Amanda
Sejahtera
1,5 ( Satu
Setengah)Tahun 35 Unit
Tabel.3.5. Studi Kasus Perumahan Kelas Sederhana
No
Nama
Proyek
Pengembangan Pengalama
Pengembangan
Pengalaman
Pengembangan
Jumlah
Unit
1.
Villa
Anggrek
Bulan
( Z1 )
Ulu Gadut PT. Lawis
Bangun Persada 1 ( Satu ) Tahun
163
Unit
2.
Anugerah
Kamsya
Residence
( Z2 )
Jl. Raya
Pertanian By.
Pass Lumin
No. 35
PT. Anugerah
Kamsya Utama
5 (Lima )
Tahun 43 Unit
3.
Graha Lubuk
Buaya Asri
( Z3 )
Lubuk Buaya,
Koto Tangah
PT. Graha
Indah Agung
Taqwa
6 (Enam )
Tahun 39 Unit
4.
Villa Idaman
Regency
Kel. Sungai
Sapih Kec.
Kuranji
PT. Kinaya
Mitra Mandiri
3.7. ANALISA DATA
Metode analis Model SCOR digunakan dalam penelitian ini karena model
SCOR merupakan salah satu metode pengukuran kinerja rantai pasok berbasis
proses yang menyediakan framework untuk memetakan proses-proses yang
terdapat dalam rantai pasok (Bolstorff dan Rosenbaum, 2003).
3.8. MODEL PENELITIAN
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan berdasarkan model
penelitian yang telah ditetapkan yaitu identifikasi kinerja rantai pasok
pengembangan industri perumahan. Identifikasi kinerja rantai pasok
pengembangan perumahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan Model Supplai Chain Operations Reference (SCOR®) versi
11. Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Struktur SCOR®
, Paul (2014).
3.9. PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN KINERJA SISTEM
RANTAI PASOK BERBASIS Supplai Chain Operations Reference (SCOR®)
versi 11.
Kinerja sistem rantai pasok diukur dengan mengaju kepada
indikator-indikator model (SCOR®) versi 11 yang diambil dari pola-
pola umum rantai pasok pengembangan perumahan kelas mewah,
kelas menengah dan kelas sederhana di kota Padang. Pola-pola
rantai pasok tersebut diadopsi dari hasil penelitian Juarti (2008),
tentang “Kajian Pola Rantai Pasok Pengembangan Perumahan”, yang
kemudian dibandingkan dengan kondisi pola rantai pasok yang ada pada
pengembangan perumahan di kota Padang. Perbandingan ini dimaksudkan
untuk melihat kesamaan pola yang ada dengan kondisi pengembangan
perumahan di kota Padang.
Perbandingan dilakukan dengan survey dan wawancara ke objek-
objek penelitian. Sistem rantai pasok pengembangan perumahan ini
mencakup lima proses SCOR, yaitu Plan, Source, Make, Deliver dan
Return. Indikator kinerja t i n g k a t 1 ( E n a b l e ) memiliki satuan
yang berbeda-beda, oleh karena itu, diperlukan penyetaraan satuan
dengan mengubah indikator kinerja menjadi rasio (%) agar
terdapat persamaan dimensi dimana atribut akan mengikuti
menjadi rasio dan supply chain performance juga dinyatakan dalam
%. Indikator kinerja tingkat 2 tetap pada satuan semula karena
merupakan variabel yang dicari nilainya melalui pengumpulan data.
Selain itu perlu dilakukan normalisasi agar terdapat interpretasi
yang sama untuk keseluruhan indikator kinerja maupun atribut agar
nilai yang diperoleh semakin besar maka supply chain performance
akan semakin baik yaitu dengan menggunakan rumus 1/x dimana x
adalah indikator kinerja tingkat 1 yang dinormalisasi.
Tabel 3.6. Indikator Kinerja SCOR(Supply Chain Council, 2008) No.
Atribut Definisi Atribut
Indikator
Kinerja
Tingkat 1
Indikator Kinerja Tingkat 2
1
Keandalan Rantai Pasok
(Reliability)
Kinerja rantai pasok
dalam pengiriman:
produk yang tepat, ke
tempat yang tepat, pada
waktu yang tepat, dalam
kondisi dan pengepakan
yang tepat, dalam
kuantitas yang tepat,
dengan dokumentasi
yang tepat, ke
pelanggan yang tepat.
Pemenuhan Pesanan
yang Sempurna
(Perfect Order
Fulfillment)
% Pesanan Dikirim Penuh (% of Orders Delivered in
Full) Kinerja Pengiriman terhadap
Tanggal Komitmen dengan
Pelanggan (Delivery
Performance to Customer
Commit Date)
Keakuratan Dokumen
(Documentation Accuracy)
Kondisi Sempurna (Perfect
Condition)
2 Ketanggapan Rantai
Pasok
(Responsiveness)
Kecepatan
rantai pasok
menyediakan
produk ke
pelanggan.
Waktu Siklus
Pemenuhan Pesanan
(Order Fulfillment Cycle
Time)
Waktu Siklus Sumber /
Pengadaan (Source Cycle Time)
Waktu Siklus Buat (Make
Cycle Time)
Waktu Siklus Kirim (Deliver Cycle Time)
3
Agilitas Rantai Pasok
(Agilility)
Agilitas (ketangkasan/kegesita
n) rantai pasok dalam
menanggapi
perubahan pasar untuk
mendapatkan atau
memelihara
keunggulan
kompetitif.
Fleksibilitas Rantai
Pasok Bagian Atas
(Hulu) (Upside Supply
Chain Flexibility)
Fleksibilitas Sumber /
Pengadaan Hulu
(Upside Source Flexibility)
Fleksibilitas Buat Hulu
(Upside Make Flexibility)
Fleksibilitas Kirim
Hulu (Upside Deliver
Flexibility)
Fleksibilitas
Pengembalian Sumber /
Pengadaan Hulu (Upside
Source Return
Flexibility) Fleksibilitas Pengembalian Pengiriman Hulu (Upside Deliver Return Flexibility)
Adaptabilitas Rantai
Pasok Bagian Atas
(Hulu) (Upside Supply
Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber /
Pengadaan Hulu
(Upside Source Adaptability)
Adaptabilitas Buat Hulu (Upside Make Adaptability)
Adaptabilitas Kirim
Hulu (Upside Deliver Adaptability)
Adaptabilitas
Pengembalian Sumber /
Pengadaan Hulu (Upside
Source Return
Adaptability)
Adaptabilitas Pengembalian
Pengiriman Hulu (Upside
Deliver
Return Adaptability)
Adaptabilitas Rantai
Pasok Bagian Bawah
(Hilir)(Downside Supply
Chain Adaptability)
Adaptabilitas Sumber
Pengadaan Hilir
(Downside Source Adaptability)
Adaptabilitas Buat Hilir (Downside Make Adaptability)
Adaptabilitas Kirim Hilir
(Downside Deliver
Adaptability)
No
.
Atribut Definisi Atribut Indikator Kinerja
Tingkat 1 Indikator Kinerja
Tingkat 2
4
Biaya Rantai Pasok
(Supply Chain Costs)
Biaya sehubungan
dengan pengoperasian
rantai pasok.
Biaya Manajemen
Rantai Pasok (Supply
Chain Management
Cost)
Biaya Manajemen untuk
Rencana
(Management Cost to Plan)
Biaya Manajemen untuk
Sumber / Pengadaan
(Management Cost to
Source)
Biaya Manajemen untuk Buat
(Management Cost to Make)
Biaya Manajemen untuk Kirim
(Management Cost to Deliver)
Biaya Manajemen untuk
Pengembalian
(Management Cost to
Return)
Harga Pokok
Penjualan (Cost of
Goods Sold)
Biaya untuk Buat (Cost to
Make)
5
Manajemen Aset Rantai
Pasok
(Supply Chain
Asset
Management)
Efektivitas organisasi
dalam mengelola aset
untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan.
Hal ini mencakup
manajemen dari semua
aset: aset tidak bergerak
dan modal kerja.
Waktu Siklus Kas- ke-
Kas (Cash-to- Cash
Cycle Time)
Jumlah Hari Penjualan
Belum Dibayar (Days Sales
Outstanding) Jumlah Hari
Persediaan untuk
Suplai (Inventory Days
of Supply) Jumlah Hari Pengadaan
Belum Dibayar (Days
Payable Outstanding)
Imbalan terhadap Aset
Tidak Bergerak Rantai
Pasok (Return on
Supply Chain Fixed
Assets)
Pendapatan Rantai Pasok
(Supply Chain Revenue)
Harga Pokok Penjualan
(Cost of Goods Sold)
Aset Tetap Rantai Pasok
(Supply Chain Fixed Assets)
Biaya Manajemen Rantai
Pasok (Supply Chain
Management Costs)
Imbalan terhadap
Modal Kerja (Return on
Working Capital)
Uang yang dapat
Diterima atau Penjualan
yang Belum Dibayar
(Accounts Receivable
atau Sales Outstanding)
Uang yang Harus Dibayarkan
atau Pembayaran yang Harus
Dilakukan (Accounts Payable
Atau Payables Outstanding)
Persediaan (Inventory)
Biaya Manajemen Rntai Pasok
(Supply Chain Management
Costs)
Pendapatan Rantai Pasok
(Supply Chain Revenue)
Harga Pokok Penjualan
(Cost of Goods Sold)
Tabel 3.7. pengukuran kinerja industri perumahan berbasis SCOR® version 11
No. Atribut Indikator
Tingkat 1
Indikator
Tingkat 2
Normalisasi Satuan
Indikator
Tingkat 1
1. Reliability Perfect Order
Fulfillment Total Delivery - %
On
Time
Delivery
- %
2.
Responsiveness
Order
Fulfillment
Cycle Time
Source Cycle
Time Order Fulfillment Cycle Time =1x 100
%
{(Source CycleTime+Make Cycle
Time + Deliver Cycle Time) :
Standard Order Fulfillment Cycle
%
Make Cycle Time
Deliver Cycle
Time
Time}
3.
Agility
Availabe
Capacity
Available
Assembly
Capacity
- %
Available Fabrication
Capacity
- %
4.
Supply
Chain Costs
Operatig
Expenses
Marketing and Sales Expenses
Operating Expenses = 1x 100 %,
{(Marketing and Sales Expenses
+ General and Administration
Expenses) : Sales}
dimana Operating Expenses : Sales
merupakan rumus Operating Expenses
Ratio (Willis, 2003).
%
General and
Administration
Expenses
Cost of Goods
Sold
Rejection Rate of
Part/ Component Rejection Rate of Part/Component %
Production
Efficiency
- %
No. Atribut Indikato
r Tingkat
1
Indikator
Tingkat 2 Normalisasi Satuan
Indikator
Tingkat 1
5.
Supply
Ch
ain Asset
Management
Cash-to-Cash
Cycle Time
Days Sales Outstanding
Cash-to-Cash Cycle Time =
1
x 100 %
{(Days Sales Outstanding
+ Inventory Days of Supply
- Days Payable Outstanding) :
Standard Cash-to-Cash Cycle Time}
% Inventory Days of Supply
Days Payable Outstanding
Return on
Supply Chain
Fixed
Assets
Supply Chain
Revenue
-
% Cost of Goods
Sold
Supply Chain Fixed Assets
Operating
Expenses
Return on
Working Capital
Accounts
Receivable
(Sales
Outstanding)
-
%
Accounts
Payable
(Payables
Outstanding)
Inventory
Operating
Expenses
Supply Chain
Revenue Cost of Goods
Sold
Model SCOR® bersifat hierarkis. Lapisan pertama adalah tipe proses untuk
mengidentifikasi lingkup suplai. Lapisan kedua adalah kategori proses yang
memungkinkan mengonfigurasikan rantai suplai. Lapisan ketiga menunjukkan
elemen-elemen proses, mengidentifikasikan rantai suplai, masukan/keluaran
inpu/output), indicator dan praktik terbaik,Paul (2014).
Gambar 3.2 .Tahapan Pengembangan Model Penelitian
Dalam Rangka pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai
pasok, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut;
Melakukan identifikasi apakah indikator kinerja Model SCOR® dapat
ditemukan dibeberapa proyek-proyek industri konstruksi perumahan yang
diamati.
Melakukan penyesuaian indikator kinerja baik dengan menambahkan atau
memodifikasinya, sehingga sesuai dengan sistem rantai pasok industri
konstruksi perumahan.
Membuat framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
industri konsruksi perumahan dengan atribut yang berpengaruh
terhadapnya.
Identifikasi proses bisnis dilakukan berdasarkan framework pada model
SCOR, dimulai dengan melakukan kajian sistem amatan terlebih dahulu dan
mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait. Pemetaan proses bisnis dilakukan
berdasarkan framework SCOR mulai dari level 1 yaitu dengan memetakan siapa
saja pihak-pihak yang berada dalam rantai pasok dan proses apa saja yang
terdapat pada masing-masing entitas yang terkait dengan rantai pasok yang akan
diukur.
Model SCOR versi 11.0 memiliki enam proses utama, yaitu Plan, Source,
Make, Deliver, Return dan Enable. Dari keenam proses tersebut kemudian
masing-masing proses utama diturunkan menjadi proses proses yang lebih
spesifik pada level selanjutnya yaitu Level 2 sampai ke Level 3.
Model SCOR memiliki lima atribut kinerja yaitu Reliabilitas,
Responsifitas, Agility, Biaya dan Manajemen Aset. Atribut kinerja ini
merupakan ukuran kualitatif yang tidak dapat diukur secara langsung.
Pengukuran masing-masing atribut kinerja tersebut dilakukan dengan
menggunakan metrik performansi.
3.10. Bencmarking (Tolok Ukur )
3.10.1. Pengantar benchmaking
Pengukuran memegang peranan yang penting karena akan mempengaruhi
prilaku orang yang terlibat dalam menjalankan rantai suplai, sehingga
berdampak lansung pada keseluruhan kinerja rantai suplai.Pengukuran
kinerja memungkinkan perusahaan untuk menilai apakah rantai suplainya
menjadi lebih baik. Salah satu perangkat untuk melakukan Pengukuran
kinerja adalah dengan menggunakan metric dalam kartu SCOR®. Kartu
SCOR® memiliki karakteristik sebagai berikut :
Integrasi yang berimbang antara perspektif pelanggan (keandalan
pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal
pengiriman, responsivitas dan fleksibilitas) dan perspektif internal (
biaya dan efisiensi aset)
Penekanan pada hasil dalam skala perusahaan, bukan pada hasil secara
fungsional
Penekanan pada metrik –metrik utama: Kartu SCOR® terdiri dari
seperangkat metric yang lengkap dan minimal, dengan tujuan
menyediakan informasi yang cukup untuk bertindak sembari
menghindari terlalu banyak beban informasi.
Sebuah organisasi dapat mengambil manfaat benchmaking karena metode
ini mempercepat perusahaan dan restrukturisasi, dengan menggunakan praktik
yang teruji dan terbukti. Benchmaking meyakinkan skeptisme, dengan melihat
bahewa metode itu berhasil, serta mengatasi kelemahan dan sikap berpuas diri.
Metodr ini juga menciptakan rasa urgensi ketika terungkap adanya kesenjangan.
Benchmaking menuntun ke ide “ di luar kota” dengan mencari cara untuk
melakukan perbaikan di luar praktik normal industri. Metode ini memaksa
organisasi untuk menguji proses yang ada saat ini dan menuntun ke perbaikan dari
diri sendiri. Implementasi akan lebih efektif dengan keterlibatan para pemilik
proses. Benchmaking mencegah perusahaan untuk “re-inventing the wheel” dan
membuang lebih banyak waktu dan baiya ketika sesesorang lainnya mungkin
sudah melakukan dan acap kali lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.
Ada dua tipe utama benchmaking :
Benchmaking kinerja atau kuantitatif digunakan untuk
membandingkan hasil atau daya saing sebuah rantai suplai yang ada
dengan rantai suplai perusahaan lain. Umumnya keluaran (outcome)
dari benchmark ini erupa peringkat komparatif dan sering digunakan
untuk menyoroti bidang yang membutuhkan perbaikan dan studi lebih
lanjut.
Benchmark proses atau kualitatif digunakan untuk memperbaiki proses
dan operasi tertentu di dalam bisnis. Perusahaan yang dikelola secara
baik tidak sekedar menggunakan benchmark untuk menetapkan target.
Alih-alih, mereka melihat apa yang ada dibalik data kuantitatif untuk
memahami bagaimana perusahaan-perusahaan yang terbaik di
kelasnya mencapai hasil yang patut ditiru. Mereka mencoba
mengidentifikasi proses, perangkat, dan metode khusus yang
digunakan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.Untuk
memperoleh hasil terbaik, kedua jenis benchmaking itu harus
digunakan bersama. Keduanya merupakan komplemen bukan
alternatif.
3.10.2. Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan untuk menghitung metric SCOR level 1 berasal dari
berbagai bagian di perusahaan pengembang perumahan tersebut. Tabel
3.8.
Tabel 3.8. kebutuhan data
Atribut Sumber Potensi untuk data
Keandalan
(Reliability)
Pesanan pelanggan, dokumen pengiriman, laporan kerusakan
Responsiveness
(Responsiveness)
Pesanan Pelanggan, Dokumen Pengiriman
Fleksibilitas
(Flexibility)
Jangka waktu (lead time) & kapasitas distribusi/Transportasi,
produksi, dan Pengadaan.
Biaya(Cost) Informasi pembiayaan departemen pembelian, produksi,
penjualan, manajemen material, pengiriman, dsb.
Aset(Assets) Informasi keuangan (Laporan Neraca dan Laba Rugi
3.11. Menghitung Bobot dengan AHP
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dihitung nilai bobot yang ada
dengan menggunakan pairwise comparison pada metode AHP.
3.11.1.Indeks Konsistensi
Metode AHP harus dilengkapi dengan penghitungan Indeks Konsistensi
(Consistency Index). Setelah diperoleh indeks konsistensi, maka hasilnya
dibandingkan dengan Indeks Konsistensi Random (Random Consistency
Index/RI) untuk setiap n objek.
Tabel-3.8. memperlihatkan nilai RI untuk setiap n objek ( 2 <= n <= 10).
Prof.Saaty [Saa-80] menyusun Tabel RI diperoleh dari rata-rata Indeks
Konsistensi 500 matriks. CR(Consistency Ratio) adalah hasil perbandingan
antara Indeks Konsistensi (CI) dengan Indeks Random (RI). Jika CR <= 0.10
(10%) berarti jawaban pengguna konsisten sehingga solusi yang dihasilkanpun
optimal.
Tabel.3.8 Tabel Indeks Konsistensi Random
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Sumber : Saaty,(1980) dalam Padmowati.E,(2009)
BAB IV
STUDI KASUS
4.1. Studi Kasus Pengembangan Perumahan
4.1.1.Perumahan Kelas Mewah
4.1.1.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang (X1)
Perumahan Mega Asri Parak Gadang, terletak di Jl. Parak Gadang,
Kecamatan Padang Timur dengan jumlah 30 unit rumah ,dikembangkan di
atas lahan dengan luas 8000 M2,dikembangkan oleh Mega Asri Group. Dalam
pembangunannya pihak pengembang memanfaatkan jasa kontraktor dan sub
kontraktor. Pengembang bertindak selaku pengawas sekaligus memasarkan
unit-unit rumah yang akan di tawarkan kepada para calon konsumen.
Pembangunan Unit-unit rumah dilaksanakan tanpa harus menunggu calon
pembeli (unit ready stok).
Gambar 4.1. Perumahan Mega Asri Parak Gadang,Padang(2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.1. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan
Perumahan X1
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan.
Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan
Prasarana dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain,
sedangkan Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh
pengembang. Untuk Desain/Perancangan Unit- Unit Rumah dapat
dilakukan perubahan sesuai dengan keinginan pemilik rumah.
Perubahan Desain/Perancangan yang tidak diizinkan oleh
pengembang hanya perubahan Perancangan Desain tampak depan
rumah dan bentuk rumah, agar seluruh desain unit-unit rumah yang
ada pada perumahan ini seragam sesuai konsep yang ditawarkan
pengembang. Sedangkan untuk perubahan spesifikasi teknis yang
diizinkan hanya untuk material yang mutunya lebih baik daripada
yang ditawarkan oleh pengembang.
Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z1
Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang, Pemilik Rumah
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan
Umum 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Unit-unit Rumah Pengembang
Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan X1 berjumlah 3
Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2
Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam
mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan
sebagian Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor.
Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah,
Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan
Pekerjaan Unit-Unit Rumah. Seluruh Pekerjaan Unit-Unit Rumah
dilakukan oleh Pengembang untuk menjaga mutu dari unit rumah
yang akan dihasilkan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut
dilakukan melalui penunjukan langsung dengan pertimbangan
kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang dan juga
didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan
pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara
pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat
Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan
setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,
menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress
payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan
lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi
(owner-builder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang
melakukan hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga
kerja tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran
berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang
diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan perumahan
tersebut. Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta
operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan Unit-
Unit Rumah, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk
Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok
material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok
material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah
disepakati pengembang dan pemasok material tersebut. Sedangkan
tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan
pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja
yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan
perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Unit-Unit Rumah,
pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan kontraktor
spesialis untuk pemasangan railing tangga besi, pekerjaan mekanikal
unit rumah seperti pemasangan AC dan air panas.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, Pekerjaan
Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Saluran/Drainase dan Pekerjaan
Unit-Unit Rumah, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate,
yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau
koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor
dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik & PJU,
Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Sarana Olahraga dan Pekerjaan
Taman, masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak
dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan
pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan
sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap
pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang
telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh
mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar
daerah pengembangan perumahan tersebut.
4.1.1.2.Perumahan Alam Surya Megah (X2)
Gambar 4.2. Perumahan Alam Surya Megah, Padang (2016)
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.2. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan
Perumahan X2
Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Z2
Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV),
Pemilik Rumah/ Pengembang Pekerjaan Unit-unit Rumah
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan Pengembang
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan.
Pada pengembangan perumahan ini, Desain/Perancangan Prasarana
dan Sarana Perumahan dilakukan oleh konsultan desain, sedangkan
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dilakukan oleh kontraktor unit
rumah. Untuk Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah dapat dilakukan
perubahan sesuai dengan keinginan pemilik rumah. Perubahan
Desain/Perancangan yang tidak diizinkan oleh pengembang hanya
perubahan Perancangan Desain tampak depan rumah dan bentuk rumah,
agar seluruh desain unit-unit rumah yang ada pada perumahan ini
seragam sesuai konsep yang ditawarkan pengembang. Sedangkan untuk
perubahan spesifikasi teknis yang diizinkan hanya untuk material yang
mutunya lebih baik daripada yang ditawarkan oleh pengembang.
Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam
mengembangkan suatu perumahan, pengembang menyerahkan sebagian
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Pengembang
hanya melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk seluruh
kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan
pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang
dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam melakukan
pekerjaan pengembangan perumahan. Hubungan kontrak antara
pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat
Perintah Kerja.
Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap
kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut
cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan
menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah
kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder). Untuk
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV).
kontraktor unit rumah, jenis hubungan kontrak antara pengembang
dengan kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,
menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress
payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup
tugasnya adalah kontrak perencana teknis/desain/perancang &
pelaksana konstruksi (design-build).
Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut
diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar
daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja,
pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan
Pagar Tembok/Benteng dan Pekerjaan Jembatan, pengembang
melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan
pemasok material.
Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga
penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang
terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang
dipesan pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta
peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran
berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang
diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan
perumahan tersebut.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan
Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan
estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau
koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam
mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air Bersih,
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum dan Pekerjaan Taman,
masing-masing kontraktor melakukan hubungan kontrak dalam bentuk
Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.
Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan
berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan
pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari
luar daerah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Unit-
unit Rumah terdapat juga pemasok material yang juga menyediakan
tenaga kerja dan peralatannya untuk pemasangan railing tangga besi,
pemasangan AC dan air panas.
4.1.1.3.Perumahan Green Mutiara Residence ( X3 )
Perumahan Green Mutiara berlokasi di Jl.Raya Padang-Indarung,
kecamatan Lubuk Kilangan,kota Padang. Perumahan dikembangkan diatas
lahan 2,4 Ha dengan jumlah unit sebanyak 150 unit , yang dikembangkan
oleh PT.Gerbang Mas Reality. PT. Gerbang mas Reality telah memiliki
pengalaman selama 7 tahun untuk pengembang rumah mewah di kota
padang. Pembangunan unit-unit rumah dikerjakan oleh kontraktor dan sub
kontraktor yang ditunjuk oleh pihak pengembang. Pemasaran dari unit-unit
rumah dipasarkan sendiri oleh pihak pengembang. Unit-unit rumah yang
dipasarkan telah dipersiapkan terlebih dahulu sebelum adanya calon pembeli
(unit ready stok).
`
Gambar 4.3. Perumahan Green Mutirara Residence, Padang(2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.3. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan
Perumahan X3
Lingkup Pekerjaan Pengembangan
Perumahan Z3 Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Saluran/Drainase
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan kontraktor persekutuan (CV)
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.
Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai
divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya
untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan,
pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan
Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Air Bersih. Pengadaan
untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan
langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi
rekanan pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor
tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan perumahan.
Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor yang
melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja.
Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor
berdasarkan nilai kontrak adalah Kontrak Harga Satuan (Unit Price),
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan
Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas
(PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 3 Perusahaan Kontraktor Perseroan
Terbatas (PT) Pekerjaan Sarana Perbelanjaan
Pekerjaan Sarana Peribadatan
Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas
(PT)
Pekerjaan Sarana Pendidikan Pemilik Sarana Pendidikan
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan X3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 6 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
menurut cara pembayaran adalah Pembayaran 100% dibelakang (Turn
Key) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup
tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-
builder). Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut
diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar
daerah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok tenaga kerja,
pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
Untuk Pekerjaan Air Bersih, pengembang melakukan hubungan
kontrak dalam bentuk Purchase Order dengan pemasok material.
Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran
dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap
pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan
pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari
luar daerah pengembangan perumahan tersebut.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan
Air Bersih, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi
yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi
seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh
mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.
Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar daerah pengembangan
perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan
Saluran/Drainase, masing-masing kontraktor juga melakukan hubungan
kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara
sewa.
4.1.2. Perumahan kelas Menengah
4.1.2.1. Perumahan Jala Utama Rindang Alam (Y1)
Perumahan Jala Utama Rindang Alam, merupakan tipe
pengembangan rumah kelas menengah. Perumahan berlokasi di Kelurahan
Kampung Baru Pauh. Perumahan dikembangkan oleh pengembang PT. Jala
Mitra Internusa dengan jumlah unit yang dikembangkan yaitu 124 unit pada
luas lahan 1,2 Ha. Pengembang telah memiliki pengalaman dimulai sejak
tahun 1997 (19 tahun). Pengembang bertindak selaku kontraktor
pembangunan unit rumah dan juga dibantu oleh subkontraktor-
subkontraktor sesuai bidang pekerjaannya masing-masing. Pihak
pengembang juga bertindak lansung memasarkan unit-unit rumah kepada
para calon konsumen. Unit-unit rumah yang dikembangkan oleh
pemgembang dibangunkan apabila ada konsumen yang telah membeli unit-
unit rumah yang ditawarkan ( unit indent).
Gambar 4.4. Perumahan Jala Utama Rindang Alam, Padang (2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.4. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan
Perumahan Y1
Lingkup Pekerjaan
Pengembangan
Perumahan Y1
Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan Pengembang
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y1 berjumlah 9
Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1
Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.
Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai
divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya
untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan,
pengembang menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan
Pekerjaan Pematangan Tanah dan Pekerjaan Jembatan. Pengadaan untuk
seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung
dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan
pengembang dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut
dalam Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara
pengembang dengan setiap kontraktor tersebut diatur melalui Surat
Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan
setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,
menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress
payment) dan menurut tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup
tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-
builder).
Untuk Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut
diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah
sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Selain pemasok
tenaga kerja, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan
pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa. Untuk
Pekerjaan Jembatan, pengembang melakukan hubungan kerjasama
dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan pondasi tiang pancang
dan railing besi jembatan dalam bentuk Surat Perintah Kerja. Untuk
Pekerjaan Jalan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan
subkontraktor spesialis untuk pemasangan material paving block. Untuk
Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Unit-Unit
Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan dan
Pekerjaan Sarana Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan
kontrak dengan beberapa pemasok material yang volumenya besar
seperti pemasok material pasir dan split, besi. Selain itu, pengembang
juga melakukan hubungan kontrak dengan subkontraktor spesialis untuk
pemasangan material tiang pancang untuk Pekerjaan Unit-Unit Rumah
Bertingkat dan Pekerjaan Sarana Perbelanjaan. Pembayaran dari
pengembang terhadap pemasok material dilakukan pada saat jumlah
material yang dipesan pengembang telah dikirim.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang
juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.
Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang
bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.
Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Air
Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum, Pekerjaan
Unit-Unit Rumah, Pekerjaan Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana
Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana Peribadatan dan Pekerjaan Taman,
masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam
bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok
material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material
dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati
kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja
beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran
berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang
diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan
perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan, Pekerjaan
Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, masing-
masing kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.2.2. Perumahan Griya Asri Parak Karakah ( Y2 )
Perumahan Griya Asri Parak karakah, terletak di Kubu Dalam Parak
Karakah,kecamatan Padang Timur Kota Padang. Dikembangkan oleh CV.Griya
Asri dengan jumlah unit sebanyak 30 unit diatas lahan 8000 M2. Pengembang
dalam hal ini bertindak lansung sebagai kontraktor dan supplier dibantu oleh
subkontraktor yang bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Disamping itu pengembang juga memasarkan lansung unit-unit rumah yang
mereka tawarkan kepada konsumen. Unit-unit rumah dibuatkan beberapa
sebagai rumah contoh yang kemudian pembangunan unit-unit selanjutnya
tergantung kepada konsumen yang telah membeli unit rumah kepada
pengembang ( unit indent).
Gambar 4.5. Perumahan Griya Asri Parak Karakah, Padang (2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.5. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Pengembangan Perumahan Y2
Lingkup Pekerjaan
Pengembangan
Perumahan Y2
Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pengembang
Pekerjaan Jembatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan dan 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam
keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan
pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang
berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang
menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan
Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng dan
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah.
Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui
penunjukan langsung dengan pertimbangan kontraktor tersebut telah
menjadi rekanan pengembang dan juga didasarkan track record
kontraktor tersebut dalam melakukan pekerjaan pengembangan
perumahan. Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap
kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui Surat
Perintah Kerja.
Jenis hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap
kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum,
menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress
payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup
tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-
builder).
Pekerjaan Pemantangan Tanah, pengembang melakukan
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y2 berjumlah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
hubungan kontrak dengan pemasok tenaga kerja. Tenaga kerja
tersebut diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan
upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal
dari daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut.
Selain pemasok tenaga kerja, pengembang juga melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta
operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng dan Pekerjaan Dinding Penahan Tanah,
pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok
material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan
pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan
upah kerja harian/mingguan.
Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar
wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan
dan Pekerjaan Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat dengan cara sewa.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan
Pagar Tembok/Benteng, pengembang juga melaksanakan pekerjaan
estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan
atau koreksi yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor
dalam mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan,
Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum,
Pekerjaan Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Taman, masing-masing
kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.
Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan
berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan
pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktornya
melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta
operatornya dengan cara sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah
terdapat juga subkontraktor spesialis untuk pemasangan railing tangga
besi.
4.1.2.3. Perumahan Green Redist Resident
Perumahan Green Redist Resident dikembangkan oleh PT.Berkah
Amanda sejahtera diatas lahan dengan luas 1,2 Ha yang berlokasi di
Jl.Bypass KM 6, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Jumlah unit yang
dikembangkan berjumlah 35 unit. Pengembang bertindak lansung selaku
kontraktor dan dibantu oleh subkontraktor-subkontraktor yang sesuai
bidangnya masing-masing. Pengembang juga bertindak lansung sebagai
supplier dan tim pemasaran untuk unit-unit rumah yang ditawarkan.
Pembangunan unit-unit rumah dilakukan apabila sudah ada konsumen yang
telah melaksanakan proses jual beli dengan pengembang ( unit indent).
Gambar 4.6. Perumahan Green Redist Resident, Padang(2016).
a. Pihak yang Terlibat dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.6. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan
Perumahan Y3
b. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh
Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan Y3
Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang
Pekerjaan Jembatan Pengembang
Pekerjaan Air Bersih Pengembang
Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Unit-Unit Rumah Pengembang
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Y3 berjumlah 2 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam
keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan
pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang
berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Pada Tahap Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut
dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga
tingkat kompleksitas setiap paket pekerjaan rendah dan mampu
dikerjakan oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan
kontrak hanya untuk Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Listrik.
Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor
tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak
antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai
kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah
pembayaran bertahap (progress payment) dan menurut tahapan
pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah kontrak
pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).
Pekerjaan Unit-unit Rumah, pengembang juga melakukan
hubungan kerjasama dengan kontraktor spesialis untuk pemasangan
rangka atap baja ringan. Selain melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di
atas, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi
yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam
mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan Listrik, masing-masing
kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan.
Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok
materialdilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah
disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut. Sedangkan
tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh mandor
dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.
Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari luar wilayah
pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Jalan,
kontraktor juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3. Perumahan Tipe Sederhana
4.1.3.1. Perumahan Villa Anggrek Bulan ( Z1 )
Perumahan Villa Anggrek Bulan merupakan perumahan kelas
sederhana bersubsidi yang dikembangkan oleh PT.Lawis Bangun Persada.
Perumahan dikembangkan diatas lahan 1,2 Ha dengan jumlah unit sebanyak
163 unit rumah tipe sederhana ( tipe 36/72). Pembangunan unit rumah
dilaksanakan lansung oleh pengembang dan dibantu oleh beberapa sub
kontraktor yang specialisasi dibidangnya yaitu seperti jalan dan pematangan
lahan. Pengembang membangun unit rumah contoh yang kemudian baru
berlanjut untuk membangunkan unit-unit yang lain tergantung kepada jumlah
konsumen yang telah di setujui dan akad kredit dengan bank (unit indent)
Gambar 4.7. Perumahan Villa Anggrek Bulan, Padang(2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.7. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z1
Lingkup Pekerjaan Pengembangan Perumahan X1
Pihak Yang Terlibat
Desain/Perancangan Prasarana Perumahan
Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Saluran/Drainase 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 4 Perusahaan Kontraktor
Perseorangan, 2 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan
Terbatas (PT)
Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
d. Hubungan Pengembang dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam
keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan
pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang
berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi dalam mengembangkan suatu perumahan, pengembang
menyerahkan sebagian besar Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
kepada kontraktor. Pengembang hanya melaksanakan Pekerjaan
Pematangan Tanah dan Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng.
Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan melalui
pelelangan dengan pertimbangan 3 aspek penilaian kontraktor yaitu
harga penawaran, kemampuan finansial dan pengalaman dalam
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan. Hubungan kontrak antara
pengembang dengan setiap kontraktor yang melaksanakan setiap
pekerjaan diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan
kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor berdasarkan
nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, berdasarkan cara pembayaran
adalah pembayaran 100% di belakang (Turn Key) dan berdasarkan
tahapan pihak- pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya adalah
kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).
Pekerjaan Pemantangan Tanah dan Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng, pengembang melakukan hubungan kontrak dalam
bentuk Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan
pemasok material ditentukan berdasarkan harga penawaran dan
sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap
pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan
pengembang telah dikirim.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan
oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja
harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari
daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut.
Pengembang juga melakukan hubungan kontrak dengan pemasok
peralatan berat beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.2. Perumahan Anugerah Kamsya Residence ( Z2 )
Perumahan Anugerah Kamsya Residence dikembangkan
sebanyak 43 unit diatas lahan 8000 M2 oleh PT. Anugerah Kamsya
Utama. Perumahan berlokasi di JL. Pertanian Bypass kecamatan
Koto Tangah, kota Padang. Perumahan Anugerah Kamsya Residence
termasuk kategori perumahan sederhana tetapi tidak bersubsidi.
Pembangunan dilaksanakan langsung oleh pengembang dengan
dibantu oleh sub kontraktor. Pengembang bertindak sebagai
perencana, supplier, pengawas pelaksanaan dan sekaligus
memasarkan unit-unit rumah yang ditawarkan kepada calon
konsumen. Pengembang membangun unit rumah contoh dan
kemudian akan melaksanakan pembangunan berikutnya setelah
memiliki konsumen yang telah melaksanakan proses jual beli (unit
indent).
Gambar 4.8. Perumahan Anugerah Kamsya Residence, Padang (2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.8. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan
Perumahan Z2 Lingkup Pekerjaan Pengembangan
Perumahan Z2 Pihak Yang Terlibat
Desain/Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah Pengembang
Pekerjaan Pagar Tembok/ Benteng Pengembang
Pekerjaan Jalan Pengembang
Pekerjaan Saluran/Drainase Pengembang
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pengembang
Pekerjaan Jembatan Pengembang
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Listrik 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 3 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Sarana Peribadatan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z2 berjumlah 5 Perusahaan Kontraktor Perseorangan.
b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh
pengembang. Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam
keseluruhan Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan
pengembang mempunyai divisi Desain/Perancangan yang
berkompeten dalam perusahaannya untuk melakukan
Desain/Perancangan Perumahan. Pada Tahap Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan ini, pengembang menyerahkan sebagian kecil
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan kepada kontraktor. Hal tersebut
dikarenakan luas pengembangan perumahan yang kecil sehingga
tingkat kompleksitas setiap pekerjaan rendah dan mampu dikerjakan
oleh pengembang. Pengembang melakukan hubungan kontrak hanya
untuk Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listik Pekerjaan Unit-Unit
Rumah dan Pekerjaan Sarana Peribadatan. Pengadaan untuk seluruh
kontraktor tersebut dilakukan melalui penunjukan langsung dengan
pertimbangan kontraktor tersebut telah menjadi rekanan pengembang
dan juga didasarkan track record kontraktor tersebut dalam
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan.
Hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap
kontraktor tersebut diatur melalui Surat Perintah Kerja. Jenis
hubungan kontrak antara pengembang dengan setiap kontraktor
berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak Lumpsum, menurut cara
pembayaran adalah pembayaran bertahap (progress payment) dan
menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat dan lingkup tugasnya
adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi (owner-builder).
Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Pagar
Tembok/Benteng, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase,
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan Jembatan,
pengembang melakukan hubungan kontrak dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok
material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan
pengembang telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari
daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk
Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan dan Pekerjaan
Saluran/Drainase, pengembang juga melakukan hubungan kontrak
dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya dengan cara
sewa. Untuk Pekerjaan Unit-unit Rumah dan Pekerjaan Sarana
Peribadatan, pengembang juga melakukan hubungan kontrak dalam
bentuk Purchase Order dengan pemasok material yang volumenya
besar. Pemasok material yang mengadakan hubungan kontrak dengan
pengembang terdiri dari pemasok material seperti besi, pasir, semen,
bata, split dan batu belah. Pembayaran dari pengembang terhadap
pemasok material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan
pengembang telah dikirim.
Selain melaksanakan Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan
Pagar Tembok/Benteng, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan
Saluran/Drainase, Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan
Jembatan, pengembang juga melaksanakan pekerjaan estate, yaitu
pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi
yang bersifat minor. Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan, pengembang bertindak sebagai supervisor dalam
mengawasi seluruh pekerjaan. Pengawasan terhadap seluruh
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor dengan Pihak yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Untuk Pekerjaan Air Bersih dan Pekerjaan Listrik, Pekerjaan
Unit-Unit Rumah, dan Pekerjaan Sarana Peribadatan, masing-masing
kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk Purchase
Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang
ditunjukkan. Pembayaran dari pengembang terhadap pemasok
material dilakukan pada saat jumlah material yang dipesan masing-
masing kontraktor telah dikirim. Sedangkan tenaga kerja beserta
peralatan kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran
berdasarkan upah kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang
diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah pengembangan
perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Air Bersih, kontraktor juga
melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat
beserta operatornya dengan cara sewa.
4.1.3.3. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri (Z3)
Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri terletak di kelurahan Lubuk
Buaya kecamatan Koto Tangah, yang dikembangkan oleh PT. Graha
Indah Agung Taqwa. Perumahan ini termasuk perumahan kelas sederhana
bersubsidi, yang dikembang diatas lahan 8000 M2 dengan jumlah unit
sebesar 39 unit tipe 36/72. Pengembang melaksanakan sendiri
pembangunan unit rumah dan bertindak lansung memasarkan unit rumah
kepada para calon konsumen. Pengembang membangun unit rumah
contoh dan selanjutnya akan melaksanakan pembangunan unit-unit rumah
yang lain berdasarkan jumlah konsumen yang telah melaksanakan proses
jual beli dan melunasi uang muka pembyaran kepada pengembang ( unit
Indent).
Gambar 4.9. Perumahan Graha Lubuk Buaya Asri, Padang (2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.9. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Z3
Lingkup Pekerjaan Pengembangan
Perumahan Z3 Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan
Pengembang Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Jalan 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Saluran/Drainase
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum
1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Sarana Pendidikan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z3 berjumlah 3
Perusahaan Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8
Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.
Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai
divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya
untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu
perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan
melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor
yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan
perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan,
kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan
perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan
sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan
setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui
Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang
dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak
Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap
(progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat
dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi
(owner-builder).
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang hanya
melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.
Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang
bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.
Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan Pematangan Tanah, Pekerjaan Jalan, Pekerjaan
Saluran/Drainase, Pekerjaan Dinding Penahan Tanah, Pekerjaan
Jembatan, Pekerjaan Air Bersih, Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan
Umum dan Pekerjaan Telepon, Pekerjaan Unit-Unit Rumah, Pekerjaan
Sarana Olahraga, Pekerjaan Sarana Perbelanjaan, Pekerjaan Sarana
Peribadatan, Pekerjaan Sarana Pendidikan dan Pekerjaan Taman,
masing-masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk
Purchase Order dengan pemasok material.
Pengadaan pemasok material ditentukan berdasarkan harga
penawaran dan sampel yang ditunjukkan. Pembayaran dari kontraktor
terhadap pemasok material dilakukan berdasarkan tanggal jatuh tempo
yang telah disepakati kontraktor dan pemasok material tersebut.
Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan kerjanya diadakan oleh
mandor dengan pembayaran berdasarkan upah kerja harian/mingguan.
Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari daerah sekitar wilayah
pengembangan perumahan tersebut. Untuk Pekerjaan Pematangan Tanah,
Pekerjaan Jalan, Pekerjaan Saluran/Drainase, Pekerjaan Jembatan,
Pekerjaan Air Bersih, masing-masing kontraktor juga melakukan
hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta operatornya
dengan cara sewa.
4.1.3.4. Perumahan Villa Idaman Regency ( Z4 )
Perumahan Villa Idaman Regency dikembangkan oleh PT. Kinaya
Mitra Mandiri yang dikembangkan diatas lahan 2,6 Ha dan berlokasi di
kelurahan Sungai Sapih, kecamatan Kuranji Kota Padang. Perumahan ini
merupakan perumahan kelas sederhana bersubsidi. Pengembang bertindak
selaku perencana (konsultan), kontraktor, dan supplier serta memasarkan
lansung unit-unit rumah kepada para calon konsumen. Pengembang
menyediakan beberapa unit rumah contoh dan selanjutnya pembangunan
unit-unit rumah berikutnya dilaksanakan apabila telah ada konsumen yang
melaksanakan proses jual beli, membayar uang muka. Apabila pembayaran
dilaksanakan dengan proses kredit maka pembangunan dilaksanakan apabila
kredit calon konsumen telah disetujui oleh bank (unit Indent).
Gambar 4.10. Perumahan Villa Idaman Regency, Padang (2016).
a. Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Tabel 4.10. Identifikasi Pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan
Z4
Lingkup Pekerjaan Pengembangan
Perumahan X3 Pihak Yang Terlibat
Desain/ Perancangan Prasarana Perumahan Pengembang
Desain/Perancangan Unit-Unit Rumah Pengembang
Desain/Perancangan Sarana Perumahan Pengembang
Pekerjaan Pematangan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Jalan 3 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Saluran/Drainase
Pekerjaan Dinding Penahan Tanah 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Jembatan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT) Pekerjaan Air Bersih 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Telepon 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Unit-Unit Rumah 5 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 1 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Sarana Olahraga 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pekerjaan Sarana Perbelanjaan 2 Perusahaan Kontraktor Perseroan Terbatas (PT)
Pekerjaan Sarana Peribadatan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Sarana Pendidikan 1 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV)
Pekerjaan Taman 1 Perusahaan Kontraktor Perseorangan
Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pengembang
Keseluruhan kontraktor yang terlibat dalam pengembangan perumahan Z4 berjumlah 3 Perusahaan
Kontraktor Perseorangan, 11 Perusahaan Kontraktor Persekutuan (CV) dan 8 Perusahaan
Kontraktor Perseroan Terbatas (PT).
b. Hubungan Pengembang Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pada pengembangan perumahan ini, keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dilakukan sendiri oleh pengembang.
Pengembang tidak melibatkan pihak lain dalam keseluruhan
Desain/Perancangan Perumahan dikarenakan pengembang mempunyai
divisi Desain/Perancangan yang berkompeten dalam perusahaannya
untuk melakukan Desain/Perancangan Perumahan. Untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam mengembangkan suatu
perumahan, pengembang menyerahkan seluruh Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan kepada kontraktor pada Tahap Pelaksanaan Konstruksi
Perumahan. Pengadaan untuk seluruh kontraktor tersebut dilakukan
melalui pelelangan dengan pertimbangan 5 aspek penilaian kontraktor
yaitu pengalaman kerja > 5 tahun mengerjakan pembangunan
perumahan dan minimal telah melakukan 3 pembangunan perumahan,
kompetensi sumber daya manusia dalam mengerjakan pembangunan
perumahan, kepemilikan peralatan kerja, kemampuan finansial dan
sistem mutu & K3. Hubungan kontrak antara pengembang dengan
setiap kontraktor yang melaksanakan setiap pekerjaan diatur melalui
Surat Perintah Kerja. Jenis hubungan kontrak antara pengembang
dengan setiap kontraktor berdasarkan nilai kontrak adalah kontrak
Lumpsum, menurut cara pembayaran adalah pembayaran bertahap
(progress payment) dan menurut tahapan pihak-pihak yang terlibat
dan lingkup tugasnya adalah kontrak pemilik dan pelaksana konstruksi
(owner-builder).
Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang hanya
melaksanakan pekerjaan estate, yaitu pekerjaan-pekerjaan
pemeliharaan, pekerjaan perbaikan atau koreksi yang bersifat minor.
Untuk Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan, pengembang
bertindak sebagai supervisor dalam mengawasi seluruh pekerjaan.
Pengawasan terhadap seluruh Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
dilakukan secara rutin setiap hari.
c. Hubungan Kontraktor Dengan Pihak Yang Terlibat Dalam
Pengembangan Perumahan
Pekerjaan pematangan tanah, pekerjaan jalan, pekerjaan
saluran/drainase, pekerjaan dinding penahan tanah, pekerjaan
jembatan,pekerjaan air bersih, pekerjaan listrik dan penerangan jalan
umum dan pekerjaan telepon, pekerjaan unit-unit rumah, pekerjaan
sarana olahraga, pekerjaan sarana perbelanjaan, pekerjaan sarana
peribadatan, pekerjaan sarana pendidikan dan pekerjaan taman, masing-
masing kontraktor melakukan hubungan kerjasama dalam bentuk
Purchase Order dengan pemasok material. Pengadaan pemasok material
ditentukan berdasarkan harga penawaran dan sampel yang ditunjukkan.
Pembayaran dari kontraktor terhadap pemasok material dilakukan
berdasarkan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati kontraktor dan
pemasok material tersebut. Sedangkan tenaga kerja beserta peralatan
kerjanya diadakan oleh mandor dengan pembayaran berdasarkan upah
kerja harian/mingguan. Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari
daerah sekitar wilayah pengembangan perumahan tersebut. Untuk
pekerjaan pematangan tanah, pekerjaan jalan, pekerjaan saluran/drainase,
pekerjaan jembatan, pekerjaan air bersih, masing-masing kontraktor juga
melakukan hubungan kontrak dengan pemasok peralatan berat beserta
operatornya dengan cara sewa.
BAB V
ANALISA DAN PEMBAHASAN
5.1. ANALISA IDENTIFIKASI KINERJA RANTAI PASOK
Berdasarkan data-data yang diperoleh maka untuk identifikasi kinerja
rantai pasok pada industri konstruksi perumahan dimulai dari penentuan pola-
pola rantai pasok dari ketiga kelas perumahan yaitu pola rantai pasok perumahan
kelas mewah, pola rantai pasok perumahan kelas menengah dan pola rantai
pasok perumahan kelas sederhana. Pola-pola rantai pasok dikembangkan dari
penelitian Juarti (2008), tentang “Kajian pola rantai pasok pengembangan
perumahan.”
Berdasarkan pola-pola yang terdapat pada penelitian Juarti (2008), di
indentifikasi kesamaan pola-pola rantai pasok yang ada dengan pola-pola rantai
pasok para pengembang perumahan di kota Padang. Indentifikasi pola dilakukan
dengan survey dan wawancara dengan para pengembang perumahan kelas
mewah, pengembang perumahan kelas menengah dan pengembang perumahan
kelas sederhana.
Pola umum rantai pasok pada perumahan kelas mewah menggambarkan
hubungan antara pengembang perumahan kelas mewah dengan kontraktor
pelaksana pembangunan unit rumah, konsultan desain dan pemilik rumah
(konsumen) dengan hubungan yang berhirarki secara jelas serta diatur dengan
kontrak. Aliran barang dan jasa juga berhirarki secara jelas, dimana pihak
pengembang bertindak sebagai puncak hirarki dari aliran informasi rantai pasok
industri konstruksi perumahan yang dikembangkan. Pengembang tidak bertindak
sebagai kontraktor pembangunan unit rumah, dijelaskan pada gambar 5.1.
Pengembang Perumahan mewah Pihak yang melakukan :
- Desain/Perancangan Prasaran
Perumahan
- Desain/Perancangan Sarana
Perumahan
- Pengawasan Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan
Pemilik Rumah
Pemilik Rumah
Kelas Mewah
Konsultan Desain
Unit –unit Rumah
Kontraktor
Prasarana
Perumahan
Kontraktor Pematangan Tanah,pagar
tembok/ Benteng dan Jalan
Kontraktor
Saluran/
Drainase
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Kontraktor
Sarana
Perumahan
Kontraktor
Sarana
Olahraga
Kontraktor
Sarana
Perbelanjaan
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah
Pemasok Material
Unit –unit Rumah
Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga
Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah
sub kontraktor
spesialis
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa
Hubungan Kontrak
Gambar 5.1. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Mewah (Juarti,2008)
Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas menengah
menggambarkan hubungan antara pengembang dengan konsultan desain,
kontraktor dan pemilik rumah. Dimana pengembang tidak hanya menjadi
puncak hirarki dari aliran barang dan jasa antara kontraktor dan supplier tetapi
pengembang juga menjadi pusat aliran informasi barang dan jasa antara
kontraktor dan supplier. (gambar 5.2.)
Kontraktor
Jembatan, Listrik
& PJU
Kontraktor
Air Bersih
Kontraktor
Jaringan
Telephone
Kontraktor
Sarana
Pribadatan
Kontraktor
Taman
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga
Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga
Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok tenaga
kerja
Unit –unit Rumah Subkontrak
spesialis
Pemasok tenaga
kerja
Unit –unit Rumah
Pemasok Material
Unit –unit Rumah
Pemasok tenaga
kerja
Unit –unit
Rumah
Pemasok Material
Unit –unit Rumah
Pengembang Perumahan menengah
Pihak yang melakukan : - Desain/Perancangan Prasaran
Perumahan - Desain/Perancangan Sarana
Perumahan - Pengawasan Pelaksanaan
Konstruksi Perumahan
Pemilik Rumah
Pemilik Rumah
Kelas Menengah
Konsultan
Desain
Prasarana &
Sarana
Perumahana
Kontraktor
Prasarana
Perumahan
Kontraktor Pagar
Tembok/Benteng &
Dinding Penahan
Tanah
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Kontraktor
Sarana
Perumahan
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa
Hubungan Kontrak
Gambar 5.2. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Menengah
(Juarti,2008)
Pola umum rantai pasok pada pengembang perumahan kelas sederhana
mengambarkan bahwa pengembang bertindak sebagai pusat dari aliran
informasi ,jasa dan barang . Kondisi ini menjelaskan bahwa pengembang
bertindak selaku konsultan sekaligus kontraktor yang berhubungan lansung
dengan supplier sekaligus berhubungna lansung dengan konsumen dalam
mengembangkan unit-unit rumah yang akan dikembangkan. (gambar 5.3.)
Kontraktor
Jalan
Kontraktor
Saluran
/Drainase
Kontraktor
Jembatan
Kontraktor Air
Bersih
Kontraktor Air
Bersih
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Peralatan
Unit –unit Rumah
Pemasok Tenaga Kerja Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah Pemasok Tenaga Kerja
Kontraktor
Sarana
Olahraga
Kontraktor
Taman
Pemasok
Material
Unit –unit
Rumah Pemasok
Tenaga Kerja
Pemasok
Material
Unit –unit
Rumah Pemasok
Tenaga Kerja
Pemasok Material
Unit –unit Rumah
Pengembang Perumahan sederhana
Pihak yang melakukan :
- Desain /Perancangan Prasarana Perumahan - Desain/Perancangan Unit-unit Rumah - Desain /Perancangan Sarana Perumahan - Pelaksanaan Konstruksi Prasarana Perumahan
meliputi : Pekerjaan Pematangan Tanah Pekerjaan Pagar Tembok/Benteng Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran/Drainase Pekerjaan Dinding Penahan Tanah Pekerjaan Jembatan
- Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Perumahan
Pemilik Rumah
Pemilik
Rumah Kelas
Sederhana
Hubungan Pasokan Barang dan Jasa
Hubungan Kontrak
Gambar 5.3. Pola Umum Rantai Pasok Perumahan Kelas Sederhana
(Juarti,2008)
5.2. ANALISIS MODEL
Menurut model SCOR® version 11, evaluasi kinerja dilakukan dengan
menilai parameter-parameter kinerja, bagian kinerja SCOR® terdiri dari dua tipe
elemen: Atribut Kinerja dan Metrik. Atribut kinerja adalah pengelompokan
metrik yang digunakan untuk menyatakan strategi. Atribut itu sendiri tidak dapat
diukur, melainkan digunakan untuk menentukan arah strategi.
Atribut dari sisi pelanggan
1. Keandalan (Reliability)
2. Ketanggapan (Responsiveness)
3. Ketangkasan (Agility)
Atribut dari sisi internal
4. Biaya Rantai Pasok (Supply Chain Costs)
5. Manajemen Aset Rantai Pasok (Supply Chain Asset Management)
Kontraktor Air
Bersih
Kontaktor
Listrik
Kontraktor
Unit-unit
Rumah&
Sarana
Pribadatan
Pemasok
Material Pemasok
Peralatan
Pemasok
Tenaga
Kerja
Pemasok Material
Pemasok Material
Pemasok Peralatan
Pemasok Tenaga Kerjal
Pemasok Peralatan
Pemasok Tenaga Kerja
Pemasok Material
Pemasok Tenaga Kerjal
Lima atribut kinera model SCOR®
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keandalan (Reliability)
Realibility, atau keandalan, adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Suatu rantai suplai sebaiknya bersifat konsumen-sentris, dan perusahaan di dalam
suatu rantai suplai perlu memahami kebutuhan konsumen. Atribut keandalan
menyatakan kemampuan menjalankan tugas-tugas yang diharapkan. Keandalan
berfokus pada kemampuan memprediksi hasil dari sebuah proses. Metric
keandalan mencakup: Tepat-Waktu, tepat jumlah, tepat kualitas. Indikator kinerja
utama SCOR® (metrik level 1) adalah Perfect Order Fulfillment (Pemenuhan
Pesanan yang sempurna).
Kecepatan dalam merespons (Responsiveness)
Atribut Responsivess, atau Kecepatan dalam merespons, menyatakan
seberapa cepat suatu tugas dijalankan. Hal ini menunjukkan kecepatan yang
konsisten dalam menjalankan bisnis. Ketangkasan (agility) menunjukkan
kecepatan yang berbeda, kecepatan untuk mengubah rantai suplai. Contoh
metriknya adalah metric waktu siklus. Indikator kinerja SCOR® utamanya adalah
Order Fulfillment Cycle Time (waktu Siklus Pemenuhan Pesanan) kecepatan
dalam merespon adalah atribut yang berfokus pada konsumen.
Ketangkasan (Agility)
Atribut agility, atau ketangkasan, menyatakan kemampuan merespons
perubahan eksternal; kemampuan untuk berubah. Pengaruh-pengaruh eksternal
mencakup: pengingkatan atau penurunan permintaan yang tidak terduga,
penyuplai atau rekanan yang berhenti beroperasi, bencana alam, tindak terorisme,
ketersediaan perangkat keuangan (ekonomi), atau masalah-masalah tenaga kerja.
Indikator kerja SCOR® uatamanya mencakup Flexibility (Fleksibilitas) dan
Adaptability (kemampuan adaptasi). Ketangkasan adalah atribut yang berfokus
pada konsumen.
Biaya (Cost)
Cost atau biaya adalah atribut yang berfokus internal. Atribut biaya
menyatakan biaya menjalankan proses. Biaya pada umumnya mencakup biaya
tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi. Indikator kinerja SCOR®
utama dalam atribut ini adalah Total Cost to Serve (biaya pelayanan total). Biaya
pelayanan total adalah metric yang berfokus pada konsumen, karena mengukur
biaya yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Metric sebelumnya dalam
atribut biaya (Cost of Goods Sold dan Total supply Chain Management Cost),
lebih berorientasi pada produk. Metrik baru ini memungkinkan perusahaan
membangun profit berdasarkan konsumen atau segmen.
Manajemen Aset (Asset Management)
Atribut manajemen aset menyatakan kemampuan untuk memanfaatkan aset
secara efisien. Strategi manajemen aset dalam rantai suplai mencakup penurunan
inventori serta penentuan produksi sendiri atau sub kontak (insource vs
otusource). Efisiensi Manajemen Aset adalah atribut yang berfokus pada internal.
Atribut dari sisi pelanggan merupakan atribut yang berkaitan dengan
kepentingan pelanggan. Sedangkan atribut dari sisi internal adalah atribut yang
berkaitan dengan kepentingan perusahaan, walaupun pada akhirnya juga
berdampak pada kepentingan pelanggan bila dapat dicapai biaya yang efisien
dalam rantai pasok.
Indikator kinerja strategis tingkat 1 adalah suatu perhitungan dimana suatu
perusahaan dapat mengukur seberapa sukses mereka dalam mencapai posisi yang
diinginkan dalam pasar kompetitif. Metrik tingkat1 diperoleh dari perhitungan
tingkat lebih rendah dan merupakan ukuran tingkat tinggi yang dapat melintasi
banyak proses SCOR®.
Dalam pengembangan model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
berbasis SCOR®, terdapat indikator-indikator kinerja SCOR® yang sudah diterapkan,
belum diterapkan dan ada yang diusulkan untuk diganti dengan indikator kinerja lain
dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang kemudian ditetapkan berdasarkan
standar skala Supply Chain Performance sebagai berikut:
Tabel 5.1. Skala Supply ChainPerformance
Skala TingkatKinerja
90% -100% Excellent
80% -89% Satisfactory
60% -79% Improvement
<60% Unsatisfactory
Sumber: Pengembangan model sistem pengukuran Rantai Pasok (Rahayu,2009).
5.3. ANALISA DATA
5.3.1. Analytic Hierarchy Process
Dalam menentukan tingkat kepentingan atribut dan indikator kinerja
dilakukan pengumpulan data perbandingan berpasangan dengan menyebarkan
kuesioner. Kuesioner diisi berdasarkan judgement atau pendapat dari para
responden yang dianggap sebagai key person yaitu orang yang terlibat dan
memahami permasalahan yang dihadapi. Responden yang terpilih pada
penelitian ini adalah pengembang perumahan kelas mewah (3 responden),
pengembang perumahan kelas menengah (3 responden) dan pengembang
perumahan kelas sederhana (4 responden). Tahapan pembobotan dapat dilihat
pada Lampiran.
Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja
menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.
Tabel 5.26. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan
indikator kinerja
No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot
1. Reliability (a1) 0.346 Total Delivery (c1) 0.75
On Time Delivery (c2) 0.245
2. Resposiveness (a2) 0.275 Source Cycle Time (d1) 0.44
Make Cycle Time (d2) 0.37
Delivery Cycle Time (d3) 0.17
3. Agility (a3) 0.177 Available Assembly
Capacity (e1)
0.675
Available Fabrication
Capacity (e2)
0.315
4. Supply Chain Costs (a4) 0.125 Rejection Rate of
Part/Component (f1)
0.79
Production Efficiency (f2) 0.2
5. Supply Chain Asset
Management (a5)
0.075 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.64
Return on Supply Chain
FixedAsset (b2)
0.24
Return on Working Capital (b3) 0.11
Sumber: Pengolahan data
5.3.1.1. Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1
A. Menentukan Reliability (RL)
Diketahui :
- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh x
100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 29 x 100 % = 96%
30
- On Time Delivery (RL22)
= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal
komitmen semula dengan pelanggan x 100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 27 x 100 % = 90%
30
Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)
RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery
(RL21))
+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))
RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)
RL1 = ( 0.75 x 0.96 ) + ( 0.245 x 0 . 9 ) = 0.94
B. Menentukan Responsiveness (RS)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
- Make Cycle Time (RS22)
- delivery Cycle Time (RS23)
1 Bulan
12 Bulan
3 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)
RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))
+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make
Cycle Time (RS23))
RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)
RL1 = ( 0.44 x 0.083 ) + ( 0.37 x 1 ) + ( 0.17 x 0 . 2 5 ) = 0.45
C. Menentukan Agility (AG)
Diketahui :
- Available Assembly Capacity (AG21)
= Overhead Waktu Pengadaan x 100%
Total hari
= 30 x 100 % = 25%
120
- Available Fabrication Capacity (AG22)
= Waktu perawatan x 100%
Total hari
= 90 x 100 % = 90%
120
Agility (AG) = Available Capacity (AG1)
AG = AG1
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly
Capacity
(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))
AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)
AG1 = (0.675 x 0.25) + (0.315 x 0.75) = 0.39
D. Menentukan Supply Chain Cost (CO)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Rejection Rate of Part/
Component (CO21)
- Production Efficiency (CO22)
0.1
0.9
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)
CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of
Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x
Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)
CO1 = (0.79 x 0.1) + (0.2 x0.9 ) = 0.259
E. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Days Sales Outstanding (AM21) 15 hari
- Inventory Days of Supply (AM22)
- Days Payable Outstanding (AM23)
- Supply Chain Revenue (AM24)
- Supply Chain Fixed Assets (AM25)
- Cost of Goods Sold (CO1)
- Accounts Receivable (AM26)
- Accounts Payable (AM27)
- Inventory (AM28)
240 hari
30 hari
70 %
1.6 %
25.9 %
70 %
60%
16 %
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)
+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding
(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23
AM11 = 15 hari + 240 hari - 30 hari = 225 hari
= 225 = 61.6 % ≈ 0.616
365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain
Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating
Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)
AM12 = (AM24 - CO1) : AM25
AM12 = (70% - 25.9 %) : 1.6% = 27.5 % ≈ 0.275
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue
(AM24))
- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :
(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts
Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 –
AM27)
AM13 = (70 % – 25.9 %) : (70 % + 16 % – 60 %) = 1.69 % ≈
0.0169
Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +
(bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets
(AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital
(AM13))
AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)
AM = (0.647 x 0.616) + (0.24 x 0.275) + (0.11 x 0.0169) = 0.457
5.3.1.2. Perhitungan Supply Chain Performance
Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk pengembang
perumahan kelas mewah dilakukan dengan nilai kinerja dikonversikan
menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.27. Supply Chain Performance
ATRIBUT
Bobot ATRIBUT TOTAL
(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja
Reliability 0.94 0.346 0.325
Responsiveness 0.45 0.275 0.124
Agility 0.39 0.177 0.069
Supply Chain Costs
0.259 0.125 0.033
Supply Chain Asset Management
0.457 0.075 0.034
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0,585 ≈ 59
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.59 x 100% = 59 %
Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja
menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.
Tabel 5.52. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan
Indikator Kinerja No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot
1. Reliability (a1) 0.334 Total Delivery (c1) 0.45
On Time Delivery (c2) 0.54
2. Resposiveness (a2) 0.269 Source Cycle Time (d1) 0.41
Make Cycle Time (d2) 0.26
Delivery Cycle Time (d3) 0.17
3. Agility (a3) 0.229 Available Assembly
Capacity (e1)
0.71
Available Fabrication
Capacity (e2)
0.28
4. Supply Chain Costs (a4) 0.120 Rejection Rate of
Part/Component (f1)
0.8
Production Efficiency (f2) 0.18
5. Supply Chain Asset
Management (a5)
0.046 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.57
Return on Supply Chain
FixedAsset (b2)
0.37
Return on Working Capital (b3) 0.11
Sumber: Pengolahan data
1. Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1
F. Menentukan Reliability (RL)
Diketahui :
- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh
x100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 17 x 100 % = 48.57%
35
- On Time Delivery (RL22)
= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal
komitmen semula dengan pelanggan x 100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 10 x 100 % = 28.57%
35
Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)
RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery
(RL21))
+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))
RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)
RL1 = ( 0.45 x 0.4857 ) + ( 0.21 x 0 . 2 8 5 7 ) = 0.28
G. Menentukan Responsiveness (RS)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
- Make Cycle Time (RS22)
- delivery Cycle Time (RS23)
4 Bulan
12 Bulan
2 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)
RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))
+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x Make
Cycle Time (RS23))
RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)
RL1 = ( 0.41 x 0.33 ) + ( 0.33 x 1 ) + ( 0.26 x 0 . 1 6 ) = 0.51
H. Menentukan Agility (AG)
Diketahui :
- Available Assembly Capacity (AG21)
= Overhead Waktu Pengadaan x 100%
Total hari
= 7 x 100 % = 23%
30
- Available Fabrication Capacity (AG22)
= Waktu perawatan x 100%
Total hari
= 15 x 100 % = 50%
30
Agility (AG) = Available Capacity (AG1)
AG = AG1 .... (IV.7)
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly
Capacity
(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))
AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)
AG1 = (0.71 x 0.23) + (0.28 x 0.5) = 0.303
I. Menentukan Supply Chain Cost (CO)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Rejection Rate of Part/
Component (CO21)
- Production Efficiency (CO22)
0.2
0.8
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)
CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of
Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x
Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)
CO1 = (0.8 x 0.2) + (0.18 x0.8) = 0.304
J. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Days Sales Outstanding (AM21)
- Inventory Days of Supply (AM22)
- Days Payable Outstanding (AM23)
- Supply Chain Revenue (AM24)
- Supply Chain Fixed Assets (AM25)
- Cost of Goods Sold (CO1)
- Accounts Receivable (AM26)
- Accounts Payable (AM27)
- Inventory (AM28)
30 hari
360 hari
240 hari
62 %
19 %
38 %
50 %
50%
5 %
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)
+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding
(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23
AM11 = 30 hari + 360 hari - 240 hari = 150 hari
= 150 = 41 % ≈ 0.41
365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain
Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating
Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)
AM12 = (AM24 - CO1) : AM25
AM12 = (62% - 38%) : 19% = 1.26% ≈ 0.126
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue
(AM24))
- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :
(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts
Payable (AM27))
AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 – AM27)
AM13 = (62 % – 38 %) : (50 % + 5 % – 50 %) = 4.8 % ≈
0.048
Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +
(bobot (b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets
(AM12)) + (bobot (b3) x Return on Working Capital
(AM13))
AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)
AM = (0.57 x 0.41) + (0.37 x 0.126) + (0.11 x 0.048) = 0.29
2. Perhitungan Supply Chain Performance
Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk
pengembang perumahan kelas menengah dilakukan dengan nilai kinerja
dikonversikan menjadi 100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.53. Supply Chain Performance
ATRIBUT
Bobot ATRIBUT TOTAL
(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja
Reliability 0.28 0.334 0.093
Responsiveness 0.51 0.269 0.137
Agility 0.303 0.229 0.069
Supply Chain Costs
0.304 0.120 0.036
Supply Chain Asset
Management
0.29 0.046 0.013
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.348
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.348 x 100% = 34.8 %
Rekapitulasi hasil perhitungan pembobotan atribut dan indikator kinerja
menggunakan metoda Analytic Hierarchy Process.
Tabel 5.78. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Pembobotan Atribut dan
Indikator Kinerja
No Atribut Nilai Bobot Indikator Kinerja Nilai Bobot
1. Reliability (a1) 0.265 Total Delivery (c1) 0.88
On Time Delivery (c2) 0.12
2. Resposiveness (a2) 0.331 Source Cycle Time (d1) 0.44
Make Cycle Time (d2) 0.33
Delivery Cycle Time (d3) 0.21
3. Agility (a3) 0.190 Available Assembly
Capacity (e1)
0.75
Available Fabrication
Capacity (e2)
0.25
4. Supply Chain Costs (a4) 0.141 Rejection Rate of
Part/Component (f1)
0.71
Production Efficiency (f2) 0.29
5. Supply Chain Asset
Management (a5)
0.071 Cash-to Cash Cycle Time (b1) 0.5
Return on Supply Chain
FixedAsset (b2)
0.33
Return on Working Capital (b3) 0.16
Menentukan Performansi Atribut dan Indikator Kinerja 1
1. Menentukan Reliability (RL)
Diketahui :
- Total Delivery (RL21) = Jumlah pesanan yang dikirim penuh
x100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 90 x 100 % = 80%
112
- On Time Delivery (RL22)
= Jumlah pesanan yang dikirim sesuai dengan tanggal
komitmen semula dengan pelanggan x
100%
Jumlah pesanan yang dikirim
= 80 x 100 % = 71%
112
Reliability (RL) = Perfect Order Fulfillment (RL1)
RL = RL1
Perfect Order Fulfillment (RL1) = (bobot (c1) x Total Delivery
(RL21))
+ (bobot (c2) x On Time Delivery (RL22))
RL1 = (c1 x RL21) + (c2 x RL22)
RL1 = ( 0.88 x 0.80 ) + ( 0.12 x 0 . 7 1 ) = 0.789
K. Menentukan Responsiveness (RS)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Source Cycle Time (RS21)
- Make Cycle Time (RS22)
- delivery Cycle Time (RS23)
1 Bulan
6 Bulan
1 Bulan
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Responsiveness (RS) = Order Fulfillment Cycle Time (RS1)
RS = RS1
Responsiveness (RS) = (bobot (d1) x Source Cycle Time (RS21))
+ (bobot (d2) x Make Cycle Time (RS22)) + (bobot (d3) x delivery
Cycle Time (RS23))
RS1 = (d1 x RS21) + (d2 x RS22) + (d3 x RS23)
RL1 = ( 0.44 x 0.166 ) + ( 0.23 x 1 ) + ( 0.21 x 0 . 1 6 6 ) =
0.337
L. Menentukan Agility (AG)
Diketahui :
- Available Assembly Capacity (AG21)
= Overhead Waktu Pengadaan x 100%
Total hari
= 25 x 100 % = 83%
30
- Available Fabrication Capacity (AG22)
= Waktu perawatan x 100%
Total hari
= 15 x 100 % = 50%
30
Agility (AG) = Available Capacity (AG1)
AG = AG1 ....
(IV.7)
Available Capacity (AG1) = (bobot (e1) x Available Assembly
Capacity
(AG21)) + (bobot (e2) x Available Fabrication Capacity (AG22))
AG1 = (e1 x AG21) + (e2 x AG22)
AG1 = (0.75 x 0.8) + (0.25 x 0.5) = 0.725
M. Menentukan Supply Chain Cost (CO)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Rejection Rate of Part/
Component (CO21)
- Production Efficiency (CO22)
0.05
0.95
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Supply Chain Costs (CO) = Cost of Goods Sold (CO1)
CO = CO1
Cost of Goods Sold (CO1) = (bobot (f1) x Rejection Rate of
Part/Component Manufacturing (CO21)) + (bobot (f2) x
Production Efficiency (CO22))
CO1 = (f1 x CO21) + (f2 x CO22)
CO1 = (0.71 x 0.05) + (0.29 x0.9 5) = 0.311
N. Menentukan Supply Chain Asset Management (AM)
Diketahui :
Indikator Kinerja 2 Nilai
- Days Sales Outstanding (AM21)
- Inventory Days of Supply (AM22)
- Days Payable Outstanding (AM23)
- Supply Chain Revenue (AM24)
- Supply Chain Fixed Assets (AM25)
- Cost of Goods Sold (CO1)
- Accounts Receivable (AM26)
- Accounts Payable (AM27)
- Inventory (AM28)
15 hari
120 hari
15 hari
60 %
1.87 %
40 %
90 %
15 %
18 %
Sumber: Hasil wawancara dan kuisioner
Cash-to-Cash Cycle Time (AM11) = Days Sales Outstanding (AM21)
+ Inventory Days of Supply (AM22) - Days Payable Outstanding
(AM23) AM11 = AM21 + AM22 - AM23
AM11 = 15 hari + 120 hari - 15 hari = 120 hari
= 120 = 32.8 % ≈ 0.328
365
Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12) = (Supply Chain
Revenue (AM24) - Cost of Goods Sold (CO12) – Operating
Expenses (CO11)) : Supply Chain Fixed Assets (AM25)
AM12 = (AM24 - CO1) : AM25
AM12 = (60% - 40 %) : 1.87% = 10.69 % ≈ 0.106
Return on Working Capital (AM13) = (Supply Chain Revenue
(AM24))
- Cost of Goods Sold (CO12) – Operating Expenses (CO11)) :
(Accounts Receivable (AM26) + Inventory (AM28) - Accounts
Payable (AM27)) AM13 = (AM24 – CO1) : (AM26 + AM28 –
AM27)
AM13 = (60 % – 40 %) : (90 % + 18 % – 15 %) = 0.21 % ≈
0.0021
Asset (AM) = (bobot (b1) x Cash-to-Cash Cycle Time (AM11)) +
(bobot
(b2) x Return on Supply Chain Fixed Assets (AM12))
+ (bobot (b3) x Return on Working Capital (AM13))
AM = (b1 x AM11) + (b2 x AM12) + (b3 x AM13)
AM = (0.55 x 0.328) + (0.33 x 0.106) + (0.11 x 0.0021) = 0.215
1. Perhitungan Supply Chain Performance
Perhitungan hasil akhir dari Supply Chain Performance untuk
pengembang perumahan kelas sederhana dilakukan dengan nilai kinerja
dikonversikan menjadi100%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.79. Supply Chain Performance
ATRIBUT
Bobot ATRIBUT TOTAL
(atribut xbobot) Atribut Nilai kinerja
Reliability 0.789 0.265 0.205
Responsiveness 0.337 0.331 0.111
Agility 0.725 0.190 0.137
Supply Chain Costs
0.311 0.141 0.043
Supply Chain Asset
Management
0.215 0.071 0.015
SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.511
KONVERSI SUPPLY CHAIN PERFORMANCE 0.511 x 100% = 51,1%
5.4. ANALISIS KINERJA
5.4.1. Analisis kinerja ditinjau dari Sisi Kepentingan
Pelangan
Atribut dari sisi kepentingan pelangan adalah :
o Reliability
o Responsiveness, dan
o Agility
dengan analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut :
5.4.1.1. Reliability
Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 1
yaitu Perfect Order Fulfilment yang mempersentasekan
kinerja yang sama dengan Reliability
Atribut Reliability mempunyai indikator kinerja tingkat 2
yaitu:
Total delivery, dan
On Time delivery
Tabel 5.80. Kinerja Reliability
Atribut Perumahan
Mewah
Perumahan
Menegah
Perumahan
Sederhana
Reliability 0.31 0.09 0.205
Sumber : Pengolahan data
Perumahan mewah memiliki nilai kinerja Reliability
tertinggi (0.31), diikuti dengan Perumahan Sederhana
(0.205) dan yang paling rendah adalah Perumahan
Menengah (0.09). Nilai Reliabilty menjelaskan tentang
kemampuan Pengembang Perumahan memenuhi kebutuhan
konsumen secara cepat dan tepat, dengan kondisi yang
tepat.
Pengembang perumahan mewah di Kota Padang
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen
terlebih dahulu menyiapkan unit-unit rumah yang ada
(ready stok) meskipun belum ada pesanan dari konsumen,
sehingga konsumen bisa dengan lebih mudah untuk
memilih dan melihat secara utuh produk perumahan yang
akan mereka beli. Kondisi ini membuat nilai Relialibility
perumahan mewah menjadi tinggi (0.31).
Sedangkan pada perumahan sederhana yang
ditujukan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan
rendah dan dalam proses pengadaannya di bantu oleh
pemerintah, membuat pengembang lebih mudah dalam
mengembangkan lahannya. Ketersediaan konsumen yang
menjadi prasyarat utama untuk mendapatkan bantuan
pemerintah membuat pengembang rumah sederhana
memiliki kepastian unit-unit rumah yang akan mereka
bangun. Berdasarkan kapasitas jumlah konsumen yang
telah ada pengembang perumahan sederhana baru
menyiapkan unit-unit rumahnya. Kondisi ini membuat nilai
Reliability perumahan sederhana cukup tinggi (0.205).
Sebaliknya pada perumahan menengah yang
memiliki segmen pasar yang belum pasti sehingga dalam
membangun unit-unit rumah yang mereka tawarkan
menunggu konsumen yang berminat baru kemudian
membangunkhan unit-unit rumahnya sistem ini lebih
dikenal dengan sistem indent. Kondisi ini berpengaruh
besar terhadap nilai Reliability yang rendah(0.09).
Nilai Reliability pada rantai pasok industri
konstruksi perumahan dipengaruhi oleh kemampuan untuk
menyelesaikan produk (unit-unit rumah ) terhadap jumlah
pesanan (perfect order fulfillment ) waktu pelaksanaan (
total delivery time) dan ketepatan waktu penyelesaian (on
time delivery).
5.4.1.2. Responsiveness
Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja
tingkat 1 yaitu Order Fulfilment Cycle Time yang
mempersentasekan kinerja yang sama dengan
Responsiveness
Atribut Responsiveness mempunyai indikator kinerja
tingkat 2 yaitu :
Source Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle Time
Tabel 5.81. Kinerja Responsiveness
Atribut Perumahan
Mewah
Perumahan
Menegah
Perumahan
Sederhana
Responsiveness 0.133 0.133 0.107
Sumber : Pengolahan data
Pengembang perumahan di kota padang dalam
menyediakan unit-unit rumah baik itu untuk perumahan
mewah, perumahan menengah dan perumahan sederhana
menggunakan metode konstruksi dan spesifikasi teknik
yang umum dan juga memanfaatkan teknologi dan bahan
material bangunan yang standar ,hal ini membuat waktu
penyelesaian setiap unit rumah untuk tipe yang sama
mempunyai rentang waktu yang hampir sama.
Kinerja Responsiveness Perumahan Mewah (0.133),
Perumahan Menengah (0.133), dan Perumahan Sederhana
(0.107), menunjukan nilai yang hampir sama. Hal ini
menggambarkan kemampuan pengembang perumahan di
Kota Padang, baik itu pengembang perumahan mewah,
menengah dan pengembang perumahan sederhana dalam
menyediakan produk ke pelanggan memiliki waktu yang
sama dalam hal pengadaan (Source Cycle Time), kemudian
pembuatan unit-unit rumah (make cycle time ) dan waktu
untuk mendelivery ( menjual unit-unit rumah ) untuk tipe
rumah yang sama.
Nilai Responsiveness pada rantai pasok industri
konstruksi perumahan dipengaruhi oleh waktu pengadaan
produk (source cycle time), pembuatan/pelaksanaan
konstruksi (make cycle time) dan waktu penjualan (delivery
cycle time).
5.4.1.3. Agility
Atribut Agility mempunyai indikator kinerja tingkat 1 yaitu
Available Capacity yang mempersentasekan kinerja yang
sama dengan Agility
Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Agility adalah :
Available Assembly Capacity
Available Fabrication Capacity
Tabel 5.82. Kinerja Agility
Atribut Perumahan
Mewah
Perumahan
Menegah
Perumahan
Sederhana
Agility 0.08 0.069 0.130
Sumber : Pengolahan data
Perumahan kelas mewah memiliki kapasitas
ketersediaan unit rumah yang besar ( unit ready stok) dan
kapasitas pembangunan unit rumahnya juga tinggi terhadap
ketersediaan unit yang ditawarkan. Perumahan kelas
menengah mempunyai kapasitas ketersediaan unit rumah
yang relative tidak ada ( unit indent) dan kapasitas
pembangunan unit-unit rumahnya sangat bergantung
kepada ketersediaan/pemesanan konsumen. Perumahan
kelas sederhana memiliki kapasitas ketersediaan unit
rumahnya juga rendah (unit indent) tetapi mempunyai nilai
kapasitan pembangunan unit-unit rumahnya yang tinggi
,karena telah memiliki konsumen yang telah pasti.
Nilai Kinerja Ketangkasan (Agility) pengembang
perumahan kelas mewah dalam menghadapi perubahan
pasar adalah rendah (0.08), sehingga sulit untuk merespon
perubahan dari keinginan konsumen (pasar). Pengembang
perumahan mewah tidak dapat dengan mudah menerima
keinginan konsumen untuk mengubah produk dan
spesifikasi unit rumahnya. Hal ini disebabkan karena
pengembang telah membangun unit-unit rumah (ready stok)
dan pengembang memiliki kontrak yang terpisah antara
kontraktor dan pemilik rumah. Sehingga apabila konsumen
ingin mengubah spesifikasi rumah ataupun bentuk unit
rumahnya tidak bisa lansung kepada kontraktor tetapi haru
melalui pengembang .Spesifikasi yang telah disetujui antara
kontraktor dengan pengembang tidak dapat dibatalkan oleh
konsumen.
Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini
adalah Kapasitas ketersediaan unit-unit (available
Assembly Capacity) yang telah tersedia (ready stok) besar
dan kapasitas pembangunan unit-unit rumah yang juga
besar ( available fabrication Capacity).
Sebaliknya Pengembang Perumahan kelas
sederhana memiliki nilai Agility yang tinggi terhadap
perubahan pasar,(0.130). Hal ini disebabkan pada Indikator
kinerja kapasitas ketersediaan unit-unit rumah yang rendah
(available Assembly capacity) dan kapasitas unit-unit
rumah yang dibangun tinggi (Available Fabrication
Capacity) sehingga pengembang mempunyai kavling yang
cukup untuk dapat dikembangkan lagi .
Proses pembangunan unit-unit rumah yang
berdasarkan ketersediaan konsumen (sistem Indent)
membuat pengembang perumahan kelas sederhana dapat
dengan mudah memenuhi keinginan konsumen ( pasar)
terhadap perubahan bentuk dari produknya ( unit-unit
rumah ) .
Pengembang perumahan kelas menengah memiliki
kemampuan (Agilty) yang berada antara nilai pengembang
perumahan menengah dan mewah,(0.069). Hal ini
disebabkan karena pengembang perumahan menengah juga
menganut sistem indent tetapi memiliki pangsa pasar yang
belum pasti.
5.4.2. Analisis Kinerja Ditinjau dari Sisi kepentingan
Perusahaan
Atribut dari sisi kepentingan perusahaan adalah :
o Supply Chain Cost, dan
o Supply Chain Asset management
Dengan Analisa masing-masing kinerja adalah sebagai berikut
5.4.2.1. Supply Chain Cost
Atribut Supply Chain Cost mempunyai indikator kinerja
tingkat 1 yaitu :
o Cost of Goods Sold
o Operating Expenses
Indikator kinerja tingkat 2 Atribut Supply Chain Cost
adalah :
a. Cost of Goods Sold (indikator kinerja tingkat 1)
Rejection Rate of Part/Component
Production Efficiency
b. Operating Expenses ( indikator kinerja tingkat 1)
Marketing and Sales expenses
General and admimistration expenses
Tabel 5.83. Kinerja Supply Chain Costs
Atribut Perumahan
Mewah
Perumahan
Menegah
Perumahan
Sederhana
Supply Chain
Costs 0.031 0.036 0.040
Sumber : Pengolahan data
Nilai kinerja supply chain costs pengembang perumahan
mewah, menengah dan sederhana memiliki nilai yang
berdekatan, dimana Pengembang perumahan Sederhana
yang memiliki nilai tertinggi . Pengembang perumahan
kelas sederhana memiliki nilai kinerja tertinggi (0.040)
disebabkan karena memiliki konsumen yang telah pasti dan
juga mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah, (
Peraturan Mentri Nomor 20/PRT/M/2014) tentang FLPP (
fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) dalam rangka
perolehan rumah melalui kredit/pembiayaan pemilikan
rumah sejahtera bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Indikator kinerja yang mempengaruhi nilai ini
adalah Harga pokok penjualan ( Cost of Goods Sold) telah
memenuhi kriteria masing-masing kelas perumahan
terhadap kemampuan dan daya beli masyarakat.
5.4.2.2. Supply Chain Asset Management
Atribut Supply Chain asset management mempunyai
indikator kinerja tingkat 1 adalah :
o cash to cash cycle time
o Return on Supply Chain Fixed Asset,dan
o Return on working Capital
Indikator kinerja Tingkat 2 Supply Chain Asset
Management adalah :
a. Cash to Cash cycle time ( indikator kinerja tingkat 1)
Days Sales Outstanding
Inventory days of Supply
Days Payable Outstanding
b. Return on suplly Chain Fixed Asset ( indikator kinerja
tingkat 1 )
Supply Chain Revenue
Cost of Good Sold
c. Return on Working Capital ( indikator kinerja tingkat 1)
Account Receivable
Account Payable
Inventory
Tabel 5.84. Kinerja Supply Chain Asset Management
Atribut Perumahan
Mewah
Perumahan
Menegah
Perumahan
Sederhana
Supply Chain
Asset
Management
0.046 0.014 0.015
Sumber : Pengolahan data
Nilai kinerja Supply Chain Asset Management ( manajemen
aset rantai pasok ) pengembang perumahan mewah
memiliki nilai tertinggi ,(0.046) dibandingkan dengan nilai
kinerja dari pengembang perumahan menengah,(0.014) dan
sederhana (0.015), yang memiliki nilai hampir sama dengan
kelas menengah (Tabel V.32).
Indikator kinerja yang mempengaruhi hal ini adalah
kemampuan pengembang perumahan kelas mewah untuk
mengelola asetnya lebih baik dibandingkan dengan
pengembang perumahan kelas menengah dan sederhana.
Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai
inventori terhadap produk (unit-unit rumah) yang tinggi .
Nilai piutang yang tinggi (account Recievable/nilai jual)
dibandingkan dengan nilai hutang yang ada (Account
payable/biaya modal konstruksi).
5.4.3. Analisis Kinerja Total
Kinerja Total sistem rantai pasok pengembangan perumahan di
kota padang menunjukan nilai yang berbeda-beda terhadap atribut atribut
berdasarkan SCOR versi 11. Pengembang perumahan memiliki
keunggulan pada atribut kinerja yang berbeda.
Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai Supply chain
performance tertinggi adalah 60% , selanjutnya Perumahan Kelas
sederhana adalah 50% dan yang paling rendah adalah Perumahan kelas
Menengah adalah sebesar 34%. ( tabel V.33)
Tabel 5.85. Supply Chain Performance Pengembang perumahan di kota Padang
Perumahan
Mewah
Perumahan
Menengah
Perumahan
Sederhana
Supply Chain 59% 34,8% 51,1%
Performance
Sumber: pengolahan data
Rendahnya nilai Supply Chain Performance dari Pengembang
Perumahan Menengah disebabkan oleh nilai-nilai pada indikator kinerja
yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan dan pengelolaan internal
perusahaan mendapatkan nilai yang rendah ,yaitu pada kinerja Reliability
dan Supply Chain Asset management.
5.4.4. Rekomendasi
Perkembangan perumahan di kota Padang masih memiliki
kemampuan yang standar dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap
produk-produk unit-unit rumah yang ditawarkan . Pengembang perumahan
kelas mewah memiliki nilai reliability yang baik tapi lemah dalam
merespon perubahan dari keinginan konsumen (agility). Pengembang
perumahan sederhana baik dalam merespon perubahan dari keinginan
konsumen (Agility) tapi masih lemah dalam mengelola supply chain cost
management. Pengembang Perumahan menengah memiliki nilai reliability
yang sangat rendah ,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal
perusahaaan khususnya dalam mengelola supply chain cost management
Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka perlu
dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses bisnis industri
konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang jelas antara atribut
dan indikator kinerja pada rantai pasok industri konstruksi perumahan.
5.5. FRAMEWORK PENGEMBANGAN MODEL PENGUKURAN
KINERJA INDUSTRI KONSTRUKSI PERUMAHAN.
Framework pengembangan model untuk pengukuran kinerja pada
industri konstruksi perumahan berdasarkan kepada pengembangan model
SCOR versi 11,dalam hal ini langkah-langkah pengukuran kinerja yang
ada pada atribut-atribut pada SCOR versi 11 menjadi langkah-langkah
Available Capacity
rellablity
Responsiveness
Agillty
Supply chain
costs
Supply chain asset
management
Cost of Goods Sold
Cash-to-cashcycle
time
Return on supply
chain Fixes Assets
Return On Working
Capital
Total Delivery
On time Delivery
Available Assembly
Capacity
Available
Fabrication Capacity
Days Sales
Outstanding
Inventory Days of
Supply
Rejection Rate of
Part/Component
Production Efficiency
Days Payable
Outstanding
Net Income
Supply Chain Fixed
Assets
Working Capital
Supply Chain Revenue
Keterangan :
Atribut atau indikator kinerja
yang dilakukan pembobotan
Supply Chain
Revenue
Cost of Goods Sold
Net Income
Operating Expense
Cost of Goods Sold
Inventory
Operating Expense
Account Receivable (sales Outstanding)
Account Payable (payable Outstanding)
Supply Chain
Performance
Perfect order
fullfilment
Order fulfillment
cycle Time
Delivery Cycle
Time
penyusunan model framework. Framework bersifat general untuk ketiga
tipe perumahan yang menjadi objek penelitian.( Gambar 5.4.)
Source cycle Time
Make Cycle Time
Gambar 5.4. Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok industri
konstruksi perumahan.
Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah
untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain
performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan
dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
Kinerja sistem rantai pasok dapat dijelaskan pada masing-
masing langkah yang ada terhadap nilai dan performance yang
ingin dicapai dan ditingkatkan untuk memperoleh nilai yang lebih
baik, sehingga dapat menjawab persaingan antara sesama
perusahaan yang bergerak dibidang industri konstruksi
perumahan.
Nilai-nilai dari kinerja pada framework bergerak secara
hirarki berdasarkan kepada tingkat kepentingan eksternal dan
internal dari perusahaan pengembang perumahan. Nilai-nilai
eksternal berupa reability,responsiveness,agility, dapat ditentukan
dengan mengukur nilai-nilai dari kinerja perfect order fulfillment
(kemampuan memenuhi pesanan), order fulfillment cycle time
(waktu pemenuhan pesanan),available capacity (kapasitas
ketersediaan ). Nilai-nilai pembobotan dari perfect order
fulfillment bergantung kepada kemampuan perusahaan dalam
memenuhi pesanan (total delivery), dan ketepatan waktu pesanan
(on time delivery). Nilai-nilai pembobotan dari order fulfillment
cycle time bergantung kepada waktu yang dibutuhkan untuk
mengolah sumber daya (source cyle time), waktu pelaksanaan
/pembuatan (make cycle time) dan waktu penjualan ( delivery
cycle time). Nilai-nilai pembobotan dari available capacity
Atribut atau indikator kinerja
yang berdasarkan Survey dan
wawancara
bergantung kepada available assembling capacity dan available
fabrication capacity.
Nilai-nilai Internal berupa supply chain cost dan supply
chain asset management dapat diperoleh dari pembobotan tingkat
hirarki indikator kinerja dibawahnya yaitu cost of good sold (nilai
jual), cash to cash cycle time,return on suplly chain fixed
asset,dan return on working capital yang mana nilai-nilai
pembobotannya merupakan nilai-nilai baku yang ditentukan oleh
perusahaan.
Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
industri konstruksi perumahan, menggambarkan langkah-langkah
yang dilakukan untuk menentukan nilai kinerja dari perusahaan
pengembang perumahan. Langkah-langkah penilaian diambil
berdasarkan kepada indikator-indikator kinerja yang diadopsi dari
SCOR® versi 11.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pengembangan Model Pengukuran kinerja rantai pasok industri
konstruksi perumahan dapat memperlihatkan kondisi dan nilai kinerja
para pengembang perumahan di kota Padang. Perkembangan
perumahan di kota padang masih memiliki kemampuan yang standar
dalam memenuhi kepuasan konsumen terhadap produk-produk unit-
unit rumah yang ditawarkan .
Pengembang perumahan kelas mewah memiliki nilai reliability
yang baik tapi lemah dalam merespon perubahan dari keinginan
konsumen (agility). Pengembang perumahan sederhana baik dalam
merespon perubahan dari keinginan konsumen (Agility) tapi masih
lemah dalam mengelola supply chain cost management. Pengembang
Perumahan menengah memiliki nilai Reliability yang sangat rendah
,hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi internal perusahaaan
khususnya dalam mengelola supply chain cost management .
Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja rantai pasok maka
perlu dilakukan penyesuaian pelaksanaan pekerjaan dalam proses
bisnis industri konstruksi perumahan dengan menerapkan hirarki yang
jelas antara atribut dan indikator kinerja pada rantai pasok industri
konstruksi perumahan.
Framework model pengukuran kinerja sistem rantai pasok
industri konstruksi perumahan menggambarkan langkah-langkah
untuk mengukur kinerja dari kekuatan rantai pasok (supply chain
performance) pada sebuah perusahaan pengembang perumahan dan
pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Kinerja sistem rantai pasok
dapat dijelaskan pada masing-masing langkah yang ada terhadap nilai
dan performance yang ingin dicapai dan ditingkatkan untuk
memperoleh nilai yang lebih baik, sehingga dapat menjawab
persaingan antara sesama perusahaan yang bergerak dibidang industri
konstruksi perumahan.
6.2. Saran dan Lanjutan Penelitian
1. Peningkatan nilai kinerja rantai pasok pengembang perumahan
dapat ditingkatkan dengan memperhatikan kepada indikator-
indikator yang berhubungan lansung dengan pelanggan dan
pengelolaan internal perusahaan yang baik.
2. Penelitian ini baru membahas penilaian terhadap kinerja rantai
pasok industri konstruksi perumahan di kota Padang dan dapat
dilanjutkan lagi untuk penelitian yang berhubungan dengan upaya
peningkatan nilai kinerja rantai pasok industri konstruksi .
DAFTAR PUSTAKA
Paul, Jhon.,(2014). Panduan Penerapan Transformasi
Rantai Suplai Dengan Model SCOR 15 Tahun Aplikasi Praktis
Lintas Industri. PPM Manajemen ISBN 979-442-394-7, cetakan
ke-1.
Mahgrizal.A.nurwega.,Andi.,Irma.,(2014). Analisis pola
dan kinerja Supply Chain pada proyek konstruksi bangunan
perumahan. Journal konstruksia volume 5 nomer 2, Agustus 2014.
Suraji,A.,(2012) .Innovasi Pengaturan Rantai Pasok
Konstruksi. Buku Konstruksi Indonesia 2012 : p88-p97
Lutfiana, A., Perdana, Y.,(2012). Pengukuran
Performansi Supply Chain dengan pendekatan Supply Chain
Operation Reference (SCOR) dan Analitical Hierarchy Process
(AHP). Jurnal manajemen dan Organisasi 2(3): 57-72
Juarti, Radya. Ery.,(2008). Kajian Pola Rantai Pasok
Pengembangan Perumahan, Tesis Magister Manajemen dan
Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
Oktaviani, Zukhrina. Cut.,(2008). Kajian Kinerja Supply
Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung, Tesis Magister
Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
Yullianti, noorlaelasari.,(2008). Pengembangan Indikator
Penilaian Kinerja Supply Chain Pada Proyek Konstruksi
Bangunan Gedung. Tesis Magister Manajemen dan Rekayasa
Konstruksi, Institut Teknologi Bandung.
Sari,Wulan Puspita.,(2008), Pemodelan kelayakan finansial
pada bangunan perumahan. Tesis Magister Manajemen dan
Rekayasa Konstruksi Institut Teknolgi Bandung.
Rahayu,Dina.,(2009).Pengembangan Model Pengukuran
Kinerja Sistem Rantai Pasok ,Studi Kasus: Direktorat
Aerostructure PT.Dirgantara Indonesia. Tesis Magister Bidang
Kekhususan Sistem Industri dan Rantai Pasok, Institut Teknologi
Bandung.
Saunders,M.,Lewis,P.,& Tornhill,A. (2003). Research Methods for
Bussines
Student, Edinburgh Gate ,Harlow,Essex CM20 2JE,England and
Associated Companies throughout the world.
Tucker,S.N.,Mohamed,S.,Johnston,D.R.,McFallan,S.L.&
Hampson,K.D.,(2001). “Building and Construction Industries
Supply Chain Project (Domestic)” Report for Department of
Industry, Science and Resources, www.industry.gov.au, 27/7/
2004.
Vrijhoef, Ruben., & Koskela, Lauri., (1999, July 26-28).
Roles of Supply Chain Management in Construction. Proceedings
IGLC-7 , University of California, Berkeley, CA, USA.
LAMPIRAN - 1 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Mewah
Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden
ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 5.2. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas mewah
Responden Reliability Responsiveness Agility Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Asset
Management
Reliability Responden1
Responden2
Responden3
1 1 1
1 1 3
3 3 1
5 5 5
5 3 3
Resposiveness Responden1 Responden2 Responden3
1
1
0.33
1 1 1
3
3
3
1
5
5
1
3
3
Agility Responden1 Responden2 Responden3
0.33
0.33
1
0.33
0.33
0.33
1 1 1
5
5
5
5
3
3
Supply
Chain
Costs
Responden1 Responden2 Responden3
0.2
0.2
0.2
1
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
1 1 1
3
5
5
Supply
Chain Asset
Management
Responden1 Responden2 Responden3
0.2
0.33
0.33
1
0.33
0.33
0.2
0.33
0.33
0.33
0.2
0.33
1 1 1
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk
setiap perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari
semua nilai tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan
dengan menggunakan geometric mean, yang secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n
... (V.1)
dimana:
aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan
aj untuk responden.
Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i
dengan
i = 1,2,...,n.
n : jumlah responden.
Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang)
tersebut untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya
sebagai berikut:
Tabel 5.3. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan
Geometric Mean
Reliability Responsiveness Agility Supply Chain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 1 1.44 2.08 5 3.56
Resposiveness 0.69 1 3 2.92 2.08
Agility 0.48 0.33 1 5 4.22
Supply Chain Costs 0.2 0.74 0.2 1 3.56
Supply Chain
Asset Management 0.28 0.48 0.26 0.28 1
Jumlah 2,65 3,99 6,54 14,2 14,42
Matriks seperti tabel 5.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot
prioritas tiap atribut pada software expert choice.
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.4. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain
Performance
Reliability Responsiveness Agility SupplyChain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 0.38 0.36 0.32 0.35 0.25
Resposiveness 0.26 0.25 0.46 0.21 0.14
Agility 0.18 0.08 0.15 0.35 0.09
Supply Chain Costs 0.06 0.19 0.03 0.07 0.25
Supply Chain
Asset
Management
0.11 0.12 0.04 0.02 0.07
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.5. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply
ChainPerformance
Reliability Respon-
siveness Agility
Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Asset
Management
Jumlah Bobot
Reliability 0.38 0.36 0.32 0.35 0.25 1.66 0.346
Responsiveness 0.26 0.25 0.46 0.21 0.14 1.32 0.275
Agility 0.18 0.08 0.15 0.35 0.09 0.85 0.177
Supply
ChainCosts 0.06 0.19 0.03 0.07 0.25 0.6 0.125
Supply Chain
Asset
Management
0.11 0.12 0.04 0.02 0.07 0.36 0.075
Jumlah 4,79
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
x =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil
perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada
bobot sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
1 1.44 2.08 5 3.56
0.69 1 3 2.92 2.08
0.48 0.33 1 5 4.22
0.2 0.74 0.2 1 3.56
0.28 0.48 0.24 0.28 1
0.336
0.275
0.177
0.125
0.075
1.91
1.49
1.31
0.66
0.36
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat
diterima dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan
bobot indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.
1.1. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 1 dari Supply Chain Asset
Management
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1
dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,
Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital.
1.91
1.49
1.35
0.66
0.36
0.336
0.275
0.177
0.125
0.075
5.79
5.73
7.94
5.5
5.14
Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply
Chain Asset Management pada pengembang rumah mewah (3 responden)
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada
Pengembang Rumah Mewah
Responden
Cash-to-
Cash Cycle
Time
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Return
onWorking
Capital
Cash-to-Cash
Cycle Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
3
3
5
5
5
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
0.33
0.33
1
1
1
5
1
3
Return on
Working Capital
Responden1
Responden2
Responden3
0.2
0.2
0.2
0.2
1
0.33
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset
Management sebagai berikut:
Tabel 5.7. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1
Supply Chain Asset Management dengan Geometric Mean
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to-Cash
CycleTime 1 3 5
Return on Supply
Chain Fixed Asset 0.33 1 2.46
Return on Working
Capital 0.2 0.4 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-
nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat
kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.8. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply
Chain Asset Management
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to Cash Cycle
Time 0.65 0.68 0.59
Return on Supply
Chain FixedAsset 0.21 0.22 0.29
Return on Working
Capital 0.13 0.09 0.11
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.9. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1
Supply Chain Asset Management
Cash-to
Cash Cycle
Time
Return on
Supply
Chain
FixedAsset
Return
on
Working
Capital
Jumlah Bobot
Cash-to Cash
Cycle Time 0.65 0.68 0.59 1.92 0.64
Return on
Supply Chain
FixedAsset
0.21 0.22 0.29 10.72 0.24
Return on
Working
Capital
0.13 0.09 0.11 0.33 0.11
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
=
1 3 5
0.33 1 2.46
0.2 0.4 1
1.91
0.72
0.33
0.64
0.24
0.11
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.2. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order
Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks
1.91
0.72
0.33
0.64
0.24
0.11
3.1
3
3
perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment pada pengembang rumah mewah adalah sebagaiberikut:
Tabel 5.10. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang
kelas rumah mewah
Responden Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery Responden 1
Responden 2
Responden 3
1
1
1
3
3
3
On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3
0,33
0,33
0,33
1 1 1
Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan
dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment sebagai berikut:
Tabel 5.11. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.12. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery
1
3
On Time Delivery
0,33
1
Perfect Order Fulfillment
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery 0.75 0.75
On Time Delivery 0.24 0.25
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.13. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total
Delivery
On Time
Delivery Jumlah Bobot
Total Delivery 0.75 0.75 1.5 0.75
On Time Delivery 0.24 0.25 0.49 0.245
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
x = =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
; =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
1 3
0.33 1
1.5
0.49
0.75
0.245
1
0.33
1.5
0.49
0.75
0.245
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.3. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment
Cycle Time
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan
Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator
kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah
mewah (3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.14. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada
Pengembang Rumah Mewah
Responden Source
Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle
Time
Source Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
1
1
3
3
3
1
Make Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
0.33
1
1
1
1
3
5
Delivery Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
0.33
1
1
0.33
0.2
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle
Time sebagai berikut:
Tabel 5.15. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat
2 Order Fulfillment Cycle Time dengan Geometric Mean Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 1 1.44 2.08
Make Cycle Time
0.69 1 2.46
Delivery Cycle Time 0.47 0.4 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.16. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order
Fulfillment Cycle Time
Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 0.46 0.5 0.37
Make Cycle Time
0.32 0.35 0.44
Delivery Cycle
Time 0.21 0.14 0.18
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.17. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat
2 Order Fulfillment Cycle Time
Source
Cycle Time
Make Cycle
Time
Delivery
Cycle
Time
Jumlah Bobot
Source Cycle
Time 0.46 0.5 0.37 1.33 0.44
Make Cycle
Time
0.32 0.35 0.44 1.11 0.37
Delivery Cycle
Time 0.21 0.14 0.18 0.53 0.17
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
X =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
1 1.44 2.08
0.69 1 2.46
047 0.4 1
1.32
1.09
0.54
0.44
0.37
0.17
1.32
1.09
0.54
0.44
0.37
0.17
3
2.9
3.18
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.4. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available
Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator
kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.18. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah mewah Responden Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available
Assembly
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
1
3
Available
Fabrication
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
1
0.33
1
1
1
Dari matriks pengembang rumah mewah (3 responden) diperoleh matriks
pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat
2 Available Capacity adalah sebagai berikut:
Tabel 5.19. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity dengan geometric mean Available AssemblyCapacity AvailableFabrication
Capacity
Available Assembly Capacity
1
2.08
Available Fabrication Capacity
0.47
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian membagi
setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan dengan jumlah
nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.20. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available Assembly Capacity 0.68 0.67
Available FabricationCapacity 0.31 0.32
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.21. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity Jumlah Bobot
Available Assembly
Capacity 0.68 0.67 1.35 0.675
Available Fabrication
Capacity 0.31 0.32 0.63 0.315
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
1 2.08
0.47 1
1.33
0.63
2
0.675
0.315
x =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.5. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods Sold
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan Production
Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja
tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas mewah
1.33
0.63
2.1
2
0.675
0.315
(3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.22. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah mewah
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas mewah diperoleh
matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator
kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:
Tabel 5.23. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja
Tingkat 2 Cost of Goods Sold dengan geometric mean
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of
Part/Component
1
4.21
Production Efficiency
0.27 1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.24. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of Part/Component 0.78 0.81
Responden Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency
Rejection
Rateof Part/
Component
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
5
3
Production
Efficiency
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
0.2
0.33
1
1
1
Production Efficiency 0.21 0.18
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.25. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency Jumlah Bobot
Rejection Rate of
Part/Component 0.78 0.81 1.59 0.79
Production Efficiency 0.21 0.19 0.4 0.2
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi
dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
1 4.21
0.27 1
1.63
0.41
0.79
0.2
1.63
0.41
2.06
2.05
0.79
0.2
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
LAMPIRAN - 2 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas Menengah
Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan
pada tabel berikut:
Tabel 5.28. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan
kelas menengah
Responden Reliability Responsiveness Agility Supply
Chain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability Responden1
Responden2
Responden3
1 1 1
3 1 3
3 1 1
3 1 3
3 5 5
Resposiveness Responden1 Responden2 Responden3
0.33
1
0.33
1 1 1
1
3
3
5
3
1
5
3
3
Agility Responden1 Responden2 Responden3
0.33
1
1
1
0.33
0.33
1 1 1
5
1
3
5
5
5
Supply
Chain
Costs
Responden1 Responden2 Responden3
0.33
1
0.33
0.2
0.33
1
0.2
1
0.33
1 1 1
3
3
3
Supply
Chain Asset
Managemen
t
Responden1 Responden2 Responden3
0.33
0.2
0.2
0.2
0.33
0.33
0.2
0.2
0.2
0.33
0.33
0.33
1 1 1
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap
perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai
tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan
geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n
dimana:
aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj
untuk responden.
Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan
i =1,2,...,n.
n : jumlah responden.
Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 3 responden (pengembang) tersebut untuk
tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya sebagai berikut:
Tabel 5.29. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan
Geometric Mean
Reliability Responsiveness Agility Supply Chain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 1 2.08 1.44 2.08 4.22
Resposiveness 0.48 1 2.08 2.46 3.56
Agility 0.69 0.47 1 2.46 5
Supply Chain Costs 0.48 0.4 0.4 1 2.08
Supply Chain
Asset Management 0.24 0.02 0.2 0.33 1
Jumlah 2,89 3,97 5,12 8,33 15,85
Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot
prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh
perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkatkepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.30. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain
Performance
Reliability Responsiveness Agility SupplyChain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 0.34 0.52 0.28 0.25 0.27
Resposiveness 0.17 0.25 0.41 0.29 0.22
Agility 0.24 0.1 0.19 0.29 0.32
Supply Chain Costs 0.17 0.1 0.08 0.12 0.13
Supply Chain
Asset
Management
0.08 0.01 0.04 0.04 0.06
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata-
rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.31. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply
ChainPerformance
Reliability Respon-
siveness Agility
Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Asset
Management
Jumlah Bobot
Reliability 0.34 0.52 0.28 0.25 0.27 1.66 0.334
Responsiveness 0.17 0.25 0.41 0.29 0.22 1.34 0.269
Agility 0.24 0.1 0.19 0.29 0.32 1.14 0.229
Supply
ChainCosts 0.17 0.1 0.08 0.12 0.13 0.6 0.120
Supply Chain
Asset
Management
0.08 0.01 0.04 0.04 0.06 0.23 0.046
Jumlah 4,97
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
x =
1 2.08 1.44 2.08 4.22
0.48 1 2.08 2.46 3.56
0.69 0.47 1 2.46 5
0.48 0.4 0.4 1 2.08
0.24 0.22 0.2 0.33 1
0.334
0.269
0.229
0.120
0.046
1.66
1.37
1.13
0.57
0.22
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima
dan tidak diperlukan pengambilan data ulang.
Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot
indikator kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.
1.66
1.37
1.13
0.57
0.22
0.334
0.269
0.229
0.120
0.046
5.7
5.38
4.91
4.75
4.4
1.6. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset
Management
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1
dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,
Return on Supply Chain Fixed Asset dan Return on Working Capital.
Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply
Chain Asset Management pada pengembang rumah menengah (3
responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.32. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada
Pengembang Rumah Menengah
Responden
Cash-to-
Cash Cycle
Time
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Return
onWorking
Capital
Cash-to-Cash
Cycle Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
1
1
3
3
3
5
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
0.33
1
1
1
3
3
1
Return on
Working Capital
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
0.33
0.2
0.33
0.33
1
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset
Management sebagai berikut:
Tabel 5.33. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply
Chain Asset Management
dengan Geometric Mean
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to-Cash
CycleTime 1 1.44 3.56
Return on Supply
Chain Fixed Asset 0.69 1 2.08
Return on Working
Capital 0.02 0.47 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut
dengan menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-
nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat
kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.34. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply
Chain Asset Management
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to Cash Cycle
Time 0.58 0.49 0.63
Return on Supply
Chain FixedAsset 0.4 0.34 0.37
Return on Working
Capital 0.01 0.16 0.17
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.35. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1
Supply Chain Asset Management
Cash-to
Cash Cycle
Time
Return on
Supply
Chain
FixedAsset
Return
on
Working
Capital
Jumlah Bobot
Cash-to Cash
Cycle Time 0.58 0.49 0.63 1.7 0.57
Return on
Supply Chain
FixedAsset
0.4 0.34 0.37 1.11 0.37
Return on
Working
Capital
0.01 0.16 0.17 0.34 0.11
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
=
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan
perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
1 1.44 3.56
0.69 1 2.08
0.02 0.47 1
1.5
0.99
0.3
0.57
0.37
0.11
1.5
0.99
0.3
0.57
0.37
0.11
3
3.3
3
diperlukan pengambilan data ulang.
1.7. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order
Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks
perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment pada pengembang rumah menengah adalah sebagaiberikut:
Tabel 5.36. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang
kelas rumah menengah
Responden Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery Responden 1
Responden 2
Responden 3
1
1
1
3
1
3
On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3
0,33
1
0,33
1 1 1
Dari matriks individu 3 responden diperoleh matriks pendapat gabungan
dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment sebagai berikut:
Tabel 5.37. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator
Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillment dengan geometric mean
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery
1
2.08
On Time Delivery
0,47
1
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.38. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery 0.68 0.67
On Time Delivery 0.32 0.32
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.39. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total
Delivery
On Time
Delivery Jumlah Bobot
Total Delivery 0.68 0.67 1.35 0.45
On Time Delivery 0.32 0.32 0.64 0.21
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
x = =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
1 2.08
0.47 1
0.88
0.42
0.45
0.21
0.88
0.42
2.25
2
0.45
0.21
; =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan
perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.8. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment
Cycle Time
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan
Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator
kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah
menengah (3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.40. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada Pengembang Rumah Menengah
Responden
Source
Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle
Time
Source Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
1
3
1
1
1
Make Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
1
0.33
1
1
1
1
3
3
Delivery Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
1
0.33
0.33
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle
Time sebagai berikut:
Tabel 5.41. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat
2 Order Fulfillment Cycle Time
dengan Geometric Mean
Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 1 2.08 1
Make Cycle Time
0.47 1 2.08
Delivery Cycle Time 1 0.47 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.42. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order
Fulfillment Cycle Time
Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 0.4 0.58 0.24
Make Cycle Time
0.19 0.28 0.51
Delivery Cycle
Time 0.4 0.13 0.24
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.43. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat
2 Order Fulfillment Cycle Time
Source
Cycle Time
Make Cycle
Time
Asset
Delivery
Cycle
Time
Jumlah Bobot
Source Cycle
Time 0.4 0.58 0.24 1.22 0.41
Make Cycle
Time
0.19 0.28 0.51 0.91 0.33
Delivery
Cycle Time 0.4 0.13 0.24 0.77 0.26
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
X =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
1 2.08 1
0.47 1 2.08
1 0.47 1
1.35
1.06
0.83
0.41
0.33
0.26
1.35
1.06
0.83
0.41
0.33
0.26
3.2
3.2
2.67
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan
sebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.9. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available Capacity
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available
Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator
kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah
adalah sebagai berikut:
Tabel 5.44. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah menengah Responden Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available
Assembly
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
1
5
Available
Fabrication
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
1
0.2
1
1
1
Dari matriks pengembang rumah menengah (3 responden) diperoleh
matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja
tingkat 2 Available Capacity adalah sebagai berikut:
Tabel 5.45. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity dengan geometric mean
Available AssemblyCapacity AvailableFabrication
Capacity
Available Assembly Capacity
1
2.46
Available Fabrication Capacity
0.4
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.46. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available Assembly Capacity 0.71 0.71
Available FabricationCapacity 0.28 0.28
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.47. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity Jumlah Bobot
Available Assembly
Capacity 0.71 0.71 1.42 0.71
Available Fabrication
Capacity 0.28 0.28 0.56 0.28
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
x =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1 2.46
0.4 1
1.39
0.56
0.71
0.28
1.39
0.56
2
2
0.71
0.28
1.10. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods
Sold
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component dan Production
Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja
tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas
menengah (3 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.48. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah menengah
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas menengah diperoleh
matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator
kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:
Tabel 5.49. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of
Goods Sold dengan geometric mean
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of
Part/Component
1
4.21
Production Efficiency
0.23
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
Responden Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency
Rejection
Rateof Part/
Component
Responden1
Responden2
Responden3
1
1
1
3
5
5
Production
Efficiency
Responden1
Responden2
Responden3
0.33
0.2
0.2
1
1
1
2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.50. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of Part/Component 0.81 0.8
Production Efficiency 0.18 0.19
3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.51. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency Jumlah Bobot
Rejection Rate of
Part/Component 0.81 0.8 1.61 0.8
Production Efficiency 0.18 0.19 0.37 0.18
4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi
dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut:
1 4.21
0.23 1
1.6
0.36
0.8
0.18
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
6. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.6
0.36
2
2
0.8
0.18
LAMPIRAN - 3 : Pembobotan Pengembang perumahan kelas sederhana
Hasil perbandingan berpasangan antar atribut oleh setiap responden ditampilkan
pada tabel berikut:
Tabel 5.54. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Atribut pada perumahan kelas
sederhana
Responden Reliability Responsiveness Agility Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Asset
Management
Reliability
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1 1 1 1
1 1 1 1
3 1 1 1
3 3 3 1
1 3 3 1
Resposiveness
Responden1 Responden2 Responden3 Responden4
1
1
1
1
1 1 1
1
3
5
3
1
1
3
5
1
3
3
3
1
Agility
Responden1 Responden2 Responden3 Responden4
0.33
1
1
1
0.33
0.2
0.33
1
1 1 1
1
3
3
5
1
5
5
3
1
Supply
Chain
Costs
Responden1 Responden2 Responden3
Responden4
0.33
0.33
0.33
1
1
0.33
0.2
1
0.33
0.33
0.2
1
1 1 1
1
5
5
5
1
Supply
Chain Asset
Management
Responden1 Responden2 Responden3
Responden4
1
0.33
0.33
1
0.33
0.33
0.33
1
0.2
0.2
0.33
1
0.2
0.2
0.2
1
1 1 1
1
Pada matriks diatas terdapat n responden dengan n jawaban untuk setiap
perbandingan pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai
tersebut, semua jawaban dari responden harus dirata-ratakan dengan menggunakan
geometric mean, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
aij = (Z1 x Z2 x Z3x … x Zn)1/n
dimana:
aij : nilai rata-rata perbandingan berpasangan antara kriteria ai dengan aj
untuk responden.
Zi : nilai perbandingan antara kriteria ai dengan aj untuk partisipan ke – i dengan
I =1,2,...,n.
n : jumlah responden.
Selanjutnya diperoleh nilai rata-rata dari 4 responden (pengembang) tersebut
untuk tiap atribut dengan matriks perbandingan berpasangannya
sebagaiberikut:
Tabel 5.55. Perbandingan Tingkat Kepentingan Atribut dengan
Geometric Mean
Reliability Responsiveness Agility Supply Chain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 1 1 1.44 3 2.08
Resposiveness 1 1 3.55 2.46 3
Agility 0.69 0.27 1 2.08 4.21
Supply Chain Costs 0.33 0.4 0.27 1 5
Supply Chain
Asset Management 0.47 0.33 0.23 0.2 1
Jumlah 3,49 3 6,49 8,74 15,29
Matriks seperti tabel V.3 tersebut dipakai untuk menentukan bobot
prioritas tiap atribut pada software expert choice. Berikut adalah contoh
perhitungan manual pembobotan atribut dengan menggunakan AHP:
1.Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.56. Proses Normalisasi Atribut Supply Chain
Performance
Reliability Responsiveness Agility SupplyChain
Costs
Supply
Chain Asset
Management
Reliability 0.28 0.33 0.22 0.34 0.13
Resposiveness 0.28 0.33 0.54 0.28 0.19
Agility 0.19 0.09 0.15 0.23 0.27
Supply Chain Costs 0.09 0.13 0.04 0.11 0.32
Supply Chain
Asset
Management
0.13 0.11 0.03 0.02 0.06
2.Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.57. Proses Penentuan Bobot Atribut Supply
ChainPerformance
Reliability Respon-
siveness Agility
Supply
Chain
Costs
Supply Chain
Asset
Management
Jumlah Bobot
Reliability 0.28 0.33 0.22 0.34 0.13 1.3 0.265
Responsiveness 0.28 0.33 0.54 0.28 0.19 1.62 0.331
Agility 0.19 0.09 0.15 0.23 0.27 0.93 0.190
Supply
ChainCosts 0.09 0.13 0.04 0.11 0.32 0.69 0.141
Supply Chain
Asset
Management
0.13 0.11 0.03 0.02 0.06 0.35 0.071
Jumlah 4,89
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
x =
1 1 1.44 3 2.08
1 1 3.55 2.46 3
0.69 0.27 1 2.08 4.21
0.33 0.4 0.27 1 3.5
0.47 0.33 0.23 0.2 1
0.265
0.331
0.190
0.141
0.071
1.37
1.75
1.01
0.74
0.36
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan
tidak diperlukan pengambilan data ulang.
Berikut ini akan diperlihatkan hasil perhitungan dalam penentuan bobot indikator
kinerja tingkat 1 dan indikator kinerja tingkat 2.
1.37
1.75
1.01
0.74
0.36
0.265
0.331
0.190
0.141
0.071
5.26
5.46
5.61
5.69
5.14
1.11. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat1 dari Supply Chain Asset
Management
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 1
dari Supply Chain Asset Management dilakukan dengan cara
membandingkan secara berpasangan antara Cash-to-Cash Cycle Time,
Return on Supply Chain Fixed Asset dan Returnon Working Capital.
Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 1 Supply
Chain Asset Management pada pengembang rumah sederhana (4
responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.58. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 1 Supply Chain Asset Management pada
Pengembang Rumah sederhana
Responden
Cash-to-
Cash Cycle
Time
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Return
onWorking
Capital
Cash-to-Cash
Cycle Time
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1
1
1
1
3
1
3
1
1
3
5
1
Return on
Supply Chain
Fixed Asset
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
0.33
1
0.33
1
1
1
1
1
5
1
5
1
Return on
Working Capital
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
0.2
0.33
0.2
1
0.2
1
0.2
1
1
1
1
1
Dari matriks 4 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 1 Supply Chain Asset
Management sebagai berikut:
Tabel 5.59. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply
Chain Asset Management
dengan Geometric Mean
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to-Cash
CycleTime 1 2.08 2.46
Return on Supply
Chain Fixed Asset 0.47 1 2.92
Return on Working
Capital 0.4 0.34 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-
nilaipadamatriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom
kemudian membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat
kepentingan dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.60. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 1 Supply
Chain Asset Management
Cash-to Cash
Cycle Time
Return on Supply
Chain FixedAsset
Return on
Working Capital
Cash-to Cash Cycle
Time 0.53 0.61 0.38
Return on Supply
Chain FixedAsset 0.25 0.29 0.45
Return on Working
Capital 0.21 0.09 0.16
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.61. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 1
Supply Chain Asset Management
Cash-to
Cash Cycle
Time
Return on
Supply
Chain
FixedAsset
Return
on
Working
Capital
Jumlah Bobot
Cash-to Cash
Cycle Time 0.53 0.61 0.38 1.53 0.5
Return on
Supply Chain
FixedAsset
0.25 0.29 0.45 0.99 0.33
Return on
Working
Capital
0.21 0.09 0.16 0.46 0.16
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
=
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan
perhitungansebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 5 adalah 1.12,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
1 2.08 2.46
0.47 1 2.92
0.47 0.34 1
1.55
1.003
0.49
0.5
0.33
0.15
1.55
1.003
0.49
0.5
0.33
0.16
3.1
3.03
3.06
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.12. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Perfect Order
Fulfilment
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Perfect Order Fulfillment dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Total Delivery dan On Time Delivery. Matriks
perbandingan berpasangan antar indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment pada pengembang rumah sederhana adalah sebagaiberikut:
Tabel 5.62. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Perfect Order Fulfilment pada pengembang
kelas rumah sederhana
Responden Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery Responden 1
Responden 2
Responden 3
Responden4
1
1
1
1
3
3
3
1
On Time Delivery Responden 1 Responden 2 Responden 3
Responden4
0,33
0,33
0,33
1
1 1 1 1
Dari matriks individu 4 responden diperoleh matriks pendapat gabungan
dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat 2 Perfect Order
Fulfillment sebagai berikut:
Tabel 5.63. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator
Kinerja Tingkat 2 Perfect Order Fulfillmentdengan geometric mean
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.64. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery 0.98 0.78
On Time Delivery 0.019 0.22
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.65. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Perfect Order Fulfillment
Total
Delivery
On Time
Delivery Jumlah Bobot
Total Delivery 0.98 0.78 1.76 0.88
Total Delivery On Time Delivery
Total Delivery
1
3.55
On Time Delivery
0,33
1
On Time Delivery 0.019 0.22 0.23 0.12
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
x = =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian
tersebut dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut:
; =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
5. Nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1 3.55
0.02 1
1.45
0.21
0.88
0.12
1.51
0.21
1.9
2.1
0.88
0.12
1.13. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Order Fulfillment
Cycle Time
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Order Fulfillment Cycle Time dilakukan dengan cara membandingkan
secara berpasangan antara Source Cycle Time, Make Cycle Time dan
Delivery Cycle Time. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator
kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada pengembang rumah
sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut:
Tabel 5.66. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Order Fulfillment Cycle Time pada
Pengembang Rumah sederhana
Responden Source
Cycle Time
Make Cycle Time
Delivery Cycle
Time
Source Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1
1
1
1
1
1
3
1
3
3
1
1
Make Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1
1
0.33
1
1
1
1
1
1
3
5
1
Delivery Cycle
Time
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
0.33
0.33
1
1
1
0.33
0.2
1
1
1
1
1
Dari matriks 3 pengembang diperoleh matriks pendapat gabungan dengan
geometric mean dari indikator kinerja tingkat 2 Order Fulfillment Cycle
Time sebagai berikut:
Tabel 5.67. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Order
Fulfillment Cycle Timedengan Geometric Mean
Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 1 2.08 1.44
Make Cycle Time
0.47 1 2.46
Delivery Cycle Time 0.69 0.4 1
Berikut adalah contoh perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.68. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2 Order
Fulfillment Cycle Time
Source Cycle
Time
Make Cycle
Time
Delivery Cycle Time
Source Cycle Time 0.46 0.59 0.29
Make Cycle Time
0.22 0.28 0.5
Delivery Cycle
Time 0.32 0.11 0.2
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.69. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat
2 Order Fulfillment Cycle Time
Source
Cycle Time
Make Cycle
Time
Delivery
Cycle
Time
Jumlah Bobot
Source Cycle
Time 0.46 0.59 0.29 1.34 0.44
Make Cycle
Time
0.22 0.28 0.5 1 0.33
Delivery Cycle
Time 0.32 0.11 0.2 0.63 0.21
3. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan
adalah sebagai berikut:
X =
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan
sebagai berikut:
5. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 3 adalah 0.58,
sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
1 2.08 1.44
0.47 1 2.46
0.69 0.4 1
1.43
1.05
0.65
0.44
0.33
0.21
1.43
1.05
0.65
0.44
0.33
0.21
3.25
3.18
2.85
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.14. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Available
Capacity
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Available Capacity dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Available Assembly Capacity dan Available
Fabrication Capacity. Matriks perbandingan berpasangan antar indicator
kinerja tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.70. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
Tingkat 2 Available Capacity pada pengembang rumah sederhana Responden Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available
Assembly
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1
1
1
1
3
1
3
1
Available
Fabrication
Capacity
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
0.33
1
0.33
1
1
1
1
1
Dari matriks pengembang rumah sederhana (4 responden) diperoleh matriks
pendapat gabungan dengan geometric mean untuk indikator kinerja tingkat
2 Available Capacity adalah sebagai berikut:
Tabel 5.71. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity dengan geometric mean
Available AssemblyCapacity AvailableFabrication
Capacity
Available Assembly Capacity
1
3
Available Fabrication Capacity
0.33
1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
2. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.72. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity
Available Assembly Capacity 0.75 0.75
Available FabricationCapacity 0.25 0.25
3. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai rata-
rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.73. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Available Capacity
Available Assembly
Capacity
Available Fabrication
Capacity Jumlah Bobot
Available Assembly
Capacity 0.75 0.75 1.5 0.75
Available Fabrication
Capacity 0.25 0.25 0.5 0.25
4. Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan tingkat
kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah sebagai
berikut:
x = 1 3
0.33 1
1.5
0.5
0.75
0.25
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut
dibagi dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagaiberikut:
5. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungansebagai
berikut:
6. Nilai Random Index( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00, sehingga
Consistency Ratio (CR) adalah:
Nilai CR berada dibawah 0.1, sehingga penilaian diatas dapat diterima dan tidak
diperlukan pengambilan data ulang.
1.15. Pembobotan Indikator Kinerja Tingkat 2 dari Cost of Goods
Sold
Pembobotan tingkat kepentingan untuk indikator kinerja tingkat 2
dari Cost of Goods Sold dilakukan dengan cara membandingkan secara
berpasangan antara Rejection Rate of Part/Component danProduction
Efficiency. Matriks perbandingan berpasangan antar indikator kinerja
tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang perumahan kelas
sederhana (4 responden) adalah sebagai berikut :
Tabel 5.74. Penilaian Tingkat Kepentingan antar Indikator Kinerja
1.5
0.5
2
2
0.75
0.25
Tingkat 2 Cost of Goods Sold pada pengembang rumah sederhana
Dari matriks 3 responden pengembang rumah kelas sederhana
diperoleh matriks pendapat gabungan dengan geometric mean untuk
indikator kinerja tingkat 2 Cost of Goods Sold adalah sebagai berikut:
Tabel 5.75. Perbandingan tingkat kepentingan Indikator Kinerja Tingkat 2 Cost of
Goods Sold dengan geometric mean
Rejection Rate of Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of
Part/Component
1
2.46
Production Efficiency
0.4 1
Berikut adalah perhitungan manual pembobotan atribut dengan
menggunakan AHP:
1. Proses normalisasi dilakukan dengan menjumlahkan nilai-nilai pada
matriks perbandingan tingkat kepentingan secara kolom kemudian
membagi setiap nilai dalam matriks perbandingan tingkat kepentingan
dengan jumlah nilai pada kolom tersebut.
Tabel 5.76. Proses Normalisasi Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component Production Efficiency
Rejection Rate of Part/Component 0.71 0.71
Production Efficiency 0.29 0.29
Responden Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency
Rejection
Rateof Part/
Component
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
1
1
1
1
3
5
3
1
Production
Efficiency
Responden1
Responden2
Responden3
Responden4
0.33
0.2
1
1
1
1
1
1
2. Menemukan bobot masing-masing atribut dengan cara mencari nilai
rata- rata baris dari matriks yang telah dinormalisasi.
Tabel 5.77. Proses Penentuan Bobot Indikator Kinerja Tingkat 2
Cost of Goods Sold
Rejection Rate of
Part/Component
Production
Efficiency Jumlah Bobot
Rejection Rate of
Part/Component 0.71 0.71 1.42 0.71
Production Efficiency 0.29 0.29 0.58 0.29
3.Menentukan eigenvalue dengan mengalikan matriks perbandingan
tingkat kepentingan atribut awal dengan bobot. Hasil perhitungan adalah
sebagai berikut:
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada matriks hasil perkalian tersebut dibagi
dengan nilai masing-masing sel pada bobot sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut:
: =
Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
4. Nilai Consistency Index (CI) diperoleh dengan perhitungan sebagai
berikut:
5. Nilai Random Index ( RI) untuk jumlah elemen 2 adalah 0.00,
1 2.46
0.4 1
1.42
0.57
0.71
0.29
1.42
0.57
2
2.06
0.71
0.29