pengembangan model pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas untuk meningkatkan motivasi...

25
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI BERORIENTASI TUGAS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI INSTRINSIK DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA Anung Priambodo *) Advendi Kristiyandaru **) Miftakhul Jannah ***) Abstrak Perubahan-perubahan perilaku seseorang selalu didasarkan pada motivasi tertentu. Motivasi bisa muncul dari dalam (instrinsik) dan juga dari luar (ekstrinsik). Motivasi dan disiplin diri merupakan faktor prediktif yang signifikan dalam keberhasilan prestasi (Waschull, S. B, 2005). Motivasi instrinsik sangat dibutuhkan dalam pencapaian prestasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi instrinsik bisa ditumbuhkan melalui pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuan siswa dan dalam prosesnya, guru dan orang tua memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap individu tanpa membandingkan dengan orang lain. Secara umum ada dua iklim pembelajaran (motivational climate) yang diciptakan oleh guru yaitu yang berorientasi tugas (task involvement) dan yang berorientasi ego (ego involvement). Tujuan mata pelajaran pendidikan jasmani adalah meningkatkan potensi fisik dan membudayakan sportifitas dan kesadaran hidup sehat (Permendiknas 22, 23 tahun 2006). Selama ini, pembelajaran pendidikan jasmani banyak menggunakan pendekatan kompetisi dan komparasi antar siswa dalam menilai kompetensi siswa. Kondisi ini lebih dekat dengan iklim yang berorientasi ego. Bagi siswa yang tidak memiliki kelebihan atau minat dalam aktivitas gerak (olahraga), kondisi tersebut memberi dampak negatif berupa kecemasan, turunnya percaya diri, minat berolahraga dsbnya. Pembelajaran yang berorientasi tugas (task involvement) mengandung unsur-unsur penghargaan kepada individu sesuai dengan kemampuannya, individu diberi pilihan dalam menguasai materi dan masing-masing memiliki target yang berbeda dalam pembelajaran. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah melihat apakah pembelajaran yang berorientasi tugas (task involvement) akan mempengaruhi motivasi instrinsik dan hasil belajar motorik siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian pengembangan (development research). Dilaksanakan selama 2 tahun, pada tahun pertama melakukan analisis kebutuhan (need assessment) melalui kegiatan Focus

Upload: alim-sumarno

Post on 13-Sep-2015

30 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : ANUNG PRIAMBODO, ADVENDI KRISTIYANDARU, MIFTAKHUL JANNAH,

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI BERORIENTASI TUGAS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI INSTRINSIK DAN KEMAMPUAN MOTORIK SISWA

Anung Priambodo *)Advendi Kristiyandaru **)Miftakhul Jannah ***)

AbstrakPerubahan-perubahan perilaku seseorang selalu didasarkan pada motivasi tertentu. Motivasi bisa muncul dari dalam (instrinsik) dan juga dari luar (ekstrinsik). Motivasi dan disiplin diri merupakan faktor prediktif yang signifikan dalam keberhasilan prestasi (Waschull, S. B, 2005). Motivasi instrinsik sangat dibutuhkan dalam pencapaian prestasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi instrinsik bisa ditumbuhkan melalui pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuan siswa dan dalam prosesnya, guru dan orang tua memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap individu tanpa membandingkan dengan orang lain. Secara umum ada dua iklim pembelajaran (motivational climate) yang diciptakan oleh guru yaitu yang berorientasi tugas (task involvement) dan yang berorientasi ego (ego involvement). Tujuan mata pelajaran pendidikan jasmani adalah meningkatkan potensi fisik dan membudayakan sportifitas dan kesadaran hidup sehat (Permendiknas 22, 23 tahun 2006). Selama ini, pembelajaran pendidikan jasmani banyak menggunakan pendekatan kompetisi dan komparasi antar siswa dalam menilai kompetensi siswa. Kondisi ini lebih dekat dengan iklim yang berorientasi ego. Bagi siswa yang tidak memiliki kelebihan atau minat dalam aktivitas gerak (olahraga), kondisi tersebut memberi dampak negatif berupa kecemasan, turunnya percaya diri, minat berolahraga dsbnya. Pembelajaran yang berorientasi tugas (task involvement) mengandung unsur-unsur penghargaan kepada individu sesuai dengan kemampuannya, individu diberi pilihan dalam menguasai materi dan masing-masing memiliki target yang berbeda dalam pembelajaran. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah melihat apakah pembelajaran yang berorientasi tugas (task involvement) akan mempengaruhi motivasi instrinsik dan hasil belajar motorik siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

*) dan **) Dosen Jurusan Pendidikan Olahraga FIK Unesa***) Dosen Jurusan Psikologi FIP UnesaPenelitian ini menggunakan pendekatan penelitian pengembangan (development research). Dilaksanakan selama 2 tahun, pada tahun pertama melakukan analisis kebutuhan (need assessment) melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan para pakar tentang pentingnya inovasi pembelajaran pendidikan jasmani untuk meningkatkan motivasi instrinsik dan hasil belajar motorik. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun pertama, melalui analisis Content Validity Ratio (CVR) diperoleh hasil bahwa buku panduan guru dan buku jurnal siswa bisa digunakan untuk menerapkan model pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas, namun perlu revisi untuk petunjuk dan contoh praktis dalam penggunaannya. Berdasarkan hasil ujicoba lapangan, diperoleh hasil bahwa model pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas ini dapat meningkatkan motivasi instrinsik siswa, siswa lebih puas dan senang. Pada aspek kemampuan motorik belum ada perbedaan yang signifikan dibanding dengan kelompok kontrol, sekalipun rata-rata kemampuan motorik kelompok eksperimen lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditetapkanlah sintaks model pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas, namun untuk penyempurnaan buku panduan guru, buku jurnal siswa perlu dilakukan uji coba lagi dengan skala yang lebih luas yang akan dilakukan pada tahun kedua penelitian.

Kata kunci: pendidikan jasmani, orientasi tugas, motivasi intrinsik, kemampuan motorik

Pendahuluan Pendidikan Jasmani (sekarang disebut Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang disingkat Penjasorkes) merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan sejak sekolah dasar sampai sekolah menengah atas bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik, motorik, kognitif dan penanaman nilai-nilai. Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan, yang memfokuskan pengembangan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani (Puskur, Depdiknas, 2003).Rendahnya tingkat kebugaran jasmani pada sekolah dari semua tingkat pendidikan menunjukkan bahwa mutu program pendidikan jasmani di Indonesia masih rendah. Dari hasil survei Pusat Kesegaran Jasmani Depdiknas, diperoleh informasi bahwa Penjas hanya mampu memberi pengaruh peningkatan kebugaran jasmani kurang lebih 15% dari keseluruhan populasi peserta didik. Sementara penelusuran sederhana lewat Sport Search menemukan bahwa kebugaran jasmani peserta didik rata-rata di Indonesia hanya mencapai kategori rendah (Depdiknas, 2007). Rendahnya mutu pembelajaran pendidikan jasmani juga dapat disimpulkan dari keluhan masyarakat terhadap rendahnya mutu bibit-bibit olahragawan usia dini. Keluhan ini terkait dengan dua hal yaitu rendahnya kemampuan motorik siswa yaitu kecepatan, kelincahan, koordinasi, keseimbangan dan kesadaran ruang, serta yang kedua kekurangan dalam hal kemampuan fisik yaitu daya tahan umum, kekuatan, kelentukan, power dan daya tahan otot lokal.Selain aspek fisik, banyak sekali nilai-nilai yang bisa diajarkan melalui Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Misalnya terkait dengan nilai persamaan dan kebersamaan, fair play, kompetisi, toleransi yang kesemuanya merupakan prasarat dasar mewujudkan masyarakat madani (civil society). Telah menjadi keyakinan umum bahwa aktivitas olahraga syarat dengan nilai-nilai seperti kejujuran, sportivitas, disiplin, dan kepemimpinan. Bahkan ada ungkapan yang sudah menjadi keyakinan sejarah dari waktu ke waktu: Sport build character (Maksum, 2005; 2002). Dalam prakteknya pembelajaran penjas lebih berfokus kepada penguasaan keterampilan olahraga secara kompetitif, tetapi kurang mengarahkan kepada perolehan nilai-nilai yang membangun karakter. Tanpa disadari, guru pendidikan jasmani seringkali menampilkan pembelajaran pendidikan jasmani dalam situasi latihan-latihan yang keras, menggunakan bahasa yang bersifat komando dengan suara-suara yang keras dan tegas serta banyak menggunakan hukuman jika siswa tidak mampu melakukan suatu keterampilan gerak. Hal ini tentunya akan mengurangi kesenangan dalam belajar (enjoyment) dan bagi siswa yang merasa tidak bisa berolahraga (low perceived competence), maka situasi tersebut justru akan menimbulkan kecemasan. Untuk mengatasi kecemasan, seringkali siswa akan melakukan berbagai cara sehingga dia mampu mengatasi egonya, misalnya dengan mengemukakan banyak alasan untuk tidak ikut pembelajaran pendidikan jasmani, menghindari berbagai aktivitas, dan melakukan kecurangan untuk menyelesaikan tugas yang dia rasa tidak mampu.

Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan mengembangkan suatu model pembelajaran pendidikan jasmani dengan iklim pembelajaran berorientasi tugas untuk meningkatkan motivasi instrinsik dan kemampuan motorik siswa. Tujuan khusus yang ingin dicapai selama dalam penelitian ini adalah 1. Mengembangkan skenario model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas.2. Menguji keefektifan model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas.3. Menyusun buku panduan pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas.

Motivasi dan Peranannya dalam Pembelajaran.Hakekat motivasi seperti yang dijelaskan oleh Djamarah (2008) antara lain : Motivasi adalah sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu (Djamarah, 2008: 148). Motivasi juga merupakan dasar untuk belajar, jika motivasi tidak ada maka tidak tercipta belajar. Motivasi adalah sebagai dasar penggerak untuk mendorong seseorang dalam melakukan aktivitas belajar. Penemuan hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.Motivasi dapat dibagi menjadi motivasi primer dan sekunder, dapat pula atas motivasi biologis dan sosial. Menurut pendapat Singgih (2004: 50) motivasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:1) Motivasi instrinsikMotivasi intrinsik merupakan dorongan atau kehendak yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Semakin kuat motivasi intrinsik dimiliki oleh seseorang semakin besar kemungkinan memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan (Singgih.dkk, 2004:50). Motivasi intrinsik dapat timbul sebagai suatu karakter atau ciri khas yang telah ada atau dimiliki sejak seserorang itu dilahirkan. Namun demikian, bukan berarti seorang guru tidak dapat membentuk motivasi intrinsik pada siswa. Guru bisa melakukannya dengan memberikan pujian atau komentar yang berfokus pada pencapaian kompetensi siswa, tanpa membandingkannya dengan orang lain. Pemberian penghargaan ini juga sebaiknya diberikan secara tidak terduga (variable ratio)2) Motivasi ektrinsik Menurut Santrock (2009) motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai tujuan). Biasanya dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti penghargaan dan hukuman. Perspektif behavior menekankan pentingnya motivasi ekstrinsik dalam prestasi, sementara pendekatan humanistis dan kognitif menekankan pentingnya motivasi intrinsik.Mengingat motivasi merupakan motor penggerak dalam perbuatan, maka bila ada anak didik yang kurang memiliki motivasi instrinsik, diperlukan dorongan dari luar, yaitu motivasi ekstrinsik, agar anak didik termotivasi untuk belajar. Di sini diperlukan pemanfaatan bentuk-bentuk motivasi secara akurat dan bijaksana. Selanjutnya diharapkan pemberian stimulus eksternal yang tepat dapat memunculkan kepuasan dan enjoyment, sehingga memunculkan motivasi instrinsik pada siswa.Belajar adalah suatu hal yang diwajibkan untuk semua orang. Belajar sebenarnya menyenangkan, namun, selalu ada saja hambatan-hambatan yang membuat seseorang enggan untuk belajar. Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, antara lain :1. Cita-cita atau aspirasi siswaDari segi manipulasi kemandirian, keinginan yang tidak terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar, dari segi pembelajaran penguatan dengan hadiah atau hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan dan kemauan menjadi cita-cita. 2. Kemampuan siswaKeinginan siswa perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan untuk mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi siswa untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya.3. Kondisi siswaKondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan rohani. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, lelah atau marah akan mengganggu perhatiannya dalam belajar.4. Kondisi lingkungan siswa.Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Sebagai anggota masyarakat, maka siswa dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitar.5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaranSiswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan karena pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebaya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Lingkungan alam, tempat tinggal dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya seperti surat kabar, majalah, radio, televisi semakin menjangkau siswa. Semua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajarnya.Selanjutnya, motivasi belajar juga dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:a. Budaya b. Keluargac. Sekolah

Pembentukan Motivasi InstrinsikSebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa terdapat dua jenis motivasi yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pemberian bentuk ekstrinsik yaitu penghargaan, hadiah, insentif dapat berguna dalam mengubah perilaku. Namun, dalam sejumlah situasi, penghargaan dapat dapat melemahkan pembelajaran. Dalam satu studi, siswa yang telah mempunyai minat kuat dalam seni dan tidak mengharapkan penghargaan, menghabiskan waktu lebih lama untuk menggambar dibandingkan siswa yang juga mempunyai minat kuat dalam seni, tetapi mengetahui bahwa mereka akan diberi penghargaan untuk menggambar (Lepper, Greene & Nisbett dalam Santrock, 2009). Namun demikian, penghargaan kelas dapat berguna yaitu 1) sebagai insentif untuk terlibat dalam tugas, yang tujuannya untuk mengendalikan perilaku siswa; dan 2) untuk menyampaikan informasi mengenai kemampuan untuk menguasai sesuatu (mastery). Penghargaan yang menyampaikan informasi mengenai kemampuan siswa menguasai materi dapat meningkatkan motivasi instrinsik dan meningkatkan rasa kompetensi mereka (Reeve dalam Santrock, 2009). Tetapi, umpan balik negatif, seperti kritik, yang membawa informasi bahwa siswa tidak kompeten dapat melemahkan motivasi instrinsik, khususnya jika siswa meragukan kompetensi mereka (Stipek dalam Santrock, 2009). Cameron (dalam Santrock, 2009) menemukan bahwa penghargaan secara verbal (pujian dan umpan balik positif) dapat meningkatkan motivasi instrinsik siswa. Ia juga menyimpulkan bahwa ketika penghargaan nyata (bintang emas atau uang) ditawarkan bergantung pada kinerja tugas atau diberikan secara tidak terduga, hal ini dapat mempertahankan motivasi instrinsik. Menurut Harter (dalam Santrock, 2009) para peneliti menemukan bahwa seiring perpindahan siswa dari tahun awal sekolah dasar ke sekolah menengah atas, motivasi instrinsik mereka menurun. Hal ini terjadi karena sekolah dirasakan semakin membosankan dan tidak relevan. Sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas lebih impersonal, lebih formal, lebih evaluatif dan lebih kompetitif dibandingkan sekolah dasar. Hal ini juga didukung oleh survei yang dilakukan oleh National Association of Sport and Physical Education (NASPE, 2009) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan minat siswa dalam pendidikan jasmani sebesar 38%. Namun peningkatan minat tersebut lebih kuat pada siswa sekolah dasar dibanding sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Akan tetapi, dalam studi ini, siswa yang termotivasi secara intrinsik berprestasi akademis jauh lebih baik dibandingkan mereka yang termotivasi secara ekstrinsik. Berdasarkan kondisi di atas, maka guru harus mendorong siswa untuk menjadi termotivasi secara instrinsik. Guru harus menciptakan lingkungan pembelajaran yang meningkatkan keterlibatan kognitif dan tanggungjawab terhadap diri sendiri pada siswa dalam proses belajar.

Pembelajaran yang Berorientasi TugasAda dua dimensi utama yang dimaksud dengan iklim pembelajaran yang memotivasi dalam aktivitas jasmani dan olahraga yaitu iklim pembelajaran yang berorientasi pada tugas (task involvement/mastery) dan iklim pembelajaran yang berorientasi pada ego (ego involvement/performance). Siswa yang berorientasi pada tugas (task orientation) akan mengarahkan fokus tindakannya pada usaha, kerjasama dan penguasaan tugas sebagai bentuk pengembangan diri. Sementara siswa yang berorientasi pada ego (ego orientation) lebih mengutamakan hasil daripada proses. Mereka mendefinisikan sukses melalui membandingkan kinerjanya (performance) dengan orang lain. Dari beberapa jurnal yang dikaji, Ames 1992a, 1992b; Duda 1996; Ntoumanis & Biddle, 1998 (dalam Spray, 2002) menggunakan istilah iklim pembelajaran yang memunculkan motivasi tertentu ini sebagai motivational climate. Beberapa penelitian yang lain menggunakan istilah yang berbeda yaitu task involvement sama dengan mastery orientation atau learning goals sedangkan ego involvement sama dengan performance orientation atau ability goals (Ames, 1984; Dweck & Leggett, 1988 dalam Papaioannou, Milosis & Tsigilis, 2007). Orientasi tujuan siswa akan sangat mempengaruhi persepsinya terhadap iklim pembelajaran yang dialami. Siswa yang berorientasi pada kemampuan menguasai tugas (mastery orientation) akan melihat suatu usaha, kerjasama dan penguasaan tugas sebagai bentuk pengembangan diri. Sementara siswa yang berorientasi pada ego atau orientasi kinerja (performance orientation) lebih mengutamakan hasil daripada proses. Mereka selalu menggunakan perbandingan kinerja dengan orang lain sebagai tujuan prestasi. Siswa yang berorientasi tugas akan memungkinkan terciptanya motivasi instrinsik untuk menguasai tugas dengan baik. Ia akan lebih mempersepsikan kompetensinya (perceived competence) lebih tinggi daripada siswa yang berorientasi ego. Hal ini karena siswa yang berorientasi tugas menggunakan kriterianya sendiri (self referenced) atas prestasinya, sementara siswa yang berorientasi ego menggunakan kriteria orang lain (others referenced) dalam mempersepsikan prestasinya. Jadi jika siswa yang berorientasi ego merasa kemampuannya lebih buruk daripada teman dalam kelompoknya, ia akan merasa gagal dan hal ini bisa memicu munculnya berbagai tindakan negatif dalam pembelajaran misalnya menjiplak atau menyontek pekerjaan orang lain, tidak jujur dalam mengerjakan tugas maupun ujian, bekerja asal-asalan, dan mudah putus asa saat menghadapi kesulitan. Hal ini sangat berbeda dengan siswa yang berorientasi tugas karena dia akan mengalami kesenangan dan kepuasan terhadap tugas yang diselesaikannya tanpa membandingkan dengan pekerjaan orang lain.Dalam penelitian ini, iklim pembelajaran yang memotivasi akan dirancang dengan mengadopsi komponen iklim pembelajaran yang memotivasi dari Ames (1992) dan Epstein (1988) yaitu yang meliputi tugas (task), otoritas (authority), penghargaan (reward), pengelompokan (grouping), evaluasi (evaluation) dan waktu (time). Untuk mudah mengingat, komponen ini disingkat TARGET (Task, Authority, Reward, Grouping, Evaluation, Time). Secara terinci pengembangan iklim pembelajaran yang memotivasi dalam pendidikan jasmani akan didasarkan pada komponen tersebut. Tabel berikut menjelaskan garis besar dari keenam komponen tersebut.KomponenKeterlibatan Ego(Ego Involving)Keterlibatan Tugas(Task Involving)

Task (T)Semua siswa menerima tugas yang sama Siswa boleh memilih tugas yang berbeda-beda dan menetapkan sendiri target nya

Authority (A)Instruktur memutuskan apa yang harus dipelajari, mengatur perlengkapan dan mengevaluasi Siswa memilih apa yang dipelajari, diperbolehkan menyiapkan perlengkapan sendiri , dan didorong untuk mengevaluasi performancenya sendiri

Rewards (R)Adanya pengakuan pada pencapaian siswa dan diberikan penghargaan pada penampilan superior Pengakuan bersifat pribadi dan penghargaan diberikan untuk suatu kemajuan

Grouping (G)Satu kelompok kelas mengerjakan satu tugas atau siswa dikelompokkan berdasar kemampuannya

Siswa bekerja individual atau dalam kelompok kecil. Pengelompokkan fleksibel dan heterogen

Evaluation (E)Evaluasi dengan norma atau rangking. Progres ditetapkan berdasar tujuan kelompok dan tingkat performance Evaluasi bersifat pribadi dan self referenced. Progres ditetapkan berdasar tujuan, usaha, dan peningkatan individual

Time (T)Instruktur memberi batas waktu yang ketat pada siswa untuk menyelesaikan tugas. Batas penyelesaian tugas fleksibel. Siswa dibantu untuk membuat jadwal kemajuan.

Kemampuan MotorikMotor ability atau sering disebut kemampuan motorik/kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang sejak kecil dari masa kanak-kanak yang berkembang seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan. Kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang dimiliki anak seiring dengan perkembangan dan pertumbuhannya. Waharsono (1999: 53) menyatakan, Sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik, maka meningkat pulalah kemampuan geraknya.Sedangkan pengertian kemampuan motorik menurut Menurut Rusli Lutan (1988: 96) bahwa, Kemampuan motorik lebih tepat disebut sebagai kapasitas dari seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan dan peragaan suatu ketrampilan yang relatif melekat setelah masa kanak-kanak. Menurut Sukintaka (2004: 78) bahwa, Kemampuan motorik adalah kualitas hasil gerak individu dalam melakukan gerak, baik gerakan non olahraga maupun gerak dalam olahraga atau kematangan penampilan keterampilan motorik. Metode PenelitianKeseluruhan penelitian ini berbentuk penelitian pengembangan atau development research. Tiga metode digunakan secara beriringan, yakni deskriptif, evaluatif, dan eksperimen. Metode deskriptif digunakan dalam studi awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada, mencakup studi literatur, kebutuhan pengguna, faktor pendukung dan penghambat. Kegiatan ini ditindaklanjuti dengan focus group discussion (FGD), untuk mengetahui pendapat mereka tentang model pembelajaran pendidikan jasmani yang selama ini terjadi di sekolah. Metode evaluasi digunakan untuk menilai proses ujicoba pengembangan produk model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas. Produk dikembangkan melalui serangkaian ujicoba, dan setiap ujicoba dilakukan evaluasi untuk perbaikan produk. Metode eksperimen digunakan untuk menguji produk yang dihasilkan dengan menyertakan kelompok pembanding. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, observasi dan tes. Subyek penelitian ini adalah pakar psikologi pendidikan, pakar pendidikan jasmani, guru-guru pendidikan jasmani di tingkat SMP di Surabaya dan siswa-siswa SMP di Surabaya pada mata pelajaran Pendidikan jasmani, Olahraga dan Kesehatan sebanyak 2 kelas dengan jumlah 70 siswa. Setelah berkoordinasi dengan ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Jasmani, maka disarankan menggunakan SMP 34 sebagai sekolah coba.Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket motivasi instrinsik yang diadaptasi dari Sport Motivation Scale oleh Lug. Pelletier, Michelle Fortier, Robert J. Vallerand, Nathalie M. Briere, Kim M. Tuson & Marc R. Blais, 1995) angket tersebut terdiri dari motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan amotivasi Selanjutnya kemampuan motorik siswa diukur dengan tes Barrow Motor Ability yaitu tes kemampuan gerak dengan item lompat jauh tanpa awalan (standing broad jump), lempar bola Softball, Lari Zig-Zag, Lempar bola ke tembok (Wall Pass), Lari cepat 50 M, dan Lempar Bola Medicine.

Hasil PenelitianMelalui Focus Group Discussion (FGD), maka disimpulkan bahawa perlu suatu inovasi dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani untuk meningkatakn motivasi instrinsik dan kemampuan motorik siswa. Selanjutnay berdasarkan hasil studi literatur disusunlah suatu model pembelajaran pendidikan jasmani dalam suatu scenario pembelajaran yang dilengkapi dengan buku panduan guru dan buku jurnal siswa. Selanjutnya buku panduan guru dan buku jurnal siswa ini divalidasi oleh para ahli psikologi pendidikan, psikologi olahraga dan pendidikan jasmani. Melalui analisis CVR (Content Validity Ratio), diperoleh hasil bahwa skenario pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas ini layak untuk digunakan, dengan beberapa revisi pada petunjuk praktis dan contoh pengisian jurnal siswa.Setelah model pembelajaran diterapkan, dan diujicoba, maka diperoleh hasil analisis statistic inferensial sebagai berikut:

Uji T Berpasangan Kelompok Eksperimen Berikutnya ditampilkan analisis statistik uji beda data pre test dan post test pada kelompok eksperimen untuk melihat apakah ada perbedaan motivasi instrinsik dan kemampuan motorik siswa sebelum dan sesudah perlakuan.Tabel 1Hasil Uji T Berpasangan Pre Test Post Test Kelompok Eksperimen

VariabelNMeansdTdfSig

Barrow Motor Ability testPre253538.991066.04-5.63524.000

Post254211.631253.18

Motivasi IntrinsikPre2574.923.121-11.59424.000

Post2592.165.900

Dari Hasil Uji T Berpasangan Pre Test Post Test Kelompok Eksperimen adalah sebagai berikut :1. Rata-rata skor Barrow Motor Ability test pada pengukuran pertama adalah 3538.99 dengan standar deviasi 1066.04. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata skor Barrow Motor Ability test adalah 4211.63 dengan standar deviasi 1253.18. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara skor Barrow Motor ability test pengukuran pertama dan kedua.2. Rata-rata skor motivasi intrinsik pada pengukuran pertama adalah 74.92 dengan standar deviasi 3.121. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata skor motivasi intrinsik adalah 92.16 dengan standar deviasi 5.90.Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara skor motivasi intrinsik pengukuran pertama dan kedua.

Uji T Berpasangan Kelompok Kontrol Berikutnya ditampilkan analisis statistik uji beda data pre test dan post test pada kelompok eksperimen untuk melihat apakah ada perbedaan motivasi instrinsik dan kemampuan motorik siswa sebelum dan sesudah perlakuan.

Tabel 2Hasil Uji T Berpasangan Hasil Pre Test Post Test Kelompok Kontrol

VariabelNMeansdTdfSig

Barrow Motor Ability testPre3936.57251481.41.61424.545

Post3873.55251439.61

Motivasi IntrinsikPre74.24254.176-6.08324.000

Post83.12256.085

Dari Hasil Uji T Berpasangan Pre Test Post Test Kelompok kontrol adalah sebagai berikut :1. Rata-rata skor Barrow Motor Ability test pada pengukuran pertama adalah 3936.57 dengan standar deviasi 1481.41. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata skor Barrow Motor Ability test adalah 3873.55 dengan standar deviasi 1439.61. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,545 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor Barrow Motor ability test pengukuran pertama dan kedua.2. Rata-rata skor motivasi intrinsik pada pengukuran pertama adalah 74.24 dengan standar deviasi 4.176. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata skor motivasi intrinsik adalah 83.12 dengan standar deviasi 6.085. Hasil uji statistik didapatkan nilai 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara skor motivasi intrinsik pengukuran pertama dan kedua.

Uji T Dua Kelompok Berbeda Data Post TestBerikutnya dipaparkan hasil analisis uji beda tes akhir pada kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal ini bertujuan mengetahui apakah ada perbedaan motivasi intrinsik dan kemampuan motorik siswa setelah diberikan perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Tabel 3 Hasil Uji T Dua Kelompok Berbeda Data Post TestVariabelNMeanSdtdfSig

Barrow Motor Ability testEksperimen254211.631253.180.886480.380

Kontrol253873.551439.61

MotivasiIntrinsikEksperimen2592.165.905.33480.000

Kontrol2583.126.08

Dari hasil uji T Dua kelompok berbeda pada data post test didapatkan hasil sebagai berikut :1. Rata-rata hasil Barrow Motor Ability test pada kelompok eksperimen adalah 4211.63 dengan standar deviasi 1253.18, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata hasil Barrow Motor Ability testnya adalah 3873.55 dengan standar deviasi 1439.61. Hasil uji statistik didapatkan nilai sig = 0.380 berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan hasil Barrow Motor Ability test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol meskipun pada nilai rata-rata terdapat perbedaan yang relatif cukup besar.2. Rata-rata hasil motivasi intrinsik pada kelompok eksperimen adalah 92,16 dengan standar deviasi 5,90, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata hasil motivasi intrinsiknya adalah 83,12 dengan standar deviasi 6,08. Hasil uji statistik didapatkan nilai sig=0,000, berarti pada alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan hasil motivasi intrinsik antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.Mengacu pada hasil uji coba pembelajaran di lapangan, maka disusunlah tahapan pembelajaran (sintaks) model pembelajaran pendidikan jasmani berorientasi tugas sebagai berikut : Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Dengan bantuan guru, siswa menetapkan tujuan/target pembelajaran yang harus dicapai Guru menyajikan beberapa pilihan tugas dan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran Dengan bantuan guru, siswa memilih tugas / kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Guru membimbing dan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran Guru mengapresiasi kemajuan belajar dan usaha yang dilakukan siswa secara individual, tanpa membandingkan dengan siswa lain Guru mengevaluasi hasil belajar siswa berdasarkan pencapaian target yang telah ditetapkan dan usaha yang dilakukan untuk mencapai target tersebut

SimpulanBerdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :1. Model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas memiliki tahapan pembelajaran (sintaks) yang meliputi penyampaian tujuan pembelajaran, penetapan target hasil belajar secara individual, penyajian berbagai pilihan kegiatan pembelajaran, pemilihan aktivitas kegiatan pembelajaran oleh siswa, pemotivasian dan pembimbingan, pemberian apresiasi dan pujian secara individual, serta evaluasi hasil belajar secara individual.2. Model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan motivasi instrinsik.3. Sekalipun ada perbedaan rata-rata kemampuan motorik siswa dengan model pembelajaran pendidikan jasmani yang berorientasi tugas lebih tinggi dari siswa di kelompok kontrol, namun belum terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan motorik siswa dibanding kelompok kontrol.

Daftar PustakaAmes.(1992). Achievement Goals and the Classroom: Students Learning Strategies and Motivation Processes. Journal of Educational Psychology. 80 (3): 260-7Barkoukis V, Tsorbatzoudis H & Grouios G (2008). Manipulation of Motivational Climate in Physical Education: Effects of a seven-month intervention. European Physical Education Review. Volume 14 (3): 367-387Depdiknas (2007). Naskah Akademik Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Balitbang, Pusat Kurikulum. Depdiknas. Djamarah, S.B. 2008. Psikologi belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.Eipstein, J.L. 1988. Effective Schools or Effective Students; Dealing with Diversity in R. Haskins and B. Macrae (eds). Policies for Americas Public Schools: Teaching Equity Indicators. Norwood, NJ: AblexGalliger C.C (2009). To BeOr Not To Be... Motivated: A Comparison of Students Goal Orientation Within Direct Instruction and Constructivist Schools. Dissertation. Graduate College of Bowling GreenJagacisnki, C. M, Kumar S, & Kokkinou I (2008). Challenge Seeking: The Relationship of Achievement Goals to Choice of Task Difficulty Level in Ego Involving and Neutral Conditions. Motivation Emotion. 32: 310-322Lawshe, C.H. (1975). A quantitative approach to content validity. Personnel Psychology, (28), 568.Liukkonen, J et.al (2007). Psychology for Physical Educators. Champaign, IL. Human Kinetics Publisher, USLiukkonen J, Barkoukis V, Watt A, & Jaakkola T (2010). Motivational Climate and Students Emotional Experiences and Effort in Physical Education. The Journal of Educational Research. 103: 295-308Maehr, L. Martin & Zusho, A. (2009). Achievement Goal Theory: The past, Present and Future. Handbook of Motivation at School. Edited Wentzel and Wigfield. New York: Routledge, Taylor and Francis Group.Maksum, A. (2005). Olahraga membentuk karakter: Fakta atau mitos. Jurnal Ordik, edisi April vol. 3, No. 1/2005.Maksum, A. (2002). Reaktualisasi Gagasan Baron Pierre de Coubertin dalam Konteks Olahraga Kekinian: Mengkaji ulang hasil Akademi Olimpik ke 5 di Kuala Lumpur, 1-5 April 2002.Morgan K & Carpenter P (2002). Effects of Manipulating the Motivational Climate in Physical Education Lessons. European Physical Education Review. Volume 8 (3): 207-229National Association for Sport and Physical Education (NASPE) (2004). Moving into the Future: National Standard for Physical Education. A guide to conten and assessment. St. Louis; MO: MosbyNicholls, J.G. (1984). Conceptions of Ability and Achievement Motivation. Research on Motivation in Education, 1, 31-56Papaioannou, A. G, Milosis D, Kosmidou E, & Tsigilis N (2007). Motivational Climate and Achievement Goals At The Situational Level of Generality. Journal of Applied Sport Psychology 19: 38-66Priambodo A. (2005). Peran Keluarga dalam Meningkatkan Motivasi Siswa SLTPUntuk Mengikuti Program Pendidikan Jasmani dan Kesehatan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Dasar Vol 6, No 2 hal 61-118. Surabaya. UNESARoberts, G.C (2001) Advances in Motivation in Sport and Exercise. Human Kinetics Publisher, USRusli Lutan. 1988. Belajar Ketrampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti.Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55, 68-78.Santrock, J. W .2009. Psikologi Pendidikan. Educational Psychology. Mc Graw Hill. Jakarta: Salemba Humanika

Singgih, D. dkk. 2004. Psikologi olahraga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia Jakarta.Smith, R.E, Smoll, F.L & Cumming, S.P (2009).Motivational Climate and Changes in Young Athletes Achievement Goal Orientations. Motivation Emotion 33: 173-183Spray,C. (2002) Motivational Climate and Perceived Strategies to Sustain Pupils Discipline in Physical Education, European Physical Education Review Volume 8(1): 5-20Standage, M; Duda J.L & Ntoumanis, N (2003) Predicting Motivational Regulations in Physical Education: the interplay between dispositional goal orientation, motivational climate and perceived competence. Journal of Sport Sciences, 2003. 21, 631-647Standage M, Duda J. L & Pensgaard A. M, (2005) The Effect of Competitive Outcome and Task Involving, Ego Involving, and Cooperative Structures on the Psychological Well Being of Individual Engaged in a Coordination Task: A Self Determination Approach. Motivation and Emotion Vol 29 No 1.Stornes T, Bru E, & Idsoe T (2008). Classroom Social Structure and Motivasional Climate: On the Influence of teachers involvement, teachers autonomy support and regulation in Relation to Motivational Climates in School Classroom. Scandinavian Journal of Educational Research Vo. 52 No 3 : 315-329Sukintaka. 2004. Teori Pendidikan Jasmani Filosofi, Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.Todorovich, R.J 7 Curtner-Smith, M.D (2002) Influence of the motivational climate in physical education on sixth grade pupilss goal orientations European Physical Education Review Volume 8(2): 119-138Waharsono. 1999. Materi Pelatihan Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SD/Pelatih Klub Olahraga Usia Dini. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Pendidikan Dasar.Weinberg, R.S. & Gould, D. (1995). Foundations of sport and exercise psychology. Champaign, IL: Human Kinetics.United Nations (2003). Sport for Development and Peace: Towards Achieving the Millenium Development Goals. Report from the United Nations Inter-Agency Task Force on Sport for Development and PeaceZahariadis P.N, & Biddle S.J.H (2000) Goal Orientations and Participation Motives in Physical Education and Sport: Their relationships in English schoolchildren Online Journal of Sport Psychology, Volume 2 (1)