pengembangan lembar kerja siswa (l ks) materi pewarisan ...digilib.unila.ac.id/55039/3/tesis tanpa...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATERIPEWARISAN SIFAT BERBASIS REPRESENTASI JAMAK
UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUANBERPIKIR KRITIS SISWA DI SMP
(Tesis)
Oleh
DWI FEBRI HIDAYATI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATERIPEWARISAN SIFAT BERBASIS REPRESENTASI JAMAK
UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUANBERPIKIR KRITIS SISWA DI SMP
Oleh
Dwi Febri Hidayati
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKS berbasis representasi jamak
materi pewarisan sifat yang valid, praktis, dan efektif dalam menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Desain penelitian pengembangan ini digunakan
untuk menghasilkan produk dan menguji keefektifannya, sedangkan metode
pengembangan yang dipakai adalah metode penelitian dan pengembangan R & D
(Research and Devolopment) yang diadopsi dari Sugiyono (2009). Sampel
penelitian ini adalah siswa kelas IXd sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas IXb
sebagai kelas eksperimen 2. Kevalidan LKS hasil pengembangan ditunjukkan
dengan hasil validasi ahli yang meliputi aspek kesesuaian isi dan konstruksi.
Kepraktisan LKS dilihat dari keterlaksanaan LKS dan respon siswa. Efektifitas
LKS berbasis representasi jamak dilihat berdasarkan pengelolaan pembelajaran
oleh guru, aktivitas siswa, dan ketercapaian tujuan pembelajaran, yang dalam hal
ini dilihat dari peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Data kemampuan
berpikir kritis siswa yang diperoleh dianalisis menggunakan uji normalitas, uji
perbedaan dua rata-rata dan perhitungan effect size.
Dwi Febri Hidayati
iv
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKS berbasis representasi jamak materi
pewarisan sifat yang dikembangkan memiliki tingkat validitas isi dan konstruksi
dengan kategori valid. Karakteristik LKS yang dikembangkan yaitu dikemas
berdasarkan sintak model discovery learning yang mengacu pada indikator
berpikir kritis dan disusun berdasarkan pendekatan representasi jamak.
Berdasarkan aspek kepraktisan LKS dilihat dari keterlaksanaan LKS berkriteria
sangat tinggi dan respon siswa yang tergolong positif. Efektifitas LKS dilihat dari
aspek pengelolaan pembelajaran dengan kategori tinggi dan selama pembelajaran
siswa juga melakukan aktivitas yang relevan dengan kegiatan pembelajaran
dengan kategori sangat tinggi. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
dapat dilihat dari N-gain dan nilai effect size yang berdasarkan kriteria Cohen's
termasuk kategori “Large”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa LKS
berbasis masalah efektif untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Hasil pengukuran indikator berpikir kritis yaitu memberikan penjelasan sederhana
(elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),
menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance
clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics) mengalami
peningkatan. Peningkatan tertinggi yaitu pada indikator membuat penjelasan
lebih lanjut, sedangkan pada indikator berpikir kritis lainnya memiliki
peningkatan dengan kategori sedang.
Kata kunci: Lembar kerja siswa, representasi jamak, discovery learning,berpikir kritis
ABSTRACT
Developing Student Worksheet Based on Multiple Representation ofInheritance Properties Topic to Improve Students’
Critical Thinking Skill
By
Dwi Febri Hidayati
This study presents the validity of student worksheet based on multiple
representation of inheritance properties topic, practice and the effectivity for
fostering students’ critical thinking ability. The development design of this study
was used to produce products and test their effectiveness, while the development
method used was R & D (Research and Development) method adopted from
sugiyono (2009). The participants who are student form class IXd as experimental
of class I and class IXb as experimental of class II. Student evaluation result
revealed that, on the whole, the suggested activities can fulfill most of the
objective they are designated to achieve and they are suitable for fostering
students’ critical thinking and conformity aspect of content and construction. In
practice it could be seen by how they implement and response to the worksheet.
The effectivity of student worksheet based on multiple representation is from
teacher’s learning management. The data of students’ critical thinking ability was
analyzed using normality test, difference of both average and calculation effect.
vi
The result of the study showed by validity of student worksheet based on multiple
representation of inheritance properties topic in level of conformity content and
construction. The characteristics of student worksheet was defined into two
category that was syntax discovery learning model which is refers to the critical
thinking indicator and plural representation approach. In practical aspects of
student worksheet was seen from the implementation in high criteria the
responses are positive category. Increasing students’ critical thinking could be
seen from N-gain and value effect based on cohen’s criteria including “large”
category. Thus, could be interpreted as student worksheet based on problem is
effective for fostering students’ critical thinking ability.
The result of measurement critical thinking indicator is giving simple explanation
(elementary clarification), build a basic skill, intervention, further clarification,
strategy and tactics and peak of the goals is indicator to make a further
explanation while another indicator has been increased.
Key word : student worksheet, multiple representation, discovery learning,critical thinking
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) MATERIPEWARISAN SIFAT BERBASIS REPRESENTASI JAMAK
UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUANBERPIKIR KRITIS SISWA DI SMP
Oleh
DWI FEBRI HIDAYATI1523025008
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN
Program Studi Keguruan IPAJurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sekincau, Kabupaten Lampung Barat,
Provinsi Lampung pada tanggal 11 Februari 1992, merupakan
anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Saher, S.Ag
dan Ibu Ardiah, S.Pd.I.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah MI (Madrasah Ibtidaiyah) Nurul Iman
Sekincau, Kabupaten Lampung Barat (1997-2003), MTs (Madrasah Tsanawiyah)
Nurul Iman Sekincau, Kabupaten Lampung Barat (2003-2006), MAN (Madrasah
Aliyah Negeri) 1 Model Bandar Lampung (2006-2009), S1 Pendidikan Biologi
Unila (2009-2014).
Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Magister Keguruan IPA
FKIP Unila melalui jalur Seleksi Reguler Universitas Lampung. Selama menjadi
mahasiswi penulis pernah menulis prosiding yang diseminarkan pada seminar
nasional IPA VII yang diselenggarakan oleh jurusan IPA terpadu Fakultas MIPA
UNNES bekerjasama dengan Perkumpulan Pendidik IPA Indonesia (PPII) No
ISBN 978-602-70197-2-0 dan prosiding pada ICMSE (International Conference
on Mathematics, Science, and Education) yang diselenggarakan oleh Fakultas
MIPA UNNES. Peneliti melakukan penelitian pendidikan di SMP Negeri 3
Natar untuk meraih gelar magister pendidikan/M.Pd.
xi
PERSEMBAHAN
Teriring ucapan syukur, Alhamdulilahhirobbillalamin
Tesis ini aku persembahkan untuk:
Pa, Saher Amrullah l Mi, Ardiah
Papa, Ummi, Terimakasih atas cintanya, cinta tanpa ada kata tapi.Setiap untaian doa, motivasi, juga rezeki selalu diberi tanpa mengharapkan
imbalan selain ridho Allah agar anaknyamenjadi solihah dan sukses.
Semoga papa, ummi disayang Allah.Love you much.
Kak, Erwin Wijaya
Kakak, suami tercinta, partner terbaik, terimakasih atas kesabaran,dukungan, candaan, kerjasama, juga perhatian yang tak terukur.
Aku mencintaimu. Semoga kakak disayang Allah.
Dek, Ayyash Zaidan Nurfahmi
Bayiku, partner dan teman belajar segala hal, terimakasih atas kebersamaankita sejak dalam kandungan sampai menuju usia 22 bulan, dari kuliah
sampai menuju wisuda. Bunda banyak belajar dari ayyashdan sama ayyash. Semoga ayyash menjadi anak solih.
Love you baby.
Dek, Ridho Solehur Rohman
Adikku tersayang, teman diskusi dan curhat, terimakasih atas banyak cintajarak jauhnya. Semoga kita menjadi kebanggaan ummi papa.
Love you full.
xii
MOTTO
Dan katakanlah “ Bekerjalah kamu maka Allah akan melihatpekerjaanmu, begitu juga rosul-Nya dan orang-orang mukmin,dan kamu akan di kembalikan kepada (Allah) Yang MahaMengetahui yang ghaib dan yang nyata, laludiberikan-Nya kepada kamu apa yangtelah kamu kerjakan.”(Q.S. At-Taubah:105)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan adakemudahan. sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan.
(Q.S al-insyiroh: 5-6)
Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?(Q.S Ar-Rahman: 13)
xiii
SANWACANA
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Magister
Pendidikan pada Program Studi Magister Keguruan IPA Jurusan Pendidikan
MIPA, FKIP Universitas Lampung. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada baginda nabi Muhammad SAW atas suri tauladan serta syafa’atnya kepada
manusia. Tesis ini berjudul “Pengembangan LKS (Lembar Kerja Siswa)
Materi Pewarisan Sifat Berbasis Representasi Jamak untuk Menumbuhkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di SMP”.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof . Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP UNILA.
2. Bapak Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph.D., selaku Direktur S2 UNILA.
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP UNILA.
4. Bapak Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Ketua Program Studi MKIPA dan
Pembahas II atas segala saran, motivasi, dan bimbingannya.
5. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Pembimbing I sekaligus pembimbing
akademik atas kesediaan, keikhlasan, bimbingan, motivasi dan nasihatnya.
6. Bapak Dr. Sunyono, M.Si., selaku Pembimbing II atas segala bimbingan dan
saran perbaikan serta motivasi yang sangat berharga.
xiv
7. Bapak Prof. Dr. Agus Suyatna, M.Si., selaku Pembahas I dan validator
konstruksi LKS atas masukan, kritik dan saran, bimbingan, serta motivasi
untuk produk yang dihasilkan.
8. Ibu Dra. Dewi Lengkana, M.Sc., selaku validator LKS aspek kesesuaian isi
atas bimbingan, masukan, kritik dan saran, serta nasihatnya.
9. Para dosen dan guruku atas ilmu, nasihat, dan arahan yang sangat bermanfaat.
10. Segenap civitas akademik Jurusan Pendidikan MIPA.
11. Ibu Yenni Yunartin, M.Pd sebagai guru mitra, atas waktu dan kerjasamanya
yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan di MKIPA angkatan 3 (2015): Resti Nurisalfah,
Sasmita Erzana, Sulistyowati, Yenny Yunartin, Ni Wayan Nila, Dwi Jayanti,
Warni, Elviana, Ratna Agustini, Cahyani Lestari, Khoiriah, Fatin Irina Diatri,
Siti Umikasih, serta adik dan kakak tingkat tercinta MKIPA, terima kasih atas
motivasi dan kebersamaan selama ini.
13. Almamater tercintaku, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamin
Bandar Lampung, 2018Penulis
Dwi Febri Hidayati
xv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xx
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 10
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Representasi Jamak ...................................................................... 13
B. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) ................ 21
C. Bahan Ajar LKS (Lembar Kerja Siswa) ...................................... 25
D. Berpikir Kritis ............................................................................. 35
E. Kerangka Pikir ............................................................................. 40
F. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 42
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian.......................................... 44
B. Sumber Data.................................................................................. 44
xvi
C. Desain Penelitian ......................................................................... 45
D. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan LKS ................ 47
E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 53
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 56
G. Teknik Analisis Data .................................................................... 58
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 69
1. Studi Pendahuluan ................................................................ 69
2. Perencanaan dan Pengembangan Produk ............................. 74
3. Uji Coba Terbatas .................................................................. 100
4. Validasi Instrumen Pretes dan Postes .................................... 102
5. Implementasi Produk ............................................................. 103
B. Pembahasan .................................................................................. 115
1. Kevalidan LKS Berbasis Representasi Jamak ....................... 116
2. Kepraktisan LKS Berbasis Representasi Jamak .................... 120
3. Keefektifan LKS Berbasis Representasi Jamak..................... 124
4. Rerata Masing-masing Indikator Berpikir Kritis ................... 127
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...................................................................................... 141
B. Saran ............................................................................................ 141
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 143
LAMPIRAN
1. Analisis SKL-KI-KD .......................................................................... 1502. Silabus.................................................................................................. 1533. RPP ...................................................................................................... 1594. Angket Analisis Kebutuhan Guru ........................................................ 167
xvii
5. Persentase Angket Kebutuhan Guru .................................................... 1706. Angket Analisis Kebutuhan Siswa....................................................... 1727. Persentase Angket Kebutuhan Siswa .................................................. 1748. Kisi-Kisi Soal Pretes dan Postes .......................................................... 1769. Soal Pretes dan Postes.......................................................................... 19110. Instrumen Angket Validasi Isi ............................................................. 19811. Presentase Angket Validasi Isi............................................................. 20212. Instrumen Angket Validasi Konstruk .................................................. 20413. Presentase Angket Validasi Konstruk.................................................. 20714. Instrumen Angket Validasi Isi Guru .................................................... 20815. Presentase Angket Validasi Isi Guru ................................................... 21216. Instrumen Angket Validasi Konstruk Guru ......................................... 21517. Presentase Angket Validasi Konstruk Guru ........................................ 21818. Presentase Kemenarikan Siswa Uji Lapangan Terbatas ...................... 22019. Instrumen Lembar Aktivitas Siswa...................................................... 22220. Analisis Aktivitas Siswa Saat Pembelajaran (Eksp 1) ......................... 22421. Analisis Aktivitas Siswa Saat Pembelajaran (Eksp 2) ......................... 22522. Rekapitulasi Aktivitas Siswa Saat Pembelajaran................................. 22623. Instrumen Lembar Keterlaksanaan ...................................................... 22824. Rekapitulasi Keterlaksanaan Pembelajaran ......................................... 23025. Instrumen Lembar Pengelolaan Kelas ................................................ 23226. Rekapitulasi Kemampuan Guru Mengelola Kelas............................... 23627. Instrumen Angket Respon Siswa Terhadap Pembelajaran .................. 23828. Rekapitulasi Respon Siswa Terhadap Pembelajaran ........................... 24029. Analisis Butir Soal Pretes dan Postes .................................................. 24330. Tabulasi N-gain.................................................................................... 24531. Tabulasi Indikator Berpikir Kritis........................................................ 24932. Analisis Statistik .................................................................................. 25133. Foto Penelitian ..................................................................................... 26834. Surat Izin Penelitian ............................................................................ 27135. Surat Balasan Penelitian ..................................................................... 272
xviii
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbedaan Fakta, Konsep, Prinsip dan Sintak Bahan Ajar ............... 27
2. Kriteria Penggunaan LKS ................................................................. 30
3. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis ..................... 38
4. Desain Pretes-Postes Kelompok Sampel .......................................... 51
5. Kategori Validasi Isi, Konstruk dan Keterbacaan ............................ 60
6. Tafsiran Persentase Angket Studi Pendahuluan ............................... 61
7. Makna Koefisien Korelasi Product Moment ..................................... 64
8. Kriteria N-gain................................................................................... 66
9. Kategori Ukuran Efek........................................................................ 68
10. Hasil Angket Analisi Kebutuhan Guru.............................................. 70
11. Hasil Angket Analisi Kebutuhan Siswa ............................................ 72
12. Persentase Hasil Validasi Aspek Kesesuaian Isi dan Konstruksi LKS 91
13. Hasil Validasi Ahli Aspek Kesesuaian Isi dan Revisi ...................... 94
14. Hasil Validasi Ahli Aspek Konstruksi dan Revisi............................. 97
15. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................... 103
16. Rekapitulasi Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran Kelas Eksp 1 ....... 105
17. Rekapitulasi Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran Kelas Eksp 2 ....... 105
18. Rekapitulasi Respon Siswa Setelah Pembelajaran ............................ 106
xix
19. Rekapitulasi Hasil Kemampuan Pengelolaan Pembelajaran ............. 108
20. Rekapitulasi Aktivitas Siswa ............................................................. 109
21. Rerata Nilai Tes Pretes dan Postes Siswa.......................................... 110
22. Hasil Analisis Uji Normalitas Pretes ................................................. 112
23. Hasil Analisis Uji Normalitas Postes................................................. 113
24. Hasil Analisis Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Eksperimen 1 dan 2 ... 114
xx
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tiga Fungsi Utama Representasi Jamak ........................................... 20
2. Bagan Kerangka Pikir Penelitian....................................................... 43
3. Alur Pengembangan LKS Berbasis Representasi Jamak................... 46
4. Cover LKS......................................................................................... 76
5. Contoh Petunjuk Penggunaan LKS ................................................... 77
6. Contih Tampilan Wacana Pada LKS 1.............................................. 78
7. Contoh Rumusan Masalah Pada LKS 1............................................. 79
8. Contoh Tampilan Wacana Pada LKS 2 ............................................. 80
9. Contoh Rumusan Masalah Pada LKS 2............................................. 80
10. Kolom Untuk Menulis Hipotesis ....................................................... 81
11. Contoh Analisis Persilangan.............................................................. 82
12. Contoh Soal Cerita Persilangan ......................................................... 83
13. Soal Persilangan Yang Harus Dikerjakan Siswa ............................... 83
14. Identifikasi Jenis Tanaman dan Hewan Unggul ................................ 84
15. Analisis Sifat Unggul Hewan dan Tumbuhan ................................... 84
16. Contoh Soal Pengolahan Data LKS 1................................................ 85
17. Contoh Soal Pengolan Data LKS 2…….…… .................................. 86
18. Kolom Verifikasisi…………..……................................................... 87
xxi
19. Kesimpulan LKS 1…………..…… .................................................. 88
20. Kesimpulan LKS ………………..…… ............................................ 89
21. Tampilan Daftar Pustaka………………..…… ................................. 90
22. Tampilan Cover Belakang………..…… ........................................... 90
23. Tampilan Penelusuran Informasi Sebelum Revisi…………............. 94
24. Tampilan Penelusuran Informasi Setelah Revisi ............................... 94
25. Kolom Info Sebelum Revisi .............................................................. 95
26. Kolom Info Dihilangkan.................................................................... 95
27. Judul Pengolahan Data Sebelum Revisi ............................................ 95
28. Judul Pengolahan Data Setelah Revisi .............................................. 95
29. Soal Evalusi No.4 Sebelum Revisi .................................................... 96
30. Soal Evalusi No.4 Setelah Revisi ...................................................... 96
31. Tampilan Kalimat Tujuan Pada Kata Pengantar .............................. 97
32. Tampilan Kalimat Perintah Identifikasi Sifat Sapi Sebelum Revisi.. 97
33. Tampilan Kalimat Perintah Identifikasi Sifat Sapi Setelah Revisi.... 97
34. Kalimat Perintah Pada Pengolahan Data No.3 LKS 1 Sebelum Revisi 98
35. Kalimat Perintah Pada Pengolahan Data No.3 LKS 1 Setelah Revisi 98
36. Kalimat Perintah Pada Evaluasi LKS 1 Sebelum Revisi .................. 98
37. Kalimat Perintah Pada Evaluasi LKS 1 Setelah Revisi ..................... 98
38. Tampilan Rumusan Masalah LKS 2 Sebelum Revisi........................ 99
39. Tampilan Rumusan Masalah LKS 2 Setelah Revisi.......................... 99
40. Tampilan Halaman Pengolahan Data LKS 2 Sebelum Revisi........... 99
41. Tampilan Halaman Pengolahan Data LKS 2 Setelah Revisi............. 99
42. Rata-rata N-gain masing-masing indikator berpikir kritis................. 111
xxii
43. Jawaban Siswa Aspek Kesesuian Indikator Pada LKS ..................... 118
44. Contoh Konstruksi LKS dalam Melatih Representasi Jamak............ 119
45. Contoh Jawaban Siswa dalam Menuliskan Jawaban Sementara ....... 128
46. Soal evaluasi pada LKS Yang Meminta Siswa Memberikan PenjelasanSederhana........................................................................................... 129
47. Jawaban Siswa Pada Indikator Berpikir Kritis Aspek MemberikanPenjelasan Sederhana......................................................................... 129
48. Contoh Jawaban Siswa dalam Mengidentifikaasi Sapi ..................... 130
49. Contoh Jawaban Siswa Pada Indikator Membangun Keterampilan DasarPada Kegiatan Mengumpulkan Data ................................................. 131
50. Jawaban LKS Siswa Pada Indikator Berpikir Kritis AspekMenyimpulkan................................................................................... 131
51. Contoh Soal Persilangan yang Disajikan Pada LKS ......................... 133
52. Contoh Jawaban siswa dalam Proses Penyelidikan dn Iddentifikasi untukmengambil kesimpulan...................................................................... 134
53. Jawaban Siswa Pada Indikator Berpikir Kritis Aspek MemberikanPenjelasan Lanjut............................................................................... 125
54. Jawaban LKS Siswa Pada Indikator Mengatur Strategi dan Taktik.. 139
55. Foto Penelitian ................................................................................... 268
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah adalah kegiatan
pembelajaran. Hal ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
salah satunya tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa (Hasbullah,
2009). Pada hakikatnya, IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,
dan sikap ilmiah. Ditinjau dari tingkat kerumitan dalam penggunaannya, keteram-
pilan proses IPA dibedakan menjadi dua kelompok yaitu keterampilan proses
dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills)
(Moejiono dan Dimyati, 2009). Selain itu, dilihat berdasarkan nilai-nilai IPA,
terdapat beberapa aspek yang terkandung dalam hakikat IPA yaitu: nilai praktis,
intelektual, sosial-budaya, ekonomi, politik, nilai keagamaan, dan juga nilai
pendidikan (Trianto, 2008).
Jika ditinjau berdasarkan nilai pendidikan, IPA bukan hanya sebagai suatu
pelajaran melainkan dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-
nilai tersebut antara lain: keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan penga-
matan dan mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah, memiliki sikap
ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah, dan kecakapan bekerja dan
berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah (Trianto, 2008).
Selanjutnya, cakupan karakteristik IPA yang dipelajari di sekolah juga tidak
2
hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan
pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau
menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda (Djojosoediro, 2012).
Materi IPA yang mempelajari tentang objek dan fenomena alam merupakan hal
yang tidak bisa dipisahkan dari keterampilan berpikir. Hal ini disebabkan karena
mempelajari objek dan fenomena alam dapat dipahami melalui proses berpikir.
Keterampilan berpikir merupakan salah satu kecakapan hidup yang perlu dikem-
bangkan melalui proses pendidikan (Anjarsari, 2014).
Proses mewujudkan karakteristik dan menanamkan nilai IPA tidak dapat terjadi
dengan sendirinya. Guru harus mampu menjadi fasilitator dalam proses pembe-
lajaran, karena guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi pada
jalur pendidikan formal (Undang-undang no 14 tahun 2005). Peranan guru sangat
penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu penge-
tahuan kepeserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan
menjadi contoh karakter yang baik bagi pendidiknya, motivator, inspirator, ino-
vator, dan juga fasilitator dalam keseluruhan proses pembelajaran (Angayank,
2010). Berdasarkan hal ini, guru diharapkan tidak hanya memiliki pemahaman
yang mendalam pada materi tertentu, tetapi juga pengetahuan yang luas yang bisa
membantu pembelajaran dan memfasilitasi pemahaman dan proses pembelajaran
baru (Abdurrahman, 2015).
Pada faktanya, pembelajaran IPA saat ini belum sesuai dengan hakikatnya. Hal
ini terlihat dari beberapa hasil studi internasional terhadap tingkat pencapaian
3
kemampuan sains siswa seperti Programme for International Student Assessment
(PISA ) dan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Berdasarkan data Kemdikbud (2015) pada PISA tahun 2006 untuk rata-rata skor
prestasi literacy sains, nilai rata-rata Indonesia 393, sementara skor rata-rata inter-
nasional adalah 500. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literacy
sains siswa di Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata inter-nasional.
Sedangkan berdasarkan studi TIMSS tahun 2011, pencapaian rata-rata kemam-
puan IPA peserta didik SMP di Indonesia secara umum berada pada level rendah
(54%) (Low International Benchmark) dibawah median internasional (79%). Hal
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan IPA siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan menalar dan kemampuan sains menurut PISA dan
TIMSS diakibatkan oleh banyak faktor, antara lain: akibat dari metode pembela-
jaran yang belum tepat (Astuti, 2014). Kebanyakan proses pembelajaran yang
terjadi di sekolah masih konvensional (Sa’diah, 2013). Pembelajaran masih
dominan berpusat pada guru (Prasetya, 2012). Kemampuan berpikir siswa
cenderung masih berada pada bentuk konkrit, siswa belum terlatih meng-
operasikan kemampuan berpikir abstrak sehingga siswa kesulitan dalam mema-
hami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya (Syaadah, 2013).
Dalam proses pembelajaran yang terjadi di sekolah jika ditinjau dari aspek ke-
terampilan berpikir siswa, pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih banyak
menekankan pada aspek pengetahuan dan pemahaman, sedangkan aspek aplikasi,
analisis, sintesis, dan bahkan evaluasi hanya sebagian kecil dari pembelajaran
yang dilakukan. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih untuk mengem-
4
bangkan daya nalarnya dalam memecahkan permasalahan dan mengaplikasikan
konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. Siswa kurang dilatih
untuk menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi, data, atau
argumen sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat berkembang
dengan baik (Redhana, 2003).
Rendahnya kemampuan siswa ini diperkuat dengan hasil observasi yang
dilakukan dienam SMP Negeri di Lampung yang terdiri atas 8 guru mata
pelajaran IPA dan 23 siswa, yaitu bahwa pembelajaran IPA yang terjadi di
sekolah sebagian besar masih menggunakan ceramah sebagai metode
pembelajaran. Selanjutnya angket dan wawancara pada guru menyatakan bahwa
77,7 % pembelajaran masih didominasi oleh guru/ teacher center, 100%
pembelajaran sudah dibantu menggunakan LKS, namun 63% LKS yang
digunakan didapat dengan cara membeli di pasaran atau LKS yang terdapat pada
buku penuntun, 63% LKS yang digunakan belum mengem-bangkan kemampuan
representasi siswa, dengan kata lain LKS disajikan dalam representasi terbatas,
69,3 % LKS dan metode yang digunakan belum disertai dengan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mengarahkan siswa untuk berpikir kritis.
Hasil analisis wawancara dan angket yang diberikan pada siswa menyatakan
bahwa pembelajaran IPA disekolah masih sangat jarang menggunakan metode
dan model pembelajaran yang melatih penalaran dan representasi siswa, 82,6 %
pembelajaran IPA sudah menggunakan LKS, 56,5 % LKS yang digunakan belum
memudahkan dalam belajar, 95,6 % LKS hanya berisi soal-soal yang jawabannya
bersifat pengetahuan dan dapat disalin dari materi yang ada di dalam LKS yang
5
digunakan, 76,8 % pembelajaran belum melatih siswa dalam mengembangkan
berpikir kritis seperti mengemukakan pertanyaan, alasan dalam berargumentasi,
membuat kesimpulan dan melatihkan cara mengomunikasikan hasil pembelajaran
dengan baik, serta 76,7 % siswa mengemukan bahwa mereka memerlukan LKS
yang mampu menjelaskan konsep-konsep IPA dengan cara merepresentasikan
dalam berbagai bentuk (misalnya gambar, grafik, diagram, dan lain-lain) yang
memudahkan mereka dalam memahami materi yang bersifat abstrak dan sulit
dimengerti.
Kompleksnya permasalahan yang terjadi di atas harus diselesaikan dengan baik
dan tepat agar pembelajaran yang terjadi menjadi lebih bermanfaat dan berarti.
Salah satu metode yang dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran adalah
dengan pembelajaran menggunakan LKS. LKS menurut Sriyono (1992) meru-
pakan salah satu bentuk program yang berlandaskan atas tugas yang harus
diselesaikan dan berfungsi sebagai alat untuk mengalihkan pengetahuan dan
keterampilan sehingga mampu mempercepat tumbuhnya minat siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Fungsi LKS menurut Widjajanti (2008) bukan hanya untuk mempermudah
memahami materi/konsep, tetapi juga mampu menumbuhkan dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Djamarah (2010) menegaskan
bahwa dalam setiap bahan ajar (LKS) harus memiliki isi dengan substansi
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Selain itu terdapat empat tujuan pembuatan
bahan ajar (LKS) yakni membantu peserta didik dalam mempelajari sesuatu,
menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar, memudahkan peserta didik dalam
6
melaksanakan pembelajaran dan agar kegiatan pembelajaran lebih menarik.
Rosalina, dkk (2013) menegaskan bahwa melalui LKS ini akan memudahkan
guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan mengefektifkan waktu, serta
akan menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Selanjutnya, agar pembelajaran lebih menarik dan mampu melatih
penalar-an siswa yang masih rendah perlu adanya pendekatan yang sesuai dengan
karak-teristik dari materi yang akan diajarkan.
Proses penalaran dapat dibangun dengan melatih menggunakan pendekatan
representasi jamak. Dabutar (2007) mengemukkan bahwa dalam representasi
seseorang akan memadukan teks, gambar, dan juga grafik. Pembelajaran dengan
menggunakan beberapa representasi tidak hanya mampu mengasah pengetahuan
dan pemahaman, tetapi juga mampu memilih dan mengolah informasi yang
relevan kemudian mengorganisasikannya ke bentuk lain.
Proses pengorganisasian dan representasi dalam beberapa bentuk dapat member-
kan manfaat yang baik ketika seseorang belajar ide-ide baru yang bersifat
kompleks (Ainsworth, 2006). Representasi jamak mengacu pada berbagai cara
menyajikan informasi. Contoh representasi meliputi kata, simbol, persamaan
lisan, tertulis dan gambar (grafik, foto, diagram, peta, rencana, grafik, tabel dan
statistik). Menggunakan representasi yang tepat dapat membantu karena dapat
diingat lebih lama, mengatasi keterbatasan beban kognitif, dan menggambarkan
hubungan yang tidak jelas. Selain itu, pembangunan representasi juga telah
dikaitkan dengan keberhasilan dalam belajar ilmu. Banyak representasi yang
abstrak dapat menjadi singkat dan mudah dimengerti (Hill, 2014).
7
Pelaksanaan proses pembelajaran dengan representasi jamak yang baik perlu
dilakukan dengan sistematis, agar pembelajaran dapat terfokus dan terstruktur.
Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah model
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat dilakukan adalah
dengan model discovery learning atau model pembelajaran penemuan. Model
pembelajaran discovery learningmengarahkan peserta didik untuk memahami
konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada
suatu kesimpulan. Penemuan konsep tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau
mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu bentuk akhir.
Penggunaan model pembelajran discovery learning mengiginkan kondisi belajar
yang aktif dan kreatif serta mengubah modus ekspository, di mana siswa hanya
menerima informasi dari guru ke modus discovery dimana siswa menemukan
informasi sendiri (Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014).
Penggunaan model yang tepat dan sistematis serta proses yang melibatkan siswa
dalam menemukan informasi sendiri dapat melatih keterampilan berpikir tingkat
tinggi pada siswa, salah satunya yaitu berpikir kritis. Ennis (1991) mengemuka-
kan bahwa berpikir kritis adalah proses berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau
dilakukan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Liliasari (2005) mengemukakan
bahwa berpikir kritis digunakan untuk menganalisis argumen dan memunculkan
wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola
penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias yang mendasari
8
tiap-tiap posisi. Akhirnya dengan pembelajaran yang mengembangkan proses
berpikir kritis dapat memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas
dan meyakinkan.
Berpikir kritis menurut Begg (1987) dan Donald (1985) telah diterima sebagai
salah satu pendekatan tertua dan sangat terkenal untuk keterampilan-keterampilan
kecerdasan; Ryder (1986) menyatakan keterampilan berpikir kritis sangat penting
di dalam aktivitas-aktivitas harian manusia dan hanya pribadi yang cakap yang
memiliki kemampuan untuk berkembang; Gerhard (1971) dan Bayer (1995)
menyatakan berpikir kritis menekankan aspek evaluasi dan sintesis untuk
memahami arti, sehingga menghasilkan pengetahuan tentang penyebab, bukti dan
teori; Facione (1999) menyatakan berpikir kritis dapat dipelajari, diperkirakan,
dan diajarkan (dalam Liliasari dan Tawil, 2013). Oleh sebab itu, pembelajaran di
sekolah sebaiknya harus mampu mengarahkan dan melatih siswa untuk terbiasa
berpikir kritis terutama pada materi IPA.
Karakteristik yang dimiliki masing-masing Materi IPA SMP diantaranya terdapat
konsep-konsep yang bersifat abstrak dan sulit dipahami oleh pembelajar, salah
satunya adalah materi pewarisan sifat. Topcu dan Pekmez (2009), melakukan
penelitian mengenai kesulitan belajar konsep genetika di sekolah menengah yang
ada di Turki, yang didapat dari hasil penelitian tersebut adalah kesulitan siswa
dalam memahami konsep materi genetika (sel, nukleus, kromosom, DNA dan
gen), karakteristik somatik dan sel kelamin, memahami transfor informasi genetik,
memahami penentuan jenis kelamin, dan pengaruh lingkungan pada genetika.
9
Tekaya et al (2001), juga telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi
konsep-konsep sulit dalam ruang lingkup biologi. Hasil dari penelitiannya me-
nunjukkan bahwa yang termasuk konsep-konsep biologi yang sulit dianggap oleh
siswa antara lain sistem hormon, gen dan kromosom, mitosis dan meiosis, sistem
saraf, hukum Mendel (persilangan monohybrid dan dihibrid). Mereka menyata-
kan istilah-istilah seperti gen, alel, kromosom, kromatid, kromatin adalah konsep-
konsep abstrak dan selalu membingungkan, kemudian mereka merasa kesulitan
dalam operasi matematika yang digunakan untuk persilangan Mendel.
Proses pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis sangat penting
dilaksanakan agar siswa mampu menginterpretasikan dan mengembangkan pola
penalaran pada pembelajaran IPA salah satunya pada materi pokok pewarisan
sifat yang bersifat abstrak dan memerlukan pemahaman dengan menggunakan
banyak interpretasi, maka telah dilakukan penelitian mengenai pengembangan
Lembar Kerja Siswa berbasis representasi jamak untuk menumbuhkan keteram-
pilan berpikir kritis siswa. Pembelajaran dengan menggunakan media LKS
tersebut menjadikan siswa tidak lagi hanya mendengar dan sekedar tahu, tetapi
benar-benar memahami pembelajaran secara keseluruhan dan mendalam.
B. Rumusan Masalah
Pernyataan masalah pada penelitian ini adalah “LKS yang digunakan di sekolah,
basis pendekatan dan modelnya belum sesuai dengan tuntutan KD 3.3 dan 4.3
kelas IX yang tercantum dalam standar isi kurikulum 2013, oleh karena itu telah
dikembangkan LKS materi pewarisan sifat berbasis representasi jamak untuk
10
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa ”. Untuk mengarahkan
pengembangan LKS, maka disusun pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana kevalidan (kelayakan) LKS berbasis representasi jamak untuk
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa?
2. Bagaimana kepraktisan LKS berbasis representasi jamak untuk menumbuhkan
keterampilan berpikir kritis siswa?
3. Bagaimana keefektifan pembelajaran dengan bantuan LKS berbasis
representasi jamak untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pengembangan LKS berbasis representasi jamak adalah untuk:
1. Menghasilkan LKS berbasis representasi jamak dalam menumbuhkan
keterampilan berpikir kritis siswa yang memiliki tingkat validitas yang tinggi.
2. Mendeskripsikan kepraktisan LKS berbasis representasi jamak dalam
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa.
3. Mendeskripsikan efektifitas belajar dengan LKS berbasisrepresentasi jamak
dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat:
1. Bagi guru
Dengan pengembangan LKS berbasis representasi jamak diharapkan dapat
memberikan alternatif bagi guru untuk memudahkan menyampaikan
11
pembelajaran kepada siswa, dan pembelajaran yang terjadi didalam kelas tidak
berfokus hanya pada guru.
2. Bagi siswa
Dengan pengembangan LKS berbasis representasi jamak diharapkan dapat
lebih memudahkan siswa dalam memahami pembelajaran dan mempu
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa.
3. Bagi sekolah
Dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan ditingkat SMP/MTs.
4. Bagi peneliti
Peneliti dapat lebih mengasah kemampuannya dalam melakukan penelitian,
membuat pengembangan LKS yang baik dan sesuai dengan kebutuhan siswa
saat ini dan lebih memahami karakteristik dari bahan ajar yang digunakan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. LKS yang dikembangkan adalah berbasis representasi jamak yang menuntut
siswa untuk dapat menyajikan informasi dalam beberapa bentuk dan mengacu
pada sintak dari model discovery learning yang diimplementasikan di kelas IX
SMPN 3 Natar, Lampung Selatan.
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah model
pembelajaran penemuan (Discovery Learning) dimana dengan model pembe-
lajaran mampu melibatkan seluruh kemampuan siswa secara maksimal untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga siswa
12
dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud
adanya perubahan tingkah lak.
3. Keterampilan berpikir kritis siswa yang diamati dalam penelitian ini meliputi
beberapa indikator yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun
keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut, dan
mengatur strategi dan taktik.
4. Validitas produk (LKS) berbasis representasi jamak dapat dilihat dari tingkat
validitas isi, konstruk dan keterbacaan menurut ahli dan praktisi (guru).
5. Kepraktisan suatu pembelajaran merupakan salah satu kriteria kualitas yang
ditinjau dari hasil penilaian pengamat berdasarkan pengamatan selama pelak-
sanaan pembelajaran berlangsung. Kepraktisan dapat dilihat dari: keterlak-
sanaan pembelajaran dan respon siswa setelah pembelajaran (Nieveen, 1999).
6. Keefektifan sangat terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Nieveen
(1999) mengemukakan bahwa keefektifan dilihat dari kemampuan guru
mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran dan ketercapaian
tujuan pembelajaran (dalam penelitian ini ketercapaian tujuan pembelajaran
meliputi menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa).
7. Materi pokok yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah materi
pewarisan sifat SMP.
8. Pada tahap penyebarluasan ini tidak dilaksanakan, karena merupakan tahap uji
lapangan secara luas. Pengujiannya hanya sampai pada uji implementasi saja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Representasi Jamak
Pembelajaran yang terdapat di sekolah sebagian besar bersifat abstrak jika hanya
dibelajarkan menggunakan metode konvensional. Oleh sebab itu, konsep repre-
sentasi jamak timbul karena kebutuhan siswa untuk mengeksplorasi dan melaku-
kan banyak tugas yang beragam yang melibatkan sejumlah besar informasi abs-
trak. Visualisasi informasi merupakan salah satu pendekatan untuk memecahkan
masalah tersebut. Visualisasi yang dimaksud harus melibatkan lebih dari sekedar
memungkinkan peserta didik melihat informasi. Peserta didik juga harus
memanipulasi untuk fokus pada apa yang relevan dan mengorganisasi untuk
menciptakan informasi baru (Sunyono, 2015).
Tantangan lain adalah latar belakang peserta didik yang sangat beragam. Hal ini
mengharuskan guru untuk dapat merancang pembelajaran yang berlaku untuk
semua peserta didik tidak memandang latar belakangnya. Selain itu guru harus
menjamin bahwa peserta didik tersebut secara aktif terlibat dalam kegiatan
belajar, artinya bahan pengajaran harus memberikan tantangan kognitif, tanpa
memandang tingkat perkembangan peserta didik. Dalam kaitan ini, National
Center On Universal Design Learning (UDL) telah melakukan perancangan
materi dan kegiatan belajar/ mengajar yang memungkinkan dicapainya tujuan
belajar oleh semua individu (peserta didik) yang berbeda-beda latar belakang dan
14
kemampuan untuk melihat, mendengar, berbicara, menulis, memahami bahasa,
memperhatikan, mengorganisir, terlibat aktif, dan mengingat (CATS, 2011).
Rumusan CATS tersebut menyangkut aspek-aspek penting dari desain universal
untuk pembelajaran yang memiliki tiga prinsip, yaitu:1. Pembelajaran harus dapat
disajikan dengan berbagai cara (multiple means of representation). Prinsip ini,
dilandasi oleh kenyataan bahwa tidak ada satu cara representasi yang akan optimal
untuk semua peserta didik, sehingga dengan menyediakan berbagai pilihan untuk
representasi sangat penting; 2. Pembelajaran harus memungkinkan para peserta
didik mengekspresikan dirinya dan bertindak dengan berbagai cara (multiple
means of action and expression). Prinsip ini, dilandasi oleh kenyataan bahwa
tidak ada satu cara tindakan dan ekspresi yang akan optimal untuk semua peserta
didik, sehingga dengan menyediakan berbagai pilihan untuk tindakan dan ekspresi
sangat penting; 3. Pembelajaran harus memungkinkan semua peserta didik dapat
terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan belajar (multiple means of engagement).
Hasil penelitian CATS membuktikan bahwa beberapa peserta didik selalu ingin
bekerja sendiri, sementara yang lainnya lebih memilih untuk bekerja dengan
rekan-rekan mereka dalam kelompok.
Dalam kamus ilmiah populer multiple artinya adalah banyak unsur, banyaknya
lebih dari satu, atau berjumlah banyak. Representasi artinya gambaran atau
perwakilan. Jadi, Multi bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar
nyata, atau grafik. Sedangkan model pembelajaran representasi jamak adalah
seseorang yang membaca atau memahami teks yang disertai gambar, aktifitas
yang dilakukannya yaitu: memilih informasi yang relevan dari teks, membentuk
representasi proporsi berdasarkan teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi
15
informasi verbal yang diperoleh ke dalam mental model verbal (Dabutar, 2007).
Selanjutnya, Wu at all (2000) menjelaskan bahwa kemampuan representasi adalah
kemampuan untuk menerjemahkan suatu representasi dari konsep ke bentuk lain,
dan kemampuan untuk menghasilkan atau memilih representasi yang tepat untuk
membuat penjelasan, prediksi, dan pembenaran. Penelitian O’Keefe at all (2014)
menyatakan bahwa integrasi dari berbagai representasi merupakan proses kognitif
penting yang seharusnya tidak dianggap sebagai pengolahan non-esensial.
Namun sebaliknya, proses ini sangat penting. Fungsi dari dua representasi adalah
pelengkap dalam proses melatih kemampuan representasi siswa dalam
memfasilitasi pembelajaran, dan bagian yang berbeda dari proses representasi
mendukung penerimaan dan transfer pengetahuan.
Menurut Ainswort, dkk. (2004), sebelum siswa dapat menyelesaikan masalah,
mereka harus memahami terlebih dahulu tugas-tugas yang terkait dengan
representasi, yaitu: 1) Siswa harus memahami suatu representasi (yaitu; mana
yang merupakan bentuk dan operator dari suatu representasi); 2) Siswa harus
memahami hubungan antara representasi dan domasinnya; 3) Siswa harus
menerjemahkan antar representasi; 4) Jika representasi dirancang mereka sendiri,
siswa perlu memilih, dan membangun representasi yang sesuai.
Representasi jamak mengacu pada berbagai cara menyajikan informasi. Contoh
representasi meliputi kata, simbol, persamaan lisan atau tertulis dan gambar
(grafik, foto, diagram, peta, rencana, grafik, tabel dan statistik). Banyak
representasi yang abstrak dapat menjadi singkat, catatan singkat dilakukan dengan
disiplin ilmu dalam wacana sedemikian rupa sehingga kelancaran berhasil
16
dipusatkan pada disiplin ilmu. Kefasihan representasional merupakan integrasi
dari beberapa perspektif unsur yang masing-masing perspektif berbeda, seperti
pentingnya menerjemahkan antara representasi dan membuat makna dalam
visualisasi data, keterampilan metakognitif diperlukan untuk kompetensi meta
representasional, dan pengakuan dari domain kompetensi representasional
tertentu. Hal yang unik tentang kefasihan representasional adalah bahwa
menggabungkan tingkat ambang batas lintas disiplin kemampuan memberikan
tingkat kenyamanan (kelancaran) dengan menggunakan berbagai representasi
untuk tujuan tertentu dalam disiplin spesialisasi (Hill, dkk 2014).
Ainsworth menyatakan representasi jamak dapat berfungsi sebagai instrumen
yang memberikan dukungan dan memfasilitasi terjadinya belajar bermakna
(meaningful learning) atau belajar yang mendalam (deep learning) pada pem-
belajar. Representasi jamak juga merupakan tools yang memiliki kekuatan untuk
menolong pembelajar mengembangkan pengetahuan ilmiahnya. Oleh karena itu
dengan menggunakan representasi yang berbeda dan model pembelajaran yang
berbeda akan membuat konsep-konsep menjadi lebih mudah dipahami dan
menyenangkan (intelligible, plausible dan fruitful) bagi pembelajar. Hal ini,
karena setiap mode representasi memiliki makna komunikasi yang berbeda
(Malik, 2013). Selain itu, dengan adanya cara penyampaian yang berbeda-beda
tersebut mempunyai fungsi spesialisasi atau pencapaian yang berbeda. Sebagai
contoh, penulisan (writing) cocok untuk menyampaikan even-even, sedangkan
image lebih cocok untuk display (memamerkan), semikian juga aspek-aspek yang
berbeda dari maksud dijelaskan dengan cara-cara yang berbeda dalam
communicational ensemble (Prasetya, 2012).
17
Pada materi kimia, Sunyono (2010) mendefinisikan representasi jamak sebagai
praktik mempresentasikan kembali (representing) konsep yang sama melalui
berbagai bentuk, yang mencakup mode verbal, mode visual, simbolik, grafis, dan
numerik untuk menggambarkan konsep pada level makroskopik, mikroskopik,
dan simbolik. Representasi makroskopis menyangkut pengamatan dengan indra.
Representasi mikroskopis menyangkut hal yang tidak terlihat oleh mata,
sedangkan representasi simbolik adalah dengan menggunakan simbol-simbol.
Deskripsi level-level representasi disajikan dari Gilbert sebagai berikut (Farida,
2012): 1) Representasi makroskopik, merupakan representasi yang diperoleh
melalui pengamatan nyata (tangible) terhadap suatu fenomena yang dapat dilihat
(visible) dan dipersepsi oleh panca indra (sensory level), baik secara langsung
maupun tak langsung. Perolehan pengamatan itu dapat melalui pengalaman
sehari-hari, penyelidikan di laboratorium secara aktual, studi di lapangan ataupun
melalui simulasi; 2) Representasi submikroskopik, merupakan representasi yang
menjelaskan dan mengeksplanasi mengenai struktur dan proses pada level partikel
(atom/ molekular) terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Penggunaan
istilah submikroskopik merujuk pada level ukurannya yang direpresentasikan
yang berukuran lebih kecil dari level nanoskopik. Level representasi
submikoskopik yang dilandasi teori partikulat materi digunakan untuk
mengeksplanasi fenomena makroskopik dalam term gerakan partikel-partikel,
seperti gerakan elektron-elektron, molekul-molekul dan atom-atom. Entitas
submikroskopik tersebut nyata (real), namun terlalu kecil untuk diamati. Operasi
pada level submikroskopik memerlukan kemampuan berimajinasi dan
memvisualisasikan. Model representasi pada level ini dapat diekspresikan mulai
18
dari yang sederhana hingga menggunakan teknologi komputer, yaitu
menggunakan kata-kata (verbal), diagram/gambar, model dua dimensi, model tiga
dimensi baik diam maupun bergerak (berupa animasi); 3) Representasi simbolik
yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu rumus, diagram,
gambar, persamaan reaksi, dan perhitungan matematik. Level representasi
simbolik mencakup semua abstraksi kualitatif yang digunakan untuk menyajikan
setiap item pada level submikroskopik. Abstraksi abstraksi itu digunakan sebagai
singkatan (shorthand) dari entitas pada level submikroskopik dan juga digunakan
untuk menunjukkan secara kuantitatif seberapa banyak setiap jenis item yang
disajikan pada tiap level (Farida, 2012). Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
simbol telah memainkan peranan penting dalam ilmu pengetahuan (Kozma,
2000).
Beberapa model representasi yang digunakan dalam menyampaikan suatu materi
pembelajaran berdasarkan representasi jamak yaitu:
1. Representasi verbal. Representasi verbal atau bahasa adalah kemampuan
menerjemahkan sifat-sifat yang diselidiki dan hubungannya dalam masalah ke
dalam representasi verbal atau bahasa. Representasi ini merupakan
representasi yang amat penting dalam suatu representasi.
2. Representasi matematik. Representasi ini digunakan dalam rumus dan
merupakan pengembangan dari representasi grafik, bar-charts, teks, dan
diagram serta verbal. Lebih sering digunakan untuk menyelesaikan suatu
masalah atau contoh soal.
3. Representasi gambar. Representasi gambar adalah suatu cara menyajikan
materi dengan menampilkan suatu gambar. Representasi ini juga banyak
19
diminati oleh siswa dan sebagian dari mereka lebih cepat memahami suatu
konsep materi dengan representasi ini. Seperti diungkapkan oleh Kohl dan
Finkelstein dalam Rosengrant (2007):
More students prefer the problem statement to be representated with a
picture than eith word, graph or mathematical equations. However, this
does not necessarily make them more successful in solving the problem.
4. Representasi grafik. Representasi grafik adalah suatu penyajian gagasan yang
dihubungkan dengan pemikiran tentang konteks spesifik ilmu IPA. Wittmann
(2006) menambah-kan bahwa representasi grafik digunakan untuk
menguraikan beberapa bentuk perubahan konseptual seperti penambahan, air
terjun kecil, perdagangan besar, dan konstruksi lengkap. Representasi ini juga
digunakan untuk menerjemah-kan masalah matematik dalam gambar atau
grafik.
Chin (2007) menambahkan bahwa diagram seperti grafik memiliki fungsi yang
berbeda, sebagai contoh untuk membandingkan dan memperjelas; meng-
klasifikasi, mengkatagorikan, dan menunjukkan hubungan hierarki; ringkasan
informasi; menunjukkan hubungan diantara konsep-konsep; atau menunjukkan
akibat dari prosedur.
“Diagrams such as graphic organizers also have different functions, for
example, to compare and contrast; vlassify, categorize, and show
hierarchical relationships; summarize information; show relationship
among concepts; or show sequence in procedures”.
Selain itu, dengan grafik mampu memperlihatkan contoh-contoh kuantitatif,
arahan, dan hubungan konseptal yang lebih mudah daripada teks verbal.
“Graphs allow us to see quantitative pattens, trends, covariation, and
conceptual relationship more easily than verbal teks”.
20
5. Representasi dengan simulasi computer. Untuk beberapa masalah, representasi
dengan animasi komputer dapat menerangkan situasi siswa dan membantu
mereka memperagakan pemikiran nyata. Representasi ini lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan alat langsung yang biayanya lebih mahal.
Analisis konseptual mengenai representasi jamak menurut Ainsworth (2006)
memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai pelengkap, pembatas interpretasi, dan
pembangun pemahaman. Pertama: representasi jamak digunakan untuk
memberikan representasi yang berisi informasi pelengkap atau membantu
melengkapi proses kognitif. Kedua: satu representasi digunakan untuk membatasi
kemungkinan kesalahan menginterpretasi dalam menggunakan representasi yang
lain. Ketiga: representasi jamak dapat digunakan untuk mendorong siswa
membangun pemahaman terhadap situasi secara mendalam. Tiga fungsi utama
tersebut dapat dibagi lebih rinci seperti ditampilkan pada gambar berikut:
FUNCTION OF MERs
Gambar 1. Fungsi Utama Representasi Jamak (Ainsworth, 2006)
Complementary
Information Stategy
Complementary
Processes
Task
Complementary
Roles Constrain
Interpretation
Construct Deeper
Understanding
Constrain By
Familiarty Constrain By
Inherent
Properties
Abstraction Relation
Ekstensio
Shared
Information
Difference
Information Individual
Information
21
Penggunaan representasi jamak dapat lebih melengkapi proses dalam menarik
kesimpulan dari informasi yang disajikan. Penjelasan secara verbal melalui teks
akan lebih mudah dipahami ketika dilengkapi dengan gambar atau grafik yang
relevan dengan informasi yang sedang dibicarakan.
B. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Permendikbud No 65 menyatakan bahwa karakteristik pembelajaran pada setiap
satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi.
Ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang
berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas“menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “meng-
ingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keteram-
pilan diperoleh melaluiaktivitas“mengamati, menanya, mencoba, menalar, me-
nyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan pe-
rolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memper-
kuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata
pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan
pembelajaran berbasis Penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).
Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
Metode penemuan (Discovery) menurut Hanafiah dan Suhana (2009) merupakan
suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan
22
siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,
dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku.
Dahar (1996) menyatakan bahwa salah satu model instruksional kognitif yang
sangat berpengaruh ialah model dari Bruner yang dikenal dengan nama belajar
penemuan (discovery learning). Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan
sendirinya meberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna. Belajar bermakna dengan arti seperti
diatas, merupakan satu-satunya macam belajar yang mendapat perhatian Bruner.
Discovery learning merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis dan logis sehingga mereka dapat menemukan
sendiri pengetahuan sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan
perilaku (Hanafiah dan Suhana, 2009).
Metode discovery learning berusaha menggabungkan cara belajar aktif, ber-
orientasi pada proses, mengarahkan peserta didik lebih mandiri dan reflektif.
Metode discovery learning merupakan suatu metode di mana dalam proses belajar
mengajar guru memperkenankan peserta didiknya menemukan sendiri beragam
informasi yang dibutuhkan (Nasih dan Lilik, 2009).
Ketika mengaplikasikan model discovery learning, guru berperan sebagai pem-
bimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
23
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kegiatan belajar
seperti ini mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented (berorien-
tasi pada guru) menjadi student oriented (berorientasi pada siswa). Pada pem-
belajaran dengan model discovery learning, guru harus memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjadi problem solver, seorang saintis, historian atau se-
orang ahli. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan (Kurniasih dan Sani, 2014).
Ada beberapa fungsi metode discovery learning, yaitu sebagai berikut:
1. membangun komitmen dikalangan peserta didik untuk belajar, yang
diwujudkan dengan keterlibatan, kesungguhan dan loyalitas terhadap
mencari dan menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran.
2. membangun sikap, kreatif, dan inovatif dalam proses pembelajaran
dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
3. membangun sikap percaya diri (self confidance) dan terbuka (openess)
terhadap hasil temuannya (Hanafiah dan Suhana, 2009).
Berikut ini merupakan kelebihan dari model discovery learning:
1. pengetahuan itu bertahan lama atau dapat diingat lebih lama.
2. hasil belajar dengan model ini mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil belajar lainnya.
3. secara menyeluruh, belajar dengan model ini meningkatkan penalaran
siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Dahar, 1996).
Adapun kekurangan dari model discovery learning yaitu :
1. harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar bila ber-
hadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara belajar
yang lama.
2. pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan pengembangan aspek konsep, keterampilan dan emosi kurang
diperhatikan.
24
3. pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan siswa.
4. tidak menyediakan kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh
siswa karena telah dipilih lebih dulu oleh guru (Kurniasih dan Sani,
2014).
Terdapat beberapa sintak dari model Discovery Learning menurut Widiadnyana
(2014), yaitu :
1. Stimulation, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari, yang merangsang siswa untuk berpikir serta dapat
mendorong eksplorasi. Timbulnya sikap keingintahuan untuk menyelidiki
sendiri dan tuntutan eksplorasi, maka akan mengarahkan pemikiran siswa
untuk memahami terutama tentang permasalahan yang menjadi topik
pembelajaran.
2. Problem statement, siswa diberikan tanggung jawab untuk merumuskan
hipotesis atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi. Saat
merumuskan hipotesis akan timbul sikap kritis siswa terhadap teori-teori yang
dijadikan dasar dalam menjawab permasalahan. Sikap ini akan memunculkan
penalaran yang empiris untuk memahami informasi yang diperoleh.
3. Data collection, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan eksperimen.
Rasa ingin tahu siswa berkembang ketika siswa melakukan eksperimen. Rasa
ingin tahu siswa juga muncul karena motivasi siswa untuk menemukan
jawaban.
4. Data processing, Tahapan ini melatih siswa untuk menggunakan metode
ilmiah dalam menyelesaikan masalah, sehingga tidak mudah percaya pada
sesuatu yang belum pasti kebenarannya. Eksperimen juga melatih kerjasama
antar siswa. Siswa harus mengesampingkan egoisme. Di sisi lain, dengan
25
eksperimen siswa akan mengingat lebih lama, mengingat siswa memperoleh
pengalaman belajar secara langsung sehingga pembelajaran menjadi bermakna.
5. Verification, siswa melakukan pembuktian, perbaikan, dan pembenaran
terhadap hasil yang diperoleh melalui presentasi dan diskusi kelas. Kegiatan
ini memunculkan sikap kritis, percaya diri, kemauan mengubah pandangan
terhadap jawaban karena terungkap bukti-bukti dari informasi yang telah
dipelajari. Dari kegiatan ini siswa akan memperoleh pemahaman suatu konsep
yang telah dipelajari.
6. Generalization, siswa menarik kesimpulan hasil pembelajaran. Tahap ini dapat
melahirkan sikap kemauan untuk mengubah pandangan, karena pada kegiatan
ini ditetapkan suatu konsep tertentu yang merupakan hasil dari proses
pembelajaran, dan kemungkinan adanya sikap kritis siswa dalam menerima
kesimpulan yang diputuskan mengacu pada konsep yang sebenarnya. Dengan
adanya proses induksi dari hal-hal khusus yang ditemukan dalam proses
pembelajaran menuju pada hal-hal umum yang menjadi kesimpulan, maka
akan terjadi proses konstruksi pengetahuan pada benak siswa yang
memberikan penjelasan konsep sehingga memberikan pemahaman konsep
pada diri siswa.
C. Bahan Ajar LKS
Pentingnya pembuatan bahan ajar dalam suatu pembelajaran yang inovatif
memberikan suatu tanggung jawab tambahan bagi guru untuk memiliki pengeta-
huan tentang bahan ajar. Hal ini tentu saja sebagai acuan bagaimana guru men-
cari, menyusun dan membuat sumber ajar atau media pembelajaran kemudian
26
mengkontruksinya secara sistematis sehingga menjadi bahan ajar yang sesuai
dengan pembelajaran yang dilaksanakan (Abdurrahman, 2015).
Hal yang pertama harus dipahami guru bahwa setiap bahan ajar memiliki
beberapa unsur agar menjadi bahan ajar yang baik untuk digunakan dalam
pembelajaran. Djamarah (2010) mengemukakan bahwa setidaknya ada enam
unsur yang harus dimiliki oleh sebuah bahan ajar, yakni: 1) Petunjuk pembe-
lajaran, unsur ini mencakup petunjuk bagi guru maupun siswa. Unsur ini
menjelaskan cara guru mengajarkan bahan ajar dan cara siswa mempelajari bahan
ajar di dalam proses pembelajaran. 2) Target yang akan dicapai, unsur ini
memaparkan kompetensi yang akan dicapai oleh siswa. 3) Informasi pendukung,
yaitu berbagai macam informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar,
yang membantu siswa untuk lebih mudah menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang akan mereka peroleh. 4) Latihan, unsur ini berisi suatu tugas
yang diberikan kepada siswa untuk melatih kemampuan mereka setelah
mempelajari bahan ajar. 5) Petunjuk kerja atau lembar kerja, adalah unsur yang
berisi sejumlah langkah prosedural cara pelaksanaan kegiatan tertentu yang harus
dilakukan oleh siswa yang berkaitan dengan praktik dan tugas keterampilan
lainnya. 6) Evaluasi, unsur ini merupakan salah satu bagian dari proses penilaian
dan sangat penting dalam pembelajaran. Unsur ini memuat sejumlah pertanyaan
yang ditujukan kepada siswa untuk mengukur penguasaan kompetensi yang telah
dicapai oleh mereka setelah mengikuti proses pembelajaran. Selain unsur,
Djamarah menjelaskan bahwa bahan ajar juga harus memiliki isi dengan substansi
sebagai berikut (Abdurrahman, 2015):
27
1. Pengetahuan
Bagaian ini mencakup fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Guru biasanya
mengalami kesulitan dalam membedakan empat hal ini, akan tetapi dengan terus
menambah pengetahuan dan mengasah keterampilan, guru akan mampu
membedakan hal-hal tersebut.
Table 1. Perbedaan Fakta, Konsep, Prinsip, dan Prosedur
Pengertian Contoh
Fakta Segala hal yang menunjukkan
kenyataan dan kebenaran, mencakup
nama-nama obyek, peristiwa sejarah,
lambang, nama dan tempat, nama
orang, nama bagian atau komponen
suatu benda dan sebagainya.
Ibukota Indonesia adalah
Jakarta, tanaman hijau
memiliki klorofil, dalam satu
jam terdapat 60 menit.
Konsep Segala hal yang menunjukkan
pengertian-pengertian baru yang bisa
muncul sebagai hasil pemikiran,
meliputi; definisi, pengertian, ciri
khusus, hakikat, inti, dan sebagainya.
Mata merupakan alat
penglihatan yang penting
bagi manusia, karena itu
kesehatannya harus dijaga
dengan baik.
Prinsip Hal-hal utama, pokok dan memiliki
posisi terpenting, meliputi dalil,
rumus, adagium, postulat, paradigm,
teorima, serta hubungan antar konsep
yang menggambarkan implikasi sebab
akibat.
Setiap benda yang
mendapatkan gaya dari
benda lain, akan memberikan
gaya yang besarnya sama
namun arahnya berbeda
kepada benda kedua.
Prosedur Langkah-langkah sistematis atau
berurutan dalam mengerjakan suatu
aktivitas dan kronologi suatu sistem.
Langkah-langkah membuat
bahan ajar anatara lain
meliputi hal-hal berikut.
Langkah pertama, menyusun
analisis kebutuhan bahan ajar
yang di dalamnya terdiri atas
analisis, kurikulum, sumber
belajar, serta memilih dan
menentukan bahan ajar.
Langkah kedua, membuat
peta bahan ajar. Langkah
terakhir, mambuat bahan ajar
sesuai dengan strukturnya.
28
2. Keterampilan
Keterampilan merupakan bahan ajar yang diberikan untuk mengembangkan
kompetensi, diantaranya kemampuan mengembangkan dan mengemukakan ide,
memilih dan menggunakan bahan, menggunakan peralatan, teknik kerja, dan lain-
lain. Dan apabila ditinjau dari level teranpilnya siswa, keterampilan dapat
dibedakan menjadi 1) awal; 2) semi rutin; dan 3) rutin (terampil) (Abdurrahman,
2015).
Keterapilan perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa, dengan memperhatikan
bakat, minat dan harapan siswa tersebut. Hal ini dilakukan agar mereka mampu
mencapai penguasaan keterampilan kerja (prevocational skill) yang secara
integral ditunjang oleh keterampilan hidup (life skill) (Abdurrahman, 2015).
3. Sikap
Bahan ajar juga harus berisi kompetensi sikap yang berkaitan sikap ilmiah, antara
lain (Abdurrahman, 2015):
1) kebersamaan, ditunjukkan dengan siswa mampu bekerja berkelompok
dengan orang lain yang berbeda suku, agama, strata sosial, dan lain-lain.
2) kejujuran, ditunjukkan dengan siswa mampu jujur dalam melaksanakan
pengamatan atau percobaan, serta mencatan data sesuai dengan
pengamatan atau percobaan yang dilakukan.
3) kasih sayang, terlihat jika siswa mampu untuk tidak membedakan dan
memberikan perlakuan yang sama pada orang lain yang mempunyai
karakter dan kemampuan social ekonomi yang berbeda.
4) tolong-menolong, yakni mau membantu orang lain yang tanpa
mengharapkan imbalan apapun.
5) semangat dan minat belajar, yakni memiliki semangat, minat dan rasa
ingin tahu.
6) semangat bekerja, ditunjukkan adanya rasa untuk bekerja keras dan belajar
dengan giat.
7) bersedia menerima pendapat orang lain, tidak antipasti terhadap kritik,
serta menyadari dan mengakui kesalahn yang telah diperbuat sehingga
dapat menerima saran dari orang lain dengan hati terbuka dan tidak merasa
sakit hati.
29
Salah satu bahan ajar yang dapat disusun secara sistematis dan juga mampu
menunjang pembelajaran yang inovatif adalah LKS. LKS merupakan salah satu
sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam
kegiatan pembelajaran. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan
sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi.
LKS juga merupakan media pembelajaran, karena dapat digunakan secara
bersama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain. LKS menjadi
sumber belajar dan media pembelajaran tergantung pada kegiatan pembelajaran
yang dirancang (Widjajanti, 2008).
Abdurrahman (2015) mengemukakan bahwa LKS merupakan sejumlah lembar
kerja yang berisi aktivitas yang bisa dilakukan oleh siswa untuk melaksanakan
aktivitas realistis berkaitan dengan benda dan permasalahan yang sedang di-
pelajari. Fungsi dari LKS yaitu sebagai alat yang memberikan kemudahan bagi
siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Prastowo (2013) menerangkan bahwa
LKS merupakan printed learning material yang berisi materi pembelajaran,
ringkasan, dan prosedur pelaksanaan tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa,
yang menjadikan kompetensi dalam kurikulum sebagai acuan yang harus dicapai.
Depdiknas (2008) mengemukakan sejumlah manfaat yang diperoleh dari
pengembangan LKS yaitu:
1. diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa;
2. tidak lagi bergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh;
3. bahan ajar menjadi lebih kaya karena dikembangkan dengan
menggunakan berbagai referensi;
4. menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman dalam pengembangan
bahan ajar;
30
5. bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang
efektif antara guru dengan siswa.
Penyusunan LKS menurut Abdurrahman (2015) harus mengacu pada beberapa
kriteria, yakni tujuan penyusunanya, bahan ajar penyusunnya, kebutuhan siswa,
dan prinsip penggunaannya. Hal ini dapat jelas terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 2. Kriteria Penggunaan LKS
Kriteria Penjelasan
Tujuan Pembuatan Memberikan penguatan dan penunjang tujuan
dan indikator yang aka dicapai dalam
pembelajaran berdasarkan kompetensi dalam
kurikulum yang berlaku.
Membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran
Memberikan pengalaman belajar yang kaya di
dalam kelas
Memotivasi siswa
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan dan kemampuan
memecahkan masalah serta menanamkan sikap
ilmiah
Bahan Penyusun Harus tersusun secara logis dan sistematis
Memperhatikan kemampuan dan tahap
perkembangan siswa
Mampu memberikan motivasi siswa untuk
mengembangkan rasa ingin tahu
Bersifat kontekstual
Kebutuhan Siswa Menarik siswa untuk berpartisipasi
Bersifat atraktif
Meningkatkan rasa percaya diri siswa
Mendorong siswa untuk mengetahui lebih
banyak
Diksi yang digunakan memperhatikan tahap
perkembangan dan usia siswa
Prinsip Penggunaan Bukan sebagai pengganti guru dalam
pembelajaran, tetapi sebagai sarana untuk
membantu guru agar mencapai tujuan
pembelajaran
31
Kriteria Penjelasan
Digunakan untuk menumbuhkan minat untuk
berpartisipasi siswa dalam pembelajaran, baik itu
melalui diskusi maupun percobaan
Guru tetap mempersiapkan diri dalam mengelola
kelas
Sementara itu untuk menyusun sebuah LKS, Abdurrahman (2015) menjelaskan
bahwa guru bisa memulai dengan melakukan kajian kurikulum, yakni dengan:
1. mengkaji KI, KD, indikator dan materi yang akan diajarkan;
2. melakukan pemetaan bagian mana saja yang membutuhkan LKS di
dalam pembelajarannya (berdasarkan kajian);
3. menentukan judul LKS yang akan dibuat;
4. menulis LKS;
5. menentukan alat penilaian LKS tersebut, yang secara umum menilai
pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa; produk yang dihasilkan;
batasan waktu yang telah disepakati; jawaban siswa atas pertanyaan-
pertanyaan.
LKS menurut Widjajanti (2008) selain sebagai media pembelajaran juga
mempunyai beberapa fungsi yang lain, yaitu: 1) Merupakan alternatif bagi guru
untuk mengarahkan pengajaran atau memper-kenalkan suatu kegiatan tertentu
sebagai kegiatan belajar mengajar; 2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses
pengajaran dan menghemat waktu penyajian suatu topic; 3) Dapat untuk
mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa; 4) Dapat
mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas; 5) Membantu siswa dapat
lebih aktif dalam proses belajar mengajar; 6) Dapat membangkitkan minat siswa
jika LKS disusun secara rapi, sistematis mudah dipahami oleh siswa sehingga
mudah menarik perhatian siswa; 7) Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri
siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu; 8) Dapat
mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena
Lanjutan Tabel 2
32
siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya; 9) Dapat
digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin; 10) Dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
Cara penyajian materi pelajaran dalam LKS meliputi penyampaian materi secara
ringkas kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif misalnya latihan soal, diskusi
dan percobaan sederhana. Selain itu penyusunan LKS yang tepat dapat digunakan
untuk mengembangkan keterampilan proses.
a. Kriteria Kualitas Lembar Kerja Siswa
Keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar
mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu
syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik (Widjajanti, 2008).
1. Syarat- syarat didaktik
Mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat digunakan
dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih menekankan
pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada
variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa. LKS diharapkan
mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial, emosional,
moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh
tujuan pengembangan pribadi siswa.
2. Syarat konstruksi
Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa
kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.
33
3. Syarat teknis
Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan
penampilannya dalam LKS.
b. Syarat – Syarat Didaktik Penyusunan LKS
LKS yang berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat
dijabarkan sebagai berikut (Widjajanti, 2008):
1. mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran.
2. memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep.
3. memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.
4. dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral,
dan estetika pada diri siswa.
5. pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.
c. Syarat Konstruksi Penyusunan LKS
Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan
bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan, yang pada
hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna,
yaitu anak didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut yaitu (Widjajanti, 2008):
menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak dan
menggunakan struktur kalimat yang jelas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas maksudnya, yaitu: 1)
Hindarkan kalimat kompleks; 2) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya
“mungkin”, “kira-kira”; 3) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif
ganda; 4) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negative; 5)
Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak; 6)
Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang kompleks, dapat
34
dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana dulu; 7) Hindarkan
pertanyaan yang terlalu terbuka; 8) Merupakan isian atau jawaban yang didapat
dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan
pengetahuan yang tak terbatas; 9) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar
kemampuan keterbacaan siswa; 10) Menyediakan ruangan yang cukup untuk
memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada
LKS. Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau
menggambar sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini dapat juga memudahkan
guru untuk memeriksa hasil kerja siswa; 11) Menggunakan kalimat yang
sederhana dan pendek. Kalimat yang panjang tidak menjamin kejelasan instruksi
atau isi. Namun kalimat yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan;
12) Gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih dekat pada
sifat konkrit sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat “formal” atau abstrak
sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak; 13) Dapat digunakan oleh anak-anak,
baik yang lamban maupun yang cepat; 14) Memiliki tujuan yang jelas serta
bermanfaat sebagai sumber motivasi; 15) Mempunyai identitas untuk
memudahkan administrasinya. Misalnya, kelas, mata pelajaran, topik, namaatau
nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.
d. Syarat Teknis Penyusunan LKS
Syarat teknis penyusunan LKS menurut Widiadyana (2014) yaitu:
a) Tulisan
1. Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi.
2. Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang
diberi garis bawah.
3. Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu baris.
35
4. Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawabann
siswa.
5. Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar
serasi.
b) Gambar
Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi
dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS.
c) Penampilan
Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan tertarik pada
penampilan bukan pada isinya.
D. Berpikir Kritis
Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Kemampuan berpikir kritis setiap individu berbeda antara
satu dengan lainnya sehingga perlu dipupuk sejak dini. Berpikir terjadi dalam
setiap aktivitas mental manusia berfungsi untuk memformulasikan atau menye-
lesaikan masalah, membuat keputusan serta mencari alasan.
Menurut Ennis (1991) berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif
dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau
dilakukan. Mengetahui kecenderungan dan kemampuan sangat penting supaya
seorang menjadi pemikir yang kritis. Hal ini akan membantu menyadari tentang
disposisi dan kemampuan tersebut dehingga dapat dipastikan ia dapat menerapkan
pola berpikir kritis di dalam kelas atau kehidupan sehari-hari (Fitriawati 2010).
Sedangkan Berpikir kritis menurut Mustaji (2012) adalah berpikir secara ber-
alasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang
36
harus dipercayai atau dilakukan. Berikut adalah contoh-contoh kemampuan
berpikir kritis, misalnya (1) membanding dan membedakan, (2) membuat
kategori, (2) meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, (3) menerangkan
sebab, (4) membuat sekuen/urutan, (5) menentukan sumber yang dipercayai, dan
(6) membuat ramalan.
Berpikir kritis mencakup keterampilan menafsirkan dan menilai pengamatan,
informasi, dan argumentasi. Berpikir kritis meliputi pemikiran dan penggunaan
alasan yang logis, mencakup ketrampilan membandingkan, mengklasifikasi,
melakukan pengurutan (sekuensi), menghubungkan sebab dan akibat,
mendeskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian, memberi alasan
secara deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan, perumusan hipotesis, dan
penyam-paian kritik. Berpikir kritis mencakup penentuan tentang makna dan
kepentingan dari apa yang dilihat atau dinyatakan, penilaian argumen, per-
timbangan apakah kesimpulan ditarik berdasarkan bukti-bukti pendukung yang
memadai (Murti, 2011). Selain itu, Bayer (1995) mengemukakan bahwa berpikir
kritis digunakan dan diajarkan karena dapat membantu memproses ide-ide dan
informasi secara lebih efektif. Selain itu, berpikir kritis juga digunakan untuk
menentukan kualitas sebuah kesimpulan dalam berbagai subjek.
Liliasari (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis untuk menganalisis
argument dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi,
untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi
dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi. Akhirnya dapat memberikan model
presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan.
37
Menurut Tawil dan Liliasari (2013) berpikir kritis dalam pembelajaran IPA dapat
dilihat dan diamati dengan menganalisis indikator yang telah disesuaikan dengan
karakteristik mata pelajaran IPA. Indikator-indikator tersebut mencakup: (1)
mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan atau masalah; (2) mengidentifikasi
kesimpulan, mengidentifikasi alasan yang dikemukakan, mengidentifikasi alasan
yang tidak dikemukakan, menemukan persamaan dan perbedaan, mengidentifikasi
hal yang relevan, menemukan struktur/rumus, merangkum; (3) menjawab
pertanyaan mengapa, menjawab pertanyaan tentang alasan utama, menjawab
pertanyaan tentang fakta; (4) menyesuaikan dengan sumber, memberikan alasan,
kebiasaan berhati-hati; (5) melaporkan berdasarkan pengamatan, melaporkan
generalisasi eksperimen, mempertegas pemikiran, mengondisikan cara yang baik;
(6) menginterprestasikan pertanyaan; (7) menggeneralisasikan, meneliti; (8)
menerapkan prinsip/rumus, mempertimbangkan alternatif; (9) menentukan
strategi terdefinisi, menentukan definisi materi subjek; (10) mengidentifikasi
asumsi dari alasan yang tidak dikemukakan, mengonstruksi pernyataan; (11)
merumuskan masalah, memilih kriteria untuk mempertimbangkan penyelesaian,
merumuskan alternatif penyelesaian, menentukan hal yang dilakukan secara
tentatif, merangkum dengan mempertimbangkan situasi lalu memutuskan; dan
(12) menggunakan strategis logis.
Menurut Ennis (1991) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam
lima kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana
(elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),
menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance
clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian lima
38
indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel 2.3
di bawah ini:
Tabel 3. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis
No Kelompok Indikator Sub Indikator
1 Memberikan
penjelasan
sederhana
Memfokuskan
pertanyaan
Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban
Menjaga kondisi berpikir
Menganalisis argumen Mengidentifikasi kesimpulan
Mengidentifikasi kalimat-
kalimat pertanyaan
Mengidentifikasi kalimat-
kalimat bukan pertanyaan
Mengidentifikasi dan
menangani suatu
ketidaktepatan
Melihat struktur dari suatu
argumen
Membuat ringkasan
Bertanya dan
menjawab pertanyaan
Memberikan penjelasan
sederhana
Menyebutkan contoh
2 Membangun
keterampilan
dasar
Mempertimbangkan
apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak
Mempertimbangkan keahlian
Mempertimbangkan
kemenarikan konflik
Mempertimbangkan
kesesuaian sumber
Mempertimbangkan
penggunaan prosedur yang
tepat
Mempertimbangkan risiko
untuk reputasi
Kemampuan untuk
memberikan alasan
Mengobservasi dan
mempertimbangkan
laporan observasi
Melibatkan sedikit dugaan
Menggunakan waktu yang
singkat antara observasi dan
laporan
Melaporkan hasil observasi
Merekam hasil observasi
Menggunakan bukti-bukti
39
No Kelompok Indikator Sub Indikator
yang benar
Menggunakan akses yang
baik
Menggunakan teknologi
Mempertanggungjawabkan
hasil observasi
3 Menyimpulkan Mendeduksi dan
mempertimbangkan
hasil deduksi
Siklus logika Euler
Mengkondisikan logika
Menyatakan tafsiran
Menginduksi dan
mempertimbangkan
hasil induksi
Mengemukakan hal yang
umum
Mengemukakan kesimpulan
dan hipotesis
Mengemukakan hipotesis
Merancang eksperimen
Menarik kesimpulan sesuai
fakta
Menarik kesimpulan dari
hasil menyelidiki
Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan latar belakang
fakta-fakta
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan akibat
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
berdasarkan penerapan fakta
Membuat dan menentukan
hasil pertimbangan
4 Memberikan
penjelasan
lanjut
Mendefinisikan istilah
dan
mempertimbangkan
suatu definisi
Membuat bentuk definisi
Strategi membuat definisi
Bertindak dengan
memberikan penjelasan
lanjut
Mengidentifikasi dan
menangani ketidakbenaran
yg disengaja
Membuat isi definisi
Mengidentifikasi
asumsi-asumsi
Penjelasan bukan pernyataan
Mengonstruksi argumen
5 Mengatur
strategi dan
taktik
Menentukan suatu
tindakan
Mengungkap masalah
Memilih kriteria untuk
mempertimbangkan solusi
Lanjutan Tabel 3
40
No Kelompok Indikator Sub Indikator
yang mungkin
Merumuskan solusi alternatif
Menentukan tindakan
sementara
Mengulang kembali
Mengamati penerapannya
Berinteraksi dengan
orang lain
Menggunakan argumen
Menggunakan strategi logika
Menggunakan strategi
retorika
Menunjukkan posisi, orasi,
atau tulisan
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan tinjauan pustaka diketahui bahwa pendekatan representasi jamak
menekankan pada proses menalar. Prinsip dari representasi jamak yaitu
pembelajaran harus dapat disajikan dengan berbagai cara. Penggunaan LKS yang
berbasis representasi jamak, dapat membantu siswa mempermudah proses belajar,
hal ini karena representasi jamak mampu merefleksikan berbagai pelajaran
terutama yang bersifat abstrak dengan beberapa representasi. Pengrefleksian ini
bertujuan untuk memudahkan dalam penjelasan konsep-konsep. Banyak konsep
yang bersifat abstrak yang ketika dipelajari dengan pengajaran konvensional
membuat siswa semakin bingung dan sulit untuk dimengerti. Pembelajaran
dengan LKS berbasis representasi jamak membuat proses pembelajaran yang
terjadi di sekolah menjadi lebih mudah dan lebih berarti.
Selain itu, pembelajaran menggunakan model penemuan (discovery learning)
merupakan model pembelajaran yang dirancang secara sistematis sehingga siswa
dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya
Lanjutan Tabel 3
41
sendiri. Sintak dari model discovery learning yang meliputi stimulasi/
merangsang (stimulation), membuat dugaan (problem statement), mengumpulkan
data (data collection), memproses data (data processing), pembuktian (verifikasi),
dan menarik kesimpulan (generalization).
Langkah awal pembelajaran discovery learning adalah memberikan stimulasi.
Siswa diminta untuk menhamati fenomena mengenai keunggulan Sapi Brahman
dari segi bobot daging, postur tubuh dan daya tahan tubuh yangkuat terhadap
penyakit. Fenomena ini menjadi acuan dalam penyelidikan pada tahap
berikutnya. Langkah kedua adalah membuat dugaan. Pada LKS yang
dikembangkan peneliti, telah tersedia rumusan masalah mengenai cara
menghasilkan sapi unggul. Melalui langkah ini, siswa dilatih untuk mencari
informasi sesuai fenomena yang telah diamati sehingga siswa akan terpicu untuk
memberikan banyak ide jawaban/ hipotesis dari penyelesaian masalah tersebut.
Langkah ketiga yaitu mengumpulkan data. Pada tahap ini siswa akan diberikan
kesempatan untuk bereksperimen melalui proses persilangan yang disajikan
peneliti dalam LKS. Selain itu, pada tahap ini siswa diminta untuk memahami
isilah yang berkaitan dengan pewarisan sifat, sehingga eksperimen yang dilakukan
siswa menimbulkan rasa ingin tahu dan memotivasi siswa untuk belajar materi
pewarisan sifat. Langkah keempat yaitu memproses data, siswa melakukan latihan
persilangan dalam berbagai bentuk persoalan yang dikerjakan menggunakan
metode ilmiah. Tahap ini memungkinkan siswa untuk mengingat pengalaman
belajar dan hasil eksperimen karena siswa melakukan secara langsung, sehingga
tidak akan mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti kebenarannya.
42
Langkah kelima adalah pembuktian, siswa akan melakukan presentasi untuk
membuktikan terhadap hasil eksperimen yang telah dilakukan. Selain melakukan
pembuktian, siswa pula melakukan perbaikan dan pembenaran mengenai materi
pewarisan sifa secara utuh. Langkah tekakhir adalah menarik kesimpulan.
Langkah ini membuat siswa mengkonstruksikan pengetahuan yang ada
dibenaknya, melahirkan kemauan untuk mengubah pandangannya serta
memahami inti dari konsep materi yang dipelajari.
Pembelajaran menggunakan LKS berbasis representasi jamak yang dikembangkan
peneliti membantu siswa memahami karakteristik materi pewarisan sifat, selain
itu juga siswa dituntun untuk mengidentifikasi pernyataan, memberikan argument,
memberikan penjelasan dari fenomena, menyebutkan contoh, melakukan
observasi, memperoleh data, mengolah data, sampai pada menarik kesimpulan
sehingga tidak hanya pemahaman mengenai materi yang dikuasai tetapi juga
mampu menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa. Untuk lebih jelasnya,
kerangka pikir dapat dilihat pada gambar 2.2.
F. Hipotesis Penelitian
Lembar kerja siswa (LKS) berbasis representasi jamak pada materi pewarisan
sifat menggunakan model pembelajaran discovery learning efektif dalam
menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa.
43
Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir
Masalah yang dihadapi di lapangan:
1. Pembelajaran konvensional/teacher center
2. Pembelajaran hanya menekankan pada aspek
pengetahuan dan pemahaman.
3. Siswa kurang terlatih untuk mengembangkan daya
nalarnya
4. Penggunaan LKS masih sangat jarang
5. LKS yang digunakan belum melatih berpikir kritis
siswa (LKS pasaran)
6. Siswa belum faham mengenai materi yang bersifat
abstrak
Standar Isi:
1. RPP
2. Silabus
3. Analisis SK dan KD
4. Materi (Pewarisan Sifat)
5. Karakteristik materi
pewarisan sifat
digunakan sehari-hariStandar
Proses:
1. Kemampuan guru dalam
mengajar
2. Model pembelajaran yang
digunakan
Representasi jamak:
Praktik merepresentasikan
kembali konsep yang sama
melalui berbagai bentuk yang
mencakup verbal, visual,
simbolik, grafis dan numerik.
Discovery Learning:
1. Stimulation
2. Problem statement
3. Data collection
4. Data processing
5. Verification
6. Generalization
LKS Berbasis
Representasi jamak
BERPIKIR KRITIS 1. Memberikan penjelasan sederhana
2. Membangun keterampilan dasar
3. Menyimpulkan
4. Memberikan penjelasan lanjut
5. Mengatur strategi dan taktik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk meng-
hasilkan suatu produk dan mengetahui kualitas produk yang dikembangkan dilihat
dari segi kevalidan, kepraktisan dan keefektifannya. Adapun produk yang
dihasilkan dari penelitian ini berupa bahan ajar berbentuk LKS berbasis
representasi jamak pada materi pewarisan sifat untuk siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau sederajat. Lokasi penelitian pendahuluan pada penelitian ini
adalah di beberapa SMP di Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Kemudian
lokasi pada tahap uji implementasi yaitu di SMP N 3 Natar Lampung Selatan.
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran IPA Kelas IX dan
siswa SMP kelas IX. Pada tahap studi pendahuluan, yang menjadi sumber data
adalah 8 guru mata pelajaran IPA dan 23 siswa yang berasal dari enam SMP
Negeri. Pada tahap uji coba produk, yang menjadi sumber data adalah 3 guru
mata pelajaran IPA di SMP Negeri dan 25 siswa SMP yang telah menerima
pembelajaran materi pewarisan sifat. Sedangkan pada tahap Uji implementasi
yang menjadi sumber data adalah 2 guru IPA kelas IX dan 72 siswa kelas IX (dua
kelas).
45
C. Desain Penelitian
Metode penelitian menurut Sugiyono (2011) pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang
diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang mempunyai
kriteria yaitu valid, reliable dan obyektif. Selanjutnya, Sugiyono (2009) menge-
mukakan bahwa metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan
produk tersebut. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian
yang bersifat analisis kebutuhan (digunakan metode survei atau kualitatif) dan
untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat
luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut
(digunakan metode eksperimen). Metode pengembangan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan R & D (Research and
Development) yang diadobsi dari Sugiyono. Berikut ini merupakan langkah-
langkah penggunaan metode Research and Development (R&D): 1) Potensi dan
masalah. 2) Mengumpulkan informasi. 3)Desain produk. 4) Validasi desain. 5)
Perbaikan desain. 6) Uji coba produk. 7) Revisi produk. 8) Uji coba pemakaian.
9) Revisi produk. 10) Produksi massal. Tahap yang dilakukan hanya sampai pada
tahap Uji coba pemakaian/ Uji implementasi. Untuk memperjelas prosedur
penelitian, maka proses penelitian digambarkan dalam diagram alur pada gambar
3.1:
46
Studi pustaka Survei lapangan
Keterangan :
= Aktivitas
= Hasil (berupa produk LKS)
= Pilihan terhadap hasil analisis
= Arah proses / aktivitas berikutnya
= Arah siklus kegiatan / aktivitas
Gambar 3. Alur Pengembangan LKS Berbasis Representasi Jamak
Menggunakan Model Discovery Learning
Uji coba terbatas LKS
berbasis representasi jamak
(penilaian guru dan respon
siswa)
Revisi hasil penilaian
guru dan respon siswa
Penilaian keterlaksanaan
LKS pada pembelajaran
untuk mengetahui
kepraktisan LKS
Studi lapangan berupa pengisian angket oleh
guru dan siswa, serta analisis LKS yang
ya tidak
Valid
Revisi Draft II LKS
ya
- Analisis KI dan KD
- Pengembangan Silabus
- Pembuatan RPP
- Literatur LKS yang baik
- Literatur model discovery learning
- Literatur Pendekatan Representasi
jamak
- Literatur Berpikir Kritis
Penyusunan instrumen (angket)
tidak
Merumuskan masalah
Pengumpulan informasi
Angket untuk lembar
survei lapangan (untuk
guru dan siswa)
Valid
- Penyusunan produk berupa lembar
kerja siswa berbasis representasi jamak
- Penyusunan instrumen penilaian
terhadap produk (angket, lembar
observasi)
Draft I LKS Validasi
ahli ke 1
Revisi hasil
validasi Draft II LKS
Draft III LKS
Pemberian tes kepada
siswa untuk mengetahui
keefektifan LKS dilihat
dari hasil belajar siswa
valid
valid
valid
tidak
ya
47
D. Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan LKS
Berdasarkan alur penelitian di atas, maka dapat dijelaskan langkah-langkah yang
dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
Penelitian berangkat dari adanya masalah. Masalah adalah kesenjangan antara
yang diharapkan dengan yang terjadi. Masalah pada penelitian ini adalah LKS
yang beredar belum berbasis representasi jamak. Data tentang masalah dicari agar
produk yang dihasilkan dapat bermanfaat.
2. Mengumpulkan informasi
Setelah masalah dapat ditunjukkan secara faktual, selanjutnya peneliti
mengumpukan berbagai informasi yang digunakan sebagai bahan untuk
merencanakan produk yang dapat mengatasi masalah tersebut. Adapun dalam
tahap mengumpulkan informasi, peneliti melakukan:
a). Studi Kepustakaan
Produk yang dikembangkan berupa LKS berbasis representasi jamak. Pada tahap
ini dilakukan analisis terhadap standar isi, KI dan KD IPA SMP dan buku IPA
SMP sehingga diperoleh pokok bahasan yang dijadikan bahan penelitian adalah
pewarisan sifat yang terdapat pada materi IPA SMP kelas IX semester II. Selain
itu dilakukan pengembangan silabus dan pembuatan RPP yang digunakan ketika
proses penelitian berlangsung, serta mencari beberapa literatur mengenai LKS,
48
kriteria LKS yang baik, model discovery learning, pendekatan representasi jamak
dan berpikir kritis.
b). Survei Lapangan
Survei di lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi yang terjadi saat pembela-
jaran materi pewarisan sifat dan juga untuk mengukur keterbutuhan produk yang
dibuat. Survei lapangan dilakukan pada 8 guru dan 23 Siswa SMP kelas IX.
Setelah dibuat, instrument diberikan pada pakar untuk dikoreksi, kemudian digu-
nakan setelah mendapatkan validasi dari pengujian pakar.
3. Penyusunan LKS berbasis representasi jamak
Penyusunan LKS berbasis representasi jamak dilakukan didasarkan pada beberapa
aspek, seperti kriteria LKS yang baik, penyesuaian LKS dengan materi pembela-
jaran, karakteristik pendekatan representasi jamak dan sintak pembelajaran
dengan model discovery learning. Hal-hal yang dilakukan pada tahap
penyusunan produk adalah:
a) Menganalisis kurikulum, yaitu meliputi analisis KI-KD, analisis konsep,
membuat silabus dan RPP. Langkah ini sudah dilakukan pada tahap studi
kepustakaan.
b) Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS disesuaikan dengan jumlah per-
temuan atau jumlah LKS yang dikembangkan. Contoh: LKS pada pertemuan
ke satu diberi judul “Lembar Kerja Siswa 1”.
c) Menyusun materi yang disajikan dalam LKS. Memperhatikan struktur LKS
seperti judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja. Langkah-langkah dalam
49
LKS yang dikembangkan disesuaikan dengan langkah-langkah menggunakan
model discovery learning meliputi stimulasi, identifikasi masalah, pengum-
pulan data, pengolahan data, verifikasi dan generalisasi.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk menilai desain produk juga dibuat/
disusun pada tahap ini. Instrumen penelitian meliputi angket validasi ahli, angket
penilaian guru, angket respon siswa, lembar observasi keterlaksanaan LKS dan
instrumen tes untuk mengetahui hasil belajar.
Menurut Nieveen (2007), suatu intervensi dikatakan berkualitas jika memenuhi
aspek-aspek 1) Relevansi (Relevance,referred to ascontentvalidity),
2) Konsistensi (Consistency, referred to asconstruct validity), 3) kepraktisan
(practicality), 4) keefektifan (effectiveness). Aspek relevansi berkenaan dengan
validitas isi dan aspek konsistensi berkenaan dengan validitas konstruk. Kevalid-
an LKS didasarkan menurut penilaian ahli/ validator. Produk dikatakan praktis
apabila mudah digunakan oleh penggunanya (dalam hal ini yaitu guru dan siswa).
Produk dikatakan efektif apabila menggunakan produk ini (LKS) dapat meng-
hasilkan sesuatu yang diinginkan, misalnya hasil belajar yang baik.
4. Validasi LKS berbasis representasi jamak.
Dalam proses penyusunan LKS berbasis representasi jamak, peneliti melakukan
validasi terhadap pakar yaitu untuk mengukur aspek kesesuaian isi dan konstruksi.
Dosen ahli yang menjadi validator pada aspek kesesuaian isi yaitu Ibu Dra. Dewi
Lengkana, M.Sc dan validator pada aspek konstruksi adalah Bapak Prof. Dr. Agus
Suyatna, M.Si. Jika terdapat kesalahan dalam pembuatan LKS, dilakukan revisi.
50
5. Perbaikan LKS berbasis representasi jamak
Setelah dilakukan diskusi dan validasi dengan dosen ahli dan praktisi, maka
diketahui kekurangan dari LKS yang telah disusun, selanjutnya dilakukan
perbaikan produk sesuai dengan masukan dari ahli dan praktisi. Kemudian
mengkonsultasikan LKS hasil perbaikan dengan dosen pembimbing.
6. Uji Coba terbatas LKS berbasis representasi jamak
Pada tahap pengembangan produk dilakukan uji coba terbatas, hal ini dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas LKS yang dikembangkan. Pada
tahap ini 3 orang guru IPA SMP dimintai tanggapan mengenai aspek kesesuaian
isi dan kemenarikan LKS berbasis representasi jamak dengan mengisi angket dan
memberikan tanggapan terhadap pernyataan yang ada. Selain itu, peneliti juga
meminta respon dari siswa mengenai kemenarikan LKS. Siswa yang memberikan
respon LKS ini berjumlah 25 siswa dari kelas IX di SMP negeri 3 Natar.
7. Revisi produk
Revisi dilakukan berdasarkan hasil penilaian guru meliputi aspek kesesuaian isi
dan konstruk. Selanjutnya mengkonsultasikan hasil revisi dengan dosen
pembimbing.
8. Uji keterlaksanaan
Setelah dilakukan revisi, selanjutnya dilakukan uji keterlaksanaan produk yang
juga bertujuan untuk mengetahui kepraktisan LKS dan keefektifan LKS berbasis
representasi jamak. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas IX tahun
51
pelajaran 2017/2018 di SMP N 3 Natar. Sampel pada penelitian ini adalah siswa
kelas IXd sebagai kelompok ekspreimen I dan IXb sebagai kelompok eksperimen
II yang masing-masing berjumlah 29 siswa. Kedua kelas dibelajarkan
menggunakan model discovery learning dengan menggunakan LKS berbasis
representasi jamak dimana proses belajar di kelas eksperimen I dibimbing oleh
peneliti sedangkan kelas eksperimen II dibimbing oleh guru IPA SMPN 3 Natar.
Efektifitas pembelajaran menggunakan LKS berbasis representasi jamak tidak
dilihat dari perbandingan hasil belajar kelas eksperimen I dan eksperimen II,
melainkan dilihat dari peningkatan hasil pretes dan postes dari kedua kelas yang
kemudian dilihat effect Size-nya. Metode pengambilan sampel yang digunakan
adalah dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Dikatakan simple
(sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi itu, dimana populasi
yang ada dianggap telah homogen (Sugiyono, 2011). Desain penelitian
pengembangan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 4. Desain Pretes-Postes Kelompok Sampel
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
(Variabel bebas) (Variabel terikat)
IX B O1 X O2
IX D O1 X O2
Dengan keterangan O1 adalah pretes yang diberikan sebelum diberikan perlakuan,
O2 adalah postes yang diberikan setelah diberikan perlakuan, X adalah
pembelajaran menggunakan LKS hasil pengembangan.
52
Pada fase uji keterlaksanaan, dilakukan pengujian kepraktisan dan efektifitas dari
penggunaan LKS yang dikembangkan serta pembelajaran dengan menggunakan
model discovery learning. Langkah-langkah yang dilakukan dalam uji
keterlaksanaan yaitu:
a. Pengujian kepraktisan LKS berbasis representasi jamak
1) Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan LKS berbasis representasi
jamak. Observer mengamati siswa kemudian mengisi lembar observasi
mengenai pembelajaran menggunakan LKS berbasis representasi jamak.
2) Kemampuan guru mengelola pembelajaran menggunakan LKS berbasis
representasi jamak. Observer mengamati guru kemudian mengisi lembar
observasi mengenai kemampuannya dalam mengelola kelas saat
pembelajaran menggunakan LKS berbasis representasi jamak.
3) Aktivitas. Observer mengamati aktivitas siswa kemudian mengisi lembar
observasi mengenai kegiatan yang dilakukan siswa saat pembelajaran
menggunakan LKS berbasis representasi jamak
4) Respon siswa. Siswa mengisi angket respon siswa mengenai
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
b. Pengujian efektifitas pembelajaran dengan bantuan LKS berbasis representasi
jamak. Pengujian efektifitas pembelajaran dilihat dari hasil tes siswa yaitu
soal yang diberikan saat pretes (sebelum pembelajaran) dan postes (setelah
pembelajaran) kemudian di analisis dengan menggunakan uji t, dilanjutkan
dengan menghitung nilai effect size-nya.
53
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu.
Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul
data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket analisis kebutuhan,
instrumen uji validitas LKS, lembar observasi kepraktisan dan instrument tes
keterampilan berpikir kritis.
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
memberikan angket, yaitu dengan memberikan seperangkat pernyataan tertulis
kepada responden untuk ditanggapi (Arikunto, 2008). Angket yang dibuat
akandiisi oleh:
a) Instrument analisis kebutuhan guru
Guru mengisi angket pendahuluan mengenai pengembangan LKS yang berbasis
representasi jamak. Aspek yang ditanyakan berkaitan dengan LKS yang sering
digunakan saat proses pembelajaran, apakah pembelajaran pernah menggunakan
LKS berbasis representasi jamak dan apakah LKS telah mampu mengukur
keterampilan berpikir kritis siswa.
b) Instrumen analisis kebutuhan siswa
Siswa mengisi angket pendahuluan mengenai pengembangan LKS yang berbasis
representasi jamak. Aspek yang ditanyakan berkaitan dengan LKS yang sering
dikerjakan siswa saat proses pembelajaran, bagaimana LKS yang menarik
54
menurut siswa, apakah LKS yang di gunakan pernah mengukur keterampilan
representasi jamak dan berpikir kritis.
2. Instrument Validasi Ahli dan Praktisi (Guru)
Instrumen ini terdiri dari angket kesesuaian isi dan konstruk terhadap LKS
berbasis representasi jamak.
a) Instrument validasi aspek isi
Instrumen ini berbentuk angket yang disusun untuk mengetahui kesesuaian isi
LKS dengan kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), kesesuaian
indikator, materiserta kesesuaian urutan materi dengan indikator. Selain itu, pada
instrumen ini dilihat pula bagaimana kesesuaian isi LKS dengansintak model
pembelajaran yang digunakan, sistem sosial, sistem pendukung, dan dampak
interaksional dan pendukung yang tertera dalam LKS yang dikembangkan.
Instrumen ini juga dilengkapi dengan kolom saran di mana validator dapat
menuliskan saran/ masukan guna perbaikan produk.
b) Instrumen validasi konstruk
Instrumen ini berbentuk angket yang disusun untuk mengetahui konstruk LKS
berbasis representasi jamak sesuai dengan kesesuaian pengorganisasian isi LKS
yang dikembangkan, kegiatan dan pertanyaan yang tertera dalam LKS, aspek
keterbacaan pada LKS dan sesuai dengan format LKS yang ideal. Instrumen ini
juga dilengkapi dengan kolom saran di mana validator dapat menuliskan saran/
masukan guna perbaikan produk.
55
3. Instrument Uji Kepraktisan
a) Instrumen keterlaksanaan produk
Instrumen ini berupa lembar observasi yang di dalamnya terdapat pernyataan-
pernyataan yang dimaksudkan untuk menilai keterlaksanaan LKS yang di-
kembangkan, lembar observasi juga dilengkapi dengan kolom saran di mana
observer dapat menuliskan saran/masukan tentang keterlaksanaan LKS.
b) Instrument kemampuan guru mengelola pembelajaran
Instrument ini berupa lembar observasi yang di dalamnya terdapat pernyataan-
pernyataan yang dimaksudkan untuk menilai keterlaksanaan LKS yang di-
kembangkan, lembar observasi juga dilengkapi dengan kolom saran agar observer
dapat menuliskan saran/ masukan tentang keterlaksanaan LKS.
c) Instrumen respon siswa
Instrumen ini berbentuk angket yang di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan
yang dimaksudkan untuk menilai keterbacaan dan kemudahan yang diujikan pada
uji coba produk dan menilai kemenarikan yang diberikan pada saat uji lapangan
terbatas berdasarkan desain LKS yang dikembangkan. Angket ini merupakan
angket dengan jawaban tertutup dan dilengkapi pula dengan kolom saran yang
dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada siswa bila ingin menuliskan saran/
masukan guna perbaikan produk.
d) Lembar pengamatan aktivitas siswa
Lembar pengamatan aktivitas siswa yang bertujuan untuk mengamati aktivitas
siswa dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar
56
observasi ini disusun dengan mengadopsi instrumen yang dikembangkan oleh
Sunyono (2014).
4. Instrument keefektifan
Instrumen ini berbentuk soal pilihan jamak berjumlah 15 soal yang disusun
sedemikian rupa sehingga mampu mengasah keterampilan berpikir kritis siswa.
F. Teknik pengumpulan data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari validator, observer, guru dan siswa.
Pada tahap studi pendahuluan, sumber data diperoleh dari hasil pengisian angket
analisis kebutuhan yang dilakukan oleh guru IPA dan siswa. Pada tahap validasi,
sumber data diperoleh dari hasil validasi kesesuaian isi dan konstruk oleh ahli.
Pada tahap uji coba terbatas sumber data diperoleh dari hasil respon tanggapan
guru mengenai isi dan kemenarikan LKS hasil pengembangan dan siswa
mengenai kemenarikan LKS hasil pengembangan.
Pada tahap uji lapangan atau implementasi untuk mengetahui keefektifan LKS,
pengumpulan data dilakukan dengan memberikan pretes pada siswa diawal
pembelajaran pertemuan pertama dan postes pada akhir pembelajaran. Untuk
mengetahui kepraktisan pada uji ini data dikumpulkan dari lembar observasi
keterlaksaan pembelajaran dengan menggunakan LKS, lembar observasi
kemampuan guru mengelola kelas, lembar respon siswa (aspek kemenarikan
pembelajaran) dan lembar observasi aktivitas siswa.
57
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
angket, observasi dan tes. Angket menurut Sugiyono (2008) merupakan teknik
pengumpulan data dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Angket merupakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan seperangkat pernyataan tertulis kepada responden untuk ditanggapi
(Arikunto, 2008). Pada penelitian ini, angket yang digunakan yaitu berupa angket
dengan jawaban tertutup, serta ditanggapi dengan memberi saran pada kolom
yang telah disediakan pada intrumen validasi ahli dan praktisi, dan respon siswa
terhadap LKS hasil pengembangan. Observasi secara sempit diartikan sebagai
kegiatan memperhatikan sesuatu dengan mata. Observasi dalam pengertian yang
lebihluas, observasi disebut juga pengamatan meliputi kegiatan pemuatan per-
hatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh panca indera.
Observasi dilakukan dengan mengamati keterlaksanaan LKS yang digunakan
untuk membelajarkan materi pewarisan sifat, mengamati kemampuan pengelolaan
pembelajaran oleh guru dan aktivitas siswa. Sedangkan tes dilakukan untuk
mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa pada saat pretes dan postes.
Kuasioner dilakukan pada validasi, pada uji coba terbatas LKS, dan uji
implemenasi. Validasi LKS terdiri dari validasi ahli oleh 2 dosen dan praktisi
yaitu 3 orang guru IPA SMP. Pada validasi kesesuaian isi dan konstruk,
pengumpulan data dilakukan dengan menunjukan LKS materi pewarisan sifat
berbasis representasi jamak, kemudian meminta validator untuk mengisi angket
validasi LKS yang dikembangkan. Pada uji coba terbatas untuk mengetahui
kepraktisan LKS, pengumpulan data dilakukan dengan menunjukkan LKS,
kemudian meminta guru mengisi angket respon tanggapan guru.
58
Pada uji implementasi untuk mengetahui keefektifan LKS, pengumpulan data
didapatkan melalui hasil pretes dan postes. Instrumen tes berupa 15 butir soal
pilihan jamak yang sesuai dengan indikator pencapaian berpikir kritis siswa.
Selanjutnya, untuk melihat tingkat kepraktisan data dikumpulkan melalui lembar
keterlaksaan pembelajaran menggunakan LKS, lembar observasi kemampuan
guru mengelola pembelajaran, angket respon siswa (aspek kemenarikan
pembelajaran) dan lembar aktivitas siswa.
G. Teknik Analisis Data
1. Teknik analisis data hasil studi lapangan
Teknik analisis data hasil studi lapangan dilakukan dengan cara:
a) Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan
pertanyaan yang tertera di angket dan wawancara pada siswa dan guru.
b) Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk
memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-
dasarkan pertanyaan yang tertera di angket dan wawancara pada siswa dan
guru.
c) Menghitung persentase jawaban, bertujuan untuk melihat besarnya per-
sentase setiap jawaban dari pertanyaan, sehingga data yang diperoleh dapat
dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen-
tase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:
% Jin= i
x 100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan: = Persentase pilihan jawaban-i inJ%
59
= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i
= Jumlah seluruh responden
d) Menjelaskan hasil penafsiran presentasi jawaban responden.
2. Teknik analisis data validitas produk oleh ahli dan praktisi.
Angket yang diolah pada penelitian ini adalah angket hasil validasi ahli dan
praktisi (guru). Instrumen penilaian uji ahli dan praktisi menggunakan skala
Guttman yang memiliki pilihan jawaban sesuai konten pertanyaan, yaitu: “Setuju”
dan “Tidak Setuju” dengan skor “1” dan “0”. Revisi dilakukan pada konten
pertanyaan yang diberi pilihan jawaban “Tidak Setuju” atau para ahli memberikan
masukan khusus terhadap LKS/prototipe yang sudah dibuat.
Hasil validasi ahli dan praktisi akan digunakan untuk merevisi produk LKS
berbasis representasi jamak yang dikembangkan, jika hasil validasi oleh 3 orang
ahli menghasilkan validitas yang kurang dari 0,60 (perhitungan menggunakan
rumus Content Validity Ratio (CVR)) maka perlu diadakan revisi, selanjutnya
setelah direvisi dilakukan uji ahli kembali sampai memperoleh nilai validitas
dengan batas minimum 0,60 dan 3 orang validator ahli menyatakan valid.
Adapu rumus CVR, sebagai berikut:
(Cohen & Swerdik, 2010)
Keterangan: CVR = Rasio validitas isi
ne = Jumlah ahli yang menunjukkan “setuju atau layak”
N = Jumlah total ahli
Validitas terhadap LKS berbasis representasi jamakyang dikembangkan dan
perangkatnya dihitung berdasarkan skor yang diberikan oleh validator dengan
iJ
N
60
menghitung jumlah skor yang diberikan validator, menghitung persentase
ketercapaian skor dari skor maksimal untuk setiap aspek yang dinilai, dan
menghitung rata-rata persen keterapaian skor oleh 3 orang ahli lalu menafsirkan
data dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 5. Kategori Validitas Isi, Konstruksi dan Keterbacaan LKS
Persentase Kriteria
21,00 % - 36,00% Tidak valid
37,00 % - 52,00% Kurang valid
53,00 % - 68,00% Cukup valid
69,00 % - 84,00% Valid
85,00 % - 100,00% Sangat valid
(Ratumanan, 2003).
3. Teknik analisis data kepraktisan LKS
a. Analisis data keterlaksanaan LKS
Teknik analisis data lembar observasi pada uji keterlaksanaan LKS menggunakan
cara sebagai berikut:
1) Menghitung persentase jumlah skor untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
LKS berbasis representasi jamak menggunakan model discovery learning
dengan cara sebagai berikut :
% X
ma s100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan : % X =Persentase jawaban pernyataan pada lembar observasi
=Jumlaha skor jawaban total
maks=Skor maksimum yang diharapkan
2) Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan
dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan
S
S
61
dengan menghitung rata-rata presentase ketercapaian untuk setiap aspek
pengamatandari dua orang pengamat.
3) Menafsirkan persentase jawaban pernyataan secara keseluruhan dengan
menggunakan tafsiran berdasarkan Tabel berikut:
Tabel 6. Tafsiran Persentase Angket.
Persentase Kriteria
80,1%-100% Sangat tinggi
60,1%-80% Tinggi
40,1%-60% Sedang
20,1%-40% Rendah
0,0%-20% Sangat rendah
(Arikunto, 2008)
b. Analisis data kemampuan guru mengelola pembelajaran
Teknik analisis data lembar observasi pada uji kemampuan guru mengelola
pembelajaran menggunakan cara sebagai berikut:
1) Menghitung persentase jumlah skor untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan
LKS berbasis representasi jamak menggunakan model discovery learning
dengan cara sebagai berikut :
% X
ma s100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan : % X =Persentase jawaban pernyataan pada lembar observasi
=Jumlaha skor jawaban total
maks=Skor maksimum yang diharapkan
2) Memvisualisasikan data untuk memberikan informasi berupa data temuan
dengan menggunakan analisis data non statistik yaitu analisis yang dilakukan
dengan menghitung rata-rata presentase ketercapaian untuk setiap aspek
pengamatandari dua orang pengamat.
S
S
62
3) Menafsirkan persentase jawaban pernyataan secara keseluruhan dengan
menggunakan tafsiran berdasarkan Arikunto (2008) pada Tabel 6.
c. Teknik analisis data angket respon siswa
Respon siswa diukur untuk melihat respon siswa dari aspek kemenarikan setelah
melakukan pembelajaran. Teknik analisis data angket respon siswa setelah
menggunakan LKS hasil pengembangan dalam proses pembelajaran
menggunakan cara sebagai berikut:
1) Mengklasifikasi data, bertujuan untuk mengelompokkan jawaban berdasarkan
pernyataan angket.
2) Melakukan tabulasi data berdasarkan klasifikasi yang dibuat, bertujuan untuk
memberikan gambaran frekuensi dan kecenderungan dari setiap jawaban ber-
dasarkan pernyataan angket dan banyaknya sampel.
3) Menghitung persentase jawaban siswa, bertujuan untuk melihat besarnya
persentase setiap jawaban dari pernyataan sehingga data yang diperoleh dapat
dianalisis sebagai temuan. Rumus yang digunakan untuk menghitung persen-
tase jawaban responden setiap item adalah sebagai berikut:
% Jin= i
x 100 % (Sudjana, 2005)
Keterangan : = Persentase pilihan jawaban-i
= Jumlah responden yang menjawab jawaban-i
= Jumlah seluruh responden
4) Menafsirkan persentase jawaban responden. Persentase jawaban responden
diinterpretasikan dengan menggunakan tafsiran presentase berdasarkan
Arikunto (2008) pada Tabel 6.
inJ%
iJ
N
63
d. Teknik analisis data aktivitas siswa saat proses pembelajaran
Analisis deskriptif terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran dilakukan dengan
mengolah data hasil pengamatan oleh pengamat dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Menghitung persentase aktivitas siswa untuk setiap pertemuan dengan rumus:
%Pa =
x 100%
Keterangan: %Pa = Persentase aktivitas siswa dalam belajar di kelas.
Fa = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang muncul.
Fb = Frekuensi rata-rata aktivitas siswa yang diamati.
2) Menghitung jumlah persentase aktivitas siswa yang relevan dan yang
tidakrelevan dengan pembelajaran untuk setiap pertemuan dan menghitung
rata- ratanya, kemudian menafsirkan data dengan menggunakan tafsiran
hargapersentase sebagaimana Tabel 6.
3) Mengurutkan aktivitas siswa yang dominan dalam pembelajaran berdasarkan
persentase setiap aspek aktivitas yang diamati.
4. Teknik analisis data keefektifan
Keefektifan pembelajaran dilihat dari hasil analisis soal yang dibuat yaitu berupa
soal pilihan jamak berjumlah 15 soal untuk mengukur keterampilan berpikir kritis
siswa. Sebelum soal tersebut di gunakan, dilakukan uji validitas dan
reliabilitasnya terlebih dahulu. Selanju t nya dihitung menggunakan data statistik
dengan melihat nilai N-Gain yang di hitung menggunakan data statistik berupa uji
normalitas, homogenitas,dan uji hipotesis uji t.
64
a. Uji Validitas dan Realibilitas
1) Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur mampu mengukur apa yang
ingin diukur. Hasil penelitian dikatakan valid ketika terdapat kesamaan antara data
yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Valid atau tidaknya suatu instrumen dapat diketahui dengan membandingkan
indeks korelasi Product Moment Pearson dengan level signifikansi 5%. Bila
signifikansi hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%) maka dinyatakan valid dan
sebaliknya apabila signifikansi hasil korelasi lebih besar dari 0,05 (5%) maka
dinyatakan tidak valid (Sugiyono, 2013). Rumus untuk mencari validitas
instrument yaitu:
r =
√[ ( ) ][ ( ) ] (Arikunto, 2010)
Keterangan: r = nilai validitas
N = jumlah peserta tes
X = jumlah skor total tes
Y = jumlah skor total kriterium (pembanding)
Kemudian menentukan taksiran validitas soal dengan uji korelasi product
moment.
Tabel 7. Makna Koefisien Korelasi Productmoment
Angka korelasi Makna
0,800 – 1,000 Sangat tinggi
0,600 – 0,800 Tinggi
0,400 - 0,600 Cukup
0,200 - 0,400 Rendah
0,000 - 0,200 Sangat rendah
(Arikunto, 2010)
65
2) Uji Realibilitas
Reliabilitas (reliability) adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur
dengan stabil dan konsisten. Besarnya tingkat reliabilitas ditunjukkan oleh
koefisiennya, yaitu koefisien reliabilitas. Rumus yang digunakan untuk
menghitung reliabilitas instrument yaitu:
r11 =
=
√[ ( ) ][ ( ) ] (Arikunto, 2010)
Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas soal tes
rxy = reliabilitas korelasi Spearman-Brown
N = jumlah peserta tes
X = jumlah skor jawaban benar belahan ganjil
Y = jumlah skor jawaban benar belahan genap
Perhitungan reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program
Microsoft Excel Simpel Pas. Teknik yang digunakan untuk mengukur reliabilitas
pengamatan adalah Cronbach Alpha dengan cara membandingkan nilai alpha
dengan standarnya, dengan ketentuan jika:
a. Nilai Cronbach Alpha 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel
b. Nilai Cronbach Alpha 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel
c. Nilai Cronbach Alpha 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel
d. Nilai Cronbach Alpha 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel
e. Nilai Cronbach Alpha 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliable (Sugiyono, 2013).
b. Menghitung nilai pre-pos tes
Data kuantitatif yaitu berupa skor tes jawaban siswa yang diperoleh dari nilai
pretes dan postes. Nilai pre dan pos didapat berdasarkan perhitungan soal dengan
rubric essay yang telah dibuat, kemudian data tes hasil belajar siswa ditinjau
66
berdasarkan perbandingan gain yang dinormalisasi atau N-gain (g) dengan
menggunakan rumus Hake (1999) yaitu:
N-Gain =
Keterangan:
N-gain = average normalized gain = rata-rata N-gain
Spost = postscore class averages = rata-rataskor postes
Spre = prescore class averages = rata-rataskor pretes
Smax = maximum score = skor maksimum
Tabel 8. Kriteria N-gain.
N-gain Kriteria
g> 0,7
0,7 >g> 0,3
g< 0,3
Tinggi
Sedang
Rendah
(Hake, 1999)
Sedangkan untuk mengukur persen (%) peningkatan (%g) hasil belajar siswa
digunakan rumus sebagai berikut.
% Peningkatan =
x 100% (Hake, 1999)
Nilai pretes, postest, dan N-gain pada kelas eksperimen I dan ekseperimen II
selanjutnya dianalisis dengan uji prasyarat berupa uji normalitas dan kesamaan
dua varians (homogenitas) data.
c. Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak, uji normalitas dilakukan
dengan program SPSS 21.
67
Hipotesis uji normalitas:
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Kriteria uji normalitas:
Jika z hitung < z tabel atau nilai sig > 0,05 maka H0 diterima (data
berdistribusi normal)
Jika z hitung ≥ z tabel atau nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak (data tidak
berdistribusi normal)
d. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, data yang didapatkan diuji menggunakan uji t atau uji
perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan program SPSS versi 21.
Rumusan hipotesis statistik:
H0 = Rata-rata nilai postes sama dengan rata-rata nilai pretes
H1 = Rata-rata nilai postes lebih tinggi dari rata-rata nilai pretes
Kriteria Uji :
Jika t hitung ≥ t tabel, atau nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak, H1 diterima.
Jika t hitung < t tabel, atau nilai sig > 0,05 maka H0 diterima, H1 ditolak
(Pratisto, 2004).
e. Uji effect size
Perhitungan ukuran efek (UE) menggunakan rumus Yahya dan Abu (2014)
berikut ini:
(Abu Jahjouh, 2014)
68
Ket : = Ukuran efek (effect size)
T2 = nilai t pretes dan postes
df = derajat kebebasan
Selanjutnya untuk mengkategorikan ukuran efek digunakan kriteria standar Cohen
sebagai berikut:
Tabel 9. Kategori Ukuran Efek
Cohen’s
Standard
Effect
Size
Percentile
Standing
Percent of
Nonoverlap
Large 0,6-2,0 73-97,7 47,4%-81,1%
Medium 0,3-0,5 62-69 21,3%-33,0%
Small 0,0-0,2 50-58 0%-14,7%
(Cohen, 1988)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Telah dihasilkan LKS berbasis representasi jamak materi pewarisan sifat yang
memiliki validitas tinggi, baik pada segi isi materi maupun konstruksi LKS.
2. Kepraktisan LKS berbasis representasi jamak materi pewarisan sifat sangat
tinggi sehingga praktis untuk digunakan di kelas berdasarkan keterlaksanaan
LKS dan respon siswa.
3. LKS berbasis representasi jamak materi pewarisan sifat efektif untuk
menumbuhkan kemampuan berpiki kritis siswa dengan effect size berkategori
“Large”.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan serta penerapan LKS berbasis
representasi jamak materi pewarisan sifat yang berhasil menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKS berbasis representasi jamak yang
telah dikembangkan efektif dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
143
siswa, sehingga direkomendasikan untuk menggunakan LKS berbasis
representasi jamak dalam pembelajaran IPA. Namun harus tetap
memperhatikan kecocokan materi IPA yang dipilih karena tidak semua materi
dapat diajarkan dengan pendekatan representasi jamak.
2. Bagi calon peneliti hendaknya memperhatikan kesediaan buku dan sumber
mengenai representasi jamak dan materi yang akan dikembangkan, sehingga
LKS yang dikembangkan lebih baik lagi selain itu peneliti harus sangat
memahami mengenai representasi jamak.
3. Bagi guru yang akan mengajar dengan beban mengajar yang cukup banyak,
diharapkan memperhatikan alokasi waktu yang dibutuhkan saat pembelajaran
agar pembelajaran lebih berarti dan juga pada saat pengembangan LKS, karena
LKS berbasis representasi jamak menuntut ketelitian dalam penyusunannya.
4. Bagi guru dan peneliti yang hendak menggunakan LKS dengan mengikuti
sintak model discovery learning harus memperjelas kegiatan siswa yang akan
dilakukan pada setiap tahapan model discovery learning sehingga kegiatan
pembelajaran menjadi terarah.
5. Bagi guru yang akan menerapkan LKS berbasis representasi jamak dalam
pembelajaran hendaknya tidak hanya membelajarkan siswa pada jam tatap
muka di kelas saja, tetapi juga memberikan keleluasaan dan waktu untuk
berkonsultasi bagi siswa untuk melakukan bagian tahapan LKS di luar jam
pelajaran, sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan siswa bisa
mengeksplorasi pengetahuannya lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, 2015. Guru Sains Sebagai Inovator, Merancang Pembelajaran
Sains Inovatif Berbasis Riset. Media Akademi. Yogjakarta.
___________, 2016. Pembelajaran SAINS Melalui Pendekatan Representasi
Jamak. Media Akademi. Yogjakarta.
Abu Jahjouh, Y. M. 2014. The Effectiveness Of Blended E-Learning Forum
Inplaning For Science Instruktion. Journal Of Turkish Science Education,
11(4).3-16.
Ainsworth, S. 2006. DeFT: A conceptual framework for considering learning with
multiple representations. Learning and Instruction, 16 (3), 183-198.
Anjarsari, P. 2014. Literacy Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA SMP.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Angayank. 2010. Guru sebagai Agen Pembelajaran. http://www.slideshare.net.
Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi PendidikanEdisi Revisi. Bumi Aksara.
Jakarta.
_________. 2008. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
Astuti, Y. W. 2014. Instructional Materials Physics High School with Multi
Representation Approach. Jurnal Pendidikan Sains (JPS), 1(4), 382-389.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar
Offset. Yogyakarta.
Beyer, B. K. 1995. Critical Thinking. Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Bloomington, Indiana.
Chen, Y. T, Chen, T.J, and Tsai, L.Y. 2011. Development and Evaluation of
Multimedia Reciprocal Reresentation Instructional Material. International
Journal of Physical Science, vol 6, no 6, ISNN: 1992-1950.
Chin, Christine. 2007. Multimodality in Teaching and Learning and Science.
Proceeding the 1st
International Seminar on Science Education. Bandung.
Graduate School Indonesia University of Education.
145
Cohen, J. 1988. Statistical power analysis for the behavioral sciences (2nd ed.).
Lawrence Erlbaum Associates. Hillsdale, NJ.
Dabutar, J. 2007. Strategi Pembelajaran Quantum Teaching dan Quantum
Learning. http://wordpress.co.id.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional, 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan
Ajar Sekolah Menengah Atas.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005,
Tentang Guru dan Dosen, Depdiknas.Jakarta.
Depdiknas. 2015. Survey Internasional PISA. Depdiknas. [Online] Tersedia di
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa.
Diakses: Maret 2016.
Depdiknas. 2015. Survey Internasional TIMSS. Laporan TIMSS. Depdiknas.
[Online] Tersedia di http://litbang.kemdikbud.go.id/data/puspendik.
Diakses: Maret 2016.
Djamarah, Syaiful B, dan Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
Djojosoediro, W. 2012. Pengembangan Pembelajaran Ipa Sd. [Online] Tersedia
di Http://Pjjpgsd.Unesa.Ac.Id/Dok/Modulhakikatipadanpembelajaranipa.Pd
f. di Akses: Maret 2016.
Ennis, R. H. 1991. Critical Thinking: A Streamlined Conception. University of
Illinois.
Farida, I. 2012. Interkoneksi Multipel Level Representasi Mahasiswa Pada
Kesetimbangan Dalam Larutan Melalui Pembelajaran Berbasis Web.
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Fauziah, H. 2012. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Praktikum berbasis
Inkuiri pada pokok bahasan reaksi kimia. Universitas Pendidikan Indonesia.
Repository UPI. UPI. Bandung.
Fitriawati, N. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pada Mata Pelajaran Ips Terpadu Kelas VIII di MTsN Selorejo Blitar.
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim.
Malang.
146
Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Score. Diakses dari
http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855.
Hanafiah, N dan Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembeajaran. PT Refika
Aditama. Bandung.
Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar Ilmi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hill, M., Sharma, M., O’Byrne, J &Aireyb, J. 2014. Developing and Evaluating a
Survey for Representational Fluency in Science. School of Physics.
University of Sydney. Sydney.
Ismet. 2017. Desain Model Multi Representasi Pada Perkuliahan Pendahuluan
Fisika Zat padat untuk Mengembangkan kemampuan Berargumentasi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2017. STEM untuk pembelajaran
SAINS Abad 21. Palembang.
Karsli, F. Dan Sahin, C. 2009. Developing Worksheet Based on Science Process
Skill: Factors Affecting Solubility. Asia-Pacific Form on Science Learning
and Teaching, vol 10, n0 15, issue 1.
Kozma, R. 2000. The Use of Multiple Representation and Social Construction of
Understanding in Chemistry”. In M. Jacobson & R. Kozma ( eds),
Innovations in Science and Mathematics Education: Advanced Designs for
Technologies of Learning, pp . 11-46. Erlbaum . Mahwah, NJ.
Kurniasih, I dan Sani, B. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Kata Pena. Jakarta.
Liliasari. 2005. Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui
Pendidikan Sains. Fakultas PMIPA UPI. Bandung.
Malik, A. 2013. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi pada
Materi Pokok Laju Reaksi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
XI di SMA NU 01 Al Hidayah Kendal Tahun Ajaran 2012-2013. IAIN
Walisongo. Semarang.
Mayer, R. E. 2003. The Promise of Multimedia Learning. Using The Same
Instructional Design Methods Across Different Media. Learning and
Instruction, 13, 125.
Moejiono dan Dimyati, 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
Murti, B. 2011. Berpikir Kritis (Critical Thinking). [Online]. Tersedia di:
www.zdocs.net/.../berpikir-kritis-criticalthinking-bhisma-murti.html.
147
Mustaji. 2012. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam
Pembelajaran. Online Di http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-
kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran.
Nasih A.M dan Kholidah, L. N. 2009. Metode dan Tenik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. PT Refika Aditama. Bandung.
Nieveen, N. 1999. “Prototype to reach product quality. Dlm. van den Akker, J.,
Branch, R.M., Gustafson, K., Nieveen, N., & Plomp, T. (pnyt.)”. Design
approaches and tools in educational and training. Dordrecht: Kluwer
Academic Publisher.
O’Keefe, P. A., Letourneau, S. M., Homer, R. N., Schwartz, R. N., Plass, J. L.
2014. Learning From Multiple Representation: An Examination of
Fixation Patterns In a Science Simulation. Journal in Human Behavior 35:
234-242.
Prasetya. D. A. 2012. Analisis Belajar Fisika Ditinjau dari Skill Representasi Pada
Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dan Model Pembelajaran
Kooperatif Script. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Prastowo, A. 2013. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Kreatif. Difa Press.
Yogyakarta.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistika dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12.PT Elex Media.Computindo. Jakarta
Ratumanan, T. G. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran Interaktif dengan
Setting Kooperatif (Model PISK) dan Pengaruhnya terhadap Hasil Belajar
Matematika Sisw SLTP di Kota Ambon. Disertasi. Program Pascasarjana
UNESA. Surabaya.
Redhana, I. W. 2003. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui
Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Pemecahan Masalah. Jurnal
Pendidikan dan Pengajaran. FMIPA Universitas Ganesha. Bali.
Rosalina A, Fadiawati N, dan Rosilawati I. 2013. Pengembangan Lembar Kerja
Siswa Berbasis Representasi Kimia Pada Materi Larutan Penyangga. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Kimia 2 (3), 2013.
Rosengrant, D., Etkina, E., Heuvelen, A.V. 2007. An Overview Of Recent
Research On Multiple Representation. Rutgers, The State University Of New
Jersey GSE, 10 Seminary Place, New Brunswick NJ. 08904.
Sa’diah, N. H. 2013. Upaya meningkatkan Kemampuan Peserta Didik dalam
Membaca Cepat dengan Menggunakan Metode SQ3R. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
148
Sabirin, M. 2014. Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. JPM Iain
Antasari. Banjarmasin.
Sarwano. 2012. Analisis Kemamuan Representasi Mahasiswa Pendidikan SAINS
PPS UNS. Program Studi Pendidikan Fisika P.MIPA FKIP UNS. Solo.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipata. Jakarta.
Sudijono, A. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo persada.
Jakarta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. PT. Tarsito. Bandung.
Sukmadinata, N. S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya
Offset. Bandung.
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
________. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
________. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Sunyono. 2015. Model Pembelajaran Multipel Representasi. Pembelajaran
Empat Fase dengan Lima Kegiatan: Orientasi, Eksplorasi Imajinatif,
Internalisasi, dan Evaluasi. Media Akademi. Yogyakarta.
_______. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi dalam
Menumbuhkan Model Mental dan Meningkatkan Penguasaan Konsep
Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri
Surabaya : tidak diterbitkan. Surabaya.
_______. 2012. Analisis Model Pembelajaran Berbasis Multipel Representasi
dalam Membangun Model Mental Stoikiometri Mahasiswa. Laporan
Hasil Penelitian Hibah Disertasi Doktor_2012.Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.
_______. 2010. Model Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel Representasi
dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Kinetika Kimia dan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa. Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.
Syaadah, E. 2013. Implementasi Pembelajaran IPA Terpadu Pda Tema Air dan
Kesehatan Untuk Meningkatkan Literacy Sains Siswa SMP. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
149
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Cerdas Pustaka.
Surabaya.
Tawil, M. & Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks dan Impelemntasinya dalam
Pembelajaran IPA. Badan Penerbit UNM. Makassar.
Tekaya, C. et al. 2001. Biology concepts perceived as difficulty by Turkish high
school student. Journal of education. 21. 145-150.
Tim Penyusun. 2014.Permendikbud Nomor 59, Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Atas/ Madrasah Aliyah. Kemdikbud. Jakarta.
Tim Penyusun. 2013. Permendikbud Nomor 65, Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah. Kemdikbud. Jakarta.
Topcu dan Pekmez. 2009. Turkish middle school student’s difficulties in learning
genetics concepts. Journal of turkish science education. 6 (2). 55-62. Turki.
Widiadyana, I. 2014. Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Pemahaman
Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP. Jurnal Pendidikan IPA,
pasca.undiksha singaraja. Bali.
Widjayati, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Jurusan Pendidikan FMIPA.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Wittmann, M. C. 2006. Using resource graphs to represent conceptual change.
Physical Review Special Topics – Physic Education Research. 2, 020105 –
2006.
Wu, H.-K., Krajcik, J. S., Soloway, E. 2000. Promoting Conceptual
Understanding of Chemical Representation: Student’ Use of a Visualization
Tool in the Classroom. Paper Presented at the Annual Meeting of the
National Association of Research in Science Teaching. New Orleans, LA.
Yanti, V. D. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Makroskopis,
Submikroskopis, dan Simbolik Pada Maeri Elekrokimia kelas XII IA SMA N
8 Koa Jambi. Universitas Jambi. Jambi.